HUBUNGAN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) DENGAN KEJADIAN
HIPERTENSI DI POLI SARAF RSUD DR.MOEWARDI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
AULIYA SULUK BRILLIANT SUMPONO
G0006183
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan
Kejadian Hipertensi di Poli Saraf RSUD Dr.Moewardi
Auliya Suluk Brilliant Sumpono, NIM G0006183, Tahun: 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Selasa, Tanggal 30 Maret 2010
Pembimbing Utama Nama : Prof.Dr.Oemar Sri Hartanto,dr.,SpS(K) NIP : 194703181976101001 ................................. Pembimbing Pendamping Nama : I Made Setiamika,dr.,SpTHT-KL(K). NIP : 195507271983121002 ................................. Penguji Utama Nama : Agus Soedomo, dr.,SpS(K). NIP : 194905161976031002 ................................. Anggota Penguji Nama : Widiastuti,dr.,SpRad. NIP : 195611201983112001 .................................
Surakarta, ……………………
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Sri Wahjono,dr.,M.Kes,DAFK Prof.Dr.A.A.Subijanto, dr., MS
NIP 194508241973101001 NIP 194811071973101003
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 30 Maret 2010
Auliya Suluk Brilliant Sumpono
NIM G0006183
ABSTRAK
Auliya Suluk Brilliant Sumpono, 2010, HUBUNGAN OBSTRUCTIVE SLEEP
APNEA (OSA) DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI POLI SARAF RSUD
DR.MOEWARDI SURAKARTA , Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi. Penelitian ini dilakukan di unit rawat jalan di poliklinik bagian penyakit saraf pada bulan Januari 2010 sampai Februari 2010 Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Besar populasi adalah 100 sedangkan besar sampel adalah 50 orang. Teknik sampling yang digunakan purposive random sampling. Data diperoleh dengan instrumen penelitian kuisioner dengan teknik wawancara terpimpin, dan sfigmomanometer jenis jarum. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis menggunakan Uji Chi Square pada taraf signifikasi α = 0,05. Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di unit rawat jalan poli saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Januari 2010 sampai Februari 2010 diperoleh pasien Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang mengalami hipertensi 19 orang (76 %) lebih banyak dari pada jumlah pasien Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang tidak hipertensi sebanyak 6 (24%) orang dari total 25 pasien Obstructive Sleep Apnea (OSA). Sedangkan jumlah pasien yang tidak mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) tapi hipertensi adalah 8 orang (32%),lebih sedikit dari pada jumlah pasien yang tidak mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA) dan tidak hipertensi sebanyak 17 orang (68%).Sedangkan dari hasil analisis data didapatkan hasil X² = 9.742 dan OR = 6,729; sehingga dapat disimpulkan secara statistik, bahwa terdapat hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi. Sebagai kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi
Kata kunci: Obstructive Sleep Apnea (OSA) – peningkatan saraf simpatis – hipertensi
ABSTRACT
Auliya Suluk Brilliant Sumpono, 2010, THE RELATIONSHIP BETWEEN
OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) WITH HYPERTENSION INCIDENT
AT THE NERVOUS CLINIC OF HOSPITAL DR. MOEWARDI SURAKARTA,
Medical Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta.
The purpose of this research is to determine the relationship between Obstructive Sleep Apnea (OSA) with hypertension incident. This research was conducted at the outpatient unit at the clinic of nervous diseases in January 2010 to February 2010. This research is an analytical research approach cross sectional. Large population is 100 while the large sample is 50 people. Sampling techniques is using purposive random sampling. The data obtained by questionnaire research instruments with a guided interview technique, and sphygmomanometer needle type. The obtained data are presented in tabular form and analyzed using the Chi Square Test at the level of significance α = 0,05. From the results of research has been conducted in the outpatient unit of the nervous clinic Hospital DR. Moewardi Surakarta in January 2010 to February 2010 was obtained patients of Obstructive Sleep Apnea (OSA) who had hypertension was 19 people (76%) more than the number of patients Obstructive Sleep Apnea (OSA) who didn’t have hypertension was 6 people (24%) from the total of 25 patients Obstructive Sleep Apnea (OSA). While the number of patients who didn’t have Obstructive Sleep Apnea (OSA but hypertension was 8 people (32%), fewer than the number of patients who didn’t have Obstructive Sleep Apnea (OSA) and didn’t have hypertension was 17 people (68%). While the results of data analysis have obtained X² = 9.742 and OR = 6,729; so that it can be concluded statistically, that there is a relationship between Obstructive Sleep Apnea (OSA) with hypertension incident. The conclusion from this research is there is a relationship between Obstructive Sleep Apnea (OSA) with hypertension incident.
Keyword: Obstructive Sleep Apnea (OSA) – raising in sympathetic nervous – hypertension
PRAKATA
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena limpahan nikmat, rahmat, serta anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan skripsi dengan judul “Hubungan Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan Kejadian Hipertensi di Poli Saraf RSUD Dr.Moewardi”.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi kurikulum di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan untuk memenuhi salah satu syarat mendapat gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pelaksanaan dalam menyusun skripsi ini, penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan.Namun berkat bimbingan dan bantuan, penulis dapat menyelesaikannya.Untuk itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah mengizinkan pelaksanaan penelitian ini dalam rangka penyusunan skripsi.
2. Bagian skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi.
3. Prof.Dr.O.S.Hartanto,dr.,Sp.S(K), selaku Pembimbing Utama yang memberikan banyak waktu, pengarahan, bimbingan, saran dan motivasi.
4. I Made Setiamika,dr.,Sp.THT, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan banyak waktu, pengarahan, bimbingan, saran dan motivasi.
5. Agus Soedomo,dr.,SpS(K). selaku Penguji Utama yang telah berkenan menguji sekaligus memberikan kritik serta saran guna melengkapi kekurangan dalam skripsi ini.
6. Widiastuti,dr.,Sp.Rad,selaku Anggota Penguji yang telah memberikan kritik serta saran dalam penyusunan skripsi ini.
7. Keluarga dan teman-temanku, terima kasih atas dukungan dan semangatnya. 8. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna maka dengan segenap hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi para pembaca di ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu saraf pada khususnya.
Surakarta, Maret 2010
Auliya Suluk Brilliant Sumpono
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA .................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 2
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................ 4
A. Tinjauan Pustaka ................................................................. 4
1. Obstructive Sleep Apnea (OSA) ........................................ 4
2. Hipertensi ......................................................................... 14
B. Kerangka Pikir ..................................................................... 23
C. Hipotesis .............................................................................. 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN . ............................................... 25
A. Jenis Penelitian ....................................................................... 25
B. Lokasi Penelitian .................................................................... 25
C. Subjek Penelitian . ................................................................. 25
A. Teknik Pengambilan Sampel . ................................................ 26
B. Identifikasi Variabel Penelitian . ........................................... 27
C. Definisi Operasional Variabel . ............................................. 27
D. Rancangan Penelitian . ........................................................... 28
E. Instrumentasi Penelitian. ........................................................ 28
F. Cara Kerja Penelitian ............................................................. 28
G. Teknik Analisis Data .............................................................. 30
BAB IV HASIL PENELITIAN . .............................................................. 34
A. Hasil Penelitian ..................................................................... 34
B. Analisis Data ......................................................................... 40
BAB V PEMBAHASAN . ........................................................................ 43
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN . ...................................................... 47
A. Simpulan . .............................................................................. 47
B. Saran . ..................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA . ............................................................................... 48
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.Klasifikasi Kenaikan Tekanan Darah menurut ESH 2007 ................. 15
Tabel4.1.Jumlah responden Obstructive Sleep Apnea (OSA) ............................ 33
Tabel4.2.Jumlah responden Hipertensi .............................................................. 34
Tabel4.3.Karakteristik Responden Obstructive Sleep Apnea (OSA) ................. 34
Tabel4.4.Karakteristik Responden Hipertensi ................................................... 36
Tabel4.5.Jumlah pasien Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian
hipertensi di RSUD Dr.Moewardi Surakarta .................................... 37
DAFTAR GAMBAR
Gambar.1.Perbandingan laki-laki dan perempuan pada responden
OSA .................................................................................................. 35
Gambar.2.Perbandingan usia umur 50-60 tahun dengan usia
61-70 tahun ....................................................................................... 35
Gambar.3.Perbandingan laki-laki dan perempuan pada responden
Hipertensi ......................................................................................... 36
Gambar.4.Perbandingan usia responden hipertensi antara umur 50-60 ............ 37
Gambar.5.Frekuensi hipertensi dan non hipertensi antara OSA dan
non OSA ........................................................................................... 38
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Surat ijin penelitian Fakultas
Lampiran B Surat ijin penelitian RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Lampiran C Data responden penelitian
Lampiran D Kuisioner Penelitian
Lampiran E Tabel nilai-nilai Chi Square
Lampiran F Penghitungan dengan SPSS 16.0
Lampiran G Formulir Partisipasi Penelitian
Lampiran H Ethical Clearance
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Meningkatnya prevalensi penyakit kardiovaskuler setiap tahun
menjadi masalah utama di negara berkembang dan di negara maju.
