PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
546
GEOLOGI, ALTERASI HIDROTERMAL, DAN MINERALISASI BIJIH PADA
DAERAH KASUANG TUNNEL, GUNUNG BIJIH (ERTSBERG) MINING DISTRICT
PT. FREEPORT INDONESIA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA
Donald Marojahan Sitanggang1*
Arifudin Idrus2 Departemen Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada
*Corresponding author: [email protected]
SARI Lokasi penelitian, Kasuang Tunnel, termasuk daerah dalam Kawasan Gunung Bijih (Ertsberg) Mining
District, yang termasuk dalam konsesi PT. Freeport Indonesia, yang terletak di Kabupaten Mimika,
Provinsi Papua. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi geologi yang mengontrol proses
alterasi hidrotermal dan mineralisasi bijih serta karakteristiknya di daerah penelitian. Penelitian
dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap lapangan yang meliputi pemetaan permukaan dengan luas
daerah 1x1 km dan analisis inti batuan, sedangkan tahap kedua yaitu analisis laboratorium meliputi
analisis petrografi, mikroskopi bijih, ASD (Analytical Spectral Devices) dan XRD (X-ray Diffraction).
Litologi penyusun daerah penelitian dari yang tertua adalah satuan batulanau yang tersebar di
bagian selatan, satuan batupasir yang tersebar di bagian utara, satuan breksi hidrotermal di bagian
tengah, satuan intrusi diorit dan endapan aluvial. Struktur geologi yang berkembang berupa kekar
dan sesar. Kekar memiliki arah dominan N 300 – 305 ºE yaitu arah Barat Laut-Tenggara, sedangkan
arah kekar minor yaitu N 260 – 265 ºE yaitu Timur – Barat. Sesar yang terbentuk berupa sesar datar
mengiri dengan arah N 68 ºE/69º, dan sesar naik mengiri N 65 ºE/86º dan N 67 ºE/51º. Alterasi
hidrotermal dibagi kedalam beberapa zona, yaitu zona alterasi klorit-epidot, zona epidot-
klinopiroksen, zona alterasi k-feldspar-biotit-kalsit-pirit, zona alterasi k-feldspar-klinopiroksen, zona
alterasi k-feldpsar ± biotit, zona alterasi klinopiroksen-epidot-kalsit, zona alterasi klinopiroksen-
kuarsa, dan zona alterasi klinopiroksen-kuarsa-biotit. Pembagian zona dilakukan berdasarkan
mineral dominan pada batuan. Mineralisasi yang terbentuk yaitu galena, pirit, dan pyrrhotite. Galena
dan pyrrhotite dapat ditemukan pada breksi hidrotermal sebagai matriks, sedangkan pirit tersebar
pada setiap satuan kecuali pada endapan aluvial. Berdasarkan mineralogi alterasi tersebut,
diinterpreatsi bahwa mineralisasi yang berkembang di daerah penelitian adalah tipe skarn.
Kata kunci : alterasi, mineralisasi, skarn, Kasuang Tunnel, Gunung Bijih (Ertsberg)
I. PENDAHULUAN
Wilayah Indonesia memiliki tatanan
tektonik yang sangat aktif karena berada
pada bagian tepi lempeng Eurasia yang
berbatasan dengan lempeng Australia dan
lempeng Pasifik. Pertemuan antara lempeng
Eurasia dengan lempeng Australia
menghasilkan penunjaman lempeng
Australia dibawah lempeng Eurasia.
Penunjaman berlajut hingga terjadi pra-
kolisi, yaitu bagian utara lempeng Australia
mengalami perubahan lingkungan menjadi
lebih dangkal, dilanjutkan dengan proses
kolisi yang membentuk lipatan dan sesar
yang menjadi bagian dari Pegunungan
Tengah Papua. Pada saat pembentukan
lipatan dan sesar, terjadi perubahan sudut
penunjaman yang memicu rekahan dan sesar,
sehingga memicu terjadinya magmatisme.
Proses tektonik dan magmatisme dapat
mengubah batuan disekitarnya, mulai dari
jenis batuan, tekstur, komposisi mineral
hingga komposisi kimianya. Perubahan-
perubahan ini menghasilkan anomali pada
daerah tertentu, khususnya pada daerah
Kasuang Tunnel yang memiliki anomali
berupa indikasi skarn dan breksi hidrotermal.
Secara astronomis, daerah penelitian berada
di Pulau Papua pada UTM 733719-734719
BT dan 9547575-9546575 LS, dengan luas
daerah 1x1 km. Secara administratif, daearh
berada dalam kawasan Gunung Bijih
(Ertsberg) Mining District Kontrak Karya A
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
547
PT. Freeport Indonesia, Kabupaten Mimika,
Provinsi Papua.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
kondisi geologi yang mengontrol proses
alterasi hidrotermal dan mineralisasi bijih
pada daerah penelitian, dan mengetahui tipe
dan distribusi alterasi dan mineralisasi bijih.
