Download - BIOTEK sediaan ethanol
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan energi dari bahan bakar minyak bumi (BBM) di berbagai negara di dunia
dalam tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Tidak hanya pada negara - negara maju, tetapi
juga di negara berkembang seperti Indonesia. Untuk mengantisipasi krisis bahan bakar minyak
bumi (BBM) pada masa yang akan datang. Saat ini telah dikembangkan pemanfaatan etanol
sebagai sumber energi terbarukan, contohnya untuk pembuatan bioetanol dan gasohol.
Bioetanol adalah cairan biokimia dari hasil proses fermentasi gula dari karbohidrat
dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol merupakan etanol yang berasal dari
sumber hayati, misalnya tebu: nira sorgum, ubi kayu, garut, ubi jalar, jagung, jerami, bonggol
jagung dan kayu. Bahan baku pembuatan bioetanol terdiri dari bahan - bahan yang mengandung
karbohidrat, glukosa dan selulosa.
Bioetanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul etanol adalah C2H5OH atau
rumus empiris C2H6O atau rumus bangunnya CH3-CH2-OH. bioetanol merupakan bagian dari
kelompok metil (CH3-) yang terangkai pada kelompok metilen (-CH2-) dan terangkai dengan
kelompok hidroksil (-OH). Secara umum akronim dari (Bio)Etanol adalah EtOH (Ethyl-(OH))
Bioetanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk
dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur
9000 tahun dari China bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan
oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik.
Campuran dari bioetanol yang mendekati kemurnian untuk pertama kali ditemukan oleh
Kimiawan Muslim yang mengembangkan proses distilasi pada masa Kalifah Abbasid dengan
peneliti yang terkenal waktu itu adalah Jabir ibn Hayyan (Geber), Al-Kindi (Alkindus) dan al-
Razi (Rhazes). Catatan yang disusun oleh Jabir ibn Hayyan (721-815) menyebutkan bahwa uap
dari wine yang mendidih mudah terbakar. Al-Kindi (801-873) dengan tegas menjelaskan tentang
proses distilasi wine. Sedangkan bioetanol absolut didapatkan pada tahun 1796 oleh Johann
Tobias Lowitz, dengan menggunakan distilasi saringan arang.
1
Antoine Lavoisier menggambarkan bahwa bioetanol adalah senyawa yang terbentuk dari
karbon, hidrogen dan oksigen. Pada tahun 1808 Nicolas-Théodore de Saussure dapat
menentukan rumus kimia etanol. Lima puluh tahun kemudian (1858), Archibald Scott Couper
menerbitkan rumus bangun etanol. Dengan demikian etanol adalah salah satu senyawa kimia
yang pertama kali ditemukan rumus bangunnya. Etanol pertama kali dibuat secara sintetis pada
tahu 1829 di Inggris oleh Henry Hennel dan S.G.Serullas di Perancis. Michael Faraday membuat
etanol dengan menggunakan hidrasi katalis asam pada etilen pada tahun 1982 yang digunakan
pada proses produksi etanol sintetis hingga saat ini.
Pada tahun 1840 etanol menjadi bahan bakar lampu di Amerika Serikat, pada tahun 1880-
an Henry Ford membuat mobil quadrycycle dan sejak tahun 1908 mobil Ford model T telah
dapat menggunakan bioetanol sebagai bahan bakarnya. Namun pada tahun 1920-an bahan bakar
dari petroleum yang harganya lebih murah telah menjadi dominan menyebabkan etanol kurang
mendapatkan perhatian. Akhir-akhir ini, dengan meningkatnya harga minyak bumi, bioetanol
kembali mendapatkan perhatian dan telah menjadi alternatif energi yang terus dikembangkan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dari Bioetanol?
2. Bagaimana klasifikasi mikroba Saccharomyces cerevisiae?
3. Bagaimana mekanisme pembuatan fermentasi bioetanol?
4. Bagaimana Manfaat bioetanol dan fungsi dalam kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan
Adapun Tujuan dari makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Mengetahui definisi dari bioetanol
2. Mengetahui klasifikasi mikroba Saccharomyces cerevisiae
3. Mengetahui Mekanisme proses pembuatan dan fermentasi bioetanol
4. Mengetahui manfaat dan fungsi bioetanol dalam kehidupan sehari-hari
2
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. Definisi Bioetanol
Bioetanol merupakan etanol (golongan alkohol) yang diproduksi dari bahan alami,
terutama dari tumbuhan. Bahan baku yang biasa digunakan untuk memproduksi bioetanol antara
lain tetes tebu (molases) yang merupakan by product dari industri gula; gula merah; singkong,
ubi jalar, dan kelompok pati-patian lainnya. Bahan-bahan baku ini kemudian difermentasi
dengan mikroba seperti Saccharomyces cereviseae dan mikroba penghasil etanol lainnya dan
berperan sebagai substrat untuk pertumbuhan mikroba. Dari proses fermentasi tersebut
dihasilkan etanol sebagai salah satu produknya. Produk etanol inilah yang paling diperhatikan
dalam produksi bioetanol, selain pertumbuhan mikroba penghasilnya. Produk etanol yang
dihasilkan dari proses fermentasi ini tentu saja masih tercampur dengan produk lainnya, air,
biomassa, dan juga substrat yang masih tersisa. Untuk memisahkannya, diperlukan berbagai
teknik pemisahan. Untuk memisahkan antara cairan dan padatan digunakan teknik penyaringan
(filtrasi). Untuk memisahkan etanol dari komponen cair lainnya digunakan teknik distilasi
(penyulingan) dengan memanfaatkan perbedaan titik uap antara etanol dan komponen-komponen
cair lainnya. Dengan distilasi ini dapat dihasilkan etanol yang lebih murni, walaupun tidak 100%
murni. Untuk memurnikan lagi bioetanol yang dihasilkan tentu saja diperlukan teknik-teknik
pemurnian tertentu.
