Download - Draft Skripsi Fixxx TERAKHIR 2
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki sumber energi non fosil yang
relatif besar, namun pemanfaatannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan
potensi yang ada. Sedangkan untuk energi fosil jumlahnya semakin sedikit dan
pemakaiannya sangat besar. Tabel 1 menunjukkan sumber cadangan dan
penggunan energi fosil dan non fosil di indonesia.
Tabel 1. Sumber Cadangan dan Penggunan Energi Fosil dan Non Fosil Di Indonesia tahun 2008
POTENSI ENERGI NASIONAL 2008Energi Fosil Sumber Daya Cadangan
(Cad)Produksi (Prod) Rasio
Cad/Prod (%)Minyak Bumi 56,6 miliar barel 8,2 miliar barel 357 juta barel 23
Gas Bumi 334,5 TSCF 170 TSCF 2,7 TSCF 63Batubara 104,8 miliar ton 18,8 miliar ton 229,2 juta ton 82
Coal Bed Methane (CBM)
453 TSCF -
Energi Non Fosil Sumber Daya (SD) Kapasitas Terpasang
(KT)
Rasio KT/SD (%)
Tenaga Air 75.670 MW (e.q. 845 juta SBM) 4.200 MW 5,55
Panas Bumi 29.038 MW (e.q. 219 juta SBM) 1.052 MW 3,62
Mini/Micro Hydro 500 MW 86,1 MW 17,22Biomass 49.810 MW 445 MW 0,89Tenaga Surya 4,80 kWh/m2/hari 12,1 MW <0,5Tenaga Angin 9.290 MW 1,1 MW <0,5
Sumber : BP-Energi Nasional 2010-2025.
Bioetanol (C2 H 5OH) merupakan salah satu biofuel yang hadir sebagai
bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan sifatnya yang terbarukan.
Bioetanol dapat diproduksi dari berbagai bahan baku yang banyak terdapat di
Indonesia, sehingga sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena
bahan bakunya sangat dikenal masyarakat. Tumbuhan yang potensial untuk
2
menghasilkan bioetanol antara lain adalah tanaman yang memiliki kadar
karbohidrat tinggi, seperti tebu, nira, aren, sorgum, ubi kayu, jambu mete
(limbah), garut, batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol jagung, jerami dan
bagas. Banyaknya variasi tumbuhan sumber bioetanol ini memberi pilihan yang
luas untuk memilih jenis yang sesuai dengan kondisi lingkungan yang ditumbuhi
tumbuhan yang mengandung karbohidrat tinggi. Sebagai contoh ubi kayu dapat
tumbuh di lahan yang kurang subur, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap
penyakit dan dapat diatur waktu panennya. Penyediaan bioetanol sebagai bahan
pencampur minyak fosil beberapa tahun belakangan ini menandakan dimulainya
era bahan bakar hijau (green transport fuels).
Pembuatan bioetanol dari bahan yang mengandung gula relatif lebih mudah
dan murah dibandingkan bahan berpati dan berselulosa, hal ini disebabkan karena
pada bahan yang mengandung gula tidak perlu perlakuan pendahuluan
(pretreatment) seperti proses liquifikasi, pemasakan, sakarifikasi dan hidrolisis.
Bioetanol dapat dihasilkan melalui proses sakarifikasi (pemecahan gula
komplek menjadi gula sederhana), fermentasi, dan destilasi, bahan-bahan tersebut
(bahan yang mengandung sukrosa, bahan yang berpati, dan bahan
berselulosa/lignoselulosa) dapat dikonversi menjadi bahan bakar bioetanol.
Bioetanol merupakan produk minyak yang sangat ramah lingkungan dan
produk minyak ini lebih populer disebut gasohol. Gasohol diharapkan mampu
menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan meningkatkan kesejahteraan petani
yang menanam tanaman untuk bahan baku bioetanol, terutama tanaman nipah.
Keunggulan dari penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar ialah diproduksi dari
tanaman yang bersifat renewable.
3
Pembuatan bioetanol dari nira nipah dapat membantu petani untuk
memberikan ide atau wawasan baru bahwa selain tanaman nipah tidak hanya
dapat dikonsumsi tetapi juga dapat diolah menjadi bioetanol. Saat ini di tingkat
petani belum dilakukan proses pengolahan nira nipah menjadi bioetanol. Apabila
pembuatan bioetanol dilakukan ditingkat petani maka akan mampu menambah
nilai jual atau nilai ekonomi dari tanaman nipah tersebut dan mampu menambah
penghasilan petani.
Bailey (1986) menyatakan harga petroleum yang semakin naik
menyebabkan orang mulai melirik kembali proses fermentasi etanol sebagai bahan
bakar. Etanol mempunyai empat karakteristik yang sesuai sebagai bahan bakar
yaitu bentuknya cairan sehingga mudah bergerak, nilai kalor 2/3 nilai kalor
gasolin, dapat dicampurkan sampai 10% pada bensin untuk meningkatkan angka
oktan, dan dapat meningkatkan angka oktan bensin tanpa timbal. Oleh karena itu,
dibeberapa negara etanol digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak
impor. Khairani (2007) menyatakan bioetanol dapat juga diartikan sebagai bahan
kimia yang memiliki sifat kesamaan dengan minyak premium, karena terdapatnya
unsur-unsur seperti Karbon (C) dan Hidrogen (H).
Tamunaidu (2011) menyatakan nira nipah berpotensi untuk menghasilkan
15.600 liter bioetanol per hektar, atau 2 kali lipat hasil yang diperoleh dari tebu,
dan 6 kali lipat hasil dari jagung. Penggunaan gasohol dapat menurunkan emisi
gas rumah kaca (Karbon Dioksida (CO2), Metana, dan Nitrogen Oksida),
pembakaran tidak menghasilkan partikel timbal dan benzene yang bersifat
karsinogenik (penyebab kanker), mengurangi emisi fine-particulates (partikel
4
halus) yang membahayakan kesehatan manusia, mudah larut dalam air dan tidak
mencemari air permukaan dan air tanah.
Molindo Raya Industrial pada tahun (2010) menyatakan kebutuhan etanol di
dunia untuk berbagai penggunaan semakin bertambah beberapa tahun belakangan
ini. Pada tahun 2010, konsumsi etanol di dunia diperkirakan mencapai 82,13 juta
liter dan ditahun 2015 diperkirakan meningkat 171,23 juta liter. Oleh karena itu
peluang bagi petani untuk dapat memenuhi kebutuhan etanol di pasaran sangat
besar. Sedangkan untuk kebutuhan etanol ditingkat nasional sendiri menurut
Surendro (2006) menyatakan produksi etanol nasional pada tahun 2006 mencapai
200 juta liter. Kebutuhan etanol nasional pada tahun 2007 diperkirakan mencapai
900 juta liter.
Rumusan Masalah
Permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah karena naiknya
harga BBM (Bahan Bakar Minyak) serta dampak yang ditimbulkannya, yakni ikut
naiknya harga bahan makanan, biaya transportasi, harga jasa, dan lain sebagainya.
Minyak merupakan salah satu sumber alam yang sangat dibutuhkan
terutama untuk kebutuhan sehari–hari sebagai sumber energi mesin, kendaraan,
atau penerangan. Akan tetapi, produksi bahan bakar minyak tidak sebanding
dengan konsumsinya atau sumber minyak terbarukan terbatas. Sehingga pada
suatu saat bahan bakar minyak akan menjadi langka, hal ini akan berdampak pada
biaya produksi yang akan semakin tinggi, bahan bakar kian mahal, dan
masyarakat kecil juga akan semakin kesulitan.
Ketidakseimbangan produksi dan konsumsi bahan bakar minyak ini tidak
dapat terus dibiarkan. Sehingga perlu dicari sumber bahan bakar selain minyak
5
bumi. Salah satu alternatifnya adalah bioetanol. Bioetanol adalah etanol yang
diproduksi dari tumbuhan. Bioetanol tidak saja menjadi alternatif yang sangat
potensial untuk substitusi bensin, namun juga mampu menurunkan emisi CO2.
Dalam hal performa mobil, bioetanol dan gasohol (kombinasi bioetanol dan
bensin) tidak kalah dengan bensin. Pada dasarnya pembakaran bioetanol tidak
menciptakan CO2 ke lingkungan karena zat yang sama akan diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman sebagai bahan baku bioetanol.
Bioetanol bisa diproduksi dari tanaman nipah, penelitian ini dilakukan
karena selama ini belum ada produksi bioetanol yang menggunakan bahan baku
dari nira nipah. Berlimpahnya jumlah nipah di rawa-rawa sepanjang kawasan
pasang surut Nusantara memastikan ketersediaan bahan baku.
Penggunaan tanaman nipah sebagai bahan baku bioetanol tidak akan
menimbulkan konflik kepentingan seperti tanaman pangan tebu atau jagung. Jika
menggunakan tebu atau jagung dalam jumlah besar sebagai bahan baku bioetanol,
dikhawatirkan akan berimbas pada ketahanan pangan di Indonesia. Namun, hal ini
tidak berlaku untuk nipah yang selama ini pemanfaatannya masih tergolong
sedikit. Bioetanol menggunakan nipah, sangat memungkinkan diproduksi di Desa
Pantai Harapan, Kecamatan Bumi Makmur, Kabupaten Tanah Laut karena bahan
bakunya yang berlimpah dan pembuatan bioetanol juga sangat sederhana yaitu
bahan baku berupa nira terfermentasi kemudian dilakukan destilasi untuk
menghasilkan bioetanol.
Bioetanol dari nira nipah belum pernah dilakukan analisis kelayakan finansial
usaha ditingkat petani. Hal ini dapat berpengaruh besar terhadap pendapatan atau
penghasilan petani di Desa Pantai Harapan, Kecamatan Bumi Makmur,
6
Kabupaten Tanah Laut karena dengan dilakukannya analisis kelayakan finansial
usaha produksi bioetanol dari nira nipah maka dapat diketahui layak atau tidak
nya produksi bioetanol dari nira nipah untuk dijalankan ditingkat petani. Dengan
banyaknya tanaman nipah yang tumbuh di pesisir maka petani dapat
memanfaatkannya sebagai bahan baku pembuatan bioetanol dan dapat menambah
nilai jual atau nilai ekonomi dari nira nipah.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah memberikan rekomendasi kelayakan usaha
melalui analisis kelayakan finansial usaha produksi bioetanol dari nira nipah
ditingkat petani dengan menggunakan kriteria NPV, IRR, B/C Ratio, dan BEP.
Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dijelaskan di atas maka
manfaat penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Bagi Petani
Mengetahui kelayakan finansial usaha dan sebagai bahan pertimbangan untuk
menjalankan atau memulai usaha produksi bioetanol dari nira nipah ditingkat
petani.
2. Bagi Investor dan Lembaga Keuangan
Dapat dijadikan sebagai bahan atau dasar pertimbangan dalam penanaman
modal pada usaha produksi bioetanol dari nira nipah.
7
3. Bagi Penulis
Menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama kuliah dan menambah
pengalaman serta wawasan ilmu pengetahuan, khususnya studi analisis
kelayakan finansial usaha.
4. Bagi Pembaca
Memberikan bahan referensi dan acuan untuk melakukan penelitian
selanjutnya.
