Download - Buta Warna
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tak ada seorang pun manusia yang menghendaki dirinya buta warna,
namun tidak bisa di pungkiri dalam kehidupan nyata penderita buta warna
memiliki keterbatasan untuk menempuh karir di bidang tertentu. Misalnya
saja saat masuk fakultas keperawatan atau dalam pekerjaan tertentu seperti
analis kimia dan sebagainya .Mereka memerlukan ketajaman pembedaan
warna untuk menekunu ilmunya, yang tidak dapat dibedakan oleh orang yang
menderita buta warna.
Buta warna merupakan penyakit yang disebabkan oleh
ketidakmampuan sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna
tertentu. Buta warna bisa disebabkan karena faktor genetis maupun faktor lain
seperti karena Shaken Baby Syndrome, cedera atau trauma pada otak dan
retina, maupun pengaruh sinar UV. Oleh karena itu, seseorang yang menderita
defisiensi warna tersebut, otaknya tidak mampu menerima jenis warna secara
normal.Di dalam retina mata itu terdapat tiga tipe reseptor warna, yaitu merah,
biru, dan hijau. Anomali warna terjadi sebagai hasil akibat kekurangan satu
atau lebih dari reseptor warna tersebut.
Abnormalitas pengelihatan warna tidak banyak mempengaruhi
kehidupan awal manusia seperti pada masa kanak-kanak, karena tidak disertai
oleh kelainan tajam pengelihatan, abnormalitas pengelihatan warna mulai
mempengaruhi ketika anak dihadapkan pada persyaratan untuk masuk jurusan
tertentu yang buta warna menjadi salah satu kriteria seperti kedokteran,
teknik, design grafis, dan lain-lain. Oleh karena hal tersebut, identifikasi dini
kelainan buta warna pelu dilakukan untuk membimbing anak dalam
menentukan jenjang pendidikannya kelak.
1
Dengan mengetahui genetic sebagai salah satu penyebabnya, kita
dapat mencegah peningkatan kasus buta warna seperti misalnya dengan
melakukan konseling pranikah.Kejadian buta warna meningkat pada pool
genetic dengan perkawinan di antara satu komunitas terisolir.Hal ini
berpeluang untuk terjadinya peningkatan prevalensi penderita buta warna
yang memiliki kecenderungan herediter.
Maka dari itu, pembahasan buta warna ini diharapkan bisa dimngerti
dan kita bisa mencegah terjadinya peningkatan jumlah penderita buta warna.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
1.2.1 Apa pengertian buta warna ?
1.2.2 Bagaimana anatomi retina ?
1.2.3 Bagaimana fisiologi retina ?
1.2.4 Apa etiologi buta warna ?
1.2.5 Apa saja klasifikasi buta warna ?
1.2.6 Bagaimana patofisiologi buta warna ?
1.2.7 Apa saja manifestasi klinis buta warna ?
1.2.8 Bagaimana mekanisme buta warna?
1.2.9 Apa saja pemeriksaan penunjang pada pasien buta warna ?
1.2.10 Apa pengobatan untuk pasien buta warna ?
2
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1.3.1 Mengetahui pengertian buta warna
1.3.2 Mengetahui anatomi retina
1.3.3 Mengetahui fisiologi retina
1.3.4 Mengetahui etiologi buta warna
1.3.5 Mengetahui klasifikasi buta warna
1.3.6 Mengetahui patofisiologi buta warna
1.3.7 Mengetahui manifestasi klinis buta warna
1.3.8 Mengetahui mekanisme buta warna
1.3.9 Mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien buta warna
1.3.10 Mengetahui pengobatan untuk pasien buta warna
3
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Pengertian Buta Warna
Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna.
Buta warna juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang
disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata
untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu sehingga objek yang terlihat
bukan warna yang sesungguhnya (Nina Karina, 2007).
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidak
mampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap suatu
pektrum warna tertentu akibat faktor genetis.
