Download - KA Andal PPGM Pertamina
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok i
PT. PERTAMINA EP - PPGM
KATA PENGANTAR
Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia menyebutkan bahwa segala
bentuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang memberikan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan diharuskan melakukan telaah dampak yang terjadi, dalam bentuk dokumen AMDAL.
Dokumen tersebut merupakan salah satu bentuk studi kelayakan dari sudut pandang aspek
lingkungan.
Undang-undang yang mengatur mengenai hal tersebut adalah Undang-Undang No. 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diikuti dengan peraturan perundang-
undangan dibawahnya yang lebih rinci, yaitu Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1996 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) di Kabupaten Banggai Sulawesi
Tengah, merupakan salah satu kegiatan yang memerlukan kajian AMDAL guna mengantisipasi
terjadinya dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positifnya.
Kepada pihak-pihak yang terkait ataupun yang berkepentingan dengan adanya rencana
usaha/kegiatan tersebut dapat memberikan saran/pendapat guna memperbaiki dokumen ini.
Jakarta, November 2007General Manajer
PPGM,
Suryasumirat
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok ii
PT. PERTAMINA EP - PPGM
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI iiDAFTAR TABEL vDAFTAR GAMBAR viiiDAFTAR LAMPIRAN x
BAB 1. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang I-11.2. Tujuan dan Manfaat I-2
1.2.1. Tujuan 1-21.2.2. Manfaat 1-3
1.3. Peraturan I-3
BAB 2. RUANG LINGKUP STUDI2.1. Lingkup Rencana Kegiatan yang Akan Ditelaah dan Alternatif Komponen
Rencana KegiatanII-1
2.1.1. Status dan Lingkup Rencana Kegiatan yang Akan Ditelaah II-12.1.1.1. Status Studi AMDAL II-12.1.1.2. Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan dengan Tata Ruang
SetempatII-2
2.1.1.3. Uraian Rencana Kegiatan Penyebab Dampak II-52.1.1.3.1. Uraian Umum Rencana Kegiatan II-52.1.1.3.2. Rencana Kegiatan yang Diduga Akan Menim-
bulkan DampakII-36
2.1.1.4. Kegiatan-Kegiatan yang ada di Sekitar Rencana LokasiKegiatan dan Dampaknya Terhadap Lingkungan
II-71
2.2. Lingkup Rona Lingkungan Hidup Awal II-742.2.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia II-74
2.2.1.1. Iklim, Kualitas Udara dan Kebisingan II-742.2.1.2. Fisiografi dan Geologi II-792.2.1.3. Hidrologi dan Kualitas Air II-862.2.1.4. Kondisi Hidro-Oseanografi II-932.2.1.5. Ruang, Lahan dan Tanah II-1002.2.1.6. Transportasi II-104
2.2.2. Komponen Biologi II-1052.2.2.1. Biota Darat II-1052.2.2.2. Biota Air II-107
2.2.3. Komponen Sosial II-1072.2.3.1. Kependudukan II-1072.2.3.2. Sosial Ekonomi II-1132.2.3.3. Sosial Budaya II-119
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok iii
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2.2.4. Komponen Kesehatan Masyarakat II-1232.2.4.1. Sumberdaya Kesehatan II-1232.2.4.2. Derajat Kesehatan Masyarakat II-1252.2.4.3. Kesehatan Lingkungan II-128
2.3. Pelingkupan II-1282.3.1. Proses Pelingkupan II-1282.3.2. Hasil Pelingkupan II-165
2.3.2.1. Dampak Penting Hipotetik II-1652.3.2.2. Lingkup Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian II-167
BAB 3. METODE STUDI3.1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data III-1
3.1.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia III-23.1.1.1. Iklim, Kualitas udara Ambien, Kebisingan, Kebauan dan
GetaranIII-2
3.1.1.1.1. Iklim III-23.1.1.1.2. Kualitas udara, kebisingan dan kebauan III-6
3.1.1.2. Fisiografi dan Geologi III-73.1.1.3. Hidrologi dan Kualitas Air III-10
3.1.1.3.1. Hidrologi III-103.1.1.3.2. Kualitas Air III-13
3.1.1.4. Hidro-Oseanografi III-183.1.1.5. Ruang, Lahan dan Tanah III-233.1.1.6. Transportasi Darat III-25
3.1.2. Komponen Biologi III-303.1.2.1. Biota Air Tawar III-30
3.1.2.1.1. Plankton III-313.1.2.1.2. Benthos III-323.1.2.1.3. Nekton III-32
3.1.2.2. Biota Air Laut III-323.1.2.2.1. Terumbu Karang III-323.1.2.2.2. Nekton III-34
3.1.2.3. Vegetasi Alami dan Budidaya III-343.1.2.4. Satwa Liar III-35
3.1.3. Komponen Sosial III-363.1.3.1. Demografi III-383.1.3.2. Sosial Ekonomi III-393.1.3.3. Sosial Budaya III-41
3.1.4. Komponen Kesehatan Masyarakat III-433.2. Metode Prakiraan Dampak Penting III-55
3.2.1. Prakiraan Besaran Dampak III-553.2.2. Prakiraan Sifat Penting Dampak III-58
3.3. Metode Evaluasi Dampak Penting III-63
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok iv
PT. PERTAMINA EP - PPGM
BAB 4. PELAKSANA STUDI4.1. Identitas Pemrakarsa dan Penyusun AMDAL IV-1
4.1.1. Pemrakarsa IV-14.1.2. Identitas Penyusun AMDAL IV-1
4.2. Biaya Studi IV-34.3. Waktu Studi IV-4
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok v
PT. PERTAMINA EP - PPGM
DAFTAR TABEL
1.1. Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku Sebagai Dasar Pelaksanaan StudiAMDAL PPGM Di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah
I-4
2.1. Luas Tapak Proyek Termasuk Kebutuhan Lahan Prasarana dan Sarana Lain II-52.2. Komposisi Gas Hasil Produksi Gas Blok Matindok (dalam % mol) II-72.3. Umur Kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok II-82.4. Rencana Sumur Pengembangan Blok Matindok II-132.5. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pemboran Per Sumur
PengembanganII-37
2.6. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan BS dan GPF II-382.7. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan Transmisi Gas II-392.8. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangungan GPF II-402.9. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Pembangunan Kilang LNG II-412.10. Peralatan Konstruksi Kilang LNG II-442.11. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Operasional dalam Satu Unit
GPFII-58
2.12. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga Kerja Penyaluran Gas dan Kondensat II-592.13. Emisi Udara Kilang LNG II-662.14 Data Iklim Wilayah Studi II-742.15. Jumlah dan Lokasi Pengambilan Sampel Untuk Kualitas Udara, Kebisingan dan
KebauanII-75
2.16. Konversi ISPU Menjadi Skala Kualitas Lingkungan II-762.17. Hasil Analisis Kualitas Udara dan Kebauan II-772.18. Rona Lingkungan Awal Kualitas Udara & Kebauan di Sekitar Rencana Kegiatan II-782.19. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan II-792.20. Lokasi Pengambilan Sampel Untuk Kualitas Air Tanah II-872.21. Hasil Analisis Kualitas Air Sumur Penduduk II-882.22. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sumur Penduduk II-892.23. Lokasi Pengambilan Sampel Untuk Kualitas Air Sungai II-892.24. Hasil Analisis Kualitas Air Sungai II-902.25. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sungai II-912.26. Debit Harian Rata-Rata Sungai Batui, Kabupaten Banggai II-922.27. Konstanta Pasut Yang Diperoleh Dari Pengukuran 15 Hari II-952.28. Jumlah Penduduk Menurut Rasio dan Jenis Kelamin di Wilayah Studi Tahun 2004 II-1072.29. Jumlah Penduduk Menurut Kelahiran, Kematian, Datang dan Pergi di Wilayah
Studi Tahun 2004II-108
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok vi
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2.30 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Rasio Beban Tanggungan diKecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004
II-109
2.31. Penduduk Berumur 5 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Per Kecamatan diWilayah Studi Tahun 2004
II-110
2.32. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Lapangan Pekerjaan perKecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004
II-111
2.33. Produk Domestik Regional Bruto Kab. Banggai Atas Dasar Harga BerlakuMenurut Lapangan Usaha Tahun 1999 – 2003 (juta rupiah)
II-114
2.34. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Kab. Banggai Atas DasarHarga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 1999 – 2003 (%)
II-115
2.35. Banyaknya Pemeluk Agama Menurut Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004 II-1222.36. Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Kecamatan di Wilayah studi Tahun 2004 II-1222.37. Jumlah sarana Kesehatan Menurut Jenis Sarana dan Status Kepemilikan di Kab.
Banggai Tahun 2003II-123
2.38. Banyaknya Dokter Menurut Kecamatan di Kab. Banggai Tahun 2003 II-1242.39. Persentase Sepuluh Besar Penyakit di Kab. Banggai Tahun 2003 II-1262.40. Ringkasan Jenis-jenis dampak hipotetik Rencana Kegiatan Proyek
Pengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi TengahII-166
2.41. Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Sosial Rencana Kegiatan PengembanganGas Matindok di Kab. Banggai Sulawesi Tengah
II-169
2.42. Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Administrasi Kegiatan Pengembangan GasMatindok di Kab. Banggai Sulawesi Tengah
II-170
3.1. Penggolongan Tipe Iklim III-53.2. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data untuk Kualitas Udara,
Kebisingan dan KebauanIII-7
3.3. Aspek-aspek Relief yang Merupakan Gabungan yang Erat Antara Topografi,Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi Relatif
III-8
3.4. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Fisiografi, Tanah dan Geologi III-93.5. Parameter, serta Metode Pengumpulan dan Analisis Data Hidrologi III-103.6. Parameter Kualitas Air Tanah/Sumur yang akan diukur (Sesuai PERMENKES
907/MENKES/SK/VII/2002)III-13
3.7. Parameter Kualitas Air Permukaan yang akan diukur (Sesuai PP RI No. 82 Tahun2001)
III-14
3.8. Parameter, Teknik Pengujian, Spesifikasi Metode Pengujian Kualitas Air III-173.9. Parameter Kualitas Air Laut untuk Perairan Pelabuhan (Sesuai dengan
KEPMENLH No. 51 Tahun 2004)III-20
3.10. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Hidro-Oseanografi III-213.11. Perbandingan Koefisien Pecah Gelombang dan Faktor Skala Pecah Gelombang III-233.12. Faktor Penyesuaian Lebar Jalur III-263.13. Faktor Penyesuaian Distribusi Hambatan Samping Jalan Dengan Bahu (FCsf) III-273.14. Faktor Penyesuaian Distribusi Hambatan Samping Jalan dengan Kereb (FCsf) III-273.15. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota III-283.16. Faktor Penyesuaian Distribusi Arah (Jalan tanpa median) III-283.17. Kapasitas Dasar (Co) III-283.18. Skala Kualitas Lingkungan Penutupan Terumbu Karang III-333.19. Metode Sampling/Analisis Data dan Peralatan Untuk Pengamatan Komponen
BiologiIII-36
3.20. Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Sosial III-37
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok vii
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.21. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Demografi, Sosial Ekonomidan Sosial Budaya
III-42
3.22. Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Kesehatan Masyarakat III-433.23. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Kesehatan Masyarakat III-443.24. Komponen/Parameter Lingkungan, Metode Pengumpulan dan Lokasi
Pengambilan DataIII-46
3.25. Ringkasan Hasil Analisis Data dan Skala Kualitas Lingkungan Awal Masing-masing Parameter Lingkungan Yang Terkena Dampak
III-54
3.26. Metode Prakiraan Besaran Dampak Untuk Masing-Masing Parameter LingkunganPada Jenis-Jenis Dampak Hipotetik
III-55
3.27. Ringkasan Hasil Prakiraan Besaran Dampak Rencana Kegiatan ProyekPengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
III-57
3.28. Pembobotan Paramater Penentu Tingkat Kepentingan Dampak III-603.29. Penentuan Tingkat Kepentingan Dampak III-613.30. Ringkasan Hasil Penentuan Tingkat Kepentingan Dampak Kegiatan Proyek
Pengembangan Gas Matindok Di Kabupaten Banggai Sulawesi TengahIII-62
3.31. Ringkasan Hasil Evaluasi Dampak Penting III-644.1. Susunan Tim Pelaksana Studi AMDAL IV-24.2. Jadwal Rencana Penyusunan Studi AMDAL PT. Pertamina EP-Matindok Sulawesi
TengahIV-5
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok viii
PT. PERTAMINA EP - PPGM
DAFTAR GAMBAR
2.1. Peta Rencana Lokasi Kegiatan PPGM II-32.2. Peta RTRW Kabupaten Banggai yang Termasuk Dalam Wilayah Studi II-42.3. Diagram Blok Rencana Pengembangan Tahap 1 II-92.4. Skema Rencana Pengembangan Tahap 2 II-92.5. Diagram Alir Blok Pengembangan Blok Matindok 2026 II-92.6. Stratigrafi Regional Cekungan Banggai – Sula, Lengan Timur Sulawesi II-122.7. Lokasi Block Station Donggi dan Flowline II-142.8. Lokasi Block Station Matindok dan Flowline II-152.9. Lokasi Block Station Maleoraja dan Flowline II-15
2.10. Lokasi Block Station Sukamaju dan Flowline II-162.11. Lokasi Block Station Minahaki dan Flowline II-162.12. Flowline Diagram II-172.13. Diagram Alir Block Station/Gathering Station II-192.14. Skema Kerja Dehydration Plant II-202.15. Diagram Alir Acid Gas Removal Unit II-222.16. PFD Acid Removal dan Sulvur Recovery Unit (Claus Process) II-242.17. Disain Peletakan Pipa Sejajar Jalan Raya II-492.18. Disain Peletakan Typical Highway Crossing II-492.19. Disain Peletakan Typical River Crossing Di Bawah Dasar Sungai II-502.20. Peta Kegiatan Lain di Sekitar Lokasi Rencana Kegiatan II-732.21. Peta Geologi Daerah Batui II-812.22. Peta Seismicity Sulawesi dari Tahun 1900 II-852.23. Peta Batimetri Wilayah Studi dan Calon Lokasi Rencana Pelabuhan II-942.24. Penggambaran Muka air Pasang Surut di Tanjung Kanali II-962.25. Mawar Angin Maksimum di Wilayah Studi II-972.26. Mawar Gelombang Maksimum II-982.27. Mawar Arus Pasang Surut II-992.28. Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Banggai II-1012.29. Pola Pemanfaatan Ruang Skenario Moderat II-1022.30. Bagan Alir Identifikasi Dampak Potensial Rencana Kegiatan Pengembangan Gas
Matindok PT Pertamina di Kab. BanggaiII-131
2.31. Kerangka Proses Pelingkupan Isu Pokok Rencana Kegiatan Pengembangan gasMatindok PT Pertamina di Kab. Banggai
II-132
2.32. Peta Batas Wilayah Studi AMDAL II-1713.1. Poligon Thiessen III- 43.2. Grafik Penentuan Tipe Hujan Menurut Schmidt dan Fergusson (1951) III- 53.3. Peta Rencana Pengambilan Sampel III- 45
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok ix
PT. PERTAMINA EP - PPGM
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pengumuman Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok
Lampiran 2. Berita Acara Konsultasi Masyarakat Proyek Pengembangan Gas Matindok
Lampiran 3. Foto-foto Kegiatan Konsultasi Masyarakat
Lampiran 4. Daftar Peralatan Berat dan Ringan
Lampiran 5. Peta – Peta
Lampiran 6. Kuesioner Komponen Sosial dan Kesehatan Masyarakat
Lampiran 7. Riwayat Hidup Penyusun Dokumen AMDAL
Lampiran 8. Lain-lain (Kep. MPE No. 300K/38/MPE/1997, Codes and Standards)
Lampiran 9. Gambar-Gambar Pelabuhan Khusus Kilang LNG
Lampiran 10. Gambar Diagram Alir Kilang LNG ”Donggi-Senoro” yang Disederhanakan
Lampiran 11. List of Code, Standard, and Reference
Lampiran 12. Skala Kualitas Lingkungan
Lampiran 13. Tanggapan Notulensi Rapat Tim Teknis dan Komisi Penilai AMDAL Pusat
Pembahasan KA-ANDAL PPGM
Lampiran 14. Surat Persetujuan KA. ANDAL
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-1
PT PERTAMINA EP - PPGM
Bab-1PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di
Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk merealisasikan kegiatan tersebut, dibentuk
Pengelola yaitu Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM). Pada saat penyusunan dokumen
ini, peran PT PERTAMINA mengalami perubahan sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, di mana tugas manajemen Kegiatan Minyak dan Gas Bumi
Hulu dipindahkan dari Pertamina menjadi tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi
(BPMIGAS). Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
tersebut PT PERTAMINA (Persero) membentuk anak perusahaan yaitu PT Pertamina-EP yang
khusus menangani dalam Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. PT Pertamina - EP dibentuk
berdasarkan Akta Notaris nomor 4 pada tanggal 13 September 2005.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-2
PT PERTAMINA EP - PPGM
PPGM merupakan proyek yang penting bagi industri minyak dan gas bumi di Indonesia
serta akan berperan penting dalam mempertahankan dan memperkuat posisi Indonesia sebagai
negara pengekspor LNG terbesar di dunia. Pembangunan PPGM sangat tepat waktu karena akan
meningkatkan kontribusi sektor minyak dan gas bumi dalam menyumbangkan devisa bagi
negara dan kemungkinan sebagian untuk substitusi BBM dalam negeri. LNG Arun yang terdapat
di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam sedang mengalami penurunan produksi. Oleh karena itu,
Proyek LNG ini akan memperkuat produksi LNG Indonesia yang dapat dipasarkan dan akan
menjadi pusat ekspor LNG keempat di Indonesia. PPGM diharapkan akan beroperasi pada tahun
2009.
Proyek Pengembangan Gas Matindok merupakan kegiatan pembangunan fasilitas yang
lengkap mulai dari memproduksi gas bumi dari sumur yang telah dieksplorasi maupun dari
rencana sumur pengembangan yang berasal dari 5 lapangan gas bumi, yaitu: lapangan-
lapangan gas Donggi, Matindok, Maleoraja, Sukamaju, dan Minahaki. Kemudian gas tersebut
disalurkan melalui pipa menuju kilang LNG, untuk kemudian gas tersebut dipasarkan melalui
pelabuhan menggunakan kapal tanker LNG.
Kemampuan produksi gas dari Blok Matindok diperkirakan ± 100 MMSCFD (gross),
dengan kandungan kondensat ± 850 bopd, dan air yang terikut diproduksikan diperkirakan ±
2500 bwpd, dengan prakiraan umur produksi 20 tahun yang didasarkan atas besarnya cadangan
gas yang ada dan hasil kajian keekonomian pengembangan lapangan. Gas yang diproduksi
mengandung CO2 ± 2,5%, Total Sulfur ± 3.000 ppm dan kemungkinan juga mengandung unsur
yang lainnya.
1.2. TUJUAN DAN MANFAAT
1.2.1. Tujuan
Tujuan Proyek ini adalah memproduksi gas bumi, menyalurkan gas ke kilang LNG, memproses
gas menjadi Liquid Natural Gas (LNG), serta mengangkut LNG dan hidrokarbon cair (kondensat)
ke pasaran. Dalam upaya untuk mencapai tujuan itu maka PPGM merencanakan akan
melakukan kegiatan pengembangan Sumur Gas, pembangunan Block Station (BS) atau Fasilitas
Pemrosesan Gas (Gas Processing Facility, disingkat GPF), pemasangan Pipa Penyalur Gas dan
pembangunan Fasilitas Kilang LNG, termasuk fasilitas pelabuhan laut khusus. Pelabuhan laut
khusus tersebut direncanakan akan dibangun pada dua alternatif lokasi yaitu di daerah
Kecamatan Batui dan Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-3
PT PERTAMINA EP - PPGM
1.2.2. Manfaat
Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) ini sangat bermanfaat secara ekonomi,
sosial dan teknologi bagi kepentingan lokal, regional, dan nasional. Manfaat PPGM itu antara
lain:
1. Tersedianya Gas, Liquid Natural Gas (LNG), hidrokarbon cair (kondensat) dan
belerang (sulphur)
2. Peningkatan pendapatan bagi Kabupaten Banggai (tingkat lokal), Provinsi Sulawesi
Tengah (tingkat regional) dan tingkat nasional melalui pajak dan royalti dari hasil
penjualan LNG, kondensat dan belerang (sulphur).
3. Memberikan peluang kerja dan usaha bagi masyarakat lokal, regional dan nasional
4. Peningkatan kemampuan bangsa dalam penguasaaan teknologi produksi gas.
Selain bermanfaat secara ekonomi, sosial dan teknologi, pelaksanaan Proyek
Pengembangan Gas Matindok ini diperkirakan akan dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap beberapa komponen lingkungan hidup. Oleh karena itu PT Pertamina EP – PPGM
bermaksud melaksanakan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) sebelum
dilakukan pembangunan fisik di lapangan. Hal ini sesuai dengan komitmen perusahaan untuk
berpartisipasi mewujudkan perlindungan terhadap lingkungan pada setiap kegiatan yang
dilakukan. Disamping itu, terkait dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), serta Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Hasil studi AMDAL pada dasarnya
berupa informasi tentang berbagai komponen kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan
dampak besar dan penting yang bersifat positif dan negatif, penilaian kelayakan lingkungan dari
rencana kegiatan tersebut.
1.3. PERATURAN
Di bawah ini adalah daftar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yang terkait
dengan rencana kegiatan dan peraturan sebagai dasar pelaksanan studi AMDAL (Tabel 1.1).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-4
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 1.1. Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku Sebagai Dasar PelaksanaanStudi AMDAL PPGM Di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah
A. Undang-UndangRepublik Indonesia Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
1. Undang-Undang No. 5Tahun 1960
Pokok-pokok Agraria Terkait dengan pengadaan lahan
2. Undang-Undang No. 4Tahun 1985
Perikanan Terkait dengan kegiatan pemasangan pipa didasar laut
3. Undang-Undang No. 5Tahun 1990
Konservasi Sumberdaya AlamHayati dan Ekosistemnya
Terkait dengan keberadaan berbagai ekosistemalam dan adanya Cagar Alam Bangkiriang disekitar rencana kegiatan
4. Undang-Undang No. 14Tahun 1992
Lalulintas dan Angkutan Jalan Penggunaan jalan Provinsi dan jalan-jalan umumuntuk kegiatan proyek
5. Undang-Undang No. 21Tahun 1992
Pelayaran Terkait dengan adanya rencana pengangkutanLNG dengan moda kapal laut
6. Undang-Undang No. 23Tahun 1992
Kesehatan Terkait dengan pemeliharaan kesehatan pekerjadan masyarakat sekitar rencana kegiatan
7. Undang-Undang No. 26Tahun 2007
Penataan Ruang Terkait dengan kesesuaian lokasi rencanakegiatan dengan tata ruang
8. Undang-Undang No. 5Tahun 1994
Pengesahan Konvensi Internasionalmengenai Keanekaragaman Hayati
Terkait dengan upaya pengelolaan keaneka-ragaman hayati yang ada di beberapa bagianlokasi proyek
9. Undang-Undang No. 1Tahun 1995
Perseroan Terbatas Terkait dengan status hukum institusipemrakarsa
10. Undang-Undang No. 23Tahun 1997
Pengelolaan Lingkungan Hidup Terkait dengan arti penting Studi AMDAL
11. Undang-Undang No. 41Tahun 1999
Kehutanan Terkait dengan keberadaan lahan yang akandigunakan oleh proyek yang dikuasasi olehDepartemen Kehutanan dan perkebunan
12. Undang-Undang No. 22Tahun 2001
Minyak dan Gas Bumi Terkait dengan operasional usaha peminyakandan gas bumi
13. Undang-Undang No. 65Tahun 2001
Pajak Daerah Terkait dengan kewajiban pemrakarsa untukmembayar pajak untuk daerah
14. Undang-Undang No. 20Tahun 2002
Ketenagakerjaan Terkait dengan tatacara dan pengaturanrekrutmen dan hak serta kewajiban pemrakarsaterhadap tenaga kerja
15. Undang-Undang No. 19Tahun 2003
Badan Usaha Milik Negara Terkait dengan status pemrakarsa sebagaiBadan Usaha Milik Negara
16. Undang-Undang No. 7Tahun 2004
Sumberdaya Air Terkait dengan hubungan Pemrakarsa meng-gunakan sungai untuk kegiatan pemboran gas
17. Undang-Undang No. 16Tahun 2004
Perikanan Terkait dengan hubungan pemrakarsa meng-gunakan air laut sebagai tempat pelabuhan gas
18. Undang-Undang No. 32Tahun 2004
Pemerintahan Daerah Terkait dengan hubungan pemrakarsa dengankewenangan pemerintah daerah sebagai daerahotonom
19. Undang-Undang No. 33Tahun 2004
Perimbangan Keuangan antaraPemerintah Pusat dan PemerintahDaerah
Terkait dengan pengaturan kewajiban pemra-karsa untuk membayar pajak untuk daerah danpemerintah pusat
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-5
PT PERTAMINA EP - PPGM
B.Peraturan
PemerintahRepublik Indonesia
Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
1. PP No. 19 Tahun 1973 Pengaturan dan PengawasanKeselamatan Kerja di BidangPertambangan
Terkait dengan tata cara pengaturan danpengawasan untuk keselamatan kerja dibidang pertambangan
2. PP No. 35 Tahun 1991 Sungai Terkait dengan keberadaan banyak sungai yangterpotong oleh pemasangan pipa dan peng-gunaan air sungai dalam kegiatan proyek.
3. PP No. 41 Tahun 1993 Angkutan Jalan Terkait dengan pengaturan dan pengawasanmoda angkutan darat yang digunakan dalamproyek
4. PP No. 43 Tahun 1993 Prasarana dan Lalulintas Jalan Terkait dengan pengaturan dan pengawasanprasarana dan lalulintas kendaraan darat yangdigunakan dalam proyek
5. PP No. 47 Tahun 1997 Rencana Tata Ruang WilayahNasional
Kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan tataruang
6. PP No. 62 Tahun 1998 Penyerahan Sebagian UrusanPemerintah di Bidang KehutananKepada Daerah
Terkait adanya kemungkinan penyerahansebagian urusan pemerintah di bidangkehutanan kepada daerah yang terkait denganrencana kegiatan
7. PP No. 68 Tahun 1998 Konservasi Sumberdaya Alam danKawasan Pelestarian Alam
Terkait dengan upaya konservasi di sekelilingwilayah studi
8. PP No. 85 Tahun 1999 Perubahan PP. No. 18 Tahun 1999Tentang Pengelolaan LimbahBahan Berbahaya dan Beracun
Terkait dengan pengaturan dan pengawasanlimbah B3 yang dihasilkan oleh rencanakegiatan
9. PP No. 19 Tahun 1999 Pengendalian Pencemarandan/atau Perusakan Laut
Pengaturan dan pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut yang terkait dengankegiatan di pantai
10. PP No. 27 Tahun 1999 Analisis Mengenai DampakLingkungan
Terkait dengan arti penting pelaksanaan studiAMDAL
11. PP No. 41 Tahun 1999 Pengendalian Pencemaran Udara Terkait dengan pengaturan dan pengendalianpencemaran udara yang mungkin ditimbulkanoleh rencana kegiatan
12. PP No. 82 Tahun 1999 Angkutan di Perairan Pengaturan dan pengawasan tentang lalulintaskapal laut yang digunakan dalam rencanakegiatan
13. PP No. 81 Tahun 2000 Kenavigasian Terkait dengan operasional dermaga14. PP No. 150 Tahun
2000Pengendalian Kerusakan Tanahuntuk Produksi Biomasa
Terkait dengan pengaturan dan pengendaliankerusakan tanah yang ditimbulkan oleh proyekuntuk produksi biomasa
15. PP No. 74 Tahun2001
Pengelolaan Bahan Berbahayadan Beracun (B3)
Terkait dengan pengaturan, penanganan danpengawasan limbah B3 yang dihasilkan olehrencana kegitan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-6
PT PERTAMINA EP - PPGM
B.Peraturan
PemerintahRepublik Indonesia
Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
16. PP No. 82 Tahun 2001 Pengelolaan Kualitas Air danPengendalian Pencemaran Air
Terkait dengan pengaturan dan pengelolaankualitas air dan pengendalian pencemaran airoleh rencana kegiatan, terutama pada tahapoperasional.
17. PP No. 42 Tahun 2002 Badan Pelaksana Kegiatan UsahaHulu Minyak dan Gas Bumi
Terkait dengan hak dan kewajiban BadanPelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan GasBumi dalam pembinaan kegiatan migas olehpemrakarsa.
18. PP No. 51 Tahun 2002 Perkapalan Terkait dengan operasional dermaga19. PP No. 20 Tahun 2006 Irigasi Pengaturan dan pengawasan terhadap pem-
boran yang akan mencemari irigasi masyarakat20. PP No. 109 Tahun
2006Penanggulangan Keadaan DaruratTumpahan Minyak di Laut
Terkait dengan upaya penanggulangantumpahan minyak di laut
21. PP No. 6 Tahun 2007 Tata Hutan dan PenyusunanRencana Pengelolaan, Pemanfaatandan Penggunaan Kawasan Hutan
Pengaturan yang terkait dengan adanyapenggunaan sebagian kawasan hutan untukkegiatan migas
22. PP No. 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerin-tahanantara Pemerintah, PemerintahDaerah Provinsi dan PemerintahDaerah Kabupaten/Kota
Terkait dengan hubungan pemrakarsa dengankewenangan Pemerintah Daerah
C. Keputusan PresidenRepublik Indonesia
Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
1. Keppres No. 18 Tahun1978
Ratifikasi International Conventionon Civil Liability for Oil PollutionDamage 1969 (CLC 1969)
Terkait dengan pengaturan, pencegahan danpenanggulangan pencemaran minyak
2. Keppres No. 46 Tahun1986
Pengesahan Convention for thePrevention of Pollution from Ships(Marpol 1973/1978 Annex I & II)
Terkait dengan upaya-upaya pencegahan danpengendalian pencemaran air laut yangdiakibatkan oleh kegiatan lalulintas kapal laut
3. Keppres No. 32 tahun1990
Pengelolaan Kawasan Lindung Terkait dengan pengaturan pengelolaankawasan lindung yang terpengaruh oleh rencanakegiatan.
4. Keppres No. 43 Tahun1991
Konservasi Energi Terkait dengan upaya-upaya konservasi energiyang akan dilaksanakan oleh pemrakarsa dalamoperasionalisasi proyek.
5. Keppres No. 102Tahun 2006
Penanggulangan KeadaanDarurat Tumpahan Minyak diLaut
Terkait dengan pengaturan, pencegahan danpenanggulangan pencemaran minyak
6. Perpres No. 65 Tahun2006
Pengadaan Tanah BagiPelaksanaan Pembangunan untukKepentingan Umum
Pengaturan dan pengawasan pengadaan tanahbagi pemrakarsa yang terkait untuk kepentinganumum.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-7
PT PERTAMINA EP - PPGM
D. Keputusan Menteri Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan1. Kep.Men Perhubungan
No. 215/N.506/PHB-87Pengadaan Fasilitas PenampunganLimbah dari Kapal
Terkait adanya kewajiban pemrakarsa untukmengadakan fasilitas penampungan limbah darikapal-kapal.
2. Kep.Men.Neg Kependu-dukan dan LingkunganHidup No. 02/MENKLH/I/ 1988
Pedoman Penetapan Baku MutuLingkungan
Terkait dengan batas Baku Mutu Lingkunganuntuk berbagai parameter lingkungan yangharus diacu oleh pemrakarsa
3. Kep.Men.Hub. No. KM23 Tahun 1990
Usaha Salvage dan/atau PekerjaanBawah Air (PBA)
Terkait dengan pekerjaan pemasangan pipa
4. Kep.Men PerhubunganNo. KM 86 Tahun 1990
Pencegahan Pencemaran Minyakdari Kapal-kapal
Terkait dengan upaya-upaya pengaturan,pengawasan dan pencegahan terjadinyapencemaran minyak dari kapal-kapal.
5. Kep. MPE No.06P/0746/M.PE/ 1991
Pemeriksaan Keselamat-an KerjaUntuk Instalasi, Peralatan, danTeknis
Adanya kewajiban untuk melakukanpemeriksaan keselamatan kerja untuk instalasi,peralatan dan teknis secara rutin.
6. Kep. MNLH No. Kep-35/ MENLH/10/1993
Ambang Batas Emisi Gas BuangKendaraan Bermotor
Adanya batasan emisi gas buang bagikendaraan bermotor yang digunakan olehpemrakarsa
7. Kep.Men PU No.63/PRT/ 1993
Batas Badan Sungai, Per-untukanSungai, Daerah PengawasanSungai dan Bekas Sungai
Terkait dengan pengaturan dan pengawasanpenggunaan badan dan air sungai yang diguna-kan oleh pemrakarsa
8. Kep.Men Hub No. KM67/ 1993
Tata Cara Pemeriksaan Teknik danLaik Jalan Kendaraan Bermotor diJalan
Terkait dengan pemeriksaan kelaikan jalankendaraan bermotor yang digunakan olehpemrakarsa
9. Kep.Men Hub No. KM69/ 1993
Penyelenggaraan Angkutan Barangdi Jalan
Adanya pedoman yang harus diikuti olehpemrakarsa dalam penyelenggaraan angkutanbarang di jalan
10. Kep. MPE No. 103.K/008/ MEM/ 1994
Pengawasan atas PelaksanaanRencana Pengelolaan Lingkungandan Rencana PemantauanLingkungan Dalam BidangPertambangan dan Energi
RKL dan RPL nanti akan dilaksanakan dandilaporkan dengan tertib oleh pemrakarsa,karena pelaksanaan dan laporan itu akan selaludievaluasi oleh institusi pembina kegiatanmigas.
11. Kep.Men LH No. 13/MENLH/1995
Baku Mutu Emisi Sumber TidakBergerak
Baku mutu emisi sumber tidak bergerak ini akandiacu dalam setiap operasi alat non mobil yangmengeluarkan emisi
12. Kep. MNLH No. Kep-48/ MENLH/ 11/1996
Baku Tingkat Kebisingan Baku mutu tingkat kebisingan ini akan diacudalam setiap operasi alat yang mengeluarkankebisingan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-8
PT PERTAMINA EP - PPGM
D. Keputusan Menteri Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
13. Kep. MNLH No. Kep-49/ MENLH/ 11/1996
Baku Mutu Tingkat Getaran Baku mutu tingkat ini akan diacu dalam setiapoperasi alat atau kegiatan penyebab getaran.
14. Kep. MNLH No. Kep-50/ MENLH/ 11/1996
Kebauan Baku mutu kebauan ini akan diacu dalam setiapoperasi kegiatan yang menimbulkan kebauan.
15. Kep. MPE No.300.K/38/ M/ PE/ 1997
Keselamatan Kerja Pipa PenyalurMinyak dan Gas Bumi
Pedoman ini akan dijadikan acuan bagipemrakarsa dalam pemasangan pipa
16. Kep. MESDM No. 1457K/ 38/MEM/2000
Pedoman Teknis PengelolaanLingkungan di BidangPertambangan dan Energi
Pedoman ini akan menjadi pertimbangan pentingdalam penyusunan Dokumen AMDAL
17. Kep.Men.Neg. LH No. 4Tahun 2001
Kriteria Baku & PedomanPenentuan Kerusakan TerumbuKarang
Terumbu karang merupakan salah satukomponen lingkungan hidup yang terkenadampak kegiatan
18. Kep.Men.Hub. No. KM53 Tahun 2002
Tatanan Kepelabuhanan Terkait dengan operasional dermaga
19. Kep.Men.Hub. No. KM55 Tahun 2002
Pengelolaan Pelabuhan Khusus Terkait dengan operasional dermaga
20. Kep.Men.Hub. No. KM63 Tahun 2002
Organisasi Tata Kerja KantorPelabuhan (KANPEL)
Terkait dengan operasional dermaga
21. Kep.Men.Kes. No. 876/Men.Kes/SK/VII/2001
Pedoman Analisis DampakKesehatan Lingkungan
Pedoman untuk mengkaji aspek kesehatanmasyarakat dalam AMDAL
22. Permen Kesehatan No.416 Tahun 1990
Syarat-syarat dan Penga-wasanKualitas Air Bersih
Terkait dengan syarat-syarat pengawasankualitas air untuk keperluan domestik
23. Kep. MNLH No. 112Tahun 2003
Baku Mutu Air Limbah Domestik Terkait dengan pengaturan mutu air limbahdomestik yang keluar dari IPAL rencana kegiatan
24. Kep. MNLH No. 128Tahun 2003
Tatacara dan Persyaratan TeknisPengelolaan Tanah Terkontaminasioleh Minyak Bumi Secara Biologis
Pedoman ini akan digunakan oleh pemrakarsadalam penanganan tanah yang kemungknanterkontaminasi oleh kegiatan
25. Kep. MNLH No. 129Tahun 2003
Baku Mutu Emisi Usaha dan atauKegiatan Minyak dan Gas Bumi
Pedoman ini akan dijadikan acuan dalam upayapengendalian emisi dari kegiatan operasional
26. Per.Men.Hut No.19/Men.Hut-11/2004
Kolaborasi Pengelolaan KawasanSuaka Alam dan Pelestarian Alam
Terkait dengan lokasi rencana kegiatan dengankawasan lindung
27. Per.Men.Hub. No. KM 7Tahun 2005
Sarana Bantu Navigasi Pelayanan(SBNP)
Terkait dengan operasional dermaga
28. Kep.Men.LH No. 51Tahun 2004
Baku Mutu Air Laut Pedoman dalam pengelolaan kualitas air laut
29. Kep.MN.LH No. 45Tahun 2005
Pedoman Penyusunan LaporanPelaksanaan RKL dan RPL
Pedoman dalam penyusunan laporanpelaksanaan RKL dan RPL
30. Per. Men. NegaraLingkungan HidupNo. 08 Tahun 2006
Pedoman Penyusunan AnalisisMengenai Dampak LingkunganHidup.
Pedoman ini digunakan acuan dalampenyusunan dok. AMDAL
31. Kep.Men. PU No. 63PRT Tahun 1993
Batas Badan Sungai, PeruntukanSungai, Daerah PengawasanSungai dan Bekas Sungai
Pedoman ini digunakan sebagai acuan dalammenjelaskan peruntukan sungai
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-9
PT PERTAMINA EP - PPGM
D. Keputusan Menteri Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
32. Per. Men. NegaraLingkungan Hidup No.11 Tahun 2006
Jenis Rencana Usaha dan atauKegiatan yang Wajib Dilengkapidengan Analisis Mengenai DampakLingkungan Hidup
Berdasarkan Peraturan ini rencana kegiatanPPGM termasuk dalam rencana kegiatan yangwajib dilengkapi dengan Dokumen AMDAL
33. Per.Men. ESDM No.045 Tahun 2006
Pengelolaan Lumpur Bor, LimbahLumpur dan Serbuk Bor padakegiatan Pengeboran Minyak danGas Bumi
Sebagai acuan dalam pengelolaan lumpur bor,limbah lumpur dan serbuk bor yang dihasilkankegiatan ini
34. Per.Men.Hut No.64/Men. Hut-11/2006
Perubahan Permen Hut No.P.14/MENHUT-II/2006 tentangPedoman Pinjam Pakai KawasanHutan
Terkait dengan lokasi rencana kegiatan dengankawasan hutan.
E. Keputusan/Pera-turan Kepala BPN,
Bapedal dan lainnya
Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
1. Petunjuk PelaksanaanNo. Pol. Juklak29/VII/1991
Pengawasan, Pengendalian danPengamanan Bahan Peledak NonOrganik ABRI
Bahan peledak kemungkinan akan digunakanterutama dalam pelaksanaan konstruksi.
2. Peraturan Kepala BPNNo. 2 Tahun 1993
Tatacara Memperoleh Izin Lokasidan Hak-Hak Atas Tanah UntukPerusahaan
Prosedur yang harus diikuti pemrakarsa dalammemperoleh izin lokasi dan hak-hak atas tanahuntuk perusahaan
3. Keputusan Kepala BPNNo. 22 Tahun 1993
Petunjuk Peraturan Kepala BPN No.2 Tahun 1993
Petunjuk ini merupakan penjelasan dari tatacarayang harus diikuti pemrakarsa dalammemperoleh izin lokasi dan hak-hak atas tanahuntuk perusahaan
4. Kep.Ka. Bapedal No.56/ BAPEDAL/ 1994
Pedoman Mengenai UkuranDampak Penting
Pedoman ini akan diacu untuk menentukandampak penting dalam studi AMDAL
5. Kep.Ka. Bapedal No.01/ BAPEDAL/09/1995
Tatacara dan Persyaratan TeknisPenyimpanan dan PengumpulanLimbah Bahan Berbahaya danBeracun – B3
Akan diacu oleh pemrakarsa dalam penyimpanansementara dan pengumpulan limbah B3
6. Kep.Ka. Bapedal No.02/ BAPEDAL/09/1995
Dokumen Limbah B3 Akan diacu dalam sistem pelaporanpenyimpanan dan penanganan Limbah B3
7. Kep.Ka. Bapedal No.03/ BAPEDAL/09/1995
Persyaratan Teknis PengolahanLimbah B3
Hanya sebagai pertimbangan bahwa persyaratanteknis pengolahan limbah B3 sangat berat,sehingga kemungkinan pengolahan limbah B3oleh pemrakarsa akan diserahkan pihak ketigayang berkompeten.
8. Kep.Ka. Bapedal No.04/BAPEDAL/09/1995
Tatacara PersyaratanPenimbunan Hasil Pengolahan,Persyaratan Lokasi BekasPengolahan dan Lokasi BekasPenimbunan Limbah B3
Hanya sebagai pertimbangan bahwapersyaratan teknis pengolahan limbah B3sangat berat, sehingga kemungkinanpengolahan limbah B3 oleh pemrakarsa akandiserahkan pihak ketiga yang berkompeten
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok I-10
PT PERTAMINA EP - PPGM
E. Keputusan/Pera-turan Kepala BPN,
Bapedal dan lainnya
Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan
9. Kep.Ka. Bapedal No.05/ BAPEDAL/09/1995
Simbol dan Label Limbah B3 Simbol dan Label Limbah B3 yang akan diacuoleh pemrakarsa
10. Kep.Ka. Bapedal No.255/ BAPEDAL/01/1995
Tata Cara & PersyaratanPenyimpanan dan pengumpulanMinyak Pelumas Bekas
Sebagai pedoman dalam pengelolaan minyakpelumas bekas
11. Kep.Ka. Bapedal No.205/ 1996
Metode Pemantauan Emisi Udara Pedoman dan metode ini akan diikuti olehpemrakarsa dalam pelaksanaan pemantauanemisi udara akibat rencana kegiatan dantertuang dalam dokumen RPL
12. Kep.Ka. Bapedal No.229/11 /1996
Pedoman Teknis Kajian AspekSosial Dalam Penyusunan AMDAL
Pedoman ini akan diacu dan untuk pertimbangandalam proses penyusunan dok. AMDAL
13. Kep.Ka. Bapedal No.255/BAPEDAL/08/ 1996
Tatacara dan PersyaratanPenyimpanan dan PengumpulanMinyak Pelumas Bekas
Prosedur ini akan diikuti oleh pemrakarsa dalammekanisme penyimpanan dan pengumpulanminyak pelumas bekas
14. Kep.Ka BAPEDAL No.124/12/ 1997
Panduan Kajian Aspek KesehatanMasyarakat Dalam PenyusunanAMDAL
Pedoman ini akan diacu dan untuk pertim-bangan dalam proses penyusunan dok. AMDAL
15. Kep. Ka BAPEDAL No.08 Tahun 2000
Keterlibatan Masyarakat danKeterbukaan Informasi DalamProses Analisis Mengenai DampakLingkungan Hidup
Pedoman ini diacu dalam pelaksanaan kegiatansosialisasi dan konsultasi masyarakat
F. Peraturan Daerah1. Peraturan Daerah
Propinsi SulawesiTengah No. 2 Tahun2004
Rencana Tata Ruang WilayahPropinsi Sulawesi Tengah
Panduan dalam penetapan keterkaitan lokasirencana kegiatan dengan rencana tata ruangwilayah di daerah
G. Lain-lain Tentang Keterkaitan Dengan Rencana Kegiatan1. Panduan Pengelolaan
Lumpur BorPERTAMINA-BPPKATahun 1994
Panduan ini akan diacu oleh pemrakarsa dalampenanganan lumpur bor
2. StandardPertambangan MigasNo. 50.54. 2-1994
Sistem Perpipaan Transmisi danDistribusi Gas
Panduan ini akan diacu oleh pemrakarsa dalampembangunan dan pemeliharaan sistemperpipaan transmisi dan distribusi gas
3. Codes and Standards Panduan ini akan diacu oleh pemrakarsan dalampelaksanaan kegiatan dalam proyek PGM.(Lihat Lampiran 8)
4. Protokol 1996 atasKonvensi tentang Pen-cegahan PencemaranLaut oleh DumpingLimbah dan Bahan lain,1972 dan Resolusi yangdiadopsi oleh SidangKhusus
Pedoman dalam upaya pencegahan pencemaranlaut oleh berbagai bahan pencemar
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-1
PT PERTAMINA EP - PPGM
Bab-2RUANG LINGKUP STUDI
2.1. LINGKUP RENCANA KEGIATAN YANG AKAN DITELAAH DAN ALTERNATIFKOMPONEN RENCANA KEGIATAN
2.1.1. Status dan Lingkup Rencana Kegiatan yang akan ditelaah
2.1.1.1. Status Studi AMDAL
Secara umum status studi AMDAL yang sedang dikerjakan ini dilakukan setelah studi
kelayakan ekonomi selesai dan dilakukan bersamaan dengan studi kelayakan teknis. Sejauh ini
PPGM telah melakukan sejumlah kajian atau penyelidikan dan aktivitas, termasuk:
Pemboran seismic, eksplorasi dan delineasi guna mengidentifikasi lapangan gas alam yang
ada untuk menentukan cadangan yang tersedia.
Seleksi lokasi Kilang LNG yang diusulkan.
Konsultasi Publik
Baseline study (pengumpulan data meteorologis, geologi, kelautan dan lingkungan sosial
ekonomi yang spesifik untuk lokasi pemilihan pelabuhan).
Studi gempa bumi dan tsunami
Studi pemilihan material dan pemilihan teknologi, dan
Kajian Permulaan Pekerjaan Desain.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-2
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.1.1.2. Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan dengan Tata Ruang Setempat
Lokasi rencana kegiatan PPGM meliputi wilayah yang termasuk dalam Kecamatan Toili
Barat, Kecamatan Toili dan Kecamatan Batui, dan Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai
(Gambar 2.1).
Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah No 2 Tahun 2004 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi Tengah (Lampiran 5.1) serta sesuai pula
dengan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banggai Tahun 2003-2013
(Bappeda Kab. Banggai, 2003) menunjukkan bahwa wilayah rencana kegiatan di Kecamatan
Toili Barat, Toili, Batui dan Kintom termasuk dalam Wilayah Pengembangan Selatan dan
bersinggungan dengan Suaka Margasatwa Bangkiriang. Rencana struktur ruang wilayah untuk
masing-masing ibukota kecamatan di wilayah kegiatan PPGM akan dikembangkan berbeda-
beda, dimana ibukota Kecamatan Toili direncanakan akan menjadi Kota Pusat Kegiatan Lokal
(KPKL), ibukota Kecamatan Batui akan dikembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Sub Wilayah
(KPKSW), dan ibukota Kecamatan Kintom akan dikembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan
Khusus (KPKK).
Pola pemanfaatan ruang, menurut skenario moderat, setiap wilayah kecamatan lokasi
proyek juga berbeda-beda. Di bagian wilayah Kecamatan Toili Barat yang menjadi tapak proyek
pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan permukiman, lokasi
perusahaan, tanaman pangan, kawasan lindung, dan sebagian kecil untuk cadangan
pemanfaatan lain-lain. Di bagian wilayah wilayah Kecamatan Toili yang menjadi tapak proyek
pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan lokasi perusahaan,
tanaman pangan, permukiman dan sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain.
Sementara itu bagian wilayah Kecamatan Batui yang menjadi lokasi tapak proyek
pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk hutan suaka (Suaka Margasatwa
Bangkiriang), kawasan lindung, transmigrasi, permukiman, tanaman pangan, lokasi industri dan
perkebunan. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banggai secara detil disajikan pada
Gambar 2.2.
Jadi secara umum lokasi rencana kegiatan PPGM sesuai dengan tata ruang (RTRW)
Kabupaten Banggai (Bappeda Kab. Banggai, 2003) yang saat ini masih berlaku, kecuali rencana
jalur pipa yang melewati Suaka Margasatwa Bangkiriang. Oleh karena itu perlu adanya alternatif
jalur pipa yang tidak memotong kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang.
Pihak PPGM telah melakukan penanganan bersama dengan Dinas Kehutanan Pusat pada
tanggal 6 Juli 2007 untuk membicarakan perihal tersebut di atas dan hasilnya masih menunggu
keputusan dari Direktorat Jenderal Kehutanan Pusat.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-3
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.1.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-4
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.2.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-5
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.1.1.3. Uraian Rencana Kegiatan Penyebab Dampak
2.1.1.3.1. Uraian Umum Rencana Kegiatan
A. Jenis Prasarana dan Luas Kebutuhan Lahan
Tabel berikut adalah kebutuhan luas lahan masing-masing prasarana.
Tabel 2.1. Luas Tapak Proyek Termasuk Kebutuhan Lahan Prasaranadan Sarana Lain
No Prasarana Satuan LuasLahan
1. Manifold station (MS) 2 lokasi, @ 6 Ha 12 Ha
2. Block station (BS) 3 lokasi, @ 15 Ha 45 Ha
3. Jalur pipa ”flow line” 5 lokasi, lebar 8 m,panjang 35 km
14 Ha
4. Jaur pipa ”trunk line” dari 2 BS LNG Plant Lebar 20 m, panjang60 km 120 Ha
5. Kilang LNG 1 unit 200 Ha
6. Pembuatan jalan baru dan peningkatan jalan yang sudahada untuk pemboran sumur-sumur pengembangan
Lebar 6-8 m, panjangsekitar 15 km
60 Ha
7. Pelabuhan dan sarananya berupa pembangunan Jetty(100 m)
Lebar 200 m, panjangsekitar 500 m
± 10 Ha
Luas total lahan yang diperlukan 461 Ha
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
Catatan: *) Ada dua kemungkinan data mengenai luas lahan karenaadanya dua alternatif lokasi pemasangan pipa gas
Lahan yang diperlukan untuk pembangunan fasilitas manifold station di dua lokasi
yaitu adalah lebih kurang 2 x masing-masing lokasi 6 ha (12 ha); untuk pembangunan BS di
tiga lokasi seluas 45 ha; jalur pipa ”flowline” di lima lokasi tersebut adalah membutuhkan
lahan 8 meter lebar x 35 kilometer panjang flowline (14 ha); Kompleks Kilang LNG seluas
lebih kurang 200 ha; dan sistem pemipaan gas 20 meter lebar x 60 km panjang pipa (120
ha). Lokasi ini perlu dipersiapkan sebelum pemboran sumur-sumur pengembangan, yaitu
dengan pembuatan jalan masuk lokasi (pembuatan jalan baru dan peningkatan jalan yang
sudah ada) dengan panjang kumulatif dari semua sumur ± 15 km dengan lebar 6 – 8 m
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-6
PT PERTAMINA EP - PPGM
(sekitar 60 ha). Selain itu pembangunan pelabuhan dermaga dan sarananya (Jetty) akan
mebutuhkan lahan seluas ± 10 Ha. Jadi luas lahan yang diperlukan untuk tapak proyek
sekitar 461 ha. Lahan yang dipergunakan akan menggunakan lahan milik masyarakat atau
lainnya. Pelaksanaan pengadaan lahan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
B. Kapasitas Produksi
Rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh PT. PERTAMINA EP, Proyek
Pengembangan Gas Matindok adalah mulai dari kegiatan pemboran sumur pengembangan
untuk sarana memproduksikan gas di Blok Matindok, pembangunan Block Station (BS)/
fasilitas pemrosesan gas (GPF) dan membangun pipa transmisi gas (flowline dantrunkline),
membangun Kilang LNG berikut Pelabuhan untuk membawa LNG maupun Sulfur yang
diproduksi ke luar Kabupaten Banggai.
Kapasitas produksi gas di Blok Matindok diperkirakan ± 100 MMSCFD (gross), dengan
kandungan kondensat ± 850 bopd dan air produksi ± 2500 bwpd, dan diprakiraan umur
produksi lebih kurang 20 tahun yang didasarkan atas besarnya cadangan gas dan hasil
kajian ekonomi. Gas yang diproduksi mengandung CO2 ± 2,5%, Total Sulfur ± 3.000 ppm
dan adanya kemungkinan unsur lainnya.
Fasilitas produksi gas yang akan dibangun terdiri dari Sumur Gas, Flowline, Gathering
Line, Block Station. Pipa transmisi dari GPF menuju ke Kilang LNG direncanakan berukuran
Ø 34” sepanjang ± 25 km dengan lintasan sebagian besar berada sekitar 500 m menjauhi
pantai sejajar jalan raya.
Kandungan unsur yang ada di dalam gas hasil produksi selengkapnya disajikan pada
Tabel 2.2.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-7
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.2. Komposisi Gas Hasil Produksi Sumur-sumur Gas Blok Matindok (Dalam % mol)
DONGGI 1 DONGGI 1 DONGGI 1 DONGGI 2 DONGGI 3SUKA-
MAJU-1MALEORAJA-1
MINAHAKI-1
MATINDOK
MENTAWA-1
KP. BALIA
KP. BALIA
DST-3 DST-4 DST-5 DST-1 DST-2 DST-3 DST-1 DST-2
Hydrogen Sulphide H2S 0.1000 0.41 – 0.60 0.35 – 0.40 0.10 – 0.12 0.37 – 0.41 0.20 – 0.28 0.4000 0.00 – 1.00 1.2 0.1200 0.5013 0.1290
Alkyl Merkaptan RSH 0.0005 0.0021 0.0018 0.0005 0.0019 0.0010 0.2241 0.0000 0.0000 0.0000
Carbonyl Sulphide COS 0.0002 0.0008 0.0007 0.0002 0.0008 0.0004 0.0002 0.0000 0.0000 0.0000
Nitrogen N2 1.1300 1.1300 1.0700 0.8900 1.3400 2.9800 2.2400 0.8700 1.7400 1.2291 1.2824
Carbon Dioxyde CO2 2.4600 2.4600 2.4400 1.7700 3.1800 0.3100 3.0300 1.8000 2.1400 2.4635 2.3374
Methane CH4 92.2800 92.2800 92.1200 93.0200 91.2600 86.0350 81.1200 88.2400 91.7500 92.6297 92.8049
Ethane C2H6 1.5100 1.5100 1.5300 1.4400 1.6300 4.8450 5.4400 4.1500 1.6900 1.4717 1.4726
Propane C3H8 1.1700 1.1700 1.1800 1.1900 1.2600 2.1300 4.0800 1.9800 1.4300 1.1780 1.1685
Iso-Butane i-C4H10 0.3300 0.3300 0.3400 0.3600 0.3400 0.6200 0.9200 0.4400 0.3500 0.3119 0.3112
Normal-Butane n-C4H10 0.3400 0.3400 0.3400 0.3600 0.3400 0.9500 1.1300 0.6500 0.4000 0.3205 0.2997
Iso-Pentane i-C5H12 0.1900 0.1900 0.2000 0.2000 0.1700 0.3900 0.5500 0.3600 0.1500 0.1592 0.1475
Normal-Pentane n-C5H12 0.1200 0.1200 0.1200 0.1200 0.1000 0.2800 0.4000 0.2800 0.0900 0.0898 0.0804
Hexane C6H14 0.1000 0.1000 0.1200 0.0500 0.0600 0.2900 0.3500 0.6400 0.0600 0.0848 0.0636
Heptane plus C7H16 0.3700 0.3700 0.4700 0.5700 0.2600 1.0900 0.7400 0.5300 0.0800 0.0618 0.0318
Mercury Hg 8.2420E-08 8.2420E-08 8.2420E-08 8.2420E-08 8.2420E-08 8.2420E-08 1.1260E-08 8.2420E-08 5.5553E-094.736100%
7E-09
Total 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-8
PT PERTAMINA EP - PPGM
C. Umur Kegiatan
Kegiatan pengembangan dibagi kedalam beberapa tahapan, yaitu prakonstruksi,
konstruksi, operasi dan pasca operasi (Tabel 2.3).
Tabel 2.3. Umur Kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok
No. TahapKegiatan
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 ...............2035
1. Prakonstruksi ****************
2. Konstruksi ************
3. Operasi
a. Pemboran
b. Operasi prod. gas
************
****************
4. Pasca operasi *****
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
Pada tahap awal, kilang LNG akan memproduksi LNG maksimum sampai dengan 2
juta metrik ton per tahun dengan pasokan gas alam antara 300 hingga 350 standar kaki
kubik per hari (million standard cubic feet per day, disingkat MMSCFD) yang berasal dari
Blok Matindok sebesar 100 MMSCFD dan dari Blok Senoro sebesar 200 MMSCFD. Selain itu,
juga akan dihasilkan kondensat maksimum sampai 1.500 barel oil per hari.
Pembangunan proyek yang meliputi pembangunan Gas Processing Facilities di darat,
jaringan pipa gas untuk menyalurkan gas menuju lokasi Kilang LNG, tanki penyimpanan
LNG, pelabuhan laut khusus untuk pengiriman LNG serta fasilitas pendukung Kilang. Bahan
baku gas akan dipasok dari 6 lokasi sumber gas dengan penambahan sumur gas hingga
mencapai 25 sumur produksi selama 20 tahun periode operasi. Jadwal kegiatan konstruksi
direncanakan akan dimulai akhir tahun 2007. Rencana kegiatan ini dilakukan secara
bertahap, dimana secara garis besar, dasar perencanaan fasilitas produksi diringkaskan
seperti disajikan pada Gambar 2.3, Gambar 2.4, dan Gambar 2.5.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-9
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.3. Diagram Blok Rencana Pengembangan Tahap 1
Gambar 2.4. Skema Rencana Pengembangan Tahap 2
Gambar 2.5. Diagram Alir Blok Pengembangan Blok Matindok 2026
34”x26500
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-10
PT PERTAMINA EP - PPGM
D. Jenis Sumber Energi dan Sumber Air yang Diperlukan di Lokasi Rencana Kegiatan
Jenis sumber energi utama untuk mendukung pengoperasian fasilitas produksi adalah:
1. Bahan bakar gas diperlukan untuk pengoperasian berbagai fasilitas seperti Pengering
Gas, Gas Treating Unit, pencairan gas menjadi LNG Penggerak Kompresor dan
Penggerak Generator listrik. Bahan bakar gas akan diambil dari hasil produksi sendiri.
2. Unit generator berbahan bakar minyak, yang disediakan untuk keadaan darurat di
masing-masing BS, Kilang LNG dan Dermaga/Pelabuhan. Bahan bakar minyak
didatangkan dari Kilang Pertamina.
3. Energi listrik yang berasal dari genset berbahan gas untuk penerangan dan penggerak
motor listrik.
Keperluan air cukup besar, untuk pemboran sekitar 420 m3 per sumur, hydrotest saluran
pipa sekitar 20.000 m3 dan kebutuhan air untuk operasi setiap unit BS sekitar 25 m3/hari.
Kebutuhan air tawar untuk konstruksi tersebut di atas, akan diambil dari air sungai atau
genangan air tawar terdekat.
Kebutuhan air untuk operasional Kilang LNG plant memerlukan air sebesar 75 m3/hari.
Untuk keperluan operasional tersebut akan menggunakan air tanah dalam.
E. Sosialisasi dan Konsultasi Publik
1. Sosialisasi
Pengumumam rencana kegiatan telah dilakukan melalui media cetak, poster, radio
siaran swasta setempat dan spanduk. Pengumuman di media massa lokal dan nasional,
poster dan spanduk disampaikan pada Lampiran I.
2. Konsultasi Publik
Dalam rangka penyusunan Kerangka Acuan (KA) ANDAL, telah dilaksanakan konsultasi
publik di 2 (dua) tempat, yaitu pada hari Selasa tanggal 23 Mei 2006 di Kecamatan
Batui dan Rabu tanggal 24 Mei 2006 di Kecamatan Toili antara PT Pertamina-EP dengan
masyarakat Kabupaten Banggai. Pertemuan ini dihadiri oleh delegasi PT Pertamina-EP,
wakil dari Kementrian Lingkungan, dari Ditjen Migas, Pemerintah Daerah Kabupaten
Banggai, Tim Penyusun Dokumen AMDAL dari PSLH UGM - PPLH UNTAD, serta
masyarakat Kecamatan Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat di Kabupaten Banggai.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-11
PT PERTAMINA EP - PPGM
Berdasarkan pengamatan dan evaluasi terhadap saran, pendapat dan tanggapan dari
masyarakat, Pemerintah Daerah dan pihak-pihak terkait dengan rencana kegiatan
pengembangan, terdapat beberapa masukan yang perlu menjadi perhatian sebagai berikut:
Pembebasan lahan dan kompensasi tanam tumbuh
Ketenagaan kerja lokal
Program pemberdayaan masyarakat
Keberadaan terumbu karang di lepas pantai
Keberadaan Suaka Margasatwa Bangkiriang
Semua saran, rekomendasi dan gagasan tersebut akan dipertimbangkan dalam desain
proyek tersebut dan apabila tidak bertentangan akan dimasukkan ke dalam naskah studi
AMDAL. Berita acara konsultasi publik dan wakil masyarakat yang hadir disajikan pada
Lampiran 2.
F. Kegiatan Pemboran
1. Pemboran Sumur
Secara geologi daerah Blok Matindok dan sekitarnya terletak di Cekungan Banggai yang
berada di sebelah selatan dari lengan bagian timur Pulau Sulawesi. Cekungan Banggai
merupakan bagian utama dari offshore depression sepanjang pantai sebelah selatan-
timur dari bagian tangan sebelah timur laut Sulawesi yang berbentuk tidak simetris
dengan kemiringan sepanjang garis pantai dan berorientasi dengan arah N60ºE.
Cekungan ini termasuk pada klasifikasi cekungan transform refted yang merupakan
cekungan active margin basin or collision related basin. Stratigrafi regional Cekungan
Banggai dapat dilihat pada Gambar 2.6, dimana daerah ini mempunyai potensi
hidrokarbon dan telah terbukti menghasilkan hidrokarbon di batuan karbonat Formasi
Tomori dan Formasi Minahaki.
Sampai dengan bulan Februari 2006, telah dilakukan 12 pemboran sumur di Blok
Matindok, dimana 9 sumur berhasil menemukan gas di lima struktur (Donggi, Matindok,
Maleoraja, Sukamaju dan Minahaki) dan 3 sumur kering. Pemboran sumur masih
mungkin dilakukan di Blok Matindok ini, karena berdasarkan analisa Geologi dan
Geofisika masih terdapat beberapa prospek dan lead yang kemungkinan mempunyai
potensi kandungan hidrokarbon.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-12
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.6. Stratigrafi Regional Cekungan Banggai – Sula,Lengan Timur Sulawesi
2. Pemboran Sumur Pengembangan
Dari hasil beberapa pemboran sumur eksplorasi yang telah dilakukan di Blok Matindok
ini terdapat lima buah struktur yang mempunyai kandungan gas, dimana 5 buah
struktur tersebut di onshore. Cadangan gas (terambil) yang telah disertifikasi dari ke
enam struktur tersebut diperkirakan mencapai 696 BSCF gas (P1).
Berdasarkan analisa Geologi, Geofisika dan Reservoir (GGR) dari ke enam struktur
tersebut direncanakan untuk melakukan pemboran 18 sumur pengembangan
(Tabel 2.4), dengan kemungkinan ada sumur yang kering. Jenis kegiatan pekerjaan
sumur meliputi pemboran sumur pengembangan (18 sumur), work over/kerja ulang
(6 sumur), stimulasi, perawatan sumur, dan penutupan sumur.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-13
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.4. Rencana Sumur Pengembangan Blok Matindok
No. LAPANGAN SUMUR JENIS KEGIATAN
1 Donggi Donggi-1Donggi-2Donggi-3KPB-1DNG-ADNG-BDNG-CDNG-D
Work OverWork OverWork OverWork OverSumur PengembanganSumur PengembanganSumur PengembanganSumur Pengembangan
2 Minahaki Minahaki-1MHK-AMHK-BMHK-C
Sumur PengembanganSumur PengembanganSumur PengembanganSumur Pengembangan
3 Sukamaju Sukamaju-1SJU-A
Work OverSumur Pengembangan
4 Matindok Matindok-1MTD-AMTD-BMTD-CMTD-DMTD-EMTD-F
Sumur PengembanganSumur PengembanganSumur PengembanganSumur PengembanganSumur PengembanganSumur PengembanganSumur Pengembangan
5 Maleoraja Maleo Raja-1MLR-AMLR-B
Work OverSumur PengembanganSumur Pengembangan
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
Peralatan pemboran dan kapasitasnya disesuaikan dengan target pemboran. Selain itu,
masih digunakan pula peralatan pendukung operasi lainnya seperti air compressor,
cement mixer and pump, cement storage tanks, electric wire logging unit, mud pump,
mud logging equipment, desender and desilter, truck and trailers, pompa air, blow out
preventer, dan lain sebagainya.
3. Sumur Produksi
Setelah pemboran selesai, selanjutnya dilakukan penyelesaian sumur (well completion)
sesuai dengan program yang telah disusun, antara lain dengan pemasangan
production string, well head and Christmas tree.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-14
PT PERTAMINA EP - PPGM
G. Sistem Pemipaan Gas
1. Jalur pipa
Hasil produksi gas dari tiap-tiap sumur dialirkan melalui pipa produksi (flowline) dengan
diameter yang sesuai menuju Blok Station (BS) dan Gas Processing Facility (GPF). Lebar
lahan yang akan digunakan untuk pipa produksi tersebut sekitar 8 meter dengan
panjang kumulatif ± 35 km untuk 18 sumur. Layout masing-masing lokasi Block Station
dan flowline diringkaskan seperti pada Gambar 2.7 – 2.11.
