Download - Jenis Disfungsi Uterus
TUGAS MANDIRI BLOK REPRODUKSI DAN TUMBUH KEMBANG
RIZWETA DESTIN
1102009253
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2011
1
1. Membuat ringkasan tentang Partus Patologis/Distosia yang disebabkan oleh kelainan:A. POWER
His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang dimulai dari daerah
fundus uteri pada daerah di mana tuba falopii memasuki dinding uterus, awal gelombang
tersebut didapat dari ‘pacemaker’ yang terdapat di dinding uterus daerah tersebut. Resultante
efek gaya kontraksi tersebut dalam keadaan normal mengarah ke daerah lokus minoris yaitu
daerah kanalis servikalis (jalan laihir) yang membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar.
His dapat terjadi sebagai akibat dari :
1. Kerja hormon oksitosin
2. Regangan dinding uterus oleh isi konsepsi
3. Rangsangan terhadap pleksus saraf Frankenhauser yang tertekan massa konsepsi.
His dikatakan baik dan ideal apabila :
1. Kontraksi simultan simetris di seluruh uterus
2. Kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus
3. Terdapat periode relaksasi di antara dua periode kontraksi
4. Terdapat retraksi otot-otot korpus uteri setiap sesudah his
5. Serviks uteri yang banyak mengandung kolagen dan kurang mengandung serabut
otot,akan tertarik ke atas oleh retraksi otot-otot korpus, kemudian terbuka secara pasif
dan mendatar (cervical effacement). Ostium uteri eksternum dan internum pun akan
terbuka.
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya nyeri saat his berlangsung adalah :
1. Iskemia dinding korpus uteri yang menjadi stimulasi serabut saraf di pleksus
hipogastrikus diteruskan ke sistem saraf pusat menjadi sensasi nyeri
2. Peregangan vagina, jaringan lunak dalam rongga panggul dan peritoneum, menjadi
rangsang nyeri.
3. Keadaan mental pasien (pasien bersalin sering ketakutan, cemas/ anxietas, atau
eksitasi).
2
4. Prostaglandin meningkat sebagai respons terhadap stress
Distosia karena kelainan tenaga (his) adalah his yang tidak normal, baik kekuatan maupun
sifatnya, sehingga menghambat kelancaran persalinan. Kelainan his terutama ditemukan pada
primigravida, khususnya pada primigravidatua. Pada multipara lebih banyak ditemukan
kelainan yang bersifat inersia uteri. Satu sebab yang penting dalam kelainan his, khususnya
inersia uteri, ialah apabila bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah
uterus misalnya pada kelainan letak janin atau disproporsi sefalopelvik. Peregangan rahim
yang berlebihan pada kehamilan ganda maupun hidramnionjuga dapat merupakan penyebab
dari inersia uteri yang murni
JENIS DISFUNGSI UTERUS
Kontraksi uterus pada persalinan normal ditandai dengan aktivitas miometrium yang bersifat
gradual, dengan kontraksi terkuat dan berlangsung lama dibagian fundus uteri dan kearah
servik kekuatan kontraksi uterus secara bertahap menjadi semakin berkurang. Terdapat
perbedaan waktu dari onset kontraksi uterus di daerah fundus uteri dan daerah pertengahan
corpus uteri serta pada segmen bawah rahim.Rangsangan yang berawal di bagian cornu akan
diikuti oleh rangsangan berikutnya beberapa milidetik setelahnya, gelombang rangsangan
akan saling menyatu dan diteruskan secara serentak dari fundus uteri kebagian bawah uterus.
Agar terjadi dilatasi servik, diperlukan kontraksi uterus dengan intensitas sekurang-
kurangnya 15 mmHg. Kontraksi uterus yang berlangsung secara normal dapat menimbulkan
tekanan intrauterin sampai 60 mmHg.
Dengan data diatas, maka disfungsi uterus dapat dibedakan menjadi :
Disfungsi uterus hipotonik :
o Tidak ada tonus basal
o Kontraksi uterus memiliki pola gradasi normal ( synchronous ) tetapi
o Tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus tidak cukup kuat untuk
menyebabkan terjadinya dilatasi servik.
3
Disfungsi hipertonik ( incoordinate uterine dysfunction)
o Basal tonus meningkat dan atau
o Kekacauan dalam gradasi tekanan yang ditimbulkan oleh his akibat tekanan
yang ditimbulkan oleh his dibagian tengah uterus lebih besar daripada yang
dihasilkan oleh bagian fundus dan atau adanya peristiwa asinkronisme dari
rangsang yang berasal dari cornu.
Disfungsi uterus hipotonik
4
Disfungsi uterus hipertonik
Jenis-Jenis Kelainan His
1. Inersia uteri
Adalah his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat, dan lebih jarang dibandingkan
dengan his yang normal. Inersia uteri dibagi atas 2 keadaan:
A. Inersia uteri primer
Kelemahan his timbul sejak dari permulaan persalinan. Hal ini harus
dibedakan dengan his pendahulu yang juga lemah dan kadang-kadang
menjadi hilang (false labour).
