Vol. 2 No. 3 Triwulanan
Juli-September 2016 (terbit November 2016)
ISSN 2460-4909 e-ISSN 2460-5980
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI PAPUA NOVEMBER
2016
Dasar Hukum Bank Indonesia
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung
jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.
~UUD 1945 Pasal 23 D~
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan
Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur
dalam Undang-Undang ini.
~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 2~
Visi Bank Indonesia
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui
penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan
nilai tukar yang stabil
Misi Bank Indonesia
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta
mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung
alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan
dan stabilitas perekonomian nasional
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem
keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan
nasional
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang
menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan
tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas
yang diamanatkan UU
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Papua pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan
November. Sebelum dipublikasikan, materi Kajian dari berbagai
provinsi telah terlebih dahulu dikompilasi melalui mekanisme kerja
internal Bank Indonesia untuk dijadikan bahan pertimbangan
dalam mengambil kebijakan moneter, sistem pembayaran, serta
pengawasan perbankan dan sistem keuangan secara
makroprudensial. Publikasi ini berfungsi sebagai media untuk
menyampaikan penjelasan kepada para pemangku kepentingan
dan publik di daerah mengenai perkembangan kondisi terkini,
prospek perekonomian, serta isu yang berkembang dan perlu
dicermati.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua
Jalan Dr. Sam Ratulangi No. 9
Jayapura 99111
T +62 967 534 581
F +62 967 535 201
Salinan elektronis publikasi ini dapat diunduh melalui situs
www.bi.go.id.
Untuk mendapatkan salinan elektronis publikasi ini pada
kesempatan pertama, silahkan mengirimkan surel ke
serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan.
Dewan Redaksi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Penanggung Jawab : Joko Supratikto
(Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua)
Pemimpin Redaksi : Fauzan
(Deputi Kepala Perwakilan/Kepala Tim Ekonomi dan Keuangan)
Mitra Bestari : Evy Marya Deswita Siburian
(Peneliti Ekonomi Departemen Regional IV Kantor Pusat BI)
Ratu Miana Ulfani
(Analis Ekonomi/ Departemen Regional IV Kantor Pusat BI)
Andree Breitner Makahinda
(Analis Ekonomi/ Departemen Regional IV Kantor Pusat BI)
Penyunting : Arya Jodilistyo
(Analis Ekonomi/Manajer Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan)
Penulis : Arya Jodilistyo
(Analis Ekonomi/Manajer Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan)
Enggar Estiko Handoko
(Analis Ekonomi/ Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan)
Kontributor : Yudi Prasetiyo
(Analis/ Manajer Unit Statistik Survei dan Liaison)
Yon Widiyono
(Analis/ Manajer Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan)
Ferdinand Maluenseng
(Kepala Unit Layanan Nasabah, Kliring, serta Perizinan dan Pengawasan
Sistem Pembayaran)
Jaffry Agust Waluyan
(Kasir Senior Unit Operasional Kas)
Oman Hardiman
(Kasir Senior Unit Distribusi Uang)
Mifta Adi Nugraha
(Analis/ Unit Statistik Survei dan Liaison)
Dedy Swares Sinaga
(Pelaksana/ Unit Sumber Daya)
Sekretaris : Sari Wulandari
(Pelaksana Yunior/Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan)
Hartati Br. Nainggolan
(Pelaksana Yunior/Unit Statistik Survei dan Liaison)
i
Kata Pengantar
Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab atas rahmat dan berkat-Nya,
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua November 2016 ini dapat terbit
tepat waktu. Di tengah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, kajian yang meliputi
analisis makroekonomi daerah, perbankan, sistem pembayaran, ketenagakerjaan dan
keuangan daerah menjadi penting terutama bagi pemerintah, dunia usaha, dan kalangan
akademisi, maupun masyarakat luas.
Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu melalui Kata
Pengantar ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu terbitnya Kajian ini. Semoga kerja sama yang telah terjalin baik tersebut tetap
dapat terpelihara di masa mendatang. Akhirnya, besar harapan kami agar Kajian pada
triwulan II 2016 bermanfaat bagi semua pihak dalam memahami kondisi perekonomian
Papua.
Jayapura, 25 November 2016
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI PAPUA,
Joko Supratikto
ii
Daftar
Isi
Kata Pengantar ............................................................................................................... i
Daftar Isi......................................................................................................................... ii
Daftar Tabel .................................................................................................................. iv
Daftar Grafik .................................................................................................................. v
Tabel Indikator Makro Ekonomi Provinsi Papua ............................................................ viii
Ringkasan Eksekutif....................................................................................................... xi
1 PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI DAERAH ........................................................... 1
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan .................................................................. 1
1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha .............................................. 8
2 KEUANGAN PEMERINTAH ....................................................................................... 14
2.1 Realisasi APBN di Lingkup Provinsi Papua ............................................................... 14
2.2 Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Papua .............................................................. 15
2.2.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Papua ................................................. 16
2.2.2 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Papua ........................................................ 17
Boks 1 DAMPAK PENUNDAAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PEREKONOMIAN
PAPUA ......................................................................................................................... 19
3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ........................................................................... 21
3.1 Inflasi Umum .......................................................................................................... 21
3.2 Komponen Inflasi ................................................................................................... 22
3.3 Kelompok Komoditas ............................................................................................. 26
3.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah .................................................................. 27
Boks 2 INISIASI KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM UPAYA PENGENDALIAN INFLASI
PAPUA ......................................................................................................................... 30
4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH ........................................................................... 34
4.1.Ketahanan Sektor Korporasi ................................................................................... 34
4.1.1. Kondisi Sektor Korporasi .................................................................................... 34
4.1.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga ...................................................................... 40
4.1.3 Akses Keuangan UMKM ..................................................................................... 46
5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH ... 48
5.1 Sistem Pembayaran ................................................................................................ 48
5.2 Pengelolaan Uang Rupiah ...................................................................................... 49
6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ............................................................. 51
6.1 Ketenagakerjaan .................................................................................................... 51
Vol. II No. 3 Triwulanan
Juli-September 2016 (terbit November 2016)
ISSN 2460-4909 e-ISSN 2460-5980
iii
6.2 Kesejahteraan ........................................................................................................ 53
7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH ......................................................................... 55
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi ............................................................................. 55
7.2 Prospek Inflasi ........................................................................................................ 56
iv
Daftar
Tabel
Tabel 1.1 Struktur Ekonomi Sisi Penggunaan (%) .......................................................... 1
Tabel 1.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan (%,yoy).......................................................... 2
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha ................................... 7
Tabel 1.5 Perkembangan Sektor Lainnya ..................................................................... 12
Tabel 3.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Komponen .............................. 22
Tabel 3.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Komponen Volatile foods Berdasarkan
Subkelompok ........................................................................................... 24
Tabel 3.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok ............................... 26
Tabel 3.4 Daftar TPID yang telah terbentuk di Papua .................................................. 28
Tabel 4.1 Komposisi Tabungan terhadap Pengeluaran ................................................ 41
Tabel 4.2 Komposisi DSR terhadap Pengeluaran.......................................................... 42
Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama ........................ 51
v
Daftar
Grafik
Grafik 1.1 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen dan Penghasilan Saat ini ......... 2
Grafik 1.2 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen di Provinsi Papua ....................... 3
Grafik 1.3 Perkembangan Impor Barang Konsumsi di Provinsi Papua ............................ 3
Grafik 1.4 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi di Provinsi Papua ...................... 3
Grafik 1.5 Realisasi Belanja Selain Belanja Modal Pemerintah Provinsi Papua ................. 3
Grafik 1.6 Penyaluran Kredit Modal Kerja dan Investasi di Provinsi Papua ..................... 4
Grafik 1.7 Impor Barang Modal .................................................................................... 4
Grafik 1.8 Perkembangan Ekspor .................................................................................. 6
Grafik 1.9 Pangsa Ekspor Triwulan III 2016 ................................................................... 6
Grafik 1.10 Impor Provinsi Papua .................................................................................. 6
Grafik 1.11 Pangsa Impor Triwulan III 2016 ................................................................... 7
Grafik 1.12 Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha ............ 8
Grafik 1.13 Produksi Tanaman Pangan yang Dominan di Provinsi Papua ....................... 8
Grafik 1.14 Kredit Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan ..................................... 8
Grafik 1.15 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas ................................................... 9
Grafik 1.16 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas .................................................. 9
Grafik 1.17 Penjualan Semen di Provinsi Papua ........................................................... 10
Grafik 1.18 Kredit Sektor Konstruksi di Papua ............................................................. 11
Grafik 1.19 Pendaftaran Kendaraan Baru .................................................................... 11
Grafik 1.20 Pembelian Durable Goods ........................................................................ 11
Grafik 1.21 Perkembangan Realisasi Total Belanja Pemerintah Provinsi Papua ............. 12
Grafik 2.1 Perkembangan Pagu APBN di Lingkup Provinsi Papua ................................ 14
Grafik 2.2 Distribusi APBN menurut Kementerian/Lembaga Negara Penerima Terbesar di
Lingkup Provinsi Papua ................................................................................................. 14
Grafik 2.3 Realisasi APBN di Lingkup Provinsi Papua .................................................... 14
Grafik 2.4 Distribusi Pagu Belanja Pegawai menurut Kementerian/Lembaga Negara
Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua ............................................................... 15
Grafik 2.5 Distribusi Pagu Belanja Modal menurut Kementerian/Lembaga Negara
Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua ............................................................... 15
Grafik 2.6 Perkembangan Pagu Pendapatan Pemdaprov Papua Menurut Jenis ........... 15
Grafik 2.7 Perkembangan Realisasi Pendapatan Pemdaprov Papua ............................. 15
Grafik 2.8 Perkembangan Realisasi PAD Pemdaprov Papua ......................................... 16
Grafik 2.9 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Pemdaprov Papua .................. 16
Grafik 2.10 Perkembangan Realisasi Lain-lain Pendapatan Pemdaprov Papua ............. 16
Grafik 2.11 Perkembangan Pagu Belanja Pemdaprov Papua Menurut Jenis ................. 17
Grafik 2.12 Perkembangan Realisasi Belanja Pemdaprov Papua .................................. 17
Grafik B1.1 Persentase Pangsa Penundaan DAU terhadap Pagu .................................. 19
Grafik B1.2 Dampak Penundaan ................................................................................. 20
Grafik B1.3 Realisasi Penyerapan ................................................................................. 20
Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Tahunan ................................................................... 21
Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Bulanan .................................................................... 21
Grafik 3.3 Event Analysis Inflasi ................................................................................... 21
Grafik 3.4 Perkembangan Inflasi Bulanan Menurut Daerah ......................................... 22
Grafik 3.5 Disagregasi Komponen Inflasi Bulanan ....................................................... 23
vi
Grafik 3.6 Disagregasi Inflasi Bulanan Komponen Core inflation ................................. 23
Grafik 3.7 Ekspektasi Inflasi Konsumen ....................................................................... 23
Grafik 3.8 ............................................................. 24
Grafik B2.1 Wilayah Pemasok Utama Komoditas Papua .............................................. 30
Gambar B2.2 Foto Bersama TPID Provinsi Papua dan TPID Provinsi Sulawesi Selatan .. 31
Gambar B2.2 TPID Provinsi Papua berkunjung di Sentra Produksi Cabai di Maros ...... 31
Gambar B2.3 TPID Provinsi Papua masuk ke lokasi usaha pemotongan ayam potong 33
Grafik 4.1 Realisasi Kegiatan Usaha ............................................................................. 34
Grafik 4.2 Kinerja Korporasi Berdasarkan Liaison......................................................... 35
Grafik 4.3 Indikator Kinerja Harga Jual dan Margin ..................................................... 35
Grafik 4.4 Indikator Biaya ............................................................................................ 35
Grafik 4.5 Indikator Kondisi Keuangan Korporasi ........................................................ 36
Grafik 4.6 % Likuiditas Korporasi per Sektor ............................................................... 36
Grafik 4.7 % Rentabilitas Korporasi per Sektor ........................................................... 36
Grafik 4.8 Indikator Kinerja Perbankan Sektor Korporasi ............................................. 37
Grafik 4.9 Pangsa Kredit Korporasi per Sektor ............................................................. 37
Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit Korporasi per Sektor (yoy) ........................................ 37
Grafik 4.11 NPL Kredit Korporasi per Sektor ................................................................ 38
Grafik 4.12 Pangsa Kredit Korporasi per Penggunaan ................................................. 38
Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit Penggunaan Korporasi ............................................. 38
Grafik 4.14 Pangsa dan Pertumbuhan DPK Korporasi ................................................. 39
Grafik 4.15 Harga Komoditas Tembaga ...................................................................... 39
Grafik 4.16 Harga Komoditas Emas ............................................................................. 39
Grafik 4.17 Hasil Survei Konsumen (SK) ...................................................................... 40
Grafik 4.18 Kondisi Ekonomi Saat ini .......................................................................... 40
Grafik 4.19 Alokasi Penggunaan Penghasilan .............................................................. 41
Grafik 4.20 Pangsa Responden berdasarkan Nilai Tabungan ....................................... 41
Grafik 4.21 Kepatuhan Rumah Tangga dalam Melakukan Pembayaran Cicilan ........... 42
Grafik 4.22 Rasio Pendapatan per Bulan untuk Kebutuhan Rumah Tangga ............... 42
Grafik 4.23 Indikator Kinerja Perbankan Rumah Tangga ............................................. 43
Grafik 4.24 Pangsa Kredit Rumah Tangga ................................................................... 43
Grafik 4.25 Pangsa Komponen Kredit Rumah Tangga ................................................. 43
Grafik 4.26 Pertumbuhan Komponen Kredit Rumah Tangga....................................... 43
Grafik 4.27 NPL Kredit Rumah Tangga ........................................................................ 44
Grafik 4.28 Pangsa DPK Rumah Tangga ...................................................................... 44
Grafik 4.29 Pangsa Komponen DPK Rumah Tangga ................................................... 44
Grafik 4.30 Pertumbuhan Komponen DPK Rumah Tangga ......................................... 44
Grafik 4.31 Ekspektasi Masyarakat .............................................................................. 45
Grafik 4.32 Pertumbuhan Kredit UMKM ..................................................................... 46
Grafik 4.33 NPL Kredit UMKM .................................................................................... 46
Grafik 4.34 Jumlah Rekening Kredit UMKM ................................................................ 46
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI .................................................................. 48
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi BI-RTGS ............................................................... 48
Grafik 5.3 Aliran Uang Kartal melalui KPw BI Provinsi Papua ...................................... 49
Grafik 5.4 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar di KPw BI Provinsi Papua .................... 49
Grafik 6.1 Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama .................... 51
Grafik 6.2 Pertumbuhan Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama ............. 51
Grafik 6.3 Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama ......................... 52
vii
Grafik 6.4 Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja .................................... 52
Grafik 6.5 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan ..................... 52
Grafik 6.6 Perkembangan Nilai Tukar Petani ............................................................... 52
Grafik 6.7 Perbandingan NTP Papua dengan NTP Nasional .......................................... 53
Grafik 6.8 Jumlah Penduduk Miskin ............................................................................ 53
Grafik 6.9 Perkembangan Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan ....... 53
Grafik 6.10 Perkembangan Garis Kemiskinan di Provinsi Papua .................................. 54
Grafik 7.1 Ekspektasi Konsumen ................................................................................. 55
Grafik 7.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Inflasi .......................................................... 56
Grafik 7.3 Perkiraan Curah Hujan ................................................................................ 57
Grafik 7.4 Kuadran Inflasi ............................................................................................ 57
viii
Tabel Indikator Makro Ekonomi
Provinsi Papua
A. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
2012 2013Total Total Total Total I II III
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) 1,72 8,55 3,81 7,97 (1,18) (5,91) 20,65
Menurut Penggunaan
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6,47 6,23 7,10 6,11 5,56 6,54 6,17
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 6,87 7,25 12,29 5,87 8,23 5,55 5,39
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 7,43 8,73 8,98 5,14 2,61 5,31 0,92
Pembentukan Modal Tetap Bruto 6,82 6,56 7,78 7,11 6,75 6,78 5,37
Perubahan Inventori (111,10) 90,61 (182,91) (172,26) 89,81 5,11 84,62
Ekspor Luar Negeri (28,40) 32,38 (46,83) 38,88 (2,27) (39,56) (3,05)
Impor Luar Negeri (8,69) (41,20) 105,27 (20,08) (3,97) 32,57 (13,14)
Net Ekspor Antar Daerah (57,51) 367,41 (152,80) (103,17) (268,47) (49,88) (209,56)
Menurut Kategori Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,18 6,04 5,79 6,73 4,13 5,17 0,03
Pertambangan dan Penggalian (6,41) 9,00 (2,67) 7,77 (11,65) (22,18) 42,25
Industri Pengolahan 1,93 2,13 8,72 3,77 7,18 1,31 5,07
Pengadaan Listrik, Gas 10,45 7,45 6,24 (4,15) 25,43 13,61 8,58
Pengadaan Air 4,63 6,53 6,25 3,99 3,70 3,77 2,59
Konstruksi 13,99 11,79 8,56 10,70 4,06 6,33 10,69
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9,84 9,36 7,30 8,25 2,32 6,66 9,26
Transportasi dan Pergudangan 8,74 8,15 10,26 9,53 4,03 7,28 8,23
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,86 11,67 12,57 7,52 4,71 7,70 6,03
Informasi dan Komunikasi 10,23 12,79 6,63 5,19 5,43 1,57 2,16
Jasa Keuangan 7,85 13,89 7,26 2,63 3,53 16,22 (0,18)
Real Estate 10,01 11,67 8,09 5,86 7,31 7,19 8,30
Jasa Perusahaan 6,52 5,88 9,65 3,97 5,80 6,20 5,42
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8,36 2,80 15,96 11,03 13,51 10,44 8,51
Jasa Pendidikan 9,62 9,75 8,15 7,24 6,30 11,45 10,26
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,76 9,29 9,36 8,36 5,91 11,80 10,35
Jasa lainnya 9,11 10,42 8,55 7,04 5,19 6,86 5,04
Inflasi Nasional (% yoy) 4,30 8,38 8,36 3,35 4,45 3,45 3,07
Inflasi Papua (% yoy) 4,52 8,27 9,12 3,57 3,76 5,23 4,72
Kota
Jayapura 4,52 8,27 7,98 2,79 3,81 5,24 4,21
Merauke - - 12,31 5,76 3,62 5,19 6,14
Disagregasi Komponen
Inflasi Inti (Core Inflation ) 4,35 6,61 5,10 3,64 4,49 4,47 5,70
Harga Pangan Bergejolak (Volatile Food ) 7,46 6,59 12,14 3,26 0,66 3,58 11,60
Harga Yang Diatur Pemerintah (Administered Prices ) 1,00 18,23 18,24 3,27 6,81 10,99 11,60
Kelompok Komoditas
Bahan Makanan 8,26 7,12 11,56 4,34 4,78 8,36 6,84
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 4,02 8,18 8,78 5,26 4,62 4,35 6,74
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 3,28 9,18 7,44 3,16 2,53 1,67 2,80
Sandang 2,48 4,07 4,02 3,91 2,43 3,14 3,05
Kesehatan 0,57 3,80 4,47 5,93 4,19 3,29 3,06
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 4,96 3,73 3,91 3,29 2,63 2,62 0,78
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 2,29 11,97 11,43 0,50 4,20 8,66 5,73
Indikator2014 2015 2016
ix
B. Perbankan
I II III IV I II III IV I II III
Total Asset (Rp miliar) 35.419 42.916 49.479 41.929 43.569 50.098 55.188 44.833 47.139 52.589 53.135
DPK (Rp miliar) 28.756 32.371 35.851 34.119 32.819 35.880 39.017 35.418 35.919 39.108 39.199
Giro (Rp miliar) 9.728 12.452 13.948 12.383 9.972 12.566 14.867 9.475 12.015 13.781 13.246
Tabungan (Rp miliar) 12.524 12.238 12.606 13.378 13.929 13.557 14.002 18.587 15.705 16.309 16.538
Deposito (Rp miliar) 6.504 7.681 9.297 8.359 8.918 9.758 10.148 7.356 8.200 9.018 9.415
Penyaluran Kredit oleh Kantor Bank di Papua (Rp miliar) 18.034 19.060 19.701 20.317 20.171 21.185 21.438 21.934 21.441 22.712 23.282
Lokasi Proyek di Prov. Papua 17.470 18.352 18.950 19.484 19.373 20.317 20.528 20.957 20.511 21.695 22.199
Lokasi Proyek Luar Prov. Papua 564 708 751 833 798 868 909 977 930 1.017
Penyaluran Kredit di Provinsi Papua (Rp miliar) 18.737 19.677 20.281 20.879 20.860 22.021 22.364 22.891 22.432 23.705 23.935
Oleh Kantor Bank di Prov. Papua 17.470 18.352 18.950 19.484 19.373 20.317 20.528 20.957 20.511 21.695 22.199
Oleh Kantor Bank Luar Prov. Papua 1.268 1.325 1.331 1.395 1.487 1.704 1.836 1.934 1.921 2.010 1.737
Kredit Penggunaan (Rp miliar) 18.034 19.060 19.701 20.317 20.171 21.185 21.438 21.934 21.441 22.712 23.282
Modal Kerja 6.997 7.660 8.332 7.666 7.435 8.048 9.316 9.388 8.822 9.480 8.952
Investasi 2.766 2.911 2.863 3.314 3.285 3.472 2.172 2.389 2.352 2.535 3.344
Konsumsi 8.271 8.488 8.506 9.337 9.451 9.665 9.949 10.158 10.268 10.697 10.985
Kredit Sektoral (Rp miliar) 18.034 19.060 19.701 20.317 20.171 21.185 21.438 21.934 21.441 22.712 23.282
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 604 670 700 711 733 923 434 695 696 718 691
2. Pertambangan dan Penggalian 46 55 78 49 54 56 5 43 61 59 41
3. Industri Pengolahan 376 357 340 327 315 306 161 327 316 333 334
4. Pengadaan Listrik dan Gas 31 33 44 49 36 43 22 34 33 34 35
5. Pengadaan Air 2 4 7 5 3 6 2 6 5 5 8
6. Konstruksi 1.327 1.516 1.923 1.526 1.295 1.558 1.175 1.635 1.156 1.534 1.687
7. Perdagangan Besar dan Eceran 4.430 4.723 4.887 5.156 5.252 5.599 6.901 6.135 6.122 6.487 6.571
8. Transportasi dan Pergudangan 457 544 570 596 602 586 466 576 589 615 646
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 637 667 686 675 660 681 365 671 672 694 706
10. Informasi dan Komunikasi 10 10 18 18 18 18 7 9 9 9 9
11. Perantara Keuangan 105 160 96 135 128 124 60 105 94 84 77
12. Real Estate dan Usaha Persewaan 225 175 176 171 184 186 140 210 232 275 282
13. Jasa Perusahaan 223 203 201 222 217 224 220 212 172 171 183
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 3 6 4 111 37 2 1 66 17 1 38
15. Jasa Pendidikan 32 18 29 14 12 16 10 14 12 10 11
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 31 30 32 31 30 36 29 37 33 38 38
17. Sektor Lainnya dan Bukan Lapangan Usaha 9.498 9.889 9.910 10.522 10.594 10.821 11.438 11.159 11.221 11.645 11.926
Kredit UMKM 7.528 8.178 8.401 8.815 8.780 9.100 6.904 9.209 8.051 8.558 8.481
Kredit Rumah Tangga 5.147 5.532 5.585 8.717 8.828 8.907 6.413 9.200 9.496 9.984 10.297
KPR/KPA 1.264 1.245 1.275 1.365 1.346 1.410 1.529 1.578 1.641 1.817 1.922
Kredit Ruko/Rukan 284 364 317 335 349 369 374 394 391 383 382
KKB 57 61 59 54 51 50 56 58 56 58 59
Multiguna 2.893 3.152 3.210 6.236 6.363 6.364 3.729 6.406 6.641 6.939 7.081
Lainnya 650 709 724 727 718 714 725 764 767 787 853
Non Performing Loan (Rp miliar) 361 593 638 795 896 1.004 1.288 1.104 1.142 1.260 1.283
NPL Ratio (%) 2,00 3,11 3,24 3,91 4,44 4,74 6,01 5,03 5,33 5,55 5,51
LDR 62,71 58,88 54,95 59,55 61,46 59,04 54,95 61,93 59,69 58,08 59,39
Suku Bunga Simpanan Tertimbang (% per tahun)
Kantor Bank di Provinsi Papua 3,03 2,99 3,19 3,03 3,37 3,30 4 3 3,31 3,16 3
Nasional 4,42 4,59 4,78 4,75 4,77 4,46 4 4 4,21 3,93 4
Suku Bunga Kredit Tertimbang (% per tahun)
Kantor Bank di Provinsi Papua 12,60 12,70 12,75 12,74 12,73 12,80 13 13 12,76 12,65 13
Nasional 11,22 11,42 11,52 11,58 11,53 11,54 11 12 11,48 11,24 11
Jumlah Kantor Bank
Jumlah Bank
Papua 23 23 23 23 23 23 25 25 26 26 26
Nasional 1.756 1.753 1.753 1.762 1.762 1.762 1.762 1.762 1.756 1.753 1.747
Jumlah Kantor Bank
Papua 273 273 273 287 287 287 289 289 319 329 329
Nasional 23.421 23.769 24.241 24.843 25.036 25.266 25.420 25.420 38.945 38.885 38.836
Jumlah Rekening (dalam ribu)
Rekening Dana Pihak Ketiga
Papua 1.630 1.591 1.633 1.692 1.653 1.671 1.707 1.795 1.835 1.898 2.008
Nasional 156.905 156.263 160.367 165.182 161.807 164.919 168.600 173.969 178.087 183.459 194.287
Rekening Kredit
Papua 182 186 190 193 195 197 197 202 204 206 204
Nasional 39.012 39.410 39.934 40.414 40.578 40.673 40.731 41.150 41.440 41.454 41.290
2014 2015 2016Provinsi Papua
x
C. Sistem Pembayaran
I II III IV I II III IV I II III
Pengelolaan Uang (Kartal) Rupiah
Inflow (Rp miliar) 2.853,48 1.224,47 1.497,83 1.468,08 2.646,47 909,17 1.497,86 856,08 2.417,19 813,30 1.566,39
Outflow (Rp miliar) 893,21 1.870,83 2.515,98 6.238,60 855,28 1.852,00 2.714,44 5.439,51 513,24 2.994,58 2.015,18
Pemusnahan UTLE (Rp miliar) 395,49 200,57 332,06 260,02 408,07 301,30 262,63 193,13 536,68 249,40 141,96
Kliring
Total
Nominal (Rp juta) 1.169.841 1.071.287 1.126.530 1.449.761 1.123.097 1.202.372 1.553.207 3.127.063 4.027 4.526 3.406
Volume (lembar) 28.209 28.350 27.911 34.352 40.587 44.596 47.682 58.025 72.732 84.341 78.073
1. Kliring Kredit
Nominal (Rp juta) 70.116 73.113 73.382 184.197 306.530 219.173 461.277 1.527.788 2.701 3.293 2.102
Volume (lembar) 3.785 3.578 3.690 7.304 19.445 14.488 23.576 31.749 47.396 59.053 53.400
2. Kliring Debit
Nominal (Rp juta) 1.099.725 998.174 1.053.148 1.265.564 816.567 983.198 1.091.930 1.902.934 1.364 1.259 1.303
Volume (lembar) 24.424 24.772 24.221 27.048 21.142 30.108 24.106 26.735 25.749 25.776 24.673
2.1 Kliring Debit Penyerahan
Nominal (Rp juta) 1.143.978 1.051.820 1.085.299 1.328.203 1.052.941 1.139.485 1.123.330 1.599.275 1.326 1.233 1.340
Volume (lembar) 25.004 25.392 24.927 27.727 24.708 32.500 24.720 26.276 25.336 25.288 25.069
2.2 Kliring Debit Pengembalian
Nominal (Rp juta) 44.253 53.646 32.151 62.639 236.375 156.287 31.400 303.658 37.959 25 36
Volume (lembar) 580 620 706 679 3.566 2.392 614 459 413 488 396
20162014 2015Indikator Sistem Pembayaran
xi
Ringkasan
Eksekutif
Setelah mengalami kontraksi dalam dua triwulan terakhir, pertumbuhan
ekonomi Papua pada triwulan III 2016 tumbuh signifikan sebesar 20,65% (yoy).