Gambar 2.7. Lokasi Block Station Donggi dan Flowline
Flowline Jarak(m)
DNG - 1 to BS DONGGI 1,208DNG - 2 to BS DONGGI 2,132DNG - 3 to BS DONGGI 4,569DNG - 5 to BS DONGGI 2,518DNG - AA to BS DONGGI 1,268DNG - BB to BS DONGGI 1,637DNG - CC to BS DONGGI 2,087
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-15
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.8. Lokasi Block Station Matindok dan Flowline
Gambar 2.9. Lokasi Block Station Maleoraja dan Flowline
Flowline Jarak(m)
MLR - 1 to BS MALEORAJA 100MLR - AA to BS MALEORAJA 1,435MLR - AA to BS MALEORAJA 676
Flowline Jarak(m)
MTD- 1StoBSMATINDOK 1,208MTD- AAto BSMATINDOK 2,132MTD- BBto BSMATINDOK 4,569MTD- CCtoBSMATINDOK 2,518MTD- DDtoBSMATINDOK 1,268MTD- EEto BSMATINDOK 1,637MTD- FF toBSMATINDOK 2,087
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-16
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.10. Lokasi Block Station Sukamaju dan Flowline
Gambar 2.11. Lokasi Block Station Minahaki dan Flowline
Flowline Jarak(m)
MHK - AA to BS MINAHAKI 100MHK - 1S to BS MINAHAKI 886MHK - BB to BS MINAHAKI 912MHK - CC to BS MINAHAKI 1,827
Flowline Jarak(m)
SJU - 1 to BS SUKAMAJU 100SJU - 1 to BS SUKAMAJU 500
KA-ANDAL
PT PERTAMINA EP - PPGM
Desain flowline tersebut berdasarkan ASME/ANSI B.31.8. (keterangan Code dan
Standard, lihat Lampiran 11) dan GPSA Hand Book.
Selan
fasilit
dialir
langs
yang
LNG
berdi
mela
dialir
selan
tekan
BS D
llR -A
R
SDV-1
WELLDNG
WeBTProyek Pengembangan Gas Matindok II-17
Gambar 2.12. Flowline Diagram
jutnya gas dari MS dialirkan dengan pipa 14”, 16”, 18”, 20” (yang sesuai) ke
as processing gas. Gas dari BS Donggi-Minahaki, gas dari BS Matindok-Maleoraja
kan ke LNG Plant. Sedangkan gas dari BS Sukamaju diproses lebih lanjut dan
ung dijual ke IPP Banggai. Gas yang telah diproses di BS di Donggi dan Matindok
kandungannya sesuai dengan standar gas yang akan dipasarkan dikirim ke Kilang
di Batui atau Kintom. Pengiriman gas dari BS Donggi dilakukan melalui pipa
ameter 16” sepanjang lebih dari 40 km sampai di Junction selanjutnya dialirkan
lui pipa berdiameter 34” sampai ke Kilang LNG. Sedangkan BS Matindok, gas
kan melalui pipa diameter 16” sepanjang sekitar 3 km sampai di Junction
jutnya di alirkan pada jalur pipa 34” yang sama ke LNG Plant. Untuk memperoleh
an sebesar 773 psi pada pipa berdiameter 34” maka perlu dipasang kompresor di
onggi dan Matindok
WellBT-B
WellKTB-1
WellKTB-2
WellNext
SDV-2
SDV-3
SDV-4
SDV-5
HP
Man
ifold
MP
Man
ifold
Test
Man
ifold
WELLMHK
WELLMTD
WELLMLR
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-18
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Disain Pipa
Disain pipa dan pemasangan pipa akan mengacu pada beberapa standard nasional
(misalnya Departemen Pertambangan dan Energi tentang Insatalasi Minyak dan Gas
Bumi No. 01/P/M/Pertamb/1980 dan Peraturan Dirjen MIGAS: Stadar Pertambangan
MIGAS (SPM, 1992) 50.54.0-50.54.1) dan internasional (antara lain API 5 SL –
Specification for Line Pipe, API 1104 –Welding of Pipeline and Related facilities, ASME
B31.8 – Gas Distrbution and Tranportation Piping System). Adapun daftar code, standar
dan acuan selengkapnya yang akan digunakan tercantum pada Lampiran 8. Secara
teknis disain pipa mampu digunakan selama minimal 30 tahun. Penyambungan pipa
dilakukan oleh tenaga yang memiliki sertifikat khusus.
3. Proteksi Korosi (Corrosion Protection) pipa
Proteksi korosi luar pipa gas dilakukan dengan sistem proteksi katodik (anoda karbon)
yang diharapkan mampu mengendalikan semua bentuk korosi luar di bawah tanah agar
dapat melindungi pipa dari korosi luar. Selain itu pipa dilengkapi dengan pembalut luar
pipa yang juga berfungsi melindungi pipa dari korosi luar. Sedangkan proteksi korosi
internal dilakukan dengan menginjeksi corrosion inhibitor ke dalam pipa gas secara
berkala.
Untuk memudahkan dalam pengukuran potensial dan arus yang mengalir pada pipa, maka
dipasang test box pada setiap jarak ± 1 km.
H. Block Station (BS)
Gas dari sumur produksi dialirkan ke 5 Stasion Pengumpul (Gathering station/Block Station)
yang terletak di masing-masing lapangan (Donggi, Matindok, Minahaki, Sukamaju dan
Maleoraja). Di dalam BS terdapat Unit separasi, Unit dehydrasi, Unit kompresi, Tangki
penampung, Unit utilitas dan Unit pengolah limbah (Flaring system dan IPAL). Berikut ini
adalah unit-unit operasi yang digunakan untuk pemrosesan gas di BS. Seluruh Blok Station
atau Stasiun Pengumpul Gas di Blok Matindok terdiri dari Stasion Pengumpulan (Gathering
System) dan sistem separasi gas bumi yang terdiri dari separator, tangki kondensat, dan
unit dehidrasi. Unit dehidrasi diperlukan untuk mengurangi kandungan air dalam gas bumi
agar tercapai spesifikasi gas pipeline yaitu maksimum 7 lb/MMSCF.
KA-ANDAL Proyek
PT PERTAMINA EP - PPGM
1. Unit Separasi
Hidrokarbon dari sumur produksi mengandung kondensat, air dan gas dimana jumlah
terbesar adalah gas. Langkah awal untuk memisahkan kondensat, air dan gas adalah
dengan menggunakan separator gas. Di dalam alat tersebut kondensat dan air terpisah
dari gas. Kondensat dan air akan mengalir dari bagian bawah separator sedangkan gas
akan mengalir dari bagian atasnya. Proses pemisahaan di dalam alat tersebut hanya
merupakan proses fisika dan tanpa penambahan bahan kimia.
Kondensat dan air dipisahkan dengan prinsip ketidak-saling-larutan dan perbedaan
berat jenis. Kondensat ditampung di tangki penampung, sedangkan air diproses lebih
lanjut dalam sistem pengolah air (waste water treatment).
Apabila tekanan gas dari sumur berkurang akibat penurunan tekanan reservoir secara
alami, maka akan dilakukan pemasangan kompresor di Gathering Station/ Block Station
guna menjaga stabilitas tekanan gas yang masuk ke System CO2/ H2S Removal maupun
ke konsumen gas tetap stabil.
Kondensat ditampung di tangki penampung untuk dikirim ke Kilang LNG di Batui
menggunakan mobil tangki. Gambar 2.13 menunjukkan sistem kerja dari gathering
station/block station.
Gambar 2.13. Diagram Alir Block Station/Gathering Station.Keterangan: HP (high pressure), MP (medium pressure), LP (low pressure),
Pengembangan Gas Matindok II-19
KO (knock out), AGRU (acid gas removal unit)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-20
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Dehydration Plant
Setelah gas keluar dari unit separasi, gas tersebut selanjutnya dialirkan ke Dehydration
Unit. Dehydration plant berfungsi untuk mengeringkan gas, yaitu untuk menyempurna-
kan pengurangan air yang terikut di dalam gas. Proses yang berlangsung di dalamnya
adalah proses absorbsi (penyerapan) air dengan menggunakan bahan kimia
triethyleneglycol (TEG), yang mana TEG dapat dipakai lagi setelah dibersihkan dari air
secara fisis (close cycle). Hasil dari proses tersebut adalah gas yang sudah memenuhi
syarat untuk dikirim ke konsumen. Gambar 2.14 memperlihatkan skema kerja
dehydration plant.
Gambar 2.14. Skema Kerja Dehydration Plant
3. Tangki Penampung
Tangki penampung dipakai untuk menampung kondensat yang berasal dari separator,
sebelum diangkut ke Batui. Jumlah tangki penampung yang dipakai sebanyak 2 buah
dengan kapasitas masing-masing sebesar ± 1300 m3. Kondensat akan diangkut dari
Block Station ke kilang LNG di Batui dengan menggunakan road tank atau mobil tangki.
Sales Gas
AGRU
GlycolContactor
Glycol/ CondensateSkimmer
GlycolStrippingColumn
Reboiler
GlycolFilter
V-1
Glycol Cooler
ColdGlycol
Exchanger
Hotglycol
Exchanger
Glycol SurgeDrum
GlycolMake-upPump
GlycolInjection
Pump
V-2 To Flare
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-21
PT PERTAMINA EP - PPGM
4. Kompresor
Kompresor yang akan dipergunakan untuk menjaga tekanan keluar dari Block station
tetap sebesar 900 psig. Kompresor ini dipasang di block station dan pemasangannya
setelah tekanan dari sumur gas sudah berada kurang dari 900 psig. Jumlah kompresor
yang ditempatkan di Block Station rata-rata 3 unit per lokasi. Hal ini dikarenakan pada
umumnya tekanan gas yang keluar dari sumur akan mengalami penurunan secara
alamiah selama proses produksi, sehingga diperlukan tambahan kompresor baru di
Gathering Station/block station.
5. Unit pengolah air
Unit pengolah air atau Unit “Effluent Treatment” atau Instalasi Pengolah Limbah Air
(IPAL) dipakai untuk mengolah limbah cair yang berasal dari separator dan lain-lain.
6. CO2/ H2S Removal (AGRU)
Gas yang mengalir dari Block station sebelum masuk ke Kilang LNG akan dikurangi
kandungan CO2 dan H2S nya dengan proses absorbsi menggunakan larutan MDEA
(Methyl DiethanolAmine) dalam Acid Gas Removal Unit (AGRU). Prinsip kerja unit
tersebut adalah penyerapan gas CO2 dan H2S di dalam absorber dan melepaskannya
lagi di dalam menara stripper atau column, sehingga diperoleh sweet gas dengan
kandungan CO2 dan H2S yang rendah. Gambar 2.15 menunjukkan diagram alir Acid
Gas Removal Unit. Gas dari 5 Block Station dialirkan melalui pipa ke Acid Gas Removal
Unit yang terletak di GPF di Kayowa atau di Kilang LNG.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-22
PT PERTAMINA EP - PPGM
Acid Gas Removal Unit (AGRU)
Fungsi utama dari AGRU adalah pembuangan karbon dioksida. Pembuangan karbon
dioksida diperlukan untuk mencegah timbulnya masalah pembekuan dan penyumbatan
pada suhu yang sangat rendah yang dipakai dalam Unit liquifaction. Konsentrasi karbon
dioksida dalam aliran gas akan dikurangi sampai 50 bagian per sejuta volume (ppmv)
dengan cara penyerapan dengan menggunakan larutan dasar-amina (amine-based
solution). Kegiatan ini merupakan pengolahan lingkaran tertutup (closed-loop) dan
regeneratif sehingga karbon dioksida yang terserap akan terangkat dari larutan yang
mengandung (banyak) karbon dioksida. Karbon dioksida yang terangkat akan dilepas ke
udara, dan larutan amina yang sudah bebas dari karbon dioksida dikembalikan pada
langkah penyerapan.
Larutan dasar-amina yang dipakai dalam semua AGRU juga akan menghilangkan
seluruh campuran sulfur yang telah berkurang yang mungkin masih tertinggal (sebagai
contoh, hydrogen sulfida, merkaptan, dan lain-lain). Namun demikian, analisis bersifat
komposisional yang ada menunjukkan bahwa sulfur yang tertinggal dalam ransum
(feed) gas alam hanya sedikit sekali atau tidak ada sama sekali.
DHP
GATHERINGSTATION
AmineContactor
Amine FlashTank
Lean-RichAmine
Exchanger
StillStrippingColumn
Reboiler
AmineboosterPump
LeanAmineCooler
AmineFilter
AmineCirculation
Pump
SRU
CondenserOutletGas Scrubber
InletGas Scrubber
Gambar 2.15. Diagram Alir Acid Gas Removal Unit
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-23
PT PERTAMINA EP - PPGM
7. Sulfur Recovery Unit (SRU)
Sulfur recovery dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan dan perundangan- undangan
lingkungan sesuai dengan nilai ambang batas yang diizinkan pada Kepmen LH No.129
Tahun 2003. Terdapat beberapa proses yang tersedia untuk memproduksi sulfur dari
hydrogen sulfide. Beberapa proses didesain dengan maksud untuk memproduksi sulfur
dan beberapa proses juga dikembangkan dengan tujuan utama untuk menghilangkan
kandungan H2S dari gas bumi dengan produksi sulfur hanya sebagai hasil dari proses
lanjutan yang harus dilakukan.
Mengingat masih terdapat 2 kemungkinan kandungan sulfur dalam Gas Alam yang
diproduksikan dari sumur2 gas di blok Matindok, maka Teknologi Proses yang
dipertimbangkan untuk sulfur recovery ada dua yaitu ;
a. Proses Claus
Proses Claus dipilih apabila kandungan sulfur dalam gas alam mencapai lebih dari
5000 ppm. Dari banyak teknologi yang ada, proses Claus adalah yang paling
terkenal dan paling banyak diaplikasikan di seluruh dunia. Proses Claus
menggunakan prinsip oksidasi menggunakan oksigen atau udara pada suhu sekitar
1200 oC melalui reaksi sebagai berikut ;
H2S + O2 SO2 + H2O
H2S + SO2 S + H2O
Proses Clauss dapat memproduksi sulfur dari umpan gas yang mengandung 15% -
100% H2S. Terdapat berbagai macam skema alir dari proses Clauss dimana
perbedaan utamanya terletak pada susunannya saja.
Gas asam dikombinasikan secara stoikiometri dengan udara untuk membakar 1/3
dari total H2S menjadi SO2 dan semua hidrokarbon menjadi CO2. Pembakaran H2S
terjadi di burner dan kamar reaksi. Aliran massa bertemperatur tinggi hasil dari
pembakaran dilairkan ke waste heat boiler dimana panas akan dibuang dari gas
hasil pembakaran tersebut. Aliran gas selanjutnya diumpanakan ke reactor dimana
akan terjadi reaksi yang akan mengubah SO2 menjadi sulfur. Hasil reaksi
selanjutnya didinginkan di kondenser pertama dan sulfur cair yang dihasilkan
dipisahkan. Gas yang keluar condenser pertama selanjutnya dipanaskan dan
diumpankan ke reactor kedua. Dalam reactor ini terjadi reaksi yang sama dengan
reaksi dalam reactor pertama. Produk yang keluar dari reactor kedua selanjutnya
didinginkan dalam condenser kedua dan sulfur cairnya dipisahkan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-24
PT PERTAMINA EP - PPGM
b. Proses Shell Paques
Untuk kandungan sulfur dalam gas alam dibawah 5000 ppm, maka akan dipilih
teknologi dari Shell Paques. Proses Shell Paques adalah proses biologi untuk
removal H2S dari umpan gas sangat sesuai untuk kapasitas produksi sulfur 0.5 – 30
ton/hari. Larutan yang digunakan untuk menyerap H2S adalah larutan soda yang
mengandung bakteri sulfur. Penyerapan H2S terjadi pada kolom absorber dan
larutan yang keluar dari absorber diregenerasi di tangki aerator dimana hidrogen
sulfida secara biologi dikonversi menjadi elemen sulfur oleh bakteri sulfur.
Konsentrasi H2S yang bisa dicapai oleh proses ini dibawah 5 ppmv. Tekanan operasi
proses Shell Paques adalah 0.1 – 90 barg.
c. Tail Gas Treating
Dalam Tail Gas Treating Unit, senyawa H2S yang tidak terkonversi dalam unit sulfur
recovery dikonversi menjadi senyawa sulfur sehingga gas buang yang dihasilkan
memenuhi spesifikasi lingkungan.
Secara keseluruhan, proses pemisahan gas asam dan proses sulfur recovery untuk
mencapai spesifikasi gas pipeline ditunjukkan oleh Gambar 2.16.
Gambar 2.16. PFD Acid Removal dan Sulfur Recovery Unit (Claus Process)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-25
PT PERTAMINA EP - PPGM
I. Kilang LNG
Rencana lokasi Kilang LNG di dua tempat yaitu pantai desa Uso (Kecamatan Batui)
atau Desa Padang (Kecamatan Kintom). Gas yang telah diproses di BS/GPF di Donggi dan
BS/GPF di Matindok yang kandungannya sesuai dengan standar gas yang akan dipasarkan
dikirim ke Kilang LNG. Pengiriman gas dari GPF Donggi dilakukan langsung ke Kilang LNG
di Batui atau Kintom. Sedangkan Pengiriman gas dari GPF Matindok dilakukan melalui
junction pada pipa jalur Donggi-Kilang LNG di Batui atau Kintom.
Secara garis besar fasilitas di kilang LNG akan terdiri dari unit proses, unit
penampung, unit utilitas, unit pengolah limbah, unit pelabuhan dan infrastruktur. Diagram
alir Kilang LNG disederhanakan seperti pada Lampiran 10.
1. Unit Proses
Unit Proses terdiri dari Fasilitas Penerimaan Gas, Fasilitas Pemurnian Gas dan Fasilitas
Pencairan Gas.
a. Fasilitas Penerima Gas
Kapasitas design dari fasilitas ini direncanakan sebesar minimum 300 MMSCFD yang
terdiri dari knock out drum, separator dan slug chatcer. Dari fasilitas ini gas akan
dialirkan ke fasilitas pemurnian gas (Acid Gas Removal Unit/AGRU) melalui unit
kompresi. Kondensat yang terkumpul dari unit ini akan dialirkan ke unit stabilisasi
kondensat dari Fasilitas Pencairan Gas Bumi.
b. Fasilitas Pemurnian Gas
Kilang LNG dapat dipastikan akan terdiri dari dua bagian umum: bagian pemurnian
gas dan bagian pencairan/liquifaction gas. Bagian pemurnian gas diringkaskan di
bawah dan bagian pencairan gas dalam bagian berikutnya. Masing-masing dari
kedua train pemurnian yang hampir sama itu meliputi AGRU, Unit Pengeringan dan
Unit Pembuangan Merkuri (MRU). Pemurnian gas diperlukan untuk menghindari
masalah karat dan pembekuan dalam Unit Liquifaction.
Dehydration Unit
Tujuan dari Unit Pengeringan ini adalah untuk mengeringkan gas jenuh-air dari
AGRU untuk menghindari masalah pembekuan dan penyumbatan (formasi hidrat)
pada temperatur sangat dingin yang dipakai dalam Unit Pembekuan. Kadar air
dalam gas alam akan dikurangi sampai tidak lebih dari 1 ppmv.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-26
PT PERTAMINA EP - PPGM
Pengeringan akan dicapai dengan cara dua-langkah. Tumpukan air akan dibuang
dengan mendinginkan gas alam kasren (sweet) sampai 23°C dan pemisahan cairan
yang dipadatkan. Setelah langkah pembuangan tumpukan air, tingkat residu air
(sudah berkurang ke tingkat 1 ppmv) akan dibuang dengan penyerapan pada
saringan molekul. Penyerapan saringan molekul merupakan kegiatan siklus yang
melibatkan regenerasi periodik saringan setelah saringan dipenuhi air. Regenerasi
ini dilaksanakan dengan melewatkan aliran gas yang dipanaskan (gas alam kasren
dari AGRU) melalui dasar untuk melepaskan air yang tertahan sebelumnya. Gas
‘water-laden regenerant’ kemudian didinginkan agar mencair untuk mendapatkan
kembali air yang terkandung. Setelah pemisahan air, gas ‘water-laden regenerant’
akan diteruskan ke sistem gas bahan bakar. Air yang diperoleh akan diteruskan ke
Unit “Effluent Treatment”.
Unit Pembuangan Merkuri (MRU)
MRU menghilangkan kuantitas kecil merkuri yang mungkin masih ada dalam gas
alam yang diproduksi. Kandungan merkuri ini harus ditekan sampai di bawah
ambang batas baku mutu, untuk mencegah terjadinya kerusakan peralatan utama
dari unit pencairan gas yang sebagian besar terbuat dari aluminium. MRU diadakan
sebagai tindakan pencegahan karena merkuri dapat bereaksi dengan aluminium
pada Unit Pencairan, yang dapat menyebabkan tidak berfungsinya alat penukar
panas (heat exchanger). Dengan dibuangannya merkuri tersebut maka akan terjadi
penyerapan merkuri secara kimia pada dasar katalis non-regeneratif untuk diproses
ulang.
c. Fasilitas Pencairan Gas Alam
Tujuan utama dari Fasilitias Pencairan adalah untuk mencairkan gas alam menjadi
produk LNG. Sebelumnya dilakukan pemisahan kandungan hydrokarbon berat untuk
menghindari terjadinya pembekuan dalam pipa-pipa pencairan gas. Fasilitas
tersebut akan meliputi Unit Pendinginan/Pencairan, Unit Pemecahan (fractionation)
dan Unit Stabilisasi, dengn kapasitas fsilitas mencapai 2 juta mtpa.
Unit Pendinginan/Pencairan
Pencairan dilakukan dalam dua langkah. Langkah pertama meliputi pendinginan
awal gas alam sampai mencapai suhu lebih kurang minus 17°C sampai minus 34°C.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-27
PT PERTAMINA EP - PPGM
Setelah pendinginan awal, gas alam akan didinginkan sampai mencapai suhu yang
sangat dingin yaitu minus 164°C untuk menyempurnakan proses pencairan.
Kemudian LNG yang dihasilkan akan dialirkan ke tempat penyimpanan LNG.
Penggerak utama untuk kompresor pendingin direncanakan menggunakan turbin
gas. Pemilihan jenis turbin gas, jumlah turbin yang dibutuhkan serta pemakaian
tenaga listrik keseluruhan akan bergantung pada proses pendinginan yang akhirnya
dipilih.
Unit Fraksinasi
Unit ini akan memisahkan komponen yang lebih berat yang diperoleh dari gas alam
menjadi tiga jenis: metana dan etana; gas propana dan butana cair (LPG) serta
kondensat. Pemisahan akan dilakukan dalam kolom deethanizer yang akan
melepaskan gas metana dan etana, kolom depropanizer yang menghasilkan
propana (refrigerant grade propane), dan unit debutanizer yang akan memisahkan
komponen sisa menjadi satu jenis komponen butana dan pentana dan komponen
yang lebih berat. Gas metana yang diperoleh akan dikirim ke sistem bahan bakar
dari kilang di mana gas etana dan propana dapat dipakai sebagai bahan pendingin.
Gas butana dan semua kelebihan fraksi yang lebih ringan akan dialirkan kembali ke
dalam produk LNG. Gas pentana dan fraksi lebih berat (kondensat) akan diteruskan
ke Unit Stabilisasi.
Unit Stabilisasi
Unit Stabilisasi akan membuang setiap komponen ringan sisa yang mungkin
terdapat dalam aliran kondensat. Pembuangan komponen ringan ini diperlukan
untuk menjaga tekanan uap air kondensat sebelum disimpan. Hidrokarbon ringan
yang berasal dari unit ini akan dialirkan ke sistem gas bahan bakar.
d. Kompresor
Kompresor yang akan dipergunakan untuk menaikkan tekanan dari 450 psig
menjadi tekanan 750 psig yang ditempatkan di Kilang LNG dan Jumlah kompresor
yang ditempatkan di area Kilang LNG sebanyak 3 unit dengan kapasitas 150
MMSCFD/unit. Tekanan masuk (suction) ± 450 psig, sedangkan tekanan keluar
(discharge) ± 750 psig.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-28
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Fasilitas Penyimpanan Gas
Fasilitas Penyimpanan Gas akan terdiri dari sistem-sistem berikut:
Sistem Penyimpanan dan Pemuatan LNG
Sistem Penyimpanan dan Pemuatan Kondensat
Sistem Penyimpanan Bahan Pendingin (refrigerant)
Sistem Pembakaran Gas Buangan
Sistem Pencegahan Kebakaran
Sistem Pengolahan dan Pembuangan Limbah
Fasilitas tersebut di atas diringkaskan sebagai berikut:
Penyimpanan dan Pemuatan LNG
Produk LNG dari Unit Pendingin/Pencairan akan disimpan pada tekanan mendekati-
tekanan-atmosfir dalam tanki penyimpanan LNG dan kemudian secara berkala dimuat
ke tanker LNG pengangkut. Sistem pemuatan kapal akan dirancang untuk memindahkan
125.000 m³ dalam waktu lebih kurang 12 jam. Sistem penyimpanan LNG akan terdiri
dari 2 tanki yang masing-masing berkapasitas lebih kurang 80.000 m³.
Penyimpanan dan Pemuatan Kondensat
Produk kondensat dari Unit Stabilisasi akan disimpan dalam tanki kondensat dan secara
berkala dimuat kekapal kondensat untuk di ekspor melalui dermaga kondensat. Sistem
pemuatan kapal kondensat secara tentatif akan dirancang untuk memuat kapal
berkapasitas antara 1.000 - 5.000 DWT. Tanki kondensat akan mempunyai kapasitas
lebih kurang 20.000 m³.
Penyimpanan Bahan Pendingin
Gas propana yang berfungsi sebagai bahan pendingin akan disimpan dalam “bullet”
penyimpanan bahan pendingin bertekanan. Ukuran dari “bullet” penyimpanan ini akan
ditentukan selama masa pengembangan rancang bangun.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-29
PT PERTAMINA EP - PPGM
Sistem Pembakaran gas buangan (Wet dan Dry Flare)
Sistem Pembakaran Gas buangan akan digunakan untuk membuang gas hidrokarbon
dari train pengolahan Kilang LNG dan fasilitas offsites selama operasi normal, keadaan
pada waktu ada kerusakan peralatan maupun dalam keadaan darurat akan dibuang
dan dibakar langsung ke udara. Sistem Penglepasan dan pembuangan gas (Flare) akan
didisain tiga menara pembakaran yaitu Dry Flare untuk train pengolahan Kilang LNG,
Wet Flare untuk Acid Gas Removal Unit dan fasilitas offsites serta Marine Flare untuk
Kapal tanker pengangkut LNG pada saat memuat LNG ke Kapal.
Sistem Pencegahan Kebakaran
Sistem Pencegahan Kebakaran dapat dipastikan akan terdiri dari tiga komponen dasar
yaitu (1) alat pemantau dan alarm, (2) persyaratan pencegahan kebakaran pasif, dan
(3) peralatan dan sistem pemadam kebakaran aktif. Kilang LNG akan dilengkapi dengan
alat pemantau yang bekerja terus-menerus untuk memberi tanda kepada personil kilang
mengenai terjadinya kebakaran dan untuk memberikan indikasi yang jelas mengenai
lokasi dan keadaannya. Pencegahan kebakaran pasif, yang mengacu kepada ketentuan
rancangan yang digabungkan dalam rancangan kilang, akan dipakai sejauh mungkin
secara konsisten dengan batasan-batasan ekonomis.
Pencegahan kebakaran pasif meliputi:
membuat insulasi selubung bejana (vessel skirts) dan kolom/struktur rak pipa
tahan-api.
pelindung percikan untuk flanges atau komponen lain dengan tingkat kebocoran
tinggi.
spacing peralatan dan pengurungan tumpahan (spill containment) yang tepat
sesuai dengan standar internasional yang layak yang berlaku (seperti NFPA
59A).
Peralatan/sistem pemadaman kebakaran aktif adalah alat-alat (items) yang akan dipakai
secara aktif untuk mengawasi/memadamkan keadaan kebakaran/bahaya sebenarnya.
Pemadaman kebakaran aktif meliputi items dimaksud seperti:
Sistem distribusi air pemadam-api bertekanan udara untuk seantero daerah
pengolahan kilang termasuk cadangan dari pompa, hidran kebakaran, pemantau
kebakaran, gulungan/rak slang dan sistem distribusi perpipaan;
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-30
PT PERTAMINA EP - PPGM
Sistem penggenangan CO2 untuk semua ruangan turbin gas, mesin diesel dan
ruang pengawas tak-berorang;
Sistem penggenangan pemadam kebakaran non-halon (non-halon fire
supressant) untuk semua ruang pengawasan yang secara rutin ada orangnya;
Sistem busa dengan busa ekspansi tinggi untuk mengurangi tumbulnya uap
untuk tumpahan LNG terkurung dan busa ekspansi rendah digunakan untuk
tumpahan hidrokarbon berat;
Mobil kebakaran;
Pemadam bubuk kering tersedia dalam bentuk unit paket (contohnya, untuk
katup pembuang tekanan tanki penyimpan LNG) serta unit-unit portabel dan
beroda yang ditempatkan di keseluruhan kilang pemadam kebakaran tangan
portabel.
“Effluent Treatment Unit’ atau Instalasi Pengolah Limbah (IPAL)
Sistem ‘Effluent Treatment’ akan diadakan untuk mengumpulkan dan mengolah arus
limbah lembab terkontaminasi yang berasal dari Kilang LNG. ‘Liquid waste effluents’ dari
fasilitas akan terdiri dari air limbah berminyak pengolahan, air hujan tak-tertampung
dan air pencucian lantai yang terkontaminasi secara potensial, limbah bersih, dan jika
mungkin, penawaran air asin.
Untuk mengurangi kuantitas genangan air permukaan yang akan diolah, maka areal
kontaminasi permukaan potensial (daerah rawan kebocoran minyak) akan diawasi,
untuk mencegah run on dan run off, dan dialirkan ke kilang pengolahan limbah. Air
hujan tak-tertampung dari jalur hijau dan areal kilang yang tidak terkontaminasi oleh
limbah akan dibuang langsung ke laut.
3. Fasilitas Kebutuhan Utilitas
Semua utility yang diperlukan untuk menunjang kegiatan kilang akan disediakan sesuai
dengan kebutuhan. Kilang LNG akan ditunjang oleh seperangkat sistim utilitas yang
terdiri dari antara lain:
Sistem Pembangkit Tenaga Listrik
Sistem Bahan Bakar
Sistem Uap Tekanan Rendah
Sistem Air Kilang dan Peralatan
Sistem Nitrogen
Sistem Suplai Air
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-31
PT PERTAMINA EP - PPGM
Sistem Pembangkit Tenaga Listrik (Normal dan Darurat)
Semua kebutuhan tenaga listrik akan diproduksikan sendiri tanpa mendatangkan tenaga
listrik dari luar. Pembangkit tenaga listrik untuk operasi normal akan dicapai dengan
cara pembangkit turbin gas. Sumber bahar bakar untuk pembangkit turbin tersebut
adalah bagian dari gas alam yang diproduksi dan dimurnikan. Kebutuhan tenaga listrik
kilang diperkirakan sebesar kira-kira 58 mega watt akan diproduksi sendiri atau
menggunakan gas sebesar 10 MMCFD.
Jika terjadi kegagalan tenaga listrik utama, pembangkit diesel darurat akan disiapkan
untuk menjamin keberlangsungan fungsi instrumentasi dan kontrol, serta untuk
menyediakan penerangan darurat selama shutdown berkala. Sistem kelistrikan kilang
akan dilengkapi dengan peralatan start dan pemindahan (transfer) otomatis sehingga
kehilangan tenaga listrik akan segera menghidupkan pembangkit dan memindahkan
muatan yang penting ini ke sistem tenaga listrik darurat.
Sistem Bahan Bakar
Sistem bahan bakar gas akan diadakan untuk memasok bahan bakar untuk menjalankan
turbin pada kompresor pendingin, turbin pembangkit tenaga listrik, dan beberapa
penggerak mekanis lainnya di dalam Kilang LNG. Sumber utama bahan bakar gas
adalah aliran yang diambilkan dari suplai gas alam, ekstrak gas dari tanki penyimpanan
LNG, dan gas metana yang didapat dari “demetanizer”.
Bahan bakar diesel akan berfungsi sebagai sumber bahan bakar untuk kapal-kapal
tunda dan kapal-kapal lainnya, pompa air-pemadam-api darurat, Kompresor udara
cadangan dan pembangkit tenaga listrik darurat. Kuantitas bahan bakar diesel yang
tersedia setiap saat akan mencukupi untuk menjamin tersedianya suplai untuk
menjalankan pompa air-pemadam-api untuk waktu yang lama. Bahan bakar diesel akan
disimpan dalam satu atau lebih tanki penyimpanan.
Sistem Uap Tekanan Rendah
1 Unit Boiler didesign untuk menyediakan kebutuhan uap bertekanan rendah akan
berfungsi sebagai media panas untuk peralatan reboiler di unit gas treating.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-32
PT PERTAMINA EP - PPGM
Sistem Udara Kilang dan Peralatan
Udara untuk kilang dan peralatan akan dipasok oleh kompresor udara yang digerakkan
oleh motor listrik yang menyediakan udara untuk kebutuhan peralatan instrumentasi
dan kebutuhan lainnya seperti pemeliharaan kilang . Kompresor udara cadangan yang
digerakkan oleh mesin diesel juga akan diadakan untuk memungkinkan shut down
berkala dari setiap kompresor.
Sistem Produksi Nitrogen
Nitrogen dibutuhkan sebagai komponen dari bahan pendingin campuran, untuk
pembersihan peralatan dan perpipaan sebelum dibuka untuk perawatan dan untuk
aplikasi gas lapisan tertentu. Nitrogen akan didapat dari sistem udara kilang oleh kilang
pemisahan udara dan kemudian sebagian dicairkan untuk penyimpanan sebagai
nitrogen cair. Rancang-bangun dari unit penyimpanan dan penguapan nitrogen akan
direka untuk menyediakan jumlah nitrogen yang cukup untuk melayani kebutuhan satu
train LNG dalam waktu 10 jam selain untuk memenuhi kebutuhan lainnya kilang.
Sistem Suplai Air
Berbagai ciri air dari dari sumber-sumber yang secara potensial berbeda akan
disediakan untuk kilang yang meliputi yang berikut:
Sistem Air Tawar
Sistem Air Pemboran
Sistem Air Perawatan
Sistem Air Tingkat-murni-tinggi (High-purity Water)
Sistem Air Isian Pemanas (Boiler Feed Water)
Sistem Air Minum – (Potable/Drinking Water)
Air tawar akan berfungsi sebagai sumber pasokan air, setelah pengolahan yang
memadai, untuk pelayanan, pemurnian-tinggi dan pemanasan dan sebagai suplai air
minum. Sumber air tawar sejauh ini belum ditetapkan dan masih dikaji sebagai studi
alternatif dalam ANDAL. Beberapa alternatif yang masih dalam pertimbangan adalah
dari sumber air bawah tanah, air permukaan, atau jika pilihan yang tepat tidak ada akan
melakukan pemurnian air laut.
Air untuk pemboran akan dipasok ke unit pemboran untuk penyiapan lumpur air tawar.
Air pemboran juga akan dipakai pada anjungan bor sebagai air pembersih.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-33
PT PERTAMINA EP - PPGM
Air untuk pelayanan akan dipakai untuk pendingin bearing, kompresor dan turbin, untuk
melengkapi sistem air-pemadam-api, dan untuk kegunaan umum kilang seperti
pembersih lantai, pencuci perlengkapan, dan pengujian tekanan. Air demineraliser
diperlukan utuk memasok air pada AGRU dan untuk penyiapan pelarut pembuang gas
asam. Air ini akan dihasilkan dengan cara demineralisasi pertukaran ion (ion exchange
demineralization).
Air minum akan dipasok untuk keperluan minum selain untuk keperluan lain seperti
untuk tempat mandi dan cuci muka yang aman, pancuran ruang ganti, wc, penyiapan
makanan dan lain-lain. Air minum akan diproses untuk memenuhi undang-undang
kesehatan dan standar mutu yang berlaku.
4. Fasilitas Pelabuhan Khusus (Dermaga Khusus LNG)
Pemuatan Produk LNG
Produk LNG akan dimuat dari dermaga LNG dengan Kapal LNG berukuran 85.000
sampai 137.000 m³ diperkirakan akan singgah di pelabuhan ini untuk memuat LNG
yang diproduksi dengan frekuensi antara tiga hingga empat kapal per bulan. Proyek
LNG Donggi Senoro membutuhkan fasilitas pelabuhan khusus untuk kebutuhan
transportasi dan suplai proyek (Gambar-gambar dermaga LNG disajikan pada
Lampiran 9). Ada dua alternatif lokasi dermaga dan kilang LNG yang direncanakan
yaitu: (1) terletak di Uso Kecamatan Batui dan (2) di Padang Kecamatan Kintom.
Pelabuhan khusus ini merupakan pelabuhan yang akan dipergunakan dan dikelola
sendiri untuk kepentingan operasi Kilang LNG dan Fasilitas Produksi Gas Proyek LNG
Donggi Senoro serta tidak diperuntukan untuk masyarakat umum. Kegiatan pelabuhan
khusus dilakukan dalam skala kecil dan hanya untuk keperluan proyek dan tidak akan
digunakan untuk keperluan komersial lainnya atau pembuatan kapal laut. Berbeda
dengan pelabuhan laut pada umumnya, kegiatan pelabuhan laut khusus ini hanya terdiri
dari jembatan (trestles) dan daerah berlabuh. Pelabuhan khusus LNG terdiri dari
pelabuhan muat LNG jembatan (trestles) dan lintasan (causeways). Lokasi rencana
pelabuhan khusus ini mengikuti rencana lokasi untuk Kilang LNG yaitu di dua alternatif
lokasi yaitu pantai di Desa Uso Kecamatan Batui atau pantai Desa Padang Kecamatan
Kintom. Kedua lokasi alternatif dermaga khusus LNG ini ditetapkan ditetapkan
berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-34
PT PERTAMINA EP - PPGM
a) Kedalaman laut cukup untuk tanker LNG (13 m di bawah permukaan surut
terendah).
b) Jarak dari lokasi dermaga ke pantai merupakan jarak terdekat, sehingga
biaya kontruksi jembatan ke dermaga lebih murah.
c) Berdasarkan studi, sedimentasi yang terjadi di sekitar dermaga cukup
rendah sehingga tidak memerlukan pengerukan kolam pelabuhan selama
operasi.
d) Jarak dermaga LNG ke kilang LNG merupakan jarak terdekat, sehingga
biaya pemipaan untuk LNG dan utilitas lebih murah.
e) Jarak dermaga LNG cukup jauh dari fasilitas lainnya sehingga cukup aman
bagi kegiatan lainnya jika terjadi kebocoran LNG di dermaga.
Pada saat ini terdapat 1 (satu) pelabuhan umum di Luwuk ibukota Kabupaten Banggai.
Pada umumnya, lalu lintas kapal yang berhubungan dengan pelabuhan ini terdiri dari
kapal barang dari/ke Luwuk, kapal penumpang Tilong Kabila jurusan Indonesia Timur
milik PELNI. Letak pelabuhan umum ini sekitar 50 km dari pelabuhan khusus Proyek
LNG Donggi Senoro diperkirakan tidak akan menggangu lalu lintas kapal dari pelabuhan
Luwuk.
Tidak ada pra-investasi yang diperlukan untuk mengakomodasi kebutuhan perluasan
fasilitas pelabuhan khusus Proyek LNG Donggi Senoro, namun perencanaan harus
mempertimbangkan kemungkinan untuk menambah maximum dua train kilang LNG lagi
tanpa harus mempengaruhi kegiatan operasi produksi kilang LNG dan eskpor LNG
melalui pelabuhan khusus tersebut. Pada tahap operasi, daerah dengan radius sekitar
620 meter pada semua sisi dermaga LNG akan dijadikan sebagai Kawasan Tertutup bagi
lalu lintas kapal lainnya guna kepentingan keselamatan (safety exclusion zone).
Gambar Dermaga (lampiran 9) menunjukkan kawasan tertutup untuk keselamatan
dermaga khusus LNG dan Dermaga combo. Luas daerah kawasan tertutup untuk
keselamatan telah diperkirakan berdasarkan hasil studi penyebaran Gas LNG dan
kondensat yang mungkin bocor selama kegiatan pengisian ke tanker. Di samping
kawasan tertutup untuk keselamatan pada kedua dermaga, daerah perairan dengan
diameter 750 m di depan dermaga LNG juga diperlukan untuk manuver tanker LNG
(tanker manuver basin).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-35
PT PERTAMINA EP - PPGM
5. Infrastruktur Kilang
Infrastruktur In-Plant
Fasilitas infrastruktur in-plant adalah yang bukan merupakan bagian dari sistem
pengolahan inti, offsites ataupun utility. Fasilitas infrastruktur in-plant terutama terdiri
dari bangunan-bangunan, barak-barak serta pagar. Diharapkan bahwa kilang akan
meliputi namun tidak terbatas pada ruang-ruang berikut ini:
Ruang Pengawasan
Bengkel perawatan
Gudang
Laboratorium
Ruang istirahat/sholat
Pos kebakaran dan darurat
Infrastruktur Umum
Infrastruktur umum meliputi semua fasilitas yang diperlukan untuk menunjang personil
dibutuhkan untuk operasi dan perawatan GPF dan Kilang LNG. Infrastruktur umum
adalah fasilitas-fasilitas yang terdapat di luar kilang. Infrastruktur umum akan meliputi,
namun tidak terbatas pada fasilitas di bawah ini:
Bangunan administrasi Kilang
Fasilitas Pengobatan
Kantin
Fasilitas keagamaan
Fasilitas rekreasi/atletik
Kelengkapan air dan listrik
Fasilitas pengumpulan dan pembuangan limbah kering dan basah
Kegiatan pengamanan
Komunikasi umum
Kegiatan Otorita Banda
bea cukai dan keimigrasian
Fasilitas pelatihan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-36
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.1.1.3.2. Kegiatan yang Diduga Akan Menimbulkan Dampak
A. Tahap Prakonstruksi
Komponen rencana kegiatan pada tahap prakonstruksi yang berpotensi menimbulkan
dampak adalah kegiatan pembebasan lahan dan tanam tumbuh dan pemanfaatan tenaga
kerja.
1. Pembebasan Lahan dan Tanam Tumbuh
Pada lokasi untuk sumur pengembangan, pemasangan pipa dan unit produksi akan
dilakukan pembebasan dan tanam tumbuh. Lahan yang akan digunakan diusahakan
bukan lahan permukiman. Proses pembebasan lahan dan pemberian kompensasi tanam
tumbuh akan dilaksanakan melalui panitia sembilan.
Pengadaan lahan yang akan dilakukan pada tahap kegiatan ini akan dilakukan secara
jual-beli, sewa menyewa atau dengan cara lain sesuai dengan kesepakatan bersama.
Pengadaan lahan yang dimiliki oleh masyarakat dan perusahaan dilakukan dengan cara
jual-beli. Sedangkan pengadaan lahan yang dimiliki oleh Departemen Kehutanan akan
dilakukan dengan sistem pinjam pakai.
2. Rencana Pemanfaatan Tenaga Kerja
Tenaga Kerja konstruksi harus orang Indonesia, dengan pengecualian yang sangat
terbatas di mana diperlukan kecakapan spesialis dan yang tidak tersedia di Indonesia.
Pelaksanaan rekruitmen tenaga kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Personil setempat yang telah memenuhi kualifikasi untuk
pekerjaan tertentu akan direkrut. Ada kemungkinan sejumlah tenaga kerja akan
didatangkan dari daerah lain bila tenaga dengan kualifikasi yang sama tidak dapat
dipenuhi dari penduduk lokal. Selama masa konstruksi akan dibangun dan dioperasikan
camps untuk menyediakan tempat tinggal, makanan, air, perawatan medis, dan
kebutuhan penting pekerja yang lain.
Tenaga kerja untuk pemboran sumur pengembangan diperkirakan ± 118 pekerja
dengan berbagai macam keahlian (skill). Jumlah, persyaratan dan spesifikasi
kebutuhan tenaga pemboran sumur pengembangan disajikan pada Tabel 2.5.
Sedangkan kebutuhan spesifikasi dan jumlah tenaga kerja pembangunan Block Station
disajikan pada Tabel 2.6.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-37
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.5. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga KerjaPemboran Per Sumur Pengembangan
No Spesifikasi/Jabatan Sertifikasi yangharus dimiliki
Jumlah(orang)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
Company Man
K2LL
Rig Superintendent
Wallsite Supevisor
Wireline Service Company
Cementing Service Company
Mud Logging Service Company
Well testing Service Company
Mud Engineering Service Company
Casing Crew Service Company
Administration Rig
General Service Company
Camp Service
Catering Service
Security Service
Tool Pusher
Driller
Floorman
Derrickman (operator Menara Bor)
Crane Operator
Store Keeper
Roustabout
Medical
Chief Mekanik
Mecanic
Welder
Electrician
AP-3
AP-3
AP-3
AP-3
JB-3
OBL
OMB
SLO
-
OLB
-
Min. G-5
2
2
2
2
5
6
6
4
3
3
2
2
8
8
6
3
3
12
33
3
3
12
2
2
10
2
2
Total 118
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-38
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.6. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga KerjaPembangunan BS atau GPF
No Spesifikasi Jumlah Total
A PEMBANGUNAN BS
1. Tenaga Un-Skill
a. Penjaga malam
b. Office boy
c. Pembantu rumah tangga
d. Tukang gali
e. Pembantu tukang pekerjaan sipil
f. Tukang-tukang pekerjaan sipil
g. Tukang las pipa air
h. Sopir kendaraan penumpang
2. Tenaga Skill
a. Engineer project
b. Drafter
c. Foreman
d. Operator alat berat
e. Operator mesin berputar
f. Mekanik
g. Sopir kendaraan berat
4
2
2
20
20
15
5
5
Jumlah
10
4
6
5
5
5
4
Jumlah
73
39
Total 112
Pembangunan transmisi gas akan membutuhkan tenaga kerja baik tenaga skill maupun
non skill. Jumlah dan spesifikasi tenaga kerja yang akan dibutuhkan ± 156 orang
dengan spesifikasi dan jumlah masing-masing jenis dan spesifikasi tenaga disajikan
pada Tabel 2.7.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-39
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.7. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga KerjaPembangunan Transmisi Gas
No Spesifikasi Jumlah Total
A PEMBANGUNAN Pipe Line
1. Tenaga Un-Skill
a. Tukang gali
b. Labor pipa
c. Office boy
d. Sopir kendaraan ringan
2. Tenaga Skill
a. perator peralatan berat
b. Welder (tukang las bersertifikat)
c. Foreman
d. Engineer
e. Suveyor (Juru Ukur)
f. Sopir kendaran berat
20
20
4
10
Jumlah
10
32
6
10
4
10
Jumlah
54
72
Total 156
Fabrikasi pipa dan peralatan konstruksi lain yang dilakukan di luar lokasi kegiatan juga
secara tidak langsung akan menyerap tenaga kerja, baik tenaga skill maupun nonskill.
Jumlah dan spesifikasi tenaga kerja yang akan dibutuhkan ± 112 orang untuk
pembangunan Manifold Station (MS) di Minahaki yaitu dengan spesifikasi dan jumlah
masing-masing jenis spesifikasi tenaga disajikan pada Tabel 2.8, sedangkan jumlah
dan spesifikasi tenaga kerja yang akan dibutuhkan ± 112 orang untuk pembangunan
Kilang LNG dengan spesifikasi dan jumlah masing-masing jenis spesifikasi tenaga
disajikan pada Tabel 2.9.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-40
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.8. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga KerjaPembangunan MS
No Spesifikasi Jumlah Total
A PEMBANGUNAN MS
1. Tenaga Un-Skill
a. Penjaga malam
b. Office boy
c. Pemantu rumah tangga
d. Tukang gali
e. Pembantu tukang pekerjan sipil
f. Tukang-tukang pekerjan sipil
g. Tukang las pipa air
h. Sopir kendaraan penumpang
2. Tenaga Skill
a. Engineer project
b. Drafter
c. Foreman
d. Operator alat berat
e. Operator mesin berputar
f. Mekanik
g. Sopir kendaraan berat
4
2
2
20
20
15
5
5
Jumlah
10
4
6
5
5
5
4
Jumlah
73
39
Total 112
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-41
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.9. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga KerjaPembangunan Kilang LNG.
No Spesifikasi Jumlah Total
A PEMBANGUNAN GPF
1. Tenaga Un-Skill
a. Penjaga malam
b. Office boy
c. Pemantu rumah tangga
d. Tukang gali
e. Pembantu tukang pekerjaan sipil
f. Tukang-tukang pekerjaan sipil
g. Tukang las pipa air
h. Sopir kendaraan penumpang
2. Tenaga Skill
a. Engineer project
b. Drafter
c. Foreman
d. Operator alat berat
e. Operator mesin berputar
f. Mekanik
g. Sopir kendaraan berat
110
50
50
540
540
400
130
130
Jumlah
270
110
170
130
130
130
110
Jumlah
1950
1015
Total 3000
Diperkirakan bahwa akan ada ± 3000 lebih personil di lokasi pada saat aktivitas
konstruksi Kilang LNG puncak, yang akan bertambah secara bertahap, kemudian akan
berkurang dengan selesainya pekerjaan. Pemrakarsa menyadari bahwa angkatan kerja
sebesar ini perlu dikelola dengan ketat seperti berikut ini:
1) Pedoman yang komperhensif bagi Kesehatan, Keselamatan dan perlindungan
Lingkungan.
2) Pedoman yang komprehensif bagi hubungan masyarakat.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-42
PT PERTAMINA EP - PPGM
3) Orientasi lokasi pada saat kedatangan.
4) Kesejahteraan camp, penetapan standard minimum yang dapat diterima.
5) Cek kesehatan pra-kerja, skrining terhadap obat-obatan terlarang dan alkohol dan
uji petik.
6) Fasilitas rekreasi camp.
7) Penyediaan fasilitas penunjang medis yang memadai, dan rencana tanggap darurat.
8) Persyaratan jam kerja di lokasi dan cuti pulang ke rumah.
9) Transportasi di lokasi.
10) Fasilitas Ibadah.
11) Pengelolaan limbah camp dan konstruksi.
12) Keamanan dan perlindungan masyarakat setempat.
13) Hubungan dengan masyarakat setempat.
Hal-hal tersebut di atas akan dirinci dalam dokumen lingkup kerja Pertamina EP untuk
ditaati sub-kontraktor. Pemrakarsa juga akan memastikan bahwa para sub-kontraktor
tingkat bawah dan tenaga kerja terampil menyadari dan tunduk terhadap aturan dan
prosedur yang berlaku. Kontraktor pengelolaan camp yang akhli yang berpengalaman
luas akan dipekerjakan oleh kontraktor Pertamina EP untuk melaksanakan hal tersebut
diatas, sesuai standard yang ditetapkan Pemilik.
Dengan melihat tingkat kebutuhan tenaga kerja yang akan dilibatkan dalam kegiatan
pemboran sumur pengembangan ini, maka kemungkinan besar tenaga kerja untuk
tahap kegiatan ini tidak akan cukup bila hanya dipenuhi dari tenaga kerja yang berasal
dari penduduk lokal, mengingat untuk kegiatan ini sangat banyak membutuhkan tenaga
kerja yang harus memiliki kualifikasi dan sertifikasi tertentu.
Tenaga Kerja konstruksi harus orang Indonesia, dengan pengecualian yang sangat
terbatas di mana diperlukan kecakapan spesialis dan yang tidak tersedia di Indonesia.
Personil setempat yang memenuhi kualifikasi pekerjaan tertentu akan direkrut.
Diperkirakan bahwa akan ada 3000 lebih personil di lokasi pada saat aktivitas konstruksi
puncak, yang dimulai sesuai kebutuhan selanjutnya akan bertambah secara bertahap
mencapai puncak, kemudian akan berkurang dengan selesainya pekerjaan. Dengan
melihat tingkat kebutuhan tenaga kerja yang akan dilibatkan dalam kegiatan pemboran
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-43
PT PERTAMINA EP - PPGM
sumur pengembangan, pembangunan fasilitas produksi, pemipaan dan kilang LNG dan
fasilitas terkait lainnya, maka kemungkinan tidak akan cukup bila hanya dipenuhi dari
tenaga kerja yang berasal dari penduduk lokal, mengingat untuk kegiatan ini sangat
banyak membutuhkan tenaga kerja yang harus memiliki spesifikasi, kualifikasi dan
sertifikasi tertentu.
B. Tahap Konstruksi
Konstruksi Pengembangan Lapangan Matindok dapat digolongkan menjadi aktivitas yang
saling terkait sebagai berikut:
1) Konstruksi untuk persiapan pemboran
2) Konstruksi MS di Minahaki, BS di Donggi, Sukamaju dan Matindok, termasuk saluran
pipa penyalur di darat, lepas pantai dan unit-unit pengolahan.
3) Konstruksi Kilang LNG di Uso atau padang, termasuk fasilitas pelabuhan khusus, unit-
unit pengolahan, unit-unit penyimpanan & pengangkutan, unit-unit utility, dan
infrastruktur.
Selama keseluruhan kegiatan konstruksi, suatu program akan dilaksanakan untuk
mengawasi pembuangan limbah konstruksi dengan cara yang sesuai dengan aturan dan
peraturan lingkungan hidup Indonesia. Pemrakarsa akan mengadakan perencanaan sebagai
program pemantauan, sesuai dengan prosedur pengelolaan limbah Kontraktor Pertamina
EP, untuk memastikan dilaksanakannya aturan dan peraturan tersebut.
1. Mobilisasi dan Demobilisasi Peralatan, Material dan Tenaga Kerja
Kegiatan pengangkutan alat dan bahan serta tenaga kerja untuk pengembangan
lapangan akan menggunakan jasa angkutan laut dan darat ke lokasi rencana kegiatan
pemipaan dan fasilitas produksi serta LNG.
Peralatan dan material yang diangkut volumenya sangat besar. Sebagai peralatan
konstruksi utama yang tipikal bagi konstruksi Kilang LNG berikut fasilitas yang terkait
disajikan dalam Tabel 2.10. Pengaturan mobilisasi dan demobilisasi yang tepat dari
peralatan, kuantitas puncak, total jangka waktu di lokasi, dan sumber peralatan
konstruksi akan tergantung dari strategi pelaksanaan konstruksi yang tepat dari
kontraktor utama, dari jadual dan ketersediaan peralatan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-44
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.10. Peralatan Konstruksi Kilang LNG
Uraian KuantitasPuncak
Ambulans 2
Backhoe/loaders 2
Bus 100
Kompresor udara, 100 cfm sampai 600cfm 16
Derek, 15 ton kebawah 10
Derek, 22 ton sampai 40 ton 15
Derek, 50 ton 10
Derek, 110 ton 6
Derek, 225 ton 3
Derek, 1200 ton 1
Tower Crane 1
Forklif 10
Generator, 220 kW ke bawah 4
Generator, 360 kW 6
Generator, 1.0MVA 8
Lampu, kilang dan menara 6
Prime movers 10
Tangker Bahan Bakar 2
Tangker Air 2
Traktor/truk 10
Trailer 30
Truk 30
Mesin Las, diesel 80
Mesin Las, listrik 65
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
Kegiatan pengangkutan alat dan bahan serta tenaga kerja untuk pengembangan
lapangan akan menggunakan jasa angkutan laut dan darat ke lokasi rencana kegiatan
pemipaan dan fasilitas produksi gas serta LNG. Kegiatan mobilisasi dan demobilisasi
peralatan berat dan material yang sangat banyak diangkut dengan kendaraan berbadan
besar.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-45
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Pembukaan dan Pematangan Lahan
Kegiatan pembukaan dan penyiapan lahan mencakup:
a. Penebangan dan pembersihan pohon dan semak belukar pada lokasi tapak proyek,
yang luasnya sesuai dengan keperluan peruntukan lahannya.
b. Perataan dan penimbunan dilakukan untuk pematangan lahan yang akan digunakan
sebagai lokasi tapak sumur, perpipan dan fasilitas produksi dan kilang LNG. Dalam
pemenuhan material penimbunan, tidak didatangkan dari luar, tetapi memanfaatkan
material hasil perataan areal yang bergelombang di sepanjang ROW pipa secara cut
and fill.
c. Pada ROW yang memotong drainase alami dan/atau sungai, akan dipasang gorong-
gorong dan jembatan agar tidak menghambat pola aliran air. Gorong-gorong akan
dipasang pada drainase alami dan/atau anak sungai yang lebarnya lebih besar atau
sama dengan 2 m.
Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan akan dilakukan sebagai berikut:
1) Pembukaan - Perataan dan Pengerasan Lahan-Pembukaan untuk fasilitas (base
camp, jalan, laydown area) akan dilaksanakan dengan penebangan dan perataan
sedikitnya footprint yang diperlukan untuk medukung pekerjaan yang sedang
berlangsung secara aman. Diantisipsi bahwa tidak akan mendatangkan bahan untuk
pengurukan. Pemotongan lebih, apabila ada akan disimpan di lokasi atau dibuang
di suatu daerah offsite yang ditunjuk.
2) Pengerukan - Pengerukan mungkin diperlukan untuk pembangunan dermaga dalam
Kilang LNG. Apabila hal tersebut diperlukan, maka bahan pengerukannya akan
ditimbun di daratan pantai sekitarnya untuk digunakan kembali apabila diperlukan.
3) Limbah sanitasi - Limbah sanitasi yang berasal dari camp pekerja akan dikelola di
lokasi.
4) Sampah - Limbah Padat yang berasal dari camp pekerja akan ditimbun di TPS untuk
kemudian dikelola lebih lanjut.
5) Gas Buang dari Mesin Diesel – Tenaga listrik untuk camp pekerja akan dipasok oleh
generator yang digerakkan mesin diesel. Mesin-mesin tersebut akan dilengkapi
pengendali emisi baku dan akan menggunakan solar berkadar belerang rendah
guna meminimasi emisi sulfur dioksida.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-46
PT PERTAMINA EP - PPGM
6) Emisi knalpot Mesin dan Kendaraan – Pengoperasian peralatan konstruksi dan
kendaraan personil akan menghasilkan emisi knalpot dalam jumlah sedikit.
7) Pembukaan, Perataan dan Pemadatan Lahan – Pembukaan, Perataan dan
Pemadatan untuk Kilang LNG Induk dan fasilitas terkait akan dilaksanakan dengan
cara:
a) Pemotongan dan pengambilan footprint minimum untuk menopang pekerjaan
yang sedang berlangsung secara aman. Kurang-lebih 1.600.000 meter kubik
material harus dipotong untuk mempersiapkan lokasi kilang LNG, di mana
mayoritas material yang dipotong terkait dengan persiapan tempat tangki
penimbun LNG.
b) Pengurukan dan pemadatan bidang tanah yang rendah untuk mendapatkan
daerah yang rata yang diperlukan untuk tapak bangunan berbagai fasilitas.
Tanah yang hasil pemotongan digunakan untuk menguruk, sehingga dampak
lingkungan akibat sisa meterial tanah dapat diminimasi.
3. Kegiatan Konstruksi Manifold Station (MS) dan Block Station (BS) (atau
Fasilitas Pemrosesan Gas (GPF)
Fasilitas produksi gas meliputi pembangunan Manifold Station (MS) di Minahaki dan
Block Station (BS) di 3 lokasi yaitu Donggi, Sukamaju dan Matindok. Secara umum
kegiatan ini meliputi:
a. Pembangunan fondasi struktur dan perlengkapannya
b. Pendirian bangunan-bangunan dan pemasangan peralatan
c. Pekerjaan Piping System
d. Pekerjaan electrical dan peralatan (instrument)
Konstruksi fasilitas penunjang produksi gas di darat berakibat timbulnya limbah-limbah
berikut ini:
1) Air Hydrotest – Sebelum pra-komisioning fasilitas dan pipa penyalur, maka akan
digunakan air tawar untuk hydrotest bejana tekan dan pipa penyalur. Setelah
beberapa kali hydrotest, maka air yang kurang-lebih 18.500 meter kubik, akan
dialirkan ke sungai yang mengalir ke laut lepas. Akan dilakukan analisis seksama
atas semua air buangan uji hidrostatik untuk memastikan bahwa tidak akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan akibat air buangan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-47
PT PERTAMINA EP - PPGM
2) Gas buang dari Mesin Diesel – Tenaga listrik untuk camp akan dipasok oleh
generator yang digerakkan mesin diesel. Mesin-mesin tersebut akan dilengkapi
pengendali emisi standard dan akan mempergunakan BBM berkadar sulfur rendah
guna meminimasi emisi sulfur dioksida.
3) Pembersihan Peralatan – Sebelum komisioning, peralatan akan dicuci secara
internal. Limbah air cucian tersebut akan ditangani sama seperti air hydrotest.
4) Buangan Uap dari generator/ventilasi bejana – Operasi generator pembangkit listrik
dan sejumlah kecil ventilasi bejana selama komisioning akan dilepas ke udara.
5) Grit (material sand blasting) – Sejumlah kecil grit dari operasi sand blasting akan
terlepas ke lingkungan.
6) Tumpahan tidak sengaja jenis material bahan bakar atau cat – Tumpahan dari
lokasi kegiatan akan disimpan dan dikumpulkan untuk pembuangan akhir.
7) Pengerukan – Sisa hasil pengerukan tanah akibat kegiatan konstruksi akan ditimbun
di tempat yang ditentukan yang kemungkinan akan dapat digunakan kembali untuk
penimbunan.
8) Puing dari Pembuangan Bebatuan – Puing bebatuan akan ditimbun di suatu tempat
urukan tanah yang ditentukan
9) Limbah Sanitasi – Air limbah sanitasi akan dikumpulkan dan diolah sampai standard
yang berlaku sebelum dibuang ke sungai.
4. Kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas
Secara garis besar jalur pipa yang dipakai untuk mengalirkan gas dari sumur - block
station (BS) – Kilang LNG. Ada tiga alternatif yang diajukan dalam kegiatan pemasangan
pipa penyalur gas yaitu: (1) pemasangan pipa penyalur gas sejajar SM Bangkiriang
secara normal, (2) pemasangan pipa penyalur gas sejajar SM Bangkiriang secara
horisontal direction drilling, dan (3) pemasangan pipa penyalur gas sejajar garis pantai.
Jalur pipa trunkline akan dibuat tiga jalur alternatif yaitu: jalur alternatif-1, pemasangan
pipa trunkline dari BS/GPF Donggi melintasi SM Bangkiriang berdampingan jalan
provinsi, penggelaran pipa ditanam sedalam 2 meter kemudian ditimbun kembali atau
alternatif-2 dilakukan dengan sistem pemboran horinzontal, dengan maksud untuk
menghindari gangguan pada lahan SM Bangkiriang. Jalur alternatif-3, pemasangan
trunkline dari GPF Donggi akan dilakukan melalui pantai dengan penambahan panjang
pipa ± 4 km.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-48
PT PERTAMINA EP - PPGM
Ditinjau dari sisi tingkat kesulitan teknis pemasangan dan biaya perawatan, jalur
alternatif-3 relatif lebih mahal.
Di jalur darat sebagian besar dipasang dengan jarak ±200 m dari jalan provinsi pada
kedalaman 2 m. Jalur pipa di darat ada yang sejajar jalan raya, memotong jalan raya
dan memotong sungai Gambar 2.17 menunjukkan konstruksi penanaman pipa normal
sejajar dengan jalan raya, sedangkan Gambar 2.18 menggambarkan bagaimana teknik
pemasangan pipa gas memotong jalan raya. Pada prinsipnya teknik pemasangan pipa
pada kedua kondisi tersebut sama yakni pipa ditanam sedalam 2 meter dari permukaan
sekitar jalan raya (general common level) dan dibalut dengan isolator dan pipa casing.
Apabila jalur pipa tersebut memotong alur sungai, pipa ditanam memotong sungai dan
dipasang minimal 2 meter di bawah dasar sungai (Gambar 2.19).
Pembuatan desain pipa transmisi telah memperhatikan pada code dan standard dan
peraturan pemerintah yang berlaku, komposisi gas, kelas lokasi, faktor laju korosi dan
faktor desain kekuatan yang lebih tinggi, sehingga diharapkan pipa memiliki
kemampuan dan kehandalan yang tinggi. Selain itu pipa juga diproteksi katodik dan
diberi pembalut luar pipa (external coating) untuk melindungi pipa dari korosi luar.
Pada setiap segmen pipa tertentu terdapat flare yang apabila terjadi kondisi tidak
normal seperti pipa bocor/pecah saat operasional, maka dengan sistem kontrol yang
tersedia, gas yang masih berada di dalam pipa akan mengalir ke flare stack secara
otomatis dan segera terbakar. Upaya yang dilakukan yaitu akan melokalisir dan
mengamankan area sepanjang jalur pipa yang bocor tersebut sesuai prosedur SOP dan
ketentuan yang berlaku. Desain pipeline juga berdasarkan Kep. Men PE No. 300K tahun
1997 dan Code and Standard .
KA-ANDAL Proyek Pengembangan G
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.17. Disain Peletakan Pipa Sejajar Jalan Raya
Gambar 2.18. D
Jl. Raya
GROUNDLEVEL
MIN.6MMIN 5M
2.0 M
TOP CAS
VENT
RA
BADAN JALAN RAYAas Matindok II-49
isain Peletakan Typical Highway Crossing
2 MTRING
BOP CASING
VENTYAPERMUKAAN TANAH
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-50
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.19. Disain Peletakan Typical River CrossingDi Bawah Dasar Sungai
Setelah kegiatan pembersihan lahan dan pematangan lahan selesai, maka kegiatan
pemasangan pipa penyalur gas dilaksanakan dengan urutan pekerjaan berikut ini:
1) Penggalian tanah yang akan ditanami pipa,
2) Pengelasan pipa di lokasi pemipaan,
3) Uji radiografi,
4) Penurunan pipa,
5) Penanaman pipa,
6) Hydrotest,
7) Pembersihan/pengeringan dalam pipa (pigging).