II. KONDISI GEOLOGI REGIONAL
Stratigrafi Regional
Daerah Kasuang Tunnel berada pada
kawasan Kontrak Karya A PT. Freeport
Indonesia. Batuan tertua yang tersingkapkan
pada daerah ini adalah Kelompok
Kembelangan. Kelompok ini terdiri dari
Formasi Kopai, Formasi Woniwogi, Formasi
Piniya, dan Formasi Ekmai. Diatas
Kelompok Kembelangan diendapkan secara
selaras Kelompok New Guinea Limestone,
yang terdiri dari Formasi Waripi, Formasi
Faumai, Formasi Sirga, dan Formasi Kais.
Diatas Kelompok Batugamping New Guinea
diendapkan Formasi Buru. Setelah Formasi
Buru, diendapkan batuan vulkanik Miosen
Akhir sampai Pliosen, Konglomerat Kuarter,
dan terakhir Sedimen Glasial Kuarter.
Kelompok Kembelangan
Pigram dan Panggabean (1982)
mengelompokkan formasi-formasi
Kembelangan menjadi empat formasi, yaitu
Formasi Kopai, Formasi Woniwogi, Formasi
Piniya, dan Formasi Ekmai. Secara umum
formasi ini memiliki warna abu-abu,
batupasir dan batulanau argilaceous,
glaukonitik, karbonatan, mikaan dan piritik,
batulanau hitam sampai batugamping hitam,
batupasir kuarsa dan ortokuarsit piritik.
Formasi Kopai
Formasi Kopai memiliki ketebalan 1400 ±
300 meter. Formasi ini terdiri dari lapisan
batupasir berukuran butir pasir halus sampai
pasir sedang, dan memiliki struktur silang
siur. Lingkungan pengendapan formasi ini
memiliki variasi. Berdasarkan kontak yang
gradasi dengan formasi dibawahnya,
Formasi Tipuma, dan batupasir lentikuler
dan silang siur dibagian bawah formasi,
lingkungan pengendapan Formasi Kopai
diinterpretasikan sebagai lingkungan transisi
fluvial-batial (transgresif), sedangkan bagian
atas formasi terdiri dari batugamping
packstone dan grainstone, diinterpretasikan
sebagai lingkungan shelf dengan energi
menengah sampai tinggi (regresif).
Formasi Wonowogi
Formasi Woniwogi memiliki ketebalan 1000
± 200 meter. Formasi ini memiliki ciri-ciri
yaitu sortasi buruk, ukuran butir kasar
hingga kerikil dengan matriks berukuran
sangat halus berupa kuarsa, mineral opak,
dan klorit. Alterasi yang terjadi berupa
alterasi silisifikasi dan mineralisasi sulfida.
Pada umumnya formasi ini memiliki struktur
masif, tetapi dibeberapa singkapan terlihat
struktur perlapisan dan silang siur dengan
bioturbasi yang intens. Berdasarkan mikro
fosil dan nano fosil yang ditemukan, formasi
ini memiliki umur Cretaceous akhir.
Batupasir Woniwogi diendapkan pada
lingkungan lereng dan paparan laut yang
kaya akan pasir. Batupasir dengan sortasi
buruk diinterpretasikan sebagai hasil arus
debris submarine pada lingkungan lereng
benua. Batupasir dengan sortasi baik dan
bioturbasi sedikit adalah paparan dengan
energi pengendapan sedang sampai tinggi
dan kaya akan pasir. Lapisan batupasir tipis
dengan bioturbasi intens diendapkan pada
energi pengendapan yang rendah.
Formasi Piniya
Formasi Piniya memiliki ketebalan 1550 ±
300 meter. Formasi ini terdiri dari
batulanau-batulempung dengan struktur
laminasi hingga masif, sortasi baik,
perulangan batupasir halus dengan unit
batuan yang lebih halus. Perulangan lapisan
batupasir dengan batulanau-batulempung
diinterpretasikan sebagai daerah lepas pantai,
terbentuk oleh badai. Sekuen batulanau-
batulempung masif diinterpretasikan sebagai
lingkungan batial atau endapan turbidit.
Formasi Ekmai
Formasi Ekmai memiliki ketebalan 650 ±
100 meter. 500 meter dari bagian bawah
tersusun dari batupasir arenit kuarsa dan 90
meter dari bagian atas terdiri dari
batulempung dan batugamping, dan 20
meter teratas merupakan sekuen batulanau
karbonatan.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
548
Lingkungan pengendapan bagian bawah
formasi (550 meter) diinterpretasikan
sebagai sekuen zona laut pantai atau paparan
dekat pantai. Kehadiran foraminifera pelagik
pada 90 meter dari bagian atas menunjukkan
lingkungan batial, paparan luar, sedangkan
20 meter dari bagian atas ditemukan ooid
neritik, bryozoa, kuarsa pasiran,
batugamping kasar menunjukkan lingkungan
laut dangkal, dengan energi tinggi.
