GAMBARAN PERILAKU TIDAK AMAN SUPIR BUS MAYASARI BAKTI
SAAT MENGEMUDI TAHUN 2013
OLEH :
REZA KURNIA
NIM: 107101000996
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2013
Reza Kurnia
NIM:107101000996
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, September 2013
Reza Kurnia, NIM: 107101000996
Gambaran Perilaku Tidak Aman Supir Bus Mayasari Bakti Saat Mengemudi Tahun
2013.
xvi + 86 halaman, 5 tabel, 10 gambar, 1 bagan, 13 lampiran
ABSTRAK
Berdasarkan data kecelakaan bus Mayasari Bakti tahun 2012, terdapat 65 kasus
kecelakaan yang terjadi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2013
di pool Mayasari Bakti dan di dalam bus Mayasari Bakti rute Rambutan – Bekasi,
Rambutan – Grogol, dan Bekasi – Cililitan. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan tujuan menggambarkan perilaku tidak aman supir bus Mayasari
Bakti saat mengemudi. Informan dalam penelitian ini adalah supir, dan kondektur.
Data dikumpulkan dengan cara observasi dan wawancara.
Hasil penelitian ini berupa bentuk perilaku tidak aman supir bus saat
mengemudi yaitu supir melakukan pekerjaan tanpa wewenang, supir gagal dalam
mengamankan, supir menghilangkan alat pengaman, supir menggunakan peralatan
yang rusak, supir tidak menggunakan APD dengan benar, supir mengangkut dengan
beban yang tidak sesuai, posisi tubuh yang salah saat mengemudi, dan bersenda gurau
sambil menggunakan handphone saat mengemudi.
Saran untuk penelitian ini adalah membuat jadwal berangkat antar bus atau
mengatur giliran keberangkatan bus antara bus yang satu dengan bus berikutnya,
mengadakan perbaikan dan servis secara berkala agar kenyamanan dan keamanan
supir maupun penumpang lebih terjamin, meningkatkan wawasan dan pengetahuan
tentang seat belt sehingga meningkatkan kesadaran para supir untuk selalu
menggunakan seat belt demi keselamatan dan keamanan dalam berkendara, tidak
membawa penumpang melebihi kapasitas muatan yang ditetapkan, tidak bersenda
gurau sambil menggunakan handphone saat mengemudikan bus, diharapkan bisa
meningkatkan wawasan tentang cara mengemudi yang aman, tidak membiasakan
posisi duduknya dengan memiringkan badan sambil menyandarkan tangannya ke
pintu, dan disarankan agar supir memeriksa kondisi bus sebelum jalan. Daftar Bacaan: 39 (1978-2013)
Kata Kunci: Keselamatan, Perilaku tidak aman, Supir.
iii
JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
Undergraduated Thesis, September 2013.
Reza Kurnia, NIM: 107101000996
Description of Unsafe Action at Mayasari’s Bus Driver While Steer in 2013.
xvi + 86 pages, 5 tables, 10 pictures, 1 chart, 13 attachments
ABSTRAK
Behaviour is not safe driver while steer is looked on as a result of glosses over that did
by straightforward the interesting driver. Base bus accident data Mayasari year Faith 2012,
available 65 happening accident case. This research is done on February month of January
2013 at pool Mayasari Faith and in Mayasari's bus Rambutan route Faith – Bekasi, Rambutan
– Grogol, and Bekasi – Cililitan. This research constitute kualitatif's research with intent
figure behaviour not safe Mayasari's bus driver Faith while steer. Informan in observational it
is driver, conductor, and PT Mayasari's director Faith. Gathered data by observation and
interview.
This observational result as shaped as behaviour not safe bus driver while steer
which is driver does to talk shop without authority, unsuccessful driver in secures,
driver removes peacemaker tool, driver utilizes damaged equipment, driver doesn't
utilize APD aright, driver transports with charges unsuitably, incorrect body position
while steer, and ramjet while utilizing handphone while steer.
Tips for observational it is make departed schedule among bus or manages bus
departure go among the one bus with next bus, arranging repair and periodic ala
service that convenience and driver security and also more passenger to be secured,
increasing knowledge and science about belt's moment so increases consciousness
driver for does ever utilize belt's moment to safety and security in gets ride, don't
take in capacities overshot passenger tranship that specified, not ramjet while
utilizing handphone while pilot bus, expected can increase knowledge about trick
steers that safe, don't inure it‟s seat position with cant body while menyandarkan is its
hand goes to door, and suggested that driver checks bus condition before road.
References: 39 (1978-2013)
Keywords: Safety, Unsafe action, Driver.
iv
PERNYATAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul
GAMBARAN PERILAKU TIDAK AMAN SUPIR BUS MAYASARI BAKTI SAAT
MENGEMUDI TAHUN 2013
Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2013
Mengetahui,
Minsarnawati, SKM, M.Kes
Pembimbing Skripsi I
Raihana Nadra Alkaff, SKM M.MA
Pembimbing Skripsi II
v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, September 2013
Mengetahui
Ketua
Iting Shofwati, ST, M.KKK
Anggota I
Catur Rosidati, SKM, MKM
Anggota II
Izzatu Millah, SKM, M.KKK
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................ i
ABSTRAK .......................................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………...iv
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………..v
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….vi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1.3. Pertanyaan Penelitian …………………………………………………...5
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
1.4.1 Tujuan Umum `… ......................................................................... 5
1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 5
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6
1.5.1 Bagi Supir Bus Mayasari Bakti …………………………………..6
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta ……….6
1.5.4 Bagi Peneliti ………………………………………………………7
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8
2.1. Perilaku ………………………………………………………………….8
2.1.1 Definisi Perilaku …………………………………………………..8
2.1.2 Bentuk Perilaku …………………………………………………...8
2.1.3 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku ……………………………….9
2.1.4 Determinan Perilaku ....................................................................... 10
2.2. Perilaku Tidak Aman .............................................................................. 11
2.2.1 Jenis-Jenis Perilaku Tidak Aman .................................................. 12
2.3. Jenis-Jenis Perilaku Tidak Aman Supir Saat Mengemudi ……………...14
2.4. Kerangka Teori ………………………………………………………….21
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ……………23
3.1. Kerangka Berfikir ................................................................................... .23
3.2. Definisi Istilah ......................................................................................... .25
BAB IV METODE PENELITIAN ……………………………………………29
4.1. Jenis Penelitian …………………………………………………………..29
vii
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………………...29
4.3. Informan ………………………………………………………………...29
4.4. Instrumen Penelitian …………………………………………………….30
4.5. Pengumpulan Data ………………………………………………………32
4.6. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………………32
4.7. Pengolahan Data …………………………………………………………33
4.8. Analisis Data …………………………………………………………….33
4.9. Keabsahan Data …………………………………………………………34
BAB V HASIL PENELITIAN …………………………………………………37
5.1. Gambaran Umum Perusahaan …………………………………………..37
5.1.1. Riwayat Singkat Perusahaan ……………………………………..37
5.1.2. Mesin dan Sasis ………………………………………………….38
5.1.3. Visi dan Misi …………………………………………………….38
5.2. Jenis-Jenis Perilaku Tidak Aman Supir Saat Mengemudi ……………..39
5.2.1. Gambaran Supir Melakukan Pekerjaan Tanpa Wewenang ………39
5.2.2. Gambaran Supir Gagal dalam Mengamankan …………………..42
5.2.3. Gambaran Supir Bekerja dengan Kecepatan Berbahaya ………..46
5.2.4. Gambaran Supir Menghilangkan Alat Pengaman ……………….48
5.2.5. Gambaran Supir Membuat Alat Pengaman Tidak Berfungsi …...49
5.2.6. Gambaran Supir Menggunakan Peralatan yang Rusak ………….50
5.2.7. Gambaran Supir Menggunakan Peralatan yang Tidak Sesuai ….53
5.2.8. Gambaran Supir Tidak Menggunakan APD dengan Benar …….54
5.2.9. Gambaran Supir Mengangkut dengan Beban yang Tidak Sesuai.56
5.2.10.Gambaran Posisi Tubuh yang Salah Saat Mengemudi …………58
5.2.11.Gambaran Supir Bersenda Gurau ……………………………….59
5.2.12.Gambaran Supir Bekerja di Bawah Pengaruh Alkohol dan Obat-
Obatan …………………………………………………………..60
BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………………….63
6.1. Keterbatasan Penelitian ............................................................................63
6.2. Pembahasan Penelitian ………………………………………………….63
6.2.1 Gambaran Supir Melakukan Pekerjaan Tanpa Wewenang ……..63
6.2.2 Gambaran Supir Gagal dalam Mengamankan …………………..65
viii
6.2.3 Gambaran Supir Bekerja dengan Kecepatan Berbahaya ………..66
6.2.4 Gambaran Supir Menghilangkan Alat Pengaman ……………….68
6.2.5 Gambaran Supir Membuat Alat Pengaman Tidak Berfungsi …...68
6.2.6 Gambaran Supir Menggunakan Peralatan yang Rusak ………….69
6.2.7 Gambaran Supir Menggunakan Peralatan yang Tidak Sesuai …..71
6.2.8 Gambaran Supir Tidak Menggunakan APD dengan Benar ……..71
6.2.9 Gambaran Supir Mengangkut dengan Beban yang Tidak Sesuai .73
6.2.10 Gambaran Posisi Tubuh yang Salah Saat Mengemudi ………….74
6.2.11 Gambaran Supir Berkelakar atau Bersenda Gurau ……………...76
6.2.12 Gambaran Supir Bekerja di Bawah Pengaruh Alkohol dan Obat-
Obatan …………………………………………………………78
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………..83
7.1 Simpulan …………………………………………………………………83
7.2 Saran ……………………………………………………………………..85
7.2.1 Saran Berdasarkan Hasil Penelitian ………………………………85
7.2.2 Saran Untuk Penelitian Berikutnya ………………………………86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Kecelakaan Bus Mayasari Bakti Tahun 2012 ……………………...4
Tabel 3.1 Definisi Istilah…………………………………………………………….25
Tabel 4.1 Informan Penelitian ………………………………………………………29
Tabel 4.2 Triangulasi metode dan triangulasi sumber ……………………………...35
Tabel 6.1 Gambaran Perilaku Tidak Aman Supir Bus Mayasari Bakti saat
Mengemudi Tahun 2013 …………………………………………………80
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Kecepatan Maksimal yang Diperbolehkan …………………….47
Gambar 5.2 Kursi Bapak A yang Rusak …………………………………….51
Gambar 5.3 Speedometer Bapak B yang Tidak Berfungsi ………………….52
Gambar 5.4 Supir yang Tidak Memakai Seat Belt ………………………………55
xi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori Perilaku Tidak Aman Saat Mengemudi ……………22
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara
Lampiran 2 Lembar Observasi
Lampiran 3 Matriks Wawancara
Lampiran 4 Hasil Observasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak supir bus mengabaikan aspek keselamatan, seperti melaju dengan sangat cepat
dan ugal-ugalan saat mengemudi, alasan mereka agar penumpang cepat sampai sehingga
tidak kecewa dengan pelayanan bus tersebut. Banyak kecelakaan bus kota disebabkan oleh
human error, seperti supir ugal-ugalan, terkantuk-kantuk atau mabuk saat mengemudi, dan
supir yang tidak memiliki surat izin mengemudi. Hal ini merugikan penumpang karena
mereka berisiko celaka jika bus yang mereka tumpangi dikendarai supir yang berperilaku
tidak aman (Departemen Perhubungan, 2000 dalam Iskandar, 2009).
Dampak yang ditimbulkan bagi korban kecelakaan cukup besar. Selain mengakibatkan
kematian dan cedera, salah satu efeknya yaitu dalam bidang ekonomi, seperti menurunnya
produktivitas akibat cedera, sehingga secara tidak langsung menghambat pertumbuhan
ekonomi para korban. Selain itu terdapat dampak lain yang harus diterima oleh korban
kecelakaan, seperti biaya pengobatan, biaya kerusakan harta benda, biaya asuransi, biaya
perawatan, dan biaya rehabilitasi/pemulihan. Sedangkan dampak yang paling dirasakan bagi
para korban kecelakaan adalah dampak psikososial, dimana seseorang merasakan trauma
yang cukup mendalam, tuntutan ganti rugi dari masyarakat yang terkena dampaknya, cacat
seumur hidup, dan proses perkara (litigation or criminal proceedings) karena kejadian
kecelakaan (World Health Organization, 2004).
World Health Organization (WHO) memprediksi 1,2 juta orang akan tewas dan 50 juta
orang akan mengalami luka berat dan ringan per tahunnya yang disebabkan kecelakaan lalu
1
2
2
lintas (World Health Organization, 2004). Di Indonesia, kasus kecelakaan lalu lintas masih
mengkhawatirkan, di tahun 2012, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes
Polri) mencatat ada 30.629 orang tewas karena kecelakaan (Komisikepolisianindonesia,
2012). Kasus kecelakaan angkutan bus Mayasari Bakti juga terjadi di Cawang – Jakarta.
Kecelakaan tersebut merenggut nyawa lebih dari 30 orang, dan 13 penumpang lainnya luka
berat. Bus tersebut menabrak motor, truk, mobil travel, dan warung makan (Asdhiana,
2012). Data jumlah kecelakaan yang dilansir Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia
(Mabes Polri) menunjukkan, sepanjang tahun 2012 lalu terjadi 106.129 kecelakaan lalu
lintas. Jumlah orang yang tewas 30.629 orang, 35.787 orang luka berat, dan 107.281 orang
luka ringan. Sedangkan kerugian material mencapai Rp 278,4 miliar (Republika, 2012).
Untuk tahun 2012, menurut data Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes
Polri) melalui Korps Lalu Lintas Polri, tercatat kasus kecelakaan lalu lintas di Indonesia
pada 1,5 bulan pertama di tahun 2012 (Januari hingga pertengahan Februari) sangat tinggi
dan menonjol. Berdasarkan data tersebut, kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia
pada 1,5 bulan pertama di tahun 2012 sudah terjadi sebanyak 9.884 kasus. Menurut data
Divisi Humas Polri, dari 9.884 kasus kecelakaan di Indonesia, korban yang meninggal dunia
sebanyak 1.547 orang, korban luka berat sebanyak 2.562 orang, dan korban luka ringan
sebanyak 7.564 orang (Republika, 2012).
Dari kasus-kasus kecelakaan di Indonesia, Polri mencatat yang paling banyak
mengalami kecelakaan adalah sepeda motor, yaitu sebanyak 9.535 unit. Sisanya melibatkan
angkutan umum sebanyak 1.357 unit, bus sebanyak 207 unit, mobil barang sebanyak 443
unit, dan 204 unit bukan kendaraan bermotor. Dalam beberapa kasus kecelakaan besar yang
menimpa bus-bus kota seperti bus Transjakatra dan bus Mayasari Bakti di Jakarta, serta bus
3
3
Sumber Kencono di Jawa Timur, sering berakibat fatal, dan dampaknya jauh lebih
berbahaya karena bus berisiko memakan jumlah korban jiwa yang lebih besar mengingat
banyaknya penumpang dalam bus tersebut. Dalam rilis akhir tahun 2012, Markas Besar
Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) mencatat telah terjadi kasus sebanyak 106.129
kasus kecelakaan atau meningkat sebanyak 1,24 % dari tahun sebelumnya. Korban
meninggal dunia sebanyak 30.629 orang, luka berat sebanyak 35.787 orang, dan luka ringan
sebanyak 107.281 orang (Kpi, 2012).
Pada tanggal 20 Februari 2012, terjadi dua kecelakaan melibatkan bus Mayasari Bakti
dengan bus Transjakarta. Bus Mayasari Bakti jurusan Kampung Rambutan-Kalideres ini
menabrak bus Transjakarta jurusan Pinang Ranti - Pluit di Jalan S.Parman, Slipi Jaya-
Jakarta. Kecelakaan diduga karena sopir bus Mayasari Bakti tidak konsentrasi akibat
menggunakan telepon seluler sambil mengemudikan bus yang melaju dengan kecepatan
tinggi. Akibatnya, belasan penumpang luka-luka. Sehari sebelumnya, bus Mayasari Bakti
jurusan Kampung Rambutan – Poris, menabrak sejumlah angkutan umum dan warung
hingga seorang pengendara motor tewas (Rimadi, 2012).
Bus Mayasari Bakti yang dikemudikan Supriyadi, menghantam taksi, dan kemudian
menabrak beberapa warung, angkutan umum, dan sepeda motor. Mustafa, korban sepeda
motor, terseret lebih dari seratus meter hingga tewas di tempat. Jasad korban kemudian
dibawa ke Rumah Sakit Polri - Kramat Jati, untuk diotopsi. Selain itu, dua orang terluka,
akibat terserempet bus saat di pinggir jalan (Indosiar, 2012).
4
4
Heinrich (1980) mengatakan bahwa kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi
lingkungan kerja yang tidak aman dan perilaku tidak aman yang bersumber dari manusia
yang melakukan kegiatan di tempat kerja. Menurut Heinrich (1980), 88% kecelakaan
disebabkan oleh perbuatan/tindakan tidak aman dari manusia (unsafe action), sedangkan
sisanya disebabkan oleh hal-hal yang tidak berkaitan dengan kesalahan manusia, yaitu 10%
disebabkan kondisi yang tidak aman (unsafe condition), dan 2% disebabkan takdir Tuhan.
Berdasarkan data kecelakaan tersebut, peneliti tertarik untuk menggambarkan
perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi sebagai langkah perbaikan
masalah perilaku tidak aman saat mengemudi serta sebagai upaya untuk pencegahan
kecelakaan.
1.2 Rumusan Masalah
Bus angkutan umum sering mengalami kecelakaan lalu lintas, sebab supir bus sering
mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai, untuk mengejar
penumpang, dan tidak ingin didahului oleh bus yang lain. Perilaku supir bus saat mengemudi
jadi penentu terjadi atau tidak nya kecelakaan. Dilihat dari data yang ada, kecelakaan lalu
lintas mayoritas terjadi karena faktor manusia atau karena kesalahan pengendara. Perilaku
tidak aman saat mengemudi merupakan salah satu faktor penyumbang terbesar kecelakaan
yang merupakan cerminan dari perilaku supir terhadap keselamatan lalu lintas.
Berdasarkan data kecelakaan bus Mayasari Bakti tahun 2012, menunjukkan bahwa
salah satu penyebab kasus kecelakaan ialah perilaku tidak aman supir saat mengemudi di
jalan. Perilaku tidak aman supir saat mengemudi merupakan salah satu penyebab utama
5
5
terjadinya kecelakaan bus Mayasari Bakti. Untuk itu, peneliti bertujuan untuk
menggambarkan perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi tahun 2013.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran perilaku melakukan pekerjaan tanpa wewenang ?
2. Bagaimana gambaran perilaku gagal dalam mengamankan ?
3. Bagaimana gambaran perilaku bekerja dengan kecepatan yang berbahaya ?
4. Bagaimana gambaran perilaku menghilangkan alat pengaman ?
5. Bagaimana gambaran perilaku membuat alat pengaman tidak berfungsi ?
6. Bagaimana gambaran perilaku menggunakan peralatan yang rusak ?
7. Bagaimana gambaran perilaku menggunakan peralatan yang tidak sesuai ?
8. Bagaimana gambaran perilaku tidak menggunakan APD dengan benar ?
9. Bagaimana gambaran perilaku pengisian/pembebanan yang tidak sesuai ?
10. Bagaimana gambaran perilaku posisi tubuh yang salah ?
11. Bagaimana gambaran perilaku bersenda gurau sambil menggunakan handphone ?
12. Bagaimana gambaran perilaku bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan ?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti
saat mengemudi tahun 2013.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran perilaku melakukan pekerjaan tanpa wewenang.
