Acara V
EKSTRAKSI KARAGENAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
2
Disusun oleh:
Rudyanto Kurniawan 12.70.0168
Kelompok: C3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2014
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan karagenan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Karagenan.
Kelompok Berat Awal (g) Berat Kering (g) Rendemen (%)C1 40 0,3 0,750C2 40 0,4 1,000C3 40 1,2 3,000C4 40 1,4 3,500C5 40 1,4 3,500C6 40 0,23 0,575
Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa setiap kelompok menggunakan berat awal 40
gram untuk diekstraksi. Berat kering yang didapatkan dalam praktikum ini secara
berturut – turut adalah kelompok C1 0,3 gram , kelompok C2 0,4 gram, kelompok C3
1,2 gram, kelompok C4 dan C5 1,4 gram di mana hasil yang didapatkan merupakan
berat kering yang bernilai paling besar. dan pada kelompok C6 0,23 gram yang
merupakan berat yang paling kecil. Setelah itu dilakukan perhitungan rendemen(%),
secara berturut – turut hasilnya adalah pada kelompok C1 0,750 %, pada kelompok C2
1,000%, pada kelompok C3 3,000%, pada kelompok C4 dan C5 3,500 % yang
merupakan %rendemen dengan nilai paling besar dan kelompok C6 0,575% yang
merupakan %rendemen yang paling kecil.
1
2. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini akan dilakukan percobaan dengan tema ekstraksi karagenan tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mengekstrak karagenan. Dalam praktikum ini,
digunakan bahan dasar rumput laut yaitu rumput laut Eucheuma cottonii. Menurut
Aslan(1998), rumput laut adalah bahan baku yang merupakan produk hasil laut yang
mengandung serat yang tinggi dan mengandung zat yodium. Rumput laut merupakan
tumbuhan yang bersifat autotrof, karena memiliki klorofil untuk berfotosintesis.
Rumput laut merupakan mikroorganisme multisel yang terdiri atas banyak sel. Rumput
laut biasanya banyak ditemui, menempel pada karang mati, potongan – potongan
kerang. Di dalam rumput laut terkandung karagenan dapat dimanfaatkan dalam industri
pangan. Menurut Prasetyowati et al(2008), rumput laut memiliki nilai ekonomis yang
cukup tinggi karena mengandung karagenan yang dapat dimanfaatkan dalam dunia
industri. Karagenan dapat dimanfaatkan dalam dunia industri makanan, kosmetik,
farmasi, bioteknologi dan sebagainya. Karagenan adalah komponen yang paling besar
terdapat dalam rumput laut jika dibandingkan dengan komponen – komponen lain.
Karagenan tergolong dalam senyawa hidrokoloid, di dalam karagenan terkandung ester
kalium, magnesium, kalium sulfat, natrium dan 3,6 anhidroksi galaktosa kopolimer.
Menurut Mao et al(2008), karagenan merupakan dinding sel utama yang terdapat di
dalam red algae atau ganggang merah (Rhodopyceae). Karagenan termasuk dalam
polimer anion. Karagenan didapatkan dari rumput laut yang mengandung sulfat tinggi.
Ditambahkan juga oleh pernyataan Yolanda et al(2006), karagenan diambil dari rumput
laut yang mengandung sulfat yang tinggi dan tersusun atas D-galaktosa yang terikat
pada ikatan α-1,3 dan β-1,4. Jenis –jenis dari karagenan adalah iota atau bisa juga
lambda, yang ditentukan dari pola substitusi sulfatnya dan 3,6-anhydrogenase.
Petumbuhan karagenan sangat dipengaruhi oleh kondisi saat ekstraksi dan alga yang
digunakan. Ditambahkan juga. Menurut Rochmadi et al (2011), karagenan biasa
digunakan sebagai gelling agent dalam industri pangan dewasa ini. Rumput laut
Eucheuma cottonii mengandung karagenan jenis kappa yang baik dalam digunakan
sebagai gelling agent karena kekuatan gel yang dihasilkan kuat sehingga banyak
digunakan dalam skala industri. Menurut Sri Lestari & Maggy (2000), ada satu jenis
alga yang mengandung dua jenis karagenan( lambda dan kappa) yaitu alga Chondus
2
3
crispus. Karagenan yang paling sering digunakan dalam industri pangan adalah
karagenan Kappa karena memiliki 3,6 anhidrogalaktosa yang mendekati tingkat
maksimum teoritis, yaitu sekitar 34%. Semua karagenan dapat larut di dalam air panas.