Kelompok Batugamping New Guinea
Menurut Ufford (1996), kelompok
Batugamping New Guinea dibagi menjadi 4
formasi, yaitu Formasi Waripi, Formasi
Faumai, Formasi Sirga, dan Formasi Kais.
Formasi Waripi
Formasi Waripi memiliki ketebalan 280-400
meter. Formasi ini terdiri dari batu dolomit,
batugamping, batupasir arenit kuarsa dan 2
meter lapisan anhidrit. Lingkungan
pengendapan formasi ini diinterpretasikan
berada pada zona transisi silisiklastik
Mesozoik dengan endapan karbonat
Kenozoik pada lingkungan laut dangkal, air
yang hangat dengan gelombang yang tinggi.
Formasi Faumai
Formasi Faumai memiliki ketebalan 200-
300 meter yang diendapkan diatas formasi
Waripi. Formasi ini berumur Eosen dan
terdiri dari foraminifera, batugamping
packstone peloidal dengan dolomit dan
kuarsa yang sedikit. Lingkungan
pengendapan diinterpretasikan berada pada
lingkungan laut dangkal dengan gelombang
rendah sampai sedang.
Formasi Sirga
Formasi Sirga memiliki ketebalan 40 meter.
Formasi ini memiliki umur Oligosen-
pertengahan Miosen dan diendapkan tidak
selaras diatas formasi Faumai. Batupasir
arenit kuarsa dengan kandungan arenit
kuarsa foraminifera yang semakin keatas
semakin banyak menunjukkan lingkungan
pengendapan berada pada lingkungan
transgresif bercamput dengan endapan
fluvial dan laut dangkal.
Formasi Kais
Formasi Kais memiliki ketebalan 1100-1300
meter, yang terdiri dari batugamping
packstone alga merah dan foraminifera.
Formasi ini diendapkan secara gradasional
deiatas formasi Sirga. Bagian atas
mengandung lapisan batubara. Umur
formasi ini adalah Oligosen sampai
pertengahan Miosen. Lingkungan
pengendapan Formasi Kais berada pada
lingkungan laut dangkal, energi rendah
sampai sedang dengan kandungan koral
yang tinggi pada puncaknya.
Formasi Buru
Formasi Buru memiliki ketebalan 6000
meter (Visser dan Hermes, 1962 dalam
Ufford, 1996). Formasi ini terdiri dari
batugamping berukuran butir pasir halus,
lapisan konglomerat yang jarang, klastika
karbonan dan karbonatan, dan batulempung
masif dengan fosil pelesipoda dan
gastropoda. Formasi Buru diperkirakan
sebagai endapan yang terbentuk di
lingkungan laut dan dekat dengan pantai
yang ditimpa oleh sedimen darat (Pigram
dan Panggabean, 1983 dalam Ufford, 1996).
Vulkanik Miosen Akhir sampai Pliosen
Formasi ini terdiri dari tuff mafik, lahar, dan
piroklastik (Parris, 1994 dalam Ufford,
1996). Analisis umur K-Ar pada vulkanik
menunjukkan umur 7,0-5,2 juta tahun yang
lalu.
Batuan vulkanik merupakan bagian dari
Kompleks Batuan Beku Grasberg
(MacDonald dan Arnold, 1994 dalam Ufford,
1996). Luas area vulkanik Grasberg adalah
<4 km2 dan ketebalan belum diketahui,
tetapi kemungkinan memiliki ketebalan
ratusan meter.
Sedimen Konglomerat dan Glasial Kuarter
Pegunungan Tengah Papua memiliki jurang
dibagian selatan, dan kehadiran jurang ini
menghasilkan sedimen konglomerat,
sedangkan sedimen glasial kuarter terbentuk
dari proses glasiasi terakhir pada puncak
Pegunungan Tengah Papua (4000 meter
diatas permukaan laut).
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
549
Tektonik Regional
Pada umumnya deformasi Pegunungan
Tengah Papua terjadi sekitar 12 juta sampai
4 juta tahun yang lalu. Menurut Ufford
(1996), deformasi tersebut dibagi menjadi
dua tahap, yaitu:
Tahap 1 (12 – 4 juta tahun yang lalu)
Sebelum 12 juta tahun yang lalu, batuan
terendapkan pada batas lempeng pasif yang
stabil. Sejak 12 juta tahun yang lalu, lipatan
dengan skala kilometer mulai terbentuk pada
bagian tepi benua Australia bagian utara.
Bagian tepi tersebut menunjam di zona
penunjaman lempeng Pasifik dengan arah
kemiringan timur laut. Kebanyakan gerakan
yang terhitung memiliki trend 65. Sesar
yang terbentuk adalah sesar Wanagon, sesar
Ertsberg II, dan sesar Meren Valley.
Setelah penunjaman, pra-kolisi mulai terjadi
dengan naiknya permukaan pada batas
lempeng benua Australia bagian utara.