Berdasarkan data Global Burden of Disease (GDB) tahun 2000, 50% dari
penyakit kardiovaskuler di sebabkan oleh hipertensi. Data dari The National
Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan bahwa
dari tahun 1999-2000 insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-
31% yang berarti terdapat 58-65 juta penderita hipertensi di Amerika, dan
terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES tahun 1988-1991. Penyakit
kardiovaskuler menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992 dan
1995 merupakan penyebab kematian terbesar di Indonesia (Dian, dkk. 2009).
Prevalensi hipertensi di seluruh dunia diperkirakan sekitar 15-20%.
Hipertensi lebih banyak menyerang pada usia setengah baya. Hipertensi di
Asia diperkirakan sudah mencapai 8-18% pada tahun 1997. Hipertensi
dijumpai pada 4. 400 per 10. 000 penduduk (Suheni, 2007).
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktoral yang timbul
terutama karena interaksi antara faktor-faktor resiko tertentu. Faktor-faktor
resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah :
1
2
1. asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetis
2. sistem saraf simpatis
3. keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi
4. pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,
angiotensin dan aldosteron (Yogiantoro, 2006).
Sleep apnea adalah timbulnya episode abnormal pada frekuensi napas
yang berhubungan dengan penyempitan saluran napas atas pada keadaan tidur.
OSA terjadi bila ventilasi menurun atau tidak ada ventilasi yang disebabkan
oklusi parsial atau oklusi total pada saluran napas atas paling tidak selama 10
detik atau lebih (Sumardi. dkk, 2006).
OSA dapat menyebabkan meningkatnya aktivitas saraf simpatis yang jika
berulang kali akan menyebabkan hipertensi. Satu dari penderita hipertensi juga
menderita OSA dan 80% penderita hipertensi yang resisten terhadap
pengobatan juga menderita OSA (Prasadja, 2008).
OSA juga meningkatkan resiko seseorang menderita penyakit
kardiovaskuler hingga lima kali lipat terlepas dari usia, kegemukan, kebiasaan
merokok, maupun tekanan darahnya (Prasadja, 2008).
Berdasarkan dari uraian di atas, peneliti bermaksud ingin mengetahui
pengaruh Obstructive Sleep Apnea (OSA) terhadap kejadian hipertensi di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
3
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA)
dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.
Moewardi, Surakarta ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi angka kejadian
hipertensi yang disebabkan oleh Obstructive Sleep Apnea (OSA).
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Obstructive
Sleep Apnea (OSA) terhadap kejadian hipertensi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Dengan dilakukan penelitian ini maka dapat diketahui seberapa
kuat pengaruh Obstructive Sleep Apnea (OSA) terhadap kenaikan
tekanan darah (hipertensi).
2. Manfaat aplikatif
Apabila terbukti Obstructive Sleep Apnea (OSA) secara nyata
berpengaruh terhadap kenaikan tekanan darah (hipertensi) sehingga
dapat dimanfaatkan guna membantu pencegahan dan penatalaksanaan
penyakit hipertensi.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Obstructive Sleep Apnea (OSA)
a. Definisi
Sleep Apnea didefinisikan sebagai timbulnya episode abnormal
pada frekuensi napas yang berhubungan dengan penyempitan saluran
napas atas pada keadaan tidur, dapat berupa henti napas / apnea atau
menurunnya ventilasi / hypoapnea (Sumardi. dkk, 2006).
Apnea/hypoapnea dibagi menjadi tiga tipe :
1) Tipe obstruktif (Obstructive Sleep Apnea / OSA) .
Tipe ini yang paling sering terjadi keadaan ini terjadi bila ventilasi
menurun atau tidak adanya ventilasi yang disebabkan oklusi
parsial atau oklusi total pada saluran napas atas selama paling
tidak sepuluh detik tiap episode yang terjadi. Episode henti napas
sering berlangsung selama antara 10 detik sampai 60 detik.
2) Tipe Sentral (Central Sleep Apnea)
Tipe ini jarang terjadi. Penyebab utamanya adalah kelainan pada
sistem saraf pusat yang mengatur sistem kardiorspirasi.
3) Tipe Campuran
Dimulai dari CSA kemudian diikuti dengan OSA
(Sumardi, dkk, 2006).
4
5
Gejala utama Obstructive Sleep Apnea / OSA adalah
mendengkur. Gejala lain berupa ada periode apnea / tidak bernapas,
bisa beberapa detik sampai dengan 1 menit, suara dahak di
tenggorokan waktu tidur, berkeringat, nyeri dada, lemah, mudah
lupa, sulit berkonsentrasi, cepat lelah dan biasanya penderita gemuk
(Iswanto, 2009).
b. Patofisiologi Obstructive Sleep Apnea / OSA
Mendengkur dan Obstructive Sleep Apnea/OSA merupakan
salah satu tipe dari Sleep Disorder Breathing (SDB). Obstructive
Sleep Apnea/OSA ringan berupa sumbatan parsial pada pernapasan
yang menimbulkan suara dengkuran ringan sedangkan yang berat
berupa obstruksi total pada saluran pernapasan yang dapat
menyebabkan episode apnea (Coleman, 2003).
Obstructive Sleep Apnea/OSA ditandai dengan kolaps berulang
dari saluran napas atas baik total atau parsial selama tidur. Akibatnya
aliran udara pernapasan berkurang (hipoapnea) atau terhenti (apnea)
sehingga terjadi desaturasi oksigen (hipoksemia). Kadang-kadang
penderita benar-benar terbangun pada saat apnea dimana mereka
merasa tercekik. Lebih sering penderita tidak sampai terbangun tetapi
terjadi partial aurosal yang berulang, berakibat pada berkurangnya
tidur dalam atau tidur gelombang lambat. Keadaan ini menyebabkan
penderita mengantuk pada siang hari, kurang perhatian, konsentrasi
dan ingatan terganggu. Kombinasi hipoksemia dan partial aurosal
6
yang disertai dengan peningkatan aktivitas andregenik menyebabkan
takikardi dan hipertensi sistemik. Banyak penderita Obstructive Sleep
Apnea/OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan tidurnya dan
datang ke dokter hanya karena teman tidurnya mengeluhkan suara
mendengkur yang keras (fase pre obstruktif) diselingi oleh keadaan
senyap yang lamanya bervariasi (fase apnea obstruktif) (Saragih,
2007).
c. Epidemiologi Obstructive Sleep Apnea/OSA
Pada usia 30-35 tahun 20% laki-laki dan 5% dari perempuan
akan mendengkur sedangkan pada usia 60 tahun prevalensinya
meningkat menjadi 60% pada laki-laki dan 40% pada perempuan.
Orang yang memiliki berat badan diatas normal memiliki peluang tiga
kali lebih besar untuk mendengkur dibandingkan dengan orang yang
memiliki berat badan normal (Fairbanks, 2003)
Prevalensi Obstructive Sleep Apnea/OSA pada anak-anak
sekitar 3% dengan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun. Penyebab
utama Obstructive Sleep Apnea/OSA pada anak-anak adalah hipertrofi
tonsil dan adenoid. Frekuensi Obstructive Sleep Apnea/OSA mencapai
puncaknya pada dekade ke 5 dan dekade ke 6, menurun pada usia di
atas 60-an. Tetapi secara umum frekuensi Obstructive Sleep
Apnea/OSA meningkat sesuai dengan penambahan usia (Saragih,
2007).
