Download - Hasil ti india 2
HASIL STUDI TOUR KA INDIHE
SSAAT (society for social audit, accountability and transparancy) adalah lembaga pemerintah
negara bagian andhra pradesh, dibawa departemen pembangunan pedesaan yang melakukan audit sosial
terhadap program program pemerintah yang sifatnya melibatkan masyarakat. Disini ada proyek padat
karya ngabangun infrastruktur perdesaan, dll. Sebagaimana di Indonesia ada juga PNPM...
Awal sosial audit di india dimulai oleh 3 pemuda
(Arwa Roy, Nikhil Dey, Shankar Singh), dari kalangan kelas
menengah, yang baru pulang sekolah. Mereka pulang,
dan sepakat untuk tinggal di desa nya shankar Singh di
Rajashtan untuk merasakan kehidupan desa dan belajar
dari warga. Desa Shankar Singh tinggal merupakan desa
amat sangat miskin yang dihuni oleh buruh tani. Tanah
subur desa itu dikuasai oleh seorang tuan takur
(serius...ternyata tuan takur itu sebutan bagi tuan tanah).
Tuan takur yang ini jahat...dia menteror dengan kekerasan dan selalu meminta separuh dari hasil panen.
Prihatin dengan keadaan itu, mereka menggalang kekuatan buruh tani dan petani kecil, dan
menantang langsung tuan tanah tersebut. Singkat cerita, mereka berhasil merebut tanah dengan dukungan
pemerintah. Dan sebagai bagian dari perebutan lahan tersebut, pemerintah meluncurkan program
penghutanan lahan tersebut, yang pesertanya adalah perempuan (lahan diregister atas nama
perempuan...mengapanya, poho ditanyakeun). Disini gerakan mereka diberi nama sebagai MKSS.
Seiring berjalannya program penghijauan dari pemerintah itu, pemerintah memberikan honor
harian bagi mereka yang terlibat. Nya, semacam program padat karya penghijauan lah. Nah disini lah
dimulai sejarah audit sosial.
Ceritanya, para pekerja program padat karya penghijauan itu banyak yang merasa tertipu. Mereka
bekerja, kadang tidak dibayar penuh. Misal, jumlah hari yang dibayar kurang dari jumlah hari kerja.
Kemudian upah mereka hanya mendapatkan 6 rupees, sementara standar upah buruh pada umumnya
adalah 11 rupees. Lalu, ceritanya MKSS melakukan gerakan mogok makan, protes pada pemerintah yang
merupakan penyelenggara program penghijauan itu. Tuntutannya sederhana, naikan upah dari 6 rupees
jadi 11 rupees per jam.
Pemerintah kaget, dan mereka membela diri bahwa mereka sudah memberikan upah sesuai
standar. Mereka menunjukan bukti dokumen akuntasi (gaji, dll) yang membuktikan bahwa mereka udah
bayar buruh sesuai standar, yaitu 11 rupee per jam. Pendemo tidak percaya, mereka meminta copy
dokumen tersebut. Namun ternyata tidak diberi... Disini agenda MKSS berubah lagi, dari perebutan lahan,
ke kenaikan upah buruh tani, ke freedom of information.
Nikhil Dey & Vivek Ramkumar
Oleh: Ari Nurman (Perkumpulan Inisiatif)
Sowmya Kidambe, Direktur SSAAT
Perjuangan menuntut freedom of information tidak mudah ditengah ketakutan birokrat
pemerintah India yang tidak kalah korup dibanding Indonesia. Singkat cerita, mereka kembali menang.
Perjuangan mereka berhasil dan berhasil menuntut pemerintah mengeluarkan undang undang tentang
kebebasan informasi yang substansinya sebagian besar berasal dari MKSS (tepatnya Nikhil Dey). Dan
berbekal undang undang tersebut, mereka mendapatkan dokumen yang dicari.
* * * * *
Setelah mendapat dokumen yang dicari (dokumen proyek, dokumen gaji, dll) mereka melihat
bahwa secara administratif semua dokumen menunjukan bhawa pemerintah sudah membayarkan upah
sesuai standar. Lalu mereka ngabring mendatangi orang orang yang namanya terdaptar dalam payroll itu.
Mereka mengecek, apakah mereka bener kerja, berapa hari kerja, dibayar berapa...mereka bikin data/list
temuan temuan... mulai dari proyek fiktif, sampai nama dan tandatangan fiktif.
