1
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SULAWESI UTARA
NOVEMBER 2016
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Peter Jacobs : Kepala Perwakilan / Direktur
A.Yusnang : Divisi SP, PUR, Layanan dan Administrasi / Deputi Direktur
Gunawan : Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan / Asisten Direktur
Lukman Hakim : Kepala Tim Pengelolaan Uang Rupiah dan Operasional Sistem
Pembayaran / Asisten Direktur
Zulham Effendi : Analis Ekonomi / Manajer
Rivo Mandey : Analis Ekonomi / Asisten Manajer
Donny Pratama : Analis / Asisten Manajer
Iona Rombot : Analis / Asisten Manajer
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Jl. 17 Agustus No. 56
Manado 95117
T: 0431 868102 / 868103
F: 0431 866933
Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat:
http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulut/
atau
Silahkan mengirimkan surel ke:
[email protected] dengan subyek “Publikasi KEKR Sulut”
serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan
2
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Utara Periode November 2016 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders Bank
Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan secara periodik
setiap triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
dalam memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi Sulawesi Utara
terkini serta prospeknya. Kami berharap informasi yang kami sajikan ini dapat menjadi salah satu
referensi atau acuan dalam proses diskusi atau proses pengambilan kebijakan berbagai pihak terkait.
Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari berbagai
pihak, yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat Statistik, pelaku
usaha, laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan sumber-sumber lain yang
tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak tersebut, kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang telah terjalin erat selama ini dapat
ditingkatkan di masa yang akan datang.
Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini ataupun
terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan kritikan
dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan datang.
Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat bagi
semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.
Manado, November 2016
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI UTARA
Peter Jacobs
Direktur
3
Daftar Isi
KATA PENGANTAR 2 DAFTAR ISI 3
INDIKATOR EKONOMI PROVINSI SULAWESI UTARA 4 RINGKASAN EKSEKUTIF 6
BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 10 Sisi Pengeluaran/ Permintaan 11
Konsumsi 11 Investasi (PMTB) 12
Ekspor-Impor 13 Sisi Lapangan Usaha / Penawaran 13
Pertanian 14 Konstruksi 14
Perdagangan 15 Industri Pengolahan 16
Transportasi 17 Lapangan Usaha Lainnya 18
Box I. Peningkatan Signifikan Kunjungan Wisman 19 BAB II - KEUANGAN PEMERINTAH 20
Struktur Anggaran 20 Realisasi APBN di Sulut 20
APBD Sulut 21 APBD Kabupaten/Kota di Sulut 21
BAB III - PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 23 Perkembangan Inflasi 23
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inflasi 27 Upaya Pengendalian Inflasi 31
Box II. Keberhasilan Stabilisasi Harga Cabai Rawit 32 BAB IV - STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 33
Ketahanan Sektor Korporasi 33 Asesmen Sektor Rumah Tangga 36
Asesmen Institusi Keuangan (Perbankan) 39 Akses Keuangan dan UMKM 41
BAB V - PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 44 Penyelenggaraan Layanan Sistem Pembayaran Nontunai 44
Pengelolaan Uang Tunai 45 BAB VI - KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN 47
Ketenagakerjaan 47 Kesejahteraan 48
BAB VII - PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 51 Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi 51
Prakiraan Inflasi 53 DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN 55
4
Indikator Ekonomi dan Perbankan
INDIKATORI. MAKRO NASIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III
A PDB Nasional (yoy) 4.71 4.67 4.73 5.04 4.79 4.92 5.18 5.02
B Inflasi Nasional (yoy) 6.38 7.26 6.83 3.35 3.35 4.45 3.45 3.07
II. MAKRO REGIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III
A 1. Laju Inflasi (ytd) % (0.40) 2.14 2.23 5.56 5.56 (1.02) (0.71) (0.93) 2. Laju Inflasi (yoy) % 7.99 8.73 9.34 5.56 5.56 4.91 3.67 2.28 3. Laju Inflasi (mtm) % 0.50 0.49 0.62 1.74 1.74 (0.03) 1.06 (0.68) 4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) % 0.59 1.21 2.37 5.93 5.93 (2.51) 3.62 (3.56) 4. Inflasi Makanan Jadi (mtm) % 0.07 0.07 0.67 0.79 0.79 0.11 0.47 0.09 5. Inflasi Perumahan (mtm) % 0.44 0.05 0.08 0.40 0.40 (0.18) 0.42 0.17 6. Inflasi Sandang (mtm) % (0.12) 0.36 0.07 0.38 0.38 0.14 0.32 0.03 7. Inflasi Kesehatan (mtm) % 0.27 0.17 0.13 0.30 0.30 - 0.41 0.26 8. Inflasi Pendidikan (mtm) % 0.31 0.27 - 0.35 0.35 0.05 0.03 0.05 9. Inflasi Transportasi (mtm) % 1.28 0.94 (0.28) 0.29 0.29 (1.50) (0.18) 0.57
B PDRB Penggunaan 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 - Konsumsi Rumah Tangga 6.26 6.06 6.72 6.69 6.44 6.82 6.93 5.84 - Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (11.86) (1.55) 5.65 9.75 0.25 5.57 5.45 5.60 - Konsumsi Pemerintah 7.19 7.80 10.96 13.00 9.94 8.94 11.37 (1.50) - Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.56 6.61 12.86 12.37 9.08 9.96 9.86 6.34 - Perubahan Persediaan (72.36) (77.23) (62.90) 22.94 (63.28) (136.10) (35.44) (34.43) - Ekspor Luar Negeri (3.15) (13.86) (9.52) (21.34) (11.70) (20.07) (12.86) (2.80) - Impor Luar Negeri 1.64 (25.08) 3.54 16.45 (0.88) 16.01 126.75 18.79 - Net Ekspor Antardaerah (8.21) (9.23) 8.49 7.27 (1.38) (9.44) (16.26) (11.50)
C PDRB Sektoral 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.27 4.43 2.83 0.66 2.95 0.90 2.11 4.08
Pertambangan dan Penggalian 12.40 8.35 7.48 5.30 8.17 3.56 0.81 0.81
Industri Pengolahan 4.57 3.67 0.83 1.80 2.65 2.68 (1.23) 1.82
Pengadaan Listrik dan Gas 31.93 4.35 2.99 (5.05) 6.76 8.10 30.18 27.07
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 8.15 8.29 (0.87) (4.90) 2.42 0.17 1.44 6.31
Konstruksi 7.12 7.53 11.25 11.48 9.49 9.88 9.86 6.23
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6.09 5.49 5.44 6.65 5.93 6.53 7.91 7.23
Transportasi dan Pergudangan 8.78 7.99 7.06 5.47 7.25 7.83 8.47 9.94
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.62 7.50 9.10 11.35 8.52 11.56 8.49 17.80
Informasi dan Komunikasi 8.20 9.23 8.75 9.52 8.95 8.24 8.94 9.86
Jasa Keuangan dan Asuransi 6.79 2.58 10.26 (3.32) 3.91 12.41 21.09 14.82
Real Estate 7.56 7.14 7.21 7.76 7.42 7.00 6.90 7.31
Jasa Perusahaan 8.14 8.26 8.40 6.29 7.73 6.36 6.36 6.86
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8.37 9.24 8.74 9.47 8.99 8.07 8.76 1.47
Jasa Pendidikan 2.62 5.81 9.69 9.98 7.08 7.98 7.48 1.34
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.46 9.35 9.16 8.36 7.88 7.10 6.82 9.89
Jasa lainnya 6.17 7.42 8.77 7.75 7.56 7.34 7.87 9.94
II. MONETER TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III
Policy Rate (%)* 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 6.75 6.50 4.75
Kurs (Rp/USD - posisi akhir) 13,084 13,313 13,854 13,726 13,494 13,527 13,317 12,998
III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III
1. Ekspor (ribu USD) 274,100 291,030 242,920 213,920 1,021,970 246,130 285,240 223,140
2. Impor (ribu USD) 18,790 12,040 12,080 29,210 72,120 37,270 52,870 23,900
IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III
A. Jumlah Bank 46 46 46 46 46 46 46 47
1. Bank Umum 24 24 24 24 24 28 28 29
1.1. Bank Pemerintah 6 6 6 6 6 6 6 6
1.2. Bank Swasta (non Syariah) 18 18 18 18 18 18 18 19
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 18 18 18 18 18 18 18 18
3. Bank Syariah 4 4 4 4 4 4 4 4
B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit) 347 350 345 342 342 340 340 341
1. Bank Umum 292 295 290 289 289 285 285 286
1.1. Konvensional 276 279 275 275 275 272 273 274
1.2. Syariah 16 16 15 14 14 13 12 12
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 55 55 55 55 55 55 55 55
2.1. Konvensional 55 55 55 55 55 55 55 55
2.2. Syariah - - - - - - - -
C. Total Asset (Rp miliar) 35,839 37,037 38,383 37,195 37,195 39,637 40,521 40,593
1. Bank Umum (non syariah) 34,381 35,566 36,932 35,721 35,721 38,135 39,033 39,085
2. BPR 973 977 983 1,004 1,004 1,069 1,058 1,100
3. Bank Syariah 485 494 468 470 470 433 430 408
Keterangan :
* Menggunakan BI-7 day (Reverse) Repo Rate
** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
20162015
5
Indikator Ekonomi dan Perbankan
INDIKATOR
IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III
D. Indikator Kinerja Bank Umum
1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar) 20,368 21,096 21,848 21,482 21,482 21,537 21,860 21,229
1.1. Giro 3,855 4,292 4,485 4,436 4,436 5,017 4,049 4,017
1.2. Deposito 7,752 8,022 8,242 6,485 6,485 7,071 7,352 7,011
1.3. Tabungan 8,762 8,782 9,121 10,562 10,562 9,448 10,458 10,201
2. Kredit (Rp miliar) 27,079 28,652 30,036 30,273 30,273 29,630 30,714 30,824
2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan
- Modal Kerja 7,309 7,538 7,546 7,564 7,564 7,704 8,156 8,111
- Investasi 3,022 3,743 4,542 4,265 4,265 4,143 4,380 4,342
- Konsumsi 16,067 16,209 17,248 17,739 17,739 17,782 18,178 18,371
2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi -
Pertanian, Kehutanan & Perikanan 480 506 510 545 545 539 569 561
Pertambangan & Penggalian 38 733 1,594 1,317 1,317 1,222 1,360 1,280
Industri Pengolahan 763 795 720 733 733 714 717 701
Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es 2 4 9 12 12 17 19 22
Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang 5 5 5 5 5 5 7 8
Konstruksi 724 839 900 807 807 751 975 1,086
Perdagangan Besar & Eceran, Reparasi Mobil & Sepeda Motor 6,075 6,230 6,228 6,549 6,549 6,708 6,956 6,937
Transportasi & Pergudangan 303 329 279 350 350 346 342 345
Penyediaan Akomodasi & Makan Minum 417 457 473 430 430 448 544 560
Informasi & Komunikasi 4 6 5 4 4 4 4 1
Jasa Keuangan & Asuransi 78 85 74 57 57 53 42 38
Real Estate 340 342 345 355 355 356 340 330
Jasa Perusahaan 235 228 223 225 225 276 275 206
Administrasi Pemerintah, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 3 3 2 3 3 3 3 3
Jasa Pendidikan 42 39 37 35 35 39 36 33
Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 35 37 35 39 39 37 36 35
Jasa Lainnya 579 643 463 420 420 330 311 306
Lain-lain 15,808 16,209 16,988 18,386 18,386 17,782 18,178 18,373
2.3. Kredit untuk Debitur UMKM 7,472 7,446 7,228 7,430 7,430 7,612 7,828 8,079
2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 128.12 131.00 132.73 135.73 135.73 137.57 140.50 145.20
2.5. Non Performing Loan (NPL)
- Nominal (Rp miliar) 894 988 996 984 984 1,072 1,142 1,186
- Rasio (%) 3.39 3.45 3.32 3.33 3.33 3.62 3.72 3.85
V. SISTEM PEMBAYARAN TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III
1. Kas (Rp miliar)
- Inflow 2,303 1,077 1,814 1,099 6,293 2,500 1,025 2,451
- Outflow 670 1,391 2,375 2,772 7,208 707 2,464 1,791
2. Kliring
- Volume Kliring (Lembar) 90,235 91,718 92,357 99,513 373,823 102,698 100,895 82,472
- Nominal Kliring (Rp Miliar) 2,668 2,345 2,447 2,817 10,277 2,973 2,609 2,242
- Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar) 1,477 1,558 1,490 1,659 1,546 1,679 1,576 1,375
- Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar) 44 40 39 47 43 49 41 37
- Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%) 2.10 2.37 2.65 2.86 2.49 3.15 2.47 2.74
- Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%) 1.87 2.59 2.91 3.48 2.71 3.08 2.87 2.52
Keterangan :
** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
20162015
6
Ringkasan Eksekutif
Perkembangan Ekonomi Makro
Ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan II
2016. Ekonomi tumbuh sebesar 6,01% (yoy), lebih rendah dari triwulan II 2016 yang sebesar 6,14%
(yoy). Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara disebabkan oleh kontraksi konsumsi
pemerintah akibat penundaan penyaluran anggaran dari pusat pada triwulan III 2016. Sejalan dengan
itu, kinerja lapangan usaha administrasi pemerintah dan konstruksi mengalami perlambatan karena
penundaan anggaran yang berdampak pada penurunan belanja pegawai dan modal.
Perkembangan berbagai indikator dan hasil liaison mengindikasikan adanya perbaikan ekonomi
Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016. Pada periode tersebut, ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan
tumbuh 6,43% (yoy). Meningkatnya kinerja perekonomian di Sulawesi Utara tersebut didorong oleh
kuatnya konsumsi rumah tangga pada perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru, kebijakan
pelonggaran Loan To Value dan Paket Ekonomi Jilid XIII penurunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) yang mendukung lapangan usaha konstruksi, serta masih tingginya kunjungan
wisatawan mancanegara di Sulawesi Utara.
Melihat perkembangan terkini, perekonomian Sulawesi Utara sepanjang tahun 2016 diperkirakan
tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara tahun 2016
diperkirakan berada pada kisaran 5,95-6,35% (yoy). Dari sisi internal, ekonomi 2016 ditopang oleh
perbaikan produksi lapangan usaha pertanian seiring perbaikan cuaca, lapangan usaha perdagangan
seiring meningkatnya daya beli masyarakat, dan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara seiring dengan pembukaan flight route baru. Sementara itu, dari sisi eksternal,
perbaikan harga komoditas dunia menjadi penopang pertumbuhan ekonomi tahun 2016.
Keuangan Pemerintah
Total anggaran belanja fiskal Sulawesi Utara tahun 2016 mencapai Rp23,75 triliun yang terdiri dari
belanja APBD kab/kota sebesar Rp13,06 triliun (pangsa 54,1%), belanja APBN sebesar Rp8,02 triliun
(pangsa 33,2%) dan belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara sebesar Rp3,06 triliun (pangsa 12,7%).
Secara spasial, anggaran belanja APBD kabupaten/kota tertinggi diraup oleh Kota Manado yang
mencapai Rp1,86 triliun. Sedangkan, Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki anggaran belanja APBD
kabupaten/kota terendah yaitu sebesar Rp220 miliar.
Ketiga sumber belanja fiskal mengalami peningkatan realisasi pada triwulan III 2016. Pada triwulan
III 2016, realisasi APBN sebesar 57,2%, meningkat dari realisasi triwulan sebelumnya yang mencapai
34,4%. Realisasi APBD tercatat sebesar 61,82% pada triwulan III 2016, lebih tinggi dibandingkan
triwulan III tahun lalu yang tercatat sebesar 54,85%. Sementara itu, realisasi APBD kabupaten/kota di
Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 51,65%, meningkat dari realisasi triwulan
sebelumnya yang mencapai 34,89%.
Ke depan, terdapat berbagai tantangan dan risiko pada realisasi belanja anggaran di Sulawesi Utara.
Dari sisi eksternal, penundaan penyaluran anggaran pusat ke daerah merupakan salah satu risiko yang
dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam pembangunan infrastruktur. Sementara itu,
masalah pembebasan lahan juga menjadi tantangan tersendiri yang menyebabkan realisasi belanja
tanah relatif rendah khususnya pembebasan lahan jalan tol Manado-Bitung.
7
Perkembangan Inflasi Daerah
Memasuki triwulan III, tekanan inflasi tahunan Sulawesi Utara yang diwakili oleh inflasi Kota
Manado mengalami penurunan signifikan sehingga berada di bawah level Nasional dan Kawasan
Timur Indonesia (KTI). Inflasi Sulut pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 2,28% (yoy) lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 3,67% (yoy). Level inflasi triwulan laporan
juga tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dimana inflasi Sulut
mencapai 9,35% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi tahunan Sulut dibanding triwulan sebelumnya
dipengaruhi oleh melandainya inflasi volatile food, seiring pasokan yang relatif terjaga dan masuknya
periode panen raya di akhir triwulan II 2016. Sementara, inflasi administered prices tercatat sedikit
meningkat dibanding triwulan lalu akibat pengaruh peningkatan harga listrik dan angkutan udara. Di
sisi lain, inflasi inti tercatat relatif stabil. Inflasi Sulut pada triwulan laporan berhasil berada pada level
yang lebih rendah dibanding inflasi Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang tercatat sebesar 3,21% (yoy),
maupun inflasi Nasional yang sebesar 3,07% (yoy).
Memasuki triwulan IV 2016, inflasi Sulut diperkirakan meningkat sesuai dengan pola musimannya,
terutama pada periode November dan Desember. Tekanan permintaan jelang hari raya Natal dan
Tahun Baru 2017 serta kondisi cuaca yang kurang mendukung diperkirakan menjadi faktor pendorong
laju inflasi secara bulanan. Namun demikian, inflasi tahunan Sulut pada akhir 2016 diperkirakan akan
berada pada level yang jauh lebih rendah dibanding 2015, mengingat rendahnya tekanan
administered prices dan relatif stabilnya harga komoditas bumbu-bumbuan di sepanjang tahun.
Koordinasi pengendalian inflasi pada triwulan III 2016 terus diperkuat. Beberapa rapat koordinasi
mulai tingkat Kab/Kota, Provinsi, Regional (KTI) telah dilaksanakan untuk menindaklanjuti arahan
Presiden pada Rakornas VII TPID 2016. Fokus pengendalian inflasi pada triwulan III 2016 di Sulawesi
Utara adalah untuk mengantisipasi lonjakan harga di akhir tahun serta memastikan ketersediaan
barang-barang strategis. Gerakan Rica Rumah sebagai program unggulan TPID 2016 dan
pengembangan cluster cabai rawit juga terus digalakan melalui pembagian 15 ribu bibit cabai kepada
rumah tangga di Kota Manado, Kab. Minahasa dan Kab. Kepulauan Sitaro. Arah pengendalian inflasi
Sulawesi Utara senantiasa mengacu kepada Roadmap Pengendalian Inflasi Sulut 2016-2019, yang
telah disepakati dan ditandatangani oleh Pembina TPID Provinsi (Gubernur Sulawesi Utara) dan Ketua
TPID Provinsi (Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Utara) pada Oktober 2016.
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kondisi Stabilitas Keuangan Daerah di Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 relatif masih terjaga.
Ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih relatif baik seiring dengan berkurangnya tekanan
dan potensi risiko pada kedua sektor tersebut.
Ketahanan sektor korporasi masih relatif terjaga yang didorong oleh perbaikan lapangan usaha
pertanian sebagai input utama industri pengolahan mendorong meningkatnya kinerja lapangan
usaha industri pengolahan. Hal tersebut mengurangi tekanan akan kerentanan sektor korporasi,
melihat pangsa ekspor Sulawesi Utara yang didominasi hasil olahan industri pengolahan.
Disisi lain, kondisi sektor rumah tangga yang salah satunya tercermin dari Indeks Keyakinan
Konsumen masih berada pada level yang optimis (diatas 100) meski menurun dari periode
sebelumnya. Melambatnya konsumsi pemerintah dampak dari penundaan transfer DAU yang
diprakirakan akan memengaruhi kondisi perekonomian kedepan membuat optimisme rumah tangga
tidak setinggi periode sebelumnya.
8
Perlambatan pertumbuhan DPK masih terus berlanjut pada periode laporan hingga mencatat
pertumbuhan negatif, melanjutkan kontraksi triwulan sebelumnya. Pertumbuhan negatif DPK
terutama disebabkan oleh semakin dalamnya kontraksi komponen Giro dan komponen Deposito
dampak dari beralihnya preferensi masyarakat untuk menginvestasikan dananya dalam bentuk
instrumen keuangan lainnya dengan imbal hasil yang lebih tinggi.
Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit tercatat mengalami perlambatan dengan pertumbuhan jika
dibandingkan triwulan sebelumnya. Dilihat dari peruntukannya, penyaluran pembiayaan di Sulawesi
Utara masih ditujukan ke sektor konsumtif, yang tercermin dari pangsa kredit konsumsi yang
mencapai 59,6% dari total kredit yang disalurkan di Sulawesi Utara.
Hal yang berbeda ditunjukkan oleh penyaluran pembiayaan di sektor UMKM, yang menunjukkan
peningkatan pada periode laporan. Perkembangan sektor pariwisata Sulawesi Utara pada beberapa
bulan terakhir mendorong peningkatan penyaluran kredit UMKM, khususnya untuk dua lapangan
usaha yang mendominasi kredit UMKM yaitu lapangan usaha perdagangan (pangsa 65%) dan
lapangan usaha akomodasi dan makan minum (pangsa 5%) yang erat kaitannya dengan sektor
pariwisata.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Pada triwulan III 2016, transaksi pembayaran baik nontunai maupun tunai menunjukkan
penurunan. Transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan
penurunan seiring dengan switching referensi masyarakat untuk menggunakan RTGS dalam
bertransaksi akibat perubahan batas bawah nilai transaksi RTGS. Sementara itu, kebutuhan uang
kartal di Sulawesi Utara mengalami penurunan seiring dengan menurunnya konsumsi masyarakat.
