HIDRODEOKSIGENASI BIO OIL CANGKANG KELAPA
SAWIT DENGAN KATALIS Ru/C DAN Pd/C
EKA PUTRI RAHAYU
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M / 1437 H
HIDRODEOKSIGENASI BIO OIL CANGKANG KELAPA
SAWIT DENGAN KATALIS Ru/C DAN Pd/C
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh : EKA PUTRI RAHAYU
1112096000042
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M / 1437 H
HIDRODEOKSIGENASI BIO OIL CANGKANG KELAPA
SAWIT DENGAN KATALIS Ru/C DAN Pd/C
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh : EKA PUTRI RAHAYU
1112096000042
PENGESAHAN UJIAN Skripsi berjudul, “Hidrodeoksigenasi Bio-oil Cangkang Kelapa Sawit dengan Katalis Ru/C dan Pd/C” yang ditulis oleh Eka Putri Rahayu, NIM 1112096000042 telah diuji dan dinyatakan “Lulus” dalam Sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Mei 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, 9 Mei 2016
Eka Putri Rahayu 1112096000042
ABSTRAK
Eka Putri Rahayu. Hidrodeoksigenasi Bio-oil Cangkang Kelapa Sawit dengan Katalis Ru/C dan Pd/C. Dibimbing oleh Dieni Mansur dan Sri Yadial Chalid.
Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu biomassa yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif untuk mengatasi krisis energi. Proses hidrodeoksigenasi dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas bio-oil sehingga pada penelitian ini dilakukan teknik hidrodeoksigenasi untuk memproduksi bio-oil berkualitas dari cangkang kelapa sawit menggunakan katalis Ru dan Pd pada penyangga karbon. Sintesis katalis dilakukan menggunakan metode impregnasi basah dengan variasi konsentrasi logam Ru dan Pd 1, 3, dan 5%. Katalis Ru/C dan Pd/C dikarakterisasi dengan metode SAA untuk menentukan luas permukaan, SEM EDX untuk mengetahui morfologi dan komposisi penyusun, dan XRD untuk mengetahui kristalinitas katalis. Hasil analisis SAA menunjukkan luas permukaan dan volume pori katalis bertambah kecil dengan meningkatnya kosentrasi katalis. Hasil SEM EDX menunjukkan bahwa katalis Ru dan Pd memiliki tekstur berpori dan tersebar merata pada penyangga karbon, dan fasa amorf terdeteksi pada hasil analisis XRD. Proses HDO telah dilakukan pada suhu 250 oC dan tekanan 20 bar selama 4 jam. Yield heavy oil yang didapatkan pada proses HDO yaitu sebesar >68% dan penurunan oksigen sebesar 47,06% untuk katalis Ru/C dan 42,65% untuk katalis Pd/C. Besarnya nilai kalor (HHV) heavy oil sebesar >28 MJ/kg. Nilai tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan HHV bio-oil hasil pirolisis (21,79 MJ/kg).
Kata kunci: Bio-oil, cangkang kelapa sawit, hidrodeoksigenasi, katalis, pirolisis.
ABSTRACT
Eka Putri Rahayu. Hydrodeoxygenation of Bio-oil Palm Kernel Shells Using Ru/C and Pd/C Catalysts. Supervised by Dieni Mansur dan Sri Yadial Chalid.
Palm kernel shells are one of biomass that used as alternative sources for cricis energy. Hydrodeoxygenation process has been used to increase the quality of bio-oil. Therefore, in this research hydrodeoxygenation process using 1, 3, and 5% of Ru and Pd catalysts supported on carbon were carried out to produced high quality of bio-oil derived palm kernel shells. The catalysts were prepared by wet impregnation method and characterized by SAA for surface area analysis, SEM EDX for morphology and composition identification, and XRD for crystallinity investigation. SAA results showed that surface area and pore volume of the catalyst was getting smaller by increasing concentration of catalysts. According to SEM EDX analysis, Ru and Pd catalysts had porous texture and have been dispersed on carbon. Ru/C and Pd/C catalysts were amorphous phase based on XRD analysis. Hydrodeoxygenation processes were carried out at 250 oC and 20 bar for 4 hours. The yield of heavy oil was more than 68%wt. The level of deoxygenation was 47,06% using Ru/C catalyts and 42,65% using Pd/C catalysts. High heating value (HHV) of heavy oil reached 28 MJ/kg and this value was higher than pyrolysis of bio-oil (21,79 MJ/kg).
Keywords: Bio-oil, catalyst, hydrodeoxygenation, palm kernel shells, pyrolysis.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya. Shalawat serta salam tak lupa penulis panjatkan kehadirat Nabi
Muhammad SAW karena berkat jasa beliaulah manusia dibawa dari zaman
jahiliyah ke zaman yang terang benderang oleh ilmu pengetahuan.
Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul Hidrodeoksigenasi Bio-oil Cangkang Kelapa Sawit dengan Katalis Ru/C
dan Pd/C. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan pada Program
Studi Kimia, Fakultas Sains dan Tekhnologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulisan skripsi ini tak lepas dari bantuan banyak pihak. Pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Dieni Mansur, M.Eng, selaku Pembimbing I yang telah memberikan
pengarahan, pengetahuan, serta bimbingannya selama pelaksanaan dan
penulisan skripsi.
2. Dr. Sri Yadial Chalid, M.Si, selaku Pembimbing II yang telah
membimbing dan memberikan saran dalam menyelesaikan penulisan
skripsi.
3. Nurhasni, M.Si dan Nanda Saridewi, M.Si selaku dosen penguji yang telah
banyak memberikan masukan dalam skripsi ini.
4. Drs. Dede Sukandar, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.
ix
5. Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Sabar P Simanungkalit, M.T, selaku peneliti LIPI yang telah memberikan
pengetahuan, bimbingan, serta bantuan selama penelitian.
7. M. Arifuddin Fitriady, S.T, yang banyak memberikan bantuan dan saran
dalam penulisan dan rencana kerja.
8. Kedua orang tua tercinta, Kasanah, S.Pg, M.Pd (Ibu) dan Uja Jawari
(Ayah) atas segala doa, pengorbanan dan dukungan yang diberikan kepada
penulis.
9. Teman-teman seperjuangan Kimia angkatan 2012.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, Mei 2016
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
I.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
1.3 Hipotesis ...................................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4
2.1 Cangkang Kelapa Sawit ................................................................................ 4
2.2 Bio-oil .......................................................................................................... 5
2.3 Hidrodeoksigenasi (HDO) Catalytic Upgrading Bio-oil ................................ 7
2.4 Katalis .......................................................................................................... 9
2.5 Impregnasi.................................................................................................. 17
2.6 Mekanisme Katalis Ru/C dan Pd/C Pada Reaksi HDO ................................ 18
2.7 SAA (Surface Area Analyzer) ..................................................................... 20
2.8 SEM EDX (Scanning Electron Microscopes Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy) ............................................................................................. 21
2.9 XRD (X-Ray Diffraction)............................................................................ 23
2.10 Elemental analyzer .................................................................................... 24
xi
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 27
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 27
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................... 27
3.2.1 Alat .................................................................................................. 27
3.2.2 Bahan ............................................................................................... 27
3.3 Prosedur Penelitian ..................................................................................... 28
3.3.1 Preparasi katalis Ru/C dan Pd/C ....................................................... 28
3.3.2 Pirolisis cangkang kelapa sawit ........................................................ 29
3.3.3 Proses hidrodeoksigenasi upgrading bio-oil. ..................................... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 31
4.1 Karakterisasi Katalis ................................................................................... 31
4.2 Produk Pirolisis Cangkang Kelapa Sawit .................................................... 36
4.3 Produk Upgrading Bio-oil .......................................................................... 39
4.4 Tingkat Deoksigenasi ................................................................................. 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 46
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 46
5.2 Saran .......................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 47
LAMPIRAN ..................................................................................................... 51
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Cangkang kelapa sawit ........................................................................ 4
Gambar 2 Skema reaksi HDO senyawa fenol ....................................................... 8
Gambar 3 Metode impregnasi ............................................................................ 17
Gambar 4 Mekanisme reaksi HDO pada asam karboksilat ................................. 19
Gambar 5 Skema alat SAA ................................................................................ 21
Gambar 6 Prinsip kerja SEM ............................................................................. 22
Gambar 7 Skema dasar XRD ............................................................................. 23
Gambar 8 Prinsip kerja elemental analyzer ........................................................ 25
Gambar 9 Reaktor pirolisis ................................................................................ 29
Gambar 10 Reaktor upgrading bio-oil................................................................ 30
Gambar 11 Mikrograf permukaan a) Ru/C 5% b) Pd/C 5% c) karbon aktif ........ 33
Gambar 12 Pola difraksi karbon aktif, katalis Pd/C dan Ru/C ............................ 35
Gambar 13 Cairan hasil pirolisis a) bio-oil b) pyroligneous acid ........................ 37
Gambar 14 Produk upgrading bio-oil a) light oil b) heavy oil............................ 39
Gambar 15 Komponen produk upgrading bio-oil ............................................... 40
Gambar 16 Diagram Van Krevelen heavy oil katalis Ru/C dan Pd/C .................. 42
Gambar 17 Hubungan katalis terhadap yield heavy oil dan DOD........................ 44
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Kandungan cangkang kelapa sawit .......................................................... 5
Tabel 2 Sifat fisik dan kimia bio-oil ..................................................................... 6
Tabel 3 Komposisi bio-oil dan minyak mentah. ................................................... 7
Tabel 4 Klasifikasi komponen aktif. ................................................................... 13
Tabel 5 Penentuan luas permukaan dan volume pori penyangga karbon, katalis Ru/C dan Pd/C ...................................................................................... 31
Tabel 6 Hasil analisa EDX katalis Ru/C dan Pd/C .............................................. 34
Tabel 7 Komponen produk pirolisis cangkang kelapa sawit ............................... 37
Tabel 8 Komposisi elemen bio-oil dan pyroligneous acid .................................. 38
Tabel 9 Komposisi elemen produk heavy oil dan light oil .................................. 41
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Diagram alir penelitian .................................................................... 51
Lampiran 2 Perhitungan penimbangan katalis .................................................... 52
Lampiran 3 Neraca massa pirolisis cangkang kelapa sawit ................................. 54
Lampiran 4 Neraca massa catalytic upgrading ................................................... 55
Lampiran 5 Perhitungan tingkat deoksigenasi .................................................... 58
Lampiran 6 Data EDX ....................................................................................... 59
Lampiran 7 Hasil XRD ...................................................................................... 60
Lampiran 8 Dokumentasi penelitian ................................................................... 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketersediaan minyak bumi sebagai penopang utama untuk memenuhi
kebutuhan energi semakin menipis karena eksploitasi pertambangan minyak yang
berlebihan. Menurut data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM),
Indonesia saat ini hanya memiliki cadangan minyak bumi 0,3% dari cadangan
minyak dunia. Cadangan minyak bumi terus turun tiap tahun sedangkan
kebutuhan terus meningkat (BPPT, 2013).
Minyak bumi sebagai penopang dalam memenuhi kebutuhan energi semakin
menipis maka manusia sebagai makhluk yang ditinggikan beberapa derajat perlu
mengembangkan sumber energi alternatif agar kestabilan alam tetap terjaga.
Fungsi tersebut difirmankan Allah pada surat Al-An’am ayat 165 yang berbunyi:
“Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu
tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu”.
Cangkang kelapa sawit merupakan biomassa yang dapat dikembangkan
sebagai sumber energi alternatif dengan metode pirolisis menghasilkan produk
bio-oil (Bridgewater, 2004). Cangkang kelapa sawit dihasilkan pabrik pengolahan
kelapa sawit sebesar 6,5% dari setiap ton berat tandan buah segar. Pemanfaatan
cangkang kelapa sawit baru sebatas untuk bahan bakar boiler yang mampu
mengurangi jumlah limbah cangkang kelapa sawit sebesar 40% (Febijanto, 2011).
Bio-oil yang dihasilkan dengan metode pirolisis memiliki kelemahan seperti
nilai O/C tinggi, nilai kalor rendah, keasaman tinggi dan kekentalan yang berubah
2
selama penyimpanan (Bridgewater, 2004). Sementara kualitas bio-oil sebagai
bahan bakar memiliki nilai O/C rendah sehingga kelemahan bio-oil perlu
diperbaiki dengan cara catalytic upgrading seperti zeolite cracking dan
hidrodeoksigenasi (HDO) (Elliot, 2013). HDO menghasilkan bio-oil dengan nilai
O/C rendah dan nilai kalor (HHV) yang tinggi (Mortensen et al., 2011) sedangkan
zeolite cracking (HZSM-5 katalis) menghasilkan bio-oil dengan kualitas
hidrokarbon dan HHV yang rendah (Huber et al., 2006).