8
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Tanaman Nipah
Nipah (nypha fruticans wurmb) merupakan jenis tanaman palmae yang
tumbuh di lingkungan hutan mangrove di pantai. Nipah adalah anggota suku
Palma, tumbuh disepanjang sungai yang terpengaruh pasang surut air laut dan
tumbuhan ini dikelompokkan pula dalam ekosistem hutan mangrove. Jenis ini
tumbuh rapat berkelompok, seringkali membentuk komunitas murni yang luas
disepanjang sungai dekat muara hingga sungai dengan air payau (Kitamura et al,
1997).
Nipah (Nypa fruticans wurmb) adalah salah satu hasil hutan. Nipah tergolong
tanaman dataran rendah yang menyukai iklim pantai dan tumbuh liar pada
ketinggian 0-10 m dari permukaan laut. Oleh karena itu, nipah hanya tumbuh
subur disepanjang daerah pasang surut dekat dengan pantai dan di tepi muara
sungai atau rawa-rawa yang berair payau. Ciri-ciri fisik dari tanaman nipah adalah
akarnya serabut, ukuran biji nipah 8-13 Cm, berbentuk kerucut, dan memiliki
tempurung yang keras jika sudah tua. Jumlah buah untuk setiap tangkainya
berkisar antara 30-50 butir yang tumbuh berdekatan sehingga terlihat menjadi
bundar. Tanaman nipah memiliki batang yang sangat pendek sehingga tidak
terlihat. Setiap batang nipah biasanya terdiri atas 3-5 tangkai dengan panjang
antara 5-7 m. Bunga nipah terdiri atas dua macam bunga yaitu bunga jantan dan
bunga betina. Letaknya menjadi satu pohon yang sama. Bunga jantan berwarna
kuning orange dan keluar dari bagian samping tangkai yang menggantung,
memiliki panjang mencapai 5 Cm. Sedangkan bunga betina berbentuk bulat
9
peluru, tumbuh bengkok, dan mengarah ke samping. Bila tangkai tandan bunga
dipotong sebelum buahnya masak, maka akan keluar getah manis yang dikenal
dengan nira nipah (Baharudin, 2009).
Batang pohon nipah membentuk rimpang yang terendam oleh lumpur. Akar
serabutnya dapat mencapai panjang 13 m. Panjang anak daun dapat mencapai 100
Cm dan lebar daun 4-7 Cm. Daun nipah yang sudah tua berwarna kuning,
sedangkan daunnya yang masih muda berwarna hijau. Banyaknya anak daun
dalam tiap tandan mencapai 25–100 helai (Vernandos, 2008).
Nipah telah dimanfaatkan oleh masyarakat dan sudah diusahakan secara
turun temurun. Atap daun nipah banyak digunakan masyarakat Sumatera Selatan
untuk atap rumah tradisional di kampung-kampung, untuk bedeng, kandang
ternak, atau untuk membuat gubuk di sawah. Tangkai daun dan pelepahnya juga
dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar, dan pulp (bubur kertas). Lidinya dapat
digunakan untuk pembuatan sapu lidi dan dapat digunakan sebagai anyaman dan
tali (Alrasyid, 2001).
Nipah dapat juga disadap niranya, yaitu cairan manis yang diperoleh dari
tandan buah yang belum tua. Selama ini pemanfaatan nira nipah yang dilakukan
masyarakat belum maksimal. Sebagian masyarakat di pesisir pantai, seperti di
Kabupaten Rokan Hilir memanfaatkan nira nipah untuk pembuatan asam cuka,
konsentrat nira namun rasa asin masih kental. Hal ini medorong pemanfaatan nira
nipah untuk lebih meningkatkan nilai tambah menjadi produk lain yaitu bioetanol,
dengan bantuan proses fermentasi menggunakan bantuan khamir (Saccharomyces
cerevisiae), diharapkan nira nipah dapat menghasilkan etanol oleh khamir
(Prihandana et al, 2007).
10
Cairan manis yang dikandung nipah memiliki kadar gula (sucrose) antara 15-
17% brix (jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap 100 gr larutan).
Dengan kandungan itu, maka nira nipah berpotensi untuk dikembangkan menjadi
bahan baku industri bioetanol. Satu tangkai bunga nipah mampu memproduksi
sekitar 3 liter nira per hari, setiap tangkai dapat dipanen terus menerus selama
sekitar 20 hari. Setiap rumpun pohon nipah mampu menghasilkan sekitar 4
tangkai pada waktu bersamaan. Dengan demikian, satu pohon nipah dapat
menghasilkan 12 liter nira per hari (Riyadi, 2010).
Kelebihan nipah dibandingkan tanaman penghasil bioetanol yang lain antara
lain tanaman nipah dapat memproduksi nira 20 ton/hektar atau 14.300 liter etanol
per hektar dua kali lebih besar dibandingkan tebu (Smith, 2006). Tanaman nipah
disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman Nipah
11
Klasifikasi tumbuhan nipah adalah sebagai berikut :
Regnum : Plantae
Division : Magnoliophyta
Classis : Liliopsida
Ordo : Arecales
Familia : Arecaceae
Genus : Nypa
Spesies : Nypa Fruticans Wurmb
(Direktorat Jendral Perkebunan, 2006).
Tabel 2. Karakteristik Nira NipahKomposisi % (w/v)
Sukrosa 13-17
Glukosa 0,2-0,5
Air 75-82
Abu dan Bahan Lainnya 0,3-0,7
(Dahlan et al, 2009).
Bioetanol
Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dari bahan baku nabati. Bioetanol
merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat dengan
menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol dapat dibuat dari tiga
kelompok bahan baku yaitu bahan yang mengandung gula seperti tebu dan nira,
bahan berpati seperti jagung dan ubi-ubian, serta bahan berserat berupa limbah
pertanian yang saat ini terus dikembangkan di negara maju (Dahlan et al,2009).
Pembuatan bioetanol dari bahan yang mengandung gula relatif lebih mudah
dan murah dibandingkan bahan berpati dan berselulosa, hal ini disebabkan karena
12
pada bahan yang mengandung gula tidak perlu perlakuan pendahuluan
(pretreatment) seperti proses liquifikasi, pemasakan, sakarifikasi dan hidrolisis.
Salah satu alternatif pemanfaatan tanaman nipah adalah sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol. Nira nipah mengandung sukrosa sebanyak 13-17%, ini
merupakan suatu bahan yang sangat potensial untuk diolah menjadi bioetanol.
Bioetanol merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang dapat
menggantikan atau sebagai campuran bahan bakar fosil, banyak digunakan pada
minuman, kosmetik, pada bidang kesehatan sebagai zat antiseptik, solvent, serta
sebagai bahan baku industri (Dahlan et al, 2009).
Harga petroleum yang semakin naik menyebabkan orang mulai melirik
kembali proses fermentasi etanol sebagai bahan bakar. Etanol mempunyai empat
karakteristik yang sesuai sebagai bahan bakar yaitu bentuknya cair sehingga
mudah bergerak, nilai kalor 2/3 nilai kalor gasolin, dapat dicampurkan sampai
10% pada bensin untuk meningkatkan angka oktan, dan dapat meningkatkan
angka oktan bensin tanpa timbal. Oleh karena itu, dibeberapa negara, etanol
digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak impor (Bailey, 1986).
13
Tabel 3.Standar Dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Lain Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri
No. Sifat Unit, min/max Spesifikasi1 Kadar Etanol %-v, min 99,5 (sebelum
denaturasi)94,0 (setelah denaturasi)
2 Kadar Methanol mg/L, max 3003 Kadar Air %-v, min 14 Kadar Denaturan %-v, min
%-v, max25
5 Kadar Tembaga (Cu) mg/kg, max 0,16 Keasaman Sebagai CH3COOH mg/L, max 307 Tampakan Jumlah dan terang,
tidak ada endapan dan kotoran
8 Kadar Ion Klorida (CI) mg/L, max 409 Kandungan Belerang (S) mg/L, max 5010 Kadar Getah (Gum), Dicuci mg/100 ml, max 5,011 pHe 6,5 – 9,0(Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral, 2008).
Gambar 2. Diagram Alir Proses Produksi Bioetanol
Nira Nipah
Didestilasi
Difermentasi
Bioetanol
Ditambahkan NPK, Urea dan Ragi
14
Analisis Kelayakan Usaha
Studi kelayakan usaha merupakan gambaran kegiatan usaha yang
direncanakan, sesuai dengan kondisi, potensi, serta peluang yang tersedia dari
berbagai aspek.
Dengan demikian dalam menyusun sebuah studi kelayakan bisnis harus
meliputi sekurang kurangnya aspek-aspek berikut, diantaranya :
1. Aspek Pasar dan Pemasaran
Pasar adalah himpunan pembeli nyata dan pembeli potensial atas
suatu produk. Aspek pasar bertujuan untuk mengetahui harga produk, dan
strategi pemasaran dari produk bersangkutan, sehingga dapat diketahui
layak atau tidaknya rencana pembuatan suatu usaha dilihat dari aspek
pasar (Umar, 2001).
Pemasaran sebagai suatu proses tempat individu dan kelompok
memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui menciptakan
dan mempertukarkan produk dan nilai dengan orang lain. Dua sasaran
pemasaran yang utama adalah menarik konsumen baru dengan
menjanjikan nilai yang unggul dan mempertahankan konsumen saat ini
dengan memberikan kepuasan (Kotler, 2004).
2. Aspek Teknis Produksi dan Teknologis
Tujuan aspek teknis ialah (a) agar perusahaan dapat menentukan
lokasi yang tepat, baik untuk lokasi pabrik, gudang, cabang, maupun
kantor pusat, (b) agar perusahaan bisa menentukan layout yang sesuai
dengan proses produksi yang dipilih, sehingga dapat memberikan efisiensi,
(c) agar perusahaan bisa menentukan teknologi yang paling tepat dalam
15
menjalankan produksinya, (d) agar perusahaan dapat menentukan metode
persediaan yang paling baik untuk dijalankan sesuai dengan bidang
usahanya, (e) agar perusahaan bisa menentukan kualitas tenaga kerja yang
dibutuhkan sekarang dan dimasa yang akan datang (Kasmir dan Jakfar,
2007).
3. Aspek Organisasi dan Manajemen
Dalam aspek organisasi dan manajemen, yang perlu diuraikan adalah
bentuk kegiatan dan cara pengelolaan dari gagasan usaha atau proyek yang
direncanakan secara efisien. Apabila bentuk dan sistem pengelolaan telah
dapat ditentukan secara teknis (jenis pekerjaan yang diperlukan) dan
berdasarkan pada kegiatan usaha, disusun bentuk struktur organisasi yang
cocok dan sesuai untuk menjalankan kegiatan tersebut. Berdasarkan pada
struktur organisasi yang ditetapkan, kemudian ditentukan jumlah tenaga
kerja serta keahlian yang diperlukan (Ibrahim, 2009).
4. Aspek Keuangan dan Ekonomi
Menurut Kasmir dan Jakfar (2007), dalam aspek keuangan dan
ekonomi terdapat enam kriteria yang biasa digunakan untuk menentukan
kelayakan suatu usaha atau investasi, yaitu Payback Period (PBP), Net
Present Value (NPV), Average Rate of Return (ARR), Internal Rate of
Return (IRR), Profibility Index (PI), serta berbagai rasio keuangan seperti
rasio likuiditas, solvabilitas, aktivitas, dan profitabilitas.
