8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran IPS SD
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang dimulai
dari sekolah dasar. Dimasa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan
karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. IPS
merupakan bidang studi utuh dalam pelajaran geografi, ekonomi, sejarah yang tidak
terpisah, namun semua disiplin tersebut diajarkan secara terpadu (Wardani Naniek
Sulistya, 2012: 7). Selanjutnya Hidayati (2008: 1-8) menjelaskan bahwa bidang studi IPS
tidak lagi mengenal adanya pelajaran geografi, ekonomi, sejarah secara terpisah,
melainkan semua disiplin tersebut diajarkan secara terpadu. Dalam Permendikbud no.21
tahun 2016 tentang Standar Isi dinyatakan bahwa ruang lingkup materi dalam muatan
mata pelajaran IPS terdiri Manusia, tempat, dan lingkungan yang dipelajari dalam
pelajaran geografi; Waktu, keberlanjutan, dan perubahan yang dipelajari dalam pelajaran
sejarah; Sistem sosial dan budaya yang dipelajari dalam pelajaran sosiologi; Perilaku
ekonomi dan kesejahteraan yang dipelajari dalam pelajaran ekonomi.
Pendidikan IPS lebih ditekankan pada bagaimana cara mendidik tentang ilmu-ilmu
sosial atau lebih kepada penerapannya (application of knowledge social studies). Ilmu
yang dikembangkan melalui pendidikan IPS merupakan hasil seleksi adaptasi dan
modifikasi dari hubungan interdisipliner antara disiplin ilmu pendidikan dan disiplin ilmu-
ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan
pendidikan (Supriatna, dkk., 2010: 6). IPS diperlukan sebagai wadah ilmu pengetahuan
yang mengharmoniskan laju perkembangan ilmu dan kehidupan dalam dunia pengajaran.
Sebab IPS mampu melakukan lompatan-lompatan ilmu secara konsepsional untuk
kepentingan praktis kehidupan yang baru, sesuai dengan perkembangan jaman (Wardani
Naniek Sulistya, 2012:7).
Menurut pendapat para ahli tentang pengertian IPS, maka dapat disimpulkan
bahwa IPS merupakan bidang studi yang utuh dari pelajaran geografi, sejarah, sosiologi
9
dan ekonomi, dan diajarkan secara terpadu tidak terpisah, disajikan secara ilmiah dan
psikologis untuk tujuan pendidikan
Pada tahap SD, siswa diberikan pembelajaran IPS dengan muatan disiplin ilmu
geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi sebagai bekal memasuki kehidupan
bermasyarakat, sehingga ruang lingkup pembelajaran IPS disajikan melalui Muatan Ilmu
Pengetahuan Sosial pada SD/MI/SDLB/PAKET A dalam Permendikbud No.21 Tahun 2016
tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah adalah sebagai berikut:
10
Tabel 2.1 Muatan Ilmu Pengetahuan Sosial pada SD/MI/SDLB/PAKET A
Tingkat Kompetensi
Kompetensi Ruang Lingkup Materi
Tingkat Pendidikan Dasar(mulai
- Menunjukkan perilaku sosial dan budaya yang mencerminkan jatidiri bangsa Indonesia.
Manusia, tempat, dan lingkungan - Wilayah geografis tempat tinggal bangsa
Indonesia.
Kelas IV-VI) - Mengenal konsep ruang, waktu, dan aktifitas manusia dalam kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi.
- Konektivitas dan interaksi sosial kehidupan bangsa di wilayah negara Indonesia.
Waktu, keberlanjutan, dan perubahan - Perkembangan kehidupan bangsa
Indonesia dalam waktu sejak masa praaksara hingga masa Islam.
Sistem sosial dan budaya - Kehidupan manusia dan kelembagaan
sosial, ekonomi, pendidikan, dan budaya masyarakat dan bangsa Indonesia.
- Menceritakan hasil eksplorasi mengenai kehidupan bangsa Indonesia.
Perilaku ekonomi dan kesejahteraan - Kehidupan ekonomi masyarakat
Indonesia yang bertanggung jawab.
- Menceritakan keberadaan kelembagaan sosial, budaya, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
Manusia, tempat, dan lingkungan - Konektivitas antar ruang dan
penanggulangan permasalahan lingkungan hidup secara bijaksana dalam kehidupan bangsa Indonesia.
- Menunjukkan perilaku sosial dan budaya yang mencerminkan jati diri dirinya sebagai warga negara Indonesia.
Waktu, keberlanjutan,dan perubahan - Perkembangan kehidupan bangsa
Indonesia dari masa penjajahan, masa pergerakan kemerdekaan sampai awal Reformasi dalam menegakkan dan membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Menjaga kelestarian lingkungan hidup secara bijaksana dan bertanggung jawab.
Sistem sosial dan budaya. - Norma, lembaga, dan politik dalam
kehidupan sosial dan budaya bangsa Indonesia.
- Meneladani tindakan heroik pemimpin bangsa, dalam kehidupan sosial dan budaya bangsa Indonesia.
Perilaku ekonomi dan kesejahteraan. - Kehidupan Perekonomian masyarakat
dan negara Indonesia sebagai perwujud an rasa nasionalisme.
- Menceritakan hasil eksplorasi mengenai kehidupan bangsa Indonesia.
Sumber: Permendikbud No 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Lampiran (2016: 150-152)
11
Tujuan Pembelajaran IPS
Tujuan mata pelajaran IPS kelas 4 mencakup empat kompetensi, yaitu (1)
kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan dan (4) keterampilan.
