PENGARUH MODEL MEMBACA TOTAL TERHADAP
KEMAMPUAN MEMBACA CERPEN PELAJARAN BAHASA
INDONESIA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 5 MANDAI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhmadiyah Makassar
Oleh
ANIK WULANDARI
105331109516
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“ JANGAN MENJELASKAN DIRIMU KEPADA SIAPA PUN, KARENA YANG MENYUKAIMU
TIDAK BUTUH ITU. DAN YANG MEMBENCIMU TIDAK PERCAYA ITU. (Ali Bin Abi Thalib)
Kupersembahkan karya ini buat
Kedua orang tuaku, saudaraku, dan sahabatku,
atas keikhlasan dan doanya dalam mendukung penulis
mewujudkan harapan menjadi kenyataan.
ABSTRAK
Anik Wulandari, 2020. Pengaruh Model Membaca Total terhadap
Kemampuan Membaca Cerpen Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas
VII SMP 5 Mandai di Kabupaten Maros. Skripsi. Jurusan Pendidikan
Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammdiyah Makassar. Pembimbing I Hambali dan Pembimbing II
Indramini.
Masalah utama dalam penelitian ini yaitu bagaimana kemampuan
membaca cerpen siswa ketika menggunakan model membaca total dan
tidak menggunakan model membaca total. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui model membaca total terhadap kemampuan membaca siswa.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan
metode quasi experimental design atau ekperimen semu. Data penelitian
ini berupa data kuantitatif dengan sumber data yakni dalam melakukan
penelitian, peneliti memberikan perhatian penuh terhadap perlakuan yang
diberikan pada posttest perlakuan yang dimaksud yaitu model membaca
total. Data tersebut dikumpulkan dengan mengikuti prosedur: tes awal,
perlakuan, dan tes akhir. Populasi dalam penelitian ini yakni siswa kelas
VII SMP Negeri 5 Mandai. Sampel dalam penelitian ini yang digunakan
adalah pretest dan posttest. Pada tahap awal pretest siswa tidak diberikan
perlakuan dengan menggunakan model membaca total. Sedangkan,pada
tahap akhir posttest siswa diberikan perlakuan dengan menggunakan
model membaca total untuk menentukan kemampuan membaca cerpen
siswa.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil analisis
statistik inferensial dengan uji-t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
kemampuan membaca antara hasil kemampuan membaca peserta didik
pada posttest dengan kemampuan membaca siswa pada pretest yang
menggunakan model membaca total. Sehingga penarikan dengan hasil
nilai uji-t yakni N 30 Df 28 thitung 7.539 Ttabel 1.701. Jadi
kesimpulan yang dapat diperoleh mengenai hipotesis adalah ditolak dan
diterima. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara
nilai membaca cerpen pada materi unsur intrinsik cerpen dan
pengamatannya pada pretest sebelum melakukan perlakuan dan posttest
setelah diberikan perlakuan yang berbeda.
Kata kunci : pengaruh, model membaca total dan membaca cerpen
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji dan syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Allah Swt
yang selalu senantiasa memberikan nikmat, rahmat, taufik dan hidayah, serta
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan tepat waktu.
Shalawat serta salam tak luput pula terucap atas junjungan nabi Muhammad saw yang
menyempurnakan Islam serta membawa manusia dari zaman biadab menuju zaman
yang beradab karena atas nikmat kesehatan yang diberikan penulis mampu
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Membaca Total terhadap
Kemampuan Membaca Cerpen Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas VII SMP
Negeri 5 Mandai” dapat dirampungkan dalam rangka memenuhi salah satu
persyaratan akademis guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Univeritas Muhammadiyah Makassar.
Penyusunan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin, namun
sebagai manusia biasa tentunya tidak lepas dari segala kekurangan dan keterbatasan
sehingga masih jauh dari sempurna, baik dari segi sistematika penulisan maupun isi
yang terkandung dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya
membangun penulis harapkan.
ix
Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang
membantu kelancaran skripsi ini, baik berupa moril dan materil. Karena penulis yakin
tanpa bantuan dari mereka, sulitnya rasanya bagi penulis menyelesaikan skripsi ini.
Izinkan penulis menyampaikan terima kasih kepada Allah Swt yang telah
memberikan nikmat, kesehatan dan kelancaran serta petunjuk menyelesaikan skripsi
ini.
Rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan luar biasa sangat spesial
penulis haturkan kepada kedua orang tua penulis. Ibunda Syamriani dan Ayahanda
Usnuri dengan segala pengorbanan dan jasa-jasa mereka. Doa, restu, nasihat, dan
petunjuk dari mereka merupakan dorongan moril yang efektif.
Terima kasih kepada Prof. Dr.H. Ambo Asse., M.Ag. selaku rektor
Universitas Muhammadiyah Makassar dan terima kasih kepada dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph. D serta para wakil
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Makassar. Ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indoensia Dr. Munirah, M.Pd
serta sekertaris Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dr.
Muhammad Akhir, M.Pd. Terkhusus kepada Drs. Hambali, S.Pd., M.Hum.
pembimbing I dan Indramini, S.Pd., M.Pd. pembimbing II yang telah meluangkan
waktunya untuk bimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
x
Semoga bantuan, bimbingan, motivasi, dan kasih sayang yang diberikan
kepada penulis senantiasa mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah
Subahanahu wa taala, akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis
menyampaikan tidak ada manusia yang sempurna dan tak luput dari kesalahan dan
kekhilafan. Oleh karena itu, penulis senantiasa menghrapakan tanggapan, kritikan dan
saran sehingga penulis dapat berkarya pada masa yang akan datang. Semoga segala
bantuan dan bimbingan dari semua pihak mendapat berkat dan rahmat Allah. Mudah-
mudahan dapat memberi manfaat bagi pembaca, terutama bagi diri penulis. Aamiin
yaa rabbal alamiin.
Makassar, Juli 2020
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. iii
SURAT PERNYATAAN........................................................................... iv
SURAT PERJANJIAN ............................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR .................................................................. ……….ix
DAFTAR ISI ................................................................................. ……….xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka ................................................................................... 8
1. Penelitian Relevan ....................................................................... 8
2. Teori Pembelajaran Bahasa ......................................................... 10
3. Teori Pembelajaran Membaca..................................................... 14
4. Kemampuan ................................................................................ 20
xii
5. Cerpen ......................................................................................... 21
6. Model Membaca Total ................................................................ 34
B. Karangka Pikir .................................................................................. 44
C. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 46
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .................................................................................. 48
B. Desain Penelitian ............................................................................... 48
C. Populasi dan Sampel ......................................................................... 49
D. Variabel Penelitian ............................................................................ 50
E. Instrumen Penelitian.......................................................................... 50
F. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 50
G. Teknik Analisis Data ......................................................................... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 55
B. Pembahasan ....................................................................................... 63
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................... 68
B. Saran .................................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya
masyarakat gemar belajar. Proses belajar yang efektif antara lain dilakukan
melalui membaca. Masyarakat yang gemar membaca memperoleh
pengetahuan dan wawasan baru yang akan semakin meningkatkan
kecerdasannya sehingga mereka dapat mampu menjawab tentang hidup pada
masa-masa mendatang Rahim (2009:1).
Informasi yang dapat ditemukan dari kegiatan membaca. Orang yang
banyak membaca akan mendapatkan pengetahuan yang lebih dibandingkan
dengan orang yang jarang membaca bahkan tidak pernah membaca. Melalui
pengetahuan yang dimiliki itu, orang dapat mengomunikasikan kembali
informasi yang dimiliki dalam bentuk lisan maupun tulisan. Kegiatan
membaca dapat membantu seseorang untuk meningkatkan keterampilan
berkomunikasi dalam bentuk lain. Apalagi dalam masyarakat modern seperti
sekarang ini, seseorang haruslah banyak membaca agar dapat mengikuti
perkembangan dan kemajuan teknologi karena kesulitan dalam membaca
merupakan cacat yang serius dalam kehidupan. Dengan demikian kemampuan
membaca sangat penting peranannya dalam berbagai hal.
1
2
Peranan membaca dalam masyarakat dapat diperoleh dari pendidikan
di sekolah. Perkembangan pendidikan khususnya membaca sangat ditentukan
oleh lingkungan hidup sosial ekonomi latar belakang kebudayaan di
masyarakat (Tarigan, 2013:71). Generasi muda yang tidak mampu membaca
dengan baik dan benar tentunya akan berakibat fatal pada kualitas sumber
daya manusia (SDM). Sampai saat ini, jelaslah kemampuan membaca siswa
sangat penting peranannya bagi keberhasilan dirinya sendiri. Dari penjelasan
sebelumnya membaca begitu penting dalam perkembangan siswa, hendaknya
pengajaran membaca mendapat perhatian dari pendidik. Farr (dalam Dalman
2014:5) juga mengemukakan bahwa membaca merupakan jantung
pendidikan.Dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan salah satu
keterampilan berbahasa yang sangat penting bagi siswa.
Kehadiran pengajaran membaca yang terencana dengan baik sangat
diperlukan mengingat pentingnya kegiatan membaca khususnya kemampuan
membaca bagi siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun sayangnya,
dalam proses belajar mengajar saat ini pengajaran membaca pemahaman
masih kurang optimal seperti, siswa tidak mampu melakukan aktivitas
membaca dengan baik dan benar.
3
Kemampuan membaca siswa dalam mengikuti pembelajaran
merupakan sesuatu yang penting dalam kelancaran proses belajar mengajar.
Siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dalam proses pembelajaran dapat
menunjang proses belajar mengajar untuk semakin baik, begitupun sebaliknya
kemampuan membaca siswa yang rendah maka kualitas pembelajaran akan
menurun dan akan berpengaruh pada hasil belajar.
Dalman (2014:187) menjelaskan bahwa model membaca total sangat
efektif digunakan sebagai model membaca dalam kemampuan membaca
siswa. Model ini dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami
informasi fokus terhadap teks dan memperbaiki proses pembelajaran
membaca yang kaku dan terlalu formal serta membosankan menjadi
menyenangkan. Proses pembelajaran diarahkan agar siswa dapat menemukan
informasi fokus seperti ide pokok atau gagasan utama dari teks bacaan. Model
ini juga memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami bacaan
menggunakan gaya somatis, auditori, visual, dan intelektual atau dikenal
dengan gaya SAVI. Model membaca total membuat siswa mengingat isi teks
bacaan lebih lama. Oleh karena itu, model membaca total diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan dalam membaca.
4
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di SMP Negeri 5
Mandai, saat ini proses pembelajaran masih menggunakan pembelajaran
konvensional, yang monoton dalam ceramah, dan pemberian tugas, hal ini
siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran, dan siswa kurang aktif
dan bersikap acuh tak acuh, ini semua tentunya berdampak pada rendahnya
hasil belajar setiap mata pelajaran, khususnya bahasa Indonesia pada semester
sebelumnya yang tampak pada presentasi hasil belajar siswa sebesar 22
persen, hal tersebut tentulah berada dalam kategori rendah.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan solusi yang tepat
dengan mengadakan perbaikan dalam proses pengajaran melalui penggunaan
model pembelajaran yang tepat. Dalam sebuah strategi pembelajaraan dapat
diterapkan lebih dari satu model pembelajaran. Macam-macam model
pembelajaran yaitu : 1) model pembelajaran inquiry; 2) model pembelajaran
kontekstual; 3) model pembelajaran ekspositori; 4) model pemeblajaran
berbasis masalah; 5) model pembelajaran kooperatif; 6) model pembelajaran
PAIKEM; 7) model pembelajaran quantum (Quantum Learning); 8) model
pembelajaran terpadu; 9) model pembelajaran kelas rangkap; 10) model
pembelajaran tugas terstruktur; 11) model pembelajaran portopolio; 12)
model pembelajaran tematik.
5
Selain itu, berdasarkan hasil sosialisasi kurikulum 2013, untuk
mendukung keterlaksanaanya pemerintah juga menganjurkan penggunaan
beberapa model pembelajaran, diantaranya : Guided inquiri, PBL (Promblem
Based Learning), PBL (Project Based Learning), Discovery Learning. Maka
dari beberapa metode pembelajaran tersebut peneliti tertarik untuk
menggunakan dua model pembelajaran yaitu model pembelajaran Problem
Solving dan model pembelajaran Discovery.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka
peneliti tertarik dan termotivasi melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Model Membaca Total terhadap Kemampuan Membaca Cerpen Pelajaran
Bahasa Indonesia Siswa Kelas VII SMP 5 Mandai di Kabupaten Maros ”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut ini.
