DINAMIKA PENDERITA NOMOPHOBIA BERAT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun oleh:
Ni Nyoman Indah Triwahyuni
149114010
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
SKRIPSI
DINAMIKA PENDERITA NOMOPHOBIA BERAT
Disusun oleh:
Ni Nyoman Indah Triwahyuni
NIM: 149114010
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. A. Supratiknya Tanggal,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
HALAMAN PENGESAHAN
DINAMIKA PENDERITA NOMOPHOBIA BERAT
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Ni Nyoman Indah Triwahyuni
NIM: 149114010
Telah dipertanggungjawabkan di depan Panitia Penguji
Pada tanggal 22 Januari 2019
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Penguji
Tanda Tangan
1. Penguji 1 : Prof. A. Supratiknya, Ph.D.
2. Penguji 2 : Dr. Tjipto Susana, M.Si.
3. Penguji 3 : R. Landung Eko Prihatmoko, M.Psi., Psi.
Yogyakarta,
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
(Dr. Titik Kristiyani, M.Psi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN MOTTO
“Bekerjalah terus tanpa henti dan berikan yang terbaik atas
semua energi yang kamu miliki, serta persembahkan apa yang
kamu kerjakan untuk Tuhan dan orang-orang terdekatmu.
Maka, yakinlah apa yang kamu kerjakan akan memberikan
hasil yang terbaik bagi dirimu”
(Mank Indah)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk
Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan para Leluhur
Untuk Bapak, Mama, Kakak, dan Adik,
serta sahabat dan teman-teman,
Atas semangat, kasih, canda, dan penyertaannya selama ini
Untuk para kaum muda dan partisipan,
yang telah memberikan sudut pandang dan ceritanya terkait
kecemasan saat tidak bisa menggunakan smartphone.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar acuan, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 30 Januari 2019
Penulis
Ni Nyoman Indah Triwahyuni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
DINAMIKA PENDERITA NOMOPHOBIA BERAT
Ni Nyoman Indah Triwahyuni
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana dinamika penderita
nomophobia berat. Data dikumpulkan dengan pendekatan mixed-method, diawali dengan
penggunaan metode kuantitatif untuk mendapatkan responden dengan kategori nomophobia berat
dan dilanjutkan dengan metode kualitatif. Data kuantitatif dikumpulkan dengan menggunakan
kuesioner nomophobia yang dimiliki Yildirim dan Correia (2015), sedangkan data kualitatif
dikumpulkan melalui proses wawancara. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan metode
analisis statistik deskriptif. Sementara data kualitatif dianalisis menggunakan analisis isi kualitatif
(AIK) dengan pendekatan deduktif, yakni analisis terarah. Partisipan penelitian ini merupakan
mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta. Pada Studi 1 berjumlah 221 orang
dan pada Studi 2 berjumlah empat orang. Hasil yang ditemukan adalah dari 221 orang responden,
semuanya mengalami nomophobia dan kaum perempuan lebih rentan mengalami nomophobia
berat. Secara umum, kecemasan saat tidak bisa menggunakan smartphone muncul sejak kuliah dan
SMA yang diduga disebabkan oleh pengalaman negatif yang diberikan dari orang terdekat. Gejala
yang dominan muncul adalah cemas jika ada seseorang yang menghubungi, sehingga partisipan
menganggap koneksi adalah hal yang penting untuk dapat uptodate dengan informasi di sosial
medianya. Strategi coping yang dominan digunakan untuk mengalihkan kecemasan adalah
berinteraksi sosial dan melakukan hobi.
Kata kunci :Dinamika, nomophobia, mixed-method
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
DYNAMICS OF SEVERE NOMOPHOBIA PATIENTS
Ni Nyoman Indah Triwahyuni
ABSTRACT
This study aims to explore how the dynamics of patients with severe nomophobia. Data
were collected with a mixed-method approach, starting with the use of quantitative methods to get
respondents with severe nomophobia category and followed by qualitative methods. The
quantitative data were collected using questionnaires nomophobia owned Yildirim and Correia
(2015), while the qualitative data collected through the interview process. Quantitative data
analysis was conducted using descriptive statistical analysis. While the qualitative data were
analyzed using qualitative content analysis with a deductive approach, the analysis focused.
Participants of this study arestudents one of private Colleges in Yogyakarta. There were 221
people in study onewhile in Study two there were four people. Results are from 221 respondents.
All of them experienced nomophobia where women were more susceptible to suffer from severe
nomophobia. In general, anxiety when unable to use smartphones emerged since college and high
school which is suspected to be caused by the negative experience came from significant others.
The dominant symptoms appear is feeling anxious if someone contacted them, so that participants
assume that connection is important in order to be up to date with information on social media.
The most used coping strategy used to distract their anxiety was by interacting socially and doing
hobbies.
Keywords: Dynamics, nomophobia, mixed-method
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Ni Nyoman Indah Triwahyuni
Nomor Mahasiswa : 149114010
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul :
Dinamika Penderita Nomophobia Berat
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis, tanpa perlu meminta izin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada Tanggal: 30 Januari 2019
Yang menyatakan,
Ni Nyoman Indah Triwahyuni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Perjalanan yang tidak mudah untuk menyelesaikan pembuatan skripsi
hingga harus menambah satu semester untuk dapat menyelesaikannya. Tidak
hanya untuk mendapatkan tanda kelulusan atau ijazah, namun untuk menemukan
sebuah pembelajaran dalam berproses membuat suatu karya yang baik dan benar.
Proses ini tidak akan mudah untuk saya jalani sendiri. Begitu banyak orang-orang
hebat dan luar biasa yang mendukung perjalanan saya. Setulus hati saya ingin
mengucapkan terima kasih pada semua orang yang telah berperan serta membantu
saya secara langsung ataupun tidak langsung.
1. Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang Maha Segalanya! Saya beryukur atas
pengalaman dan kesempatan yang diberikan kepada saya untuk dapat
berproses sedemikian rupa dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih
sudah menjadi tempat saya berkeluh kesah saat saya merasakan
ketidaknyamanan dalam hati saya. Terima kasih atas energi yang Engkau
berikan kepada saya hingga saya bisa sampai pada titik ini.
2. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu
sabar dan memiliki dedikasi yang tinggi memberikan waktu serta segala hal
yang dimilikinya untuk membantu kami menyelesaikan skripsi dengan baik.
Terima kasih telah mengajari banyak hal untuk bisa membuat hasil karya
yang baik dan benar. Terima kasih telah mengembangkan kami Bapak.
3. Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh jajaran Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma, atas segala informasi dan sistem pembelajaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
yang diterapkan. Berproses di tempat ini membuat saya lebih berkembang
dan lebih mampu memahami diri saya sendiri serta orang lain.
4. Terima kasih kepada Bapak Eddy Suhartanto M.Si selaku dosen pembimbing
akademik yang selalu memberikan bantuannya dalam proses menyelesaikan
administrasi kegiatan perkuliahan saya.
5. Ibu Dr. Tjipto Susana, M.Si. dan Bapak R. Landung Eko Prihatmoko, M.Psi.,
Psi. selaku dosen penguji. Terima kasih atas diskusi dan masukan yang
diberikan untuk membuat skripsi ini menjadi lebih baik.
6. Bapak Ketut Sumiartha, Ibu Wayan Sutri, Ayu Sri Adnyani, Aditya Jaya
Permana, Ketut Sri Muliati, dan Krisna Yuliawan yang selalu memberikan
semangat dan selalu mengingatkan saya bahwa skripsi adalah prioritas utama.
7. Terima kasih kepada Deva “Pabo” selaku teman kos sekaligus teman dekatku
yang selalu ada dalam segala situasi Mank Indah. Terima kasih telah menjadi
teman bercerita, bermain, bercanda, menangis, dan segalanya. Aku sayang
Pabo.
8. Kepada rekan diskusi yang sungguh luar biasa Dimas Maharani Parwanto
(Kuncung). Terima kasih atas waktu dan pemikiran kritismu yang selalu
membuatku mencari tahu lebih dalam terkait suatu hal.
9. Keluargaku PBB “Deva, Pande, Indri, Okta, Gantih, dan Dewa” yang menjadi
tempatku untuk pulang di perantauan. Kalian yang memberikan warna
bahagia saat kita berkumpul bersama. Tetaplah seperti ini nanti dan aku selalu
sayang kalian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
10. Teman-temanku OMI “Intan, Dea, dan Grace” yang selalu mendukungku,
memahamiku, dan mengajak aku pergi untuk menghilangkan rasa suntukku.
Terima kasih telah menerimaku yang apa adanya ini, aku sayang kalian.
11. Kepada teman-teman kelas A angkatan 2014 yang telah menemaniku sejak
semester awal. Terima kasih atas semangat dan kerjasamanya selama ini.
12. Terima kasih kepada semua teman-temanku dari PF 2015, AKSI 2016, PF
2017, AKSI 2018, dan P2TKP yang selalu memberikan semangat dan
pengalaman berharga saat berdinamika dengan kalian.
13. Kepada adik-adikku, Anting, Brian, dan Alma, yang selalu menjadi teman-
teman bercerita segala hal. Senang mengenal kalian, semangat penyusunan
skripsi ke depan!!
14. Anak-anak Profesor yang menjadi teman seperjuangan dalam menyelesaikan
skripsi. Terima kasih atas diskusi, canda, dan sedihnya. Tetaplah semangat
dan yakinlah ketika kalian terus berusaha memberikan yang terbaik atas apa
yang kalian miliki, pasti akan berujung baik. Semangat!!
15. Para partisipan yang mengalami nomophobia, terima kasih atas partisipasi
kalian. Tanpa kalian skripsi ini tidak akan berarti dan selesai.
16. Serta segala pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih
telah membantu saya memberikan dukungan emosional, teknis, atau lainnya.
Kendati segala ucapan terima kasih ini saya berikan kepada segala pihak,
hanya sayalah yang bertanggung jawab penuh atas semua kesalahan yang
mungkin terjadi dalam skripsi ini.Saya ingin mempersembahkan skripsi ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
terutama kepada orangtua saya sebab mereka telah mengajarkan saya menjadi
seorang yang mandiri dan pekerja keras.
Yogyakarta, 30 Januari 2019
Penulis
Ni Nyoman Indah Triwahyuni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ....................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN MOTTO ............................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ........................................................................................................... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUANPUBLIKASI
KARYA ILMIAH .................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................. x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 8
1. Manfaat Teoritis ..................................................................................... 8
2. Manfaat Praktis ...................................................................................... 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 9
A. Remaja dan Teknologi Informasi ................................................................. 9
B. Nomophobia ............................................................................................... 12
1. Pengertian ............................................................................................. 12
2. Dimensi Nomophobia .......................................................................... 13
a. Not Being Able to Communicate .................................................... 13
b. Losing Connectedness .................................................................... 15
c. Not Being Able to Access Information ........................................... 16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
d. Giving Up Convenience ................................................................. 17
3. Pengukuran Nomophobia ..................................................................... 19
4. Dinamika Mahasiswa Penderita Nomophobia Berat............................ 21
C. Kerangka Konseptual ................................................................................. 23
BAB III
STUDI 1 ................................................................................................................. 28
A. Jenis dan Desain Penelitian ........................................................................ 28
B. Variabel Penelitian & Definisi Operasional ............................................... 28
C. Partisipan ................................................................................................... 29
D. Metode Pengambilan Data ......................................................................... 30
E. Analisis dan Interpretasi Data ................................................................... 36
F. Hasil dan Pembahasan ............................................................................... 37
BAB IV
STUDI 2 ................................................................................................................. 40
A. Jenis dan Desain Penelitian ........................................................................ 40
B. Fokus Penelitian ......................................................................................... 40
C. Partisipan .................................................................................................... 41
D. Peran Peneliti ............................................................................................. 42
E. Metode Pengambilan Data ......................................................................... 43
F. Analisis dan Interpretasi Data .................................................................... 46
G. Penegakan Kredibilitas dan Dependibilitas Penelitian .............................. 48
H. Hasil dan Pembahasan................................................................................ 49
1. Latar Belakang Partisipan dan Dinamika Proses Wawancara ............... 50
2. Hasil Penelitian dan Pembahasan .......................................................... 58
BAB V
PEMBAHASAN UMUM ...................................................................................... 73
A. Keseluruhan Subjek Mengalami Nomophobia .......................................... 73
B. Prevalensi Perempuan Lebih Tinggi Mengalami Nomophobia Berat ....... 73
C. Asal-Usul Munculnya Kecemasan ............................................................. 74
D. Gejala dan Keluhan Terkait dengan Dimensi Nomophobia ....................... 75
E. Strategi Coping Mengurangi Kecemasan .................................................. 77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
BAB VI
PENUTUP .............................................................................................................. 79
A. Kesimpulan ................................................................................................ 79
B. Keterbatasan penelitian .............................................................................. 80
C. Saran .......................................................................................................... 81
1. Bagi peneliti selanjutnya ...................................................................... 81
2. Bagi praktisi psikologi ......................................................................... 82
3. Bagi keluarga dan orang terdekat partisipan ........................................ 82
4. Bagi partisipan ..................................................................................... 82
DAFTAR ACUAN ................................................................................................ 83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Kerangka Konseptual ............................................................... 26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Adaptasi Kuesioner Nomophobia Yildirim dan Correia (2015) .... 32
Tabel 2. Blue Print Kuesioner Nomophobia ......................................................... 35
Tabel 3. Koefisien Korelasi Setiap Item ............................................................... 36
Tabel 4. Norma Tingkat Nomophobia Menurut Yildirim dan Correia (2015) ..... 37
Tabel 5. Sebaran Subjek Nomophobia Berat ........................................................ 38
Tabel 6. Partisipan Nomophobia Berat di Studi 2 ................................................. 41
Tabel 7. Pedoman Wawancara .............................................................................. 45
Tabel 8. Kerangka Analisis Asal-Usul Timbulnya Kecemasan ........................... 47
Tabel 9. Kerangka Analisis Dimensi Nomophobia ............................................... 47
Tabel 10. Kerangka Analisis Strategi Coping untuk Mengatasi Kecemasan........ 48
Tabel 11. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian .......................................... 49
Tabel 12. Hasil Analisis Asal-Usul Timbulnya Kecemasan ................................. 63
Tabel 13. Hasil Analisis Gejala dan Keluhan Terkait Dimensi Nomophobia ...... 69
Tabel 14. Hasil Analisis Strategi Coping Mengatasi Kecemasan ......................... 71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Contoh Lembar Persetujuan Partisipan/ Informed Consent .............. 86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang Indonesia adalah pengguna smartphone nomor satu di dunia
(“Orang Indonesia”, 2014). Lembaga riset digital Marketing atau Emarketer
memperkirakan bahwa pada tahun 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di
Indonesia akan mencapai lebih dari 100 juta orang (Wahyudi, 2016). Di sisi lain,
di tahun 2013, riset yang dilakukan Yahoo dan Midshare menemukan bahwa dari
41 juta orang di Indonesia yang menggunakan smartphone, 39% diantaranya
adalah kaum muda dengan rentang usia 16 sampai 21 tahun (Wulandari,
Darmawiguna, & Wahyuni, 2014). Diduga bahwa populasi anak muda yang
menggunakan smartphone di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Peningkatan tersebut terlihat dari hasil observasi peneliti bahwa kaum
muda tidak bisa terpisahkan dari smartphone yang mereka miliki dalam
melakukan aktivitas sehari-hari mereka. Hasil observasi ini dapat diperkuat
dengan pemaparan Bragazii dan Puente (2014) yang menyatakan bahwa
perubahan kebiasaan dan perilaku sehari-hari individu saat ini terjadi karena
meningkatnya pemanfaatan dan penetrasi teknologi serta komunikasi virtual baru
yang bersifat pribadi, dimana salah satu teknologi perantaranya adalah
smartphone. Pemanfaatan akan smartphone ini seperti dapat mengirim pesan
singkat, melakukan panggilan, mengecek dan mengirim e-mail, berselancar di
dunia maya, belajar, jejaring sosial, mencari informasi di internet, permainan, dan
bahkan untuk membuat jadwal (Mulyar, 2016).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Namun, selain memberikan banyak manfaat, smartphone juga dapat
memberikan dampak negatif. Menurut Hoffman (Bragazii dan Puente, 2014)
penggunaan jangka panjang pada media baru ini mudah mengarahkan seseorang
ke perilaku adiktif dan impulsif. Yildirim dan Correia (2015) menambahkan ada
beberapa masalah terkait dengan penggunaan smartphone, salah satunya adalah
nomophobia. Nomophobia atau no mobile phone phobia adalah phobia yang
menggambarkan kecemasan atau ketidaknyamanan saat seseorang berada jauh
atau tidak dapat kontak dengan smartphone atau komputer yang dimilikinya
(King, Valenca, & Nardi, 2010, dalam Yildirim & Correia, 2015).
Yildirim dan Correia (2015) dalam hal ini mengungkapkan bahwa
nomophobia merupakan akibat interaksi individu dengan smartphone. Pernyataan
ini diungkapkan karena bertolak dari definisi King et al. (2010, dalam Yildirim &
Correia, 2015) mengenai nomophobia. Menurutnya, nomophobia adalah fobia
yang modern yang dihasilkan dari interaksi individu dengan teknologi baru.
Kemudian, Yildirim dan Correia (2015) juga melihat bahwa smartphone semakin
marak pada lima tahun terakhir, dimana telah mengambil alih pasar telepon
selular bahkan hampir menggantikan frasa “telepon selular” (Yildirim & Correia,
2015).
Lalu, menurut Yildirim dan Correia (2015), nomophobia memiliki empat
dimensi yaitu, not being able to communicate, losing connectedness, not being
able to access information, and giving up convenience. Not being able to
communicate adalah perasaan kehilangan komunikasi ketika tidak dapat
dihubungi atau menghubungi seseorang. Losing connectedness adalah perasaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
kehilangan koneksi dan terputus dengan identitas online seseorang pada sosial
media. Not being able to access information adalah munculnya rasa
ketidaknyamanan yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mengakses
informasi melalui smartphone. Giving up convenience menggambarkan sebuah
kenyamanan untuk tetap berada di dekat smartphone yang dimiliki.
Yildirim dan Correia (2015) menyatakan bahwa mengingat banyaknya
penggunaan smartphone di kalangan mahasiswa, maka tidak mengejutkan bahwa
mereka rentan dengan nomophobia. Pernyataan ini diperkuat dengan temuan
penelitian yang dilakukan di Universitas Airlangga. Dari 380 responden, hanya 17
responden yang ditemukan tidak mengalami nomophobia. Sedangkan sisanya,
masuk ke dalam beberapa kategori, yaitu 88 responden masuk kategori
nomophobia ringan, 148 responden masuk kategori nomophobia sedang, 92
masuk kategori nomophobia berat, dan 34 masuk kategori nomophobia sangat
berat (Mulyar, 2016).
Temuan tersebut tentu mengkhawatirkan, sebab menurut Dixit et al. (2010,
dalam Gezgin & Cakir, 2016) bahwa perilaku nomophobic dapat menyebabkan
seorang individu merasakan efek kecemasan negatif yang berujung pada sulitnya
berkonsentrasi saat melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu, sebuah artikel
berita menyebutkan terdapat dua orang anak yang mengalami guncangan jiwa
akibat tidak diizinkan memegang atau menggunakan gadget oleh orangtuanya
(Flora, 2018).
Mengingat bahwa nomophobia adalah sebuah phobia yang mampu
mengubah kehidupan keseharian manusia ke arah yang negatif dan saat ini masih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
terdengar asing di kalangan masyarakat Indonesia, maka peneliti bertujuan
melakukan penelitian secara lebih mendalam dengan mencari tahu dinamika dari
penderita nomophobia berat. Dinamika penderita nomophobia berat yang
dimaksud meliputi: (1) asal-usul munculnya kecemasan ketika tidak bersama
smartphone, (2) gejala dan keluhan apa saja terkait dengan empat dimensi
nomophobia yang dialami oleh penderita nomophobia berat, (3) strategi coping
untuk mengatasi kecemasan yang muncul ketika tidak bersama dengan
smartphone.
