I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pusat perbelanjaan yang tumbuh semakin pesat di Jakarta setelah
berlalunya kerusuhan yang pernah terjadi pada sekitar tahun 1998
merupakan fenomena tersendiri. Pusat perbelanjaan yang dapat berupa
mall, plaza dan bentuk – bentuk yang lain menjadi salah satu investasi di
bidang properti yang cukup cerah dan menguntungkan. Pusat
perbelanjaan pada dasarnya mempunyai kesamaan fungsi dengan pasar
tradisional yang sudah ada, dengan adanya penambahan fungsi sebagai
tempat rekreasi, selain mempunyai keunggulan lain seperti kerapian
dalam penataan, kenyamanan, keamanan dan kebersihan.
Mall atau plaza selain sebagai tempat bertemu antara pembeli dan
penjual ternyata juga merupakan salah satu sarana untuk berekreasi
warga. Sehingga fungsi dari mall atau plaza selain sebagai tempat
berbelanja oleh para pengunjung juga sebagai salah satu tempat untuk
berjalan – jalan menikmati suasana dan sarana cuci mata. Ninik Nulani di
harian Media Indonesia tanggal 17 Desember 1997 yang menyatakan
bahwa mall atau plaza memiliki fungsi utama sebagai tempat rekreasi
yang memberikan kenyamanan suasana (enak sebagai tempat cuci mata).
Dalam artikel tersebut juga disebutkan beberapa fungsi mall atau plaza
yaitu antara lain adalah sebagai bagian dari rekreasi (jajan, nonton film,
window shopping), tempat sosial (tempat bertemu dengan banyak orang),
referensi mode dan asesoris, menghabiskan waktu (untuk iseng atau
2
nongkrong), berbelanja (terutama ketika terdapat potongan harga).
Dengan adanya beberapa fungsi mall atau plaza dilihat dari sudut
pandang pengunjung maka tidaklah mengherankan jika para pengunjung
yang datang ke mall atau plaza tidak akan selalu berbelanja. Dengan
kondisi tersebut maka para pengelola mall atau plaza dituntut selain
menarik pengunjung sebanyak mungkin sesuai dengan target dan
kapasitas yang ada juga memunculkan niat berbelanja dan tidak hanya
berjalan – jalan di mall atau plaza tersebut.
Bisnis pusat perbelanjaan yang ada di Indonesia dan khususnya di
Jakarta pernah masuk dalam kondisi yang sangat tidak menguntungkan
ketika terjadi krisis ekonomi di negara ini yang kemudian adanya
kerusuhan di mana – mana. Sektor ini sebenarnya oleh pemerintah
pernah akan dijadikan sebagai sarana untuk menarik wisata belanja ke
Jakarta sama seperti yang terdapat di Singapura. Tapi sejak krisis
ekonomi pada tahun 1997 dan kemudian disusul kerusuhan besar pada
tahun 1998 membuat sektor bisnis ini seperti jatuh tertimpa tangga. Harian
Bisnis Indonesia tanggal 30 Juli 1998 menyatakan bahwa terdapat
sedikitnya tujuh pusat perbelanjaan dijarah dan dibakar yang
mengakibatkan pasokan berkurang 122.373 m2. Pusat perbelanjaan yang
rusak tersebut antara lain adalah Menteng Prada, Plaza Central Klender,
Plaza Jatinegara, Plaza Kemayoran, Mall Daan Mogot, Plaza Glodok, dan
Plaza Slipi Jaya. Di samping itu dengan menurunnya daya beli dari
masyarakat menjadi salah satu turunnya bisnis properti subsektor pusat
perbelanjaan ini.
3
Akan tetapi kondisi tersebut sudah mulai berubah pada saat ini. Hal
ini didorong oleh semakin membaiknya kondisi perekonomian di Indonesia
yang salah satu indikasinya adalah meningkatnya daya beli dari
masyarakat. Kondisi ini seperti yang disampaikan oleh majalah Properti
Indonesia edisi Desember 2003 mengenai prediksi dan evaluasi kondisi
bisnis properti subsektor ritel. Di kawasan Jadebotabek (Jakarta, Depok,
Bogor, Tangerang dan Bekasi) untuk keseluruhan subsektor ritel termasuk
didalamnya pusat perbelanjaan dan pusat perdagangan terdapat total
pasokan kumulatif sampai akhir tahun 2003 mencapai 4.104.351 m2 yang
terdiri atas 111 pusat belanja atau mengalami peningkatan pasok sebesar
17,76 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 3.329.574 m2 dari 96
pusat belanja. Dari luasan yang ada dan mulai dipasarkan pada akhir
tahun 2003 hampir semua luasan yang ada telah terjual habis. Data
tersebut termasuk didalamnya adalah pusat perdagangan (ITC atau
WTC).
