HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN PERILAKU PERIKSA
PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA WANITA DI KECAMATAN
TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA
Naskah Publikasi
Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Magister Kebidanan Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
INTAN MUTIARA PUTRI
201420102021
PROGRAM STUDI ILMU KEBIDANAN PROGRAM MAGISTER (S2)
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
FEBRUARI 2017
HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN PERILAKU PERIKSA
PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA WANITA DI KECAMATAN
TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA
Intan Mutiara Putri1 Djaswadi2 Evi Nurhidayati3
INTISARI
Berdasarkan data Riskesdas (Riset kesehatan dasar) tahun 2013, insiden
kanker payudara sebesar 40 per 100.000 wanita dan akan meningkat bila terdapat
satu atau lebih faktor risiko kanker payudara. Periksa payudara sendiri (SADARI)
merupakan skrining penting untuk mendeteksi kanker payudara. Self efficacy,
merupakan salah satu komponen dari Health Belief Model menjadi faktor penting
untuk mempengaruhi perilaku kesehatan seperti melakukan SADARI.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan persepsi self efficacy
dengan perilaku SADARI pada wanita usia 20-65 tahun di Kecamatan Tegalrejo.
Metode penelitian menggunakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
waktu secara cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah wanita berusia 20-
65 tahun yang tinggal di Kecamatan Tegalrejo Yogyakarta sejumlah 100 responden.
Teknik pengambilan sampel menggunakan multistage random sampling. Analisa
data bivariate menggunakan uji Chi – Square dan analisis multivariate
menggunakan regresi logistic dengan tingkat kemaknaan ρ < 0,05 dan CI 95%.
Hasil analisis bivariat dengan chi-square antara self efficacy dengan
perilaku SADARI didapatkan nilai p-value (0,049). Hasil analisis multivariat
dengan regresi logistic didapatkan nilai OR sebesar 3,168. Wanita yang memiliki
self efficacy yang tinggi lebih beresiko 3,168 kali untuk melakukan SADARI. Nilai
R2 paling besar didapatkan pada Model III yaitu 21,3%. Perilaku SADARI
dipengaruhi oleh variabel self efficacy setelah dikontrol variabel luar sumber
informasi sebanyak 21,3 % sedangkan 78,7 % lainnya dipengaruhi faktor lain.
Kesimpulannya wanita dengan self efficacy yang tinggi akan lebih beresiko untuk
melakukan SADARI dibandingkan tingkat self efficacy yang rendah, tetapi
keterpaparan informasi memiliki hubungan yang paling erat dengan perilaku
SADARI.
Kata kunci : Self efficacy, SADARI, Wanita
Kepustakaan : 17 (2000-2016)
___________________________________________________
1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Kebidanan Program Magister (S2) Universitas
‘Aisyiyah Yogyakarta 2-3 Dosen Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
RELATIONSHIP WITH SELF EFFICACY OF BREAST SELF
EXAMANATION (BSE) IN WOMEN IN TEGALREJO YOGYAKARTA
Intan Mutiara Putri1 Djaswadi Dasuki2 Evi Nurhidayati3
ABSTRACT
Based on data from Riskesdas (basic health research) in 2013, breast
cancer incidence of 40 per 100,000 women and will increase if there are one or
more risk factors for breast cancer. Check out breast self-examination (BSE) is an
important screening to detect breast cancer. Self-efficacy is one component of the
Health Belief Model is an important factor to influence health behavior such as
perform BSE. The purpose of this study to determine the relationship of perceived
self-efficacy with BSE behavior in women aged 20-65 years in the Tegalrejo.
The research method using descriptive analytic research with cross
sectional approach time. The sample in this study were women aged 20-65 years
living in the district of Yogyakarta Tegalrejo total of 100 respondents. The sampling
technique using a multistage random sampling. Bivariate data analysis using Chi -
Square and multivariate analysis using logistic regression with significance level ρ
<0.05 and 95% CI.
