Download - Ilmu kalam II
ANALISIS DAN PERBANDINGAN ANTAR ALIRAN TENTANG SIFAT-SIFAT
TUHAN
Salah satu persoalan yang menjadi bahan perdebatan di antara aliran-aliran kalam
adalah masalah sifat-sifat Tuhan. Tarik menarik diantara aliran-aliran kalam dalam
menyelesaikan persoalan ini, tampaknya dipicu oleh truth claim yang dibangun atas dasar
kerangka berfikir masing-masing.
A. Aliran Mu’tazilah
Pertentangan paham antara kaum Mu’tazilah dengan kaum Asy’ariyah berkisar
sekitar persoalan apakah Tuhan mmpunyai sifat atau tidak. Jika Tuhan mempunyai sifat-
sifat itu, sifat itu mestilah kekal seperti halnya dengan zat Tuhan. Dan selanjutnya jika
sifat-sifat itu kekal, maka yang bersifat kekal bukanlah satu, tetapi banyak. Tegasnya,
kekalnya sifat-sifat akan membawa kepada paham banyak yang kekal (ta’addud al-
qudama’ atau multiplicity of eternals).
B. Aliran Asy’ariyah
Pendapat kaum Asy’ariyah berlawanan dengan paham Mu’tazilah di atas. Mereka
dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat. Menurut al-Asy’ari, tidak
dapat diingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat karena perbuatan-perbuatannya. Ia juga
mengatakan bahwa Tuhan mengetahui, menghendaki, berkuasa, dan sebagainya di
samping mempunyai pengetahuan, kemauan, dan daya.
Sementara itu, Al-Baghdadi melihat adanya konsesus di kalangan kaum
Asy’ariyah bahwa daya, pengetahuan, hayat, kemauan, pendengaran, penglihatan, dan
sabda Tuhan adalah kekal. Sifat-sifat ini, kata Al-Ghazali, tidaklah sama dengan esnsi
Tuhan, malahan lain dari esensi Tuhan, tetapi berwujud dalam esensi itu sendiri.
C. Aliran Maturidiyah
Berkaitan dengan masalah sifat Tuhan, dapat ditemukan persamaan pemikiran
antara Al-Maturidi dan Al-Asy’ari, seperti dalam pendapat bahwa Tuhan mempunyai
sifat-sifat seperti sama’, bashar, dan sebagainya.
Kaum Maturidiah Bukhara, yang juga mempertahankan kekuasaan mutlak Tuhan,
berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Persoalan banyak yang kekal mereka
selesaikan dengan mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan kekal melalui kekekalan yang
terdapat dalam esensi Tuhan dan bukan melalui kekekalan sifat-sifat itu sendiri, juga
dengan mengatakan bahwa Tuhan bersama-sama sifat-Nya adalah kekal, tetapi sifat-sifat
itu sendiri tidaklah kekal.
SUNNATULLAH DAN MUKJIZAT
A. SUNNATULLAH
Allah SWT adalah zat yang maha merajai seluruh alam semesta ini. dia mengatur
segala sesuatu yang ada di dalam kerajaan-Nya dengan kebijaksanaan dan kehendak-Nya,
karena itu apa yang terjadi di alam semesta ini berjalan sesuai kehendak yang telah di
rencanakan sejak semula oleh Allah dan juga mengikuti peraturan yang telah di tetapkan
dalam alam ini (sunnatullah).
B. MUKJIZAT
Yang di maksud dengan mukjizat ialah sesuatu yang di luar kebiasaan, sehingga
tidak seorang pun yang mampu melakukan hal seperti itu. Akan tetapi, mukjizat itu ialah
bukanlah sesuatu yang mustahil atau sesuatu yang yang bertentangan dengan hukum akal
seperti ada dua hal yang saling bertentangan dapat bertemu atau menghilangkan dalam
waktu yang sama. Dalam hubungan dengan mukjizat ini terdapat beberapa defenisi yang
perlu kita ketahui, yaitu :
1. Mukjizat adalah kejadian yang luar biasa yang lahir pada seseorang yang
mengakui dirinya sebagai Rasul dari Allah
2. Karamah yaitu kejadian yang luar biasa yang lahir pada orang-orang saleh
atau wali-wali Allah yang tidak mendakwahkan dirinya sebagai nabi.
3. Ma’unah, yakni kejadian yang luar biasa yang lahir pada orang-orang awam
sebagai bantuan Allah kepadanya untuk melepaskan atau menyelamatkan diri
dari malapetaka.
