Download - Download Laporan Kinerja Tahun 2015
1 BPTP SULAWESI SELATAN
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan
merupakan salah satu unit organisasi Eselon III Kementerian Pertanian
Republik Indonesia yang dibentuk dengan tujuan untuk mempercepat
penyediaan inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi yang dapat
menunjang pembangunan pertanian dan untuk memenuhi kebutuhan
IPTEK regional.
Keberadaan BPTP Sulawesi Selatan sampai saat ini masih
sangat diperlukan untuk melayani kebutuhan teknologi khususnya di
daerah, agar penyediaan informasi dan kebutuhan teknologi spesifik
lokasi tetap terjamin. Untuk itu BPTP Sulawesi Selatan sebagai salah
satu instansi pemerintah dan unsur penyelenggara pemerintahan negara
memiliki kewajiban untuk menyampaikan akuntabilitas kinerjanya secara
internal. Dasar hukum yang melatarbelakangi penyusunan Laporan
Kinerja yakni :
1. UU No 1/2004 Tentang Perbendaharaan Negara, pasal 55 ayat 5
2. Peraturan Pemerintah No 8/2006 Tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah, pasal 20 ayat 3
3. Perpres No 29/2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah
4. Permen PAN&RB No 53/2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian
Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan
2 BPTP SULAWESI SELATAN
Kinerja Instansi Pemerintah (menggantikan Permen PAN&RB No
29/2010)
5. Permen PAN&RB No 12/2015 Tentang Pedoman Evaluasi Atas
Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
6. Permentan No 135/2013 Tentang Pedoman Sistem Akuntabilitas
Kinerja Kementerian Pertanian
Penyampaian Laporan Kinerja BPTP Sulawesi Selatan Tahun
2015 ini dimaksudkan sebagai perwujudan kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pencapaian
sasaran strategis BPTP yang diukur berdasarkan Indikator Kinerja
Utama (IKU) dalam RENSTRA 2015 – 2019, khususnya penetapan
kinerja Tahun 2015. Di samping itu penyusunan Laporan Kinerja ini juga
ditujukan sebagai umpan balik untuk memperbaiki kinerja BPTP
Sulawesi Selatan di masa yang akan datang.
Di era globalisasi ini batas geografis dimensi ruang dan waktu
bukanlah merupakan hambatan bagi kemungkinan persaingan yang
timbul sehingga harus mempersiapkan diri untuk membina khususnya
organisasi yang dimiliki guna mencapai tujuan sesuai visi dan misi,
terutama dalam pembinaan sumber daya manusia dan penentuan
prioritas-prioritas penelitian yang benar-benar dibutuhkan oleh
masyarakat. Peranan pimpinan dan seluruh staf untuk mengadakan
perubahan sikap dan perilaku, sehingga kesadaran untuk mempelajari
kembali sekaligus untuk belajar memahami fenomena yang terjadi
maupun perubahan tuntutan lingkungan baik dari sisi perubahan aspirasi
stakeholder maupun perekonomian.
Untuk mengantisipasi perubahan dan dinamika lingkungan
strategis, BPTP Sulawesi Selatan telah menyusun rencana strategis
3 BPTP SULAWESI SELATAN
(Renstra) yang dapat mengarahkan fokus program, pelaksanaan
kegiatan pengkajian, dan diseminasi teknologi spesifik lokasi secara
efektif dan efisien. Selanjutnya, program strategis diarahkan untuk dapat
memanfaatkan potensi sumberdaya spesifik wilayah berbasis inovasi
dengan produk pertanian berkualitas dan bernilai tambah mempunyai
dampak pada peningkatan kesejahteraan petani dan pemangku
kepentingan. Pencapaian rencana strategis dan program strategis BPTP
Sulawesi Selatan tertuang dalam perencanaan kinerja dan pengukuran
kinerja.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
16/Permentan/OT.140/3/2006, tanggal 1 Maret 2006, BPTP Sulawesi
Selatan mempunyai tugas pokok, yaitu : melaksanakan kegiatan
pengkajian, perakitan, dan pengembangan teknologi pertanian tepat
guna spesifik lokasi di wilayah kerja Sulawesi Selatan.
Dalam melaksanakan tugas pokok BPTP Sulawesi Selatan
mempunyai fungsi :
1. Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi kebutuhan teknologi
pertanian spesifik lokasi.
2. Pelaksanaan penelitian, pengkajian, pengujian, dan perakitan
teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi.
3. Pelaksanaan pengembangan teknologi dan diseminasi hasil
pengkajian serta perakitan materi penyuluhan.
4 BPTP SULAWESI SELATAN
4. Penyiapan kerjasama, informasi, dokumentasi, serta penyebar
luasan dan pendayagunaan hasil pengkajian, perakitan, dan
pengembangan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi.
5. Pembinaan pelayanan teknik kegiatan pengkajian, perakitan
dan pengembangan teknologi Pertanian tepat guna spesifik
lokasi.
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga balai.
Guna mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya,
berdasarkan struktur organisasi BPTP Sulawesi Selatan Tahun 2015
didukung dengan jumlah pegawai sebanyak 209 orang, terdiri atas 39
orang peneliti, 22 orang penyuluh, 17 orang litkayasa, dan 131 orang
tenaga administrasi. Untuk lebih jelasnya mengenai komposisi pegawai
BPTP Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel-tabel berikut :
Tabel 1. SDM BPTP Sulawesi Selatan Berdasarkan Jabatan Fungsional
No. Uraian Jumlah (Orang)
1. 2. 3. 4.
Peneliti (Fungsional Khusus) Penyuluh (Fungsional Khusus) Teknisi Litkayasa (Fungsional Khusus) Fungsional Umum
39 22 17 131
Jumlah 209
Tabel 2. SDM BPTP Sulawesi Selatan Berdasarkan Golongan
No. Uraian Jumlah (Orang)
1. 2. 3. 4.
Golongan IV Golongan III Golongan II Golongan I
24 105 64 16
Jumlah 209
5 BPTP SULAWESI SELATAN
Tabel 3. SDM BPTP Sulawesi Selatan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Uraian Jumlah (Orang)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10.
S3 S2 S1 D4 D3 D2 D1 SLTA SLTP SD
6 34 49 7 4 2 0
83 9
15
Jumlah 209
Tabel 4. Keadaan Pegawai Sesuai Golongan Lingkup BPTP Sulawesi Selatan
No. Uraian Golongan Jumlah
IV III II I
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
BPTP Sulawesi Selatan KP. Gowa KP. Jeneponto KP. Bone-Bone KP. Luwu Lab. Tanah Maros BPTP Kendari
20 2 1 - - - -
61 21 7 4 5 7 1
17 12 19 4 7 6 -
1 8 1 1 1 3 -
99 43 28 9 13 16 1
Jumlah 23 106 65 15 209
6 BPTP SULAWESI SELATAN
Selain dukungan sumberdaya manusia yang begitu besar BPTP
Sulawesi Selatan juga memiliki sejumlah sarana dan prasarana yang
mampu menunjang pelaksanaan kinerja balai yakni :
a. Kebun Percobaan (KP) Bone-Bone
Kebun Percobaan ini terletak di Kecamatan Bone-Bone
Kabupaten Luwu Utara, memiliki aset lahan seluas 100 ha.
Kebun ini diarahkan menjadi fasilitas yang dapat mendukung
pelaksanaan pengkajian dan diseminasi hasil pengkajian kakao,
kelapa, dan kelapa sawit.
b. Kebun Percobaan (KP) Mariri
Kebun Percobaan ini terletak di Kabupaten Luwu Utara, memiliki
aset lahan seluas 33,67 ha. Kebun ini diarahkan menjadi sarana
pengkajian dan diseminasi untuk pengembangan padi sawah
dan palawija.
c. Kebun Percobaan (KP) Jeneponto
Kebun Percobaan ini terletak di Kabupaten Jeneponto, memiliki
aset lahan seluas 27 ha. Kebun ini diarahkan menjadi sarana
pengkajian dan diseminasi tanaman jagung, buah-buahan tropis
dan tanaman hias, serta sebagai tempat koleksi tanaman hias
dan buah-buahan.
d. Kebun Percobaan (KP) Gowa
Kebun Percobaan ini terletak di Kabupaten Gowa, memiliki
asset lahan seluas 96,17 ha. Kebun ini diarahkan menjadi
sarana pengkajian dan diseminasi untuk pengembangan
peternakan (sapi dan kambing), penelitian pengembangan
pakan hijauan ternak, dan perbaikan potensi ternak.
7 BPTP SULAWESI SELATAN
e. Laboratorium Tanah Maros
Laboratorium Tanah terletak di Kabupaten Maros. Laboratorium
ini telah terakreditasi sejak tahun 2006 oleh komite Akreditasi
Nasional (KAN) sebagai laboratorium uji pupuk dan uji tanah.
Laboratorium ini menjadi satu-satunya lembaga di Indonesia
Timur yang ditunjuk oleh Kementerian Pertanian untuk
melakukan uji mutu pupuk. Selain itu juga dapat melakukan
pengujian terhadap air, jaringan/tanaman, pakan ternak, dan
lain sebagainya.
8 BPTP SULAWESI SELATAN
Tahun 2015 merupakan tahun pertama dari Rencana Strategis
(Renstra) BPTP Sulawesi Selatan tahun 2015 – 2019 yang merupakan
gambaran atau visionable dari kinerja dan rencana kinerja BPTP
Sulawesi Selatan yang lingkupnya dalam kurun waktu 5 tahunan,
sehingga Rencana Strategis (Renstra) tersebut sebagai proses yang
berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dalam Visi, Misi, Tujuan, dan
Sasaran yang telah ditetapkan organisasi.
2.1.1. Visi dan Misi
Visi adalah suatu gambaran tentang keadaan masa depan yang
berisikan cita-cita dan citra yang ingin diwujudkan organisasi BPTP
Sulawesi Selatan.
Visi BPTP Sulawesi Selatan sebagai unit pelaksana teknis
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, yaitu :
“Menjadi Lembaga Penyedia dan Pengembang Inovasi Pertanian
Tepat Guna Terkemuka dan Terbaik”.
Dalam mewujudkan penjabaran visi tersebut maka ditetapkan
misi BPTP Sulawesi Selatan, sebagai berikut :
1. Menghasilkan inovasi pertanian tepat guna spesifik lokasi yang
sesuai dengan ketersediaan sumberdaya;
9 BPTP SULAWESI SELATAN
2. Menyediakan, mendiseminasikan dan mempromosikan inovasi
tepat guna melalui sistem teknologi informatika untuk meningkatkan
produktivitas dan daya saing yang berwawasan agribisnis dan
ramah lingkungan;
3. Meningkatkan pendapatan keluarga tani melalui penerapan inovasi
pertanian tepat guna;
4. Memberdayakan petani dalam mengelola usahataninya melalui
kemitraan dengan pemangku kepentingan ( instansi terkait, swasta.
LSM);
5. Menumbuhkembangkan peran aktif kelembagaan agribisnis untuk
memantapkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat
tani;
6. Memberikan masukan untuk penyusunan kebijakan pembangunan
pertanian di daerah dan nasional;
7. Mengembangkan SDM peneliti, penyuluh, teknisi dan staf
pendukung yang profesional dan mandiri.
2.1.2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan :
Tujuan Strategis merupakan penjabaran atau implementasi dari
pernyataan visi yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1
sampai 5 tahun. Berdasarkan tugas pokok BPTP Sulawesi Selatan yakni
melaksanakan kegiatan pengkajian, perakitan, dan pengembangan
teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi, maka tujuan BPTP
Sulawesi Selatan adalah :
10 BPTP SULAWESI SELATAN
1. Merakit/merekayasa, menyediakan, dan menyebarluaskan
inovasi pertanian spesifik lokasi sesuai kebutuhan petani dan
pengguna lainnya di Sulawesi Selatan.
2. Meningkatkan jejaring kerjasama kemitraan, pengkajian dan
pengembangan inovasi pertanian spesifik lokasi.
3. Meningkatkan kapasitas dan profesionalisme SDM,
ketersediaan sarana dan prasarana litkaji, serta meningkatkan
kapasitas dan akuntabilitas lembaga.
Sasaran :
Sasaran adalah hasil yang akan dicapai dalam waktu yang lebih
pendek daripada tujuan. Sasaran yang ingin dicapai oleh BPTP
Sulawesi Selatan, baik yang dijabarkan dalam sasaran tahunan maupun
sasaran akhir renstra adalah :
1. Tersedianya inovasi pertanian spesifik lokasi, regional, dan
nasional.
2. Meningkatnya percepatan diseminasi inovasi pertanian dan
berkembangnya diseminasi partisipatif.
3. Meningkatnya jejaring kerjasama dengan lembaga
penelitian/pengkajian, pemerintah daerah, perguruan tinggi,
swasta, nasional dan internasional.
4. Meningkatnya kebijakan pembangunan pertanian spesifik lokasi.
5. Meningkatnya managemen pengkajian dan pengembangan
inovasi pertanian.
11 BPTP SULAWESI SELATAN
2.1.3. Arah Kebijakan Pengkajian dan Diseminasi Teknologi Inovasi Spesifik Lokasi
Arah kebijakan pengkajian dan diseminasi teknologi inovasi
spesifik lokasi 2015-2019 harus mengacu pada arah kebijakan
pembangunan pertanian nasional (RPJMN) dan arah kebijakan
pembangunan pertanian yang tertuang dalam SIPP 2015-2045, serta
arah kebijakan Litbang Pertanian. Berdasarkan kebijakan Litbang
Pertanian untuk pengembangan nilai tambah kegiatan pertanian melalui
penerapan konsep pertanian bio-industri, maka arah kebijakan
pengkajian dan diseminasi teknologi dan inovasi pertanian spesifik
lokasi adalah mengembangkan sistem pengkajian dan diseminasi
mendukung pertanian bioindustri berbasis sumberdaya lokal, sesuai
dengan Program Badan Litbang Pertanian 2015-2019 : Penciptaan
teknologi dan inovasi pertanian bio-industri berkelanjutan.
