-
294
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
CONVENTIONAL INSULIN AND INSULIN ANALOGUES
IN CLINICAL PRACTICE
Agung Pranoto
PENDAHULUAN
Insulin awalnya ditemukan oleh Banting & Best dan digunakan di klinik sejak
awal 1920 pada pasien Diabetes Mellitus (DM) (dikutip: Hendromartono, 2004;
Tjokroprawiro & Pranoto, 2005). Insulin merupakan salah satu pengobatan tertua
dan mendapat tempat yang paling baik dalam penelitian pengobatan DM. Insulin
kovensional mempunyai keterbatasan dalam hal profil waktu kerja, sehingga masih
menjadi kendala pengobatan. Tehnologi DNA rekombinan memungkinkan penemuan
insulin analog jenis kerja cepat misalnya Insulin Aspart (NovoRapid), Lispro dan
Glulisine yang memiliki efek kerja karakteristik mendekati lonjakan insulin secara
fisiologis, sehingga dapat mengatasi berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh insulin
konvensional. Insulin bi-phasic aspart (NovoMix30), merupakan kombinasi larutan
insulin aspart 30% dan insulin aspart protamine-crystallised yang mempunyai efek
kombinasi insulin kerja menengah dan kerja cepat. NovoMix30 mempunyai efek
glikemik prandial dan basal sekaligus sehingga dapat memberikan control glikemik
yang lebih panjang waktunya.
Pada masa sekarang ini insulin dipergunakan untuk semua Diabetes Mellitus
Tipe 1 (DMT1) dan sebagian Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) dengan berbagai macam
indikasi. Temuan di lapangan pada praktek sehari-hari pasien masih banyak yang
segan menggunakan insulin meskipun telah disarankan dokter. Sedangkan dari pihak
dokter masih sering didapat menunda penggunaan insulin dengan berbagai macam
alasan medis ataupun non medis. Hasil penelitian pasien pengguna insulin masih
banyak pula yang tidak bisa mencapai target AIC < 7 (UKPDS, 1995). Berbagai
kendala tersebut menunjukkan bahwa terapi insulin sub optimal masih sering dijumpai
pada praktek sehari-hari.
Penelitian DCCT (Diabetes Control and Complications Trial) dan penelitian UKPDS
(United Kingdom Prospective Diabetes Study) menunjukkan hasil bahwa kontrol
glukosa darah yang ketat dapat memperlambat onset maupun progresifitas komplikasi
Diabetes Mellitus tipe 1 dan tipe 2 (DMT1 dan DMT2). Beberapa laporan menunjukkan
bahwa penggunaan insulin intravena mempunyai peran yang sangat penting didalam
penanganan pasien rawat inap.
Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit yang progresif dengan
derajat hiperglikemia yang makin lama makin memberat terutama disebabkan
penurunan sekresi insulin yang terjadi secara berkesinambungan. Terapi insulin yang
lebih efektif mempunyai peran yang makin penting seiring dengan pemahaman
mengenai perjalanan klinik dan progresifitas DMT2.
Terapi insulin selama beberapa waktu mendapatkan tempat secara tradisional
bahwa jika berbagai pengobatan alternatif oral lainya gagal. Dewasa ini dengan adanya
-
295
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
kemajuan yang sangat bermakna dalam terapi insulin, maka berbagai hambatan
dimulainya terapi insulin pada DMT2 dapat diatasi. Pada perkembangan pengelolaan
DMT2 yang didukung oleh bukti penelitian pendukung, maka terapi insulin saat ini
dipergunakan sebagai terapi alternatif terapi dini, untuk bisa mendapatkan dan
mempertahankan target terapi yang telah ditetapkan. Fase transisi Terapi kombinasi
oral-insulin (TKOI) ke terapi insulin dapat dicapai dengan cara titrasi yang terstruktur
dan evaluasi glukosa darah mandiri, sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah
diikuti oleh pasien.
Pada makalah ini akan disampaikan secara garis besar fisiologi regulasi hemostasis
glukosa dan sekresi insulin , patogenesis DMT2, pilihan penggunaan insul in
konvensional dan analog dalam praktek sehari-hari, rasionalisasi penggunaan insulin
pada DMT2 (konsep terapi insulin augmentation, supplemental atau corrective,
replacement dan short term rescue therapy), insulin kinetik, kontrol glikemik sebagai
target terapi, berbagai regimen terapi insulin konvensional dan analog pada pasien
DMT2, dan beberapa konsensus praktis terkini dalam pengelolaan DMT2.
FISIOLOGI REGULASI HEMOSTASIS GLUKOSA DAN SEKRESI INSULIN
Glukosa darah berasal dari karbohidrat yang diserap melalui usus dan glukosa
hasil produksi dari hepar. Peningkatan absolut dari kadar glukosa darah akan
merangsang pelepasan insulin. Influks glukosa post prandial kadarnya dapat mencapai
20 sampai 30 kali lebih tinggi dibandingkan dengan produksi glukosa oleh hepar
pada saat antar makan. Fase 1 pelepasan insulin berakhir dalam waktu 10 menit dan
berefek menekan produksi glukosa hepar dan mencetuskan pelepasan insulin tahap
2 yang berlangsung dalam waktu 2 jam dan cukup memenuhi pemasukan karbohidrat
pada saat makan. Diantara makan sel beta pankreas mensekresi insulin jumlah kecil
secara kontinu untuk mencukupi proses metabolik yang disebut insulin basal (Mayfield
& White, 2004).
Fungsi sel beta pankreas yang normal yaitu memberikan respon yang linear
menurut kadar glukosa darah. Paparan glukosa yang tinggi dalam darah akan
menyebabkan kenaikan drastis insulin darah dengan pola yang tajam dan selanjutnya
akan turun dan mendatar kembali.
Sekresi insulin basal orang dewasa sehat tanpa DM bervariasi antara 0,5-1,0
Unit/jam. Insulin basal bertanggung jawab terhadap kelangsungan hemostasis glukosa
basal. Insulin basal pada orang sehat tanpa DM berfungsi sebagai pengaturan
kecepatan produksi glukosa yang berlebihan dari hepar melalui glikogenolisis dan
glukoneogenesis. Sekresi insulin terjadi secara kontinu pada waktu antar makan dan
sepanjang malam hari. Terapi insulin jangka menengah dan jangka panjang adalah
usaha untuk menyerupai pola insulin basal, misalnya: penggunaan insulin analog
glargine bertujuan menggantikan fungsi sekresi insulin basal.
Sekresi insulin post prandial atau pasca stimulasi terjadi sebagai respon terhadap
makanan atau snack pada beberapa saat sebelum makan dan berlangsung sampai
30 menit berikutnya. Preparat insulin analog lispro dan aspart mempunyai profil yang
lebih mirip jika dibandingkan dengan insulin regular (Mayfield & White, 2004; ADA 2002).
-
296
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
Gambar1. Sekresi Insulin
(dikutip: www.postgradmed.com/ issues/2003/06_03/ 1white.htm)
Kadar Serum Insulin
Insulin Basal
Insulin Post Prandial
Makan 8 Pagi 12 Siang 6 Sore
Endogenous Insulin
Insulin Basal
PATOGENESIS OF DMT2
Pasien DMT2 umumnya memiliki gangguan fungsi sekresi insulin dan aksi insulin.
Gangguan fungsi sekresi insulin dapat bermanifestasi melalui 3 mekanisme antara
lain: (Mayfield & White, 2004; Skyler, 2004)
1. Penumpulan atau hilangnya respon insulin tahap pertama, sehingga sekresi
insulin telambat dan gagal untuk mengembalikan lonjakan gula darah prandial pada waktu
yang normal.
2 . Penurunan sensitifitas insulin sebagai respon terhadap glukosa, sedemikian
rupa sehingga hiperglikemia gagal memberikan stimulasi terhadap respon
insulin yang wajar
3. Secara umum penurunan kapasitas sekresi insulin terjadi secara progresif, makin
lama sakit DM maka makin berat proses DM nya.
Sebelum diagnosis DMT2 ditegakkan dan pemberian terapi dimulai, sebenarnya
sel beta Pankreas memproduksi insulin berlebihan untuk mengakomodasi resistensi
insulin, tetapi pada akhirnya sel beta Pankreas diganti dengan jaringan amyloid, dan
produksi insulin mengalami penurunan. Pada saat diagnosis DMT2 ditegakkan,
sebenarnya fungsi sel beta Pankreas yang normal tinggal 50%. Penelitian The United
Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) mendemonstrasikan bahwa dengan
berjalannya waktu fungsi sekresi insulin terus mengalami penurunan, meskipun pasien
menjalani terapi diit, olahraga, metformin, sulfonylurea, atau insulin (UKPDS Study
Group, 1995).
Penurunan kapasitas sekresi insulin adalah proses yang dinamis dan bukan statis,
sedemik ian rupa sehingga h iperglikemia kronis akan memberikan dampak
terganggunya proses sekresi insulin yang dikenal dengan fenomena glucose toxicity.
-
297
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
Pada DMT2 . kontrol glikemik yang dekompensasi terjadi pula secara bersamaan
dengan penurunan respon sekresi insulin. Hal terpenting adalah respon endogen
insulin dengan beban makanan dapat mengalami perbaikan dengan koreksi dari
hiperglikemia. Dengan demikian pencapaian kontrol glukosa darah normal akan
memfasilitasi kontrol glukosa darah dalam jangka panjang (dikutip: Hendromartono,
2004; Mayfield & White, 2004; Skyler, 2004; Tjokroprawiro & Pranoto, 2005).
Pasien DMT2 umumnya juga mengalami gangguan aksi insulin (resistensi insulin)
pada sel-sel target. Keadaan ini secara umum akan meningkatkan kebutuhan insulin.
Seperti halnya sekresi insulin, gangguan aksi insulin ini merupakan proses yang
dinamis dan tidak statis. Hiperglikemi kronik akan meningkatkan gangguan aksi
insulin, yang merupakan bentuk manifestasi lain dari toksisitas glukosa. Dengan
demikian, keadaan dekompensasi kontrol glikemik selalu disertai pula dengan
penurunan aksi insulin. Hal yang penting lainnya adalah aksi insulin pada sel-sel
target akan mengalami perbaikan yang bermakna jika hiperglikemia dapat dikoreksi
Mayfield & White, 2004; Skyler, 2004).
JENIS INSULIN DAN FARMAKOKINETIK
Insulin yang digunakan pada saat ini umumnya adalah jenis recombinant human
insulin. Insulin yang diproduksi dewasa ini memiliki kemurnian yang terjamin dengan
urutan rantai asam amino yang identik dengan native human insulin, dimana urutan
rantai asam amino dapat dimodifikasi untuk mendapatkan efek khusus yang
diinginkan, sehingga bisa mempunyai efek cepat atau jangka panjang (Gambar 2).
