Download - Hipertensi Portal
Laporan kasus
SIROSIS HEPATIS
OLEH
SITI KHODIJAH
0608120558
Pembimbing :
dr. RAYENDRA, SpPD, FINASIM
KEPANITRAAN KLINIK SENIORBAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAURSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU2012
SIROSIS HEPATIS
Definisi
Istilah sirosis pertama kali diberikan oleh Laennec pada tahun 1819 yang
berasal dari kata kirrhos yang bearti kuning orange (orange yellow), karena terjadi
perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk. Sirosis hepatis
merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Dimulai dengan adanya proses
peradangan, nekrosis hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati ini akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat pertumbuhan jaringan ikat
dan nodul tersebut.1,2
Epidemiologi
Sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian di seluruh dunia di
mana sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun. Sirosis hati merupakan
penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan bagian penyakit
dalam. Perawatan di rumah sakit sebagian besar terutama ditujukan untuk
mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna
bagian atas, koma peptikum, sindrom hepatorenal, asites, spontaneous bacterial
peritonitis serta karsinoma hepatosellular.1,3
Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Di RS.Sardjito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1 % dari pasien yang dirawat
di bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di medan dalam
kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien dengan sirosis hepatis sebanyak 819 (4%)
pasien dari seluruh bagian penyakit Dalam RSUD Pirngadi.4
Klasifikasi
Sirosis hepatis dapat diklasifikasikan berdasarkan:1,2
1. Klasifikasi Etiologi
Sirosis hati yang diketahui penyebabnya
Sirosis hati tanpa diketahui penyebabnya (kriptogenik)
1
2. Klasifikasi Morfologi
Sirosis mikronodular (Laennec’s Cirrhosis/portal cirrhosis)
Sirosis makronodular (post necrotic cirrhosis)
Sirosis campuran
Sirosis mikronodular 2 Sirosis makronodular2
3. Klasifikasi Fungsional
Sirosis Kompensata
Sirosis Dekompensata
Gambaran sirosis hepatis kompensata2
Etiologi
Etiologi dari sirosis hepatis dapat dilihat dalam tabel berikut ini :4
Etiologi Sirosis Hepatis
2
Penyakit Infeksi
Bruselosis, ekinokokus, skistosomiasis, toksoplasmosis dan hepatitis virus
Penyakit keturunan dan metabolik
Defisiensi ά1-antitripsin, sindrom fanconi, galaktosemia, penyakit gaucher,
hemokromatosis, penyakit simpanan glikogen, intoleransi fluktosa herediter dan
penyakit Wilson
Obat dan toksin
Alkohol, amiodaron, arsenic, obstruksi bilier, penyakit perlemakan hati non
alkoholik, sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosis primer
Penyebab lain
Penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik, sarkoidosis dan pintas jejunoileal
Beberapa penyebab tersebut diatas menyebabkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas sehingga terjadi
kolaps lobulus hati dan memacu timbulnya jaringan parut serta disertai
terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati.1
Patofisiologi
Sirosis merupakan kondisi fibrosis dan pembentukan jaringan parut yang
difus di hati. Jaringan hati normal digantikan oleh nodus-nodus fibrosa serta pita-
pita fibrosa yang mengerut dan mengelilingi hepatosit.4,6
Sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi
peradangan yang ditimbulkannya. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi
misalnya hepatitis, obstruksi saluran empedu yang menyebabkan penimbunan
empedu di kanalikulus, atau cedera hepatosit akibat toksin. Alkohol adalah toksin
yang paling sering menyebabkan cedera peradangan hati.5,6
Gambaran Klinik
Gejala klinik dari sirosis mempunyai gejala yang khas tergantung
etiologinya, akan tetapi secara garis besar dapat dibagi menjadi gagal