6
6
2. Diketahuinya gambaran perilaku gagal dalam mengamankan.
3. Diketahuinya gambaran perilaku bekerja dengan kecepatan yang berbahaya.
4. Diketahuinya gambaran perilaku menghilangkan alat pengaman.
5. Diketahuinya gambaran perilaku membuat alat pengaman tidak berfungsi.
6. Diketahuinya gambaran perilaku menggunakan peralatan yang rusak.
7. Diketahuinya gambaran perilaku menggunakan peralatan yang tidak sesuai.
8. Diketahuinya gambaran perilaku tidak menggunakan APD dengan benar.
9. Diketahuinya gambaran perilaku pengisian/pembebanan yang tidak sesuai.
10. Diketahuinya gambaran perilaku posisi tubuh yang salah.
11. Diketahuinya gambaran perilaku bersenda gurau sambil menggunakan
handphone.
12. Diketahuinya gambaran perilaku bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-
obatan.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Perusahaan
Memperoleh gambaran tentang perilaku tidak aman supir bus Mayasari
Bakti saat mengemudi agar dapat dijadikan masukan dalam rangka meningkatkan
kinerja para supir terkait perilaku aman berkendara (safety driving).
1.5.2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan referensi tambahan bagi
peneliti lain yang ingin meneliti terkait perilaku tidak aman supir saat mengemudi
bus.
7
7
1.5.3. Bagi Peneliti
Sebagai wadah untuk mengamalkan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu K3
yang telah didapatkan semasa kuliah, serta sebagai sarana pemantapan keilmuan
bagi peneliti.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada supir bus Mayasari Bakti karena supir bus Mayasari
Bakti berperilaku tidak aman saat mengemudi sehingga sering mengalami kecelakaan.
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2013. Lokasi penelitian
di pool bus Mayasari Bakti Ciracas dan di dalam bus Mayasari Bakti. Penelitian ini bersifat
kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah wawancara dan
observasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
2.1.1. Definisi Perilaku
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan sangat luas, antara lain berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun
yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007). Sedangkan
menurut Geller (2001), perilaku merupakan tingkah atau tindakan yang dapat
diamati oleh orang lain.
Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Perilaku ini disebut teori “S – O – R” atau “Stimulus – Organisme – Respon”
dikarenakan terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian
organisme tersebut meresponnya.
2.1.2 Bentuk Perilaku
Jika dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus yang dijelaskan oleh Skiner
(1938) dalam Notoatmodjo (2007), maka perilaku dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu:
8
9
9
1. Perilaku tertutup/terselubung (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus masih dalam bentuk terselubung atau
tertutup (covert). Respon dan reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang
yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati dengan jelas oleh
orang lain.
2. Perilaku terbuka/tampak nyata (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktik (practice) yang dengan mudah dapat diamati atau
dilihat oleh orang lain.
Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) membagi perilaku manusia ke
dalam 3 domain, ranah, atau kawasan, yakni: kognitif (cognititive), afektif
(affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom
ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :
1. Pengetahuan (knowledge).
2. Sikap (attitude).
3. Praktik atau tindakan (practice).
2.1.3. Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku
Bentuk-bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi. Bentuk-bentuk
perubahan perilaku menurut World Health Organization dalam Notoadmodjo
(2007), terbagi menjadi tiga kelompok, yakni:
10
10
1. Perubahan alamiah (natural change)
Pengertian perubahan alamiah ialah bahwa perilaku manusia selalu berubah.
Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam
masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik, atau sosial-
budaya dan ekonomi, maka anggota masyarakat di dalamnya juga akan
mengalami perubahan.
2. Perubahan terencana (planned change)
Perubahan perilaku yang terencana ini terjadi karena memang direncanakan
sendiri oleh si subjek. Sehingga, hanya subyek itu sendiri yang ingin dan
dapat mengubahnya.
3. Kesediaan untuk berubah (readdiness to change)
Apabila terjadi suatu inovasi atau program pembangunan di masyarakat,
maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima
inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya), dan sebagian lagi
sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini
disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to
change) yang berbeda-beda, meskipun kondisinya sama.
2.1.4. Determinan Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007), meskipun perilaku adalah bentuk respons
atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun
dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor
lain dari orang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi
11
11
beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang
membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan
perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,
yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering
merupakan faktor yang dominan dalam mewarnai perilaku seseorang.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan
totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama atau
resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Dengan
kata lain, perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai bentangan yang
sangat luas.
2.2. Perilaku Tidak Aman
Menurut Bird (1980), perilaku tidak aman atau unsafe action adalah tindakan
seseorang yang menyimpang dari prosedur atau cara yang wajar atau benar menurut
persetujuan bersama, sehingga tindakan tersebut mengandung bahaya, misalnya berdiri di
bawah barang yang diangkat crane, mengebut di jalan ramai, dan lain-lain. Keadaan dan
tindakan berbahaya kalau dibiarkan tanpa perbaikan akan menimbulkan kecelakaan.
12
12
2.2.1. Jenis-Jenis Perilaku Tidak Aman
Perilaku tidak aman merupakan salah satu penyebab langsung terjadinya
kecelakaan. Menurut Bird (1990), jenis-jenis perilaku tidak aman yaitu:
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
2. Gagal dalam memberi peringatan
3. Gagal dalam mengamankan
4. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya
5. Menghilangkan alat pengaman
6. Membuat alat pengaman tidak berfungsi
7. Menggunakan peralatan yang rusak
8. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai
9. Tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dengan benar
10. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai
11. Cara mengangkat yang salah.
12. Posisi atau sikap tubuh yang salah
13. Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi
14. Berkelakar atau bersenda gurau
15. Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan.
Menurut Dessler (1978), jenis-jenis perilaku tidak aman ialah:
1. Gagal dalam mengamankan
2. Tidak memakai APD
13
13
3. Membuang benda sembarangan
4. Bekerja pada kecepatan yang tidak aman
5. Membuat alat pengaman tidak berfungsi
6. Menggunakan peralatan yang tidak aman
7. Mengambil posisi tubuh yang salah
8. Cara mengangkat yang salah
9. Mengganggu, menggoda, bertengkar, bermain, dan sebagainya
Menurut Santoso (2004), jenis-jenis perilaku tidak aman, antara lain:
1. Melakukan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan
2. Gagal menciptakan keadaan yang baik sehingga menjadi tidak aman
3. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kecepatan geraknya
4. Memakai APD hanya berpura-pura
5. Menggunakan peralatan yang tidak layak
6. Pengrusakan alat pengaman peralatan yang digunakan untuk melindungi
manusia
7. Bekerja berlebihan/melebihi jam kerja di tempat kerja
8. Mengangkat/mengangkut beban yang berlebihan
9. Menggunakan tenaga berlebihan
10. Peminum/pemabuk/mengkonsumsi narkoba
14
14
2.3. Jenis-Jenis Perilaku Tidak Aman Supir Saat Mengemudi
Penelitian ini mengacu pada teori Bird (1990) karena pada teori ini telah mencakup
sebagian besar jenis-jenis perilaku tidak aman yang terdapat pada teori Dessler (1978)
dan Santoso (2004).
Teori Bird (1990) ini juga dipakai dengan mengadopsi 12 jenis dari 15 jenis-jenis
perilaku tidak aman dari Bird (1990) karena relevan untuk menggambarkan perilaku tidak
aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi tahun 2013. Jenis-jenis perilaku tidak
aman supir bus saat mengemudi yang diadopsi dari teori jenis-jenis perilaku tidak aman
menurut Bird (1990) adalah:
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) menjelaskan
bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-lintas
ialah mengemudi tanpa surat izin mengemudi yang sah. Mengemudi bus harus
dilaksanakan oleh supir yang memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), khususnya SIM
B1 umum untuk supir bus. Supir yang telah mendapatkan SIM B1 umum adalah
mereka yang diberi wewenang untuk membawa/mengemudikan bus dengan suatu
kecakapan dan pengalaman teknis serta terampil mengemudikan bus. Melakukan
pekerjaan tanpa wewenang juga berarti mengemudi bus Mayasari Bakti yang
dilakukan oleh supir tidak resmi Mayasari Bakti.
2. Gagal dalam mengamankan
Supir harus selalu memperhitungkan sesuatu yang tidak diharapkan, sehingga
akan senantiasa waspada dan sadar serta berhati-hati dalam bertingkah laku saat
15
15
mengemudikan kendaraan, seperti jika supir mengetahui ada kerusakan pada
komponen peralatan, alat pengaman, mesin bus, atau masalah pada ban, tetapi tetap
memaksa untuk menjalankan bus. Hal ini berisiko terjadinya kecelakaan. Supir yang
mengetahui terjadinya kerusakan mesin saat mengemudi harus segera mematikan dan
menepikan busnya.
Hal ini senada dengan pendapat Agung (2012), Agung (2011) menyatakan
bahwa supir yang baik harus selalu menggunakan prinsip anticipation (antisipasi).
Anticipation (antisipasi) ialah kesiagaan, kecermatan, dan kesigapan supir terkait
perilaku berkendara yang aman sehingga supir mengetahui bagaimana cara
mengendalikan kendaraan dan keluar dari kondisi bahaya saat itu, yakni supir secara
terus-menerus mengamati kondisi bus untuk mengetahui adanya potensi bahaya
sehingga mengantisipasi setiap kemungkinan yang akan timbul, dimana kondisi ini
sebenarnya tidak pernah diharapkan oleh supir.
3. Bekerja dengan kecepatan berbahaya
Salah satu alasan paling lazim untuk mengambil risiko dalam bekerja adalah
menghemat waktu agar bisa mendapatkan waktu santai atau waktu untuk
menghasilkan uang lebih banyak, atau sekedar menghemat waktu dengan
mempercepat menyelesaikan pekerjaan. Oleh karena itu, tidak aneh apabila keinginan
menghemat waktu ini menyebabkan perilaku tidak aman (International Labour Office,
1989).
Pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang No.22 Tahun 2009 mengenai
Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu Pasal 115a dan pasal 124 ayat 1 yang
menjelaskan tentang mematuhi batas kecepatan paling tinggi untuk angkutan umum.
16
16
Menurut undang-undang tersebut, batas kecepatan maksimum kendaraan roda empat
atau lebih di jalan tol ialah 80 km/jam dan minimal 60 km/jam, dan kelajuan
kendaraan bus umum di kawasan jalan umum kota Jakarta ialah minimal 20 km/jam
dan maksimal 40 km/jam.
4. Menghilangkan alat pengaman
Peralatan pengaman merupakan peralatan keselamatan yang dipasang pada
tempat-tempat tertentu dan berfungsi untuk memberi keamanan tambahan bagi para
pekerja (O‟Brien, 1974 dalam Helliyanti, 2009), sedangkan alat pengaman pada bus
ialah alat-alat yang berfungsi untuk keamanan serta mencegah kecelakaan saat
mengemudi seperti rem, spion, lampu sen, klakson, penghapus kaca, dan seat belt
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.44 Tahun 1993 Tentang Kendaraan dan
Pengemudi). Menghilangkan alat pengaman pada bus berarti meningkatkan risiko
kecelakaan lalu-lintas.
5. Membuat alat pengaman tidak berfungsi
Pada beberapa kasus, alat pengaman yang menyebabkan ketidaknyamanan supir
dalam mengemudi seperti seat belt, dapat mendorong supir untuk merusakkannya.
Membuat alat pengaman pada bus menjadi tidak berfungsi sangat berbahaya karena
kegunaannya sebagai pengaman pun akan hilang sehingga dapat menimbulkan risiko
terjadinya kecelakaan serta memperbesar efek kecelakaan pada supir. Hal ini sesuai
dengan Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) yang
menjelaskan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya
kecelakaan lalu-lintas ialah adanya kerusakan bagian dari kendaraan.
17
17
6. Menggunakan peralatan yang rusak
Komponen peralatan bus yang digunakan harus berfungsi dengan baik dan
dalam kondisi layak pakai. Menggunakan peralatan yang tidak layak pakai dapat
membahayakan keselamatan. Oleh karena itu, semua peralatan harus dirawat menurut
kondisi dan waktu pemakaian. Tanpa perawatan yang teratur, keadaan peralatan
berubah menjadi salah satu faktor bahaya. Menurut Silalahi (1985), perawatan yang
tidak teratur adalah perbuatan yang berbahaya karena dapat menimbulkan keadaan
berbahaya. Sedangkan Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007)
menjelaskan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya
kecelakaan lalu-lintas ialah adanya kerusakan bagian dari kendaraan.
7. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai
Menggunakan peralatan yang tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang
dilakukan dan peraturan yang telah ditetapkan dapat menyebabkan kesalahan dalam
melakukan pekerjaan. Hal ini merupakan tindakan yang berbahaya karena dapat
berpotensi menimbulkan kecelakaan (Silalahi, 1985). Menggunakan peralatan yang
tidak sesuai dalam penelitian ini adalah supir mengemudi dengan memakai alat yang
tidak cocok dengan standar bus, seperti supir menggunakan sarung atau kain sebagai
pengganti seat belt.
8. Tidak menggunakan APD dengan benar
Pada waktu melaksanakan pekerjaan, badan kita harus benar-benar terlindung
dari kemungkinan terjadinya kecelakaan. Untuk melindungi diri dari risiko yang
ditimbulkan akibat kecelakaan maka badan kita perlu menggunakan ala-alat pelindung
ketika melaksanakan suatu pekerjaan. Alat Pelindung Diri (APD) didefinisikan
18
18
sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang
diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya di tempat kerja, baik yang bersifat
kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya (Rijanto, 2011).
Dalam penelitian ini, APD yang dimaksud adalah sabuk pengaman (seat bealt).
Pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang No.22 Tahun 2009 mengenai Lalu-
Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu ayat 10 Pasal 289 yang berbunyi: “Setiap orang yang
mengemudikan kendaraan bermotor atau penumpang yang duduk di samping
pengemudi yang tidak mengenakan sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 ayat (6) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau
denda paling banyak Rp.250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)”.
9. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai
Penyebab lain terjadinya kecelakaan adalah akibat beban muatan yang
berlebihan sehingga melebihi kemampuan bus dalam menampung (over load). Federal
Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) menjelaskan bahwa salah satu
faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-lintas adalah kehilangan
kendali akibat pergeseran muatan. Membawa atau mengangkat barang dan penumpang
yang terlalu berat dan terlalu banyak, akan membahayakan perjalanan. Akan jauh lebih
aman bagi supir untuk membatasi jumlah penumpang yang diangkut agar bus tetap
stabil sehingga meminimalisir risiko kecelakaan. Untuk bus Mayasari Bakti, batas
muatan atau daya tampung hingga 60 orang.
10. Posisi tubuh yang salah
Sikap duduk yang keliru akan merupakan penyebab adanya masalah-masalah
punggung. Seseorang dengan sikap duduk yang salah akan menderita pada bagian
19
19
punggungnya (Nurmianto, 2004). Sedangkan Suma‟mur (1999) menjelaskan bahwa
sikap atau posisi tubuh dalam bekerja memiliki hubungan yang positif dengan
timbulnya kelelahan kerja. Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk, atau
dalam sikap posisi kerja yang lain, dimana pertimbangan-pertimbangan ergonomis
yang berkaitan dengan sikap/posisi kerja akan sangat penting.
Menurut Wignjosoebroto (2003), beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan
sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cenderung untuk tidak mengenakkan.
Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja
yang tidak nyaman dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja
akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, melakukan banyak kesalahan, dan menderita
cacat tubuh.
Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) menjelaskan
bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-lintas
adalah adanya rasa sakit atau lelah. Membiasakan diri dengan kondisi postur yang baik
akan membantu dalam mencegah berbagai gangguan fisik, seperti kelelahan,
memperbaiki bentuk tubuh, memberi kesan penampilan diri lebih luwes dan tidak
kaku. Postur yang baik sangat tergantung pada kebiasaan seseorang, untuk itu hindari
sikap malas, posisi punggung yang membungkuk atau posisi tubuh yang membuat
lekukan pada tulang punggung ketika sedang bekerja. Sikap duduk yang baik penting
diperhatikan untuk mencegah kelelahan pada umumnya dan ketegangan pada
punggung. Sikap duduk yang baik yaitu punggung tegak dan posisi duduk menekan
bagian belakang (Wignjosoebroto, 2003).
20
20
11. Berkelakar atau bersenda gurau sambil menggunakan handphone.
Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) menjelaskan
bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-lintas
adalah mengemudi secara ceroboh. Bersenda gurau atau menggunakan handphone saat
mengemudi sangat dilarang karena dapat mengganggu konsentrasi sehingga supir
kurang fokus terhadap proses mengemudi nya. Hal tersebut akan membuat supir
berpotensi untuk melakukan kesalahan dalam mengemudi yang akibatnya dapat
menyebabkan kecelakaan. Menurut Andri (2013), berbincang-bincang masalah yang
cukup pelik atau bercanda, harus dihindari saat mengemudi. Ketika melakukan hal
tersebut kewaspadaan berkurang sehingga tidak mampu mengantisipasi gangguan dari
luar yang bersifat mendadak. Kecederungannya pengemudi akan lengah ketika
bercanda atau bicara. Sedangkan secara psikologis, ini penyebab yang mampu
mengurangi konsentrasi saat mengemudi.
12. Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan.
Menurut Sasangka (2003), alkohol dan obat-obatan termasuk ke dalam
NAPZA. NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) adalah bahan/zat/obat
yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama
otak/susunan saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan
fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan, serta ketergantungan terhadap
NAPZA. Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu konsentrasi, penilaian,
penglihatan, dan koordinasi pada orang yang mengonsumsinya.
Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) menjelaskan
bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-lintas
21
21
adalah mengemudi dalam pengaruh alkohol atau obat-obatan. Kombinasi alkohol
dengan obat-obatan lain sangat berbahaya karena hal ini meningkatkan efek dan
pengaruh negatif yang tidak dapat diperkirakan, termasuk kerusakan serius yang
menetap. Karena efek negatif yang ditimbulkan dari alkohol dan obat-obatan tersebut,
seorang supir tidak boleh berada dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan pada saat
mengemudi karena dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan lalu-lintas.
2.4. Kerangka Teori
Teori jenis-jenis perilaku tidak aman yang telah dikemukakan sebelumnya pada
tinjauan pustaka meliputi teori jenis-jenis perilaku tidak aman dari Dessler (1978), Santoso
(2004), dan Bird (1990). Penelitian ini mengacu pada teori Bird (1990) karena pada teori
ini telah mencakup sebagian besar jenis-jenis perilaku tidak aman yang terdapat pada teori
Dessler (1978) dan Santoso (2004).
Teori Bird (1990) ini juga dipakai dengan mengadopsi 12 jenis dari 15 jenis-jenis
perilaku tidak aman dari Bird (1990) karena relevan untuk menggambarkan perilaku tidak
aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi tahun 2013.
Jenis-jenis perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi yang
diadopsi dari teori jenis-jenis perilaku tidak aman menurut Bird (1990) adalah: melakukan
pekerjaan tanpa wewenang, gagal dalam mengamankan, bekerja dengan kecepatan yang
berbahaya, menghilangkan alat pengaman, membuat alat pengaman tidak berfungsi,
menggunakan peralatan yang rusak, menggunakan peralatan yang tidak sesuai, tidak
menggunakan APD dengan benar, pengisian/pembebanan yang tidak sesuai, posisi tubuh
22
22
yang salah saat mengemudi, bersenda gurau sambil menggunakan handphone saat
mengemudi, dan bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan
23
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir mengacu pada 12 jenis dari 15 jenis-jenis perilaku tidak aman
dari teori Bird (1990) karena relevan untuk menggambarkan perilaku tidak aman supir bus
Mayasari Bakti saat mengemudi tahun 2013. Jenis-jenis perilaku tidak aman supir saat
mengemudi meliputi:
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
2. Gagal dalam mengamankan
3. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya
4. Menghilangkan alat pengaman
5. Membuat alat pengaman tidak berfungsi
6. Menggunakan peralatan yang rusak
7. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai
8. Tidak menggunakan APD dengan benar
9. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai
10. Posisi tubuh yang salah
11. Berkelakar atau bersenda gurau
12. Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan
Peneliti hanya meneliti 12 jenis dari 15 jenis-jenis perilaku tidak aman Bird (1990).