Bagaimana kemampuan membaca cerpen siswa kelas VII SMP Negeri
5 Mandai di Kabupaten Maros sebelum dan sesudah menggunakan model
membaca total?
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dapat
dinyatakan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yakni:
Untuk mengetahui kemampuan membaca cerpen siswa kelas VII SMP
Negeri 5 Mandai di Kabupaten Maros menggunakan model membaca total
pada siswa dengan tidak menggunakan model membaca total.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian dengan model membaca total dapat digunakan untuk
mengetahui kemampuan membaca cerpen siswa. Selain itu siswa dapat
menambah kajian tentang hasil penelitian membaca cerpen.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
praktis diantaranya sebagai berikut:
a. Bagi siswa, manfaat model membaca total adalah siswa dapat
membaca cepat dan memahami isi bacaaan secara total. Selain itu,
siswa dapat mengetahui teknik-teknik membaca yang benar agar
membaca tidak lagi menjadi kegiatan yang membosankan.
b. Bagi guru, penerapan model membaca total diharapkan dapat
memberikan wawasan dan pengetahuan baru. Sebagai bahan
masukan dan bahan pertimbangan dalam memilih model
pembelajaran yang lebih variatif.
7
c. Bagi sekolah, penerapan model membaca total diharapkan dapat
dijadikan bahan kajian untuk mengembangkan proses pembelajaran
yang bermanfaat dalam rangka perbaikan kemampuan membaca
siswa.
d. Bagi peneliti, mengembangkan wawasan mengenai penggunaan
model membaca total dalam proses pembelajaran. Mengetahui
pengaruh model membaca total terhadap kemampuan membaca
siswa. Dapat diterapkan dalam proses pembelajaran ketika peneliti
nanti menjadi tenaga pendidik.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Penelitian Relevan
Pengertian relevan adalah suatu penelitian sebelumnya yang sudah
pernah dibuat dan dianggap cukup relevan atau mempunyai keterkaitan dengan
judul dan topik yang akan diteliti yang berguna untuk menghindari terjadinya
pengulangan penelitian dengan pokok permasalahan yang sama.
Beberapa hasil penelitian yang relevan, diantaranya dari Waluyo (2016)
yang mengkaji tentang “Keefektifan Model Membaca Total terhadap
Keterampilan Membaca Pemahaman Siswa Kelas V SD Gugus Erlangga”. Hasil
penelitian Waluyo menunjukkan bahwa model membaca total efektif digunakan
pada keterampilan membaca pemahaman siswa kelas V SD Gugus Erlangga.
Febriana (2014) yang meneliti tentang “Pengaruh Model Membaca Total
terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa kelas V B SDN 1
Sumberagung Jetis Kabupaten Bantul” Berdasarkan analisis data hasil penelitian
dan pembahasan menunjukkan bahwa ada pengaruh yang positif penggunaan
model membaca total terhadap kemampuan membaca pemahaman pada siswa
kelas V B SD Negeri 1 Sumberagung Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul.
Oktaviyani (2013) yang meneliti tentang “Keefektifan Metode Pembelajaran
Cooperative Script dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman
8
9
Siswa Kelas VII SMP Negeri1 Manisrenggo”. Hasil penelitian Oktaviani
menunjukkan bahwa Pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan
metode Cooperative Script lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran
membaca pemahaman yang menggunakan metode konvensional.
a. Perbedaan dan Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan oleh Febriana
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Febriana yaitu sama-sama menggunakan variabel bebas model membaca
total. Selain itu, pada penelitian ini juga menggunakan metode penelitian yang
sama dengan yang dilakukan oleh Febriana yaitu menggunakan metode
eksperimen. Sedangkan perbedaan antara keduanya terletak pada variabel
terikat antara penelitian ini dengan yang dilakukan oleh Febriana yaitu
kemampuan membaca pemahaman. Selain itu, metode yang dilakukan yaitu
sebelum instrumen tes digunakan, dilakukan uji validitas dan uji reliabitas.
b. Perbedaan dan Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan oleh Waluyo
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Waluyo yaitu sama-sama menggunakan variabel bebas model membaca
total. Sedangkan perbedaan antara keduanya terletak pada metode penelitian
yang digunakan pada penelitian ini yaitu uji normalitas dan uji t.
10
2. Teori Pembelajaran Bahasa
Djumingin (2011:44) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran
bahasa adalah seperangkat asumsi atau kerangka teori tentang hakikat bahasa,
pengajaran bahasa, serta belajar bahasa yang mendasari penyusunan suatu
metode pengajaran bahasa tertentu. Pendekatan bersifat aksiomatis (dapat
diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian) yang menyatakan pendirian,
filsafah, keyakinan, tetapi tidak mesti dibuktikan.
Hakikat bahasa adalah bersifat lisan, mencerminkan lingkungan,
bahasa mengalami proses perubahan, dan bahasa memiliki struktur sendiri.
Pengajaran bahasa adalah kegiatan pembelajaran bahasa yang harus melibatkan
empat faktor, yakni guru, pengajaran bahasa, metode pengajaran bahasa, dan
materi pelajaran. Belajar bahasa adalah proses belajar bahasa yang telah ada
sejak zaman dahulu kala, khususnya diperlukan dalam berkomunikasi yang
digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
untuk mengidentifikasikan diri.
Berbicara mengenai hakikat bahasa, Anderson (dalam Tarigan, 2009:
3) mengemukakan adanya delapan prinsip dasar, yaitu:
a. Bahasa adalah suatu sistem.
b. Bahasa adalah vokal (bunyi ujaran).
c. Bahasa tersusun dari lambang-lambang mana suka (arbitrary symbols).
d. Setiap bahasa bersifat unik, bersifat khas.
e. Bahasa dibangun dari kebiasaan-kebiasaan.
11
f. Bahasa adalah alat komunikasi.
g. Bahasa berhubungan erat dengan budaya tempatnya berada.
h. Bahasa itu berubah-ubah.
Djardjowidjojo (2003: 10) mengemukakan bahwa bahasa adalah
sebuah sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu
masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya,
berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama.Sejalan dengan
pendapat tersebut Chaer dan Leonie (2010: 15) mengemukakan bahwa bahasa
adalah sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen
yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan.Bloch dan Trater (dalam
Lubis, 1994: 1) menyatakan bahwa aspek terpenting dalam bahasa adalah
sistem, lambang, vokal, dan arbitrer.
Bahasa merupakan sebuah sistem yang bersifat sistematis. Selain
bersifat sistematis, juga bersifat sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun
menurut pola tertentu, tidak tersusun secara acak atau sembarangan. Sistemis
artinya sistem bahasa itu bukan merupakan suatu sistem tunggal, melainkan
terdiri dari sebuah subsistem, yakni subsistem fonologi, subsistem morfologi,
subsistem sintaksis, dan subsistem leksikon. Menurut sistem bahasa Indonesia
baik bentuk kata maupun urutan kata sama-sama penting, dan kepentingannya
itu berimbang. Oleh karena itu, lazim juga disebut bahwa bahasa itu bersifat
unik, meskipun juga bersifat universal. Unik artinya memiliki ciri atau sifat
12
khas yang tidak dimiliki oleh bahasa lain, dan universal berarti memiliki ciri
yang sama pada semua bahasa.
Sistem-sistem bahasa yang dibicarakan tersebut berupa lambang-
lambang dalam bentuk bunyi, yang lazim disebut bunyi ujar atau bunyi bahasa.
Setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau
konsep.
Menurut Chaer dan Leonie (2009: 16.18), Lambang bunyi bahasa dapat
digolongkan berdasarkan sifat-sifatnya, diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Lambang bunyi bahasa yang bersifat arbitrer. Artinya, hubungan antar
lambang dengan yang dilambangkannya tidak bersifat wajib, bisa berubah,
dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepsi makna
tertentu.
b. Lambang bunyi bahasa bersifat konvensional. Artinya, setiap penutur suatu
bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang
dilambangkannya.
c. Lambang bunyi bahasa itu bersifat produktif. Artinya, dengan sejumlah unsur
yang terbatas, namun dapat dibuat satu-satuan ujaran yang hampir tak
terbatas.
d. Lambang bunyi bahasa itu bersifat dinamis. Artinya, bahasa itu tidak terlepas
dari berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Perubahan itu dapat terjadi pada berbagai tataran , baik pada tataran fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikon. Yang tampak jelas biasanya
13
pada tataran leksikon. Pada setiap waktu mungkin saja ada kosakata baru yang
muncul, tetapi juga ada kosakata lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi.
e. Lambang bunyi bahasa itu sifatnya beragam. Artinya, meskipun sebuah
bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa
itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang
sosial dan kebiasaan berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam.
f. Lambang bahasa bersifat manusiawi. Artinya, bahasa sebagai alat komunikasi
verbal hanya dimiliki manusia.
Menurut Brown (dalam Tarigan, 2009: 3), setelah menelaah batasan
bahasa dari enam sumber, membuat rangkuman sebagai berikut:
a. Bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barangkali juga untuk sistem
generatif.
b. Bahasa adalah seperangkat lambang mana suka atau simbol arbitrer.
c. Lambang-lambang tersebut terutama sekali bersifat vokal, tetapi mungkin
juga bersifat visual.
d. Lambang-lambang itu mengandung makna konvensional.
e. Bahasa dipergunakan sebagai alat komunikasi.
f. Bahasa beroperasi dalam suatu masyarakat bahasa (a speech community) atau
budaya.
g. Bahasa pada hakikatnya bersifat kemanusiaan, walaupun mungkin tidak
terbatas pada manusia saja.
14
h. Bahasa diperoleh semua orang/bangsa dengan cara yang hampir bersamaan;
bahasa dan belajar bahasa mempunyai ciri-ciri kesemestaan (universal
charateristics).
Deese (dalam Tarigan, 2009: 4) mengemukakan bahwa bahasa memang unik,
dan dimanifestasikan oleh orang yang berbicara dengan bahasa atau dialek
tertentu untuk maksud dan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Hal ini sangat
penting diketahui dan dipahami oleh para guru bahasa di tanah air kita ini,
karena para siswa yang duduk dalam satu kelas mungkin saja berasal dari
berbagai suku yang mempunyai latar belakang bahasa dan budaya yang
beraneka ragam.
3. Teori Pembelajaran Membaca
a. Pengertian membaca
Klein dkk (dalam Rahim, 2009:3) mengemukakan bahwa membaca
mencakup: (1) membaca merupakan suatu proses. Maksudnya adalah informasi
dari teks atau pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan
utama dalam membentuk makna, (2) membaca adalah strategis. Pembaca yang
efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan
konteks dalam rangka mengonstruk makna ketika membaca, (3) membaca
interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks bergantung pada konteks. Orang
yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan menemukan beberapa
tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang harus mudah
dipahami (readable) sehingga terjadi interaksi antara pembaca dan teks.
15
Hodgson (dalam Tarigan 2013:7) membaca adalah suatu proses yang
dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak
disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Suatu proses
yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan
terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual
akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan
yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami dan proses membaca itu tidak
terlaksana dengan baik.
Farr (dalam Dalman, 2014:5) mengemukakan, reading is the heart of
education yang artinya membaca merupakan jantung pendidikan. Dalam hal ini,
orang yang sering membaca, pendidikannya akan maju dan ia akan memiliki
wawasan yang luas. Tentu saja hasil membacanya itu akan menjadi skemata
baginya. Skemata ini adalah pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki
seseorang. Jadi, semakin sering seseorang membaca, semakin besarlah peluang
mendapatkan skemata dan berarti semakin maju pulalah pendidikannya. Hal
inilah yang melatarbelakangi banyak orang yang mengatakan bahwa membaca
sama dengan membuka jendela dunia.