hepatoselular dan hipertensi portal. Kegagalan hepatoselular dapat ditandai
dengan kondisi kesehatan tubuh yang menurun seperti penurunan berat badan
yang cepat, mudah lelah; ikterik, demam dan septikemia, perubahan neurologis,
gangguan kulit dan endokrin, asites, dan sebagainya. Sedangkan kelainan yang
3
ditimbulkan karena hipertensi portalnya adalah asites, splenomegali, perdarahan
varises esophagus, caput medusa, dan lain-lain.2,3-5 Suharyono soebandri
menformulasikan bahwa bila ditemukan 5 dari 7 tanda dibawah ini dapat
ditegakkan diagnosis sirosis hepatis dekompensasi. Tanda tersebut adalah asites,
splenomegali, perdarahan varises (hematemesis-melena), edem pretibial, albumin
yang rendah, spider nevi, eritema Palmaris dan vena kolateral pada abdomen.1
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada sirosis hepatis
adalah pemeriksaan kadar bilirubin, albumin, globulin, enzim hati, faktor
pembekuan darah, uji imunologik, biopsi hati dan imaging hati.2,6
Pemeriksaan darah tepi akan memperlihatkan hemoglobin (Hb) yang
rendah. Dapat memberikan gambaran seperti normositik normokrom, hipokromik
mikrositik atau hiperkromik makrositik. Faktor pembekuan akan menurun
termasuk fibrinogen dan faktor yang lain.2
Serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) dapat meningkat. SGOT lebih meningkat dari pada SGPT,
namun bila transaminase normal belum menyingkirkan adanya sirosis. Alkali
fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Gamma
glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya dapat tinggi pada penyakit hati
alkoholik kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik,
juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.2,4
Bilirubin konsentrasinya normal pada sirosis hepatis kompensata, tapi
meningkat pada sirosis lanjut. Albumin, karena sintesisnya di jaringan hati,
konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan keadaan hati. Globulin,
konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen
bakteri dari sistem portal ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi
immunoglobulin.4
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk
konfirmasi adanya hipertensi portal, tetapi tidak menunjukkan gambaran nodul.
Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena merupakan
pemeriksaan non invasive dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang.
4
Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan
hati, homogenitas, ukuran dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil,
nodular, permukaan irregular dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati.
Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena
portal dan pelebaran vena portal, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien
sirosis hepatis. Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak
rutin digunakan karena biayanya relatif mahal. Selain itu juga terdapat
laparoskopi atau laparotomi yang pemeriksaannya bersifat invasif akan tetapi
sangat bagus dalam menentukan klasifikasi sirosis dan kondisi hepar1,2
Diagnosis
Penegakan diagnosis sirosis hati terdiri dari pemeriksaan fisisk,
laboratorium dan USG. Pada waktu tertentu diperlukan beberapa tindakan infasif
seperti biopsi dan peritoneuskopi. Pada stadium kompensasi sempurna kadang-
kadang sulit ditegakkan diagnosis serosis hepatis karena gejala yang ditimbulkan
tidak khas. Sedangkan pada stadium dekompensata diagnosis tidak sulit untuk
ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak.4
Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas
hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanggulangan
komplikasinya. Komplikasi sirosis hepatis dapat berupa pendarahan varises
esofagus, koma hepatis dan infeksi sekunder. Bila penyakit hati bersifat progresif
maka gambaran klinis, prognosis dan pengobatan tergantung kepada dua
kelompok besar komplikasi yaitu kegagalan hati dan hipertensi portal.