Buta warna merupakan kelainan genetik / bawaan yang diturunkan
dari orang tua kepada anaknya, kelainan ini sering juga disebaut sex linked,
karena kelainan ini dibawa olehkromosom X. Artinya kromosom Y tidak
membawa faktor buta warna. Hal inilah yang membedakan antara penderita
buta warna pada laki dan wanita. Seorang wanita terdapat istilah 'pembawa
sifat' hal ini menujukkan ada satu kromosom X yang membawa sifat buta
warna. Wanita dengan pembawa sifat, secara fisik tidak mengalami kelalinan
buta warna sebagaimana wanita normal pada umumnya. Tetapi wanita dengan
pembawa sifat berpotensi menurunkan faktor buta warna kepada anaknya
kelak. Apabila pada kedua kromosom X mengandung faktor buta warna maka
seorang wanita tsb menderita buta warna.
Saraf sel di retina terdiri atas sel batang yang peka terhadap hitam dan
putih, serta sel kerucut yang peka terhadap warna lainnya. Buta warna terjadi
ketika syaraf reseptor cahaya di retina mengalami perubahan, terutama sel
kerucut.
4
2.2 Anatomi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola
mata, mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya (Ilyas, 2008) .
Menurut Guyton & Hall (1997), retina merupakan bagian mata yang
peka terhadap cahaya, mengandung sel-sel kerucut yang berfungsi untuk
penglihatan warna dan sel-sel batang yang terutama berfungsi untuk
penglihatan dalam gelap.
Retina terdiri atas pars pigmentosa disebelah luar dan pars nervosa di
sebelah dalam. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan
epitel berpigmen retina sehingga juga bertumpuk dengan membrana Bruch,
khoroid, dan sclera, dan permukaan dalam berhubungan dengan corpus
vitreum (Snell, 2006).
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut:
1. Membrana limitans interna
2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju ke nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan
sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
6. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Mambrana limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar sel kerucut
10. Epithelium pigmen retina. Lapisan dalam membrane Bruch sebenarnya
adalah membrane basalis epithelium pigmen retina (Vaughan, 2000).
5
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada
kutub posterior (Vaughan, 2000). Tiga per empat posterior retina merupakan
organ reseptor. Pinggir anteriornya membentuk cincing berombak, disebut ora
serrata, yang merupakan ujung akhir pars nervosa. Bagian anterior retina
bersifat tidak peka dan hanya terdiri atas sel-sel berpigmen dengan lapisan
silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi prosessus siliaris
dan belakang iris (Snell, 2006).
Pada pertengahan bagian posterior retina terdapat daerah lonjong
kekuningan, disebut macula lutea, yang merupakan area retina dengan daya
lihat paling jelas (Snell, 2006). Secara klinis, makula adalah daerah yang
dibatasi oleh arkade-arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah
makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus, terdapat lekukan,
disebut fovea centralis. Secara histologis, fovea ditandai dengan menipisnya
lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim karena akson-
akson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan pengeseran
6
secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina.
Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, di sini fotoreseptornya
adalah sel kerucut, dan bagian retina paling tipis (Vaughan, 2000)
Retina menerima darah dari dua sumber: khoriokapilaria yang berada
tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk
lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, foto reseptor, dan lapisan epitel
pigmen retina; serta cabang-cabang dari arteri sentralis retina, yang mendarahi
dua per tiga sebelah dalam (Vaughan, 2000).
7
2.3 Fisiologi Retina
Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya.
Benda-benda tertentu di lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola lampu,
memancarkan cahaya. Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif
menyerap panjang gelombang tertentu cahaya yang datang dari sumber-
sumber cahaya, dan panjang gelombang yang tidak diserap dipantulkan dari
permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah yang
memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru
menyerap panjang gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan
memantulkan panjang gelombang biru yang lebih pendek, yang dapat diserap
oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-
sel tersebut (Sherwood, 2001).
Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai
pigmen terutama cis aldehida A2. Penglihatan warna merupakan kemampuan
membedakan gelombang sinar yang berbeda. Warna ini terlihat akibat
gelombang elektromagnetnya mempunyai panjang gelombang yang terletak
antara 440-700 (Ilyas, 2008).
Warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna
yang terlihat dengan campuran ukuran tertentu. Pada sel kerucut terdapat 3
macam pigmen yang dapat membedakan warna dasar merah, hijau dan biru.
1. Sel kerucut yang menyerap long-wavelength light (red)
2. Sel kerucut yang menyerap middle- wavelength light (green)
3. Sel kerucut yang menyerap short-wavelength light (blue)
Ketiga macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan
warna mulai dari ungu sampai merah. Untuk dapat melihat normal, ketiga
pigmen sel kerucut harus bekerja dengan baik. Jika salah satu pigmen
mengalami kelainan atau tidak ada, maka terjadi buta warna.
8
Warna komplemen ialah warna yang bila dicampur dengan warna
primer akan berwarna putih. Putih adalah campuran semua panjang
gelombang cahaya, sedangkan hitam tidak ada cahaya (Ilyas, 2008).
Gelombang elektromagnit yang diterima pigmen akan diteruskan
rangsangannya pada korteks pusat penglihatan warna di otak. Bila panjang
gelombang terletak di antara kedua pigmen maka akan terjadi penggabungan
warna (Ilyas, 2008).
Seseorang yang mampu membedakan ketiga macam warna, disebut
sebagai trikromat. Dikromat adalah orang yang dapat membedakan 2
komponen warna dan mengalami kerusakan pada 1 jenis pigmen kerucut.
Kerusakan pada 2 pigmen sel kerucut akan menyebabkan orang hanya mampu
melihat satu komponen yang disebut monokromat. Pada keadaan tertentu
dapat terjadi seluruh komponen pigmen warna kerucut tidak normal sehingga
pasien tidak dapat mengenal warna sama sekali yang disebut sebagai
akromatopsia (Ilyas, 2008).
2.4 Etiologi Buta Warna
Buta warna karena herediter dibagi menjadi tiga: monokromasi (buta
warna total), dikromasi (hanya dua sel kerucut yang berfungsi), dan anomalus
trikromasi (tiga sel kerucut berfungsi, salah satunya kurang baik). Dari semua
jenis buta warna, kasus yang paling umum adalah anomalus trikromasi,
khususnya deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria. Sebenarnya,
penyebab buta warna tidak hanya karena ada kelainan pada kromosom X,
namun dapat mempunyai kaitan dengan 19 kromosom dan gen-gen lain yang
berbeda. Beberapa penyakit yang diturunkan seperti distrofi sel kerucut dan
akromatopsia juga dapat menyebabkan seseorang menjadi buta warna
(Anonim, 2008)
Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linked genes).
Jadi kemungkinan seorang pria yang memiliki genotif XY untuk terkena buta
warna secara turunan lebih besar dibandingkan wanita yang bergenotif XX
9
untuk terkena buta warna. Jika hanya terkait pada salah satu kromosom X nya
saja, wanita disebut carrier atau pembawa, yang bisa menurunkan gen buta
warna pada anak-anaknya. Menurut salah satu riset 5-8% pria dan 0,5%
wanita dilahirkan buta warna. Dan 99% penderita buta warna termasuk
dikromasi, protanopia, dan deuteranopia (Nina Karina, 2007).
Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah
OPN1LW (Opsin 1 Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan
OPN1MW (Opsin 1 Middle Wave), yang menyandi pigmen hijau (Samir S.
Deeb dan Arno G. Motulsky, 2005).