Secara rinci arah kebijakan pengembangan pengkajian dan
diseminasi teknologi inovasi pertanian spesifik lokasi kedepan adalah :
1. Mengembangkan kegiatan pengkajian dan diseminasi mendukung
peningkatan produksi hasil pertanian wilayah, sebagai upaya
percepatan penerapan swasembada pangan nasional;
2. Mendorong pengembangan dan penerapan advance technology
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan
sumberdaya lokal spesifik lokasi, yang jumlahnya semakin terbatas;
3. Mendorong terciptanya suasana keilmuan dan kehidupan ilmiah
yang kondusif sehingga memungkinkan optimalisasi sumberdaya
manusia dalam pengembangan kapasitasnya dalam melakukan
pengkajian dan diseminasi teknologi inovasi pertanian spesifik
lokasi;
12 BPTP SULAWESI SELATAN
4. Mendukung terciptanya kerjasama dan sinergi yang saling
menguatkan antara UK/UPT lingkup Balitbangtan dengan berbagai
lembaga terkait, terutama dengan stakeholder di daerah.
Adapun sasaran pengembangan pengkajian dan diseminasi
teknologi inovasi pertanian spesifik lokasi yang akan dicapai pada
periode 2015-2019 adalah sebagai berikut :
1. Tersedianya inovasi pertanian spesifik lokasi mendukung pertanian
bioindustri berkelanjutan;
2. Terdiseminasinya inovasi pertanian spesifik lokasi, serta
terhimpunnya umpan balik dari implementasi program dan inovasi
pertanian unggul spesifik lokasi;
3. Tersedianya model-model pengembangan inovasi pertanian
bioindustri spesifik lokasi;
4. Dihasilkannya rumusan rekomendasi kebijakan mendukung
percepatan pembangunan pertanian wilayah berbasis inovasi
pertanian spesifik lokasi;
5. Terbangunnya sinergi operasional pengkajian dan pengembangan
inovasi pertanian unggul spesifik lokasi.
Dalam rangka peningkatan dukungan inovasi dan teknologi
sesuai yang tertuang dalam Renstra Kementerian Pertanian 2015-2019,
maka upaya yang harus dilakukan meliputi:
1. Meningkatkan kapasitas dan fasilitas peneliti di bidang pertanian;
2. Meningkatkan penelitian yang memanfaatkan teknologi terkini
dalam rangka mencari terobosan peningkatan produktivitas
benih/bibit/tanaman/ternak;
13 BPTP SULAWESI SELATAN
3. Memperluas cakupan penelitian mulai dari input produksi,
efektivitas lahan, teknik budidaya, teknik pascapanen, teknik
pengolahan hingga teknik pengemasan dan pemasaran;
4. Meningkatkan diseminasi teknologi kepada petani secara luas;
5. Membina petani maju sebagai patron dalam pengembangan dan
penerapan teknologi baru di tingkat lapangan.
2.1.4. Strategi
Uraian pada bagian ini mengemukakan berbagai strategi yang
dikembangkan dalam mencapai sasaran strategis yang telah ditetapkan.
Prinsip dasar dan strategi ini adalah untuk terjadinya percepatan dalam
pencapaian sasaran strategis, atau strategi ini menggambarkan upaya
unusual yang perlu dikembangkan dalam pencapaian sasaran strategis.
Sasaran 1 : Tersedianya inovasi pertanian unggul spesifik lokasi
Strategi untuk mencapai sasaran tersebut adalah melalui
penyempurnaan sistem dan perbaikan fokus kegiatan pengkajian yang
didasarkan pada kebutuhan pengguna (petani dan pelaku usaha
agribisnis lainnya) dan potensi sumberdaya wilayah. Penyempurnaan
sistem pengkajian mencakup metode pelaksanaan pengkajian serta
monitoring dan evaluasi. Strategi ini diwujudkan ke dalam satu sub
kegiatan yaitu : Pengkajian inovasi pertanian spesifik lokasi.
Sasaran 2 : Terdiseminasinya inovasi pertanian spesifik lokasi yang unggul serta terhimpunnya umpan balik dari implementasi program dan inovasi pertanian unggul spesifik lokasi
Strategi untuk mencapai sasaran tersebut adalah melalui
peningkatan kuantitas dan atau kualitas informasi, media dan lembaga
14 BPTP SULAWESI SELATAN
diseminasi inovasi pertanian. Strategi ini diwujudkan ke dalam satu sub
kegiatan yaitu : Penyediaan dan penyebarluasan inovasi pertanian.
Sasaran 3 : Tersedianya model-model pengembangan inovasi pertanian bioindustri spesifik lokasi
Strategi untuk mencapai sasaran tersebut adalah melalui
peningkatan efektivitas kegiatan tematik di BPTP Sulawesi Selatan yang
disinergikan dengan UK/UPT lingkup Balitbangtan, terutama dalam
menerapkan hasil-hasil litbang pertanian dalam super impose model
pertanian bio-industri berbasis sumberdaya lokal.
Sasaran 4 : Rumusan rekomendasi kebijakan mendukung percepatan pembangunan pertanian wilayah berbasis inovasi pertanian spesifik lokasi
Strategi untuk mencapai sasaran tersebut adalah melalui
peningkatan kajian-kajian tematik terhadap berbagai isu dan
permasalahan pembangunan pertanian baik bersifat responsif terhadap
dinamika kebijakan dan lingkungan strategis maupun antisipatif terhadap
pandangan futuristik kondisi pertanian pada masa mendatang. Strategi
ini diwujudkan ke dalam satu sub kegiatan yaitu: analisis kebijakan
mendukung empat sukses Kementerian Pertanian.
Sasaran 5 : Terbangunnya sinergi operasional pengkajian dan pengembangan inovasi pertanian unggul spesifik lokasi
Strategi untuk mencapai sasaran tersebut adalah melalui
peningkatan efektivitas manajemen institusi. Strategi ini diwujudkan ke
dalam delapan sub kegiatan yaitu:
15 BPTP SULAWESI SELATAN
1. Penguatan kegiatan pendampingan model diseminasi dan program
strategis kementan serta program strategis Badan Litbang
Pertanian;
2. Penguatan manajemen mencakup perencanaan dan evaluasi
kegiatan serta administrasi institusi;
3. Pengembangan kompetensi SDM;
4. Penguatan kapasitas kelembagaan melalui penerapan ISO
9001:2008;
5. Peningkatan pengelolaan laboratorium;
6. Peningkatan pengelolaan kebun percobaan;
7. Peningkatan kapasitas instalasi UPBS;
8. Jumlah publikasi nasional dan internasional;
9. Peningkatan pengelolaan data base dan website.
Untuk mengukur kinerja kegiatan lingkup BPTP Sulawesi
Selatan, maka dilakukan penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) BPTP
Sulawesi Selatan untuk dapat menilai pencapaian sasaran utama. IKU
dan keterkaitan antara sasaran dan indikator kinerja secara eksplisit
dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :
16 BPTP SULAWESI SELATAN
Tabel 5. Indikator Kinerja Utama
No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama
1. Tersedianya teknologi pertanian spesifik lokasi
Jumlah teknologi spesifik lokasi
2. Dihasilkannya rumusan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian daerah
Jumlah rekomendasi kebijakan
3. Terdiseminasikannya inovasi
teknologi pertanian spesifik lokasi
Jumlah teknologi yang terdiseminasi ke pengguna
4. Terlaksananya kegiatan pendampingan inovasi pertanian dan program strategis nasional
Jumlah laporan pelaksanaan kegiatan pendampingan
5. Tersedianya benih sumber mendukung sistem perbenihan
Jumlah Produksi Benih Sumber
6. Tersedianya Model
Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri
Jumlah Model Pengembangan
Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri
7. Dihasilkannya sinergi operasional serta terciptanya manajemen pengkajian dan
pengembangan inovasi pertanian unggul spesifik lokasi
Dukungan pengkajian dan percepatan diseminasi inovasi teknologi pertanian
Sesuai dengan anggaran yang telah dialokasikan dalam
Rencana Kinerja Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKA-KL) pada
tahun 2015, BPTP Sulawesi Selatan telah mengimplementasikan
Program Penciptaan Teknologi dan Inovasi Pertanian Bio-Industri
Berkelanjutan melalui penetapan target kinerja tahunan yang tertuang
17 BPTP SULAWESI SELATAN
dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2015. Penetapan rencana kinerja tahun
2015 BPTP Sulawesi Selatan berupa sasaran strategis dan indikator
kinerja dijabarkan secara rinci pada Tabel 6.
Tabel 6. Rencana Kinerja Tahunan BPTP Sulawesi Selatan
No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
1. Tersedianya teknologi pertanian spesifik lokasi
Jumlah teknologi spesifik lokasi
18 Teknologi
2. Dihasilkannya rumusan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian daerah
Jumlah rekomendasi kebijakan
1 Rekomendasi Kebijakan
3. Terdiseminasikannya inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi
Jumlah teknologi yang terdiseminasi ke pengguna
23 Teknologi
4. Terlaksananya kegiatan pendampingan inovasi pertanian dan program strategis nasional
Jumlah laporan pelaksanaan kegiatan pendampingan
9 Laporan
5. Tersedianya benih sumber mendukung sistem perbenihan
Jumlah Produksi Benih Sumber
255,8 Ton
6. Tersedianya Model Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri
Jumlah Model Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri
3 Model
7. Dihasilkannya sinergi operasional serta terciptanya manajemen pengkajian dan pengembangan inovasi pertanian unggul spesifik lokasi
Dukungan pengkajian dan percepatan diseminasi inovasi teknologi pertanian
12 Bulan
18 BPTP SULAWESI SELATAN
Berdasarkan RKA-KL dan POK (Petunjuk Operasional Kinerja)
BPTP Sulawesi Selatan Tahun 2015, Indikator Kinerja kegiatan tersebut
ditetapkan oleh Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi
Selatan melalui Penetapan Kinerja Tahunan pada tahun 2015 (Lampiran
PK 2015).
Tabel 7. Penetapan Kinerja Tahunan BPTP Sulawesi Selatan
No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
1. Tersedianya teknologi pertanian spesifik lokasi
Jumlah teknologi
spesifik lokasi
18 Teknologi
2. Dihasilkannya rumusan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian daerah
Jumlah rekomendasi kebijakan
1 Rekomendasi
Kebijakan
3. Terdiseminasikannya inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi
Jumlah teknologi yang terdiseminasi ke pengguna
23 Teknologi
4. Terlaksananya kegiatan pendampingan inovasi pertanian dan program strategis nasional
Jumlah laporan pelaksanaan kegiatan pendampingan
9 Laporan
5. Tersedianya benih sumber mendukung sistem perbenihan
Jumlah Produksi Benih Sumber
255,8 Ton
6. Tersedianya Model Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri
Jumlah Model Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri
3 Model
7. Dihasilkannya sinergi operasional serta terciptanya manajemen pengkajian dan pengembangan inovasi pertanian unggul spesifik lokasi
Dukungan pengkajian dan percepatan diseminasi inovasi teknologi pertanian
12 Bulan
19 BPTP SULAWESI SELATAN
Dalam tahun anggaran 2015, Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sulawesi Selatan telah menetapkan 7 (tujuh) sasaran
strategis yang akan dicapai. Ketujuh sasaran tersebut selanjutnya diukur
dengan 7 (tujuh) indikator kinerja. Ketujuh sasaran tersebut dicapai
hanya melalui satu program, yaitu: Program Penciptaan Teknologi
dan Inovasi Pertanian Bio-Industri Berkelanjutan. Realisasi sampai
akhir tahun 2015 menunjukkan bahwa enam sasaran strategis tersebut
dapat dicapai dengan hasil baik, sementara satu sasaran strategis tidak
dapat tercapai dengan baik.
Pengukuran tingkat capaian kinerja Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sulawesi Selatan Tahun 2015 dilakukan dengan cara
membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan
realisasinya. Rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator
sasaran tersebut dapat diilustrasikan dalam tabel 7 berikut :
20 BPTP SULAWESI SELATAN
Tabel 8. Pengukuran Kinerja Tahun 2015 BPTP Sulawesi Selatan
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Capaian
1. Tersedianya teknologi pertanian spesifik lokasi
Jumlah teknologi
spesifik lokasi
18 Teknologi 19 Teknologi
2. Dihasilkannya rumusan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian daerah
Jumlah rekomendasi kebijakan
1 Rekomendasi
Kebijakan
1 Rekomendasi
Kebijakan
3. Terdiseminasikannya inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi
Jumlah teknologi yang terdiseminasi ke pengguna
23 Teknologi 23 Teknologi
4. Terlaksananya kegiatan pendampingan inovasi pertanian dan program strategis nasional
Jumlah laporan pelaksanaan kegiatan pendampingan
9 Laporan 9 Laporan
5. Tersedianya benih sumber mendukung sistem perbenihan
Jumlah Produksi Benih Sumber
255,8 Ton 198,2 Ton
6. Tersedianya Model Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri
Jumlah Model Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian Bioindustri
3 Model 3 Model
7. Dihasilkannya sinergi operasional serta terciptanya manajemen pengkajian dan pengembangan inovasi pertanian unggul spesifik lokasi
Dukungan pengkajian dan percepatan diseminasi inovasi teknologi pertanian
12 Bulan 12 Bulan
Dilihat dari hasil tabel indikator kinerja, kinerja Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan tahun 2015 secara umum
menunjukkan hasil yang relatif telah mencapai keberhasilan
sebagaimana telah ditetapkan pada awal tahun 2015. Sasaran yang
telah ditargetkan dalam Renstra 2015-2019 dapat dicapai dengan
sempurna. Rata-rata realisasi pada tahun 2015 mampu mencapai 100%.
21 BPTP SULAWESI SELATAN
Analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun 2015 Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Sasaran 1 :
Tersedianya teknologi pertanian spesifik lokasi
Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur dengan satu indikator
kinerja. Adapun pencapaian target dari indikator kinerja dapat
digambarkan sebagai berikut:
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Jumlah teknologi spesifik lokasi 18 19 105,5
Indikator kinerja sasaran yang telah ditargetkan dalam Tahun
2015 telah tercapai. Sasaran ini dicapai melalui kegiatan-kegiatan
pengkajian teknologi unggulan spesifik lokasi, dengan indikator kinerja
sasaran “Jumlah teknologi spesifik lokasi”. Indikator ini pada tahun 2015
menargetkan 18 teknologi dan terealisasi 19 teknologi (105,5%).