Pada pasien sirosis hepatis sekitar 20-40% dengan varises esofagus yang
menimbulkan pendarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua
pertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan beberapa
tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.2
Bila penyakit ini berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat
timbul komplikasi lain berupa asites, ensefalopati, peritonitis bakterial, sindrom
hepatorenal dan transformasi ke arah kanker hati primer.1
Penatalaksanaan
5
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganannya. Terapi ditujukan untuk
mengurangi progresi penyakit, menghindari bahan-bahan yang dapat memperberat
kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bila tidak ada koma
hepatis diberikan diet protein 1 gr/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000
kkal/hari.1,2
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan
etiologi, bahan-bahan yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
penggunaannya, sedangkan pengobatan untuk pasien sirosis dekompensata,
meliputi:1,2
Asites: tirah baring, diawali diet rendah garam (5,2 gram/hari), obat seperti
spironolakton dengan dosis 100-200 mg/hari. Bila tidak adekuat
kombinasi dengan furosemid 20-40 mg/hari. Apabila asistes yang dialami
sangat besar dilakukan parasintesis terapeutik yaitu pungsi cairan asites,
dapat dilakukan hingga 4-6 L dan dilindungi dengan pemberian albumin
dan diawasi untuk terjadinya syok hipovolemik.
Ensefalopati hepatis: laktulosa, neomisin, diet rendah protein
Varises esofagus: obat penyekat beta, preparat somatostatin dan ligasi
endoskopi
Prognosis
Klasifikasi Child-Pugh juga dapat digunakan untuk menilai prognosis
pasien sirosis yang akan menjalani operasi.7
Klasifikasi Child-Pugh Pasien Sirosis Hati 6
Derajat Kerusakan Minimal (1) Sedang (2)
Berat(3)
Bil. Serum (mg/dL) < 2,0 2,0-3,0 > 3,0
Alb. Serum (gr/dL) > 3,5 2,8-3,5 < 2,8
Asites Tidak ada Terkontrol Sukar
Ensefalopati Tidak ada Minimal Koma
Nutrisi Sempurna Baik Kurang
6
Interpretasi:
Grade A: 5-6, prognosis 10-15%
Grade B: 7-9, prognosis 30%
Grade C: 10-15, prognosis > 60%
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien :
Nama : Tn. K
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Siak
7
Masuk RS : 28 Juni 2012
ANAMNESIS : Autoanamnesis
Keluhan Utama :
Pasien mengeluhkan nyeri perut sebelah kanan atas dan semakin membesar sejak
1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan buang air
besar berwarna hitam seperti kopi, konsistensi cair, tidak ada ampas, pasien
BAB >5 kali/hari, demam tidak ada , kuning pada mata, nafsu makan baik,
mual ada, muntah tidak ada, perut terasa kembung, Buang air kecil lancar,
tidak ada nyeri BAK, frekuensi BAK normal, warna seperti teh pekat.
- 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan nyeri perut sebelah kanan atas dan
semakin membesar, kembung (+), mual ada, muntah tidak ada, badan terasa
lemah,demam tidak ada,batuk tidak ada, BAB masih cair, tidak ada ampas,
warna hitam seperti kopi, warna BAK seperti teh pekat.
- 2 hari SMRS pasien berobat kedokter umum, keluhan tidak berkurang.
- 1 hari SMRS pasien dirujuk ke RSUD AA Pekanbaru.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat sakit kuning disangkal pasien, hipertensi (-), DM (-)
Riwayat sakit maag disangkal pasien.
Riwayat tranfusi darah (-)
Minum obat rematik dan obat-obat lainnya (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama dengan pasien.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita hipertensi, DM
Riwayat pekerjaan, kebiasaan, dan sosial ekonomi :
Pasien merokok.
8
Pasien memiliki riwayat meminum alkohol selama ± 5 tahun, sudah berhenti ±
15 tahun yang lalu
Mengkonsumsi obat-obatan disangkal pasien
Minum jamu-jamuan disangkal pasien
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Vital sign : TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit reguler, isi cukup.
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,7 oC
BB :65 kg
TB :165 cm
IMT :23,89 ( gizi baik)
Pemeriksaan Khusus:
Kepala:
Wajah : wajah tidak sembab, tidak pucat, tidak ada edema.