Insulin tradisional (misalnya: Reguler, NPH, dan ultralente) memiliki 2 bentuk
sifat yang dapat menyebabkan komplikasi terapi. Pertama, profil penyerapan obat
sering tak menentu, menyebabkan fluktuasi glukosa dari hari ke hari. Kedua, diperlukan
koordinasi waktu injeksi dan jadwal makan agar onset kerja yang lambat dan aktifitas
puncak menjadi sesuai. Insulin reguler harus disuntikkan 30 sampai 60 menit sebelum
makan agar sesuai dengan influks glukosa post prandial. NPH dapat menyebabkan
hipoglikemia selama efek puncak antara 4 10 jam pasca injeksi, jika pasien tidak
makan snack. Insulin campuran premixed Insulin reguler dan NPH, mempunyai pola
aktifitas insulin bimodal yang memerlukan jadwal dan jumlah makan yang cukup
untuk 12 jam pasca injeksi (Mayfield & White, 2004; Skyler, 2004)
Problem penggunaan insulin tradisional dapat dihindari dengan pemakaian insulin
analog (misalnya: glargine, aspart, dan lispro). Perubahan urutan asam amino 1 sampai
3 lokasi tertentu pada insulin manusia akan memberikan perubahan kecepatan absorpsi
dan lebih mirip dengan profil yang ideal. Lispro dan aspart mulai aktif didalam waktu
15 menit, dan mencapai puncak dalam 1 jam, sehingga dapat mirip dengan pelepasan
insulin yang normal pada waktu makan. Glargine memberikan pola tanpa puncak
dan pelepasan terus menerus selam 24 jam mirip dengan pola basal yang normal.
Harga insulin analog umumnya lebih mahal 60 100% jika dibandingkan dengan
insulin tradisional (dikutip: Mayfield and White, 2004).
Terapi insulin yang paling ideal secara teori harus mirip dengan pelepasan insulin secara fisiologis,
yaitu disebut terapi insulin basal-bolus, dengan komposisi kebutuhan insulin basal
50-60% dan insulin bolus/prandial 40-50% (Gambar 3). Komposisi regimen insulin
-
298
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
harus cocok dengan derajat hiperglikemi, faktor-faktor risiko yang terkait hipoglikemi,
kondisi komorbid, kemampuan dan ketrampilan pasien menyerap informasi yang
diberikan dokter, dan faktor harga.
Pembagian Insulin atas dasar durasi waktu kerja insulin adalah sebagai berikut (Skyler,
2004; dikutip: Mayfield and White, 2004; dikutip: Hendromartono, 2004; Tjokroprawiro
& Pranoto, 2005):
1. Insulin basal (Misalnya: neutral protamine Hagedorn (NPH) atau isophane insulin
(Novolin N, Humulin N), ultralente (extended insulin zinc suspension), dan insulin
analogue glargine.
2. Isulin bolus atau meal time, misalnya: Insulin reguler (Actrapid), insulin analogue
aspart (NovoRapid), lispro dan Insulin Glulisine.
3. Insulin kombinasi misalnya, Insulin premixed NPH dan Insulin regular atau analog,
merupakan insulin kombinasi basal dan bolus. Misalnya Insulin Mixtard (30/70)
dari produksi PT NOVO. Insulin analog NovoMix30 merupakan kombinasi
larutan insulin aspart 30% dan insulin aspart protamine-crystallised yang
mempunyai efek kombinasi insulin kerja menengah dan kerja cepat yang
merupakan kombinasi basal bolus.
4. Insulin inhalalasi, transdermal, dan oral masih dalam taraf pengembangan.
Terapi insulin basal glargine menghasikan A1C yang mirip dengan NPH, tetapi
angka kejadian nocturnal hypoglycemia lebih rendah (4,0 versus 6,9 episoda per
pasien-tahun), angka kejadian hipoglikemia berat lebih jarang (3,0 versus 5,1 episoda/
pasien/tahun) (Yki-Jrvinen et al, 2000; Rosenstock et al, 2000; Riddle et al, 2003).
Injeksi glargine pagi hari dengan dosis titrasi sehingga kadar GDP mencapai < 100
mg/dl, menghasilkan kadar A1C lebih rendah (7,8% versus 8,1%) dan nocturnal
hypoglycemia lebih rendah (17% versus 23%) (Fritsche et al, 2003).
Absorpsi insulin.
Mungkin aspek unik dan berseni sehubungan dengan terapi insulin adalah
variabilitas absorpsi insulin antar pasien, dan pada pasien yang sama dari waktu ke
waktu atau bahkan dari jam penyuntikan ke jadwal berikutnya. Pada kenyatannya
kecepatan absorpsi berkisar antara 20 40% pada hari yang sama ke hari berikutnya,
mengingat beberapa faktor antara lain variasi reaksi jaringan local, perubahan insulin
sensitivity, aliran darah, kedalaman injeksi, dan jumlah insulin yang diberikan. Pada
area perut menunjukkan kecepatan absorpsi lebih cepat, diikuti oleh area lengan
dan paha. Perubahan sensitifitas insulin pada seseorang pasien dapat terjadi selama
beberapa minggu atau bulan. Catatan pemeriksaan glukosa darah mandiri (self monitoring
blood glucose/SMBG) sangat penting untuk pedoman penyesuaian dosis insulin
(ADA, 2002).
-
299
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
Gambar 2. Onset of action berbagai macam preparat Insulin (dikutip: Mayfield
and White, 2004)
(NPH: Neutral Protamine Hagedorn)
Kadar Plasma Insulin
Regular (6-10 jam)
NPH (12-20 jam)
Ultralente (18-24 jam)
Glargine (20-26 jam)
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Jam
Gambar 3. Profil ideal terapi insulin (dikutip: Mayfield and White, 2004).
Insuli
n Plasma (uU/mL)
75
50
25
4:00 8:00 12:00 16:00 20:00 24:00 4:00
Makan Pagi Makan Siang Makan Malam
Jam
Kurva ideal
terapi insulin
normal
Kurva insulin
normal
-
300
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
Karakteristik Farmakokinetik Insulin (Tabel 1A)
(Mayfield and White, 2004; Dikutip: Hendromartono, 2004; Tjokroprawiro & Pranoto,
2006)
Insulin Aspart (NovoRapid), Lispro dan Glulisine. Insulin aspart (NovoRapid),
lispro dan gl ilisine adalah suatu human insulin analog yang dibuat dengan
menggunakan tehnik rekombinan DNA. Khusus Insulin Aspart (NovoRapid)
dirancang dengan cara merubah posisi asam amino pada rantai B yaitu prolin pada
posisi B28 dipindah pada posisi B29 dan lysine pada posisi B29 dipindah pada
posisi B28 (Gambar 4). Perubahan ini menghasilkan sediaan insulin apabila diberikan
subkutan akan lebih mudah berdisosiasi menjadi bentuk monomer sehingga cepat
diabsorpsi dengan onset kerja 5 menit dan bisa mencapai puncak dalam waktu 1
jam, sebaliknya pada insulin regular dalam bentuk hexamer memerlukan waktu yang
lebih panjang untuk berdisosiasi menjadi bentuk monomer. Insulin lispro ini mempunyai
lama kerja (duration of action) yang lebih singkat yaitu sekitar 4 jam, keadaan ini
mempunyai keuntungan menurunkan risiko late hypoglycemia dibandingkan dengan
insulin reguler. Perbedaan struktur ini juga dapat mencegah insulin lispro berikatan
dengan antibodi human insulin, sehingga pemakaian insulin lispro aman bagi penderita
yang alergi terhadap insulin. Insulin kerja cepat ini digunakan untuk menyerupai sekresi
insulin fase pertama, dimana Pankreas normal mengadakan respon terhadap makanan
dengan pengeluaran insulin bolus. Efek onset yang cepat memungkinkan insulin
dapat serasi dengan peningkatan glukosa darah setelah pemasukan karbohidrat.
Insulin harus diinjeksikan segera saat mulai makan, tetapi khusus pada anak-anak
dapat diberikan setelah makan mengingat pada anak-anak jumlah pemasukan kalori
sulit diperkirakan. Mengingat efek yang sangat cepat maka diperlukan insulin basal
agar tidak terjadi hiperglikemia pada saat sebelum makan berikutnya. Insulin Aspart
(NovoRapid), Lispro dan Glulisine saat ini sudah beredar di Indonesia.
Insulin regular. Meskipun insulin ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan insulin
pada saat makan, umumnya harus diinjeksikan 30-45 menit sebelum makan, mengingat
onset kerja agak lambat. Sehingga efek insulin kurang dapat diprediksikan dan berefek
lebih lama, dan mungkin tejadi suatu waktu senjang (lag time) antara injeksi dan
mulai terjadinya efek penurunan glukosa darah. Disamping penggunaan utama sebagai
insulin kerja pendek pada regimen injeksi multiple, insulin regular dapat digunakan
untuk keperluan sebagai berikut:
1 Dapat digunakan dengan insulin kerja cepat analog untuk menjembatani
keperluan insulin diantara jadwal makan, misalnya, injeksi insulin kerja cepat
analog tentunya tidak dapat mencukupi kebutuhan saat antara makan pagi
dan siang.
2 Mengingat efek insulin regular baru berakhir 8 jam, maka insulin regular dapat
berkontribusi sebagai insulin basal dan mencegah kenaikan glukosa darah
jika waktu antar makan cukup panjang.
Jika kandungan lemak pada makanan tinggi sehingga memperlambat pencernaan
karbohidrat, maka penambahan insulin regular pada insulin kerja cepat analog dapat
menjamin kebutuhan insulin saat diperlukan.
-
301
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
Gambar 4. Struktur Insulin Aspart (NovoRapid)
B28
B30
B1
A1
A21
Lys
Thr
Asp
Thr Thr
Thr
Phe
Phe
Gly
Arg
Glu
Gly
Cys
Val
Leu
Tyr
Leu
Ala
Glu
Val
Leu
His
Ser
Gly
Cys Leu His Gln
Phe
Val Asn
Asn
Cys
Tyr
Asn
Glu
Leu
Gln
Tyr
Leu
Ser
Cys Ile
Ser Thr Cys Cys
Gln
Glu
Val
Ile
Gly
Pro
Asp
NPH. Insulin ini sangat bagus untuk mengobati hiperglikemia yang disebabkan oleh
dawn phenomenon. Puncak aktifitas insulin adalah 6 10 jam, sehingga pemberian
injeksi NPH menjelang tidur malam insulin akan bekerja pada pagi hari antara jam
04.00 08.00, yaitu bertepatan dengan saat kenaikan glukosa yang terjadi pada
pasien yang mengalami dawn phenomenon. Demikian pula, pemberian insulin
sebelum sarapan pagi dapat menjaga kadar glukosa darah antara pagi hari menjelang
siang, dimana efek insulin lispro atau insulin aspart mulai menghilang. NPH sering
pula digunakan untuk menstimulasi insulin basal dengan pemberian dosis multiple.
Insulin Kombinasi atau Campuran. Untuk mendapatkan efek terapi yang adekuat
insulin intermediate membutuhkan waktu kerja beberapa jam, sehingga terutama
pada diabetes mellitus tipe 1 membutuhkan insulin prandial (regular insulin) untuk
dapat mengendalikan glukosa darah prandial, sedangkan insulin in termediate
bertujuan untuk mengendalikan glukosa darah basal. Untuk mendapatkan efek tersebut
sering dilakukan dengan mencampur regular insulin dengan intermedaite insulin dalam
satu semprit dan diberikan subkutan dalam dosis terbagi yaitu sebelum makan pagi
dan sebelum makan malam. Di pasaran sudah ada kemasan campuran dengan
-
302
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
komposisi 70% NPH dan 30% reguler (Novolet Mixtard, Mixtard 70/30, Humulin 70/
30), Humulin 50/50 (50%NPH, 50% reguler), didapatkan juga kemasan NPL (neutral
protamine lispro) 75/25, 50/50, 25/75 (dikutip: Hendromartono, 2004). Insulin bi-phasic
a s p a r t ( N o v o M i x 3 0 ), merupakan kombinasi larutan insulin aspart 30% dan insulinaspart protamine-crystallised yang mempunyai efek kombinasi insulin kerja menengah
dan kerja cepat. NovoMix30 mempunyai efek glikemik prandial dan basal sekaligus
sehingga dapat memberikan kontrol glikemik yang lebih panjang waktunya.
