KEBERAGAMAAN BIROKRAT PEMERINTAH (Studi Kasus Para Pejabat Birokrasi Di Suku Dinas
Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk
Mencapai gelar (S 1) Sarjana Sosial
Oleh: AHMAD BAJRI
NIM 101032221643
Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2008
KEBERAGAMAAN BIROKRAT PEMERINTAH
(Studi Kasus Para Pejabat Birokrasi Di Suku Dinas
Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk
Mencapai gelar (S 1) Sarjana Sosial
Oleh
AHMAD BAJRI
NIM 101032221643
Di bawah bimbingan,
DR. M. Amin Nurdin, MA
NIP. 150 232 919
JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul KEBERAGAMAAN BIROKRAT PEMERINTAH (Studi Kasus di Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 21 Februari 2008. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S 1) pada Jurusan Sosiologi Agama.
Jakarta, 28 Februari 2008
Sidang Munaqasyah
Ketua merangkap Anggota, Sekretaris merangkap anggota,
Dra. Hj. Hermawati, MA Joharutul Jamilah, S.Ag, M. Si NIP. 150 227 408 NIP. 150 282 401
Anggota:
Penguji 1 Penguji II
Drs. Masri Mansoer, MA Dra. Ida Rosyidah, MA NIP. 150 244 493 NIP. 150 243 267
Pembimbing
Dr. M. Amin Nurdin, MA NIP. 150 232 919
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Definisi Agama Dan Birokrasi
1. Pengertian Agama
Agama adalah suatu sistem sosial yang dibuat oleh penganut-
penganutnya yang bergantung pada kekuatan-kekuatan non empiris yang
dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri
mereka dan masyarakat luas umumnya.1
Dalam kamus sosiologi pengertian agama ada 3 (tiga) macam, yaitu:
a. Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual
b. Perangkat kepercayaan pada praktek-praktek spiritual yang dianggap
sebagai tujuan tersendiri
c. Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural2
Secara khusus agama dapat didefinisikan sebagai suatu sistem
keyakinan yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat dalam
menginterpretasi dan memberi respon terhadap apa yang dirasakan sebagai
yang gaib dan suci dan bersumber dari wahyu Tuhan.3
Definisi agama dari pandangan sosiologi agama yaitu, secara teoritis
agama adalah suatu sistem kepercayaan dan secara praktis agama adalah suatu
sistem kaidah yang mengikat penganutnya. Dapat dikatakan bahwa individu
yang beragama adalah individu yang memiliki kepercayaan dan keterikatan
1 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h. 29 2 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), 129 3 Roland Robertson, Agama; Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada,1993), h. 295
terhadap agama yang dianutnya dan ia berinteraksi sosial sesuai dengan ajaran
agamanya. Sedangkan pengertian keberagamaan dari sarasehan yang
dilakukan oleh fisikawan Fritjof Copra, teologiawan David Stindl Rast dan
Thomas Matus yang membahas tentang agama, beragama dan kerohanian
telah menghasilkan pengertian tentang sifat beragama yaitu naluri yang
disinggungkan oleh Tuhan dalam diri manusia.4
Kehidupan manusia yang terbentang sepanjang sejarah selalu
dibayang-bayangi oleh keberadaan agama.5
Agama juga diyakini sebagai sumber motivasi bagi hidup manusia
baik individu ataupun kelompok, agama merupakan tempat untuk mencari
makna hidup yang final dan ultimate. Pengalaman agama dari diri manusia
juga akan terefleksikan pada tindakan sehari-hari dalam lingkungan sosial.6
Menurut pendapat Glock dan Stark, untuk mengukur tingkat
religiusitas seseorang dapat dipakai kerangka sebagai berikut :
a. Keterlibatan tingkat ritual (ritual involvement), yaitu tingkat sejauh
mana seseorang mengerjakan kewajiban ritual agama mereka.
b. Keterlibatan idiologis (idieological involvement), yaitu tingkatan
sejauh mana orang menerima hal-hal yang dogmatis dalam agama
mereka.
c. Keterlibatan inteklektual (intelectual involvement), yaitu yang
mengambarkan sejauh mana seseorang mengetahui tentang ajaran
4 Joachim Wach, Sosiology of Religion, Chicago, 1944, dikutip oleh: J, Milton Yinger,
Religion Society and Individual, h. 12 5 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 199 6 M. Munandar Sulaiman, Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung:
PT Eresco, 1995), h. 218
agamanya, seberapa jauh aktivitasnya dalam menambah pengetahuan
agama.
d. Keterlibatan pengalaman (experiental involvement), yang menunjukan
apakah seseorang pernah mengalami pengalaman yang spektakuler
yang merupakan keajaiban dari Tuhan.
e. Keterlibatan secara konsekuen (consequential involvement), yaitu
tingkatan sejauh mana perilaku seseorang konsekuen dengan ajaran
agamanya.7
2. Pengertian Keberagamaan
Agama dan keberagamaan adalah dua istilah yang dapat difahami
secara terpisah meskipun kedua mempunyai makna yang sangat erat.
Mengenai definisi agama telah dijelaskan di atas sedangkan keberagamaan
berarti pembicaran mengenai pengalaman atau fenomena yang manyangkut
hubungan antar agama dengan penganutnya atau suatu keadaan yang ada
dalam diri seseorang (penganut utama) yang mendorong untuk bertingkah laku
yang sesuai dengan agamanya.
Kata keberagamaan berasal dari kata “beragama”. Kata beragama
dalam Kamus Bahasa Indonesia yaitu antara lain :
1. Menganut (memeluk) agama
2. Beribadat, taat kepada agama (baik hidupnya menurut agama),
misalnya dia berasal dari keluarga yang taat beragama.
7 Masri Singarimbun, Sofian Efendi, Metodologi Penelitian Survei, (Jakarta : LP3ES,
1989), hal 126-127
Menurut Djamaluddin mendefinisikan keberagamaan sebagai
“manifestasi” seberapa jauh individu penganut agama meyakini, memahami,
menghayati dan mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-
hari dalam semua aspek kehidupan.8
Berkaitan dengan keberagamaan Islam, kualitas keberagamaan
seseorang ditentukan oleh seberapa jauh individu memahami dan
mengamalkan ajaran-ajaran serta perintah Allah secara menyeluruh dan
optimal. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan iman dan ilmu yang
berkaitan dengan amal perbuatan sehingga fungsi sebagai rahmat bagi seluruh
umat manusia dan seluruh alam dapat dirasakan. Keberagamaan Islam
meliputi jasmani dan rohani, pikir dan zikir, aqidah dan ritual, pribadatan,
penghayatan dan pengamalan, akhlak, individu dan sosial masyarakat serta
masalah duniawi dan akhirat.9
Dalam dimensi keyakinan atau aqidah seseorang harus meyakini dan
mengimani beberapa perkara dengan kokoh dan kuat, sehingga keyakinannya
tersebut tidak dapat digoyahkan. Keyakinan seperti itu akan diperoleh oleh
seseorang dengan argumentasi (dalil aqli) yang dapat dipertahankan.
Keyakinan ini pada intinya berkisar pada keimanan kepada Allah dan hari
Akhir. Selanjutnya dalam dimensi syariat adalah konsekuensi logis dan praktis
dari keyakinan mengamalkan syariat representasi dari keyakinan sehingga
sulit dipercaya jika seorang mengaku beriman kepada Allah dan hari Akhir
tetapi tidak mengindahkan syariatnya, karena syariat merupakan kewajiban
8 Muhammad Djamaluddin, Religiusitas dan Stress Kerja pada Polisi, (Yogyakarta :
UGM Press, 1995) , h. 44 9 Susi Damayanti, skripsi: “Hubungan antara Religiusitas dengan Perilaku Prososial
pada Santri Kelas II Aliyah Pondok Pesantren As-Shidiqiyah Jakarta Barat”, (Jakarta : UIN, 2001), h. 30
dan larangan yang datang darinya.10 Maksudnya ialah keyakinan harus disertai
dengan pengamalan kepada Allah.
3. Dimensi Keberagamaan
Konsep-konsep tentang keberagamaan tidak sama bagi semua orang,
baik masyarakat komplek, modern, maupun bagi sebagian besar masyarakat
primitif yang homogen karena adanya keberagamaan yang luas. Setiap
penelitian mengenai individu dan agamanya menghadapi masalah yang pelik
dalam hal definisi bagaimana kita melihat dan memberi batasan
“keberagamaan” dan bagaimana kita menggolongkan seseorang dalam
konteks ini. Menurut R Stark dan C.Y Glock dilihat dari sudut dimensi
sosiologi agama terdapat lima dimensi utama dalam memahami masyarakat
agama, yaitu :
a. Dimensi keyakinan merupakan dimensi yang berisikan dimensi yang
berisikan pengharapan-pengharapan dimana orang yang religius
berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu, mengakui
kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan
seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan taat
walaupun demikian isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi
tidak hanya diantara agama-agama, tetapi sering kali juga diantara
tradisi-tradisi dalam agama yang sama. Dalam setiap agama mesti
10 Ahmad Hanafi, “Bagaimana Menguatkan Iman”, artikel diakses tanggal 14 Maret
2007, dari www.al-shia.com/html/id/service/maqolat/agama/agama.htm
terdapat sistem kepercayaan yang harus dipertahankan dimana
penganutnya diharapkan mentaatinya.11
b. Dimensi prektek agama menurutnya, dimensi ini mencakup perilaku
pemujaan-pemujaan serta ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang
untuk menunjukkan sebuah komitmen terhadap agama yang dianutnya.
Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua kelas penting yaitu :
pertama, ritual mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan
formal dan praktek-praktek suci yang semua agama mengharapkan
para penganutnya melaksanakan. Keua, ketaatan, apabila aspek ritual
dari komitmen sangat formal dan khas publik semua agama yang
dikenal juga mempunyai seperangkat tindakan persembahan dan
kontemplasi personal yang relatif spontan, informal dan khas pribadi.
c. Dimensi pengalaman, dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta
bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu
walaupun tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama
dengan baik pada suatu waktu akan tercapai pengetahuan subjektif dan
langsung mengenai kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu
keadaan kontak dengan perantara supranatural.
d. Dimensi pengetahuan agama, dimensi ini mengacu pada harapan
bahwa seseorang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah
minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus,
kitab suci dan tradisi agama yang dianutnya. Glock melihat bahwa
dimensi ini tidak selalu sejalan dengan prakteknya. Seseorang dapat
11 Robertson, Agama: dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, h. 295
berkeyakinan kuat tanpa benar-benar memahami agamanya atau
kepercayaan bisa kuat atas dasar pengetahuan yang amat sedikit.
e. Dimensi konsekuensi, konsekuensi komitmen agama berlainan dari
keempat dimensi di atas. Dimensi ini mengacu kepada identifikasi
akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan
pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Istilah “kerja” dalam
pengertian teologis digunakan disini walaupun agama banyak
menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berpikir dan
bertindak dalam kehidupan sehari-hari tidak sepenuhnya jelas sebatas
konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan
semata-mata berasal dari agama.
4. Pengertian Birokrasi
Dalam perbendaharaan bahasa abad ke-18, “biro” (“bureau”) yang juga
berarti meja tulis, selalu diartikan sebagai suatu tempat yang di sana para
pejabat bekerja. Tambahan sisipan yang diturunkan dari kata Yunani yang
berarti “aturan” (rule), menghasilkan suatu istilah yang memiliki suatu
kekuatas dahsyat menembus budaya-budaya lain. Konsep Yunani tentang
pemerintahan telah lama diserap ke dalam bahasa-bahasa besar Eropa. Isitlah
baru dengan amat mudah mengalami transliterasi sama sebagaimana
“demokrasi” atau “aristokrasi”. Dengan cepat kata tersebut menjadi bagian
dari perbendaharaan istilah politik internasional. Bureucratie dalam bahasa
Perancis segera menjadi Bureaukratie dalam bahasa Jerman (yang akhirnya
menjadi Burokratie), burocrazia dalam bahasa Itali dan “burecrazy” dalam
bahasa Inggris. Selanjutnya, analog dengan kata turunan “democracy”, maka
“bureucracy” dapat diturunkan menjadi “bureucrat”, “bureucratic”,
bureucratism”, “bureucratist” dan “bureucratization” (“birokratisasi”).12
Sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi diartikan
sebagai: 1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah
karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan; 2. Cara bekerja atau
susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan
sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.13
Staf administrasi birokratis, birokrasi dalam bentuknya yang paling
rasional, terlebih dahulu mensyaratkan proposisi-proposisi menurut legitimasi
dan otoritas, serta memiliki ciri tertentu sebagai berikut:
1. Para anggota staf secara pribadi bebas, hanya menjalankan tugas-tugas
impersonal jabatan mereka.