Setelah dapat temuan, mereka bikin event publik hearing. Mereka undang pejabat pemerintah,
sehingga pelaksana program padat karya penghijauan ditingkat desa pun datang. Nah, pada saat publik
hearing itu, mereka meminta pelaksana program untuk mengumumkan "keberhasilan" program itu... Nah
disana lah si pelaksana program di permalukan. Ketika pelaku program mengumumkan, langsung disanggah
oleh para buruh dan pekerja program. Data temuan hasil audit mereka tandingkan dengan data pelaku
program. Singkat cerita, hancur lah kredibilitas pelaku program karena ketahuan kebohongannya.
* * * * * *
Nah, cerita itu dimulai 15 tahun lalu... Tapi itu lah awal
dari sosial audit. Keberhasilan MKSS ditiru warga lain di daerah
lain... menyebarlah senegara. Tapi tidak semua bisa bertahan,
ada yang sukses, ada yang hancur. Tapi MKSS sendiri sudah
kadung terkenal ditingkat nasional. Dan pendekatan MKSS ini
lah yang kemudian diadopsi oleh pemerintah Negara Bagian
Andhra Pradesh,India dengan merekrut mantan aktifis MKSS
(ternyata si vivek dan somya adalah mantan aktifis juga di MKSS,
cuman udah naik kelas). Pemerintah Andhra Pradesh mendirikan lembaga audit sosial yang diisi oleh
mereka (SSAAT, yg sekarang sowmya direkturnya), yang kemudian mereka diminta menggalang sosial audit
diberbagai program pemerintah.
MKSS nya sendiri masih ada di negara bagian Rajashtan...masih berupa organisasi tanpa bentuk,
kolektif kolegial (bahkan tanpa pemimpin!), tanpa donor, hidup dari sumbangan alumni yang "naik kelas",
dan dari jualan yang dilakukan kelompok usaha. Mereka mendirikan kelompok usaha, semacam koperasi,
yang berfungsi sebagai pengumpul hasil bumi dan menjualnya ke pasar dengan harga yang menguntungkan
bagi petani dan juga bagi mereka. Selain itu, mereka membeli barang dari pasar grosir, lalu mereka jual lagi
dengan sedikit margin pada anggotanya. Ini untuk anggota mereka agar anggota mereka bisa beli barang
Job Card, buku tipis yang berisi informasi pemilik , data pekerjaan (lama kerja padat karya mereka, jenis kerjaan, lokasi, upah yg harus mereka terima) dan list hak mereka dalam proyek National Rural Employment Guarantee(NREG)
dengan harga lebih murah, juga untuk mencegah spekulan yang suka menaikan harga di pasar semena
mena...jadi semacam pelaku operasi pasar juga lah...
* * * * *
Saat ini SSAAT sedang menggalang sosial audit
untuk program padat karya pedesaan, National Rural
Employment Guarantee, yang dikuatkan dengan
undang undang National Rural Employment Guarantee
Act. Persis PNPM Pedesaan banget lah. Ada
pembangunan infra struktur pedesaan, dll. Namun yang
menjadi fokus dari program padar karya pedesaan ini
adalah penyediaan lapangan kerja, dimana menurut
undang undang, setiap keluarga miskin berhak untuk mendapatkan pekerjaan selama 100 hari setahun. Jadi
pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan dengan program ini.
Dan khusus pembukaan lahan tidur dan terlantar untuk jadi pertanian adalah program tindak lanjut
dari land reform. Jadi para buruh tani itu diberi tanah negara, masing masing satu acre. Lalu dimusim
kemarau seperti sekarang, para buruh tani itu diminta membersihkan tanah yang mereka dapatkan itu
dengan dibayar harian....agar ketika musim tanam, mereka sudah punya tanah untuk ditanami pertanian.
Dan mereka jadi buruh tani cuma jadi sambilan saja agar bisa makan sambil menunggu mereka bisa panen
ditanah mereka. Selain itu, dengan uang yang mereka dapat dari program padat karya pembukaan lahan itu
mereka juga bisa makan dan beli benih, pupuk, dll.
* * * * *
Program NREG
merupakan program
pemerintah dalam
menyediakan infrastruktur
pedesaan secara partisipatif
dan padar karya. Mulai dari
pembuatan irigasi/ kanal
pertanian, drainase, gorong
gorong, rumah, jalan dan
gang, pembersihan,
jembatan, pembersihan
lahan, dll. Pokoknya
pekerjaan padat karya yang
bisa dilakukan didesa.