Jenis-jenis perilaku tidak aman dari teori Bird (1990) yang tidak diteliti ialah: gagal dalam
24
24
memberi peringatan, maksudnya ialah pihak pengawas/pihak yang berwenang tidak
menegur/tidak memberi peringatan pekerja yang melakukan kesalahan saat bekerja, atau
pekerja tidak menegur kepada pekerja lain yang melakukan kesalahan saat bekerja. Dalam
konteks supir saat mengemudi, pihak pengawas/pihak yang berwenang memang tidak bisa
menegur/memberi peringatan terhadap supir yang melakukan perilaku tidak aman saat
supir mengemudi, begitu juga dengan sesama supir; cara mengangkat yang salah, ini tidak
diteliti sebab supir tidak mengangkat barang saat mengemudi; dan memperbaiki peralatan
yang sedang beroperasi, ini tidak diteliti sebab supir bus pada hakikatnya tidak bisa
memperbaiki peralatan mesin saat mengemudi.
Dengan meneliti 12 jenis perilaku tidak aman tersebut dengan cara observasi dan
wawancara mendalam, diharapkan dapat memberikan informasi berupa gambaran perilaku
tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi tahun 2013.
25
25
3.2. Definisi Istilah
Tabel 3.1 Definisi Istilah NO INFORMASI DEFINISI METODE INSTRUMEN HASIL INFORMAN
1 Perilaku tidak
aman supir saat
mengemudi.
Tingkah laku
berkendara tidak
aman yang
dilakukan supir bus
Mayasari Bakti.
Wawancara,
observasi.
Pedoman
wawancara,
lembar
observasi.
Jenis-jenis
perilaku tidak
aman
mengemudi.
- Supir
- Kondektur
2. Melakukan
pekerjaan tanpa
wewenang.
Mengemudi bus
Mayasari Bakti
yang dilakukan
oleh supir yang
tidak mempunyai
SIM B1 umum dan
oleh supir di luar
Mayasari Bakti.
Wawancara,
observasi.
Pedoman
wawancara,
lembar
observasi.
Pernyataan supir
menyangkut
pengalaman dan
motivasi terkait
melakukan
pekerjaan tanpa
wewenang.
- Direktur
Mayasari
Bakti
- Supir
- Kondektur
3. Gagal dalam
mengamankan
Supir mengetahui
ada kerusakan pada
alat-alat bus,
seperti ban,
komponen mesin,
atau alat-alat
lainnya, tetapi tetap
memaksa untuk
menjalankan bus.
Wawancara,
observasi.
Pedoman
wawancara,
lembar
observasi.
Pernyataan supir
menyangkut
pengalaman dan
motivasi terkait
gagal dalam
mengamankan.
-Supir
-Kondektur
4. Bekerja dengan
kecepatan yang
berbahaya.
Mengemudikan bus
dengan kecepatan
tinggi yang
melebihi regulasi
pemerintah.
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara,
lembar
observasi
Pernyataan supir
menyangkut
pengalaman dan
motivasi terkait
bekerja dengan
kecepatan
berbahaya.
-Supir
-Kondektur
5. Menghilangkan
alat pengaman.
Supir
menghilangkan alat
pengaman pada
bus.
Wawancara,
observasi.
Pedoman
wawancara,
lembar
observasi.
Pernyataan supir
menyangkut
pengalaman dan
motivasi terkait
menghilangkan
alat pengaman.
-Supir
-Kondektur
6. Membuat alat
pengaman tidak
Supir merusakkan
alat pengaman pada
Wawancara,
observasi.
Pedoman
wawancara,
Pernyataan supir
menyangkut
-Supir
-Kondektur
26
26
berfungsi. bus. lembar
observasi.
pengalaman dan
motivasi terkait
membuat alat
pengaman tidak
berfungsi.
7. Menggunakan
peralatan yang
rusak.
Supir
mengemudikan bus
dengan beberapa
komponen
peralatan yang
rusak.
Wawancara,
observasi.
Pedoman
wawancara,
lembar
observasi.
Pernyataan supir
menyangkut
pengalaman dan
motivasi terkait
menggunakan
peralatan yang
rusak.
-Supir
-Kondektur
8. Menggunakan
peralatan yang
tidak sesuai.
Supir
menggunakan
komponen
peralatan bus yang
tidak semestinya
atau di luar standar
bus.
Wawancara,
observasi.
Pedoman
wawancara,
lembar
observasi.
Pernyataan supir
menyangkut
pengalaman dan
motivasi terkait
menggunakan
peralatan yang
tidak sesuai.
-Supir
-Kondektur
9. Tidak
menggunakan
APD dengan
benar.
Supir tidak
menggunakan
sabuk pengaman
ketika mengemudi.
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara,
lembar
observasi.
Pernyataan supir
menyangkut
pengalaman dan
motivasi terkait
tidak
menggunakan
APD dengan
benar.
-Supir
-Kondektur
10. Pengisian/pemb
ebanan yang
tidak sesuai.
Perilaku supir
untuk mengangkut
penumpang
melebihi kapasitas
angkut secara
berlebihan.
Wawancara,
observasi.
Pedoman
wawancara,
lembar
observasi.
Pernyataan supir
menyangkut
pengalaman dan
motivasi terkait
pengisian/pembe
banan yang
tidak sesuai.
-Supir
-Kondektur
11. Posisi tubuh
yang salah.
Postur tubuh supir
yang janggal pada
saat mengemudi.
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara,
lembar
observasi.
Pernyataan supir
menyangkut
pengalaman dan
motivasi terkait
posisi atau sikap
tubuh yang
-Supir
-Kondektur
27
27
salah.
12. Bersenda gurau
sambil
menggunakan
handphone.
Bercanda sambil
berbicara melalui
handphone saat
mengemudi.
Wawancara,
observasi
Pedoman
wawancara,
lembar
observasi.
Pernyataan supir
menyangkut
pengalaman dan
motivasi terkait
berkelakar atau
bersenda gurau
melalui
handphone saat
mengemudi.
-Supir
-Kondektur
13. Bekerja dibawah
pengaruh
alkohol atau
obat-obatan.
Mengemudikan bus
setelah
mengkonsumsi
alkohol atau obat-
obatan
Wawancara Pedoman
wawancara,
lembar
observasi
Pernyataan
supir
menyangkut
pengalaman dan
motivasi terkait
bekerja dibawah
pengaruh
alkohol atau
obat-obatan.
-Supir
-Kondektur
28
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena informasi yang dihasilkan
dari penelitian ini berupa gambaran perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat
mengemudi tahun 2013. Dalam penelitian ini, peneliti akan memberikan gambaran perilaku
tidak aman mengemudi berdasarkan pengalaman supir dan fakta-fakta yang ada melalui
penggalian informasi seperti wawancara dan observasi.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2013 dengan lokasi
penelitian di pool Mayasari Bakti, Ciracas – Jakarta Timur, di dalam bus Mayasari Bakti
rute Rambutan – Bekasi, Rambutan – Grogol, dan Bekasi – Cililitan.
4.3 Informan
Teknik pengambilan informan dalam penelitian ini adalah purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel yang dilakukan secara langsung
melalui pertimbangan-pertimbangan yang ditentukan oleh peneliti dengan menggunakan
prinsip kesesuaian (appropriatness) dan kecukupan (adequency).
Informan dalam penelitian ini adalah supir bus Mayasari Bakti, dan kondektur bus
Mayasari Bakti.
29
29
Pertama, supir bus Mayasari Bakti dipilih sebagai informan karena supir adalah
pihak yang terlibat langsung dalam perilaku tidak aman saat mengemudi yang akan diteliti.
Untuk mendapatkan informasi dari supir mengenai perilaku tidak aman saat mengemudi,
metode yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Kedua, kondektur bus Mayasari
Bakti, kondektur bus Mayasari Bakti dipilih sebab mereka setiap harinya bersama dengan
supir bus sehingga dianggap mengetahui perilaku tidak aman supir selama mengemudi.
Untuk mendapatkan informasi dari kondektur bus Mayasari Bakti, metode yang digunakan
adalah wawancara.
Tabel 4.1 Informan Penelitian
NO NAMA PEKERJAAN
1. Bapak A Supir bus Mayasari Bakti
2. Bapak B Supir bus Mayasari Bakti
3. Bapak C Supir bus Mayasari Bakti
4. Bapak AA Kondektur bus Mayasari
Bakti
5. Bapak AB Kondektur bus Mayasari
Bakti
6. Bapak AC Kondektur bus Mayasari
Bakti
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yaitu mahasiswa peminatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, program studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Maksud dari peneliti sendiri dapat dipahami sebagai alat yang dapat
mengungkapkan fakta-fakta di lapangan dan tidak ada alat yang paling tepat dan elastis
untuk mengungkapkan data kualitatif kecuali peneliti itu sendiri (Satori dan Komariah,
30
30
2009). Si peneliti sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analis,
penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya (Moleong, 2007)
Selanjutnya, peneliti akan mengembangkan suatu instrumen penelitian sederhana untuk
melengkapi data yang dibutuhkan. Instrumen sederhana yang akan digunakan oleh peneliti
adalah:
1. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara yaitu daftar pertanyaan-pertanyaan tertulis yang akan ditanyakan
kepada informan. Pedoman wawancara dibuat berdasarkan pola penelitian yang telah
ditentukan oleh peneliti.
2. Lembar observasi
Berfungsi untuk membantu peneliti dalam mengamati objek penelitian.
3. Buku catatan
Berfungsi untuk mencatat semua hasil percakapan dengan sumber data.
4. Alat perekam
Berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan.
5. Kamera
Berfungsi untuk mengambil gambar yang berhubungan dengan masalah penelitian.
4.5 Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer mengenai deskripsi perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat
mengemudi didapatkan melalui wawancara kepada para informan penelitian dengan
menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun oleh peneliti. Selain itu, data
31
31
primer dalam penelitian ini juga diperoleh dari hasil observasi terhadap perilaku tidak
aman supir saat mengemudi dengan menggunakan lembar observasi.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari data profil PT Mayasari Bakti, dan data kecelakaan bus
Mayasari Bakti tahun 2012.
4.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi dan
wawancara.
1. Observasi
Menurut Bungin (2012), observasi atau pengamatan adalah teknik pengumpulan
data di mana seorang peneliti melakukan pengamatan pada masyarakat yang menjadi
objeknya. Teknik pengamatan yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah
pengamatan tertutup, yaitu dimana pengamatnya beroperasi dan mengadakan
pengamatan tanpa diketahui oleh para subjeknya (Moeloeng, 2007). Peneliti
mengobservasi perilaku tidak aman supir bus dengan mengikuti perjalanan bus selama
satu reet. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan lembar observasi
untuk mengamati secara langsung perilaku tidak aman supir saat mengemudi.
2. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan kepada informan-informan
dengan menggunakan pedoman wawancara untuk mewawancarai para informan.
Wawancara kepada para informan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai
perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi.
32
32
4.7 Pengolahan Data
1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari semua informan melalui wawancara,
dan observasi.
2. Data yang telah disusun dalam bentuk transkrip data dikategorisasikan dalam bentuk
matriks.
3. Selanjutnya dilakukan analisis data dan intepretasi data.
4.8 Analisis Data
Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2010) mengemukakan bahwa
aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
terus-menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas dan datanya sampai
jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu:
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari tema, dan polanya. Dengan demikian, data yang telah
direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencarinya bila diperlukan.
Dalam penelitian ini, data-data yang telah dikumpulkan melalui wawancara dan
observasi, kemudian dirangkum dan dikategorikan ke dalam pola-pola perilaku tidak
aman saat mengemudi yang telah ditentukan oleh peneliti.
2. Data Display (Penyajian Data)b
Setelah data direduksi, tahap selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
33
33
bagan, flowchart, dan sejenisnya. Yang sering digunakan dalam menyajikan data
dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan
menyajikan data, akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi. Dalam
penelitian ini, penyajian data dilakukan dengan cara menjabarkan hasil penelitian
dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan transkrip/matriks wawancara yang
disesuaikan dengan kategori perilaku tidak aman saat mengemudi yang telah
ditentukan oleh peneliti. Penyajian data akan didukung dengan hasil observasi.
3. Conclusing Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan/Verifikasi)
Kesimpulan dalam penelitian ini berupa deskripsi perilaku-perilaku tidak aman
Supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi.
4.9 Keabsahan Data
Menurut Moleong (2007), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1978) dalam Moleong (2007) membedakan
empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaaan yang memanfaatkan penggunaan
sumber, metode, penyidik, dan teori. Namun, menurut Sugiyono (2007) dalam Prastowo
(2010), sebagai teknik pengumpulan data, ada dua jenis triangulasi, yakni triangulasi
teknik/metode dan triangulasi sumber.
Menurut Patton (1987) dalam Moleong (2007), triangulasi sumber berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam konteks penelitian kualitatif, sedangkan
triangulasi metode ialah pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan
34
34
metode yang sama. Agar data yang dihasilkan benar-benar akurat dan terpercaya, maka
dalam penelitian ini dilakukan triangulasi sumber dan triangulasi metode, seperti berikut
ini:
35
35
Tabel 4.2
Triangulasi metode dan triangulasi sumber
No
Informasi
Teknik Pengumpulan Data
Informan
Wawancara
Observasi
1.
Melakukan pekerjaan tanpa wewenang.
-Supir
-Kondektur
2. Gagal dalam mengamankan -Supir
-Kondektur
3. Bekerja dengan kecepatan yang
berbahaya.
-Supir
-Kondektur
4. Menghilangkan alat pengaman
-Supir
-Kondektur
5. Membuat alat pengaman tidak berfungsi
-Supir
-Kondektur
6. Menggunakan peralatan yang rusak
-Supir
-Kondektur
7. Menggunakan peralatan yang tidak
sesuai
-Supir
-Kondektur
8. Tidak menggunakan APD dengan benar
-Supir
-Kondektur
36
36
9. Pengisian/pembebanan yang tidak
sesuai
-Supir
-Kondektur
10.
Posisi tubuh yang salah.
-Supir
-Kondektur
11.
Bersenda gurau atau menggunakan
handphone.
-Supir
-Kondektur
12. Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau
obat-obatan
_
-Supir
-Kondektur
37
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Perusahaan
5.1.1. Riwayat Singkat Perusahaan
PT Mayasari Bakti didirikan tahun 1964 oleh Engkud Mahpud dan melayani
trayek Cililitan - Tanjung Priok. Perusahaan otobus ini berkembang pada tahun
1970 ketika Gubernur Jakarta, yakni Ali Sadikin memberikan bantuan kredit
pengadaan bus kota di Jakarta kepada beberapa operator buskota.
Ketika tahun 1982, beberapa operator terpaksa 'dilebur' ke dalam PPD,
kecuali Mayasari Bakti yang tetap bertahan sebagai operator swasta, dan bertahan
hingga sekarang, meskipun beberapa rute nya terpaksa dihapus karena
bersinggungan dengan Transjakarta
PT Mayasari Bakti didirikan untuk membantu program pemerintah dalam
penyediaan sarana transportasi masyarakat serta membuka lapangan kerja
masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Selain itu, PT Mayasari
Bakti juga selalu memajukan dan mengembangkan perusahaan serta mencari
keuntungan perusahaan yang besar sehingga baik untuk kehidupan dan
kelangsungan perusahaan.
Bidang usaha utama yang dilaksanakan PT Mayasari Bakti saat ini adalah
menyediakan sarana jasa transportasi untuk masyarakat Jakarta, Tangerang,
38
38
Depok, dan Bekasi. Seiring dengan perkembangan dan situasi, perusahaan
menangkap peluang dengan merambah bisnis usaha dengan melayani wilayah
Parahyangan Timur (Bandung, Garut, Tasikmalaya, Banjarsari, Sumedang, Bogor,
dan Sukabumi).
5.1.2. Mesin dan Sasis
Bus Mayasari Bakti didominasi oleh sasis dan mesin bus asal Jepang yaitu
Hino. Tetapi untuk beberapa tipe bus lama, Mayasari Bakti menggunakan sasis
dan mesin Mercedes-Benz. Sejak dua tahun belakangan ini, Mayasari Bakti
mengadakan pembenahan untuk moda transportasi mereka, seperti yang umum
dilakukan pada bus dengan nomor trayek P9A dan P6. Untuk beberapa bus,
seperti PAC 52 dan PAC 05, mesin dan sasis masih menggunakan yang lama,
tetapi didress up sebagai bus baru. Secara umum, bus Mayasari Bakti
menggunakan karoseri Mayasari Utama, selebihnya mereka menggunakan
Laksana dan juga Rahayu Santosa. Yang terkenal di antara ketiga karoseri
tersebut adalah Laksana Nucleus 3 yang lazim dipergunakan untuk Bus Antar
Kota dan Antar Provinsi, dan juga Rahayu Santosa Evo X yang bisa ditemui pada
bus dengan nomor trayek PAC05 dan PAC52.
5.1.3. Visi dan Misi
Setiap perusahaan tentunya memiliki visi dan misi yang jelas agar masa
depan perusahaan baik. Begitu juga halnya PT Mayasari Bakti memiliki visi dan
misi sebagai berikut:
39
39
Visi:
“Menjadi perusahaan angkutan umum yang terpercaya dan terkemuka di
Indonesia.”
Tujuan Visi:
1. Jenis perusahaan yang ingin diwujudkan
2. Menetapkan arah yang dituju oleh setiap karyawan
3. Memberdayakan karyawan
Misi:
“Meningkatkan dan menyelenggarakan angkutan umum berkelanjutan kepada
masyarakat melalui pelayanan bernuansa religius yang memungkinkan PT
Mayasari Bakti tumbuh dan berkembang.”
Tujuan Misi:
1. Menjelaskan kerja organisasi secara ringkas dan nyata
2. Mudah dimengerti oleh setiap karyawan
3. Berorientasi pada pelanggan, memfokuskan pada jasa angkutan.
5.2. Jenis-Jenis Perilaku Tidak Aman Supir Saat Mengemudi
5.2.1. Gambaran Supir Melakukan Pekerjaan Tanpa Wewenang
Gambaran supir melakukan pekerjaan tanpa wewenang dalam penelitian ini
adalah mengemudi bus Mayasari Bakti yang dilakukan oleh supir yang tidak
mempunyai SIM B1 umum dan bukan supir resmi bus Mayasari Bakti.
40
40
Semua supir bus Mayasari Bakti memiliki SIM B1 umum. Ketika
diwawancarai, semua supir bus Mayasari Bakti sudah memiliki SIM B1 umum,
begitupun saat diobservasi, supir tersebut dapat menunjukkan SIM B1 umum
mereka.
“Punya, kalau SIM B1 umum mah.” (Bapak A, supir)
“Ya, ada, punya. Pasti punya, kalau nggak punya ya nggak bisa narik lah.
Nggak bisa jalan kalau nggak punya SIM. Soalnya dari perusahaan kalo….,
bisa ngelamar di perusahaan kalo nggak ada SIM ya nggak bisa diterima.”