2. Ada hierarki jabatan yang jelas.
3. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas.
4. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak.
5. Mereka dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, idealnya
didasarkan suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian.
6. Mereka memiliki gaji dan biasanya ada juga hak-hak pensiun. Gaji
berjenjang menurut kedudukan dalam hierarki. Pejabat dapat selalu
menempati posnya, dan dalam keadaan-keadaan tertentu ia juga dapat
diberhentikan.
12 Martin Albrow, Birokrasi, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1996), Cet. ke-3, hal. 2-
3 13 W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia II, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Depdikbud, 1983), hal. 120
7. Pos jabatan adalah lapangan kerjanya sendiri atau lapangan kerja
pokoknya.
8. Terdapat suatu struktur karir, dan promosi dimungkinkan berdasarkan
senioritas maupun keahlian (merit) dan menurut pertimbangan
keunggulan (superior).
9. Pejabat mungkin tidak sesuai baik dengan posnya maupun dengan
sumber-sumber yang tersedia di pos tersebut.
10. Ia tunduk pada sistem disipliner dan kontrol yang seragam.
Kesepuluh ciri birokrasi yang ideal, murni atau paling rasional yang
diperkenalkan oleh Max Weber ini merupakan suatu jenis staf administrasi
yang seringkali diacukan pada tout court (sebutan pasangannya) sebagai
“birokrasi”. Tidak diragukan lagi, masalah tersebut merupakan satu-satunya
pernyataan terpenting dalam ilmu-ilmu sosial, yang pengaruhnya sangat
besar.14
B. Birokrasi Ideal Max Weber
Ciri-ciri pokok dari struktur birokrasi menurut Weber adalah sebagai
berikut:
1. “Kegiatan sehari-hari yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan
organisasi didistribusikan melalui cara yang telah ditentukan, dan
dianggap sebagai tugas-tugas resmi”. Pembagian tugas secara tegas
memungkinkan untuk mempekerjakan hanya ahli-ahli dengan kekhususan
tertentu pada jabatan-jabatan tertentu dan membuat mereka bertanggung
14 Martin Albrow, Birokrasi, hal. 33-34.
jawab atas pelaksanaan tugas masing-masing secara efektif. Tingkat
spesialisasi yang tinggi ini telah menjadi bagian dari kehidupan sosio-
ekonomi kita, sehingga kita cenderung lupa bahwa hal ini merupakan
inovasi birokratis yang relatif baru dan belum pernah ditemui di masa-
masa lalu.15
2. Pengorganisasian kantor mengikuti prinsip hierarki; yaitu bahwa unit yang
lebih rendah dalam sebuah kantor berada di bawah pengawasan dan
pembinaan unit yang lebih tinggi”. Setiap pejabat yang berada dalam
hierarki administrasi ini dipercayai oleh atasan-atasannya untuk
bertanggung jawab atas semua keputusan dan tindakan yang dilakukan
oleh bawahannya maupun dirinya sendiri. Agar dapat
mempertanggungjawabkan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan
bawahannya, ia diberi wewenang untuk mengatur nereca: ia mempunyai
hak untuk memberi perintah-perintah, dan bawahan-bawahannya
mempunyai kewajiban untuk mematuhinya.
3. Pelaksanaan tugas diatur oleh suatu “sistem peraturan-peraturan abstrak
yang konsisten mencakup juga penerapan aturan-aturan ini di dalam kasus-
kasus tertentu.” Sistem pedoman-pedoman ini dirancang untuk menjamin
adanya keseragaman dalam pelaksanaan setiap tugas (terlepas dari
berapapun banyaknya pegawai yang terlibat di dalamnya) dan untuk
mengkoordinasikan tugas-tugas yang beraneka ragam. Peraturan dan
perundang-undangan yang jelas memberi kejelasan tentang tanggung
15 Peter M. Blau dan Marshal W. Meyer, Birokrasi dalam Masyarakat Modern, (Jakarta:
UI Press, 1987), hal. 27
jawab masing-masing anggota organisasi maupun tentang bagaimana
menjalin hubungan antara satu sama lain.16
4. “Seorang pejabat yang ideal melaksanakan tugas-tugasnya dengan
semangat ‘Sine ira et studio’ (formal dan tidak bersifat pribadi), tanpa
perasaan-perasaan dendam atau nafsu dan oleh karena itu tanpa perasaan
kasih sayang atau antusiasme. Agar pedoman-pedoman yang rasional bisa
mempengaruhi jalannya pelaksanaan tugas tanpa dicampuri hal-hal yang
bersifat pendirian pribadi, maka di dalam organisasi, seseorang harus
menampilkan pendekatan yang tidak mempunyai ikatan. Jika seorang
pejabat membiarkan di dalam dirinya berkembang perasaan-perasaan
tertentu terhadap bawahan-bawahan atau klien-kliennya, ia akan
menghadapi kesulitan untuk menghindar agar perasaan-perasaan tersebut
tidak mempengaruhi dirinya dalam membuat keputusan-keputusan
kedinasan. Sebagai akibat (dan seringkali tanpa disadarinya), mungkin saja
seorang pejabat dalam hal-hal tertentu akan bersikap lunak dalam menilai
pekerjaan salah satu bawahannya atau bersikap diskriminatif dengan
melakukan pilih kasih di antara klien-klliennya. Pengempingan
pertimbangan-pertimbangan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas
kedinasan merupakan prasyarat untuk menghindarkan pilih kasih dan
mengadakan efisiensi. Faktor-faktor yang membuat seorang pegawai
pemerintah menjadi tidak populer di antara klien-kliennya (yaitu bersikap
menjauhkan diri dan kurang memberi perhatian khusus terhadap mereka
sebagai sesama manusia), sebenarnya justru merupakan keuntungan bagi
16 Blau dan Meyer, Birokrasi dalam Masyarakat Modern, hal. 28
klien-klien. Tidak adanya perhatian (disinterestedness) dan tidak adanya
kepentingan pribadi berjalan seiring. Seorang pejabat yang tidak menjaga
jarak sosial dan akhirnya mempunyai perhatian yang bersifat pribadi
terhadap masalah-masalah yang dihadapi kliennya, cenderung melakukan
pilih kasih dalam melayani klien-kliennya; tergantung pada klien mana
yang lebih disenanginya. Menjauhkan hubungan-hubungan yang bersifat
pribadi mendorong untuk memperlakukan semua orang secara adil, dan
oleh karena itu menumbuhkan demokrasi dalam administrasi
(pemerintahan).17
5. Pekerjaan dalam suatu organisasi birokratis didasarkan pada kualifikasi
teknis dan dilindungi dari kemungkinan pemecatan oleh sepihak.
“Pekerjaan dalam suatu organisasi birokratis mencakup suatu jenjang karir
serta terdapat suatu ‘sistem kenaikan pangkat’ yang didasarkan atas
senioritas atau prestasi maupun gabungan antara keduanya”.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan kepegawaian ini, yang tidak hanya ditemui
pada organisasi-organisasi pemerintah (civil serviece) tetapi juga di dalam
perusahaan-perusahaan swasta, mendorong pertumbuhan rasa kesetiaan
terhadap organisasi serta rasa ikatan sebagai satu korps (espirit de corps)
di antara sesama anggota. Dengan mengaitkan pegawai-pegawai secara
terus menerus kepada organisasi, akan memberi motivasi kepada mereka
untuk lebih mempergiat usaha mencapai kepentingan-kepentingan
organisasi. Selain itu juga dapat menumbuhkan kecenderungan di dalam
17 Blau dan Meyer, Birokrasi dalam Masyarakat Modern, hal. 29
diri mereka untuk berfikir bahwa mereka merupakan kelas tersendiri yang
terpisah dan lebih unggul daripada anggota-anggota masyarakat lainnya.18
6. “Pengalaman, secara universal cenderung mengungkapkan bahwa tipe
organisasi administratif yang murni berciri birokrasi dilihat dari sudut
pandang yang semata-mata bersfat teknis, mampu mencapai tingkat
efisiensi yangt tertinggi”. “Perbedaan antara mekanisme birokratis yang
telah berkembang secara penuh dengan organisasi-organisasi lainnya
adalah ibarat mesin dengan cara-cara produksi yang nonmekanis’.
Birokrasi mengatasi masalah menondol dalam organisasi, yakni
bagaimana memaksimalkan efisiensi dalam organisasi – jadi tidak hanya
mengatasi masalah-masalah individu-individu saja.19
Efisiensi administratif yang sangat unggul dari birokrasi merupakan hasil
yang diharapkan dari berbagai ciri birokrasi sebagaimaan yang digarisbawahi oleh
Weber. Agar seseorang dapat bekerja secara efisien, ia harus memiliki keahlian-
keahlian tertentu dan mengharapkannya secara giat dan rasional, akan tetapi untuk
suatu organisasi prasyaratannya lebih banyak lagi. Setiap anggota harus ahli
dalam keterampilan tertentu untuk dapat menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya. Inilah maksud dari diadakannya spesialisasi serta
penerimaan pegawai yang didasarkan atas kualifikasi teknis, dan yang sering
diharapkan pada berbagai ujian-ujian objektif. Akan tetapi, para ahli pun tidak
terlepas dari pertimbangan-pertimbangan pribadi dalam membuat keputusan yang
rasional.
18 Blau dan Meyer, Birokrasi dalam Masyarakat Modern, hal. 30 19 Blau dan Meyer, Birokrasi dalam Masyarakat Modern, hal. 31
Walaupun tidak secara terang-terangan mengatakannya, Weber
menyajikan suatu analisis fungsional tentang birokrasi. Dalam tipe analisis
tersebut, suatu struktur sosial dijelaskan dengan cara menunjukkan bagaimana
setiap unsurnya mempunyai peranan dalam mempertahankan keutuhannya serta
dalam pelaksanaan tugas secara efektif. 20
C. Sistem Pembinaan Karir Birokrasi Di Indonesia
Peningkatan kualitas kebijakan publik pada gilirannya akan meningkatkan
citra aparatur negara itu sendiri. Meskipun demikian, sejalan dengan
penyempurnaan di bidang perumusan kebijakan publik, perlu pula dirumuskan
secara lebih jelas strategi untuk meningkatkan aparatur negara. Apabila berbaicara
mengenai strategi peningkatan aparatur negara, maka secara fundamental tidak
bisa melepaskan diri dari upaya peningkatan profesionalisme aparatur negara
melalui proses pengadaan, pembinaan, hingga pensiun. Ketiga variabel ini
merupakan satu kesatuan yang interdependensi dan tidak dapat dipisahkan satu
sama lain.
Sejak pelita IV Kantor Menpen (Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara)
telah memantapkan sistem pembinaan karir pegawai yang memberi perhatian
cukup besar pada tahap pengadaan pegawai. Masalah pengadaan atau rekruitmen
merupakan masalah yang sangat vital. Bila proses rekruitmen berjalan dengan
baik, secara teoritis akan dapat dijaring calon-calon pegawai bermutu dan
qualified. Sebaliknya, jika proses rekruitmen tidak baik, maka akan didapat calon-
calon pegawai atau pegawai yang tidak memenuhi syarat, dan sebagai akibatnya,
20 Peter M. Blau dan Marshal W. Meyer, Birokrasi dalam Masyarakat Modern, (Jakarta:
UI Press, 1987), hal. 27-32.
pemerintah akan menanggung beban selama pegawai tersebut berdinas, bahkan
sampai pensiun. Oleh karena itu, sistem rekruitmen pegawai negeri (PNS) perlu
terus menerus dibenahi sehingga pelaksanaannya dapat berjalan sebagaimana
seharusnya. Kemudian, program pendidikan awal bagi PNS yang kita kenal
dengan Program Pelatihan Prajabatan yang menitikberatkan pada keseimbangan
antara pelatihan fisik, mental, dan disiplin, perlu terus dimantapkan dan
ditingkatkan kualitasnya. Melalui program ini diharapkan terbentuk aparatur yang
berwawasan luas dan berdisiplin tinggi serta didukung oleh fisik yang sehat.