Berikut ini adalah tabel jumlah luasan pusat perbelanjaan dan
pusat perdagangan yang dibangun menurut kurun waktu tertentu yang
ada di kota Jakarta dan sekitarnya. Luasan yang ada di tabel merupakan
luasan ketika pusat perbelanjaan dan pusat perdagangan tersebut
dibangun pada awalnya, sehingga mungkin terdapat perbedaan luasan
dengan yang masih beroperasional sekarang ini. Hal ini dimungkinkan
karena terdapat beberapa pusat perbelanjaan yang mengalami
peningkatan luasan, sudah tidak beroperasional kembali atau mengalami
penundaan pembangunan.
4
Tabel 1. Luasan Pusat Perbelanjaan dan Pusat Perdagangan
LOKASI
Kurun Waktu Pembangunan
Jumlah
< 2002 2002 2003 2004 2005
Jakarta Utara 417.000 20.000 290.000 235.000 - 962.000
Jakarta Barat 398.000 - - 45.000 117.000 560.000
Jakarta Pusat 180.000 290.290 - - 58.000 528.290
Jakarta Timur 132.000 - 32.000 60.000 - 224.000
Jakarta Selatan 532.000 55.000 313.500 88.000 67.000 1.055.500
Bogor - - 36.000 - - 36.000
Tangerang - - 212.000 - - 212.000
Bekasi - - 190.000 - - 190.000
* Keterangan : Luasan dalam satuan m2
Sumber : Redaksi Majalah Properti Indonesia diolah.
Dari Tabel 1 dapat diketahui juga konsentrasi pembangunan mall
atau plaza yang ada di Jakarta dan sekitarnya.
Jakarta
Utara
25,53%
Jakarta
Barat
14,86%
Jakarta
Timur
5,95%
Jakarta
Selatan
28,01%
Jakarta
Pusat
14,02%
Tangerang
5,63%Bogor
0,96%
Bekasi
5,04%
Gambar 1. Sebaran Mall atau Plaza menurut luasannya
Dari Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi
pembangunan mall atau plaza banyak berlokasi di daerah Jakarta
Selatan, kemudian pada urutan berikutnya adalah Jakarta Utara. Pada
kedua daerah tersebut banyak terdapat disekitar lokasi perumahan dan
pusat niaga. Mall atau plaza yang berlokasi di Jakarta Utara lebih
5
terkonsentrasi di daerah Kelapa Gading, sedangkan untuk ITC atau WTC
berada di daerah Kota (Mangga Dua). Sedangkan untuk daerah Jakarta
Selatan antara mall atau plaza dengan ITC mempunyai penyebaran yang
sama.
Maraknya pembangunan mall atau plaza yang ada di kota Jakarta
dan sekitarnya oleh beberapa kalangan mendatangkan kekuatiran akibat
melimpahnya pasokan luasan area pusat perbelanjaan dan perdagangan
yang ada. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Panangian Simanungkalit
dalam artikel yang terdapat di Koran Tempo edisi 10 Desember 2002,
bahwa untuk periode 2003 – 2005 tercatat di Jakarta terdapat 28 proyek
pusat perbelanjaan yang sedang dibangun dan akan menyediakan
ruangan seluas 1.470.100 m2 dan 11 proyek di wilayah Bogor, Tangerang,
dan Bekasi yang bakal menyediakan ruangan seluas 412.500 m2. Luasan
yang tersedia tersebut diperkirakan akan melebihi dari daya serap pasar
terhadap pusat perbelanjaan yang ada di Jabotabek yang berkisar antara
200.000 m2 per tahun. Dengan adanya kondisi tersebut maka membuat
para pengelola pusat perbelanjaan dan perdagangan harus mempunyai
strategi khusus guna memasarkan ruangan yang ada.
