Download - Blok 16 Dona
BERADONA10-2009-011Kelompok C2
Gastroesofageal Refluks Desease(GERD)
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA FAKULTAS KEDOKTERAN
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
PENDAHULUAN
Penyakit Gastroesofageal refluks (Gastroesophageal refluks disease/GERD) adalah suatu
keadaan patologis sebagai akibat refluks cairan lambung ke dalam esophagus, dengan
berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus, faring, laring, dan saluran nafas
yang dapat menimbulkan berbagai gejala di esophagus maupun ekstra esophagus, dari ringan
sampai berat. Penyakit GERD ini bersifat multifaktoral.
Keadaan GERD umumnya ditemukan pada populasi di negara – negara Barat, namun
dilaporkan relatif rendah insidennya di negara-negara Asia-Afrika. Di Amerika dilaporkan
bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala refluks (heartburn atau regurgitasi)
sekali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan.
Sedangkan di Indonesia masih belum ada data epidemiologi dari penyakit ini. Tingginya
gejala refluks pada populasi di Negara-negara barat diduga karena factor daripada diet dan
meningkatnya obesitas.
1
ISI
A. ANAMNESIS
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit dan
menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena
sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis.
1. Identitas: menanyakan nama, umur, jenis kelamin, pemberi informasi (misalnya pasien,
keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.
2. Keluhan utama: pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang
dihadapinya. Apa yang menyebabkan pasien dating kepada kita (sebagai dokter)?
3. Riwayat penyakit sekarang (RPS).
Pertanyaan Uraian
Minum Obat Apakah sebelumnya pernah mnum obat?
Berat badan Berkurang/bertambah/tetap. Jika mengalami
perubahan berapa banyak dan berapa lama ?
Diet Termasuk tentang obat-obatan (terutama obat
pencuci perut, obat yang merangsang lambung,
antibiotik dan steroid)
Konsumsi Soft Drink dan
Jamu
Berapa lama ?
Nyeri abdominal Rasa nyerinya bagaimana? Rasa terbakar?
Muntah Setelah mkan? Interval waktu muntahnya berapa
2
lama? Berapa banyak ? berapa sering ? Isi ?
Rasa Pahit di Lidah Apakah merasakan Pahit di lidah?
Memperberat/Meringankan
KU
Pada keadaan apa yang memperberatkan
/meringankan KU???
4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):
- Apakah ada penyakit lain sebelum keluhan sekarang? Asma, Jantung, DM, Maag?
5. Riwayat Penyakit Keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah
kesehatan pada anggota keluarga.
- Apakah keluarga ada terkena penyakit seperti ini juga?
B. PEMERIKSAAN FISIK dan PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisik
Pada GERD pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik abdomen.
Pemeriksaan fisik abdomen terdiri dari 4 tahapan, yakni inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi, hanya urutannya berbeda, yaitu auskultasi dilakukan setelah inspeksi,
mendahului perkusi. Hal ini dimaksudkan agar interprestasi hasil auskultasi tidak
salah, oleh karena setiap manipulasi pada abdomen akan mengubah bunyi peristaltik
usus. Dalam memudahkan melakukan pemeriksaan abdomen maka dibagi berdasarkan
kuadran dan region. Pembagian abdomen berdasarkan kuadran dibagi menjadi 4, yaitu
kuadran kanan atas, kuadran kanan bawah, kuadran kiri atas dan kuadran kiri bawah.
Sedangkan pembagian berdasarkan region dibagi menjadi 9, epigastrium, kanan-kiri,
umbilicus, lumbal kanan-kiri, supra pubik, inguinal kanan-kiri.
3
Inspeksi
- Bentuk perut : datar/membuncit/cekung dan simetris/asimetris.
- Bekas luka : pada bagian depan, yaitu kolesistektomi, laparotomi, reseksi
kolon, appendiktomi, hernioraphy, SC. Sedangkan bagian belakang,
adrenalektomi, nefrektomi.
- Dinding perut : adanya pembuluh darah kolateral/ caput medusa/ hernia/ striae.
- Benjolan/ massa diperut, seperti hepatoma dan mioma.
- Gerakan dinding perut : adanya pulsasi dan peristaltik.