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun nontunai,
Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan dan menyempurnakan kebijakan dan kegiatan
penyelenggaraan sistem pembayaran nontunai serta pengelolaan uang tunai Rupiah.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara menunjukkan perbaikan. Hal tersebut tercermin dari
peningkatan jumlah angkatan kerja dan penurunan tingkat pengangguran terbuka, yang merupakan
dampak perbaikan lapangan usaha pertanian dan peningkatan permintaan seiring meningkatnya
kunjungan wisatawan mancanegara.
Sementara itu, kondisi kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara juga menunjukkan peningkatan.
Hal tersebut tercermin dari perbaikan tingkat pendapatan per-kapita, tingkat kemiskinan, IPM, dan
tingkat upah serta rasio gini dan NTP tahun 2016. Program pengentasan kemiskinan Pemerintah
Daerah “ODSK” menjadi salah satu pendorong upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi
Utara.
Prospek Perekonomian Daerah
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 diprakirakan tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diprakirakan berada pada kisaran 5,54-
5,94% (yoy). Proyeksi perlambatan pada awal tahun terutama disebabkan oleh pelemahan konsumsi
swasta pasca peningkatan yang cukup tinggi pada triwulan IV 2016 seiring dengan perayaan Natal dan
Tahun Baru. Selain itu, perlambatan juga disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan konsumsi
pemerintah, lapangan usaha konstruksi dan investasi sebagaimana pola seasonalnya yang cenderung
melambat pada awal tahun seiring dengan belum dimulainya proyek infrastruktur yang baru.
9
Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun 2017, perekonomian Sulawesi Utara diprakirakan
tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2016. Ekonomi Sulawesi Utara diprakirakan tumbuh pada
kisaran 6,19-6,59% (yoy). Proyeksi peningkatan pertumbuhan didorong oleh berbagai faktor. Di
tengah proyeksi peningkatan tersebut, beberapa faktor risiko baik dari sisi eksternal maupun internal
tetap perlu mendapat perhatian.
Pada triwulan pertama 2017, sebagaimana pola historisnya, tekanan inflasi Sulut diperkirakan mereda
khususnya secara bulanan, seiring dengan normalisasi permintaan pasca lonjakan di akhir tahun. Di
sisi suplai, produksi tabama yang diproyeksikan meningkat pada Desember akan memberi dampak
positif pada koreksi harga terutama pada Januari dan Februari 2017. Secara tahunan, Inflasi Sulut pada
triwulan I 2017 diperkirakan sebesar 1,62% - 2,02% (yoy).
Setelah mengalami level inflasi yang cukup rendah pada tahun 2016, inflasi Sulawesi Utara pada tahun
2017 diperkirakan relatif terkendali meskipun cenderung lebih tinggi dibanding 2016. Inflasi Sulut
pada 2017 diperkirakan berada dalam rentang 3±1% (yoy). Sumber tekanan inflasi 2017 terutama
berasal dari kelompok administered prices seiring rencana pemerintah untuk mengurangi subsidi
listrik. Di sisi lain, tekanan pada kelompok volatile food dan kelompok inti diperkirakan relatif
moderat.
10
Bab I.
Perkembangan Ekonomi Makro
Ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan II
2016. Ekonomi tumbuh sebesar 6,01% (yoy), lebih rendah dari triwulan II 2016 yang sebesar 6,14%
(yoy). Melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara disebabkan oleh kontraksi konsumsi
pemerintah akibat penundaan penyaluran anggaran dari pusat pada triwulan III 2016. Sejalan dengan
itu, kinerja lapangan usaha administrasi pemerintah dan konstruksi mengalami perlambatan karena
penundaan anggaran yang berdampak pada penurunan belanja pegawai dan modal.
Namun demikian, perekonomian Sulawesi Utara tumbuh lebih tinggi dari perekonomian nasional.
Kemudian apabila dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Sulawesi, pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Utara juga relatif cukup baik.
Grafik I.1. Ekonomi Tw III 2016 (% yoy)
Sumber: BPS
Perkembangan berbagai indikator dan hasil liaison mengindikasikan adanya perbaikan ekonomi
Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016. Pada periode tersebut, ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan
tumbuh 6,43% (yoy). Meningkatnya kinerja perekonomian di Sulawesi Utara tersebut didorong oleh
kuatnya konsumsi rumah tangga pada perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru, kebijakan
pelonggaran Loan To Value dan Paket Ekonomi Jilid XIII penurunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) yang mendukung lapangan usaha konstruksi, serta masih tingginya kunjungan
wisatawan mancanegara di Sulawesi Utara.
Melihat perkembangan terkini, perekonomian Sulawesi Utara sepanjang tahun 2016 diperkirakan
tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara tahun 2016
diperkirakan berada pada kisaran 5,95-6,35% (yoy). Dari sisi internal, ekonomi 2016 ditopang oleh
perbaikan produksi lapangan usaha pertanian seiring perbaikan cuaca, lapangan usaha perdagangan
seiring meningkatnya daya beli masyarakat, dan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara seiring dengan pembukaan flight route baru. Sementara itu, dari sisi eksternal,
perbaikan harga komoditas dunia menjadi penopang pertumbuhan ekonomi tahun 2016.
7.58
6.986.82
6.01 5.97 5.95
5.02
Sulteng Gorontalo Sulsel Sulut Sulbar Sultra Nasional
11
1.1. PDRB - KOMPONEN PENGELUARAN
Perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Utara di triwulan III 2016 terutama
disebabkan oleh penurunan konsumsi
pemerintah. Selain itu, perlambatan investasi
dan melemahnya konsumsi rumah tangga,
turut mendeselerasi perekonomian Sulawesi
Utara. Sebagai informasi, PDRB berdasarkan
sisi pengeluaran atau penggunaan didominasi
oleh komponen konsumsi rumah tangga. Oleh
karena itu, pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Utara relatif bergantung pada konsumsi
masyarakat, sehingga penting untuk menjaga
sumber pendapatan masyarakat serta tingkat
inflasi barang dan jasa.
Tabel I.1. PDRB – Komponen Penggunaan
Sumber: BPS
1.1.1. Konsumsi
Melambatnya ekonomi Sulawesi Utara
dipengaruhi oleh kontraksi konsumsi
pemerintah dan pelemahan konsumsi rumah
tangga. Kontraksi konsumsi pemerintah
terutama disebabkan oleh penundaan
penyaluran anggaran kepada 169 daerah
termasuk Sulawesi Utara. Penundaan tersebut
merupakan dampak dari proyeksi penerimaan
perpajakan dalam APBNP 2016 diperkirakan
lebih rendah dari yang ditargetkan. Hal ini
menyebabkan persentase realisasi belanja
terhadap pendapatan APBD khusus triwulan III
2016 (bukan agregat kumulatif) lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan III 2015. Selain
itu, terdapat 18 paket proyek infrastruktur
yang gagal dilelang akibat penundaan
penyaluran anggaran tersebut.
Sementara itu, melemahnya konsumsi rumah
tangga terutama disebabkan oleh faktor base
effect pergeseran perayaan hari raya Idul Fitri.
Pada tahun 2015, penyaluran THR dan
perayaan Idul Fitri ditetapkan pada
pertengahan bulan Juli sehingga konsumsi
kebutuhan masyarakat meningkat pada awal
bulan Juli atau masih triwulan III 2015.
Sedangkan pada tahun 2016, perayaan Idul
Fitri ditetapkan pada awal bulan Juli sehingga
konsumsi kebutuhan masyarakat meningkat
pada bulan Juni atau triwulan II 2016. Selain
itu, penyaluran THR juga dilakukan pada bulan
Juni atau triwulan II 2016. Hal ini menyebabkan
konsumsi rumah tangga triwulan III 2016 lebih
rendah dari triwulan III 2015. Perlambatan
konsumsi rumah tangga terkonfirmasi dari
perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi di
Sulawesi Utara.
Grafik I.2. Pertumbuhan Kredit Konsumsi
Sumber: Bank Indonesia
Memasuki triwulan IV 2016, pengeluaran
konsumsi diperkirakan meningkat baik
konsumsi rumah tangga maupun konsumsi
pemerintah. Peningkatan konsumsi rumah
tangga akan didorong oleh kegiatan
perdagangan jelang perayaan Natal dan Tahun
Baru serta penerimaan tunjangan hari raya.
Beberapa faktor pendorong lainnya yaitu
terkendalinya laju inflasi dan terjaganya
tingkat pendapatan masyarakat oleh
perbaikan produksi perkebunan. Selain itu,
kinerja pariwisata Sulawesi Utara berupa
peningkatan kunjungan wisman dan maraknya
penyelenggaraan kegiatan MICE dan festival
hiburan budaya turut mendorong peningkatan
konsumsi. Optimisme tersebut tercermin dari
keyakinan konsumen yang masih tinggi dan
cenderung meningkat. Sementara itu,
meskipun ada penundaan penyaluran
II 2016 III 2016
Konsumsi Rumah Tangga 47.37 6.93 5.84
Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga 1.99 5.45 5.60
Konsumsi Pemerintah 16.75 11.37 (1.50)
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 36.94 9.86 6.34
Perubahan Inventori 0.02 (35.44) (34.43)
Ekspor Luar Negeri 14.30 (12.86) (2.80)
Impor Luar Negeri 2.90 126.75 18.79
Net Ekspor Antarprovinsi (14.47) (16.26) (11.50)
PDRB 6.14 6.01
PERTUMBUHAN (% YOY)KOMPONEN PENGGUNAAN
PANGSA
(%)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
-
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
16,000,000
18,000,000
20,000,000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Kredit Konsumsi (Rp Juta) Pertumbuhan Kredit Konsumsi
12
anggaran, konsumsi pemerintah pada triwulan
IV 2016 akan meningkat sebagaimana pola
seasonalnya pada akhir tahun seiring dengan
percepatan pembangunan dan penyelesaian
proyek infrastruktur. Hal tersebut didukung
oleh koordinasi antar satuan kerja, evaluasi
dan pengawasan realisasi anggaran di daerah.
Pencairan dana desa tahap II (40% dari total)
yang telah dilakukan pada triwulan III 2016
juga akan menjadi menambah konsumsi
pemerintah pada akhir tahun. Adapun
tantangan yang perlu diperhatikan yaiut
masalah pembebasan lahan yang sering terjadi
yang dapat memperlambat proses
pembangunan dan penyelesaian infrastruktur.
Selain itu, tantangan lain yang dihadapi yaitu
relatif rendahnya Pendapatan Asli Daerah yang
terealisasi hingga triwulan III 2016.
Sepanjang tahun 2016, konsumsi rumah
tangga tumbuh meningkat dibandingkan
tahun 2015, sedangkan konsumsi pemerintah
diperkirakan tumbuh melambat
dibandingkan tahun 2015. Peningkatan
konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh
meningkatnya daya beli yang didorong oleh
kenaikan UMP pada tahun 2016 menjadi Rp2,4
juta per bulan (dari Rp2,150 juta). Di sisi lain,
tingkat inflasi yang relatif terkendali dan
adanya penurunan harga BBM pada tahun
2016 menjadi penopang peningkatan
konsumsi rumah tangga. Sementara itu,
konsumsi pemerintah mengalami perlambatan
pertumbuhan seiring dengan penundaan
penyaluran anggaran pusat ke daerah akibat
penerimaan negera yang tidak sesuai dengan
target.
1.1.2. Investasi (PMTB)
Melemahnya kinerja investasi terutama
disebabkan oleh realisasi belanja modal
anggaran APBD Sulawesi Utara pada triwulan
III 2016 menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya. Turunnya realisasi belanja modal
merupakan dampak dari penundaan
penyaluran anggaran pusat ke daerah.
Perlambatan investasi juga tercermin dari
pengadaan semen di Sulawesi Utara yang
menurun pada triwulan III 2016 dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Tabel I.2. Realisasi Belanja Modal APBD Sulut
Sumber: BPKBMD Sulut, diolah
Grafik I.4. Penjualan Semen di Sulut
Sumber: Kemenperin dan Kemendag, diolah
Investasi diperkirakan tumbuh meningkat
pada triwulan IV 2016. Meningkatnya kinerja
investasi terutama akan didorong oleh belanja
modal dari APBD yang diperkirakan semakin
meningkat pada akhir tahun. Realisasi belanja
dimaksud terutama untuk mendukung
pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara.
Adapun tantangan pada akhir tahun 2016 yaitu
penundaan penyaluran anggaran pusat ke
daerah, namun demikian dengan komitmen
pemerintah daerah untuk terus melakukan
pembangunan infrastruktur, diperkirakan
penundaan anggaran tersebut tidak akan
terlalu berdampak negatif. Di sisi lain,
pemerintah juga terus berupaya melakukan
perbaikan iklim investasi khususnya terkait
dengan perizinan usaha. Sementara itu,
terdapat indikasi peningkatan investasi swasta
seiring dengan turunnya tingkat suku bunga
kredit. Di lapangan usaha properti juga
diperkirakan meningkat seiring dengan adanya
pelonggaran kebijakan makroprudensial
terkait down payment pembayaran rumah
atau LTV. Peningkatan investasi oleh pelaku
usaha tersebut terindikasi oleh hasil liaison
Bank Indonesia.
Melihat perkembangan terkini, pertumbuhan
investasi tahun 2016 diperkirakan melambat
APBD Sulawesi Utara I-2016 II-2016 III-2016 Satuan
Realisasi Belanja Modal Akumulatif 68,349 279,485 481,066 Rp Juta
Realisasi Belanja Modal Triwulanan 68,349 211,136 201,582 Rp Juta
Rencana atau Pagu Belanja Modal 744,468 744,468 744,468 Rp Juta
% Realisasi Triwulanan terhadap Pagu 9.2% 28.4% 27.1%
-0.2
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
0.4
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Penjualan Semen (Ton) % Penjualan Semen
13
dibandingkan tahun 2015. Perlambatan
investasi terutama disebabkan oleh
perlambatan konsumsi pemerintah akibat
penundaan penyaluran anggaran pusat ke
daerah. Sementara itu, investasi swasta
dipengaruhi oleh base effect peningkatan
investasi yang cukup tinggi pada tahun 2015
sehingga pertumbuhan tahun 2016 relatif
melambat. Pada tahun 2015, ada investasi
pembangunan gedung perbelanjaan terbesar
di Sulawesi Utara.
1.1.3. Ekspor-Impor
Membaiknya kinerja ekspor Sulawesi Utara
menjadi penopang pertumbuhan ekonomi
pada triwulan III 2016. Perbaikan harga
komoditas Coconut Oil yang merupakan
komoditas ekspor utama Sulawesi Utara
menjadi faktor pendukung perbaikan ekspor.
Di samping itu, perbaikan ekspor juga ditopang
oleh meningkatnya kinerja industri pengolahan
seiring dengan peningkatan produksi kelapa.
Nilai ekspor Sulawesi Utara non migas pada
triwulan III 2016 sebesar USD 223,14 juta
dengan pangsa terbesar didominasi oleh lemak
& minyak hewan/nabati sebesar 65%.
Grafik I.X. Perkembangan Harga CNO
Sumber: World Bank, diolah
Sementara itu, kinerja impor Sulawesi Utara
mengalami perlambatan pada triwulan III
2016. Perlambatan impor disebabkan oleh
turunnya impor barang modal khususnya
mesin-mesin. Hal tersebut sejalan dengan
perlambatan investasi Sulawesi Utara. Adapun
nilai impor Sulawesi Utara pada triwulan III
2016 sebesar USD 23,9 juta.
Hasil liaison Bank Indonesia menunjukkan
bahwa kinerja ekspor Sulawesi Utara pada
triwulan IV 2016 diperkirakan menurun.
Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh
masih lemahnya pertumbuhan industri
Sulawesi Utara. Guna mendorong ekspor, baik
pemerintah maupun Bank Indonesia terus
mendorong peningkatan industrialisasi dan
hilirisasi di Sulawesi Utara. Selain itu,
Pemerintah Daerah melakukan misi dagang ke
beberapa negara untuk perluasan ekspor.
Namun, tantangan perolehan bahan baku SDA
perlu menjadi perhatian utama sebelum
masuk ke jenjang industrialisasi dan hilirisasi.
Kegiatan ekspor Sulawesi Utara pada tahun
2016 diperkirakan membaik dibandingkan
tahun 2015. Perbaikan ekspor didukung oleh
sisi internal dan eksternal. Dari sisi internal,
perbaikan ekspor didorong oleh peningkatan
produksi komoditas perkebunan sehingga
pasokan bahan baku industri juga meningkat.
Dari sisi eksternal, perbaikan ekspor didorong
oleh membaiknya harga komoditas dunia
khususnya harga CNO yang merupakan
komoditas ekspor utama Sulawesi Utara.
1.2. KINERJA LAPANGAN USAHA
Di sisi permintaan, melambatnya ekonomi
Sulawesi Utara dipengaruhi oleh perlambatan
lapangan usaha administrasi pemerintahan
dan konstruksi. Sebagai informasi, ekonomi di
Sulawesi Utara didominasi oleh lapangan
usaha pertanian dan lapangan usaha besar
lainnya yaitu konstruksi dan perdagangan.
Tabel I.X. PDRB – Kinerja Lapangan Usaha
Sumber: BPS
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
Harga CNO (USD/MT) Pertumbuhan Harga CNO
II 2016 III 2016
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20.89 2.11 4.08
Pertambangan dan Penggalian 4.65 0.81 0.81
Industri Pengolahan 9.74 (1.23) 1.82
Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 0.11 30.18 27.07
Air, Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0.13 1.44 6.31
Konstruksi 13.12 9.86 6.23
Perdagangan 12.80 7.91 7.23
Transportasi dan Pergudangan 8.75 8.47 9.94
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2.46 8.49 17.80
Informasi dan Komunikasi 4.72 8.94 9.86
Jasa Keuangan dan Asuransi 3.91 21.09 14.82
Real Estate 3.72 6.90 7.31
Jasa Perusahaan 0.08 6.36 6.86
Administrasi Pemerintahan 6.92 8.76 1.47
Jasa Pendidikan 2.54 7.48 1.34
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.84 6.82 9.89
Jasa lainnya 1.61 7.87 9.94
PDRB 6.14 6.01
KOMPONEN PENGGUNAANPANGSA
(%)
PERTUMBUHAN (% YOY)
14
1.2.1. Pertanian
Di tengah perlambatan ekonomi pada
triwulan III 2016, lapangan usaha pertanian
menjadi penopang pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Utara. Akselerasi pertumbuhan
kinerja lapangan usaha pertanian terutama
didorong oleh peningkatan usaha perkebunan
dengan komoditas utama kelapa, pala dan
cengkih didukung oleh perbaikan kondisi cuaca
pada tahun 2016 pasca El Nino tahun 2015.
Khusus cengkih, pada triwulan III 2016,
komoditas tersebut mengalami musim panen
raya. Selain usaha perkebunan, peningkatan
kinerja lapangan usaha pertanian juga
didukung oleh membaiknya produksi tanaman
pangan dan tanaman holtikultura pada tahun
2016, khususnya tanaman pangan seperti
beras mengalami musim panen pada triwulan
III 2016. Peningkatan pertumbuhan lapangan
usaha pertanian tersebut selanjutnya
mendorong peningkatan kinerja lapangan
usaha industri pengolahan dan perbaikan
kinerja ekspor Sulawesi Utara.
Grafik I.X. Perkembangan Produksi Kelapa
Sumber: Dinas Perkebunan Sulut, diolah
Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia,
lapangan usaha pertanian diperkirakan akan
kembali terakselerasi pada triwulan IV 2016.
Pendorong utama akselerasi lapangan usaha
pertanian masih dari lapangan usaha
perkebunan yang didukung oleh perbaikan
kondisi cuaca. Pemerintah Daerah dan Bank
Indonesia terus melakukan berbagai program
dalam rangka mendukung produksi
perkebunan yaitu melalui peremajaan dan
bantuan penyaluran bibit di berbagai
kabupaten-kota di Sulawesi Utara. Selain
lapangan usaha perkebunan, lapangan usaha
perikanan diperkirakan juga turut mendorong
meningkatnya lapangan usaha pertanian
seiring dengan membaiknya ketersediaan
bahan baku ikan. Hal tersebut didukung oleh
upaya Pemerintah Daerah dalam bidang
perikanan antara lain pemberian bantuan
pengadaan kapal, perbaikan dan
pengembangan pelabuhan, serta pelatihan
dan bantuan saran prasarana. Namun
demikian, terdapat risiko dan tantangan yang
berpotensi menghambat kinerja pertanian
seperti potensi La Nina, alih fungsi lahan dan
kendala perolehan izin pelabuhan bagi kapal
penangkap ikan.
Sepanjang tahun 2016, lapangan usaha
pertanian diperkirakan tumbuh meningkat
dibandingkan tahun 2015. Peningkatan
terutama didorong oleh perbaikan cuaca pasca
El Nino tahun 2015. Perbaikan cuaca
mendorong peningkatan produksi pertanian
dan perkebunan. Adapun pada tahun 2015
pertanian tanaman pangan dan perkebunan
banyak yang mengalami gagal panen akibat El
Nino.
1.2.2. Konstruksi
Pada triwulan III 2016, lapangan usaha
konstruksi tumbuh melambat dibandingkan
dengan triwulan II 2016. Hal tersebut sejalan
dengan penurunan realisasi belanja modal dari
APBD sebagai dampak penundaan penyaluran
anggaran dari pusat ke daerah. Sementara itu,
sektor swasta juga masih bersikap wait and see
dalam melakukan pembangunan atau investasi
atau ekspansi usaha. Perlambatan lapangan
usaha konstruksi terkonfirmasi dari penurunan
impor barang material konstruksi dan
penjualan semen di Sulawesi Utara.
Selanjutnya, perlambatan kinerja konstruksi
tersebut berpengaruh pada perlambatan
investasi di Sulawesi Utara.
-25%
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
Produksi Kelapa (Ton) % Pertumbuhan Produksi
15
Grafik I.X. Impor Barang Material Konstruksi
Sumber: BPS, diolah
Memasuki triwulan IV 2016, kinerja lapangan
usaha konstruksi diperkirakan akan
meningkat. Optimisme tersebut ditopang oleh
realisasi belanja modal Pemerintah Daerah
yang semakin intensif memasuki akhir tahun.