Pertumbuhan ini jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,02%
(yoy). Pertumbuhan yang sangat tinggi ini disebabkan oleh kinerja sektor pertambangan
yang tumbuh signifikan mencapai 42,25% (yoy). Tingkat pertumbuhan perekonomian
tersebut melebihi asesmen pada kajian triwulan lalu. Berdasarkan sisi penggunaan,
sumber utama pertumbuhan ekonomi Papua triwulan laporan adalah kinerja ekspor netto
yang tumbuh 168,55% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Papua triwulan selanjutnya
diperkirakan tumbuh positif seiring dengan akselerasi kinerja komponen Konsumsi dan
Ekspor.
Selanjutnya, Perkembangan kinerja keuangan Pemerintah Pusat di lingkup
Provinsi Papua pada triwulan III 2016 menunjukkan perkembangan yang positif
dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara kinerja APBD Pemerintah
Daerah Provinsi (Pemdaprov) Papua pada triwulan laporan sedikit lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2015. Pagu APBD 2016 mengalami kenaikan dibanding 2015,
sementara pagu APBN 2016 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, inflasi di Provinsi Papua pada triwulan III 2016 sebesar 4,72%
(yoy), mengalami penurunan dari triwulan lalu yang sebesar 5,23% (yoy).
Penurunan inflasi ini disebabkan oleh komponen volatile food dan administered prices
yang semakin terkendali. Sementara inflasi pada komponen inti (core inflation)
mengalami peningkatan. Ke depan, inflasi di Papua diperkirakan terjaga sesuai target
nasional yaitu sebesar 4±1%.
Secara umum, stabilitas sistem keuangan di Papua masih relatif terjaga. Dari sisi
korporasi, asesmen menilai bahwa kinerja sektor korporasi di Papua pada triwulan III 2016
relatif mengalami perbaikan sejalan dengan kondisi perekonomian yang kembali tumbuh
positif. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan liaison yang dilakukan oleh Bank
Indonesia memperkuat kondisi tersebut. Sementara dari sisi Rumah Tangga, kinerja sektor
Rumah Tangga pada triwulan III 2016 masih terjaga dengan positif, tercermin dari kondisi
dan risiko keuangan di sektor Rumah Tangga yang relatif terjaga. Sementara itu
penyaluran kredit UMKM, pada triwulan III 2016 tumbuh positif, namun dengan risiko
kredit yang juga semakin tinggi.
xii
Perkembangan transaksi Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) di Papua pada
triwulan III 2016 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, baik secara
volume dan nominal. Transaksi melalui Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS) pada triwulan laporan tercatat meningkat dibandingkan
triwulan lalu. Sementara itu, dalam pengelolaan uang rupiah, selama triwulan III 2016
terjadi net-outlow sebesar Rp449 miliar yang dipengaruhi tingginya kebutuhan uang
tunai di masyarakat.
Dari sisi tenaga kerja dan kesejahteraan, meskipun perekonomian Papua
mengalami pertumbuhan posotif yang signifikan pada triwulan III 2016, namun
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tercatat meningkat pada triwulan berjalan.
Hal tersebut ditunjukkan dengan naiknya TPT dari 2,97% pada Februari 2016 menjadi
3,35% pada Agustus 2016. Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) Papua masih
mencatatkan angka defisit sampai akhir triwulan II 2016 (96,17). Nilai tersebut
mengindikasikan kenaikan indeks pendapatan petani belum dapat mengimbangi
kenaikan indeks biaya yang harus dibayar. Sejalan dengan TPT yang mengalami
kenaikan, angka kemiskinan di Papua mempunyai tren kenaikan dalam dua
tahun terakhir.
Asesmen Bank Indonesia pada periode laporan memproyeksikan pertumbuhan
ekonomi Papua pada triwulan I 2017 relatif moderat dan berada dikisaran 9,3%-
9,7% (yoy) dengan kecenderungan bias bawah. Meskipun produksi tambang
diasumsikan kembali normal pasca kerusakan mesin produksi yang terjadi di pelaku
tambang dominan di Papua pada semester I 2016, namun izin ekspor yang akan berakhir
pada Januari 2017 berpotensi mempengaruhi kinerja pertambangan. Dengan kondisi
tersebut, maka pertumbuhan ekonomi Papua untuk keseluruhan 2017 diperkirakan
berada dikisaran 6,1%-6,5% (yoy) dengan kecenderungan bias atas.
Dari sisi harga agregat, asesmen pada memperkirakan inflasi pada triwulan I
2017 akan berada pada interval 4,6 5,1% (yoy) dengan kecenderungan bias
atas. Kebijakan BBM satu harga diperkirakan dapat menjadi peredam tekanan inflasi ke
depan. Sementara itu di sisi lain, penyesuaian tarif cukai rokok, UMP dan kondisi cuaca
menjadi beberapa faktor yang berpotensi memicu kenaikan harga. Dengan kondisi
tersebut, maka inflasi untuk keseluruhan 2017 berada pada interval 4,0%-4,5% (yoy).
Realisasi inflasi akan lebih rendah jika Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dapat
menjalankan peran secara optimal dalam memitigasi risiko inflasi yang ada.
1
1 PERKEMBANGAN MAKRO
EKONOMI DAERAH
etelah mengalami kontraksi dalam dua triwulan terakhir, pertumbuhan ekonomi
Papua pada triwulan III 2016 tumbuh signifikan sebesar 20,65% (yoy).
Pertumbuhan ini jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai
5,02% (yoy). Pertumbuhan yang sangat tinggi ini disebabkan oleh kinerja sektor
pertambangan yang tumbuh signifikan mencapai 42,25% (yoy). Tingkat pertumbuhan
perekonomian tersebut melebihi asesmen pada kajian triwulan lalu. Berdasarkan sisi
penggunaan, sumber utama pertumbuhan ekonomi Papua triwulan laporan adalah
kinerja ekspor netto yang tumbuh 168,55% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Papua triwulan
selanjutnya diperkirakan tumbuh positif seiring dengan akselerasi kinerja komponen
Konsumsi dan Ekspor.
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
Berdasarkan penggunaan, komponen utama
penyebab pertumbu han perekonomian
Papua yang naik signifikan pada triwulan III
2016 terutama disebabkan oleh kinerja
Ekspor Netto yang tumbuh sangat tinggi
mencapai 168,55% (yoy). Komponen ini
mempunyai share yang tinggi dalam struktur
ekonomi Papua yang mencapai 21,63%.
Sementara itu komponen Konsumsi yang
mempunyai share paling besar terhadap
total ekonomi Papua (54,14%) tumbuh
melambat dari triwulan sebelumnya, yaitu
sebesar 4,55% (yoy) pada triwulan laporan,
yang juga diikuti pertumbuhan komponen
Investasi yang tumbuh sebesar 5,14% (yoy),
sedikit melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perlambatan ini didorong oleh
S
sumber: BPS, diolah
Tabel 1.1 Struktur Ekonomi Sisi Penggunaan (%)
2013 2015
Komponen Pengeluaran Total Total Total I II III
Konsumsi 60,64 62,98 61,71 67,91 64,59 54,14
Konsumsi Rumah Tangga 40,27 41,54 40,82 45,87 43,56 36,74
Konsumsi Pemerintah 18,86 19,80 19,28 20,22 19,33 15,96
Konsumsi LNPRT 1,52 1,64 1,61 1,83 1,70 1,44
Investasi 26,47 27,13 27,17 30,09 29,59 24,23
Ekspor Netto 12,89 9,89 11,12 2,00 5,82 21,63
2014 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 2
Konsumsi Pemerintah yang hanya tumbuh
0,92% (yoy).
Konsumsi
Komponen Konsumsi pada triwulan III 2016
tumbuh positif sebesar 4,55% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh 6,15% (yoy). Perlambatan
tersebut tersebut disebabkan oleh
perlambatan Konsumsi Pemerintah yang
hanya tumbuh 0,92% (yoy). Sementara itu
Konsumsi Rumah Tangga juga melambat
menjadi 6,17% (yoy), sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tumbuh 6,54% (yoy). Sementara itu,
kinerja Konsumsi LNPRT pada triwulan
laporan tumbuh stabil sebesar 5,39% (yoy),
sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya (5,55%, yoy).
Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
melambat di triwulan laporan
diidentifikasikan bahwa setidaknya terdapat
dua faktor yang mengkonfirmasi
pertumbuhan tersebut, yaitu tingkat
keyakinan konsumen dan tingkat
penghasilan. Walaupun tingkat keyakinan
konsumen dan tingkat penghasilan saat ini
yang ditangkap oleh hasil Survei Konsumen
yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada
bulan Juli dan Agustus 2016 sempat
menurun, namun pada bulan September
2016 optimisme mayoritas responden akan
kondisi dan perkembangan ekonomi yang
terjadi signifikan meningkat. Hal ini yang
mendorong tingkat konsumsi masyarakat
meningkat, terutama dengan adanya Hari
Grafik 1.1 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen dan Penghasilan Saat ini
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2015 2016
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Penghasilan Saat Ini
Garis 100
Optimistis
Pesimistis
sumber: Survei Konsumen
sumber: BPS, diolah
Tabel 1.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan (%,yoy)
2013 2014 2015 2016
Komponen Pengeluaran Total Total Total I II III
Konsumsi 4,41 7,81 5,80 4,73 6,15 4,55
Konsumsi Rumah Tangga 2,41 7,10 6,11 5,56 6,54 6,17
Konsumsi Pemerintah 8,73 8,98 5,14 2,61 5,31 0,92
Konsumsi LNPRT 7,25 12,29 5,87 8,23 5,55 5,39
Investasi 6,90 6,41 8,11 6,36 6,75 5,14
Ekspor Netto 20,50 -20,37 21,44 -75,18 -67,14 168,55
P D R B 6,91 3,81 7,97 -1,18 -5,91 20,65
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 3
Raya Idul Fitri dan long weekend yang terjadi
di awal September 2016.
Temuan tersebut sejalan dengan rilis Badan
Pusat Statistik (BPS) mengenai tendensi
konsumen di Provinsi Papua. Indeks Tendensi
Konsumen (ITK) triwulan III 2016 mengalami
kenaikan yang mengindikasikan konsumen
lebih optimis terhadap perekonomian. Dari
sisi pendapatan, konsumen cenderung
merasa penghasilan yang diperolehnya stabil
dari periode lalu. Sementara sebagian
responden pada triwulan ini menganggap
bahwa pengaruh inflasi terhadap konsumsi
lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Kedua faktor diatas yang mendorong
konsumsi rumah tangga walaupun
melambat namun pada periode laporan
masih tumbuh 6,17% (yoy).
Indikator lain yang dapat menggambarkan
pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi
adalah nilai impor barang-barang konsumsi
rumah tangga. Data impor produk kategori
ini menunjukkan bahwa pada triwulan III
2016 impor barang konsumsi rumah
tanggga berkurang sebesar 18,47% (yoy).
Hal ini dapat dibaca bahwa peningkatan
konsumsi rumah tangga sebagian besar
berasal dari konsumsi barang domestik.
Data prompt indicator makro ekonomi
lainnya adalah data penyaluran kredit
dimana penyaluran kredit Konsumsi
menunjukkan pertumbuhan stabil dari
triwulan sebelumnya, yaitu dari 7,39% (yoy)
menjadi 7,21% (yoy) pada triwulan laporan.
Sementara itu perlambatan komponen
Konsumsi Pemerintah yang hanya tumbuh
sebesar 0,92% (yoy) terkonfirmasi dengan
data pertumbuhan penyerapan Belanja
Pemerintah Selain Belanja Modal APBD
Provinsi Papua di triwulan III 2016 yang
hanya naik sebesar 1,3% (yoy). Angka ini
lebih rendah bila dibandingkan dengan
pertumbuhan pada periode yang sama
Grafik 1.2 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen di Provinsi Papua
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
ITKPendapatan RTPengaruh Inflasi thdp. KonsumsiGaris 100
sumber: BPS
Grafik 1.3 Perkembangan Impor Barang Konsumsi di Provinsi Papua
-100
100
300
500
700
900
(01)
01
03
05
07
09
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Nilai Impor Konsumsi Pertumbuhan [sk. kanan]
juta USD % yoy
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
Grafik 1.4 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi di Provinsi Papua
0
5
10
15
20
25
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Kredit KonsumsiPertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: Laporan Bank
Grafik 1.5 Realisasi Belanja Selain Belanja Modal Pemerintah Provinsi Papua
-30
-10
10
30
50
70
90
110
130
150
(2.000)
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Total Belanja Selain Belanja Modal Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: DJPK dan BPKAD Prov. Papua
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 4
tahun sebelumnya yang tumbuh 6,9% (yoy).
Rendahnya pertumbuhan Konsumsi
Pemerintah pada triwulan laporan
disebabkan karena pemotongan APBD yang
berdampak pada kinerja penyerapan
anggaran. Penjelasan lebih lanjut atas hal
tersebut akan dibahas pada bab selanjutnya.
Asesmen Bank Indonesia menunjukkan
bahwa komponen Konsumsi pada triwulan
berikutkan diperkirakan akan tumbuh lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya,
terutama didorong oleh konsumsi rumah
tangga dan pemerintah. Terdapatnya Hari
Raya Natal dan tahun baru diperkirakan akan
meningkatkan konsumsi rumah tangga.
Sementara itu, walaupun pertumbuhan
triwulan ini rendah, program-program kerja
pemerintah diperkirakan akan direalisasikan
pada triwulan IV 2016 untuk mengejar
penyerapan anggaran di akhir tahun.
1.1.2 Investasi
Nilai komponen Investasi Papua di triwulan III
2016 tercatat sebesar 5,14% (yoy), sedikit
lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 6,75% (yoy).
Sejalan dengan pertumbuhan komponen
Investasi yang melambat, impor barang
modal pada triwulan III 2016 terkontraksi
15,87% (yoy), lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,19%
(yoy).
Sementara
perbankan di Papua pada triwulan III 2016
meningkat dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Penyaluran kredit konsumsi
tumbuh 1,23% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya (-0,70%,
yoy).
Grafik 1.6 Penyaluran Kredit Modal Kerja dan Investasi di Provinsi Papua
-5
0
5
10
15
20
25
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Kredit Modal Kerja dan InvestasiPertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: Laporan Bank
Grafik 1.7 Impor Barang Modal
-100
0
100
200
300
400
-10
0
10
20
30
40
50
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Nilai Impor Barang Modal Pertumbuhan [sk. kanan]
USD juta
% yoy
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 5
Asesmen melihat bahwa kinerja investasi di
Papua tidak terlepas dari pengaruh dominasi
dan ketergantungan perekonomian Papua
yang tinggi terhadap sektor Pertambangan
dan Penggalian. Ketergantungan atas sektor
Pertambangan dan Penggalian yang tinggi
menyebabkan investasi juga ditentukan oleh
prospek jangka panjang sektor tersebut.
Oleh karena itu, meski pada sektor-sektor
lain aktif melakukan investasi, fluktuasi
investasi agregat di Papua tetap ditentukan
oleh kinerja sektor Penggalian dan
Pertambangan.
Terkait dengan kondisi tersebut, asesmen
menduga pertumbuhan investasi pada
triwulan ini sejalan dengan investasi yang
dilakukan oleh salah satu perusahaan
tambang utama di Papua dimana triwulan ini
tidak terdapat penambahan investasi besar.
Tumbuh tingginya sektor pertambangan
pada triwulan laporan disebabkan telah
selesainya perbaikan mesin produksi. Namun
pertumbuhan ini tidak meningkatkan
investasi jangka panjang secara signifikan.
Sementara itu, adanya kesepakatan antara
Pemerintah dengan perusahaan tambang
utama di Papua dalam hal keberlanjutan
usaha jangka panjang diperkirakan akan
semakin meningkatkan aktivitas investasi
pada periode mendatang. Sebagaimana
disebutkan dalam rilis perusahaan tersebut,
pemerintah dan induk perusahaan telah
menjalin komunikasi intensif terkait
keberadaan jangka panjang kegiatan
operasionalnya. Pada Oktober 2015 lalu
Pemerintah dan perusahaan pertambangan
utama di Papua sepakat untuk meneruskan
pembangunan pertambangan bawah tanah
di Kabupaten Mimika yang akan menyerap
investasi jangka panjang mencapai USD18
milyar. Namun realisasi investasi akan
ditentukan dengan proses perpanjangan
kontrak resmi jangka panjang.
Kinerja komponen Investasi di Papua
diperkirakan tetap tumbuh positif pada
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 6
triwulan berikutnya dengan angka year-on-
year (yoy) yang lebih tinggi. Hal ini
disebabkan akan berakhirnya tambang
terbuka dan dimulainya proses pemindahan
dari tambang terbuka ke tambang tertutup
yang membutuhkan investasi besar di tahun
2017.
1.1.3 Ekspor Netto
Komponen Ekspor Netto Papua pada
triwulan III 2016 tumbuh tinggi sebesar
168,55% (yoy). Tumbuhnya tingginya
Ekspor Netto ini merupakan dampak dari
perbaikan kinerja Pertambangan dan
Penggalian yang tumbuh tinggi di triwulan
laporan. Tumbuh positifnya Ekspor Netto
juga disebabkan oleh terkontraksinya ekspor
di triwulan laporan.
Kinerja Ekspor Luar Negeri Papua pada
triwulan III 2016 masih terkontraksi 3,05%
(yoy) setelah pada triwulan sebelumnya
terkontraksi cukup dalam sebesar 39,25%
(yoy). Kinerja ekspor yang terkontraksi telah
terjadi dalam lima triwulan terakhir. Namun
demikian, secara triwulanan, kinerja ekspor
Papua pada triwulan ini tumbuh 83,9%
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kinerja
komponen ini sangat erat kaitannya dengan
ekspor yang dilakukan oleh pelaku tambang
utama di Papua. Pada triwulan laporan, nilai
ekspor Papua tercatat meningkat sebesar
3,2% (yoy).
Sebagian besar ekspor Papua adalah
komoditas pertambangan, yaitu bijih
tembaga dan emas, pada triwulan laporan
sebagian besar disalurkan ke negara India
(35%), Tiongkok (24%), dan Jepang (16%).