Lente. Insulin ini merupakan kombinasi dari insulin ultralente dan semilente.
Kadang-kadang insulin lente sulit diprediksi pola kerjanya mengingat 80% diantaranya
mempunyai puncak kerja antara 8 12 jam, tetapi dilain waktu insulin-insulin tersebut
bekerja terpisah atau aksi insulin tertentu bisa mendominasi insulin lainnya.
Ultralente. Insulin manusia bersifat jangka panjang ini didesain untuk bekerja
secara konstan selama 24 jam. Meskipun insulin ini telah lama dipergunakan pada
banyak pasien, tetapi daya ker janya tidak konsisten atau datar seperti yang
diharapkan. Aksi insulin seringkali sulit diantisipasi disebabkan absorpsinya sulit untuk
diprediksi.
Insulin glargine. Insulin glargine adalah insulin analog yang long-acting, dengan
profil khasnya tanpa puncak (peakless profile), masa kerja 24 jam dan memberikan
efek metabolik lebih halus daripada NPH.. Meskipun nocturnal hypoglycaemia rendah
tetapi kontrol glukosa puasa lebih baik dari intermediate-acting insulin. Insulin Glargine
(21A-Gly-30Ba-L-Arg-human insulin) dirancang untuk menggeser titik isoelektrik dari
pH 5.4 (human insulin) menjadi 6.7 hingga membuat molekul ini lebih mudah larut di
lingkungan pH asam. Setelah disuntikkan subkutan IG membentuk mikropresipitat
yang stabil pada pH 6.7. Dengan demikian absorpsi IG dihambat dan bertahan lama
serta mampu menyediakan insulin basal yang cukup stabil. Insulin ini merupakan
insulin basal yang sesungguhnya, yang dapat menjamin glukosa darah dengan datar
dan aksinya yang konsisten selama 24 jam. Waktu penyerapan dari jaringan subkutan
sangat terkontrol dan mudah diprediksikan. Insulin glargine tidak dapat dicampur
dengan preparat insulin jenis lainnya bersamaan pada satu injeksi syringe (dikutip:
Hendromartono, 2004).
Insulin di masa mendatang. Berbagai macam cara untuk memasukkan insulin
eksogen ke dalam tubuh telah dikembangkan sejak lama. Pada saat ini, preparat
insulin eksogen yang banyak digunakan adalah dalam bentuk larutan yang diberikan
baik secara injeksi subkutan ataupun secara intravena (bolus dan continous dengan
syring pump).
Di negera barat saat ini telah dikembangkan pemberian larutan insulin secara continous
subcutan insulin infusion (CSSI) dengan memakai alat khusus seperti Minimed
Paradigm,
Minimed
508, Disetronic D-TRON Plus, Disetronic H-TRON Plus, Animas R-1000,
SOOIL DANA, Deltec Cosmo
TM
, dan Nipro Amigro. Alat-alat untuk CSSI ini dapat
berupa merupakan external system dan implatable system yang dilengkapi dengan
alat sensor kadar glukosa yang terintegrasi. Saat ini alat CSSI (di negara maju) sudah
dipasarkan secara luas dan telah diuji keamanaannya baik secara tehnik maupun
klinis. Metode CSSI dengan pump ini dapat memperbaiki insulin basal dan bolus
karena dapat mengeluarkan insulin dengan kecepatan yang bervariasi sesuai dengan
-
303
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
kebutuhan indiv idu. Namun sayangnya a lat ini cukup mahal, membutuhkan
pengalaman tehnik pemasangan yang baik. Metode lain pemberian insulin eksogen
yang saat ini masih dalam taraf pengembangan adalah secara inhalasi, transdermal
patch, peroral baik berupa tablet, kapsul, maupun cairan (dikutip: Hendromartono,
2004).
Tabel 1A. Jenis Insulin (ADA, 2002; Mayfield and White, 2004; Dikutip: Hendromartono, 2004;
Tjokroprawiro & Pranoto, 2005; Pranoto, 2006)
Produksi Farmasi
Insulin analog kerja cepat (Rapid acting analogs)
Humalog (Insulin Lispro)
NovoRapid (Insulin Aspart)
Apidra (Insulin Glulisine)
Insulin jangka pendek (Short acting)
Humulin R (regular)
Novolin R (regular)*
Velosulin BR (reguler buffer)*
Actrapid
Novolet Actrapid
Iletin II R (regular pork)*
Insulin jangka menengah (Intermediate acting)
Humulin L (Lente)
Humulin N (NPH)
Novolin L (Lente)*
Novolin N (NPH)*
Insulatard Human
Novolet Insulatard
Monotard Human
Iletin II L (Lente pork)*
Iletin II N (NPH pork)*
Insulin jangka panjang (Long acting)
Humulin U (Ultralente)
Insulin analog jangka panjang (Long acting analog)
Lantus (insulin glargine)
Kombinasi
Novolet Mixtard
Mixtard 70/30
Humulin 50/50 (50% NPH, 50% regular)*
Humulin 70/30 (70% NPH, 30% regular)
Humalog 75/25 (75% insulin lispro protamine
suspension (NPL), 25% insulin lispro
Novolin 70/30 (70% NPH, 30% regular)*
NovoMix30 biphasic insulin Aspart
Lily
Novo Nordisk
Aventis
Lily
Novo Nordisk
Novo Nordisk
Novo Nordisk
Novo Nordisk
Lily
Lily
Lily
Novo Nordisk
Novo Nordisk
Novo Nordisk
Novo Nordisk
Novo Nordisk
Lily
Lily
Lily
Aventis
Novo Nordisk
Novo Nordisk
Lily
Lily
Lily
Novo Nordisk
Novo Nordisk
Catatan: * Belum atau tidak beredar di Indonesia
-
304
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
TERAPI INSULIN SECARA FISIOLOGIS: KONSEP TERAPI BASAL-BOLUS
Terapi insulin replacement secara ideal dapat mencakup profil sekresi fisiologis
insulin, seperti yang bisa diamati pada profil post prandial dan profil insulin puasa
pasca absorbsi (Tabel 1B). Konsep terapi basal-bolus ditujukan untuk sedapat mungkin
mendekati pola fisiologis sekresi insulin pada individu yang sehat (Gambar 2)
Tabel 1B. Konsep Basal-Bolus Keuntungan insulin basal-bolus
Komponen Insulin Kegunaan
Basal Menjamin kadar insulin konstan dalam sehari
Malam hari menekan produksi glukosa dari hepar dan
proses lipolisis, dan efeknya mencapai periode waktu
antar makan
Mencukupi kebutuhan insulin harian sampai 50%
Bolus Kadar insulin meningkat segera dan tajam, serta
mencapai puncak dicapai dalam waktu 1 jam
Mencegah kenaikan hiperglikemia setelah makan
Mencukupi kebutuhan insulin setiap makan antara 10
20% dari kebutuhan total insulin harian
Peranan insulin basal pada regimen basal-bolus adalah untuk menekan produksi
glukosa hepar dan lipolisis pada fase pasca absorbsi antar makan dan pada malam
sampai pagi hari. Peranan insulin bolus adalah untuk membatasi hiperglikemia yang
terjadi setelah makan.
Konsep terapi insulin basal-bolus secara rutin dipergunakan pada DMT1, tetapi
dapat pula diaplikasikan pada DMT2, mengingat pada DMT2 terjadi pula peningkatan
glukosa darah pada saat prandial, ataupun interprandial atau waktu puasa.
Pemberian insulin basal-bolus pada DMT2 dapat diberikan secara bertahap
(stepwise basal-prandial), pada awalnya insulin basal (missal: glargine) diberikan
bersamaan dengan obat oral, pada tahap berikutnya diberikan insulin prandial (misal:
aspart, lispro atau glulisine) diberikan seiring dengan progresifitas penurunan sel
beta pankreas. Strategi ini disebut pula sebagai strategi Basal-Plus, yang merupakan
pendekatan bertahap menuju regimen basal-blolus. Insulin prandial diberikan sebesar
4 unit diawali pada jadwal makan utama, sehingga diharapkan memperbaiki
hiperglikemia postprandial. Injeksi prandial dapat diberikan secara progresif sampai
akhirnya menuju pada terapi basal-bolus. Obat oral golongan insulin sekretagog
harus diturunkan bertahap atau akhirnya dihentikan jika pemberian insulin prandial
mulai diberikan, mengingat mempunyai efek sinergis dengan insulin. Konsep terapi
basal-plus memberikan fleksibilitas pada pasien, bisa menyesuaikan dengan jadwal
makan yang tidak beraturan, dapat menyesuaikan dengan gaya hidup per individual
dan jadwal olahraga, dan frekuensi suntikan dimulai dengan 2 kali sehari, misal insulin
basal glargin disertai 1 kali suntik insulin prandial (aspart, lispro atau glulisine) pada
jadwal makan utama yang paling besar porsi jumlahnya, penambahan injeksi prandial
pada jadwal makan lainnya bisa diberikan jika diperlukan (Nathan et al, 2006; Monnier
& Colette, 2006; Raccah et al, 2007).
-
305
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
RASIONALISASI PENGGUNAAN INSULIN PADA DMT2
Indikasi terapi Insulin pada DMT2
Indikasi mutlak penggunaan Insulin adalah DMT1, selain itu pada keadaan tertentu,
meskipun bukan DMT1, sering pula terapi insulin diberikan dengan tujuan agar tubuh
memiliki sejumlah insulin efektif pada saat yang tepat.
Indikasi terapi insulin sebagai berikut (Tjokroprawiro, 2005; Tjokroprawiro & Pranoto,
2005):
1. DMT1 (DM tipe 1)
2. DMTM (Malnutrition Related Diabetes Mellitus = MRDM)
3. DM-Tipe X (DMTOI = DM tergantung OHO dan Insulin)
4. Koma Diabetik
5. DM + operasi
6 . DM + Kehamilan
7. DMT2 pada keadaan tertentu
DM + secondary failure dengan OHO
DM + Selulitis/Gangren/Infeksi lainnya
DM + Kurus (underweight)
DM + Fraktur
DM + Hepatitis Kronis / Cirrhosis
DM + TBC Paru
DM + Graves Disease
DM + Kanker
DM + gangguan faal hepar yang berat
DM + Nefropati stadium tertentu
DMT2 dengan Terapi Insulin Dini (Early Insulin Therapy)
Indikasi Pemilihan Regimen Insulin
Pengelolaan DMT2 direkomendasikan untuk dapat mencapai target tertentu pada
Tabel 2 (ADA, 2004) atau Tabel 3 (Perkeni, 2002 dan 2006). Pasien DMT2 dengan
perawatan diit dan olahraga yang memadai dengan melihat kadar glukosa darah
puasa (GDP) dan kemampuan penurunan glukosa post prandial ke kadar basal,
dapat dibagi menurut derajat keparahan menjadi 4 bagian yaitu, ringan, sedang,
berat dan sangat berat (Skyler, 2004).
DMT2 ringan. Pasien dengan GDP < 126 mg/dl, insulin jarang diindikasikan
untuk pasien DMT2 ringan.
DMT2 sedang. Pasien dengan GDP 126 200 mg/dl, insulin jika diperlukan
biasanya telah mencukupi dengan terapi insulin basal, sedangkan sekresi insulin
endogen mungkin dapat diatasi dengan obat hipoglikemik oral (OHO) sehingga
lonjakan glukosa darah prandial setelah makan dapat dikontrol dengan adekuat.
