Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Sulawesi Barat
Mei - 2016
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
iii
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Spesialis Asesmen, Kajian, dan Data
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat
Jl. Andi P. Pettarani No.1, Mamuju
Sulawesi Barat 91511, Indonesia
Telepon: 0426 - 22192, Faksimili: 0426 - 21656
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
iv
KATA PENGANTAR
Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) disusun dan
disajikan secara triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat, mencakup
aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses
keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat,
serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah di samping bertujuan untuk memberikan
masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, stabilitas sistem
keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan dapat menjadi salah satu
referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan
Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai advisor dan strategic
partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data dan informasi yang sudah tersedia dari
berbagai institusi, serta melalui survei dan liaison. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran
maupun penyediaan data dan informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Harapan kami,
hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang
akan datang. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan
laporan yang lebih baik ke depan.
Mamuju, Mei 2016
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI BARAT
ttd
Asep Budi Brata
Deputi Direktur
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
v
VISI BANK INDONESIA
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui
penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah
dan nilai tukar yang stabil.
VISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank
Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.
MISI BANK INDONESIA
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta
mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung
alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem
keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan
nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang
menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan
tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas
yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS
Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan
pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity
– Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI 1
TABEL 3
GRAFIK 4
BOKS 6
Ringkasan Eksekutif 7
Tabel Indikator Ekonomi 11
Grafik Indikator 13
1. Perkembangan Ekonomi 15
1.1 Perkembangan Ekonomi Secara Umum 16
1.2 Sisi Pengeluaran 18
1.3 Sisi Lapangan Usaha 23
2. Inflasi 30
2.1 Inflasi Secara Umum 31
2.2 Inflasi Bulanan 32
2.3 Inflasi Dari Sisi Penawaran 34
2.4 Inflasi Dari Sisi Permintaan 35
2.5 Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas 36
2.6 Disagregasi Inflasi 39
3. Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran 47
3.1 Kondisi Umum Perbankan Sulawesi Barat 48
3.2 Perkembangan Jaringan Kantor 50
3.3 Dana Pihak Ketiga (DPK) 51
3.4 Realisasi Penyaluran Kredit 52
3.5 Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) 54
4. Keuangan Daerah 59
4.1 Struktur Anggaran 60
4.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi Sulawesi Barat 60
4.2.1 Pendapatan 60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
2
4.2.2 Belanja Pemerintah 62
4.2.3 Rasio antara Pendapatan dan Belanja 64
5. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 66
5.1 Ketenagakerjaan 67
5.2 Pengangguran 70
5.3 Nilai Tukar Petani 70
5.4 Tingkat Kemiskinan 72
6. Prospek Perekonomian 75
6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi 76
6.2 Prospek Inflasi 78
LAMPIRAN 82
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
3
TABEL
Tabel 1. PDRB Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran 18
Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran 18
Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dari Sisi Lapangan Usaha 24
Tabel 4. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi/ Deflasi Secara Bulanan 34
Tabel 5. Inflasi Kelompok Makanan 38
Tabel 6. Inflasi Kelompok Makanan Jadi 38
Tabel 7. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 39
Tabel 8. Inflasi Kelompok Sandang 39
Tabel 9. Inflasi Kelompok Kesehatan 39
Tabel 10. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 39
Tabel 11. Pergerakan Inflasi Saat Kenaikan BBM 43
Tabel 12. Pergerakan Inflasi Saat Penurunan BBM 43
Tabel 13. Jumlah Kantor Bank di Sulawesi Barat 51
Tabel 14. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) 62
Tabel 15. Realisasi Belanja Sulawesi Barat 64
Tabel 16. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (ribu orang) 67
Tabel 17. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama 68
Tabel 18. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan 69
Tabel 19. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan yang
Ditamatkan 70
Tabel 20. NTP Setiap Sub Sektor 72
Tabel 21. Prospek Ekonomi Sulawesi Barat di 2016 80
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
4
GRAFIK
Grafik 1. Perkembangan PDRB Sulawesi Barat 17
Grafik 2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Berdasarkan Kelompok Pengeluaran 17
Grafik 3. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Berdasarkan Lapangan Usaha 17
Grafik 4. Pertumbuhan Penjualan Mobil Sulawesi Barat 20
Grafik 5. Penyaluran Kredit Konsumsi 20
Grafik 6. Penyaluran Kredit Investasi 21
Grafik 7. Investasi Bangunan 22
Grafik 8. Realisasi Pengadaan Semen 22
Grafik 9. Perkembangan Harga CPO 23
Grafik 10. Perkembangan Kredit Pertanian 25
Grafik 11. Nilai Tukar Petani 25
Grafik 12. Industri Mikro dan Kecil 27
Grafik 13. Penyaluran Kredit Konstruksi 28
Grafik 14. Perkembangan Inflasi dan Kelompok Pembentuknya 37
Grafik 15. Inflasi Bulanan Komponen Disagregasi 40
Grafik 16. Inflasi Tahunan Komponen Disagregasi 40
Grafik 17. Perubahan Harga BBM Subsidi vs Inflasi 43
Grafik 18. Pertumbuhan NTB Bank dan Komponen Penerimaan 50
Grafik 19. NTB Bank (Nominal) dan Komponen Penerimaan 50
Grafik 20. Perkembangan DPK Perbankan Umum di Sulawesi Barat (yoy) 52
Grafik 21. Pertumbuhan tahunan DPK Perbankan Umum di Sulawesi Barat (yoy) 52
Grafik 22. Perkembangan Kredit Perbankan 53
Grafik 23.Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Lapangan Usaha 53
Grafik 24. Pertumbuhan Kredit Konsumsi 54
Grafik 25. Pertumbuhan Kredit investasi 54
Grafik 26. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja 54
Grafik 27. Realisasi Keuangan Pemerintah di Sulawesi Barat Triwulan I 2016 60
Grafik 28. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi barat 61
Grafik 29. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat 61
Grafik 30. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya 71
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
5
Grafik 31. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat 73
Grafik 32. Prospek Pertumbuhan Ekonomi 76
Grafik 33. Perkembangan Harga CPO 78
Grafik 34. Prospek Perkembangan Inflasi 79
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
6
BOKS
1. Perubahan Harga BBM, Berdampakkah Kepada Inflasi? 42
2. Meningkatkan Koordinasi Dan Komunikasi, Mengawal Pengendalian Inflasi Menjelang
Ramadhan Dan Idul Fitri 2016 44
3. BI Sulbar Menggalakkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) 56
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
7
Ringkasan Eksekutif
Perkembangan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi
Sulbar di triwulan I 2016
mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan
sebelumnya
Perekonomian Sulawesi Barat triwulan I 2016 melambat
dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Perekonomian
Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar 6,14% (yoy)
dimana pertumbuhan ini melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 8,72% (yoy). Konsumsi pemerintah
mengalami kontraksi sebesar 16,04% (yoy) sehingga pangsa
konsumsi pemerintah menjadi hanya 8,9% dari total PDRB
Sulawesi Barat. Neraca perdagangan Sulawesi Barat pada
triwulan I 2016 mengalami surplus sebesar Rp453,64 miliar
sehingga mengalami peningkatan sebesar 81,49% (yoy). Dari sisi
lapangan usaha, perlambatan ekonomi bersumber dari sektor
pertanian dan pemerintahan. Secara keseluruhan, hanya 3
lapangan usaha yang mengalami perlambatan dibandingkan
triwulan sebelumnya yaitu pertanian, kehutanan, dan
perikanan, administrasi pemerintahan, pertahanan, dan
jaminan sosial wajib, dan transportasi dan pergudangan.
Sementara sektor lainnya mengalami peningkatan.
Inflasi
Selama triwulan I 2016,
Sulawesi Barat mengalami
deflasi (mtm) tiga bulan
berturut-turut yang
didukung deflasi pada
komponen administered
price dan volatile food
Tekanan inflasi Sulawesi Barat di triwulan I 2016 cenderung
rendah akibat penurunan harga BBM dan memasuki
musim panen. Inflasi bulanan selama triwulan I rata-rata
mencapai -0,15%, lebih rendah dari rata-rata inflasi pada
periode yang selama 5 tahun terakhir yang mencapai 0,33%.
Inflasi Sulawesi Barat tercatat menurun pada triwulan laporan
dibandingkan triwulan yang sama pada triwulan sebelumnya.
Inflasi pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 5,19% (yoy) jauh
lebih rendah dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 6,68% (yoy).
Terjaganya tingkat inflasi tahunan tersebut dipengarui oleh
menurunnya tekanan inflasi pada komponen administered price
dan core, antara lain turunnya tarif listrik dan tarif angkutan
udara di komponen administered price dan deflasi yang terjadi
pada beberapa jenis ikan di kelompok core. Berdasarkan
disagregasi inflasi, peningkatan inflasi tahunan pada triwulan
laporan terutama berasal dari kelompok volatile food yaitu
sebesar 11,03% (yoy). Kelompok lainnya yaitu core dan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
8
administered price (AP) secara tahunan mengalami inflasi pada
triwulan laporan yang tercatat masing-masing sebesar 4,27%
(yoy) dan -1,67% (yoy).
Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran
Aset mengalami
peningkatan, DPK tumbuh
melambat, dan kinerja
kredit modal kerja yang
menggembirakan
Kinerja perbankan pada triwulan I 2016 menunjukkan
pertumbuhan positif. Secara tahunan, aset perbankan
Sulawesi Barat tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
pada triwulan I 2015. Jumlah aset perbankan pada triwulan I
2016 sebesar Rp5,30 triliun, tumbuh 11,64% (yoy). Peningkatan
kinerja diikuti dengan pertumbuhan output dan provisi
perbankan. Pertumbuhan DPK tumbuh 1,61% (yoy) melambat
dibandingkan triwulan I 2015. Kredit meningkat 6,37% (yoy),
dimotori oleh kredit modal kerja sebesar 18,75% (yoy).
Membaiknya kinerja perbankan berimbas positif terhadap Nilai
Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh perbankan di
Sulawesi Barat.
Perputaran transaksi kliring mengalami penurunan pada
triwulan laporan. Transaksi kliring yang sebelumnya di
Desember 2015 mengalami peningkatan yang signifikan
sebesar 384%, memasuki triwulan I tahun 2016 mengalami
penurunan yang tajam sebesar 322% dengan jumlah sebesar
64% saja di awal bulan triwulan berjalan.
Keuangan Daerah
Realisasi anggaran
pemerintah daerah
tergolong rendah
Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah daerah
menyentuh titik terendah dalam 3 tahun terakhir. Realisasi
pendapatan daerah sampai dengan triwulan I 2016 hanya
mencapai 15,87% sedangkan realisasi belanja daerah hanya
mencapai 5,46%. Upaya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) belum
mengalami perkembangan berarti, di tahun 2016 ditargetkan
meningkat sebesar 16,25% (yoy) menjadi Rp278,77 miliar.
Sementara itu, Realisasi belanja operasional relatif rendah,
sebesar 10,59% atau senilai Rp117,42 milar, mengalami
peningkatan sebesar 21,71% (yoy). Rendahnya penyerapan
anggaran di triwulan I 2016 disinyalir akibat belum
terealisasinya hasil tender untuk pelaksanaan pembangunan, di
samping itu pula diperkirakan terdapat rencana relokasi
anggaran sehubungan dengan pelaksanaan pilkada langsung
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
9
untuk pemilihan Gubernur yang akan dilakukan pada bulan
Februari 2017.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Tingkat pengangguran
Sulawesi Barat periode
Februari 2016 mengalami
peningkatan
Angkatan kerja Sulawesi Barat pada Februari 2016
menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Meskipun jumlah usia produktif meningkat.
Sejalan dengan perlambatan perekonomian daerah di triwulan
laporan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, tingkat
pengangguran Sulawesi barat per Februari 2015 menunjukkan
peningkatan sebesar 2,72% dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu. Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Barat
masih didominasi di sektor pertanian sesuai dengan sumber
utama perekonomian daerah.
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan mengalami
sedikit penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Meskipun NTP sedikit mengalami penurunan dari 106,16 pada
triwulan IV 2015 menjadi 106,07 pada triwulan I 2016,
pertumbuhan NTP pada triwulan I 2016 mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada periode
laporan, NTP meningkat 3,76% (yoy) atau lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,77% (yoy).
Tren pertumbuhan NTP yang meningkat mengindikasikan
kesejahteraan petani yang semakin baik.
Prospek Perekonomian
Perekonomian akan
membaik di tahun 2016
dengan tingkat inflasi
yang terkendali
Ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2016 diperkirakan
kinerjanya membaik dan akan tumbuh pada kisaran 6,5%-
9%. Peningkatan ekonomi diperkirakan bersumber dari
pertanian dan industri dimana musim panen yang masih akan
terjadi dan kenaikan harga komoditas global seiring perbaikan
ekonomi Tiongkok. Secara umum, perekonomian Sulawesi
barat akan lebih baik dibandingkan dengan tahun 2015. Hal ini
disebabkan industri yang ada di Sulawesi Barat akan mendapat
sentimen positif paska perbaikan harga CPO dan biaya
operasional yang relatif lebih rendah akibat rendahnya harga
BBM.
Tekanan inflasi selama 2016 relatif lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya. Rendahnya harga BBM
menjadi faktor utama inflasi di Sulawesi Barat dan diperkirakan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
10
akan bergerak dalam level sesuai target nasional 4%±1%. Harga
BBM menjadi penggerak utama inflasi di Sulawesi Barat yang
banyak mengandalkan transportasi darat dalam
mendistribusikan barang dari produsen ke konsumen.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
11
Tabel Indikator Ekonomi PDRB & Inflasi
2016
I II III IV I II III IV I
MAKRO
- Sulawesi Selatan 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95 118.55 121.06 122.13 123.62
- Sulawesi Utara 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13 119.91 121.26 125.20 123.92
- Gorontalo 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96 115.98 117.72 120.22 120.50
- Papua 113.54 112.66 114.05 121.17 121.30 121.90 122.10 125.51 125.86
- Papua Barat 108.41 109.26 113.93 115.18 116.00 118.27 120.89 121.33 122.41
- Maluku 110.38 111.97 112.31 115.86 120.40 121.88 121.46 122.98 123.07
- Sulawesi Tengah 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34 120.46 121.29 125.22 124.42
- Sulawesi Tenggara 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43 117.84 119.81 120.34 121.96
- Sulawesi Barat 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65 119.84 122.78 122.23
- Maluku Utara 112.16 114.28 117.01 122.30 121.04 123.67 124.73 127.83 127.64
- Sulawesi Selatan 5.88 5.92 3.72 8.61 7.14 8.06 8.36 4.48 5.70
- Sulawesi Utara 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34 5.56 4.90
- Gorontalo 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28 6.09 7.39 4.30 5.74
- Papua 9.57 7.40 4.51 9.11 6.83 8.20 7.06 3.59 3.76
- Papua Barat 5.77 5.27 5.32 6.56 7.00 8.25 6.11 5.34 5.53
- Maluku 8.95 8.85 2.79 7.19 9.08 8.85 8.14 6.15 2.21
- Sulawesi Tengah 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28 6.00 5.36 4.17 6.03
- Sulawesi Tenggara 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81 7.35 7.25 2.27 4.75
- Sulawesi Barat 6 .24 6 .65 4 .46 7 .89 6 .68 7 .59 6 .49 5 .07 5 .19
- Maluku Utara 8.80 9.75 5.40 9.35 7.92 8.22 6.60 4.52 5.45
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,393 2,615 2,533 2,212 2,475 2,779 2,611 2,478 2,535
Pertambangan dan Penggalian 110 119 126 162 123 133 143 159 133
Industri Pengolahan 548 630 728 767 657 733 734 842 725
Pengadaan Listrik, Gas 3 4 4 4 3 4 4 4 4
Pengadaan Air 10 9 10 10 10 10 11 11 11
Konstruksi 430 390 452 578 431 453 508 621 476
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 600 604 628 629 606 647 661 648 640
Transportasi dan Pergudangan 91 94 103 106 98 102 109 114 98
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 14 15 15 16 14 15 16 17 16
Informasi dan Komunikasi 242 252 269 275 269 272 292 318 314
Jasa Keuangan 116 120 120 123 119 117 135 138 138
Real Estate 169 171 173 174 175 179 182 185 187
Jasa Perusahaan 5 5 5 6 6 6 6 6 6
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 453 423 496 624 478 479 591 686 488
Jasa Pendidikan 286 285 323 386 310 311 357 384 345
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 109 112 123 139 121 121 131 139 137
Jasa lainnya 109 111 118 116 114 118 129 127 123
1. Konsumsi 3,831 4,001 4,209 4,700 3,875 4,304 4,515 5,034 3,950
2. Investasi 1,784 1,842 1,790 1,547 1,882 1,882 1,710 1,842 1,972
3. Ekspor 315.34 527.03 608.10 1,082.31 3,528 3,756 957 1,053 454
4. Impor 1.68 2.18 3.54 2.16 3,201 3,516 3 2 2
5,689 5,960 6,225 6,327 6,007 6,480 6,619 6,878 6,376
7.10% 6.25% 10.54% 10.90% 6,02% 8.40% 6.33% 8.72% 6.14%
Sumber : BPS
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Mil iar) Tahun Dasar 2010 &
SNA 2008
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Mil iar)
Total PDRB (Rp Mil iar)
Pertumbuhan PDRB (%, yoy)
2014
Indeks Harga Konsumen
2015INDIKATO R
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
12
Perbankan
2016
I II III IV I II III IV I
Total Aset (Rp Juta) 4,416,808 4,551,845 4,666,789 4,792,403 4,745,263 5,008,231 5,086,078 5,135,451 5,297,774
2,789,405 3,034,975 3,153,958 2,916,043 3,170,617 3,508,331 4,281,964 3,809,991 3,593,161
Giro 822,227 914,268 981,369 504,877 860,278 972,388 1,176,196 511,422 1,414,755
Tabungan 1,789,238 1,815,013 1,854,824 2,189,909 1,819,076 1,901,972 2,352,920 2,944,344 2,102,546
Deposito 177,941 305,694 317,766 221,257 491,263 633,970 752,848 354,225 352,152
3,965,668 4,117,600 4,208,431 4,280,052 4,222,308 4,379,705 6,237,679 6,530,827 6,207,612
- Modal Kerja 1,359,152 1,447,789 1,465,940 1,469,731 1,388,287 21,906 1,874,511 1,980,873 2,073,405
- Investasi 425,897 373,157 394,005 410,852 432,465 13,597 938,814 1,090,076 820,302
- Konsumsi 2,180,619 2,296,654 2,348,486 2,399,469 2,401,556 156,062 3,424,622 3,459,877 3,314,025
142.17% 135.67% 133.43% 146.78% 133.17% 124.84% 145.67% 171.41% 172.76%
3,965,668 4,117,600 4,208,431 4,280,052 4,222,308 4,379,705 6,237,679 6,530,827 6,207,612
- Pertanian 228,883 224,084 241,339 254,470 250,665 271,298 616,838 664,550 486,853
- Pertambangan 1,975 1,912 2,775 2,387 3,082 3,039 3,683 4,217 3,987
- Industri pengolahan 37,125 43,340 43,714 46,850 48,899 52,963 151,956 158,215 84,756
- Listrik, Gas, dan Air 863 2,919 3,104 1,511 1,183 1,603 2,328 5,106 1,995
- Konstruksi 47,810 41,366 44,163 41,843 34,662 29,460 108,005 118,857 117,763
- Perdagangan 1,280,494 1,338,361 1,365,453 1,372,922 1,322,619 1,397,211 1,695,633 1,859,941 1,925,920
- Pengangkutan 7,533 9,014 9,624 10,979 10,110 11,104 27,586 32,144 32,156
- Jasa Dunia Usaha 55,480 58,238 43,237 42,353 41,597 42,508 60,521 67,305 66,637
- Jasa Sosial Masyarakat 124,886 83,892 106,536 107,268 107,936 116,487 146,507 160,474 173,520
- Lain-lain 2,180,619 2,314,473 2,348,486 2,399,469 2,401,556 2,454,032 3,424,622 3,460,018 3,314,025
4.68% 4.59% 4.43% 3.43% 3.88% 3.12% 2.17% 1.61% 1.52%
Kredit - Lokasi Bank (Rp Juta)
INDIKATOR
BANK UMUM
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Juta)
LDR
2015
NPL Total gross - Lokasi Bank (%)
Kredit - Lokasi Bank (Rp Juta)
2014
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
13
Grafik Indikator
Rasio Perekonomian Pertumbuhan Ekonomi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Pertumbuhan Ekonomi Pengeluaran
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Inflasi Tingkat Pengangguran
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
14
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
15
1. Perkembangan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan I
2016 mencapai 6,14% (yoy) lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,72% (yoy).