Di sisi lain, komponen Impor Luar Negeri
yang pada triwulan sebelumnya tumbuh
32,62% (yoy), pada triwulan III 2016
terkontraksi 13,14% (yoy). Pergerakan
tersebut konsisten dengan pergerakan nilai
impor menurut data Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai yang juga terkontraksi sebesar
18,9% (yoy) pada triwulan laporan.
Grafik 1.8 Perkembangan Ekspor
-120
-70
-20
30
80
130
180
-800
-600
-400
-200
0
200
400
600
800
1.000
1.200
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Nilai ekspor nonmigas Nilai ekspor pertambangan
Pertumbuhan ekspor tambang [sk. kanan]
USD juta % yoy
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
Grafik 1.9 Pangsa Ekspor Triwulan III 2016
2%12%
35%
16%
23%
12%
Lain-lain
Filipina
India
Jepang
RRT
Arab Saudi
Korea Selatan
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
Grafik 1.10 Impor Provinsi Papua
-100
0
100
200
300
400
500
600
700
800
-25
25
75
125
175
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Impor NonmigasImpor Barang Modal dan AntaraPertumbuhan Nonmigas [sk. kanan]
USD juta % yoy
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 7
Perlu diketahui bahwa komponen impor
barang modal dan barang antara memiliki
porsi besar dalam struktur impor Provinsi
Papua, yaitu mencapai 98%. Kelompok
barang tersebut sebagian besar terkait
dengan kegiatan operasional dan investasi di
sektor pertambangan. Oleh karena itu,
fluktuasi Impor Luar Negeri juga ditentukan
oleh kinerja pelaku usaha pertambangan.
Dilihat dari negara asal, impor Papua pada
triwulan III 2016 didominasi oleh negara
Australia (39,95%) dan Amerika Serikat
(22,63%).
Terkait perdagangan antardaerah, pada
triwulan laporan Papua mencatatkan posisi
ekspor neto sebesar Rp 2,73 triliun . Sebagai
informasi, perdagangan keluar daerah Papua
sebagian besar juga ditopang oleh sektor
tambang sehingga fluktuasi perdagangan
antara daerah sangat dipengaruhi oleh
kinerja sektor pertambangan.
Pada triwulan IV 2016, secara year-on-year
komponen Ekspor Luar Negeri diperkirakan
akan mengalami peningkatan signifikan
dibandingkan triwulan laporan. Hal ini
disebabkan pelaku tambang utama di Papua
diperkirakan akan menggenjot ekspor untuk
memenuhi kuota ekspor yang tersisa karena
izin ekspor akan selesai pada awal Januari
2017 dan izin perpanjangan ekspor belum
dapat dipastikan. Secara keseluruhan,
komponen Net Ekspor diperkirakan lebih
tinggi dibandingkan triwulan yang sama
tahun lalu.
Grafik 1.11 Pangsa Impor Triwulan III 2016
39,95%
4,83%22,63%
10,16%
18,09%
Australia
Swedia
Amerika Serikat
Singapura
Jepang
Lainnyasumber: Ditjen Bea dan Cukai
sumber: BPS, diolah
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha
2012 2013 2014 2015
Total Total Total Total I II IIIPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,18 6,04 5,79 6,73 4,13 5,17 0,03
Pertambangan dan Penggalian (6,41) 9,00 (2,67) 7,77 (11,65) (22,18) 42,25
Konstruksi 13,99 11,79 8,56 10,70 4,06 6,33 10,69
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9,84 9,36 7,30 8,25 2,32 6,66 9,26
Transportasi dan Pergudangan 8,74 8,15 10,26 9,53 4,03 7,28 8,23
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8,36 2,80 15,96 11,03 13,51 10,44 8,51
Kategori Lapangan Usaha Lainnya 8,12 9,84 8,19 5,53 5,92 6,75 5,60
Produk Domestik Regional Bruto 1,72 8,55 3,81 7,97 (1,18) (5,91) 20,65
Kategori Lapangan Usaha2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 8
1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha
Berdasarkan kategori lapangan usaha,
pertumbuhan tertinggi pada triwulan
laporan dicatat Pertambangan
dan Penggalian sangat tinggi
sebesar 42,25% (yoy). Selanjutnya,
pertumbuhan triwulan III 2016 juga
didorong oleh akselerasi pertumbuhan pada
dan Eceran, dan Reparasi Mobil Sepeda
-masing sebesar 10,69% (yoy)
dan 9,26% (yoy).
1.2.1 Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
Kinerja lapangan usaha kategori ini pada
triwulan III 2016 relatif stabil dibandingkan
triwulan yang sama tahun lalu, yaitu sebesar
0,03% (yoy). Pertumbuhan ini melambat
dibandingkan dengan triwulan II 2016 yang
tumbuh 3,75%(yoy). Data produksi tanaman
pangan 2015 menunjukkan bahwa produksi
padi, jagung dan kedelai mengalami
penurunan, termasuk penurunan dalam luas
lahan yang dipanen. Penurunan terjadi
karena pengaruh El Nino pada 2015.
Pertumbuhan yang relatif rendah di sektor
terlihat dari pertumbuhan kredit di sektor
pertanian pada triwulan III 2016 yang
mengalami kontraksi 20,1% (yoy). Pengaruh
dari kontraksi kredit di sektor pertanian
disebabkan oleh outlook usaha pertanian
yang masih dibayangi sentimen negatif
karena efek lanjutan El Nino sehingga
menyebabkan perkiraan risiko yang cukup
besar bagi perbankan. Meskipun tantangan
anomali cuaca masih tetap ada di triwulan IV
2016, tetapi optimisme terhadap perbaikan
kinerja sektor pertanian masih tetap terbuka
apabila langkah antisipasi lebih awal dapat
dilakukan dengan tepat.
Bank Indonesia memperkirakan sektor ini
akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan
Grafik 1.13 Produksi Tanaman Pangan yang Dominan di Provinsi Papua
0
2
4
6
8
10
12
14
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
2012 2013 2014 2015
Luas Panen Padi
Luas Panen Ubi Jalar
Produktivitas Padi [sk. kanan]
Produktivitas Ubi Jalar [sk. kanan]
ha ton/ha
sumber: BPS
Grafik 1.12 Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha
-10
-5
0
5
10
15
20
25
(8.000)
(3.000)
2.000
7.000
12.000
17.000
22.000
27.000
32.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016Lainnya Adm. Pemerintahan dan Jaminan Sosial
Transportasi dan Pergudangan Perdagangan dan Reparasi
Konstruksi Pertambangan dan Penggalian
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertumbuhan Ekonomi [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: BPS
Grafik 1.14 Kredit Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
0
200
400
600
800
1000
1200
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Kredit Sektor Pertanian
Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: Laporan Bank
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 9
triwulan sebelumnya (yoy). Faktor penyebab
pertumbuhan yang terakselerasi adalah telah
hilangnya efek El Nino dan masuknya musim
tanam pada triwulan berjalan.
1.2.2 Pertambangan dan
Penggalian
Sebagai kategori dominan dalam struktur
ekonomi Papua, fluktuasi sektor ini menjadi
faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi
Papua secara keseluruhan. Setelah pada dua
triwulan sebelumnya terkontraksi cukup
dalam, yaitu sebesar 9,51% dan 20,71%
(yoy), pada triwulan laporan kinerja sektor ini
naik secara signifikan dengan tumbuh
sebesar 42,25% (yoy).
Pertumbuhan sektor ini sejalan dengan
kinerja produksi perusahaan tambang utama
di Papua yang pada triwulan III 2016
produksi tembaga tumbuh 67,19% (yoy)
dan produksi emas tumbuh 10,66% (yoy).
Tingginya pertumbuhan sektor
triwulan ini dikarenakan telah selesainya
perbaikan terhadap mesin produksi pelaku
tambang terbesar di Papua sehingga dapat
berproduksi secara maksimal. Pelaku
tambang juga akan memaksimalkan kuota
ekspor yang telah didapatkan untuk
mendorong produksi dengan kapasitas
penuh.
Walaupun pada triwulan ini tumbuh tinggi,
namun dalam jangka menengah kinerja
sektor ini diperkirakan masih akan tertahan.
Hasil asesmen Bank Indonesia
menyimpulkan terdapat setidaknya 3 faktor
yang menahan kinerja Pertambangan dan
Penggalian tersebut. Ketiga faktor dimaksud
adalah kondisi pasar komoditas
internasional, prospek tembaga dan emas
dalam jangka panjang, serta regulasi
domestik. Secara eksternal, pasar komoditas
tembaga dan emas berada dalam kondisi
yang kurang baik, tercermin dari harga
kedua komoditas tersebut yang masih
Grafik 1.15 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas
-100
-50
0
50
100
150
200
-240
-140
-40
60
160
260
360
460
560
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Produksi Konsentrat Tembaga (Cu)Produksi Konsentrat Emas (Au)Pertumbuhan Tembaga [sk. kanan]Pertumbuhan Emas [sk. kanan]
Cu: juta poundAu: ribu ounce
% yoy
sumber: FCX Quarterly Reports
Grafik 1.16 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
350
400
-150
-50
50
150
250
350
450
550
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Penjualan Konsentrat Tembaga (Cu)Penjualan Konsentrat Emas (Au)Pertumbuhan Cu [sk. kanan]Pertumbuhan Au [sk. kanan]
Cu: juta poundAu: ribu ounce
% yoy
sumber: FCX Quarterly Reports
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 10
berada pada level bawah. Permintaan dari
negara utama konsumen komoditas tersebut
relatif lemah. Pertumbuhan ekonomi
Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang sering
menjadi indikator utama permintaan
tembaga dunia juga masih mengindikasikan
sinyal pelemahan.
Kendati demikian, dalam jangka panjang
asemen memperkirakan sektor ini akan
meningkat kinerjanya. Bertambahnya
kapasitas produksi dengan beroperasinya
tambang bawah tanah membuat
perusahaan tetap akan meningkatkan
produksinya. Sebagaimana rilis resmi
perusahaan triwulan III 2016, target
penjualan perusahaan pada tahun 2016
meningkat hampir dua kali lipat
dibandingkan penjualan tahun 2015.
Tracking yang dilakukan oleh Bank Indonesia
memperkirakan bahwa pada triwulan IV
2016 secara perhitungan year on year sektor
ini akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan
triwulan laporan. Hal ini disebabkan pelaku
tambang utama di Papua akan
memaksimalkan kuota ekspor yang berakhir
pada 11 Januari 2017 sehingga akan
menggenjot produksi. Selain itu berdasarkan
rilis resmi perusahaan tambang utama
tersebut, pada triwulan IV 2016 dan 2017
diperkirakan perusahaan akan mendapatkan
kualitas konsentrat tembaga yang lebih baik
yang berharga lebih tinggi dibandingkan
sebelumnya.
1.2.3 Konstruksi
Kinerja kategori Konstruksi telah
terakselerasi dari 6,33% (yoy) pada triwulan
lalu menjadi 10,69% (yoy) pada triwulan III
2016. Akselerasi pertumbuhan pada sektor
konstruksi ini mengindikasikan bahwa
realisasi proyek-proyek pemerintah dan
proyek swasta pada triwulan laporan
semakin meningkat. Pertumbuhan sektor
konstruksi pada triwulan selanjutnya 2016
diperkirakan juga akan meningkat seiring
dengan dimulainya proyek-proyek Grafik 1.17 Penjualan Semen di Provinsi Papua
-50
-30
-10
10
30
50
70
90
(100)
(50)
-
50
100
150
200
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Penjualan SemenPertumbuhan [sk. kanan]
sumber: Asosiasi Semen Indonesia
ribu sak %, yoy
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 11
pembangunan infrastruktur di Papua,
terutama proyek jalan Trans Papua,
perbaikan Bandara dan Pelabuhan, serta
proyek-proyek infrastruktur pendukung PON
2020. Berlanjutnya proses pembangunan
infrastruktur dan sarana pendukung jangka
panjang pertambangan juga diperkirakan
akan berkontribusi positif atas pertumbuhan
Konstruksi di Papua.
Tingginya pertumbuhan sektor konstruksi
juga terkonfirmasi dengan data penyaluran
kredit konstruksi triwulan laporan yang
tumbuh tinggi sebesar 47,98% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang hanya 0,46% (yoy).
Asesmen Bank Indonesia memperkirakan
sektor Konstruksi akan terakselerasi lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya,
seiring dengan pembayaran proyek-proyek
pemerintah yang hampir selesai dan masih
berlanjutnya pembangunan yang dilakukan
oleh swasta di Papua.
1.2.4 Perdagangan Besar dan
Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Nilai tambah yang dihasilkan oleh kategori
pada triwulan
laporan mencapai 9,26% (yoy), tumbuh
signifikan dibandingkan triwulan lalu yang
tumbuh 6,76% (yoy). Walaupun hasil Survei
Konsumen yang dilakukan oleh Bank
Indonesia menunjukkan tren pembelian
durable goods menurun pada triwulan III
2016, namun data pendaftaran kendaraan
baru pada triwulan laporan menunjukkan
sebaliknya. Pertumbuhan pendaftaran
kendaraan baru baik roda empat maupun
roda dua pada triwulan laporan tercatat
meningkat dibandingkan triwulan lalu,
namun tetap tumbuh positif. Apabila pada
triwulan II 2016 pertumbuhan kendaraan
roda 2 dan roda 4 tumbuh hanya 7,2% (yoy),
pada triwulan laporan pendaftaran
Grafik 1.18 Kredit Sektor Konstruksi di Papua
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
-2.000
-1.500
-1.000
-500
0
500
1.000
1.500
2.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Kredit KonstruksiPertumbuhan [sk. kanan]
sumber: Laporan Bank
Rp miliar % yoy
Grafik 1.19 Pendaftaran Kendaraan Baru
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
-15.000
-10.000
-5.000
0
5.000
10.000
15.000
III IV I II III IV I II III
2015 2016
Jumlah Kendaraan BaruPertumbuhan [sk. kanan]
%, yoyunit
sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Papua
Grafik 1.20 Pembelian Durable Goods
0
20
40
60
80
100
120
140
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
2014 2015 2016
Pembelian Durable Goods
Garis 100
Optimistis
Pesimistis
sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 12
kendaraan baru tumbuh sebesar 14,2%
dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dalam triwulan selanjutnya, pertumbuhan
sektor ini diperkirakan akan melambat
walaupun terdapat event Hari Raya Natal
dan tahun baru. Perlambatan lebih
disebabkan karena tingginya pertumbuhan
pada triwulan IV 2015.
1.2.5 Administrasi Pemerintahan
,Pertahanan, dan Jaminan Sosial
Wajib
S
Pertahanan, dan Jaminan Sosial pada
triwulan laporan menunjukkan kinerja
perlambatan dengan angka sebesar 7,63%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yang 12,33% (yoy).
Berdasarkan data realisasi belanja Pemda
provinsi, dapat dilihat bahwa secara
tahunan, tingkat pertumbuhan realisasi
triwulan III 2016 terkontraksi 1,77%
dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dalam dua tahun terakhir realisasi total
belanja pemerintah Provinsi Papua
menunjukkan perkembangan yang positif.
Asesmen Bank Indonesia memperkirakan
sektor ini akan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan triwulan laporan, sejalan
dengan penggenjotan kinerja penyerapan
anggaran di lingkungan pemerintah daerah
di Papua.
Grafik 1.21 Perkembangan Realisasi Total Belanja Pemerintah Provinsi Papua
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
(3.000)
(1.000)
1.000
3.000
5.000
7.000
9.000
11.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Total Belanja PemdaprovPertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: DJPK dan BPKAD Provinsi Papua
Tabel 1.5 Perkembangan Sektor Lainnya
sumber: BPS (diolah)
Kategori Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Total Total Total Total Total I II IIIIndustri Pengolahan 5,32 1,93 2,13 8,72 3,77 7,18 1,31 5,07
Pengadaan Listrik, Gas 6,34 10,45 7,45 6,24 (4,15) 25,43 13,61 8,58
Pengadaan Air 3,29 4,63 6,53 6,25 3,99 3,70 3,77 2,59
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 9,15 7,86 11,67 12,57 7,52 4,71 7,70 6,03
Informasi dan Komunikasi 10,66 10,23 12,79 6,63 5,19 5,43 1,57 2,16
Jasa Keuangan 10,83 7,85 13,89 7,26 2,63 3,53 16,22 (0,18)
Real Estate 13,10 10,01 11,67 8,09 5,86 7,31 7,19 8,30
Jasa Perusahaan 14,29 6,52 5,88 9,65 3,97 5,80 6,20 5,42
Jasa Pendidikan 10,64 9,62 9,75 8,15 7,24 6,30 11,45 10,26
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 12,29 8,76 9,29 9,36 8,36 5,91 11,80 10,35
Jasa lainnya 12,02 9,11 10,42 8,55 7,04 5,19 6,86 5,04
Total Lapangan Usaha Lainnya 10,61 8,12 9,84 8,19 5,53 5,92 6,75 5,60
2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 13
1.2.6 Kategori Lainnya
Pertumbuhan kategori - kategori lainnya
pada triwulan laporan secara umum
mengalami perlambatan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Namun
beberapa sektor seperti
mengalami
akselerasi pertumbuhan dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Perlu mendapat perhatian bahwa kategori
jasa keuangan yang pada triwulan lalu
tumbuh 16,22% (yoy), pada triwulan
laporan terkontraksi sebesar 0,18% (yoy).
Pembahasan lebih lanjut atas kinerja
kategori ini dapat dilihat pada Bab 4 Kajian
ini.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 14
2 KEUANGAN
PEMERINTAH
erkembangan kinerja keuangan Pemerintah Pusat di lingkup Provinsi Papua pada
triwulan III 2016 menunjukkan perkembangan yang positif dibandingkan periode
yang sama tahun lalu. Sementara kinerja APBD Pemerantah Daerah Provinsi
(Pemdaprov) Papua pada triwulan laporan sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan III
2015. Pagu APBD 2016 mengalami kenaikan dibanding 2015, sementara pagu APBN
2016 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
2.1 Realisasi APBN di Lingkup Provinsi Papua
Pagu APBN di lingkup pemerintahan Provinsi
Papua pada 2016 mengalami penurunan
11,1% dibandingkan dengan 2015. Secara
alokasi, Belanja Modal mengalami
penurunan 25,1% dari Rp8,36 triliun di
2015 menjadi Rp6,27 triliun pada 2016.
Untuk Belanja Barang, terjadi peningkatan
anggaran dari Rp3,46 triliun pada 2015
menjadi Rp3,74 triliun pada 2016, naik
7,9%. Sementara itu, untuk meningkatkan
kesejahteraan aparatur, Belanja Pegawai
meningkat 6,5% (yoy) dari Rp3,22 triliun
menjadi 3,42 triliun pada tahun ini.
Apabila diuraikan menurut Kementerian dan
Lembaga Negara, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
mendapatkan pagu terbesar (39,92%) dari
seluruh alokasi APBN di lingkup Provinsi
Papua. Hal ini sejalan dengan alokasi belanja
modal khusus terkait infrastruktur yang
menjadi kewenangan Pemerintah (pusat)
yang juga memperoleh porsi besar dalam
pembangunan infrastruktur di Papua.
Kementerian yang juga memperoleh alokasi
signifikan adalah Kementerian Perhubungan
(15,47%), Kementerian Pertahanan
(11,46%), dan Kepolisian RI (8,92%).
Tingginya anggaran yang dialokasikan untuk
Kementerian Perhubungan karena terdapat
berbagai proyek pembangunan infrastruktur
perhubungan (bandara, pelabuhan) di Papua
P
Grafik 2.1 Perkembangan Pagu APBN di Lingkup
Provinsi Papua
3.216 3.424
3.464 3.739
8.362 6.264
209
34
Pagu 2015 Pagu 2016
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos
Rp miliar
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Grafik 2.2 Distribusi APBN menurut
Kementerian/Lembaga Negara Penerima Terbesar
di Lingkup Provinsi Papua
39,92%
15,47%
11,46%
8,92%
24,23%
Kemen. PUPR Kemen. Perhubungan Kemen. Pertahanan Kepolisian RI Lainnya
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Grafik 2.3 Realisasi APBN di Lingkup Provinsi
Papua
2.320 2.493
1.320 1.812
2.752
3.181
70
8
2015-09 2016-09Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos
Rp miliar
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 15
yang menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat.
Realisasi APBN pada triwulan III 2016 di
lingkup pemerintahan Provinsi Papua
meningkat signifikan dibandingkan periode
yang sama tahun lalu. Bila pada triwulan III
2015 penyerapannya baru mencapai 42,4%,
pada triwulan ini penyerapan APBN lebih
baik yaitu sebesar 55,3%. Hal ini sejalan
dengan pertumbuhan sektor pemerintahan
dalam komponen PDRB. Yang perlu menjadi
perhatian bahwa walaupun penyerapan
anggaran pada triwulan III 2016 ini lebih baik
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya, namun masih terdapat 44,7%
anggaran harus diserap di triwulan IV 2016.
Penyerapan Belanja Modal pada triwulan III
2016 sebesar 50,8%, meningkat signifikan
dibandingkan triwulan II 2015 yang hanya
32,9%. Kenaikan penyerapan Belanja Modal
ini mengindikasikan bahwa kemajuan
pembangunan proyek-proyek infrastruktur
yang didanai oleh APBN sudah berjalan.
Berdasarkan alokasi, Kementerian PUPR dan
Kementerian Perhubungan adalah penerima
alokasi terbesar untuk jenis belanja ini.
Sementara itu, realisasi Belanja Barang
sampai triwulan III 2016 mencapai 48,5%,
lebih tinggi dari periode yang sama tahun
lalu (38,1%). Sedangkan Belanja Pegawai
yang merupakan pengeluaran rutin untuk
pembayaran gaji pegawai pada triwulan II
2016 mencapai 72,8% dari pagu, stabil
dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya yang sebesar 72,1%. Distribusi
anggaran Belanja Pegawai di lingkup Provinsi
Papua paling besar dialokasikan untuk
Kementerian Pertahanan dan Kepolisian RI,
sesuai dengan banyaknya jumlah aparatur di
kedua lembaga tersebut.
2.2 Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Papua
Dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya, kinerja realisasi APBD
Grafik 2.4 Distribusi Pagu Belanja Pegawai
menurut Kementerian/Lembaga Negara
Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua
46,15%
22,51%
6,98%
4,59%
19,77%
Kemen Pertahanan Kepolisian RI Kemen AgamaKemen Perhubungan Lainnya
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Grafik 2.5 Distribusi Pagu Belanja Modal
menurut Kementerian/Lembaga Negara
Penerima Terbesar di Lingkup Provinsi Papua
72,17%
19,72%
1,54%
Kemen PUPR Kemen Perhubungan Lainnya
sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
Grafik 2.6 Perkembangan Pagu Pendapatan
Pemdaprov Papua Menurut Jenis
882 1.161
3.457 3.962
7.648 7.955
Pagu 2015 Pagu 2016
PAD Dana Perimbangan Lain-lain Penda yang Sah
Rp miliar
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Grafik 2.7 Perkembangan Realisasi Pendapatan
Pemdaprov Papua
76
2.1
51
2.6
04
.84
8
7.1
22
.11
1
60
9.4
75
2.1
78
.63
3
5.4
26
.36
3
1.1
61
.34
3
3.9
61
.89
0
7.9
55
.28
6
52
8.0
12
2.8
72
.60
2
5.5
11
.90
2
PAD Dana Perimbangan Lain-lain Penda yang Sah
2015 Pagu 2015 Realisasi Tw. II
2016 Pagu 2016 Realisasi Tw. II
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Rp miliar
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 16
Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov)
Papua pada triwulan III 2016 mengalami
penurunan, khususnya dari sisi pendapatan.