7
d. Faktor resiko Obstructive Sleep Apnea/OSA
1) Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor penting terjadinya
Obstructive Sleep Apnea/OSA. Penekanan obesitas pada
Obstructive Sleep Apnea/OSA bukan terletak pada besarnya
lingkar perut melainkan lingkar leher. Penumpukan jaringan lemak
pada anterolateral saluran napas menyebabkan lumen saluran napas
menyempit. Studi menunjukkan lingkar leher merupakan prediktor
kuat Obstructive Sleep Apnea / OSA. Lingkar leher <37 cm
beresiko rendah, sedangkan >48 cm beresiko tinggi. Pengukuran
lingkar leher tepat dilakukan dibawah Adam’s Apple.
2) Jenis kelamin
Pria lebih beresiko tinggi mengalami Obstructive Sleep
Apnea / OSA dibandingkan dengan wanita. Alasannya masih
belum jelas. Hal itu mungkin berhubungan dengan pengaruh
hormonal. Teori ini di dukung dengan penemuan bahwa wanita
post menopause lebih beresiko mengalami Obstructive Sleep
Apnea/OSA dibandingkan dengan wanita premenoupause.
Pemberian hormon replacement therapy ternyata bisa memperbaiki
Obstructive Sleep Apnea/OSA.
3) Usia
Usia juga turut mempengaruhi Obstructive Sleep
Apnea/OSA. Prevalensi Obstructive Sleep Apnea/OSA lebih tinggi
pada usia tua dibandingkan dengan usia muda
8
4) Kebiasaan merokok dan minum alkohol
Asap rokok memicu inflamasi selama tidur selain itu juga
menimbulkan kerusakan mekanik dan saraf pada saluran napas
atas, serta meningkatkan resiko kolaps otot-otot faring selama
tidur. Kebiasaan minum alkohol terbukti bisa memicu terjadinya
apneu pada individu normal/asimptomatik. Alkohol mem
perpanjang durasi apneu dan memperberat hipoksemia.
5) Sindroma Polikistik Ovarium (SPO)
SPO merupakan sindrom klinik yang ditandai dengan
oligomenorhea dan kelebihan androgen. Tanda utama SPO antara
lain anovulasi kronik, gangguan sekresi gonadotropin, obesitas
sental, resistensi insulin, dislipidemia, dan dibuktikannya
keberadaan polikistik ovarium melalui pemeriksaan USG.
Prevalensi penderita Obstructive Sleep Apnea / OSA pada
penderita SPO cukup tinggi mencapai 60-70%. Penumpukan lemak
visceral dan kadar androgen yang tinggi pada SPO menjadi faktor
terjadinya Obstructive Sleep Apnea/OSA.
6) Hipotiroid
Diduga kadar hormon tiroid yang menurun dan obesitas
yang biasa ditemukan pada pasien hipotiroid berperan terhadap
terjadinya Obstructive Sleep Apnea/OSA. Teori lain memaparkan,
hipotiroid menyebabkan akumuasi asam hialuronat pada kulit dan
jaringan subkutan. Deposit mukoprotein pada saluran napas akan
menyebabkan pembesaran lidah dan faring serta membran mukosa
9
laring sehingga meningkarkan kecenderungan kolaps salura napas
pada waktu tidur.
7) Kehamilan
Kehamilan terutama trisemester ketiga berkorelasi dengan
tingginya prevalensi Obstructive Sleep Apnea/OSA. Pertambahan
berat badan saat gestasi, penurunan ukuran lumen faring dan
perubahan fisiologi paru diduga menjadi faktor penyebab
terjadinya Obstructive Sleep Apnea/OSA pada kehamilan. Dampak
buruk yang ditimbulkan adalah rendahnya nilai Apgar dan berat
lahir bayi. Oleh karena itu penemuan dini Obstructive Sleep Apnea
/ OSA pada ibu hamil diharapkan bisa memperbaiki keluaran
(outcome) bagi ibu dan bayi.
8) Kelainan kraniofasial
Kelainan kraniofasial yang juga sering dikaitkan dengan
Obstructive Sleep Apnea / OSA adalah hipertrofi tonsil (terutama
pada anak).
(Daniel, 2008)
e. Diagnosa Obstructive Sleep Apnea/OSA.
Untuk menegakkan diagnosa Obstructive Sleep Apnea/OSA
diperlukan pemeriksaan subyektif berdasar gejala klinis dan obyektif
berdasarkan hasil alat diagnostik. Perangkat diagnostik yang
sederhana adalah Epworth Sleepiness Scale (ESS). ESS berupa
kuisoner yang diisi oleh pasien sendiri. Keuntungan dari ESS adalah
10
cepat, tidak mahal dan reabilitas tinggi. Namun korelasi ESS dengan
derajat Obstructive Sleep Apnea/OSA rendah.
Polisomnografi merupakan standart baku emas dalam
mendiagnosa Obstructive Sleep Apnea/OSA. Polisomnografi meliputi
perekaman aliran udara, gerakan napas, EEG, EMG, EOG EKG,
saturasi oksigen dan posisi badan. Idealnya Polisomnografi dilakukan
dalam sebuah laboratorium tidur selama satu malam penuh dan
dipantau oleh dokter/perawat. Hasil yang muncul adalah jumlah henti
napas tiap jam, indeks apneu-hipoapneu (IAH).
(Rosenberg & Mickelson, 2003)
f. Komplikasi Obstructive Sleep Apnea/OSA
Dari penelitian epidemiologis diketahui hubungan antara OSA
dengan hipertensi, stroke, dan infark miokard
1) Hipertensi
Pada orang normal tekanan darah menurun 10% - 15% pada
waktu tidur. Pada orang yang mengalami sleep apnea tekanan
darahnya tidak menurun pada waktu tidur bahkan seringkali
meningkat. Selama fase apnea, terjadi penurunan cardiac output,
peningkatan aktivitas saraf simpatis, dan peningkatan resistensi
vascular sistemik. Di akhir fase apnea terjadi peningkatan venous
return ke sisi kanan jantung sehingga menyebabkan peningkatan
cardiac output. Peningkatan aliran darah menyebabkan
peningkatan resistensi vascular yang pada akhirnya akan
11
meningkatkan tekanan darah. Episode apnea yang berulang,
hipoksemia, dan aurosal menyebabkan peningkatan akrivitas saraf
simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis yang persisten
diduga sebagai mekanisme terjadinya hipertensi. Kenyataan bahwa
beta bloker lebih efektif digunakan untuk terapi hipertensi dengan
Obstructive Sleep Apnea/OSA dibandingkan yang lain semakin
memperkuat teori ini. Selain karena peningkatan saraf simpatis
hipertensi pada penderita Obstructive Sleep Apnea/OSA juga
disebabkan oleh perubahan neuro hormon, contohnya endothelin.
Endothelin-1 merupakan vasokonstriktor yang dikeluarkan pada
waktu terjadi hipoksemia. Endothelin-1 meningkat setelah 4 jam
pada Obstructive Sleep Apnea/OSA yang tidak di terapi.
Dimungkinkan endothelin merupakan penyebab secara langsung
terjadinya hipertensi pada penderita gangguan napas watu tidur
(Granato & Scwhab 2003).
2) Stroke
Obstructive Sleep Apnea/OSA diketahui sebagai salah satu
faktor resiko stroke setelah melalui banyak penelitian. Banyak hal
yang terjadi pada orang yang mengalami Obstructive Sleep
Apnea/OSA antara lain adalah :
a) Terjadinya gangguan fungsi endotel
b) Kenaikan kadar fibrinogen
c) kenaikan aktivitas sel keping darah
12
d) Kenakan sistem penjendalan
e) Penurunan cerebral blood flow/aliran darah ke otak
f) Penebalan dinding pembuluh darah karotis
(Laksmiasanti, 2009)
3) Infark miokard
Beberapa penelitian memperlihatkan kemungkinan adanya
hubungan antara Obstructive Sleep Apnea/OSA dengan infark
miokard. Mekanismenya mungkin melalui efek tidak langsung dari
hipertensi, arterioskelrosis, desaturasi oksigen, hiperaktivitas
sistem saraf simpatis, peningkatan koagulopati dan respon
inflamasi (Saragih 2007).