Penggelaran pipa untuk lokasi sumur Sukamaju dibuat 2 alternatif, yaitu pipa digelar di
samping jalan yang sudah ada (alternatif-1) atau gas dijual langsung ke PLN di lokasi
sumur (alternatif-2).
2 m 2 m
Jalur pipa
2 m
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-51
PT PERTAMINA EP - PPGM
Fasilitas fabrikasi di darat dan kemudian diangkut ke lokasi menggunakan tongkang.
Sumber-sumber daya untuk keperluan usaha konstruksi sebagian besar akan tersedia di
tongkang-tongkang dan kapal-kapal pendukung dan hanya sedikit logistik dan material
akan dibutuhkan dari tim di darat. Diperkirakan hanya beberapa sumber daya dari
pangkalan di darat diperlukan seperti bahan bakar dan barang pakai lainnya termasuk
fasiltas camp sementara. Namun demikian, instalasi dan konstruksi jalur pipa di pantai
akan memerlukan sebuah tim kecil yang akan berpangkalan di lokasi di darat.
Aktivitas konstruksi yang terkait dengan pembangunan pipa lepas pantai dapat dibagi
menjadi fabrikasi dan pemasangan jalur pipa di pantai. Pekerjaan konstruksi akan dibagi
menjadi fase-fase utama berikut ini:
a. Fabrikasi di Darat. – Bagian-bagian struktural pipa akan difabrikasi, dirakit dan dites
sebagai unit fungsional lengkap di bengkel fabrikasi di darat.
b. Angkutan ke Lokasi – Pipa yang telah di-pra-rakit akan diangkut dari tempat-tempat
fabrikasi ke lepas pantai SM Bangkiriang menggunakan tongkang khusus untuk
tujuan tersebut.
c. Instalasi di Lepas Pantai – Fase konstruksi marine ini melibatkan pemancang
fondasi, dan pemasangan pipa.
Setelah memancang tiang pemancang fondasi kemudian semua komponen pipa dan
peralatan akan disambung dan dipersiapkan untuk tujuan komisioning. Akan tersedia
sebuah kapal pendukung pekerjaan penyelaman apabila diperlukan pekerjaan di bawah
laut.
Pipa untuk pipa penyalur akan difabrikasi, di-corrosion coated dan concrete coated di
tempat-tempat fabrikasi dan kemudian diangkut ke lokasi untuk dikonstruksi. Terdapat
tempat-tempat di dasar laut yang terdiri dari gelombang pasir dan mungkin akan
diperlukan pengerukan beberapa bagian gelombang pasir tersebut. Pipa penyalur akan
diletakkan di dasar laut secara langsung atau di tempat-tempat yang telah dikeruk.
Platform risers mungkin telah di-pra-instalasi pada pipa penyalur, tergantung dari
enginiring dan penilaian rinci kondisi lingkungan.
Pipa penyalur lepas pantai disalurkan ke fasilitas di darat melalui suatu bagian yang
lazim disebut shore approach pipa penyalur. Tempat ini biasanya merupakan transisi
antara pipa penyalur bawah laut di garis pantai dan pipa penyalur di darat. Shoreline
approach pipa penyalur dibangun menggunakan metode parit terbuka konvensional.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-52
PT PERTAMINA EP - PPGM
Akan dibuat parit dari dataran lumpur dekat pantai ke suatu lokasi di darat. Pipa
penyalur akan dipasang di dalam parit tersebut dan diuruk kembali menggunakan tanah
setempat atau batu-batuan rekayasa. Sesuai peraturan Indonesia, pipa penyalur di
shore approach harus diberi parit dan dikubur sampai kedalaman 2 m sampai
kedalaman air 12 m. Metode-metode konstruksi shore approach pipa penyalur sedang
diteliti untuk memperoleh alternatif.
Pra-Komisioning Pipa Penyalur. Pipa penyalur akan dibersihkan dan diukur sebelum air
dikeluarkan. Pengeluaran air akan dlilakukan menggunakan udara, kompresor dan
serangkaian pig trains.
Kegiatan Pembangunan Instalasi Jalur Pipa & Shore Approach berpotensi menimbulkan
limbah berikut:
1) Air Hydrotest – Sebelum pra-komisioning fasilitas dan pipa penyalur, maka akan
digunakan air tawar untuk hydrotest bejana tekan dan pipa penyalur. Setelah
hydrotest, maka air yang kurang-lebih 20.000 m3, akan dialirkan ke laut lepas.
Sebelum dilepas air tersebut akan dilakukan analisis seksama atas semua buangan
air uji coba hidrostatik untuk memastikan bahwa tidak akan menimbulkan dampak
terhadap lingkungan akibat air buangan.
2) Akan dilakukan analisis secara seksama atas semua buangan air uji coba hidrostatik
untuk memastikan bahwa air buangan tersebut sudah memenuhi baku mutu untuk
dibuang ke lingkungan.
3) Gas buang dari Mesin Diesel – Tenaga listrik untuk camp akan dipasok oleh
generator yang digerakkan mesin diesel. Mesin-mesin tersebut akan dilengkapi
pengendali emisi standard dan akan mempergunakan BBM berkadar sulfur rendah
guna meminimasi emisi sulfur dioksida.
4) Pembersihan Peralatan – sebelum komisioning, peralatan akan dicuci secara
internal. Limbah air cucian tersebut akan ditangani sama seperti air hydrotest.
5) Gas Buang dari generator/ventilasi bejana – Operasi generator pembangkit listrik
dan sejumlah kecil ventilasi bejana selama komisioning akan dilepas gas buang ke
udara yang secara periodik akan dipantau.
6) Grit (material sand blasting) – Sejumlah kecil grit dari operasi sand blasting akan
terlepas ke lingkungan.
7) Barang Terjatuh – Akan dilaksanakan aktivitas konstruksi penyalur dan
kemungkinan akan ada barang terjatuh dari barge sekalipun relatif sedikit.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-53
PT PERTAMINA EP - PPGM
8) Pengerukan – Untuk mentaati peraturan Indonesia tentang penimbunan pipa
penyalur di shore approach, maka akan terdapat volume material dasar laut dan
dataran lumpur yang signifikan yang dikeruk, kira-kira 150.000 sampai 250.000
meter kubik selama konstruksi pipa penyalur. Mungkin akan terjadi pengerukan
dasar laut lebih lanjut di lokasi gelombang pasir apabila dianggap membahayakan
integritas struktural pipa penyalur.
9) Puing penimbunan bebatuan – Pipa penyalur mungkin terkubur di bawah tanah asli
atau bebatuan rekayasa. Kapal-kapal Penimbun bebatuan akan diseleksi secara
seksama guna memastikan bahwa penimbunan bebatuan akan se-akurat mungkin,
namun diperkirakan bahwa beberapa bagian dasar laut akan tertutup puing
bebatuan.
10) Pengerukan – pengerukan akibat instalasi pipa penyalur akan ditimbun di tempat
yang ditentukan di bagian pantai yang lebih dalam.
11) Puing dari pembuangan bebatuan – puing bebatuan akan ditimbun di suatu tempat
urukan tanah yang ditentukan di darat yang lebih dalam.
12) Limbah sanitasi – air limbah sanitasi pekerja akan dikelola agar tidak mencemari
lingkungan pantai.
13) Lain-lain – berbagai barang, seperti bahan tali baja, dan sebagainya mungkin akan
terjatuh ke dalam laut secara tidak sengaja.
5. Kegiatan Konstruksi Kompleks Kilang LNG
Setelah pembebasan lahan untuk Lokasi Kilang LNG dan penyelesaiaan pembukaan
serta perataan lahan, maka dilakukan konstruksi Kilang LNG dan fasilitas dermaga.
Kegiatan kontruksi Kilang LNG terkait meliputi:
a. Pembangunan camp konstruksi
b. Pengembangan daerah laydown kontruksi dan jalan akses sementara
c. Aktivitas konstruksi sipil (pekerjaan tanah, jalan, saluran pembuangan, fondasi dan
gedung)
d. Pengerukan (apabila diperlukan)
e. Pemasangan baja struktural
f. Pemasangan tangki LNG
g. Fabrikasi dan instalasi pipa.
h. Instalasi peralatan
i. Instalasi junction box, cnduit dan kabel listrik/instrumen
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-54
PT PERTAMINA EP - PPGM
j. Pendirian gedung CPP
k. Pendirian gedung kilang
l. Uji coba mekanis sistim peralatan/pemipaan
m. Pendirian bangunan fasilitas terkait Kilang LNG seperti fasilitas dermaga
n. Aktivitas pra-komisioning.
Pekerjaan konstruksi lokasi akan dibagi menjadi lingkup bidang khusus, seperti Marine,
trains LNG, Utilities, Offsites, tangki-tangki LNG, dan sebagainya. Secara tipikal,
subkontrak-subkontrak akan mencakup:
1) Pekerjaan sipil (pekerjaan tanah, jalan, saluran pembuangan, fondasi dan pekerjaan
beton, serta dermaga)
2) Pemasangan rangka baja
3) Instalasi dan uji coba pemipaan
4) Instalasi peralatan
5) Listrik dan instrumentasi
6) Isolasi
Guna meminimasi pekerjaan di lokasi dan guna mengoptimasi biaya dan jadual, maka
akan banyak digunakan pra-fabrikasi, pra-perakitan dan modulisasi pemipaan, peralatan
dan bangunan. Untuk tujuan ini, akan digunakan bengkel-bengkel di dekat lokasi atau
jauh dari lokasi. Secara tipikal hal ini akan mencakup yang berikut ini:
1) Rangka baja struktural
2) Fabrikasi spool pipa
3) Pra-isolasi pipa dan peralatan
4) Sand-blasting dan pengecatan
5) Penggunaan unit yang skid mounted (peralatan, pipa, listrik, dsb)
6) Pra-fabrikasi dan instalasi rak pipa
7) Bangunan modular
Tanggung jawab atas konstruksi, dan komisioning fasilitas kilang LNG dan GPF serta
fasilitas dermaga (marine fasility) akan ditugaskan kepada kontraktor utama PT.
Pertamina EP. Kontraktor tersebut akan mengontrol fungsi-fungsi penting termasuk
program keselamatan, pengendalian mutu, pengendali proyek, logistik, tenaga kerja,
jasa-jasa teknis, dan hubungan masyarakat. Subkontraktor yang memiliki sumber daya,
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-55
PT PERTAMINA EP - PPGM
fasilitas dan tenaga kerja Indonesia akan dimanfaatkan secara maksimum untuk
pelaksanaan konstruksi Kilang LNG. Lingkup paket-paket subkontrak masing-masing
akan ditetapkan sesuai dengan faktor-faktor seperti wilayah kilang, spesialitas pekerjaan
(mekanis, listrik, sipil, tangki LNG, marine, dsb.), dan ukuran lingkup yang bersifat
relatif.
Pelaksanaan proyek akan didasarkan pada pasokan material sebanyak mungkin yang
tersedia dari Indonesia, dan pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan tenaga kerja
dan subkontraktor lokal untuk hal-hal yang khusus. Hampir semua keperluan sumber
daya seperti peralatan, material, jasa-jasa dan tenaga kerja Kontraktor tersedia di
Indonesia, namun kemungkinan besar tidak tersedia di sekitar proyek, misalnya dalam
penyediaan bahan bakar, pelumas, dan beberapa material konstruksi. Pasir, agregat,
dan papan kayu mungkin tersedia dari sumber-sumber di Kabupaten Banggai dan
sekitarnya.
Secara ringkas, maka program konstruksi dermaga di komplek LNG mencakup lingkup
kerja berikut ini:
1) Mobilisasi kontraktor konstruksi marine di lokasi
2) Mendirikan pangkalan konstruksi dan wilayah kerja di sepanjang pantai
3) Membuat jembatan dok cargo dan tempat tambat.
4) Membuat dry-dock untuk pra-fabrikasi bangunan intake. Sebagai alternatif diatur
supaya dibuat di luar lokasi.
5) Membangun jetty LNG, kepala jetty, tempat tambatan dan berthing dolphins
6) Membuat dan menempatkan jetty head superstructure
7) Menyesaikan intake air pendingin dan bangunan outlet
8) Mengubah pangkalan konstruksi marine untuk operasi marine
Dalam pekerjaan ini, pengerukan kanal sementara di dataran berlumpur ke pantai
mungkin diperlukan guna memungkinkan pembongkaran peralatan sampai dibangunnya
dok cargo permanen dan/atau untuk memungkinkan pembangunan LNG pipeway
trestle. Jalan urukan padat digunakan di air dangkal (0-2 m pada air pasang) di dok
cargo atau trestle LNG. Jalan tersebut akan ditempatkan dan dirancang supaya tidak
menganggu proses alami pesisir di pantai. Di air yang lebih dalam akan digunakan
trestles terbuka. Jetty LNG, kepala jetty, tempat tambatan dan berthing dolphins yang
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-56
PT PERTAMINA EP - PPGM
akan dibangun mempunyai spesifkasi. Berikut ini spesifikasi dermaga khusus LNG
(sedangkan gambar-gambar selegkapnya pada Lampiran 9).
a. Ukuran : ± 15 x 1000 m
b. Konstruksi : Quary wall, pancang plat baja (sheet steel pile FSP IV)
kedalaman 15 meter, pada bagian atas di cor sebagai apron stage.
c. Fender : H. Beam 300 ditambah karet, dipasang setiap jarak 5 meter,
d. Kapasitas : ± 15.000 DWT
e. Kedalaman : - 10 s.d. – 15 meter
f. Ukuran panjang jetty : ± 250 m.
Setelah penyelesaian aktivitas konstruksi dan uji coba mekanis peralatan dan
komponen, maka komponen fasilitas akan secara progresif diserah-terimakan kepada
personil komisioning dan operasi kilang. Akan terjadi sedikit tumpang tindih antara
tenaga kerja konstruksi yang bertanggung jawab atas penyelesaian fasilitas dan personil
komisioning dan operasi yang bertanggung jawab atas startup dan operasi fasilitas
tersebut. Setelah semua fasilitas dikomisioning, maka kilang tersebut akan mengalami
uji coba pelaksanaan menyeluruh sebelum penerimaan akhir dan serah-terima resmi
kepada grup operasi.
Kontraktor yang dipilih PT. Pertamina EP harus memberikan jaminan kepada
pemrakarsa suatu rencana pengelolaan limbah yang komperhensif yang memperinci
prosedur-prosedur yang akan digunakan untuk pengelolaan dan pembuangan limbah
konstruksi. Limbah yang ditimbulkan selama konstruksi Kilang LNG dan fasilitas terkait
harus ditangai dengan baik. Sumber-sumber limbah berbahaya harus tetap terpisah dari
jenis limbah yang tidak berbahaya untuk dikelola sesuai peraturan lingkungan hidup
Indonesia.
Pembangunan Kilang LNG dan fasilitas terkait akan menimbulkan limbah sebagai
berikut:
1) Air Hydrotest – Sebelum pra-komisioning fasilitas dan pipa penyalur, maka akan
digunakan air tawar untuk hydrotest bejana tekan dan pipa penyalur. Setelah
beberapa kali hydrotest, maka air yang kurang-lebih 18.500 meter kubik, akan
dialirkan ke sungai yang mengalir ke laut lepas. Akan dilakukan analisis seksama
atas semua buangan air uji coba hidrostatik untuk memastikan bahwa tidak akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan akibat air buangan.
2) Air Pencucian Peralatan – Sebelum komisioning, semua peralatan akan dicuci secara
internal. Air cucian tersebut akan dipelakukan sama seperti air hydrotest.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-57
PT PERTAMINA EP - PPGM
3) Limbah Sanitasi – Limbah Sanitasi yang ditimbulkan camp konstruksi akan diolah
dalam sebuah kilang pengolahan paket di lokasi sebelum dibuang.
4) Sampah – Limbah padat yang berasal dari camp perintis akan dibuang di tempat
pengurukan atau pembakaran sampah di lokasi.
5) Gas buang dari Mesin Diesel – Tenaga listrik untuk camp akan dipasok oleh
generator yang digerakkan mesin diesel. Mesin-mesin tersebut akan dilengkapi
pengendali emisi standard dan akan mempergunakan BBM berkadar sulfur rendah
guna meminimasi emisi sulfur dioksida.
6) Gas buang Mesin dan Kendaraan – Pengoperasian peralatan konstruksi dan
kendaraan personil hanya akan menimbulkan emisi knalpot dalam jumlah kecil.
7) Kelebihan Konstruksi Surplus – Kelebihan (surplus) material konstruksi seperti
bahan isolasi, bahan cat, bekas pemotongan baja akan ditampung, diklasifikasi dan
dibuang di luar lokasi.
8) Aliran Stormwater – Aliran Stormwater untuk tempat-tempat yang bersih akan
dibiarkan mengalir sebagai air permukaan atau melalui selokan alamiah atau buatan
ke kuala. Aliran dari tempat-tempat yang cenderung terkena kontaminasi akan
dialirkan ke sebuah bak penampung. Air yang tertampung dalam bak tersebut akan
di tes sebelum pembuangan akhir. Apabila diketahui dapat dibuang langsung, maka
isi bak-bak tersebut akan dilepas ke kuala. Apabila diketahui tidak cocok untuk
dibuang langsung, maka air tersebut akan diolah sebelum dibuang.
9) Tumpahan-tumpahan umum – Tempat-tempat yang menggunakan atau menyimpan
bahan bakar atau cat akan diberi pembatas untuk mencegah aliran air
masuk/keluar, dan semua mesin yang digerakkan diesel akan diperlengkapi dengan
drip trays. Tumpahan-tumpahan dari tempat penyimpanan dan drip pans akan
dibuang dengan absorben kering atau disiram menuju ke sebuah tempat
penampungan (sump) untuk dibuang di kemudian hari.
10) Tumpahan tidak sengaja jenis material bahan bakar atau cat – Tumpahan
dikumpulkan untuk pembuangan akhir.
11) Pengerukan – Pengerukan akibat instalasi pipa penyalur akan ditimbun di tempat
yang ditentukan di bagian pantai yang lebih dalam.
12) Puing dari Pembuangan Bebatuan – Puing bebatuan akan ditimbun di suatu tempat
urukan tanah yang ditentukan di darat yang lebih dalam.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-58
PT PERTAMINA EP - PPGM
13) Limbah Sanitasi – Air limbah sanitasi akan dikumpulkan dan diolah sampai standard
yang berlaku sebelum dibuang ke laut.
14) Serbaneka – Berbagai barang, seperti bahan sea-fastening, panel grating, tali baja,
dan sebagainya mungkin akan terjatuh ke dalam laut secara tidak sengaja.
C. Tahap Operasi
1. Penerimaan Tenaga Kerja
Tenaga kerja untuk operasional produksi gas dan kilang LNG sangat besar, sebagian
merupakan tenaga ahli dengan skill yang memenuhi persyaratan perusahaan, dan
sebagian lainnya bukan tenaga ahli. Pelaksanaan penerimaan tenaga kerja sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jumlah personil yang
dibutuhkan dan spesifikasinya untuk mengoperasikan masing-masing BS atau GPF lebih
kurang 26 orang (Tabel 2.11). Jumlah dan kualifikasi tenaga kerja untuk operasional
transmisi gas yang akan dibutuhkan hanya ±28 orang (Tabel 2.12).
Tabel 2.11. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga KerjaOperasional dalam Satu Unit GPF
No Spesifikasi Jumlah Total
1.
2.
Tenaga Un-skill
a. Office-Boy
b. Cleaning services
c. Sopir kendaraan Penumpang
d. Security
Tenaga Skill
a. Opertor produksi
b. Foreman produksi
4
4
2
4
Jumlah
8
4
Jumlah
14
12
Total 26
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-59
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.12. Kebutuhan Spesifikasi dan Jumlah Tenaga KerjaPenyaluran Gas dan Kondensat
No Spesifikasi Jumlah Total
1.
2.
Tenaga Un-skill
a. Office-Boy
b Sopir kendaraan ringan
Tenaga Skill
a. Pipa checker
b. Operator peralatan berat
c. Foreman
b. Sopir kendaran berat
2
6
Jumlah
14
2
2
2
Jumlah
8
20
Total 28
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
Sementara itu jumlah personil yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kegiatan dua
train awal kilang LNG dan fasilitas darat terkait diperkirakan 200 personil kilang.
Tenaga Kerja konstruksi harus orang Indonesia, dengan pengecualian yang sangat
terbatas di mana diperlukan kecakapan spesialis dan yang tidak tersedia di Indonesia.
Personil setempat yang memenuhi kualifikasi pekerjaan tertentu akan direkrut.
Jumlah personil yang dibutuhkan pada tahap operasi ini lebih kecil bila dibandingkan
dengan tahap konstruksi. Dengan melihat tingkat kebutuhan tenaga kerja yang akan
dilibatkan dalam kegiatan mengoperasikan GPF, BS, Kilang LNG, dermaga dan
pemeliharaan pipa transmisi gas dan kondensat serta transportasi kondensat melalui
darat, maka kemungkinan tidak akan cukup bila hanya dipenuhi dari tenaga kerja yang
berasal dari penduduk lokal, mengingat untuk kegiatan ini sangat banyak membutuhkan
tenaga kerja yang harus memiliki spesifikasi, kualifikasi dan sertifikasi tertentu. Jumlah
tenaga kerja terbanyak adalah untuk operasional kilang, dimana jumlah personil yang
dibutuhkan untuk mengoperasikan kilang LNG dan fasilitas darat terkait diperkirakan
lebih kurang 300 personil. Pelaksanaan rekruitmen tenaga kerja sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-60
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Pemboran Sumur Pengembangan
Sumur-sumur pengembangan di Donggi, Minahaki, Matindok, Sukamaju, dan Maleoraja
dibor dengan menggunakan land-rig yang kapasitasnya sesuai dengan kedalaman yang
akan dicapai. Peralatan pemboran telah dilengkapi dengan pencegahan semburan liar
(blow out preventer), Standard Operation Procedure (SOP), dan penanggulangan
keadaan darurat (emergency respon plan). Peralatan berat yang telah selesai digunakan
kemudian dimobilisasi dan didemobilisasi dengan kendaraan berat.
Hal-hal penting terkait dengan kegiatan operasi pemboran sumur pengembangan
sebagai berikut ini:
a. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan pemboran.
b. Penggunaan lumpur pemboran – Semua sumur akan dibor menggunakan lumpur
yang water-based dan tidak beracun untuk kedalaman bagian atas pengembangan
sumur. Pemboran reservoar akan dilakukan menggunakan low-toxicty, synthetic oil-
based atau water-based mud. Water-based mud tersebut dapat dipergunakan
ulang untuk semua sumur yang dibor dari setiap anjungan. Apabila semua sumur
telah dieselesaikan, maka water-based mud tersebut akan dialirkan ke mudpit.
Kira-kira 2000 sampai 2500 bbl water-based mud diperkirakan akan dibuang dari
masing-masing sumur, atau total kira-kira 7.500 bbl.
Apabila digunakan, synthetic oil-based mud akan digunakan jenis low toxicity oil-
based mud. Logam-logam berat tidak akan digunakan pada sistem lumpur
manapun, kecuali apabila terdapat kemungkinan bahwa akan ditemukan Hidrogen
Sulfida (H2S). Dalam hal itu, dapat digunakan Zinc Carbonate sebagai pengikat H2S.
c. Cuttings – Cuttings yang akan dihasilkan selama pemboran kira-kira 3000-3800 bbl,
dan cuttings akan dikelola sesuai dengan peraturan yang berlaku.
d. Air Hydrotest – Sebelum pra-komisioning fasilitas dan pipa penyalur, maka akan
digunakan air tawar untuk hydrotest bejana tekan dan pipa penyalur. Setelah 1 kali
hydrotest, maka air yang kurang-lebih 20.000 meter kubik, akan dibuang di sungai
yang mengalir ke laut lepas. Akan dilakukan analisis seksama atas semua buangan
air uji coba hidrostatik untuk memastikan bahwa tidak akan menimbulkan dampak
terhadap lingkungan akibat air buangan.
e. Gas buang dari Mesin Diesel – Tenaga listrik untuk camp akan dipasok oleh
generator yang digerakkan mesin diesel. Mesin-mesin tersebut akan dilengkapi
pengendali emisi standard dan akan mempergunakan BBM berkadar sulfur rendah
guna meminimasi emisi sulfur dioksida.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-61
PT PERTAMINA EP - PPGM
f. Pembersihan Peralatan – Sebelum komisioning, peralatan akan dicuci secara
internal. Limbah air cucian tersebut akan ditangani sama seperti air hydrotest.
g. Gas Buang dari generator/ventilasi bejana – Operasi generator pembangkit listrik
dan sejumlah kecil ventilasi bejana selama komisioning akan dilepas gas buang ke
udara yang secara periodik akan dipantau.
h. Tumpahan tidak sengaja jenis material bahan bakar atau cat – Tumpahan dari
lokasi kegiatan akan disimpan dan dikumpulkan untuk pembuangan akhir.
i. Pengerukan – Sisa hasil pengerukan tanah akibat kegiatan konstruksi akan ditimbun
di tempat yang ditentukan yang kemungkinan akan dapat digunakan kembali untuk
penimbunan.
j. Puing dari Pembuangan Bebatuan – Puing bebatuan akan ditimbun di suatu tempat
urukan tanah yang ditentukan
k. Limbah Sanitasi – Air limbah sanitasi akan dikumpulkan dan diolah sampai standard
yang berlaku sebelum dialirkan ke sungai.
3. Operasi Produksi di BS atau GPF
Seluruh produksi dari sumur-sumur gas dialirkan ke masing-masing Block Station (3 unit
BS), setelah melalui Header Manifold (karena jarak ke BS di Donggi relatif jauh, khusus
untuk gas dari sumur-sumur di Minahaki lokasi Manifold Station-nya di Minahaki) gas
akan masuk ke dalam separator (gas/liquid separation) untuk memisahkan gas,
kondensat dan air yang ikut terproduksi. Selanjutnya, gas yang sudah mengalami
pemisahan pada tahap awal akan dialirkan dan diproses lebih lanjut. Gas yang sudah
mengalami pemisahan pada tahap awal akan dialirkan ke CO2 and H2S removal plant
untuk menurunkan kadar H2S, selanjutnya gas dikeringkan di Unit TEG dehydratiion dan
kelembabannya di kontrol menggunakan DEW Point Control. Gas yang telah memenuhi
standar gas sale diukur melalui fasilitas metering dan dialirkan melalui pipa ke Kilang
LNG. Sulfur (belerang) hasil pemisahan dari gas alam dalam bentuk padat/tepung,
ditampung di pelataran (yard) belerang untuk penanganan selanjutnya, sedangkan
kondensat langsung dialirkan ke tangki penimbun kondensat untuk selanjutnya dikirim
dengan mobil tangki ke Tangki Penampung Kondensat milik JOB Pertamina-Medco
Tomori Sulawesi di Bajo. Flare didisain untuk menangani dua proses, yaitu untuk
mengatur dan membuang gas ringan tekanan tinggi dalam kondisi tidak normal
(blowdown), dan untuk Penglepasan dan mengaburkan gas buang yang didalamnya
masih mengandung partikel gas CO2 rendah.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-62
PT PERTAMINA EP - PPGM
Limbah yang berasal dari Pengoperasian Fasilitas Produksi Gas, misalnya :
1) Limbah mengandung gas
a) Emisi gas dari penggerak peralatan utama.
Peralatan utama, seperti kompresor, genset dan pompa-pompa menggunakan
mesin berbahan bakar gas. Gas buang hasil pembakaran akan dilepas ke udara
terbuka.
b) Emisi gas dari penggerak mesin – Cadangan tenaga listrik menggunakan mesin
pembangkit berbahan bakar diesel. Mesin diesel akan dipakai hanya sewaktu
pembangkit turbin gas utama tidak bekerja. Limbah dari mesin dalam bentuk
gas buang akan dilepas ke udara terbuka.
c) Gas cerobong pemanas regenerator glycol – Regenerator glycol yang dipakai
pada unit pengering adalah dengan cara menguapkan air yang diserap dalam
pemanas semburan-gas. Gas cerobong pemanas akan dilepas ke udara terbuka.
d) Emisi suar api (flare stack)– Suar api didisain untuk menangani dua proses,
yaitu untuk mengatur dan membuang gas ringan tekanan tinggi dalam kondisi
tidak normal atau darurat, dan untuk Penglepasan dan mengaburkan gas buang
yang di dalamnya masih mengandung partikel gas masam yang mengandung
CO2 rendah. Emisi dapat meningkat secara signifikan selama operasi tidak
normal, namun jangka waktunya pendek.
2) Limbah cair
a) Air Terproduksi – Fasilitas pengolahan meliputi pemisahan setiap air
terproduksi. Ada dua nalternatif dalam pemisahan air terproduksi yakni dengan
cara (1) menginjeksikan kembali ke perut bumi (re injection), dan (2) air
terproduksi akan ditangani tersendiri di instalasi pengelolaan air limbah (IPAL),
sampai kualitasnya memenuhi ketentuan yang ditetapkan untuk air buangan
sebelum dilepas ke badan air.
b) Limbah Domestik Cair – Limbah dari Kakus akan diproses dalam septic tank.
Sementara limbah dari kamar mandi, air dari dapur langsung dialirkan ke
sungai.
c) Limbah dari Pengeringan Permukaan – Air yang berasal dari hujan yang
menimpa kompleks GPF, air yang digunakan untuk pembersihan dan pencucian
lantai dan atau fasilitas produksi yang tidak mengandung polutan akan dialirkan
melalui saluran drainase dan dialirkan ke sungai. Sementara air untuk
pengeringan yang mengadung polutan akan dialirkan IPAL.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-63
PT PERTAMINA EP - PPGM
3) Limbah padat
a) Limbah Domestik Padat – Limbah padat organik yang mudah terbakar
dikumpulkan di tempat pembuangan sementara (TPS) dan selanjutnya dibuang
di tempat pembuangan akhir (TPA) yang telah ditentukan kemudian dibakar.
Sementara sampah padat umum yang tidak mudah terbakar yang tidak
membahayakan kesehatan seperti gelas, plastik, fiber akan dipisah-pisahan,
kemudian akan ditangani lebih lanjut.
b) Limbah Padat Industri – Bahan kimia yang berasal dari bahan-bahan yang
digunakan untuk proses atau sisa proses seperti filter-filter bekas, potongan
waste baskets, besi, kawat, lampu, aki, drum plastik bekas kemasan bahan
kimia, oli bekas dikumpulkan dan ditampung sementara pada lokasi yang telah
disiapkan khusus, dan kemudian akan ditangani lebih lanjut oleh pihak ketiga
yang mempunyai ijin pengelolaan limbah B3.
4. Penyaluran Gas Melalui Pipa
Gas yang telah diproses di GPF di Donggi dan GPF di Matindok yang kandungannya
sesuai dengan standar gas yang akan dipasarkan dikirim ke Kilang LNG. Pengiriman gas
dari GPF Donggi dilakukan melalui pipa berdiameter 16” sampai Fasilitas Bersama JOB
Pertamina-Medco Tomori Sulawesi di Senoro (tekanan gas di Senoro sekitar 784 psig)
yang kemudian dengan pipa berdiameter 34” sepanjang sekitar 25 km disalurkan ke
Kilang LNG di Batui atau Kintom. Sedangkan Pengiriman gas dari GPF Matindok
dilakukan melalui pipa berdiameter 16” sampai junction (tekanan gas di junction ini ±
773 psig) pada pipa jalur Senoro -Kilang LNG di Batui atau Kintom (tekanan gas di
Kilang ± 750 psig).
Produksi gas yang dikirim rata-rata 300 MMSCFD. Pada inlet pipa, terdapat fiscal
metering untuk mengetahui jumlah gas yang dikirim.
Jalur pipa gas dirancang sedemikian rupa, untuk melindungi pipa dan lingkungan dari
bencana dan pencemaran, sedapat mungkin menghindari daerah-daerah yang padat
permukiman. Pipa diberi lapisan pembungkus (coating), pencegahan korosi dan ditanam
dalam tanah untuk melindungi dari kemungkinan bocor akibat kerusakan. Aliran dan
tekanan gas dipantau secara terus-menerus terhadap adanya indikasi kebocoran pipa.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-64
PT PERTAMINA EP - PPGM
Apabila terdeteksi adanya gejala kebocoran, operator akan segera melaksanakan SOP
yang telah ditentukan sesuai dengan jenis kejadian yang berlangsung, terutama
tindakan pengamanan operasi dan sistem isolasi.
Untuk keselamatan jalur pipa, di sekitar pertengahan jalan dipasang valve station
dilengkapi dengan vent flare. Untuk kepentingan pembersihan dan tujuan operasi teknis
lainnya, di kedua ujung saluran gas dilengkapi pig launcher and receiver.
5. Penyaluran Kondensat dengan Transportasi Darat
Kondensat yang berasal dari separator Block Station ditampung dalam Tangki
Penampung sebelum diangkut ke Tangki Penampung Kondensat milik JOB Pertamina-
Medco Tomori Sulawesi di Bajo. Jumlah tangki penampung yang dipakai sebanyak 2
buah dengan kapasitas masing-masing sebesar ± 1300 m3. Minyak/ kondensat akan
diangkut dari Block Station ke Bajo dengan menggunakan road tank atau mobil tangki
berukuran besar.
6. Operasional Kilang LNG dan Fasilitas Pendukungnya
Operasi awal didasarkan pada Kilang LNG dua-train dengan kapasitas produksi sebesar
2 juta metrik ton LNG per tahun. Kebutuhan gas “feedstock” terkait adalah sebesar lebih
kurang 300 MMSCFD, yang pada awalnya akan didapatkan dari dua lapangan gas yaitu
Matindok dan Senoro.
Proyek Pengembangan Gas Matindok akan dirancang, dibangun dan dioperasikan
dengan memperhatikan semua limbah yang mengandung gas, cairan dan padat yang
berasal dari fasilitas yang terkait akan dikelola sepenuhnya tunduk pada Perundang-
undangan Indonesia secara Nasional, Regional dan Lokal. Program Manajemen
Lingkungan dan Program Pemantauan Lingkungan akan dipersiapkan untuk proyek ini
untuk menetapkan persyaratan dan prosedur lingkungan khusus. Program resmi
kesadaran lingkungan akan diberlakukan untuk semua pegawai dan kontraktor untuk
meningkatkan kebijakan pengolahan secara bertanggungjawab dari sumber daya
lingkungan yang terkena pengaruh operasi untuk memastikan dikuranginya setiap
pengaruh lingkungan yang secara potensial merugikan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-65
PT PERTAMINA EP - PPGM
Limbah yang Berasal dari Pengoperasian Kilang LNG dan Fasilitas Terkait
Sumber limbah mengandung gas, limbah cair dan padat berikut diperkirakan akan
berasal dari Kilang LNG dan fasilitas dermaga.
1) Limbah mengandung Gas
a) Emisi limbah dari penggerak turbin gas – Penggerak utama untuk kompresor
pendingin pada Unit Pendingin/Pencair dan pembangkit tenaga utama kilang
adalah turbin gas. Limbah dari turbin akan dilepas ke udara terbuka.
b) Emisi limbah dari penggerak diesel – Pompa air-pemadam-kebakaran darurat
cadangan dan pembangkit tenaga darurat akan digerakkan oleh diesel.
Penggerak-diesel darurat cadangan hanya akan dipakai jika motor atau
penggerak-turbin gas utama tidak bekerja (seperti, selama tidak ada tenaga
listrik). Kapal-tunda, kapal-kapal lain, mobil, bus, truk, crane dan peralatan
perawatan lain juga akan digerakkan dengan diesel. Bahan bakar diesel dengan
kiandungan sulfur rendah akan dipakai, dengan pengawasan emisinya sesuai
dengan standar yang berlaku. Limbah dari penggerak diesel tersebut akan
dilepas ke udara terbuka.
c) Gas cerobong dari pendidih uap – Uap bertekanan rendah berfungsi sebagai
sumber medium kilang selain sebagai daya gerak untuk penggerak turbin uap
pembantu starter dari turbin pendingin. Uap bertekanan rendah dihasilkan
dalam pendidih semburan-gas. Gas cerobong dari pendidih tersebut akan
dilepas ke udara terbuka.
d) Emisi suar api (flare stack)– Suar api didisain untuk menangani dua proses,
yaitu untuk mengatur dan membuang gas ringan tekanan tinggi dalam kondisi
tidak normal atau darurat, dan untuk Penglepasan dan mengaburkan gas buang
yang di dalamnya masih mengandung partikel gas masam yang mengandung
CO2 rendah. Emisi dapat meningkat secara signifikan selama operasi tidak
normal, namun jangka waktunya pendek.
Perkiraan dari emisi yang mengandung gas dari operasi Kilang LNG adalah seperti
diringkaskan dalam Tabel 2.13. Perkiraan emisi ini harus dianggap sebagai
permulaan, tergantung pada verifikasi dan perbaikan yang mungkin ada sejalan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-66
PT PERTAMINA EP - PPGM
dengan perbaikan disain fasilitas. Emisi pada masa datang akan meningkat secara
proporsional sejalan dengan meningkatnya jumlah train.
Tabel 2.13. Emisi Udara Kilang LNG
SumberEmisi yang Diperkirakan (metrik ton per tahun)
SO (sebagaiSOx)
NO (sebagaiNOx)
COTotal Sulfur
(sebagaiH2S)
1. Gas Limbah AGRU -- -- 3.23 x 4 40
2. Penggerak Turbin Gas untukKompresor Pendingin
50 600 0.83 x 4 --
3. Penggerak Turbin Gas untukPembangkitan Tenaga Listrik
20 600 0.30 x 4 --
Sumber: PT. PERTAMINA-EP PPGM, 2005
2) Limbah cair
a) Air limbah kontak langsung adalah air yang berasal dari operasi atau peralatan
dimana air berhubungan langsung dengan cairan pengolahan (seperti air
formasi, air pengolahan). Air limbah kontak langsung akan dialirkan di IPAL
untuk diolah sampai sesuai dengan standar mutu aliran yang berlaku sebelum
dialirkan ke sungai.
b) Limbah kimia basah – Limbah asam dan alkalin basah dari sistem utility akan
dialirkan melalui sistem pengumpul terpisah ke kolam netralisasi untuk
penyesuaian pH-nya sebelum diteruskan ke Effluent Treatment Unit sebelum
dibuang.
c) Limbah pengeringan permukaan dari daerah unit pengolahan dan penyimpanan
(air hujan, air pencucian, dan sebagainya) - Limbah pengeringan permukaan
dari daerah unit pengolahan dan penyimpanan yang terancam pencemaran
potensial akan dikumpulkan dan diteruskan ke Effluent Treatment Unit sebelum
dibuang. Limbah pengeringan dari daerah yang bersih dan tidak mengadung
polutan akan langsung dialirkan ke saluran dan diteruskan ke sungai.
d) Limbah Domestik Cair – Limbah dari Kakus akan diproses dalam septic tank.
Sementara limbah dari kamar mandi, air dari dapur langsung dialirkan ke
sungai.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-67
PT PERTAMINA EP - PPGM
3) Limbah padat
a) Limbah Padat Industri - Saringan molekul bekas, filter karbon dan damar
pengganti ion dan limbah padat lainnya akan dikumpulkan sementara sebelum
ditangani lebih lanjut. Karbon aktif tercemar merkuri dari MRU akan
dikumpulkan dan dibuang ke luar ke fasilitas pembuangan limbah berbahaya
yang telah disetujui atau dikembalikan ke pabrikan katalis untuk diproses ulang.
Bahan kimia yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan untuk proses atau
sisa proses seperti filter-filter bekas, potongan waste baskets, besi, kawat,
lampu, aki, drum plastik bekas kemasan bahan kimia, oli bekas, dan bermacam-
macam limbah padat lain dari kegiatan pembersihan tanki, exchanger dsb
dikumpulkan dan ditampung sementara pada lokasi yang telah disiapkan
khusus, dan kemudian akan ditangani lebih lanjut oleh pihak ketiga yang
mempunyai ijin pengelolaan limbah B3.
b) Limbah Domestik Padat – Limbah padat organik yang mudah dibakar
dikumpulkan di tempat pembuangan sementara (TPS) dan selanjutnya dibuang
di tempat pembuangan akhir (TPA) yang telah ditentukan kemudian dibakar.
Bahan sampah padat umum yang tidak mudah seperti gelas, plastik, fiber akan
dikumpulkan dalam tong yang memadai dan ditampung di tempat penimbunan
untuk sementara, kemudian akan ditangani lebih lanjut dengan mendaur ulang
limbah tersebut dalam bentuk lain pemanfaatan.
Kegiatan operasi Kilang LNG dan fasilitas yang ada di kompleks dalamnya
menghasilkan limbah yang berpotensi menimbulkan dampak negatif pada
lingkungan berikut ini.
a) Limbah gas
Emisi limbah dari penggerak turbin gas untuk kompresor pendingin pada Unit
Pendingin/Pencair dan pembangkit tenaga utama kilang akan dilepas ke udara
terbuka; emisi limbah dari penggerak diesel untuk pompa air-pemadam-
kebakaran darurat cadangan dan pembangkit tenaga darurat, mobil, bus, truk,
crane dan peralatan perawatan berbahan bakar diesel dengan konsentrasi sulfur
rendah akan akan dilepas ke udara terbuka; gas cerobong dari pendidih uap
sumber medium kilang dan untuk penggerak turbin uap pembantu starter dari
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-68
PT PERTAMINA EP - PPGM
turbin pendingin akan dilepas ke udara terbuka; emisi suar api pengolahan gas
dan pembakar cairan kering juga akan dilepas ke udara terbuka. Perkiraan dari
emisi yang mengandung gas dari operasi Kilang LNG dua train adalah seperti
diringkaskan dalam Tabel 2.13 di atas.
b) Limbah cair
Limbah cair berasal dari air formasi setelah diolah di Effluent Treatment Unit
(IPAL) kemudian dialirkan ke laut; air hydrotest yang dipergunakan untuk
pengujian tekanan bejana dan perpipaan yang mungkin mangandung kuantitas
residu dari biosida, oxygen scavangers dan sebagainya. akan diolah di IPAL
dan selanjutnya dialirkan ke laut; limbah pengeringan permukaan dari daerah
unit pengolahan dan penyimpanan (air hujan, air pencucian, dan sebagainya) -
Limbah pengeringan akan dikumpulkan dan diteruskan ke IPAL sebelum
dialirkan ke laut; sedangkan limbah asam dan alkalin basah dari sistem utility
akan dialirkan melalui sistem pengumpul terpisah ke kolam netralisasi untuk
penyesuaian pH-nya sebelum diteruskan ke IPAL sebelum dialirkan ke laut;
limbah sanitasi baik dari Kilang LNG maupun dari masyarakat sekitar akan
diolah pada unit pengolahan biologis tertutup sebelum dialirkan ke laut. Limbah
cair dari kegiatan-kegiatan di atas yang telah diolah di IPAL dan telah
memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan air yang disyaratkan, kemudian
air dialirkan ke laut.
c) Limbah padat
Limbah saringan molekul bekas, filter karbon dan damar pengganti ion dan
barang-barang bekas akan dikumpulkan untuk dibuang ke luar ke tempat
penimbunan sampah, atau jika berbahaya, ke tempat pembakaran sampah.
Berbagai macam limbah padat dari kegiatan seperti pembersihan tanki,
exchanger atau jaringan pipa akan dikumpulkan dan di buang ke luar ke tempat
penimbunan sampah, atau jika berbahaya, ke tempat pembakaran sampah.
Sampah umum baik dari Kilang LNG maupun dari masyarakat sekitar akan
dibuang ke tempat penimbunan atau pembakaran sampah. Sementara itu
limbah padat karbon aktif tercemar merkuri dari MRU akan dikumpulkan dan
dikirim ke luar lokasi sesuai prosedur dan persyaratan tentang penanganan
limbah B-3.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-69
PT PERTAMINA EP - PPGM
7. Pemeliharaan Fasilitas Produksi
Kegiatan pemeliharaan fasilitas produksi waktunya secara berkala, tergantung dari
masing-masing jenis peralatan produksi, antara lain perawatan terhadap kompresor,
generator, pompa, tangki timbun kondensat, sumur produksi, pipa dan jalan. Kegiatan
pemeliharaan tersebut dapat bertujuan untuk pembersihan kotoran, perbaikan dan atau
penggantian.
Perawatan tangki timbun akan dilakukan sekitar 10 tahun sekali, dan akan
menghasilkan sludge. Penanganan terhadap sludge akan dilakukan dengan mengacu
kepada Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 Jo. PP N0. 85 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan pemeliharaan peralatan dan pemrosesan
air, diantaranya gas corrosion inhibiitor, gas dehydrator, reverses demulsifier, portable
water desinfectant (calcium hypochloride), potable water coagulant, potable water
neutralizer (caustic soda) dan cleaner.
Mitigasi dampak lingkungan akibat kebocoran pipa, telah disusun suatu rencana
tanggap darurat (emergency response plan). Dengan prosedur tersebut, apabila
diketahui kebocoran/pencemaran dapat ditanggulangi secara dini.
Penggunaan bahan kimia dalam kegiatan pemeliharaan peralatan dan fasilitas
pemrosesan gas meliputi: gas corrosion inhibitor, gas dehydrator, reverses demulsifier,
potable water desinfectant (calcium hypochloride), potable water coagulant, potable
water neutralizer (caustic soda) dan cleaner.
D. Tahap Pasca Operasi
1. Penutupan Sumur
Penutupan operasi sumur dilakukan dengan sumbat semen dan bridge plug dipasang
sesuai dengan ketentuan dan dilakukan uji tekanan. Pada kegiatan ini jenis
pekerjaannya mencakup antara lain: isolasi zona lubang terbuka, isolasi pada lubang
terbuka, penyumbatan atau pengisolasian interval perforasi, penyumbatan tunggul
selubung/linier, penyumbatan selubung 9”, pengujian sumbat, pemotongan dan
pengangkatan selubung 9” yang tidak bersemen, pemotongan bagian atas casing
sampai sekitar 5 m di bawah permukaan tanah dan mud line suspension diangkat, dan
pemasangan sumbat semen permukaan (penutup). Laporan peninggalan sumur
disampaikan ke Ditjen MIGAS.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-70
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Penghentian Operasi Produksi Gas dan Kilang LNG
Penghentian operasi penyaluran gas dilakukan dengan pembersihan pipa transmisi dari
sisa gas dengan cara flarring. Sementara itu penutupan operasi GPF dan kilang LNG
dilakukan dengan mengikuti prosedur, untuk menjamin keamanan yang tinggi untuk
menghindari bahaya semburan liar, tumpahan kondesat, kebakaran dan kecelakaan
kerja. Elemen-elemen yang dapat menyebabkan adanya bahaya tersebut akan
diidentifikasi dan tolok ukur pencegahan yang tepat dalam menerapkan standar dan
kode yang berlaku. Laporan peninggalan jalur pipa, GPF dan Kilang LNG serta fasilitas
lain disampaikan ke Ditjen MIGAS.
3. Demobilisasi Peralatan
Pada waktu rampungnya rentang masa operasi produksi gas dan kilang LNG yang
diharapkan (diperkirakan sekurang-kurangnya 25 tahun), peralatan, jaringan pipa dan
fasilitas yang sudah tidak dipergunakan akan dibongkar dan dipindahkan ke tempat
yang telah ditentukan. Laporan peninggalan lokasi ini disampaikan kepada Ditjen Migas.
Penanganan terhadap bekas lokasi fasilitas yang telah dibongkar yang meliputi
pembersihan dan rehabilitasi lahan terbuka akan dilakukan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Pada waktu rampungnya rentang masa operasi produksi gas dan kilang
LNG, peralatan dan fasilitas yang sudah tidak tidak dipergunakan akan dibongkar,
ditinggalkan atau dipindahkan ke tempat yang telah ditentukan.
4. Penglepasan Tenaga Kerja
Pada akhir operasi produksi gas dan kilang LNG, tenaga kerja dilepaskan secara
berangsur-angsur sampai dengan berakhirnya kontrak kerja di unit kerja masing-
masing. Pelaksanakan Penglepasan sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan yang
berlaku.
Pada akhir operasi produksi gas dan kilang LNG, tenaga kerja dilepaskan secara
brangsur-angsur sampai dengan berakhirnya kontrak kerja di unit kerja masing-masing.
Pelaksanakan Penglepasan sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku.
Pada prinsipnya lahan dan aset-aset lain bekas kegiatan PPGM setelah pasca operasi akan
diserahkan kembali ke negara. Adapun secara lebih detail mekanisme seperti tertuang
dalam dokumen “kontrak”.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-71
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.1.1.4. Kegiatan-Kegiatan yang Ada Di Sekitar Rencana Lokasi Kegiatan dan
Dampaknya Terhadap Lingkungan
Areal rencana kegiatan secara administratif termasuk dalam 3 (tiga) wilayah kecamatan yaitu
Kecamatan Toili Barat, Toili dan Batui. Berikut ini adalah kegiatan masyarakat yang menonjol
dalam pemanfaatan lahan di wilayah itu. Pemanfaatan lahan yang telah ada di sekitar rencana
kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak pada rencana kegiatan atau sebaliknya, recana
kegiatan Pengembangan Gas Matindok berpotensi menimbulkan dampak pada kegiatan lain
yang telah ada yang relevan tertuang di bawah ini.
a. Pertambangan
JOB Pertamina–Medco E&P Tomori Sulawesi di Senoro dan sekitarnya telah melakukan
kegiatan eksplorasi migas, telah melakukan pemboran beberapa sumur. Berbagai bahan
pencemar dari kegiatan ini seperti emisi gas buang, limbah pemboran, ceceran minyak
dan oli dari aktivitas dermaga dan pemeliharaan fasilitas produksi akan dapat
menurunkan kualitas lingkungan wilayah studi. Oleh karena lokasi kegiatannya
berhimpitan, jenis kegiatannya sejenis dan pengelolannya dilakukan juga oleh
Pertamina, maka pemrakarsa akan melakukan koordinasi dan kerja sama saling
mengun-tungkan antara JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi dengan Pertamina-
PPGM dalam melaksanakan kegiatan migas di wilayah tersebut.
b. Perkebunan
Areal kerja perkebunan yang sebagian tanahnya akan terkena rencana pengembangan
Lapangan Gas Matindok, termasuk jaringan pipa transmisi seperti perkebunan kelapa
sawit yang dikelola oleh unit pengolahan milik PT Kirana Luwuk Sejati. Dengan adanya
upaya pemanfaatan kembali berbagai limbah yang dihasilkan dari kegiatan perkebunan
ini maka dampaknya terhadap lingkungan hidup relatif dapat diminimalkan. Dalam
upaya pemanfaatan lahan untuk pipa tersebut diperlukan perundingan segitiga antara
pengelola perkebunan - Pemerintah Kabupaten Banggai/Pusat – Pertamina-PPGM.
c. Pertanian
Pada daerah bagian hilir kabupaten Banggai merupakan dataran rendah berupa dataran
aluvial dan dataran aluvial pantai yang intenisf digunakan oleh masyarakat petani
sebagai lahan pertania. Lahan sawah tersebut mendapatkan airnya dengan
menggunakan sistem irigasi teknis dan non teknis di wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-72
PT PERTAMINA EP - PPGM
dan Batui. Upaya peningkatan produksi diantaranya dilakukan dengan penggunaan
pupuk kimia dan pestisida. Bila penggunaan kedua jenis bahan kimia tersebut tidak
dibatasi, akan berdampak terhadap produktivitas lahan dan tercemarnya lingkungan
pertanian di daerah tersebut.
d. Suaka Margasatwa Bangkiriang
Jalur pipa akan melewati kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang (SMB). Walaupun
kondisi di kawasan Suaka sudah diusahakan oleh penduduk untuk bercocok tanam
bahkan telah dijadikan perkebunan kelapa sawit, namun secara de jure kawasan
tersebut masih merupakan kawasan konservasi, maka Pertamina-PPGM perlu
mengkoordinasikan pemanfaatan sebagian lahan SMB dengan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan di tingkat pusat.
Kegiatan lain di sekitar lokasi rencana kegiatan ini tergambar dalam Gambar 2.20.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-73
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.20. PETA Kegiatan lain di sekitar lokasi rencana kegiatan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-74
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.2. LINGKUP RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Sesuai dengan hasil telaahan kaitan komponen kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak
dan jenis-jenis dampak potensial yang ditimbulkannya, maka berikut ini adalah komponen
lingkungan yang relevan untuk ditelaah dalam studi ANDAL.
a) Komponen geo-fisik-kimia yang meliputi iklim dan kualitas udara ambien, kebisingan,
kebauan dan getaran, fisiografi dan geologi, hidrologi dan kualitas air, hidrooceonografi,
ruang, lahan dan tanah serta transportasi.
b) Komponen biologi meliputi biota darat dan biota air.
c) Komponen sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat meliputi kependudukan,
sosial-ekonomi, sosial-budaya dan kesehatan masyarakat.
2.2.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia
2.2.1.1. Iklim, Kualitas Udara dan Kebisingan
1. Iklim
Menurut klasifikasi ikllim Schmidt dan Ferguson, daerah Banggai bertipe iklim B, dengan
nisbah rata-rata jumlah bulan kering dan rata-rata jumlah bulan basah (Q) adalah 5, atau
termasuk wilayah cukup basah. Data curah hujan stasiun meterologi bandar Udara Bubung
Luwuk selama pencatatan 16 tahun (tahun 1985 -2001) menunjukkan bahwa musim hujan
berlangsung dari bulan Maret sampai Juli dengan jumlah curah hujan berkisar dari 115 mm
pada bulan Mei sampai 169 pada bulan Juli. Musim kemarau berlangsung dari bulan Agustus
sampai Februari, dengan curah hujan berkisar dari 41 mm pada bulan Oktober sampai 85
mm pada bulan Desember.
Suhu udara rata-rata bulanan berkisar dari 25,9 oC pada bulan Juli sampai 28,3 oC pada
bulan November. Suhu udara maksimum terendah 28,9 oC pada bulan Juli dan yang
tertinggi 30,0 oC pada bulan Maret. Suhu udara berkisar dari 22,9 oC pada bulan Juli sampai
24,5 oC pada bulan Februari.
Tabel 2.14. Data Iklim Wilayah Studi
Unsur IklimB u l a n
SetahunJan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1. Curah hujan (mm) 81 81 140 127 115 130 169 78 45 41 69 85 11612. Suhu udara (oC)
Rata-rata 28,1 28,1 27,1 27,7 27,2 26,6 25,9 26,0 27,0 28,1 28,3 28,1 27,4 Maksimum 31,6 31,6 32,0 30,8 30,2 29,6 28,9 29,1 30,2 30,9 31,7 31,6 31,6 Minimum 24,2 24,3 24,1 24,2 23,9 23,4 22,9 23,0 23,2 23,7 24,0 24,2 23,8
3. Kelembaban Nisbi Udara (%) 77 78 79 80 80 81 81 78 74 73 75 784. Kecepatan angin rata-rata (knot) 4,5 4,6 4,6 4,3 5,1 5,6 6,0 6,5 6,5 5,5 4,4 4,1 5,1
(Sumber data: St. Meteorologi Bandara Bubung Luwuk), 1985-2001
Keterangan : ٠Curah hujan (rata-rata 1985-2001), ٠Suhu udara dan kelembaban nisbi udara (rata-rata 1996-2001),٠ Kecepatan angin (rata-rata 1996-2000)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-75
PT PERTAMINA EP - PPGM
Wilayah studi merupakan daerah pesisir sehingga kelembaban nisbi udara cenderung tinggi.
Kelembaban udara rata-rata bulanan ± 73 % pada bulan oktober yang bertepatan dengan
musim kemarau sampai 81% pada bulan Juni dan Juli yang bertepatan dengan musim
hujan.
2. Kualitas Udara, Kebisingan dan Getaran
Hasil pengamatan sesaat di lokasi-lokasi sekitar rencana kegiatan secara kualitatif kondisi
udara, tingkat kebisingan dan tingkat getaran masih sangat baik.
Kualitas udara
Gambaran umum tingkat kualitas udara di wilayah sekitar Proyek masih baik. Hal itu
didasarkan atas data sekunder dari hasil pengukuran kualitas udara yang telah dilakukan
sebelumnya di sekitar lokasi pemboran eksplorasi sumur Maleo Raja (MLR), Matindok
(MTD), Donggi (DNG), dan Anoa Besar (ANB). Jumlah dan lokasi pengambilan sampel
disajikan pada Tabel 2.15.
Tabel 2.15. Jumlah dan Lokasi Pengambilan Sampel untukKualitas Udara, Kebisingan dan Kebauan
No. Kode Sampel Desa / lokasi
1. MLR-1 Tapak proyek Maleo raja
2. MLR-2 Jalan masuk lokasi Maleo raja
3. MLR-3 Permukiman penduduk desa Batui IV
4. MTD-1 Tapak proyek Matindok
5. MTD-2 Jalan masuk lokasi Matindok
6. MTD-3 Permukiman penduduk desa SPA Ondo Ondolu
7. DNG-1 Tapak proyek Donggi
8. DNG-2 Jalan masuk lokasi Donggi
9. DNG-3 Pasar Sindang sari
10. ANB-1 Tapak proyek Anoa besar
11. ANB-2 Permukiman penduduk desa Kamiwangi
12. ANB-3 Jalan raya Anoa besar
Sumber :
1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003.2. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002.3. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-76
PT PERTAMINA EP - PPGM
Parameter yang diteliti, cara pengambilan sampel, metode analisis setiap parameter
telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara, Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah No.
188.44/1443/Ro.BKLH tanggal 14 Maret 1990 dan mengacu pada Compendium
Methods dari USEPA (United States Environmental Protection Agency) dengan nomor
EPA/625/R-96/01, July 1999. Pengolahan data hasil analisis laboratorium, dilakukan
dengan mengacu pada Kep.Ka.BAPEDAL No. Kep-107/KABAPEDAL/11/1997 tentang
Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar
Udara (ISPU) serta berpedoman pada National Ambient Air Quality Standards
(NAAQS) yang ditentukan oleh USEPA. Hasil perhitungan ISPU dikonversi menjadi
skala kualitas lingkungan atau Rona Lingkungan Awal. Konversi ISPU menjadi skala
kualitas lingkungan disajikan pada Tabel 2.16. Skala Kualitas Lingkungan (SKL)
secara seragam digunakan untuk perhitungan pada tahap prakiraan dampak rencana
kegiatan terhadap lingkungan sekitarnya.
Tabel 2.16. Konversi ISPU menjadi Skala Kualitas Lingkungan
ISPU Kategori Skala KualitasLingkungan Kategori
1 – 50 Baik 5 Sangat baik
51 – 100 Sedang 4 Baik
101 – 199 Tidak sehat 3 Buruk
200 – 299 Sangat tidak sehat 2 Sangat buruk
> 300 Berbahaya 1 Sangat buruk sekali
Sumber: USEPA, 1999
Rekapitulasi hasil analisis kualitas udara rona lingkungan awal berdasarkan data sekunder
tersebut pada Tabel 2.15 di sekitar lokasi rencana kegiatan (sebanyak 12 lokasi), disajikan
pada Tabel 2.17. Rekapitulasi hasil pengolahan data dengan besaran skala kualitas
lingkungan rona awal, disajikan pada Tabel 2.18.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-77
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.17. Hasil Analisis Kualitas Udara dan Kebauan
No. Parameter MLR-1 MLR-2 MLR-3 MTD-1 MTD-2 MTD-3 DNG-1 DNG-2 DNG-3 ANB-1 ANB-2 ANB-3 BakuMutu*)
1 Sulfur Dioksida, SO2 1,82 2,43 2,53 1,29 2,14 2,63 5,12 2,88 5,10 2,40 2,52 3,26 260
2 Karbon Monoksida, CO 10,50 14,00 15,36 8,61 13,10 14,42 18,20 12,45 19,67 8,76 9,18 15,58 2250
3 Nitrogen Dioksida, NO2 3,10 4,13 4,59 3,21 3,87 3,85 6,09 3,73 6,20 3,15 3,31 4,35 92,5
4 Oksidan, O3 0,07 0,10 0,13 0,03 0,08 0,09 0,06 0,06 0,06 0,05 0,07 0,08 200
5 Amoniak 0,06 0,08 0,10 0,06 0,08 0,09 0,095 0,045 0,048 0,03 0,05 0,07 1360
6 Hidrogen Sulfida 0,02 0,02 0,04 0,02 0,02 0,03 0,025 0,018 0,028 0,01 0,02 0,03 42
7 Dust TSP 85 86 87 83 89 92 84 91 124 95 112 124 260
*) Kep.Gub.KDH TK I Sulawesi Tengah No. Kep. 188.44/1443/Ro.BKLH
Sumber :
1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 2003
2. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 2002
3. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar -A, Banggai-Sulteng 2002
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-78
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.18. Rona Lingkungan Awal Kualitas Udara dan Kebauandi Sekitar Rencana Kegiatan
Kode Lokasi SKL Keterangan
MLR-1 Tapak proyek maleo raja 5
Tingkat kualitas udaratidak berpengaruhpada kesehatanmanusia maupunhewan dan tidakberpengaruh padatumbuhan, bangunanmaupun nilai estetika
MLR-2 Jalan masuk lokasi maleo raja 5MLR-3 Permukiman penduduk desa Batui IV 5
MTD-1 Tapak proyek matindok 5
MTD-2 Jalan masuk lokasi matindok 5MTD-3 Permukiman penduduk desa SPA Ondo Ondolu 5
DNG-1 Tapak proyek donggi 5
DNG-2 Jalan masuk lokasi donggi 5
DNG-3 Pasar sindang sari 5ANB-1 Tapak proyek anoa besar 5
ANB-2 Permukiman penduduk desa kamiwangi 5
ANB-3 Jalan raya anoa besar 5Sumber: Hasil analisis Data dari Tabel 2.17
Dari hasil analisis kualitas udara dan kebisingan, terlihat bahwa rona lingkungan awal
kualitas udara dan kebauan di sekitar lokasi kegiatan tergolong sangat baik (SKL= 5).
Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan waktu
tertentu yang dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan. Tingkat kebisingan suatu lokasi menunjukkan ukuran energi bunyi yang
dinyatakan dalam satuan desibel atau disingkat dengan notasi dB.
Gambaran umum tingkat kebisingan di daerah itu diambil dari data sekunder yang telah ada
yang merupakan hasil pengukuran di sekitar lokasi sumur Maleoraja (MLR), Matindok
(MTD), Donggi (DNG), dan Anoa Besar (ANB). Jumlah dan lokasi pengambilan sampel
disajikan pada Tabel 2.17.
Cara pengukuran, perhitungan dan evaluasi tingkat kebisingan berpedoman pada Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/ 1996 tentang Baku Tingkat
Kebisingan dan mengacu pada Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah No.
188.44/1443/Ro.BKLH tanggal 14 Maret 1990. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan,
disajikan pada Tabel 2.19.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-79
PT PERTAMINA EP - PPGM
Lokasi pengukuran tingkat kebisingan merupakan lingkungan kegiatan perumahan dan
permukiman serta ruang terbuka hijau. Oleh karena itu, hasil pengukuran dibandingkan
terhadap Baku Tingkat Kebisingan untuk Kawasan Permukiman dan Perumahan (55 dB) dan
Ruang Terbuka Hijau (50 dB). Berdasarkan data sekunder hasil pengukuran yang disajikan
pada Tabel 2.19 terlihat bahwa semua lokasi berada di bawah ambang batas baku tingkat
kebisingan. Oleh karena itu kualitas lingkungan untuk semua lokasi = 5 atau kategori sangat
baik.
Tabel 2.19. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan
Kode Lokasi Tingkat Kebisingan(dB)
MLR-1 Tapak proyek maleo raja 31-35MLR-2 Jalan masuk lokasi maleo raja 38-42
MLR-3 Permukiman penduduk desa Batui IV 46-50
MTD-1 Tapak proyek matindok 30-34MTD-2 Jalan masuk lokasi matindok 35-40
MTD-3 Permukiman penduduk desa SPA Ondo Ondolu 46-50
DNG-1 Tapak proyek donggi 39-42
DNG-2 Jalan masuk lokasi donggi 43-45DNG-3 Pasar sindang sari 47-51
ANB-1 Tapak proyek anoa besar 38-41
ANB-2 Permukiman penduduk desa kamiwangi 45-48ANB-3 Jalan raya anoa besar 47-53
Sumber :1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 20032. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng, 20023. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng, 2002.
2.2.1.2. Fisiografi dan Geologi
Geomorfologi daerah penelitian secara umum merupakan daerah pantai dengan lebar pantai
sekitar 100 m sampai 1 km. Pada sisi bagian barat dijumpai adanya rangkaian perbukitan yang
membujur searah dengan garis pantai dengan ketinggian berkisar antara 50 sampai dengan 450
meter, dengan kelerengan berkisar antara 5o - 40o. Sistem aliran sungai yang berkembang disini
adalah paralel, yang seluruhnya bermuara di Selat Peleng. Aliran sungainya ada yang bersifat
perenial dan ada juga yang intermiten. Proses pelapukan dengan disertai erosi pada daerah ini
cukup intensif. Ketebalan lapisan tanahnya cukup tebal, yaitu antara 3 - 4 meter.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-80
PT PERTAMINA EP - PPGM
Stratigrafi daerah Luwuk sampai Batui terdiri atas Formasi Bongka, Formasi Kintom, Satuan
Terumbu Koral Kuarter dan Satuan Aluvium. Formasi Bongka terdiri atas konglomerat, batupasir,
lanau, napal dan batugamping. Formasi ini melampar dari bagian utara sampai selatan dimana
terkosentrasi pada bagian barat, dengan luas sekitar 40% dari daerah penelitian, umur dari
formasi ini adalah Miosen Akhir hingga Plistosen. Di daerah penelitian Formasi Bongka ini
tersingkap di sebelah barat dari Kintom dan Mendono.