Realisasi anggaran tersebut khususnya untuk
pembangunan proyek infrastruktur strategis
seperti jalan tol Manado-Bitung, kawasan
ekonomi khusus Bitung, pengembangan
pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan hub,
pembangunan infrastruktur kelistrikan,
bendungan dan jalan-jalan strategis serta
proyek lainnya. Di sektor swasta, pelonggaran
kebijakan makroprudensial yaitu aturan down
payment atau LTV kredit kepemilikan rumah
akan menopang pertumbuhan kinerja
konstruksi. Paket Ekonomi Jilid XIII tentang
penurunan BPHTB dari 5% menjadi 2,5%
diperkirakan juga mendorong kinerja
konstruksi. Selain itu, tren penurunan suku
bunga juga diperkirakan turut mendorong
kinerja konstruksi. Hal-hal tersebut terindikasi
oleh Indeks Penjualan Riil Barang Konstruksi
oleh Bank Indonesia. Selanjutnya, peningkatan
kinerja lapangan usaha konstruksi akan
mendorong meningkatnya investasi di
Sulawesi Utara. Guna mencapai pertumbuhan
tersebut, masalah pembebasan lahan yang
sering menjadi kendala dalam pembangunan
perlu mendapat perhatian dari Pemerintah
Daerah dan pemangku kepentingan terkait.
Pada tahun 2016, kinerja lapangan usaha
konstruksi diperkirakan melambat
dibandingkan tahun 2015. Perlambatan
tersebut terjadi seiring dengan perlambatan
pada konsumsi pemerintah dan investasi
akibat penundaan penyaluran anggaran dari
pusat ke daerah. Konstruksi swasta juga
tumbuh melambat yang dipengaruhi oleh base
effect adanya pembangunan gedung
perbelanjaan pada tahun 2015.
1.2.3. Perdagangan
Lapangan usaha perdagangan merupakan
salah satu lapangan usaha yang juga tumbuh
melambat pada triwulan III 2016.
Perlambatan tersebut sejalan dengan
melambatnya konsumsi rumah tangga yang
disebabkan oleh faktor base effect pergeseran
perayaan hari raya Idul Fitri. Selain itu,
penurunan harga BBM dan tarif angkutan
umum pada awal triwulan II 2016 menjadi
faktor base effect perlambatan konsumsi pada
triwulan III 2016. Perlambatan konsumsi
tercermin dari perlambatan pertumbuhan
jumlah kendaraan bermotor di Sulawesi Utara.
Grafik I.X. Jumlah Kendaraan Bermotor
Sumber: UPTD Samsat Manado, diolah
Pada triwulan IV 2016, lapangan usaha
perdagangan diperkirakan akan mengalami
peningkatan. Peningkatan terutama akan
didorong oleh meningkatnya konsumsi
masyarakat menjelang perayaan Natal dan
Tahun Baru. Terjaganya tingkat pendapatan
masyarakat di tengah inflasi yang terkendali
didukung oleh lapangan usaha primer
khususnya pertanian, juga diperkirakan turut
mendorong peningkatan kinerja perdagangan.
Selain itu, peningkatan juga didorong oleh tren
penurunan suku bunga dan meningkatnya
jumlah kunjungan wisatawan. Upaya
mendorong pariwisata Sulawesi Utara telah
dilakukan Pemerintah Daerah melalui program
peningkatan wisman dengan penyelenggaraan
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Nilai Impor Barang Material Konstruksi (USD Juta)
% Pertumbuhan
7.40%
7.60%
7.80%
8.00%
8.20%
8.40%
8.60%
246,000 248,000 250,000 252,000 254,000 256,000 258,000 260,000 262,000 264,000 266,000 268,000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep
2016
Jumlah Kendaraan Bermotor Pertumbuhan
16
berbagai kegiatan atau festival pariwisata
(pada bulan Oktober telah diselenggarakan
Apresiasi Film Indonesia dan Festival Selat
Lembeh di Manado) dan pembukaan
penerbangan internasional langsung dari
Tiongkok. Peningkatan lapangan usaha
perdagangan pada gilirannya akan mendorong
peningkatan pada lapangan usaha tersier
lainnya khususnya lapangan usaha transportasi
karena naiknya mobilitas masyarakat.
Grafik I.X. Perkembangan Lapangan Usaha
Perdagangan (Saldo Bersih Tertimbang)
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, Bank
Indonesia
Kinerja lapangan usaha perdagangan
diperkirakan meningkat pada tahun 2016
dibandingkan tahun 2015. Peningkatan kinerja
didorong oleh berbagai faktor. Terjaganya
sumber pendapatan seiring dengan
peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian
dan terkendalinya tingkat inflasi menjadi
faktor pendorong kinerja lapangan usaha.
Pada tahun 2016, UMP Sulawesi Utara juga
meningkat cukup signifikan dari Rp2,150 juta
menjadi Rp2,4 juta per bulan. Selain itu, tren
penurunan suku bunga juga menjadi faktor lain
pendorong kinerja perdagangan.
1.2.4. Industri Pengolahan
Pada triwulan III 2016, lapangan usaha
industri pengolahan tumbuh positif setelah
mengalami kontraksi pada triwulan II 2016.
Sejalan dengan perbaikan ekspor,
pertumbuhan positif kinerja industri didorong
oleh sisi internal maupun eksternal. Dari sisi
internal, pendorong utama yaitu
meningkatnya produksi kelapa sebagai bahan
baku industri. Sementara dari sisi eksternal,
pendorong utamanya adalah peningkatan
harga komoditas Coconut Oil (CNO) dunia. Hal
tersebut terkonfirmasi dari peningkatan
jumlah produksi industri di Sulawesi Utara baik
besar, sedang, kecil maupun mikro, serta
informasi dari pelaku usaha industri
pengolahan CNO bahwa produksinya membaik
pada triwulan III 2016. Di sisi pembiayaan,
peningkatan kinerja industri juga tercermin
pada membaiknya kredit industri pengolahan.
Industri di Sulawesi Utara tersebut didominasi
oleh industri makanan dan minuman dengan
pangsa dalam PDRB sebesar 84%, yang
didominasi oleh pengolahan kelapa.
Grafik I.X. Pertumbuhan Produksi Industri
Besar dan Sedang (%)
Sumber: BPS
Grafik I.X. Produksi CNO & Kredit Industri
Sumber: Pelaku Usaha dan Bank Indonesia, diolah
Memasuki triwulan IV 2016, kinerja industri
pengolahan diperkirakan akan mengalami
sedikit peningkatan. Selain didorong oleh
peningkatan ketersediaan bahan baku kelapa
dan ikan serta berlanjutnya perbaikan harga
jual komoditas dunia, kinerja lapangan usaha
industri pengolahan juga akan didorong oleh
peningkatan konsumsi masyarakat menjelang
perayaan Natal dan Tahun Baru. Hasil liaison
Bank Indonesia mengkonfirmasi bahwa kinerja
industri pengolahan akan meningkat pada
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV P
roye
ksi
2013 2014 2015 2016
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
-4
-2
0
2
4
6
8
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Pertumbuhan Produksi Industri Besar dan Sedang (%)
Pertumbuhan Kredit Industri Pengolahan (%)
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
100,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
Produksi CNO (MT) Pertumbuhan Produksi CNO
17
triwulan IV 2016. Di sisi lain, Pemerintah
Daerah dan Bank Indonesia terus berupaya
mendorong pertumbuhan lapangan usaha ini.
Upaya tersebut antara lain melalui upaya
peremajaan kelapa dan cengkih, penjajakan
ekspansi pasar dunia, pembangunan
infrastruktur, pengembangan UMKM dan
penyusunan riset serta penelitian-penelitian
terkait industri.
Namun demikian, keseluruhan tahun 2016,
lapangan usaha industri pengolahan
diperkirakan mengalami perlambatan kinerja
dibandingkan tahun 2015. Perlambatan
terutama disebabkan oleh belum membaiknya
suplai pasokan bahan baku perikanan tangkap.
Adaptasi usaha perikanan tangkap di Sulawesi
Utara terhadap aturan pemberantasan ilegal
fishing relatif lambat sehingga berpengaruh
pada jumlah tangkapan ikan yang menjadi
bahan baku bagi industri pengolahan.
1.2.5. Transportasi
Lapangan usaha transportasi tumbuh
meningkat pada triwulan III 2016.
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
meningkatnya kinerja angkutan udara seiring
dengan peningkatan kunjungan wisatawan
mancanegara yang datang ke Sulawesi Utara.
Hal tersebut tercermin dari peningkatan arus
kedatangan penumpang di bandara Sam
Ratulangi Manado. Di samping itu,
peningkatan didorong juga oleh kinerja
angkutan laut dan darat. Sebagai informasi,
lapangan usaha transportasi di Sulawesi Utara
didominasi oleh angkutan darat dengan
pangsa sebesar 55,23% dalam PDRB, kemudian
diikuti oleh angkutan udara (25,97%) dan
angkutan laut (15,43%).
Grafik I.X. Arus Penumpang di Bandara
Sumber: PT Angkasa Pura I (Persero), diolah
Hasil liaison menunjukkan bahwa kinerja
lapangan usaha transportasi diperkirakan
akan meningkat pada triwulan IV 2016.
Peningkatan kinerja tersebut terutama akan
didorong oleh berlanjutnya kedatangan
wisatawan mancanegara khususnya dari
Tiongkok ke Sulawesi Utara seiring dengan
penambahan jumlah flight. Bandara Sam
Ratulangi sendiri juga telah diizinkan untuk
beroperasi selama 24 jam sehari. Bandara
Miangas yang baru selesai dibangun dan mulai
beroperasi pada triwulan IV 2016 juga akan
menjadi pendorong lapangan usaha
transportasi. Selain itu, mobilitas masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan perayaan hari
raya Natal dan Tahun Baru turut mendorong
peningkatan kinerja transportasi. Hal tersebut
juga sejalan dengan prakiraan peningkatan
kinerja perdagangan pada triwulan IV 2016.
Adapun lapangan usaha transportasi ke depan
akan sangat terbantu dengan berbagai
pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah
Daerah seperti jalan tol Manado-Bitung, jalan
strategis lainnya, pengembangan pelabuhan
Bitung sebagai hub, dan pembangunan
bandara di berbagai daerah.
Kinerja lapangan usaha transportasi pada
tahun 2016 tumbuh meningkat cukup tinggi
dibandingkan tahun 2015. Peningkatan
tersebut terutama didorong oleh program
Pemerintah Daerah dalam peningkatan jumlah
wisatawan mancanegara. Untuk mendorong
hal tersebut, Pemerintah Daerah membuka
penerbangan internasional langsung dari
beberapa kota di Tiongkok ke Sulawesi Utara.
Selain itu, adanya pembukaan layanan oleh
maskapai baru pada akhir tahun 2015 yang
menyebabkan peningkatan pada tahun 2016
menjadi pendorong pertumbuhan kinerja
lapangan usaha transportasi.
1.2.6. Lapangan Usaha Lainnya
Pada triwulan III 2016, kinerja 12 lapangan
usaha lainnya bervariasi. Terdapat 4 lapangan
usaha tumbuh melambat, sementara 8
lapangan usaha lainnya tumbuh meningkat.
Perlambatan 4 lapangan usaha tertinggi
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Penumpang Datang (orang) Penumpang Berangkat (orang)
Pertumbuhan Penumpang Datang Pertumbuhan Penumpang Berangkat
18
dialami lapangan usaha administrasi
pemerintahan. Melambatnya lapangan usaha
tersebut merupakan dampak penundaan
penyaluran anggaran pusat ke daerah sehingga
realisasi belanja mengalami penurunan.
Sementara itu, dari 8 lapangan usaha yang
tumbuh meningkat, lapangan usaha
penyediaan akomodasi dan makan minum
menjadi penahan laju perlambatan ekonomi
triwulan III 2016. Kinerja penyediaan
akomodasi dan makan minum meningkat
seiring dengan peningkatan kunjungan
wisatawan mancanegara ke Sulawesi Utara.
Pada triwulan IV 2016, kinerja administrasi
pemerintahan dan penyediaan akomodasi
dan makan minum diperkirakan akan tumbuh
meningkat. Peningkatan kinerja administrasi
pemerintahan didorong oleh realisasi belanja
Pemerintah yang semakin intensif pada akhir
tahun. Sementara itu, program Pemerintah
Daerah yang terus menggenjot pariwisata akan
mendorong kedatangan wisatawan
mancanegara yang signifikan pada triwulan IV
2016.
Grafik I.X. Jumlah Kunjungan Wisman
Sumber: BPS, diolah
Pada tahun 2016, kinerja administrasi
pemerintahan diperkirakan melambat
dibandingkan tahun 2015, sedangkan kinerja
lapangan usaha penyediaan akomodasi
makan dan minum diperkirakan tumbuh
meningkat. Perlambatan kinerja administrasi
pemerintahan seiring dengan penundaan
penyaluran anggaran pusat ke daerah.
Sementara itu, peningkatan kinerja
penyediaan akomodasi makan dan minum
didorong oleh peningkatan kunjungan
wisatawan mancanegara yang signifikan.
Prakiraan jumlah wisman yang berkunjung ke
Sulawesi Utara pada tahun 2016 sebanyak
30.000 orang, meningkat signifikan
dibandingkan tahun 2015 yang tercatat hanya
sebanyak 19.465 orang. Adapun hingga
September 2016, jumlah wisman tercatat
sebanyak 28.743 orang. Selain itu, peningkatan
juga didorong oleh maraknya perayaan MICE,
festival budaya dan kegiatan lainnya di
Sulawesi Utara pada tahun 2016.
-100
-
100
200
300
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
Jumlah Wisman (org) % Pertumbuhan
19
Box I.
Peningkatan Signifikan Kunjungan Wisman
Di tengah lemahnya perekonomian baik global maupun nasional, Pemerintah Sulawesi Utara mendorong pariwisata
sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru. Pariwisata dianggap dapat menjadi lokomotif utama penggerak ekonomi di
tengah harga komoditas yang tak menentu, pasar keuangan yang cenderung tidak pasti, penerimaan negara yang terbatas
dan tentunya pelemahan ekonomi global seiring lambatnya permintaan. Langkah pemerintah daerah untuk mendorong
pariwisata tidak terlepas dari potensi yang dimiliki oleh Sulawesi Utara. Sulawesi Utara memiliki banyak dan beragam lokasi
wisata baik wisata bahari, wisata alam pegunungan maupun wisata buatan. Lebih dari 50 lokasi wisata yang tersebar di
seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara.
Langkah Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara untuk mendorong pariwisata terbukti berhasil. Pada tahun 2016, jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara meningkat signifikan dibandingkan dengan tahun 2015. Jumlah wisman yang berkunjung
ke Sulawesi Utara sepanjang Januari hingga September 2016 tercatat sebanyak 28.743 orang, bertambah sebanyak 13.142
orang atau naik 84,24% (yoy) dari jumlah kunjungan wisman pada Januari hingga September 2015 yang tercatat sebanyak
15.601 orang. Jumlah kunjungan wisman tersebut masih akan bertambah hingga 30.000 orang sebagaimana target
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara untuk mendatangkan jumlah wisman sebanyak angka tersebut.
Wisatawan asal China mendominasi kunjungan wisman ke
Sulawesi Utara. Dari total kunjungan wisman sebanyak 28.743
orang, wisman asal China menyumbang sebesar 65% atau
18.807 orang. Setelah China, Singapura menjadi negara kedua
penyumbang wisman yaitu sebanyak 1.712 orang atau sebesar
6%. Tingginya jumlah wisman asal China didorong oleh program
pemerintah daerah yang membuka penerbangan langsung
internasional berupa charter flight dari China ke Sulawesi Utara
dan sebaliknya. Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah berhasil membuat Bandara Internasional Sam
Ratulangi menjadi bandara tempat pemeriksaan imigrasi (TPI) dengan bebas visa 169 negara pada triwulan II 2016.
Dalam pengembangannya, sektor pariwisata di Sulawesi Utara masih dihadapi dengan berbagai tantangan dan kendala.
Salah satu kendala utama yaitu ketidakmampuan tour guide dan masyarakat di Sulawesi Utara dalam berbahasa China. Di
sisi dampak ekonominya, peningkatan kunjungan wisman belum dapat dihitung dengan akurat. Belum tersedia suatu
indikator atau alat ukur yang tepat seperti PDRB satellite sektor pariwisata. Saat ini, diperkirakan kunjungan wisman ke
Sulawesi Utara menyumbang sekitar Rp280 miliar atau tiap 1 wisman menghabiskan sekitar Rp10 juta selama berada di
Sulawesi Utara. Namun, jumlah tersebut tidak memperhitungkan multiplier effect ke berbagai lapangan usaha ekonomi
lainnya.
Namun demikian, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Bank Indonesia dan seluruh stakeholders lainnya terus berupaya
mendorong perbaikan pada sektor pariwisata. Pemerintah daerah terus menggenjot penyelenggaraan kegiatan MICE
(meeting, incentive, convention & exhibition) di Sulawesi Utara. Pada akhir tahun 2016, perayaan Christmas Festival menjadi
salah satu kegiatan besar yang akan diselenggarakan di Sulawesi Utara. Selain itu, alokasi anggaran untuk sektor pariwisata
semakin ditingkatkan oleh pemerintah. Dari sektor swasta, para stakeholders juga giat menggali ide pengembangan
pariwisata melalui berbagai rapat koordinasi dan focus group discussion. Khusus perbankan, berbagai bentuk corporate social
responsibility (CSR) ditujukan pada lokasi-
lokasi pariwisata di Sulawesi Utara.
Sementara itu, Bank Indonesia sebagai
inisiator pendorong sektor pariwisata
melalui kegiatan bersih-bersih Pulau
Bunaken dan bantuan pemberian kapal
sampah ke Pulau Bunaken, juga terus
melakukan penelitian dan kajian dalam
rangka mendorong pariwisata.
Daerah Maskapai Penerbangan Keterangan Penumpang
Chengdu Citilink 4 Charter Flight 327
Chongqing Lion Air 11 Charter Flight 2.071
Guangzhou Lion Air 10 Charter Flight 3.211
Sriwijaya 9 Charter Flight
Hong Kong Citilink 12 Charter Flight 1.366
Nanchang Sriwijaya 6 Charter Flight 985
Wuhan Lion Air 11 Charter Flight 2.068
Changsha Lion Air 11 Charter Flight 1.504
Macau Lion Air 29 Charter Flight 5.194
Singapura Silk Air 48 Reguler Flight 5.279
20
Bab II.
Keuangan Pemerintah
Total anggaran belanja fiskal Sulawesi Utara tahun 2016 mencapai Rp23,75 triliun yang terdiri dari
belanja APBD kab/kota sebesar Rp13,06 triliun (pangsa 54,1%), belanja APBN sebesar Rp8,02 triliun
(pangsa 33,2%) dan belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara sebesar Rp3,06 triliun (pangsa 12,7%).
Secara spasial, anggaran belanja APBD kabupaten/kota tertinggi diraup oleh Kota Manado yang
mencapai Rp1,86 triliun. Sedangkan, Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki anggaran belanja APBD
kabupaten/kota terendah yaitu sebesar Rp220 miliar.
Ketiga sumber belanja fiskal mengalami peningkatan realisasi pada triwulan III 2016. Pada triwulan
III 2016, realisasi APBN sebesar 57,2%, meningkat dari realisasi triwulan sebelumnya yang mencapai
34,4%. Realisasi APBD tercatat sebesar 61,82% pada triwulan III 2016, lebih tinggi dibandingkan
triwulan III tahun lalu yang tercatat sebesar 54,85%. Sementara itu, realisasi APBD kabupaten/kota di
Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 51,65%, meningkat dari realisasi triwulan
sebelumnya yang mencapai 34,89%.
Ke depan, terdapat berbagai tantangan dan risiko pada realisasi belanja anggaran di Sulawesi Utara.
Dari sisi eksternal, penundaan penyaluran anggaran pusat ke daerah merupakan salah satu risiko yang
dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam pembangunan infrastruktur. Sementara itu,
masalah pembebasan lahan juga menjadi tantangan tersendiri yang menyebabkan realisasi belanja
tanah relatif rendah khususnya pembebasan lahan jalan tol Manado-Bitung.
2.1. STRUKTUR ANGGARAN
Komponen keuangan pemerintah daerah di
Sulawesi Utara terdiri dari tiga unsur, yaitu
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) yang dialokasikan di Sulawesi Utara,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Pemerintah Provinsi, dan APBD
Pemerintah Kabupaten/Kota. Total anggaran
belanja fiskal Sulawesi Utara tahun 2016
mencapai Rp23,75 triliun yang terdiri dari
belanja APBD kab/kota sebesar Rp13,06 triliun
(pangsa 54,1%), belanja APBN sebesar Rp8,02
triliun (pangsa 33,2%) dan belanja APBD
Provinsi Sulawesi Utara sebesar Rp3,06 triliun
(pangsa 12,7%). Secara spasial, anggaran
belanja APBD kabupaten/kota tertinggi diraup
oleh Kota Manado yang mencapai Rp1,86
triliun. Sedangkan, Kabupaten Kepulauan
Talaud memiliki anggaran belanja APBD
kabupaten/kota terendah yaitu sebesar Rp220
miliar.
Ke depan, terdapat berbagai tantangan dan
risiko pada realisasi belanja anggaran di
Sulawesi Utara. Dari sisi eksternal, penundaan
penyaluran anggaran pusat ke daerah
merupakan salah satu risiko yang dihadapi oleh
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam
pembangunan infrastruktur. Sementara itu,
masalah pembebasan lahan juga menjadi
tantangan tersendiri yang menyebabkan
realisasi belanja tanah relatif rendah
khususnya pembebasan lahan jalan tol
Manado-Bitung.
2.2. REALISASI APBN DI SULUT
Realisasi belanja APBN Sulawesi Utara sampai
dengan triwulan III 2016 lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan III 2016, realisasi APBN sebesar
21
57,2%, meningkat dari realisasi triwulan
sebelumnya yang mencapai 34,4%. Sampai
dengan triwulan III 2016, realisasi tertinggi
dicapai oleh belanja pegawai dengan realisasi
sebesar 73,3% yang didorong oleh
pembayaran gaji ke-13 dan ke-14. Adapun
berdasarkan struktur anggarannya, belanja
barang memiliki pangsa paling tinggi yaitu
sebesar 39% dari total pagu anggaran belanja.