B. Inersia uteri sekunder
Kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat dan kuat teratur dan
dalam waktu yang lama. Diagnosis inersia uteri memerlukan pengalaman dan
pengawasan yang teliti terhadap persalinan. Pada fase laten diagnosis akan
lebih sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his)yang kuat dan
lama, maka diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih mudah. Inersia uteri
menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat-akibatnya.
Etiologi
Multipara
kelainan letak janin
disproporsi cepalo pelvic
kehamilan ganda
hidrmnion
uterus bikornis unikolis.
Penanganan
Periksa keadaan servik, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah janin
dan keadaan panggul kemudian buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan
yang akan dikerjakan, misalnya pada letak kepala :
A. berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500cc dektrosa 5% dimulai dengan
12 tetes permenit, dinaikan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes permenit.
5
Maksud dari pemberian oksitosin adalah supaya servik dapat membuka .
2. Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak memperkuat
his setelah pemberian beberapa lama, hentikan dulu dan ibu dianjurkan
beristirahat. Pada malam hari berikan obat penenang misalnya valium 10 mg
dan esoknya dapat diulang lagi pemberian oksitosin drips.
B. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya
dilakukan seksio sesarea.
C. Bila semua his kuat tetapi kemudianterjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah,
dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada
multi, tidak ada ginanya memberikan oksitosin drips, sebaiknya partus segera
diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetric lainnya
(ekstraksi vakum atau forsep, atau seksio sesarea.
2. Tetania Uteri
Adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi rahim.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus yang dapat mengakibatkan
persalinan diatas kendaran, dikamar mandi, dan tidak sempat dilakukan pertolongan.
Akibatnya terjadilah luka-luka jalan lahir yang luas pada servik, vagina pada
perineum, dan pada bayi dapat terjadi perdarahan intracranial.
Bila ada kesempitan panggul dapat terjadi rupture uteri mengancam, dan bila tidak
segera ditangani akan berlanjut menjadi rupture uteri.
Penanganan
A. Berikan obat seperti morfin, luminal dan sebagiannya, asal janin tidak akan
lahir dalam waktu dekat 4-6 jam
B. Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan
seksio sesarea.
C. Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin lahir
tiba-tiba dan cepat.
3. Aksi Uterus Inkoordinasi (Incoordinate Uterine Action)
Sifat his yang berubah-ubah, tidak ada koordinasi dan sinkronasi antar kontraksi dan
bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan pembukaan, apalagi
dalam pengeluaran janin. Pada bagian atas dapat terjadi kontraksi tetapi bagian tengah
tidak, sehingga menyebabkan terjadinya lingkaran kekejangan yang mengakibatkan
6
persalinan tidak dapat maju.
Penanganan
A. Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot, berikan obat-obatan anti
sakit dan penenang (sedativa dan analgetika) seperti morfin, petidin dan
valium.
B. Apabila persalinan sudan berlangsung lama dan berlarut-larut, selesaikanlah
partus menggunakan hasil pemeriksaan dan evaluasi, dengan ekstraksi vakum,
forsep, atau seksio sesarea.
B. PASSAGE
DISPROPORSI SEPALOPELVIK
Ganguan keseimbangan kepala janin dan panggul
CPD absolut : perbedaan antara kepala janin dengan panggul ibu sedemikian rupa
sehingga menghalangi terjadinya persalinan per vaginam dalam kondisi optimal
sekalipun
CPD relatif : jika akibat kelainan letak, kelainan posisi atau kelainan defleksi
sedemikian rupa sehingga menghalangi persalinan per vaginam.
Kurangnya diameter panggul dapat menyebabkan distosia. Kesempitan panggul dapat terjadi
pada : pintu atas panggul, bidang tengah panggul pintu bawah panggul atau kombinasi
diantaranya.
1. KESEMPITAN PINTU ATAS PANGGUL – PAP
Pintu atas panggul dinyatakan sempit bila ukuran
Ø antero-posterior terpendek < 10 cm
Ø tranversal terbesar < 12 cm
Perkiraan Ø AP – PAP dilakukan dengan mengukur Conjugata Diagonalis secara manual
(VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm ; kesempitan PAP ditegakkan bila ukuran CD <
11.5 cm.
7
Mengukur Conjugata Diagonalis
Pada kehamilan aterm, ukuran rata-rata Ø biparietal - BPD 9.5 – 9.8 cm. Sehingga kepala
janin yang normal tidak mungkin dapat melewati panggul bila Ø AP – PAP < 10 cm.
Pada ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul yang kecil namun anak dalam
kandungan ibu yang dimaksud biasanya juga kecil. Dalam keadaan normal, bila ketuban
masih utuh dilatasi servik dibantu pula dengan tekanan hidrostatik pada selaput ketuban
atau bila sudah pecah, dilatasi servik terjadi akibat tekanan langsung bagian terendah
janin terhadap servik serta penebalan fundus uteri dan penipisan segmen bawah rahim..
