Download - Fenomena Muskuloskeletal di Masyarakat.docx
![Page 1: Fenomena Muskuloskeletal di Masyarakat.docx](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082700/54e3c4da4a7959c3668b45f5/html5/thumbnails/1.jpg)
Fenomena Muskuloskeletal di Masyarakat
Fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat terkait dengan ilmu keperawatan dan ilmu
medis berkembang seiring dengan makin berkembangnya ilmu kedokteran modern. Dalam
sistem muskuloskeletal, banyak fenomena yang terjadi di masyarakat, diantaranya :
1. Saat ini, masyarakat makin takut melakukan operasi, terutama pada penyambungan
tulang yang patah, salah satunya penyebabnya adalah karena adanya isu “malpraktik”
pada saat operasi.
2. Pengobatan alternatif yang masih sangat diminati masyarakat Indonesia, dibuktikan
dengan semakin maraknya iklan baik di televisi, radio, maupun surat kabar yang
mengiklankan pengobatan alternatif, salah satunya adalah penyembuhan patah tulang.
3. Rehabilitasi pasien pasca amputasi merupakan isu yang sangat penting di masyarakat.
Pasien yang mengalami amputasi tidak hanya memiliki masalah pada bidang fisiknya
saja, melainkan psikologis, sosial dan ekonominya juga terganggu.
4. Pengobatan alternatif dalam bidang muskuloskeletal yang masih diminati oleh
masyarakat adalah pengobatan keseleo/terkilir. Keseleo merupakan teregangnya
ligamen (jaringan ikat/penghubung yg kuat) sehingga menimbulkan robekan
parsial/sebagian atau teregangnya otot dan tendon (jaringan ikat/penghubungan yg kuat
yg menghubungkan otot dengan tulang). Terkilir paling sering terjadi pada
ankle/pergelangan kaki, pergelangan tangan, dan ruas2 jari. Secara umum, gejalanya
adalah nyeri, bengkak, kulit tampak kemerahan, dan tentunya akan mengganggu fungsi
bagian yang terkena.
5. Kegagalan dalam pengobatan alternatif yang lebih sering menimbulkan komplikasi yang
lebih parah dan menyisakan pengalaman yang tidak menyenangkan pada pasien sangat
sering terjadi. Hal ini disebebkan kurang pengetahuan masyarakat tentang cara mencari
pengobatan dan bantuan untuk pengobatan patah tulang dan masalah lain yang
berhubungan dengan penyakit sistem muskuloskeletal.
Tahapan dan Prosedur Mobilisasi Pasien Paska OREF dan ORIF
Pasien biasanya mampu melakukan ambulasi bila mereka telah diyakinkan bahwa gerakan
yang akan diberikan perawat selama masih dalam batas terapeutik sangat menguntungkan,
ketidaknyamanan dapat dikontrol dan sasaran aktivitas pasti akan tercapai (Brunner &
Suddarth, 2002). Pasien dengan ketidakmampuan ekstremitas bawah biasanya dimulai
![Page 2: Fenomena Muskuloskeletal di Masyarakat.docx](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082700/54e3c4da4a7959c3668b45f5/html5/thumbnails/2.jpg)
dariduduk di tempat tidur. Aktivitas ini seharusnya dilakukan 2 atau 3 kali selama10 sampai
dengan 15 menit, kemudian dilatih untuk turun dari tempat tidurdengan bantuan perawat
sesuai dengan kebutuhan pasien (Berger & Wiliams, 1992).
Tahapan pelaksanaan ambulasi dini yang dilakukan pada pasien pasca operasi yaitu:
Sebelum pasien berdiri dan berjalan, nadi, pernafasan dan tekanan darah pasien harus
diperiksa terlebih dahulu.
Jika pasien merasakan nyeri, perawat harus memberikan medikasi pereda nyeri 20 menit
sebelum berjalan, karena penggunaan otot untuk berjalan akan menyebabkan nyeri
(Wahyuningsih, 2005).
Pasien diajarkan duduk di tepi tempat tidur, menggantungkan kakinya beberapa menit
dan melakukan nafas dalam sebelum berdiri. Tindakan ini bertujuan untuk menghindari
rasa pusing pada pasien.
Selanjutnya, pasien berdiri di samping tempat tidur selama beberapa menit sampai
pasien stabil. Pada awalnya pasien mungkin hanya mampu berdiri dalam waktu yang
singkat akibat hipotensi ortostatik.
Jika pasien dapat berjalan sendiri, perawat harus berjalan dekat pasien sehingga dapat
membantu jika pasien tergelincir atau merasa pusing (Wahyuningsih, 2005).
Perawat dapat menggandeng lengan bawah pasien dan berjalan bersama. Jika pasien
tampak tidak mantap, tempatkan satu lengan merangkul pinggul pasien untuk
menyokong dan memegang lengan paling dekat dengan perawat, dengan menyokong
pasien pada siku.
Setiap penolong harus memegang punggung lengan atas pasien dengan satu tangan
dan memegang lengan bawah dengan tangan yang lain.
Bila pasien mengalami pusing dan mulai jatuh, perawat menggenggam lengan bawah
dan membantu pasien duduk di atas lantai atau di kursi terdekat (Wahyuningsih, 2005).
Pasien diperkenankan berjalan dengan walkeratau tongkat biasanya dalam satu atau
dua hari setelah pembedahan. Sasarannya adalah berjalan secara mandiri.
Pasien yang mampu mentoleransi aktivitas yang lebih berat, dapat dipindahkan ke kursi
beberapa kali sehari selama waktu yang singkat (Brunner & Suddarth, 2002).
Pembebanan berat badan (weight-bearing) pada kaki ditentukan oleh dokter bedah. Weight
bearing adalah jumlah dari beban seorang pasien yang dipasang pada kaki yang dibedah.
Tingkatan weight bearing dibedakan menjadi lima yaitu:
1) Non Weight Bearing (NWB): kaki tidak boleh menyentuh lantai. Non weight
bearingadalah 0 % dari beban tubuh, dilakukan selama 3 minggu pasca operasi
![Page 3: Fenomena Muskuloskeletal di Masyarakat.docx](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082700/54e3c4da4a7959c3668b45f5/html5/thumbnails/3.jpg)
2) Touch Down Weight Bearing (TDWB): berat dari kaki pada lantai saat melangkah tidak
lebih dari 5 % beban tubuh
3) Partial Weight Bearing(PWB): berat dapat berangsur ditingkatkan dari 30-50 % beban
tubuh, dilakukan 3-6 minggu pasca operasi
4) Weight Bearing as Tolerated(WBAT): tingkatannya dari 50-100 % beban tubuh. Pasien
dapat meningkatkan beban jika merasa sanggup melakukannya
5) Full Weight Bearing (FWB): kaki dapat membawa 100 % beban tubuh setiap melangkah,
dilakukan 8-9 bulan pasca operasi (Pierson, 2002).
Operasi pengangkatan fiksasi dilakukan paling cepat setelah 12 bulan bila penyambungan
tulang telah sempurna dan bila diperlukan dapat ditunggu sampai 2 tahun (Lewis et al,
1998).