Kegiatan-kegiatan kajian tersebut yakni :
1) Kajian Pupuk Hayati dalam Upaya Peningkatan Kualitas Tanah dan Produktivitas Kedelai Pada Lahan Sawah Tadah Hujan di Sulawesi Selatan.
22 BPTP SULAWESI SELATAN
Output yang diharapkan dari kegiatan ini adalah pupuk hayati
yang efektif untuk meningkatkan kualitas lahan dan hasil tanaman
kedelai dan paket pemupukan hayati spesifik lokasi untuk tanaman
kedelai. Kegiatan kajian ini berlokasi di Kabupaten Pangkep Kecamatan
Balocci Kelurahan Balleangin dengan petani kooperator adalah
Kelompok Tani Mattirodeceng 2. Beberapa teknologi yang
diintroduksikan adalah pengolahan tanah, penggunaan VUB, dan
teknologi penggunaan pupuk hayati.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa
Penggunaan pupuk hayati dapat meningkatkan kualitas tanah yaitu
dengan meningkatnya beberapa unsur seperti C-organik, N-total, P, dan
K tersedia; Penggunaan pupuk hayati dapat meningkatkan kualitas
tanah yaitu dengan meningkatnya beberapa unsur seperti C-organik, N-
total, P, dan K tersedia. Hasil tanaman kedelai tertinggi diperoleh pada
perlakuan pemberian limbah ulat sutra sebagai pupuk hayati yaitu 1,83 t
ha-1 dan hasil terendah diperoleh pada perlakuan penggunaan pupuk
anorganik NPK Phonska (kontrol) yaitu 1, 47 t ha-1.
23 BPTP SULAWESI SELATAN
2) Kajian Teknologi Penggunaan NPV yang Bersumber dari Ulat Grayak dan Limbah Ulat Sutra dalam Upaya Pengendalian Spodoptera Litura Pada Kedelai.
Output yang diharapkan dari kegiatan ini adalah diketahuinya
efektivitas penggunaan Sl-NPV dalam pengendalian hama Spodoptera
litura pada tanaman kedelai dan didapatkannya 1 - 2 paket teknologi
penggunaan Sl-NPV dalam pengendalian hama Spodoptera litura pada
tanaman kedelai. Kegiatan kajian ini berlokasi di Kabupaten Pangkep
Kecamatan Balocci Kelurahan Balleangin dengan petani kooperator
adalah Kelompok Tani Mattirodeceng 2. Beberapa teknologi yang
diintroduksi adalah penggunaan NPV bersumber dari ulat grayak dan
ulat sutera untuk mengendalikan Spodoptera litura pada tanaman
kedelai, VUB, pengolahan tanah, dan pemupukan.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa perlakuan
P4 memiliki potensi terbaik dalam mengendalikan hama ulat grayak (S.
litura) pada tanaman kedelai; produksi yang diperoleh dari 4 perlakuan
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata namun berpotensi paling
besar dibanding dengan perlakuan lainnya; dan jumlah S. litura dan
intensitas serangan terendah ditemukan pada perlakuan P4. Disarankan
untuk melanjutkan pengkajian ini dengan menguji berbagai jenis bahan
pembawa suspensi SlNPV untuk mengetahui efektifitas selama masa
penyimpanan
24 BPTP SULAWESI SELATAN
3) Kajian Pembuatan Sosis Berbahan Dasar Kedelai dalam Mendukung Program Bioindustri. Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah sosis
berbahan dasar kedelai dari beberapa varietas unggul kedelai yang
disukai oleh konsumen dan proses pemasakan yang dapat
meningkatkan kualitas sosis berbahan dasar kedelai. Manfaat yang
diperoleh dengan pelaksanaan kegiatan ini adalah nilai tambah produk
meningkat melalui diversifikasi produk pangan berbasis kedelai
sehingga mampu meningkatkan pendapatan kelompok wanita tani
(KWT) dengan membuka peluang usaha home industri berbasis olahan
siap konsumsi. Kajian ini dilaksanakan di Kabupaten Soppeng dengan
Kelompok Wanita Tani Pelangi sebagai kooperator. Teknologi yang
diintroduksi adalah teknologi pembuatan sosis tempe.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa : 1) Kadar
air tempe sosis menurut hasil penelitian berkisar antara 35,66%-59,41%.
Hal ini menunjukkan bahwa kadar air yang dihasilkan dengan berbagai
perlakuan masih memenuhi syarat SNI (01-3820-1995) yaitu maksimal
67,0%; 2) Kadar air sosis tempe yang paling tinggi yaitu sosis tempe
yang dibuat dari varietas impor dengan perlakuan perebusan sebesar
59,41% dan kadar air terendah yaitu sosis tempe yang dibuat dengan
varietas impor dengan perlakuan oven sebesar 35,66%; 3) Kadar abu
yang tertinggi pada varietas impor dengan perlakuan oven sebesar
2,00% dan terendah terdapat pada varietas anjosmoro dengan
perlakuan kukus sebesar 0,04%. Lemak tertinggi terdapat pada varietas
agromulyo dengan perlakuan kukus sebesar 26,87% dan terendah
pada varietas impor dengan perlakuan kukus sebesar 12,08%. Lemak
tertinggi terdapat pada varietas impor dengan perlakuan kukus sebesar
25 BPTP SULAWESI SELATAN
9,11% dan terendah pada varietas impor dengan perlakuan oven
sebesar 17,64%. Tidak ada interaksi nyata antara varietas dan seluruh
proses pengolahan (rebus, kukus dan oven) terhadap kadar air, kadar
abu, lemak dan protein; 4) Ada interaksi nyata antara varietas dan
proses pengolahan terhadap karakteristik sensori sosis tempe; dan 5)
Dari hasil uji sensori diketahui bahwa yang paling digemari adalah sosis
tempe varietas Argomulyo dan Burangrang baik yang diproses dengan
oven, perebusan maupun pengukusan.
4) Kajian Pemanfaatan Pupuk Organik Cair Untuk Meningkatkan
Hasil Tanaman Cabai. Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah dosis
kombinasi pemupukan pupuk organik cair (POC) biourine dengan pupuk
an organik yang tepat pada tanaman cabai dan paket pemupukan
spesifik lokasi dengan menggunakan pupuk organik cair (POC) biourine
dengan pupuk an organik untuk tanaman cabai. Kegiatan ini
dilaksanakan di Kabupaten Maros, adapun teknologi yang diintroduksi
adalah teknologi penggunaan pupuk organik cair pada tanaman cabai.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa :
1) Interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap semua variabel pengamatan kecuali pada berat buah
26 BPTP SULAWESI SELATAN
pertanaman pada tanaman cabai; 2) Hasil tertinggi buah segar tanaman
cabai diperoleh pada penggunaan 400 kg Phonska +114,2 kg Urea +
145,75 kg SP-36 + 67,5 kg KCl ha-1 (50% rekomendasi) dan pemberian
biourine 30 ml 1 liter air-1.
5) Pengendalian Hama Penyakit Utama yang Ramah Lingkungan pada Tanaman Cabai.
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah
diketahuinya efektivitas pestisida nabati dalam mengendalikan hama
dan penyakit utama pada tanaman cabai dan didapatkannya satu paket
pestisida nabati yang efektif mengendalikan hama dan penyakit utama
pada tanaman cabai. Kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Maros,
adapun teknologi yang diintroduksikan adalah varietas unggul. mulsa
plastik hitam perak, pemupukan lengkap berimbang, pengendalian hama
penyakit menggunakan beberapa variasi biopestisida.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa : 1)
Serangga hama yang ditemukan menyerang tanaman cabai adalah A.
ipsylon, S. litura, Lalat buah, H. armigera, Thrips sp., M. persicae, dan B.
tabaci. Kepadatan populasi dari serangga hama ini sangat rendah dan
menyebabkan intensitas serangan yang rendah pula. Sedangkan
serangan penyakit pada tanaman cabai tidak ditemukan sama sekali;
2) Perlakuan MSTC-1x, MSTC-2x, MST-1x, MST-2x, dan MS-1x
27 BPTP SULAWESI SELATAN
mempunyai keefektifan yang sama dengan perlakuan Cara petani dalam
menekan intensitas serangan hama S. Litura; 3) Efektivitas perlakuan
pestisida nabati sama dengan perlakuan cara petani dalam menekan
kepadatan populasi dan intensitas serangan hama lalat buah dan H.
armigera; 4) Perlakuan-perlakuan MSTC-1x, MSTC-2x, MST-1x, MST-
2x, MS-1x, efektif menekan intensitas serangan hama penghisap daun
(Thrips sp., M. persicae, dan B. tabaci); 5) Produksi cabai tertinggi
dihasilkan oleh perlakuan MSTC-1x dan MSTC-2x, masing-masing
14,25 dan 14,26 t/ha, dengan nilai keuntungan untuk MSTC-1x Rp.
53.161.690 (R/C ratio 2,35) dan MSTC-2x Rp. 52.946.150 (R/C ratio
2,33). Sehubungan dengan rendahnya populasi dan intensitas serangan
hama dan penyakit cabai pada penelitian ini sehingga efektivitas
pestisida nabati kurang dapat dejelaskan dengan baik. Oleh karena itu
sebaiknya penelitian serupa dilakukan pada tingkat populasi dan
intensitas serangan normal.
6) Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan pada Pengolahan Cabai
Menjadi Tepung.
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah
didapatkannya informasi tentang suhu dan lama pengeringan yang tepat
dalam pengolahan tepung cabai dan diperolehnya tepung cabai
28 BPTP SULAWESI SELATAN
berkualitas dan disenangi masyarakat pengguna. Kegiatan kajian ini
dilaksanakan Dilakukan di Laboratorium BPTP sementara analisis kimia
dilakukan di Balai Industri dan Laboratorium Instalasi Maros. Bahan
Baku yang digunakan diperoleh dari daerah sentra pengembangan
cabai di Kecamatan Camba, Kabupaten Maros. Teknologi yang
diintroduksi dalam kajian ini adalah teknologi pengaruh suhu dan lama
pengeringan yang tepat dalam pengolahan tepung cabai yang
berkualitas.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa Kadar air
terbaik kurang dari 10 % diperoleh pada perlakuan A3B3 (Pengeringan
dengan suhu 100 C dengan lama pengeringan 16 jam). Kadar Vitamin
C, Fe dan rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan A1B1
(Pengeringan dengan suhu 60 C dengan lama pengeringan 12 jam).
Hasil Uji Orgonoleptik perlakuan A1B1 (Pengeringan dengan suhu 60 C
dengan lama pengeringan 12 jam) merupakan yang disenangi baik dari
segi warna, aroma, rasa dan tekstur.
7) Kajian Pemanfaatan Limbah Tanaman dan Agroindustri Jagung
sebagai Pakan untuk Pembibitan Sapi Potong Berbasis Zero Waste.
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah
tersedianya 1 paket teknologi pembibitan sapi potong berbasis zero
waste dan 1 (satu) paket rekomendasi teknologi pengolahan limbah
tanaman dan agroindustri jagung sebagai pakan untuk meningkatkan
produktivitas sapi bibit. Kegiatan pengkajian dilaksanakan di Desa
Matongang-tongang, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang,
Sulawesi Selatan. Teknologi yang diintroduksi yakni teknologi fermentasi
jerami jagung dengan menggunakan MOL dan penambahan limbah
29 BPTP SULAWESI SELATAN
jagung berupa tumpi dan tongkol jagung, konsentrat berupa dedak,
mineral dan rumput gajah sebagai pakan basal. Tahapan pelaksanaan
yaitu limbah tanaman jagung berupa batang, daun dan klobot jagung
disilase terlebih dahulu selama 21 hari. Produk agroindustri pengolahan
jagung yang digunakan adalah tumpi dan tongkol jagung.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa limbah
tanaman serta limbah agroindustri jagung berpotensi untuk dijadikan
pakan untuk pembibitan sapi potong. Teknologi pengolahan limbah
tanaman serta limbah agroindustri jagung sebagai pakan mampu
meningkatkan produktivitas sapi bibit. Pemanfaatan limbah tanaman
serta agroindustri jagung sebagai pakan sapi bibit mampu memberikan
keuntungan untuk petani.
8) Kajian Pemanfaatan Limbah Tanaman Padi untuk Penggemukan Sapi Potong Mendukung Dusun Mandiri Pangan.
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah
tersedianya 1 paket teknologi pengolahan limbah pertanian/agro industri
dengan menggunakan probiotik (agen hayati) sebagai pakan ternak dan
peningkatan produktivitas sapi potong sebesar 20-25% melalui teknologi
pengolahan limbah/agroindustri sebagai pakan ternak. Kegiatan
pengkajian dilaksanakan di Desa Matongang-tongang, Kecamatan
Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Teknologi yang
diintroduksi yakni : 1) Fermentasi jerami dengan menggunakan MOL
30 BPTP SULAWESI SELATAN
yang tersedia di lokasi yang akan dijadikan pakan ternak;
2) Penambahan tepung cangkang udang sebagai sumber protein untuk
ternak.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa :
1) Fermentasi menggunakan MOL yaitu nasi bekas dapat meningkatkan
nilai nutrisi dari jerami yang difermentasi; 2) Pemberian jerami
fermentasi MOL ditambah konsentrat yaitu tepung kepala udang mampu
meningkatkan pertambahan bobot badan pada usaha penggemukan
sapi potong; 3) Ternak yang diberi jerami fermentasi MOL 40% ditambah
rumput 60%, dan tepung kepala udang sebagai bahan konsentrat lebih
efisien dalam penggunaan pakan; 4) Pemberian jerami fermentasi MOL
ditambah tepung kepala udang sebagai bahan konsentrat mampu
memberikan keuntungan yang cukup baik pada usaha penggemukan
sapi potong
9) Kajian Pemanfaatan Limbah Ternak Menjadi Pupuk Organik dan
Sumber Energi dan Aplikasinya pada Tanaman Jagung.