Dari segi pembinaan yang meliputi pembinaan karir, diklat, dan
peningkatan kesejahteraan, pembinaan PNS adalah suatu proses yang berlangsung
terus menerus hingga PNS tersebut memasuki masa purnabakti. Proses pembinaan
karir dan diklat meliputi dua aspek, yaitu:
1. Melalui pola diklat umum maupun teknis fungsional
2. Melalui pola diklat struktural untuk mengisi jabatan struktural tertentu
Pada dasarnya untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dalam
memperlancar pelaksanaan tugasnya, PNS diberi kesempatan seluas-luasnya
untuk mengikuti diklat, baik jangka pendek maupun jangka panjang, bahkan
hingga mencapai gelar doktor (S-3). Diklat tersebut selaih harus senantiasa
ditingkatkan sesuai dengan tuntutan dinamika pembangunan juga perlu
diupayakan suatu pola yang memungkinkan pemanfaatan PNS hasil diklat
tersebut tidak termanfaatkan dengan optimal dan bahkan tidak berkaitan sama
semaki dengan pola karir yang ada. Jelas masalah ini akan mengurangi motivasi
PNS tersebut dan pada akhirnya akan mengganggu tingkat produktivitas
aparatur.21
Hal ini tentu saja diharapkan agar para pejabat yang sudah mendapat
berbagai macam pelatihan tersebut dapat meningkatkan kinerjanya, sehingga
dapat memberikan yang terbaik bagi negara dan bangsanya. Dan uang negara
yang digunakan untuk membiayai mereka tidak terbuang begitu saja, apa lagi
hanya sekedar untuk bagi-bagi jatah.
Upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan dengan melakukan
penyesuaian gaji secara bertahap sesuai dengan kondisi keuangan negara.
Disamping kesejahteraan berupa materi, pemerintah juga berupaya memberikan
kemudahan PNS untuk memperoleh haknya seperti penyerdehanaan prosedur
kenaikan pangkat, penerimaan gaji, pensiun, dan proses pemberian penghargaan
bagi yang berprestasi, maupaun penghargaan otomatis bagi PNS yang telah
mengabdikan diri selama kurun waktu tertentu. Upaya peningkatakn kesejahteraan
tersebut harus dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan kepada
masyarakat.22
21 T.B. Silalahi, “Membangun Sosok Aparatur Profesional dalam Kompetisi Global”, dalam J.B. Kristiadi, et.all., Pemberdayaan Birokrasi Dalam Pembangunan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998), hal. 53-54.
22 T.B. Silalahi “Membangun Sosok Aparatur Profesional dalam Kompetisi Global”, h. 55
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat
Keberadaan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat
sejak otonomi daerah digulirkan 1998/1999. Di tingkat dinas adalah Dikmenti
atau Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi, sedangkan di tingkat kecamatan
seksi Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Kecamatan. Sebelum bergulirnya
otonomi daerah, nama dinas ini berganti-ganti sesuai dengan menteri yang
menjabat dinas ini. Ada Depdikbud, Depdiknas, dan lain sebagainya.
Otonomi di DKI tidak seperti daerah lainnya. Otonomi daerah ada UU
nomor 34 tentang ibukota Negara, otonominya bersifat administratif. Hal ini
menjadikan para pejabat di lingkungan DKI adalah eselon III, beda dengan
pejabat di daerah yang merupakan eselon II. Dinas pendidikan di Tangerang,
Bekasi itu eselon II.
Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi tugasnya
menyelenggarakan pendidikan formal, nonformal, dan informal.
VISI
Mejadika system layanan pendidikan menengah, luar sekolah dan luar biasa sesuai
kebutuhan masyarakat sekolah dan luar biasa sesuai kebutuhan masyarakat secara
demokratis, adil, mandiri dan berkualitas
MISI
1. Mengupayakan terwujudya system dan iklim pendidikan nasionalitas yang
demokratis dan berkualitas
2. Mengupayakan terwujudnya system pendidika yang dapat
mengembangkan kepribadian yang dinamis, kreatif, dan berdaya saing
global.
3. Meningkatkan peran pedidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan
dalam rangka pembetukan kepribadian.
4. Mengembangkan kemajuan membaca dan menulis menuju terwujudnya
masyarakat belajar (learning society)
B. Struktur Organisasi
Struktur organisasi yang terdapat di Suku Dinas Pendidikan Menengah
dan Tinggi Jakarta Barat beserta tugas dan wewenangnya terdapat dalam Surat
Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 21 Tahun 2002 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Propinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta. Adapun bunyi Surat Keputusan tersebut adalah sebagai berikut:
Bagian kedua belas Suku dinas pendidikan menengah dan tinggi
Pasal 31 (1) Di setiap Kotamadya dibentuk Suku Dinas Pendidikan Menengah dan
Tinggi.
(2) Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi dimpimpin oleh seorang
Kepala Suku Dinas
(3) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Kepala Suku Dinas Pendidikan
Menengah dan Tinggi bertanggung jawab secara teknis administrative
kepada Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi dan taktis
operasional kepada Walikotamadya yang bersangkutan.
Pasal 32
(1) Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi mempunyai tugas
melaksanakan pembinaan dan pengendalian penyelenggaraan pendidikan
menengah, pendidikan luar sekolah dan pendidikan luar biasa sesuai
kebijakan teknis yang telah ditetapkan Kepala Dinas dan kebijakan
operasional oleh Walikotamadya yang bersangkutan.
(2) Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi mempunyai fungsi:
a. penyusunan rencana dan program kerja;
b. pelaksanaan program pembinaan dan pengendalian penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan SMU, SMK, pendidikan luar biasa, pendidikan
luar sekolah, tenaga kependidikan, sarana prasarana pendidikan dan
akreditasi.
c. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan SMU, SMK, pendidikan luar biasa, pendidikan
luar sekolah, tenaga kependidikan, sarana prasarana pendidikan dan
akreditasi.
d. Pembinaan dan pengendalian kegiataan kesiswaan SMU dan SMK;
e. Pembinaan pemberdayaan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
dan pengelolaan SMU dan SMK;
f. Pemberian rekomendasi dan pertimbangan pendirian, pengembangan dan
penutupan SMU, SMK dan lembaga pendidikan luar sekolah dan
pendidikan luar biasa;
g. Pelaksanaan dan pengendalian pemberian bantuan/subsidi kepada lembaga
pendidikan swasta;
h. Penyelenggaraan penerimaan siswa baru SMU dan SMK
i. Pengelolaan administrasi, ketatausahaan dan perlengkapan.
Pasal 33
(1) Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi terdiri dari:
a. Kepala Suku Dinas;
b. Subbagian Tata Usaha;
c. Seksi Pendidikan Sekolah Menengah Umum;
d. Seksi Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan;
e. Seksi Pendidikan Luar Sekolah;
f. Seksi Tenaga Kependidikan;
g. Seksi Sarana Prasarana Pendidikan;
h. Seksi Pendataan, Penyusunan Program, Pemantauan dan Akreditasi.
(2) Subbagian dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian dan tiap seksi
dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang dalam pelaksanaan tugasnya
bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas.
Pasal 34
(1) Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas:
a. melaksanakan urusan persuratan dan kearsipan;
b. melaksanakan urusan informasi dan dokumentasi;
c. melaksanakan urusan perlengkapan dan rumah tangga;
d. melaksanakan urusan kepegawaian;
e. melaksanakan urusan keuangan.
(2) Seksi Pendidikan Sekolah Menengah Umum mempunyai tugas:
a. mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data dan informasi tentang
pendidikan SMU;
b. menyusun bahan usulan untuk penetapan kebijakan teknis operasional
pengelolaan SMU;
c. menusun bahan usulan program pembinaan manajemen SMU;
d. melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan dan
pengelolaan SMU;
e. membina dan mengevaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum dan system
pengujian pendidikan SMU;
f. membina dan mengevaluasi terhadap pelaksanaan dan pemberdayaan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan SMU;
g. membina dan mengevaluasi pendayagunaan sarana pendidikan SMU;
h. menyusun bahan rekomendasi untuk izin pendirian, pengembangan dan
penutupan SMU;
i. melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program
kesiswaan SMU;
j. melaksanakan program penerimaan siswa baru SMU.
(3) Seksi Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan mempunyai tugas;
a. mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data dan informasi tentang
pendidikan SMK;
b. menyusun bahan usulan untuk penetapan kebijakan teknis operasional
pengelolaan SMK;
c. menusun bahan usulan program pembinaan manajemen SMK;
d. melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan dan
pengelolaan SMK;
e. membina dan mengevaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum dan system
pengujian pendidikan SMK;
f. membina dan mengevaluasi terhadap pelaksanaan dan pemberdayaan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan SMK;
g. membina dan mengevaluasi pendayagunaan sarana pendidikan SMK;
h. menyusun bahan rekomendasi untuk izin pendirian, pengembangan dan
penutupan SMK;
i. melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program
kesiswaan SMK;
j. melaksanakan program penerimaan siswa baru SMK.
(4) Seksi Pendidikan Luar Sekolah mempunyai tugas:
a. melaksanakan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan informasi
tentang pembinaan pendidikan luar sekolah, pendidikan berkelanjutan,
serta pendidikan kesetaraan;
b. menyusun bahan usulan untuk penetapan kebijakan teknis operasional
pembinaan dan pengembangan program pembinaan pendidikan luar
sekolah, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan berkelanjutan;
c. melaksanakan pembinaan manajemen program pembinaan pendidikan luar
sekolah, pendidikan kesetaraan serta pendidikan berkelanjutan;
d. menyusun rencana program pembinaan pendidikan luar sekolah,
pendidikan kesetaraan dan pendidikan berkelanjutan.
e. Melaksanakan koordinasi terhadap pelaksanaan rencana program
pembinaan pendidikan luar sekolah, pendidikan kesetaraan, serta
pendidikan berkelanjutan;
f. Melaksanakan penerbitan izin operasional pembukaan pengembangan dan
penutupan lembaga pendidikan luar sekolah;
g. Melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan terhadap pelaksanaan
rencana program, pembukaan, pengembangan dan penutupan pendidikan
luar sekolah;
h. Pembinaan dan pengembangan PKBM.
(5) Seksi Tenaga Kependidikan mempunyai tugas:
a. melaksanakan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan informasi
tentang tenaga kependidikan;
b. menyusun bahan usulan kebijakan teknis operasional untuk pembinaan
karir, disiplin dan kesejahteraan, peningkatan mutu profesionalisme dan
pengendalian kebutuhan tenaga kependidikan;
c. menyusun rencana program pembinaan karir, disiplin dan kesejahteraan,
peningkatan mutu profesionalisme dan pengendalian kebutuhan tenaga
kependidikan;
d. melaksanakan rencana program pembinaan karir, disiplin dan
kesejahteraan, peningkatan mutu profesionalisme dan pengendalian
kebutuhan tenaga kependidikan;
e. melaksanakan penilaian prestasi kerja tenaga kependidikan dan penetapan
jabatan fungsional tenaga kependidikan;
f. melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan terhadap pelaksanaan
rencana program pembinaan karir, disiplin dan kesejahteraan, peningkatan
mutu profesionalisme dan pengendalian kebutuhan tenaga kerja
kependidikan, serta penilaian prestasi kerja tenaga kependidikan dan
penetapan jabatan fungsional tenaga kependidikan.
(6) Seksi Sarana Prasarana Pendidikan mempunyai tugas:
a. menyusun rencana program perencanaan kebutuhan, pengadaan,
pendayagunaan, pemeliharaan dan perawatan serta inventarisasi tanah,
gedung, perabot, peralatan teknis dan peralatan kantor, fasilitas pendidikan
dan sumber belajar pendidikan;
b. melaksanakan rencana program perencanaan kebutuhan, pengadaan,
pendayagunaan, pemeliharaan dan perawatan serta inventarisasi tanah,
gedung, perabot, peralatan teknis dan peralatan kantor, falisitas pendidikan
dan sumber belajar pendidikan;
c. melaksanakan pembinaan manajemen pendayagunaan sarana-prasarana
pendidikan Sekolah Umum, Sekolah Menengah Kejuruan dan Lembaga
Pendidikan Luar Sekolah;
d. melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan terhadap pelaksanaan
rencana program.