Semua pekerjaan ini harus merupakan hasil musyawarah desa yang diusulkan pada pemerintah district
Pembukaan lahan tidur. Kelanjutan land reform.
(persis musrenbang gituh). Pada pelaksanaannya, pemerintah India mengeluarkan 72 juta dollar amerika
untuk program ini. Yang mana 0,5% dari dana tersebut dialokasikan untuk melakukan audit sosial.
Namun begitu, fokus utama program ini bukan pembangunan infrastruktur, melainkan penyediaan
lapangan kerja bagi warga dengan upah yang layak. Setiap keluarga di India berHAK untuk bekerja 100 hari
setahun dengan upah sekitar 135 rupees per hari, atau sekitar USD3 (beda beda standarnya tiap negara
bagian). Dan pada pelaksannnya, setiap keluarga beneficiaries proyek ini diberi sebuah Job-card yang unik
untuk setiap keluarga. Didalamnya terdapat identitas keluarga penerima manfaat (+ photo keluarga) dan
account rekening di kantor pos, rincian entitlement mereka (kerja 100 hari, dibayar paling lambat 14 hari
setelah pekerjaan, dll), dan data pekerjaan (yg telah dilakukan, lama kerja, lokasi, jenis pekerjaan, mandor
setiap pekerjaan, upah yg akan di transfer ke rekening di pos, dll).
* * * *
Untuk sosial audit, mereka menggunakan tenaga
lokal. Masing masing desa 2 orang. Pertama mereka mencari
orang yang mau jadi sosial auditor desa. Mereka yang direkrut
adalah juga penerima manfaat dari program NREG. Alasannya,
karena mereka adalah penerima manfaat langsung dari NREG,
diharapkan audit sosial pun akan mereka lakukan sungguh-
sungguh. Ini karena menyangkut hajat hidup mereka secara
langsung, dan terkait dengan upah yang mereka terima dari
proyek NREG. Selain itu, pekerjaan mereka sebagai auditor sosial juga bagian dari penggunaan jatah
bekerja mereka yang 100 hari per tahun.
Mereka kemudian dilatih selama 2 hari.
Mereka dilatih tentang sosial audit, program NREG
yang mau diaudit, dan kebebasan informasi. Dihari
ketiga, mereka diberi dokumen yang harus diaudit
(SSAAT sudah berfungsi sebagai komisi informasi,
jadi mereka mengakses dokumen laporan
keuangan dan laporan teknis proyek), dan
melakukan pengecekan dokuman (salah hitung,
korupsi, dll). Disini pelaku audit belajar sambil
melakukan (learning by doing). Bila ada temuan,
mereka langsung laporkan ke lembaga khusus yang juga dibentuk khusus (district vigilant committee)
menindaklanjuti temuan tersebut.
Lalu mereka diterjunkan ke desa mereka sebagai tim. Mereka ditemani dua orang rekan relawan
auditor dari desa lain. Sementara rekan mereka dari desa yang sama, diterjunkan ke desa lain. Alasan dari
pengaturan itu adalah bahwa auditor desa tahu betul siapa orang yang harus di cek, lalu auditor desa
Pelatihan dan Praktek audit dokumen
Rekrutmen. Langsung dijalanan desa!
tetangga akan mencegah si auditor desa lokal itu diintimidasi oleh atau berkolusi dengan koruptor desa.
Mereka membawa dokumen yang mereka telah periksa sebelumnya. Setiap tim bertugas mengaudit sekitar
3 desa. Selama melakukan audit, mereka akan tinggal di kantor desa, atau tempat lain yang netral. Bukan
rumah penerima manfaat, juga bukan rumah fasilitator desa. Mereka tinggal di desa sampai audit di desa
tersebut selesai, lalu pindah ke desa lain. Biasanya, untuk 3 desa yang mereka kunjungi, memakan waktu
sekitar 10 hari.
Terkait dengan audit employment, mereka akan mendatangi dari rumah ke rumah penerima
manfaat. Mereka membandingkan isi dokumen dengan pengakuan warga langsung. Setiap warga mereka
tanya, apakah mereka bekerja, dimana, berapa lama kerja, berapa dapat upah, dibandingkan buku job-card
dan pas book (buku tabungan di pos) yang mereka pegang dengan data master yang mereka bawa. Nyari
anecdotal evidence lah. Selain melakukan audit employment, mereka juga melakukan audit engineering.