Kompetensi tersebut dicapai melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler (Permendikbud No 24 Tahun 2016 Tentang KI dan KD IPS SD/MI lampiran
10: 2016: 1)
Rumusan Kompetensi Sikap Spiritual yang akan dicapai, yaitu ”Menerima, menghargai dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya”. Adapun rumusan kompetensi sikap sosial, yaitu menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru dan tetangganya serta cinta tanah air”. Kedua kompetensi tersebut dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik. (Salinan Lampiran Permendikbud No 24 Tahun 2016 Tentang KI dan KD IPS SD/MI: 2016: 1)
Berdasarkan tujuan kurikulum pembelajaran IPS di atas, hendaknya pembelajaran
IPS yang berlangsung di SD adalah pembelajaran yang mengenalkan siswa dengan
konsep-konsep yang ada di lingkungan dan kehidupan masyarakat melalui cara yang
mendorong siswa untuk berfikir logis dan kritis untuk menemukan permasalahan sosial
yang terjadi serta menemukan solusi dalam permasalahan tersebut yang mendorong
munculnya kesadaran dan komitmen terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan yang
nantinya akan dijadikan bekal dalam berkomunikasi di dalam kehidupan bermasyarakat.
Kompetensi inti Pengetahuan dan Kompetensi inti Keterampilan yang dirumuskan
dalam Permendikbud No 24 Tahun 2016 Tentang KI dan KD (2016: 10) sebagai berikut:
1. Kompetensi inti 3 (Pengetahuan)
KI 3. Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati,
menanya dan mencoba berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan
Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya dirumah, disekolah dan
ditempat bermain
2. Kompetensi Inti 4 (keterampilan)
KI 4. Menyajikan pengetahuan faktual dan konseptual dalam bahasa yang jelas,
sistematis, logis dan kritis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang
mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak
beriman dan berakhlak mulia.
12
Kompetensi dasar 3 (Pengetahuan) dan Kompetensi dasar 4 (Keterampilan) yang
dirumuskan dalam Permendikbud No 24 Tahun 2016 Tentang KI dan KD (2016: 1) untuk
mata pelajaran IPS kelas 4 dijelaskan secara rinci melalui tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2 Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Kelas 4 Semester 1
KOMPETENSI INTI 3 (PENGETAHUAN) KOMPETENSI INTI 4 (KETERAMPILAN)
3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain.
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.
KOMPETENSI DASAR 3 (PENGETAHUAN) KOMPETENSI DASAR 4 (KETERAMPILAN)
3.1 Mengidentifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi.
4.1 Menyajikan hasil identifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/ kabupaten sampai tingkat provinsi.
3.2 Mengidentifikasi keragaman sosial, ekonomi, budaya, etnis, dan agama di provinsi setempat sebagai identitas bangsa Indonesia; serta hubungannya dengan karakteristik ruang.
4.2 Menyajikan hasil identifikasi mengenai keragaman sosial, ekonomi, budaya, etnis, dan provinsi setempat sebagiai identitas bangsa Indonesia; serta hubungannya dengan karakteristik ruang.
3.3 Mengidentifikasi kegiatan ekonomi dan hubungannya dengan berbagai bidang pekerjaan, serta kehidupan sosial dan budaya di lingkungan sekitar sampai provinsi.
4.3 Menyajikan hasil identifikasi kegiatan ekonomi dan hubungannya dengan berbagai bidang pekerjaan, serta kehidupan sosial dan budaya dilingkungan sekitar sampai provinsi.
3.4 Mengidentifikasi kerajaan Hindu/ dan/atau Budha dan/atau Islam di lingkungan daerah setempat, serta pengaruhnya pada kehidupan masyarakat masa kini.
4.4 Menyajikan hasil identifikasi kerajaan Hindu dan/atau Budha dan/atau Islam di lingkungan daerah setempat, serta pengaruhnya pada kehidupan masyarakat masa kini.
Sumber : Permendikbudnomor 24 tahun 2016 tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah Lampiran 10: 2016:1.
Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Peraturan Menteri
Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016:2). Pembelajaran IPS SD diupayakan
dapat terselenggara secara interaktif antara guru dan siswa, memberikan inspiratif bagi
siswa, siswa melakukan aktivitas belajar sehingga belajar itu menyenangkan, belajar itu
menantang, memotivasi siswa untuk belajar, dan berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi siswa untuk prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
13
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap
satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan (Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016:1)
Pelaksanaan pembelajaran IPS SD, dikembangkan mendasarkan pada standar
proses. Standar Proses merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada
satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan dasar menengah untuk mencapai
kompetensi lulusan. Dalam Permendikbud No 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah pada Bab III menjelaskan bahwa desain pembelajaran
yaitu perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu dalam Standar Isi. Perencanaan
pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan
media dan sumber belajar, perangkat penilaian, dan skenario pembelajaran. Penyusunan
Silabus dan RPP disesuaikan pendekatan pembelajaran yang digunakan.
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap
bahan kajian mata pelajaran sedangkan RPP merupakan rencana kegiatan pembelajaran
untuk satu pertemuan atau lebih dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan
kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD).
Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyususn RPP secara lengkap
dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, efisian, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Karakteristik pembelajaran mengacu pada sasaran pembelajaran mencakup
pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasikan untuk
setiap satuan pendidikan.
Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis)
yang berbeda. Sikap perolehan melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat
memahami, menerapkan, menganalisis, mananya, mencoba, menalar, menyaji, dan
14
mencipta”. Karakteristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta
mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah
(scientific) tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata
pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian
(discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk
menghasilkan karya kotekstual (project based learning), baik individual maupun kelompok
maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan
karya berbasis pemecahan masalah (problem based learning).
Karakteristik pembelajaran mengacu pada Prinsip Penyusunan RPP. Dalam
penyusunan RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip pada Permendikbud No.22
Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai berikut:
1. Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, tingkat intelektual, bakat, potensi, minat,motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
2. Partisipasi peserta didik. 3. Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas,
inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian. 4. Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk mengembangkan
kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
5. Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan dan remidi.
6. Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.
7. Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
8. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif
sesuai dengan situasi dan kondisi.(Permendikbud No.22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, 2016: 7)
2.1.2 Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dan Model Pembelajaran Think Pair
Share (TPS)
Pendekatan Problem Based Learning (PBL) dalam bahasa indonesia diistilahkan
pendekatan pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan pembelajaran yang
bermula dari sebuah permasalahan yang diberikan oleh guru kepada siswa untuk
ditemukan pemecahan masalahnya. Pernyataan tersebut sejalan dengan pengertian PBL
yang dikemukakan oleh Dutch (2009: 21), “PBL merupakan model intruksional yang
15
menantang siswa untuk belajar, bekerja sama dengan kelompok untuk mencari solusi
suatu masalah dalam dunia nyata”. Senada dengan definisi Dutch, Agus N. Cahyo
(2013:283), mendefinisikan bahwa “PBL adalah suatu model pembelajaran yang
didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akusisi dan integrasi
pengetahuan baru”.