4. Ihanah yakni kejadian yang luar biasa yang lahir pada orang yang mengaku
dirinya sebagai nabi, padahal sebenarnya ia pendusta.
5. Istidraj yakni kejadian yang luar biasa yang lahir pada orang fasiq yang
mendakwa dirinya sebagai tuhan.
6. Irhash yaitu kejadian yang luar biasa yang lahir pada seorang nabi sebelum menjadi
rasul, seperti nabi.
ANALISIS SURGA DAN NERAKA
A. Surga dan Neraka
Tiap-tiap manusia dari bani adam dan tiap-tiap jin tidak boleh mereka mesti menepati
salah satu dari (dua negri) : Darun nar (neraka) yaitu suatu tubuh yang halus
membakarkan atau darun na’im suatu tempat yang penuh nikmat (surga). Neraka ada
tujuh tingkat, yaitu :
1. Jahannam
2. Ladha
3. Huthamma
4. Sa’ir
5. Saqar
6. Jahim
7. hawiyah
Surga dan neraka itu adalah suatu hak yang di tetapkan Al-kitab, As-sunnah dan
ijma’ummah. Oleh karena itu mengimaninya adalah wajib dan meni’tiqadkannya adalah
hak. Surga dan neraka adalah tempat kembalinya makhluk, baik dari manusia ataupun jin,
dan mereka tidak bisa terlepas dari salah satu tempat itu, yakni adakalanya kesurga atau
neraka.
a. Pendapat golongan ahli kalam tentang surga dan neraka
Tokoh qodariyah dan mu’tazilah mengingkari telah adanya surga dan neraka yang
telah dijadikan sekarang ini. mereka mengatakan bahwa Allah akan menjadikan neraka
pada hari kiamat.
Ahlu Sunnah wal jamaah telah berijma’ bahwa adzab terhadap orang kafir itu
tidak putus-putusnya sebagaimana nikmat itu terhadap ahli-ahli surga tidak habis-
habisnya. Golongan Al-jahmiyah membantah dan mengatakan bahwa surga dan neraka
itu keduanya akan fana. Golongan ini mengikuti jahm bin safwan, pendapat yang seperti
ini tak ada dari sahabat, tabi’in dan tak ada dari ulama-ulama lain. Seorang ahli hadis pun
tidak ada mengatakan seperti perkataan Jahmiyah itu. Walaupun demikian setengah
ulama telah menghikayatkan dua pendapat tentang keabadian neraka. Jadi persoalan
kekal tidaknya neraka dan surga ini ada tujuh pendapat :
1. Pendapat Khawarij dan Mu’tazilah yaitu segala orang yang masuk neraka,
tidak keluar selamanya dari neraka itu. Tiap yang ada didalamnya tetap kekal
selamanya.
2. Ibnu Araby Ath Thy mengatakan bahwa ahli neraka itu di azab di dalamnya
kemudian ditukar dan di jadikan bertabiat api
3. Pendapat yang mengatakan bahwa ahli neraka diazab di dalamnya hingga
waktu yang terbatas, kemudian mereka dikeluarkan dari neraka itu dan
digantikan dengan kaum yang lain
4. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa ahli neraka itu dikeluarkan dari padanya
sedang api terus menerus bernyala dengan tidak ada seorang pun yang diazab
di dalamnya.
5. Pendapat Jahm, bahwa neraka itu fana dengan sendirinya karena dia
baharu,setiap yang baharu, mustahil kekal dan abadi.
6. Orang yang berada didalam neraka itu gerak geriknya fana, mereka menjadi
benda yang beku dan tidak merasa kepedihan.
7. Pendapat yang mengatakan bahwa Allah yang memfanakan neraka, karena
Allahlah tuhannya, penciptanya, dan pemeliharanya. Dan Allah menjadikan
neraka itu titik penghabisan yang harus diakhiri.
FREE WILL (QADARIYAH) DAN PREDESTINATION (JABARIYAH)
A. JABARIYAH (PREDESTINATION)
1. Asal usul Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara yang berarti memaksa atau
mengharuskannya melakukan sesuatu. Lebih lanjut Asy- Syahrastsan menegaskan bahwa
faham al- jabr barati menghilangkan perbuatan manusia dan menyandarkannya kepada
Allah. Dengan kata lain, manusia malakukan perbuatannya dalam keadaan terpaksa.