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah
tersedianya 1 paket teknologi pengolahan limbah ternak (feces dan
urine) dengan menggunakan agen hayati dan diperkaya pestisida
nabati/organik sebagai pupuk organik berkualitas untuk tanaman dan
tersedianya teknologi pengolahan limbah ternak (feces dan urine)
sebagai sumber energi biogas. Kegiatan pengkajian dilaksanakan di
Desa Matongang-tongang, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten
31 BPTP SULAWESI SELATAN
Pinrang. Adapun teknologi yang diintroduksi yakni : 1) Fermentasi
limbah slury dengan menggunakan MOL berupa keong mas, nasi sisa,
buah-buahan dan rebung; 2) Penambahan pestisida nabati berupa buah
maja; 3) Teknologi aplikasi pupuk slury yang sudah jadi ke tanaman
jagung.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa :
1) Fermentasi slury menggunakan agen hayati mampu meningkatkan
kadar unsure hara makro pada pupuk organik cair; 2) Penggunaan POC
yang berasal dari limbah ternak sapi pada tanaman jagung belum dapat
memaksimalkan produksi limbah tanaman jagung, namun masih dapat
bersaing dengan penggunaan pupuk kimia (pupuk rekomendasi).
10) Pengkajian Potensi beberapa Varietas Bawang Merah dalam
Menghasilkan Biji Botani (TSS) di Dataran Tinggi Sulawesi Selatan.
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah satu
sampai dua varietas bawang merah yang bisa menghasilkan produksi
tinggi dan biji botani (TSS) di atas 1 g/rumpun. Perbanyakan benih
bawang merah melalui TSS dapat memberbaiki kualitas umbi,
meningkatkan produksi dan penggandaan hasil lebih cepat. Dengan
penggunaan TSS dalam usahatani bawang merah menekan biaya
produksi, mempercepat penyebaran varietas unggul bawang merah, dan
mengatasi ketersediaan benih. Kegiatan dilaksanakan di lahan petani
32 BPTP SULAWESI SELATAN
pada daerah ketinggian > 900 m dpl di Desa Loka, Kecamatan Rumbia,
Kabupaten Jeneponto. Teknologi yang diintroduksi yakni : 1) Perlakuan
VUB bawang merah untuk menghasilkan biji botani TSS; 2) PHT;
3) Teknologi penanaman tegetes untuk menarik penyerbuk.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa Varietas
yang menghasilkan biji terbanyak adalah Trisula dan Pancasona
masing-masing 4,90 g dan 4,18 g per rumpun, dengan persentase
tanaman berbunga masing-masing 93% dan 90%. Sedangkan varietas
Maja Cipanas dan Mentes menghasilkan biji masing-masing 1,85 g dan
1,49 g, namun persentase tanaman yang berbunga varietas Maja
Cipanas hanya 60% dan varietas Mentes 30%.
11) Pengendalian Hama Spodoptera exigua Menggunakan Pestisida
Nabati dan Penerapan Ambang Pengendalian Pada Tanaman Bawang Merah dalam Upaya Mengurangi Penggunaan Pestisida.
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah
ditemukannya satu sampai dua jenis pestisida nabati yang efektif
mengendalikan hama ulat bawang (Spodoptera exigua).dan satu cara
33 BPTP SULAWESI SELATAN
aplikasi Insektisida Sintetik berdasarkan Ambang Pengendalian hama
ulat bawang (Spodoptera exigua). Kegiatan dilaksanakan di Kebun
Percobaan Jeneponto, dengan introduksi teknologi yakni teknologi
penggunaan pestisida nabati dan insektisida sintetik berdasarkan
ambang kendali untuk mengendalikan hama Spodoptera exigua pada
bawang merah.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa :
1) Pestisida nabati yang terbuat dari ekstrak Serei wangi dapat
digunakan sebagai bahan alternatif untuk mengendalikan hama S.
exigua; dan 2) Penggunaan Ekstrak Serei Wangi untuk mengendalikan
hama pemakan daun (S. exigua) lebih layak digunakan dalam usahatani
bawang merah karena efisiensi dalam penggunaan biaya usahatani
yang dikeluarkan dan aman terhadap lingkungan akibat penggunaan
pestisida dengan R/C ratio 2,31.
12) Pengkajian Pengolahan Bubuk Bawang Merah di Sulawesi Selatan.
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah Bubuk
bawang merah yang tetap baik dari beberapa varietas, cara pengeringan
dan bahan pengisi. Diharapkan melalui kegiatan ini dapat memberikan
nilai tambah bagi peningkatan pendapatan petani dan masyarakat.
34 BPTP SULAWESI SELATAN
Kegiatan demonstrasi dilakukan di kelompok wanita tani (KWT) Suplir,
Kelurahan Malua, Kecamatan Malua, Kabupaten Enrekang dengan
mengintroduksi teknologi pengolahan bubuk bawang merah.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa : 1) Ada
interaksi nyata antara varietas, jenis pengering dan bahan pengisi
terhadap kadar air, kadar abu, lemak, protein, dan karakterisrik
organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur dan kegemaran); 2) Untuk
memperpanjang masa simpan, bubuk bawang merah memerlukan
bahan pengisi yang dapat menurunkan kadar air yaitu tepung tapioca;
dan 3) Bubuk bawang merah yang terbaik adalah varietas Katumi
dengan pengeringan manual suhu 60- 70oC dengan bahan pengisi
tapioka dengan warna, aroma, rasa, tekstur dan kegemaran dengan
skor suka, rendemen 21%, kadar air 7.98%, kadar abu 3.16%, lemak
0.98% dan protein 7.87%.
13) Pemanfaatan Limbah Sayuran Hasil Fermentasi untuk Pakan
Ternak Kambing.
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah
termanfaatkannya limbah tanaman sebagai pakan ternak. Manfaat dari
pelaksanaan kegiatan kajian ini adalah ternak tidak mengalami
kekurangan pakan sehingga peroduksi ternak akan meningkat, petani
disamping mengusahakan tanaman juga dapat memelihara ternak untuk
35 BPTP SULAWESI SELATAN
meningkatkan pendapatan keluarga, dan ternak akan menghasilkan
pupuk organik untuk tanaman sayuran. Kajian ini dilaksanakan di Desa
Baroko Kecamatan Baroko Kabupaten Enrekang dengan kelompok tani
Batu Ampang sebagai kooperator. Adapun teknologi yang diintroduksi
yakni teknologi pemanfaatan limbah sayuran hasil fermentasi sebagai
pakan ternak kambing.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut adalah sebagai berikut
Komposisi nutrisi Kubis sebelum dan sesudah fermentasi
Konsumsi pakan, bobot hidup dan konversi pakan kambing jantan muda (6 bulan–1,5 tahun)
Uraian Perlakuan Perlakuan
A B
Konsumsi pakan
Berat kering bahan (g/ekor/hari)
Awal (kg)
Akhir (kg)
Pertambahan bobot hidup (kg)
PBHH (g/ekor/hari)
Konversi pakan (g konsumsi/g PBHH)
786,0
3,29
15,68
25,50
9,82
109,11
7,20
636,0
2,84
16,30
23,42
7,12
79,11
8,03
MateriKomposisi Nutrisi
BahanKering
ProteinKasar
LemakKasar
SeratKasar
BETN Abu
Sebelum fermentasi
Setelah fermentasi
86,28
91,00
14,69
21,25
3,30
2,50
17,25
11,25
52,84
55,00
11,92
5,75
36 BPTP SULAWESI SELATAN
14) Pengolahan Limbah Padat dan Cair Ternak Kambing untuk Pupuk Tanaman Sayuran
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah
termanfaatkannya limbah kotoran ternak sebagai pupuk organik. Kajian
ini dilaksanakan di Desa Baroko Kecamatan Baroko Kabupaten
Enrekang dengan kelompok tani Batu Ampang sebagai kooperator.
Adapun teknologi yang diintroduksi yakni teknologi pengolahan limbah
padat dan cair ternak kambing untuk pupuk tanaman sayuran.
15) Analisis Efisiensi Pemasaran Kedelai Varietas Unggul dalam
Mendukung Program Bioindustri di Sulawesi Selatan.
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah Model
pemasaran kedelai yang efisien yang mampu memberi keuntungan
maksimal kepada semua stakeholders yang terlibat. Diharapkan dengan
adanya kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan, wawasan dan
keterampilan petani dalam mengelolah usahatani serta menciptakan
produk bernilai ekonomi yang berorientasi agribisnis sehingga dapat
tercipta sistem usaha agribisnis kedelai yang menguntungkan yang
dapat mendorong kemandirian progresif di tingkat petani. Petani
37 BPTP SULAWESI SELATAN
responden kegiatan ini berlokasi di Desa Pa’bentengan Kecamatan
Bajeng Kabupaten Gowa.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa secara
parsial, variabel yang sangat menentukan marjin pemasaran kedalai
adalah harga di tingkat petani, jumlah tahap yang dilalui yaitu pada
tahap III (saluran pemasaran 2 dan 4) kemudian diikuti oleh varietas
kedelai, sedangkan volume rata-rata pemasaran kedelai, jarak dari
rumah ke pasar, jumlah tahap yang dilalui pada tahap I (saluran 6), II
(saluran 5 dan 7), dan IV (saluran 1 dan 3), serta lokasi pemasaran
untuk wilayah Soppeng dan Wajo tidak berpengaruh nyata pada taraf
nyata 90 persen terhadap marjin pemasaran. Semakin panjang saluran
atau semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam
pemasaran kedelai, akan mengakibatkan semakin besar pula marjin
pemasaran.
16) Kajian Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Petani Terhadap Penggunaan Pupuk Organik Pada Tanaman Cabai.
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah :
1) Informasi Jenis Pupuk dan Pestisida yang digunakan di tingkat petani
cabai; 2) Informasi mengenai Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
petani Penggunaan Pupuk Organik dan Pestisida pada tanaman
cabai; 3) Informasi mengenai Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Petani Penggunaan Pupuk Organik dan Pestisida pada
tanaman cabe.
38 BPTP SULAWESI SELATAN
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa :
1. Tingkat Pengetahuan dan Sikap Responden tentang pupuk organik
di Jeneponto berada pada Kategori Sedang, Perilaku Rendah dan
Sedang
2. Pengetahuan sikap dan perilaku tentang Pupuk Organik berkorelasi
positif (Jeneponto)
3. Tingkat Pengetahuan dan Sikap Responden tentang Pupuk Organik
di Maros berada pada Kategori Tinggi, Perilaku Sedang dan Tinggi.
4. Pengetahuan sikap dan perilaku tentang Pupuk Organik berkorelasi
positif (Maros)
5. Tingkat Pengetahuan dan Sikap Responden tentang Pestisidadi
Jeneponto berada pada kategori Sedang, Perilaku Rendah
6. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku tentang Pestisida
berkorelasi positif (Jeneponto)
7. Tingkat Pengetahuan dan Sikap Responden tentang Pestisida di
Maros berada pada kategori Sedang, Perilaku Rendah
8. Sikap dan perilaku tentang pestisida berkorelasi positif (Maros)
Secara umum Pengetahuan dan Sikap Responden tentang
Penggunaan Pupuk Organik dan Pestisida masih sangat perlu
ditingkatkan agar berdampak pada Perilaku yang dapat mengaplikasikan
pupuk organik dan pestisida secara tepat dan aman dalam usahatani
cabai. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi tentang : (1) Manfaat, Cara
Pembuatan dan Aplikasi Pupuk Organik ; (2) Bahaya Pestisida, Dosis
dan Cara Aplikasinya; (3) Manfaat, Cara Pembuatan dan Aplikasi
Pestisida Nabati. Sosialisasi tersebut dapat dilakuakn dalam bentuk :
Demplot.
39 BPTP SULAWESI SELATAN
17) Analisis Tingkat Adopsi Teknologi Pengembangan Sapi Potong Berbasis Zero Waste Berdasarkan Sifat Inovasinya.
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini yakni paket
informasi tingkat adopsi, sifat inovasi teknologi dan kelayakan inovasi
teknologi pengembangan sapi potong berbasis zero waste. Desa Bonne-
Bonne, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa :
1) Tingkat adopsi petani terhadap inovasi teknologi pengembangan
ternak sapi berbasis zero waste tergolong rendah yakni rata-rata 19,4%
disebabkan sifat inovasi dimana petani beranggapan bahwa penerapan
inovasi tidak sesuai untuk diterapkan karena tidak adanya kelembagaan
pemasaran yang dapat menjamin terjualnya produk yang dihasilkan
petani. ketersediaan lembaga pemasaran mutlak diperlukan dalam
menjamin teradopsinya inovasi teknologi pengembangan sapi potong
berbasis zero waste; 2) Usaha penggemukan ternak sapi berbasis zero
waste dengan skala pemeliharaan 5 ekor ternak merupakan usaha tani
yang efisien dan sangat menguntungkan karena memberikan nilai
keuntungan sebesar 61.107.668/ periode penggemukan dengan nilai r/c
= 1,6 menunjukkan bahwa usahatani tersebut layak diusahakan.
18) Analisis Rantai Pasok Bawang merah di Sulawesi Selatan
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini yakni model
kelembagaan rantai pasok bawang merah.
40 BPTP SULAWESI SELATAN
19) Analisis keragaan tingkat adopsi dan persepsi petani tentang pemanfaatan pupuk organik asal limbah ternak kambing untuk tanaman sayuran
Output yang diharapkan dari kegiatan kajian ini yakni :
1) Tersedianya 1 (satu) paket informasi mengenai tingkat keragaan
adopsi dan persepsi petani tentang adopsi teknologi pemanfaatan
limbah ternak kambing untuk tanaman sayuran; 2) Tersedianya 1 (satu)
paket informasi mengenai persepsi petani tentang adopsi teknologi
pemanfaatan limbah ternak kambing untuk tanaman sayuran.
Responden dari kegiatan kajian ini yakni Kelompok Tani Buntu Ampang
Kelurahan Baroko, Kecamatan Baroko Kabupaten Enrekang.
Hasil dari kegiatan kajian tersebut menunjukkan bahwa :
1) Adopsi teknologi pemanfaatan limbah ternak kambing umumnya
masih dalam kategori sedang yaitu sekitar 60%, beberapa adopsi
teknologi masih rendah seperti penggunaan pupuk organik dari limbah
kotoran cair dan dosis pemberian masih rendah; 2) Persepsi petani
mengenai pemanfaatan limbah ternak kambing untuk tanaman sayuran
umumnya sangat bermanfaat dan sekitar 47,83 % petani yang sering
menggunakan limbah kotoran padat; 3) Uji analisis usahatani petani
sayuran dengan menggunakan limbah kotoran kambing diperoleh nilai
R/C sebesar 1,84, sehingga usaha ini layak dikembangkan.