Buta warna dapat juga ditemukan pada penyakit makula, saraf optik,
sedang pada kelainan retina ditemukan cacat relative penglihatan warna biru
dan kuning sedang kelainan saraf optik memberikan kelainan melihat warna
merah dan hijau (Ilyas, 2008).
2.5 Klasifikasi Buta Warna
Buta warna dikenal berdasarkan istilah Yunani protos (pertama),
deutros (kedua), dan tritos (ketiga) yang pada warna 1. Merah, 2. Hijau, 3.
Biru.
1. Anomalous trichromacy
Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang
dapat disebabkan oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah
dewasa. Penderita anomalous trichromacy memiliki tiga sel kerucut yang
lengkap, namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap salah satu
dari tiga sel reseptor warna tersebut.
Pasien buta warna dapat melihat berbagai warna akan tetapi dengan
interpretasi berbeda daripada normal yang paling sering ditemukan adalah:
a. Trikromat anomali, kelainan terdapat pada short-wavelenght pigment (blue).
Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari spectrum merah. pasien
mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi satu tidak normal,
kemungkinan gangguan dapat terletak hanya pada satu atau lebih pigmen
10
kerucut. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang dipilih pada
anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal.
b. Deutronomali, disebabkan oleh kelainan bentuk pigmen middle-wavelenght
(green). Dengan cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih banyak hijau,
karena terjadi gangguan lebih banyak daripada warna hijau.
c. Protanomali adalah tipe anomalous trichromacy dimana terjadi kelainan
terhadap long-wavelenght (red) pigmen, sehingga menyebabkan rendahnya
sensitifitas warna merah. Artinya penderita protanomali tidak akan mempu
membedakan warna dan melihat campuran warna yang dilihat oleh mata
normal. Penderita juga akan mengalami penglihatan yang buram terhadap
warna spektrum merah. Hal ini mengakibatkan mereka dapat salah
membedakan warna merah dan hitam.
2. Dichromacy
Dichromacy adalah jenis buta warna di mana salah satu dari tiga sel
kerucut tidak ada atau tidak berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel
pigmen pada kerucut, seseorang yang menderita dikromatis akan mengalami
gangguan penglihatan terhadap warna-warna tertentu.
Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pigmen yang rusak:
a. Protanopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak
adanya photoreceptor retina merah. Pada penderita protonopia, penglihatan
terhadap warna merah tidak ada. Dichromacy tipe ini terjadi pada 1 % dari
seluruh pria. Keadaan yang paling sering ditemukan dengan cacat pada warna
merah hijau sehingga sering dikenal dengan buta warna merah - hijau..
b. Deutranopia adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan
tidak adanya photoreceptor retina hijau. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam
membedakan hue pada warna merah dan hijau (red-green hue discrimination).
c. Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki short-wavelength
cone. Seseorang yang menderita tritanopia akan kesulitan dalam membedakan
11
warna biru dan kuning dari spektrum cahaya tanpak. Tritanopia disebut juga
buta warna biru-kuning dan merupakan tipe dichromacy yang sangat jarang
dijumpai.
3. Monochromacy
Monochromacy atau akromatopsia adalah keadaan dimana seseorang
hanya memiliki sebuah pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel
cones. Pasien hanya mempunyai satu pigmen kerucut (monokromat rod atau
batang). Pada monokromat kerucut hanya dapat membedakan warna dalam
arti intensitasnya saja dan biasanya 6/30. Pada orang dengan buta warna total
atau akromatopsia akan terdapat keluhan silau dan nistagmus dan bersifat
autosomal resesif (Kurnia, 2009).
Bentuk buta warna dikenal juga :
a. Monokromatisme rod (batang) atau disebut juga suatu akromatopsia di
mana terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain seperti
tajam penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral,
dan mungkin terjadi akibat kelainan sentral hingga terdapat gangguan
penglihatan warna total, hemeralopia (buta silang) tidak terdapat buta senja,
dengan kelainan refraksi tinggi. Pada pemeriksaan dapat dilihat adanya
makula dengan pigmen abnormal.
b. Monokromatisme cone (kerucut), di mana terdapat hanya sedikit cacat, hal
yang jarang, tajam penglihatan normal, tidak nistagmus (Ilyas, 2008).