Penelitian terdahulu, baik di luar atau dalam negeri, belum banyak yang
membahas nomophobia secara lebih mendalam. Sejauh ini, penelitian di luar
negeri ada yang bertujuan mencari tahu prevalensi nomophobia di kalangan
mahasiswa, seperti dilakukan di medical college di Bangalore (Pavithra, Suwarna,
& Murthy, 2015) dan di Turkish college students (Yildirim, Sumuer, Adnan, &
Yildirim, 2015). Lalu, ada pula yang mencari prevalensi nomophobia ini di
kalangan pengguna smartphone di India (Kanmani, Bhavani, & Maragatham,
2017). Kemudian, penelitian lain ada yang berusaha mencari dimensi dari
nomophobia serta melakukan validasi kuesioner nomophobia yang telah dibuat
(Yildirim & Correia, 2015). Sementara penelitian di Indonesia lebih banyak
mencari hubungan nomophobia dengan beberapa aspek psikologis, seperti
kepercayaan diri (Sudarji, 2017), self esteem (Mayangsari & Ariana, 2015), dan
the big five personality (Prasetyo & Ariana, 2016).
Dari segi desain penelitian yang digunakan, kebanyakan laporan penelitian
terdahulu menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan instrumen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
pengumpulan datanya berupa kuesioner (King et al., 2014; Yildirim et al., 2015;
Pavithra et al., 2015; Mayangsari & Ariana, 2015; Gezgin & Cakir, 2016;
Prasetyo & Ariana, 2016; Kanmani et al., 2017; Prasad, Patthi, Singla, Grupta,
Saha, Kumor, Malhi, & Venisha, 2017; Sudarji, 2017; Wahyuni & Harmaini,
2017). Lalu, ada pula penelitian yang menggunakan desain kualitatif dan mix
method, yaitu penelitian yang dilakukan Yildirim dan Correia (2015). Mix method
yang dilakukan Yildirim dan Correia (2015) digunakan untuk mencari dimensi
dan mengembangkan kuesioner untuk mengukur nomophobia. Tahap pertama
yang dilakukan oleh Yildirim dan Correia (2015) adalah menggunakan desain
kualitatif dengan wawancara sebagai instrumen yang dipilih untuk mengumpulkan
data. Selanjutnya, mereka menggunakan desain kuantitatif dan kuesioner sebagai
instrumennya. Dalam menggunakan desain mix method ini, Yildirim dan Correia
(2015) lebih berfokus pada pengembangan kuesioner untuk mengukur
nomophobia. Sedangkan dari segi partisipan, sebagaian besar penelitian baik di
luar maupun di dalam negeri menggunakan partisipan yang memiliki rentang usia
17-35 tahun dengan mahasiswa sebagai profesi yang sebagian besar digunakan
untuk sampel penelitian (Mayangsari & Ariana, 2015; Pavithra et al., 2015;
Yildirim & Correia, 2015; Yildirim, Sumuer, Adnan, & Yildirim, 2015; Prasetyo
& Ariana, 2016; Kanmani et al., 2017; Prasad, Patthi, Singla, Grupta, Saha,
Kumor, Malhi, & Venisha, 2017; Sudarji, 2017).
Dari segi hasil penelitian, terdapat dua penelitian yang mengungkapkan
sebuah prevalensi nomophobia di kalangan generasi muda. Pertama, penelitian
Pavithra et al. (2015) mendapati dari 200 mahasiswa yang diteliti 79 diantaranya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
nomophobic. Kedua adalah penelitian dari Yildirim et al. (2015). Mereka
menemukan bahwa 42.6% kaum muda di Turki mengalami nomophobia. Ketiga,
Kanmani et al. (2017) menemukan bahwa perempuan memiliki level nomophobia
yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki dan mahasiswa (18-24 tahun) lebih
rentan terkena nomophobia dibandingkan kalangan yang sudah bekerja. Lalu,
penelitian di Indonesia hanya mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara
nomophobia dengan aspek psikologis yang diteliti, yaitu kepercayaan diri
(Sudarji, 2017), self esteem (Mayangsari & Ariana, 2015), dan the big five
personality (Prasetyo & Ariana, 2016).
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, peneliti menemukan beberapa
defisiensi. Dari segi fokus penelitian, belum ada yang meneliti mengenai
dinamika penderita yang mengalami nomophobia berat di luar maupun dalam
negeri. Penelitian di Indonesia sebelumnya lebih banyak mencari keterkaitan
nomophobia dengan aspek psikologis. Dari segi desain penelitian, hanya satu
yang ditemukan menggunakan desain mix method dan berlokasi di luar negeri,
yaitu Amerika Serikat. Desain tersebut digunakan dengan lebih dominan pada
desain kuantitatif untuk dapat mengembangkan kuesioner yang mampu mengukur
nomophobia. Sisanya, lebih banyak yang menggunakan desain penelitian
kuantitatif yang lebih berfokus mencari suatu hubungan dengan aspek psikologis
dan melihat prevalensi kasus nomophobia di suatu populasi. Hal tersebut kurang
dapat memberikan gambaran secara lebih mendalam mengenai dinamika
penderita nomophobia berat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Bertolak dari defisiensi yang dipaparkan itu, peneliti ingin menggunakan
mix method untuk mengetahui dinamika penderita nomophobia berat, dengan
subjek mahasiswa aktif di suatu Universitas. Tujuan dari penggunaan mix method
adalah: pertama, menemukan subjek yang tergolong memperoleh skor kategori
nomophobia berat dengan metode kuantitatif dan kuesioner sebagai instrumen
pengumpulan datanya. Setelah itu, yang kedua, sampel subjek yang tergolong
berat akan diwawancara menggunakan metode kualitatif. Hal ini dilakukan untuk
dapat mengeksplorasi dinamika nomophobia berat yang dialami oleh subjek
tersebut. Kemudian, data yang diperoleh akan dianalisis dengan analisis isi
kualitatif.
B. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan pokok: Bagaimana dinamika mahasiswa yang mengalami nomophobia
berat?
Pertanyaan turunan:
1. Bagaimana asal-usul munculnya kecemasan ketika tidak bersama
smartphone?
2. Gejala dan keluhan apa saja terkait dengan empat dimensi nomophobia
yang dialami oleh mahasiswa yang memiliki nomophobia berat?
3. Bagaimana strategi coping untuk mengatasi kecemasan yang muncul
ketika tidak bersama smartphone?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi dinamika mahasiswa yang mengalami
nomophobia berat, meliputi:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
1. Asal-usul munculnya kecemasan ketika tidak bersama smartphone
2. Gejala dan keluhan terkait empat dimensi nomophobia yang dialami
mahasiswa yang memiliki nomophobia berat
3. Strategi coping yang digunakan untuk mengatasi kecemasan yang muncul
ketika tidak bersama smartphone
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur
khususnya kajian psikologis mengenai nomophobia di Indonesia, terutama
berkaitan dengan dinamika penderita nomophobia berat, khususnya di kalangan
mahasiswa.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
kepada masyarakat bahwa nomophobia saat ini sangat rentan terjadi pada kaum
muda khususnya di Indonesia. Selanjutnya, ketika masyarakat mampu memahami
bagaimana dinamika seseorang yang mengalami nomophobia, harapannya adalah
keluarga maupun lembaga masyarakat juga mampu memberikan gambaran dan
penanganan yang tepat untuk membantu subjek yang mengalami nomophobia
berat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, penulis akan mengawali penjelasan terkait dinamika
mahasiswa yang masuk dalam golongan remaja dan hubungannya dengan
teknologi. Lalu, penjelasan akan dilanjutkan pada apa yang dimaksud dengan
nomophobia. Penjelasan nomophobia tersebut melingkupi pengertian dan
dimensi-dimensi yang dimiliki oleh nomophobia, serta alat ukur atau kuesioner
nomophobia yang digunakan. Sesudah itu, peneliti berlanjut menjelaskan sedikit
mengenai strategi coping secara umum dan konteks penelitian yang dituju, yaitu
mengenai mahasiswa dengan nomophobia berat, serta pemaparan maksud peneliti
mengenai dinamika mahasiswa yang menderita nomophobia berat. Pada bagian
akhir, peneliti akan memberikan sebuah bagan kerangka konseptual untuk
membantu memperlihatkan alur berpikir penelitian ini.
A. Remaja dan Teknologi Informasi
Teknologi informasi dan komunikasi merupakan hal yang tidak
terpisahkan dari kita saat ini (Lee, Tam, & Chei, 2013; Salehan & Negahban,
2013, dalam Yildirim & Correia, 2015). Kemunculan teknologi telekomunikasi ini
didorong oleh kebutuhan manusia untuk menghadapi berbagai permasalahan yang
dihadapi dan diselesaikan dalam waktu cepat dan singkat (Oulasvirta, Rattenbury,
Ma, & Raita, 2012, dalam Yildirim & Correia, 2015). Di era sekarang, ponsel
cerdas atau yang kerap disebut smartphone merupakan teknologi komunikasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
menjadi trendi masyarakat (Oulasvirta et al., 2012, dalam Yildirim & Correia,
2015).
Tren tersebut dapat ditunjukkan dengan adanya peningkatan yang
signifikan pada pengguna smartphone di Indonesia. Pada tahun 2015
penggunanya sebesar 52,2 juta jiwa, kemudian pada tahun 2016: 69,4 juta jiwa,
2017: 86,6 juta jiwa, dan diperkirakan semakin memuncak pada tahun 2018, yakni
sebanyak 103 juta jiwa (Wahyudi, 2017). Riset yang dilakukan Yahoo dan
Midshare pada tahun 2013 menemukan bahwa dari 41 juta orang di Indonesia
yang menggunakan smartphone, 39% diantaranya adalah kaum muda dengan
rentang usia 16 sampai 21 tahun (Wulandari, Darmawiguna, & Wahyuni, 2014).
Hasil tersebut mencerminkan bahwa di samping terjadinya peningkatan pengguna
smartphone di Indonesia secara umum dari tahun ke tahun, terdapat rentang usia
yang menguasai porsi terbesar dalam kepemilikan smartphone, yakni pada usia
16-21 tahun.
Bagi kaum muda, smartphone atau yang masih akrab disebut oleh
masyarakat Indonesia sebagai handphone (HP) adalah sebuah perangkat yang
memudahkan mereka untuk melakukan dan menyelesaikan berbagai tugas harian,
seperti menelepon dan mengirim pesan, memeriksa dan mengirim email, membuat
janji, menjelajahi internet, berbelanja secara online, menikmati jejaring sosial,
mencari informasi, game, hiburan, dll (Park, Kim, Shon, & Shim, 2013, dalam
Yildirim & Correia, 2015). Selain itu, adanya smartphone juga mampu
meningkatkan status sosial mereka. Manfaat tersebut membuat remaja merasa
lebih terikat pada smartphone yang justru menuntun mereka pada permasalahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
terkait penggunaan yang berlebihan pada smartphone (Yilmaz, Sar, & Cilvan,
2015; dalam Gezgin & Cakir, 2016). Smartphone dapat menyebabkan penggunaan
kompulsif (Oulasvirta et al., 2012, dalam Yildirim & Correia, 2015) dan membuat
ketagihan di kalangan remaja (Chiu, 2014; Lee et al., 2014; Salehan & Negahban,
2013, dalam Yildirim & Correia, 2015). Hal ini mungkin terjadi karena remaja
cenderung menghabiskan sebagian besar waktu yang mereka miliki bersama
smartphone-nya.
Lebih bahayanya lagi, di zaman globalisasi, smartphone dapat memberi
efek yang besar pada perkembangan sosial dan emosional remaja (Gezgin &
Cakir, 2016). Samaha dan Hawi (2015) menemukan bahwa kecanduan
smartphone meningkatkan stres dan menurunkan kinerja akademik. Selain itu,
penelitian Lee, Kim, Ha, Yoo, Han, Jung, & Jang (2016) yang dilakukan di
kalangan mahasiswa membuktikan bahwa ketergantungan smartphone dapat
menimbulkan perasaan cemas. Hal tersebut diduga mampu membawa remaja
lebih rentan pada kecanduan oleh smartphone dibandingkan orang dewasa (Kwon,
Kim, Cho, dan Yang, 2013, dalam Gezgin & Cakir, 2016). Efek kecanduan inilah
yang menyebabkan remaja rentan terkena nomophobia.
Dalam konteks penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana remaja
khususnya mahasiswa mengalami dinamika sebagai penderita nomophobia berat.
Mahasiswa yang dimaksud adalah orang-orang yang masuk ke dalam golongan
remaja dan merupakan peserta didik yang sedang menjalani proses pendidikan di
suatu perguruan tinggi. Dalam penelitian ini, remaja khususnya mahasiswa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
digunakan oleh peneliti adalah mereka yang berusia 18-24 tahun (Curtis, 2015)
dan masuk dalam kategori nomophobia berat.
B. Nomophobia
1. Pengertian
Nomophobia atau disebut juga no mobile phone phobia merupakan sebuah
phobia yang menggambarkan kecemasan seseorang ketika berada jauh dari mobile
phone miliknya (SecurEnvoy, dalam Yildirim & Correia, 2015). Cheever et al.
(Prasetyo & Ariana, 2014) juga menjelaskan bahwa nomophobia adalah phobia
yang menggambarkan kondisi seseorang yang tidak dapat lepas dari telepon
genggam miliknya. Oleh karena itu, Yildirim dan Correia (2015) mengungkapkan
bahwa nomophobia memiliki keterkaitan dengan interaksi seseorang dengan
mobile phone. Kemudian, King et al. (2014) yang mengutip dari sebuah majalah
Nomophobia fear pada tahun 2012, menambahkan bahwa nomophobia adalah
sebuah ketakutan yang terjadi karena tidak dapat melakukan komunikasi melalui
mobile phone atau tidak dapat terhubung dengan internet.
Phobia yang memiliki keterkaitan dengan interaksi seseorang dengan
mobile phone ini menyebabkan seseorang memiliki kecemasan dan ketakutan
berlebih jika ia kehilangan atau jauh dari ponselnya (Wahyuni & Harmaini, 2017).
Dixit et al. (Gezgin & Cakir, 2016) juga menyatakan hal yang sama bahwa
individu yang memiliki perilaku nomophobic akan merasakan cemas saat individu
tersebut kehilangan, kehabisan baterai, atau tidak mendapatkan koneksi pada
handphone-nya. Selain itu, individu dengan nomophobia juga mengalami
ketakutan ketika ia melewatkan sebuah telepon atau pesan singkat dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
melewatkan informasi penting dari jejaring sosial (Mayangsari, 2012; dalam
Sudarji, 2017).
Lebih lanjut, Sudarji (2017) juga menjelaskan orang yang mengalami
nomophobia selalu hidup dalam kekhawatiran dan kecemasan ketika ia
meletakkan atau menyimpan smartphone. Hal tersebut pula yang membuat orang
yang menderita nomophobia selalu membawa smartphone-nya kemana pun ia
pergi. Lalu, Sudarji (2017) kembali memaparkan bahwa penderita nomophobia
dapat memeriksa smartphone mereka hingga 34 kali dalam sehari dan kerap
membawanya hingga ke toilet. Maka, penjelasan King, Valenca, Silva, Baczynski,
Carvalho, dan Nardi (2013) dapat memberikan kesimpulan bahwa nomophobia
mengacu pada suatu ketidaknyamanan atau kecemasan yang disebabkan oleh
tidak tersedianya ponsel, PC atau perangkat komunikasi virtual lainnya.
2. Dimensi Nomophobia
Menurut Yildirim dan Correia (2015), nomophobia memiliki empat
dimensi yaitu, not being able to communicate, losing connectedness, not being
able to access information, dan giving up convenience.
a. Not Being Able to Communicate atau tidak dapat berkomunikasi,
adalah perasaan kehilangan komunikasi dan tidak bisa menggunakan layanan
yang memungkinkan komunikasi secara langsung dengan orang lain. Hal tersebut
meliputi perasaan tidak bisa menghubungi atau dihubungi. Dalam temuan hasil
wawancaranya, Yildirim dan Correia (2015) menemukan para partisipannya
sangat mengandalkan smartphone dan fitur-fitur yang ada untuk keperluan
komunikasi. Pernyataan-pernyataan yang muncul misalnya seperti: “Ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
memungkinkan saya berkomunikasi lebih mudah dengan seseorang. Jadi, jika
jadwal saya diubah atau saya perlu bertanya dengan seseorang, saya dapat
melakukannya dengan lebih mudah.” (Olivia). Ada pula yang mengatakan, “Anda
bisa saja mengirimkan pesan teks ke grup untuk memberitahu dimana Anda akan
bertemu.” (Lily). Satu partisipan juga menyatakan bahwa telepon sangat
membantunya dalam berkomunikasi, Ted berkata, “Ketika saya pertama kali
datang ke AS, saya merasa rindu rumah, tapi telepon saya dapat membantu saya
untuk berkomunikasi dengan keluarga saya dan saya merasa lebih baik”.
Melalui kutipan pernyataan tersebut dapat ditunjukkan bahwa smartphone
sebagai alat komunikasi begitu penting bagi orang dewasa muda. Para partisipan
menyatakan bahwa ketika mereka tidak dapat menggunakan smartphone, mereka
akan merasa cemas. Hal ini tergambar dari kutipan-kutipan pernyataan di bawah
ini: “Bagian yang paling disayangkan adalah ketika saya tidak dapat menerima
pesan atau e-mail apapun. Saya tidak dapat menghubungi orang yang perlu saya
hubungi dan hal tersebut memunculkan perasaan tidak menyenangkan.” (Petrus).
Pernyataan lain dari Lily seperti, “Uhmm..itu agak aneh, ketika saya tidak bisa
mengirimkan pesan kepada teman sekamar saya. Saya seakan tidak bisa
berkomunikasi”.
Kemudian, Yildirim dan Correia (2015) menemukan bahwa komunikasi
secara langsung atau yang dikatakan instan berarti bisa mendapatkan pesan teks
dari seseorang dengan segera. Selain pesan teks, media komunikasi lain yang
dilakukan oleh beberapa orang adalah pesan e-mail. Misalnya, partisapan Astrid
yang menyatakan “Ketika saya tidak memeriksa e-mail saya, saya akan merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
cemas karena saya tahu di akhir hari saya akan mendapatkan e-mail yang banyak.
Di sisi lain, saya tidak dapat memeriksanya. Jika seseorang membutuhkan
sesuatu, saya tidak dapat segera meresponnya.”. Pernyataan tersebut juga
menunjukkan bahwa ada sebuah keinginan dari Astrid untuk segera merespon
seseorang yang menghubunginya.
b. Losing Connectedness atau kehilangan koneksi adalah perasaan
kehilangan koneksi pada smartphone dan terputus dengan identitas online
khususnya pada sosial media yang dimiliki. Para peserta menjelaskan bahwa
koneksi merupakan alasan utama kaum muda menggunakan smartphone. Hal
tersebut dapat tergambarkan dari salah satu hasil wawancara Yildirim dan Correia
dengan seorang mahasiswi yaitu, Astrid. Ia mengatakan bahwa smartphone
memungkinkannya untuk tetap terhubung pada teman-temannya yang berada di
negeri yang berbeda dan ia juga dapat mengikuti perkembangan dari teman-
temannya. Selain itu, keterhubungan atau terkoneksi yang dijelaskan oleh peserta
lainnya adalah ia mampu mengetahui arti dari notifikasi yang muncul melalui
smartphone miliknya. Hal ini seperti lampu berwarna ungu memiliki arti bahwa
itu adalah e-mail. Warna biru mengartikan teman dan yang lainnya. Melalui hal
tersebut peserta dapat memperhatikan dari kejauhan dan bisa pula memutuskan
untuk tidak memperdulikan hal-hal yang dianggap tidak penting. Peserta lainnya
ada pula yang mencontohkan bahwa keterhubungan yang dimaksud seperti ia
akan memeriksa sesegera mungkin jika terdapat pemberitahuan yang masuk ke
dalam smartphone miliknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Pernyataan-pernyataan tersebut menggambarkan pentingnya orang-orang
muda memberikan sebuah tanda yang berfungsi untuk memastikan mereka
melihat pemberitahuan yang masuk ke dalam smartphone mereka. Pemberitahuan
tersebutlah yang membuat mereka memiliki keinginan untuk memeriksa
smartphone mereka. Tampaknya, melihat sebuah notifikasi yang ada di
smartphone merupakan salah satu cara memastikan keterhubungan. Jika mereka
melihat pemberitahuan, berarti mereka merasa tetap terhubung dengan identitas
dan jaringan online yang mereka miliki. Selain itu, keterhubungan tersebut tidak
hanya terkait dengan identitas online yang mereka miliki, namun juga dengan
smartphone itu sendiri. Pernyataan ini diperkuat oleh pernyataan Olivia yang
menyatakan bahwa ia merasa hampa ketika ia meninggalkan teleponnya di rumah.