Pada kasus kesempitan panggul dimana kepala janin masih berada diatas PAP, semua
tekanan hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas ostium
uteri internum sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus
kesempitan PAP.
Setelah ketuban pecah, tidak adanya tekanan hidrostatik pada selaput ketuban pada
daerah servik dan Segmen Bawah Rahim menyebabkan kontraksi uterus menjadi tidak
efektif bagi jalannya persalinan normal. Kesempitan PAP merupakan predisposisi
terjadinya kelainan presentasi. Pada wanita dengan kesempitan panggul, angka kejadian
letak muka dan letak lintang meningkat 3 kali lipat dan angka kejadian prolapsus
talipusat meningkat 5 – 6 kali lipat.
2. KESEMPITAN BIDANG TENGAH PANGGUL – BTP
Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan PAP . Kejadian ini sering
menyebabkan kejadian “deep tranverse arrest” pada perjalanan persalinan dengan
posisio occipitalis posterior, sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan BTP.
Bidang obstetrik BTP terbentang dari tepi bawah simfisis pubis melalui spina ischiadica
dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara vertebra sacralis 4 – 5. Garis
8
penghubung kedua spina ischiadica membagi BTP menjadi bagian anterior dan bagian
posterior.
Batas anterior bagian anterior BTP adalah tepi bawah Simfisis Pubis dan batas
lateralnya adalah rami ischiopubic.
Batas dorsal bagian posterior BTP adalah sacrum dan batas lateralnya adalah
ligamentum sacrospinosum.
Ukuran rata-rata BTP:
Ø tranversal (interspinous) = 10.5 cm
Ø AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 – S5) = 11.5 cm
Ø Sagitalis Posterior - DSP (titik pertengahan Ø interspinous dengan pertemuan S4 –
S5) = 5 cm
Kesempitan BTP tidak dapat dinyatakan secara tegas seperti kesempitan PAP . BTP
diperkirakan mengalami kesempitan bila penjumlahan dari Ø Interspinous + DSP
(normal 10.5cm + 5cm = 15.5 cm) <13.5 cm.
Dengan demikian maka BTP diduga mengalami penyempitan bila Ø interspinous < 10
cm dan bila < 8 cm, dinyatakan bahwa pasti terdapat kesempitan pada BTP. Dugaan
adanya kesempitan BTP adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba adanya penonjolan
spina ischiadica yang menyolok.
3. KESEMPITAN PINTU BAWAH PANGGUL – PBP
Terjadi kesempitan pada PBP bila Ø intertuberosa < 8 cm. PBP berbentuk dua buah
segitiga yang memiliki satu sisi bersama (berupa distansia intertuberous) dan tidak
terletak pada bidang yang sama.
Apex segitiga anterior permukaan posterior arcus pubis.
Apex segitiga posterior ujung vertebra sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx).
Berkurangnya nilai distansia intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga anterior
sehingga pada kala II, kepala terdorong lebih kearah posterior dengan konskuensi dapat
terjadinya robekan perineum yang luas. Distosia akibat kesempitan PBP saja jarang
terjadi oleh karena kesempitan PBP hampir selalu disertai dengan kesempitan BTP.
9
Penanganan
Dewasa ini 2 tindakan dalam penanganan disproporsi sefalopelvik yang dahulu banyak
dilakukan tidak diselenggarakan lagi. Cunam tinggi dengan menggunakan axis-traction
forceps dahulu dilakukan untuk membawa kepala janin – yang dengan ukuran besarnya
belum melewati pintu atas panggul – ke dalam rongga panggul dan terus keluar. Tindakan ini
ini sangat berbahaya bagi janin dan ibu, kini diganti oleh seksio sesarea yang jauh lebih
aman. Induksi partus prematurus umumnya juga tidak dilakukan lagi. Keberatan tindakan ini
ialah kesulitan untuk menetapkan apakan janin walaupun belum cukup bulan, sudah cukup
tua dan besar untuk hidup dengan selamat di luar tubuh ibu dan apakah kepala janin dapat
dengan aman melewati kesempitan pada panggul ibu.
Selain seksio sesarea, dapat pula dilakukan partus percobaan, simfisiotomia dan karsiotomia.
Namun simfisiotomia jarang sekali dilakukan di Indonesia, sedangkan kraniotomia hanya
dilakukan pada janin mati.
Seksio sesarea
Seksio sesarea dapat dilakukan secar elektif atau primer, yakni sebelum persalinan mulai
atau pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni sesudah persalinan berlangsung
selama beberapa waktu.
Seksio sesarea elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada kehamilan cukup
bulan karena kesempitan panggul yang cukup berat, atau karena terdpat disproporsi
sefalopelvik yang nyata. Selain itu seksio tersebut diselenggarakan pada kesempitan
ringan apabila ada factor-faktor lain yang merupakan komplikasi, seperti primigrvida tua,
kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita yang mengalami
masa infertilitas yang lama, penyakit jantung dan lain-lain.
Seksio sesarea sekundar dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal, atau
karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin, sedang syarat-
syarat untuk persalinan per vaginam tidak atau belum dipenuhi.