Diagram dari terapi insulin basal dapat dilihat pada lampiran 1a. Terapi insulin basal
dapat dimulai dengan insulin jangka panjang atau jangka menengah pada waktu jam
tidur malam. Dosis insulin yang diperlukan umumnya antara 0,3 0,4 unit/kg/hari,
-
306
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
tetapi cara pemberian dapat dimulai dengan dosis 10 unit pada jam tidur malam dan
dosis dapat dinaikkan bertahap setiap minggu sampai mencapai target yang
ditetapkan seperti pada lampiran 4 (Tabel 7). Terapi insulin basal ditujukan untuk
suplementasi sekresi insulin basal pasien dan dapat mengatasi resistensi insulin melalui
penyedian insulin yang memadai.
DMT2 berat. Pasien DMT2 dengan GDP > 200 mg/dl diperlukan terapi insulin
sehari penuh, mengingat insulin waktu jam tidur malam hari tidak bisa digunakan.
Sebagian besar pasien memerlukan tambahan insulin jangka pendek untuk dapat
mencapai kontrol glukosa dengan adekuat. Dosis insulin yang diperlukan umumya
berkisar antara 0,5 1,2 unit/kg/hari. Meskipun demikian bisa mencapai dosis yang
tinggi > 1,5 unit/kg/hari, paling tidak untuk mengatasi resistensi insulin pada saat
insulin dimulai. Terapi insulin dengan dosis besar tersebut diperlukan hanya untuk
mencapai kontrol glukosa, yang pada waktu kontrol glukosa selanjutnya dapat diatasi
dengan dosis yang lebih rendah, dengan terapi insulin basal, ataupun dengan OHO.
Insulin campuran (premixed) konvensional atau NovoMix30 misalnya mungkin dapat
digunakan jika terapi insulin diperlukan dalam jangka panjang dengan dosis antara
0,3 1,0 unit/kg/hari (lampiran 2).
DMT2 sangat berat. DMT2 dengan kategori sangat berat ini adalah termasuk
individu-individu dengan respon insulin endogen terhadap makanan sedemikian rupa
sehingga kadar glukosa tidak turun dalam keadaan basal dalam waktu 5 jam setelah
makan. Pada umumnya individu-individu tersebut mengalami peningkatan GDP sangat
tinggi berkisar antara > 250-300 mg/dl. Tetapi mungkin juga terjadi pada individu-
individu dengan kadar glukosa darah lebih rendah. Defisiensi insulin sedemikian berat
sehingga sulit dibedakan dengan DMT1, meskipun umumnya tidak menunjukkan
manifestasi klinik ketosis. Pengobatan awal yang paling baik adalah pengelolaan
seperti DMT1, mengingat kesamaan status metabolik yang ada (Lampiran 3a dan
3b) .
Pada semua pasien DMT2, setelah kontro l glikemik tercapai dan dapat
dipertahankan maka defek patofisiologi akan membaik. Status perbaikan metabolik
ini memungkinkan pasien yang awalnya menggunakan insulin, selanjutnya akan dapat
dikontrol dengan OHO atau bahkan dengan program diit dan olah raga saja.
Sebagian besar pasien DMT2 akan dapat dikontrol dengan insulin jika dosis
yang diberikan adekuat, dan disertai dengan program pengaturan makan dan olah
raga yang tepat. Olah raga sangat penting untuk mendapatkan daya kerja insulin
yang optimal. Gagal untuk melaksanakan pengaturan makan yang optimal akan
menyebabkan efek insulin kurang baik dan selanjutnya terjadi lingkaran setan daripada
dosis insulin yang meningkat dan kegagalan mencapai kontrol hiperglikemia.
Konsep terapi insulin augmentation, supplemental atau corrective, replacement
dan short term rescue therapy
Terapi insulin augmentation sangat efektif untuk pasien yang gagal OHO
ditunjukkan dengan AIC yang tak mencapai target, tetapi yang diperkirakan
mempunyai fungsi sekresi insulin residual meskipun masih kurang. Terapi augmenta-
tion biasanya diberikan insulin basal berupa NPH menjelang tidur malam, atau NPH
-
307
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
2 kali sehari, atau ultralente 1 kali sehari, atau insulin glargin 1 kali sehari. Terapi
augmentation juga bisa dilaksanakan dengan menggunakan insulin regular, aspart,
atau lispro untuk mendapatkan kadar glukosa PPG mencapai target.
Terapi insulin bolus tanpa insulin basal, sering disebut sebagai terapi sliding scale,
seringkali menyebabkan kontrol glikemik yang sangat berfluktuasi.
Terapi insulin supplemental atau corrective, ditujukan pada pasien dalam
keadaan sakit tertentu, sehingga memerlukan koreksi pemberian insulin bolus secara
periodik. Koreksi dosis bisa pengurangan maupun penambahan injeksi insulin yang
diberikan baik sebelum makan atau menjelang tidur malam. Pasien yang sensitive
terhadap insulin umumnya memerlukan dosis 1 unit insulin untuk merubah kadar
glukosa sekitar 50 mg/dl, sedangkan pasien yang insulin resisten perubahan glukosa
kurang dari angka tersebut (Mayfield and White, 2004).
Terapi insulin replacement merupakan insulin basal-bolus yang diindikasikan
untuk pasien yang memerlukan terapi intensif atau pasien yang terbukti gagal menjalani
terapi augmentation.
Terapi insulin Short Term Rescue Therapy ditujukan untuk pasien terapi darurat
pada pasien-pasien yang mengalami toksisitas glukosa meskipun telah menjalani
terapi dengan regimen tertentu.
Terapi Insulin Sementara
Salah satu penggunaan insulin yang penting adalah terapi insulin sementara atau
temporer dengan indikasi sebagai berikut (Skyler, 2004):
1 untuk pasien DMT2 sangat berat, diindikasikan untuk terapi awal untuk mencapai
kontrol glikemik
2 untuk mengatasi toksisitas glukosa
3 untuk re-regulasi pasien yang mengalami dekompensasi
Dalam perjalanan klinik DMT2 dapat digolongkan sebagai penyakit yang mengalami
dekompensasi periodik yang memerlukan re-regulasi dengan terapi insulin. Atas dasar
hal ini maka setiap pasien DMT2 wajib belajar tehnik penggunaan insulin dan selalu
siap untuk memulai terapi insulin dalam rangka menghadapi dekompensasi periodik
yang umumnya terjadi secara spontan ataupun adanya stress atau penyakit tertentu
(intercurrent illness). Meskipun demikian, pada kenyataannya terapi insulin sementara
ini umumnya paling dihindari pada pengelolaan DMT2.
Penggunaan insulin dengan tujuan re-regulasi pasien dengan dekompensasi metabolik
akibat menderita penyakit tertentu, seringkali cukup dengan menambahkan pada
terapi oral yang sedang dijalani. Penggunaan insulin mungkin hanya diperlukan dalam
beberapa hari saja atau beberapa minggu. Dosis insulin yang diperlukan adalah
insulin supplemental berdasarkan kadar glukosa preprandial (misal: 1-2 unit insuilin
jangka cepat atau pendek untuk setiap peningkatan 50 mg/dl diatas target glukosa
preprandia l) atau pemberian dosis kecil antara 0,2 0,3 unit/kg/hari) yang
ditambahkan pada terapi yang sedang dijalani dengan insulin basal ataupun kombinasi
insulin basal dan prandial.
-
308
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
KONTROL GLIKEMIK SEBAGAI TARGET TERAPI
Keuntungan kontrol glikemik sebagai target terapi meliputi AIC, glukosa darah
puasa, dan glukosa darah post prandial ditunjang oleh berbagai bukti penelitian
klinik seperti yang telah disampaikan diatas.
Rekomendasi American Diabetes Association (ADA) 2004. Pengelolaan DM
diharapkan mencapai target metabolik yang memadai untuk para pasien dengan
target seperti pada Tabel 2. ADA 2004, memberikan suatu pembaruan bahwa target
terapi yang lebih ketat yaitu AIC < 6% dapat dipertimbangkan untuk pasien-pasien
tertentu.
Tabel 2. Ringkasan rekomendasi untuk DM Dewasa (ADA, 2004; ADA, 2006)
Kontrol glikemik
AIC < 7,0%*
Glukosa Plasma Preprandial 90130 mg/dl (5,07,2 mmol/l)
Glukosa Plasma Postprandial < 180 mg/dl ( < 10,0 mmol/l)
Tekanan Darah < 130/80 mmHg
Lipid
LDL < 100 mg/dl ( 40 mg/dl (>1,1 mmol/l)
Pedoman kunci untuk mencapai kontrol glikemik:
Target terapi harus per individu pasien
Populasi tertentu memerlukan pertimbangan khusus (Anak-anak, hamil, usia lanjut )
Pasien cenderung hipoglikemia berat atau sering, maka target glikemik agak longgar
Target yang lebih ketat (misal: AIC < 6%) dapat dipertimbangkan untuk menurunkan risiko
komplikasi lebih lanjut dengan mempertimbangkan kemungkinan risiko hipoglikemia
(terutama pasein DMT1)
Jika AIC tak mencapai target yang ditetapkan, sedangkan target glukosa preprandial sudah
dicapai, maka target terapi ditujukan terhadap glukosa postprandial
-
309
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
Catatan:
*Referensi angka normal nondiabetisi antara 4,06,0% merujuk pada DCCT.
Pengukuran glukosa postprandial diperika setelah 1-2 jam sejak dimulai
makan, umumnya merupakan kadar puncak pada pasien DM
Pedoman NCEP/ATP III menyarankan pasien dengan trigliserida 200 mg/dl,
menggunakan patokan non-HDL cholesterol (total cholesterol dikurangi HDL)
dengan target 130 mg/dl (NCEP/ATP III, 2001).
Khusus wanita target HDL ditingkatkan dengan 10 mg/dl.
Rekomendasi Perkeni 2006. Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik,
diperlukan pengendalian DM yang baik. DM terkendali baik tidak berarti hanya kadar
glukosa darahnya saja yang tidak baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa
darah, status gizi, tekanan darah, kadar lipid dan AIC seperti tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria Pengendalian DM (Perkeni, 2006)
Keterangan Baik Sedang Buruk
Glukosa darah puasa (mg/dl) 80 100 100 125 ? 126
Glukosa darah 2 jam (mg/dl) 80 144 145 179 ? 180
AIC (%) < 6.5 6.5 8 > 8
Kolesterol Total (mg/dl) < 200 200 239 ? 240
Kolesterol LDL (mg/dl) < 100 100 129 ? 130
Kolesterol HDL (mg/dl) > 45
Trigliserida < 150 150 199 ? 200
IMT (kg/m) 18.5 22.9 23 25 > 25
Tekanan Darah < 130/80 130 140 / 80 - 90 > 140/90
Catatan :
Angka diatas adalah hasil pemeriksaan plasma vena. Perlu konversi nilai kadar
glukosa darah dari darah kapiler darah utuh ke plasma vena. Untuk pasien
berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi dari
biasa (puasa < 150 mg/dl, dan sesudah makan < 200 mg/dl). Demikian pula
kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria
pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien
usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping
dan interaksi obat.
