Download - EKOLOGI EFISIENSI
1
Oleh:
ORANG ISENG
1
1.1 Eko-efisiensi
1.1.1 Sejarah Konsep Eko-efisiensi
Sumber Daya Alam ada dengan berbagai wujud dan persebaran. SDA tersebut ada
yang bisa diperbarui, sebaliknya ada pula yang tidak bisa diperbarui. Ada juga wilayah
yang kaya akan sumber daya alam, sebaliknya ada wilayah yang miskin sumber daya.
Semuanya itu seolah membentuk keseimbangan yang seharusnya dijaga. Wilayah yang
melimpah akan sumber daya alam tertentu dapat memenuhi kebutuhan di wilayah yang
kekurangan. Sumber daya yang tidak dapat diperbarui diusahakan keseimbangannya
dengan pengelolaan berbasis prinsip eko-efisiensi dan keberlanjutan. Begitu pula dengan
sumber daya alam yang lainnya. Pada hakikatnya kelestarian sumber daya alam bisa
dicapai dengan pemanfaatan yang ekoefisien, mengelolanya dengan pedoman
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Kehidupan manusia secara individu, bahkan sampai tingkat pembangunan terutama
pada segi ekonomi di suatu daerah atau yang lebih tinggi, di tingkat negara misalnya,
hampir selalu didasarkan pada pemanfaatan sumber daya alam. Namun sering kali
pemanfaatan sumber daya alam tersebut pada tingkat eksploitasi yang tidak ramah terhadap
lingkungan. Bahkan demi kelangsungan proses pembangunan ekonomi, dalam konteks
efisiensi diperlukan adanya perencanaan penggunaan, pengelolaan, dan penyelamatan
sumber daya alam yang dilakukan dengan cermat.
2
Bagaimana pun sumber daya alam mempunyai karakteristik khusus terutama dalam
hubungannya dengan ekosistem dan pembangunan. Sumber daya alam yang tidak dapat
diperbarui harus diusahakan keseimbangannya dengan pengelolaan berbasis prinsip eko-
efisiensi dan pembangunan bekelanjutan. Begitu pula dengan sumber daya alam yang
lainnya. Pada hakikatnya kelestarian sumber daya alam bisa dicapai dengan pemanfaatan
yang ekoefisien, mengelolanya dengan pedoman berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan.
Industri sebagai salah satu sektor penting dalam pertumbuhan ekonomi dapat
menimbulkan dampak yang bersifat negatif maupun positif bagi daerah disekitarnya.
Pengaruh positif industri akan mempunyai banyak efek bagi daerah tersebut, yaitu
munculnya kegiatan-kegiatan ekonomi yang dapat menyerap tenaga kerja dan berdampak
pada perkembangan daerah tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan diukur dari sudut
pandang kesejahteraan dan pengaruhnya terhadap lingkungan karena biasanya
pembangunan industri mengabaikan evaluasi terhadap biaya manfaat yang diperoleh.
Dampak negatif tersebut biasanya terjadi pada lingkungan yaitu berupa pencemaran udara,
air dan tanah serta berdampak pada masalah perekonomian dan sosial (Chapman & Walker,
1991). Berikut gambar 1.1 adalah rasio antara tingkat ekonomi dan nilai positifnya.
Gambar 1.1 Tingkat Ekonomi dan Dampak Positif Eko-efisiensi (WBCSD, 2000)
3
Konsep eko-efisiensi dimunculkan pada tahun 1992 dan menjadi luas karena diakui
oleh dunia bisnis. Konsep ini merupakan kemajuan langkah di dalam dunia bisnis dimana
menggabungkan antara segi ekonomi dan segi lingkungan. Konsep ini menunjukkan bahwa
dari sisi ekonomi dapat memberikan perubahan untuk meningkatkan tingkat efisiensi di
dalam penggunaan sumber daya dan mengurangi tingkat emisi.
Dalam eko-efisiensi yang dipentingkan adalah adanya sinergi antara lingkungan
dan pembangunan ekonomi, menyadari sifat terpadu dan saling keterkaitan yang melekat
pada Bumi. Pada Juni 1992 Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) menyelenggarakan
Konferensi mengenai Lingkungan dan Pembangunan PBB (The United Nations Conference
on Environment and Development - UNCED) di Rio de Janiero Brazil dan menghasilkan
Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan Pembangunan yang menetapkan serangkaian asas
sebagai pedoman pembangunan di masa mendatang. Asas - asas ini berlandaskan gagasan
dari Deklarasi Stockholm saat konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia pada
tahun 1992. Deklarasi Rio manyatakan bahwa satu-satunya cara untuk mencapai kemajuan
ekonomi jangka panjang ialah dengan mengaitkannya dengan perlindungan lingkungan.
Hal ini hanya dapat terjadi bila bangsa-bangsa menjalin kemitraan global yang baru dan
adil, yang melibatkan pemerintah, rakyat dan sektor-sektor kunci dalam masyarakat.
Mereka perlu menciptakan kesepakatan - kesepakatan internasional yang melindungi
keutuhan lingkungan global serta sistem pembangunan.
WBCSD mendorong eko-efisiensi diterapkan baik pada perusahaan, atau pada
tingkat mikro dengan harapan terjadi harga yang bersaing dan pelayanan yang memuaskan
sehingga produk barang dab jasanya dibutuhkan oleh umat manusia yang kearah hidup
yang lebih bermutu. Secara progresif juga dapat mengurangi dampat buruk terhadap
ekologi, sumber daya alam lebih sedikit digunakan sehingga bumi tetap dapat menampung
hidup umat manusia. Ketika dilaksanakan dalam skala yang lebih tinggi, misalnya pada
tingkat nasional, eko-efisiensi dapat mengurangi penggunaan sumberdaya alam atau
pemanfaatan sumberdaya alam sehemat mungkin, sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan sosial-ekonomi secara cepat. Dari pernyataan tersebut jelas bahwa penerapan
4
eko-efisiensi dimaksudkan untuk memanfaatkan sumber daya sebagai bahan baku input
yang dapat di olah menjadi output secara efisien sehingga mengurangi dampak negatif
terhadap ekosistem dan lingkungan secara keseluruhan.