Jumlah teknologi spesifik lokasi yang dihasilkan BPTP Sulawesi
Selatan memperoleh tambahan dengan adanya kegiatan Kerjasama
Kemitraan Pengkajian dan Pengembangan Pertanian Spesifik Lokasi
(KKP3SL) yakni :
1) Evaluasi tanaman kakao asal somatic embriogenesis (SE) dalam
mendukung peningkatan produksi dan mutu kakao di Sulawesi
41 BPTP SULAWESI SELATAN
Selatan, kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Bone, Soppeng,
dan Wajo;
2) Kajian pembibitan ternak itik berbasis zero waste mendukung
pemenuhan kebutuhan protein hewani di Sulawesi Selatan,
kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Gowa;
3) Kajian sistem komunikasi dan promosi inovasi dalam percepatan
adopsi teknologi produksi kedelai mendukung ketahanan pangan di
Sulawesi Selatan, kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Soppeng
dan Maros; dan
4) Kegiatan Model pengembangan pertanian berbasis sistem integrasi
ternak sapi dan padi lahan kering dataran rendah (MP3BI) yang
dilaksanakan di Kabupaten Barru.
Sasaran 2 :
Dihasilkannya rumusan rekomendasi kebijakan
pembangunan pertanian daerah
Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur dengan satu indikator
kinerja. Adapun pencapaian target dari indikator kinerja dapat
digambarkan sebagai berikut :
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Jumlah rekomendasi kebijakan 1 1 100
Sasaran ini dicapai melalui 1 (satu) kegiatan yakni Analisis
kebijakan dengan indikator kinerja sasaran “Jumlah rekomendasi
42 BPTP SULAWESI SELATAN
kebijakan”. Pada Renstra Tahun 2010 – 2014 jumlah rekomendasi yang
sudah dicapai selama 5 tahun adalah 8 rekomendasi, melebihi targetnya
yang hanya 7 rekomendasi. Tahun pertama untuk Renstra 2015 – 2019
indikator kinerja ini sudah menunjukkan hasil yang baik dengan
pencapaian target 100% yakni 1 rekomendasi. Analisis kebijakan
pemasaran bawang merah dan krisan di Sulawesi Selatan dilaksanakan
pada 2 kabupaten yakni di Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Gowa.
Sasaran 3 :
Terdiseminasikannya inovasi teknologi pertanian spesifik
lokasi
Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur dengan satu indikator
kinerja. Adapun pencapaian target dari indikator kinerja dapat
digambakan sebagai berikut :
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Jumlah teknologi yang terdiseminasi ke
pengguna
23 23 100
Indikator kinerja sasaran yang ditargetkan dalam Tahun 2015
telah terlaksana dengan sangat baik. Sasaran ini dicapai melalui 1 (satu)
indikator kinerja sasaran yakni : “Jumlah teknologi yang terdiseminasi ke
pengguna”. Pada tahun 2015 indikator kinerja ini menargetkan 23
teknologi dan terealisasi 23 teknologi (100%). Selama lima tahun
pelaksanaan Renstra 2010 - 2014, sasaran ini telah mencapai target
100% dan cenderung mengalami peningkatan target dan realisasi,
43 BPTP SULAWESI SELATAN
meskipun pada tahun 2013 terjadi penurunan target sebanyak 4
teknologi namun dapat terealisasi sebanyak 6 teknologi (150%). Dalam
kurun waktu tersebut teknologi yang didiseminasikan menargetkan 36
teknologi dan telah terealisasi sebanyak 46 teknologi. Prestasi teersebut
mampu dipertahankan pada tahun 2015 dengan pencapaian target
100%.
Indikator sasaran ini dicapai melalui 8 kegiatan yakni :
1) Buletin
Buletin merupakan salah satu media tercetak yang digunakan untuk
mendiseminasikan hasil-hasil penelitian/pengkajian. Pada tahun
2015, BPTP Sulawesi Selatan menerbitkan 2 edisi yakni :
Edisi I : Buletin Inovasi Teknologi Pertanian (Jurnal) berisi 5
artikel.
Edisi II : Media Informasi Pertanian (Media Penyuluh) berisi 9
artikel.
Masing-masing edisi diperbanyak 750 examplar dan distribusi ke
pengguna pada saat pelaksanaan pameran dan melalui Bapel
Penyuluhan Kabupaten.
2) Siaran TV
Siaran TV dilaksanakan dengan tujuan untuk mendiseminasikan
kegiatan-kegiatan penelitian/pengkajian dan penyuluhan BPTP
Sulawesi Selatan. Dilaksanakan 2 kali (2 paket) yaitu :
Inovasi Teknologi BPTP Sulawesi Selatan, dirangkaikan Pada
acara Panen Raya Padi dan Kedelai
Inovasi teknologi spesifik lokasi tanaman kacang-kacangan.
44 BPTP SULAWESI SELATAN
Penyiaran dilaksanakan oleh TVRI Regional Makassar dengan
durasi penyiaran, masing-masing 30 menit. Masing-masing paket
digandakan 20 copy untuk keperluan display dan tayangan untuk
kunjungan tamu.
3) Pembuatan VCD
Selain buletin dan siaran tv, salah satu media untuk
mendiseminasikan hasil penelitian/pengkajian adalah VCD. VCD
diproduksi 2 paket, dengan judul Inovasi Teknologi Pengolahan
Kakao serta Profil dan Inovasi Taman Teknologi Pertanian (TTP
Barebbo) dengan durasi selama 15 menit. Masing-masing
digandakan 30 copy dan didistribusi ke pengguna melalui Bapel
Penyuluhan Kabupaten secara selektif dan ditayangkan saat
kunjungan tamu dan di Ruang Display.
4) Pameran
Pameran dilaksanakan 2 kali, yakni :
Pameran I : Pameran dalam rangka memperingati Hari Jadi
Kabupaten Bone, dilaksanakan pada tanggal 6 April 2015
bertempat di Pelataran Parkir eks Pasar Sentral Bone dengan
materi : a. Teknologi hasil penelitian Badan Litbang Pertanian; b.
Teknologi hasil Kajian BPTP Sulawesi Selatan; c. Bahan
Tercetak dan VCD.
Pameran II : Rangkaian Acara Pekan Raya Sul-Sel,
dilaksanakan pada tanggal 10-12 Oktober 2015 bertempat di
Celebes Convention Centre Makassar. Tema Teknologi
Peternakan Mendukung Pertanian Bio Industri Berkelanjutan
dengan materi a. Teknologi Hasil Penelitian Puslitbang
45 BPTP SULAWESI SELATAN
Peternakan; b. Teknologi Hasil Kajian BPTP Sul-Sel; c. Hasil
Kegiatan Balai Pengembangan Inseminasi Buatan
5) Model Pertanian Perkotaan
Model pertanian perkotaan mendiseminasikan 2 teknologi yakni
Teknologi pengembangan KRPL dan Teknologi Pengembangan
Limbah Ternak. Ada 3 model yang diperkenalkan pada kegiatan
pengembangan KRPL yakni : a) Pembangunan Model Pekarangan
Pangan dengan Zona Pangan Sumber Protein (Kacang-Kacangan)
dan Zona Pangan Sumber Vitamin, Mineral, dan Obat-Obatan
(Sayuran); b) Sistem Tanam di Lahan Sempit : Vertikultur, Wall
Gardening dan Wolkaponik; c) Pembangunan Display KRPL :
Pertanaman Monocultur dan Tumpang Sari, Sistem Tanam
Verticultur, Wall Gardening dan Wolkaponik, Kandang Ayam dan
Kambing.
6) Peningkatan Kapasitas Komunikasi dalam rangka Percepatan
Inovasi di Sulawesi Selatan.
Kegiatan pendayagunaan dan mendiseminasikan inovasi pertanian
melalui : 1) Implementasi transfer teknologi melalui nilai-nilai
kearifan lokal mendukung sistem pertanian berkelanjutan di
Sulawesi Selatan; 2) Sosialisasi, Apresiasi, Koordinasi , Temu
teknis , Temu informasi dan Temu lapang yang dilaksanakan di
Kabupaten Enrekang, Jeneponto dan Kebupaten Wajo;
3) Demonstrasi teknologi Produksi Benih Bawang Merah,
dilaksaakan di Desa Pekalobeang Kecamatan Anggeraja
Kabupaten Enrekang dengan kelompok tani Tunas Bawang
sebagai petani kooperator; 4) Implementasi Sistem Kerja “LAKU”
dalam Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian di Sulawesi Selatan
46 BPTP SULAWESI SELATAN
yang dilaksanakan di BP3K Barebbo Kabupaten Bone dan BP3K
Anggeraja Kabupaten Enrekang.
7). Taman Agroinovasi
Taman Agroinovasi merupakan wadah untuk mindiseminasikan
teknologi unggulan Balitbangtan secara massif di seluruh Indonesia
dan spesifik lokasi di Sulawesi Selatan. Taman agroinovasi telah di
desain dengan menarik dan indah serta kaya dengan muatan
teknologi hasil kajian BPTP Sulawesi Selatan. Hasil dari KRPL dan
Taman Agro Inovasi disediakan atau dijual melalui Agro Inovasi
Mart, sehingga diharapkan kedepannya dapat mandiri dan
membiayai dirinya sendiri.
8). Model Penyediaan benih padi dan kedelai untuk pemenuhan
kebutuhan wilayah melalui peningkatan kemampuan calon
penangkar.
Kegiatan ini mendiseminasikan teknologi produksi benih padi dan
teknologi produksi benih kedelai kepada calon penangkar untuk
memenuhi dan menyediakan kebutuhan benih padi dan kedelai
bagi para petani di wilayah tersebut. Kegiatan penyediaan benih
padi dan kedelai dilaksanakan di Kabupaten Maros, Bone, Sidrap,
Soppeng, dan Wajo.
Sasaran 4 :
Terlaksananya kegiatan pendampingan inovasi pertanian
dan program strategis nasional
Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur dengan satu indikator
kinerja yakni :
47 BPTP SULAWESI SELATAN
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Jumlah laporan pelaksanaan kegiatan
pendampingan
9 9 100
Sasaran ini dicapai melalui 1 (satu) kegiatan utama yakni
Kegiatan Pendampingan Inovasi Pertanian dan Program Strategis
Nasional dengan indikator kinerja sasaran “Jumlah laporan pelaksanaan
kegiatan pendampingan”. Sasaran dan indikator ditahun pertama
Renstra 2015 – 2019 sudah dapat tercapai dengan baik yakni 100%.
Indikator kinerja ini dicapai melalui 9 kegiatan pendampingan yakni :
1) Pendampingan padi, kedelai, dan ubi kayu
Tujuan dari pelaksanaan kegiatan Pendampingan Padi, kedelai,
dan ubi kayu yakni : 1) Tercipatanya sinergi pendampingan GP2TT padi
untuk mencapai swasembada beras berkelanjutan melalui gelar
teknologi dengan metode PTT; 2) Menyediakan rekomendasi teknologi
spesifik lokasi padi, kedelai, dan ubikayu; 3) Tercapainya swasembada
beras berkelanjutan; 4) Menyediakan inovasi teknologi melalui sekolah
lapang dalam mendukung peningkatan produktivitas padi, kedelai, dan
ubikayu. Kegiatan pendampingan padi dilaksanakan pada 2 kabupaten
yakni Kabupaten Wajo dan Pinrang. Sementara pendampingan kedelai
dilaksanakan di Kabupaten Wajo dan Bone. Untuk pendampingan ubi
kayu dilaksanakan di Kabupaten Maros.
Bentuk pendampingan yang dilakukan berupa Introduksi paket
teknologi PTT, Display varietas, Demplot PTT, dan menjadi narasumber
pada pelatihan dan pertemuan pertemuan kegiatan GP-PTT padi,
kedelai, dan ubi kayu. Hasil pendampingan yang dilakukan yakni :
48 BPTP SULAWESI SELATAN
1) Kegiatan Pelatihan masih diperlukan oleh petani, penyuluh untuk
meningkatkan pengetahuannya dan sebagai bahan penyuluhan;
2) Narasumber pada pelatihan dan pertemuan-pertemuan merupakan
bentuk kerjasama antara stakeholder dengan BPTP sebagai
pendamping GP-PTT padi; 3) Rekomendasi Teknologi Spesifik Loaksi
padi Sawah Sulawesi Selatan merupakan acuan bagi petani dan
penyuluh serta stakeholder dalam penerapan usahatani ditingkat lapang;
4) Demplot PTT padi sawah dibutuhkan sebagai acuan penerapan
komponen teknologi PTT ditingkat petani; 5) Superimpose merupakan
dukungan terhadap komponen teknologi PTT yang diterapkan petani
dalam melaksanakan usahataninya; 6) Demonstrasi Teknologi
pengaturan Jarak Tanam yang dilakukan di Kab. Wajo memberi
produksi yang lebih tinggi. Petani yang menggunakan jarak tanam 60
cm x 20 cm (Teknologi Introduksi) memberi hasil yang lebih tinggi (2,85
t/ha) jika dibanding dengan petani yang menggunakan jarak tanam 80
cm x 30 cm (Pembanding) (1,74 t/ha). Selisi hasil yang dicapai antara
teknologi introduksi dengan teknologi petani/pembanding adalah 1,11
t/ha atau sekitar 38,94%; 7) Hasil Display Varietas unggul baru kedelai,.
Dari 10 varietas unggul baru yang dikaji, ada 4 varietas yang
mempunyai produksi tinggi dan disenangi petani yaitu : 1. Anjasmoro,
Panderman, Dena-1, dan Burangrang; 8) Hasil Demonstrasi Teknologi,
Teknologi Introduksi memberi hasil produksi yang lebih tinggi (2,82 t/ha)
jika disbanding dengan teknologi Petani (pembanding) yang hanya
memberi hasil sekitar 1,94 t/ha. Selisi hasil antara Teknologi Introduksi
dari BPTP dengan Teknologi Petani sekitar 0,88 t/ha atau sekitar
31,12%.