Analisis Kelayakan Finansial
Kelayakan suatu finansial usaha dapat ditinjau dari berbagai hal, salah
satunya melalui kriteria kelayakan investasi. Beberapa kriteria investasi yang
16
umum dikenal diantaranya analisis nilai bersih sekarang (Net Present Value), Net
Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio), tingkat pengembalian investasi (Internal
Rate of Return), masa pengembalian investasi (Payback Period), dan titik pulang
pokok (Break Even Point)
Kadariah, (1999) menyatakan analisis kelayakan finansial dilakukan untuk
membantu pengembangan usaha kedepan berdasarkan kondisi masa depan
sebagai referensi. Analisis kelayakan finansial digunakan untuk membantu
pengusaha agroindustri agar mengetahui prediksi keuntungan yang diperoleh serta
meminimalkan atau menghindari resiko kerugian keuangan yang penuh
ketidakpastian dimasa yang akan datang, baik resiko yang dapat dikendalikan
maupun yang tidak dapat dikendalikan agar penanaman investasi yang dilakukan
pada usaha tersebut tidak sia-sia.
Komponen penting dalam penilaian kelayakan finansial pada sebuah usaha
dapat dilihat dari beberapa hal yaitu adalah :
a. Perkiraan Investasi
Jumlah dan jenis investasi apa saja yang diperlukan dalam rencana
kegiatan usaha atau proyek yang akan dikerjakan harus jelas, baik
mengenai jumlah dan jenisnnya maupun harga dari masing-masing
investasi dan dibentuk dalam sebuah tabel. Harga dari masing-masing
investasi sedapat mungkin harus sesuai dengan harga pada saat pengadaan
investasi sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam perhitungan
(Ibrahim, 2009).
17
b. Biaya operasi dan Pemeliharaan
Biaya operasi dan pemeliharaan terdiri dari biaya tetap (fixed cost)
dan biaya tidak tetap (variable cost). Perhitungan biaya ini harus disusun
dan dihitung sedemikian rupa sehingga tidak ada unsur biaya yang
tertinggal. Hal ini sangat perlu karena keadaan ini akan mempengaruhi
perhitungan analisis kriteria investasi yang digunakan sebagai indikator
dalam menentukan layak tidaknya rencana usaha atau proyek yang akan
dikembangkan. Disamping perhitungan tersebut, penentuan unsur biaya
yang dihitung dari semua unsur biaya berhubungan dengan perhitungan
harga pokok produksi yang akan digunakan dalam menentukan harga jual
dari produk yang dihasilkan (Ibrahim, 2009).
Biaya tetap terdiri dari gaji karyawan tetap, bunga bank,
pengembalian pokok pinjaman, penyusutan, asuransi, dan biaya tetap
lainnya yang harus dapat ditentukan besarnya setiap tahun selama umur
ekonomis dari proyek atau usaha yang direncanakan. Biaya tidak tetap,
yaitu biaya yang diperlukan untuk membiayai proses produksi, dimana
besar kecilnya biaya yang diperlukan untuk membiayai proses produksi,
dimana besar kecilnya biaya ini tergantung pada besar kecilnya jumlah
produksi. Dalam hal ini harus ditentukan biaya-biaya apa saja yang
diperlukan dan jenis serta jumlah biaya. Biaya tidak tetap terdiri dari biaya
bahan baku, biaya upah tenaga kerja langsung, biaya bahan bakar, biaya
pengangkutan, sewa gedung, dan lain sebagainya. Dalam membuat biaya
ini hendaknya dibuat suatu rekapitulasi biaya, baik biaya tetap maupun
biaya tidak tetap dalam bentuk tabel (Ibrahim, 2009).
18
c. Sumber Pembiayaan
Sumber pembiayaan baik biaya investasi maupun modal kerja harus
direncanakan secara jelas dan terperinci. Dalam hal ini harus dapat
ditentukan komposisi modal kerja secara jelas, berapa persen sumber
modal yang berasal dari pengusaha atau investor maupun saham, dan
berapa persen pula yang berasal dari pinjaman luar (kredit) (Ibrahim,
2009).
d. Perkiraan Pendapatan
Perkiraan pendapatan atau benefit yang diterima dari usaha atau
proyek yang akan dikembangkan juga harus benar-benar dapat
diperkirakan secara benar sehingga keputusan yang diambil benar-benar
dapat dipertanggungjawabkan. Perkiraan benefit dalam bentuk finansial
direncanakan sesuai dengan rencana produksi dan rencana penjualan.
Bentuk penerimaan ini dapat digolongkan atas 2 bagian, yaitu penerimaan
yang berasal dari hasil penjualan berang-barang yang ada diproses dan
penerimaan yang berasal dari luar barang-barang yang diproses (Ibrahim,
2009).
e. Analisis Kriteria Investasi
Analisis kriteria investasi yang dimaksudkan disini adalah
mengadakan perhitungan mengenai layak tidaknya usaha atau proyek yang
dikembangkan dilihat dari segi kriteria investasi. Analisis ini sangat
diperlukan apabila usaha yang sedang direncanakan dalam bentuk jenis
kegiatan produksi, sekurang-kurangnya dilihat dari segi Net Present Value
(NPV), Internal Rate of Return (IRR), maupun Net Benefit Cost Ratio (Net
19
B/C Ratio). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan disini adalah perkiraan
investasi, modal kerja, biaya operasi dan pemeliharaan, serta perkiraan
pendapatan (Ibrahim, 2009).
f. Proyeksi Laba Rugi dan Aliran Kas
Proyeksi laba rugi dan aliran kas dibentuk dalam jangka waktu
tertentu untuk melihat prospek keuangan dari usaha atau proyek yang
direncanakan. Dengan adanya proyeksi laba rugi dan aliran kas dapat
diketahui posisi keuangan dimasa yang akan datang, disamping itu dapat
digunakan sebagai pedoman atau indikator bagi pengusaha dalam
menjalankan usaha atau proyek (Ibrahim, 2009).
Studi kelayakan yang juga sering disebut dengan feasibility study merupakan
bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau
menolak dari suatu gagasan usaha atau proyek yang direncanakan. Pengertian
layak dalam penilaian studi kelayakan adalah kemungkinan dari gagasan usaha
atau proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit), baik dalam
arti finansial maupun dalam arti sosial benefit (Ibrahim, 2009).
Analisis finansial adalah analisis dimana suatu proyek dilihat dari sudut yang
bersifat individual artinya tidak perlu diperhatikan apakah efek atau dampak
dalam perekonomian dalam lingkup yang lebih luas. Dalam analisis finansial,
yang diperhatikan adalah hasil total atau produktivitas atau keuntungan yang
didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau
perekonomian secara keseluruhan, tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber
tersebut dan siapa yang menerima hasil proyek tersebut (Kadariah, 1999).
20
Kriteria investasi yang biasa digunakan dalam analisis kelayakan finansial
adalah:
1. Net Present Value (NPV)
NPV adalah kriteria investasi yang banyak digunakan dalam
mengukur apakah suatu proyek feasible atau tidak. Perhitungan NPV
merupakan net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan Social
Opportunity Cost of Capital (SOCC) sebagai diskon faktor. Secara
singkat, formula untuk NPV adalah sebagai berikut :
NPV = ∑i=1
n
NBi(1+i)−n
Dimana : NB = Net Benefit = Benefit – CostCost = Biaya Tetap + Biaya Tidak TetapBenefit = Harga Jual x Estimasi Penjualan
t = tahun kegiatan bisnis (t = 0,1, 2, 3, . . . , n) i = diskon rate (%)
n = tahun (waktu)
Untuk menghitung NPV di dalam sebuah gagasan usaha atau proyek,
diperlukan data perkiraan biaya investasi, biaya operasi, dan pemeliharaan
serta perkiraan biaya benefit dari proyek yang direncanakan. Apabila hasil
perhitungan NPV lebih besar dari 0 (nol) dikatakan usaha atau proyek
tersebut feasible (go) untuk dilaksanakan dan jika lebih kecil dari 0 (nol)
tidak layak untuk dilaksanakan. Hasil perhitungan net present value sama
dengan 0 (nol) ini berarti proyek tersebut berada dalam keadaan break
event point (BEP) dimana TR=TC dalam bentuk present value (Ibrahim,
2009).
21
2. Internal Rate of Return (IRR)
IRR atau internal rate of return adalah suatu tingkat discount rate
yang menghasilkan net present value sama dengan 0 (nol). Dengan
demikian apabila hasil perhitungan IRR lebih besar dari Social
Opportunity Cost of Capital (SOCC) dikatakan proyek atau usaha tersebut
feasible, bila sama dengan SOCC berarti pulang pokok dan dibawah
SOCC proyek tersebut tidak feasible (Ibrahim, 2009).
Untuk menentukan besarnya nilai IRR harus dihitung nilai NPV1 dan
NPV2 dengan cara coba-coba. Apabila nilai NPV1 telah menunjukkan
angka positif maka discount factor yang kedua harus lebih besar dari
SOCC dan sebaliknya apabila NPV1 menunjukkan angka negatif maka
discount factor yang kedua berada dibawah SOCC atau discount factor.
Formula untuk IRR dapat dirumuskan sebagai berikut :
IRR = i1 + NPV1 . (i2 -i1) NPV1 + NPV2
Dimana :i1 = adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1
i2 = adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2
NPV1 = NPV positifNPV2 = NPV negatif
(Ibrahim, 2009).
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Dalam kaitannya dengan usaha, Benefit cost ratio dapat dikatakan
sebagai ratio perbandingan antara penerimaan yang diterima dengan
biaya yang dikeluarkan dalam usaha. Jika ratio menunjukan hasil nol maka
dapat dikatakan bahwa usaha tidak memberikan keuntungan finansial.
Demikian juga jika ratio menunjukan angka kurang dari 1 maka usaha
22
yang dilakukan tidak memberikan keuntungan dari kegiatan yang
dilaksanakan. Perhitungan Net B/C Ratio merupakan perbandingan antara
penerimaan total dan biaya total, yang menunjukkan nilai penerimaan
yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Proyek ini dinyatakan
layak apabila ratio B/C ≥ 1 (Surahman et al, 2007).
Net benefit cost ratio merupakan perbandingan antara net benefit yang
telah di discount positif (+) dengan net benefit yang telah di discount
negative (-), dengan formula sebagai berikut :
Net B/C = ∑i=1
n
N Bi (+)
∑i=1
n
N Bi (-)
Dimana :Net B/C Ratio > 1, maka proyek layak atau dapat dilaksanakanNet B/C Ratio = 1, maka proyek impas antara biaya dan manfaat
sehingga terserah kepada pengambilan keputusan untuk dilaksanakan atau tidak
Net B/C Ratio < 1, maka proyek tidak layak atau tidak dapat dilaksanakan
4. Payback Period (PBP)
Payback Period (PBP) adalah jangka waktu tertentu yang
menunjukkan terjadinya arus penerimaan (cash in flow) secara kumulatif
sama dengan jumlah investasi dalam bentuk present value. Analisis
Payback Period dalam studi kelayaakan perlu juga ditampilkan untuk
mengetahui berapa lama usaha atau proyek yang dikerjakan baru
mengembalikan investasi. Semakin cepat dalam pengembalian biaya
investasi sebuah proyek, semakin baik proyek tersebut karena semakin
lancar perputaran modal. Dipihak lain, dengan adanya perkembangan
teknologi yang begitu cepat akhir - akhir ini, semakin cepat pengembalian
23
biaya investasi semakin mudah dalam pengembalian aset baru.