Kemudian ungkapan John juga mencerminkan hal yang sama, ia mengatakan akan
merasa tidak nyaman ketika ia meninggalkan teleponnya.
c. Not Being Able to Access Information atau tidak dapat mengakses
informasi adalah dimensi yang menggambarkan ketidakmampuan seseorang
dalam mengakses informasi. Dimensi ini tercermin dengan adanya
ketidaknyamanan ketika individu kehilangan akses untuk mendapatkan informasi
dari smartphone. Mengakses informasi melalui smartphone ditemukan menjadi
hal yang sangat penting dilakukan oleh para kaum muda.
Hasil wawancara Yildirim dan Correia memberikan gambaran bahwa
kaum muda sangat merasakan berbagai manfaat dari kepemilikan smartphone.
Misalnya, ketika mereka sedang berjalan-jalan dan mendengarkan sebuah lagu,
mereka dapat langsung mencari lagu apa yang sedang diputarkan tersebut. Selain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
itu, ketika seseorang bertanya mengenai suatu hal, maka mereka langsung dapat
mencari jawabannya dengan segera. Mereka juga dapat mengecek ramalan cuaca,
jadwal pertandingan bola, berita, dan lainnya. Berbagai manfaat tersebutlah yang
membuat kaum muda merasakan bahwa dengan smartphone mereka bisa
mendapatkan banyak informasi yang mereka inginkan. Terlebih lagi, tidak hanya
dengan informasi yang berbasis online, mereka juga bisa mendapatkan informasi
dari smartphone mereka karena aplikasi yang diberikan mampu membantu
mereka dalam mencatat materi perkuliahan dan lainnya.
Kemudian, ketika para anak-anak muda ini ditanyai mengenai masalah
yang didapatkan ketika mereka tidak bisa mengakses informasi melalui
smartphone, jawaban mereka adalah mereka merasa cemas. Misalnya Olivia, ia
mengatakan “Jika saya tidak dapat menjawab pertanyaan dengan segera dan tanpa
akses internet, hal itu akan membuat saya merasa tidak nyaman”. Peter pun juga
menyatakan hal yang serupa. Ia berpendapat, “Saya akan merasa cemas ketika
saya tidak mendapatkan informasi dari google”.
d. Giving up Convenience atau kehilangan kenyamanan merupakan
dimensi yang berkaitan dengan perasaan kehilangan kenyamanan yang disediakan
oleh sebuah smartphone dan hal ini mencerminkan adanya keinginan untuk dapat
memanfaatkan kenyamanan dalam memiliki smartphone. Yildirim dan Correia
(2015) menemukan bahwa smartphone membuat kaum muda merasakan sebuah
kenyamanan ketika mereka bersama dengan smartphone mereka. Terdapat
seorang subjek yang menyadari bahwa dirinya sangat berlebihan dalam
penggunaan smartphone, namun subjek itu melakukannya karena dirinya merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
sangat nyaman dengan smartphone miliknya. Ia merasa benar-benar memiliki
semua yang ia butuhkan di dalam sakunya.
Ketiadaan akses untuk dapat menggunakan smartphone membuat kaum
muda merasakan kecemasan. Dari wawancara Yildirim dan Correia, ada yang
mengemukakan bahwa smartphone hampir seperti sebuah kenyamanan yang
selalu dapat dibawa bersama kemanapun kita pergi. Ia juga menganggap
smartphone tersebut seperti sebuah ketenangan pikiran. Selain itu, ada pula yang
mengatakan bahwa smartphone memberikan mereka semacam kebebasan.
Kebebasan ini dirasakan karena dengan smartphone kita dapat bergerak kemana
pun untuk mendapatkan internet dan mengakses segala sesuatu yang kita
inginkan. Hal tersebut bisa dilakukan kapan saja. Di sisi lain, ketika kemudahan
akses internet dirasakan tidak stabil, maka perasaan ketidaknyamanan akan
muncul. Kemudian hal ini menyebabkan mereka selalu berusaha mencari tahu
apakah mereka memiliki sebuah layanan atau dapat tersambung pada suatu
layanan yang mirip.
Kecemasan dan ketidaknyamanan tidak hanya melanda ketika koneksi
internet tidak didapatkan, namun kehabisan baterai juga dapat menyebabkan
perasaan cemas, tidak nyaman, atau bahkan kehilangan ketenangan pikiran. Ada
subjek yang menyatakan bahwa ketika ia kehabisan baterai, ia akan berusaha
untuk mengisi daya baterai smartphone-nya. Hal ini ia upayakan untuk dapat
menghidupkan kembali smartphone-nya. Akan tetapi, Ted salah seorang peserta
wawancara Yildirim dan Correia (2015) menyatakan bahwa ketidaknyamanan
tersebut bisa saja tidak terjadi ketika dia sedang bersama keluarga atau temannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Ia menyatakan hal tersebut dapat terjadi karena ia tidak merasakan kesepian.
Maka, Ted pun mengatakan bahwa kontrol dari efek kesepian yang berhubungan
dengan keluarga dan teman tersebut terkait dengan kemelekatannya pada
smartphone.
3. Pengukuran Nomophobia
Pada awalnya nomophobia diukur dengan kuesioner yang dibuat oleh
King et al. yaitu Mobile Phone Use Questionnaire (MP-UQ) (2014, dalam
Yildirim et al., 2015).. Akan tetapi, kuesioner ini tidak memiliki pengukuran
psikometri yang baik mengenai validitas isi dan reliabilitasnya (Yildirim et al.,
2015). Kuesioner ini tidak diperiksa struktur yang mendasarinya dengan analisis
faktor dan konsistensi internalnya juga tidak diuji (Yildirim et al., 2015).
Kemudian, Yildirim dan Correia (2015) menyusun sebuah kuesioner yang dapat
mengukur perilaku nomophobic pada mahasiswa melalui penelitian mix method.
Kuesioner yang disusun oleh Yildirim dan Correia (2015) dikenal dengan
Nomophobia Questionnaire (NMP-Q). Saat ini nomophobia lazim diukur dengan
NMP-Q. Nomophobia Questionnaire (NMP-Q) disusun melalui dua tahap. Tahap
pertama menggunakan desain penelitian kualitatif mengenai dimensi nomophobia
(Yildirim & Correia, 2015). Dimensi nomophobia yang ditemukan dalam
penelitian tersebut yaitu not being able to communicate (tidak dapat
berkomunikasi), losing connectedness (kehilangan koneksi), not being able to
access information (tidak dapat mengakses informasi), dan giving up convenience
(kehilangan kenyamanan yang diberikan oleh smartphone).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Tahap kedua, kuesioner nomophobia disusun menjadi 20 item. Semua
item NMP-Q disusun menggunakan skala Likert 7 poin, yaitu dengan 1 “Sangat
Tidak Setuju” dan 7 “Sangat Setuju”. Skor total didapatkan dengan cara
menjumlahkan respon untuk setiap item, sehingga menghasilkan skor
nomophobia mulai dari 20 hingga 140. Skor yang lebih tinggi menyatakan bahwa
keparahan nomophobia terjadi lebih berat. Kategori skor tersebut terurai sebagai
berikut: skor NMP-Q sama dengan 20 menunjukkan tidak adanya nomophobia;
skor NMP-Q lebih dari 20 sampai dengan kurang dari 60 masuk dalam kategori
nomophobia ringan; skor NMP-Q lebih dari atau sama dengan 60 dan kurang dari
100 masuk dalam kategori nomophobia sedang; dan skor NMP-Q lebih besar dan
atau sama dengan 100 masuk dalam kategori nomophobia berat.
Reliabilitas skala pada kuesioner nomophobia ini tergolong baik, yaitu
alpha Cronbach sebesar 0,945. Kemudian pada masing-masing dimensinya juga
mempunyai alpha Cronbach yang baik yaitu .939, .874, .827, .814. Artinya,
kuesioner ini secara empiris memiliki konsistensi internal yang baik dan memiliki
skor yang dapat diandalkan. Lalu, kuesioner ini juga sudah melalui proses
validasi, yaitu validasi konten dan validasi konstruk. Validasi konten pada
kuesioner ini dilakukan oleh ahli yang mengevaluasi kejelasan kalimat serta
bahasa, kepentingan item, dan relevansi item. Dari 23 item NMP-Q para ahli
mengeliminasi 3 item karena dirasa kurang relevan, sehingga hanya bersisa 20
item. Selanjutnya, validasi konstruk dilakukan dengan cara menghubungkan skor
partisipan pada NMP-Q dan Mobile Phone Involvement Questionnaire (MPI-Q).
Hal ini karena NMP-Q dan MPI-Q memiliki jenis skala yang sama yaitu Likert
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
scale dengan rentang 1 (sangat tidak setuju) sampai 7 (sangat setuju). Hasil yang
ditemukan adalah r(299) = .710, p < .01. Artinya NMP-Q dan MPI-Q memiliki
kemiripan dengan ditemukannya hubungan yang kuat antara dua skor kuesioner
tersebut.
Peneliti memilih NMP-Q sebagai alat untuk mengukur nomophobia karena
beberapa alasan. Pertama, Mobile Phone Use Questionnaire (MP-UQ) yang
disusun oleh King et al. (2014) tidak memiliki kualitas psikometri yang baik.
Kedua, NMP-Q memiliki hasil pengukuran psikometri yang baik dan NMP-Q
merupakan kuesioner terbaru yang dapat mengukur nomophobia.
4. Dinamika Mahasiswa Penderita Nomophobia Berat
Dinamika dalam kamus psikologi memiliki makna umum sebagai suatu
hal yang terkait dengan kondisi pergolakan atau mudah berubah-ubah (Reber &
Reber, 2010), sedangkan makna khususnya memiliki arti sebuah label bagi
sistem-sistem psikologi yang menekankan pada motivasi dan memfokuskan diri
pada proses-proses bawah sadar. Di lain sisi, pada penelitian ini dinamika yang
dimaksud peneliti adalah sebuah proses yang dialami mahasiswa penderita
nomophobia berat, yaitu meliputi : pertama, asal-usul dari munculnya kecemasan
ketika tidak bersama dengan smartphone. Kedua, gejala-gejala dan keluhan-
keluhan terkait dengan empat dimensi nomophobia. Lalu yang ketiga mengenai
cara mengatasi kecemasan (strategi coping) ketika ia tidak bersama smartphone.
Asal-usul dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asal mula dan
penyebab mahasiswa bisa menjadi seseorang yang masuk dalam kategori
nomophobia berat, atau dengan kata lain bagaimana asal-muasal mahasiswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
penderita nomophobia berat bisa mengalami kecemasan yang berlebih ketika ia
jauh dari smartphone-nya. Terdapat tiga poin utama yang menjadi fokus peneliti
dalam melihat asal-usul, yaitu waktu mulai mengalami kecemasan saat jauh dari
smartphone, siapa yang memicu timbulnya kecemasan, dan apa yang
menyebabkan mahasiswa penderita nomophobia berat mengalami hal ini.
Setelah melihat asal-usul tersebut, peneliti mengeksplorasi gejala-gejala
dan keluhan-keluhan terkait dengan empat dimensi nomophobia yang dirasakan.
Eksplorasi dilakukan untuk melihat sejauh mana mahasiswa penderita
nomophobia berat mengalami kecemasan terkait dimensi tidak dapat
berkomunikasi, kehilangan koneksi, tidak dapat mengakses informasi, dan
kehilangan kenyamanan yang diberikan oleh smartphone. Melalui kegiatan itu,
peneliti juga ingin melihat apakah ada hal yang dilakukan penderita untuk dapat
mengurangi perasaan cemasnya saat tidak bersama dengan smartphone-nya.
Dengan kata lain, peneliti ingin melihat strategi coping yang digunakan
mahasiswa penderita nomophobia berat ketika ia mengalami kecemasan saat jauh
dari smartphone.
Menurut Lazarus dan Folkman (1984) coping adalah suatu respon untuk
menghadapi stres yang menimbulkan efek kurang menguntungkan atau kurang
nyaman baik secara fisiologis maupun psikologis. Terdapat dua strategi coping
menurut Lazarus dan Folkman (1984) yaitu problem focused coping dan emotion
focused coping.
Problem focused coping disebut juga sebagai strategi coping yang
berfokus pada pemecahan masalah. Seseorang yang biasanya menggunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
strategi coping ini menilai bahwa masalahnya masih dapat dikontrol dan
diselesaikan (Lazarus dan Folkman, 1984). Strategi coping ini tidak dapat
diterapkan untuk setiap situasi. Strategi ini akan berjalan secara efektif ketika
sumber stres yang dirasakan berasal dari tekanan saat sedang ingin mencapai
suatu tujuan (Folkman & Lazarus, 1980). Salah satu stressor yang dirasa efektif
jika dipecahkan menggunakan problem focused coping adalah permasalahan
manajemen waktu.
Lain daripada itu, emotion focused coping atau strategi coping yang
berfokus pada emosi adalah suatu usaha-usaha yang dilakukan seseorang untuk
mengalihkan fokus dan perhatian dari sumber masalah. Misalnya menuliskan
masalah yang dihadapinya atau berdoa. Strategi ini dirasa kurang efektif dalam
menyelesaikan permasalahan jangka panjang, justru cenderung membuat
seseorang melakukan penundaan untuk menyelesaikan masalahnya. Oleh karena
itu, emotion focused coping justru menambah masalah dan stres yang berujung
pada perilaku destruktif, seperti menggunakan obat-obat terlarang, menggunakan
alkohol, atau merokok (Genco, Ho, Grossi, Dunford, & Tedesco, 1999).
C. Kerangka Konseptual
Peneliti melihat bahwa kebiasaan menggunakan smartphone pada
mahasiswa adalah hal yang lumrah. Kebiasaan tersebut dipicu oleh keinginan
mahasiswa untuk mendapatkan sebuah pengalaman baru, ingin diakui oleh
lingkungan sekitar, ataupun mendapatkan komentar/respon dari orang lain melalui
media sosial (Gifary & Kurnia, 2015). Keinginan-keinginan semacam ini
membuat penggunaan smartphone mahasiswa tidak terkontrol dan rentan akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
kecanduan smartphone (Kwon, Kim, Cho, dan Yang, 2013, dalam Gezgin &
Cakir, 2016). Kecanduan ini juga dapat menggiring mahasiswa masuk ke dalam
kondisi nomophobia, yaitu ketika mahasiswa merasa tidak nyaman/cemas saat ia
tidak berada dekat dengan smartphone-nya.
Peneliti memiliki harapan agar nomophobia tidak semakin meluas terjadi
di kalangan muda maupun tua. Maka, untuk mencegah hal tersebut, alangkah
lebih baik jika terdapat sebuah informasi mengenai penyebab dan proses
terjadinya nomophobia ini. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengeksplorasi
dinamika mahasiswa yang mengalami nomophobia berat. Dalam mengeksplorasi
dinamika ini, peneliti harus melalui langkah penentuan mahasiswa yang menderita
nomophobia berat terlebih dahulu.
Mahasiswa nomophobia yang dimaksud peneliti, yaitu remaja perempuan
dan laki-laki yang memiliki ketidaknyamanan tinggi ketika tidak bersama dengan
smartphone-nya. Ketidaknyamanan yang dialami oleh mahasiswa nomophobia ini
dapat berupa tidak mampu berkomunikasi, kehilangan koneksi, tidak dapat
mengakses informasi, ataupun kehilangan kenyamanan yang diberikan oleh
smartphone. Lalu, untuk meneliti hal tersebut secara akurat, peneliti menyebarkan
NMP-Q ke populasi mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Swasta di
Yogyakarta. Kuesioner tersebut diajukan agar peneliti menemukan responden
mahasiswa yang masuk dalam kategori nomophobia berat, yaitu mereka yang
memiliki skor total 100-140. Skor total ini didapatkan dengan cara menjumlahkan
seluruh skor pada masing-masing item. Selanjutnya, mahasiswa yang terjaring
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
akan dipilih beberapa orang yang kemudian digali pengalamannya untuk
mengeksplorasi dinamika sebagai mahasiswa dengan nomophobia berat.
Maka, untuk mengeksplorasi dinamika atau proses yang dialami penderita
nomophobia berat tersebut, peneliti berfokus pada tiga poin besar. Pertama,
penelitiakan mencari asal-usul mahasiswa menjadi penderita nomophobia berat.
Asal-usul yang ditekankan peneliti ada tiga hal, yaitu waktu mulai mengalami
kecemasan, seseorang yang mungkin menyebabkan timbulnya kecemasan, dan
penyebab atau peristiwa yang menimbulkan kecemasan ketika jauh dari
smartphone.
Setelah itu, peneliti akan mengeksplorasi gejala-gejala dan keluhan-
keluhan terkait empat dimensi nomophobia. Dimensi-dimensi ini bertolak dari
teori dimensi nomophobia yang ditemukan Yildirim dan Correia (2015). Dimensi
tersebut meliputi tidak dapat berkomunikasi, kehilangan koneksi, tidak dapat
mengakses informasi, dan kehilangan kenyamanan yang diberikan oleh
smartphone (Yildirim & Correia, 2015). Gejala yang dimaksud peneliti dalam hal
ini misalnya, perasaan cemas yang muncul dari subjek akibat tidak bisa
berkomunikasi dengan keluarganya karena smartphone yang dimilikinya jauh
darinya. Selebihnya, keluhan dalam penelitian ini yang dimaksudkan seperti,
subjek mengeluhkan bahwa perasaan cemas yang ia miliki membuat ia menjadi
tidak tenang.
Kemudian yang ketiga, peneliti mencoba mencari tahu terkait strategi
coping yang digunakan mahasiswa penderita nomophobia berat untuk mengurangi
kecemasan yang muncul saat ia sedang jauh dari smartphone-nya. Apakah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
mahasiswa penderita nomophobia berat ini lebih cenderung menggunakan
problem focused coping atau emotional focused coping.
Melalui pemaparan mengenai dinamika mahasiswa yang menderita
nomophobia berat tersebut, diharapkan mampu memberikan gambaran pada
berbagai pihak khususnya para orangtua yang kemudian mampu mencari tindakan
untuk para remaja, khususnya mahasiswa yang menderita nomophobia. Agar
dapat memudahkan melihat kerangka berpikir peneliti, peneliti membuat bagan
kerangka konseptual, seperti di Gambar 1. Bagan Kerangka Konseptual.
Gambar 1. Bagan Kerangka Konseptual
Tidak dapat
berkomunikasi
Kehilangan
koneksi
Ringan
Tidak dapat
mengakses
informasi
Sedang
Dinamika penderita
nomophobia berat
Berat
Cara mengatasi
cemas
Asal-usul
timbul
kecemasan
Gejala & keluhan
terkait 4 dimensi
nomophobia
Kehilangan
kenyamanan
Mahasiswa penderita nomophobia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Penelitian ini menerapkan pendekatan mixed methods atau disebut juga
dengan metode campuran. Penelitian mixed methods merupakan penelitian yang
mengkombinasikan dua bentuk metode, yaitu metode kuantitatif dan kualitatif
(Creswell, 2009, dalam Sugiyono, 2014). Model metode campuran pada
penelitian ini menurut Sugiyono (2014) disebut sebagai metode kombinasi model
sequential. Penelitian ini terdiri dari dua studi yaitu, Studi 1 dengan pendekatan
kuantitatif dan Studi 2 dengan pendekatan kualitatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
BAB III
STUDI 1
A. Jenis dan Desain Penelitian
Studi pertama dalam penelitian ini untuk menentukan subjek berkategori
nomophobia berat. Pada studi ini metode yang digunakan adalah metode
kuantitatif dengan desain survei. Dalam penelitian kuantitatif, data yang
dihasilkan berupa angka-angka dan dianalisis menggunakan statistik (Sugiyono,
2013). Sementara itu, desain survei mampu memberikan informasi dengan
mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan datanya. Atas pertimbangan tersebut, metode ini dirasa cocok
digunakan karena mampu berfungsi untuk menentukan subjek dengan instrumen
yang sesuai, yaitu kuesioner nomophobia.