Formasi Kintom sering pula disebut dengan Formasi Batui, terdiri dari napal pasiran dan
batupasir. Formasi ini melampar pada bagian utara kota Batui, dengan luas penyebaran adalah
20% dari daerah penelitian. Batuan yang menyusun formasi ini sebagian besar adalah
batugamping koral bersisipan napal dan sebagian batupasir Berdasarkan kandungan fosil yang
ditemukan di “Matindok-1 well” yaitu Globigerinoides extremus, maka umur Formasi Kintom
adalah Miosen Akhir sampai Pliosen Awal, sedangkan lingkungan pengendapannya adalah outer
neritic hingga upper bathyal. Formasi ini melampar di sebelah barat dari Formasi Bongka.
Satuan Terumbu Koral Kuarter, terdiri dari batugamping terumbu dan sedikit napal, umur dari
satuan ini adalah Kuarter (Holosen), dan melampar di sebagian besar dari daerah penelitian di
sepanjang tepi pantai.
Satuan aluvium ini ditemukan pada daerah di dekat muara sungai dari Batui hingga Luwuk.
Terdiri atas batuan lepas yang berukuran lempung hingga kerakal dan ditemukan pula hasil
endapan teras sungai yang banyak ditemui di Batui river basin. Ketinggian dari teras sungai
adalah antara 10 – 30 meter, hal ini mengindikasikan bahwa pengangkatan di daerah ini masih
berlangsung. Satuan ini hanya terdapat di sekitar muara-muara sungai seperti di Muara Sungai
Kuala Batui di Batui.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-81
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.21. Peta Geologi Daerah Batui(Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
Struktur geologi daerah penelitian cukup komplek. Hal ini diakibatkan karena daerah ini
merupakan zone kolosi antara microkontinen Banggai-Sula, dimana fragment dari Australia
Utara - Irian Jaya, dan Ophiolite Belt dari Sulawesi bagian timur. Kolosi menempati arah
mengikuti perpindahan ke barat dari mikrocontinen Banggai-Sula sepanjang sesar transform
Sula-Sorong. Struktur dari daerah Sulawesi Selatan didominasi oleh sesar naik dan sesar geser,
dimana hal ini merupakan karakteristik daerah kolosi. Sesar naik ini berarah timur laut – barat
daya. Sesar geser umumnya berarah barat laut-tenggara dengan panjang yang bervariasi
(Gambar 2.21).
1. Kondisi Geologi pada Jalur Pipa
Secara umum rencana jalur pipa berada pada morfologi pantai dimana ketinggiannya tidak
berbeda jauh dengan ketinggian muka air laut, namun ada beberapa ruas yang lokasinya
sangat dekat dengan perbukitan. Satuan batuan di wilayah ini antara lain adalah satuan
batupasir, satuan konglomerat, satuan batugamping-konglomerat karbonatan dan endapan
pasir lempungan. Sedangkan struktur geologi yang dijumpai pada rencana jalur pipa ini
terdiri atas sesar-sesar minor (minor faults) yang secara umum berarah barat laut-tenggara
dan Utara-Selatan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-82
PT PERTAMINA EP - PPGM
Di daerah Batui (km 57), rencana jalur pipa akan melewati singkapan dimana pada bagian
atas merupakan tanah lapukan setebal 0,5 meter, kemudian pada bagian bawah
batugamping konglomeratan dengan tebal 1,5 meter, kemudian batu pasir dengan tebal
lebih dari 1,5 meter. Batugamping konglomeratan berwarna putih kecoklatan, ukuran butir
kerikil – kerakal, tersusun oleh matrik dan fragmen dengan matrik dominan, berukuran butir
pasir terdiri dari material karbonat; fragmen berukuran 1 – 20 cm terdiri dari koral (5 – 20
cm) dan fragmen batuan beku dan metamorf (2 mm – 1 cm). Sedangkan batupasir
berwarna putih kecoklatan dan bersifat non karbonatan.
Selanjutnya jalur pipa di daerah Kasambang melewati singkapan batugamping
konglomeratan setebal 5,80 meter di km 53 dengan sisipan paleosoil. warna putih
kecoklatan, ukuran butir kerikil–kerakal, tersusun oleh matrik dan fragmen dengan matrik
dominan, berukuran butir pasir terdiri dari material karbonat; fragmen berukuran 1 – 20 cm
terdiri dari koral (5 -20 cm) dan fragmen batuan beku dan metamorf (2 mm – 1 cm). Makin
ke atas fragmen makin dominan dan berubah menjadi paleosoil. Sementara ke arah utara
makin banyak dijumpai fosil jejak. Paleosoil warna coklat kehitaman, ukuran butir lempung-
pasir, tebal 30 cm.
Sedangkan pada km 50 jalur pipa akan melewati singkapan batugamping dengan warna
lapuk abu-abu cerah, warna segar putih kecoklatan, ukuran butir pasir, grainsupported,
tersemenkan kuat (grainstone), mengalami karstifikasi lanjut dengan tebal singkapan 8m.
Pada satu meter bagian atas mengalami pelarutan yang paling tinggi.
Pada barat jalan Batui - Kintom, + 700 m dari tugu km 42 ke arah Luwuk rencana jalur pipa
melewati singkapan batugamping pada tebing setebal 12 -15 m. Pada bagian bawah (+ 3
m) dan atas (9 m), tersusun oleh batugamping warna putih, ukuran butir 2 mm – 8 cm,
fragmen dominan forambesar, gastropoda, pelecypoda dan pecahan koral (rudstone).
Diantaranya tersusun oleh batugamping setebal 3 m, warna putih, ukuran butir 2 mm – 20
cm dan tersusun oleh tubuh utuh koral berbentuk bulat (framestone).
Kondisi geologi regional daerah Batui dan sekitarnya (Lampiran 5) yang cukup kompleks
ini menyebabkan sering terjadinya gempa bumi. Untuk mengurangi kerusakan akibat
adanya gempa tersebut, pembangunan jaringan pipa akan dilakukan pada struktur yang
lentur sehingga dapat mengantisipasi adanya getaran yang ditimbulkan oleh gempa
tersebut. Selain itu rencana peletakan pipa juga mempertimbangkan jalur sesar (faults)
yang ada di wilayah itu. Agihan litologi dan struktur geologi daerah penelitian selengkapnya
disajikan pada Lampiran 5.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-83
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Kondisi Geologi pada Rencana Lokasi Kilang
a. Rencana Lokasi Kilang di Kawasan Uso
Terletak di sebelah barat jalan Batui-Luwuk (0464548; 9874633). Morfologi hampir
sama dengan kondisi di Desa Solan yakni berupa dataran aluvial pantai lebar kurang
lebih 750 m. Dataran aluvial pantai ini tersusun atas endapan aluvial dan koluvial yang
berasal dari daerah perbukitan di sebelah baratnya. Material penyusun bentuklahan ini
pada umumnya terdiri dari pasir lempungan dengan warna coklat kehitaman, ukuran
butir lempung-pasir, dengan fragmen batuan penyusunnya berasal dari rombakan
batuan beku dan metamorf, dan tidak mengandung gamping. Ke arah pantai endapan
berubah menjadi kerakal dengan komposisi rombakan batuan andesit, kuarsit,
serpentinit dan gabro.
Topografi datar, dan dijumpai muka air tanah sangat dangkal yakni sekitar 3,5 m dari
permukaan tanah. Berdasarkan pengamatan dari sumur penduduk, pada kedalaman
± 2,6 m dijumpai lapisan konglomerat, dengan ukuran butir kerikil sampai kerakal.
Ketinggian loksi berkisar 1 – 15 m dai permukaan laut.
Geologi dan litologi yang berupa pasir kerikil agak kompak ini pada umumnya
mempunyai nilai daya dukung berkisar antara 200-400 kg/m2. Daerah ini cukup untuk
pendirian lokasi LNG. Dengan kondisi dan data tersebut dapat diperkirakan berapa
beban konstruksi yang masih dapat diterima oleh batuan. Perlu dipertimbangkan sistem
pembangunan konstruksi pada daerah ini, misal dengan menggunakan pondsi tapak
ataupun pondasi rakit. Hal ini untuk mengantisipasi adanya penurunan akibat
pemadatan (compaction) dalam jangka panjang yang akan dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan serius atau mempengaruhi fungsi struktur. Daerah rencana tapak
LNG ini termasuk daerah yang rawan bencana tsunami, sehingga perlu diperhatikan
tindakan preventif dan antipasinya.
Mengingat daerah yang datar dan elevasi rendah, penimbunan tanah (land fill) dapat
dilakukan di daerah ini untuk meninggikan elevasi permukaan tanah, sehingga
mengurangi resiko terlanda banjir dari sungai maupun dari pasang air dari laut.
Bangunan penahan pasang air laut ataupun tsunami perlu dibangun mengingat jarak
lokasi ini dari pantai dekat dan seringnya timbul gempa di daerah ini.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-84
PT PERTAMINA EP - PPGM
b. Rencana Lokasi Kilang di Desa Padang
Calon lokasi kilang ini di sekitar 200 meter ke arah barat dari tugu km 47 mengikuti
aliran sungai (0456009; 986249) berada pada teras sungai berupa endapan
konglomerat – batupasir yang belum kompak. Konglomerat berwarna abu-abu putih,
struktur gradasi normal, memotong lapisan batupasir-konglomerat di bagian bawahnya,
ukuran butir 2 mm – 10 cm, rounded, kemas tertutup, tersusun atas kuarsit, batuan
beku dan karbonat/batugamping. Batupasir warna coklat, ukuran pasir sedang-kasar,
rounded, non karbonatan. Pada tubuh sungai terdapat endapan berukuran kerakal.
Selain itu pada daerah + 400 meter dari tugu km 47 ke arah utara dijumpai kontak
morfologi dataran dengan perbukitan (0456369; 9862435). Pada dataran tersusun oleh
endapan pasir warna coklat kehitaman berukuran dominan pasir sedang-kasar, tersusun
oleh fragmen batuan beku dan metamorf. Pada pantai endapan berubah menjadi
endapan kerakal. Lebar dataran + 80 meter, makin ke arah selatan lebar dataran < 80
meter. Perbukitan dengan tinggi 5 – 15 meter dan slope 20 – 30o tersusun oleh
lempung pasiran dengan fragmen batugamping berukuran 2 – 20cm. Batugamping
berupa packstone, grainstone, dan rudstone atau framestone yang telah mengalami
pelarutan intensif. Selain itu dibeberapa tempat dapat teramati batugamping
konglomeratan dengan warna coklat muda, struktur gradasi normal walau tidak tegas,
ukuran butir matrik pasir dan fragmen 2- 4 cm.
Di sekitar tugu perbatasan Kintom-Batui (0458817;9863580) pada tepi barat jalan Batui-
Luwuk dijumpai singkapan batugamping warna putih, tersusun oleh massa dasar
berukuran pasir dan fragmen > pasir (tersusun oleh koral yang dominan berbentuk
nodular). Batugamping sudah mengalami karsifikasi intensif. Strike/dip N 68oE/9o,
jumpai pula adanya kekar dengan arah 80o/195 dan 80o/46.
Distribusi keruangan formasi geologi daerah penelitian selengkapnya disajikan pada
Peta Geologi Lampiran 5.
3. Gempa dan Tsunami
Kondisi Geologi di daerah penelitian yang merupakan zone kolosi antara microkontinen
Banggai-Sula, dimana fragment dari Australia Utara - Irian Jaya, dan Ophiolite Belt dari
Sulawesi bagian timur. Kolosi menempati arah mengikuti perpindahan ke barat dari
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-85
PT PERTAMINA EP - PPGM
mikrocontinen Banggai-Sula sepanjang sesar transform Sula-Sorong. Struktur dari daerah
Sulawesi Selatan didominasi oleh sesar naik dan sesar geser, dimana hal ini merupakan
karakteristik daerah kolosi. Sesar naik ini berarah timur laut – barat daya. Sesar geser
umumnya berarah barat laut- tenggara dengan panjang yang bervariasi.
Gambar 2.22. Peta Seismicity Sulawesi dari Tahun 1900(Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
Berdasarkan data tersebut maka di daerah penelitian dimungkinkan sering terjadi gempa
tektonik. Hal itu dapat dilihat pada Gambar 2.22, yang memperlihatkan Peta Seismisitas
dengan skala magnitud 5 dan terjadi sejak tahun 1900. Dari gambar tersebut
memperlihatkan banyaknya episentrum gempa di sekitar daerah penelitian, yaitu di sekitar
Pulau Banggai. Kedalaman episentrum gempa sebagian besar adalah pada kedalaman
antara 0 – 33 km, yang termasuk dalam kategori gempa dangkal, dan juga pada kedalaman
antara 70 – 150 km. Data lain berdasarkan Peta Seismotektonik Indonesia yang dibuat pada
tahun 1992, memperlihatkan bahwa di sebelah tenggara Batui (Teluk Tolo) diperkirakan
adanya sesar naik. Sesar naik ini dimungkinkan bila aktif akan dapat menimbulkan adanya
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-86
PT PERTAMINA EP - PPGM
tsunami. Namun melihat dari letaknya yang ada di sebelah selatan dari lokasi rencana
kilang, maka bila terjadi tsunami maka arus atau gelombang yang sampai di lokasi rencana
kilang tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan, gelombang terbesar bila terjadi tsunami
arahnya pasti sejajar dengan pusat gempa. Pusat gempa yang dimungkinkan terjadi (yang
merupakan daerah sesar) letaknya ada di selatan lokasi rencana kilang dan berjarak dari
Batui sekitar 30 – 50 km. Oleh karena itu pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan
kemungkinan terjadinya gelombang tsunami ini.
Kondisi umum yang akan mempengaruhi atau yang akan menjadi kendala dalam rencana
pembangunan di tiga lokasi alternatif adalah ancaman bahaya yang datang dari berbagai
arah.
2.2.1.3. Hidrologi, Kualitas dan Kuantitas Air
1. Hidrologi
Pada wilayah studi terdapat beberapa sungai besar yang mengalir sepanjang tahun
berurutan dari barat daya ke timur laut yaitu S. Toili, S. Sinorang, S. Kayowa/Matindok, S.
Bakung, S. Batui, S. Omolu, S. Tangkiang dan S. Kintom. Semua sungai mengalir kea rah
barat laut menuju muaranya di tenggara. Selain sungai-sungai tersebut terdapat juga
sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari sungai besar atau sungai sendiri yang
bermuara langsung ke laut seperti S. Bangkiriang. Sedikit dijumpai rwa permanen kecuali
rawa belakang (back swamp) di Suaka Margasatwa Bangkiriang. Sistem drainase dan
jaringan irigasi persawahan di Kecamatan batui dan Toili teratur dan tertata dengan baik,
bahkan jaringan atau saluran-saluran irigai tersier dibangun sesuai dengan aturan irigasi
teknis dan setengah teknis.
Pada perbukitan dan pegunungan diantara Kecamatan Batui, Toili dan Toili Barat dapat
diperoleh air bawah tanah yang cukup dengan kedalam aquifer diperkirakan tidak terlalu
dalam (shallow groundwater). Wujud sumberdaya air tersebut adalah pada atau hamparan
lahan sawah yang sangat luas dengan irigasi teknis di dataran dan pelelbaban di ketiga
kecamatan tersebut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-87
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Kualitas air
a. Kualitas air tanah
Gambaran umum kualitas air tanah diketahui berdasarkan data sekunder hasil
pengukuran terhadap kualitas air sumur penduduk. Pengambilan sampel air tanah
dilakukan di sekitar lokasi pemboran eksplorasi sumur maleo raja (MLR), matindok
(MTD), donggi (DNG), dan anoa besar (ANB). Lokasi pengambilan sampel sebanyak 5
titik.
Tabel 2.20. Lokasi Pengambilan Sampel untuk Kualitas Air Tanah
No. Kode Sampel Desa/lokasi
1. BTI Air sumur penduduk desa Batui IV
2. SPA Air sumur penduduk desa SPA Ondo Ondolu
3. SDS Air sumur penduduk desa Sindang Sari
4. KMW-1 Air sumur penduduk desa Kamiwangi 1
5. KMW-2 Air sumur penduduk desa Kamiwangi 2
Sumber :
1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 20032. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 20023. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar-A, Banggai-Sulteng 2002.
Data sekunder hasil pengukuran disajikan pada Tabel 2.21. Cara pengukuran dan
perhitungan dan pedoman kualitas air tanah mengacu pada Permenkes RI No.416 tahun
1990 untuk air minum.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-88
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.21. Hasil Analisis Kualitas Air Sumur Penduduk
No. Parameter BTI SPA SDS KMW-1 KMW-2BakuMutu
Satuan
1 BOD5 1,75 2,39 2,34 4,26 3,28 - mg/L
2 Zat padat terlarut, TDS 94 109 98 140 90 1000 mg/L
3 COD 6,80 6,29 7,12 12,56 10,57 - mg/L
4 Suhu udara/air 30/26 28/26 32/26 31/28 31/28 3 -
5 Amoniak <0,001 0,011 0,01 0,006 0,002 0,5 mg/L
6 Air raksa, Hg <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,001 mg/L
7 Arsen, As <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 mg/L
8 Besi, Fe 0,022 0,022 0,012 0,032 0,014 0,3 mg/L
9 Fluorida, F <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1,5 mg/L
10 Cadmium, Cd <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,005 mg/L
11 Hexavalent Kromium, Cr6+ <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 mg/L
12 Mangan, Mn 0,028 <0,001 <0,001 0,022 0,022 0,1 mg/L
13 Nitrat (NO3-N) <0,001 <0,001 0,005 <0,001 <0,001 10 mg/L
14 Nitrit (NO2-N) <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1 mg/L
15 pH 7,10 7,29 7,38 7,62 7,02 6,5-8,5 -
16 Seng, Zn 0,012 <0,001 <0,001 0,013 <0,013 5 mg/L
17 Sianida, CN <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 mg/L
18 Hidrogen Sulfida, H2S <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 mg/L
19 Tembaga, Cu <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1 mg/L
20 Timbal, Pb <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 mg/L
21 Fenol <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 - mg/L
22 Senyawa biru metilen, MBAS <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 - mg/L
23 Zat Organik (KMnO4) 4,69 2,99 7,12 6,72 2,45 10 mg/L
24 Minyak dan lemak - - <0,001 <0,001 <0,001 - mg/L
Sumber:
1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 20032. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 20023. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar -A, Banggai-Sulteng 2002
Hasil analisis kualitas air sumur penduduk dibandingkan terhadap baku mutu air minum,
kemudian untuk mendapatkan Skala Kualitas Lingkungan, dikonversi terhadap pedoman
Skala Kualitas Lingkungan menurut Canter dan Hill (1979) yang selengkapnya disajikan
pada Tabel 2.22.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-89
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.22. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sumur Penduduk
KodeSampel Lokasi Parameter yang
melebihi BML BML SKL
BTI Air sumur penduduk desa Batui IV Suhu 4 Suhu 3 4
SPA Air sumur penduduk desa SPA Ondo Ondolu - - 5
SDS Air sumur penduduk desa Sindang Sari Suhu 6 Suhu 3 4
KMW-1 Air sumur penduduk desa Kamiwangi 1 - - 5
KMW-2 Air sumur penduduk desa Kamiwangi 2 - - 5
Sumber: Analisis Data dari Tabel 2.21.
b. Kualitas Air Sungai
Kualitas air sungai pada lokasi penelitian, diperoleh dari data sekunder hasil pengukuran
kualitas air sungai di sekitar lokasi pemboran eksplorasi sumur Maleoraja (MLR),
matindok (MTD), donggi (DNG), dan anoa besar (ANB). Pengukuran, perhitungan dan
evaluasi kualitas air sungai yang telah dilakukan tersebut telah mengikuti pedoman
Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dan
Kep.Men.LH No. 42 Tahun 1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Minyak
dan Gas serta Panas Bumi.
Hasil analisis kualitas air tersebut selanjutnya dibandingkan dengan Kriteria Kualitas Air
Sungai sesuai Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Tengah No. 188.44/
1443/Ro.BKLH tanggal 14 Maret 1990. Lokasi pengambilan sampel sebanyak 6 titik,
seperti disajikan pada Tabel 2.23.
Tabel 2.23. Lokasi Pengambilan Sampel untuk Kualitas Air Sungai
No. Kode Sampel Desa / lokasi
1. SKH-1 Sungai Kayowa Hulu
2. SKH-2 Sungai Kayowa Hilir
3. SBH-1 Sungai Boiton Hulu
4. SBH-2 Sungai Boiton Hilir
5. SSS Sungai Sindang Sari
6. SDG Sungai Dongin
Sumber:1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 20032. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 20023. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar -A, Banggai-Sulteng 2002
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-90
PT PERTAMINA EP - PPGM
Hasil pengukuran disajikan pada Tabel 2.24. Untuk mendapatkan Skala Kualitas
Lingkungan, dikonversi terhadap pedoman Skala Kualitas Lingkungan menurut Canter
dan Hill (1979), dan hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 2.25. Analog dengan
perhitungan kualitas udara, hanya dihitung skala kualitas lingkungan berdasar
parameter yang tidak memenuhi baku mutu lingkungannya.
Tabel 2.24. Hasil Analisis Kualitas Air Sungai
No. ParameterSKH-1
SKH-2
SBH-1
SBH-2
SSS SDGBakumutu
Satuan
1 BOD5 2,04 2,80 6 mg/L
2 Zat padat terlarut, TDS 106 106 1500 mg/L
3 COD 8,20 9,00 50 mg/L
4 Suhu udara/air 30/27 30/28 - -
5 Amoniak 0,038 0,042 0,5 mg/L
6 Air raksa, Hg <0,001 <0,001 0,001 mg/L
7 Arsen, As <0,001 <0,001 0,05 mg/L
8 Besi, Fe 0,254 0,269 5 mg/L
9 Fluorida, F 0,029 0,031 1,5 mg/L
10 Cadmium, Cd <0,001 <0,001 0,01 mg/L
11 Hexavalent Kromium, Cr6+ <0,001 <0,001 0,05 mg/L
12 Mangan, Mn 0,018 0,024 0,5 mg/L
13 Nitrat (NO3-N) 0,45 0,51 10 mg/L
14 Nitrit (NO2-N) 0,008 0,011 1 mg/L
15 pH 7,15 7,31 5-9 -
16 Seng, Zn 0,032 0,048 5 mg/L
17 Sianida, CN <0,001 <0,001 0,05 mg/L
18 Hidrogen Sulfida, H2S 0,014 0,022 - mg/L
19 Tembaga, Cu <0,001 <0,001 1 mg/L
20 Timbal, Pb <0,001 <0,001 0,05 mg/L
21 Fenol <0,001 <0,001 0,002 mg/L
22 Senyawa biru metilen, MBAS 0,014 0,018 0,5 mg/L
23 Zat Organik (KMnO4) 6,77 6,88 - mg/L
24 Minyak dan lemak - mg/L
Sumber:
1. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Maleoraja-A dan Matindok-A, Banggai-Sulteng, 20032. UPL dan UKL Pemboran Delineasi Sumur Donggi-B, Banggai-Sulteng 20023. UPL dan UKL Pemboran Eksplorasi Sumur Anoa Besar -A, Banggai-Sulteng 2002
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-91
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.25. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Sungai
Kode Sampel Lokasi Parameter yangmelebihi BML BML SKL
SKH-1 Sungai Kayowa Hulu - - 5
SKH-2 Sungai Kayowa Hilir - - 5
SBH-1 Sungai Boiton Hulu - - 5
SBH-2 Sungai Boiton Hilir - - 5
SSS Sungai Sindang Sari - - 5
SDG Sungai Dongin - - 5
Sumber: Hasil analisis Data Tabel 2.24.
Dari hasil pengukuran tersebut pada Tabel 2.24 dan rekapitulasi skala kualitas lingkungan
pada Tabel 2.25, terlihat bahwa kualitas air di semua lokasi berada di bawah baku mutu
lingkungan (BML) kualitas air sungai. Oleh karena itu kualitas lingkungan untuk semua
lokasi = 5 atau kategori sangat baik.
c. Kuantitas Air Sungai
Terkait dengan kebutuhan akan air bersih untuk keperluan proyek pengembangan gas
Matindok yang cukup besar, diperlukan data ketersediaan debit air permukaan, dalam hal ini
debit air sungai yang ada di daerah penelitian. Dari data sekunder yang ada (BAPPEDA
Kabupaten Banggai, 2006), beberapa sungai besar dengan data debit sesaat yang berada di
wilayah penelitian, adalah: Sungai Singkoyo (64 m3/dtk), Sungai Mansahang (41 m3/dtk),
Sungai Toili (40 m3/dtk), Sungai Batui (85,2 m3/dtk), Sungai Sinorang (24 m3/dtk), Sungai
Mendono (60 m3/dtk), Sungai Tangkiang (60 m3/dtk). Debit keseluruhan sungai-sungai
tersebut diperkirakan sekitar 1.895,78 x 106m3/tahun. Dari sekian banyak sungai di daerah
penelitian, data debit yang dipantau secara periodik adalah Sungai Batui. Data yang
digunakan berupa data sekunder hasil pengukuran dan pencatatan tinggi muka air sungai
serta perhitungan yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral
Sumber Daya Air, Kabupaten Palu tahun 1995-2004. Luas daerah aliran sungai Batui sekitar
240 km2. Penentuan besarnya debit aliran sungai didasarkan pada hasil perhitungan
persamaan garis lengkung (rating curve) Q = 50,978(H-0.010)2,750 yang diperoleh dari
perhitungan tinggi muka air dan debit sungai mulai dari hasil pencatatan debit 1990 sampai
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-92
PT PERTAMINA EP - PPGM
dengan 2004. Tabel 2.26 menyajikan hasil perhitungan debit aliran Sungai Batui yang
diukur dikampung Sambang 57 km dari kota Luwuk kejurusan Toili. Lokasi stasiun pencatat
tinggi muka air otomatis (AWLR) tersebut terletak pada koordinat 01014’29’’S, 122o31’00’’BT.
Tabel 2.26. Debit Harian Rata-rata Sungai Batui, Kabupaten Banggai
BulanDebit aliran (m3/detik)
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Januari 25.30 36.60 10.00 5.17 5.23 5.05 14.80 7.46 16.82 41.67
Februari 31.40 33.30 11.10 2.32 6.20 7.75 6.27 5.33 14.77 26.83
Maret 29.84 25.20 18.00 3.72 10.45 9.16 9.15 18.24 17.82 27.79
April 40.57 36.40 24.70 11.30 14.70 15.40 14.70 13.64 20.30 55.71
Mei 51.30 54.60 15.10 25.60 30.30 16.60 15.50 24.64 21.17 58.43
Juni 47.55 86.70 28.80 33.50 42.80 69.50 14.20 44.67 57.00 73.82
Juli 50.23 64.70 78.80 26.70 10.90 59.50 11.09 19.34 62.67 192.91
Agustus 30.33 87.20 7.72 61.20 17.60 17.40 10.56 3.35 66.00 26.65
September 25.99 30.60 3.76 15.40 7.32 7.57 7.54 1.56 41.60 77.31
Oktober 20.50 36.30 2.62 9.77 10.50 9.78 5.12 0.15 23.27 9.19
Nopember 48.30 22.80 2.38 6.40 15.98 13.10 8.77 1.38 40.22 9.27
Desember 30.27 17.70 12.50 6.64 19.30 15.76 5.13 2.33 42.22 23.23
Jumlah 431.58 532.1 215.48 207.72 191.28 246.57 122.83 142.09 423.86 622.81
Rt Hrn 35.97 44.34 17.96 17.31 15.94 20.55 10.24 11.84 35.32 51.90
Sumber: Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kabupaten Palu tahun 1995 -2004
Dengan demikian dapat dikatagorikan bahwa kualitas lingkungan dari segi kuantitas air sungai
adalah sangat baik. Kebutuhan air untuk kegiatan uji hidrostatik diperkirakan sekitar sekitar
20.000 m3. Apabila diperhitungkan debit sungai Batui rata-rata harian maka akan diperoleh
sebesar 94.093 m3/hari. Dengan melihat cadangan kuantitas (debit) air sungai tersebut, maka
apabila pelaksanaan uji hidrostatik menggunakan air sungai sebesar 20.000 m3 dan hanya
sekali, maka tidak akan ada pengaruhnya terhadap penurunan debit sungai. Apalagi apabila
pelaksanaan uji hidrostatik dilakukan pada musim penghujan, dimana saat itu kondisi debit
sungai adalah mempunyai aliran stabil.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-93
PT PERTAMINA EP - PPGM
d. Kuantitas Air Tanah
Keberadaan air tanah suatu daerah sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan karakteristik
formasi geologi daerah yang bersangkutan. Daerah penelitian tersusun dari beberapa
formasi batuan, yaitu: Formasi Batuan Volkanik Tua, Volkanik Recent, Batu Gamping dan
Sedimen Napal. Formasi-formasi tersebut mempunyai kemampuan untuk imbuh air tanah
dari hujan yang terjadi dengan kecepatan yang berbeda. Berdasarkan data sekunder potensi
air tanah dari Bappeda Kabupaten Banggai (2006), potensi air tanah tahunan adalah
sebesar 387 X 106 m3/tahun atau 1.035 X 106 m3/hari. Debit air tanah tersebut termasuk
dalam jumlah yang sangat besar di daerah tersebut. Dengan memperhatikan cadangan
kuantitas (debit) air tanah tersebut, maka apabila digunakan untuk keperluan pemboran
sumur (420 m3/sumur), operasional BS (25 m3/hari), dan kilang LNG (75 m3/hari), maka
kecil sekali pengaruhnya terhadap penurunan debit air tanah.
2.2.1.4. Kondisi Hidro-Oseanografi
1. Batimetri
Kedalaman perairan di sekitar lokasi rencana kegiatan adalah 20 m dicapai pada jarak
kurang lebih 50 m hingga 100 m dari garis pantai. Jarak 100 m dari garis pantai kedalaman
laut relatif curam dengan kedalaman mencapai 100 m. Di beberapa pantai dijumpai karang
baik yang sudah mati maupun yang masih hidup. Di daerah Sekitar Tanjung Batui terdapat
karang di beberapa tempat, namun tidak pada sepanjang garis pantai.
Topografi garis pantai sepanjang lokasi studi secara umum dapat dikatakan landai.
Ketinggian lokasi pantai berkisar antara 1 sampai 5 m di atas muka air laut. Jalan raya
berjarak kurang lebih 200 sampai 500 m dari garis pantai, kecuali di dua tanjung yaitu
Tanjung Kanali dan Tanjung Uling yang berjarak kurang lebih 500 m sampai 1000 m.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-94
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.23. Peta Batimetri Wilayah Studi dan Calon Lokasi RencanaPelabuhan(Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
2. Pasang surut
Pasang surut di perairan pantai calon lokasi kilang dan dermaga mempunyai fase dan tinggi
yang hampir sama. Beda tinggi air pasang dan air surut berkisar antara 100-120 cm. Tipe
pasang surut daerah tersebut adalah campuran condong ke harian ganda (mixed semi-
diurnal) dengan dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari, dengan konstanta
pasang surut yang diperoleh dari pengukuran selama 15 hari sebagai berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-95
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.27. Konstanta Pasut yang Diperoleh dari Pengukuran 15 hari
No Nama Konstanta Amplitudo(mm)
Phase(derajat)
1 ZO 1635.704 02 MSF 20.3342 182.183 O1 156.4451 288.214 K1 321.166 306.95 M2 343.714 39.096 S2 94.1475 91.317 M3 6.2211 158.768 SK3 10.7501 240.159 M4 12.679 33.0910 MS4 7.984 131.8411 S4 3.1493 180.312 2MK5 2.6106 226.0113 2SK5 4.7391 70.2614 M6 6.6695 36.9515 2MS6 6.3341 355.4216 2SM6 3.9445 141.2417 3MK7 4.15 166.9818 M8 3.0581 252
(Sumber: Baseline Study Pproyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
Bilangan formal: untuk menentukan tipe pasang surut.
0.7328772S2M1O1K
F
tipe campuran condong ke harian ganda (mixed semi-diurnal)
F < 0,25 : semi diurnal
0,25 < F < 1,50 : campur tetapi dominan semi diurnal
1,50 < F < 3,00 : campur tetapi dominan diurnal
F > 3,00 : semi diurnal
Datum terhadap MSL (ZO)
No Nama Elevasi1 HAT 10082 HHWL 13533 HWL 5264 MSL 05 LWL -8786 LLWL -9707 LAT -1008
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-96
PT PERTAMINA EP - PPGM
800
1000
1200
1400
1600
1800
10:30 17:30 0:30 7:30 14:30 21:30 4:30 11:30
Waktu (jam)
Tin
ggi
muk
aai
r(m
m)
manual tide g
Gambar 2.24. Penggambaran Muka air Pasang Surut di Tanjung Kanali(Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
3. Studi gelombang
Kondisi gelombang di lokasi studi relatif kecil dan sangat tenang. Gelombang terlihat antara
0,1 m sampai 0,5 m terjadi di sekitar sore hari.
Berdasarkan data angin dari bandara Bubung, kecepatan angin rata-rata harian 3-6 knot.
Arah angin dominan sebagaimana dalam mawar angin tergambar utamanya dari selatan,
disusul dari timur dan kemudian tenggara. Kecepatan angin maksimum harian berkisar
antara 3 sampai 27 knot dengan arah dominan dari Selatan. Mawar angin berdasarkan
pencatatan jam-jaman antara tahun 2000-2004 Stasiun Meteorologi Bandara Bubung seperti
Gambar 2.25.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-97
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.25. Mawar Angin Maksimum di Wilayah Studi(Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
Dari data angin dan data panjang seret gelombang (fecth) dari masing-masing arah dapat
dihitung tinggi dan periode gelombang dengan menggunakan persamaan SMB seperti yang
telah disebutkan di atas. Hasil hitungan data gelombang digambarkan dalam bentuk grafis
berupa mawar gelombang seperti pada Gambar 2.26.
Berdasarkan hasil hitungan tersebut gelombang maksimum yang terjadi sebesar 1.5 m.
Gelombang tersebut terjadi pada saat angin musim Timur dan Tenggara atau terjadi pada
bulan April sampai bulan Agustus. Berdasarkan persyaratan (OCDI, 1991) untuk ketenangan
kolam labuh (calmness of basin) untuk ukuran kapal sedang dan besar maka ketinggian
gelombang kritis untuk cargo yang diizinkan adalah 0,5 m, sehingga diperlukan bangunan
pemecah gelombang.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-98
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.26. Mawar Gelombang Maksimum(Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
4. Arus
Data arus di daerah surf zone diambil di perairan pantai Sekitar Tanjung Batui. Pengukuran
arus digunakan cara float tracking. Sementara untuk peramalan arus di laut dalam (offshore
zone) akibat pasang surut dilakukan pengukuran di 2 (dua) titik masing-masing pada
kedalaman berbeda (0,2d; 0.6d; 0,8d) dengan interval pengambilan setiap 1 jam selama 25
jam. Pengambilan arus pasang surut dilakukan di lokasi yang hampir sama dengan
pengambilan lokasi arus di daerah surf zone, hanya pada kedalaman –20 m. Pada
kedalaman tersebut, gelombang belum pecah. Secara umum arus di daerah studi relatif
kecil berkisar antara 0,1 sampai 0,9 m/det. Hasil pencatatan arus digambarkan dalam
bentuk mawar arus seperti Gambar 2.27.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-99
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.27. Mawar Arus Pasang Surut(Sumber: Baseline Study Proyek Pengemb. Gas Matindok, 2007)
5. Sedimen Melayang dan Sedimen Pantai
Kondisi sedimen melayang di lokasi studi secara umum terlihat sangat jernih yang berarti
tidak mengandung sedimen. Dari indikasi tersebut dapat dinyatakan bahwa lokasi studi
sedikit mengalamai sedimentasi, kecuali daerah-daerah yang merupakan muara sungai.
Pada sedimen pantai terlihat adanya pasir halus yang mengandung lempung. Diduga
sedimen tersebut merupakan endapan dari sungai. Untuk daerah Sekitar Tanjung Batui
dijumpai sedimen berupa pasir kasar.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-100
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.2.1.5. Ruang, Lahan dan Tanah
1. Tata Ruang
Berdasarkan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banggai Tahun 2003-20013 (Bappeda
Kab. Banggai, 2003) menunjukkan bahwa wilayah rencana kegiatan yaitu Kecamatan Toili
Barat, Toili, Batui dan Kintom termasuk dalam Wilayah Pengembangan Selatan (Gambar
2.28). Rencana struktur ruang wilayah untuk masing-masing ibukota kecamatan di wilayah
kegiatan PPGM akan dikembangkan berbeda-beda, dimana ibukota Kecamatan Toili
direncanakan akan menjadi Kota Pusat Kegiatan Lokal (KPKL), ibukota Kecamatan Batui
akan diakembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Sub Wilayah (KPKSW), dan ibukota
Kecamatan Kintom akan dikembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Khusus (KPKK).
Pola pemanfaatan ruang, menurut skenario moderat, setiap wilayah kecamatan lokasi
proyek juga berbeda-beda (Gambar 2.29). Di bagian wilayah Kecamatan Toili Barat yang
menjadi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk
pengembangan permukiman, lokasi perusahaan, tanaman pangan, kawasan lindung, dan
sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain. Di bagian wilayah wilayah Kecamatan
Toili yang menjadi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk
pengembangan lokasi perusahaan, tanaman pangan, tanaman pangan, permukiman dan
sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan lain-lain. Sementara itu bagian wilayah
Kecamatan Batui yang menjadi lokasi tapak proyek pengembangan gas Matindok akan
dimanfaatkan untuk hutan suaka (Suaka Margasatwa Bangkiriang), kawasan lindung,
transmigrasi, permukiman, tanaman pangan, lokasi industri dan perkebunan.
2. Penggunaan Lahan
Pemanfaatan lahan yang telah ada di sekitar areal rencana kegiatan antara lain adalah jalan
provinsi yang menghubungkan Luwuk dengan Baturube dan sekitarnya. Sepanjang jalan
tersebut terdapat konsentrasi permukiman penduduk, pertanian, perkebunan rakyat,
perkebunan besar, areal ex transmigrasi di Toili dan Toili Barat dan pertambangan migas
yang dikelola oleh JOB – Medco E & P Tomori Sulawesi. Di daerah sekitar lapangan
pengambang terdapat daerah konservasi Suaka Margaasatwa Bangkiriang dan sebelah
selatan berbatasan dengan perairan Selat Peleng.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-101
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.28. Rencana Struktur Ruang Wilayah
Kabupaten Banggai
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-102
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.29. Pola Pemanfaatan Ruang Skenario Moderat
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-103
PT PERTAMINA EP - PPGM
Permukiman
Permukiman penduduk terdekat atau yang terkait langsung dengan rencana lokasi kegiatan
yaitu:
a) Sumur-sumur produksi dan GPF terletak di Kecamatan Toili Barat, Kecamatan Toili dan
Kecamatan Batui meliputi sebagian besar desa-desa di wilayah itu.
b) Pemasangan saluran gas GPF ke Junction di Senoro selanjutnya disalurkan ke konsumen
dan Kilang LNG dan pengangkutan kondensat dari BS ke Bajo melewati sebagian besar
wilayah desa-dea di Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui.
c) Pembangunan kilang LNG terletak di sekitar Uso (Kecamatan Batui) atau di sekitar
Padang (Kecamatan Kintom).
Penduduk di sekitar rencana kegiatan, umumnya bertempat tinggal di sekitar jalan provinsi
yang menghubungkan Luwuk – Baturube.
Pertanian/Perkebunan Rakyat
Kegiatan pertanian/perkebunan rakyat yang diusahakan masyarakat sekitar rencana
kegiatan berupa tanaman semusim seperti padi sawah dan palawija, tanaman buah-buahan
di pekarangan seperti kelapa, pisang mangga, jambu, nangka, rambutan dan tanaman
industri seperti kelapa sawit, tanaman cokelat dan kelapa.
Pada lahan-lahan yang jauh dari permukiman, umumnya pola tanam berupa perladangan
yang dimulai dengan tebang-bakar tetapi cenderung tidak berpindah. Lahan hail pembukaan
tersebut umumnya digunakan untuk penanaman padi ladang sampai 2 kali tanam, tanaman
jagung, tanaman cokelat dan kelapa. Apabila tanaman cokelat atau tanaman kelapa sudah
tidak produktif akan diremajakan lagi. Selain coklat dan kelapa yang cukup dominan,, juga
kelapa sawit mulai diusahakan oleh sebagin masyarakat yang mempunyai permodalan
cukup memadai.
Dari uraian di atas dan Peta Penggunaan Lahan Daerah Penelitian (lihat Lampiran 5),
luas masing-masing jenis penggunaan lahan adalah: belukar 1.908,21 Ha, beting karang
291,54 Ha, permukiman 1.871,29 Ha, hutan 17.094,65, perkebunan 4.385,02, sawah,
8.895,36, sawah tadah hujan 1.373,57 Ha, tegalan/ladang 7.196,87 Ha dan hutan suaka
271,50 Ha.
3. Topografi dan Jenis Tanah
Topografi di wilayah rencana kegiatan pada umumnya adalah dataran yang terletak
membujur dari barat daya ke timur laut di bagian selatan areal rencana kegiatan dengan
lereng datar (0-3%), dan di sebelah utaranya berupa perbukitan dan pegunungan dengan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-104
PT PERTAMINA EP - PPGM
lereng agak curam (15-40%) hingga sangat curam (>40%). Apabila dilihat dari arah
tenggara ke barat laut maka secara berurutan topografi areal rencana kegiatan dari dataran,
perbukitan dan pegunungan atau dari datar, agak curam dan curam.
Menurut sistem klasifiksi Puslitanak (1983) tanah di wilayah studi terdiri dari renzina, litosol,
kambisol eutrik, aluvial eutrik, grumusol dan regosol. Renzina dan litosol dapat ditemui di
wilayah perbukitan dan pegunungan dengan ciri lapisan atau ketebalan tanah sangat
dangkal (kurang dari 20 cm) dan langsung menempel di atas batuan induk. Kambisol
eutrik dapat dijumpai pada wilayah yang lebih landai atau kaki bukit hingga datara dengan
ciri tanah yang bau berkembang (horizonisasi belum berkmbang jelas), bertekstur sedang.
Aluvial eutrik dominan berada pada dataran pelembahan dengan lapisan-lapisan tanah yang
diendapkan pada waktu berbeda dan bertekstur dari halus hingga agak kasar. Grumusol
tersebar pada lahan yang datar dengan warna tanah kelabu, bertekstur liat berat atau
sangat ekat pada saat basah (musim hujan) dan merekah saat kering (musim kemarau).
Regoso di wilayah rencana studi hanya dijumpai di daerah pantai yaitu beting pantaiseperti
di Kampung Nonong.
2.2.1.6. Transportasi
Sarana prasarana transportasi merupakan unsur yang sangat penting bagi kelancaran arus lalu-
lintas barang dan jasa serta pertumbuhan perekonomian suatu wilayah. Selain itu salah satu
prasarana transportasi yang sangat penting adalah sarana jalan yang merupakan pendukung
kelancaran transportasi antara daerah satu dengan lainnya.
Total panjang jalan di wilayah Kabupaten Banggai adalah 3.208,20 km, dengan permukaan jalan
berupa kerikil (23,99%), aspal (15,86%), tanah (10,14%) dan yang tidak dirinci sebesar 50%.
Luwuk merupakan kecamatan yang mempunyai jalan terpanjang, diikuti Toili dan Bualemo.
Sementara itu banyaknya kendaraan bermotor di wilayah Kabupaten Banggai adalah sebagai
berikut.
Jenis kendaraan bermotor yang dominan beroperasi adalah bus, truk dan pick up. Sekitar
70,41% dari total kendaraan yang ada di wilayah Kabupaten Banggai merupakan kendaraan
dari wilayah Kecamatan Luwuk. Hal ini dapat dipahami mengingat Kecamatan Luwuk sebagai
pusat pemerintahan dan kegiatan perekonomian, sehingga keberadaan sarana prasarana
penunjang termasuk kendaraan bermotor juga tersentral di Luwuk.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-105
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.2.2. Komponen Biologi
2.2.2.1. Biota Darat
1. Vegetasi
Berdasrkan fungsi kawasan, wilayah sekitar areal rencana kegiatan terdiri atas Areal
Penggunaan Lain (APL), Hutan Produksi yang dapat Dikonservasi (HPK), Hutan Produksi
Terbatas (HPT), Hutan Suaka Margasatwa (HSM), Hutan Lindung (HL) Mangrove, dan
kawasan perlindungan setempat berupa kawasan lindung sempadan sungai dan sempadan
pantai.
Tipe komunitas vegetasi di areal sekitar rencana kegiatan terdiri atas vegetasi hutan alam
primer, hutan alam sekunder, hutan pantai, vegetasi budidaya (sawah, kebun campur,
tegalan/ladang dan pekarangan), dan semak belukar. Tipe-tipe komunitas vegetasi tersebut,
termasuk kawasan permukiman, hampir seluruhnya dapat dijumpai di setiap fungsi
kawasan, meskipun statusnya sebagai HSM Bangkiriang, HL Mangrove maupun kawasan
pelindungan setempat. HSM Bangkiriang di areal rencana kegiatan didominasi oleh semak
belukar dan perkebunan kelapa sawit.
Jenis-jenis flora yang terindentifikasi pada proses pelingkupan antara lain:
a) Flora di hutan alam pegunungan rendah yang masih tersisa yang dijumpai sekitar sumur
Sukamaju antara lain kayu hitam (Diospyros sp.), palapi (Heritiera sp.), uru (Elmerillia
sp.), dama-dama atau kenari (Canarium sp.), damar (Agathis sp.), jambu-jambuan
(Eugenia sp.), palem kambuno (Palmaceae), kayu pasokan (Shorea sp.), johar (Cassia
siamea), kolaka (Parinarium sp.), bintangur (Calophyllum sp.), medang (Cinnamomun
sp.) dan kayu ara (Ficus sp.).
b) Flora yang dijumpai hutan pantai, misalnya ketapang (Terminalia sp.), Pandan
(Pandanus sp), kangkung darat (Ipomoea sp.), bakau (Rhizophora sp.) api-api
(Sonneratia sp.), Bruguiera sp., Ceriops sp., bintangur (Callophylum sp.) dan Lei
(Palaguium sp.).
c) Flora hasil budidaya yang dijumpai antara lain karet (Hevea brasiliensis), kelapa sawit
(Elaeis gueinenis), kelapa (Cocos nucifera), kakao (Theobroma cacao), durian (Durio
zibethinus), petai, nangka (Artocarpus integra), mangga (Mangifera sp.), pisang (Musa
sp), bambu berbagai jenis (bambuceae), rambutan (Nephellium lappaceum), padi
(Oryza sativa), jagung, singkong (Manihot utilissima), jambu air (Eugenis sp.), jambu
biji (Psidium guajava), pohon jati (Tectona grandis), akasia (Acasia decurens) dan
albasia (Albazia sp.).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-106
PT PERTAMINA EP - PPGM
d) Flora yang dijumpai di semak belukar antara lain turi (Sesbania grandiflora), Mimosa
pudica, Imperata cylindrica, Kyllinga monocephala, Tridax procumbens, Marsilea crenata
kirinyuh (Euphatorium sp), harendong (Clidemia hirta), sendusuk (Melastoma sp), dan
berbagai jenis rerumputan (Graminae).
2. Satwa liar
Keanekaragaman jenis dan kelimpahan satwa liar di sekitar rencana kegiatan tergantung
dari tipe vegetasi dan kualitas habitatnya. Kawasan HSM Bangkiriang merupakan habitat
jenis satwa endemik Sulawesi dan statusnya dilindungi misalnya burung maleo
(Macrocephalon maleo), anoa (Bubalus sp) dan monyet hitam (Macaca tonkeana).
Walaupun keberadaannya sudah jarang ditemukan, menurut penuturan penduduk yang
sering memasuki wilayah hutan, mereka pernah menjumpai hewan mamal seperti kus kus
Sulawesi (Phalanger sp.) musang cokelat (Macrogalidia sp.), rusa (Cervus sp.), musang abu-
abu (Viverra sp.). Satwa liar yang paling melimpah adalah babi hutan Sulawesi (Sus
celebensis), Karena jenis hewan itu aktif malam hari, maka mereka tidak dapat mengetahui
dengan jelas apakah yang mereka jumpai juga termasuk babirusa (Babyroussa) atau bukan.
Adapun satwa liar burung (Anggota Kelas Aves) yang umum dijumpai di berbagai tipe
vegetasi antara lian adalah allo/rangkong (Rhycticeros sp.), kutilang (Pycnonotus sp.),
kepodang (Oriolus chinensis), elang laut (Haliastur indus), belibis hutan (Anas gibberifrons),
berbagai jenis raja udang (Alcedinidae), srigunting (Dicrurus sp.), bangau putih (Egretta
sp.), elang cokelat (Elanus sp.), tekukur (Streptopelia chinensis), pecuk ular (Anhinga
melanogaster), burung gagak (Corvus sp.), nuri kepala biru (Trichoglossus ornatus), ayam
hutan (Gallus varius) dan burung gereja (Passer montanus).
Satwa liar Herpetofauna (Anggota Kelas Reptilia dan Amphibia) lebih umum dijumpai di
dataran banjir sungai. Jenis herpertofauna yang dijumpai antara lain adalah biawak
(Varanus sp.), berbagai jenis ular (Fam. Colubridae), kadal (Mabouya multifasciata), katak
pohon (Rhacophorus sp.), katak (Rana sp.) dan kodok (Bufo sp.).
Menurut penduduk setempat satwa liar yang sering dianggap sebagai hama adalah burung
pipit, tikus sawah (Rattus argentiventer) dan babi hutan (Sus celebensis).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-107
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.2.2.2. Biota Air
Keberadaan biota air di wilayah sekiatar rencana kegiatan memiliki nilai ekologi dan ekonomi
yang penting. Nilai penting secara ekonomi dapat terlihat dari aktivitas masyarakat melakukan
kegiatan penangkapan ikan dan biota air lain baik yang hidup di air tawar maupun di air laut.
Jenis ikan air tawar yang sering ditangkap antara lain ikan mujair, lele, sepat, ikan nilam dan
tembakang. Sedangkan jenis biota air laut yang ditangkap lebih beranekaragam. Pengamatan
dari hasil penangkapan dengan jaring tarik (dilakukan oleh 6 orang) menunjukkan berbagai jenis
pelagis di perairan dekat Kayowa antara lain ikan selar, kembung, lemuru, ikan mata sebelah,
ikan lidah, teri, tembang dan tiga waja. Jenis biota air lain yang sering ditangkap antara lain
kerang, siput, udang, udang karang dan cumi.
2.2.3. Komponen Sosial
2.2.3.1. Kependudukan
1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Berdasarkan data statistik tahun 2004 jumlah penduduk Kabupaten Banggai 292.661 jiwa.
Gambaran lebih lengkap tentang jumlah, kepadatan penduduk dan rasio jenis kelamin dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.28. Jumlah Penduduk Menurut Rasio dan Jenis Kelamindi Wilayah Studi Tahun 2004
Kecamatan Luas(km2)
PendudukJumlah Kepadatan
(jw/km2)Seks Rasio
Laki-laki Perempuan1. Toili 982,96 22.632 21.380 44.012 45 106
2. Toili Barat 994,66 10.106 9.244 19.350 19 109
3. Batui 1.390,33 12.090 11.801 24.491 18 108
4. Kintom 518,72 6.147 6.163 12.310 24 100
Kabupaten 9.670,65 149.628 143.033 292.661 30 105
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2004
Tabel tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Toili merupakan wilayah yang paling banyak
jumlah penduduknya dan terpadat dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya. Hal
ini dapat dipahami mengingat kecamatan ini merupakan pusat aktivitas pertanian yang
berkembang pesat sehingga banyak penduduk yang menetap di wilayah ini. Sementara itu
kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Kecamatan Kintom, sedangkan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-108
PT PERTAMINA EP - PPGM
yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Batui dengan tingkat kepadatan
18 jiwa/km2. Hal ini dikarenakan daerah ini mempunyai wilayah yang paling luas dan dihuni
sebanyak 24.491 jiwa.
Rasio antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kabupaten Banggai adalah 105 hal
ini menunjukkan bahwa secara umum jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan
dengan penduduk perempuan. Hanya Kecamatan Kintom yang jumlah penduduk antara laki-
laki dan perempuan relatif sama.
2. Tingkat Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk selalu dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan penduduk secara alami
(kelahiran dan kematian) dan adanya mobilitas penduduk. Jumlah penduduk Kabupaten
Banggai pada tahun 2003 adalah 284.275 jiwa dan pada tahun 2004 meningkat menjadi
292.661 jiwa, dengan demikian mengalami kenaikan sebanyak 8.386 jiwa atau sekitar 2%.
Faktor penentu pertumbuhan penduduk di wilayah Kabupaten Banggai secara umum adalah
adanya kelahiran dan migrasi masuk (datang). Diantara 4 kecamatan wilayah studi,
Kecamatan Toili memiliki perubahan jumlah penduduk yang paling besar dan Kecamatan
Kintom adalah yang terkecil sebagai akibat banyaknya warga Kintom yang melakukan
migrasi ke luar (pergi/pindah). Gambaran tentang perubahan penduduk di wilayah
kecamatan studi secara lebih rinci disajikan pada berikut.
Tabel 2.29. Jumlah Penduduk Menurut Kelahiran, Kematian,Datang dan Pergi Di Wilayah Studi Tahun 2004
Kecamatan Lahir Meninggal Datang Pindah Perubahan
1. Toili 786 18 - 34 7342. Toili Barat 434 15 4 40 3833. Batui 206 9 - 21 1764. Kintom 64 37 56 205 -122
Kabupaten 3.000 836 5.415 4.119 3.460
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2004
3. Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian antara lain menurut
umur, pendidikan, mata pencaharian, mobilitas penduduk.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-109
PT PERTAMINA EP - PPGM
a. Penduduk Menurut Kelompok Umur
Komposisi penduduk menurut kelompok umur merupakan salah satu hal yang dapat
digunakan untuk melihat kondisi ketenagakerjaan setempat. Tabel 2.30 menunjukkan
penduduk menurut kelompok umur dan rasio beban tanggungan per kecamatan di
wilayah studi.
Tabel 2.30. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Rasio BebanTanggungan di Kecamatan Wilayah Studi Tahun 2004
Kelompokumur
Kecamatan di Kabupaten BanggaiToili Toili Barat Batui Kintom Kabupaten
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %0 – 14 13.221 0,31 7.331 0,38 6.721 0,27 3.298 0,27 93.377 0,32
15 – 64 28.962 0,65 10.828 0,56 17.169 0,71 6.842 0,56 190.125 0,65
≥65 1.829 0,04 1.191 0,06 601 0,02 2.170 0,17 9.159 0,03
Jumlah 44.012 100,00 19.350 100,00 24.491 100,00 12.310 100,00 292.661 100,00
Rasio bebantanggungan 51,96 78,70 42,65 79,92 53,93
Sumber: Hasil Analisis, 2006
Tabel tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Batui mempunyai jumlah penduduk usia
produktif yang paling tinggi diantara kecamatan-kecamatan lainnya, bahkan juga di
tingkat kabupaten. Rasio beban tanggungan yang tertinggi ada di Kecamatan Kintom
yakni 79,92 yang berarti bahwa setiap 100 orang usia produktif selain menanggung
dirinya juga harus menanggung sekitar 80 orang usia tidak produktif. Secara keseluruhan
angka beban tanggungan di wilayah studi rata-rata adalah 63,30 sehingga hampir setiap
2 orang yang bekerja dan mendapatkan penghasilan harus menanggung sekitar 1 – 2
orang yang belum atau tidak berpenghasilan.
b. Penduduk Menurut Pendidikan
Untuk mengukur keberhasilan tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya di suatu
wilayah digunakan kriteria penilaian persentase tingkat pendidikan Sekolah Dasar yang
ditamatkan bagi penduduk berumur 10 tahun ke atas. Secara umum rata-rata persentase
penduduk di wilayah studi dengan tingkat pendidikan tamat SD sekitar 46%. Penduduk
menurut tingkat pendidikan per kecamatan di di wilayah studi tahun 2004 disajikan pada
Tabel 2.31.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-110
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.31. Penduduk Berumur 5 Tahun Keatas Menurut Tingkat PendidikanPer Kecamatan Wilayah Studi Tahun 2004
Tingkat PendidikanToili Toili Barat Batui Kintom Kab. Banggai
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %1. Tidak/Blm Sekolah 2.343 6,08 1.030 6,08 1.024 5,14 164 1,34 13.479 50,01
2. Tidak/Blm Tamat SD 10.602 27,53 4.661 27,53 4.636 23,27 2.191 17,95 61.092 23,32
3. Tamat SD 17.706 45,98 7.784 45,98 9.355 46,96 5.446 44,62 106.229 40,55
4. Tamat SMP 4.581 11,90 2.014 11,90 2.638 13,24 2.433 19,93 40.499 15,46
5. Tamat SMA 2.678 6,95 1.177 6,95 1.884 9,46 1.485 12,17 32.843 12,54
6. Tamat Akademi 343 0,89 151 0,89 231 1,16 248 2,03 4.279 1,63
7. Tamat Sarjana 255 0,67 112 0,67 153 0,77 239 1,96 3.532 1,35
Jumlah 38.508 100,00 16.929 100,00 19.921 100,00 12.206 100,00 261.953 100,00
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2004
Rata-rata tingkat pendidikan penduduk di wilayah studi masih didominasi dengan tingkat
pendidikan dasar (45,89%), kemudian diikuti tingkat pendidikan menengah pertama atau
SLTP (14,24%), SLTA (8,88%), Akademi atau Diploma sekitar 0,95% dan yang
berpendidikan Sarjana sebanyak 1,02%. Dengan tingkat pendidikan yang ada, penduduk
akan sulit bersaing untuk dapat meraih kesempatan kerja yang kebetulan membutuhkan
tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan dan ketrampilan memadahi. Oleh karena itu
perlu adanya upaya peningkatan pendidikan dan ketrampilan penduduk lokal agar mereka
dapat lebih berperan dalam setiap kesempatan kerja yang ada.
c. Mata Pencaharian Penduduk
Secara umum masyarakat di wilayah Kabupaten Banggai bermata pencaharian di bidang
pertanian (71,18%), jasa (9,13%) dan perdagangan (8,44%), sedangkan jenis lapangan
pekerjaan yang paling sedikit digeluti penduduk adalah bidang Pertambangan dan Galian
yakni hanya sekitar 0,10%. Gambaran lebih lengkap tentang jenis mata pencaharian
penduduk di wilayah studi disajikan pada Tabel 2.32.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-111
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.32. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut LapanganPekerjaan per Kecamatan di Wilayah Studi Tahun 2004
No. Jenis Mata Pencaharian Toili ToiliBarat Batui Kintom Kab.
Banggai1 Pertanian 17.257 7.039 8.899 2.738 91.5332 Pertambangan/Penggalian - - - 13 1343 Industri 408 200 162 666 5.9414 Listrik, Gas dan Air 9 1 6 - 1625 Konstruksi 199 107 67 187 2.9836 Perdagangan 1.074 248 293 223 10.8507 Komunikasi 190 46 109 37 4.6888 Keuangan 24 14 - - 5609 Jasa 250 101 - - 11.741
Jumlah 19.411 7.756 9.536 3.864 128.592
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka 2004
Sama halnya di tingkat kabupaten, jenis mata pencaharian penduduk di wilayah studi
juga didominasi oleh sektor pertanian (39,26%), hal ini sejalan dengan lokasi studi
khususnya di wilayah Kecamatan Toili dan Toili Barat yang merupakan sentra produksi
padi di Kabupaten Banggai. Jenis mata pencaharian dominan lainnya adalah sektor
industri (24,17%) dan perdagangan sebanyak 16,94%. Jenis mata pencaharian yang
paling sedikit ditekuni penduduk adalah bidang Pertambangan/ Penggalian yakni hanya
oleh sekitar 13 orang (0,75%) yang semuanya berlokasi di wilayah Kecamatan Kintom.
d. Angkatan Kerja
Pertumbuhan angkatan kerja di negara berkembang identik dengan pertumbuhan
penduduk, hal ini berarti bahwa tingginya tingkat pertumbuhan penduduk akan
menyebabkan pula tingginya pertumbuhan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah
penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang secara aktif melaksanakan kegiatan
ekonomis. Tidak termasuk dalam kategori ini adalah penduduk yang benar-benar tidak
mempunyai pekerjaan dan yang sedang bersekolah.
Angkatan kerja di Kabupaten Banggai pada tahun 2004 berjumlah sekitar 131.196 orang,
terdiri dari 128.592 orang sedang bekerja dan 2.604 orang mencari kerja.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-112
PT PERTAMINA EP - PPGM
Jumlah angkatan kerja yang terbesar ada di wilayah Kecamatan Toili yaitu sebesar
47,85% dan yang terendah ada di wilayah Kecamatan Kintom yakni sebesar 9,52% dari
total angkatan kerja yang ada. Besarnya persentase pekerja terhadap angkatan kerja di
Kabupaten Banggai sebesar 98,02% yang berarti mengalami peningkatan sekitar 0,26%
dibandingkan dengan tahun 2003. Peningkatan ini terjadi sebagai akibat banyaknya
lulusan sekolah menengah yang tidak melanjutkan sekolah dan kemudian terjun ke dunia
kerja.
Pertumbuhan angkatan kerja selain dipengaruhi struktur umur juga dipengaruhi oleh
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Secara keseluruhan TPAK di Kabupaten
Banggai pada tahun 2004 sebesar 78,37% yang berarti mengalami peningkatan sekitar
26,40% dibandingkan dengan tahun 2003.
e. Kesempatan Kerja
Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banggai (2003),
lowongan kerja atau kesempatan kerja yang secara transparan diumumkan di wilayah
Kabupaten Banggai adalah dalam sektor Pertambangan dan Penggalian, Industri
Pengolahan, Keuangan dan Asuransi, Persewaan Bangunan dan Jasa Perusahaan, serta
Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perorangan. Jumlah pencari kerja yang tidak disalurkan
terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 tercatat adanya pencari kerja
sebanyak 2.604 orang. Tingkat pendidikan pencari kerja tersebut pada umumnya
berpendidikan tamatan SLTA yaitu sebesar 68,51%. Dari total pencari kerja hanya sekitar
331 orang (12,71%) yang telah ditempatkan. Sehingga pemerintah masih mempunyai
tanggungan sebanyak 2.273 orang (87,29%) dan hal ini akan terus meningkat dengan
adanya pencari kerja tahun berikutnya. Sementara itu pertumbuhan lapangan kerja tidak
sebanding dengan pertumbuhan pencari kerja yang ada. Kondisi ini nampaknya akan
terus berkembang pada masa-masa yang akan datang dan diperlukan perhatian dari
semua pihak untuk dapat mengatasinya agar tingkat pengangguran tidak terus meningkat
dari tahun ke tahun.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-113
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.2.3.2. Sosial Ekonomi
1. Perekonomian Wilayah
a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kondisi perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari beberapa indikator makro ekonomi,
antara lain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Besarnya nilai PDRB yang berhasil
dicapai merupakan refleksi dari kemampuan daerah dalam mengelola sumberdaya alam
dan sumberdaya manusianya. PDRB Kabupaten Banggai berdasarkan harga berlaku pada
tahun 2003 mencapai 1.371.927 juta rupiah atau naik 8,90% dibandingkan tahun 2002.
Sementara itu apabila diperhitungkan berdasarkan harga konstan 1993, nilai PDRB yang
dicapai sebesar 385.405 juta rupiah atau tumbuh sebesar 0,16% dibandingkan tahun
sebelumnya. Peranan sektoral PDRB Kabupaten Banggai secara lengkap disajikan pada
Tabel 2.33 dan distribusi persentase PDRB menurut lapangan usaha disajikan pada
Tabel 2.34.
Penyumbang terbesar PDRB tahun 2003 adalah Sektor Pertanian yaitu sebesar 56,56%,
yang didukung oleh sub sektor Tanaman Perkebunan yang mencapai 25,39%, kemudian
diikuti oleh Pertanian Tanaman Bahan Makanan (15,65%) dan Kehutanan sebesar 6,62%.
Penyumbang terbesar kedua adalah Sektor Jasa-jasa Lainnya sebesar 9,97% yang berasal
dari Jasa Pemerintahan Umum dan Swasta. Penyumbang terbesar ketiga adalah sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 8,86% terhadap total PDRB.