Sementara, di sisi pengeluaran sedikit
menurun dibandingkan periode yang sama
tahun lalu.
2.2.1 Realisasi Pendapatan
Pemerintah Provinsi Papua
Pagu pendapatan APBD Pemdaprov Papua
2016 mencapai Rp 13,08 Triliun. Sumber
terbesar berasal dari Lain-lain Pendapatan
Daerah yang Sah
Khusus. Pagu anggaran Dana Otonomi
Khusus pada 2016 mencapai Rp 5,4 Triliun
atau 43,3% dari total pendapatan APBD
Provinsi Papua.
Realisasi pendapatan Pemdaprov Papua
pada triwulan III 2016 mencapai 68,1% dari
target, lebih rendah dibandingkan periode
yang sama tahun lalu yang mencapai
78,3%. Hal ini dikarenakan kenaikan
signifikan dari pagu APBD.
Realisasi pos Lain-lain Pendapatan Daerah
mencapai Rp2,26 triliun pada triwulan ini
(32,2% dari pagu). Sementara pos sumber
pendapatan dari Dana Perimbangan,
realisasi mencapai 2,12 triliun atau mencapai
49,3% dari pagu. Dari pos Pendapatan Asli
Daerah (PAD), realisasi triwulan ini mencapai
443 miliar (40,4% dari pagu) .
Untuk komponen PAD, penyumbang
terbesarnya adalah Pajak Daerah. Porsi pos-
pos lainnya relatif tidak signifikan
dibandingkan dengan Pajak Daerah. Dari
total Rp443,9 miliar PAD yang terkumpul
sampai triwulan II 2016 ini, Rp 224,0 miliar
disumbangkan oleh Pajak Daerah.
Sementara itu, pada realisasi Dana
Perimbangan, pos Dana Alokasi Umum
(DAU) adalah yang terbesar. Dari total
realisasi dana perimbangan triwulan I 2016
(Rp2,12 triliun), sekitar 67,3% merupakan
komponen DAU (Rp1,43 triliun).
Grafik 2.8 Perkembangan Realisasi PAD
Pemdaprov Papua
65
9
60
16
14
7
40
1
32
16
15
8
87
9
83
53
14
6
33
9
40
53
97
Pajak Retribusi Hasil yang Dipisahkan Lain-lain PAD
2015 Pagu
2015 Realisasi Tw. III
Rp miliar
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Grafik 2.9 Perkembangan Realisasi Dana
Perimbangan Pemdaprov Papua
71
9
2.2
78
46
0
50
3
1.7
08
25
3
93
4
2.5
02
52
561
0
2.0
85
17
7
DBH DAU DAK
2015 Pagu
2015 Realisasi Tw. III
2016 Pagu
2016 Realisasi Tw. III
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Rp miliar
Grafik 2.10 Perkembangan Realisasi Lain-lain
Pendapatan Pemdaprov Papua
45
7
4.9
40
2.2
50
42
8
3.7
05
1.6
88
56
0
5.3
95
1.9
88
56
0
4.0
46
90
0
Dana Peny. dan BOS Dana Otsus Dana Tambahan Infr.
2015 Pagu2015 Realisasi Tw. III2016 Pagu2016 Realisasi Tw. III
Rp miliar
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 17
2.2.2 Realisasi Belanja
Pemerintah Provinsi Papua
Pagu belanja Pemdaprov Papua mencapai
Rp12,9 triliun. Secara nominal, anggaran
belanja Pemdaprov Papua mengalami
penurunan 2,4% dari anggaran belanja
Belanja
Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten/
/Pemerintah Kampung dan Partai Politik
yang mencapai 34,8%. Sementara pos
Belanja Barang dan Jasa mencapai 21,2%
dari Pagu.
Sejalan dengan sisi pendapatan, penyerapan
anggaran belanja APBD Pemdaprov Papua
pada triwulan laporan juga lebih rendah
dibandingkan realisasi belanja triwulan III
2015. Sampai triwulan III 2016, total
realisasi anggaran belanja Pemdaprov
sebesar 49,1%, lebih rendah dibandingkan
realisasi triwulan III 2015 yang sebesar
51,1%.
Dilihat dari pos pengeluaran, realiasi pos
Belanja Modal menurun dari 31,2% (Rp990
miliar) pada triwulan III 2015 menjadi 27,3%
(Rp806) miliar di triwulan laporan.
Rendahnya persentase penyerapan pos
Belanja Modal ini perlu mendapat perhatian
karena pemerintah harus bekerja keras
untuk menyerap 72,7% anggaran pos ini
pada triwulan IV 2016. Walaupun demikian,
berdasarkan pola historis realisasi pos ini
seringkali rendah sampai triwulan III karena
pembangunan proyek-proyek pemerintah
biasanya baru selesai dan memasuki masa
pembayaran pada triwulan IV.
Penyerapan anggaran yang masih rendah
lain adalah
Pada triwulan III 2016, pos ini baru terserap
33,0%, lebih rendah dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya yang
mencapai 35,9%.
Grafik 2.11 Perkembangan Pagu Belanja
Pemdaprov Papua Menurut Jenis
1.221 1.344100 154
2.730 2.890
3.169 2.954
6.049 6.272
2015 2016
Belanja Lainnya
Belanja Modal
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Pegawai
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Grafik 2.12 Perkembangan Realisasi Belanja
Pemdaprov Papua
1.2
21
10
0
2.7
30
3.1
69
6.0
49
63
1
73
97
9
99
0
4.1
12
1.3
44
15
4
2.8
90
2.9
54
6.2
72
72
5
79
95
4
80
6
4.1
15
Pegawai Bantuan Sosial Barang & Jasa Modal Lainnya
2015 Pagu2015 Realisasi Tw. III2016 Pagu2016 Realisasi Tw. III
sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua
Rp miliar
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 18
Di sisi lain, realisasi
Keuangan kepada Kabupaten/ Pemerintah
Kampung dan Partai Politik pada triwulan
laporan telah mencapai 66,8% dari pagu
atau sebesar Rp3,16 triliun. Kenaikan ini
sejalan dengan komitmen pemdaprov
Papua yang lebih mempercayakan proses
pembangunan di daerah kepada pemda
kabupaten/kota sehingga sebagian besar
dana pembangunan yang berasal dari dana
otsus ditransfer ke kabupaten/ kota.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 19
Boks 1 DAMPAK PENUNDAAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP
PEREKONOMIAN PAPUA
Pada 16 Agustus 2016, pemerintah pusat
melalui Kementerian Keuangan menetapkan
peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
125/PMK.07/2016 tentang Penundaan
Penyaluran Sebagian Dana Alokasi Umum
(DAU) Tahun Anggaran 2016. Terdapat tiga
kriteria yang digunakan dalam penentuan
daerah, yaitu (1) kapasitas fiskal, (2)
kebutuhan belanja, dan (3) prediksi posisi
saldo kas daerah pada akhir 2016. Peraturan
tersebut dikenakan di 169 daerah yang
terdiri dari 26 provinsi dan 143
kota/kabupaten, dimana di Papua terdapat 4
kabupaten yang terkena penundaan
pencairan DAU tersebut, yaitu Kab.
Merauke, Kab. Mimika, Kab. Pegunungan
Bintang dan Kab. Boven Digoel.
Pangsa nilai penundaan DAU dari keempat
kabupaten tersebut secara total tercatat
sebesar 15% dari total pagu DAU 2016 di
kabupaten tersebut. Sementara itu,
dibandingkan dengan pagu belanja 2016,
pangsa penundaan DAU di keempat
kabupaten tersebut mencapai 6,7%.
Berdasarkan beberapa informasi anekdotal
yang diperoleh, terdapat beberapa hal yang
berpotensi menjadi dampak penundaan
penyaluran DAU di daerah, yaitu (1)
rasionalisasi/penghematan belanja
pemerintah daerah, (2) penggunaan Sisa
Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) untuk
memenuhi kebutuhan biaya di daerah, dan
(3) optimalisasi sumber-sumber pendapatan
lain yang dimiliki dan menjadi kewenangan
oleh daerah.
Lebih lanjut, penghematan belanja
pemerintah pada akhirnya berpotensi
mempengaruhi perekonomian, terutama
Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov.
Papua, diolah
Grafik B1.1 Persentase Pangsa Penundaan DAU
terhadap Pagu
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 20
melalui komponen konsumsi pemerintah
dari sisi permintaan. Hasil asesmen Bank
Indonesia menunjukkan bahwa dampak
penundaan penyaluran DAU berpotensi
memberikan pengaruh
negatif/menyebabkan penurunan
perekonomian, namun tidak signifikan.
Dengan menggunakan asumsi pangsa
penundaan DAU sebesar 15% terhadap
pagu DAU dan melakukan konversi APBD
keempat kabupaten ke dalam PDRB Provinsi,
maka diperoleh hasil bahwa penundaan
DAU tersebut hanya memberikan pengaruh
sebesar 0,05% dalam perekonomian Papua.
Relatif kecilnya pengaruh penundaan DAU
tersebut juga terlihat dari pola realisasi
belanja pemerintah yang tidak mengalami
perubahan signifikan dibandingkan tahun
anggaran sebelumnya.
Grafik B1.2 Dampak Penundaan
Grafik B1.3 Realisasi Penyerapan
Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Prov.
Papua, diolah
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 21
3 PERKEMBANGAN INFLASI
DAERAH
nflasi di Provinsi Papua1 pada triwulan III 2016 sebesar 4,72% (yoy), mengalami
penurunan dari triwulan lalu yang sebesar 5,23% (yoy). Penurunan inflasi ini
disebabkan oleh komponen volatile food dan administered prices yang semakin
terkendali. Sementara inflasi pada komponen inti (core inflation) mengalami peningkatan.
Ke depan, inflasi di Papua diperkirakan terjaga sesuai target nasional yaitu sebesar 4±1%.
3.1 Inflasi Umum
Kenaikan tingkat harga agregat (inflasi) di
Provinsi Papua pada triwulan III 2016
semakin terkendali atau melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi di
Papua pada triwulan III 2016 sebesar 4,72%
(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II
2016 yang sebesar 5,23% (yoy), namun lebih
tinggi dari inflasi nasional yang sebesar
3,07% (yoy). Tingginya inflasi Papua pada
triwulan laporan disebabkan oleh tingginya
permintaan (demand pull) terhadap bahan
makanan kelompok bergejolak (volatile food)
dan komoditas harga diatur pemerintah
(administered prices). Hal yang perlu
diperhatikan adalah semakin tingginya gap
antara inflasi Papua dan inflasi nasional
dalam 2 triwulan terakhir.
Bila dilihat secara bulanan, pada bulan Juli
2016 terjadi deflasi yang cukup dalam yaitu
sebesar 0,84%. Hal ini terjadi karena inflasi
yang signifikan pada bulan Juni (1,61%,
mtm) disumbang oleh tarif angkutan udara
kembali ke harga normal di bulan Juli 2016
sehingga menyebabkan deflasi. Selanjutnya,
inflasi bulanan di bulan Agustus cukup
rendah yaitu sebesar 0,05%. Pada bulan
September, inflasi Papua kembali naik ke
level menengah yaitu sebesar 0,48% (mtm)
yang disebabkan oleh adanya libur panjang
dan Hari Raya Idul Adha di awal bulan
September yang menyebabkan kenaikan
signifikan pada komponen tarif angkutan
udara.
I
1Inflasi Papua dihitung dengan menggunakan metode rerata tertimbang berdasarkan bobot kota dari inflasi
Indeks Harga Konsumen (IHK) di Kota Jayapura (0,45) dan Kabupaten Merauke (0,16).
Grafik 3.1 Perkembangan Inflasi Tahunan
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Papua
Nasional
sumber: BPS, diolah
Grafik 3.2 Perkembangan Inflasi Bulanan
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2011 2012
2013 2014
2015 2016
Rerata 2011-2016
% mtm
sumber: BPS, diolah
Grafik 3.3 Event Analysis Inflasi
-1
-1
0
1
1
2
2
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2015 2016
yoymtm [skala kanan]
BBMs turun
BBMs naik
sumber: BPS, diolah
Ramadhan
Pasca-Lebaran
% % Natal Ramadhan
Pasca-Lebaran
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 22
Pada triwulan III 2016, kompilasi rilis Inflasi
BPS di dua kota IHK di Papua (Kota Jayapura
dan Merauke) menunjukkan bahwa pada
bulan Juli 2016 Kota Jayapura mengalami
deflasi yang dalam sebesar 1,10%(mtm).
Sementara Merauke pada bulan yang sama
juga mengalami deflasi 0,09%(mtm), tidak
sedalam Kota Jayapura. Sementara di bulan
Agustus 2016, Merauke mengalami inflasi
bulanan yang cukup tinggi yaitu 0,69%
(mtm), berbanding terbalik dengan Kota
Jayapura yang justru mengalami deflasi
0,18% (mtm). Pada bulan September 2016,
Kota Jayapura tercatat mengalami inflasi
sebesar 0,55% (mtm) dan Merauke inflasi
0,27% (mtm).
Hal yang perlu mendapat perhatian bahwa
pergerakan inflasi daerah di kedua kota
tersebut seringkali berbeda secara arah.
Kondisi tersebut mengkonfirmasi adanya
kesenjangan struktur ekonomi dan tata
niaga dalam wilayah Provinsi Papua.
Asesmen Bank Indonesia menyimpulkan
bahwa minimnya infrastruktur konektivitas
antardaerah di Papua menjadi faktor utama
penyebab masalah disparitas ini.
3.2 Komponen Inflasi
Sejalan dengan ekspektasi inflasi masyarakat yang cenderung naik, tekanan komponen
inti (core inflation) mengalami kenaikan pada triwulan III 2016 yang mencapai 4,00 %
(yoy), naik cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya (3,24%, yoy). Komponen
volatile food terlihat masih berada pada tingkat inflasi yang tinggi, yaitu dari 8,49% (yoy)
pada triwulan sebelumnya menjadi 8,13% (yoy) pada triwulan III 2016. Sementara
komponen harga-harga yang diatur pemerintah (administered prices) mengalami
penurunan dari 8,07% (yoy) triwulan lalu, menjadi 5,76% (yoy) pada triwulan III 2016.
Tingginya inflasi pada kelompok volatile food dan administered prices memicu inflasi
Papua mencapai level 4,72% (yoy).
Grafik 3.4 Perkembangan Inflasi Bulanan
Menurut Daerah
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2015 2016
Papua Jayapura Meraukesumber: BPS
%, mtm
Tabel 3.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Komponen
sumber: BPS, diolah
III IV I II III IV I II III
Core Inflation 4,67 5,10 5,39 5,72 4,60 3,64 3,24 3,24 4,00
Volatile Food 2,82 12,14 5,95 10,45 12,02 3,26 4,98 8,49 8,13
Administered Prices 7,16 18,24 12,82 14,49 9,78 3,27 4,59 8,07 5,76
Headline Inflation 4,51 9,12 6,85 8,20 7,07 3,57 3,76 5,23 4,72
20162015Disagregasi Komponen
2014
23
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Jika diuraikan berdasarkan kategori
komoditas pangan dan nonpangan,
komponen inflasi inti baik pangan dan
nonpangan bulan Agustus dan September
2016 berada pada level cukup tinggi (
0,42% dan 0,73%, mtm). Tingginya inflasi
yang terjadi pada komoditas pangan yang
mencapai 1,00% (mtm) pada bulan Agustus
2016 dan 2,55% pada September 2016
mengakibatnya inflasi inti tercatat pada level
4,00% (yoy) di triwulan laporan, lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
hanya 3,24% (yoy).
Dari sisi ekspektasi, inflasi yang diantisipasi
masyarakat sebagaimana yang ditunjukkan
oleh Survei Konsumen Bank Indonesia
menunjukkan tren kenaikan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Dengan demikian,
tekanan inflasi inti ke depannya diperkirakan
masih menguat.
Asesmen Bank Indonesia memperkirakan
pada triwulan IV 2016 tekanan inflasi inti
berada pada level moderat dengan
kecenderungan bias atas. Adanya Hari Raya
Natal dan Tahun Baru pada triwulan berjalan
menjadikan tekanan inflasi inti diperkirakan
menguat namun tetap dalam range yang
diantisipasi. Namun perlu diwaspadai adanya
imported inflation dari kawasan Jawa bila
ada komoditas bahan pokok yang
mengalami kenaikan dari Jawa, terutama
menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru.
Grafik 3.5 Disagregasi Komponen Inflasi Bulanan
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2015 2016
Core Inflation
Volatile Food
Administered Pricessumber: BPS, diolah
% mtm
Grafik 3.6 Disagregasi Inflasi Bulanan
Komponen Core inflation
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2015 2016
Core
Core Pangan
Core Nonpangan
sumber: BPS, diolah
% mtm
Grafik 3.7 Ekspektasi Inflasi Konsumen
80
100
120
140
160
180
200
3 6 9 12 3 6
2015 2016
Ekspektasi Inflasi 3 Bulan YAD
Ekspektasi Inflasi 6 Bulan YAD
Ekspektasi Inflasi 12 Bulan YADsumber: Survei Konsumen
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 24
Hal ini mengingat hampir semua kebutuhan
barang pokok Papua didatangkan dari luar
Papua.
Dari komponen administered prices,
kenaikan inflasi yang signifikan pada
triwulan ini disumbang oleh harga tiket
angkutan udara. Walaupun komponen ini
mengalami deflasi yang sangat dalam pada
bulan Juli 2016 sebagai dampak rebound
setelah bulan sebelumnya naik signifikan,
namun naiknya harga tiket angkutan udara
pada awal September 2016 seiring dengan
adanya long weekend dan Hari Raya Idul
Adha memicu inflasi administered prices ke
level 1,56% (mtm) pada bulan September
2016. Secara tahunan, inflasi administered
prices triwulan III 2016 mencapai 5,76%.
Masih seperti triwulan II dan III 2016 dimana
adminstered price menjadi salah satu
penyumbang utama inflasi di Papua, pada
triwulan selanjutnya komponen
administered prices diperkirakan juga masih
akan mempunyai andil besar dalam inflasi
Papua, terutama pada bulan Desember 2016
seiring dengan Hari Raya Natal dan tahun
baru.
Sementara itu, kelompok volatile food pada
bulan Juli September 2016 berturut-turut
mengalami deflasi yaitu sebesar 0,38%
(mtm), -1,01% (mtm) dan -0,99% (mtm).
Grafik 3.8
7,63
-6,19
2,90
10,62
24,49
-12,39
4,34
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2015 2016
sumber: BPS, diolah
% mtm
Tabel 3.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Komponen Volatile foods Berdasarkan Subkelompok
sumber: BPS, diolah
Komponen-Subkelompok
Inflasi
September
2015
Inflasi
Juni
2016
Inflasi
September
2016
Rerata
periode
Sep-15
Sep-16
Deviasi
Standar
Sep-15
Sep-16
Koefisien
Variasi
(%)
Volatile Food 2,35 0,81 (0,99) 0,67 1,76 264
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 0,49 1,56 (0,07) 0,31 0,58 188
Daging dan Hasil-hasilnya 3,16 0,22 (0,52) 0,21 2,24 1.070
Ikan Segar (1,37) 1,95 (1,53) 1,05 3,23 307
Ikan Diawetkan 0,89 (0,17) (1,85) 0,96 3,50 366
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 0,10 2,03 (0,88) 0,22 1,84 836
Sayur-sayuran 5,86 (1,92) (1,02) 0,11 4,96 4.341
Kacang-kacangan 0,26 0,25 0,57 0,52 0,76 147
Buah-buahan 5,24 4,95 1,96 0,61 3,48 568
Bumbu-bumbuan 16,67 (2,99) (3,57) 4,02 13,75 342
Lemak dan Minyak 2,83 0,59 (0,72) 0,11 1,25 1.131
Bahan Makanan Lainnya 4,52 1,43 - 0,31 1,72 559
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 25
Walaupun secara bulanan mengalami
deflasi, kelompok volatile food pada triwulan
III 2016 masih mengalami inflasi yang cukup
tinggi secara tahunan (8,13%, yoy).
Tingginya inflasi tahunan kelompok volatile
food namun terjadi deflasi secara bulanan
dalam tiga bulan terakhir mengindikasikan
bahwa harga-harga barang di kelompok ini
secara tahunan naik lebih tinggi
dibandingkan harga-harga tahun lalu.
Secara bulanan, nilainya lebih tinggi
Komoditas yang berfluktuasi paling tinggi1
-
-
Informasi mengenai volatile food tersebut
dapat dijadikan pertimbangan untuk
kebijakan pengendalian inflasi dalam rangka
menjaga keterjangkauan barang dan jasa di
daerah, sebagaimana yang diamanatkan
oleh Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor
027/1696/SJ Tahun 2013. Dengan informasi
tersebut, opsi kebijakan pengendalian harga
dapat difokuskan pada komoditas dari
subkelompok komoditas yang mempunyai
andil besar bagi inflasi.
Memasuki awal triwulan IV, tekanan inflasi
di Papua mengalami penurunan menjadi
4,40%(yoy). Salah satu faktor yang menjadi
penahan laju inflasi bulan Oktober 2016
adalah penurunan tarif angkutan udara, ikan
mujair dan cakalang, serta beberapa jenis
bumbu-bumbuan seperti bawang merah
dan bawang putih. Penurunan tarif
angkutan
Diperkirakan tekanan inflasi kelompok
komoditas volatile dan core di triwulan IV
2016 meningkat pada level moderat dengan
kemungkinan bias atas. Tingginya
permintaan menjelang Hari Raya Natal dan
Tahun Baru diperkirakan akan mendorong
harga-harga barang volatile food naik. Yang
perlu mendapat perhatian adalah tarif
2 Fluktuasi tertinggi dilihat dari nilai koefisien variasi
antara nilai deviasi standar dan reratanya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 26
angkutan udara yang diduga akan kembali
menjadi penyumbang inflasi terbesar pada
triwulan IV 2016.
3.3 Kelompok Komoditas
Dekomposisi atas kelompok komoditas
penyusunnya menunjukkan bahwa
pergerakan inflasi Papua pada triwulan
laporan disumbangan paling tinggi oleh
kelompok komoditas
nspor, Komunikasi, dan Jasa
. Sebagai informasi bahwa
kelompok menyumbang
bobot 26% dalam perhitungan inflasi
sehingga sedikit pergerakan harga dalam
kelompok tersebut menyebabkan fluktuasi
terhadap inflasi Papua.
Meningkatnya inflasi kelompok komoditas
yang masih tinggi pada triwulan ini, yaitu
sebesar 5,73% (yoy) disumbang oleh
kenaikan pada tiket angkutan udara.
Kelompok komoditas ini menyumbang
bobot 20% dalam perhitungan inflasi.
Pada triwulan III 2016, kenaikan harga
komposit komoditas Bahan Makanan
menurun dibandingkan triwulan lalu, yaitu
sebesar 6,84% (yoy) dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 8,36% (yoy).
