Download - ENZIM
Makalah Biokimia
ENZIM
Disusun Oleh Kelompok V
Suci Magfirah
Husniati M. Kamalu
Annisa Setyaningrum
Nurfitrah
Komang Murniati
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2013
1
ENZIM
A. Sejarah Enzim
Pada akhir tahun 1700-an dan awal tahun 1800-an, pencernaan daging oleh
sekresi perut dan konversi pati menjadi gula oleh ekstrak tumbuhan dan ludah
telah diketahui. Namun, mekanisme bagaimana hal ini terjadi belum
diidentifikasi. Pada abad ke-19, ketika mengkaji fermentasi gula menjadi alkohol
oleh ragi, Louis Pasteur menyimpulkan bahwa fermentasi ini dikatalisasi oleh
gaya dorong vital yang terdapat dalam sel ragi, disebut sebagai "ferment", dan
diperkirakan hanya berfungsi dalam tubuh organisme hidup. Ia menulis bahwa
"fermentasi alkoholik adalah peristiwa yang berhubungan dengan kehidupan dan
organisasi sel ragi, dan bukannya kematian ataupun putrefaksi sel tersebut.”
Pada tahun 1878, ahli fisiologi Jerman Wilhelm Kühne (1837–1900) pertama
kali menggunakan istilah "enzyme", yang berasal dari bahasa Yunani ενζυμον
yang berarti "dalam bahan pengembang" (ragi), untuk menjelaskan proses ini.
Kata "enzyme" kemudian digunakan untuk merujuk pada zat mati seperti pepsin,
dan kata ferment digunakan untuk merujuk pada aktivitas kimiawi yang
dihasilkan oleh organisme hidup.
Pada tahun 1897, Eduard Buchner memulai kajiannya mengenai kemampuan
ekstrak ragi untuk memfermentasi gula walaupun ia tidak terdapat pada sel ragi
yang hidup. Pada sederet eksperimen di Universitas Berlin, ia menemukan
bahwa gula difermentasi bahkan apabila sel ragi tidak terdapat pada campuran.
Ia menamai enzim yang memfermentasi sukrosa sebagai "zymase" (zimase).
Pada tahun 1907, ia menerima penghargaan Nobel dalam bidang kimia "atas
riset biokimia dan penemuan fermentasi tanpa sel yang dilakukannya".
Mengikuti praktek Buchner, enzim biasanya dinamai sesuai dengan reaksi yang
dikatalisasi oleh enzim tersebut. Umumnya, untuk mendapatkan nama sebuah
enzim, akhiran -ase ditambahkan pada nama substrat enzim tersebut (contohnya:
laktase, merupakan enzim yang mengurai laktosa) ataupun pada jenis reaksi
yang dikatalisasi (contoh: DNA polimerase yang menghasilkan polimer DNA).
2
Penemuan bahwa enzim dapat bekerja diluar sel hidup mendorong penelitian
pada sifat-sifat biokimia enzim tersebut. Banyak peneliti awal menemukan
bahwa aktivitas enzim diasosiasikan dengan protein, namun beberapa ilmuwan
seperti Richard Willstätter berargumen bahwa proten hanyalah bertindak sebagai
pembawa enzim dan protein sendiri tidak dapat melakukan katalisis. Namun,
pada tahun 1926, James B. Sumner berhasil mengkristalisasi enzim urease dan
menunjukkan bahwa ia merupakan protein murni. Kesimpulannya adalah bahwa
protein murni dapat berupa enzim dan hal ini secara tuntas dibuktikan oleh
Northrop dan Stanley yang meneliti enzim pencernaan pepsin (1930), tripsin,
dan kimotripsin. Ketiga ilmuwan ini meraih penghargaan Nobel tahun 1946 pada
bidang kimia.