10
Persalinan percobaan
Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada hamil tua
diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul dalam semua bidang dan
hubungan antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa ada
harapan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginam dengan selamat, dapat diambil
keputusan untuk menyelenggarakan persalinan percobaan. Dengan demikian persalinan
ini merupakan suatu test terhadap kekuatan his dan daya akomodasi, termasuk moulage
kepala janin; kedua fakto ini tidak dapat diketahui sebelum persalinan berlangsung
selama beberapa waktu.
Pemilihan kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan dengan cermat. Di
atas sudah dibahas indikasi-indikasi untuk seksio sesarea elektif; keadaan-keadaan ini
dengan sendirinya merupakan kontra indikasi untuk persalinan percobaan. Selain itu,
janin harus berada dalam presentasi kepala dan tuanya kehamilan tidak lebih dari 42
minggu. Karena kepala janin bertambah besar serta lebih sukar mengadakan moulage,
dan berhubung dengan kemungkinan adanya disfungsi plasenta, janin mungkin kurang
mampu mengatasi kesukaran yang dapat timbul pada persalina percobaan. Perlu disadari
pula bahwa kesempitan panggul dalam satu bidang, seperti pada panggul picak, lebih
menguntungkan daripada kesempitan dalam beberapa bidang. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu:
1. Pengawasan terhadap keadaan ibu dan janin. Pada persalinan yang agak lama perlu
dijaga agar tidak terjadi dehidrasi dan asidosis
2. Pengawasan terhadap turunnya kepala janin dalam rongga panggul. Karena
kesempitan pada panggul tidak jarang dapat menyebabkan gangguan pada pembukaan
serviks
3. Menentukan berapa lama partus percobaan dapat berlangsung
Simfisiotomi
Simfisotomi ialah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang panggul
kanan pada simfisis agar rongga panggul menjadi lebih luas. Tindakan ini tidak banyak
11
lagi dilakukan karena terdesak oleh seksio sesarea. Satu-satunya indikasi ialah apabila
pada panggul sempit dengan janin masih hidup terdapat infeksi intrapartum berat,
sehingga seksio sesarea dianggap terlalu berbahaya.
Kraniotomi
Pada persalinan yang dibiarkan berlarut-berlarut dan dengan janin sudah meninggal,
sebaiknya persalina diselesaikan dengan kraniotomi dan kranioklasi. Hanya jika panggul
demikian sempitnya sehingga janin tidak dapat dilahirkan dengan kraniotomi, terpaksa
dilakukan seksio sesarea.
FRAKTURA PANGGUL dan KONTRAKTUR
Trauma panggul akibat cedera kecelakaan lalulintas sering terjadi sehingga dapat terjadi
gangguan pada bentuk dan ukuran panggul. Riwayat adanya cedera panggul membutuhkan
evaluasi lebih lanjut pada kehamilan lanjut. Tinggi badan, cara berjalan, bentuk perut
“gantung”, kelainan bentuk tulang punggung (skoliosis) dapat mendorong pemikiran adanya
kecurigaan pada kesempitan panggul.
Perut Gantung (Pendular Abdomen)
12
PENILAIAN KAPASITAS PANGGUL
1. Pengukuran Conjugata Diagonalis dengan pemeriksaan panggul
2. Pengukuran diameter interspinarum
3. Penonjolan spina ischiadica
4. Sudut arcus pubis
5. Pemeriksan X-ray pelvimetri
6. Computed Tomography Scanning
7. Magnetic Resonance Imaging
DISTOSIA AKIBAT JALAN LAHIR LUNAK
Abnormalitas anatomik organ reproduksi wanita dapat menyebabkan abnormalitas atau
gangguan jalannya proses persalinan.
Kelainan dapat meliputi : uterus- servix – vagina – vesika urinaria – rektum dan masa dalam
adneksa serta parametrium (kista ovarium, mioma uteri).
Kelainan Uterus:
Kelainan bentuk uterus (uterus bicornu, uterus septus)
Prolapsus uteri
Torsi uterus
Kelainan servix uteri: jaringan sikatrik yang menyebabkan stenosis servik
Kelainan vulva - vagina : Septum vagina, sikatrik vulva dan vagina , “Giant Condyloma
Accuminata”
Vesica urinaria dan rectum yang penuh dapat menyebabkan distosia
Masa adneksa : mioma uteri dibagian servik, kista ovarium
13
C. PASSANGER
UKURAN JANIN PADA DISPROPOSI SEPALOPELVIK
Disproporsi fetopelvik bukan hanya disebabkan oleh berat badan janin yang besar( > 4500
gram) , kelainan lain seperti kelainan putar paksi dalam (posisio oksipitalis posterior) ,
kelainan habitus (presentasi muka, presentasi dahi) juga dapat menyebabkan hambatan
kemajuan persalinan.