B. Variabel Penelitian & Definisi Operasional
Variabel merupakan atribut atau karakteristik pada individu atau
organisasi yang dapat diobservasi atau diukur dan berbeda-beda pada setiap
individu (Creswell, 2009, dalam Supratiknya, 2015). Variabel pada studi pertama
ini adalah nomophobia. Melalui variabel tersebut, peneliti berharap mendapatkan
subjek yang masuk dalam kategori nomophobia berat.
Yildirim dan Correia (2015) menyatakan bahwa nomophobia mempunyai
empat dimensi, meliputi:
1. Tidak dapat berkomunikasi adalah perasaan kehilangan komunikasi dan tidak
bisa menggunakan layanan yang memungkinkan komunikasi secara langsung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
dengan orang lain. Hal tersebut meliputi perasaan tidak bisa menghubungi atau
dihubungi.
2. Kehilangan koneksi ialah perasaan kehilangan koneksi pada smartphone dan
terputus dengan identitas online khususnya pada sosial media yang dimiliki.
3. Tidak dapat mengakses informasi adalah dimensi yang menggambarkan
ketidakmampuan seseorang dalam mengakses informasi. Ketidakmampuan ini
dicerminkan dengan adanya ketidaknyamanan ketika individu kehilangan akses
untuk mendapatkan informasi dari smartphone.
4. Kehilangan kenyamanan merupakan dimensi yang berkaitan dengan perasaan
kehilangan kenyamanan yang diberikan oleh sebuah smartphone. Hal ini
mencerminkan suatu keinginan untuk dapat memanfaatkan kenyamanan dalam
memiliki smartphone.
Ringan atau beratnya nomophobia yang dialami seseorang dapat dilihat
melalui skor total NMP-Q. Jika skor total yang diperoleh subjek tinggi, maka
subjek masuk dalam kategori nomophobia berat dan subjek dianggap memiliki
kecemasan yang tinggi ketika ia jauh dari mobile phone-nya. Semakin rendah skor
total pengisian NMP-Q, maka subjek masuk dalam kategori nomophobia ringan
atau bahkan tidak masuk dalam kategori nomophobia. Jika demikian, dapat
disimpulkan bahwa perasaan cemas subjek ketika jauh dari mobile phone sangat
kecil.
C. Partisipan
Partisipan adalah mahasiswa-mahasiswi S1 salah satu Perguruan Tinggi
Swasta di Yogyakarta. Proses pengambilan sampel dilakukan dengan cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
menyebarkan kuesioner NMP-Q melalui google form. Proses ini dilakukan agar
mempermudah peneliti mendapatkan subjek dalam jangka waktu yang tidak lama.
Proses ini merupakan cara yang conventional dan masuk pada jenis proses non-
random sampling. Non-random sampling artinya sampel dapat dipilih berdasarkan
kemudahan dalam mengaksesnya (Supratiknya, 2015). Jumlah total sampel pada
Studi 1 yang didapatkan peneliti adalah 221 yang terdiri dari 25,8% laki-laki dan
74,2% perempuan, berusia antara 18-23 tahun.
D. Metode Pengambilan Data
Peneliti menggunakan kuesioner nomophobia (NMP-Q) yang berasal dari
United State of America (USA). Bahasa yang dimiliki oleh kuesioner ini adalah
Bahasa Inggris. Maka, untuk dapat menggunakan kuesioner ini di Indonesia,
kuesioner ini diadaptasi dengan berpedoman pada beberapa tahap back-
translation menurut Brislin (1970, dalam Supratiknya, 2018). Langkah-langkah
proses adaptasi yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Kuesioner ini diadaptasi oleh peneliti setelah melalui proses perizinan dari
Caglar Yildirim, selaku pemilik kuesioner. File asli kuesioner ini dikirimkan
langsung oleh Caglar Yildirim melalui email resminya.
2. Peneliti mencari dua orang penerjemah yang menguasai Bahasa Inggris dan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang menjadi fokus peneliti. Penerjemah
merupakan seseorang lulusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Sastra Inggris
yang aktif menggunakan smartphone.
3. Peneliti meminta satu orang penerjemah menerjemahkan instruksi pengerjaan
dan item-item pada kuesioner dari bahasa sumber yaitu Bahasa Inggris ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Bahasa Indonesia. Kemudian, penerjemah kedua diminta peneliti secara buta
menerjemahkan kembali instruksi pengerjaan dan item-item tersebut dari
Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris.
4. Peneliti bersama dosen pembimbing memeriksa versi orisinal (bahasa Inggris),
versi sasaran (bahasa Indonesia), dan versi terjemahan kembali (bahasa
Inggris) untuk melihat kesesuaian hasil terjemahan dengan versi asli. Hasilnya
mengungkapkan, dari 20 item terdapat 16 item yang dinyatakan sesuai dan 4
item perlu direvisi karena terdapat penggunaan kata yang kurang tepat. Pada
bagian petunjuk pengerjaan juga terdapat kalimat yang dinilai kurang baku.
Lalu, peneliti melakukan revisi pemilihan kata terkait petunjuk pengerjaan dan
4 item yang kurang tepat.
5. Peneliti menyusun petunjuk pengerjaan dan 20 item pernyataan menjadi bentuk
jadi kuesioner yang akan disebarkan. Selanjutnya, peneliti mengujicobakan
kuesioner kepada 6 responden supaya peneliti mengetahui kejelasan format,
petunjuk, dan pernyataan yang disusun peneliti. Hasilnya, terdapat beberapa
hal yang masih kurang dipahami atau dirasa sulit oleh responden terkait
petunjuk dan beberapa kata-kata pada item pernyataan.
6. Hasil uji coba yang dijelaskan pada poin 5, lalu peneliti revisi dan diskusikan
bersama dengan dosen pembimbing peneliti. Revisi ini dilakukan untuk
memudahkan subjek dalam memahami petunjuk dan menjawab item-item yang
ada, tanpa mengurangi arti atau maksud dari petunjuk dan item yang
sesungguhnya.
Berikut hasil akhir translation-back translation NMP-Q:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Petunjuk Bahasa Inggris
Please indicate how much you agree or disagree with each statement in relation
to your smartphone.
Petunjuk Bahasa Indonesia
Berikut ada 20 pernyataan terkait dengan smartphone. Tunjukkanlah seberapa
Anda setuju atau tidak setuju pada setiap pernyataan dengan cara memilih
bilangan yang telah disediakan.
Tabel 1
Hasil Adaptasi Kuesioner Nomophobia Yildirim dan Correia (2015)
No. Versi Bahasa Inggris Versi Bahasa Indonesia
1 I would feel uncomfortable without
constant access to information
through my smartphone.
Saya akan merasa tidak nyaman
ketika tidak mengakses informasi
secara terus menerus melalui
smartphone saya.
2 I would be annoyed if I could not
look information up on my
smartphone when I wanted to do so.
Saya akan merasa kesal jika tidak
bisa melihat informasi pada
smartphone saya ketika saya ingin
melakukannya.
3 Being unable to get the news (ex:
happenings, weather, etc.) on my
smartphone would make me
nervous.
Jika saya tidak mampu
mendapatkan berita (misalnya,
kejadian, cuaca, dll) pada
smartphone saya akan merasa
gugup.
4 I would be annoyed if I could not
use my smartphone and/or its
capabilities when I wanted to do so.
Saya akan merasa kesal jika saya
tidak bisa menggunakan
smartphone dan/atau
kemampuannya ketika saya ingin
melakukannya.
5 Running out of battery in my
smartphone would scare me.
Kehabisan baterai di smartphone
saya akan membuat saya takut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
No. Versi Bahasa Inggris Versi Bahasa Indonesia
6 If I were to run out of credits or hit
my monthly data limit, I would
panic.
Jika saya kehabisan pulsa atau
mencapai batas data bulanan saya,
saya akan panik.
7 If I did not have a data signal or
could not connect to Wi-Fi, then I
would constantly check to see if I
had a signal or could find a Wi-Fi
network.
Jika saya tidak memiliki sinyal data
atau tidak bisa terhubung ke Wi-Fi,
maka saya akan terus menerus
memeriksa untuk melihat apakah
saya memiliki sinyal atau bisa
menemukan jaringan Wi-Fi.
8 If I could not use my smartphone, I
would be afraid of getting stranded
somewhere.
Jika saya tidak bisa menggunakan
smartphone saya, saya akan takut
jika tersesat di suatu tempat.
9 If I could not check my smartphone
for a while, I would feel a desire to
check it.
Jika saya tidak bisa mengecek
smartphone saya untuk sementara
waktu, saya merasa seperti
terdorong untuk memeriksanya.
10 If I did not have my smartphone
with me, I would feel anxious
because I could not instantly
communicate with my family and/or
friends.
Jika saya tidak membawa
smartphone saya, saya akan merasa
cemas karena saya tidak bisa
langsung berkomunikasi dengan
keluarga dan/atau teman-teman
saya.
11 If I did not have my smartphone
with me, I would be worried
because my family and/or friends
could not reach me.
Jika saya tidak membawa
smartphone saya, saya akan
khawatir karena keluarga dan/atau
teman-teman saya tidak bisa
menghubungi saya.
12 If I did not have my smartphone
with me, I would feel nervous
because I would not be able to
receive text messages and calls.
Jika saya tidak membawa
smartphone saya, saya akan merasa
gugup karena tidak akan dapat
menerima pesan teks dan panggilan.
13 If I did not have my smartphone
with me, I would be anxious
because I could not keep in touch
with my family and/or friends.
Jika saya tidak membawa
smartphone saya, saya akan cemas
karena saya tidak bisa tetap
terhubung dengan keluarga dan/atau
teman-teman saya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
No. Versi Bahasa Inggris Versi Bahasa Indonesia
14 If I did not have my smartphone
with me, I would be nervous
because I could not know if
someone had tried to get a hold of
me.
Jika saya tidak membawa
smartphone saya, saya akan gugup
karena saya tidak bisa tahu apakah
seseorang telah mencoba untuk
menghubungi saya.
15 If I did not have my smartphone
with me, I would feel anxious
because my constant connection to
my family and friends would be
broken.
Jika saya tidak membawa
smartphone, saya akan merasa
cemas karena hubungan konstan
(terus-menerus) dengan keluarga
saya dan teman-teman akan
terganggu.
16 If I did not have my smartphone
with me, I would be nervous
because I would be disconnected
from my online identity.
Jika saya tidak membawa
smartphone saya, saya akan gugup
karena saya akan terputus dari
identitas online saya.
17 If I did not have my smartphone
with me, I would be uncomfortable
because I could not stay up-to-date
with social media and online
networks.
Jika saya tidak membawa
smartphone saya, saya akan tidak
nyaman karena saya tidak bisa tetap
up-to-date dengan media sosial dan
jaringan online.
18 If I did not have my smartphone
with me, I would feel awkward
because I could not check my
notifications for updates from my
connections and online networks.
Jika saya tidak membawa
smartphone, saya akan merasa
janggal karena saya tidak bisa
memeriksa notifikasi terbaru dari
aplikasi smartphone saya (pesan,
panggilan, media sosial, games, dll).
19 If I did not have my smartphone
with me, I would feel anxious
because I could not check my email
messages.
Jika saya tidak membawa
smartphone, saya akan merasa
cemas karena saya tidak bisa
memeriksa pesan email saya.
20 If I did not have my smartphone
with me, I would feel weird because
I would not know what to do.
Jika saya tidak membawa
smartphone, saya akan merasa aneh
karena saya tidak tahu apa yang
harus dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Item-item pernyataan terkait dengan dimensi nomophobia ini disusun
dengan menggunakan skala likert 7 poin, yaitu dengan poin 1 berarti “Sangat
Tidak Setuju” dan meningkat sampai poin 7 yang berarti “Sangat Setuju”.
Susunan item-item pada kuesioner nomophobia ini sebagai berikut:
Tabel 2
Blue Print Kuesioner Nomophobia
No. Dimensi No. Ketersebaran
Item
Total
Item
1 Not being able to communicate 10, 11, 12, 13, 14, 15 6
2 Losing connectedness 16, 17, 18, 19, 20 5
3 Not being able to access information 1, 2, 3, 4 4
4 Giving up convenience 5, 6, 7, 8, 9 5
Total Item 20 20
Selain item-item utama tersebut, peneliti menyusun kuesioner dengan
memberikan sejumlah pernyataan terkait data demografis, seperti: nama, jenis
kelamin, usia, prodi, tahun angkatan, nomor handphone/WhatsApp, ID Line, dan
e-mail. Data demografi ini disusun peneliti agar dapat mempermudah peneliti
menghubungi kembali subjek yang memenuhi syarat untuk menanyakan
kesediaan sebagai partisipan pada Studi 2.
Setelah penyusunan selesai dilakukan, peneliti melakukan tryout kepada
221 orang subjek yaitu mahasiswa dan mahasiswi dengan cara disebarkan melalui
google form. Tujuan dilakukan tryout pada tahap ini adalah untuk memeriksa
kualitas psikometrik item dan alat ukur, dengan 2 parameter: korelasi item-total
untuk memeriksa daya beda item dan koefisien Alpha Cronbach untuk melihat
reliabilitas konsistensi internal alat ukur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Hasilnya adalah sebagai berikut. Reliabilitas kuesioner nomophobia
memiliki koefisien Alpha Cronbach yang tinggi, yaitu 0,938. Hasil tersebut
membuktikan bahwa reliabilitas kuesioner ini memuaskan. Setiap itemnya juga
memiliki skor koefisien korelasi item-total lebih dari 0,4, artinya butir-butir item
pada instrumen tersebut baik. Supratiknya (2014) menyatakan instrumen tes yang
baik idealnya memiliki item-item yang skor koefisien korelasi item-totalnya di
atas 0,20.
Tabel 3
Koefisien Korelasi Setiap Item
Item-Total Statistics
No. Item Corrected Item-Total
Correlation (Rit) No. Item
Corrected Item-Total
Correlation (Rit)
i1 .421 i11 .712
i2 .539 i12 .768
i3 .464 i13 .785
i4 .486 i14 .744
i5 .632 i15 .769
i6 .588 i16 .715
i7 .542 i17 .627
i8 .522 i18 .725
i9 .667 i19 .630
i10 .742 i20 .612
Kemudian melihat hasil reliabilitas yang memuaskan dan skor koefisien
korelasi item-total yang baik pada setiap butir item, peneliti memutuskan untuk
langsung menggunakan data tryout sebagai data penelitian yang sesungguhnya.
E. Analisis dan Interpretasi Data
Studi 1 pada penelitian ini menggunakan metode analisis statistik
deskriptif. Metode analisis ini digunakan untuk dapat menganalisis data dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat sebuah kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono,
2014). Selebihnya, untuk menentukan kategori nomophobia ringan, sedang, atau
berat, peneliti berpedoman dengan norma skoring yang telah dibuat oleh Yildirim
dan Correia (2015).
Tabel 4
Norma Tingkat Nomophobia Menurut Yildirim dan Correia (2015)
Skor Tingkat Nomophobia
Skor NMP-Q = 20 Tidak ada
21 ≤ Skor NMP-Q < 60 Ringan
60 ≤ Skor NMP-Q < 100 Sedang
100 ≤ Skor NMP-Q ≤ 140 Berat
F. Hasil dan Pembahasan
Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswi pengguna
smartphone yaitu sejumlah 221 orang. Usia minimal subjek yang mengisi
kuesioner ini adalah 18 tahun, sedangkan usia maksimalnya adalah 23 tahun.
Berdasarkan frekuensinya, mahasiswa-mahasiswi yang menggunakan smartphone
terdapat 14 orang yang berusia 18 tahun, 34 orang berusia 19 tahun, 52 orang
berusia 20 tahun, 68 orang berusia 21 tahun, 45 orang berusia 22 tahun, dan 8
orang berusia 23 tahun. Berdasarkan sebaran data jenis kelamin, dari 221 orang
subjek tersebut, 57 orang atau 25,8% di antaranya berjenis kelamin laki-laki dan
164 orang sisanya atau sejumlah 74,2% berjenis kelamin perempuan.
Dari 221 orang subjek yang mengisi kuesioner nomophobia, semua masuk
dalam golongan yang menderita nomophobia. Akan tetapi, mereka terbagi ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
dalam beberapa kategori, yaitu 44 orang atau 19,9% masuk dalam kategori
nomophobia ringan dengan skor total terendahnya adalah 27, 149 orang atau
67,4% masuk kategori nomophobia sedang, dan 28 orang lainnya atau 12,7%
masuk ke dalam kategori nomophobia berat dengan skor total tertingginya
menyentuh 137. Kemudian, penelitian ini juga menemukan bahwa 22 dari 164
sampel perempuan mengalami nomophobia berat (13,4%). Sementara laki-laki
yang mengalami nomophobia berat adalah 6 dari 57 orang (10,5%). Hasil tersebut
dapat disimpulkan perempuan cenderung lebih rentan masuk dalam kategori
nomophobia berat. Hasil penelitian ini mirip dengan yang dilakukan oleh
Kanmani et al. (2017), dimana mereka menemukan bahwa perempuan memiliki
level nomophobia yang lebih tinggi daripada laki-laki. Penemuan tersebut diduga
akibat durasi penggunaan internet yang tinggi pada perempuan (Gezgin & Cakir,
2016).
Tabel 5
Sebaran Subjek Nomophobia Berat
No. Nama Inisial Jenis Kelamin Usia Skor NMP-Q
1 A R K N. Perempuan 18 112
2 G R B D R. Laki-laki 19 131
3 J A Perempuan 21 105
4 F Perempuan 22 104
5 D A D S P.A. Perempuan 19 114
6 A Laki-laki 22 106
7 R R A Perempuan 22 103
8 M Perempuan 18 100
9 A I Perempuan 21 100
10 A P L Perempuan 22 108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
No. Nama Inisial Jenis Kelamin Usia Skor NMP-Q
11 Ay Perempuan 21 102
12 M N Perempuan 20 106
13 A D T Laki-laki 21 135
14 M A Perempuan 22 116
15 A M Perempuan 20 117
16 P A S Perempuan 20 102
17 D M L P Laki-laki 22 109
18 P M I G N I. Laki-laki 20 102
19 D G K M. Perempuan 18 102
20 K Perempuan 20 116
21 N L P G. V D. Perempuan 19 112
22 T R Perempuan 21 119
23 O Y Laki-laki 18 137
24 N P I R Perempuan 20 103
25 Y P Perempuan 20 103
26 D A V A Perempuan 19 131
27 L A D P Perempuan 20 122
28 R K Perempuan 21 112
Melalui keseluruhan responden yang masuk dalam kategori nomophobia
berat (Tabel 5), peneliti memilih beberapa orang untuk menjadi partisipan di Studi
2. Peneliti melakukan pengurutan skor dari tinggi ke rendah. Kemudian, peneliti
akan mengambil responden yang memiliki skor nomophobia berat yang tergolong
rendah dan tinggi untuk mengikuti proses wawancara. Di sisi lain, peneliti tetap
memperhitungkan jenis kelamin dalam proses pemilihan partisipan di Studi 2,
yaitu terdiri dari laki-laki dan perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
BAB IV
STUDI 2
A. Jenis dan Desain Penelitian
Studi kedua merupakan penelitian mengenai dinamika penderita
nomophobia berat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan analisis isi
kualitatif sebagai desain penelitiannya. Analisis isi kualitatif yaitu sebuah
penafsiran secara subjektif dari isi data yang berupa teks dengan proses klasifikasi
sistematis berupa coding atau disebut juga pengkodean dan pengidentifikasian
berbagai tema dan pola (Hsieh & Shannon, 2005, dalam Supratiknya, 2015).