Penyumbang terkecil PDRB Kabupaten Banggai adalah sektor Listrik dan Air Bersih
dengan persentase sebesar 0,58% yang diikuti oleh sektor Penggalian (1,21%), sektor
Keuangan dan Jasa Perusahaan dengan kontribusi sebesar 4,04%.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-114
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.33. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten BanggaiAtas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan UsahaTahun 1999-2003 (Juta Rupiah)
Usaha 1999 2000 2001 2002 2003
1. Pertanian 434.686 491.792 596.433 703.6830 775.978 Tanaman Bahan Makanan 161.000 168.068 191.235 208.725 214.661 Tanaman Perkebunan 137.530 173.515 227.673 293.750 348.376 Peternakan 30.208 32.010 35.955 38.197 39.134 Kehutanan 59.017 65.388 76.794 87.312 90.788 Perikanan 46.931 52.811 64.776 75.700 83.019
2. Penggalian 10.786 11.624 13.653 15.4730 16.6243. Industri Pengolahan 61.957 69.808 83.374 115.5104 102.781
Makanan, Minuman & Tembakau 24.432 27.477 32.757 45.581 40.582 Tekstil, Brg. dari Kulit & Alas Kaki 156 174 207 285 250 Kayu & Hasil Hutan Lainnya 32.276 36.415 43.550 60.084 53.364 Kertas & Barang Cetakan 1.227 1.386 1.660 2.318 2.072 Pupuk, Kimia & Brg dari Karet 161 177 206 279 242 Semen & Brg Galian bukan Logam 3.526 3.981 4.764 6.648 5.995 Alat Angkut, Mesin & Peralatannya 147 163 191 261 228 Barang Lainnya 32 35 41 55 48
4. Listrik dan Air Bersih 4.391 4.940 5.930 7.0540 7.997 Listrik 3.793 4.268 5.137 6.128 6.955 Air Bersih 598 672 793 926 1.042
5. Bangunan 59.645 64.463 77.334 89.0820 96.8076. Perdagangan, Hotel & Restoran 74.700 82.066 97.191 109.812 121.615
Perdagangan Besar dan Eceran 73.672 80.935 95.849 108.313 119.973 Hotel 419 455 539 601 657 Restoran 609 676 803 899 985
7. Angkutan & Komunikasi 46.272 50.600 58.637 65.404 71.723 Angkutan 44.703 48.859 56.608 63.054 68.939
- Angkutan Jalan Raya 33.108 36.074 41.665 46.457 50.868- Angkutan Laut 6.741 7.466 8.764 9.737 10.605- Angkutan Udara 869 944 1.086 1.203 1.307- Jasa Penunjang Angkutan 3.985 4.376 5.093 5.657 6.159
Komunikasi 1.569 1.741 2.029 2.350 2.7848. Keuangan, Persewaan & Jasa Perush 26.906 29.466 34.586 38.248 41.671
Bank 4.321 4.659 5.326 5.735 6.232 Lembaga Keuangan Tanpa Bank 1.682 1.832 2.114 2.299 2.475 Sewa Bangunan 19.611 21.540 25.456 28.340 30.928 Jasa Perusahaan 1.293 1.435 1.690 1.873 2.036
9. Jasa-Jasa 88.190 96.785 113.226 115.5554 136.731 Pemerintahan Umum 70.007 76.052 88.401 89.629 105.779 Swasta 18.183 20.733 24.824 25.926 30.952
- Sosial Kemasyarakatan 12.151 13.868 16.618 17.370 20.756- Hiburan & Rekreasi 27 30 36 37 43- Perorangan & Rumahtangga 6.004 6.835 8.170 8.519 10.153
PDRB 807.535 901.545 1.080.365 1.259.821 1.371.927
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka Tahun 2004
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-115
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.34. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional BrutoKabupaten Banggai Atas Dasar Harga Berlaku MenurutLapangan Usaha Tahun 1999-2003 (%)
Usaha 1999 2000 2001 2002 2003
1. Pertanian 53,83 54,55 55,21 55,860 56,56 Tanaman Bahan Makanan 19,94 18,64 17,70 16,57 15,65 Tanaman Perkebunan 17,03 19,25 21,07 23,32 25,39 Peternakan 3,74 3,55 3,33 3,03 2,85 Kehutanan 7,31 7,25 7,11 6,93 6,62 Perikanan 5,81 5,86 6,00 6,01 6,05
2. Penggalian 1,34 1,29 1,26 1,230 1,213. Industri Pengolahan 7,67 7,74 7,72 9,170 7,49
Makanan, Minuman & Tembakau 3,03 3,05 3,03 3,62 2,96 Tekstil, Brg. dari Kulit & Alas Kaki 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 Kayu & Hasil Hutan Lainnya 4,00 4,04 4,03 4,77 3,89 Kertas & Barang Cetakan 0,15 0,15 0,15 0,18 0,15 Pupuk, Kimia & Brg dari Karet 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 Semen & Brg Galian bukan Logam 0,44 0,44 0,44 0,53 0,44 Alat Angkut, Mesin & Peralatannya 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 Barang Lainnya 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
4. Listrik dan Air Bersih 0,54 0,55 0,55 0,56'1 0,58 Listrik 0,47 0,47 0,48 0,49 0,51 Air Bersih 0,07 0,07 0,07 0,07 0,08
5. Bangunan 7,39 7,15 7,16 7,070 7,066. Perdagangan, Hotel & Restoran 9,25 9,10 9,00 8,72 8,86
Perdagangan Besar dan Eceran 9,12 8,98 8,87 8,60 8,74 Hotel 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 Restoran 0,08 0,08 0,07 0,07 0,07
7. Angkutan & Komunikasi 5,73 5,61 5,43 5,19 5,23 Angkutan 5,54 5,42 5,24 5,01 5,02
- Angkutan Jalan Raya 4,10 4,00 3,86 3,69 3,71- Angkutan Laut 0,83 0,83 0,81 0,77 0,77- Angkutan Udara 0,11 0,10 0,10 0,10 0,10- Jasa Penunjang Angkutan 0,49 0,49 0,47 0,45 0,45
Komunikasi 0,19 0,19 0,19 0,19 0,208. Keuangan, Persewaan & Jasa Perush 3,33 3,27 3,20 3,04 3,04
Bank 0,54 0,52 0,49 0,46 0,45 Lembaga Keuangan Tanpa Bank 0,21 0,20 0,20 0,18 0,18 Sewa Bangunan 2,43 2,39 2,36 2,25 2,25 Jasa Perusahaan 0,16 0,16 0,16 0,15 0,15
9. Jasa-Jasa 10,92 10,74 10,48 9,17 9,97 Pemerintahan Umum 8,67 8,44 8,18 7,11 7,71 Swasta 2,25 2,30 2,30 2,06 2,26
- Sosial Kemasyarakatan 1,50 1,54 1,54 1,38 1,51- Hiburan & Rekreasi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00- Perorangan & Rumahtangga 0,74 0,76 0,76 0,68 0,74
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka Tahun 2004
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-116
PT PERTAMINA EP - PPGM
b. Struktur Perekonomian
Struktur perekonomian regional Kabupaten Banggai beberapa tahun terakhir mengalami
perubahan cukup cepat terutama di sektor Pertanian. Peningkatan kontribusi tersebut
terlihat pada tahun 2003 sebesar 0,7% baik berdasarkan harga berlaku maupun harga
konstan. Beberapa produksi komoditas perkebunan seperti kelapa, kelapa sawit, kakao,
dan cengkeh, juga mengalami peningkatan menjadi 25,39%, disamping produksi
tanaman bahan makanan seperti padi dan palawija juga mengalami peningkatan menjadi
5,65%. Penyumbang terbesar ketiga berasal dari subsektor kehutanan (6,62%),
kemudian perikanan (6,05%) dan yang paling kecil kontribusinya adalah subsektor
peternakan sebesar 2,85%.
Peranan sektor penggalian adalah sebesar 1,21% atau mengalami penurunan sekitar
0,02% dibandingkan dengan tahun 2002. Sektor penggalian merupakan penyumbang
PDRB peringkat ke-8. Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 7,49%
atau menduduki peringkat ke-4 dalam sumbangannya terhadap total PDRB. Namun bila
dibandingkan dengan tahun 2002, terjadi penurunan kontribusi sebesar 1,68%.
Sektor listrik dan air bersih selama 5 tahun terakhir rata-rata memberikan kontribusi
sebesar 0,556% terhadap total PDRB. Pada tahun 2003 kontribusi yang diberikan sebesar
0,58% atau meningkat sebesar 0,02% dibandingkan tahun 2002, namun tetap
merupakan sektor yang kontribusinya paling kecil dibandingkan dengan sektor-sektor
lainnya. Sementara itu kontribusi yang diberikan sektor bangunan sebesar 7,06% atau
menduduki perangkat ke-5 dalam PDRB. Sektor perdagangan, hotel dan restoran
merupakan penyumbang PDRB terbesar ke-3 dengan kontribusi sebesar 8,86%.
Dibandingkan dengan tahun 2002 terjadi peningkatan sebesar 0,14%. Kontribusi sektor
angkutan dan komunikasi sebesar 5,23% atau menduduki peringkat ke-6 dalam
memberikan peranannya terhadap PDRB. Sektor keuangan dan persewaan jasa
perusahaan menduduki peringkat ke-7 dalam memberikan kontribusinya terhadap PDRB
dengan persentase sebesar 3,04%. Sektor jasa-jasa merupakan penyumbang PDRB
terbesar kedua dengan kontribusi sebesar 9,97% atau meningkat sekitar 0,80%
dibandingkan dengan tahun 2002.
Jika dilihat berdasarkan PDRB harga konstan tahun 1993, tampak bahwa sektor pertanian
tetap memberikan peranan yang terbesar dalam struktur perekonomian Kabupaten
Banggai. Demikian juga dengan sektor jasa-jasa dan sektor perdagangan, hotel dan
restoran tetap sebagai penyumbang terbesar kedua dan ketiga terhadap nilai total PDRB.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-117
PT PERTAMINA EP - PPGM
c. Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banggai periode 1999-2003 cukup rneng-
gembirakan, terbukti dengan Pertumbuhan tahunan dapat dicapai rata-rata 3,33%
sedangkan target pada periode yang sama sebesar 3,53%.
Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2003 mencapai 6,98% yang berarti lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun 2002 yang sebesar 6,82%. Pertumbuhan terbesar berasal
dari Sektor Listrik dan Air Bersih sebesar 8,66% atau meningkat sekitar 1,08%
dibandingkan dengan tahun 2002. Pertumbuhan terbesar kedua adalah Sektor Pertanian
yang tumbuh sekitar 8,16% sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar
8,69%, dan tingkat pertumbuhan terbesar ketiga adalah Sektor Bangunan sebesar
7,45%. Sektor Industri Pengolahan tumbuh sebesar 5,82%, Sektor Perdagangan Hotel
dan Restoran tumbuh sebesar 5,65%, dan Sektor Penggalian sebesar 5,61%.
Pertumbuhan terendah dialami oleh Sektor Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan
yakni sebesar 4,32%, yang mengalami peningkatan sebesar 0,49% dibandingkan dengan
tahun 2002. Diperlukan berbagai upaya agar tingkat perekonomian sektoral Kabupaten
Banggai dapat semakin seimbang dan mantap serta merata ke seluruh daerah dan dapat
menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
d. Fasilitas Perekonomian
1) Perkantoran
Beberapa fasilitas yang dapat memacu bergeraknya roda perekonomian di wilayah
studi adalah adanya sarana perkantoran. Keberadaan perkantoran ini telah mampu
membangkitkan aktivitas perekonomian baik formal maupun informal di sekitarnya
diantaranya dengan tumbuhnya warung-warung, kios, toko, dan lain sebagainya.
2) Hotel
Sampai dengan tahun 2004 di wilayah Kabupaten Banggai terdapat sebanyak 21 buah
hotel/penginapan dengan kapasitas kamar sebanyak 217 buah dan 349 tempat tidur.
Dari jumlah total hotel tersebut, 7 diantaranya atau sekitar 33,33% terdapat di wilayah
studi yaitu di Kecamatan Toili. Keberadaan hotel/penginapan selama ini telah mampu
mendukung aktivitas pariwisata, perdagangan dan aktivitas perekonomian lainnya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-118
PT PERTAMINA EP - PPGM
3) Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan khususnya bank sangat besar peranannya dalam mendukung
kelancaran peredaran uang. Sektor yang paling besar menyerap kredit adalah sektor
perdagangan dengan besar kredit 105.488 juta rupiah dan sektor pertanian sebesar
87.982 juta rupiah. Bank sampai saat ini masih tersentral di ibukota kabupaten.
Lembaga keuangan lain yang beroprasi adalah koperasi. Jumlah koperasi di seluruh
wilayah Kabupaten Banggai adalah 162 buah dan 20 atau 12,35% diantaranya
terdapat di wilayah studi. Penyebaran koperasi di wilayah studi adalah: 8 buah di
Kecamatan Toili, 6 buah di Toili Barat, 5 buah di Batui dan 1 buah di Kintom.
4) Sarana Perdagangan
Sarana perdagangan yang ada di wilayah studi meliputi pasar, toko, kios dan warung.
Dari 4 kecamatan wilayah studi, Kecamatan Toili memiliki sarana perdagangan yang
paling banyak yaitu pasar 6 buah, toko 28 buah, kios 293 buah dan warung 52 buah.
Jumlah sarana perdagangan terbanyak kedua adalah di wilayah Kecamatan Toili
kemudian di Kecamatan Batui. Kondisi ini menggambarkan bahwa aktivitas
perekonomian di wilayah Kecamatan Toili cukup tinggi yang diantaranya karena Toili
merupakan pusat aktivitas pertanian di Kabupaten Banggai.
5) Sarana Transportasi
Sarana transportasi mempunyai peran yang sangat penting dalam membuka
keterisolasian wilayah dan memajukan ekonomi wilayah. Di Kabupaten Banggai
terdapat jalan Provinsi sepanjang 652,70 km dan umumnya dalam kondisi sedang
(61,53%). Disamping itu juga terdapat jalan kabupaten sepanjang 1.357,18 km
dengan kondisi sedang (48,29%). Di wilayah studi, Kecamatan Toili mempunyai
jumlah jalan yang terpanjang dibandingkan dengan kecamatan lainnya yaitu
sepanjang 297,25 km dan Kecamatan Toili Barat mempunyai jumlah jalan yang
terpendek yakni hanya sekitar 47,35 km. Jenis permukaan jalan yang ada meliputi
aspal (51,77%), kerikil (32,30%) dan tanah sekitar 15,93%.
Jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi di wilayah studi meliputi bus, truk, pick
up, mobil penumpang dan pribadi serta sepeda motor. Di antara wilayah studi,
Kecamatan Toili memiliki jumlah kendaraan bermotor yang paling banyak dibanding-
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-119
PT PERTAMINA EP - PPGM
kan dengan kecamatan lainnya. Pada tahun 2004 di wilayah studi tercatat sekitar
43,75% mobil dan 52,61% sepeda motor yang beroperasi di wilayah Kecamatan Toili
dan hanya sekitar 12,17% mobil dan 13,34% sepeda motor yang beroperasi di wilayah
Kecamatan Kintom. Kondisi ini menggambarkan bahwa wilayah Kecamatan Toili
memiliki aktivitas perekonomian paling sibuk yang didukung oleh kondisi sosial
ekonomi masyarakatnya yang cukup baik pula dibandingkan dengan wilayah studi
lainnya.
6) Sarana telekomunikasi
Pada tahun 2003 di wilayah Kabupaten Banggai terdapat sarana telekomunikasi
berupa sentral telepon dari Bunta 392, Luwuk 4.412, Pagimana 512, wartel 103 SST,
dan telepon umum koin sebanyak 99 buah. Sarana telekomunikasi ini belum tersebar
merata di semua kecamatan, termasuk kecamatan wilayah studi. Berdasarkan
Kecamatan Dalam Angka Tahun 2004, hanya di Kecamatan Toili yang telah terdapat
sarana komunikasi ini yaitu Wartel 6 buah dan telepon rumah tangga sebanyak 145
SST. Kedepan sarana telekomunikasi perlu dikembangkan di semua bagian wilayah
agar informasi dan berbagai kemajuan lainnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat.
2.2.3.3. Sosial Budaya
1. Kebudayaan Masyarakat
a. Sistem Organisasi Sosial
Sistem Oraganisasi sosial atau kekerabatan yang dianut oleh masyarakat di wilayah studi
ini adalah sistem patrilineal, yaitu menurut garis ayah. Struktur-struktur kekerabatan
mencakup keluarga sebagai unit terkecil dan bentuk kelompok yang merupakan perluasan
keluarga, yaitu seperti suku atau klen. Di Kabupaten Banggai terdapat 3 suku asli, yaitu
Suku Saluan, Suku Banggai dan Suku Balantak. Selain ketiga suku-suku asli tersebut ada
suku pendatang yaitu Suku Bajo yang merupakan masyarakat nelayan pendatang tertua
dari Kendari (Sulawesi Tenggara), Suku Jawa dan Suku Bali yang merupakan transmigran,
serta pendatang yang mencari peluang kerja yaitu dari Suku Bugis, Suku Padang, Suku
Gorontalo, Suku Menado dan Suku Muna. Hubungan antara penduduk suku asli dan suku
pendatang selama ini tidak ada masalah, mereka terjalin dalam hubungan yang saling
membutuhkan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-120
PT PERTAMINA EP - PPGM
b. Sistem Teknologi
Potensi wilayah studi kaya akan hasil hutan dan laut, sehingga teknologi yang diciptakan
adalah alat yang dapat mempermudah manusia dalam mengolah sumber daya alam
tersebut. Hutan dan perkebunan menghasilkan rotan, kopra, enau dan sagu, maka
masyarakat membuat alat-alat produktif agar dapat memudahkan dalam mengolah hasil
hutan tersebut, misalnya sagu merupakan makanan pokok penduduk di wilayah studi
telah merubah menjadi tepung yang siap untuk dimasak. Laut yang kaya ikan dan kerang
mutiara memunculkan ide untuk membuat perahu ketingting, alat tangkap ikan, dan alat
untuk mengolah kerang mutiara menjadi perhiasan yang bernilai jual tinggi dan menjadi
potensi wisata Kabupaten Banggai.
c. Sistem Budaya
Warisan budaya yang saat ini masih dipegang teguh oleh masyarakat di Banggai adalah
warisan budaya yang berupa fisik dan yang non fisik. Kabupaten Banggai merupakan
daerah peninggalan sejarah pada masa kerajaan abad VI dengan peninggalan berupa
makam raja di Banggai Kepulauan. Untuk menjaga kelestarian budaya adat masyarakat
Banggai diadakan upacara untuk melestarikan adat Tumpe di Batui, kesenian tradisional
berupa tari dan musik daerah, Hikayat Adi Soko serta adat-istiadat dari ketiga etnis suku
asli Kabupaten Banggai yaitu Suku Banggai, Suku Balantak dan Suku Saluan.
Adat yang menjadi amanat dan tidak dapat dilupakan oleh penduduk asli Batui adalah
pelaksanaan upacara adat Tumpe setiap tahun oleh Tua-tua adat yang terdiri dari
Kelurahan Batui, Tolando, Balantang dan Bugis (Totonga). Upacara adat Tumpe adalah
tradisi penghantaran telur burung Maleo yang pertama dari Banggai Darat (Kecamatan
Batui, di Suaka Margasatwa Bangkiriang) ke Kerajaan Banggai Kepulauan. Maksud dan
tujuan pelaksanaan Upacara Adat Kebudayaan Batui ini adalah (1) sebagai ucapan/doa
selamatan bahwa Tumpe telah selesai dilaksanakan; (2) Hari atau peringatan
Kebudayaan/peristiwa budaya; (3) hari lahirnya Agama Islam di Batui; (4) Hari lahirnya
pemerintahan Batui.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-121
PT PERTAMINA EP - PPGM
d. Kesenian
Bentuk-bentuk kesenian di daerah ini antara lain alat musik tabuh berupa gong, gendang,
kakula, dan rebana; alat musik tiup berupa lalove atau seruling; alat musik petik berupa
kecapi, yang semuanya ditata dan disimpan dalam ruang museum di Palu. Di wilayah
studi juga memiliki kesenian tradisional yaitu Tari Perang (Cakalele) yang merupakan seni
tari tradisional masyarakat di Kecamatan Kintom, Tarian Salamat Kopiang Saluan (Tarian
Penyambutan) yang biasa dilakukan di Kecamatan Luwuk.
e. Bahasa
Masing-masing suku di wilayah studi memiliki bahasa sendiri yaitu bahasa Saluan, bahasa
Banggai dan bahasa Balantak yang tidak mengenal perbedaan dalam hal penerapan
pemakaian berbicara antara orang tua dengan anak-anak dan sebaliknya, dalam arti tidak
mengenal bahasa halus dan kasar. Sebagai alat komunikasi antar sesama memakai
bahasa pengantar atau bahasa resmi yaitu bahasa Melayu.
f. Sistem Religi
Sebelum agama masuk ke wilayah Sulawesi Tengah, penduduknya masih menganut
kepercayaan animisme, yaitu kepercayaan yang menganggap segala sesuatunya memiliki
kekuatan gaib. Tradisi selamatan yang berhubungan dengan siklus hidup manusia, yaitu
peristiwa kelahiran, perkawinan dan kematian merefleksikan kepercayaan tersebut.
Tradisi ke makam leluhur atau ke tempat-tempat yang dikeramatkan juga dilakukan oleh
masyarakat Batui dan pelaksanaannya jatuh pada bulan Syawal, atau minggu ke dua
setelah Hari Raya Idhul Fitri. Masyarakat Batui yang masih memegang adat adalah Suku
Saluan Batui. Dalam lingkungan masyarakat Batui masih memegang kepercayaan
terhadap tempat-tempat kramat yang dahulu merupakan tempat berkumpulnya
masyarakat Batui untuk membahas masalah yang ada di lingkungan masyarakat Batui.
Setelah agama masuk dalam kehidupan masyarakat di wilayah studi, maka kepercayaan
terhadap sesuatu yang gaib tersebut masih ada sehingga terjadi sinkretisme. Tabel 2.35
merupakan data banyaknya pemeluk agama menurut Kecamatan di wilayah studi pada
tahun 2004.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-122
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.35. Banyaknya Pemeluk Agama menurut Kecamatandi Wilayah Studi Tahun 2004
No Kecamatan Islam Kristen Khatolik Hindu Budha Jumlah
1 Toili 38.207 1.833 236 3.736 - 44.012
2 Toili Barat 10.387 447 32 8.329 155 19.350
2 Batui 21.054 1.209 128 2.081 19 24.491
4 Kintom 10.456 1.851 - - 3 12.310
Kabupaten Banggai 230.232 37.248 5.740 18.701 740 292.661200320022001
217.176215.009201.680
41.37241.74039.988
5.4775.2614.434
18.72117.62513.188
1.529872869
284.275280.507260.159
Sumber : Kabupaten Banggai Dalam Angka Tahun 2004
Dari Tabel di atas tampak bahwa masyarakat di wilayah studi memeluk berbagai macam
agama. Mayoritas agama yang dianut masyarakat di wilayah studi adalah Islam (79,97%),
disusul Hindu (14,12%), Kristen (5,33%), Katholik (0,39%) dan Budha (0,18%). Total
pemeluk agama Hindhu di wilayah studi terhadap total pemeluk agama Hindhu di tingkat
kabupaten adalah 75,64% dan untuk umat Budha adalah 23,92%. Hal ini menunjukkan
bahwa penganut agama Hindhu dan Budha di wilayah studi cukup dominan, yang
umumnya merupakan penduduk transmigran dari Pulau Bali. Sementara itu banyaknya
tempat ibadah di wilayah studi disajikan pada berikut.
Tabel 2.36. Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Kecamatandi Wilayah Studi Tahun 2004
No Kecamatan Masjid Langgar Musholla GerejaKristen
GerejaKatholik Pura Vihara
1 Toili 38 80 - 18 2 6 2
2 Toili Barat 16 5 - 3 - 26 1
2 Batui 33 - - 4 2 2 1
4 Kintom 20 - 1 4 - - -
Kab. Banggai 399 103 47 173 24 46 6
2003200220012000
508484331312
7365135110
68624036
149146147131
24232324
65656259
5545
Sumber : Kabupaten Banggai Dalam Angka Tahun 2004
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-123
PT PERTAMINA EP - PPGM
Mengingat bahwa mayoritas agama yang dipeluk masyarakat adalah Islam, maka
keberadaan tempat ibadah umat Islam adalah yang terbanyak yakni dengan persentase
sebanyak 72,28%, kemudian disusul tempat ibadah bagi umat Hindhu (12,73%), Gereja
Kristen (10,86%), dan Gereja Katholik serta Vihara masing-masing sebanyak 1,50%.
Mengingat bahwa pemeluk agama Hindhu di wilayah studi cukup dominan terhadap total
umat Hindhu di tingkat kabupaten, maka keberadaan Pura di wilayah studi juga dominan
yaitu sekitar 73,91% terhadap jumlah total di tingkat kabupaten. Sementara itu
keberadaan Vihara di wilayah studi adalah 66,67% terhadap jumlah total Vihara di tingkat
kabupaten.
2.2.4. Komponen Kesehatan Masyarakat
2.2.4.1. Sumberdaya Kesehatan
a. Fasilitas/Sarana Kesehatan Kabupaten Banggai
Berbagai usaha dilakukan pemerintah Kabupaten Banggai untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat, diantaranya dengan menyediakan dan memperbaiki kualitas sumberdaya
kesehatan yang meliputi sarana dan prasarana kesehatan beserta tenaga medis meliputi
Dokter dan perawat. Jumlah sumberdaya kesehatan di Kabupaten Banggai ditunjukkan pada
tabel berikut.
Tabel 2.37. Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Jenis Sarana danStatus Kepemilikan di Kabupaten Banggai Tahun 2003
No Jenis Sarana KesehatanStatus Kepemilikan
JumlahDep.Kes Dep. Lain Swasta
1 Rumah Sakit Umum 1 - - 12 Puskesmas 18 - - 183 Puskesmas Pembantu 104 - - 1044 Puskesmas Keliling 16 165 Balai Pengobatan/Poliklinik - 2 - 26 Rumah Sakit Bersalin - - 1 16 Praktek Dokter Perorangan - - 14 147 Praktek Dokter Bersama - - 3 37 Praktek Bidan - - - -8 Posyandu 358 - - 3589 Polindes 178 - - 17810 Apotek - 1 5 6
Jumlah 675 3 23 701
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Banggai Tahun 2004
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-124
PT PERTAMINA EP - PPGM
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa di Kabupaten Banggai hanya terdapat 1 buah
rumah sakit yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Luwuk. Fasilitas/sarana kesehatan lainnya
yang tersedia meliputi Puskesmas, Posyandu, dan Polindes yang berada dibawah pembinaan
Departemen Kesehatan. Fasilitas kesehatan yang dikelola departemen lain dan swasta
adalah Balai Pengobatan/Poliklinik, praktek dokter perorangan dan bersama serta apotek.
b. Tenaga Medis
Sementara itu jumlah tenaga kesehatan yang meliputi tenaga medis (dokter) dan paramedis
(bidan, perawat) yang dirinci menurut kecamatan di wilayah Kabupaten Banggai disajikan
pada tabel berikut.
Tabel 2.38. Banyaknya Dokter Menurut Kecamatandi Kabupaten Banggai Tahun 2003
Kecamatan Dokter Umum Dokter Spesialis Dokter Gigi
1. Toili 5 - 12. Batui 2 - -3. Bunta 2 - -4. Kintom 2 - -5. Luwuk 11 4 36. Pagimana 1 - -7. Bualemo - - -8. Lamala 1 - -9. Balantak 1 - -
2003 25 4 42002 37 3 52001 34 3 42000 30 3 2
Sumber: Kabupaten Banggai Dalam Angka Tahun 2003
Jumlah dokter yang ada di seluruh wilayah Banggai adalah 33 orang yang terinci menjadi
dokter umum 25 orang (75,76%), dokter gigi 4 orang (12,12%) dan dokter spesialis
sebanyak 4 orang atau sekitar 12,12% dari jumlah total dokter yang ada. Namun secara
umum nampak bahwa jumlah dokter tahun 2003 menurun sekitar 26,67% bila dibandingkan
tahun 2002. Persebaran dokter umum relatif merata di setiap kecamatan, sedangkan dokter
spesialis hanya terdapat di Luwuk dan dokter gigi di Toili dan Luwuk. Rasio tenaga
kesehatan per penduduk Kabupaten Banggai tahun 2003 adalah: 1) dokter 15,8 : 100.000
penduduk, 2) dokter umum 12,7 : 100.000 penduduk, 3) dokter gigi 1,8 : 100.000
penduduk, dan dokter spesialis 1,4 : 100.000 penduduk.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-125
PT PERTAMINA EP - PPGM
c. Tenaga Paramedis
Tenaga paramedis yang terdiri dari bidan dan perawat pada tahun 2003 jumlahnya
meningkat dibandingkan pada tahun 2002. Untuk tenaga bidan terjadi peningkatan sebesar
16,06% dari 193 orang pada tahun 2002 menjadi 224 orang pada tahun 2003. Tenaga
perawat tahun 2003 sebanyak 191 orang atau meningkat sekitar 5,52% dibandingkan tahun
sebelumnya.
Tenaga paramedis ini tersebar merata di setiap kecamatan di wilayah Kabupaten Banggai.
Rasio tenaga bidan per penduduk Kabupaten Banggai adalah 83,0 berbanding 100.000
penduduk, sedangkan untuk perawat adalah 101 berbanding 100.000 penduduk.
d. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
Posyandu di Kabupaten Banggai dibedakan atas Posyandu Pratama, Madya, Purnama dan
Mandiri. Jumlah posyandu seluruhnya adalah 358 buah dengan persentase terbesar (69,8%)
merupakan posyandu pratama, kemudian diikuti posyandu madya sebanyak 21,5%, dan
posyandu purnama sebanyak 8,7%. Posyandu yang benar-benar telah mandiri belum
dijumpai di wilayah Kabupaten Banggai.
2.2.4.2. Derajat Kesehatan Masyarakat
a. Usia Harapan Hidup
Usia harapan hidup masyarakat Banggai cenderung terus meningkat dari tahun ketahun.
Pada tahun 1996, rata-rata usia harapan hidup masyarakat adalah 61,4 tahun, dan pada
tahun 1999 meningkat menjadi 63,5 tahun dan pada tahun 2000 meningkat lagi menjadi
65,15 tahun. Usia harapan hidup perempuan umumnya lebih tinggi daripada laki-laki. Pada
tahun tersebut tercatat bahwa usia harapan hidup laki-laki adalah 63,2 dan perempuan
67,1 tahun. Usia harapan hidup di Kabupaten Banggai merupakan tertinggi kedua setelah
Palu di Provinsi Sulawesi Tengah.
b. Mortalitas
Angka Kematian Bayi (AKB)
Tahun 2003 AKB di Kabupaten Banggai sebesar 16 per 1000 kelahiran hidup dengan AKB
tertinggi di Puskesmas Toili III. AKB tahun 2003 relatif turun bila dibandingkan dengan
tahun 2002, yaitu dari 17 menjadi 16 per 1000 kelahiran hidup.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-126
PT PERTAMINA EP - PPGM
Angka Kematian Balita (AKABA)
Angka kematian balita merupakan jumlah kematian anak umur 0-4 tahun per 1000
kelahiran hidup. Pada tahun 2003 angka kematian balita akibat pnemonia sebesar 12,
atau meningkat 3 kematian per 1000 kelahiran hidup dibandingkan dengan tahun 2002.
Angka Kematian Ibu
Angka kematian maternal merupakan jumlah kematian ibu hamil + jumlah kematian ibu
bersalin + jumlah kematian ibu nifas. Tahun 2003 kematian ibu maternal di Kabupaten
Banggai adalah 15 kematian. Angka kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup
adalah 249 yang berarti mengalami penurunan 145 kematian dibandingkan tahun 2002.
c. Morbiditas
Sepuluh besar penyakit yang banyak diderita penduduk Kabupaten Banggai disajikan pada
tabel berikut.
Tabel 2.39. Persentase Sepuluh Besar Penyakitdi Kabupaten Banggai Tahun 2003
Jenis Penyakit Persentase
1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 29,702. Penyakit Kulit dan Jaringan Bawah Kulit 9,003. Malaria Klinis 8,104. Tekanan Darah Tinggi 6,505. Diare 6,306. Asma 2,507. Pnemonia 2,508. Karies Gigi 2,109. Penyakit Kulit dan Jamur 2,1010. Penyakit Lain-lain 28,20
J u m l a h 100,00Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Banggai Tahun 2004
Jenis penyakit utama yang banyak diderita penduduk umumnya terkait dengan pernafasan
seperti ISPA, asma, pnemonia dan bronchitis. Hal ini terjadi antara lain sebagai akibat
kualitas udara yang terancam terus menurun oleh berbagai aktivitas yang banyak
menghasilkan debu dan berbagai zat pencemar dan kemungkinan akibat karakteristik
mobilitas penduduk yang tinggi yang dapat memicu terjadinya penyebaran penyakit
tersebut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-127
PT PERTAMINA EP - PPGM
Sementara itu penyakit darah tinggi yang termasuk dalam kategori penyakit degeneratif
menduduki peringkat keempat dengan persentase sebesar 6,50%. Penyakit ini dan jenis-
jenis penyakit degeneratif lainnya diprakirakan akan terus meningkat pada masa-masa yang
akan datang, diantaranya sebagai akibat adanya transisi demografi yaitu meningkatnya usia
lanjut yang pada akhirnya banyak memunculkan berbagai penyakit non menular
(degeneratif) dan karena adanya perubahan pola makan. Secara umum nampak bahwa
jenis-jenis penyakit infeksi (menular) masih mendominasi pola penyakit yang ada.
d. Status Gizi
Mengingat bahwa kelompok bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit-penyakit
kekurangan gizi, maka status gizi bayi dan balita merupakan indikator yang digunakan
dalam mengukur status gizi masyarakat. Pada tahun 2003 terdapat 68 kasus atau sekitar
1,1% kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), berarti telah terjadi
penurunan 10 kasus dibandingkan pada tahun 2002. Kasus tertinggi terjadi di Kecamatan
Toili. Dari 7.392 (27,70%) balita yang ditimbang pada tahun 2003, terdapat sekitar 5.625
balita (76,10%) yang berat badannya naik, balita BGM sebanyak 1.732 atau sekitar 23,43%
dan yang menderita marasmus/kwasiorkor (gizi buruk) sebanyak 35 anak atau 0,47% dan
telah diberikan perawatan 100%. Terdapat 3 kecamatan bebas rawan gizi pada tahun 2003,
yaitu Kecamatan Bualemo, Luwuk dan Toili. Namun demikian, mengingat bahwa kesehatan
balita merupakan salah satu indikator penting untuk melihat rawan tidaknya kesehatan
masyarakat, maka upaya peningkatan penyuluhan dari para kader gizi kepada ibu-ibu balita
tentang konsumsi gizi dan upaya peningkatan / penambahan Program Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) kepada balita perlu terus dilakukan.
e. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Di berbagai bagian wilayah Banggai umumnya (lebih dari 50%) masyarakat masih
membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk keperluan bahan makanan pokok.
Sementara itu penggunaan dana untuk non pangan rata-rata sangat kecil (kurang dari Rp.
40.000,00) dan umumnya masyarakat belum atau bahkan tidak mengalokasikan sebagian
dananya untuk biaya kesehatan. Kondisi ini menggambarkan bahwa tingkat pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat relatif masih sangat rendah.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-128
PT PERTAMINA EP - PPGM
Pola perilaku lainnya yang tercakup dalam PHBS diantaranya adalah tingkat partisipasi
masyarakat dalam program-program kesehatan (posyandu, pemberantasan sarang nyamuk,
dan sebagainya), pola pemberian ASI, angka bebas rokok dalam rumah tangga, pendapat
masyarakat tentang konsep sakit dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat berkaitan dengan
kondisi lingkungannya. Pada tahun 2003 diperoleh data bahwa pemberian ASI eksklusif
adalah 0-4 bulan dan dari 4.133 bayi yang ada, yang diberikan ASI eksklusif adalah 3.589
bayi atau sekitar 86,8%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran ibu-ibu tentang
pentingnya ASI bagi bayi mereka sudah cukup baik.
Pada tahun 2003 jumlah kunjungan masyarakat ke Puskesmas baik rawat jalan maupun
rawat inap adalah 114.164 kunjungan. Dengan demikian baru sekitar 40,20% penduduk
Kabupaten Banggai yang telah memanfaatkan Puskesmas sebagai salah satu upaya
pengelolaan kesehatannya. Sementara itu pemanfaatan RSUD baru dilakukan oleh 4,4%
penduduk Kabupaten Banggai.
2.2.4.3. Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum
sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula.
Kondisi kesehatan lingkungan dicerminkan dari keberadaan rumah sehat, kepemilikan jamban
keluarga, cakupan air bersih, kualitas air bersih, pengelolaan sampah dan cakupan SPAL (Sarana
Pembuangan Air Limbah).
Pada tahun 2003 terdapat sebanyak 61.934 buah rumah di Kabupaten Banggai, dan sebanyak
53.513 (86,40%) rumah yang diperiksa, baru sekitar 44,30% diantaranya yang telah memenuhi
syarat sebagai rumah sehat. Dalam hal ini berarti perlu adanya program untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam memelihara kesehatan lingkungan baik di rumah maupun
lingkungan sekitarnya.
2.3. PELINGKUPAN
2.3.1. Proses Pelingkupan
Seperti diuraikan pada deskripsi rencana kegiatan, dalam kegiatan pengembangan gas Matindok
ini dimunculkan beberapa alternatif yaitu:
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-129
PT PERTAMINA EP - PPGM
a. Alternatif jalur trunkline dari BS Donggi ke LNG Plant
Jalur pipa trunkline dari BS Donggi ke LNG Plant akan dibuat tiga jalur alternatif sebagai
berikut:.
1. Jalur alternatif-1 yaitu pemasangan pipa trunkline dari BS Donggi melintasi SM
Bangkiriang berdampingan jalan provinsi, penggelaran pipa ditanam sedalam 2 meter
kemudian ditimbun kembali;
2. Jalur alternatif-2 yaitu pemasangan pipa melintasi SM Bangkiriang dilakukan dengan
sistem pemboran horizontal.
3. Jalur alternatif-3 yaitu pemasangan trunkline dari BS Donggi akan dilakukan melalui
pantai SM Bangkiriang sepanjang sekitar 4 km.
Jalur alternatif-2 dan jalur alternatif-3 dimaksudkan untuk menghindari gangguan pada
lahan di Bangkiriang sebagai Suaka Margasatwa, walaupun kondisi hutan di SM Bangkiriang
sekarang ini sudah rusak.
b. Alternatif penyediaan air tawar untuk LNG Plant
Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan air tawar yang besar untuk operasional LNG
Plant, maka penyediaan air tawar diusahakan dari 3 alternatif yaitu:
1. Air tawar diambil dari air tanah dalam
2. Air tawar disuling dari air laut
3. Air tawar diambil dari air permukaan
c. Alternatif lokasi LNG Plant dan Pelabuhan Khusus
Sementara ini PPGM masih mengkaji dua kemungkinan lokasi LNG Plant dan pelabuhan
khusus yaitu di Desa Uso (Kecamatan Batui) dan Desa Padang (Kecamatan Kintom). Oleh
karena itu dalam kajian AMDAL ini dua rencana lokasi akan menjadi kajian alternatif.
Proses pelingkupan rencana pengembangan gas Matindok dilakukan dengan cara diskusi
antar pakar penyusun dokumen ANDAL, survei literatur, survei lapangan, hasil konsultasi
publik yang telah dilaksanakan saat akan menyusun dokumen ANDAL, serta dengan
menggunakan proffessional judgement.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-130
PT PERTAMINA EP - PPGM
Dalam proses pelingkupan, identifikasi dampak potensial berdasarkan atas pertimbangan
atas kombinasi antara kondisi rona lingkungan hidup dan informasi jenis dan intensitas
setiap kegiatan yang direncanakan, termasuk didalamnya alternatif-alternatif yang telah
ditetapkan. Hasil identifikasi dampak potensial menunjukkan bahwa pada tahap konstruksi
dan operasi ketiga jalur alternatif pemasangan pipa akan terjadi perbedaan dampak
potensial yang signifikan pada subkomponen biologi, dan sebaliknya tidak akan ada
perbedaan yang signifikan untuk subkomponen geofisik-kimia, sosekbud dan kesmas. Hal ini
disebabkan semua alternatif melewati lahan yang dimiliki negara sehingga tahap
prakonstruksi tidak berpotensi menimbulkan dampak. Pada tahap operasional ketiga
alternatif rencana penyediaan air tawar untuk operasional Kilang LNG yang diambil dari air
permukaan diduga akan berpotensi menimbulkan dampak yang berbeda nyata pada
subkomponen geofisik-kimia dan soseskbud. Sementara untuk semua tahapan kegiatan dari
dua alternatif lokasi kompleks LNG Plant dan Pelabuhan Khusus diduga dampak potensial
yang terjadi akan berbeda nyata pada soseskbud, karena kedua lokasi yang relatif dekat itu
merupakan hamparan ekosistem yang relatif sama, namun kondisi sosial ekonomi dan
budaya masyarakatnya relatif berbeda.
Dengan mempertimbangkan identifikasi dampak potensial pada setiap alternatif yang
dimunculkan tersebut diatas, maka proses pelingkupan ini meliputi setiap rencana kegiatan
dan termasuk didalamnya alternatif-alternatifnya. Jadi kajian alternatif tidak ditampilkan
secara terpisah, melainkan akan diintegrasikan pada setiap komponen lingkungan yang
terkena dampak.
Alur pikir dan hasil proses pelingkupan dapat diringkaskan seperti tercantum dalam
Gambar 2.30. dan Gambar 2.31.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-131
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.30. Bagan Alir Identifikasi Dampak PotensialRencana Kegiatan PPGM PT PERTAMINA
Di Kabupaten Banggai(ambil di file Gb. 2.30)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-132
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.31. Kerangka Proses Pelingkupan Isu Pokok Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindokdi Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah
PRIORITAS DAMPAK
Prakonstruksi:1. Perubahan pola kepemilikan lahan2. Perubahan sikap dan persepsi masyarakatKonstruksi:1. Terjadi kebisingan2. Terjadi erosi tanah3. Gangguan sistem drainase dan Irigasi4. Gangguan transportasi darat5. Peningkatan kuantitas aliran permukaan6. Penurunan kualitas air permukaan7. Penurunan kualitas air laut8. Gangguan vegetasi9. Gangguan satwa liar10. Gangguan biota air tawar11. Gangguan bioata air laut12. Peningkatan pendapatan masyarakat13. Adanya kesempatan berusaha14. Gangguan proses sosial15. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat16. Penurunan sanitasi lingkunganOperasi:1. Perubahan kualitas udara ambien (debu dan gas)2. Terjadi kebisingan3. Penurunan kualitas air permukaan4. Penurunan kualitas air laut5. Gangguan transportasi darat6. Gangguan biota air tawar7. Gangguan biota air laut8. Perubahan kependudukan9. Peningkatan pendapatan masyarakat10. Adanya kesempatan berusaha11. Gangguan proses sosial12. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat13. Penurunan sanitasi lingkungan14. Penurunan tingkat kesehatan masyarakatPasca Operasi:1. Peningkatan kualitas udara ambien (debu dan gas)2. Terjadi kebisingan3. Peningkatan kualitas air permukaan4. Peningkatan kualitas air laut5. Gangguan transportasi darat6. Penurunan pendapatan masyarakat7. Hilangnya kesempatan berusaha8. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
DAMPAK PENTING HIPOTETIS
A. Geo-Fisik-KimiaPerubahan kualitas udara ambienTerjadi kebisinganPeningkatan kuantitas aliran permukaanTerjadi erosi tanahGangguan sistem drainase dan irigasiPenurunan kualitas air permukaanPenurunan kualitas air lautGangguan transportasi darat
B. Komponen BiologiGangguan vegetasiGangguan satwa liarGangguan biota air tawarGangguan biota air laut
C. Komponen SosekbudPerubahan kependudukanPerubahan pola kepemilikan lahanPeningkatan/penurunan pendapatan
masyarakatAdanya kesempatan berusahaGangguan proses sosialPerubahan sikap dan persepsi
masyarakat
D. Komponen KesmasPenurunan sanitasi lingkunganPenurunan tingkat kesehatan masyarakat
KLASIFIKASIDAN
PRIORITAS
DAMPAK POTENSIAL
A. Geo-Fisik-KimiaPerubahan iklim mikroPerubahan kualitas udara ambienTerjadi kebisinganPerubahan sifat tanahPeningkatan kuantitas aliran
permukaanPeningkatan debit air sungaiPenurunan debit air sungaiTerjadi erosi tanahGangguan sistem drainase dan
irigasiPenurunan kualitas air permukaanPenurunan kualitas air lautPenurunan kuantitas air tanahGangguan transportasi daratGangguan transportasi laut
B. Komponen BiologiGangguan vegetasiGangguan satwa liarGangguan biota air tawarGangguan biota air laut
C. Komponen SosekbudPerubahan kependudukanPerubahan pola kepemilikan lahanPeningkatan/penurunan pendapatan
masyarakatAdanya kesempatan berusahaGangguan proses sosialPerubahan sikap dan persepsi
masyarakatD. Komponen Kesmas
Penurunan sanitasi lingkunganPenurunan tingkat kesehatan
masyarakat
DeskripsiRencana KegiatanPra-KonstruksiKonstruksiOperasiPasca Operasi
Deskripsi RonaLingkungan Awal
Komp. GeofisikkimiaKomp. BiologiKomp. SosekbudKomp. Kesmas
IdentifikasiDampakPotensial
EVALUASIDAMPAK
POTENSIAL
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-133
PT PERTAMINA EP - PPGM
A. Komponen Geo-Fisik-Kimia
1. Perubahan Iklim Mikro
Tahap Prakonstruksi
Komponen kegiatan terutama pembukaan dan pematangan lahan untuk lokasi pemboran
sumur pengembangan, GPF, Kilang LNG dan jalur pipa akan menyebabkan perubahan suhu
dan kelembaban udara di daerah tersebut. Akan tetapi karena luas wilayah yang dibuka
untuk kegiatan-kegiatan tersebut relatif kecil dibandingkan dengan luas daerah sekitarnya
yang hampir 100% tertutup oleh vegetasi, maka pengaruhnya tidak signifikan dalam
mempengaruhi iklim mikro, dan ditetapkan sebagai bukan dampak negatif hipotetik.
Tahap Operasi
Perubahan iklim mikro dapat terjadi secara signifikan sebagai akibat kegiatan operasi
produksi gas dan gas cair. Kegiatan operasi produksi di pusat pengolahan gas dan pencairan
gas akan menimbulkan panas dan cahaya yang berumber dari colok api (flare stack). Panas
dan cahaya akan menyebar ke sekitarnya dari nyala api yang terdapat di colok api tersebut,
gas yang dibakar dari colok api adalah gas buangan dalam jumlah dan tekanan kecil. Dalam
keadaan normal hanya berupa nyala kecil. Tujuan pembakaran gas di colok api dilakukan
sebagai pengamanan apabila terjadi tekanan gas yang berlebihan dari sumbernya dan pada
proses produksi gas dan gaas cair. Dalam keadaan demikian maka gas akan dialirkan ke
colok api untuk dibakar, sehingga buangan sebelum masuk ke udara bebas hanya berupa
sisa pembakaran (SO2, NO2 dan debu).
Perubahan iklim mikro akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan tidaklah signifikan
karena lahan yang dibuka relatif sempit dibanding dengan lahan sekitarnya yang lebih luas
dan masih tertutup oleh vegetasi.
Demikian pula halnya dengan perubahan iklim mikro (pencahayaan dan suhu udara) yang
diduga terjadi dari colok api karena gas yang dibakar jumlahnya kecil, sehingga perubahan
iklim mikro tersebut mempunyai intensitas perubahan kecil. Dengan demikian, penyebaran
panas dan cahaya relatif pendek dan tidak mengganggu penduduk. Sementara itu sekitar
kilang LNG akan relatif lebih panas karena operasi produksi LNG. Namun karena lokasinya di
pantai dengan angin yang kencang maka perubahan ini tidak akan signifikan. Oleh karena itu
perubahan iklim mikro secara hipotetik tidak akan menjadi dampak penting.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-134
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Perubahan Kualitas Udara Ambien
Tahap Konstruksi
Kualitas udara ambien mengalami perubahan yang cukup signifikan diakibatkan oleh
kegiatan-kegiatan konstruksi pemboran gas, pembangunan GPF dan Kilang LNG serta
pemasangan pipa. Hal itu disebabkan kegiatan itu menggunakan bantuan peralatan
berbahan bakar fosil seperti genset untuk pengelasan, alat-alat berat untuk konstruksi itu
dan penerangan. Operasional mesin-mesin menyebabkan timbulnya gas-gas buang SO2, NO2,
hidrokarbon dan debu.
Tahap Operasi
Kegiatan operasional proses produksi gas dan gas cair akan menimbulkan limbah gas,
terutama dari emisi kompresor, genset dan pembakaran di colok api. Dari genset dan
kompresor akan dikeluarkan SO2, NO2, CO, hidrokarbon dan debu, sementara dari
pembakaran colok api dikeluarkan SO2, NO2 dan debu. Sebaliknya pada Tahap Pasca Operasi
yaitu kegiatan penutupan sumur dan penghentian operasi produksi gas dan gas cair gas-gas
tersebut tidak diemisikan, sehingga kualitas udara menjadi relatif lebih baik daripada tahap
operasi.
Debu dan gas yang muncul pada kegiatan tahap konstruksi yang dikeluarkan oleh peralatan,
seperti genset, relatif kecil, sehingga secara hipotetik, tidak akan menjadi dampak penting.
Akan tetapi pada tahap operasi jumlah gas dan debu yang dikeluarkan dari mesin-mesin dan
emisi gas dari colok api untuk operasi produksi gas di BS, GPF dan Kilang LNG cukup
signifikan sehingga secara hipotetik akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya pada
tahap pasca operasi, kualitas udara akan menjadi lebih baik, dan diharapkan dapat seperti
kondisi udara di areal sekitarnya yang tidak terkena proyek.
3. Terjadi Kebisingan
Tahap Konstruksi
Kebisingan akan timbul diakibatkan suara kendaraan berat dan lalu lintas kendaraan proyek
selama kegiatan mobilisasi dan demobilisaasi peralatan, material dan tenaga kerja.
Kebisingan juga muncul karena suara dari mesin-mesin atau peralatan dan genset yang
digunakan serta suara-suara lain yang timbul selama kegiatan pembukaan dan pematangan
lahan, kegiatan pembangunan fasilitas produksi gas dan kilang LNG. Sementara kebisingan
juga muncul karena suara genset dan mesin rig selama pemboran sumur gas.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-135
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi
Kebisingan akan muncul diakibatkan suara kompresor dari pusat pemrosesan gas dan gas
cair dengan tingkat kebisingan yang tinggi sehingga dapat mencapai 100 dBA. Bila
perumahan dekat dengan sumber suara itu, maka penduduk akan menerima dampaknya.
Sebaliknya pada Tahap Pasca Operasi, penghentian proses produksi akan kebisingan itu
akan terhenti pula, sehingga kualitas udara menjadi relatif lebih baik.
Kebisingan yang muncul pada kegiatan tahap konstruksi yang dikeluarkan oleh peralatan,
seperti genset, relatif kecil dan penduduk di sekitarnya masih jarang, sehingga secara
hipotetik, tidak akan menjadi dampak penting. Akan tetapi pada tahap operasi kebisingan
yang dikeluarkan dari mesin-mesin, terutama mesin kompressor, di BS, GPF dan Kilang LNG
cukup signifikan sehingga secara hipotetik akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya
pada tahap pasca operasi, tingkat kebisingan akan menurun dan diharapkan akan seperti
kondisi kebisingan di daerah sekitar yang tidak ada proyek.
4. Perubahan Sifat Tanah
Tahap Konstruksi
Kegiatan pembukan dan pematangan lahan untuk persiapan areal pemboran (100 m x 100
m), pembangunan fasilitas produksi gas dan gas cair serta pemasangan pipa akan
menyebabkan hilangnya tanah pucuk yang subur. Dengan hilangnya solum tanah tersebut
akan berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah yang akan berubah. Apalagi dengan
tidak adanya penutup lahan saat konstruksi, maka hujan yang jatuh akan langsung
menghantam tanah dan mengerosi tanah pucuk (top soil) secara berangsur sehingga solum
tanah menjadi tipis atau hilang selamanya. Dengan demikian unsur hara atau bahan organik
yang ada dalam solum tersebut ikut tercuci hilang terangkut oleh aliran permukaan, dan
menjadikan tingkat kesuburan semakin rendah serta dapat berpengaruh tehadap organisme
dalam tanah.
Luasan lahan pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan cukup luas. Sifat fisik-kimia
tanah yang akan mengalami perubahan karena kegiatan pembukaan lahan cukup luas pula.
Namun bila dibandingkan luasan lahan tertutup vegetasi di sekitarnya menjadi relatif sempit
yang akan menjadi areal terbuka. Selain itu, tanah yang dibuka tersebut memang
dipersiapkan untuk pembangunan tahapan berikutnya berupa lokasi yang akan segera
dikelola atau segera mengalami suksesi alami secara cepat, sehingga sifat tanah tidak akan
berpengaruh secara signifikan. Oleh karena itu, secara hipotetik, perubahan sifat tanah tidak
menjadi dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-136
PT PERTAMINA EP - PPGM
5. Peningkatan kuantitas aliran air permukaan
Tahap Konstruksi
Aliran permukaan dan peningkatan aliran permukaan akan terjadi akibat hilangnya vegetasi
penutup lahan oleh kegiatan pembukaan dan pematangan lahan untuk penyiapan lahan
lokasi kegiatan pemboran gas, pembangunan fasilitas produksi gas dan gas cair serta
pemasangan pipa. Selama kegiatan penyiapan lahan tersebut akan terjadi aliran air
permukaan langsung (runoff) di lokasi tersebut. Peningkatan aliran air permukaan tersebut
dipengaruhi oleh tiga faktor penting yaitu faktor koefisien aliran permukaan, intensitas hujan
dan luas kawasan (area). Dengan dibukanya lahan dari penutup vegetasi, maka akan
berakibat tetesan hujan menghantam (impact) langsung kepermukaan tanah dan aliran
permukan tanah terjadi. Aliran permukaan tanah tersebut nantinya masih terus terjadi
meskipun pembangunan bangun-bangunan prasarana fasilitas produksi gas telah selesai.
Akibat aliran permukaan tersebut berdampak pada terjadinya proses berikutnya berupa erosi
tanah.
Peningkatan aliran permukaan pada saat pembukaan dan pematangan lahan dilaksanakan
pada lokasi-lokasi sumur pemboran, dan pemasangan pipa (sepanjang ± 75 km), terutama
pada lokasi yang tidak datar (topografi landai, berombak, bergelombang, berbukit dan
bergunung). Aliran permukaan tersebut nantinya akan menyebar keluar tapak proyek dan
mengalir kedaerah bagian hilir yang lebih rendah ke lahan millik masyarakat di sisi bagian
hilir lokasi dan kemungkinan sambil membawa material sedimen ke arah pantai, sehingga
dapat mengganggu penduduk bagian hilir. Oleh karena itu dampak peningkatan kuantitas air
permukaan, secara hipotetik akan menjadi dampak penting hipotetik.
6. Terjadinya Erosi Tanah
Tahap Konstruksi
Erosi tanah diprakirakan akan terjadi ketika vegetasi penutup lahan hilang akibat pembukaan
dan pematangan lahan untuk penyiapan lahan kegiatan pemboran gas, dan pengelupasan
tanah oleh kegiatan pembukaan lahan dan pematangan lahan dalam rangka menyiapkan
lahan untuk kegiatan pemboran sumur gas, fasilitas produksi gas dan gas cair serta
pemasangan pipa. Selama kegiatan penyiapan lahan tersebut akan menyebabkan terjadinya
proses erosi di lokasi tersebut. Proses erosi tersebut dipengaruhi oleh lima faktor penyebab
erosi antara yaitu faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang lereng, kemiringan
lereng, vegetasi penutup tindakan konservasi. Dengan dibukanya tanah dari penutup
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-137
PT PERTAMINA EP - PPGM
vegetasi, maka akan berakibat tetesan hujan menghantam (impact) langsung dan
melepaskan serta mengangkut agregat tanah sehingga diprakirakan akan terjadi peningkatan
aliran permukaan yang mampu mengerosi tanah permukaan. Kondisi seperti ini akan
berlangsung selama permukaan lahan masih terbuka ditempat tersebut dan segera
berkurang atau terhenti setelah lahan tertutup kembali dengan bangunan-bangunan atau
vegetasi.
Erosi tanah akan besar terutama pada pembukaan dan pematangan lahan pada lokasi-lokasi
sumur pemboran, dan pemasangan pipa (sepanjang ± 75 km), terutama pada lokasi yang
tidak datar dan kondisi tanah yang peka erosi. Partikel tanah hasil erosi tersebut diperkirakan
akan menyebar ke lahan yang lebih rendah millik masyarakat di sisi bagian hilir lokasi dan
sebagian masuk sungai sebagai material sedimen dan terbawa aliran sungai ke arah pantai,
sehingga dapat mengganggu penduduk. Oleh karena itu dampak terhadap erosi tanah,
secara hipotetik akan menjadi dampak penting.
7. Gangguan Sistem Drainase dan Irigasi
Tahap Konstruksi
Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan khususnya untuk jalur pipa gas akan memotong
beberapa sungai, saluran drainase dan irigasi, yang bila tidak dilakukan dengan sistem
pemasangan pipa semacam jembatan atau saluran pengelak akan menggaggu aliran air.
Sistem drainase dan irigasi di persawahan wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili dan Batui
akan terganggu oleh karena terpotong oleh jalur pipa. Tanah bekas galian untuk kegiatan
pemasangan pipa gas juga akan mengganggu aliran air, atau mungkin aliran permukaan
akan terbendung timbunan tanah galian, sehingga dapat menggenangi persawahan atau
lahan sekitarnya.
Terganggunya sistem drainase dan irigasi, secara hipotetik akan menjadi dampak penting,
karena pembukaan lahan khususnya untuk jalur pipa banyak yang memotong sungai-sungai
yang mengalir ke arah perairan Selat Peleng, saluran irigasi dan beberapa alur sungai
tersebut yang selama ini dipergunakan untuk mengairi sawah penduduk sehingga sistem
drainase dan irigasi menjadi terganggu.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-138
PT PERTAMINA EP - PPGM
8. Peningkatan Debit Air Sungai
Tahap Konstruksi
Debit air sungai akan meningkat akibat mendapat imbuh dari aliran permukaan (run-off)
akibat pembukaan lahan dan pematangan lahan untuk persiapan kegiatan pembangunan
fasilitas produksi gas dan kegiatan pemasangan pipa. Pembukaan lahan ini akan
menyebabkan terjadinya perubahan nilai koefisien aliran permukaan (run off) menjadi besar
sehingga hujan yang jatuh di daerah tersebut sebagian besar akan menjadi aliran permukaan
yang selanjutnya masuk ke sungai dan menyebabkan meningkatnya debit aliran permukaan
dan debit sungai.
Peningkatan debit akibat pembukaan lahan relatif kecil karena luas lahan yang dibuka bila
dibandingkan areal sekitarnya yang masih tertutup rapat oleh vegetasi relatif kecil. Debit air
sungai juga tidak akan terpengaruh secara signifikan oleh kegiatan hydrotest yang sekalipun
kebutuhan airnya besar, namun bila dibandingkan dengan ketersediaan air di sungai terdekat
terutama bila pada musim penghujan maka menjadi relatif kecil; selain itu pelaksanaan uji
hidrostatis memakan waktu yang pendek. Oleh karena itu secara hipotetik, dampak pada
debit air sungai tidak akan menjadi dampak penting.
9. Penurunan Debit Air Sungai
Tahap Konstruksi
Diperkirakan debit air sungai akan menurun ketika air sungai diambil untuk keperluan
pemboran dan uji hidrostatis pemasangan pipa pada kegiatan pembangunan fasilitas
produksi gas (khususnya pemboran sumur).
Terkait dengan kebutuhan akan air bersih untuk keperluan proyek pengembangan gas
Matindok yang cukup besar, dapat dijelaskan disini bahwa data debit sungai yang digunakan
adalah berdasarkan data sekunder yang ada (BAPPEDA Kabupaten Banggai, 2006). Seperti
dijelaskan terdahulu bahwa di daerah penelitian terdapat beberapa sungai besar dengan data
debit sesaat yaitu: Sungai Singkoyo (64 m3/dtk), Sungai Mansahang (41 m3/dtk), Sungai Toili
(40 m3/dtk), Sungai Batui (85,2 m3/dtk), Sungai Sinorang (24 m3/dtk), Sungai Mendono (60
m3/dtk), Sungai Tangkiang (60 m3/dtk). Debit keseluruhan sungai-sungai tersebut
diperkirakan sekitar 1.895,78 x 106m3/tahun. Salah satu sungai yang data debitnya dipantau
secara periodik oleh Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air,
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-139
PT PERTAMINA EP - PPGM
Kabupaten Palu tahun 1995-2004 adalah Sungai Batui, dengan debit rata-rata harian sebesar
94.093 m3/hari. Hal ini menujukkan bahwa debit sungai tersebut ditinjau secara kualitas
lingkungan dari segi kuantitas air sungai adalah sangat baik.
Diperkirakan bahwa kebutuhan air untuk kegiatan uji hidrostatik sekitar 20.000 m3. Dengan
melihat cadangan kuantitas (debit) air sungai tersebut, apabila pelaksanaan uji hidrostatik
menggunakan air sungai sebesar 20.000 m3 dan hanya sekali, maka tidak akan ada
pengaruhnya terhadap penurunan debit sungai. Apalagi apabila pelaksanaan uji hidrostatik
dilakukan pada musim penghujan, dimana saat itu kondisi debit sungai adalah mempunyai
aliran stabil. Dengan demikian ditinjau dari dampaknya maka dampak penuruan kuantitas air
permukaan dalam hal ini air sungai tidak dikatagorikan kedalam dampak negatif penting
hipotetik.
10. Penurunan Kuantitas Air Tanah
Tahap Konstruksi
Kuantitas air tanah diperkirakan akan berpotensi menurun karena vegetasi penutup lahan
hilang (land clearing) dan pengelupasan tanah serta aliran permukaan yang lebih tinggi
sehingga terjadi gangguan dalam penyerapan air. Hal itu disebabkan oleh kegiatan
pembukaan lahan dan penyiapan lahan untuk pemboran sumur, pembangunan fasilitas
produksi gas dan gas cair serta untuk jalur pipa.
Akan tetapi luas permukaan yang akan terbuka relatif sedikit dibanding luasan lahan yang
tertutup oleh vegetasi, maka dampak hipotetis yang terjadi tidak dikatagorikan sebagai
dampak negatif penting hipotetis.
Telah dijelaskan terdahulu bahwa data kuantitas air tanah yang digunakan adalah data
sekunder dari Bappeda Kabupaten Banggai (2006). Air tanah di suatu daerah sangat
dipengaruhi oleh curah hujan dan karakteristik formasi geologi daerah yang bersangkutan.
Daerah penelitian tersusun dari beberapa formasi batuan, yaitu: Formasi Batuan Volkanik
Tua, Volkanik Recent, Batu Gamping dan Sedimen Napa, yang masing-masing mempunyai
kemampuan untuk imbuh air tanah dari hujan dengan kecepatan yang berbeda satu sama
lain. Berdasarkan data sekunder potensi air tanah), potensi air tanah tahunan adalah sebesar
387 X 106 m3/tahun atau 1.035 X 106 m3/hari. Debit air tanah tersebut termasuk dalam
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-140
PT PERTAMINA EP - PPGM
jumlah yang sangat besar. Dengan memperhatikan cadangan kuantitas (debit) air tanah
tersebut, maka apabila digunakan untuk keperluan pemboran sumur (420 m3/sumur), dan
pemboran sejumlah sumur pengembangan dilakukan secara tidak bersamaan waktunya,
maka sangat kecil sekali pengaruhnya terhadap penurunan debit air tanah. Dengan
demikian, dampak berupa penurunan kuantitas air tanah untuk keperluan pemboran sumur
adalah tidak sigifikan dan ditetapkan tidak sebagai dampak negatif penting hipotetik.
Tahap Operasi
Operasional BS akan membutuhkan air tanah sekitar 25 m3/hari, dan kilang LNG secra
keseluruhan adalah sekitar 75 m3/hari. Pada penjelasan di sub bab sebelumnya telah
disampaikan bahwa potensi air tanah tahunan mempunyai debit sebesar 387 X 106 m3/tahun
atau 1.035 X 106 m3/hari. Apabila digunakan untuk operasional BS sebesar 25 m3/hari
dan opersional kilang LNG sebesar 75 m3/hari, maka sangat kecil sekali pengaruhnya
terhadap penurunan debit air tanah. Dengan demikian dampak penurunan kuantitas air
tanah untuk keperluan operasional BS dan kilang LNG tidak ditetapkan sebagai dampak
negatif penting hipotetik.
11. Penurunan Kualitas Air Permukaan
Tahap Konstruksi
Kualitas air permukaan (sungai) akan menurun karena erosi tanah yang menyebabkan
peningkatan kekeruhan akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan. Kemungkinan
pula, kualitas air permukaan juga akan menurun sebagai akibat dari pembuangan air bekas
hydrotest dari kegiatan konstruksi/pembangunan fasilitas produksi gas dan kegiatan
pemasangan pipa transmisi gas (pipeline) selesai dilaksanakan.
Tahap Operasi
Kualitas air sungai akan menurun kemungkinan akibat pembuangan air limbah dari instalasi
pengolahan air limbah (waste water treatment) di fasilitas produksi gas dan gas cair selama
operasional serta pemboran sumur pengembangan. Selanjutnya air sungai yang kualitasnya
telah menurun itu bila meresap ke dalam tanah akan berpotensi menurunkan kualitas air
sumur penduduk.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-141
PT PERTAMINA EP - PPGM
Penurunan kualitas air permukaan akan terjadi pada tahap konstruksi dan akibat limbah cair
dari operasi produksi. Kualitas air yang menurun akan berdampak pada komponen lain
misalnya badan air yang sama di bagian hilirnya digunakan oleh masyarakat dan dapat pula
mempengaruhi kehidupan biota air tawar. Secara hipotetik, jenis dampak pada kualitas air
permukaan akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya, setelah selesai operasi
produksi, kualitas air permukaan akan menjadi sama dengan bagian hulu badan air yang
sama.
12. Penurunan Kualitas Air Laut
Tahap Konstruksi
Kualitas air laut akan menurun karena pengerukan tanah di pantai untuk pembangunan jetty
dan dermaga khusus untuk pengapalan LNG yang menyebabkan peningkatan kekeruhan
akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan, dan pembangunan fasilitas produksi gas
dan gas cair.
Tahap Operasi
Kualitas air laut akan menurun karena pembuangan air limbah dari instalasi pengolahan air
(waste water treatment)/IPAL di fasilitas produksi gas dan gas cair selama operasional yang
akhirnya mengalir di laut. Kualitas air laut juga akan menurun karena pencemaran minyak
dan bahan kimia lain akibat adanya kapal-kapal termasuk kapal tanker yang berlabuh di
dermaga di komplek kilang LNG pada kegiatan operasi fasilitas produksi gas dan gas cair.
Kualitas air laut juga akan menurun disebabkan oleh pembuangan air bekas hydrotest dari
kegiatan pemboran sumur, dan pemasangan pipa di laut. Selain itu pembuangan lumpur bor
ke laut juga akan menurunkan kualitas air laut.