Definisi yang berbeda dikemukakan oleh Ngalimun (2014:89) yang menjelaskan
bahwa “PBL merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan
kondisi belajar aktif kepada siswa.”
Berdasarkan pendapat para ahli tentang definisi PBL, maka dapat disimpulkan
bahwa pendekatan PBL adalah merupakan pendekatan pembelajaran inovatif untuk
mengaktifkan belajar siswa dengan menggunakan masalah sebagai titik awal akusisi dan
integrasi pengetahuan baru sebagai tantangan siswa untuk belajar, bekerja sama dengan
kelompok dalam rangka mencari solusi masalah dalam dunia nyata sebagai integrasi
pengetahuan baru.
Karakteristik PBL menurut Rusman (2012: 232), berorientasi pada permasalahan
yang menjadi titik awal dalam pembelajaran. Permasalahan yang diangkat merupakan
permasalahan yang ada di lingkungan siswa untuk kemudian dipecahkan berdasarkan
pengetahuan serta pengalaman siswa yang didukung oleh fakta yang ada. Permasalahan
tersebut menantang pengetahuan, sikap, dan kompetensi yang dimiliki oleh siswa.
Bagaimana siswa berusaha menyelesaikan masalah berdasarkan ketiga hal yang dimiliki
masing-masing siswa tersebut untuk kemudian disatukan pemikirannya dan dipecahkan
secara kelompok. Dalam prosesnya, pemecahan masalah melibatkan berbagai sumber
belajar yang nantinya diakhiri dengan evaluasi dari informasi yang sudah didapat dari
berbagai sumber belajar tersebut agar diperoleh solusi pemecahan masalah yang paling
tepat.
Kelebihan dari penerapan PBL diungkapkan Wina Sanjaya (2006: 218) sebagai
berikut ini.
1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. 2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa. 3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana menstranfer pengetahuan untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
16
5. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, juga dapat mendorong untuk melakukan sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
6. Melalui pemecahan masalah bisa diperlihatkan bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berfikir dan sesuatu yang dimengerti oleh siswa bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku saja.
7. Pemecahan masalah dipandang lebih mengasikkan dan disukai siswa. 8. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuaan siswa untuk berfikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan pengetahuan baru. 9. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang telah mereka miliki dalam dunia nyata. 10. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. Kelemahan dari penerapan PBL diungkapkan oleh Wina Sanjaya (2006:218)
sebagai berikut ini.
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan sehingga masalah yang dipelajari sulit dipecahkan maka siswa akan merasa enggan untuk mencoba .
2. Keberhasilan pembelajaran ini membutuhkan banyak waktu. 3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha memecahkan masalah yang sedang dipelajari,
maka siswa tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Langkah-langkah Pendekatan PBL dan Model Pembelajaran TPS
Langkah-langkah penting dalam melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan
PBL, dikemukakan oleh Riyanto (2009: 288) ada 5 tahap yaitu:
1. Guru mempersiapkan dan melempar masalah kepada siswa. 2. Membentuk kelompok kecil, dalam masing-masing kelompok siswa mendiskusikan masalah
tersebut dengan memanfaatkan dan merefleksikan pengetahuan/keterampilan yang mereka miliki. Siswa juga membuat rumusan masalah dan membuat hipotesis.
3. Siswa mencari (hunting) informasi dan data yang berhubungan dengan masalah yang sudah dirumuskan.
4. Siswa berkumpul dalam kelompok untuk melaporkan data apa yang sudah diperoleh dan mendiskusikan dalam kelompok berdasarkan data-data yang diperoleh tersebut. Langkah ini diulang-ulang sampai memperoleh solusi.
5. Kegiatan diskusi penutup sebagai kegiatan akhir, apabila proses sudah memperoleh solusi yang tepat.
Sejalan dengan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Riyanto, John Dewey
dalam Sanjaya (2008: 217) mengemukakan langkah-langkah PBL adalah:
1. Merumuskan masalah, yaitu siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan. 2. Menganalisis masalah, yaitu langkah langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari
berbagai sudut pandang. 3. Hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan sesuai dengan
pengetahuan yang dimillikinya. 4. Mengumpulkan data yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang
diperlukan untuk pemecahan masalah.
17
5. Pengujian hipotesis, mengambil atau merumuskan kesimpulan dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Langkah-langkah PBL lainnya, dikemukakan oleh Sugiyanto (2010: 159-160)
sebagai berikut:
1. Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik, yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah, mendiskusikan rubrik asesmen yang akan digunakan dalam menilai kegiatan/ hasil karya siswa.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai laporan, resum, media fisik, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan teman.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan siswa dan proses-proses yang digunakan.
Berdasarkan pendapat ke tiga ahli tentang langkah-langkah PBL, maka langkah-
langkah PBL dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Menyimak penjelasan tujuan pembelajaran dari Guru
2. Siswa menerima masalah dari Guru.
3. Membentuk kelompok kecil.
4. Mendiskusikan masalah dalam kelompok kecil.
5. Membuat rumusan masalah.
6. Menganalisis masalah.
7. Membuat hipotesis.
8. Mengumpulkan informasi
9. Melaporkan data yang diperoleh
10. Pengujian hipotesis
11. Mendiskusikan solusi.
12. Merumuskan kesimpulan dan rekomendasi pemecahan masalah
13. menyajikan hasil karya
14. Merefleksi proses pemecahan masalah
18
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah pembelajaran yang melibatkan
peserta didik untuk berfikir, berdiskusi dengan pasangannya dan hasil diskusi di share kan
kepada teman-teman di kelas (Wardani Naniek Sulistya: 2016: 81). Ini berarti dalam
pelaksanaan pembelajaran dimulai dengan siswa berfikir sendiri, kemudian pendapatnya
diskusikan dengan pendapat teman secara berpasangan, yang hasilnya dishare ke teman
yang lebih banyak lagi.