Perlambatan pada triwulan ini disebabkan rendahnya
realisasi penyerapan anggaran pemerintah daerah.
Selain itu, pergeseran musim tanam menyebabkan
produksi pertanian belum optimal di triwulan I 2016.
Meskipun secara umum melambat, perkembangan di
beberapa sektor cukup menggembirakan seperti
industri pengolahan dan konstruksi yang tumbuh
masing-masing 10,37% (yoy) dan 10,47% (yoy).
Bab 01 PERKEMBANGAN EKONOMI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
16
1.1 Perkembangan Ekonomi Secara Umum
Perekonomian Sulawesi Barat triwulan I 2016 melambat dibandingkan dengan triwulan
IV 2015. Perekonomian Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar 6,14% (yoy)
dimana pertumbuhan ini melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,72%
(yoy). Pelemahan di awal tahun 2016 mirip dengan apa yang terjadi pada triwulan yang sama
pada tahun 2015 dimana pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat mencapai 5,59% (yoy). Jika
dibandingkan dengan ekonomi nasional, meskipun berfluktuasi namun pertumbuhannya
masih lebih tinggi. Pada periode laporan, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sebesar
4,76% (yoy). Sementara rasio PDRB Sulawesi Barat terhadap ekonomi nasional pada triwulan I
2016 mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 0,27%.
Perlambatan perekonomian Sulawesi Barat terutama diakibatkan rendahnya konsumsi
pemerintah. Konsumsi pemerintah mengalami kontraksi sebesar 16,04% (yoy) sehingga
pangsa konsumsi pemerintah menjadi hanya 8,9% dari total PDRB Sulawesi Barat. Angka
tersebut merupakan nilai terendah paling tidak dalam 6 tahun terakhir dimana pada periode
sebelumnya konsumsi pemerintah berperan minimal 10% terhadap perekonomian Sulawesi
Barat. Pelemahan pada konsumsi pemerintah ini lebih disebabkan adanya revisi ulang
program-program pemerintah pada triwulan I 2016 sehingga beberapa program yang
direncanakan tidak direalisasikan. Kondisi yang terjadi pada pemerintahan tidak berimbas
kepada komponen pengeluaran lain dalam perekonomian. Konsumsi rumah tangga meningkat
29,4% (yoy) atau lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 27,3% (yoy). Selain
itu, investasi di Sulawesi Barat juga meningkat 30,6% (yoy) yang disebabkan peningkatan
investasi di untuk pembangunan.
Neraca perdagangan Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 mengalami surplus sebesar Rp453,64
miliar sehingga mengalami peningkatan sebesar 81,49% (yoy). Peningkatan signifikan pada
neraca perdagangan tersebut disebabkan peningkatan ekspor barang antar daerah dan
penurunan yang cukup dalam untuk impor antar daerah. Penurunan impor antar daerah
mencapai 17,75% (yoy). Harga komoditas CPO yang rendah menyebabkan penurunan ekspor
luar negeri dari Sulawesi Barat.
Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi bersumber dari sektor pertanian dan
pemerintahan. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 2,44% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,01% (yoy). Meskipun secara
triwulanan, sektor ini mampu tumbuh 2,31% (qtq). Sumber lainnya yang mempengaruhi
perlambatan ekonomi Sulawesi Barat yaitu lapangan usaha administrasi pemerintahan,
pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang hanya tumbuh 2,12% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
17
Struktur perekonomian Sulawesi Barat masih didominasi lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan dengan pangsa sebesar 41,9%. Sektor lain yang menopang
perekonomian Sulawesi Barat yaitu perdagangan besar dan eceran (10,7%), industri
pengolahan (9,9%), administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (7,7%),
dan konstruksi (7,6%). Lapangan usaha penopang perekonomian Sulawesi Barat perlahan-
lahan mulai bergeser dari pertanian, kehutanan, dan perikanan meskipun belum signifikan.
Masyarakat sudah mulai berupaya meningkatkan tingkat kesejahteraan dengan beralih ke
lapangan usaha dengan nilai tambah lebih baik seperti perdagangan besar dan eceran dan jasa.
Secara keseluruhan, hanya 3 lapangan usaha yang mengalami perlambatan dibandingkan
triwulan sebelumnya yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan, administrasi pemerintahan,
pertahanan, dan jaminan sosial wajib, dan transportasi dan pergudangan. Meskipun
perlambatan hanya terjadi di 3 lapangan usaha tersebut, mempengaruhi perekonomian secara
keseluruhan karena perlambatan terjadi pada lapangan usaha dengan pangsa ekonomi yang
paling besar.
Grafik 1. Perkembangan PDRB Sulawesi Barat
Sumber: BPS, diolah
Grafik 2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran
Grafik 3. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat
Berdasarkan Lapangan Usaha
sumber: BPS, diolah sumber: BPS, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
18
1.2 Sisi Pengeluaran
Dari sisi pengeluaran, perlambatan ekonomi Sulawesi Barat terjadi akibat lemahnya
konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga yang memiliki
pangsa hingga sebesar 55,3% di triwulan I 2016 dan menjadi motor utama penggerak
perekonomian Sulawesi Barat, tumbuh sebesar 5,24% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya. Di sisi lain, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi yang cukup dalam
sebesar 16,04% (yoy). Sementara investasi (PMTDRB) tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan
sebelumnya yaitu 9,65% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 8,61% (yoy). Neraca perdagangan Sulawesi Barat membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya. Penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor
menyebabkan surplus neraca perdagangan meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Tabel 1. PDRB Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran
sumber: BPS
Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat dari Sisi Pengeluaran
sumber: BPS
1.2.1 Konsumsi
Secara agregat, konsumsi mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Agregat konsumsi pada triwulan I 2016 tumbuh 1,94% (yoy), melemah dibandingkan 7,12% (yoy)
pada triwulan lalu. Perlambatan konsumsi lebih disebabkan penurunan pada konsumsi
pemerintah yang mengalami kontraksi 16,04% (yoy). Perlambatan juga sedikit terjadi pada
2016
I I I I I I IV Total I
Konsumsi RT 10,895 11,443 12,067 12,657 3,228 3,254 3,401 3,420 13,303 3,397
Konsumsi LNPRT 152 159 171 194 46 47 49 50 192 48
Konsumsi Pemerintah 3,406 3,555 3,667 3,890 600 1,003 1,065 1,565 4,233 504
PMTDRB 5,224 5,600 6,254 6,727 1,683 1,751 1,845 1,943 7,223 1,846
Perubahan Inventori 419 400 239 263 199 131 -136 -101 92 126
Total Ekspor 11,067 12,400 12,055 12,358 2,811 3,366 3,503 3,594 13,275 3,408
Total Impor 12,134 12,770 12,226 11,889 2,561 3,072 3,109 3,592 12,335 2,955
PDRB 19,028 20,787 22,227 24,200 6,007 6,480 6,619 6,878 25,983 6,376
2011 2012 2013 20142015
Uraian
2016
I I I I I I IV Total I
Konsumsi RT 4.22 5.03 5.45 4.89 5.06 4.88 5.09 5.36 5.10 5.24
Konsumsi LNPRT 8.86 5.05 7.36 13.80 -4.69 -8.00 4.16 3.57 -1.40 4.67
Konsumsi Pemerintah 6.69 4.36 3.15 6.09 -15.45 18.29 14.96 11.29 8.81 -16.04
PMTDRB 14.83 7.20 11.68 7.56 7.21 6.82 6.81 8.61 7.38 9.65
Perubahan Inventori 70.05 -4.66 -40.11 9.88 -7.02 -35.60 -318.21 -53.20 -64.89 -36.33
Total Ekspor 16.92 12.05 -2.78 2.51 0.05 10.34 8.43 10.04 7.42 21.26
Total Impor 11.71 5.24 -4.26 -2.75 -6.40 4.70 3.43 11.82 3.75 15.38
PDRB 10.73 9.25 6.93 8.88 5.59 8.72 6.33 8.72 7.37 6.14
2013 20142015
2011 2012Uraian
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
19
konsumsi rumah tangga yang meningkat 5,24% atau sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 5,36% (yoy). Hanya konsumsi lembaga non profit yang melayani
rumah tangga (LNPRT) yang mengalami perbaikan yang berhasil tumbuh 4,67% (yoy) atau lebih
baik dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 3,57% (yoy).
Penurunan kinerja konsumsi pemerintah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Barat. Meskipun secara tren konsumsi pemerintah memang melambat pada awal
tahun dibandingkan akhir tahun sebelumnya, namun, penurunan kinerja pada tahun 2016 lebih
dalam dibandingkan 2015. Hal ini disebabkan adanya relokasi anggaran pemerintah daerah di
tahun 2016 sehingga program-program yang direncanakan berjalan pada triwulan I 2016, tidak
dapat direalisasikan sebagaimana semestinya. Relokasi anggaran tersebut terkait adanya
pemilihan umum kepala daerah yang akan dilangsungkan pada awal tahun 2017. Pemilihan
umum kepala daerah tersebut diperkirakan akan menyerap anggaran yang lebih besar dari
yang sudah dianggarkan sehingga perlu penyesuaian anggaran untuk tahun 2016.
Konsumsi rumah tangga sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Aktivitas
masyarakat cenderung menurun setelah pergantian tahun dan menahan konsumsinya untuk
kembali ditingkatkan pada saat memasuki bulan puasa dan hari raya lebaran. Pertumbuhan
konsumsi rumah tangga sebesar 5,24% (yoy) hanya sedikit menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 5,36% (yoy). Tidak terlalu dalamnya penurunan konsumsi
disebabkan penurunan harga BBM yang terjadi pada awal tahun sehingga masyarakat memiliki
daya beli yang lebih baik dibandingkan tahun lalu. Terlihat dari konsumsi makanan dan
minuman yang tumbuh 5,67% (yoy), hanya melambat sedikit dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 5,76% (yoy). Harga makanan yang biasanya cukup tinggi akibat
biaya distribusi yang cukup besar, tidak terlihat pada periode laporan sehingga masyarakat
mampu meningkatkan konsumsinya.
Perlambatan konsumsi rumah tangga tercermin dari penjualan mobil yang mengalami
penurunan. Efek penurunan harga kelapa sawit pada tahun 2015 masih terasa bagi
pendapatan masyarakat pada awal tahun 2016. Beberapa kalangan masyarakat yang
mengandalkan sumber perekonomian dari kelapa sawit seperti petani kelapa sawit maupun
buruh pabrik, turut terpengaruh terhadap pelemahan harga CPO dunia pada tahun 20151.
Penjualan mobil pada triwulan I 2016 mengalami penurunan sebesar 16,3% (yoy).
1 Hasil liaison ke perusahaan penjualan mobil
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
20
Grafik 4. Pertumbuhan Penjualan Mobil Sulawesi Barat
sumber: Liaison
Ekspansi kredit konsumsi mengalami pelemahan. Data pelaporan Bank Umum
menunjukkan bahwa sampai dengan triwulan I 2016, penyaluran kredit konsumtif oleh
perbankan hanya tumbuh sebesar 2,01% (yoy) lebih rendah dibandingkan 9,28% pada triwulan
sebelumnya. Kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga BI Rate belum
memberikan dampak terhadap penyaluran kredit di Sulawesi Barat.
Grafik 5. Penyaluran Kredit Konsumsi
sumber: LBU
1.2.2 Investasi
Pertumbuhan investasi meningkat dibandingkan periode sebelumnya. PMTB yang
mencerminkan investasi di Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar 9,65% (yoy),
lebih baik dibandingkan triwulan IV 2015 yang tumbuh 8,61% (yoy). Sementara perubahan
inventori masih mengalami kontraksi sebesar -36,33% (yoy), membaik dibandingkan koreksi
pertumbuhan pada triwulan IV 2015 yang sebesar -53,20% (yoy). Meskipun aktivitas pemerintah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
21
sedikit menurun pada periode laporan, kinerja investasi terdorong kegiatan swasta yang banyak
meningkatkan infrastruktur untuk menopang kinerja korporasi. Dari contact liaison diperoleh
bahwa upaya meningkatkan keuntungan dilakukan dengan melakukan penambahan mesin-
mesin untuk meningkatkan kapasitas produksi2. Hal ini dilakukan dengan melihat rendahnya
harga bahan bakar minyak dan turunnya suku bunga BI Rate sehingga korporasi berupaya
memanfaatkan kondisi yang ada. Peningkatan kinerja investasi ini tidak sejalan dengan
pertumbuhan realisasi kredit investasi yang mengalami penurunan sebesar 2,49% (yoy),
sedangkan pada triwulan sebelumnya kredit investasi mampu tumbuh 33,16% (yoy).
Grafik 6. Penyaluran Kredit Investasi
sumber: LBU
Peningkatan investasi mengarah kepada investasi bangunan. Investasi ditengarai lebih
banyak dilakukan pihak swasta dengan melakukan banyak investasi di bidang bangunan.
Terlihat dari peningkatan investasi bangunan yang mencapai 11,35% (yoy), atau lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 8,74% (yoy). Hal tersebut diperkuat dengan
peningkatan realisasi pengadaan semen yang mencapai 25,0% (yoy). Peningkatan aktivitas
pembangunan ini sebagai bentuk modal bagi pihak swasta dalam mendukung usahanya di
tengah aktivitas perekonomian Sulawesi Barat yang semakin meningkat. Dengan semakin
baiknya infrastruktur yang mendukung dalam berusaha, diharapkan dapat meningkatkan nilai
tambah.
2 Hasil liaison kepada perusahaan pengolahan kelapa sawit dan beras
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
22
Grafik 7. Investasi Bangunan Grafik 8. Realisasi Pengadaan Semen
sumber: BPS, diolah sumber: ASI
1.2.3 Ekspor dan Impor
Kinerja neraca perdagangan Sulawesi Barat menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Neraca perdagangan Sulawesi Barat mencatat nilai paling tinggi dalam beberapa periode
terakhir dengan nilai sebesar Rp453 miliar. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari periode
sebelumnya yang hanya mencapai Rp2 miliar. Peningkatan sebesar 81,49% (yoy) ini ditopang
tumbuhnya ekspor sebesar 21,26% (yoy). Membaiknya harga komoditas Crude Palm Oil (CPO)
yang terjadi pada awal tahun membuat ekspor ke luar negeri dari Sulawesi Barat meningkat
signifikan mencapai 34,37% (yoy). Peningkatan harga komoditas ini kembali menggairahkan
industri kelapa sawit di Sulawesi Barat yang sempat mengalami penurunan pada tahun lalu
akibat rendahnya harga CPO. Selain peningkatan ekspor ke luar negeri, kinerja neraca
perdagangan Sulawesi Barat juga didukung rendahnya impor barang dari luar daerah. Tercatat
impor dari luar daerah mencapai Rp2,9 triliun atau lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai Rp3,6 triliun. Salah satu penyebab rendahnya impor antar daerah
ini adalah pengolahan beras yang sudah banyak dilakukan di Sulawesi Barat tanpa tergantung
pengolahan beras di daerah lain. Hal ini menyebabkan sebagian besar beras yang ada di
Sulawesi Barat merupakan produksi daerah sendiri.
Harga komoditas CPO mulai meningkat. Seiiring dengan perbaikan ekonomi global terutama
mulai meningkatknya permintaan dari Tiongkok, menyebabkan harga-harga komoditas dunia
meningkat termasuk harga CPO. Hal ini mendukung industri di Sulawesi Barat yang banyak
mengekspor CPO, untuk menopang perekonomian Sulawesi Barat ke arah yang lebih baik.
Salah satu contact liaison sangat berharap harga CPO terus meningkat karena korporasi
berencana meningkatkan kapasitas produksinya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
23
1.3 Sisi Lapangan Usaha
Pelamahan terjadi pada sektor pertanian dan pemerintahan. Lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan tumbuh 2,44% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
12,01% (yoy). Dengan pangsa yang paling besar membuat lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan mempengaruhi perlambatan ekonomi Sulawesi Barat secara
keseluruhan. Selain itu, lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan
sosial wajib tumbuh sebesar 2,12% (yoy). Sektor lain secara umum mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Lapangan usaha industri pengolahan meningkat 10,37%
(yoy) atau lebih baik dibandingkan triwulan IV 2015 9,82% (yoy). Begitu pula lapangan usaha
konstruksi dan perdagangan besar dan eceran yang masing-masing tumbuh 10,47% (yoy) dan
5,71% (yoy). Sektor-sektor tersebutlah yang menopang perekonomial Sulawesi Barat saat ini
meskipun dominasi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan masih dirasa sangat
besar dengan pangsa mencapai 41,9% pada triwulan I 2016.