Penemuan bahwa enzim dapat dikristalisasi pada akhirnya mengijinkan
struktur enzim ditentukan melalui kristalografi sinar-X. Metode ini pertama kali
diterapkan pada lisozim, enzim yang ditemukan pada air mata, air ludah, dan
telur putih, yang mencerna lapisan pelindung beberapa bakteri. Struktur enzim
ini dipecahkan oleh sekelompok ilmuwan yang diketuai oleh David Chilton
Phillips dan dipublikasikan pada tahun 1965. Struktur lisozim dalam resolusi
tinggi ini menandai dimulainya bidang biologi struktural dan usaha untuk
memahami bagaimana enzim bekerja pada tingkat atom.
B. Pengertian Enzim
Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel
hidup, dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang
secara kolektif membentuk metabolisme perantara (intermediary metbolism) dari
sel. Enzim adalah polimer biologis yang mengkatalis reaksi kimia yang
memungkinkan berlangsungnya kehidupan. Keberadaan dan rangkaian enzim
secara lengkap dan seimbang merupakan yang essensial untuk menguraikan
nutrien menjadi energi dan chemical building block (bahan dasar kimiawi).
Setiap detiknya telah terjadi beribu-ribu reaksi kimia di dalam sel tubuh
manusia. Contohnya, adalah reaksi pencernaan makanan yang telah kita makan,
merupakan hasil cerna menjadi energi kimia , sintesis protein, dan
3
makromolekul lainnya. Reaksi tersebut dapat terjadi karena adanya enzim yang
berfungsi sebagai katalis enzim-enzim pencernaan di mulut, perut dan usus
halus mengkatalisis hidrolisis karbohidrat, lemak dan protein. Enzim di
mitokondria memproduksi energi dari biomolekul yang dicerna setiap enzim
akan merespon apa yang masuk ke dalam sel dan apa yang sel butuhkan enzim
akan tetap bekerja ketika sel akan membutuhkan produk tertentu dan akan
berhenti bekerja ketika sel tidak lagi membutuhkan produk tersebut. Beberapa
enzim membutuhkan kofaktor dan koenzim untuk berfungsi sebagai mana
mestinya. Kofaktor dapat berupa logam anorganik sedangkan koenzim dapat
berupa senyawa organik seperti vitamin. Enzim memiliki aktivitas katalitik.
Enzim memiliki tenaga katalitik yang luar biasa, yang biasanya jauh lebih besar
dari katalisator sintetik. Spesifitas amat tinggi terhadap substratnya , enzim
mempercepat reaksi kimiawi spesifik tanpa pembentukan produk samping, dan
molekul ini berfungsi di dalam larutan encer pada keaadaan suhu dan pH normal.
Hanya sedikit katalisator non-biologi yang dilengkapi dengan sifat-sifat ini.
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja dengan
urut-urutan yang teratur, enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang
mengguraikan molekul nutrien, reaksi yang menyimpan dan dan mengubah
energi kimiawi, yang membuat makromolekul sel dari prekusor sederhana.
Diantara sejumlah enzim yang berpartisipasi di dalam metabolisme, terdapat
sekelompok khusus yang dikenal sebagai enzim pengatur, yang dapat mengenali
berbagai isyarat metabolik dan mengubah kecepatan kataliknya sesuai dengan
isyarat yang diterima. Melalui aktivitasnya, sistem enzim terkoordinasi dengan
baik, menghasilkan suatu hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas
metabolik yang berbeda, yang diperlukan untuk menunjang kehidupan.