Peran penting PPG dalam kontrol glikemik glukosa darah
Tingginya PPG mempunyai konsekuensi klinik kemungkinan terjadinya komplikasi
mikro atau makroangiopati. Beberapa laporan menunjukkan peningkatan PPG terkait
dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. terkait dengan
tingginya PPG. Penelitian dari Hoorn (deVegt et al, 1999) dan DECODE (Balkau et al,
2004) menunjukkan bahwa komplikasi kardiovaskuler pada DMT2 terkait dengan
hiperglikemia setelah makan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Temelkova-Kurktschiev
et al (2000), menunjukkan progresifitas kecepatan penebalan lapisan
-
310
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
intima arteri karotis (merupakan petanda risiko kardiovaskuler) paling tinggi didapatkan
pada kelompok yang mengalami peningkatan PPG 2 jam setelah makan.
Terapi insulin juga dapat digunakan untuk mencapai target PPG. Insulin bolus
meliputi insulin analog atau insulin regular, baik dalam bentuk terpisah atau campuran
dengan insulin jangka menengah mempunyai potensi untuk tujuan terapi PPG
mencapai target glikemik.
Khusus untuk pencapaian target terapi AIC, pemeriksaan PPG terbukti merupakan petanda yang lebih
baik jika dibandingkan dengan pemeriksaan FPG (Avignon et al, 1997)
Kontribusi PPG untuk kontrol glikemik DM dapat disimpulkan sangat penting,
meskipun tak ada penelitian khusus yang mempelajari efek tunggal PPG terhadap
risiko mikro atau makroangiopati. Pada penelitian Diabetes Control and Complication
Trial (DCCT) (Bastyr et al, 2000) dan UKPDS 33 (1998) menunjukkan angka PPG lebih
rendah bermakna pada kelompok yang mendapatkan terapi intensif.
Pada DM gestasional atau pregestasional maka PPG marupakan prediksi kuat
terhadap kesehatan fetal dan ibu (de Veciana et al, 1995). Kontrol PPG yang baik
akan menyebabkan perbaikan pertumbuhan fetal, komplikasi obstetrikus yang lebih
sedikit, dan frekuensi hipoglikemia neonatal yang lebih sedikit. Pemeriksaan PPG
rutin direkomendasikan untuk DM dengan kehamilan.
RASIONALISASI TERAPI INSULIN DINI
Terapi Insulin dini dewasa pada pengelolaan DMT2 dewasa ini menjadi konsep
terapi yang mulai berkembang dan mulai banyak diikuti. Alvarssan et al (2003),
menunjukkan keuntungan terapi insulin pada kontrol hiperglikemik. Terapi insulin jika
dibandingkan dengan terapi sulfonylurea memberikan kontrol metabolik yang lebih
baik dan fungsi sekresi insulin endogen dapat dipertahankan.
Pada patofisiologi DMT2, adanya resistensi insulin akan memaksa sel beta pancreas
untuk meningkatkan produksi insulin. Glukosa darah tetap tinggi, meskipun mekanisme
kompensasi tersebut telah berlangsung. Kronik hiperglikemik menyebabkan sel beta
pancreas menjadi kepayahan (exhaustion) dan toksisitas glukosa (glucose toxicity),
sehingga akhirnya terjadi kegagalan sel beta pancreas. Jika keadaan klinik itu terjadi
maka tidak hanya terjadi resistensi insulin, tetapi terjadi pula defisiensi insulin. Dalam
rangka untuk mencegah atau paling tidak menghambat progresifitas dari resistensi
insulin menjadi sel beta exhaustion, maka pemberian insulin dini diharapkan paling
tidak untuk memberikan istirahat atau meringankan beban sel beta pancreas
disamping memberikan efek penurunan glukosa darah (Gambar 5).
Terapi insulin dini mempunyai keuntungan jangka panjang dalam mempertahankan
sekresi insulin endogen pada DMT2 (Alvarsson et al, 2003; Glaser et al, 1999).
Preservasi fungsi sel beta ditunjukkan dengan peningkatan kadar C-peptide dan juga
menunjukkan adanya asosiasi dengan kontrol glikemik yang lebih baik, dan angka
komplikasi DM yang lebih rendah. Keuntungan tambahan lainnya yaitu dengan adanya
sekresi C-peptide yang tetap ada bisa mencegah terjadinya hipoglikemia (Steffes et
al, 2003).
DMT2 mempunyai perjalanan klinik progresif sehubungan dengan penurunan fungsi
sel beta pancreas. Dengan demikian, semua jenis terapi yang merangsang sel beta
-
311
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
pancreas akhirnya akan gagal. Penelitian United Kingdom Prospective Diabetes Study
(UKPDS) menunjukkan bahwa pasien DMT2 dengan berjalannya waktu fungsi sel
beta makin menurun, meskipun menggunakan terapi oral , mengindikasikan bahwa
pasien DMT2 memerlukan terapi insulin jika target glukosa tidak bisa tercapai atau
tidak bisa dipertahankan (UKPDS, 1995).
Studi lanjutan UKPDS menunjukkan bahwa kecepatan gagal OHO sulfonylurea dalam
5 tahun sebesar 53% (Wright et al, 2002). Pemberian terapi insulin dini memungkinkan
target kontrol glikemik jangka panjang tetap bisa d icapai. Penelitian UKPDS
menunjukkan peningkatan A1C terjadi pada kelompok sulfonylurea maupun terapi
insulin, seakan-akan bahwa terapi insulin tak mempunyai kelebihan (UKPDS, 1998).
Meskipun demikian kelemahan tersebut diduga akibat dari terapi insulin yang diberikan
masih kurang tepat. Penggunaan insulin analog yang baru membuka kesempatan
untuk dapat mencegah kenaikan A1C dalam jangka panjang, dengan risiko
hipoglikemi dan peningkatan berat badan yang lebih rendah.
Gambar 5. Rasionalisasi pemberian terapi insulin dini (Modul: Pharmacologic Therapy for
Glycemic Control in Type 2 Diabetes, 2005)
T2DM Resistensi
Insulin
Produksi Insulin
sel pankreas
Glukosa darah tetap
tinggi
Hiperglikemia
kronik
Hiperinsulinemia
kronik
sel exhaustion sel glucotoxicity
Pankreas gagal Defisiensi Insulin
-
312
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
Penggunaan terapi insulin dini pada DMT2 secara intensif menunjukkan hasil
penurunan morbiditas ataupun mortalitas didukung oleh beberapa hasil penelitian
msalnya UKPDS 33, UKPDS 35, DECODE (2003), DIGAMI, Van den Berghe (2001)
dan rekomendasi yang dikeluarkan ADA 2004, yang kesemuanya merekomendasikan
target glikemik, dengan pendekatan terapi intensif untuk semua jenis terapi baik
meliputi pengaturan makan, Obat Hipoglikemik Oral (OHO), Terapi Kombinasi Oral
dan Insulin (TKOI), ataupun insulin.
Penelitian UKPDS 33 (1998). Tujuan penelitian randomised controlled trial ini
adalah untuk membandingkan kontrol glukosa intensif (sulfonylurea atau insulin)
dibandingkan dengan terapi konvensional terhadap risiko komplikasi mikro dan
makrovaskuler DMT2. Setelah 10 tahun masa observasi, hasil akhir menunjukkan AIC
kelompok intensif adalah 7.0% (6.2-8.2) dibandingkan dengan kelompok terapi
konvensional sebesar 9% (6.9-8.8), dengan angka penurunan 11%. AIC tidak
ditemukan perbedaan bermakna antar jenis terapi pada kelompok intensif. Pada
kelompok intensif didapatkan angka risiko seluruh jenis komplikasi akhir lebih rendah
12% (95% CI 1-21, p=0.029), risiko lebih rendah 10% (-11 sampai 27, p=0.34) untuk
semua jenis kematian terkait semua jenis komplikasi akhir DM, dan risiko lebih rendah
6% (-10 sampai 20, p=0.44) untuk semua jenis kausa morta litas. Komplikasi
mikrovaskuler keseluruhan mengalami penurunan 25% risk reduction (7-40, p=0.0099)
termasuk diantaranya yang memerlukan retinal fotokoagulasi. Tidak ada perbedaan
yang bermakna antar jenis terapi pada kelompok intensif (chlorpropamide, glibenclamide,
atau insulin). Kesimpulan akhir adalah terapi intensif dengan sulfonylurea ataupun insulin akan
menurunkan risiko komplikasi mikrovaskuler tetapi tidak demikian untuk komplikasi
makrovaskuler.
Penelitian UKPDS 35 (2000). Penerlitian ini melanjutkan UKPDS 33 dengan tujuan
untuk mengetahui paparan hiperglikemia dalam jangka panjang apakah berpengaruh
terhadap risiko komplikasi mikro ataupun makrovaskuler pada DMT2. Hasil akhir
yang dilaporkan adalah insidens komplikasi klinik secara bermakna terkait dengan
status glikemik darah. Setiap penurunan AIC sebesar 1% berasosiasi dengan penurunan
risiko sebesar 21% untuk hasil akhir yang terkait dengan DM (95%CI: 17% - 24%, p 250 mg/dl, ketonuria, penurunan
berat badan, atau hiperglikemia simptomatik. Sebagian besar pasien mengalami
pemulihan fungsi sebagian dari fungsi sel beta pancreas, sehingga akhirnya dapat
dikelola dengan diit saja, atau obat hipoglikemik oral (OHO) saja selama beberapa
bulan atau tahun.
Berbagai regimen terapi yang dapat digunakan untuk terapi insulin replacement
atau short term rescue therapy dapat dilihat pada lampiran 2 (Gambar 8A, 8B, dan
8C), lampiran 3a (Gambar 9A, dan 9B), lampiran 3b (Gambar 10C, 10D, dan 10E).
Algoritma penggunaan insulin menurut Perkeni 2006 dapat dilihat pada lampiran
1b (Perkeni, 2006).
STRATEGI PELAKSANAAN TERAPI KOMBINASI OHO INSULIN DI RSU
Dr. SOETOMO SURABAYA
Berdasarkan pengalaman klinis dalam penatalaksanaan penderita DMT2,
Askandar (Askandar, 2005) menyarankan strategi praktis dengan menggunakan Formula
1/3, Step-Up Formula 3-3-5, Step-Down Formula (2-2, 2-1, 1-2, 1-1). Formula 1/3
digunakan untuk penderita rawat inap dan rawat jalan untuk mengubah terapi dari
terapi sebelumnya (insulin atau OAD) ke TKOI. Formula Step-Up digunakan untuk
penderita dengan kontrol glikemik yang buruk setelah 3 hari evaluasi. Formula Step-Down digunakan
dalam rangka menghentikan injeksi insulin untuk mengubah dari terapi insulin menjadi
OHO saja. Diagram praktis strategi TKOI dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12.
-
319
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
Gambar 12. Formula Step-Up dan Formula Step-Down
Formulas: Step-Up: 3-3-5, Step-Down: 2-2, 2-1, 1-2, 1-1
(Clinical Experiences: Askandar 2003-2005)
Step-Up Formula 3-3-5: is used for Poor Glycemic Control
if needed increasing dose of insulin after 3 days-evaluation: 3 or 5 units
3 units increase if 2h-PPG: 200-300 mg/dl
5 units increase if 2h-PPG >300 mg/dl
Step-Down Formula
How to stop insulin injection for conversion to oral agents
Formula 2-2: 2 units decrease in insulin dose every 2 days until insulin injection is ended
Formula 2-1: 1 units decrease in insulin dose every 2 days until off
Formula 1-2: 2 units decrease in insulin dose every day until off
Formula 1-1: 1 units decrease in insulin dose every day until off
MONITORING HASIL TERAPI
Walaupun insulin merupakan terapi yang paling efektif dalam menurunkan glukosa
darah, hanya separuh dari penderita dengan terapi insulin yang mencapai A1C
-
320
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
Penentuan benda keton. Pemantauan benda keton darah atau urin cukup penting
terutama pada penderita DMT2 terkendali buruk (kadar glukosa >300 mg/dL) dan
dengan penyulit akut serta bila ada gejala KAD.