2.6 Patofisiologi Buta Warna
Buta warna adalah kondisi yang diturunkan secara genetik. Dibawa
oleh kromosom X pada perempuan, buta warna diturunkan kepada anak-
anaknya. Ketika seseorang mengalami buta warna, mata mereka tidak mampu
menghasilkan keseluruhan pigmen yang dibutuhkan untuk mata berfungsi
dengan normal.
12
Pada bagian tengah retina, terdapat photoreceptor atau cone (seperti
kantung) yang memungkinkan kita untuk bisa membedakan warna.
Photoreceptor ini terdiri dari tiga pigmen warna ; yaitu merah, hijau dan biru.
Gangguan persepsi terhadap warna terjadi apabila satu atau lebih dari pigmen
tersebut tidak ada atau sangat kurang. Mereka dengan persepsi warna normal
disebut Trichromats. Mereka yang mengalami defisiensi salah satu pigmen
warna disebut dengan Anomalous Trichromats. Type ini adalah yang paling
sering ditemukan. Sedangkan mereka yang sama sekali tidak memiliki salah
satu dari pigmen warna itu disebut drichromat.
2.7 Manifestasi Klinis Buta Warna
Tanda seorang mengalami buta warna tergandung pada beberapa
factor; apakah kondisinya disebabkan factor genetik, penyakit, dan tingkat
buta warnanya; sebagian atau total. Gejala umumnya adalah kesulitan
membedakan warna merah dan hijau (yang paling sering terjadi), atau
kesulitan membedakan warna biru dan hijau (jarang ditemukan).Gejala untuk
kasus yang lebih serius berupa; objek terlihat dalam bentuk bayangan abu-abu
(kondisi ini sangat jarang ditemukan), dan penglihatan berkurang.
Gangguan persepsi warna dapat dideteksi dengan menggunakan table
warna khusus yang disebut dengan Ishuhara Test Plate. Pada setiap gambar
13
terdapat angka yang dibentuk dari titik-titik berwarna. Gambar digantung di
bawah pencahayaan yang baik dan pasien diminta untuk mengidentifikasi
angka yang ada pada gambar tersebut. Ketika pada tahap ini ditemukan
adanya kelainan, test yang lebih detail laggi akan diberikan.
2.8 Mekanisme Buta Warna
Untuk memahami bagaimana buta warna bekerja, Anda pertama kali
harus memahami komponen-komponen mata yang menggabungkan untuk
memberikan gambar yang Anda lihat. Anda mungkin akrab dengan komponen
seperti retina, iris, lensa, kornea etc. Menggabungkan bagian-bagian yang
terakhir untuk fokus dan proyek gelombang cahaya ke retina. Disfungsi dalam
hasil kornea sightedness pendek atau panjang sightedness etc; Namun
penyebab buta warna terletak di retina.
Retina yang bertanggung jawab untuk melewati cahaya apa pun
informasi yang itu tiba di bawah saraf optik ke otak. Retina terdiri dari kedua
‘batang’ dan ‘kerucut’ sel. Sel-sel batang sangat sensitif terhadap cahaya,
dalam kenyataannya lebih dari 100x sensitif seperti sel-sel kerucut. Sel batang
menjadi aktif dalam kondisi cahaya rendah dan biasanya dalam penglihatan
tepi. Demonstrasi sederhana ini adalah untuk pergi ke luar pada awan-free
berikutnya malam dan melihat bintang-bintang. Jika Anda melihat langsung
ke arah mereka, Anda mungkin tidak melihat banyak, tetapi jika Anda
mencoba untuk mempelajari visi periferal Anda, Anda akan menemukan
bahwa jauh lebih terang terdeteksi, karena ini adalah di mana fungsi sel
batang. Akan tetapi, sel-sel batang tidak ada hubungannya dengan apakah
seseorang buta warna, seluruh kegiatan yang terjadi dengan sel kerucut.
