HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAN MINUM OBAT
DENGAN KEJADIAN RAWAT INAP ULANG PASIEN
DENGAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF
DI RSUD DR. MOEWARDI
SKRIPSI
Untuk memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
M. Wahyu Dwi Nugroho P.
NIM ST13048
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMAHUSADA
SURAKARTA
2015
i
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : M Wahyu Dwi Nugroho Prasetiadi
NIM : ST13048
Dengan ini menyatakan bahwa :
1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah di ajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKES Kusuma Husada
Surakarta maupun di perguruan tinggi lain
Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan
Tim Penguji.
Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas di
cantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicntumkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang
telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai norma yang
berlaku di perguruan tinggi ini
2)
3)
4)
Surakarta, 25 Agustus 2015
Yang membuat pernyataan
( M Wahyu Dwi Nugroho P)
iii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATANSTIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
M. Wahyu Dwi Nugroho P.
Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Rawat InapUlang Pasien dengan Gagal Jantung Kongestif di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta
Abstrak
Kepatuhan dalam mengonsumsi obat merupakan aspek utama dalampenanganan penyakit-penyakit kronis seperti gagal jantung kongestif.Ketidakpatuhan dalam mengonsumsi obat akan meningkatkan risiko kejadianrawat inap ulang. Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan seperti sikapindividu pasien, dukungan keluarga, dan dukungan sosial. Analisis kepatuhanminum obat dan kejadian rawat inap ulang perlu dilakukan pada pasien sebagaisalah satu aspek penatalaksanaan gagal jantung kongestif.
Rancangan cross sectional dipersiapkan untuk meneliti tingkat kepatuhanminum obat 30 sampel pasien gagal jantung kongestif yang mengalami rawat inapulang di RSUD Dr. Moewardi. Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)dimodifikasi dan dipakai sebagai instrumen pengukuran. Analisis data dengantabel distribusi frekuensi dan uji korelasi Somer’s D.
Paling banyak responden adalah laki-laki (66.7%), usia < 60 tahun (73.3%),tingkat pendidikan dasar (60%), bermatapencaharian sebagai buruh danwiraswasta masing-masing 40%, tingkat kepatuhan minum obat rendah (73.3%),dan kejadian rawat inap ulang tinggi (83.3%). Ada hubungan negatif yang kuatantara tingkat kepatuhan minum obat dan kejadian rawat inap ulang pasien gagaljantung kongestif di RSUD Dr. Moewardi dengan nilai p 0.008 dan r -1.000.Artinya semakin tinggi tingkat kepatuhan minum obat maka semakin rendahkejadian rawat inap ulang. Oleh karena itu diperlukan berbagai intervensi baikmelalui pendekatan kognitif maupun perilaku untuk meningkatkan kepatuhanminum obat.
Kata Kunci: Kepatuhan Minum Obat, Kejadian Rawat Inap Ulang,Daftar Pustaka: 27 (1997-2014)
iv
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCEKUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
M. Wahyu Dwi Nugroho P.
Correlation between Patients’ Taking-Medicine Obedience and Their Re-Hospitalization Incidence due to Congestive Heart Failure at Dr. Moewardi
General Hospital of Surakarta
ABSTRACT
Taking-medicine obedience is a major aspect in the treatment of chronicdiseases such as congestive heart failure. Disobedience in taking medicine willincrease the risk of re-hospitalization incidence. There are many factors thataffect patients’ taking-medicine obedience such as individual attitude, family’ssupport, and social support. Analysis of the taking-medicine obedience and the re-hospitalization incidence needs to be conducted as one aspect of the congestiveheart failure management.
This research used cross sectional design and the modified Moriskymedication adherence scale (MMAS-8) as measure instrument. The samples ofresearch were 30 re-hospitalized congestive heart failure patients at Dr.MoewardiGeneral Hospital of Surakarta. The data of research were analyzed by using theSomer’s D analysis.
The result of this research shows that 66.7% of respondents were males,73.3% were aged less than 60 year olds, 60% had the latest education of PrimarySchool, (40%) worked as laborers and entrepreneurs, (73.3%) had the low level oftaking-medicine obedience, and (83.3%) had the high level of re-hospitalizationincident. Thus, there was negative and strong correlation between the patients’taking-medicine obedience and their re-hospitalization incidence due tocongestive heart failure at Dr. Moewardi General Hospital of Surakarta asindicated by the p-value = 0.008 and the r-value = -1.000, meaning that the higherthe level of taking-medicine obedience was, the lower the re-hospitalizationincidence was. Therefore, various interventions through both cognitive andbehavioral approaches were required to improve the taking-medicine obedience.
Keywords: Taking-medicine obedience, re-hospitalization incidenceReferences: 27 (1997-2014)
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan
judul “Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat dan Kejadian Rawat Inap
Ulang Pasien dengan Gagal Jantung Kongestif di RSUD Dr. Moewardi Surakarta”
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan berupa
arahan dan dorongan yang sangat berarti sejak dari persiapan sampai
denganselesainya skripsi ini. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih
dan penghargaan kepada:
1. Ketua STIKES Kusuma Husada Surakarta Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku
ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns,, M.Kep selaku Ketua Program Studi
Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan
rekomendasi bagi penulis untuk melakukan penelitian.
3. Prihantini,SST.,M.Kes selaku pembimbing I yang telah banyak
membantu, mengarahkan, membimbing dan memberi dorongan kepada
penulis.
4. Ari Setiyajati, S.Kep., Ns., M.Kes selaku pembimbing II yang telah banyak
membantu, mengarahkan, membimbing dan memberi dorongan kepada
penulis.
5. Anissa Cindy Nurul Afni, S.Kep., Ns., M.Kep selaku penguji yang telah
memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
vi
6. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan ijin untuk
melakukan penelitian ini.
7. Kepala Ruang Aster V RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah banyak
membantu penelitian ini.
8. Isteriku tercinta Nurhayati Sri Mumpuni, AMK. yang dengan penuh kasih
sayang menemaniku dalam menyelesaikan tugas skripsi ini.
9. Semua temanku Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan dukungan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
10. Semua temanku Perawat Ruang Aster V RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan
berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak
memberikan dukungan untuk menyelesaikan prosposal penelitian.
11. Responden yang telah merelakan waktu dan perhatiannya untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini masih ada
kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun
dari pembaca demi perbaikan Skripsi ini. Harapan penulis, semoga penelitian ini
nantinya dapat bermanfaat dan menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi
pembaca umumnya dan penulis khususnya.
Surakarta, 25 Agustus 2015
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halamani
ii
iii
iv
vi
viii
xi
xii
HALAMAN JUDUL...................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................
SURAT PERNYATAAN ...........................................................................
ABSTRAK .................................................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................
DAFTAR TABEL.......................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................
1.2 Rumusan Masalah. .................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori ........................................................................
2.1.1Gagal Jantung Kongesti ........................................................
2.1.1.1 Definisi......................................................................
2.1.1.2 Etiologi...................................................................
2.1.1.3 Patofisiologi ..............................................................
2.1.1.4 Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif...........................
2.1.1.5 Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif .................
2.1.1.6 Intervensi Keperawatan Pasien Gagal Jantung ..........
2.1.2Kepatuhan .............................................................................
2.1.2.1 Pengertian Kepatuhan .................................................
2.1.2.2 Jenis kepatuhan ...........................................................
2.1.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan......................
2.1.2.4 Skala Ukur Kepatuhan Minum Obat...........................
2.1.3 Rawat Inap Ulang Pasien Gagal Jantung Kongestif ............
1
5
6
6
BAB I
8
8
8
9
16
17
18
20
25
25
27
27
32
33
viii
2.1.3.1 Pengertian Rawat Inap Ulang......................................
2.1.3.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Rawat Inap Ulang
2.1.3.3 Kategori kejadian Rawat Inap.....................................
2.2 Keaslian Penelitian ...................................................................
2.3 Kerangka Teori..........................................................................
2.4 Kerangka Konsep .....................................................................
2.5 Hipotesa ....................................................................................
33
35
38
39
41
42
42
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ...........................................
3.2 Populasi dan Sampel ............................................................
44
44
44
45
47
47
48
48
48
48
50
50
50
51
51
53
53
53
54
56
3.3.1
3.3.2
3.3.3
Populasi ...................................................................
Sampel .....................................................................
Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...................................
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................
3.4 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala ...........
1.
2.
3.
Variabel Bebas ................................................................
Variabel Terikat ..............................................................
DefinisiOperasional.......................................................
3.5 Alat Penelitian dan Pengumpulan data ................................
3.5.1 Alat Penelitian.............................................................
3.5.2 Cara Pengumpulan Data................................................
3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ...............................................
3.6.1 Uji Validitas ................................................................
3.6.2 Uji Reliabilitas ..............................................................
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ..................................
3.7.1 Teknik Pengolahan......................................................
3.7.2 Analisa Data ...................................................................
3.8 Etika Penelitian ................................................................... .
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1Hasil Penelitian................................................................... ..
4.1.1 Analisis Univariat ........................................................56
56
ix
4.1.1.1 Karateristik Responden....................................
4.1.1.2 Tingkat Kepatuhan Minum Obat ......................
4.1.1.2 Kejadian Rawat Inap Ulang ...........................
4.1.1 Analisis Bivariat .........................................................
BAB V PEMBAHASAN5.1 Analisis Univariat.................................................................
5.1.1 Karateristik Responden................................................
5.1.1.1 Jenis Kelamin.................................................
5.1.1.2 Usia ................................................................
5.1.1.3 Tingkat Pendidikan .......................................
5.1.1.4 Pekerjaan........................................................
5.1.2 Tingkat Kepatuhan Minum Obat ................................
5.1.3 Kejadian Rawat Inap Ulang ........................................
5.2 Analisis Bivariat...................................................................
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN6.1 Kesimpulan .............................................................................
6.2 Saran .......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
LAMPIRAN ...............................................................................................
56
57
57
58
59
59
59
60
61
61
62
63
65
67
67
69
72
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Penyebab Gagal Jantung Kongestif ................................................
Beberapa Penelitian Terdahulu ........................................................
Definisi Operasional .......................................................................
Karakteristik Responden ................................................................
Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Minum Obat ..................
Distribusi Frekuensi Kejadian Rawat Inap Ulang ..........................
Uji Korelatif Antara Tingkat Kepatuhan Minum Obat Dan
Kejadian Rawat Inap Ulang............................................................
15
39
49
56
57
57
58
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Bagan Alur Tatalaksana Gagal Jantung ....................................
Five Interacting Dimension of Adherence ................................
Kerangka Teori………………………………………………..
Kerangka Konsep…………………………………………......
19
32
41
42
xii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATANSTIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
M. Wahyu Dwi Nugroho P.
Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Rawat InapUlang Pasien dengan Gagal Jantung Kongestif di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta
Abstrak
Kepatuhan dalam mengonsumsi obat merupakan aspek utama dalampenanganan penyakit-penyakit kronis seperti gagal jantung kongestif.Ketidakpatuhan dalam mengonsumsi obat akan meningkatkan risiko kejadianrawat inap ulang. Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan seperti sikapindividu pasien, dukungan keluarga, dan dukungan sosial. Analisis kepatuhanminum obat dan kejadian rawat inap ulang perlu dilakukan pada pasien sebagaisalah satu aspek penatalaksanaan gagal jantung kongestif.
Rancangan cross sectional dipersiapkan untuk meneliti tingkat kepatuhanminum obat 30 sampel pasien gagal jantung kongestif yang mengalami rawat inapulang di RSUD Dr. Moewardi. Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8)dimodifikasi dan dipakai sebagai instrumen pengukuran. Analisis data dengantabel distribusi frekuensi dan uji korelasi Somer’s D.