Walaupun terlihat tinggi, namun angka
tersebut masih lebih rendah dibandingkan
rata-rata inflasi komoditas Bahan Makanan
dalam 2 tahun terakhir.
sumber: BPS
Tabel 3.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok
I II III IV I II III IV I II III
Bahan Makanan 14,12 9,02 3,52 11,56 6,27 10,48 11,67 4,34 4,78 8,36 6,84
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 9,25 8,86 10,15 8,78 8,63 8,74 6,30 5,26 4,62 4,35 6,74
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 8,25 7,26 5,82 7,44 7,06 7,59 5,12 3,16 2,53 1,67 2,80
Sandang 4,63 4,95 3,88 4,02 4,37 4,73 3,21 3,91 2,43 3,14 3,05
Kesehatan 5,56 4,88 2,86 4,47 6,73 7,67 7,46 5,93 4,19 3,29 3,06
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 3,25 3,22 2,23 3,91 4,58 4,57 4,75 3,29 2,63 2,62 0,78
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 8,93 6,32 1,78 11,43 7,29 8,48 6,20 0,50 4,20 8,66 5,73
UMUM 9,58 7,40 4,51 9,12 6,85 8,20 7,07 3,57 3,76 5,23 4,72
2016Kelompok Komoditas
2014 2015
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 27
harganya lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya. Kenaikan inflasi sub kelompok
ini yang pertama kali bila dilihat dalam lima
triwulan terakhir yang mempunyai tren
menurun.
Sementara itu untuk harga gabungan
kenaikan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perubahan indeksnya secara
tahunan naik dari 1,67% (yoy) menjadi
2,80% (yoy). Secara historis kelompok ini
merupakan indikator atas kebijakan
Pemerintah yang mengevaluasi harga BBM
bersubsidi setiap 3 bulan sekaligus respon
pertama atas kebijakan tersebut. Respon
terbesar lainnya apabila terjadi perubahan
harga BBM biasanya terjadi pada
subkelompok transportasi.
mengalami sedikit penurunan pada triwulan
ini menjadi 3,05% (yoy), lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan I 2016 yang
sebesar 3,14% (yoy).
3.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah
Secara umum, perkembangan harga barang
dan jasa di Provinsi Papua relatif terjaga pada
level rendah, walaupun dalam bulan terakhir
inflasi naik signifikan sebagaimana siklus
tahunan menjelang lebaran. Namun
berdasarkan proyeksi Bank Indonesia, inflasi
Papua sampai akhir 2016 dapat terjaga
dengan target inflasi nasional sebesar
4%±1%. Untuk menjaga inflasi pada level
yang diharapkan, maka diperlukan
peningkatan koordinasi pengendalian inflasi.
Salah satu cara meningkatkan dan
mengoptimalkan peran pemerintah dalam
menjaga inflasi daerah yaitu melalui Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 28
Sebagai informasi, hingga saat ini sudah
terbentuk 13 (tiga belas) Tim Pengendalian
Inflasi Daerah (TPID) di Papua, antara lain
TPID Pemerintah Provinsi Papua, TPID Kota
Jayapura, TPID Kabupaten Merauke, TPID
Kabupaten Nabire dan Kabupaten
Jayawijaya, TPID Kabupaten Jayapura, TPID
Kabupaten Digoyai, TPID Kabupaten Biak,
TPID Kabupaten Supriori, dan TPID
Kabupaten Intan Jaya serta TPID yang baru
terbentuk pada triwulan III 2016 yaitu TPID
Kabupaten Keerom, TPID Kabupaten Boven
Digoel, dan TPID Kabupaten Mimika.
Sementara di 17 kabupaten lainnya di Papua
belum terbentuk TPID.
Dengan melihat pentingnya koordinasi
dalam pengendalian inflasi, pemerintah
pusat menginstruksikan kepada seluruh
Kepala Daerah (Gubernur, Walikota, dan
Bupati) di wilayah Indonesia yang belum
memiliki TPID agar segera membentuk TPID.
Hal ini mengacu pada arahan Presiden dalam
Rakornas TPID VII pada Agustus 2016 dan
Instruksi Menteri Dalam Negeri No.
027/1696/SJ tanggal 2 April 2013 tentang
Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di
Daerah serta Instruksi Menteri Dalam Negeri
No.500/6414/SJ tanggal 19 September 2013
perihal Rencana Aksi Tindak Lanjut Paket
Kebijakan Stabilisasi dan Pertumbuhan
Ekonomi.
Berkenaan dengan hal tersebut, Bank
Indonesia akan berupaya semaksimal
mungkin untuk mengawal dan menginisiasi
pembentukan TPID di seluruh wilayah Papua.
Namun demikian, agar upaya tersebut dapat
terlaksana dengan baik, diperlukan
dukungan dari seluruh pengampu kebijakan,
khususnya Kepala Daerah untuk dapat
mempercepat dan memfasilitasi
pembentukan TPID di seluruh
kabupaten/kota di Papua sehingga harapan
untuk mencapai inflasi Papua yang
terkendali dapat terwujud dan pada akhirnya
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
masyarakat Papua.
1 Provinsi Papua
2 Kota Jayapura
3 Kabupaten Merauke
4 Kabupaten Jayawijaya
5 Kabupaten Nabire
6 Kabupaten Jayapura
7 Kabupaten Dogiyai
8 Kabupaten Biak Numfor
9 Kabupaten Supiori
10 Kabupaten Intan Jaya
11 Kabupaten Keerom
12 Kabupaten Boven Digoel
13 Kabupaten Mimika
No Provinsi/Kabupaten/Kota
Tabel 3.4 Daftar TPID yang telah
terbentuk di Papua
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 29
Selain melalui pembentukan TPID di seluruh
kabupaten/kota, upaya pengendalian inflasi
yang dapat dilakukan diantaranya (1)
percepatan realisasi kerjasama antar daerah
untuk memenuhi kebutuhan komoditas
strategis masyarakat Papua, (2)
mengoptimalkan peran BUMD dalam
pengendalian inflasi, khususnya dalam
melakukan kerjasama dengan daerah lain,
dan (3) percepatan pembangunan
infrastruktur pendukung pertanian dan
distribusi dalam upaya mengantisipasi
perubahan musim.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua 30
Boks 2 INISIASI KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM UPAYA PENGENDALIAN
INFLASI PAPUA
Inflasi yang terkendali dan stabil merupakan
salah satu prasyarat pertumbuhan ekonomi
yang berkesinambungan. Inflasi yang tinggi
dan tidak stabil memberikan dampak negatif
kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pertama, inflasi yang tinggi akan
menyebabkan pendapatan riil masyarakat
akan terus turun sehingga standar hidup dari
masyarakat turun. Kedua, inflasi yang tidak
stabil akan menciptakan ketidakpastian
(uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam
mengambil keputusan. Pengalaman empiris
menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil
akan menyulitkan keputusan masyarakat
dalam melakukan konsumsi, investasi dan
produksi, yang pada akhirnya akan
menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan kondisi tersebut, untuk
mencapai inflasi yang rendah dan stabil,
maka diperlukan kerjasama dan koordinasi
lintas instansi bahkan lintas daerah dalam
pengendalian inflasi. Diharapkan dengan
adanya harmonisasi dan sinkronisasi
kebijakan tersebut, maka kesejahteraan
masyarakat dapat tercapai.
Berbagai data dan analisis menunjukkan
bahwa Provinsi Papua cenderung mengalami
fluktuasi inflasi dan memiliki level harga
komoditas yang relatif tinggi dibandingkan
dengan daerah lain di Indonesia. Kondisi
tersebut salah satunya disebabkan oleh
distribusi barang yang kurang optimal. Selain
itu, fakta bahwa Papua merupakan daerah
defisit produksi semakin memperberat
tekanan harga dan menyebabkan tingginya
ketergantungan terhadap daerah lain. Inflasi
Papua pada 2015 relatif terkendali di level
3,57% (yoy) yang terutama disebabkan oleh
pengaruh base effect dan bukan perbaikan
fundamental perekonomian karena inflasi
Grafik B2.1 Wilayah Pemasok Utama Komoditas Papua
Sumber: Riset Perdagangan Antar Wilayah di Papua (Bank
Indonesia : 2016)
31
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
secara bulanan masih relatif tinggi,
mencapai 1,82% (mtm) pada Desember
2015. Sementara, pada September 2016,
inflasi bulanan di Papua tercatat sebesar
0,48% (mtm), atau secara kumulatif (year to
date) mencapai 1,88%. Cabai merah
memberikan sumbangan inflasi yang
dominan pada September 2016, dengan
tingkat inflasi bulanan mencapai 28,14%
(mtm).
Hasil rapat TPID Provinsi Papua menyepakati
bahwa salah satu upaya jangka pendek yang
dapat dilakukan untuk mengurangi
tingginya level harga dan meredam fluktuasi
inflasi adalah melalui pola kerjasama antar
daerah, dimana berdasarkan data Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi
Papua dan hasil riset Bank Indonesia Provinsi
Papua dapat diketahui bahwa mayoritas
komoditas yang masuk ke Papua berasal dari
Surabaya dan Makassar. Hasil penelitian
Bank Indonesia Provinsi Papua juga
menangkap bahwa lebih dari 45%
pedagang di Papua melakukan transaksi
jual-beli dengan Pedagang Besar. Hanya
kisaran 14% yang melakukan transaksi
langsung dengan Produsen. Kondisi ini
berpotensi menyebabkan harga menjadi
lebih tinggi karena berdasarkan penelitian
Bank Indonesia sebelumnya, margin harga
tertinggi berada di tingkat Pedagang Besar.
Melihat pentingnya hal tersebut dan
mengacu pada informasi yang telah
diperoleh, maka TPID Provinsi Papua pada
tanggal 17-21 Oktober 2016 yang lalu
melakukan kunjungan kerja ke Sulawesi
Selatan (Sulsel) dan Jawa Timur (Jatim) untuk
menginisiasi kerjasama antar daerah dan
memangkas jalur distribusi perdagangan.
Dalam kunjungan ke Sulawesi Selatan, TPID
Provinsi Papua disambut oleh TPID Provinsi
Sulawesi Selatan. Dari kunjungan tersebut
diketahui bahwa pasokan komoditas
bawang merah, cabai rawit, cabai merah,
daging ayam ras dan telur ayam ras di Sulsel
mayoritas mengalami surplus sehingga
Gambar B2.2 TPID Provinsi Papua berkunjung di
Sentra Produksi Cabai di Maros
Gambar B2.2 Foto Bersama TPID Provinsi Papua
dan TPID Provinsi Sulawesi Selatan
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
dapat menyuplai daerah lain termasuk
Papua.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov.
Sulsel memiliki program misi dagang yang
mempertemukan pelaku usaha dengan
produsen antar provinsi yang saat ini telah
mencapai wilayah Maluku, namun belum
dilakukan untuk wilayah Papua. Program
misi dagang tersebut salah satunya
bertujuan untuk mengantisipasi dan
mediasi gagal bayar/gagal serap atas
komoditas yang diperdagangkan.
Dalam pertemuan disepakati bahwa
pelaksanaan kerjasama antar daerah dapat
dilandasi dengan MoU selama dibutuhkan
yang diawali oleh MoU antar pemerintah
yang kemudian mengerucut kepada
kesepakatan antar pelaku usaha dengan
produsen.
Selanjutnya, dalam kunjungan kerja di Jawa
Timur, rombongan diterima oleh TPID
Provinsi Jawa Timur. Dalam pertemuan
tersebut didapati bahwa Dinperindag Prov.
Jatim 2 tahun yang lalu telah melakukan
kunjungan ke Jayapura untuk menyerahkan
draft kerjasama, namun hingga saat ini
Dinperindag Prov. Papua belum melakukan
tindak lanjut atas draft kerjasama tersebut.
Dinperindag Prov. Jatim mengharapkan draft
kerjasama tersebut dapat segera
ditindaklanjuti agar barang yang
dikerjasamakan ke Papua terjaga pasokan
dan harganya. Selain itu, komoditas yang
terkirim dari Papua bukan barang mentah,
melainkan minimal barang setengah jadi,
sehingga pertumbuhan ekonomi serta
manfaat terbesar dari kerjasama tersebut
justru akan dirasakan oleh masyarakat
Papua.
TPID Provinsi Jawa Timur menjelaskan bahwa
bukti empiris menunjukkan bahwa dengan
pembentukan BUMD, maka perekonomian
relatif lebih optimal dan terakselerasi secara
lebih cepat. Thailand adalah salah satu
negara yang mengoperasikan BUMD dalam
33
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
perekonomiannya, dimana petani fokus
pada produksi dan BUMD berperan dan
fokus pada pemasaran. Terkait hal tersebut,
BUMD Puspa Agro lebih banyak bekerja
sama langsung dan mendorong peningkatan
skala usaha produsen.
Melihat pentingnya peranan BUMD,
disarankan agar Papua dapat
membentuk/mengoperasikan kembali
BUMD dalam pelaksanaan kerjasama antar
daerah. Dalam diskusi juga disampaikan
bahwa pembentukan BUMD akan
menimbulkan resistensi dari pelaku usaha,
namun untuk mengurangi resistensi tersebut
maka salah satu solusi yang di-sharing-kan
adalah dengan mengambil pangsa pasar
secara bertahap dengan besaran maksimal
30%.
Dalam kunjungan tersebut, TPID Provinsi
Papua juga berkunjung ke sentra produksi di
kedua provinsi tersebut. Di Sulawesi Selatan,
TPID Provinsi Papua berkunjung ke sentra
produksi cabai di Maros dan sentra
peternakan ayam potong di Maros. Ketika
berkunjung di Jawa Timur, TPID Provinsi
Papua berkunjung ke pelaku usaha ayam
potong di Jombang.
Gambar B2.3 TPID Provinsi Papua masuk ke lokasi
usaha pemotongan ayam potong di Jombang
34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
4 STABILITAS KEUANGAN
DAERAH
ecara umum, stabilitas sistem keuangan di Papua masih relatif terjaga. Dari sisi
korporasi, asesmen menilai bahwa kinerja sektor korporasi di Papua pada triwulan
III 2016 relatif mengalami perbaikan sejalan dengan kondisi perekonomian yang
kembali tumbuh positif. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan liaison2 yang
dilakukan oleh Bank Indonesia memperkuat kondisi tersebut. Sementara dari sisi Rumah
Tangga, kinerja sektor Rumah Tangga pada triwulan III 2016 masih terjaga dengan positif,
tercermin dari kondisi dan risiko keuangan di sektor Rumah Tangga yang relatif terjaga.
Sementara itu penyaluran kredit UMKM, pada triwulan III 2016 tumbuh positif, namun
dengan risiko kredit yang juga semakin tinggi.
4.1.Ketahanan Sektor Korporasi
4.1.1. Kondisi Sektor Korporasi
Sejalan dengan kondisi perekonomian yang
mengalami kenaikan yang signifikan, kinerja
sektor korporasi di Papua juga mengalami
perbaikan (rebound). Hal tersebut tercermin
dari hasil SKDU yang dilakukan oleh Bank
Indonesia, dimana Saldo Bersih Tertimbang
(SBT)3 realisasi kegiatan usaha pada triwulan
III 2016 berada di level 5,33%, lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya yang mencapai
level 0,19%. Secara lebih mendalam, hasil
liaison yang dilakukan Bank Indonesia
kepada sejumlah pelaku usaha dominan di
Papua menunjukkan bahwa kinerja
beberapa komponen perusahaan masih
terjaga positif, seperti penjualan domestik
dan investasi. Sementara di sisi lain,
2 Kegiatan Liaison adalah kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung/tidak langsung kepada pelaku usaha/institusi lainnya mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha dengan cara yang sitematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan dan likert scale.
3 Metode saldo bersih dihitung berdasarkan selisih antara persentase jumlah responden yang
persentase jumlah responden yang memberikan waban
. Timbangan/bobot yang digunakan dalam
dihitung berdasarkan share masing-masing sektor/subsektor terhadap total sektor PDB.
S
Sumber : SKDU, diolah
Grafik 4.1 Realisasi Kegiatan Usaha
-5
0
5
10
15
20
-10
-5
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016PDRB Realisasi Kegiatan Usaha (sb. Kanan)
% yoy % SBT
35
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
komponen biaya cenderung mengalami
kenaikan sehingga memicu tingginya harga
jual.
Penjualan Domestik dan Investasi
Dari sisi penjualan domestik, likert scale di
triwulan III 2016 berada di level positif dan
tercatat mencapai 0,14, namun lebih rendah
dari triwulan II 2016 yang mencapai 0,91.
Kondisi tersebut sejalan berlalunya even
musiman hari raya keagamaan yang
berlangsung di akhir triwulan II dan awal
triwulan III 2016.
Sementara itu, hasil likert scale komponen
investasi pada triwulan III 2016 masih berada
di level positif sebesar 1,00. Meskipun
demikian, angka tersebut lebih rendah
dibanding triwulan sebelumnya yang
mencapai 1,27. Hal tersebut disebabkan
oleh mayoritas realisasi investasi telah
dilakukan contact liaison pada triwulan
sebelumnya.
Biaya dan Harga Jual
Dari sisi biaya, hasil liaison menunjukkan
bahwa komponen biaya bahan baku dan
biaya energi mengalami kenaikan pada
triwulan III 2016. Kondisi tersebut sejalan
dengan kenaikan tarif listrik yang terjadi
pada Juni 2016 dan Juli 2016. Sementara,
tingkat upah pada triwulan laporan relatif
lebih rendah dari triwulan sebelumnya pasca
pencairan tunjangan hari raya pada akhir
triwulan II 2016. Meskipun demikian,
komponen upah tercatat masih berada di
level yang lebih tinggi dibanding komponen
bahan baku dan energi. Kecenderungan
tingginya komponen biaya membuat contact
liaison tidak melakukan koreksi harga jual
yang signifikan pada triwulan III 2016.
Sumber : Liaison, diolah
Grafik 4.2 Kinerja Korporasi Berdasarkan Liaison
Sumber : Liaison, diolah
Grafik 4.3 Indikator Kinerja Harga Jual dan Margin
Sumber : Liaison, diolah
Grafik 4.4 Indikator Biaya
-2.0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
PenjualanDomestik
Ekspor utilisasi Investasi HargaJual
Margin JumlahTenagaKerja
TingkatUpah
QI 2015 - QIII 2016
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
I II III IV I II III
2015 2016
LS
Harga Jual Margin Per Unit Output
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
I II III IV I II III
2015 2016
LS Biaya Bahan Baku Tingkat Upah Biaya Energi
36
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Kondisi keuangan
Hasil SKDU menunjukkan bahwa kondisi
keuangan korporasi pada triwulan III 2016
secara umum menunjukkan peningkatan
dibanding triwulan II 2016.
Akses kredit, aspek likuiditas4 dan
rentabilitas5 pada triwulan laporan relatif
mengalami perbaikan dibanding triwulan
sebelumnya. Tercatat nilai SBT pada masing-
masing komponen di triwulan laporan
mencapai 11,8; 42,9; dan 40,0. Secara lebih
mendalam dapat diketahui bahwa pada
triwulan III 2016, 63% korporasi di sektor
angkutan menyatakan kenaikan likuiditas
yang diikuti oleh korporasi di sektor jasa
(56%), perdagangan (46%) dan hotel
(43%). Kondisi tersebut relatif sejalan
dengan peningkatan kinerja ketiga sektor
tersebut pada saat pelaksanaan even
lebaran. Sementara, dari sisi rentabilitas,
63% korporasi di sektor Listrik, Gas dan Air
(LGA) dan 54% korporasi sektor
Perdagangan menyatakan mengalami
kenaikan rentabilitas pada triwulan III 2016.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa
mayoritas korporasi, khususnya pada kedua
sektor tersebut, relatif efisiensi dalam
memanfaatkan asset yang dimiliki.
4 Likuiditas adalah posisi uang atau kas perusahaan yang mencerminkan kemampuan untuk memenuhi kewajiban tepat pada waktunya. 5 Rentabilitas adalah kemampuan dari suatu perusahaan dalam menghasilkan laba melalui pemanfaatan aset/modal.
Sumber : SKDU, diolah
Grafik 4.5 Indikator Kondisi Keuangan Korporasi
Sumber : Liaison, diolah
Grafik 4.6 % Likuiditas Korporasi per Sektor
Sumber : SKDU, diolah
Grafik 4.7 % Rentabilitas Korporasi per Sektor
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
I II III IV I II III
2015 2016
Akses Kredit Likuiditas keuangan perusahaan Rentabilitas keuangan perusahaan
% SBT
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Naik Stabil Naik Stabil Naik Stabil Naik Stabil
IV I II III
2015 2016
LGA Bangunan Perdagangan Hotel Angkutan Jasa
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Naik Stabil Naik Stabil Naik Stabil Naik Stabil
IV I II III
2015 2016 2016 2016
LGA Bangunan Perdagangan Hotel Angkutan Jasa
37
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Eksposure Perbankan dalam Korporasi
Kinerja perbankan di sektor Korporasi Papua
pada triwulan III 2016 cenderung mengalami
perlambatan. Kondisi tersebut tercermin dari
beberapa indikator kinerja utama di sektor
Korporasi, dimana kredit secara signifikan
mengalami perlambatan, demikian juga
halnya dengan Dana Pihak Ketiga (DPK)
korporasi. Di sisi lain, NPL mengalami
penurunan, namun masih berada di level
yang relatif tinggi diatas ketentuan batas
atas Bank Indonesia (5%).
Dari sisi kredit, pangsa kredit korporasi di
Papua pada triwulan III 2016 mencapai 18%
dari total kredit. Meskipun relatif rendah,
namun dinamika kinerja kredit korporasi
berpotensi memberikan pengaruh dalam
kebijakan perusahaan yang berkaitan kondisi
keuangan perusahaan, seperti investasi dan
perluasan usaha. Selanjutnya hal tersebut
dapat memberikan dampak pada
perekonomian Papua secara luas, terutama
dari sisi penyerapan tenaga kerja dan
penghasilan masyarakat.
Tercatat mayoritas kredit korporasi
disalurkan ke sektor Perdagangan dan sektor
Konstruksi, masing-masing mencapai
25,87% dan 26,83%. Pada triwulan III 2016,
penyaluran kredit korporasi pada sektor
Perdagangan mengalami kontraksi sebesar
34,67% (yoy), lebih rendah dari triwulan
sebelumnya yang mencapai 34,13% (yoy).
Selain sektor Perdagangan, penurunan
pertumbuhan kredit juga terjadi pada sektor
Jasa Masyarakat yang terkontraksi sebesar
31,84% (yoy). Sementara di sisi lain, sejalan
dengan pelaksanaan berbagai proyek
pembangunan, kredit korporasi di sektor
Konstruksi mengalami pertumbuhan sebesar
30,02% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan
triwulan II 2016 yang mencapai 8,98% (yoy).
Peningkatan penyaluran kredit juga terjadi di
sektor Pertanian dan Transportasi, masing-
masing tumbuh sebesar 46,14% dan
54,97% (yoy).