Sejalan dengan Wardani Naniek Sulistya, Trianto (2010: 81) mendefinisikan
bahwa TPS adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Model pembelajaran TPS mendorong siswa untuk
berkomunikasi dengan teman.
Thobroni dan Mustofa (2011: 297) menyatakan bahwa TPS adalah alternatif
terhadap metode tradisional yang diterapkan di kelas, seperti ceramah, tanya jawab satu
arah, guru terhadap siswa merupakan suatu cara yang efektif untuk mengganti suasana
pola diskusi kelas.
Berdasarkan pendapat ke tiga para ahli tentang definisi TPS, maka model
pembelajaran TPS adalah pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk menjadi suasana
pola diskusi kelas, dengan mempengaruhi pola interaksi siswa yang melibatkan peserta
didik untuk berfikir, berdiskusi dengan pasangannya dan hasil diskusi di share kan kepada
teman-teman di kelas.
Langkah-langkah Model Pembelajaran TPS
Struktur pembelajaran TPS memiliki langkah-langkah yang ditetapkan secara
eksplisit untuk memberi peserta didik waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan
saling membantu satu sama lain. Adapun langkah-langkah pembelajaran TPS adalah
sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai. 2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru (think). 3. Siswa diminta berpasangan (Pairing) dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan
mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. 4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya Sharing
(berbagi). 5. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan
menambah materi yang belum diungkapkan para siswa. 6. Guru memberi kesimpulan. 7. Penutup (Wardani Naniek Sulistya: 2016: 81).
19
Sejalan dengan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Wardani Nanik Sulistya,
Trianto (2007: 61-62) mengemukakan langkah-langkah TPS adalah sebagai berikut:
1. Langkah Thinking (berfikir) Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berfikir.
2. Langkah Pairing (berpasangan) Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi.Biasanya guru member waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
3. Langkah Sharing (berbagi) Guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Langkah-langkah TPS lainnya, dikemukakan oleh Agus Suprijono (2010: 91)
sebagai berikut:
1. Thinking Pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh siswa. Guru memberikan kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya.
2. Pairing Pada tahap ini guru meminta siswa berpasang-pasangan. Beri kesempatan kepada pasangan-pasangan itu berdiskusi. Diharapkan diskusi dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkan melalui bertukar pikir dengan pasangannya.
3. Sharing Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi Tanya jawab yang mendorong pada pemerolehan pengetahuan secara terkait. Siswa mampu menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajari.
Langkah-langkah yang dikemukakan oleh ketiga ahli tersebut, maka langkah-
langkah TPS dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Siswa menyimak kompetensi yang akan dicapai
2. Siswa diminta untuk berfikir (think).tentang masalah yang disampaikan guru
3. Siswa diminta berpasangan (Pairing) dengan teman sebelahnya dan mengutarakan
hasil pemikiran masing-masing.
4. Mengikuti pleno kecil diskusi
5. siswa mengemukakan (sharing) hasil diskusi berpasangan
6. menyimpulkan hasil permasalahan.
20
Langkah-langkah pendekatan PBL dan model TPS dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Menyimak penjelasan tujuan pembelajaran dari Guru.
2. Siswa berfikir tentang masalah yang disampaikan guru (think).
3. Membentuk kelompok kecil secara berpasangan (Pairing).
4. Mendiskusikan rumusan masalah dengan pasangannya
5. Menganalisis masalah.
6. Membuat hipotesa.
7. Mengumpulkan informasi.
8. Diskusi kelompok untuk Sharing (berbagi) informasi.
9. Pengujian hipotesa.
10. Mendiskusikan solusi.
11. Merumuskan kesimpulan dan rekomendasi pemecahan masalah.
12. menyajikan hasil karya.
13. Merefleksi proses pemecahan masalah.
2.1.3 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu target yang ingin dicapai oleh peserta didik.
Wardani Nanik Sulistya dan Slameto (2012: 54) menyatakan bahwa hasil belajar harus
diidentifikasi melalui informasi pengukuran penguasaan materi dan aspek perilaku baik
melalui teknik tes maupun non tes. Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat
pencapaian kompetensi hasil belajar yang mendasarkan pada kompetensi dasar seperti
yang dikehendaki dalam standar proses dan dinyatakan dalam aspek perilaku yang terbagi
dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Sejalan dengan Wardani Nanik Sulistya dan Slameto, Darmansyah (2006: 13)
mengemukakan bahwa hasil belajar adalah penelitian terhadap kemampuan siswa yang
ditentukan dalam bentuk angka.
Suprijono Agus (2010: 5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap apresi dan keterampilan. Merujuk
pemikiran Gagne, hasil belajar berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi
kognitif, keterampilan motorik dan sikap.
21
Hasil belajar menurut ke tiga para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah angka yang diperoleh dari identifikasi penelitian informasi verbal hasil
pengukuran kemampuan penguasaan materi, keterampilan intelektual, strategi kognitif,
keterampilan motorik, sikap dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes.
Pencapaian kompetensi hasil belajar yang dikehendaki dalam standar proses,
dinyatakan dalam aspek perilaku terbagi dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ke
tiga ranah tersebut dinamakan taksonomi tujuan belajar (Wardani Naniek Sulistya, dkk:
2014: 111). Taksonomi tujuan belajar domain kognitif (Benyamin S. Bloom,1956) yang
disempurnakan oleh Krathwol adalah:
1. Menghafal (Remember): menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya.
2. Memahami (Understand): mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran peserta didik.
3. Mengaplikasikan (Aply): mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan dan mengimplementasikan.
4. Menganalisis (Analyze): menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis: menguraikan, mengorganisir, dan menemukan pesan tersirat.
5. Mengevaluasi (Evaluate): membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa dan mengritik.
6. Membuat (create): menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat, merencanakan, dan memproduksi (Wardani Naniek Sulistya, dkk: 2012: 111).