(Bapak B, supir)
“Punya, setiap supir pasti ada.” (Bapak C, supir)
Selain itu, berdasarkan informasi dari Bapak A diketahui bahwa masih ada
supir menyuruh temannya yang masih termasuk supir bus Mayasari Bakti untuk
membawakan bus yang dia bawa, hanya saja „supir tembak‟ ini tidak tercantum di
Surat Perintah Jalan (SPJ) bus yang dia bawa. Surat Perintah Jalan (SPJ), ialah
dokumen resmi yang dipegang oleh supir bus dan dikeluarkan oleh perusahaan
sebagai bukti penunjukan kerja. Supir berbuat demikian sebab mereka merasa
lelah atau sakit.
“Bukan nggak resmi supir tembak itu, resmi cuman nggak tercantum di SPJ
gitu. Ya karyawan, cuman nggak ada di SPJ aja, lain jadwal. Pernah kasih
ke orang, tapi masih supir juga, yang nggak tercantum di SPJ. Kalo lagi
capek, temen lagi nganggur, ya kita kasih.” (Bapak A, supir)
41
41
“Pernah nyuruh orang, tapi supir Mayasari juga. Kalo misalnya pas lagi
capek, ya disuruh bawa. Ya istilahnya kalo nyari makan kantong sendiri kan
nggak sayang, istilahnya kan dia kasih kerjaan dari pada dia istilahnya
nganggur ya lumayan. Istilahnya, pergaulan gitu namanya, kalo di
Mayasari. ” (Bapak B, supir)
“Ya, supir tembak, tapi karyawan, sama-sama karyawan Mayasari. Ya
supir, cuman dia nganggur, gitu. Lagi nggak kerja, kita nembak ya dikasih.”
(Bapak C, supir)
Para kondektur juga menyatakan hal yang sama, adanya supir tembak ini
disebabkan supir tersebut merasa lelah akibat kerja dan menyuruh temannya yang
memiliki waktu kosong untuk menggantikannya.
“Jadi nggak supir yang lain, nggak bisa kan. Kalo bawa orang lain kan ini
nya diperiksa kalau keluar, diperiksa dulu, ini nya sama surat perjalanan
itu. Yang periksa pak keamanan itu yang di luar. Kalo bus nya mau keluar
di iniin dikasih itu….SPJ, lembaran itu yang merah itu. Paling kalo supir
mau ngasih, ke supir yang masih satu land. Biasanya supir begitu karna
pengen istirahat.” (Bapak AA, kondektur)
“Kalo sama yang lain mah nggak pernah kalo bukan karyawan, kecuali kalo
misalnya karyawan masih supir sini, nah baru. Supir begitu gara-gara
capek. ” (Bapak AB, kondektur)
42
42
“Ya pernah, tapi supir juga, kalo bukan supir mah ama orang dalem juga
nggak boleh. Biasanya si supir ngeluh sakit, makanya dikasih ke kawan.”
(Bapak AC, kondektur)
Berdasarkan hasil observasi, peneliti tidak menemukan ada supir yang
digantikan oleh supir lainnya.
5.2.2. Gambaran Supir Gagal dalam Mengamankan
Gambaran supir gagal dalam mengamankan dalam penelitian ini ialah supir
mengetahui ada kerusakan pada alat-alat bus, seperti ban, komponen mesin, atau
alat-alat lainnya, tetapi tetap memaksa untuk menjalankan bus. Dari pengalaman
Bapak A, diketahui bahwa dia belum pernah mengalami kerusakan mesin ketika
mengemudi bus, hanya saja yang sering terjadi adalah kempesnya ban, sehingga
Bapak A meminggirkan bus dan mengganti bannya di pinggir jalan. Bapak A
tidak memaksa terus membawa bus tersebut sebab khawatir bisa fatal dan
berisiko.
“Kalau mesin mah belum pernah rusak di jalanan belum pernah, paling
kempes ban, kempes ban tapi minggir. Kalau dipaksain kan kempes ban
bisa repot. Kalau pun seandainya mesin ada gangguan di jalan mending
diminggirin, daripada dipaksain jadi fatal sifatnya, mending dipinggirin.”
(Bapak A, supir)
Bapak B mengatakan jika dia dalam kondisi seperti itu, dia lebih memilih
untuk langsung pulang ke pool jika bannya kempes sebab menurutnya ini musibah
dan beban bagi supir yang jika dipaksakan akan berbahaya, dan jika ada sedikit
43
43
gangguan pada komponen mesin maka tidak dipaksa jalan. Seperti Bapak B,
Bapak C tidak memaksakan jalan walaupun ada gangguan pada komponen mesin
atau komponen lainnya pada bus, sebab jika dipaksakan akan berbahaya, sehingga
Bapak C memanggil storing atau derek resmi Mayasari Bakti untuk membawa bus
ke pool.
“Yaa kalau udah jalan kan bahaya, misalkan kan, terus tiba-tiba berhenti
kan, anginnya, kalau dipaksa jalan kan bahaya. Kebanyakan gitu yang
berhenti di pinggir jalan itu kan ada yang tiba-tiba selang angin buat rem
nya bocor, mesinnya rada-rada error. Yah paling masalah nya selang angin
buat rem nya bocor. Saya kalau tahu begitu langsung pulang, itu kan
musibah, beban buat supir, ya pulang. Ya kalau ban bocor mah gak bisa
jalan, itu kalo masalah ban.” (Bapak B, supir)
“Nggak pernah juga, nggak pernah paksain jalan. Kan terasa, ada tanda-
tanda pasti. Dalam mesin kan, istilah nya kan, ada.., terasa, macet apa atau
keluar asap terus cari air. Misalnya rem, angin nya udah kurang atau apa,
kan keliatan itu, udah ada tanda-tanda. Misal kopling, kopling lengket,
berarti dari kopling udah ada tanda-tandanya rusak, ini kalo bagi yang
ngerti, tapi kita bisa ngerasa lah, pakai perasaan gitu istilahnya. Kalau rem
misalnya angin udah, feeling aja gitu, berarti udah ada, dari selang atau
dari mana udah ada yang bocor. Kalo kopling kan, pas lengket, lengket kalo
ada minyaknya, itu kalo minyaknya kurang berarti ada yang bocor. Tapi
bus pasti dipinggirin, nunggu storing. Kalo dipaksa jalan kan bahaya. ”
(Bapak C, supir)
44
44
Bapak AA sebagai kondektur juga menjelaskan bahwa jika bus ada
gangguan, mereka menyuruh supir meminggirkan bus untuk mengecek dan
melakukan tindakan pertama, seandainya tidak bisa, bus dibawa pulang ke pool.
“Kalau ada tanda-tanda, umpamanya AC dan mesin panas, ya udah aja
berhenti pulang masukin ke pool, pulang aja seperti ada ini kempes ban,
pulang aja, pulang ke pool. Kalau dipinggirin ke jalan mah repot. Repot
ada ini.., ada apa…, derek yang liar itu. Ya kalo mesinnya ada kerusakan
mah Bapak pasti suruh berenti, kadang-kadang kalo supir ini kan udah
pengalaman.., berenti aja gitu kalo-kalo ada kerusakan, punya feeling.”
(Bapak AA, kondektur)
Bapak AB dan Bapak AC selaku kondektur juga menjelaskan bahwa bus
mereka tidak dipaksa jalan meskipun ada sedikit gangguan mesin pada bus,
menurut mereka hal itu dilakukan sebab kalau dipaksakan khawatir kerusakan bus
semakin parah.
“Kalau memang nggak terlalu parah macet bis, pernah mau ke mana gitu
.…, tiba-tiba ngebul mesin, tapi mesin masih bisa jalan. Mesin kan pernah
ngebul, hampir kayak kebakaran, tapi untung radiator nya langsung diisi
air, supir langsung berentiin bus, kan gangguan di jalan. Dari pool kan
nggak mungkin kan lagi rusak jadi batal bawa, gangguan kan di jalan.
Kalau masih nggak bisa jalan, nggak dipaksain. Kalau kondisi berbahaya
ya kita pinggirin. Kalo kira-kira tempatnya aman, taro.” (Bapak AB,
kondektur)
45
45
“Ya kalau begitu kita cari tempat yang aman, artinya kita cari tempat yang
aman yang nggak mengganggu kendaraan lain, dipinggirin. Jadi yang jelas
kalau kita kendaraan lagi error terus dijalanin terus, kita cari tempat yang
aman, parkir terutama. Jadi kalo bisa dipaksakan pulang, ya pulang. Mobil
ya begitu, kalau kita udah ngerasa ada gejala terus kita paksain, akhirnya
makin parah.” (Bapak AC, kondektur)
Pada saat peneliti sedang observasi, tidak ditemui adanya supir yang gagal
dalam mengamankan busnya.
5.2.3. Gambaran Supir Bekerja dengan Kecepatan Berbahaya
Bekerja dengan kecepatan berbahaya dalam penelitian ini adalah
mengemudikan bus dengan kecepatan yang melebihi peraturan yang telah
ditetapkan pemerintah. Menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009, batas
kecepatan maksimum kendaraan roda empat atau lebih di jalan tol ialah 80
km/jam dan minimal 60 km/jam, dan kelajuan kendaraan bus umum di kawasan
jalan umum kota Jakarta ialah minimal 20 km/jam dan maksimal 40 km/jam.
Dari hasil wawancara dengan supir diketahui mereka sering membawa bus
dengan kecepatan antara 40 km/jam sampai 80 km/jam di jalan raya, dan 80
km/jam sampai 100 km/jam di tol. Alasan mereka melaju dengan kecepatan
seperti itu ialah ingin cepat sampai, kejar waktu, dan bisa mengatur selah, yakni
mengatur jeda antara satu bis dengan bis lainnya ketika berhenti untuk mencari
penumpang.
46
46
“Biasanya lari 80 ke 100 di tol, di jalan biasa ya 60 lah. Ya supaya cepat
sampai, selain itu supaya ngatur selah dengan yang di belakang.” (Bapak
A, supir)
“Ya, sering lari 70 lah, kalo di tol sampe 80. Alasannya pengen agak cepet.”
(Bapak B, supir)
“Ya paling sering 80 lah, kalo di jalan tol mah. Kalo di jalan biasa lari 40.
Alasannya supaya cepet sampe.” (Bapak C, supir)
Gambar 5.1 Kecepatan Maksimal yang Diperbolehkan
Seperti yang diutarakan oleh supir, para kondektur juga mengatakan bahwa
biasanya supir melaju dengan kecepatan rata-rata 80 km/jam sampai 100 km/jam
di tol, dan 40 km/jam sampai 80 km/jam di jalan umum. Menurut mereka, alasan
supir melaju dengan kecepatan seperti itu karena ingin mengejar waktu dan bisa
mengatur selah dengan bus yang ada di depan dan belakangnya.
47
47
“Ya begini, paling 60 lah. Di tol bisa 80. Biasa, ngatur selah.” (Bapak AA,
kondektur)
“Kalau buat di tol jalan lancar, bisa 100. Kalau jalan biasa paling 80.
Alasannya ya sistem ini kan belakang nya kan ada, kalau kita terlalu
lambat, kita nyampe di terminal dorong orang, tahu-tahu kita di
belakangnya udah ngedorong lagi, sedangkan yang di depannya masih baru
di sana, kita masih di depan situ, jadi sewanya kan nggak belum numpuk,
belum ada gitu. Ya jadi ngatur selah. Kadang-kadang kan ribut kalau
kurang rapet-kurang rapet, itu yang di belakang kita penuh, kursi belakang
kita masih kosong. Minta gantian, jadinya ya omel-omelan, kadang
berantem kadang-kadang.” (Bapak AB, kondektur)
“Paling sering lari 80 kalo di tol, di jalan biasa paling 40. Ya.., pengen
kejar sama nguber waktu.” (Bapak AC, kondektur)
Pada saat peneliti sedang observasi terhadap ketiga supir, mereka membawa
bus dengan kecepatan rata-rata antara 80 km/jam sampai 100 km/jam di jalan tol,
dan rata-rata antara 30 km/jam sampai 60 km/jam di jalan umum.
5.2.4. Gambaran Supir Menghilangkan Alat Pengaman
Menghilangkan alat pengaman dalam penelitian ini adalah melepas alat
pengaman pada bus, seperti lampu sen, seat bealt, rem, spion, klakson, dan
penghapus kaca. Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan, mereka
tidak pernah menghilangkan atau melepas alat-alat pengaman pada bus dengan
alasan bahwa mereka menganggap alat-alat itu penting dan fital saat mengemudi.
48
48
“Nggak pernah ngilangin kalo lagi jalan. Tapi kalo di pool, bus diem, spion
kita pindahin, rawan. Lagian kan bus nya punya orang.” (Bapak A, supir)
“Belum pernah saya. Belum pernah kalo semacam sen gitu, atau klakson,
atau lainnya, belum pernah. Buat apaan ?” (Bapak B, supir)
“Klakson ada, lampu sen ada, kayaknya semua ada, tetep ada. Semuanya
harus ada.” (Bapak C, supir)
“Belum pernah, ya nggak, kan itu mah ini, kalo misalkan spion gitu kan
penting kalo jalan. Nggak itu mah, semua harus ada. Spion, bangsa sen,
semua hidup.” (Bapak AA, kondektur)
“Nggak pernah, contoh kalau spion kan, kalo nggak ada itu kan kita nggak
bisa jalan, kalau sabuk pengaman juga nggak pernah, kalau di bus selalu
nempel.” (Bapak AB, kondektur)
“Kalo yang sekarang sih, ya masih jelek-jelek, masih ada, ada semua sih.
Lampu ada, klakson ada, penghapus kaca ada. Ya nggak pernah dihilangin,
misalnya wiper atau kaca pembersih, kalau itu kan istilahnya penting itu,
nggak bisa dihilangin.” (Bapak AC, kondektur)
Berdasarkan hasil observasi, peneliti tidak menemukan adanya supir yang
menghilangkan alat pengaman pada bus, hal ini dibuktikan dengan masih
tersedianya alat-alat pengaman tersebut dalam bus, seperti: rem, seat belt, spion,
klakson, lampu sen, dan witer (penghapus kaca). Berdasarkan hasil wawancara
dengan semua informan, mereka tidak pernah menghilangkan atau melepas alat-
49
49
alat pengaman pada bus dengan alasan bahwa mereka menganggap alat-alat itu
penting dan fital saat mengemudi. Dari hal ini diketahui bahwa supir bus Mayasari
Bakti masih memiliki tingkat kesadaran dan rasa memiliki serta kepedulian yang
tinggi, di mana para supir ini menjaga alat-alat pengaman pada bus agar tidak
hilang, atau tetap berada di dalam bus.
5.2.5. Gambaran Supir Membuat Alat Pengaman Tidak Berfungsi
Membuat alat pengaman tidak berfungsi dalam penelitian ini adalah supir
sengaja merusak alat-alat pengaman pada bus seperti rem, spion, klakson, lampu
sen, witer (penghapus kaca), dan seat belt. Menurut para informan, alat-alat
pengaman pada bus tetap berfungsi sebagai mana mestinya, sebab mereka tahu
akan keuntungan dari alat-alat pengaman tersebut.
“Belum, belum pernah ngerusakin harta orang. Nggak pernah, mobil orang
kan, ya udah dibiarin gitu aja, nggak dirusakin.” (Bapak A, supir)
“Belum pernah, buat apaan ? Lagian nggak ada untungnya.” (Bapak B,
supir)
“Nggak pernah dirusak. Semuanya masih berfungsi, satu contoh misal
spion, kalo spionnya rusak, takut sama motor, kan jaman sekarang kan
motor suka selap-selip gitu, itu yang ditakutin.” (Bapak C, supir)
“Nggak itu, itu mah ini, umpama kalo spion gitu kan ya, nggak…, itu mah,
harus berfungsi. Spion, bangsa sen, semua idup.” (Bapak AA, kondektur)
“Ya nggak mau lah. Ya istilahnya ladang dia kok.” (Bapak AB, kondektur)
50
50
“Setahu saya nggak pernah, alhamdulillah. Kalo supir saya belum pernah
ada kasus begini. Karna semuanya itu penting” (Bapak AC, kondektur)
Berdasarkan hasil observasi, peneliti tidak menemukan alat pengaman yang
rusak pada bus, seperti rem, spion, klakson, lampu sen, witer (penghapus kaca),
dan seat belt. semuanya berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut para informan,
alat-alat pengaman pada bus tetap berfungsi sebagai mana mestinya, sebab mereka
tahu keuntungan dari alat-alat pengaman tersebut. Dari hal ini diketahui bahwa
supir bus Mayasari Bakti masih memiliki tingkat kesadaran dan rasa memiliki
serta kepedulian yang tinggi, di mana para supir ini menjaga alat-alat pengaman
pada bus agar tidak cepat rusak, atau tetap berada dalam kondisi baik.
5.2.6. Gambaran Supir Menggunakan Peralatan yang Rusak
Menggunakan peralatan yang rusak dalam penelitian ini adalah mengunakan
alat yang tidak berfungsi dengan baik saat membawa bus. Berdasarkan hasil
wawancara dengan supir, mereka pernah mengalami kerusakan di rem dan
kopling, selain itu terdapat juga kerusakan speedometer milik Bapak B, jok yang
rusak milik Bapak A, dan kabel penghidup lampu sen yang terkadang mati milik
Bapak C.
“Ya pasti ada juga yang rusak, pengalaman saya, biasanya yang rusak sih
kopling, tapi kalo sekarang jok, sekarang kan joknya nggak jalan. Joknya
itu kadang-kadang copot, barusan mah itu. Hari ini jok nya mau di service.”
(Bapak A, supir)
51
51
Gambar 5.2 Kursi Bapak A yang Rusak
“Kalo di bus saya, speedometer udah nggak fungsi, yaa…, pake perkiraan
aja. Kalo di service juga jarang ditanggepin, kalo masalah speedometer
nya, soalnya mekanik mau ngurus kerusakan-kerusakan yang gede aja.
Kalo yang lain biasanya rem dan kopling.” (Bapak B, supir)
Gambar 5.3 Speedometer Bapak B yang Tidak Berfungsi
52
52
“Biasanya yang sering rusak paling rem, kopling. Terus juga paling ini
yang sering rusak, kabel buat ngedip lampu sen, itu ada alatnya yang
sambung ke lampunya. Tapi kalo sekarang nggak ada yang rusak. ” (Bapak
C, supir)
Bapak AA menjelaskan bahwa jok supir nya mengalami sedikit kerusakan,
sedangkan Bapak AB menyatakan bahwa rem dan kopling di busnya sering rusak.
“Oh nggak ada, nggak ada, tapi tadi supir ngeluh jok, sih. Kalo yang lain
mah, contohnya lampu, lampu-lampu itu hidup, ya lampu dalem, lampu
rem, sen, pada-pada nyala, kipas juga ada, masih bagus. Apalagi kan tiap
sebulan sekali servis, kalo servis kan diperiksa oli. Servisnya ya gimana
ininya, keluar mobilnya, kalo tiap hari keluar jadi sering servis, ya gimana
keluarnya aja.” (Bapak AA, kondektur)
“Ya sering, kalo rusak mah sering, banyak. Ya kayak rem, rem macet, nggak
bisa jalan, sering. Kopling, kalo kopling rusak terus mobil mati dan nggak
kuat jalan, ya udah, diem. Ya udah, nungguin montir, ditarik. Rusaknya itu
di jalan, kalo berangkat dari pool mah nggak jadi keluar. Alatnya macet
kadang-kadang di jalan. Ya, nggak tahu kan, gangguan kan di jalan, kalo
dari pool kan nggak mungkin, lagi rusak ya batal bawa.” (Bapak AB,
kondektur)
“Kalo yang sekarang sih, ya masih jelek-jelek, masih ada, ada semua sih.
Lampu ada, klakson ada, wiper ada. Kalo masalah itu, pengemudi yang
lebih tahu.” (Bapak AC, kondektur)
53
53
Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan jok yang rusak di bus Bapak A,
terlihat bahwa besi di bawah jok tersebut sudah berkarat sehingga sulit bagi supir
untuk menyetel jok tersebut, dan terdapat pula speedometer yang tidak berfungsi
di bus Bapak B.