Sumber : LBU, diolah
Grafik 4.8 Indikator Kinerja Perbankan Sektor Korporasi
Sumber : LBU, diolah
Grafik 4.9 Pangsa Kredit Korporasi per Sektor
Sumber : LBU, diolah
Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit Korporasi per Sektor
(yoy)
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
I II III IV I II III
2015 2016
DPK (yoy) Kredit (yoy) NPL (sb.kanan)
yoy NPL
17.46% 16.12% 15.04% 14.24%
26.98%21.33% 24.39% 26.83%
23.97%26.87%
26.66% 25.87%
6.93% 6.87% 5.89% 5.98%
10.81% 11.95% 10.28% 8.92%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
II 2015 I 2016 II 2016 III 2016
Pertanian Konstruksi Perdagangan TransKomGud Jasa Masy
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
I II III IV I II III
2015 2016
Pertanian Konstruksi Perdagangan TransKomGud Jasa Masy
38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Dari sisi kualitas penyaluran kredit, terlihat
bahwa Non Performing Loans (NPL) di sektor
Perdagangan masih relatif terjaga di level
2,78%. Terjaganya kualitas kredit juga
terlihat pada sektor Jasa Masyarakat, dimana
NPL pada triwulan laporan tercatat mencapai
4,94%, cenderung mengalami kenaikan
sejak awal tahun dan sedikit di bawah
ketentuan Bank Indonesia (5%). Di sisi lain,
NPL korporasi di sektor Konstruksi, meskipun
mengalami penurunan pada triwulan
laporan, namun masih berada di level yang
tinggi mencapai 17,39%. Kondisi serupa
juga terlihat pada sektor Pertanian dan
Transportasi, dimana tingkat NPL masing-
masing sektor tersebut pada triwulan
laporan mencapai 25,75% dan 26,84%.
Melihat realisasi NPL di sektor korporasi
tersebut, asesmen menilai bahwa realisasi
penyaluran kredit yang terjadi di sektor
korporasi lebih disebabkan pengaruh siklus
musiman seperti puasa dan lebaran, masa
tanam dan pelaksanaan proyek
pembangunan.
Dari sisi penggunaan, tercatat 66,44% kredit
korporasi disalurkan untuk modal kerja dan
29,44% untuk investasi. Sementara,
penggunaan kredit untuk konsumsi hanya
sebesar 4,12%. Dalam perkembangannya,
pertumbuhan kredit korporasi untuk modal
kerja pada triwulan III 2016 mengalami
kontraksi sebesar 11,28% (yoy), lebih
rendah dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang mencapai 29,33% (yoy).
Kualitas kredit modal kerja korporasi pada
triwulan laporan relatif mengalami
perbaikan meski masih kurang optimal,
tercermin dari tingkat NPL modal kerja yang
mencapai 15,81% lebih rendah dari periode
sebelumnya yang mencapai 17,79%.
Sementara di sisi lain, kredit investasi sektor
korporasi pada triwulan III 2016 tumbuh
signifikan sebesar 57,67% (yoy), lebih tinggi
dari triwulan II 2016 yang mengalami
kontraksi sebesar 10,07% (yoy). Seiring
peningkatan penyaluran kredit investasi,
kualitas penyaluran kredit investasi relatif
Sumber : LBU, diolah
Grafik 4.11 NPL Kredit Korporasi per Sektor
Sumber : LBU, diolah
Grafik 4.12 Pangsa Kredit Korporasi per Penggunaan
Sumber :LBU, diolah
Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit Penggunaan Korporasi
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
Pertanian Konstruksi Perdagangan TransKomGud Jasa Masy
II 2015 I 2016 II 2016 III 2016
69.44%74.79% 74.47%
66.44%
29.97% 23.22% 22.35%29.44%
0.59% 1.99% 3.18% 4.12%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
II 2015 I 2016 II 2016 III 2016
Modal Kerja Investasi Konsumsi
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
I II III IV I II III
2015 2016
g Modal Kerja (sb.kanan) g Investasi (sb.kanan) NPL Modal Kerja NPL Investasi
yoy
39
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
memburuk yang tercermin pada kenaikan
tingkat NPL investasi dari 1,90% pada
triwulan II 2016 menjadi 6,78% pada
triwulan III 2016.
Dari sisi DPK, seluruh komponen mengalami
penurunan kinerja terutama pada
komponen giro. Pada triwulan III 2016
tercatat pertumbuhan giro kembali
mengalami kontraksi sebesar 5,27% (yoy),
meskipun tidak sedalam kontraksi triwulan
sebelumnya yang mencapai 6,59% (yoy).
Komponen deposito mengalami kontraksi
sebesar 6,39% (yoy). Sementara, komponen
tabungan masih tumbuh sebesar 35,44%
(yoy), namun relatif melambat jika
dibandingkan pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang mencapai 75,48% (yoy).
Sumber Kerentanan
Melihat perkembangan kinerja korporasi dan
kondisi terkini, asesmen menilai setidaknya
terdapat dua faktor yang berpotensi
mempengaruhi kerentanan sektor
Korporasi, yaitu realisasi penyerapan
anggaran belanja pemerintah yang belum
optimal, khususnya yang terkait pelaksanaan
pembangunan proyek dan harga komoditas
utama pertambangan yang cenderung
mengalami perlambatan.
Berdasarkan asesmen yang dilakukan dalam
bab II, terlihat bahwa realisasi penyerapan
anggaran belanja pemerintah relatif belum
optimal. Kondisi tersebut diperkuat oleh
hasil liaison, dimana contact liaison
menyatakan bahwa terdapat beberapa hasil
lelang yang anggarannya belum diproses.
Hal tersebut menyebabkan perusahaan
pemenang lelang harus mencari sumber
pendanaan lain untuk membiayai pekerjaan
proyek yang salah satunya adalah melalui
kredit perbankan. Kenaikan kredit
Konstruksi dan kredit investasi memperkuat
kondisi tersebut.
Dari sisi komoditas utama, harga produk
pertambangan di pasar global belum
menunjukkan perbaikan yang signifikan.
Sumber : LBU, diolah
Grafik 4.14 Pangsa dan Pertumbuhan DPK Korporasi
Sumber : World Bank, diolah
Grafik 4.15 Harga Komoditas Tembaga
Sumber: World Bank, diolah
Grafik 4.16 Harga Komoditas Emas
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Giro (sb.kanan) Tabungan (sb.kanan) Deposito (sb.kanan)
g Giro g Tabungan g Deposito
yoy Pangsa
-30%
-25%
-20%
-15%
-10%
-5%
0%
4200
4300
4400
4500
4600
4700
4800
4900
5000
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2016
Tembaga g Tembaga
USD/metric ton yoy
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2016
Emas g Emas
USD/troy oz yoy
40
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Mengingat besarnya dominasi pangsa sektor
Tambang dalam perekonomian Papua yang
mencapai kisaran 40%, maka
perkembangan harga komoditas berpotensi
memberikan pengaruh dalam perekonomian
Papua. Tercatat harga tembaga di akhir
triwulan III 2016 masih mengalami kontraksi
sebesar 20,42% (yoy), lebih dalam posisi
akhir triwulan II 2016 yang juga mengalami
kontraksi sebesar 20,42% (yoy). Sementara
harga emas pada akhir triwulan III 2016
mengalami perlambatan sebesar 8,03%
(yoy) relatif lebih tinggi dari triwulan II 2016
yang mencapai 8,03% (yoy). Batas ijin
eksport komoditas tambang yang berakhir
pada Januari 2017 diperkirakan berpotensi
memberikan pengaruh dalam kinerja sector
tambang meskipun produksi tambang pada
triwulan III 2016 kembali normal pasca
perbaikan mesin produksi salah satu
perusahaan tambang dominan di Papua.
4.1.2 Ketahanan
Sektor Rumah Tangga
Kondisi Sektor RT
Kinerja sektor Rumah Tangga pada triwulan
III 2016 masih terjaga dengan positif
meskipun cenderung melambat. Kondisi
tersebut tercermin dari pertumbuhan
ekonomi Papua dari sisi Penggunaan,
dimana komponen konsumsi swasta pada
triwulan laporan tumbuh sebesar 6,17%
(yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya
yang mencapai 6,54% (yoy) (lihat Bab I).
Kondisi tersebut diperkuat oleh hasil Survei
Konsumen (SK), dimana indeks keyakinan
konsumen (IKK) dan indeks kondisi ekonomi
saat ini (IEK) mengalami penurunan namun
masih berada di level optimis (indeks > 100).
Tercatat kedua indeks tersebut pada
triwulan laporan masing-masing mencapai
level 115,2 dan 105,7. Secara lebih
mendalam, dapat diketahui bahwa indeks
penghasilan menjadi komponen penopang
optimisme masyarakat, seiring masih
tingginya angka indeks pada triwulan III
Sumber : Survei Konsumen, diolah
Grafik 4.17 Hasil Survei Konsumen (SK)
Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 4.18 Kondisi Ekonomi Saat ini
100
105
110
115
120
125
130
135
I II III IV I II III
2015 2016
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN ( IKK )
INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI ( IKE )
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
I II III IV I II III
2015 2016
Indeks Penghasilan Konsumen
Indeks Ketersediaan lapangan kerja
Indeks Konsumsi barang-barang kebutuhan tahan lama
Optimis
Pesimis
Indeks
41
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
2016 yang berada di level 142,3, jauh lebih
tinggi dibandingkan batas optimisme (100).
Namun demikian, indeks ketersediaan
lapangan kerja dan konsumsi barang tahan
lama berada di level pesimis dan cenderung
turun, masing-masing mencapai 83,1 dan
91,6.
Dari sisi pengeluaran, hasil SK menunjukkan
bahwa tingkat konsumsi masyarakat relatif
mengalami kenaikan. Secara lebih
mendalam dapat diketahui bahwa dalam
satu tahun terakhir tidak terjadi perubahan
struktur alokasi penggunaan penghasilan
yang signifikan. Alokasi penghasilan untuk
konsumsi masih mendominasi dengan
pangsa lebih dari 50%, kemudian 20% dari
penghasilan tersebut dialokasikan untuk
tabungan dan sisanya digunakan untuk
pembayaran cicilan pinjaman. Kondisi
tersebut mengindikasikan bahwa daya beli
dan tingkat konsumsi rumah tangga di
Papua masih relatif terjaga.
Kondisi keuangan
Optimisme penghasilan rumah tangga
memberikan pengaruh positif dalam
pengelolaan keuangan, dimana pada
triwulan III 2016 tercatat 43,8% responden
SK memiliki tabungan senilai satu bulan
pendapatan. Selain itu, 40% responden
memiliki nilai tabungan sebesar 3 hingga 6
bulan pendapatan. Lebih lanjut, apabila
dibandingkan dengan nilai pengeluaran,
40% dari responden memiliki tabungan.
Angka persentase terbesar berada pada
responden dengan tingkat pengeluaran
rendah (Rp1-2 juta), dimana 20,7% dari
responden mengalokasikan 0-10% dari
pengeluarannya untuk tabungan.
Sementara untuk responden dengan tingkat
pengeluaran menengah (Rp2,1-4 juta),
persentase nilai tabungan relatif tersebar
mulai dari di bawah 10% hingga di atas
30%. Pada responden dengan pengeluaran
tinggi (di atas Rp4,1 juta), tercatat 2,7%
responden mengalokasikan nilai tabungan di
bawah 10% dari pengeluaran. Pada
Sumber : Survei Konsumen, diolah
Grafik 4.19 Alokasi Penggunaan Penghasilan
Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 4.20 Pangsa Responden berdasarkan Nilai
Tabungan
Tabel 4.1 Komposisi Tabungan terhadap Pengeluaran
Sumber: Survei Konsumen, diolah
145
150
155
160
165
170
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III
2015 2016
Tabungan Cicilan pinjaman Konsumsi Pengeluaran saat ini dibandingkan 3 bln yang lalu (sb.kanan)
Pangsa Indeks
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II
2015 2016
Sd 1 bln pendapatan 1 - 3 bln pendapatan 3 - 6 bln pendapatan
6 - 12 bln pendapatan > 1 tahun pendapatan
0-1
0%
10%
-20%
20%
-30%
>30% Tidak Bisa
Menabung
Rp1 - 2 jt 20.7% 3.3% 2.7% 9.3% 0.0%
Rp2,1 - 3 jt 13.3% 11.3% 10.7% 6.7% 0.0%
Rp3,1 - 4 jt 3.3% 2.7% 5.3% 4.7% 0.0%
Rp4,1 - 5 jt 2.7% 0.0% 1.3% 0.0% 0.0%
>Rp5 jt 0.0% 0.7% 0.0% 1.3% 0.0%
Total 40.0% 18.0% 20.0% 22.0% 0.0%
III-2016
Pengeluaran/
bln
Tabungan
42
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
kelompok ini secara total tercatat 2,6%
responden dengan alokasi nilai tabungan di
atas 20% dari pengeluaran.
Kondisi tersebut juga didukung oleh
kepatuhan rumah tangga dalam melakukan
pembayaran cicilan, dimana 67% responden
tidak pernah terlambat memenuhi
kewajiban pembayaran cicilan.
Dilihat dari perilaku berutang, tercatat 82%
dari responden memiliki debt to service ratio
(DSR)6 di bawah 10%. Berdasarkan tingkat
pengerluarannya, persentase DSR pada
responden dengan tingkat pengeluaran
rendah (Rp1-2 juta) mayoritas (32%) di
bawah 10% dari pengeluaran. Demikian
juga halnya dengan responden pengeluaran
menengah (Rp2,1-4 juta) dan pengeluaran
tinggi (di atas Rp4,1 juta), yang secara total,
tercatat 49% dari responden yang memiliki
DSR di bawah 10%. Sementara terdapat 6%
dari total responden yang memiliki DSR di
atas 20% dari pengeluaran, dimana
mayoritas berada pada kelompok
pengeluaran menengah. Dari kondisi
tersebut, asesmen menilai bahwa kondisi
keuangan rumah tangga secara umum
masih relatif baik.
Kondisi tersebut juga diperkuat dari rasio
pendapatan per bulan untuk kebutuhan
rumah tangga dan cicilan, yang merupakan
proxy DSR, dimana pada akhir triwulan III
2016 (posisi September 2016) masih berada
di level yang relatif baik dengan angka
indeks mencapai 131. Angka tersebut
mengindikasikan bahwa jumlah pendapatan
masih jauh lebih besar dibandingkan
konsumsi rutin dan kewajiban RT untuk
membayar hutang.
6 DSR adalah rasio Antara kewajiban pembayaran
hutang (bunga dan cicilan) terhadap pendapatan. Jika DSR semakin besar, maka beban hutang semakin tinggi.
Sumber : Survei Konsumen, diolah
Grafik 4.21 Kepatuhan Rumah Tangga dalam Melakukan
Pembayaran Cicilan
Tabel 4.2 Komposisi DSR terhadap Pengeluaran
Sumber: Survei Konsumen, diolah
Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 4.22 Rasio Pendapatan per Bulan untuk
Kebutuhan Rumah Tangga dan Cicilan
Tidak Pernah67%
Kadang-kadang
9%
Sering24%
0-1
0%
10%
-20%
20%
-30%
>30%
Rp1 - 2 jt 32.0% 3.3% 0.7% 0.0%
Rp2,1 - 3 jt 34.0% 5.3% 2.7% 0.0%
Rp3,1 - 4 jt 11.3% 3.3% 1.3% 0.0%
Rp4,1 - 5 jt 4.0% 0.0% 0.0% 0.0%
>Rp5 jt 0.7% 0.0% 0.7% 0.7%
Total 82.0% 12.0% 5.3% 0.7%
Pengeluaran/
bln
III-2016
Debt Service Ratio (DSR)
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Jan FebMarApr Mei Jun Jul Ags Sep OktNovDes Jan FebMarApr Mei Jun Jul Ags Sep
2015 2016
Indeks
43
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Eksposure Perbankan dalam Rumah
Tangga
Sejalan dengan kondisi keuangan rumah
tangga, perkembangan indikator perbankan
untuk rumah tangga, khususnya kredit,
menunjukkan kondisi yang relatif positif.
Tercatat penyaluran kredit perbankan pada
sektor rumah tangga pada triwulan III 2016
mengalami kenaikan sebesar 5,32% (yoy),
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang
mencapai 2,96% (yoy). Kualitas kredit juga
relatif masih terjaga pada level 3,65%,
berada di bawah batas ketentuan Bank
Indonesia sebesar 5%. Sementara DPK
mengalami perlambatan, dimana
pertumbuhannya pada triwulan ini mencapai
11,44% (yoy), lebih rendah dari triwulan
sebelumnya yang mencapai 17,63% (yoy).
Secara lebih mendalam terlihat bahwa
penyaluran kredit di Papua didominasi sektor
rumah tangga, tercermin dari pangsa kredit
perseorangan yang mencapai 75,71%.
Mayoritas kredit rumah tangga dialokasikan
pada kredit multiguna (63,98%) dan KPR
(19,22%), dimana pada triwulan III 2016,
kredit multiguna tumbuh mencapai 69,12%
(yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2016 yang
mencapai 1,08% (yoy). Sementara KPR
tumbuh 13,44% (yoy), lebih rendah dari
triwulan sebelumnya (15,81%, yoy). Kondisi
tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan
relaksasi Loan to Value (LTV) dan Financing
to Value (FTV)7 untuk pembiayaan properti,
sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016
tanggal 29 Agustus 2016, relatif belum
berdampak di Papua. sebagai informasi,
kebijakan tersebut mengatur jumlah uang
muka (down payment) yang harus
dibayarkan oleh nasabah untuk pembelian
rumah turun menjadi rata-rata 15 % dari
semula 20% sesuai dengan tipe dan jenis
7 Rasio Loan to Value dan Financing to Value adalah
angka rasio antara nilai Kredit/Pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan berupa Properti pada saat pemberian Kredit /Pembiayaan berdasarkan harga penilaian terakhir.
Sumber : LBU, diolah
Grafik 4.23 Indikator Kinerja Perbankan Rumah Tangga
Sumber: LBU, diolah
Grafik 4.24 Pangsa Kredit Rumah Tangga
Sumber: LBU, diolah
Grafik 4.25 Pangsa Komponen Kredit Rumah Tangga
Sumber: LBU, diolah
Grafik 4.26 Pertumbuhan Komponen Kredit Rumah
Tangga
0%
1%
2%
3%
4%
5%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
20%
I II III IV I II III
2015 2016
DPK Kredit NPL (sb.kanan)
yoy NPL
Perseorangan75.71%
Non Perseorangan
24.29%
18.06% 18.82% 19.22%
65.14% 64.83% 63.98%
14.94% 14.44% 14.84%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I 2016 II 2016 III 2016
KPR KKB Perlengkapan RT. Multiguna Lainnya
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
I II III IV I II III
2015 2016
RT. Total KPR KKB Perlengkapan RT. Multiguna Lainnya
yoy
44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
rumah yang diambil. Pertumbuhan yang
signifikan juga terjadi pada kredit
perlengkapan yang mencapai 191,53%
(yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang mencapai 31,14% (yoy).
Kualitas penyaluran kredit di sektor rumah
tangga secara umum terjaga dengan baik,
tercermin dari tingkat NPL seluruh
komponen kredit rumah tangga yang berada
dibawah batas ketentuan Bank Indonesia
(5%). Namun demikian, tingkat NPL di KPR
perlu mendapat perhatian karena berada
jauh lebih tinggi dibanding komponen
lainnya. Tercatat NPL KPR pada triwulan III
2016 mencapai 3,71%, lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya yang mencapai 3,27%.
Di sisi penghimpunan dana, DPK perbankan
di Papua didominasi oleh sektor rumah
tangga, tercermin dari pangsa DPK
perseorangan yang mencapai 59,73%.
Berdasarkan komponennya, sektor rumah
tangga cenderung menempatkan dananya
dalam bentuk tabungan dan deposito
dengan pangsa mencapai 92,72% dan
59,51%. Dari kedua komponen DPK yang
dominan tersebut, pertumbuhan yang positif
terutama terlihat pada deposito yang
mencapai 2,29% (yoy) di triwulan III 2016,
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang
mengalami kontraksi sebesar 0,72% (yoy).
Sementara di sisi lain, tabungan dan giro
pada triwulan ini tumbuh sebesar 17,23%
(yoy) dan 0,96% (yoy), mengalami
perlambatan dibanding triwulan sebelumnya
sebesar yang tumbuh 23,29% dan 38,40%
(yoy). Asesmen menilai bahwa sektor rumah
tangga cenderung memilih layanan
perbankan yang relatif likuid, seiring
peningkatan konsumsi selama pelaksanaan
lebaran.
Sumber : LBU, diolah
Grafik 4.27 NPL Kredit Rumah Tangga
Sumber: LBU, diolah
Grafik 4.28 Pangsa DPK Rumah Tangga
Sumber: LBU, diolah
Grafik 4.29 Pangsa Komponen DPK Rumah Tangga
Sumber: LBU, diolah
Grafik 4.30 Pertumbuhan Komponen DPK Rumah
Tangga
-0.5%
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
3.0%
3.5%
4.0%
I II III IV I II III
2015 2016
RT. Total KPR KKB Perlengkapan RT. Multiguna Lainnya
Perseorangan59.73%
Non Perseorangan
40.27%
17.63% 18.34% 18.69%
94.08% 94.54% 92.72%
69.53%65.27%
59.51%
82.37% 81.66% 81.31%
5.92% 5.46% 7.28%
30.47%34.73%
40.49%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I 2016 II 2016 III 2016 I 2016 II 2016 III 2016 I 2016 II 2016 III 2016
Giro Tabungan Deposito
Perseorangan Non Perseorangan
0%
1%
2%
3%
4%
5%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
20%
I II III IV I II III
2015 2016
DPK Kredit NPL (sb.kanan)
yoy NPL
45
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Sumber Kerentanan
Meskipun secara umum kinerja sektor RT
masih positif, namun asesmen menilai
setidaknya terdapat dua faktor yang
berpotensi mempengaruhi kerentanan
sektor RT, yaitu tingginya NPL di kredit
kepemilikan rumah (KPR) dan ekspektasi
masyarakat terhadap kondisi perekonomian
ke depan.
Meskipun pertumbuhan KPR di Papua pada
triwulan III 2016 mengalami perlambatan
dan belum menunjukkan adanya pengaruh
dari ketentuan baru yang mengatur jumlah
uang muka (down payment) pembelian
rumah, namun ke depan perlu diwaspadai
potensi kenaikan NPL dari sisi KPR,
mengingat saat ini tingkat NPL KPR berada di
atas jenis kredit lainnya.
Dari sisi ekspektasi, hasil Survei Konsumen
(SK) Bank Indonesia menunjukkan bahwa
persepsi masyarakat terhadap ketersediaan
lapangan kerja mengalami penurunan.
Kondisi tersebut berpotensi memberikan
pengaruh terhadap pendapatan dan
kemampuan masyarakat dalam memenuhi
kewajiban finansial. Namun demikian, secara
umum indeks Penghasilan dan indeks
Kegiatan Usaha ke depan relatif meningkat
dan diharapkan dapat menjadi buffer dan
penopang perekonomian rumah tangga.
Sumber: Survei Konsumen, diolah
Grafik 4.31 Ekspektasi Masyarakat
90
100
110
120
130
140
150
160
Jan FebMar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan FebMar Apr Mei Jun Jul Ags Sep
2015 2016INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN ( IEK ) Indeks Penghasilan Konsumen
Indeks Ketersediaan lapangan kerja Indeks Kegiatan Usaha
46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
4.1.3 Akses Keuangan UMKM
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
merupakan salah satu pilar pendukung
pembangunan yang menyerap tenaga kerja
dalam jumlah cukup banyak. UMKM telah
membuktikan diri sebagai kelompok pelaku
usaha yang tahan terhadap krisis ekonomi
sehingga perlu terus ditingkatkan
perkembangannya. Untuk meningkatkan
kinerja usaha, UMKM sangat membutuhkan
dukungan pembiayaan dari perbankan
maupun lembaga pembiayaan lainnya.