Terlambatnya pengembalian investasi dari proyek yang dikerjakan bisa
menyebabkan kerugian bagi perusahaan kerena aset lama, kendatipun
masih baik dilihat dari segi teknis, dari segi ekonomi kurang
menguntungkan lagi karena adanya perusahaan sejenis telah menggunakan
aset baru dengan menggunakan teknologi baru yang bisa menyebabkan
harga pokok bertambah rendah dan kualitas produksi bertambah tinggi.
PBP = Investasiawal
Penerimaan periodex 1tahun
(Ibrahim, 2009).
5. Break Even Point (BEP)
Break even point adalah suatu titik pulang pokok dimana total
revenue = total cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek,
terjadinya titik pulang pokok atau TR=TC tergantung pada lama arus
penerimaan sebuah proyek. Sebelum memproduksi suatu produk,
perusahaan terlebih dulu merencanakan seberapa besar laba yang
diinginkan. Ketika menjalankan usaha maka tentunya akan mengeluarkan
biaya produksi, maka dengan analisis titik impas dapat diketahui pada
waktu dan tingkat harga berapa penjualan yang dilakukan tidak
menjadikan usaha tersebut rugi dan mampu menetapkan penjualan dengan
harga yang bersaing pula tanpa melupakan laba yang diinginkan.
BEP unit =FC
P−VC atau BEP rupiah = FC
1−VC / p
Dimana : FC = Biaya tetap P = harga jual per unit
VC = Biaya variable per unit
24
(Ibrahim, 2009).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei – November 2015 di Desa Pantai
Harapan, Kecamatan Bumi Makmur, Kabupaten Tanah Laut dan Laboratorium
Analisis Kimia dan Lingkungan Industri Fakultas Pertanian Universitas Lambung
Mangkurat Banjarbaru.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi, diskusi terfokus dan
wawancara yang dilakukan dengan berbagai pihak terkait (petani nipah) dalam
topik penelitian, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai literatur seperti
(jurnal-jurnal penelitian kelayakan finansial usaha, buku penunjang kelayakan
suatau usaha, skripsi penelitian kelayakan finansial usaha dan artikel-artikel yang
relevan, dan sumber-sumber lain guna memperoleh data sekunder).
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara atau interview secara
langsung kepada pihak terkait. Dalam hal ini (petani nipah) dan observasi
dilakukan dengan cara mengamati secara langsung di lapangan dengan
menggunakan seluruh alat indera.
25
Tahapan Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3.
Pengumpulan Data :- Biaya Investasi (Pengaduk, Pompa Air,
Alkoholmeter, Kompor Gas, Tabung Gas, Destilator, Jerigen, Drum Plastik, Gayung, dan Corong)
- Biaya Variable (Nira Nipah, NPK, Urea, Bakteri, Botol Produk, Gas Elpiji, Listrik, dan Upah Pegawai)
- Biaya Tetap (Biaya Pemeliharaan, dan Biaya Penyusutan Alat)
- Kapasitas Produksi (Bioetanol)- Bunga Bank (BRI)
Kesimpulan dan Saran
Interpretasi Hasil
Hasil
Analisis Kelayakan :- NPV- IRR- Net B/C Ratio- BEP
Mulai
Perhitungan Biaya :- Biaya Operasional- Estimasi Penjualan- Benefit - Net Benefit
26
Gambar 3. Diagram Alir Tahapan Penelitian
1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam tahapan penelitian ini yaitu adalah :
a. Biaya Investasi- Pengaduk (Rp/unit)- Pompa air (Rp/unit)- Alkoholmeter (Rp/unit)- Kompor gas (Rp/unit)- Tabung gas (Rp/unit)- Alat destilasi (Rp/unit)- Galon harga (Rp/unit)- Gayung (Rp/unit)- Jerigen (Rp/unit)- Corong (Rp/unit)
b. Biaya Variable- Nira nipah (Rp/liter)- NPK (Rp/kilogram)- Urea (Rp/kilogram)- Bakteri (Rp/kilogram)- Botol produk (Rp/botol)- Listrik (Rp/bulan)- Gas elpiji (Rp/tabung)- Upah pegawai (Rp/bulan)
c. Biaya Tetap- Biaya Pemeliharaan (Rp/bulan)- Biaya Penyusutan Alat (Rp/tahun)
d. Kapasitas Produksi- Bioetanol (Liter/hari)
e. Bunga Bank- BRI bunga bank (sekunder BRI)
2. Perhitungan Biaya
a. Biaya Operasional = Biaya tetap + Biaya tidak tetap
b. Estimasi Penjualan = 100% Produk yang dihasilkan – Produk yang
terjual (%)
c. Net Benefit = Total benefit – Total cost
27
d. Benefit = Harga jual x Estimasi penjualan
3. Analisis Kelayakan
a. Net Present Value (NPV)
NPV adalah kriteria investasi yang banyak digunakan dalam
mengukur apakah suatu proyek layak atau tidak. Perhitungan NPV
merupakan net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan Social
Opportunity Of Capital (SOCC) sebagai diskon faktor.
Menurut Nurmalina et al (2009), kelayakan suatu bisnis dinilai
dari total manfaat yang diterima melebihi biaya yang dikeluarkan.
Bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari nol (NPV>0) yang
berarti bisnis menguntungkan atau memberikan manfaat. NPV atau
nilai sekarang manfaat bersih adalah selisih antara total present value
manfaat dengan total present value biaya atau jumlah present value dari
manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Secara singkat rumus
NPV dapat dinyatakan sebagai berikut:
NPV = ∑i=1
n
NBi(1+i)−n
Dimana :NB = Net Benefit = Benefit – CostCost = Biaya Tetap + Biaya Tidak TetapBenefit = Harga Jual x Estimasi Penjualan t = tahun kegiatan bisnis (t = 0,1, 2, 3, . . . , n)
i = diskon rate (%)n = tahun (waktu)
Untuk menghitung NPV di dalam sebuah gagasan usaha atau
proyek, diperlukan data perkiraan biaya investasi, biaya operasi, dan
28
pemeliharaan serta perkiraan biaya benefit dari proyek yang
direncanakan. Apabila hasil perhitungan NPV lebih besar dari 0 (nol)
dikatakan usaha atau proyek tersebut feasible (layak untuk dijalankan)
untuk dilaksanakan dan jika lebih kecil dari 0 (nol) tidak layak untuk
dilaksanakan. Hasil perhitungan net present value sama dengan 0 (nol)
ini berarti proyek tersebut berada dalam keadaan break event point
(BEP) dimana TR = TC dalam bentuk present value (Ibrahim, 2009).
b. Internal Rate of Return (IRR)
Menurut Nurmalina et al (2009) IRR adalah tingkat discount rate
yang menghasilkan NPV sama dengan nol (NPV=0). Sebuah bisnis
dikatakan layak apabila IRR lebih besar dari Social Opportunity Cost of
Capital (SOCC).
Untuk menentukan besarnya nilai IRR harus dihitung nilai NPV 1
dan NPV 2 dengan cara coba-coba. Apabila nilai NPV 1 telah
menunjukkan angka positif maka discount factor yang kedua harus
lebih besar dari SOCC dan sebaliknya apabila NPV 1 menunjukkan
angka negatif maka discount factor yang kedua berada di bawah SOCC
atau discount factor. Formula rumusan untuk IRR adalah sebagai
berikut :
IRR = i1 + NPV1 . (i2 -i1) NPV1 + NPV2
Dimana:i1 = adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1
i2 = adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2
NPV1 = NPV positifNPV2 = NPV negatif.
c. Net Benefit – Cost ratio (Net B/C)
29
Perhitungan Net B/C Ratio merupakan perbandingan antara
penerimaan total dan biaya total, yang menunjukkan nilai penerimaan
yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Proyek ini
dinyatakan layak apabila ratio B/C ≥ 1 (Surahman et al, 2007).
Rumus dari Net B/C Ratio adalah sebagaiberikut:
Net B/C = ∑i=1
n
N Bi (+)
∑i=1
n
N Bi (-)
Dimana :Net B/C Ratio > 1, maka proyek layak atau dapat dilaksanakanNet B/C Ratio = 1, maka proyek impas antara biaya dan manfaat
sehingga terserah kepada pengambilan keputusan untuk dilaksanakan atau tidak
Net B/C Ratio <1, maka proyek tidak layak atau tidak dapat dilaksanakan
d. Break Even Point (BEP)
Break even point adalah suatu titik pulang pokok dimana total
revenue = total cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah
proyek, terjadinya titik pulang pokok atau TR=TC tergantung pada lama
arus penerimaan sebuah proyek (Ibrahim, 2009). Sebelum memproduksi
suatu produk, perusahaan terlebih dulu merencanakan seberapa besar laba
yang diinginkan. Ketika menjalankan usaha maka tentunya akan
mengeluarkan biaya produksi, maka dengan analisis titik impas dapat
diketahui pada waktu dan tingkat harga berapa penjualan yang dilakukan
tidak menjadikan usaha tersebut rugi dan mampu menetapkan penjualan
dengan harga yang bersaing pula tanpa mengesampingkan laba yang
diinginkan.
30
BEP unit = FC
P−VC atau BEP rupiah = FC
1−VC / pDimana : FC = Biaya tetapP = Harga jual per unit
VC = Biaya variable per unit
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam industri pembuatan bioetanol dengan
bahan baku nira nipah di Desa Pantai Harapan, Kecamatan Bumi Makmur,
Kabupaten Tanah Laut adalah nira, yaitu cairan bening yang didapat dari
penyadapan pohon nipah dengan perlakuan 9-15 hari terlebih dahulu sebelum
akhirnya pada batang buah nipah dipotong dan mengeluarkan nira. Tahap awal
perlakuan yaitu dengan memilih tanaman yang akan disadap, dimana yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan tanaman ini yaitu yang berbuah besar dan tempat
tumbuhnya berada di daerah yang tidak terendam air saat pasang, hal ini bertujuan
agar apabila nira telah disadap dan ditampung, air pasang tidak merendam nira
hasil tampungan tersebut. Setelah itu tahap berikutnya melemaskan batang buah
agar menunduk kebawah, untuk memudahkan nira keluar dan masuk kedalam
botol penampungan. Teknik pelemasan disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Pelemasan Batang Buah
31
Setelah dilakukan pelemasan, kemudian dilakukan penggoyangan dengan
cara mendorong buah kearah bawah beberapa kali. Dilakukan setiap hari pagi dan
sore hari selama 9-15 hari tergantung besar kecilnya buah. Buah yang lebih besar
dan berat lebih cepat mengeluarkan nira setelah dipotong dibandingkan dengan
buah yang ukurannya lebih kecil. Setelah itu buah yang sudah diberikan perlakuan
siap untuk disadap dengan teknik sadap potong miring pada ujung batang dekat
buah.
Setelah buah dipotong dan dilakukan penyadapan (dengan teknik khusus),
maka nira yang keluar dari batang ditampung di dalam tempat yang sudah
disiapkan.
Penyadapan dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 pagi dan sore hari pukul
18.00 sore. Banyak sedikitnya nira yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh
jumlah pohon yang disadap dan jumlah buah nipah yang tumbuh. Setiap satu
pohon nipah biasanya dapat menghasilkan 0,5-1,2 liter setiap harinnya, dengan
lama penyadapan per pohon sekitar 6-8 minggu tergantung dari kondisi pohon
nipah tersebut.
Pengadaan bahan baku utama ini dilakukan untuk tiga (3) kali produksi,
artinya dalam satu hari dilakukan tiga kali proses produksi, yaitu bertahap
(continue). Nira yang dipakai sudah dilakukan perlakuan fermentasi selama 3 hari
dan setelah itu diproses menjadi bioetanol. Nira Nipah disajikan pada Gambar 5.