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil bulat, isokor
dengan diameter 3/3 mm, reflek cahaya +/+
Leher : KGB tidak membesar, JVP 5-2 cmH2O
Thorak
Paru:
- Inspeksi : bentuk dada kiri dan kanan simetris, gerakan pernafasan simetris,
- Palpasi : fremitus kanan = kiri
- Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus kordis teraba di RIC V LCMS 2 jari medial LMCS
9
- Perkusi : batas jantung kanan : Linea Sternalis Dekstra RIC IV
batas jantung kiri : RIC V 2 jari medial LMCS
- Auskultasi : BJ I normal, BJ II normal, teratur, bunyi tambahan (-)
Abdomen :
- Inspeksi : perut membesar , venektasi (-), caput medusae (-)
- Palpasi : distensi (+), hepar dan lien sulit dinilai, nyeri tekan pada regio
hipucondria dextra
- Perkusi : timpani, shifting dullness (+)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas:
- Ekstremitas atas : palmar eritema (+), CRT < 2”
- Ekstremitas bawah : pitting edema (-), CRT < 2”
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
(Tanggal 28 Juni 2012)
● Darah Rutin
Hb : 13,9 gr%
Leukosit : 6.800 /mm3
Trombosit : 243.000/mm3
Hematokrit : 39,6 vol%
Kimia Darah
Glukosa : 91 mg/dl
CR-S : 1,1 mg/dl
BUN : 14 mg/dl
AST : 418 IU/L
ALT : 63 IU/L
DBIL : 2,3 mg/dl
TBIL : 6,3 mg/dl
BUN : 14 mg/dl
IND BIL : 4,0 mg/dl
10
Ureum : 30 mg/dl
RESUME
Pasien Tn. S, 45 tahun, masuk ke IGD RSUD AA pada tanggal 28 Juni 2012
dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan atas dan merut semakin membesar
sejak 1 minggu SMRS, BAB warna hitam seperti kopi, konsistensi cair, tidak ada
ampas, frekuensi > 5 kali/hari, mata tampak kuning, BAK seperti teh pekat. Dari
hasil pemeriksaan fisik, sklera ikterik, abdomen tampak cembung, shifting
dullness(+). Pada ekstremitas atas ditemukan palmar eritema,. Dari hasil
pemeriksaan labor ditemukan ↑AST, ↑ ALT, ↑T-Bil, ↑D-bil, ↑ Ind-Bil .
DAFTAR MASALAH
1. Melena
2. Sklera ikterik
3. Asites
4. AST 418 IU/L
ANALISIS MASALAH
Melena
Melena adala keluarnya feses gelap dan pekat yang diwarnai oleh pigmen
darah. Melena pada pasien ini kemungkinan besar bersumber dari perdarahan
varises esophagus. Varises esophagus pada penyakit sirosis hepatis terbentuk
akibat hipertensi portal yang terjadi akibat penurunan aliran darah ke hati
akibat fibrosis dan distorsi hati.
Sklera ikterik
Sklera ikterik diakibatkan oleh peningkatan kadar bilirubin serum.
Peningkatan bilirubin dapat disebabkan oleh proses prehepatik, hepatik
maupun post hepatik. Proses prehepatik dapat disebabkan oleh hemolisis yang
berlebihan, hepatik diakibatkan oleh metabolisme bilirubin yang terganggu
atau proses konjugasi yang terganggu, dan post hepatik diakibatkan oleh
11
obstruksi saluran empedu. Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan
bilirubin, namun pasien memiliki riwayat kontrol rutin ke poliklinik dan
didiagnosis sirosis hepatis.
Asites
Adanya shifting dullness menandakan terjadinya penumpukan cairan di
rongga abdomen (asites). Asites dapat disebabkan oleh efusi cairan akibat
kelainan gradien onkotik di peritoneum, proses eksudasi, maupun hambatan
aliran balik vena yang meninggalkan peritoneum. Pada pasien sirosis, asites
disebabkan oleh peningkatan tekanan portal dan berkurangnya produksi
albumin.