Results of bivariate analysis with chi-square between self-efficacy with BSE
behavior obtained p-value (0.049). Results of multivariate logistic regression
analysis obtained OR value of 3.168. Women who have high self-efficacy are more
at risk 3,168 times to perform BSE. The R2 greatest value obtained in Model III is
21.3%. BSE behavior is influenced by self-efficacy variables after controlling the
variables outside resources as much as 21.3%, while 78.7% are influenced by other
factors. In conclusion women with high self-efficacy that it would be risky to
perform BSE compared to the low levels of self-efficacy, but the exposure of
information that is most closely linked to the behavior of BSE.
.
Keywords : Self-efficacy, BSE, Woman
Bibliography : 17 (2000-2016)
___________________________________________________
1 Student Midwifery Studies Program Master Program (S2) University
'Aisyiyah Yogyakarta
2-3 University Lecturer 'Aisyiyah Yogyakarta
PENDAHULUAN
Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering didiagnosis dan
penyebab kematian utama kedua akibat kanker bagi wanita (1). Prevalensi kanker
di Indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk atau sekitar 330.000 orang. Prevalensi
kanker tertinggi terdapat di Yogyakarta (4,1 %). Insiden kanker payudara sebesar
40 per 100.000 wanita (2).
Insiden kanker payudara akan meningkat bila terdapat satu atau lebih faktor
risiko kanker payudara (3). Angka kematian akibat kanker payudara Yogyakarta
pada bulan Agustus 2016 di dapatkan data angka kejadian kanker payudara
sebanyak 418 kasus. Kasus tertinggi berada di Kecamatan Tegalrejo yaitu sebanyak
51 kasus atau 12,2 % (4).
Penanganan penyakit kanker menghadapi berbagai kendala yang
menyebabkan hampir 70% penderita ditemukan dalam keadaan sudah stadium
lanjut. Deteksi dini dan meningkatkan pengobatan kanker payudara telah
memberikan kontribusi untuk penurunan 3,3 persen dari tingkat kematian sejak
tahun 1990 pada wanita dengan usia kurang dari 50 tahun (1).
Periksa payudara sendiri (SADARI) merupakan skrining penting untuk
mendeteksi kanker payudara. Ada bukti bahwa wanita yang benar mempraktekkan
SADARI setiap bulan lebih mungkin untuk mendeteksi benjolan pada tahap awal
perkembangannya, dan diagnosis dini telah dilaporkan pengaruh pengobatan dini
dan untuk menghasilkan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik (1).
American Cancer Society merekomendasikan wanita muda setelah usia 20
tahun untuk melakukan skrining seperti periksa payudara klinis (Clinical Breast
Examanation) setiap tiga tahun sekali dan periksa payudara sendiri (Breast Self
Examanation) atau SADARI setiap bulannya. Skrining SADARI dapat
mendiagnosis sampai 40% pada wanita (5).
Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap 12 orang wanita di
Kecamatan Tegalrejo hanya tiga orang yang pernah melakukan SADARI secara
teratur, sedangkan sembilan orang lainya tidak pernah melakukan SADARI. Alasan
mereka tidak melakukan SADARI antara lain dua orang mengatakan karena tidak
mengetahui manfaatnya, dua orang tidak pernah diajarkan caranya dan lima lainnya
merasa tidak yakin bisa melakukan SADARI meskipun pernah mendapatkan
informasi tentang SADARI.
Health belief models (HBM) merupakan salah satu model yang banyak
digunakan sebagai kerangka kerja untuk intervensi perilaku kesehatan, perilaku
skrining terutama kanker payudara. Self efficacy merupakan salah satu komponen
dari HBM (6). Keyakinan wanita terkait dengan self-efficacy menggunakan HBM
merupakan faktor penting untuk memengaruhi perilaku kesehatan.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini
adalah semua wanita di Kecamatan Tegalrejo berusia 20-65 tahun sejumlah 11.700.
Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 100 wanita. Metode pengambilan sampel
dilakukan secara multistage random sampling. Kecamatan Tegalrejo memiliki
empat kelurahan yaitu Bener, Tegalrejo, Karangwaru dan Kricak yang terdiri dari
46 RW dan 188 RT . Unit sampling sekunder dipilih 10 RT/RW dari keempat
kelurahan tersebut secara acak dengan komputerisasi didapatkan jumlah populasi
637 orang. Sampel penelitian diambil berdasarkan kriteria inklusi: wanita yang
bersedia untuk diteliti, berumur 20 sampai dengan 65 tahun dan tinggal di
Kecamatan Tegalrejo Kota Yogyakarta. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah wanita yang sedang atau pernah didiagnosis mengidap kanker payudara.
Pengambilan data menggunakan kuesioner karakteristik demografi, tingkat
pengetahuan, self efficacy dan perilaku periksa payudara sendiri (SADARI) yang
telah dilakukan uji validitas sebelumnya. Analisis dana univariat untuk
menunjukkan distribusi frekuensi variabel. Analisis bivariat menggunakan uji chi-
square dan analisis multivariat dengan regresi logistic.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik responden
Karakteristik n %
Umur
< 30 tahun
18
18
≥ 30 tahun 82 82
Status Pernikahan
Belum menikah 17 17
Sudah menikah 83 83
Tingkat Pendidikan
Rendah 27 27
Tinggi 73 73
Status Pekerjaan
Tidak bekerja 45 45
Bekerja 55 55
Tingkat Pengetahuan
Rendah 43 43
Tinggi 57 57
Keterpapar Informasi
Tidak terpapar 14 14
Terpapar 86 86
Faktor Resiko
Tidak beresiko 20 20
Beresiko 80 80
Self efficacy
Rendah 47 47
Tinggi 53 53
Perilaku SADARI
Tidak pernah 20 20
Pernah 80 80
Sumber data : Data primer (2016)
Tabel 1 menunjukkan bahwa umur responden pada penelitian ini paling
banyak berusia ≥ 30 tahun yaitu sebanyak 82 responden (82,0%) berstatus menikah
yaitu sebanyak 83 responden (83%). Tingkat pendidikan responden paling banyak
berpendidikan tinggi sebanyak 73 responden (73%) dan status tidak bekerja
sebanyak 55 responden (55%). Hal ini sesuai dengan kebijakan Dinas Kesehatan
Kota Yogyakarta dimana wanita usia subur (WUS) sebagai sasaran khusus
skreening kanker payudara dengan rentang usia 30-50 tahun yang telah menikah.
Pendidikan formal kebanyakan responden berpendidikan tinggi antara lain SLTA,
Diploma dan Sarjana. Sebagian besar tidak bekerja, yaitu sebagai ibu rumah tangga.
Gambaran tingkat pengetahuan responden pada penelitian ini paling banyak
pada kategori pengetahuan tinggi yaitu sebanyak 57 responden (57 %). Penelitian
di Turki menemukan bahwa dari 76,6% wanita yang sudah pernah mendengar
tentang kanker payudara. Jenis pertanyaan mengenai pencegahan kanker payudara
tidak dijawab dengan benar oleh sebagian responden. Masih terdapat persepsi yang
salah bahwa kanker payudara stadium lanjut tidak dapat dicegah. Tetapi hal ini
berbanding terbalik dengan item pertanyaan selanjutnya mengenai deteksi dini
dapat meningkatkan kesembuhan kanker payudara, salah satu cara deteksi dini
adalah dengan SADARI, dan kanker payudara stadium dini dapat diobati.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 80% responden memiliki faktor
resiko kanker payudara. Menurut Komisi penanggulangan kanker payudara
(KPKN) insiden kanker payudara akan meningkat bila terdapat satu atau lebih
faktor risiko kanker payudara. Jenis faktor resiko yang paling dominan adalah
pernah atau sedang menggunakan KB hormonal seperti pil, suntik dan implan
sebanyak 54 responden (34,4%). Hal ini sesuai dengan penelitian lain dimana
wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal ditemukan adanya kenaikan risiko
relatif kanker payudara 10 tahun kedepan setelah berhenti menggunakannya.