(7) Seksi Pendataan, Penyusunan Program, Pemantauan dan Akreditasi,
mempunyai tugas:
a. melaksanakan pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan informasi
pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan luar biasa dan
pendidikan luar sekolah di tingkat Kotamadya;
b. melaksanakan pengkoordinasian penyusunan rencana program;
c. menyusun rencana program pendataan, pemantauan, evaluasi dan
akreditasi pendidikan menengah, pendidikan luar biasa dan pendidikan
luar sekolah;
d. melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan terhadap pelaksanaan
rencana program Subbagian dan seksi;
e. melaksanakan kegiatan akreditasi pendidikan menengah, pendidikan luar
biasa dan pendidikan luar sekolah.23
Sedangkan para pejabat di lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah
dan Tinggi Jakarta Barat adalah sebagai berikut:
1. Kepala Suku Dinas:
Drs. H. Abdul Hamid, M.Si
23 Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 21 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, h. 23-27
2. Subbagian Tata Usaha:
Drs. Supiyan, M.Si
3. Seksi Pendidikan Sekolah Menengah Umum:
Dra. Hj. Rahmawaty
4. Seksi Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan
Drs. H. Mashuri
5. Seksi Pendidikan Luar Sekolah:
Dra. Hj. Soenayah
6. Seksi Tenaga Kependidikan
H. UD. Arsadi, S.Pd
7. Seksi Sarana Prasarana Pendidikan:
Drs. Abdillah
8. Seksi Pendataan, Penyusunan Program, Pemantauan dan Akreditasi:
Drs. Usman
C. Pejabat dan Status Sosial
Pejabat di berbagai kantor pelayanan public adalah mereka yang
mempunyai status pegawai negeri sipil (PNS). Dari segi pembinaan karir, diklat,
dan peningkatan kesejahteraan, pembinaan PNS adalah suatu proses yang
berlangsung terus-menerus hingga PNS tersebut memasuki masa purnabakti.
Proses pembinaan karir dan diklat meliputi dua aspek, yaitu (1) melalui pola diklat
umum maupun teknis fungsional, dan (2) melalui pola diklat structural untuk
mengisi jabatan structural tertentu.
Pada dasarnya untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dalam
memperlancar pelaksanaan tugasnya, PNS diberi kesempatan seluas-luasnya
untuk mengikuti diklat, baik jangka pendek maupun jangka panjang, bahkan
hingga mencapai gelar doctor (S-3). Diklat tersebut selain harus senantiasa
ditingkatkan sesuai dengan tuntutan dinamika pembangunan juga perlu
diupayakan suatu pola yang memungkinkan pemanfaatan PNS hasil diklat
tersebut tidak termanfaatkan dengan optimal dan bahkan tidak berkaitan sama
sekali dengan pola karir yang ada. 24
Masyarakat Indonesia masih memandang para pejabat public ini sebagai
salah satu profesi yang prestisius dibandingkan dengan profesi lain. Hal ini
mengingat bahwa para pegawai negeri sipil terjamin kehidupannya dengan adanya
masa pension. Sehingga tidak mengherankan jika setiap dibuka angkatan baru
PNS, peminatnya sangat banyak melebihi kapasitas yang dibutuhkan. Bahkan tak
jarang terdengar kabar, ada orang-orang yang menempuh jalan yang tidak
diperbolehkan untuk dapat menjadi seorang PNS.
Anggapan masyarakat bahwa menjadi seorang PNS akan terjamin
hidupnya di masa yang akan datang, tidak seimbang dengan posisi yang
ditawarkan oleh pemerintah. Sehingga membuat daya saing dalam
memperebutkan posisi ini semakin sengit. Banyak sekali masyarakat yang
berulang-ulang kali mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil, dengan harapan
suatu saat kelak mereka akan diterima. Padahal masih banyak sector lain yang
dapat dijadikan pekerjaan dan dapat menopang kebutuhan hidup masyarakat.
24 T.B. Silalahi, “Membangun Sosok Aparatur Profesional dalam Kompetisi Global”,
dalam J.B. Kristiadi, et.all., Pemberdayaan Birokrasi Dalam Pembangunan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998), h. 53-54
Sector-sektor informal dianggap kurang menjanjikan karena tidak ada
tunjangan dan masa pension sebagaimana para pegawai negeri. Masyarakat
berlomba-lomba untuk mengikuti seleksi dan tidak memikirkan bagaimana untuk
berwiraswasta.
D. Masyarakat dan Pelayanan Birokrasi
Pendidikan adalah kebutuhan dasar setiap manusia. Dengan pendidikan
seseorang dapat menjalani hidup dengan lebih baik. Maka pemerintah tidak
bosan-bosannya menggalakkan wajib pendidikan 9 tahun untuk meningkatkan
sumber daya manusia yang ada.
Dalam rangka mencapai tujuan ini, berbagai program digulirkan oleh
pemerintah demi terciptanya masyarakat yang berpendidikan. Program BOS
(Bantuan Operasional Sekolah) memungkinkan warga Negara Indonesia untuk
bersekolah secara gratis. Penduduk dari golongan miskin adalah sasaran utama
dari program ini.
Selain itu, berbagai Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) berdiri
untuk mengakomodir masyarakat yang ingin tetap melanjutkan pendidikan
mereka meski sudah berumur. Demikian juga berbagai kursus keterampilan yang
ada, juga untuk memberikan pendidikan alternatif bagi masyarakat.
Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi membawahi jalur
pendidikan yang ada di Indonesia yaitu pendidikan formal, non formal dan
informal di tingkat Kota madya. Masyarakat yang ingin mendirikan suatu lembaga
pendidikan, baik yang formal, nonformal, maupun informal dapat mendatangi
Sudin Dikmenti untuk mengurusnya.
Berdasarkan wawancara penulis dengan Kepala Tata Usaha Sudin
Dikmenti Jakarta Barat, proses pendirian suatu lembaga pendidikan tidaklah sulit.
Hanya saja terkadang sosialisasi yang kurang yang membuat masyarakat kurang
mengerti tentang prosedur ini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. Supiyan,
M.Si:
Selama ini pelayanan yang kami berikan cukup baik. Hanya saja terkadang ada masyarakat yang kurang tahu sehingga mereka kesulitan mengurusnya. Hal ini ditambah sosialisasi yang kurang. Misalnay dulu ada aturan mengenai penyelenggara pendidikan yang mewajibkan harus badan perseoran atau yayasan dan masyarakat tidak tahu bahwa sudah ada perubahan aturan itu, sehingag mereka masih ragu untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan. Kalau sekarang sudah bisa dimaklumi kok.25 Sulitnya pelayanan birokrasi di Indonesia tidak terlepas dari anggapan
masyarakat bahwa para pegawai negeri sipil kurang disiplin dalam menjalankan
tugas mereka. Anggapan masyarakat mengenai para pegawai negeri yang sering
kali tidak berada di kantor meskipun jam kerja belum usai, membuat mereka harus
datang ke kantor pada pagi hari, meskipun jam kerja seharusnya usai pada pukul 4
sore. Karena jika masyarakat datang setelah istirahat makan siang, mereka tidak
akan menemukan para pegawai tersebut.
Anggapan tersebut diatas dibantah oleh Drs. Supiyan, M.Si, selaku kepala
Tata Usaha Sudin Dikmenti Jakarta Barat, sebagaimana yang diungkapkannya:
Khusus untuk pemda DKI, saya menampik tuduhan itu. Malahan di DKI itu kekurangan orang. Jadi kalau ada tenaga pegawai negeri baca Koran itu tidak sempat. Untuk menanggulangi itu, volume penerimaan PNS di DKI sangat lamban. Tapi di satu sisi untuk guru sangat kurang. Pemda DKI mengangkat pegawai tidak tetap, kalau pegawai langsung tidak boleh. Masing-masing unit secara tidak resmi mengangkat tenaga Bantu, harus
25 Wawancara pribadi dengan Drs. Supiyan, M.Si, Kepala Tata Usaha Sudin Dikmentin
Jakarta Barat, Jakarta, tanggal 1 November 207
resmi dari Gubernur. Yang tanggung jawab ya masing-masing unit tanpa ada SK. Sekarang ada kebijakan Gubernur tentang abensi yang menggunakan komputer dengan menggunakan sidik jari. Ditambah dengan absent bantuan. Ini ditunjang dengan dana kesra. Ada TPP, Tunjangan Penghasilan Pegawai. Kalau tidak masuk, tunjangan ini dikurangi. Kalau satu hari tidak masuk dikurangi 25000. Kenapa di sini masih ada meja yagn kosong? Itu bukan berarti tidak datang. Karena ada juga pengawas sekolah sekitar 14. satu orang membawahi antara 8 – 15 sekolah. Di sini hanya hadir, lalu keliling. Sebelum pulang, mereka absent lagi ke kantor. Sedangkan untuk melayani masyarakat sehari-hari ada yang piket. Dalam rangka melaksanakan program, supaya efektif, berbagai pelatihan di adakan di luar kota, biar tidak gampang pulang.26 Pelayanan publik merupakan salah satu bentuk pelayanan pemerintah
kepada rakyat. Dengan semakin baiknya pelayanan publik yang diberikan kepada
masyarakat, maka semakin baik pula pelayanan yang diberikan pemerintah
kepada masyarakat. Demikian juga sebaliknya.
26 Wawancara pribadi dengan Drs. Supiyan, M.Si, Jakarta, tanggal 1 November 207
BAB IV
AGAMA DAN BIROKRASI
A. Motivasi Kerja Para Pejabat Birokrasi di Lingkungan Suku Dinas
Pendidikan Menengah dan Tinggi Kali Deres Jakarta Barat
Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut sistem pemerintahan
republik di mana pimpinan negaranya adalah seorang presiden. Untuk
mempermudah pekerjaan presiden ini ditunjuk menteri-menteri yang mengepalai
departemen. Seperti misalnya departemen agama, pendidikan, pariwisiata dan lain
sebagainya.
Sebagai pejabat di suku dinas, seseorang harus dituntut untuk dapat
memberikan pelayanan yang terbaik untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.
Mereka adalah pegawai negeri yang mendapat gaji dari pemerintah melalui APBN
(Anggaran Pendapatan Belanja Negara) yang rutin diberikan setiap bulannya.
Belum termasuk tunjangan kesehatan, tunjangan anak, pensiun dan tunjangan-
tunjangan lainnya berdasarkan jabatan.
Para pegawai negeri ini mempunyai motivasi dan latar belakang yang
berbeda-beda saat ditanyakan kepada mereka kenapa memilih bekerja di suku
dinas ini. Salah seorang informan, M mengatakan:
“Tujuan saya bekerja di sini ada tiga, pertama mengabdi kepada Negara, kedua mencari nafkah, dan ketiga karena dekat dengan tempat tinggal.”27
27 Wawancara pribadi dengan M, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007
Bekerja di tempat yang dekat dengan tempat tinggal memang mempunyai
keuntungan tersendiri. Selain menghemat biaya, hal yang tak kalah pentingnya
adalah menghemat waktu. Kondisi ibukota yang semakin hari semakin padat
menjadikan jarak tempuh dari satu tempat ke tempat lain menjadi semakin lama.
Kondisi lalu lintas menjadi salah satu penyebab terjadinya pemborosan waktu
dalam beraktivitas dan dapat menurunkan produktivitas.
Bagi sebagian pegawai yang tempat kerjanya jauh dari tempat tinggal,
mereka lebih memutuskan untuk indekos agar dapat menghemat waktu, tenaga,
dan biaya.
Adapun informan S mengungkapkan bahwa motivasinya bekerja di
lingkungan Suku Dinas Pendidikan Tinggi dan Menengah adalah untuk
memperoleh kehidupan yang lebih baik. Sebagaimana yang diungkapkannya
kepada penulis:
“Tujuan saya bekerja di sini adalah untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak.”28 Memang tujuan seseorang bekerja adalah untuk mendapatkan penghidupan
yang layak. Di samping itu juga untuk mencari nafkah sebagai upaya untuk
mempertahankan hidup dan keturunan.