5.2.7. Gambaran Supir Menggunakan Peralatan yang Tidak Sesuai
Menggunakan peralatan yang tidak sesuai dalam penelitian ini adalah supir
menggunakan komponen peralatan bus yang tidak semestinya atau di luar standar
bus, seperti menggunakan sarung atau kain sebagai pengganti seat belt.
Semua informan menerangkan bahwa mereka tidak pernah menambah alat
apapun di luar standar bus, sebab perusahaan melarang hal tersebut.
“Nggak ada, saya nggak pernah ganti apa-apa, lagian belum pernah, ya
seadanya aja di bus ini. Nggak kepikiran sih, lagian ama perusahaan juga nggak
boleh.” (Bapak A, supir)
“Nggak ada, jarang saya temu kayak gitu. Kita sih belum berani
ngedandanin bus kayak gitu, yang adanya aja di bus ini.” (Bapak B, supir)
“Jadi, kalo di Mayasari ini kan udah nggak ada, istilahnya udah nggak
boleh lah, variasi mobil. Jadi perusahaan itu nggak mengizinkan lah, nggak
ngizinin kita masang macem-macem atau pasang selain…, yang murni-
murni aja itu, trayek itu nggak boleh, itupun kalau ketahuan ada yang
nggak sesuai suruh dibuka lagi.” (Bapak C, supir)
“Iya, sesuai standar, nggak ditambah-tambahin.” (Bapak AA, kondektur)
54
54
“Nggak ada, jarang saya lihat supir begitu.” (Bapak AB, kondektur)
“Kayaknya nggak ada. Kalo kayak gitu sih, saya kurang tahu, kurang
merhatiin sih, tapi kayaknya nggak ada.” (Bapak AC, kondektur)
Berdasarkan hasil observasi, peneliti tidak menemukan supir yang menggunakan
peralatan tidak sesuai di bus.
5.2.8. Gambaran Supir Tidak Menggunakan APD dengan Benar
Tidak menggunakan APD dengan benar dalam penelitian adalah tidak
memakai seat belt saat mengemudi. Berdasarkan hasil wawancara dengan semua
informan, diketahui bahwa semua supir tidak mau memakai seat belt sebab
merasa repot, kurang nyaman, dan malas memakainya.
“Jarang dipake, ribet sih.” (Bapak A, supir)
“Jarang memang, soalnya ribet, harus begini-begini.” (Bapak B, supir)
“Ada sih, cuman males makenya.” (Bapak C, supir)
“Nggak pernah. Sebenarnya sih ada sabuk pengaman, cuman supir mungkin
males gitu. Gak tau lah saya juga.” (Bapak AA, kondektur)
“Sabuk pengaman ada, tapi nggak pernah dipake, kalo kata supir-supir sih,
ribet.” (Bapak AB, kondektur)
“Mereka nggak pernah make, alasannya mungkin nggak nyaman.” (Bapak
AC, kondektur)
55
55
Berdasarkan hasil observasi, peneliti tidak menemukan supir yang menggunakan
seat belt saat mengemudi.
Gambar 5.4 Supir yang Tidak Memakai Seat Belt.
5.2.9. Gambaran Supir Mengangkut dengan Beban yang Tidak Sesuai
Mengangkut dengan beban yang tidak sesuai dalam penelitian ini ialah
perilaku supir untuk mengangkut penumpang melebihi kapasitas angkut secara
berlebihan. Menurut Bapak A, dia sering mengangkut penumpang sampai
melebihi kapasitas angkut sebab penumpang itu sendiri yang memaksa untuk naik,
mereka tidak mau telat ke tempat tujuan.
“Sering, sampe bejubel, cuman maaf ya, bukan kita yang maksa tapi
penumpang yang maksa. Ya paling misalnya kalau kesiangan, kan banyak
yang ngejar waktu, sebenarnya nggak boleh, tapi mereka maksa, ya udah
pada naek. Batasnya sih, sampe 60 orang lah. Apalagi kalo mau jam pulang
56
56
kerja, daripada nggak bisa pulang, mereka rela sampe mau bediri.” (Bapak
A, supir)
Menurut Bapak B dan Bapak C, mereka sengaja menaikkan penumpang sampai
melebihi kapasitas angkut dengan alasan menambah keuntungan bagi mereka.
“Ya sering, terkadang kalo misal kalo pagi mah, di mana jam sewa pasti
ada yang berdiri bangsa di atas 20 orang. Tiap hari mah pasti ada, kalo
pagi mah, sore pagi pasti ada. Alesannya karna pengen banyak sewa, karna
kan kalo misalnya lebih dari target, istilahnya lumayan lah ada bonus gitu
dikit-dikit.” (Bapak B, supir)
“Sering begitu, alasannya buat nguber target. Kalo pagi, nyari sewanya
harus penuh itu, buat nutup setoran. Sering penuh itu pagi sama sore hari.
Kita begitu lantaran kan ditarget itunya, ditarget, jadi sekian reet begini,
sekian reet begini, gitu. Kalo kita nggak memenuhi target kan ada dua opsi,
nombok, atau nggak boleh operasi seminggu, diskor.” (Bapak C, supir)
Menurut Bapak AA dan AB sebagai kondektur, supir sering mengangkut
penumpang sampai melebihi kapasitas angkut sebab penumpang itu sendiri yang
memaksa untuk naik, mereka tidak mau telat ke tempat tujuan.
“Sering, sih. Kalo masalah itu sih tergantung penumpangnya, karena
mereka pingin ngejar waktu, pengen cepat nyampe ke tempat kerja mereka.
Kalo masalah dipenuh itu mereka nggak kepikiran ke situ, yang penting bisa
kebawa, begitu.” (Bapak AA, kondektur)
57
57
“Ya kadang-kadang. Paling kalo semuanya…, semuanya kan 59 bangku.
Pernah, sampe berdiri full. Ya alasannya mah penumpangnya aja yang
nguber waktu, takutnya mereka kelamaan berangkat kerja, males nungguin
mobil di belakangnya.” (Bapak AB, kondektur)
Sedangkan menurut Bapak AC, supir sengaja menaikkan penumpang sampai
melebihi kapasitas angkut dengan alasan menambah keuntungan.
“Ya, ya, sering, kalo jam-jam sewa. Soalnya kalo itu kan ngejar sewa, sewa
banyak kan, istilahnya komisi juga banyak.” (Bapak AC, kondektur)
Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan supir yang membawa
penumpang hingga melebihi batas angkut, terutama pada jam delapan pagi dan
jam tujuh malam, hal ini disebabkan pada jam tersebut merupakan jam para
penumpang untuk berangkat kerja dan pulang kerja.
Gambar 5.5 Supir Sering Menaikkan Penumpang Hingga Melebihi Daya Tampung Bus.
58
58
5.2.10. Gambaran Posisi Tubuh yang Salah Saat Mengemudi
Posisi tubuh yang salah saat mengemudi dalam penelitian ini adalah postur
atau posisi tubuh supir yang janggal saat mengemudi. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Bapak A dan B, mereka mengatakan bahwa kursi kemudinya
terbilang cukup nyaman, dan posisi mengemudi mereka lurus dan tidak miring,
meskipun begitu Bapak A mengatakan jika situasi jalan sedikit macet, posisi
badan Bapak A sedikit miring dengan menyandarkan tangannya di pintu. Untuk
keluhan penyakit, Bapak A dan B suka mengeluh rematik, capek, dan pegal.
“Kursinya nyaman. Posisi menyupirnya ya lurus begini. Nggak miring-
miring sih, pasti lurus, kan. Yaa.., iya sih, paling kalo lagi sedikit macet aja
posisi badan saya agak miring sambil nyenderin tangan ke pintu.
Keluhannya kadang suka rematik, kadang cuman pegel doang, pegel kalo
macet.” (Bapak A, supir)
“Jok nya sih nyaman. Kalo nggak enak kan disetel lagi. Posisi duduknya
biasa aja begini, biasa, ke depan gitu. Nggak pernah aneh-aneh, kan beban.
Kita kan harus pake aturan, supir ya nyupir. Istilahnya kalo macem-macem
kan istilahnya ada rem mendadak, kita bisa celaka kalo kitanya macem-
macem. Peraturan supir ya harus dipake, misalnya nggak boleh tangan
satu, atau kaki di atas. Artinya harus standby semua, tangan dan kaki harus
standby. Kadang kita lari terus ngerem mendadak, depan kan kalo nggak
siap-siap kan bisa nabrak ke depan itu. Ya keluhannya, capek pasti, pegel.”
(Bapak B, supir)
59
59
Seperti Bapak A dan B, Bapak C juga merasa nyaman dengan kursi kemudinya,
posisi mengemudinya pun lurus tegak, hanya saja Bapak C mengatakan bahwa
terkadang dirinya dan supir lainnya jika merasa pegal, maka posisi badan nya
sedikit miring sambil menyandarkan tangannya ke pintu, Bapak C juga mengeluh
pegal-pegal dan pinggang kebas.
“Alhamdulillah kursinya nyaman, kalo nggak nyaman, nggak enak, ya
diperbaiki, disetel. Posisi duduk nyupirnya ya beginilah, lurus tegak,
kadang kalo saya dan para supir ini lagi pegel ya miring sambil tangannya
nyender ke pintu, udah kebiasaan. Keluhannya macam dengkulnya pegel-
pegel, terus pinggang kebas.” (Bapak C, supir)
Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan postur atau posisi tubuh supir
yang janggal saat mengemudi.
Gambar 5.6 Posisi Tubuh Supir yang Janggal saat Mengemudi.
60
60
5.2.11. Gambaran Supir Berkelakar atau Bersenda Gurau dengan Menggunakan
Handphone
Berkelakar atau bersenda gurau dalam penelitian ini adalah bercanda,
mengetik atau membaca SMS, dan berkomunikasi melalui handphone pada saat
mengemudi. Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan, diketahui
bahwa semua supir sering berkomunikasi dan mengirim atau membaca SMS
melalui handphone saat mengemudi, hal ini dilakukan karena supir menganggap
perilaku tersebut tidak terlalu berbahaya atau berisiko.
“Sering, sebenernya kalo kita lagi nelpon sih enggak pengaruh tuh, saya
biasa aja perasaan, yah gimana lagi, orang ada yang nelpon, masa’ kita
diemin ? Iya jadi begitu, takut nya ada panggilan darurat atau ada SMS
yang penting, biasanya suka ngebales. Kalo saya juga ngejawab kalo ada
panggilan. Kalo supir lain sih, ya karena kepentingan orang kan lain-lain,
entah dia lagi ada keperluan, lagi butuh nerima handphone, balas SMS.
Gitu dah.” (Bapak A, supir)
“Ya selalu begitu dong, karena penting banget itu buat komunikasi waktu di
jalan. Wah, itu mah sering sekali, karena emang handphone saya ini bunyi
terus, ada yang SMS lah, ada yang manggil lah. Itu semua karena sangat
penting juga ya, ada yang dari keluarga saya, dari kawan saya,
memberitahukan saya, makanya saya berani ngangkat, apa pun resiko nya.
Kalo saya sih aman-aman aja, dengan konsentrasi yang begitu penuh,
meskipun kita dalam bus, bisa mengendarai bus sambil balas SMS. Kalo
61
61
supir yang lain sih, masing-masing dia punya kesibukan ya, dan mempunyai
hal-hal yang penting, apa dia nunggu SMS dari keluarga nya atau
bagaimana, mau nggak mau kan harus dibalas.” (Bapak B, supir)
“Ya, jarang-jarang sih, tapi pernah. Ya saya kan penasaran juga pengen
tahu siapa yang SMS, siapa yang nelpon, siapa tahu kan itu penting dari
temen atau dari orang tua saya. Menurut saya sih aman-aman aja,
tergantung dari orang nya juga, yang penting kita bisa hati-hati aja, liat-
liat sikon di jalanan. Ya kalau supir lain sering begitu, itu kan keperluan
orang kan masing-masing, apa mungkin dia penting juga nerima sama
balas SMS, ada yang ditunggu-tunggu.” (Bapak C, supir)
“Ya, sering telpon-telponan. Ya kalau mengoperasikan handphone sih
enggak terlalu berbahaya, kan supir masih bisa ngimbangi fokus dan
konsentrasi waktu nyupir, jadi ya nggak terlalu resiko, maka dari itu supir
masih sering pake handphone meskipun lagi di jalan.” (Bapak AA,
kondektur)
“Iya, pasti sering lah, kan supir butuh juga pas di jalan, buat kepentingan
masing-masing, buat pribadi dia. Kalo lagi jalan sih iya. Supir udah biasa
gitu, jadi ya nggak kenapa-napa.” (Bapak AB, kondektur)
“Ya, sering, sering banget malah, buat baca ama balas SMS, ya kali aja itu
SMS penting. Ya menurut supir sih aman-aman aja, supir kan bisa ngeliat
spion, kalo ngeliat ke depan kan tinggal konsentrasi kita doang. Kalo supir
62
62
lain mah, mungkin sama seperti supir saya, ada SMS atau telepon penting
dari orang lain, ya langsung dibales.” (Bapak AC, kondektur)
Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan semua supir menggunakan
handphone saat mengemudi. Para supir terkadang berkomunikasi melalui
handphone dan mengetik atau membaca SMS saat mengendarai bus nya.
Gambar 5.7 Supir terlihat menggunakan handphone saat mengemudi.
5.2.12. Gambaran Supir Bekerja di Bawah Pengaruh Alkohol dan Obat-Obatan
Bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan dalam penelitian ini
adalah mengemudi setelah mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan. Berdasarkan
hasil wawancara dengan semua informan, diketahui bahwa para supir tidak
mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan yang berbahaya sebelum atau pada saat
mengemudi, sedangkan yang mereka konsumsi sebelum bekerja adalah vitamin
dan jamu untuk mempertahankan kebugaran fisik mereka pada saat mengemudi.
“Nggak minum alkohol saya. Obat-obatan kayak narkoba juga nggak. Kalo
mau kerja nggak minum-minuman keras, paling mah minum extra joss.
63
63
Yaah, biar segeran lah, misal kuku bima kan supaya nggak ngantuk.”
(Bapak A, supir)
“Ah saya mah, belum pernah sekalipun. Kalo jamu memang iya, sering,
5000 perak satu gelas. Ya memang agak terasa. Soalnya kalo ngantuk kan,
misal kebanyakan ngantuk, kan tahu sendiri, pulang jam 11 malam,
terkadang jam sembilan malam, berangkat lagi jam empat pagi, kan kurang
tidur. Ya biar nggak terlalu ngantuk gitu, badan agak fit.” (Bapak B, supir)
“Saya mah nggak pernah minum sih, kalo obat-obatan ya biasa mau
berangkat minum jamu, itu aja. Di lingkungan sini mah nggak ada yang
minum.” (Bapak C, supir)
“Supir saya mah nggak pernah, supir lain juga nggak pernah lihat. Kalo di
pool sih nggak ada tempat minum-minum. Kalo obat-obatan kayak narkoba
nggak pernah, paling supir minum extra joss supaya fit.” (Bapak AA,
kondektur)
“Kayaknya sih belum pernah lihat kalo supir minum-minum. Kalo mau
kerja, ya pasti supir minum jamu, kalo nggak gitu, badan pegel-pegel.”
(Bapak AB, kondektur)
“Ah, belum pernah. Nggak, nggak, belum pernah. Kalo minum obat sih
nggak tahu kalo masalah obat mah, nggak tahu ya.” (Bapak AC, kondektur)
64
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain:
1. Waktu penelitian yang terbatas menyebabkan peneliti hanya mengobservasi beberapa
bus.
2. Gambaran bekerja di bawah pengaruh alkohol dan obat-obatan didapatkan melalui
wawancara dengan informan penelitian, sedangkan peneliti tidak dapat melakukan
obervasi karena keterbatasan waktu peneliti.
6.2 Pembahasan Penelitian
6.2.1 Gambaran Supir Melakukan Pekerjaan Tanpa Wewenang
Melakukan pekerjaan tanpa wewenang dalam penelitian ini adalah
mengemudi bus Mayasari Bakti yang dilakukan oleh supir yang tidak mempunyai
SIM B1 umum dan bukan supir resmi bus Mayasari Bakti. Supir yang memiliki
wewenang mengemudi dengan memiliki keterampilan mengemudi (memiliki SIM
B1 umum) akan mengetahui bagaimana cara mengendalikan kendaraan dan keluar
dari kondisi bahaya. Keterampilan mengemudi meliputi pengetahuan tentang cara
kerja dan praktiknya serta pengenalan aspek-aspek mengemudi secara terperinci
sampai kepada hal-hal kecil termasuk keselamatannya. Tingkat keterampilan yang
65
65
tinggi berkaitan dengan praktik keselamatan yang diharapkan dan mengecilnya
kemungkinan terjadi kecelakaan. Menurut Suma‟mur (1996), kecelakaan mudah
sekali terjadi pada tenaga kerja yang tidak terampil.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan para informan,
diketahui bahwa setiap supir bus Mayasari Bakti wajib memiliki SIM B1 umum,
dan jika supir tersebut tidak memilikinya maka supir tersebut dilarang
menjalankan busnya sampai dia memperpanjang SIM B1 umum tersebut sebagai
persyaratan. Selain itu dapat disimpulkan pula bahwa tidak terdapat bentuk
melakukan pekerjaan tanpa wewenang yang dilakukan oleh supir bus Mayasari
Bakti, mereka semua memiliki SIM B1 umum dan tidak pernah memberikan
busnya kepada supir di luar Mayasari Bakti, akan tetapi mereka terkadang
memberikan busnya kepada sesama supir Mayasari Bakti, supir menyuruh
temannya yang masih termasuk supir bus Mayasari Bakti untuk membawakan bus
yang dia bawa, hanya saja „supir tembak‟ ini tidak tercantum di Surat Perintah
Jalan (SPJ) bus yang dia bawa. Surat Perintah Jalan (SPJ), ialah dokumen resmi
yang dipegang oleh supir bus dan dikeluarkan oleh perusahaan sebagai bukti
penunjukan kerja. Supir berbuat demikian sebab mereka merasa lelah akibat kerja
atau sakit dan menyuruh temannya yang memiliki waktu kosong untuk
menggantikannya.
Hal ini sesuai dengan Federal Highway Administration (1981) dalam
Putranto (2007) yang menjelaskan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi
terhadap pencegahan kecelakaan lalu-lintas ialah mengemudi dengan surat izin
mengemudi yang sah. Supir yang telah memiliki SIM B1 umum adalah orang
66
66
yang diberi wewenang untuk mengemudikan bus umum dengan syarat
mempunyai kecakapan dan pengalaman serta keterampilan khusus dalam
mengemudi. Adanya SIM B1 umum tersebut pada supir bertujuan untuk
menunjukkan bahwa supir bus tersebut benar-benar mempunyai keahlian,
kemampuan, dan keterampilan yang memadai dalam mengemudi. Hal ini sesuai
dengan Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Pasal 77 ayat 1 yang berbunyi:
“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, wajib memiliki
surat izin mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang
dikemudikan”.
Selain itu, hal ini juga untuk menghindari risiko yang tidak diinginkan,
mengingat setiap pekerjaan mengemudi bus umum memiliki risiko yang tinggi,
misalnya risiko tertabrak, bus terbalik, dan risiko kecelakaan lainnya, sehingga
setiap pekerjaan mengemudikan bus umum haruslah dilakukan oleh supir yang
sudah terlatih dan memahami betul risiko dari pekerjaannya.