Tuhan mempunyai hak mutlak terhadap manusia. Faham Jabariyah pertama kali
diperkenalkan oleh Ja’d Bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm Bin Shafwan dari
Khurasan. Berkaitan dengan kemunculan aliran Jabariyah, ada yang mengatakan
bahwa kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing yaitu, pengaruh
agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama kristen bermazhab Yacobit.
2. Para Pemuka Jabariyah dan Doktrin- Doktrinnya
Menurut Asy- Syaratsani, Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua, ekstrim
dan moderat. Diantara doktrin Jabariyah ekstrim adalah pendapatnya yang menyatakan
bahwa segala perbuatan manusia bukan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri,
tetapi perbuatan yang di paksakan atas dirinya.
a.Jahm bin Shofwan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia berasal dari
Khurasan, bertempat tinggal di Kuffah, ia seorang da’i yang fasih dan lincah, banyak
usaha yang dilakukan nya yang tersebar ke berbagai tempat,Tirmidz dan Balk.
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah:
a) Manusia tidak mampu berbuat apa- apa. Ia tidak mempunyai daya, dan kehendak
sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
b) Surga dan neraka tidak kekal, tidak ada yang kekal selain Tuhan.
c) Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini pendapatnya
sama dengan iman yang dimajukan Muyrji’ah.
d) Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan
dalam manusia seperti berbicara, mendengar, melihat. Begitu pula Tuhan tidak
dapat dilihat dengan indra mata.
a. Ja’d bin Dirham
Al- Ja’d adalah seorang ulama Bani Hakim, tinggal di Damaskus, ia dibesarkan di
lingkungan orang kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia percaya untuk
mengajar di lingkungan Bani Umayyah tapi setelah tampak pikiran- pikirannya yang
controversial. Doktrin pokok Al-Ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm, Al-
Ghuraby menjelaskan pendapat Al-Ja’d adalah:
a) Al- Qur’an adalah makhluk. Oleh karena itu, ia baru, sesuatu yang baru tidak
dapat di sifatkan kepada Allah.
b) Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, baik itu bicara,
mendengar maupun melihat.
B. FREE WILL (QADARIYAH)
1. Sejarah Munculnya Qadariyah
Qadariyah berasal dari bahasa arab, yaitu qadara yang artinya kemampuan dan
kekuatan. Adapun secara terminologi, qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa
segala tindakan manusia tidak ada intervensi Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-
tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya. Ia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya sesuai dengan kemauannya sendiri. Dalam hal istilah Inggrisnya
dinamakan free will atau free act.
Aliran ini dipelopori oleh Ghailani Ad- Dimasyki dan Ma’bad Al- Jauhani.
Ma’bad adalah seorang orator yang terpercaya dan pernah berguru kepada Hasan Al-
Basri. Adapun Ghailani Ghailan adalah seorang orator dari Damaskus, dan ayahnya
menjadi maula Utsman bin Affan. Menurut ibn Natabah, Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan
Ad- Damsyki menganbil faham ini dari seorang kristen yang masuk islam di Irak. Dan
menurut Zahabi, Ma’bad adalah seorang tabi’in yang baik.
2. Doktrin- Doktri Qadariyah
Dalam kitab Al- Milal wa An- Nihal, pembahasan masalah Qadariyah disatukan
dengan pembahasan Mu’tazilah. Dari penjelasan ini dapat difahami doktri Qadariyah
pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku atas kehendaknya sendiri. Manusia
mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendak sendiri, baik
itu perbuatan baik atau perbuatan jahat. Dengan pemahaman tersebut, Qadariyah
berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyandarkan segala perbuatan
manusia kepada perbuatan Tuhan. Dokrin- doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam
doktrin islam sendiri. Banyak ayat Al-Qur’an yang dapat mendukung pendapat ini,
misalnya dalam surat Al- Kahfi ayat 29.
Analisis Dan Perbandingan Melihat Tuhan Diakhirat
Karena Tuhan bersifat rohani dan tidak jasmani maka menurut akal, tuhan
tak dapat dilihat dengan mata kepala. Dalam risalah, Muhammad Abduh tidak
menjelaskan pendapatnya apakah Tuhan yang bersifat rohani itu dapat dilihat oleh
manusia dengan mata kepalanya kelak diakhirat. Nas- nas Quran, secara lahiriah telah
menyebutkan bahwa orang- orang mukmin akan melihat Tuhannya. Misalnya firman
Allah: Q.S.Al- Muthafifin: 15
1.Aliran Mu’tazilah
Logika mengatakan bahwa Tuhan, karna sifat immateri, tak dapat dilihat
dengan mata kepala. Dan inilah pendapat kaum mu’tazilah. Sebagai argumen, A’b-
Aljabbar, mengatakan bahwa Tuhan tak mengambil empat. Dan juga kalau Tuhan dapat
dilihat dengan mata kepala, Tuhan akan dapat dilihat sekarang dalam alam ini juga. Dan
tak ada orang yang melihat Tuhan di alam ini.