Wanita yang memulai penggunaan kontrasepsi oral sebelum usia 20 tahun ternyata
mempunyai angka risiko relatif yang lebih besar dibandingkan dengan wanita yang
menggunakannya pada umur lebih tua (7)
Faktor resiko yang ke dua adalah tidak memberika ASI secara eksklusif
sebanyak 33 responden (21%). Wanita yang belum pernah melahirkan, tidak pernah
menyusui memiliki risiko lebih besar dari pada yang melahirkan anak pertama
diusia belasan tahun (7). Wanita yang memberikan ASI secara eksklusif yaitu
selama 6 bulan atau bahkan menyusui sampai 2 tahun dapat menurunkan faktor
resiko kanker payuadara. Waktu menyusui yang lebih lama mempunyai efek yang
lebih kuat dalam menurunkan resiko kanker payudara (8). Hal ini terjadi karena
adanya efek protektif dimana saat menyusui adanya penurunan level estrogen dan
sekresi bahan-baha karsinogenik selama menyusui (9). Menurut penelitian
sebelumnya dikatakan bahwa wanita yang menyusui menurunkan resiko kanker
dibandingkan dengan wanita yang tidak menyusui, semakin besar efek proteksi
terhadap kanker yang ada akan menurunkan 4,3% tiap tahunnya pada wanita yang
menyusui (8).
Responden yang terpapar informasi tentang kanker payudara dan SADARI
sebanyak 86 responden (86%). Sumber informasi kesehatan dapat menjadi alasan
seseorang untuk bertindak, termasuk isyarat untuk melakukan tindakan (10).
Informasi tersebut berturut-turut diperoleh dari media lain seperti televisi, radio,
koran, majalah, seminar, PKK, pengajian dan lainya (61,7%) dari petugas kesehatan
seperti dokter, bidan dan perawat (25,5%) dan dari keluarga seperti ibu dan saudara
lainnya (12,8 %). Informasi lain, diperoleh data bahwa beberapa responden
mendapatkan informasi dari kegiatan keagamaan di gereja, internet dan brosur dari
rumah sakit. Informasi utama diperoleh responden dari media massa yaitu
televisi/radio dan koran/majalah. Hal ini cukup menggembirakan, karena segmen
pasar untuk media massa cukup luas, sehingga dapat disimpulkan bahwa banyak
wanita yang juga memperoleh akses informasi mengenai kanker payudara dan
SADARI.
Sumber informasi yang diperoleh dari puskesmas (dokter/bidan/perawat)
masih kurang (25,5%). Hal ini harus menjadi perhatian karena seharusnya fokus
utama kegiatan pencegahan kanker payudara stadium lanjut adalah melalui instansi
pelayanan kesehatan seperti puskesmas, dokter, maupun rumah sakit. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya dimana wanita mendapatkan
informasi lebih banyak dari televisi dan media lainnya dari pada dari petugas
kesehatan (11).
Tingkat self efficacy sebagian besar responden memiliki tingkat self efficacy
yang tinggi sebanyak 53%. Self efficacy terbentuk melalui proses belajar sosial
yang dapat berlangsung selama masa kehidupan. Self-efficacy merupakan
kepercayaan pada kemampuan sendiri untuk melakukan sesuatu. Orang umumnya
tidak mencoba untuk melakukan sesuatu yang baru kecuali mereka pikir mereka
bisa melakukannya. Jika seseorang percaya suatu perilaku baru yang berguna
karena dirasakan manfaatnya, tetapi berpikir dia tidak mampu melakukannya
karena hambatan yang dirasakan, kemungkinan bahwa hal itu tidak akan dilakukan.