Berbeda dengan pendapat di atas Andreson (dalam Dalman, 2014:6)
menjelaskan bahwa membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan
membaca sandi (a recording and decoding process). Istilah penyandian kembali
(recording) digunakan dalam menggantikan istilah membaca (reading) karena
mula-mula lambang tertulis diubah menjadi bunyi, baru kemudian sandi itu
16
dibaca, sedangkan pembacaan sandi (decoding process) merupakan suatu
penafsiran atau interpretasi terhadap ujaran dalam bentuk tulisan. Menurut
Harjasujana dan Mulyati (dalam Dalman, 2014:6) membaca merupakan
perkembangan keterampilan yang bermula dari kata dan berlanjut kepada
mambaca kritis. Berdasarkan beberapa definisi tentang membaca yang telah
disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses
perubahan bentuk lambang/tanda/tulisan menjadi wujud bunyi yang bermakna.
b. Tujuan Membaca
Rahim (2009:11), membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena
seseorang yang membaca dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami
dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan. Tujuan membaca
menunjukkan fokus dari aktivitas membaca. Jika pembaca telah menentukan
tujuannya dalam membaca maka dapat diketahui yang akan diperoleh pembaca
setelah aktivitas membaca tersebut. Blanton dkk (dalam Rahim, 2009:11)
menjelaskan tujuan membaca mencakup: (1) Kesenangan, (2) menyempurnakan
membaca nyaring, (3) menggunakan strategi tertentu, (4) memperbaharui
pengetahuannya tentang suatu topik, (5) mengaitkan informasi baru dengan
informasi yang telah diketahuinya, (6) memperoleh informasi untuk laporan
lisan dan tertulis, (7) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, (8)
menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh
dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks,
dan (9) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.
17
Menurut Anderson (dalam Dalman, 2014:11), ada tujuh macam tujuan
dari kegiatan membaca yaitu: (1) reading for details or fact (membaca untuk
memperoleh fakta dan perincian), (2) reading formain ideas (membaca untuk
memperoleh ide-ide utama), (3) reading for sequence or organization
(membaca untuk mengetahui urutan/susunan struktur karangan), (4) reading for
inference (membaca untuk menyimpulkan), (5) reading to classify (membaca
untuk mengelompokkan/ mengklasifikasikan), (6) reading to evaluate
(membaca untuk menilai, mengevaluasi), dan (7) reading to compare or
contrast (membaca untuk membandingkan/ mempertentangkan).
Tarigan (2013:9), tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari
serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Hal
senada juga diungkapkan oleh Dalman (2014:11) pada dasarnya kegiatan
membaca bertujuan untuk mencari dan memperoleh pesan atau memahami
makna melalui bacaan dari beberapa pendapat di atas mengenai membaca,
sebelum melakukan kegiatan membaca, pembaca perlu menentukan tujuan
membaca terlebih dahulu karena seseorang yang membaca dengan suatu tujuan,
cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai
tujuan. Tujuan membaca menunjukkan fokus dari aktivitas membaca.Namun,
setiap kegiatan membaca pada dasarnya bertujuan untuk memahami isi atau
informasi dari teks bacaan.
18
c. Aspek-aspek Membaca
Membaca merupakan aktivitas yang kompleks yang melibatkan
serangkaian keterampilan untuk mencapai tujuan dari membaca tersebut.
Menurut Tarigan (2013:12) terdapat dua aspek penting dalam membaca, yaitu:
(1) Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat
dianggap berada pada urutan yang lebih rendah (lower order), yang mencakup
pengenalan bentuk huruf, pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem,
kata, frase, pola klausa, kalimat dan lain-lain), pengenalan
hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan
bahan tertulis) dan kecepatan membaca ke taraf lambat dan (2) Keterampilan
yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang dapat dianggap berada
pada urutan yang lebih tinggi (hingher order), yang mencakup memahami
pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, dan retorikal), memahami signifikasi
atau makna, evaluasi atau penilaian dan kecepatan membaca fleksibel yang
mudah disesuaikan dengan keadaan.
d. Jenis-jenis Membaca
Menurut Tarigan (2013:14) mengemukakan bahwa keterampilan
membaca dibagi kedalam dua jenis yaitu membaca nyaring dan membaca
dalam hati. (1) membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang
merupakan alat bagi guru, murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan
orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami informasi,
pikiran, dan perasaan seseorang pengarang. Dalman (2014:63) juga
19
berpendapat bahwa membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan
mengeluarkan suara atau kegiatan melafalkan lambang-lambang bunyi bahasa
dengan suara yang cukup keras, (2) membaca dalam hati dapat dibagi atas: (a)
Membaca Ekstensif adalah membaca secara luas. Objeknya meliputi
membaca sebanyak mungkin teks dalam waktu yang sesingkat mungkin.
Membaca ekstensif meliputi membaca survei, membaca sekilas, dan membaca
dangkal dan (b) membaca intensif adalah studi saksama, telaah teliti, dan
penanganan terperinci yang dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas
yang pendek kira-kira dua sampai empat halaman setiap hari.Membaca
intensif pada hakikatnya memerlukan teks yang panjangnya tidak lebih dari
500 kata (yang dapat dibaca dalam jangka waktu 2 menit dengan kecepatan
kira-kira 5 kata dalam satu detik). Tujuan utama adalah untuk memperoleh
sukses dalam pemahaman penuh terhadap argumen-argumen yang logis,
urutan-urutan retoris, pola-pola simbolisnya, nada-nada tambahan yang
bersifat emosional dan sosial, pola-pola sikap dan tujuan pengarang, dan juga
sarana-sarana linguistik yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Dan yang
termasuk ke dalam kelompok membaca intensif ialah membaca telaah isi dan
membaca telaah bahasa.
Dalman (2014:71) membedakan membedakan membaca intensif
menjadi dua yaitu telaah isi dan telaah bahasa tetapi, peneliti berfokus pada
telaah isi. Telaah isi terdiri atas membaca teliti, membaca pemahaman,
membaca kritis, membaca ide, dan membaca kreatif sedangkan membaca
20
telaah bahasa terdiri atas membaca bahasa (Foreign Language Reading), dan
membaca sastra (Literary Reading).Dari definisi di atas peneliti berfokus pada
penelitian tentang membaca pemahaman.
4. Kemampuan
a. Pengertian kemampuan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa ( bisa, sanggup )
melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan,
kekuatan ( Tim Kamus Besar Bahasa Indonesi, 1989: 552-553). Kemampuan
(ability) berarti kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas
dalam suatu pekerjaan. (Stephen, P. Robbins & Timonthy A. Judge, 2009: 57).
Menurut Soelaiman (2007) Kemampuan adalah sifat yang dibawa lahir atau
dipelajari yang memungkinkan seseorang yang dapat menyelesaikan pekerjaan,
baik secara mental ataupun fisik. Karyawan dalam suatu organisasi, meskipun
dimotivasi dengan baik, tetapi tidak semua memiliki kemampuan untuk bekerja
dengan baik. Kemampuan dan keterampilan memainkan peran utama dalam
perilaku dan kinerja individu. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan atau kecakapan seorang
individu dalam menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan
beragam tugas dalam suatu pekerjaan.
Menurut Akhmat Sudrajat adalah menghubungkan kemampuan
dengan kata kecakapan. Setiap individu memiliki kecakapan yang berbeda-beda
dalam melakukan suatu tindakan. Kecakapan ini mempengaruhi potensi yang
21
ada dalam diri individu tersebut. Proses pembelajaran yang mengharuskan
siswa mengoptimalkan segala kecakapan yang dimiliki. Kemampuan juga bisa
disebut dengan kompetisi. Kata kompetisi berasal dari bahasa inggris
“competence” yang berarti ability, power, authority, skill, knowledge, dan
kecakapan, kemampuan serta wewenang. Jadi kata kompetisi berasal dari kata
competent yang berarti memiliki kemampuan dan keterampilan dalam
bidangnya sehingga ia mempunyai kewenangan atau atoritas untuk melakukan
sesuatu dalam batas ilmunya tersebut.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan
Robbins menyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu :
1. Kemampuan Intelektual
Kemampuan intelektual adalah kemampuan yan dibutuhkan untuk melakukan
berbagai aktivitas mental berpikir, menalar, dan memecahkan masalah.
2. Kemampuan Fisik
Kemampuan fisik adalah kemampuan tugas-tugas yang menuntut stamina,
keterampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa.
5. Cerpen
a. Pengertian Cerpen
Cerita pendek tidak ditentukan oleh banyaknya halaman untuk mewujudkan
cerita tersebut atau banyak sedikitnya tokoh dala cerita itu, melainkan lebih
disebabkan oleh ruang lingkup permasalahan yang ingin disampaikan oleh bentuk
karya sastra tersebut. Jadi sebuah cerita yang pendek belum tentu digolongkan ke
22
dalam jenis cerita prapendek jika ruang lingkup dan permasalahannya yang
diungkapkan tidak memenuhi persyaratan yang dituntut oleh cerita pendek.
Selanjutnya Suharianto (1982) juga menambahkan bahwa “cerita pendek biasanya
adalah wadah yang biasanya dipakai oleh pengarang untuk menyuguhkan sebagian
kecil saja dari kehidupan tokoh yang paling menarik perhatian pengarang”. Jadi
sebuah cerita senantiasa memusatkan perhatiannya pada tokoh utama dan
permasalahannya yang paling menonjol dan menjadi tokoh cerita pengarang, dan
juga mempunyai efek tunggal, karakter, alur dan latar yang terbatas. Cerpen
memuat penceritaan kepada satu peristiwa pokok, peristiwa pokok itu tidak selalu
“sendirian” ada peristiwa lain yang sifatnya mendukung peristiwa pokok.
b. Unsur-unsur Pembangun Cerpen
Cerpen tersusun atas unsur-unsur pembangun cerita yang saling berkaitan
erat antara satu dengan yang lainnya. Berkaitan antara unsur-unsur pembangun
cerita tersebut membentuk totalitas yang bersifat abstrak, koherensi dan
keterpaduan semua unsur cerita yang membentuk sebuah totalitas amat
menentukan keindahan dan keberhasilan cerpen sebagai suatu bentuk ciptaan
sastra. Unsur-unsur dalam cerpen terdiri atas : tema, amanat, alur atau plot tokoh
dan penokohan, latar (setting), sudut pandang (point of view), dan gaya bahasa.
1) Tema
Cerpen harus mempunyai tema atau dasar. Dasar itu adalah tujuan dari
cerpen itu, dengan dasar ini pengarang dapat melukiskan watak-watak dari
23
orang yang diceritakan dalam cerpen itu dengan maksud yang tertentu,
demikian juga segala kejadian yang dirangkaikan berputar kepada dasar itu.
Menurut Stanton (dikutip oleh Nurgiyantoro 2005) tema sebagai makna
sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya
dengan cara yang sederhana. Tema suatu karya sastra dapaat terrsurat dan
dapat pula tersirat. Disebut tersurat apabila tidak secara tegas dinyatakan,
tetapi terasa dalam keseluruhan cerita yang dibuat pengarang.
Amiruddin (2002) tema adalah ide yang mendasari suatu cerita
sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan
karya fiksi yang diciptakannya.
Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan
dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementera kita
sebagai pembaca baru memahami tema setelah kita selesai memahami unsur-
unsur pembangun yang menjadi media pemaparan tersebut. Oleh karena itu,
untuk memahami tema kita harus terlebih dahulu memahami unsur-unsur
pembangunnya, menyimpulkan makna yang dikandungnya serta
menghubungkannya dengan tujuan penciptaan pengarangnya.
Unsur lain dapat kita peroleh sewaktu berusaha memahami tema cerita
adalah unsur pokok pikiran atau subject matter. Melalui pemahaman terhadap
pokok pikiran tersebut pada langkah lebih lanjut kita akan dapat menemukan
nilai-nilai diktaktisyang berhubungan dengan masalah manusia dan
kemanusiaan serta hidup kehidupan. Untuk menentukan nilai-nilai yang
24
terkandung di dalam prosa fiksi tidaklah mudah. Prosa fiksi itu harus dibaca
secara sungguh-sungguh dan disikapi secara kritis. Perhatian membaca tidak
boleh hanya diarahkan pada jalan ceritanya saja semua kata dan kalimat harus
benar-benar dirasakan dan diresapi sebab penyampaian dalam nilai-nilai prosa
fiksi berbeda dengan karangan tentang ajaran budi, misalnya. Penyampaian
nilai-nilai dalam prosa fiksi bukan secara tersurat melainkan secara tersirat.