Auskultasi
- Melakukan auskultasi pada kuadran abdomen.
- Mendengar peristaltik usus, terdengar atau tidak terdengar, terdengar menurun,
meningkat atau normal.
- Mendengar bunyi patologis pada abdomen : metaliksound (ileus paralitik),
bruit hepar (hepatoma), dll.
Palpasi
- Sebelum memulai palpasi hangatkan kedua tangan.
- Mulai palpasi pada bagian yang tidak nyeri sedangkan bagian yang nyeri
dipalpasi paling akhir.
- Nyeri pada kuadran kanan atas biasanya disebabkan oleh hepatomegali,
hepatitis. Nyeri pada kuadran kiri atas biasanya dan paling sering disebabkan
oleh spenomegali.
- Palpasi hati : tidak teraba/ teraba/pembesaran (dg ukuran jari atau cm dari
arcus costae kanan dan dibawah pocesus xyphoideus)/ tepi (tajam/ tumpul)/
konsistensi (lunak/ kenyal/ keras)/ permukaan (licin/ berbenjol-benjol)/ nyeri/
tidak.
4
- Palpasi limpa : pada garis Schuffner I-VIII, bagaimana ukuran, konsistensi,
nyeri/ tidak.
- Palpasi ginjal : pemeriksaan Balotement.
- Palpasi khusus : appendicitis (pada titik McBurny, pemeriksaan nyeri lepas/
nyeri kontralateral), cholesistitis (pemeriksaan Murphy sign), ascites
(pemeriksaan Undulasi dan Shifting dullness).
Perkusi
Dilakukan pada semua kuadran.
2. Pemeriksaan Penunjang
Endoskopi.
Pemeriksaan endoskopi untuk menentukan ada tidaknya kelainan di esophagus,
misalnya esofagitis, tukak esophagus, akhalasia, striktura, tumor esophagus, varises
di esophagus. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan Gold
Standart untuk diagnosis GER dengan ditemukannya mucosal break di esophagus.1
Kontras media barium
Pada pemeriksaan ini diberikan kontras media barium. Perlu diamati secara
fluroskopi jalannya barium di dalam esofagus perlu diperhatikan peristaltik terutama
di bagian distal (sfingter esofagus bagian distal = SED). Bila ditemukan refluks
barium dari lambung kembali ke esofagus maka dapat dinyatakan adanya GER.
Kelainan struktur dari esophagus tersebut sebaiknya dilanjutkan dengan pemeriksaan
endoskopi dan biopsi. Sebaliknya bila ditemukan ada dugaan kelainan motilitas,
sebaiknya dilakukan manometri esofagus, selanjutnya baru dilakukan pemeriksaan
endoskopi.
Pemantauan pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esophagus.
Episode ini dapat memonitor dan direkam dengan menmpatkan mikroelektroda pH
pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat
memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH di bawah 4 pada jarak 5 cm
diatas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesophageal.
C. WORKING DIAGNOSIS dan DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
5
1. Working Diagnosis
Gastroesofageal refluks (Gastroesophageal refluks disease/GERD) adalah suatu
keadaan patologis sebagai akibat refluks cairan lambung ke dalam esophagus, dengan
berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus, faring, laring, dan saluran
nafas yang dapat menimbulkan berbagai gejala di esophagus maupun ekstra
esophagus, dari ringan sampai berat. Keluhan rasa terbakar dan nyeri dada di bagian
tengah, yang kemudian disusul dengan timbulnya rasa seperti muntah dengan mulut
masam (regurgitasi).
2. Differential Diagnosis
Dispepsia
Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan
gejala atau keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman diulu hati,
kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh atau
begah. Keluhan ini tidak selalu sama pada tiap pasien dan bahkan pada satu pasien
pun keluhan dapat berganti atau bervariasi baik dari jenis keluhan maupun
kualitasnya. Jadi dispepsia bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan
suatu sindrom.
NERD
Gejala dengan GERD hampir sama hanya mucosal break. Pada NERD tidak
ditemukannya Mucosal break sedangkan pada GERD ada mucosal break.