Self efficacy yang terbaik menjadi prediktor bersama niat untuk mempengaruhi
dalam perilaku deteksi kanker payudara salah satunya SADARI (12)
Tabel 2. Hasil analisis chi square hubungan self efficacy dengan perilaku
SADARI
Variabel
Perilaku SADARI
PR
(CI95%)
p-value Tidak pernah Pernah
n % n %
Self efficacy
Rendah
Tinggi
14
6
29,8
11,3
33
47
70,2
88,7
2,6
1,100- 6,293
0,021
Sumber : Data primer (2016)
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa dari hasil uji statistik Chi square
didapatkan nilai p-value pada variabel self efficacy sebesar 0,021 (<0,05) yang
berarti terdapat hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan perilaku
SADARI. Hasil analisis didapatkan nilai PR (prevalensi relative) sebesar 2,6 (95%
CI : 1,100- 6,293) yang memiliki arti bahwa wanita yang memiliki self efficacy yang
tinggi kemungkinannya akan 3 kali lebih besar untuk melakukan SADARI
dibandingkan dengan responden yang memiliki self efficacy yang rendah.
Tabel 3 Hasil analisis chi square hubungan variabel luar dengan perilaku
SADARI
Variabel
Perilaku SADARI
PR
(CI95%)
p-value Tidak pernah Pernah
n % n %
Tingkat
pengetahuan
Rendah 13 30,2 30 69,8 2,5 1,074-5,641 0,026
Tinggi 7 12,3 50 87,7
Keterpaparan
informasi
Tidak terpapar 7 50 7 50 3,3 1,602-6,828 0,002
Terpapar 13 15,1 73 84,9
Faktor resiko
Tidak beresiko 4 20 16 80 1 0,375 – 2,644 1
Beresiko 16 20 64 80
Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel luar yang dilakukan uji chi square
adalah variabel tingkat pengetahuan didapatkan p-value 0,026 (<0,05) yang berarti
ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku
SADARI. Hasil analisis didapatkan nilai PR sebesar 2,5 (95 % CI: 1,074-5,641) yang
artinya bahwa wanita yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi akan 2,5 kali lebih
besar kemungkinannya untuk melakukan SADARI dibandingkan dengan
responden yang tingkat pengetahuannnya rendah.
Hasil analisis chi square untuk variabel keterpaparan informasi didapatkan
p-value sebesar 0,002 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara
keterpaparan informasi dengan perilaku SADARI. Nilai PR didapatkan 3,3 (95%
CI: 1,602-6,828) dimana wanita yang terpapar informasi akan tiga kali lebih besar
kemungkinannya untuk melakukan SADARI dari pada wanita yang tidak terpapar
informasi.
Variabel luar yang terakhir adalah faktor resiko kanker payudara dimana
hasil perhitungan chi square didapatkan p-value 1 sehingga tidak ada hubungan
antara responden yang memiliki faktor resiko kanker payudara dengan perilaku
SADARI.
Tabel 4 Hasil Analisis Regresi Logistic hubungan antara masing-masing
variabel dengan perilaku SADARI
Variabel Model I
OR (p)
(CI 95%)
Model II
OR (p)
(CI 95%)
Model III
OR (p)
(CI 95%)
Self efficacy 3,323
(0,026)
(1,157-9,543)
3,632
(0,024)
(1,184-11,142)
3,168
(0,049)
(1,006-9,981)
Keterpaparan informasi 6,196
(0,005)
(1,732-22,164)
5,173
(0,014)
(1,391-19,237)
Tingkat pengetahuan 1,891
(0,264)
(0,619-5,779)
R2 0,083 0,196 0,213
df 2 1 1
-2log likehood 94,687 86,876 85,519
Model yang dipilih adalah Model III yaitu nilai R2 0,213, df 1 dan -2log
likehood 85,519. Perilaku SADARI dipengaruhi oleh variabel self efficacy setelah
dikontrol oleh variabel luar keterpaparan informasi dan tingkat pengetahuan hanya
sebesar 21,3 % sedangkan 78,7% lainnya dipengaruhi faktor lain. Pada hasil uji
multivariat dengan regresi logistic dipatkan nilai OR 3,168 (CI 95%: 1,006-9,981)
yang artinya wanita yang memiliki self efficacy yang tinggi lebih beresiko 3,168
kali untuk melakukan SADARI dibandingkan dengan wanita dengan self efficacy
rendah. Nilai OR pada variabel keterpaparan informasi adalah 5,173 (CI 95%:
1,391-19,237) yang artinya wanita yang terpapar informasi 5,173 kali lebih
beresiko untuk melakukan SADARI.