Rumusan tujuan belajar domain afektif dari David Krathwohl adalah:
1. Menerima kemampuan murid melihat fenomena atau stimuli: aktivitas, klas, texbook, musik; usaha menimbulkan, memelihara dan mengarahkan perhatian murid. Menerima kemampuan melihat fenomena merupakan sikap tingkat terendah.
2. Menjawab partisipasi aktif dari murid. Tidak sekedar melihat fenomena, tetapi mereaksinya termasuk di sini interes mencari dan menyenangi sesuatu.
3. Menilai: kemampuan meletakkan nilai terhadap obyek, fenomena atau tingkah laku. Penilaian dari hal sederhana sampai yang kompeks. Penilaian berdasarkan internalisasi, juga sikap dan apresiasi.
4. Organisasi: menyatukan nilai-nilai yang berbeda, memecahkan pertentangan, pembangunan sistem nilai yang konsisten. Tekanan pada perbandingan hubungan dan sintesa nilai-nilai. Meliputi juga konsep nilai filsafat hidup.
5. Karakterisasi dari nilai atau kelompok nilai; individu mengontrol tingkah lakunya hingga tercermin corak hidup tertentu. Tingkah lakunya menjadi konsisten dan prediktabel. Disini meliputi pola umum dari penyesuaian pribadi, sosial dan emosi.
22
Rumusan tujuan belajar domain psikomotor dari Norman E. Grounlund dan R.W.
de Maclay, ds adalah:
1. Persepsi: menunjukkan kepada proses kesadaran akan adanya perubahan setelah keaktifan: melihat, mendengar, menyentuh, merasakan, membau, serta gerak dari urat syaraf kita.
2. Kesiapan: menunjuk langkah lanjut setelah adanya persepsi; kemampuan dalam membedakan, memilih, menggunakan neoromuscolar yang tepat dalam membuat respon.
3. Response terpimpin: dengan persepsi dan kesiapan di atas, mengembangkan kemampuan dalam aktifitas mencatat dan membuat laporan.
4. Mekanisme: penggunaan sejumlah skill dalam aktifitas yang kompleks meliputi persepsi, kesiapan dan respon.
5. Respons yang kompleks menggunakan sikap dan pengalaman persepsi, kesiapan, respon, mekanisme, penggunaan perencanaan tes, dan pengembangan model.
Dalam pembelajaran terdapat perubahan paradigma. Perubahan paradigma itu adalah adanya perubahan filsafat pendidikan dari paradigma lama yang menekankan pada behaviouristik ke paradigma baru yang menekankan pada konstruktivistik, yang menuntut dosen untuk mendesain perkuliahan dengan merubah kurikulum dari kurikulum berbasis isi (content based curriculum) ke kurikulum berbasis kompetensi (competency based curriculum). Adanya perubahan paradigma lama yang menekankan pada perilaku (behaviouristic) yang berpola teaching-testing ke paradigma baru yang menekankan pada proses (constructivistic) yang berpola learning-continous improvement, yang tentu saja akan berimplikasi terhadap penilaian yang dilakukan, membawa konsekuensi pada desain pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam belajar (Wardani Naniek Sulistya: 2016: 79).
Penilaian pembelajaran merupakan bagian dari proses pembelajaran yang wajib
ada dan dilakukan oleh guru. Hasil belajar yang diperoleh terkait dengan istilah
pengukuran, asesmen dan evaluasi. Secara sederhana, pengukuran diartikan sebagai
kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala
atau peristiwa, atau benda (Wardani Naniek Sulistya, dkk: 2014: 48). Alat yang digunakan
untuk melakukan pengukuran disebut instrumen. Pengukuran berbeda dengan asesmen
dan penilaian.
Asesmen adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik (Wardani Naniek Sulistya, dkk: 2014: 51). Sejalan
dengan pengertian asesmen, dalam Permendikbud No 23 Tahun 2016 tentang Standar
Penilaian Pendidikan, menyebut dengan istilah penilaian adalah proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik
(Permendikbud No. 23, 2016: 2).
Evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses
23
atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM, atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma/ Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR) (Wardani Naniek Sulistya, dkk: 2014: 52).
Dalam pendekatan PAP kelulusan seseorang ditentukan oleh kriteria tertentu,
yang dalam pembelajaran selalu mengacu pada tujuan/KD dan indikator. PAP selalu
digunakan dalam sistem belajar tuntas, misalnya seseorang dikatakan telah menguasai
satu kompetensi dasar, bila peserta didik telah mampu menjawab dengan betul 80% dari
seluruh butir soal yang disusun dari satu kompetensi dasar tersebut. Dalam pendekatan
PAN kelulusan seseorang ditentukan oleh kedudukan seseorang dalam kelompok itu
(Wardani Naniek Sulistya, dkk., 2014: 124)
Tujuan penilaian hasil belajar oleh peserta didik bertujuan untuk memantau dan
mengevaluasi proses, kemajuan, belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan untuk menilai pencapaian Standar Kompetensi Lulusan untuk menilai semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu (Permendikbud_Th 2016_No 23 Tentang Standar Penilaian Pendidikan 2016: pasal 4)
Penilaian hasil belajar dilakukan pada setiap satu pembelajaran selesai, atau
dengan kata lain penilaian dilakukan setelah terlaksananya langka-langkah pembelajaran
dalam satu RPP disebut penilaian formatif.
Wardani Nanik Sulistya dan Slameto (2012: 6), membagi 5 jenis evaluasi yaitu:
1. Evaluasi formatif, yaitu sebuah evaluasi atau pengambilan penilaian yang dilakukan pada setiap akhir pokok-pokok pembelajaran untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta didik.
2. Evaluasi sumatif, yaitu pengambilan penilaian yang dilakukan pada setiap akhir program pembelajaran atau dalam satu semester seperti ulangan umum,ujian, dan ujian nasional.