Perkembangan eko-efisiensi di dunia semakin baik banyak perusahaan-perusahaan
skala internasional yang sudah mnerapkan eko-efisiensi. Perusahaan-perusahaan tersebut
bergerak dalam berbagai bidang baik manufaktur maupun jasa, beberapa perusahaan
tersebut sebagai contoh adalah Roche sebuah industri farmasi yang telah lama melakukan
inovasi dalam penerapan eko-efisiensi dan eko-balance sebagai berikut: setelah melakukan
identifikasi faktor eko-efisiensi yaitu pengurangan intensitas bahan baku, penguarangan
intensitas energi, pengurangan emisi dan sampah, pengurangan intensitas air, peningkatan
daur ulang, penggunaan sumberdaya terbarukan, perbaikan produk hidup (product life),
peningkatan dematerialisasi yaitu peningkatan porsi pelayanan dan pengurangan konsumsi
sumber daya.
BASF perusahaan asal Jerman yang merupakan perusahaan bergerak dalam hal
bahan kimia menerapkan eko-efisiensi dan memprioritaskannya sebagai alat manajemen
strategis, karena dua dari enam inti eko-efisiensi menunjukkan pentingnya eko-efisiensi di
dalam suatu operasi bagi : profit dan keselamatan, kesehatan, dan tanggung jawab
lingkungan.
OVAM perusahaan umum pengolahan limbah asal Belgia menggunakan eko-
efisiensi di dalam pengolahan limbah pada gelas plastik, perusahaan tersebut berharap
memperoleh pandangan untuk aspek lingkungan terkait dengan penggunaan gelas lastik
yang berdampak bagi lingkungan atas limbah yang dihasilkan.
ABB perusahaan asal Swedia yang bergerak dalam bidang automasi teknologi,
perusahaan ini pasar yang kuat oleh karena produk-produk yang diproduksi memiliki brand
yang sangat kuat. Perusahaan ini menerapkan eko-efisiensi di dalam mendesign maupun
memproduksi produk-produknya.
5
Sedangkan di Indonesia sendiri eko-efisiensi rata-rata diterapkan pada sektor UKM
maupun IKM, diantaranya adalah industri batik, tahu, meubel, dsb. Alasan diterapkan eko-
efisiensi pada sektor UKM maupun IKM ini adalah karena eko-efisiensi mudah diterima
bagi kalangan industri mikro. Sedangkan untuk industri makro atau ukuran besar, sejauh ini
eko-efisiensi belum terlihat mendominasi, tetapi ada beberapa perusahaan yang sudah
menerapkan eko-efisiensi diantaranya eko-efisiensi sudah diterapkan pada PT Dewats
LPTP yang bergerak pada bidang pengolahan limbah rumah sakit. PT Pupuk Sriwijaya
menerapkan eko-efisiensi untuk mengantisispasi segala kamungkinan dalam memasuki
pasar internasional dan globalisasi dimasa mendatang, PUSRI telah meraih sertifiakt ISO-
9002 dari SGS Yarsley International Certification Services.
1.1.2 Definisi Konsep Eko-efisiensi
Eko-efisiensi merupakan suatu filosofi manajemen dimana mendorong suatu bisnis
untuk mencari improvement terhadap lingkungan yang dapat memberikan hasil suatu
manfaat ekonomi yang bersifat paralel. Seperti yang diartikan oleh World Business Council
for Sustainable Development (WBCSD) bahwa eko-efisiensi dapat dicapai dengan
mengantarkan suatu harga produk yang kompetitif dan pelayanan yang memuaskan untuk
kebutuhan manusia dan memberikan kualitas dari hidup, mengurangi dampaknya terhadap
lingkungan dan intensitas keluaran dari sumber daya yang digunakan serta level dari life
cycle dengan estimasi dari kapasitas yang dapat diterima oleh lingkungan. Singkatnya
adalah hal ini lebih berfokus pada membuat suatu nilai dengan dampak yang minimal
“doing more value with less impact” (WBCSD, 1996).
Eko-efisiensi sendiri berasal dari kata eko dan efisiensi dimana eko adalah sumber
daya ekonomi-ekologi dan efisiensi sendiri adalah penggunaan dari sumber daya tersebut
secara efisien dan optimal (DeSimone & Popoff, 1997). Sedangkan teknisnya eko-efisiensi
adalah rasio antara output produk dengan dampak lingkungan yang dihasilkan (Roger
Burrit).
6
Menurut Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)
menyebutkan bahwa eko-efisiensi merupakan proses efisiensi dimana sumber daya alam
digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen, dan mengartikannya sebagai rasio dari
suatu output (nilai dari produk dan jasa) dibagi dengan input (total dari ukuran lingkungan).
European Environmental Agency (EEA) menggunakan indikator eko-efisiensi untuk
mengukur kelayakan dalam tingkat makro, dan mengartikan eko-efisiensi sebagai “more
welfare from less nature” dan mengatakan bahwa hal ini datang dengan menggabungkan
penggunaan sumber daya dan polusi yang dilepaskan dari pembangunan ekonomi.
Eko-efisiensi dapat dicapai dengan cara pengiriman barang -barang yang berharga
cukup kompetitif dan jasa yang memuaskan kebutuhan manusia, dan membawa hidup
menjadi lebih berkualitas, sementara secara progresif mengurangi dampak ekologi dan
intensitas sumberdaya di seluruh siklus hidup pada tingkatan dimana paling tidak sama
dengan kapasitas daya dukung bumi (WBCSD, 2000). Konsep ini menginginkan bisnis
mendapat nilai lebih dari input material dan energi yang lebih rendah dan dengan
mengurangi limbah. Untuk itu perusahaan perlu bertindak kreatif dan inovatif .