Proses HDO telah dilakukan oleh Elliot (2007) pada bio-oil kayu poplar
dengan katalis Co-MoS2/Al2O3 dan Ni-MoS2/Al2O3, dihasilkan bio-oil yang
kurang baik karena mengandung sulfur dan deaktivasi katalis yang tinggi.
Wildschut et al (2009) telah melakukan proses HDO bio-oil kayu beech
menggunakan katalis Ru/C, Ru/TiO2, Ru/Al2O3, Pt/C, Pd/C dengan konsentrasi
5%, hasil yang didapatkan bahwa katalis Ru/C dan Pd/C paling efektif karena
menghasilkan yield (±60%) dan tingkat deoksigenasi (±82%) yang tinggi.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini melakukan proses HDO dengan
variasi konsentrasi katalis Ru/C dan Pd/C pada bio-oil cangkang kelapa sawit.
Karakterisasi katalis menggunakan Surface Area Analyzer (SAA) untuk
menentukan luas permukaan, X-Ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui
kristalinitas dan Scanning Electron Microscope Energy Dispersive X-Ray
Spectroscopy (SEM EDX) untuk mengetahui morfologi dan komposisi penyusun
permukaan katalis. Analisis kandungan C, H, O dan N produk bio-oil
menggunakan instrument Elemental Analyzer.
3
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik katalis Ru/C dan Pd/C untuk hidrodeoksigenasi
bio-oil cangkang kelapa sawit?
2. Bagaimana kualitas bio-oil yang dihasilkan dengan proses
hidrodeoksigenasi menggunakan katalis Ru/C dan Pd/C?
1.3 Hipotesis
1. Katalis Ru/C dan Pd/C memberikan perbedaan karakteristik katalis
untuk hidrodeoksigenasi bio-oil cangkang kelapa sawit.
2. Penggunaan katalis Ru/C dan Pd/C dapat menurunkan kandungan
oksigen dan meningkatkan kualitas bio-oil cangkang kelapa sawit.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui karakteristik katalis Ru/C dan Pd/C untuk hidrodeoksigenasi
bio-oil cangkang kelapa sawit.
2. Menghasilkan produk bio-oil dari cangkang kelapa sawit berkualitas
dengan kandungan oksigen yang rendah.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Mengetahui efisiensi katalis Ru/C dan Pd/C pada proses
hidrodeoksigenasi bio-oil cangkang kelapa sawit.
2. Memanfaatkan cangkang kelapa sawit menjadi produk bio-oil
berkualitas sebagai sumber energi alternatif.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cangkang Kelapa Sawit
Cangkang kelapa sawit merupakan limbah padat hasil pengolahan kelapa
sawit dengan bentuk seperti tempurung kelapa (Gambar 1). Pada proses
pengolahan minyak sawit, cangkang kelapa sawit dipisahkan dari intinya
menggunakan alat hydrocyclone separator (Kurniati, 2008). Potensi limbah
cangkang kelapa sawit sangat besar di Indonesia, karena Indonesia merupakan
produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Provinsi Riau
merupakan daerah yang mempunyai luas kebun sawit terbesar di Indonesia
dengan produksi sawit sebesar 7.442.557 ton pada tahun 2015 (DIRJEN
Perkebunan, 2015).
Cangkang kelapa sawit yang dihasilkan dari proses produksi minyak sawit
sebesar 60% dan sukar terdegradasi secara alami pada lingkungan (Kurniati.,
2008). Cangkang kelapa sawit saat ini dikembangkan menjadi produk-produk
yang bermanfaat dan memberi nilai tambah dari aspek ekonomi serta ramah
lingkungan seperti karbon aktif, briket arang dan tepung tempurung. Kandungan
cangkang kelapa sawit sebagian besar adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin
Gambar 1 Cangkang kelapa sawit
5
(Tabel 1). Degradasi ikatan kimia selulosa, hemiselulosa dan lignin berpotensi
menghasilkan produk bio-oil dengan kandungan senyawa seperti fenol, air,
levoglucosan dan hidroksiasetaldehida, produk gas seperti metana, hidrogen, dan
karbonmonoksida, dan produk arang (Peby, 2010).
Tabel 1 Kandungan cangkang kelapa sawit
Komponen Nilai (%)
Selulosa 33,04 Hemiselulosa 23,82 Lignin 45,59 Komponen ekstraktif 9,89
Sumber : Kim et al., 2010.
2.2 Bio-oil
Bio-oil adalah bahan bakar cair berwarna gelap, beraroma seperti asap dan
diproduksi dari biomassa seperti kayu, kertas atau biomassa lainnya melalui
teknologi pirolisis. Bio-oil tersusun atas campuran uap organik seperti asam
karboksilat, alkohol, aldehid, eter, ester, keton, furan, fenol dan hidrokarbon
(Bridgewater, 2004). Sifat fisik dan sifat kimia dari bio-oil disaijkan pada Tabel 2.
Proses pembuatan bio-oil umumnya menggunakan metode pirolisis. Pirolisis
adalah proses pemecahan struktur kimia bahan organik melalui proses pemanasan
tanpa atau sedikit oksigen. Selama berlangsungnya proses pirolisis, terjadi
beberapa tahapan reaksi yaitu dehidrasi pada suhu 100 °C, dekomposisi
hemiselulosa pada suhu 200-260 °C, dekomposisi selulosa pada suhu 240-340 °C
dan dekomposisi lignin pada suhu 280-500 °C (Miura, 2002). Pirolisis dibagi
menjadi pirolisis cepat dan pirolisis lambat. Pirolisis cepat digunakan kecepatan
pemanasan yang sangat tinggi mencapai 1000–10.000 oC/s dan pendinginan yang
cepat sedangkan pirolisis lambat digunakan kecepatan pemanasan yang lebih
6
rendah. Produk utama pirolisis cepat adalah gas dan cair sedangkan produk utama
pirolisis lambat adalah padatan. Umumnya proses pirolisis berlangsung pada
kondisi operasi 450-600 oC (Bridgewater, 2004).
Tabel 2 Sifat fisik dan kimia bio-oil
Sifat Fisik Keterangan
Penampilan/rupa Cairan coklat tua. Berdasarkan bahan baku dan tipe pirolisis yang dipakai, warna yang ditampilkan menjadi hitam sampai coklat kemerah-merahan atau hijau tua.
Bau Berbau asap tajam yang dapat mengiritasi mata jika terbuka di udara luar untuk waktu yang lama.
Kandungan air Kandungan air bervariasi yaitu 15–30% berat tergantung dari cara memproduksi cairan dan berbentuk campuran fasa tunggal yang stabil.
Densitas Densitas sangat tinggi (1,2 kg/L) dibandingkan dengan bahan bakar lain (0,85 kg/L).
Viskositas Viskositas bio-oil bervariasi dari 40 cp sampai 100 cp. Viskositas berguna pada beberapa aplikasi bahan bakar.
Pengaruh waktu Penyimpanan menyebabkan perubahan viskositas.
Sumber : Bridgewater, 2004.
Bio-oil hasil pirolisis sebagian besar mengandung oksigen, apabila
digunakan langsung sebagai bahan bakar menghasilkan nilai kalor yang rendah
dan viskositas tidak stabil, kelemahan ini diperbaiki secara kimia untuk
pengurangan oksigen (Bridgewater, 2012). Umumnya analisis produk bio-oil
berdasarkan nilai O/C dan H/C. Nilai O/C rendah dan H/C tinggi menunjukkan
bahwa produk cair dengan kualitas tinggi. Nilai ini sangat penting apabila bio-oil
akan digunakan sebagai bahan bakar transportasi (Dickerson et al., 2013).
Komposisi bio-oil dan minyak mentah disajikan pada Tabel 3.
7
Tabel 3 Komposisi bio-oil dan minyak mentah.
Komposisi Bio-oil Minyak mentah
Air (wt %) 15–30 0,1 pH 2,8–3,8 -
Densitas (kg/L) 1,05–1,25 0,86 Viskositas 50 °C (cp) 40–100 180
HHV (MJ/kg) 16–19 44 C (wt %) 55–65 83-86
O (wt %) 28–40 <1 H (wt %) 5–7 11–14
S (wt %) <0,05 <4 N (wt %) <0,4 <1
Abu (wt %) <0,2 0,1 H/C 0,9–1,5 1,5–2,0
O/C 0,3–0,5 ≈0
Sumber : Dickerson et al., 2013.
2.3 Hidrodeoksigenasi (HDO) Catalytic Upgrading Bio-oil
Teknologi konversi bio-oil menjadi produk bahan bakar salah satunya
adalah catalytic upgrading dengan reaksi hidrodeoksigenasi (HDO). Reaksi HDO
adalah proses hidrogenolisis untuk menghilangkan oksigen. Ikatan karbon-
oksigen diputus oleh hidrogen dan katalis sehingga memproduksi CO2 dan H2O
(Dickerson et al., 2013). Tujuan HDO untuk menghilangkan oksigen dengan
mengkonversi asam, aldehid, alkohol dan senyawa tak jenuh menjadi bentuk yang
stabil (Bridgewater, 2012).
8
Senyawa fenol paling banyak terkandung pada produk bio-oil hasil pirolisis
(Kim et al., 2010), mekanisme reaksi HDO pada senyawa fenol ditampilkan pada
Gambar 2, Reaksi hidrogenasi dan hidrogenolisis terjadi pada senyawa fenol
dipengaruhi oleh jumlah gas H2 dan suhu reaksi. Reaksi hidrogenasi yaitu reaksi
adisi gas H2 yang mereduksi ikatan rangkap dua dan tiga pada hidrokarbon
sedangkan reaksi hidrogenolisis yaitu reaksi adisi gas H2 diikuti dengan
pemutusan ikatan seperti ikatan C-O. Senyawa fenol menjadi benzene melalui
reaksi hidrogenolisis dengan melepaskan H2O sedangkan pembentukan senyawa
fenol menjadi sikloheksan membutuhkan energi yang lebih besar untuk
memutuskan ikatan rangkap dan ikatan C-O sehingga melalui beberapa tahap
hidrogenasi dan hidrogenolisis (Fessenden et al., 1999).
HDO terbagi dua yaitu mild HDO dan deep HDO. Mild HDO adalah proses
HDO dengan kondisi operasi (suhu dan tekanan) yang relatif rendah, yaitu tidak
lebih dari 400 °C sedangkan deep HDO berlangsung pada suhu dan tekanan yang
relatif tinggi (Venderbosch et al., 2009). Proses HDO dipengaruhi oleh beberapa
faktor:
Hidrogenolisis langsung
Hidrogenasi
Hidrogenasi Hidrogenolisis langsung
Hidrogenasi
Gambar 2 Skema reaksi HDO senyawa fenol (Wang et al., 2011).
9
A. Komposisi bio-oil
Kandungan air, proksimat dan komposisi unsur (C, H, O dan N) pada bio-oil
hasil pirolisis mempengaruhi kandungan bio-oil produk HDO.
B. Suhu
Semakin tinggi suhu HDO maka bio-oil yang dihasilkan akan berkurang
karena semakin banyak gas yang terbentuk namun tingkat deoksigenasi semakin
tinggi. Hal ini menandakan bahwa kandungan oksigen pada bio-oil berkurang dan
stabilitas bio-oil meningkat.
C. Katalis
Pemilihan katalis dan support sangat penting pada reaksi HDO. Jenis katalis
berpengaruh terhadap reaksi kimia yang terjadi saat proses. Pada penelitian ini
digunakan katalis Ru dan Pd dengan penyangga karbon yang memiliki
kemampuan terhadap reaksi hidrogenolisis (Dickerson et al., 2013).
D. Tekanan gas hidrogen
Penambahan gas hidrogen berpengaruh terhadap reaksi dehidrasi,
hidrogenasi, hidrogenolisis dan dekarboksilasi (Zhang, 2003).
2.4 Katalis
Katalis adalah senyawa yang dapat meningkatkan laju reaksi dan
keterlibatannya pada reaksi kimia tidak permanen. Katalis dapat diambil kembali
pada akhir reaksi. Katalis berperan meningkatkan selektivitas suatu reaktan untuk
menghasilkan produk sesuai dengan yang diinginkan (Haerudin, 2005). Parameter
utama kinerja katalis yaitu :
1. Aktivitas, yaitu peran katalis untuk meningkatkan kecepatan reaksi.
10
2. Selektivitas, yaitu peran katalis untuk meningkatkan produk yang diinginkan.
3. Deaktivasi, yaitu penurunan aktivitas katalis yang dihubungkan dengan masa
pemakaian katalis (life time) (Istady, 2011).