Tabel II.1. Pagu dan Realisasi APBN Sulut
Sumber: DJPBN Sulut, diolah
2.3. REALISASI APBD SULUT
Anggaran belanja APBD Sulawesi Utara tahun
2016 mengalami peningkatan sebesar 5,31%
(yoy) dibandingkan tahun 2015. Peningkatan
terutama didorong oleh naiknya belanja
operasional dan transfer sebesar 8,99% (yoy).
Sedangkan, anggaran belanja modal
mengalami penurunan sebesar -5,72% (yoy)
dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan
jumlah anggaran belanja modal menunjukkan
bahwa masih terdapat ruang perbaikan lebih
baik dalam rangka pembangunan infrastruktur
di Sulawesi Utara.
Penyerapan belanja APBD Provinsi Sulawesi
Utara pada triwulan III 2016 mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan III 2015.
Realisasi APBD tercatat sebesar 61,82% pada
triwulan III 2016, lebih tinggi dibandingkan
triwulan III tahun lalu yang tercatat sebesar
54,85%. Realisasi belanja hingga triwulan III
2016 tercatat sebesar Rp1,89 triliun dari total
anggaran belanja sebesar Rp3,06 triliun.
Peningkatan realisasi belanja APBD terutama
didorong oleh peningkatan realisasi belanja
modal. Belanja modal mencatat realisasi
sebesar 64,62% pada triwulan III 2016, lebih
tinggi dari realisasi triwulan III 2015 yang
tercatat sebesar 49,34%. Peningkatan tersebut
menunjukkan komitmen Pemerintah Provinsi
Sulawesi Utara dalam pembangunan
infrastruktur di Sulut. Berbagai infrastruktur
strategis atau mega proyek yang dibangun di
Sulawesi Utara yaitu jalan tol Manado-Bitung,
Kawasan Ekonomi Khusus Bitung, bendungan
Kuwil dan Lolak, pengembangan pelabuhan
Bitung sebagai hub port dan infrastruktur
lainnya. Selain itu, percepatan pelaksanaan
lelang proyek dan monitoring pencapaian
target realisasi secara menjadi pendorong
peningkatan realisasi belanja modal.
Sementara itu, belanja operasional dan
transfer tercatat realisasi sebesar 61,17%,
lebih tinggi dari triwulan III 2015 yang tercatat
sebesar 56,91%. Dari realisasi tersebut,
terdapat sisa atau surplus anggaran belanja
sampai dengan triwulan III 2016 sebesar
Rp1,16 triliun.
Grafik II.1. Realisasi Belanja Triwulan III
Sumber: BPKBMD Sulut, diolah
2.4. APBD KABUPATEN/KOTA DI SULUT
Realisasi belanja APBD Kabupaten/Kota
Sulawesi Utara sampai dengan triwulan III
2016 lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2016,
realisasi APBD sebesar 51,65%, meningkat dari
realisasi triwulan sebelumnya yang mencapai
34,89%. Secara spasial, realisasi tertinggi
disumbang oleh Kota Bitung yang tercatat
sebesar 78,88%. Tingginya realisasi Kota Bitung
didorong oleh realisasi belanja jalan, irigasi dan
jaringan yang tercatat signifikan sebesar
164,61% sehingga belanja modal mencatat
realisasi sebesar 122,75%. Belanja tersebut
terutama digunakan untuk pembebasan lahan
dan pembangunan jalan tol Manado-Bitung
khususnya, ruas II di wilayah Bitung.
Sementara itu, Kabupaten Minahasa Tenggara
Data Pagu Realisasi % Realisasi
Belanja Pegawai 2,328,774,253,000 1,707,629,814,363 73.3%
Belanja Barang 3,128,539,890,000 1,762,131,960,942 56.3%
Belanja Modal 2,557,601,198,000 1,120,334,019,336 43.8%
Belanja Bantuan Sosial 14,718,110,000 6,553,291,400 44.5%
Total 8,029,633,451,000 4,596,649,086,041 57.2%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
III 2013 III 2014 III 2015 III 2016
Total Belanja Belanja Operasional + Transfer Belanja Modal
22
mencatat realisasi belanja terendah yaitu
sebesar 7,56%.
Tabel II.2. Realisasi Belanja Triwulan III 2016
Sumber: BPKBMD Sulut, diolah
Operasi Modal TOTAL
Kota Manado 87.3 12.7 50.9
Kota Bitung 75.7 24.3 78.9
Kota Tomohon 80.9 19.1 57.5
Kota Kotamobagu 79.2 20.8 49.6
Kab. Minahasa 83.6 16.4 56.8
Kab. Minahasa Selatan 78.1 21.9 57.3
Kab. Minahasa Tenggara 43.1 56.6 7.6
Kab. Minahasa Utara 82.8 17.2 53.0
Kab. Bolaang Mongondow 87.5 12.4 60.1
Kab. Bolmong Utara 77.3 22.6 52.9
Kab. Bolmong Selatan 72.5 27.4 52.5
Kab. Bolmong Timur 79.7 20.3 44.7
Kab. Kep. Sitaro 73.7 26.2 59.6
Kab. Kep. Sangihe 91.8 8.2 48.5
Kab. Kep. Talaud 83.0 17.0 58.3
TOTAL 81.5 18.5 51.7
Realisasi BelanjaKab/Kota
23
Bab III.
Perkembangan Inflasi Daerah
Memasuki triwulan III, tekanan inflasi
tahunan Sulawesi Utara yang diwakili oleh
inflasi Kota Manado mengalami penurunan
signifikan sehingga berada di bawah level
Nasional dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) .
Inflasi Sulut pada triwulan III 2016 tercatat
sebesar 2,28% (yoy) lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan II 2016 yang
tercatat sebesar 3,67% (yoy). Level inflasi
triwulan laporan juga tercatat lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya dimana inflasi Sulut mencapai
9,35% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi
tahunan Sulut dibanding triwulan sebelumnya
dipengaruhi oleh melandainya inflasi volatile food, seiring pasokan yang relatif terjaga dan masuknya
periode panen raya di akhir triwulan II 2016. Sementara, inflasi administered prices tercatat sedikit
meningkat dibanding triwulan lalu akibat pengaruh peningkatan harga listrik dan angkutan udara. Di
sisi lain, inflasi inti tercatat relatif stabil. Inflasi Sulut pada triwulan laporan berhasil berada pada level
yang lebih rendah dibanding inflasi Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang tercatat sebesar 3,21% (yoy),
maupun inflasi Nasional yang sebesar 3,07% (yoy).
Memasuki triwulan IV 2016, inflasi Sulut diperkirakan meningkat sesuai dengan pola musimannya,
terutama pada periode November dan Desember. Tekanan permintaan jelang hari raya Natal dan
Tahun Baru 2017 serta kondisi cuaca yang kurang mendukung diperkirakan menjadi faktor pendorong
laju inflasi secara bulanan. Namun demikian, inflasi tahunan Sulut pada akhir 2016 diperkirakan akan
berada pada level yang jauh lebih rendah dibanding 2015, mengingat rendahnya tekanan
administered prices dan relatif stabilnya harga komoditas bumbu-bumbuan di sepanjang tahun.
Koordinasi pengendalian inflasi pada triwulan III 2016 terus diperkuat. Beberapa rapat koordinasi
mulai tingkat Kab/Kota, Provinsi, Regional (KTI) telah dilaksanakan untuk menindaklanjuti arahan
Presiden pada Rakornas VII TPID 2016. Fokus pengendalian inflasi pada triwulan III 2016 di Sulawesi
Utara adalah untuk mengantisipasi lonjakan harga di akhir tahun serta memastikan ketersediaan
barang-barang strategis. Gerakan Rica Rumah sebagai program unggulan TPID 2016 dan
pengembangan cluster cabai rawit juga terus digalakan melalui pembagian 15 ribu bibit cabai kepada
rumah tangga di Kota Manado, Kab. Minahasa dan Kab. Kepulauan Sitaro. Arah pengendalian inflasi
Sulawesi Utara senantiasa mengacu kepada Roadmap Pengendalian Inflasi Sulut 2016-2019, yang
telah disepakati dan ditandatangani oleh Pembina TPID Provinsi (Gubernur Sulawesi Utara) dan Ketua
TPID Provinsi (Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Utara) pada Oktober 2016.
Grafik 3.1
Laju Inflasi Tahunan Kota Manado dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
24
3.1. PERKEMBANGAN INFLASI
3.1.1. Inflasi Tahunan
Sampai dengan triwulan III 2016, sumbangan
terbesar pada inflasi tahunan Sulut masih
disumbang oleh kelompok Bahan Makanan.
Namun, relatif stabilnya harga komoditas
bumbu-bumbuan seiring dengan lancarnya
pasokan membuat besaran kontribusi inflasi
bahan makanan mengalami penurunan
dibanding triwulan sebelumnya. Sementara
itu, kelompok lain relatif mengalami inflasi
yang cukup rendah.
Inflasi kelompok Bahan Makanan cukup
terkendali pada triwulan laporan dan
mengalami penurunan dibandingkan triwulan
yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan III
2016, inflasi kelompok tersebut tercatat
sebesar 5,81% (yoy) sehingga memberikan
kontribusi 1,31% terhadap tingkat inflasi
tahunan Sulut. Angka tersebut jauh lebih
rendah dibanding triwulan sebelumnya
dimana inflasi bahan makanan tercatat
sebesar 13,43% (yoy). Melandainya inflasi
dipengaruhi oleh masuknya masa panen raya
di tengah normalisasi permintaan pasca Idul
Fitri di awal triwulan. Cukup lancarnya pasokan
kebutuhan pokok terutama bumbu-bumbuan
seiring mendukungnya kondisi cuaca, juga
menyebabkan inflasi kelompok ini mengalami
penurunan.
Kelompok lain yang tercatat memberi
sumbangan cukup besar pada inflasi tahunan
Sulut pada triwulan laporan adalah kelompok
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan
Tembakau. Kelompok ini mencatat inflasi
sebesar 2,65% (yoy) sehingga memberi
sumbangan sebesar 0,43% pada inflasi
tahunan Sulut. Namun, level inflasi tersebut
sedikit lebih rendah dibanding triwulan
sebelumnya dipengaruhi koreksi harga gula
pasir, sejalan dengan perkembangan harga
internasional maupun pergerakan kurs. Di sisi
lain, beberapa kelompok seperti Perumahan,
Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar dan
Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan
tercatat mengalami peningkatan angka inflasi
tahunan meskipun tidak signifikan. Hal ini
besar dipengaruhi pergerakan harga listrik,
bahan bakar rumah tangga dan angkutan
udara yang memiliki kecenderungan
meningkat di sepanjang triwulan III 2016.
Jika dilihat dari komoditasnya, sumbangan
terbesar pada inflasi tahunan Sulut tercatat
berasal dari komoditas bawang merah, tomat
sayur dan beras. Harga bawang merah tercatat
mengalami peningkatan yang cukup signifikan
dibanding tahun sebelumnya. Berdasarkan
hasil FGD dan Liaison yang dilakukan KPw BI
Sulut, penyebab kenaikkan harga bawang
merah pada 2016 lebih dipengaruhi
permasalahan tata niaga yang juga terjadi pada
level Nasional. Selain itu, terdapat pula
masalah curah hujan yang tinggi pada 2016
sehingga menyebabkan kendala produksi pada
daerah penghasil di luar Sulut. Sulut sendiri
memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap
pasokan daerah lain untuk komoditas bawang
merah (Bima, Enrekang dan Brebes), sehingga
risiko peningkatan harga menjadi semakin
besar karena terpapar risiko di sisi distribusi
barang.
Memasuki triwulan IV 2016, inflasi Oktober
yang cukup stabil membuat tingkat inflasi
tahunan Sulut kembali mengalami penurunan
sehingga berada di level 0,78% (yoy).
Penurunan tersebut lebih disebabkan base
effect tingginya inflasi pada Oktober 2015 lalu.
Dengan memperhatikan perkembangan
terkini, inflasi tahunan Sulut pada tahun 2016
diperkirakan berada pada level cukup rendah
dan lebih baik dibandingkan tahun 2015. Hal ini
dipengaruhi oleh menurunnya harga-harga
komoditas yang diatur pemerintah seperti
BBM dan tarif angkutan seiring rendahnya
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
1 Bahan Makanan 0.86 2.00 0.61 2.58 2.46 2.39 3.16 3.17 2.93 2.98 1.31
2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 0.45 0.39 0.58 0.77 0.86 0.88 0.90 0.81 0.55 0.62 0.43
3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 2.28 2.24 1.97 3.13 2.48 2.38 1.98 0.64 -0.02 0.02 0.21
4 Sandang 0.16 0.22 0.13 0.14 0.12 0.14 0.16 0.12 0.14 0.11 0.11
5 Kesehatan 0.11 0.12 0.14 0.17 0.19 0.19 0.16 0.12 0.09 0.07 0.11
6 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 0.12 0.16 0.16 0.17 0.17 0.15 0.30 0.24 0.23 0.21 0.06
7 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 1.71 1.13 0.42 2.72 1.71 2.60 2.68 0.46 0.97 -0.32 0.05
5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34 5.56 4.90 3.67 2.28
No Kelompok
Umum
2014 2015 2016
Tabel 3.1
Andil Inflasi Tahunan Kota Manado Menurut
Kelompok Barang dan Jasa (%YoY)
Sumber : BPS, diolah
25
harga minyak dunia. Di sisi lain, komoditas
bahan makanan khususnya bumbu-bumbuan
juga tercatat lebih stabil di sepanjang tahun
2016. Hal ini juga tidak terlepas dari semakin
baiknya sinergitas dalam pengendalian inflasi
di daerah.
Tabel III.2. Komoditas Penyumbang Inflasi
Tahunan Kota Manado Triwulan III 2016
Sumber: BPS, diolah
Grafik III.2. Inflasi dan Sumbangan per
Kelompok September 2016
Sumber: BPS, diolah
3.1.2. Inflasi Triwulanan (qtq)
Jika dilihat secara triwulanan, inflasi Sulut juga
menunjukkan penurunan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Inflasi pada
triwulan laporan tercatat sebesar -0,23% (qtq)
atau mengalami deflasi, lebih rendah
dibanding triwulan sebelumnya yang
mengalami inflasi 0,31% (qtq). Terjadinya
deflasi secara triwulanan besar dipengaruhi
oleh kelompok Bahan Makanan. Pengaruh
normalisasi harga bahan makanan pasca
tingginya permintaan jelang hari raya idul fitri
dan pengucapan di tengah masuknya masa
panen raya membuat kelompok ini mengalami
deflasi yang cukup dalam. Normalisasi
permintaan juga mempengaruhi penurunan
inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman,
rokok dan tembakau.
Tabel III.3. Inflasi Triwulanan Kota Manado
Menurut Kelompok Barang dan Jasa (% qtq)
Sumber: BPS, diolah
Di sisi lain, kelompok transport, komunikasi &
jasa keuangan menjadi faktor penahan laju
deflasi lebih dalam. Peningkatan harga
komoditas angkutan udara yang didorong
tingginya permintaan seiring cukup banyaknya
periode libur pada triwulan III menjadi
penyebab naiknya inflasi kelompok tersebut.
3.1.3. Inflasi Bulanan (mtm)
Secara bulanan, inflasi Sulut yang diwakili Kota
Manado tecatat tinggi di awal triwulan namun
selanjutnya mengalami koreksi yang cukup
dalam. Angka inflasi selama triwulan III 2016
tersebut juga tercatat lebih rendah dibanding
historisnya selama lima tahun terakhir (2011-
2015). Tingginya inflasi awal triwulan
dipengaruhi oleh tekanan permintaan seiring
periode hari raya Idul Fitri dan pengucapan,
serta libur sekolah yang mendorong naiknya
harga beberapa komoditas seperti angkutan
udara dan bahan makanan. Selanjutnya,
memasuki bulan Agustus dan September,
tekanan inflasi kembali mereda ditandai
dengan terjadinya deflasi. Memasuki triwulan
IV 2016, inflasi bulanan diperkirakan
meningkat. Meskipun inflasi Oktober relatif
rendah, periode November dan Desember
diperkirakan akan mengalami inflasi yang
cukup tinggi.
• Juli 2016
Pada Juli 2016, inflasi tercatat cukup tinggi
dipengaruhi perayaan hari Idul Fitri,
KOMODITAS Inflasi/Deflasi (%) Andil (%)
BAWANG MERAH 119.49 0.60
TOMAT SAYUR 68.49 0.49
BERAS 5.96 0.31
ANGKUTAN UDARA 22.63 0.25
DAUN BAWANG 67.00 0.17
KANGKUNG 36.49 0.17
BAWANG PUTIH 69.78 0.16
GULA PASIR 17.46 0.15
TARIP PULSA PONSEL 9.34 0.14
MINUMAN RINGAN 21.29 0.13
SAWI HIJAU -35.18 -0.04
DAGING AYAM RAS -6.76 -0.04
SENG -5.49 -0.05
CAKALANG/SISIK -3.25 -0.05
ANGKUTAN DALAM KOTA -1.32 -0.07
EKOR KUNING -36.09 -0.09
BIJI NANGKA / KUNIRAN -30.41 -0.12
TINDARUNG -19.17 -0.19
BENSIN -11.79 -0.28
CABAI RAWIT -29.61 -0.31
Inflasi
Deflasi
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
1 Bahan Makanan -2.19 1.28 -0.51 13.15 -2.31 0.92 2.80 12.39 -2.98 1.19 -4.12
2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 1.21 0.26 1.41 1.62 1.73 0.42 1.48 1.32 0.14 0.86 0.31
3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 4.22 0.31 1.43 4.64 1.83 0.05 0.11 0.23 -0.43 0.15 0.80
4 Sandang 0.97 0.90 -0.03 0.65 0.64 1.07 0.43 0.03 1.07 0.44 0.45
5 Kesehatan 0.56 1.23 1.28 1.03 1.03 1.17 0.46 0.43 0.12 0.61 1.53
6 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 0.31 0.66 0.38 1.07 0.37 0.36 2.54 0.48 0.10 0.08 0.19
7 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 0.82 1.69 -0.37 15.10 -4.72 6.84 0.17 0.78 -1.60 -1.28 2.47
1.15 0.82 0.56 6.95 -0.40 1.51 1.13 3.25 -1.02 0.31 -0.23
2014
Umum
2015No Kelompok
2016
26
pengucapan dan libur sekolah yang
mempengaruhi tingkat permintaan. Inflasi
pada Juli tercatat sebesar 0,84% (mtm) atau
hanya sedikit lebih rendah dibandingkan inflasi
Juni yang sebesar 1,06% (mtm).
Grafik 3.3. Laju Inflasi Kota Manado (mtm)
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Kota Manado
Bulan Juli 2016 Menurut Kelompok Barang
dan Jasa
Sumber: BPS, diolah
Inflasi pada Juli 2016 lebih disebabkan oleh
peningkatan harga administered prices
khususnya tarif listrik dan bahan bakar rumah
tangga, sementara tekanan volatile food
cenderung melambat seiring meredanya
tekanan permintaan pasca hari raya yang jatuh
pada awal bulan. Periode libur sekolah dan hari
raya lebaran mendorong naiknya permintaan
pada komoditas angkutan udara yang pada
akhirnya berpengaruh pada kenaikkan harga.
Sementara itu, melambatnya inflasi volatile
food dibanding bulan sebelumnya dipengaruhi
oleh menurunnya harga beberapa komoditas
strategis seperti cabai rawit dan beras,
meskipun pada Juli inflasi volatile food
tersebut tercatat masih cukup tinggi akibat
naiknya harga komoditi lain, seperti bawang
merah, tomat sayur dan cakalang.
Secara kelompok, sebagaimana
perkembangan dari sisi komoditas, inflasi pada
Juli terutama dipengaruhi oleh peningkatan
indeks harga pada kelompok transportasi dan
bahan makanan yang masing-masing memberi
andil 0,30% dan 0,34% pada tingkat inflasi
Sulut. Sementara itu, kelompok lain tercatat
mengalami pergerakan harga yang relatif
minimal.
• Agustus 2016
Normalisasi tingkat permintaan dan cukup
lancarnya pasokan bahan makanan
mendorong terjadinya koreksi harga pada
Agustus 2016. Pada bulan ini, Sulut tercatat
mengalami inflasi sebesar -0,38% (mtm) atau
mengalami deflasi. Deflasi pada Agustus
terutama bersumber dari penurunan inflasi
volatile food. Di sisi lain, tekanan pada inflasi
administered prices dan kelompok inti juga
relatif mereda.
Grafik 3.5. Inflasi dan Andil Kota Manado
Agustus 2016 Menurut Kelompok Barang dan
Jasa
Sumber: BPS, diolah
Secara kelompok, penurunan harga pada
Agustus besar dipengaruhi oleh koreksi pada
kelompok bahan makanan maupun makanan
jadi. Kondisi ini dipengaruhi kembali
normalnya harga-harga pasca hari raya dan
melimpahnya pasokan beberapa komoditas
seperti tomat sayur, cakalang dan beras
sejalan dengan membaiknya kondisi cuaca
pada periode akhir Juli hingga Agustus 2016,
dimana tomat sayur tercatat sebagai
27
komoditas utama penyumbang deflasi pada
bulan laporan. Di sisi lain, mulai masuknya
masa panen tanaman bahan makanan pada
bulan laporan juga turut mendorong terjadinya
koreksi harga pada komditas beras meskipun
pada level yang relatif terbatas. Beberapa
harga komoditas ikan juga turut mengalami
koreksi harga seiring pasokan yang cukup
melimpah pasca relaksasi regulasi.
Di sisi lain, kelompok transpor, komunikasi dan
jasa keuangan juga mencatat deflasi meskipun
relatif terbatas. Hal ini dipengaruhi oleh
koreksi harga angkutan antar kota dan
angkutan udara seiring meredanya tekanan
permintaan. Namun demikian, naiknya tarif
listrik dan tarif pulsa ponsel pada waktu yang
sama, menjadi faktor penahan terjadinya
deflasi lebih dalam pada kelompok ini.
• September 2016
Memasuki akhir triwulan III 2016, Kota
Manado kembali mengalami deflasi dibanding
bulan sebelumnya, dipengaruhi koreksi
kelompok bahan makanan. Pada September
2016, inflasi Kota Manado tercatat sebesar -
0,68% (mtm) atau mengalami deflasi.