Eko-efisiensi sendiri lebih berfokus pada menciptakan suatu nilai tambah yang
dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan sejalan dengan semua itu juga dapat membantu
mengurangi dampak. Industri yang tidak memperhatikan eko-efisiensi akan kalah bersaing
karena biaya produksinya lebih tinggi dan biaya lingkungan hidupnya pun lebih tinggi
terhadap lingkungan. Tujuan utama dari konsep eko-efisiensi itu sendiri mirip dengan
konsep produksi bersih yaitu produksi ramah lingkungan yang berujung pada pembangunan
yang layak. Produksi bersih dan eko-efisiensi berhubungan erat, produksi bersih dipandang
sebagai suatu mekanisme memperbaiki keluaran lingkungan, yang mana juga berakibat
pada manfaat finansial. Eko-efisiensi berfokus lebih dekat pada perbaikan keluaran bisnis,
melalui penggunaan manajemen lingkungan yang diperbaiki dan efisiensi sumberdaya.
Produksi bersih atau produksi bersih itu sendiri merupakan tindakan efisiensi
pemakaian bahan baku, air dan energi, dan pencegahan pencemaran, dengan sasaran
7
peningkatan produktivitas dan minimisasi timbulan limbah. Istilah Pencegahan Pencemaran
(P2) seringkali digunakan untuk maksud yang sama dengan istilah produksi bersih.
Demikian pula halnya dengan eko-efisiensi yang menekankan pendekatan bisnis yang
memberikan peningkatan efisiensi secara ekonomi dan lingkungan (Purwanto, UNDIP).
Menurut UNEP, produksi bersih adalah strategi pencegahan dampak lingkungan
terpadu yang diterapkan secara terus menerus pada proses, produk, jasa untuk
meningkatkan efisiensi secara keseluruhan dan mengurangi resiko terhadap manusia
maupun lingkungan (UNEP, 1994).
Sedangkan pembangunan yang berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan
yang dapat menjawab kebutuhan dari generasi masa kini tanpa mengorbankan kemampuan
dari generasi berikutnya untuk memenuhi kebutuhannya (APO, 2001). Definisi ini
mencakup penggunaan produk dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dasar dan
meningkatkan kualitas hidup. Keseluruhan siklus hidup dari produk dan jasa tersebut harus
berdasarkan pada minimasi penggunaan sumber daya alam dan bahan-bahan berbahaya
yang dapat menyebabkan emisi. Berikut gambar 1.2 adalah tahapan kelayakan,
Gambar 1.2 Tahap Kelayakan per Satuan Waktu (WBCSD, 2000)
8
Eko-efisiensi membantu memecahkan beberapa permasalahan yang diciptakan oleh
pemanasan global dengan menekankan penggunaan energi secara lebih efisien dan
memaksimalkan penggunaan pemberbaruan sumber daya. Hal ini perlu penting untuk
dimengerti bahwa eko-efisiensi dapat menstimulasi kreativitas dan inovasi di dalam
mencari suatu jalan baru terhadap pembuatan nilai tambah dan pengurangan dampak
terhadap lingkungan.
Secara nyata, eko-efisiensi menjadi suatu tantangan besar bagi para development
engineers, purchasers, product portfolio managers, marketing specialist, dan juga finance
and control untuk menciptakan suatu product yang memiliki nilai unggul lebih dengan
pemanfaatan sumber daya secara ekoefisien, proses produksi yang layak, minimasi
keluaran emisi, mengurangi dampaknya terhadap lingkungan, tantangan di dalam
memperoleh pangsa pasar, menjawab kebutuhan konsumen dan maksimasi nilai profit. Di
bawah ini adalah gambar 1.3 struktur manajemen dari eko-efisiensi.
Gambar 1.3 Struktur Manajemen Eko-efisiensi (WBCSD, 2000)
9
1.1.3 Objek eko-efisiensi
Eko-efisiensi murni merupakan konsep bisnis karena di dalam eko-efisiensi sendiri
berbicara mengenai bahasa bisnis. Singkatnya, dikatakan bahwa menjadi lebih efisien dapat
membuat suatu rasa bisnis itu menjadi baik. Eko-efisiensi membuat suatu bisnis untuk
dapat mencapai suatu nilai lebih dari input yang berupa material dan energi dan juga
mengurangi emisinya. Eko-efisiensi sendiri fokus terhadap tiga objek yaitu mengurangi
penggunaan sumber daya, dampaknya terhadap lingkungan, dan meningkatkan nilai suatu
produk atau jasa.
Mengurangi konsumsi dari sumber daya, ini termasuk meminimalkan penggunaan
dari energi, material atau bahan baku, air dan tanah, meningkatkan kemampuan untuk
mendaur ulang dan daya tahan produk, dan mengecilkan suatu siklus perputaran material.
Mengurangi dampaknya terhadap alam, ini termasuk meminimalkan emisi udara,
mengurangi penggunaan air dan emisinya, penghancuran limbah dan penyebaran dari
substansi racunnya, sebagaimana mengembangkan kelayakan dari sumber daya yang
diperbaharui.
Meningkatkan nilai suatu produk atau jasa, maksudnya adalah memberikan manfaat
yang lebih kepada pelanggan dengan memberikan produk yang baik dari sisi fungsi,
flexibilitas, dan kemudahan, serta fokus di dalam menjual keutuhan fungsional yang
diinginkan oleh konsumen.
2.1.4 Prinsip Eko-efisiensi
Indikator dari eko-efisiensi berbasis terhadap 8 prinsip dimana masing-masing dari
prinsip ini menjamin secara ilmiah relevan terhadap lingkungan, akurat dan berguna untuk
semua jenis bisnis manufaktur (WBCSD, 2000).