BEBERAPA PEDOMAN PRAKTIS TERAPI TERBARU PENGELOLAAN DMT2
Berbagai pedoman terapi DMT2 saat ini umumnya memasukkan terapi insulin
bahkan pada DMT2 dengan onset baru sebagai alternatif terapi untuk dapat mencapai
target yang telah ditetapkan.
Konsensus Perkeni 2006 pengelolaan DMT2 merujuk algoritma guideline oleh American
College of Endocrinology/American Association of Clinical Endocrinologist 2005
(ACE/AACE) (Lampiran 5 dan Lampiran 6).
American Diabetes Association (ADA) dan European Association for The Study
of Diabetes (EASD) membuat suatu pedoman dan algoritma, berdasarkan kajian
hasil uji klinik berbagai modalitas terapi DMT2 yang ditujukan untuk mencapai target
terapi sedapat mungkin mendekati kadar glukosa darah orang normal (Nathan et al,
2006), pemberian terapi insulin bisa dimulai pada pasien DMT2 baru (naive) yang
gagal mencapai A1C < 7 dengan 1 macam obat golongan metformin, umumnya
memberikan hasil yang terbaik (Gambar 11). Pasien DMT2 dengan gejala simptomatik
atau gagal dengan terapi oral dapat memulai insulin dengan algoritma pada Gambar 13.
-
321
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
Gambar 13. Algoritme pengelolaan DMT2. Diingatkan pentingnya pola hidup setiap kunjungan
(Nathan et al. 2006).
*Periksa A1C setiap 3 bulan sampai 7% dan kemudian paling sedikit setiap 6 bulan. +Walaupun
tiga jenis obat oral dapat digunakan, dianjurkan memulai insulin berdasarkan efektivitasnya dan
biaya.
#Lihat Gambar 14 untuk memulai dan penyesuaian insulin.
Diagnosis
Intervensi pola hidup + Metformin
Ya* Tidak
Tambah Sulfonilurea
- Kurang efektif
Tambah Glitazon
- Tanpa hipoglikemia
Tambah insulin basal#
- Paling efektif
Tambah Glitazon+ Tambah insulin basal# Intensifkan insulin#
A1C 7%
A1C 7%
Tambah Sulfonilurea
Tidak Ya* Tidak
A1C 7%
A1C 7%
Ya* Tidak Ya*
Tidak
A1C 7% A1C 7%
Ya* Ya* Tidak
Tambah insulin basal atau intensifkan insulin#
Insulin intensif + Metformin +/- Glitazon
Gambar 13. Algoritme pengelolaan DMT2. Diingatkan pentingnya pola hidup setiap
kunjungan (Nathan et al. 2006).
*Periksa A1C setiap 3 bulan sampai 7% dan kemudian paling sedikit setiap 6 bulan.
+Walaupun tiga jenis obat oral dapat digunakan, dianjurkan memulai insulin
berdasarkan efektivitasnya dan biaya.
#Lihat Gambar 14 untuk memulai dan penyesuaian insulin.
-
322
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
Gambar 14. Memulai dan penyesuaian rejimen insulin. GD=gula darah; GDP=gula darah
puasa; RAI=rapid-acting insulin; IAI=intermediate acting insulin (Nathan et al. 2006).
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Memulai dengan IAI sebelum tidur atau LAI pagi/sebelum
tidur: dosis awal 10 U atau 0.2 U/kg
Ukur GDP biasanya tiap hari, naikkan dosis 2 U
setiap 3 hari sampai GDP mencapai (70-130 mg/dl), atau dapat dinaikkan
4 U atau lebih jika GDP > 180 mg/dl
A1C 7% setelah 2-3 bulan?
Hipoglikemia+, atau
GDP < 70 mg/dl,
dosis 4 U atau
10% jika dosis > 60 U
Jika GDP dalam rentang sasaran
(70-130 mg/dl), ukur GD sebelum-
makan siang, - makan malam, -tidur
tergantung hasil GD, tambahkan
suntikan kedua; biasanya dimulai
dengan 4U dan disesuaikan dengan
2 U setiap 3 hari sampai GD dalam
rentang sasaran
GD sebelum
tidur tinggi;
tambahkan RAI
saat makan
malam
GD sebelum makan
malam tinggi;
tambahkan IAI saat
sarapan atau RAI saat
makan siang
GD sebelum
makan siang
tinggi; tambahkan
RAI pada saat
sarapan
Teruskan
rejimen;
ukur A1C
setiap 3 bulan
A1C 7% setelah 3 bulan
Ulangi ukur GD sebelum makan dan jika tinggi, mungkin perlu
ditambahkan suntikan lainnya; jika A1C tetap tinggi, ukur GD 2 jam
setelah makan dan sesuaikan dosis RAI
Gambar 14. Memulai dan penyesuaian rejimen insulin. GD=gula darah; GDP=gula
darah puasa; RAI=rapid-acting insulin; IAI=intermediate acting insulin (Nathan et al.
2006).
-
323
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
Berbagai macam rejimen terapi insulin yang diberikan dengan suntikan multipel
seperti dianjurkan oleh Cheng and Zinman dalam Buku Joslins Diabetes Mellitus
dapat dilihat pada Tabel 8. Untuk DMT1 tidak dianjurkan terapi insulin dengan dua
kali suntikan karena sangat sulit mencapai kendali gula darah yang baik, sedangkan
untuk DMT2 masih bisa menggunakan regimen dua kali suntikan sehari misalnya
dengan insulin campuran/kombinasi yang diberikan sebelum makan pagi dan sebelum
makan malam.
Tabel 8. Berbagai rejimen suntikan insulin multipel (Cheng and Zinman, 2005)
Sebelum
Makan Pagi
Sebelum
Makan Siang
Sebelum
Makan Malam
Sebelum
Tidur
IP
IP+IB
IP+IB
IP+IB
IP
IP
Tanpa Insulin
IP+IB
IP
IP
IP
IP+IB
IB
IB
IB
Tanpa Insulin
IP=insulin prandial (reguler, glulisine, lispro, aspart/NovoRapid); IB=insulin basal (NPH,
glargine).
Dalam keadaan tertentu dimana kendali glikemik amat buruk disertai katabolisme,
seperti kadar gula darah puasa > 250 mg/dl, kadar gula darah acak menetap > 300
mg/dl, A1C > 10%, atau ditemukan ketonurea atau diabetes dengan gejala yang
nyata (poliurea, polidipsia, dan penurunan berat badan), pada penderita diabetes
yang baru terdiagnosis terapi insulin dapat mulai diberikan bersamaan dengan
intervensi pola hidup. Kondisi ini sering ditemukan pada DMT1 atau DMT2 dengan
defisiensi insulin yang berat. Untuk penderita DMT2, setelah gejalanya hilang, obat
oral dapat ditambahkan dan kemungkinan insulin bisa dihentikan. Pengobatan awal
yang paling baik adalah pengelolaan seperti DMT1, mengingat kesamaan status
metabolik yang ada (Lampiran 3a dan 3b), contoh insulin dosis multipel pada Gambar 15.
-
324
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
Gambar 15. Memulai terapi insulin injeksi harian multipel pada penderita DMT1 (Cheng and
Zinman, 2005).
Hitung Insulin Harian Total (IHT)
= 0.5 unit x berat badan (kg)
ATAU
(penjumlahan dosis terakhir)
Misalnya: berat badan 60 kg, IHT = 30 unit
Insulin Prandial Total (IPT)
(lispro, aspart atau reguler)
= 60% dari IHT
eg: 60% x 30 unit = 18 unit
Insulin Basal Total (IBT)
(NPH, glargine, ultralente)
= 40% dari IHT
eg: 40% x 30 unit = 12 unit
Dosis Sarapan
= 1/3 dari IPT
Mis: 1/3 x 18 = 16 unit
Dosis Makan Siang
= 1/3 dari IPT
Mis: 1/3 x 18 = 6 unit
Dosis Makan Malam
= 1/3 dari IPT
Mis: 1/3 x 18 = 6 unit
Dosis Sebelum Tidur
= IBT
Mis: 40% x 30 unit = 12 unit
DASAR-DASAR TERAPI INSULIN PADA DM RAWAT INAP
Hiperglikemia atau DM rawat inap merupakan keadaan yang sering ditemukan
dan merupakan petanda penting buruknya luaran klinik dan mortalitas penderita
dengan atau tanpa riwayat DM. Penderita dengan hiperglikemia baru terdiagnosis
mempunyai angka mortalitas yang lebih tinggi dan luaran fungsional yang lebih rendah
dibandingkan dengan penderita dengan riwayat diabetes atau normoglikemia (lihat
Tabel 9).
Tabel 9. Akibat hiperglikemia terhadap kegawat daruratan (Clement et al, 2004)
Gangguan fungsi imun dan infeksi
Sistim kardiovaskular
Trombosis
Inflamasi
Disfungsi endotel
Kerusakan otak
Stres oksidatif
Gambar 15. Memulai terapi insulin injeksi harian multipel pada penderita DMT1 (Cheng
and Zinman, 2005).
-
325
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
Penderita hiperglikemia atau DM merupakan kasus yang sering ditemui di rumah
sakit. RSU Dr.Soetomo, data 1 Juni 2004 1 Juni 2006 tercatat sejumlah 874 orang
(16,4%) dari total 5342 pasien rawat inap dan merupakan urutan nomer 5 dari 10
kasus terbanyak rawat inap, dengan angka mortalitas yang tinggi 28,8 (Dwi Edi
Wahono, 2007), yang sudah menurun jka dibandingkan dengan data pada tahun
1986 1988 tercatat angka mortalitas 35,97% (Agung Pranoto, 1989), dan sebagian
besar kasus memerlukan insulin. Pasien-pasien tersebut umumnya terkait dengan
berbagai komplikasi yang memerlukan biaya perawatan tinggi.
Studi Metaanalisis dari 15 laporan penelitian melaporkan bahwa glukosa darah
> 110 mg/dl baik pada kelompok DM atau tidak, akan meningkatkan mortalitas
pada kelompok pasien rawat inap dengan Infark Miokard Akut (Capes et al, 2000).
Hiperglikemia (glukosa darah puasa > 126 mg/dl, glukosa darah acak > 200
mg/dl) pada pasien umum, dan pasien bedah terkait dengan angka mortalitas 18
kali lipat lebih banyak, dan waktu rawat inap yang lebih panjang 9 vs 4,5 hari), lebih
memerlukan perawatan kunjungan rumah yang lebih banyak, dan mempunyai risiko
yang lebih tinggi terhadap infeksi (Umpierrez et al, 2002).
Pasien hiperglikemia yang menjalani operasi jantung mengalami angka kematian
lebih tinggi, peningkatan angka kejadian deep wound infection, dan angka kejadian
infeksi secara keseluruhan lebih tinggi (Furnary et al, 1999; Zerr et al, 1997).
Insulin pada pemakaian pasien DM rawat inap, dapat digunakan baik secara
subkutan, intravena dengan cara infus kontinyu.