Peningkatan kadar AST
Peningkatan kadar AST bukan merupakan petunjuk berat dan luasnya
kerusakan parenkim hepar. Peningkatan kadar nya dalam serum menunjukkan
kebocoran sel yang mengalami kerusakan
Diagnosis
Sirosis hepatis dengan hipertensi portal
Rencana Penatalaksanaan
A. Rencana Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan kimia darah seperti albumin, globulin, bilirubin.
Pemeriksaan elektrolit
Pemeriksaan urin rutin
USG Abdomen
Serologi seperti HbsAG, anti HCV
Endoskopi
B. Rencana Pengobatan
- Non Farmakologis
Bed rest
Diet rendah garam
IVFD RL 30 tpm
Edukasi pasien
12
- Farmakologis
Inj. lasik 2x1
Methioson 2 x1
Stomacer 1 x 1
Propanolol 2 x 10 mg
Spironolakton 2 x 100 mg
Domperidon 3 x 1
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal 29 Juni 2012
S : nyeri perut,mual +, muntah -, BAK berwarna teh pekat, badan terasa
lemas, BAB bewarna hitam
O : Kesadaran composmentis, Vital Sign: TD 100/70mmHg, Nadi 88x/I, RR
22x/I, T 36,5 oC, sklera ikterik (+), shifting dullness (+),
A : sirosis hepatis dengan hipertensi portal
P : IVFD RL 12 gtt/menit, Methioson 2 x1, Inj. Stomacer , Propanolol 2 x
10 mg, Domperidon 3 x 1, spironolakton 2 x 10 mg , inj. lasik 2x1 amp,
USG abdomen
Tanggal 30 Juni 2012
S : nyeri perut,mual +, muntah -, BAK berwarna teh pekat, badan terasa
lemas, BAB bewarna hitam
O : Kesadaran composmentis, Vital Sign: TD 120/90mmHg, Nadi 80x/I, RR
20x/I, T 36,3 oC, sklera ikterik (+), shifting dullness (+),
A : sirosis hepatis dengan hipertensi portal
P : IVFD RL 12 gtt/menit, Metioson 2 x1, Inj. Stomacer , Propanolol 2 x 10
mg, Domperidon 3 x 1, spironolakton 2 x 10 mg, inj. lasik 2x1 amp, USG
abdomen
Tanggal 1 Juni 2012
S : nyeri perut,mual +, muntah -, BAK berwarna teh pekat, badan terasa
lemas, BAB bewarna hitam
13
O : Kesadaran composmentis, Vital Sign: TD 120/80mmHg, Nadi 82x/I, RR
22x/I, T 36,5 oC,sklera ikterik (+), shifting dullness (+),
A : sirosis hepatis dengan hipertensi portal
P : IVFD RL 12 gtt/menit, Methioson 2 x1, Inj. Stomacer 1 x 1 , Propanolol
2 x 10 mg, Domperidon 3 x 1, spironolakton 2 x 10 mg. lasik 2x1 amp,
USG abdomen
PEMBAHASAN
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang
berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang
ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata
merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak
14
terlihat perbedaannya secara klinis, tetapi dapat dibedakan melalui pemeriksaan
biopsi hati.4
Manifestasi klinis stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala
sehingga kadang ditemukan waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau
kelainan karena penyakit lain. Gejala awal biasanya berupa perasaan mudah lelah
dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual dan berat
badan yang menurun, sedangkan pada keadaan lanjut (dekompensata) gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi berupa kegagalan hati, hipertensi
portal, hilangnya rambut kemaluan, gangguan tidur dan demam yang tidak begitu
tinggi. Dapat disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi,
epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh
pekat, muntah darah dan melena serta perubahan mental meliputi mudah lupa,
sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.4
Pasien Tn. S, 45 tahun, masuk ke IGD RSUD AA pada tanggal 28 Juni
2012 dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan atas dan perut semakin membesar
sejak 1 minggu SMRS, BAB warna hitam seperti kopi, konsistensi cair, tidak ada
ampas, frekuensi > 5 kali/hari, mata tampak kuning, BAK seperti teh pekat. Dari
hasil pemeriksaan fisik, sklera ikterik, abdomen tampak cembung, shifting
dullness(+). Pada ekstremitas atas ditemukan palmar eritema,. Dari hasil
pemeriksaan labor ditemukan ↑AST, ↑ ALT, ↑T-Bil, ↑D-bil, ↑ Ind-Bil .