Terjadinya deflasi didorong oleh koreksi harga
pada beberapa komoditas strategis terutama
tomat sayur yang mengalami penurunan harga
cukup signifikan dibandingkan bulan
sebelumnya. Kondisi cuaca yang mendukung
peningkatan produksi di tengah stabilnya
tingkat permintaan, membuat pasokan tomat
sayur tercatat cukup besar sehingga
berpengaruh pada penurunan harga. Di sisi
lain, beberapa komoditas strategis lain juga
mengalami penurunan harga seperti cakalang,
cabai rawit, bawang putih dan daging ayam
ras. Sementara itu, faktor penahan laju deflasi
yang lebih dalam muncul dari komoditas core
non traded seperti tarip pulsa ponsel, jeruk
nipis dan roti manis yang mengalami
peningkatan harga, meskipiun dengan besaran
yang terbatas.
Grafik 3.6. Inflasi dan Andil Kota Manado
September 2016 Menurut Kelompok Barang
dan Jasa
Sumber: BPS, diolah
Deflasi yang didorong oleh koreksi harga
kelompok bahan makanan, signifikan
dipengaruhi oleh penurunan harga tomat
sayur. Setelah mengalami peningkatan harga
secara garadual pada Mei hingga Juli, harga
tomat sayur kembali melanjutkan tren
penurunan harga yang telah terjadi sejak
Agustus menuju harga normalnya. Hal ini tidak
terlepas dari meningkatnya produksi tomat
dari daerah penghasil seperti Boltim dan
Minahasa seiring kondisi cuaca yang
mendukung. Berdasarkan hasil wawancara
kepada petani, tingginya harga tomat sayur
pada beberapa waktu yang lalu juga menjadi
insentif tersendiri bagi pada petani untuk
meningkatkan produksinya. Di sisi lain, harga
komoditas strategis lainnya seperti cakalang,
cabai rawit, daging ayam ras dan bawang putih
juga mengalami penurunan harga meski pada
level yang terbatas. Sementara itu, perayaan
hari Idul Adha pada September tercatat hanya
memberi dampak minimal mengingat
tingginya diversifikasi pangan, khususnya
untuk komoditas daging-dagingan pada
masyarakat Sulawesi Utara.
3.2. FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI INFLASI
Berdasarkan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, level inflasi tahunan Kota
Manado yang lebih rendah pada triwulan III
2016, dipengaruhi oleh belum kuatnya
tekanan permintaan di tengah produksi bahan
28
makanan strategis yang relatif meningkat serta
cukup lancarnya distribusi dan pasokan.
Kondisi tersebut menyebabkan inflasi
kelompok volatile food mengalami penurunan
cukup dalam di tengah tekanan inflasi
administered prices dan inflasi inti yang relatif
minim. Selain itu,terdapat pula faktor base
effect tingginya inflasi tahun 2015 yang lalu.
3.2.1. Faktor Fundamental
Sejalan dengan melambatnya perekonomian
Sulawesi Utara pada triwulan III 2016, tekanan
permintaan cenderung lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini
tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah
tangga pada PDRB Sulut yang mengalami
perlambatan pertumbuhan. Di sisi supply,
permintaan yang cenderung melemah
tersebut diikuti dengan produksi yang
meningkat utamanya pada lapangan usaha
pertanian. PDRB Pertanian tercatat mengalami
akselerasi pertumbuhan pada triwulan laporan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara
umum, kondisi tersebut menyebabkan harga-
harga terutama bahan makanan cenderung
terkoreksi pada triwulan laporan.
• Interaksi Permintaan dan Penawaran
Secara umum, tekanan permintaan pada
triwulan III 2016 relatif melambat. Selain
perlambatan pada pertumbuhan PDRB
konsumsi rumah tangga, kondisi tersebut
tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) yang menurun dari 140,83 pada triwulan
sebelumnya menjadi 120,41 pada triwulan
laporan. Sementara, meski mengalami
peningkatan terbatas dari 205,27 pada
triwulan lalu menjadi 216,93 pada triwulan
laporan, Indeks Penjualan Riil tercatat
mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar
18,9% (yoy). Di sisi lain, lickert scale penjualan
domestik yang merupakan hasil dari liaison
Bank Indonesia kepada beberapa perusahaan
besar di Sulawesi Utara tercatat relatif stagnan
atau hanya mengalami perubahan minor pada
triwulan laporan. Di sisi supply, peningkatan
kinerja lapangan usaha pertanian
terkonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) Bank Indonesia di Sulawesi
Utara. SBT (Saldo Bersih Tertimbang) realisasi
kegiatan usaha secara umum pada triwulan III
2016 tercatat meningkat cukup signifikan dari
-10,04 pada triwulan lalu menjadi 19,07 pada
triwulan laporan, didorong oleh peningkatan
pada lapangan usaha pertanian.
Permintaan yang cenderung melemah
tersebut dipengaruhi oleh terfokusnya belanja
masyarakat pada akhir triwulan II (Juni)
mengingat hari raya Lebaran yang jatuh pada
minggu pertama Juli. Pada dasarnya tingkat
permintaan Juli masih cukup kuat, namun pada
dua bulan selanjutnya tingkat permintaan
relatif melemah seiring belum adanya faktor
pendorong belanja masyarakat yang signifikan.
Memasuki triwulan IV 2016, tekanan
permintaan diperkirakan meningkat terutama
pada bulan November dan Desember,
sebagaimana pola historisnya dipengaruhi
perayaan Natal dan Tahun Baru 2017. Di sisi
lain, produksi bahan makanan utamanya ikan
dan bumbu-bumbuan diperkirakan mengalami
kendala akibat kondisi curah hujan yang tinggi
pada akhir tahun. Namun, secara tahunan,
inflasi Sulut pada akhir tahun 2016
diperkirakan relatif menurun sehingga berada
di kisaran 0,64%-1,04% (yoy). Kondisi tersebut
besar dipengaruhi oleh base effect tingginya
inflasi tahun lalu, minimnya tekanan kelompok
administered prices, serta lebih terkendalinya
harga komoditas strategis khususnya bumbu-
bumbuan di sepanjang tahun 2016.
Grafik 3.7. Perkembangan Indeks Keyakinan
Konsumen &
Indeks Penjualan Riil
Sumber: SK & SPE, Bank Indonesia
29
Grafik 3.8. Perkembangan Realisasi Kegiatan
Usaha &
Lickert Penjualan Domestik
Sumber: SKDU & Liaison, Bank Indonesia
• Ekspektasi Inflasi
Grafik 3.9. Perkembangan Indeks Ekspektasi
Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di
Kota Manado
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Grafik 3.10. Perkembangan Indeks Ekspektasi
PedagangTerhadap Harga Barang dan Jasa di
Kota Manado
Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia
Berdasarkan hasil Survei Konsumen dan Survei
Penjualan Eceran di Kota Manado, ekspektasi
masyarakat maupun pedagang terhadap
tingkat inflasi menunjukkan arah yang
meningkat memasuki akhir tahun 2016.
Kondisi tersebut relatif sesuai dengan pola
historisnya didorong perayaan hari besar
keagamaan dan tahun baru 2017. Tekanan
harga di Sulawesi Utara memang pada
umumnya meningkat pada akhir tahun seiring
lonjakan permintaan masyarakat baik
terhadap komoditas pangan maupun non
pangan. Untuk mengatasi kondisi tersebut,
upaya komunikasi kepada masyarakat terus
dilakukan melalui himbauan agar
mengkonsumsi barang sesuai kebutuhan, serta
menginformasikan kondisi stok bahan pangan
yang senantiasa terjaga hingga akhir tahun.
3.2.2. Non Fundamental
Grafik 3.11. Sumbangan Inflasi Tahunan
Berdasarkan Faktor Penyebabnya
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.12. Pergerakan Inflasi Bulanan
Berdasarkan Faktor Penyebabnya
Sumber: BPS, diolah
• Volatile Food
Tekanan inflasi kelompok volatile food tercatat
melandai pada triwulan III 2016. Tingkat inflasi
kelompok volatile food tercatat sebesar 5,48%
(yoy) pada triwulan laporan atau jauh lebih
rendah dibanding triwulan sebelumnya yang
sebesar 13,48% (yoy). Angka inflasi triwulan
30
laporan juga tercatat masih lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya dimana inflasi volatile food
berada di level 14,65% (yoy). Secara bulanan,
inflasi kelompok ini tercatat cukup tinggi di
awal triwulan namun kemudian mengalami
koreksi harga yang cukup dalam pada dua
bulan selanjutnya. Kondisi tersebut relatif
sejalan dengan yang terjadi pada kelompok
bahan makanan. Hal tersebut besar
dipengaruhi oleh koreksi harga komoditas
tomat sayur, cabai rawit dan beras seiring
peningkatan produksi dan lancarnya distribusi.
Memasuki triwulan IV 2016, tekanan pada
kelompok volatile food diperkirakan
meningkat terutama jelang perayaan Natal dan
tahun baru 2017. Kondisi ini disebabkan oleh
lonjakan permintaan ditengah produksi bahan
makanan yang terkendala masalah cuaca.
Beberapa komoditas bumbu-bumbuan seperti
cabai rawit, bawang merah dan tomat sayur
tercatat mulai menunjukan tren peningkatan
harga pada minggu pertama November 2016.
Di sisi lain, produksi tabama juga diproyeksikan
baru akan meningkat pada Desember 2016.
Meski demikian, stok beras Sulawesi Utara
khususnya di Kota Manado masih relatif aman
hingga akhir tahun dengan tingkat ketahanan
rata-rata pada periode triwulan IV adalah
sebesar 6,2 bulan.
Grafik 3.13. Proyeksi Produksi Beras Bulanan
Sulawesi Utara 2016
Sumber: Dinas Pertanian Sulut, diolah
Grafik 3.14. Perkembangan Stok Beras Kota
Manado
Sumber: Bulog Divre Sulut & Gorontalo, diolah
• Administered Prices
Pada triwulan III 2016, inflasi tahunan
kelompok Administered Prices tercatat
mengalami penningkatan meskipun hanya
pada level terbatas. Inflasi kelompok ini
tercatat sebesar 0,50% (yoy) pada triwulan
laporan atau lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya yang mencatatkan deflasi sebesar
0,92% (yoy). Peningkatan inflasi kelompok ini
pada triwulan laporan besar dipengaruhi oleh
kenaikan harga komoditas angkutan udara dan
tarif listrik. Cukup banyaknya long weekend
pada triwulan III, masuknya musim libur
sekolah di awal triwulan dan cukup maraknya
pelaksanaan MICE di Sulut menjadi beberapa
pendorong kenaikan harga angkutan udara.
Memasuki triwulan IV 2016, tekanan inflasi
pada kelompok diperkirakan kembali
meningkat. Pada Oktober, inflasi administered
prices tercatat mengalami peningkatan
menjadi 0,79% (yoy) dipengaruhi naiknya tarif
listrik dan angkutan udara. Pada November
dan Desember, harga komoditas angkutan
udara diperkirakan masih akan berada pada
level tinggi didorong libur akhir tahun,
pelaksanaan MICE dan meningkatnya kinerja
pariwisata Sulut.
• Core Inflation
Secara tahunan, laju inflasi kelompok inti pada
triwulan III 2016 tercatat sedikit melambat
sejalan dengan melemahnya pertumbuhan
ekonomi. Kelompok inti tercatat mengalami
31
inflasi sebesar 1.55% (yoy) atau lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 1,55% (yoy). Penurunan pada
kelompok inti dipengaruhi oleh penurunan
harga gula pasir seiring cukup lancarnya
pasokan pasca mengalami kelangkaan pada
triwulan sebelumnya. Selain itu, komoditas inti
non traded seperti sayuran juga mengalami
penurunan harga seiring peningkatan produksi
yang didukung oleh kondisi cuaca. Memasuki
triwulan IV 2016, tekanan pada kelompok inti
diperkirakan meningkat meskipun dalam
besaran yang terbatas. Pengaruh
ketidakpastian global pasca pemilu Amerika
dapat mempengaruhi naiknya harga emas
internasional. Di sisi lain, pelemahan nilai tukar
dan peningkatan permintaan di akhir tahun
juga dapat mempengaruhi pergerakan inflasi
kelompok inti ke arah yang lebih tinggi
dibandingkan triwulan III 2016.
3.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI
Pada triwulan laporan, upaya pengendalian
inflasi terus ditingkatkan dengan agenda
utama pengendalian harga di akhir tahun.
Berbagai forum koordinasi pengendalian inflasi
daerah juga dilakukan di sepanjang triwulan
laporan untuk membahas rencana tindak
lanjut atas hasil arahan Presiden RI pada
Rakornas VII TPID. Beberapa rekomendasi
yang dihasilkan pada Rakorwil dan Rakorpusda
TPID KTI pada akhir triwulan III 2016 adalah
memperkuat koordinasi dengan APH,
penyusunan pedoman operasi pasar yang
mengacu pada ekspektasi inflasi, dukungan
anggaran (APBD) sangat dibutuhkan dalam
upaya stabilisasi harga, peningkatan peran
Bulog sebagai buffer stock, peningkatan
infrastruktur konektvitas dan peninjauan
kembali penetapan batas atas dan batas
bawah bagi angkutan udara. Di sisi lain, TPID
Sulut baik di tingkat Provinsi maupun Kab/Kota
terus memfokuskan upaya pengendalian harga
jelang akhir tahun melalui komunikasi
ekspektasi, mendorong suksesnya Gerakan
Rica Rumah, serta terus mendorong
terealisasinya Toko TPID dan pembangunan
Pasar Provinsi yang dikelola oleh BUMD.
Langkah nyata yang telah dilakukan TPID
dalam upayanya untuk meredam gejolak harga
akhir tahun adalah dengan membagikan
sekitar 15 ribu bibit cabai rawit untuk
mensukseskan Gerakan Rica Rumah. Bibit
dibagikan kepada rumah tangga di
Kab.Minahasa, Kab.Sitaro dan Kota Manado
pada periode Agustus-September sehingga
dapat dipanen pada akhir tahun. Hal tersebut
diharapkan dapat meningkatkan pasokan cabai
rawit sehingga lonjakan harga komoditas
tersebut yang hampir selalu terjadi pada akhir
tahun dapat diantisipasi.
Memasuki triuwlan IV 2016, TPID Sulut
bersama dengan TPID Kab/Kota telah
melaksanakan rapat koordinasi tingkat
Provinsi, serta menyepakati Roadmap
Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara periode
2016-2019. Roadmap Pengendalian Inflasi
Sulawesi Utara disusun untuk menjadi acuan
upaya pengendalian inflasi di wilayah Provinsi
Sulawesi Utara, sekaligus mensinergikan
berbagai kebijakan dalam mengawal
pencapaian sasaran inflasi Sulawesi Utara
maupun Nasional. Roadmap Pengendalian
Inflasi ini diharapkan dapat membuahkan hasil
yang positif, disertai dengan langkah-langkah
nyata, koordinatif dan berkesinambungan,
baik di ruang lingkup Provinsi maupun
Kabupaten/Kota.
Upaya pengendalian inflasi sampai dengan
periode laporan dinilai telah berjalan dengan
baik. Hal ini tercermin dari relatif stabilnya
harga-harga komoditas strategis seperti beras,
daging, cabai rawit maupun bawang merah,
serta rendahnya angka inflasi tahunan Sulut
sampai dengan Oktober 2016. Kondisi ini tidak
terlepas dari semakin baiknya sinergitas antar
instansi dalam upaya pengendalian harga
khususnya dalam forum TPID baik di level
Provinsi maupun Kab/Kota.
32
Box II.
Keberhasilan Stabilisasi Harga Cabai Rawit
Pada Tahun 2016, inflasi Sulawesi Utara yang rendah cukup besar dipengaruhi oleh stabilnya harga kelompok
volatile food. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari terkendalinya pergerakan harga komoditas bumbu-
bumbuan, khususnya cabai rawit yang telah menjadi komoditas utama penyumbang inflasi Sulut sejak beberapa
tahun terakhir.
Upaya dan strategi pengen dalian harga cabai rawit
yang dilakukan oleh TPID melalui Gerakan Rica
Rumah (GRR) baik di tingkat Provinsi maupun
Kab/Kota dinilai telah berhasil menjaga stabilitas
harga cabai rawit di tahun 2016. Sebagaimana
tergambar pada grafik di bawah, simpangan (titik
tertingggi dibanding titik terendah) inflasi bulanan
cabai rawit di tahun 2016 cenderung lebih stabil
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal
tersebut menggambarkan relatif stabilnya
pergerakan harga cabai rawit di tahun laporan dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya.
Pencanangan Gerakan Rica Rumah sejatinya telah dimulai di awal tahun 2016, melalui berbagai kegiatan
komunikasi kepada masyarakat bekerjasama dengan berbagai media baik cetak maupun elektronik di Sulawesi
Utara. Selanjutnya, pada periode Juni-Juli, Gerakan Rica Rumah memasuki tahap sosialisasi bekerjasama dengan
TPID Kab/Kota, dengan agenda memberikan materi dan informasi kepada masyarakat mengenai tata cara
menanam cabai rawit di dalam polybag. Pada Agustus-Oktober, Gerakan Rica Rumah memasuki tahapan
implementasi dengan pembagian sekitar 15 ribu bibit cabai rawit kepada rumah tangga di Kota Manado, Kab.
Minahasa dan Kab. Kepulauan Sitaro. Pembagian bibit yang dilaksanakan pada periode Agustus-Oktober
tersebut ditujukan agar panen dapat dilaksanakan pada periode
Desember, saat tingkat permintaan terhadap komoditas cabai rawit
tengah berada di titik tertingginya.
Meskipun pembagian bibit cabai baru dilaksanakan pada triwulan III
2016, dampak dari Gerakan Rica Ruma sendiri telah terasa sejak awal
tahun. Berdasarkan informasi yang diterima oleh Bank Indonesia, telah
banyak rumah tangga khususnya di Kota Manado yang telah melakukan
penanaman cabai rawit di pekarangan rumah secara mandiri. Hal ini
tentunya berdampak positif bagi tambahan pasokan antar waktu,
sehingga berpengaruh positif pada pergerakan harga cabai rawit di
sepanjang tahun 2016. Gerakan Rica Rumah perlu terus dikembangkan
mengingat masih besarnya ketergantungan Sulut terhadap pasokan
cabai rawit luar daerah.
Ke depan, Bank Indonesia bersama TPID baik di tingkat Provinsi maupun
Kab/Kota akan terus mendorong suksesnya Gerakan Rica Rumah.
Terbuka pula peluang untuk mengembangkan gerakan menanam untuk
komoditas lain seperti tomat sayur di tahun mendatang. Hal ini
mengingat tingginya konsumsi tomat sayur di Sulawesi Utara, dan masih
belum stabilnya pasokan antar waktu sehingga volatilitas harga menjadi
sangat tinggi.
33
Bab IV.
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan
Akses Keuangan dan UMKM
Kondisi Stabilitas Keuangan Daerah di Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 relatif masih terjaga.
Ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih relatif baik seiring dengan berkurangnya tekanan
dan potensi risiko pada kedua sektor tersebut.
Ketahanan sektor korporasi masih relatif terjaga yang didorong oleh perbaikan lapangan usaha
pertanian sebagai input utama industri pengolahan mendorong meningkatnya kinerja lapangan
usaha industri pengolahan. Hal tersebut mengurangi tekanan akan kerentanan sektor korporasi,
melihat pangsa ekspor Sulawesi Utara yang didominasi hasil olahan industri pengolahan.
Disisi lain, kondisi sektor rumah tangga yang salah satunya tercermin dari Indeks Keyakinan
Konsumen masih berada pada level yang optimis (diatas 100) meski menurun dari periode
sebelumnya. Melambatnya konsumsi pemerintah dampak dari penundaan transfer DAU yang
diprakirakan akan memengaruhi kondisi perekonomian kedepan membuat optimisme rumah tangga
tidak setinggi periode sebelumnya.
Perlambatan pertumbuhan DPK masih terus berlanjut pada periode laporan hingga mencatat
pertumbuhan negatif, melanjutkan kontraksi triwulan sebelumnya. Pertumbuhan negatif DPK
terutama disebabkan oleh semakin dalamnya kontraksi komponen Giro dan komponen Deposito
dampak dari beralihnya preferensi masyarakat untuk menginvestasikan dananya dalam bentuk
instrumen keuangan lainnya dengan imbal hasil yang lebih tinggi.
Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit tercatat mengalami perlambatan dengan pertumbuhan jika
dibandingkan triwulan sebelumnya. Dilihat dari peruntukannya, penyaluran pembiayaan di Sulawesi
Utara masih ditujukan ke sektor konsumtif, yang tercermin dari pangsa kredit konsumsi yang
mencapai 59,6% dari total kredit yang disalurkan di Sulawesi Utara.
Hal yang berbeda ditunjukkan oleh penyaluran pembiayaan di sektor UMKM, yang menunjukkan
peningkatan pada periode laporan. Perkembangan sektor pariwisata Sulawesi Utara pada beberapa
bulan terakhir mendorong peningkatan penyaluran kredit UMKM, khususnya untuk dua lapangan
usaha yang mendominasi kredit UMKM yaitu lapangan usaha perdagangan (pangsa 65%) dan
lapangan usaha akomodasi dan makan minum (pangsa 5%) yang erat kaitannya dengan sektor
pariwisata.
4.1. KETAHANAN SEKTOR KORPORASI
4.1.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Meski mengalami perlambatan, beberapa
lapangan usaha utama pendorong
perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan III
2016 masih mencatatkan adanya
pertumbuhan. Lapangan usaha Industri
pengolahan yang mendominasi pangsa ekspor
Sulawesi Utara pada triwulan laporan
mencatatkan pertumbuhan positif (pada
triwulan sebelumnya mencatatkan kontraksi),
seiring dengan pertumbuhan lapangan usaha
pertanian sebagai input utama lapangan usaha
34
industri pengolahan. Pertumbuhan positif
lapangan usaha pertanian tersebut merupakan
progress yang menggembirakan mengingat
lapangan usaha ini sebelumnya menjadi
sumber utama kerentanan korporasi lapangan
usaha industri pengolahan.