Prinsip pertama, harus relevan dan memiliki arti untuk menjaga dan melindungi
lingkungan ekologi dan kesehatan manusia dan atau meningkatkan kualitas hidup. Hal ini
10
merupakan prinsip utama dari eko-efisiensi di dalam meningkatkan performansi
lingkungan dari suatu perusahaan yang secara relatif berfokus pada nilai dari produk dan
jasa yang diberikan.
Prinsip kedua, membuat dan memberitahukan pembuatan dari keputusan untuk
meningkatkan performansi dari organisasi. Maksudnya adalah untuk membantu manajemen
di dalam membuat keputusan-keputusan tentang bagaimana proses produksi dan design
dari produk dapat dimodifikasi menjadi efektif untuk mengurangi penggunaan sumber daya
atau beban terhadap lingkungan atau bagaimana nilai performansi dari suatu produk dapat
ditingkatkan sejalan dengan peningkatan nilai eko-efisiensi itu sendiri.
Prinsip ketiga, memahami perbedaan-perbedaan yang sudah melekat di dalam
bisnis. Ketika mencoba untuk mengira bahwa membentuk indikator yang dapat
diaplikasikan untuk semua jenis bisnis bersifat universal, di dalam realitanya aspek
lingkungan dan nilai-nilai dari suatu aktivitas perusahaan dan produk-produk sangat
bergantung pada lingkungan spesifik bisnis itu sendiri.
Prinsip keempat, mendukung benchmark dan dapat dimonitor sepanjang waktu.
Maksudnya adalah peningkatan eko-efisiensi dari suatu aktivitas perusahaan atau produk-
produk, membutuhkan indikator yang secara konsisten harus dapat diikuti sepanjang waktu.
Untuk memaksimalkan nilai dari benchmark dan monitoring, indikator harus didesign
untuk dapat meminimasi pengaruh dari faktor-faktor yang tidak ada hubungannya dengan
performansi lingkungan atau nilai produk.
Prinsip kelima, secara jelas harus dapat didefinisikan, diukur, transparan dan dapat
diverifikasi. Untuk mengaslikan laporan pembuatan keputusan, indikator seharusnya dapat
secara jelas didefinisikan dan secara langsung dapat diukur, atau dikalkulasi dengan
estimasi metodologi. Definisi disini dimaksudkan bahwa seorang pembuat keputusan
seharusnya dapat mengukur, dan memproses data yang dikumpulkan termasuk isu-isu yang
berhubungan untuk dapat menjadi subjek verifikasi internal maupun eksternal.
11
Prinsip keenam, harus dapat dimengerti dan memiliki arti penuh untuk
mengidentifikasi stakeholders. Hal ini penting bahwa indikator harus secara jelas dapat
dimengerti untuk manajer perusahaan dan eksternal stakeholder. Indikator seharusnya tidak
terlalu kompleks dimana akan berakibat sulit untuk digunakan secara efektif.
Prinsip ketujuh, berbasis pada evaluasi keseluruhan operasi, produk dan jasa,
terutama fokus pada semua area yang secara langsung berhubungan dengan control
manajemen. Di dalam mendefinisikan indikator-indikator untuk bisnis dan yang
berhubungan dengan kebutuhan dari pengguna baik di dalam maupun di luar perusahaan,
suatu organisasi seharusnya menganalisa semua area yang relevan di dalam operasi, produk
atau jasa. Evaluasi ini seharusnya fokus pada area yang mana suatu bisnis dapat
mengendalikan atau secara langsung berpengaruh. Sebagai contoh adalah pemilihan raw
material, penggunaan sumber daya alam, operasi manufaktur, karakteristik produk, dan
distribusi produk tersebut ke pasar.
Prinsip kedelapan, mengenali isu-isu yang relevan dan memiliki arti penuh yang
berhubungan dengan aspek upstream (supplier) dan downstream (penggunaan produk) dari
suatu aktivitas perusahaan. Sebagai contoh, isu eko-efisiensi dari produksi raw material
dengan supplier sebagai kunci (isu cradle-to-gate), atau isu dengan penggunaan dan
pembuangan produk oleh pengguna (isu gate-to-grave). Secara umum, area-area ini
seharusnya dibedakan dari indikator yang secara langsung dikendalikan oleh perusahaan,
karena aktivitas dari organisasi adalah terbatas.
2.1.5 Indikator Eko-efisiensi
Tujuan dari dibentuknya indikator ini adalah mendorng suatu perusahaan untuk
mengumpulkan dan mengumumkan informasi yang diperoleh untuk meningkatkan
performansi dari eko-efisiensi. Secara teori, setiap nilai indikator dapat dikombinasikan
setiap indikator lingkungan yang berpengaruh untuk menghasilkan ratio dari eko-efisiensi.
12
“Kita seharusnya mengikuti aturan dari ‘collect less and use it’, artinya setiap data
yang diperoleh harus dapat digunakan untuk sesuatu. Hal itu merupakan jalan yang
terbaik bagi perusahaan untuk membantu mengkontrol kemampuan di dalam perbaikan”
(Cinccinnati Meeting, 1999).
WBCSD merekomendasikan ISO 14031, yang terkait dengan “Environmental
Performance Evaluation” digunakan sebagai panduan di dalam memilih indikator bisnis
secara spesifik dan relevan.
1. Indikator Nilai
Indikator nilai pertama adalah jumlah dari produk atau jasa yang diproduksi atau
dijual. Dimana indikator ini merupakan suatu ukuran fisik atau perhitungan dari produk
atau jasa yang diproduksi, dikirimkan atau dijual kepada konsumen. Indikator ini diukur
dalam satuan jumlah massa, volume atau angka. Dalam banyak kasus informasi yang
diperoleh untuk mengukur indikator ini dapat diperoleh dari laporan internal yang sudah
tersedia.