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
disimpulkan bahwa pasien mengalami sirosis hepatis alkoholik. Dari anamnesa
pasien memiliki riwayat minum alkohol yang menjadi etiologi dari penyakit hati
pada pasien ini,. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan stigmata dari sirosis
hepatis yaitu asites, eritema palmaris, dan ikterik.
Vena porta membawa darah ke hati dari lambung, usus, limpa, pancreas,
dan kandung empedu. Vena mesentrika superior dibentuk dari vena-vena yang
berasal dari usus halus,Kaput pancreas, rectum dan lmbung. Vena porta tidak
mempunyai katup dan membawa sekitar 75 % sirkulasi hati dan sisanya dari arteri
hepatica. Keduanya memiliki saluran keluar ke vena hepatica yang selanjutnya ke
vena cava inferior. System porta kadang oleh gumpalan besar dalam vena porta
15
atau cabang utamanya. Bila system porta terhambat kembali darah dari usus dan
limpa melalui system porta ke sirkulasi sistemik menjadi terhambat menghasilkan
hipertensi porta dan tekanan kapiler di atas normal.
Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya
hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena
splanikus. Obstruksi aliran darah dalam system portal dapat terjadi oleh karena
obstruksi vena porta atau cabang-cabang selanjutnya, peningkatan tahanan
vaskuler dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan yang dapat terjadi
presinusoid parasinusoid atao port sinusoid dan obstruksi aliran keluar vena
hepatica. Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal
terdapat pada esophagus bagian bawah. Hambatan aliran darah melalui saluran ini
ke vena cava mengakibatkan dilatasi vena-vena tersebut.
Melena adala keluarnya feses gelap dan pekat yang diwarnai oleh pigmen
darah. Melena pada pasien ini kemungkinan besar bersumber dari perdarahan
varises esophagus.
Untuk dapat memastikan sumber perdarahan diperlukan pemeriksaan
penunjang berupa endorkopi / esofagoskopi.11 Fainer dan Halsted (1965)
melaporkan dari 76 penderita sirosis hati dengan perdarahan ditemukan 62%
disebabkan oleh pecahnya varises esophagus, 18 % karena ulkus peptikum, dan 5
% karena erosi lambung. Varises esophagus pada penyakit sirosis hepatis
terbentuk akibat hipertensi portal yang terjadi akibat penurunan aliran darah ke
hati akibat fibrosis dan distorsi hati.
Sklera ikterik diakibatkan oleh peningkatan kadar bilirubin serum.
Peningkatan bilirubin dapat disebabkan oleh proses prehepatik, hepatik maupun
post hepatik. Proses prehepatik dapat disebabkan oleh hemolisis yang berlebihan,
hepatik diakibatkan oleh metabolisme bilirubin yang terganggu atau proses
konjugasi yang terganggu, dan post hepatik diakibatkan oleh obstruksi saluran
empedu
Asites pada pasien ini ditandai dengan adanya keluhan perut
membuncit yang semakin lama semakin membesar , pada perkusi
abdomen didapatkan adanya tanda shifting dullness yang mana merupakan tanda
khas dari asites. Adanya shifting dullness menandakan terjadinya penumpukan
16
cairan di rongga abdomen (asites). Asites dapat disebabkan oleh efusi cairan
akibat kelainan gradien onkotik di peritoneum, proses eksudasi, maupun
hambatan aliran balik vena yang meninggalkan peritoneum. Pada pasien sirosis,
asites disebabkan oleh peningkatan tekanan portal dan berkurangnya produksi
albumin. Asites yang terjadi dapat dipikirkan pada kelainan pada organ paru,
jantung, ginjal, atau hati. Asites bisa terjadi disebabkan penimbunan cairan dalam
rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Edema pada
kelainan organ paru dan jantung didahului dengan edema pada tungkai karena
adanya kongesti dari paru kanan yang lama kelamaan terjadi kongesti di seluruh
tubuh terutama ekstremitas. Dari hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya
suara jantung yang menjauh.
Sedangkan edema pada kelainan ginjal seperti pada kondisi gagal ginjal
kronik, edema yang terjadi disebabkan karena adanya penurunan kadar albumin di
dalam darah sehingga mengurangi tekanan onkotik pembuluh darah, akibatnya
terjadi perpindahan cairan dari pembuluh darah ke ruang intersisial. Akan tetapi,
pada pasien ini tidak ada ditemukan tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal,
seperti adanya keluhan buang air kecil menjadi sedikit, adanya pernafasan
kusmaul, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, terjadinya asites dan edema pada
tungkai lebih diarahkan kepada kelainan hati yaitu sirosis hepatis.
Pada pasien dengan sirosis hepatis, edema yang pertama akan muncul
adalah pada bagian abdomen. Hal ini dapat dijelaskan karena pada sirosis hepatis
terjadi jaringan fibrosis yang mengakibatkan terjadinya tahanan pada vena porta
akibatnya terjadi peningkatan tekanan dari vena tersebut. Akibat dari peningkatan
ini, terjadi pengalihan aliran darah ke pembuluh darah mesenterika sehingga
terjadi filtrasi bersih cairan keluar dari pembuluh darah ke rongga peritoneum.
Cairan tersebut mengandung albumin yang tinggi sehingga pada darah terjadi
penurunan kadar albumin. Pada keadaan lanjut karena ada kerusakan pada
hepatosit yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi hati, salah satunya
adalah gagalnya sintesis dari albumin. Akibat ketidakseimbangan yang terjadi,
lama kelamaan asites yang terjadi akan semakin jelas hingga mendorong ke lokus
minorus sehingga terjadi edema hingga hernia pada skrotum, umbilikus, atau
diafragma.2,5,6
17
Penyebab sirosis hepatis terbanyak adalah konsumsi alcohol dan hepatitis
B dan C. Dari anamnesis, riwayat penyakit hati dan demam kuning sebelumnya
disangkal pasien. Pada pasien memiliki riwayat minum alcohol selama 5 tahun
yang menjadi penyebab terjadinya sirosis pada pasien ini. Namun penyebab lain
seperti hepatitis B dan C belum dapat disingkirkan karena mungkin saja pasien
pernah menderita hepatitis virus sebelumnya. Untuk menentukan etiologi dari
sirosis hepatis diperlukan pemeriksaan marker hepatitis B dan C. Dari
pemeriksaan fisik, dan laboratorium yang dijelaskan diatas, pasien ini dapat
mendukung diagnosis sirosis hepatis karena memenuhi kriteria asites, eritema
palmaris, dan ikterik. Akan tetapi pada pasien ini masih belum dilakukan USG
abdomen untuk melihat aliran darah vena porta dan ukuran dari hati dan
limpanya.
Komplikasi yang sering dijumpai pada pasien dengan sirosis hepatis antara
lain peritonitis bakrerial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri
tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya tanpa gejala, namun
dapat timbul demam dan nyeri abdomen. Pada sindrom hepatorenal, terjadi
gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa
adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan
perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. Salah satu
manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus, 20-40% pasien sirosis
dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.4
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium yang dijelaskan
diatas, pasien ini dapat didiagnosis mengalami sirosis hepatis karena memenuhi
kriteria asites, eritema palmaris, dan ikterik. Akan tetapi pada pasien ini masih
belum dilakukan USG abdomen untuk melihat aliran darah vena porta dan ukuran
dari hati dan limpanya.