Berdasarkan hasil diskusi dengan para pelaku
bisnis di Industri Pengolahan (liaison)
sublapangan usaha industri makanan dan
minuman, yakni pengolahan kelapa dan ikan,
menyatakan bahwa peningkatan kinerja
perusahaan pada triwulan III 2016 terutama
disebabkan oleh mulai meningkatnya pasokan
bahan baku, meskipun masih berada dibawah
level normal. Pelaku industri pengolahan ikan
mengemukakan bahwa sejak adanya relaksasi
kebijakan transhipment oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan, kondisi pasokan
bahan baku mulai menunjukkan peningkatan
dibandingkan kondisi pada periode
sebelumnya, meski peningkatannya masih
dalam level yang relatif terbatas. Dengan
adanya relaksasi melalui penerbitan Peraturan
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap No.
1/2016 tentang Penangkapan Ikan dalam Satu
Kesatuan Operasi tersebut, diperkirakan akan
ada 350 unit kapal sebagai supporting fishing
yang dapat kembali beroprasi sebagai
pemasok bahan baku bagi industri pengolahan
ikan.
Grafik IV.1. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara
Sumber: SITC, diolah
Di sisi lain, Minyak (termasuk CPO) dan Lemak
Nabati sebagai komoditas yang mendominasi
kinerja ekspor Sulawesi Utara, masih
mencatatkan adanya pertumbuhan meskipun
pada level yang masih relatif terbatas. Hasil
liaison dengan Industri Pengolahan Minyak
diperoleh informasi mengenai permasalahan
ketersediaan bahan baku kelapa, masih
menjadi salah satu kendala utama yang
menahan pertumbuhan industri pengolahan
minyak kelapa. Fenomena El Nino pada tahun
2015 masih berdampak pada kualitas dan
kuantitas kelapa hingga triwulan laporan
meskipun mulai menunjukkan perbaikan
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Diprediksikan produksi kelapa secara agregat
baru akan membaik pada awal tahun 2017.
Disamping itu, isu mengenai supplier
lokal/kelompok tani kelapa yang lebih memilih
mengekspor langsung buah kelapa utuh hasil
panennya daripada menjual ke industri
pengolahan Sulawesi Utara, turut menjadi
permasalahan tersendiri. Ekspor langsung
buah kelapa tersebut lebih diminati supplier
lokal/kelompok tani selain karena harga
jualnya relatif lebih tinggi juga relatif lebih
murah dari segi biaya dan upaya lebih minim
karena tidak membutuhkan tenaga kerja untuk
membersihkan kelapa (apabila dipasok ke
industri harus dipisahkan dari sabutnya) serta
prosesnya relatif cepat. Dengan demikian
supplier lokal/petani dapat memperoleh dana
hasil penjualan tersebut lebih cepat.
Permasalahan industri pengolahan mengenai
keterbatasan pasokan tersebut menjadi
semakin berat, dengan adanya peningkatan
harga bahan baku dan penurunan harga
komoditas di pasar dunia. Permasalahan
terkait bahan baku kelapa tersebut jika terus
berlanjut dapat menjadi sumber risiko
korporasi Sulawesi Utara, mengingat
dominannya pangsa industri ini tergadap
ekspor Sulawesi Utara.
4.1.2. Kinerja Korporasi
Kegiatan Usaha
Kinerja korporasi berdasarkan hasil liaison
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov.
Sulawesi Utara dengan perusahaan pada
lapangan usaha utama Sulawesi Utara,
mengindikasikan adanya perbaikan kegiatan
usaha pada triwulan III 2016. Hal tersebut
tercermin dari Lickert Scale (LS) penjualan
35
domestik maupun ekspor yang menunjukkan
perbaikan pada triwulan laporan. LS penjualan
domestik mencatatkan angka positif 0,37 dan
LS ekspor yang sebelumnya tercatat -1,3
membaik ke angka -1 yang menunjukkan
meredanya tekanan terhadap kinerja ekspor
Sulut.
Grafik IV.2. Lickert Scale Kegiatan Usaha
Sumber: Liaison, Bank Indonesia
Disisi lain, prospek kinerja korporasi yang
tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov.
Sulawesi Utara menunjukkan prospek positif,
dimana kegiatan usaha pada triwulan
mendatang diprakirakan akan meningkat
dengan SBT sebesar 15,7%. Peningkatan
tersebut dipekrirakan akan disumbangkan oleh
peningkatan kinerja lapangan usaha
Perdagangan, Hotel dan restoran sejalan
dengan meningkatnya kinerja pariwisata
Sulawesi Utara, pasca pembukaan rute
internasional, Manado-Tiongkok pada awal Juli
2016 lalu.
Biaya-biaya
Sebagaimana triwulan sebelumnya, secara
umum komponen biaya pada triwulan laporan
mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut
terutama didorong oleh kenaikan biaya bahan
baku, ditengah minimnya ketersediaan bahan
baku baik dari sektor pertanian subsektor
perkebunan sebagai imbas dari fenomena El
Nino. Biaya bahan baku dari sektor perikanan
untuk industri pengolahan ikan juga
mengalami kenaikan ditengah relatif
terbatasnya pasokan bahan baku. Disisi lain,
kenaikan UMP yang menempatkan Sulut
sebagai daerah dengan UMP tertinggi ketiga di
Indonesia setelah DKI Jakarta dan Papua, juga
masih menjadi faktor naiknya biaya untuk
biaya tenaga kerja. Hal tersebut sebagaimana
dikemukakan oleh 75% kontak bahwa
kenaikan komponen biaya tenaga kerja
terutama untuk industri pengolahan, dimana
sebagian besar tenaga kerjanya merupakan
tenaga kerja borongan. Disamping itu kontak
yang merupakan eksportir sebagian besar
mengeluhkan peningkatan biaya freight dan
pengurusan dokumen ekspor.
4.1.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor
Korporasi
Meski eksposure kredit perbankan pada sektor
korporasi hanya sebesar 17,3% dari total kredit
di Sulawesi Utara, kerentanan yang terjadi
pada sektor ini perlu tetap diwaspadai untuk
menjaga stabilitas sistem keuangan secara
keseluruhan mengingat eratnya keterkaitan
antar sektor. Keterkaitan tersebut terutama
terhadap sektor rumah tangga, dengan
penghasilan dan penyerapan tenaga kerja
dipengaruhi oleh kinerja korporasi merupakan
eksposur terbesar kredit perbankan Sulawesi
Utara.
Grafik IV.3. Pangsa Penggunaan Kredit
Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
36
Grafik IV.4. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Kredit perbankan pada sektor korporasi di
Sulawesi Utara pada triwulan III 2016
mencapai Rp 5,32 Trilliun, hanya tumbuh
sebesar 1,53% (yoy) melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya (22,73% yoy).
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit
korporasi terutama disalurkan dalam bentuk
kredit modal kerja (49,7%) dan investasi
(48,36%), dan hanya sebagian kecil
dipergunakan untuk konsumsi (1,94%).
Perlambatan pertumbuhan kredit korporasi
terutama disebabkan oleh terjadinya kontraksi
kredit investasi. KI yang pada triwulan
sebelumnya tumbuh sebesar 34,5% (yoy) pada
triwulan laporan mencatat pertumbuhan
negatif sebesar -6,6% (yoy) sebagai dampak
sikap wait and see para pelaku usaha yang
cenderung melakukan investasi pada awal dan
pertengahan tahun untuk memastikan kondisi
dunia usaha. Disisi lain kredit modal kerja
mencatatkan pertumbuhan yang relatif stabil
pada level 14,3% (yoy).
Kredit Modal Kerja Korporasi
Posisi kredit modal kerja (KMK) Tw III 2016
mencapai Rp2,6 Triliun hanya meningkat
sebesar Rp79 Miliar secara nominal, jika
dibandingkan dengan baki debet pada triwulan
sebelumnya. Peningkatan kredit modal kerja
korporasi tersebut didorong oleh peningkatan
kredit lapangan usaha yang mendominasi
penyaluran kredit modal kerja korporasi, yaitu
lapangan usaha konstruksi (pangsa 23%)
tercatat tumbuh menjadi sebesar 25% (yoy)
pada triwulan laporan, lebih tinggi
dibandingkan periode sebelumnya yang hanya
sebesar 5,15% (yoy). Disisi lain, tekanan pada
lapangan usaha industri pengolahan (pangsa
11%) mulai meredam seiring dengan
membaiknya kinerja PDRB lapangan usaha
industri pengolahan. Pertumbuhan KMK
lapangan usaha tersebut menunjukkan
perbaikan, dimana KMK lapangan usaha
industri pengolahan sebelumnya mencatatkan
kontraksi -30% saat ini tercatat tumbuh
sebesar -12,5%. Disisi lain, lapangan usaha
perdagangan sebagai lapangan usaha terbesar
penerima pembiayaan modal kerja pada sektor
korporasi (pangsa 54%) masih mencatat
perlambatan pertumbuhan (23,5% yoy) lebih
rendah dari triwulan sebelumnya (30% yoy).
Grafik IV.5. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja
Korporasi Lapangan Usaha Dominan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.2. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA
4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi
Sektor Rumah Tangga
Rumah tangga dalam sistem keuangan
memiliki 2 (dua) fungsi yaitu sebagai penyedia
dana dan sebagai penerima pendanaan dari
institusi keuangan. Beberapa faktor yang
memengaruhi kondisi rumah tangga adalah
tingkat pendapatan, tingkat pengangguran,
tingkat konsumsi dan kondisi
pembiayaan/kredit rumah tangga.
37
Grafik IV.6. Kontribusi Konsumsi Rumah
Tangga terhadap PDRB Sulawesi Utara
Sumber: BPS, diolah
Pada triwulan III 2016, perlambatan kinerja
perekonomian Sulawesi Utara salah satunya
disebabkan oleh melambatnya konsumsi
rumah tangga. Konsumsi rumah tangga
tercatat tumbuh 5,84% (yoy) melambat dari
6,93% (yoy) pada periode sebelumnya. Namun
demikian, pada periode laporan pangsa
konsumsi rumah tangga terhadap
perekonomian Sulawesi Utara mengalami
peningkatan dan kini mendominasi dengan
pangsa sebesar 71,65%. Peningkatan share
tersebut disebabkan oleh perayaan hari raya
Idul Fitri dan pengucapan disejumlah daerah di
Sulawesi Utara pada awal triwulan laporan,
ditengah menurunnya konsumsi pemerintah
sebagai dampak dari penundaan transfer DAU
dari pemerintah pusat.
Grafik IV.7. Indeks Keyakinan Konsumen
Rumah Tangga Sulawesi Utara
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perlambatan konsumsi rumah tangga tersebut
sejalan dengan menurunnya tingkat
optimisme rumah tangga dalam melakukan
kegiatan konsumsi. Hal ini terlihat dari Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) selama triwulan III
2016 yang hanya berada pada level 118,9,
menurun dibandingkan periode sebelumnya
yang berada pada level 134,1.
Grafik IV.8. Persepsi Rumah Tangga Sulut
terhadap Ekonomi saat ini
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Grafik IV.9. Persepsi Rumah Tangga Sulut
terhadap Ekonomi 6 bulan
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Rumah tangga Sulawesi Utara pada triwulan III
2016 masih memiliki optimisme baik terhadap
kondisi penghasilan, pembelian barang tahan
lama dan ketersediaan lapangan kerja. Hal ini
tercermin dari indeks pembentuk IKE,
sepanjang Juli-September 2016 menujukkan
tren peningkatan meski lebih rendah
dibandingkan periode sebelumnya. Sejalan
dengan melambatnya kondisi perekonomian,
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja juga
menunjukkan penurunan pada triwulan
laporan yang diikuti dengan penurunan Indeks
Penghasilan Saat Ini.
Kondisi tersebut diperkirakan akan terus
berlangsung di masa yang akan datang,
sebagaimana tercermin dari rata-rata
ekspektasi rumah tangga terhadap lapangan
pekerjaan 6 bulan mendatang yang akan relatif
38
lebih rendah dibandingkan rata-rata periode
sebelumnya. Menurunnya optimisme
masyarakat akan kondisi ekonomi kedepan
terutama didorong oleh kekhawatiran akan
menurunnya belanja pemerintah sebagai
dampak penundaan DAU. Ke depan, sektor RT
masih memperkirakan adanya risiko yang
berasal dari kenaikan harga yang terindikasi
dari peningkatan Indeks Ekspektasi Harga (IEH)
3 bulan mendatang. Sementara itu, pada
triwulan IV 2016, rumah tangga akan
dihadapkan pada perayaan Natal danTahun
Baru, dimana secara historis tekanan harga
bahan pangan dan makanan pada bulan
tersebut relatif tinggi jika pemerintah tidak
melakukan intervensi.
4.2.2. Dana Pihak Ketiga Perseorangan di
Perbankan
Pada triwulan III 2016 pertumbuhan dana
pihak ketiga (DPK) perseorangan mengalami
peningkatan, sebesar 14,22% (yoy), tumbuh
lebih baik dibandingkan periode sebelumnya
yang hanya mampu tumbuh sebesar 11,08%
(yoy). Dilihat dari porsinya, sektor rumah
tangga tercatat masih mendominasi DPK
perbankan Sulawesi Utara, dengan pangsa
yang mencapai 83,4% dari keseluruhan DPK di
Sulawesi Utara. Porsi DPK perseorangan
tersebut mengalami kenaikan dibandingkan
triwulan sebelumnya (76,3%), demikian pula
jika dibandingkan dengan periode yang sama
di 2015 dengan pangsanya hanya sebesar
68,5%.
Grafik IV.10. Komposisi DPK Perseorangan di
Sulawesi Utara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik IV.11. Komposisi DPK Sulawesi Utara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Preferensi rumah tangga pada triwulan III
dalam melakukan penempatan dana masih
didominasi pada tabungan dan deposito,
masing-masing dengan porsi sebesar 95,3%
dan 84,6%. Pertumbuhan DPK dalam bentuk
tabungan (12,28% yoy) melambat dibanding
triwulan sebelumnya 16,9% (yoy) namun lebih
tinggi dari periode yang sama tahun (3,17%
yoy). Perlambatan juga terjadi pada komponen
deposito tercatat hanya tumbuh sebesar
0,17% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya
mampu tumbuh sebesar 4,48% (yoy).
Penyesuaian suku bunga acuan BI 7 Days-
Reverse Repo Rate oleh perbankan yang turun
sejak awal tahun 2016 berdampak pada
beralihnya preferensi masyarakat untuk
menginvestasikan dananya ke instrumen lain,
baik keuangan (saham maupun obligasi)
maupun non-keuangan (investasi fisik) yang
dirasa dapat memberikan margin keuntungan
lebih tinggi dibandingkan suku bunga deposito.
Grafik IV.12. Pertumbuhan DPK Perseorangan
Tiap Jenis Penempatan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
39
4.2.3. Kredit Perbankan Sektor Rumah
Tangga
Kredit rumah tangga (konsumsi) pada triwulan
III 2016 mencapai Rp18,3 triliun, tumbuh
6,51% (yoy), lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 10,27% (yoy). Sementara itu pangsa
kredit rumah tangga terhadap total kredit yang
disalurkan masih dominasi yaitu sebesar 59,6%
sedikit meningkat dibandingkan periode
sebelumnya yang mencapai 59,2%. Realisasi
tebusantax Amnesty membuat masyarakat
menarik dananya dan cenderung menahan
penambahan kewajiban dalam bentuk kredit.
Grafik IV.13. Komposisi Kredit Konsumsi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi penggunaan, pangsa kredit rumah
tangga masih didominasi oleh Multiguna
(76,05%), diikuti KPR (21,97%), KKB (1,26%)
dan Perlengkapan (0,72%). Perlambatan
pertumbuhan terjadi di seluruh jenis
penggunaan kredit meski pertumbuhannya
secara keseluruhan masih positif. Kredit
perlengkapan mencatat pertumbuhan
tertinggi sebesar 161,48% (yoy), melambat
dibandingkan periode sebelumnya yang
mampu tumbuh 226,86% (yoy). KKB tumbuh
relatif stabil meski sedikit melambat , menjadi
sebesar 5,77% (yoy), yang sebelumnya tumbuh
sebesar 5,90% (yoy). KPR tumbuh melambat
7,98% (yoy) dari 9,06% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Adapun perlambatan kredit
multiguna terus terjadi sejak awal tahun 2015
menjadi 5,51% (yoy) dari sebelumnya dapat
tumbuh 10,05% (yoy).
Grafik IV.14. Pertumbuhan Kredit Konsumsi
Menurut Jenis Penggunaan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi risiko kredit, kualitas kredit rumah
tangga pada triwulan laporan menunjukkan
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya
sebagaimana tercermin dari peningkatan rasio
maupun nominal NPL. Rasio NPL periode
sebelumnya 2,72% meningkat menjadi 2,74%
pada triwulan laporan, sementara nominal NPL
meningkat dari Rp495 Milyar menjadi Rp504
Milyar. Penurunan kualitas kredit terjadi pada
seluruh jenis kredit Rumah Tangga kecuali KKB.
Namun demikian, tekanan tersebut masih
relatif rendah, dimana NPL konsumsi secara
agregat masih dibawah threshold 5%.
Meskipun NPL RT masih jauh di bawah
threshold namun tetap perlu dicermati
mengingat masih rentannya kondisi
perekonomian domestik yang dapat
mempengaruhi kemampuan membayar
sektor RT atas semua kewajibannya,
terutama pada perbankan.
4.3. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN
(PERBANKAN)
4.3.1. Jaringan Kantor dan Aset
Pada triwulan III 2016, terdapat pembukaan 1
(satu) kantor bank umum konvensional yang
beroprasi di wilayah Sulawesi Utara, sehingga
total bank umum menjadi 29 dengan 287
jaringan kantor sedangkan BPR masih sama
dengan periode sebelumnya yaitu sebanyak 18
dengan 55 jaringan kantor.
Total Aset perbankan di Sulawesi Utara pada
triwulan III 2016 tumbuh melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Perlambatan pertumbuhan aset terjadi pada
40
kelompok Bank Persero menjadi sebesar 8,7%
(yoy) dari sebelumnya tumbuh 17,8%,
kelompok bank swasta nasional yang juga
melambat menjadi 1,3% (yoy) dari sebelumnya
tumbuh 6,2% (yoy) serta terkontraksi semakin
dalamnya pertumbuhan aset Bank Asing &
Campuran menjadi -20,9% (yoy). Disisi lain,
pertumbuhan aset Bank Perintah Daerah
meningkat menjadi sebesar 5,42% (yoy) dari
sebelumnya hanya tumbuh sebesar 1,45%
(yoy). Namun demikian, pertumbuhan aset
Bank Pemerintah Daerah tersebut belum
mampu menopang pertumbuhan aset
perbankan Sulut secara keseluruhan ditengah
perlambatan aset kelompok bank lainnya.
Grafik IV.15. Pertumbuhan Aset Perbankan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.3.2. Intermediasi Perbankan
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Perlambatan pertumbuhan DPK masih terus
berlanjut pada periode laporan hingga
mencatat pertumbuhan negatif sebesar -
2,83% (yoy), melanjutkan kontraksi triwulan
sebelumnya sebesar -1,02% (yoy).
Pertumbuhan negatif DPK terutama
disebabkan oleh semakin dalamnya kontraksi
komponen Giro dan komponen Deposito. Disisi
lain, tabungan sebagai komponen utama
pembentuk DPK, juga mencatatkan
perlambatan pertumbuhan meskipun masih
tumbuh positif.
Giro yang pada bulan sebelumnya terkontraksi
sebesar -2,06% (yoy), pada bulan September
2016 terkontraksi semakin dalam menjadi
sebesar -10,44% (yoy). Penurunan giro perlu
dicermati karena menjadi cerminan kinerja
sektor swasta, utamanya korporasi. Suku
bunga modal kerja yang cenderung masih
diatas 10% dianggap pihak swasta masih cukup
tinggi (hasil liaison). Hal ini mendorong
preferensi pelaku usaha untuk menarik dana
gironya untuk dijadikan modal kerja. Deposito
kini terkontraksi sebesar -14,93% (yoy),
dimana bulan sebelumnya tumbuh negatif
sebesar -12,90% (yoy). Penarikan simpanan
dalam bentuk deposito salah satunya
dimanfaatkan sektor korporasi untuk
membayar tebusan tax Amnesty, juga
dipengaruhi oleh semakin kompetitifnya imbal
hasil yang ditawarkan instrumen investasi lain,
salah satunya obligasi pemerintah
dibandingkan suku bunga deposito yang
cenderung menunjukkan tren penurunan.
Pertumbuhan positif masih terjadi pada
komponen tabungan yaitu sebesar 11,84%
(yoy), melambat dibandingkan bulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,77%
(yoy). Berdasarkan komponen pembentuknya,
DPK masih didominasi oleh tabungan dengan
pangsa 48%, diikuti oleh deposito dan giro
yang masing-masing 33% dan 19%.
Grafik IV.16. Perkembangan indikator Utama
Bank Umum
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Kredit
Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit
tercatat mengalami perlambatan dengan
pertumbuhan sebesar 5,06% (yoy), menurun
jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 7,20% (yoy). Secara umum,
penyaluran pembiayaan di Sulawesi Utara
masih ditujukan ke sektor konsumtif, yang
tercermin dari pangsa kredit konsumsi yang
mencapai 59,6% dari total kredit yang
41
disalurkan di Sulawesi Utara. Sementara itu,
kredit produktif yakni modal kerja dan
investasi tercatat sebesar 26,31% dan 14,09%.
Berdasarkan penggunaannya, peningkatan
kredit disumbang oleh pertumbuhan positif
Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar 7,47% (yoy),
sementara bulan sebelumnya hanya tumbuh
sebesar 5,56% (yoy). Peningkatan KMK
terutama dipicu oleh perkembangan
pariwisata Sulut yang tumbuh signifikan
beberapa waktu terakhir. Hal ini ditandai
dengan tumbuhnya KMK untuk lapangan
usaha penyediaan akomodasi dan makan
minum (8,03% yoy) serta perdagangan (11,2%
yoy) yang merupakan sektor yang erat
terafiliasi dengan sektor pariwisata.Penyaluran
kredit produktif lainnya yaitu Kredit Investasi
(KI) juga mulai menunjukkan perbaikan yang
tercermin dari meredanya tekanan
pertumbuhan negatif KI, yang pada bulan
sebelumnya terkontraksi hingga -15,57% (yoy),
kini hanya kontraksi sebesar -4,41% (yoy).