Aktivitas reaksi merupakan faktor penting karena berhubungan langsung
dengan jumlah dan waktu untuk menghasilkan produk. Kenaikan aktivitas reaksi
memiliki keuntungan yaitu kecepatan reaksi lebih cepat pada kondisi operasi yang
sama, reaksi dapat dilakukan pada tekanan dan suhu yang lebih rendah sehingga
pengoperasian menjadi lebih mudah. Peningkatan selektivitas reaksi dapat
dihubungkan dengan peningkatan kualitas produk reaksi. Selektivitas
didefinisikan sebagai perbandingan antara produk reaksi yang diinginkan dengan
produk reaksi yang didapatkan sedangkan deaktivasi katalis berpengaruh terhadap
faktor ekonomi sebuah proses, jika kecepatan deaktivasi dapat dibuat lebih kecil
maka katalis memiliki umur yang lebih lama dan produk yang dihasilkan
persatuan berat katalis menjadi lebih banyak (Istady, 2011).
Pemilihan katalis didasarkan pada urutan berikut; Selektivitas > Deaktivasi
(life time) > Aktivitas. Katalis dengan selektivitas yang tinggi dan masa hidup
yang panjang menjadi pilihan sedangkan aktivitas katalis bukan merupakan faktor
utama karena rekayasa desain reaktor lebih mudah dilakukan untuk meningkatkan
kinerja reaksi. Katalis yang sangat selektif namun memiliki aktivitas rendah dapat
tetap menjadi pilihan utama (Istady, 2011). Katalis berdasarkan fasa reaktan dan
fasa katalis dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
Katalis homogen
Katalis homogen memiliki fasa yang sama antara reaktan dan katalis, pada
umumnya berada pada fasa cair. Katalisis terjadi melalui pembentukan kompleks
11
dan pembentukan kembali antara molekul-molekul dan ligan-ligan katalis. Reaksi
katalisis ini terjadi sangat spesifik dan dapat menghasilkan selektivitas yang tinggi
dan biasanya dapat dilakukan pada kondisi operasi yang tidak terlalu sulit
(Nasikin, 2010).
Secara operasional reaksi katalisis homogen ini lebih mudah dan tidak
membutuhkan energi namun katalisis homogen ini jarang digunakan dalam
industri, hal ini disebabkan karena dibutuhkan peralatan tambahan untuk
memisahkan produk dari katalis homogen sehingga peralatan keseluruhan proses
yang diperlukan menjadi cukup kompleks. Katalis homogen yang banyak
digunakan dalam produksi biodiesel seperti basa (NaOH, KOH) dan asam (HCl,
H2SO4) (Nasikin, 2010).
Katalis heterogen
Katalis heterogen memiliki fasa yang berbeda dengan reaktan (bahan yang
bereaksi). Pada reaksi heterogen, pertama-tama reaktan teradsorpsi pada
permukaan aktif katalis, selanjutnya terjadi interaksi pada permukaan katalis atau
terjadi pelemahan ikatan molekul yang teradsorpsi. Setelah reaksi terjadi, molekul
hasil reaksi (produk) dilepas dari permukaan katalis. Katalis yang baik perlu
memiliki kemampuan mengadsorpsi dan mendesorpsi yang baik (Nasikin, 2010).
Katalis heterogen kurang efektif dibandingkan dengan katalis homogen
karena heterogenitas permukaannya, namun sistem katalisis heterogen paling luas
digunakan dalam bidang industri. Keuntungan sistem katalis heterogen yaitu :
a. Aktivitas intrinsik dari inti aktif dapat dimodifikasi oleh struktur padatnya.
b. Komposisi permukaan dapat digunakan untuk meminimalisasi atau
meningkatkan adsorpsi dari senyawa tertentu.
12
c. Mudah dipisahkan antara katalis dari produk dengan cara filtrasi dan
digunakan kembali tanpa/dengan regenerasi.
d. Mengurangi atau menghilangkan limbah garam yang dihasilkan dari
netralisasi katalis homogen asam Bronsted atau Lewis (Nasikin, 2010).
Pada umumnya katalis tersusun dari beberapa komponen, antara lain :
a. Komponen aktif
b. Penyangga (Support)
c. Promotor
A. Komponen aktif
Komponen aktif merupakan komponen katalis yang berperan utama
terhadap reaksi kimia. Pemilihan komponen aktif adalah tahap pertama dalam
perancangan suatu katalis. Klasifikasi komponen aktif berdasarkan tipe
konduktivitas dan penggunaannya pada reaksi disajikan pada Tabel 4.
Ketiga jenis komponen aktif katalis memiliki karakteristik dan jenis reaksi
yang berbeda. Katalis logam memiliki sifat konduktor sehingga energi elektron
yang berlebih digunakan untuk mendonorkan elektron melalui adsorpsi molekul.
Katalis oksida dan sulfida logam memiliki sifat semikonduktor, kemampuan
donor dan akseptor elektron merupakan salah satu aktivasi bagi berlangsungnya
reaksi redoks tetapi konfigurasi tipe ini cenderung lebih rumit dibandingkan
dengan logam. Semakin kompleks bentuk geometri katalis maka semakin selektif
reaksi redoks yang berlangsung. Sifat isolator dari katalis oksida tidak dapat
secara langsung mempromosikan perpindahan muatan listrik (Nasikin, 2010).
13
Tabel 4 Klasifikasi komponen aktif.
Jenis Konduktivitas Reaksi Contoh
Logam Konduktor
Hidrogenasi Dehidrogenasi
Fe,Co, Ni, Rh, Pt, Pd, Ru, Cu,
Hidrogenolisis Ag, Os Oksidasi reduksi
Oksida dan sulfida logam
Semikonduktor Hidrogenolisis NiO,ZnO,CuO, Dehidrogenasi Cr2O3, MoS2 Desulfurisasi
Oksidasi
Oksida Isolator Polimerisasi Isomerisasi
Al2O3, SiO2, MgO, Al2O3,
Halogenasi Alkilasi
SiO2, zeolit
Dehidrasi
Sumber : Richardson, 1992.
Komponen aktif katalis bisa menjadi tidak aktif (terdeaktivasi) saat
digunakan karena kehadiran kokas dan senyawa racun seperti CO, CO2, dan
senyawa-senyawa sulfur. Komponen aktif juga dapat rusak karena temperatur
operasi yang terlalu tinggi (Istady, 2011).
Katalis rutenium dan paladium
Rutenium (Ru) merupakan unsur transisi dengan nomor atom 44,
konfigurasi elektron [Kr] 4d6 5s2 dan logam pembentuk senyawa kompleks.
Kompleks rutenium memiliki sifat :
a. Kemampuan transfer elektron yang tinggi.
b. Sisi asam lewis yang tinggi.
c. Potensial redoks yang rendah.
d. Kestabilan logam reaktif (Cruz, 2004).
14
Katalis rutenium memiliki aktivitas yang tinggi pada reaksi hidrogenasi
cincin aromatik dan selektif terhadap pengurangan gugus karbonil seperti keton
atau aldehid. Katalis Ru efektif terhadap reaksi hidrogenasi senyawa keton,
aldehid dan asam karboksilat dalam suasana air. Katalis rutenium tahan senyawa
sulfur yang merupakan racun bagi katalis logam mulia, stabil dalam pelarut asam
dan basa, dan dapat digunakan untuk reaksi dalam asam kuat (Augustine, 1996).
Paladium (Pd) merupakan unsur transisi dengan nomor atom 46 dan
konfigurasi elektron [Kr] 4d8 5s2. Aktivitas katalis Pd paling tinggi untuk reaksi
hidrogenasi olefin dan asetilen yaitu memecahkan ikatan C-C, C-O, C-X, dan C-
N. Reaksi hidrogenasi fenol menjadi sikloheksanon dan hidrogenasi beberapa
gugus fungsi yang lain terjadi pada tekanan rendah. Katalis paladium umumnya
menggunakan support karbon (Augustine, 1996).
B. Penyangga (support)
Komponen penyangga berfungsi memperluas permukaan komponen aktif.
Bahan penyangga disesuaikan dengan kebutuhan reaksi katalitik agar reaksi
berlangsung optimal. Pemilihan suatu penyangga harus memperhatikan beberapa
hal berikut :
a. Luas permukaan spesifik yang besar
b. Memiliki porositas yang baik
c. Inert terhadap reaksi yang tidak diinginkan
d. Tahan terhadap panas dan stabil
Peran penyangga menjadi sangat penting karena logam aktif didispersikan di
permukaan penyangga. Penyangga dengan luas permukaan yang besar antara lain,
alumina, SiO2, karbon aktif dan SiO2-Al2O3. Besarnya konsentrasi komponen
15
aktif mempunyai efek yang signifikan agar penyangga bisa memberikan tingkat
dispersi komponen aktif yang besar. Inti aktif yang terpisah satu sama lain pada
permukaan penyangga dapat mengalami penggumpalan (sintering). Pada kristal
yang sangat kecil, sintering terjadi melalui perpindahan inti aktif yang saling
mendekat dan kemudian bersatu. Faktor yang mempengaruhi dispersi komponen
aktif pada penyangga adalah suhu, konsentrasi inti aktif (loading), interaksi
dengan penyangga dan mobilitas atom (Nasikin, 2010).
Porositas mempengaruhi permukaan katalis. Porositas diperlukan untuk
mendapatkan luas permukaan yang besar pada struktur pellet. Bentuk pori dan
distribusi ukuran pori menjadi faktor penting kedua dalam memunculkan tahanan
difusi. Penyangga yang baik mudah dimodifikasi untuk menghasilkan tekstur
(ukuran, bentuk, dan distribusi ukuran pori) yang optimum (Nasikin, 2010).
Faktor penting lain dalam pemilihan penyangga adalah kekuatan mekanik
dan stabilitas termal, terutama pada beberapa proses yang membutuhkan suhu
tinggi. Kekuatan mekanik dan stabilitas termal dapat mengurangi sintering pada
katalis. Penyangga seharusnya memiliki titik lebur yang tinggi dari titik lebur
komponen aktif (Istady, 2011).
Penyangga karbon
Karbon hitam dihasilkan dari bahan organik dengan cara pemanasan pada
suhu 700–900 OC. Daya serap karbon ditentukan oleh luas permukaan partikel.
Karbon hitam memiliki luas permukaan 70–250 m2/g. Aktivasi dengan bahan
kimia atau pemanasan suhu tinggi dapat meningkatkan kemampuan daya serap
karbon aktif (Augustine, 1996).
16
Aktivasi adalah suatu perlakuan terhadap arang dengan cara memecahkan
ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga luas
permukaan bertambah besar serta berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Haerudin,
2005). Pengaktifan karbon dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan, suhu
dan waktu aktivasi. Karbon hitam setelah aktivasi memiliki luas permukaan 300–
1000 m2/g (Augustine, 1996).
Karbon aktif dapat berupa serbuk, butiran dan lempengan dengan luas
permukaan per unit volume. Struktur karbon aktif terdiri dari atom karbon
tersusun paralel dari lapisan heksagonal menyerupai struktur grafit dan terbentuk
pada orbital sp2. Setiap karbon berikatan dengan tiga karbon yang lain dengan
ikatan σ, pada orbital pz terdiri dari satu elektron dari delokalisasi ikatan π.
Perbedaan ikatan pada permukaan lapisan dihubungkan oleh ikatan vanderwaals.
Karakter elektronik dari lapisan heksagonal yang tersusun paralel memungkinkan
untuk atom atau molekul berada di antara lapisan ini untuk menerima atau
menyumbangkan elektron disebut sebagai proses interkalasi (Augustine, 1996).
Pengaruh penyangga katalis pada proses HDO dapat dilihat dari nilai yield dan
tingkat deoksigenasi yang tinggi. Berdasarkan kedua hal tersebut penyangga C
merupakan pilihan terbaik dibandingkan TiO2 dan Al2O3 (Wildschut et al., 2009).
C. Komponen promotor
Promotor umumnya ditambahkan dalam jumlah kecil berfungsi untuk
meningkatkan kinerja katalis seperti aktivitas, selektivitas dan stabilitas katalis.
Promotor ditujukan untuk membantu penyangga dan inti aktif. Salah satu peran
penting dari promotor adalah pengendalian stabilitas katalis (Istady, 2011).