Penilaian Ukuran Kepala Janin
Upaya untuk meramalkan adanya Disproporsi Fetopelvik - FPD secara klinis dan radiologis
berdasarkan ukuran kepala janin tidak memberi hasil memuaskan. Tidak terdapat hubungan
antara distosia dengan kegagalan desensus kepala janin. Sensitivitas dalam meramalkan
adanya CPD dengan menggunakan index fetopelvic sangat kurang. Sampai saat ini tidak ada
metode terbaik untuk meramalkan secara akurat adanya FPD berdasarkan ukuran kepala
janin.
PRESENTASI MUKA
Merupakan akibat kelainan Sikap ( Habitus ) berupa defleksi kepala maksimum. Pada
presentasi muka terjadi hiperekstensi maksimum kepala sehingga oksiput menempel dengan
punggung janin dengan demikian maka yang merupakan presentasi (bagian terendah) janin
dan sekaligus denominator adalah mentum. Dalam orientasinya dengan simfisis pubis, maka
presentasi muka dapat terjadi dengan mento anterior atau mento posterior.
Pada janin aterm dengan presentasi muka mento-posterior, proses persalinan terganggu akibat
bregma (dahi) tertahan oleh bagian belakang simfisis pubis. Dalam keadaan ini, gerakan
fleksi kepala agar persalinan pervaginam dapat berlangsung terhalang, maka persalinan muka
spontan per vaginam tidak mungkin terjadi.
14
Mentoposterior, dagu berada dibagian posterior .
Bila dagu berada di anterior, persalinan kepala per vaginam masih dapat berlangsung
pervaginam melalui gerakan fleksi kepala. Pada sejumlah kasus presentasi muka dagu
posterior, dagu akan berputar spontan ke anterior pada persalinan lanjut sehingga dapat
terjadi persalinan spontan per vaginam atau menggunakan ekstraksi cunam.
Pemeriksaan Radiologis pada presentasi muka
Etiologi :
Tumor leher janin
Lilitan talipusat
Janin anensepalus
Kesempitan panggul dengan janin yang besar
15
Grande multipara dengan perut gantung (pendulous abdomen)
Mekanisme persalinan pada presentasi muka:
Presentasi muka jarang terjadi bila kepala masih diatas Pintu Atas Panggul.
Umumnya keadaan diawali dengan presentasi dahi yang kemudian pada proses
desensus berubah menjadi presentasi muka .
Mekanisme persalinan terdiri dari densensus – putar paksi dalam – fleksi – ekstensi
dan putar paksi luar.
Mekanisme persalinan pada presentasi muka mentoposterior.
Tujuan Putar Paksi Dalam adalah agar dagu berada dibelakang simfisis pubis oleh karena
hanya pada posisi ini kepala janin dapat melewati perineum melalui gerakan fleksi. Setelah
Putar Paksi Dalam dagu kedepan selesai dan tahapan desensus berikutnya berlangsung, maka
dagu dan mulut nampak di vulva dan persalinan kepala berlangsung melalui gerakan fleksi.
Setelah kepala lahir, oksiput akan mendekati anus dan dagu berputar seperti saat memasuki
Pintu Atas Panggul. Persalinan bahu berlangsung seperti pada presentasi belakang kepala.
Pada presentasi muka, edema akan merubah bentuk wajah Molase juga terjadi dan
menyebabkan bertambah panjangnya diameter occipitomentalis
Penatalaksanaan:
16
Bila ukuran panggul normal dan kemajuan proses persalinan berlangsung secara normal,
persalinan pervaginam pada presentasi muka dapat berlangsung dengan wajar. Observasi
Detak Jantung Janin dilakukan dengan monitor eksternal. Presentasi muka sering terjadi pada
panggul sempit, maka terminasi kehamilan dengan SC sering terpaksa harus dilakukan.
Usaha untuk merubah presentasi muka menjadi presentasi belakang kepala , pemutaran posisi
dagu posterior menjadi dagu anterior secara manual atau dengan cunam, serta dengan versi
ekstraksi dalam era obstetri modern tidak lagi dikerjakan.
PRESENTASI DAHI
Bentuk dari Kelainan Sikap ( habitus ) berupa gangguan defleksi moderate. Presentasi yang
sangat jarang. Diagnosa ditegakkan bila VT pada PAP meraba orbital ridge dan ubun-ubun
besar.
Presentasi dahi
Pada gambar diatas, terlihat bahwa kepala berada diantara posisi fleksi sempurna dengan
ekstensi sempurna. Kecuali pada kepala yang kecil atau panggul yang sangat luas,
engagemen kepala yang diikuti dengan persalinam pervaginam tak mungkin terjadi.
Diagnosis
Presentasi dapat dikenali melalui pemeriksaan palpasi abdomen dimana dagu dan oksiput
dapat diraba dengan mudah. Diagnosa dipastikan dengan VT dan teraba sutura frontalis –
17
ubun-ubun besar – orbital ridges – mata atau pangkal hidung. Kadang-kadang dagu juga
dapat diraba melalui pemeriksaan VT.
Etiologi
Etiologi sama dengan penyebab presentasi muka. Presentasi dahi sering merupakan keadaan
“temporer” dan dalam perjalanan persalinan selanjutnya dapat spontan berubah menjadi
presentasi muka atau presentasi belakang kepala.
Mekanisme persalinan
Pada janin kecil atau panggul luas persalinan pervaginam biasanya berlangsung dengan
mudah. Pada janin aterm dengan ukuran normal, persalinan pervaginam sulit berlangsung
oleh karena engagemen tidak dapat terjadi sampai adanya molase hebat yang memperpendek
diameter occipitomentalis atau sampai terjadinya fleksi sempurna atau ekstensi menjadi
presentasi muka. Persalinan pervaginam pada presentasi dahi yang persisten hanya dapat
berlangsung bila terdapat molase berlebihan sehingga bentuk kepala berubah. Molase
berlebihan akan menyebabkan caput didaerah dahi sehingga palpasi dahi menjadi sulit. Pada
presentasi dahi yang bersifat sementara (penempatan dahi) , progonosis tergantung pada
presentasi akhir. Bila presentasi dahi sudah bersifat menetap, prognosis persalinan
pervaginam sangat buruk kecuali bila janin kecil atau jalan lahir sangat luas. Prinsip
penatalaksanaan sama dengan pada presentasi muka.
LETAK LINTANG
Sumbu panjang janin tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu. Kadang-kadang sudut
yang ada tidak tegak lurus sehingga terjadi letak oblique yang sering bersifat sementara oleh
karena akan berubah menjadi presentasi kepala atau presentasi bokong (“unstable lie”). Pada
letak lintang, bahu biasanya berada diatas Pintu Atas Panggul dengan bokong dan kepala
berada pada fossa iliaca
Deskripsi letak lintang : akromial kiri atau kanan dan dorso-anterior atau dorso-posterior
Angka kejadian 1 : 300 persalinan tunggal (0.3%)
18
Diagnosis
Diagnosa biasanya mudah dan kadang-kadang hanya melalui inspeksi dimana
abdomen terlihat melebar dengan fundus uteri sedikit diatas umbilikus.
Tidak ada kutub janin yang teraba dibagian fundus dan kepala teraba di fossa iliaca.
Pada dorso-posterior, teraba bagian kecil pada palpasi dinding abdomen.
VT pada persalinan dini dapat meraba tulang rusuk, bila pembukaan servik sudah
bertambah maka dapat teraba skapula dan klavikula. Arah penutupan aksila
menunjukkan arah bahu dan lokasi kepala.
Pada persalinan lanjut, bahu terperangkap dalam jalan lahir dan seringkali disertai
prolapsus lengan dan keadaan ini disebut letak lintang kasep - neglected transverse
lie.
Etiologi
1. Grandemultipara akibat dinding abdomen yang kendor
2. Janin Preterm
3. Plasenta previa
4. Kelainan anatomis uterus
5. Hidramnion
6. Panggul sempit
19
Wanita yang sudah mengalami persalinan > 4 kali dengan bayi aterm memiliki kemungkinan
mengalami kehamilan dengan presentasi lintang 10 kali lipat nulipara. Kekendoran otot
abdomen yang mengakibatkan perut gantung (“pendulous abdomen”) dapat menyebabkan
uterus jatuh kedepan sehingga sumbu panjang janin menjauh dari sumbu jalan lahir. Letak
plasenta pada Segmen Bawah Rahim dan kesempitan panggul dapat menyebabkan gangguan
akomodasi bagian terendah janin sehinga terjadi letak lintang.
Mekanisme persalinan
Letak lintang kasep (“neglected transverse lie”)
Persalinan spontan pervaginam pada janin aterm normal dengan presentasi lintang tidak
mungkin berlangsung.Setelah selaput ketuban pecah, lengan janin memasuki panggul dan
menyebabkan prolapsus lengan. Kontraksi uterus selanjutnya akan menyebabkan bahu masuk
kedalam SBR dan menyebabkan regangan SBR berlebihan yang dapat berakhir dengan
ruptura uterus (“neglected transverse lie”)
Bila janin kecil (kurang dari 800 gram) dan panggul cukup luas, persalinan pervaginam dapat
berlangsung bila his yang cukup kuat untuk melipat tubuh janin agar melewati PAP dan
persalinan berlangsung dengan mekanisme conduplicatio corporae.
20
Penatalaksanaan
Presentasi lintang pada awal persalinan adalah indikasi untuk melakukan SC. Pada minggu ke
39 sebelum persalinan atau pada awal persalinan, bila selaput ketuban masih utuh dapat
dilakukan tindakan versi luar pada presentasi lintang tanpa disertai komplikasi lain. Pada saat
melakukan SC, akibat terperangkapnya tubuh janin dalam SBR maka insisi uterus lebih baik
dilakukan secara vertikal.
PRESENTASI RANGKAP
Prolapsus lengan disamping bagian terendah janin
Presentasi rangkap. Tangan kiri berada didepan bagian terendah janin dan biasanya
desensus kepala dapat berlangsung normal.