g. Terapi Obstructive Sleep Apnea/OSA
1) Terapi non-bedah
a) Continous Positive Airway Pressure (CPAP)
Terapi yang efektif pada Obstructive Sleep Apnea/OSA
adalah Continous Positive Airway Pressure (CPAP). CPAP
mengalirkan aliran udara positif sehingga memberikan
pneumatic splint pada aliran udara atas selama inspirasi dan
ekspirasi, menjaga patensi dan mencegah obstruksi selama
tidur. Akibatnya rasa kantuk pada siang hari berkurang dan
fungsi kognitif meningkat. Dampak positifnya juga tampak
pada sistem kardiovaskular yaitu menurunkan tekanan darah
hingga 10 mmHg dan meningkatkan fungsi ventrikel kiri
13
sebesar 30%. Bagi pasien diabetes mellitus tipe II, CPAP
meningkatkan sensitivitas insulin (Daniel, 2008).
b) Posisi tidur
Posisi tidur dapat membantu menghilangkan gejala
Obstructive Sleep Apnea/OSA. Beberapa pasien mengalami
perbaikan setelah tidur dengan posisi miring atau telungkup
(Saragih, 2007).
c) Mandibular advancement
Alat ini dipasang pada gigi, menahan mandibula dan
lidah ke depan sehingga dapat memaksimalkan diameter faring
dan mengurangi kolaps pada waktu tidur. Alat ini hanya
digunakan pada penderita Obstructive Sleep Apnea/OSA yang
tidak dapat menjalani operasi dan penderita Obstructive Sleep
Apnea/OSA yang ringan sampai sedang khususnya yang tidak
gemuk atau pada penderita yang intoleran terhadap CPAP
(Saragih, 2007).
2) Terapi bedah
a) Tonsilektomi dan adenoidektomi
Pada penderita Obstructive Sleep Apnea/OSA dengan
tonsil yang besar, tonsilektomi dapat menghilangkan gejala
secara komplit dan tidak memerlukan terapi CPAP.
14
b) Uvulopalatofaringoplasti (UPPP)
Hasilnya tidak sebaik CPAP pada penderita Obstructive
Sleep Apnea/OSA yang berat. Angka keberhasilan dengan
teknik ini mencapai 10-15%.
c) Pillar implant
merupakan teknik yang relative baru, merupakan
modalitas dengan invasi minimal. Digunakan untuk penderita
dengan Obstructive Sleep Apnea/OSA yang ringan sampai
sedang. Prosedur ini bertujuan untuk memberikan kekakuan
pada palatum mole. Tiga buah batang kecil di insersikan ke
palatum mole untuk membantu mengurangi getaran yang
menyebabkan snoring.
(Iswarini, 2009)
2. Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang
dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkan. Hipertensi sering disebut sebagai pembunuh gelap (Silent
Killer) karena termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-
gejalanya terlebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny
Sutrani, 2004).
Hipertensi didefinisikan apabila tekanan darah sistolik (TDS) ≥140
mmHg dan / atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (Bandiara, 2008).
15
Pada orang normal, tekanan darah mengikuti pola sirkadian
yaitu mengalami penurunan pada malam hari dan mengalami kenaikan
pada pagi hari (Hariyono, 2006).
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai
hipertensi primer sedangkan hipertensi yang diketahui penyebabnya
disebut hipertensi sekunder (Dian, dkk. 2009).
b. Klasifikasi Hipertensi
Pada tahun 2003 Pehimpunan Hipertensi dan Kardiologi Eropa
(Eropan Society of Hypertension, ESH- 2003) membuat pedoman
penatalaksanaan hipertensi yang direvisi pada tahun 2007 (ESH-2007).
Pedoman tersebut berisi klasifikasi hipertensi, stratifikasi resiko dan
panduan umum penatalaksanaan hipertensi berdasarkan bukti klinik yang
sahih (evidence- base medicine) (Bandiara, 2008).
Tabel 2. 1. Klasifikasi tekanan darah menurut ESH 2007
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik
Optimal < 120 dan <80
Normal
Normal tinggi
120-129
130-139
dan/atau
dan/atau
80-84
85-89
16
Hipertensi
Derajat 1
Derajat 2
Derajat 3
Hipertensi
sistolik
terisolasi
140-159
160-179
≥180
≥140
dan/atau
dan/atau
dan/atau
dan
90-99
100-109
≥110
<90
c. Patogenesis Hipertensi
Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer.
Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer
akan mempengaruhi tekanan darah. (Sugiyanto, 2007)
Tekanan darah membutuhkan aliran darah melalui pembuluh darah
yang ditentukan oleh kekuatan pompa jantung (cardiac output) dan
tahanan perifer (peripheral resistance). Sedangkan cardiac output dan
tahanan perifer dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling berinteraksi
(asupan natrium, stress, obesitas, genetik, dan lain-lain). Hipertensi
terjadi bila terdapat abnormalitas faktor-faktor tersebut (Sugiyanto, 2007).
Penting disadari telah terjadi pergeseran pemahaman tentang
hipertensi dan mekanisme patofisiologinya. Dahulu pemahaman akan
hipertensi hanya menyangkut kaitan hipertensi itu sendiri dengan
kerusakan organ yang ditimbulkan. Tapi pada paradigma pemikiran masa
17
kini, pemikiran tentang hipertensi telah menemukan adanya kaitan yang
nyata antara hipertensi dan disfungsi pembuluh darah (Nugroho, 2008).
d. Faktor-faktor resiko Hipertensi
1) Faktor genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal itu
berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara potasium dengan sodium. Individu dengan orang
tua hipertensi mempunyai resiko dua kali terkena hipertensi
dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai keluarga dengan
riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi
esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Dian, dkk. 2009)
2) Usia
Tekanan darah meningkat seiring dengan meningkatnya usia,
kemungkinan menderita hipertensi juga semakin besar. Pada umumnya
orang yang menderita hipertensi berusia 40 tahun, namun tidak
menutup kemungkinan diderita orang yang berusia muda. Boedhi
Darmadjo dalam tulisannya yang dikumpulkan dalam berbagai
penelitian yang dilakukan di indonesia menunjukkan bahwa 1, 8%-28,
6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi
(Suheni, 2007).
18
3) Jenis Kelamin
Wanita penderita hipertensi diakui lebih banyak banyak daripada
penderita laki-laki. Tapi wanita lebih tahan terhadap kerusakan jantung
dan pembuluh darah. Pada pria hipertensi lebih banyak disebabkan oleh
pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan.
Sampai usia 55 tahun pria lebih beresiko terkena hipertensi
dibandingkan dengan wanita. Menurut Edward D. Frochlid seorang pria
dewasa akan mempunyai peluang lebih besar yaitu satu diantara lima
untuk mengidap hipertensi (Lanny Sutrani, 2004)
4) Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada
orang berkulit putih. Sampai saat ini belum diktahui penyebabnya.
Namun pada orang berkulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih
besar dan sensifitas terhadap vasopressin yang lebih besar (Dian, dkk.
2009).
5) Obesitas
Obesitas merupakan ciri khas dari hipertensi. Walaupun belum
diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun
terbukti daya pompa jantung dan sirkulasi darah penderita obesitas
dengan hipertensi lebih tinggi daripada penderita hipertensi dengan
berat badan normal (Suheni, 2007).
19
6) Garam Diet
Intake Sodium berlebihan berkontribusi terhadap perkembangan
hipertensi resisten melalui peningkatan tekanan darah langsung dan
dengan menumpulkan efek lebih rendah pada kebanyakan kasus dari
agen antihipertensi. Efek ini menjadi lebih sering pada pasien sensitif
garam yang tipikal, termasuk orang tua, afro amerika dan terutama
pasien dengan CKD (Satria, 2009).
7) Alkohol
Pada analisa cross sectional dari orang dewasa cina yang
meminum > 30 minuman setiap minggu resiko untuk mengalami bentuk
hipertensi meningkat dari 12% ke 14%. Pada klinik hipertensi Finnish,
peminum berat, sebagaimana didukung dengan peningkatan kadar
transaminase hati lebih jarang mempunyai tekanan darah yang
terkontrol selama 2 tahun follow up dibandingkan pasien dengan kadar
transaminase normal (Satria, 2009).
8) Obstructive Sleep Apnea (OSA)
Obstruksi Sleep Apnea yang tidak tertangani sangat terkait dengan
hipertensi. Sleep apnea terutama umum pada penderita hipertensi
resisten. Dalam sebuah evaluasi dari 41 pasien berturut-turut (24 laki-
laki dan 17 perempuan) dengan hipertensi resisten, 83% didiagnosa
sleep apnea. Lintas kelompok studi menunjukkan bahwa semakin parah
sleep apnea kurang kemungkinan tekanan darah dapat terkendali.