Hal senada juga diungkapkan oleh informan J. Motivasinya bekerja di
Suku Dinas Pendidikan Tinggi dan Menengah adalah untuk mencari nafkah dan
memperoleh penghidupan yang lebih layak. Seperti yang diungkapkannya:
“Tujuan saya bekerja di sini adalah untuk mencari nafkah dan mendapatkan penghidupan yang lebih layak. Karena zaman sekarang mencari pekerjaan dengan upah tinggi sangat susah.”29
28 Wawancara pribadi dengan S, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007 29 Wawancara pribadi dengan J, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007
Kondisi perekonomian Indonesia dengang tingkat pertumbuhan yang
rendah membuat sebagian besar penduduknya banyak mengharapkan untuk
mendapatkan pekerjaan yang dapat menjamin kehidupan mereka. Jaminan
tersebut bisa berupa berbagai tunjangan, baik tunjangan pendidikan, kesehatan,
maupun tunjangan di hari tua. Salah satu profesi yang memberikan fasilitas
tersebut adalah pegawai negeri sipil (PNS). Tidak mengherankan bila dalam setiap
seleksi perekrutan pegawai negeri baru peminatnya sangat banyak dan bahkan
jauh melebihi kapasitas yang disediakan.
Selain berbagai fasilitas yang diberikan oleh negara, PNS juga
mendapatkan tempat tersendiri di kalangan masyarakat. Profesi ini dianggap
sebagai salah satu profesi yang memberikan stutus sosial yang tinggi di
masyarakat mengingat sulitnya menjadi seorang PNS.
Selain ingin memperoleh penghidupan yang layak, bekerja sebagai PNS di
Suku Dinas Pendidikan Tinggi dan Menengah, seseorang dapat mempraktekkan
ilmu yang ia peroleh di sekolah dan juga dapat menambah pengalaman baru
dalam hidupnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh IS:
“Tujuan saya bekerja di sini adalah untuk menambah pengalaman yang berbeda.”30 Manusia adalah makhluk yang diberi karunia oleh Allah SWT dengan akal
pikiran. Dengan demikian, manusia dapat menilai segala sesuatu dengan akalnya,
apakah hal tersebut baik untuk dirinya atau buruk? Demikian juga dengan hal
pekerjaan. Dalam setiap pekerjaan terdapat pengalaman baru yang mungkin
sebelumnya belum pernah dirasakan dan dialami oleh manusia. Dengan menekuni
pekerjaan tersebut, seseorang akan mendapatkan pengalaman yang baru.
30 Wawancara pribadi dengan IS, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007
Selain menambah pengalaman baru, bekerja di Suku Dinas Pendidikan
Tinggi dan Menengah juga dapat menambah wawasan ilmu dan meningkatkan
karir. Sebagaimana yang diungkapkan oleh EW
“Saya bekerja di sini untuk menambah wawasan ilmu yang saya miliki serta untuk meningkatkan karir. Dengan meningkatnya karir, tentu penghasilan juga akan semakin meningkat dan pengetahuan saya juga akan semakin bertambah.”31 Bekerja sebagai seorang pegawai negeri memang membutuhkan
pengetahuan dan wawasan yang tinggi. Dengan pengetahuan yang ada, seseorang
dapat memperoleh pengetahuan baru di tempat kerja. Banyak hal baru yang dapat
ditemui di tempat bekerja. Juga dengan banyaknya rekan kerja, semakin
menambah pengetahuan dan wawasan yang dimiliki seseorang.
Dalam hidup, ilmu tidak akan pernah habis-habisnya untuk terus dipelajari
dan diketahui. Semakin banyak ilmu yang diperoleh, seseorang akan semakin
menyadari bahwa ia semakin bodoh karena ilmu Allah SWT begitu luasnya.
B. Budaya Pejabat Birokrasi
Sebagai salah satu elemen dalam menjalankan negara, pejabat birokrasi
memiliki peranan yang cukup penting dalam menjalankan kewajibannya. Mereka
diharapkan dapat memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya terhadap
masyarakat.
Suku Dinas Pendidikan Tinggi dan Menengah mempunyai peran untuk
memberikan dan mengatur jalannya pendidikan di tingkat tingg dan menengah.
Para pejabat yang mengemban amanat tersebut mempunyai tanggung jawab untuk
memajukan dan mengembangkan pendidikan.
31 Wawancara pribadi dengan EW, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007
Proses perkembangan dan pemajuan pendidikan di Indonesia, khususnya
di Jakarta lebih baik bila dibandingkan di daerah-daerah lain. Berbagai fasilitas
dan akses diperoleh lebih cepat dan lebih efisien. Seharusnya proses
perkembangan dan pemajuan tersebut lebih cepat lagi.
Namun ada beberapa kendala yang menghambat proses tersebut. Beberapa
di antaranya adalah budaya yang ada di lingkungan para pejabat birokrasi. Sering
kali para pejabat birokrasi di Indonesia tidak menjalankan pekerjaannya dengan
sepenuh hati. Mereka menganganggap bahwa apapun yang terjadi tidak akan
meningkatkan karir mereka jika tidak disertai dengan “usaha-usaha” tertentu. Hal
ini sudah menjadi rahasia umum, bahwa bila ingin mendapatkan suatu jenjang
karir yang lebih tinggi, seseorang harus melakukan “usaha-usaha” tertentu.
Anggapan masyarakat mengenai hal di atas bisa benar dan bisa juga salah.
Karena tidak semua pejabat birokrasi mempunyai budaya demikian. Berbagai
godaan yang terdapat dalam menjalankan pekerjaan bisa diatasi dan juga bisa
membuat seseorang ikut di dalamnya. Seperti yang diungkapkan oleh informan J:
“Dalam menghadapi berbagai godaan yang ada dalam pekerjaan saya berpegang pada aturan. Hidup harus berpegang pada aturan, contohnya: terhadap iming-iming yang ditawarkan oleh oknum dalam suatu proyek, bila tidak kuat iman dan berpegang pada prinsip, maka akan dengan mudah terpengaruh dan ikut menjadi bagian dari permainan itu.”32 Apa yang disampaikan oleh informan J sejalan dengan pendapat yang
disampaikan oleh Glock dan Stark yang memberikan indikator untuk dapat
mengukur tingkat religiusitas seseorang yang salah satunya dalah keterlibatan
ideologis, yaitu tingkatan sejauh mana orang menerima hal-hal yang dogmatis
32 Wawancara pribadi dengan J, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007
dalam agama mereka. Salah satu dogma dalam Islam adalah bahwa korupsi itu
dilarang.
Demikian halnya dengan informan S, yang mengatakan bahwa untuk
menghadapi cobaan yang ada dalam pekerjaan, seseorang harus berpegang pada
aturan agama disertai dengan permohonan perlindungan kepada Tuhan. Seperti
yang diungkapkannya:
“Untuk mengatasi godaan tersebut, kita harus berpegang pada ajaran agama yang kita anut. Dengan berpegang pada aturan agama tersebut, disertai terus memohon perlindungan kepada Tuhan, saya yakin akan dapat mengatasi berbagai godaan yang ada. Hanya saja manusia terkadang khilaf atau lupa sehingga mereka dengan begitu mudahnya tergoda untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleha gama. Seperti misalnya korupsi, kolusi dan nepotisme.”33 Dengan demikian, peran agama dalam membentengi seseorang untuk
melakukan perbuatan yang tidak diperbolehkan agama berjalan. Agama
memberikan rambu-rambu mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh
dilakukan. Sehingga manusia memiliki pedoman dalam hidup agar dapat selamat
di dunia dan di akhirat.
C. Praktek Keberagamaan dan Implikasinya dalam Kinerja Para Pejabat
Birokrasi
1. Keyakinan
Sebagai Negara yang mendasarkan asasnya kepada Pancasila,
Indonesia mewajibkan setiap warga negeranya untuk memeluk suatu agama
sesuai dengan keyakinannya. Seseorang tidak diperkenankan untuk tidak
beragama atau tidak percaya kepada Tuhan (komunis). Namun demikian,
33 Wawancara pribadi dengan S, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007
Negara memberikan keleluasaan kepada warganya dalam menentukan agama
apa yang akan dipeluk.
Pegawai negeri sipil, sebagai salah satu komponen pemerintah,
diharapkan dapat memberikan tenaga dan pikirannya kepada pemerintah
dengan bekerja sesuai dengan bidang dan jabatan masing-masing. Hal ini
mengingat mereka mendapatkan gaji dari pemerintah yang sumbernya berasal
dari beragai pajak dari rakyat.
Sebagai aparatur Negara, PNS juga diharuskan memeluk suatu agama.
Mereka tidak diperkenankan untuk menjadi atheis (tidak percaya Tuhan),
karena hal tersebut bertentangan dengan salah satu bunyi dari Pancasila yaitu
Ketuhanan Yang Mahas Esa.
Saat ditanyakan kepada para informan mengenai keyakinan mereka
terhadap agama, seluruh informan memberikan jawaban bahwa mereka yakin
terhadap agama. Tidak ada seorang informan pun yang tidak yakin terhadap
keberadaan agama.
Hal ini menunjukkan bahwa bagi PNS, agama diyakini sebagai sesuatu
yang datang dari Tuhan dengan membawa ajaran-ajaran yang dapat menuntun
manusia menjalani kehidupan di dunia dengan semestinya. Jika seseorang
mengamalkan ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama, hidupnya akan lebih
tenang dan tenteram dibanding mereka yang jauh dari agama.
2. Ritual Ibadah
Sebagai pegawai yang melayani masyarakat, seorang pejabat birokrasi
hendaknya memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Selain itu, para pejabat
birokrasi juga dituntut untuk memberikan suri tauladan bagi masyarakat, baik
dari segi sosial kemasyarakatan maupun dari segi agama.
Untuk menunjang keberagamaan para pejabat di lingkungan Suku
Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi, disediakan sebuah masjid yang
cukup besar. Para pejabat dianjurkan untuk melaksanakan ibadah shalat wajib
di masjid tersebut. Namun jika berhalangan karena kesibukan dalam melayani
masyarakat, di setiap lantai di gedung wali kota disediakan mushallah.
Demikian juga dengan lantai 9 tempat kantor Sudin Dikmenti Jakarta Barat
juga terdapat mushalla untuk melaksanakan ibadah sehari-hari.
Berkenaan dengan ritual ibadah, dari informan yang penulis
wawancarai ada yang berpendapat bahwa mereka belum bisa melaksanakan
ritual ibadah sepenuhnya. Seperti yang diungkapkan oleh informan A:
“Dalam melakukan ritual ibadah saya belum sepenuhnya melaksanakannya sesuai dengan yang diajarkan dalam agama. Terkadang ada rasa malas saat hendak melaksanakan ibadah tersebut.”34 Pendapat ini sejalan dengan pendapat Glock dan Stark yang mengukur
tingkat religiusitas seseorang salah satunya adalah dengan melihat keterlibatan
tingkat ritual, yaitu tingkat sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban
ritual agama mereka.
Sedangkan informan EW mengaku senantiasa melaksanakan ritual
ibadah meskipun dalam kondisi sibuk melayani masyarakat. Seperti yang
diungkapkannya kepada penulis:
“Ya, sebisa mungkin saya menyempatkan diri untuk melaksanakan ibadah, khususnya shalat lima waktu. Hal ini karena menurut saya, ibadah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang hamba
34 Wawancara pribadi dengan A, Jakarta, tanggal 13 Juli 2007
Allah yang taat. Meskipun saya sibuk dalam melayani masyarakat, tapi jika saat shalat tiba saya melaksanakannya. Apalagi di lantai tempat saya bekerja juga disediakan mushalla.”35 Pernyataan di atas menunjukkan salah satu sikap pegawai Suku Dinas
Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat dalam melaksanakan ibadah,
dalam hal ini shalat lima waktu. Pegawai tersebut menganggap bahwa
kewajiban salat tidak bisa dianggap ringan. Ia menganggap bahwa kewiban
tersebut hendaknya sesegera mungkin ditunaikan, meskipun dalam kondisi
yang sibuk dalam melayani masyarakat.