Disisi lain, Kredit Konsumsi (KK) mengalami
perlambatan, yaitu hanya tumbuh sebesar
6,5% (yoy) dari sebelumnya 8,67% (yoy).
Perlambatan ini terutama disebabkan oleh
melambatnya pertumbuhan kredit jenis
multiguna sebagai komponen terbesar
pembentuk kredit konsumsi. Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) juga tercatat masih melambat,
sementara dampak relaksasi kebijakan terkait
Rasio Loan To Value (LTV) yang dilakukan sejak
akhir Agustus 2016 masih belum terlihat.
Loan to Deposit Ratio (LDR) & Non Performing
Loan (NPL)
Pelaksanaan fungsi intermediasi perbankan
yang tercermin dari indikator LDR
menunjukkan peningkatan pada bulan
Triwulan III 2016 menjadi 145,2% dari 140,5%
pada triwulan sebelumnya dipicu oleh
meningkatnya penyaluran kredit ditengah
pertumbuhan negatif DPK. Di sisi kualitas
kredit, yang tercermin dari indikator rasio NPL
menunjukkan peningkatan menjadi 3,85% dari
sebelumnya 3,72% yang mencerminkan
menurunnya kualitas kredit pada periode
laporan. Meski rasio tersebut masih dibawah
threshold 5%, namun peningkatan rasio NPL
perlu terus menjadi perhatian.
4.4. AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.4.1. Perkembangan Pembiayaan UMKM
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
memiliki peran penting dalam perekonomian
Sulawesi Utara, sebagaimana tercermin dari
pangsa unit usaha yang mendominasi dari total
unit usaha serta sebagai sektor yang
berkontribusi besar terhadap penyerapan
tenaga kerja. Namun demikian, sebagai salah
satu aktor yang cukup penting dalam
perekonomian domestik maupun nasional,
UMKM sering kali masih terkendala dalam
memperoleh pembiayaan.
Grafik IV.17. Perkembangan Kinerja Kredit
UMKM
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Pada triwulan III 2016, laju pertumbuhan
kredit UMKM di Sulawesi Utara tercatat
mengalami peningkatan, dari yang semula
tumbuh sebesar 2,93% (yoy) pada triwulan
sebelumnya, menjadi sebesar 9,18% (yoy)
pada triwulan laporan. Perkembangan sektor
pariwisata Sulawesi Utara pada beberapa
bulan terakhir mendorong peningkatan
penyaluran kredit UMKM, khususnya untuk
dua lapangan usaha yang mendominasi kredit
UMKM yaitu lapangan usaha perdagangan
(pangsa 65%) dan lapangan usaha akomodasi
dan makan minum (pangsa 5%) yang erat
kaitannya dengan sektor pariwisata.
Peningkatan kredit UMKM sayangnya tidak
disertai dengan perbaikan ketahanan UMKM,
yang tercermin dari penurunan kualitas kredit
UMKM. Rasio NPL kredit UMKM meningkat
42
menjadi 6,10%, dibanding periode sebelumnya
yang hanya sebesar 6,07%.
Grafik IV.18. Pangsa Kredit UMKM terhadap
Total Kredit
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik IV.19. Pangsa Kredit UMKM Spasial
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Pangsa kredit UMKM di periode laporan
tercatat mengalami peningkatan, yakni
menjadi sebesar 26,2%, jika dibandingkan
pangsa pada periode sebelumnya (25,4%).
Berdasarkan wilayahnya, konsentrasi
penyaluran kredit UMKM terbesar berada di
Kota Manado sebesar 63,8%, diikuti Kota
Bitung sebesar 9,6% dan Kota Bitung sebesar
9,6%. Meski demikian, dari sisi kerentanan
terhadap risiko kredit bermasalah, Kota
Manado perlu menjadi perhatian. Sebagai
daerah dengan realisasi kredit UMKM
terbesar, rasio NPL kredit UMKMnya telah
melewati threshold yaitu sebesar 6,3% pada
triwulan laporan meningkat dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 4,35%. DIsamping
itu, Kab. Bolaang Mongondow mencatatkan
NPL tertinggi dibandinkan 15 kab/kota lainnya
untuk kategori kredit UMKM, rasio kredit
bermasalah kab. Minahasa Tenggara tercatat
mencapai 40,9% pada periode laporan yang
perlu menjadi perhatian bersama.
4.4.2. Akses Keuangan Penduduk
Indikator akses keuangan Sulawesi Utara
terutama dari sisi penghimpunan dana
sebagaimana halnya dengan sisi kredit
mengalami peningkatan. Rasio jumlah
rekening DPK terhadap penduduk angkatan
kerja di Sulawesi Utara masih menunjukkan
tren meningkat, dimana pada data terakhir
yaitu periode Februari 2016 rasio tersebut
tercatat sesar 93,42%. Rasio yang belum
mencapai 100% menunjukkan belum seluruh
angkatan kerja Sulawesi Utara memiliki
rekening simpanan di Bank.
Grafik IV.20. Rasio Rekening DPK per
Penduduk Bekerja
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik IV.21. Rasio Rekening Kredit per
Penduduk Bekerja
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
43
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit
terhadap jumlah penduduk angkatan kerja di
Sulawesi Utara menunjukkan sedikit
peningkatan menjadi 16,04% di bulan Februari
2016. Masih sangat rendahnya rasio rekening
kredit menunjukkan bahwa fasilitas
pembiayaan belum banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat Sulawesi Utara, baik karena alasan
belum membutuhkan maupun secara
administratif dan non-administratif belum
dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan
untuk dapat memanfaatkan fasilitas
pembiayaan. Masih minimnya rasio tersebut
juga menunjukkan masih terdapat ruang
untuk meningkatkan penyaluran kredit di masa
mendatang.
4.4.3. Upaya Peningkatan Akses Keuangan
Sebagai upaya agar lembaga
keuangan/pembiayaan dapat diakses seluruh
lapisan masyarakat Sulawesi Utara yang
kemudian diharapkan dapat turut
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
sekaligus mengatasi kemiskinan, dalam
beberapa kurun waktu terakhir Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Prov. Sulawesi
Utara telah melakukan berbagai bentuk
langkah dan upaya, diantaranya adalah sebagai
berikut :
• Kerjasama bersama lembaga
keagamaan di Sulut dalam rangka
perluasan Akses Keuangan yakni
Keuskupan, Sinode GMIM,
Muhammadiyah, Nahadatul Ulama,
GMIMB dan Gereja Pentakosta dan
Bethel serta Persatuan Pedagang
Muslim (Parmusi).Kerjasama ini
dilakukan dalam sistem sharing risk
antara lembaga keagamaan yang
merekomendasikan jemaatnya
dengan lembaga pembiayaan.
• Penyediaan informasi berupa Kajian
Identifikasi Potensi implementasi
Layanan Keuangan Digital di Sulawesi
Utara yang dilakukan di 3 Kabupaten
Kepulauan yakni Kab. Kep. Sitaro, Kab.
Kep. Sangihe dan Kab. Kep. Talaud.
• Penyelenggaraan edukasi keuangan
yang dilakukan secara berkelanjutan
setiap triwulan. Pada triwulan II 2016,
edukasi keuangan telah sebanyak 2
(dua) kali pada bulan Agustus dan
September 2016 yang diadakan di Kota
Manado dan Kota Kotamobagu,
dengan target peserta kasir
perbankan, SPBU dan supermarket
serta masyarakat umum dan pelaku
usaha
44
Bab V.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah
Pada triwulan III 2016, transaksi pembayaran baik nontunai maupun tunai menunjukkan
penurunan. Transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan
penurunan seiring dengan switching referensi masyarakat untuk menggunakan RTGS dalam
bertransaksi akibat perubahan batas bawah nilai transaksi RTGS. Sementara itu, kebutuhan uang
kartal di Sulawesi Utara mengalami penurunan seiring dengan menurunnya konsumsi masyarakat.
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun nontunai,
Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan dan menyempurnakan kebijakan dan kegiatan
penyelenggaraan sistem pembayaran nontunai serta pengelolaan uang tunai Rupiah.
5.1. PENYELENGGARAAN LAYANAN
SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI
Pada triwulan III 2016, transaksi kliring
melalui Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) di Sulawesi Utara
menunjukkan penurunan. Penurunan ini
terlihat baik dari sisi nilai maupun volume
transaksinya. Penurunan tersebut sejalan
dengan perlambatan ekonomi Sulawesi Utara
pada triwulan III 2016 dibandingkan triwulan
sebelumnya. Di samping itu, penurunan juga
dipengaruhi oleh perubahan batas bawah nilai
transaksi Real-time Gross Settlement Systems
(RTGS) yang semula Rp500 juta menjadi Rp100
juta per 1 Juli 2016 yang menyebabkan
switching preferensi masyarakat untuk
menggunakan RTGS sebagai media
bertransaksi. Pada triwulan III 2016, total
nominal transaksi SKNBI di Sulawesi Utara
tercatat sebesar Rp2,242 Triliun atau menurun
23,79% (yoy).
Grafik V.1. Perkembangan Transaksi Kliring
Sumber: SKNBI, Bank Indonesia
Bank Indonesia terus melakukan upaya
menjaga kelancaran transaksi pembayaran
nontunai. Upaya yang dilakukan antara lain
melalui implementasi SKNBI Generasi II sejak 5
Juni 2015, mendorong Gerakan Nasional Non
Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan
Digital (LKD) dan elektronifikasi serta
melakukan pemantauan pada Koordinator
Pertukaran Warkat Debit (KPWD).
Guna meningkatkan penggunaan LKD di
Sulawesi Utara, Bank Indonesia berupaya
memperluas implementasi LKD melalui
dorongan kepada BRI dan Bank Mandiri, yang
merupakan bank penyelenggara LKD di
Sulawesi Utara, untuk memperbanyak agen
LKD di tiap-tiap daerah. Untuk mendukung
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
Nilai Transaksi (Rp Triliun) Pertumbuhan
45
upaya tersebut, Bank Indonesia juga
melakukan mediasi perbankan dan pihak
penyedia jaringan. Selain itu, Bank Indonesia
juga melakukan monitoring beberapa agen
LKD di Manado, dimana sepanjang tahun 2016,
telah dilakukan monitoring kepada 4 agen LKD
guna melihat progres perkembangannya.
Sejalan dengan upaya-upaya tersebut, jumlah
agen LKD di Sulawesi Utara mengalami
perkembangan signifikan per Agustus 2016
terdapat sebanyak 1.179 agen, meningkat
sebesar 196% dari 395 agen pada Agustus
2015.
Selanjutnya, dalam rangka mendorong
elektronifikasi, Bank Indonesia memfasilitasi
Perjanjian Kerja Sama (PKS) implementasi
transaksi pembayaran dan penerimaan Pemda
melalui aplikasi kasda online yang
diintegrasikan dengan simda online antara 6
Pemda yaitu Pemkab Minahasa Utara,
Minahasa Selatan, Bolaang Mongondow,
Bolaang Mongondow Utara, dan Kepulauan
Talaud dengan Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) serta PT Bank
SulutGo. Penandatangan PKS tersebut
dilakukan pada 14 November 2016.
Sebelumnya, Bank Indonesia juga telah
memfasilitasi penandatanganan Nota
Kesepahaman dalam rangka mendukung
Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) antara
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Utara dengan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Utara, Pemerintah Kota Manado, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
Sulawesi Utara pada tanggal 23 Juni 2015.
Rencana elektronifikasi pada tahun 2017
kedepan yaitu implementasi pembayaran gaji
pegawai melalui kasda online di Kab.
Minahasa, pembayaran pajak seperti Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) dan samsat secara
online.
Berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT terus
dilakukan oleh Bank Indonesia pada berbagai
kesempatan dan kepada beragam
stakeholders. Sepanjang tahun 2016, telah
dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada
Pemda Kab/Kota, kasir perbankan, Stasiun
Pengisian Bahan Bakar (SPBU), department
store, pelaku usaha dan masyarakat. Khusus
triwulan III 2016, Bank Indonesia
menyelenggarakan sosialisasi GNNT kepada
pelaku usaha, nasabah perbankan dan
masyarakat di Kotamobagu pada September
2016. Adapun pada triwulan IV 2016, telah
dilakukan sosialisasi GNNT kepada masyarakat
dan pelaku usaha di Gorontalo.
Di sisi dukungan pada kelancaran sistem
kliring, Bank Indonesia melakukan
pemantauan kepatuhan KPWD melalui analisis
laporan berkala setiap bulan. Selain itu, ada
juga pemantauan langsung onsite visit kepada
KPWD selain Bank Indonesia. Sepanjang
semester I 2016, telah dilakukan onsite visit
KPWD di Tahuna. Sementara pada triwulan III
2016, dilakukan onsite visit pada KPWD di
Kotamobagu dan pada triwulan IV 2016, telah
dilakukan onsite visit pada KPWD di Bitung
serta akan dilakukan pada KPWD di Gorontalo.
Di Sulawesi Utara, terdapat 5 penyelenggara
kliring yaitu Bank Indonesia di Manado, dan 4
KPWD yang terdiri dari Bank Mandiri di
Gorontalo, BNI di Kotamobagu, Bank Mandiri
di Kep. Sangihe, dan BNI di Bitung.
5.1. PENGELOLAAN UANG TUNAI
Kebutuhan uang kartal pada triwulan III 2016
mengalami penurunan dibandingkan triwulan
II 2016. Penurunan kebutuhan uang kartal
tercermin dari aktivitas setoran-bayaran uang
tunai yang berada pada posisi net inflow (lebih
besar uang kartal yang masuk ke Bank
Indonesia) sebesar Rp0,66 Triliun,
berkebalikan dengan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat net outflow (lebih
besar uang kartal yang keluar dari Bank
Indonesia) Rp1,44 Triliun. Penurunan
kebutuhan uang kartal tersebut sejalan dengan
melambatnya konsumsi rumah tangga yang
disebabkan oleh faktor base effect perayaan
hari raya Idul Fitri, dimana konsumsi
kebutuhan Idul Fitri pada tahun ini banyak
dilakukan pada akhir triwulan II 2016
(perayaan Idul Fitri pada minggu I triwulan III
2016).
46
Grafik V.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal
(Rp Triliun)
Sumber: Bank Indonesia
Seiring dengan kebijakan clean money policy,
kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar
(UTLE) terus dilakukan oleh Bank Indonesia.
Pada triwulan III 2016, jumlah UTLE yang
dimusnahkan mencapai Rp0,66 Triliun dengan
rasio terhadap inflow sebesar 27%.
Pemusnahan UTLE dilakukan sejalan dengan
komitmen Bank Indonesia untuk secara
konsisten memastikan ketersediaan uang layak
edar bagi masyarakat melalui kas keliling dan
kas titipan.
Tercatat selama periode triwulan III 2016,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi
Utara telah melakukan kegiatan penukaran
dan kas keliling total sebanyak 59 kali, yang
terdiri dari 20 kali pada bulan Juli, 20 kali pada
bulan Agustus dan 19 kali pada bulan
September. Berdasarkan lokasinya, sebanyak
50 kali di dalam Manado dan 9 kali di luar
Manado (Airmadidi 3 kali, Amurang 2 kali,
Gorontalo, Bitung, Tondano, dan Siau). Jumlah
kegiatan kas keliling pada triwulan III 2016
meningkat dari 38 kali pada triwulan II 2016.
Adapun total modal kerja yang digunakan
dalam kas keliling triwulan III 2016 tersebut
sebanyak Rp30,9 Milyar dengan tingkat
serapan sebesar 82% yaitu Rp25,5 Milyar.
Bank Indonesia juga menyelenggarakan
pelayanan jasa kas titipan dalam rangka
penyediaan kebutuhan uang kartal. Pada
triwulan III 2016, dilakukan sebanyak 6 kali kas
titipan, yang terdiri dari 2 kali di Tahuna (Bank
Mandiri), 3 kali di Gorontalo (Bank Mandiri)
dan 1 kali di Kotamobagu (Bank SulutGo).
Temuan uang palsu di Sulawesi Utara dan
Gorontalo pada triwulan III 2016 sebanyak 93
lembar, lebih banyak dari triwulan II 2016
yang tercatat sebanyak 18 lembar.
Berdasarkan pecahannya, sepanjang triwulan
III 2016, temuan tersebut terdiri dari 40 lembar
pecahan Rp 100 ribu, 51 lembar pecahan Rp 50
ribu, 1 lembar Rp20 ribu dan 1 lembar Rp2 ribu.
Pemberantasan pengedaran uang palsu akan
terus dilakukan Bank Indonesia antara lain
melalui penguatan koordinasi bersama aparat
penegak hukum yang salah satunya melalui
penandatanganan Pokok-Pokok Kesepahaman
Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Utara dengan Kepolisian Daerah
Sulawesi Utara pada tanggal 23 Juni 2015.
Selain itu, untuk meningkatkan kehati-hatian
masyarakat, Bank Indonesia menggiatkan
berbagai kegiatan sosialisasi dan edukasi
sepanjang triwulan III 2016, antara lain
sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang
rupiah (CIKUR) kepada masyarakat, pelaku
usaha, nasabah perbankan, dan kasir
perbankan. Sepanjang triwulan III 2016, telah
dilakukan 3 kali sosialisasi kepada berbagai
lapisan masyarakat seperti siswa SMA,
mahasiswa, kasir perbankan dan ritel, pelaku
usaha, Pemda, dan masyarakat umum.
Sosialisasi tersebut diselenggarakan di
Manado dan Kotamobagu. Di samping itu,
Bank Indonesia juga terus memperkuat
strategi komunikasi terkait kewajiban
penggunaan Uang Rupiah dalam bertransaksi
di wilayah NKRI.
Grafik V.3. Perkembangan Temuan Uang
Palsu (lembar)
Sumber: Bank Indonesia
-1.44
0.66
(3)
(2)
(1)
-
1
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
Inflow Outflow Netflow
69 64
34
67
149
124
219 214
7967
58
84
205
18
93
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
47
Bab VI.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara menunjukkan perbaikan. Hal tersebut tercermin dari
peningkatan jumlah angkatan kerja dan penurunan tingkat pengangguran terbuka, yang merupakan
dampak perbaikan lapangan usaha pertanian dan peningkatan permintaan seiring meningkatnya
kunjungan wisatawan mancanegara.
Sementara itu, kondisi kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara juga menunjukkan peningkatan.
Hal tersebut tercermin dari perbaikan tingkat pendapatan per-kapita, tingkat kemiskinan, IPM, dan
tingkat upah serta rasio gini dan NTP tahun 2016. Program pengentasan kemiskinan Pemerintah
Daerah “ODSK” menjadi salah satu pendorong upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi
Utara.
6.1. KETENAGAKERJAAN
Tabel VI.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas
Menurut Jenis Kegiatan Utama
Sumber: BPS, diolah
Membaiknya ketenagakerjaan di Sulawesi
Utara, salah satunya tercermin dari
peningkatan jumlah angkatan kerja.
Menigkatnya jumlah angkatan kerja tersebut
sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk
15 tahun ke atas. Angkatan kerja yang
meningkat dimaksud terindikasi lebih
produktif dan siap untuk bekerja, karena
pertumbuhan jumlah angkatan kerja pada
Agustus 2016 (7,71%) jauh lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan penduduk 15
tahun ke atas pada posisi yang sama (1,37%).
Kondisi tersebut juga terkonfirmasi oleh angka
pertumbuhan jumlah orang bekerja (11,05%),
yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
jumlah angkatan kerja.
Lapangan usaha pertanian masih
mendominasi penyediaan lapangan
pekerjaan di Sulawesi Utara, bahkan pada
Agustus 2016 tercatat pertumbuhan jumlah
tenaga kerja pada usaha pertanian paling
tinggi dibandingkan lapangan usaha lainnya.
Peningkatan jumlah tenaga kerja pada
lapangan usaha pertanian didorong oleh
perbaikan produksi tanaman bahan makanan
khususnya beras, perbaikan produksi kelapa
dan panen raya cengkih. Kondisi cuaca yang
membaik serta program Pemerintah Daerah
dalam peningkatan luas lahan, bantuan bibit
dan alsintan juga menjadi faktor pendorong
perbaikan produksi pertanian dan peningkatan
jumlah pekerja pada lapangan usaha ini.
Sementara itu, lapangan usaha perdagangan
dan jasa kemasyarakatan, yang merupakan
lapangan pekerjaan terbesar ke-2 dan ke-3 di
Sulawesi Utara, juga menunjukkan
peningkatan pertumbuhan tenaga kerja.
Peningkatan tersebut didorong oleh
peningkatan permintaan seiring peningkatan
wisatawan mancanegera. Di sisi lain,
penurunan jumlah tenaga kerja terjadi pada
lapangan usaha konstruksi akibat penundaan
penyaluran anggaran sejalan dengan
penurunan konsumsi pemerintah. Sementara
itu, masih lemahnya kondisi industri
pengolahan ikan menyebabkan terjadinya
Ags Ags
Penduduk 15 thn ke atas (ribu jiwa) 1,793 1,818 1.37%
Angkatan kerja (ribu jiwa) 1,099 1,184 7.71%
Bekerja 1,000 1,111 11.05%
Pengangguran 99 73 -26.06%
TPAK (%) 61.28 65.11 6.25%
TPT (%) 9.03 6.18 -31.56%
Pertumbuhan
(yoy)
2015 2016Jumlah Bekerja
48
penurunan tenaga kerja di lapangan usaha
industri.
Tabel VI.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas
yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama (ribu orang)
Sumber: BPS, diolah
Berdasarkan statusnya, pekerjaan informal
menunjukkan peningkatan jumlah tenaga
kerja secara signifikan dan masih
mendominasi penyediaan lapangan
pekerjaan di Sulawesi Utara. Peningkatan
jumlah tenaga kerja di sektor informal sejalan
dengan peningkatan kinerja dan jumlah tenaga
kerja di lapangan usaha pertanian. Tenaga
kerja pada lapangan usaha pertanian
merupakan pekerja yang berusaha sendiri dan
pekerja keluarga/tak dibayar. Hal tersebut juga
terkonfirmasi dari peningkatan tenaga kerja
dengan jumlah jam kerja 1-7 jam per minggu.