Waluyo (2003) mengemukakan bahwa tema adalah gagasan pokok
yang dikemukakan penyair melalui puisinya. Tema mengacu pada penyair.
Pembaca sedikit banyak harus mengetahui latar belakang penyair agar tidak
salah menafsirkan tema puisi tersebut. Karena itu, tema bersifat khusus (diacu
dari penyair, objektif), (semua pembaca harus menafsirkan sama), dan lugas
(bukan makna kias yang diambil dari konotasinya).
Menurut pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tema merupakan
dasar pemikiran yang melandasi dasar suatu karya sastra. Melalui tema inilah
pengarang mengungkapkan apa yang ia lihat, dengar, serta ia rasakan,
sehingga dapat dinikmati oleh pembaca.
2) Amanat
Waluyo (2003) mengungkapkan amanat, pesan, nasehat merupakan
kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca cerpen. Amanat dirumuskan
sendiri oleh pembaca. cara menyimpulkan amanat cerpen sangat beerkaitan
dengan cara pandang pembaca teerhadap suatu hal. Meskipun ditentukan
berdasarkan cara pandang pembaca, amanat tidak lepas dari tema da nisi
25
cerpen yang dikemukakan penulis. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa amanat merupakan makna tersirat yang disampaikan penulis dalam
cerpennya. Secara ringkas, unsur-unsur yang membangun gaya seorang
pengarang meliputi 1) unsur leksikal, 2) gramatikal, dan 3) sarana retorika.
Unsur leksikal menyangkut diksi, yakni penggunaan kata-kata yang sengaja
dipilih pengarang. Unsur gramatikal menyangkut struktur kalimat yang
digunakan pengarang dalam cerita rekaan yang ditulisnya. Adapun sarana
retorika meliputi penggunaan pencitraan, bahasa kita, dan penyiasatan
struktur.
3) Alur atau Plot
Nurgiantoro (2005) mengatakan alur berkaitan dengan masalah urutan
penyajian cerita beserta urutan kejadian memperlihatkan tingkah laku tokoh
dalam aksinya. Alur merupakan aspek pertama yang harus dipertimbangkan
karena aspek ini yang menentukan menarik tidaknya cerita atau memiliki
kekuatan untuk mengajak pembaca secara total untuk mengikuti cerita. Alur
membuat segala sesuatu yang dikisahkan bergerak dan terjadi. Alur
menghadirkan cerita yang dicari untuk menikmati atau untuk dibaca.
Suharianto (2005) mendefinisikan alur sebagai jalinan peristiwa secara
beruntun dalam sebuah prosa fiksi yang memperhatikan hubungan sebab
akibat sehingga cerita itu merupakan keseluruhan yang padu, bulat, dan utuh.
Alur menuntut kemampuan utama pengarang untuk menarik minat pembaca.
kemenarikan terrsebut terbentuk melalui jalinan peristiwa-peristiwa secara
26
menyeluruh, padu, bulat, dan utuh sehingga cerita tersebut menjadi indah. Jadi
alur cerita yaitu jalianan peristiwa dalam sebuah prosa fiksi yang
memperhatikan hubungan sebab akibat sehingga cerita itu merupakan
keseluruhan yang padu, bulat, dan utuh.
4) Tokoh dan Penokohan
Cerita sastra merupakan cerita yang mengisahkan kehidupan manusia
dengan segala serbaneka kehidupannya. Dengan pemahaman tersebut tentulah
diwajibkan adanya tokoh sebagai perwujudan dari manusia dan kehidupannya
yang akan diceritakan. Tokoh dalam cerita ini akan melakukan tugasnya
menjadi “sumber cerita”. Tokoh merupakan benda hidup (manusia) yang
memiliki fisik dan memiliki watak.
Aminuddin (2002) berpendapat bahwa tokoh adalah pelaku yang
mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu
menjalin suatu cerita. Niko dan Rafa (2004) menyatakan tokoh adalah orang-
orang dalam cerita. Ditinjau dari segi keteerlibatannya dalam keseluruhan
cerita, tokoh fiksi dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh
tambahan (Sayuti:1988).
Penokohan ialah pelukisan mengenai tokoh cerita; baik keadaan
lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa pandangan hidupnya, sikapnya,
keyakinannya, adat-istiadatnya, dan sebagainya. (Suharianto 1982).
27
Menurut Jones (dalam Nurgiantoro 2002) penokohan adalah gambaran
yang jelas tentang seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Pengertian
ini mengacu pada bagaimana cara pengarang memberikan perwatakan pada
tokoh-tokoh ceritanya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan tokoh adalah individu
rekaan pengarang yang bersifat fiktif yang mengemban peristiwa dalam cerita.
Sehubungan dengan hal itu, dalam menulis cerita pendek tokoh merupakan
unsur yang penting karena tanpa adanya tokoh tidak akan terjalin sebuah
cerita.
5) Latar atau Setting
Suharianto (2005) menyatakan bahwa setting atau yang biasa disebut
latar yaitu waktu terjadi cerita. Suatu cerita hakikatnya tidak lain adalah
lukisan peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oelh satu atau
beberapa orang tokoh pada suatu waktu disuatu tempat. Latar dalam sebuah
cerita tidak hanya sebagai petunjuk kapan dan di mana peristiwa itu terjadi,
melainkan juga sebagai tempat pengambilan nilai-nilai pengarang melalui
ceritanya tersebut.
Nurgiantoro (2005) menyatakan bahwa latar adalah pijakan cerita
secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis
kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-
sungguh akan terjadi. Dengan demikian pembaca merasa dipermudah
28
mengapresiasikan daya imajinasinya, di samping itu dimungkinkan untuk
berperan serta secara kritis.
Menurut pendapat Aminuddin (2002) membedakan dua buah latar,
yaitu latar yang bersifat fisikal dan latar yang bersifat psikologis. Latar yang
bersifat fisikal adalah latar yang berhubungan dengan tempat, misalnya kota
Semarang, daerah kumuh, sungai, pasar, serta benda-benda dalam lingkungan
tentu yang tidak menuansakan makna apa-apa. Latar fisikal hanya terbatas
pada sesuatu yang bersifat fisik. Sedangkan latar psikologis adalah latar yang
berupa lingkungan atau benda-benda dalam lingkungan tertentu yang mampu
menuansaka suatu makna serta mampu memengaruhi emosi pembaca. latar
psikologis dapat berupa suasana maupun sikap.
Latar atau setting adalah peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa
tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi
psikologis (Aminuddin 2002). Abrams (dikutip Nurgiyantoro 2005:216)
menambahi bahwa latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu,
menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial
tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Pengarang menampilkan latar cerita sedemikian rupa sehingga latar
tidak hanya sekedar sebagai petunjuk tetapi juga menjadi tempat pengambilan
nilai-nilai yang ingin diungkapkan oleh pengarang melalui cerita tersebut. Jadi
setting atau latar yaitu tempat atau waktu terjadinya cerita. Setting atau latar
dalam prosa fiksi meliputi segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang
29
berkaitan dengan tempat, waktu, dan lingkungan terjadinya peristiwa dalam
cerita.
6) Sudut Pandang (point of view)
Sudut pandang merupakan cara memandang yang digunakan
pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan
sebagai peristiwa yang berbentuk cerita (Suharianto 2005). Pada hakikatnya
sudut pandang merupakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih
pengarang untuk mengemukakan gagasan dalam ceritanya (Haryati 2007).
Barhin (1985) menyatakan sudut pandang ada empat macam yaitu, 1)
pengarang sebagai tokoh cerita, 2) pengarang sebagai tokoh samping, 3)
pengarang sebagai orang ketiga, 4) pengarang sebagai pemain dan narator.
Menurut Haryati (2007) sudut pandang dibagi menjadi dua yaitu sudut
pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang orang
pertama yaitu pencerita sebagai salah satu tokoh dalam cerita dan dalam
berkisah mengacu pada dirinya dengan sebutan aku atau saya. Apabila dalam
cerita pencerita bertindak sebagai tokoh utama disebut sudut pandang orang
pertama akuan sertaan, sedangkan apabila pencerita menjadi menjadi tokoh
bawahan disebut sudut pandang orang pertama akuan sertaan.
Sudut pandang orang ketiga, peristiwa berada di luar cerita. Dalam
kisahnya pencerita mengacu pada tokoh-tokoh cerita dengan menggunakan
kata ganti orang ketiga (ia, dia) atau menyebut nama tokoh. Sudut pandang
orang ketiga mempunyai dua kemungkinan. Yang pertama orang ketiga maha
30
tahu apa bila pencerita mengetahui dan dapat menceritakan segala sesuatu
tentang tokoh dan peristiwa yang berlaku dalam cerita. Yang kedua, orang
ketiga terbatas apabila pencerita hanya menceritakan apa yang diamati dari
luar.
7) Gaya Bahasa
Suharianto (2005) mengatakan bahwa gaya bahasa dalam karya sastra
mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai alat penyampaian maksud pengarang
dan sebagai penyampai perasaan. Artinya, melalui karya sastra seorang
pengarang bukan hanya sekedar bermaksud memberitahukan kepada pembaca
mengenai apa yang dilakukan dan dialami tokoh dalam ceritanya, melainkan
bermaksud pula untuk mengajak pembacanya untuk ikut merasakan apa yang
dilakukan oleh tokoh cerita. Demi tercapainya maksud tersebut pengarang
menempuh cara-cara dengan jalan menggunakan perbandingan-perbandingan,
menghidupkan benda-benda mati, melukiskan atau menggambarkan sesuatu
yang tidak sewajarnya, dan lain sebagainya sehingga cerita terasa tersebut
terasa hidup dan mengesankan. Dengan begitu, pembaca benar-benar
merasakan keindahan dan karakteristik seorang pengarang terhadap karya
sastra yang ditulisnya.
Haryati (2007) mendefinisikan gaya merupakan cara mengungkapkan
seseorang yang khas atau gaya adalah cara pemakaian bahasa yang khas oleh
seorang pengarang. Gaya menentukan sebuah cerita, secara tradisional
dikatakan bahwa keberhasilan sebuah cerita bukan apa yang dikatakan, tetapi
31
bagaimana mengatakannya. Unsur-unsur yang membangun gaya seseorang
pengarang meliputi unsur leksikal, gramatikal, dan saran retorika. Unsur
leksikal menyangkut diksi, yakni penggunaan kata yang sengaja dipilih
pengarang. Unsur gramatikal menyangkut struktur kalimat yang digunakan
pengarang dalaam cerita rekaan yang ditulisnya. Adapun sarana retorika
meliputi pengunaan citraan, bahasa kias, dan penyiasatan struktur.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya dan nada
adalah cara peningkatan seorang pengarang yang khas atau gaya adalah cara
pemakaian bahasa oleh seorang pengarang. Selain itu, dapat diartikan pula
sebagai sikap pengarang terhadap masalah yang dikemukakan agar seorang
pembaca mengetahui dan ikut merasakan apa yang dilakukan oleh tokoh
cerita.
c. Strategi Pembelajaran
Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategia. Dalam bidang
pendidikan, strategi diartikan sebagai aplan, method, or series of activities
designed to achieves a particular educational goal David J.R (dalam Azis,
2015:20) menurut pengertian ini, strategi pembelajaran meliputi rancana,
metode, dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan
tertentu.
Sejalan dengan pendapat tersebut Rakajoni. T (dalam Azis, 2015:20)
mengartikan strategi pembelajaran sebagai pola dan urutan umum perbuatan
pembelajaran-pengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Menurut
32
Azis (2015:20) dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah
rencana, kegiatan yang masih bersifat umum dan belum merupakan tindakan.
d. Metode Pembelajaran
Metode menurut Hidayat (dalam Azis, 2015:20) berasal dari bahasa
Yunani yaitu methodos, yang berarti jalan atau cara. Dalam filsafat dan ilmu
pengetahuan, metode diartikan sebagai cara memikirkan sesuatu hal menurut
rencana tertentu, atau cara melakukan sesuatu. Dalam dunia pengajaran
metode diartikan sebagai rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan
urutan yang sistematis berdasarkan pendekatan dan strategi tertentu.
Pengertian ini menegaskan bahwa metode merupakan cara melakukan
pekerjaan yang didasarkan pada strategi dan pendekatan tertentu. Artinya,
pendekatan dan strategi mendasari penyusunan suatu metode.