32
Gambar 5. Nira Nipah
B. Bahan Tambahan
Bahan tambahan yang digunakan pada industri pembuatan bioetanol dengan
bahan baku nira nipah di Desa Pantai Harapan, Kecamatan Bumi Makmur,
Kabupaten Tanah Laut ini adalah ragi, NPK, dan urea, dimana ragi atau khamir
(Saccharomyces cerevisiae) berfungsi untuk memfermentasi kandungan gula yang
ada pada nira nipah menjadi etanol, NPK berfungsi sebagai nutrisi atau makanan
khamir yang bekerja dalam proses fermentasi, hal ini dikarenakan pupuk NPK
banyak mengandung unsur N, dan P yang dibutuhkan oleh khamir, urea berfungsi
sebagai nutrisi untuk khamir yang bekerja pada proses fermentasi karena pupuk
urea mengandung unsur N yang dibutuhkan untuk makanan khamir.
Besar kecilnya jumlah penggunaan bahan pembantu ini dipengaruhi oleh
jumlah nira yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah nira yang dihasilkan, maka
semakin besar pula jumlah bahan pembantu yang digunakan. Pengadaan dari
NPK, urea dan ragi sendiri dengan cara membeli di pasar. Ragi, Urea dan NPK
disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Ragi, Urea dan NPK
33
C. Peralatan dalam Proses Produksi Bioetanol
Produksi bioetanol yang berbahan baku nira nipah di Desa Pantai Harapan,
Kecamatan Bumi Makmur, Kabupaten Tanah Laut selain membutuhkan bahan
baku dan bahan pembantu untuk menjalankan usahanya, juga memerlukan
peralatan yang digunakan dalam proses produksi. Peralatan yang digunakan dalam
industri pembuatan bioetanol yang berbahan baku nira nipah di Desa Pantai
Harapan, Kecamatan Bumi Makmur, Kabupaten Tanah Laut antara lain sebagai
berikut:
a. Drum Plastik
Berfungsi sebagai tempat untuk fermentasi nira nipah. Drum plastik ini
memiliki kapasitas 80 liter.
b. Pengaduk
Yaitu alat yang terbuat dari stainless berbentuk seperti baling-baling.
Berfungsi untuk mengaduk nira saat difermentasi didalam drum plastik.
c. Destilator
Yaitu alat yang terbuat dari alumunium yang berfungsi untuk mendestilasi
nira nipah menjadi bioetanol.
d. Pemanas
Yaitu alat yang terdiri dari kompor, regulator dan tabung gas LPG yang
berfungsi untuk memanaskan destilator.
e. Jerigen
34
Yaitu alat yang terbuat dari plastik dan berfungsi untuk menampung
bioetanol hasil dari proses destilasi.
f. Alkoholmeter
Yaitu alat yang berfungsi sebagai indikator atau alat ukur untuk mengetahui
kadar etanol yang terkandung dari hasil proses destilasi.
g. Gayung
Yaitu alat yang terbuat dari plastik yang berfungsi untuk mengambil nira
hasil fermentasi ke dalam destilator.
h. Corong
Yaitu alat yang terbuat dari plastik yang berfungsi sebagai alat untuk
memasukkan nira hasil fermentasi ke destilator dan untuk memasukkan
bioetanol ke botol kemasan (produk).
D. Proses Produksi Bioetanol
Bahan baku utama pembuatan bioetanol adalah nira nipah, sehingga nira
tersebut harus benar-benar dalam keadaan sudah difermentasi, yaitu nira yang
sudah ditambahkan NPK, urea dan ragi. Setelah itu didiamkan selama tiga (3) hari
untuk proses fermentasi.
Proses produksi bioetanol yang dilakukan oleh produsen dalam
kesehariannya meliputi fermentasi nira nipah, destilasi dan pengemasan bioetanol.
Penyadapan nira nipah sendiri dilakukan oleh petani nipah untuk dijual kepada
produsen bioetanol. Secara lebih rinci, dijelaskan sebagai berikut :
a. Fermentasi
35
Nira nipah hasil dari penyadapan ditambahkan NPK, urea dan ragi,
kemudian dimasukkan ke dalam drum plastik dan didiamkan selama tiga
(3) hari untuk proses fermentasi.
b. Destilasi
Setelah proses fermentasi, nira hasil dari fermentasi dimasukkan ke
dalam alat destilator untuk diproses menjadi bioetanol dengan suhu 87-
89°C selama 2 jam.
c. Pengemasan
Setelah bioetanol sudah dihasilkan dari proses destilasi maka bioetanol
diukur kadar etanolnya dan kemudian dikemas ke dalam botol kemasan
(produk) untuk selanjutnya akan dipasarkan.
Proses fermentasi nira nipah hingga hasil produk bioetanol disajikan pada
Gambar 7 sampai dengan Gambar 9.
36
Gambar 7. Proses Fermentasi
Gambar 8. Proses produksi bioetanol
37
Gambar 9. Bioetanol
Aspek Finansial
A. Analisis Kelayakan Finansial
Preferensi masyarakat akan berkembang seiring dengan waktu, mengingat
bahwa naiknya harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dikalangan masyarakat dan
berkaitan erat dengan dampak yang akan ditimbulkan, yakni ikut naiknya harga
bahan makanan, biaya transportasi, harga jasa, dan lain sebagainya.
Minyak merupakan salah satu sumber alam yang sangat dibutuhkan
terutama untuk kebutuhan sehari–hari sebagai sumber energi mesin, kendaraan,
atau penerangan. Akan tetapi, produksi bahan bakar minyak tidak sebanding
dengan konsumsinya atau sumber minyak terbarukan terbatas.
Ketidakseimbangan produksi dan konsumsi bahan bakar minyak ini tidak dapat
terus dibiarkan. Sehingga perlu dicari sumber bahan bakar selain minyak bumi,
salah satu alternatifnya adalah bioetanol.
Bioetanol bisa diproduksi dari tanaman nipah. Nipah sangat mudah
dikembangkan mengingat berlimpahnya bahan baku yang didapat dari tumbuhan
nipah liar di sepanjang pesisir pantai daerah pasang surut, masa panen yang
panjang dari tanaman nipah juga sangat menguntungkan bagi usaha produksi
bioetanol dengan bahan baku nira nipah ini yakni sekitar 6 sampai 8 minggu
untuk satu pohon nipah dengan masa perlakuan 9-15 hari dan dapat menghasilkan
0,5-1,2 liter nira perharinya untuk satu pohon.
38
Analisis kelayakan finansial usaha bioetanol dari nira nipah ini
menggunakan beberapa asumsi, yaitu sebagai berikut:
1. Periode analisis usaha adalah 5 tahun .
2. Usaha dimulai pada Juni 2015 (tahun nol) dan berakhir pada Desember
2021.
3. Investasi dimulai pada tahun ke-0 (2015) dan industri mulai berproduksi
pada tahun ke-1 (2016).
4. Hari kerja dalam 1 tahun adalah 300 hari (25 hari dalam 1 bulan)
5. Target produksi sebesar 45 liter bahan baku/hari dan menghasilkan 3,8
liter produk bioetanol
6. Bahan baku yang digunakan adalah nira nipah yang dibeli dari petani
dengan harga Rp. 1.000,- /liter.
7. Harga jual bioetanol dari nira nipah sebesar Rp. 38.910,- /liter dengan
presentase kenaikan 7% setiap tahun (mengikuti kenaikan biaya variable).
8. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah suku bunga pinjaman rata-rata
bank yaitu sebesar 7%.
9. Nilai sisa dihitung dengan asumsi pada akhir periode usaha nilai sisanya
sebesar 10% dari nilai belinya.
10. Kenaikan biaya variable berdasar pada tingkat inflasi rata-rata sebesar 7%.
B. Modal Kerja
39
Usaha bioetanol dari bahan baku nira nipah di Desa Pantai Harapan,
Kecamatan Bumi Makmur, Kabupaten Tanah Laut dan dikelola oleh pemilik
secara langsung serta dibantu oleh 1 orang karyawan yang berasal dari daerah
sekitar pabrik. Karyawan bertanggung jawab atas kegiatan produksi harian yang
dilakukan dipabrik sehingga diperlukan deskripsi pekerjaan yang jelas untuk
karyawan. Modal kerja dalam usaha produksi bioetanol dari nira nipah ini terdiri
dari biaya investasi, dan biaya operasional (biaya tetap dan biaya variable)
C. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang dapat digunakan dalam waktu yang
relatif lama (lebih dari satu tahun). Biaya investasi dikeluarkan dari persiapan
proyek sampai dengan kegiatan operasional perusahaan dimulai.
Biaya investasi yang dikeluarkan untuk usaha produksi bioetanol dari nira
nipah ditingkat petani ini meliputi pembelian pengaduk, pompa air, alkoholmeter,
pemanas (kompor gas dan regulator), destilator, jerigen, tabung gas, drum plastik,
gayung dan corong. Masing–masing alat hanya terdiri dari 1 unit, kecuali drum
plastik dan pengaduk yang terdiri dari 3 unit, hal itu terjadi karena drum plastik
dan pengaduk digunakan untuk proses fermentasi yang memakan waktu sampai 3
hari. Komponen-komponen biaya investasi beserta harganya disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Komponen Biaya Investasi dan HarganyaJenis Jumlah (unit) Harga Satuan (Rp) Total (Rp)
Pengaduk 3 80.000 240.000Pompa air 1 245.000 245.000Alkoholmeter 1 60.000 60.000Pemanas (kompor+regulator) 1 133.000 133.000Destilator 1 1.700.000 1.700.000Jerigen 1 15.000 15.000Tabung gas 1 125.000 125.000
40
Drum plastik 3 80.000 240.0005.000
Gayung 1 5.000Corong 1 2.000 2.000
Jumlah 2.765.000
Jumlah investasi pada tahun ke-0 (nol) yang diperlukan untuk memulai
usaha produksi bioetanol dari nira nipah ditingkat petani adalah sebesar
Rp. 2.765.000,-. Sumber dana yang digunakan untuk menjalankan usaha ini
seluruhnya dari modal sendiri. Investasi dimulai dari tahun ke-0 untuk
menyiapkan peralatan–peralatan yang dibutuhkan untuk memulai usaha produksi
bioetanol dari nira nipah. Pada tahun ke-3 usaha produksi bioetanol dari nira
nipah di tingkat petani akan mengeluarkan biaya untuk penggantian peralatan
yang umur ekonomisnya 3 tahun, yaitu yang terdiri dari pengaduk, alkoholmeter,
jerigen, drum plastik, gayung dan corong. Hal tersebut dilakukan karena alat-alat
tersebut hanya mampu bertahan selama 3 tahun.
D. Biaya Produksi
Biaya produksi atau biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk
proses produksi dalam menghasilkan etanol. Biaya produksi terdiri dari biaya
tetap dan biaya tidak tetap.
1. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap merupakan komponen biaya yang dikeluarkan setiap
tahunnya sama dan tidak tergantung dengan jumlah hasil produksi yang
dihasilkan. Biaya tetap terdiri dari biaya pemeliharaan.
Total biaya tetap usaha produksi bioetanol dari nira nipah di tingkat
petani pertahun adalah sebesar Rp. 250.000,-. Dalam komponen biaya tetap
terdiri dari biaya pemeliharaan. Komponen biaya tetap disajikan pada Tabel 5.