Hasil multivariat ini membuktikan hipotesis bahwa ada hubungan yang
signifikan antara sel efficacy dengan perlaku SADARI (p=0,049) dimana wanita
yang memiliki self efficacy yang tinggi beresiko lebih besar untuk melakukan
SADARI dibandingkan dengan tingkat self efficacy yang rendah. Hal ini sesuai
dengan penelitain sebelumnya dimana dengan skor self efficacy yang tinggi lebih
mungkin untuk melakukan SADARI (12). Sedangkan menurut hasil penelitian lain
didapatkan hasil wanita dengan tingkat self efficacy yang tinggi sekitar empat kali
lebih mungkin untuk melakukan SADARI secara teratur daripada wanita dengan
tingkat self efficacy yang rendah
Self-efficacy dan persepsi hambatan yang dirasakan untuk melakukan
SADARI merupakan faktor psikososial yang signifikan mempengaruhi perilaku
SADARI. Hasil ini menunjukkan bahwa intervensi promosi kesehatan yang
membantu meningkatkan self-efficacy dan mengurangi hambatan yang dirasakan
memiliki potensi untuk meningkatkan niat wanita Malaysia untuk melakukan
SADARI, yang dapat mempromosikan deteksi dini kanker payudara (13).
Berdasarkan hasil penelitian salah satu variabel yang hubungannya paling
kuat dengan perilaku SADARI adalah keterpaparan informasi. Keterpaparan
informasi mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku SADARI dimana
p-value 0,014 (<0,05). Nilai OR didapatkan 5,173 yang dapat diartikan wanita yang
terpapar informasi tentang kanker payudara dan SADARI lebih beresiko 5,173 kali
lebih besar untuk melakukan SADARI dibandingkan yang tidak terpapar informasi.
Dalam penelitian ini varaibel keterpaparan informasi memiliki hubungan yang
paling erat hubunganya dengan perilaku SADARI, dibandingkan variabel lainnya.
Sumber informasi merupakan sumber pengetahuan di mana baik atau tidaknya
pengetahuan tergantung pengetahuan kepada masing masing individu dalam
memahami dan menerima informasi yang diterima. (12) . Wanita menganggap
dokter sebagai sumber informasi kesehatan dapat mempengaruhi 2,54 kali
kemungkinan untuk melakukan mammogram (13). Sumber informasi lainnya mulai
dari petugas kesehatan, anggota keluarga, teman, media cetak seperti koran,
majalah dan media elektronik seperti radio, televise dan serta internet
KESIMPULAN
Terdapat hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan perilaku
periksa payudara sendiri (SADARI), pada wanita di Kecamatan Tegalrejo Kota
Yogyakarta. Wanita yang memiliki tingkat self efficacy yang tinggi beresiko lebih
besar untuk melakukan SADARI dibandingkan wanita yang tingkat self efficacy
nya rendah. Variabel luar yang berhubungan dengan perilaku SADARI adalah
tingkat pengetahuan dan keterpaparan informasi.
SARAN
Diharapkan hasil penelitian ini dijadikan tambahan informasi data bagi
bidan di Puskesmas Tegalrejo terkait gambaran faktor resiko kanker payudara, sefl
efficacy dan perilaku SADARI di Kecamatan Tegalrejo dan dapat memberikan
informasi yang meningkatkan self efficacy wanita untuk melakukan SADARI
mengingat keterpaparan informsi merupakan variabel yang paling erat
hubungannya dengan perilaku SADARI. Diharapkan para wanita untuk menambah
informasi tidak hanya dari petugas kesehatan saja tetapi memanfaatkan dari sumber
lainnya seperti media televisi dan mengikuti kegiatan dimasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures 2016. [Online] 2016.