Karena sifat tersebut, maka karagenan biasa dilarutkan dalam air panas untuk proses
ekstraksi. Karagenan dalam industri pangan banyak digunakan untuk bahan makanan
seperti selai, sirup, makanan bayi, susu, saus, ikan dan sebagainya.
Menurut Vanessa et al(2012), kualitas karagenan dilihat dari gel strength dari gel yang
terbentuk. Jika kekuatan gel semakin kuat, maka kualitas karagenan semakin baik.
Selain itu, suhu juga dapat berpengaruh dalam mempengaruhi kualitas karagenan karena
dapat mempengaruhi viskositas. Menurut Sri Lestari & Maggy (2000), larutan
karagenan kappa dan iota bersifat reversibel, maka apabila larutan tersebut dipanaskan
kembali, maka gel yang terbentuk akan kembali mencair. Pembentukan gel kappa dapat
juga dibantu oleh ion monovalen, yaitu NH4+, Rb+, K+, dan CS+, pada iota, dibantu
oleh Ca2+. Pembentukan tepung karagenan biasanya meliputi proses ekstraksi,
penyaringan, pengendapan dan terakhir pengeringan.
Menurut Prasetyowati et al(2008), rumput laut yang dapat dimanfaatkan di Indonesia
adalah rumput laut Eucheuma cottonii.Ciri dari Eucheuma cottonii adalah memiliki
thallus silindris, cartilagenous, dan permukaan luarnya licin.Warna dari Eucheuma
cottonii tidak selalu tetap, kadang bisa berubah karena faktor lingkungan, terkadang
berwarna hijau, hijau kekuningan, merah, dan abu-abu. Rumput laut Eucheuma cottonii
dapat digunakan sebagai penghasil karagenan yang besar karena mengandung
karagenan dengan persentase yang besar. Hal tersebut juga didukung dari pernyataan
Angka & Suhartono (2000) yang menyatakan bahwa rumput laut dengan jenis
Eucheuma cottonii memiliki kandungan karagenan yang besar yaitu sebesar 61.25%.
Pada praktikum ini dilakukan proses pembuatan tepung karagenan dengan cara
esktraksi, penyaringan, pengendapan dan pengeringan. Pertama rumput laut basah
ditimbang beratnya sampai 40 gram dan dipotong kecil-kecil lalu diblender. Tujuan dari
pemotongan dan blender adalah untuk memperluas luas kontak dari rumput laut agar
rumput laut memiliki luas kontak yang luas dan mempermudah reaksi antara serbuk
rumput laut dengan bahan bahan lain atau dengan zat pelarut. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Sudarmadji et al (1996), bahwa perluasan luas kontak suatu bahan
4
akan mempercepat reaksi antara bahan pangan yang telah dihancurkan dengan bahan –
bahan lain seperti pelarut. Kemudian tepung rumput laut yang terbentuk
direbus(diekstraksi) dalam air sebanyak 500 ml selama 1 jam pada suhu 80-90oC.
Menurut Fachruddin(1997), pemanasan tersebut bertujuan agar larutan menjadi
homogen, selain itu¸pemanasan juga bertujuan untuk menghilangkan air berlebih agar
karagenan menjadi lebih pekat. Pemanasan juga harus diperhatikan, karena jika terlalu
berlebih, maka karagenan yang dihasilkan menjadi lebih keras dan kental, namun jika
kurang, maka karagenan yang dihasilkan encer, karena itu suhu yang digunakan juga
tidak terlalu tinggi yaitu berkisar 80-90oC. Ditambahkan juga dari pernyataan Sri Lestari
& Maggy (2000), bahwa pemanasan dilakukan untuk mencegah pembentukan gel,
karena apabila suhu dingin, akan terbentuk gel. Kemudian pH larutan diatur agar
mencapai pH 8, dengan menambakan HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N. Menurut Rando et
al(2006), NaOH dapat digunakan sebagai medium untuk ekstraksi, memisahkan
karagenan dari rumput laut hibrida dan untuk meningkatkan kekuatan gel yang
terbentuk. Selain itu, penambahan basa bertujuan agar kondisi dari ekstraksi karagenan
berada pada pH yang alkali atau basa. Kekuatan gel yang terbentuk dari ekstraksi
dengan menggunakan alkali lebih kuat jika dibandingkan dengan ekstraksi
menggunakan air saja. Ditambahkan juga dari pernyataan Prasetyowati et al(2008),
apabila NaOH yang digunakan semakin banyak maka %rendemen yang didapatkan
akan semakin besar. HCl digunakan untuk menjaga pH agar pH yang didapatkan tidak
terlalu tinggi atau tidak terlalu basa.