Paling banyak responden adalah laki-laki (66.7%), usia < 60 tahun (73.3%),tingkat pendidikan dasar (60%), bermatapencaharian sebagai buruh danwiraswasta masing-masing 40%, tingkat kepatuhan minum obat rendah (73.3%),dan kejadian rawat inap ulang tinggi (83.3%). Ada hubungan negatif yang kuatantara tingkat kepatuhan minum obat dan kejadian rawat inap ulang pasien gagaljantung kongestif di RSUD Dr. Moewardi dengan nilai p 0.008 dan r -1.000.Artinya semakin tinggi tingkat kepatuhan minum obat maka semakin rendahkejadian rawat inap ulang. Oleh karena itu diperlukan berbagai intervensi baikmelalui pendekatan kognitif maupun perilaku untuk meningkatkan kepatuhanminum obat.
Kata Kunci: Kepatuhan Minum Obat, Kejadian Rawat Inap Ulang,Daftar Pustaka: 27 (1997-2014)
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCEKUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
M. Wahyu Dwi Nugroho P.
Correlation between Patients’ Taking-Medicine Obedience and Their Re-Hospitalization Incidence due to Congestive Heart Failure at Dr. Moewardi
General Hospital of Surakarta
ABSTRACT
Taking-medicine obedience is a major aspect in the treatment of chronicdiseases such as congestive heart failure. Disobedience in taking medicine willincrease the risk of re-hospitalization incidence. There are many factors thataffect patients’ taking-medicine obedience such as individual attitude, family’ssupport, and social support. Analysis of the taking-medicine obedience and the re-hospitalization incidence needs to be conducted as one aspect of the congestiveheart failure management.
This research used cross sectional design and the modified Moriskymedication adherence scale (MMAS-8) as measure instrument. The samples ofresearch were 30 re-hospitalized congestive heart failure patients at Dr.MoewardiGeneral Hospital of Surakarta. The data of research were analyzed by using theSomer’s D analysis.
The result of this research shows that 66.7% of respondents were males,73.3% were aged less than 60 year olds, 60% had the latest education of PrimarySchool, (40%) worked as laborers and entrepreneurs, (73.3%) had the low level oftaking-medicine obedience, and (83.3%) had the high level of re-hospitalizationincident. Thus, there was negative and strong correlation between the patients’taking-medicine obedience and their re-hospitalization incidence due tocongestive heart failure at Dr. Moewardi General Hospital of Surakarta asindicated by the p-value = 0.008 and the r-value = -1.000, meaning that the higherthe level of taking-medicine obedience was, the lower the re-hospitalizationincidence was. Therefore, various interventions through both cognitive andbehavioral approaches were required to improve the taking-medicine obedience.
Keywords: Taking-medicine obedience, re-hospitalization incidenceReferences: 27 (1997-2014)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Gagal jantung kongestif juga disebut gagal jantung adalah ketika
jantung tidak dapat memompa cukup darah ke organ-organ. Jantung bekerja,
tapi tidak sebagaimana mestinya. Gagal jantung hampir selalu kondisi
kronis, jangka panjang. Umur yang semakin tua, yang lebih umum gagal
jantung kongestif menjadi resiko yang meningkat jika memiliki kelebihan
berat badan, diabetes, merokok, dan penyalahgunaan alkohol atau
menggunakan kokain. Apabila hati mulai gagal, cairan dapat berkumpul
dalam tubuh ini bermanifestasi sebagai pembengkakan (edema), biasanya di
kaki bagian bawah dan pergelangan kaki. Cairan juga dapat mengumpulkan
di paru-paru menyebabkan sesak nafas (AHA, 2014).
Penyakit kardiovaskular adalah penyebab global terkemuka
kematian, terhitung 17,3 juta kematian per tahun, angka yang diperkirakan
akan tumbuh lebih dari 23,6 juta pada tahun 2030. Penyakit jantung adalah
nomer satu penyebab kematian di Amerika Serikat, menewaskan lebih dari
375.000 orang per tahun. Sekitar 735.000 orang di Amerika Serikat
mengalami serangan jantung setiap tahun dan sekitar 120.000 meninggal.
Sekitar 635.000 orang di AS memiliki pertama kali serangan jantung setiap
tahun, dan sekitar 300.000 mengalami serangan jantung berulang (AHA ,
2014 ).
1
Di Indonesia sendiri gagal jantung menempati urutan ke delapan dari
sepuluh penyakit menular yang sering muncul di Indonesia (Riskesdas,
2013). Gagal jantung kongestif merupakan penyakit yang bersifat progresif
dengan gejala yang sangat mempengaruhi kondisi vital pasien gagal jantung
kongestif. Kondisi ini mengharuskan pasien gagal jantung kongestif untuk
menjalani rawat inap. Pada tahun 1990-1999 insidensi rawat inap
(hospitalization) di Amerika Serikat sebanyak 810.000 hingga 1 juta jiwa,
sedangkan prevalensi gagal jantung kongestif yang menjalani rawat inap
sebanyak 2.4 sampai 3.5 juta jiwa (Koelling et al, 2004)
Resiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun
pada gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal
jantung berat. Gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering
memerlukan perawatan ulang dirumah sakit (readmission) meskipun
pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal (Miftah, 2004).
Angka kematian karena gagal jantung kongestif yaitu sebesar 20%-50%
pasien, dan angka rawat inap ulang dengan frekuensi 1 kali atau lebih
selama 12 bulan sebesar 45% (Andriyanto, 2008).
Finly et al (2004) dalam Journal Of The American College Of
Cardiology menjelaskan beberapa kemajuan telah dibuat dalam mengurangi
angka kematian pada pasien rawat inap dengan gagal jantung, tingkat
rehospitalisasi terus meningkat, dan mendekati 30% dalam waktu 60
sampai 90 hari. Kemajuan dalam perawatan medis gagal jantung yang
terkait, sering diterima kembali menjadi perhatian khusus ketika merawat
2
pasien. Sekitar 50% dari pasien gagal jantung yang rawat inap ulang dalam
waktu 6 bulan, dan 70% dari rawat inap ulang terkait dengan memburuknya
keadaan yang didiagnosa gagal jantung sebelumnya (Sun, 2013).
Di Eropa dan Amerika Utara sekitar seperempat pasien dirawat di
rumah sakit dengan gagal jantung yang diterima kembali dalam waktu satu
bulan dan sampai dua pertiga dalam waktu satu tahun, biasanya untuk
kekambuhan gagal jantung. Individu yang diterima kembali dengan
memburuknya atau gejala berulang dari gagal jantung berada pada risiko
tinggi penurunan terminal (Ponikowski et al , 2014).
Di Yogyakarta, prevalensi pasien gagal jantung kongestif yang
menjalani rawat inap ulang dalam satu tahun sebesar 52.21% sementara
yang dirawat ulang lebih dari satu kali dalam waktu satu tahun sebesar
44.79% (Majid, 2010).
Menurut studi yang dilakukan oleh Krumholz pada tahun 2000
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian rawat inap
ulang (readmission) diantaranya ialah infeksi (terutama infeksi saluran nafas
seperti pneumonia), infark miokard, disritmia jantung, ischemic heart
disease, gagal ginjal akut, dehidrasi, dan gagal nafas (Krumholz et al, 2000).
Menurut studi tahun 2010 mengatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif
ialah hipertensi, derajat penyakit, dukungan keluarga dan sosial, kepatuhan
pasien atau penderita dalam mengkonsumsi obat, tingkat aktivitas dan
3
istirahat serta tingkat kecemasan pasien gagal jantung kongestif (Majid,
2010).
Ketidak patuhan pasien dalam mengkonsumsi obat obatan adalah
hal yang umum pada pasien dengan penyakit kardiovaskular pada infak
miokard akut hampir satu dari empat pasien tidak menuntaskan terapi obat
yang diberikan sebelum tujuh hari setelah pasien dirawat (Jackevicius et al,
2008 ). Pada penilitian tingkat kepatuhan pasien hipertensi yang dilakukan
di Denpasar, secara keseluruhan lebih didominasi subjek yang memiliki
kepatuhan mengonsumsi obat buruk sebanyak 189 orang dibandingkan
dengan subjek yang memiliki kepatuhan mengonsumsi obat baik sebanyak
78 orang (Evadewi & Luh, 2013 ). Pada penelitian yang dilakukan pada 96
pasien yang tidak patuh terhadap terapi medis ada 29 pasien dengan
frekuensi rawat inapnya tinggi, artinya responden yang tidak patuh dengan
terapi medis berpeluang 7,91kali lebih besar menjalani rawat inap dengan
frekuensi tinggi dibandingkan dengan responden yang patuh dengan terapi
medis (Majid, 2010). Ketidak patuhan terhadap pengobatan kardiovaskular
telah dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas dan kematian, sebagai
contoh ketidak patuhan dalam mengkonsumsi statins pada tahun yang sama
setelah dirawat dengan infark miokard dapat meningkat resiko kematian
sebesar 12 % - 25 % kepada pasien (Ho et al, 2009 ).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang
Aster 5 RSUD DR MOEWARDI didapatkan bahwa sebanyak empat dari
lima responden yang telah dilakukan interview oleh penulis mengatakan
4
karena diperbolehkan pulang dari rawat inap di rumah sakit responden
sudah merasa badan terasa sehat dan tidak merasa perlu lagi untuk
mengkonsumsi obat jantung. Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa
perlu untuk mengkaji atau meneliti hubungan tingkat kepatuhan minum obat
dengan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif .
1.2. Rumusan Masalah
Pasien dengan gagal jantung kongestif menunjukkan bahwa 30- 40%
pasien meninggal dalam waktu1 tahun diagnosis dan 60-70% meninggal
dalam waktu 5 tahun, terutamadari memburuknya gagal jantung (Camm et
al, 2004 ). Tingkat rehospitalisasi terus meningkat, dan mendekati 30%
dalam waktu 60 sampai 90 hari.
Ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat adalah hal yang
umum pada pasien dengan penyakit kardiovaskular pada infak miokard akut
hampir satu dari empat pasien tidak menuntaskan terapi obat yang diberikan
sebelum tujuh hari setelah pasien dirawat (Jackevicius et al , 2008 ).
Ketidakpatuhan terhadap pengobatan kardiovaskular telah dikaitkan
dengan peningkatan risiko morbiditas dan kematian, perawat sebagai tenaga
profesional di bidang pelayanan kesehatan memiliki kontribusi yang besar
dalam perawatan kesehatan khususnya klien dengan gagal jantung kongestif
baik saat dirawat, akan pulang dari rumah sakit dan setelah pulang dari
rumah sakit. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti ingin
mengetahui “ adakah hubungan tingkat kepatuhan minum obat dengan
5
kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta”.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan hubungan tingkat kepatuhan minum obat dengan kejadian
rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
1.3.2. Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi tingkat kepatuhan minum obat pada pasien gagal
jantung kongestif di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
2) Mengidentifikasi kejadian rawat inap ulang pada pasien gagal
jantung kongestif RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
3) Menganalisa hubungan tingkat kepatuhan minum obat dengan
kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat bagi Pasien Gagal Jantung
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi dan gambaran
mengenai hubungan tingkat kepatuhan dan kejadian rawat inap
ulang bagi penderita gagal jantung kongestif.
6
1.4.2. Manfaat bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumber informasi dan data
bagi Rumah Sakit tentang kejadian rawat inap ulang pada pasien
dengan gagal jantung kongestif.
1.4.3. Manfaat bagi Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumber informasi penting
bagi perawat bahwa pentingnya program discharge planning
dilakukan perawat kepada pasien.
1.4.4. Manfaat bagi Institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan ilmu
yang berguna dan sebagai bahan pembelajaran dan memperkaya
ilmu pengetahuan dari hasil penelitian bagi institusi pendidikan.
1.4.5. Manfaat bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan atau
referensi untuk pengembangan penelitian selanjutnya yang sesuai
dengan materi yang berhubungan dengan materi yang diambil bagi
peneliti selanjutnya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TINJAUAN TEORI
2.1.1. Gagal Jantung Kongestif
2.1.1.1. Definisi
Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler.
Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis,
atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Jantung
memiliki bentuk jantung cenderung berkerucut tumpul.Ukuran
jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6
cm.