Indikator nilai kedua adalah nilai penjualan, merupakan total penjualan termasuk
potongan penjualan, return penjualan dan allowancenya. Indikator ini paling mudah untuk
diukur karena setiap bisnis pasti memiliki indikator ini. Menggunakan penjualan sebagai
indikator nilai untuk mengukur performansi perusahaan dapat dipengaruhi juga oleh suatu
variasi faktor yang mana tidak berhubungan dengan eko-efisiensi, seperti harga komoditas
dan nilai tukar uang. Berikut ini adalah tabel 1.1 indikator nilai eko-efisiensi.
13
Tabel 1.1 Indikator Nilai Eko-efisiensi
Sumber: WBCSD, 2000
2. Indikator Lingkungan
Indikator lingkungan yang pertama adalah konsumsi energi, konsumsi energi
merupakan isu global dan relevan untuk semua sektor bisnis. Total energi yang dikonsumsi
diperoleh dari energi yang dibeli atau diperoleh (batu bara, minyak bumi, atau gas alam)
dikurangi energi yang dijual untuk kegunaan mereka (listrik, steam). Adapun sumber
energi lain yang diperhitungkan seperti sumber energi non fosil (biomass, kayu, dll) serta
sumber energi non fosil (surya, angin, dan air).
Indikator yang kedua adalah konsumsi material, disini konsumsi material diperoleh
dari hasil jumlah berat semua material yang dibeli atau diperoleh dari sumber daya lain
seperti exktraksi, termasuk raw material yang digunakan untuk konversi, proses material
lain seperti katalis dan solvent, serta pre atau semi produk manufaktur dan part seperti
komponen automobil, komponen komputer, dll.
Indikator yang ketiga adalah konsumsi air, air merupakan bagian dari sumber daya
alam dimana konsumsi dari air adalah indikator yang diperoleh dari jumlah semua air
bersih yang dibeli atau diperoleh dari sumber air bawah tanah atau permukaan, perlu
diketahui bahwa air bersih termasuk di dalam isu global. Meskipun sebagian daerah lokal
tidak terlalu fokus terhadap persediaan air bersih, tetapi dilain sisi hal ini dapat
14
meningkatkan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh air bersih itu sendiri dan
menyuplainya ke semua area daerah.
Indikator lingkungan yang keempat adalah emisi Ozone Depleting Substance
(ODS), indikator ini merupakan fokus global dimana dalam protokol montreal telah
dikelompokkan daftar gas yang memberikan dampak yang potensial. Jumlah emisi ODS di
udara berasal dari proses dan keluaran dari CFC yang menguap ke udara.
Indikator lingkungan yang kelima adalah emisi Greenhouse Gas (GHG), emisi ini
termasuk emisi karbon dioksida (CO2), metan (CH4), nitro oksida (N2O), hidro dan
perflorokarbon (HFCs, PFCs) dan sulfur hexaflorida (SF6) yang berasal dari pembakaran
bahan bakar, reaksi proses, dan proses treatment. Definisi dari emisi GHG ini meliputi gas-
gas yang secara detail ditunjukkan dalam annex A dari protokol Kyoto. Berikut ini adalah
tabel 1.2 indikator lingkungan dari eko-efisiensi.
Tabel 1.2 Indikator Lingkungan Eko-efisiensi
15
Sumber: WBCSD, 2000
1.1.6 Goal Step Eko-efisiensi
Bila melihat dalam kacamata penerapan ISO 14001, langkah menuju eko-efisiensi
dapat dicapai dengan cara melangkah setelah fase pemenuhan peraturan (beyond
compliance). John Willig mengusulkan alur menuju eko-efisiensi melalui ISO14001,
berupa tahapan pencapaian seperti pada gambar 1.4 berikut,
16
Gambar 1.4 Menuju Eko-efisiensi Melalui ISO 14000 (Willig et.al, 1997)
World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mengusulkan 7
langkah generik perbaikan sesuai eko-efisiensi (WBCSD, 2000) :
Mengurangi intensitas material
Mengurangi intensitas energi
Mengurangi penyebaran substansi beracun
17
Meningkatkan kemampu daur-ulangan
Memaksimalkan penggunaan bahan terbaharui
Meningkatkan masa hidup produk
Meningkatkan intensitas jasa
1.2 Life Cycle Assessment (LCA)
Life Cycle Assessment atau biasa disebut atau juga dikenal sebagai life cycle
analysis, ecobalance, atau analisis cradle-to-grave adalah penyelidikan dan evaluasi
dampak lingkungan dari suatu produk atau jasa yang disebabkan oleh keberadaan produk
atau jasa itu sendiri serta meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan menurunkan
pertanggungan (liabilities) terhadap lingkungan. LCA merupakan evaluasi dari dampak
teknologi, ekonomi dan lingkungan yang relevan dari proses, produk atau sektor
perekonomian sepanjang siklus hidup (Schempf, 1999 dan Curran, 1996).
Menurut Australia Environment (AE) LCA adalah alat bagi penanganan dampak –
dampak lingkungan dari produk, proses, atau aktifitas diseluruh tahapan siklus hidup dari
mulai ekstraksi bahan mentah melalui pemrosesan, transportasi, penggunaan, dan
pembuangan akhir (disposal). Frasa yang umum digunakan untuk menggambarkan LCA
adalah pengujian semua aspek „from cradle to grave‟. LCA dapat menolong bisnis
mengerti secara lebih baik dampak lingkungan dari operasi mereka, barang dan jasa, dan
untuk mengidentifikasi perbaikan paling efektif yang dapat dicapai dalam kinerja
lingkungan dan penggunaan sumberdaya (Australia Environment, 1999).