6.2.2 Gambaran Supir Gagal dalam Mengamankan
Gambaran supir gagal dalam mengamankan pada penelitian ini ialah supir
mengetahui ada kerusakan pada alat-alat bus, seperti ban, komponen mesin, atau
alat-alat lainnya, tetapi tetap memaksa untuk menjalankan bus. Berdasarkan hasil
wawancara dengan para informan, diketahui bahwa terdapat supir bus Mayasari
Bakti yang mengamankan busnya, pada kasus seperti kurangnya angin pada
selang rem atau kempes ban, para supir ini lebih memilih untuk meminggirkan
bus di pinggir jalan, mereka tidak memaksa terus membawa bus tersebut sebab
67
67
khawatir bisa fatal dan berisiko. Seandainya kerusakan bisa diatasi maka awak
bus sendiri yang memperbaiki, kalau tidak bisa, mereka memanggil mekanik, atau
memanggil storing (derek resmi Mayasari Bakti). Untuk kerusakan alat atau mesin
yang dapat ditolerir ataupun tidak, para supir tidak memaksa untuk terus
membawa bus tersebut sebab khawatir kerusakan akan semakin parah, fatal, dan
berisiko. Para kondektur juga menjelaskan bahwa jika bus ada gangguan, mereka
menyuruh supir meminggirkan bus untuk mengecek dan melakukan tindakan
pertama, seandainya tidak bisa, bus dibawa pulang ke pool.
Tidak membiarkan tanda-tanda gangguan pada komponen mesin saat
menjalankan bus ini sesuai dengan pendapat Agung (2012), Agung (2011)
menyatakan bahwa supir yang baik harus selalu menggunakan prinsip anticipation
(antisipasi). Anticipation (antisipasi) ialah kesiagaan, kecermatan, dan kesigapan
supir dalam perilaku berkendara yang aman sehingga supir mengetahui bagaimana
cara mengendalikan kendaraan dan keluar dari kondisi bahaya saat itu, yakni supir
secara terus-menerus mengamati kondisi bus untuk mengetahui adanya potensi
bahaya sehingga mengantisipasi setiap kemungkinan yang akan timbul, dimana
kondisi ini sebenarnya tidak pernah diharapkan oleh supir.
6.2.3 Gambaran Supir Bekerja dengan Kecepatan Berbahaya
Bekerja dengan kecepatan berbahaya dalam penelitian ini adalah
mengemudikan bus dengan kecepatan yang melebihi peraturan yang telah
ditetapkan pemerintah. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, batas
kecepatan maksimal kendaraan roda empat atau lebih di jalan tol ialah 80 km/jam
68
68
dan minimal 60 km/jam, dan kelajuan kendaraan bus umum di kawasan jalan
umum kota Jakarta ialah minimal 20 km/jam dan maksimal 40 km/jam. Dari hasil
wawancara dengan informan diketahui mereka sering membawa bus dengan
kecepatan antara 40 km/jam sampai 80 km/jam di jalan umum, dan 80 km/jam
sampai 100 km/jam di tol. Hal ini jelas berisiko terjadi kecelakaan di jalan, sebab
melewati batas kelajuan yang ditetapkan pemerintah. Saat peneliti mengobservasi
ketiga supir, mereka membawa bus dengan kecepatan rata-rata antara 80 km/jam
sampai 100 km/jam di jalan tol, dan rata-rata antara 30 km/jam sampai 60 km/jam
di jalan umum.
Mengemudi dengan kecepatan tinggi akan menambah risiko kecelakaan,
semakin cepat seseorang berkendara maka semakin besar efek kerusakan yang
ditimbulkan. Alasan mereka melaju dengan kecepatan seperti itu ialah ingin cepat
sampai, kejar waktu, dan bisa mengatur selah, yakni mengatur jeda antara satu bus
dengan bus lainnya ketika berhenti untuk mencari penumpang. Salah satu
informan bahkan menjelaskan bahwa terkadang sesama supir saling adu mulut
dan bertengkar jika „atur selah‟ nya tidak tepat, sebab hal ini terkait
memperebutkan penumpang. Salah satu alasan paling lazim pekerja mengambil
risiko saat bekerja adalah untuk menghemat waktu agar bisa mendapatkan waktu
santai atau waktu untuk menghasilkan uang lebih banyak, atau sekedar
menghemat waktu dengan mempercepat menyelesaikan pekerjaan. Oleh karena
itu, tidak aneh apabila keinginan menghemat waktu ini menyebabkan perilaku
tidak aman (International Labour Office, 1989).
69
69
6.2.4 Gambaran Supir Menghilangkan Alat Pengaman
Menghilangkan alat pengaman dalam penelitian ini adalah melepas alat
pengaman pada bus. Alat pengaman merupakan peralatan keselamatan kerja yang
dipasang pada tempat-tempat tertentu dan berfungsi untuk memberi keamanan
tambahan bagi para pekerja (O‟Brien, 1974 dalam Helliyanti, 2009). Sedangkan
alat pengaman pada bus ialah alat-alat yang berfungsi untuk keamanan serta
mencegah kecelakaan saat mengemudi, seperti lampu sen, seat bealt, rem, spion,
klakson, dan penghapus kaca (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.44
Tahun 1993 Tentang Kendaraan dan Pengemudi). Menghilangkan alat pengaman
pada bus berarti meningkatkan risiko kecelakaan lalu-lintas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan, mereka tidak pernah
menghilangkan atau melepas alat-alat pengaman pada bus dengan alasan bahwa
mereka menganggap alat-alat itu penting dan fital saat mengemudi. Berdasarkan
hasil observasi, peneliti tidak menemukan adanya supir yang menghilangkan alat
pengaman pada bus, ini dibuktikan dengan masih tersedianya alat-alat pengaman
tersebut dalam bus. Hal ini bertentangan dengan pendapat Suma‟mur (1996) yang
menyatakan bahwa banyak pekerja bekerja tanpa perlindungan alat pengaman
dengan melepas perlengkapan pengaman tersebut dengan alasan dapat
mengganggu pekerjaan.
70
70
6.2.5 Gambaran Supir Membuat Alat Pengaman Tidak Berfungsi
Membuat alat pengaman tidak berfungsi dalam penelitian ini adalah supir
sengaja merusak alat-alat pengaman pada bus seperti rem, spion, klakson, lampu
sen, hiter (penghapus kaca), dan seat belt. Pada beberapa kasus, alat pengaman
yang menyebabkan ketidaknyamanan supir dalam mengemudi seperti seat belt,
dapat mendorong supir untuk merusakkannya. Membuat alat pengaman pada bus
menjadi tidak berfungsi sangat berbahaya karena kegunaannya sebagai pengaman
akan hilang sehingga dapat menimbulkan risiko terjadinya kecelakaan serta
memperbesar efek kecelakaan pada supir. Menurut para informan, alat-alat
pengaman pada bus tetap berfungsi sebagai mana mestinya, sebab mereka tahu
keuntungan dari alat-alat pengaman tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat
Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) yang menjelaskan
bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-
lintas ialah adanya kerusakan bagian dari kendaraan.
Hal ini juga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal
106 ayat 3 yaitu setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan
wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan (kaca spion,
klakson, lampu sen, rem).
6.2.6 Gambaran Supir Menggunakan Peralatan yang Rusak
Menggunakan peralatan yang rusak dalam penelitian ini adalah mengunakan
alat yang tidak berfungsi dengan baik saat membawa bus. Komponen peralatan
bus yang digunakan harus berfungsi dengan baik dan dalam kondisi layak pakai.
71
71
Menggunakan komponen peralatan bus yang tidak layak pakai dapat
membahayakan keselamatan. Oleh karena itu, semua peralatan harus dirawat
menurut kondisi dan waktu pemakaian. Tanpa perawatan yang teratur, keadaan
komponen peralatan bisa berubah menjadi salah satu faktor bahaya. Menurut
Silalahi (1985), peralatan kerja yang digunakan harus berfungsi dengan baik dan
dalam kondisi layak pakai. Perawatan yang tidak teratur adalah perbuatan yang
berbahaya karena dapat menimbulkan keadaan berbahaya. Menggunakan
peralatan bus yang sudah tidak layak pakai dapat membahayakan keselamatan
awak bus dan penumpang. Hal ini sesuai dengan Federal Highway Administration
(1981) dalam Putranto (2007) yang menjelaskan bahwa salah satu faktor yang
berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-lintas ialah adanya kerusakan
bagian dari kendaraan. Akan tetapi, teori tersebut berbeda dengan hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa masih ada supir yang tetap menggunakan alat yang
tidak berfungsi dengan baik pada saat mengemudi. Informan menerangkan bahwa
biasanya gangguan dan timbulnya kerusakan itu di jalan, bukan dari pool.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, mereka sering
mengalami kerusakan di rem dan kopling. Untuk masalah kopling, jika saat
menggunakan kopling tercium bau terbakar, disarankan segera menghentikan
kendaraan dan parkir terlebih dahulu, karena ini menunjukkan terjadi panas tinggi
pada kopling dan dapat mengakibatkan kerusakan pada kopling (Fambeta, 2013).
Saat peneliti mengobservasi beberapa bus terdapat juga kerusakan pada
speedometer, jok supir, dan kabel penghidup lampu sen yang terkadang mati.
Prosedur yang harus dilakukan oleh supir jika terdapat alat-alat yang mengalami
72
72
kerusakan adalah supir tersebut harus segera melapor kepada mekanik karena
mekanik adalah pihak yang berwenang untuk memperbaiki segala kerusakan, baik
itu ringan maupun berat, pada komponen alat-alat bus.
6.2.7 Gambaran Supir Menggunakan Peralatan yang Tidak Sesuai
Menggunakan peralatan yang tidak sesuai dalam penelitian ini adalah supir
menggunakan komponen peralatan bus yang tidak semestinya, tidak cocok dengan
standar peruntukkannya atau di luar standar bus, seperti menggunakan sarung atau
kain sebagai pengganti seat belt.
Menggunakan peralatan yang tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang
dilakukan dan peraturan yang telah ditetapkan dapat menyebabkan kesalahan
dalam melakukan pekerjaan. Hal ini merupakan tindakan yang berbahaya karena
dapat berpotensi menimbulkan kecelakaan (Silalahi, 1985). Semua informan
menerangkan bahwa mereka tidak pernah menambah alat apapun di luar standar
bus, sebab perusahaan melarang hal tersebut. Berdasarkan hasil observasi, peneliti
tidak menemukan supir yang menggunakan peralatan tidak sesuai di bus.
6.2.8 Gambaran Supir Tidak Menggunakan APD dengan Benar
Tidak menggunakan APD dengan benar dalam penelitian ini adalah tidak
memakai seat belt saat mengemudi. Pada saat mengemudi, badan kita harus
benar-benar terlindung dari kemungkinan terjadinya kecelakaan. Untuk
melindungi diri dari risiko yang ditimbulkan akibat kecelakaan maka badan kita
perlu menggunakan ala-alat pelindung ketika melaksanakan suatu pekerjaan. Alat
Pelindung Diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk
melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak
73
73
dengan bahaya di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik,
elektrik, mekanik dan lainnya (Rijanto, 2011). Dalam penelitian ini, APD yang
dimaksud adalah sabuk pengaman (seat bealt). Sabuk pengaman (seat bealt)
adalah sebuah alat yang dirancang untuk menahan si pemakai agar tetap di tempat
apabila terjadi kecelakaan atau berhenti mendadak (Riyadi, 2013). Sabuk
pengaman dirancang untuk mengurangi luka dengan menahan si pemakai dari
benturan dengan bagian dalam kendaraan atau terlempar dari dalam kendaraan.
Jika supir tidak menggunakan sabuk pengaman, maka berisiko menambah
benturan terhadap bagian interior kendaraan pada saat rem mendadak dan
memperbesar risiko terlemparnya supir keluar dari kendaraan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan, diketahui bahwa
semua supir tidak mau memakai seat belt sebab merasa repot dan kurang nyaman.
Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2004) yang menjelaskan bahwa salah
satu alasan pekerja tidak memakai APD ialah sebab APD tersebut tidak nyaman
dipakai. Hal ini juga melanggar undang-undang No.22 Tahun 2009 mengenai
Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu ayat 10 Pasal 289 yang berbunyi: “Setiap
orang yang mengemudikan kendaraan bermotor atau penumpang yang duduk di
samping pengemudi yang tidak mengenakan sabuk keselamatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (6) dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp.250.000 (dua ratus lima puluh ribu
rupiah)”. Oleh karena itu, untuk mencegah risiko cedera akibat kecelakaan saat
mengemudi, supir disarankan meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang
sabuk pengaman (seat belt) sehingga meningkatkan kesadaran para supir untuk
74
74
selalu menggunakan sabuk pengaman (seat belt) demi keselamatan dan keamanan
supir dalam berkendara.
6.2.9 Gambaran Supir Mengangkut dengan Beban yang Tidak Sesuai
Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) menjelaskan
bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-
lintas adalah kehilangan kendali akibat pergeseran muatan. Pengisian/pembebanan
yang tidak sesuai dalam penelitian ini ialah perilaku supir untuk mengangkut
penumpang melebihi kapasitas angkut secara berlebihan. Penyebab lain terjadinya
kecelakaan adalah akibat beban muatan yang berlebihan sehingga melebihi
kemampuan bus dalam menampung (over load). Membawa atau mengangkat
barang dan penumpang yang terlalu berat dan terlalu banyak, akan
membahayakan perjalanan. Akan jauh lebih aman bagi supir untuk membatasi
jumlah penumpang yang diangkut agar bus tetap stabil sehingga meminimalisir
risiko kecelakaan. Untuk bus Mayasari Bakti, batas muatan hingga 59
penumpang.
Menurut para informan, supir sering mengangkut penumpang sampai
melebihi kapasitas angkut sebab penumpang itu sendiri yang memaksa untuk naik,
mereka tidak mau telat ke tempat tujuan. Selain alasan itu para supir juga sengaja
menaikkan penumpang sampai melebihi kapasitas angkut dengan alasan
menambah keuntungan bagi mereka. Berdasarkan hasil observasi, peneliti tidak
menemukan supir yang membawa penumpang hingga melebihi batas angkut. Oleh
karena itu, untuk mencegah risiko kecelakaan akibat muatan yang berlebih saat
mengemudi (over load), disarankan agar supir tidak membawa penumpang
75
75
melebihi kapasitas muatan yang ditetapkan secara berlebihan sambil melaju
dengan kecepatan tinggi.
6.2.10 Gambaran Posisi Tubuh yang Salah Saat Mengemudi
Kesehatan berpengaruh penting bagi terwujudnya keselamatan. Sebaliknya,
gangguan kesehatan atau penyakit dapat menjadi sebab kecelakaan. Menurut
Suma‟mur (2009), gangguan kesehatan ringan pun menyebabkan risiko terjadinya
kecelakaan. Sekalipun ringan, gangguan kesehatan menurunkan konsentrasi dan
mengurangi kewaspadaan sehingga kecelakaan terjadi.
Posisi tubuh yang salah dalam penelitian ini adalah postur atau posisi tubuh
supir yang janggal saat mengemudi. Sikap duduk yang keliru akan merupakan
penyebab adanya masalah-masalah punggung. Seseorang dengan sikap duduk
yang salah akan menderita pada bagian punggungnya (Nurmianto, 2004).
Sedangkan Suma‟mur (1999) menjelaskan bahwa sikap atau posisi tubuh dalam
bekerja memiliki hubungan yang positif dengan timbulnya kelelahan kerja. Tidak
peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk, atau dalam sikap posisi kerja yang
lain, dimana pertimbangan-pertimbangan ergonomis yang berkaitan dengan
sikap/posisi kerja akan sangat penting. Sikap duduk yang baik pun penting
diperhatikan untuk mencegah kelelahan pada umumnya dan ketegangan pada
punggung. Sikap duduk yang baik yaitu punggung tegak dan posisi duduk
menekan bagian belakang.
Menurut Wignjosoebroto (2003), beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan
sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cenderung untuk tidak
76
76
mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap
dan posisi kerja yang tidak nyaman dan berlangsung dalam jangka waktu yang
lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, melakukan
banyak kesalahan, dan menderita cacat tubuh.
Membiasakan diri dengan kondisi postur yang baik akan membantu dalam
mencegah berbagai gangguan fisik, seperti kelelahan, memperbaiki bentuk tubuh,
memberi kesan penampilan diri lebih luwes dan tidak kaku. Postur yang baik
sangat tergantung pada kebiasaan seseorang, untuk itu hindari sikap malas, posisi
punggung yang membungkuk atau posisi tubuh yang membuat lekukan pada
tulang punggung ketika sedang bekerja. Sikap duduk yang baik penting
diperhatikan untuk mencegah kelelahan pada umumnya dan ketegangan pada
punggung. Sikap duduk yang baik yaitu punggung tegak dan posisi duduk
menekan bagian belakang (Wignjosoebroto, 2003). Posisi nyaman dalam bekerja
seperti yang diutarakan oleh Wignjosoebroto (2003), juga dirasakan oleh semua
supir Mayasari Bakti. Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto
(2007) juga menjelaskan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap
terjadinya kecelakaan lalu-lintas adalah adanya rasa sakit atau lelah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa mereka bekerja dalam posisi duduk selama lebih
dari delapan jam kerja. Posisi mereka pada saat mengemudi ialah lurus dan tidak
miring, hanya saja menurut beberapa informan, terkadang jika situasi jalan sedikit
macet atau supir merasa pegal, posisi badannya sedikit miring sambil
menyandarkan tangannya ke pintu. Menurut Gatam (2012), jika posisi duduk
miring ini sering dilakukan, maka ruas tulang belakang berisiko terjadi
77
77
pembengkokan atau skoliosis. Dari 86 persen kasus ortopedi, mayoritas menderita
skoliosis atau tulang belakang bengkok, saraf terjepit, dan nyeri punggung. Cedera
itu baru terasa setelah kebiasaan duduk dalam posisi miring ini terakumulasi
dalam waktu yang lama. Hal ini terbukti dengan keluhan mereka, mereka suka
mengeluh capek, pinggang kebas, pegal-pegal, hingga rematik.
Postur tubuh yang buruk dapat membuat seseorang merasa sakit dan nyeri,
terutama di area punggung dan leher. Selain itu, posisi tubuh yang membungkuk
membuat seseorang tidak bisa bernapas dengan lancar sehingga menjadi mudah
lelah. Area perut yang selalu dalam kondisi menekuk juga dapat mengganggu
kerja pencernaan. Hal ini sesuai dengan Suma‟mur (1999), yang mengatakan
bahwa pertimbangan-pertimbangan ergonomik yang berkaitan dengan sikap/posisi
kerja sangat penting.
6.2.11 Gambaran Supir Berkelakar atau Bersenda Gurau dengan Menggunakan
Handphone
Berkelakar atau bersenda gurau dalam penelitian ini adalah bercanda,
mengetik atau membaca SMS, dan berkomunikasi melalui handphone pada saat
mengemudi. Mengetik atau membaca SMS, dan berkomunikasi melalui
handphone saat mengemudi sangat dilarang karena dapat mengganggu
konsentrasi sehingga supir kurang fokus terhadap proses mengemudinya. Hal
tersebut akan membuat supir berpotensi untuk melakukan kesalahan dalam
mengemudi yang akibatnya dapat menyebabkan kecelakaan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan semua informan, diketahui bahwa mereka semua sering
78
78
mengetik atau membaca SMS, dan berkomunikasi dengan handphone saat
mengemudi, hal ini mereka lakukan karena berkomunikasi dengan handphone
dianggap sangat penting, takut ada panggilan darurat atau ada SMS yang penting,
seperti dari keluarga atau dari kawan mereka, biasanya suka dibalas atau direspon
saat di jalan, apa pun risiko nya. Selain itu, supir juga menganggap kalau
perbuatan menerima telepon dan mengetik SMS saat mengemudi merupakan
perilaku yang tidak berisiko dan berbahaya, sebab supir berdalih merasa aman-
aman saja dengan memakai konsentrasi yang begitu penuh saat menggunakan
handphone ketika mengemudi sehingga supir sering terlihat sibuk menggunakan
handphone saat mengemudi.