Djumingin (2011:75) membagi menjadi empat motode pembelajaran
yaitu:
1. Metode Tanya Jawab
Browm (dalam Djumingin (2011:78) menyatakan bahwa tanya jawab
adalah persyaratan yang menguji atau menumbuhkan pengetahun dalam
diri siswa. Dengan demikian, tanya jawab adalah sebagai format interaksi
antara guru-siswa melalui kegiatan bertanya yang dilakukan oleh guru
untuk mendapatkan respon lisan dari siswa, sehingga dapat menumbuhkan
pengetahuan baru pada diri siswa.
33
2. Diskusi
Giristrap dan Martin (dalam Djumingin, 2011:79) mengutarakan bahwa
teknik diskusi merupakan suatu kegiatan sejumlah orang membicarakan
secara bersama- sama melalui tukar pendapat tentang suatu topik untuk
mencari jawaban dan suatu masalah berdasarkan semua fakta yang
memungkinkan untuk itu. Depdikbud (dalam Djumingin, 2011:79), teknik
diskusi adalah cara penguasaan isi pelajaran melalui wacana tukar
pendapat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh guna
memecahkan suatu masalah.
3. Metode Kerja Kelompok
Istilah kerja kelompok dapat diartikan sebagai bekerja sebagai siswa, baik
sebagai anggota kelas secara keseluruhan atau terbagi menjadi kelompok-
kelompok yang lebih kecil untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara
bersama-sama. Kerja kelompok dilandasi oleh adanya tugas bersama,
pembagian tugas dalam kelompok, dan adanya tugas anggota dalam
penyelesaian tugas kelompok.
4. Metode Eksperimen
Winarto (dalam Djumingin, 2011:87) mengemukakan bahwa eksperimen
adalah kegiatan guru dan siswa untuk mencoba mengerjakan sesuatu serta
mengamati proses dan hasil percobaan itu.
34
e. Teknik Pembelajaran
Pendekatan, strategi, dan metode adalah suatu konsep yang masih bersifat
teoretik yang mendasari pelaksanaan suatu pembelajaran. Di samping ketiga
istilah tersebut, ada suatu alat lain yang digunakan langsung oleh guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran itu. Inilah yang disebut teknik.Teknik menurut
Hidayat (dalam Azis, 2015:20) adalah cara-cara dan alat-alat yang digunakan
dalam kelas. Menurut Azis (2015:20) teknik adalah daya upaya, usaha-usaha,
atau cara-cara yang digunakan guru dalam mencapai tujuan langsung dalam
pelaksanaan pembelajaran pada saat itu.
f. Model Pembelajaran
Andreas (dalam Suprijono, 2012:46)mengungkapkan bahwa model
pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang
menggambarkan dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar.Sagala (dalam Fathurrohman 2015:29)
mengemukakan model dapat dipahami sebagai suatu kerangka konseptual
yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.Model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk di dalamnya buku buku, film, komputer, kurikulum,
dan lain-lain.
35
6. Model Membaca Total
a. Pengertian Model Membaca Total
Dalman (2014:156) menjelaskan bahwa model membaca total adalah
sebuah bentuk atau pola pembelajaran membaca pemahaman yang di dalamnya
berisi tujuan, sumber belajar, kegiatan, dan evaluasi yang dapat dijadikan
sebagai alat meningkatkan kemampuan siswa memahami informasi fokus
terhadap teks bacaan secara total. Model membaca total dapat meningkatkan
kemampuan siswa memahami informasi focus terhadap teks bacaan dan dapat
memperbaiki proses pembelajaran membaca menjadi menyenangkan.
Dalman (2014:156), pelaksanaan model membaca total menggunakan
dua teknik, yaitu: skimming dan scanning. Teknik skimming dan scanning
dilakukan secara berkesinambungan ketika melaksanakan kegiatan membaca.
Membaca teks dengan teknik skimming dan scanning bertujuan untuk
mengetahui informasi fokus dari bacaan secara tepat.Informasi fokus berupa
ide bacaan, ide pokok paragraf, ide pendukung paragraf, kalimat utama, dan
kata-kata kunci dari teks bacaan.
Dalman (2014:163) menjelaskan bahwa untuk mendalami pemahaman
isi bacaan dalam model membaca total, membaca teks dengan melibatkan
somatis, auditoris, visual, dan intelektual (SAVI). Menurut Meier (dalam
Dalman 2014:165) yang dinamakan belajar dengan model SAVI itu, unsur-
unsurnya, yaitu: (1) somatis: belajar dengan bergerak dan berbuat, (2)
auditoris: belajar dengan berbicara dan mendengar, (3) visual: belajar dengan
36
mengamati dan menggambarkan, (4) intelektual: belajar dengan memecahkan
masalah dan merenung.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model
membaca total merupakan teknik yang membuat pembaca secara total ikut
memahami makna-makna setiap paragraf dalam teks bacaan. Model membaca
total sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menentukan
dan memahami ide pokok dari teks bacaan. Model ini juga dapat memperbaiki
proses pembelajaran membaca menjadi lebih menyenangkan karena
melibatkan model SAVI.
b. Informasi Fokus
Tampubolon (dalam Dalman, 2014:155) menyatakan hal yang penting
dalam membaca adalah mendapatkan informasi. Berbagai informasi penting
yang diinginkan dapat diperoleh melalui informasi fokus atau hal-hal
terpenting yang tersebar dalam teks bacaan seperti ide pokok isi bacaan, ide
pokok paragraf, ide pokok pendukung paragraf, dan ide pokok kalimat. Oleh
sebab itu, jika informasi fokus yang tersebar dalam teks bacaan tersebut dapat
diketahui atau ditentukan, efisiensi membaca akan lebih baik karena
konsentrasi perhatian dan pikiran dapat diarahkan pada informasi itu.
Uraian tentang informasi fokus di atas sejalan dengan pendapat
Djamarah (dalam Dalman, 2014:155) yang mengatakan informasi fokus
merupakan hal yang tidak lepas dari pembicaraan masalah membaca. Bahkan
informasi fokus ini yang menjadi persoalan mendasar bagi kegiatan membaca
37
seseorang. Hasil membaca yang optimal akan banyak dibantu dengan
mempergunakan informasi fokus. Dengan demikian, dasar utama untuk
memahami isi bacaan adalah memahami informasi fokus.
Dalman (2014:156) Kemampuan membaca total yang dimaksud
adalah kemampuan siswa memahami hal-hal penting atau informasi penting
yang terdapat pada teks bacaan berupa kemampuan menemukan dan
memahami ide pokok isi bacaan, ide pokok paragraf, ide pendukung paragraf,
ide pokok kalimat, dan kata-kata kunci, dan kemampuan untuk membuat
rangkuman isi bacaan dengan cara mengembangkan ide pokok bacaan
berdasarkan pengalaman/skemata yang dimiliki dan menggunakan bahasa
sendiri.
c. Teknik Skimming dan Scanning
Teknik Skimming (membaca layap) artinya menjelajahi keseluruhan isi
buku secara cepat. Melihat permukaan halaman demi halaman buku dengan
kecepatan tinggi, untuk menemukan informasi yang diperlukan. Gerakan mata
mengarah ke bawah. Seseorang dapat diakatakan mampu men-skim artinya
mampu dengan cepat mengambil sesuatu yang diperlukan dari bahan bacaan
secara cepat dan tidak banyak membuang waktu. Hanya dalam beberapa menit
saja (Nurhadi, 2010:97).
Mengapa skimming itu penting? Siswa yang mengetahui teknik skimming
dan mampu merekapnya dengan baik memperoleh suatu manfaat ganda dalam
kebiasaan membaca. Manfaat itu antara lain: (1) mencari sesuatu informasi
38
khusus yang diperlukan dari sebuah teks atau buku secara cepat dan efisien, (2)
tidak banyak membuang waktu untuk mencari informasi dari bacaan.
Adapun yang penting dalam men-skim aspek detil dan kesan umum
tentang buku yaitu: (1) skimming pada aspek detil. Yang perlu diperhattikan
dalam men-skim detil (artinya, ingin tahu aspek-aspek tertentu dari
bacaan/buku) adalah tidak perlu memusatkan perhatian pada kata demi kata.
Sebaiknya meloncat-loncat sampai menemukan hal yang dicari. Gerak mata
bukan ke arah samping kanan seperti biasanya membaca tetapi dari atau ke
bawah (vertikal), dan (2) skimming ide dasar (kesan umum) yaitu, untuk
mengetahui kesan umum buku; menarik atau tidak; baik atau buruk; penting
atau tidak; dan sebagainya. Tujuan men-skim ini untuk memutuskan apakah
perlu atau tidak membaca secara detil buku tersebut. Bila yang ingin dibaca
karya ilmiah maka baca daftar isi, carilah kata kunci, gambar-gambar, grafik,
atau diagram untuk memperoleh kesan umum dari bacaan dan jika ingin
membaca novel (karya fiksi) maka cukup bagian-bagian tertentu saja (bebas
pada halaman berapa saja) kemudian meloncat pada bagian lain. Teknik
membaca tatap (scanning) membaca memindai disebut juga dengan membaca
tatap (scanning) membaca memindai ialah membaca sangat cepat. Ketika
seseorang membaca menindai, dia akan malampaui banyak kata (Rahim,
2009:52). Menurut Mikulecky & Jeffries (dalam Rahim, 2009:52), membaca
memindai penting untuk menigkatkan kemampuan membaca. Siswa yang
39
menggunakan teknik membaca memindai akan mencari beberapa informasi
secepat mungkin.
d. Model SAVI ( Somatis, Auditoris, Visual, dan Intelektul)
Menurut (Dalman, 2014:163) pembelajaran yang terbaik adalah justru
siswa dituntut untuk lebih kreatif dan dapat menyatukan tubuh dengan pikiran
dalam proses pembelajaran, hingga hasil yang dicapai menjadi lebih baik dan
merasa senang dalam belajar.
1. Somatis
Mengikuti teori Meier (dalam Dalman 2014:168) dalam proses
pembelajaran membaca agar pikiran kita bergerak maka membaca juga perlu
berdiri atau sambil jalan-jalan. Kalau belajar sambil jalan-jalan sulit dilakukan
dapat juga mencoba melakukan kegiatan disela membaca seperti setiap
beberapa menit berhenti membaca lalu bergerak dengan melakukan senam otak
misalnya, menggerakkan kaki kiri bersamaan dengan tangan kanan dan kaki
kanan bergerak bersama tangan kiri. Dalam hal ini, siswa lebih semangat
belajar karena tercipta jaringan baru yang menyegarkan otak. Dengan
menggunakan somatis dalam membaca pemahaman siswa merasa senang
sehingga dapat dengan mudah menghubungkan apa yang dibaca dengan
skemata (pengalaman) yang dimiliki. Oleh sebab itu, somatis baik digunakan
dalam proses pembelajaran membaca pemahaman melalui model membaca
total.
40
2. Auditoris
Dalman (2014:167), Siswa dapat berkali-kali membaca dengan
bersuara keras apabila mendapatkan kalimat yang sukar dipahami, pikiran yang
tadinya pasif akan menjadi aktif kembali karena adanya proses itu akan timbul
energi baru dan siswa dapat dengan mudah menghubungkan dengan bacaan
dengan skemata yang dimiliki, sehingga kalimat tersebut dapat dipahami
maksudnya.
Sejalan dengan pendapat Hernowo (dalam Dalman, 2014:169)
mengemukakan bahwa membaca dengan keras adalah membaca dengan
bersuara hingga telinga lahir ikut mendengarkan.Membaca dengan keras
merupakan kebalikan membaca batin. Dalam hal ini, dengan mempraktikkan
membaca dengan keras, pembaca akan mendapat energi baru dalam membaca.
Sebab selain melihat, pembaca juga mendengar.
3. Visual
Menurut Hernowo (dalam Dalman, 2014:170) yang dimaksud dengan
gaya visual tersebut bukan membaca dengan menggunakan mata untuk
membaca tetapi, mata di sini adalah kekuatan membayangkan (imajinasi).