2.Aliran Asy’ariyah
Kaum asy’ariyah sebaliknya, berpendapat bahwa Tuhan kan dapat dilihat
oleh manusia dengan mata kepala diakhirat nanti. Paham ini sejajar dengan pendapat
mereka bahwa Tuhan mempunyai sifat- sifat tajjasum atau anthropomorphis, sungguhpun
sifat- sifat itu tidak sama dengan jasmani manusia yang ada dalam alam materi ini. Tuhan
berkuasa mutlak dan dapat mengadakan apa saja. Sebaliknya akal manusia lemah dan tak
selamanya sanggup memahami perbuatan dan ciptaan Tuhan. Argumen yang dimajukan
Al- Asy’ari untuk memperkuat pendapat diatas adalah yang berikut. Yang tak dapat
dilihat hanyalah yang tak mempunyai wujud.
3.Aliran Maturidiah
Kaum Maturidiah dengan kedua golongannya dalam hal ini dengan kaum
Asy’ariyah. Al- Maturidiah juga berpendapat bahwa Tuhan dapat dilihat karena ia
mempunyai wujud. Menurut Bazdawi, Tuhan dapat dilihat, sungguh pun tidak
mempunyai bentuk, tidak mengambil tempat dan tak terbatas.
Analisis dan Pemikiran tentang Pelaku Dosa Besar
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwasannya persoalan kalam yang pertama
kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Adapun
kerangka berfikir yang digunakan tiap- tiap aliran ternyata mewarnai pandangan mereka
tentang status dosa besar. Berikut ini adalah pandangan mereka tentang dosa besar:
A. Aliran Khawarij
Ciri yang menonjol dari aliran khawarij adalah watak ekstriminitas dalam
memutuskan persoalan- persoalan kalam. Adapun dalil yang membuat mereka
bersikap ekstrim adalah berdasarkan surat Al- Maidah Al-Maidah ayat 44.
Semua pelaku dosa besar menurut aliran khawarij adalah kafir dan akan
disiksa di neraka selamanya.
Kemudian adapun contoh dosa besar yang dikatakan golongan khawarij
misalnya berbuat zina, maka menurut golongan ini orang yang mengerjakan zina
telah menjadi kafir dan keluar dari islam. Begitu pula membunuh sesama manusia
tanpa sebab yang sah adalah dosa besar. Maka perbuatan manusia menjadikan
sipembunuh keluar dari islam dan menjadi kafir.
B. Aliran Asy’ariyah
Pandangan Asy’ariyah tentang pelaku dosa besar tidak mengatakan bahwa
pelaku dosa besar adalah kafir. Menurut mereka masih tetap sebagai orang yang
beriman dengan keimanan yang mereka miliki, sekalipun mereka berbuat dosa
besar.
C.Aliran Murji’ah
Pandangan aliran Murji’ah tentanh status pelaku dosa besar dapat
ditelusuri dari defenisi iman yanh dirumuskn oleh mereka. Tiap-tiap sekte
Murji’ah berbeda pendapat dalam merumuskan defenisi iman itu sehingga
pandangan tiap-tiap sekte tentang setatus dosa besar pun berbeda- beda pula.
Secara garis besar sekte Murji’ah dapat dikategorikan dua golongan yaitu
ekstrim dan moderat. Harun Nasution berpendapat bahwa sub sekte Murji’ah
yang ekstrim adalah mereka yang berpendapat bahwa keimanan terletak didalam
qalbu. Adapun dan ucapan tidak selamanya merupakan refleksi dari apa yang ada
dalam qalbu. Oleh karena itu, segala perbuatan dan ucapan seseorang yang
menyimpang dari kaidah agama tidak berati telah menggeser atau merusak
keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna dimata Tuhan.
Adapun Murji’ah moderat ialah mereka yang berpendapat bahwa pelaku
dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal
didalamnya, bergantung pada dosa yang dilakukannya.