Mereka melakukan pengukuran dan pemotretan hasil pekerjaan. Mereka membandingkan dengan standar
teknis. Setiap temuan audit employment dan engineering mereka catat dalam template berita acara.
Sementara master record yang berisi coretan koreksi dan pengakuan warga, serta bukti photo mereka
lampirkan.
Praktek audit emploment: Datangi dari rumah ke rumah
Measurement –Book (M-Book) yang berisi data teknis implementasi proyek yang akan dikonfirmasi dilapangan (audit engineering)
Lalu langkah berikutnya, di hari kesebelas (setelah 10
hari dilapangan), mereka menghadiri public hearing yang
diadakan komite audit ditingkat mandal/kecamatan. Public
hearing tersebut dihadir pejabat, pelaksana proyek, dan
warga penerima manfaat proyek. Public hearing itu terbuka
untuk umum. Namun warga yang diaudit mendapatkan
prioritas, terutama bila mereka menjadi saksi dari kasus
temuan. Selain itu yang hadir adalah dari pihak polisi, kepala
auditor tingkat distrik, kepala pelaksana proyek tingkat
kabupaten, para pelaksana proyek sampai tingkat desa (kalo
PNPM mah, dari UPK sampai relawan) dan media
massa/wartawan. Dan yang paling penting adalah adanya
vigilant committee, yang akan menangani setiap temuan.
Dalam public hearing ini, setiap tim auditor
memaparkan didepan umum secara rinci setiap temuan
mereka. Juga diperlihatkan bukti bukti pelanggaran yang mereka temukan. Pada forum ini juga para
pelaksana proyek diberi kesempatan untuk membela diri didepan umum. Mereka juga diperbolehkan
menghadirkan saksi-saksi. Jadi ini seperti pengadilan umum
saja. Setiap temuan, kasus penggelapan, dll, segera
diselesaikan di forum tersebut.
Dalam kesempatan menyaksikan langsung kegiatan ini, memang sangat terasa aura pengadilannya. Setiap pelanggaran ditentukan langsung putusannya saat itu juga disaksikan rakyat umum. Dan segera vigilant committee mencatatnya, untuk nanti mereka tindak lanjuti. Hukumannya, ada yang diminta mengembalikan uang proyek, ada yang diminta untuk membayar upah pekerja yang mereka tilep, dll. Yang unik, ternyata para penjahat itu juga tidak jarang membawa saksi-saksi yang mereka bayar.
Seorang warga menunjukan passbook mereka (buku account rekening di kantor pos)
Praktek Audit Engineering
Village Social Auditor memaparkan temuannya.
Namun untungnya si ketua tim auditor kecamatan tidak kalah pintar.
Ada juga kasus dimana pekerjaan selesai sempurna. Namun dalam sosial audit ditemukan bahwa pengerjaannya menggunakan mesin. Disini pelaksana pekerjaan dihukum karena (1) program yang harusnya padat karya, dijadikan padat modal, yang berimplikasi adanya warga yang tidak mendapatkan haknya untuk bekerja (2) pemalsuan tanda tangan karena dalam pelaporan disebutkan bahwa mereka melakukannya secara padat karya untuk menilep upah pekerja dan (3) penggelapan karena mereka membayar penggunaan/penyewaan mesin dengan uang dari uang yang harusnya jadi upah pekerja.
Berita acara nya lalu komite audit mandal laporkan lagi
ke vigilant committee. Beberapa hukuman diantaranya
pemecatan pada pelaku, penyitaan harta hasil korupsi,
pengharusan pengembalian uang, bahkan tidak jarang yang
kemudian diadukan ke polisi dan berujung pada penuntutan
dipengadilan. Selama 3 setengah tahun audit, telah
menyebabkan lebih dari 16 ribu pemecatan dan blacklist
pelaksana proyek.
Dan untuk menjamin bahwa hukuman ditegakkan,
para auditor desa terusmengikuti tindakan dari vigilant
commitee dalam
memberikan
hukuman pada pelaku korupsi dan pelaksanaan hukumannya.