Grafik 9. Perkembangan Harga CPO
sumber: Bloomberg
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
24
Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dari Sisi Lapangan Usaha
sumber: BPS
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pembangunan infrastruktur dan perluasan lahan tidak mampu mendorong peningkatan
sektor pertanian. Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya tumbuh 2,31%
secara triwulanan (qtq). Angka tersebut lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mengalami kontraksi 5,11% (qtq). Pembangunan infrastruktur memang menjadi program
utama pemerintah daerah untuk meningkatkan perekonomian Sulawesi Barat. Sulawesi Barat
memiliki lahan yang subur dan potensi besar untuk beberapa komoditas sumber daya alam
seperti padi, jagung, kelapa sawit, dan kakao. Hal tersebut membuat sektor pertanian menjadi
salah satu sektor yang terus dikembangkan secara inovasi dan teknologi. Pembangunan irigasi
dan penggunaan bibit berkualitas terutama untuk komoditas padi diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas pertanian. Selain itu, perluasan lahan yang sudah dimulai sejak
tahun lalu masih terus dilakukan. Namun, upaya-upaya tersebut belum mampu meningkatkan
produksi pertanian pada triwulan I 2016. Musim kemarau panjang atau biasa disebut El Nino
yang terjadi pada tahun 2015 turut mempengaruhi produksi pertanian di awal 2016. Meskipun
curah hujan cukup baik untuk mendukung produksi, El Nino menyebabkan terjadi pergeseran
musim panen. Selain itu, curah hujan yang tinggi beberapa kali mengganggu produksi
perikanan dikarenakan nelayan sulit melaut karena infrastruktur masih terbatas.
2016
I I I I I I IV Total I
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 8.40 7.32 5.72 5.93 3.40 6.27 3.08 12.01 6.04 2.44
Pertambangan dan Penggalian 12.13 11.77 10.60 8.04 11.89 11.37 13.82 -1.48 8.06 8.45
Industri Pengolahan 14.90 6.79 7.09 35.92 19.76 16.40 0.77 9.82 10.95 10.37
Pengadaan Listrik dan Gas 12.85 17.28 13.28 10.55 -0.65 1.26 1.65 13.62 4.05 25.11
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 26.97 12.40 12.77 6.46 1.04 9.22 10.15 8.82 7.32 12.07
Konstruksi 9.96 7.74 10.10 8.11 0.20 16.17 12.30 7.60 8.84 10.47
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9.08 7.71 8.14 7.10 0.91 7.17 5.29 3.01 4.10 5.71
Transportasi dan Pergudangan 8.10 5.39 6.37 7.39 7.73 7.95 5.95 7.29 7.20 0.57
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 15.84 7.48 7.62 6.53 1.32 3.65 6.87 6.61 4.69 9.33
Informasi dan Komunikasi 9.09 9.89 11.11 7.20 11.13 8.12 8.35 15.63 10.87 16.82
Jasa Keuangan dan Asuransi 20.75 15.53 5.82 3.77 2.20 -2.42 12.55 12.46 6.26 16.72
Real Estate 5.03 2.79 4.38 4.14 3.82 4.82 5.05 6.32 5.01 6.52
Jasa Perusahaan 14.76 6.86 7.16 3.01 2.29 11.56 9.07 7.77 7.63 6.64
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 19.05 20.37 7.14 6.16 5.59 13.32 19.24 10.05 12.02 2.12
Jasa Pendidikan 18.01 16.77 6.94 4.02 8.17 8.91 10.57 -0.60 6.29 11.33
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 16.68 16.59 5.63 6.05 10.91 8.08 6.90 -0.29 6.01 13.31
Jasa lainnya 5.12 9.27 6.72 8.92 4.48 5.62 9.33 8.88 7.14 7.49
PDRB 10.73 9.25 6.94 8.88 5.59 8.72 6.33 8.72 7.37 6.14
2015Uraian 20142011 2012 2013
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
25
Pertumbuhan di sektor pertanian berdampak peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini
ditandai dengan perrtumbuhan NTP yang meningkat sejak pertengahan tahun 2015. Pada
triwulan I 2016, NTP tumbuh 3,76% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya
2,77% (yoy). Pertumbuhan NTP paling tinggi terjadi pada nilai tukar yang diterima oleh petani
tanaman pangan dan hortikultura dengan pertumbuhan NTP masing-masing mencapai 2,02%
(yoy) dan 2,83% (yoy). Sementara itu, kredit di sektor pertanian mengalami penurunan sebesar
14,89% (yoy).
Grafik 10. Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 11. Nilai Tukar Petani
sumber: LBU sumber: BPS
Selain petani tanaman pangan, peningkatan kesejahteraan juga dinikmati para nelayan.
Kebijakan mengenai larangan transshipment yang dikeluarkan oleh pemerintah masih
memberikan dampak terhadap kesejahteraan nelayan. Kebijakan memang perlu diterapkan
untuk memberikan ruang yang lebih bagi nelayan dalam meningkatkan kesejahteraannya. Nilai
tukar nelayan perikanan meningkat 1,26% (yoy) sehingga indeksnya menjadi 100,58.
Peningkatan tersebut didorong tingkat pertumbuhan penerimaan nelayan lebih tinggi
dibandingkan biaya yang dikeluarkan oleh nelayan. Indeks yang diterima nelayan tumbuh
3,37% (yoy) sedangkan indeks yang dibayar tumbuh 2,084% (yoy).
1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran
Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran mengalami peningkatan pada triwulan I
2016. Sektor perdagangan besar dan eceran mengalami pertumbuhan sebesar 5,71% (yoy),
lebih baik dibandingkan pada triwulan sebelumnya 3,01% (yoy). Aktivitas perdagangan pada
awal tahun 2016 mengalami peningkatan akibat turunnya harga bahan bakar minyak (baik
subsidi dan non subsidi) dan tarif dasar listrik. Sumber barang jadi yang banyak berasal dari
daerah lain membuat biaya operasional semakin murah. Masyarakat Sulawesi Barat dapat
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
26
memenuhi kebutuhan yang selama ini dianggap mahal karena biaya transportasi. Selain itu,
perdagangan sudah mulai menjadi alternatif bagi masyarakat dalam memperoleh penghasilan.
Masyarakat Sulawesi Barat selama ini lebih banyak mendapat penghasilan dari sektor
pertanian. Namun, masyarakat mulai melirik sektor yang memiliki nilai tambah lebih baik
dimana salah satunya melalui perdagangan. Beberapa toko-toko modern juga telah dibangun
di Sulawesi Barat yang semakin meningkatkan perdagangan eceran yang dengan mudah dapat
menjangkau masyarakat.
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Industri pengolahan tumbuh seiiring peningkatan harga komoditas. Harga komoditas
mulai mengalami peningkatan sejak awal tahun 2016 ditengarai akibat mulai membaiknya
perekonomian AS dan Tiongkok sebagai penggerak perekonomian dunia. Sulawesi Barat yang
memiliki banyak potensi kelapa sawit, sangat dipengaruhi harga komoditas CPO. Secara
tahunan, industri pengolahan Sulawesi Barat meningkat 10,37%. Peningkatan ditopang harga
CPO sebagai olahan kelapa sawit telah meningkat. Selain itu, berdasarkan hasil liaison, produksi
kelapa sawit secara umum tidak mengalami kendala. Apalagi didukung bibit baru yang
dikembangkan membuat produktivitas semakin meningkat. Contact liaison menyebutkan
bahwa kapasitas produksi sejak awal tahun sudah dapat beroperasi maksimal untuk
mendukung produksi yang lebih tinggi.
Sementara dari industri pengolahan beras, aktivitas industri semakin meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan produksi padi semakin banyak yang
diolah di Sulawesi Barat sendiri tanpa harus dikirim ke daerah lain. Produksi padi meningkat
meskipun belum optimal akibat pergeseran musim panen sehingga akan terjadi produksi yang
lebih lagi pada triwulan berikutnya3. Contact liaision telah menambah mesin penggiling untuk
mendukung tingginya produksi padi. sehingga produksi beras dapat lebih baik dibandingkan
tahun lalu.
Industri mikro dan kecil (IMK) mengalami perlambatan. Perlambatan ekonomi berimbas
pada industri mikro dan kecil yang ada di Sulawesi Barat. Produksi industri mikro dan kecil
hanya tumbuh 0,97% (qtq). IMK makanan tumbuh melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya dan hanya tumbuh 1,72% (yoy). Meskipun secara umum IMK mengalami
penurunan, IMK tekstil mampu tumbuh lebih baik dibandingkan sektor lainnya dengan tumbuh
10,13% (qtq). Tumbuhnya industri lain dengan skala yang lebih besar dapat menjadi penyebab
perlambatan IMK.
3 Hasil liaison kepada industri pengolahan beras
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
27
Grafik 12. Industri Mikro dan Kecil
sumber: BPS
1.3.4 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan
Sosial
Administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib mengalami
perlambatan yang cukup dalam pada periode laporan. Sektor ini hanya tumbuh 2,12% (yoy)
dibandingkan triwulan lalu yang mencapai 10,05. Meskipun aktivitas pemerintahan biasanya
cukup lambat pada awal tahun, aktivitas di tahun 2016 lebih turun dibandingkan 2015 yang
mampu tumbuh 5,59% (yoy). Perlambatan ini lebih disebabkan realisasi program pemerintah
yang belum dapat dijalankan pada periode ini. Pemerintah daerah sedang melakukan
penyusunan ulang program pada tahun 2016 sehingga beberapa program tidak dapat
dijalankan pada triwulan I 2016. Hal ini ditengarai adanya pemilihan kepala daerah yang akan
dilangsungkan pada awal tahun 2017 sehingga perlu pengalokasian anggaran untuk
menyelenggarakan kegiatan tersebut.
1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi
Lapangan usaha konstruksi tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya.
Lapangan usaha konsturksi yang tumbuh 10,47% (yoy) pada periode laporan lebih banyak
disebabkan pembangunan dari sektor swasta. Pembangunan di sektor swasta meliputi
pertokoan, perumahan baru maupun hotel non bintang. Dari sisi pemerintah, masih
terhambatnya realisasi anggaran pemerintah daerah membuat pembangunan infrastruktur
relatif minim. Fokus pemerintah daerah pada triwulan awal di 2016 lebih kepada perbaikan
infrastruktur seperti jalan utama yang banyak mengalami kerusakan akibat curah hujan yang
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
28
cukup tinggi. Kondisi alam cukup mempengaruhi kondisi infrastruktur di Sulawesi Barat karena
wilayah yang cukup rawan mendapat angin kencang dan daerah perbukitan rawan longsor
ketika hujan berlangsung.
Meskipun realisasi penyerapan anggaran pemerintah daerah rendah, namun konstruksi justru
mengalami peningkatan. Meningkatnya pertumbuhan konstruksi dikonfirmasi dengan
terjaganya pertumbuhan realisasi pengadaan semen pada triwulan I 2016, sebesar 25,03% (yoy)
lebih tinggi pertumbuhan pada triwulan lalu. Sejalan dengan hal tersebut, realisasi kredit pada
sektor konstruksi menunjukan penguatan, pada triwulan I 2016 pertumbuhannya sebesar
25,08% (yoy) sementara pada triwulan lalu meningkat sebesar 17,16% (yoy). Kebutuhan swasta
yang cukup tinggi terhadap bangunan untuk mendukung usaha, membuat permodalan pada
sektor ini meningkat.
Grafik 13. Penyaluran Kredit Konstruksi
sumber: LBU
Pada tahun 2016 beberapa proyek akan menjadi pendorong pertumbuhan sektor
konstruksi. Hingga saat ini, beberapa proyek yang masih dalam pengerjaan yaitu penyelesaian
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tumbuan oleh Kalla Group, pembangunan jalan arteri
bandara Tampa Padang – Kantor Gubernur dan pengembangan terminal bandara Tampa
Padang. Selain itu, terdapat pelebaran jalan menuju pelabuhan Belang-belang dan perbaikan
irigasi. Proyek-proyek tersebut diharapkan menjadikan kondisi infrastruktur Sulawesi Barat
lebih baik lagi sehingga mendorong peningkatan investasi lebih cepat.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
29
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
30
2. Inflasi
Tekanan inflasi Sulawesi Barat di triwulan I 2016
cenderung rendah akibat penurunan harga BBM dan
memasuki musim panen. Inflasi bulanan selama triwulan I
rata-rata mencapai -0,15%, lebih rendah dari rata-rata
inflasi pada periode yang selama 5 tahun terakhir yang
mencapai 0,33%. Inflasi Sulawesi Barat tercatat menurun
pada triwulan laporan dibandingkan triwulan yang sama
pada triwulan sebelumnya. Inflasi pada triwulan I 2016
tercatat sebesar 5,19% (yoy) jauh lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2015 sebesar 6,68% (yoy).
Berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi
tahunan pada triwulan laporan terutama berasal dari
kelompok volatile food yaitu sebesar 11,03% (yoy).
Kelompok lainnya yaitu core dan administered price (AP)
secara tahunan mengalami inflasi pada triwulan laporan
yang tercatat masing-masing sebesar 4,27% (yoy) dan -
1,67% (yoy).
Bab 02 INFLASI
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
31
2.1 Inflasi Secara Umum
Penurunan harga BBM dan musim panen mendorong kota Mamuju mengalami deflasi.
Perkembangan inflasi secara bulanan di kota Mamuju pada triwulan I 2016 menunjukkan
tendensi menurun dan mencapai deflasi, rata-rata 0,15% (mtm). Tingkat deflasi tersebut lebih
rendah dibandingkan rata-rata inflasi di triwulan I selama 5 (lima) tahun terakhir, sebesar 0,33%
(mtm). Namun jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi pada triwulan I 2015 yang sebesar -
0,18% (mtm), deflasi pada triwulan I 2016 sedikit lebih kecil.
Kecenderungan menurunnya tekanan inflasi pada triwulan I 2016 merupakan dampak dari
penurunan harga BBM di bulan Januari 2016, dana pada saat bersamaan terjadi musim panen
padi dan peningkatan produksi ikan tangkap. Peningkatan produksi kedua jenis komoditas
tersebut menggiring tingkat inflasi mencapai level negatif (deflasi).
Pada triwulan I 2016, kota Mamuju mencatat deflasi sebesar 0,45% (ytd) atau 5,19% (yoy).
Secara kumulatif, sampai dengan triwulan I 2016, tingkat inflasi kota Mamuju tercatat sebesar -
0,45% (ytd) dan secara tahunan sebesar 5,19% (yoy). Pada periode yang sama, inflasi nasional
tercatat sebesar 4,45% (yoy) dan inflasi di kawasan Indonesia Timur (KTI) sebesar 5,50% (yoy).
Meskipun relatif lebih tinggi dibandingkan dengan nasional dan KTI, namun inflasi kota Mamuju
(yoy) di triwulan I 2016 lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Pada akhir triwulan I 2016, Sulawesi Barat menduduki peringkat 6 terbesar dari 13 provinsi di
KTI.
Grafik 1. Perkembangan Inflasi Kota Mamuju
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
32
Terjaganya tingkat inflasi tahunan tersebut dipengarui oleh menurunnya tekanan inflasi pada
komponen administered price dan core, antara lain turunnya tarif listrik dan tarif angkutan udara
di komponen administered price dan deflasi yang terjadi pada beberapa jenis ikan di kelompok
core. Namun demikian tekanan harga yang bersumber dari sayuran, tanaman hortikultura dan
belum meratanya panen padi, merupakan potensial risiko yang harus diwaspadai. Hal ini
tercermin dari tekanan inflasi komponen volatile food sebesar 11,03% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2015 dan merupakan yang terbesar diantara dua komponen lainnya.
Meskipun demikian, pergerakan inflasi pada triwulan I 2016 masih terjaga dan sejalan dengan
arah target inflasi Provinsi Sulawesi Barat sebesar 3,9% + 1%.
Laju inflasi bulanan lebih rendah dibanding KTI dan nasional. Secara bulanan, laju inflasi
pada triwulan I 2016 lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada regional Kawasan Timur
Indonesia (KTI) dan nasional (lihat grafik 2). Realisasi inflasi di Sulawesi Barat yang bahkan
mencapai level negatif mengindikasikan dampak penurunan BBM yang bersamaan dengan
pelaksanaan musim panen padi dan peningkatan produksi ikan tangkap memberikan pengaruh
berarti terhadap perkembangan inflasi. Namun demikian tidak dapat dikesampingkan peran
dari Tim TPID dalam pengendalian inflasi dengan meningkatkan koordinasi dan memetakan
tekanan inflasi secara lebih seksama. Hal ini terlihat pada inflasi Mamuju di bulan Maret 2016,
dimana dampak penurunan harga BBM mulai berkurang, dan adanya pergeseran musim
panen, namun tekanan inflasi dapat dimitigasi.
2.2 Inflasi Bulanan
Deflasi pada triwulan I 2016 dipengaruhi oleh dampak penurunan BBM, dengan
kecenderungan melemah pada akhir triwulan. Dampak penurunan harga BBM yang berlaku
sejak 5 januari 2016 memberikan dampak berarti pergerakan inflasi di triwulan I 2016.
Menurunnya permintaan pasca pergantian tahun, diikuti dengan musim panen padi dan
Grafik 13. Perbandingan Inflasi Bulanan Kota
Mamuju
Grafik 14. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota
Mamuju
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
33
peningkatan produksi ikan menyebabkan inflasi Mamuju berada di level negatif (deflasi). Rata-
rata deflasi pada triwulan I 2016 sebesar 0,15% (mtm)
Deflasi Januari diwarnai oleh penurunan permintaan pasca Tahun Baru, penurunan
harga BBM dan peninkatan produksi ikan. Permintaan yang kembali normal pasca
pergantian tahun dan pada saat bersamaan Pemerintah menetapkan kebijakan penurunan
harga BBM yang mulai berlaku pada 5 Januari 2016 telah memberikan pengaruh berarti
terhadap realisasi inflasi januari 2016 sebesar -0,06% (mtm) atau 4,87% (yoy). Diantara 4
provinsi yang mencatat deflasi di KTI, Sulawesi Barat mencatat deflasi yang terendah. Inflasi
pada Januari 2016 merupakan kali pertama mengalami deflasi dalam 5 tshun terakhir, dimana
rata-rata inflasi januari dalam periode tersebut sebesar 0,39% (mtm) dan tahun lalu tercatat
0,14% (mtm).
Kelompok komoditas yang memberikan andil berarti terhadap deflasi Januari adalah
penurunan administered price (harga BBM) dan peningkatan produksi ikan segar, seperti
bandeng, cakalang dan ikan layang. Sementara itu, musim panen padi yang jadwalnya sedikit
bergeser menyebabkan keterbatasan pasokan dan inflasi beras masih dominan, yaitu sebesar
0,14% (mtm).