Pada pasien yang tergolong non kritis maka pemberian bisa diberikan seperti
regimen insulin DMT2 rawat jalan pada umumya, tetapi untuk kasus yang kritis atau
beberapa keadaan klin ik tertentu maka pemberian insul in intravena kontinyu
merupakan pilihan yang terbaik.
Akibat Hiperglikemia yang tidak terkontrol
Respon stres metabolik
Hiperglikemia berbahaya terhadap berbagai sel dan sistim organ karena pengaruhnya
terhadap sistim imun, mediator inflamasi, respon vaskuler, dan respon sel otak. Pada
keadaan hiperglikemia mudah terjadi in feksi karena adanya disfungsi fagosit.
Hipergl ikemia akut dapat member ikan berbagai efek buruk terhadap s ist im
kardiovaskuler yang memudahkan terjadinya gagal jantung. Trombosis juga
dihubungkan dengan keadaan hiperglikemia. Hiperglikemia dapat menyebabkan
berkurangnya aktivitas fibrinolitik plasma dan aktivitas aktivator plasminogen jaringan,
peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen (PAI-1) dan meningkatnya aktivitas
trombosit (Pandolfi et al, 2001). Hiperglikemia merangsang inflamasi akut terlihat
dari terjadinya peningkatan petanda sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis fac-
tor-a (TNF-a) dan interleukin-6 (IL-6) (Morohoshi et al, 1996). Peningkatan petanda
sitokin inflamasi ini kemungkinan melalui induksi faktor transkripsional proinflamasi
yaitu nuclear factor (NF)-kB (Schiekofer et al, 2003) . Hiperglikemia akut juga
dihubungkan dengan kerusakan sel saraf yang selanjutnya mengakibatkan iskemia
otak. Kerusakan otak ini diperkirakan melalui peningkatan asidosis jaringan dan kadar
-
326
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
laktat akibat peningkatan kadar glukosa darah (Myers and Yamaguchi, 1977; Pulsinelli
et al, 1982). Stres oksidatif merupakan keadaan yang sering ditemukan pada diabe-
tes dan diduga sebagai salah satu penyebab penting dalam terjadinya komplikasi
terkait hiperglikemia, efek stress oksidatif ini dapat dipulihkan dengan menurunkan
glukosa pada kadar yang normal (Guha et al, 2000; Esposito et al, 2002). Hubungan
antara hiperglikemia dan buruknya luaran penderita DM atau hiperglikemia rawat
inap dapat dilihat pada Gambar 16.
Perpanjangan rawat inap di rumah sakit, Disabilitas, dan Kematian
Glucosa
Insulin
Respon stres metabolik
Hormon dan peptida stres
Asam Lemak Bebas
Keton
Laktat
Jejas/apoptosis seluler
Inflamasi, Kerusakan jaringan,
Gangguan penyembuhan jaringan/luka,
Asidosis, Infark/iskemia
Spesies O2 reaktif
Faktor transkripsi
Mediator sekunder
Disfungsi imun
Diseminasi infeksi
Gambar 16. Hiperglikemia dan akibatnya pada rawat inap (dikutip: Clement et al,
2004)
Manfaat Terapi Insulin
Dari berbagai penel it ian kl inik terbukti bahwa terapi insulin pada penderi ta
hiperglikemia memperbaiki hasil akhir perawatan penderita. Insulin disamping dengan
cepat dapat memperbaiki status metabolik terutama kadar glukosa darah, juga
mempunyai efek lain terutama perbaikan inflamasi (Gambar 17).
-
327
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
Gambar 17. Mekanisme langsung dan tidak langsung insulin dalam memperbaiki struktur dan
fungsi dinding vaskular (dikutip: draft Konsensus Insulin Perkeni)
Glukosa
Transient
Oxidative
Stress
Inflammation
ROS (O2) generation
NADPH oxidase
NFkB
IkB
AP-1 MMPs
Egr TF
Insulin
ROS (O2) generation, NADPH oxidase
NFkB I CAM-1, MCP-1 CRP
IkB
Egr TF, PAI-1, AP-1, MMPs
Netralisasi efek pro-oksidatif and pro-inflamasi
Asupan makronutrien
Netralisasi efek pro-thrombotik asupan
Makronutrien ( Egr-1 and TF)
Perbaikan kondisi IM
Supresi inflamasi pada
dinding arteri
Atherosclerosis
Plague rupture
Thrombosis
-
328
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
Infus insulin (glukosa-insulin-kalium [GIK]) terbukti dapat memperbaiki luaran
pada penderita gawat yang dirawat di ruang intensif, jantung, dan strok. Terapi insulin
intensif pada penderita gawat yang dirawat di ruang intensif terbukti dapat menurunnya
kematian ini terutama disebabkan oleh karena penurunan akibat gagal organ multipel
karena sepsis. Disamping itu juga dapat menurunkan mortalitas di rumah sakit secara
keseluruhan sebesar, sepsis, gagal gin jal akut yang memerlukan dialisis atau
hemofiltrasi, jumlah transfusi darah sel darah merah, polineuropati sebesar, dan
berkurangnya penggunaan ventilasi mekanis yang berkepanjangan serta perawatan
di ruang intensif. Penggunaan infus insulin-glukosa secara intensif pada penderita
infark miokard akut juga memperbaiki angka kematian jangka panjang. Hal serupa
ditemukan pada penderita stroke. Pada penderita stroke dengan hiperglikemia ringan
sampai dengan yang mendapatkan infus insulin (GIK) ternyata mempunyai angka
kematian yang lebih kecil dibandingkan mereka tanpa pemberian GIK.
Perbaikan luaran klinis mungkin juga disebabkan oleh efek insulin terhadap
perbaikan stress oksidatif dan pelepasan berbagai molekul proinflamasi yang
dikeluarkan saat terjadinya hiperglikemia akut (Gambar 17).
Target glukosa darah pada DM rawat inap
Sebelum ini pasien diabetes yang dirawat di rumah sakit dianggap yang
terpenting adalah menghindari hipoglikemia. Oleh sebab itu sebaiknya pasien pasien
tersebut glukosa darah relatif agak hiperglikemia. Persepsi tersebut keliru karena
diabetes dan hiperglikemi di rumah sakit ternyata bukan merupakan kondisi yang
ringan, dan terapi insulin intensif untuk mempertahankan kadar glukosa darah < 110
mg/dL dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien di unit perawatan intensif.
Sasaran kendali glukosa darah adalah normoglikemi (Tabel 10).
Tabel 10. Sasaran kendali glukosa darah
Preprandial: < 110 mg/dL
Puncak postprandial: < 180 mg/dL
Pasien bedah dan keadaan kritis: 80-110 mg/dL
-
329
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
Cara Mencapai Sasaran Target glukosa darah optimal pada DM rawat inap
Peran Obat Hipoglikemi Oral (OHO) yang paling banyak digunakan adalah
sekretagog insulin (sulfonilurea dan glinid), biguanid, dan thiazolidindion, ketiganya
mempunyai sifat-sifat yang tidak menguntungkan bila digunakan pada pasien dalam
kondisi kritis. Oleh sebab itu penggunaan OHO di rumah sakit sangat terbatas. Pasien
yang dirawat di rumah sakit, adalah pasien kritis dan seringkali mengalami perubahan
klinis yang cepat. Untuk menghadapi perubahan ini, penggunaan OHO tidak fleksibel
dan titrasi tidak mungkin dilakukan.
Insulin Infus Intravena
a. Indikasi Insulin Infus Intravena
Indikasi pemberian insulin infus intravena terlihat pada tabel 11.
Tabel 11. Indikasi insulin infus intravena
Pasien kritis/akut:
o Hiperglikemia emergensi
o Infark miokard akut
o Stroke
o Fraktur
o Infeksi sistemik
o Syok kardiogenik
Transplantasi organ
Edema anasarka
Kelainan kulit yang luas
Persalinan
Terapi glukokortikoid dosis tinggi
Periode perioperatif (pre, intra, dan postoperatif)
Strategi untuk mencari dosis yang tepat sebelum
konversi ke terapi insulin subkutan
b. Protokol Insulin Infus Intravena
Protokol Van den Berghe, di ruang intensif. Sasaran glukosa darah, kadar
glukosa memulai terapi insulin dan cara pemberian insulin drip intravena
tampak pada tabel 12, tabel 13, dan tabel 14.
Tabel 12 Target kadar glukosa darah
Populasi Pasien Kadar Glukosa Darah (mg/dL)
Pasien bedah, kondisi sakit berat
Pasien bedah lain dan nonbedah
80-110
90-140
Tabel 13. Batas kadar glukosa darah puasa untuk memulai terapi insulin drip intravena
Populasi Pasien Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dL)
Pasien kritis
Perawatan perioperatif
Perawatan ICU operatif
Penyakit non-bedah
> 140
> 140
> 110-140
> 140-180
-
330
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
Masa kerja waktu paruh pemberian insulin intravena secara bolus sangat cepat
sekitar 4 sampai 5 menit, meskipun efek pada jaringan lebih lambat, dan umumnya
setelah 45 menit glukosa darah bisa kembali ke kadar sebelumnya. Mengingat
pemberian bolus intravena berulang tidak bisa mempertahankan kadar insulin darah
dalam jumlah adekuat, umumnya penggunaan bolus intravena harus diikuti dengan
infus insulin untuk maintanance (Clement et al, 2004).
Tabel 14. Protokol terapi insulin infus intravena
Pemeriksaan Kadar Gula Darah Tindakan
Periksa kadar glukosa
darah saat pasien
masuk ICU
> 220 mg/dL
110-220 mg/dL
< 110 mg/dL
Mulai insulin 2-4 unit/jam
Mulai insulin 1-2 unit/jam
Periksa glukosa darah tiap 4 jam,
insulin tidak diberikan
Periksa glukosa darah
tiap 1-2 jam sampai
kadar normal
> 140 mg/dL
110-140 mg/dL
Bila tercapai kadar
normal
Naikkan insulin 1-2 unit/jam
Naikkan insulin 0.5-1 unit/jam
Sesuaikan insulin 0.1-0.5 unit/jam
Periksa glukosa setiap 4
jam
Bila kadar glukosa
mendekati normal
Kadar glukosa
normal
Kadar gula darah
turun bertahap
60-80 mg/dL
40-60 mg/dL
Sesuaikan insulin 0.1-0.5 unit/jam
Insulin dipertahankan
Turunkan insulin setengahnya
Turunkan insulin, periksa glukosa
darah tiap 1 jam
Stop insulin infus, periksa gula
darah tiap 1 jam, berikan glukosa
10 g bolus intravena
-
331
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
Protokol ini dimulai dengan tahap persiapan yaitu dengan memberikan infus
D5% 100 cc/jam. Kemudian bila terdapat fasilitas syringe pump, siapkan 50 unit
insulin reguler (RI) dalam spuit ukuran 50 cc, kemudian encerkan dengan larutan
NaCl 0,9% hingga mencapai 50 cc ( 1 cc NaCl 1 unit RI). Bila diperlukan 1,5 unit
insulin perjam misalnya, petugas tinggal mengatur kecepatan tetesan 1,5 cc perjam.
Atau bisa juga diberikan 125 RI dalam 250 ml larutan NaCl 0,9% yang berarti dalam
tiap 2 cc NaCl 1 unit RI.