Gagal jantung kongestif juga disebut gagal jantung, adalah
ketika jantung tidak dapat memompa cukup darah ke organ-organ,
jantung bekerja tapi tidak serta sebagaimana mestinya. Gagal jantung
terjadi hampir selalu kondisi kronis , jangka panjang. Umur yang
semakin tua, yang lebih umum gagal jantung kongestif menjadi
resiko yang meningkat jika memiliki kelebihan berat badan,
diabetes, merokok , dan penyalahgunaan alkohol atau menggunakan
kokain. Gagal jantung dapat berakibat cairan dapat berkumpul dalam
tubuh hal ini bermanifestasi sebagai pembengkakan (edema),
biasanya di kaki bagian bawah dan pergelangan kaki. Cairan juga
8
dapat mengumpulkan di paru-paru, menyebabkan sesak nafas (AHA,
2014).
Gagal jantung kongestif adalah sindroma klinis kompleks
akibat kelainan jantung ataupun non-jantung yang mempengaruhi
kemampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh
seperti peningkatan cardiac output. Gagal jantung dapat muncul
akibat gangguan pada miokardium, katup jantung, perikardium,
endokardium ataupun gangguan elektrik jantung (AHA, 2014).
2.1.1.2. Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal.Secara
epidemiologis cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal
jantung.Pada negara maju penyakit arteri koroner dan hipertensi
merupakan penyebab terbanyak, sedangkan di negara berkembang,
yang menjadi penyebab terbanyak dari gagal jantung adalah penyakit
katup jantung dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada negara
industrimaju, penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu
penyebab dominan pada pria dan wanita dan terjadi pada 60-75%
kasus gagal jantung. Hipertensi berperan pada perkembangan gagal
jantung pada 75% pasien, termasuk pasien dengan PJK. PJK dan
hipertensi dapat bekerja sama untuk meningkatkan resiko gagal
jantung, begitu pula dengan diabetes mellitus.
9
Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif adalah :
a) Penyakit Jantung Koroner
Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis
merupakan komplikasi terjadinya gagal jantung (Riaz,
2012).Berdasarkan studi Framingham dalam Cowie tahun
2008 didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki
riwayat hipertensi. Studi terbaru Waty tahun 2012 di Rumah
Sakit Haji Adam Malik menyebutkan bahwa 66.5% pasien
gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi
menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme
disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi
ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark miokard,
aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada
gagal jantung kongestif (Lip, Gibbs & Beevers, 2000).
b) Hipertensi
Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis
merupakan komplikasi terjadinya gagal jantung (Riaz,
2012).Berdasarkan studi Framingham dalam Cowie tahun
2008 didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki
riwayat hipertensi. Studi terbaru Waty tahun 2012 di Rumah
Sakit Haji Adam Malik menyebutkan bahwa 66.5% pasien
gagal jantung memiliki riwayat hipertensi.
10
Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui
mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri.
Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark
miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan
berujung pada gagal jantung kongestif (Lip, Gibbs, & Beevers,
2000).
c) Cardiomiopathy
Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung
yang tidak disebabkan oleh penyakit jantung koroner,
hipertensi atau kelainan kongenital. Cardiomiopathy terdiri
dari beberapa jenis. Dilated cardiomiopathy yang merupakan
salah satu penyebab tersering terjadinya gagal jantung
kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi dari
ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan.
Dilatasi ini disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan
peningkatan ukuran dan penambahan jaringan fibrosis (Lip,
Gibbs, & Beevers, 2000).
Hipertrophic cardiomiopathy merupakan salah satu
jenis cardiomiopathy yang bersifat herediter autosomal
dominan. Karakteristik dari jenis ini ialah abnormalitas pada
serabut otot miokardium tidak hanya miokardium tetapi juga
menyebabkan hipertrofi septum, sehingga terjadi obstruksi
aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi ini
11
menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk,
peningkatan tekanan diastolik disertai aritmia atrium dan
ventrikel (Scoote, Purcell, & Wilson, 2005).
Jenis lain yaitu restrictive cardiomiopathy dan
obliterative cardiomiopathy. Karakteristik dari jenis ini ialah
berupa kekakuan ventrikel dan komplians yang buruk, tidak
ditemukan adanya pembesaran dari jantung.Kondisi ini
berhubungan dengan gangguan relaksasi saat diastolik
sehingga pengisian ventrikel berkurang dari normal. Kondisi
yang dapat menyebabkan keadaan ini ialah Amiloidosis,
Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan penyakit resktriktif
lainnya (Scoote, Purcell, & Wilson, 2005).
d) Kelainan Katup Jantung
Beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling
sering menyebabkan gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi
Mitral.Regurgitasi mitral meningkatkan preload sehingga
terjadi peningkatan volume di jantung.Peningkatan volume
jantung memaksa jantung untuk berkontraksi lebih kuat agar
darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh tubuh.Kondisi ini
jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung kongestif
(Lip, Gibbs, & Beevers, 2000).
Penyakit katup rematik tetap menjadi penyebab umum di
banyak negara berkembang penyakit katup degeneratif pada
12
orang tua adalah sekarang lebih umum. Penyakit katup dapat
menyebabkan volume dan tekanan yang berlebihan dari
jantung (Camm et al, 2004 ).
e) Aritmia
Artial fibrilasi secara independen menjadi pencetus
gagal jantung tanpa perlu adanya faktor lainnya seperti PJK
atau hipertensi. 31% dari pasien gagal jantung ditemukan
gejala awal berupa atrial fibrilasi dan ditemukan 60% pasien
gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi setelah dilakukan
pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya sebagai
penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah prognosis
dengan meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Cowie et al,
2008).
f) Alkohol dan Obat-obatan
Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang
menyebabkan atrial fibrilasi ataupun gagal jantung akut.
Konsumsi alkohol dalam jangka panjang menyebabkan dilated
cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal jantung kongestif
yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang.
Beberapa obat yang memiliki efek toksik terhadap miokardium
diantaranya ialah agen kemoterapi seperti doxorubicin dan
zidovudine yang merupakan antiviral (Cowie, 2008).
13
g) Lain-lain
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan
independen untuk menyebabkan penyakit gagal jantung
kongestif pada laki-laki sedangkan pada wanita belum ada
fakta yang konsisten (Lip, Gibbs, & Beevers, 2000).
Sementara diabetes merupakan faktor independen dalam
mortalitas dan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung
kongestif melalui mekanisme perubahan struktur dan fungsi
dari miokardium. Selain itu, obesitas menyebabkan
peningkatan kolesterol yang meningkatkan resiko penyakit
jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari gagal
jantung kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan
bahwa diabetes merupakan faktor resiko yang untuk kejadian
hipertrofi ventrikel kiri yang berujung pada gagal jantung (Lip,
Gibbs, & Beevers, 2000). Berbagai etiologi gagal jantung
dirangkum dalam tabel Etiologi gagal jantung dengan
komponen ejeksi fraksi yang menurun maupun normal
(Braunwald, 2011 ).
14
Tabel . 2.2 Penyebab Gagal Jantung Kongestif
Sumber : Kumar & Clark. (2009). Cardiovascular disease.In: Clinical Medicine Ed 7th
15
Main Cause Ischemic Heart Disease(35-40%)Cardiomiopathy expeciallydilated (30-34%)Hypertension(15-20%)
Other Cause Cardiomyopathy undilated :Hyperttrophy/obstructive,restrictive(amyloidosis, sarcoidosis)Valvular heart disease (mitral,aortic, tricuspid)Congenital heart disease(ASD,VSD)Alcohol and drugs(chemotherapy-trastuzamab,imatinib)Hyperdinamic circulation(anemia, thyrotoxicosis,haemochromatosis)Right Heart failure (RVinfarct,pulmonary hypertension,pulmonaryembolism, COPD Tricuspidincompetence Arrhythmia (AF,Bradycardia (complete heartblock, the sick sinussyndrome))Pericardial disease (constrictivepericarditis, pericardial effusion)Infection (Chagas’ disease)
2.1.1.3. Patofisiologi
Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot
jantung yang tidak bisa berkontraksi secara normal seperti infark
miokard, gangguan tekanan hemodinamik, overload volume,
ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy. Kondisi-kondisi
tersebut menyebabkan penurunan kapasitas pompa jantung.Pada
awal penyakit, pasien masih menunjukkan asimptomatis ataupun
gejala simptomatis yang minimal.Hal ini disebabkan oleh
mekanisme kompensasi tubuh yang disebabkan oleh cardiac
injuryataupun disfungsi ventrikel kiri (Mann, 2008).
Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi
Renin Angiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf
Adrenergik dan (2) peningkatan kontraksi miokardium. Sistem ini
menjaga agar cardiac output tetap normal dengan cara retensi
cairan dan garam. Ketika terjadi penurunan cardiac output maka
akan terjadi perangsangan baroreseptor di ventrikel kiri, sinus
karotikus dan arkus aorta, kemudian memberi sinyal aferen ke
sistem syaraf sentral di cardioregulatory centeryang akan
menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon (ADH) dari hipofisis
posterior. ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus
kolektivus sehingga reabsorbsi air meningkat (Mann, 2008).
Sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang
menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot
16
skeletal.Stimulasi simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin.
Peningkatan renin meningkatkan kadar angiotensin II dan
aldosteron. Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan dan garam
melalui vasokonstriksi pembuluh darah perifer.Mekanisme
kompensasi neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan
fungsional dan struktural jantung serta retensi cairan dan garam
pada gagal jantung kongestif yang lebih lanjut (Mann, 2008).
2.1.1.4. Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark
miokard akut, dengan pembagian :
1. Derajat I : tanpa gagal jantung.
2. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal
paru, S3 galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis.
3. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh
lapangan paru.
4. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan
darah sistolik ≤ 90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer
(oliguria, sianosis dan diaforesis).
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan
melihat tanda kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan
adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato
jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke
kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava. Status
17
perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit,
pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan
penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut
basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan
gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut
panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi menjadi
empat kelas, yaitu
1. Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)
2. Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)
3. Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)
4. Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)
2.1.1.5. Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif
Penatalaksanaan pasien gagal jantung (Smeltzer & Bare, 2002) :
1. Penatalaksanaan Farmakologis
Obat-obat yang biasa digunakan pada pasien gagal
jantung antara lain : diuretic (loop dan thiazid), ACE-
inhibitor, β-blocker (carvedilol, bisoprolol, metaprolol),
digoksin, spironolakton, vasodilator (hydralazine, nitrat),
antikoagulan, antiaritmia, serta obat inotropik
positif.Terapi gagal jantung disesuaikan dengan derajat
keparahan dan tampilan klinis pasien. Secara garis besar
dapat dilihat melalui algoritma dibawah ini :
18
Gambar 2.1 Bagan alur tatalaksana gagal jantung
2. Penatalaksanaan Nonfarmakologis
a) Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya,
pengobatan dan pertolongan yang dapat dilakukan
sendiri.
b) Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan
penurunan berat badan pada penderita kegemukan.
c) Pembatasan asupan garam dan pembatasan asupan
cairan.
d) Menghentikan perilaku minum minuman beralkohol.
e) Dianjurkan untuk berolah raga, karena mempunyai
efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi saraf
19
otonom, endotel serta neurohormonal dan juga
terhadap sensitifitas terhadap insulin.
2.1.1.6. Intervensi Keperawatan Pasien Gagal Jantung
Tujuan intervensi keperawatan pada pasien gagal jantung
adalah meningkatkan istirahat pasien, menghilangkan kecemasan,
memperbaikiperfusi jaringan, dan pemahaman perawatan diri
serta tidak terjadi komplikasi (Smeltzer & Bare, 2002).
Intervensi keperawatan :
a) Manajemen aktivitas dan istirahat
Pasien perlu beristirahat baik secara fisik maupun
emosional.Istirahat dapat mengurangi kerja jantung,
meningkatkan tenaga cadangan jantung dan
menurunkan tekanan darah.Istirahat juga dapat
mengurangi kerja otot pernapasan dan penggunaan
oksigen.Setiap aktivitas latihan harus dilakukan secara
bertahap dimulai dari aktivitas ringan sampai berat
dengan diikuti fase istirahat. Pasien sebaiknya
melakukan monitor terhadap respon tubuhnya terhadap
aktivitas terutama yang berkaitan dengan tanda dan
gejala gagal jantung. Hal ini dikarenakan memberi
kesempatan oksigen untuk metabolisme di dalam
tubuh.Kegiatan aktivitas fisik harus sangat diperhatikan
20
karena harus sesuai dengan keadaan fungsional
jantungnya.