3. Evaluasi diagnostik, yaitu proses penilaian yang dilakukan untuk melihat dan mencari kelemahan dan penyebab peserta didik kurang berhasil dalam pembelajaran tersebut.
4. Evaluasi penempatan (placement, yaitu proses penilaian yang digunakan untuk mengelompokkan dan menempatkan peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan.
5. Evaluasi seleksi, yaitu penilaian yang ditujukan untuk memilih atau menentukan seseorang yang dapat pada suatu kedudukan atau posisi tertentu.
Penilaian hasil belajar siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
24
23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian Pendidikan. Prinsip penilaian hasil belajar
adalah:
1. sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur; 2. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi
subjektifitas penilaian; 3. adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena kebutuhan
khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender;
4. terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran;
5. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan;
6. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau dan menilai perkembangan kemampuan peserta didik;
7. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku;
8. beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan; dan
9. akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi mekanis, prsedur,
teknik, maupun hasil. (Permenikbud no 23, 2016: 12-13)
Penilaian yang dilakukan pendidik untuk mencapai kompetensi peserta didik dan
telah ditentukan dalam KI dan KD. Ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkatan
ketercapaian kompetensi adalah indikator. Alat ukur atau instrumen yang dipergunakan
untuk mencapai indikator berupa butir soal. Kualitas butir soal dapat diketahui melalui
tingkat kesukaran butir soal, validitas dan reliabilitas butir soal. Dari hasil tes dapat
diketahui seberapa besar kompetensi yang dimiliki siswa, sehingga disinilah peran
evaluasi, yakni tindak lanjut dari skor tes yang diperoleh untuk menentukan siswa untuk
melanjutkan ke jenjang berikutnya, atau remedial. Pada prinsipnya semua siswa dilayani
sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Penilaian berkelanjutan yang didasarkan
pada KI dan KD. Hal ini berarti bahwa semua indikator harus dibuatkan butir soalnya,
kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar apa saja yang sudah
atau belum dikuasai siswa. Hal ini dijadikan dasar menentukan keputusan, melanjutkan ke
jenjang berikutnya, atau remedial.
Penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar meliputi aspek sikap;
pengetahuan; dan keterampilan (Permendikbud, 2016:3). Penilaian sikap merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk memperoleh informasi deskriptif mengenai
perilaku peserta didik. Penilaian pengetahuan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
25
mengukur penguasaan pengetahuan peserta didik. Penilaian keterampilan merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk mengukur kemampuan peserta didik menerapkan
pengetahuan dalam melakukan tugas tertentu.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan dalam bentuk ulangan,
pengamatan, penugasan perseorangan atau kelompok, dan/atau bentuk lain yang
diperlukan (Permendikbud No 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan, 2016:
5).
Teknik pengukuran terdiri dari 2 yaitu tes dan non tes. Suryanto Adi, dkk., 2009
dalam Wardani Naniek Sulistya (2012, 2.5) mendefinisikan tes, adalah seperangkat
pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau
sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban
atau ketentuan yang dianggap benar. Instrumen tes dapat berbentuk tes tertulis, tes lisan,
dan penugasan.
Teknik non tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban
benar atau salah. Instrumen non-tes dapat berbentuk observasi/pengamatan praktik,
produk, proyek, portofolio, unjuk kerja, laporan ujian praktik, dan portofolio.
Tes Dilihat dari jawaban peserta didik yang dituntut dalam menjawab atau
memecahkan persoalan yang dihadapinya, maka tes hasil belajar dapat dibagi menjadi 3
jenis yakni tes lisan (oral test), tes tertulis (written test), dan tes tindakan atau perbuatan
(performance test) (Wardani NS dan Slameto: 2012:11). Arifin Zaenal (2009: 165)
mengemukakan teknis tes memiliki beberapa bagian yaitu:
1. Tes bentuk uraian Bentuk uraian dapat digunakan untuk mengukur kegiatan-kegiatan belajar yang sulit diukur oleh bentuk objektif. Disebut bentuk uraian karena, menuntut peserta didik untuk menguraikan, mengorganisasikan, dan menyatakan jawaban dengan kata-katanya sendiri dalam bentuk teknik dan gaya yang berbeda satu dengan yang lainnya.
2. Tes bentuk objektif Tes ini jawabannya benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0 disebut tes objektif karena penilaiannya objektif.Tes objektif terdiri dari atas beberapa bentuk yaitu benar-salah, pilihan ganda, menjodohkan dan melengkapi atau jawaban singkat.
3. Tes lisan Tes menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan.
4. Tes perbuatan Tes yang menuntut jawaban peserta didik dalam bentuk perilaku, tindakan atau perbuatan.
26
Teknik nontes sangat penting dalam mengases peserta didik pada ranah afektif
dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif.
Ada beberapa macam teknik nontes, beberapa di antaranya seperti observasi/pengamatan
produk, proyek, portofolio, unjuk kerja, laporan ujian praktik, dan portofolio unjuk kerja
(performance), penugasan (proyek), secara singkat dibahas pada uraian berikut ini.
Observasi untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-
fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Unjuk kerja adalah suatu
pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan
sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca
puisi, dan berdiskusi; kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam
kelompok; partisipasi peserta didik dalam diskusi; ketrampilan menari; ketrampilan
memainkan alat musik; kemampuan berolah raga; ketrampilan menggunakan peralatan
laboratorium; bernyanyi, dan ketrampilan mengoperasikan suatu alat. Laporan adalah
penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan yang diberikan seperti laporan
diskusi. Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan
informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode
tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran
yang dianggap terbaik oleh peserta didik, pekerjaan-pekerjaan yang sedang dilakukan,
beberapa contoh tes yang telah selesai dilakukan, berbagai keterangan yang diperoleh
peserta didik, keselarasan antara pembelajaran dan tujuan spesifik yang telah dirumuskan,
contoh-contoh hasil pekerjaannya sehari-hari, evaluasi diri terhadap perkembangan
pembelajaran dan hasil observasi guru.