Mall atau plaza mempunyai dua konsumen pokok, yaitu tenant
sebagai penyewa atau pembeli dari mall atau plaza dan pengunjung mall
atau plaza tersebut yang juga adalah calon konsumen dari tenant yang
ada di mall atau plaza tersebut. Tenant akan tertarik untuk menyewa atau
membeli ruangan di mall atau plaza tersebut jika terdapat indikasi bahwa
mall atau plaza tersebut cukup menarik pengunjung untuk datang dan
6
sesuai dengan segmen pasar mereka. Sementara dari sisi pengunjung
akan tertarik untuk datang atau berkunjung ke mall atau plaza tersebut jika
kondisi mall atau plaza nyaman, menarik, aman, dan tenant yang ada
dapat sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Dengan adanya kondisi
tersebut maka terdapat hubungan yang saling terkait antara kedua
konsumen inti dari mall atau plaza tersebut. Dengan adanya banyak
pilihan mall atau plaza yang ada sekarang ini di Jakarta dan sekitarnya
membuat pengelola mall atau plaza bersaing dalam menarik pengunjung
yang akan berdampak dapat menarik banyak tenant yang potensial untuk
menyewa atau membeli ruangan yang ada, demikian juga sebaliknya para
pengelola berusaha menarik tenant yang potensial dapat menarik
pengunjung agar datang ke mall atau plaza tersebut. Mall atau plaza
hendaknya mempunyai karakteristik tersediri agar dapat menarik
konsumen, hal ini seperti yang terdapat di artikel Media Indonesia 26 April
2002 yang menyatakan bahwa mempertahankan karakteristik dari mall
atau plaza adalah bagian dari menghadapi persaingan yang ada.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Bappeda DKI Jakarta dalam
website resmi badan tersebut menyatakan bahwa penduduk Jakarta terus
mengalami peningkatan dalam jumlah sejak tahun 1961 sampai dengan
tahun 2000. Kondisi peningkatan jumlah penduduk di DKI Jakarta dan
sekitarnya tersebut berbeda dengan laju pertumbuhan penduduknya. Laju
pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta terus mengalami penurunan. Data
tersebut berdasarkan atas sensus penduduk yang diadakan setiap 10
tahun sekali yang dikeluarkan oleh BPS DKI Jakarta. Tabel data jumlah
7
penduduk berdasarkan pembagian wilayah di DKI Jakarta dan sekitarnya
dapat dilihat pada lampiran 1.
Jumlah penduduk yang terus meningkat tersebut menjadi salah
satu faktor yang menjadi pertimbangan bagi investor ketika akan
berinvestasi di bidang properti khususnya pusat perbelanjaan. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh Deddy Kusuma dalam artikel yang dimuat
di harian Republika tanggal 25 Oktober 1997 memberikan contoh Mall Puri
Indah dibangun ketika kawasan perumahan Puri Indah sudah terjual 1.700
unit rumah dan terdapat 40 kawasan pemukiman di sekitarnya dengan
jumlah penduduk mencapai 1,5 juta orang. Dengan kondisi tersebut
berarti dapat diambil suatu kesimpulan bahwa jumlah penduduk identik
dengan jumlah permintaan akan adanya mall atau plaza. Hal tersebut
sama dengan yang disampaikan oleh Panangian Simanungkalit pengamat
properti dari Pusat Studi Properti Indonesia di harian Media Indonesia
pada tanggal 15 Agustus 1997 menyatakan bahwa dalam penentuan
lokasi bisnis mall atau plaza di Indonesia cenderung berada di sekitar
kawasan perumahan. Semakin luas kawasan perumahan akan berindikasi
semakin tinggi daya serap pasar dari mall atau plaza tersebut.
Peningkatan jumlah penduduk disertai juga peningkatan rasio usia
produktif yaitu usia 15 – 64 tahun. Proporsi penduduk umur produktif (15 –
64 tahun) meningkat terus dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 1971
proporsi penduduk berusia 15 – 64 tahun sekitar 55,4 persen, maka pada
tahun 2000 diperkirakan mencapai 70,3 persen. Dampak positif dari
kecenderungan tersebut adalah menurunnya rasio beban tanggungan dari
8
81 pada tahun 1971 menjadi 42 pada tahun 2000. Konsumen yang paling
diperhatikan oleh para pemasar adalah pada usia produktif ini. Hal ini
disebabkan karena mereka yang pada usia produktif ini yang telah
mempunyai pendapatan sendiri dan pada umumnya akan menjadi
pengambil keputusan pembelian.