Hal yang hampir diungkapkan oleh informan IS. Ia menjelaskan bahwa
jika tidak sempat melaksanakan shalat, khususnya shalat Asar di kantor, ia
melaksanakannya di rumah. Seperti yang diungkapkannya:
“Ya. Saat kerja kita kan hanya melaksanakan shalat Dzuhur dan Asar. Shalat Dzuhur bertepatan dengan waktu istirahat makan siang. Jadi tidak ada kendala dalam melaksanakannya. Paling saat shalat Asar saja saya akan telat. Kadang kalau tidak sempat di kantor saya melaksanakannya di rumah. Kebetulan tempat tinggal saya kan tidak terlalu jauh dari tempat kerja. Tapi kalau waktu memungkinkan saya laksanakan di kantor, biar lebih afdhal.”36
Adapun informan J mengaku bahwa ia sering tidak tepat waktu dalam melaksanakan ritual ibadah karena mengedepankan pelayanan terhadap masyarakat. Namun jika berada di rumah, ia mengaku melaksanakan ibadah, khususnya shalat lima waktu tepat pada waktunya. Seperti yang diungkapkan J:
“Saya berusaha untuk melaksanakannya tepat waktu. Kalaupun tidak tepat waktu, ya saya kerjakan sendiri. Kalau di rumah memang lebih santai, karena tidak ada tuntutan kerja. Paling agak berat saat di kantor. Meskpun waktu sudah menunjukkan jam istirahat, tapi kalau ada masyarakat yang harus saya layani saat itu juga, saya lebih sering mendahulukan kepentingan masyarakat sehingga saya melaksanakan shalat Dzuhur agak telat. Hal yang sama juga saat pelaksanaan shalat Asar.”37
35 Wawancara pribadi dengan EW, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007 36 Wawancara pribadi dengan IS, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007 37 Wawancara pribadi dengan J, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para pejabat di lingkungan
Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi cukup rajin dalam menjalankan
ritual ibadah meskipun berapa di antaranya sering telat karena melayani
masyarakat.
3. Pengalaman Keagamaan
Pengalaman keagamaan pada masing-masing pemeluk agama berbeda-
beda. Mereka mengalami berbagai kejadian yang berkaitan dengan agama
dengan kejadian dan kondisi yang tidak sama. Beberapa di antara mereka ada
yang mengalami bagaimana agama berperan dalam memberikan tuntunan
dalam menghadapi berbagai resiko dalam pekerjaan, seperti kemungkinan
untuk korupsi, tidak tepat waktu dan lain sebagainya.
Para pegawai negeri sipil di lingkungan Suku Dinas Pendidikan
Menengah dan Tinggi Jakarta Barat mengaku bahwa mereka seringkali
mengalami godaan dalam pekerjaan. Godaan tersebut berupa tawaran untuk
melakukan perbuatan yang menjurus pada tindak korupsi. Namun mereka
dapat menahan diri dari perbuatan tersebut karena ajaran agama melarang
tindakan itu. Seperti yang diungkapkan oleh informan A:
“Memang seringkali ada kesempatan dan tawaran untuk melakukan tindak korupsi, baik melalui pengadaan barang maupun dengan melakukan kegiatan-kegiatan fiktif. Namun alhamdulillah saya masih ingat dengan ajaran agama yang melarang perbuatan itu. Sehingga saya bisa menghindari perbuatan yang bisa merugikan negara.”38 Kesempatan-kesempatan untuk melakukan tindak korupsi memang
sering membuat seseorang melupakan ajaran agama. Mereka sudah tidak ingat
38 Wawancara pribadi dengan informan A, Jakarta, tanggal 13 Juli 2007
lagi tentang perbuatan yang tidak semestinya dilakukan karena tidak
diperbolehkan agama. Jika keimanan seseorang berperan dalam kehidupan
sehari-hari, khususnya dalam pekerjaan, kemungkinan untuk terjerumus ke
dalam perbuatan yang dilarang agama kecil. Mereka akan senantiasa dijaga
oleh pengetahuan mereka tentang hal-hal yang dilarang.
Salah satu alasan pegawai Sudin Dikmenti Jakarta Barat tidak
melakukan tindak korupsi adalah mereka tidak ingin anak-anak yang sedang
dalam masa pertumbuhan dipengaruhi oleh makanan dan minumanan yang
tidak halal. Sehingga mereka sangat berhati-hati untuk tidak melakukan tindak
korupsi. Seperti yang diungkapkan oleh informan IS:
“Saya tidak ingin anak saya tumbuh besar dengan uang hasil korupsi. Karena dengan demikian, dalam tubuhnya mengalir darah yang berasal dari uang yang tidak halal. Saya yakin sesuatu yang tidak baik akan mempunyai pengaruh yang tidak baik pula. Maka, saya berusaha untuk tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi hak saya.”39 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengalaman keagamaan
pegawai di Sudin Dikmenti Jakarta Barat yang berkenaan dengan bagaimana
agama mempengaruhi mereka dalam bekerja sangat besar.
4. Pemahaman Keagamaan
Agama merupakan kebutuhan rohani bagi setiap manusia. Kebutuhan
ini menyempurnakan kebutuhan dasar manusia secara biologis seperti makan,
berkembang biak, pakaian, dan tempat tinggal. Untuk memenuhi kebutuhan
biologis, manusia bekerja. Dengan bekerja manusia mendapatkan uang dan
dapat membeli segala kebutuhan jasmaninya. Sedangkan untuk memenuhi
39 Wawancara pribadi dengan IS, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007
kebutuhan rohani manusia memerlukan agama yang mengajarkan bagaimana
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Pejabat di lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi
Jakarta Barat hampir 90% beragama Islam. Sehingga fasilitas yang disediakan
oleh pemerintah untuk beribadah lebih banyak diperuntukkan untuk pejabat
yang beragama Islam seperti pembangunan masjid serta adanya mushalla di
setiap lantai di gedung Walikotamadya Jakarta Barat.
Pemahaman keagamaan para pejabat di lingkungan Sudin Dikmenti
cukup beragam. Seperti pengertian agama yang diungkapkan oleh informan A,
ia mengatakan bahwa:
“Agama berasal dari Tuhan dan untuk itu harus dijunjung tinggi. Agama memberikan ajaran dan pengarahan kepada manusia dalam menjalani hidup di dunia. Jika seseorang berpegang teguh kepada agama yang dianutnya, maka ia akan dapat menjalani kehidupan di dunia dengan selamat.”40 Pendapat di atas membuktikan bahwa agama adalah memang dapat
menuntun manusia dalam menjalani kehidupan di dunia dengan selamat.
Sebaliknya, jika seseorang tidak berpegang pada agama, ia tidak akan dapat
menjalani kehidupan di dunia dengan selamat.
Hal yang hampir senada diungkapkan oleh informan E. baginya agama
adalah kendali manusia dalam mengaruhi hidup. Seperti yang
diungkapkannya:
“Agama adalah kendali kita dalam mengarhi kehidupan ini. Seerat kita memegangi kendali tersebut, maka seerat itu juga kita akan terjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan oleh agama.”41
40 Wawancara pribadi dengan informan A, Jakarta, tanggal 13 Juli 2007 41 Wawancara pribadi dengan E, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007
Adapun informan IS mengatakan bahwa agama adalah aturan yang
mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dan manusia dengan
Tuhannya. Seperti yang diungkapkannya:
“Agama ada untuk mengatur manusia, baik itu hubungan manusia dengan sesama manusia maupun hubungan manusia dengan Tuhannya. Dengan demikian dapat tercipta hubungan yang harmonis di antara kedua hubungan tersebut.”42 Sedangkan agama bagi informan M adalah sebagai ajaran yang dapat
menyelamatkan manusia di dunia dan di akhirat. Seperti yang
diungkapkannya:
“Agama merupakan ajaran dari Tuhan untuk memberikan tuntunan bagi manusia jika ingin selamat di dunia dan di akhirat. Jika tidak ingin selamat di dunia dan di akhiart, maka seseorang tidak perlu untuk beragama.”43 Demikian halnya yang diungkapkan oleh informan SN. Ia mengatakan
bahwa agama menjadikan manusia dapat menjalani hidup dengan benar.
Seperti yang diungkapkannya:
“Agama ada untuk mengatur manusia, sehingga manusia tidak bertindak sesuai dengan keinginan dan hawa nafsunya baik yang menyangkut urusan dunia maupun urusan akhirat. Dengan berpegang pada agama, hidup kita akan selamat.”44 Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan dari informan S yang
menyatakan bahwa agama berfungsi sebagai pengontrol segala tindakan dan
perbuatan manusia. Sebagaimana yang diungkapkannya:
“Agama berfungsi sebagai pengontrol segala tindakan dan perbuatan kita. Agama memberikan peraturan apa yang boleh dan tidak boleh untuk dilakukan.”45
42 Wawancara pribadi dengan IS, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007 43 Wawancara pribadi dengan M, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007 44 Wawancara pribadi dengan SN, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007 45 Wawancara pribadi dengan S, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007
Agama yang dipahami oleh para pejabat di lingkungan Suku Dinas
Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat diperoleh dari berbagai
tempat, baik dari sekolah, keluarga, maupun mushalla atau masjid tempat
mereka mengaji.
Informan A mengatakan bahwa ia memperoleh pendidikan agama dari
sekolah formal dan non formal. Seperti yang diungkapkannya:
“Saya mendapatkan pendidikan agama dari pendidikan formal, seperti waktu di sekolah dan pendidikan non formal seperti misalnya mengaji di masjid, atau masjid taklim.”46 Sedangkan informan EW memperoleh pendidikan agama dari
lingkungan keluarga yaitu dari kedua orang tuanya. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh EW:
“Saya memperoleh pendidikan agama dari pendidikan yang ditanamkan oleh orang tua di rumah, guru di sekolah serta buku-buku yang saya baca.”47 Selain orang tua, ada informan yang mengaku mendapatkan ajaran
agama dari guru agama yang mengajarinya di mushalla. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh S:
“Pertama dari orang tua yang mengajarkan ajaran tersebut di rumah, dan yang kedua dari guru agama. Saya memperoleh ajaran agama dari guru agama karena saya mengikuti pengajian yang diadakan di mushalla dekat tempat tinggal saya.”48 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para informan
mendapatkan ajaran agama dari sekolah, orang tua dan juga tempat mengaji
seperti di mushalla, masjid maupun majlis taklim.
46 Wawancara pribadi dengan A, Jakarta, tanggal 13 Juli 2007 47 Wawancara pribadi dengan EW, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007 48 Wawancara pribadi dengan S, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007
5. Pengaruh Agama dalam Etos Kerja dan Kehidupan sehari-hari
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja demi bekalnya
hidup di dunia dan beribadah untuk bekalnya di akhirat. Antara dunia dan
akhirat harus terjadi keseimbangan di antara keduanya. Dengan demikian
seorang muslim diharapkan dapat menjalani kehidupan dunia dengan selamat
dan mendapatkan balasan dari Tuhan dari kehidupan akhirat berupa surga.
Pekerjaan adalah salah satu cara manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dari sisi jasmani. Dengan bekerja manusia mendapatkan upah
berupa uang yang dapat dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Profesi masyarakat dalam bekerja cukup beragama. Mereka melakukan
pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang mereka miliki.
Meskipun demikian banyak juga masyarakat yang bekerja tidak sesuai dengan
jenjang pendidikan yang ditempuhnya.
Sebagai pejabat di lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan
Tinggi Jakarta Barat, para pegawai memahami bahwa mereka bekerja untuk
pemerintah tidak lain adalah sebagai salah satu bentuk usaha mereka untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Namun demikian, keberagaman yang mereka
pahami dan kerjakan setidaknya memberikan pengaruh dalam pekerjaan
mereka.
Informan A menganggap bahwa agama memberikan rambu-rambu
atau pijakan dalam bekerja. Seperti yang diungkapkannya:
“Agama memberikan rambu-rambu atau pijakan agar tetap melaksanakan kewajiban sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pekerjaan.”49
49 Wawancara pribadi dengan A, Jakarta, tanggal 13 Juli 2007
Hal ini diperkuat oleh pendapat informan EW yang mengatakan bahwa
agama dapat menjaga seseorang dari perbuatan yagn dilarang di kantor.