Pertumbuhan kredit perbankan diharapkan
dapat terus ditingkatkan.
Penyaluran kredit kepada sektor UMKM di
Papua secara nilai total mayoritas
didistribusikan kepada kelompok usaha
Menengah. Total posisi penyaluran kepada
UMKM oleh perbankan di Papua pada
triwulan laporan mencapai Rp8,5 triliun.
Dibandingkan triwulan III 2015,
pertumbuhan kredit UMKM triwulan laporan
mengalami pertumbuhan sebesar 15,56%.
Risiko kredit UMKM pada triwulan III 2016
belum mengalami perbaikan, tercermin dari
NPL yang naik. NPL UMKM berada di kisaran
6,1% dari total kredit yang disalurkan, lebih
tinggi dibandingkan batas aman yang
ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%. Hal
yang perlu mendapat perhatian adalah
tingginya NPL kredit UMKM di sektor
Konstruksi yang mencapai 12%.
Berdasarkan jumlah rekening, penyaluran
kredit UMKM yang ditujukan untuk modal
kerja lebih banyak dibandingkan untuk
investasi. Total rekening kredit UMKM pada
triwulan III 2016 mencapai 82ribu rekening.
Bank Indonesia dan pemerintah terus
mendorong meningkatnya penyaluran kredit
kepada UMKM. Dalam rangka mendorong
penyaluran kredit produktif khususnya
kepada UMKM, Bank Indonesia telah
mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia
No.14/22/PBI/2012 yang mengharuskan
perbankan untuk menyalurkan minimal 20%
Grafik 4.32 Pertumbuhan Kredit UMKM
Grafik 4.33 NPL Kredit UMKM
Grafik 4.34 Jumlah Rekening Kredit UMKM
0
2
4
6
8
10
12
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Modal Kerja
Investasi
NPL Modal Kerja (sisi kanan)
NPL Investasi (sisi kanan)
Rp miliar %
sumber: Laporan Bank
0
2
4
6
8
10
12
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Modal Kerja
Investasi
NPL Modal Kerja (sisi kanan)
NPL Investasi (sisi kanan)
Rp miliar %
sumber: Laporan Bank
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Rekening Kredit Modal KerjaRekening Kredit Investasig Rekening Kredit Modal Kerja (sisi kanan)g Rekening Kredit Investasi (sisi kanan)
Rp miliar %, yoy
sumber: Laporan Bank
47
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
dari total kreditnya ke sektor UMKM di
tahun 2018. Tahapan implementasi
ketentuan tersebut telah dimulai sejak tahun
2013 dimana Bank wajib memenuhi target
penyaluran kredit kepada UMKM
sebagaimana yang tertuang dalam Rencana
Bisnis masing-masing bank. Secara total,
perbankan di Papua telah melebihi batas
minimal penyaluran kredit UMKM yang pada
triwulan laporan telah mencapai 36%.
48
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH erkembangan transaksi Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) di Papua pada
triwulan III 2016 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, baik secara volume
dan nominal. Transaksi melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-
RTGS) pada triwulan laporan tercatat meningkat dibandingkan triwulan lalu. Sementara
itu, dalam pengelolaan uang rupiah, selama triwulan III 2016 terjadi net-outlow sebesar
Rp449 miliar yang dipengaruhi tingginya kebutuhan uang tunai di masyarakat.
5.1 Sistem Pembayaran
Dengan telah diimplementasikan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Generasi II8, perkembangan transaksi non
tunai di Papua cenderung naik. Seiring
peningkatan kualitas layanan pada SKNBI
Generasi II, masyarakat terlihat lebih memilih
menggunakan transaksi non tunai melalui
SKNBI. Pada triwulan III 2016, terjadi
penurunan baik secara volume maupun nilai
transaksi yang dilakukan melalui SKNBI
dengan nilai yang ditransaksikan melalui
SKNBI mencapai Rp3,41 triliun dengan
volume 78.073 warkat. Jumlah tersebut
mengalami penurunan dibanding triwulan
sebelumnya yang mencatatkan nilai sebesar
Rp4,53 triliun dengan volume 84.341
warkat.
Sementara untuk transaksi yang dilakukan
melalui Bank Indonesia Real Time Gross
Settlemen (BI-RTGS) Generasi II9 di Papua
pada triwulan III 2016 mengalami kenaikan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah
nilai yang ditransaksikan melalui BI-RTGS
selama triwulan laporan mencapai Rp1,14
triliun, meningkat dibandingkan triwulan
8 SKNBI Generasi II merupakan penyempurnaan dari
SKNBI, terutama pada hal keamanan, kecepatan, fitur layanan, perlindungan konsumen, dan biaya transaksi yang murah. 9 Dalam RTGS Generasi II terdapat peningkatan efisiensi, kapasitas, kecepatan, dan dapat melayani multy currency.
P
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI Sumber : Bank Indonesia
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Nominal
Volume (sisi kanan)
Rp juta lembar warkat
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi BI-RTGS
Sumber : Bank Indonesia
-
100
200
300
400
500
600
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep
2016
Nominal
(Rp…
Rp miliar lembar warkat
49
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
sebelumnya yang sebesar Rp 1,09 triliun.
Volume transaksi yang terjadi di triwulan III
2016 sebanyak 1.349 transaksi.
Dibandingkan dengan SKNBI, jumlah
transaksi RTGS lebih sedikit namun dengan
nominal transaksi rata-rata yang jauh lebih
tinggi.
Peningkatan transaksi yang dilakukan
melalui BI-RTGS selain dikarenakan
meningkatnya perekonomian dan
kebutuhan pembayaran melalui non tunai,
juga disebabkan kebijakan Bank Indonesia
yang telah menurunkan batas minimal dari
sebelumnya Rp500 juta keatas menjadi
Rp100 juta keatas. Dengan demikian,
masyarakat lebih dapat memilih jenis
layanan pengiriman uang antarbank sesuai
dengan kebutuhan.
5.2 Pengelolaan Uang Rupiah
Aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan
Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Papua
menunjukkan posisi net outflow pada
triwulan III 2016 sebesar Rp449 miliar. Hal
tersebut sejalan dengan pola historis pada
periode laporan. Posisi net outflow tersebut
menggambarkan keluarnya uang dari sistem
perbankan pada triwulan III 2016. Pola
seperti ini merupakan siklus tahunan dimana
pada triwulan III lebih banyak uang yang
keluar dari sistem perbankan daripada uang
yang masuk. Hal ini dikarenakan
peningkatan peredaran uang di masyarakat
yang tinggi, terutama yang dipakai untuk
pembayaran proyek pemerintah dan
bantuan-bantuan sosial ke masyarakat.
Sementara itu, jumlah Uang Tidak Layak
Edar (UTLE) yang dimusnahkan di KPw BI
Provinsi Papua pada triwulan laporan sebesar
Rp141,9 miliar, menurun 45,9%
dibandingkan triwulan yang sama pada
tahun lalu yang mencapai Rp262,6 miliar.
(yoy). Hal ini selain disebabkan sedikitnya
UTLE yang masuk ke KPw BI Provinsi Papua.
Pemusnahan UTLE tersebut merupakan
bagian dari upaya Bank Indonesia untuk
Grafik 5.3 Aliran Uang Kartal melalui
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua
Sumber : KPw BI Prov Papua
(8.000)
(6.000)
(4.000)
(2.000)
-
2.000
4.000
6.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015 2016
Outflow
Inflow
Netflow
Rp miliar
Grafik 5.4 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar di
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016
Pemusnahan UTLERp miliar
Sumber : KPw BI Prov Papua
50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
memenuhi kebutuhan uang layak edar di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. UTLE tersebut berasal dari
setoran perbankan serta langkah proaktif
Kantor Perwakilan Bank Indonesia dalam
melakukan kas keliling layanan penukaran
rupiah. Kegiatan kas keliling yang dilakukan
oleh KPw BI Provinsi Papua terdiri dari kas
keliling yang rutin diadakan 2 kali seminggu
di 4 tempat di Kota Jayapura, serta kas
keliling yang dilakukan di hampir seluruh
kabupaten di Provinsi Papua. Kegiatan kas
keliling juga mencapai daerah terpencil dan
daerah yang batasan langsung dengan
negara tetangga.
51
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
6 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
eskipun perekonomian Papua mengalami pertumbuhan posotif yang signifikan
pada triwulan III 2016, namun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tercatat
meningkat pada triwulan berjalan. Hal tersebut ditunjukkan dengan naiknya
TPT dari 2,97% pada Februari 2016 menjadi 3,35% pada Agustus 2016. Sementara itu,
Nilai Tukar Petani (NTP) Papua masih mencatatkan angka defisit sampai akhir triwulan II
2016 (96,17). Nilai tersebut mengindikasikan kenaikan indeks pendapatan petani belum
dapat mengimbangi kenaikan indeks biaya yang harus dibayar. Sejalan dengan TPT yang
mengalami kenaikan, angka kemiskinan di Papua mempunyai tren kenaikan dalam dua
tahun terakhir.
6.1 Ketenagakerjaan
Tidak terdapat perubahan signifikan secara
komposisi penyerapan tenaga kerja, pada
triwulan III 2016. Mayoritas penduduk Papua
nian, Perkebunan,
(65,8%). Kemudian, sebagian besar lainnya
di bidang pemerintahan.
Dalam satu tahun terakhir, Penyerapan
Perkebunan, Kehutanan, Perburuan, dan
Sementara penyerapan tenaga kerja di
sosial, dan
mengalami peningkatan dibandingkan
periode sebelumnya. Hal ini menunjukkan
terjadinya peralihan pekerjaan dari sektor
M
Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama
sumber: BPS, diolah
Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb Ags
Penduduk Usia 15+ (ribu orang) 2.057 2.073 2.097 2.129 2.157 2.189 2.213 2.245
Angkatan Kerja (ribu orang) 1.645 1.610 1.689 1.675 1.710 1.742 1.743 1.722
Bekerja (ribu orang) 1.598 1.560 1.630 1.617 1.646 1.672 1.691 1.664
Penganggur (ribu orang) 47 51 59 58 64 69 52 58
Bukan Angkatan Kerja (ribu Orang) 412 462 408 454 447 447 470 523
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 79,98 77,70 80,54 78,67 79,26 79,57 78,77 74,13
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2,86 3,15 3,48 3,44 3,72 3,99 2,97 3,35
201620152013 2014Uraian
Grafik 6.1 Penduduk yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
Feb Agu Feb Agu Feb Agu
2014 2015 2016
LainnyaJasa kemasyarakatan, sosial dan peroranganPerdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasiIndustriPertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, perikanan
ribu orang
sumber: BPS, diolah
Grafik 6.2 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (yoy)
-100
-50
0
50
100
150
200
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
Feb Agu Feb Agu Feb Agu
2014 2015 2016
Pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, perikanan
Perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi
Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan
Lainnya
Industri [skala kanan]
sumber: BPS, diolah
% %
52
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Secara umum, kinerja pertumbuhan
penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor
pekerjaan utama membaik pada triwulan III
2016, Pertanian, Perkebunan,
.
Penyerapan tenaga kerja pada sektor
tersebut mengalami penurunan 11,4%(yoy).
Penurunan di sektor ini dapat diartikan
adanya tenaga kerja di yang pindah ke
sektor lain, atau dapat mengindikasikan
adanya pengurangan tenaga kerja.
Selanjutnya, dari sisi pengangguran, secara
nasional tingkat pengangguran terbuka di
Papua masih relatif rendah (Papua 3,35%,
sementara Nasional 5,61%). Angka ini
sedikit meningkat dibandingkan periode
sebelumnya yang hanya 2,97%. Walaupun
demikian, 78,4% penduduk yang bekerja
hanya bekerja di sektor informal. Apabila
dirinci kembali, dari 78,4% penduduk yang
bekerja di sektor informal tersebut, 32,0%
merupakan Pekerja Keluarga / Tak Dibayar.
Selain itu, 39,0% dari tenaga kerja yang
bekerja bukanlah pekerja penuh waktu
(tidak full time workers).
Perkembangan yang perlu dicermati adalah
bahwa tingkat pengangguran angkatan
kerja yang berpendidikan sekolah menengah
kejuruan meningkat signifikan pada periode
ini. Pada periode sebelumnya tingkat
pengangguran angkatan kerja yang
berpendidikan sekolah menengah kejuruan
hanya 9,93% dan meningkat menjadi
16,41% pada periode laporan. Hal ini dapat
menjadi inidikasi dua hal, yaitu keahlian
lulusan SMK yang tidak sesuai dengan
kebutuhan tenaga kerja di Papua, atau
menurunnya pertumbuhan ekonomi pada
semester I 2016 telah berdampak pada
penyerapan tenaga kerja utamanya dari
lulusan SMK. Perkembangan lain yang perlu
diperhatikan juga adalah kenaikan tingkat
pengangguran angkatan kerja yang
berpendidikan diploma, dari sebelumnya
Grafik 6.3 Penduduk yang Bekerja Menurut
Status Pekerjaan Utama
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
Feb Agu Feb Agu Feb Agu
2014 2015 2016
Informal
Formal
ribu orang
sumber: BPS, diolah
Grafik 6.4 Penduduk yang Bekerja Menurut
Jumlah Jam Kerja
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
Feb Agu Feb Agu Feb Agu
2014 2015 2016
Penuh WaktuTidak Penuh Waktu
ribu orang
sumber: BPS, diolah
Grafik 6.5 Tingkat Pengangguran Terbuka
Menurut Tingkat Pendidikan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Feb Agu Feb Agu Feb Agu
2014 2015 2016
SD ke Bawah Sekolah Menengah PertamaSekolah Menengah Atas Sekolah Menengah KejuruanDiploma I/II/III UniversitasTPT Papua
%
sumber: BPS, diolah
Grafik 6.6 Perkembangan Nilai Tukar Petani
80
85
90
95
100
105
110
115
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2014 2015 2016
NTP Papua
NTP Tanaman Pangan
NTP Perikanan Tangkap
Nilai 100
sumber: BPS, diolah
53
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
2,69% menjadi 7,04% pada triwulan III
2016. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
perlambatan laju pertumbuhan ekonomi
mempersulit angkatan kerja memperoleh
pekerjaan.
6.2 Kesejahteraan
Sebesar 65,8% tenaga kerja di Papua
bekerja di sektor
Kehutanan, Perburuan dan P . Oleh
karena itu, perkembangan dari kinerja
lapangan usaha kategori ini memiliki
keterkaitan yang sangat erat dengan
kesejahteraan masyarakat Papua.
BPS merilis Nilai Tukar Petani (NTP) yang
dirilis setiap bulan dan dapat menjadi
indikator bagi tingkat kesejahteraan petani
dan nelayan. NTP disusun dengan
membandingkan sisi pendapatan dan sisi
pengeluaran petani. Jika pendapatan petani
tumbuh lebih tinggi dari pengeluarannya,
maka nilai NTP akan meningkat. Ringkasnya,
seiring semakin tinggi NTP maka semakin
sejahtera petani.
Publikasi terakhir tercatat menunjukkan
bahwa tingkat NTP Papua terlihat
mengalami penurunan bila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Pelemahan
laporan menjadikan kesejahteraan para
petani menurun. NTP triwulan III 2016 turun
menjadi 96,17 pada triwulan dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 97,13. Data yang
ada masih menunjukkan bahwa petani
mengalami defisit. Artinya, jika
dibandingkan dengan tahun acuan (2012),
maka terlihat bahwa tingkat kesejahteraan
petani di Papua cenderung lebih buruk.
Dibandingkan dengan nasional, NTP Papua
secara persisten masih lebih rendah dari NTP
Nasional.
Terkait dengan tingkat kemiskinan, rilis BPS
dalam dua tahun terakhir menunjukkan
kecenderungan adanya kenaikan penduduk
miskin. Angka kemiskinan pada rilis BPS
Grafik 6.8 Jumlah Penduduk Miskin
25
26
27
28
29
30
31
32
800
820
840
860
880
900
920
940
960
980
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2013 2014 2015 2016
Jumlah Penduduk Miskin
Persentase Penduduk Miskin [skala kanan]
sumber: BPS, diolah
ribu jiwa %
Grafik 6.7 Perbandingan NTP Papua dengan
NTP Nasional
92
94
96
98
100
102
104
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2015 2016
NTP NasionalNTP PapuaNilai 100
sumber: BPS, diolah
Grafik 6.9 Perkembangan Indeks Kedalaman dan
Indeks Keparahan Kemiskinan
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
0123456789
10
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2013 2014 2015 2016
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) [skala kanan]
sumber: BPS , diolah
54
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
bulan Maret 2016 menunjukkan 28,54%
penduduk Papua masih dibawah garis
kemiskinan, jauh diatas angka kemiskinan
nasional yang sebesar 10,83%. Angka ini
sedikit meningkat dibandingkan rilis BPS
bulan September yang sebesar 28,4.
Kesenjangan antara pengeluaran rata-rata
penduduk miskin dengan Garis Kemiskinan
(GK) yang ditunjukkan oleh Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) juga meningkat.
Sementara itu, ketimpangan kesejahtaraan
di antara kelompok penduduk miskin (P2)
mengalami penurunan.
Grafik 6.10 Perkembangan Garis Kemiskinan
di Provinsi Papua
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2013 2014 2015 2016
GK Nonmakanan
GK Makanan
sumber: BPS , diolah
55
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
7 PROSPEK
PEREKONOMIAN DAERAH
sesmen Bank Indonesia pada periode laporan memproyeksikan pertumbuhan
ekonomi Papua pada triwulan I 2017 berada dikisaran 9,3%-9,7% (yoy) dengan
kecenderungan bias bawah. Meskipun produksi tambang diasumsikan kembali
normal pasca kerusakan mesin produksi yang terjadi di pelaku tambang dominan di Papua
pada semester I 2016, namun izin ekspor yang akan berakhir pada Januari 2017
berpotensi mempengaruhi kinerja pertambangan. Dengan kondisi tersebut, maka
pertumbuhan ekonomi Papua untuk keseluruhan 2017 diperkirakan berada dikisaran
6,1%-6,5% (yoy) dengan kecenderungan bias atas.
Dari sisi harga agregat, asesmen pada memperkirakan inflasi pada triwulan I 2017 akan
berada pada interval 4,6 5,1% (yoy) dengan kecenderungan bias atas. Kebijakan BBM
satu harga diperkirakan dapat menjadi peredam tekanan inflasi ke depan. Sementara itu
di sisi lain, penyesuaian tarif cukai rokok, UMP dan kondisi cuaca menjadi beberapa faktor
yang berpotensi memicu kenaikan harga. Dengan kondisi tersebut, maka inflasi untuk
keseluruhan 2017 berada pada interval 4,0%-4,5% (yoy). Realisasi inflasi akan lebih
rendah jika Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dapat menjalankan peran secara
optimal dalam memitigasi risiko inflasi yang ada.
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Dari sisi lapangan usaha, kategori
pertambangan akan kembali menjadi mesin
utama pertumbuhan ekonomi Papua di
triwulan I 2017. Asesmen memperkirakan
terdapat dua faktor utama yang
mempengaruhi kinerja pertambangan yaitu
proses produksi yang kembali normal dan
izin ekspor. Hal tersebut tercermin dari
tingkat pertumbuhan sektor tambang pada
triwulan III 2016 yang mencapai 42,25%
(yoy).
Dari sisi penggunaan, kinerja komponen
Konsumsi pada triwulan I 2017 diperkirakan
masih terjaga positif yang terutama ditopang
oleh konsumsi Rumah Tangga. Hasil Survei
Konsumen BI memperkuat tendensi
tersebut, dimana indeks ekspektasi
konsumen dan perkiraan pengeluaran dalam
jangka pendek berada di level yang relatif
tinggi. Dari sisi konsumsi pemerintah,
penundaan pencairan DAU yang secara total
mencapai Rp519,8 miliar diperkirakan tidak
memberikan pengaruh signifikan dalam
A
Grafik 7.1 Ekspektasi Konsumen
100
110
120
130
140
150
160
170
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
Dec Jan
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
2015 2016
INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN ( IEK )
Perkiraan pengeluaran 3 bln mendatang dibandingkan saat ini
56 56
56
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
penyerapan belanja pemerintah dan
perekonomian secara keseluruhan. (lihat
boks bab II). Namun demikian, sesuai
dengan polanya, realisasi pembangunan
proyek pada triwulan I 2017 diperkirakan
belum optimal. Konsumi pemerintah untuk
keseluruhan 2017 diperkirakan relatif tinggi
seiring persiapan PON, pilkada dan
kelanjutan pelaksanaan berbagai proyek
strategis.
Dengan melihat kondisi tersebut, asesmen
memprediksi kinerja perekonomian Papua
pada triwulan I 2017 akan berada pada
rentang 9,3%-9,8% (yoy) dengan
kecenderungan bias bawah.
Untuk keseluruhan tahun 2017, kinerja
perekonomian Papua diperkirakan akan
dipengaruhi oleh izin ekspor pertambangan,
dimana sesuai Peraturan Menteri ESDM
nomor 1/2014 batas waktu izin ekspor
bahan mentah (raw material) berlaku hingga
awal Januari 2017. Apabila tidak terdapat
kendala berarti dalam proses perizinan
ekspor dan pengaruh kendala produksi
relatif minimal, maka target produksi
pertambangan pada keseluruhan 2017
dapat tercapai. Tercatat target produksi
salah satu pelaku usaha tambang dominan
di Papua untuk 2017 sebesar 1,45 miliar
pound untuk tembaga dan 2,75 juta ounce
untuk emas. Kondisi tersebut membuat
perekonomian Papua untuk keseluruhan
2017 diperkirakan mencapai kisaran 6,1%-
6,5% (yoy).
7.2 Prospek Inflasi
Dari sisi perkembangan harga, inflasi Papua
dalam jangka pendek di triwulan I 2017
diperkirakan masih relatif terkendali pada
rentang 4,6 5,1% (yoy) dengan
kecenderungan bias bawah.
Beberapa faktor yang menjadi pemicu inflasi
(up side risk) terutama berasal dari
ekspektasi masyarakat khususnya dalam
menghadapi siklus musiman Tahun Baru dan
Grafik 7.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Inflasi
100
110
120
130
140
150
160
170
180
Jan
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
Oct
No
v
Dec Jan
Feb
Mar
Ap
r
May Jun
Jul
Au
g
Sep
2015 2016
Perubahan harga sec.umum 3 bln mendatang dibandingkan saat ini
Perkiraan pengeluaran 3 bln mendatang dibandingkan saat ini
57 57
57
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
kondisi cuaca yang mempengaruhi produksi
dan distribusi bahan pangan. Hasil Survei
Konsumen BI memperkuat tendensi
terjadinya peningkatan tekanan inflasi,
dimana ekspektasi masyarakat terhadap
inflasi dan pengeluaran dalam jangka
pendek mengalami kenaikan. Selain itu,
anomali cuaca juga masih perlu diwaspadai.
Berdasarkan informasi BMKG, pada awal
2017, curah hujan di wilayah Papua
diperkirakan cukup tinggi dan berpotensi
memberikan pengaruh pada tinggi
gelombang laut dan kondisi penerbangan
yang selanjutnya berdampak pada
kelancaran distribusi komoditas ke Papua.