B. Fokus Penelitian
Penelitian pada studi kedua ini bertujuan untuk mengungkapkan dinamika
dari mahasiswa berkategori nomophobia berat. Maksud dari dinamika mahasiswa
berkategori nomophobia berat adalah proses yang dialami penderita nomophobia
berat meliputi: pertama, asal-usul dari munculnya kecemasan ketika mahasiswa
tidak bersama dengan smartphone. Kedua, gejala-gejala dan keluhan-keluhan
terkait dengan dimensi nomophobia yang dimunculkan pada mahasiswa yang
menderita nomophobia berat, yaitu tidak dapat berkomunikasi, kehilangan
koneksi, tidak dapat mengakses informasi, dan kehilangan kenyamanan. Lalu
yang ketiga mengenai strategi coping yang digunakan mahasiswa untuk mengatasi
kecemasan yang muncul ketika ia tidak bersama smartphone.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
C. Partisipan
Pengambilan sampel pada Studi 2 dipilih berdasarkan kriteria tertentu atau
criterion-based. Partisipan pada studi 2 ini dipilih dari 22 orang perempuan dan 6
orang laki-laki yang dalam Studi 1 ditemukan masuk pada kategori nomophobia
berat. Peneliti mengurutkan skor nomophobia berat partisipan dari yang terendah
sampai yang tertinggi. Setelah itu, peneliti mengambil terlebih dahulu salah satu
partisipan yang masuk dalam kategori nomophobia berat yang tergolong rendah
dan setelah itu berlanjut pada kategori nomophobia berat yang tergolong tinggi.
Berikut adalah data partisipan yang dipilih peneliti untuk proses wawancara pada
Studi 2:
Tabel 6
Partisipan Nomophobia Berat di Studi 2
No. Nama Inisial Jenis Kelamin Usia Skor NMP-Q
1 J A Perempuan 21 105
2 O Y Laki-laki 18 137
3 A D T Laki-laki 21 135
4 L A D P Perempuan 20 122
Selain kriteria pemilihan di atas, partisipan yang terpilih pada studi 2
adalah partisipan yang bersedia ikut berpartisipasi dalam proses wawancara dan
bersepakat untuk bertemu dengan peneliti dalam proses pengambilan data.
Selanjutnya, pada proses pengambilan data peneliti menemukan titik redundansi
berhenti pada partisipan keempat. Artinya, peneliti merasa tidak akan terdapat
informasi baru dengan menambah data pada partisipan kelima karena data dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
keempat partisipan sudah dalam dan beragam (Patton, 1990, dalam Marrow, 2005,
dalam Supratiknya, 2018).
D. Peran Peneliti
Pada studi kedua ini, peneliti memiliki peran penting yaitu sebagai
instrumen kunci. Artinya, peneliti memiliki peranan yang penting dalam
pengambilan data. Peneliti juga berperan untuk menangkap suara partisipan dan
mengolahnya. Dalam hal ini, peneliti turun langsung ke lokasi penelitian untuk
mengumpulkan data dengan mewawancarai partisipan yang dibantu adanya
sebuah protokol, yakni instrumen pengumpulan data berupa pedoman wawancara
atau pedoman observasi, namun tetap peneliti sendiri yang benar-benar
mengumpulkan data (Supratiknya, 2015).
Pada penelitian ini, peneliti tidak memiliki ikatan kedekatan dengan
partisipan, hanya saja peneliti dan partisipan berasal dari universitas yang sama.
Peneliti memilih salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta sebagai lokasi
penelitian karena merupakan tempat peneliti menuntut ilmu dan peneliti juga
belum menemukan ada penelitian sejenis di tempat peneliti berkuliah.
Potensi buruk yang dapat muncul dalam penelitian ini adalah timbulnya
perasaan malu atau perasaan-perasaan lain yang dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dalam diri partisipan ketika menceritakan pengalamannya
sebagai seorang mahasiswa penderita nomophobia berat. Upaya yang dilakukan
peneliti untuk memastikan bahwa partisipan merasa bebas dari perasaan tidak
nyaman adalah dengan menempuh prosedur informed consent, yaitu
mempersilahkan partisipan untuk mengetahui tema penelitian, prosedur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
pengambilan data, dan potensi paling buruk yang mungkin terjadi dalam
penelitian. Kemudian, peneliti juga berusaha membangun rapport yang baik
dengan partisipan. Aktivitas tersebut peneliti lakukan supaya partisipan merasa
nyaman untuk menceritakan pengalaman dan perasaannya sebagai seseorang yang
menderita nomophobia berat.
E. Metode Pengambilan Data
Pada Studi 2, wawancara merupakan metode yang digunakan peneliti
untuk proses pengambilan data. Wawancara adalah sebuah percakapan panjang
yang dilakukan dengan cara bertatap muka langsung antara peneliti dan partisipan
penelitian, yang bertujuan untuk memperoleh informasi mendalam terkait topik
tertentu (Alshenqeeti, 2014, dalam Supratiknya, 2018). Wawancara yang
dilakukan pada penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur dengan
menggunakan daftar pertanyaan wawancara sebagai pedoman wawancara. Akan
tetapi, jenis wawancara ini tetap memberi ruang untuk peneliti dan partisipan
keluar dari konteks pertanyaan utama. Adanya daftar pertanyaan wawancara dapat
membantu peneliti melakukan probing secara mendalam tanpa keluar dari tujuan
penelitian yang direncanakan (Alshenqeeti, 2014, dalam Supratiknya, 2018).
Sebelum dilakukannya proses wawancara, ada beberapa langkah yang dilakukan
oleh peneliti agar proses pengambilan data mampu terlaksana dengan baik.
Tahapannya adalah sebagai berikut:
1. Membangun rapport, menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang
akan dilakukan dan memastikan kembali kesediaan partisipan untuk
berpartisipasi dalam penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
2. Menyiapkan panduan wawancara, kategori analisis asal-usul timbulnya
kecemasan, kategori analisis dimensi nomophobia, kategori analisis
strategi coping untuk mengurangi kecemasan, serta beberapa alat untuk
observasi seperti kertas dan alat tulis.
3. Menyiapkan lembar kesediaan berpartisipasi atau informed consent untuk
partisipan. Hal ini bertujuan untuk dapat melindungi hak-hak dan
kesejahteraan partisipan yang sudah merelakan diri berkontribusi dalam
penelitian ini (Grady, 2017, dalam Supratiknya, 2018).
4. Melaksanakan wawancara sesuai dengan kesepakatan yang telah dilakukan
oleh peneliti dan partisipan. Dalam psoses wawancara, peneliti
menggunakan alat perekam suara (digital recorder) sebagai alat bantuan.
Di sisi lain, peneliti yang dibantu rekan peneliti juga melakukan proses
observasi saat wawancara berlangsung, seperti mencatat perilaku non-
verbal yang muncul pada partisipan.
5. Sebelum dimulainya proses wawancara, peneliti menjelaskan terlebih
dahulu garis besar dari penelitian yang sedang dilakukan.
6. Setelah data terkumpul dan proses wawancara selesai, peneliti
mengucapkan terima kasih kepada partisipan karena telah bersedia
meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam penelitian pneliti.
7. Terakhir, data yang terkumpul tersebut peneliti proses dengan membuat
verbatim dari hasil perekaman saat wawancara dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Tabel 7
Pedoman Wawancara
Pertanyaan Pembuka
Sejak kapan memiliki smartphone?
Berapa jumlah smartphone yang kamu miliki?
Berapa pulsa yang dihabiskan dalam 1 bulan?
Berapa kuota yang dihabiskan dalam 1 bulan?
Berapa kali kamu membuka tutup smartphone dalam 1 hari?
Kira-kira dalam sehari berapa lama intensitas penggunaan smartphone mu?
Hal apa yang paling sering kamu buka dalam smartphone mu?
Pertanyaan Utama
Bisa tidak kamu ceritakan jika kamu tidak dengan smartphone mu, itu
gimana?
Sejak kapan kamu mulai merasa cemas ketika tidak ada smartphone? Kenapa
itu bisa terjadi?
Biasanya kalau kamu tidak bisa menggunakan smartphone mu, apa yang
kamu lakukan?
Apakah pernah kamu berupaya untuk mengurangi intensitasmu dalam
menggunakan smartphone?
Pertanyaan Probes Terkait 4 Dimensi Nomophobia
Coba ceritakan perasaan seperti apa yang muncul ketika kamu tidak dapat
berkomunikasi dengan keluarga/temanmu melalui smartphone yang kamu
miliki!?
Coba ceritakan apa kamu rasakan ketika kamu kehilangan koneksi pada
smartphone dan juga terputus dengan identitas online khususnya pada
sosmed!?
Coba ceritakan ketika kamu terpaksa tidak bisa mengakses informasi melalui
smartphone, bagaimana perasaanmu!?
Bagaimana rasanya ketika kamu terlepas dari smartphone? Kenyamanan
seperti apa yang kamu rasakan dari smartphone mu?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
F. Analisis dan Interpretasi Data
Pada Studi 2, metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini
adalah Analisis Isi Kualitatif (AIK). Metode ini merupakan metode untuk
menganalisis pesan-pesan komunikasi, baik tertulis, lisan ataupun visual
(Supratiknya, 2015). Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif,
yaitu analisis isi terarah. Kemudian, data yang dihasilkan pada penelitian ini
berupa transkrip hasil wawancara.
Sesudah itu, transkrip tersebut nantinya akan dianalisis melalui analisis isi
(analisis tematik) (Wiggins, Gordon-Finlayson, Becker, & Sullivan, 2015, dalam
Supratiknya, 2018) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Membaca secara berulang-ulang corpus data berupa transkrip verbatim
ungkapan partisipan yang didapatkan melalui wawancara.
2) Melakukan initial coding atau menemukan kode-kode berupa konsep-konsep
tertentu dalam transkrip verbatim secara induktif baris demi baris.
3) Mengelompokkan kode-kode ke dalam tema-tema yang lebih lebih luas untuk
menemukan sejenis narasi analitik yang koheren dari keselurahan corpus data.
4) Memperhalus dan mempertajam analisis dengan menempatkan tema-tema
dalam susunan hirarkis menjadi tema-tema dan sub-sub tema di bawah masing-
masing tema.
5) Tema-tema dan sub-sub tema diberi label atau nama, lalu masing-masing
subtema dilengkapi dengan kutipan-kutipan yang diambil dari transkripsi
verbatim sebagai bukti atau pendukung. Langkah-langkah ini dilakukan untuk
memperoleh narasi yang utuh mengenai fenomenanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Tabel 8
Kerangka Analisis Asal-Usul Timbulnya Kecemasan
No. Asal-Usul Timbulnya Kecemasan
1 Waktu munculnya kecemasan ketika jauh dari smartphone
2 Adakah seseorang yang memicu timbulnya kecemasan
3 Penyebab timbulnya perasaan cemas ketika jauh dari smartphone
Tabel 9
Kerangka Analisis Dimensi Nomophobia
No. Dimensi
1 Not being able to
communicate (tidak
dapat
berkomunikasi)
Tidak dapat langsung menghubungi
keluarga/teman
Khawatir ada yang menghubungi
Tidak dapat menerima pesan/panggilan
Cemas akan rusaknya hubungan yang konstan
(terus-menerus) dengan keluarga/teman
2 Losing
connectedness
(kehilangan koneksi)
Takut tidak bisa up to date dengan media sosial
dan jaringan online
Tidak bisa memeriksa notifikasi pembaharuan
Tidak bisa memeriksa e-mail
Merasa aneh karena tidak tahu apa yang harus
dilakukan
3 Not being able to
access information
(tidak dapat
mengakses
informasi)
Tidak bisa mengakses informasi secara konstan
(terus-menerus)
Tidak bisa melihat informasi
Kesal tidak bisa menggunakan ketika ingin
menggunakan
4 Giving up
convenience (tidak
mampu menghindari
kenyamanan yang
diberikan oleh
smartphone).
Takut kehabisan baterai
Panik jika pulsa/paketan data habis
Selalu memeriksa sinyal/koneksi wifi ketika
tidak ada sinyal/tidak terhubung dengan wifi
Takut terdampar di suatu tempat karena
smartphone tidak bisa dipakai
Selalu ingin memeriksa smartphone walaupun
tidak bisa digunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Tabel 10
Kerangka Analisis Strategi Coping untuk Mengatasi Kecemasan
No. Jenis Strategi Coping
1 Strategi coping yang berfokus pada masalah
Mengurangi keinginan untuk dekat dengan smartphone
2 Strategi coping yang berfokus pada emosi
Melakukan sesuatu hal hanya untuk mengurangi kecemasan tapi
tidak untuk menghilangkannya
G. Penegakan Kredibilitas dan Dependenbilitas Penelitian
Peneliti melakukan beberapa strategi untuk menguji kredibilitas data
penelitian. Strategi pertama adalah thick description atau deskripsi mendalam dan
rinci yang dilakukan peneliti untuk memaparkan temuan-temuan terkait setting
serta dinamika saat wawancara. Strategi ini dilakukan untuk memperlihatkan
hasil-hasil penelitian lebih realistik dan lebih mendalam (Supratiknya, 2015).
Strategi kedua adalah member checking atau pengecekan kembali kepada
partisipan terkait tema-tema yang ditemukan peneliti. Pengecekan kembali
dilakukan agar partisipan mengetahui dan merasa bahwa rumusan tema-tema yang
ditemukan peneliti sudah akurat. Strategi ketiga adalah peer-debriefing atau
review oleh rekan sejawat yang bertujuan untuk proses akurasi laporan penelitian.
Strategi ketiga ini dilakukan untuk memperkuat validitas laporan penelitian
(Supratiknya, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Pengujian konsistensi hasil penelitian dilakukan dengan dua strategi.
Strategi pertama adalah peneliti melakukan pemeriksaan berulang kali transkrip-
transkrip rekaman wawancara agar tidak terjadi kesalahan serius dalam proses
transkripsi. Strategi kedua, peneliti membandingkan data dengan kode-kode yang
telah dirumuskan. Hal ini dilakukan untuk menghindari pergeseran makna kode-
kode yang mungkin terjadi saat proses transkripsi.
H. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di
Yogyakarta pada bulan Juni sampai pertengahan November 2018. Pengambilan
data pada penelitian ini menggunakan metode wawancara semi terstruktur pada
empat mahasiswa yang masuk dalam kategori nomophobia berat. Durasi
wawancara dalam penelitian ini bervariasi antara 25 menit sampai 45 menit.
Pemaparan waktu dan tempat pada masing-masing partisipan diuraikan pada tabel
di bawah ini:
Tabel 11
Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
Kode Partisipan Waktu Tempat
P1 J A
(Perempuan, 21 tahun)
10 Juni 2018
16 Oktober 2018
Rumah Partisipan
Kampus
P2 OY
(Laki-laki, 18 tahun)
11 September 2018
20 November 2018
Kampus
Via telepon
P3 A D T
(Laki-laki, 21 tahun)
18 Oktober 2018
23 November 2018
Remen Guest House
Estuary Café
P4 L A D P
(Perempuan, 20 tahun)
21 Oktober 2018
24 November 2018
Kampus
RM. Babi Rica B2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
1. Latar Belakang Partisipan dan Dinamika Proses Wawancara
Wawancara pada penelitian ini dilakukan dengan cara bertatap muka
langsung dengan partisipan. Sebelum wawancara dilaksanakan, peneliti
menjelaskan garis besar dari penelitian yang sedang dilakukan dan memberikan
lembar persetujuan (informed consent). Lembar pesetujuan ini diberikan peneliti
untuk dapat memberikan informasi lengkap tentang penelitian, termasuk beberapa
risiko yang mungkin terjadi dan pernyataan kesediaan untuk partisipan setelah
mengetahui seluk-beluk dan risikonya. Lalu, peneliti juga melakukan proses
wawancara kedua untuk melakukan probes dan mengkonfirmasi hasil temuan
peneliti pada masing-masing partisipan. Proses wawancara kedua dilakukan
dengan tatap muka, kecuali pada P2 yang melalui via telepon karena keterbatasan
waktu untuk bertemu dengan peneliti.
Partisipan pertama atau P1 adalah seorang perempuan berusia 21 tahun
yang berasal dari Yogyakarta. Di Yogyakarta, partisipan tinggal bersama keluarga
inti sejak kecil hingga saat ini. P1 memiliki handphone sejak kelas 1 SMP dan
berganti ke jenis smartphone sejak kelas 1 SMA. Smartphone yang ia miliki
pertama kali merupakan pemberian dari kakaknya karena handphone-nya
terdahulu telah rusak.
Terkait dengan penggunaan pulsa atau data paket pada P1 mengalami
peningkatan sejak awal penggunaan sampai saat ini. Pada awalnya dengan pulsa
25 ribu P1 sudah mendapatkan paket data yang bisa dia gunakan selama sebulan.
Akan tetapi, setelah kuliah ia merasa kurang sehingga pulsa yang ia butuhkan
bertambah menjadi 50 ribu dengan data paket sebesar 3GB. Selain menggunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
data paket di smartphone-nya P1 juga kerap kali menggunakan wifi di rumah
maupun di kampus. Hal tersebut membuat dirinya menghemat penggunaan data
paket yang ia miliki.
Wifi yang berada di rumah kerap kali digunakan P1 untuk mendownload
video, film, dan menonton Youtube. Ia juga menggunakan wifi tersebut untuk
dapat mengakses media Line dan WhatsApp. Di sisi lain, hal yang paling sering
atau dilakukan P1 ketika menggunakan smartphone-nya adalah bermain games.
Jika diurutkan berdasarkan intensitas penggunaan, yang paling tinggi adalah
games, lalu menonton youtube, scrolling sosial media, dan terakhir membalas
chat. Kegiatan-kegiatan tersebut membuat P1 dalam satu hari penggunaan
smartphone-nya rata-rata dapat mencapai 10 jam. Kemudian, dalam satu hari,
intensitas membuka tutup smartphone yang dilakukannya dapat menyentuh angka
50 kali. Namun, jika penggunaan sekali membuka smartphone-nya terbilang lama
atau berjam-jam, maka intensitasnya dalam membuka tutup smartphone-nya
menjadi berkurang yaitu 3-4 kali.
Proses wawancara awal dengan P1 dilaksanakan pada tanggal 10 Juni
2018 di rumahnya dengan durasi waktu 45 menit. Tempat wawancara dilakukan
di ruang tamu dengan situasi yang cukup nyaman dan kondusif, walaupun
beberapa kali terdapat beberapa orang yang berada di rumahnya menyapa peneliti.
Wawancara dilakukan di malam hari, sehingga situasi lingkungan tidak begitu
terang. Hal ini juga didukung karena lampu yang berada di ruang tamu partisipan
merupakan lampu berwarna kuning.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Pada saat wawancara, P1 menggunakan baju berbahan kaos dengan celana
training berwarna abu-abu. Pada saat wawancara, P1 membawa smartphone yang
ia selipkan di antara kedua kakinya. Beberapa kali ia terlihat membuka
smartphone-nya. Ketika wawancara, P1 terlihat antusias. Hal ini karena saat
menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti, P1 menjawab dengan
memberikan penjelasan yang cukup panjang dan memberikan contoh dengan
sebuah gerakan. Selain itu, beberapa kali ia mengatakan “Ayo tanya lagi, tanya
lagi, aku mau ditanyain lagi.” Di sisi lain, peneliti juga mengobservasi bahwa P1
beberapa kali meminta ulang peneliti untuk menjelaskan maksud dari pertanyaan.
Kemudian, wawancara kedua dilaksanakan di Lantai 2, Gedung Pusat
Kampus P1. Wawancara kedua dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2018 dengan
durasi waktu 10 menit. Wawancara ini dilakukan untuk menggali beberapa hal
yang belum ditemukan peneliti. Tempat wawancara kedua terbilang kondusif dan
nyaman walaupun ada beberapa orang di lokasi wawancara.
Pada saat wawancara kedua, P1 terlihat menggunakan baju berjenis
kemeja dengan celana panjang, dan memakai sepatu. P1 juga terlihat membawa
beberapa lukisan dan tas gendong berwarna hitam. Proses wawancara berlangsung
dengan lancar dan tidak begitu lama. Lancarnya proses wawancara karena P1
menjawab pertanyaan dari peneliti dengan cukup jelas dan panjang. Setelah proses
wawancara berlangsung, P1 dan peneliti melakukan obrolan ringan terkait
kegiatan yang sedang digeluti P1.