Bila tidak tersedia syringe pump, dapat digunakan botol infus 500 cc larutan
NaCl 0,9%. Masukkan 12 unit (bisa juga 6 unit atau berapapun, karena nantinya akan
diperhitungkan dalam tetesan) RI ke dalam botol infus 500 cc larutan NaCl 0,9%. Bila
dibutuhkan 1 unit insulin perjam, maka dalam botol infus yang berisis 12 unit RI,
diatur kecepatan tetesan 12 jam perbotol, sehingga 12 unit RI akan habis selama 12
jam. Bila dibutuhkan 2 unit perjam, kecepatan tetesan infus diatur menjadi 6 jam/
botol, karena 12 unit RI akan habis dalam 6 jam, demikian seterusnya, tetesan diatur
sesuai permintaan. Sebagai patokan tetesan, 1 cc cairan infus = 20 tetesan makro =
60 tetesan mikro. (dikutip: draft Konsensus Insulin Perkeni)
Peralihan Insulin Infus Intravena ke Insulin Subkutan (dikutip: draft Konsensus
Insulin Perkeni)
Setelah stabil dan dapat makan serta infus dilepas, berikan insulin SK dengan
tetap memperhatikan kaidah terapi insulin basal dan bolus, sesuai pola respons insu-
lin fisiologis. Sebelum terapi infus insulin IV dihentikan, terapi insulin SK sebaiknya
sudah dimulai supaya didapatkan waktu yang cukup untuk awitan kerja insulin. Terapi
insulin infus IV dapat dihentikan 1 atau 2 jam setelah pemberian insulin regular atau
insulin analog kerja cepat SK, sedangkan insulin kerja sedang (NPH) atau panjang
(glargine) harus diberikan 2 atau 3 jam sebelum penghentian infus insulin.
Kebutuhan insulin SK adalah total kebutuhan insulin infus IV/24 jam. Gunakan
long-acting peakless insulin (misal: insulin glargine, detemir) atau NPH. Sebagian
pasien dengan kebutuhan insulin kecil (< 0,5 unit/jam) tidak membutuhkan suatu
protocol khusus.
a. Formula Peralihan Insulin Intravena ke Subkutan (dikutip: draft Konsensus
Insulin Perkeni)
Dosis total harian insulin SK adalah 80% dari dosis total kebutuhan insulin infus IV
selama 24 jam. Dosis total harian ini dibagi menjadi dosis insulin basal dan insulin
bolus SK. Dosis insulin basal sebesar 50% dari dosis harian total. Dan insulin yang
diberikan biasanya berupa long acting insulin. Dosis insulin bolus SK, 50% dari
dosis harian total SK, namun dalam pemberiannya dibagi rata sesuai jumlah kali
makan, umumnya makan 3 kali/hari. Jenis insulin yang diberikan berupa short
atau rapid acting insulin.
-
332
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
b. Contoh Perhitungan Dosis Insulin Subkutan (dikutip: draft Konsensus Insulin
Perkeni)
Pasien pasca terapi insulin 2 U/jam selama 6 jam, rekomendasi dosis:
D o s i s S K / h a r i , total daily dose (TDD) = 80% dari kebutuhan insulin IV 24 jamterakhir:
- 80% x (2U/jam x 24) = 38 U
Dosis basal: 50% dari TDD SK:
- 50% x 38 U = 19 U (insulin analog long-acting)
Dosis total bolus: 50% dari TDD subkutan:
- 50% x 38 U = 19 U total prandial (insulin analog rapid-acting)
- Jika pasien makan 3x/hari maka diberikan 6 U setiap makan
Dosis koreksi:
- (GD aktual GD target) : faktor koreksi
- Faktor koreksi = 1700 : 38 = ~ 40 mg/dL
Formula ini menggunakan insulin reguler atau insulin analog lispro atau aspart.
Terapi insulin pada Ketoasidosis Diabetika (KAD), Hiperosmoler Non Ketotik
(HONK)
Pemberian insulin bisa digunakan dengan regulasi cepat insulin intravena (RCI)
yang diberikan setiap jam (Askandar Tjokroprawiro, 2006), ataupun diberikan secara
drip intravena (ADA, 2004) dengan protocol yang khusus yang tidak dibahas secara
khusus pada makalah ini.
Peran Insulin Analogue Aspart (NovoRapid) dan Insulin bi-phasic Aspart
(NovoMix30) Dalam Pengelolaan DMT2
Insulin Analogue kerja cepat misalnya Insulin Aspart (NovoRapid) memiliki profil
yang leih mendekati fisiologis jika dibandingkan dengan insulin tradisional regular
sehubungan dengan cirri farmakokinetik aspart yang unik. Insulin jenis ini mempunyai
daya pelepasan ke sirkulasi lebih cepat pada tempat injeksi subkutan sehingga
kebutuhan insulin di sirkulasi dapat dicukupi sesuai dengan waktu kecepatan adsorbsi
nutrisi dari usus (Kurtzhals et al, 1996). Disamping itu insulin aspart mempunyai
waktu kerja yang lebih pendek dibandingkan dengan insulin regular sehingga dapat
mengurangi kemungkinan ter jadinya hipogl ikemia postprandia l akibat dari
hiperinsulinemia, ditunjukkan dengan penurunan glukosa darah setelah makan yang
jebih cepat dibandingkan dengan insulin regular tradisional (Hermansen et al, 2002).
Penggunaan insulin tradisional campuran insulin jangka pendek regular dan in-
sulin jangka menengah (NPH) telah terbukti secara klinik sangat efektif, maka telah
pula dikembangkan Insulin bi -phasic aspart (NovoMix30) yang merupakan
campuran biphasic dari larutan insulin human dan insulin NPH., merupakan kombinasi
larutan insulin aspart 30% dan insulin aspart protamine-crystallised yang mempunyai
efek kombinasi insulin kerja menengah dan kerja cepat. NovoMix30 mempunyai efek
glikemik prandial dan basal sekaligus sehingga dapat memberikan kontrol glikemik
yang lebih panjang waktunya.
-
333
BAGIAN-SMF PENYAKIT DALAM FK. UNAIR RSU Dr. SOETOMO SURABAYA
Conventional Insulin And Insulin Analogues In Cl inical Pract ice
Tujuan rasional dikembangkannya Insulin bi-phasic aspart (NovoMix30) adalah:
1) Mendapatkan keuntungan fisiologis dari efek cepat dari insulin lispro, 2) untuk
dapat memenuhi kebutuhan insulin prandial dan basal pada setiap injeksi yang
diberikan, dan memudahkan untuk digunaka pasien, 3) Kontrol postprandial
Novomix30 lebih baik jika dibandingkan dengan insulin human biphasic 30 (Mixtard)
(McSorley et al,2002).
Si fat insul in aspar t d ida lam insul in campuran Insulin bi-phasic aspart
(NovoMix30) yang mempunyai aktifitas cepat memungkinkan injeksi dapat diberikan
langsung sebelum makan, dan hal ini merupakan kenyamanan untuk pasien yang
tidak bisa didapatkan dengan insulin tradisional campuran insulin regular manusia
dan insulin NPH manusia yang harus disuntikkan 30 sampai 45 menit sebelum makan.
Insulin campuran aspart memberikan peningkatan glukosa darah yang lebih rendah
dibandingkan dengan insulin campuran tradisional.
Penggunaan Novomix 2 kali sehari dapat memberikan control glukosa darah
selama 24 jam yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian insulin human biphasic
30 (Boehm et al, 2002).
Penggunaan NovoMix30 2 kali sehari memberikan hasil kontrol glikemik yang
lebih baik dan jika dibandingkan dengan pemberian insulin glargine 1 kali sehari
ditunjukkan dengan dosis yang setara (Luzio et al, 2004), dapat pula memberikan
penurunan HbA1c secara bermakna(Raskin et al, 2004).
Penggunaan kombinasi NovoMix30 dengan berbagai jenis terapi oral juga
menunjukkan hasil yang baik, misalnya dengan sulfonylurea (Raz et al, 2002),
metformin (Kilo et al, 2003), thiazolidinediones (Raz et al, 2003)
Insulin aspart dapat pula digunakan per infus secara kontinyu pada pasien rawat
inap, tetapi tidak menunjukkan kelebihan tertentu dibandingkan dengan penggunaan
insulin tradisional regular manusia.
-
334
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN ILMU PENYAKIT DALAM XXII-2007
Agung Pranoto
SUMMARY
Understanding the pathophysiology of type 2 diabetes and determining optimal
m a n a g e m e n t s t r a t e g i e s a r e c r i t i c a l h e a l t h c a r e p r i o r i t i e s b e c a u s e o f t h e h i g h m o r b i d i t y a n d m o r t a li t y a s s o c i a t e d w i t h t h e d is e a s e . I n s u li n h a s b e e n w i d e ly u s e d , y e t t h e r e a r es t i ll r e l u c t a n c e s a n d u n d e r t r e a t m e n t d u e t o m e d i c a l o r n o n m e d i c a l r e a s o n s .
T r e a t m e n t m i m i c k i n g t h e n o r m a l p h y s i o l o g i c p a t t e r n o f i n s u l i n s e c r e t i o n m a y b e a n o p t i m a l w a y t o a c h i e v e t i g h t b l o o d g l u c o s e c o n t r o l i n p a t i e n t s w i t h d i a b e t e s . B y u n d e r s t a n d i n g p h a r m a c o d y n a m i c s p r o f il e o f e a c h in s u li n r e g i m e n s , m e d i c a l p r a c t iti o n e r s c a n m a n a g e t h e o p t i m a l w a y t o t r e a t d i a b e t e s p a t i e n t s .
T h e r e a r e m a n y i n d i c a t i o n s f o r i n i t i a t i n g i n s u l i n t h e r a p y , a n d t h e r e a r e f e w c o n t r a i n d i c a t i o n s f o r o n e . A c t u a lly , i n s u li n h a s m a n y b e n e f i t s t h a t c a n i m p r o v e c o n d i t i o n si n d i a b e t i c p a t i e n t . C e r t a i n c o n s i d e r a t i o n h a s t o b e m a d e t o c h o o s e w h i c h i n s u l i n t y p e a n d r e g i m e n t t h a t is s a f e a n d e f f e c t iv e t o t h e n e e d s o f i n d i v i d u a l p a t i e n t s .
A s h i f t i n t h e t r e a t m e n t p a r a d i g m f o r t y p e 2 d i a b e t e s i s w e ll a c c e p t e d , t o w a r d s t h e e a r li e r u s e o f i n s u l i n t o p r e s e r v e b e t a c e l l f u n c t i o n t o m a i n t a i n l o n g t e r m n e a r - n o r m o g ly c e m i c c o n t r o l . T h e n e w p r a c t i c a l a p p r o a c h e s b y P e r k e n i ( 2 0 0 6 ) , A D A - E A S D ( 2 0 0 6 ) i n t r e a t i n g d i a b e t e s e m p h a siz e a c h i e v e m e n t a n d m a i n t a n a c e o f n o r m a l g ly c e m i c g o a ls , a n d i n s u l i n t h e r a p y p l a y a n i m p o r t a n t r o l e e v e n i n t h e e a r l y p h a s e o f c l i n i c a l c o u r s e o f d is e a s e , w i t h s p e c i a l c o n s i d e r a t i o n a l w a y s g iv e n t o h y p o g l y c e m i a .
N e w t y p e s a n d r e g i m e n t o f i n s u l i n w i l l p r o v i d e u s m o r e o p t i o n t o t r e a t d i a b e t i c s p a t i e n t s a f e ly a n d e f f e c t iv e l y . R a p i d - a c t i n g i n s u li n a n a l o g u e s s u c h a s insulin aspart(NovoRapid), lispro and glulisine produce a more physiological profile of in