14
2.9 Pemeriksaan Penunjang Buta Warna
a) oftalmoskop
Suatu alat dengan system pencahayaan khusus, untuk melihat bagian dalam
mata terutama retina dan struktur terkaitnya
b) tes penglihatan warna
uji ishihara
Merupakan uji untuk mengetahui adanya defek penglihatan warna,
didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan
berbagai ragam warna (Ilyas, 2008).
Menurut Guyton (1997) Metode Ishihara yaitu metode yang dapat
dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna didasarkan
pada pengunaan kartu bertitik-titik. Kartu ini disusun dengan menyatukan
titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna.
Merupakan pemeriksaan untuk penglihatan warna dengan memakai
satu seri gambar titik bola kecil dengan warna dan besar berbeda (gambar
pseudokromatik), sehingga dalam keseluruhan terlihat warna pucat dan
menyukarkan pasien dengan kelainan penglihatan warna melihatnya.
Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat
sebagian ataupun sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang
diperlihatkan. Pada pemeriksaan pasien diminta melihat dan mengenali tanda
gambar yang diperlihatkan dalam waktu 10 detik (Ilyas, 2008).
Penyakit tertentu dapat terjadi ganguan penglihatan warna seperti buta
warna merah dan hijau pada atrofi saraf optik, optik neuropati toksi dengan
pengecualian neuropati iskemik, glaukoma dengan atrofi optik yang
memberikan ganguan penglihatan biru kuning (Ilyas, 2008).
15
salah satu test uji buta warna
uji pencocokan benang
pasien diberi sebuah gelendong benang dan diminta untuk
mengambilgelendong yang warnanya cocok dari setumpuk gelendong yang
berwarna-warni
c) tes sensitivitas kontras
Adalah kesanggupan mata melihat perbedaan kontras yang halus,
dimana pada pasien dengan gangguan pada retina, nervus optikus atau
kekeruhan media mata tidak sanggup melihat perbedaan kontras tersebut
d) tes elektrofisiologik
elektroletingrafi (ERG)
untuk mengukur respon listrik retina terhadap kilatan cahaya bagian
awal respon flash ERG mencerminkan fungsi fotoreseptor sel krucut dan sel
batang
elektro okulografi (EOG)
untuk mengukur potensial korneoretina tetap. Kelainan EOG terutama
terjadi pada penyakit secara dipus mempengaruhi epitel pigmen retina dan
fotoreseptor
16
2.10 Pengobatan
Tidak ada pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan untuk
mengobati masalah gangguan persepsi warna. Namun penderita buta warna
ringan dapat belajar mengasosiasikan warna dengan objek tertentu.
Untuk mengurangi gejala dapat digunakan kacamata berlensa dengan
filter warna khusus yang memungkinkan pasien melakukan interpretasi
kembali warna
17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengakajian
I. Identitas
II. Riwayat Kesehatan
a. Kapan keluhan dirasakan.
b. Apakah gangguan penglihatannya ini mempengaruhi ketajaman
penglihatan.
c. Bagaimana gangguan penglihatan itu terjadi.
d. Apakah pasien merasakan adanya perubahan dalam matanya (massa
tumor).
e. Apakah pasien merasa ketajaman penglihatannya berkurang.
f. Apakah ada keluhan lain yang menyertai (misalnya: gatal, pusing, keluar
pusdan darah pada mata).
g. Apakah pasien sering minum obat-obat tertentu (nama obatnya dan lama
penggunaannya).
h. Apakah pasien sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama.
i. Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit mata yang sama.
III. Riwayat Sosial
a. Tanyakan usia pasien dan bandingkan dengan perkembangan yang normal
dari matanya
b. Tanyakan tentang hobby dan kegiatan yang dilakukan pasien.