LCA adalah alat untuk evaluasi sistematis aspek lingkungan dari produk dan sistem
jasa diseluruh tahapan siklus hidup. LCA menyediakan instrument yang cukup untuk
mendukung keputusan lingkungan. Kinerja LCA yang tersedia penting untuk mencapai
ekonomi siklus hidup. Society for Environmental Toxicology and Chemistry (SETAC) telah
mengembangkan kerangka kerja LCA yang umum kita kenal sekarang. Dan standar dunia
18
ISO, telah menstandarisasi kerangka kerja ini dengan seri ISO 14040 yang khusus
mengenai LCA.
Tujuan dari LCA adalah untuk membandingkan keseluruhan kerusakan lingkungan
dan sosial dari suatu produk-produk dan jasa, untuk dapat mengidentifikasi dan memilih
dampak yang paling sedikit membebani lingkungan tersebut. Sebagai suatu konsekuensi
LCA berhasil di dalam mengukur secara teliti dampak-dampak dari teknologi yang
digunakan untuk membuat suatu produk atau jasa.
LCA secara umum merupakan metode untuk mengidentifikasikan dan menghitung
penggunaan energi, penggunaan sumber daya alam, dan pembuangan pada lingkungan,
serta mengevaluasi dan menerapkan kemungkinan perbaikan lingkungan. Dampak-dampak
lingkungan yang diakibatkan oleh proses produksi suatu produk, jasa maupun sektor
perekonomian dengan berjalannya waktu dapat dikompensasi atau diimbangi dengan usia
pakai yang panjang, manfaat yang besar dari digunakannya produk, jasa maupun sektor
perekonomian tersebut serta dampak lingkungan yang rendah atas penggunaannya.
Siklus hidup produk bermula ketika material mentah diekstraksi dari dalam bumi,
diikuti oleh pembuatan, transportasi, dan penggunaan, dan berakhir dengaan manajemen
limbah termasuk pendaur ulangan dan pembuangan akhir. Pada setiap tahapan siklus hidup
terjadi emisi dan konsumsi sumberdaya. Dampak lingkungan dari keseluruhan siklus hidup
produk dan jasa perlu diketahui. Untuk melakukan ini, pemikiran siklus hidup diperlukan
dan dikaji seperti tabel 1.3 di bawah ini.
Tabel 1.3 Pengkajian LCA
Sumber: Piasecki, 1999
19
LCA dapat digunakan bagi pengembangan keputusan-keputusan pemilikan strategi
bisnis, bagi produk, dan disain proses, serta perbaikan, untuk menata kriteria eko-label dan
untuk berkomunikasi tentang aspek lingkungan dari produk.
1.2.1 Manfaat LCA
Proses penanganan termasuk mengidentifikasi setiap tahap dalam produksi atau
sistem jasa, yang termasuk ekstraksi dan pemrosesan semua material mentah yang
berkontribusi pada produk, transportasi bahan mentah pada lokasi perakitan, tiap tahap
proses perakitan, produksi limbah dan pengolahannnya, pengemasan, distribusi,
penggunaan oleh konsumen, dan pembuangan akhir termasuk potensi mendaur ulang atau
menggunakan kembali produk tersebut. Manfaat LCA antara lain :
Perbaikan produk, LCA dapat mengidentifikasi pilihan biaya paling efisien dan efektif
bagi pengurangan dampak lingkungan dari produk atau jasa. Perbaikan semacam itu
dapat membuat produk lebih diinginkan oleh konsumen.
Perbaikan proses, LCA dapat digunakan untuk menangani operasi dan proses produksi
perusahaan. Ini adalah cara yang berguna untuk menghitung sumberdaya dan
penggunaan energi. Ini dapat menawarkan pilihan bagi perbaikan efisiensi seperti
menghindari pengolahan limbah, penggunaan sumberdaya lebih sedikit, dan
memperbaiki kualitas perakitan.
Perencanaan strategis. LCA dapat digunakan sebagai perencanaan strategis. Begitu
peraturan lingkungan dan hara pan lingkungan meningkat, terdapat kecenderungan
peningkatan tekanan bagi perusahaan untuk memperbaiki operasi lingkungan mereka.
Kinerja lingkungan juga cenderung menjadi lebih kritis bagi daya kompetisi
internasional.
Pendapat lain, LCA digunakan untuk menangani dampak lingkungaan dari produk,
proses, atau aktifitas diseluruh siklus hidupnya dari mulai ekstraksi material mentah ke
20
pemrosesan, transportasi, penggunaaan, dan pembuangan akhir (Environment Australia
1999:14). Keuntungan menerapkan LCA antara lain :
Membantu perusahaan untuk lebih mengerti dampak lingkungaan dari keseluruhan
operasinya, barang dan jasa, dan kemudian digunakan untuk mengidentifikasi peluang
bagi perbaikan (Lewis and Demmers 1996:110 and Environment Australia 1999:14).
LCA membawa pada efisiensi dalam proses perusahaan dan perbaikan dari produknya,
dimana dapat membuat produk lebih komparatif dan menarik di pasaran (Lewis dan
Demmers 1996:113-4).
1.2.2 Fase LCA
LCA dirancang untuk menyediakan informasi paling ilmiah dan kuantitatif yang
mungkin untuk mendukung pengambilan keputusan. Adapun fase-fase tahapan dari LCA
diantaranya adalah goal and scope, Life Cycle Inventory (LCI), Life Cycle Impact
Assessment (LCIA), interpretation. Berikut adalah gambar 1.5 model pola LCA.
Gambar 1.5 Fase Pola LCA (Wikipedia)
Fase-fase ini diatur dalam standar ISO, meliputi ISO 14040 mengatur tentang
prinsip umum dari LCA, ISO 14041 mengatur tentang Inventori dan goal and scope, ISO
21
14042 mengatur tentang impact assessment, ISO 14043 mengatur tentang interpretasi dari
LCA. Berikut adalah gambar 1.6 flow tahapan dari metode LCA.