Tenaga kerja yang bekerja dengan jumlah jam
tersebut meningkat 218% dari 7.000 jiwa
menjadi 22.000 jiwa.
Tabel VI.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas
yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan
Utama (ribu orang)
Sumber: BPS, diolah
Berdasarkan tingkat pendidikan, tenaga kerja
dengan pendidikan SD ke bawah masih
mendominasi. Hal tersebut sesuai dengan
pangsa lapangan usaha pertanian yang
mendominasi perekonomian dan pekerjaan di
Sulawesi Utara. Sementara itu, peningkatan
jumlah tenaga kerja tertinggi pada Agustus
2016 disumbang oleh tenaga kerja dengan
pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan
sejalan dengan peningkatan tenaga kerja di
lapangan usaha jasa kemasyarakatan.
Tabel VI.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas
yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan (ribu orang)
Sumber: BPS, diolah
Meningkatnya potensi dan ketersediaan
ketenagakerjaan di Sulawesi Utara, diimbangi
dengan peningkatan kualitas tenaga kerja.
Peningkatan kualitas tenaga kerja di Sulawesi
Utara tercermin dari penurunan tajam angka
tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada
Agustus 2016 menjadi 6,18% dari 9,03% pada
Agustus 2015. Penurunan TPT tersebut terjadi
di seluruh jenjang pendidikan yang
ditamatkan. Penurunan TPT tertinggi terjadi
pada kelompok Sekolah Menengah Kejuruan
seiring dengan peningkatan wisatawan
mancanegara dan pertumbuhan UMKM di
Sulawesi Utara dan merupakan dampak dari
program pemerintah dalam menyambut
kunjungan wisatawan mancanegara yaitu
memberikan pelatihan khususnya bahasa asing
kepada tenaga kerja di Sulawesi Utara.
Tabel VI.5. Tingkat Pengangguran Terbuka
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (%)
Sumber: BPS
6.2. KESEJAHTERAAN
Kondisi kesejahteraan di Sulawesi Utara
secara umum mengalami peningkatan. Hal
tersebut tercermin dari peningkatan
pendapatan per kapita, perbaikan tingkat
kemiskinan, peningkatan Indeks
2015 2016
Ags Ags
Pertanian 319 398 24.54% 36%
Industri 68 64 -5.47% 6%
Konstruksi 85 80 -5.72% 7%
Perdagangan 207 223 7.45% 20%
Transportasi 83 75 -10.08% 7%
Keuangan 26 27 1.29% 2%
Jasa Kemasyarakatan 189 223 17.65% 20%
Lainnya* 22 22 -1.59% 2%
*Lapangan Usaha Pertambangan, Listrik, Gas dan Air
Lapangan Pekerjaan Utama PangsaPertumbuhan
(yoy)
2015 2016
Ags Ags
Formal 405 430 6.20% 39%
Informal 596 681 14.34% 61%
Status Pekerjaan
Utama
Pertumbuhan
(yoy)Pangsa
2015 2016
Ags Ags
SD Ke bawah 347 409 17.78% 37%
Sekolah Menengah Pertama 206 209 1.12% 19%
Sekolah Menengah Atas 229 226 -1.53% 20%
Sekolah Menengah Kejuruan 90 125 37.82% 11%
Diploma I/II/III 24 27 11.79% 2%
Universitas 104 116 11.62% 10%
Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan
Pertumbuhan
(yoy)Pangsa
2015 2016
Ags Ags
SD Ke bawah 3.74 2.80
Sekolah Menengah Pertama 6.80 5.11
Sekolah Menengah Atas 13.92 10.88
Sekolah Menengah Kejuruan 19.18 10.29
Diploma I/II/III 7.85 2.31
Universitas 8.94 6.20
Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan
49
Pembangunan Manusia (IPM), tingkat upah
yang cukup tinggi, dan perbaikan rasio gini,
serta perbaikan Nilai Tukar Petani selama
tahun 2016.
Peningkatan kesejahteraan khususnya
standar hidup masyarakat di Sulawesi Utara
tercermin dari membaiknya beberapa
indikator utama yakni pendapatan per kapita,
tingkat upah dan IPM. Ketiga indikator
tersebut menunjukkan perkembangan yang
positif pada tahun 2015 dibandingkan tahun
sebelumnya. Peningkatan pendapatan per
kapita di tengah perlambatan ekonomi
menunjukkan bahwa perekonomian Sulawesi
Utara cukup kuat. Sementara itu, tingkat upah
di Sulawesi Utara juga mendukung perbaikan
tingkat kesejahteraan masyarakat. Upah
Minimum Provinsi Sulawesi Utara tahun 2016
sebesar Rp2.400.000 yang merupakan
tertinggi ke-tiga secara Nasional (di bawah
Jakarta dan Papua). Di sisi lain, IPM Sulawesi
Utara juga meningkat pada tahun 2015
menjadi kategori tinggi (70,39) dari kategori
sedang (69,96) pada tahun 2014. Peningkatan
tersebut ditopang oleh meningkatnya ke-
empat indikator pembentuk IPM yaitu Angka
Harapan Hidup saat lahir (AHH) dari 70,94
menjadi 70,99 tahun, Harapan Lama Sekolah
(HLS) dari 12,16 menjadi 12,43 tahun, Rata-
rata Lama Sekolah (RLS) dari 8,86 menjadi 8,88
tahun, dan pengeluaran per kapita dari
Rp9.628.000 menjadi Rp9.729.000.
Peningkatan IMP menunjukkan bahwa
program pembangunan infrastruktur dan
peningkatan kesejahteraan oleh Pemerintah
berjalan dengan baik.
Grafik VI.1. Pendapatan per-Kapita
Sumber: BPS, diolah
Sementara itu, tingkat kemiskinan dan
kesenjangan/ketidakmerataan di Sulawesi
Utara mengalami penurunan. Posisi bulan
Maret 2016 dibandingkan Maret tahun 2015,
terlihat adanya penurunan kemiskinan di kota
dan desa, meskipun dihadapi dengan
peningkatan garis kemiskinan baik di kota
maupun desa. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tingkat pendapatan masyarakat di kota
dan desa khususnya penduduk miskin
transient (penduduk miskin yang berada di
dekat garis kemiskinan) mengalami
peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan
kenaikan garis kemiskinan. Adapun perbaikan
tersebut didukung oleh terjaganya sumber
pendapatan masyarakat khususnya dari
pertanian, inflasi harga bahan pangan dan non
pangan yang terkendali dan program
Pemerintah Daerah “ODSK” Operasi Daerah
Selesaikan Kemiskinan yang terbuktif efektif
dalam mengurangi kemiskinan. Adapun
sebesar 70% penduduk miskin berada di
pedesaan. Di sisi lain, kesenjangan atau
ketidakmerataan pendapatan yang tercermin
dari rasio gini mengalami penurunan. Rasio gini
tahun 2015 tercatat 0,37, lebih rendah dari
tahun 2014 sebesar 0,42. Hal ini tidak terlepas
dari program pengentasan kemiskinan oleh
Pemerintah Daerah melalui program “ODSK”.
Tabel VI.6. Garis Kemiskinan, Jumlah dan
Persentase Penduduk Miskin Menurut Kota
dan Desa
Sumber: BPS
Nilai Tukar Petani (NTP) pada tahun 2016
membaik dibandingkan tahun 2015, namun
NTP pada triwulan III 2016 cenderung
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.
NTP merupakan indikator yang mencerminkan
kesejahteraan masyarakat di lapangan usaha
pertanian. Rata-rata NTP Sulawesi Utara pada
tahun 2016 (Jan-Sep) meningkat menjadi 96,94
dari 96,48 pada tahun 2015. Peningkatan
tersebut didorong oleh perbaikan tingkat
inflasi pada tahun 2016. Namun secara
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
0
5
10
15
20
25
30
35
40
2011 2012 2013 2014 2015
Pendapatan per-Kapita (Rp Juta) Pertumbuhan Pendapatan per-Kapita
Kota Desa Total Kota Desa Total
Jumlah Penduduk Miskin (ribu) 61 148 209 61 142 203
Tingkat Kemiskinan (%) 5.52 11.27 8.65 5.34 10.97 8.34
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) 290,820 299,177 295,365 312,328 321,985 317,478
Maret 2015 Maret 2016Deskripsi
50
triwulanan, rata-rata NTP Sulawesi Utara pada
triwulan III 2016 mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata
NTP Sulawesi Utara turun dari 96,92 menjadi
96,56. Hal tersebut diperkirakan karena
turunnya harga sektor tanaman pangan dan
perkebunan pada bulan Juli dan Agustus akibat
meningkatnya jumlah produksi. Secara umum,
NTP Sulawesi Utara masih di bawah 100 yang
mencerminkan bahwa masyarakat atau
pekerja di lapangan usaha pertanian masih
belum sejahtera. Berdasarkan sub lapangan
usahanya sepanjang tahun 2016, NTP tanaman
pangan, perkebunan dan perikanan masih
berada di bawah batas sejahtera, sementara
itu NTP holtikultura dan peternakan sudah
berada di atas batas sejahtera. Oleh karena itu,
untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di lapangan usaha pertanian,
Pemerintah Daerah perlu terus membangun
atau memperbaiki infrastruktur jalan
khususnya ke pedesaan agar distribusi barang
menjadi lebih mudah dan murah.
Grafik VI.2. Rata-rata Nilai Tukar Petani Tahun
2016 (Jan-Sep)
Sumber: BPS, diolah
96.94 96.55
103.21
90.82
101.59
99.65
NTP NTP Pangan NTPHoltikultura
NTPPerkebunan
NTPPeternakan
NTP Perikanan
100: Batas Sejahtera
51
Bab VII.
Prospek Perekonomian Daerah
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan I 2017 diprakirakan tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diprakirakan berada pada kisaran 5,54-
5,94% (yoy). Proyeksi perlambatan pada awal tahun terutama disebabkan oleh pelemahan konsumsi
swasta pasca peningkatan yang cukup tinggi pada triwulan IV 2016 seiring dengan perayaan Natal dan
Tahun Baru. Selain itu, perlambatan juga disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan konsumsi
pemerintah, lapangan usaha konstruksi dan investasi sebagaimana pola seasonalnya yang cenderung
melambat pada awal tahun seiring dengan belum dimulainya proyek infrastruktur yang baru.
Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun 2017, perekonomian Sulawesi Utara diprakirakan
tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2016. Ekonomi Sulawesi Utara diprakirakan tumbuh pada
kisaran 6,19-6,59% (yoy). Proyeksi peningkatan pertumbuhan didorong oleh berbagai faktor. Di
tengah proyeksi peningkatan tersebut, beberapa faktor risiko baik dari sisi eksternal maupun internal
tetap perlu mendapat perhatian.
Pada triwulan pertama 2017, sebagaimana pola historisnya, tekanan inflasi Sulut diperkirakan mereda
khususnya secara bulanan, seiring dengan normalisasi permintaan pasca lonjakan di akhir tahun. Di
sisi suplai, produksi tabama yang diproyeksikan meningkat pada Desember akan memberi dampak
positif pada koreksi harga terutama pada Januari dan Februari 2017. Secara tahunan, Inflasi Sulut pada
triwulan I 2017 diperkirakan sebesar 1,62% - 2,02% (yoy).
Setelah mengalami level inflasi yang cukup rendah pada tahun 2016, inflasi Sulawesi Utara pada tahun
2017 diperkirakan relatif terkendali meskipun cenderung lebih tinggi dibanding 2016. Inflasi Sulut
pada 2017 diperkirakan berada dalam rentang 3±1% (yoy). Sumber tekanan inflasi 2017 terutama
berasal dari kelompok administered prices seiring rencana pemerintah untuk mengurangi subsidi
listrik. Di sisi lain, tekanan pada kelompok volatile food dan kelompok inti diperkirakan relatif
moderat.
7.1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan I
2017 diprakirakan tumbuh melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara
diprakirakan berada pada kisaran 5,54-5,94%
(yoy). Proyeksi perlambatan pada awal tahun
terutama disebabkan oleh pelemahan
konsumsi swasta pasca peningkatan yang
cukup tinggi pada triwulan IV 2016 seiring
dengan perayaan Natal dan Tahun Baru. Hal itu
terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen Bank
Indonesia yang menunjukkan penurunan
ekspektasi konsumen 6 bulan yang akan
datang pada Juli, Agustus dan September,
dibandingkan dengan April, Mei dan Juni.
Selain itu, perlambatan juga disebabkan oleh
melambatnya pertumbuhan konsumsi
pemerintah, lapangan usaha konstruksi dan
investasi sebagaimana pola seasonalnya yang
cenderung melambat pada awal tahun seiring
dengan belum dimulainya proyek infrastruktur
yang baru.
52
Grafik VII.1. Indeks Ekspektasi Konsumen 6
Bulan yang Akan Datang
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun
2017, perekonomian Sulawesi Utara
diprakirakan tumbuh meningkat
dibandingkan tahun 2016. Ekonomi Sulawesi
Utara diprakirakan tumbuh pada kisaran 6,19-
6,59% (yoy). Proyeksi peningkatan
pertumbuhan didorong oleh berbagai faktor.
Salah satunya yaitu penguatan daya beli
konsumen dan kegiatan perdagangan yang
didorong oleh kenaikan UMP, masih
terkendalinya tingkat inflasi seiring
peningkatan program TPID, dan tren
penurunan suku bunga kredit. Berlanjutnya
program peningkatan kunjungan wisatawan
mancanegara seiring dengan peningkatan
penyelenggaraan kegiatan MICE dan juga
rencana pembukaan rute penerbangan baru
seperti Manado-Raja Ampat dan Manado-
Morotai serta beberapa penerbangan
internasional. Dari sisi pertanian,
perekonomian akan ditopang oleh sub
lapangan usaha perkebunan, tanaman pangan
dan juga perikanan. Program Pemerintah
Daerah dalam peremajaan tanaman kelapa,
cengkih dan pala mulai terasa dampak
positifnya pada perkebunan. Program
Pemerintah Daerah dalam pencetakan sawah
baru akan berdampak pada peningkatan
produksi. Aturan pemberantasan ilegal fishing
akan mulai memberikan dampak positif bagi
usaha perikanan yang juga ditopang oleh
penyaluran bantuan kapal dari Pemerintah
Daerah ke kabupaten/kota di Sulawesi Utara.
Berkaitan dengan pertanian, sisi eksternal
yaitu harga komoditas yang membaik juga
turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah Daerah juga terus menggenjot
ekspor dengan melakukan perluasan akses
pasar di Amerikan dan Eropa. Selain itu,
optimisme target penerimaan pajak yang
membaik melalui tax amnesty akan
mendorong penyaluran anggaran dari pusat ke
daerah, sehingga konsumsi pemerintah akan
meningkat. Faktor pendorong lainnya yaitu
pelonggaran LTV kredit kepemilikan rumah
dan penurunan BPHTB menjadi 2,5%. Hal
tersebut akan mendorong peningkatan
lapangan usaha dan juga investasi di Sulawesi
Utara. Untuk mendukung peningkatan
investasi, Pemerintah Daerah terus berupaya
mempersiapkan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(PTSP), penyusunan Rencana Umum
Penanaman Modal (RUPM), dan juga bekerja
sama dengan Bank Indonesia dalam
pengembangan Regional Investor Relation Unit
(RIRU) serta pembangunan infrastruktur
strategis.
Di tengah proyeksi peningkatan tersebut,
beberapa faktor risiko baik dari sisi eksternal
maupun internal tetap perlu mendapat
perhatian. Dari sisi eksternal yaitu terbatasnya
pemulihan ekonomi dunia sehingga dapat
menyebabkan permintaan ekspor Sulawesi
Utara ikut tumbuh terbatas. Selain itu, potensi
kuat meningkatnya suku bunga Fed Fund Rate
(FFR) yang dapat berpengaruh pada jumlah
Foreign Direct Investment yang masuk ke
Sulawesi Utara. Dari sisi internal, beberapa
risiko dimaksud antara lain kondisi cuaca yang
semakin tidak pasti atau potensi terjadinya La
Nina pada akhir tahun 2016, potensi
penerimaan pajak atau sumber pendapatan
negara yang rendah, masalah pembebasan
lahan yang sering terjadi pada lokasi
pembangunan infrastruktur, dan
meningkatnya kegiatan ekspor buah kelapa
utuh. Risiko terhangat yang muncul
belakangan ini yaitu tidak tersedianya lokasi
pembuangan limbah sisa olahan industri di
Bitung. Kondisi tersebut dapat membuat
pelaku usaha olahan di Bitung “angkat kaki”
dari Sulawesi Utara dan menjadi entry barrier
bagi pelaku usaha yang ingin berinvestasi di
120.00
153.33 150.50
128.00 129.50 124.83
Apr Mei Jun Jul Agu Sep
Ekspektasi Konsumen Ekspektasi Penghasilan
Ekspektasi Ekonomi Ekspektasi Ketersediaan Lap. Kerja
53
Sulawesi Utara. Risiko lainnya yang dapat
mempengaruhi perekonomian di Sulawesi
Utara yaitu mutasi golongan listrik bersubsidi
dan kenaikan cukai rokok yang diprakirakan
mempengaruhi tingkat konsumsi atau daya
beli masyarakat.
7.2. INFLASI
Pada triwulan pertama 2017, sebagaimana
pola historisnya, tekanan inflasi Suut
diperkirakan mereda khususnya secara
bulanan, seiring dengan normalisasi
permintaan pasca lonjakan di akhir tahun. Di
sisi supply, produksi tabama yang
diproyeksikan meningkat pada Desember akan
memberi dampak positif pada koreksi harga
terutama pada Januari dan Februari 2017.
Secara tahunan, Inflasi Sulut pada triwulan I
2017 diperkirakan sebesar 1,62% - 2,02% (yoy).
Setelah mengalami level inflasi yang cukup
rendah pada tahun 2016, inflasi Sulawesi Utara
pada tahun 2017 diperkirakan relatif
terkendali meskipun cenderung lebih tinggi
dibanding 2016. Inflasi Sulut pada 2017
diperkirakan berada dalam rentang 3±1%
(yoy). Sumber tekanan inflasi 2017 terutama
berasal dari kelompok administered prices
seiring rencana pemerintah untuk mengurangi
subsidi listrik. Di sisi lain, tekanan pada
kelompok volatile food dan kelompok inti
diperkirakan relatif moderat.
Terdapat beberapa faktor risiko inflasi lainnya
yang harus diwaspadai pada 2017 antara lain:
(i) Dampak perbaikan ekonomi pada
peningkatan permintaan yang tidak
sepenuhnya dapat direspon; (ii) Potensi
tekanan imported inflation seiring
meningkatnya ketidakpastian global yang
memberi pengaruh pada pergerakan kurs; (iii)
Kondisi cuaca yang tidak menentu; (iv) Dampak
negatif alih fungsi lahan terhadap produksi
pertanian; dan (v) Tidak optimalnya upaya
penguatan infrastruktur pangan.
Grafik VII.2. Prakiraan Inflasi Sulut
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Grafik VII.3. Ekspektasi Harga Konsumen
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
7.2.1. Volatile Foods
Tekanan inflasi kelompok volatile food
diperkirakan mereda di awal tahun 2017
sebagaimana pola historisnya seiring
peningkatan produksi tabama yang
diperkirakan terjadi di akhir 2016. Secara
keseluruhan tahun 2017, inflasi kelompok ini
diperkirakan relatif moderat. Risiko masih
membayangi khususnya untuk komoditas
bumbu-bumbuan seiring kondisi cuaca yang
tidak menentu. Di sisi lain, produksi perikanan
yang merupakan salah satu bahan makanan
utama di Sulut, diperkirakan meningkat seiring
relaksasi regulasi. Hal tersebut akan membawa
dampak positif pada pergerakan inflasi volatile
food di tahun mendatang.
7.2.2. Administered Prices
Kelompok Administered Prices diperkirakan
menjadi sumber utama penyumbang inflasi di
tahun 2017. Kondisi ini dipengaruhi oleh
rencana pemerintah dalam mengurangi
subsidi listrik, yang akan berdampak pada
peningkatan harga tarif listrik rumah tangga
54
900 VA. Di sisi lain, Potensi tekanan
diperkirakan juga muncul dari komoditas
angkutan udara. Program pemerintah Provinsi
untuk menjadikan Sulut sebagai hub pariwisata
KTI, yang diikuti dengan pembukaan beberapa
rute penerbangan internasional dapat
menambah tekanan pada tingkat permintaan
tiket domestik yang pada akhirnya berdampak
pada tingginya harga. Kondisi tersebut perlu
dicermati bersama, khususnya pada tataran
pemerintahan maupun badan usaha, dengan
mencermati angka okupansi penerbangan
sebagai dasar pertimbangan perlu atau
tidaknya dilakukan penambahan rute baru
ataupun peningkatan frekuensi penerbangan
domestik. Di sisi lain, risko peningkatan harga
BBM di tahun 2017 diperkirakan masih relatif
kecil. Belum solidnya perbaikan ekonomi
global menyebabkan harga minyak dunia di
tahun mendatang diperkirakan masih akan
berada di level bawah.
7.2.3. Core Inflation
Pada kelompok inti, risiko tekanan inflasi di
tahun mendatang diperkirakan relatif
moderat. Sumber risiko tekanan diperkirakan
muncul dari faktor eksternal peningkatan
ketidakpastian global, yang akan
mempengaruhi pergerakan harga emas,
ekspektasi inflasi, maupun pergerakan kurs. Di
sisi lain, perbaikan perekonomian Sulawesi
Utara dan peningkatan UMP Sulut 2017 juga
diperkirakan memberi pengaruh pada
peningkatan tingkat permintaan di tahun
mendatang.
55
Daftar Istilah dan Singkatan
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu
mtm month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.
qtq quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
yoy year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Inflasi Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan.
Volatile Foods Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Administered Price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah.
M1 Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral
56
M2 Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing).
Mo Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank sentral.
Uang Kartal Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.
NIM Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
NPLs Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
Restrukturisasi kredit
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.
UMKM Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
Inflow Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum.
Outflow Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow Selisih antara outflow dan inflow.
PTTB Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.