C. Tata Nama Enzim
Nama enzim diberi akhiran ase
► Berdasar nama substrat yang dikatalisa enzim
tersebut, misalnya : -. Proteinase
4
-. Lipase
► Menurut sistem IUB, enzim dibagi dalam 6 kelas
utama, berdasarkan atas jenis reaksinya :
1. Kelas oksido reduktase 4. Kelas liase
2. Kelas transferase 5. Kelas isomerase
3. Kelas hidrolase 6. Kelas ligase
Menurut sistem IUB, nama enzim dapat ditulis dengan kode enzim ( kode
nomor enzim ) : nama enzim terdiri dari 4 angka :
1. Angka pertama = kelas enzim
2. Angka kedua = subkelas
3. Angka ketiga = subsubkelas
4. Angka keempat = nama spesifik enzim
Contoh : EC. 2.7.1.1
kelas alkohol
fosfat heksokinase
ATP : d-heksosa-6 fosfotransferase (heksokinase )
ATP + d-heksosa →ADP+ d-heksosa-6 fosfat
D. Klasifikasi Enzim
Klasifikasi enzim secara internasional meliputi nama golongan, nomor kode,
dan macam reaksi yang dikatalisisnya dan tiap golongan utama terbagi menjadi
kelompok-kelompok enzim berdasarkan gugus substrat yang diserangnya. Enzim
dikelompokkan kedalam enam kelas:
1. Oksidoreduktase; berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi. Yang
mengkatalisa reaksi oksidasi reduksi, termasuk terhadap gugus CH- OH,
CH-CH, C=O, CH-NH2, CH=NH.
5
2. Transferase; berperan dalam reaksi pemindahan gugus tertentu (gugus
glikosil, metil, atau fosforil).
3. Hidrolase; berperan dalam reaksi hidrolisis (mengkatalisis pemutusan
hidrolitik C-C, C-O, C-N, dan ikatan lain).
4. Liase, mengatalisisreaksi adisi atau pemecahan ikatan rangkap dua
(mengatalisis pemutusan C-C, C-O, C-N, dan ikatan lain dengan eliminasi
atom yang menghasilkan ikatan rangkap).
5. Isomerase; mengkatalisis reaksi isomerisasi ( mengkatalisis perubahan
geometric atau structural di dalam satu molekul).
6. Ligase; mengkatalisis reaksi pembentukan ikatan dengan bantuan pemecahan
ikatan dalam ATP (mengkatalisis penyatuan dua molekul yang dikaitkan
dengan hidrolisis ATP).
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Enzim
1. Konsentrasi Enzim
Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, reaksi pertambahan dengan
bertambahnya konsentrasi enzim. Dalam hal in,i substrat yang digunakan
dalam jumlah yang berlebih.
2. Konsentrasi substrat
Dengan konsentrasi enzim yang tetap, pertambahan konsentrasi substrat akan
menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu,
tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat
diperbesar.
Keadaan ini telah di terangkan oleh Michaelis-Menten dengan hipotesis
mereka tentang terjadinya kompleks enzim substrat. Persamaan Miichaelis-
Menten yang telah membuktikan hipotesis mereka telah dijelaskan di muka.
Untuk dapat terjadi kompleks enzim substrat, diperlukan adanya kontak
antara enzim dengan substrat. Kontak ini terjadi pada suatu tempat atau
bagian enzim yang disebut bagian aktif.
Pada konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim ini hanya menampung
substrat sedikit. Bila konsentrasi substrat diperbesar, makin banyak substrat
yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut.
6
Dengan demikian konsentrasi kompleks enzim substrat makin besar dan hal
ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Pada suatu batas
konsentrasi substrat tertentu, semua bagian aktif telah dipenuhi oleh substrat
atau telah jenuh dengan substrat. Dalam keadaan ini, bertambah besarnya
konsentrasi substrat tidak menyebabkan bertambah besarnya kosentrasi
kompleks substrat, sehingga jumlah hasil reaksinya pun tidak bertambah
besar.
3. Suhu
Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu
yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Kerena enzim adalah
protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses
denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian
konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun
akan menurun.
Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan
kecepatan reaksi diartikan sebagai kenaikan kecepatan reaksi sebagai akibat
kenaikan suhu 10C. Koefisien suhu ini diberi symbol Q10 untuk reaksi yang
menggunakan enzim, Q10 ini berkisar antara 1,1 hingga 3,0 artinya setiap
kenaikan suhu 10C, kecepatan reaksi mengalami kenaikan 1,1 hingga 3,0
kali. Namun kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan
mengurangi kecepatan reaksi. Oleh karena ada dua pengaruh yang
berlawanan, maka akan terjadi suatu titk optimum, yaitu suhu yang paling
tepat bagi suatu reaksi yang menggunakan enzim yang tertentu. Tiap enzim
mempunyai suhu optimum tertentu: pada umumnya enzim yang terdapat pada
hewan mempunyai suhu optimum antara 40C-50C, sedangkan pada
tumbuhan antara 50C-60C. Sebagian enzim terdanaturasi pada suhu di atas
60C.