Sedimen yang paling muda, Formasi Buru,
mulai terangkat. Pada 8 juta tahun yang lalu,
kolisi mulai terjadi, dan pengangkatan yang
terbesar terjadi pada 6 juta tahun yang lalu.
Peristiwa ini mengakibatkan intrusi magma
dan vulkanisme terkumpul disepanjang
dasar pegunungan, sehingga magma mafik
yang berasal dari mantel bagian atas akan
mendorong bagian dasar kerak, dan bagian
bawah kerak akan bercampur dengan batuan
samping yang leleh.
Tahap 2 (4-2 tahun yang lalu)
Tahap kedua merupakan pembentukan
deformasi yang relatif kecil, hanya ratusan
hingga satu kilometer. Arah sesar geser
mengiri sejajar dengan arah lapisan batuan.
Sesar-sesar geser utama seperti sesar
Wanagon, sesar Ertsberg I dan II, dan sesar
Meren Valley memiliki breksi, dike, dan
mineralisasi yang menunjukkan bahwa sesar
geser ini merupakan faktor signifikan dalam
terbentuknya delaminasi atau celah intrusi
dan permeabilitas untuk mengalirnya fluida
hidrotermal.
Pada 2 juta tahun yang lalu, proses
magmatik berhenti karena delaminasi
berhenti. Bagian astenosfer mendingin dan
berubah menjadi mantel litosfer. Pergerakan
mendatar diperkirakan memiliki total sejauh
10 kilometer.
Alterasi dan Mineralisasi
Alterasi dan mineralisasi pada daerah
Kontrak Karya A dipengaruhi oleh 2 intrusi
besar yaitu intrusi ertsberg dan intrusi
grasberg. Intrusi terdekat dengan daerah
Kasuang Tunnel adalah intrusi Ertsberg,
yang terjadi hanya satu kali intrusi saja.
Sistem hidrotermal yang terdekat yaitu
sistem skarn Ertsberg dan sistem skarn Big
Gossan.
Menurut Prendergast (2003), intrusi Ertsberg
mengubah batuan samping berupa Formasi
Waripi dan Formasi Faumai menjadi sistem
skarn Ertsberg. Sistem ini menghasilkan
garnet (endoskarn) pada intrusi ertsberg, dan
skarn anhidrus-hidrus pada batuan samping.
Mineralisasi yang terbentuk yaitu bornit,
pirit, kalkopirit, emas, galena, dan kovelit.
Sistem skarn Big Gossan berada pada bagian
bawah formasi Waripi dekat dengan
kelompok Kembelangan. Sistem ini
dipengaruhi oleh alterasi karbonat dan
pengisian urat. Mineralisasi yang terbentuk
berupa pirit, pyrrhotit, kalkopirit, magnetit,
bornit, galena, emas, arsenopirit, skelit,
spalerit, emas, bismut, dan hematit.
III. SAMPEL DAN METODE
PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa
tahapan, yaitu pemetaan permukaan (geologi
dan alterasi), logging inti batuan, dan
analisis laboratorium meliputi analisis
petrografi, mikroskopi bijih, analisis ASD
(Analytical Spectral Device), dan analisis
XRD (X-Ray Defraction).
Sebelum melakukan pengambilan data
lapangan, perlu dilakukan studi pustaka
mengenai daerah yang akan diteliti. Setelah
itu dilakukan logging batuan inti pada
lubang AB1-02-01 (550 m), KST01-01 (263
m), dan KST01-02(550 m). Pemetaan
permukaan dilakukan pada lapangan
Kasuang Tunnel, disepanjang jalan Biak.
Sampel diambil pada saat dilakukan logging
inti batuan dan pemetaan permukaan.
Analisis laboratorium dilaksanakan di
Timika dan di Yogyakarta. Analisis ASD
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
550
diterapkan pada 90 sampel batuan. Analisis
ini dilakukan untuk mengetahui mineral
dominan pada sebagian kecil bidang
permukaan sampel. Analisis petrografi
menggunakan mikroskop polarisasi yang
diterapkan pada 11 sayatan tipis dari sampel
batuan yang dipilih secara selektif. Analisis
mikroskopi bijih menggunakan mikroskop
refleksi yang diterapkan pada 4 sayatan
poles yang dipilih secara selektif. Analisis
XRD dilakukan untuk mengetahui
komposisi mineral, hasilnya berupa kurva,
dan kemudian akan ditentukan jenis mineral
berdasarkan interpretasi puncak kurva
tersebut. Analisis XRD diterapkan pada 6
sampel batuan yang dipilih secara selektif.
IV. GEOLOGI DAERAH KASUANG
TUNNEL
Data yang diperoleh melalui pemetaan
lapangan, logging inti batuan dan analisis
laboratorium digunakan untuk mengetahui
kondisi geologi daerah Kasuang Tunnel.