IV. Riwayat Psikologis
a. Bagaimana perilaku dan reaksi pasien serta keluarganya terhadap gangguan
penglihatan yang dialami pasien.
b. Mekanisme koping yang biasa digunakan pasien dalam menghadapi dan
mengatasi masalahnya.
18
V. Pengkajian Fisik
a. Tes penglihatan warna: uji ishihara
b. Pemeriksaan tajam penglihatan (visus dasar)
o Visus OD
o Visus OS (tidak dapat diukur karena ada massa tumor)
c. Pemeriksaan anatomik dilakukan dengan cara objektif
o Inspeksi: perhatikan tanda-tanda nyata (adanya pembengkakan,
kemerahan dan tumor)
o Palpasi: untuk menentukan adanya tumor, rasa sakit (nyeri tekan),
keadaan dan tahanan intra okuler.
d. Pemeriksaan Diagnostik
o ERG: defisiensi salah satu sel kerucut
o Oftalmoskop :Retina berwarna kuning-merah dengan bercak-bercak
hitam-coklat.
19
3.2 Diagnosa Keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Gangguan sensori
persepsi
(penglihatan) b.d
defek penglihatan
warna
DS :
o Keluhan tidak
dapat
o membedakan
warna tertentu
o Keluhan silau
pada cahaya
terang
DO:
o Interpretasi
warna rendah
o Tidak dapat
menyebutkan
angka dalam
buku ishihara
Vision Compensation
Behavior
Aktivitas :
Posisikan diri untuk
meningkatkan penglihatan.
Anjurkan anggota keluarga
untuk menggunakan teknik
meningkatkan penglihatan
Gunakan alat bantu
penglihatan
gunakan kacamata
2 Harga diri
rendah b.d
Gangguan konsep
diri
DS:
o Merasa malu
Body image
Indikator :
-Menerima bagian
tubuh yang mengalami
gangguan
-puas dengan
penampilan tubuh
Self estem enhancement
Aktivitas :
monitor pernyataan pasien
tentang dirinya
Bantu pasien untuk
meningkatkan penilaian
dirinya terhadap penghargaan
20
dengan orang
lain
DO:
o Tampak
murung
o Menarik diri
o Perasaan (-)
terhadap
tubuh
-Puas dengan fungsi
tubuh
Kriteria NOC :
1. Tidak dilakukan sama
sekali
2. Jarang dilakukan
3. Sedang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
dirinya
Bantu pasien untuk
meningkatkan kepercayaan
dirinya
Berikan dorongan kuat untuk
pasien
Dorong kontak mata dalam
komunikasi dengan semua
orang
Berikan pendidikan kesehatan
kepada keluarga
Berikan pendidikan kesehatan
pada klien tentang penyakit
3 Resiko terhadap
cedera
Risk Kontrol
Kriteria Hasil :
Klien terbebas
dari cedera
Klien mampu
menjelaskan
cara/metode
untuk mencegah
injury/cedera
Klien mampu
menjelaskan
factor resiko dari
lingkungan/perila
ku personal
Mampu
memodifikasi
gaya hidup
untukmencegah
Environment Management
Aktivitas :
Sediakan lingkungan yang
aman untuk pasien
Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan
riwayat penyakit terdahulu
pasien
Menghindarkan lingkungan
yang berbahaya (misalnya
memindahkan perabotan)
Memasang side rail tempat
tidur
Menyediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
Menempatkan saklar lampu
21
injury
Menggunakan
fasilitas kesehatan
yang ada
Mampu
mengenali
perubahan status
kesehatan
ditempat yang mudah
dijangkau pasien.
Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan
yang cukup
Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.