17
Penambahan promotor pada penyangga dilakukan juga untuk mencegah
aktivitas yang tidak diinginkan seperti pembentukan deposit karbon. Deposit
karbon tersebut berasal dari perengkahan pada sisi Bronsted diikuti dengan
polimerisasi katalis asam dan menghasilkan senyawa (CHx)n yang menutupi
permukaan dan menyumbat pori penyangga (Nasikin, 2010).
2.5 Impregnasi
Impregnasi adalah proses penjenuhan dan perendaman larutan prekursor
logam ke dalam support untuk mengurangi ukuran partikel logam. Metode
impregnasi merupakan teknik preparasi katalis paling sering digunakan karena
kemudahan dalam pengerjaannya. Tujuan impregnasi untuk mengisi pori-pori
support menggunakan larutan garam logam (Wilde, 2009).
Gambar 3 menjelaskan pembuatan katalis metode impregnasi. Prekursor
garam Pd atau Ru dicampurkan dengan penyangga karbon sehingga prekursor
logam mengalami adsorpsi pada penyangga karbon. Tahap reduksi katalis
menggunakan bahan kimia dalam bentuk fasa cair maupun fasa gas. Agen reduksi
fasa cair seperti Na2S2O3, Na4S2O5, N2H4, NaBH4, HCOOH, etilen glikol,
formaldehid dan fasa gas seperti aliran H2 dan N2 pada suhu tinggi (>300 oC).
Prekursor (Pd or Ru)
impregnasi
dicampur dengan karbon
adsorpsi reduksi
(fasa cair atau gas)
Katalis Pd/C atau Ru/C karbon
Gambar 3 Metode impregnasi (Wilde, 2009).
18
Support katalis merupakan batas dari pertumbuhan ukuran partikel katalis selama
tahap reduksi. Jumlah penambahan, waktu reaksi, kinetika dan perpindahan massa
agen pereduksi berpengaruh terhadap pertumbuhan partikel katalis (Wilde, 2009).
Terdapat dua metode impregnasi, yaitu :
a. Impregnasi basah
Pada metode ini penyangga dibasahi dengan larutan mengandung senyawa
logam yang sesuai dengan volume pori-pori penyangga, setelah itu dikeringkan.
Impregnasi basah memiliki keuntungan karena proses pembuatannya sederhana,
murah dan pembuatan katalis dapat dilakukan berulang kali. Kelemahan
impregnasi basah adalah jumlah logam yang terimpregnasi sangat tergantung pada
kelarutan senyawa logam tersebut.
b. Impregnasi kering
Pada metode ini penyangga dicelupkan dalam suatu larutan senyawa logam.
Larutan diaduk selama beberapa waktu tertentu, disaring, dan hasilnya
dikeringkan. Sedangkan cairan induknya dapat dimanfaatkan kembali. Cara ini
sering digunakan pada jenis prekursor yang berinteraksi dengan penyangga
(Nasikin, 2010).
2.6 Mekanisme Katalis Ru/C dan Pd/C Pada Reaksi HDO
Katalis harus bersifat aktif, selektif dan tahan terhadap deaktivasi. Secara
umum katalis yang digunakan pada proses upgrading bio-oil yaitu katalis logam
yang tersebar merata pada material penyangga seperti karbon. Katalis yang
berbeda memiliki mekanisme yang berbeda untuk reaksi (Dickerson et al., 2013).
Rutenium dan Paladium termasuk ke dalam logam transisi yang banyak
digunakan sebagai katalis karena memiliki orbital d yang masih kekurangan
19
elektron sehingga dapat menangkap elektron dari reaktan, membentuk ikatan yang
kuat dan mengaktifkan reaktan yang bereaksi. Reaktivitas katalis tergantung pada
jumlah dan kekuatan dari situs asam Lewis dan situs asam Bronsted pada sistem
katalis penyangga. Penyangga mempengaruhi keasaman dan reaktivitas senyawa
katalis. Penyangga harus stabil dan memiliki afinitas rendah untuk pembentukan
coke dan afinitas tinggi untuk aktivasi senyawa oksi (Dickerson et al., 2013).
Katalis logam transisi pada proses HDO diindikasikan memiliki 2 fungsi,
salah satu sisi katalis pada permukaan antara logam dan penyangga berfungsi
untuk mengaktivasi senyawa oksi dengan menerima pasangan elektron bebas dari
senyawa oksi dan sisi lain pada logam berfungsi sebagai donor proton (H+)
(Mortensen et al., 2011). Pada proses HDO gas H2 diadsorpsi pada permukaan
logam katalis, kemudian ikatan sigma H2 terputus dan terbentuk ikatan logam-H.
Ikatan rangkap karbon―oksigen atau rangkap karbon―karbon (ikatan pi) pada
senyawa tersebut akan menarik elektrofil (E+) seperti H+. Kemudian situs asam
bronsted pada logam berperan sebagai donor proton (H+) sehingga terputusnya
gugus OH menghasilkan H2O (Fessenden et al., 1999).
Support
Metal
H2
Gambar 4 Mekanisme reaksi HDO pada asam karboksilat (Mortensen et al., 2011).
20
2.7 SAA (Surface Area Analyzer)
Luas permukaan merupakan jumlah pori disetiap satuan luas dari sampel
dengan satuan luas permukaan per gram (m2/gram). Luas permukaan dipengaruhi
oleh ukuran pori, bentuk pori dan susunan pori dalam partikel. Proses adsorpsi
dipengaruhi oleh lima faktor yaitu:
a. karakteristik fisik dan kimiawi adsorben (luas permukaan dan ukuran pori)
b. karakteristik fisik dan kimiawi adsorbat (ukuran molekul dan polaritas
molekul)
c. konsentrasi adsorbat dalam larutan
d. lama adsorpsi (Istiana, 2003).
Surface Area Analyzer (SAA) memerlukan sampel dalam jumlah kecil 0,1–
0,01 gram. Prinsip kerja SAA menggunakan mekanisme adsorpsi gas pada
permukaan suatu bahan padat pada suhu konstan umumnya suhu didih gas
tersebut. Gas yang umum digunakan adalah nitrogen, argon dan helium. Secara
sederhana, apabila diketahui volume gas spesifik yang dapat dijerap oleh suatu
permukaan padatan dan diketahui secara teoritis luas permukaan dari satu molekul
gas yang dijerap maka luas permukaan total padatan tersebut dapat dihitung.
Alat surface area analyzer terdiri dari dua bagian utama yaitu degasser dan
analyzer. Degasser merupakan alat perlakuan awal pada bahan uji sebelum
dianalisis yang berfungsi untuk menghilangkan gas-gas yang terjerap pada
permukaan padatan dengan cara memanaskan pada kondisi vakum. Degassing
umumnya dilakukan selama lebih dari 6 jam dengan suhu berkisar antara 200–300
oC tergantung dari karakteristik bahan uji (Robert et al., 2012).
21
Skema dari alat SAA disajikan pada Gambar 5, terdiri dari gambar A adalah
port untuk keperluan degassing, gambar B adalah port analisis, gambar C adalah
kontainer untuk menampung zat pendingin dan gambar D adalah panel yang
menunjukkan layout dari proses analisis dilengkapi indikator-indikator lampu
menandakan setiap valve dalam posisi dibuka atau ditutup (Robert et al., 2012).
2.8 SEM EDX (Scanning Electron Microscopes Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy)
SEM merupakan mikroskop elektron yang mampu menghasilkan gambar
permukaan sampel beresolusi tinggi. Gambar yang dihasilkan oleh SEM
memiliki karakteristik penampilan tiga dimensi dan digunakan untuk
menentukan morfologi permukaan sampel. Hasil SEM diperoleh gambar hitam
putih atau gelap terang dipengaruhi oleh unsur penyusunnya.
Teknik SEM merupakan analisis permukaan. Gambar permukaan yang
diperoleh merupakan gambar topografi dengan segala lekukan permukaan yang
diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen.
Prinsip kerja SEM adalah scanning artinya memindai berkas elektron permukaan
spesimen titik demi titik dengan pindaian membentuk baris demi baris, mirip
Gambar 5 Skema alat SAA (Robert et al., 2012).
A B
C
D
22
dengan gerakan mata yang membaca. Permukaan material ditembaki dengan
berkas elektron berenergi tinggi. Elektron berenergi tinggi memiliki panjang
gelombang yang sangat pendek sesuai dengan panjang gelombang de Broglie
(Ethzurich, 2015).
Proses penembakan material dengan berkas elektron berenergi tinggi
mengakibatkan adanya elektron yang dipantulkan atau dihasilkan disebut elektron
sekunder. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan dari titik permukaan
selanjutnya ditangkap oleh detektor SEM kemudian diolah dan ditampilkan pada
layar TV. Scanning coil mengarahkan berkas elektron pada tabung layar TV.
Syarat material yang dikarakterisasi dengan SEM yaitu berjenis logam. Jika
material bersifat isolator dikarakterisasi dengan SEM, maka hasil gambar yang
didapatkan kabur dan hitam (Ethzurich, 2015).
Beberapa sinyal yang dihasilkan oleh SEM yaitu pantulan inelastis berupa
sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X, dan pantulan elastis berupa
sinyal backscattered elektron. SEM memiliki kemampuan untuk menganalisa
Gambar 6 Prinsip kerja SEM (Ethzurich, 2015).
23
suatu sampel menggunakan perangkat tertentu seperti SEM EDX (Energy
Dispersive X-Ray Spectroscopy). Pelepasan sinar X menciptakan garis spektrum
yang sangat spesifik untuk setiap elemen maka dari itu energi dari sinar-x
digolongkan dalam suatu tebaran energi spektrometer dan dapat digunakan untuk
identifikasi unsur-unsur dalam sampel (Martinez, 2010).
2.9 XRD (X-Ray Diffraction)
Karakterisasi XRD untuk mengidentifikasi fasa bulk suatu katalis,
menentukan sifat kristal atau kristalinitas dari suatu katalis dan untuk menentukan
perubahan jarak antar lapis dari katalis. Kebanyakan dari katalis adalah berbentuk
padatan kristal seperti oksida logam, zeolit, dan logam yang berpenyangga. XRD
tidak dapat menampilkan sifat-sifat yang diperlukan untuk katalis yang bersifat
bukan kristal.
Mekanisme kerja dari analisis XRD adalah kristal katalis memantulkan
sinar X yang dikirimkan dari sumber dan diterima oleh detektor. Melalui sudut
kedatangan sinar X maka spektrum pantulan spesifik berhubungan langsung
dengan lattice spacing dari kristal yang dianalisis. Pola difraksi diplotkan
Gambar 7 Skema dasar XRD (Robert et al., 2012).
24
berdasarkan intensitas peak yang menyatakan peta parameter kisi kristal atau
indeks Miller (hkl) sebagai fungsi 2θ (Robert et al., 2012 ).
2.10 Elemental analyzer
Teknik elemental analyzer menentukan kandungan unsur seperti karbon,
hidrogen, nitrogen dan sulfur dalam substansi tertentu dan memberikan hasil
sebagai jumlah persentase atom terhadap berat total. Secara khusus teknik ini
menentukan empat elemen disebut sebagai "CHN/S Analyzer". Sebagian besar
senyawa organik terdiri dari empat elemen tersebut dan oksigen. Berat oksigen
dapat dihitung setelah nilai keempat elemen tersebut telah diketahui
(Rajarathnam, 2012). Alat ini memiliki fleksibiltas operasi dan penggunaan
berbagai bobot sampel dari sepersekian miligram sampai gram (makro sistem)
(Thompson, 2008). Produk akhir pembakaran dengan elemental analyzer yaitu
bentuk oksida elemen pada wujud gas. Elemen tersebut dipisahkan dan dibawa ke
detektor menggunakan gas inert seperti helium atau argon (Rajarathnam, 2012).
Prinsip elemental analyzer yaitu sampel dianalisis dengan teknik
pembakaran suhu tinggi dibawah aliran oksigen. Pada proses pembakaran
(furnace 1000 oC) karbon diubah menjadi karbon dioksida (CO2), hidrogen
menjadi air (H2O), nitrogen menjadi gas nitrogen (N2) / nitrogen dioksida (NO2)
dan sulfur menjadi belerang dioksida (SO2). Jika terdapat unsur-unsur lain seperti
klorin maka akan dikonversi sebagai produk pembakaran seperti hidrogen klorida
(HCl). Absorben digunakan untuk menghilangkan produk pembakaran yang tidak
diperlukan. Produk pembakaran mengalir keluar dari chamber pembakaran
dengan gas pembawa inert melewati pemanas (sekitar 600oC) dan tembaga
kemurnian tinggi. Tembaga terletak di dasar chamber pembakaran atau di dalam
25
tungku yang terpisah untuk menghilangkan oksigen pada pembakaran awal
(reduksi) dan untuk mengkonversi oksida nitrogen menjadi gas nitrogen. Gas-gas
tersebut kemudian melewati perangkap penyerap untuk CO2, H2O, N2 dan SO2
(Thompson, 2008).