Kondisi geologi meliputi geomorfologi,
stratigrafi, dan struktur geologi.
Geomorfologi
Geomorfologi daerah Kasuang Tunnel
ditentukan melalui interpretasi pada citra
DEM, data lapangan, dan peta kontur lidar.
Melalui interpretasi tersebut, unsur-unsur
geomorfologi daerah ini dapat diperoleh,
meliputi kemiringan lereng 45º-57º yang
mecirikan bahwa lereng cukup terjal,
struktur geologi berupa perlapisan batuan
yang termiringkan sekitar 70º, kekar, dan
sesar. Selain itu, melalui penarikan pola
kelurusan pada citra DEM, dapat diperoleh
arah dominan Barat Laut-Tenggara dan
Timur Laut-Barat Daya. Berdasarkan data
tersebut, maka geomorfologi daerah
Kasuang Tunnel digolongkan kedalam
bentang alam perbukitan struktural.
Stratigrafi
Secara regional, stratigrafi daerah Kasuang
Tunnel termasuk kedalam formasi
Kelompok Kembelangan. Kelompok ini
memiliki 4 anggota formasi, yaitu Formasi
Kopai, Formasi Woniwogi, Formasi Piniya,
dan Formasi Ekmai. Batuan yang
tersingkapkan di daerah Kasuang Tunnel
adalah batuan dari Formasi Piniya dan
Formasi Ekmai bagian bawah. Formasi
Piniya dicirikan dengan batulanau-
batulempung dengan struktur perlapisan dan
laminasi, sedangkan Formasi Ekmai bagian
bawah dicirikan dengan batupasi berukuran
butir halus.
Satuan batulanau
Satuan batulanau tersebar dibagian selatan
daerah Kasuang Tunnel. Secara megaskopis,
batuan ini berwarna hitam kecokelatan untuk
batuan yang tidak teralterasi dan cokelat
kehijauan untuk batuan yang teralterasi.
Ukuran butir lanau (0,62-0,004 mm),
struktur sedimen berupa laminasi dan
perlapisan. Hubungan antarbutir tidak
teramati.
Berdasarkan deskripsi mikroskopis, batuan
ini terdiri dari kuarsa sebagai klastika yang
berukuran sangat halus, sedangkan matriks
berupa material sedimen yang lebih halus.
Pada batuan yang sudah teralterasi, dapat
dilihat bahwa sebagian matriks sudah
tergantikan oleh mineral seperti K-feldspar
dan klinopiroksen.
Satuan batupasir
Satuan batupasir tersebar dibagian utara
daerah Kasuang Tunnel. Pada umumnya
satuan ini sudah terubahkan, sehingga
batuan sangat keras. Secara megaskopis,
batuan berwarna abu-abu kehijauan, ukuran
butir pasir halus (0,177-0,088 mm), dan
struktur sedimen berupa laminasi dan
berlapis.
Berdasarkan deskripsi mikroskopis, batuan
ini memiliki ukuran butir pasir halus (0,2-
0,1 mm), sortasi baik, porositas sedang-
tinggi, tingkat kebundaran angular-
subrounded, dan grain-matrix supported.
Komposisi utama uaitu kuarsa sebagai
klastika, sedangkan matriks diisi oleh
material sedimen yang lebih halus, mineral
ubahan seperti klinopiroksen, epidot, biotit
dan mineral mika.
Satuan Breksi Hidrotermal
Dibagian tengah daerah Kasuang Tunnel,
tersingkapkan satuan breksi hidrotermal.
Secara megaskopis, batuan ini memiliki
warna cokelat keabu-abuan, struktur masif,
dengan ukuran butir kerikil sampai kerakal
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
551
(64-2 mm). Derajat pemilahan buruk, derajat
kebundaran menyudut, dan kemas terbuka.
Batuan ini tersusun dari klastika dan matriks.
Klastika berupa batulanau, ukuran butir
lanau, struktur laminasi sampai berlapis,
sortasi baik, dan kemas tertutup. Matriks
berupa mineral ubahan suhu rendah seperti
kalsit, siderit, pirit, galena, dan pyrrhotit.
Satuan Intrusi Diorit
Satuan batulanau dan breksi hidrotermal
diterobos oleh batuan intrusi. Batuan ini
memiliki warna abu-abu kehitaman, ukuran
kristal halus-sedang (<1 – 5 mm). Struktur
masif, tekstur posfiritik. Batuan sudah
terubahkan, tetapi tekstur awal batuan masih
dapat dilihat.
Secara mikroskopis, batuan berwarna putih
keabu-abuan pada nikol sejajar dan hitam
kecokelatan pada nikol bersilang. Ukuran
kristal halus (<2 mm), hubungan antarkristal
subhedral-anhedral, dan holokristalin.
Komposisi batuan berupa mineral plagioklas,
biotit, hornblenda, dan piroksen. Massa
dasar batuan berupa mineral klorit, opidot,
mika, plagioklas, dan biotit.