4. Pengaruh pH
Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH
lingkunganya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion
bermuatan ganda. Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan
7
berpengaruh terhadap efektifitas bagian aktif enzim dalam membentuk
kompleks enzim substrat.
Di samping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah atau pH
tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan
mengakibatkan menurunya aktifitas enzim. pH atau daerah pH yang dapat
menyebabkan kecepatan reaksi paling tinggi dinamakan pH optimum.
pH optimum dari enzim amilase misalnya, dapat ditentukan dengan
menentukan jumlah milligram gula yang terbentuk dari beberapa reaksi yang
menggunakan enzim amilase pada berbagai harga pH dan amilum sebagai
substrat.
5. Pengaruh inhibitor
a. Hambatan Revesibel
Hambatan atau inhibisi pada suatu reaksi yang menggunakan enzim
sebagai katalis dapat terjadi apabila penggabungan substrat pada bagian
enzim mengalami hambatan. Molekul atau ion yang dapat menghambat
reaksi tersebut dinamakan inhibitor. Hambatan terhadap aktifitas enzim
dalam suatu reaksi kimia ini mempunyai arti yang penting, karena
hambatan tersebut juga merupakan mekanisme pengaturan-pengaturan
reaksi yang terjadi dalam tubuh kita.
Hambatan tidak revesibel pada umumnya disebabkan oleh terjadinya
proses destruksi atau modifikasi sebuah gugus fungsi atau lebih yang
terdapat pada molekul enzim. Hambatan revesibel dapat berupa hambatan
bersaing atau hambatan tidak bersaing.
Hambatan bersaing.
Hambatan bersaing disebabkan karena ada molekul mirip dengan substrat,
yang dapat pula membentuk kompleks, yaitu kompleks enzim inhibitor
(EI) pembentukan kompleks ES, yaitu melalui penggabungan inhibitor
dengan enzim pada bagian aktif enzim. Dengan demikian terjadi
persaingan antara inhibitor dengan substrat terhadap bagian aktif enzim
melalui reaksi sebagai berikut :
E + S -------------- ES
8
E + I --------------- EI
Inhibitor yang menyebabkan hambatan bersaing disebut inhibitor
bersaing. Inhibitor ini menghalangi terbentuknya kompleks ES dengan
cara membentuk kompleks EI dan tidak dapat membentuk hasil reaksi
( P).
E + S -------------- ES ------------ E + P (membentuk hasil reaksi)
E + I -------------- EI ------------ ( tidak terbentuk hasil reaksi)
Dengan demikian adanya inhibitor bersaing dapat mengurangi peluang
bagi terbentuknya kompleks ES dan hal ini menyebabkan berkurangnya
kecepatan reaksi.
Pengaruh inhibitor bersaing ini tidak tergantung pada konsentrasi
inhibitor semata, tetapi juga pada konsentrasi substrat. Pengaruh inhibitor
dapat dihilangkan dengan cara menambah sustrat dalam konsentrasi
besar. Pada konsentrasi substrat yang sangat besar, peluang terbentuknya
kompleks ES juga makin besar. Kecepatan reaksi maksimum ( Vmaks )
dapat tercapai pada konsentrasi substrat (s) pada reaksi yang dihambat
oleh inhibitor bersaing.
a.Inhibitor kompetitif dan Inhibitor nonkompetitif
Inhibitor kompetitif adalah molekul penghambat yang bersaing dengan
substrat untuk mendapatkan sisi aktif enzim. Contohnya, sianida bersaing
dengan oksigen untuk mendapatkan hemoglobin dalam rantai respirasi
terakhir. Penghambatan inhibitor kompetitif bersifat sementara dan dapat
diatasi dengan cara menambah konsentrasi substrat.