Identifikasi Masalah
Penduduk Jakarta yang termasuk dalam kelompok usia remaja
yaitu yang termasuk dalam golongan usia antara 15 – 24 tahun berkisar
diantara 20 persen pada setiap hasil dari sensus penduduk. Jika dilihat
pada hasil sensus penduduk pada tahun 2000 penduduk Daerah Khusus
Ibukota Jakarta mencapai 9.720.400 orang dengan jumlah penduduk
kelompok usia remaja mencapai 19.6 persen atau kurang lebih mencapai
1.905.199 orang. Menurut survei yang dilakukan oleh Surindo seperti yang
ditulis pada majalah Swasembada, 2000 disebutkan bahwa jumlah remaja
mencapai 64 juta jiwa diseluruh Indonesia atau hampir sepertiga
penduduk Indonesia keseluruhan. Suatu jumlah yang sangat potensial
untuk dipelajari lebih dalam.
Pasar remaja diyakini oleh banyak pemasar sebagai salah satu
pasar yang potensial dan menjanjikan. Remaja dalam pandangan para
pengusaha merupakan suatu golongan yang cukup konsumtif. Hal ini
terlihat pada kondisi sekarang ini banyak remaja yang menghabiskan
waktunya di pusat perbelanjaan walaupun tidak selalu untuk berbelanja.
Remaja Indonesia mempunyai beberapa ciri antara lain banyak maunya,
9
sulit dipahami keinginannya, menciptakan trend tetapi tidak loyal (Swa,
2000). Remaja menjadi sasaran pasar yang menarik karena mereka
merupakan konsumen langsung, mereka merupakan pembujuk yang
hebat di lingkungannya, mereka merupakan konsumen masa depan (Swa,
2000). Kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial.
Alasannya, antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada
usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan,
suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam
menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh
sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.
Agar tetap eksis dalam persaingan yang terjadi antar mall atau
plaza yang ada maupun yang akan mulai dipasarkan, para pengelola
dituntut agar dapat terus meningkatkan pelayanan dan pemenuhan
kepuasan dari konsumen, baik itu konsumen pengunjung maupun
konsumen penyewa mall atau plaza tersebut. Strategi kepuasan
pelanggan sebenarnya sudah dimulai ketika karakteristik konsumen
tertentu menjadi target konsumen dari mall atau plaza tersebut. Kondisi
kesalahan strategi segmentasi dan targeting akan membawa dampak
yang berkepanjangan, hal ini seperti yang diungkapkan oleh Suwito
Santoso Presdir PT ProLease di harian Media Indonesia tanggal 15
Agustus 1997 bahwa repositioning dan fokus pada satu bidang tertentu
perlu dilakukan apabila mall atau plaza tetap ingin eksis dan diminati oleh
pengunjung. Dengan segmentasi dan targeting yang jelas akan
mempermudah pengelola mall atau plaza untuk memuaskan pengunjung
10
dalam hal ini adalah pelanggan mereka sesuai dengan kondisi yang
diinginkan oleh pengunjung. Memuaskan pengunjung dapat berarti
memberikan pelayanan dan fasilitas yang memuaskan, dapat juga berarti
memberikan pilihan produk atau toko yang sesuai dengan selera mereka,
dapat juga berarti memberikan sesuatu yang berbeda dengan yang
diberikan oleh mall atau plaza yang lain.
Jumlah luasan mall atau plaza yang ada dan yang akan ada oleh
para pengamat properti tidak sebanding dengan jumlah permintaan, hal ini
menimbulkan tingkat persaingan yang tinggi agar suatu mall atau plaza
dapat menarik pengunjung. Walaupun jumlah penduduk kelompok usia
remaja Jakarta selalu meningkat dan tingkat daya beli masyarakat juga
meningkat tidak membuat para pengelola mall atau plaza dapat dengan
mudah menarik pengunjung. Pengelola harus jeli dalam mengetahui
keinginan dari pengunjung dalam hal ini kelompok usia remaja agar
terpuaskan dengan berkunjung dan kemudian diharapkan berbelanja di
mall atau plaza tersebut yang pada akhirnya akan menjadi konsumen
loyal mereka.