Gambar 1.6 Tahapan Metode LCA (www.ecocostsvalue.com)
1. Goal and Scope
Goal and scope atau tujuan dan cakupan, fase ini bertujuan untuk memformulasikan
dan mendeskripsikan tujuan, sistem yang akan dievaluasi, batasan-batasan, dan asumsi-
asumsi yang berhubungan dengan dampak di sepanjang siklus hidup dari sistem yang
sedang dievaluasi. Pada fase ini produk atau jasa yang ditangani didefinisikan, basis
fungsional bagi perbandingan dipilih dan tingkatan detail yang diperlukan diketahui.
Di dalam tahap yang pertama, suatu perusahaan harus dapat merumuskan dan
menetapkan goal and scope dari studi di dalam melakukan analisis LCA. Objek dari studi
ini adalah menentukan dan melakukan penilaian terhadap sasaran yang akan dicapai serta
faktor-faktor yang tercakup di dalam penilaian tersebut.
22
2. Life Cycle Inventory (LCI)
Life Cycle Inventory (LCI) atau ekstraksi inventori dan emisi, mencakup
pengumpulan data dan perhitungan input dan output ke lingkungan dari sistem yang sedang
dievaluasi. Fungsinya adalah menginventarisasi penggunaan sumber daya, penggunaan
energi dan pelepasan ke lingkungan terkait dengan sistem yang sedang dievaluasi.
Pada fase kedua ini pembawa energi dan material mentah yang digunakan
menghasilkan emisi ke atmosfir, air, dan tanah, dan bermacam tipe berbeda penggunaannya
akan dikuantifikasi pada setiap proses, kemudian dikombinasikan dalam diagram alur
proses dan dihubungkan dengan basis fungsional.
3. Life Cycle Impact Assessment (LCIA)
Fase ketiga adalah LCIA atau dikenal dengan fase penanganan dampak terhadap
lingkungan, disini efek-efek penggunaan dari sumberdaya dan emisi yang dihasilkan
dikelompokkan dan dikuantifikasi kedalam jumlah tertentu kategori dampak yang
kemudian diberi bobot sesuai dengan tingkat kepentingannya.
Dampak lingkungan potensial yang signifikan dari proses/produk berdasarkan hasil
LCI dievaluasi menggunakan impact assessment. Fase ini bertujuan untuk
mengelompokkan dan menilai dampak lingkungan yang signifikan (Lee et. al., 2004 dan
Jansen et. al., 2006).
Classification and characterization
Classification adalah langkah mengidentifikasi dan mengelompokkan substansi yang
berasal dari LCI kedalam kategori impact yang heterogen yang telah ditentukan
sebelumnya. Characterization merupakan penilaian besarnya substansi yang
berkontribusi pada kategori impact. Nilai kontribusi relative dari substansi dapat
diketahui dengan mengalikan substansi yang berkontribusi pada kategori impact dengan
characterization factors.
23
Normalization
Normalization adalah prosedur yang diperlukan untuk menunjukkan kontribusi relatif
dari semua kategori impact pada seluruh masalah lingkungan di suatu daerah dan
dimaksudkan untuk menciptakan satuan yang seragam untuk semua kategori impact.
Nilai normalization dapat diketahui dengan mengalikan nilai characterization dengan
nilai normal, sehingga semua impact category sudah memakai unit yang sama dan bisa
dibandingkan.
Weighting
Weighting didapatkan dengan mengalikan kategori impact dengan weighting factor dan
ditambahkan untuk mendapatkan nilai total.
Single score
Single score digunakan untuk mengklasifikasikan nilai kategori impact berdasarkan
aktivitas atau proses. Dari nilai single score akan terlihat aktivitas mana yang
berkontribusi terhadap dampak lingkungan.
4. Interpretasi
Fase keempat atau fase interpretasi merupakan fase kombinasi hasil-hasil dari life-
cycle inventory dan life-cycle impact assessment yang kemudian digunakan untuk
menginterpretasikan, menarik kesimpulan dan rekomendasi yang konsisten dengan goal
and scope yang telah diidentifikasikan sebelumnya. Hasil-hasil tersebut dilaporkan dalam
cara paling informatif dan peluang-peluang untuk mengurangi dampak produk atau jasa
pada lingkungan secara sistematis dievaluasi. Fase ini erat kaitannya dengan biaya dimana
dapat dikatakan bahwa hasil interpretasi dari fase ini berupa eko-costs, seperti tabel 1.4 di
bawah ini.
24
Tabel 1.4 Interpretasi LCA
Sumber: EPA 600-R-92-245
1.3 Eco-costs
Nilai eco-costs diperoleh dari penjumlahan biaya pencegahan yang berasal dari
emisi racun atau yang biasa disebut sebagai Virtual Pollution Prevention Costs (VPPC)
atau biasa disebut juga eco-costs of emissions, kemudian material depletion atau yang biasa
disebut sebagai eco-costs of material depletion, dan penjumlahan dari konsumsi energi
yang juga disebut sebagai eco-costs of energy (www.ecocostsvalue.com), dapat kita lihat
dari gambar di bawah ini.
Gambar 1.7 Struktur Eco-costs (www.ecocostsvalue.com)
25
Eko-costs sebenarnya adalah biaya virtual dimana biaya ini terkait bagaimana untuk
mengukur polusi dan material depletion sejalan dengan estimasi kapasitas dari kemampuan
bumi untuk menampung dampak negatif tersebut, seperti dijelaskan gambar 1.8 berikut ini.