Inhibitor nonkompetitif adalah molekul penghambat enzim yang bekerja
dengan cara melekatkan diri pada luar sisi aktif enzim. Sehingga, bentuk
enzim berubah dan sisi aktif enzim tidak dapat berfungsi. Hal ini
menyebabkan substrat tidak dapat masuk ke sisi aktif enzim.
Penghambatan inhibitor nonkompetitif bersifat tetap dan tidak dapat
dipengaruhi oleh konsentrasi substrat.
E + I ----------- EI
ES + I ------------ ESI
9
b. Inhibitor reversibel dan irreversible
Telah dijelaskan bahwa baik hambatan bersaing maupun tidak bersaing
adalah hambatan bersifat reversibel. Kedua macam hambatan tersebut
dapat dirumuskan secara kualitatif. Hambatan tidak reversibel ini dapat
terjadi karena inhibitor bereaksi tidak reversibel dengan bagian tertentu
pada enzim, sehingga mengakibatkan berubahnya bentuk enzim. Dengan
demikian mengurangi aktivitas katalik enzim tersebut. Sebagai contoh
inhibitor molekul iodoase-tamida yang dapat bereaksi dengan gugus –SH
suatu enzim tertentu :
Enzim- SH + ICH2CONH2 Enzim – S – CH2CONH + HI
Reaksi ini berlangsung tidak reversibel sehingga menghasilkan produk
reaksi dengan sempurna.
c. Hambatan Alosterik
Hambatan yang terjadi pada enzim alosterik dinamakan hambatan
alosterik, sedangkan inhibitor yang menghambat dinamakan inhibitor
alosterik. Bentuk molekul inhibitor alosterik berkaitan dengan enzim
pada tempat diluar bagian aktif enzim. Dengan demikian, hambatan ini
tidak akan dapat diatasi dengan penambahan sejumlah besar substrat.
Terbentuknya ikatan antara enzim dengan inhibitor mempengaruhi
konformasi enzim, sehingga bagian aktif mengalami perubahan bentuk.
Akibatnya ialah penggabungan substrat pada bagian aktif enzim
terhambat.
F. Spesifikasi Enzim
Enzim biasanya sangat spesifik terhadap reaksi yang ia kataliskan maupun
terhadap substrat yang terlibat dalam reaksi. Bentuk, muatan dan katakteristik
hidrofilik/hidrofobik enzim dan substrat bertanggung jawab terhadap
kespesifikan ini. Enzim juga dapat menunjukkan tingkat stereospesifisitas,
regioselektivitas, dan kemoselektivitas yang sangat tinggi.
Beberapa enzim yang menunjukkan akurasi dan kespesifikan tertinggi terlibat
dalam pengkopian dan pengekspresiangenom. Enzim-enzim ini memiliki
mekanisme "sistem pengecekan ulang. Enzim seperti DNA polimerase
10
mengatalisasi reaksi pada langkah pertama dan mengecek apakah produk
reaksinya benar pada langkah kedua. Proses dwi-langkah ini menurunkan laju
kesalahan dengan 1 kesalahan untuk setiap 100 juta reaksi pada polimerase
mamalia. Mekanisme yang sama juga dapat ditemukan pada RNA polimerase,
aminoasil tRNA sintetase dan ribosom.
Model "kunci dan gembok"
Enzim sangatlah spesifik. Pada tahun 1894, Emil Fischer mengajukan
bahwa hal ini dikarenakan baik enzim dan substrat memiliki bentuk geometri
yang saling memenuhi. Hal ini sering dirujuk sebagai model "Kunci dan
Gembok". Manakala model ini menjelaskan kespesifikan enzim, ia gagal
dalam menjelaskan stabilisasi keadaan transisi yang dicapai oleh enzim.
Model ini telah dibuktikan tidak akurat, dan model ketepatan induksilah yang
sekarang paling banyak diterima.