Sebagaimana yang diungkapkannya:
“Peran agama saat bekerja adalah kita menjadi lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas juga dalam pergaulan di lingkungan kantor.”50 Pendapat ini diperkuat oleh informan J yang mengatakan bahwa agama
menjaga manusia agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak
diperbolehkan oleh agama. Sebagaimana yang diungkapkannya:
“Agama sebagai pegangan agar tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam agama, entah itu berbentuk penyelewengan, korupsi, ataupun disiplin waktu.”51 Peran agama dalam pekerjaan sangat dirasakan oleh para informan.
Mereka menyatakan bahwa agama dapat menjaga mereka dari perbuatan yang
dilarang oleh agama.
Peran agama dalam bekerja bagi para pejabat di lingkungan Suku
Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarata Barat menimbulkan kesan
yang baik bagi masyarakat. Pandangan masyarakat bagi para pejabat di Sudin
Dikmenti Jakarta Barat cukup beragam. Seperti yang diungkapkan oleh
informan IS:
“Menurut saya masyarakat menilai kita cukup baik. Karena selama ini belum ada keluhan dari masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan oleh Sudin Dikmenti Jakarta Barat. Dan ini merupakan komitmen kita untuk memberikan yang terbaik untuk masyarakat.”52 Sedangkan menurut informan SU, pandangan masyarakat tergantung
kepada pejabat itu sendiri. Bila pejabat tersebut tidak korupsi, maka
pandangan masyarakat akan baik. Namun sebaliknya, jika praktek korupsi
50 Wawancara pribadi dengan EW, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007 51 Wawancara pribadi dengan J, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007 52 Wawancara pribadi dengan IS, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007
masih terus berlangsung maka masyarakat akan melihat para pejabat
semuanya koruptor. Sebagaimana yang diungkapkan oleh SU:
“Pandangan masyarakat baik bagi pejabat yang jujur, namun pandangan masyarakat akan tidak baik apabila pejabat tersebut melakukan KKN (Korupsi Kolusi Nepotisem).”53 Pendapat yang agak menggelitik disampaikan oleh informan S,
menurutnya masyarakat dalam memandang para pejabat terbagi ke dalam
beberapa kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh S:
“Menurut saya pandangan masyarakat terhadap pejabat beraneka ragam. Namun saya bisa menerangkannya dengan tiga poin: - Kadang-kadang masyarakat memandang pejabat dengan sebelah
mata. - Terkadang juga masyarakat cukup obyektif dalam memandang
pejabat. - Bahkan tak jarang masyarakat memandang pejabat dengan empat
mata.”54 Pendapat informan di atas sedikit mengandung lelucon, seperti yang
sedang tren saat ini, yaitu sebuah acara talk show ringan yang ditayang di
salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia. Maksud dari informan tersebut
adalah dalam memandang profesi seseorang, dalam hal ini adalah mereka
yang bekerja di sektor formal harus obyektif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pandangan masyarakat
terhadap para pejabat tergantung kepada perilaku pejabat itu sendiri. Jika
seorang pejabat tidak melakukan hal-hal yang dilarang, seperti kolusi, korupsi
dan nepotisme, maka otomatis masyarakat pun akan memandangnya sebagai
abdi Negara yang baik. Namun sebaliknya, jika para pejabat tersebut tidak
dapat memegang amanat dengan baik, maka masyarakat akan menilainya
sebagai aparatur Negara yang hanya menghabiskan uang rakyat saja.
53 Wawancara pribadi dengan SU, Jakarta, tanggal 13 Juli 2007 54 Wawancara pribadi dengan S, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007
Dalam kehidupan sehari-hari, para pegawai di lingkungan Suku Dinas
Pendidikan Menengah dan Tinggi ini, tidak berbeda dengan masyarakat pada
umumnya. Mereka banyak menghabiskan waktu berkumpul dengan keluarga,
bersosialisasi dengan masyarakat dengan terlibat aktif di berbagai kegiatan
kemasyarakatan, dan lain sebagainya. Seperti yang diungkapkan oleh
informan SU:
“Setelah pulang kerja, saya sering bercengkrama dengan anak istri. Karena bagi saya untuk merekalah saya bekerja. Selain itu juga saya sempatkan untuk berkumpul dengan masyarakat, baik melalui kegiatan forman seperti rapat tingkat RT, maupun kegiatan-kegiatan keagamaan seperti pengajian di masjid, yasinan dan lain sebagainya. Hal ini saya lakukan karena sebagai makhluk hidup memang harus demikian.”55 Pandangan masyarakat bahwa menjadi seorang PNS merupakan suatu
kebanggaan memang masih susah untuk dihilangkan. Kenyataan bahwa PNS
mendapatkan gaji rutin setiap bulan dan berbagai tunjangan hingga uang
pensiun semakin memperkuat citra PNS di masyarakat. Saat mereka
ditanyakan mengenai pengaruh agama dalam kehidupan sehari-hari, mereka
menjawab bahwa agama juga memberikan tuntunan bagaimana cara
memperlakukan tetangga, atau masyarakat. Salah satunya adalah dengan
memberikan pertolongan kepada mereka yang membutuhkan. Sebagaimana
diungkapkan oleh informan J:
“Agama memberikan tuntunan kepada kita bagaimana hidup bermasyarakat. Salah satu contohnya ya kalau ada tetangga kita yang membutuhkan pertolongan, entah itu karena terkena musibah atau memang dalam kondisi yang membutuhkan sesuatu, kita hendaknya memberikan pertolongan sesuai dengan kemampuan kita. Karena suatu saat nanti, kita pasti akan membutuhkan pertolongan orang lain. Kalau kita tidak pernah memberikan pertolongan kepada orang lain, gimana Tuhan mau menolong kita?”56
55 Wawancara pribadi dengan SU, Jakarta, tanggal 13 Juli 2007 56 Wawancara pribadi dengan J, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007
Jawaban yang hampir serupa diberikan oleh informan IS. Menurutnya
dalam kehidupan sehari-hari hendaknya agama dijadikan pedoman hidup.
Seperti yang diungkapkannya:
“Orang hidup itu perlu pegangan, kalau nggak punya pegangan ia akan mudah jatuh. Nah, seperti itulah agama. Kalau kita nggak berpegang pada agama, hidup akan berantakan.”57 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, agama mempunyai peran
yang sangat penting dalam kehidupan ini, baik itu menyangkut pekerjaan,
maupuan kehidupan sehari-hari.
57 Wawancara pribadi dengan IS, Jakarta, tanggal 6 Juli 2007
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari analisa hasil penelitian, penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Keberadaan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat
adalah sebagai upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan yang
sebaik-baiknya kepada masyarakat mengenai pendidikan yang meliputi
pendidikan formal, non formal dan informal.
2. Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat adalah
merupakan kelanjutan dari bergulirnya era reformasi pada tahun
1998/1999 dengan lebih berkonsentrasi pada pelayanan pendidikan bagi
masyarakat.
3. Pelayanan yang diberikan oleh para pejabat di lingkungan Suku Dinas
Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta bagi masyarakat sangat baik
karena ditunjang oleh berbagai pembekalan baik yang berasal dari
program Walikota maupun undangan dari pusat. Selain itu juga
pemahaman keagamaan yang baik di kalangan pejabat Suku Dinas
Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Barat ikut memberikan
pengaruh dalam menjalankan pekerjaan melayani masyarakat. Bentuk
pengaruh tersebut berupa sikap profesional di kalangan para pegawai yang
lebih mendahulukan kepentingan umum dibandingkan dengan kepentingan
pribadi. Selain itu juga para pegawai lebih amanah dalam menjalankan
tugas mereka sebagai pelayan masyarakat. Hal ini dipengaruhi oleh
pemahaman keberagamaan mereka yang menjelaskan mengenai
pentingnya melaksanakan amanat yang diterima.
B. Saran-saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan dalam rangka
meningkatkan kinerja dan pengetahuan keagamaan adalah sebagai berikut:
1. Adanya pusbinroh hendaknya lebih ditingkatkan lagi keberadaan dan
program kerjanya untuk meningkatkan pemahaman keagamaan bagi para
pejabat yang ada di lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan
Tinggi Jakarta Barat.
2. Meskipun sudah diadakan berbagai pelatihan dan pendidikan di tingkat
Suku Dinas maupun Dinas, perlu diadakan pelatihan SQ (Spiritual
Quotient) untuk lebih meningkatkan lagi etos kerja para pejabat
berdasarkan pemahaman keagamaan.
DAFTAR PUSTAKA
Albrow, Martin, Birokrasi, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1996), Cet. ke-3 Andreski, Stanislav, Max Weber: Kapitalisme, Birokrasi dan Agama,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996) Blau, Peter M., dan Meyer, Marshal W., Birokrasi dalam Masyarakat Modern,
(Jakarta: UI Press, 1987) Damayanti, Susi skripsi: “Hubungan antara Religiusitas dengan Perilaku
Prososial pada Santri Kelas II Aliyah Pondok Pesantren As-Shidiqiyah Jakarta Barat”, (Jakarta : UIN, 2001)
Djamaluddin, Muhammad, Religiusitas dan Stress Kerja pada Polisi,
(Yogyakarta: UGM Press, 1995) Hanafi, Ahmad, “Bagaimana Menguatkan Iman”, artikel diakses tanggal 14 Maret
2007, dari www.al-shia.com/html/id/service/maqolat/agama/agama.htm Jalaluddin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku Keagamaan dengan
Mengaplikasikan prinsip-prinsip Psikologi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005)
Kahmad, Dadang, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000) Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 21 Tahun 2002
tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Lubis, Moctar dan Scoot, James C., (ed.), Bunga Rampai Korupsi, (Jakarta: LP3S,
1995), cet ke - 3. Meleong, Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Remaja Rosdakarya,
1997) “Memberantas Korupsi”, artikel diakses tanggal 14 Maret 2007 dari
www.kpk.go.id Poerwodarminto, W.J.S., Kamus Bahasa Indonesia II, (Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, 1983) Puspito, Hendro, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983) Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1999)
Rasyad, Aminudin, Metodologi Riset, (Jakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN, 1987)
Robertson, Roland, Agama; Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,1993)
Silalahi, T.B., et.all., Pemberdayaan Birokrasi Dalam Pembangunan, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1998) Singarimbun, Masri, Sofian Efendi, Metodologi Penelitian Survei, (Jakarta:
LP3ES, 1989) Sulaiman, M. Munandar, Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial,
(Bandung: PT Eresco, 1995) Thoha, Miftah, Birokrasi dan Politik di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2003) Vredenberg, J., Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia,
1984) Wach, Joachim, Sosiology of Religion, Chicago, 1944, dikutip oleh: J, Milton
Yinger, Religion Society and Individual
PEDOMAN WAWANCARA
Nama :____________________________________ Usia :____________________________________ Pendidikan :____________________________________ Agama :____________________________________ Jabatan :____________________________________ Lama bertugas :____________________________________ Alamat :____________________________________ _____________________________________
1. Sudah berapa tahun anda bekerja di Suku Dinas ini?
2. Apa yang membuat anda ingin bekerja di sini?
3. Tahukan anda bahwa pekerjaan anda ini mengandung banyak sekali
godaannya?
4. Bagaimana anda mengatasi godaan tersebut? Bisa berikan contoh godaan yang
ada?
5. Apakah anda seorang yang percaya kepada Tuhan?
6. Bagaimana agama menurut anda?
7. Dari mana anda memperoleh pengetahuan tentang agama?
8. Apakah anda melakukan ritual ibadah sesuai dengan yang diajarkan?
9. Selain itu apakah anda melakukan ibadah sunah lainnya? Bisa berikan contoh!
10. Bagaimana agama berperan saat anda sedang bekerja?
11. Bagaiamana peran agama dalam kehidupan anda sehari-hari?
12. Bagaimana pandangan pejabat di masyarakat menurut anda?
13. Apakah anda mengganggap pekerjaan anda sebagai salah satu bentuk ibadah?
14. Mengapa demikian?
15. Sejauh mana agama berperan dalam menjaga anda agar tidak terjerumus
dalam godaaan yang ada?
16. Bagaimana pendapat anda mengenai budaya yang ada di birokrasi Indonesia
ini?