Bersenda gurau atau menggunakan handphone saat mengemudi akan
membuat para supir berpotensi melakukan kesalahan ketika mengemudi sehingga
berisiko kecelakaan lalu lintas. Bersenda gurau atau menggunakan handphone
pada saat mengemudi merupakan suatu perilaku yang harus dihilangkan karena
dapat mengakibatkan kejadian yang sangat fatal sehingga tidak hanya
menyebabkan kerugian material, tetapi juga dapat menyebabkan kerugian non
material. Menurut Andri (2013), berbincang-bincang masalah yang cukup pelik
atau bercanda, harus dihindari saat mengemudi. Ketika melakukan hal tersebut
kewaspadaan berkurang sehingga tidak mampu mengantisipasi gangguan dari luar
yang bersifat mendadak. Kecenderungannya, pengemudi akan lengah ketika
bercanda atau bicara. Sedangkan secara psikologis, ini penyebab yang mampu
mengurangi konsentrasi dan kewaspadaan saat mengemudi sehingga berisiko
terjadi kecelakaan.
79
79
Selain itu, perilaku supir bus Mayasari Bakti ini melanggar Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tepatnya pasal 106
ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di
jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.”,
dan supir layak mendapat sanksi seperti dijelaskan pada pasal 283 yang berbunyi:
“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar
dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang
mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama
tiga bulan atau denda paling banyak Rp 750.000.”. Oleh karena itu, untuk
mencegah risiko kecelakaan akibat bersenda gurau saat mengemudi, disarankan
agar supir tidak bersenda gurau atau menggunakan handphone saat
mengemudikan bus.
6.2.12 Gambaran Supir Bekerja di Bawah Pengaruh Alkohol dan Obat-Obatan
Bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan dalam penelitian ini
adalah mengemudi setelah mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan. Menurut
Sasangka (2003), alkohol dan obat-obatan termasuk ke dalam NAPZA. NAPZA
(Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat yang bila
masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan
saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi
sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan, serta ketergantungan terhadap
NAPZA. Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu konsentrasi, penilaian,
penglihatan, dan koordinasi pada orang yang mengonsumsinya.
80
80
Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) menjelaskan
bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-
lintas adalah mengemudi dalam pengaruh alkohol atau obat-obatan. Kombinasi
alkohol dengan obat-obatan lain sangat berbahaya karena hal ini meningkatkan
efek dan pengaruh negatif yang tidak dapat diperkirakan, termasuk kerusakan
serius yang menetap. Karena efek negatif yang ditimbulkan dari alkohol dan obat-
obatan tersebut, seorang supir tidak boleh berada dibawah pengaruh alkohol atau
obat-obatan pada saat mengemudi karena dapat menimbulkan terjadinya
kecelakaan lalu-lintas. Supir yang dipengaruhi oleh minuman keras atau narkoba
akan sulit konsentrasi saat mengemudi sehingga dapat mengakibatkan kesalahan
prosedur dalam mengemudi dan menimbulkan kecelakaan (Hidayatullah, 2012).
Oleh sebab itu, mengendarai kendaraan dalam kondisi mabuk sangatlah
berbahaya, bukan hanya berbahaya bagi awak bus dan penumpangnya saja, tapi
juga membahayakan kendaran dan orang di sekitar jalan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan, diketahui bahwa
para supir tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan sebelum atau pada saat
mengemudi, sedangkan yang mereka konsumsi sebelum bekerja adalah vitamin
dan jamu untuk mempertahankan kebugaran fisik mereka pada saat mengemudi.
81
81
Tabel 6.1 Gambaran Perilaku Tidak Aman Supir Bus Mayasari Bakti saat
Mengemudi Tahun 2013
No Jenis Perilaku Tidak Aman Saat
Mengemudi
Bentuk Perilaku
Tidak Aman Saat
Mengemudi
Alasan Melakukan
Perilaku Tidak
Aman Saat
Mengemudi
1 Gambaran supir melakukan
pekerjaan tanpa wewenang
Tidak ditemukan. _
2 Gambaran supir gagal dalam
mengamankan
Tidak ditemukan. _
3 Gambaran supir bekerja dengan
kecepatan berbahaya
Supir sering
mengendarai bus
dengan kecepatan
yang melebihi
regulasi
pemerintah.
Ingin cepat sampai,
kejar waktu, dan
bisa mengatur
selah, yakni
mengatur jeda
antara satu bis
dengan bis lainnya
ketika berhenti
untuk mencari
penumpang.
4 Gambaran supir menghilangkan
alat pengaman
Tidak ditemukan. _
5 Gambaran supir membuat alat
pengaman tidak berfungsi
Tidak ditemukan. _
6 Gambaran supir menggunakan
peralatan yang rusak
Para supir sering
mengalami
kerusakan di rem
dan kopling, selain
itu saat observasi
pada beberapa bus
Para supir
menerangkan
bahwa biasanya
gangguan dan
timbulnya
kerusakan itu saat
82
82
ditemukan juga
kerusakan pada
speedometer, jok
supir, dan kabel
penghidup lampu
sen yang terkadang
mati.
di jalan, bukan dari
pool.
7 Gambaran supir menggunakan
peralatan yang tidak sesuai
Tidak ditemukan. _
8 Gambaran supir tidak
menggunakan APD dengan
benar
Semua supir tidak
mau memakai seat
belt.
Sebab para supir
merasa repot dan
kurang nyaman.
9 Gambaran supir mengangkut
dengan beban yang tidak sesuai
Para supir sering
mengangkut
penumpang
melebihi kapasitas
angkut secara
berlebihan.
Sebab menambah
keuntungan bagi
mereka, selain itu
penyebabnya juga
dari penumpang
sendiri yang
memaksa untuk
naik, mereka tidak
mau telat ke
tempat tujuan.
10 Gambaran posisi tubuh yang
salah saat mengemudi
Posisi duduk
mereka pada saat
mengemudi ialah
lurus dan tidak
miring, hanya saja
menurut beberapa
informan,
terkadang jika
jalan sedikit macet
Sebab supir sering
merasa pegal.
83
83
atau supir merasa
pegal, posisi
badannya sedikit
miring sambil
menyandarkan
tangannya ke
pintu.
11 Gambaran supir bersenda gurau
sambil menggunakan handphone
saat mengemudi
Para supir sering
bersenda gurau
sambil
menggunakan
handphone saat
mengemudi.
Para supir
melakukan hal itu
karena
menganggap hal
itu penting dan
mereka merasa
perbuatan itu tidak
berisiko.
12 Gambaran supir bekerja di
bawah pengaruh alkohol dan
obat-obatan
Tidak ditemukan. _
84
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, dapat disimpulkan bahwa
dari 12 bentuk perilaku tidak aman yang diteliti, terdapat enam bentuk
perilaku tidak aman yang tidak ditemukan pada supir Mayasari Bakti saat
mengemudi, yang meliputi melakukan pekerjaan tanpa wewenang, gagal
dalam mengamankan, menghilangkan alat pengaman, membuat alat
pengaman tidak berfungsi, menggunakan peralatan yang tidak sesuai, dan
bekerja di bawah pengaruh alkohol dan obat-obatan. Sisanya, terdapat enam
bentuk perilaku tidak aman yang ditemukan pada supir Mayasari Bakti saat
mengemudi yang meliputi:
1. Bekerja dengan kecepatan berbahaya, yaitu mengemudikan bus dengan
kecepatan yang melebihi peraturan yang telah ditetapkan pemerintah.
Dari hasil wawancara dengan informan diketahui mereka sering
membawa bus dengan kecepatan di atas Peraturan Pemerintah, yakni
antara 40 km/jam sampai 80 km/jam di jalan umum, dan 80 km/jam
sampai 100 km/jam di tol.
2. Menggunakan peralatan yang rusak. Berdasarkan hasil wawancara
dengan para informan, mereka sering mengalami kerusakan di rem dan
85
85
kopling, selain itu saat observasi pada beberapa bus ditemukan juga
kerusakan pada speedometer, jok supir, dan kabel penghidup lampu sen
yang terkadang mati.
3. Tidak menggunakan APD dengan benar. Berdasarkan hasil wawancara
dengan semua informan, diketahui bahwa semua supir tidak mau
memakai seat belt sebab merasa repot dan kurang nyaman.
4. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai. Menurut informan, supir
sengaja menaikkan penumpang sampai melebihi kapasitas angkut dengan
alasan menambah keuntungan bagi mereka.
5. Posisi tubuh yang salah. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi
dengan informan, diketahui posisi duduk mereka pada saat mengemudi
ialah miring sambil menyandarkan tangannya ke pintu.
6. Bersenda gurau sambil menggunakan handphone saat mengemudi.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan informan, diketahui
bahwa supir sering bersenda gurau sambil menggunakan handphone saat
mengemudi.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka peneliti memberikan beberapa
saran-saran berdasarkan hasil penelitian dan saran untuk penelitian lebih
lanjut.
86
86
7.2.1 Saran Berdasarkan Hasil Penelitian
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti untuk mengurangi
bentuk perilaku tidak aman supir Mayasari Bakti saat mengemudi,
antara lain:
1. Disarankan untuk membuat jadwal berangkat antar bus atau
mengatur giliran keberangkatan bus antara bus yang satu dengan
bus berikutnya, sehingga setiap supir mempunyai waktu sendiri
untuk mencari penumpang dan para supir tidak ugal-ugalan demi
mengajar setoran dan mendapatkan penumpang. Hal ini dapat
mengurangi perilaku tidak aman saat mengemudi seperti kebut-
kebutan dan saling mendahului antar supir.
2. Disarankan untuk mengadakan perbaikan dan servis secara berkala
agar kenyamanan dan keamanan supir maupun penumpang lebih
terjamin.
3. Supir perlu meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang seat
belt sehingga meningkatkan kesadaran para supir untuk selalu
menggunakan seat belt demi keselamatan dan keamanan supir
dalam berkendara.
4. Disarankan agar supir tidak membawa penumpang melebihi
kapasitas muatan yang ditetapkan secara berlebihan.
5. Disarankan agar supir dan kondektur tidak bersenda gurau saat
mengemudikan bus.
87
87
6. Para supir diharapkan bisa meningkatkan wawasan tentang cara
mengemudi yang aman, sehingga dapat meningkatkan kesadaran
untuk berperilaku aman dengan mematuhi peraturan dan rambu-
rambu lalu-lintas.
7. Saat mengemudi, para supir diharapkan tidak membiasakan posisi
duduknya dengan memiringkan badan sambil menyandarkan
tangannya ke pintu, jika posisi duduk miring ini sering dilakukan,
maka ruas tulang belakang berisiko terjadi pembengkokan, sebab
salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan
lalu-lintas adalah adanya rasa lelah dan sakit.
8. Disarankan agar supir memeriksa kondisi bus sebelum jalan.
9. Para supir diharapkan tidak bercanda sambil menggunakan
handphone
7.2.2 Saran Untuk Penelitian Berikutnya
Saran untuk penelitian berikutnya adalah sebaiknya dilakukan
penelitian lanjutan secara kualitatif mengenai penyebab dasar perilaku
tidak aman supir saat mengemudi pada supir bus Mayasari Bakti dan
di perusahaan bus umum lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Andri. 2013. Hati-Hati Dengan Ini Saat Mengemudi. Available:
http://www.kompasotomotif.com. Diakses pada tanggal 13 Maret 2013 jam
18:32 WIB.
Agung, Bintarto. 2012. Usir Emosi Saat Mengemudi. Majalah Auto Bild Indonesia.
Edisi 244/Th11/2012. Jakarta: Gramedia Majalah.
Asdhiana, I Made. 2012. Rem Blong, Bus Gasak Truk, Mobil, dan Motor. Available:
http://www.kompas.com. Diakses pada tanggal 27 Mei 2012 jam 1:56 WIB.
Bird, E. Frank and Germain, L. George. 1990. Practical Loss Control Leadership.
Georgia: Institute Publishing.
Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada
Dessler, Gary. 1978. Personnel Management. Virginia: Reston Publishing Company.
Fambeta. 2013. Merawat Kopling Mobil. Available: http://www.greatbluerolla.
Diakses pada tanggal 6 Mei 2013 jam 15:16 WIB.
Gatam, Luthfi. 2012. Gangguan Tulang Belakang, Jangan Anggap Sepele Masalah
Duduk. Available: http://www.suarakaryaonline.com. Diakses pada tanggal 4
April 2013 jam 17:00 WIB.
Geller,E. Scott. 2001. The Psychology of Safety Handbook. Florida: Lewis Publisher.
Helliyanti, Putri. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Tidak
Aman Di Dept. Utility And Operation, PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk
Divisi Bogasari Flour Mills Tahun 2009. Skripsi. Depok: FKM UI
85
Heinrich. 1980. Industrial Accident Prevention. New York: Mc. Graw Hill Book
Company.
Hidayatullah, Syarif. 2012. Analisis Kecelakaan Akibat Supir Mabuk. Available:
http://www.apligo.com. Diakses pada tanggal 6 Mei 2013 jam 15:01 WIB.
International Labor Office. 1989. Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT. Pustaka
Binaman Presindo.
Indosiar. 2012. Bus Tabrak Mikrolet, Sopir Langsung Diamuk Warga. Available:
http://www.indosiar.com. Diakses pada tanggal 27 Mei 2012 jam 5:20 WIB.
Iskandar, Irma. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan Terhadap Kejadian
Kecelakaan Angkutan Koantas Bima 102 Jalur Trayek Tanah Abang –
Ciputat Tahun 2008. Skripsi. Jakarta: FKIK UIN.
Rusyanto. 2012. 2011, 30 Ribu Orang Tewas Karena Kecelakaan Lalu Lintas.
Available: http://www.komisikepolisianindonesia.com. Diakses pada tanggal
16 Februari 2012 jam 9.38 WIB.
Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nawangwulan, Dewi. 1998. Gambaran Kecelakaan Lalu Lintas Kendaraan di PT.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup Bogor 1997. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
86
Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna
Widya.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.44 Tahun 1993 Tentang Kendaraan dan
Pengemudi.
Prasetiyo, Buyung L.H. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Keselamatan Kerja Pada PT. X Semarang Tahun 2011. Skripsi. Semarang:
FKM UNDIP.
Prastowo, Andi. 2010. Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Diva Press.
Putranto, Leksmono. 2007. Rekayasa Lalu Lintas. Jakarta: PT Indeks.
Republika. 2012. Wah, Baru 1,5 Bulan di 2012, Sudah 9.884 Kasus Kecelakaan.
Available: http://www.republika.co.id. Diakses pada tanggal 16 Februari
2012 jam 3:59 WIB.
Rijanto, Boedi. 2011. Pedoman Pencegahan Kecelakaan Di Industri. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Rimadi, Luqman. 2012. Bus Mayasari Bakti Tabrak Busway Karena Hp ? Available:
http://www.vivanews.com. Diakses pada tanggal 30 Maret 2012 jam 3:29
WIB.
Riyadi, Arsyad. 2013. Manfaat Penggunaan Sabuk Pengaman. Available:
http://www.formulasi.or.id. Diakses pada tanggal 23 Mei 2013 jam 15:36
WIB.
Robbins, Steephen P. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Indeks Kelompok
Gramedia.
Sasangka, Hari. 2003. Narkotika dan Psikotropika. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
87
Satori, Djam‟an dan Aan Komariah. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Alfabeta.
Silalahi, Bennet N.B. 1985. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
PT. Pustaka
Binaman Pressindo.
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suma‟mur, P.K. 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT
Toko Gunung Agung.
_____________. 1999. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV Haji.
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Widayatun, Rusmi Tri. 1999. Ilmu Perilaku M.A. 104 ”Buku Pegangan Mahasiswa
AKPER”. Jakarta: CV. Sagung Seto
Wignjosoebroto, S. 2003. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Jakarta: Gunawidya.
World Health Organization (WHO). 2004. World Report on Road Traffic Injury
Prevention-Milestones In International Road Safety, World Health Day 2004
And Beyond. Available: http://www.who.int. Diakses pada tanggal 11 Juni
2012 jam 12.30 WIB.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
MATRIKS WAWANCARA MENDALAM SUPIR BUS MAYASARI BAKTI
TAHUN 2013
No. Substansi Bapak A Bapak B Bapak C
1 Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apakah Bapak mempunyai SIM B1
umum ?
Punya. Punya. Punya.
b. Pernah menyuruh orang lain untuk
menggantikan Bapak dalam
mengemudi Bus ?
Pernah, tapi sesama supir
Mayasari Bakti
Pernah, tapi sesama supir
Mayasari Bakti
Pernah, tapi sesama supir
Mayasari Bakti
c. Kenapa Bapak melakukannya ? Kalau lagi capek,dan kebetulan
kawan menganggur, maka
dikasih.
Kalau lagi capek,dan kebetulan
kawan menganggur, maka
dikasih.
Kalau lagi capek,dan
kebetulan kawan
menganggur, maka
dikasih.
2 Gagal dalam mengamankan
a. Apa yang Bapak lakukan jika ada alat
pengaman dan mesin bus mengalami
gangguan ketika mengemudi ?
Bus nya dipinggirkan Bus nya dipinggirkan, kalau
kerusakannya dirasa serius,
bus dibawa pulang ke pool.
Bus nya dipinggirkan,
sambil nunggu storing.
b. Mengapa Bapak melakukan hal
tersebut ?
Sebab kalau diteruskan bisa
fatal.
Sebab kalau dipaksa jalan bisa
berbahaya.
Sebab kalau dipaksa jalan
bisa berbahaya..
3 Bekerja dengan kecepatan yang
berbahaya
a. Berapa kecepatan yang sering Bapak
tempuh saat mengemudikan bus ?
Biasanya 80 km/jam sampai
100 km/jam di tol, di jalan
biasa 60 km/jam .
Di tol 80 km/jam, di jalan
umum 70 km/jam.
Di tol 80 km/jam, di jalan
umum 40 km/jam.
85
b. Mengapa Bapak melaju bus dengan
kecepatan seperti itu ?
Supaya cepat sampai, selain itu
supaya bisa atur selah dengan
bus di belakang.
Ingin agak cepat. Supaya cepat sampai.
4 Menghilangkan alat pengaman
a. Apakah Bapak pernah menghilangkan
alat pengaman ?
Tidak pernah menghilangkan.. Belum pernah. Belum pernah.
b. Apa alasannya ? Sebab bus itu punya orang
lain.
Tidak ada gunanya. Semuanya harus ada.
5 Membuat alat pengaman tidak berfungsi
a. Bapak pernah membuat alat pengaman
tidak berfungsi atau merusaknya ?
Belum pernah. Belum pernah. Tidak pernah dirusak.
b. Apa alasannya ? Sebab bus itu punya orang
lain.
Tidak ada untungnya. Kalau dirusak akan
berisiko.
6 Menggunakan peralatan yang rusak
a. Apakah di bus ada komponen peralatan
yang rusak ?
Biasanya yang rusak kopling,
kalau sekarang jok.
Biasanya yang rusak rem dan
kopling, kalau sekarang
speedometer.
Biasanya yang rusak rem,
kopling, dan kabel untuk
mengedipkan lampu sen,
kalau sekarang tidak ada.
b. Kenapa masih digunakan ? Jok nya baru copot di hari itu,
hari itu juga mau di service.
Kalo di service juga jarang
ditanggapi, kalau masalah
speedometer nya, sebab
mekanik hanya mau mengurus
kerusakan-kerusakan yang
besar saja
_
7 Menggunakan peralatan yang tidak sesuai
a. Apakah di bus ini ada peralatan yang Tidak ada. Tidak ada. Tidak ada.