Gambar 1.8 Struktur Keluaran Emisi (www.ecocostsvalue.com)
Konsep dari eko-costs merupakan konsep biaya bayangan atau shadow prices, biaya
bayangan merupakan suatu poin dimana biaya-biaya pencegahan bertemu dengan biaya-
biaya kerusakan yang dihasilkan di dalam suatu sistem perdagangan bebas. Bagaimanapun,
kalkulasi perhitungan di dalam eko-costs memberikan hasil sebagai kalkulasi di dalam
biaya kerusakan. Berikut ini adalah gambar 1.9 biaya pencegahan yang dikeluarkan oleh
WBCSD.
Gambar 1.9 Nilai Eco-costs (www.ecocostsvalue.com)
26
1.4 Net Value
Net value dari suatu produk diperoleh dengan perhitungan menggunakan Cost
Benefit Analysis (CBA). Net value ini diperoleh dengan mengurangi keuntungan dengan
biaya produksi, sehingga besarnya nilai dari net value ini dipengaruhi oleh biaya-biaya
yang dibutuhkan dalam produksi suatu produk dan nilai penjualan dari produk tersebut.
Dapat kita lihat model dari CBA pada gambar 1.10 di bawah ini.
Gambar 1.10 Model CBA (www.ecocostsvalue.com)
Melalui analisis CBA ini akan diketahui biaya-biaya apa saja yang dibutuhkan
dalam memproduksi suatu produk atau jasa, dan dengan analisis CBA ini dapat diketahui
juga nilai jual dari suatu produk atau jasa tersebut. Analisis CBA ini juga dapat
menunjukkan suatu kelayakan dari suatu produk atau jasa tentu saja dimana harga jual
suatu produk atau jasa harus lebih tinggi dari biaya produksi sehingga profit dari suatu
perusahaan dapat diukur dengan menggunakan analisis CBA ini.
1.5 Eco Costs per Value Ratio (EVR)
Eco costs per Value Ratio (EVR) digunakan untuk menghitung nilai dari eco-
efficiency ratio (EER), sehingga dari perhitungan ini dapat diketahui hasil tingkat efisiensi
dari suatu proses pembuatan suatu produk. EVR sendiri berparameter ekonomi maupun
27
ekologi sehingga hasil eco-efficiency ratio berdasarkan besarnya nilai dari kedua parameter
tersebut. Berikut adalah gambar 1.11 struktur dari EVR.
Gambar 1.11 Struktur EVR (www.ecocostsvalue.com)
EVR merupakan aspek kualitas dari analisis LCA, ketika suatu design baru dibuat
dan menghasilkan suatu nilai eko-costs yang sedikit dan memiliki kualitas yang lebih baik
dari produk sebelumnya, maka tidak diragukan bahwa produk tersebut dapat dikatakan
layak. Bagaimanapun, apabila suatu design memiliki nilai kualitas yang rendah maka dapat
dibuat pertimbangan untuk memilih design lain yang lebih baik sejalan dengan prinsip
kelayakan (www.ecocostsvalue.com).
Nilai dari EVR ini diperoleh dari membagi net value dengan eko-costs, dari sini
hasil kalkulasi antara net value yang diperoleh dari net benefit dikurangi dengan biaya
prosesnya dibagi dengan eko-costs yang diperoleh dari interpretasi dari analisis LCA,
sehingga akan dihasilkan suatu nilai yang disebut eco-efficiency ratio (EER). Dengan ini
suatu perusahaan dapat menentukan nilai EER yang dimiliki perusahaan tersebut atas suatu
proses produksi terhadap produk-produk yang dihasilkan dari perusahaan tersebut. Berikut
adalah gambar 1.12 model dasar dari EVR.
28
Gambar 1.12 Model Dasar EVR (www.ecocostsvalue.com)
1.6 Software SimaPro
SimaPro merupakan sebuah software yang digunakan untuk menghitung atau
melakukan analisis LCA. SimaPro merupakan suatu alat yang profesional yang dapat
membantu di dalam suatu proses untuk menganalisa aspek-aspek yang berkaitan dengan
lingkungan dari suatu produk yang diproduksi atau jasa. Software ini berfungsi
merasionalkan perhitungan sistematik dari konsep pemikiran manusia terhadap pengukuran
terhadap lingkungan. Ini merupakan suatu langkah yang sistematik dan konsisten, dimana
kita dapat menemukan suatu pilihan yang terbaik di dalam perbaikan suatu desain dan
proses dari suatu produk atau jasa dengan menggunakan SimaPro sebagai software bantu
LCA.
Software SimaPro ini memiliki output hasil analisis berupa hasil perhitungan LCA
dengan fase-fasenya dan pembobotannya untuk kemudian ditunjukkan dalam bentuk tabel
hasil perhitungan dan diagram batang, single score diagram, network tree diagram, triangle
diagram, serta dapat melakukan analisis monte carlo, dapat kita lihat pada gambar 1.13
berikut ini.
29
Gambar 1.13 Software SimaPro v 7.1.8
Software SimaPro yang digunakan di dalam analisis LCA ini adalah SimaPro versi
7.1.8. Software SimaPro dengan versi terbaru ini memiliki update dari database-database
dari standar-standar di dalam analisis ekologi, dan pada versi terbaru ini memiliki database
LCA atau database eko-inventori yang terbaru. Pada penelitian ini digunakan database dari
eko-costs 2007 di dalam analisis LCA.
30
1.7 WTP (Willingness to Pay)
Willingness To Pay (WTP) adalah kesediaan seseorang untuk mengeluarkan
imbalan atas kualitas dari suatu produk atau jasa. Pendekatan yang digunakan dalam
analisis WTP didasarkan pada persepsi seseorang terhadap nilai kualitas yang terdapat dari
produk-produk ataupun jasa yang diterimanya. WTP dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah:
Produk/jasa yang ditawarkan/disediakan
Kualitas dan kuantitas dari produk/jasa yang disediakan
Utilitas pengguna terhadap produk/jasa tersebut
Perilaku pengguna