Mekanisme sleep apnea yang berkontribusi terhadap
perkembangan hipertensi belum begitu jelas. Efek yang telah dijelaskan
20
dengan baik adalah hipoksemia intermitten dan /atau peningkatan
resistensi saluran napas atas, mendorong dalam meningkatkan aktivitas
saraf simpatis (SNS). Peningkatan SNS output akan meningkatkan
tekanan darah melalui peningkatan output di jantung dan resistensi
perifer serta peningkatan retensi cairan. Sebagai tambahan sleep apnea
dikaitkan dengan peningkatan reaktif oksigen spesies yang mengurangi
senyawa pada bioavabilitas nitrat oksida (Satria, 2009).
e. Komplikasi Hipertensi
Menurut Elizabeth J Corwin (2000:349) komplikasi hipertensi
terdiri dari stroke, infark miokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan
otak) , dan pregnancy-incuded hypertension (PIH)
1) Stroke
Stroke dapat timbul akibat tekanan darah tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non-otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila
arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi
berkurang. Arteri-arteri di otak yang mengalami arteriosklerosis dapat
melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya
aneurisma.
2) Infark miokard
Dapat terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang
arteiosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium
atau apabila terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui
21
pembuluh tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel,
maka kebutuhan oksigen mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat
terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga
hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia
jantung dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.
3) Gagal ginjal
Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progesif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya
glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungisional ginjal, nefron
akan terganggu dan dapat terjadi hipoksik dan kematian. Dengan
rusaknya glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan
koloid osmotik plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering
dijumpai pada hipertensi kronik.
22
4) Ensefalopati (kerusakan otak)
Kerusakan otak dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini menyebabkan tekanan kapiler dan mendorong pada ruang
interstisium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya
kolaps dan terjadi koma serta kematian.
(Suheni, 2007)
23
B. Kerangka Pemikiran
Sleep apnea/henti napas
hipoksemia
Disfungsi endotel Aktivitas saraf simpatis
Pelepasan hormon katekolamin
Neuro hormon
Pelepasan endothelin
Vasokonstriksi pembuluh darah
Fase dipping menghilang
berulang
HIPERTENSI
24
C. Hipotesis
Berdasarkan dari tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas,
dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini sebagai berikut: ada hubungan
yang kuat atau bermakna antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan
kejadian hipertensi.
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di unit poliklinik bagian penyakit saraf RSUD
Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Januari-Februari 2010
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pasien di poliklinik bagian penyakit
saraf RSUD Dr. Moewardi bulan Januari-Februari 2010 yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan dalam penelitian ini.
Kriteria yang dipakai:
1. Pasien laki-laki dan perempuan
2. Pasien dengan usia diatas 50 tahun
3. Tidak menderita amandel / pembesaran tonsil
4. Tidak menderita penyakit jantung
5. Tidak menderi penyakit diabetes mellitus
6. Tidak merokok
Sampel atau populasi studi merupakan hasil pemilihan subjek dari
populasi untuk memperoleh karakteristik populasi (Arief, 2004).
Berdasarkan observasi peneliti, jumlah populasi sumber ini ada sekitar
100 pasien.
25
26
Penentuan besar sampel pada penelitian ini menurut Slovin dengan
rumus sebagai berikut : ( Murti, 2006 ).
n =
keterangan :
n : ukuran sampel
N : ukuran populasi
ε : tingkatan kekeliruan pengambilan sampel yang ditolerir.
Dengan rumus di atas maka sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah : ( dengan mengasumsi tingkat kekeliruan yang
ditolerir adalah sebesar 10% ) ( Murti, 2006 ).
n =
n =
n = 50
Jadi pada penelitian ini, peneliti menggunakan ukuran sampel
sebanyak 50 orang pasien.
D. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan secara
Purposive Random Sampling. Pemilihan subjek berdasarkan atas ciri-ciri atau
sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi. (Arief, 2004)
N
1+Nε²
N
1+Nε²
100
1 + 100 (10%)²
27
Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Obstructive Sleep Apnea (OSA)
2. Variabel tergantung : tekanan darah
3. Variabel luar : umur, diabetes melitus, penyaki jantung,
pembesaran tonsil, merokok
E. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Bebas
a. Obstructive Sleep Apnea (OSA)
Sleep apnea adalah timbulnya episode abnormal pada frekuensi napas
yang berhubungan dengan penyempitan saluran napas atas pada
keadaan tidur. OSA terjadi bila ventilasi menurun atau tidak ada
ventilasi yang disebabkan oklusi parsial atau oklusi total pada saluran
napas atas paling tidak selama 10 detik atau lebih. (Sumardi. dkk,
2006)
b. Skala variabel : nominal
2. Variabel Terikat
a. Tekanan Darah
Kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas
dinding pembuluh darah. Kenaikan takanan arteri akan menyebabkan
kenaikan yang sebanding pada aliran darah yang melalui berbagai
jaringan tubuh (Guyton, 1997).
b. Skala variabel : skala nominal
28
F. Rancangan Penelitian
G. Instrumentasi Penelitian
1. Status medis
2. Kuisioner
3. Sfigmomanometer jenis jarum lengkap dengan mansetnya
H. Cara Kerja Penelitian
1. Persiapan Penelitian
a. Sampel
Sampel diperoleh dari semua pasien rawat jalan di poliklinik
penyakit saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Berjenis kelamin laki-
laki dan perempuan, usia di atas 50 tahun, bukan pasien diabetes
Pasien rawat jalan di poliklinik saraf RSUD Dr.Moewardi
1. Bukan pasien Diabetes Melllitus
2. Bukan pasien penyakit jantung
3. Pasien laki-laki dan perempuan , usia > 50tahun
4. Tidak mengalami pembesaran tonsil
5. Tidak merokok
OSA Non OSA
Hipertensi
Non hipertensi
Hipertensi Non hipertensi
29
mellitus dan penyakit jantung, tidak mengalami pembesaran tonsil,
serta tidak merokok
b. Kuisioner
Kuisioner dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengetahui
riwayat penyakit sebelumnya dan untuk mengetahui apakah pasien
menderita OSA atau tidak. Adapun bentuk kuisioner yang diberikan
kepada responden terlampir di bagian lampiran laporan skripsi ini.
2. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan cara memberikan kuisioner kepada
semua individu yang memenuhi kriteria dalam populasi sebagai subjek
penelitian. Sedangkan tekanan darah diukur terhadap semua subyek
penelitian dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Ruang pemeriksaan: suhu ruang dan ketenangan ruang periksa yang
nyaman.
b. Alat: digunakan sfigmomanometer jenis jarum dan digunakan manset
dengan lebar yang dapat mencakup 2/3 panjang lengan atas serta
panjang yang dapat mencakup 2/3 lingkar lengan.
c. Persiapan: bila diperlukan dan keadaan pasien memungkinkan,
sebaiknya dipersiapkan dalam keadaan basal.
d. Posisi orang yang diperiksa: untuk keperluan skrining, dapat
dilakukan dalam posisi duduk.
e. Pemeriksaan : manset dipasang pada lengan kemudian dipompa
perlahan-lahan dengan tujuan menghentikan aliran darah, tampak
30
jarum pada sfigmomanometer bergerak naik ke skala tertentu,
kemudian manset dilepas secara perlahan-lahan. Stetoskop diletakkan
pada lengan daerah volar tepat di atas arteri brakhialis, melalui
stetoskop akan terdengar suara vibrasi turbulensi darah yang disebut
bunyi Korotkoff (suara K). K ini adalah tekanan sistolik. Tekanan
diturunkan terus sehingga pada suatu saat bunyi K ini hilang
kedengarannya, saat ini menunjukan tekanan diastolik.
Data yang diperoleh juga dengan memperhatikan data dari status
medis pasien di rumah sakit.
Setelah dilaksanakan penelitian, maka dilakukan tabulasi tehadap
data yang diperoleh untuk mengelompokan dari subjek penelitian mana
yang OSA dan non OSA serta mana yang tergolong hipertensi dan non
hipertensi. Setelah tabulasi data, baru dilakukan analisis data.
I. Teknik Analisis Data
Data yang akan diperoleh dalam penelitian ini akan disusun dalam tabel
kontingensi ukuran 2×2 kemudian diuji dengan metode statistik uji chi square.
Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Obstructive Sleep
Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi digunakan rumus koefisien
kontingensi dan ratio odds (Hadi, 1996)
Uji chi square adalah suatu teknik statistik yang memungkinkan
penyelidik menilai probabilitas perbedaan frekuensi yang nyata (yang di
31
observasi) dengan frekuensi yanng diharapkan dalam kategoti-kategori
tertentu sebagai akibat dari kesalahan sampling. (Hadi, 1996)
Uji chi square dapat dianalisis datanya secara statistik apabila frekuensi
harapannya (expected frequency) sedikitnya memiliki 5 subjek (Murti,
2006)
Untuk mengetahui kuatnya hubungan antara kedua data nominal
dinyatakan dengan besarnya koefisien kontingensi dengan lambang C.
Selanjutnya, harga C tersebut dapat dibandingkan dengan C tabel.
Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
semakin dekat C hitung dengan C maksimal tabel, semakin besar hubungan
kedua variabel tersebut.
3. 1. Tabel Kontingensi ukuran 2×2
Sampel Hipertensi Non hipertensi Total
OSA a b a+b
Non OSA c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Keterangan :
a. Pasien hipertensi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)
b. Pasien non hipertensi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)
c. Pasien hipertensi dan non Obstructive Sleep Apnea (OSA)
d. Pasien non hipertensi dan non Obstructive Sleep Apnea (OSA)
32
1. Uji Chi Square ( x² )
X² =
Keterangan :
X² = nilai Chi Square
N = jumlah sampel
a, b, c, d = frekuensi kebebasan ( Hadi, 1996 ).
Ketentuan :
H0 diterima bila X² hitung ≤ X² tabel
H1 diterima bila X² hitung > X² tabel ( Hadi, 1996 ).
2. Koefisien Kontingensi ( C )
C = 2
2
XNX+
Keterangan :
C : Koefisien Kontingensi
X² : Nilai Chi Square
N : Jumlah sampel
Ketentuan :
Nilai koefisien kontingensi hitung dibandingkan dengan tabel chi
square, dengan derajat kebebasan (n-1) (k-1). Dimana n adalah jumlah
baris, sedangkan k adalah jumlah kolom ( Hadi, 1996 ).
N (ad – bc )²
(a+b)(c+d)(a+c)(b+d)
33
3. ODDS Rasio
OR = bc
ad
Dengan: OR : nilai ODDS Rasio
a, b, c, d : frekuensi kebebasan
Ketentuan:
Ada hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kenaikan
tekanan darah jika OR > 2 ( Hadi, 1996 ).
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Telah dilaksanakan penelitian di unit poliklinik rawat jalan penyakit
saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Januari 2010 dan Februari
2010. Dari penelitian didapatkan 50 orang yang memenuhi syarat sebagai
subjek penelitian.
Hasil penelitian dilaporkan dalam dua bagian :1. deskripsi data sampel
dan 2. analisis data sampel.
1. Deskripsi data sampel
Tabel 4. 1. Jumlah responden Obstructive Sleep Apnea (OSA)
No Kelompok
Jumlah
N %
1. Obstructive Sleep Apnea(OSA) 25 50
2. Non Obstructive Sleep Apnea
(OSA)
25 50
Total 50 100
Jumlah seluruh sampel yang mengalami Obstructive Sleep Apnea
(OSA) sebanyak 25 orang (50%) dan yang tidak mengalami Obstructive
Sleep Apnea (OSA) adalah sebanyak 25 orang (50 %).
34
35
Tabel 4. 2. Jumlah responden Hipertensi
No Kelompok
Jumlah
N %
1. Hipertensi 27 54
2. Non Hipertensi 23 46
Total
50
100
Jumlah seluruh sampel yang mengalami Hipertensi sebanyak 27
orang (54%) dan yang tidak mengalami Hipertensi adalah sebanyak 23
orang (46 %)
Tabel 4. 3. Karakteristik Responden Obstructive Sleep Apnea (OSA)
No
Jumlah
OSA Non OSA
N % N %
1. Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
9
16
36
64
11
14
44
56
2. Usia 50-60
61-70
>70
15
10
60
40
15
7
2
60
28
12
36
Dari 25 subjek yang mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA)
didapatkan data 9 orang subjek berjenis kelamin laki-laki dan 16 orang
subjek berjenis kelamin perempuan. (Gambar 1)
Gambar 1. Perbandingan laki-laki dan perempuan pada responden OSA.
Dari data usia diperoleh bahwa dari 25 subjek, 15 subjek berusia
antara 50-60 tahun dan 10 subjek berusia 61-70. (Gambar 2)
Gambar 2. Perbandingan usia umur 50-60 tahun dengan usia 61-70 tahun.
37
Tabel 4. 4. Karakteristik Responden Hipertensi
No
Jumlah
Hipertensi Non Hipertensi
N % N %
1. Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
10
15
40
60
10
15
40
60
2. Usia 50-60
61-70
>70
16
8
1
64
32
4
16
8
1
64
32
12
Dari 27 subjek yang mengalami Hipertensi didapatkan data 10
orang subjek berjenis kelamin laki-laki dan 15 orang subjek berjenis
kelamin perempuan. (Gambar 3)
Gambar 3. Perbandingan laki-laki dan perempuan pada responden Hipertensi
38
Dari data usia diperoleh bahwa dari 25 subjek Hipertensi, 16
subjek berusia antara 50-60 tahun dan, subjek berusia 61-70 dan 1 subjek
berusia >70tahun (Gambar4)
Gambar 4. Perbandingan usia responden hipertensi antara umur 50-60
tahun, 61-70 tahun dan >70 tahun.
Tabel. 4.5. Jumlah pasien Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengankejadian
hipertensi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
No
OSA
Hipertensi Non Hipertensi
N % N %
1. OSA 19 70 6 26
2. Non OSA 8 30 17 74
Total 27 100 23 100
39
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam penelitian
ini jumlah subjek Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang mengalami
hipertensi adalah sebanyak 19 orang (70%) dan yang tidak mengalami
hipertensi sebanyak 8 orang (30%). Sedangkan jumlah subjek yang tidak
Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang mengalami hipertensi adalah
sebanyak 6 orang (26%) dan yang tidak mengalami hipertensi sebanyak
17 orang (74%). Dari data di atas dapat diketahui bahwa persentase
kejadian hipertensi sesuai dengan pasien yang mengalami Obstructive
Sleep Apnea (OSA). (Gambar 5)
Gambar 5. Frekuensi hipertensi dan non hipertensi antara OSA dan non
OSA
40
2. Analisis Data
Analisis data uji Chi Square dengan taraf signifikasi α = 0, 05 dan
interval kepercayaan 95% didapatkan:
1. Uji Chi Square
a. Dari hasil penelitian didapatkan data sebanyak 50 orang
Besar sampel diperoleh dari jumlah seluruh sampel yang didapat
yang memenuhi persyaratan sebagai subjek penelitian yaitu
sebanyak 50 orang. Hasil ini didapat juga dari rumus Slovin
sebagaimana ditulis pada bab III.
b. Dari hasil penelitian
hasil perhitungan nilai ekspektasi menunjukkan tidak adanya cell
dengan nilai ekspektasi kurang dari 5 ( E < 5 ) , sehingga pada
tabel 5 dapat dilakukan uji chi square (Budiarto, 2002).
Tabel Kontigensi 2x2
Pasien memenuhi kriteria
sampel
Hipertensi Non Hipertensi Total
OSA 19 6 25
Non OSA 8 17 25
Total 27 23 50
Derajat kebebasan (db) = (b-1) (k-1) Titik kritis : df. (1-)
= (2-1) (2-1) 1. 0, 75
= 1 Titik kritis = 3, 841
41
Didapatkan:
X2 =
=
= 9, 742
Hipotesis:
Ho = tidak ada hubungan bermakna
H1 = ada hubungan bermakna
c. Pengambilan keputusan
Bila X2 hitung > X2 tabel maka Ho ditolak.
Bila X2 hitung ≤ X2 tabel maka Ho diterima.
d. Keputusan Statistik
X2hitung adalah 9, 742 sedangkan X2 tabel adalah 3, 841 sehingga
X2hitung > X2tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Kesimpulan: Secara statistik, ada hubungan yang bermakna antara
Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi.
2. Odds Ratio
Untuk mengetahui tingkat kekuatan hubungan antara
Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi
digunakan rumus Odds Ratio.