Begitu siswa selesai membaca sebuah kalimat yang memberikan makna
kepadanya. Hal-hal yang perlu dipertanyakan adalah: (a) apa yang dimaksud
dengan kalimat yang bermakna itu?, (b) apa yang tergambar di dalam benak
yang berkaitan dengan maksud kalimat tersebut?, (c) apa ada kaitanya dengan
pengalaman kita?
41
4. Intelektual
Dalman (2014:171) menyatakan bahwa membaca dengan melibatkan
intelek pada dasarnya sangat terkait dengan membaca melibatkan somatis,
auditoris, maupun visual karena pada kegiatan membaca.
Hernowo (dalam Dalman, 2014:171) kegiatan membaca yang diakhiri
dengan gaya intelektual yaitu merupakan proses “mengikat makna”. Dalam hal
ini pembaca menghubungkan kembali hasil pemahamannya terhadap isi bacaan
dengan pengalaman atau skemata yang dimilikinya.
e. Langkah-Langkah Model Membaca Total
Model Membaca Total merupakan serangkaian kegiatan untuk
memahami isi teks bacaan secara total. Menurut Dalman (2014:181), adapun
langkah-langkah pembelajaran dengan Model Membaca Total sebagai berikut.
1. Mengetahui Isi Umum Teks Bacaan dengan Teknik Skimming dan
Scanning
Rahim (2009:61) menjelaskan bahwa membaca layap (skimming) adalah
membaca dengan cepat untuk mengetahui isi umum atau bagian suatu
bacaan. Mikulecky & Jeffries (dalam Rahim, 2009:62) membaca layap
dibutuhkan untuk mengetahui, sudut pandang penulis tentang sesuatu,
menemukan pola organisasi paragraf, dan menemukan gagasan utama
dengan cepat. Sedangkan membaca tekniktatap (scanning) Rahim
(2009:52) menjelaskan bahwa membaca memindai adalah membaca
sangat cepat. Ketika membaca memindai pembaca akan melampaui
42
banyak kata. Mikulecky & Jeffries (dalam Rahim, 2009:52) membaca
memindai penting untuk meningkatkan kemampuan membaca. Dalam hal
ini, siswa diminta untuk membaca teks dengan teknik baca layap
(skimming) dan baca tatap (scanning) secara berkesinambungan untuk
menemukan dan memahami ide pokok bacaan, ide pokok paragraf, ide
pendukung paragraf, ide pokok kalimat, dan kata-kata kunci yang terdapat
dalam teks.
Membaca dengan Model SAVI (Somatis, Auditoris, Visual, dan
Intelektul) Siswa yang telah selesai membaca suatu teks bacaan, diminta
untuk memperagakan hasil pemahamannya terhadap isi bacaan
menggunakan model SAVI. (1) siswa diminta untuk membaca dengan
somatis yaitu siswa dibebaskan untuk membaca teks dengan cara yang
mereka senangi (2) siswa diminta untuk membaca dengan auditoris, yaitu
membaca dengan keras atau dengan bersuara apabila menemukan kata-
kata yang sulit dipahami, (3) siswa diminta untuk membaca dengan visual,
yaitu membaca dengan membayangkan, siswa harus berhenti sejenak
untuk membayangkan kalimat yang memberikan makna atau kesan
tersendiri. Dengan mempertanyakan, (a) apa yang dimaksud dengan
kalimat yang bermakna itu?, (b) apa yang tergambar di dalam benak yang
berkaitan dengan maksud kalimat tersebut?, (c) apa ada kaitanya dengan
pengalaman kita?
43
Pertanyaan-pertanyaan di atas dapat digunakan pembaca untuk
meningkatkan daya pemahaman pembaca terhadap materi yang dibaca.
Dalam hal ini, pembaca lebih diarahkan agar lebih memfokuskan diri
kepada makna atau maksud kalimat, (4) siswa diminta membaca dengan
intelektual, yaitu membaca dengan cara merenung, agar siswa benar-benar
memahami maksud kalimat tersebut.
2. Membuat Rangkuman Isi Bacaan
Siswa diminta untuk membuat rangkuman isi bacaan dengan cara
mengembangkan ide pokok bacaan dan menghubungkannya dengan
skemata atau pengalaman yang dimiliki dengan menggunakan bahasa
sendiri.
3. Membuat Rangkuman Isi Bacaan
Siswa diminta untuk membuat rangkuman isi bacaan dengan cara
mengembangkan ide pokok bacaan dan menghubungkannya dengan
skemata atau pengalaman yang dimiliki dengan menggunakan bahasa
sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
pembelajaran membaca pemahaman menggunakan model membaca total
melalui lima langkah yaitu: a) mengetahui isi umum teks bacaan dengan
teknik skimming dan scanning, b) membaca dengan model SAVI, dan c)
membuat rangkuman.
44
f. Kelebihan Model Membaca Total Model
Dalman (2014:176), membaca total memiliki beberapa kelebihan
antara lain: (1) siswa dapat meningkatkan kemampuannya untuk memahami
informasi fokus dalam teks bacaan, (2) siswa dapat membaca dengan cepat dan
dapat memahami secara total isi bacaan, (3) siswa dapat menentukan dan
memahami ide pokok setiap paragraf dalam teks bacaan dengan cepat dan
tepat, (4) siswa dapat berpikir secara kritis dan dapat pula mengembangkan ide
pokok setiap paragraf dan ide pokok dari isi bacaan, (5) siswa dapat mengingat
kembali isi bacaan dalam waktu yang lebih lama, (6) penggunaan model ini
akan berdampak pada penguasaan kompetensi berbahasa lainnya, yaitu siswa
juga dapat menulis dengan baik dan menyimak atau mendengarkan dengan
baik, (7) proses pembelajaran membaca pemahaman dapat lebih
menyenangkan dan terhindar dari kejenuhan belajar.
B. Karangka Pikir
Kurikulum yang digunakan di SMP Negeri 5 Mandai di Kabupaten Maros
adalah Kurikulum 2013, dalam pembelajaran bahasa Indonesia, ada 4
keterampilan yang dituntut untuk dikuasai oleh siswa, diantaranya
keterampilan menyimak, berbicara, menulis, dan membaca dengan fokus
pembahasan keterampilan membaca.
Salah satu model pembelajaran membaca yang dapat membantu dalam
minat baca siswa adalah model membaca total. Model membaca total adalah
sebuah bentuk atau pola pembelajaran membaca pemahaman yang
45
mengajarkan pembaca untuk memahami informasi fokus dari teks bacaan.
Informasi fokus merupakan hal terpenting yang ada dalam teks bacaan.
Informasi fokus dari suatu bacaan berupa ide pokok bacaan, ide pokok
paragraf, ide pendukung paragraf, ide pokok kalimat, dan kata-kata kunci
dalam bacaan.
Penelitian ini meliputi variabel bebas dan terikat yang saling berhubungan
erat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model membaca total,
sedangkan variabel terikat penelitian adalah kemampuan membaca cerpen.
Perlakuan (treatment) menggunakan model membaca total. Sebelum
pelaksanaan pembelajaran dengan model membaca total, peneliti memberikan
pretest terlebih dahulu pada pertemuan pertama. Hal ini bertujuan untuk
melihat bahwa kemampuan awal siswa tidak terdapat pengaruh. Selanjutnya
diadakan posttest, untuk mengetahui pengaruh skor sebelum diberi perlakuan
pretest dengan skor sesudah diberi perlakuan posttest, apakah perbandingan
skornya mengalami peningkatan, sama, atau justru penurunan. Apabila hasil
analisis meningkat maka model membaca total efektif dan apabila hasil analisis
tidak sama atau menurun maka model membaca total tidak efektif diterapkan
pada kemampuan membaca cerpen. Kerangka pikir lebih jelas akan disajikan
pada bagan berikut ini.
46
Bagan Kerangka Pikir
Berbicara Membaca Menulis Menyimak
Pembelajaran Bahasa
Indonesia Kurikulum 2013 SMP
Hasil Hasil
Model Membaca Total
Kemampuan Membaca Cerpen
Analisis
Tidak Efektif Efektif
Posttest Treatment Pretest
47
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka dan kerangka pikir,
maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut.
1. Ho: Tidak terdapat kemampaun membaca cerpen siswa kelas VII SMP
Negeri 5 Mandai di Kabupaten Maros menggunakan model membaca total
dan tanpa menggunakan model membaca total.
Ha: Terdapat kemampuan membaca cerpen siswa kelas VII SMP Negeri 5
Mandai di Kabupaten Maros yang menggunakan model membaca total
dan tanpa menggunakan model membaca total.
2. H0: Kemampuan membaca cerpen tidak lebih efektif dengan tidak
menggunakan model membaca total siswa kelas VII SMP Negeri 5
Mandai di Kabupaten Maros.
Ha: Kemampuan membaca cerpen efektif dengan menggunakan model
membaca total siswa kelas VII SMP Negeri 5 Mandai di Kabupaten
Maros.
48
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian kualitatif eksperimen. Adapun penelitian eksperimen yang
digunakan adalah quasi experimental design atau eksperimen semu.
Penggunaan eksperimen semu ini dikarenakan terdapat beberapa variabel
yang tidak dapat dikontrol secara langsung oleh peneliti. Peneliti hanya
mengontrol satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat
yaitu model membaca total terdadap kemampuan membaca.
Dalam melakukan penelitian, peneliti akan memberikan perhatian
penuh terhadap perlakuan yang diberikan pada posttest perlakukan yang
dimaksud yaitu model membaca total sebagai variabel bebas dan dapat
dikendalikan oleh peneliti.
B. Desain Penelitian
Berdasarkan jenis penelitian tersebut desain penelitian yang digunakan
adalah quasi experimental design atau eksperimen semu dengan
menggunakan pretest dan posttest.
48
49
Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Pretest Treatment Posttest
E O1 X1 O2
K O1 X2 O2
Sumber: Adaptasi dari Furchan (2007:395)
Keterangan:
E: Eksperimen
K: Kontrol
O1: Pretest (tes awal)
O2: Posttest (tes hasil belajar)
X1: perlakuan menggunakan model membaca total
X2: perlakuan tanpa menggunakan model membaca total
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 5 Mandai
2. Sampel
Dalam penelitian ini yang digunakan yaitu :
a) pretest
b) posttest
50
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016:3). Variabel dalam
penelitian ini adalah penerapan model membaca total sebagai variabel bebas dan
kemampuan membaca cerpen sebagai variabel terikat.
E. Instrumen Penelitian
Sugiyono (2016:305) menjelaskan bahwa instrumen penelitian adalah
suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.
Di dalam sebuah penelitian pasti membutuhkan instrumen penelitian menjadi alat
ukur untuk memperoleh data penelitian.
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa teks cerpen
pada pretest dan posttest. Peneliti juga menyiapkan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) digunakan sebagai acuan dan pedoman pembelajaran.
F. Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian dikumpulkan dengan mengikuti prosedur: Tes Awal,
Perlakuan, dan Tes Akhir
Tes Awal atau Pretest
Prosedur yang ditempuh pada tahapan awal pengumpulan data penelitian
adalah memberi tes awal kepada kedua kelompok penelitian: pretest dan posttest.
Pada tes awal, siswa diberikan teks cerpen. Tujuan utama pemberian teks ini
51
adalah untuk mengetahui kemampuan awal dalam membaca siswa sebelum diberi
perlakuan atau treatment.
Perlakuan atau Treatment
Kegiatan yang ditempuh pada tahap ini adalah memberi perlakuan pada
kemampuan membaca siswa dengan menggunakan model membaca total untuk
posttest dan tanpa menggunakan model membaca total untuk pretest. Dalam hal
ini pembelajaran membaca ada yang menggunakan model dan tanpa
menggunakan model. Kegiatan perlakuan ini dilakukan guna membekali siswa
pengetahuan yang memadai tentang kemampuan membaca.
Adapun kegiatan kemampaun membaca dengan menggunakan model
membaca total yaitu sebagai berikut: (1) peneliti menjelaskan pengertian ide
pokok isi bacaan, ide pokok paragraf, ide pokok pendukung paragraf, ide pokok
kalimat, dan kata-kata kunci dalam teks, (2) menjelaskan cara membaca dengan
teknik membaca skimming dan scanning, (3) menjelaskan cara membaca dengan
model SAVI (somatis, auditoris, visual, dan intelektual), (4) siswa diminta untuk
membaca teks selama 3-4 menit dengan menggunakan teknik skimming dan
scanning berkesinambungan untuk menemukan ide pokok isi bacaan, ide pokok
paragraf, ide pokok pendukung paragraf, dan ide pokok kalimat, (5) siswa
diarahkan untuk mendalami pemahaman terhadap isi bacaan dengan
menggunakan model SAVI, (9) siswa diminta untuk membuat rangkuman
dengan mengembangkan ide pokok bacaan dan menghubungkannya dengan
pengalaman atau skemata yang dimiliki dengan menggunakan bahasa sendiri.