* * * * *
Beberapa pelajaran
Demokrasi yang diadopsi oleh negara berkembang,
termasuk Indonesia, sepertinya semakin menjauhkan
demokrasi dari rakyat, dan hanya menguntungkan elit. Rakyat
lebih terfokus pada pemilihan, pada partai politik dan organ-
organnya, pada persaingan dan pertengkaran antar elit politik,
bahkan rakyat semakin terjebak dalam pergulatan kekuasaan:
sebagai pelaku juga sebagai korban sia-sia. Sementara gagasan
dasar demokrasi yang mensejahterakan rakyat, yang dekat
dengan kehidupan rakyat, yang memenuhi hak dasar rakyat,
yang memenuhi rasa keadilan, dimana rakyat yang dimokratis
Public hearing: Pengadilan yg dikemas sebagai sebuah pesta rakyat
Mengadili terdakwa
Mengkonfirmasi data dan saksi yg membela “terdakwa”
bisa langsung membuat keputusan yang terkait dengan hajat hidupnya, ternyata semakin terasa jauh.
Audit, (audere=mendengarkan, satu akar kata dengan audiens) bisa mengembalikan demokrasi pada
rakyat, tanpa harus melalui representasi mereka di institusi parlemen. Rakyat bisa mendengar, melihat dan
ikut memutuskan mengenai bagaimana demoraksi bisa mensejahterakan. Demokrasi pada politik
kehidupan sehari hari (daily politics) tidak kalah penting dari demokrasi politik institusional (pemilu, dll)
yang maknanya semakin jauh dari mensejahterakan. Dan sosial audit, memberikan rakyat secara langsung
kesempatan untuk melakukan audit pada program-program yang menggunakan uang pajak mereka, yang
ditujukan untuk kesejahteraan mereka, dan memenuhi hak dasar yang melekat pada mereka.
A. Kritik
Diakui oleh Nikhil Dey dan Sowmya Kidambe, praktek sosial audit tidak lepas dari kritik dan kelemahan.
Beberapa potensi kekurangan yang ditemui selama seminggu disana, dan pembelaan mereka, diantaranya:
Praktek audit sosial membuat orang hanya fokus pada satu atau dua program pemerintah saja. Namun
ratusan program lainnya luput dari perhatian warga, sehingga menjadi semakin rentan terhadap
korupsi.
Pembelaan: memang SA membuat orang hanya fokus pada satu atau dua proyek saja. Namun yang
paling penting disini adalah pembelajaran pada rakyat, bahwa uang negara adalah uang mereka, dan
uang mereka adalah kontrol mereka. Memang saat ini hanya fokus satu atau dua proyek saja. Namun
ketika pembelajaran ini sudah terinternalisasi, bukan tidak mungkin rakyat tanpa di program kan pun
akan melakukan audit pada proyek pemerintah lain karena kesadaran mereka.
Sustainability. Saat ini SA dilakukan dengan merekrut relawan auditor dari desa. Mereka dibayar untuk
melakukan audit. Bagaimana kalau tidak ada pembiayaannya?
Pembelaan: Saat ini memang dibayar. Dan hal itu tidak ada yang salah karena bekerja dan mendapat
upah adalah hak mereka yang diakui oleh undang undang. Dan selama mereka direkrut, bila tidak
dibayar, kita melanggar undang undang. Lain halnya bila sosial audit itu dilakukan atas inisiatif rakya
sendiri, tanpa kita programkan seperti ini. Bila itu yang terjadi, tanpa dibayar pun tak jadi masalah.
Memang diakui bahwa keberlanjutan sosial audit sangat dikhawatirkan. Namun, kembali, yang paling
penting adalah adanya pembelajaran bagi rakyat tentang pentingnya audit. Selain itu, selama ini sosial
audit dilakukan dengan peliputan penuh media massa, sehingga rakyat di daerah lain bisa terpicu untuk
melakukan sosial audit sendiri, walau pun tanpa program pemerintah.
Konflik sosial dan intimidasi. Sosial audit bisa menjadi pemicu adanya intimidasi dan tindakan
kekerasan terhadap auditor. Bahkan bukan tidak mungkin bisa memicu adanya konflik sosial horizontal
diantara rakyat. Bahkan saat konsultasi publik masih berlangsung, saya menyaksikan langsung
dibelakang lokasi konsultasi publik, ada dua kelompok saling tuduh (mungkin pelaksana program dan
auditor) yang mengarah pada perkelahian. Untung ratusan massa disana dan polisi yang hadir bisa
memisahkan dua kelompok itu. Tapi sepertinya masih akan berlanjut ketika mereka kembali ke desa...