Model Induksi Fit
Pada tahun 1958, Daniel Koshland mengajukan modifikasi model kunci
dan gembok: oleh karena enzim memiliki struktur yang fleksibel, tapak aktif
secara terus menerus berubah bentuknya sesuai dengan interaksi antara enzim
dan substrat. Akibatnya, substrat tidak berikatan dengan tapak aktif yang
kaku. Orientasi rantai samping asam amino berubah sesuai dengan substrat
dan mengijinkan enzim untuk menjalankan fungsi katalitiknya. Pada beberapa
kasus, misalnya glikosidase, molekul substrat juga berubah sedikit ketika ia
memasuki tapak aktif. Tapak aktif akan terus berubah bentuknya sampai
substrat terikat secara sepenuhnya, yang mana bentuk akhir dan muatan
enzim ditentukan.
Kespesifikan enzim dapat dibedakan dalam :
1. Kespesifikan Optik
Dengan kekecualian epimerase (rasemase), yang saling mengubah isomer-
isomer optik, enzim umumnya menunjukan kespesifikan optik absolut
untuk paling sedikit sebagian dari molekul substrat. Misalnya maltase
dapat mengkatalisa hidrolisa α-glukosida, akan tetapi tidak dapat bekerja
terhadap β-glukosida. Enzim yang bekerja terhadap D-karbohidrat tidak
11
dapat mengkatalisa L-karbohidrat, begitu pula dengan enzim-enzim yang
mengkatalisa asam L-amino tidak dapat mengkatalisa asam D-amino.
Kespesifikan optik dapat meluaskesuatu bagian molekul substrat atau ke
substrat keseluruhanya. Glikosidase merupakan contoh dari dua hal yang
ekstrim ini. Enzim-enzim ini yang mengkatalisis hidrolisis ikatan gliosida
antara gula dan alkohol, sangat spesifikuntuk bagian gula dan untuk
ikatan (alfa atau beta), tetapi relatif nonspesifik untuk bagian alkohol atau
glikogen.
2. Kespesifikan Gugus
Suatu enzim hanya dapat bekerja terhadap gugus yang khas, misalnya
glikosidase terhadap gugus alkohol, pepsin dan tripsinterhadap ikatan
peptida, sedangkan esterasa terhadap gugus alkohol, pepsin dan tripsin
terhasap ikatan peptida, sedangkan esterase terhadap ikatan ester. Akan
tetapi, dalam pembatasan ini sejumlah besar substrat dapat diolah, jadi,
misalnya, pengurangan jumlah enzim pencernaan yang mungkin
sebaliknya dibutuhkan. Enzim-enzim tertentu menunjukan kespesifikan
gugus yang lebih tinggi. Kamotripsin, terutama menghidrolisa ikatan
peptida dimana gugus karboksilnya berasal dari asam-asam amino
fenilalanin, tirosin atau triptofan. Karboksipeptidase dan amino peptidase
memecahkan asam amino masing-masing dari ujung karboksil atau amino
rantai polipeptida.
G. Kinetika enzim
Analisis kuantitatif kinetika reaksi enzim dapat dilakukan dengan dua asas
pendekatan:
1. Asas keseimbangan menurut Michaelis-Manten
2. Asas Steady State Theory menurut Briggs-Haldane
A. Pendekatan dengan Asas keseimbangan menurut Michaelis-Manten
Leonor Michaelis dan Maude Menten pada tahun 1913 mengusulkan suatu
model untuk menjelaskan kinetik reaksi enzimatis untuk satu substrat dan satu
enzim (Uni-Uni reaction)
12
Hipotesisnya adalah bahwa “Enzim (E), yang bertindak sebagai reaktan tapi tidak
digunakan dalam reaksi, menyatu dengan substrat (S) dalam suatu kompleks ES
dalam pembentukan produk.”
E = Enzyme, S = Substrate, P = Product
ES = Enzyme-Substrate complex
k1, k2, k3 & k4 = rate constants
Penetuan KM dan Vmax
Harga KM bervariasi sangat besar, tapi dari kebanyakan enzim berkisar diantara
10-1 - 10-6 M tergantung substrat dan lingkungan seperti suhu dan kuantitas ion.