52
Tes Akhir atau Posttest
Pada tahap ini diberikan teks cerpen tetapi, telah diberikan perlakuan dengan
menggunakan model membaca total. Pretest kembali diberikan teks cerpen tanpa
menggunakan model membaca total seperti halnya dengan yang dilakukan pada
tahapan tes awal.
G. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dengan teknik
analisis statistik deskriptif dan teknik statistik inferensial, yaitu sebagai berikut.
1. Analisis Statistik Deskriptif
Dalam penelitian ini, statistik deskriptif digunakan untuk
menggambarkan skor perolehan hasil belajar dalam pembelajaran membaca
cerpen berdasarkan hasil desain penelitian quasi eksperimen.
2. Statistik Inferensial
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji untuk mengukur apakah data yang
didapatkan memiliki distribusi normal, sehingga dapat dipakai dalam statistik
parametrik. Dengan kata lain, data yang diperoleh berasal dari populasi yang
berdisrtibusi normal. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data
nilai pretest dan posttes berdistribusi normal atau tidak.
b. Uji-t
Analisis data dengan statistik inferensial digunakan dalan kaitannya
dengan pengujian hipotesis penelitian. Untuk pengujian hipotesis penelitian
53
yang digunakan yaitu t-test untuk membuktikan kemampuan membaca
sebelum dan sesudah menggunakan model membaca total dengan taraf
signifikasi α = 0,05 dengan kriteria pengambilan keputusan, Ho diterima dan
Ha ditolak jika value-p < 0,05. Dengan mengunakan program aplikasi SPSS
versi 24 untuk membantu perhitungan analisis data.
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, akan dipaparkan hasil penelitian dan akan dibahas secara
rinci berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. Sesuai dengan jenis
penelitian yang telah dipaparkan pada bab 3, yaitu jenis penelitian eksperimen.
Data yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis secara kuantitatif yang
dinyatakan dalam bentuk angka-angka untuk mengetahui pengaruh model
membaca total terhadap kemampuan membaca cerpen pelajaran bahasa
indonesia siswa kelas VII SMP 5 Mandai di Kabupaten Maros.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian dianalisis dengan
menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial jenis
uji-t. Data penelitian diperoleh dari pretest dan posttest. Pretest tidak diberikan
perlakuan menggunakan model membaca total sedangkan untuk posttest
mendapat perlakuan dengan menggunakan model membaca total yang
diterapkan oleh peneliti.
Berdasarkan hasil analisis pretest dengan jumlah siswa 15 orang nilai
keseluruhan siswa dengan rata-rata 66,73 frekuensi total dan kategori
kemampuan membaca hasil dari klasifikasi pada pretest ini menunjukkan
bahwa kategori tinggi diperoleh dua orang siswa (6,66%), kategori sedang
diperoleh empat orang siswa (13,33%) dan kategori rendah diperoleh delapan
orang siswa (26,66%). Berdasarkan hasil pretest siswa berada pada kategori
54
55
rendah. Sedangkan posttest dengan jumlah siswa 15 orang nilai keseluruhan
siswa 85,86 dengan frekuensi total dan kategori kemampuan membaca hasil
dari klasifikasi pada posttest ini ada beberapa siswa yang memeroleh klasifikasi
sangat tinggi. Siswa yang kategori sangat tinggi diperoleh delapan orang siswa
(26,66%); pada kategori tinggi terdapat lima orang siswa (16,66%); dan siswa
yang berada pada klasifikasi sedang yang diperoleh sebanyak dua orang
(6,66%).
A. Hasil Penelitian
Kemampuan membaca cerpen siswa kelas VII SMP Negeri 5 Mandai
di Kabupaten Maros sebelum dan sesudah menggunakan model membaca total.
1. Kemampuan Membaca Cerpen Sebelum Menggunakan Model Membaca
Total
Pada tahap awal pretest siswa tidak diberikan perlakuan dengan
menggunakan model membaca total. Siswa hanya diberikan penjelasan mengenai
kemampuan membaca dan cara-cara mencari informasi fokus (ide pokok isi
bacaan, ide pokok paragraf, ide pokok pendukung paragraf, dan ide pokok
kalimat) yang ada di dalam teks “persahabatan yang indah” pada pertemuan
pertama dan “kotak cinta untuk ibu” pada pertemuan kedua. Kemudian, pada
pertemuan ketiga siswa menentukan unsur intrinsik yang ada dalam cerpen.
Tujuan utama pemberian tes ini adalah untuk mengetahui kemampuan awal dalam
membaca.
56
Data yang diperoleh dari hasil pretest siswa kelas VII dengan jumlah siswa
sebanyak 15 orang diperoleh gambaran yaitu: Dari 15 orang siswa tidak satu pun
memeroleh nilai maksimal yaitu 100. Nilai tertinggi diperoleh tiga orang siswa
yakni 80 dan skor terendah diperoleh empat orang siswa yakni 60.
Tabel a. Daftar Nilai Siswa Pretest Sebelum Diberi Perlakuan
No. Subjek Nilai Siswa
1. S1 65
2. S2 60
3. S3 75
4. S4 80
5. S5 62
6. S6 70
7. S7 80
8. S8 62
9. S9 65
10. S10 60
11. S11 72
12. S12 60
13. S13 60
14. S14 60
15. S15 70
57
Rata-rata 66,73
Berdasarkan pemerolehan kemampuan membaca nilai siswa pretest
pada tabel di atas kemampuan membaca cerpen pada siswa kemudian
dideskripsikan berdasarkan frekuensi total dan kategori nilai siswa untuk
mengetahui tingkat kemampuan membaca siswa berada pada kategori
tertentu. Dengan nilai rata-rata 66,73 kemampuan membaca cerpen siswa
pada pretest digambarkan sebagai berikut.
Tabel b. Frekuensi Total dan Kategori Kemampuan Membaca pada
Pretest
No. Nilai Siswa Frekuensi Persentase (%) Kategori
1. 86-100 - - Sangat Tinggi
2. 76-85 2 6,66% Tinggi
3. 66-75 4 13,33% Sedang
4. 51-65 8 26,66% Rendah
5. 0-50 - - Sangat Rendah
58
Hasil klasifikasi pada pretest ini menunjukkan bahwa kategori tinggi
diperoleh dua orang siswa (6,66%), kategori sedang diperoleh empat orang siswa
(13,33%) dan kategori rendah diperoleh delapan orang siswa (26,66%).
Berdasarkan hasil pretest siswa berada pada kategori rendah.
2. Kemampuan Membaca Cerpen Setelah Menggunakan Model Membaca Total
Pada tahap posttest, siswa diberikan perlakuan dengan menggunakan
model membaca total dan diberikan penjelasan mengenai informasi fokus.
Kemudian, setelah diberikan penjelasan siswa menentukan unsur intrinsik yang
ada di dalam cerpen. Tujuan utama pemberian tes ini adalah untuk mengetahui
kemampuan awal dalam membaca cerpen setelah diberi perlakuan atau treatment.
Peneliti mendapatkan hasil dari 15 siswa, tidak satu pun siswa yang
memeroleh skor 100 yang menjadi tolak ukur maksimal penilaian. Pemerolehan
kemampuan membaca dari yang tertinggi hingga yang terendah yaitu : siswa yang
memiliki kemampuan membaca dengan skor tertinggi yaitu 90 hanya diperoleh
empat orang siswa, siswa yang memiliki kemampuan membaca dengan skor
sedang yaitu 80 hanya diperoleh delapan orang siswa.
Tabel a. Daftar Nilai Siswa Setelah Diberi Perlakuan
No. Subjek Nilai Siswa
1. S1 85
2. S2 92
59
3. S3 75
4. S4 83
5. S5 76
6. S6 86
7. S7 95
8. S8 90
9. S9 75
10. S10 85
11. S11 92
12. S12 90
13. S13 92
14. S14 82
15. S15 90
Rata-rata 85,86
Berdasarkan pemerolehan kemampuan membaca cerpen siswa pada
tabel di atas, kemampuan membaca cerpen pada siswa kemudian
dideskripsikan berdasarkan frekuensi total dan kategori nilai siswa untuk
mengetahui tingkat kemampuan membaca cerpen siswa berada pada kategori
tertentu. Dengan nilai rata-rata 85,86 kemampuan membaca siswa pada
posttest digambarkan sebagai berikut.
60
Tabel b. Frekuensi Total dan Kategori Kemampuan Membaca pada Posttest
No. Nilai
Siswa
Frekuensi Persentase
(%)
Kategori
1. 86-100 8 26,66% Sangat Tinggi
2. 76-85 5 16,66% Tinggi
3. 66-75 2 6,66% Sedang
4. 51-65 - - Rendah
5. 0-50 - - Sangat
Rendah
Hasil klasifikasi pada posttest ini sesuai pada tabel di atas
menunjukkan bahwa ada beberapa siswa yang memeroleh klasifikasi sangat
tinggi. Siswa yang kategori sangat tinggi diperoleh delapan orang siswa
(26,66%); pada kategori tinggi terdapat lima orang siswa (16,66%); dan siswa
yang berada pada kategori sedang diperoleh sebanyak dua orang (6,66%).
3. Uji Hipotesis
Berdasarkan deskripsi data dan uji persyaratan analisis telah menunjukkan
bahwa data berdistribusi normal dan homogen. Maka pengujian hipotesis dapat
61
dilakukan untuk keperluan hipotesis digunakan statistika interfensial dengan
bantuan SPSS versi 24 yaitu statistika uji-t sampel independen
Kriteria pengujian adalah hipotesis diterima dan diterima jika t hitung <
t table, artinya tidak ada perbedaan antara dua perlakuan yang diberikan. Sebaliknya,
hipotesis ditolak dan diterima jika nilai t hitung > t table, artinya hasil belajar
kelas eksperimen yang diajar dengan metode pembelajaran outdoor learning lebih
baik daripada hasil belajar kelas kontrol yang diajar dengan model pembelajaran
konvensional.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa penelitian dengan menggunakan
model membaca total dalam pembelajaran membaca cerpen dengan materi cerita
pendek dan pengamatannya dibuktikan dengan hasil angka yang diperoleh yakni t
hitung > t tabel, sehingga ditolak dan diterima. Hal ini berarti ada perbedaan
kemampuan hasil membaca dengan menggunakan model membaca total dan tanpa
menggunakan model membaca total. Jadi penggunaan model membaca total
terbukti berpengaruh dalam pembelajaran membaca cerpen dengan materi cerita
pendek dan pengamatannya pada siswa kelas VII SMP Negeri 5 Mandai. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini
62
Tabel a. Uji Independent Samples T Test
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. T Df
Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Diffe
rence
Std.
Error
Differe
nce
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Hasil
Belajar
Siswa
Equal
variances
assumed
.461 .503 7.539 28 .000 19.13
3 2.538
13.93
5 24.332
Equal
variances
not
assumed
.
7.539
27.69
8 .000
19.13
3 2.538
13.93
2 24.335
(Sumber SPSS Versi 24)
Keterangan : N 30
Df 28
thitung 7.539
Ttabel 1.701
Jadi kesimpulan yang dapat diperoleh mengenai hipotesis
adalah ditolak dan diterima. Hasil analisis menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan kemampuan antara nilai membaca cerpen pada
materi unsur intrinsik cerpen dan pengamatannya pada pretest sebelum
melakukan perlakuan dan posttest setelah diberikan perlakuan yang
63
berbeda. Hal ini berarti penggunaan model membaca total berpengaruh
pada pembelajaran membaca cerpen pada materi unsur intrinsik cerpen
dan pengamatannya siswa kelas VII di SMP Negeri 5 Mandai.
B. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil kemampuan membaca
siswa yang diajar sebelum menggunakan model membaca total dengan peserta
didik yang diajar setelah menggunakan model membaca total. Materi yang
diajarkan pada penelitian ini adalah membaca cerpen yang diperoleh pada
penelitian ini berupa hasil kemampuan membaca cerpen pada posttest dan pretest.