Pada gagal jantung yang berat (kelas fungsional
I), kegiatan fisiknya harus sangat dibatasi bahkan
dilarang sama sekali. Pada gagal jantung kelas
fungsional II dan III kegiatan fisik yang sangat ringan
dan teratur dapat membantu memperbaiki kondisi dan
dilakukan dengan pengawasan tenaga medis.Efek
perbaikan dari aktivitas fisik berupa perbaikan sirkulasi
darah perifer, peningkatan kapasitas aerobik,
memperlambat aktivitas metabolik, menurunkan tonus
simpatis dan meningkatkan tonus parasimpatis.
b) Manajemen stress
Pasien yang cemas dan stres tidak akan dapat
beristirahat dengan cukup. Stres emosional
mengakibatkan vasokonstriksi, tekanan arteri
meningkat dan denyut jantung cepat.Berikan
kenyamanan fisik dan menghindari situasi yang
menyebabkan kecemasan dan agitasi dapat membantu
pasien untuk rileks.Perawat memberikan kenyamanan
secara fisik dan psikologis, melibatkan keluarga dan
berkomunikasi secara pelan, tenang, percaya diri dan
mempertahankan kontak mata. Pasien diajarkan cara
21
mengurangi dan mencegah cemas dengan teknik
relaksasi, dan istirahat yang cukup.Kecemasan yang
terjadi pada kebanyakan pasien gagal jantung
dikarenakan mereka mengalami kesulitan
mempertahankan oksigenasi yang adekuat sehingga
mereka cenderung sesak nafas dan gelisah (Smeltzer,
2002).
Pada pasien gagal jantung kongestif, cemas dan
perilaku koping yang kurang baik akan dapat
memperparah kondisi pasien seperti pasien akan gelisah
yang berlebihan sampai berteriak-teriak, sesak nafas,
tekanan darah meningkat, denyut nadi cepat dan tidak
patuh dalam pengobatan sehingga penyakitnya tidak
kunjung sembuh. Selain itu pasien mengalami
gangguan dalam istirahat, terkadang terjadi halusinasi.
c) Memperbaiki perfusi jaringan
Penurunan perfusi jaringan pada pasien gagal
jantung adalah sebagai akibat dari tingkat sirkulasi
oksigen yang tidak adekuat dan stagnasi darah di
jaringan perifer. Lakukan latihan harian ringan sesuai
yang dapat ditoleransi pasien. Latihan ringan dapat
memperbaiki aliran darah ke jaringan perifer.
Oksigenasi yang adekuat dan diuresis yang sesuai juga
22
dapat memperbaiki perfusi aringan.Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Myers et al (2008),
dengan judul ’pengaruh latihan terhadap pemulihan laju
jantung pada pasien gagal jantung kronik disimpulkan
bahwa latihanmenghasilkan pemulihan laju jantung
(heart rate recovery) yang lebih cepat pada pasien
gagal jantung.
d) Manajemen cairan
Pengawasan atau kontrol natrium dan retensi
cairan dapat meningkatkan kerja jantung.Pembatasan
intake cairan pada gagal jantung ringan sampai sedang
tidak terlalu dipikirkan. Pada gagal jantung berat,
diperlukan pembatasan cairan sampai 1000 ml-1500
ml/hari, karena intake cairan yang berlebihan dapat
menurunkan konsentrasi natrium pada cairan tubuh
sehingga dapat terjadi low salt syndrome
(hiponatremia). Pembatasan cairan juga bermanfaat
dalam pengurangan gejala, karena pasien dengan CHF
mengalami penurunan kemampuan untuk
mengeluarkan air dari dalam tubuh. Hiponatremia yang
berat pada suatu episode gagal jantung kongestif dapat
menimbulkan kematian. Hiponatremia sering terjadi
pada pasien CHF karena pengaruh kelebihan hormon
23
neuroendokrin. Aktivasi dari renin-angiotensin-
aldosteron karena perfusi ginjal menurun meningkatkan
retensi natrium dan air.
e) Manajemen nutrisi
Tujuan manajemen nutrisi pada pasien gagal
jantung adalah untuk mengurangi natrium dan retensi
cairan. Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah,
mengatur atau mengurangi edema.Banyak pasien
dengan gagal jantung hanya membatasi garam pada
makanannya berkisar 3 gram sehariatau 1000 –2000
miligram natrium.
Garam itu tidak 100% mengandung natrium,
tetapi setiap 1 gram garam mengandung 393 mg
natrium. Nutrisi pada gagal jantung berkaitan dengan
kadar kolesterol. Peningkatan kadar kolesterol pada
penderita gagal jantung akan menyebabkan kerusakan
dan pengerasan pada pembuluh darah sehingga beban
jantung yang sudah mengalami kegagalan akan
memperparah kerja jantung.
f) Edukasi pasien
Pasien dengan gagal jantung agar dapat belajar
dan mengerti sehingga dapat mengatur aktivitas dan
istirahat sesuai respons individual. Tujuan penyuluhan
24
pada pasien gagal jantung adalah agar pasien dapat
mengerti dan memahami bagaimana upaya untuk
memperlambat perkembangan penyakit dan
perkembangan gagal jantung. Jelaskan pada pasien
untuk taat dengan diet rendah garam dan pembatasan
cairan, cara menghitung denyut nadi, menimbang berat
badan, aktivitas dan latihan secara bertahap serta
perlunya istirahat secara adekuat. Edukasi yang perlu
disampaikan kepada klien adalah minum obat secara
teratur dan sesuai resep dokter, melaporkan dengan
segera apabila ada gejala dan tanda kekambuhan gagal
jantung dan kontrol kepada dokter secara teratur.
2.1.2. Kepatuhan
2.1.2.1. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan adalah suatu kondisi yang tercipta dan berbentuk
melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-
nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban.
Sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekali
tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan mebebani
dirinya bila mana ia tidak dapat berbuat sebagaimana lazimnya
(Prijadarminto, 2003). Patuh adalah suka menurut perintah, taat
pada perintah atau aturan.Sedangkan kepatuhan adalah perilaku
sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang dikatakan patuh berobat
25
bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa
yang dianjurkan oleh petugas (Ali et al, 1999).
Kepatuhan (compliance), juga dikenal sebagai ketaatan
(adherence) adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis
dari dokter yang mengobatinya. Kepatuhan terhadap pengobatan
membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam manejemen perawatan
diri dan kerja sama antara pasien dan petugas kesehatan (Robert,
1999).
Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan
pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama
minimal 6 bulan sampai dengan 9 bulan (Depkes RI, 2000).
Sejauh mana perilaku pada seseorang dalam minum obat,
mengikuti diet, atau membuat perubahan gaya hidup sehat, sesuai
dengan yang telah disepakati rekomendasi dari penyedia layanan
kesehatan. (WHO, 2003).Kepatuhan adalah tingkat ketepatan
perilaku seorang individu dengan nasihat medis atau kesehatan dan
menggambarkan penggunaan obat sesuai dengan petunjuk pada
resep serta mencakup penggunaannnya pada waktu yang benar
(Siregar, 2006). Sejauh mana perilaku pasien (dalam hal minum
obat, mengikuti diet, memodifikasi kebiasaan, atau menghadiri
klinik) bertepatan dengan nasihat medis atau kesehatan.
26
2.1.2.2. Jenis Kepatuhan
Kepatuhan penderita dapat dibedakan menjadi (Cramer , 1997) :
a) Kepatuhan penuh (Total compliance)
Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara
teratur sesuai batas waktu yang ditetapkan melainkan juga
patuh memakai obat secara teratur sesuai petunjuk.
b) Penderita yang sama sekali tidak patuh (Non compliance)
Yaitu penderita yang putus berobat atau tidak
menggunakan obat sama sekali.
2.1.2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Hasil penelitian kepatuhan responden terhadap terapi medis
terdapat 5-10% pasien tidak patuh dengan terapi medis, 50-60%
patuh dan sisanya kurang patuh. Menurut Wal et al (2006),
ketidakpatuhan meningkatkan mortalitas, morbiditas, dan
perawatan di rumah sakit. Kepatuhan adalah tanggung jawab
pasien sendiri untuk mengikuti program terapi medis. Kepatuhan
adalah fenomena multi dimensi yang saling berinteraksi, saling
berhubungan dan saling mempengaruhi diantara beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut adalah faktor pasien, kondisi atau keadaan,
terapi, pelayanan kesehatan dan sosial ekonomi, dari faktor-faktor
tersebut, faktor pasien adalah yang paling besar pengaruhnya.
27
Faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan (Brunner &
Suddarth, 2002) :
a) Variabel demografi, seperti usia, jenis kelamin, status sosio
ekonomi dan pendidikan.
b) Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya
gejala akibat terapi.
c) Variabel program teraupetik seperti kompleksitas program
dan efek samping yang tidak menyenangkan.
d) Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap
tenaga kesehatan, penerimaan, atau penyangkalan terhadap
penyakit, keyakinan agama atau budaya, dan biaya finansial
dan lainnya yang termasuk dalam mengikuti regimen hal
tersebut di atas juga di temukan oleh Bart Smet (1998)
dalam psikologi kesehatan.
Faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan (Smet,1998):
a) Komunikasi
Berbagai aspek komunikasi antara pasien dan dokter
mempengaruhi tingkat ketidaktaatan, misalnya informasi
dengan pengawasan yang kurang, ketidakpuasaan terhadap
aspek hubungan emosional dengan dokter, ketidakpuasaan
terhadap obat yang di berikan.
28
b) Pengetahuan
Ketetapan dalam memberikan informasi secara jelas dan
eksplisit terutama sekali penting dalam pemberian antibiotic
untuk mencegah timbulnya penyakit infeksi. Pasien sering
kali menghentikan obat tersebut setelah gejala yang di
rasakan hilang bukan saat obat itu habis.
c) Fasilitas kesehatan
Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting di mana
dalam memberikan penyuluhan terhadap penderita, di
harapkan penderita menerima penjelasan dari tenaga
kesehatan yang meliputi jumlah tenaga kesehatan, gedung
serbaguna untuk penyuluhan dan lain-lain.
Faktor yang mempengaruhi kepatuhan (Niven, 2002) :
a) Penderita atau individu
1) Sikap atau motivasi pasien ingin sembuh
Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dalam
diri individu sendiri. Motivasi individu ingin tetap
mempertahankan kesehatannya sangat berpengaruh
terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku penderita dalam kontrol penyakitnya.
2) Keyakinan
Keyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapat
menjalani kehidupan. Penderita yang berpegang teguh
29
terhadap keyakinannya akan memiliki jiwa yang tabah
dan tidak mudah putus asa serta dapat menerima
keadaannya, demikian juga cara perilaku akan lebih
baik. Kemauan untuk melakukan kontrol penyakitnya
dapat di pengaruhi oleh keyakinan penderita, di mana
penderita memiliki keyakinan yang kuat akan lebih
tabah terhadap anjuran dan larangan kalau tahu
akibatnya.
b) Dukungan keluarga
Dukungan keluarga merupakan bagian dari
penderita yang paling dekat dan tidak dapat di pisahkan.
Penderita akan merasa senang dan tentram apabila
mendapat perhatian dan dukungan dari keluarganya.
Dengan dukungan tersebut akan menimbulkan kepercayaan
dirinya untuk menghadapi dan mengelola penyakitnya
dengan lebih baik, serta penderita mau menuruti saran-saran
yang di berikan oleh keluarga untuk menunjang pengelolaan
penyakitnya.
c) Dukungan social
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional
dari anggota keluarga lain merupakan faktor-faktor penting
dalam kepatuhan terhadap program-program medis.