Partisipan kedua atau P2 adalah seorang laki-laki dengan usia 18 tahun
yang merupakan mahasiswa perantau asal Kalimantan. Rumahnya di Kalimantan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
merupakan rumah yang terletak jauh dari perkotaan. Sementara itu, di Yogyakarta
ia tinggal di sebuah rumah kos yang letaknya tidak terlalu jauh dari pusat
keramaian. Hal tersebut membuatnya merasakan perbedaan saat menggunakan
smartphone-nya. Ketika di rumah P2 kesulitan mendapatkan sinyal, di kosnya
tersebut ia malah sangat mudah mendapatkan sinyal pada smartphone-nya. Letak
rumah yang jauh dari perkotaan ini yang terkadang menjadi sebuah kendala bagi
orangtuanya dalam menghubungi atau melakukan pemenuhan kebutuhan P2
(mentransfer biaya hidup di Yogyakarta).
Berbicara mengenai smartphone, awalnya ia memiliki smartphone sejak
kelas 1 SMA. Akan tetapi, sebelum ia memiliki smartphone, P2 sudah pernah
merasakan memiliki handphone sejak kelas 1 SMP. Semua alat komunikasi yang
ia miliki baik itu handphone atau smartphone, P2 dapatkan dengan cara meminta
kepada orangtuanya. Akan tetapi, smartphone ini ia dapatkan tidak dengan cuma-
cuma. P2 diberikan sebuah syarat tertentu dari orangtuanya untuk dapat memiliki
alat komunikasi ini, seperti harus mendapatkan IPK yang baik.
Sejak awal ia memiliki smartphone hingga saat ini, penggunaan paket data
pada dirinya meningkat, yaitu dari 2GB naik menjadi 5GB dan berakhir di 7GB
sampai sekarang. Peningkatan ini terjadi menurutnya karena dari waktu ke waktu
aplikasi yang terdapat pada smartphone semakin bertambah. Hal tersebut
membuatnya terus memperbaharui aplikasi yang ada. Terkait dengan penggunaan
smartphone-nya, rata-rata dalam sehari P2 bisa menggunakan selama 11 jam.
Minimal waktu penggunaan sekali membuka smartphone adalah 30 menit dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
maksimal 4 jam. Lalu, ia menjelaskan bahwa dalam sehari ia bisa membuka tutup
smartphone-nya rata-rata menjadi 7 kali.
Penggunaan yang paling sering dilakukan secara berurutan adalah untuk
membuka Instagram, Line, dan WhatsApp. Alasan dari seringnya ia menggunakan
smartphone-nya adalah untuk mendapatkan hiburan dan membantunya dalam
mengefektifkan serta mengefisienkan kegiatan perkuliahannya. Hal tersebutlah
yang membuat P2 merasakan bahwa intensitas penggunaannya meningkat sejak
berkuliah.
Proses wawancara pada P2 dilaksanakan pada tanggal 11 September 2018
di selasar Farmasi Kampus partisipan. Durasi waktu wawancara berlangsung
selama 25 menit. Tempat wawancara cukup kondusif karena tidak terlalu banyak
orang berada di sekitarnya. Di sekitar lokasi wawancara terdapat banyak pohon
yang membuat udaranya menjadi segar dan tidak begitu panas.
Pada saat wawancara, P2 menggunakan jaket dan celana panjang. Ia juga
membawa tas yang berisi beberapa buku. Selain itu, P2 juga terlihat mengeluarkan
smartphone dan meletakkannya di atas meja. Ketika wawancara ia terlihat sedikit
tidak fokus karena pada saat itu ia ingin mempersiapkan lomba yang akan ia ikuti.
Hal ini terlihat ketika selesai wawancara ia langsung meminta waktu untuk
belajar. Namun demikian, ia tetap menjalani proses wawancara dengan baik. Saat
proses wawancara, P2 juga menjawab pertanyaan dengan memberikan contoh
secara langsung bagaimana ia melihat notifikasi di smartphone-nya.
Wawancara kedua dilaksanakan melalui via telepon dengan durasi 8
menit. Proses wawancara ini dilakukan untuk menggali kembali data yang dirasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
belum mendalam. Wawancara ini berlangsung dengan lancar, partisipan terdengar
menjawab dengan lancar dan jelas, serta mampu memahami maksud peneliti.
Pada wawancara ini nada suara partisipan juga terdengar bersemangat.
Partisipan ketiga atau P3 adalah seorang laki-laki yang berusia 21 tahun
dan berasal dari Yogyakarta. Ia tinggal di rumah bersama keluarga inti. Sejak
duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar, P3 telah memiliki sebuah handphone.
Lalu, pada kelas 1 SMA handphone yang ia miliki berganti jenis menjadi
smartphone. Sejak awal menggunakan smartphone hingga saat ini, P3 merasakan
ada peningkatan yang terjadi pada dirinya. Penyebabnya karena banyaknya media
sosial pada saat ini.
Di antara media sosial yang ada, Instagram merupakan salah satu media
sosial yang paling sering dibuka oleh P3 ketika ia bosan. Sementara itu, aplikasi
yang sering ia gunakan ada aplikasi WhatsApp dan kemudian aplikasi Go-jek.
Kegiatan-kegiatan membuka aplikasi tersebut membuat penggunaan smartphone
P3 rata-rata dalam sehari mencapai 13 jam. Intensitasnya dalam membuka tutup
smartphone dalam satu hari rata-rata sebanyak 30 kali.
Wawancara bersama P3 diadakan di Remen Guest House pada tanggal 18
Oktober 2018 dengan durasi waktu 25 menit. Situasi saat wawancara sangat
kondusif dan nyaman karena tidak terdapat banyak orang di sekitar tempat
wawancara. Suhu udara pada tempat wawancara juga tidak panas karena terdapat
AC di ruangan wawancara. Pada saat wawancara, P3 menggunakan baju berbahan
kaos yang berwarna hitam dengan celana panjang berbahan jeans. P3 merupakan
seorang laki-laki yang berambut pendek dan memakai kacamata. P3 datang ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
tempat wawancara dengan membawa dompet berwarna hitam dan smartphone-
nya.
Saat wawancara berlangsung ia terlihat tidak menggunakan smartphone-
nya. Ia juga terlihat fokus dalam melakukan tanya jawab pada proses wawancara
berlangsung. Kerap kali ia terlihat tertawa dan tersenyum pada saat menjawab.
Nada suara yang dikeluarkan P3 terdengar cukup keras sehingga peneliti tidak
kesulitan dalam mendengarkan jawaban dari partisipan. Setelah wawancara
berlangsung P3 terlihat fokus membuka smartphone-nya beberapa menit. Sesudah
itu, ia mulai berhenti dan mencoba melakukan interaksi sosial dengan mengajak
peneliti mengobrol hal-hal yang tergolong ringan.
Proses wawancara kedua dilaksanakan tanggal 23 November 2018 dengan
durasi 13 menit. Wawancara kedua ini bertempat di Estuary Café. Ruangannya
memiliki penerangan yang cukup baik berwana putih dan kuning terang. Suasana
di dalam café cukup ramai, namun tidak begitu bising. Pada saat wawancara
kedua partisipan mengajak salah seorang teman perempuannya. Mereka duduk
berselahan dan peneliti duduk di depan partisipan.
Proses wawancara ini berjalan dengan lancar. Partisipan mau terbuka
dalam menjawab pertanyaan dari peneliti. Walaupun ada satu pertanyaan yang
sulit dijawab olehnya, namun secara perlahan ia mencoba menghitung dan
menjawab pertanyaan peneliti terkait durasi penggunaan smartphone dalam
sehari. Partisipan juga terlihat beberapa kali tertawa ketika proses wawancara
berlangsung. Kemudian, peneliti mengobservasi partisipan yang kerap kali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
melihat dan serius menggunakan smartphone-nya saat peneliti bercakap-cakap
dengan teman partisipan.
Partisipan keempat atau P4 adalah seorang perempuan berusia 20 tahun
yang merupakan mahasiswa perantau. Di Yogyakarta P4 tinggal dengan menyewa
salah satu kamar kos di dekat kampusnya. P4 merupakan seorang anak yang
cukup dekat dengan orangtuanya. Ketika P4 merantau ke Yogyakarta, ia selalu
menjalin komunikasi yang rutin via smartphone dengan orangtuanya. Dalam
sehari, ia pasti ditelepon oleh orangtuanya dengan maksud menanyakan kabar.
Terkait dengan kepemilikan alat komunikasi, P4 memiliki handphone
sejak kelas 5 SD. Untuk alat komunikasi berjenis smartphone, ia mendapatkannya
sejak duduk di kelas 3 SMP. Awalnya, alat komunikasi ini digunakan untuk
mendapatkan informasi terkait dengan kegiatan menarinya. Akan tetapi, P4
menjelaskan bahwa jika dihitung dari sejak awal dirinya memiliki smartphone,
terjadi peningkatan pemakaian paket data olehnya. Jumlah kuota paket data yang
ia gunakan adalah 2GB, lalu meningkat menjadi 2GB yang unlimited, dan sejak
SMA hingga saat ini menjadi 10GB yang unlimited.
Peningkatan yang terjadi pada P4 disebabkan karena saat ini ia sering
membuka Instagram yang banyak menghabiskan kuotanya. Selain Instagram, hal
yang sering dilakukan P4 dengan smartphone-nya adalah membuka WhatsApp,
lalu menonton Youtube, dan terakhir membuka Line. Total penggunaan
smartphone-nya dalam satu hari rata-rata bisa mencapai 6-7 jam dengan 20-40
kali membuka tutup smartphone.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Proses wawancara dengan P4 dilakukan di Hall Utara Kampus partisipan,
pada tanggal 21 Oktober 2018. Durasi wawancara pada P4 adalah 25 menit.
Wawancara dilakukan di malam hari sehingga tempat wawancara tidak begitu
terang. Namun, pada saat itu kondisi di lingkungan sekitar tempat wawancara
cukup kondusif. Pada saat wawancara, P4 menggunakan baju berwarna merah
marun, rok yang cukup panjang, dan rambut tergerai. Ia datang dengan membawa
tas coklat yang berisi smartphone-nya.
Sebelum memulai wawancara, P4 melontarkan beberapa pertanyaan
terkait penelitian yang sedang peneliti lakukan. Dia terlihat antusias dalam
melakukan wawancara dengan peneliti. Pada saat wawancara berlangsung, P4
juga terlihat menjawab semua pertanyaan yang peneliti lontarkan dengan panjang
dan cukup lengkap. Ia juga sangat jarang menanyakan kembali maksud
pertanyaan yang peneliti berikan kepadanya.
Selanjutnya, proses wawancara kedua dilaksanakan di Rumah Makan Babi
Rica B2 sekitar pukul 20.00 WIB. Durasi wawancara kedua ini berlangsung 10
menit. Proses wawancara ini dilakukan peneliti untuk menggali beberapa hal yang
dirasa belum mendalam. Selain itu, peneliti juga melakukan konfirmasi hasil yang
ditemukan sebelumnya kepada partisipan. Proses wawancara kedua berlangsung
dengan lancar sebab partisipan mampu memahami maksud peneliti dan menjawab
dengan jelas.
2. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian, peneliti akan memaparkan
hasil yang ditemukan di lapangan terkait dinamika penderita nomophobia berat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Tiga hal yang menjadi fokus utama peneliti dalam pemaparan hasil dinamika ini
adalah (a) asal-usul munculnya kecemasan, (b) gejala dan keluhan yang muncul
terkait dengan dimensi nomophobia, dan (c) strategi coping yang digunakan
partisipan untuk mengatasi kecemasan yang muncul ketika jauh dari smartphone-
nya. Kemudian, untuk upaya memperkuat hasil yang ditemukan, peneliti akan
memberikan kutipan yang mampu mendukung pemaparan hasil temuan peneliti.
a. Asal-Usul Timbulnya Kecemasan
Asal-usul timbulnya kecemasan dalam penelitian ini dimaksudkan
untuk mengetahui asal muasal penyebab dari timbulnya kecemasan pada
penderita nomophobia berat. Asal muasal timbulnya kecemasan ini akan dilihat
dari waktu mulai timbulnya kecemasan, siapa yang mungkin memicu
timbulnya kecemasan, dan peristiwa apa yang menyebabkan timbulnya
kecemasan.
1) Waktu Munculnya Kecemasan
Berdasarkan hasil asal-usul timbulnya kecemasan, sebagian besar
partisipan mulai merasakan kecemasan pada saat kuliah (P1, P2, P4), namun
ada pula yang mulai merasakannya ketika SMA (P3). Bagi mereka yang mulai
merasakan kecemasan baru di waktu kuliah, ada yang dimulai dari semester
awal dan ada pula yang baru muncul di semester 4. Hal ini dapat dibuktikan
dari kutipan berikut:
Muncul Saat Kuliah
P4
Baru kuliah ini deh kayaknya kak. Kalau SMA enggak terlalu.
P1
…Mungkin sekitar, semester 4 kemarin. Yang bener-bener itu
semester 4 ke semester 5..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Muncul Saat SMA
P3
Mungkin sejak kelas 1 juga. Nah memang kan kelas 1 aku ada pacar
itu lho…
Munculnya perasaan cemas yang dirasakan partisipan saat kuliah dan
SMA ini dilatarbelakangi oleh beberapa sebab. Bagi partisipan yang merasakan
cemas saat awal perkuliahan memiliki latar belakang sebagai mahasiswa
perantau. Latar belakang ini membuat partisipan kerap kali harus stand by
dengan smartphone-nya untuk dapat berkomunikasi dengan orangtuanya.
Sementara itu, partisipan yang merasakan cemas saat semester 4
dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa yang membuatnya merasa sendiri.
Peristiwa tersebut membuatnya merasa lebih nyaman ketika ia bisa
menggunakan smartphone untuk bermain. Di sisi lain, pemicu timbulnya
kecemasan untuk partisipan yang sudah merasakannya sedari SMA adalah
karena partisipan sudah mulai berpacaran sejak SMA. Oleh sebab itu, ia
merasa harus selalu memberi kabar pada kekasih hatinya tersebut.
2) Siapa yang Memicu Timbulnya Kecemasan
Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan,
diantaranya adalah orang-orang di sekitar kita. Maka dalam sub ini, peneliti
ingin mengetahui siapakah yang mungkin utamanya memicu timbulnya
kecemasan ketika partisipan tidak dapat menggunakan smartphone-nya. Hasil
di lapangan membuktikan bahwa orang terdekat merupakan salah satu faktor
yang dapat memicu seseorang memiliki perasaan cemas. Akan tetapi, 3 dari 4
partisipan mengatakan orang terdekat yang dimaksud adalah orangtua (P1, P2,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
P4). Satu partisipan lainnya mengungkapkan bahwa orang terdekat yang
memicu kecemasannya adalah sang pacar (P3). Temuan tersebut dibuktikan
dengan kutipan di bawah ini:
Dipicu Orangtua
P1
Heemm karena kan hp ku aku silent, terus kadangan tu ibuku telepon
berkali-kali tapi aku enggak tahu tu loo. Misalnya aku lagi di jalan.
Terus aku dimarahin, terus aku jadi cemas tu loo.
Dipicu Pacar
P3
Karena kalau dulu SMA kan masih jamannya pacaran kan. Jadi
komunikasi itu perlu. Jadi kalau tanpa handphone pun nanti kadang si
ceweknya suka kamu seharian kemana aja kok enggak ada kabar,
kayak gini kayak gini. Jadi kita serba salah kan kalau..mungkin
handphone nya ketinggalan, tapi namanya cewek kan paling kamu
suka dikasi tahu kayak gitu loo. Jadi memang mungkin dari situ
harusss stay handphone kayak gitu.
Orang terdekat yang menjadi pemicu kecemasan partisipan ini
sebagian besar pernah memberikan dampak negatif pada partisipan. Orang
terdekat seakan-akan meminta partisipan selalu stand by pada smartphone
mereka untuk dapat menghubungi dan memberikan informasi terkait kabar atau
hal lainnya. Maka, ketika partisipan merasakan dampak negatif seperti terkena
marah, partisipan akan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi dengan selalu
stand by pada smartphone-nya. Partisipan ingin untuk tetap siaga agar dapat
mempertahankan hubungan baik dengan orang terdekat mereka.
3) Peristiwa Penyebab Timbulnya Kecemasan
Terdapat beberapa peristiwa atau penyebab yang membuat partisipan
memiliki perasaan cemas ketika mereka tidak bersama dengan smartphone-
nya. Ada yang disebabkan karena faktor internal, seperti merasa sendiri (P1),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
ada yang disebabkan karena faktor eksternal, seperti berada jauh dari
keluarga (P2, P4), serta pernah menerima dampak negatif dari orang-orang
terdekat karena tidak stand by pada smartphone (P1, P2, P3). Penemuan
tersebut dapat dibuktikan dari beberapa kutipan partisipan di bawah ini:
Merasa sendiri
P1
Mungkin intinya ada suatu peristiwa terus itu membuat aku ngerasa
aahh aku sendirian. Terus apa yaaa yang bisa aku lakukan dengan
aku sendirian. Oh main hp, gitu sih.
Berada jauh dari keluarga
P2
Semenjak ke Jogja, semenjak jauh dari orangtua.
Partisipan menjelaskan bahwa ketika ia mulai merantau dan berada
jauh dari keluarga mereka, ada beberapa hal yang harus mereka perhatikan.
Misalnya pada P2, ia merasa perlu cepat dalam merespon pesan yang diberikan
orangtuanya karena jika tidak dilakukan maka pemenuhan kebutuhan seperti
uang sulit dilakukan oleh orangtuanya sewaktu-waktu. Kesulitan ini
disebabkan oleh jarak tempat pengiriman uang dari lokasi rumahnya sangat
jauh. Sementara bagi P4, ia dipesankan oleh orangtuanya untuk selalu memberi
kabar aktivitasnya ketika dirinya hidup di Yogyakarta. Ketika P4 tidak
memberi kabar, terbuka kemungkinan orangtuanya memikirkan hal yang tidak
benar terhadap P4. Pada partisipan lainnya, hal negatif lain bisa saja terjadi
misalnya, seperti contoh di bawah ini:
Menerima dampak negatif dari orang-orang terdekat karena tidak
stand by pada smartphone
P1
Heemm karena kan hp ku aku silent, terus kadangan tu ibuku telepon
berkali-kali tapi aku enggak tahu tu loo. Misalnya aku lagi di jalan.
Terus aku dimarahin, terus aku jadi cemas tu loo. Ha..ha..ha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
P3
Karena kalau dulu SMA kan masih jamannya pacaran kan. Jadi
komunikasi itu perlu. Jadi kalau tanpa handphone pun nanti kadang si
ceweknya suka kamu seharian kemana aja kok enggak ada kabar,
kayak gini kayak gini. Jadi kita serba salah kan kalau..mungkin
handphone-nya ketinggalan, tapi namanya cewek kan paling kamu
suka dikasi tahu kayak gitu loo. Jadi memang mungkin dari situ
harusss stay handphone kayak gitu. Mungkin pengalaman pacaran
yang protective kali ya, haha lebih harus stay handphone.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kutipan-kutipan di atas adalah
sebagian besar peristiwa atau keadaan yang membuat partisipan merasa cemas
disebabkan oleh dampak negatif yang diberikan oleh orang terdekatnya,
termasuk keberadaan partisipan yang jauh dari orangtua. Penjelasan
Mayangsari dan Ariana (2015) pun mampu mendukung hal tersebut, yakni
adanya beberapa faktor yang dapat memicu munculnya nomophobia yaitu,
lingkungan, pengalaman masing-masing individu, pola pengasuhan, dan sosial
ekonomi. Pengalaman masing-masing partisipan termasuk dampak negatif
yang diterima, membawa partisipan berusaha untuk selalu stand by pada
smartphone mereka atau bahkan berusaha menggunakannya agar selalu
mendapatkan hiburan. Berdasarkan pemaparan di atas, asal-muasal timbulnya
kecemasan dapat terangkum pada tabel di bawah ini:
Tabel 12
Hasil Analisis Asal-Usul Timbulnya Kecemasan
Tema Kategori Kode
Asal-Usul
Timbulnya
Kecemasan
Waktu munculnya
kecemasan
Kuliah
SMA
Seseorang yang memicu
timbulnya kecemasan
Orang terdekat (Orangtua,
pacar)
Penyebab timbulnya
perasaan cemas
Merasa sendiri
Berada jauh dari keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Tema Kategori Kode
Menerima dampak negatif
dari orang-orang terdekat
karena tidak stand by
pada smartphone
b. Gejala-gejala dan Keluhan-keluhan Terkait dengan Dimensi
Nomophobia
Gejala-gejala dan keluhan-keluhan terkait dengan dimensi nomophobia
yang akan dipaparkan pada hasil penelitian ini berpedoman dengan dimensi-
dimensi nomophobia Yildirim dan Correia (2015). Dimensi-dimensinya
meliputi: tidak dapat berkomunikasi, kehilangan koneksi, tidak dapat
mengakses informasi, dan kehilangan kenyamanan ketika tidak bersama
dengan smartphone.