Kemudian hasil ekstraksi disaring dengan kain saring, dan filtratnya ditampung di
dalam sebuah wadah. Menurut Sudarmadji et al(1986), penyaringan bertujuan untuk
memisahkan cairan untuk memisahkan dua komponen atau lebih yang tercampur namun
memiliki ukuran partikel yang berbeda. Dalam percobaan ini tujuan dari penyaringan
dengan menggunakan kain saring adalah untuk memisahkan cairan filtrat karagenan
dengan komponen yang tidak diinginkan seperti endapan. Cairan filtrat kemudian
ditambahkan dengan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrat yang didapatkan,
kemudian dipanaskan sampai suhu 60oC. Menurut Dody (2011), penggunaan NaCl di
dalam campuran dengan air panas adalah merupakan campuran awal sebelum
ditambahkan dengan IPA, tujuan dari penambahan NaCl adalah untuk mengendapkan
karagenan setelah dicampur dengan IPA. Filtrat kemudian dituang ke dalam wadah
5
yang berisi IPA (Isopropyl Alcohol) sebanyak 2 kali dari volume filtrat untuk
diendapkan dengan cara diaduk selama 10-15 menit hingga terbentuk endapan
karagenan. Hal tersebut seusai dengan pernyataan Sri Lestari &Maggy(2000) bahwa
IPA yang digunakan dalam ekstraksi karagenan adalah untuk mengendapkan karagenan
yang diekstrak. Metode dengan menggunakan alkohol dapat menghasilkan karagenan
dengan hasil yang lebih baik daripada penggunaan metode lain seperti pembekuan dan
pengeringan.Pengadukan dilakukan untuk menjaga larutan tetap homogen dan untuk
mempercepat reaksi pengendapan karagenan.
Kemudian endapan karagenan ditiriskan dan direndam di dalam IPA sampai diperoleh
serat karagenan yang lebih kaku. Menurut Sri Lestari & Maggy (2000), penggunaan
IPA dalam perendaman kedua adalah untuk mencuci koagulan yang diperoleh..
Kemudian serat karagenan dibentuk tipis-tipis, diletakkan di atas wadah yang tahan
panas dan dikeringkan di dalam oven selama 12 jam pada suhu 50-60oC. Menurut
Winarno (1997), tujuan dari pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air yang ada
di dalam bahan pangan. Setelah dikeringkan bahan pangan yang dikeringkan akan
menjadi lebih kering dan beratnya berkurang karena air diuapkan. Di dalam praktikum
ini, pengeringan dilakukan untuk mengeringkan ekstrak karagenan agar dapat diproses
untuk proses yang berikutnya yaitu untuk membentuk tepung karagenan. Serat
karagenan kering ditimbang dan diblender sampai menjadi tepung karagenan
Pada praktikum ini, didapatkan hasil sebagai berikut, berat kering yang didapatkan
dalam praktikum ini secara berturut – turut adalah kelompok C1 0,3 gram , kelompok
C2 0,4 gram, kelompok C3 1,2 gram, kelompok C4 dan C5 1,4 gram di mana hasil yang
didapatkan merupakan berat kering yang bernilai paling besar. dan pada kelompok C6
0,23 gram yang merupakan berat yang paling kecil. Setelah itu dilakukan perhitungan
rendemen(%), secara berturut – turut hasilnya adalah pada kelompok C1 0,750 %, pada
kelompok C2 1,000%, pada kelompok C3 3,000%, pada kelompok C4 dan C5 3,500 %
yang merupakan %rendemen dengan nilai paling besar dan kelompok C6 0,575% yang
merupakan %rendemen yang paling kecil. Jika dilihat hasil yang didapatkan berbeda
secara signifikan, padahal, untuk setiap kelompok tidak ada perlakuan khusus yang
dilakukan terhadap rumput laut yang digunakan. Ada beberapa kemungkinan hal
tersebut dapat terjadi. Salah satunya seperti menurut pernyataan Winarno (1993), bahwa
6
di dalam proses pengeringan, air yang akan diuapkan tidak akan teruapkan semua, air di
dalam bahan pangan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu air terikat dan air bebas.
Air bebas merupakan air yang mudah teruap, sedangkan air terikat sangat susah untuk
diuapkan. Dapat diasumsikan bahwa di dalam karagenan yang akan kita keringkan,
beberapa mengandung banyak air terikat sehingga, air tersebut tidak teruapkan
semuanya dan menghasilkan berat kering dan rendemen yang cukup besar nilainya,
contohnya pada kelompok C3 dengan berat kering mencapai 1,2 gram dan rendemen
3,000% dan pada kelompok C4 & C5 dengan berat kering 1,4 gram dan rendemen
3,500%.