Pada analisis XRD, kandungan mineral
hyperstene (kelompok hornblende), klorit,
dan glauconite.
Endapan Aluvial
Endapan aluvial terendapkan dibagian
lembah dan tebing sungai. Endapan ini
memiliki warna abu-abu, ukuran butir pasir
halus hingga kerakal. Derajat pemilahan
buruk dan kemas terbuka. Batuan terdiri dari
klastika dan matriks. Klastika berupa
fragmen batuan beku dan batuan sedimen
yang mengambang didalam matriks berupa
material sedimen berukuran pasir halus.
Struktur Geologi
Struktur geologi yang mengontrol daerah
Kasuang Tunnel berupa perlapisan, kekar
dan sesar. Perlapisan batuan pada daerah ini
sudah termiringkan dengan sudut
kemiringan 70 º dan jurus N300 – 305ºE.
Kekar-kekar pada daerah Kasuang Tunnel
terbentuk akibat aktivitas endogen seperti
gaya tektonik dan aktivitas eksogen seperti
pengeboman, sehingga dilakukan korelasi
terhadap interpretasi pola kelurusan. Hasil
korelasi tersebut kemudian mendapatkan 2
arah kekar dominan yaitu N300 – 305ºE
(Barat Laut-Tenggara) dan N260 – 265ºE
(Timur-Barat).
Sesar yang mengontrol daerah Kasuang
Tunnel berupa sesar geser mengiri dan sesar
naik mengiri. Sesar geser mengiri dicirikan
dengan zona hancuran yang memiliki lebar
±45 cm. Sesar ini memiliki bidang sesar
dengan jurus dan kemiringan N68 ºE/ 69º.
Sesar ini terlihat pada satuan batulanau.
Sesar naik mengiri dapat dilihat pada tebing
di STA KST 34 dan KST 35. Bidang sesar
pada KST 34 adalah N65 ºE/ 86º dan pada
KST 35 adalah N67 ºE/ 51º, sedangkan
sudut trend, plunge, dan pitch sesara berurut
adalah 248º, 45º, dan 45º pada STA 34 dan
42º, 38º, dan 39º.
V. ALTERASI DAN
MINERALISASI
Alterasi hidrotermal
Daerah Kasuang Tunnel dibagi menjadi 8
zona alterasi, yaitu:
Zona alterasi Klorit-Epidot
Zona ini dicirikan dengan batuan beku yang
telah terubahkan oleh mineral klorit-epidot.
Mineral ubahan seperti klorit merupakan
mineral yang terbentuk pada suhu rendah
dan menjadi penciri sebuah zona alterasi
propilitik (Corbett dan Leach, 1995).
Mineral ubahan yang dominan yaitu klorit
dan epidot.
Zona alterasi Epidot-Klinopiroksen
Zona ini dicirikan dengan dominasi mineral
ubahan epidot dan mineral calc-silica yaitu
klinopiroksen. Kedua mineral ini merupakan
penciri retrograde, yaitu pengganti mineral
fase prograde mineral hidrus dan fase
terakhir mineral hidrus (Corbett dan Leach,
1995). Hasil analisis XRD menunjukkan
kandungan mika lebih dominan daripada
mineral ubahan, sehingga batuan ini
kemungkinan mendapat pengaruh yang kecil
dari larutan hidrotermal.
Zona alterasi K-feldspar-Biotit-Kalsit-Pirit
Zona ini terdapat pada satuan breksi
hidrotermal. Klastika pada breksi telah
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
552
terubahkan oleh mineral K-feldspar dan
mika (biotit), sedangkan matriks diisi oleh
mineral kalsit, pirit, pyrrhotit, dan galena.
Terdapat perbedaan fase pembentukan
mineral ubahan pada klastika dan matriks.
Klastika terubahkan oleh mineral ubahan
silika suhu rendah, sedangkan matriks
merupakan mineral ubahan karbonat. Bagian
tepi klastika terpengaruhi oleh mineral
karbonat. Hal ini menunjukkan bahwa
mineral ubahan karbonat datang setelah
batuan terubahkan menjadi skarn retrograde.
Zona alterasi K-feldspar±biotit
Zona alterasi K-feldspar±biotit berkembang
pada batulanau. Zona ini dibatasi oleh
perbedaan litologi. Mineral ubahan
cenderung berukuran sangat halus karena
porositas dan permeabilitas batuan dinding
yang rendah mengakibatkan kurang
berkembangnya pertumbuhan dan distribusi
mineral ubahan.
Zona alterasi Klinopiroksen-Epidot-Kalsit
Alterasi ini berkembang pada satuan
batupasir. Dominasi mineral ubahan pada
zona ini hampir sama dengan zona epidot-
klinopiroksen, perbedaannya yaitu
keterdapatan mineral kalsit. Munculnya
mineral ini dapat diakibatkan oleh struktur
sehingga kemungkinan fluida karbonat dapat
mengalir. Selain itu, komposisi batuan
samping juga dapat menjadi penyebab
keterdapatan mineral ini.