Untuk mendapatkan harga KM dan Vmax, analisis langsung persamaan diatas
dapat dilakukan, tapi cara ini membutuhkan waktu yang lama, dan bantuan
komputer sangat penting untuk mengoptimasi harga parameter persamaan dengan
cepat.
atau
B. Pendekatan dengan Asas Steady State Theory menurut Briggs-Haldane
Laju reaksi pembentukan kompleks ES sama dengan laju penguraian ES
menjadi P dan E. Sehingga didapatkan nilai v sebagai berikut:
v=k3 [ E ]0 [ S ][ S ]+ KM
13
K1
K2
K3
K4
ESE+S E+P
d [ES ]dt
=k1 [ E ] [ S ]−k−1 [ ES ]−k2 [ ES ]v=d [ P ]
dt=k2 [ES ]
[ E ]T= [ E ]+ [ES ]K S=
K2
K1
=[ E ] [ S ][ ES ]
V=V max [ S ]K M+[ S ]
V=V max [ S ]K M+[ S ]
V=V max
1+(K M / [ S ] )
H. Koenzim
Koenzim adalah suatu molekul organik yang merupakan kobaktor non protein
dari enzim, yang dibutuhkan untuk fungsi katalitiknya. Kobaktor enzim
walaupun jumlahnya kecil dalam sel tetapi sangat esensial bagi kerja beberapa
enzim, dan oleh karena itu memegang peranan. Koenzim disebut gugus prostetik
apabila terikat sangat erat pada apoenzim. Akan tetapi, koenzim tidak begitu erat
dan mudah dipisahkan dari apoenzim. Koenzim bersifat termostabil (tahan
panas), mengandung ribose dan fosfat. Fungsinya menentukan sifat dari
reaksinya. Misalnya, Apabila koenzim NADP (Nicotiamida Adenin Denukleotid
Phosfat) maka reaksi yang terjadi adalah dehidrogenase. Disini NADP berfungsi
sebagai akseptor hidrogen.
Kofaktor, yaitu komponen non protein yang berupa :
a. Ion-ion anorganik (aktivator),
Berupa logam yang berikatan lemah dengan enzim, Fe, Ca, Mn, Zn, K, Co. Ion
klorida, ion kalsium merupakan contoh ion anorganik yang membantu enzim
amilase mencerna karbohidrat (amilum).
b. Gugus prostetik,
Berupa senyawa organik yang berikatan kuat dengan enzim, FAD (Flavin
Adenin Dinucleotide), biotin, dan heme merupakan gugus prostetik yang
mengandung zat besi berperan memberi kekuatan ekstra pada enzim terutama
katalase, peroksidae, sitokrom oksidase.
I. Regulasi Enzim
Regulasi enzim terdapat dalam 2 bentuk, yaitu regulasi non-kovalen
(noncovalent bonding) dan regulasi modifikasi kovalen (covalent modification).
Regulasi non-kovalen adalah terikatnya efektor oleh (biasanya) produk pada
daerah alosterik (allosteric effector) secara nonkovalen (Gambar 1.1). Regulasi
modifikasi kovalen adalah menempelnya gugus kimia (misalnya fosfat atau
nukleotida) pada enzim. Regulasi enzim pada metabolisme tersebut sangat
kompleks. oleh karena itu, regulasi enzim dapat dicapai dengan mengubah
konsentrasi dan aktifitas enzimatik melalui :
1. Kontrol genetika
14
Pada proses kontrol genetika, terdapat beberapa proses, yaitu Represi dan
induksi enzim. Represi enzim merupakan salah satu bentuk dari kontrol
negatif pada transkripsi bakteri. Proses tersebut, begitu pun dengan induksi
enzim, disebut sebagai kontrol negatif karena protein regulatornya akan
menyebabkan inhibisi atau penghambatan dari sintesis mRNA sehingga akan
menyebabkan penurunan proses sintesis enzim-enzim.