41
Tabel 5. Komponen Biaya TetapJenis Jumlah (unit) Biaya Pertahun (Rp)
Biaya Pemeliharaan 250.000 Jumlah 250.000
Biaya pemeliharaan dikeluarkan untuk pemeliharaan alat apabila terjadi
kerusakan. Adapun biaya pemeliharaan yang dikeluarkan yaitu sebesar
Rp. 250.000,-.
2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)
Biaya tidak tetap merupakan biaya yang diperlukan untuk membiayai
proses produksi. Besar kecilnya biaya yang diperlukan untuk membiayai
proses produksi, tergantung pada besar kecilnya jumlah produksi. Adapun
biaya yang dikeluarkan setiap tahunnya berbeda karena tergantung dengan
jumlah produk yang dihasilkan.
Biaya tidak tetap (variable cost) adalah semua pengeluaran yang
berhubungan langsung dengan operasi pengolahan, seperti pembelian dan
penanganan bahan baku dan bahan pembantu, serta upah pekerja (Salengke,
2012).
Komponen yang termasuk dalam biaya tidak tetap meliputi bahan baku,
bahan bakar, biaya utilitas dan upah pekerja. Bahan baku yang digunakan
untuk usaha produksi bioetanol dari nira nipah ini adalah nira nipah, NPK,
urea, dan ragi. Bahan bakar yang digunakan adalah gas LPG 3 Kg. Nira nipah
diasumsikan didapatkan dengan membeli dari petani nipah dengan harga
Rp. 1.000,- /liter dengan alasan untuk efisiensi waktu kerja dan tenaga kerja.
Produksi bioetanol dalam 1 (satu) bulannya memerlukan bahan baku nira
nipah sebanyak 1.125 liter, NPK sebanyak 937,5 gram, urea sebanyak 750
gram, dan ragi sebanyak 16.500 gram, gas LPG 12 Kg dan 95 botol produk.
42
Komponen biaya tidak tetap dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan
akumulasi biaya tidak tetap dari tahun ke-1 sampai tahun ke-5 disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Biaya Tidak Tetap (Variable cost)Biaya variabel Total (Rp)
Tahun 1 41.994.600Tahun 2 44.934.222Tahun 3 48.079.618Tahun 4 51.445.191Tahun 5 55.046.354
Dari tabel dapat dilihat bahwa biaya tidak tetap setiap tahunnya
mengalami peningkatan dan pada tahun ke-1 sampai ke-5 jumlah produksinya
yaitu sebanyak 1140 liter (100%). Dengan produksi bioetanol dari awal
sebanyak 100% maka hal tersebut dapat mempengaruhi pendapatan yang akan
diperoleh, dengan semakin banyak produk yang dihasilkan maka akan
semakin cepat pula usaha tersebut bisa mendapatkan keuntungan dan
mencapai titik impas (balik modal). Peningkatan biaya tidak tetap juga
disebabkan karena kenaikan harga bahan baku, bahan pendukung, bahan
penunjang dan upah tenaga kerja. Kenaikan biaya tidak tetap diasumsikan 7%
setiap tahunnya. Perincian kenaikan harga bahan baku atau biaya tidak tetap
terangkum pada Lampiran 3. Harga bahan baku disesuaikan dengan harga
bahan baku yang ada di pasaran saat ini.
E. Pendapatan
Pendapatan adalah merupakan penghasilan dari penjualan produk, barang
dagangan, jasa dan perolehan dari setiap transaksi yang terjadi. Agar pendapatan
yang akan diterima dari hasil penjualan bioetanol dari nira nipah dapat dihitung,
43
maka perlu terlebih dahulu ditentukan harga jual produk dan estimasi produk yang
terjual.
Harga jual produk didapatkan dengan menggunakan cara metode full
costing dan harga jual produk juga dapat menutupi seluruh biaya produksi
bioetanol yang diperlukan untuk menghasilkan produk tersebut. Untuk harga jual
produk disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Harga Jual Produk
Dari tabel di atas dapat dilihat harga bioetanol dari nira nipah mengalami
peningkatan, dari tahun pertama hingga tahun ke-5. Hal tersebut terjadi karena
biaya variable setiap tahunnya mengalami kenaikan sebesar 7% dan hal tersebut
dapat mempengaruhi meningkatnya biaya produksi atau biaya operasional dan
bahan baku pembuatan bioetanol dari nira nipah. Pada tahun ke-1 estimasi jumlah
produk yang terjual yaitu adalah sebanyak 100% atau 1140 liter bioetanol dan
untuk tahun ke-2 sampai ke-5 estimasi jumlah produk yang terjual yaitu adalah
sebanyak 100% atau 1140 liter.
Pendapatan (benefit) yang diperoleh setiap tahun mengalami peningkatan.
Pada tahun ke-1 pendapatan yang diperoleh yaitu sebesar Rp. 44.356.830,-
kemudian pada tahun ke-2 pendapatan yang diperoleh yaitu sebesar
Rp. 47.443.433,- kemudian pada tahun ke-3 pendapatan yang diperoleh yaitu
sebesar Rp. 50.746.098,- kemudian pada tahun ke-4 pendapatan yang diperoleh
yaitu sebesar Rp. 54.279.950,- dan pada tahun ke-5 pendapatan yang diperoleh
Tahun Harga Bioetanol (Rp/liter)1 38.9102 41.6173 44.5144 47.6145 50.931
44
yaitu sebesar Rp. 58.061.172,-. Untuk Benefit atau pendapatan usaha produksi
bioetanol dari nira nipah disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Benefit Atau Pendapatan Usaha Produksi Bioetanol Dari Nira NipahUmur Proyek Jumlah Produksi
(liter)Jumlah Produk
yang Terjual (liter)
Harga Produk (liter)
Benefit (Rp ,00)
Tahun 1 (100%) 1140 1140 38.910 44.356.830Tahun 2 (100%) 1140 1140 41.617 47.443.433Tahun 3 (100%) 1140 1140 44.514 50.746.098Tahun 4 (100%) 1140 1140 47.614 54.279.950Tahun 5 (100 %) 1140 1140 50.931 58.061.172
F. Laba Bersih (Net Benefit)
Laba bersih dapat diperoleh dari seluruh pendapatan dikurangi seluruh
biaya. Jika nilai selisih tersebut adalah positif, maka nilai tersebut sebagai
keuntungan perusahaan, sedangkan nilai yang negatif menandakan kerugian
perusahaan. Besarnya laba bersih yang dapat dicapai akan menjadi ukuran
sukses bagi perusahaan.
Laba bersih atau net benefit adalah keuntungan yang diperoleh dari proses
produksi yang diterima dari hasil penjualan produk yang telah dikurangkan
dengan total cost. Usaha produksi bioetanol dari nira nipah pada tahun ke-0 tidak
mendapatkan keuntungan karena pada tahun ke-0 proses produksi belum berjalan.
Pada tahun ke-1 usaha produksi bioetanol dari nira nipah sudah
mendapatkan keuntungan karena pendapatan yang diperoleh lebih besar dari biaya
produksi atau total cost yaitu sebesar Rp. 2.112.230,- pada tahun ke-2 usaha
produksi bioetanol dari nira nipah mendapatkan keuntungan yaitu sebesar
Rp. 2.259.211,- pada tahun ke-3 usaha produksi bioetanol dari nira nipah
mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 1.854.481,- pada tahun ke-4 usaha produksi
bioetanol dari nira nipah mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 2.584.760,- dan
45
pada tahun ke-5 usaha produksi bioetanol dari nira nipah mendapatkan
keuntungan sebesar Rp. 3.041.318,-. Keuntungan pada tahun ke-3 mengalami
penurunan karena pada tahun ke-3 ada beberapa alat yang harus diganti
(pengaduk, alkoholmeter, jerigen, drum plastik, gayung dan corong). Maka dari
itu keuntungan pada tahun ke-3 mengalami penurunan. Untuk lebih rincinya
perhitungan net benefit dapat disajikan pada Lampiran 5.
Hasil Analisis Kelayakan Finansial Usaha
Analisis suatu finansial usaha dapat ditinjau dari berbagai hal, salah satunya
melalui kriteria kelayakan investasi. Beberapa kriteria investasi yang umum
dikenal diantaranya analisis nilai bersih sekarang (Net Present Value), Net Benefit
Cost Ratio (Net B/C Ratio), tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of
Return), dan titik pulang pokok (Break Event Point).
Penentuan kelayakan suatu proyek diukur dengan kriteria-kriteria investasi.
Kriteria-kriteria investasi dihitung menggunakan present value yang telah
didiskonkan pada arus benefit dan biaya selama umur proyek tersebut (Salengke,
2012). Perhitungan kriteria investasi didasarkan pada net cash flow, yaitu nilai
yang diperoleh dari penjumlahan laba bersih dengan penyusutan. Nilai ini
merupakan penerimaan riil proyek agar kriteria investasi yang digunakan dapat
dihitung, perlu dilakukan penyusunan laporan rugi laba dan laporan pengeluaran
dan penerimaan kas.
Laporan rugi laba merupakan ringkasan penerimaan dan pembiayaan
perusahaan setiap periode akuntansi dan memberikan suatu gambaran tentang
kegiatan perusahaan dari waktu ke waktu. Sedangkan laporan penerimaan dan
pengeluaran kas menunjukkan transaksi uang tunai yang berlangsung selama
46
periode akuntansi tertentu. Selain itu nilai sisa pada akhir periode atau akhir tahun
operasi juga masuk kedalam hasil pendapatan. Nilai sisa ini akan menambah
jumlah penerimaan kas yang diterima pada akhir tahun umur proyek. Hasil
perhitungan analisis kelayakan finansial usaha produksi bioetanol dari nira nipah
disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Analisis Kelayakan Finansial Usaha Produksi Bioetanol Dari Nira Nipah
No Kriteria Investasi Hasil Keterangan
1 Net Present Value (NPV) Rp 6.836.456 Layak2 Internal Rate of Return (IRR) 75% Layak3 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) 3,47 Layak
A. Net Present Value (NPV)
Net Present Value adalah nilai hasil analisis yang menghitung perbedaan
antara nilai sekarang dari semua kas masuk (income atau benefit) dengan nilai
sekarang dari semua kas keluar (cost atau expenditure) dari suatu proyek atau
suatu investasi. Dengan kata lain, nilai NPV merupakan total nilai sekarang dari
semua aliran kas yang terjadi selama life cycle suatu proyek atau investasi yang
telah didiskon dengan menggunakan Social Opportunity Cost Of Capital sebagai
diskon faktor, atau dengan kata lain merupakan arus kas yang diperkirakan pada
masa yang akan datang yang didiskonkan pada saat ini. Analisis investasi
memungkinkan kita menilai apakah suatu proyek atau peluang investasi layak
dilaksanakan atau tidak (Salengke, 2012).
Untuk menghitung NPV di dalam sebuah gagasan usaha atau proyek,
diperlukan data perkiraan biaya investasi, biaya operasi, dan pemeliharaan serta
perkiraan biaya benefit dari proyek yang direncanakan. Apabila hasil perhitungan
NPV lebih besar dari 0 (nol) dikatakan usaha atau proyek tersebut feasible (layak
47
untuk dijalankan) untuk dilaksanakan dan jika lebih kecil dari 0 (nol) tidak layak
untuk dilaksanakan. Hasil perhitungan net present value sama dengan 0 (nol) ini
berarti proyek tersebut berada dalam keadaan Break Event Point (BEP) dimana
TR = TC dalam bentuk present value (Ibrahim, 2009).