Kualitas air laut akan turun pada tahap konstruksi khususnya pada asat pemasangan pipa
lepas pantai dan pembangunan dermaga di Kilang LNG serta operasi produksi gas dan gas
cair. Kualitas air yang menurun akan berdampak pada komponen lain misalnya bila pada
areal yang sama digunakan oleh masyarakat untuk penangkapan ikan dan dapat pula
mempengaruhi kehidupan biota air laut. Secara hipotetik, jenis dampak pada kualitas air laut
akan menjadi dampak negatif penting. Sebaliknya, setelah selesai operasi produksi, kualitas
air laut akan menjadi sama dengan bagian laut sekitarnya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-142
PT PERTAMINA EP - PPGM
13. Gangguan Transportasi Darat
Pada dasarnya gangguan transportasi darat mencakup beberapa macam dampak seperti a).
Kerusakan jalan dan jembatan, b). Gangguan kelancaran lalulintas, c). Gangguan
keselamatan pengguna jalan, dan d). Pengotoran jalan.
a. Kerusakan Jalan dan Jembatan
Tahap konstruksi
Pada tahap konstruksi kegiatan mobilisasi peralatan dan pengangkutan material
bahan konstruksi melalui jalan darat ke lokasi rencana kegiatan pemipaan dan
fasilitas produksi serta LNG diperkirakan akan berdampak pada gangguan stabilitas
perkerasan jalan dan jembatan. Peralatan berat akan diangkut dengan menggunakan
trailer dengan muatan sumbu terberat dapat mencapai > 10 ton. Jalan yang akan
dijadikan rute pengangkutan meskipun sebagai jalan provinsi, namun klas jalan bila
ditinjau dari tekanan gandar maksimum setara dengan jalan klas II (kekuatan
maksimum < 8 ton), sehingga dikhawatirkan adanya lalulintas tersebut dapat merusak
jalan dan jembatan.
Berdasarkan hasil observasi awal di lokasi, beberapa ruas jalan sudah menunjukkan
gejala kerusakan, khususnya pada wilayah yang sering mengalami banjir serta kondisi
jembatan yang sempit (lebar 3,20 meter) dikhawatirkan terjadi kerusakan jalan maupun
jembatan. Dengan demikian parameter kerusakan jalan dan jembatan pada kegiatan
mobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja dikategorikan sebagai dampak penting
hipotetik.
Kerusakan jalan disebakan pula oleh kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas
pada jalur darat yang memotong jalan raya, akan merusak jalan raya (ada kegiatan
penggalian). Kerusakan jalan tersebut tidak dapat dikembalikan seperti kondisi semula,
kecuali melalui proses perbaikan struktur jalan (pemadatan dan pengaspalan).
Pekerjaan pemasangan pipa yang memotong jalan hanya pada tempat-tempat tertentu
dan sifatnya tidak permanen (dapat segera dipulihkan). Dengan demikian parameter
kerusakan jalan pada kegiatan pemasangan pipa penyalur gas dikategorikan bukan
sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-143
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasional
Pada Tahap Operasional, kegiatan penyaluran kondensat melalui jalan darat
dilakukan dengan menggunakan mobil tanki akan berdampak pula pada peningkatan
kerusakan jalan dan jembatan. Beban yang besar dan intensitas pembebanan yang
berulang, akan menyebabkan umur rencana jalan cepat tercapai, sehingga tidak tahan
lama/cepat rusak. Lebar kendaraan yang lebih dari 2 meter, bila terjadi simpangan akan
merusak bahu jalan (lebar perkerasan rata-rata hanya 4,5 meter), karena roda
kendaraan keluar perkerasan.
Mengingat kondisi beberapa ruas jalan sudah menunjukkan gejala kerusakan khususnya
pada wilayah yang sering mengalami banjir serta kondisi jembatan yang sempit (lebar
3,20 meter), maka aktivitas tersebut dikhawatirkan menambah kerusakan jalan
maupun menyebabkan kerusakan jembatan. Dengan demikian parameter kerusakan
jalan dan jembatan pada kegiatan penyaluran kondesat dengan transportasi darat
dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik.
Tahap Pasca Operasi
Pada Tahap Pasca Operasi, kegiatan demobilisasi peralatan melalui jalan darat
diperkirakan akan berdampak pada gangguan stabilitas perkerasan jalan dan jembatan.
Peralatan berat akan diangkut dengan menggunakan trailer diperkirakan memiliki
muatan sumbu terberat mencapai > 10 ton, sehingga dikhawatirkan adanya lalulintas
tersebut dapat merusak jalan dan jembatan. Hal ini dimungkinkan mengingat klas jalan
berdasarkan tekanan gandar belum mencapai 10 ton.
Mengingat kondisi beberapa ruas jalan sudah menunjukkan gejala kerusakan,
khususnya pada wilayah yang sering mengalami banjir serta kondisi jembatan yang
sempit (lebar 3,20 meter), maka aktivitas tersebut dikhawatirkan menambah kerusakan
jalan maupun menyebabkan kerusakan jembatan. Dengan demikian parameter
kerusakan jalan dan jembatan pada kegiatan demobilisasi peralatan dikategorikan
sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-144
PT PERTAMINA EP - PPGM
b. Gangguan Kelancaran Lalulintas
Tahap Konstruksi
Aktvitas mobilisasi peralatan dan pengangkutan material bahan konstruksi
dilakukan pada saat awal pekerjaan konstruksi dan pengangkutan material melalui jalan
darat dilakukan selama tahap pembangunan (tahap konstruksi akan berdampak pada
gangguan kelancaraan jalan). Namun pengangkutan peralatan tersebut tidak terlalu
mengganggu kelancaran lalulintas di sepanjang ruas jalan yang dijadikan rute
pengangkutan. Hanya saja pada saat pengangkutan material, khususnya pipa untuk
kegiatan pemipaan akan menimbulkan dampak pada parameter kelancaran lalulintas.
Hal ini disebabkan oleh intensitas pengangkutan yang cukup tinggi, sedangkan lebar
jalan/jembatan relatif sempit, sehingga mengakibatkan tundaan lalulintas pada salah
satu arah.
Mengingat jalur jalan yang dijadikan rute pengangkutan merupakan jalur satu-satunya
yang menghubungkan Kota Luwuk-dengan kota-kota kecamatan (Kintom, Batui, Toili
dan Toili Barat), maka gangguan kelancaran pada ruas jalan tersebut akan berakibat
pada kemacetan di seluruh wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter
gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan,
material dan tenaga kerja dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik
Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan khususnya untuk area pembangunan
kilang LNG di wilayah Batui maupun Kintom berada di wilayah yang sudah terbangun
(permukiman maupun sistem jaringan infrstruktur, baik jaringan jalan maupun
jembatan). Selama belum ada pengalihan sistem jaringan jalan dan jembatan yang
sudah ada saat ini, maka kegiatan pembukaan dan pematangan lahan akan
bersinggungan dengan jalur lalulintas, sehingga menyebabkan gangguan pada
parameter kelancaran lalulintas. Gangguan kelancaraan disebabkan oleh aktivitas alat-
alat berat yang melintas/memotong jalan, sehingga harus menghentikan arus lalulintas
menerus.
Ruas jalan yang terkena dampak kegiatan pembukaan dan pematangan lahan adalah
ruas jalan satu-satunya yang menghubungkan wilayah kecamatan Batui, Toili dan Toili
Barat ke kecamatan Kintom maupun Kota Luwuk. Apabila ada gangguan pada ruas jalan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-145
PT PERTAMINA EP - PPGM
tersebut, maka dampaknya akan dirasakan oleh sebagian besar warga masyarakat yang
tinggal di wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter gangguan
kelancaran lalulintas pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan dikategorikan
sebagai dampak penting hipotetik.
Kegiatan pemasangan pipa pada jalur darat akan memotong jalan raya dan
diprakirakan akan menggangu pergerakan lalulintas di jalan raya. Hal ini diakibatkan
oleh penutupan separuh lebar jalan (pekerjaan dilakukan bertahap) dan kurangnya
jalur-jalur alternatif untuk mengalihkan arus lalulintas.
Pekerjaan pemasangan pipa yang memotong jalan dapat dilakukan secara bertahap dan
disertai dengan pembuatan jalan darurat, sehingga dapat mengalirkan arus lalulintas
untuk kedua arah. Dengan demikian parameter gangguan kelancaran lalulintas pada
kegiatan pemasangan pipa penyalur gas dikategorikan bukan sebagai dampak penting
hipotetik.
Tahap Operasi
Pada tahap operasi aktivitas pergerakan mobil tanki mengangkut kondensat dari
fasilitas produksi gas ke lokasi Tangki Penampung Kondensat milik JOB
Pertamina-Medco Tomori Sulawesi di Bajo akan membebani ruas jalan provinsi.
Tambahan arus lalulintas ini dapat mengakibatkan penurunan kinerja jalan, sehingga
berakibat pada besarnya tundaan lalulintas (gangguan kelancaran lalulintas).
Mengingat jalur jalan yang dijadikan rute pengangkutan merupakan jalur satu-satunya
yang menghubungkan Kota Luwuk-dengan kota-kota kecamatan (Kintom, Batui, Toili
dan Toili Barat), maka gangguan kelancaran pada ruas jalan tersebut akan berakibat
pada kemacetan di seluruh wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter
gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan penyaluran kondesat dengan transportasi
darat dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik.
Tahap Pasca Operasi
Pada tahap pasca operasi, proses pengangkutan peralatan setelah berakhirnya kegiatan
operasional (demobilisasi peralatan), akan dapat mengakibatkan gangguan
kelancaran laluintas. Gangguan kelancaraan lalulintas disebabkan masuknya kendaraan
angkutan berukuran besar ke dalam arus lalulintas. Jalan raya yang sempit akan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-146
PT PERTAMINA EP - PPGM
menyebabkan iringan kendaraan, karena kecepatan arus sangat tergantung pada
kecepatan kendaraan angkutan akibat kesulitan dalam melakukan gerakan menyalip
(gerakan mendahului kendaraan di depannya).
Mengingat jalur jalan yang dijadikan rute pengangkutan merupakan jalur satu-satunya
yang menghubungkan Kota Luwuk-dengan kota-kota kecamatan (Kintom, Batui, Toili
dan Toili Barat), maka gangguan kelancaran pada ruas jalan tersebut akan berakibat
pada kemacetan di seluruh wilayah kecamatan tersebut. Dengan demikian parameter
gangguan kelancaran lalulintas pada kegiatan demobilisasi peralatan dikategorikan
sebagai dampak penting hipotetik.
c. Gangguan Keselamatan Pengguna Jalan
Tahap Konstruksi
Dengan terjadinya kerusakan jalan dan gangguan kelancaran pengguna jalan, maka
proses mobilisasi dan demobilisasi pengangkutan peralatan konstruksi
maupun pengangkutan material bahan konstruksi diperkirakan akan memberikan
dampak pada parameter keselamatan pengguna jalan pada tahap konstruksi.
Kondisi jalan dan jembatan yang sempit, faktor lingkungan di sekitar jalan yang banyak
potensi pejalan kaki (kawasan permukiman dan perkotaan) maupun binatang ternak
yang berada di jalan raya menjadi faktor utama penyebab kecelakaan lalulintas.
Banyaknya kawasan permukiman dan kawasan perkotaan yang padat kegiatan di sekitar
rute angkutan tersebut, maka banyak tempat-tempat yang berpotensi terjadinya
kecelakaan lalulintas. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna
jalan pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja
dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik.
Kegiatan aktivitas pembukaan dan pematangan lahan (pembangunan kilang LNG)
yang bersinggungan dengan arus lalulintas di jalan raya diprakirakan akan berdampak
pada gangguan keselamatan pengguna jalan, khususnya pengendara kendaraan
bermotor di jalan raya. Gangguan keselamatan pengguna jalan diakibatkan oleh
gerakan/manuver kendaraan proyek maupun alat-alat proyek seperti excavator dan
bulldozer yang memotong jalan maupun beraktivitas di area yang berdekatan dengan
jalan raya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-147
PT PERTAMINA EP - PPGM
Kelalaian operator dan pelaksana proyek di lapangan yang tidak mematuhi SOP, dapat
mengakibatkan kecelakaan yang menimpa pengemudi kendaraan bermotor di jalan
raya (pengguna jalan). Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna
jalan pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan dikategorikan sebagai dampak
penting hipotetik.
Pemasangan pipa pada jalur darat yang memotong jalan raya, sehingga
mengharuskan penutupan separuh lebar jalan (pelaksanaan bertahap), menyebabkan
rawan terjadinya gangguan keselamatan pengguna jalan berupa kecelakaan
khususnya pada waktu malam hari. Potensi kejadian kecelakaan disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu kurangnya penerangan jalan dan proses pengembalian kondisi
jalan seperti semula tidak dapat dilakukan dalam jangka pendek. Faktor lain yang
menyebabkan terjadinya rawan kecelakaan adalah pengoperasian alat berat di lokasi
kegiatan yang bersingungan dengan jalan raya.
Pekerjaan pemasangan pipa yang memotong jalan tidak dapat dilakukan dengan segera
dan membutuhkan waktu untuk pengembalian kondisi jalan seperti semula. Bekas-
bekas galian dan gundukan tanah bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan, khususnya
di malam hari (perlu penerangan dan rambu peringatan). Dengan demikian parameter
gangguan keselamatan pengguna jalan pada kegiatan pemasangan pipa penyalur gas
dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik.
Tahap Operasi
Penambahan arus lalulintas yang diakibatkan oleh proses pengangkutan kondensat
lewat jalan darat, berpotensi pada peningkatan kerawanan terhadap kecelakaan
(gangguan keselamatan pengguna jalan). Hal ini disebabkan oleh dimensi
kendaraan angkutan yang besar (lebar kendaraan berkisar 2,25 – 2,5 meter) dan lebar
perkerasan yang kurang dari 5 meter (jalan dan sebagai jembatan), menyebabkan
peningkatan resiko terjadinya kecelakaan yang dibebabkan kebebasan samping yang
kurang memadai. Kendaraan bila akan simpangan harus keluar perkerasan jalan dan
beresiko pada konflik dengan pejalan kaki, khususnya di kawasan permukiman maupun
daerah perkoataan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-148
PT PERTAMINA EP - PPGM
Banyaknya kawasan permukiman dan kawasan perkotaan yang padat kegiatan di sekitar
rute angkutan tersebut, maka banyak tempat-tempat yang berpotensi terjadinya
kecelakaan lalulintas. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna
jalan pada kegiatan penyaluran kondesat dengan transportasi darat dikategorikan
sebagai dampak penting hipotetik
Tahap Pasca Operasi
Penggunaan kendaraan berukuran besar pada proses pengangkutan kembali
(demobilisasi) peralatan konstruksi diperkirakan akan memberikan dampak pada
parameter keselamatan pengguna jalan. Rawan kecelakaan dapat terjadi di daerah
yang banyak pejalan kaki dan jalan antar kota yang terdapat binatang ternak yang
dibiarkan di badan jalan serta jembatan yang sempit (bottle neck). Apabila pengemudi
angkutan tersebut kurang memahami lokasi proyek, maka dikhawatirkan banyak terjadi
kecelakaan.
Banyaknya kawasan permukiman dan kawasan perkotaan yang padat kegiatan di sekitar
rute angkutan tersebut, maka banyak tempat-tempat yang berpotensi terjadinya
kecelakaan lalulintas. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pengguna
jalan pada kegiatan demobilisasi peralatan dikategorikan sebagai dampak penting
hipotetik.
d. Pengotoran Jalan
Tahap Konstruksi
Aktivitas hilir mudiknya kendaraan proyek pada saat kegiatan pembukaan dan
pematangan lahan (pembangunan kilang LNG) dapat menyebabkan pengotoran jalan
akibat tanah yang menempel pada ban roda kendaraan proyek dan jatuh atau lengket
pada badan jalan. Pengotoran ini akan semakin besar bila dilakukan pada saat musim
penghujan, sehingga mengganggu kenyamanan dan berkendaraan bagi pengemudi
kendaraan bermotor di jalan raya.
Mengingat aktivitas kendaraan proyek pada saat kegiatan pembukaan dan pematangan
lahan (pembangunan kilang LNG) hanya melintas/memotong jalan, maka pengotoran
jalan sifatnya hanya setempat/tidak menyebar. Dengan demikian parameter pengotoran
jalan pada kegiatan pembukaan dan pematangan lahan dikategorikan bukan sebagai
dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-149
PT PERTAMINA EP - PPGM
14. Gangguan Transportasi Laut
a. Gangguan keselamatan pelayaran
Tahap Konstruksi
Pada tahap Konstruksi kegiatan konstruksi fasilitas produksi dan kompleks
kilang LNG berada pada daerah pantai. Salah satu fasilitas yang akan dibangun adalah
pembangunan dermaga khusus yang akan dipergunakan dan dikelola sendiri untuk
kepentingan operasi Kilang LNG dan Fasilitas Produksi Gas serta tidak diperuntukkan
untuk masyarakat umum. Kegiatan pelabuhan khusus dilakukan dalam skala kecil dan
hanya untuk keperluan proyek dan tidak akan digunakan untuk keperluan komersial
lainnya atau pembuatan kapal laut. Pembangunan dermaga ini akan menganggu
pelayaran kaitannya dengan keselamatan pelayaran di sekitar lokasi proyek.
Berdasarkan hasil observasi awal di wilayah studi, saat ini terdapat 1 (satu) pelabuhan
umum di Luwuk ibukota Kabupaten Banggai. Pada umumnya, lalu lintas kapal yang
berhubungan dengan pelabuhan ini terdiri dari kapal barang dari/ke Luwuk, kapal
penumpang Tilong Kabila jurusan Indonesia Timur milik PELNI. Letak pelabuhan umum
ini sekitar 50 km dari rencana lokasi dermaga, dan intensitas kapal nelayan sendiri juga
masih jarang. Dengan demikian parameter gangguan keselamatan pelayaran pada
kegiatan pembangunan konstruksi fasilitas produksi dan kompleks kilang LNG
dikategorikan tidak sebagai dampak penting hipotetik
Tahap Operasi
Pengoperasian kilang LNG dan fasilitas lainnya terkait dengan proses
pengangkutan lewat jalur laut yang akan didistribusikan ke wilayah lain. Adanya
bangkitan arus lalulintas kapal angkutan yang berlabuh di dermaga khusus tersebut,
akan berdampak pada gangguan keselamatan pelayaran.
Dari hasil observasi awal di wilayah studi, lokasi rencana dermaga jauh dari pelabuhan
umum serta intensitas kapal nelayan yang masih sedikit diperkirakan tidak terlalu
menganggu aktivitas nelayan setempat. Dengan demikian parameter gangguan
keselamatan pelayaran pada kegiatan operasional kilang LNG dan fasilitas lainnya
dikategorikan tidak sebagai dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-150
PT PERTAMINA EP - PPGM
B. Komponen Biologi
1. Gangguan Vegetasi
Tahap Konstruksi
Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan
Pembukaan untuk lokasi jalan masuk dan sumur pengembangan BS, pemasangan pipa,
lokasi GPF, Kilang LNG dan fasilitas (base camp, jalan,laydown area) akan dilaksanakan
dengan penebangan dan perataan untuk footprint yang diperlukan untuk mendukung
pekerjaan yang sedang berlangsung secara aman. Kegiatan ini akan menyebabkan
pengurangan penutupan lahan oleh vegetasi. Pembukaan lahan ini terjadi di lokasi-lokasi
sumur, fasilitas produksi gas, jalur pipa dan fasilitas produksi gas cair seluas lebih dari
200 ha.
Sebagian besar areal bervegetasi yang akan dibuka merupakan areal budidaya (persawahan
dan kebun) dan semak , namun demikian lokasi sumur bor ternyata ada yang terletak di
areal berhutan. Selain itu rencana jalur pipa alternatif 1 dan 2 terletak pada jalur yang
melalui kawasan Suaka Margasatwa Bangkiriang yang meupakan kawasan konservasi. Areal
yang dibuka di dalam hutan memang relatif kecil, namun areal yang dibuka untuk akses jalan
yang dibangun untuk pemasangan pipa akan memicu terjadinya illegal logging, sehingga
vegetasi hutan di sekitar lokasi kegiatan akan mengalami resiko kerusakan. Berkurangnya
vegetasi akan menyebabkan dampak lebih lanjut yaitu dapat merubah iklim mikro,
mempercepat aliran air permukaan setempat dan menambah resiko erosi. Oleh karenanya,
secara hipotetik, dampak pada vegetasi akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan
ini akan menjadi dampak penting hipotetik.
Tahap Operasi
Kegiatan operasional Kilang LNG dan fasilitas pendukungnya
Operasional kilang LNG di satu sisi akan menyebabkan penurunan kualitas udara yang
berpotensi menganggu pertumbuhan vegetasi di sekitarnya, namun di sisi lain karena alasan
untuk keindahan dan perbaikan lingkungan maka pada sisa-sisa lahan yang memungkinkan
akan ditanami dengan pepohonan dan semak-semak serta tanaman berbunga. Secara
keseluruhan kegiatan tersebut akan berdampak positif terhadap lingkungan.
Luas areal yang akan direvegetasi di dalam kompleks LNG Plant relatif sangat kecil
dibandingkan dengan total area yang digunakan untuk bangunan dan sarana serta prasarana
LNG Plant. Oleh karenanya dampak positif yang akan terjadi tidak ditetapkan sebagai
dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-151
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Pasca Operasi
Kegiatan penghentian operasi produksi gas
Pada kegiatan penghentian operasi produksi gas dilakukan pembongkaran fasilitas produksi,
setelah itu akan dilakukan program revegetasi lahan-lahan terbuka dengan ditanami berbagai
jenis tumbuhan lokal yang cepat tumbuh pada lokasi bekas BS, GPF dan LNG plant.
Sementara di jalur pipa dan lokasi sumur tetap terjaga/tetap terbuka sampai saat diserahkan
kepada Pemerintah. Program revegetasi menyebabkan penutupan lahan oleh vegetasi akan
meningkat, selain itu akan memberikan ruang dan waktu untuk proses suksesi yang dimulai
dari tumbuhnya jenis-jenis pionir, jadi merupakan dampak positif. Namun demikian karena
kemungkinan besar fasilitas tersebut juga akan digunakan untuk kegiatan lain dan tidak akan
dijadikan lahan hutan kembali, sehingga dampak yang ada bukan merupakan dampak
permanen (melainkan bersifat sementara). Oleh karena itu dampak positif yang terjadi tidak
merupakan dampak penting hipotetik.
Parameter vegetasi yang dipelajari
Pengertian vegetasi adalah komposisi tumbuhan di suatu tempat dan waktu tertentu. Jadi
berkurangnya vegetasi dapat diartikan berkurangnya jenis-jenis tumbuhan atau terjadi
penurunan keanekaragaman jenisnya, dan masing-masing jenis berkurang anggota individu
penyusunan atau berkurangnya komunitas tumbuhan. Demikian pula hal sebaliknya. Dalam
teknik analisis vegetasi kedua parameter tersebut sudah tercakup didalamnya.
2. Gangguan Satwa Liar
Tahap Konstruksi
Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan
Pembukaan untuk lokasi jalan masuk dan sumur pengembangan, BS pemasangan pipa,
lokasi GPF, Kilang LNG dan fasilitas (base camp, jalan,laydown area) akan membuka vegetasi
seluas lebih dari 200 ha. Sebagian diantaranya pada jalur yang melalui kawasan Suaka
Margasatwa Bangkiriang yang merupakan kawasan konservasi. Dengan berkurangnya
vegetasi yang juga menjadi habitat satwa liar menyebabkan satwa liar akan pindah di daerah
sekitarnya, sehingga terjadi hilangnya satwa liar di areal yang dibuka. Pada daerah yang
akan menjadi tempat hidup yang baru akan terjadi keseimbangan baru kehidupan satwa liar
dan hal itu akan menyebabkan berkurangnya satwa liar. Luas areal bervegetasi hutan untuk
pemasangan pipa jalur 1 dan 2 memang relatif kecil, namun areal yang dibuka untuk akses
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-152
PT PERTAMINA EP - PPGM
jalan yang dibangun untuk pemasangan pipa akan memicu terjadinya illegal logging dan
akses utuk perburuan satwa liar di wilayah konservasi yang salah jenis di dalamnya adalah
keberadaan burung maleo. Berkurangnya satwa liar akan menyebabkan dampak lebih lanjut
yaitu potensi daya tarik wisata alam di Suaka Margasatwa Bangkiriang berkurang dan
keunikannya terancam hilang. Oleh karenanya, secara hipotetik, dampak pada satwa liar
akibat kegiatan pembukaan dan pematangan lahan ini akan menjadi dampak penting.
Tahap Operasi
Kegiatan operasional Kilang LNG dan fasilitas pendukungnya
Operasional kilang LNG di satu sisi akan menyebabkan penurunan kualitas udara yang
berpotensi menganggu pertumbuhan vegetasi di sekitarnya, namun di sisi lain karena alasan
untuk keindahan dan perbaikan lingkungan pada sisa-sisa lahan yang memungkinkan akan
ditanami dengan pepohonan dan semak-semak serta tanaman berbunga. Secara keseluruhan
kegiatan tersebut akan berdampak positif.
Luas areal yang akan direvegetasi di dalam kompleks LNG Plant relatif sangat kecil
dibandingkan dengan total area yang digunakan untuk bangunan dan sarana serta prasarana
LNG Plant. Oleh karenanya dampak positif yang akan terjadi bukan merupakan dampak
penting hipotetik.
Tahap Pasca Operasi
Penghentian operasi produksi gas
Pada kegiatan penghentian operasi produksi gas dilakukan pembongkaran fasilitas produksi,
setelah itu akan dilakukan program revegetasi lahan-lahan terbuka dengan ditanami dengan
jenis tumbuhan lokal yang cepat tumbuh pada lokasi bekas BS, GPF dan LNG plant.
Sementara di jalur pipa dan lokasi sumur tetap terjaga/tetap terbuka sampai saat diserahkan
kepada Pemerintah. Program revegetasi menyebabkan penutupan lahan oleh vegetasi akan
meningkat, selain itu akan memberikan ruang dan waktu untuk proses suksesi yang dimulai
dari tumbuhnya jenis-jenis pionir, jadi merupakan dampak positif. Namun demikian karena
kemungkinan besar fasilitas tersebut juga akan digunakan untuk kegiatan lain dan bukan
akan dijadikan lahan hutan kembali, sehingga dampaknya bukan merupakan dampak
permanen (melainkan bersifat sementara). Oleh karena itu dampak positif yang terjadi tidak
merupakan dampak penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-153
PT PERTAMINA EP - PPGM
Parameter satwa liar yang dipelajari
Dampak berupa penurunan satwa liar idealnya dipelajari melalui parameter-parameter
keanekaragaman jenis dengan teknis inventarisasi dan densitas masing-masing jenis dengan
teknik sensus. Namun karena sifat dan perilaku masing-masing jenis sangat bervariasi,
misalnya adanya jenis-jenis yang sangat takut akan keberadaan manusia dan adanya jenis-
jenis yang aktif di senja dan malam hari, jadi akan sangat sulit kiranya dapat dilakukan
sensus untuk seluruh jenis satwa liar yang ada. Dengan demikian pendekatan studi yang
akan diterapkan dalam kajian AMDAL ini akan dilakukan dengan perhitungan dari parameter
keanekaragaman jenis atau kekayaan jenis.
3. Gangguan Biota Air Tawar
Tahap Konstruksi
Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan
Kegiatan pembukaan, perataan dan pengerasan lahan akan berpotensi menimbulkan erosi
dan selanjutnya menyebabkan kekeruhan. Pada lokasi-lokasi yang berbatasan langsung
dengan sungai anak sungai kemungkinan akan terjadi longsor tanah setempat akan langsung
menyebabkan sungai yang menjadi habitat biota air terganggu. Selain itu kegiatan
pembukaan dan pematangan lahan untuk pemasangan pipa banyak yang memotong sungai,
sungai kecil dan saluran irigasi. Kekeruhan dan gangguan langsung pada habitat biota air
akan berpotensi menyebabkan penurunan komunitas biota air tawar, terutama plankton dan
benthos.
Penurunan komunitas biota air tawar, terutama ikan akan mengganggu masyarakat yang
sering menangkap ikan dan atau memelihara ternak bebek di sekitar lokasi kegiatan. Selain
itu banyaknya aliran sungai yag terpotong oleh kegiatan pembukaan dan pematangan lahan
terutama utuk pemasangan pipa akan menyebabkan gangguan pada migrasi harian ikan di
badan air itu. Secara umum kegiatan tersebut berlangsung relatif lama. Oleh karenanya,
secara hipotetik, dampak penurunan biota air yang disebabkan oleh kegiatan pembukaan
dan pematangan lahan ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
Kegiatan konstruksi fasilitas processing gas dan kilang LNG
Kegiatan konstruksi fasilitas processing gas dan kilang LNG akan menyebabkan penurunan
kualitas air. Hal itu disebabkan oleh pembuangan air bekas hydrotest dan pemberihan
peralatan sebelum komisioning akan dibuang ke sungai. Selanjutnya penurunan kualitas air
berpotensi menimbulkan gangguan pada biota air, plankton dan benthos selanjutnya akan
mempengaruhi biota air lain yang memakannya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-154
PT PERTAMINA EP - PPGM
Penurunan komunitas biota air tawar ini tidak merupakan dampak penting hipotetik karena
penurunan kualitas air tawa yang terjadi bukan pencemaran berat, berlangsung relatif sinkat
dan terjadi pada lokasi yang relatif terbatas.
Tahap Operasi
Pemboran sumur pengembangan
Kegiatan pemboran sumur menggunakan lumpur bor water-based dan tidak berracun untuk
kedalaman bagian atas pengembangan sumur. material sand blasting (grit) cuttings yang
dicuci dan dibuang ke sungai selama pengeboran, air bekas uji hidrostastis, pembersihan
peralatan sebelum komisioning yang dibuang di sungai akan berpotensi menurunkan kualitas
air sungai. Selain itu tumpahan tidak sengaja jenis material, bahan bakar atau cat juga
akan menurunkan kualitas air. Penurunan kualitas air ini berpotensi menimbulkan penurunan
biota air. Kegiatan pemboran berlangsung relatif pendek, dan berlangsung di lokasi terbatas
oleh karenanya dampak pada biota air tawar ini tidak ditetapkan sebagai dampak negatif
penting hipotetik.
Kegiatan operasi produksi gas dan kegiatan operasional kilang LNG
Kedua kegiatan yaitu Kegiatan operasi produksi gas dan kegiatan operasional kilang LNG
akan membuang limbah cair baik dari operasi produksi, domestik dan atau air cucian
pemeliharaan fasilitas produksi. Air limbah ini akan dikelola dengan IPAL yang airnya
kemudian dialirkan ke air permukaan sehingga terjadi penurunan kualitas air. Penurunan
kualitas air ini berpotensi menimbulkan dampak pada biota air tawar. Perubahan kualitas,
seperti peningkatan TSS, kekeruhan, dan film minyak akan mempengaruhi biota air
khususnya plankton dan benthos yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan ikan yang
mungkin menjadi sumber ekonomi masyarakat. Kegiatan operasi berlangsung lama, maka
dampak pada biota air tawar ini merupakan dampak penting hipotetik.
4. Gangguan Biota Air Laut
Tahap Konstruksi
Pemasangan pipa
Jalur pemasangan pipa dengan alternatif ke 3 yaitu jalur melalui pantai akan berpotensi
menimbulkan dampak pada biota air laut. Oleh karena di pantai tersebut besar kemungkinan
terdapat komunitas terumbu karang, maka dampak pemasangan pipa lewat laut ini pada
biota air laut merupakan dampak negatif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-155
PT PERTAMINA EP - PPGM
Kegiatan konstruksi kilang LNG dan fasilitas pendukungnya.
Kegiatan konstruksi kilang LNG dan fasilitas pendukungnya termasuk pembangunan dermaga
yang terletak di pantai akan berpotensi menimbulkan dampak pada biota air. Oleh karena di
pantai tersebut kemungkinan besar terdapat komunitas terumbu karang, maka dampak
pemasangan pipa lewat laut ini pada biota air laut merupakan dampak negatif penting
hipotetik.
Tahap Operasi
Kegiatan operasional kilang LNG
Kegiatan operasional kilang LNG akan membuang limbah cair baik dari operasi produksi,
domestik dan atau air cucian pemeliharaan fasilitas produksi. Air limbah ini akan dikelola
dengan IPAL yang airnya kemudian dialirkan ke air permukaan sehingga terjadi penurunan
kualitas air. Penurunan kualitas air ini berpotensi menimbulkan dampak pada biota air tawar.
Perubahan kualitas, seperti peningkatan TSS, kekeruhan, dan film minyak akan
mempengaruhi biota air tawar selanjutnya air yang telah turun kualitasnya mengalir di laut
sehingga berpotensi menimbulkan dampak pada biota air laut. Kegiatan operasi berlangsung
lama, maka dampak pada biota air laut ini merupakan dampak negatif penting hipotetik.
C. Komponen Sosial, Ekonomi dan Budaya
1. Perubahan Kependudukan
Tahap Operasi
Jumlah penduduk lokal akan bertambah karena akan banyak pekerja datang dari daerah lain
karena adanya peneriman tenaga kerja untuk kegiatan operasi produksi gas dan gas cair
serta kegiatan pemeliharaan peralatan dan fasilitas produksi. Hal itu disebabkan pekerjaan
operasi produksi gas dan gas cair sebagian harus dikerjakan oleh pekerja terapil dan khusus
yang kemungkinan tidak tercukupi oleh tenaga kerja lokal. Kehadiran pekerja pendatang
akan meningkatkan kepadatan penduduk dan merubah komposisi penduduk setempat
khususnya kelompok umur dan jenis kelamin.
Pada tahap Operasi, jumlah pekerja pendatang relatif besar, terutama kegiatan operasional
kilang LNG. Hal ini akan berdampak terhadap kondisi kependudukan, apalagi bila para
pekerja disertai dengan keluarganya untuk jangka selama operasi yang lebih dari 20 tahun
menetap, sehingga akan menimbulkan dampak turunan lain yang ikut menggerakkan
perekonomian lokal dan merubah struktur sosial masyarakat lokal. Secara hipotetik, dampak
kependudukan pada tahap operasi akan menjadi dampak penting.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-156
PT PERTAMINA EP - PPGM
2. Perubahan Pola Kepemilikan Lahan
Tahap Prakonstruksi
Pemilikan/pengelolaan lahan, baik berupa lahan sawah, tegal dan kebun, dari penduduk
sebagai pemilik lahan yang legal beralih kepemilikan secara permanen/pengelolaannya
kepada PT. PERTAMINA EP – PPGM karena dibeli atau disewa. Selanjutnya lahan yang
sudah berhasil dibebaskan tersebut akan berubah fungsi dari peruntukan semula, misalnya
yang sebelumnya untuk kegiatan pertanian akan beralih fungsi menjadi jalur pipa, kompleks
bangunan fasilitas produksi gas dan gas cair.
Perubahan kepemilikan lahan secara permanen akan terjadi setelah kegiatan pembebasan
lahan dan tanam tumbuh selesai. Perubahan pola kepemilikan lahan ini termasuk sebagai
dampak negatif penting hipotetik, karena diprakirakan dalam proses pembebasannya akan
menyebabkan pihak-pihak tertentu merasa tidak puas dengan nilai ganti rugi yang ada.
Lahan yang dibebaskan sebenarnya juga telah dilakukan untuk banyak lokasi sumur, karena
kegiatan yang dilakukan pemrakarsa meneruskan kegiatan sebelumnya.
3. Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Tahap Konstruksi
Pendapatan masyarakat, terutama para pekerja yang terlibat langsung dalam kegiatan
konstruksi akan meningkat. Jumlah tenaga kerja yang direkrut untuk konstruksi mulai dari
mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/pekerja, pembukaan dan pematangan lahan,
pemasangan pipa dan pembangunan fasilitas produksi gas serta gas cair cukup besar dengan
periode waktu yang lebih dari 1 tahun dan dengan gaji standar. Rekrutmen tenaga kerja
dilakukan oleh kontraktor atau perusahaan yang ditunjuk pemrakarsa, maka proses seleksi
akan berjalan sesuai prosedur standar sehingga tenaga kerja lokal yang terserap adalah yang
memunuhi persayaratan yang telah ditentukan. Tenaga kerja yang diambil meliputi tenaga
ahli dan bukan tenaga ahli misalnya kuli angkut, tenaga keamanan, tukang bangunan,
tukang las, tukang cat dan pembantu operator alat berat. Kesempatan kerja yang ada ini
akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Masyarakat bukan pekerja dan yang
memanfaatkan kesempatan usaha yang ada juga berpeluang untuk meningkatkan
pendapatan karena uang yang diterima para pekerja akan dibelanjakan untuk memenuhi
berbagai keperluan hidup mereka. Oleh karena itu dampak peningkatan pendapatan
masyarakat ditetapkan sebagai dampak positif penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-157
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi
Pendapatan masyarakat, terutama masyarakat pekerja yang terlibat langsung dalam kegiatan
pada tahap operasi akan meningkat. Jumlah tenaga kerja yang direkrut untuk operasi
produksi gas dan gas cair cukup besar dengan periode waktu yang lebih lama, yaitu lebih
dari 20 tahun dan dengan gaji yang standar. Oleh karena rekruitmen tenaga kerja dilakukan
oleh kontraktor atau perusahaan yang ditunjuk pemrakarsa, proses seleksi akan dilaksanakan
secara standar sehingga tenaga kerja lokal yang terserap adalah yang benar-benar
memunuhi persayaratan yang telah ditentukan. Tenaga kerja yang diambil meliputi tenaga
ahli dan bukan tenaga ahli misalnya tenaga keamanan, office boy (pembantu), tenaga untuk
pemeliharaan fasilitas produksi seperti petugas kebersihan, pertamanan, line checker
(pengawas ROW), pemeliharaan gedung seperti tukang bangunan, tukang las, tukang cat
dan pembantu operator alat berat. Masyarakat bukan pekerja juga berpeluang untuk
meningkatkan pendapatan melalui kesempatan usaha yang ada, karena uang yang diterima
para pekerja akan dibelanjakan untuk memenuhi berbagai keperluan hidup para pekerja dan
keluarganya. Peningkatan pendapatan masyarakat dari berbagai kegiatan pada tahap operasi
ini ditetapkan sebagai dampak positif penting hipotetik.
Tahap Pasca Operasi
Pendapatan masyarakat akan menurun khususnya bagi para pekerja yang selama ini terlibat
langsung aktivitas operasi seiring dengan berlangsungnya kegiatan penglepasan tenaga
kerja. Masyarakat bukan pekerja namun yang penghasilannya terkait dengan perusahaan
atau para pekerja juga akan ikut menurun.
Pendapatan masyarakat, terutama pekerja, yang direkrut proyek untuk konstruksi akan
meningkat; pendapatan masyarakat lain yang menyediakan jasa dan untuk memenuhi
kepentingan proyek atau kebutuhan para pekerja yang menjadi konsumen juga akan
meningkat. Dampak kenaikan pendapatan masyarakat ini akan menambah gerakan ekonomi
lokal dan bagi masyarakat lain yang yang selama ini menganggur juga mendapat
kesempatan usaha yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Secara
hipotetik, peningkatan pendapatan masyarakat pada tahap konstruksi akan menjadi dampak
penting. Pada tahap operasi, pendapatan masyarakat, terutama pekerja, yang direkrut
proyek untuk operasi produksi akan meningkat; pendapatan masyarakat lain yang
menyediakan jasa dan untuk memenuhi kepentingan proyek atau kebutuhan para pekerja
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-158
PT PERTAMINA EP - PPGM
dan keluarganya yang jumlahnya lebih dari 5000 orang yang menjadi konsumen juga akan
meningkat. Dampak kenaikan pendapatan masyarakat ini akan menambah gerakan ekonomi
lokal dan bagi masyarakat lain yang selama ini menganggur juga mendapat kesempatan
usaha yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Secara hipotetik,
peningkatan pendapatan masyarakat pada tahap operasi akan menjadi dampak positif
penting hipotetik.
4. Adanya Kesempatan Berusaha
Tahap Konstruksi
Kesempatan berusaha bagi masyarakat terbuka pada tahap konstruksi. Usaha jasa
transportasi pengangkutan pipa dan jasa penyewaan crane dan lainya terbuka pada kegiatan
mobilisasi dan demobilisasi alat/material/pekerja. Usaha kontraktor pembukaan lahan dan
penyewaan alat berat dan laln-lain terbuka pada kegiatan pembukaan lahan dan pematangan
lahan. Usaha pembangunan fasilitas, pemasok bahan bangunan, pemasok bahan makanan
dan penyewaan rumah dan jasa transportasi akan terbuka saat kegiatan pembangunan
fasilitas produksi. Jasa penyewaan alat berat, las dan lainnya terbuka saat kegiatan
pemasangan pipa berlangsung. Kesempatan berusaha tersebut dapat dilakukan oleh
penduduk setempat selama memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh kontraktor.
Dengan demikian, maka adanya kesempatan berusaha pada tahap konstruksi ini ditetapkan
sebagai dampak positif penting hipotetik.
Tahap Operasi
Kesempatan berusaha penduduk setempat terbuka pada tahap operasi. Kesempataan
berusaha yang berkembang adalah seperti warung makanan, jasa transportasi, toko
kelontong, hotel, dan usaha lain untuk memenuhi keperluan hidup pekerja dan keluarganya
serta usaha-usaha yang berkaitan dengan kepentingan operasional produksi gas dan gas
cair. Kesempatan berusaha ini akan berdampak positif lain berupa peningkatan pendapatan
masyarakat dan tumbuhnya perekonomian lokal. Dengan demikian, adanya kesempatan
berusaha pada tahap operasi ini ditetapkan sebagai dampak positif penting hipotetik
Tahap Pasca Operasi
Kesempatan usaha akan terkuka misalnya bagi kontraktor pembongkaran fasilitas dan jasa
pengangkutan peralatan yang akan dipindahkan atau dibongkar pada kegiatan
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-159
PT PERTAMINA EP - PPGM
pembongkaran fasilitas produksi dan demobilisasi peralatan. Sebaliknya, kesempatan
berusaha bagi masyarakat yang secara tidak langsung bergantung pada kepentingan
produksi atau pemeliharaan fasilitas produksi serta pemenuhan keperluan keluarga karyawan
akan menurun seiring dengan kegiatan penutupan sumur dan penghentian operasi produksi
dan kegiatan penglepasan tenaga kerja. Oleh karenanya dampak menurunnya kesempatan
berusaha pada tahap pasca operasi ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
5. Gangguan Proses Sosial
Tahap Prakontruksi
Proses sosial yang bersifat disosiatif diduga akan muncul bila tidak diperoleh kesepakatan
nilai ganti rugi yang diterima masyarakat saat kegiatan pembebasan lahan. Proses sosial
yang bersifat disosiatif juga akan muncul karena masuknya tenaga kerja dari luar daerah
untuk konstruksi. Proses hubungan sosial yang kurang harmonis (kecemburuan) antara
penduduk lokal dan tenaga kerja pendatang terjadi karena perbedaan perilaku dan adat-
istiadat, hal mana berpotensi menimbulkan permasalahan-permasalahan dalam masyarakat.
Namun demikian, apabila tenaga kerja dari luar dapat memahami dan menyesuaikan diri
dengan pola perilaku dan adat-istiadat yang berlangsung di daerah setempat maka konflik
akan dapat dihindari. Dengan demikian, maka adanya gangguan proses sosial pada tahap
prakonstruksi ini ditetapkan bukan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
Tahap Konstruksi
Proses soial yang bersifat disosiatif akan muncul bila terjadi gangguan lalu lintas (kerusakan
jalan dan kecelakaan lalu lintas) akibat kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/
personil. Disosiasi juga timbul bila terjadi gangguan kenyamanan masyarakat akibat
kebisingan dan penurunan kualitas udara akibat kegiatan pembangunan fasilitas produksi.
Salain itu Proses sosial yang bersifat disosiatif juga akan muncul bila terjadi kekeruhan
sungai, pemotongan saluran irigasi, pemotongan jalan akibat kegiatan pemasngan pipa.
Setelah berakhirnya tahap konstruksi akan terjadi penglepasan tenaga kerja, dan bila proses
ini tidak mengikuti peraturan yang berlaku atau kesepakatan sebelumnya maka akan
menimbulkan gangguan hubungan sosial dalam masyarakat. Oleh karena itu, adanya
gangguan proses sosial pada tahap konstruksi ini ditetapkan sebagai dampak negatif penting
hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-160
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi
Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul akibat munculnya kebisingan, bau gas (H2)
dan pencemaran air dari kegiatan operasi produksi gas dan gas cair. Proses disosiatif juga
dapat muncul bila dalam kegiatan proses produksi tidak melibatkan masyarakat lokal sebagai
pekerja, dan adanya perubahan status sosial, seperti munculnya orang kaya baru, perubahan
status yang semula petani/pedagang kemudian menjadi pekerja proyek. Dimungkinkan
proses pembebasan lahan dan rekrutmen tenaga kerja lokal yang berlangsung tidak
transparan akan dapat menimbulkan kecemburuan dalam masyarakat.
Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul bila tidak diperoleh kesepakatan nilai ganti
rugi lahan dan tanaman pada kegiatan pembebasan lahan dan tanam tumbuh (Tahap
Prakonstruksi). Walaupun sudah tercapai kesepakatan nilai ganti rugi lahan, tetapi bila terjadi
kesalahpahaman dalam proses pembayaran juga berpotensi menimbulkan proses disosiatif.
Proses sosial yang bersifat disosiatif akan muncul bila terjadi gangguan lalu lintas, kerusakan
jalan dan kecelakaan saat kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/ bahan/personil. Disosiasi
akan muncul karena kegiatan konstruksi lain melibatkan banyak pekerja yang berisiko
timbulnya gesekan sosial. Pada tahap operasi, proses produksi yang menghasilkan limbah
cair, padat dan gas ditambah kemungkinan tidak terakomodasinya keinginan masyarakat
lokal menjadi karyawan akan menimbulkan disosiasi. Padahal periode waktu operasi produksi
lama dan mencakup luas wilayah yang luas. Oleh karena itu, proses sosial yang bersifat
disosiatif secara hipotetik akan menjadi dampak negatif penting hipotetik.
6. Perubahan Sikap dan persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat merupakan gabungan berbagai dampak yang dapat bersifat positif dan
atau negatif serta terjadi pada semua tahapan pekerjaan.
Tahap Prakonstruksi
Persepsi positif terhadap perusahaan atau pemrakarsa akan muncul bila harga ganti untung
tanah yang diterima masyarakat sesuai dengan harapan mereka. Sebaliknya, persepsi negatif
akan muncul bila proses pembebasan lahan tidak dilakukan melalui musyawarah dan
mufakat dan tidak ada kesepakatan dalam hal nilai ganti rugi. Demikian juga persepsi positif
akan muncul bila masyarakat lokal mendapatkan kesempatan bekerja di proyek secara
proporsional yang direkrut untuk konstruksi. Sebaliknya, bila rekrutmen itu dipandang tidak
proporsional, maka akan terjadi persepsi yang negatif. Oleh karena itu, munculnya sikap dan
persepsi masyarakat pada tahap prakonstruksi ini ditetapkan sebagai dampak negatif penting
hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-161
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Konstruksi
Sikap dan persepsi negatif akan muncul bila terjadi kerusakan jalan, gangguan lalu lintas dan
kecelakaan lalu lintas pada kegiatan mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/ personil.
Sebaliknya, persepsi positif akan muncul bila pemrakarsa ikut berpartisipasi dalam
peningkatan kapasitas jalan dan bahkan membangun jalan. Persepsi negatif akan muncul bila
pekerja yang digunakan dalam kegiatan pembukaan dan pematangan lahan tidak
mengutamakan pekerja lokal dan bila kayu-kayu hasil tebangan dan material lainnya
dirasakan mengganggu masyarakat. Sebaliknya, persepsi positif akan muncul bila kegiatan
itu banyak menyerap tenaga lokal dan bekas tebangan terlihat diatur dengan baik. Persepsi
negatif akan muncul bila terjadi kebisingan dan dirasakan mengganggu masyarakat pada
kegiatan pembanguan fasilitas poduksi. Persepsi negatif akan muncul bila aksesibilitas
masyarakat sekitar terganggu akibat pemotongan jalan dan saluran irigasi serta timbulnya
kekeruhan akibat pemasangan pipa. Mengingat bahwa sikap dan persepsi negatif masyarakat
dalam hal ini lebih dominan muncul, maka sikap dan persepsi masyarakat pada tahap
konstruksi ini dikatagorikan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
Tahap Operasi
Persepsi negatif akan muncul bila terjadi kebisingan, bau (H2S) dan pencemaran air akibat
operasi produksi gas dan gas cair serta tidak terakomodasinya masyarakat sebagai pekerja di
perusahaan. Sebaliknya, persepsi positif akan muncul bila pemrakarsa banyak memanfaatkan
tenaga lokal dan berubahnya estetika lingkungan sekitar dan dalam kompleks fasilitas
produksi menjadi indah.
Persepsi masyarakat terhadap perusahaan akan bersifat positif bila nilai ganti rugi dan proses
pembebasan lahan dan tanam tumbuh dirasa memuaskan, demikian sebaliknya. Jumlah
masyarakat yang lahannya dibebaskan banyak dan daerah yang dibebaskan luas serta
pengalihan hak itu berlangsung permanen. Persepsi masyarakat terhadap perusahaan akan
bersifat positif bila rekrutmen tenaga (pada tahap prakonstruksi) yang bekerja untuk
konstruksi melibatkan tenaga kerja lokal secara proporsional, demikian sebaliknya. Persepsi
masyarakat akan bersifat negatif bila dalam proses konstruksi terjadi banyak dampak
lingkungan seperti kebisingan, debu, pemotongan saluran irigasi, pemotongan jalan dan
penurunan aksesibilitas jalan raya yang dirasa mengganggu kenyamanan dan keamanan
masyarakat. Oleh karena jumlah manusia yang terkena dampak relatif banyak mengingat
lokasi kegiatan berada di konsentrasi penduduk (walaupun tidak mengenai permukiman)
atau lahan milik penduduk dan meliputi wilayah yang panjangnya lebih dari 75 km dan
luasnya lebih dari 125 ha dengan periode waktu kegiatan konstruksi seluruhnya lebih dari
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-162
PT PERTAMINA EP - PPGM
1 tahun, maka secara hipotetik, dampak sikap dan persepsi masyarakat akan bersifat negatif
penting. Persepsi positif muncul bila kegiatan rekrutmen tenaga kerja untuk operasi produksi
melibatkan warga lokal secara proporsional. Namun sebaliknya dampak negatif juga akan
muncul karena kemungkinan masyarakat akan merasa terganggu dengan adanya limbah
cair, padat dan gas yang dihasilkan proses produksi, dan bila arus lalu lintas darat dan laut di
sekitar lokasi kegiatan dirasakan mengganggu warga. Oleh karena jumlah manusia yang
terkena dampak relatif banyak karena lokasi kegiatan berada di konsentrasi penduduk dan
lama berlangsungnya dampak lebih dari 20 tahun, maka secara hipotetik, dampak sikap dan
persepsi masyarakat akan menjadi dampak negatif penting hipotetik.
D. Komponen Kesehatan Masyarakat
1. Penurunan Sanitasi Lingkungan
Tahap Konstruksi
Sanitasi lingkungan akan menurun oleh karena adanya kegiatan konstruksi fasilitas
produksi gas dan kompleks kilang LNG serta kegiatan pemasangan pipa penyalur gas.
Bahan polutan yang dihasilkan adalah limbah domestik oleh karena kurang berfungsinya
MCK secara maksimal. Walaupun pihak perusahaan telah menyediakan MCK portable dan
disertai dengan pengawasan dari pihak kontraktor, namun karena jumlah pekerja relatif
banyak di area tersebut sehingga MCK dapat berfungsi secara maksimal. Bekas galian
pipa penyalur gas yang belum dikembalikan seperti semula akan menghasilkan lubang-
lubang air sebagai media berkembangnya vektor penyakit. Apabila tidak ditangani dengan
baik maka akan merubah sanitasi lingkungan menjadi buruk sebagai akibat para pekerja
membuang limbah domestik, baik padat maupun cair secara sembarangan. Dengan
perubahan sanitasi lingkungan secara signifikan maka sanitasi lingkungan pada tahap
konstruksi ini ditetapkan sebagai dampak negatif penting hipotetik.
2. Penurunan Tingkat Kesehatan Masyarakat
Tahap Konstruksi
Kesehatan masyarakat akan menurun seiring dengan penurunan kualitas udara dan air
dari kegiatan mobilisasi alat berat dan material, kegiatan pembukaan dan pematangan
lahan, pembangunan fasilitas produksi dan pemasangan pipa. Gangguan kesehatan
masyarakat merupakan dampak turunan dari akibat penurunan kualitas udara, air dan gas
yang merupakan dampak primer. Pada tahap konstruksi intensitas dampaknya relatif kecil
sehingga dampak pada kesehatan masyarakat tidak dikatagorikan sebagai dampak negatif
penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-163
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tahap Operasi
Sanitasi lingkungan bisa memburuk diakibatkan oleh adanya kegiatan operasi block
station (BS) dan Fasilitas Produksi Gas (GPF) dan kegiatan operasional kilang LNG dan
fasilitas lainnya. Dengan dioperasikannya kegiatan ini sanitasi lingkungan menjadi lebih
buruk apabila para pekerja/pihak perusahaan tidak mengelola limbah domestik sesuai
dengan ketentuan. Oleh karena kegiatan pada tahap operasi berlangsung cukup lama
maka kemungkinan volume sampah menumpuk dan bercampur dengan bahan organik
maupun non organik yang dapat memicu berkembangnya populasi vektor penyakit.
Apabila penampungan sampah berdampingan dengan hunian penduduk dan berlangsung
dalam waktu yang lama, maka sanitasi lingkungan pada tahap operasi ini ditetapkan
sebagai dampak negatif penting hipotetik.
Kesehatan juga akan terganggu bila terjadi pencemaran gas yang mengandung H2S
(berbau), kebisingan, pencemaran air dari proses produksi gas dan gas cair. Kesehatan
masyarakat khususnya para pekerja/karyawan akan terganggu oleh karena terjadi
penurunan kualitas lingkungan akibat kebisingan, limbah gas, cair, dan padat. Walaupun
paparan terhadap pencemaran itu relatif kecil, namun berlangsung cukup lama (lebih dari
20 tahun) dan mengenai pekerja yang jumlahnya sangat banyak terutama pada proses
produksi kilang LNG. Gangguan kesehatan masyarakat merupakan dampak turunan dari
penurunan kualitas udara dan air yang merupakan dampak primer seiring dengan
penurunan kualitas udara dan kualitas air, dari kegiatan operasional fasilitas produksi gas
(BS dan GPF) dan kegiatan oeprasional kilang LNG dan fasilitas lainnya. Dengan demikian,
maka dampak terganggunya kesehatan pekerja ini dikatagorikan sebagai dampak negatif
penting hipotetik.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-164
PT PERTAMINA EP - PPGM
Klasifikasi dan Prioritas
Prioritas Dampak Penting Hipotetik:
a. Prakonstruksi:
1. Perubahan pola kepemilikan lahan
2. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
b. Konstruksi:
1. Terjadi kebisingan
2. Terjadi erosi tanah
3. Gangguan sistem drainase dan irigasi
4. Gangguan transportasi darat
5. Peningkatan kuantitas aliran permukaan
6. Penurunan kualitas air permukaan
7. Penurunan kualitas air laut
8. Penurunan debit air sungai
9. Gangguan vegetasi
10. Gangguan satwa liar
11. Gangguan biota air tawar
12. Gangguan biota air laut
13. Peningkatan pendapatan masyarakat
14. Adanya kesempatan berusaha
15. Gangguan proses sosial
16. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
17. Penurunan sanitasi lingkungan
c. Operasi:
1. Perubahan kualitas udara ambien (debu dan gas)
2. Terjadi kebisingan
3. Penurunan kualitas air permukaan
4. Penurunan kualitas air laut
5. Gangguan transportasi darat
6. Gangguan biota air tawar
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-165
PT PERTAMINA EP - PPGM
7. Gangguan biota air laut
8. Perubahan kependudukan
9. Peningkatan pendapatan masyarakat
10. Adanya kesempatan berusaha
11. Gangguan proses sosial
12. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
13. Penurunan sanitasi lingkungan
14. Penurunan tingkat kesehatan masyarakat
d. Pasca Operasi:
1. Peningkatan kualitas udara ambien (debu dan gas)
2. Terjadi kebisingan
3. Peningkatan kualitas air permukaan
4. Peningkatan kualitas air laut
5. Gangguan transportasi darat
6. Penurunan pendapatan masyarakat
7. Hilangnya kesempatan berusaha
8. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
2.3.2. Hasil Pelingkupan
2.3.2.1. Dampak Penting Hipotetik
Walaupun telah ditemukan dampak hipotetiknya tidak berarti bahwa dampak penting hipotetik
lainnya tidak dikaji. Dampak penting hipotetik merupakan puncak-puncak permasalahan
lingkungan yang timbul sebagai akibat dilaksanakannya suatu rencana kegiatan, sehingga dalam
rangka mempertahankan mutu lingkungan permasalahan tersebut harus dapat diatasi dengan
baik. Berdasarkan atas analisis keterkaitan antar dampak yang dilakukan oleh pemrakarsa dan
para ahli secara brain storming, maka dapat dihasilkan dampak penting hipotetik dari rencana
pelaksanaan kegiatan proyek pengembangan gas Matindok di Kabupaten Banggai Sulawesi
Tengah dapat diringkas seperti pada tabel berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-166
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.40. Ringkasan Jenis-jenis dampak hipotetik RencanaKegiatan Proyek Pengembangan Gas MatindokDi Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
No Komponen Lingkungan
Komponen Rencana KegiatanPra-
Konst Konstruksi Operasi PascaOperasi
1 2 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3GEO-FISIK-KIMIA
1 Kualitas udara ambien - - +2 Kebisingan - - +3 Erosi tanah - - -4 Sistem drainase dan irigasi - - -5 Kualitas air permukaan - - - - - +6 Kualitas air laut - - - +7 Transportasi darat - - - - - +/- +
BIOLOGI1 Vegetasi - -2 Satwa liar - - -3 Biota air tawar - - - - -4 Biota air laut - - -
SOSIAL-EKONOMI-BUDAYA1 Kependudukan +2 Pola kepemilikan lahan +/-3 Pendapatan masyarakat + + + + + + + + + -4 Kesempatan berusaha + + + + + + + + + -5 Proses sosial +/- +/- - - - -6 Sikap & persepsi masyarakat +/- +/- + - - - - +/- - - - - - -
KESEHATAN MASYARAKAT1 Sanitasi lingkungan - - - -2 Tingkat kesehatan masyarakat - -
Keterangan:A. Tahap Prakonstruksi
1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh2. Pemanfaatkan tenaga kerja setempat
B. Tahap Konstruksi1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja2. Pembukaan dan pematangan lahan3. Kegiatan Konstruksi Fasilitas Produksi Gas dan Kompleks Kilang LNG4. Kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas
C. Tahap Operasi1. Penerimaan tenaga kerja2. Pemboran sumur pengembangan3. Penyaluran gas dan kondensat melalui pipa4. Penyaluran kondesat dengan transportasi darat5. Kegiatan operasi fasilitas produksi gas (MS dan BS)6. Operasional Kilang LNG dan fasilitas lainnya7. Pemeliharaan fasilitas produksi (Gas dan LNG)
D. Tahap Pasca Operasi1. Penghentian operasi produksi gas (MS dan BS) dan Kilang LNG2. Demobilisasi peralatan3. Penglepasan Tenaga Kerja
– = dampak negatif+ = dampak positif
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-167
PT PERTAMINA EP - PPGM
2.3.2.2. Lingkup Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian
1. Batas Wilayah Studi
a. Batas Proyek
Batas tapak proyek adalah ruang di mana suatu rencana usaha dan/atau kegiatan akan
melakukan kegiatan prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi. Penentuan
batas proyek didasarkan pada rencana pengembangan gas Matindok di lapangan
Donggi, Minahaki, Sukamaju, Matindok dan Maleo Raja dengan luas masing-masing
sekitar 5 ha dan area pembuatan jalan baru dan peningkatan jalan yang sudah ada
dengan panjang kumulatif sekitar 15 km dan lebar 6-8 m ; ROW pipa selebar 20 m dari
dari masing-masing sumur di lapangan menuju ke fasilitas produksi gas dan selanjutnya
gas dari lokasi GPF di Donggi dan Matindok ke lokasi kilang LNG di Batui atau Kintom
dengan panjang total sekitar 60 km (= sekitar 150 ha) yang melewati wilayah
Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui dan lahan untuk lokasi Kilang LNG seluas 200 ha di
Batui.
b. Batas Ekologis
Dalam studi ini batas ekologis meliputi lokasi-lokasi lapangan gas, jalur pipa (darat dan
laut) dan fasilitas Kilang LNG serta wilayah di luarnya yang diperkirakan merupakan
daerah sebaran dampak. Daerah-daerah tersebut terdiri dari area lahan basah berupa
persawahan, daerah perkebunan, hutan dan aliran air tawar dan air laut serta
permukiman penduduk.
Sebaran debu diperkirakan menyebar sejauh 200 m dari kiri-kanan jalur pipa, lokasi
sumur, fasilitas produksi gas dan kilang LNG pada saat kegiatan tahap konstruksi.
Kebisingan dan pencemaran udara tersebar melalui angin yang arah dominannya adalah
ke barat laut ke tenggara dan sebaliknya. Kegiatan proses produksi gas dan gas cair
dari fasilitas produksi gas (BS) di Donggi menyebabkan kebisingan yang diperkirakan
mencapai sejauh 500 m dari pusat kegiatan dan perubahan kualitas udara akibat emisi
gas (tergantung dari kecepatan dan arah angin yang signifikan sehingga melebihi baku
mutu diperkirakan tidak akan melebihi 1 km dari pusat kegiatan. Namun penyebaran
kebisingan dan emisi gas dari Kilang LNG di Batui atau Kintom akan menyebar lebih dari
2 km. Sementara sebaran dampak melalui aliran air akan sangat tergantung dari debit
badan air penerima, diperkirakan akan mencapai 2 km ke arah hilir untuk aliran yang
kecil dan akan tidak akan lebih dari 1 km dari aliran air sungai besar yang terpotong
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-168
PT PERTAMINA EP - PPGM
jalur pipa dan dari pipa pembuangan limbah cair dari fasilitas produksi gas dan gas
cair; sedangkan penyebaran dampak sehingga menimbulkan penurunan kualitas air
yang signifikan di perairan laut tidak akan lebih dari 2 km dari sekitar dermaga fasilitas
Kilang LNG. Sementara dampak terhadap satwa liar di SM Bangkiriang tidak akan
melebihi 3 km kanan kiri pipa yang melewati kawasan konservasi tersebut
c. Batas Sosial
Batas sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan yang merupakan berlangsungnya
berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan
(struktur sosial), sesuai dengan dinamika kelompok masyarakat yang diprakirakan
terpengaruh akibat kegiatan Pengembangan Gas Matindok. Justifikasi batas sosial
adalah adanya interaksi masyarakat dengan adanya kegiatan pembebasan lahan untuk
tapak BS, GPF, pipa dan Kilang LNG; pemasangan jalur pipa, pembangunan BS dan
GPF serta pembangunan Kilang LNG serta mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/
personil. Desa yang menjadi batas sosial disajikan pada Tabel 2.41.
d. Batas Administrasi
Batas administrasi adalah wilayah administrasi pemerintahan mulai tingkat
desa/kelurahan dimana kegiatan proyek berlangsung dan berinteraksi secara
kelembagaan atau institusional yang sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasil
pelaksanaan proyek. Nama-nama wilayah administrasi desa/kelurahan yang berinteraksi
langsung dengan rencana kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok di Kabupaten
Banggai disajikan pada Tabel 2.42.
2. Batas Waktu Kajian
Dalam proses pelingkupan ini batas waktu kajian yang dirancang untuk kurun waktu
5 tahun, dengan asumsi bahwa rencana kegiatan serupa di wilayah studi yaitu JOB
Pertamina – Medco E & Tomori Sulawesi terealisasi terlebih dahulu dan mempertimbangkan
perubahan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang akan mengalami perubahan cepat
karena berbagai kegiatan lain terkait dengan adanya dua kegiatan pengembangan gas.
Penentuan batas waktu kajian akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan penentuan
perubahan rona lingkungan tanpa adanya rencana usaha dan/atau kegiatan atau dengan
adanya rencana usaha dan/atau kegiatan. Hasil prakiraan dan evaluasi didasarkan atas
perbandingan dinamika atau kecenderungan perubahan lingkungan 5 tahun ke depan bila
tanpa adanya kegiatan ini dengan adanya rencana kegiatan ini.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-169
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.41. Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Sosial KegiatanPengembangan Gas Matindok di Kabupaten BanggaiSulawesi Tengah.