1) Tidak Dapat Berkomunikasi
Dimensi tidak dapat berkomunikasi diartikan sebagai suatu perasaan
kehilangan komunikasi, sehingga tidak dapat menggunakan layanan yang
memungkinkan komunikasi secara langsung dengan orang lain. Ada dua gejala
yang muncul pada partisipan terkait dengan dimensi yang pertama. Gejala-
gejala tersebut seperti cemas ada yang menghubungi (P1, P2, P3, P4) dan
cemas tidak dapat menghubungi (P4). Hal ini terbukti dari kutipan ungkapan
partisipan di bawah ini:
Cemas Ada yang Menghubungi
P2
Eee perasaan yang paling sering muncul itu, khawatir aja sih
khawatir. Mungkin ada keluarga yang, yang menghubungi. Soalnya
kalau jauh dari keluarga parnoan. Parnoan itu yang paling sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
aku alami itu, takut ada keluarga ngehubungin, papa, itu yang paling
sering.
Cemas Tidak Dapat Mengubungi
P4
…Tapi kalau orangtua tu karena di orangtuanya A hampir setiap hari
bisa 4 kali 3 kali hubungin kan buat nanyak dimana. Mungkin mikir
oohh sekarang enggak bawa hp enggak bisa ngabarin, apa
orangtuanya ngabarin. Pasti bingung kan nyarinya kemana. Tu
samalah kayak tadi cemas juga kalau enggak bisa ngabarin.
Kesimpulan yang didapat oleh peneliti pada dimensi ini adalah
sebagian besar partisipan merasakan bahwa menghubungi atau dihubungi
merupakan aktivitas penting untuk mereka lakukan dengan orang terdekat
mereka. Kondisi ini bertolak dari latar belakang yang dimiliki partisipan, ketika
partisipan tidak melakukan komunikasi yang baik via smartphone pada orang
terdekat mereka, partisipan akan menerima sebuah dampak negatif dari hal
tersebut.
2) Kehilangan Koneksi
Kehilangan koneksi diartikan sebagai sebuah perasaan yang muncul
ketika seseorang tidak mendapatkan sebuah koneksi pada smartphone-nya dan
hal tersebut membuatnya merasa terputus dengan identitas online khususnya
pada sosial media yang dimiliki. Gejala-gejala yang muncul terkait dengan
dimensi kehilangan koneksi, seperti cemas tidak dapat menerima notifikasi
(P1, P2, P3), takut tidak bisa up to date (P2, P3, P4), dan tidak tahu apa
yang harus dilakukan (P1, P2, P3, P4). Hasil yang ditemukan ini dapat
terlihat dari beberapa kutipan partisipan di bawah ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Cemas Tidak Dapat Menerima Notifikasi
P1
…Jadi cemas sih kayak, ini beneran enggak ada apa-apa?! Ahaha
gitu sih… Terus ini beneran enggak ada notif terus aku buka lagi. Oh
enggak ada beneran. Terus ternyata ohhh ada lagi. Gitu sih.
Takut Tidak Bisa Up To Date
P2
Eee itu tadi ee karena takut ketinggalan informasi. Karena itu tadi.
Jadi berusaha, berusaha untuk tetap on…
P4
Iya cemas.
Kan bisa tau info-info dari luar yang biar enggak terlalu apa ya kudet
tu lo jadi apa yang orang lain tahu tu kita juga bisa tahu kayak gitu.
Biasanya gitu sih dari sosial media.
Tidak Tahu Apa yang Harus Dilakukan
P3
Kalau enggak ada handphone, haduhhh ini mau ngapain yaa?
(mencotohkan) Kayak enggak ada apa-apa gitu.
Melalui pemaparan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa koneksi
merupakan suatu hal yang penting dan utama untuk partisipan miliki. Yildirim
dan Correia (2015) juga menjelaskan kesimpulan yang sama bahwa koneksi
adalah alasan utama kaum muda dalam menggunakan smartphone. Adanya
koneksi membuat partisipan dapat melakukan banyak hal dengan smartphone-
nya, seperti up to date informasi terkini atau terkait dengan teman-temannya.
Beberapa partisipan pun merasakan, jika koneksi yang dimilikinya hilang,
maka semua aktivitas pada smartphone-nya lumpuh sampai pada tidak ada
notifikasi yang masuk. Kondisi tersebut membuat mereka seakan bingung dan
tidak tahu apa yang harus dilakukan.
3) Tidak Dapat Mengakses Informasi
Dimensi tidak dapat mengakses informasi digambarkan sebagai
ketidakmampuan seseorang ketika ia ingin mengakses informasi dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
smartphone-nya. Pada dimensi ini, keluhan-keluhan yang muncul adalah
seperti takut tidak bisa melihat informasi (P2), tidak bisa mengakses
informasi dengan segera (P3, P4), dan kesal tidak bisa digunakan saat
ingin menggunakan (P1). Temuan ini dibuktikan dengan kutipan di bawah
ini:
Takut Tidak Bisa Melihat Informasi
P2
Itu lebih ke takut ketinggalan informasi aja sih. Soalnya kalau sama
temen itu mesti yang dibahas seputar kuliah. Gitu, praktikum dan
lain-lain. Ee takut ketinggalan aja.
Tidak Bisa Mengakses Informasi dengan Segera
P3
Ada sih, kayak rasanya pingin segera segera bisa diakses gitu loo.
Kesal Tidak Bisa Digunakan Saat Ingin Menggunakan
P1
Yampun kok harus sekarang gitu lhoo. Kok harus sekarang sih
matinya. Pas lagi butuh, pas lagi bener-bener kepo terus enggak ada
akses untuk mencari informasi itu eee aaaahh (menghela nafas).
Kesimpulan yang dapat ditarik dari dimensi ini ialah bahwa sebuah
informasi memang benar menjadi suatu hal yang selalu ingin dilihat oleh
partisipan dengan segera. Walaupun mereka mengeluhkan ketika tidak dapat
mengakses informasi dengan segera, pada saat wawancara partisipan
menjelaskan bahwa mereka akan mengaksesnya di lain waktu saat smartphone
mereka sudah bisa digunakan. Namun, saat informasi dirasa benar-benar
dibutuhkan dan mendesak, partisipan akan berusaha meminta tolong temannya
untuk mencarikan informasi yang mereka butuhkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
4) Kehilangan Kenyamanan
Dimensi kehilangan kenyamanan adalah suatu perasaan kehilangan
kenyamanan saat tidak dapat memanfaatkan aplikasi-aplikasi yang disediakan
smartphone. Hal ini membuat seseorang selalu ingin memanfaat kenyamanan
yang diberikan oleh smartphone tersebut. Gejala-gejala yang muncul terkait
dengan dimensi ini seperti, panik ketika baterai habis (P1, P3, P4), dan
berusaha mencari sinyal/koneksi yang hilang (P1, P2, P4). Gejala-gejala
yang ditemukan ini dibuktikan dari kutipan partisipan di bawah ini:
Panik Ketika Baterai Habis
P3
Eeemm rasanya cemas sih, kayak pingin buru-buru di charge kayak
gitu. Jadi kalau emang kan kalau hp aku ini udah 20% itu biasanya
ada pemberitahuan untuk di charger. Gitu, yaitu cemas aduhh ini
baterainya udah mau habis. Apalagi kalau lupa bawa charger gitu
kan. Kalau ada charger aja kalau ada colokan udah dimanapun
enggak mikir tempat dicolokin aja (sambil ketawa) haha.
Berusaha Mencari Sinyal/Koneksi yang Hilang
P2
Cemas, berusaha cari tempat yang koneksinya ada.
P4
A sih biasanya nyari sampe dapet hahaha.
Sementara pada penemuan lainnya, ada beberapa partisipan mengeluh
ketika ia tidak bersama dengan smartphone-nya. Keluhan itu seperti
mengeluhkan tidak ada sinyal (P3). Keluhan ini dibuktikan dari kutipan
wawancara partisipan di bawah ini:
Mengeluhkan Tidak Ada Sinyal
P3
Iya enggak ada sinyal itu kayak ihh ini kenapa sih sinyalnya hehe,
kayak gitu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Pemaparan di atas memperlihatkan bahwa kebermanfaatan yang
diberikan smartphone saat ini membuat semua partisipan merasa tergantung
pada smartphone yang mereka miliki. Ketergantungan inilah yang membuat
partisipan merasa tidak nyaman ketika mereka kehilangan „nyawa‟ yang
mampu menghidupkan smartphone mereka, yaitu sinyal, koneksi, ataupun
baterai. Dampak dari perasaaan kehilangan dan ketidaknyamanan tersebut
membuat partisipan selalu berusaha mencari sinyal, koneksi, ataupun cara
untuk baterainya tidak habis.
Ringkasan hasil yang didapatkan pada poin kedua, mengenai gejala dan
keluhan terkait dimensi nomophobia akan ditampilkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 13
Hasil Analisis Gejala dan Keluhan Terkait Dimensi Nomophobia
Tema Dimensi Nomophobia
Kategori
Tidak dapat
berkomunikasi
Kehilangan
koneksi
Tidak dapat
mengakses
informasi
Kehilangan
kenyamanan
yang diberikan
oleh smartphone
Kode
Cemas ada
yang
menghubungi
Cemas tidak
dapat
menghubungi
Cemas
tidak dapat
menerima
notifikasi
Takut tidak
bisa up to
date
Tidak tahu
apa yang
harus
dilakukan
Takut tidak
bisa melihat
informasi
Tidak bisa
mengakses
informasi
dengan segera
Kesal tidak
bisa
digunakan saat
ingin
menggunakan
Panik ketika
baterai habis
Berusaha
mencari
sinyal/koneksi
yang hilang
Mengeluhkan
tidak ada
sinyal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
c. Strategi Coping Mengatasi Kecemasan
Seseorang yang mengalami kecemasan memiliki berbagai respon untuk
menghadapi kecemasannya. Ada yang akan berlarut dan tidak bisa menghadapi
kecemasan yang ia rasakan, namun ada juga yang bangkit dan berupaya mencari
suatu solusi untuk mengurangi kecemasannya tersebut. Pada bagian ini, peneliti
akan memaparkan temuan terkait strategi coping yang dimiliki partisipan untuk
mengurangi kecemasan ketika sedang berada jauh atau tidak dapat menggunakan
smartphone-nya. Keempat partisipan ketika ditanyakan apa yang akan ia lakukan
ketika smartphone-nya tidak bisa digunakan atau tertinggal di suatu tempat adalah
mereka akan mencoba menjalin interaksi sosial (P1, P2, P3, P4). Hal ini
dibuktikan dari kutipan beberapa partisipan di bawah ini:
Menjalin Interaksi Sosial
P2
Biasanya aku, aku eee ajak temen-temen keluar gitu. Biasanya kan ada
kelompok belajar tu, kelompok belajar tu kayak yang ketawa-ketawa terus
jadi asik gitu, jadi aku lebih yang keluar bareng-bareng temen.
P3
Yaa mencoba mendekatkan diri pada orang di sekitar yang real real bener
bener ada di sekitar gitu. Dari pada tidak berinteraksi ya kan hahaha.
Namun pada penelitian ini juga ditemukan beberapa usaha yang dilakukan
partisipan dalam menghadapi stressor cemas terkait dengan smartphone, yaitu
melukan hobi (P1) yang ia senangi, seperti bermain video game dan melukis.
Berikut merupakan kutipan partisipan yang mampu menggambarkan di atas:
Melakukan Hobi
P1
Sebenernya dulu sempet sih dikasi NDS tuu loo khusus buat main game.
Itu sempet membuat ku menjauh dari hp sebentar. Tapi tu, mungkin
karena itu enggak bisa buat update, terus aku bosen sama game-game nya
tu, yaudah aku balik lagi ke hp.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Eemm iya sih aku mulai mengalihkan apa yaa, mengalihkan tanganku sih
sebenarnya. Misalnya gambar, melukis, gitu. Tapi tu..hehe tetep cemas tu
lho kek kalo lagi melukis tu lho. Liat hp, heheh gitu sih. Terus misalnya
nanti lagi nunggu cat kering nih, em ngapain yaa, main hp hehehe gitu
sih.
Dapat disimpulkan bahwa ketika partisipan benar-benar tidak dapat
menghidupkan atau mengaktifkan smartphone-nya kembali, mereka akan
melakukan cara lain untuk mengurangi kecemasan yaitu dengan berinteraksi
sosial. Interaksi sosial ini partisipan lakukan untuk dapat mengaktifkan kehidupan
sosialnya secara nyata, tidak hanya bermain dengan smartphone mereka. Selain
itu, mereka melakukan hal tersebut juga bertujuan untuk melupakan sejenak
ketidaknyamanan ketika tidak dapat menggunakan smartphone.
Di sisi lain, terdapat partisipan yang berusaha melakukan hobinya sebagai
pengalihan untuk mengurangi keinginan selalu dekat dengan smartphone. Namun,
pengalihan tersebut terlihat sulit dipertahankan. Oleh karena itu, dapat dikatakan
strategi coping yang digunakan oleh seluruh partisipan masuk dalam emotion
focused coping, yakni usaha yang dilakukan merupakan usaha yang tidak
mengubah atau bahkan menghilangkan perasaan “tidak bisa jauh dari
smartphone”, tetapi hanya sebagai pengalihan sementara (Lazarus & Folkman,
1984). Pemaparan hasil mengenai strategi coping ini dapat teringkas dalam tabel
di bawah ini:
Tabel 14
Hasil Analisis Strategi Coping Mengatasi Kecemasan
Tema Jenis Strategi Coping
Kategori Emotion focus coping
Kode Menjalin interaksi sosial
Melakukan hobi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Secara umum dapat disimpulkan bahwa, kecemasan terkait dengan
ketidakmampuan menggunakan smartphone dapat muncul sejak SMA ataupun
kuliah, saat suatu peristiwa kurang nyaman dirasakan oleh partisipan karena
orang-orang terdekat mereka. Efek dari peristiwa yang memunculkan
ketidaknyamanan tersebut membuat partisipan harus terbiasa menggunakan
smartphone-nya atau harus selalu stand by dengan smartphone-nya. Kebiasaan
tersebutlah yang memicu kecemasan partisipan saat mereka tidak mampu
menggunakan smartphone-nya.
Maka dari itu, mereka selalu berupaya untuk menghidupkan smartphone
mereka supaya mampu berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya, seperti
berusaha mengisi daya baterai dimanapun mereka berada dan selalu berusaha
terkoneksi atau memiliki paket data pada smartphone-nya. Sewaktu mereka
benar-benar tidak mampu menghidupkan atau menggunakan smartphone,
partisipan akan mencoba melihat lingkungan sekitarnya untuk dapat menjalin
interaksi yang nyata sehingga mereka mampu mengurangi kecemasan yang
muncul akibat tidak dapat menggunakan smartphone. Di sisi lain, ada partisipan
yang berupaya untuk mengurangi aktivitasnya dekat dengan smartphone, yaitu
dengan cara melakukan hobi. Akan tetapi, usaha yang dilakukan ini tidak berhasil
dan pada akhirnya partisipan kembali dekat dengan smartphone-nya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
BAB V
PEMBAHASAN UMUM
Pada bagian ini, peneliti akan membahas terlebih dahulu terkait penemuan
kuantatif pada Studi 1. Setelah itu, peneliti membahas hasil penemuan Studi 2,
yaitu asal-usul timbulnya kecemasan ketika jauh dari smartphone. Pembahasan
lalu berlanjut pada gejala dan keluhan mengenai dimensi-dimensi nomophobia
menurut Yildirim dan Correia (2015). Terakhir, peneliti akan membahas
mengenai strategi coping yang digunakan partisipan untuk mengurangi kecemasan
ketika mereka jauh dari smartphone.
A. Keseluruhan Subjek Mengalami Nomophobia
Pada Studi 1 ditemukan bahwa dari 221 responden yang mengisi kuesioner
nomophobia, seluruhnya masuk ke dalam kategori nomophobia. Tidak ada yang
masuk dalam kategori tidak mengalami nomophobia. Hasil ini dirasa wajar terjadi
apabila melihat penelitian yang pernah dilakukan di Universitas Airlangga. Pada
penelitian tersebut dari 380 responden, yang tidak mengalami nomophobia hanya
17 orang (Mulyar, 2016). Maka, dapat dilihat bahwa pada kalangan remaja
khususnya mahasiswa, nomophobia sudah semakin banyak dan menjalar.
B. Perempuan Lebih Rentan Mengalami Nomophobia Berat
Hasil penelitian pada Studi 1, dari 221 responden ditemukan bahwa semua
responden mengalami nomophobia dan 12,7% masuk dalam kategori nomophobia
berat. Jika ditelaah lebih lanjut, ditemukan remaja perempuan memiliki rentan
dibanding remaja laki-laki dalam mengalami nomophobia berat, yaitu 13,4%. Hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
ini bisa jadi akibat durasi penggunaan internet yang tinggi pada mereka yang
berjenis kelamin perempuan (Gezgin dan Cakir, 2016). Diduga, durasi
penggunaan yang tinggi tersebut disebabkan oleh aktivitas perempuan yang lebih
sering menggunakan ponsel untuk mengungkapkan informasi dan emosi
pribadinya (Geser, 2006). Selain itu, wanita juga kerap menggunakan ponselnya
untuk sekadar bergosip atau berdiskusi terkait selera dan minat mereka (Geser,
2006).
Kemudian, Geser (2006) juga menemukan bahwa perempuan lebih
berupaya memelihara jaringan sosial yang ia miliki, terutama diantara anggota
keluarga dan kerabat. Maka, situasi menjadi wajar jika perempuan terlihat lebih
intens dan terbiasa dalam menggunakan smartphone. Kebiasaan tersebut dapat
berujung pada kecemasan jika mereka tidak dapat menggunakan smartphone-nya.
C. Asal-Usul Munculnya Kecemasan
Pemicu timbulnya nomophobia pada partisipan disinyalir terjadi karena
lingkungan dan pengalaman yang dimiliki pada setiap individu. Mayangsari dan
Ariana (2015) juga menemukan bahwa lingkungan dan pengalaman adalah dua
dari empat faktor yang dapat memicu nomophobia. Lingkungan yang
dimaksudkan pada temuan penelitian ini adalah lingkungan keluarga khususnya
orangtua atau orang-orang terdekat seperti pacar.
Suatu peristiwa atau pengalaman yang negatif yang diberikan orangtua
atau pacar ini yang diduga memicu partisipan untuk tidak ingin mengulangi
kesalahan yang sama. Misalnya, ketika mereka tidak stand by pada smartphone
mereka, orangtua atau pacar dari partisipan akan menghubungi mereka. Maka,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
ketika partisipan tidak menjawab atau menghubungi dengan segera mereka akan
terkena marah. Sebuah peristiwa yang mungkin terlihat kecil, namun partisipan
merasa kurang nyaman atau cemas akan hal tersebut, sehingga memicu partisipan
selalu berusaha untuk stand by pada smartphone mereka.
Berawal dari alasan di atas, partisipan akan menjadi terbiasa dan dikontrol
oleh ketidaksadaran untuk membuka smartphone mereka setiap harinya.
Tujuannya hanya untuk melihat notifikasi yang masuk dan kemudian berupaya
untuk segera membalas pesan yang menurut mereka penting. Kebiasaan inilah
yang juga membawa mereka pada sebuah perasaan tidak nyaman yang berujung
cemas ketika mereka tidak bisa menggunakan atau jauh sekalipun dengan
smartphone mereka.
D. Gejala dan Keluhan Terkait dengan Dimensi Nomophobia
Kecemasan yang dirasakan oleh partisipan ketika mereka tidak bisa
menggunakan smartphone mereka, entah karena smartphone mereka tertinggal,
kehabisan baterai, atau kehabisan data paket akan membuat mereka merasakan
gejala-gejala atau keluhan tertentu. Gejala dan keluhan yang dipaparkan pada
bagian ini akan dikaitkan dengan dimensi nomophobia menurut Yildirim dan
Correia (2015), yaitu tidak dapat berkomunikasi, kehilangan koneksi, tidak dapat
mengakses informasi, dan kehilangan kenyamanan.