86
tidak semestinya ada pada bus ?
b. Apa alasan Bapak tidak menggunakannya
?
Sebab perusahaan tidak
memperbolehkan.
Belum berani
menggunakannya.
Sebab perusahaan tidak
mengizinkan.
8 Tidak menggunakan APD dengan benar
a. Seberapa sering Bapak menggunakan
sabuk pengaman ?
Jarang dipakai. Jarang. Tidak pernah.
b. Mengapa Bapak tidak menggunakan
sabuk pengaman ?
Ribet. Ribet. Malas pakainya.
9 Pengisian/pembebanan yang tidak
sesuai
a. Bapak pernah angkut penumpang
secara berlebihan sampai sesak hingga
melebihi batas maximum muatan ?
Sering, sampai penuh. Sering. Sering.
b. Kenapa Bapak melakukannya ? Sebab penumpang yang
memaksa untuk naik.
Ingin banyak penumpang, cari
untung.
Supaya kejar target.
10 Posisi atau sikap tubuh yang salah
a. Bagaimana menurut bapak kondisi tempat
kemudi Bapak ?
Kursinya nyaman. Jok nya sih nyaman. Kursinya nyaman.
b. Bagaimana posisi tubuh Bapak saat
mengemudi ?
Posisi menyupirnya lurus.
Tidak miring-miring. Kecuali
kalau sedikit macet, posisi
badan sedikit miring sambil
tangannya menyandar di pintu.
Posisi duduknya biasa saja.
Tidak pernah aneh-aneh.
Posisi duduk
menyupirnya lurus tegak,
kadang kalau lagi pegal ,
saya dan para supir ini ya
miring sambil tangannya
menyandar ke pintu.
c. Apa saja keluhan yang bapak rasakan
(pegal/lelah) ketika sedang
Kadang suka rematik, kadang
hanya pegal, pegal kalau
Capek dan pegal. Dengkulnya pegal-pegal,
terus pinggang kebas
87
mengemudi dan setelah mengemudi ?
macet.
11 Bersenda gurau atau menggunakan
handphone saat mengemudi
a. Pernahkah Bapak bercanda atau
menggunakan handphone saat
mengemudi ?
Sering. Sering. Sering.
b. Mengapa Bapak melakukannya ?
Sebab penting. Sebab penting dan tidak terlalu
berisiko.
Sebab penting dan tidak
terlalu berisiko.
12 Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau
obat-obatan
a. Bapak pernah minum alkohol atau
obat-obatan sebelum bekerja ?
Kalau minuman beralkohol
belum pernah. Obat-obatan
seperti narkoba juga tidak,
yang biasa seperti, extra joss,
dan kuku bima.
Kalau minuman beralkohol
belum pernah. Hanya sering
minum jamu.
Kalau minuman
beralkohol dan obat-
obatan belum pernah.
Biasanya minum jamu.
b. Mengapa Bapak mengkonsumsinya
sebelum bekerja ?
Supaya badan segar dan tidak
mengantuk.
Supaya tidak terlalu
mengantuk dan agar badan
tetap fit.
Untuk mengobati pusing.
88
MATRIKS WAWANCARA MENDALAM KONDEKTUR BUS MAYASARI BAKTI
TAHUN 2013
No. Substansi Bapak AA Bapak AB Bapak AC
1 Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Adakah orang lain selain Pak Supir
yang mengemudi ?
Pernah, tapi sesama supir
Mayasari Bakti.
Pernah, tapi sesama supir
Mayasari Bakti.
Pernah, tapi sesama supir
Mayasari Bakti.
c. Kenapa supir berbuat demikian ? Biasanya supir begitu karena
ingin istirahat. Supir begitu karena lelah. Biasanya si supir ngeluh
sakit, makanya dikasih ke
kawan.
2 Gagal dalam mengamankan
a. Apa yang supir lakukan jika ada
alat-alat atau mesin bus mengalami
gangguan ketika mengemudi ?
Dibawa pulang ke pool,
terkadang diberhentikan di
pinggir jalan.
Tidak dipaksakan jalan. Kalau
kondisi sudah
berbahaya/darurat, supir
memberhentikan di pinggir
jalan.
Tidak dipaksakan jalan.
b. Menurut Bapak, mengapa supir
berbuat demikian ?
supir ini sudah pengalaman..,
mereka berhenti saja kalau ada
kerusakan, punya feeling.
supir beranggapan kalau
dipaksakan akan berbahaya.
supir berbuat begitu sebab kalau sudah merasa ada
gejala terus di paksain,
akhirnya kerusakan makin
parah.
3 Bekerja dengan kecepatan yang
berbahaya
a. Berapa kecepatan yang sering
dicapai oleh supir ketika mengemudi
bus ?
Di jalan umum sering 60
km/jam, di tol sering 80 km/jam.
Di tol, bisa 100 km/jam. Kalau
di jalan umum 80 km/jam. Di tol 80 km/jam, di jalan
umum 40 km/jam.
b. Mengapa supir berbuat demikian ? Supaya bisa atur selah dengan
bus di belakang.
Supaya bisa atur selah dengan
bus di belakang.
Supaya bisa kejar waktu.
89
4 Menghilangkan alat pengaman
a. Bapak pernah tahu kalau supir
pernah menghilangkan alat
pengaman tersebut ?
Belum pernah. Tidak pernah. Belum pernah.
b. Apa alasan supir tidak berbuat demikian
?
Sebab supir menganggap semua
alat pengaman harus ada.
Sebab supir menganggap kalau
tidak ada alat pengaman, maka
bus tidak baik untuk jalan.
Sebab supir menganggap alat
pengaman itu penting, tidak
bisa dihilangkan.
5 Membuat alat pengaman tidak berfungsi
a. Bapak pernah tahu kalau supir
pernah membuat alat pengaman
tidak berfungsi atau merusakkannya
?
Tidak pernah. Belum pernah. Tidak pernah.
c. Apa alasan supir berbuat demikian ? Sebab supir berpandangan
semua alat pengaman harus
berfungsi.
Supir tidak mau, sebab supir
berpendapat bus itu adalah
tempat dia mencari rezeki.
Sebab supir berpendapat
bahwa semua alat pengaman
itu penting.
6 Menggunakan peralatan yang rusak
a. Apakah di bus ini ada komponen
peralatan yang rusak ?
Sekarang ini jok. Yang sering rusak rem dan
kopling.
Kurang tahu.
b. Kenapa supir tetap menggunakan dalam
keadaan rusak ?
Rusaknya jok baru dirasakan,
dan akan disservice hari itu juga.
Rusaknya itu di jalan, kalau
dari pool tidak mungkin, lagi
rusak maka batal dibawa.
Kurang tahu.
7 Menggunakan peralatan yang tidak
sesuai
a. Apakah di bus ini ada peralatan yang
tidak semestinya ada pada bus ?
Tidak ada. Tidak ada. Tidak ada.
90
8 Tidak menggunakan APD dengan benar
a. Seberapa sering supir menggunakan
sabuk pengaman ?
Tidak pernah. Tidak pernah. Tidak pernah.
c. Mengapa supir tidak menggunakan
sabuk pengaman ?
Supir malas memakainya. Supir merasa ribet. Supir merasa tidak nyaman.
9 Pengisian/pembebanan yang tidak
sesuai
a. Pak supir pernah angkut penumpang
secara berlebihan sampai sesak
hingga melebihi batas maximum
muatan ?
Sering. Kadang-kadang. Sering.
b. Kenapa supir melakukannya ? Sebab penumpang mengejar
waktu, sehingga memaksa naik.
Sebab penumpang mengejar
waktu, sehingga memaksa
naik.
Supaya kejar target sewa.
10 Berkelakar atau bersenda gurau
a. Pernahkah Bapak melihat supir
bercanda atau menggunakan
handphone saat mengemudi ?
Sering. Sering. Sering.
b. Mengapa supir melakukannya ?
Supir menganggap bisa
konsentrasi, sehingga dianggap
tidak berisiko.
Supir menganggap bisa
konsentrasi, sehingga dianggap
tidak berisiko.
Supir menganggap bisa
konsentrasi, sehingga
dianggap tidak berisiko.
11 Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau
obat-obatan
a. Bapak pernah melihat Pak supir
mengkonsumsi alkohol atau obat-
Tidak pernah, hanya saja
biasanya minum extra joss.
Belum pernah, hanya saja
supir minum jamu.
Belum pernah minum
alkohol, kalau minum obat-
obatan juga kurang tahu.
91
obatan sebelum mengemudi ?
b. Mengapa supir berbuat demikian ? Supaya badan supir tersebut fit. Supaya badan supir tidak
pegal-pegal.
Kurang tahu.
92
LEMBAR OBSERVASI
NO INFORMASI FAKTA DI LAPANGAN
CATATAN YA TIDAK
1. Melakukan pekerjaan tanpa
wewenang
2. Gagal dalam mengamankan
3. Bekerja dengan kecepatan
berbahaya
Saat observasi, mereka
membawa bus dengan kecepatan
rata-rata antara 80 km/jam
sampai 100 km/jam di jalan tol,
dan rata-rata antara 30 km/jam
sampai 60 km/jam di jalan
umum.
4. Menghilangkan alat pengaman
5. Membuat alat pengaman tidak
berfungsi
6. Menggunakan peralatan yang
rusak
Saat observasi pada beberapa
bus ditemukan kerusakan pada
speedometer, jok supir, dan
kabel penghidup lampu sen yang
terkadang mati.
7. Menggunakan peralatan yang
tidak sesuai
8. Tidak menggunakan APD dengan
benar
Semua supir tidak memakai seat
belt.
93
9. Pengisian/pembebanan yang
tidak sesuai
10. Posisi tubuh yang salah
11. Berkelakakar atau bersenda gurau Semua supir bersenda gurau
dengan kondektur saat
mengemudi.
12. Bekerja dibawah pengaruh
alkohol atau obat-obatan
LEMBAR OBSERVASI KEPEMILIKAN SIM B1 UMUM
NO INFORMAN
KEPEMILIKAN SIM B1
UMUM CATATAN
PUNYA TIDAK
1. Bapak A
2. Bapak B
3. Bapak C
LEMBAR PERSETUJUAN (INFORM CONCERN)
Saya yang bernama Reza Kurnia adalah mahasiswa peminatan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3), jurusan Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini sedang melakukan penelitian tentang
Gambaran Perilaku Tidak Aman Supir Bus Mayasari Bakti Saat Mengemudi Tahun
2013. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaan Anda untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini dan saya sangat berharap kepada Anda untuk
menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dengan sejujur-jujurnya. Setiap jawaban
Anda akan dijaga kerahasiaannya dari siapapun dan tidak akan mempengaruhi
penilaian terhadap kinerja Anda dan jawaban Anda hanya akan dipergunakan dalam
penelitian ini. Untuk itu saya sangat mengharapkan Anda untuk dapat meluangkan
waktunya untuk melakukan wawancara dengan peneliti. Akhir kata, saya ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kesediaan Anda menjadi informan pada
penelitian ini. Semoga bantuan dan kerjasama Anda menjadi amal ibadah yang
bernilai di sisi-Nya.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
No. Telp :
Lama kerja :
Mohon untuk membubuhkan tanda tangan jika anda bersedia menjadi informan
dalam penelitian ini. Atas kerjasama dan kesediaannya, saya ucapkan terima kasih.
Informan Penelitian
(...........................................)
Tanda tangan dan nama terang
85
PANDUAN WAWANCARA MENDALAM TERHADAP SUPIR BUS
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Apakah Bapak punya SIM B1 umum untuk mengemudi bus ?
b. Kenapa tidak punya SIM B1 umum ? (probing)
c. Apakah Bapak pernah menyuruh orang lain untuk menggantikan Bapak
dalam mengemudi Bus ? Siapa ?
d. Kenapa Bapak melakukannya ?
2. Gagal dalam mengamankan
a. Apa yang Bapak lakukan jika ada komponen alat atau mesin bus mengalami
gangguan ketika mengemudi ? Bisa diceritakan ?
b. Mengapa Bapak melakukan hal tersebut ? (probing)
3. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya
a. Berapa kecepatan yang sering Bapak tempuh saat mengemudikan bus ?
b. Berapa kecepatan paling tinggi yang pernah Bapak tempuh ketika mengemudi
Bus di jalan tol dan di jalan raya ?
c. Mengapa Bapak melaju bus dengan kecepatan seperti itu ? Ingin cepat sampai
(kejar target), kesenangan (biasanya seperti itu) ?
4. Menghilangkan alat pengaman
a. Apakah Bapak pernah menghilangkan alat pengaman seperti lampu sen,
klakson, seat belt, rem, penghapus kaca, dan spion ? Bisa diceritakan ?
b. Mengapa Bapak menghilangkannya (probing) ?
c. Pernahkah Bapak melihat supir bus Mayasari Bakti menghilangkan alat
pengaman bus ?
d. Menurut Bapak, apa akibatnya jika supir menghilangkan alat pengaman bus ?
5. Membuat alat pengaman tidak berfungsi
a. Bapak pernah membuat alat pengaman tidak berfungsi atau merusaknya ?
Bisa diceritakan ?
b. Kenapa Bapak melakukannya (probing) ?
c. Pernahkah Bapak melihat supir bus Mayasari Bakti merusakkan alat
pengaman bus ?
d. Menurut Bapak, apa akibatnya jika supir merusakkan alat pengaman bus ?
6. Menggunakan peralatan yang rusak
a. Pak, apakah di bus ini ada komponen peralatan yang rusak ? (sambil
observasi)
b. Kenapa masih digunakan ? (probing)
86
7. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai
a. Apakah di bus ini ada peralatan yang tidak semestinya ada pada bus (di luar
peralatan standar bus) ? (sambil observasi)
b. Kenapa Bapak memakainya ? (probing)
8. Tidak menggunakan APD dengan benar
a. Seberapa sering Bapak menggunakan sabuk pengaman ?
b. Mengapa Bapak tidak menggunakan sabuk pengaman (probing) ?
9. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai
a. Bapak pernah angkut penumpang secara berlebihan sampai sesak hingga
melebihi batas maximum muatan ? Bisa diceritakan ?
b. Kenapa Bapak melakukannya ?
10. Posisi atau sikap tubuh yang salah
a. Bagaimana menurut bapak kondisi tempat kemudi Bapak? Apakah sudah
nyaman?
b. Bagaimana posisi tubuh Bapak saat mengemudi ?
c. Apa saja keluhan yang bapak rasakan (pegal/lelah) ketika sedang mengemudi
dan setelah mengemudi ?
11. Berkelakar atau bersenda gurau
a. Apakah Bapak mempunyai handphone ?
b. Apakah Bapak membawa handphone ketika mengemudi ?
c. Apakah Bapak pernah menggunakan handphone, baik dalam berkomunikasi
atau membalas SMS ketika mengemudi ? Bisa diceritakan ?
d. Apa alasan Bapak berperilaku seperti itu ?
e. Bagaimana pendapat Bapak tentang menjawab panggilan handphone atau
membalas SMS ketika mengemudi ? Bisa diceritakan ?
f. Menurut Bapak, mengapa supir-supir yang lain sering berbuat demikian ?
12. Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan
a. Bapak pernah minum alkohol atau obat-obatan sebelum bekerja ? (probing:
jenis alkohol atau obat-obatan)
b. Mengapa Bapak mengkonsumsinya sebelum bekerja ? (probing)
87
WAWANCARA MENDALAM TERHADAP KONDEKTUR BUS
1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
a. Adakah orang lain selain Bapak Supir yang mengemudi ?
b. Kenapa supir berbuat demikian ?
2. Gagal dalam mengamankan
a. Apa yang supir lakukan jika ada alat-alat atau mesin bus mengalami
gangguan ketika mengemudi ?
b. Menurut Bapak, mengapa supir berbuat demikian ?
3. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya
a. Menurut perkiraan Bapak, berapa kecepatan yang biasa dicapai oleh supir
ketika mengemudi bus ?
b. Mengapa supir berbuat demikian ? (melaju kencang/tidak melaju
kencang)
4. Menghilangkan alat pengaman
a. Bapak pernah tahu kalau supir pernah menghilangkan alat pengaman
tersebut ?
b. Menurut Bapak, kenapa supir berbuat demikian ? (probing)
5. Membuat alat pengaman tidak berfungsi
a. Bapak pernah tahu kalau supir pernah membuat alat pengaman tidak
berfungsi atau merusakkannya ?
b. Kira-kira menurut Bapak, kenapa supir berbuat demikian ?
6. Menggunakan peralatan yang rusak
a. Pak, apakah di bus ini ada komponen peralatan yang rusak ? (sambil
observasi)
b. Menurut Bapak, mengapa supir berbuat begitu ? (probing)
7. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai
a. Menurut Bapak, di bus ini ada peralatan yang tidak semestinya ada pada
bus (di luar peralatan standar bus) ?
b. Adakah supir yang menggunakan peralatan yang tidak sesuai tersebut ?
Bisa diceritakan ? (probing)
c. Menurut Bapak, mengapa supir berbuat demikian ? (probing)
8. Tidak menggunakan APD dengan benar
a. Apakah supir mengenakan sabuk pegaman ketika sedang mengemudi ?
b. Menurut Bapak, mengapa supir berbuat demikian ? (probing)
88
9. Pengisian /pembebanan yang tidak sesuai
a. Berapa sebenarnya beban maksimum muatan yang boleh diangkut oleh
bus ?
b. Bagaimana beban muatan yang biasa diangkut oleh bus bapak ? (probing:
jumlah muatan) ?
c. Apakah supir pernah angkut penumpang secara berlebihan sampai sesak
hingga melebihi batas maximum muatan ?
d. Menurut Bapak, kenapa supir seperti itu ?
10. Posisi atau sikap tubuh yang salah
a. Bagaimana menurut bapak kondisi tempat kemudi supir ? Apakah supir
pernah mengeluh tidak nyaman?
b. Bagaimana posisi tubuh supir saat mengemudi ?
c. Apa saja keluhan yang supir rasakan (pegal/lelah) ketika sedang
mengemudi dan setelah mengemudi?
11. Berkelakar atau bersenda gurau
a. Apa pendapat Bapak terhadap supir yang menggunakan handphone
(menelepon atau sms) ketika sendang mengemudi ?
b. Bapak pernah melihat supir menggunakan handphone saat supir sedang
mengemudi ? Bisa diceritakan ?
c. Menurut Bapak, mengapa Pak supir berbuat demikian ?
12. Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan
a. Bapak pernah melihat Pak supir mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan
sebelum mengemudi ? (probing: jenis alkohol atau obat-obatan)
b. Biasanya, kapan Bapak Pak supir minum bersama teman atau sendirian
itu?
c. Apakah sampai saat ini Pak supir masih mengkonsumsinya ?
d. Mengapa Pak supir mengkonsumsinya sebelum bekerja ? (probing)
89
LEMBAR OBSERVASI
NO INFORMASI
FAKTA DI
LAPANGAN CATATAN
YA TIDAK
1. Melakukan pekerjaan tanpa
wewenang
2. Gagal dalam mengamankan
3. Bekerja dengan kecepatan
berbahaya
4. Menghilangkan alat pengaman
5. Membuat alat pengaman tidak
berfungsi
6. Menggunakan peralatan yang rusak
7. Menggunakan peralatan yang tidak
sesuai
8. Tidak menggunakan APD dengan
benar
9. Pengisian/pembebanan yang tidak
sesuai
10. Posisi tubuh yang salah
11. Berkelakakar atau bersenda gurau
12. Bekerja dibawah pengaruh alkohol
atau obat-obatan
LEMBAR OBSERVASI KEPEMILIKAN SIM B1 UMUM
NO INFORMAN
KEPEMILIKAN SIM B1
UMUM CATATAN
PUNYA TIDAK
1. Bapak A
2. Bapak B
3. Bapak C