D. ETIOLOGI
Penyakit GERD ini bersifat multifaktoral. Esofagitis dapat terjadi akibat dari refluks
gastroesofageal apabila terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat
dengan mukosa esophagus, terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esophagus walaupun
waktu kontak antara bahan refluksat esophagus tidak cukup lama.
E. EPIDEMIOLOGI
Keadaan GERD umumnya ditemukan pada populasi di negara – negara Barat, namun
dilaporkan relatif rendah insidennya di negara-negara Asia-Afrika. Di Amerika dilaporkan
6
bahwa satu dari lima orang dewasa mengalami gejala refluks (heartburn atau regurgitasi)
sekali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan.
Sedangkan di Indonesia masih belum ada data epidemiologi dari penyakit ini. Tingginya
gejala refluks pada populasi di Negara-negara barat diduga karena factor daripada diet dan
meningkatnya obesitas.
F. PATOFISIOLOGI
Esophagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang dihasilkan oleh
kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini akan
dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan,
atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke
esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3
mmHg). Peran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES
menyebabkan refluks retrograd pada saat terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen.
Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Faktor – faktor
yang menurunkan tonus LES yaitu adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES,
makin rendah tonusnya), obat – obatan (antikolinergik, beta-adrenergik, theofilin, opiat, dan
lain – lain), faktor hormonal.2,3
Pada pemeriksaan manometri, tampak bahwa pada kasus–kasus GERD dengan tonus LES
yang normal yang berperan dalam terjadinya proses refluks ini adalah transient LES
relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan yang berlangsung lebih kurang
5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum diketahui bagaimana terjadinya TLESR tetapi
7
pada beberapa individu diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung lambat
(delayed gastric emptying) dan dilatasi lambung.
Hubungan antara hernia hiatus dan GER masih controversial, meskipun 50–60% penderita
dengan hiatus hernia menunjukkan tanda esofagitis secara endoskopik, sekitar 90 % esofagitis
disertai dengan hiatus hernia. Ini menunjukkan bahwa hiatus hernia merupakan faktor
penunjang terjadinya GERD karena kantong hernia mengganggu fungsi LES, terutama pada
waktu mengejan. Dewasa ini LES terbukti memegang peranan penting untuk mencegah
terjadinya GERD. Namun harus diingat bahwa refluks bisa saja terjadi pada tekanan SED
yang normal. Ini yang dinamakan “Inappropriate”, atau “Transient Sphincter Relaxation”,
yaitu pengendoran sfingter yang terjadi di luar proses telan.
- Hernia hiatus → LES inkompeten → Erosif GERD - Hiatus hernia → TLESRs lebih sering
terjadi. Faktor hormonal (cholecystokinin, secretin) dapat menurunkan tekanan LES seperti
yang terjadi setelah makan hidangan yang berlemak. Pada kehamilan dan pada penderita yang
menggunakan pil KB yang mengandung progesteron/-estrogen, tekanan LES juga turun.
Isi lambung dan pengosongannya GERD lebih sering terjadi sewaktu habis makan daripada
keadaan puasa, oleh karena isi lambung merupakan faktor penentu terjadinya refluks. Lebih
banyak isi lambung lebih sering terjadi refluks. Selanjutnya pengosongan lambung yang
lambat akan menambah kemungkinan refluks tadi. Factor – factor yang berperan penting pada
bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi, peristaltic, ekresi air liur dan bikarbonat.
8
Setelah terjadi refluks sebagian besar bahan refluksut akan kembali ke lambung dengan
dorongan peristaltic yang dirangsang oreh proses menelan. Sisanya akan dintralisir oleh
bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esophagus. Mekanisme bersihan
ini sangat penting, karena makin lama kontak antara bahan refluksat sengan esophagus (waktu
transit esophagus) makin besar kemungkinan terjadi esofagitis. Refluks pada malam hari lebih
besar berpotensi menimbulkan kerusakan esophagus karena selama tidur sebagian besar
mekanisme bersihan esophagus tidak aktif.
Daya perusak bahan refluks Asam pepsin dan mungkin juga asam empedu/lysolecithin yang
ada dalam bahan refluks mempunyai daya perusak terhadap mukosa esophagus.