Zona alterasi K-feldspar-Klinopiroksen
Zona ini terdapat pada satuan batupasir.
Pada umumnya kandungan mineral K-
feldspar yang tinggi terdapat pada satuan
batulanau. Tingginya kandungan mineral K-
feldspar pada zona ini diakibatkan oleh
dominasi matriks pada hubungan
antarbutirnya.
Zona alterasi Klinopiroksen-Kuarsa-Biotit
Keterdapatan mineral kuarsa yang dominan
sebagai klastika pada batupasir menjadi
penciri zona ini. Pada kenampakan
mikroskopis, batuan memiliki ciri yaitu
sortasi baik, tingkat kebundaran subangular-
subrounded, porositas sedang, dan grain
supported. Matriks terdiri dari mineral
klinopiroksen dan material sedimen yang
lebih halus.
Zona alterasi Klinopiroksen-Kuarsa
Zona ini dicirikan dengan keterdapatan
mineral ubahan retrograde seperti
klinopiroksen. Tingginya kandungan kuarsa
yang terlihat pada pengamatan mikroskopis
menunjukkan pengaruh fluida pengubah
sudah mulai menghilang. Zona ini
diinterpretasikan berada jauh dari sumber
fluida hidrotermal.
Mineralisasi bijih dan tipe endapan
Mineralisasi bijih terbentuk akibat adanya
kontak antara batuan samping dengan fluida
hidrotermal panas yang mengakibatkan
sebagian atau seluruhnya kandungan batuan
samping mengalami perubahan
(rekristalisasi, alterasi, mineralisasi, dan
penggantian), sehingga menghasilkan
cebakan bijih. Mineralisasi bijih yang
terbentuk pada daerah Kasuang Tunnel
dibagi menjadi 3 mineral, yaitu galena,
pyrrhotite, dan pirit.
Mineral Galena (PbS) merupakan logam
dasar yang mengandung timbal (Pb).
Mineral ini berwarna abu-abu kehitaman,
kilap logam, bentuknya euhedral, relief
tinggi, dan tidak ada pleokroisme. Mineral
ini terdapat pada matriks yang mengisi
breksi hidrotermal.
Mineral pyrrhotit merupakan mineral sulfida
besi magnetit yang mengganti mineral
galena pada kondisi tertentu sehingga kedua
mineral ini dapat hadir secara bersamaan
sebagai matriks pada breksi hidrotermal.
Mineral ini mirip dengan pirit, berwarna
abu-abu kehitaman di bawah mikroskop,
bentuk euhedral, ukuran kasar, tidak ada
pleokroisme, dan relief tinggi.
Mineral pirit (FeS) merupakan mineral
sulfida suhu rendah, berwarna kuning
keabu-abuan pada nikol sejajar, bentuk
euhedral, dan ukurannya halus (1 mm).
Mineral ini dapat hadir pada semua jenis
alterasi. Mineral ini terdapat pada satuan
batulanau, batupasir, dan intrusi diorit.
Penyebarannya secara disseminated dan
sebagai pengisi urat. Berdasarkan
karakteristik geologi dan mineralogi
terutama mineral alterasi hidrotermal, maka
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
553
mineralisasi di Kasuang Tunnel merupakan
tipe skarn.
VI. KESIMPULAN
Geomorfologi daerah Kasuang Tunnel
termasuk kategori bentang alam perbukitan
struktural. Stratigrafi yang menyusun daerah
tersebut terdiri dari 5 satuan, dari satuan
yang paling tua adalah satuan batulanau,
satuan batupasir, satuan breksi hidrotermal,
satuan intrusi, dan endapan aluvial. Struktur
yang mengontrol daerah ini adalah kekar
dengan arah dominan N300ºE-N305ºE dan
N200 ºE-N265 ºE, sedangkan sesar yang
ditemukan yaitu sesar datar mengiri dengan
tren N68 ºE/69 º, sesar naik mengiri N65
ºE/86 º dan N67 ºE/51 º.
Tipe alterasi hidrotermal yang terbentuk
dapat dibagi kedalam 8 zona alterasi, yaitu
zona alterasi klorit-epidot, zona alterasi
epidot-klinopiroksen, zona alterasi K-
feldspar-biotit-kalsit-pirit, zona alterasi K-
feldspar-klinopiroksen, zona alterasi K-
feldspar±biotit, zona alterasi klinopiroksen-
epidot-kalsit, zona alterasi klinopiroksen-
kuarsa, dan zona alterasi klinopiroksen-
kuarsa-biotit.
Mineral bijih yang terbentuk yaitu
mineralisasi galena dan pyrrhotite pada
satuan breksi hidrotermal sebagai matriks
dalam breksi, dan mineralisasi pirit yang
tersebar pada setiap satuan secara
disseminated. Berdasarkan kondisi geologi
dan mineraloginya, maka mineralisasi di
daerah penelitian diinterpretasi sebagai tipe
skarn.