Dengan mengetahui perilaku remaja sebagai salah satu
pengunjung mall atau plaza yang potensial akan mempermudah pengelola
mall atau plaza dalam memuaskan pelanggan mereka yang akan
membuat mall atau plaza tersebut tetap eksis dan siap menghadapi
persaingan. Untuk dapat mengetahui perilaku dan keinginan pengunjung
mall atau plaza dapat dilakukan melalui survei, jejak pendapat dan
11
sebagainya yang diharapkan akan dapat menyerap aspirasi dari para
pengunjung.
Perumusan Masalah
Konsumen mall atau plaza yang dapat dikategorikan dalam dua
kelompok besar yaitu tenant sebagai penyewa dan pengunjung mall atau
plaza tersebut. Kedua golongan konsumen tersebut saling terkait dan
mempengaruhi satu dengan yang lain. Maka sesuai dengan paparan yang
sudah disampaikan diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan
permasalahan yang dihadapi, yaitu:
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemilihan mall atau plaza yang
akan dikunjungi oleh pengunjung remaja di kota Jakarta.
2. Bagaimana perilaku konsumen pengunjung mall atau plaza kelompok
usia remaja yang ada di kota Jakarta.
3. Bagaimana peta image pengunjung kelompok usia remaja terhadap
mall atau plaza yang ada di Jakarta.
4. Bagaimana strategi bauran pemasaran yang dapat digunakan guna
menarik dan mempertahankan pengunjung kelompok usia remaja ke
suatu mall atau plaza di kota Jakarta.
Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka
dapat disampaikan bahwa penelitian dan penulisan ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan bagi
12
pengunjung kelompok usia remaja untuk datang ke mall atau plaza
yang ada di kota Jakarta.
2. Menganalisis perilaku pengunjung kelompok usia remaja mall atau
plaza yang ada di kota Jakarta.
3. Menganalisis peta image pengunjung kelompok usia remaja terhadap
mall atau plaza yang ada di Jakarta.
4. Alternatif bauran pemasaran yang memungkinkan dapat meningkatkan
dan mempertahankan pengunjung kelompok usia remaja dari suatu
mall atau plaza di kota Jakarta.
Manfaat Penelitian
Penelitian dan penulisan tesis kali ini diharapkan dapat
memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Bagi para pengelola dan investor mall atau plaza dapat dijadikan salah
satu kajian langkah dan strategi pemasaran guna meraih dan
mempertahankan pengunjung.
2. Bagi penulis penelitian ini dapat menjadi suatu pengalaman praktis dan
hal yang baru berkaitan dengan pemasaran mall atau plaza.
3. Diharapkan tulisan dan penelitian ini dapat memberikan wacana baru
dan tambahan informasi berkaitan dengan mall atau plaza yang ada di
Jakarta.
Ruang Lingkup Penelitian
Pada penulisan dan penelitian ini mempunyai ruang lingkup yang
13
terbatas hanya akan membahas pengunjung mall atau plaza kelompok
usia remaja sebagai salah satu konsumen dari mall atau plaza dengan
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pusat
perbelanjaan dalam hal ini adalah mall atau plaza yang ada di kota
Jakarta yang akan dikunjungi dan perilaku pengunjungnya. Pemilihan kota
Jakarta disebabkan karena Jakarta merupakan barometer pusat
perbelanjaan yang ada di Indonesia, selain itu Jakarta merupakan Ibu kota
negara yang berarti sebagai kota terbesar dan terpadat di Indonesia.
Kelompok usia remaja dipilih sebagai obyek yang akan menjadi
responden dalam penelitian ini karena remaja merupakan salah satu
pasar yang besar dan cukup potensial, sekaligus remaja merupakan
pembujuk yang hebat di lingkungannya.
Metoda pengumpulan data primer yang digunakan adalah salah
satu metode non-probability sampling yaitu menggunakan teknik quota
sampling melalui pengisian kuesioner. Dalam hal ini jumlah sampling
bersifat proporsional berdasarkan jumlah penduduk pada kelompok usia
remaja per wilayah yang ada di DKI Jakarta.
Wilayah di DKIJakarta yang menjadi lingkup wilayah penelitian ini
hanya meliputi lima daerah kota yaitu Jakarta Selatan, Jakarta Barat,
Jakarta Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Pusat. Sedangkan untuk satu
wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Kepulauan Seribu tidak termasuk di
dalamnya karena di daerah tersebut sampai saat ini belum terdapat mall
atau plaza.