Penurunan harga bawang, produksi ikan tangkap dan penurunan tarif listrik menjadi
pendorong utama deflasi Februari 2016. Deflasi Februari tercatat sebesar 0,37% (mtm),
sementara itu wilayah KTI mengalami inflasi rata-rata sebesar 0,19% (MTM). Sulawesi Barat
sebagai provinsi kelima dari 9 provinsi yang mengalami deflasi di KTI. Rata-rata inflasi Sulawesi
Barat selama 5 tahun terakhir sebesar 0,17% (mtm), namun demikian pada Februari 2015
Sulawesi Barat mengalami deflasi sebesar 1,13% (mtm) yang merupakan deflasi terdalam pada
5 tahun terakhir, bahkan jika dibandingkan dengan deflasi Februari 2016 yang sebesar 0,37%
(mtm).
Panen bawang merah, peningkatan produksi ikan tangkap (ikan laut) dan penurunan tarif listrik
menjadi penyumbang utama deflasi Februari. Meskipun demikian, pelaksanaan panen padi
yang tertunda menyebabkan inflasi beras masih tinggi, dengan sumbangan sebesar 0,20%.
Musim panen padi, produksi ikan segar yang masih melimpah serta penurunan tarif
transportasi udara menjadi stimulus dalam deflasi Maret 2016. Sulawesi Barat diwakili oleh
Mamuju pada bulan Maret 2016 mencatat deflasi sebesar 0,02% (mtm), sementara rata-rata
inflasi di KTI sebesar 0,04% (mtm). Sulawesi Barat tercatat sebagai provinsi yang mengalami
deflasi terendah dari 5 provinsi lain di KTI yang mengalami deflasi. Deflasi pada Maret lebih
rendah dibandingkan rata-rata Maret selama 5 tahun terakhir (0,21%, mtm) dengan deflasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
34
terdalam pada Maret 2015 sebesar 1,13% (mtm) yang diakibatkan oleh koreksi harga BBM oleh
pemerintah pada Maret tahun lalu.
Deflasi pada bulan Maret didukung oleh berlanjutnya musim panen padi, hal ini
mendorong inflasi beras mencapai titik terendah pada triwulan I 2016, sebesar 0,04% (mtm)
dan smbangannya sedikit sekali terhadap fluktuasi inflasi. Di samping itu, penurunan tarif listrik
dan angkutan udara serta menurunnya harga beberapa jenis ikan seperti bandeng dan
cakalang memberikan kontribusi berarti terhadap inflasi Maret sebesar -0,02% (mtm). Menurut
komponen pembentuknya, sumber utama pendorong deflasi adalah komoditas yang tercakup
didalam volatile food yang memberikan andil inlasi sebesar -0,09%, sebaliknya komponen core
mencatat inflasi dengan sumbangan sebesar 0,08% (mtm). Potensial risk terhadap tekanan
inflasi di bulan Maret adalah kondisi cuaca yang ekstrem dengan intensitas hujan yang cukup
tinggi, kondisi ini akan berdampak kurang baik terhadap operasional perikanan tangkap dan
kestablian komponen hortikultura, sehingga berpotensi mendorong menguatnya tekanan
inflasi.
Tabel 4. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi/ Deflasi Secara
Bulanan
2.3 Inflasi Dari Sisi Penawaran
Produksi berasal Sulawesi Barat mampu memenuhi kebutuhan domestik. Memasuki
triwulan I 2016, sektor pertanian Sulawesi Barat merasakan dampak dari El Nino. Musim panen
raya padi yang biasanya terjadi pada bulan Maret, di triwulan I 2016 mengalami pergeseran,
terutama pada beberapa wilayah, dengan tenggat waktu sekitar 2 bulan. Namun hal ini
dirasakan cukup memberikan dampak positif terhadap ketahanan pangan, dengan lebih
Bensin -0,12 Bawang Merah -0,17 Telur Ayam Ras -0,07
Bandeng/Bolu -0,12 Cakalang/Sisik -0,11 Bandeng/Bolu -0,07
Katamba -0,06 Layang/Benggol -0,10 Tarip Listrik -0,05
Layang/Benggol -0,05 Tarip Listrik -0,10 Cakalang/Sisik -0,04
Cabai Rawit -0,05 Telur Ayam Ras -0,05 Angkutan Udara -0,03
Daging Ayam Ras -0,05 Wortel -0,03 Layang/Benggol -0,01
Bawang Merah 0,13 Cabai Rawit 0,08 Bawang Merah 0,03
Beras 0,14 Beras 0,20 Cabai Merah 0,04
Februari (-0,37%)Januari 2016 (-0,06%) Maret (-0,02%)
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
35
terjaganya peningkatan pasokan padi, demikian pula dengan fluktuasi harganya yang
cenderung lebih stabil.
Harga beras relatif stabil dan penjualan beras hingga ke luar Sulawesi Barat. Berdasarkan
hasil liaison, terungkap bahwa pemenuhan pasokan beras ke Bulog tidak mengalami gangguan
meskipun terjadi pergeseran musim panen padi. Pada tahun 2016, target pengadaan beras
Bulog wilayah Sulawesi Barat sebanyak 21 ribu ton beras, dan pada triwulan I 2016
pemenuhannya kurang lebih 8.000 ton beras. Bahkan petani menjual berasnya hingga ke
wilayah sekitar Sulawesi Barat, seperti Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur dan Sulawesi
Selatan4. Harga beras di wilayah Sulawesi Barat cukup stabil, diindikasikan dengan harga beras
di Kabupaten Polewali Mandar sekitar Rp 8.000 per kilogram untuk jenis premium, sedangkan
beras medium, berkisar 7.200 per kilogram. Sementara untuk wilayah Mamuju, harga beras
premium sekitar Rp12.700/kg dan beras medium kurang lebih Rp10.900/kg5.
Supply ikan segar meningkat di tengah kondisi cuaca yang ekstrem. Perkembangan
produksi ikan terindikasi pada fluktuasi harga ikan, terutama ikan segar. Pada triwulan I 2016,
inflasi ikan segar berada pada level negatif (deflasi) dengan kecenderungan menurun pada akhir
periode. Pada bulan Januari 2016 ikan segar mengalami deflasi sebesar 4,10% (mtm), deflasi
tersebut sedikit lebih dalam di bulan Februari 2016 menjadi 4,17%, namun pada bulan Maret
deflasi ikan segar turun menjadi 2,03% (mtm). Beberapa jenis ikan yang mempengaruhi
fluktuasi harga ikan segar adalah ikan cakalang, ikan kembung dan ikan layang.
Salah satu hal lain yang mempengaruhi rendahnya inflasi dari sisi penawaran adalah
penurunan harga BBM yang mulai berlaku pada tanggal 5 januari 2016, dimana harga premium
turun sebesar Rp250/ liter, harga solar turun sebesar Rp1.250/liter. Dampak dari penurunan
harga BBM ini adalah turunnya biaya transportasi, dimana permintaan terhadap barang yang
berasal dari luar wilayah Sulawesi Barat, sehingga memberikan efek positif terhadap penurunan
biaya operasional.
2.4 Inflasi Dari Sisi Permintaan
Optimisme konsumen untuk menambah konsumsinya mengalami peningkatan. Pada
triwulan I 2016, optimisme konsumen ddalam melakukan konsumsi menunjukkan peningkatan.
Hal ini diindikasikan dari peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)6 dari 110,2 di bulan
4 Hasil Liaison kepada pengusaha beras dan informasi dari berbagai sumber.
5 Hasil SPH s.d minggu V Maret 2016
6 Survei Konsumen KPw BI Provinsi Sulawesi Barat, Maret 2016 dan pada akhir triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
36
Februari menjadi 118,7 pada Maret 2016. Peningkatan optimisme ini sejalan dengan
kecenderungan penurunan harga dan terjadinya deflasi pada triwulan I 2016. Cerminan
peningkatan konsumsi terlihat pada indeks konsumsi barang tahan lama yang mengalami
peningkatan sebesar 9 poin, dari 95 di bulan Februari menjadi 104 pada bulan Maret 2016.
Selain karena kecenderungan melemahnya tekanan inflasi dan pada sisi lain terdapat persepsi
peningkatan konsumsi, optimisme akan meningkatnya penghasilan konsumen, diindikasikan
dari kenaikan indeks sebesar 19 poin menjadi 116,0 pada bulan Maret 2016, menjadi salah satu
alasan utama yang melatarbelakangi optimisme konsumsi dalam aktivitas konsumsinya di
bulan maret 2016.
2.5 Perkembangan Inflasi/Deflasi Menurut Kelompok Komoditas
Kelompok Bahan Makanan memberikan andil terbesar terhadap perkembangan deflasi
pada triwulan I 2016. Rata-rata inflasi bulanan pada kelompok bahan makanan di triwulan I
2016 sebesar -0,73% (mtm). Rata-rata deflasi tersebut lebih dalam dibandingkan deflasi
kelompok bahan makanan di triwulan I 2015 sebesar 0,16%. Sementara secara tahunan, rata-
rata inflasi tahunan kelompok bahan makanan sebesar 10,20% (yoy) meningkat dibandingkan
8,38% (yoy) pada triwulan I 2015.
Secara umum, sebagian besar kelompok komoditas mengalami pelemahan tekanan, terbesar
pada kelompok bahan makanan dan pada triwulan I 2016 mengalami deflasi yang terbesar
(rata-rata 0,73%, mtm), diikuti dengan kelompok transportasi (-0,30%, mtm). Sementara itu
kelompok komoditas lainnya meskipun masih mengalami inflasi, namun cenderung menurun
dibandingkan triwulan I 2015.
Grafik 13. Indeks Keyakinan Konsumen dan
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Grafik 13. Perbandingan Inflasi Tahunan Kota
Mamuju
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
37
Secara bulanan, deflasi yang terjadi di kelompok bahan makanan dipengaruhi oleh musim
panen padi yang berimbas terhadap produksi beras, dimana penignkatan produksi tersebut
terjadi bersamaan dengan meningkatnya produksi ikan segar. Meskipun tidak mengalami
deflasi, namun berkurangnya tekanan inflasi pada komoditi beras memberikan andil cukup
besar terhadap lemahnya tekanan inflasi, rata-rata sebesar 1,95% (mtm) lebih rendah
dibandingkan 2,64% (mtm) pada triwulan I 2016.
Serupa dengan inflasi beras, inflasi subkelompok ikan segar pun menunjukkan penurunan dari
rerata 0,62% (mtm) pada triwlan I 2015 menjadi -3,43% (mtm) pada triwulan I 2016. Deflasi
tersebut tak lepas dari peningkatan produksi ikan tangkap, disinyalir karena pengaruh La Nina
yang membuat air laut menjadi hangat dan menumbuhkembangkan plankton, menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi ikan tangkap pada triwulan I 2016.
Grafik 14. Perkembangan Inflasi dan Kelompok
Pembentuknya
sumber: BPS
Rerata deflasi 0,73% (mtm) di kelompok bahan makanan memberikan pengaruh
dominan terhadap deflasi IHK di kota Mamuju. Kelompok bahan makanan merupakan salah
satu kelompk komoditas selain transportasi, yang secara konsisten mengalami deflasi selama
triwulan I 2016, dengan deflasi terbesar pada bulan Februari 2016 sebesar 1, 74% (mtm).
Deflasi pada sub kelompok daging & hasil-hasilnya, ikan segar dan sayur-sayur mencatat
deflasi cukup besar selama triwulan I 2016. Normalnya permintaan pasca pergantian tahun,
diikuti dengan meningkatnya produksi ikan dan sayuran, telah memberikan dampak berarti
terhadap deflasi di kelompok bahan makanan. Ketiga kelompok tesebut masing-masing
mencatat rerata deflasi bulanan sebesar 2,20%, 3,43% dan 2,40%.
Subkelompok hortikultura masih mencatat inflasi pada level moderat. Musim hujan yang
terjadi pada triwulan I 2016 disamping berpengaruh terhada produksi, pada sisi lain
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
38
memberikan dampak negatif terhadap arus distribusi barang. Resistensi ini mendorong
komoditas hortikultura yang tergabung didalam subkelompok bumbu-bumbuan mencatat rata-
rata inflasi sebesar 0,99% (mtm)
Inflasi di kelompok makanan jadi rata-rata
sebesar 0,19% (mtm), lebih rendah dibandingkan
triwulan I 2015 yang sebesar 0,46% (mtm). Hal ini
dipengaruh oleh melemahnya tekanan inflasi yang
terjadi pada subkelompok makanan jadi, dari 0,41%
(mtm) pada triwulan I 2015 menjadi 0,02% (mtm) di
triwulan I 2016. sementara tembakau dan minuman
beralkohol, meskipun tekanan inflasinya melemah
dari 0,90% (mtm) menjadi 0,59% (mtm) di triwulan I
2016, namun inflasi tersebut masih merupakan yang
terbesar pada kelompk makanan jadi.
Tekanan inflasi pada semua jenis sandang melemah, dan mendorong pelemanah inflasi
pada kelompok sandang rata-rata sebesar 0,24% (mtm), sementara pada triwulan I 2015
tercatat sebesar -0,03% (mtm). Menguatnya
inflasi pada subkelompok biaya tempat
tinggal dari -0,19% (mtm) menjadi 0,18%
(mtm) menjadi salah satu faktor utama yang
mendorong peningkatan rata-rata inflasi.
Meningkatnya harga bahan bangunan,
terutama yang berbahan baku kayu, seperti
papan, kusen dan daun pintu, telah mendorong meningkatnya inflasi kelompok perumahan di
triwulan laporan.
Melemahnya inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
menguat, rata-rata sebesar 0,24% (mtm). Semua jenis sandang yang terdiri dari sandang laki-
laki, wanita dan anak-anak mengalami penurunan dibandingkan triwulan I 2015 sehingga inflasi
kelompok sandang pun melemah dari rata-rata 0,99% (mtm) pada triwulan I 2015 menjadi
0,24% (mtm) pada triwulan I 2016.
Tabel 5. Inflasi Kelompok Makanan
Tabel 6. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Tw I 2015 Tw I 2016
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0.46 0.19
Makanan Jadi 0.41 0.02
Minuman yang Tidak Beralkohol (0.00) 0.09
Tembakau dan Minuman Beralkohol 0.90 0.59
SUBKELOMPOKRata-rata Inflasi bulanan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
39
Tabel 7. Inflasi Kelompok Perumahan, Air,
Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Tabel 8. Inflasi Kelompok Sandang
Inflasi pada kelompok kesehatan masih stabil 0,35% (mtm). Meskipun inflasi pada jasa
kesehatan dan perawatan jasmani melemah, namun inflasi di subkelompok obat-obatan dan
kosmetika menunjukkan peningkatan. Sehingga menyebabkan inflasi pada kelompok
kesehatan masih stabil
Inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sedikit menurun menjadi 0,12%
(mtm). Penurunan tersebut dipengaruhi oleh rendahnya tingkat inflasi pada kelompok
pendidikan dan kursus-kursus/ pelatihan. Sementara tekanan harga pada subkelompok
perlengkapan/ peralatan pendidikan sedikit meningkat menjadi 0,11% (mtm).
Tabel 9. Inflasi Kelompok Kesehatan
Tabel 10. Inflasi Kelompok Pendidikan,
Rekreasi, dan Olah Raga
2.6 Disagregasi Inflasi
Fluktuasi inflasi dipengaruhi oleh volatile food. Berdasarkan komponen pembentuknya,
komoditi volatile food mengalami deflasi yang terbesar diantara kedua jenis komponen lainnya.
Rata-rata delasi volatile food pada triwulan laporan sebesar 0,12%, deflasi pada administered
sebesar 0,10%, sementara komoditas core mencatat inflasi sebesar 0,07%. Secara tahunan (yoy)
pada akhir triwulan I 2016, tingkat inflasi volatile food 11,03%, komponen core 4,27% dan
administered price 1,68%.
2.6.1 Volatile Food
Fluktuasi inflasi volatile food dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan musim panen. Kondisi
cuaca yang secara historis pada awal tahun biasanya mendukung pembiakan ikan, terlebih
Tw I 2015 Tw I 2016
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar (0.03) 0.24
Biaya Tempat Tinggal (0.19) 0.18
Bahan Bakar, Penerangan dan Air 0.03 0.33
Perlengkapan Rumah Tangga 0.82 0.88
Penyelenggaraan Rumah Tangga (0.16) (0.71)
Rata-rata Inflasi bulananSUBKELOMPOK
Tw I 2015 Tw I 2016
Sandang 0.99 0.24
Sandang Laki-Laki 1.05 0.24
Sandang Wanita 0.37 (0.14)
Sandang Anak-Anak 1.79 0.26
Barang Pribadi dan Sandang Lain 0.86 0.89
SUBKELOMPOKRata-rata Inflasi bulanan
Tw I 2015 Tw I 2016
Kesehatan 0.35 0.35
Jasa Kesehatan 0.96 0.62
Obat-obatan 0.38 0.53
Jasa Perawatan Jasmani 0.17 0.00
Perawatan Jasmani dan Kosmetika (0.11) 0.11
SUBKELOMPOKRata-rata Inflasi bulanan
Tw I 2015 Tw I 2016
Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga 0.38 0.12
Pendidikan 0.65 (0.00)
Kursus-Kursus / Pelatihan 2.52 (0.00)
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 0.02 0.11
SUBKELOMPOKRata-rata Inflasi bulanan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
40
dengan adanya pengaruh La Nina terhadap perairan Sulawesi Barat, sehingga air laut mejadi
lebih hangat dan mendukung pembiakan plankton, hal tersebut memberikan stimulus positif
terhadap peningkatan produksi ikan tangkap di Sulawesi, dan mempengaruhi tekanan harga
yang cenderung melemah dan mencapai puncaknya pada bulan Februari 2016, dengan deflasi
sebesar 4,17% (mtm), sedikit berkurang pada Maret menjadi deflasi 2,035 (mtm). Hasil SPH pada
triwulan I 2016 mengindikasikan hal serupa, dimana harga ikan segar terendah pada bulan
Februari rata-rata sebesar Rp26.763/kg dan pada bulan Maret menjadi Rp27.269/kg.
Musim panen padi menyumbang pelemahan tekanan inflasi beras di triwulan I 2016.
Pengaruh El Nino juga dirasakan dampaknya oleh pertanian Sulawesi Barat, dimana terdapat
pergeseran musim panen, terutama pada beberapa daerah yang dirasakan adanya pergeseran
sekitar 2 bulan. Hal ini mengakibatkan penambahan pasokan beras menjadi lebih terbatas
namun kestabilan harganya menjadi lebih terjaga dengan musim panen yang lebih panjang.