22
No NANDA NIC
1. Gangguan perseps isensori (pengelihatan)
berhubungan dengan defek penglihatan warna
a. Kaji bentuk defisiensi buta warna. Tentukan apakah salah satu atau kedua
mata yang rusak:
Rasional:
Menentukan kriteria buta warna yang diderita.
b. Lakukan tindakan untuk membantu klien mengurangi keterbatasan
penglihatan pada cahaya terang, contoh: perbaikan sinar/warna yang terang.
Rasional:
Menurunkan rasa silau pada mata.
c. Anjurkan klien menggunakan teknik khusus dalam menginterpretasi warna,
misalnya: dengan menghafal bentuk, ukuran, ukuran/susunan dll suatu
benda.
Rasional:
Memudahkan klien menentukan warna yang dimaksud oleh suatu benda.
d. Kolaborasi dengan dokter untuk penggunaan kacamata.
Rasional:
Kacamata dengan lensa yang memiliki filter warna khusus memungkinkan
klien untuk menginterpretasi warna dengan benar.
23
2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan
harga diri rendah
a. Beri kesempatan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional:
Memvalidasi perasaan dan persepsi klien meningkatkan kesadaran diri dan
mempertinggi konsep diri.
b. Beri dukungan psikologis
Rasional:
Dapat bersikap realistis dan menerima keadaannya.
c. Beri informasi yang akurat tentang penyakitnya
Rasional:
Meningkatkan pemahaman klien tentang proses penyakitnya sehingga
ansietasnya dapat berkurang dan dapat menerima dirinya apa adanya.
3. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan
kurangnya interpretasi warna.
a. Anjurkan untuk tetap menggunakan teknik-teknik
khususdalammenginterpretasiwarna.
Rasional:
Klien dapat mengidentifikasi warna dari suatu benda yang dapat
menurunkan resikocedera.
b. Anjurkan orang terdekat untuk selalu bersama klien.
Rasional:
24
Menurunkan kebingungan klien, di mana ia dapat ditanya pada orang
terdekatnya bila ia tidak bisa menginterpretasikan suatu benda.
c. Ingatkan klien untuk tetap menggunakan kacamata
Rasional:
Penggunaan kacamata dengan lensa yang berfilter warna khusus
memungkinkan klien untuk menginterpretasikan warna dengan baik yang
dapat menghindaridirinya dari cedera.
25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Buta warna merupakan suatu kelainan yang diakibatkan oleh sel-
sel kerucut mata yang tidak mampu dalam menangkap suatu spektrum
warna-warna tertentu.
Selayang pandang tentang buta warna.Buta warna biasanya bersifat
genetik, tetapi juga bisa disebabkan oleh luka traumatik atau paparan
bahan kimia.Ada tiga jenis buta warna ,jenis pertama adalah kondisi
dimana sulit untuk membedakan antara warna merah dan hijau. Jenis
kedua sulit untuk membedakan antara warna biru dan kuning, dan jenis
yang ketiga adalah buta warna lengkap di mana mata tidak dapat
mendeteksi warna sama sekali.
Untuk mengetahui seseorang menderita buta warna dilakukan
sebuah test yaitu tes Ishihara. Tes Ishihara, banyak digunakan untuk
menguji orang yang buta warna, diciptakan oleh Shinobu Ishihara, seorang
opthalmologist asal Jepang. Tes Ishihara terdiri dari 38 piring penuh
dengan titik-titik berwarna.Di tengah-tengah piring yang penuh dengan
titik berwarna tersebut, terdapat titik-titik lagi yang berbeda corak dan
warna berbentuk angka, dimana orang yang buta warna tidak bisa melihat
angka tersebut.
Sampai saat ini belum ada tindakan atau pengobatan yang dapat
mengatasi gangguan persepsi warna ini.Namun penderita buta warna
ringan dapat belajar mengasosiasikan warna dengan objek tertentu.
4.2 Saran
Penulis berharap agar pembaca memberikan kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Mudah-mudahan makalah
ini bermanfaat bagi kita semua.
27