Sekalipun inhibisi balik akan menghentikan sintesis dari produk akhir dari
suatu pathway, proses ini masih memungkin terbuangnya energi dan karbon
karena pembentukkan enzim yang tidak diperlukan (karena sudah diinhibisi)
masih dilanjutkan. Proses represi enzim bertujuan untuk mencegah sintesis
enzim yang turut terlibat dalam pembentukan suatu produk akhir. Pada kasus
biosintesis triptofan (gambar 3), produk akhir dari pathway, triptofan,
berperan sebagai sebuah molekul efektor yang dapat menghentikan sintesis
dari Enzim a, b, c, d, dan e yang turut terlibat pada biosintesis triptofan.
Dengan demikian maka akan menghemat banyak molekul ATP yang
seharusnya dikeluarkan selama proses sintesis protein, dan menjaga prekusor
asam amino untuk sintesis protein lain. Proses ini berlangsung lambat
dibandingkan dengan inhibisi balik (yang bekerja sesegera mungkin) karena
enzim-enzim yang sudah ada harus dikurangi jumlahnya sebagai hasil dari
pembelahan sel sebelum efeknya benar-benar terlihat.
2. Modifikasi Kovalen
Meskipun sebagian besar enzim diregulasi secara non-kovalen, tetapi
terdapat beberapa enzim atau protein yang diregulasi secara modifikasi
kovalen. Modifikasi kovalen pada enzim atau protein biasanya dilakukan
oleh gugus asetil, fosfat, metil, adenil, dan uridil. Modifikasi kovalen
biasanya merupakan perlekatan dapat pulih (tidak permanen).
3. Enzim Allosterik
Enzim allosterik merupakan enzim regulator yang memiliki dua sisi katalik.
Salah satu sisi ikatannya untuk substrat dan yang satunya sisi regulator yang
berfungsi untuk memodulasi aktivitas enzim. Sisi allosterik memiliki ikatan
nonkovalen pada dan interaksinya bersifat reversible. Sisi allosterik ini akan
15
mengikat senyawa pengatur yang disebut efektor atau modulator. Enzim
allosterik ini dapat dipacu atau dihambat oleh modulatornya. Sebagai contoh
mekanisme penghambatan balik pada pengubahan L-teronin menjadi L-
isoleusin yang menggunakan lima macam enzim. Enzim yang pertama
adalah dehidratase treonin (E1) akan dihambat oleh L-isoleusin yang
merupakan produk akhir dari reaksi multienzim tersebut (Lehninger, 2004).
Berdasarkan modulasinya, enzim allosterik dibedakan menjadi dua kelompok
yakni enzim allosterik homotropik dan enzim allosterik heterotropik. Pada enzim
allosterik homotropik substrat berperan sebagai modulator. Hal ini dikarenakan
subtrat identik dengan modulator. Sementara pada enzim allosterik heterotropik,
modulasinya tidak dipengaruhi oleh substratnya sendiri.
4. Kompartementasi
16
Gambar 4.1 Kompartmentasi dari biosintesis NAD(P) dan Mayor
NAD(P) pada sel eukaryotik
Kompartementasi enzim akan meningkatkan efisiensi banyak proses yang
berlangsung didalam sel, karena:
1) Reaktan tersedia pada tempat dimana enzim tersedia
2) Senyawa yang akan dikonversi dikirim kearah enzim yang akan berperan
untuk menghasilkan produk sesuai yang dikehendakidan tidak disimpangkan
pada lintasan yang lain.
Hasil suatu tahap reaksi akan dibebaskan pada tempat dimana hasil ini dapat
segera dikonservasi oleh enzim berikutnya. Proses ini berlangsung terus –
menerus sampai dihasilkan produk akhirnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Makalah Enzim. http://tisnaaswika.blogspot.com/2013/04/makalah-enzim.html. Diakses pada tanggal 22 November 2013.
Indah. 2004. Enzim. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Digitized by USU digital library.
Lehninger, Albert. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Mardjono, Mahar. 2007. Farmakologi dan Terapi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Murray, Robert K, 1996, Harper’s, Biochemistry. Mc Graw Hill. New York.
Wirahadikusumah. 1989. Biokimia. Penerbit ITB. Bandung.
18
19