G. GEJALA KLINIS
Keluhan rasa terbakar dan nyeri dada di bagian tengah, yang kemudian disusul dengan
timbulnya rasa seperti muntah dengan mulut masam (regurgitasi). Rasa terbakar tersebut
dirasakan terutama pada waktu makan, dan dirasakan sepanjang hari. Selain keluhan tersebut
juga timbul rasa panas dan pedih di ulu hati, mual, bahkan sering disusul dengan muntah.
Walaupun demikian ada tiga keluhan utama yang sering diajukan pada panderita, yaitu : rasa
panas dan pedih di dada bagian tengah, regurgitasi, dan disfagia. Penyebab dari keluhan
tersebut di atas adalah sebagai akibat dari gangguan motilitas di esophagus, dan di lambung.
Gangguan motilitas di esophagus biasanya terjadi karena tonus sfingter bagian distal
esophagus menurun. Sedangkan gangguan motilitas di lambung karena berkurangnya
peristaltik terutama di antrum dan pylorus sehingga waktu pengosongan lambung menurun.
Sfingter esophagus bagian distal berperanan penting sebagai mekanisme anti refluks pada
kardia. Jadi, berkurangnya tonus sfingter esophagus bagian distal, maka peristaltik di kardia
akan terganggu atau lambat membuka, sehingga makanan / minuman terasa lambat turunnya,
bahkan dapat menyebabkan timbulnya refluks. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan
berkurangnya tonus esophagus bagian distal adalah : makan yang berlemak, merokok, obat –
obatan diantaranya : antikholinergik, aminofilin, benzodiazepine, nitrate.4
9
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menyembuhkan lesi esophagus, mengurangi/menghilangkan
terjadinya refluks, menetralisir bahan refluks, memperbaiki tekanan LES, mempercepat
pembersihan esophagus, menghilangkan keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki
kualitas hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi. Ada 2 macam pengobatan GERD, yaitu
Medik dan Non Medik.3,4
1. Medika Mentosa
Antasida
Untuk menghilangkan rasa nyeri dan menetralisir asam lambung. Antasida kurang
memuaskan karena waktu kerjanya singkat dan tidak dapat diandalkan untuk menetralisir
sekresi asam tengah malam. Ada resiko terjadinya sekresi asam yang melambung
kembali (rebound acid secretion), dan menimbulkan efek samping diare atau konstipasi.
Terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Dosis:4×1 sendok makan sehari.
Antagonis Reseptor H2
Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang
serta tanpa komplikasi.
Dosis pemberian :
- Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg
- Ranitidin : 4 x 150 mg
- Famotidin : 2 x 20 mg
- Nizatidin : 2 x 150 mg
Penghambat Pompa Proton (PPI)
Drug of choice dalam pengobatan GERD. Bekerja langsung pada pompa proton sel
parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir
proses pembentukan asam lambung. Sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta
penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat serta yang
refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2.
Dosis yang diberikan untuk GERD adalah dosis penuh :
10
- omeprazole : 2 x 20 mg
- pantoprazole : 2 x 40 mg
- lanzoprazole : 2 x 30 mg
- esomeprazole : 2 x 40 mg
- raberprazole : 2 x 10 mg
Obat-obat prokinetik
Obat prokinetik mempunyai sifat memperbaiki motilitas dan mempercepat peristaltik
saluran makan, di samping meninggikan tekanan LES.
Metoclopramid : merupakan senyawa golongan benzamid. Mekanismenya di saluran
cerna yaitu untuk potensiasi efek kolinergik, memberi efek langsung pada otot polos,
dan menghambat dopamin. Secara farmakodinamik, obat ini memperkuat tonus LES
dan meningkatkan amplitude kontraksi esofagus. Di lambung, memperbaiki koordinasi
kontraksi antrum dan duodenum, sehingga mempercepat pengosongan lambung.