Deteksi gas dapat dilakukan dalam berbagai cara seperti :
a. Pemisahan parsial oleh GC diikuti oleh deteksi konduktivitas termal (CHON).
b. Serangkaian infra-merah yang terpisah dan sel konduktivitas termal untuk
deteksi senyawa individu.
Elemental analyzer mampu menangani berbagai jenis sampel seperti
padatan, cairan, sampel yang mudah menguap dan kental. Preparasi sampel
tergantung pada aplikasi dan jenis sampel. Sampel padatan atau cairan kental
ditimbang ke dalam tin kapsul sedangkan sampel cairan dapat dipreparasi di
dalam vial aluminium dan menggunakan zat penyerap atau langsung diinjeksikan
melalui autosampler khusus cairan. Pada beberapa perkembangan instrumentasi,
Gambar 8 Prinsip kerja elemental analyzer (Bargal, 2000)
26
penimbangan sampel langsung dihubungkan dengan analyzer sehingga alat
langsung merekam secara otomatis bobot masing-masing sampel. elemental
analyzer ini digunakan secara luas di berbagai macam aplikasi termasuk obat-
obatan, bahan kimia, produk yang berhubungan dengan minyak, katalis dan
makanan. (Thompson, 2008).
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2015 sampai Februari 2016 di
Laboratorium Termokimia dan Katalis Pusat Penelitian Kimia, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Puspiptek Serpong-Tangerang Selatan.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas,
termometer, magnetik stirrer, centrifuge Kokusan H-103N Series, spatula, neraca
analitik Mettler Toledo AB-204S, hot plate-stirer Cimarec, oven Quincy Lab ,
tanur Thermolyne Type 46200, Surface Area Analyzer (SAA) Micromeritics
Tristar II, Scanning Electron Microscopy Energy (SEM) SU 3500 Hitachi
Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDX) X-max Hiroba, X-Ray Difraction (XRD)
Rigaku Smart Lab dan elemental analyzer LECO.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah HN4O10Ru p.a
(Sigma Aldrich), Pd(NO)3.xH2O p.a (Sigma Aldrich), karbon aktif (Merck),
akuades, cangkang kelapa sawit PT. PN IV Medan, gas N2, dan gas H2.
28
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Preparasi katalis Ru/C dan Pd/C (Wildschut et al., 2009)
Preparasi katalis dilakukan menggunakan metode impregnasi basah.
Karbon aktif sebanyak 10 g dilarutkan dengan akuades 100 mL. Selanjutnya,
ditambahkan sejumlah prekursor logam HN4O10Ru atau Pd(NO)3.xH2O sesuai
variasi 1, 3 dan 5% b/b (Lampiran 2) kemudian diaduk hingga homogen. Proses
impregnasi dilakukan pada suhu 60 OC sambil diaduk dengan magnetik stirrer
sampai terbentuk pasta katalis. Pasta katalis dikeringkan pada suhu 100 OC selama
24 jam di dalam oven. Gas N2 dialirkan pada suhu 250 OC selama 2 jam untuk
mereduksi katalis menjadi bentuk logam. Selama proses reduksi, aliran N2 diulang
selama 6 kali dengan waktu pembukaan katup selama 2 menit. Katalis yang
terbentuk dikarakterisasi dengan SAA, SEM dan XRD dengan prosedur sebagai
berikut:
A. SAA (Surface Area Analyzer)
Katalis dilakukan proses degassing untuk menghilangkan gas-gas yang
terjerap pada katalis. Katalis ditimbang sebanyak ±0,5 gram dan dimasukkan ke
dalam tube sampel SAA. Alat degass diatur pada suhu 300 OC selama 2 jam
sambil dialirkan gas N2 200 kPa. Setelah proses degassing, katalis ditimbang dan
dimasukkan ke dalam alat SAA. Kontainer pendingin (tabung dewar) pada alat
SAA diisi dengan liquid N2 kemudian dialirkan gas N2 200 kPa dan gas H2 20 Psi.
B. SEM (Scanning Electron Microscopy)
Katalis yang dihasilkan dimasukkan ke dalam chamber berukuran
80x100x35 mm dengan diameter 200 mm. Kondisi vakum termal pada suhu -30
sampai 50 ºC. Resolusi gambar pada perbesaran dari 7x sampai 1.000.000x.
29
C. XRD (X-Ray Diffraction)
Katalis yang dihasilkan dicetak pada cetakan alumunium yang merupakan
cetakan standar untuk analisis XRD berukuran 20x10 mm dan tebal 1 mm.
Pengukuran pola difraksi pada 2θ antara 20-80 derajat dengan kondisi
pengoperasian adalah pada 40 kV dan 30 mA dengan menggunakan radiasi CuKα.
3.3.2 Pirolisis cangkang kelapa sawit (Peby, 2010)
Cangkang kelapa sawit sebanyak 50 gram dimasukan ke dalam reaktor.
Kondisi reaktor diatur pada suhu 600 oC dengan kecepatan pemanasan reaktor
sebesar 1,3 oC/detik. Kemudian dialirkan gas N2 dengan kecepatan alir yang
disesuaikan agar serbuk cangkang kelapa sawit tidak terbawa aliran gas. Proses
pirolisis dilakukan selama 2 jam. Produk cairan yang dihasilkan terdiri dari bio-oil
dan pyroligenous acid. Bio-oil dipisahkan dengan cara dipipet kemudian bio-oil
digunakan untuk proses hidrodeoksigenasi.
Bio-oil dan pyroligneous acid yang dihasilkan dianalisis kandungan C, H,
O dan N dengan elemental analyzer. Sampel ditimbang sebanyak 0,05 gram
Gambar 9 Reaktor pirolisis
30
kemudian ditambahkan comaid sebanyak 0,15 gram dan dimasukkan ke dalam
tempat sampel. Elemental analyzer dikondisikan pada suhu pembakaran 950 oC
menggunakan gas pembawa yaitu helium dan gas pembakaran yaitu oksigen. Pada
program dimasukkan nama sampel dan berat sampel, setelah itu klik start analyze.
3.3.3 Proses hidrodeoksigenasi upgrading bio-oil (Wildschut et al., 2009).
Ditimbang sebanyak 0,5 gram katalis dan 10 gram bio-oil kemudian
dimasukan ke dalam reaktor upgrading bio-oil dan diaduk hingga homogen.
Kondisi reaktor diatur pada suhu 250 OC dan dialirkan gas H2 20 bar selama 4 jam.
Bio-oil upgrading yang dihasilkan terdiri dari heavy oil dan light oil. Heavy oil
dan light oil dipisahkan menggunakan sentrifuge kecepatan 4000rpm selama 30
menit bertujuan untuk memudahkan pemisahan fasa produk. Heavy oil dan light
oil yang dihasilkan dianalisis kandungan C, H, O dan N dengan elemental
analyzer (prosedur seperti hal. 30).
Gambar 10 Reaktor upgrading bio-oil
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Katalis
SAA (Surface Area Analyzer)
Permukaan katalis merupakan tempat adsorpsi reaktan dan tempat
berlangsungnya reaksi. Penurunan dan peningkatan luas permukaan katalis
berpengaruh terhadap kesempatan reaktan untuk teradsorpsi ke katalis (Dickerson
et al., 2013). Karakterisasi dengan SAA bertujuan untuk mengetahui luas
permukaan dan volume pori katalis. Hasil luas permukaan dan volume pori
penyangga dan katalis disajikan pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5 Penentuan luas permukaan dan volume pori penyangga karbon, katalis Ru/C dan Pd/C
Katalis Luas Permukaan (m2/g)
Volume Pori (cm3/g)
Penyangga karbon (C) 789,34 0,0854 Katalis Ru/C 1% 781,38 0,0826 Katalis Ru/C 3% 775,40 0,0794 Katalis Ru/C 5% 745,07 0,0806 Katalis Pd/C 1% 765,31 0,0826 Katalis Pd/C 3% 766,77 0,0829 Katalis Pd/C 5% 738,94 0,0782
Penyangga karbon sebelum dilakukan impregnasi dengan logam mempunyai
luas permukaan 789,3428 m2/g dengan volume pori 0,0854 cm3/g, kemudian
setelah dilakukan impregnasi dengan logam Ru atau Pd dengan konsentrasi 1%,
3% dan 5% terjadi penurunan luas permukaan dan volume pori. Hasil tersebut
menunjukkan metode impregnasi basah mampu mendispersi logam Ru dan Pd ke
dalam pori penyangga karbon. Hasil tersebut didukung oleh penelitian Ulfah et al
32
(2012) yang menyatakan bahwa pada umumnya luas permukaan, volume pori dan
diameter pori katalis lebih rendah dibandingkan luas permukaan, volume pori dan
diameter pori penyangga.
Luas permukaan dan volume pori katalis Ru/C menurun seiring dengan
meningkatnya konsentrasi logam Ru yang ditambahkan. Bertambahnya
konsentrasi Ru yang diimpregnasikan ke dalam penyangga karbon maka semakin
banyak Ru yang terimpregnasi ke dalam pori penyangga menyebabkan adanya
pori yang tertutup sehingga luas permukaan dan volume pori berkurang (Rianto et
al., 2012). Luas permukaan dan volume pori katalis Pd/C 1% yaitu 765,3164 m2/g
dan 0,0826 cm3/g, Pd/C 3% yaitu 766,7661 m2/g dan 0,0829 cm3/g dan Pd/C 5%
yaitu 738,9424 m2/g dan 0,0782 cm3/g. Luas permukaan dan volume pori katalis
Pd/C 3% terjadi sedikit peningkatan dari katalis Pd/C 1% karena adanya perluasan
distribusi ukuran dan bertambahnya pori di permukaan katalis sedangkan katalis
Pd/C 5% terjadi penurunan luas permukaan dan volume pori karena peningkatan
konsentrasi Pd menyebabkan semakin banyak logam Pd yang terimpregnasi ke
dalam pori penyangga sehingga menyebabkan luas permukaan dan volume pori
berkurang (Rianto et al., 2012).
Luas permukaan katalis Ru/C 5% (745,0698 m2/g) dan Pd/C 5% (738,9424
m2/g) lebih besar dari katalis Ru/C 5% pada penelitian Joon et al (2015) yaitu
666,8 m2/g dan katalis Pd/C 5% pada penelitian Wei et al (2016) yaitu 258,7
m2/g. Katalis Ru/C dan Pd/C 5% dikarakterisasi selanjutnya menggunakan SEM
EDX dan XRD.
33
SEM EDX (Scanning Electron Microscope Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy)
Karakterisasi SEM EDX bertujuan untuk mengetahui morfologi permukaan
dan komposisi kimia. Morfologi permukaan katalis Ru/C dan Pd/C 5%
diidentifikasi menggunakan SEM dengan perbesaran objek 1000 kali disajikan
pada Gambar 11.
(a) (b)
(c)
Gambar 11 Mikrograf permukaan katalis a) Ru/C 5% b) Pd/C 5% dan c) karbon aktif
34
Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa morfologi permukaan katalis Ru/C dan
Pd/C hampir sama dengan morfologi permukaan karbon aktif yaitu memiliki
tekstur berpori dengan ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Gambar 11b adalah
morfologi pada katalis Pd/C dimana terlihat titik titik berwarna putih pada
permukaan yang menunjukkan logam Pd dengan cluster yang kecil, hal yang
sama juga didapatkan oleh Gutierrez et al (2009) yaitu cluster Pd yang kecil.
Sedangkan Gambar 11a adalah katalis Ru/C, tidak terlihat adanya logam pada
permukaan katalis, hal ini diperkirakan karena logam Ru terimpregnasi ke dalam
pori karbon sehingga tidak terlihat pada permukaan katalis (Fabing et al., 2012).