Keluarga dapat mengurangi ansietas yang di sebabkan oleh
30
penyakit tertentu dan dapat mengurangi godaan terhadap
ketidaktaatan.
d) Dukungan petugas kesehatan
Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain
yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan
mereka terutama berguna pada pasien menghadapi bahwa
perilaku sehat yang baru tersebut merupakan hal penting.
Begitu juga mereka dapat mempengaruhi perilaku pasien
dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap
tindakan tertentu dari pasien yang telah mampu beradaptasi
dengan program pengobatannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan menurut (WHO,
2003) :
a) faktor sosial / ekonomi
b) faktor kondisi yang berhubungan dengan kesehatan
c) faktor terapi terkait dengan pasien
d) factor perilaku pasien
e) Faktor pada sistem kesehatan
31
Gambar 2.1 Five Interacting Dimensions of Adherence
(WHO , 2003)
2.1.2.4. Skala Ukur Kepatuhan Minum Obat
1. Skala MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scale)
Kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat dapat
diukur menggunakan berbagai metode, salah satu metode yang
dapat digunakan adalah yang terdiri dari tiga aspek yaitu frekuensi
kelupaan dalam mengonsumsi obat, kesengajaan berhenti
mengonsumsi obat tanpa diketahui oleh tim medis, kemampuan
mengendalikan diri untuk tetap mengonsumsi obat (Morisky &
Munter, 2009).
MMAS -8 (Medication Morisky Adherence Scale)
Penilaian kepatuhan minum obat
a) Kepatuhan tinggi : 8
b) Kepatuhanmenengah : 6 - 7
32
c) Kepatuhan rendah : 1 - 5
2. Menghitung Sisa Jumlah Tablet
Menghitung jumlah sisa tablet secara langsung dan
menghitung tingkat kepatuhan pasien dengan menggunakan rumus
( Jasti et al, 2005).
Kepatuhan =Jumlah obat – jumlah obat sisa x 100 %
Jumlah Obat
Pada studi yang dilakukan pada kepatuhan minum obat dan
mortalitas pada pasien yang selamat dari infark miokard sebanyak
31.455 pasien yang menyelesaikan program terapi mereka dibagi
menjadi 3 kategori kepatuhan: tinggi : ≥80% dari porsi obat yang
diselelesaikan, menengah : 40% -79% porsi obat yang
diselelesaikan), dan rendah: <40% dari porsi obat yang
diselelesaikan (Albert, 2008).
2.1.3. Rawat Inap Ulang Pasien Gagal Jantung Kongestif
2.1.3.1. Pengertian Rawat Inap Ulang
Rawat inap ulang didefinisikan sebagai kejadian pasien
dirawat di rumah sakit yang terjadi beberapa kali dalam jangka
waktu tertentu oleh pasien yang sama. Rawat inap ulang pasien
gagal jantung dapat diartikan sebagai kejadian pasien gagal jantung
33
dirawat kembali di rumah sakit yang terjadi lebih dari satu kali
pada pada pasien yang sama dengan kurun waktu tertentu.
Gagal jantung adalah penyebab utama rawat inap di pada
orang dewasa berumur 65 tahun di Amerika Serikat. Setiap
ahun,satu juta pasien dirawat di rumah sakit dengan diagnosis
primer gagal jantung. Rawat inap ulang atau readmission pada
penyakit gagal jantung kongestif diakibatkan oleh eksaserbasi dari
gejala klinis gagal jantung kongestif. Beberapa dipicu oleh faktor
concomitantkardiovaskular seperti takiaritmia, unstable coronary
syndrome. Selain itu juga bisa disebabkan oleh gangguan
Serebrovaskular dan ketidakpatuhan dalam diet dan terapi (AHA,
2014).
Jumlah rata-rata perawatan di rumah sakit pada pasien gagal
jantung masih tetap tinggi dengan 50% pasien kembali ke rumah
sakit dalam waktu 6 bulan dari waktu diijinkan pulang .Pada pasien
gagal jantung setelah dirawat di rumah sakit dipulangkan ,diikuti
kejadian rawat inap ulang kembali dalam kurun waktu 30 hari
setelah pulang sebesar 24% pada pasien gagal jantung (AHA ,
2014 ).
Rawat inap menjadi salah satu pilihan terapi bagi pasien gagal
jantung kongestif. Berdasarkan hasil National Institute for
Cardiovascular Outcomes Research (NICOR) tahun 2011
disebutkan bahwa periode April hingga Maret 2011 diperoleh
34
36.901 pasien yang menjalani rawat inap. Dari 36.901 pasien yang
menjalani rawat inap, 30.099 pasien menjalani rawat inap yang
pertama dengan durasi rata-rata 11 hari, sedangkan 6.802 pasien
menjalani rawat inap ulang atau rehospitalisasi dengan durasi rata-
rata 13 hari.
2.1.3.2. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Rawat Inap Ulang
Kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif
terjadi karena eksaserbasi dari gejala klinis overload volume dan
penurunan cardiac output. Gejala yang menyebabkan pasien CHF
mengalami rehospitalisasi ialah Angina (nyeri dada), sesak nafas
dan Edema. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
rehospitalisasi pasien CHF adalah :
a) Faktor Kardiovaskular
Salah satu gangguan kardiovaskular yang
menyebabkan rawat inap ulang ialah iskemik dan infark
miokard. Infark miokard dapat berupa STEMI (ST Elevation
Miocard Infarction) ataupun NSTEMI (Non ST Elevation
Miocard Infarction). Infark miokard menyebabkan jantung
kekurangan nutrisi untuk berkontraksi terutama ventrikel.
Adanya thrombosis pada arteri koroner sebagai cabang utama
yang memperdarahi miokardium dapat menyebabkan
kekurangan nutrisi pada miokardium yang menyebabkan
35
kegagalan kontraksi ventrikel. Kegagalan kontraksi ventrikel
menyebabkan penurunan ejection fraction (Zaya, 2012).
Penurunan ejection fraction menyebabkan peningkatan
volume cairan tubuh yang memperparah kondisi pasien CHF
dan Diagnosis terkait, termasuk fibrilasi atrium, penyakit
jantung iskemik, dan hipertensi ( AHA ,2014). Risiko relatif
gagal jantung pada pasien dengan hipertensi adalah 1,4
dibandingkan dengan populasi umum. Hipertensi merupakan
prediktor kelangsungan hidup pada pasien dengan gagal
jantung kongestif (Kaplan & Rose, 2006). Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme,
termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri
dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik
dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta
memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial
maupun aritmia ventrikel (Zaya, 2012).
b) Faktor Non Cardiovaskular
1) Faktor Psikososial
Ketidakpatuhan terhadap terapi tentu akan
memperburuk kondisi umum dari pasien gagal jantung
kongestif. menurut studi analitik yang dilakukan Majid
(2010), 72.5% pasien gagal jantung yang menjalani rawat
inap ulang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap
36
terapi. Sedangkan ketidakpatuhan terhadap diet sebesar
73%. ketidakpatuhan terhadap terapi bias disebabkan oleh
karena depresi, sehingga pasien tidak patuh terhadap terapi
dan memiliki pola makan
yang tidak sesuai dengan anjuran.
Dukungan keluarga dan lingkungan sekitar juga
penting.Kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar
pasien menjadi faktor independen yang menyebabkan
kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif.
57% pasien gagal jantung yang menjalani rawat inap ulang
kurang mendapat dukungan dari keluarga dan sosial
(Majid, 2010).
2) Gangguan Fungsi Ginjal
Gangguan ginjal dan memburuknya fungsi ginjal
selama gagal jantung rawat inap semakin diakui sebagai
prediktor kuat dari hasil yang merugikan yang sebagai
salah satu penybab termasuk rawat inap ulang ( AHA,
2014 ).
3) Penyakit Paru
Pneumonia dan penyakit obstruksi paru seperti Asma
dan PPOK menyebabkan kejadian rawat inap ulang
sebesar 28% setelah 6-9 bulan sebelumnya menjalani
rawat inap (Zaya, 2012).
37
4) Penggunaan Obat
ACE inhibitor atau terapi ARB untuk gagal jantung
atau infark miokard akut dikaitkan dengan penurunan
risiko rehospitalisasi untuk gagal jantung dan infark
miokard (Hess et al, 2009).
5) Faktor demografi
Jenis kelamin laki-laki, usia 75 tahun dan lebih tua, dan
etnis Afrika Amerika sebagai faktor risiko untuk diterima
kembali pada rawat ianap ulang dengan gagal jantung
kongestif (Silverstein et al, 2008).
2.1.3.3. Kategori Kejadian Rawat Inap
Kejadian rawat inap dapat dikategorikan menjadi dua (Majid,
2010) :
1. Tinggi
Kejadian rawat inap ulang terjadi lebih dari satu kali dalam
satu tahun terahir.
2. Rendah
Kejadian rawat inap ulang terjadi satu kali dalam satu tahun
terahir
38
2.2. KEASLIAN PENELITIAN
Sejauh penelusuran yang dilakukan, belum pernah dilakukan pada
penelitian yang sama namun ada beberapa penelitina terdahulu yang dapat
dijadikan acuan, hai ini dapat disajikan dalam tabel berikut :
39
NoNama
PenelitiJudul Metode Hasil
1 Lilik YM(2013)
Kepatuhan PasienInfark MiokardAkut (IMA) dalamMelakukanPengobatan secaraTeratur di Polijantung RSUD Dr.Harjono Ponorogo
Desain penelitianadalah deskriptif
Analisa datamenggunakanprosentase yang hasilpenelitiannya dapatdisimpulkan bahwakepatuhan rendahsebesar 57,5%.Kepatuhan sedangsebesar17,5%, dan Kepatuhantinggi sebesar 5%.
2 AbdulMajid(2010)
Analisis faktor- faktor yangberhubungandengan kejadianrawat inap ulangpasien gagal jantungkongestif di RumahSakit YogyakartaTahun 2010
Penelitiancross sectional .Analisischi-squaredan MultipleLogisticRegression
Hasil menunjukkan, adahubungan yangsignifikan antara faktorkepatuhan terhadapterapi, riwayat hipertensi, usia, kepatuhanterhadap diet, kepatuhanterhadap cairan, dantingkat kecemasandengan kejadian rawatinapulang di rumah sakitpada pasien dengangagal jantung kongestif.Faktor yangpaling dominanadalah riwayathipertensi.
40
3 Agus Salim(2014)
Karakteristik PasienGagal JantungKongestif DenganRiwayat Rawat InapUlang di RSUP HajiAdam Malik MedanTahun 2012
Penelitian inibersifat deskriptifdengan desaincross sectional.Penelitimelakukananalisis terhadapdata rekam medisdi RSUP H.Adam MalikMedan.
Prevalensirehospitalisasi pasiengagal jantung kongestifialah 11,02% dengandurasi rata-rata 11 hari.Penyebab terseringgagal jantung kongetifialah CAD (31,3%)sedangkan penyebabtersering rehospitalisasiialah Pneumonia(15,6%)
4 Putu KennyRaniEvadewi &Luh MadeKarismaSukmayantiS (2013)
KepatuhanMengonsumsi ObatPasien HipertensiDi DenpasarDitinjau DariKepribadian Tipe ADan Tipe B
Terdapat Perbedaankepatuhan mengonsumsiobat antara pasienhipertensi dengankepribadian tipe A dan B(signifikansi p=0,001).Secara keseluruhan lebihdidominasi subjek yangmemiliki kepatuhanmengonsumsi obat buruk(189 orang)dibandingkan dengansubjek yang memilikikepatuhan mengonsumsiobat baik (78 orang)
2.3. KERANGKA TEORI
Secara skematis kerangka teori dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
ETIOLOGI
1. Penyakit Jantung Koroner2. Hipertensi3.Cardiomiopathy4. Kelainan Katup Jantung5. Aritmia6. Alkohol & Obat-obatan
Gagal Jantung
Rawat Inap
Meninggal Stabil / RawatJalan
1. Faktor Kardiovaskular(Iskemik dan Infark Miokard,Hipertensi tidak terkontrol, AF)
2. Faktor Non Kardiovaskular
Berobat Jalan
a) Gangguan Fungsi ParuCInfeksi, Penyakit paruobstruktif, EdemaParu, Efusi Pleura)Gangguan Fungsi GinjalFaktor Demografi
Rawat Inap Ulangb)c) Tinggi Rendah
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Majid (2010), AHA (2014), (Zaya, 2012).