Gejala yang pasti muncul pada setiap partisipan tatkala mereka tidak dapat
menggunakan smartphone mereka ialah cemas jika ada yang menghubungi. Pada
dimensi nomophobia menurut Yildirim dan Correia (2015) cemas ada yang
menghubungi termasuk dalam dimensi pertama yaitu tidak dapat berkomunikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Kecemasan terkait hal ini bisa muncul pada semua partisipan sebab menjalin
komunikasi dengan orang terdekat seperti orangtua atau pacar dianggap menjadi
hal yang penting bagi mereka. Oleh karena itu, saat mereka tidak dapat
menggunakan smartphone, mereka akan mulai merasakan kecemasan dan berpikir
apakah ada seseorang yang akan menghubungi mereka terutama orang-orang
terdekat.
Di sisi lain, menurut partisipan, koneksi merupakan satu hal yang penting.
Adanya koneksi membuat partisipan bisa melakukan banyak hal dengan
smartphone mereka. Ketika koneksi yang mereka miliki menghilang, maka
mereka akan merasakan cemas. Keluhan yang muncul pun seperti tidak tahu apa
yang harus dilakukan. Hal ini terjadi karena dengan adanya koneksi maka mereka
mampu menghubungi siapa saja yang ingin mereka hubungi, mereka mampu
mengakses dan up to date terkait informasi yang mereka inginkan melalui sosial
media, dan juga bisa memanfaatkan smartphone mereka untuk hiburan (games
atau Instagram) dengan koneksi yang baik.
Maka, kelihatannya koneksi merupakan suatu yang sangat penting dan
utama yang harus mereka miliki pada smartphone mereka di zaman sekarang ini.
Kondisi ini pun dijelaskan Yildirim dan Correia (2015) pada penelitiannya.
Bahkan dengan kecanggihan teknologi saat ini, melihat notifikasi saja mampu
membuat seseorang merasa terkoneksi (Yildirim & Correia, 2015). Pada
penelitian ini pun ditemukan bahwa terdapat gejala cemas ketika tidak dapat
menerima notifikasi pada beberapa partisipan. Walaupun perasaan cemas tidak
dapat menerima notifikasi ini hanya dirasakan pada beberapa partisipan, semua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
partisipan mengungkapkan bahwa notifikasi menjadi suatu hal yang penting dan
kerap mereka gunakan untuk melihat pesan masuk.
Pemaparan terkait kehilangan koneksi di atas berhubungan dengan temuan
gejala pada dimensi kehilangan kenyamanan, yaitu partisipan akan berusaha
mencari koneksi atau sinyal yang hilang sampai mereka mendapatkannya. Selain
itu, beberapa partisipan juga akan merasa panik ketika baterai smartphone mereka
habis.
Selanjutnya, pada dimensi ketiga yaitu tidak dapat mengakses informasi,
ditemukan bahwa partisipan memang merasakan gejala cemas ketika mereka tidak
dapat mengakses informasi dengan segera. Akan tetapi, semua partisipan
mengungkapkan bahwa kecemasan tersebut tidak begitu berarti. Hal ini terjadi
karena mereka dapat meminta bantuan teman untuk mencari informasi yang
mereka inginkan atau mereka bisa mencarinya di waktu lain ketika smartphone-
nya sudah bisa digunakan. Hanya saja, ketika smartphone tersebut tidak bisa
digunakan saat mereka ingin mengakses informasi tertentu, mereka akan merasa
kesal.
E. Strategi Coping Mengatasi Kecemasan
Hasil dan pembahasan sebelumnya memperlihatkan bahwa ketiadaan
smartphone memang betul memberikan sebuah kecemasan kepada partisipan.
Menurut Lazarus dan Folkman (1984) terdapat suatu tindakan yang akan
dilakukan oleh seseorang untuk mengurangi stres yang dialami dalam bentuk
fisiologis ataupun psikologis, mereka menyebutnya sebagai coping. Menurut
mereka, strategi coping terbagi menjadi dua jenis, yaitu strategi coping yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
berfokus pada masalah (problem focused coping) dan strategi coping yang
berfokus pada emosi (emotion focused coping).
Pada kasus ini ditemukan bahwa semua partisipan menggunakan strategi
coping yang berfokus pada emosi, yakni bahwa mereka mencoba untuk
berinteraksi dengan lingkungan sosial mereka. Bentuk interaksi sosial ini
dilakukan untuk mengurangi kecemasan agar mereka lupa dengan smartphone
ketika tidak dapat menggunakannya. Kemudian, ditemukan pula kegiatan lain
yang dilakukan partisipan untuk selalu dekat dengan smartphone yaitu melakukan
hobi. Namun, pengalihan tersebut ternyata tidak mampu menghilangkan perasaan
“tidak bisa jauh dari smartphone”. Hal ini dimungkinkan karena smartphone
memiliki fitur yang dapat bertindak sebagai penguatan positif bagi penggunanya
(Bisen & Deshpande, 2016), sehingga mereka yang sudah terbiasa mendapatkan
penguatan positif ini sulit untuk menjauhinya. Maka, dapat dikatakan bahwa
usaha yang dilakukan oleh partisipan tersebut merupakan usaha yang tidak
mengubah stressor mereka yaitu “tidak bisa jauh dari smartphone”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. Dari 221 responden pada Studi 1, semuanya masuk dalam kategori
nomophobia dan 12,7% masuk dalam kategori nomophobia berat.
2. Perempuan lebih rentan mengalami nomophobia berat dibandingkan laki-laki,
yaitu 13,4%.
3. Secara umum, kecemasan saat jauh atau tidak dapat menggunakan
smartphone pada penderita nomophobia berat bisa muncul saat kuliah dan
SMA. Pemicunya diduga oleh orang terdekat (orangtua dan pacar) yang
memberikan suatu peristiwa yang kurang nyaman bagi remaja, seperti terkena
marah ketika tidak stand by pada smartphone dan tidak memberi kabar pada
mereka.
4. Jika dilihat dari keseluruhan, kecemasan yang dirasakan partisipan lebih
dominan mengarah pada perasaan cemas ada yang menghubungi atau tidak.
Gejala pada dimensi tidak dapat berkomunikasi ini dominan muncul diduga
karena semua partisipan mengganggap bahwa komunikasi yang mereka jalin
merupakan suatu hal yang penting. Kemudian, partisipan merasakan bahwa
koneksi adalah hal utama yang harus mereka miliki untuk dapat melakukan
apapun dengan smartphone mereka. Maka, ketika mereka kehilangan
koneksi, mereka akan mengeluhkan tidak tahu apa yang harus dilakukan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
misalnya mereka tidak dapat up to date dengan informasi terkini yang berada
di sosial media. Hal tersebut berujung pada usaha untuk selalu mendapatkan
koneksi, sinyal, atau mengisi daya baterai pada smartphone.
5. Umumnya, partisipan melakukan strategi coping yang berfokus pada emosi.
Hal ini karena usaha yang dilakukan partisipan untuk mengatasi
kecemasannya hanya bersifat sementara, yaitu berinteraksi sosial dan
melakukan hobi yang disenangi.
B. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan yang ditemukan pada penelitian ini ada terdapat tiga poin,
yaitu sebagai berikut:
1. Peneliti kurang memperhitungkan proses pengambilan data yang baik pada
Studi 1 dengan langsung menggunakan data tryout sebagai data yang
terpakai.
2. Peneliti kurang dapat mempertimbangkan pemilihan partisipan pada studi
kedua dengan baik dan matang.
3. Peneliti kurang mempertimbangkan secara matang metode pengambilan data
pada Studi 2.
4. Peneliti kesulitan menggali informasi pada partisipan yang berjenis kelamin
laki-laki. Hal ini mungkinterjadi karena rapport yang dijalin peneliti dengan
partisipan kurang baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
C. Saran
Bertolak dari kesimpulan dan keterbatasan penelitian di atas, peneliti
mencoba memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi Penelitian Selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan tahap-tahap pengambilan data
dengan baik dan benar. Sebisa mungkin tidak menggunakan tryout
terpakai agar tidak mencampurkan proses pemeriksaan psikometrik alat
ukur dengan pengambilan data penelitian.
b. Lalu, diharapkan pula peneliti selanjutnya mempertimbangkan pemilihan
partisipan dengan matang, seperti mengurutkan skor nomophobia berat
dari tinggi sampai yang paling rendah. Kemudian memilih dari skor
paling bawah terlebih dahulu, lalu naik ke skor yang paling tinggi dan
begitu terus secara berulang sampai data dinyatakan jenuh. Tidak lupa
pula mempertimbangkan jenis kelamin secara merata sesuai dengan
jumlah partisipan yang diambil.
c. Peneliti selanjutnya dapat lebih mempertimbangkan metode pengambilan
data yang lebih tepat pada Studi 2, misalnya dengan focused group
discussion (FGD).
d. Lalu, sebaiknya peneliti melakukan rapport yang lebih baik dan
mendalam dengan partisipan laki-laki. Hal ini bisa dilakukan dengan
mengajak ngobrol lebih lama terkait dengan smartphone dan hal lain
seputar partisipan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
e. Terakhir, peneliti juga bisa melakukan penelitian terkait dengan
nomophobia pada subjek berkategori nomophobia ringan atau sedang.
2. Bagi Praktisi Psikologi
Bagi praktisi dapat lebih membuka wawasan terkait dengan nomophobia yang
sedang banyak dialami oleh masyarakat di era smartphone saat ini.
3. Bagi Keluarga dan Orang Terdekat Partisipan
Bagi keluarga dan orang terdekat partisipan, dimohon memberi ruang dan
mempercayai partisipan ketika mereka tidak stand by pada smartphone. Hal
ini akan membuat partisipan tidak takut, khawatir, atau cemas tatkala mereka
tidak dapat menggunakan atau jauh smartphone mereka.
4. Bagi Partisipan
Bagi partisipan yang masuk dalam kategori nomophobia berat bisa
melakukan beberapa hal yang dapat mengurangi intensitas penggunaan
smartphone. Misalnya, dengan menerapkan waktu penggunaan smartphone
pada jam-jam tertentu. Pembatasan waktu ini ditata agar penggunaan yang
dilakukan dengan smartphone tidak setiap saat. Lainnya, partisipan bisa
melakukan beberapa kegiatan yang lebih berhubungan dengan lingkungan,
seperti berdiskusi, olahraga, melukis, dan lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
DAFTAR ACUAN
Bisen, S., & Deshpande, Y. (2016). An analytical study of smartphone addiction
among engineering students: A gender differences. Journal of Indian
Psychology, 4(1), 70-83.
Bragazzi, N., & Puente, G. (2014). A proposal for including nomophobia in the
new DSM-V. Psychology Research and Behavior Management, 7, 155-
160.
Chiu, S. (2014). The relationship between life stress and smartphone addiction on
Taiwanese university student: A meditation model of learning self afficacy
and social efficacy. Computer in Human Behavior, 34, 49-57.
Curtis, A. (2015). Defining adolescence. Journal of Adolescent and Family
Health, 7(2), 1-39.
Flora, M. (2018, Januari 17). Kecanduan gawai akut, 2 pelajar Bondowoso masuk
RS Jiwa. Liputan6. Diunduh 8 Februari, 2018, dari
http://news.liputan6.com/read/3229494/kecanduan-gawai-akut-2-pelajar-
bondowoso-masuk-rs-jiwa
Genco, R., Ho, A., Grossi, S., Dunford, R., & Tedesco, L. (1999). Relationship of
stress, distress, and inadequate coping behaviors to periodontal disease.
Journal Periodontol, 70, 711-723.
Geser, H. (2006). Are girl (even) more addicted? Some gender patterns of cell
phone usage. Sociology in Switzerland: Sociology of the Mobile Phone.
Gezgin, D. M., & Cakir, O. (2016). Analysis of nomophobic behaviors of
adolescents regarding various factors. Journal of Human Sciences, 13,
2505-2519.
Gifary, S., & Kurnia, I. (2015). Intensitas penggunaan smartphone terhadap
perilaku komunikasi. Jurnal Sosioteknologi, 14(2), 170-178.
Kanmani, A. S., Bhavani.,& Maragatham, R.S. (2017). Nomophobia-an insight
into its psychological aspects in India. The International Journal of Indian
Psychology, 4(87), 5-15.
King, A., Valenca, A., Silva, A., Baczynski, T., Carvalho, M., & Nardi, A. (2013).
Nomophobia: Dependency on virtual environments or social
phobia?.Journal of Computers in Human Behavior, 29, 140-144.
King, A., Valenca, A., Silva, A., Sancassiani, F., Machado, S., & Nardi, A.
(2014). Nomophobia: Impact of cell phone use interfening with symptms
and emotions of indviduals with panic disorder compared with a control
group. Clinical Practice & Epidemology in Mental Health, 10, 28-35.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Lazarus, R., & Folkman. S. (1980). An analysis of coping in a middle-age
community sample. Journal of Health and Social Behavior, 21, 219-239.
Lazarus, R., & Folkman. S. (1984). Stress appraisal and coping. New York:
Spinger Publishing Company.
Lee, S., Tam, C., & Chei, Q. (2013). Mobile phone usage preferences: The
contributing factors of personality, social anxiety and loneliness. Journal
of School of Medicine and Health Sciences, Monas University.
Lee, K., Kim, S., Ha, T., Yoo, Y., Han, J., Jung, J., & Jang, J. (2016). Dependency
on smartphone use and its association with anxiety in Korea. Journal of
Public Health Reports, 131, 411-419.
Mayangsari, A. P., & Ariana, A. D. (2015). Hubungan antara self-esteem dengan
kecenderungan nomophobia pada remaja. Jurnal Psikologi Klinis dan
Kesehatan Mental, 4(3), 157-163.
Mulyar, B. K. (2016). Dinamika adaptif penggunaan smartphone mahasiswa fisip
universitas airlangga di kota Surabaya. Jurnal Departemen Antropologi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Airlangga, 5(3), 489-503.
“Orang Indonesia pengguna ponsel nomor 1 di dunia”. (2014). Diakses 6 Oktober,
2017, dari
http://www.bbc.com/Indonesia/majalah/2014/06/140605_majalah_
ponsel_indonesia
Pavithra., Madhukumar, S., & Murthy, M. (2015). A study on nomophobia-
mobile phone dependence, among student of a medical college in
Bangalore. National Journal of Community Medicine, 6, 340-344.
Prasad, M., Patthi, B., Singla. A., Grupta, R., Saha, S. S., Kumor, J. K., Malhi, R.,
Venisha. (2017). Nomophobia: A scross-sectional study to assess mobile
phone among dental student. Journal of Clinical and Diagnostic Research,
11(2), 34-39.
Prasetyo, A., & Ariana, A. D. (2016). Hubungan antara the big five personality
dengan nomophobia pada wanita dewasa awal. Jurnal Psikologi Klinis dan
Kesehatan Mental, 5(1), 1-9.
Reber, A., & Reber, E. (2010). Kamus psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Samaha, M., & Hawi, N. (2016). Relationships among smartphone addiction,
stress, academic performance, and satisfaction with life. Journal of
Computers in Human Behavior, 57, 321-325.
Sudarji, S. (2017). Hubungan antara nomophobia dengan kepercayaan diri. Jurnal
Psikologi Psibernetika, 10(1), 51-61.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung;
Alfabeta.
Sugiyono. (2014). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan kombinasi (mixed
methods). Bandung; Alfabeta.
Supratiknya, A. (2014). Pengukuran psikologis. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.
Supratiknya, A. (2015). Metodologi penelitian kuantitatif & kualitatif dalam
psikologi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Supratiknya, A. (2018). Diktat metodologi penelitian. Yogyakarta: Fakultas
Psikologi, Universitas Sanata Dharma.
Wahyudi, Ade. (2016, Agustus 8). Survei smartphone 2016-2018. Diakses 31
Oktober, 2017, dari http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/08/08/
pengguna-smartphone-diindonesia-2016-
2019?_ga=2.93231133.1507172696-1058212072.1507172696
Wahyuni, R., & Harmaini. (2017). Hubungan intensitas menggunakan facebook
dengan kecenderungan nomophobia pada remaja. Jurnal Psikologi, 13(1),
22-29.
Wulandari, M., Darmawiguna, M., & Wahyuni, S. (2014). Survei deskriptif
optimalisasi pengguna smartphone di kalangan mahasiswa dan siswa se-
kota Singaraja. Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik
Informatika, 3(6), 401-410.
Yildrim, C., & Correia, A. P. (2015). Understanding nomophobia: A modern age
phobia among college students. Spinger International Publishing
Switzerland, 724-735.
Yildirim, C., & Correia, A. P. (2015). Exploring the dimensions of nomophobia:
Development and validation of a self-reported questionnaire. Elsevier
Journal, 49, 130-137.
Yildrim, C., Sumuer, E., Adnan, M., & Yildrim, S. (2015). A growing fear:
Prevalence of nomophobia among Turkish college students. Journals
Permissions, 1-10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Lampiran 1. Contoh Lembar Persetujuan Partisipan/ Informed Consent
Kesepakatan Partisipasi Penelitian
Saya menyatakan bersedia berpartisipasi sebagai subjek dalam penelitian
yang dilakukan oleh Ni Nyoman Indah Triwahyuni bersama tim dari Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma. Saya paham bahwa penelitian ini bertujuan
memperoleh informasi tentang dinamika penderita nomophobia berat. Saya adalah
salah satu orang yang akan dilibatkan sebagai subjek dalam penelitian ini.
1 Partisipasi saya dalam penelitian ini bersifat suka rela. Saya paham bahwa
sebagai subjek saya tidak akan memperoleh imbalan materi. Saya bisa
membatalkan dan tidak melanjutkan partisipasi saya sebagai subjek tanpa
sanksi apa pun. Jika saya memutuskan membatalkan dan tidak melanjutkan
partisipasi saya sebagai subjek, tidak seorang pun akan tahu selain (para)
peneliti.
2 Saya paham bahwa apa yang akan saya lakukan dalam penelitian ini penting
dan mungkin menarik. Namun bila ternyata saya merasa tidak nyaman
melakukannya maka saya berhak menolak memberikan jawaban atau
melakukan tugas yang diminta.
3 Saya paham bahwa partisipasi yang dibutuhkan dari saya adalah menjalani
wawancara dan observasi yang diselenggarakan oleh para peneliti dari Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma. Kegiatan tersebut membutuhkan waktu
selama 1,5 jam. Para peneliti mungkin akan membuat catatan-catatan,
membuat rekaman audio-video saat kegiatan berlangsung dan melakukan
tanya-jawab pada akhir kegiatan.
4 Saya paham bahwa para peneliti tidak akan menyebutkan nama saya dalam
laporan yang disusun berdasarkan informasi yang diperoleh dari penelitian ini,
dan bahwa kerahasiaan saya sebagai subjek dalam penelitian ini dijamin
sepenuhnya. Data dan informasi lain yang diperoleh dari penelitian ini hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
akan digunakan untuk kepentingan ilmiah yang menjamin kerahasiaan individu
dan institusi yang menjadi sumbernya.
5 Saya paham bahwa dosen atau pihak lain di kampus tidak akan pernah
mengetahui jawaban atau hasil pengerjaan tugas saya dalam penelitian ini.
Dengan demikian saya tidak akan pernah mengalami akibat negatif apa pun
dari apa yang saya katakan atau lakukan dalam penelitian ini.
6 Saya paham bahwa penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan dari Dewan
Penilai Kelayakan Penelitian di kampus. Jika ada masalah atau pertanyaan
terkait subjek dalam penelitian ini, saya bisa menghubungi Dekan Fakultas
Psikologi di 08121562470.
7 Saya telah membaca dan memahami penjelasan yang diberikan kepada saya.
Saya telah memperoleh jawaban yang memuaskan terhadap semua pertanyaan
saya, dan secara suka rela saya menyatakan sepakat berpartisipasi sebagai
subjek dalam penelitian ini.
8 Saya telah memperoleh salinan Kesepakatan Partisipasi Penelitian ini.
Yogyakarta, … …………. …..
Mengetahui,
Ni Nyoman Indah Triwahyuni ……………………………….
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI