1
IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN PENDIDIKAN DI RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL ANAK
“GRATAMA” DALAM UPAYA PENANGANAN ANAK JALANAN
DI KOTA SEMARANG
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Oleh
Ani Zuliyani
NIM 3401407074
Jurusan Hukum Dan Kewarganegaraan
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang
2011
2
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
skripsi Fakultas Ilmu Sosial Unnes pada
Hari : Selasa
Tanggal : 26 Juli 2011
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Maman Rachman, M. Sc Drs. Tijan, M. Si NIP.194806091976031001 NIP.1962112019870211001
Mengetahui, Ketua Jurusan HKn
Drs. Slamet Sumarto, M. Pd NIP. 19610127 198601 1 001
ii
3
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang panitia ujian skripsi Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Semarang pada
Hari : Jum’at
Tanggal : 5 Agustus 2011
Penguji Utama
Drs. Setiajid, M. Si. NIP. 19600623 198901 1 001
Penguji I Penguji II
Prof. Dr. Maman Rachman, M. Sc Drs. Tijan, M. Si NIP.194806091976031001 NIP.1962112019870211001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Drs. Subagyo, M.Pd NIP 195108081980031003
iii
4
PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 26 Juli 2011
Ani Zuliyani NIM. 3401407074
iv
5
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
1. Kegagalan hanya situasi tak terduga yang menuntut transformasi dalam makna
positif (Eugenio Barba).
2. Tidak ada jaminan kesuksesan, namun tidak mencobanya adalah jaminan
kegagalan (Bill Clinton).
3. Untuk membahagiakan seseorang isilah tangannya dengan kerja, cintanya
dengan kasih sayang, pikirannya dengan tujuan, ingatannya dengan ilmu yang
bermanfaat, masa depannya dengan harapan, dan perutnya dengan makanan.
(Frederick E. Crane ).
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Bapak dan ibu tercinta yang tidak pernah berhenti
mendukungku, mendoakanku, dan memberikan
semangat di setiap saat.
2. Adikku tercinta, yang selalu memberikan
dukungan dan semangat.
3. Seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan yang
terbaik untukku.
v
6
PRAKATA
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul ”Implementasi
Program Bantuan Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama
Semarang dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang” dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa tersusunnya skripsi ini
bukan hanya atas kemampuan dan usaha penulis sendiri, namun juga berkat
bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan yang sebesar-
besarnya terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmojo, M.Si Rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Drs. Subagyo, M.Pd Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Semarang.
3. Drs. Slamet Sumarto, M.Pd Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan,
Universitas Negeri Semarang.
4. Prof. Dr. Maman Rachman, M.Sc dosen pembimbing I yang senantiasa
memberi semangat dan membantu dalam terselesainya penyusunan skripsi ini.
5. Drs. Tijan, M.Si dosen pembimbing II yang dengan sabar mengarahkan dan
meluangkan waktunya untuk membimbing kami dalam penyusunan skripsi
ini.
6. Dwi Priyanto, pimpinan RPSA Gratama Semarang yang telah banyak
membantu dalam memberikan data untuk penyusunan skripsi ini.
vi
7
7. Bapak dan Ibu Dosen Prodi PPKn Fakultas Ilmu Sosial Unnes yang telah
memberi bekal pengetahuan kepada penulis.
8. Ali Anwar dan Wahyuni, bapak dan ibu tercinta yang telah memberikan
semangat dan dorongan spiritual dan material kepada penulis.
9. Teman–teman Civic Education angkatan 2007 Unnes.
10. Teman-teman Kos Emeral yang telah memberikan semangat dan dukungan
dalam penulisan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabatku dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apapun.
Semarang, 26 Juli 2011 Penyusun
vii
8
SARI
Zuliyani, Ani. 2011. Implementasi Program Bantuan Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak “Gratama” Semarang dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang. Skripsi. Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Prof. Dr. Maman Rachman, M.Sc. Pembimbing II Drs. Tijan, M. Si. 101 hlm. Kata kunci: Implementasi, Program Bantuan Pendidikan, RPSA, Anak Jalanan.
Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang bahwa salah satu hak anak adalah mendapatkan pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi dan kecerdasan anak sesuai dengan bakat dan minatnya. Secara normatif, Negara Republik Indonesia menjamin kesejahteraan anak, termasuk hak anak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak. Namun, pada kenyataannya menunjukkan bahwa masih tingginya angka putus sekolah di Indonesia termasuk yang dialami oleh anak jalanan.
Fenomena yang terjadi di Kota Semarang adalah semakin meningkatnya jumlah anak jalanan. Ironisnya, keberadaan anak jalanan ini sering kali diabaikan dan tidak dianggap ada oleh sebagian masyarakat. Selama ini, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani masalah anak jalanan belum terlihat maksimal. RPSA Gratama adalah salah satu rumah singgah yang menaruh perhatian terhadap nasib anak-anak jalanan di Kota Semarang. Salah satu program yang dijalankan adalah program bantuan pendidikan. Akan tetapi selama ini masih banyak hambatan yang dialami RPSA Gratama dalam mengimplementasikan program ini. Untuk itu, penelitian ini mencoba untuk mengetahui bagaimana implementasi program bantuan pendidikan di RPSA “Gratama” dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode interaksi dengan tahap-tahap mengumpulkan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Responden dalam penelitian ini adalah anak jalanan, pekerja sosial, pengelola RPSA Gratama, ketua pengelola RPSA Gratama, dan pemerintah Kota Semarang (Dinsospora Kota Semarang). Berdasarkan hasil penelitian, program bantuan pendidikan yang dilaksanakan cukup berhasil dalam mencapai tujuannya yaitu agar anak tidak lagi beraktivitas di jalan, anak kembali ke bangku sekolah bagi yang masih usia sekolah, anak dapat memiliki penghasilan yang layak dengan keterampilan yang dimiliki, anak mampu mengendalikan diri terhadap godaan-godaan untuk kembali ke jalanan, dan program ini juga cukup membantu anak mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan. Sebagai saran yang dapat disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait dalam implementasi program bantuan pendidikan ini yaitu (1) kepada RPSA Gratama, seharusnya menggalakkan dana dari pihak-pihak yang berkompeten dan yang terlibat agar mereka dapat mengalokasikan dana untuk pendidikan anak
viii
9
jalanan yang dibina; meningkatkan komunikasi dengan masyarakat secara umum tentang keberadaan RPSA, peranan, dan program-program yang dijalankan agar masyarakat lebih mengenal RPSA; serta tingkatkan koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dengan program bantuan pendidikan yang dijalankan RPSA Gratama sehingga kedepannya implementasi program mencapai hasil yang lebih maksimal, (2) kepada yayasan, perlu merintis usaha sendiri misalnya usaha “kucingan”, konter pulsa, atau usaha tambal ban agar kedepannya tidak selalu menggantungkan dana dari pemerintah dan anak-anak pasca bina bisa bekerja disana, (3) kepada pemerintah, semoga kedepannya dialokasikan dana pendidikan khusus untuk anak jalanan. Karena selama ini program-program yang dijalankan hanyalah program pelatihan keterampilan dan bantuan untuk orang tua anak jalanan. Padahal, pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi anak. Ini dimaksudkan agar dapat mendukung program-program penanganan anak jalanan sehingga bisa berjalan dengan baik.
ix
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………… ii
PENGESAHAN ......................................................................................... iii
PERNYATAAN ....................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................. v
PRAKATA ............................................................................................... vi
SARI ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................ x
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 10
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 11
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 12
E. Batasan Istilah........................................................................... 12
BAB II LANDASAN TEORETIS
A. Implementasi Kebijakan Publik ............................................. 14
B. Teori Implementasi Kebijakan .............................................. 15
C. Konsep Pendidikan ............................................................... 23
x
11
D. Pengertian RPSA ................................................................... 26
E. Anak Jalanan.............................................................................. 27
F. Kerangka Berfikir...................................................................... 33
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ........................................................... 34
B. Lokasi Penelitian .................................................................. 35
C. Fokus Penelitian ................................................................... 35
D. Sumber Data Penelitian ......................................................... 36
E. Metode Pengumpulan Data ................................................... 37
F. Validitas Data ....................................................................... 38
G. Metode Analisis Data………………………………………… 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ..................................................................... 41
B. Pembahasan ......................................................................... 77
BAB V PENUTUP
A. Simpulan .............................................................................. 97
B. Saran .................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
12
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Anak Jalanan di Kota Semarang……………………………. 4
Tabel 2 Data Anak Jalanan di Kantong Binaan RPSA Gratama…………….. 5
Tabel 3 Masalah yang Dihadapi Anak Jalanan………………………………. 7
Tabel 4 Idenditas Pemerintah Kota Semarang.................................................. 47
Tabel 5 Daftar Pengelola RPSA Gratama Semarang………………………… 47
Tabel 6 Data Anak Jalanan Informan Penelitian…………………………….. 48
Tabel 7 Lokasi dan Aktifitas Anak Jalanan Kota Semarang………………… 48
Tabel 8 Data Orang Tua Anak Jalanan Kota Semarang……………………... 49
xii
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Faktor Penentu Implementasi Kebijakan Menurut George Edwards III..................................................................................................16
xiii
14
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 : Instrumen Penelitian
2. Lampiran 2 : Identitas Responden
3. Lampiran 3 : Foto Hasil Penelitian Implementasi Program di RPSA Gratama
Semarang
4. Lampiran 4 : Kartu Bimbingan Skripsi
5. Lampiran 5 : Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Universitas Negeri
Semarang/Kesbangpol dan Linmas Kota Semarang untuk
Kepala Dinsospora Kota Semarang
6. Lampiran 6 : Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Unnes/Kesbangpol dan
Linmas Kota Semarang untuk Pimpinan RPSA Gratama
7. Lampiran 7 : Daftar Anak Jalanan Binaan RPSA Gratama yang Masih
Sekolah Tahun 2011
8. Lampiran 8 : Transkip Wawancara Penelitian Implementasi Program
Bantuan Pendidikan di RPSA Gratama
9. Lampiran 9 : Surat Keterangan Penelitian dari Dinsospora Kota Semarang
10. Lampiran 10 : Surat Keterangan Penelitian dari RPSA Gratama Semarang.
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap
warga negaranya, termasuk menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan
kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali,
atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak (pasal 23
Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002).
Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis, dan mempunyai ciri dan sifat khusus
yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.
Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu
mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara
optimal, baik fisik, mental, maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan
upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan
memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan
tanpa diskriminasi.
Salah satu hak anak menurut pasal 9 UUPA No. 23 tahun 2002 adalah
memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya
dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Namun,
keterpurukan ekonomi yang dialami oleh beberapa orang tua dan keluarga di
negara kita menyebabkan beberapa orang tua dan keluarga tidak mampu
2
memenuhi hak anak. Akibatnya, banyak anak yang terpaksa meninggalkan
bangku sekolah atau drop out.
Menurut Ketua Yayasan Lembaga GNOTA, Jeannette Sudjunadi (Puji,
2010), berdasarkan data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) Pusat tahun 2009, di Indonesia terdapat sedikitnya 13.685.324 anak
sekolah usia 7 hingga 15 tahun yang putus sekolah. Sebanyak 419.940 (32 persen)
diantaranya berada di Provinsi Jawa Tengah. Program-program bantuan yang
dapat diakses dari jumlah angka putus sekolah ini agar anak tersebut tidak putus
sekolah masih sangat minim. http://www.republika.co.id (3 februari 2011).
Data di atas menunjukkan bahwa tingginya angka putus sekolah di
Indonesia, dan 32 persen angka putus sekolah berada di Provinsi Jawa Tengah
yang beribu kota di Kota Semarang. Hal ini disebabkan karena masih banyak
keluarga dan orang tua yang belum mampu memenuhi hak anak untuk
memperoleh pendidikan dan pengajaran.
Kota Semarang adalah salah satu kota besar di Indonesia, Ibu Kota
Provinsi Jawa Tengah, pusat segala aktivitas ekonomi, sosial dan budaya. Seperti
halnya kota-kota lain yang sedang berkembang di seluruh dunia, Kota Semarang
mengalami perkembangan pesat sama halnya dengan kota-kota besar lainnya di
Indonesia. Kantor-kantor, pusat perbelanjaan, sarana perhubungan, pabrik, sarana
hiburan, dan sebagainya memadati seluruh bagian Kota Semarang. Hal inilah
yang menjadi salah satu faktor semakin banyaknya urban yang ingin mengadu
nasib di Kota Semarang. Bagi sebagian orang yang mempunyai bekal ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang cukup tentu akan mampu bertahan di kota ini,
3
tetapi tidak demikian bagi sebagian orang yang kurang beruntung. Sulitnya
mencari pekerjaan kadang kala memaksa mereka untuk mencari nafkah dengan
jalan mengemis atau mengamen. Pada akhirnya mereka menjadi gelandangan.
Fenomena ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, akan tetapi juga terjadi
pada anak-anak. Hampir di seluruh jalanan besar Kota Semarang, sering kita
jumpai anak-anak usia sekolah meminta-minta, mengamen, mengelap mobil,
menyemir sepatu, berjualan koran, dan sebagainya. Anak-anak inilah yang disebut
anak jalanan.
Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk
mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat umum lainnya. Definisi
tersebut kemudian berkembang, bahwa anak jalanan adalah anak yang
menghabiskan waktunya di jalanan, baik untuk bekerja maupun tidak, yang terdiri
dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarganya, dan anak-anak
yang mandiri sejak kecil karena kehilangan orang tua atau keluarga. Fenomena
anak jalanan ini merupakan fenomena nyata dalam kehidupan. Sering kali
keberadaan mereka diabaikan dan tidak dianggap ada oleh sebagian besar
masyarakat, terutama masyarakat awam.
Fenomena yang terjadi di Kota Semarang adalah semakin meningkatnya
jumlah anak jalanan. Jumlah anak jalanan di Semarang sendiri, dari tahun ke
tahun semakin meningkat.
Rekapitulasi bagian sosial Kota Semarang tahun 2003 (Wijayanti, 2010:7)
ada sekitar 357 anak jalanan, yang terdiri dari 299 anak jalanan laki-laki dan 58
4
anak jalanan perempuan yang tersebar dalam 16 kecamatan di Kota Semarang,
sedangkan gelandangan (21 tahun keatas) berjumlah 218 orang (2003).
Tabel 1. Jumlah Anak Jalanan di Kota Semarang
No Jenis Kelamin Jumlah Anak Jalanan
Tahun 2003
Tahun 2009
Tahun 2010
1 Laki-laki 299* 529 537 2 Perempuan 58* 257 269
Jumlah 357* 786 806 Sumber: Bagian PMKS Dinsospora Kota Semarang * Sumber: Skripsi Pratiwi Wijayanti, 2010
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa jumlah anak jalanan mengalami
perkembangan yang pesat. Diperkirakan jumlah anak jalanan pada tahun 2011
juga akan mengalami peningkatan. Menurut rekapitulasi bagian PMKS tahun
2010, ada sekitar 181 anak yang rentan menjadi anak jalanan, terdiri dari 88 anak
jalanan perempuan dan 93 anak jalanan laki-laki.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah hingga kini masih mengabaikan
penanganan anak jalanan. Anak jalanan yang berkeliaran di sepanjang ruas jalan
pertokoan di Semarang semakin banyak. Berbagai upaya pemerintah dalam
menangani masalah anak jalanan belum terlihat maksimal, terbukti dengan
semakin banyaknya jumlah anak jalanan yang terlihat di kota ini (Kompas, 14 Mei
2009).
5
Tabel 2. Data Anak jalanan di Kantong Binaan RPSA Gratama
No Lokasi Jumlah Anjal Awal Tahun
2008
Jumlah Anjal Awal Tahun
2009
Jumlah Anjal Awal Tahun
2010
1 ADA Srondol 11 9 7 2 Kaliwiru 8 8 4 3 Depan Metro 20 25 15 4 Kaligarang 14 16 20 5 Jl. Pahlawan, Johar 25 37 35 6 Bangkong 25 19 21 7 Jatingaleh - - 2 8 Akpol 4 2 - 9 Sompok 6 8 4 10 Citarum 13 18 22 11 Jl. Kartini 16 22 25 12 Jl. Gajah 11 15 20
Jumlah 142 179 175 Sumber:RPSA Gratama
Tabel di atas merupakan pendataan anak jalanan oleh RPSA Gratama.
Pendataan ini tidak mencakup seluruh anak jalanan yang ada di Semarang namun
hanya meliputi daerah kerja RPSA (Rumah Perlindungan Sosial Anak) Gratama
Semarang seperti daerah Jatingaleh, Citarum, Ada Srondol, Kaligarang,
Bangkong, dan lain-lain.
Anak-anak jalanan di Semarang berasal dari berbagai daerah di Jawa
Tengah. Menurut Ketua PAJS (Persatuan Anak Jalanan Semarang) Winarto, anak-
anak jalanan banyak berasal dari Kota Semarang, yaitu sebesar 60 persen, dari
daerah lain di luar Kota Semarang diperkirakan sebesar 40 persen, antara lain
berasal dari Purwodadi atau Demak. Pekerjaan yang dilakukan anak jalanan
bermacam-macam. Berdasarkan data penelitian PAJS, anak jalanan yang bekerja
sebagai pengamen sekitar 41,1 persen, tukang semir 22,2 persen, penjual koran
15,6 persen, ciblek 7,8 persen, dan sisanya bekerja apa saja, termasuk menjadi
6
mayeng (pemungut barang sampah). Anak jalanan tersebut menyebar di berbagai
titik Kota Semarang, di antaranya kawasan Tugu Muda, Simpang Lima, Pasar
Johar, Bundaran Kalibanteng, Perempatan Metro, Pasar Karangayu, dan Swalayan
ADA Banyumanik (Jawa Pos, 21 Juli 2008).
Menjadi anak jalanan tentunya bukanlah sebuah pilihan hidup, namun
menjadi anak jalanan adalah suatu keterpaksaan yang harus mereka terima karena
adanya sebab-sebab tertentu. Bagi sebagian anak, hidup di jalanan mempunyai
dampak yang positif misalnya anak menjadi tahan bekerja keras karena sudah
terbiasa dengan panas dan hujan. Disamping itu, anak menjadi mandiri.
Berdasarkan pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, menyebutkan
bahwa ”setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Pasal ini
menunjukkan bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara, tanpa
memandang status, agama, ras, suku, maupun etnis. Baik itu dewasa maupun
anak-anak tanpa terkecuali anak jalanan. Namun, dalam kenyataannya banyak
sekali anak-anak usia sekolah termasuk anak jalanan yang tidak mendapatkan
haknya untuk memperoleh pendidikan. Justru bagi anak jalanan, setiap hari
mereka harus menyusuri jalan-jalan besar mencari nafkah untuk kelangsungan
hidupnya.
7
Tabel 3. Masalah yang Dihadapi Anak jalanan
Aspek Permasalahan yang Dihadapi
Pendidikan Sebagian besar putus sekolah karena waktunya habis di jalan
Intimidasi Menjadi sasaran tindak kekerasan anak jalanan yang lebih dewasa, kelompok lain, petugas, dan razia
Penyalahgunaan Obat dan Zat Adiktif
Ngelem, minuman keras, pil KB, dan sejenisnya
Kesehatan Rentang penyakit kulit, PMS, gonorhoe, dan paru-paru
Tempat Tinggal Umumnya di sembarang tempat, di gubuk-gubuk, atau di pemukiman kumuh
Risiko Kerja Tertabrak, pengaruh sampah Hubungan dengan Keluarga Umumnya renggang, dan bahkan sama sekali
tidak berhubungan Makanan Seadanya, kadang mengais dari tempat sampah,
kadang beli. Sumber: Bagong Suyanto, 2003.
Tabel di atas menunjukkan masalah-masalah yang dihadapi oleh anak
jalanan pada umumnya. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa masalah
pendidikan menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh anak jalanan. Hal ini
dikarenakan banyak anak jalanan yang waktunya habis di jalan sehingga sebagian
besar putus sekolah.
Melihat fenomena tersebut, pemerintah dan LSM mendirikan tempat-
tempat penampungan bagi anak-anak jalanan dan anak-anak terlantar, misalnya
Panti Asuhan dan Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA).
Sebenarnya program rumah singgah atau sekarang lebih dikenal dengan
sebutan RPSA ini sudah dimulai sejak tahun 1998. Pemerintah bersama dengan
seluruh stakeholders melaksanakan berbagai upaya implementasi dan realisasi
program RPSA untuk mencapai tujuan. Salah satu yayasan yang dilibatkan adalah
8
Yayasan Gradhika yang difungsikan sebagai implementor program RPSA melalui
RPSA Gratama.
RPSA (Rumah Perlindungan Sosial Anak) Gratama adalah salah satu
rumah singgah bagi anak-anak jalanan di Kota Semarang. RPSA Gratama ini
bekerja di bawah naungan Yayasan Gradhika. RPSA Gratama ini terletak di jalan
Stonen Utara I No. 34 Semarang. Organisasi kemasyarakatan ini sangat peduli dan
menaruh perhatian terhadap nasib anak terlantar atau anak jalanan di Kota
Semarang.
Sebenarnya sampai saat ini masih ada empat RPSA yang masih aktif di
Kota Semarang yaitu RPSA Gratama, YKKS, RPSA Pelangi, dan RPSA Anak
Bangsa. Namun, dari keempat RPSA ini RPSA Gratama dipilih sebagai lokasi
penelitian karena program-program yang dijalankan RPSA Gratama paling
lengkap yaitu program bantuan pendidikan, bantuan keterampilan, dan program
bantuan modal orang tua anak jalanan.
RPSA Gratama berdiri pada tahun 1998 dan mulai aktif pada tahun 1999.
Sejak saat itu sampai sekarang ribuan anak jalanan dibina dan dididik di RPSA
Gratama ini. Ada tiga program yang dijalankan oleh RPSA Gratama dalam upaya
penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Program yang dimaksud yaitu
program bantuan pendidikan, program bantuan keterampilan, dan program
bantuan modal orang tua anak jalanan.
Program RPSA di Kota Semarang termasuk RPSA Gratama, bertujuan
untuk memberdayakan dan membina anak jalanan sebagai kelompok sasaran agar
9
anak jalanan dapat mengatasi masalahnya dan menemukan alternatif untuk
pemenuhan kebutuhan hidupnya sehingga mereka tidak perlu turun ke jalan lagi.
Salah satu program bantuan pendidikan oleh RPSA Gratama adalah
program beasiswa. Melalui program ini, anak-anak jalanan diberi beasiswa agar
bisa kembali ke bangku sekolah. Bantuan yang diberikan berupa uang sekolah,
peralatan sekolah, dan perlengkapan sekolah. Program inilah yang paling
membantu anak jalanan agar haknya untuk mendapatkan pendidikan dan
pengajaran yang bermutu terpenuhi.
Akan tetapi, pelaksanaan program ini masih belum optimal. Banyak sekali
hambatan yang dialami rumah singgah dalam mengimplementasikan program.
Suyanto (2010:199) menyatakan bahwa selama ini penanganan masalah anak
jalanan masih dilakukan secara temporer, segmenter, dan terpisah sehingga
hasilnya pun menjadi kurang maksimal. Hal ini ditunjang juga dengan watak anak
jalanan yang cenderung lebih bangga dengan penghasilan yeng mereka peroleh di
jalanan sehingga masih banyak anak jalanan yang lebih memilih kembali ke
jalanan dari pada ke bangku sekolah.
Kenyataan di atas menarik untuk diadakan penelitian berkenaan dengan
implementasi dari program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang
dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk memilih judul
“Implementasi Program Bantuan Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak
Gratama Semarang dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang”.
10
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan utama yang
akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi program bantuan
pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di
Kota Semarang?
Sedangkan pertanyaan penelitiannya adalah:
1. bagaimanakah tahapan pelaksanaan penanganan anak jalanan?
2. apa saja macam-macam program bantuan pendidikan di RPSA Gratama
Semarang?
3. berapakah besarnya bantuan pendidikan yang diberikan RPSA Gratama
kepada anak jalanan?
4. bagaimanakah pemanfaatan bantuan pendidikan yang diberikan RPSA
Gratama oleh anak jalanan penerima bantuan?
5. bagaimanakah kontrol atau pengawasan terhadap implementasi program
bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang?
6. bagaimanakah dampak dari pemberian bantuan pendidikan terhadap anak
jalanan?
7. faktor apa yang menjadi hambatan dalam mengimplementasikan program
bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan
anak jalanan di Kota Semarang?
8. bagaimanakah tingkat keberhasilan implementasi program bantuan pendidikan
di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota
Semarang?
11
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama
Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang.
Sedangkan sub tujuannya adalah:
1. untuk mengetahui tahapan pelaksanaan penanganan anak jalanan;
2. untuk mengetahui macam-macam program bantuan pendidikan di RPSA
Gratama Semarang;
3. untuk mengetahui besarnya bantuan pendidikan yang diberikan RPSA
Gratama terhadap anak jalanan;
4. untuk mengetahui pemanfaatan bantuan pendidikan yang diberikan RPSA
Gratama oleh anak jalanan penerima bantuan;
5. untuk mengetahui kontrol atau pengawasan terhadap implementasi program
bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang;
6. untuk mengetahui dampak dari pemberian bantuan pendidikan terhadap anak
jalanan;
7. untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam
mengimplementasikan program bantuan pendidikan di RPSA Gratama
Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang;
8. untuk mengetahui tingkat keberhasilan implementasi program bantuan
pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak
jalanan di Kota Semarang.
12
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoretis
Melalui penelitian ini peneliti berharap hasilnya dapat dijadikan kontribusi
positif yaitu untuk menambah wawasan keilmuan bagi mahasiswa dan pemerhati
masalah anak jalanan khususnya tentang implementasi program bantuan
pendidikan di RPSA Gratama Semarang.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pimpinan dan
pengurus RPSA Gratama sebagai bahan pertimbangan untuk penyempurnaan
program pelayanan sosial anak-anak jalanan di masa yang akan datang. Selain itu
dapat memberikan masukan bagi pemerintah agar lebih memperhatikan
keberadaan anak jalanan khususnya dalam bidang pendidikan.
1.4 Batasan Istilah
1.4.1 Program Bantuan Pendidikan
Program bantuan pendidikan adalah salah satu program yang dijalankan
RPSA Gratama dalam upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang.
Program bantuan pendidikan ini berupa uang sekolah, peralatan sekolah, dan
perlengkapan sekolah untuk sekolah formal. Selain itu juga ada program pelatihan
keterampilan dan program bantuan orang tua anak jalanan.
1.4.2 RPSA Gratama
RPSA yang dulunya lebih dikenal dengan sebutan rumah singgah adalah
suatu wahana yang disiapkan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak
yang akan membantu anak jalanan. RPSA yang dijadikan sebagai lokasi dalam
penelitian ini adalah RPSA Gratama. Sebenarnya ada empat RPSA yang masih
13
aktif di Kota Semarang yaitu RPSA Gratama, YKKS, RPSA Pelangi, dan RPSA
Anak Bangsa. Namun, dari keempat RPSA ini RPSA Gratama dipilih sebagai
lokasi penelitian karena program-program yang dijalankan RPSA Gratama paling
lengkap yaitu program bantuan pendidikan, bantuan keterampilan, dan program
bantuan modal orang tua anak jalanan.
1.4.3 Penanganan Anak Jalanan
Penanganan merupakan serangkaian proses pekerjaan, cara, perbuatan
menangani, penggarapan, penyelesaian. Penanganan yang dimaksud adalah
penanganan anak jalanan yang dimulai dari pendekatan awal, pertolongan
pertama, assessment, rencana intervensi, pelaksanaan intervensi, evaluasi,
terminasi, dan reunifikasi.
1.4.4 Anak Jalanan
Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya di jalan
untuk mencari nafkah. Anak jalanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
anak jalanan yang pernah mendapatkan bantuan pendidikan dari RPSA Gratama,
baik anak jalanan tersebut pada saat ini masih sekolah maupun sudah bekerja
maksimal berusia 21 tahun.
14
BAB II
LANDASAN TEORETIS
2.1 Implementasi Kebijakan Publik
2.1.1 Konsep Implementasi
Kamus Webster, merumuskan secara pendek bahwa
mengimplementasikan berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu
sehingga menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Implementasi
kebijaksanaan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan
kebijaksanaan, biasanya dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden (Wahab, 2001:64).
Van Meter dan Van Horn (dalam Wahab, 2001:65) merumuskan proses Implementasi sebagai ”those actions by public or private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions” (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan).
Menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (dalam Wahab,
2001:65), fokus perhatian implementasi kebijaksanaan adalah memahami apa
yang terjadi setelah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan, yaitu
kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya
pedoman-pedoman kebijaksanaan. Berdasarkan pandangan yang dikemukakan
oleh kedua ahli ini, terlihat pula bahwa antara perumusan kebijaksanaan dan
implementasi kebijaksanaan tidak dianggap sebagai suatu hal yang terpisah,
sekalipun mungkin secara analitis, bisa saja dibedakan.
14
15
2.1.2 Teori Implementasi Kebijakan
2.1.2.1 Teori George C. Edwards III
Menurut pandangan Edwards (dalam Nawawi, 2009:136) implementasi
kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yang saling berhubungan satu sama
lain.
a. Komunikasi
Agar implementasi kebijakan berhasil, seorang implementor harus
mengetahui apa yang harus dilakukan secara jelas. Tujuan dan sasaran harus
diinformasikan kepada kelompok sasaran (target group). Apabila penyampaian
tujuan dan sasaran kebijakan kurang jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali
oleh kelompok sasaran, dimungkinkan akan terjadi penolakan dari kelompok
sasaran yang bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan adanya tiga hal, yaitu
penyaluran yang baik akan menghasilkan implementasi yang baik, adanya
kejelasan yang diterima oleh pelaksana kebijakan sehingga tidak membingungkan
dalam pelaksanaan kebijakan, dan adanya konsistensi yang diberikan dalam
pelaksanaan kebijakan. Jika yang dikomunikasikan berubah-ubah akan
membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan yang bersangkutan.
Komunikasi ini merupakan salah satu faktor yang penting dalam
mewujudkan tercapainya kebijakan secara efektif. Adanya proses komunikasi ini
akan memungkinkan setiap anggota komunikasi akan saling membantu
mengadakan interaksi dan saling mempengaruhi sehingga organisasi mampu
mencapai tujuan.
16
b. Sumberdaya
Sumberdaya merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan.
Sumberdaya yang dimaksud bisa mencakup sumberdaya manusia, material, dan
metoda. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen
saja tidak bisa diwujudkan dalam upaya pemberian pelayanan pada masyarakat
dan pemecahan masalahnya. Apabila implementor kekurangan sumberdaya
walaupun sasaran, tujuan, dan isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas
dan konsisten, implementasi tidak akan berjalan efektif dan efisien.
c. Disposisi
Disposisi merupakan sikap yang dimiliki oleh implementor kebijakan,
seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik, dan sifat demokratis.
Implementor yang baik harus memiliki disposisi yang baik sehingga kebijakan
dapat dijalankan sesuai dengan yang diinginkan dan ditetapkan pembuat
kebijakan.
d. Struktur Birokrasi
Organisasi menunjukkan secara umum kegiatan-kegiatan birokrasi dan
jarak dari puncak menunjukkan status relatifnya. Garis-garis antara berbagai
posisi dibingkai untuk menunjukkan interaksi formal yang ditetapkan.
Kebanyakan struktur birokrasi ini menunjukkan hubungan antara atasan dan
bawahan yang menggambarkan jenjang hierarki jabatan-jabatan manajerial yang
jelas sehingga terlihat ”siapa bertanggungjawab kepada siapa?”, pelembagaan
berbagai jenis kegiatan operasional sehingga terlihat ”siapa yang melakukan
apa?”, berbagai saluran komunikasi yang terdapat dalam organisasi sebagai
17
jawaban terhadap pertanyaan ”siapa yang berhubungan dengan siapa dan untuk
kepentingan apa?”, jaringan informasi yang dapat digunakan untuk berbagai
kepentingan, dan hubungan satuan kerja dengan berbagai satuan kerja yang lain.
Struktur organisasi dalam implementasi kebijakan mempunyai peran yang
penting. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan
pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan
kompleks yang akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
Gambar 1. Faktor Penentu Implementasi Menurut George C. Edwards III
Sumber: Ismail Nawawi (2009)
Komunikasi
Disposisi
Sumberdaya
Struktur Birokrasi
Implementasi
18
2.1.2.2 Teori Brian W. Hogwood dan Lewis A.Gunn
Model implementasi kebijakan oleh kedua ahli ini sering disebut dengan
”the top down approach”. Menurut Hogwood dan Gunn (dalam Wahab, 2001:71),
untuk dapat mengimplementasikan kebijaksanaan secara sempurna (perfect
implementation) maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu yaitu:
a. kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan
menimbulkan gangguan/kendala yang serius;
b. untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup
memadai;
c. perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia;
d. kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan
kausalitas yang handal;
e. hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubungnya;
f. hubungan ketergantungan harus kecil;
g. pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan;
h. tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat;
i. komunikasi dan koordinasi yang sempurna;
j. pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
2.1.2.3 Teori Van Meter dan Van Horn
Model yang dikembangkan oleh kedua ahli ini disebut sebagai ”A Model
of the policy implementation process” atau model proses implementasi
19
kebijaksanaan. Van meter dan Van Horn dalam teorinya ini beranjak dari suatu
argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan
dipengaruhi oleh sifat kebijaksanaan yang akan dilaksanakan (Wahab, 2001:78).
Menurut Van meter dan Van Horn (dalam Nawawi, 2009:139) ada enam
variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi yaitu sebagai berikut.
a. Standar dan Sasaran Kebijakan
Setiap kebijakan publik harus mempunyai standar dan sasaran kebijakan
yang jelas agar dapat mencapai tujuan. Apabila standar dan sasaran kebijakan
tidak jelas maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan
kesalahpahaman dan konflik diantara para agen implementasi.
b. Sumberdaya
Perlu adanya dukungan sumberdaya yang baik (manusia, material, dan
metode) dalam implementasi kebijakan. Diantara ketiga sumberdaya tersebut yang
paling penting adalah sumberdaya manusia, karena disamping sebagai subjek
implementasi juga termasuk objek kebijakan publik.
c. Komunikasi antar Organisasi dan Penguatan Aktivitas
Perlu adanya hubungan yang baik antar instansi yang terkait yaitu
dukungan komunikasi dan koordinasi dalam banyak program implementasi
kebijakan. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi
keberhasilan suatu program tersebut agar dapat direalisasikan dengan tujuan serta
sasarannya.
20
d. Karakteristik Agen Pelaksana
Agar implementasi mencapai keberhasilan maksimal harus
diidentifikasikan dan diketahui karakteristik agen pelaksana yang mencakup
struktur birokrasi, norma-norma, dan pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi
karena semua ini berpengaruh terhadap implementasi program.
e. Disposisi Implementor
Disposisi implementor ini dibedakan menjadi tiga hal, respon implementor
terhadap kebijakan (terkait kemauan implementor untuk melaksanakan kebijakan
publik), kondisi (pemahaman terhadap kebijakan yang telah ditetapkan), dan
intensitas disposisi implementor (preferensi nilai yang dimiliki).
f. Lingkungan Kondisi Sosial Ekonomi dan Politik
Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan, dukungan
kelompok-kelompok kepentingan, karakteristik para partisipan, sifat opini publik,
dan dukungan elit politik.
2.1.2.4 Teori daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier
Model yang dikembangkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier
disebut sebagai ”a frame work for implementation analysis” atau kerangka
analisis implementasi. Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari
analisis implementasi kebijaksanaan negara ialah mengidentifikasikan variabel-
variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan
proses implementasi (dalam Wahab, 2001:81).
Variabel-variabel yang dimaksud diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
variabel (Nawawi, 2009:146).
21
a. Karakteristik Masalah
1. Kesulitan permasalahan yang dihadapi. Dalam implementasi kebijakan
terdapat beberapa masalah yang secara teknis mudah dipecahkan tetapi
beberapa masalah lainnya sulit untuk diatasi, misal masalah kemiskinan,
pengangguran, dan sebagainya. Dari realitas tersebut, sifat permasalahan
itu sendiri akan mempengaruhi mudah tidaknya suatu program kebijakan
diimplementasikan.
2. Kemajemukan kelompok sasaran. Suatu program akan relatif mudah
diimplementasikan apabila kelompok sasarannya adalah bersifat homogen.
Sebaliknya, apabila kelompok sasaran kebijakan bervariasi maka
implementasi program kebijakan akan relatif sulit karena tingkat
pemahaman setiap anggota kelompok sasaran terhadap program relatif
berbeda.
3. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Sebuah program akan
mengalami kesulitan apabila cakupannya terlalu luas dan kompleks.
Sebaliknya, implementasi program akan mengalami kemudahan apabila
cakupannya tidak terlalu luas dan kompleks.
4. Lingkup dan cakupan perubahan perilaku kelompok sasaran. Dalam
mengimplementasikan sebuah program yang bertujuan memberikan
pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif mudah dari pada program
yang bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat.
22
b. Karakteristik Kebijakan
1. Kejelasan isi kebijakan. Suatu kebijakan yang isinya jelas dan terperinci
maka akan mudah diimplementasikan dikarenakan mudah dipahami dan
diterjemahkan dalam tindakan nyata oleh implementor kebijakan.
2. Dukungan teoretis. Suatu kebijakan yang berorientasi pada teoretis
memiliki sifat kemapanan lebih karena telah teruji.
3. Alokasi sumberdaya finansial. Sumberdaya ini merupakan faktor krusial
dalam setiap program sosial. Setiap program memerlukan dukungan
sumberdaya manusia untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat
administrasi dan teknis, serta memonitor dan mengevaluasi program yang
semua memerlukan pembiayaan dan metode yang memadai.
4. Keterikatan dan dukungan berbagai institusi. Program sering mengalami
kegagalan disebabkan kurangnya koordinasi antar instansi yang terlibat
dalam implementasi program kebijakan.
5. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana sebuah
kebijakan yang telah ditetapkan.
6. Adanya komitmen aparat dimana tinggi dan rendahnya komitmen aparat
menentukan tingkat tercapainya program kebijakan.
7. Akses kelompok-kelompok kepentingan suatu program kebijakan yang
memberikan peluang kelompok kepentingan yang ada pada masyarakat
untuk terlibat akan relatif mendapat dukungan dari program yang tidak
melibatkan masyarakat. Masyarakat akan merasa terasing apabila menjadi
penonton terhadap program kebijakan yang ada di daerahnya.
23
c. Lingkungan Kebijakan
1. Sosial ekonomi dan kemajuan teknologi masyarakat. Kemajuan
masyarakat membuka dan mempermudah penerimaan program-program
pembaruan dibanding masyarakat yang masih terbelakang. Kemajuan
teknologi juga membantu proses keberhasilan implementasi program,
karena program dapat disosialisasikan dan diimplementasikan dengan
bantuan media yang ditunjang dengan teknologi canggih.
2. Dukungan publik. Implementasi program kebijakan yang memberikan
motivasi dan intensif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik.
3. Sikap dari kelompok-kelompok pemilih dimana kelompok pemilih ini
dapat mempengaruhi kebijakan melalui berbagai cara.
4. Komitmen dan keterampilan aparat dan implementor. Aparat badan
pelaksana harus memiliki kompetensi dalam menentukan skala prioritas
tujuan dan selanjutnya merealisasikan skala prioritas tujuan program
kebijakan yang telah ditentukan tersebut.
2.2 Konsep Pendidikan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual-keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa, dan
negara.
24
Menurut John Dewey (dalam Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 2001:69)
pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara
intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Menurut John
Dewey tujuan akhir dari setiap program pendidikan adalah terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan dalam diri peserta didik atau meningkatkan
kapasitas peserta didik untuk belajar dan berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari.
Menurut Rousseau (dalam Ahmadi dan Nur Uhbiyati, 2001:69)
pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak,
akan tetapi kita membutuhkannya pada masa dewasa.
Menurut pandangan Ki Hajar Dewantara dalam pengantar ilmu
pendidikan, bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan
tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh
anak. Sedangkan menurut Crow and Crow menyatakan bahwa pendidikan adalah
proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk
kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta
kelembagaan sosial dari generasi ke generasi.
Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan
pembentukan keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk
mewujudkan keinginan, kebutuhan, dan kemampuan individu sehingga tercapai
pola hidup pribadi dan sosial yang memuaskan. Pendidikan bukan semata-mata
sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi untuk
25
kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju ke
tingkat kedewasaannnya.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
dari seorang pendidik terhadap peserta didik yang bertujuan untuk memajukan
kemampuan intelektual dan emosional seseorang yang berguna untuk
berpartisipasi dalam aktivitas masyarakat baik di masa sekarang maupun di masa
yang akan datang.
Menurut sifatnya pendidikan dibedakan menjadi tiga macam.
a. Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang dari
pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang hayat.
Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga, dalam pergaulan sehari-hari
maupun dalam pekerjaan, masyarakat, keluarga, dan organisasi.
b. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara teratur,
bertingkat, dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini
berlangsung di sekolah.
c. Pendidikan nonformal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan
sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat (Ahmadi dan Nur
Uhbiyati, 2001:97).
Fungsi pendidikan nasional menurut Undang-Undang RI No. 20 tahun
2003 Bab II pasal 3 adalah berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.
26
Tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang RI No. 20 tahun
2003 Bab II pasal 3 adalah bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan nasional menurut TAP MPR RI No. II/MPR/1998 bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
2.3 Pengertian RPSA (Rumah Perlindungan Sosial Anak)
RPSA yang dulunya lebih dikenal dengan sebutan rumah singgah adalah
suatu wahana yang disiapkan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak
yang akan membantu anak jalanan.
Ciri-ciri rumah singgah adalah sebagai berikut.
a. Lokasi rumah singgah berada dekat dengan lokasi anak-anak jalanan.
b. Rumah singgah terbuka 24 jam bagi anak jalanan, namun mungkin ada aturan
yang membatasi jam buka tersebut.
c. Rumah singgah bukan tempat/menetap, namun hanya merupakan tempat
persinggahan.
Rumah singgah dapat dimanfaatkan oleh anak jalanan kapan saja agar
anak mendapat perlindungan. Di sini anak bebas melakukan berbagai aktivitas
(membaca, menulis, bermain, bercanda, dan sebagainya). Tetapi di rumah singgah
27
ini mereka dilarang melakukan kegiatan yang tidak baik misalnya mencuri,
berjudi, minum minuman keras, dan sebagainya.
Fungsi dari rumah singgah adalah untuk membantu anak jalanan,
memperbaiki atau membetulkan sikap dan perilaku yang keliru, memberi proteksi,
mengatasi masalah, dan menyediakan berbagai informasi yang berkaitan dengan
anak jalanan. Tugas tersebut dilakukan oleh pengurus dan petugas sosial. Para
pekerja sosial membina anak jalanan dengan bertindak sebagi teman, bertindak
sejajar dengan anak jalanan, dan pembinaan ini bersifat kekeluargaan. Diharapkan
dengan cara tersebut anak tidak mengalami hambatan untuk menyampaikan
keluhan, masalah, dan bersedia untuk merubah sikap dan perilaku yang keliru.
2.4 Anak jalanan
Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk
mencari nafkah. Ada beberapa pengertian anak jalanan menurut beberapa ahli
hukum.
a. Sandyawan memberikan pengertian bahwa anak jalanan adalah anak-anak
yang berusia maksimal 16 tahun, telah bekerja dan menghabiskan waktunya di
jalanan.
b. Peter Davies memberikan pemahaman bahwa fenomena anak-anak jalanan
sekarang ini merupakan suatu gejala global. Pertumbuhan urbanisasi dan
membengkaknya daerah kumuh di kota-kota yang paling parah keadaannya
adalah di negara berkembang, telah memaksa sejumlah anak yang semakin
besar untuk pergi ke jalanan ikut mencari makan demi kelangsungan hidup
keluarga dan bagi dirinya sendiri (dalam Rosdalina, 2007:71).
28
Anak jalanan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam.
a. Anak jalanan on the street/road, yaitu anak-anak yang ada di jalanan, hanya
sesaat saja di jalanan, dan meliputi dua kelompok yaitu kelompok dari luar
kota dan kelompok dari dalam kota (Rosdalina, 2007:72). Anak-anak jalanan
pada kategori ini memberikan sebagian penghasilan mereka kepada orang
tuanya. Menurut Suyanto (2010:187) fungsi anak jalanan pada kategori ini
adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena
beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat
diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.
b. Anak jalanan of the street/road atau anak-anak yang tumbuh dari jalanan,
seluruh waktunya dihabiskan di jalanan, tidak mempunyai rumah, dan jarang
atau tidak pernah kontak dengan keluarganya (Rosdalina, 2007:72).
c. Anak jalanan From Families of the Street, yaitu anak-anak yang berasal dari
keluarga yang hidup di jalanan. Anak-anak ini mempunyai hubungan
kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari
satu tempat ke tempat yang lain dengan segala risikonya. Salah satu ciri
penting dari kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak
masih bayi bahkan sejak masih dalam kandungan. Di Indonesia, kategori ini
dengan mudah ditemui di kolong-kolong jembatan, rumah-rumah liar
sepanjang rel kereta api, dan sebagainya walau secara kumulatif jumlahnya
belum diketahui secara pasti (Suyanto, 2010:187).
29
Adapun ciri-ciri anak jalanan secara umum antara lain:
a. berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, dan tempat hiburan)
selama 3-24 jam sehari;
b. berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah dan sedikit sekali yang
tamat SD);
c. berasal dari keluarga-keluarga yang tidak mampu (kebanyakan kaum urban
dan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya); dan
d. melakukan aktivitas ekonomi atau melakukan pekerjaan pada sektor informal
(Rosdalina, 2007:72).
Rosdalina (2007:202) menarik kesimpulan dari jurnal penelitian tersebut
yaitu:
adanya ciri umum tersebut di atas, tidak berarti bahwa fenomena anak jalanan merupakan fenomena yang tunggal. Penelusuran yang lebih empatik dan intensif ke dalam kehidupan mereka menunjukkan adanya keberagaman. Keberagaman tersebut antara lain: latar belakang keluarga, lamanya berada di jalanan, lingkungan tempat tinggal, pilihan pekerjaan, pergaulan, dan pola pengasuhan. Sehingga tidak mengherankan jika terdapat keberagaman pola tingkah laku, kebiasaan, dan tampilan dari anak-anak jalanan.
Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab munculnya fenomena
anak jalanan (Rosdalina 2007:72), yaitu:
a. sejumlah kebijakan makro dalam bidang sosial ekonomi telah menyumbang
munculnya fenomena anak jalanan;
b. modernisasi, industrialisasi, migrasi, dan urbanisasi menyebabkan terjadinya
perubahan jumlah anggota keluarga dan gaya hidup yang membuat dukungan
sosial dan perlindungan terhadap anak menjadi berkurang;
30
c. kekerasan dalam keluarga menjadi latar belakang penting penyebab anak
keluar dari rumah dan umumnya terjadi dalam keluarga yang mengalami
tekanan ekonomi dan jumlah anggota keluarga yang besar;
d. terkait permasalahan ekonomi sehingga anak terpaksa ikut membantu orang
tua dengan bekerja (di jalanan);
e. orang tua “mengkaryakan” sebagai sumber ekonomi keluarga pengganti peran
yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa.
Seperti pekerja anak pada umumnya, anak jalanan tak jarang mulai hidup
di jalanan pada usia yang sangat belia. Bagi anak-anak jalanan ini, keterlibatan
mereka dalam perekonomian sektor informal biasanya membuahkan rasa bangga
dan layak karena kemampuannya menyumbang kepada kelangsungan hidup
keluarganya. Namun hal ini juga terbukti pada akhirnya menghilangkan minat
anak pada sekolah karena keinginan mendapatkan uang lebih banyak (Suyanto,
2003:190).
Menurut pengamatan RPSA Gratama Semarang, ada beberapa
permasalahan/penyebab anak turun ke jalanan, yaitu: kemiskinan, mentalitas,
kebodohan, ikut-ikutan teman, butuh uang saku/transport sekolah, broken home,
disuruh (dikaryakan) oleh orang tua, tidak mempunyai pekerjaan, tidak
mempunyai tempat bermain, korban trafficking, konflik bersenjata, kerusuhan,
bencana, dan orang tua dipenjara ataupun orang tua meninggal.
Pada batas-batas tertentu, memang tekanan kemiskinan merupakan kondisi
yang mendorong anak-anak hidup di jalanan. Namun, bukan berarti kemiskinan
merupakan satu-satunya faktor determinan yang menyebabkan anak lari dari
31
rumah dan terpaksa hidup di jalanan. Menurut penjelasan Justika S. Baharsjah,
kebanyakan anak bekerja di jalanan bukanlah atas kemauan mereka sendiri,
melainkan sekitar 60 % (persen) diantaranya karena dipaksa oleh orang tuanya
(dalam Suyanto, 2003:197).
Berdasarkan studi yang dilakukan UNICEF pada anak-anak yang
dikategorikan children of the street (dalam Suyanto, 2003:197), menunjukkan
bahwa motivasi anak turun ke jalan bukan hanya karena desakan kebutuhan
ekonomi rumah tangga tetapi juga karena adanya kekerasan dan keretakan
kehidupan rumah tangga orang tuanya. Keadaan ini menjadikan mereka menilai
bahwa kehidupan di jalan memberikan alternatif dibandingkan hidup dalam
keluarganya yang penuh kekerasan yang tidak dapat dihindari.
Adapun aktivitas yang biasa dilakukan anak jalanan di jalan untuk mencari
uang menurut pengamatan RPSA Gratama Semarang antara lain mengamen, jual
koran, semir sepatu, ngelap kaca mobil, meminta-minta, menjadi tukang parkir,
pemulung/pencari barang bekas, dan jual mainan.
Menurut Tata Sudrajat (dalam Suyanto, 2003:201), selama ini ada tiga
pendekatan yang biasa dilakukan oleh LSM dalam penanganan anak jalanan yaitu
sebagai berikut.
a. Street based, yaitu model penanganan anak jalanan di tempat anak jalanan itu
berasal/tinggal. Para street educator datang kepada mereka untuk berdialog,
mendampingi mereka bekerja, memahami dan menerima situasinya, serta
menempatkan diri sebagai teman. Dalam beberapa jam, anak-anak diberikan
materi pendidikan dan keterampilan yang berguna bagi pencapaian tujuan
32
intervensi. Disini para street educator memberikan kehangatan hubungan dan
perhatian yang bisa menumbuhkan kepercayaan satu sama lain.
b. Centre based, yaitu pendekatan dan penanganan anak jalanan di lembaga atau
panti. Di sini anak-anak ditampung dan diberikan pelayanan, makanan,
perlindungan, serta perlakuan yang hangat dan bersahabat dari pekerja sosial.
Pada panti yang permanen, bahkan disediakan pelayanan pendidikan,
keterampilan, kebutuhan dasar, kesehatan, kesenian, dan pekerjaan bagi anak
jalanan.
c. Community based, yaitu model penanganan yang melibatkan seluruh potensi
masyarakat, terutama keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan ini
bersifat preventif atau pencegahan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah anak
agar tidak masuk dan terjerumus dalam kehidupan di jalanan. Kegiatan
penyuluhan tentang pengasuhan anak dan upaya untuk meningkatkan taraf
hidup diberikan kepada keluarga, sedangkan anak-anak diberikan kesempatan
memperoleh pendidikan formal maupun informal serta kegiatan lainnya yang
bemanfaat. Pendekatan ini ditujukan agar orang tua mandiri dan lebih
bertanggung jawab terhadap anak-anaknya.
Menurut Suyanto (2003:202) dari berbagai pendekatan tersebut tidak
berarti satu pendekatan lebih baik dari pendekatan lainnya. Pendekatan yang akan
digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi anak
jalanan. Menurut Suyanto, secara keseluruhan modal awal yang dibutuhkan untuk
menangani permasalahan anak jalanan sesungguhnya adalah sikap empati dan
komitmen yang benar-benar tulus dari kita semua agar masalah anak jalanan dapat
33
terselesaikan sampai tuntas. Namun menurut Suyanto, selama ini penanganan
masalah anak jalanan masih dilakukan secara temporer, segmenter, dan terpisah
sehingga hasilnya pun menjadi kurang maksimal.
2.5 Kerangka Berfikir
Berdasarkan kerangka berfikir di atas, implementasi suatu kebijakan
dipengaruhi oleh empat variabel yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan
struktur organisasi. Keempat variabel ini saling berpengaruh satu sama lain dalam
menentukan tingkat keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Implementasi
kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah implementasi kebijakan
tentang penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Dalam hal ini dijalankan oleh
RPSA Gratama dengan melaksanakan program-program dalam upaya penanganan
anak jalanan di Kota Semarang, salah satunya adalah program bantuan
pendidikan.
Sumberdaya Komunikasi
Disposisi Struktur Organisasi
Implementasi
Kebijakan
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Prosedur penelitian yang dijalankan peneliti dalam metode kualitatif ini
akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar
belakang dan individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini individu
atau organisasi tidak diisolasikan ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi
dipandang sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.
Peneliti mengumpulkan data deskriptif dalam penelitian ini dan bukan
menggunakan angka-angka sebagai alat metode utama. Data-data yang
dikumpulkan berupa teks, kata-kata, simbol, gambar, walaupun dapat
dimungkinkan terkumpulnya data-data yang bersifat kuantitatif.
Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini
antara lain: pertama, penelitian ini diarahkan pada pengkajian mengenai suatu
pelaksanaan program bantuan dari RPSA Gratama kepada anak jalanan berupa
bantuan pendidikan. Dengan demikian studi ini merupakan studi dari fenomena
yang cukup kompleks. Keadaan yang ada kemudian diuraikan secara spesifik,
rinci, dan jelas sehingga objektivitas penelitian akan semakin terwujud. Kedua,
penelitian ini tidak ditujukan untuk menguji suatu teori atau konsep melainkan
lebih bersifat memaparkan kondisi nyata yang terjadi berkaitan dengan
34
35
implementasi program bantuan pendidikan yang diberikan oleh RPSA Gratama
kepada anak jalanan, sehingga pencarian data tidak bertujuan untuk membuktikan
hipotesis yang telah dirumuskan sebelum penelitian. Ketiga, sesuai dengan
perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka pendekatan yang tepat adalah
pendekatan kualitatif, dimana peneliti sebagai instrumen dan sebagai pengumpul
data harus turun secara langsung ke objek penelitian. Hal tersebut adalah ciri dari
penelitian kualitatif.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah RPSA (Rumah Perlindungan Sosial
Anak) ”Gratama” jalan Stonen Utara 1 No. 34 Semarang. Sebenarnya di
Semarang ada empat RPSA yang masih aktif yaitu RPSA Gratama, YKKS, RPSA
Pelangi, dan RPSA Anak Bangsa. Namun dari keempat RPSA tersebut program
penanganan anak jalanan yang paling lengkap adalah RPSA Gratama. Program
yang dimaksud adalah program bantuan pendidikan, program keterampilan, dan
program bantuan modal untuk orang tua anak jalanan sehingga peneliti memilih
RPSA Gratama sebagai lokasi penelitian.
3.3 Fokus Penelitian
Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis, dan mempunyai ciri serta sifat
khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa
depan. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia
perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang
secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu
36
dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak
dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya
perlakuan tanpa diskriminasi.
Salah satu hak anak adalah mendapatkan pendidikan, namun masalah
kemiskinan yang menimpa bangsa Indonesia masih belum bisa teratasi sehingga
masih banyak anak yang terpaksa tidak bersekolah dan bahkan sebagian dari
mereka harus mengais rejeki sebagai anak jalanan. Hal ini tentu tidak sejalan
dengan pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan.
Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus penelitian adalah implementasi
program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya
penanganan anak jalanan di Kota Semarang yaitu terkait tahapan pelaksanaan
penanganan anak jalanan, macam-macam program bantuan pendidikan, besarnya
bantuan pendidikan, pemanfaatan bantuan pendidikan, kontrol atau pengawasan
terhadap implementasi program bantuan pendidikan, dampak dari pemberian
bantuan pendidikan terhadap anak jalanan, implementasi program bantuan
pendidikan, serta faktor yang menjadi hambatan dalam mengimplementasikan
program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam upaya
penanganan anak jalanan di Kota Semarang.
3.4 Sumber Data Penelitian
3.4.1 Sumber Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah anak jalanan, pekerja
sosial, pengelola RPSA Gratama, ketua pengelola RPSA Gratama, dan pemerintah
Kota Semarang (Dinsospora Kota Semarang). Diharapkan dari sumber data
37
primer ini dapat memberikan informasi dan keterangan-keterangan yang memadai
sesuai aspek kajian yang dirumuskan.
3.4.2 Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa arsip-arsip, dokumen-
dokumen, catatan-catatan, yang terdapat di RPSA Gratama Semarang serta bahan
studi lainnya yang dapat digunakan untuk studi kelayakan.
3.5 Metode Pengumpulan Data
3.5.1 Wawancara (Interview)
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang
akan ditanyakan. Wawancara tidak terstruktur ini digunakan untuk menemukan
informasi yang tidak baku atau informasi tunggal. Hasil wawancara seperti ini
menekankan perkecualian, penyimpangan, penafsiran yang tidak lazim, penafsiran
kembali, pendekatan baru, pandangan ahli, atau perspektif tunggal.
Responden dalam wawancara ini terdiri dari mereka yang terpilih karena
sifat-sifatnya yang khas yaitu mereka yang memiliki pengetahuan dan mendalami
situasi, dan mereka lebih mengetahui informasi yang diperlukan.
Wawancara tidak terstruktur ini digunakan untuk memperoleh data tentang
implementasi program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang dalam
upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang.
3.5.2 Pengamatan (Observasi)
Pengamatan yang dilakukan peneliti untuk mendapatkan data dalam
penelitian ini adalah pengamatan nonpartisipatif yaitu dalam melaksanakan
pengamatan, peneliti tidak secara terus menerus atau intens dan aktif mengikuti
38
kegiatan yang dilaksanakan oleh RPSA Gratama Semarang dalam penerapan
program bantuan pendidikan bagi anak jalanan. Dalam penelitian ini, yang
diamati adalah sikap pekerja sosial terhadap anak jalanan, kondisi tempat tinggal
anak jalanan, serta sarana dan prasarana di RPSA Gratama.
3.5.3 Dokumentasi
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen resmi
yang ada di RPSA Gratama Semarang serta catatan-catatan tertulis yang dapat
dipertanggungjawabkan serta menjadi alat bukti yang resmi.
3.6 Validitas Data
Teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi yaitu
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar
data itu, untuk keperluan pengecekan data sebagai pembanding data itu. Teknik
triangulasi yang paling banyak di gunakan ialah pemeriksaan melalui sumber
lainya (Moleong, 2007: 330).
Metode pengukuran data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan teknik triangulasi sumber dan teknik triangulasi teknik. Di sini
peneliti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi
yang diperoleh melalui waktu, sumber dan alat yang berbeda.
Dalam hal ini dapat dicapai dengan jalan sebagai berikut.
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2) Membandingkan apa yang di katakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi.
3) Membandingkan apa-apa yang di katakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang di katakan sepanjang waktu.
39
4) Membandingkan keadaan dengan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan
menengah atau tinggi, orang berada, dan orang pemerintahan.
5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan
(Moleong, 2007: 330).
3.7 Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan dan setelah selesai di lapangan. Analisis yang dimaksud
dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data sekunder yang akan
digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun fokus penelitian ini masih
bersifat sementara, akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di
lapangan.
3.7.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data yaitu mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan
dan peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan
hasil wawancara, pengamatan, dan observasi di lapangan. Analisis selama
pengumpulan data dilakukan menggunakan multi sumber bukti.
3.7.2 Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema
dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan dan selanjutnya mencarinya bila diperlukan. Jadi, dalam reduksi
40
data peneliti harus memilih, memusatkan perhatian dan menyederhanakan data
kasar yang diperoleh di lapangan.
3.7.3 Penyajian Data (Data Display)
Dalam penelitian kualitatif ini, penyajian data dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.
Namun, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif ini adalah teks yang bersifat naratif.
3.7.4 Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing)
Penarikan kesimpulan yaitu langkah terakhir dari analisis data. Dalam
penarikan kesimpulan ini didasarkan pada reduksi data dan sajian data yang
merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum RPSA Gratama
RPSA Gratama Merupakan salah satu unit kegiatan Yayasan Gradhika
Semarang. Yayasan Gradhika Semarang merupakan yayasan pendidikan dan
sosial yang berdiri pada tanggal 1 Maret 1998. Yayasan ini dibentuk sebagai
respon munculnya berbagai masalah sosial dan pendidikan di masyarakat yang
semakin kompleks dan meningkat kualitas serta kuantitasnya.
Fenomena muncul dan merebaknya anak jalanan dipandang sebagai suatu
hal yang sangat memprihatikan. Oleh sebab itu perlu dibentuk unit khusus guna
menangani permasalahan tersebut. Maka pada tanggal 29 Maret 1998 Yayasan
Gradhika membentuk Rumah Singgah Gratama, beralamat di Jalan Mugas
Semarang dengan binaan sebanyak 40 anak jalanan. Setelah ada koordinasi
dengan Rumah Singgah lain di Semarang, Gratama mendapat tugas untuk
membina anak jalanan di bagian timur Kota Semarang. Untuk mendekati kantong
anak jalanan maka Gratama pada tahun 2000 pindah ke Jl. Sukarno-Hatta 5
Semarang. Lokasi yang sangat dekat dengan kantong anak jalanan dekat lampu
merah ternyata menyulitkan proses reunifikasi anak karena anak tidak mau pulang
dan ingin tinggal terus di Rumah Singgah. Karena pertimbangan tersebut akhirnya
pada tahun 2002 Gratama pindah ke Jl. Gombel Lama 125 C Semarang. Di tempat
itu pun Gratama tidak lama. Karena kondisi tanah lokasi yang labil di tempat itu,
itu memaksa Gratama untuk pindah tempat. Pada bulan Agustus 2002, Gratama
41
42
pindah ke Jl. Jangli Krajan Barat IV No. 230 B Semarang. Di Jl. Jangi ini ternyata
Gratama juga menghadapi kendala yang cukup fital, yaitu kesulitan air. Akhirnya
pada Bulan Juni 2007 sampai sekarang RPSA Gratama pindah di Jl. Stonen Utara
I No. 34 Semarang.
Sejak tahun 2004, untuk perbaikan dan penyempurnaan program terjadi
perubahan metode pembinaan yaitu model Rumah Singgah menjadi Rumah
Perlindungan Sosial Anak (RPSA), sehingga namanya pun berubah menjadi
RPSA Gratama.
Total anak jalanan yang telah dibina RPSA Gratama sejak berdiri sudah
sekitar 1.200 anak jalanan. Untuk tahun 2010 Gratama membina 175 anak
jalanan.
Visi dan misi RPSA Gratama adalah sebagai berikut.
1) Visi
Terentaskannya anak jalanan dan terpenuhinya hak-hak anak, sehingga
anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan menjadi generasi yang
berkualitas.
2) Misi
a. Melindungi anak dari situasi terburuk yang dihadapi dan menciptakan situasi
yang memungkinkan anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar.
b. Melindungi anak agar dapat melaksanakan tugasnya sebagai anak, baik di
rumah, sekolah, maupun situasi kehidupan sosial lainnya.
c. Memulihkan kondisi normal fisik, mental, dan sosial anak yang terganggu
akibat tekanan dan trauma.
43
d. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami anak sebagai akibat tekanan dan
trauma.
e. Mengembangkan relasi dengan lembaga atau orang lain yang peduli terhadap
permasalahan anak jalanan.
f. mewujudkan situasi kehidupan dan lingkungan yang mendukung
keberfungsian sosial dan mencegah terulangnya tindak kekerasan dan
perlakuan salah terhadap anak.
g. Membantu pemerintah dalam upaya mengentaskan anak jalanan.
4.1.1.1 Pelayanan RPSA Gratama
a. Penerimaan Pelayanan
Kapasitas RPSA Gratama adalah 170 anak. Dulu ada beberapa anak yang
diasuh di RPSA dan selebihnya diasuh di rumah orang tuanya dengan bimbingan
petugas RPSA. Namun, karena keterbatasan dana akhirnya mulai tahun 2009
program pengasuhan di RPSA Gratama ditiadakan.
Ada beberapa ketentuan yang ditetapkan RPSA Gratama untuk anak
jalanan sebagai penerima pelayanan.
1) Anak jalanan yang menjadi korban tindak kekerasan dan perlakuan salah
(child abuse) baik fisik, mental, maupun seksual.
2) Anak jalanan yang termasuk kategori memerlukan perlindungan khusus
(korban trafficking atau eksploitasi lainnya).
3) Anak jalanan yang terpisah dari orang tuanya karena konflik bersenjata,
kerusuhan, bencana, orang tua dipenjara, orang tua meninggal secara tragis,
dan lain-lain.
4) Anak jalanan karena kemiskinan orang tuanya.
44
b. Prinsip-prinsip Pelayanan
1) Prinsip Non Diskriminasi
a. Setiap anak berhak mendapat pelayanan secara manusiawi dan adil tanpa
membeda-bedakan jenis kelamin, agama, suku bangsa, dan status sosial
lainnya.
b. Menghargai anak sebagai manusia seutuhnya yang memiliki hak dan
kewajiban yang sama.
c. Menerima keadaan anak apa adanya sebagai individu yang mempunyai
harga diri, potensi, kelebihan, kemampuan, serta mempunyai sikap empati.
d. Menghadapi anak sebagai individu yang berbeda dengan yang lainnya atau
unik dari segi potensi, bakat, minat, ciri-ciri, latar belakang, kondisinya
saat ini, cita-cita, dan harapan masa depannya.
2) Prinsip Kepentingan Terbaik Anak
a. Mengupayakan semua keputusan, kegiatan dan dukungan dari berbagai
pihak (kepolisian, pengadilan, dan instansi pemerintah lainnya, organisasi
internasional dan nasional, serta masyarakat) untuk membantu anak yang
membutuhkan perlindungan khusus dan semata untuk kepentingan terbaik
anak.
b. Mengupayakan suatu lingkungan yang terbaik bagi anak yang
membutuhkan perlindungan khusus untuk dapat hidup, berkembang, dan
memperoleh masa depannya secara lebih baik.
3) Prinsip Menghormati Pandangan Anak
a. Pandangan anak perlu didengar dan diperhatikan.
45
b. Mendorong, memberikan kesempatan, dan melibatkan anak seluas-luasnya
untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan.
c. Menghormati hak anak untuk menentukan keputusan bagi dirinya dan
memberi kesempatan seluasnya untuk mengambil keputusannya tersebut.
4) Mengutamakan Hak Anak untuk Hidup, Kelangsungan Hidup, dan Tumbuh
Kembang
a. Kegiatan disusun untuk meningkatkan perkembangan anak berdasarkan
kemampuan dan tugas-tugas perkembangannya.
b. Menghargai bahwa setiap anak mempunyai keinginan untuk
mengembangkan diri.
5) Prinsip Kerahasiaan
Memperlakukan semua informasi anak sebagai dokumen yang rahasia
dan tidak dapat diceritakan pada forum-forum dan orang-orang lain, kecuali
untuk kepentingan anak.
4.1.1.2 Indikator Keberhasilan Program
RPSA Gratama mempunyai beberapa indikator keberhasilan program,
yaitu:
1) anak tidak lagi beraktivitas di jalan;
2) anak kembali ke bangku sekolah bagi yang masih usia sekolah;
3) anak dapat menjaga kebersihan diri dan lingkungannya;
4) anak dapat memiliki penghasilan yang layak dengan ketrampilan yang
dimiliki;
5) anak mampu menyelesaikan permasalahannya sendiri;
46
6) anak mengerti, menghayati, dan mematuhi norma-norma sosial;
7) anak mematuhi aturan-aturan yang ada (agama, hokum, dan sosial);
8) anak memiliki hubungan yang harmonis dengan keluarga dan masyarakat
sekitar; dan
9) anak mampu mengendalikan diri terhadap godaan-godaan untuk kembali ke
jalanan.
4.1.1.3 Struktur Organisasi RPSA Gratama
Struktur Organisasi RPSA Gratama
Sumber : RPSA Gratama
DWI PRIYANTO R., S.PD.
Pimpinan RPSA Gratama
PROF. DRA. NISWATIN RAKUB
YAYASAN GRADHIKA
AGUSTINA MERDEKAWATI, A.MD.
ADMINISTRASI
NURYANTA, S.Pd.
BID. MANAJ. KASUS
ABDUL W., S.Pd.
BID. PELAYANAN
SEPTI KURNIAWATI.
BID. PENGASUHAN
NURSANTI, S.Pd.
BID. RUJUKAN
47
4.1.2 Profil Responden dan Anak jalanan Kota Semarang
Subjek penelitian dari penelitian adalah Pemerintah Kota Semarang dalam
hal ini adalah Dinsospora Kota Semarang, pimpinan RPSA Gratama Semarang,
pekerja sosial di RPSA Gratama Semarang, dan anak-anak jalanan binaan RPSA
Gratama yang mendapatkan bantuan pendidikan.
Mengenai indentitas subjek penelitian yaitu dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4. Pemerintah Kota Semarang (Dinsospora Kota Semarang)
No Nama Jabatan Pendidikan Usia Peranan dalam Penanganan ANJAL
1
Sulistyo Budi
Staff Dinsospora
SLTA
51 Tahun
Rehabilitasi Sosial
Tabel 5. Daftar Pengelola RPSA Gratama Semarang
No Nama Pendidikan Usia Peranan dalam Penanganan ANJAL
1
2
3
Dwi Priyanto R. Agustina Merdekawati Septi Kurniawati
S1 S1 Unissula Mahasiswa Pend. Ekonomi Unnes
35 Tahun 27 Tahun 22 Tahun
Pimpinan RPSA Gratama Pengelola RPSA Gratama bidang administrasi Pengelola RPSA Gratama bidang pengasuhan
Ketiga responden tersebut adalah pengelola RPSA Gratama Semarang
yang masih aktif sampai saat ini kerena pengelola yang lain sudah tidak aktif.
48
Tabel 6. Data Anak jalanan Responden Penelitian
No Nama Usia Jenis Kelamin Pendidikan Aktivitas di
Jalan
1 2 3 4 5
Etik Werdiyanti Mirahayu
Edi prasetyo
Miyadi Miranti
16 tahun 17 tahun 15 tahun 21 tahun 19 tahun
Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan
SMK Antonius SMK Cut Nya’ Dien Lulus SD Lulus SMK Lulus SMK
Ngamen Ngamen Ngelap Mobil Ngamen Ngamen
Anak jalanan ini berasal dari berbagai tempat tetapi masih dalam
lingkungan Kota Semarang. Lokasi dan waktu dalam beraktivitas anak jalanan
satu sama lainnya tidak sama karena memang penelitian ini diambil di wilayah
yang tidak sama namun masih dalam ruang lingkup kantong binaan RPSA
Gratama Semarang. Mereka ini adalah anak-anak jalanan binaan RPSA Gratama
yang pernah mendapatkan bantuan pendidikan. Daftar lokasi dan aktivitas anak
jalanan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 7. Lokasi dan Aktivitas Anak jalanan Kota Semarang
No Nama Lokasi Sejak Aktivitas Waktu 1 2 3 4 5
Etik Werdiyanti Mirahayu Edi Prasetyo Miyadi Miranti
Bangjo Metro Johar Bangjo Metro Johar Johar
Umur 5 tahun Umur 6 tahun Umur 6 tahun Umur 7 tahun Umur 7 tahun
Ngamen Ngamen Ngelap Mobil Ngamen Ngamen
18.30- 22.00 13.00-17.00 Tidak pasti 13.00-17.00 13.00-17.00
49
Setiap anak jalanan mempunyai aktivitas dan jenis pekerjaan sendiri-
sendiri seperti yang terlihat tabel di atas. Jenis pekerjaan anak jalanan dapat
dikelompokkan menjadi berbagai macam seperti mengamen, mengemis, nyemir
sepatu, mengelap mobil, memanfaatkan barang bekas, dan lain-lain.
Indentitas orang tua dari anak jalanan yang dijadikan subjek penelitian
dapat dibaca pada tabel di bawah ini.
Tabel 8. Data Orang Tua Anak Jalanan Kota Semarang
No Nama Usia Alamat Pendidi
kan Pekerja
an Jumlah Anak Penghasilan Status
1 2
3
Edi Suranto Wardiningsih Kamdi Sumirah Sutadi Kasmin
50 tahun 55 tahun 42 tahun 40 tahun 43 tahun 40 tahun
Wonodri Kopen Rt 01 Rw 04 Jalan Bayam V Wonodri Kopen Rt 01 Rw 04
Tidak sekolah Tidak sekolah Tidak sekolah
Buruh Tidak bekerja Tukang Becak dan ibu rumah tangga
8 anak 5 anak 2 anak
600.000 per bulan - 300.000 per bulan
Menikah Cerai Menikah
Orang tua dari anak jalanan yang dijadikan subjek penelitian berasal dari
Kota Semarang. Bila dilihat dari pendidikan merekapun tidak lulus SD sehingga
mereka juga sulit untuk mencari pekerjaan yang mantap, sehingga pekerjaan
apapun tetap mereka terima untuk menyambung hidup. Konsekwensi lain
50
akhirnya anak-anak mereka terpaksa ikut menanggung beban. Inilah salah satu
penyebab munculnya anak jalanan di Kota Semarang.
4.1.3 Implementasi Program Bantuan Pendidikan
4.1.3.1 Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Penanganan Anak jalanan
4.1.3.1.1 Pendekatan Awal
Pada tahap pendekatan awal ini, yang pertama RPSA Gratama
menjangkau sendiri anak dari kantong-kantong binaan sebagaimana yang
dikemukakan oleh pimpinan RPSA Gratama, Bapak Dwi Priyanto.
“Tahapan penanganan anak jalanan yang pertama yaitu pendataan. Pendataan itu istilahnya pake istilah penjangkauan itu datang ke lokasi anak-anak ngamen, anak-anak beraktivitas di jalan itu yang jual koran, minta-minta atau apalah yang jelas kita datang ke lokasi dimana anak beraktivitas di jalan” (wawancara tanggal 21 Juni 2011).
Hal yang serupa dikemukakan juga oleh Ibu Agustina Merdekawati, salah
satu pekerja sosial di RPSA Gratama.
“Tahapan pelaksanaan program biasanya kalau awal program untuk penanganan anak jalanan sendiri, setelah proposal kita disetujui oleh dinas, kita itu mengadakan yang namanya penjangkauan. Jadi, masing-masing pekerja sosial itu turun ke jalan memantau ke daerah-daerah atau kantong kantong binaan kita dimana anak-anak jalanan itu turun kemudian kita mendatangi mereka. Kadang juga berkunjung ke rumah mereka atau tanya-tanya mengapa mereka turun ke jalan. Pokoknya latar belakang mereka” (wawancara tanggal 7 Juni 2011).
Pada tahap penjangkauan ini para pekerja sosial RPSA Gratama turun
langsung ke jalan (lokasi anak jalanan beraktivitas) atau jika diperlukan mereka
mendatangi rumah anak jalanan tersebut. Hal ini bertujuan agar data yang
diperoleh benar-benar valid. Selain penjangkauan pada tahap penerimaan ini
RPSA Gratama juga menerima rujukan dari Satpol PP, Kepolisian yang
melakukan yustisi terhadap anak jalanan di kantong-kantong anak jalanan, juga
menerima rujukan anak jalanan dari masyarakat.
51
Tahapan selanjutnya setelah penjangkauan pekerja sosial melakukan
pendataan dan pengarahan awal terhadap anak jalanan. Dalam tahap ini biasanya
anak jalanan diundang ke RPSA Gratama untuk mendapatkan pengarahan awal
dari pekerja sosial di RPSA Gratama. Setelah itu para pekerja sosial
melaksanakan identifikasi awal terhadap permasalahan anak untuk menentukan
langkah penanganan awal yang paling tepat bagi anak.
4.1.3.1.2 Pertolongan Pertama
Pada tahap ini pekerja sosial memberikan pertolongan pertama terhadap
anak yang sifatnya segera untuk dipenuhi, misalnya menyehatkan psikologis anak
yang trauma akibat ancaman atau tekanan terhadap anak dari pihak lain.
4.1.3.1.3 Assesment
Merupakan penelaahan dan pengungkapan permasalahan setiap anak yang
kemudian dicatat dalam file identifikasi. Hal ini dilakukan guna menentukan
solusi yang tepat untuk membantu anak dalam memecahkan permasalahannya.
“Ini sudah masuk ke tahap identifikasi. Pada tahap ini anak-anak pelan-pelan diajak ke RPSA untuk pembinaan lebih lanjut ya. Itu nanti diidentifikasi terlebih dahulu untuk mengungkap permasalahan anak kenapa ia turun ke jalan, latar belakangnya apa terus setelah itu digali mengenai potensi-potensi dia itu apa. Jadi nanti dia itu cocoknya diberdayakan dengan metode yang bagaimana, dengan cara yang bagaimana, jadi nanti kita carikan solusi bagaimana dia bisa keluar dari jalan” (wawancara dengan Bapak Dwi Priyanto tanggal 21 Juni 2011).
1) Identifikasi Masalah
Dari data yang diperoleh pada tahap sebelumnya kemudian masuk ke
tahap identifikasi. Pada tahap ini anak-anak pelan-pelan diajak ke RPSA untuk
pembinaan lebih intensif. Anak-anak jalanan yang sudah didata kemudian
diidentifikasi terlebih dahulu untuk mengungkap permasalahan anak . Pada tahap
52
ini harus diungkap secara jelas karena permasalahan satu anak dengan anak
lainnya tidak sama.
2) Identifikasi Potensi
Menggali dan mengungkap potensi yang ada pada diri anak yang dapat
dikembangkan untuk masa depannya. Untuk selanjutnya, pembinaan ataupun
metode yang akan digunakan untuk membantu anak jalanan juga disesuaikan
dengan potensi yang dimilikinya. Misalkan saja anak jalanan tersebut masih
dalam usia sekolah dan dia punya minat untuk bersekolah, maka pembinaan yang
tepat adalah dengan memasukkan anak jalanan tersebut ke sekolah.
3) Identifikasi Kebutuhan
Mengungkap kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan anak untuk
memecahkan permasalahannya, agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar.
Selanjutnya dapat mempengaruhi metode yang akan digunakan agar anak jalanan
ini tidak turun ke jalan.
4.1.3.1.4 Rencana Intervensi
Merupakan kegiatan untuk merencanakan bentuk penanganan masalah
yang tepat untuk anak berdasarkan hasil assessment. Hal-hal yang
dipertimbangkan dalam rencana intervensi adalah:
1) hasil assessment dan deskripsi;
2) menghitung berbagai sumberdaya;
3) menghitung sumberdaya manusia yang dibutuhkan dan kualifikasi yang
diperlukan;
4) merencanakan berbagai kegiatan yang akan dilakukan;
53
5) menetapkan tujuan hasi-hasil kegiatan;
6) membagi tugas kepada profesi lain sebagai tim;
7) menyusun jadwal kegiatan; dan
8) melakukan induksi peranan pada anak mengenai tugas-tugas yang harus
dilakukan anak di RPSA dan dalam rangka intervensi.
4.1.3.1.5 Pelaksanaan Intervensi
Merupakan pelaksanaan kegiatan dalam pembinaan anak. Dalam
pelaksanaan intervensi ini jenis pelayanan yang disediakan adalah sebagai berikut.
1) Tutorial, yaitu ceramah dan pengarahan dari berbagai lembaga yang
berkompeten terhadap anak, baik instansi pemerintah, LSM, dan lembaga
swasta lain.
2) Pemberian beasiswa, yaitu bagi anak jalanan yang sekolah. Pemberian
beasiswa ini tidak diberikan kepada semua anak jalanan tapi mereka saja yang
punya potensi, kemauan, masih usia sekolah, dan diprioritaskan untuk anak-
anak yang benar-benar membutuhkan. Hal ini sesuai dengan apa yang
diutarakan oleh Pak Dwi Priyanto.
“Kalau anak masih usia sekolah dan punya potensi untuk itu ya kita rujukkan ke sekolah, minimal ya sampai tingkat dasar atau wajib belajar 9 tahun. Kita motivasi anak itu untuk sekolah mungkin lewat orang tuanya (wawancara tanggal 21 Juni 2011)”.
Hal yang serupa juga diutarakan oleh salah satu pekerja sosial di RPSA
Gratama, yaitu Ibu Agustina Merdekawati.
“Sasarannya yaitu anak jalanan yang masih usia sekolah baik yang masih sekolah maupun yang tidak sekolah, anak jalanan yang di luar usia sekolah tetapi masih ingin sekolah, juga ada anak pascabina. Sebenarnya si tujuan kita atau sasaran kita semuanya mbak. Tapi kalau bantuan pendidikan sendiri itu kita sesuaikan dengan alokasi
54
dana juga. Karena gak mungkin kan kita bisa membantu semuanya. Paling ya yang kita prioitaskan adalah yang benar-benar membutuhkan. Misalnya yang sudah gak punya orang tua dan kita lihat juga dari segi ekonominya. Maka dari itu pada saat penjangkauan itu pun kita berusaha semaksimal mungkin untuk dapat datang ke tempat tinggalnya untuk mengecek kondisinya juga (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”.
3) Pelatihan keterampilan dan pembentukan KUEB, yaitu penyelenggaraan
pelatihan keterampilan untuk anak jalanan yang sudah tidak bersekolah dan
tidak dalam usia sekolah. Dalam hal ini yayasan bekerjasama dengan LPK.
4) Pendampingan, bimbingan, dan pemberdayaan orang tua ANJAL, yaitu
pembinaan terhadap orang tua anak jalanan yang mencakup bimbingan
pengasuhan anak, bimbingan mendidik anak, dan bimbingan pemberdayaan
ekonomi. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat mandiri dalam mengasuh,
mendidik, dan membiayai anaknya. Sehingga tidak membebani pemerintah
ataupun orang lain lagi.
Untuk program bantuan pendidikan pendampingan dilakukan sampai ke
sekolah dan orang tua anak jalanan. Pendampingan ini untuk memantau
sampai sejauh mana perkembangan anak jalanan, mungkin semula mengamen
selanjutnya tidak lagi. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Pak Dwi P sebagai
berikut.
“Pendampingan itu misalnya anak ini (ANJAL) sekolah. Berarti nanti pendampingannya kan tetep dipantau ya. Tahap pertama mungkin dia ngamen, tahap kedua setelah ada pemberdayaan orang tua, mungkin dia gak ngamen lagi. Jadi sedikit-sedikit kegiatan ngamennya bisa dikurangi. Trus akhirnya setelah orang tuanya jadi dan punya penghasilan selanjutnya anak ini ndak ngamen”. “Iya, ke tempat tinggal anak itu, kita datangi orang tuanya dan ke sekolah juga. Kalau ke sekolah itu kadangkala saja, paling ya kita menjalin komunikasi misal pembayaran si anak itu kurang atau apa (wawancara tanggal 21 Juni 2011)”.
55
5) Khusus anak yang tidak memiliki pengasuh
a) Penyediaan kebutuhan dasar seperti tempat berlindung atau tempat tinggal,
makan, pakaian, pendidikan, dan pengobatan.
b) Pelayanan asuhan dan pendampingan oleh pekerja sosial.
c) Pelayanan rehabilitasi dan trauma, meliputi pelayanan psikososial dan
konseling oleh pekerja sosial dan psikolog, serta terapi untuk
penyembuhan trauma oleh psikiater, pekerja sosial, terapis, dan ahli
agama.
4.1.3.1.6 Evaluasi
Merupakan proses peninjauan ulang pada akhir setiap tahapan sebagai
mekanisme timbal balik kepada tim dan anak mengenai kemajuan yang dicapai
anak. Evaluasi ini berlangsung tidak hanya di akhir tahapan pelaksanaan program
penanganan anak jalanan tetapi berlangsung di setiap akhir tahapan program yang
dijalankan. Dengan kata lain, peninjauan ulang atau evaluasi ini bisa berlangsung
di awal, tengah, maupun di akhir tahapan. Evaluasi ini untuk meninjau setiap
tahapan yang dilaksanakan dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai masukan
untuk ke tahapan berikutnya.
4.1.3.1.7 Terminasi
Merupakan tahapan akhir pelayanan atau pengakhiran intervensi terhadap
anak melalui RPSA, namun hubungan komunikasi dengan RPSA masih tetap ada.
Terminasi ini berupa penanganan pasca bina.
“Langkah terakhirnya yaitu namanya terminasi. Terminasi itu pengakhiran pelayanan. Jadi misalnya pemberdayaan orang tuanya sudah berhasil, anak sekolah dan orang tua sudah mempu membiayai sekolah anaknya tersebut
56
Alur Pelayanan Utama
Alur Pelayanan Pilihan
TEMPORARY SHALTER
ya pelayanan atau bantuan kita hentikan. Jadi kita ganti yang lain (wawancara dengan Pak Dwi Priyanto tanggal 21 Juni 2011)”. Ada berbagai alternatif penanganan anak pasca bina RPSA supaya dapat
dipastikan anak tidak kembali ke jalan.
1) Anak mendirikan usaha mandiri (wira swasta).
2) Anak dikembalikan pada orang tua setelah orang tua punya penghasilan.
3) Anak disalurkan bekerja pada dunia usaha/dunia industri.
4) Anak dicarikan keluarga pengganti (orang tua asuh).
Skema proses penanganan anak jalanan melalui RPSA
: : Sumber: RPSA Gratama
Pendekatan Awal
(1)
Pertolongan
Pertama
Kembali ke Dirujuk ke Assesment (3)
RUMAH PERLINDUNGAN
Rencana Intervensi (4)
Pelaksanaan Intervensi (5)
Evaluasi (6)
Terminasi (7)
Pendekatan Awal
(1)
Kembali ke
57
4.1.3.1.8 Reunifikasi
Reunifikasi adalah tahapan pengembalian anak jalanan yang sudah dibina
kepada orang tua anak jalanan tersebut. Reunifikasi ini dilakukan misalnya ketika
orang tua anak jalanan sudah mampu membiayai sekolah anak dan anak
jalanannya itu sendiri sudah tidak lagi di jalan. Jadi di sini bantuan dihentikan dan
dialihkan ke anak jalanan yang lain.
4.1.3.2 Macam-macam Program Bantuan Pendidikan
Program bantuan pendidikan merupakan salah satu program yang
dijalankan RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di
Kota Semarang selain program keterampilan dan bantuan orang tua ANJAL.
Program ini merupakan salah satu bentuk implementasi kebijakan pemerintah
Kota Semarang terkait penanganan anak jalanan di Kota Semarang.
Macam-macam program bantuan pendidikan yang diberikan oleh RPSA
Gratama yaitu berupa uang sekolah, buku, alat tulis, seragam sekolah, tas, dan
sepatu. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Pak Dwi Priyanto,
pimpinan RPSA Gratama yaitu sebagai berikut.
“Jadi bantuannya bisa berupa pendanaan uang, buku-buku, perlengkapan sekolah, seragam juga ada. Itupun gak mesti kalau mereka butuh, kita siap gitu. Kalau buku dan alat tulis si kita selalu siap. Tapi kalau seragam, pas ada ya kita berikan. Jadi prioritas kebutuhan. Misal anak ini butuh banget seragam ya kita usahakan belikan seragam (wawancara tanggal 21 Juni 2011)”.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Agustina Merdekawati, salah satu
pekerja sosial di RPSA Gratama.
“Program bantuan pendidikan yang formal ya untuk yang sekolah itu kita berikan beasiswa, peralatan sekola, dan perlengkapan sekolah. Kalau yang sudah tidak sekolah tapi masih dalam usia sekolah itu kita arahkan untuk mengikuti kejar paket. Jadi, untuk segala surat menyuratnya itu kita urus
58
terus kita ajukan ke PKBN. Kalau disini itu kita juga kerjasama dengan RPSA lain, kalau untuk yang nonformal ya misalnya saja kita berikan keterampilan ataupun kursus (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”.
4.1.3.3 Besarnya Bantuan Pendidikan
Besarnya bantuan yang diberikan tergantung dengan kebutuhan anak.
Anak jalanan yang masih duduk di bangku SMP tentu besarnya bantuan yang
diberikan berbeda dengan anak jalanan yang duduk di bangku SMA. Untuk uang
sekolah (SPP) besarnya itu juga disesuaikan dengan besarnya alokasi dana yang
ada. Untuk SMU sekitar Rp 45.000,00 per bulan, untuk SLTP Rp 35.000,00 per
bulan, SD sekitar Rp 25.000,00 per bulan.
Untuk seragam sekolah, tas, dan sepatu biasanya diberikan langsung ke
anak jalanan setahun sekali. Kalau buku dan alat tulis biasanya diberikan saat
anak membutuhkan lagi. Tapi ini juga tergantung kondisi, apakah persediaan di
RPSA masih ada atau tidak.
”Anak-anak tertentu saja yang mendapat beasiswa. Soalnya kan anak-anak jalanan yang kami tangani itu banyak dari berbagai macam usia. Nah, yang mendapatkan bantuan pendidikan itu hanya anak-anak yang masih berminat untuk sekolah dan masih usia sekolah. Gak ada syarat lain karena menurut kami mungkin ada dari anak-anak seperti itu (anak jalanan) yang pandai. Tapi dari kami yang penting adalah anak-anak tersebut berminat, kami yakin mereka mau berusaha (wawancara dengan Septi tanggal 9 Juni 2011)”.
Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Septi Kurniawati di atas, sasaran
dari program bantuan pendidikan ini adalah anak-anak jalanan yang masih usia
sekolah dan masih berminat untuk bersekolah. Hal yang senada juga diungkapkan
oleh Ibu Agustina namun menurut beliau anak jalanan yang diprioritaskan adalah
yang benar-benar membutuhkan.
59
“Sasarannya yaitu anak jalanan yang masih usia sekolah baik yang masih sekolah maupun yang tidak sekolah, anak jalanan yang diluar usia sekolah tetapi masih ingin sekolah, juga ada anak pascabina. Sebenarnya si tujuan kita atau sasaran kita semuanya mbak. Tapi kalau bantuan pendidikan sendiri itu kita sesuaikan dengan alokasi dana juga. Karena gak mungkin kan kita bisa membantu semuanya. Paling ya yang kita prioitaskan adalah yang benar-benar membutuhkan. Misalnya yang sudah gak punya orang tua dan kita lihat juga dari segi ekonominya. Maka dari itu pada saat penjangkauan itu pun kita berusaha semaksimal mungkin untuk dapat datang ke tempat tinggalnya untuk mengecek kondisinya juga (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”.
4.1.3.4 Pemanfaatan Bantuan oleh Anak jalanan
Tujuan dari pemberian bantuan pendidikan kepada anak jalanan adalah
sebagaimana yang diutarakan oleh Bapak Dwi Priyanto sebagai berikut.
“Tujuannnya ya yang utama untuk membantu anak mendapatkan pengetahuan ya. Setelah mereka mendapatkan ilmu pengetahuan, nanti harapannya ya mereka punya peluang dan pengetahuan yang memadai untuk memasuki dunia kerja atau untuk terjun di masyarakat mereka dapat pekerjaan yang baik, kayak gitu. Tujuan lainnya ya membantu mereka agar dapat mengenyam pendidikan. Ketika dia mengenyam pendidikan, otomatis dia itu pola pikirnya berkembang. Dia punya banyak wawasan untuk dapat mencari solusi sendiri terhadap berbagai macam permasalahan. Jadi nanti dia punya peluang juga yang lebih besar untuk masuk ke dunia kerja. Agar tidak terjun ke jalan lagi (wawancara tanggal 21 Juni 2011)”. Jadi, menurut beliau tujuan dari program bantuan pendidikan ini adalah
untuk membantu anak jalanan agar dapat mengenyam pendidikan dan
mendapatkan pengetahuan yang cukup sehingga kedepannya anak jalanan ini
punya bekal yang cukup untuk memasuki dunia kerja. Tujuan finalnya adalah agar
anak tidak lagi turun ke jalan.
Begitu pula pendapat Septi Kurniawati, salah satu pekerja sosial di RPSA
Gratama, “yang jelas itu untuk membantu anak-anak agar mereka itu
mendapatkan haknya, salah satunya adalah hak untuk mendapatkan pendidikan
(wawancara tanggal 9 Juni 2011)”.
60
Tak jauh beda dengan apa yang diutarakan Septi Kurniawati, diungkapkan
juga oleh Ibu Agustina Merdekawati yang berpendapat bahwa program ini untuk
membantu anak jalanan mendapatkan haknya yaitu hak mendapatkan pendidikan
atau pengajaran. Namun dalam hal ini RPSA hanya sekedar membantu
meringankan biaya sekolah, jadi tidak sepenuhnya biaya sekolah ditanggung oleh
RPSA. Dalam hal ini tetap melibatkan orang tua anak jalanan sebagai orang yang
bertanggungjawab sepenuhnya terhadap anak jalanan.
“Ya…namanya saja bantuan ya mbak. Jadi disini kita cuma menyokong mereka, ya paling tidak bisa meringankan beban mereka terkait biaya sekolah ataupun sarana dan prasarana mereka dalam bersekolah sehingga mereka itu bisa lebih konsentrasi ke pelajaran. Dan untuk yang gak sekolah tujuannya ya sebisa mungkin kita apa ya mbak namanya…ya mendapatkan atau memenuhi hak-hak mereka untuk mendapatkan pendidikan atau pengajaran (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”. Bantuan pendidikan yang diberikan oleh RPSA Gratama dimanfaatkan
anak-anak jalanan penerima bantuan untuk bersekolah. Kebanyakan bersekolah di
sekolah swasta. Mirahayu (17 tahun) misalnya, dia bersekolah di SMK Cut Nya’
Dien Semarang. Waktu masih kecil aktivitas Mirahayu di jalan adalah ngamen.
Setelah didata oleh RPSA Gratama, Mirahayu mendapatkan bantuan pendidikan
berupa beasiswa (uang sekolah), peralatan sekolah, seragam, tas, dan sepatu.
Sama seperti anak-anak lain bantuan ini digunakannya untuk bersekolah.
Sekarang ini Mirahayu sudah duduk di kelas XI SMK.
4.1.3.5 Kontrol Implementasi Program
Pihak-pihak maupun instansi yang terlibat dalam implementasi program
ini yaitu Dinas Sosial Pemuda dan Olahraga (Dinsospora) Kota Semarang, Dinas
61
Sosial Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pendidikan, Disnakertrans, pihak sekolah
tempat anak jalanan bersekolah, dan orang tua anak jalanan.
Implementasi program bantuan pendidikan ini melibatkan orang tua anak
jalanan, mengingat bahwa di sini program yang yang dilaksanakan bertujuan agar
anak tidak terjun lagi ke jalan. Jadi orang tua anak jalanan dilibatkan agar orang
tua itu bisa mandiri sehingga tidak membebani anak jalanan dan pada akhirnya
anak tidak lagi turun ke jalan. Jadi, untuk mendukung program bantuan
pendidikan ini, diadakan juga program pemberdayaan orang tua anak jalanan.
Dalam program ini orang tua anak jalanan ini diberikan bantuan modal sekitar dua
bulan sekali. Jadi pada awal program para pekerja sosial RPSA Gratama sudah
menentukan besarnya bantuan itu berapa dan sisanya diberikan ke orang tua anak
jalanan. Tapi bantuan ini diberikan secara bertahap untuk mengantisipasi jikalau
bantuan ini disalahgnakan atau tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Kontrol implementasi program bantuan pendidikan ini dilakukan sampai
ke sekolah dan rumah anak jalanan sendiri. Sedangkan kontrol terhadap program
pemberdayaan orang tua anak jalanan dilakukan dengan mengecek ke lokasi
usaha. Kontrol ke sekolah biasanya dilakukan selama 6 bulan sekali sedangkan
kontrol ke rumah lebih rutin yaitu sekitar dua minggu sekali. Kontrol
implementasi program ini juga dilakukan dengan komunikasi lewat Hand Phone.
Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Pak Dwi P.
“Kontrolnya ya kalau untuk dana pendidikan ke sekolah kan dananya itu langsung kita salurkan mbak. Jadi kontrolnya ya kita lewat kwitansi-kwitansi sebagai bukti pembayaran. Kemudian untuk yang pemberdayaan orang tua, itu kontrolnya kita ngecek ke lokasi usaha. Kalau peralatan itu lewat bukti penerimaan peralatan (wawancara tanggal 21 Juni 2011)”.
62
“Kalau datang ke sekolahnya itu bisa 6 bulan sekali mbak. Cuma kita kadang-kadang telfon ke sekolah. Ada masalah gak dengan anak ini (anak jalanan). Tapi ada juga yang jarang banget kita datangi jadi kontrolnya lebih lewat ke orang tuanya. Kalau kontrol ke rumahnya itu rutin ya. Seminggu atau dua minggu sekali (wawancara tanggal 21 Juni 2011)”.
Fungsi dari kontrol implementasi program bantuan pendidikan ini untuk
memantau jika ada masalah terkait program dan untuk mengetahui perkembangan
sekolah anak jalanan. Kontrol program ini dilakukan oleh semua pekerja sosial di
RPSA Gratama karena hanya tiga orang yang masih aktif di RPSA Gratama yaitu
pimpinan dan dua pekerja sosial. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Agustina
Merdekawati.
“Ya kita semua terjun mbak (sambil tertawa ringan). Bayangkan saja mbak hanya dua pekerja sosial saja yang sampai saat ini masih aktif. Jadi ya mau gak mau kita semua harus campur tangan. Wong kadang saja Pak Dwi juga terpaksa campur tangan (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”.
4.1.3.6 Dampak Pemberian Bantuan
Program bantuan pendidikan yang diberikan oleh RPSA Gratama kepada
anak jalanan sangatlah membantu anak-anak jalanan dalam rangka mendapatkan
haknya yaitu hak untuk mendapatkan pengajaran atau pendidikan. Berdasarkan
wawancara kepada beberapa anak jalanan yang menjadi responden dalam
penelitian ini, kebanyakan anak jalanan yang mendapatkan bantuan pendidikan
mengaku senang. Ini karena bantuan yang diberikan dapat membantu mereka
mendapatkan kesempatan bersekolah dan mereka senang karena program ini dapat
meringankan beban orang tua mereka yang kebanyakan berasal dari keluarga
kurang mampu. Hal ini diungkapkan oleh salah satu anak jalanan Etik Werdiyanti
(16 tahun), “ya seneng mbak, karena dapat membantu meringankan beban orang
tua” (wawancara tanggal 28 Juni 2011).
63
Hal senada juga diungkapkan oleh anak jalanan lain, yaitu Mirahayu (17
tahun), “senang mbak, karena saya dapat bantuan untuk biaya sekolah”
(wawancara tanggal 28 Juni 2011). Begitu juga dengan Miyadi (21 tahun),
“senang mbak, sekolahnya dibayari. Saya juga diajari keterampilan” (wawancara
tanggal 28 Juni 2011).
Dari kelima responden anak jalanan yang diwawancarai, dua diantaranya
sudah bekerja yaitu Miyadi (21 tahun) dan Miranti (19 tahun). Keduanya dulu
juga mendapatkan bantuan pendidikan dari RPSA Gratama. Menurut
pengakuannya, mereka berdua tidak lagi turun ke jalan sejak lulus SMP. Namun,
ada anak jalanan yang tidak melanjutkan sekolahnya yaitu Adi Prasetyo (15
tahun). Adi mengenyam pendidikan hanya sampai lulus SD. Hal ini dikarenakan
keadaan ekonomi yang sangat tidak memungkinkan untuk dia bersekolah. Dua
responden lainnya yaitu Etik werdiyanti (16 tahun) dan Mirahayu (17 tahun)
sampai saat ini masih sekolah dan duduk di bangku SMK.
Banyak dari mereka yang merasakan manfaat dari program bantuan
pendidikan ini. Kebanyakan mengaku senang dan tidak terpaksa mengikuti
program ini. Walaupun sebelumnya cukup sulit untuk mengajak anak-anak
jalanan ini bersekolah lagi. Ini dikemukakan oleh salah satu pekerja sosial, ibu
Agustina Merdekawati.
“………..kita tanya-tanya “mau gak sekolah lagi, pokoke sekolahe gratis ditanggung. Mengko ijasahe ijasah resmi”. mereka itu malah jawab ‘lha mbak aku iku wis kesuwen ning ndalan, golek sing cah cilik-cilik wae mbak’. Lain lagi yang anak kecil, mereka itu banyak yang masih takut. Alasan gak boleh orang tuanya lah, atau apalah. Karena juga kan terkait faktor ekonomi (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”.
64
Menurut penuturan Ibu Agustina di atas, terlihat bahwa cukup sulit untuk
mengajak anak jalanan sekolah lagi. Pada awalnya, mereka kurang begitu
memahami arti pentingnya pendidikan. Banyak dari mereka yang berfikir bahwa
mencari uang dengan menjadi anak jalanan lebih menguntungkan daripada
bersekolah walaupun dibiayai. Namun, mindset mereka yang seperti ini perlahan
berubah setelah mengikuti program-program dari RPSA Gratama, khususnya
program bantuan pendidikan. Terbukti mayoritas lebih suka bersekolah daripada
hidup di jalan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Etik Werdiyanti (16 tahun),
“lebih suka sekolah mbak, karena banyak temen dan dapat ilmu yang bermanfaat
dari sekolah” (wawancara tanggal 28 Juni 2011).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Mirahayu (17 tahun). Juga ada
perubahan pemikiran dari Mirahayu. Dia juga menuturkan tidak ingin ke jalan lagi
karena malu. Lebih lanjut dia menuturkan setelah lulus ingin bekerja tapi tidak
lagi sebagai anak jalanan, “nggak mau aku mbak, pengen kerja saja tapi gak di
jalan. Kalau sekarang wis isin aku mbak”. Ungkapnya ketika wawancara tanggal
28 Juni 2011.
Menyikapi permasalahan anak jalanan yang sangat sulit diselesaikan,
Pemerintah Kota Semarang dalam hal ini Dinsospora Kota Semarang juga
melaksanakan program-program yang bertujuan untuk menangani masalah anak
jalanan. Selama ini program yang dijalankan pemerintah berupa pelatihan
keterampilan yang diberikan satu tahun sekali juga memberikan bantuan kepada
orang tua anak jalanan. Kedua program ini cukup membantu anak jalanan dan
65
orang tuanya dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Namun, tidak ada program
khusus yang dilaksanakan terkait pendidikan anak jalanan.
4.1.4 Hambatan Implementasi Program Bantuan Pendidikan
Dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan, RPSA
mengalami beberapa hambatan, yaitu sebagai berikut.
1) Pendanaan
Menurut Pimpinan RPSA Gratama Bapak Dwi Priyanto implementasi
program bantuan pendidikan ini mengalami masalah di bidang pendanaan.
Menurut beliau, pemerintah kurang mensupport program ini. Misalkan saja dari
Dinas Pendidikan dan Dinsospora Kota Semarang tidak ada dana khusus untuk
pendidikan anak jalanan.
Hambatannya yang pertama ya masalah pendanaan ya. Kalau dari pemerintah, menurut saya itu pemerintah kurang mensupport, kurang memberikan solusi terhadap permasalahan anak jalanan. Kurang sabar dan program-programnya kurang relevan dengan permasalahan anak jalanan. Yang kedua dari masyarakat juga. Kesadaran untuk membantu sesama itu saya kira masih kurang ya. Coba kalau banyak orang-orang kaya yang mau menzakatkan hartanya 20 %. Pasti dapat membantu masyarakat lain yang kurang mampu. Termasuk anak jalanan (wawancara tanggal 21 Juni 2011)”.
2) Rendahnya Kesejahteraan dan Tingkat Pendidikan Orang Tua Anak Jalanan
Menurut penuturan Bapak Dwi Priyanto, biasanya pendidikan orang tua
anak jalanan ini rendah. Akibatnya dia tidak punya pengetahuan atau wawasan
yang cukup luas. Dengan kata lain tidak punya pandangan bagaimana agar dia
bisa keluar dari masalah yang dihadapinya. Selain itu juga karena masalah
kemiskinan yang pada akhirnya memaksa anak ikut memikul tanggungjawab
66
orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Ini juga yang menjadi
penghambat pelaksanaan program-program RPSA Gratama.
Hambatan lain dari orang tua anak jalanan adalah terkadang ada orang tua
yang berfikiran daripada sekolah lebih baik bantu orang tua cari uang untuk
makan. Namun ada juga pemikiran anak jalanan yang bertolak belakang dengan
pemikiran orang tua yang seperti ini. Ada orang tua yang ingin anaknya itu turun
ke jalan mencari uang tapi anaknya lebih memilih bersekolah.
3) Hambatan dari Anak jalanan
Terkadang ada anak jalanan yang mempunyai watak yang keras sehingga
sulit untuk dibina. Selain itu cukup sulit untuk mengajak anak jalanan agar mau
bersekolah lagi. Mereka lebih suka berada di jalan karena menganggap lebih
menguntungkan dan dapat mengahasilkan uang.
“Gak serta merta mudah ya mbak. Perlu proses itu. Ya saya gak mengatakan sulit ya, tapi butuh proses. Tergantung kondisi anaknya. Ada yang anak itu mau sekolah tapi gak punya biaya. Itu kan mudah ya. Tapi ada juga yang gak mau walau akan dibiayai. Jadi untuk anak yang gak mau sekolah itu solusinya yang pertama kebutuhan untuk makan kita penuhi dulu. Terus dimotivasi orang tuanya. Anaknya dikasih wawasan ke depan, kalau gak sekolah jadi apa. Nanti kalau sekolah untungnya apa (wawancara dengan Pak Dwi tanggal 21 Juni 2011)”. Hal serupa juga dikemukakan oleh Ibu Agustina Merdekawati. “………..kita tanya-tanya “mau gak sekolah lagi, pokoke sekolahe gratis ditanggung. Engko ijasahe ijasah resmi?” mereka itu malah jawab ‘lha mbak aku iku wis kesuwen ning ndalan, golek sing cah cilik-cilik wae mbak’. Lain lagi yang anak kecil, mereka itu banyak yang masih takut. Alasan gak boleh orang tuanya lah, atau apalah. Karena juga kan terkait faktor ekonomi (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”. Begitu juga dengan yang dikemukanan Bapak Sulistyo Budi, salah satu
Staff Dinsospora Kota Semarang bagian rehabilitasi sosial sebagai berikut.
67
“Hambatannya salah satunya ya karena kurangnya anggaran untuk penanganan anak jalanan. Seperti memberikan uang pendidikan untuk anak jalanan yang dibina oleh rumah-rumah singgah atau RPSA. Kalau masalah pelatihan kita memang memberikan. Tapi untuk dana yang dianggarkan untuk pendidikan belum ada. Dari pemerintah itu belum ada (wawancara tanggal 30 Juni 2011)”. Menurut penuturan beliau, belum ada anggaran penanganan anak jalanan
di bidang pendidikan. Selama ini Dinsospora Kota Semarang sendiri hanya
memberikan pelatihan keterampilan kepada anak-anak jalanan. Hal ini
dikarenakan belum ada dana yang khusus dianggarkan untuk memberikan bantuan
pendidikan kepada anak jalanan.
4) Kurang Sinerginya Pihak-pihak yang Terkait dengan Implementasi Program
Menurut hasil wawancara dengan pekerja sosial di RPSA Gratama
Semarang, mereka berpendapat bahwa pihak-pihak yang terkait dengan
implementasi program ini kurang bersinergi dengan baik. Dinas Pendidikan hanya
menjangkau anak-anak yang sekolah di sekolah negri dan anak-anak yang sudah
masuk di sekolah. Tidak ada dana tersendiri untuk anak jalanan. Ini tentu menjadi
kendala sendiri. Hal ini dikemukakan oleh Ibu Agustina, yaitu sebagai berikut.
“Hambatan-hambatannya ya terutama dari dinasnya. Mereka kan anak-anak kita kebanyakan sekolahnya di swasta. Nah, kalau dari Dinas Pendidikan itu kalau kita mengajukan bantuan untuk anak jalanan itu biasanya ditolak. Karena mereka kan sudah memberikan bantuan pendidikan tapi ke sekolah yang negri. Jadi anak-anak kita yang sekolah di swasta kan tidak terjangkau. Jadi bantuan ini diberikan ke sekolah. Hanya anak jalanan yang sudah sekolah saja yang kemungkinan dapat terjangkau bantuan dari dinas ini. Padahal kan tidak semua anak jalanan bisa bersekolah (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”.
5) Kesadaran Masyarakat untuk Membantu Sesama Masih Kurang
6) Hambatan lainnya menurut penuturan Pak Sulistyo Budi (51 tahun), salah satu
Staff Dinsospora bagian rehabilitasi sosial adalah bertambah banyaknya anak
68
jalanan dari luar kota, bukan dari Semarang. Misalkan saja dari Demak,
Kendal, Rembang, dan sekitarnya. Dari 100 % jumlah anak jalanan yang ada
di Semarang, sekitar 80 % nya berasal dari luar Kota Semarang. Hal ini tentu
menjadi kendala tersendiri karena belum tuntas masalah anak jalanan di Kota
Semarang yang dibina, sudah muncul lagi anak jalanan yang lain.
4.1.5 Tingkat Keberhasilan Program Bantuan Pendidikan
4.1.5.1 Komunikasi
Komunikasi dalam hal ini berhubungan dengan penyampaian informasi
baik kepada anak jalanan maupun pihak-pihak yang terkait dalam implementasi
program bantuan pendidikan di RPSA Gratama.
“Ya itu, makanya kan kalau awal program kita itu lebih ke penjangkauan dulu. Pada saat penjangkauan itu selain kita mendatangi mereka ya sekaligus kita menjelaskan sedikit lah kita ini siapa dan kita kan pada waktu itu kan juga memberikan undangan untuk mengajak mereka kumpul-kumpul misal ada tutorial atau pelatihan. Ya tentunya kita harus mengiming-imingi mereka denga uang ganti atau uang saku kalau pelatihan/tutorial sudah selesai. Ya nanti kita kumpulkan semua anak yang sudah kita data dan kita juga mendatangkan tutor-tutor sesuai dengan program yang bersangkutan misalnya dari Dinas Sosial atau dari Dinas Pendidikan atau juga ada dari RPSA sendiri. Lha dari itu kita menjelaskan yang lebih rinci dan lebih terbuka apa sebenarnya program kita (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”. Menurut penuturan Ibu Agustina di atas, strategi yang digunakan RPSA
Gratama dalam menjelaskan peranan RPSA kepada anak jalanan dan orang tua
anak adalah dengan mendatangi langsung ke lokasi anak jalanan ataupun ke
rumahnya. Pertama-tama penyampaian informasi dilakukan saat penjangkauan. Di
sini para pekerja sosial menjelaskan inti dari fungsi RPSA dan program-program
yang dijalankan. Setelah itu anak jalanan diberikan undangan untuk berkumpul
atau terkadang diadakan tutorial. Baru ketika turorial berlangsung para pekerja
69
sosial menjelaskan fungsi, peranan, dan program-program RPSA lebih rinci.
Penyampaian informasi dilakukan dengan sangat terbuka.
Semua pekerja sosial di RPSA Gratama bertanggungjawab terhadap
penyampaian program-program yang dijalankan oleh RPSA karena sampai saat
ini hanya dua pengurus yang masih aktif yaitu Ibu Agustina Merdekawati dan
Septi Kurniawati serta satu pimpinan yaitu Bapak Dwi Priyanto.
“Ya kalau mengenai siapa yang bertanggungjawab terhadap penyampaian program-program yang kami jalankan semua pengurus RPSA dan yayasan mbak. Karena disini (RPSA Gratama) kan sebenarnya pengurusnya lumayan banyak tapi yang masih aktif tinggal dua orang dan satu pimpinan (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”. Selama ini koordinasi dan komunikasi yang dilakukan RPSA dengan
pihak-pihak yang terkait dalam implementasi program bantuan pendidikan ini
masih kurang. Hal ini diungkapkan oleh Pak Dwi Priyanto.
“Kalau menurut saya komunikasinya masih kurang, ini jelas kami akui ya. Komunikasi dengan Dinas Pendidikan selama ini pun masih kurang intensif. Memang beberapa kali kami sudah menghubungi ke dinas, tapi dari dinasnya sendiri kan tidak ada ketika kami ke staffnya di dinas itu tidak ada program yang khusus menangani anak jalanan. Jadi ya mereka pun gak bisa mengalokasikan dana ini khusus untuk anak jalanan. Itu ndak bisa mbak. Istilahe prosedur menurut SK nya kan sudah begitu. Akhirnya kami koordinasinya juga kurang karena programnya gak nyambung. Jadi ya gak bisa intensif gitu. Seharusnya pengambil kebijakannya harus lebih jeli mbak. Tapi kita mau ke arah sana juga susah. Mau ketemu dewan aja susah. Jadi komunikasinya hanya sampai pada staff-staffnya (wawancara dengan Pak Dwi Priyanto tanggal 21 Juni 2011)”. Namun menurut pendapat Septi Kurniawati koordinasi yang dilakukan
dengan sekolah cukup baik. Hal ini juga untuk memantau perkembangan anak.
Ketika pekerja sosial mengunjungi sekolah tempat anak jalanan bersekolah,
terkadang jug dimanfaatkan untuk sharing tentang anak jalanan yang sekolah di
sekolah tersebut.
70
Selain dengan sekolah, koordinasi juga dijalin dengan orang tua anak
jalanan. Karena tanpa dukungan mereka program bantuan pendidikan yang
dilaksanakan tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini orang
tua anak jalanan diberikan bantuan agar mampu mengembangkan usaha sehingga
kedepannya dapat membiayai kebutuhan anak. Ini juga bertujuan agar anak tidak
menanggung beban yang seharusnya ditanggung orang tua yaitu mencari
penghasilan. Tujuan akhirnya kedua program ini dapat saling mendukung
sehingga anak tidak lagi turun ke jalan.
4.1.5.2 Sumberdaya
Sumber dana yang dipergunakan untuk implementasi program di RPSA
Gratama khususnya program bantuan pendidikan berasal dari berbagai sumber,
yaitu:
1) usaha-usaha Yayasan Gradhika yang sah;
2) bantuan-bantuan yang tidak mengikat dari pemerintah, swasta nasional,
maupun bantuan dari luar negeri;
3) pendapatan lain yang sah dan tidak mengikat, seperti bantuan dari mahasiswa
maupun donatur tidak tetap.
Terkait sistem perekrutan pengurus di RPSA Gratama, Septi Kurniawati
salah satu pekerja sosial di RPSA Gratama mengungkapkan bahwa dirinya
bergabung di RPSA karena ajakan dari Pak Dwi Priyanto.
“Kalau saya sendiri itu dulu bergabung di RPSA Karena diajak Pak Dwi. Pak Dwi dulu itu guru saya. Setelah saya lulus, saya diajak bergabung di RPSA Gratama. Jadi sudah sekitar tiga tahun (wawancara dengan Septi Kurniawati tanggal 9 Juni 2011)”.
71
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Agustina Merdekawati sebagai
berikut.
“Sistem perekrutannya itu biasanya diadakan seleksi bagi yang benar-benar berminat beraktivitas yang benar-benar untuk motif sosial. Ya awalnya si kita semacam interview ya mbak. Kalau yang benar-benar berminat ya diadakan wawancara dan juga diajak turun ke jalan bagaimana cara mereka menghadapi anak-anak, cara ngomongnya dengan anak. Kalau di awal program, kami agak kuwalahan dan biasanya kami menerima jasa-jasa untuk menjadi sukarelawan. Kalau saya dulu diajak oleh Mas Dwi mbak (wawancara tanggal 7 Juni 2011)”. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pekerja sosial di RPSA Gratama,
mayoritas tidak memiliki metode khusus dalam mengimplementasikan program
bantuan pendidikan yang dilaksanakan. Hanya saja mereka mengandalkan
pendekatan langsung dengan anak jalanan dan sebelum awal penyampaian para
pekerja sosial selalu mengadakan rapat koordinasi mengenai metode-metode
penyampaian, pembagian-pembagian wilayah, jadi sudah merupakan kesepakatan
bersama seluruh petugas RPSA Gratama. Pendekatan ini bertujuan untuk
mengetahi kebutuhan anak jalanan dan menjelaskan keberadaan RPSA serta
program-programnya.
“Kalau metode khusus gak ada ya mbak. Tapi dari pengurus itu kan ada yang namanya rapat koordinasi. Disana dirapatkan, nanti dikasih tahu cara mendekati anak itu bagaimana, setelah terjun ke lapangan itu ya langsung pendekatan dengan anak jalanan tersebut”. Kami mendatangi anak di jalanan agar lebih dekat dengan mereka. Pendekatan ini agar kami lebih mengetahui kebutuhan mereka dan agar mereka lebih mengetahui siapa kami dan apa program kami. Kami membujuknya dengan memberikan pengertian pentingnya sekolah bagi mereka dan tentu saja dengan iming-iming sekolahnya gratis (wawancara dengan Septi Kurniawati tanggal 9 Juni 2011)”. RPSA Gratama juga mempunyai fasilitas yang cukup sehingga diharapkan
mendukung program penanganan anak jalanan.
72
1) Rumah Perlindungan Sosial Anak dengan 8 kamar tidur (masing – masing
kamar ada 2 ranjang susun), 1 ruang pertemuan yang dapat digunakan untuk
tempat tidur darurat, ruang tamu, ruang baca, ruang bermain, ruang belajar,
dapur, 1 kamar mandi/WC, dan ruang administrasi/sekretariat.
2) Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama berlokasi di perkampungan
penduduk sehinga memungkinkan anak berinteraksi dan bersosialiasi dengan
masyarakat.
3) Air sumur, listrik, dan telepon.
4) Pelengkapan untuk anak seperti televisi dan perpustakaan.
5) Perlengkapan rumah tangga seperti alat kebersihan, perlengkapan memasak,
serta setrika meja dan kursi.
6) Perlengkapan kantor seperti komputer, mesin ketik, papan tulis dan papan
informasi, ATK, dan keperluan administrasi lainya.
4.1.5.3 Disposisi
Disposisi merupakan sikap pelaksana, dalam hal ini adalah para pekerja
sosial di RPSA Gratama. Implementasi program bantuan pendidikan untuk anak
jalanan ini membutuhkan kesungguhan dari para pekerja sosialnya. Tanpa itu
kemungkinan besar upaya penanganan anak jalanan khususnya di Kota Semarang
tidak akan berjalan dengan baik.
Ibu Agustina Merdekawati misalnya, beliau berkomitmen kuat untuk
membantu anak jalanan mendapatkan haknya tanpa motif profit.
“Komitmen saya ya kami bergabung di RPSA Gratama ini tidak untuk motif profit. Jadi kami disini ikhlas membantu anak-anak jalanan yang membutuhkan agar haknya terpenuhi, salah satunya adalah hak untuk
73
mendapatkan pendidikan atau pengajaran” (wawancara tanggal 7 Juni 2011). Hal senada juga diungkapkan oleh pekerja sosial yang lain, yaitu Septi
Kurniawati sebagai berikut.
“Yang pasti itu harus sabar dan ikhlas mbak. Beneran, di sosial itu sulit sekali untuk berkembang. Jadi ya harus sabar. Kalau masalah finansial itu tidak bisa diharapkan. Yang bikin saya semangat itu ya bisa ketemu dengan anak-anak terus pengalaman juga. Dari situ saya tidak mengharapkan apa-apa. Yang penting sabar menghadapi mereka karena banyak anak dengan bermacam-macam latar belakang. Terbiasa hidup di jalanan dengan kehidupan yang keras jadi ya harus ekstra sabar (wawancara tangggal 9 Juni 2011)”. Begitu juga dengan Pak Dwi Priyanto, Pimpinan RPSA Gratama, yaitu
sebagai berikut.
“Kalau saya sebagai pimpinan dan saya sebagai manusia juga ya komitmen saya karena saya sudah tahu permasalahan anak dan solusinya seperti apa. Jadi komitmen saya, saya akan yang pertama memberi contoh dulu. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu. Yang jelas saya berkomitmen untuk mengentaskan anak-anak itu yang pertama di Kota Semarang dulu. Terus nanti karena kami terkendala dengan pendanaan dan sebagainya saya berkomitmen untuk merintis usaha dulu dan ini sudah saya wujudkan ya. Ini supaya nanti saya biisa ikut membantu mengentaskan anak jalanan, bukan karena saya sebagai Pimpinan RPSA saja tapi juga merupakan kewajiban saya sebagai masyarakat dan saya harus membantu meningkatkan kesejahteraan mereka. Jadi yang sejahtera bukan hanya orang-orang mampu saja, tapi harus ada pemerataan, setidaknya mereka bisa hidup normal lah (wawancara tanggal 21 Juni 2011). Dari apa yang diutarakan Bapak Dwi di atas, komitmen yang dia pegang
adalah memberi contoh yang baik terlebih dahulu sebelum mengajak orang lain
untuk ikut berpartisipasi dalam upaya penanganan anak jalanan.
Menurut pendapat beberapa anak jalanan yang diwawancarai, mereka
berpendapat bahwa para pekerja sosial di RPSA Gratama baik dan ramah-ramah.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Mirahayu (17 tahun), “ada yang kenal, tapi
74
ada juga yang nggak. Sikapnya ya baik sama saya, ramah-ramah juga mbak”.
Ungkapnya ketika wawancara tanggal 28 Juni 2011. Begitu juga dengan Etik
Werdiyanti (16 tahun), “gak pernah dimarahi mbak, paling ya kalau ada yang
salah ya cuma dibilangin aja. Mereka semua baik mbak, ramah-ramah”. Ungkap
Etik saat wawancara tanggal 28 Juni 2011.
Para pekerja sosial juga menjalin komunikasi yang baik dengan para anak
jalanan binaan RPSA Gratama lewat SMS atau terkadang menyempatkan diri
untuk berkunjung ke rumah anak jalanan walau hanya sekedar untuk mampir
saja”.
4.1.5.4 Struktur Birokrasi
Masing-masing pengelola di RPSA Gratama mempunyai tugas sesuai
dengan bidangnya dan saling berkoordinasi satu dengan yang lain, yaitu sebagai
berikut.
1) Koordinator Program
a. Menetapkan kebijakan, program, dan kegiatan.
b. Menetapkan rencana tahunan.
c. Mengkoordinasikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan.
d. Mengembangkan dan menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga
pelayanan, organisasi, perorangan, dan kelompok profesional.
e. Membuat laporan pertanggungjawaban pelayanan kepada Bagian Sosial
Kota, Departemen Sosial/Instansi Sosial.
2) Sekretariat/Administrasi
a. Melakukan tugas-tugas administrasi kantor dan keuangan.
75
b. Melakukan pengarsipan dokumen administrasi.
c. Membuat laporan.
3) Bidang Manajemen Kasus
a. Melakukan kegiatan berdasarkan intervensi mulai dari pendekatan awal,
assessment, dan perencanaan intervensi.
b. Menyiapkan perangkat penanganan kasus dan mendokumentasikan seluruh
kegiatan.
c. Mengorganisir kelompok profesi bantu untuk kepentingan manajemen
kasus.
d. Mendukung dan memberi informasi terhadap bidang pelayanan dalam
melakukan intervensi.
e. Membuat laporan kegiatan kepada pimpinan.
4) Bidang Pelayanan
a. Melaksanakan intervensi berdasarkan hasil pembahasan kasus.
b. Mengatur dan menyediakan jenis-jenis pelayanan pada anak.
c. Mengorganisir kelompok profesi bantu untuk kepentingan pelayanan.
d. Melakukan pemantauan proses pelayanan intervensi yang dilakukan.
e. Membuat laporan kegiatan kepada pimpinan.
5) Bidang Pengasuhan
a. Membuka pendampingan dan asuhan pada anak.
b. Mengorganisir kelompok profesi bantu untuk kepentingan pengasuhan.
c. Melaksanakan kegiatan sosialisasi dan rekreasi yang bersifat edukatif.
76
d. Memberikan penjelasan dan bimbingan kepada anak untuk penyesuaian
diri dan keterlibatan dalam proses pelayanan dan penanganan masalah.
e. Membuat laporan kegiatan kepada pimpinan.
6) Bidang Rujukan
a. Mengidentifikasi dan menyiapkan lembaga/keluarga asli maupun
pengganti untuk reunifikasi anak setelah terminasi.
b. Mengorganisir kelompok profesi bantu untuk kepentingan rujukan.
c. Mengidentifikasi dan menyiapkan panti/keluarga lain untuk reunifikasi.
d. Menempatkan anak pada keluarga atau panti yang sesuai.
e. Melakukan monitoring setelah anak mendapat terminasi.
f. Membuat laporan kegiatan kepada pimpinan.
7) Kelompok Profesi Bantu
Merupakan tenaga-tenaga professional yang terdiri dari dokter, psikolog,
psiater, guru, ahli agama, pengacara, polisi, terapis, dan lainnya. Kelompok ini
bertanggung jawab kepada pimpinan sedangkan tugasnya membantu pekerja
sosial sebagai profesi utama dalam proses pelayanan.
Dari struktur organisasai, tidak semua pekerja sosial masih aktif sampai
saat ini. Beberapa diantaranya sudah tidak aktif lagi. Sampai saat ini yang masih
aktif adalah pimpinan, Bapak Dwi Priyanto, Agustina Merdekawati dan Septi
Kurniawati. Dalam juklisnya, ketiganya mampunyai peran masing-masing sesuai
dengan ketetapan. Namun dalam praktek sehari-hari pekerja sosial yang masih
aktif menjalankan tugas bersama-sama mengingat sedikitnya pekerja sosial yang
masih aktif.
77
4.2 Pembahasan
4.2.1 Implementasi Program Bantuan Pendidikan
Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis, dan mempunyai ciri dan sifat khusus
yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.
Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu
mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara
optimal, baik fisik, mental, maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan
upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan
memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan
tanpa diskriminasi termasuk juga anak jalanan.
Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk
mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat umum lainnya. Dalam
penelitian ini anak jalanan yang menjadi responden beraktivitas di jalan dengan
ngamen dan mengelap mobil di sekitar traffic light. Anak jalanan ini mencari uang
dan biasanya digunakan untuk membantu orang tua mereka dan untuk keperluan
lainnya.
Beberapa permasalahan/penyebab anak turun ke jalanan, yaitu kemiskinan,
mentalitas, kebodohan, ikut-ikutan teman, butuh uang saku/transport sekolah,
broken home, disuruh (dikaryakan) oleh orang tua, tidak mempunyai pekerjaan,
tidak mempunyai tempat bermain, korban trafficking, konflik bersenjata,
kerusuhan, bencana, dan orang tua dipenjara ataupun orang tua meninggal. Dari
kelima responden anak jalanan yang sudah diwawancarai, kebanyakan dari
78
mereka turun ke jalan karena faktor ekonomi. Mayoritas berasal dari keluarga
yang kurang mampu.
Pada batas-batas tertentu memang tekanan kemiskinan merupakan kondisi
yang mendorong anak-anak hidup di jalanan selain faktor-faktor lainnya. Namun,
bukan berarti kemiskinan merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan anak
hidup di jalanan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Justika S.B. (dalam Suyanto,
2003:197) yang menyatakann bahwa sekitar 60 % (persen) penyebab anak jalanan
turun ke jalan adalah karena dipaksa oleh orang tuanya.
Fungsi dari rumah singgah (RPSA) adalah untuk membantu anak jalanan,
memperbaiki atau membetulkan sikap dan perilaku yang keliru, memberi proteksi,
mengatasi masalah, dan menyediakan berbagai informasi yang berkaitan dengan
anak jalanan. Di RPSA inilah anak jalanan dibantu dengan program-program yang
dilaksanakan. Dalam penelitian ini anak-anak jalanan dibantu mengatasi masalah
yang dihadapinya salah satunya dengan memberikan bantuan pendidikan agar
anak jalanan bisa bersekolah.
Dari beberapa permasalahan anak jalanan tersebut metode penanganan
anak jalanan yang digunakan untuk membantu anak-anak jalanan mengatasi
masalahnya adalah berbeda-beda. Hal ini dikarenakan setiap anak memiliki
masalah dan latar belakang yang berbeda-beda pula. Selain itu potensi antara satu
anak dengan anak yang lain juga tidaklah sama. Salah satu metode penanganan
yang diberikan oleh RPSA Gratama untuk mengatasi permasalahan anak jalanan
adalah dengan memberikan bantuan pendidikan bagi beberapa anak jalanan.
79
Program bantuan pendidikan di RPSA Gratama Semarang ini memberikan
bantuan pendidikan formal untuk anak jalanan. Pendidikan formal, yaitu
pendidikan yang berlangsung secara teratur, bertingkat, dan mengikuti syarat-
syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini berlangsung di sekolah. Dalam
penelitian ini anak-anak jalanan yang mendapatkan bantuan pendidikan
disekolahkan di sekolah formal agar anak dapat tumbuh berkembang secara
normal. Program ini merupakan salah satu bentuk implementasi kebijakan
Pemerintah Kota Semarang terkait masalah sosial, yaitu penanganan anak jalanan.
Program ini bertujuan untuk membantu anak jalanan mendapatkan haknya yaitu
hak mendapatkan pendidikan. Ini sesuai dengan pasal 31 ayat 1 Undang-Undang
Dasar 1945, menyebutkan bahwa ”setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan”. Pasal ini menunjukkan bahwa pendidikan adalah hak setiap warga
negara, tanpa memandang status, agama, ras, suku, maupun etnis. Baik itu dewasa
maupun anak-anak tanpa terkecuali anak jalanan.
Pada awal tahapan pelaksanaan program para pekerja sosial melakukan
penjangkauan langsung ke lokasi anak-anak jalanan beraktivitas di jalan ataupun
rumah orang tuanya. Di sini masing-masing pekerja sosial turun ke jalan
memantau ke daerah atau kantong binaan mendatangi anak-anak jalanan tersebut.
Penjangkauan dengan mendatangi anak jalanan secara langsung ini bertujuan agar
data yang diperoleh benar-benar valid dan selanjutnya para pekerja sosial dapat
menentukan metode yang tepat untuk mengatasi masalah anak jalanan. Selain itu,
penjangkauan secara langsung ini berguna untuk meyakinkan anak jalanan bahwa
masih banyak orang yang peduli terhadap masa depan mereka dan secara tidak
80
langsung anak jalanan merasa bahwa dirinya tidak termarjinalkan dan tidak
dikucilkan oleh masyarakat. Hal ini tentu merupakan awal yang baik dalam
melakukan pendekatan dengan anak jalanan. Dengan begitu, akan mudah untuk
menyampaikan dan mengajak mereka mengikuti program-program yang akan
dilaksanakan RPSA.
Pendekatan yang dilakukan oleh RPSA Gratama dalam upaya penanganan
anak jalanan bermacam-macam dan berbeda-beda antara satu anak dengan anak
yang lainnya. Pendekatan yang dipakai ini tergantung dari kondisi anak jalanan itu
sendiri. Ada beberapa anak diajak berdialog, mereka didampingi, dan selanjutnya
para pekerja sosial mancoba memahami situasi, latar belakang, dan kondisi anak
jalanan tersebut. Setelah itu, anak-anak jalanan ini diberi materi pendidikan dan
keterampilan. Dalam pendekatan ini para pekerja sosial di RPSA Gratama
mencoba memberikan kehangatan bagi anak-anak jalanan agar mereka merasa
nyaman dan pada akhirnya tidak merasa terpaksa mengikuti program-program
yang dilaksanakan oleh RPSA Gratama. Pendekatan ini menurut Tata Sudrajat
(dalam suyanto, 2003:201) dapat disebut dengan pendekatan street based.
Menurutnya, pendekatan ini lebih cocok untuk anak-anak jalanan yang masih ada
hubungan dengan keluarga, tetapi jarang berhubungan atau tinggal dengan orang
tua maupun keluarganya.
Pendekatan lain yang dipakai adalah dengan memasukkan anak-anak
jalanan ke RPSA maupun ke panti-panti untuk direhabilitasi. Disini anak-anak
jalanan ini diberikan perlindungan serta perlakuan yang hangat dari para pekerja
sosial. Bahkan mereka juga mendapatkan makanan gratis dan tempat untuk
81
tinggal. Di panti ini biasanya anak-anak jalanan juga mendapatkan pelayanan
pendidikan, ketrampilan, kebutuhan dasar, kesehatan, kesenian, dan pekerjaan.
Anak-anak yang direhabilitasi di panti biasanya adalah anak-anak jalanan yang
memiliki permasalahan yang lebih rumit. Pendekatan ini diberikan untuk anak-
anak jalanan yang tersisih atau putus hubungan dengan keluarga maupun orang
tuanya. Menurut Tata Sudrajat (dalam suyanto, 2003:201) pendekatan seperti ini
disebut dengan pendekatan centre based.
Berbeda lagi untuk anak-anak jalanan yang masih berhubungan atau
tinggal dengan keluarga atau orang tua. Pendekatan yang dilakukan lebih
berfungsi sebagai pencegahan agar anak tidak terjerumus lebih dalam kehidupan
di jalanan. Dalam pendekatan penanganan anak jalanan ini RPSA Gratama
melibatkan masyarakat dan orang tua anak jalanan. Keluarga diberikan kegiatan
penyuluhan tentang pengasuhan anak dan upaya meningkatkan taraf hidup mereka
agar selanjutnya anak-anak tidak terbebani dengan beban hidup yang ditanggung
oleh orang tuanya sehingga memaksa mereka untuk ikut membantu dengan cara
turun ke jalanan menjadi anak jalanan. Orang tua anak jalanan diberikan bantuan
modal yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dengan
membuka usaha sendiri agar mereka sanggup melindungi, mengasuh, dan
memenuhi kebutuhan anak-anaknya sendiri. Sementara orang tua diberikan
penyuluhan dan bantuan modal, anak-anak mereka diberi kesempatan
memperoleh pendidikan formal maupun informal, pengisian waktu luang,
pelatihan keterampilan, dan kegiatan lainnya yang bermanfaat. Untuk pendidikan,
anak-anak jalanan ini diberikan bantuan pendidikan agar mereka bisa kembali lagi
82
ke bangku sekolah untuk mendapatkan kesempatan belajar (pendidikan formal).
Sedangkan untuk pendidikan informal, RPSA mengadakan pengajian bersama,
pelatihan keterampilan tertentu, dan sebagainya. Penyelenggaraan pelatihan
keterampilan ini diprioritaskan untuk anak jalanan yang sudah tidak bersekolah
dan tidak dalam usia sekolah.
RPSA Gratama menggabungkan ketiga pendekatan tersebut yaittu
community based, centre based, dan street based dalam upaya penanganan anak
jalanan di Kota Semarang. Dari ketiga pendekatan tersebut menurut Suyanto
(2003:202) bukan berarti satu pendekatan lebih baik dari pendekatan yang lain.
RPSA Gratama menggunakan ketiga pendekatan tersebut karena selama ini
kondisi anak-anak jalanan yang ditangani tidaklah sama antara satu anak dengan
anak yang lainnya jadi tidak mungkin hanya menggunakan satu metode
pendekatan saja. Apapun pendekatan yang dipilih, yang paling penting adalah
modal awal yang dibutuhkan untuk menangani permasalahan anak jalanan
sesungguhnya adalah sikap empati dan komitmen yang benar-benar tulus dari kita
semua. Tanpa dilandasi oleh kedua hal itu, permasalahan anak jalanan tidak akan
terselesaikan dengan baik.
4.2.2 Hambatan Implementasi Program Bantuan Pendidikan
Dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan, RPSA
mengalami beberapa hambatan, yaitu sebagai berikut.
1) Pendanaan
Implementasi program bantuan pendidikan ini mengalami masalah di
bidang pendanaan. Pemerintah terlihat sangat kurang mensupport program
83
bantuan pendidikan ini. Terbukti dari Dinas Pendidikan sendiri tidak ada dana
khusus untuk pendidikan anak jalanan. Pemerintah dirasa kurang memberikan
solusi terhadap permasalahan anak jalanan. Mengingat bahwa permasalahan anak
jalanan sangatlah kompleks. Tata Sudrajat (dalam Suyanto, 2003:190)
menyebutkan bahwa salah satu masalah yang dihadapi anak jalanan adalah
masalah pendidikan yaitu sebagian anak jalanan putus sekolah karena waktu
mereka habis di jalan. Selain itu, juga karena disebabkan faktor ekonomi.
Sebagian anak jalanan ini berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Selama ini Pemerintah Kota Semarang (dalam hal ini Dinsospora Kota
Semarang) memang sudah melaksanakan program-program dalam upaya
penanganan anak jalanan di Kota Semarang, namun program-program yang
dilaksanakan dirasa kurang relevan dengan permasalahan anak jalanan. Selama ini
pemerintah hanya memberikan pelatihan keterampilan yang hasilnya pun kurang
begitu maksimal, tanpa melihat kenyataan bahwa anak jalanan juga memerlukan
pendidikan yang berguna untuk masa depannya kelak. Karena dari Pemerintah
Kota Semarang tidak ada program khusus yang menangani permasalahan
pendidikan untuk anak jalanan, maka RPSA Gratama pun tidak mendapatkan dana
dari Pemerintah Kota Semarang khusus untuk pendidikan anak jalanan.
Hal inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa selama ini masalah
pendanaan program bantuan pendidikan di RPSA Gratama selalu menjadi
hambatan tersendiri dalam mengimplementasikannya. Dari beberapa anak jalanan
yang menjadi responden menyatakan bahwa mereka tidak lagi mendapatkan
bantuan pendidikan setelah lulus SMP. Hal ini disebabkan dana yang dibutuhkan
84
untuk membantu pendidikan anak jalanan sangatlah besar. Jadi terpaksa ada
beberapa anak jalanan yang bantuan pendidikannya dihentikan dan digantikan
dengan anak jalanan yang lain.
Implementasi program bantuan pendidikan yang dilaksanakan oleh RPSA
Gratama pun hasilnya menjadi kurang maksimal karena program ini
membutuhkan dana yang cukup besar akan tetapi sumber dana yang ada sangatlah
tidak mendukung. Hal ini tentu saja mempengaruhi implementasi program
bantuan pendidikan yang dilaksanakan. Karena menurut George C. Edwards salah
satu faktor yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan adalah faktor
sumberdaya. Dan pendanaan ini termasuk dalam sumber daya material.
Menurutnya, jika implementor kekurangan sumber daya, maka implementasi tidak
akan berjalan efektif dan efisien.
Konsekwensi lain yang harus dihadapi karena kurangnya dana yang ada
ini adalah kontrol terhadap implementasi program bantuan pendidikan ini menjadi
kurang maksimal. Kontrol implementasi program hanya dilakukan dalam enam
bulan sekali dan menurut pengakuan beberapa anak jalanan kontrol atau
pengawasan ke rumah orang tua anak jalanan hanya dilakukan sesekali waktu
saja. Tentu saja ini dapat menjadikan implementasi program yang dijalankan
kurang maksimal.
Sebaiknya RPSA Gratama maupun Yayasan Gradhika mulai merintis
usaha yang profit misalnya “kucingan”, konter pulsa, dan tambal ban sehingga
laba yang diperoleh dari usaha ini dapat digunakan untuk membantu pendanaan
program bantuan pendidikan yang dijalankan. Dengan begitu masalah pendanaan
85
akan sedikit teratasi karena RPSA Gratama tidak terlalu bergantung pada bantuan
dari pemerintah sehingga untuk kedepannya program bantuan pendidikan ini lebih
maksimal. Selain itu anak jalanan pascabina juga dapat bekerja di sana.
2) Rendahnya Kesejahteraan dan Tingkat Pendidikan Orang Tua Anak jalanan
Menurut hasil penelitian, biasanya pendidikan orang tua anak jalanan ini
rendah. Akibatnya dia tidak punya pengetahuan/wawasan yang cukup luas.
Dengan kata lain tidak punya pandangan bagaimana agar dia bisa keluar dari
masalah yang dihadapinya. Selain itu juga karena masalah kemiskinan yang pada
akhirnya memaksa anak ikut menanggung tanggungjawab orang tuanya untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Ini juga yang menjadi penghambat
pelaksanaan program-program RPSA Gratama.
Hambatan lain dari orang tua anak jalanan adalah terkadang ada orang tua
yang berfikiran daripada sekolah lebih baik membantu orang tua mencari uang
untuk makan. Namun ada juga pemikiran anak jalanan yang bertolak belakang
dengan pemikiran orang tua yang seperti ini. Ada orang tua yang ingin anaknya
itu turun ke jalan mencari uang tapi anaknya lebih memilih bersekolah.
3) Hambatan dari Anak jalanan
Terkadang ada anak jalanan yang mempunyai watak yang keras sehingga
sulit untuk dibina. Selain itu cukup sulit untuk mengajak anak jalanan agar mau
bersekolah lagi. Mereka lebih suka berada di jalan karena menganggap lebih
menguntungkan dan dapat menghasilkan uang. Bagi kebanyakan anak-anak
jalanan, keterlibatan mereka dalam perekonomian sektor informal biasanya
membuahkan rasa bangga dan layak karena kemampuannya menyumbang kepada
86
kelangsungan hidup keluarganya. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyanto bahwa
keterlibatan anak dalam sektor informal terbukti pada akhirnya menghilangkan
minat anak pada sekolah karena keinginan mendapatkan uang lebih banyak.
Hal inilah yang menjadi hambatan tersendiri dalam implementasi program
bantuan pendidikan di RPSA Gratama. Sulit sekali mengajak dan membujuk
anak-anak jalanan untuk kembali ke bangku sekolah walaupun sudah
diinformasikan bahwa biaya ditanggung oleh RPSA Gratama.
4) Kurang Sinerginya Pihak-pihak yang Terkait dengan Implementasi Program
Menurut hasil wawancara dengan pekerja sosial di RPSA Gratama
Semarang, mereka berpendapat bahwa pihak-pihak yang terkait dengan
implementasi program ini kurang bersinergi dengan baik. Dinas Pendidikan hanya
menjangkau anak-anak yang sekolah di sekolah negri dan anak-anak yang sudah
masuk di sekolah. Tidak ada dana tersendiri untuk anak jalanan. Sedangkan
Dinsospora Kota Semarang yang dalam hal ini mewakili Pemerintah Kota
Semarang, tidak menyediakan dana khusus untuk anak jalanan. Dari Pemerintah
Kota Semarang hanya memberikan pelatihan keterampilan kepada anak-anak
jalanan di Kota Semarang.
Antara pemerintah, LSM, organisasi sosial, dan pihak-pihak lain yang
bertanggungjawab dalam penanganan anak jalanan di Kota Semarang terlihat
kurang adanya kerjasama dan koordinasi yang baik sehingga penanganan anak
jalanan yang dijalankan cenderung masih bersifat terpisah. Menurut Suyanto
(2003:199) bila penanganan anak jalanan ini masih dilakukan secara temporer,
segmenter, dan terpisah maka hasilnya pun menjadi kurang maksimal.
87
Agar penanganan, upaya perlindungan, dan pemberdayaan anak-anak
jalanan dapat memberikan hasil yang lebih baik, dibutuhkan kesediaan semua
pihak untuk duduk bersama, berdiskusi untuk mencari jalan keluar yang terbaik
bagi anak-anak jalanan, dan kemudian merumuskan program intervensi yang tepat
sasaran dan sekaligus melakukan pembagian kerja yang lebih terkoordinasi untuk
mencapai hasil yang lebih baik.
5) Kesadaran Masyarakat untuk Membantu Sesama Masih Kurang
Menurut penuturan para pekerja sosial di RPSA Gratama, masyarakat
kurang memiliki kesadaran dalam membantu anak-anak jalanan di Kota
Semarang. Hal ini juga menjadi hambatan implementasi program bantuan karena
selama ini salah satu sumber dana yang digunakan untuk mensupport
implementasi program bantuan di RPSA Gratama ini adalah mengandalkan
bantuan dari masyarakat yang berkenan membantu mengatasi anak jalanan di
Kota Semarang.
6) Bertambah Banyaknya Anak jalanan dari Luar Kota Semarang
Hambatan lainnya menurut penuturan Pak Sulistyo Budi (51 tahun) adalah
bertambah banyaknya anak jalanan dari luar kota, bukan dari Semarang. Misalkan
saja dari Demak, Kendal, Rembang, dan sekitarnya. Dari 100 % jumlah anak
jalanan yang ada di Semarang, sekitar 80 % nya berasal dari luar Kota Semarang.
Hal ini tentu menjadi kendala tersendiri karena belum tuntas masalah anak jalanan
di Kota Semarang yang dibina, sudah muncul lagi anak jalanan yang lain.
Banyak hal yang mendorong anak-anak jalanan ini untuk mengadu nasib
di Kota Semarang. Salah satunya adalah karena Kota Semarang merupakan salah
88
satu kota besar di Indonesia, pusat segala aktivitas ekonomi, sosial dan budaya.
Kota Semarang mengalami perkembangan pesat sama halnya dengan kota-kota
besar lainnya di Indonesia. Kantor-kantor, pusat perbelanjaan, sarana
perhubungan, pabrik, sarana hiburan, dan sebagainya memadati seluruh bagian
Kota Semarang. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor semakin banyaknya
urban yang ingin mengadu nasib di Kota Semarang.
Bagi sebagian orang yang mempunyai bekal ilmu pengetahuan dan
ketrampilan yang cukup tentu akan mampu bertahan di kota ini, tetapi tidak
demikian bagi sebagian orang yang kurang beruntung. Sulitnya mencari pekerjaan
kadang kala memaksa mereka untuk mencari nafkah dengan jalan mengemis atau
mengamen. Pada akhirnya mereka menjadi gelandangan. Fenomena ini tidak
hanya terjadi pada orang dewasa saja, akan tetapi juga terjadi pada anak-anak.
Anak-anak inilah yang disebut anak jalanan.
4.2.3 Tingkat Keberhasilan Program Bantuan Pendidikan
4.2.3.1 Komunikasi
Strategi yang digunakan RPSA Gratama dalam menjelaskan peranan
RPSA kepada anak jalanan dan orang tua anak adalah dengan mendatangi
langsung ke lokasi anak jalanan ataupun ke rumahnya. Pertama-tama
penyampaian informasi dilakukan saat penjangkauan. Disini para pekerja sosial
menjelaskan inti dari fungsi RPSA dan program-program yang dijalankan. Setelah
itu anak jalanan diberikan undangan untuk berkumpul atau terkadang diadakan
tutorial. Baru ketika turorial berlangsung para pekerja sosial menjelaskan fungsi,
peranan, dan program-program RPSA lebih rinci. Penyampaian informasi
dilakukan dengan sangat terbuka.
89
Penyampaian informasi secara langsung dan terbuka ini bertujuan untuk
mendekatkan diri dengan anak jalanan dan orang tua anak jalanan agar mereka
benar-benar mengerti program-program yang dijalankan oleh RPSA Gratama.
Pendekatan dilakukan secara personal agar para pekerja sosial mudah
mengidentifikasi potensi, latar belakang, permasalahan, dan kebutuhan anak
jalanan. Untuk selanjutnya hasil identifikasi ini dapat digunakan sebagai acuan
untuk menentukan metode yang tepat untuk membantu anak jalanan mengatasi
masalahnya.
Selain itu, penyampaian program secara langsung dan personal ini
bertujuan agar tujuan dan sasaran yang diinformasikan kepada kelompok sasaran
jelas. Apabila penyampaian tujuan dan sasaran kebijakan kurang jelas atau
bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, dimungkinkan akan
terjadi penolakan dari kelompok sasaran yang bersangkutan. Dari beberapa orang
tua anak jalanan yang diwawancarai, beberapa diantaranya kurang mengerti
tujuan dari program bantuan pendidikan ini. Karena seringnya mendapatkan
bantuan, secara tidak langsung timbullah ketergantungan dari orang tua anak
jalanan ini terhadap belas kasihan para penderma dan akhirnya menuju pada
hilangnya sikap kemandirian dari mereka untuk membiayai anak-anaknya.
Ditambah dengan kurang tahunya mereka terhadap program yang dijalankan
RPSA Gratama, setiap ada pekerja sosial yang datang yang ada dalam fikiran
mereka adalah mereka akan mendapatkan bantuan.
Semua pekerja sosial di RPSA Gratama bertanggungjawab terhadap
penyampaian program-program yang dijalankan oleh RPSA karena sampai saat
90
ini hanya dua pengurus yang masih aktif yaitu Ibu Agustina Merdekawati dan
Septi Kurniawati serta satu pimpinan yaitu Bapak Dwi Priyanto.
Selama ini koordinasi dan komunikasi yang dilakukan RPSA dengan
pihak-pihak yang terkait dalam implementasi program bantuan pendidikan ini
masih kurang. Komunikasi dan koordinasi yang dilakukan dengan Dinas
Pendidikan selama ini masih kurang intensif. Namun, karena dari Dinas
Pendidikan sendiri tidak ada program khusus untuk pendidikan anak jalanan,
akhirnya koordinasi yang dijalinpun kurang. Hal ini disebabkan program di RPSA
dan program yang ada di Dinas Pendidikan tidak berkaitan.
Koordinasi yang dilakukan dengan sekolah cukup baik. Hal ini juga untuk
memantau perkembangan anak. Ketika pekerja sosial mengunjungi sekolah
tempat anak jalanan bersekolah, terkadang jug dimanfaatkan untuk sharing
tentang anak jalanan yang sekolah di sekolah tersebut.
Selain dengan sekolah, koordinasi juga dijalin dengan orang tua anak
jalanan. Karena tanpa dukungan mereka program bantuan pendidikan yang
dilaksanakan tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini orang
tua anak jalanan diberikan bantuan agar mampu mengembangkan usaha sehingga
kedepannya dapat membiayai kebutuhan anak. Ini juga bertujuan agar anak tidak
menanggung beban yang seharusnya ditanggung orang tua yaitu mencari
penghasilan. Tujuan akhirnya kedua program ini dapat saling mendukung
sehingga anak tidak lagi turun ke jalan.
Dari beberapa anak jalanan yang diwawancarai, mereka cukup jelas
dengan program bantuan pendidikan yang dilaksanakan RPSA Gratama. Mereka
91
cukup mengetahui tujuan dari program ini yaitu untuk membantu mereka
mendapatkan haknya yaitu hak pendidikan sehingga kedepannya mereka bisa
mendapatkan pekerjaan yang layak, tidak lagi turun ke jalan.
Komunikasi yang dilakukan RPSA dalam menjelaskan peranan RPSA dan
program-program yang dilaksanakan cukup efektif. Anak jalanan cukup
memahami peranan dan program RPSA. Namun, ada kekurangan disini. Para
pekerja sosial kurang mengkomunikasikan hal ini kepada masyarakat. Selain itu,
komunikasi yang dijalin dengan orang tua anak jalanan juga kurang efektif.
Berdasarkan survey yang dilakukan, beberapa orang tua anak jalanan kurang
begitu memahami peranan RPSA. Ada yang hanya mengharapkan bantuan saja,
apalagi kalau ada program tertentu. Mereka selalu berharap mendapatkan bantuan
dengan ”cuma-cuma”.
Dilihat dari faktor komunikasi ini, implementasi program yang dijalankan
kurang mencapai tujuan. Komunikasi yang dijalin dengan pihak-pihak terkait
seperti Pemerintah Kota Semarang (Dinsospora Kota Semarang), Dinas
Pendidikan, orang tua anak jalanan, anak jalanan, dan masyarakat kurang
sehingga kurang mencapai tujuan. Hal ini sesuai dengan pendapat George
Edwards yang menyatakan bahwa komunikasi merupakan salah satu faktor yang
penting dalam mewujudkan tercapainya kebijakan secara efektif. Adanya proses
komunikasi ini akan memungkinkan setiap anggota komunikasi akan saling
membantu mengadakan interaksi dan saling mempengaruhi sehingga organisasi
mampu mencapai tujuan.
92
4.2.3.2 Sumberdaya
Pekerja sosial di RPSA Gratama, mayoritas tidak memiliki metode khusus
dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan yang dilaksanakan.
Hanya saja mereka mengandalkan pendekatan langsung dengan anak jalanan dan
sebelum awal penyampaian para pekerja sosial selalu mengadakan rapat
koordinasi mengenai metode-metode penyampaian, pembagian-pembagian
wilayah, jadi sudah merupakan kesepakatan bersama seluruh petugas RPSA
Gratama. Pendekatan ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan anak jalanan dan
menjelaskan keberadaan RPSA serta program-programnya.
Dalam implementasi program bantuan pendidikan ini, metode yang
digunakan cukup baik, namun sumberdaya manusianya yang kurang memadai.
Hal ini dikarenakan pekerja sosial yang sampai sekarang ini masih aktif tinggal
beberapa orang. Ini sangat mempengaruhi pemberian pelayanan kepada anak
jalanan karena kurangnya SDM yang ada.
Selain itu, sumber dana (material) yang menjadi modal dalam program ini
kurang cukup. Dana yang digunakan untuk membiayai program bantuan
pendidikan ini berasal dari swadaya yayasan, usaha-usaha resmi yayasan, donatur
tidak tetap, individu, masyarakat, dan bantuan lainnya. Dari pemerintah sendiri,
kurang dalam menyikapi implementasi program ini. Terbukti dari Pemerintah
Kota Semarang tidak menganggarkan dana khusus untuk pendidikan anak jalanan.
Padahal pendidikan anak termasuk anak jalanan sangatlah penting dalam
mengubah wawasan atau pengetahuan anak sehingga anak dapat berfikir kreatif
93
dan akhirnya tidak lagi turun ke jalan. Beberapa hal ini yang menyebabkan kurang
efektifnya pemberian pelayanan kepada anak jalanan di Kota Semarang.
Dilihat dari sumber daya manusia, materiil, dan metode yang digunakan
RPSA Gratama ini, program yang dilaksanakan kurang maksimal. Hal ini
dipengaruhi oleh kurangnya dana untuk program bantuan pendidikan, kurangnya
SDM (pekerja sosial) yang masih aktif. Walaupun metode yang digunakan cukup
baki yaitu dengan pendekatan langsung. Karena sumber daya di RPSA Gratama
kurang, maka implementasi programnyapun menjadi kurang maksimal. Ada
beberapa anak yang hanya mendapatkan bantuan sampai lulus SMP atau bahkan
tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Ini sesuai dengan yang diutarakan
oleh George Edwards yang menyatakan bahwa sumberdaya merupakan faktor
penting dalam implementasi agar dapat berjalan efektif dan efisien.
4.2.3.3 Disposisi
Disposisi merupakan sikap pelaksana para pekerja sosial di RPSA
Gratama. Implementasi program bantuan pendidikan untuk anak jalanan ini
membutuhkan kesungguhan dari para pekerja sosialnya. Tanpa itu kemungkinan
besar upaya penanganan anak jalanan khususnya di Kota Semarang tidak akan
berjalan dengan baik.
Para pekerja sosial di RPSA Gratama memiliki komitmen yang kuat dalam
upaya penanganan anak jalanan di Kota Semarang. Mereka bersungguh-sungguh
dalam membantu anak jalanan mendapatkan haknya yaitu hak pendidikan tanpa
motif profit. Para pekerja sosial ini dengan sabar dan ikhlas membantu menangani
masalah anak jalanan. Mereka sama sekali tidak mengharapkan imbalan. Mereka
94
berusaha semaksimal mungkin untuk mengentaskan anak jalanan dan membantu
meningkatkan kesejahteraan mereka.
Komitmen para pekerja sosial ini sangat berpengaruh terhadap
implementasi program bantuan pendidikan yang dilaksanakan RPSA Gratama.
Karena menurut George Edwards implementor yang baik harus memiliki disposisi
yang baik sehingga kebijakan dapat dijalankan sesuai dengan yang ditetapkan
pembuat kebijakan.
4.2.3.4 Struktur Birokrasi
Sebenarnya struktur birokrasi atau struktur organisasi di RPSA Gratama
tidak terlalu panjang sehingga tidak cenderung melemahkan pengawasan atau
menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang
akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Ini sesuai dengan
pendapat George Edwards. Namun ada kendala tersendiri dalam hal ini yaitu
semakin sedikitnya jumlah pekerja sosial di RPSA Gratama Semarang sehingga
mempengaruhi kinerja dari para pekerja sosial itu sendiri. Kenyataan ini tentu saja
dapat mempengaruhi kinerja para pekerja sosial di RPSA Gratama dalam
mengimplementasikan program bantuan pendidikan dalam upaya penanganan
anak jalanan. Tugas dan tanggungjawab yang sebelumnya sudah diatur dan dibagi
menurut struktur organisasi terpaksa tidak diberlakukan kembali mengingat
bahwa banyak pekerja sosial di RPSA Gratama yang sudah tidak aktif lagi. Tugas
dan tanggungjawab ini selanjutnya dibebankan pada pekerja sosial atau pengurus
yang lain sehingga dalam mengimplementasikan program menjadi kurang efektif
dan efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat George Edwards.
95
Melalui keempat faktor penentu kebijakan tersebut, dapat dianalisa sejauh
mana tingkat kemanfaatan program baik secara ideal maupun berdasarkan
kenyataan di lapangan serta dapat melihat dampak apa yang diharapkan dan
dirasakan oleh anak jalanan sebagai kelompok sasaran dari program bantuan
pendidikan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian tentang Implementasi program bantuan
pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam upaya
penanganan anak jalanan di Kota Semarang, jika dilihat dari indikator
keberhasilan program RPSA Gratama cukup berhasil dalam mencapai tujuannya
yaitu agar anak tidak lagi beraktivitas di jalan, anak kembali ke bangku sekolah
bagi yang masih usia sekolah, anak dapat memiliki penghasilan yang layak
dengan keterampilan yang dimiliki, anak mampu mengendalikan diri terhadap
godaan-godaan untuk kembali ke jalanan. Selain itu, program ini juga sudah
cukup membantu anak mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan
walaupun dalam pelaksanaannya masih banyak hambatan yang dihadapi dari segi
komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasinya. Namun
implementasi program ini didukung oleh disposisi (sikap pelaksana) yang baik
dari para implementor maupun pekerja sosial sehingga mampu mendukung
implementasi program bantuan pendidikan yang dijalankan.
Tolak ukur keberhasilan suatu program tidak hanya ditentukan oleh satu
alat ukur saja. Jika dilihat dari intensitas anak berada di jalan atau turun ke jalan,
program ini cukup berhasil. Namun turun atau tidaknya anak di jalan itu
dipengaruhi seberapa besar masalah dan kondisi si anak. Anak jalanan yang sudah
96
dibina bertahun-tahun tapi masih berada di jalan belum tentu program dapat
dikatakan gagal. Karena jika kondisi anak jalanan cukup parah, butuh waktu yang
lama untuk membinanya agar benar-benar tidak lagi kembali ke jalan.
Rata-rata keberhasilan program ini mengentaskan anak jalanan dari jalan
jika dirata-ratakan dalan 3 tahun sekitar 60 % anak jalanan tidak turun ke jalan
lagi. Tapi walau masih di jalan, ada perubahan dari anak jalanan ini. Anak sudah
mempunyai perkembangan wawasan dan pola pikirnya sudah berubah. Jadi untuk
mengetahui keberhasilannya itu tidak bisa hanya dipandang dalam sekian tahun
tertentu anak masih turun di jalan atau tidak. Karena tolak ukur keberhasilan
program pendidikan ini bisa dilihat dari tidak turunnya anak ke jalan lagi, kedua
perkembangan pola pikirnya, yang ketiga perubahan perilakunya. Dilihat dari
tolak ukur ini, dapat dikatakan RPSA Gratama Semarang sudah cukup berhasil
dalam mengimplementasikan program bantuan pendidikan dalam upaya
penanganan anak jalanan di Kota Semarang.
97
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Program bantuan pendidikan merupakan salah satu program yang
dijalankan RPSA Gratama Semarang dalam upaya penanganan anak jalanan di
Kota Semarang selain program bantuan keterampilan dan bantuan orang tua
ANJAL. Program ini merupakan salah satu bentuk implementasi kebijakan
Pemerintah Kota Semarang terkait penanganan anak jalanan di Kota Semarang.
Tahapan pelaksanaan penanganan anak jalanan terdiri atas:
a. pendekatan awal (penerimaan, registrasi, dan identifikasi awal);
b. pertolongan pertama;
c. assessment;
d. rencana intervensi;
e. pelaksanaan Intervensi;
f. evaluasi;
g. terminasi; dan
h. reunifikasi
Macam-macam program bantuan pendidikan yang diberikan oleh RPSA
Gratama yaitu berupa uang sekolah, buku, alat tulis, seragam sekolah, tas, dan
sepatu. Besarnya bantuan yang diberikan tergantung dengan kebutuhan anak.
Tujuan dari program bantuan pendidikan ini adalah untuk membantu anak jalanan
agar dapat mengenyam pendidikan dan mendapatkan pengetahuan yang cukup
97
98
sehingga kedepannya anak jalanan ini punya bekal yang cukup untuk memasuki
dunia kerja. Tujuan finalnya agar anak tidak lagi turun ke jalan. Selain itu juga
untuk membantu anak jalanan mendapatkan haknya yaitu hak mendapatkan
pendidikan atau pengajaran.
Bantuan pendidikan yang diberikan oleh RPSA Gratama dimanfaatkan
anak-anak jalanan penerima bantuan untuk bersekolah. Kebanyakan bersekolah di
sekolah swasta. Dampaknya yaitu anak tidak turun ke jalan lagi dan anak bisa
bersekolah. Bisa bekerja tetapi bukan sebagai anak jalanan.
Hambatan-hambatan dalam implementasi program bantuan pendidikan di
RPSA Gratama adalah sebagai berikut.
1) Pendanaan.
2) Rendahnya kesejahteraan dan tingkat pendidikan orang tua anak jalanan.
3) Hambatan dari anak jalanan.
4) Kesadaran masyarakat untuk membantu sesama masih kurang.
5) Kurang sinerginya pihak-pihak yang terkait dengan implementasi program.
Berdasarkan hasil penelitian tentang Implementasi program bantuan
pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam upaya
penanganan anak jalanan di Kota Semarang, jika dilihat dari indikator
keberhasilan program, RPSA Gratama cukup berhasil dalam mencapai tujuannya
yaitu agar anak tidak lagi beraktivitas di jalan, anak kembali ke bangku sekolah
bagi yang masih usia sekolah, anak dapat memiliki penghasilan yang layak
dengan keterampilan yang dimiliki, anak mampu mengendalikan diri terhadap
godaan-godaan untuk kembali ke jalanan. Selain itu, program ini juga sudah
99
cukup membantu anak mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan
walaupun dalam pelaksanaannya masih banyak hambatan yang dihadapi dari segi
komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasinya. Namun
implementasi program ini didukung oleh disposisi (sikap pelaksana) yang baik
dari para implementor maupun pekerja sosial sehingga mampu mendukung
implementasi program bantuan pendidikan yang dijalankan.
5.2 Saran
1) Kepada RPSA Gratama
a. RPSA Gratama seharusnya menggalakkan dana dari pihak-pihak yang
berkompeten dan yang terlibat agar mereka dapat mengalokasikan dana
untuk pendidikan anak jalanan yang dibina.
b. RPSA Gratama harus meningkatkan komunikasi dengan masyarakat
secara umum tentang keberadaan RPSA, peranan, dan program-program
yang dijalankan agar masyarakat lebih mengenal RPSA. Harapannya
masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam membantu penanganan anak
jalanan.
c. RPSA Gratama harus meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak yang
terkait dengan program bantuan pendidikan yang dijalankan RPSA
mengingat bahwa penanganan permasalahan anak jalanan bukanlah
perkara yang mudah, untuk itu pihak-pihak tersebut harus lebih bersinergi,
agar penanganan tidak dilakukan secara terpisah sehingga kedepannya
mendapatkan hasil yang maksimal.
100
2) Kepada Yayasan Gradhika
Yayasan perlu merintis usaha sendiri misalnya usaha “kucingan”, konter
pulsa, dan tambal ban agar kedepannya tidak selalu menggantungkan dana dari
pemerintah dan anak-anak pasca bina bisa bekerja di sana. Selain itu, hasilnya
dapat digunakan untuk membina atau untuk menyokong dana dari program-
program yang dilaksanakan termasuk program bantuan pendidikan.
3) Kepada Pemerintah
Semoga kedepannya Pemerintah Kota Semarang mengalokasikan dana
pendidikan khusus untuk anak jalanan. Karena selama ini program-program yang
dijalankan hanyalah program pelatihan keterampilan dan bantuan untuk orang tua
anak jalanan.
101
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Abi. 2009. Anak Jalanan di Semarang semakin Banyak. http://kompas.com.
(14 Mei 2009).
Ihsan, Fuad. 2008. Dasar Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Islamy, M. Irfan. 2009. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara.
Jakarta: Bumi Aksara.
Kompas. 2010. Masih Banyak yang Dibiarkan Hidup di Jalanan.
http://kompas.com. (23 Juli 2010).
Moleong, Lexy J. 2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya.
Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy. Surabaya: Putra Media Nusantara.
Puji, Tri Siwi. 2010. 32 Persen Angka Putus Sekolah Nasional Ada di Jawa
Tengah. http://www.republika.co.id. (06 Oktober 2010).
Rosdalina. 2007. ”Aspek Keperdataan Perlindungan Hukum terhadap Anak
Jalanan ”. Dalam Jurnal Anak Jalanan, Volume 4 Juli-Desember
2007 Hal 67-79 Manado:STAIN Manado.
http://jurnaliqro.files.wordpress.com/2008/08/07-ros-67-78.pdf.
(18 Mei 2010).
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta.
Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Sosial anak. Jakarta: Kencana.
Tim Pustaka Phoenix. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT
Media Pustaka.
101
102
Tirtahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Undang-undang Republik Indonesia 1945. Yogyakarta: Diperbanyak oleh PT
Aditya Pustaka.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang
kesejahteraan Anak.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
Wahab, Solichin Abdul. 2001. Analisis Kebijaksanaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Wijayanti, Pratiwi. 2010. ”Aspirasi Hidup Anak Jalanan Semarang”. Skripsi.
Semarang : Fakultas Psikologi UNDIP.
104
INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen Penelitian dalam penelitian “Implementasi Program Bantuan
Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak “Gratama” Semarang dalam
Upaya Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang.”
1. Fokus : Program Bantuan Pendidikan
a. Macam-macam program penanganan anak jalanan
b. Macam-macam program bantuan pendidikan
c. Besarnya bantuan pendidikan
2. Fokus : Implementasi Program Bantuan Pendidikan
a. Pemanfaatan bantuan pendidikan
b. Dampak pemberian bantuan
c. Kontrol/pengawasan
d. Faktor-faktor penghambat
e. Tingkat keberhasilan program
105
PEDOMAN WAWANCARA
Pedoman wawancara dalam penelitian “Implementasi Program Bantuan
Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam Upaya
Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang”.
Ditujukan untuk Pemerintah Kota Semarang
Idenditas Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan :
A. Implementasi Program
1. Bagaimanakah tahapan pelaksanaan program penanganan anak jalanan?
2. Apakah dalam penanganan anak jalanan tersebut terdapat program
pendidikan?
3. Menurut anda apakah anak jalanan di Kota Semarang sudah cukup
merasakan dampak yang baik dari program pendidikan ini?
4. Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam implementasi program
bantuan pendidikan kepada anak jalanan?
5. Apa harapan anda terhadap pelaksanaan program bantuan pendidikan ini?
6. Bagaimana saran anda agar pelaksanaan implementasi program bantuan
pendidikan dapat tercapai dengan baik?
B. Komunikasi
1. Bagaimana strategi Pemerintah Kota Semarang dalam menjelaskan
peranan RPSA kepada anak jalanan terkait program-program yang
dilaksanakan dalam upaya penanganan anak jalanan?
106
2. Siapa saja yang bertanggungjawab dalam penyampaian program-program
ini khususnya program pendidikan?
3. Bagaimana keterbukaan komunikasi dalam penyampaian program ini?
4. Bagaimanakah teknik koordinasi dan komunikasi yang telah dilakukan
dalam implementasi program bantuan pendidikan ini?
C. Sumber Daya
1. Dari pemerintah Kota Semarang sendiri, siapakah yang bertanggungjawab
dalam penanganan anak jalanan?
2. Apakah pemerintah Kota Semarang mempunyai metode khusus dalam
pelaksanaan program penanganan anak jalanan khususnya program
bantuan pendidikan?
3. Berapakah dana yang dialokasikan untuk penanganan anak jalanan di
Kota Semarang? Apakah ada dana sendiri untuk pendidikan anak jalanan?
Apakah dalam hal ini terdapat suatu kendala?
D. Disposisi
1. Apakah ada strategi khusus yang dilakukan pemerintah jika implementasi
program penanganan anak jalanan tidak berjalan dengan baik?
2. Bagaimana sikap Satpol PP dalam menertibkan anak jalanan di Kota
semarang?
3. Bagaimanakah komitmen pemerintah Kota semarang dalam penanganan
anak jalanan di kota Semarang?
107
Pedoman wawancara dalam penelitian “Implementasi Program Bantuan
Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam Upaya
Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang”.
Ditujukan untuk Pimpinan RPSA Gratama
Idenditas Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan :
A. Implementasi Program
1. Bagaimanakah tahapan pelaksanaan program penanganan anak jalanan?
2. Apakah dalam penanganan anak jalanan tersebut terdapat program
pendidikan?
3. Apa saja macam-macam program bantuan pendidikan yang dilaksanakan
RPSA Gratama dalam upaya penanganan anak jalanan?
4. Apakah tujuan utama dari program bantuan pendidikan ini?
5. Siapa saja sasaran utama dari program bantuan pendidikan di RPSA
Gratama?
6. Berapakah besarnya bantuan pendidikan yang diberikan RPSA Gratama
untuk anak jalanan?
7. Siapa sajakah pihak-pihak/instansi yang terkait dalam pelaksanaan
program bantuan pendidikan ini? Apakah melibatkan orang tua anak
jalanan?
8. Bagaimanakah kontrol terhadap implementasi program bantuan
pendidikan? Apakah pengawasan dilakukan sampai ke sekolah dan anak
jalanan langsung? Siapa saja pihak yang terlibat dalam pengawasan ini?
108
9. Menurut pendapat anda, bagaimanakah tingkat keberhasilan implementasi
program bantuan pendidikan oleh RPSA Gratama dalam penanganan anak
jalanan?
10. Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam implementasi program
bantuan pendidikan kepada anak jalanan? Apakah ada kasus bantuan tidak
dipergunakan sebagaimana mestinya?
11. Apa harapan anda terhadap pelaksanaan program bantuan pendidikan ini?
12. Bagaimana saran anda agar pelaksanaan implementasi program bantuan
pendidikan dapat tercapai dengan baik?
B. Komunikasi
1. Bagaimana strategi RPSA Gratama dalam menjelaskan peranan RPSA
kepada anak jalanan terkait program-program yang dilaksanakan dalam
upaya penanganan anak jalanan?
2. Siapa saja yang bertanggungjawab dalam penyampaian program-program
di RPSA Gratama khususnya program bantuan pendidikan?
3. Bagaimana keterbukaan komunikasi dalam penyampaian program ini?
4. Upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan agar tujuan dari program
bantuan pendidikan ini dapat terwujud?
5. Bagaimanakah koordinasi yang dilakukan RPSA Gratama dengan pihak-
pihak lain yang bertanggungjawab dalam implementasi program bantuan
pendidikan?
6. Bagaimanakah sarana prasarana yang dipergunakan dalam penyampaian
program ini?
C. Sumber Daya
1. Bagaimana sistem perekrutan pengurus di RPSA Gratama?
2. Dari mana saja sumber dana yang dipergunakan untuk implementasi
program di RPSA Gratama khususnya program bantuan pendidikan?
3. Bagaimanakah sistem pembagian tugas di RPSA Gratama?
109
4. Apakah RPSA Gratama mempunyai metode khusus dalam implementasi
program bantuan pendidikan?
D. Disposisi/Sikap Pelaksana
1. Bagaimanakah komitmen yang anda pegang dalam upaya penanganan
anak jalanan?
2. Bagaimana pendekatan yang dilakukan untuk membujuk anak jalanan agar
mau ke rumah singgah (RPSA) dan bersekolah lagi? Bagaimanakah
komunikasi yang dijalin?
3. Apakah ada strategi khusus dari RPSA Gratama dalam pelaksanaan
program bantuan pendidikan?
4. Bagaimana cara RPSA Gratama menyikapi program bantuan pendidikan
yang dilaksanakan?
5. Menurut anda, bagaimana pemerintah menyikapi implementasi program
bantuan pendidikan ini?
110
Pedoman wawancara dalam penelitian “Implementasi Program Bantuan
Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam Upaya
Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang”.
Ditujukan untuk Pengurus RPSA Gratama
Idenditas Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Peranan dalam penanganan ANJAL :
A. Implementasi Program
1. Bagaimanakah tahapan pelaksanaan program penanganan anak jalanan?
2. Apakah dalam penanganan anak jalanan tersebut terdapat program
pendidikan?
3. Apa saja macam-macam program bantuan pendidikan yang dilaksanakan
RPSA Gratama dalam upaya penanganan anak jalanan?
4. Apakah tujuan utama dari program bantuan pendidikan ini?
5. Siapa saja sasaran utama dari program bantuan pendidikan di RPSA
Gratama?
6. Berapakah besarnya bantuan pendidikan yang diberikan RPSA Gratama
untuk anak jalanan?
7. Siapa sajakah pihak-pihak/instansi yang terkait dalam pelaksanaan
program bantuan pendidikan ini? Apakah melibatkan orang tua anak
jalanan?
8. Bagaimanakah kontrol terhadap implementasi program bantuan
pendidikan? Apakah pengawasan dilakukan sampai ke sekolah dan anak
jalanan langsung? Siapa saja pihak yang terlibat dalam pengawasan ini?
111
9. Menurut pendapat anda, bagaimanakah tingkat keberhasilan implementasi
program bantuan pendidikan oleh RPSA Gratama dalam penanganan anak
jalanan?
10. Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam implementasi program
bantuan pendidikan kepada anak jalanan? Apakah ada kasus bantuan tidak
dipergunakan sebagaimana mestinya?
11. Apa harapan anda terhadap pelaksanaan program bantuan pendidikan ini?
12. Bagaimana saran anda agar pelaksanaan implementasi program bantuan
pendidikan dapat tercapai dengan baik?
B. Komunikasi
1. Bagaimana strategi RPSA Gratama dalam menjelaskan peranan RPSA
kepada anak jalanan terkait program-program yang dilaksanakan dalam
upaya penanganan anak jalanan?
2. Siapa saja yang bertanggungjawab dalam penyampaian program-program
di RPSA Gratama khususnya program bantuan pendidikan?
3. Bagaimana keterbukaan komunikasi dalam penyampaian program ini?
4. Upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan agar tujuan dari program
bantuan pendidikan ini dapat terwujud?
5. Bagaimanakah koordinasi yang dilakukan RPSA Gratama dengan pihak-
pihak lain yang bertanggungjawab dalam implementasi program bantuan
pendidikan?
6. Bagaimanakah sarana prasarana yang dipergunakan dalam penyampaian
program ini?
C. Sumber Daya
1. Bagaimana sistem perekrutan pengurus di RPSA Gratama?
2. Dari mana saja sumber dana yang dipergunakan untuk implementasi
program di RPSA Gratama khususnya program bantuan pendidikan?
3. Apakah anda mempunyai metode khusus dalam mengimplementasikan
program bantuan pendidikan ini?
112
4. Bagaimanakah sistem pembagian tugas di RPSA Gratama?
D. Disposisi/Sikap Pelaksana
1. Bagaimana pendekatan yang dilakukan untuk membujuk anak jalanan agar
mau ke rumah singgah dan bersekolah lagi?
2. Bagaimanakah komitmen yang anda pegang dalam upaya penanganan
anak jalanan?
3. Bagaimanakah anda menjalin komunikasi dengan anak jalanan agar
implementasi program berjalan dengan baik?
4. Apakah ada strategi khusus dari RPSA Gratama dalam pelaksanaan
program bantuan pendidikan?
5. Bagaimana cara RPSA Gratama menyikapi program bantuan pendidikan
yang dilaksanakan ini?
6. Menurut anda, bagaimana pemerintah menyikapi implementasi program
bantuan pendidikan ini?
113
Pedoman wawancara dalam penelitian “Implementasi Program Bantuan
Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam Upaya
Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang”.
Ditujukan untuk Anak Jalanan.
Idenditas Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Sekolah/tidak :
Penghasilan sehari-hari :
A. Implementasi Program
1. Apa yang anda lakukan saat berada di rumah singgah?
2. Apa anda senang berada di rumah singgah? Mengapa?
3. Apakah anda pernah mengalami kesulitan saat berada di jalanan,
kesulitannya apa?
4. Apakah rumah singgah memberikan bantuan saat anda mengalami
kesulitan?
5. Bantuan apa yang diberikan?
6. Apa anda menerima bantuan pendidikan dari RPSA Gratama?
7. Apa anda senang dengan bantuan pendidikan yang diberikan? Mengapa?
8. Apa yang anda lakukan sehari-hari selain mencari uang di jalan?
9. Apakah anda merasakan manfaat dari program bantuan pendidikan ini?
10. Apakah anda merasa lebih baik setelah mengikuti program ini?
11. Apakah anda terpaksa mengikuti program bantuan pendidikan oleh RPSA
Gratama ini?
12. Apakah bantuan pendidikan yang diberikan sudah cukup bagi anda?
13. Apa yang anda inginkan dari program bantuan pendidikan berikutnya?
114
B. Pemanfaatan Bantuan
1. Apa yang anda lakukan saat beraktivitas di jalanan?
2. Peralatan apa yang anda pakai saat beraktivitas di jalan?
3. Anda bersekolah atau tidak? Kalau tidak mengapa? Kalau bersekolah,
sekolah dimana dan kelas berapa?
4. Apa sebabnya anda turun ke jalan?
5. Berapa uang yang anda peroleh sehari-hari?
6. Untuk apa uang yang anda peroleh itu, apakah disisihkan untuk membayar
uang sekolah? Kalau tidak, siapa yang membayar uang sekolah anda?
7. Anda lebih suka bersekolah atau mencari uang? Mengapa?
8. Apakah anda menerima bantuan pendidikan dari RPSA Gratama? Dalam
bentuk apa dan digunakan untuk apa?
9. Apakah anda menerima langsung bantuan tersebut?
10. Apa yang anda lakukan sepulang sekolah? Apakah masih mencari uang di
jalanan?
11. Setelah lulus, apa anda ingin melanjutkan sekolah? Sekolah mana?
12. Apakah anda masih ingin turun ke jalan? Mengapa?
C. Disposisi
1. Apakah anda mengenal semua pengurus RPSA Gratama? Bagaimana sikap
mereka kepada anda?
2. Apakah anda pernah dimarahi? Kalau pernah kenapa?
3. Apakah anda pernah digaruk atau terkena razia oleh petugas keamanan?
4. Bagaimana perlakuan petugas keamanan kepada anda?
5. Apakah anda pernah dipukuli?
115
Pedoman wawancara dalam penelitian “Implementasi Program Bantuan
Pendidikan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Gratama Semarang dalam Upaya
Penanganan Anak Jalanan di Kota Semarang”.
Ditujukan untuk Masyarakat.
Idenditas Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan :
A. Implementasi Program
1. Menurut anda apakah program bantuan pendidikan ini bisa membuat Kota
Semarang bebas dari anak jalanan?
2. Menurut anda apakah dengan adanya program ini anak jalanan akan turun
lagi ke jalan?
3. Apakah anda sebagai masyarakat ikut merasakan dampak dari program
penanganan anak jalanan ini?
4. Apa harapan anda dengan adanya program bantuan pendidikan oleh RPSA
Gratama ini?
5. Bagaimana saran anda agar pelaksanaan implementasi program bantuan
pendidikan dapat tercapai dengan baik?
B. Komunikasi
1. Apakah masyarakat ikut bertanggungjawab dalam penyampaian program
ini kepada anak jalanan?
2. Apa saja upaya-upaya yang telah dilakukan masyarakat dalam membantu
pelaksanaan program bantuan pendidikan ini?
116
C. Disposisi
1. Bagaimana pemberdayaan dari masyarakat dalam pelaksanaan program
bantuan pendidikan oleh RPSA Gratama?
2. Bagaimana masyarakat menyikapi program ini?
3. Apakah ada strategi khusus dalam upaya penanganan anak jalanan?
117
DOKUMENTASI
1. Data observasi digunakan untuk menyempurnakan hasil wawancara. Fokus
observasi pada penelitian ini adalah gambaran umum RPSA Gratama
Semarang.
2. Indikator
a. Sejarah RPSA Gratama semarang.
b. Struktur organisasi RPSA Gratama Semarang.
c. Visi dan Misi RPSA Gratama Semarang.
d. Pelayanan anak jalanana di RPSA Gratama Semarang
− Penerimaan pelayanan.
− Prinsip-prinsip pelayanan di RPSA Gratama Semarang.
e. Indikator keberhasilan program di RPSA Gratama Semarang.
118
Foto Hasil Penelitian Implementasi Program Bantuan Pendidikan di RPSA
”Gratama” dalam Upaya Penanganan Anak Jalanan
di Kota Semarang
Foto RPSA “Gratama” Semarang Foto Bapak DWi Priyanto Pimpinan
RPSA Gratama Semarang
Foto Ruang Tamu di RPSA Foto Perpustakaan RPSA Gratama
Gratama
119
Foto Kamar Tidur untuk Anak Foto Tempat Beribadah di RPSA Gratama
Jalanan di RPSA Gratama
Foto Salah Satu Fasilitas di RPSA Foto Ruangan Pekerja Sosial di RPSA Gratama Semarang Gratama
120
Foto Salah Satu Fasilitas di RPSA Foto Ruangan Pimpinan dan Konseling Gratama Semarang Di RPSA Gratama
Aktivitas Anak Jalanan di Jalan Foto Salah Satu Pekerja Sosial saat Melakukan Penjangkauan
121
Foto Salah Satu Rumah Anak Foto Penjangkauan ke Salah Satu Jalanan Rumah Anak Jalanan
Foto Anak-anak Jalanan yang sedang Foto Pemberian Bantuan Pendidikan
Mengikuti Tutorial kepada Anak Jalanan
122
Foto Pemberian Bantuan Pendidikan Foto Pemberian beasiswa dan Bantuan kepada Anak Jalanan Pendidikan kepada Anak Jalanan
Foto Anak-anak Jalanan yang sedang Mengikuti Pelatihan Ketrampilan Komputer
123
Foto Salah satu Pemberdayaan Orang Tua Anak Jalanan
Foto Reunifikasi (Pengembalian) Anak Jalanan kepada Orang Tua