Dosis : 3 x 10 mg
Domperidon
Domperidon adalah derivate benzimidazol, dan merupakan antagonis dopamin perifer
yang merangsang motilitas saluran makan serta mempunyai khasiat anti muntah. Obat
ini berkhasiat untuk pengobatan refluks gastroesofageal, sindroma dyspepsia,
gastroparesis, anoreksia nervosa. Pemberian domperidon akan meningkatkan tonus
LES. Di samping itu akan meningkatkan koordinasi antro-duodenal, yaitu dengan jalan
meningkatkan kontraktilitas serta menghambat relaksasi lambung, sehingga
pengosongan lambung lebih dipercepat. Efek samping domperidon lebih rendah
daripada metoclopramid karena tidak memperngaruhi reseptor saraf pusat. Dosis : 3 x
10 – 20 mg sehari
Cisapride
CIsapride merupakan derivate benzinamid, dan tergolong obat prokinetik baru yang
memperbaiki gangguan motilitas seluruh saluran makan. Jadi obat ini mempunyai
spektrum luas. Dosis : 3 x 10 mg sehari
Sukralfat
Sukralfat (aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat) Obat ini bekerja dengan cara
meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap HCL di esofagus
11
serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman
diberikan karena diberikan secara topikal (sitoprotektif). Dosis : 4 x 1 gram
2. Non Medika
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD,
namun bukan pengobatan primer. Namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk
mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan. Hal yang perlu dilakukan
dalam modifikasi gaya hidup adalah meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta
menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan meningkatkan bersihan asam selama
tidur serta mencegah refluks asam dari lambung esophagus. Berhenti merokok dan
mengkonsumsi alkhohol karena dapat menurunkan LES sehingga mempengaruhi sel-
sel epitel. Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan karena
dapat menimbulkan distasi lambung. Menurunkan berat badan, menghindari
makanan/minumman seperti coklat, kopi, the, minuman bersoda karena dapat
menstimulasi sekresi asam. Menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES
seperti anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium dan progesterone.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah striktur dan perdarahan. Sebagai dampak adanya
rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esophagus, dapat terjadi perubahan
mukosa esophagus dari skuamosa menjadi epitel kolumnar yang metaplastik. Keadaan ini
disebut sebagai esophagus Barret (barrett’s esophagus) dan merupakan suatu keadaan
premaligna. Resiko terjadinya karsinoma pada Barrett’s esophagus adalah sampai 30-40 kali
dibandingkan populasi normal.
J. PENCEGAHAN
Setelah makan jangan cepat berbaring, hindari mengangkat barang berat, Hindari pakaian
yang ketat, terutama di daerah pinggang, Penderita yang gemuk, perlu diturunkan berat badan,
Biasakan tidur dengan lambung yang tidak diisi penuh, Tempat tidur di bagian kepala
ditinggikan, Sebelum tidur jangan makan terlalu kenyang, Hindari makanan berlemak,
Kurangi atau hentikan minum kopi, alkohol, coklat, Jangan merokok. Mneghentikan jika
12
mungkin penggunaan obat-obat yang dapat mengiritasi secara langsung mukosa esophagus
seperti tetrasiklin, quinolon, KCL, garam besi, aspirin dan AINS.
K. POGNOSIS
Baik apabila ditangani dengan cepat.
KESIMPULAN
Patofisiologi GERD perlu dimengerti lebih baik lagi. Pengobatan harus diarahkan pada faktor
etiologi dan mekanisme patofisiologi, bukan pada pengontrolan gejala. Keluhan rasa terbakar
dan nyeri dada di bagian tengah, yang kemudian disusul dengan timbulnya rasa seperti
muntah dengan mulut masam (regurgitasi). Rasa terbakar tersebut dirasakan terutama pada
waktu makan, dan dirasakan sepanjang hari. Selain keluhan tersebut juga timbul rasa panas
dan pedih di ulu hati, mual, bahkan sering disusul dengan muntah. Dengan keluhan seperti itu
dapat disimpulkan GERD.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Patel Pradip R. 2007. Lecture notes radiologi. 2nd ed. Jakarta: Erlangga.
2. Demeester T, Chandrasoma P. 2006. Gerd refluks to esophageal adenocarsinoma.
USA: ELSEVIER.
3. Sudoyo A, Setiyohadi B, et al. 2009. Ilmu penyakit dalam. 5nd ed. Jilid I. Jakarta:
InternaPublishing; h 480-7.
4. Gitnick Gary, MD. 2008. Gastroesofageal refluks desease a clinician’s guide. Diunduh
dari http://books.google.co.id/books. 12 Mei 2012.
14