49 BPTP SULAWESI SELATAN
2) Pendampingan pengembangan kawasan peternakan nasional
Pendampingan kawasan peternakan dilaksanakan pada 6
kabupaten di Sulawesi Selatan yakni Kabupaten Bone, Barru, Maros,
Gowa Bantaeng, Bulukumba. Kegiatan pendampingan berupa introduksi
teknologi, yakni : 1) Perbaikan system perkandangan; 2) Pembuatan
Bank Pakan; 3) Introduksi rumput dan leguminosa unggul;
4) Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan; dan 5) Pelatihan
(Fermentasi jerami, pemanfaatan pupuk organik asal limbah ternak
ditanaman semusim, pembinaan kelembagaan kelompok).
Secara teknis demplot yang dilakukan dikelompok sasaran
pendampingan sudah memperlihatkan hasil yang baik namun perlu
intensitas pelatihan maupun penyuluhan untuk meningkatkan strata
adopsi. Optimalisasi keterlibatan penyuluh dalam program
pendampingan masih perlu ditingkatkan untuk mengimbangi kegiatan
teknis yang dilakukan oleh peneliti di wilayah pendampingan yang
memasuki tahun kedua atau ketiga perlu dilakukan kajian komprehensif
tentang tingkat adopsi teknologi serta faktor-faktor yang mempengaruhi
50 BPTP SULAWESI SELATAN
3) Pendampingan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura pertanian nasional
Output yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan
pendampingan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura (PKAH)
adalah : 1) Data potensi, masalah dan peluang agribisnis Cabai,
Bawang merah, Jeruk dan Krisan di Sulawesi Selatan; 2) Meningkatnya
pengetahuan dan keterampilan petani tentang varietas, teknologi
perbenihan, budidaya , pengendalian OPT Cabai, Bawang merah, Jeruk
dan Krisan; 3) Model rancang bangun kegiatan hulu sampai hilir secara
terintegrasi (perbenihan, produksi dan pemasaran) pada Cabai, Bawang
merah, Jeruk dan Krisan. Lokasi PKAH 2015 ditetapkan Demplot untuk
Cabai di 2 kabupaten yaitu: Pinrang dan Jeneponto; Bawang merah di
Enrekang dan Jeneponto; Jeruk di Pangkep (Pamelo) dan Bulukumba
(Siem). Sedangkan PKAH Krisan dilaksanakan di Kabupaten Gowa.
Varietas unggul baru yang diintroduksikan pada Demplot di Desa
Bubun Lamba, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang pada
Poktan Maminasa Bunu yaitu Mentes dan Katumi memberikan produksi
masing-masing 620 kg (setara 10,85 t/ha), 880 kg (setara 8,8 t/ha).
Yang disukai petani adalah Mentes karena pada saat panen daunnya
masih utuh (bisa diikat), produksi lebih tinggi dari pada Katumi, susut
bobotnya lebih rendah 34, 67% dibanding Katumi 46,07%. Sedangkan
pada Demplot di Kelurahan Lakawan, Kecamatan Anggeraja pada
poktan Tana Lea varietas yang disukai petani pada saat penilaian
varietas adalah Trisula karena warna umbinya merah fanta dan sangat
menarik.
Implementasi teknologi pada demplot perbenihan bawang merah
dapat meningkatkan hasil sebesar 20% dan menekan biaya sebesar
51 BPTP SULAWESI SELATAN
27,56%. Pengendalian hama Spodoptera menggunakan pagar net, botol
perangkap dapat menekan biaya penggunaan pestisida sebesar 50%.
Transfer teknologi budidaya bawang merah asal biji (TSS) sudah
berhasil dilakukan ke petani poktan Al Hikmah.
Pengembangan kawasan agribisnis jeruk di Sulawesi Selatan
terkendala dengan sempitnya kepemilikan lahan oleh petani, terpencar,
pengelolaan jeruk masih tradisional belum menerapkan inovasi teknologi
anjuran, kelembagaan petani masih lemah, sehingga berpengaruh
terhadap adopsi teknologi dan posisi tawar produk.
Petani Krisan yang dibina sudah terampil memproduksi benih
krisan, Petani binaan sudah mengenal jenis OPT pada krisan dan
melakukan tindakan pengendalian sesuai OPT sasaran dengan
pendekatan PHT, Model Pengembangan Kawasan Agribisnis Krisan di
Sulsel perlu didukung oleh industri benih yang profesional, kelompok
tani yang terampil dalam budidaya krisan dan terjalin komunikasi dan
kekompakan satu sama lain, tumbuh dan berkembangnya kelembagaan
kelompok tani (kelembagaan permodalan, Saprodi, dan pemasaran).
4) Pendampingan pengembangan kawasan perkebunan pertanian
nasional
Output yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan
pendampingan kawasan perkebunan nasional adalah :
1) Tersosialisasinya teknologi penggunaan bibit unggul hasil
52 BPTP SULAWESI SELATAN
perbanyakan bibit secara vegetative (sambung pucuk dan sambung
samping); 2) Tersosialisasinya pengendalian hama penyakit dengan
biopestisida; 3) Tersosialisasinya pembuatan pupuk organik dengan
decomposer; 4) Selain itu secara keseluruhan akan didapatkan umpan
balik dari pelaku utama yaitu petani perkebunan sebagai bahan untuk
saran/usulan kebijakan pengembangan Program Strategis Kementerian
Pertanian ke depan.
Kegiatan pendampingan pengembangan kawasan perkebunan
pertanian nasional di Sulawesi Selatan dilaksanakan di 6 kabupaten,
yaitu Kabupaten Enrekang, Tana Toraja, Toraja Utara (Kopi), Kabupaten
Luwu Utara dan Luwu (Kakao), Kabupaten Takalar (Tebu).
Kegiatan dilaksanakan dalam bentuk tatap muka : pertemuan tatap
muka yang pertama dilaksanakan dengan penjelasan teknologi dari
narasumber kemudian dilanjutkan dengan diskusi dan praktek lapang.
Materi yang diberikan terutama teknologi perbanyakan vegetatif,
pemangkasan, pengendalian hama penyakit, pembuatan pupuk organik,
dan pengolahan.
Hasil pendampingan menunjukkan lokasi pengembangan
perkebunan kopi nasional mempunyai kesesuaian lahan, baik ditinjau
dari tofografi dan iklim. Peningkatan produksi dan mutu produk
perkebunan kopi nasional mendapat perhatian oleh petani kopi.
Pendampingan peremajaan tanaman kopi Arabika unggul lokal
sebanyak 3.000 pohon. Rataan tinggi tanaman 88,20 cm. pengendalian
hama penyakit secara hayati dengan menggunakan biopestisida mampu
menekan kehilangan hasil 60%. Kinerja kelembagaan kopi mencapai
69%. Tingkat kinerja yang terkecil adalah pengawasan internal oleh
kelompok tani baru mencapai 25%. Usahatani kopi mampu memberikan
53 BPTP SULAWESI SELATAN
kelayakan usaha dengan NPV Rp. 44.201.100, B/C 1,75 dan IRR
26,90%. Pemasaran biji kopi di lokasi pengembangan perkebunan kopi
belum memberdayakan kelembagaan yang ada, sehingga posisi tawar
petani dalam penentuan harga dan kuota penjualan belum kuat.
Pengembangan kakao yang menjadi lokasi pendampingan
mempunyai kesesuaian lahan dan iklim. Sehingga lokasi pendampingan
ada yang termasuk dalam kategori Kampung Kakao. Penerapan
teknologi yang diintroduksi kepada petani kakao dapat dimengerti,
dipahami, dan dilakukan oleh petani kakao di lokasi pendampingan.
Introduksi teknologi produksi kakao memberikan minat kepada petani
karena usahatani kakao memberikan keuntungan yang besar pada
pendapatan rumah tangga tani. Pelaksanaan pengembangan komoditas
kakao khususnya di Luwu Raya mendapat perhatian yang sangat besar
oleh pemerintah daerah. Oleh sebab itu pemerintah daerah membentuk
organisasi untuk membina petani kakao di Luwu Raya. Organisasi
tersebut dalam bentuk Forum Masyarakat Kakao Luwu Raya
(FoMaKara).
Inovasi Teknologi Paket 1 dan 2, menghasilkan pertumbuhan
pertanaman tebu lebih baik daripada Paket 3 cara petani. Sementara
itu penerapan inovasi teknologi Paket 1 RC-1, juring tunggal, budidaya
intensif menunjukan pertumbuhan tebu lebih baik daripada Paket 2 (RC-
1, juring ganda, intensif), dengan tingkat pendapatan Rp. 35.892.200
dan nilai B/C 1,68. Varietas unggul PS 881 untuk sementara
menunjukkan tampilan yang cukup baik walaupun mengalami cekaman
kekurangan air (kekeringan),varietas 881 mampu memberikan hasil
sekitar 70.000 kg atau 700 kw/ha dengan pendapatan bersih
Rp. 10.000.000/ha. Program pendampingan dan kajian inovasi teknologi
54 BPTP SULAWESI SELATAN
produksi tebu dalam rangka peningkatan produktivitas dan pendapatan
petani perlu terus dilanjutkan dan dikembangkan di Sulawesi Selatan.
5) Pendampingan KRPL
Pendampingan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
Dilaksanakan pada kawasan perkotaan, merupakan sinergi antara KRPL
dengan pengembangan lorong kota Makassar (program Longgar).
Kegiatan yang dilaksanakan berupa pengembangan 1 unit Kebun Bibit
Induk (KBI) dan Pendampingan M-KRPL yang telah terbentuk selama
tahun 2012-2014.
Pendampingan dilakukan oleh peneliti BPTP Sulawesi Selatan,
dibantu oleh para PPL Kab/Kota yang memiliki wilayah kerja pada lokasi
MKRPL dilaksanakan, serta didukung oleh aparat Desa/Kelurahan.
Pendampingan dilakukan secara berkala (1 – 2 kali per bulan). Selain itu
bentuk pendampingan lainnya berupa :pengamatan terhadap budidaya
sayuran yang dikembangkan, manajemen hasil pekarangan
(dikonsumsi, diolah menjadi makanan olahan dan dijual), pengamatan
Dampak MKRPL bagi ekonomi,sosial dan Kelembagaan Keluarga/ KWT.
Pembangunan KBK dibuat dalam bentuk bedengan, percontohan
vertikultur dan dilengkapi screen house (rumah plastik) sebagai wadah
dalam rangka mempersiapkan benih/bibit tanaman
55 BPTP SULAWESI SELATAN
Selain kegiatan pendampingan juga dilakukan berbagai macam
kegiatan pelatihan, yakni pelatihan pembuatan kompos pupuk kandang
dan limbah tanaman setempat dengan bantuan decomposer promi,
pembuatan MOL (Mikroorganisme Lokal) mendukung usahatani sayuran
dan buah-buahan, dan pelatihan budidaya sayuran dan Buah.
Secara umum kegiatan M-KRPL perkotaan diterima dan dapat
diadopsi dengan baik oleh pelaksana M-KRPL di kelurahan Tabaringan,
Kota Makassar. Teknis pelaksanaan dilapangan Sinergis dengan
Program Pemkot yaitu Pemberdayaan Lorong. Program M-KRPL
memberikan kontribusi positif bagi pemanfaatan dan pengelolaan lahan
pekarangan dan lorong secara intensif sehingga dapat memenuhi
kebutuhan gizi keluarga namun bibit dan sarana produksi lainnya masih
menjadi kendala
6) Kalender Tanam (KATAM)
Output yang diharapkan dari kegiatan Pendampingan KATAM
adalah : 1) Tersedianya data dukung dalam penyusunan sistim informasi
Kalender Tanam (KATAM) Terpadu tahun 2015; 2) Tersosialisasinya
informasi Kalender Tanam (KATAM) Terpadu pada sentra produksi padi
di Sulawesi selatan; 3) Terverifikasinya dan tervalidasinya informasi
Kalender Tanam (KATAM) Terpadu pada sentra produksi padi, jagung
56 BPTP SULAWESI SELATAN
dan kedelai di Sulawesi Selatan; 4) Tersedianya informasi tentang
penetapan waktu tanam sesuai dengan kearifan lokal dan perubahan
iklim di Sulawesi Selatan.
Data iklim, data inventarisasi varietas, luas dan potensi lahan,
rekomendasi kebutuhan pupuk, di seluruh kabupaten/kota di Sulawesi
Selatan telah diinventarisir dengan baik dan disampaikan ke Tim Katam
Pusat melalui FGD di dua Musim Tanam . Untuk Tahun 2015, Kalender
Tanam MK dan MH telah disosialisasikan di Kabupaten/kota di Provinsi
Sulawesi Selatan dalam bentuk pelatihan dan Sekolah lapang Iklim.
Selain itu sosialisasi juga dilakukan kepada para anggota TNI dalam
Diklat Upsus. Verifikasi Data Katam menunjukkan rata-rata 60 %
kesesuaian dengan Data. Katam dalam hal, waktu tanam, pemupukan
dan penggunaan varietas. Validasi Data katam dengan membandingkan
data katam dan existing lapang menunjukkan bahwa rekomendasi
(waktu tanam, varietas, pemupukan) yang diberikan dapat meningkatkan
produksi padi. Sistem pananrang sudah melebur ke dalam kalender
tanam terpadu karena memiliki basis sistem pengetahuan yang sama,
namun karena tekanan permintaan pasar sehingga perlu introduksi
teknologi yang berpotensi meningkatkan produksi lebih tinggi
57 BPTP SULAWESI SELATAN
7) Pendampingan UPSUS
Pendampingan Program Upaya Khusus Padi, Jagung, dan
Kedelai dilaksanakan di seluruh kabupaten Sulawesi Selatan. Setiap
kabupaten terdapat Liasson Officer (LO) yang bertugas untuk
melaporkan dan memonitoring perkembangan kegiatan UPSUS
diantaranya realisasi luas tanam, realisasi panen, jaringan irigasi, dan
alsintan.
8) Taman Teknologi Pertanian
Kegiatan Taman Teknologi Pertanian (TTP) dilaksanakan di Desa
Wollangi dan Kajao La’liddong Kecamatan Barebbo Kabupaten Bone.
Kegiatan TTP secara partisipatif melibatkan petani, penyuluh, peneliti
dari (Balit : Badan Litbang Pertanian), peneliti dari Balitbang Daerah,
peneliti dari Perguruan Tinggi. Lembaga penelitian akan berfungsi
sebagai : 1) technical consultancy : lembaga konsultasi inovasi
teknologi; 2) market research : mediasi dan pemberi rekomendasi ke
pelaku usaha (garansi produk); 3) promotional activities : mediator ke
lembaga ekspo, pameran produk.