Untuk mencari NPV terlebih dahulu harus diketahui komponen biaya
investasi, biaya tetap, biaya tidak tetap, benefit, net benefit dan discount factor.
Discount factor adalah suatu bilangan untuk menilai nilai uang dalam bentuk
present value (nilai sekarang) (Salengke, 2012). Besar kecilnya jumlah uang di
masa yang akan datang maupun jumlah uang pada saat ini tergantung pada besar
kecilnya tingkat bunga dan jangka waktu yang digunakan.
Bunga bank yang digunakan untuk menghitung discount factor adalah
bunga deposito. Bunga deposito yang berlaku pada saat ini adalah 7%. Discount
factor dihitung mulai tahun ke-0 sampai tahun ke-5 proyek. Setelah discount
factor didapat baru bisa dihitung present value. Perhitungan present value
merupakan net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan SOCC atau biasa
disebut bunga deposito sebagai discount factor. Nilai NPV didapat dari
penjumlahan keseluruhan dari present value, jadi present value dari tahun ke-0
sampai tahun ke-5 ditotalkan semua dan total dari present value tersebut adalah
nilai NPV. Total investasi produksi bioetanol dari nira nipah selama 5 tahun yaitu
sebesar Rp. 3.327.000,- dan setelah dilakukan penghitungan selisih antara
pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan menggunakan SOCC
sebagai discount factor didapatkan NPV sebesar Rp. 6.836.456,- dan itu artinya
usaha ini akan menerima keuntungan sebesar Rp. 6.836.456,- selama 5 tahun
48
menurut nilai waktu sekarang. Nilai NPV usaha produksi bioetanol dari nira nipah
ini diatas nol (0) maka itu artinya usaha tersebut layak untuk dijalankan.
B. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat discount rate yang
menghasilkan NPV sama dengan nol (NPV=0). Sebuah bisnis dikatakan layak
apabila IRR lebih besar dari (SOCC) (Nurmalina et al, 2009). Dengan demikian
apabila hasil perhitungan IRR lebih besar dari Social Opportunity Cost Of Capital
(SOCC) dikatakan proyek atau usaha tersebut layak untuk dijalankan, bila sama
dengan SOCC berarti pulang pokok atau tidak mendapatkan keuntungan dan tidak
juga mendapat kerugian, sedangkan jika dibawah SOCC maka usaha tersebut
tidak layak dijalankan.
Untuk menentukan besarnya nilai IRR harus dihitung nilai NPV 1 dan NPV 2
didapatkan dengan cara coba-coba untuk mendapatkan discount factor yang nilai
NPV negatif (-). Tujuan mencari NPV negatif (-) adalah untuk mengetahui batas
dimana nilai discount factor menunjukkan usaha tersebut tidak layak. Apabila
nilai NPV 1 telah menunjukkan angka positif maka discount factor yang kedua
harus lebih besar dari SOCC dan sebaliknya apabila NPV 1 menunjukkan angka
negatif maka discount factor yang kedua berada dibawah SOCC atau discount
factor.
Dari perhitungan analisis kelayakan finansial usaha produksi bioetanol dari
nira nipah ditingkat petani ini didapat nilai NPV2 adalah -Rp. 13.393,- dengan
discount factor atau tingkat suku bunga 75%. Setelah didapat nilai NPV1 dan
NPV2 maka discount factor untuk NPV1 dan NPV2 diketahui nilai IRR dari
perhitungan analisis finansial usaha produksi bioetanol dari nira nipah ini adalah
49
sebesar 75%. Nilai IRR ini lebih besar dari SOCC yaitu sebesar 7% yang artinya
proyek atau usaha tersebut layak untuk dijalankan dari pada dengan dananya
disimpan di bank yang hanya mendapatkan return sebesar 7% setiap tahunnya.
Tetapi jika dana tersebut diinvestasikan untuk usaha produksi bioetanol dari nira
nipah maka akan mendapatkan keuntungan (return) sebesar 75%.
C. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Net benefit cost ratio merupakan perbandingan antara net benefit yang telah
didiscount positif (+) dengan net benefit yang telah didiscount negatif (-). Dalam
kaitannya dengan usaha, Benefit-cost ratio dapat dikatakan sebagai rasio
perbandingan antara penerimaan yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan
dalam usaha. Jika rasio menunjukan hasil nol maka dapat dikatakan bahwa usaha
tidak memberikan keuntungan finansial. Demikian juga jika rasio menunjukkan
angka kurang dari 1 maka usaha yang dilakukan tidak memberikan keuntungan
dari kegiatan yang dilaksanakan.
Perhitungan Net B/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan
total dan biaya total, yang menunjukkan nilai penerimaan yang diperoleh dari
setiap rupiah yang dikeluarkan. Proyek ini dinyatakan layak apabila ratio B/C ≥ 1
(Surahman et al, 2007). Benefit atau pendapatan yang diperoleh dari usaha
produksi bioetanol ini adalah sebesar Rp. 9.601.456,- dan untuk biaya cost atau
pengeluaran yaitu sebesar Rp. 2.765.000,- sehingga didapat nilai Net Benefit Cost
Ratio dari perhitungan perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran usaha
produksi bioetanol dari nira nipah yaitu ialah sebesar 3,47 yang artinya setiap
Rp. 1,- biaya yang dikeluarkan akan memberikan atau menghasilkan keuntungan
sebesar Rp. 3,47,-. Dengan nilai Net Benefit Cost Ratio yang lebih dari 1 maka itu
50
artinya usaha produksi bioetanol dari nira nipah ditingkat petani layak untuk
dijalankan.
D. Break Even Point (BEP)
Break even point adalah suatu titik pulang pokok dimana total revenue =
total cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya titik
peluang pokok atau TR=TC tergantung pada lama arus penerimaan sebuah
proyek. Sebelum memproduksi suatu produk, perusahaan terlebih dulu
merencanakan seberapa besar laba yang diinginkan. Ketika menjalankan usaha
maka tentunya akan mengeluarkan biaya produksi, maka dengan analisis titik
impas dapat diketahui pada waktu dan tingkat harga berapa penjualan yang
dilakukan tidak menjadikan usaha tersebut rugi dan mampu menetapkan penjualan
dengan harga yang bersaing pula tanpa melupakan laba yang diinginkan.
Semakin besar keuntungan yang diterima, maka akan semakin cepat pula
waktu untuk pengembalian biayanya. Pada perhitungan analisis kelayakan
finansial usaha produksi bioetanol dari nira nipah dihitung nilai BEP nya per
tahun karena biaya tidak tetap (variabel cost) yang setiap tahunnya berbeda dan
juga harga jual yang setiap tahunnya tidak sama atau berbeda sehingga BEP nya
harus dihitung per tahun.
Jumlah produk yang dihasilkan yaitu pada tahun ke-1 (100%) sampai ke-5
(100%). Volume penjualan pada tahun ke-1 yaitu sebanyak 121 liter dan nilai
penjualannya sebesar Rp. 4.694.381,-. Pada tahun ke-2 volume penjualan untuk
mencapai titik impas turun menjadi 114 liter dan nilai penjualannya sebesar
Rp. 4.726.927,-. Pada tahun ke-3 volume penjualan turun menjadi 107 liter dan
nilai penjualannya sebesar Rp. 4.757.778,-. Pada tahun ke-4 volume penjualan
51
turun menjadi 101 liter dan nilai penjualannya sebesar Rp. 4.786.998,-. Pada
tahun ke-5 volume penjualan turun menjadi 95 liter dan nilai penjualannya
sebesar Rp. 4.814.650,-. Untuk lebih jelasnya perhitungan BEP disajikan pada
Tabel 10.
Tabel 10. BEP pada tahun ke-1 sampai tahun ke-5Titik Impas Tahun-1 Tahun-2 Tahun-3 Tahun-4 Tahun-5
Volume (Liter) 121 114 107 101 95
Nilai Penjualan (Rp) 4.694.381 4.726.927 4.757.778 4.786.998 4.814.650
Dengan naiknya nilai penjualan secara tidak signifikan (Rp) pada tahun ke-
1 sampai tahun ke-5 dan turunnya volume penjualan yang signifikan yaitu
dipengaruhi oleh harga penjualan dari produk bioetanol. Untuk lebih jelasnya
disajikan pada Lampiran 9.
KESIMPULAN
52
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk
dijalankan ditingkat petani. Dengan kriteria layak berdasarkan nilai :
1. NPV diatas nol (Rp. 6.836.456)
2. IRR (75%) lebih besar dari SOCC (7%)
3. Net B/C ratio lebih besar dari 1 (3,47)
4. Nilai titik impas (BEP) pada tahun ke-1 yaitu sebanyak 121 liter, pada tahun
ke-2 sebanyak 114 liter, pada tahun ke-3 sebanyak 107 liter, pada tahun ke-4
sebanyak 101 liter, dan pada tahun ke-5 sebanyak 95 liter.
DAFTAR PUSTAKA
53
Alrasyid, H. 2001. Pedoman Pengelolaan Hutan Nipah (Nypa fruticans) Secara Lestari. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Badan Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogar. [http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/6126/UNTUK%20REPOSITORY%20SKRIPSI%20ROSDIANA%20NATSIR%20L11108307%20ILMU%20KELAUTAN.pdf?sequence=1]. Diakses tanggal 17 April 2015
Ardana, K.B., Pramudya, M.H., Tambunan, A.H. 2008. Pengembangan tanaman jarak pagar (Jatropha Curcas L) mendukung kawasan mandiri energi di Nusa Penida, Bali . Jurnal Littri 14 (4) : 155-161. [http://www.jurnal - agritech.tp.ugm.ac.id/ojs/index.php/agritech/article/viewFile/398/505]. Diakses tanggal 9 Maret Maret 2015
Baharudin., Taskirawati. 2009. Hasil Hutan bukan Kayu. Buku Ajar Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makasar. [http://download.portalgaruda.org/article.php?article=264965&val=6451&title=Fermentasi%20Nira%20Nipah%20Skala%2050%20Liter%20Menjadi%20Bioetanol%20Menggunakan%20Saccharomyces%20Cerevisiae]. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015.
Bailey., James, E., David, F., Ollis. 1986. Biochemical Engineering Fundamentals, 2nd edition, McGraw-Hill Book Co., Singapore. [http://core.ac.uk/download/pdf/11713652.pdf]. Diakses pada tanggal 22 Juni 2015.
BP-Energi Nasional 2010-2025. 2008. www.esdm.go.id
Dahlan., Muhammad, H., Sari., Dewi, D., Ismadyar. 2009. Pemekatan Nira Nipah Menggunakan Membran Selulosa Asetat. Jurnal Teknik Kimia Universitas Sriwijaya : Palembang. [http://download.portalgaruda.org/article.php?article=129538&val=2281]. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015.
[Ditjendbun]. 2006. Daftar komoditi binaan direktorat jendral perkebunanberdasarkan keputusan menteri pertanian nomor 511/KPTS/PD 310/9/2006. [http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/6126/UNTUK%20REPOSITORY%20SKRIPSI%20ROSDIANA%20NATSIR%20L11108307%20ILMU%20KELAUTAN.pdf?sequence=1]. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015.
Ibrahim, Y. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. PT Rineka Cipta : Jakarta.
Idham, A., Lestari, T., Adriani, D. 2010. Analisis finansial sistem usaha tani terpadu (integrated farming system) berbasis ternak sapi di kabupaten
54
oganilir. Jurnal Pembangunan Manusia 6 .http://balitbangdasumsel.net/ data/download/ 20100414125413.pdf . [3 April 2011]. [http://www.jurna - lagritech.tp.ugm.ac.id/ojs/index.php/agritech/article/viewFile/398/505]. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015.