Komposisi kimia katalis Pd/C dan Ru/C 5% diketahui dengan analisis EDX, hasil
yang didapat disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil analisis EDX katalis Ru/C dan Pd/C
Unsur Katalis Ru/C (%) Katalis Pd/C (%)
Karbon (C) 87,93 69,36 Rutenium (Ru) 0,21 - Paladium (Pd) - 30,64 Oksigen (O) 11,87 -
Berdasarkan hasil EDX pada Tabel 6 permukaan katalis Ru/C terdapat unsur
kimia seperti karbon, rutenium dan oksigen. Komponen Ru pada katalis Ru/C
sangat kecil karena Ru terdispersi didalam pori karbon sehingga tidak banyak
terdeteksi pada permukaan katalis (Tiejun et al., 2016). Komponen Ru yang
sedikit ditutupi komponen karbon yang sangat besar sehingga pada hasil SEM
Gambar 11a tidak terdeteksi logam Ru di permukaan katalis. Sedangkan pada
permukaan katalis Pd/C terdapat unsur kimia seperti karbon dan paladium.
Komponen Pd yang cukup besar terdeteksi pada hasil SEM Gambar 11b
menunjukan logam Pd pada permukaan katalis. Berdasarkan analisa SEM EDX
35
yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa logam Ru dan Pd telah terdistribusi
pada penyangga karbon.
XRD (X-Ray Diffraction)
Pola difraksi sinar X karbon aktif, katalis Ru/C dan Pd/C 5% disajikan pada
Gambar 12. Identifikasi puncak yang dihasilkan katalis Ru/C dibandingkan
dengan standar ICDD card No. 06-0663 dan katalis Pd/C dengan ICDD card No.
00-005-0681.
Gambar 12 pola difraksi karbon aktif mempunyai puncak yang melebar pada
2θ 20o-30o yang menunjukkan fasa amorf dari struktur karbon aktif (Dwiatmoko
et al., 2015). Pola difraksi katalis Ru/C dan Pd/C hampir sama dengan pola
difraksi karbon aktif, hal tersebut menunjukkan bahwa katalis memiliki fasa
amorf.
a
b
c
2theta (degree)
Gambar 12 Pola difraksi a) karbon aktif, b) katalis Pd/C dan c) Ru/C
Pd Pd
36
Pola difraksi katalis Ru/C tidak menghasilkan puncak utama Ru, hasil
tersebut sama dengan hasil SEM EDX bahwa jumlah komponen karbon yang
besar menutupi komponen Ru yang sangat rendah sehingga puncak utama Ru
tidak terlihat. Pola difraksi katalis Ru/C yang didapatkan pada penelitian ini
hampir sama dengan pola difraksi Ru/C yang didapatkan oleh Tiejun et al (2016)
dan Ru/C komersil (Sigma Aldrich), sehingga disimpulkan bahwa fasa katalis
Ru/C adalah amorf. Pola difraksi katalis Pd/C didapatkan pada 2θ 40,19o; 46,94o
dan 68,24o. Hasil tersebut sama dengan ICDD card No. 00-005-0681 bahwa pada
2θ 40,19o; 46,94o dan 68,24o adalah puncak utama Pd, namun intensitas puncak
Pd/C pada pada penelitian ini rendah sehingga sistem kristal belum terlihat dan
disimpulkan bahwa fasa katalis Pd/C adalah amorf.
4.2 Produk Pirolisis Cangkang Kelapa Sawit
Bio-oil dan pyroligneous acid merupakan cairan yang dihasilkan pada proses
pirolisis. Gas yang terbentuk adalah gas CH4, CO2, CO dan char yang dihasilkan
adalah senyawa karbon berwarna hitam (Kim et al., 2010). Reaksi yang umum
berlangsung pada pirolisis biomassa adalah dehidrasi kandungan air, degradasi
selulosa, hemiselulosa dan lignin menjadi molekul yang relatif lebih kecil dan
sederhana. Degradasi selulosa, hemiselulosa dan lignin menghasilkan senyawa
dalam bentuk gas, cairan dan char (Bulushev et al., 2011).
Bio-oil merupakan campuran senyawa oksigenat yang berwarna coklat
gelap, tidak stabil serta berbau asap tajam. Komponen bio-oil sebagian besar
terdiri dari fenol dan turunannya (Asadullah et al., 2013). Komponen
Pyroligneous acid terdiri dari campuran air dan asam organik yang berwarna
37
coklat kemerahan dengan keasaman yang tinggi (Lei et al., 2009). Komponen
hasil pirolisis cangkang kelapa sawit disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Komponen produk pirolisis cangkang kelapa sawit
Komponen Pirolisis Yield (% b/b)
Bio-oil 9,90 Pyroligneous acid 38,18 Heavy tar 1,38 Char 31,59 Gas 18,95
Komponen produk yang ditampilkan pada Tabel 7 adalah hasil teknik
pirolisis lambat pada suhu 400-600 oC dan heating rate rendah menghasilkan
produk char, cairan dan gas (Huber et al., 2006). Yield masing-masing komponen
dihitung menggunakan persamaan yang telah disajikan pada Lampiran 3.
Bentuk fisik bio-oil dan pyroligneous acid disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13a adalah produk bio-oil yang berwarna coklat kehitaman (awal
pengamatan berwarna coklat kekuningan) dan kental. Gambar 13b adalah produk
pyroligneous acid yang berwarna coklat kemerahan dan lebih encer. Komponen
produk dan warna bio-oil dan pyroligneous acid yang dihasilkan sama dengan
Gambar 13 Cairan hasil pirolisis a) bio-oil b) pyroligneous acid
a) b)
38
warna dan komponen produk pirolisis cangkang kelapa sawit suhu 600 oC
(Asadullah et al., 2013).
Komposisi kimia produk pirolisis
Komposisi kimia bio-oil dan pyroligneous acid sebagian besar terdiri C dan
O. Hasil elemen bio-oil dan pyroligneous acid disajikan pada Tabel 8. Besarnya
C, H dan O yang terkandung didalam bio-oil mempengaruhi nilai kalor (HHV).
Nilai kalor adalah besarnya energi dalam bahan bakar yang akan diolah menjadi
tenaga untuk menggerakan mesin. Nilai kalor dihitung berdasarkan persamaan
Dulong yaitu :
HHV (MJ/kg) = (0,3383. C) + 1,442 (H - O/8)
Tabel 8 Komposisi elemen bio-oil dan pyroligneous acid
Elemen Kandungan Bio-oil Pyroligneous acid
C (%b/b) 54,60 21,92 H (%b/b) 7,96 9,81 O (%b/b) 37,09 68,27 N (%b/b) 0,35 0 O/C 0,68 3,11 H/C 0,15 0,44 HHV (MJ/kg) 21,79 8,69 MJ = Mega Joule
Tabel 8 dapat dilihat bahwa kandungan oksigen bio-oil cukup tinggi
(37,09%) dan nilai HHV yang cukup rendah yaitu 21,79 MJ/kg. Semakin tinggi
kandungan oksigen maka HHV yang dihasilkan semakin rendah (Huber et al.,
2006). Kandungan oksigen yang tinggi pada bio-oil dapat menyebabkan korosif
dan panas pembakaran yang rendah untuk menggerakkan mesin, sehingga
perlunya peningkatan kualitas bio-oil dengan menurunkan kandungan oksigen dan
menghasilkan HHV yang tinggi. Pyroligneous acid menghasilkan kandungan
39
oksigen yang sangat tinggi yaitu 68,27% dan menghasilkan HHV sangat rendah
yaitu 8,69 MJ/kg sehingga pyroligneous acid tidak berpotensi untuk proses
upgrading menghasilkan liquid fuel (Lei et al., 2009).
4.3 Produk Upgrading Bio-oil
Hidrodeoksigenasi upgrading bio-oil bertujuan untuk meningkatkan kualitas
bio-oil yaitu dengan menurunkan kandungan oksigen sehingga menghasilkan nilai
kalor (HHV) yang tinggi. Hasil upgrading bio-oil disajikan pada Gambar 14.
Bentuk fisik produk upgrading bio-oil terdiri dari light oil dan heavy oil
disajikan pada Gambar 14. Light oil dan heavy oil yang telah dilakukan
pemisahan ditunjukkan pada Gambar 14 a dan b. Produk light oil berada pada fasa
atas yang berwarna terang dan encer dan heavy oil berada pada fasa bawah yang
berwarna hitam gelap dan kental. Perbedaan fasa light oil dan heavy oil karena
perbedaan densitas light oil yang lebih rendah dari heavy oil. Densitas dipengaruhi
oleh komponen penyusunnya, heavy oil terdiri dari senyawa organik seperti
hidrokarbon, fenol, aldehid dan keton, sedangkan light oil terdiri dari air dan
Gambar 14 Produk upgrading bio-oil a) light oil b) heavy oil
a)
b)
a)
b)
40
sedikit senyawa organik (Wei et al., 2016). Densitas berbanding lurus dengan
viskositas yaitu semakin tinggi densitas maka semakin tinggi viskositas. Heavy oil
memiliki viskositas lebih tinggi (103-104cp) dari light oil (1cp) (Global, 2011).
Komponen produk upgrading bio-oil dengan variasi konsentrasi katalis disajikan
pada Gambar 15.
Gambar 15 Komponen produk upgrading bio-oil
Gambar 15 dapat dilihat bahwa seiring meningkatnya konsentrasi katalis
Ru/C dan Pd/C maka semakin meningkat produk gas yang dihasilkan. Produk gas
tersebut merupakan senyawa volatil atau hasil samping reaksi hidrodeoksigenasi
seperti gas CO2 dan H2O (Mortensen et al., 2011). Produk heavy oil pada katalis
Ru/C dan Pd/C 3% mengalami peningkatan sedangkan pada katalis Ru/C dan
Pd/C 5% terjadi penurunan, hasil tersebut karena pada katalis Ru/C 5% dan Pd/C
5% kemungkinan adanya peningkatan reaksi HDO sehingga hasil samping reaksi
HDO mengalami distribusi pada produk light oil dan gas. Produk heavy oil yang
dihasilkan pada penelitian ini lebih besar dari produk heavy oil pada penelitian
Joon et al (2015) yaitu <54%. Berdasarkan yield heavy oil, katalis Ru/C 3% dan
Pd/C 3% menghasilkan yield heavy oil paling tinggi.
21.88 21 21.19 29.1116.32 16.05
69.1 70.49 68.8164.89
77.68 73.95
9 9.09 10 6 6 10
0102030405060708090
100
Ru/C 1% Ru/C 3% Ru/C 5% Pd/C 1% Pd/C 3% Pd/C 5%
yiel
d %
(b/b
)
Light oil Heavy oil Gas
41
Komposisi kimia produk upgrading bio-oil
Sifat fisik dan komposisi kimia bio-oil sangat mempengaruhi karakteristik
heavy oil yang dihasilkan setelah catalytic upgrading (Huber et al., 2006).
Kualitas produk upgrading bio-oil dapat dilihat berdasarkan komposisi elemen
dan nilai kalor (Dickerson et al., 2013). Hasil komposisi kimia heavy oil dan light
oil dengan katalis Ru/C dan Pd/C disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Komposisi elemen produk heavy oil dan light oil
Produk C (%b/b)
H (%b/b)
O (%b/b)
N (%b/b)
HHV (MJ/kg)
Heavy oil Ru/C 1% 66,60 7,76 25,26 0,38 29,17 Ru/C 3% 66,85 7,62 25,11 0,41 29,00 Ru/C 5% 67,44 7,85 24,29 0,41 29,67 Pd/C 1% 64,91 8,24 26,56 0,29 28,96 Pd/C 3% 65,88 7,58 26,12 0,42 28,43 Pd/C 5% 64,61 7,85 27,21 0,34 28,19 Light oil Ru/C 1% 10,31 10,73 79,10 - 4,69 Ru/C 3% 10,92 10,70 78,53 - 4,96 Ru/C 5% 8,72 10,82 80,63 - 4,01 Pd/C 1% 11,08 10,66 78,40 - 4,97 Pd/C 3% 9,23 10,07 80,78 - 3,09 Pd/C 5% 10,45 10,91 78,79 - 5,05
Tabel 9 dapat dilihat bahwa produk heavy oil dengan katalis Ru/C dihasilkan
kandungan oksigen yang menurun dengan meningkatnya konsentrasi katalis.
Produk heavy oil dengan katalis Pd/C dihasilkan kandungan oksigen paling
rendah pada konsentrasi Pd/C 3%. Produk light oil katalis Ru/C dan Pd/C
menghasilkan kandungan oksigen yang sangat tinggi (>78%) karena reaksi HDO
pada bio-oil menghasilkan H2O yang terdispersi pada produk light oil (Joon et al.,
2015).