Ruang lingkup kegiatan TTP Bone yakni : 1) Perencanaan
pelaksanaan ATP dengan berkoordinasi dengan lembaga terkait;
2) Diseminasi dan Promosi inovasi teknologi pertanian yang berdaya
saing dimana fokus kegiatannya berbasis pada pengembangan dan
penguatan sarana pendukung agribisnis; 3) Pelaksanaannya melibatkan
unsur lembaga, mulai dari aspek produksi/budidaya, pelatihan/magang,
pelaksanaan pengolahan, pelaksanaan pemasaran; 4) Kegiatan ini
diimplementasikan dengan pelatihan petani untuk meningkatkan sumber
daya manusia petani dilokasi TTP.
58 BPTP SULAWESI SELATAN
9) Pendampingan PUAP.
Output dari pelaksanaan kegiatan pendampingan Program Usaha
Agribisnis Perdesaan yakni : 1) Terlaksananya koordinasi, fasilitasi BOP,
supervisi dan monev kinerja PMT; 2) Terlaksananya pendampingan
pengembangan dan pembentukan LKM-A gapoktan PUAP;
3) Terlaksananya apresiasi peningkatan pengetahuan pelaku usaha
agribisnis Gapoktan PUAP; 4) Terlaksananya paket supervisi,
monitoring dan evaluasi serta pelaporan kegiatan PUAP.
PUAP dilaksanakan pada 23 kabupaten/kota, masuk desa miskin,
potensi pertanian dan diusulkan oleh Pemda, aspirasi dan esalon I
Kementerian Pertanian. Ruang Lingkup kegiatannya meliputi :
1) Inventarisasi Desa miskin dgn potensi pertanian oleh Tim Teknis;
2) Pengusulan desa/gapoktan calon PUAP; 3) Verifikasi Gapoktan
berdasarkan DNS dari Pusat Pembiayaan Pertanian; 4) Melakukan
pemberkasan/verifikasi kelengkapan administrasi pencairan dana
59 BPTP SULAWESI SELATAN
Gapoktan calon penerima BLM-PUAP; 5) Penyediaan/memfasilitasi
BOP PMT; 6) Mengembangkan gapoktan menuju LKMA;
7) Pendampingan/apresiasi teknologi dan monev; dan 8) Pelaporan
Program Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Sulsel sejak
tahun 2008-2015 sebanyak 2.472 desa/ gapoktan, dengan jumlah dana
Rp. 247,2 milyar. Tahun 2015 dari 197 desa/gapoktan dalam DNS,
hanya 165 gapoktan lolos verifikasi dan sudah di SK-kan oleh Dirjen
Prasarana dan Sarana Pertanian a.n. Menteri Pertanian, sebanyak 144
Gapoktan/desa dan yang tidak diproses 32 gapoktan. Jumlah LKM-A
yang sudah di SK-kan Tim Teknis sebanyak 486 dan yang sudah
mempunyai Badan Hukum baru 74 gapoktan, selebihnya masih
berbentuk Usaha Simpan Pinjam (Unit S/P).
60 BPTP SULAWESI SELATAN
Sasaran 5 :
Tersedianya benih sumber mendukung sistem
perbenihan
Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur dengan satu indikator
kinerja yakni :
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Jumlah Produksi Benih Sumber 255,8 198,2 77,5
Sasaran ini dicapai melalui 1 (satu) kegiatan utama yakni Unit
Pengelola Benih Sumber (UPBS) dengan indikator kinerja sasaran
“Jumlah produksi benih sumber”. Sasaran dan indikator kinerja ini
ditahun pertama Renstra 2015 – 2019 tidak dapat tercapai dengan baik
yakni hanya 77,5%. Indikator kinerja ini dicapai melalui 2 kegiatan utama
UPBS yakni :
1) Perbanyakan Benih Padi melalui Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS)
Output dari pelaksanaan kegiatan perbenihan padi yakni :
1) Tersedianya Benih padi bermutu kelas FS 20 ton dan kelas SS 97
ton; 2 ) Meningkatnya penggunaan benih bermutu VUB padi ditingkat
petani di Sulawesi Selatan. Kegiatan UPBS padi dilaksanakan di Kebun
Percobaan Luwu, kabupaten Luwu Utara dan KP Gowa di Kab. Gowa.
Selain melakukan penangkaran benih di kebun percobaan kegiatan
perbenihan juga dilakukan melalui pola kemitraan dengan petani
penangkar dan pendampingan petani penangkar. UPBS BPTP bermitra
dengan petani penangkar yang berada di kabupaten Sidrap, Bone, Luwu
61 BPTP SULAWESI SELATAN
Utara dan Luwu Timur. Pendampingan petani penangkar dilakukan
dengan petani di kabupaten Barru, Sidrap, Wajo, Soppeng, Luwu Utara,
Luwu Timur dan Bantaeng. Jumlah produksi benih padi untuk kelas FS
sebanyak 13,1 t dan kelas SS sebanyak 18,1 t. Tidak tercapainya target
produksi benih padi disebabkan karena terjadi pergeseran musim tanam
sehingga pertanaman akan dipanen pada tahun 2016.
2) Perbanyakan Benih Kedelai melalui Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS)
Output dari pelaksanaan kegiatan perbenihan kedelai yakni :
1) Tersedianya Benih Kedelai bermutu kelas FS 9 ton dan kelas SS
131,29 ton; 2 ) Meningkatnya penggunaan benih bermutu VUB kedelai
ditingkat petani di Sulawesi Selatan. Kegiatan UPBS kedelai
dilaksanakan di Kabupaten Jeneponto, Bulukumba, Soppeng, Wajo,
Pangkep, Maros, dan Bone.
Jumlah produksi benih kedelai untuk kelas FS sebanyak 9 t dan
kelas SS sebanyak 158 t. Produksi benih kedelai pada tahun 2015
melebihi dari target yang telah ditetapkan.
62 BPTP SULAWESI SELATAN
Dalam pelaksanaan DIPA Tahun 2015 Unit Pengelola Benih
Sumber tidak hanya padi dan kedelai tetapi juga pengelolaan benih
sumber bawang merah dan krisan. Output dari kegiatan perbenihan
bawang merah yakni : 1) Tersedianya benih TSS bawang merah 5 kg ,
benih umbi mini 500 kg, dan benih BS1 ton; 2) Tersedianya benih induk
krisan 50.000 tanaman. Kegiatan produksi umbi mini dilaksanakan di
lahan petani, kelurahan Balang, Kec. Binamu dan di KP Jeneponto,
Produksi benih Klas BS dilaksanakan di KP Jeneponto, dan Produksi
Benih krisan dilaksanakan di lahan petani, kelurahan Pattapang, kec.
Tinggimoncong, kab. Gowa
Produksi benih bawang merah kelas benih penjenis lima
varietas yaitu Pikatan 1.179 kg, Trisula 320 kg, Mentes 120 kg, Katumi
106 kg, dan Pancasona 1.134 kg dengan total 2.859 kg (2,86 t).
Produksi umbi mini bawang merah baru varietas Trisula sebanyak 130
kg. Produksi benih krisan belum mencapai target 50.000 setek, selain
karena RL memiliki kapasitas terbatas, juga pasar benih belum
mendukung .
Sasaran 6 :
Tersedianya Model Pengembangan Inovasi Teknologi
Pertanian Bioindustri
Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur dengan satu indikator
kinerja, yakni :
63 BPTP SULAWESI SELATAN
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Jumlah Model Pengembangan Inovasi
Teknologi Pertanian Bioindustri
3 3 100
Sasaran ini dicapai melalui 1 (satu) kegiatan utama yakni
pengembangan inovasi teknologi pertanian bioindustri spesifik lokasi
dengan indikator kinerja sasaran “Jumlah model-model pengembangan
inovasi pertanian bioindustri spesifik lokasi”. Sasaran dan indikator
kinerja ini baru ada pada Renstra tahun 2015 – 2019, dan ditahun
pertamanya sasaran ini sudah dapat tercapai dengan baik yakni 100%.
Indikator kinerja ini dicapai melalui 3 kegiatan Bioindustri yakni :
1) Model Pertanian Bioindustri pada Kawasan Sentra Pengembangan Kakao di Sulawesi Selatan
Output dari pelaksanaan kegiatan ini adalah 1) Kualitas SDM
petani pengelola bioindustri integrasi tanaman kakao-ternak sapi
meningkat hingga terampil; 2) Meningkatnya adopsi penerapan teknologi
budidaya kakao, pengolahan limbah kakao dan pemanfaatannya; dan
3) Meningkatnya adopsi penerapan teknologi pemeliharan sapi secara
intensif, pengolahan limbah ternak dan pemanfaatannya. Diharapkan
dengan adanya kegiatan bioindustri kakao ini mampu meningkatkan
daya saing, nilai tambah, pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat
pedesaan secara nyata dan berkelanjutan serta animo masyarakat
pedesaan terhadap penerapan inovasi teknologi pertanian dan
berkembangnya bio-industri berbasis integrasi ternak-tanaman. Kegiatan
ini dilaksanakan pada sentra pengembangan kakao yakni di Kabupaten
Luwu dengan tipologi lahan Dataran Rendah Iklim Basah.
64 BPTP SULAWESI SELATAN
Model pertanian bioindustri berbasis komoditas kakao mendapat
respon baik dari petani, khususnya pada Kelompok Tani Buah Harapan
dan kelompok tani lainnya di Desa Salu Paremang Selatan.
Pengelolaan tanaman kakao yang diintegrasikan dengan ternak sapi
memberikan dampak yang positif terhadap usahataninya maupun
keberlanjutan lingkungan, terutama dalam memanfaatkan mikroba
dalam proses peningkatan nilai tambah limbah yang dihasilkan.
Introduksi teknologi pengelolaan tanaman kakao, pemeliharaan ternak
sapi, dan sistem integrasi, serta penerapan teknologi mampu
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani. Usahatani kakao
petani layak dikembangkan dengan NPV Rp. 14.174.454. B/C 2,13, dan
IRR 25,05 %/tahun. Sedangkan usaha ternak sapi dengan lima ekor
dapat memberikan pendapatan Rp. 13.900.000/tahun dan B/C 0,39.
Perusahaan pengolahan biji kakao yang mendukung dalam
pengembangan komoditas kakao adalah PT Mars dan Pemerintah
sebagai fasilitator mendukung program model pertanian bioindustri
berbasis komoditas kakao.
65 BPTP SULAWESI SELATAN
2) Model Pembibitan Sapi Potong Berbasis Zero Waste Mendukung Pertanian Bioindustri di Sulawesi Selatan
Output yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah
1) Rekomendasi model pembibitan sapi potong berbasis pertanian bioindustri
di KP Gowa; 2) Rekomendasi Standar bibit sapi potong KP Gowa;
3) Rekomendasi penggunaan gas methan sebagai pengganti listrik PLN
dengan listrik dari genset/generator yang menggunakan bahan bakar
dari gas methan, bahan bakar mesin pengolah pakan dan mesin
penyulingan industry minyak atsiri; 4) Pupuk organik bersertifikat;
5) Rekomendasi KP Gowa sebagai show window inovasi teknologi
pembibitan sapi berbasis integrasi. Kajian dilaksanakan di KP Gowa, Desa
Pa’bentengan Kec Bajeng Kab Gowa. Metode yang dilaksanakan : Identifikasi
Potensi Wilayah, Cabang usaha dan Produk dan Perancangan model
pertanian bioindustri meliputi aplikasi teknologi serta pembentukan
kelembagaan.
3) Model Pertanian Bioindustri Berbasis Integrasi Padi-Ternak Pada Sawah Irigasi di Sulawesi Selatan
Kegiatan bioindustri integrasi padi ternak dilaksanakan di
Kabupaten Soppeng dengan ruang lingkup kegiatan meliputi : 1) Base
Line Survey; 2) Sosialisasi; 3) Penanaman Demplot Padi; 4) Pelatihan
pengolahan limbah jerami padi menjadi kompos; 5) Pelatihan
66 BPTP SULAWESI SELATAN
pembuatan permentor untuk permentasi Jerami; 6) Pelatihan
Permentasi jerami untuk pakan ternak; 7) Renovasi kandang Sapi, Bio
Gas dan Instalasi Biourine; 8) Renovasi saung bioindustri; 9) Panen dan
prosessing tanaman padi ; 10) Penanaman hijaun pakan; 11) Temu
Teknis dan ; 12) Temu Bisnis.
Produk yang dihasilkan dari kegiatan bioindustri integrasi padi
ternak adalah : 1) Permentor untuk permentasi jerami jadi pakan; 2)
Pupuk Cair Bio-seluri; 3) Pupuk Organik dari Peces ternak; 4) Pupuk
organik dari Jerami; 5) Calun Benih Varietas Inpari 7; 6) Beras Sehat
(Beras Merah).
.
Sasaran 7 :
Dihasilkannya sinergi operasional serta terciptanya
manajemen pengkajian dan pengembangan inovasi
pertanian unggul spesifik lokasi
Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur dengan 1 (satu)
indikator kinerja. Adapun pencapaian target dari indikator kinerja dapat
digambarkan sebagai berikut:
67 BPTP SULAWESI SELATAN
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Dukungan pengkajian dan percepatan
diseminasi inovasi teknologi pertanian
12 12 100
Dari indikator kinerja sasaran yang telah ditetapkan telah
terlaksana dengan baik dengan persentase pencapaian 100%. Indikator
kinerja ini dicapai melalui beberapa kegiatan pendukung, yaitu:
(1) Penguatan manajemen perencanaan dan evaluasi kegiatan
serta administrasi institusi;
(2) Pengembangan kompetensi SDM, dimana kegiatannya berupa
diklat fungsional peneliti, pelatihan baik bagi tenaga fungsional
peneliti, penyuluh, dan litkayasa maupun bagi tenaga
administrasi.