Hasil SPH mengindikasikan kecenderungan penurunan harga beras selama triwulan I 2016,
pada bulan Januari dan Februari masih realtif stabil, sebesar Rp11.869/kg dan menurun pada
Maret 2016 menjadi Rp11.722/kg.
Potensi kenaikan harga akibat kendala cuaca dan ketiadaan gudang. Meskipun inflasi
pada volatile food cenderung menurun, namun potensi kenaikan harga akibat kendala cuaca
dan ketiadaan gudang menjadi risiko memberikan tekanan terhadap kestabilan inflasi di
Sulawesi Barat.
Grafik 15. Inflasi Bulanan Komponen
Disagregasi
Grafik 16. Inflasi Tahunan Komponen
Disagregasi
2.6.2 Administered Price
Koreksi harga pada komponen BBM memberikan stimulasi terhadap melemahnya
tekanan inflasi. Penurunan harga BBM pada awal triwulan I 2016 memberikan efek lanjutan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
41
terhadap kestabilan harga barang-barang lainnya. Efek penurunan harga BBM yang mulai
berlaku pada tanggal 5 Januari 2016, baru mulai dirasakan dampaknya terhadap tingkat inflasi
Sulawesi Barat dan komoditas administered price khususnya mulai bulan Februari, terlebih pada
saat bersamaan terjadi penurunan tarif listrik sehingga mendorong penurunan inflasi pada
administered price.
Dampak penurunan BBM terhadap tarif transportasi mulai dirasakan bulan Februari
2016. Pada kelompok administered price, penurunan harga BBM mendorong turunnya tarif
transportasi udara. Pada bulan Februari deflasi tarif transportasi udara sebesar 3,26% (mtm)
dan semakin dalam di bulan Maret 2016 menjadi 7,34% (mtm).
Penurunan harga terdiskresi dengan kenaikan harga rokok. Harga rokok pada akhir
triwulan I 2016 cenderung menunjukkan penguatan, dan tingkat inflasi meningkat pada bulan
Maret sebesar 6,83% (mtm) untuk rokok kretek dan rokok putih mengalami inflasi sebesar
3,37% (mtm).
2.6.3 Core Inflation
Inflasi core berfultuasi secara moderat. Pada grafik di atas, terlihat bahwa inflasi dari
komponen core memiliki pergerakan yang paling stabil dibandingkan komponen lainnya,
meskipun jarang mencapai level deflasi. Secara rata-rata selama 4 tahun terakhir sebesar 0,39%
(mtm), dan pada akhir triwulan I 2016 tercatat sebesar 0,41% (mtm). Sementara itu inflasi pada
Maret 2016 lebih rendah dari rerata tersebut, sebesar 0,12%. Komoditas core yang mengalami
tekanan inflasi yaitu perlengkapan material yang berbahan dasar kayu, diikuti dengan beberapa
jenis sandang. Sementara itu, berkurangnya tekanan inflasi pada beberapa komoditi ikan
mampu memberikan andil berarti terhadap pelemahan tekanan inflasi, sehingga pergerakan
inflasi komoditi core di triwulan I 2016 relatif moderat.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
42
1. Perubahan Harga BBM, Berdampakkah Kepada Inflasi?
Kebijakan perubahan harga bahan bakar minyak (BBM) beralih menjadi menyesuaikan
dengan perkembangan harga minyak dunia. Kebijakan tersebut dimulai sejak akhir tahun
2014 dimulai pada tanggal 18 November 2014 dengan menaikkan harga BBM subsidi dari
Rp6500 menjadi Rp8500. Dalam beberapa periode terakhir, pelemahan ekonomi global yang
terjadi menyebabkan harga komoditas global mengalami penurunan termasuk harga minyak.
Penurunan harga minyak tersebut menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan untuk
menurunkan harga komoditas bahan bakar domestik. Selama tahun 2016, pemerintah telah
menurunkan harga BBM subsidi sebanyak 2 kali yaitu pada Januari 2016 dan April 2016.
Kelangkaan BBM sempat terjadi pada saat penurunan harga BBM subsidi yang berlaku
mulai tanggal 5 Januari 2015, di beberapa kota di Sulawesi Barat seperti Mamuju, Pasang Kayu,
dan Majene. Kelangkaan ini disebabkan distribusi bahan bakar yang terhambat dan kebijakan
pemilik stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang memutuskan untuk menghabiskan
stok dengan harga yang lama sebelum mengisi dengan stok dengan harga yang baru. Selain itu,
pemberitahuan penurunan BBM yang diumumkan 1 minggu sebelumnya menyebabkan
banyak masyarakat yang menahan diri untuk membeli BBM sampai dengan dilakukannya
penurunan harga. Namun, penurunan BBM subsidi pada awal tahun ini memberikan dampak
kepada penurunan tingkat inflasi. Selama 4 bulan berturut-turut, Mamuju mengalami deflasi
dimana deflasi terdalam terjadi pada bulan Februari 2016 yang mencapai -0,37% (mtm). Deflasi
pada bulan Februari tersebut juga diakibatkan kebijakan penurunan tarif dasar listrik (TDL) pada
bulan Januari dimana masih banyak masyarakat yang menggunakan listrik paska bayar
sehingga efek penurunan TDL terjadi pada bulan berikutnya.
Pada minggu awal penurunan harga BBM pada bulan Januari 2016 belum mempengaruhi
harga kebutuhan bahan pokok di pasar regional Mamuju, seperti harga telur dan cabai.
Indikasi awal menyatakan bahwa belum terjadinya penurunan harga tersebut disebabkan
karena ekspektasi pedagang yang masih belum sejalan dengan penurunan harga BBM.
Penurunan harga hanya terjadi pada komditi harga sayuran namun hal tersebut terjadi sejak
sebelum penurunan harga BBM dan lebih disebabkan oleh pasokan yang sedang melimpah.
BOKS 1
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
43
Grafik 17. Perubahan Harga BBM Subsidi vs Inflasi
periode kenaikan BBM
periode penurunan BBM
sumber: BPS, diolah
Secara umum, perubahan harga BBM subsidi mempengaruhi inflasi di Sulawesi Barat.
Pada saat kenaikan BBM subsidi yang cukup signifikan, setidaknya inflasi pada bulan berikutnya
di atas 2%, kecuali pada periode Maret 2015 dimana kenaikan BBM tidak signifikan sehingga
tidak berdampak terhadap harga yang beredar. Begitu pula pada saat terjadi penurunan harga
BBM, pada bulan berikutnya inflasi cenderung terkendali bahkan terjadi deflasi seperti
penurunan BBM yang terjadi pada Januari 2015. Pengaruh BBM ini tidak lain karena sumber
barang jadi di Sulawesi Barat yang masih berasal dari daerah lain sehingga biaya transportasi
akan sangat mempengaruhi harga barang jadi.
Tabel 11. Pergerakan Inflasi Saat Kenaikan
BBM
Tabel 12. Pergerakan Inflasi Saat Penurunan
BBM
Periode Kenaikan
Harga BBM
% Kenaikan
BBM
Inflasi pada bulan
berikutnya (mtm)
May 2008 33.33 3.04
June 2013 44.44 2.42
November 2014 30.77 2.45
March 2015 8.96 0.09
Periode Penurunan
Harga BBM
% Penurunan
BBM
Inflasi pada bulan
berikutnya (mtm)
December 2008 -16.67 -0.85
January 2009 -10.00 0.15
January 2015 -21.18 -1.13
January 2016 -3.42 -0.37
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
44
2. Meningkatkan Koordinasi Dan Komunikasi, Mengawal Pengendalian
Inflasi Menjelang Ramadhan Dan Idul Fitri 2016
Dalam rangka menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran tahun 2016, Tim Pengendali
Inflasi Daerah (TPID) Prov. Sulawesi Barat telah melakukan pemantauan perkembangan
harga-harga komoditas utama yang sering menyebabkan tekanan inflasi pada saat Bulan
Puasa dan Hari Raya dan menginfokannya kepada seluruh wartawan Sulawesi Barat melalui
press release. Berdasarkan hasil pantauan, terdapat 9 komoditas yang biasa menyebabkan
kenaikan inflasi pada waktu-waktu tersebut yaitu: (i) Beras, (ii) Ikan (Cakalang, Layang/Benggol),
(iii) Udang Basah, (iv) Telur Ayam Ras, (v) Ayam Hidup, (vi) Daging Ayam, (vii) Daging Sapi, (viii)
Bahan Bakar dan (ix) Angkutan Udara.
TPID Prov. Sulawesi Barat selalu berkoordinasi aktif dengan seluruh Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) terkait untuk mengetahui kecukupan stock dan kelancaran distribusi serta
perkembangan harga-harga komoditas dimaksud. Berdasarkan informasi yang berhasil
dikumpulkan dari SKPD terkait, saat ini seluruh komoditas-komoditas tersebut berada dalam
kondisi stock yang cukup dan harga yang stabil.
Dari 9 komoditas yang ada, komoditas yang paling berpengaruh pada saat Bulan
Ramadhan dan Hari Raya adalah komoditas beras dan bahan bakar. Untuk mengatasi hal
tersebut, maka produksi beras Sulawesi Barat yang ada akan difokuskan untuk memenuhi
pasar Sulawesi Barat terlebih dahulu. Bulog sebagai gudang beras juga terpantau memiliki stok
beras yang cukup besar dengan memiliki persediaan lebih dari 700 ribuan ton beras. Antisipasi
peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap bahan bakar juga telah dilakukan melalui
penambahan jumlah volume persediaan sebanyak 20.000 liter di setiap SPBU yang ada.
Berdasarkan hasil pantauan TPID, kedua komoditas tersebut juga diketahui terus mengalami
BOKS 2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
45
penurunan harga. Melihat ketersediaan stok yang cukup dan perkembangan harga yang stabil,
maka diperkirakan lonjakan harga yang terjadi pada saat bulan Ramadhan dan Hari Raya
Lebaran dapat diantisipasi, sehingga kebutuhan masyarakat terhadap komoditas-komoditas
tersebut akan dapat dipenuhi dengan harga yang terjangkau.
Kegiatan TPID Prov. Sulawesi Barat ini dilakukan dalam rangka menjalankan amanah dari
Presiden Republik Indonesia pada Rakornas VI TPID, yaitu mendorong tercapainya fungsi 4K
(Ketersediaan Pasokan, Ketersediaan Harga, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi yang Efektif)
di setiap daerah, demi mencapai kestabilan inflasi yang rendah dan stabil.
Ke depan TPID Prov. Sulawesi Barat akan terus berusaha untuk mengatasi segala
permasalahan yang mungkin timbul melalui koordinasi yang kuat dengan stakeholders
serta aparat penegak hukum untuk menghindari adanya penimbunan stok komoditas yang
dapat menyebabkan kelangkaan komoditas-komoditas di atas. Selain itu, dalam jangka
menengah kami juga akan membenahi infrastruktur pendukung seperti cold storage dan
gudang beras sehingga peningkatan produksi yang ada dapat disimpan dan diperuntukkan
pada masa-masa paceklik.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
46
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
47
3. Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran
Kinerja perbankan pada triwulan I 2016
menunjukkan pertumbuhan positif. Secara tahunan,
aset perbankan Sulawesi Barat tumbuh lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 2015.
Jumlah aset perbankan pada triwulan I 2016 sebesar
Rp5,30 triliun, tumbuh 11,64% (yoy).
Peningkatan kinerja diikuti dengan pertumbuhan
output dan provisi perbankan. Pertumbuhan DPK
tumbuh 1,61% (yoy) melambat dibandingkan
triwulan I 2015. Kredit meningkat 6,37% (yoy),
dimotori oleh kredit modal kerja sebesar 18,75%
(yoy). Membaiknya kinerja perbankan berimbas
positif terhadap Nilai Tambah Bruto (NTB) yang
dihasilkan oleh perbankan di Sulawesi Barat.
Bab 03 SISTEM KEUANGAN DAN
SISTEM PEMBAYARAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
48
3.1 Kondisi Umum Perbankan Sulawesi Barat
Kinerja perbankan pada triwulan I 2016 menunjukkan pertumbuhan positif. Hal ini ini
tercermin dari peningkatan berbagai indikatornya. Secara tahunan (yoy), peningkatan terbesar
pada aset sebesar 11,64% dan kredit 6,37%, sementara dana pihak ketiga (DPK) meningkat tipis
sebesar 1,61%. Peningkatan DPK yang relatif rendah mendorong LDR membaik menjadi
172,77% (rasio DPK dan kredit berdasarkan alokasi proyek) dibandingkan dengan 165,04% pada
triwulan I 2015.
Secara tahunan, aset perbankan Sulawesi Barat tumbuh lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan I 2015. Jumlah aset perbankan pada triwulan I 2016 sebesar
Rp5,30 triliun, tumbuh 11,64% (yoy). Pertumbuhan aset tersebut berada di atas rata-rata
pertumbuhan aset di triwulan I 2016 selama 4 tahun terakhir, sebesar 17,01% (yoy). Namun
demikian, pertumbuhan pada periode laporan lebih tinggi dibandingkan 7,44% di triwulan I
2015. Peningkatan aset tersebut utamanya didorong oleh ekspansi kredit yang dilakukan oleh
perbankan di Sulawesi Barat.
Peningkatan kinerja diikuti dengan pertumbuhan output dan provisi perbankan.
Peningkatan aktivitas perbankan terlihat pula dari pertumbuhan output yang dihasilkan
perbankan. Berdasarkan penghitungan nilai tambah bruto (NTB) bank dengan metode FISIM,
jumlah output pada triwulan laporan sebesar Rp958,83 miliar, tumbuh 12,24% secara tahunan
(yoy), menguat dibandingkan 10,85% pada triwulan I 2015 mengalami peningkatan Rp6,21
triliun.
Pertumbuhan DPK tumbuh 1,61% (yoy) melambat dibandingkan triwulan I 2015.
Pertumbuhan DPK pada periode laporan menunjukkan perlambatan, sebesar 1,61%
sibandingkan 18,48% (yoy) pada periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, rata-rata
pertumbuhan triwulan I selama 4 tahun terakhir sebesar 18,61% (yoy). Peningkatan DPK
tersebut utamanya ditopang oleh pesatnya pertumbuhan simpanan giro, sebesar 55,73% (yoy)
menjadi Rp1,41 triliun, sementara jumlah DPK relaitf tetap sbesar Rp2,1 triliun. Sebaliknya
deposito menurun sebesar 33,42% (yoy) menjadi sebesar Rp352,15 juta.
Kredit meningkat 6,37% (yoy), dimotori oleh kredit modal kerja sebesar 18,75% (yoy).
Pertumbuhan kredit perbankan di Sulawesi Barat pada triwulan I 2016 meningkat 6,37%, cukup
menggembirakan mengingat pada periode yang sama pertumbuhan DPK sebesar 1,61% (yoy).
Namun, jika dibandingkan dengan triwulan I 2015 ataupun rata-rata pertumbuhan triwulan I
selama 4 tahun terakhir yang masing-masing sebesar 9,67% (yoy) dan 20,03% (yoy), maka
pertumbuhan di triwulan I 2016 cenderung melambat.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
49
Menilik faktor pendorongnya, pertumbuhan kredit modal kerja yang cukup pesat, sebesar
18,75% (yoy) menjadi Rp2,07 triliun menjadi alasan utama yang melatarbelakangi peningkatan
tersebut. Sementara itu, kredit konsumsi yang masih mendominasi pangsa kredit di Sulawesi
Barat, pada triwulan I 2016 hanya mencatat pertumbuhan moderat, yakni sebesar 2,01%
menjari Rp3,31 triliun. Sebaliknya kredit investasi mengalami penurunan nilai sebesar 2,49%
(yoy) menjadi Rp820,30 juta. Peningkatan kredit modal kerja yang cukup pesat mengindikasikan
pergerakan aktivitas dunia usaha yang cukup menggembirakan. Hal ini sejalan dengan
peningkatan simpanan giro, yang pada umumnya dimanfaatkan oleh para pelaku usaha untuk
menyelesaikan kewajiban usahanya.
Peningkatan fungsi intermediasi perbankan ditandai dengan peningkatan nilai tambah
dari Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM) dan pendapatan provisi.
Indikasi lain peningkatan penyaluran kredit adalah tumbuhnya nilai tambah yang dihasilkan
dari kegiatan FISIM, pada triwulan I 2016 peningkatannya sebesar 11,23% (yoy) menjadi
Rp869,67 miliar. Pertumbuhan tersebut menguat dibandingkan periode yang sama tahun lalu,
yakni 110,05% (yoy). Sejalan dengan peningkatan nilai FISIM, provisi yang diterima oleh
perbankan juga meningkat sebesar 13,37% (yoy) menjadi Rp81,49 miliar. Meskipun cukup pesat,
namun masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan provisi di tiwulan I 2015 sebesar
21,10%.
Membaiknya kinerja perbankan berimbas positif terhadap Nilai Tambah Bruto (NTB)
yang dihasilkan oleh perbankan di Sulawesi Barat. Aktivitas perbankan terkonfirmasi pula
dari meningkatnya biaya konsumsi antara oleh perbankan. Pada triwulan I 2016, konsumsi yang
menggambarkan biaya bank untuk pemeliharaan dana, operasional bank dan kegiatan lainnya,
meningkat 17,44% (yoy) menjadi sebesar Rp149,74 miliar. Peningkatan konsumsi yang cukup
besar tersebut menahan laju pertumbuhan NTB Bank untuk tumbuh lebih pesat, di triwulan I
2016 pertumbuhannya 11,33% dengan nilai sebesar Rp809,08 miliar. Pertumbuhan NTB
tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada tiwulan I 2015 sebesar 9,82%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
50
Grafik 18. Pertumbuhan NTB Bank dan
Komponen Penerimaan
Grafik 19. NTB Bank (Nominal) dan Komponen
Penerimaan
Sejalan dengan kinerja perbankan yang baik didalam penyaluran kredit, LDR perbankan di
Sulawesi Barat pada triwulan I meningkat meningkat cukup pesat, dari 165,04% menjadi
172,77%. Peningkatan LDR tersebut cukup baik, mengingat pada triwulan I 2015 LDR justru
melemah, meningkat 7,44% (yoy), dan rata-rata LDR di triwulan I selama 4 tahun terakhir yang
hanya meningkat 1,26% (yoy).
3.2 Perkembangan Jaringan Kantor
Jumlah jaringan kantor bank umum di wilayah Sulawesi Barat stabil. Jumlah kantor bank
umum di Sulawesi Barat masih sebanyak 74 kantor, dengan kantor cabang bank umum yang
termuda di Sulawesi Barat adalah Bank Pembangunan Daerah Sulselbar cabang syariah yang
resmi berdiri pada tahun 2015.