Kecamatan Desa/Kelurahan Justifikasi Batas Sosial
No Nama No NamaJalurpipa
Tapaksumur
TapakBlock
Station
TapakGPF
TapakKilangLNG
Mobilisasi dandemobilisasi peralatan,
material dan tenagakerja
1. Kintom123
PadangTangkiangKalolos
VVv
V* VVV
2. Batui 4 Uso V V** V5 Honbola V6 Lamo V V7 Balantang V V8 Bugis V V9 Batui V V
10 Tolando V V11 Sisipan V V12 Ondo-ondolu I V V13 Nonong V V14 Kayowa V V V15 Masing V V16 Batui IV V V17 Batui 21 V V18 Sukamaju I V V V V19 Bonebalantak V V20 Sinorang V V V V
3. Toili 21 Mulyoharjo V V22 Argo Kencana V V V V23 Minahaki V V V V24 Rusa Kencana V V V V25 Agro Estate V V26 Singkoyo V V27 Tolisu V V28 Bukit Jaya V V
4. Toili Barat 29 Uwelolu V V30 Pandan Wangi V V V31 Dongin V V V32 Kamiwangi V V V33 Sendang Sari V V V34 Bukit Makarti V V35 Bukit Harapan V V36 Makapa V V V V37 Karya Makmur V V V
Keterangan: *: Lokasi LNG alternatif 1; **: Lokasi LNG alternatif 2
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-170
PT PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 2.42. Desa/Kelurahan yang Menjadi Batas Administrasi KegiatanPengembanga Gas Matindok di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
Kecamatan Desa/kelurahan
No. Nama No Nama
1. Kintom 123
PadangTangkiangKalalos
2. Batui 4 Uso5 Honbola6 Lamo7 Balantang8 Bugis9 Batui10 Tolando11 Sisipan12 Ondo-ondolu I13 Nonong14 Kayowa15 Masing16 Batui IV17 Batui 2118 Sukamaju I19 Bonebalantak20 Sinorang
3. Toili 21 Mulyoharjo22 Argo Kencana23 Minahaki24 Rusa Kencana25 Agro Estate26 Singkoyo27 Tolisu28 Bukit Jaya
4. Toili Barat 29 Uwelolu30 Pandan Wangi31 Dongin32 Kamiwangi33 Sendang Sari34 Bukit Makarti35 Bukit Harapan36 Makapa37 Karya Makmur
Resultante dari batas tapak proyek, batas ekologis, batas sosial dan batas administrasi
merupakan batas wilayah studi, seperti yang disajikan pada Gambar 2.32.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok II-171
PT PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 2.32. Peta Batas Wilayah Studi AMDAL
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-1
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Bab-3METODE STUDI
3.1. METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA
Tujuan pengumpulan dan analisis data:
1. Menelaah, mengamati, mengukur parameter lingkungan yang diperkirakan akan
terkena dampak besar dan penting dari kegiatan proyek,
2. Menentukan kualitas lingkungan dari berbagai parameter yang yang diperkirakan akan
terkena dampak besar dan penting dari kegiatan proyek,
3. Menelaah, mengamati, dan mengukur komponen rencana kegiatan yang diperkirakan
akan terkena dampak besar dan penting dari lingkungan hidup sekitarnya,
4. Memprakirakan perubahan kualitas lingkungan hidup awal akibat kegiatan proyek.
Secara umum lokasi-lokasi pengambilan data ditetapkan pada lokasi tapak proyek, serta
beberapa lokasi di sekitar tapak proyek yang diperkirakan akan terkena sebaran dampak.
Dengan cara ini kondisi atau rona lingkungan hidup awal pada lokasi-lokasi calon penerima
dampak dapat terukur/teramati, sehingga nantinya besaran dampak di wilayah studi dapat
diprakirakan.
Komponen lingkungan dan parameter yang harus diamati, diukur dan dicatat beserta metode
pengumpulan dan analisis datanya diuraikan sebagai berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-2
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia
Komponen lingkungan geo-fisik-kimia yang ditelaah dalam studi ini meliputi :
1. Iklim (suhu udara, kelembaban, arah dan kecepatan angin, curah hujan dan intensitas
penyinaran matahari), kualitas udara ambien, kebisingan, kebauan dan getaran
2. Fisiografi dan geologi
3. Hidrologi, kualitas dan kuantitas air
4. Hidrooceanografi
5. Ruang, lahan dan tanah
3.1.1.1. Iklim, kualitas udara ambien, kebisingan dan getaran
3.1.1.1.1. Iklim
Komponen lingkungan hidup yang akan ditelaah antara lain: suhu, kelembaban, curah hujan,
arah dan kecepatan angin.
1) Metode pengumpulan data
Pengambilan data iklim dilakukan pada Stasiun Klimatologi Bubung di Luwuk/Toili Kabupaten
Banggai yang ada di daerah penelitian dengan periode pencatatan selama 10 tahun terakhir.
Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa selama 10 tahun pencatatan data iklim tersebut hasil
analisisnya dapat digunakan untuk mengetahui kondisi iklim daerah penelitian. Parameter-
parameter iklim yang dikumpulkan meliputi:
Suhu udara
Data suhu udara dikumpulkan dari stasiun meteorologi terdekat, selain itu suhu udara
diukur langsung di beberapa lokasi (tercantum pada peta lokasi pengambilan/pengukuran
sampel). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan thermometer bola kering dan
thermometer untuk suhu maksimum dan minimum.
Kelembaban
Data kelembaban akan dikumpulkan dari data sekunder hasil pencatatan stasiun
meteorologi terdekat. Selain itu pengukuran akan dilakukan langsung dengan alat
Termohygrometer.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-3
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Angin
Data arah dan kecepatan angin dalam serangkaian waktu (time series) akan dikumpulkan
dari stasiun meteorologi terdekat. Data yang diperoleh kemudian akan diolah untuk
memperoleh pola wind rose di wilayah studi. Pola wind rose yang diperoleh akan
digunakan untuk memprakirakan arah dan tingkat pencemaran udara.
Curah hujan
Data curah hujan dikumpulkan dengan mencatat data hujan dari stasiun-stasiun penakar
hujan yang ada di wilayah studi untuk periode 10 tahun terakhir untuk mengetahui hujan
rata-rata tahunan dan tipe curah hujannya.
2) Metode analisis data
Suhu dan kelembaban udara
Analisis data suhu udara dan kelembaban akan dilakukan dengan menetapkan suhu rata-
rata, suhu maksimum dan minimum, kelembaban rata-rata dan kelembaban maksimum
dan minimum. Sedangkan untuk menghitung suhu rata-rata dan kelembaban rata-rata
udara dilakukan dengan menghitung suhu dan kelembanan rata-rata secara aritmatik. Hal
ini didasarkan pada kenyataan bahwa wilayah yang akan dilalui jalur pipa adalah daerah
dengan topografi relatif datar pada dataran rendah (low land).
Angin
Data yang diperoleh dari hasil pencatatan dan pengukuran arah dan kecepatan angin
kemudian diolah untuk memperoleh pola wind rose di wilayah studi. Pola wind rose yang
diperoleh akan digunakan untuk memprakirakan arah dan kecepatan angin dominan.
Curah hujan
Dengan memperhatikan topografi yang relatif datar, maka perhitungan tebal hujan rata-
rata daerah penelitian menggunakan metode Poligon Thiessen. Metode Poligon Thiessen
dipergunakan untuk menghitung hujan rata-rata dengan cara membuat poligon yang
mewakili luas persebaran hujan masing-masing stasiun pencatat hujan. Dari masing-
masing stasiun hujan dihubungkan satu sama lain dengan garis. Pada garis penghubung
tersebut ditarik garis tegaklurus pada titik tengahnya sehingga garis-garis yang tegak
lurus tersebut akan berpotongan pada suatu titik. Dari banyak perpotong garis pada titik-
titik di antara tiga stasiun pencatat hujan tersebut akan membentuk suatu poligon yang
banyak seperti Gambar 3.1.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
PT. PERTAMINA EP - PPGM
A3A2
A1
A5 A4
Gambar 3.1. Poligon Thiessen
Catatan: P1 : Tebal hujan pada stasiun penakar hujan 1P2 : Tebal hujan pada stasiun penakar hujan 2P3 : Tebal hujan pada stasiun penakar hujan 3P4 : Tebal hujan pada stasiun penakar hujan 4P5 : Tebal hujan pada stasiun penakar hujan 5A1 : Luas daerah poligon 1A2 : Luas daerah poligon 2A3 : Luas daerah poligon 3A4 : Luas daerah poligon 4A5 : Luas daerah poligon 5An : Luas daerah poligon ke nP : Curah hujan rata-rata daerah penelitian
A1.P1 + A2.P2 + A3.P3 + A4.P4 + A5.P5 + .... +An.Pn
P =A1 + A2 + A3 + A4 + A5 + An
Penetapan tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951) menggunakan rasio atau
nisbah nilai Q, yaitu perbandingan antara jumlah rerata bulan kering dengan jumlah
rerata bulan basah. Persamaannya adalah sebagai berikut:
Jumlah rata-rata bulan keringQ =
Jumlah rata-rata bulan basah
P2▪ ▪P3
▪P1
▪P4
▪P1
III-4
x 100%
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-5
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Penetapan bulan kering dan bulan basah, dicari dengan menghitung adanya bulan kering
dan bulan basah setiap tahunnya, kemudian dijumlah untuk jumlah tahun pencatatan
dan kemudian dirata-ratakan. Bulan kering terjadi apabila curah hujan < 60 mm/bulan,
dan bulan basah terjadi apabila curah hujan >100 mm/bulan, sedangkan curah hujan
antara 60 - 100 mm/bulan dikatakan bulan lembab. Tabel 3.1 dan Gambar 3.2
berikut menyajikan penggolongan tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson
mendasarkan nilai Q.
Tabel 3.1. Penggolongan Tipe Iklim
No Tipe Iklim Q (dalam %) Keterangan
12345678
ABCDEFGH
0 – 14,314,3 – 33,333,3 – 60,0
60,0 - 100,0100 - 167,0167,0 – 300,0300,0 – 700,0
> 700,0
Sangat basahBasahAgak basahSedangAgak keringKeringSangat keringAmat sangat kering
Sumber: Schmidt dan fergusson (1951)
Gambar 3.2. Grafik Penentuan Tipe Hujan MenurutSchmidt dan Fergusson (1951)
12 H
A
D
B
C
E
F
G
12
34
56
7
8
910
11
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 120
Jumlah rata-rata bulan basah
Jum
lah
rata
-rat
abu
lan
keri
ng
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-6
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.1.1.2. Kualitas udara dan kebisingan
a. Metode pengumpulan data
Penentuan titik/lokasi sampling didasarkan atas pertimbangan arah dan kecepatan angin
yang dihubungkan dengan tapak rencana kegiatan. Data kualitas udara, kebisingan, dan
kebauan merupakan data primer yang akan dikumpulkan langsung di lapangan, akan diambil
dari lokasi rencana pembuatan sumur pengembangan, BS, GPF di Kayowa, Kilang LNG,
maupun pembangunan pipa transmisi gas (pipeline).
Parameter yang dikumpulkan untuk kualitas udara dan kebisingan meliputi :
1) Kualitas udara ambien
Parameter kualitas udara ambien yang akan diteliti sesuai dengan Peraturan Pemerintah
No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Parameter yang dianalisis
pada jalur pemasangan pipa adalah debu TSP, sedangkan pada sumur pemboran, dan
LNG Plant meliputi paramater diantaranya ; SO2 (sulfur dioksida), CO (karbon monoksida),
NO2 (nitrogen dioksida), O3, dan TSP (debu).
2) Kebisingan
Kebisingan akan diukur secara langsung dengan menggunakan alat Sound Level Meter di
lokasi yang sama dengan lokasi pengukuran/pengambilan sampel udara ambien. Baku
mutu tingkat kebisingan diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
Kep-48/MENLH/11/ 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.
b. Metode analisis data
Analisis kualitas udara akan dilakukan dengan cara menghitung sesuai Indeks Standar
Pencemaran Udara (ISPU). Tabel 3.2 menyajikan parameter-parameter, metode
pengumpulan dan analisis data untuk kualitas udara dan kebisingan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-7
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.2. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data untuk KualitasUdara dan Kebisingan
No Parameter Metode Analisis Peralatan SumberMetode
Analisis Data Keterangan
1 Kualitas UdaraSO2
CONO2
PM10
TSPO3
PararosanilinNDIRSaltzmanGravimetriGravimetriChemiluminescent
SpektrofotometerNDIR AnalyzerSpektrofotometerHi-VolHi-VolSpektrofotometer
PP No. 41 tahun1999 tentang BakuMutu Udara AmbienNasional
MenggunakanPedoman ISPU:Kep.Men. LH No. 45tahun 1997 dan Kep.Ka BAPEDAL No. 107tahun 1997
Hasil perhitungandikonversi menjadiskala kualitaslingkungan
2 Kebisingan Sound Level Meter Kep.Men. LH No. 48tahun 1996 tentangBaku TingkatKebisingan
Sesuai denganKep.Men. LH No. 48tahun 1996 tentangBaku TingkatKebisingan
Hasil perhitungandikonversi menjadiskala kualitaslingkungan
3.1.1.2. Fisiografi dan Geologi
1) Fisiografi
a. Metode pengumpulan data
Data kondisi fisiografi mencakup konfigurasi permukaan bumi yang lebih menekankan
data bentuklahan dan proses geomorfologi yang terjadi. Pengumpulan data yang
dilaksanakan dengan menggunakan metode observasi yakni langsung melakukan
pengamatan, pengukuran dan pencatatan parameter-parameter bentuk lahan mencakup
topografi, lereng, material dan proses geomorfologi yang bekerja. Selain itu data
sekunder konfigurasi permukaan bumi disadap dari peta topografi sebagai sumber data
untuk digunakan dalam mengkaji fisiografi daerah penelitian yaitu di tapak BS, GPF,
Kilang LNG, sumur, jalur pipa dan sekitarnya.
b. Metode analisis data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif
observasional. Informasi kemiringan lereng diperoleh dari data sekunder berupa Peta
Kemiringan Lereng yang telah ada. Ceking lapangan dilakukan untuk memperbaiki
dan/atau merevisi peta lereng yang telah ada dengan melakukan pengukuran kemiringan
lereng di lapangan menggunakan abney level dan kompas geologi. Apabila belum ada
peta lereng, maka akan dibuat peta lereng dengan data pokok dari Peta Rupa Bumi.
Dengan menggunakan Peta Rupa Bumi skala 1:25.000, Peta Lereng Daerah Penelitian
Peta Kemiringan Lereng dapat dibuat dengan metode Thornwhite (grid system).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-8
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Berikut metode analisis kemiringan lereng menggunakan Peta Rupa Bumi:
peta dibagi kedalam beberapa grid
masing-masing grid ditarik garis diagonal yang paling banyak terpotong oleh garis
tinggi (kontur)
hitung panjang diagonal (L) dan jumlah kontur yang terpotong oleh diagonal (N).
Hitung dengan menggunakan rumus:
(N-1) x Ci= ------------- x 100%
L
Catatan : = besar lereng (%)N = jumlah kontur yang terpotong diagonalCi = kontur interval ( 12,5 m untuk Peta Rupa Bumi skala
1:25.000 dan 25 m untuk skala 1:50.000)L = panjang diagonal (m)
Dengan diperolehnya data kemiringan lereng masing-masing grid maka peta lereng dapat
disusun berdasarkan nilai kemiringan lereng tersebut. Hasil pemetaan kemudian dicek di
lapangan dengan melakukan pengukuran di beberapa lokasi sampel, hasilnya kemudian
dianalisis untuk mengetahui klas kemiringan lereng dan topografi daerah penelitian.
Tabel 3.3. Aspek-Aspek Relief yang Merupakan Gabungan yang EratAntara Topografi, Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi Relatif
No Unit Relief Lereng (%) Beda Tinggi Relatif (m)1234567
Topografi datar – hampir datarTopografi berombak/landaiTopografi bergelombang/ miringTopografi bergelombang–berbukit/agak curamPerbukitan curam/ lereng curamPegunungan curam terkikis/sangat terjalPegunungan/amat sangat terjal
0-23-7
8-1314-2021-55
156-140>140
< 55-5025-7550-200200-500
500-1000>1000
Sumber: Van Zuidam, R.A and Zuidam Cancelado, 1979.
2) Geologi
a. Metode pengumpulan data
Pengumpulan data geologi meliputi jenis batuan, struktur geologi dan stratigrafi dilakukan
dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan
metode observasi lapangan yakni mengamati, melihat, mengukur dan mencatat
fenomena geologi, batuan di lapangan tapak BS, GPF, Kilang LNG, sumur, jalur pipa dan
sekitarnya. Data sekunder berupa data dari laporan hasil penelitian terdahulu dan dari
peta-peta geologi daerah setempat.
b. Analisis data
Teknik analisis yang digunakan menggunakan teknik analisis deskriptif secara langsung di
lapangan dan bantuan data sekunder untuk mendeskripsikan kondisi geologi setempat.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-9
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.4. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Fisiografi, Tanah dan Geologi
No Parameter Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Keterangan
1. Topografi Parameter-parameter yang terukur juga digunakan dalamanalisis kestabilan lereng
a. Posisi Pengukuran langsung dengan GPS Manual hasil pencatatan posisi dg GPS Parameter-parameter yang terukur diplotkan langsungpada peta
b. Kelerengan Pengukuran langsung menggunakankompas terkalibrasiPengukuran/pembuatan peta lerengdari Peta Rupa Bumi
Perhitungan dengan metode Thornwhite(Grid System)
Parameter-parameter yang terukur diplotkan langsungpada peta sebagai ceking hasil perhitungan dari konturPeta Rupa Bumi
c. Relief Pengukuran langsung menggunakankompas geologi
Hubungan antara kemiringan lerengdengan beda tinggi lokal
Parameter-parameter yang terukur diplotkan langsungpada peta
2. Struktur geologi Parameter-parameter yang terukur juga digunakan dalamanalisis kestabilan geologi
a. Posisi Pengukuran langsung dengan GPS Parameter-parameter yang terukur diplotkan langsungpada peta
3 Batuan Parameter-parameter yang terukur juga digunakan dalamanalisis kestabilan geologi
a. Jenis Observasi Analisis makroskopis petrolografib. Posisi Pengukuran langsung dengan GPS Parameter-parameter yang terukur diplotkan langsung
pada peta4. Jenis tanah Pemboran tanah dengan hand auger
(bor tangan) untuk ambil sampeltanah
Analisis laboratorium (tekstur, struktur,kandungan bahan organik) denganmengunakan teknik segitiga tekstur USDA
Parameter-parameter terukur juga digunakan dalamanalisis kestabilan tanah (erosi)
a. Sifat-sifat fisik Deskripsi dan analisis ukuran batir Analisis langsung lapangan (kedalamansolum, warna, pH, struktur) dan analisalaboratorium (Kandungan N,P,K, B.O., dll)
Mencakup parameter-parameter untuk analisis erosi yaitutekstur, struktur dan kandungan bahan organik
b. Permeabilitas danporositas
Deskripsi dan tes permeabilitas insitu Analisis laboratorium Mencatat tingkat permeabilitas tanah (lambat, sedang,cepat).
c. Kesuburan tanah Pengambilan sampel tanah denganhand auger saat melakukanpemboran tanah
Analisis kesuburan tanah terhadapparameter penentu kesuburan tanah
Parameter penentu kesuburan terukur digunakan untukanalisis kesuburan tanah
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-10
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.1.3. Hidrologi dan Kualitas Air
3.1.1.3.1. Hidrologi
a. Metode pengumpulan data
Lingkup studi komponen lingkungan hidrologi meliputi komponen-komponen sebagai berikut:
1) Hidrologi/air permukaan
a. Karakteristik fisik sungai, danau dan rawa
b. Rata-rata debit dekade, bulanan dan tahunan
c. Kadar sedimentasi (lumpur), tingkat erosi
d. Kondisi fisik daerah resapan air permukaan dan air tanah
e. Kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi air
2) Tingkat penyediaan dan kebutuhan/pemanfaatan air
Tabel 3.5. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Hidrologi
No ParameterMetode Pengumpulan
Data Metode Analisis Data Keterangan
A Hidrologi/Air Permukaan1. Karakteristik fisik
sungai1.a. Pola alur sungai Berdasar peta rupa bumi
skala 1:25.000 danobservasi cek lapangan
Analisis secara deskriptifterhadap pola aliran sungai(drentitik, paralel, trelis,rektangular dll)
Dari pola alur sungai dapatmemberikan informasi tentangstruktur geologi dan jenisbatuan.
1.b. Pola drainase Observasi visual dari petarupa bumi skala 1:25.000Dan interview serta datasekunder aliran
Obsrvasi dan analisis datasekunder tentang keajeganaliran sungai sepanjangtahun.
1.c. Kerapatan drainase Pengukuran pada peta daripeta rupa bumi skala1:25.000
Analisis KerapatanDrainase dengan rumus:Dd= L / ADd= Kerapatan drainase(km/km2)L= Panjang seluruh alursungai (km)A = Luas DAS (km2)
Nilai Dd dapat digunakan untukmemberikan informasi tentangkondisi pengatusan (drainage)apakah pengatusannya : jelek,sedang atau baik, danintensitas proses torehanakibat erosi pada lokasitersebut
1.d. Kondisi dasar sungai Observasi visual lapangan Deskriptif observasional Dapat memberikan informasibagaimana sedimen transportsungai tersebut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-11
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.5. Lanjutan
No ParameterMetode Pengumpulan
Data Metode Analisis Data Keterangan
1.e. Prakiraan ketinggianmuka air sungaimaksimum
Pengukuran dengan jalanatau tongkat berskala dilapangan, atau tanayakepada penduduksetempat
Deskriptif observasional
1.f. Kedalaman sungairata rata
Pengukuran dengan jalanatau tongkat berskala dilapangan
Deskriptif observasional
1.h. Lebar sungai rata-rata
Pengukuran dengan pitaukur di lapangan
1.i. Kemiringan dindingsungai
Pengukuran dengan abneylevel atau kompas geologi
Visual dan deskriptif
1.j. Kondisi banjir Data sekunder Deskripsif observasional Data yang dikumpulkan antaralain, periodisasi banjir, lokasi-lokasi banjir, luasan areabanjir
2 Debit/DischargeSungai
Data sekunderDan data primer
MatematikQ = V * A
Data debit dekade, bulanan,tahunan
3. Debit aliranpermukan
Metode rasionalData primer
MatematikR = 0,028C.I.A(m3/dt)
Butuh data hujan, luas daerahdan data penutup lahan
4. Kualitas airpermukaan *)
Menerapkan StandardMethods for TheExamination of Water andWastes Water, APHA, edisike 20, tahun 200. BakuMutu Air yang akandipergunakan adalah PPNo. 82 tahun 2001.
Menerapkan NationalSanitation Foundation’sWater Quality Index (NSF-WQI), (Ott, 1998).
Pengukuran parameter fisikseperti suhu, pH, TDS, DO danDHL dilakukan langsung dilapangan (in situmeasurement)
5. Tingkat erosi Observasi visual, peta rupabumi, kemiringan danpanjang lereng, sifat fisiktanah, data hujan
USLE MethodA = R.K.L.C.P (ton/ha/th)
Pengukuran parameter erosidilakukan di lapangan dananalisis laboratorium
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-12
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.5. Lanjutan
No ParameterMetode Pengumpulan
Data Metode Analisis Data Keterangan
6. Kondisi fisik daerahresapan
6.a. Topografi Observasi visual danpengukuran langsung dilapangan dan peta rupabumi
Analisis morfologi (kaitanlereng dengan relief)
Data ini didapatkan padasurvei komponen fisiografi
6.b. Air larian permukaan(run off)
Observasi visual danpengukuran luas DAS padapeta dengan planimeter
Persamaan empiris denganrumus Q = 0,028.C.I.A.(Rational equation)
Lokasi dimana terjadipembukaan lahan (tapaksumur, jalur pipa dll.
B. Tingkat penyedia-an dan kebutuhan/pemanfaatan air
Data sekunder Perhitungan tingkatkebutuhan/pemanfaatanair dihitung berdasarkanrata-rata penggunaanvolume air per satuan luaslahan untuk pertanian,rata-rata penggunaan airuntuk industri, dan rata-rata penggunaan air untukkegiatan lainnya
Masing-masing komponen dan paramerter lingkungan yang diprakirakan terkena dampak
tersebut akan dikumpulkan baik dari lapangan maupun instansi terkait, dengan rencana lokasi
pengambilan sampel disajikan pada Peta Rencana Lokasi Pengambilan Sampel, yang selanjutnya
akan dianalisis untuk menentukan skala Kualitas Lingkungannya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-13
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.1.3.2. Kualitas Air
1) Kualitas air tanah
Untuk mengetahui kualitas air tanah pada lokasi penelitian, maka dilakukan pengukuran
terhadap kualitas air sumur penduduk. Pengambilan sampel air tanah untuk penelitian ini
dilakukan di sekitar lokasi rencana tapak sumur, LNG Plant, pembuatan dermaga, dan jalur
pemipaan. Jumlah lokasi pengambilan sampel sebanyak 22 buah (GW-1 s/d GW-22). Cara
pengukuran, perhitungan dan evaluasi kualitas air tanah berpedoman pada Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990. Parameter-parameter kualitas air tanah yang
akan diukur disajikan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Parameter Kualitas Air Tanah/Sumur yang akan Diukur(sesuai PERMENKES 907/MENKES/SK/VII/2002)
No. Parameter
1 Antimony2 Air raksa (Hg)3 Arsenic (As)4 Barium (Ba)5 Boron (Bo)6 Cadmium (Cd)7 Kromium (Cr)8 Tembaga (Cu)9 Sianida (CN)10 Fluorida (F)11 Timah (Pb)12 Nikel (Ni)13 Nitrat (NO3)14 Nitrit (NO2)15 Selenium (Se)16 Amonia (NH3)17 Alumunium (Al)18 Klorida (Cl)-
19 Tembaga (Cu)20 Kesadahan (Ca CO3)21 Hidrogen Sulfida (H2S)22 Besi (Fe)23 Mangan (Mn)24 pH25 Sodium (Na)26 Sulfat (SO4)27 TDS28 Seng (Zn)29 Kekeruhan30 E. Coli31 Fecal coli32 Suhu33 Total zat padat terlarut (TDS)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-14
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2) Kualitas air permukaan
Untuk mengetahui kualitas air permukaan (air sungai) pada lokasi penelitian, maka dilakukan
pengukuran terhadap kualitas air permukaan. Cara pengukuran, perhitungan dan evaluasi
kualitas air sungai berpedoman pada Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Kep.Men LH No. 37 Tahun
2003 tentang Metode Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air
Permukaan. Pengambilan sampel air permukaan untuk penelitian ini dilakukan di sungai-
sungai terdekat yang terpengaruh oleh kegiatan di BS, GPF, Kilang LNG, sumur dan jalur pipa
dan sekitarnya. Parameter-parameter kualitas air permukaan yang akan diukur disajikan
pada tabel berikut.
Tabel 3.7. Parameter Kualitas Air Permukaan yang akan Diukur(sesuai PP RI No. 82 Tahun 2001)
No. Parameter
1 pH2 DO3 Kekeruhan4 DHL5 BOD6 COD7 Total fosfat sebagai P8 NO39 NH310 Kobalt (Co)11 Barium (Ba)12 Boron (Bo)13 Kadmium (Cd)14 Khrom (VI)15 Tembaga (Cu)16 Besi (Fe)17 Timbal (Pb)18 Mangan (Mn)19 Air Raksa (Hg)20 Seng (Zn)21 Khlorida (Cl)22 Sianida (CN)23 Fluorida (F)24 Nitrit (NO2)25 Sulfat (SO4)26 Khlorin bebas27 Belerang sbg H2S28 Minyak dan Lemak29 Detergen30 Residu Terlarut31 Residu Tersuspensi32 Total Coliform33 Fecal Coliform
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-15
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Lokasi pengambilan sampel ditetapkan pada lokasi tapak proyek dan sekitarnya yang
diprakirakan akan terkena dampak kegiatan proyek. Penetapan lokasi ini juga
mempertimbangkan:
1. Kemiringan topografi daerah aliran sungai dan daerah resapan,
2. Arah aliran sungai,
3. Arah aliran air tanah.
Pengambilan sampel air tanah akan dilakukan pada 10 titik/lokasi yang didasarkan pada
perbedaan jenis tanah dan pertimbangan lain, yaitu kemungkinan sebidang tanah tercemar
oleh limbah pemboran, sedangkan sampel air sungai akan diambil di 6 lokasi. Titik-titik
lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Peta Lokasi Pengambilan Sampel
(Gambar 3.3), sedangkan justifikasi penentuan lokasi tersebut diuraikan sebagai berikut:
Justifikasi lokasi pengukuran debit sungai di sekitar tapak proyek
Pengukuran debit sungai dilakukan pada muara-muara sungai-sungai minor yang
mensuplai air dan sedimen ke dalam Sungai yang terpengaruh oleh GPF, BS, Kilang LNG,
sumur, jalur pipa dan sekitarnya. Debit memiliki hubungan erat dengan jumlah sedimen
yang dibawanya. Dengan mengetahui besarnya debit aliran maka dapat diperkirakan
besarnya beban debit dari sungai tersebut, sehingga dapat diprakirakan pasokan debit ke
daerah hilir yang memungkinkan dapat terjadinya banjir.
Hal ini penting dilakukan karena diperkirakan selama pekerjaan proyek, erosi akan
semakin besar sehingga sedimen yang terbawa oleh air akan semakin banyak dan beban
sedimen yang masuk kedalam sungai-sungai itu akan semakin besar.
Justifikasi lokasi pengukuran debit sungai di sepanjang jalur pipa
Pengukuran debit sungai ditujukan untuk mengetahui volume air sungai yang tersedia
sepanjang tahun. Lokasi pengukuran dilakukan pada upstream dan downstream sungai.
Tujuan utama pengukuran ini untuk mengetahui jumlah volume air in reservoir (Qin –
Qout), sehingga prediksi akibat pengambilan air sungai ini serta perkiraan volume air
yang boleh diambil dapat dilakukan. Sungai-sungai yang akan diambil debitnya adalah
sungai terdekat yang memenuhi syarat.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-16
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Justifikasi lokasi sampling kualitas air sungai
Lokasi sampling kualitas air sungai, ditetapkan sedemikian rupa dengan tujuan utama
untuk mengetahui kondisi kualitas air sungai sebelum pelaksanaan proyek. Lokasi utama
pengambilan sampel air sungai dilakukan pada Sungai yang terpengaruh oleh GPF, BS,
Kilang LNG, sumur dan jalur pipa. Lokasi sampling ditetapkan pada posisi hulu, tengah
dan hilir sungai sehingga kondisi kualitas alamiah air sungai dan interaksinya dengan tata
guna air sekitar dapat diketahui.
Justifikasi lokasi sampling kualitas air tanah
Lokasi sampling kualitas airtanah ditetapkan sedemikian rupa dengan tujuan utama untuk
mengetahui kondisi kualitas airtanah dangkal sebelum pelaksanaan proyek. Lokasi utama
pengambilan sampel air tanah adalah di area rencana GPF, BS, Kilang LNG, sumur dan
jalur pipa. Di area rencana tapak proyek lokasi sampling ditentukan dengan menggunakan
prinsip purposive sampling yang mewakili kondisi daerah upstream dan downstream aliran
airtanah. Tujuannya agar perubahan kualitas dari daerah upstream ke downstream dapat
termonitor, sehingga diketahui pengaruh lingkungan saat ini terhadap perubahan kondisi
kualitas airtanah dangkal sebelum proyek. Pada lokasi-lokasi sepanjang pipa, tujuan
utamanya adalah mengetahui kondisi awal kualitas airtanah di daerah ini sebelum
keberadaan pipa penyalur gas.
b. Metode analisis data
Parameter yang telah diukur/diamati dan dicatat kemudian dianalisis dengan metode seperti
yang diuraikan dalam Tabel 3.8.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-17
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.8. Parameter, Teknik Pengujian, Spesifikasi MetodePengujian Kualitas Air
No Parameter Teknik PengujianSpesifikasi
MetodePengujian1 Amonium Spektrofotometri dengan Nessler SNI 06-2479-19912 Besi Spektrometri serapan atom SNI 06-2523-19913 BOD Inkubasi Winkler SNI 06-2503-19914 COD Refluk secara tertutup SNI 06-2504-19915 Fenol Spektrofotometri dengan aminoantipirin SNI 19-1656-19896 Krom Spektrometri serapan atom SNI 06-2511-19917 Kadmium Spektrometri serapan atom SIN-06-2465-19918 Minyak dan lemak Ekstraksi dengan petroleum eter SNI 19-1660-19899 Nitrat Spektrofotometri dengan brusin sulfat SNI 06-2480-199110 Nitrit Spektrofotometri dengan Asam sulfanilat SNI 06-2484-199111 Perak Spektrometri serapan atom SNI 06-4162-199612 Sulfida Spektrofotometri dengan para aminodimetil anilin SNI 19-1664-198913 Sianida Titrimetri dan kolorimetri SNI 19-1504-198914 Seng Spektrometri serapan atom SNI 06-2507-1991
Sumber : Kepmen LH No. 37 tahun 2003
Berikut ini disajikan persamaan-persamaan matematik untuk menghitung besar data debit,
sedimen transport total dan erosi dari metode analisis data hidrologi, suspensi dan parameter
erosi.
1. Pengukuran debit sungai dan debit aliran permukaan
a. Pengukuran langsung lapangan
Data debit, terutama diperoleh dari data sekunder dari instansi terkait (Bappeda
Kabupaten Banggai (2006) yang telah ada dengan pencatatan data jangka panjang,
sedangkan data pengukuran debit secara langsung dilakukan untuk ceking kondisi
debit tetapi sifatnya hanya debit sesaat.
Pengukuran debit sungai dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Lebar sungai di lokasi pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.
2) Masing-masing seksi diukur kedalaman airnya, kemudian diukur kecepatan aliran
air sungai pada kedalaman tertentu (0,2 dan 0,8 dari kedalaman air sungai) dengan
”current meter”, dan selanjutnya dihitung luas penampang masing-masing seksi.
3) Debit sungai dihitung dengan mengkalikan kecepatan aliran dengan luas
penampang masing-masing seksi.
4) Debit total air sungai adalah jumlah seluruh debit masing-masing seksi dalam
penampang sungai tersebut, dengan rumus sebagai berikut:
Catatan :Qw = debit total sungai (m3/detik)Q = debit masing-masing seksi penampang sungai (m3/detik)n = banyaknya seksi pengukuran
n
q
QnQw1
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-18
PT. PERTAMINA EP - PPGM
b. Rational Method
Perhitungan debit aliran permukan dengan menggunakan rumus rasional (empiris)
sebagai berikut:
R = 0,028C.I.A
Dimana : R = Debit larian air permukaanC = Koefisien aliran permukaanI = Intensitas hujan (mm/jam)A = Luas area/wilayah DAS (Ha)
Sumber: Sitanala Arsyad, 1989
2. Prakiraan besar erosiPrakiraan besar erosi dilakukan dengan rumus empris dari United Soil Loss Equation(USLE) yaitu:
E = R.K.L.S.C.P
Dimana : E = Soil loss (ton/ha/tahun) S = Faktor kemiringan lerengR = Faktor erosivitas hujan C = Faktor jenis tutupan lahanK = Faktor erodibilitas hujan P = Faktor konservasi tanahL = Faktor panjang lereng
3.1.1.4. Hidro-oseanografi
1) Metode pengumpulan data
Pengumpulan data lingkungan dilakukan melalui pemetikan data primer dan pengumpulan
data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan di perairan laut di sekitar sumur lepas
pantai di sekitar dermaga dalam kompleks kilang LNG dengan pengambilan sampel yang
kemudian diuji di laboratorium atau pengukuran langsung. Parameter hidro-oseanografi yang
diukur/diamati meliputi:
a. Batimetri
Data hidrometri diperoleh dari data sekunder berupa peta yang dikeluarkan DISHIDROS
maupun hasil pengukuran/pemetaan/kajian/studi terdahulu. Data batimetri diperlukan
untuk mengkaji dampak yang terjadi dari kegiatan pembangunan dermaga dan pemboran
sumur lepas pantai.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-19
PT. PERTAMINA EP - PPGM
b. Pasang surut
Data pasang surut diperoleh dari data sekunder hasil pengukuran terdahulu yang telah
dipakai untuk penyusunan design FSO maupun fasilitas pantai. Selain itu, data sekunder
dari DISHIDROS juga dapat digunakan. Data pasang surut diperlukan untuk pemodelan
hidrodinamika, untuk mengetahui kisaran kedalaman perairan dan prakiraan dampak
kegiatan konstruksi pembangunan dermaga dan pemboran sumur lepas pantai. Pasang
surut diamati setiap interval satu jam selama minimal 15 hari.
c. Arus
Data arus didasarkan pada data sekunder DISHIDROS dan dari studi terdahulu. Selama
pengambilan sampel juga dilakukan pengukuran arus di lokasi pengambilan sampel
selama minimal tiga hari. Pengukuran dilakukan dengan current meter pada kedalaman
0,2; 0,6 dan 0,8 kali kedalaman untuk mendapatkan arah dan kecepatan rata-rata sesaat.
Data arus diperlukan untuk memperkirakan kegiatan konstruksi pembangunan dermaga
dan pemboran sumur lepas pantai.
d. Gelombang
Sama halnya dengan data arus, data gelombang juga didasarkan pada data sekunder dari
kajian-kajian yang pernah dilakukan di sekitar lokasi.
e. Temperatur air
Parameter temperatur air diukur pada saat pengambilan sampel dengan termometer
lapangan. Untuk mendapatkan keadaan temperatur dalam rentang waktu yang lebih
panjang, data sekunder hasil pengukuran/studi yang lampau akan digunakan.
f. Kualitas air laut
Untuk mengetahui kualitas air laut di lokasi penelitian, maka dilakukan pengukuran
terhadap kualitas air laut. Evaluasi kualitas air laut berpedoman pada Keputusan MENLH
No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Lampiran I untuk Perairan Pelabuhan.
Pengambilan sampel air permukaan untuk penelitian ini dilakukan di sekitar lokasi rencana
pembangunan dermaga. Parameter-parameter kualitas air laut yang akan diukur disajikan
pada Tabel 3.9.
g. Salinitas
Salinitas pada saat pengambilan sampel diukur dengan salinometer. Sedangkan variasi
salinitas dalam jangka panjang akan didasarkan pada kajian data sekunder.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-20
PT. PERTAMINA EP - PPGM
h. Keadaan dasar perairan
Keadaan dasar perairan diamati dengan pengambilan sedimen dasar menggunakan grab
sampler dan sonar di sekitar lokasi sumur pemboran lepas pantai dan lokasi dermaga.
Selain itu juga dilakukan penyelaman untuk mencek keadaan dasar laut.
Tabel 3.9. Parameter Kualitas Air Laut untuk Perairan Pelabuhan(sesuai dengan KEPMENLH No. 51 Tahun 2004)
No. Parameter
1 Kecerahan2 Padatan tersuspensi total3 Suhu4 Ph5 Salinitas6 Amonia total (NH3)7 Sulfida (H2S)8 Hidrokarbon total9 Senyawa Fenol total10 PCB (poliklor bifenil)11 Surfaktan (Deterjen)12 Minyak dan lemak13 Suhu14 Cadmium (Cd)15 Tembaga (Cu)16 Timbal (Pb)17 Seng (Zn)18 Coliform (total)19 Kekeruhan20 BOD521 DO
Lokasi pengumpulan data meliputi zona pantai, yaitu kurang lebih 2 km ke arah kanan
dan kiri rencana pembangunan dermaga (dalam Kompleks Kilang LNG).
Pemilihan lokasi pengumpulan data didasarkan pada pertimbangan berikut:
Lokasi yang paling potensial mengalami dampak, yaitu lokasi tapak proyek.
Lokasi yang potensial terkena sebaran dampak.
Selain itu pendekatan analogi berdasarkan kondisi hidro-oseanografi di lokasi lain yang
relatif masih dekat dengan lokasi calon tapak proyek juga diterapkan, terutama
menyangkut perkiraan arah sebaran arus dan kondisi batimetri.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-21
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2) Metode analisis data
Analisis data untuk tiap parameter yang diukur/diamati dilakukan dengan metode yang
tercantum dalam Tabel 3.10.
Tabel 3.10. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis DataHidro-Oseanografi
No Parameter Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Keterangan
1. Batimetri Data sekunder yang ada (PetaBatimetri)
Deskriptif, dengan membacapeta Batimetri yang telah ada.
Perairan sekitar tapak kegiatanpembangunan dermaga dansumur lepas pantai
2. Pasang surut Data sekunder dari penelitiansebelumnya, atau data dari dishidrospada pelabuhan terdekat
Analisis harmoni untuk menetap-kan MSL (Mean Sea Level), HWL(High Water Level), LWL (LowWater Level)
Perairan sekitar tapak kegiatanpembangunan dermaga dansumur lepas pantai
3. Arus Data sekunder hasil penelitansebelumnya,
Analisis deskriptif kecepatan arusdan arah arus
Pada beberapa titik di sekitarlokasi pembangunan dermagadan sumur lepas pantai
4. Gelombang Data sekunder pada pelabuhanterdekat atau observasi visualmenggunakan pencatat gelombang
Analisis karakteristik ketinggiandan periode gelombang yangsignifikan; serta wavehindcasting
Lepas pantai (pada lokasi SPMlocation) dan dekat pantai
5. Suhu Data sekunder pada stasiunmeteorology terdekat atau denganpengukuran langsung menggunakanthermometer
Fluktuasi suhu (untuk menetap-kan suhu ambien)
Dekat pantai sampai 10 mLWL
6. Kualitas airlaut
Sampling dan pengukuran setempat Fluktuasi kualitas air (kondisisaat ini)
Lepas pantai (di lokasi SPM)dan sekitar pantai.
Peta Lokasi Pengambilan Sampel dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Dinamika proses sedimentasi sepanjang pantai sangat tergantung dengan dinamika air laut
dekat pantai. Dinamika air laut maupun gelombang pecah (surf) berpengaruh pada dinamika
morfologi pantai terutama dalam proses erosi dan sedimentasi pantai. Dinamika air laut
dapat didekati dengan dengan menggunakan formula tentang skala faktor pecah gelombang
(surf scaling factor) oleh Guza dan Bowen, 1975 (dalam Pethick, 1984) dan koefisien pecah
gelombang (wave breaker coefficient) menurut Galvin, 1968, 1972 (dalam Pethick, 1984)
sebagai berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-22
PT. PERTAMINA EP - PPGM
1) Faktor skala pecah gelombang (surf scaling factor)
a : Tinggi gelombang (m)
T : Periode gelombang (dt)
: Lereng pantai (…o)
g : Percepatan gravitasi bumi (9.8 m/dt2)
2) Koefisien pecah gelombang:
2.. Tsg
HB bb
Keterangan:
Bb : Koefisien pecah gelombang
Hb : Tinggi gelombang (m)
g : Percepatan karena gravitai bumi (9.8 m/dt2)
s : Kemiringan lereng (%)
T : Periode gelombang (dt)
Tipe gelombang ada empat macam (Galvin,1968, 1972):
a. surging,
b. collapsing,
c. plunging, dan
d. spilling.
Tipe pecah gelombang surging breaker adalah berasosiasi dengan pantai rata (flat),
gelombang rendah dengan pantai agak curam. Akibat tipe ini akan berdampak langsung
pada proses erosi dan pantai mundur arah ke darat. Tipe pecah gelombang spilling
berasosiasi dengan gelombang tinggi, pendek dan pantai rata. Diantara kedua tipe pecah
gelombang yang ekstrim ini terdapat tipe plunging dan collapsing untuk gelombang
rendah. Kedua tipe pecah gelombang ini mempunyai kecenderungan untuk terjadinya
pengendapan (depositional). Tabel 3.11 menunjukan perbandingan nilai antara koefisien
pecah gelombang (wave breaker coefficient) dan faktor pecah gelombang (surf scaling
factor).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-23
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.11. Perbandingan Koefisien Pecah Gelombang danFaktor Skala Pecah Gelombang
Pengarang Teori RumusTransisi Tipe Pecah Gelombang
Surging keplunging
Plunging kespiling
Galvin, 1968,1972
Guza andBowen, 1975
Koefisien PecahGelombang (Breakercoefficient)
Faktor Skala PecahGelombang (Surfscaling factor)
2b
b g.s.TH
B
βg.Ttana.2πε
2
0,003
2.5
0.068
33
Source: Pethick, 1984
3.1.1.5. Ruang, Lahan dan Tanah
1) Tata Ruang
a. Metode pengumpulan data
Dua pendekatan akan digunakan dalam studi tata ruang ini, yaitu :
1) Kajian data sekunder
Kegiatan utama dalam kajian data sekunder ini adalah pengumpulan berbagai peta
yang memuat data tata ruang wilayah studi yaitu wilayah Kecamatan Batui, Toili dan
Toili Barat (Kabupaten Banggai). Dalam metode ini akan dikaji keberadaan rencana
tata ruang yang ada. Lebih lanjut akan dikaji pula kebijakan-kebijakan pengembangan
ruang di wilayah studi.
2) Observasi lapangan
Dalam observasi ini akan dikaji pola tata ruang yang ada sebagaimana telah
dikumpulkan melalui data sekunder. Dalam observasi lapangan ini akan dikaji secara
khusus kemungkinan pemindahan pemukiman penduduk di sepanjang jalur pipa (bila
ada) serta alternatif-alternatif tata ruang yang dapat mengakomodasi antara
kepentingan pemukiman penduduk dan kepentingan proyek. Secara khusus akan
dilakukan pula dokumentasi lansekap kawasan agar pembangunan di kawasan ini tidak
mengurangi kualitas lansekap wilayah studi.
Hasil-hasil kajian lapangan dan data sekunder ini akan digunakan untuk memberikan
masukan bagi kajian tata ruang serta mengusulkan ide-ide penataan ruang wilayah
studi. Secara khusus akan diusulkan tata ruang yang meminimalkan kemungkinan
konflik antar kegiatan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-24
PT. PERTAMINA EP - PPGM
b. Metode analisis data
1) Inventarisasi tata guna lahan dan sumberdaya lainnya serta kemungkinan
pengembangan serta peruntukkannya dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten.
2) Rencana pengembangan wilayah, rencana tata ruang, dan rencana tata guna lahan
dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui persebaran, kepadatan dan pola
penggunaan lahan di masing-masing fungsi ruang.
2) Tanah
a. Metode pengumpulan data
Pengumpulan data tanah dilakukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder.
Dasar penentuan lokasi pengambilan sampel tanah, adalah jenis tanah di daerah
penelitian yaitu tapak GPF, BS, Kilang LNG, sumur, jalur pipa dan sekitarnya. Jenis tanah
di daerah penelitian secara garis besar terdapat dua jenis tanah, yaitu tanah aluvial dan
grumusol, dengan masing-masing tanah diambil 5 sampel tanah dengan maksud untuk
dapat mewakili seluruh karakteristik tanah (sifat fisik, kimia dan kesuburan).
Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengukuran langsung di lapangan
menggunakan bor tangan (hand auger) lengkap dengan soil test kit untuk sidik cepat sifat
fisik, seperti: tekstur, kedalaman solum, drainase dan sifat kimia tanah lapangan, seperti:
pH, kandungan bahan organik (BO) dan kandungan kalsium (Ca). Selain itu, sampel tanah
diambil untuk keperluan analisis sifat-sifat fisik dan kimia tanah secara akurat di
laboratorium guna menentukan tingkat kesuburan tanah.
b. Metode analisis data
Unsur-unsur yang dikaji dalam analisis laboratorium tersebut meliputi unsur-unsur fisika
dan kimia tanah. Unsur-unsur fisik tanah meliputi unsur ketebalan solum tanah, horison
tanah, tekstrur, struktur, warna dan konsistensi tanah. Unsur-unsur kimia tanah meliputi
unsur-unsur bahan organik, pH tanah, KTK, kandungan N, P, K dan lain-lain, dimaksudkan
untuk menganalisis tingkat kesuburan tanah. Pengumpulan data sekunder tanah
dilakukan dengan pengumpulan data dari hasil laporan penelitian terdahulu serta dari
peta tanah dan kesesuaian tanah daerah penelitian.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-25
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.1.6. Transportasi Darat
a. Metode pengumpulan data
Jenis data yang digunakan untuk mempekirakan dampak pada komponen transportasi,
meliputi volume kendaraan, geometri ruas jalan dan simpang, jenis dan kondisi kerusakan
jalan, kecelakaan lalulintas serta kecepatan sesaat pada lokasi yang berpotensi
membangkitkan pejalan kaki. Jenis data dan metoda pengumpulan data dapat diuraikan
sebagai berikut.
Volume arus lalulintas
Metoda pengambilan data volume arus lalulintas dilakukan dengan metoda
pencacahan arus lalulintas tiap jenis kendaraan (traffic counting) pada ruas jalan.
Pengamatan dilakukan dengan interval waktu tiap 15 (lima belas) menitan yang
mencakup periode waktu jam sibuk. Prakiraan jam sibuk didasarkan pada kondisi tata
guna lahan di sekitar jalan/simpang yang akan diamati. Dari hasil observasi awal di
lokasi, ditentukan periode jam pengamatan mulai jam 06.00 – 14.00.
Klasifikasi kendaraan yang disurvai adalah :
1. Light Vehicle (LV) : Kendaraan ringan, terdiri dari mobil pribadi, pickup
2. Heavy Vehicle (HV) : Kendaraan berat, terdiri dari bus sedang, truk 2 As, truk
3 As atau lebih dan bus besar
3. Motor Cycle (MC) : Sepeda motor
4. Unmotorized (UM) : Kendaraan tidak bermotor, seperti sepeda
Geometri Ruas Jalan dan Simpang
Data geometri ruas diperoleh dengan cara pengukuran langsung di lapangan maupun
data sekunder dari instansi berwenang, untuk mendapatkan data berupa:
- Lebar lajur
- Lebar perkerasan total,
- Lebar bahu jalan
Data lain yang diperlukan meliputi fasilitas kelengkapan jalan, yaitu meliputi rambu
dan marka jalan.
Kecepatan Setempat
Data kecepatan setempat (spot speed) diperoleh dengan pengukuran langsung
dengan cara mengamati waktu tempuh pada jarak 50 m pada ruas jalan untuk setiap
jenis kendaraan bermotor secara acak. Waktu pengukuran dilakukan bersamaan
dengan pengambilan data volume arus lalulintas (traffic counting).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-26
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Jenis dan Kondisi Kerusakan Jalan
Mengamati secara langsung kondisi perkerasan jalan khususnya pada ruas jalan yang
akan dijadikan sebagai rute angkutan barang/material. Data lain yang diperlukan
adalah kondisi jembatan yang berada di sepanjang ruas jalan.
Tingkat kecelakaan
Data tentang kecelakaan diperoleh berdasarkan wawancara dengan warga yang
tinggal di sekitar ruas jalan yang dijadikan rute angkutan barang serta data sekunder
dari Polsek Batui, Toili dan Toili Barat.
b. Metode Analisis
Kapasitas Ruas Jalan
Kapasitas ruas jalan perkotaan dapat diketahui dengan mengacu pedoman dari
Manual Kapasitas Ruas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997 sebagai berikut:
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs
Dengan:C : Kapasitas ruas jalan (smp/jam)Co : Kapasitas dasar (smp/jam)FCw : Faktor penyesuaian lebar jalanFCsp : Faktor penyesuaian distribusi arahFCsf : Faktor penyesuaian hambatan sampingFCcs : Faktor penyesuaian ukuran kota
Faktor penyesuaian dan Kapasitas dasar (Co) untuk masing-masing tipe jalan
berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.12. Faktor Penyesuaian Lebar Jalur
Tipe Jalan Lebar jalur lalulintasefektif (meter)
Faktor Penyesuaian(FCw)
4/2 D atauJalan satu arah
3,00 0,92
3,25 0,963,50 1,003,75 1,04
4/2 UD
3,00 0,913,25 0,953,50 1,003,75 1,05
2/2 UD5,00 0,566,00 0,877,00 1,008,00 1,149,00 1,25
Sumber: MKJI, tahun 1997
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-27
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.13. Faktor Penyesuaian Distribusi Hambatan Samping Jalandengan Bahu (FCsf)
TipeJalan
Kelashambatan
Lebar Bahu efektif Ws0,5 m 1,0 m 1,5 m 2,0 m
4/2 D
VL 0,96 0,98 1,01 1,03L 0,94 0,97 1,00 1,02M 0,92 0,95 0,98 1,00H 0,88 0,92 0,95 0,98VH 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 UD
VL 0,96 0,99 1,01 1,03L 0,94 0,97 1,00 1,02M 0,92 0,95 0,98 1,00H 0,87 0,91 0,94 0,98VH 0,80 0,86 0,90 0,95
2/2 UD atauJalan searah
VL 0,94 0,96 0,99 1,01L 0,92 0,94 0,97 1,00M 0,89 0,92 0,95 0,98H 0,82 0,86 0,90 0,95VH 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: MKJI, tahun 1997
Tabel 3.14. Faktor Penyesuaian Distribusi Hambatan Samping Jalandengan Kereb (FCsf)
TipeJalan
Kelashambatan
Lebar Bahu efektif Ws0,5 m 1,0 m 1,5 m 2,0 m
4/2 D
VL 0,95 0,97 0,99 1,01L 0,94 0,96 0,98 1,00M 0,91 0,93 0,95 0,98H 0,86 0,89 0,92 0,95VH 0,81 0,85 0,88 0,92
4/2 UD
VL 0,95 0,97 0,99 1,01L 0,93 0,95 0,97 1,00M 0,90 0,92 0,95 0,97H 0,84 0,87 0,90 0,93VH 0,77 0,81 0,85 0,90
2/2 UD atauJalan searah
VL 0,93 0,95 0,97 0,99L 0,90 0,92 0,95 0,97M 0,86 0,88 0,91 0,94H 0,78 0,81 0,84 0,88VH 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber: MKJI, tahun 1997
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-28
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.15. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Jumlah Penduduk( jiwa)
FCcs
< 0,1 juta 0,860,1 - 0,5 juta 0,900,5 – 1,0 juta 0,941,0 – 3,0 juta 1,0
> 3,0 juta 1,04Sumber: MKJI, tahun 1997
Tabel 3.16. Faktor Penyesuaian Distribusi Arah (Jalan tanpa median)
Pemisahan arah (%) 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
FCsp Dua lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88Empat lajur 4/2 1,00 0,99 0,97 0,96 0,94
Sumber: MKJI, tahun 1997
Tabel 3.17. Kapasitas Dasar (Co)
Tipe jalan Kapasitas dasar(smp/jam) Catatan
4/2 D atau jalan satu arah 1650 Per-lajur4/2 D 1500 Per-lajur2/2 UD 2900 Total dua arah
Sumber: MKJI, tahun 1997
Kinerja Ruas Jalan
Penilaian kinerja ruas jalan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi tingkat pelayanan
yang ada saat ini dan kondisi setelah ada perubahan kondisi arus lalulintas
berdasarkan perbandingan antara volume kendaraan yang lewat (V) dibandingkan
kapasitas ruas jalan (C).
DS = V/C
dengan:DS : Degree of Saturation (derajat kejenuhan)V : Volume (smp/jam)C : Kapasitas ruas jalan (smp/jam)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-29
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Simpang Tidak Bersinyal
Berdasarkan pedoman dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, kapasitas
persimpangan untuk simpang tidak bersinyal dihitung berdasarkan rumus sebagai
berikut:
C = Co x Fw x FM x Fcs x FRSU x FLT x FRT x FMI
dengan:
C = Kapasitas (smp/jam)
Co = Kapasitas dasar (smp/jam)
Fw = Faktor penyesuaian lebar masuk
FM = Faktor penyesuaian median jalan utama
FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU = Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan
kendaraan tak bermotor
FRT = Faktor penyesuaian belok kanan
FLT = Faktor penyesuaian belok kiri
FMI = Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor
Kinerja Simpang Tak Bersinyal
Kinerja simpang tidak bersinyal ditentukan berdasarkan nilai tundaan lalulintas yang
terjadi (DT) terjadi sebagai berikut :
- Tundaan Lalulintas ( DT )
DT = c x A + (NQ1 x 3600) / c
Keterangan :
DT = Tundaan lalulintas rata-rata (detik/smp)
A = 0,5 x (1- GR)2 / (1-GR x DS)
- Tundaan Geometri (DG)
DGj = (1-Psv) x Pt x 6 (Psv x 4)
Keterangan :
DG = Tundaan geometri rata-rata pendekat – j (detik/smp)
Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat –j =min (NS,1)
Pt = Rasio kendaraan berbelok pada sutau pendekat.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-30
PT. PERTAMINA EP - PPGM
- Tundaan rata-rata (D)
D = DT + DG
Keterangan :
DT = Tundaan lalulintas rata-rata (detik/smp)
DG = Tundaan geometri rata-rata pendekat –j (detik /smp)
Identifikasi Daerah Rawan Kecelakaan
Untuk mengidentifikasi daerah rawan kecelakaan dengan area pengamatan sepanjang
1 km, maka digunakan rumus sebagai berikut:
JKRi x 106
TKRi = ---------------KLi x 365
3.1.2. Komponen Biologi
Komponen biologi yang diamati meliputi:
1) Biota air tawar
2) Biota air laut
3) Vegetasi alami dan budidaya
4) Satwa liar
3.1.2.1. Biota Air Tawar
Pengamatan biota sungai dilakukan di 25 (dua puluh lima) lokasi perairan di sekitar rencana
tapak proyek sesuai dengan lokasi pengambilan sampel kualitas air permukaan. Dasar
pengambilan sampel adalah media hidup biota sungai berada di sekitar tapak proyek sehingga
apabila kegiatan berlangsung diprakirakan dapat berpengaruh terhadap biota sungai. Biota
sungai yang akan ditelaah meliputi plankton, benthos, dan ikan. Adapun parameter yang diukur
meliputi, kelimpahan dan indek keanekaragaman untuk kelompok plankton dan benthos; dan
kekayaan jenis untuk ikan.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-31
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.2.1.1. Plankton
1) Metode pengumpulan data
Plankton diambil dengan menggunakan plankton net, mengingat air yang berada di sungai
dan laut cukup dinamis, maka jumlah air yang disampling dan disaring dengan plankton net
sebanyak 100 liter dan dipekatkan dalam botol plakton 10 ml dan diawetkan dengan larutan
formalin 4%, untuk dilakukan pengamatan di laboratorium. Plankton akan dipisahkan
menjadi kelompok fitoplankton dan zooplankton, untuk diketahui keanekaragaman jenis dan
kelimpahannya. Determinasi plankton menggunakan kunci determinasi yang dibuat oleh
Shirota (1966), Needham (1972), serta Ward and Whipple (1959).
2) Metode analisis data
Data plankton dianalisis untuk mengetahui densitas dan indeks diversitas. Densitas/
kerapatan plankton dihitung dengan rumus Welch (1948) dan untuk mengetahui indeks
keanekaragamannya, dengan indeks diversitas Shannon dan Weiner (Krebs, 1978). Indeks
keanekaragaman ini digunakan untuk mengetahui kondisi perairan.
Lca.1000)(N
catatan : N = kerapatan plankton per liter
a = rerata cacah plankton dari semua hitungan dalam SRCC
(Sedgwick Rafter Counting Cell) dengan kapasitas 1 mm3
c = volume air saring (cc)
L = volume air asli yang disaring (liter)
Indeks Keanekaragaman : H’ = - pilogpi
catatan : pi = n/N
n = jumlah individu suatu jenis
N = jumlah individu seluruh jenis
Kerapatan Plankton:
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-32
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.2.1.2. Benthos
1) Metode pengumpulan data
Sampel yang akan dicuplik dilakukan secara purposive random sampling dari perairan di
sekitar rencana kegiatan dengan menggunakan Eikman grap, dengan mengikuti prosedur
standar. Benthos yang telah diambil dari badan air, selanjutnya dipisahkan dari tanah
dengan cara menyaringnya agar bebas dari kotoran dan lumpur atau pasir. Setelah benthos
dipisahkan dari tanah, selanjutnya dimasukkan dalam kantong plastik atau botol koleksi
serta diberi pewarnaan terlebih dahulu menggunakan easin atau lugol dan diawetkan
dengan formalin 4% untuk diidentifikasikan di laboratorium.
2) Metode analisis data
Analisis data benthos dilakukan dengan menelaah kelimpahan dan indeks keanekaragaman
menggunakan indeks diversitas Shannon-Wiener.
3.1.2.1.3. Nekton
1) Metode pengumpulan data
Pengumpulan data ikan, udang dll didasarkan pada pengamatan langsung terhadap hasil
tangkapan pencari ikan atau nelayan dan melakukan wawancara langsung dengan
masyarakat setempat. Selain itu dilengkapi dengan data dari Dinas Perikanan Kabupaten
Banggai.
2) Metode analisis data
Data jenis-jenis ikan yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menelaah
kemungkinan adanya jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomi bagi masyarakat.
3.1.2.2. Biota Air Laut
3.1.2.2.1. Terumbu Karang
Terumbu karang yang diamati terletak di sekitar dermaga di lepas pantai Lokasi Kilang LNG
kurang lebih sepanjang 1 km dari garis pantai.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-33
PT. PERTAMINA EP - PPGM
1) Metode pengumpulan data
Untuk mengetahui kondisi ekosistem terumbu karang, akan dilakukan penyelaman pada
kedalaman 3 m dan 10 m. Metode yang digunakan adalah metode transek garis (English at
all, 1994), transek garis sejajar pantai sepanjang 100 m, jenis karang diamati berdasarkan
bentuk hidupnya dan penutupan area. Pengumpulan data ini dilakukan oleh 1 kelompok
penyelam yang terdiri dari 4 orang (1 orang membuat transek, 2 orang mengamati dan 1
orang mengatur dari atas perahu). Pengamatan terumbu karang ini didasarkan pada
pertimbangan rencana adanya jalur pipa lepas pantai yang kemungkinan akan melewati
habitat terumbu karang yang dapat menyebabkan matinya terumbu karang dan
terganggunya kehidupan biota laut lainnya.
2) Metode analisis data
Terumbu karang dianalisis berdasarkan kategori bentuk hidup karang dan prosentase
penutupan area untuk menentukan kondisi terumbu karang.
100%xtransekPanjang
hidupbentukkategorisetiaptotalpanjangpenutupanPersentase
Hasil analisis penutupan karang dimasukkan ke dalam skala kualitas lingkungan penutupan
terumbu karang modifikasi dari Kep.Men. LH 04/2001.
Tabel 3.18. Skala Kualitas Lingkungan Penutupan Terumbu Karang
Skala Kualitas Lingkungan % Penutupan Terumbu Karang
1 Sangat buruk 0 – 12,9
2 Buruk 13 – 24,9
3 Sedang 25 – 49,9
4 Baik 50 – 74,9
5 Sangat baik 75 – 100
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-34
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.2.2.2. Nekton
1) Metode pengumpulan data
Pengumpulan data ikan didasarkan pada pengamatan langsung terhadap hasil tangkapan
pencari ikan atau nelayan dan melakukan wawancara langsung dengan masyarakat
setempat. Selain itu dilengkapi dengan data dari Dinas Perikanan Kabupaten Banggai.
2) Metode analisis data
Data jenis-jenis ikan yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menelaah
kemungkinan adanya jenis-jenis ikan yang bernilai ekonomi bagi masyarakat.
3.1.2.3. Vegetasi Alami dan Budidaya
Pengamatan vegetasi di dalam dan sekitar tapak GPF, BS, Kilang LNG dan sumur, dan jalur pipa
beradasarkan azas keterwakilan vegetasi, seperti hutan, mangrove, perkebunan, persawahan,
pekarangan. Pada setiap daerah pengamatan akan dibuat 6 titik sampling pada tapak kegiatan.
Dasar pengambilan sampel di sekitar lokasi kegiatan adalah hilangnya flora di sekitar kawasan
tersebut apabila rencana kegiatan telah berlangsung. Pada jalur pipa juga akan dilakukan
pengamatan tanpa plot, terutama pada jalur yang berada di daerah persawahan ataupun kebun
campur. Penentuan pengambilan sampel di sekitar jalur pipa adalah sebagai perwakilan vegetasi
hutan, mangrove, kebun, pekarangan dan persawahan.
1) Metode pengumpulan data
Pengambilan/pengumpulan data vegetasi diperoleh dengan menggunakan teknik plot
quadrat sampling. Ukuran kuadrat 10 x 10 m untuk strata pohon. Adapun penempatan
kuadrat tersebut ditentukan secara sistematik random sampling. Pengamatan terhadap
tanaman budidaya dilakukan dengan inventarisasi, pengamatan langsung dan wawancara
tentang jenis tanaman yang dibudidayakan masyarakat di wilayah studi.
2) Metode analisis data
Data-data flora dianalisis untuk mengetahui indeks diversitas, frekuensi, kerapatan dan nilai
penting. Parameter yang ditelaah meliputi :
1) Indeks diversitas/keanekaragaman untuk komunitas flora darat dan mangrove.
Indeks diversitas diketahui melalui rumus indeks menurut Shannon – Wiener:
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-35
PT. PERTAMINA EP - PPGM
H’ = pilogpi
catatan : pi = n/Nn = jumlah individu suatu jenisN = jumlah total individu seluruh jenis
2)disampelplot yangtotalJumlah
hadirspesiesdimanapotJumlahFrekuensi
3)cuplikanArea
individuJumlahKerapatan
4) Nilai Penting (NP) = Frekuensi relatif (FR) + Kerapatan relatif (DR)
Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskripsif sehingga dapat disimpulkan
kualitas lingkungan flora di lokasi kegiatan dan sekitarnya.
3.1.2.4. Satwa Liar
1) Metode pengumpulan data
Pengumpulan data jenis-jenis satwa liar (anggota kelas Mammalia, Aves dan Reptilia)
dilakukan dengan pengamatan langsung (dengan bantuan teropong binokuler) dan tidak
langsung (jejak, kotoran, bagian tubuh yang ditinggalkan, wawancara) dan atau dengan
menggunakan data sekunder. Parameter yang akan ditelaah terdiri dari:
a) Kekayaan jenis
Untuk mengetahui kekayaan jenis satwa liar di lokasi kegiatan dan sekitarnya,
diperlukan pemahaman pengenalan jenis/spesies berdasarkan hasil identifikasi.
Identifikasi jenis satwa liar dapat dibantu dengan buku identifikasi satwa liar: mammal,
burung dan reptil.
b) Tingkat kelimpahan jenis
Tingkat kelimpahan jenis akan dibedakan menjadi banyak, sedang, dan sedikit.