[Dikutip: 20 Juli 2016.] www.cancer.org.
2. Kemenkes. Riset Kesehatan Dasar. [Online] 2013. [Dikutip: 20 Juli 2016.]
www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.p
df.
3. KPKN. Panduan Nasional Penanganan Kanker Payudara Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. I. Jakarta : Kemenkes RI, 2015.
4. Dinkes, DIY. Workshop Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim Bagi
Masyarakat. [Online] 2016. [Dikutip: 23 April 2016.] Available at:
http://kesehatan.jogjakota.go.id..
5. Breast Cancer Prevention Knowledge, Attitudes, and Behaviors Among College
Women and Mother-Daughter Communication. Kratzke, Cynthia, Vilchis,
Hugo dan Amatya, Anup. DOI 10.1007/s10900-01309651-7, 2013, J
Community Health, Vol. 38, hal. 560-568.
6. Mutually Dependent Health Beliefs Associated With Breast Self-examination in
British Female University Students. Umeh, Kanayo dan Jones, Leonnie. 2,
2010, Journal of American College Health, Vol. 59, hal. 126-131.
7. ABC of breast diseases. Breast cancer--epidemiology, risk factors and genetics.
McPherson, K, Steel, C. M. dan Steel, C. M. 2000, BMJ, Vol. 321, hal. 1003-
1006.
8. Breast cancer and breastfeeding: collaborative reanalysis of individual data
from 47 epidemiological studies in 30 countries, including 50302 women with
breast cancer and 96973 women without the disease. Lancet. 2002, ACP J Club,
hal. 360(9328):187-95.
9. Rasjidi, Imam. Epidemiologi Kankar Pada Wanita. Jakarta : Sagung Seto, 2010.
10. A Review of the use of the Health Belief Model ( HBM ), the Theory of Reasoned
Action (TRA), the Theory of Planned Behaviour (TPB) and the Trans-
Theoretical Model (TTM ) to study and predict health related behaviour change
February 2007 ( Draft for C. Taylor, David, et al. 2007, NHS.
11. Determinants of Breast Self-Examanation Performance Among Iranian
Women: An Application of the Helath Beliaf Model. Noroozi, Azita, Jomand,
Tayyebh dan Tahmasebi, Rahim. 2010, J Canc educ, hal. 1-10.
12. Glanz, Karen, Rimer, Barbara K dan Viswanath, K. Health Behaviour and
Health Education Teory Reseacrh and Practice. 4. USA : Jossey Bass, 2008.
13. Breast Cancer Knowledge, Attitude and Screening Behaviors AMong Hispanics
in South Texas Colonias. Sunil, T.S, et al. DOI 10.1007/s10900-013-9740-7,
2014, J Community Health, Vol. 39, hal. 60-71.
14. Using the health belief model to predict breast self examantion among Saudi
women. Abolfotouh, Mostafa A, et al. 10.1186/s12889-015-2510-y, 2015,
BMC Public Health, Vol. 15, hal. 1163.
15. Prediction of breast self-examanation in a sample of Iranian women: an
application of the Health Belief Model. Tavafian, Sedigheh Sadat, et al. 2009,
BMC Women Health, Vol. 9, hal. 37.
16. Psychosocial Predictors of Breast Self-Examination among Female Students in
Malaysia: A Study to Assess the Roles of Body Image, Self-efficacy and
Perceived Barriers . Ahmadian, Maryam, et al. 3, 2016, APJCP, Vol. 17, hal.
1277-1284.
17. An Aplication fo Extended HBM to the Prediction of BSE Among Women With
Family History of BC. Brain, Norman P. 2005, BJ.