Keterangan :
: Yang tidak diteliti
: Yang diteliti
41
d) Faktor Psikososial( Ketidakpatuhan minum obat)
2.4. KERANGAKA KONSEP
Berdasarkan Kerangka teori diatas manak dapat digambarkan
kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Variabel IndependenTingkat kepatuhan pasien
Variabel DependenKejadian rawat inap ulang
minum obat pasien gagal jantung
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
2.5. HIPOTESIS
Menurut Sugiyono (2011), hipotesis penelitian adalah jawaban
sementara penelitian, patokan duga atau sementara, yang kebenarannya akan
dibuktikan dalam penelitian tersebut. Menurut Sugiyono (2011) hipotesis
dibagi menjadi dua macam :
a. Hipotesis alternatif (Ha)
Hipotesis ini menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan
Y atau hubungan antara dua kelompok.
b. Hipotesis nol (Ho)
Hipotesis ini menyatakan tidak ada hubungan variabel atau tidak
adanya hubungan variabel X dan Y.
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah::
1. Ha : Ada hubungan tingkat kepatuhan pasien minum obat dengan
kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif di RSUD
Dr Moewardi.
42
2. Ho : Tidak hubungan tingkat kepatuhan minum obat dengan kejadian
rawat inap ulang di rumah sakit pasien gagal jantung kongestif di
RSUD Dr Moewardi.
43
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non-eksperimen
dengan desain penelitian korelasional (hubungan atau asosiasi) yaitu dengan
mengkaji hubungan antar variable. Teknik yang digunakan adalah cross
sectional artinya pengukuran variabel hanya dilakukan satu kali pada satu
saat (Nursalam, 2008). Metode ini digunakan untuk mengetahui tingkat
kepatuhan minum obat dan kejadian rawat inap ulang pasien dengan gagal
jantung kongestif di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
3.2 POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan (Sugiyono, 2011). Populasi adalah jumlah dari keseluruhan
obyek yang karakteristiknya tidak ditetapkan (Nursalam, 2008).
Pada penelitian ini populasinya adalah semua pasien dengan
diagnose medis gagal jantung kongestif yang mengalami rawat inap
ulang di kelas perawatan reguler di RSUD Dr. Moewardi. Berdasarkan
studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, didapatkan bahwa dari
rekapitulasi tiga bulan terakhir yaitu bulan Oktober sampai dengan
44
Desember 2014 sebanyak 197 pasien, sehingga rata-rata dalam satu
bulan sebanyak 66 pasien.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang dapat digunakan
sebagai subyek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008).Sampel
adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2011).
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total
sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana
jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2011). Alasan
mengambil total sampling karena menurut Sugiyono (2011) jumlah
populasi yang kurang dari 100 maka seluruh populasi yang ada
dijadikan sampel penelitian.
Sampel pada penelitian ini adalah semua pasien dengan diagnose
medis gagal jantung kongestif yang mengalami rawat inap ulang di
kelas perawatan reguler di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi,
dimana kriteria tersebut menentukan dapat dan tidaknya sampel tersebut
dapat digunakan. Nursalam (2008) menjelaskan bahwa kriteria Inklusi
adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target
yang terjangkau dan akan diteliti. Kriteria Ekslusi yaitu menghilangkan
atau mengeluarkan subjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari
studi karena berbagai sebab.
45
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien gagal jantung
yang mengalami rawat iniap ulang di bangsal perawatan reguler Aster 5
dengan diagnosa yang sama. Sementara itu kriteria ekslusi dalam
penelitian ini adalah pasien dengan diagnosa gagal jantung yang
dirawat di rumah sakit pada kali pertama perawatan dan pasien yang
dalam keadaan kritis.
3.3 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
1. Tempat
Tempat penelitian yang digunakan adalah ruang rawat inap Aster 5
kelas reguler RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Peneliti memilih ruang
Aster 5 kelas reguler sebagai tempat penelitian dengan alasan
ruangan ini merupakan ruang perawatan yang dikhususkan untuk
pasien dengan masalah kardiovaskuler.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 11 - 30 Juli 2015.
3.4 VARIABEL PENELITIAN, DEFINISI OPERASIONAL DAN SKALA
1. Variabel penelitian
1) Variabel independen / variabel bebas
Variabel ini sering disebut dengan variabel stimulus,
prediktor, antecedent.Variabel bebas adalah merupakan variabel
yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya
atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2011).
46
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah tingkat
kepatuhan pasien minum obat.
2) Variabel dependen/ variabel terikat
Variabel Dependen, sering disebut sebagai variabel output,
kriteria, konsekuan. Dalam bahasa Indonesia biasa disebut
dengan variabel terikat yaitu merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel
bebas (Sugiyono, 2011). Variabel dependen pada penelitian ini
adalah kejadian rawat inap ulang pasien dengan gagal jantung
kongestif.
2. Definisi operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara
operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan
peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat
terhadap suatu objek/ fenomena (Sugiyono, 2011).
47
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Data
3.5 ALAT PENELITIAN DAN CARA PENGUMPULAN DATA
3.5.1 Alat Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif pengumpulan
data dilakukan dengan kuesioner dengan skala Guttman dengan jenis
48
No Variabel Definisi Alat UkurIndikatorPenilaian
Skala
1. Variabelbebas
Kepatuhan pasienterhadappengobatan yangtelah ditentukan
MMAS - 8(MedicationMorisky AdherenceScale)
Tingkatkepatuhandikategorikanmenjadi:1. Tinggi : 82. Menengah
: 6 - 73. Rendah
: 1 - 5
Ordinaltingkatkepatuhanpasienminumobat
2. VariabelTerikat
Kejadian pasiengagal jantungdirawat kembali dirumah sakit yangterjadi lebih darisatu kali pada padapasien yang samadengan kurunwaktu tertentu
Melihat rekammedis (RM) ataulembar observasi
Kejadian rawatinap ulangdikategorikanmenjadi :1. Tinggi
(rawat inapterjadi lebihdari 1xdalam 1tahun terahir
2. Rendah(frekuensirawat inapterjadi 1xdalam 1tahun terahir
Ordinalkejadianrawat inapulangpasiendengangagaljantungkongestif
kuesioner menggunakan Dichotomy question serta menggunakan
lembar observasi pasien. Skala pengukuran dengan menggunakan
skala Guttman yaitu dengan jawaban benar dan salah.Untuk penilaian
benar diberikan skor 1, sedangkan untuk jawaban salah diberikan skor
0 (Sugiyono, 2011). Lembar kuesiner terdiri dari dua bagian. Bagian
pertama yaitu berisi data karakteristik sampel penelitian yang terdiri
dari kode responden, nama responden, umur, tingkat pendidikan.
Bagian kedua digunakan untuk mengambil data tentang tingkat
kepatuhan pasien minum obat dengan menggunakan instrument
MMAS-8 yang terdiri dari 8 pertanyaan yang memiliki skala timggi
(8), menengah (6-7) dan rendah (1-5).Untuk mengetahui kejadian
rawat inap ulang pasien dengan gagal jantung kongestif juga dengan
menggunakan lembar observasi dan melihat rekam medis pasien.
3.5.2 Cara Penggumpulan data
Cara pengumpulan data yaitu dengan meminta ijin dengan
RSUD Dr.Moewardi, menjelaskan tentang penelitian dan tujuan
penelitian kepada calon responden, menjelaskan tentang informed
consent dan mengajukan surat permintaan menjadi responden, setelah
responden memahami dan apabila setuju maka, responden diminta
untuk menandatangani informed consent tersebut. Peneliti
membagikan kuesioner kepada responden dan melakukan observasi
kepada rekam medis pasien dan dicatat pada lembar observasi.
Kuesioner tentang kepatuhan pasien minum obat terdiri dari 8
49
pertanyaan menggunakan MMAS - 8 (Medication Morisky Adherence
Scale. Kejadian rawat inap ulang pasien dengan gagal jantung
kongestif dalam pengambilan data peneliti melakukan observasi pada
rekam medis pasien.
Dalam melakukan melakukan pengumpulan dengan kuesioner
peneliti akan mendapingi responden dalam mengisi kuisiner yang
diberikan kepada responden. Setelah diisi oleh responden, kuesioner
ditarik kembali. Kuesioner yang memenuhi syarat akan dilakukan
pengolahan data.
3.6 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS
3.6.1 Uji Validitas
Validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti
prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data (Nursalam,
2011). Validitas internal/rasional menurut Sugiyono (2011) dibagi
menjadi 2:
1. Uji Validitas Isi (Content Validity)
Validitas isi artinya ketepatan daripada suatu tes
dilihat dari segi isi tersebut. Suatu tes hasil belajar dikatakan
valid, apabila materi tes tersebut betul betul merupakan bahan-
bahan yang representatif terhadap bahan-bahan pelajaran yang
diberikan. Dengan kata lain sebuah tes dikatakan memiliki
validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang
50
sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan.
Untuk menilai apakah suatu tes memiliki validitas isi atau tidak
dapat kita lakukan dengan jalan membandingkan materi tes
tersebut dengan analisa rasional yang kita lakukan terhadap
bahan-bahan yang seharusnya dipergunakan dalam menyusun
tes tersebut. Apabila materi tes tersebut telah cocok dengan
analisa rasional yang kita lakukan, berarti tes yang kita nilai itu
mempunyai validitas isi. Sebaliknya apabila materi tes
tersebut menyimpang dari analisa rasional kita, berarti tes
tersebut tidak valid ditinjau dari validitas isinya. Peneliti juga
melakukan uji validitas isi kepada dosen pembimbing Stikes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Uji Validitas Konstruksi (Construct Validity)
Uji validitas konstruksi untuk skala MMAS-8 dalam
pengukuran tingkat kepartuhan minum obat telah dilakukan oleh
lee at al (2010) yang hasilnya:
Nomer satu dengan r = 0.858, nomer dua r = 0.581,
nomer tiga r = 0.808, nomer empat r = 0.657, nomer lima r =
0.335, nomer enam r = 0.760, nomer tujuh r = 0.740, nomer
delapan r = 0.835.
3.6.2 Uji Reliabilitas
Uji validitas konstruksi untuk skala MMAS-8 dalam
pengukuran tingkat kepartuhan minum obat telah dilakukan oleh
51
para ahli dengan hasil sebagai berikut (Lee at al, 2010) : Α Cronbach
's untuk menunjukkan konsistensi internal adalah 0,66 untuk baru
MMAS-8 skala, yang berada di bawah nilai umumnya diterima 0.70
tetapi lebih tinggi dari 0,66. Koefisien korelasi item-total berkisar
0,230-0,658 dengan mereka semua berada di atas 0,2. Untuk
keandalan testretest, bagaimanapun, MMAS-8 menunjukkan
reliabilitas yang sangat baik yaitu 0,79 (p <0,001).
3.7 TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
3.7.1 Teknik Pengolahan Data
Setelah mempelajari jawaban dari seluruh pertanyaan yang diajukan
dalam kuisioner , perlu dilakukan proses editing, coding, tabulasi, dan
entry data sehingga lebih memudahkan dalam pembacaan data dan
meningkatkan kredibilitas analisa (Efendi, 2012).
1. Editing data
Memastikan kelengkapan dan kejelasan setiap aspek yang
diteliti, yaitu dengan melakukan pengecekan terhadap kuisioner
untuk memastikan bahwa kuisioner telah lengkap.
2. Coding data
Teknik coding ini digunakan untuk memudahkan dalam
proses analisis data. Penggunaan kode yang sudah ditetapkan atau
dirumuskan sebelumnya digunakan untuk mempermudah dalam
melakukan tabulasi dan analisis data.
52
3. Tabulasi
Memasukan data kedalam diagram atau tabel-tabel dengan
mengatur frekuensi setiap variabel yang disajikan dalam bentuk
diagram presentase.