OR = ad bc
N(ad-bc)²
(a+b) (c+d) (a+c) (b+d)
50 (19×17 - 6×8)²
(19+6) (8+17) (19+8) (6+17)
42
Didapatkan:
OR = 323
48
= 6, 729
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien Obstructive Sleep
Apnea (OSA) memiliki resiko mengalami hipertensi sebesar 6, 729
kali lebih besar daripada yang tidak Obstructive Sleep Apnea (OSA)
3. Koefisien Kontingensi ( C )
Untuk mengetahui kuat atau lemahnya hubungan Obstructive
Sleep Apnea (OSA) dengan hipertensi digunakan rumus koefisien
kontingensi.
C = 2
2
XNX+
C= 742,950
742,9+
C= √ 0, 163
C= 0, 404
Derajat kebebasan (dk) koefisien kontingensi = (n-1) (k-1)
dk = (2-1) (2-1)
dk = 1 × 1
dk = 1
Nilai C = 0, 404 sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan
antara kedua variabel adalah kuat atau bermakana.
Untuk hasil uji chi square dan odds ratio mengunakan SPSS
dapat dilihat di lampiran F
43
BAB V
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di unit rawat jalan poli bagian
penyakit saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Januari 2010 sampai
Februari 2010 diperoleh berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam
penelitian ini jumlah pasien Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang mengalami
hipertensi adalah sebanyak 19 orang (76% ) dan yang tidak mengalami
hipertensi sebanyak 6 orang ( 24% ). Sedangkan jumlah pasien yang tidak
Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang mengalami hipertensi adalah sebanyak 8
orang (32 %) dan yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 17 orang ( 68 % ).
Dari data di atas dapat diketahui bahwa persentase kejadian hipertensi sesuai
dengan pasien yang mengalami Obstructive Sleep Apnea (OSA)
Setelah dilakukan uji Chi Square dengan α = 0, 05 didapatkan hasil
X2hitung = 9, 742. Angka yang didapatkan ini lebih besar dari harga kritis untuk
taraf signifikasi α = 0, 05 yaitu sebesar X2 = 3, 841; disebut juga X2tabel. Dari
pembandingan ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi. Sedangkan
dari hasil perhitungan didapatkan Odds Ratio =6, 729 yang berarti bahwa
penderita Obstructive Sleep Apnea (OSA) memiliki resiko mengalami hipertensi
sebesar 6, 729 kali lebih besar daripada yang tidak Obstructive Sleep Apnea
(OSA). Dan dari perhitungan koefisien kontingensi didapatkan nilai C
(koefisien kontingensi) sebesar 0, 404 sehingga dapat disimpulkan bahwa
43
44
kekuatan hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian
hipertensi adalah kuat. Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan
bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara Obstructive Sleep
Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi, dan nilai kekuatan hubungannya
adalah kuat.
Hasil penelitian diperoleh dengan mempertimbangkan faktor usia, riwayat
merokok, riwayat pembesaran tonsil, riwayat penyakit jantung dan diabetes
melitus. Dipilih subjek laki-laki dan perempuan yang berusia di atas 50 tahun
karena puncak OSA terjadi pada dekade ke 5 dan ke 6 (Saragih, 2007). Pada
jurnal epidemiologi yang ditulis (Jing F & Yuan BC, 2009) disebutkan bahwa
pasien OSA diatas 50 tahun, laki-laki dan perempuan memiliki ratio odds yang
sama untuk terjadinya OSA. Selain itu dijurnal tersebut juga dijelaskan bahwa
prevalensi OSA pada wanita paling tinggi terjadi pada wanita post menoupose
tanpa terapi hormon. Tetapi karena keterbatasan waktu dan instrumen penelitian,
penelitian ini dilakukan dengan mengesampingkan faktor-faktor seperti, genetik
(heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria) , penyakit hati, pola makan,
kadar hematokrit dan aktivitas fisik. Sehingga faktor-faktor yang tidak terkendali
tersebut mungkin menyebabkan beberapa sampel tidak mempunyai nilai tekanan
darah yang diharapkan dalam penelitian ini.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Logan et al (2003)
bahwa penggunaan CPAP pada terapi OSA dapat menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi berulang. Pada 19 pasien dengan hipertensi berulang, 16 orang
45
ditemukan mengalami OSA. Dari 16 orang tersebut 11 orang (10 laki-laki dan 1
perempuan ) setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
11 orang pasien hipertensi berulang dengan OSA, efek akut CPAP pada
tekanan darah diamati selama tidur dan efek jangka panjang pada tekanan darah
diamati setelah 2 bulan. Selama penggunaan CPAP pada malam pertama, dapat
menghilangkan OSA dan mengurangi tekanan darah sistolik dari 138, 3±6, 8
mmHg menjadi 126, 0 ±6, 3 mmHg. Begitu juga rata-rata tekanan diastolik
berkurang dari 77, 7 ±4, 5 mmHg menjadi 72, 9±4, 5 mmHg. Setelah 2 bulan
penggunaan CPAP tekanan harian sistolik berkurang rata-rata 11, 0±4, 4 mmHg.
Tekanan darah diastolik juga berkurang rata-rata 7, 8±3, 0 mmHg.
Pada pasien dengan hipertensi berulang, terapi OSA dengan menggunakan
CPAP dapat mengurangi tekanan darah nokturnal. Data diatas juga
memperlihatkan bahwa CPAP dimungkinkan dapat mengurangi tekanan darah
sistolik nokturnal dan siang hari yang berlangsung secara kronik.
Obstruksi Sleep Apnea (OSA) mempunyai pengaruh yang besar dalam
menimbulkan hipertensi. Obstructive Sleep Apnea (OSA) dapat menaikan
tekanan darah melalui efek hipoksemia yaitu melalui peningkatan stimulasi saraf
simpatis dan disfungsi endotel. Obstructive Sleep Apnea (OSA) juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke melalui berbagai mekanisme antara lain kenaikan
kadar fibrinogen, terjadinya gangguan fungsi endotel, kenaikan aktivitas sel
keping darah, kenakan sistem penjendalan, penurunan cerebral blood flow/aliran
darah ke otak, penebalan dinding pembuluh darah karotis.
46
Dengan demikian Obstructive Sleep Apnea (OSA) mempunyai peranan
yang cukup besar dalam terjadinya hipertensi, dan juga merupakan faktor yang
patut diperhitungkan dalam menanggulangi kejadian hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler lainnya seperti stroke dan infark miokard
Secara teoritis, Obstructive Sleep Apnea (OSA) dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini, yaitu setelah data
diolah secara statistik disimpulkan terdapat hubungan antara Obstructive Sleep
Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi.
47
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di poliklinik unit rawat
jalan bagian penyakit saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan
Januari 2010 sampai Februari 2010 dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara Obstructive Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
B. Saran
1. Perlu diberikan perhatian khusus pada penderita yang mengalami
Obstructive Sleep Apnea (OSA) guna mencegah terjadinya hipertensi.
2. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut tentang pengaruh Obstructive
Sleep Apnea (OSA) dengan kejadian hipertensi dengan mengendalikan
berbagai variabel yang tidak terkendali dan dengan menggunakan desain
penelitian yang lebih bagus serta dengan jumlah sampel yang lebih besar.
47
48
DAFTAR PUSTAKA
Arief, M. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan.
Surakarta : GCSF
Bandiara R. 2008. An Update Management Concept in Hypertension. Sub Bagian
Ginjal Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS. Hasan Sadikin
Bandung.
Budiarto E. 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC, p 13.
Coleman Jack. A. 2003. Pathophysiologi of Snoring and Obstructive Sleep Apnea
in Snoring and Obstructive Sleep Apnea. Philadelphia, p:19
Dian. dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipetensi
pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang
Periode Januari sampai Juni 2008. http: //yayanakhyar. wordpress. com.
(01 Januari 2010)
Daniel. 2008. Misteri Sleep Apnea Tidak Hanya Sekedar Dengkuran.
http//:www. majalah-farmacia. com. (25 September 2009)
Fairbanks david N. 2003. Snoring A General Overview with Historical
Perpective in Snoring and Obstructive Sleep Apnea. Philadelphia. p:1
Guyton A. C. 1997. Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Granato AA & Schwab RJ. 2003. Cardiovascular, Pulmonary , and
Neurological Consequences of Sleep-Disorder Breathing. in Snoring and
Obstructive Sleep Apnea. Philadelphia, p:25
Hadi, Sutrisno. 1996. Statistik Jilid II. Andi Offset. Yogyakarta. p: 276-284.