KEHENDAK MUTLAK TUHAN DAN KEADILAN TUHAN
Pangkal persoalan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan adalah keberadaan Tuhan
sebagai pencipta alam semesta. Adapun pendapat- pendapat dari beberapa aliran kalam
yaitu:
1. Mu’tazilah mengatakan bahwa Tuhan itu adil dan tidak mungkinberbuat zalim
dengan memaksakan kehendak kepada hamba- hambanya itu untuk menanggung
akibat perbuatannya serta adanya hukum alam (sunnatullah)yang menurut Al-
qur’an tidak pernah berubah. Dalilnya: Q.S.Al-Ahzab: 62
2. Asy’ariyah berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan yang
mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu semata- mata adalah kekuasaan dan
kehendak mutlak Nya dan bukan karena kepentingan manusia atau tujuan yang
lain. Dalilnya: Q.S.As- Sajadah: 13. Keadilan Tuhan Asy’ariyah berpendapat
bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk terhadap makhluk
Nya dan dapat berbuat sekehendak hatinya.
3. Maturidiyah berpendapat bahwa kehendak mutlak Tuhan dibatasi oleh keadilan
Tuhan. Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatannya adalah baik dan
tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-
kewajibannya terhadap mausia. Maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa Tuhan
mempunyai kekuasaan mutlak tidak ada larangan bagi Tuhan. Keadilan Tuhan
terletak pada kehendak mutlak Nya tidak ada batasan- batasan bagi-Nya.
PERBUATAN TUHAN DAN PERBUATAN MANUSIA
A. Perbuatan Tuhan
Perbuatan Tuhan menurut aliran kalam:
1. Menurut Mu’tazilah
Perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal- hal yang dikatakan baik.
Namun, ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak mampu melakukan
perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia
mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu, dalilnya yaitu: Surat
Al- Anbiyah: 23 dan surat Ar- Rum: 8. Mu’tazilah memunculkan
paham kewajiban Allah berikut ini:
a. Kewajiban tidak memberikan beban diluar kemampuan
manusia.
b. Kewajiban mengirimkan rasul.
c. Kewajiban menepati janji (al-wa’d) dan ancaman (al- wa’id)
2. Menurut Asy’ariyah
Menurut Asy’ariyah bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban
menepati janji dan menjalankan ancaman yang tersebut dalam Al-
Qur’an dan hadis.
3. Menurut Maturidiyah
Menurut Maturidiyah Samarkand bahwa perbuatan Tuhan hanyalah
menyangkut hal- hal yang baik saja, dengan demikian Tuhan
mempunyai kewajiban melakukan yang baik saja. Demikian juga
pengiriman rasul dipandang Maturidiyah Samarkand sebagai
kewajiban Tuhan. Sedangkan menurut Maturidiyah Bukhara, bahwa
Tuhan tidakmempunyai kewajiban.
B. Perbuatan Manusia
Perbuatan manusia menurut aliran kalam:
1. Menurut Jabariyah
Jabariyah Ekstrim berpendapat bahwa segala perbuatan manusia bukan
merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi
perbuatan yang dipaksakan atas dirinya, sedangkan Jabariyah Moderat
mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusian, baik
perbuatan jahat maupun perbuatan baik. Dallnya yaitu: Q.S.Ash-
Shaffat: 96 .
2. Qadariyah menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan
atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.
Dalilnya yaitu: Q.S. Ar- Ra’d: 11
3. Mu’tazilah berpendapat bahwa manusialah yan menciptakan
perbuatan- perbuatannya, manusia sendirilah yang berbuat baik dan
buruk. Dalilnya: Q.S. As-sajadah: 7
4. Asy’ariyah berpendapat bahwa segala sesuatu terjadi dengan
perantaraan daya yang diciptakan, ssehingga menjadi perolehan bagi
muktasib yang memperoleh kasab untuk melakukan perbuatan.
Dalilnya:Q.S.Ash- Shaffat: 96.
5. Maturidiyah Samarkand satu paham dengan Mu’tazilah yaitu
kehendak dan daya manusia dalam arti kata sebenarnya, dan bukan
dalam arti kiasan. Perbedaan yaitu bahwa daya untuk berbuat tidak
diciptakan sebelumnya tetapi bersama- sama dengan perbuatannya.
Sedangkan Maturidiyah Bhukara memberikan tambahan dalam
masalah daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan
perbuatan.
IMAN DAN KUFUR
Iman berarti tasdiq (membenarkan). Iman ialah kepercayaan dalam
hati meyakini dan membenarkan adanya Tuhan dan membenarkan semua
yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW.
Kafir adalah mengingkari ajaran yang dibawa nabi Muhammad SAW
yang telah sampai kepada kita dengan jalan yang yakin dan pasti.