(3) Peningkatan kualitas manajemen institusi melalui implementasi
ISO 9001:2008 yang kegiatannya hanya berupa surveylen untuk
menerbitkan Sertifikat ISO BPTP dimana sertifikat ini tiap
tahunnya harus diperbaharui;
(4) Peningkatan pengelolaan laboratorium, kegiatannya meliputi
penambahan sarana dan prasarana Laboratorium Tanah Maros
dan pembaharuan akreditasi laboratorium. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan kapasitas pelayanan Laboratorium Tanah
Maros ke pengguna jasa diantaranya Peneliti baik dari Instansi
Litbang maupun perguruan tinggi, perusahaan swasta,
mahasiswa, dan kelompok tani. Adapun daftar pengguna jasa
dan uji laboratorium yang dilakukan dapat dilihat pada Lampiran
2.
68 BPTP SULAWESI SELATAN
(5) Peningkatan pengelolaan kebun percobaan, kegiatannya
meliputi pengembangan komoditi unggulan kebun percobaan
mendukung peningkatan PNBP. Kebun Percobaan Mariri
mengembangkan padi VUB, Kebun Percobaan Bone-Bone
mengembangkan kelapa sawit, Kebun Percobaan Gowa
mengembangkan jagung dan ternak sapi, serta Kebun
Percobaan Jeneponto mengembangkan tanaman hias dan
buah-buahan seperti markisa dan manggis.
(6) Peningkatan pengelolaan website dan database, kegiatannya
meliputi updating website sebanyak 104 kali update dalam
setahun dengan jumlah pengunjung website periode Januari
sampai dengan Desember 2015 sebanyak 134.954 pengunjung.
Telah terjadi penurunan pengunjung website dari tahun
sebelumnya yakni sebanyak 163.657 pengunjung. Daftar
pengunjung website dapat dilihat pada Lampiran 3.
Keberhasilan capaian kinerja pada tahun 2015 tersebut di atas
antara lain disebabkan oleh :
1) Penggunaan dana dan SDM sesuai dengan rencana;
2) Terjalinnya kerjasama yang baik antara peneliti, penyuluh dan
petani serta instansi terkait (stakeholder);
3) Adanya komitmen seluruh pegawai BPTP Sulawesi Selatan dalam
mendukung dan melaksanakan reformasi birokrasi dengan baik.
Namun demikian, dalam pencapaian indikator kinerja pada
tahun 2015 masih dijumpai beberapa kendala diantaranya yakni :
1) Adanya kegiatan yang terlambat pelaksanaannya di lapangan
karena menunggu Surat Keputusan Pemerintah Daerah setempat;
69 BPTP SULAWESI SELATAN
2) Pelaksanaan kegiatan masih sering tidak konsisten dengan
RPTP/RDHP, juklak/juknis;
3) Permasalahan teknis kegiatan di lapangan baik dari kegiatan
pendampingan strategis kementerian pertanian, kajian spesifik
lokasi, dan kegiatan kerjasama;
4) Faktor iklim dan curah hujan yang menyebabkan beberapa wilayah
mengalami kekeringan dan terjadi pergeseran tanam sehingga
menghambat pelaksanaan beberapa kegiatan yang berkaitan
langsung dengan musim tanam.
Adapun langkah konkrit yang telah dilakukan untuk
memecahkan masalah tersebut berupa:
1) Melakukan koordinasi yang lebih intensif dengan pemerintah
daerah setempat agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadwal
yang telah direncanakan dalam proposal.
2) Koordinasi dengan BBP2TP agar distribusi anggaran tepat waktu;
3) Menggunakan dana talangan untuk mengantisipasi keterlambatan
pencairan dana.
Meskipun terdapat kendala-kendala yang dihadapi selama
pelaksanaan kinerja di tahun 2015, secara aktif telah diupayakan untuk
diperbaiki oleh seluruh jajaran Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sulawesi Selatan dengan mengoptimalkan kegiatan koordinasi dan
sinkronisasi serta sosialisasi peningkatan kapabilitas dan pembinaan
program, namun masih diperlukan upaya-upaya sebagai langkah
antisipasi agar masalah yang sama tidak terulang pada tahun anggaran
berikutnya yakni berupa :
1) Perencanaan yang lebih matang saat menyusun RPTP/RDHP dan
juklak/juknis;
70 BPTP SULAWESI SELATAN
2) Sosialisasi inovasi pertanian perlu lebih ditingkatkan;
3) Koordinasi yang lebih baik dengan seluruh stakeholder yang terkait
dengan pelaksanaan kegiatan dibalai.
4) Pendekatan yang digunakan dalam mendukung pelaksanaan
kegiatan BPTP Sulawesi Selatan diantaranya adalah
mengoptimalkan peran para pemimpin formaldan informal sebagai
tokoh panutan, kampanye dan gerakan, dan kesinambungan
sinergi antar pemangku kepentingan.
Salah satu faktor yang paling dominan dalam menentukan
keberhasilan BPTP Sulawesi Selatan dalam menjalankan tugas dan
fungsi pokoknya (Tupoksi) untuk menghasilkan inovasi teknologi
pertanian dan penyelenggaraan penyuluhan serta program
pendampingan adalah dukungan ketersediaan dana yang memadai.
Dalam melaksanakan tupoksinya sebagai unit pelaksana teknis
dibidang pengkajian dan pengembangan Satker BPTP Sulawesi Selatan
pada TA. 2015 didukung oleh sumber dana yang berasal dari Dana
APBN dalam bentuk Rupiah Murni (RM) dan Rupiah Khusus (RK).
Anggaran BPTP Sulawesi Selatan dicairkan sesuai dengan
Surat Pengesahan DIPA Tahun Anggaran 2014 dari Kementerian
Keuangan Republik Indonesia dan Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional Nomor : DIPA – 018.09.2.634036/2015 Tanggal 14 November
2014. Setelah mengalami beberapa kali revisi, karena adanya kebijakan
penganggaran, jumlah Pagu DIPA Tahun Anggaran 2015 terakhir
direvisi adalah sebesar Rp. 41.470.779.000,-. Alokasi anggaran BPTP
71 BPTP SULAWESI SELATAN
Sulawesi Selatan berdasarkan jenis belanja (menurut DIPA tahun 2015)
terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal yang
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 9. Akuntabilitas Keuangan BPTP Sulawesi Selatan
Jenis Belanja Pagu Realisasi Sisa %
Realiasasi
Belanja Pegawai 14.835.470.000 14.340.895.431 494.574.569 96,67
Belanja Barang 23.385.309.000 23.219.670.230 165.638.770 99,29
Belanja Modal 3.250.000.000 3.177.732.145 72.267.855 97,78
Total 41.470.779.000 40.738.297.806 732.481.194 98,23
Berdasarkan angka distribusinya, maka anggaran belanja yang
paling besar dari total anggaran adalah belanja barang yaitu sebesar
Rp 23.385.309,.000,- kemudian untuk anggaran yang relatif paling kecil
adalah belanja modal yaitu sebesar Rp 3.250.000.000,-. Sementara
untuk anggaran belanja pegawai yaitu sebesar Rp 14.835.470.000,-
Realisasi belanja dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-
prinsip penghematan dan efisiensi, namun tetap menjamin
terlaksananya kegiatan-kegiatan sebagaimana yang telah ditetapkan
dalam Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-
KL). Realisasi keuangan BPTP Sulawesi Selatan sampai dengan akhir
TA. 2015 mencapai Rp. 40.738.297.806,- (98,23%) dari total anggaran
yang dialokasikan dalam DIPA TA. 2015. Realisasi anggaran pada
tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 0,72% dari tahun 2014 yang
mencapai 97,51%. Realisasi anggaran tertinggi pada belanja modal
sebesar Rp. 933.022.934,- (99,85%). Realisasi anggaran terendah pada
belanja pegawai, yaitu sebesar Rp. 14.340.895.431,- (96,67%) dan yang
tertinggi adalah belanja barang, yaitu sebesar Rp. 23.219.670.230,-
72 BPTP SULAWESI SELATAN
(99,29%). Realisasi belanja modal, yaitu sebesar Rp. 3.177.732.145,-
(97,78%). Secara umum pencapaian realisasi keuangan BPTP Sulawesi
Selatan pada tahun 2014 sudah baik karena anggaran yang tersisa
sebesar Rp. 732.481.194,- atau sekitar 1,77% dari total anggaran yang
diterima.
73 BPTP SULAWESI SELATAN
Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIN) BPTP
Sulawesi Selatan Tahun 2015 merupakan kewajiban bagi esalon III
berdasarkan inpres No 7 tahun 2009 dengan mengacu pada renstra
BPTP Sulawesi Selatan tahun 2015 – 2019. Renstra ini seharusnya
merupakan pijakan utama Balai dalam melaksanakan kegiatan
pengkajian dan penyuluhan pertanian sehingga tujuan dan sasaran balai
dapat tercapai.
LAKIN juga merupakan suatu perwujudan transparansi dan
akuntabelnya pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengkajian untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih, berwibawa dan bebas dari
korupsi, kolusi dan nepotisme. Di era keterbukaan seperti yang
dirasakan dewasa ini dimensi ruang, waktu dan jarak bukan lagi sebagai
faktor pembatas bagi peluang yang timbul dalam persaingan global, baik
persaingan produk, ekonomi, pasar, dan Iptek. Untuk itu pengukuran
kinerja disetiap kegiatan balai merupakan hal sangat penting dan
mendesak untuk dilakukan, guna meningkatkan mutu hasil penelitian
dan pengkajian, sehingga dihasilkan inovasi teknologi pertanian yang
bernilai komersil dan bermutu tinggi.
Sebagai bagian penutup LAKIN BPTP Sulawesi Selatan Tahun
2015 disimpulkan bahwa secara umum BPTP Sulawesi Selatan telah
memperlihatkan pencapaian kinerja yang signifikan atas sasaran-
sasaran strategisnya. Enam sasaran yang ditetapkan dalam Rencana
Kinerja Tahunan telah dapat direalisasikan 100% meskipun ada satu
74 BPTP SULAWESI SELATAN
sasaran yang tidak dapat tercapai dengan baik. Hal ini sekaligus
menunjukkan adanya komitmen untuk mewujudkan Visi BPTP Sulawesi
Selatan yakni “Menjadi Lembaga Penyedia dan Pengembang Inovasi
Pertanian Tepat Guna Terkemuka dan Terbaik”.
Seluruh capaian kinerja tersebut, telah memberi pelajaran yang
sangat berharga untuk meningkatkan kinerja di masa-masa mendatang.
Dari hasil pengukuran kinerja dan analisis kinerja yang telah dilakukan
pada tahun 2015 maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Secara garis besarnya 5 (lima) sasaran yang ditetapkan BPTP
Sulawesi Selatan dalam tahun anggaran 2014 telah
dilaksanakan yang dijabarkan kedalam satu program, yaitu:
Program Penciptaan Teknologi dan Inovasi Pertanian Bio-
Industri Berkelanjutan, yang yang terdiri dari 7 (tujuh) indikator
kinerja.
2. Selain keberhasilan yang telah dicapai Balai, maka ada
beberapa kekurangan yang perlu ditindaklanjuti dan ditingkatkan
peranannya, antara lain : 1) Adanya kegiatan yang terlambat
pelaksanaannya di lapangan karena menunggu Surat
Keputusan Pemerintah Daerah setempat; 2) Pelaksanaan
kegiatan masih sering tidak konsisten dengan RPTP/RDHP,
juklak/juknis; 3) Permasalahan teknis kegiatan di lapangan baik
dari kegiatan pendampingan strategis kementerian pertanian,
kajian spesifik lokasi, dan kegiatan kerjasama.
Berdasarkan beberapa point tersebut di atas dan keinginan
yang luhur untuk membentuk pemerintahan yang baik serta hasil
75 BPTP SULAWESI SELATAN
pengkajian yang mempunyai nilai komersil dan bernilai ilmiah maka
perlu ditempuh hal-hal sebagai berikut :
1. Koordinasi dengan BBP2TP agar distribusi anggaran tepat
waktu;
2. Perencanaan yang lebih matang saat menyusun RPTP/RDHP
dan juklak/juknis;
3. Sosialisasi inovasi pertanian perlu lebih ditingkatkan;
4. Semua kegiatan pengkajian dan penyuluhan pertanian baik
pada awal perencanaan sampai pelaksanaan kegiatan harus
berpijak pada renstra Balai;
5. Perlunya peningkatan koordinasi dan kerjasama dalam bidang
pengkajian dan penyuluhan pertanian dengan instansi terkait
terutama dengan pihak pemerintah daerah dan para pengguna
teknologi pertanian.
6. Pendekatan yang digunakan dalam mendukung pelaksanaan
kegiatan BPTP Sulawesi Selatan diantaranya adalah
mengoptimalkan peran para pemimpin formaldan informal
sebagai tokoh panutan, kampanye dan gerakan, dan
kesinambungan sinergi antar pemangku kepentingan.
Sebagai akhir kata, BPTP Sulawesi Selatan mengharapkan agar
LAKIN tahun 2015 ini dapat memenuhi kewajiban akuntabilitas kepada
para stakeholder khususnya dan sebagai sumber informasi penting
dalam mengambil keputusan guna peningkatan kinerja di Sulawesi
Selatan pada umumnya sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan
dalam penentuan kebijakan pembangunan pertanian baik oleh
pemerintah propinsi maupun pemerintah pusat.
76 BPTP SULAWESI SELATAN
1. Perlu peningkatan komitmen bersama untuk menerapkan
Sistem Akuntabilitas Instansi pemerintah (SAKIP), sebagai
instrumen kontrol yang objektif dan transparan dalam mengelola
sarana dan prasarana serta keterampilan sumber daya manusia
balai.
2. Evaluasi dampak menjadi suatu keharusan, dan tentu saja
harus dengan indikator yang jelas bagaimana mengukur
pencapaiannya.
3. LAKIN sebagai akhir dari SAKIP dapat dioptimalisasi
pemanfaatannya sebagai alat evaluasi kinerja bagi masing-
masing unit eselon khususnya BPTP Sulawesi Selatan.
4. Adanya penghargaan dan sanksi dalam melakukan proses
pemanfaatan LAKIN, merupakan instrumen objektif yang tidak
berpihak.
5. Kelayakan LAKIN sebagai instrumen punish and reward
merupakan mata rantai yang tidak terpisahkan dari
kesempurnaan instrumen lainnya (renstra, indikator kinerja
utama, penetapan kinerja dan evaluasi LAKIP) yang harus
optimal.
6. Keterbukaan di dalam memberikan data untuk penyusunan
LAKIN.
77 BPTP SULAWESI SELATAN