Hariyono T. 2006. Hipertensi dan Stroke. SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD
Banyumas. http://www. tempointeraktif. com/medika/arsip/052002/pus-1.
htm (1 Januari 2010)
Iswanto. 2009. Gangguan Bernapas Saat Tidur. Dalam Seminar Hubungan
mendengkur dan Stroke. Yogyakarta:RS. Bethesda
48
49
Iswarini. 2009. Penanganan Mendengkur di Bidang THT. Dalam Seminar
Hubungan mendengkur dan Stroke. Yogyakarta:RS. Bethesda
Jing F& Yuan BC. 2009. Prevalence and Incidence of Hypertension in
Obstructive Sleep Apnea Patiens and the Relationship Between
Obstructive Sleep Apnea and its Confounders.. Tianjin:1464-1648
Lanny Sutrani, dkk. 2004. Hipertensi. Jakarta. PT. Gramedia Jakarta Utama.
Laksmiasanti. 2009. Obstructive Sleep Apnea/OSA dan Stroke. . Dalam
Seminar Hubungan mendengkur dan Stroke. Yogyakarta:RS. Bethesda
Logan et al. 2003. Refactory Hypertension and Sleep Apnoea :Effect of CPAP on
Blood Pressure and Baroreflex. ERS Jornal Ltd. 21:241-247
Murti, Bisma. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta:Gadjah Mada University
Press, pp:67, 113-3
Nugroho. 2008. Hipertensi. Surakarta. SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler
RSUD Dr. Moewardi.
Prasadja. A. 2008. Serba-serbi Obstructive Sleep Apnea. http://sleepclinicjakarta.
com (01 Januari 2010)
Rosenberg R, Mickelson S. A. 2003. Obstuctive Sleep Apnea Evaluation by
History and Polysomnography in Snoring and Obstructive Sleep Apnea.
Philadelphia, p:39
Suheni. Y. 2007. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian
Hipertensi pada Laki-laki Usia 40 Tahun Keatas di Badan Rumah Sakit
Cepu.. Fakultas Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Sumardi. dkk. 2006. Sleep Apnea (Gangguan Bernapas Saat Tidur). Dalam :Buku
Ajar, Ilmu Penyakit Dalam. edisi ke 4. Jakarta :Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, p:1096
Sugiyanto E. 2007. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskuler. Jakarta:Cermin
Dunia Kedokteran No. 157.
Satria. 2009. Hipertensi Resisten :Diagnosis, Evaluasi dan Terapi, Sebuah
Pernyataan Ilmiah dari Komite Dewan Pendidikan Profesional American
50
Heart Association untuk Penelitiaan Tekanan Darah Tinggi. http//:www.
satria’sperwira. webblog. htm. (26 januari 2010)
Saragih Abdul R. 2007. Mendengkur “The Silent Killer”dan Upaya
Penanganannya Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup. Dalam Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Yogiantoro M. 2006. Hipertensi Esesnsial. Dalam :Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ke 4. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI, p:599
1
Lampiran A Lampiran B
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
2
Lampiran C
NO NO.RM JENIS KELAMI
N
UMUR TEKANAN
DARAH
KATEGORI KETERANGAN
3
1. 972585 Perempuan
51 140/100 Hipertensi Non OSA
2. 926338 Laki-laki 61 150/90 Hipertensi OSA 3. 988158 Laki-laki 60 140/90 Hipertensi OSA 4. 840763 Perempua
n 62 160/90 Hipertensi OSA
5. 756874 Laki-laki 54 160/90 Hipertensi OSA 6. 927860 Laki-laki 67 130/80 Non Hipertensi Non OSA 7. 304575 Perempua
n 51 130/80 Non Hipertensi Non OSA
8. 991004 Perempuan
51 120/80 Non Hipertensi Non OSA
9. 294517 Perempuan
60 130/80 Non Hipertensi Non OSA
10. 688110 Perempuan
53 110/80 Non Hipertensi Non OSA
11. 991228 Perempuan
54 200/120 Hipertensi Non OSA
12. 991169 Perempuan
59 150/90 Hipertensi OSA
13. 973718 Perempuan
55 200/140 Hipertensi OSA
14. 911451 Laki-laki 56 110/80 Non Hipertensi OSA 15. 854146 Laki-laki 68 100/80 Non Hipertensi OSA 16. 990499 Perempua
n 51 110/80 Non Hipertensi OSA
17. 469760 Perempuan
65 120/80 Non Hipertensi OSA
18. 653317 Perempuan
51 130/80 Non Hipertensi OSA
19. 959474 Laki-laki 51 190/90 Hipertensi Non OSA 20. 982176 Perempua
n 51 150/90 Hipertensi Non OSA
21. 779835 Perempuan
71 160/90 Hipertensi Non OSA
22. 700899 Laki-laki 68 160/110 Hipertensi Non OSA 23. 991343 Laki-laki 51 120/80 Non Hipertensi Non OSA 24. 615872 Perempua
n 54 120/80 Non Hipertensi Non OSA
25. 896143 Laki-laki 64 130/80 Non Hipertensi Non OSA 26. 678434 Laki-laki 63 110/70 Non Hipertensi Non OSA 27. 969976 Perempua
n 55 110/70 Non Hipertensi Non OSA
4
28. 991304 Perempuan
64 160/100 Hipertensi OSA
29. 811547 Laki-laki 66 140/100 Hipertensi OSA 30. 923697 Perempua
n 68 150/90 Hipertensi OSA
31. 726973 Laki-laki 51 120/70 Non Hipertensi OSA 32. 978656 Laki-laki 57 180/100 Hipertensi Non OSA 33. 830857 Laki-laki 67 160/90 Hipertensi Non OSA 34. 847335 Laki-laki 51 150/90 Hipertensi OSA 35. 705135 Perempua
n 51 140/90 Hipertensi OSA
36. 968902 Perempuan
56 150/90 Hipertensi OSA
37. 512568 Perempuan
69 150/90 Hipertensi OSA
38. 613279 Perempuan
51 140/100 Hipertensi OSA
39. 991904 Laki-laki 51 140/90 Hipertensi OSA 40. 531843 Perempua
n 51 160/100 Hipertensi OSA
41. 531843 Perempuan
65 160/100 Hipertensi OSA
42. 986501 Perempuan
57 140/90 Hipertensi OSA
43. 990126 Perempuan
65 160/90 Hipertensi OSA
44. 990366 Perempuan
53 110/70 Non Hipertensi Non OSA
45. 992095 Laki-laki 65 130/80 Non Hipertensi Non OSA 46. 990158 Laki-laki 80 110/70 Non Hipertensi Non OSA 47. 988623 Perempua
n 51 120/80 Non Hipertensi Non OSA
48. 382940 Laki-laki 60 130/80 Non Hipertensi Non OSA 49. 909585 Laki-laki 51 130/80 Non Hipertensi Non OSA 50. 733397 Perempua
n 53 120/80 Non Hipertensi Non OSA
Lampiran C
5
Lampiran D
KUISIONER HUBUNGAN ANTARA OBSTRUKSI SLEEP APNEA
(OSA) DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI POLI SARAF RSUD Dr.
MOEWARDI SURAKARTA
Identitas pasien :
Tanggal :
Nama :
Umur :
Alamat :
No.RM
Riwayat Penyakit : ( ) Jantung
( ) DM
( ) pembesaran tonsil/amandel
( ) Merokok
6
Lampiran D
THE EPWORTH SLEEPINESS SCALE
SLEEP LABORATORY
Jawablah pertanyaan dibawah ini (no 1-8) dengan berdasarkan score yang telah
ditentukan :
Score
0 :Tidak mungkin mengantuk
1 :Kemungkinan sedikit untuk mengantuk
2 :Kemungkinan sedang untuk mengantuk
3 :Sangat mungkin untuk mengantuk
NO. KEADAAN KEMUNGKINAN SCORE
1 Duduk dan membaca 2 Menonton tv 3 Duduk diam di area public 4 Menjadi penumpang kendaraan lebih dari 1 jam lebih 5 Berbaring pada siang hari 6 Duduk pada siang hari dan berbicara pada seseorang 7 Duduk diam seelah makan siang 8 Berhenti pada lampu lalu lintas selama beberapa saat NILAI TOTAL (NILAI EPWORTH)
Lampiran E