Jadi hasil belajar merupakan besarnya angka yang diperoleh dari pengukuran
sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diukur melalui proses belajar dan hasil
pembelajaran berdasarkan KKM.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai pendekatan Problem Based Learning ini bukanlah penelitian
yang pertama kali melainkan sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
27
Penelitian yang telah dilakukan Sri Sukaptiyah dengan judul Peningkatan Hasil
Belajar PKn Melalui Model Problem Based Learning pada siswa kelas VI SD Negeri 1
Mongkrong, Wonosegoro. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar PKn
melalui metode Problem Based Learning pada siswa kelas VI SD Negeri Mongkrong,
Wonosegoro semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. Kelebihan dari penelitan ini adalah
dapat meningkatkan persentase hasil belajar PKn berdasarkan ketuntasan belajar siswa
setelah dilakukan perbaikan pembelajaran dengan tindakan berupa pendekatan PBL yaitu
ketuntasan belajar siswa dicapai siswa dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan,
yaitu dari 8 siswa (72,7%) yang mendapat nilai tuntas menjadi 11 siswa (100%). Terjadi
peningkatan sebanyak 3 siswa (27,3%) dan nilai rata-rata kelas dari 77,8 menjadi 83, 5
meningkat sebesar 5,7. Namun masih ada kekuranganya yaitu penelitian tidak melakukan
penilaian terhadap keterampilan dan sikap siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan
PBL. Solusinya adalah dalam penelitian ini harus melakukan penilaian hasil belajar melalui
ranah afektif, konitif, dan psikomotorik yang berupa tes dan lembar observasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Rismaerista Rini dengan judul Peningkatan
Keterampilan Proses Saintifik dan Hasil Belajar Siswa Kelas 4 SDN Slungkep 02 Tema
Peduli Terhadap Makhluk Hidup Menggunakan Model Based Learning Tahun Pelajaran
2014/2015. Kelebihan dengan menerapkan PBL adalah dapat meningkatkan keterampilan
proses saintifik dan hasil belajar siswa ditunjukkan pada aktifitas mengajar guru pada
siklus I mencapai kategori baik (83), dan siklus II dengan kategori baik (90). Aktivitas
belajar siswa pada siklus I mencapai kategori cukup baik (79) dan siklus II dengan kategori
baik sekali (91). Peningkatan keterampilan proses saintifik siklus I dengan kategori tinggi
(71,6%) dan siklus II berada pada kategori sangat baik (83%). Hasil belajar muatan bahas
a Indonesia meningkat menjadi 78 pada siklus I dan 84 pada siklus II dengan ketuntasan
pada kategori tinggi (74%) dan sangat tinggi (83%). Hasil belajar Matematika meningkat
pada siklus I menjadi 77 dan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (74%). Pada siklus II
hasil belajar menjadi 79 dengan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (78%). Hasil
belajar IPA pada siklus I meningkat menjadi 77 dengan ketuntasan belajar pada kategori
tinggi (70%) dan siklus II sebesar 86 dengan ketuntasan belajar pada kategori sangat
tinggi (87%). Kekurangan dari penelitian ini adalah hanya meneliti meningkatan skor hasil
belajar Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA, sedangkan dalam proses pembelajaran
28
dengan model PBL tidak dilakukan pengukuran. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian
dari aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik.
Penelitian yang ditulis oleh Sri Giarti yang berjudul Peningkatan Keterampilan
Proses Pemecahan Masalah dan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model PBL
Terintegrasi Penilaian Autetik Pada Siswa Kelas VI SDN 2 Bengle, Wonosegoro Tahun
Pelajaran 2014/2015. Kelebihan dari hasil penelitian menunjukkan temuan bahwa model
PBL terintegrasi penilaian autentik dapat: a) meningkatkan keterampilan proses
pemecahan masalah matematika siswa kelas VI SDN 2 Bengle, Wonosegoro Boyolali.
Persentase kenaikan keterampilan pemecahan masalah matematika sebesar 28,54%
untuk siklus 1 dan 35, 46% untuk siklus 2. b) meningkatkan persentase jumlah siswa yang
mencapai ketuntasan belajar minimal (KKM) berikut: pada kondisi awal, presentase
pencapaian KKM sebesar 30,77%(4 siswa), pada siklus 1 persentase meningkat menjadi
53,84%(7 siswa), dan pada siklus 2 persentase jumlah siswa yang mencapai KKM
meningkat menjadi 84,61%(11 siswa). Kekurangan penelitian ini yaitu penelitian tidak
melakukan penilaian terhadap aspek afektif akan tetapi hanya melakukan penilaian dalam
aspek kognitif dan psikomotorik. Akan lebih meningkat lagi jika menggunakan penilaian
ketiga aspek yaitu aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Rekapitulasi hasil kajian penelitian yang relevan disajikan melalui tabel 2.3 berikut
ini.
29
Tabel 2.3 Rekapitulasi Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Nama Tahun Penelitian
Jenis Penelitian
Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1 2 Kelebihan kelemahan
Sri Sukaptiyah 2014 PTK Model PBL Hasil belajar PKn
Adanya peningkatan hasil belajar PKn yang sangat tinggi yaitu 100%
Penulisan judul tidak disertai tahun pelajaran dan semester serta penilaiannya hanya mencakup aspek kognitif saja
Rismaerista Rini
2014 PTK Model PBL Keterampilan dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA
Adanya peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA yang sangat signifikan
Tidak dilakukan pengukuran dalam aspek afektif
Sri Giarti 2014 PTK Model PBL terintegrasi penilaian autentik
Keterampilan dan hasil belajar Matematika
Adanya peningkatan hasil belajar matematika
Peningkatan hasil belajar siswa belum maksimal dan perlu pengukuran dalam aspek afektif
Dari beberapa hasil penelitian di atas, nampak terdapat peningkatan hasil belajar IPA siswa,
setelah menggunakan pendekatan PBL.
2.3 Kerangka Berfikir
Pembelajaran yang telah berlangsung adalah pembelajaran konvensional.
Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran dari waktu ke waktu monoton saja yakni
menggunakan metode pembelajaran ceramah dan tanya jawab. Desain pembelajaran
yang berbasis pada model pembelajaran tertentu belum pernah dilakukan, sehingga hasil
30
belajar IPS belum mencapai optimal. Hasil belajar hanya mendasarkan hasil tes yang
merupakan aspek kognitif.
Pembelajaran dapat mencapai optimal apabila ada desain pembelajaran dan
pengukuran hasil belajar yang utuh meliputi aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Oleh karena itu, pembelajaran IPS didesain dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran PBL dan model pembelajaran TPS, dengan pengukuran aspek kognitif dan
aspek ketrampilan.
Model pembelajaran IPS dengan pendekatan PBL dan model TPS merupakan
pendekatan pembelajaran IPS inovatif dan kooperatif yang dirancang untuk menciptakan
suasana diskusi kelas dengan mempengaruhi pola interaksi siswa yang melibatkan
keaktifan siswa, untuk belajar berfikir memecahkan masalah nyata, berdiskusi dengan
pasangannya, bekerja sama dan berkelompok agar dapat mengintegrasikan pengetahuan
baru kemudian hasil diskusi di share kan ke teman-teman sekelas.
Kompetensi yang akan dicapai dalam pendekatan PBL dan model TPS adalah KD
3.1 Mengidentifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk
kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai provinsi; KD 4.1 Menyajikan
hasil identifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk
kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi; KD 3.2
Mengidentifikasi keragaman sosial, ekonomi, budaya, etnis, dan agama diprovinsi
setempat sebagai identitas bangsa Indonesia; serta hubungannya dengan karakteristik
ruang dan KD 4.2 Menyajikan hasil identifikasi mengenal keragaman sosial, ekonomi,
budaya, etnis, dan agama di provinsi setempat sebagai identitas bangsa Indonesia; serta
hubungannya dengan karakteristik ruang.
Pelaksanaan implementasi pendekatan PBL dan model TPS menggunakan
langkah-langkah yang sudah disederhanakan sebagai berikut:
1. Berfikir (think) tentang karakteristik ruang dan pemanfaatan SDA
2. Mengidentifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan SDA
3. Mendiskusikan rumusan masalah SDA dan pemanfaatannya dengan pasangannya
(Pairing).
4. Mengumpulkan informasi SDA dan pemanfaatan.
5. Diskusi kelompok untuk sharing (berbagi) identifikasi SDA dan solusi SDA
31
6. Menyajikan laporan hasil identifikasi SDA dan solusi SDA
Hasil belajar IPS dengan pendekatan PBL dan model pembelajaran TPS adalah
besarnya angka yang diperoleh dari pengukuran sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang diukur melalui proses pembelajaran dan hasil pembelajaran berdasarkan KKM.
Sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai meliputi keterampilan dan pengetahuan,
maka hasil belajar IPS dengan pendekatan PBL dan model pembelajaran TPS adalah
besarnya angka yang diperoleh dari pengukuran pengetahuan (analisis) dan keterampilan
(menyajikan laporan).
Pengukuran terhadap hasil belajar dilakukan dengan menggunakan teknik tes dan
non tes. Instrumen teknik tes adalah butir soal, dan instrumen observasi adalah lembar
observasi yang dilengkapi dengan rubrik pengukuran psikomotor.
Kerangka berpikir dalam penelitian ini, secara rinci di gambar melalui gambar 2.1
skema berfikir peningkatan hasil belajar IPS melalui pendekatan PBL dan model TPS
sebagai berikut:
7
Pembelajaran Konvensional
KD 3.1 Mengidentifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan SDA untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi dan KD 4.1 Menyajikan hasil identifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan SDA untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi.
Pendekatan PBL dan model TPS
1. Berfikir karakteristik ruang dan pemanfaatan SDA
2. Mengidentifikasi karakteristik ruang dan pemanfaatan SDA
3. Mendiskusikan rumusan masalah SDA dan pemanfaatannya dengan pasangannya (Pairing).
5. Diskusi kelompok sharing identifikasi SDA dan solusi SDA
6. Menyajikan laporan hasil identifikasi SDA dan solusi SDA
Hasil belajar belum optimal
Pengukuran
Butir Soal
Gambar 2.1
Skema Peningkatan Hasil Belajar IPS melalui Pendekatan PBL dan Model TPS
Rubrik Penilaian Keterampilan: Laporan
Skor Kognitif
Skor
Psikomotori
Hasil belajar
4. Mengumpulkan informasi SDA dan pemanfaatannya.
32
7
2.4 Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan yang dirumuskan adalah:
1. Peningkatan hasil belajar IPS dengan KD 3.1 Mengidentifikasi karakteristik ruang dan
pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat
kota/kabupaten sampai tingkat provinsi diduga dapat diupayakan melalui pendekatan
PBL dan model pembelajaran TPS siswa kelas 4 SDN Sidoluhur 02 Jaken Pati
semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.
2. Peningkatan hasil belajar IPS dengan KD 4.1 menyajikan hasil identifikasi karakteristik
ruang dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari
tingkat kota/kabupaten sampai tingkat provinsi diduga dapat diupayakan melalui
pendekatan PBL dan model pembelajaran TPS siswa kelas 4 SDN Sidoluhur 02 Jaken
Pati semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.
3. Peningkatan hasil belajar IPS dengan KD 3.2 mengidentifikasi keragaman sosial,
ekonomi, budaya, etnis dan agama diprovinsi setempat sebagai identitas bangsa
Indonesia; serta hubungannya dengan karakteristik ruang diduga dapat diupayakan
melalui pendekatan PBL dan model pembelajaran TPS siswa kelas 4 SDN Sidoluhur 02
Jaken Pati semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.
4. Peningkatan hasil belajar IPS dengan KD 4.2 Menyajikan hasil identifikasi mengenai
keragaman sosial, ekonomi, budaya, etnis, dan agama di provinsi setempat sebagai
identitas bangsa Indonesia; serta hubungannya dengan karakteristik ruang diduga
dapat diupayakan melalui pendekatan PBL dan model pembelajaran TPS siswa kelas 4
SDN Sidoluhur 02 Jaken Pati semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.
33