Nilai HHV produk heavy oil dengan katalis Ru/C dan Pd/C (>28 MJ/kg)
lebih besar dari bio-oil hasil pirolisis (21 MJ/kg) (Tabel 8) sedangkan produk light
42
Gambar 16 Diagram Van Krevelen heavy oil katalis Ru/C dan Pd/C
0.99
1.02
1.05
1.08
1.11
0.34 0.36 0.38 0.4 0.42 0.44
H/C
O/C
RuC 1% RuC 3%RuC 5%PdC 1%PdC 3%PdC 5%
oil dengan katalis Ru/C dan Pd/C (<5 MJ/kg) lebih rendah dari bio-oil. Semakin
tinggi nilai HHV maka semakin baik produk tersebut digunakan untuk bahan
bakar karena semakin besar jumlah panas yang dihasilkan, sehingga disimpulkan
bahwa heavy oil berpotensi digunakan sebagai bahan bakar (Dickerson et al.,
2013). Nilai HHV heavy oil yang dihasilkan pada penelitian ini lebih besar dari
heavy oil pada penelitian Joon et al (2015) yaitu ±25 MJ/kg. Berdasarkan hasil
analisis komposisi produk heavy oil, katalis Ru/C 5% dan Pd/C 3% menghasilkan
bio-oil dengan kualitas lebih baik.
4.4 Tingkat Deoksigenasi
Keberhasilan dari proses HDO dalam mengurangi kandungan oksigen
dihitung dari perbandingan nilai O/C dan H/C. Produk dengan nilai O/C yang
rendah dan H/C yang tinggi menandakan kualitas produk akhir yang tinggi
(French et al., 2010). Diagram Van Krevelen heavy oil disajikan pada gambar 16
dengan memplotkan nilai O/C pada sumbu x dan H/C pada sumbu y. Semakin
rendah nilai O/C maka semakin tinggi tingkat deoksigenasi dan semakin tinggi
nilai H/C maka semakin tinggi tingkat hidrogenasi (Joon et al., 2015).
.
43
Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa produk heavy oil yang dihasilkan
menggunakan katalis Ru/C didapatkan nilai O/C yang semakin rendah dengan
meningkatnya konsentrasi katalis dan produk heavy oil yang dihasilkan
menggunakan katalis Pd/C didapatkan nilai O/C rendah pada katalis Pd/C 3%.
Besarnya penurunan nilai O/C pada produk heavy oil didapatkan sebesar ± 0,3
dari nilai O/C bio-oil, sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi reaksi
deoksigenasi. Besarnya peningkatan nilai H/C pada produk heavy oil didapatkan
sebesar ±0,9 dari nilai H/C bio-oil, sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi
reaksi hidrogenasi. Besarnya O/C heavy oil katalis Ru/C 5% dan Pd/C 3% lebih
rendah dari nilai O/C heavy oil pada penelitian Joon et al (2015) yaitu ±0,4.
Produk heavy oil katalis Ru/C memiliki nilai O/C lebih rendah dari katalis
Pd/C menunjukan reaksi deoksigenasi pada katalis Ru/C lebih besar dari katalis
Pd/C, hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah kekosongan orbital d pada logam
katalis. Logam Ru memiliki empat orbital d kosong dan logam Pd memiliki dua
orbital d kosong, karena kekosongan orbital d pada logam Ru lebih besar maka
kemampuan logam Ru untuk membentuk ikatan dengan reaktan lebih besar
sehingga aktivitasnya terhadap reaksi deoksigenasi lebih besar dari logam Pd
(Nasikin, 2010). Katalis Ru/C dan Pd/C umumnya dianggap memiliki aktivitas
katalisis yang baik pada reaksi hidrogenolisis terhadap deoksigenasi suatu
senyawa (Augustine, 1996).
Parameter untuk menentukan katalis yang baik terhadap produk heavy oil
yaitu dilihat berdasarkan yield dan tingkat deoksigenasi (DOD) yang tingi.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung DOD adalah:
DOD (%) = O/C bio-oil – O/C heavy oil x 100% O/C bio-oil
44
Gambar 17 dapat dilihat bahwa yield heavy oil yang dihasilkan dengan
katalis Ru/C dan Pd/C berkisar antara 64-78%. Yield heavy oil tertinggi
ditunjukkan pada katalis Pd/C 3% dan Ru/C 3%. %DOD heavy oil dengan katalis
Ru/C dan Pd/C berkisar antara 37-48% dan %DOD tertinggi dihasilkan pada
heavy oil dengan katalis Ru/C 5% sebesar 47,06% dan Pd/C 3% sebesar 42,65%.
Berdasarkan parameter yield dan %DOD heavy oil, katalis Ru/C 5% dan Pd/C 3%
menghasilkan yield heavy oil dan %DOD yang tinggi.
Tingkat deoksigenasi paling tinggi pada katalis Ru/C yaitu katalis Ru/C
dengan konsentrasi 5%, hasil tersebut karena semakin banyak logam Ru yang
ditambahkan maka semakin banyak logam Ru yang terdispersi dipermukaan
penyangga. Menurut Mortensen et al (2011) sisi aktif yang dihasilkan oleh logam
berfungsi sebagai donor proton (H+), maka semakin banyak logam Ru yang
terdispersi maka semakin banyak gas H2 yang teradsorpsi pada logam Ru untuk
didonorkan pada ikatan C-C rangkap dan atau ikatan C-O karbonil sehingga
37
40
43
46
49
63 66 69 72 75 78
DO
D (%
)
yield (%b/b)
Ru/C 1%
Ru/C 3%
Ru/C 5%
Pd/C 1%
Pd/C 3%
Pd/C 5%
Gambar 17 Hubungan katalis terhadap yield heavy oil dan DOD
45
terjadinya reaksi hidrodeoksigenasi. Tingkat deoksigenasi paling tinggi pada
katalis Pd/C yaitu katalis Pd/C dengan konsentrasi 3%, hasil tersebut karena pada
katalis Pd/C 3% memberikan luas permukaan yang tinggi sedangkan pada katalis
Pd/C 5% terjadi penurunan luas permukaan dan kemungkinan logam Pd yang
terdispersi tidak merata pada permukaan penyangga sehingga menutupi
permukaan penyangga yang menyebabkan aktivitas katalis menjadi menurun.
Sementara, permukaan katalis merupakan tempat adsorpsi reaktan, maka semakin
besar luas permukaan katalis maka kesempatan katalis bereaksi dengan reaktan
semakin besar dan aktivitas katalis meningkat (Istady, 2011).
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Karakteristik katalis Ru/C dan Pd/C menunjukan bahwa luas permukaan dan
volume pori katalis menurun seiring meningkatnya konsentrasi katalis,
katalis memiliki tekstur berpori, logam Ru dan Pd tersebar merata pada
penyangga karbon dan katalis memiliki fasa amorf.
2. Bio-oil cangkang kelapa sawit yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik
dengan penurunan oksigen sebesar 47,06% untuk katalis Ru/C dan 42,65%
untuk katalis Pd/C.
5.2 Saran
Saran pada penelitian selanjutnya, adalah:
1. Perlunya mengetahui suhu dan waktu optimum untuk hidrodeoksigenasi
dengan katalis Ru/C dan Pd/C bio-oil cangkang kelapa sawit.
2. Perlunya analisis komposisi kimia bio-oil dan heavy oil untuk mengetahui
perubahan komposisi kimia setelah dan sebelum proses upgrading bio-oil.
47
DAFTAR PUSTAKA
Asadullah M, Nurul SA, Sharifah AS, Amin A. 2013. Production and Detailed Characterization of Bio-oil from Fast Pyrolysis of Palm Kernel Shell. Biomass and Bioenergy. 59:316-324.
Augustine RL. 1996. Heterogeneous Catalysis for The Synthetic Chemist. New Jersey : Marcel Dekker Inc.
Bargal. 2000. Flash Elemental Analysis. www.thermoscientific.com (diakses Senin, 7 Desember 2015).
BPPT. 2013. Pengembangan Energi dalam Mendukung Sektor Transportasi dan Industri Pengolahan Mineral. Outlook Energi Indonesia.
Bridgewater AV. 2012. Review of Fast Pyrolysis of Biomass and Product Upgrading. Biomass Bioenergy. 3:68–94.
Bridgewater AV. 2004. Biomass Fast Pyrolysis. Thermal Sicence. 8(2):21-49.
Bulushev DM, Ross Julian RH. 2011. Review Catalyst for Conversion of Biomass to Fuels via Pyrolysis and Gasification. Catalysis Today. 171:1-13.
Cruz E. 2004. Review Rutenium in Organic Synthesis. Newyork :147 Noyes.
Dickerson T, Juan S. 2013. Catalytic Fast Pyrolysis: A Review. Energies. 6:514-538.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2015. Statistik Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia 2013-2015. Kementrian Pertanian.
Dwiatmoko AA, Lipeng Z, Inho K, Jae WC, Dong JS. 2015. Hydrodeoxygenation of Lignin Derived Monomers and Lignocelluloses Pyrolysis Oil on The Carbon-Supported Ru Catalyst. Catalysis Today.
Elliot DC. 2007. Historical Developments in Hydroprocessing of Bio-oils. Energy Fuels. 21(3):1792-1815.
Elliott DC. 2013. Transportation Fuels From Biomass via Fast Pyrolysis and Hydroprocessing : A Review. Energy Environment. 2(5):525-533.
48
Ethzurich. 2015. Scanning Electron Microscopy (SEM). www.microscopy.ethz.ch/sem.htm (diakses Rabu, 16 September 2015).
Fabing S, Chee K, Zhiqun T, Jiajian G, Zhaolin L, Jianyi L, Yuan PF. 2012. Nanostructured Trimetallic Pt/FeRuC, Pt/NiRuC, and Pt/CoRuC Catalysts for Methanol Electrooxidation. Journal of Materials Chemistry.
Febijanto I. 2011. Kajian Teknis dan Keekonomian Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Sawit. Jakarta : Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Energi. 2(1):11-22.
Fessenden JR, Fessenden SJ. 1999. Kimia Organik Ed ke-3 Jilid 1. Jakarta : Erlangga, 409-410.
French R, Czernik S. 2010 Catalytic Pyrolysis of Biomass for Biofuels Production. Fuel Process Technology. 91:25–32.
Global BP. 2011. Heavy Oil vs Light Oil. www.aoga.org/HRES-3.10.11-Lunch-Learn-BP-Heavy-Oil (diakses Kamis, 25 Februari 2016).
Gutierrez A, Kaila RK, Honkela ML, Slioor R, Krause. 2009. Hydrodeoxygenation of Guaiacol on Noble Metal Catalysts. Catalysis Today. 147:239–246.
Haerudin H. 2005. Katalis dan Bahan Penyusunnya dalam Penyediaan Sumber Energi. Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Puspiptek, 1-3.
Huber GW, Iborra S, Corma A. 2006. Synthesis of Transportation Fuels From Biomass: Chemistry, Catalysts, and Engineering. Chem Rev. 106:4044–98.
Istady. 2011. Fundamental dan Aplikasi : Teknologi Katalis untuk Konversi Energi. Badan Penerbit Undip, 1-13.
Istiana. 2003. Pilarisasi dan Karakterisasi Montmorillonit. Jurnal Sains Materi Indonesia ISSN 1411-1098. 4(3):1-7.
Joon WC, Shinyoung O, Hyewon H, Hang SC. 2015. The Effects of Noble Metal Catalysts on The Bio-oil Quality During The Hydrodeoxygenative Upgrading Process. Fuel. 153:535–543.
Kim JS, Seon-Jin K, Su-Hwa J. 2010. Fast Pyrolysis of Palm Kernel Shells: Influence of Operation Parameters on The Bio-oil Yield and The Yield of Phenol and Phenolic Compounds. Bioresource Technology. 101:9294–9300.
49
Kurniati, E. 2008. Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Arang Aktif. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. 8, 96-103 .
Lei H, Quan B, Alan HZ, Lu W, Shoujie R, Jing L, Yi W, Yupeng L, Juming T, Qin Z, Roger R. 2012. A Review of Catalytic Hydrodeoxygenation of Lignin-Derived Phenols from Biomass Pyrolysis. Bioresource Technology. 124:470–477.
Martinez M. 2010. Sebuah Pemahaman Dasar Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy Dirpesive X-Ray Spectroscopy (EDX). http://karya_ilmiah.um.ac.id (diakses Kamis, 25 Februari 2016).
Mironenko RM, Belskaya OB, Gulyaeva TI, Nizovskii AI, Kalinkin AV, Bukhtiyarov VI, Lavrenov AV, Likholobov VA. 2015. Effect of The Nature of Carbon Support on The Formation of Active Sitesin Pd/C and Ru/C Catalysts for Hydrogenation of Furfural. Catalysis Today. 249:145–152.