Iman dan kufur menurut aliran kalam:
1. Menurut Mu’tazilah
Iman ialah pelaksanaan perintah- perintah Tuhan, menjauhi dosa-
dosa besar dan bahwa amal perbuatan merupakan salah satu unsur
terpenting dalam konsep iman.
2. Menurut Murji’ah
Menurut Murji’ah Ekstrim ialah bahwa keimanan terletak didalam
qalbu, adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya
menggambarkan apa yang ada didalam qalbu. Sedangkan Murji’ah
Moderat ialah bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir
meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal didalamnya, bergantung
pada dosa yang dilakukannya.
3. Menurut Asy’ariyah
Iman adalah qawl, dan amal dapat bertambah dan berkurang atau
tasdiq bi al- qalb (membenarkan dalam hati).
4. Menurut Maturidiyah
Menurut Maturidiyah Samarkand, iman adalah tasdiq bi al- qalb,
bukan semata- mata iqrar bi al- lisan. Sedangkan Maturidiyah
Bukhara bahwa iman adalah tasdiq bi al-qalb dan tasdiq bi al-
lisan. Tasdiq bi al- qalb adalah meyakini dan membenarkan dalam
hati tentang keesaan Allah dan rasul- rasulnya yang diutus besrta
risalah yang dibawanya. Tasdiq bi al- lisan adalah meyakini
kebenaran seluruh pokok ajaran islam secara verbal.
KEMAMPUAN AKAL
Pengertian Akal
Menurut M.Abdu, akal ialah suatu daya hanya dimiliki manusia yang mampu
membedakan antara manusia dari makhluk lainnya dan sebagai daya berfikir yang ada
dalam diri manusia.
Kemampuan akal menurut mu’tazilah, asy’ariyah, dan maturidiyah yaitu:
1. Menurut Mu’tazilah
Menurut mu’tazilah segala pengetahuan dapat diperoleh dengan perantaraan akal,
dan kewajiban- kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam.
Dengan demikian berterima kasih kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu adalah
wajib. Baik dan jahat wajib diketahui melalui akal dan demikian pula
mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat adalah wajib.
2. Menurut Asy’ariyah
Menurut asy’ariyah segala kewajiban manusia hanya dapat diketahui melalui
wahyu. Akal tak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui
bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi
manusia, dan dengan wahyulah dapat diketahui bahwa yang patuh kepada Tuhan
akan memperoleh upah dan yang tidak patuh kepada- Nya akan mendapat
hukuman.
3. Menurut Maturidiyah
Pendapat maturidiyah bertentangan dengan pendirian asy’ariyah tetapi sepaham
dengan mu’tazilah, bahwa akal dapat mengetahui baik dan buruk. Dengan
demikian bagi al- maturidiyah akal dapat mengetahui 3 persoalan pokok,
sedangkan yang satu lagi yaitu kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk
dapat diketahui hanya melalui wahyu.
FUNGSI WAHYU
Pengertian Wahyu
Wahyu adalah pemberitahuan kepada nabi dantara nabi- nabi Nya tentang
hukum syara’ denga cara tersendiri.
Fungsi wahyu menurut kaum mu’tazilah, asy’ariyah, maturidiyah dan al-
syahrastani adalah:
1. Menurut Mu’tazilah
Menurut mu’tazilah wahyu berfungsi untuk menyempurnakan
pengetahuan akal tentang baik dan buruknya, memberikan penjelasan
tentang perincian hukuman dan upah yang akan diterima manusia di
akhirat, serta memberi konfirmasi dan informasi, memperkuat apa- apa
yang telah diketahui akal dan menerangkan apa- apa yang belum diketahui
akal dan demikian menyempurnakan pengetahuan yan telah diproleh akal.
2. Menurut Asy’ariyah
Menurut asy’ariyah, wahyu mempunyai kedudukan penting. Fungsi
wahyu menurut asy’ariyah untuk mengetahui baik dan buruk, memberi
tuntunan kepada manusia untuk mengatur kehidupannya didunia.
3. Menurut Maturidiyah
Menurut maturidiyah wahyu berfungsi untuk mengetahui kewajiban
tentang baik dan buruk dan mengetahui kewajiban- kewajiban manusia.
4. Menurut Al- Syahrastani
Menurut Al- Syahrastani fungsi wahyu adalah untuk mengingatkan
manusia akan kelalaian mereka dan memperpendek jalan untuk
mengetahui Tuhan.