Angka kejadian dan Etiologi:
Angka kejadian 1 : 700 persalinan
21
Keadaan ini disebabkan oleh hambatan penutupan PAP oleh kepala janin secara sempurna
antara lain seperti yang terjadi pada persalinan preterm.
Prognosis dan Penatalaksanaan
Angka kematian perinatal meningkat sebagai konsekuensi dari :
o persalinan preterm,
o prolapsus talipusat dan
o prosedur obstetrik yang traumatik.
Pada sebagian besar kasus, penatalaksanaan kasus adalah ekspektatif oleh karena
jarang mengganggu jalannya persalinan dan umumnya tangan janin secara reflektoar
akan ditarik sehingga tidak lagi mengganggu jalannya persalinan.
Tindakan yang bisa dikerjakan adalah dengan mereposisi tangan dan menurunkan
kepala kedalam jalan lahir secara bersamaan.
POSISIO OKSIPITALIS POSTERIOR
Satu bentuk kelainan putar paksi dalam ( internal rotation ) pada proses persalinan. Pada 10%
kehamilan, kepala masuk PAP dengan oksiput berada pada segmen posterior panggul.
Sebagian besar keadaan ini terjadi pada arsitektur panggul yang normal, namun sebagian
kecil terjadi pada bentuk android. Diagnosa ditegakkan melalui palpasi abdomen dimana
punggung janin teraba disatu sisi pinggang ibu dan dilokasi tersebut DJJ terdengar paling
keras. Pada persalinan aktif, pemeriksaan VT dapat memberi informasi yang lebih banyak
dengan terabanya occiput dan ubun-ubun besar .
22
Posisio Occipitalis Posterior
Pemeriksaan Vaginal : ubun ubun kecil kiri belakang
Selama persalinan berlangsung, kepala janin memperoleh tekanan kearah pelvis sehingga
terjadi fleksi kepala. Setelah dilatasi lengkap, proses persalinan selanjutnya dapat terjadi
melalui satu dari 3 kemungkinan dibawah :
Kemungkinan arah Putar Paksi Dalam ( PPD) pada posisio oksipitalis posterior
1. 65% kasus, kepala melakukan PPD sejauh 1350 sehingga occiput berada dibelakang
simfisis (rotasi panjang) → persalinan spontan pervaginam normal.
2. 20% kasus, kepala tidak dapat melakukan PPD secara lengkap sehingga ubun-ubun
kecil berada dikiri atau dikanan (deep tranverse arrest).
3. 15% kasus, terjadi PPD 450 kearah posterior (rotasi pendek) → positio occipitalis
posterior persisten.
23
Kepala melakukan PPD sejauh 1350 sehingga occiput berada dibelakang simfisis (rotasi
panjang) → persalinan spontan pervaginam normal.
15% kasus, terjadi PPD 450 kearah posterior (rotasi pendek) → positio occipitalis posterior
persisten.
24
Persalinan pervaginam dapat terjadi melalui berbagai kemungkinan :
1. Persalinan spontan.
2. Ekstraksi cunam dengan occiput posterior.
3. Rotasi manual menjadikan occiput anterior dan diikuti dengan persalinan spontan atau
dengan ekstraksi cunam.
4. Rotasi dengan cunam kearah occiput anterior dan kemudian dilahirkan.
Prognosis
Komplikasi persalinan yang lebih tinggi pada POPP dibandingkan pada POA. Hanya 40%
kasus POPP yang dapat mengalami persalinan spontan pervaginam. 12% kasus POPP
berakhir dengan SC atas indikasi distosia.
Posisi Oksipitalis Tranversal Persisten
(deep tranverse arrest – letak malang melintang rendah)
Pada arsitektur panggul normal, posisi occiput tranversal umumnya bersifat sementara
(penempatan) sebelum berakhir sebagai posisi occiput anterior atau posterior. Bila kontraksi
uterus cukup kuat, dapat terjadi PPD keanterior dan persalinan dapat berlangsung secara
normal atau dengan bantuan ekstraksi cunam outlet. Bila kontraksi uterus tidak kuat atau
terdapat kelainan bentuk panggul, persalinan pervaginam mungkin berlangsung dengan
didahului oleh tindakan rotasi manual kepala dan dilanjutkan dengan persalinan ekstraksi
cunam dengan occiput di anterior atau di posterior.
25
Etiologi posisi occipitalis tranversal tidak selalu sederhana. Panggul jenis platipeloid atau
android tidak memiliki cukup ruangan untuk terjadinya rotasi kepala. Pada panggul android,
engagemen tidak terjadi sehingga kulit kepala sering terlihat didepan introitus vagina sebagai
akibat adanya molase dan pembentukan caput yang berlebihan. Dalam keadaan ini tindakan
persalinan dengan cunam harus dilakukan secara hati-hati dan tidak dipaksakan.
DISTOSIA AKIBAT HIDROSEPALUS
Hidrosepalus : penumpukan cairan cerebro spinal yang berlebihan menyebabkan pembesaran
kepala janin.