Miura, M. 2012. Biomassa Handbook. Japan Institute of Energy. 106-115.
Mortensen PM, Grunwaldta JD, Jensena PA, Knudsenc KG, Jensen AD. 2011. A Review of Catalytic Upgrading of Bio-oil to Engine Fuels. Elsevier Applied Catalysis A: General. 407:1– 19.
Nasikin M, Susanto HB. 2010. Katalis Heterogen. Jakarta. UI-Press.
Peby A. 2010. Biomass to Liquid: Proses Konversi Tandan Kosong Kelapa Sawit Menjadi Bio-oil dengan Metode Pirolisis. Depok : Universitas Indonesia.
Rajarathnam. 2012. Instrumental Chemical Analysis: Basic Principles and Techniques. National University of Singapure.
Rianto LB, Suci A, Susi NK. 2012. Pengaruh Impregnasi Logam Titanium Pada Zeolit Alam Malang Terhadap Luas Permukaan Zeolit. Alchemy. 1(2):58-67.
Richardson JT. 1992. Principles of Catalyst Development. Plenum Press New York. ISBN 978-1-4899-3725-4.
Robert RW, Soegijono B, Rinaldi N. 2012. Characterization of Cr/Bentonite and HZSM-5 Zeolite as Catalysts for Ethanol Conversion to Biogasolin. Makara Journal of Science. 16(1):65-70.
Thompson M. 2008. CHNS Elemental Analyser. www.rsc.org/amc (diakses Kamis, 25 Februari 2016).
50
Tiejun W, Yujing W, Songbai Q, Chenguang W, Lungang C, Zhengqiu Y. 2016. Optimization of Renewable C5 and C6 Alkane Production from Acidic Biomass Hydrolysate Over Ru/C Catalyst. Fuel. 170:77-83.
Ulfah, Maria, Subagjo. 2012. Pengaruh Perbedaan Sifat Penyangga Alumina Terhadap Sifat Katalis Hidrotreating Berbasis Nikel-Molibdenum. Jurnal Reaktor. 14(2).
Venderbosch RH, Ardiyanti AR, Wildschut J, Oasmaa A. 2009. Stabilization of Biomass-Derived of Pyrolisis Oils. Chemical Technology & Biotechnology. 85(5):674-686.
Wang W, Yunquan Y. 2011. Amorphous Co-Mo-B Catalyst with High Activity for The Hydrodeoxygenation of Bio-Oil. Catalyst Communication. 12:436-440.
Wei L,Yinbin H, Xianhui Z, Shouyun C, James J, Yuhe C, Zhengrong G. 2016. Upgrading Pine Sawdust Pyrolysis Oil to Green Biofuels by HDO Over Zinc-Assisted Pd/C Catalyst. Energy Conversion and Management. 115:8–16.
Wilde G. 2009. Nanostructured Materials. Germany : Elsevier
Wildschut J, Farchad HM, Venderbosch RH, Hero JH. 2009. Hydrotreatment of Fast Pyrolysis Oil Using Heterogenous Noble-Metal Catalyst. Ind. Eng. Chem. 48:10324-10334.
Zhang SP. 2003. Study of Hydrodeoxygenation of Bio-oil from the Fast Pyrolisis of Biomass. Energ Source. 25(1):57-65.
51
LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Sintesis katalis Ru/C dan Pd/C Pirolisis cangkang kelapa sawit
Hidrodeoksigenasi
Upgrading Bio-oil
Metode impregnasi basah
Reduksi katalis
Karakterisasi SAA, SEM EDX dan XRD
Produk akhir Katalis
HN4O10Ru atau Pd(NO)3.xH2O 1,3, 5% dan 10 gram karbon hitam
Cangkang Kelapa Sawit 50 gram
Pirolisis T : 600 oC, t : 2 jam
Pemisahan bio-oil dan pyroligneous acid
Analisis elemental analyzer
Produk akhir bio-oil
Hidrodeoksigenasi bio-oil
Pemisahan heavy oil dan light oil
Analisis elemental analyzer
Pengolahan dan analisis data
Kesimpulan
52
Lampiran 2 Perhitungan penimbangan katalis
a. Katalis Ru/C 1 %
Massa HN4O10Ru =
x 1% x massa karbon aktif
=
,,
x 1% x 10 gram = 0,3147 gram
b. Katalis Ru/C 3 %
Massa HN4O10Ru =
x 3% x massa karbon aktif
=
,,
x 3% x 10 gram = 0,9442 gram
c. Katalis Ru/C 5 %
Massa HN4O10Ru =
x 5% x massa karbon aktif
=
,,
x 5% x 10 gram = 1,5736 gram
d. Katalis Pd/C 1 %
Massa Pd(NO)3.xH2O = ( ) .
x 1% x massa karbon aktif
=
,,
x 1% x 10 gram = 0,2165 gram
53
e. Katalis Pd/C 3 %
Massa Pd(NO)3.xH2O = ( ) .
x 3% x massa karbon aktif
=
,,
x 3% x 10 gram = 0,6495 gram
f. Katalis Pd/C 5 %
Massa Pd(NO)3.xH2O = ( ) .
x 5% x massa karbon aktif
=
,,
x 5% x 10 gram = 1,0826 gram
54
Lampiran 3 Neraca massa pirolisis cangkang kelapa sawit
Yield = massa produk x 100% massa sampel
Liquid Tar Sebelum
Pirolisis (gram) Setelah
Pirolisis (gram) Hasil
Kondensor 1 + pipa 148,2 149,64 1,44 Kondensor 2 + pipa 181,1 181,57 0,47 Erlenmeyer + pipa + tutup 251,7 273,38 21,68 Pipa panjang + sambungan 40,8 41,44 0,64 Pipa erlen-kondensor1 7,9 8,09 0,19
Total Liquid Tar 24,36 % Liquid Tar 48,08
Char Hasil Beaker kosong 157,2 Beaker + char 173,2
Total Char 16 % Char 31,59
Heavy Tar Sebelum Pirolisis (gram)
Setelah Pirolisis (gram)
Hasil
Reaktor 1229,9 1230,1 0,2 Tutup reaktor 223,6 223,8 0,2 Pipa besi 91,4 91,7 0,3
Total Heavy tar 0,7 % Heavy tar 1,38
Gas Hasil Sampel 50,67 Total Heavy tar, Liquid tar, Char 41,06
Gas 9,6 % Gas 18,95
55
Lampiran 4 Neraca massa catalytic upgrading
A. Katalis Ru/C 1%
Bio-oil (b) = 10 gram
Gas Sebelum Upgrading Setelah Upgrading Hasil Reaktor +k+b 1213,3 gram 1212,4 gram 0,9 gram
Total gas 0,9 gram % gas 9%
Liquid Product Sebelum Upgrading Setelah Upgrading Hasil Reaktor 1202,8 gram 1211,9 gram 9,1 gram
Total Liquid Product 9,1 gram % Total Liquid Product 91%
Botol + Light oil 21,1629 gram 23,3510 gram 2,1881 gram Light oil 2,1881 gram
% Light oil 21,88%
Heavy oil (Liquid Product – Light oil) 6,9119 gram % Heavy oil 69,1%
B. Katalis Ru/C 3%
Bio-oil (b) = 9,9 gram
Gas Sebelum Upgrading Setelah Upgrading Hasil Reaktor +k+b 1213,2 gram 1212,3 gram 0,9 gram
Total gas 0,9 gram % gas 9,09%
Liquid Product Sebelum Upgrading Setelah Upgrading Hasil Reaktor 1202,8 gram 1211,8 gram 9 gram
Total Liquid Product 9 gram % Total Liquid Product 90,90%
Botol + Light oil 20,7174 gram 22,7380 gram 2,0206 gram Light oil 2,0206 gram
% Light oil 20,41%
Heavy oil (Liquid Product – Light oil) 6,9794 gram % Heavy oil 70,49%
56
C. Katalis Ru/C 5%
Bio-oil (b) = 10 gram
Gas Sebelum Upgrading Setelah Upgrading Hasil Reaktor +k+b 1213,5 gram 1212,5 gram 1 gram
Total gas 1 gram % gas 10%
Liquid Product Sebelum Upgrading Setelah Upgrading Hasil Reaktor 1203 gram 1212 gram 9 gram
Total Liquid Product 9 gram % Total Liquid Product 90%
Botol + Light oil 21,1064 gram 23,2259 gram 2,1195 gram Light oil 2,1195 gram
% Light oil 21,19%
Heavy oil (Liquid Product – Light oil) 6,8805 gram % Heavy oil 68,81%
D. Katalis Pd/C 1%
Bio-oil (b) = 10 gram
Gas Sebelum Upgrading Setelah Upgrading Hasil Reaktor +k+b 1213,2 gram 1212,6 gram 0,6 gram
Total gas 0,6 gram % gas 6%
Liquid Product Sebelum Upgrading Setelah Upgrading Hasil Reaktor 1202,7 gram 1212,1 gram 9,4 gram
Total Liquid Product 9,4 gram % Total Liquid Product 94%
Botol + Light oil 20,3597 gram 23,2708 gram 2,9111 gram Light oil 2,9111 gram
% Light oil 29,11%
Heavy oil (Liquid Product – Light oil) 6,4889 gram % Heavy oil 64,89%
57
E. Katalis Pd/C 3%
Bio-oil (b) = 10 gram
Gas Sebelum Upgrading Setelah Upgrading Hasil Reaktor +k+b 1213,2 gram 1211,8 gram 0,6 gram
Total gas 0,6 gram % gas 6%
Liquid Product Sebelum Upgrading Setelah Upgrading Hasil Reaktor 1202,9 gram 1212,3 gram 9,4 gram
Total Liquid Product 9,4 gram % Total Liquid Product 94%
Botol + Light oil 21,5234 gram 23,1557 gram 1,6323 gram Light oil 1,6323 gram
% Light oil 16,32%
Heavy oil (Liquid Product – Light oil) 7,7677 gram % Heavy oil 77,68%
F. Katalis Pd/C 5%
Bio-oil (b) = 10 gram
Gas Sebelum Upgrading Setelah Upgrading Hasil Reaktor +k+b 1213,2 gram 1212,2 gram 1 gram
Total gas 1 gram % gas 10%
Liquid Product Sebelum Upgrading Setelah Upgrading Hasil Reaktor 1202,8 gram 1211,8 gram 9 gram
Total Liquid Product 9 gram % Total Liquid Product 90%
Botol + Light oil 20,7089 gram 22,3136 gram 1,6047 gram Light oil 1,6047 gram
% Light oil 16,05%
Heavy oil (Liquid Product – Light oil) 7,3953 gram % Heavy oil 73,95%
58
Lampiran 5 Perhitungan tingkat deoksigenasi
DOD (%) = O/C bio-oil – O/C heavy oil x 100 O/C bio-oil
H/C = (O/C x 1,4125) + 0,5004
Produk C (%b/b)
O (%b/b) O/C H/C DOD
(%) Bio-oil 54,60 37,09 0,68 0,15 -
Heavy oil Ru/C 1% 66,60 25,26 0,38 1,04 44,11 Ru/C 3% 66,85 25,11 0,37 1,03 45,59 Ru/C 5% 67,44 24,29 0,36 1,01 47,06 Pd/C 1% 64,91 26,56 0,41 1,07 39,71 Pd/C 3% 65,88 26,12 0,39 1,06 42,65 Pd/C 5% 64,61 27,21 0,42 1,09 38,24
59
Lampiran 6 Data EDX
A. Katalis Pd/C
Standard :
C = CaCO3 1-Jun-1999 12:00 AM
Pd = Pd 1-Jun-1999 12:00 AM
B. Katalis Ru/C
Standard :
C = CaCO3 1-Jun-1999 12:00 AM
O = SiO2 1-Jun-1999 12:00 AM
Ru = Ru 1-Jun-1999 12:00 AM
60
Meas. data:2 Pd-C 3%/Data 1
Inte
nsity
(cou
nts)
-20
0
20
40
60
2-theta (deg)
20 40 60 80
Palladium, syn, Pd, 00- 005- 0681
Lampiran 7 Hasil XRD
61
Lampiran 8 Dokumentasi penelitian
Impregnasi basah
Reduksi katalis
Katalis Ru/C dan Pd/C
62
Pirolisis cangkang kelapa sawit ; Bio-oil dan Pyroligneous Acid
Hidrodeoksigenasi upgrading bio-oil ; Heavy oil