Kadariah, K. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek.Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia : Jakarta.
Kasmir., Jakfar. 2007. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi 2. Kencana, Jakarta. [http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/economy/2009/Artikel_10205041.pdf]. Diakses pada tanggal 6 April 2015.
Khairani, R. 2007. Tanaman jagung sebagai bahan bio-fuel. http://www.macklintmip-unpad.net/Bio-fuel/Jagung/Pati.pdf. diakses tanggal 25 Maret 2009. [http://www.pustekolah.org/data_content/attachment/NEW-PROSPEK_BIOETANOL_SEBAGAI_PENGGANTI_MINYAK_TANAH.pdf]. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015.
Kitamura, S., Anwar, C., Chaniago, A., Baba, S. 1997. Handbook of mangroves in Indonesia : Bali and Lombok. Ministry of Indonesia and JICA,Jakarta. [http://forda-mof.org/files/02.Heriyanto-Potensi_dan_Sebaran_Nipah_.pdf]. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015.
Kotler, P., Amstrong, G. 2004. Dasar-Dasar Pemasaran. Edisi 9. Alih Bahasa; Alexander Sindoro. PT Indeks, Jakarta. [http://mfile.narotama.ac.id/files/Umum/JURNAL%20IPB/ANALISIS%20KELAYAKAN%20PENGEMBANGAN%20USAHA%20RANSEL%20LAPTOP%20DI%20UMKM%20YOGI%20TAS%20DESA%20LALADON%20KECAMATAN%20CIOMAS%20KABUPATEN%20BOGOR.pdf]. Diakses pada tanggal 6 April 2015.
Kusuma, P.T.W.W., Hidayat, D.D., Indrianti, N. 2012. Analisis kelayakan finansial pengembangan usaha kecil menengah (UKM) nata de coco di Sumedang, Jawa Barat. Jurnal Teknotan 6: 670-676. [http://www.jurnal-agritech.tp.ugm.ac.id/ojs/index.php/agritech/article/viewFile/398/505]. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015.
Nurmalina, R., Sarianti, T., Karyadi, A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis.Bogor: Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. [http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0CCc
55
QFjAB&url=http%3A%2F%2Fjournal.ipb.ac.id%2Findex.php%2Ffagb%2Farticle%2Fdownload%2F8895%2F6965&ei=R0YpVaX3JYK2uASt5oCYAQ&usg=AFQjCNGhRXgDb194KgeX0CSzXGbnz8SZrA&sig2=Ju3GQWhudfGE5YXpVJ53w&bvm=bv.90491159,d.c2E]. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015.
Peters, M.S., Timmerhause, K.D. 1991. Plant Design and Economics for Chemical Engineers, Fourth edition. Mc Graw-Hill Inc, New York.
Prihandana, R.K., Noerwijari., Adinuraini, P.G., Setyianingsih, D., Setiadi, S., Hendroko, R. 2007. Bioetanol Ubi Kayu Bahan bakar Masa Depan, Agromedia, Jakarta. [http://download.portalgaruda.org/article.php?article=264965&val=6451&title=Fermentasi%20Nira%20Nipah%20Skala%2050%20Liter%20Menjadi%20Bioetanol%20Menggunakan%20Saccharomyces%20Cerevisiae]. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015
Pujawan, I.N. 2004. Ekonomi Teknik. Penerbit Guna Widya, Surabaya. [http://www.jurnal-agritech.tp.ugm.ac.id/ojs/index.php/agritech/article/viewFile/398/505]. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015.
Riyadi, A. 2010. Nipah Membawa Berkah. http://jurnalenergi.com/news/55-nipah-membawa -berkah. [http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/6126/UNTUK%20REPOSITORY%20SKRIPSI%20ROSDIANA%20NATSIR%20L11108307%20ILMU%20KELAUTAN.pdf?sequence=1]. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015.
Salengke. 2012. Engineering Economy: Techniques For Project and Business Feasibility Analysis. Cetakan Pertama. Identitas Unhas . Makassar.
Smith, D. 2006. Nypa Palm: Etanol Super-Crop? Biofuel Review. Singapore. 15 Juni 2006. [http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/6126/UNTUK%20REPOSITORY%20SKRIPSI%20ROSDIANA%20NATSIR%20L11108307%20ILMU%20KELAUTAN.pdf?sequence=1]. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015.
Surahman, D.N., Astro, H.M., Priyatna, H. 2007. Business Plan: Kajian Bisnis Agroindustri, Studi Kasus Usaha Kecil Menengah Nanas. LIPI Press, Jakarta. [http://www.jurnal-agritech.tp.ugm.ac.id/ojs/index.php/agritech/article/viewFile/398/505]. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015.
Surendro, H. 2006. ”Biofuel”, DJLPE , Jakarta. [http://www.pustekolah.org/data_content/attachment/NEW-PROSPEK_BIOETANOL_SEBAGAI_PENGGANTI_MINYAK_TANAH.pdf]. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015.
56
Tamunaidu., Pramila., Kakihira, T., Miyasaka, H., Saka, S. 2011. “Prospect Of Nipa Sap For Bioethanol Production.” In Ed. Takeshi Yao. Springer Japan, P. 159–164. [http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:WT5xDy1vdRsJ:jom.unri.ac.id/index.php/JOMFTEKNIK/article/download/4080/3973+&cd=4&hl=en&ct=clnk&gl=id]. Diakses pada tanggal 12 Juni 2015.
Molindo Industrial. 2010. IPO Update Molindo Raya Industrial. Mega Capital Indonesia [http://repository.unri. ac.id/xmlui/bitstream/ handle/ 123456789/2632/JURNAL.pdf?sequence=1]. Diakses pada tanggal 3 Januari 2015.
Umar, H. 2001. Studi Kelayakan Bisnis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [http://jurnalonline.itenas.ac.id/index.php/rekaintegra/article/viewFile/226/510]. Diakses pada tanggal 9 Maret 2015.
Vernandos, A., Huda, N. 2008. Fermentasi Nira Nipah Menjadi Etanol menggunakan Saccharomyces Cerevceae. Universitas Riau : Pekanbaru. [http://download.portalgaruda.org/article.php?article=129538&val=2281]. Diakses tangal 17 April 2015.
57
LAMPIRAN
Lampiran 1. Biaya Investasi
No Nama Unit Jumlah Unit Harga Satuan Total
1 Pengaduk 3 Rp80.000 Rp240.000
58
2 Pompa Air 1 Rp245.000 Rp245.0003 alkoholmeter 1 Rp60.000 Rp60.000
4Pemanas (kompor) + regulator 1 Rp133.000 Rp133.000
5 Destilator 1 Rp1.700.000 Rp1.700.0006 Jerigen 1 Rp15.000 Rp15.0007 Tabung Gas 1 Rp125.000 Rp125.0008 Drum plastik 3 Rp80.000 Rp240.0009 Gayung 1 Rp5.000 Rp5.000
10 Corong 1 Rp2.000 Rp2.000 Jumlah Investasi Rp 2.765.000
Lampiran 2. Biaya Tetap
No Nama Unit Jumlah/Tahun Total1 Biaya Pemeliharaan Rp250.000 Rp250.000
Lampiran 3. Biaya Tidak Tetap
No Nama Unit Jumlah/Bulan Harga Satuan Total1 Nira Nipah 1125 liter Rp 1.000 Per liter Rp 1.125.0002 NPK 937.5 gram Rp 1,6 Per gram Rp 1.5003 Urea 750 gram Rp 1,4 Per gram Rp 1.0504 Ragi 16500 gram Rp 70 Per gram Rp 1.155.0005 Botol Produk 95 botol Rp 1.000 Per botol Rp 95.0006 Listrik 1 Rp 150.000 - Rp 150.0007 Gas elpiji 12 Kg Rp 6.000 Per Kg Rp 72.0008 Upah Pegawai 1 orang 900.000 Per bulan Rp 900.000
Biaya Produksi/Bulan Rp 3.499.550Biaya Produksi/Tahun 12 Tahun 1 Rp 41.994.600
Tahun 2 Rp 44.934.222Tahun 3 Rp 48.079.618Tahun 4 Rp 51.445.191Tahun 5 Rp 55.046.354
Lampiran 4. Kenaikan Harga Bahan Baku Setiap Tahun
Biaya variabel Kenaikan harga setiap tahun Pertahun Per produkTahun 1 0% Rp 41.994.600 Rp 36.837 Tahun 2 7% Rp 44.934.222 Rp 39.416
59
Tahun 3 7% Rp 48.079.618 Rp 42.175 Tahun 4 7% Rp 51.445.191 Rp 45.127 Tahun 5 7% Rp 55.046.354 Rp 48.286
Lampiran 5. Nilai Perhitungan Net Benefit
Umur Ekonomis (tahun)
Investasi Biaya Operasi Total Cost Scrap Value Benefit Total Benefit Net Benefit
0Rp2.765.000 Rp 0 Rp2.765.000 Rp0 Rp0 - Rp2.765.000
1 Rp42.244.600 Rp42.244.600 Rp44.356.830 Rp44.356.830 Rp2.112.2302 Rp45.184.222 Rp45.184.222 Rp47.443.433 Rp47.443.433 Rp2.259.2113 Rp562,000 Rp48.329.618 Rp48.891.618 Rp50.746.098 Rp50.746.098 Rp1.854.4814 Rp51.695.191 Rp51.695.191 Rp54.279.950 Rp54.279.950 Rp2.584.760
5 Rp55.296.354 Rp55.296.354Rp276.500 Rp58.061.172 Rp58.337.672 Rp3.041.318
Lampiran 6. Nilai Perhitungan NPV
DF 7% (suku bunga BRI per Januari) PV DF 75% PV1,00 -Rp2.765.000 1,00 -Rp2.765.0000,93 Rp1.974.047 0,57 Rp1.206.9890,87 Rp1.973.282 0,33 Rp737.7020,82 Rp1.513.809 0,19 Rp346.0260,76 Rp1.971.901 0,11 Rp275.5930,71 Rp2.168.417 0,06 Rp185.298NPV1 Rp 6.836.456 NPV2 -Rp 13.393
Lampiran 7. Nilai Perhitungan IRR
i1 (%) i2 (%) NPV1 NPV2 IRR IRR (%)7 75 Rp 6.836.456 Rp (13.393,06) 0,748670441 75
Lampiran 8. Nilai Perhitungan B/C ratio
b c b/c (Rp) Rp 9.601.456 Rp 2.765.000 3,47
Lampiran 9. Nilai Perhitungan BEP
Keterangan Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5Biaya Tetap (Rp) Rp 250.000 Rp 250.000 Rp 250.000 Rp 250.000 Rp 250.000
60
Biaya Variabel (Rp) Rp 41.994.600 Rp 44.934.222 Rp 48.079.618 Rp 51.445.191 Rp 55.046.354 Biaya Variabel/Produk (Rp) Rp 36.837 Rp 39.416 Rp 42.175 Rp 45.127 Rp 48.286 Harga Jual (Rp) Rp 38.910 Rp 41.617 Rp 44.514 Rp 47.614 Rp 50.931Jumlah Produksi (liter) 1140 1140 1140 1140 1140Titik Impas a. Volume penjualan (liter) 121 114 107 101 95b. Nilai penjualan (Rp) Rp 4.694.381 Rp 4.726.927 Rp 4.757.778 Rp 4.786.998 Rp 4.814.650