Pembelaan: Disini desain yang memperhatikan kultur dan konteks lokal menjadi sangat penting. Diakui
bahwa SA di andhra pradesh tidak sempurna. Namun disini pun SA terus mengalami perbaikan desain.
Tapi selama SA bisa memperbaiki demokrasi rakyat, dan perbaikan desain bisa terus dilakukan, SA akan
terus diimplementasikan, dan bahkan diperluas.
Kooptasi elit politik. Sosial audit bisa jadi alat satu kelompok untuk menjatuhkan kelompok lainnya.
Perebutan pelaksanaan proyek bisa melahirkan kecemburuan pihak yang kalah. Dan SA bisa digunakan
untuk menjadi alat menjatuhkan penguasa yang melaksanakan proyek.
Pembelaan: memang, SA bisa jadi alat politik. Namun kembali disini desain menjadi sangat penting.
Namun kalau pun SA dijadikan alat politik utnuk menjatuhkan lawan politik, selama bisa
mengungkapkan bahwa pelaku proyek adalah salah dengan disertai bukti yang benar, maka itu tidak
masalah. Karena, kalau pelaku proyek nya tidak punya kesalahan dalam melaksanakan proyek, maka SA
bahkan akan memperkuat posisi mereka dalam kekuasaan lokal. Mereka akan terbukti amanah dan
bisa bekerja untuk kesejahteraan dan kepentingan rakyat.
Program tidak jalan. Bila sosial audit dilakukan, bukan tidak mungkin program tidak jalan karena tidak
ada orang yang mau melakukannya. Semua orang akan takut menjadi pelaksana proyek.
Pembelaan: Mungkin hal itu bisa terjadi. Tapi hal itu hanya bisa terjadi di bila seluruh rakyat di lokasi
proyek berpotensi dan mempunyai kecenderungan untuk melakukan korupsi. Tapi kalau pun program
tidak jalan karena tidak ada satu pun rakyat yang mau jadi pelaksana proyek, yang rugi rakyat sendiri.
Karena mereka tidak bisa mendapatkan hak mereka utnuk bekerja selama 100 hari setahun. Selain itu,
pembangunan pun tidak akan jalan. Jadi pilihan terbaik yang dimiliki rakyat, adalah melakukan
proyeknya dan tidak melakukan korupsi.
Pembiayaan audit bisa bengkak. Saat ini pembiayaan audit mencapai 0,5% (3,5juta dollar)
Pembelaan: disini masalah ekonomi. Bila biaya audit 3,5 juta dollar bisa menyelamatkan uang proyek
lebih dari itu, maka tidak ada masalah. Selain itu, uang 3,5 juta dollar itu pun bagian dari program NREG
yang bertujuan memberikan pekerjaan dan upah pada rakyat desa yang pengangguran. Karena pelaku
audit adalah warga desa pencari kerja yang pengangguran, kalau pun lebih dari 3,5 juta dollar tidak
mengapa karena uangnya kembali ke rakyat.
Korupsi tidak berkurang. Sejak dipraktekan 5 tahun lalu, masih saja terjadi korupsi, dan jumlahnya tidak
berkurang, bahkan semakin canggih.
Pembelaan: Korupsi akan selalu ada. Dan koruptor pun bukan orang bodoh. Mereka akan selalu
“memperbaiki dan menyempurnakan” cara korupsi mereka. Disini kita yang ditantang untuk selalu
menyempurnakan dan memperbaiki cara kita menjerat koruptor. Dengan ada sosial audit saja korupsi
tidak berkurang, apalagi bila tidak ada sosial audit. Korupsi akan sangat tidak terkontrol.
Kebenaran (truth)
Yang paling penting dari praktek sosial audit ini adalah pembelajaran tentang kebenaran. Rakyat belajar
mengenai mana yang benar mana yang tidak, mengenai kebenaran bahwa uang negara adalah uang
rakyat, bahwa diantara mereka ada koruptor, bahwa diantara mereka ada pengecut yang tidak mau
menunjukan kebenaran, bahwa diantara mereka ada kelompok yang mengambil keuntungan dari
penderitaan mereka, bahwa diantara mereka ada para politisi busuk pemburu rente, bahwa mereka
berhak sepenuhnya atas kontrol uang negara.