Pada kategori kelompok bank pemerintah, tercatat jumlah kantor bank pada triwulan laporan
adalah berjumlah 55 buah atau setara dengan 74,32% dari total bank di Sulawesi Barat. Jika
dilihat dari tingkatan kantor bank, bank pemerintah yang berada di wilayah Sulawesi Barat
paling banyak difungsikan sebagai Kantor Kas (KK) dengan jumlah 44 bank, disusul oleh Kantor
Cabang Pembantu (KCP) berjumlah 6 buah lalu terakhir adalah Kantor Cabang (KC) dengan
jumlah 5 buah.
Untuk bank pemerintah daerah, tercatat berjumlah sebanyak 7 bank dengan rincian 4 KC, 2
KCP dan 1 KK. Sedangkan untuk bank swasta nasional berjumlah sebanyak 12 bank dengan
rincian 2 KC, 5KCP dan 2 KK.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
51
Tabel 13. Jumlah Kantor Bank di Sulawesi Barat
3.3 Dana Pihak Ketiga (DPK)
Pertumbuhan DPK dimotori oleh komponen Giro. Dana pihak ketiga pada triwulan laporan
hanya tumbuh sebesar 1,61% (yoy) menjadi Rp3,59 triliun. Peningkatan tersebut utamanya
dipacu oleh pertumbuhan simpanan giro sebesar 55,73% (yoy) menjadi Rp1,41 triliun. Tingkat
pertumbuhan giro tersebut meningkat signifkan dibandingkan rata-rata pertumbuhan dalam 4
tahun terakhir sebesar 17,53% (yoy) ataupun pertumbuhan pada triwulan I 2016 sebesar 9,61%
(yoy).
Komponen lainnya yang mengalami pertumbuhan positif adalah tabungan, tumbuh sebesar
0,18% (yoy) menjadi Rp2,10 triliun. Tingkat pertumbuhan tabungan tersebut merupakan yang
terendah dalam 4 tahun terakhir, dimana rata-rata pertumbuhannya sebesar 16,73%, pun jika
dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan lalu di tahun yang sama sebesar 8,04%.
Sementara itu, simpanan deposito menunjukkan penurunan cukup besar, sebesar 33,42% (yoy)
menjadi Rp352 juta. Penurunan pertumbuhan ini cukup besar dibandingkan dengan rata-rata
pertumbuhan triwulan I selama 4 tahun terakhir sebesar 42,74% (yoy). Koreksi pertumbuhan
tersebut tercatat merupakan yang terendah dalam 6 tahun terakhir.
2014 2016
IV I I I I I I IV I
Bank Pemerintah 55 55 55 55 55 55
Kantor Pusat - - - - - -
Kantor Cabang 5 5 5 5 5 5
Kantor Cabang Pembantu 1) 6 6 6 6 6 6
Kantor Kas 44 44 44 44 44 44
Bank Pemerintah Daerah 7 7 7 7 7 7
Kantor Pusat - - - - - -
Kantor Cabang 4 4 4 4 4 4
Kantor Cabang Pembantu 1) 2 2 2 2 2 2
Kantor Kas 1 1 1 1 1 1
Bank Swasta Nasional 12 12 12 12 12 12
Kantor Pusat - - - - - -
Kantor Cabang 5 5 5 5 5 5
Kantor Cabang Pembantu 1) 5 5 5 5 5 5
Kantor Kas 2 2 2 2 2 2
TOTAL 74 74 74 74 74 74
2015KETERANGAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
52
Perubahan komposisi DPK tersebut mengindikasikan terjadinya peningkatan kegiatan usaha,
sehingga deposan mengalihkan simpanannya dari jangka panjang yang bersifat investasi
menjadi simpanan yang lebih produktif dan mendukung kegiatan usaha, yaitu simpanan giro.
Grafik 20. Perkembangan DPK Perbankan
Umum di Sulawesi Barat (yoy)
Grafik 21. Pertumbuhan tahunan DPK
Perbankan Umum di Sulawesi Barat (yoy)
3.4 Realisasi Penyaluran Kredit
Realisasi penyaluran kredit perbankan tercatat meningkat pada triwulan laporan
sebesar 6,37% menjadi sebesar Rp6,21 triliun. Secara umum sebagian besar lapangan usaha
mencatat penurunan pertumbuhan kredit, terbesar pada lapangan usaha industri pengolahan
yang mengalami penurunan kredit hingga -27,78% (yoy), diikuti dengan lapangan usaha
pengangkutan yang mencatat penurunan tajam dibandingkan triwulan I 2015 (>100%) menjadi
27,02% dan alokasi kredit pada lapangan usaha pertanian yang minus 14,89% (yoy). Namun
demikian, fluktuasi pertumbuhan kredit tersebut belum memberikan efek berarti terhadap
perubahan pangsa kredit di triwulan I 2016, yang masih didominasi oleh lapangan usaha lain-
lain (53,39%), perdagangan besar dan eceran (31,03%) dan pertanian (7,84%).
Dominasi kredit pada lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran tumbuh menguat.
Dengan pangsa pasar sebesar 31,03%, kredit pada lapangan usaha perdagangan mampu
meningkatkan kinerjanya dengan tumbuh sebesar 21,77% (yoy) menjadi Rp1,93 triliun. Tingkat
pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan 7,53% (yoy) pada tiwulan I 2016. Terkait
dengan peningkatan simpanan giro, dan kredit modal kerja, peningkatan kredit di lapangan
usaha perdagangan mengkonfirmasi pergerakan yang terjadi pada kegiatan usaha
perdagangan di Sulawesi Barat.
Kredit di lapangan usaha pertanian mengalami pertumbuhan negatif dan berdampak
terhadap industri pengolahan. Melambatnya aktivitas pertanian di Sulawesi Barat tercermin
pula dari realisasi kredit di lapangan usaha pertanian, di triwulan I 2016 mengalami penurunan
hingga -14,89% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit di sektor pertanian telah berlangsung
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
53
sejak triwulan I 2014, diawali dengan pertumbuhan kredit sebesar 24,25% (yoy) yang turun
dibandingkan 34,74% (yoy) pada triwulan I 2013, yang terus berlanjut hingga di triwulan I 2015
hanya mampu tumbuh sebesar 2,32% dan kembali terkoreksi di triwulan I 2016. Keterpurukan
pertanian berdampak kurang baik terhadap realisasi kredit di lapangan sauah industri
pengolahan, yang tumbuh -27,78% (yoy) emnjadi sebesar Rp84,76 miliar. Guna mengatasi
keterpurukan ini kiranya dibutuhkan investasi pada industri pengolahan yang berbasis kepada
pertanian sehingga mampu meningkatkan nilai tambah pada kedua lapangan usaha tersebut.
Grafik 22. Perkembangan Kredit Perbankan Grafik 23.Pertumbuhan Tahunan Kredit
Perbankan Berdasarkan Lapangan Usaha
Kredit pada pertambangan, konstruksi dan jasa sosial masyarakat tumbuh cukup pesat.
Hal ini terliat dengan besarnya pertumbuhan tahunan (yoy) pada ketiga lapangan usaha
dimaksud pada triwulan I 2016 yang masing-masing sebesar 20,67%, 25,08% dan 35,87%.
Sehingga nilai realisasi kredit ketiganya masing-masing sebesar Rp4 miliar, Rp117,76 miliar dan
Rp173,52 miliar. Namun karena pangsanya belum terlalu besar didalam kredit perbankan
Sulawesi Barat sehingga pengaruhnya terhadap total realisasi kredit masih relatif kecil.
Ditinjau berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit dimotori oleh kredit
modal kerja. Realisasi kredit modal kerja di triwulan I 2016 cukup menggembirakan, dengan
nilai sebesar Rp2,07 triliun, kredit modal kerja mampu tumbuha pesat sebesar 18,75% (yoy),
menguat dibandingkan tingkat pertumbuhan triwulan I 2015 sebesar 8,69% dan mampu
meningkatkan pangsa kredit modal kerja dari 29,92% (triwulan I 2015) menjadi 33,40% (triwulan
I 2016). Pertumbuhan kredit modal kerja tersebut menguatkan indikasi akselerasi pertumbuhan
pada sektor perdagangan di wilayah Sulawesi Barat. Namun demikian, peningkatan
pertumbuhan ini lebih bersifat jangka pendek terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat.
Sementara kredit konsumsi yang memiliki pangsa terbesar, pada triwulan I 2016 hanya
mampu tumbuh sebesar 2,01% (yoy), turun cukup besar dibandingkan pertumbuhan
triwulan I 2015 yang sebesar 12,46% (yoy). Penurunan kredit konsumsi tersebut terkonfirmasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
54
dari melemahnya pertumbuhan konsumsi masyarakat di triwulan laporan, demikian pula
dengan penjualan kendaraan roda 4 yang mengalami kontraksi selama triwulan I 2016.
Sementar itu, kredit investasi pertumbuhannya terkoreksi menjadi -2,49% (yoy) menjadi
Rp820,30 miliar. Kondisi ini cukup kontradiktif mengingat disepanjang tahun 2015 lalu, kredit
investasi mampu tumbuh cukup pesat. Kondisi ini mengindikasikan melemahnya investasi yang
dilakukan di Sulawesi barat sepanjang triwulan I 2015. Sementara itu, selama 4 tahun terakhir,
kredit investasi mampu tumbuh rata-rata sebesar 18,02% (yoy).
Grafik 24. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Grafik 25. Pertumbuhan Kredit investasi
3.5 Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan laporan dan
operasional Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi Barat, perputaran
transaksi kliring mengalami penurunan pada triwulan laporan. Transaksi kliring yang
sebelumnya di Desember 2015 mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 384%,
memasuki triwulan I tahun 2016 mengalami penurunan yang tajam sebesar 322% dengan
Grafik 26. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
55
jumlah sebesar 64% saja di awal bulan triwulan berjalan. Penurunan pertumbuhan ini
dikarenakan masih baru berdirinya Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat
dan masih belum banyaknya masyarakat yang memahami proses bertransaksi kliring.
Masyarakat Sulawesi Barat lebih banyak yang melakukan transaksi tunai sekalipun dalam
jumlah besar. Saat ini jumlah bank peserta kliring tercatat sebanyak 11 bank yang kesemuanya
berkedudukan di Kabupaten Mamuju. Jumlah nominal transaksi perputaran kliring pada
pertengahan triwulan I tahun 2016 mengalami penurunan namun tidak signifikan dibanding
sebelumnya. Awal tahun 2016 tercatat mengalami penurunan sebesar 27% yang semula 62%
menjadi 35%. Di pertengahan bulan triwulan berjalan mengalami pertumbuhan sebesar 51%
dari yang sebelumnya tercatat sebesar 35% mengalami peningkatan menjadi 85% di akhir
triwulan. Rata-rata perputaran transaksi kliring per hari di pertengahan triwulan I tahun 2016
sebanyak 40 transaksi dengan persentasi penolakan sebesar 2,52% perhari. Meskipun terjadi
penurunan pada nominal transaksi kliring namun jika dilihat dari rata-rata transaksi terus
menerus mengalami peningkatan setiap minggunya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
56
3. BI Sulbar Menggalakkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)
Penggunaan transaksi pembayaran berbasis elektronik yang dilakukan masyarakat
Indonesia terutama di Sulawesi Barat relatif masih rendah. Sebagian besar lapisan
masyarakat masih cenderung menggunakan uang tunai dalam setiap transaksinya. Bank
Indonesia bersama perbankan menyediakan layanan sistem permbayaran kepada masyarakat
perlu memiliki visi yang sama dan komitmen yang kuat untuk mendorong penggunaan
transaksi non tunai oleh masyarakat untuk mewujudkan Less Cash Society (LCS). Hal tersebut
mendorong Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat mencanangkan Gerakan
Nasional Non Tunai (GNNT) yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap penggunaan instrumen non tunai.
Dinamika perkembangan ekonomi di Provinsi Sulawesi Barat yang semakin meningkat dan
pengelolaan manajemen birokrasi yang semakin modern menuntut dan membutuhkan
pengelolaan keuangan daerah yang efisien, transparan, dan accountable.
Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat menyambut baik GNNT dan mengimbau
kepada semua pegawai negeri sipil di Sulawesi Barat untuk mengimplementasikan hal tersebut,
karena dengan bertransaksi secara non tunai adalah salah satu cara bertransaksi yang lebih
aman. Penggunaan sistem transaksi non tunai sangat efektif dilakukan karena lebih cepat
namun pihak perbankan perlu memikirkan sistem keamanan kartu yang digunakan untuk
transaksi, mengingat adanya risiko pembobolan rekening yang marak terjadi saat ini.
Pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Barat sangat mengharapkan adanya kerja sama antara
Pemda dan BI agar tercipta transaksi yang lebih efisien di Sulawesi Barat.
Sambutan yang baik dari Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar)
mengenai GNNT, KPw BI Prov. Sulawesi Barat berupaya mengenalkan transaksi non tunai ke
BOKS 3
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
57
seluruh kabupaten di Sulawesi Barat. Sebagai
langkah awal kantor yang baru beroperasi,
KPw BI Prov. Sulawesi Barat
mensosialisasikan kemudahan transaksi non
tunai pada bulan Maret 2016 di kabupaten
Mamuju Tengah (Mateng). Upaya
elektronifikasi merupakan kebutuhan bagi
suatu daerah mengingat tren
pengembangan e-government di lingkungan pemerintah provinsi/daerah yang mengharuskan
adanya channel pembayaran untuk aktivitas transaksi dari aplikasi e-government.
Pemerintah daerah Mamuju Tengah (Pemda Mateng) menyatakan bahwa sudah ada beberapa
transaksi pemerintah dalam bentuk non tunai yaitu:
1. Gaji PNS termasuk guru
2. Program sertifikasi guru
3. Bantuan sosial
4. Hibah Pemerintah
5. Alokasi dana desa
Selain transaksi tersebut, Pemda Mateng berupaya mengalihkan transaksi yang saat ini masih
dalam bentuk tunai seperti gaji tenaga kontrak, gaji guru kontrak dan tambahan penghasilan
pegawai. Pemda berharap edukasi terhadap transaksi non tunai ini terus dilakukan untuk
memitigasi risiko yang muncul akibat
transaksi non tunai (penipuan modus sms,
pencurian sandi ATM, dll).
KPw BI Prov. Sulbar juga melakukan
sosialisasi di kab. Mamasa. Kondisi
infrastruktur di Mamasa yang belum
memadai menyulitkan perkembangan
teknologi di daerah ini. Kehadiran perbankan
pun masih minim dengan hanya ada 2 bank
di Mamasa. Sulitnya menjangkau Mamasa membuat transaksi non tunai masih sulit untuk
dikembangkan. Namun, BI dengan bekerja sama dengan Pemda setempat akan berupaya
maksimal agar GNNT yang dicanangkan dapat berlangsung dengan baik di setiap wilayah
Republik Indonesia.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
58
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
59
4. Keuangan Daerah
1.
Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah daerah
menyentuh titik terendah dalam 3 tahun terakhir.
Realisasi pendapatan daerah sampai dengan triwulan I
2016 hanya mencapai 15,87% sedangkan realisasi
belanja daerah hanya mencapai 5,46%.
Upaya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk
meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) belum
mengalami perkembangan berarti, di tahun 2016
ditargetkan meningkat sebesar 16,25% (yoy) menjadi
Rp278,77 miliar. Sementara itu, Realisasi belanja
operasional relatif rendah, sebesar 10,59% atau senilai
Rp117,42 milar, mengalami peningkatan sebesar 21,71%
(yoy).
Bab 04 KEUANGAN DAERAH
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
60
4.1 Struktur Anggaran
Realisasi pendapatan pemerintah menyentuh titik terendah dalam 3 tahun terakhir.
Pendapatan Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp1,71 triliun,
meningkat sekitar 17,66% secara tahunan (yoy) dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp1,45
triliun. Peningkatan pendapatan tersebut terutama berasal dari kenaikan pendapatan transfer
sebesasr 41,91% (yoy) menjadi Rp1,41 triliun. Sementara peningkatan pendapatan asli daerah
(PAD) meningkat sebesar 16,25% (yoy) menjadi Rp278,77 miliar.
Meskipun meningkat secara total, namun realisasi pendapatan di triwulan I 2016 justru
mengalami penurunan setelah mencatat perkembangan yang cukup baik selama 3 (tiga) tahun
terakhir. Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan I 2016, sebesar 15,87% atau senilai
Rp270 miliar. Deviasi ini disebabkan karena rendahnya realisasi pendapatan dari pendapatan
asli daerah (PAD) dan retribusi. Di samping itu, pendapatan yang berasal transfer pemerintah
pusat pun masih terbilang minim, hanya sebesar Rp238,36 miliar dari target sebesar Rp1,42
miliar atau sebesar 16,73%.
Sementara itu, rendahnya pembelanjaan pemerintah pada triwulan I 2016 terjadi pada belanja
operasional, yang realisasinya baru mencapai 10,59%, diikuti dengan belanja modal, dimana
realisasinya masiih sangat minim, yaitu sebesasr 0,04%. Khusus pada belanja modal, realisasi
belanja berupa pembelian peralatan dan mesin sebesar 0,27% atau Rp347 juta.
4.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi Sulawesi Barat
4.2.1 Pendapatan
Kinerja untuk peningkatan PAD belum menunjukkan perkembangan berarti. Pendapatan
pemerintah pada tahun 2016 di targetkan sebesar Rp1,71 triliun, dimana sumber utama
peningkatan tersebut diharapkan berasal dari pendapatan transfer, sedangkan peningkatan
Grafik 27. Realisasi Keuangan Pemerintah di
Sulawesi Barat Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
61
dari PD masih relatif minim. Upaya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk meningkatkan
pendapatan asli daerah (PAD) belum mengalami perkembangan berarti, di tahun 2016
ditargetkan meningkat sebesar 16,25% (yoy) menjadi Rp278,77 miliar. Meskipun ditargetkan
meningkat, pada triwulan I 2016 realisasi PAD masih relatif kecil, sebesar 10,98% atau senilai
Rp30,6 miliar, turun 32,81% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu (yoy). Deviasi PAD
disebabkan karena rendahnya realisasi pendapatan dari pajak daerah yang baru mencapai
Rp28,82 miliar (11,85%) dan realisasi retribusi daerah yang hanya sebesar Rp1,09 miliar (8,94%).
Dengan demikian, berdasarkan pangsanya, pangsa pajak dalam PAD triwulan I 2016 sebesar
94,19%, diikuti pendapatan retribusi sebesar 3,56% dan terkecil pangsa dari pendapatan lainnya
2,25%.
Penurunan realisasi pendapatan juga terjadi pada pendapatan transfer senilai Rp238,36
miliar, turun 36,54% (yoy) dibandingkan Rp375,59 miliar pada triwulan I 2015. Kondisi ini cukup
berbeda dengan yang diharapkan pada tahun 2016, dimana pendapatan dari transfer
ditetapkan sebesar Rp1,42 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 41,91% (yoy).