2) Metode analisis data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menelaah adanya jenis-jenis yang
dilindungi atau nilai lain bagi masyarakat sekitarnya.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-36
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.19. Metode Sampling/Analisis Data dan PeralatanUntuk Pengamatan Komponen Biologi
Parameter Metode Pengumpulan Data Metode AnalisisData
Peralatan
A. Biota Air Tawar1. Plankton
KelimpahanDiversitas/keanekaragaman
Purposive Random SamplingTotal Strip Counting
Indeks DiversitasDeskriptifAnalisis
Plankton net
2. BenthosKelimpahanDiversitas/keanekaragaman
Purposive Random Sampling Indeks DiversitasDeskriptifAnalisis
Eikman grap
3. IkanDiversitas/keanekaragaman
InventarisasiWawancara
DeskriptifAnalisis
Daftar pertanyaan
B. Biota Air Laut1. Terumbu karang
Prosentase luas tutupankarang yang hidup
Transek garis Analisis Prosentaseluas tutupan karangyang hidup
GPSRoll meter
2. IkanDiversitas/keanekaragaman
InventarisasiWawancara
DeskriptifAnalisis
Daftar pertanyaan
C. Vegetasi Alami dan Budidaya1. Flora alam (liar)
KerapatanDiversitas/keanekaragaman
InventarisasiPloting
Indeks DiversitasKerapatan pohonDeskriptifAnalisis
Kuadrat plotRoll meter
2. Tanaman budidayaDiversitas/keanekaragaman
InventarisasiWawancara
DeskriptifAnalisis
Daftar pertanyaan
D. Satwa Liar1. Fauna liar
KelimpahanDiversitas/keanekaragaman
InventarisasiPencacahanIndex Point Abudance
DeskriptifAnalisis
TeropongbinokularHand counter
2. Hewan budidayaDiversitas/keanekaragaman
InventarisasiWawancara
DeskriptifAnalisis
Daftar pertanyaan
3.1.3. Komponen Sosial
a. Jenis data dan penentuan responden
Penelitian AMDAL aspek sosial rencana kegiatan PT. PERTAMINA EP – PPGM ini mengacu
pada Kep.Ka BAPEDAL No. 299/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam
Penyusunan AMDAL. Data yang diperlukan komponen sosial ekonomi dan budaya dalam
penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden
melalui wawancara secara terarah/terfokus dengan menggunakan pedoman wawancara
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-37
PT. PERTAMINA EP - PPGM
(interview guidance). Responden ditentukan dengan metode purposive random sampling.
Menurut Paton (1990), purposive sampling umumnya digunakan untuk penelitian kualitatif,
dimana pemilihan responden lebih didasarkan pada kriteria khusus dan tujuan penelitian
yang akan dilakukan serta kurang menekankan pada sifat representativitas dalam
pengambilan sampel. Responden yang diambil meliputi anggota masyarakat dari berbagai
kelompok, seperti tokoh formal dan informal, para pemuda, wanita dan ibu rumah tangga
serta kelompok-kelompok profesi atau matapencaharian. Adapun data sekunder diperoleh
dari instansi terkait di tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten.
b. Penentuan lokasi sampel
Penentuan lokasi sampel untuk pelaksanaan wawancara dilakukan dengan menggunakan
metode purposive sampling, dengan mempertimbangkan pada kategori-kategori wilayah
yang diprakirakan akan terkena dampak baik pada aspek fisik, biologi, maupun sosial
budaya dari adanya rencana kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok. Selengkapnya
rencana pengambilan sampel komponen sosial disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3.20. Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Sosial
KomponenLingkungan/Parameter
Lokasi JumlahSampel Dasar Penentuan
1. Demografi(kependudukan)
Desa-desa di wilayahKecamatan Toili Barat,Toili, Batui
200responden
Desa-desa di sekitar tapak proyek yang akanterkena dampak langsung dari kegiatanPengembangan Lapangan Gas Matindok.Mata pencaharian penduduk umumnyasebagai petani dan nelayan.
2. Sosial EkonomiKesempatan kerja
Desa-desa di wilayahKecamatan Toili Barat,Toili, Batui
200responden
Desa-desa di sekitar tapak proyek yang akanterkena dampak langsung dari kegiatanPengembangan Lapangan Gas Matindok.Mata pencaharian penduduk umumnyasebagai petani dan nelayan.
Kesempatanberusaha
Desa-desa di wilayahKecamatan Toili Barat,Toili, Batui
50responden
Umumnya kesempatan usaha banyakberkembang di lokasi-lokasi strategis
Pendapatanpenduduk
Desa-desa di wilayahKecamatan Toili Barat,Toili, Batui
200responden
Desa-desa di sekitar tapak proyek yang akanterkena dampak langsung dari kegiatanPengembangan Lapangan Gas Matindok.Mata pencaharian penduduk umumnyasebagai petani dan nelayan.
Perekonomianlokal
Kantor Kecamatan danKantor DispendaKabupaten
- Sumber data aktivitas ekonomi tingkatkecamatan dan kabupaten
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-38
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.20. Lanjutan
KomponenLingkungan/Parameter
Lokasi JumlahSampel
Dasar Penentuan
3. Sosial BudayaProses sosial
Desa-desa di wilayahKecamatan Toili Barat,Toili, Batui
200responden
Desa-desa di sekitar tapak proyek yang akanterkena dampak langsung dari kegiatanPengembangan Lapangan Gas Matindok.Mata pencaharian penduduk umumnyasebagai petani dan nelayan.
Sikap dan persepsimasyarakat
Desa-desa di wilayahKecamatan Toili Barat,Toili, Batui
200responden
Desa-desa di sekitar tapak proyek yang akanterkena dampak langsung dari kegiatanPengembangan Lapangan Gas Matindok.Mata pencaharian penduduk umumnyasebagai petani dan nelayan.
Parameter, metode pengumpulan dan analisis data demografi, sosial ekonomi dan budaya
adalah sebagai berikut.
3.1.3.1. Demografi
Data kependudukan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui
wawancara langsung kepada masyarakat yang diprakirakan terkena dampak kegiatan. Data
sekunder diperoleh melalui data statistik di kecamatan dan kabupaten yang menjadi lokasi
rencana kegiatan. Adapun parameter kependudukan yang diteliti meliputi:
Struktur penduduk (kelompok umur menurut jenis kelamin, mata pencaharian dan
tingkat pendidikan) serta kepadatan penduduk
Perkembangan penduduk khususnya pertumbuhan penduduk
Mobilitas penduduk yang meliputi migrasi keluar/masuk, pola migrasi dan pola
persebaran penduduk
Tenaga kerja, meliputi angkatan kerja dan tingkat pengangguran
Metode analisis data kependudukan yang bersifat kuantitatif dilakukan dengan analisis statistik,
sedangkan yang bersifat kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analisis.
Metode analisis data demografi bersifat kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan
menggunakan beberapa rumus:
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-39
PT. PERTAMINA EP - PPGM
a) Rumus kepadatan penduduk:
100%X)2(kmwilayahLuas
(jiwa)pendudukJumlahKp
b) Rumus pertumbuhan penduduk
Pt = Po (l + r)t
Dimana :Po = jumlah penduduk tahun ke 0/awal perhitungan (jiwa)Pt = jumlah penduduk tahun ke-t/akhir perhitungan (jiwa)t = jangka waktu antara Po dan Pt (tahun)r = rata-rata pertumbuhan penduduk setiap tahun selama t tahun (%)
c) Sex ratio
100%xperempuanpendudukJumlah
laki-lakipendudukJumlahratioSex
3.1.3.2. Sosial Ekonomi
Pengumpulan data sosial ekonomi dilakukan melalui data sekunder dan data primer. Data
sekunder meliputi data monografi, data statistik pada instansi terkait di daerah yang diteliti.
Data primer diperoleh dengan cara wawancara secara langsung terhadap masyarakat di daerah
sekitar proyek dan pada kegiatan-kegiatan ekonomi di lapangan. Adapun parameter sosial
ekonomi yang akan diteliti meliputi:
Ekonomi rumah tangga terdiri dari: (a) tingkat pendapatan, (b) pola nafkah ganda.
Ekonomi sumber daya alam yang terdiri dari : (a) pola pemanfaatan sumberdaya alam,
(b) pola penggunaan lahan.
Perekonomian lokal yang terdiri dari: (a) kesempatan kerja dan berusaha, (b) jenis dan
jumlah aktivitas ekonomi nonformal, (c) pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, (d)
Pendapatan Asli Daerah (PAD), (e) aksesibilitas wilayah, (f) fasilitas umum dan fasilitas
sosial.
Analisis data sosial ekonomi yang bersifat kuantitatif akan dilakukan dengan analisis statistik,
sedangkan yang bersifat kualitatif akan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif
analisis.
Beberapa rumus yang digunakan dalam analisis data sosial ekonomi adalah sebagai berikut.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-40
PT. PERTAMINA EP - PPGM
a) Angka beban ketergantungan (Dependency Ratio) =
Jumlah penduduk yang tidak produktif (15– + 65+)Jumlah penduduk usia produktif (15 – 64)
dimana:DR = angka beban tanggungan (%)P15- = jumlah penduduk usia 0–14 tahunP65+ = jumlah penduduk usia 65 tahun ke atasP15-64 = jumlah penduduk usia 15–64 tahunK = konstanta (100)
(Nurdini, 1981)
b) Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) =
Angkatan kerjaPenduduk berumur 15 th+
Angkatan kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang selama seminggu sebelum
pencacahan telah bekerja atau punya pekerjaan, tetapi untuk sementara waktu tidak
bekerja dan mereka yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
c) Pendapatan
I = TR .......................(dari sudut penerimaan)
dimana :I = pendapatan (income)TR = penerimaan total (total revenue)
I = C + S + i ................. (dari sudud pengeluaran)
dimana:I = Penerimaan (income)C = Konsumsi (consumption)S = Tabungan (saving)I = investasi
d) Tingkat produktivitas tenaga kerja
Nilai tambah Produk Domestik Bruto (PDB)Jumlah penduduk yang menghasilkan nilai tambah
x K
x 100
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-41
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.3.3. Sosial Budaya
1) Metode pengumpulan data
Pengumpulan data sosial budaya dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dan data
primer. Data sekunder diperoleh dari hasil-hasil penelitian sosial budaya yang pernah
dilakukan di wilayah yang menjadi lokasi proyek, serta buku-buku referensi yang menunjang
penelitian ini. Data primer diperoleh melalui penelitian di lapangan yang meliputi observasi
dan wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guidance) terhadap
responden dan melakukan wawancara secara mendalam yang terarah/terfokus (indepth
interview) terhadap beberapa informan kunci (key person) seperti tokoh masyarakat, tokoh
adat dan tokoh agama yang dianggap sangat berpengaruh dalam masyarakat. Adapun
parameter sosial budaya yang akan diteliti adalah:
Kebudayaan masyarakat setempat yang meliputi : (a) adat istiadat, (b) nilai dan norma
budaya.
Proses sosial dalam masyarakat yang meliputi: (a) proses asosiatif (kerjasama), (b)
proses disosiatif (konflik sosial), (c) akulturasi, (d) asimilasi dan integrasi, (e) kohesi
sosial.
Sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana usaha atau kegiatan.
2) Metode analisis data
Metode analisis data sosial budaya dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif
analisis yang mendasarkan pada pengamatan data yang ada di lapangan serta data yang
diperoleh dari kuesioner yang disebarkan kepada responden. Selain itu, diperoleh data dari
hasil wawancara terarah yang dilakukan terhadap beberapa informan kunci, serta dengan
menggunakan metode analogi yang mendasarkan pada data referensi hasil penelitian
mengenai topik serupa yang pernah dilakukan sebelumnya. Untuk data yang bersifat
kualitatif, analisis data akan disajikan dalam bentuk deskripsi dan untuk data yang bersifat
kuantitatif, data akan disajikan dalam bentuk tabulasi.
Secara rinci jenis komponen lingkungan sosial yang akan diteliti beserta metode
pengumpulan dan analisis datanya disajikan pada Tabel 3.21.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-42
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.21. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis Data Demografi,Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya
Parameter Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data
1. DemografiKependudukan
Observasi/pengamatan lapangan,wawancara, pengumpulan datasekunder
Kualitatif dan kuantitatif
2. Sosial EkonomiKesempatan kerja dan
berusahaWawancara, penelusuran data daninformasi
Kualitatif dan kuantitatif
Kesempatan berusaha Wawancara, penelusuran data daninformasi
Kualitatif dan kuantitatif
Pendapatan masyarakat Wawancara, pengumpulan datasekunder
Kualitatif dan kuantitatif
Pendapatan daerah Penelusuran data dan informasi Kualitatif dan kuantitatif
3. Sosial BudayaNilai dan norma budaya
masyarakat setempatPengumpulan data sekunder Kualitatif
Proses sosial Wawancara, penelusuran data daninformasi
Kualitatif
Sikap dan persepsimasyarakat
Wawancara, penelusuran data daninformasi
Kualitatif
Sedangkan dalam menentukan skoring untuk kualitas lingkungan hidup sebelum dan sesudah
terkena dampak digunakan pedoman yang didasarkan pada dua sumber atau referensi.
Referensi pertama yaitu yang bersumber dari parameter-parameter baku yang sudah
dipublikasikan secara umum dan memiliki nilai legalitas (seperti dari BPS, Depkes, WHO, dan
sebagainya). Referensi kedua untuk aspek-aspek sosial yang parameternya belum ada
ketentuan atau ukuran resminya ditentukan dengan mengacu pada konsep-konsep ilmu
sosial dan dianalogikan dengan kegiatan sejenis yang pernah ada namun disesuaikan dengan
kondisi sosial budaya masyarakat dimana rencana kegiatan ini akan berlangsung.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-43
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.1.4. Komponen Kesehatan Masyarakat
Data komponen kesehatan masyarakat meliputi data primer dan sekunder. Data primer
dikumpulkan melalui wawancara dengan responden dan pengamatan lapangan. Jumlah dan
kriteria responden ditetapkan sama dengan komponen sosial ekonomi dan budaya. Sementara
itu data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait seperti Puskesmas dan rumah sakit
setempat.
Dengan mengacu pada Keputusan Kepala Bapedal Nomor: KEP-124/12/1997 tentang Panduan
Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan,
metode pengumpulan dan analisis data adalah sebagai berikut.
1) Metode pengumpulan data
Pengumpulan data akan dilakukan melalui:
observasi/pengamatan lapangan
wawancara dengan menggunakan kuesioner
wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan kunci
penelusuran data dan informasi tentang kondisi kesehatan masyarakat setempat
pengumpulan data sekunder.
Macam data yang dikumpulkan meliputi: pola penyakit, status gizi, pembiayaan kesehatan,
macam pelayanan kesehatan, sarana sanitasi (jamban, sarana pengolahan air limbah),
kondisi sanitasi lingkungan, macam penyakit menular yang ada, air bersih dan atau air sumur
penduduk, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat baik preventif maupun kuratif
dan aspek-aspek kependudukan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat.
Instrumen penelitian (kuesioner) dibuat secara khusus dan selanjutnya digabung bersama
kuesioner sosial-ekonomi dan budaya. Data kualitatif diambil sendiri oleh peneliti yang
bergabung bersama aspek sosial-budaya.
Tabel 3.22. Lokasi Pengambilan Sampel KomponenKesehatan Masyarakat
Parameter Lokasi JumlahSampel
Dasar Penentuan
1. Sanitasi lingkungan Desa-desa di wilayahKecamatan Toili Barat,Toili, Batui
200responden
Mengetahui kondisi sanitasi lingkungansecara umum di wilayah studi
2. Tingkat kesehatanmasyarakat
Desa-desa di wilayahKecamatan Toili Barat,Toili, Batui
200responden
Mengetahui kondisi kesehatan masyarakatdan tingkat pelayanan kesehatan secaraumum
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-44
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2) Metode analisis data
Data dianalisis dengan metode analisis dampak kesehatan lingkungan dan epidemiologi
diantaranya melalui: (1) statistik sederhana, (2) deskriptif evaluatif, dan (3) pedoman resmi
(formal) yang sesuai dengan kepentingannya (misalnya mengenai status gizi balita, tingkat
kematian bayi, sumberdaya kesehatan, dan lain sebagainya).
Tabel 3.23. Parameter, Metode Pengumpulan dan Analisis DataKesehatan Masyarakat
Parameter Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Keterangan
1. Sanitasilingkungan
Observasi/pengamatan lapangan,wawancara, pengumpulan datasekunder
Metode analisis dampakkesehatan lingkungan,metode epidemiologi
Analisis dilakukan secarakualitatif dan kuantitatif
2. Tingkatkesehatanmasyarakat
Observasi/pengamatan lapangan,wawancara, penelusuran data daninformasi, pengumpulan datasekunder
Metode analisis dampakkesehatan lingkungan,metode epidemiologi
Analisis dilakukan secarakualitatif dan kuantitatif
Peta Lokasi Pengambilan Sampel Komponen Geo-Fisik-Kimia, Biologi, Sosial dan
Kesehatan Masyarakat dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan ringkasan metode pengambilan
data dan lokasi pengambilan data disajikan pada Tabel 3.24.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-45
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Gambar 3.3. Peta Rencana Pengambilan Sampel
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-46
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Komponen/Paramater Lingkungan, Metode Pengumpulan dan Lokasi Pengambilan Data
No KomponenLingkungan
Parameter Metode/ Sumber Data Alat Jumlah Sampel Lokasi Alasan Penetapan TitikSampel
1 Iklim Curah hujan Tabulasi/diagram Rain gauge 1 paket (data curahhujan,suhu udara,kelembaban udara danangin diambil dariStasiun KlimatologiBandara Luwuktersebut
Stasiun Klimatologi BubungLuwuk/Toili
Karena satu-satunya stasiunklimatolagi terdekat didalam wilayah studi, makastasiun klimatologi tersebutdipilih sebagai referensi dataiklim daerah penelitian
Suhu udara Tabulasi/diagram Thermometer udara
Kelembaban nisbi udara Tabulasi/diagram Hygrometer
Angin WinrosePencatatan arah dankecepatan angin
2 Kualitas Udara SO2 Pararosanilin Spektofotometer
12 titik sampling
Akan diambil di beberapatempat seperti: Kilang LNGPadang dan Uso, GPFKayowa, BS (Minahaki,Sukamju, Donggi, Maleorajadan Matindok), Jalur pipa BSDonggi-BS Matindok, Jalurpipa unit XII desa Tirtasari,Jalur pipa diunit II Desa ArgaKencana dan jalur pipa dipersawahan Kintom
Titik samplingmerepresentasikan lokasialternatif Kilang LNG Padangdan Uso, Gas ProcessingFacilities (GPF) di Kayowa,Block Station (BS) diMinahaki, Sukamaju, Donggi,Maleoraja, Matindok danjalur-jalur pipa
NO2 Salzman Spektofotometer
CO NDIR Analyzer
Debu (TSP) Gravimetri Dust level sampler
PM10 Gravimetri Dust level sampler
Kebisingan Pembacaan langsung Sound level meter
3 Fisiografi danMorfologi
Ketinggian tempat Pengukuran langsungPeta Rupa Bumi IndBakosurtanal
GPSPeta topografi
1 paket (dalam satulokasi sampel diukurketinggian tempat,kondisi topografi dankemiringan lereng)
Rencana lokasi tapak GPF(BS, LNG, sumur, dan jalurpipa
Lokasi tersebut dapatmewakili kondfisi fisiografidan morfomologi daerahpenelitian.
Topografi ObservasiPeta Rupa Bumi IndBakosurtanal
Peta topografi danVisual
Kemiringan lahan Pengukuran langsungPeta Rupa Bumi IndBakosurtanal
Kompas Geologi(Suncto)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-47
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan
No KomponenLingkungan Parameter Metode/ Sumber Data Alat Jumlah Sampel Lokasi Alasan Penetapan Titik
Sampel4 Geologi dan
hidrogeologiGeologi regional Membaca dan interpretasi
Peta Geologi BersistemLembar Batui (GTL
Bandung)
Pancaindra mata 1 paket(Jenis batuan, strukturgeologi : lipatan, sesar,pola sesar)
Wilayah studi Tidak mendasarkan sampeltetapi overview fenomenageologi seluruh wilayah didaerah penelitian
Geologi lokal Observasi Kompas geologi,palu geologi
1 paket (jenis batuan,struktur geologimeliputi, rekahan,sesar, lipatan dll)
Rencana lokasi tapakkegiatan GPF (BS, LNG,sumur, jalur pipa
Observasi secara overviewdidasarkan pada bagaimanakondisi geologi ditempattersebut yang dimungkinkanakan berpengaruh terhadapkegiatan proyek
Kegempaan Wawancara denganpenduduk setempat
Peta sumber gempa diIndonesia (GTL Bandung)
Peta Gempa, danwawancara denganpenduduk
200 responden disekitar tapak kegiatan
Desa-desa di wilayahpenelitian dengan pendudukyang sudah lama bertempattinggal d itempat tersebut.
Pemilihan didasarkan padakeberadaan masyarakat yangpernah terkena gempa
Hidrogeologi Pengukuran kedalamansumur gali,
Wawancara dgnpenduduk,
Peta hidrogeologi (GTLBandung)
Meteran panjang(midfer)
1 paket (± 25 sumurpenduduk) pada kondisitopografi berbeda.
Sumur penduduk di desa-desa sekitar rencana lokasitapak proyek
Wawancara dimaksudkanuntuk mengetahuibagaimana fluktuasi air tanahantara musim penghujan danmusim kemarau, di tempattersebut.
5 Sifat tanah Sifat kimia Sampling di lapangan Cangkul, kantongplastik
6 sampel Di sekitar jalur pipa danbeberapa titik sekitar lokasipemboran
Pengambilan sampeldidasarakan pada perbedaanjenis tanah yangberkembang di daerahpenelitian.
Sifat fisika Sampling di lapangan Cangkul, capper ring
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-48
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan
No KomponenLingkungan Parameter Metode/ Sumber Data Alat Jumlah Sampel Lokasi Alasan Penetapan Titik
Sampel6 Erosi Tanah Erosivitas hujan
Erodibilitas tanahKelerenganPenutupan danpengelolaan tanah
Sampling di lapangan Belati, kantongplastik, capper ring
3 sampel Daerah berlereng di sekitarjalur pipa dan lokasi sumurpemboran
Pada morfologi dan penutuplahan yang berbeda yaituhutan, semak dan ladang
7 Drainase danirigasi, debit
Pola aliranJaringan irigasiKecepatan arus(penampang sungai)
PengamatanPenggambaran sistem
drainase & irigasiPengukuran kecepatan
arus & luas penampang,pengolahan data hujan,rumus emperis
Peta kerja, currentmeter, pelampung(floater), arloji danstop watch
1 paket Seluruh areal studi(representatif)
Karena kondisi drainasemerupakan satu kesatuanhasil proses antara hujan,karakteristik fisiografidaerah, vegetasi penutupdan sifat batuan/tanah dalamsuatu areal tertentu.
8 Hidro-oseanografi Batimetri Hasil penelitian sebelumnya(Baseline Study RencanaProyek Pengembangan GasMatindok Sulawesi Tengah)
Peta Batimetri 1 paket Wilayah laut yang masukpada batas wilayah studiuntuk rencana pemilihandermaga
Data sekunder yang adasudah dimaksudkan untukpemilihan rencana lokasidermaga (Uso dan Padang)
Pasang-surut Hasil penelitian sebelumnya(Baseline Study RencanaProyek Pengembangan GasMatindok Sulawesi Tengah)
Papan skala (AWLR) 1 paketWilayah laut yang masukpada batas wilayah studiuntuk rencana pemilihandermaga
Data sekunder yang adasudah dimaksudkan untukpemilihan rencana lokasidermaga (Uso dan Padang)
Gelombang Hasil penelitian sebelumnya(Baseline Study RencanaProyek Pengembangan GasMatindok Sulawesi Tengah)
Jalon, meteran,stopwatch
1 paket Wilayah laut yang masukpada batas wilayah studiuntuk rencana pemilihandermaga
Data sekunder yang adasudah dimaksudkan untukpemilihan rencana lokasidermaga (Uso dan Padang)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-49
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan
NoKomponenLingkungan Parameter Metode/ Sumber Data Alat Jumlah Sampel Lokasi
Alasan Penetapan TitikSampel
Arus Hasil penelitian sebelumnya(Baseline Study RencanaProyek Pengembangan GasMatindok Sulawesi Tengah)Dan hasil data pengukuransebelumnya dari instansilain (data sekunder)
Current meter 1 paket Wilayah laut yang masukpada batas wilayah studiuntuk rencana pemilihandermaga
Data sekunder yang adasudah dimaksudkan untukpemilihan rencana lokasidermaga (Uso dan Padang)
9 Kualitas air tawar Sifat fisik air Pengukuran langsung dilapangan
Termometer,eikman grab
9 titik sampel Koordinat lokasi disajikanpada Dok. ANDAL
Titik sampling merepre-sentasikan lokasi air sungaiterdekat di sekitar BS, KilangLNG; perwakilan sungaiterpotong oleh jalur pipadari BS-Kilang LNG dan airsumur penduduk yangterdekat dengan lokasialternatif kilang LNG diPadang dan Uso serta jalurpipa
Sifat kimia air Pengambilan sampellangsung dan analisislaboratorium
Botol sampel, pHmeter, perangkattitrasi watersampler, eikmangrap
10 Kualitas air laut Sifat fisik air Pengukuran langsung dilapangan
Termometer, seichidisk
6 titk sampel Rencana Dermaga Padang(AL-1, AL-2, AL-3) dan
Badan air laut terdekat di disekitar alternatif dermaga
Sifat kimia air Pengambilan sampellangsung dan analisislaboratorium
Botol sampel, phmeter, perangkattitrasi water sampler
Rencana Dermaga Uso (AL-4,AL-4, dan AL-5)
kompleks Kilang LNG diPadang atau Uso
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-50
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan
No KomponenLingkungan
Parameter Metode/ Sumber Data Alat Jumlah Sampel Lokasi Alasan Penetapan TitikSampel
11 Transportasi darat Gangguan kelancaranlalulintas
Pengukuran kepadatan lalulintas jalan raya
Tally Counter 1 paket (jumlah danjenis kendaraan,kecepatan rata-rata)
Ruas jalan provinsi dariDesa Uso sampai denganKaryamakmur (Toili Barat)
Dengan mengetahui kondisikepadatan lalulintas padasuatu segmen jalan sudahdapat digunakan untukmemprediksi kepadatanlalulintas pada seluruh badanjalan tersebut.
Gangguan keselamatanpengguna jalan
Data sekunder angkakecelakaan jalan raya
Data sekunder dariDLLJR Kab. Banggai& Polsek Kec. ToiliBarat, Toili; Batui
1 paket (jalan retak,aspal mengelupas,tanah ambles, jalanterputus dan lainnya)
Jalan raya dimanakemungkinan terjadigangguan lalulintas
Pada jalan yang dilaluilangsung kendaraan-kendraan proyek milik PTPertamina
Kerusakan jalan raya danjembatan
Pengamatan langsungkondisi perkerasan jalan
Visual Ruas jalan provinsi dariDesa Uso sampai denganKaryamakmur (Toili Barat)
Pada jalan yang dilaluilangsung kendaraan-kendaraan proyek milik PTPertamina
Pengotoran jalan Pengamatan langsungkondisi perkerasan jalan
Visual Ruas jalan provinsi dariDesa Uso sampai denganKaryamakmur (Toili Barat)
Pada jalan yang dilaluilangsung kendaraan-kendaraan proyek milik PTPertamina
12 Kualitas air laut Sifat fisik air Pengukuran langsung dilapangan
Termometer, seichidisk
6 titk sampel Rencana Dermaga Padang(AL-1, AL-2, AL-3) danrencana Dermaga Uso (AL-4,AL-4, dan AL-5)
Badan air laut terdekat di disekitar alternatif dermagakompleks Kilang LNG diPadang atau Uso
Sifat kimia air Pengambilan sampellangsung dan analisislaboratorium
Botol sampel, phmeter, perangkattitrasi water sampler
6 titk sampel Rencana Dermaga Padang(AL-1, AL-2, AL-3) danrencana Dermaga Uso (AL-4,AL-4, dan AL-5)
Badan air laut terdekat di disekitar alternatif dermagakompleks Kilang LNG diPadang atau Uso
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-51
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan
No KomponenLingkungan Parameter Metode/ Sumber Data Alat Jumlah Sampel Lokasi Alasan Penetapan Titik
Sampel13 Biota air laut Terumbu karang Pengamatan langsung di
lapangan, Peta Dinas Hidro-oseanografi TNI AL/ PetaLPI Bakosurtanal
Peralatansnorkeling/ SCUBA,GPS
3 titik sampel Badan air laut terdekat disekitar sumur lepas pantaisekitar dermaga di kompleksKilang LNG (sesuai denganpengambilan sampel airlaut);
Lokasi sampel berada disekitar kegiatan sehinggadiprakirakan akan berdampakpada terumbu karang
Nekton Wawancara langsungdengan masyarakat, datadinas terkait (DinasPerikanan)
3 titik sampel Wilayah laut yang masukpada batas wilayah studi
Lokasi sampel berada disekitar kegiatan sehinggadiprakirakan akan berdampakpada nekton
14 Biota darat Vegetasi alami danbudaya
Pengamatan/pengukuranmetode kuadrat/jalurberpetak pada transeklokasi sampel
Peta kerja, GPS,tambang berskala,pH band,hagameter, parang,teropong bino,counter & tallysheet
14 titik sampel Prinsip keterwakilanekosistem di area rencanatapak kegiatan (sumur bor,BS, Kilang LNG, jalur pipa),misalnya hutan di SMBangkiriang, HL Mangrove
Lokasi pengambilan sampeltersebut terletak di sekitarkegiatan. Apabila rencanakegiatan berlangsungdikhawatirkan akanmenyebabkan hilangnya floraatau berubahnya strukturvegetasi
Satwa liar Observasi, pengamatanburung dengan metode IPA& wawancara tentangkeberadaan satwa liarendemik/dilindungi
14 titik pengamatan Prinsip keterwakilanekosistem di area rencanatapak kegiatan (sumur bor,BS, Kilang LNG, jalur pipa),misalnya hutan di SMBangkiriang, HL Mangrove
Lokasi pengambilan sampeltersebut terletak di sekitarkegiatan. Apabila rencanakegiatan berlangsungdikhawatirkan akanberdampak pada fauna
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-52
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan
No KomponenLingkungan Parameter Metode/ Sumber Data Alat Jumlah Sampel Lokasi Alasan Penetapan Titik
Sampel15 Sosial ekonomi
dan budayaKependudukan (strukturpenduduk, kepadatanpenduduk, mobilitaspenduduk)
Kuesioner dengan jumlahresponden proporsionalterhadap jumlah pendudukdi desa dalam wilayahstudi;Data BPS, KantorKecamatan – Kantor Desa
Kuesioner 200 responden Desa-desa di sekitar tapakproyek (37 desa, lihat hal. II-169)
Desa-desa yang merupakankonsentrasi penduduk dandiprakirakan akan terkenadampak langsung darikegiatan proyek PPGM
Pola kepemilikan lahan;pendapatan masyarakat;kesempatan berusaha
Observasi wawancaraterstruktur denganresponden (masyarakat,tokoh masyarakat) denganjumlah responden ± 200penduduk desa di wilayahstudi
Kuesioner 200 responden Desa-desa di sekitar tapakproyek (37 desa, lihat hal. II-169))
Desa-desa yang merupakankonsentrasi penduduk dandiprakirakan akan terkenadampak langsung darikegiatan proyek PPGM
Proses sosialWawancara terstrukturdengan responden(masyarakat dan tokohmasyarakat)
Kuesioner 200 responden Desa-desa di sekitar tapakproyek (37 desa, lihat hal. II-169)
Desa-desa yang merupakankonsentrasi penduduk dandiprakirakan akan terkenadampak langsung darikegiatan proyek PPGM
Sikap dan persepsimasyarakat
Wawancara terstrukturdengan responden(masyarakat dan tokohmasyarakat)
Kuesioner 200 responden Desa-desa di sekitar tapakproyek (37 desa, lihat hal. II-169)
Desa-desa yang merupakankonsentrasi penduduk dandiprakirakan akan terkenadampak langsung darikegiatan proyek PPGM
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-53
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.24. Lanjutan
NoKomponen
Lingkungan Parameter Metode/ Sumber Data Alat Jumlah Sampel LokasiAlasan Penetapan Titik
Sampel16 Kesehatan
masyarakatKondisi sanitasi lingkungan Observasi langsung
Wawancara terstrukturdengan responden(masyarakat dan tokohmasyarakat)
VisualKuesioner
200 responden Desa-desa di sekitar tapakproyek (37 desa, lihat hal. II-169)
Desa-desa yang merupakankonsentrasi penduduk dandiprakirakan akan terkenadampak langsung darikegiatan proyek PPGM
Tingkat kesehatanmasyarakat (prevalensipenyakit, jenis-jenispenyakit, status gizi balita)
Observasi dan wawancaraterstruktur denganresponden (masyarakat,tokoh masyarakat);Data Dinas Kesehatan,Puskesmas dan BPS
Data sekunderKuesioner
200 responden Desa-desa di sekitar tapakproyek (37 desa, lihat hal. II-169)
Desa-desa yang merupakankonsentrasi penduduk dandiprakirakan akan terkenadampak langsung darikegiatan proyek PPGM
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-54
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Distribusi titik sampel untuk semua komponen lingkungan disajikan pada Peta rencana
Pengambilan sample (Hasil analisis data, terutama untuk parameter-parameter dari jenis-jenis
dampak hipotetik dikonversi menjadi bentuk skala setelah dicocokkan dengan Tabel Skala
Kualitas Lingkungan (Lampiran 12). Dalam tabel itu skala kualitas lingkungan hidup untuk
masing-masing komponen lingkungan hidup dan dampak penting hipotetik ditetapkan ke dalam
lima kelas yaitu:
Kelas: 1 = kualitas lingkungan hidup sangat jelek
2 = kualitas lingkungan hidup jelek
3 = kualitas lingkungan hidup sedang
4 = kualitas lingkungan hidup baik
5 = kualitas lingkungan hidup sangat baik
Selanjutnya, hasil analisis data yang telah ditelaah dikonversi ke dalam skala dituangkan dalam
Tabel 3.25.
Tabel 3.25. Ringkasan Hasil Analisis Data dan Skala Kualitas Lingkungan AwalMasing-masing Parameter Lingkungan yang Terkena Dampak
No.KomponenLingkungan
ParameterHasil Analisis Data Skala
KualitasLingkungan
Ket.PengukuranPengamatan
Lokasi
KOMPONEN GEO-FISIK-KIMIA1. Kualitas udara SO
NO2
COPM10
Debu (TSP)Kebisngan
2 Erosi tanah Erosivitas hujanErodibilitas tanahKelerenganPenutupan dan pengelolaan tanah
3 Drainase dan Pola aliranirigasi, debit Jaringan irigasi
Kecepatan aliran & luas penampang sungai
4 Kualitas air tawar Sifat fisik airSedimenSifat kimia air
5 Kualitas air laut Sifat fisik airSifat kimia air
6 Transportasi darat Kerusakan jalan dan jembatanGangguan kelancaran lalulintasGangguan keselamatan pengguna jalanPengotoran jalan
KOMPONEN BIOLOGI1 Biota air tawar ID Plankton
ID BenthosKekayaan jenis nekton
2 Biota air laut Persentase penutupan terumbu karangKekayaan jenis nekton
3 Biota darat Vegetasi alamiVegetasi budayaKekayaan jenis satwa liar
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-55
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.25. Lanjutan
No.KomponenLingkungan
ParameterHasil Analisis Data Skala
KualitasLingkungan
Ket.PengukuranPengamatan
Lokasi
KOMPONEN SOSIAL1 Sosial
KependudukanKependudukan (struktur dan mobilitaspenduduk)
2 Sosial Ekonomi Pendapatan masyarakatKesempatan berusaha
3 Sosial Budaya Proses sosialSikap dan persepsi masyarakat
KOMPONEN KESEHATAN MASYARAKAT1. Sanitasi
lingkunganTingkat sanitasi lingkungan
2. Tingkat Kesehatanmasyarakat
Tingkat kesehatan masyarakat
3.2. METODE PRAKIRAAN DAMPAK PENTING
3.2.1. Prakiraan Besaran Dampak
Metode prakiraan dampak pada prinsipnya adalah untuk memprakirakan besaran dampak
(magnitude) dan tingkat kepentingan (important) dampak.
Tabel 3.26. Metode Prakiraan Besaran Dampak Untuk Masing-MasingParameter Lingkungan Pada Jenis-Jenis Dampak Hipotetik
No KomponenLingkungan
Parameter Metode PrakiraanBesaran Dampak
Keterangan
1. Kualitas Udara SO Matematik dankomparatif dengan
analog kegiatan lainyang sama
Analogi dengan kegiatanAMDAL PengembanganLapangan Gas Senoro danPemipaan Gas Senoro-KintomKab. Banggai, Prov. SulawesiTengah
NO2
COPM10
Debu (TSP)Kebisingan
2 Erosi Tanah Erosivitas hujan,Erodibilitas tanah,Kelerengan,Penutupan dan pengelolaan tanah
Matematik:
A = R.K.L.C.P.
Adanya perubahan penutuplahan dan pengelolaan lahanberbeda akan menghasilkanbesar erosi berbeda.
3 Drainase dan irigasi,debit
Pola aliran,Jaringan irigasi,Kecepatan arus
Professional Judgement,Komparatif
4 Kualitas air tawar Sifat fisik air MatematikSifat kimia air
5 Kualitas air laut Sifat fisik air MatematikSifat kimia air
6 Transportasi darat Gangguan kelancaran lalulintas MatematikGangguan keselamatan pengguna Professional JudgementjalanKerusakan jalan dan jembatanPengotoran jalan
Komparatif dengananalog kegiatan lain
yang sama
Analogi dengan kegiatanAMDAL PengembanganLapangan Gas Senoro danPemipaan Gas Senoro-KintomKab. Banggai, Prov. SulawesiTengah
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-56
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.2.6. Lanjutan
NoKomponenLingkungan
ParameterMetode Prakiraan Besaran
DampakKeterangan
7 Biota air tawar ID Plankton Professional Judgement dananalog dengan kegiatan sejenis
Analogi dengan kegiatanAMDAL PengembanganLapangan Gas Senorodan Pemipaan GasSenoro-Kintom Kab.Banggai, Prov. SulawesiTengah;
ID BenthosKekayaan Jenis Nekton
8 Biota air laut % penutupan terumbu karangKekayaan jenis nekton
9 Biota darat Vegetasi alamiVegetasi budayaKekayaan jenis satwa liar
10 Sosial ekonomi Kependudukan Analogi dengan kegiatan AMDALPengembangan Lapangan GasSenoro dan Pemipaan GasSenoro-Kintom Kab. Banggai,Prov. Sulawesi Tengah;Professional Judgement
dan budaya Pendapatan masyarakatKesempatan berusahaProses sosialSikap dan persepsi masyarakat
11 Kesehatan Kondisi sanitasi lingkungan Analogi dengan kegiatan AMDALPengembangan Lapangan GasSenoro dan Pemipaan GasSenoro-Kintom Kab. Banggai,Prov. Sulawesi Tengah;Professional Judgement
Masyarakat Tingkat kesehatan masyarakat
Berdasarkan metode (Tabel 3.26) tersebut di atas, akan dihasilkan kondisi masing-masing
parameter lingkungan terprediksi yang selanjutnya dikonversi dalam bentuk skala. Besaran
dampak setiap parameter yang dikaji diperoleh dengan menghitung selisih kualitas lingkungan
hidup setiap kegiatan (proyek) berlangsung (KLp) dengan kualitas lingkungan hidup saat rona
lingkungan hidup awal (mula-mula sebelum adanya proyek (KLRLA) atau Besar prakiraan
dampak = KLp – KLRLA
Angka prakiraan besaran dampak yang akan diperoleh antara 1 s/d 4, dengan pengertian:
+/-1 = dampak positif/negatif kecil
+/-2 = dampak positif/negatif sedang
+/-3 = dampak positif/negatif besar
+/-4 = dampak positif/negatif sangat besar
Namun demikian penetapan besaran dampak tersebut di atas tidak terlalu kaku, khususnya
untuk parameter tertentu yang diprakirakan akan melebihi baku mutu dan atau telah mendekati
angka batas pada perubahan skala kualitas lingkungan.
Selanjutnya hasil prakiraan besaran dampak di tuangkan dalam Tabel 3.27.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-57
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.27. Ringkasan Hasil Prakiraan Besaran Dampak Rencana Kegiatan ProyekPengembangan Gas Matindok di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
No Komponen Lingkungan
Komponen Rencana KegiatanPra-
Konst Konstruksi Operasi PascaOperasi
1 2 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3GEO-FISIK-KIMIA
1 Kualitas udara ambien -? -? +?2 Kebisingan -? -? +?3 Erosi tanah -? -? -?4 Sistem drainase dan irigasi -? -? -?5 Kualitas air permukaan -? -? -? -? -? +?6 Kualitas air laut -? -? -? +?7 Transportasi darat -? -? -? -? -? -? +?
BIOLOGI1 Vegetasi -? -?2 Satwa liar -? -? -?3 Biota air tawar -? -? -? -? -?4 Biota air laut -? -? -?
SOSIAL-EKONOMI-BUDAYA1 Kependudukan +?2 Pola kepemilikan lahan -?3 Pendapatan masyarakat +? +? +? +? +? +? +? +? +? -?4 Kesempatan berusaha +? +? +? +? +? +? +? +? +? -?5 Proses sosial -? -? -? -? -? -?6 Sikap & persepsi masyarakat -? -? +? -? -? -? -? -? -? -? -? -? -? -?
KESEHATAN MASYARAKAT1 Sanitasi lingkungan -? -? -? -?2 Tingkat kesehatan masyarakat -? -?
Keterangan:A. Tahap Prakonstruksi
1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh2. Pemanfaatkan tenaga kerja setempat
B. Tahap Konstruksi1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja2. Pembukaan dan pematangan lahan3. Kegiatan Konstruksi Fasilitas Produksi Gas dan Kompleks Kilang LNG4. Kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas
C. Tahap Operasi1. Penerimaan tenaga kerja2. Pemboran sumur pengembangan3. Penyaluran gas dan kondensat melalui pipa4. Penyaluran kondesat dengan transportasi darat5. Kegiatan operasi fasilitas produksi gas (MS dan BS)6. Operasional Kilang LNG dan fasilitas lainnya7. Pemeliharaan fasilitas produksi (Gas dan LNG)
D. Tahap Pasca Operasi1. Penghentian operasi produksi gas (MS dan BS) dan Kilang LNG2. Demobilisasi peralatan3. Penglepasan Tenaga Kerja
-? : diprakirakan berdampak negatif+? : diprakirkaan berdampak positif
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-58
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.2.2. Prakiraan Sifat Penting Dampak
Sifat penting dampak akan ditetapkan dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah RI No.
27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Dampak besar dan penting
merupakan satu kesatuan makna “dampak penting”. Hal ini berarti bahwa tidak selalu yang
hanya mempunyai dampak besar saja yang bersifat penting, tetapi dampak yang kecil pun
dapat bersifat penting.
Untuk mengetahui apakah dampak-dampak tersebut mempunyai sifat penting tertentu, maka
dilakukan evaluasi terhadap faktor-faktor penentu dampak penting untuk selanjutnya dievaluasi
bersama-sama dengan besaran dampak-dampak tersebut, untuk mengambil keputusan apakah
dampak tersebut merupakan dampak besar dan penting agar dapat disimpulkan menjadi
dampak lingkungan besar dan penting.
Penentuan Tingkat kepentingan dampak dilakukan pada semua dampak-dampak hipotesis
dengan mengacu pada kriteria penentu dampak penting sesuai dengan Peraturan Pemerintah
No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), yaitu:
1. Jumlah manusia yang terkena dampak
2. Luas wilayah persebaran dampak
3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
4. Banyaknya komponen lain yang akan terkena dampak
5. Sifat kumulatif dampak
6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
Akan tetapi dalam penetapan tingkat kepentingan dampak secara umum, dalam kajian AMDAL
ini akan relatif lebih konservatif dibanding penetapan berdasarkan SK Kep Bapedal No. 56 tahun
1994. Penetapan tingkat kepentingan dampak ini dikelompokkan kedalam dampak penting (P)
dan tidak penting (TP). Pedoman penetapan tingkat kepentingan dampak apakah dampak
tersebut penting (P) atau tidak penting (TP) didasarkan pada kriteria sebagai berikut.
1) Untuk jumlah manusia yang terkena dampak
Kriteria P apabila terdapat > 25% manusia tidak mendapatkan memanfaatkan hasil/manfaat
dari proyek.
Kriteria TP apabila tidak jumlah manusia terkena dampak <25% dari manusia yang terkena
dampak.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-59
PT. PERTAMINA EP - PPGM
2) Luas wilayah persebaran dampak
Kriteria P apabila luas dampak > 0,25 kali luas wilayah studi, karena setidak-tidaknya di
daerah tersebut dalam luasan 0,25 dari luas wilayah studi pemanfaatan ruang cukup
beragam sehingga tingkat kepentingannya tinggi, sehingga dampaknya sudah dianggap
penting.
Kriteria TP apabila luas dampak < 0,25 kali luas wilayah studi.
3) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Kriteria P apabila intensitasnya sama atau lebih besar daripada ambang batas baku mutu,
dan atau dampak berlangsung tidak hanya sesaat.
Kriteria TP apabila intensitasnya rendah (dibawah ambang batas baku mutu dan dampaknya
berlangsung hanya sesaat).
4) Banyaknya komponen lain yang akan terkena dampak
Kriteria P apabila ada komponen lain yang terkena dampak.
Kriteria TP apabila tidak ada komponen lain yang terkena dampak.
5) Sifat kumulatif dampak
Kriteria P apabila dampak akan terakumulasi.
Kriteria TP apabila dampak tidak akan terakumulasi.
6) Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
Kriteria P apabila dampak tidak berbalik.
Kriteria TP apabila dampak berbalik.
Mengingat bahwa tujuan akhir pembangunan adalah untuk kepentingan manusia, maka dalam
penetapan sifat penting dampak, parameter jumlah manusia terkena dampak diberi bobot 3.
Mendasarkan pada batasan tersebut di atas maka pembobotan untuk setiap parameter penentu
tingkat kepentingan dampak ditetapkan seperti disajikan pada Tabel 3.28.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-60
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.28. Pembobotan Paramater Penentu Tingkat Kepentingan Dampak
Nomor Parameter Penentu Tingkat Kepentingan Dampak B o b o t
1
2
3
4
5
6
Jumlah manusia yang terkena dampak
Luas wilayah persebaran dampak
Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
Banyaknya komponen lain yang akan terkena dampak
Sifat kumulatif dampak
Berbalik atau tidak berbaliknya dampak
1 x 1 = 1
1 x 1 = 1
1 x 1 = 1
1 x 1 = 1
1 x 1 = 1
1 x 1 = 1
Jumlah 6
Penentuan tingkat kepentingan dampak tersebut didasarkan pada jumlah faktor penentu
dampak penting yang bersifat penting yaitu:
1) Apabila P ≥3 maka termasuk dalam katagori penting (P)
2) Apabila P ≤2 termasuk dalam katagori tidak penting (TP)
Proses penentuan tingkat kepentingan dampak untuk masing-masing jenis dampak hipotetik
disajikan dalam Tabel 3.29, sedangkan ringkasan hasilnya disajikan dalam Tabel 3.30.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-61
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.29. Penentuan Tingkat Kepentingan Dampak
TAHAPRENCANAKEGIATAN
RENCANAKEGIATAN
JENISDAMPAKPENTING
HIPOTETIK
Parameter Penentu Tingkat Kepentingan Dampak
JUMLAHNILAI
PKesimpulan
Jumlahmanusiaterkenadampak
(bobot 1)
Luaswilayah
persebaran dampak(bobot 1)
Lama danintensitasdampak
(bobot 1)
Banyaknyakomponenlain terkena
dampak(bobot 1)
Sifatkumulatifdampak
(bobot 1)
Berbalik/tidak berbalik
nya dampak(bobot 1)
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-62
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.30. Ringkasan Hasil Penentuan Tingkat Kepentingan DampakKegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok
di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
No Komponen Lingkungan
Komponen Rencana KegiatanPra-
KonstKonstruksi Operasi Pasca
Operasi1 2 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3
GEO-FISIK-KIMIA1 Kualitas udara ambien P/TP P/TP P/TP
2 Kebisingan P/TP P/TP P/TP
3 Erosi tanah P/TP P/TP P/TP
4 Sistem drainase dan irigasi P/TP P/TP P/TP
5 Kualitas air permukaan P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP
6 Kualitas air laut P/TP P/TP P/TP P/TP
7 Transportasi darat P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP
BIOLOGI P/TP
1 Vegetasi P/TP P/TP
2 Satwa liar P/TP P/TP P/TP
3 Biota air tawar P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP
4 Biota air laut P/TP P/TP P/TP
SOSIAL-EKONOMI-BUDAYA1 Kependudukan P/TP
2 Pola kepemilikan lahan P/TP
3 Pendapatan masyarakat P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP
4 Kesempatan berusaha P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP
5 Proses sosial P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP
6 Sikap & persepsi masyarakat P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP P/TP
KESEHATAN MASYARAKAT1 Sanitasi lingkungan P/TP P/TP P/TP P/TP
2 Tingkat kesehatan masyarakat P/TP P/TP
Keterangan:A. Tahap Prakonstruksi
1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh P = dampak penting2. Pemanfaatkan tenaga kerja setempat TP= dampak tidak penting
B. Tahap Konstruksi1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan tenaga kerja2. Pembukaan dan pematangan lahan3. Kegiatan Konstruksi Fasilitas Produksi Gas dan Kompleks Kilang LNG4. Kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur Gas
C. Tahap Operasi1. Penerimaan tenaga kerja2. Pemboran sumur pengembangan3. Penyaluran gas dan kondensat melalui pipa4. Penyaluran kondesat dengan transportasi darat5. Kegiatan operasi fasilitas produksi gas (MS dan BS)6. Operasional Kilang LNG dan fasilitas lainnya7. Pemeliharaan fasilitas produksi (Gas dan LNG)
D. Tahap Pasca Operasi1. Penghentian operasi produksi gas (MS dan BS) dan Kilang LNG2. Demobilisasi peralatan3. Penglepasan Tenaga Kerja
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-63
PT. PERTAMINA EP - PPGM
3.3. METODE EVALUASI DAMPAK PENTING
Tujuan dilakukan evaluasi dampak besar dan penting lingkungan akibat dari komponen
kegiatan yang direncanakan adalah memutuskan/menentukan jenis dampak hipotetik yang akan
dikelola, jenis dampak tersebut ditelaah secara holistik, dan memberikan arahan atau alternatif
pengelolaannya.
Metode evaluasi dampak penting yang digunakan adalah non matrik yaitu dengan pendekatan
deskriptif-kualitas berdasarkan informasi besaran dan tingkat kepentingan masing-masing jenis
dampak penting hipotetik dengan bagan alir. Adapun keputusan tentang jenis dampak
hipotetik yang akan dikelola adalah jenis dampak yang termasuk kategori dampak penting
yang dikelola (PK) yang ditetapkan berdasarkan dua kriteria sederhana berikut:
a) Pada prameter linkungan yang memiliki Baku Mutu Lingkungan tertentu: apabila tingkat
kepentingannya (∑P) > 3 dan dampak negatif yang diprakirakan akan terjadi
menyebabkan perubahan nilai pada parameter tertentu sehingga nilai itu akan melebihi
baku mutu yang berlaku, maka kesimpulan dampaknya termasuk kategori dampak
penting yang dikelola (PK).
b) Pada prameter linkungan yang tidak memiliki Baku Mutu Lingkungan: Apabila (∑P)
3 dan besaran angka prakiraan dampak ≥ (+/-) 2, maka kesimpulan dampaknya
masuk kategori dampak penting yang dikelola (PK).
c) Diluar kedua kriteria tersebut di atas masuk dalam kategori dampak tidak penting dan
tidak dikelola (TPK).
Diluar kedua kriteria di atas, kesimpulan hasil evaluasi adalah dampak tidak penting dan
tidak dikelola (TPK). Bila dampak yang disimpulkan merupakan dampak penting yang
dikelola (PK), maka dampak-dampak itulah yang akan dijadikan dasar untuk penyusunan
Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan. Hasil evaluasi dampak
besar dan penting disajikan dalam Tabel 3.31.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-64
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 3.31. Ringkasan Hasil Evaluasi Dampak Penting
TAHAP RENCANAKEGIATAN
JENIS DAMPAK PENTINGHIPOTETIK
SUMBERDAMPAK
BakuMutuLingk
BESARANDAMPAK
(+/-)
JUMLAHBOBOTNILAI
P
KEPUTUSAN/KESIMPULAN HASIL
EVALUASI(PK/TPK)
Kualitas udara ambien
Kebisingan
Erosi tanah
Sistem drainase dan irigasi
Kualitas air permukaan
Kualitas air laut
Transportasi darat
Vegetasi
Satwa liar
Biota air tawar
Biota air laut
Kependudukan
Pendapatan masyarakat
Kesempatan berusaha
Proses sosial
Sikap dan persepsi masyarakat
Sanitasi Lingkungan
Tingkat Kesehatan masyarakat
Jenis dampak penting tersebut kemudian di telaah secara holistik yang dibantu dengan Bagan
Aliran Dampak untuk mengetahui kecenderungan dengan menyajikan nilai kuantitatif dan
kualitatif dari setiap besaran dan sifat kepentingan dalam bentuk uraian deskriptif secara satu
kesatuan, yang dikelompokkan ke dalam tiga kajian, yaitu:
Kelestarian fungsi ekologis, merupakan hasil pengkajian dari parameter fisik-kimia dan
biologi yang terkena dampak besar dan penting;
Peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, merupakan hasil pengkajian dari parameter
sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat;
Kontribusi terhadap pembangunan daerah, merupakan kajian secara makro dimana
kontribusi perusahaan terhadap pembangunan daerah sebagai konsekuensi dari diperolehnya
ijin melakukan eksploitasi migas yaitu bersumber dari pembayaran pajak, pelaksanaan
community development, dan perimbangan penerimaan daerah dari produksi migas
berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-65
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Berdasarkan hasil telaahan secara holistik atas jenis dampak besar dan penting dapat ditentukan
berbagai alternatif atau arahan pengelolaannya dengan mempertimbangkan sumber penyebab
dampak, lokasi atau kondisi lingkungan berlangsungnya dampak, dan besaran dampaknya.
Sumber dampak dapat berupa suatu komponen kegiatan atau penyebab dampak yang
bersumber dari jenis dampak yang lain. Berdasarkan arahan atau berbagai alternatif
pengelolaan yang diusulkan akan dapat diperoleh dua informasi penting yaitu:
Masukan untuk pengambilan keputusan atas kelayakan lingkungan dari Rencana Proyek
Pengembangan Gas Matindok (PPGM);
Masukan untuk penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL).
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok IV-1
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Bab-4PELAKSANA STUDI
4.1. IDENTITAS PEMRAKARSA DAN PENYUSUN AMDAL
4.1.1. Pemrakarsa
A. Nama Perusahaan
Nama Perusahaan: PT. PERTAMINA EP - Proyek Pengembangan Gas Matindok
Alamat Kantor : Gedung Pertamina, Annex Lantai 9
Jl. Merdeka Timur No. 1A. Jakarta, 10110, Indonesia
P.O. Box 1012 Jkt.
Telp./ Fax. : (021) 3816570/ (021) 3521992
B. Nama dan Alamat Penanggung Jawab Kegiatan
Nama : M. Indra Kusuma
Jabatan : General Manager Proyek Pengembangan Gas Matindok
Alamat Kantor : Gedung Pertamina, Annex Lantai 9
Jl. Merdeka Timur No. 1A. Jakarta, 10110, Indonesia
P.O. Box 1012 Jkt.
Telp./ Fax. : (021) 3816570/ (021) 3521992
4.1.2. Identitas Penyusun AMDAL
A. Nama dan Alamat Instansi
Nama : Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada
Alamat : Jl. Lingkungan Budaya, Sekip Utara Yogyakarta 55281
E-mail : [email protected]
Telp. : (0274) 565722, 902410
Fax. : (0274) 565722
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok IV-2
PT. PERTAMINA EP - PPGM
B. Penanggung Jawab Studi
Nama : Dr. Eko SugihartoJabatan : Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada
Alamat Jl. Lingkungan Budaya, Sekip Utara Yogyakarta 55281
E-mail : [email protected]. : (062-274) 565-722, 902-410
Fax. : (062-274) 565-722
C. Tim Pelaksana Studi AMDAL
Tim pelaksana Studi AMDAL ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu: ketua tim, koordinator
bidang fisik kimia beserta beberapa orang anggota, koordinator bidang biologi denganbeberapa orang anggota, koordinator bidang sosial ekonomi dan budaya dengan beberapa
orang anggota, koordinator bidang kesehatan masyarakat dengan seorang anggota
dan beberapa narasumber. Susunan tim penyusun AMDAL selengkapnya disajikan pada
Tabel 4.1.Tabel 4.1. Susunan Tim Pelaksana Studi AMDAL
Jabatan Nama Keahlian SertifikatAMDAL
Nara Sumber Ir. Subaryono, MA, PhD. Ahli Kepala,Lingkungan dan GIS(S3, 15 tahun)
Ketua Tim Drs. Bambang Agus Suripto, M.Sc. Ahli Kepala, Lingkungan(S2, 10 tahun) A, B
Koordinator BidangGeofisik-Kimia Drs. Suprapto Dibyosaputro, M.Sc. Ahli Kepala, Geomorfologi
(S2, 10 tahun) A, B
Anggota Dr. rer. nat. Nurul Hidayat Aprilita, M.Si. Ahli Kimia(S3, 5 tahun) A
Ir. Wahyu Widodo, M.T. Ahli Transportasi A,B
Koordinator BidangBiologi Drs. Bambang Agus Suripto, M.Sc. Ahli Kepala, Lingkungan
(S2, 10 tahun) A, B
Asisten Utiyati, S.Si. Asisten Biologi A, B
Koordinator BidangSos-Ek-Bud Drs. Dahlan H. Hasan, M.Si. Ahli Kepala, Sos.Ek.Bud
(S2, 10 tahun) A, B
Anggota Supriadi, SH., M.Hum. Ahli Sos.Ek.Bud (S2) A, B
Asisten Ir. Christina Lilies Sutarminingsih Asisten Sos.Ek.Bud. A, B
Koordinator BidangKes. Mas. Prof. Dr. Sugeng Yuwono Mardihusodo Ahli Kepala, Kes. Mas.
(Guru Besar)
Asisten P. Sutrisno, S.Sos. Asisten Kes. Mas. A, B
Nara Sumber Ir. Subaryono, MA., Ph.D. Ahli Kepala Lingkungan dan GIS(S3, 15 tahun)
Pemetaan/GIS Ahsan Nurhadi, S.Si. Pemetaan/GIS A, B
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok IV-3
PT. PERTAMINA EP - PPGM
4.2. BIAYA STUDI
Perkiraan biaya studi AMDAL PT. PERTAMINA EP - Proyek Pengembangan Gas Matindok
(PPGM) termasuk kegiatan konsultasi masyarakat sebagai kewajiban yang tercantum pada
Keputusan Kepala BAPEDAL No. 08 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :
1. Konsultasi Masyarakat
a. Jasa tenaga ahli : 11%
b. Survei lapangan/kegiatan konsultasi masyarakat : 19%
c. Dokumentasi/pelaporan : 4%
2. Penyusunan KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL
a. Tenaga ahli : 21%
b. Survei lapangan dan analisis laboratorium : 29%
c. Proses persetujuan dokumen : 10%
d. Dokumentasi/administrasi : 6%
TOTAL 100%
4.3. WAKTU STUDI
Studi AMDAL PT. PERTAMINA EP - Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) ini
diprakirakan akan berlangsung selama 8 bulan, tidak termasuk waktu tunggu presentasi di
depan Komisi Penilai AMDAL Pusat dan persetujuan dari Komisi AMDAL Pusat, Kementrian
Lingkungan Hidup Jakarta.
Pembagian secara detail tahapan-tahapan penelitian penyusunan laporan Studi AMDAL disajikan
pada Tabel 4.2.
+
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok IV-4
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Tabel 4.2. JADWAL RENCANA PENYUSUNAN STUDI AMDAL PT. PERTAMINA EP – MATINDOK SULAWESI TENGAH
NO KEGIATANBULAN KE
I II III IV V VI VII VIII1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 a. Perijinan ke instansi terkaitb. Koordinasi dengan pemerintah setempat
2 PENGUMUMAN PUBLIKa. Memasang papan pengumuman di desa dan kecamatanb. Pengumuman di Media Elektronikc. Pengumuman di Media Cetakd. Pengumpulan Data Tanggapan Masyarakat
3 KONSULTASI MASYARAKATa. Koordinasi dengan Pemerintah Setempatb. Konsultasi Masyarakat di Desa/Kecamatanc. Pengolahan Data Hasil Konsultasi Masyarakatd. Pengolahan Data Hasil Diskusi – Konsultasie. Pengumpulan Data Sekunder
4 PENYUSUNAN KA ANDALa. Penulisan Draft KA ANDALb. Konsultasi KA ANDAL dengan Pemrakarsac. Penyempurnaan KA ANDALd. Penyerahan KA ANDAL ke Pemrakarsae. Penyerahan KA ANDAL ke Komisi Penilai AMDALf. Presentasi KA ANDAL di Komisi Penilai AMDALg. Penyempurnaan dan Persetujuan KA ANDAL
5 PENYUSUNAN ANDAL – RKL – RPLa. Pengumpulan Data Lapangan (A-B-SEB-KM)b. Analisis Laboratoriumc. Pengolahan Datad. Penyusunan ANDALe. Penyusunan RKLf. Penyusunan RPLg. Konsultasi ANDAL-RKL-RPL kepada Pemrakarsah. Penyempurnaan ANDAL-RKL-RPLi. Penyerahan ANDAL-RKL-RPL ke Pemrakarsaj. Penyerahan ANDAL-RKL-RPL ke Komisi Penilai AMDALk. Presentasi ANDAL-RKL-RPL di Komisi Penilai AMDALl. Penyempurnaan dan Persetujuan ANDAL-RKL-RPL
PT. PERTAMINA EP - PPGM
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
PT. PERTAMINA EP - PPGM
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2004, Thefreedictionary.com, Farlex.Inc.
Audley-Charles, M.G., and J.S. Milsom. (1974). Comments on a paper by T.J. Fitch “Plateconvergence, transcurrent faults, and internal deformation adjacentsoutheast Asia and the western pacific.” Journal of Geophysical Research79:4980-4981.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasil Pentahapan KeluargaSejahtera Tingkat Nasional tahun 1994-2001, www.bkkbn.go.id
Badan Pusat Statistik, 1990, Sensus Penduduk Indonesia Tahun 1990, BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik, 2003, Data dan Informasi Kemiskinan, BPS, Jakarta.
Bally, A.W. and Snelson, S. (1980). Realms of subsidence. Facts and principles of worldpetroleum occurrence. Can. Soc. Petrol. Geologists Memoirs 6:9-94.
Biswas, A.K. and Geping, Q. (1987). Environmental impact assessment for developingcountries. United Nations University, Tycooly International, London, 232 pp.
Cooley, Charles Horton, 1922, Freedom “Chapter 12 in Human Nature and the SocialOrder (Revised Edition)” Charles Scribner's Sons, New York.
Cooley, Charles Horton, 1918, Social Process,Charles Schribner’s Sons, New York.http://spartan.ac.brocku.ca/Iward/Cooley/cool_ctoc.html
Davis, K., and W. E. Moore. 'Some Principles of Stratification.' American SociologicalReview 10 (1945):242-49.
Depkes, 2002, Profil Kesehatan Indonesia 2001, Menuju Indonesia Sehat 2010,Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Gellner, 1983, The integration of immigrants Social cohesion and quality of lifehttp://Social.coe.int/en/Index.htm
Geertz, Clifford, 1973, The Interpretation of Culture, New York : Basic.
Green, R.H. (1979). Sampling Design and Statistical Methods for EnvironmentalBiologists. John Wiley and Sons. New York, 527 pp.
KA-ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok
PT. PERTAMINA EP - PPGM
Hadi Sidarta, P, 1995 Aspek Sosial AMDAL, Sejarah Teori dan Metode, Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta.Krejcie,R.V., D.W. Morgan, 1970, DeterminingSample Side for Research Activities, Educational and PsychologicalMeasurement.
Hari Purwanto, 2000 Kebudayaan dan Lingkungan Dalam Perspektif Antropologi, PustakaPelajar, Yogyakarta,
Myers and Michener, et al, 2002, Lecture 04 - Social Psych “Social PerceptionAttribution”, http:www.nd.edu.
Mantra, Ida Bagus, 2001, Kumpulan Rumus-Rumus Demografi. Fakultas GeografiUniversitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Patton, M.Q.(1990). Qualitative Evaluation and Research Methods. SAGE Publications.Newbury Park London New Delhi.
PRM Research 447, 2004, Calculating Sample Size and Margin of Error Table,http://www.prm.nau.edu/prm447/sample_size.htm
Raosoft, Inc, 2004, Free Sample Size Calculator, http: //www .raosoft. com/ samplesize.html
Redfield, Robert, Ralph Linton and Melville, J. Herskovits, 1936 : 38 (1): 149-152"Memorandum for the Study of Acculturation”. American Anthropologist.
Sayogyo dan Pujiwati Sajogyo, 2002. Sosiologi Pedesaan (Kumpulan Bacaan) Jilid 2.Gadjah Mada University Press, Cit, 11 Yogyakarta
Schmidt, F.H. and Ferguson, J.H.A. (1951). Rainfall Types Based on Wet and Dry PeriodRatios for Indonesia and Western New Guinea. Verh. Djawatan Mety. DanGeofisik, Jakarta 42
Sloan, N.A. (1993b). Effects of Oil on Marine Resources: A Worldwide Literature ReviewRelevant to Indonesia. EMDI Environment Report, Halifax, Canada andJakarta, Indonesia, 70 pp.
Soekanto, Soerjono, 1969. Sosiologi Suatu Pengantar, Yayasan Penerbit UniversitasIndonesia, Jakarta.
Sukamto Reksohadiprodjo, dan A Budi Purnomo, 1998. Ekonomi Sumber Daya Alam danEnergi,BPFE, Yogyakarta
Sukamto Reksohadiprodjo, dan A Budi Purnomo, 1998. Ekonomi Lingkungan SuatuPengantar, BPFE, Yogyakarta
Surveyguy, 2004, Sample Size Calculator, Creative Research Systems Survey Software,http://www.SurveyGuy_com.Sample Size Calculator.htm
Thanh Loi, Duong,1998, Assimilation versus Integration and the Vietnamese Youth’sIdentity “Youth Involvement and Community Development” tanggal 16-18Oktober 1998, Vietnamese Canadian Federation, Ottawa.