Dalam hal ini posttest diajar dengan menggunakan model membaca total dan
pretest diajar dengan tidak menggunakan model membaca total.
Berdasarkan data yang diperoleh maka data hasil penelitian dapat
dideskripsikan sebagai berikut :
1. Hasil Kemampuan Membaca Peserta Didik yang Diajar Menggunakan Model
membaca total
Sebelum memberi perlakuan pada posttest, terlebih dahulu peneliti
memberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik dengan
instrument uji coba membaca cerpen. Dalam penerapannya, model membaca
total diharapkan mampu menjadikan pembelajaran yang berpusat pada siswa
atau student center.
64
Hambatan lain yang ditemukan dalam penerapan model membaca total
adalah tidak semua peserta didik menyukai keterampilan dalam membaca
dengan model pembelajaran yang berpusat pada siswa, dimana hampir seluruh
kegiatan pembelajaran dibutuhkan partisipasi aktif oleh peserta didik.
Kurangnya pemahaman guru mengenai konsep proses belajar mengajar
menggunakan model membaca total juga menjadi penyebab tidak efektifnya
hasil kemampuan membaca cerpen pada posttest.
Model membaca total yang diterapkan pada posttest memperoleh hasil
kemampuan membaca dari 15 peserta didik, jumlah peserta didik yang
memiliki kemampuan membaca dengan kategori sangat tinggi hanya delapan
peserta didik dengan persentase 26,66%.
2. Hasil Kemampuan Membaca Peserta Didik yang Diajar dengan tidak
Menggunakan Model Membaca Total
Pretest dengan kegiatan pembelajarannya diterapkan metode dengan
tidak menggunakan model membaca total.
Metode model membaca total yang tidak diterapkan di pretest
memperoleh hasil kemampuan membaca dari lima belas peserta didik.
Sedangkan jumlah peserta didik yang masuk dalam kategori rendah adalah
delapan peserta didik dengan persentase 26,66%.
65
3. Hasil Kemampuan Membaca Posttest dan Hasil Kemampuan Membaca
Pretest
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, data hasil penelitian berupa
hasil membaca posttest dan pretest masing-masing adalah 85,86 dan 66,73
dimana posttest mengalami pengaruh peningkatan setelah diberi perlakuan.
Jika dilihat dari skor tersebut maka posttest memiliki nilai rata-rata yang lebih
tinggi dibanding pretest.
Selanjutnya, jika ditinjau dari persentase ketuntasan kemampuan
membaca, maka posttest memperoleh persentase ketuntasan peserta didik
sebesar 49,98% sedangkan pretest memperoleh persentase ketuntasan peserta
didik sebesar 46,65%. Hal ini menunjukkan bahwa yang diajar menggunakan
metode model membaca total memperoleh persentase ketuntasan yang lebih
besar dengan yang diajar dengan tidak menggunakan model membaca total.
Pada hasil penelitian pengaruh kemampuan membaca cerpen yang
digunakan untuk melihat seberapa besar kemampuan model membaca total
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada posttest. Berdasarkan tabel
persentase peserta didik yang tuntas sebesar 49,98%. Jika ditinjau dari kriteria
pengaruh model membaca total, 49,98% berada dalam rentang 50-80% maka
pengaruh pembelajaran menggunakan model membaca total termasuk dalam
kategori “Efektif”.
66
Hasil analisis statistik inferensial dengan uji-t menunjukkan bahwa
terdapat kemampuan membaca cerpen peserta didik pada posttest yang diajar
menggunakan model membaca total dengan kemampuan membaca cerpen
peserta didik pada pretest yang tidak menggunakan model membaca total,
sehingga penarikan kesimpulannya sama dengan uji-t.
Tabel a. Uji Independent Samples T Test
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. T Df
Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Diffe
rence
Std.
Error
Differe
nce
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Hasil
Belajar
Siswa
Equal
variances
assumed
.461 .503 7.539 28 .000 19.13
3 2.538
13.93
5 24.332
Equal
variances
not
assumed
.
7.539
27.69
8 .000
19.13
3 2.538
13.93
2 24.335
(Sumber SPSS Versi 24)
Keterangan : N 30
Df 28
thitung 7.539
Ttabel 1.701
67
Jadi kesimpulan yang dapat diperoleh mengenai hipotesis
adalah ditolak dan diterima. Hasil analisis menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan kemampuan antara nilai membaca cerpen pada
materi unsur intrinsik cerpen dan pengamatannya pada pretest sebelum
melakukan perlakuan dan posttest setelah diberikan perlakuan yang
berbeda. Hal ini berarti penggunaan model membaca total berpengaruh
pada pembelajaran membaca cerpen pada materi unsur intrinsik cerpen
dan pengamatannya siswa kelas VII di SMP Negeri 5 Mandai.
68
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uji statistik diperoleh, hasil kemampuan membaca peserta
didik yang diajar menggunakan model membaca total dengan hasil kemampuan
membaca peserta didik yang diajar dengan tidak menggunakan model membaca
total.
Pada hasil penelitian telah disajikan tabel kriteria pembelajaran yang
digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh model membaca total dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia pada posttest. Berdasarkan tabel persentase
peserta didik yang tuntas sebesar 49,98%. Jika ditinjau dari kriteria pengaruh
pembelajaran, 49,98% berada dalam rentang 50-80% maka pengaruh
pembelajaran menggunakan model membaca total termasuk dalam kategori
“Efektif”.
Hasil analisis statistik inferensial dengan uji-t menunjukkan bahwa bentuk
hasil kemampuan membaca peserta didik pada posttest yang diajar menggunakan
model membaca total dengan hasil kemampuan membaca peserta didik pada
pretest yang tidak menggunakan model membaca total. Sehingga penarikan
dengan hasil nilai uji-t yakni N 30 Df 28 thitung 7.539 Ttabel 1.701.
Jadi kesimpulan yang dapat diperoleh mengenai hipotesis adalah ditolak dan
diterima. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan
68
69
antara nilai membaca cerpen pada materi unsur intrinsic cerpen dan
pengamatannya pada pretest sebelum melakukan perlakuan dan posttest setelah
diberikan perlakuan yang berbeda.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, saran-saran yang diajukan
adalah sebagai berikut.
1. Guru seharusnya membiasakan peserta didik diajar menggunakan model
pembelajaran yang perpusat pada peserta didik (student center), sehingga
peserta didik perlahan akan beradaptasi menjadikan dirinya sebagai peserta
didik yang aktif dalam proses pembelajaran.
2. Peneliti ini memiliki begitu banyak kekurangan dan keterbatasan dalam
berbagai aspek. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya yang ingin melakukan
penelitian tentang model membaca total agar kiranya memahami dengan baik
konsep model pembelajaran yang akan digunakan atau diterapkan di dalam
kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina. 2008. Pelajaran Keterampilan Membaca. Padang: FBSS UNP.
Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: RinekaCipta.
Azis, Abdul. 2015. Teori Belajar Bahasa. Universitas Negeri Makassar.
Aminuddin, D. MPd. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Cet. IV. Bndung:
Penerbit Sinar Baru Algensindo Offset.
Amiruddin, A. 2002. PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI
UNSUR INTRINSIK CERPEN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN
INKUIRI SISWA KELAS IX A SMP NEGERI 5 BIROMARU. BAHASA
NTODEA, 3(4).
Chaer Abdul, Agustine, Lernie (2009). Fonologi Bahasa Indonesia. Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, S. (2003). Psikolinguistik: Pengantar pemahaman bahasa manusia.
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Djamarah, SyaifulBahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tuadan Anak Dalam
Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.
Djumingin, Sulastriningsih. 2011. Strategi dan Aplikasi Model Pembelajaran Inovatif
Bahasa Dan Sastra Indonesia. Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Dalman. 2014.Keterampilan Membaca. Jakarta: Rajawali Pers.
Fajridan Senja. 2010. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Aneka Ilmu
Bekerja Sama Difa Publisher.
Febriana, Nunung. 2014. Pengaruh Model Membaca Total Terhadap Kemampuan
Membaca Pemahaman Siswa Kelas V B SD N 1 Sumber agung Jetis
Kabupaten Bantul. Jurnal Pendidikan Dasar: Universitas Negeri
Jogjakarta. Vol. 2. (3): 13.
Fitriyani, Dwi. 2017. Kemampuan Membaca Pemahaman dengan Menggunakan
Metode Survey, Question, Read, Recite, dan Review (SQ3R). STKIP
Muhammadiyah Pringsewu. STKIP Muhammadiyah Pringsewu. Jurnal
Pesona, Volume 3 Nomor. 1, hlm. 43-49.
Furchan, A. (2007). Pengantar dalam Penelitan Pendidikan.
70
Fathurrohman, Muhammad. 2015. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Yogjakarta:
Ar-Ruzz Media.
Haryati, M. (2007). Model dan teknik penilaian pada tingkat satuan
pendidikan. Jakarta: Gaung Persada.
Iskandar wassid & Dadang Sunendar. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa.
Bandung: Remaja Rosda karya.
Nurhadi. 2010. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca?. Malang: Sinar
Baru Algesindo.
Nurgiyantoro, B. (2005). Teori pengkajian sastra. Yogyakarta: Gajah Mada
University.
Nuryanti, L. (2008). Psikologi anak. Jakarta: PT. Indeks.
Oktaviyani, Vani. 2013. Keefektifan Metode Pembelajaran Cooperative Script dalam
Pembelajaran Membaca Pemahaman Siswa Kelas VII SMP Negeri 1
Manisrenggo. Skripsi: Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta.
Rahim, Farida. 2009. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Rahman, B. (2014). Kemitraan orang tua dengan sekolah dan pengaruhnya terhadap
hasil belajar siswa. Jurnal Pendidikan Progresif, 4(2), 129-138.
Robbins, S. P. (2009). and Timothy A. A. Judge, Aletta Odendaal, and Gert Roodt.
Kemampuan (ability).
Sagala, A. A. (2018). Pengaruh Perhatian Orang Tua Terhadap Perilaku Kenakalan
Remaja Pada Peserta DidikDalam Perspektif Ilmu Pendidikan Agama
Islam Di Smp Muhammadiyah 1 Malang (Doctoral dissertation, University
of Muhammadiyah Malang).
Sayuti, S. A. (1988). Dasar-dasar Analisis Fiksi.
Somadayo, Samsu. 2011. Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca. Yogyakarta:
GrahaIlmu.
Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yoyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudiati dan Nurhidayah. 2017. Pengembangan Bahan Ajar Membaca Pemahaman
Berdasarkan Strategi Plan (Predict, Locate, Add, Note). Fakultas Bahasa
dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Volume 16 Nomor 1, hlm 114-
128.
71
Suhana, C. (2014). Konsep srategi pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.
Suharyanto, H., & Hadna, A. H. (2005). Manajemen Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta: Penerbit Graha Guru.
Slameto. 2003. Belajardan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Syah, M. (2003). Psikologi belajar. PT Rajagrafindo Persada.
Tarigan, Henry Guntur. 2013. Membaca Sebagai Suatu Ketramp ilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa Bandung.
Walgito, B. (2010). Pengantar Umum Psikologi. Yogyakarta: Andi Offset.
Waluyo, D. E. (2003). Teori Ekonomi Makro. Malang: Penerbit UMM.
Waluyo, K.F. 2016. Keefektifan Model Membaca Total Terhadap Keterampilan
Membaca Pemahaman Siswa Kelas V SD Gugus Erlangga. Skripsi:
Semarang. Universitas Negeri Semarang.
72
RIWAYAT HIDUP
Anik Wulandari. Dilahirkan di kaluku Kabupaten Luwu Utara
pada tanggal 19 Januari 1998. dari pasangan Ayahanda Usnuri
dan Syamriani. Penulis masuk sekolah dasar pada tahun 2004 di
SDN 173 Sukamaju 2 Kabupaten Luwu Utara dan tamat tahun
2010, tamat SMP Negeri 1 Sukamaju tahun 2013, dan tamat SMA
Negeri 1 Sukamaju tahun 2016. Pada tahun yang sama penulis (2016) penulis
melanjutkan pendidikan pada program Strata Satu (S1) Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar dan Selesai tahun 2020