Berdasarkan komponennya, rendahnya realisasi tersebut disebabkan karena nihilnya realisasi
dari dana alokasi khusus (DAK), sementara realisasi dari bagi hasil pajak telah cukup baik,
sebesar Rp6,67 miliar atau 26,32%, begitu juga dengan dana alokasi umum (DAU) yang
realisasinya sebesar Rp231,29 miliar atau 25% dari target anggaran. Pangsa DAU mendominasi
pendapatan transfer yaitu sebesar 97,03%, diikuti bagi hasil dari pajak sebesar 2,80% dan bagi
hasil dari sumber daya alam (non pajak) yang masih sangat minim, sebesar 0,17%.
Satu-satunya komponen yang mencatat kenaikan adalah pendapatan dari komponen lain-lain,
jumlahnya naik sekitar Rp800 miliar dibandingkan tahun lalu yang berjumlah Rp957 juta.
Berdasarkan alokasi pendapatan tersebut mengindikasikan dibutuhkannya peningkatan
kemandirian anggaran, sehingga pangsa PAD didalam pendapatan daerah dapat lebih
ditingkatkan.
Grafik 28. Perkembangan Pendapatan
Pemerintah Prov. Sulawesi barat
Grafik 29. Perkembangan Belanja
Pemerintah Prov. Sulawesi Barat
Sumber: Biro Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulbar, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
62
Tabel 14. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta)
4.2.2 Belanja Pemerintah
Belanja pemerintah ditargetkan meningkat menjadi Rp2,16 triliun. Belanja pemerintah
Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2016 diperkirakan sebesar Rp2,16 triliun, meningkat
signifikan (59,14%, yoy) dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp1,35 triliun. Kenaikan terbesar
dari belanja tersebut diharapkan berasal dari belanja modal yang mencapai 87,27% (yoy)
menjadi sebesar Rp830,68 juta di tahun 2016. Sementara kenaikan belanja operasional
ditargetkan sebesar 21,71% (yoy) menjadi Rp1,11 triliun. Namun demikian, target peningkatan
belanja tersebut belum terealisasi sesuai dengan harapan, hanya sebesar 5,46% atau sebesar
Rp117,76 miliar.
Realisasi belanja operasional relatif rendah, sebesar 10,59% atau senilai Rp117,42 milar,
mengalami peningkatan sebesar 21,71% (yoy). Bagian terbesar belanja operasional tersebut
diperuntukan bagi pembayaran gaji pegawai, dan tahun 2016 alokasi dana untuk belanja
pegawai mengalami kenaikan sangat pesat, lebih dari 200% menjadi sebesar Rp818,72 miliar.
Alokasi terbesar berikutnya adalah belanja barang dan jasa yang mengalami kenaikan sebesar
15,93% (yoy) menjadi sebesar Rp497,43 miliar, diikuti oleh belanja hibah sebesar Rp388,16
miliar atau meningkat 69,78% (yoy). Ketiga komponen tersebut mendominasi alokasi dana
untuk belanja operasional di tahun 2016.
Uraian Anggaran 2015 Anggaran 2016 Real isasi 2016 %
Pendapatan 1,450,184.1 1,706,336.9 270,741.3 15.87
Pendapatan Asl i Daerah (PAD) 239,795.8 278,766.5 30,602.3 10.98
Pendapatan Pajak Daerah 216,196.5 243,221.1 28,824.7 11.85
Pendapatan Retribusi Daerah 4,141.8 12,177.3 1,088.3 8.94
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 1,175.0 1,225.0 0.0 0.00
Lain-lain PAD Yang Sah 18,282.5 22,143.1 689.3 3.11
Pendapatan Transfer 1 ,004,208.8 1,425,086.6 238,356.8 16.73
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat 1,004,208.8 1,425,086.6 238,356.8 16.73
Bagi Hasil Pajak 36,113.9 25,362.0 6,673.0 26.31
Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam 0.0 1,986.4 396.9 19.98
Dana Alokasi Umum (DAU) 895,580.9 925,147.6 231,286.9 25.00
Dana Alokasi Khusus (DAK) 72,514.0 152,205.3 0.0 0.00
Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik 0.0 277,980.4 0.0 0.00
Dana Insentif Daerah (DID) 0.0 42,405.0 0.0 0.00
Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah 206,179.5 2,483.8 1,782.3 71.76
Pendapatan Hibah 742.7 742.7 0.0 0.00
Pendapatan Lainnya 205,436.8 1,741.1 1,782.3 102.36
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
63
Meskipun alokasi jumlahnya meningkat pesat, namun realisasi penyerapan untuk ketiga
komponen tersebut masih terbilang rendah, sampai dengan triwulan I 2016 alokasi untuk
pembayaran gaji pegawai baru terealisasi sebesar Rp37,62 milar (4,60%), belanja barang dan
jasa terealisasi sebesar Rp3,86 miliar (0,78%). Perkembangan yang cukup baik terjadi pada
realisasi konsumsi pemerintah untuk hibah, yaitu sebesasr 17,74% atau sebesar Rp68,88 juta.
Sementara alokasi dana untuk pembayaran bunga dan bantuan sosial jumlahnya masih
terbilang minim, jumlah kumulatif keduanya sebesar Rp17,84 miliar.
Belanja modal meningkat 87,27% (yoy). Peningkatan tersebut mendorong alokasi dana untuk
belanja modal di tahun 2016 sebesar Rp830,68 miliar. Namun demikian, perkembangan kurang
menggembirakan terjadi pada rendahnya serapan anggaran untuk belanja modal, sampai
dengan triwulan I 2016 hanya terserap anggaran sebesar Rp347,62 juta untuk pembelian
peralatan dan mesin. Sementara belanja untuk pembelian tanah, gedung dan bangunan,
perbaikan jalan dan belanja asset tetap lainnya masih nihil.
Rendahnya penyerapan anggaran di triwulan I 2016 disinyalir akibat belum terealisasinya hasil
tender untuk pelaksanaan pembangunan, di samping itu pula diperkirakan terdapat rencana
relokasi anggaran sehubungan dengan pelaksanaan pilkada langsung untuk pemilihan
Gubernur yang akan dilakukan pada bulan Februari 2017.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
64
Tabel 15. Realisasi Belanja Sulawesi Barat
sumber : Kanwil DJPbN Provinsi Sulbar, diolah
4.2.3 Rasio antara Pendapatan dan Belanja
Defisit pembiayaan pembangunan Sulawesi Barat sebesasr Rp448,69 juta. Berdasarkan
alokasi antara pendapatan dan belanja di atas, terdapat defisit pengeluaran sebesar Rp448,69
juta. Kekurangan penerimaan tersebut ditargetkan untuk menggunakan dana silpa sebesar
Rp90 miliar dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp360,69 miliar. Di samping itu, pemerintah
menargetkan adanya penyertaan modal atau investasi pemerintah daerah sebesar Rp2 miliar
di tahun 2016, dan penyertaan tersebut telah direalisasikan seluruhnya pada triwulan I 2016.
Uraian Anggaran 2015 Anggaran 2016 Real isasi 2016 %
BELANJA 1,354,142.8 2,155,027.9 117,763.5 5.46
BELANJA OPERASI 910,562.6 1,108,280.2 117,415.9 10.59
Belanja Pegawai 241,370.0 818,724.1 37,621.3 4.60
Belanja Barang dan Jasa 429,066.8 497,426.2 3,864.9 0.78
Belanja Bunga 0.0 5,842.5 0.0 0.00
Belanja Hibah 228,625.8 388,165.0 68,877.7 17.74
Belanja Bantuan Sosial 11,500.0 12,006.5 0.0 0.00
BELANJA MODAL 443,580.2 830,684.4 347.6 0.04
Belanja Modal Tanah 0.0 6,000.0 0.0 0.00
Belanja Modal Peralatan dan Mesin 0.0 128,859.9 347.6 0.27
Belanja Modal Gedung dan Bangunan 0.0 413,941.2 0.0 0.00
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan 0.0 274,906.7 0.0 0.00
Belanja Modal Aset Tetap Lainnya 0.0 6,976.7 0.0 0.00
BELANJA TAK TERDUGA 0.0 1,000.0 0.0 0.00
Belanja Tak Terduga 1,000.0 1,000.0 0.0 0.00
TRANSFER 0.0 151,344.4 0.0 0.00
TRANSFER BAGI HASIL PENDAPATAN 86,281.0 116,188.4 0.0 0.00
Transfer Bagi Hasil Pajak Daerah 86,281.0 116,188.4 0.0 0.00
TRANSFER BANTUAN KEUANGAN 66,066.0 35,156.0 0.0 0.00
Transfer Bantuan Keuangan ke Pemerintah Daerah Lainnya 65,066.0 34,087.0 0.0 0.00
Transfer Bantuan Keuangan Lainnya 1,000.0 1,069.0 0.0 0.00
SURPLUS / (DEFISIT) 0 .0 -448,691.0 152,977.8 (34.09)
PEMBIAYAAN
PENERIMAAN PEMBIAYAAN 0.0 450,691.0 0.0 0.00
Penggunaan SiLPA 0.0 90,000.0 0.0 0.00
Pinjaman Dalam Negeri 0.0 360,691.0 0.0 0.00
PENGELUARAN PEMBIAYAAN 0.0 2,000.0 2,000.0 100.00
Penyertaan Modal/Investasi Pemerintah Daerah 0.0 2,000.0 2,000.0 100.00
PEMBIAYAAN NETTO 0.0 448,691.0 -2 ,000.0 (0 .45)
SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA) 0 .0 0.0 150,977.8
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
65
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
66
5. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 2. Pertumbuhan Ekonomi
Angkatan kerja Sulawesi Barat pada Februari 2016
menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Meskipun jumlah usia produktif
meningkat.
Sejalan dengan perlambatan perekonomian daerah di
triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, tingkat pengangguran Sulawesi barat per
Februari 2015 menunjukkan peningkatan sebesar 2,72%
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Barat masih
didominasi di sektor pertanian sesuai dengan sumber
utama perekonomian daerah.
Bab 05 Ketenagakerjaan dan
Kesejahteraan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
67
5.1 Ketenagakerjaan
Angkatan kerja Sulawesi Barat pada Februari 2016 menurun dibandingkan dengan
periode yang sama pada tahun lalu. Jumlah penduduk yang berada pada usia kerja atau yang
usia di atas 15 tahun pada Februari 2016 mencapai 887.312 jiwa atau meningkat 2,39%
dibandingkan Februari 2015. Pertumbuhan penduduk dalam usia produktif mengindikasikan
potensi tenaga kerja di Sulawesi Barat meningkat.
Sementara itu, pada periode laporan terjadi penurunan pertumbuhan jumlah tenaga kerja di
Sulawesi Barat, terlihat dari menurunnya jumlah angkatan kerja sebesar 0.95% dibandingkan
periode yang sama pada tahun 2015 yang tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 7,82%.
Penurunan jumlah angkatan kerja disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk usia
produktif yang masuk dalam kelompok bukan angkatan kerja. Penduduk yang termasuk bukan
angkatan kerja meningkat 12,28% (yoy). Pada periode laporan, jumlah penduduk bekerja juga
mengalami penurunan sebesar 1,87% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
sebelumnya yang tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 7,59%.
Tabel 16. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan
Utama (ribu orang)
Data diolah dari Sakernas
sumber: BPS
Tingkat pengangguran Sulawesi Barat meningkat dibandingkan tahun sebelumnya
seiring perlambatan ekonomi yang terjadi pada triwulan I 2016. Jumlah penduduk yang
menganggur sebanyak 17.421 jiwa. Pada periode yang sama tahun lalu, jumlah pengangguran
sebanyak 11.699 jiwa. Selain secara kuantitas jumlah pengangguran meningkat, tingkat
pengangguran yang meningkat disebabkan angka partisipasi angkatan kerja menurun. Tingkat
partisipasi angkatan kerja pada periode Februari 2016 mencapai 72,30%. Angka tersebut
menurun dibandingkan tahun lalu yang mencapai 74,74%. Menurunnya tingkat partisipasi
Feb Feb Feb Feb
Penduduk Usia Kerja (15+) 823.27 843.98 866.62 887.31
Angkatan Kerja 596.32 600.71 647.71 641.53
Bekerja 584.29 591.12 636.01 624.11
Pengangguran 12.03 9.60 11.70 17.42
Bukan Angkatan Kerja 226.95 243.27 218.91 245.78
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja/ TPAK 72.43% 71.18% 74.74% 72.30%
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2.02 1.60 1.81 2.72
Keterangan 2013 2014 2015 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
68
angkatan kerja disebabkan banyak pekerja wanita yang berstatus sebagai pekerja tidak dibayar,
memutuskan untuk tidak bekerja lagi. Di Sulawesi Barat porsi para pekerja yang tidak dibayar
cukup besar yaitu sekitar 24 %. Hal ini mengingat banyaknya pekerja keluarga yang dalam
kehidupan sehari-hari membantu kepala rumah tangga untuk memperoleh penghasilan
keluarga.
Sektor pertanian sebagai penyumbang perekonomian terbesar berimbas tingginya
penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut. Pada periode Februari 2016, tercatat
312.867 penduduk atau 50,13% dari total penduduk bekerja di Sulawesi Barat, bekerja pada
sektor pertanian. Sektor lain yang banyak diminati angkatan kerja yaitu sektor perdagangan
yang menyerap 99.598 penduduk. Penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan semakin
meningkat seiiring pertumbuhan ekonomi dari sektor tersebut. Selain itu, nilai tambah yang
lebih baik dibandingkan sektor pertanian membuat masyarakat yang baru memasuki usia
bekerja cenderung memilih bekerja di sektor perdagangan. Sektor jasa kemasyarakatan, sosial
dan perorangan juga turut menjadi alternatif masyarakat untuk memperoleh penghasilan.
Sebanyak 92.343 penduduk bekerja pada sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan.
Tabel 17. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Data diolah dari Sakernas
sumber: BPS
Pekerja di sektor informal mengalami penurunan pada Februari 2016, dengan jumlah
tenaga kerja mencapai 70,5% dari total penduduk yang bekerja atau menurun dari periode yang
sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 75,6%. Sisanya 29,5% atau sebanyak 184.283
bekerja di sektor formal seperti industri, perdagangan maupun jasa. Sejalan dengan
peningkatan pekerja di bidang selain pertanian seperti perdagangan dan jasa, jumlah pekerja
2016
Feb Feb Feb Feb
Pertanian 345.73 354.35 357.31 312.87
Industri 27.52 27.03 44.58 49.24
Konstruksi 21.37 23.93 25.76 52.91
Perdagangan 75.94 56.99 88.43 99.60
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan81.10 92.24 84.37 92.34
Lainnya* 36.05 36.59 35.58 17.15
Total 587.70 591.12 636.01 624.11
*) Transportasi, Pertambangan, Listrik Gas dan Air, dan Keuangan
2013SEKTOR EKONOMI
2014 2015
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
69
di sektor formal meningkat dari 140.594 di Februari tahun 2015 menjadi 161.371 di Februari
2016.
Tabel 18. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Status Pekerjaan
Data diolah dari Sakernas
sumber: BPS
Kualitas pendidikan penduduk yang bekerja belum mengalami perbaikan. Berdasarkan
data Februari 2016, penyerapan tenaga kerja sebagian besar masih didominasi oleh penduduk
yang berpendidikan rendah, yaitu SD ke bawah dengan porsi mencapai 60% dari total penduduk
yang bekerja atau sebesar 376.596 orang. Angka tersebut menurun dari periode yang sama
tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 61% atau sebesar 390.404. Meskipun begitu, pekerja
dengan tingkat pendidikan tinggi mengalami peningkatan. Pekerja yang sudah mengenyam
pendidikan di universitas memiliki porsi 7,3% dari total penduduk yang bekerja. Angka tersebut
meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya dengan porsi sebesar
6,1%.
2016
Feb Feb Feb Feb
Berusaha Sendiri 87.8 87.7 131.0 124.3
Berusaha dibantu buruh tidak tetap 168.3 143.1 155.2 138.8
Berusaha dibantu buruh tetap 14.7 15.7 14.8 22.9
Buruh/Karyawan 131.6 164.0 140.6 161.4
Pekerja Bebas di Pertanian 16.0 19.2 28.1 28.5
Pekerja Bebas di Non Pertanian 9.7 14.9 17.4
Pekerja Tak Dibayar 156.2 146.4 149.0 148.2
JUMLAH TENAGA KERJA 584.3 591.1 636.0 624.1
Sektor Formal 25.0% 30.4% 24.4% 29.5%
Sektor Informal 75.0% 69.6% 75.6% 70.5%
2013 2014 2015
STATUS PEKERJAAN UTAMA
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
70
Tabel 19. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang
Bekerja Menurut Pendidikan yang Ditamatkan
Data diolah dari Sakernas
sumber: BPS
5.2 Pengangguran
Berdasarkan data Februari 2016, angka pengangguran mengalami peningkatan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan jumlah pengangguran pada Februari 2016
tercatat sebesar 48,91% atau meningkat dari pertumbuhan periode yang sama pada tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar 21,92%. Sejalan dengan hal tersebut, dilihat dari indikator
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat mengalami peningkatan sebesar 2,72%
dari periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 1,81%.
5.3 Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan mengalami sedikit penurunan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meskipun NTP sedikit mengalami penurunan
dari 106,16 pada triwulan IV 2015 menjadi 106,07 pada triwulan I 2016, pertumbuhan NTP pada
triwulan I 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada periode
laporan, NTP meningkat 3,76% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh 2,77% (yoy). Tren pertumbuhan NTP yang meningkat mengindikasikan kesejahteraan
petani yang semakin baik. Hal ini tercermin dari indeks yang diterima oleh petani naik lebih
tinggi dibandingkan dengan indeks yang dibayar oleh petani. Peningkatan NTP ini disebabkan
oleh peningkatan pada subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan perikanan tangkap.
Secara tahunan peningkatan NTP terbesar terjadi pada subsektor tanaman pangan sebesar
11.06% menjadi 105,78. Selain itu, peningkatan yang secara tahunan meningkat juga terjadi
pada subsektor perikanan tangkap yang meningkat sebesar 3,31% atau menjadi 102.68.
Sementara itu, subsektor hortikultura yang meningkat sebesar 1,33% (yoy).