4. Entery data
Data dari kuisioner diolah dengan menggunakan progam
SPSS (Statistical Packages for Sosial Science) dan juga Microsoft
Exel untuk mempermudah proses analisis data.
3.7.2 Analisa Data
Analisa data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian.Untuk
alasan tersebut dipergunakan uji statistik yang cocok dengan variabel
penelitian (Notoatmojo, 2005). Analisa data terdiri dari:
1) Analisa univariat
Analisa univariat yaitu analisa yang dilakukan terhadap tiap
variabel dari hasil penelitian yaitu tingkat kepatuhan pasien minum
obat dan kejadian rawat inap ulang pasien dengan gagal jantung
kongestif sajian data dengan menggunakan proporsi presentase.
2) Analisa bivariat
Analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Sugiyono,
2011). Analisa bivariat pada penelitian ini yaitu dengan Uji
Somer's D. Menurut Dahlan (2014) Uji Sommer’s D
digunakan untuk menghitung uji hipotesis korelatif
53
variabel ordinal-ordinal tabel BxK. Uji Somers adalah
salah satu dari uji Asosiatif Non Parametris. Somers mengukur
hubungan antara 2 variabel berskala ordinal yang dapat dibentuk
ke dalam tabel kontingensi. Uji ini mengukur hubungan yang
bersifat simetris artinya variabel A dan variabel B dapat saling
mempengaruhi.
R u m u s S o m er ’ s D
= (nc – n d)
(nc + nd + nt)
Dimana
nc
nd
nt
N
= jumlah concordant
= jumlah discordant
= jumlah ties
= banyaknya observasi
3.8 ETIKA PENELITIAN
Suatu penelitian harus berpedoman pada norma dan etika. Menurut
Nursalam (2008) dalam penelitian yang subjeknya manusia, maka ada tiga
prinsip penelitian yang harus diperhatikan, yaitu:
1) Prinsip Manfaat
a) Bebas dari penderitaan
Penelitian harus dilakukan tanpa mengakibatkan penderitaan
kepada subjek.
54
b) Bebas dari eksploitasi
Partisipan subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan
yang tidak menguntungkan.
c) Resiko
Peneliti harus mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang
akan berakibat kepada subjek penelitian pada setiap tindakan.
Dalam penelitian ini, resiko dapat diminimalisir karena penelitian
yang dilakukan bukan bersifat eksperimen dan hanya menggunakan
instrumen berupa kuesioner.
2) Prinsip Menghormati Manusia
Peneliti memberikan informed consent dan informasi secara lengkap
tentang tujuan penelitian ini. Setelah subjek bersedia menjadi
responden, maka subjek menandatangani lembar persetujuan. Pada
informed consent dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan
digunakan untuk pengembangan ilmu.
3) Prinsip Keadilan
Peneliti memperlakukan subjek secara adil baik sebelum, selama dan
setelah keikutsertaannya dalam penelitian ini tanpa adanya diskriminasi
apabila ternyata mereka tidak bersedia sebagai responden.
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1 Analisis Univariat
4.1.1.1 Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini berjumlah 30 orang yang
merupakan pasien dengan diagnosa medis gagal jantung koengestif
yang mengalami rawat inap ulang di kelas perawatan reguler di RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. Karakteristik responden secara rinci dapat
dilihat pada tabel.
Tabel 4.1 Karakteristik responden data kuantitatif pasien dengandiagnosa medis gagal jantung kongestifrawat inap ulang pada Juli 2015 (n=30)
yang mengalami
No Karakteristik Jumlah Persentase(f) (%)
1 Jenis KelaminLaki-lakiPerempuan
Usia< 60 Tahun> 60 Tahun
Tingkat PendidikanTidak SekolahPendidikan Dasar (SD-SMP)Pendidikan Menengah (SMA)Pendidikan Tinggi
PekerjaanWiraswastaPensiunanIbu Rumah TanggaBuruh
2010
66.733.3
2228
73.326.7
3018111
060.036.73.3
4121512
40.03.3
16.740.0
56
Tabel 4.1 menunjukkan responden laki-laki (66.7%) lebih
banyak dibandingkan responden perempuan (33.3%).Mayoritas
responden berusia kurang dari 60 tahun sebanyak 73.3%. Sementara
itu tingkat pendidikan responden paling banyak adalah pendidikan
dasar sebesar 60% dan sebanyak 40% responden masing-masing
bermata pencaharian sebagai buruh dan wiraswasta.
4.1.1.2 Tingkat Kepetuhan Minum Obat
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi tingkat kepatuhan minum obat pasiendengan diagnosa medis gagal jantung kongestif yangmengalami rawat inap ulang pada Juli 2015 (n=30)Kategori Jumlah (f) Persentase (%)Tinggi
Menengah17
3.323.3
Rendah 22 73.3Jumlah 30 100
Tabel 4.2 menunjukan bahwa mayoritas pasien yang
mengalami kejadian rawat inap ulang di RSUD Dr. Moewardi
memiliki tingkat kepatuhan minum obat yang rendah (73.3%).
4.1.1.3 Kejadian Rawat Inap Ulang
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi kejadian rawat inap ulang pasiendengan diagnosa medis gagal jantung kongestif yangmengalami rawat inap ulang pada Juli 2015 (n=30)Kategori Jumlah (f) Persentase (%)
Tinggi 25 83.3Rendah 5 16.7
Jumlah 30 100
Tabel 4.5 menunjukan bahwa mayoritas responden mengalami
kejadian rawat inap ulang yang tinggi sebanyak 83.3% responden.
57
4.1.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara tingkat kepatuhan minum obat dengan kejadian rawat inap
ulang pasien dengan gagal jantung kongestif di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Jenis uji yang dipilih adalah uji korelasi Somer’s D.
Tabel 4.12. Uji korelatif antara tingkat kepatuhan minum obat dankejadian rawat inap ulang pasien dengan gagal jantungkongestif di RSUD Dr. Moewardi bulan Juli 2015 (n=30)
Kejadian RanapUlang
r p
Tinggi RendahTingkatkepatuhanminumobat
TinggiMenengahRendah
0322
140
-1.000 0.003
Hasil uji menggunakan Somer’s D diperoleh nilai p 0,003 (p < 0.05)
sehingga Ho ditolak yaitu menunjukkan ada hubungan antara tingkat
kepatuhan minum obat dengan kejadian rawat inap ulang pasien gagal
jantung kongestif di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Nilai korelasi sebesar -
1,000 menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang sangat
kuat, artinya semakin tinggi tingkat kepatuhan minum obat maka semakin
rendah kejadian rawat inap ulang.
58
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Analisis Univariat
5.1.1 Karakteristik responden
Pembagian karakteristik responden mengacu pada teori Burnner
& Suddarth (2002) yang menyebutkan bahwa faktor yang
mempengaruhi tingkat kepatuhan diantaranya adalah variabel
demografi seperti usia, jenis kelamin, setatus sosial, ekonomi dan
pendidikan.
5.1.1.1 Jenis Kelamin
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
mayoritas responden adalah laki-laki sebesar 66.7%. Sejalan dengan
teori yang dikemukakan oleh Silverstein et all (2008) dimana jenis
kelamin laki-laki dengan usia 75 tahun atau lebih merupakan faktor
risiko seseorang mengalami rawat inap ulang dengan gagal jantung
kongestif. Menurut Hsich (2009) menyebutkan bahwa faktor-faktor
risiko dalam perkembangan gagal jantung dan prognosis pasien
memperlihatkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Pada laki-
laki penyebab mendasarnya adalah coronary artery disease (CAD).
Pada Wanita penyebab utamanya adalah hipertensi dan penyakit
vaskular.
59
5.1.1.2 Usia
Hasil perhitungan didapatkan bahwa sebanyak 73.3% responden
yang mengalami rawat inap ulang berusia < 60 tahun dan 26.7%
responden berusia > 60 tahun. Majid (2010) menyebutkan bahwa
semakin tingginya usia pasien dengan gagal jantung kongestif, maka
diprediksi semakin tingginya kejadian rawat inap ulang di rumah
sakit.
Menurut Majid (2010), orang dengan usia lanjut mengalami
perubahan anatomis, fisiologis, dan patologi anatomis. Perubahan
anatomis yang dimaksud adalah terjadinya penebalan dinding
ventrikel kiri, fibrosis dan kalsifikasi katup jantung pada anulus mitral
dan katup aorta, serta pengurangan jumlah sel pada SA Node yang
menyebabkan hantaran listrik jantung mengalami gangguan.
Perubahan fisiologis yang paling umum terjadi seiring
bertambahnya usia adalah perubahan pada fungsi sistolik ventrikel
yang menyebabkan gangguan pada detak jantung, preload dan
afterload, performa otot jantung, serta regulasi neurohormonal
kardiovaskuler yang akan sangat mempengaruhi keadaan umum
pasien (Majid, 2010).
60
Adapun perubahan patologis anatomis pada penyakit jantung
degeneratif umumnya berupa degeneratif dan atrofi. Perubahan ini
dapat mengenai semua lapisan jantung terutama endokardium,
miokardium, dan pembuluh darah. Pada umumnya perubahan patologi
anatomis merupakan perubahan mendasar yang menyebabkan
perubahan-perubahan makroskopis yang akhirnya menjadikan kerja
jantung secara keseluruhan menjadi rusak (Majid, 2010).
5.1.1.3 Tingkat Pendidikan
Hasil perhitungan didapatkan bahwa mayoritas responden berlatar
belakang pendidikan dasar yaitu SD dan SMP. Latar belakang
pendidikan erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan seseorang.
Smeltzer dan Bare (2002) menyebutkan bahwa kebanyakan
kekambuhan gagal jantung dan kejadian rawat inap ulang di rumah
sakit terjadi karena ketidakmampuan pasien dalam mengenali gejala
kekambuhan. Ketidaktahuan pasien tentang penyakit gagal jantung
kongestif mengakibatkan pasien kurang taat dengan diet rendah garam
dan pembatasan cairan, aktivitas dan latihan, istirahat yang adekuat
serta kepatuhan minum obat.
5.1.1.4 Pekerjaan
Mayoritas responden bermatapencaharian sebagai buruh dan
wiraswasta masing-masing sebesar 40%. Pekerjaan seseorang erat
kaitannya dengan tingkat aktivitas dan istirahat seseorang. Smeltzer
61
Bare (2002) menyebutkan bahwa aktivitas fisik yang berlebihan akan
meningkatkan kejadian rawat inap ulang pada pasien gagal jantung
kongestif. Pasien gagal janutng kongestif memerlukan istirahat yang
cukup baik secara fisik maupun emosional.
Meskipun pasien gagal jantung kongestif memerlukan istirahat
yang cukup, pasien tetap dianjurkan untuk tetap beraktivitas dan olah
raga sepanjang masih ditoleransi, artinya tidak menambah berat kerja
jantung. Apabila pasien berusia lanjut maka aktivitas yang disarankan
adalah jalan-jalan santai.
5.1.2 Tingkat Kepatuhan Minum Obat
Kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat pada penelitian ini
diukur menggunakan skala Morisky Medication Adherence Scale
(MMAS-8). Hasil pengukuran tingkat kepatuhan minum obat
menunjukan bahwa mayoritas pasien yang mengalami kejadian rawat
inap ulang di RSUD Dr. Moewardi memiliki tingkat kepatuhan
minum obat yang rendah (73.3%). Selanjutnya 23.3% responden
memiliki tingkat kepatuhan menengah dan 3.3% memiliki tingkat
kepatuhan tinggi.
Ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat obatan adalah
hal yang umum pada pasien dengan penyakit kardiovaskular pada
infak miokard akut.Satu dari empat pasien tidak menuntaskan terapi
obat yang diberikan sebelum tujuh hari setelah pasien dirawat
62
(Jackeviciuset al , 2008). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Putu & Luh (2013) yang menunjukkan bahwa pada penilitian
tingkat kepatuhan pasien hipertensi yang dilakukan di Denpasar,
secara keseluruhan lebih didominasi subjek yang memiliki kepatuhan
mengonsumsi obat buruk sebanyak 189 orang dibandingkan dengan
subjek yang memiliki kepatuhan mengonsumsi obat baik sebanyak
78 orang.