Seringkali disertai dengan kelainan lain terutama NTD’s. BPD normal pada kehamilan aterm
berkisar antara 32 – 38 cm ; pada hidrosepalus dapat melebihi 50 cm dan bahkan ada yang
mencapai 80 cm. Volume CSF umumnya mencapai 500 – 1500 ml dan bahkan dapat
mencapai 5 liter. Pada 1/3 kasus disertai dengan presentasi sungsang. Diagnosa dengan
ultrasonografi lebih mudah dilakukan yaitu dengan mengukur diameter ventrikel lateral dan
ketebalan cortex cerebri serta membandingkan ukuran kepala dengan ukuran thorax dan
abdomen.
DISTOSIA AKIBAT PEMBESARAN ABDOMEN
26
Pembesaran abdomen janin dapat menyebabkan distosia. Pembesaran abdomen janin dapat
terjadi oleh karena :
Vesika urinaria yang penuh.
Pembesaran ginjal atau hepar.
Asites
Diagnosa pembesaran abdomen janin jarang ditegakkan sampai terjadinya distosia. Bila
diagnosa dapat ditegakkan sebelum persalinan, keputusan melakukan SC harus
dipertimbangkan. Prognosa pada umumnya sangat buruk. Pada 97% kasus, persalinan terjadi
pada presentasi kepala ; 3% pada presentasi sungsang ; 0.5% pada letak lintang.
Abdominal dystocia pada kehamilan 28 minggu akibat pembesaran vesica urinaria
Persalinan dapat berlangsung pervaginam setelah dilakukan pungsi VU setinggi umbilkus.
Penampang menunjukkan bagian dalam VU dan tekanan pada organ abdomen dan rongga
thorax
27
2. Jawablah kasus dibawah ini:
A. KASUS I
Ny A, 25 tahun G1 hamil aterm janin presentasi kepala tunggal hidup dirujuk bidan dengan keterangan partus tidak maju pembukaan 4 cm. Sudah diobservasi di rumah bidan selama 4 jam tidak ada kemajuan. Pasien ANC di bidan, tidak ada kelainan.Pada pemeriksaan fisik : tanda vital normalPemeriksaan obsetetri : tinggi fundus uteri 31 cm his 1-2 x/10’/20’’ DJJ (detak jantung janin) 148 x/menit. Pelvimetri : panggul normal. Vagina Toucher : porsio tipis, pembukaan 4 cm, selaput ketuban (+), kepala H I – II
1. Apakah diagnosis pasien tersebut?
Pasien didiagnosa mengalami inersia uteri. Karena hisnya bersifat lebih lemah, lebih singkat, dan lebih jarang dibandingkan dengan his yang normal
2. Bagaimana tatalaksananya?
Periksa keadaan servik, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah janin dan keadaan panggul kemudian buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan, misalnya pada letak kepala :a. berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500cc dektrosa 5% dimulai dengan 12 tetes
permenit, dinaikan setiap 10-15 menit sampai 40-50 tetes permenit. Maksud dari pemberian oksitosin adalah supaya servik dapat membuka .
b. Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak memperkuat his setelah pemberian beberapa lama, hentikan dulu dan ibu dianjurkan beristirahat. Pada malam hari berikan obat penenang misalnya valium 10 mg dan esoknya dapat diulang lagi pemberian oksitosin drips.
c. Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
d. Bila semua his kuat tetapi kemudianterjadi inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi, tidak ada ginanya memberikan oksitosin drips, sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetric lainnya (ekstraksi vakum atau forsep, atau seksio sesarea.
28
B. KASUS II
Ny B, 30 th G5 P4 hamil 38 minggu dirujuk bidan dengan membawa hasil USG yang menyatakan janin sungsang. Pasien sudah mulai merasa mules sejak 1 jam yang lalu. Riwayat persalinan ; semuannya lahir spontan pervaginam. Pasien pernah melahirkan bayi 3500 gram.Pada pemeriksaan fisik : tanda vital normalPemeriksaan obstetri : tinggi fundus uteri 30 cm, presentasi bokong, his 3x/10’/45’’ DJJ 140x/menit. Vagina Tourcher : porsio lunak aksial pembukaan 4 cm, selaput ketuban (+), bokong H II.
1. Apakah diagnosis pasien tersebut?
DIAGNOSA IBU :G5 P4 A0 dengan usia kehamilan sekitar 38 minggu, keadaan ibu baik
DIAGNOSA JANIN : Tunggal, janin hidup, presentasi bokong H II, intra uterina, in partu kala I, detak jantung 140 x/menit, normal.
2. Bagaimana tatalaksananya?
Berdasarkan kasus diatas tatalaksana untuk pasien dilakukan Bedah Caesar (SC) dikarenakan presentasi bokong, dan pasien pernah melahirkan bayi dengan berat 3500 gram.
29
DAFTAR PUSTAKA
Rustam Mochtar.Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor: Delfi Lutan, EGC, Jakarta.
Cunningham FG et al : Dystocia-Abnormal Labor , Williams Obstetrics 22nd ed McGraw Hill,
2005
Llewelyn-Jones : Obstetrics and Gynecology 7th ed. Mosby, 1999
30