VII. ACKNOWLEDGEMENT
Ucapan terima kasih disampaikan kepeada
PT. Eksplorasi Nusa Jaya yang berafiliasi ke
Freeport Mc.Moran telah menyediakan
sampel di coreshed, akomodasi, dan
transportasi kepada penulis pertama. Selain
itu, penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada PT. Freeport Indonesia telah
memberikan izin penelitian di daerah
Kasuang Tunnel.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Informasi Geospasial, 2013, Indeks Peta Maluku Dan Papua, Cibinong, Bakosurtanal.
Baker, E.M, Kirwin, D.J, Taylor, R.G, 1986, Contributions of The Hydrothermal Breccia Pipes, North
Queensland, Economic Geology Research Unit of James Cook University of North
Queensland.
Corbett, Leach, 1995, Southwest Pacific Rim Gold/Copper system: Structure, Alteration, and
Mineralisation, Australia, Corbett Geological Services, North Sidney.
De Jong, G., Sunyoto, W., 2012, A Lifetime Assurance From The Grasberg Copper-Gold Mine &
Future Block Caving, Timika, PTFI Communication Department.
Cloos, M., Sapiie, B., Ufford, A.I.Q., Weiland. Richard.J., Warren. Paul.Q, McMahon. Timothy.P.,
2009, Collisional Delamination in New Guinea: The Geotectonics of Subducting Slab
Breakoff, Colorado, The Geological Society of America, Inc.
Hemley, J.J., Montoya, J.W., Van Der Helder, P., Luce, R.W., 1980, Equilibria in The Systems Al2O3-
SiO3-H2O and some general implication for alteration/mineralization processes, Econ Geol
75.
Keer, F.P., 1977, Optical Mineralogy fourth edition, New York, McGraw-Hill Book Company.
McMahon, T.P., 1999, The Ertsberg Intrusion And Grasberg Complex : Contrasting Style of
MagmaticEvolution And Cu-Au Mineralization In The Gunung Bijih (Ertsberg) Mining
District, Irian Jaya, Indonesia, Austin, Departement of Geological Sciences Universitas Texas
Austin.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
554
Meinert, L.D., 1992, Skarn and Skarn Deposits, Washington, Departemen Geologi Washington State
University.
Meinert, L., 2013, Skarn deposits – Characteristics and Exploration Criteria, GEUS Tungsten
Assessment Workshop December 3-5, 2013, Mineral Resources Program, USGS. Amerika
Serikat, U.S. Geological Survey.
Parris, K., 1994, Preliminary Geological Data Record Timika (3211) 1 : 250.000 Sheet Area, Irian
Jaya, Indonesia, PT. Freeport Indonesia Divisi Eksplorasi.
PT. Freeport Indonesia Affiliate of Freeport-McMoran Copper and Gold, 2001, COW A Geology Map,
Timika.
Prendergast, K., 2003, Porphyry-related Hydrothermal System in The Ertsberg District, Papua,
Indonesia, Australia, Universitas James Cook.
Robb, L., 2005, Introduction to Ore-Forming Processes, Amerika Serikat, Blackwell Publishing.
Rye, O.R., Bethke, J.W., Wasserman, M.D., 1992, The Stable Isotope geoshemistry of Acid Sulphade
Alteration, Econ Geol 87.
Sapii, B., 1998, Strike-Slip Faulting, Breccia Formation And Porphyry Cu-Au Mineralization In The
Gunung Bijih (Ertsberg) Mining District, Irian Jaya, Indonesia, Austin, Universitas Texas.
Sapii, B., Cloos, M., 2004, Strike-slip Faulting in The Core of The Central Range of west New
Guinea: Ertsberg Mining District, Indonesia, Geological Society of America Bulletin, Austin,
Universitas Texas.
Ufford, A.I.Q., 1996, Stratigraphy, Structural Geology, and Tectonics of Young Forearc-Continent
Collision, Western Central Range, Irian Jaya (western New Guinea), Indonesia, Austin,
Universitas Texas.
GAMBAR
Gambar 1. Peta Pulau Papua yang menunjukkan lokasi Gunung Bijih Mining District (GBMD).
Daerah Kasuang Tunnel berada pada wilayah GBMD, Kontrak Karya A PT. Freeport
Indonesia (de Jong dan Sunyoto, 2012)
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
555
Gambar 2. Kolom stratigrafi Kontrak Karya A PT. Freeport Indonesia (E: early; M: middle; L:late).
Kotak merah merupakan stratigrafi daerah Kasuang Tunnel (Ufford, 1996 telah
dimodifikasi)
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
556
Gambar 3. Peta Geologi dan Alterasi daerah Kasuang Tunnel
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
557
Gambar 4. Penampang geologi dan alterasi daerah Kasuang Tunnel