Niven (2002) menyebutkan bahwa kepatuhan seseorang dalam
mengonsumsi obat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang
pertama adalah individu pasien yang meliputi sikap atau motivasi
pasien dalam mencapai kesembuhan serta keyakinan pasien terhadap
manfaat obat yang dikonsumsi. Faktor kedua adalah dukungan
keluarga. Keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat
dan tidak dapat dipisahkan yang akan menimbulkan kepercayaan
dirinya untuk menghadapi dan mengelola penyakitnya dengan lebih
baik. Faktor ketiga yaitu dukungan sosial. Dukungan sosial dalam
bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga lain merupakan
faktor penting dalam kepatuhan terhadap program-program medis.
Keluarga dapat mengurangi kecemasan dan dapat mengurangi godaan
terhadap ketidaktaatan.
5.1.3 Kejadian Rawat Inap Ulang
Kejadian rawat inap ulang pasien dengan gagal jantung kongestif
pada penelitian ini dibedakan menjadi dua kategori yaitu rawat inap
63
ulang tinggi dan rendah. Seorang pasien dikatakan mengalami rawat
inap ulang tinggi apabila dalam satu tahun terakhir pasien tersebut
kembali dirawat lebih dari satu kali. Sedangkan dikatakan rawat inap
ulang rendah apabila kurang dari satu kal dalam satu tahun terakhiri.
Hasil pengukuran kejadian rawat inap ulang pasien dengan gagal
jantung kongestif di RSUD Dr. Moewardi menunjukkan bahwa
mayoritas responden mengalami kejadian rawat inap ulang tinggi
sebesar 83.3%. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Majid
(2010) yang menyebutkan bahwa prevalensi pasien gagal jantung
kongestif yang menjalani rawat inap ulang dalam satu tahun sebesar
52.21%, sementara yang dirawat inap ulang lebih dari satu kali dalam
satu tahun sebesar 44.79%. Data lain menunjukkan bahwa 50% pasien
gagal jantung kembali dirawat di rumah sakit dalam waktu 6 bulan
dari waktu diizinkan pulang (AHA, 2014).
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kejadian rawat inap
ulang pada pasien gagal jantung kongestif. Adapun faktor-faktor
tersebut dibedakan menjadi faktor kardiovaskuler dan faktor non
kardiovaskuler. Zaya (2012) menyebutkan bahwa salah satu gangguan
kardiovaskuler penyebab rawat inap ulang adalah iskemik dan infark
miokard. Infark miokard menyebabkan jantung kekurangan nutrisi
untuk berkontraksi, terutama ventrikel yang pada akhirnya dapat
menyebabkan penurunan fraksi ejeksi. Sementara itu faktor non
kardiovaskuler berupa kondisi psikososial pasien, gangguan fungsi
64
organ lain seperti ginjal, penyakit paru, penggunaan obat dan faktor
demografi.
5.2 Analisis Bivariat Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat dan
Kejadian Rawat Inap Ulang Pasien Dengan Gagal Jantung Kongestif
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p 0,003 (p<0.05) yang
menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara tingkat
kepatuhan minum obat dan kejadian rawat inap ulang pasien dengan gagal
jantung kongestif di RSUD Dr. Moewardi. Nilai korelasisebesar -1,000
menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang sangat kuat.
Artinya semkin tingginya kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
maka kejadian rawat inap ulang semakin rendah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Majid (2010) yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara
frekuensi rawat inap ulang dengan kepatuhan terhadap terapi medis. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa responden yang tidak patuh terhadap terapi medis
mempunyai peluang 8.99 kali lebih besar akan menjalani rawat inap ulang
dengan frekuensi lebih dari satu kali dalam waktu satu tahun terakhir
(tinggi) dibandingkan dengan yang patuh. Frain et all (2009)
menyebutkan bahwa kepatuhan dalam mengonsumsi obat merupakan
aspek utama dalam penanganan penyakit-penyakit kronis seperti gagal
jantung kongestif.
65
Majid (2010) menyatakan filosofi yang mendasari kepatuhan adalah
penyakit itu dapat dikendalikan (dikontrol) jika pasien mematuhi tindakan
atau terapi yang telah ditentukan. Komponen penting untuk mempengaruhi
kepatuhan terhadap terapi pada pasien gagal jantung kongestif adalah
pendidikan pasien, kolaborasi dengan tim pelayanan kesehatan, dan
dukungan psikososial.
Melihat begitu pentingnya kepatuhan terapi obat dalam
penatalaksanaan pasien gagal jantung kongestif maka peran perawat
diperlukan dalam upaya untuk menciptakan kesadaran pasien dalam
mematuhi terapi medis yang telah ditentukan. Kesadaran tersebut dapat
diwujudkan melalui edukasi yang tepat dengan memerhatikan aspek-aspek
yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat seperti
sosial ekonomi, usia, nilai dan keyakinan yang dianut, serta melibatkan
keluarga untuk memberikan dukungan.
66
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Mayoritas pasien yang mengalami kejadian rawat inap ulang di RSUD
Dr. Moewardi memiliki tingkat kepatuhan minum obat yang rendah
sebesar 73.3%.
2. Mayoritas pasien yang dirawat termasuk dalam kategori rawat inap
ulang yang tinggi sebesar 83.3%.
3. Terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat dan kejadian rawat
inap ulang pasien dengan gagal jantung kongestif di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta dengan nilai p = 0.003 dan arah korelasi negatif
yang sangat kuat (r= -1.000).
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan yang
dibuat, beberapa saran dari peneliti adalah:
1. Pasien
Diharapkan kepada semua pasien gagal jantung kongestif untuk
mematuhi terapi obat yang telah ditentukan karena kepatuhan minum
obat merupakan aspek penting dalam keberhasilan penatalaksanaan
gagal janung kongestif.
67
2. Rumah Sakit
Diaharapkan pihak rumah sakit dapat membuat kebijakan yang
mendukung terwujudnya kepatuhan seorang pasien dalam
mengonsumsi obat. Dukungan tersebut dapat berupa standar prosedur
operasional pasien pulang, ketersediaan informasi obat secara tertulis
yang dibawa pulang pasien, dan jika diperlukan adanya kunjungan
rumah untuk memantau kepatuhan pasien.
3. Perawat
Perawat dapat memberi edukasi melalui pendekatan kognitif maupun
perilaku agar kesadaran pasien untuk patuh dalam mengonsumsi obat
harian terwujud dengan teratur.
4. Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan dapat berperan dalam update informasi tentang
penatalaksanaan pasien gagal jantung kongestif yang bersinergi dengan
terapi pengobatan yang ada saat ini.
5. Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
lebih mendalam penyebab ketidakpatuhan minum obat pada pasien
gagal jantung kongestif.
68
DAFTAR PUSTAKA
Akshay S., Desai, Lynne W., &Stevenson, (2012). Rehospitalization for HeartFailurePredict or Prevent?. Circulation.Vol 126:501-506.
Allaudeen N., Vidyarthi A., Maselli, J., & Auerbach, A. (2011). RedefiningReadmission Risk Factors for General Medicine Patient. Journal ofHospital Medicine.Vol 6 No 2
American Hearth Association. (2014). Adult Basic Life Support: 2010 AmericanHeart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation andEmergency Cardiovascular Care. Circulation 2010; 122; S685-S705.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian KesehatanRI.(2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta
Dahlan, M.S. (2014). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. EpidemiologiIndonesia; Jakarta.
Dharma, K.K. (2011). Metode Penelitian Keperawatan. Jakarta. CV Trans InfoMedia.
Evadewi P. K. R., & Sukmayanti, L. M. K. (2013). Kepatuhan Mengonsumsi ObatPasien Hipertensi Di Denpasar Ditinjau Dari Kepribadian Tipe A Dan TipeB. Jurnal Psikologi Udayana. Vol. 1, No. 1, 32-42.
Finlay A. McAlister, MD, MSC, FRCPC, Simon Stewart, PHD, FESC,FAHA,Stefania Ferrua, MD,John J. J. V. McMurray, MD, FESC,FACC.(2004). Multidisciplinary Strategies for the Management of HeartFailure Patients at High Risk for Admission. Journal of the AmericanCollege of Cardiology. American College of Cardiology Foundation. ol.44, No. 4.
Frain, M. P., Bishop, M., Tschoop, M. K., Ferrin, M. J., & Frain, J. (2009).Adherence to medical regimens: Understanding the effects of cognitiveapparsial, quality of life & perceived fairly resiliency. RehabilitationCounseling Bulletin, 52 (4): 237-250
Hairunisa. (2014). Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Dan Diet DenganTekanan Darah Terkontrol Pada Penderita Hipertensi Lansia Di WilayahKerja Puskesmas Perumnas I Kecamatan Pontianak Barat. Program StudiPendidikan Dokter. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.Pontianak
Harmilah, (2001). Hubungan ketaatan berobat klien gagal jantung kongestifdengan rawat inap ulang di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. SkripsiProgram Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas GadjahMada Yogyakarta.
69
Lee P., Andrade, D., Mastey, A., & Hicks, J.S.R. (2014). Institution specific riskfactors for 30 dayreadmission at a community hospital: aretrospectiveobservational study. BMC Health Services Research.Vol 14/40.
Lip, G.Y.H., Gibbs C.R., & Beevers D.G. (2000). Multidisciplinary Strategies forthe Management of Heart Failure Patients at High Risk for Admission.Journal of the American College of Cardiology.Vol. 44.No. 4.
Majid, A. (2010). Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian rawatinap ulang pasien gagal jantung kongestif di Rumah Sakit Yogyakartatahun 2010. Thesis Program Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan UniversitasIndonesia.
Marshall H. C., & Lee G. (1997). Factors Contributing to theHospitalization ofPatients withCongestive Heart Failure.American Journal of PublicHealth.Vol. 87, No.4.
Morisky, D. & Munter, P. (2009). New medication adherence scale versuspharmacy fill rates in senior with hipertention. American Jurnal OfManaged Care, 15(1): 59-66.
Mubasiroh, & Yulaikok, L. (2013). Kepatuhan Pasien Infark Miokard Akut (Ima)Dalam Melakukan Pengobatan Secara Teratur. PRODI DIII Keperawatan.Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Nancy M., & Albert. (2008). Improving MedicationAdherence in ChronicCardiovascular Disease. Critical Care Nurse.Vol 28, No. 5.
Niven, N. (2002). Psikologi kesehatan pengantar untuk perawat dan profesionalkesehatan lain. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmukeperawatan. Edisi 2. Jakarta. Salemba Medika.
Pringle, J., Melczak, M., & Aldridge, A.(2011). Medication adherence and itsrelationship to the therapeutic alliance: Results from an innovative pilotstudy within a community pharmacy MTM practice. INNOVATIONS inpharmacy.Vol. 2, No. 1, Article 33.
Scoote, M., Purcell I.F., & Wilson, P.A.(2005). Impact of a Comprehensive HeartFailure Management Program onHospital Readmission and FunctionalStatus of Patients WithAdvanced Heart Failure. Hospital Readmission ForHeart Failure. Vol. 30, No. 3
Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner andSuddart.EGC. Jakarta.
Sun, C.M. (2013). Readmission of patients with congestive heart failure: theneedfor focused care. Asian Journal of Gerontology & Geriatrics.Vol 1 No 1.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif , Kualitatif dan R & D. Bandung:Alfabeta
70
Weon Y. L., Jihyun A., Jeung H. (2010). Reliability and Validity of the 8-itemMorisky Medication Adherence Scale amongPatients with Type 2Diabetes in a Korean Outpatient ClinicA short running title: Validation ofthe MMAS-8 in a Clinic Setting.Research of Korea Centers for DiseaseControl and Prevention.Vol 2,872
Zaya.M., Phan. A., &Schwarz. E.R. 2012.Predictors of Re-hospitalizationPatients with Chronic Heart Failure.In : World J Cardiol. 26:4(2):23-30
in
77