3. KESIMPULAN
Karagenan merupakan komponen terbesar dalam rumput laut.
Karagenan banyak digunakan dalam industri pangan sebagai bahan campuran
makanan
Karagenan memiliki banyak jenis contohnya seperti iota dan kappa
Rumput laut yang sering digunakan dalam industri adalah Eucheuma cottonii
Rumput laut Eucheuma cottonii mengandung karagenan dengan persentase besar
yaitu 61,25%
Warna dari rumput laut Eucheuma cottonii bisa beragam tergantung dari
lingkungannya
Pemanasan pada saat ekstraksi bertujuan untuk mencegah pembentukan gel pada
karagenan
Penggunaan HCl adalah untuk menjaga agar pH tidak terlalu tinggi
Penambahan NaOH bertujuan untuk membantu dalam ekstraksi dan juga
digunakan untuk menaikkan pH larutan
Penambahan garam dan Isopropyl Alcohol adalah untuk mengendapkan
karagenan
IPA juga digunakan untuk mencuci koagulan dengan cara direndam
Di dalam makanan terdapat dua jenis air yaitu air terikat dan bebas
Perbedaan yang signifikan dalam praktikum ini dapat diasumsikan karena
keberadaan air terikat di dalam karagenan
Semarang, 12 September 2014 Asisten dosenAletheia HandokoMargaretha Rani Kirana
Rudyanto Kurniawan12.70.0168
7
4. DAFTAR PUSTAKA
Angka,S.L. & M.T. Suhartono. (2002). Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
Aslan, L. M. (1998). Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.
Dody Handito. (2011). Pengaruh Konsentrasi Karagenan terhadap Sifat Fisik dan Mekanin Edible Film
Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta.
Fellows, P. (1990). Food Processing Technology Principles and Practise. Ellis Horwood Limited. New York.
Prasetyowati, Corrine Jasmine A., Devy Agustiawan. (2008).Pembuatan Tepung Karaginan dari Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) Berdasarkan Perbedaan Metode Pengendapan
Rando Tuvikenea, Kalle Truusa, Merike Vaherb, Tiiu Kailasb, Georg Martinc, and Priit Kersenc. (2006). Extraction and quantification of hybrid carrageenans from the biomass of the red algae Furcellaria lumbricalis and Coccotylus truncatus
Sudarmadji, S., B. Haryono, Suhardi. (1996). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Mao-hong Zhou, Jian-she Ma, Jun Li, Hai-ren Ye, Ke-xin Huang, and Xiao-wei Zhao. (2008). A κ-Carrageenase from a Newly Isolated Pseudoalteromonas-like Bacterium, WZUC10
Manik, H; Rahayu, U & N. Dolaria. (2004). Pembuatan Karaginan Kering Dari Rumput
Laut Eucheuma cottoniii.Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur Vol.3 No.2.
Satuhu, S. (1996). Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sperisa Distantina, Wiratni , Moh. Fahrurrozi, and Rochmadi. (2011).Carrageenan
Properties Extracted From Eucheuma cottoniii, Indonesia
Sediadi, A. & U. Budihardjo. (2000). Rumput Laut Komoditas Unggulan. Grasindo.
Jakarta.
Sri Lestari Angka, Maggy T. Suhartono. (2000). Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
8
9
Vanessa Webber, Sabrina Matos de Carvalho, Paulo José Ogliari, Leila Hayashi, Pedro Luiz Manique Barreto. (2012). Optimization of the extraction of carrageenan from Kappaphycus alvarezii using response surface methodology
Winarno, F. G. (1993). Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.
Winarno, F. G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Yolanda Freile-Pelegrı´n, Daniel Robledo and Jose A. Azamar. (2006). Carrageenan of Eucheuma isiforme (Solieriaceae, Rhodophyta) from Yucata´ n, Mexico. I. Effect of extraction conditions
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
% Rendemen = Berat kering (g)Berat awal (g)
x 100%
Kelompok C1
% Rendemen = 0,340
x 100% = 0,750 %
Kelompok C2
% Rendemen = 0,440
x 100% = 1,000 %
Kelompok C3
% Rendemen = 1,240
x 100% = 3,000 %
Kelompok C4
% Rendemen = 1,440
x 100% = 3,500 %
Kelompok C5
% Rendemen = 1,440
x 100% = 3,500 %
Kelompok C6
% Rendemen = 0,2340
x 100% = 0,575 %
10
11
5.2. Foto
5.3. Jurnal
5.4. Laporan sementara