Melena
Melena adala keluarnya feses gelap dan pekat yang diwarnai oleh pigmen
darah. Melena pada pasien ini kemungkinan besar bersumber dari perdarahan
varises esophagus. Varises esophagus pada penyakit sirosis hepatis terbentuk
18
akibat hipertensi portal yang terjadi akibat penurunan aliran darah ke hati
akibat fibrosis dan distorsi hati.
Sklera ikterik
Sklera ikterik diakibatkan oleh peningkatan kadar bilirubin serum.
Peningkatan bilirubin dapat disebabkan oleh proses prehepatik, hepatik
maupun post hepatik. Proses prehepatik dapat disebabkan oleh hemolisis yang
berlebihan, hepatik diakibatkan oleh metabolisme bilirubin yang terganggu
atau proses konjugasi yang terganggu, dan post hepatik diakibatkan oleh
obstruksi saluran empedu. Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan
bilirubin, namun pasien memiliki riwayat kontrol rutin ke poliklinik dan
didiagnosis sirosis hepatis.
Asites
Adanya shifting dullness menandakan terjadinya penumpukan cairan di
rongga abdomen (asites). Asites dapat disebabkan oleh efusi cairan akibat
kelainan gradien onkotik di peritoneum, proses eksudasi, maupun hambatan
aliran balik vena yang meninggalkan peritoneum. Pada pasien sirosis, asites
disebabkan oleh peningkatan tekanan portal dan berkurangnya produksi
albumin.
Peningkatan kadar AST
Peningkatan kadar AST bukan merupakan petunjuk berat dan luasnya
kerusakan parenkim hepar. Peningkatan kadar nya dalam serum menunjukkan
kebocoran sel yang mengalami kerusakan
Simpulan
Diagnosis pada pasien ini adalah sirosis hepatis dengan hipertensi portal. Etiologi
dari sirosis hepatis pada pasien ini kemungkinan besar akibat infeksi virus
hepatitis B dan alkoholik.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Tarigan P. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta; Balai penerbit FK UI, 1996. 271-9
2. Sherlock S. Diseases of The Liver and Biliary System. 11 th Ed. London : Blackwell Science, 2002 ; 365
3. Djaya N. Profil Lipid dan Kadar Glukosa Darah Penderita Sirosis Hati Child B dan C serta Hubungannya dengan Asupan Makanan dan Status Gizi di Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta Barat. Volume 3. No 3. Jakarta : FK Unika Atmajaya, 2004
4. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi 4. Jakarta. Pusat Penerbitan Departmen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia. 2006. 445-8
5. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo Dl, Jamerson JL. Harrison’s principles of internal medicine. 16th edition. New York: McGraw-Hills, 2005. 1483-95
6. Underwood J. Patologi Umum dan Sistemik. Volume II. Edisi 2. Jakarta : EGC, 1998. 489
7. Nelwan RHH. Demam: tipe dan pendekatan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 4. Pusat Penerbitan Departmen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia. 2006. 1697-9
8. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 4. Pusat Penerbitan Departmen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia. 2006. 1709-13
9. Hidayat G, Ratnasari N, Maduseno S, Purnama PB, Nurdjanah S, Indrati F, dkk. Korelaso skor Apri dengan tingkat keparahan penyakit pada penderita sirosi hati. Sub-Bagian Gastroenterologi-Hepatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/ RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2009
10. Supandiman I, Fadjari H. Anemia pada penyakit kronis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 4. Pusat Penerbitan Departmen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia. 2006. 641-2
11. Podolsky DK, Isselbacher KJ,. Horrison’s prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor Ahmad H, Asdie, Edisi 13. Jakarta: EGC, 2000, 1665-1667
20