2013 2014 2015 2016
Feb Feb Feb Feb
SD ke bawah 358.1 333.9 390.4 376.6
SMP 73.8 83.8 89.8 62.3
SMA 69.9 90.4 64.0 88.7
SMK 36.5 33.3 38.1 38.5
Diploma 13.9 14.3 15.0 12.7
Universitas 40.1 35.3 38.8 45.4
TOTAL 592.4 591.1 636.0 624.1
TINGKAT PENDIDIKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
71
Grafik 30. NTP Sulawesi Barat dan Komponennya
sumber: BPS
Secara umum, indeks yang diterima petani dalam beberapa sub kelompok mengalami
peningkatan, hanya indeks yang diterima nelayan yang mengalami perlambatan. Apabila
dibandingkan secara tahunan dengan triwulan IV 2015, peningkatan indeks terima sub sektor
tanaman pangan dan hortikultura tercatat mengalami pertumbuhan tahunan sebesar 14,74%
dan 4,17%. Sementara itu, perkembangan harga CPO dunia yang membaik berimbas pula
terhadap nilai yang diterima petani perkebunan yang mengalami peningkatan 5,49% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya 4,84% (yoy). Adapun indeks yang diterima nelayan
mengalami perlambatan dibandingkan periode triwulan IV 2015. Indeks yang diterima nelayan
meningkat 3,37% (yoy) atau lebih lambat dari pertumbuhan sebelumnya yang mencapai 6,90%
(yoy).
Kesejahteraan petani secara umum meningkat disebabkan peningkatan indeks yang
diterima petani diiringi perlambatan indeks yang dibayar petani. Perlambatan indeks yang
harus dibayar petani terlihat di seluruh sub sektor. Indeks yang dibayar petani pangan dan
hortikultura masing-masing tumbuh 3,34% (yoy) dan 2,81% (yoy). Untuk indeks yang dibayar
petani perkebunan sedikit melambat dari 3,38% (yoy) menjadi 3,01% (yoy) pada periode
laporan. Sementara itu, indeks dibayar nelayan meningkat 2,08% (yoy) atau lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya 3,74% (yoy).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
72
Tabel 20. NTP Setiap Sub Sektor
sumber: BPS
5.4 Tingkat Kemiskinan
Tingkat kemiskinan Sulawesi Barat sedang dalam tren penurunan. Peningkatan
perekonomian Sulawesi Barat yang hampir selalu di atas rata-rata nasional, membuat
kesejahteraan masyarakat lebih baik. Pada periode September 2015, kemiskinan di Sulawesi
Barat tercatat sebanyak 153,21 ribu jiwa atau sebanyak 11,90% dari jumlah penduduk Sulawesi
Barat, menurun dibandingkan dengan periode Maret 2015 yang tercatat sebanyak 160.480 jiwa
atau sebanyak 12,40% dari jumlah penduduk Sulawesi Barat. Penurunan jumlah penduduk
miskin tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin baik yang berada
di pedesaan maupun perkotaan. Jumlah penduduk miskin di pedesaan menurun dari 133,09
ribu jiwa pada Maret 2015 menjadi 130,70 ribu jiwa pada bulan September 2015. Sementara
jumlah penduduk miskin di perkotaan pun juga mengalami penurunan bila dibandingkan
dengan periode Maret 2015 yang tercatat sebesar 27,39 ribu jiwa menjadi 22,510 ribu jiwa.
2016
I I I I I I IV I
Nilai Tukar Petani (NTP) 102.23 103.81 105.22 106.16 106.07
NTP diterima 116.92 118.91 121.82 123.57 125.03
NTP dibayar 114.38 114.55 115.77 116.40 117.88
NTP Pangan (NTP-P) 95.27 97.13 97.48 103.68 105.78
NTP-P diterima 108.90 111.27 112.87 120.80 124.96
NTP-P dibayar 114.32 114.55 115.78 116.50 118.14
NTP Hortikultura (NTP-H) 101.84 100.05 98.71 100.34 103.19
NTP-H diterima 116.28 114.36 114.10 116.28 121.13
NTP-H dibayar 114.19 114.30 115.59 115.89 117.39
NTP Perkebunan (NTP-R) 108.11 112.00 115.15 113.29 110.72
NTP-R diterima 125.13 129.75 134.79 133.31 132.00
NTP-R dibayar 115.74 115.84 117.05 117.67 119.23
Nilai tukar peternak (NTP-T) 101.04 101.47 103.36 103.34 102.33
NTP-T diterima 113.33 113.99 117.31 118.13 118.56
NTP-T dibayar 112.17 112.34 113.49 114.31 115.85
Nilai tukar nelayan (NTP-N) 99.33 100.27 102.11 100.17 100.58
NTP-N diterima 114.64 116.36 119.95 118.23 118.51
NTP-N dibayar 115.42 116.04 117.47 118.03 117.82
2015Uraian
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
73
Grafik 31. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat
sumber: BPS
Angka kemiskinan Sulawesi Barat mengalami penurunan dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya, terutama didorong oleh penduduk miskin di wilayah perkotaan,
sedangkan penduduk yang berada di desa tercatat mengalami peningkatan. Apabila
dibandingkan dengan periode September 2014 jumlah penduduk miskin di perkotaan turun
sebesar -24.64% atau setara dengan penurunan sebesar 7,36 ribu jiwa, sedangkan penduduk
miskin di wilayah pedesaan meningkat sebesar 4,71% atau setara dengan peningkatan sebesar
5,88 ribu jiwa.
Garis kemiskinan terus mengalami peningkatan. Dalam satu tahun terakhir garis
kemiskinan kota dan desa meningkat sebesar 5,96% dari Rp. 261.881,- perkapita/bulan pada
Maret 2015 menjadi Rp. 277.479,- perkapita/bulan pada September 2015.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
74
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
75
6. Prospek Perekonomian 3. Pertumbuhan Ekonomi
Ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2016
diperkirakan kinerjanya membaik dan akan tumbuh
pada kisaran 6,5%-9%. Peningkatan ekonomi
diperkirakan bersumber dari pertanian dan industri
dimana musim panen yang masih akan terjadi dan
kenaikan harga komoditas global seiring perbaikan
ekonomi Tiongkok.
Tekanan inflasi selama 2016 relatif lebih rendah
dibandingkan tahun sebelumnya. Rendahnya harga
BBM menjadi faktor utama inflasi di Sulawesi Barat dan
diperkirakan akan bergerak dalam level sesuai target
nasional 4%±1%.
Bab 06 Prospek Perekonomian
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
76
6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2016 diperkirakan kinerjanya membaik dan
akan tumbuh pada kisaran 6,5%-9%. Pergeseran musim panen yang tidak hanya terjadi pada
triwulan I namun panen masih terjadi sampai paling tidak pertengahan triwulan II, membuat
terjadi peningkatan pada sektor pertanian sebagai sektor terbesar Sulawesi Barat. Dari sisi
permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan didorong oleh meningkatnya konsumsi
masyarakat pada saat bulan puasa dan menjelang hari raya lebaran. Risiko yang dapat
menghambat perekonomian Sulawesi Barat adalah belum adanya investasi yang signifikan
sehingga perekonomian Sulawesi Barat belum dapat tumbuh jauh lebih tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya.
Grafik 32. Prospek Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1 Prospek Sisi Permintaan
Aktivitas konsumsi diperkirakan akan meningkat. Perekonomian Sulawesi Barat sebagian
besar ditopang dari konsumsi rumah tangga. Memasuki bulan puasa dan menjelang hari raya
lebaran, aktivitas perekonomian akan didominasi konsumsi masyarakat yang cenderung
meningkatkan permintaannya pada periode ini. Apalagi dengan turunnya harga bahan bakar
minyak menyebabkan rendahnya biaya transportasi untuk memasok barang jadi dari luar
daerah. Variasi industri yang belum banyak membuat barang-barang di Sulawesi Barat masih
berasal dari daerah lain. Konsumsi yang lebih baik diharapkan dari penjualan mobil di Sulawesi
Barat. Peningkatan harga komoditas CPO dunia diharapkan meningkatkan pendapatan
masyarakat Sulawesi Barat sehingga akan meningkatkan konsumsi masyarakat termasuk
peningkatan penjualan mobil.
Selain konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah diperkirakan akan meningkat
juga. Penyerapan anggaran yang masih rendah pada triwulan I, membuat pemerintah daerah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
77
berupaya merealisasikan anggaran lebih giat lagi. Hal ini mengingat untuk menghindari
penyerapan yang menumpuk pada triwulan akhir tahun. Program pemerintah daerah lebih
banyak melanjutkan program pada tahun 2015 yang sudah berjalan seperti pengembangan
terminal bandara Tampa Padang, Maleo Town Square, dan perbaikan infrastruktur fisik seperti
jalan yang mengalami kerusakan akibat kondisi cuaca yang buruk.
Investasi masih akan tumbuh lebih tinggi. Peningkatan investasi yang dilakukan pemerintah
diharapkan mampu mendorong perekonomian menjadi lebih baik. Dari sisi swasta,
perekonomian Sulawesi Barat memiliki banyak ekspor untuk komoditas Crude Palm Oil (CPO).
Korporasi berusaha memanfaatkan momentum kenaikan harga CPO untuk meraih keuntungan
yang sebesar-besarnya melalui peningkatan kapasitas produksi seperti pembaruan armada
transportasi dan alat pendukung pengolahan lanjutan kelapa sawit yang dapat memberikan
nilai tambah yang lebih baik dari hasi kelapa sawit.
6.1.2 Prospek Sisi Penawaran
Sektor pertanian dan industri akan menjadi penopang perekonomian di triwulan II 2016.
Pergeseran musim tanam akibat musim kemarau panjang membuat panen raya yang sejatinya
hanya terjadi pada triwulan I 2016, bergeser hingga triwulan II. Penggunaan bibit unggul yang
dikembangkan pada tahun 2015 disertai peningkatan luas lahan pertanian yang menjadi
program unggulan pemerintah daerah, semakin meningkatkan produksi pertanian. Menjelang
memasuki musim kemarau pada akhir periode triwulan II 2016 akan meningkatkan semakin
meningkatkan produksi perkebunan seperti kelapa sawit. Dari sektor industri, meningkatnya
harga CPO menjadi angin segar bagi industri kelapa sawit yang menjadi salah satu andalan
perekonomian Sulawesi Barat. Selain itu, penambahan barang modal di beberapa industri
seperti kelapa sawit dan pengolahan beras akan meningkatkan produksi dari industri.
Berdasarkan informasi dari contact liaison, salah satu indikator penjualan mobil di Sulawesi
Barat adalah harga kelapa sawit. Ketika harga kelapa sawit mengalami penurunan maka
penjualan mobil pada beberapa periode setelahnya akan mengalami penurunan seperti
penurunan harga kelapa sawit pada tahun 2015 yang berimbas pada penjualan mobil pada
triwulan I 2016 yang mengalami perkembangan penjualan terendah.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
78
Grafik 33. Perkembangan Harga CPO
sumber: Bloomberg
Sektor administrasi pemerintahan dan konstruksi akan meningkat secara periodik
sampai akhir tahun 2016. Meskipun penyerapan anggaran pemerintah daerah melambat di
awal tahu, melihat tren penyerapan anggaran setiap tahunnya yang sangat baik, sektor
administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial akan tumbuh meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan merealisasikan anggarannya, pemerintah akan
mendorong peningkatan di sektor konstruksi karena pembangunan infrastruktur masih terus
dilanjutkan oleh pemerintah daerah.
6.2 Prospek Inflasi
Laju inflasi Sulawesi Barat di tahun 2016 lebih terkendali dibandingkan tahun 2015 akibat
rendahnya harga bahan bakar minyak. Salah satu sumber tekanan inflasi di Sulawesi Barat
adalah harga bahan bakar yang tinggi. Hal ini dikarenakan biaya transportasi akan
mempengaruhi pergerakan harga kebutuhan masyarakat Sulawesi Barat yang banyak
diperoleh dari daerah lain. Kondisi saat ini dengan rendahnya harga bahan bakar minyak,
tentunya mempengaruhi tekanan inflasi yang rendah di Sulawesi Barat pada awal tahun dengan
mencatat deflasi selama triwulan I 2016. Dengan melihat perkembangan harga minyak dunia
yang diperkirakan akan meningkat namun masih dalam level yang rendah, membuat tekanan
inflasi di Sulawesi Barat masih cukup terkendali. Di samping itu, intensitas TPID dalam
mengidentifikasi ketersediaan pasokan dan hambatan distribusi dalam mengendalikan harga
yang beredar di masyarakat diharapkan mampu menahan inflasi bergerak di luar target 4±1%.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
79
Grafik 34. Prospek Perkembangan Inflasi
Tekanan inflasi volatile food diperkirakan akan meningkat. Meskipun terjadi peningkatan
produksi pangan, kondisi cuaca ekstrim yang masih sering terjadi menyebabkan nelayan kerap
kali kesulitan melaut untuk mencari ikan sehingga diperkirakan harga ikan-ikanan segar
menjadi lebih tinggi akibat kurangnya pasokan. Selain itu, kenaikan permintaan masyarakat
terhadap kebutuhan pokok pada saat bulan puasa dan hari raya lebaran diperkirakan akan
memberikan tekanan yang cukup tinggi terhadap inflasi.
Administered price lebih terkendali. Meskipun terdapat kenaikan tarif dasar listrik, secara umum
inflasi administered price masih cukup terkendali. Hal ini disebabkan rendahnya harga bahan
bakar minyak baik subsidi maupun non subsidi.
Inflasi inti diperkirakan stabil. Secara umum, penurunan BI rate dan pengumuman stance
kebijakan BI yang baru diharapkan mampu mendorong penyaluran kredit dan konsumsi
masyarakat. Namun, animo masyarakat terhadap pemilihan kepala daerah yang akan
dilangsungkan pada awal tahun 2017, diperkirakan akan meningkatkan beberapa komoditas
yang hanya meningkat pada periode tertentu seperti sandang.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
80
Tabel 21. Prospek Ekonomi Sulawesi Barat di 2016
sumber: BPS, diolah
proyeksi: KPw BI Sulbar
I Total
Sisi Permintaan
Konsumsi Rumah Tangga 5.45 4.89 5.10 5.24 3.54 - 6.07
Konsumsi LNPRT 7.36 13.80 -1.40 4.67 1.88 - 4.41
Konsumsi Pemerintah 3.15 6.09 8.81 -16.04 -5.22 - -2.69
PMTDRB 11.68 7.56 7.38 9.65 7.63 - 10.16
Total Ekspor -2.78 2.51 7.42 21.26 9.35 - 11.88
Total Impor -4.26 -2.75 3.75 15.38 -0.13 - 2.4
Sisi Penawaran
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.71 5.93 6.04 2.44 5.65 - 8.18
Pertambangan dan Penggalian 10.60 8.04 8.06 8.45 1.72 - 4.25
Industri Pengolahan 7.09 35.92 10.95 10.37 12.95 - 15.48
Pengadaan Listrik dan Gas 13.15 10.55 4.05 25.11 10.29 - 12.82
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang12.77 6.46 7.32 12.07 4.34 - 6.87
Konstruksi 10.09 8.11 8.84 10.47 11.24 - 13.77
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor8.15 7.10 4.10 5.71 6.52 - 9.05
Transportasi dan Pergudangan 6.37 7.39 7.20 0.57 3.02 - 5.55
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum7.61 6.53 4.69 9.33 5.06 - 7.59
Informasi dan Komunikasi 11.11 7.20 10.87 16.82 6.28 - 8.81
Jasa Keuangan dan Asuransi 5.40 3.77 6.26 16.72 3.34 - 5.87
Real Estate 4.38 4.14 5.01 6.52 1.54 - 4.07
Jasa Perusahaan 7.16 3.01 7.63 6.64 5.79 - 8.32
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib7.15 6.16 12.02 2.12 7.74 - 10.27
Jasa Pendidikan 6.94 4.02 6.29 11.33 11.41 - 13.94
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 5.63 6.05 6.01 13.31 8.34 - 10.87
Jasa lainnya 6.72 8.92 7.14 7.49 11.75 - 14.28
PDRB 6.93 8.88 7.37 6.14 6.51 - 9.04
Inflasi 5.91 7.89 5.07 5.19 3.26 - 4.95
20152016
Prospek Ekonomi (% yoy) 2013 2014
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
81
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
82
LAMPIRAN
Istilah Keterangan
Administered price Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah
Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi
masalah ekonomi makro Jepang dari resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti
kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk meningkatkan konsumsi
dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor
Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah
Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas
Balance sheet Neraca
Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan
Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada
kecukupan modal bank, stress testing, dan risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota
Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-2018
BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada
keberadaan kantor cabang
Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan
terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang,
saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi
perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management
protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan
mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim itu
Debt ceiling Pagu hutang
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu Negara
Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas
ekonomi
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
83
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan
kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang
dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double-dip
recession
Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi
sebelumnya dalam waktu yang pendek
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank
penyetor) atau kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut,
Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah
Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain
tercermin dari perkembangan pasar keuangan dan industrialisasi
E-money Uang elektronik
Exchange rate pass
through
Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen
dalam nilai tukar antara negara-negara pengekspor dan pengimpor
External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif
berlebihan
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Financial
sophistication
Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan
keuangan dengan biaya terjangkau untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan
berpenghasilan rendah masyarakat
Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiscal
Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor
menjual apa yang mereka anggap sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang
lebih aman
Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan
lainnya dalam jangka panjang tanpa risiko gagal bayar
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Growth-supporting
funding facility
Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang
dapat ditimbulkan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
84
Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman
kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap
batas miskin
Indeks keparahan
kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Industrial
upgrading
Peningkatan industri produk nonkomoditas
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di
dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi
permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang
dan ekspektasi Inflasi
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany
loans
Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu
struktur organisasi
Intra-regional
trade
Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan
Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan
Investment grade Peringkat layak investasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada
dealerUtama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Long-term
financing
Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka
mencegah keketatan likuiditas
operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun
M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara
keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar
tidak membahayakan kelangsungan usahanya
Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan
Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu bulan
tertentu terhadap satu bulan sebelumnya
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
85
Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet
Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat
berharga jangka panjang dan secara simultan menjual yang jangka pendek untuk
menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang
Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan
pihak lain dalam rangka pengendalian moneter
Pagu hutang / debt
ceiling
Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode
tertentu
Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi
Pendapatan
disposibel
Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan
Price taker Pengambil harga
Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)
Push factor Faktor pendorong
Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk
memberikan dukungan pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan
pendapatan
Second round
effect
Dampak lanjutan
Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek
Sistem
pembayaran
Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak
lain
Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya
Sovereign debt
crisis
Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk
memenuhi kewajibannya (bunga dan pokoknya)
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat
(aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas
perekonomian dalam jangka pendek
Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan
emiten kepada pemegang obligasi syariah
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama
biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel
Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar
Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan
seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan
domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional
Yield Imbal hasil
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat - Mei 2016
86
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu
tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu yang sama satu
tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titilk waktu
tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada
tahun sebelumnya (31 Desember)
Yuan Mata uang Tiongkok