17. Menurut anda, apa penyebabnya?
Wawancara dengan Drs. Supiyan, M.Si,
Kepala Tata Usaha Sudin Dikmentin Jakarta Barat
Tempat : Kantor Tata Usaha Sudin Dikmenti Jakarta Barat
Hari/Tanggal : Kamis, 01 November 2007
Waktu : Pukul 12.00 – 13.20 WIB
Bagaimana sejarah Sudin Dikmenti?
Nama Sudin Dikmenti Jak Bar itu sejak otonomi bergulir, kira-kira tahun
1998/1999 yang berkedudukan di tingkat kotamadya, di tingkat dinas bernama
dikmenti, di tingkat kecamatan seksi dikmenti kecamatan. Sebelum otonomi
bergulir, namanya berganti-ganti mulai dari depdikbud, depdiknas. Sebelum
otonomi, secara organisatoris berada di bawah pusat, depdiknas atau depdikbud,
di tingkat wilayah bernama kanwil, di tingkat kotamadya kanko, di tingkat
kecamatan kancam.
Otonomi di wilayah DKI berbeda dengan daerah lain. Ada UU nomor 24 tentang
ibukota otonomi tingkat I, hanya administrative dengan tidak adanya DPRD
tingkat II. Sehingga sudin-sudin yang ada pejabatnya adalah eselon III, kalau di
daerah eselon II, seperti di Tangerang, Bekasi dan lain sebagainya. Sudin
dikmenti jakbar membina penyelenggarakan pendidikan baik formal, non formal
maupun informal sesuai dengan UU sisdiknas. Yang membedakan sudin di DKI
dengan deerah lain, di DKI lebih spesifik dinasnya, seperti ada dinas dikdas,
dikmenti, tenaga kerja dan lain sebagainya. Pendidikan formal meliputi
pendidikan menengah dan tinggi, SMU, SMK dan perguruan tinggi. Pendidikan
tinggi hanya administrative saja, hanya pendataan, penutupan sebagai
rekomendasi ke Gubernur. Sedangkan mengenai kurikulum, keuangan ada
Kopertis yang kalau agama Kopertais. Pendidikan non formal meliputi kursus,
PKBM, lembaga pelatihan, majlis taklim, pendidikan kesetaraan. Sedangkan
informal adalah pendidikan yang dilaksanakan satu dua orang di rumah yang
dikenal dengan home schooling, yang bisa diikutikan Ujian Nasional.
Bagaimana Sudin berperan dalam pendidikan masyarakat, khususnya dalam
pelayanan?
Namanya juga pegawai negeri sipil yan sebelumnya dibekali oleh aturan-aturan,
seperti SK Menpan, SK Gubernur termasuk dalam rangka pelayanan masyarakat
yang dikenal dengan pelayanan prima.
Bagaimana dengan pembekalan seperti pelatihan?
Ada juga. Kita punya anggaran dari pusat dengan merencanakan sejumlah
program untuk berbagai komponen. Pertama sebagai pegawai pelayan
masyarakat, untuk SMK/SMU, guru. Salah satu programnya ada yang namanya
peningkatan pelayanan prima. Berbagai ahli diundang untuk diadakan Tanya
jawab dengan para pegawai. Ada juga yang melalui diklat-diklat. Di propinsi ada
dikprof, diklat untuk ketatausahaan, kehumasan, keguruan. Ada yang deprogram
dan ada juga yang diundang. Usaha-usaha untuk meningatkan SDM pegawai
sudah cukup. Ada juga pelayanan keagamaan. Di walikota ada pusbinroh pegawai
sebulan sekali. Bentuknya pengajian. Ini bicara semua agama. Kita kumpulkan
pegawai-pegawai untuk
Respon masyarakat terhadap pelayanan?
Pendidikan itu kan kebutuhan pokok. Jadi terutama mengenai ijazah, belum ada
komplain. Kita berusaha untuk menjalankan aturan.
Bagaimana dengan sekelompok masyarakat yang ingin mengadakan PKBM?
Bagaimana respon mereka?
Selama ini pelayanan yang kami berikan cukup baik. Hanya saja terkadang ada
masyarakat yang kurang tahu sehingga mereka kesulitan mengurusnya. Hal ini
ditambah sosialisasi yang kurang. Misalnay dulu ada aturan mengenai
penyelenggara pendidikan yang mewajibkan harus badan perseoran atau yayasan
dan masyarakat tidak tahu bahwa sudah ada perubahan aturan itu, sehingag
mereka masih ragu untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan. Kalau sekarang
sudah bisa dimaklumi kok.
Sudah berapa tahun anda bertugas di sini?
Sejak tahun 1984. pertamakali saya bekerja di tingkat kelurahan, kemudian di
tingkat kecamatan, baru sekarang di tingkat kotamadya. Jadi berjenjang
Bagaimana fasilitas yang tersedia untuk kebutuhan agama?
Kebetulan kita mayoritas Islam, dari pegawai yang berjumlah 64 10% di
antaranya non Islam umumnya Nasrani. Itu diatur oleh mekanisme PNS. Kalau
orang Islam ada Pusbinroh, ada juga melalui program-program, hari raya besar
Islam. Untuk orang Islam ada masjid yang besar. Pada prinsipnya dianjurkan
shalat wajib di masjid, tapi berhubung kebutuhan, disediakan mushala di setiap
lantai. Untuk agama nasrani, tiap shalat Jumat, bagi agama nasrani di lantai 10 ada
kegiatan rohani.
Bagaimana dengan kegiatan sosial?
Ada juga. Yang paling menonjol adalah pas bulan ramadhan. Seperti buka
bersama dengan orang yang kurang mampu, kemudian idul fitri santunan terhadap
keluarga dari golongan yang kurang mampu. Di walikota untuk social ada mitra,
seperti PKK. Ada dana-dana khusus untuk itu. Kita ikut program itu.
Citra pegawai negeri di masyarakat agak negative berkaitan dengan disiplin
waktu. Bagaimana sikap bapak?
Khusus untuk pemda DKI, saya menampik tuduhan itu. Malahan di DKI itu
kekurangan orang. Jadi kalau ada tenaga pegawai negeri baca Koran itu tidak
sempat. Untuk menanggulangi itu, volume penerimaan PNS di DKI sangat
lamban. Tapi di satu sisi untuk guru sangat kurang. Pemda DKI mengangkat
pegawai tidak tetap, kalau pegawai langsung tidak boleh. Masing-masing unit
secara tidak resmi mengangkat tenaga Bantu, harus resmi dari Gubernur. Yang
tanggung jawab ya masing-masing unit tanpa ada SK. Sekarang ada kebijakan
Gubernur tentang abensi yang menggunakan computer dengan menggunakan
sidik jari. Ditambah dengan absent bantuan. Ini ditunjang dengan dana kesra. Ada
TPP, Tunjangan Penghasilan PEgawai. Kalau tidak masuk, tunjangan ini
dikurangi. Kalau satu hari tidak masuk dikurangi 25000. KEnapa di sini masih ada
meja yagn kosong? Itu bukan berarti tidak dating. Karena ada juga pengawas
sekolah sekitar 14. satu orang membawahi antara 8 – 15 sekolah. Di sini hanya
hadir, lalu keliling. Sebelum pulang, mereka absent lagi ke kantor. Sedangkan
untuk melayani masyarakat sehari-hari ada yang piket. Dalam rangka
melaksanakan program, supaya efektif, berbagai pelatihan di adakan di luar kota,
biar tidak gampang pulang.
Terima kasih untuk waktu yang diberikan, selamat bertugas pak?
Sama-sama
Kepada yang terhormat, Ketua Jurusan Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Di Tempat Assalamu’alaikum Wr. Wb. Dengan ini saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ahmad Bajri NIM : 101032221643 Jurusan : Sosiologi Agama Semester : XII Bermaksud untuk mengajukan proposal skripsi dengan judul “Keberagamaan Pejabat Birokrasi (Studi Kasus Pejabat Birokrasi di Lingkungan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Kali Deres Jakarta Barat)”. Sebagai bahan pertimbangan saya lampirkan:
1. Outline 2. Abstraksi 3. Daftar Pustaka Sementara 4. Sertifikat Praktikum
Demikianlah proposal ini saya buat dan saya ajukan. Atas perhatian dan kerja samanya saya haturkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 02 Maret 2007 Pembimbing Akademik, Pemohon, Drs. Chaidir S. Bamualim, M. A Ahmad Bajri
Mengetahui, Kajur Sosiologi Agama,
Dra. Hj. Ida Rosyidah, MA
HASIL WAWANCARA
Nama : Imbang Santoso Usia : 41 Tahun Pendidikan : S 1 IKIP Agama : Islam Jabatan : Staff Tata Usaha Lama bertugas : 3 Tahun Alamat : Jl. Fajar Baru Indah No. 342 Cengkareng Timur Jakarta Barat
18. Sudah berapa tahun anda bekerja di Suku Dinas ini?
3 tahun
19. Apa yang membuat anda ingin bekerja di sini?
Tujuan saya bekerja di sini adalah untuk menambah pengalaman yang
berbeda.
20. Tahukan anda bahwa pekerjaan anda ini mengandung banyak sekali
godaannya?
Tidak tahu.
21. Bagaimana anda mengatasi godaan tersebut? Bisa berikan contoh godaan yang
ada?
Dalam melakukan pekerjaan tersebut, alhamdulillah saya tidak mengalami
godaan, jadi tidak perlu mencari jalan untuk mengatasinya.
22. Apakah anda seorang yang percaya kepada Tuhan?
Ya
23. Bagaimana agama menurut anda?
Agama ada untuk mengatur manusia, baik itu hubungan manusia dengan
sesama manusia maupun hubungan manusia dengan Tuhannya. Dengan
demikian dapat tercipta hubungan yang harmonis di antara kedua hubungan
tersebut.
24. Dari mana anda memperoleh pengetahuan tentang agama?
Dari pendidikan formal dan non formal
25. Apakah anda melakukan ritual ibadah sesuai dengan yang diajarkan?
Ya. Saat kerja kita kan hanya melaksanakan shalat Dzuhur dan Asar. Shalat
Dzuhur bertepatan dengan waktu istirahat makan siang. Jadi tidak ada kendala
dalam melaksanakannya. Paling saat shalat Asar saja saya akan telat. Kadang
kalau tidak sempat di kantor saya melaksanakannya di rumah. Kebetulan
tempat tinggal saya kan tidak terlalu jauh dari tempat kerja. Tapi kalau waktu
memungkinkan saya laksanakan di kantor, biar lebih afdhal.
26. Selain itu apakah anda melakukan ibadah sunah lainnya? Bisa berikan contoh!
Ya, bekerja dengan sepenuh haji, belajar apa saja yang harus dipelajari baik
ilmu dunia maupun ilmu agama untuk bekal di akhirat, beramal, dan
sebagainya.
27. Bagaimana agama berperan saat anda sedang bekerja?
Hal tersebut tergantung, kalau memang waktunya untuk ibadah mau tidak mau
harus meninggalkan pekerjaan.
28. Bagaiamana peran agama dalam kehidupan anda sehari-hari?
Memberikan saya tuntunan mengenai hal apa saja yang seharusnya saya
lakukan dan yang tidak boleh saya lakukan.
29. Bagaimana pandangan pejabat di masyarakat menurut anda?
Menurut saya masyarakat menilai kita cukup baik. Karena selama ini belum
ada keluhan dari masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan oleh Sudin
Dikmenti Jakarta Barat. Dan ini merupakan komitmen kita untuk memberikan
yang terbaik buat masyarakat.
30. Apakah anda mengganggap pekerjaan anda sebagai salah satu bentuk ibadah?
Iya dong.
31. Mengapa demikian?
Karena hidup di dunia itu untuk ibadah, meskpun terkadang kita juga berbuat
dosa.
32. Sejauh mana agama berperan dalam menjaga anda agar tidak terjerumus
dalam godaaan yang ada?
Cukup jauh.
33. Bagaimana pendapat anda mengenai budaya yang ada di birokrasi Indonesia
ini?
Ya beginilah Indonesia, Negara kita tercinta. Memang suasananya berbeda
dengan Negara lain.
34. Menurut anda, apa penyebabnya?
Sok pinter dan sok tahu permasalahan yang sebenarnya bukan fak mereka.