Sementara di wilayah sentra produksi
(wilayah jawa) curah hujan relatif normal,
sehingga produksi komoditas berpotensi
untuk terjaga. Selain itu, penyesuaian tarif
Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah
Minimum Kabupaten/Kota (UMK) serta tarif
cukai rokok juga berpotensi menambah
tekanan inflasi di awal tahun 2017.
Di sisi lain, kebijakan BBM satu harga yang
telah ditetapkan berpotensi menjadi salah
satu faktor peredam (down side risk) inflasi
di Papua. Kebijakan tersebut akan semakin
kuat pengaruhnya apabila jumlah
infrastruktur distribusi BBM di Papua
memadai. Sebagai informasi, di Kabupaten
Sarmi, salah satu kabupaten terdekat dari
ibukota provinsi yang dapat ditempuh
dengan transportasi darat, hanya memiliki 1
unit Agen Premium Minyak dan Solar
(APMS) dan tidak terdapat SPBU. Kondisi
tersebut menyebabkan waktu dan jumlah
pelayanan distribusi BBM kepada masyarakat
relatif terbatas. Berdasarkan data BPH Migas,
jumlah total penyalur BBM di Papua pada
2016 hanya sebanyak 146 penyalur,
sehingga apabila dibandingkan dengan luas
wilayah yang mencapai 319 ribu km2, jumlah
tersebut masih sangat kurang memadai.
Dengan mempertimbangkan kondisi
tersebut dan mengasumsikan bahwa
pergerakan harga komponen volatile foods
Sumber: BMKG
Grafik 7.3 Perkiraan Curah Hujan
58 58
58
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
masih berada di level yang moderat maka
inflasi Papua selama 2017 diperkirakan
berada direntang 4,0 4,5% (yoy) dengan
kecenderungan bias bawah.
Dalam upaya menjaga stabilitas inflasi, Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi
Papua berinisiasi untuk melakukan
kerjasama antar daerah dengan Jawa timur
dan Sulawesi Selatan. Selanjutnya agar
upaya tersebut dapat memberikan pengaruh
dan berdampak positif dalam
perekonomian, maka diperlukan komitmen
dari seluruh elemen dan instansi terkait
untuk melakukan tidaklanjut dari inisiasi
tersebut. Selain itu, prioritas pengendalian
inflasi juga perlu dilakukan terutama pada
komoditas yang memiliki sumbangan inflasi
dominan di Papua. Berdasarkan hasil
asesmen menunjukkan bahwa sejak Januari
2016 hingga Oktober 2016, komoditas
bawang merah telah 6 kali menjadi
penyumbang inflasi tertinggi, demikian juga
dengan ikan ekor kuning dan cabai rawit
yang memiliki rata-rata sumbangan inflasi
tertinggi.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 7.4 Kuadran Inflasi
Bawang Merah
Ekor Kuning
Tarif Listrik
Angkutan Udara
Nasi dengan Lauk
Cabai Merah
Cabai Rawit
Sewa Rumah
0.0
0.4
0.8
0 6 12
Frekuensi Inflasi dalam 1 tahun (kali)
Rat
a-r
ata
Sum
ban
gan
Infl
asi (
%, m
tm)
HIGH
LOWHIGH
Komoditas Lain
LAMPIRAN
TABEL-TABEL
60
Lampiran Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Regional Provinsi Papua
TABEL I. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI PAPUA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2010
(dalam miliar rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTOMENURUT PENGGUNAAN Total Total I II III IV Total I II III Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 47.326,6 50.742,6 12.922,9 13.099,7 13.525,2 14.043,1 53.590,8 13.641,7 13.956,8 14.359,5
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1.777,2 1.997,2 502,1 515,7 535,0 559,8 2.112,7 543,4 544,3 563,8
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 22.059,1 23.862,1 6.131,9 5.915,9 6.206,7 7.382,2 25.305,2 6.013,2 6.193,0 6.239,0
Pembentukan Modal Tetap Bruto 30.661,0 33.014,5 8.436,7 8.670,0 8.976,7 9.343,2 35.530,2 9.023,7 9.290,6 9.517,7
Perubahan Inventori 221,4 (183,5) (39,2) (49,6) (50,1) 17,6 132,6 (74,5) 188,8 (46,8)
Ekspor Luar Negeri 32.143,1 17.091,2 3.680,8 7.056,3 8.004,5 4.866,8 23.736,8 3.597,3 4.265,1 7.884,8
Impor Luar Negeri 5.451,8 11.190,9 1.886,6 2.070,9 2.490,2 2.430,3 8.943,3 1.874,4 2.745,4 2.162,9
Net Ekspor Antardaerah (12.308,0) 4.883,8 646,7 (534,4) (2.913,1) 943,2 (193,9) (1.127,8) 344,8 2.732,8
MENURUT KATEGORI LAPANGAN USAHA
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 13.661,8 14.453,2 3.622,4 3.793,3 3.869,2 4.104,2 15.425,2 3.771,9 3.989,2 3.906,5
Pertambangan dan Penggalian 50.313,5 48.219,3 12.178,1 13.792,8 12.294,5 13.817,1 53.506,3 10.478,5 11.682,0 18.234,6
Industri Pengolahan 2.299,7 2.500,1 628,8 663,3 641,8 660,5 2.594,4 673,9 672,0 674,4
Pengadaan Listrik, Gas 38,3 40,3 9,1 10,4 9,9 10,5 38,9 10,8 11,3 10,8
Pengadaan Air 65,3 69,4 17,6 17,8 18,3 18,5 72,2 18,3 18,5 18,8
Konstruksi 11.790,6 12.857,2 3.300,4 3.454,3 3.569,3 3.843,9 14.169,4 3.450,0 3.698,4 3.909,7
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9.031,5 9.690,7 2.528,9 2.560,6 2.611,3 2.789,5 10.490,3 2.587,7 2.731,2 2.853,2
Transportasi dan Pergudangan 4.544,0 5.010,3 1.306,1 1.334,9 1.376,3 1.470,4 5.487,7 1.358,8 1.432,1 1.489,5
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 733,1 825,3 210,4 214,3 223,4 239,2 887,3 220,3 230,8 236,8
Informasi dan Komunikasi 4.269,7 4.553,0 1.111,3 1.195,6 1.208,0 1.274,4 4.789,3 1.171,7 1.214,4 1.234,1
Jasa Keuangan 1.734,7 1.862,8 475,9 415,6 500,5 494,6 1.901,5 497,1 486,4 507,3
Real Estate 2.718,6 2.938,7 747,6 772,7 776,2 814,3 3.110,8 802,3 828,2 840,6
Jasa Perusahaan 1.300,9 1.426,4 342,1 366,6 380,9 393,4 1.483,0 361,9 389,3 401,5
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 8.744,1 10.140,1 2.481,7 2.560,2 2.802,0 3.137,4 11.258,7 2.819,7 3.051,3 3.119,2
Jasa Pendidikan 2.337,1 2.527,7 640,3 653,4 677,7 739,3 2.710,8 680,7 728,3 747,3
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.668,8 1.825,0 470,0 471,1 493,7 542,7 1.977,6 497,8 526,7 544,8
Jasa lainnya 1.176,9 1.277,5 324,5 325,6 341,7 375,7 1.367,5 341,3 347,9 358,9
TOTAL 116.428,6 120.217,0 30.395,3 32.602,7 31.794,7 34.725,4 131.270,9 29.742,8 32.038,0 39.088,0
2013 2014 2015 2016
61
Lampiran Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Regional Provinsi Papua
TABEL II. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROVINSI PAPUA ATAS DASAR HARGA BERLAKU
(dalam miliar rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTOMENURUT PENGGUNAAN Total Total I II III IV Total I II III Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 57.324,0 65.488,3 17.152,2 17.489,1 18.152,4 19.098,9 71.892,6 18.881,5 19.739,6 20.427,4
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.162,4 2.592,8 685,9 709,9 738,2 773,9 2.907,8 755,5 773,1 801,9
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 26.106,0 30.559,3 7.626,5 7.909,3 8.408,2 10.239,5 34.183,6 8.359,8 8.687,1 8.852,5
Pembentukan Modal Tetap Bruto 36.270,8 41.554,0 10.971,3 11.374,9 11.883,3 12.574,1 46.803,5 12.215,7 12.630,3 12.970,7
Perubahan Inventori 335,8 (378,2) (80,7) 386,9 (56,7) 40,9 290,3 (179,5) 469,7 (120,4)
Ekspor Luar Negeri 30.253,2 19.619,1 4.714,5 8.935,7 9.273,0 5.053,6 27.976,7 4.302,6 5.333,9 8.933,5
Impor Luar Negeri 6.744,4 14.019,6 2.476,5 2.631,2 3.163,1 3.095,8 11.366,6 2.318,4 3.496,3 2.833,8
Net Ekspor Antardaerah (25.935,8) (11.876,3) (3.880,6) (5.533,7) (7.552,2) (3.595,5) (20.562,0) (4.460,8) (2.997,1) (827,7)
MENURUT KATEGORI LAPANGAN USAHAPertanian, Kehutanan, dan Perikanan 15.595,4 17.385,2 4.751,4 4.974,2 5.101,4 5.523,0 20.350,0 5.115,7 5.531,5 5.431,9
Pertambangan dan Penggalian 45.170,1 46.139,6 11.056,8 13.913,7 11.891,1 12.724,2 49.585,8 11.087,4 12.807,3 19.103,5
Industri Pengolahan 2.589,4 3.007,0 783,1 834,6 819,2 865,4 3.302,4 893,9 895,4 901,0
Pengadaan Listrik, Gas 31,9 40,1 13,2 10,5 10,6 18,5 52,7 18,9 18,9 19,3
Pengadaan Air 71,8 80,3 20,9 21,1 22,0 22,4 86,3 22,1 22,5 23,0
Konstruksi 13.173,9 16.786,5 4.701,0 4.776,0 4.997,1 5.617,3 20.091,4 5.131,3 5.520,8 5.851,8
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9.766,5 11.297,3 3.166,1 3.251,9 3.389,9 3.767,2 13.575,2 3.552,5 3.820,1 3.996,6
Transportasi dan Pergudangan 5.808,8 6.747,5 1.833,3 1.893,5 1.989,0 2.202,7 7.918,4 2.040,7 2.195,4 2.243,6
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 876,2 1.064,0 283,5 293,2 311,9 344,2 1.232,9 317,5 333,5 345,7
Informasi dan Komunikasi 4.359,7 5.005,2 1.279,9 1.412,9 1.460,9 1.588,9 5.742,6 1.476,3 1.530,6 1.590,1
Jasa Keuangan 2.090,2 2.347,2 624,6 549,6 677,5 660,6 2.512,3 668,9 658,3 692,8
Real Estate 3.159,8 3.548,5 956,3 1.001,0 1.018,4 1.106,8 4.082,5 1.116,8 1.153,2 1.172,8
Jasa Perusahaan 1.434,9 1.617,8 396,3 429,9 455,8 489,7 1.771,7 459,7 494,6 510,4
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 10.095,5 12.269,2 3.226,9 3.616,6 3.772,0 4.189,0 14.804,5 3.830,8 4.235,1 4.333,3
Jasa Pendidikan 2.423,7 2.661,4 683,9 714,9 749,3 828,7 2.976,7 763,5 816,9 844,6
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.849,3 2.118,4 563,9 573,7 616,3 691,2 2.445,1 643,4 680,9 704,5
Jasa lainnya 1.275,1 1.424,2 371,4 373,6 400,7 449,6 1.595,3 416,9 425,2 439,0
TOTAL 119.772,0 133.539,4 34.712,6 38.640,9 37.683,0 41.089,5 152.126,0 37.556,5 41.140,4 48.204,2
2013 2014 2015 2016
62
Lampiran Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Regional Provinsi Papua
TABEL III. IMPOR LUAR NEGERI NONMIGAS PROVINSI PAPUA
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
IMPOR
Nilai Impor Nonmigas (juta USD) 55,6 160,4 103,7 58,4 179,3 184,8 199,0 163,0 115,1 122,3 177,5 174,11 121,5 164,5 143,9
Nilai Impor Konsumsi 1,5 3,5 2,3 0,9 8,9 7,6 5,4 3,8 2,8 3,9 4,2 7,0 3,2 3,9 3,4
Nilai Impor Bahan Baku dan Penolong 49,6 117,5 85,4 44,7 121,3 145,2 152,7 131,7 89,6 97,0 142,8 127,3 94,5 130,9 111,1
Nilai Impor Barang Modal 4,6 39,6 16,1 13,4 49,8 32,5 41,6 28,0 23,2 21,8 30,9 40,5 24,3 30,4 30,0
Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 10,9 23,1 19,3 10,8 35,9 22,9 23,8 29,2 13,4 22,3 17,2 65,2 17,6 28,0 18,7
Volume Impor Konsumsi 0,1 0,3 0,3 0,0 0,7 0,7 0,5 0,5 0,3 0,6 0,4 0,5 0,5 0,6 0,5
Volume Impor Bahan Baku dan Penolong 10,7 18,9 17,7 7,9 28,2 19,4 20,9 27,0 11,2 19,9 15,0 62,3 15,9 25,5 16,7
Volume Impor Barang Modal 0,2 3,9 1,4 2,9 7,3 2,9 2,5 1,9 2,0 1,9 1,9 2,5 1,3 2,1 1,6
Negara Asal Impor (juta USD) 55,6 160,4 103,7 58,4 179,3 184,8 199,0 163,0 115,1 122,3 177,5 174,1 121,5 164,5 143,9
Malaysia - - 0,1 0,0 0,2 0,3 2,5 0,6 8,4 0,4 0,3 1,1 1,4 0,6 0,6
Singapura 9,7 35,5 20,0 12,3 42,0 19,4 9,6 13,2 6,6 18,4 20,3 11,8 10,2 11,5 14,6
Jepang 4,1 4,9 13,3 4,3 9,2 13,9 13,4 10,8 4,1 3,7 4,8 7,6 7,3 6,8 6,2
RRT 0,1 0,3 0,9 5,5 4,0 3,0 3,8 2,7 2,0 1,7 1,4 1,8 2,0 2,9 1,6
Australia 36,6 56,0 49,5 26,5 65,0 72,3 81,8 65,5 44,9 43,8 56,0 80,0 42,3 78,0 57,5
Amerika Serikat 4,8 61,5 19,2 9,2 41,2 54,9 50,3 42,3 27,4 35,1 38,9 50,3 38,7 37,9 32,6
Swedia - - - - 2,0 3,9 13,2 13,3 13,5 7,8 44,7 6,5 4,9 6,6 7,0
Finlandia - - - 0,0 9,6 5,4 3,7 4,0 2,0 3,3 1,3 1,1 2,9 1,9 3,1
20162015
RINCIAN
2013 2014
63
Lampiran Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Regional Provinsi Papua
TABEL IV. EKSPOR LUAR NEGERI NONMIGAS PROVINSI PAPUA
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
EKSPOR
Nilai Ekspor (juta USD) 509,7 500,4 696,2 1.004,8 138,7 37,1 766,2 571,8 353,9 614,0 620,5 365,15 293,8 376,7 635,5
KPBC Jayapura 0,2 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,3 0,3 0,1 0,1 0,0 0,5 0,1 0,1 0,3
KPBC Merauke 23,4 25,6 18,3 22,2 26,7 24,7 23,7 25,8 18,4 19,6 11,7 13,48 10,8 12,5 10,3
KPBC Amamapare 486,2 467,2 672,6 973,7 102,8 1,5 731,6 535,8 318,4 575,7 595,6 345,07 271,7 352,3 613,4
KPBC Biak - 7,6 5,2 8,8 9,2 10,7 10,5 9,8 16,9 18,5 13,2 6,11 11,4 11,8 11,6
KPBC Nabire - - - - - - - - - - - - - - -
Volume Ekspor (ribu ton) 265,0 273,8 373,1 445,6 88,2 46,1 301,1 272,6 204,6 335,4 370,8 246,3 232,9 277,9 382,4
KPBC Jayapura 0,1 0,1 0,0 0,0 0,1 0,1 0,2 0,1 0,1 0,1 0,0 0,22 0,0 0,0 0,1
KPBC Merauke 48,2 33,5 45,2 20,4 33,0 30,2 28,6 30,8 19,2 20,9 12,8 15,07 12,5 15,4 13,2
KPBC Amamapare 216,8 229,4 320,3 413,8 41,1 0,1 259,4 227,2 165,0 291,7 337,6 220,98 199,4 241,0 351,0
KPBC Biak - 10,7 7,6 11,4 14,0 15,8 12,9 14,4 20,4 22,7 20,3 10,03 21,0 21,4 18,1
KPBC Nabire - - - - - - - - - - - - - - -
Total Komoditas (juta USD) 509,7 500,4 696,2 1.004,8 138,7 37,1 766,2 571,8 353,9 614,0 620,5 365,15 293,8 376,7 635,5
Kayu Olahan 18,3 26,0 19,1 23,9 26,4 26,3 27,3 29,0 35,3 38,2 24,9 19,59 22,1 24,4 21,9
Bijih Tembaga 486,2 467,2 672,2 973,7 102,6 - 730,7 534,4 318,3 575,5 594,1 343,85 271,7 352,3 613,4
Negara Tujuan Ekspor (juta USD) 509,7 500,4 696,2 1.004,8 138,7 37,1 766,2 571,8 353,9 614,0 620,5 365,2 293,8 376,7 635,5
Amerika Serikat - - - - - - 3,2 - 7,1 7,2 0,0 - - 0,0 3,9
Kayu Olahan - - - - - - 3,2 - 7,1 7,2 - - - - 3,9
Bijih Tembaga - - - - - - - - - - - - - - -
Filipina 94,6 - 80,3 39,0 19,8 0,1 - - - 45,8 68,3 69,2 60,6 68,8 76,0
Kayu Olahan - - - - - - - - - - - - - - -
Bijih Tembaga 94,6 - 80,3 39,0 19,8 - - - - 45,8 68,3 69,2 60,6 68,8 76,0
India 212,0 - 191,0 351,6 - - 286,5 52,3 196,5 206,7 227,5 147,5 25,9 48,9 221,6
Kayu Olahan - - - 0,1 - - - - - - - - - - -
Bijih Tembaga 212,0 - 191,0 351,4 - - 286,5 52,3 196,5 206,7 227,5 147,5 25,9 48,9 221,6
Jepang 87,2 173,2 148,8 273,2 - 0,7 73,8 195,8 33,7 154,3 154,5 60,6 56,1 103,3 102,0
Kayu Olahan - - - - - - - - - - - - - - -
Bijih Tembaga 87,2 173,2 148,8 273,2 - - 72,4 195,3 33,7 154,3 154,5 60,6 56,1 103,3 102,0
RRT 5,1 86,4 193,9 132,7 29,4 8,4 145,0 171,7 88,2 105,5 67,9 49,2 43,7 88,5 144,2
Kayu Olahan - - 1,3 - - - - - - - - - - - -
Bijih Tembaga - 79,3 188,2 126,8 19,9 - 139,6 164,3 88,2 105,5 67,9 49,2 43,7 88,5 144,2
Arab Saudi 13,1 21,9 13,2 17,3 15,8 15,4 17,7 15,7 23,7 23,4 14,3 12,6 7,8 8,9 6,1
Kayu Olahan 13,1 21,9 13,2 17,3 15,8 15,4 17,7 15,7 23,7 23,4 14,3 12,6 7,8 8,9 6,1
Bijih Tembaga - - - - - - - - - - - - - - -
Korea Selatan 23,4 90,9 63,9 83,1 4,6 1,8 47,9 25,8 - 65,5 25,0 18,8 32,5 49,1 73,4
Kayu Olahan 1,4 - - 0,8 4,6 1,8 - - - 2,2 5,7 1,58 1,2 6,5 3,8
Bijih Tembaga 21,9 90,9 63,9 82,4 - - 47,9 25,8 - 63,4 19,3 17,26 31,2 42,7 69,5
20162015
RINCIAN
2013 2014
64
Lampiran Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
Regional Provinsi Papua
TABEL V. PENYALURAN KREDIT PERBANKAN NASIONAL (LOKASI PROYEK DI PROVINSI PAPUA)
Sumber: Laporan Bank Umum
I II III IV I II III IV I II III IV I II 7 8 III
Menurut Penggunaan
Modal Kerja 6.025 6.396 6.615 6.786 7.258 7.890 8.433 7.705 7.550 8.178 9.350 9.512 8.822 9.480 9.231 9.438 8.952
Investasi 2.296 2.852 2.868 3.170 3.037 3.186 3.200 3.620 3.625 3.922 2.813 3.018 2.352 2.535 2.530 2.520 3.344
Konsumsi 6.966 7.395 8.020 8.365 8.443 8.601 8.648 9.555 9.685 9.921 10.201 10.361 10.268 10.697 10.696 10.850 10.985
Menurut Sektor Lapangan Usaha
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 237 457 505 739 736 792 828 842 887 1.082 865 1.134 696 718 716 696 691
2. Pertambangan dan Penggalian 106 90 102 86 70 79 92 72 79 81 30 43 61 59 57 42 41
3. Industri Pengolahan 377 488 546 506 374 364 335 318 308 296 153 352 316 333 319 334 334
4. Pengadaan Listrik dan Gas 45 51 34 36 33 35 45 51 38 46 25 36 33 34 32 32 35
5. Pengadaan Air 1 - - - 2 4 7 5 3 6 2 6 5 5 7 6 8
6. Konstruksi 1.092 1.201 1.302 1.260 1.316 1.502 1.858 1.454 1.265 1.527 1.140 1.561 1.156 1.534 1.530 1.535 1.687
7. Perdagangan Besar dan Eceran 3.457 4.075 4.122 4.215 4.383 4.618 4.766 4.959 5.035 5.358 6.550 5.820 6.122 6.487 6.273 6.376 6.571
8. Transportasi dan Pergudangan 342 409 434 470 520 611 649 669 671 651 522 641 589 615 611 632 646
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 573 642 643 647 647 677 695 688 678 708 398 703 672 694 689 679 706
10. Informasi dan Komunikasi 16 16 16 16 19 17 18 18 18 18 1 2 9 9 9 9 9
11. Perantara Keuangan 452 340 357 390 376 487 460 496 542 695 608 727 94 84 81 77 77
12. Real Estate dan Usaha Persewaan 186 183 179 194 244 179 177 181 187 189 145 208 232 275 283 287 282
13. Jasa Perusahaan 157 277 246 247 234 214 199 221 230 224 221 211 172 171 172 183 183
14. Adm. Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1 1 3 3 3 6 4 111 37 2 1 66 17 1 1 51 38
15. Jasa Pendidikan 24 28 33 31 32 17 30 15 13 17 11 15 12 10 9 13 11
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 16 18 24 24 31 30 32 30 29 35 30 36 33 38 33 36 38
17. Lainnya dan Bukan Lapangan Usaha 8.206 8.366 8.959 9.458 9.718 10.044 10.086 10.749 10.840 11.086 11.660 11.329 11.221 11.645 11.633 11.821 11.926
TOTAL 15.288 16.643 17.503 18.321 18.737 19.677 20.281 20.879 20.860 22.021 22.364 22.891 21.441 22.712 22.456 22.808 23.282
20162015URAIAN
2013 2014