Untuk memproduksi bioetanol ini dalam skala industri tentu saja menggunakan
bioreaktor yang cukup besar, namun untuk memproduksinya dalam skala kecil dapat dilakukan
dengan peralatan sederhana seperti labu erlenmeyer yang digunakan untuk wadah dalam
fermentasi (sebagai bioreaktor sederhana), sumbat untuk menutup erlenmeyer karena produksi
bioetanol dilakukan secara anaerob, dan peralatan pendukung lainnya. Untuk melakukan distilasi
diperlukan distilator. Alat ini banyak dijumpai di laboratorium.
Bioetanol merupakan salah satu contoh energi alternatif dalam kategori biofuel, yang
artinya bahan bakar alami yang bahan bakunya berasal dari alam, terutama dari tumbuh-
tumbuhan dan juga hewan yang merupakan jenis sumber daya alam yang renewable. Contoh
biofuel yang lain adalah biodiesel yang merupakan bahan bakar minyak yang berasal dari
3
minyak tumbuhan seperti jarak, kelapa sawit, dan kelapa dan biomassa yang merupakan hasil
pemanfaatan limbah ternak (kotoran ternak) dengan menggunakan mikroba untuk menghasilkan
sumber energi.
B. Proses Pembuatan Bioetanol
a. Bahan Baku Pembuatan Bioetanol
Bahan baku pembuatan bioetanol ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
Bahan sukrosa
Bahan-bahan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain ; nira tebu,nira sargum
manis, nira kelapa, nira aren, dan sari buah mete.
Bahan berpati
Bahan-bahan yang termasuk kelompok ini adalah bahan-bahan yang mengandung pati
atau karbohidrat. Bahan-bahan tersebut antara lain ; tepung-tepung ubi ganyong, sorgum
biji, jagung, cantel, sagu, ubi kayu, ubi jalar, dll.
Bahan berselulosa
Bahan berselulosa (lignoselulosa artinya adalah bahan tanaman yang mengandung
selulosa (serat), antara lain ; kayu, jerami, batang pisang, dll.
Berdasarkan ketiga jenis bahan baku tersebut, bahan berselulosa merupakan
bahan yang jarang digunakan dan cukup sulit untuk dilakukan. Hal ini karena adanya
lignin yang sulit dicerna sehingga proses pembentukan glukosa menjadi lebih sulit.
b. Produksi Bioetanol
Proses pembuatan bioetanol melalui beberapa tahap yaitu isolasi pati, hidrolisis
pati menjadi glukosa, fermentasi atau perubahan glukosa menjadi etanol atau bioetanol,
dan destilasi bioetanol lalu didehidrasi.
4
Hidrolisis Pati
Pati adalah salah satu jenis polisakarida yang amat luas tersebar di alam. Pati
disimpan oleh tanaman sebagai cadangan makanan di dalam biji buah maupun di dalam
umbi batang dan umbi akar. Pati merupakan polimer dari glukosa atau maltosa. Unit
terkecil dari rantai pati adalah glukosa yang merupakan hasil fotosintesis di dalam
bagian tubuh tumbuh-tumbuhan yang mengandung klorofil. Pati tersusun atas ikatan α-
D- glikosida. Molekul glukosa pada pati dan selulosa hanya berbeda dalam bentuk
ikatannya, α dan β, namun sifat-sifat kimia kedua senyawa ini sangat jauh berbeda.
Proses hidrolisis pati yaitu pengubahan molekul pati menjadi monomernya atau unit-
unit penyususnya seperti glukosa.
Hidrolisis pati dapat dilakukan dengan bantuan asam atau enzim pada suhu, pH,
dan waktu reaksi tertentu. Pemotongan rantai pati oleh asam lebih tidak teratur
dibandingkan dengan hasil pemotongan rantai pati oleh enzim. Hasil pemotongan oleh
asam adalah campuran dekstrin, maltosa dan glukosa, sementara enzim bekerja secara
spesifik sehingga hasil hidrolisis dapat dikendalikan. Enzim yang dapat digunakan
dalam proses hidrolisis pati adalah amilase. Enzim amilase merupakan endoenzim yang
menghidrolisis ikatan α- 1,4- glukosida secara spesifik.
Fermentasi
Proses fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat
dan asam amino secara aerobik, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat
dipecah dalam proses fermentasi terutama adalah karbohidrat, sedangkan asam amino
hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu. Prinsip dasar fermentasi
adalah mengaktifkan kegiatan mikroba tertentu dengan tujuan mengubah sifat bahan
agar dihasilkan suatu yang bermanfaat. Perubahan tersebut karena dalam proses
fermentasi jumlah mikroba diperbanyak dan digiatkan metabolismenya didalam bahan
tersebut dalam batas tertentu. Beberapa langkah utama yang diperlukan dalam
melakukan suatu proses fermentasi diantaranya adalah :
Seleksi mikroba atau enzim yang sesuai dengan tujuan.
Seleksi media sesuai dengan tujuan.
5
Sterilisasi semua bagian penting untuk mencegah kontaminasi oleh mikroba yang
tidak dikehendaki.
Yeast merupakan fungsi uniseluler yang melakukan reproduksi secara
pertunasan ( budding ) atau pembelahan ( fission ). Yeast tidak berklorofil, tidak
berflagella, berukuran lebih besar dari bakteri, tidak dapat membentuk miselium
berukuran bulat, bulat telur, batang, silinder seperti buah jeruk, kadang-kadang dapat
mengalami diforfisme, bersifat saprofit, namun ada beberapa yang bersifat parasit.
Saccharomyces cerevisiae merupakan yeast yang termasuk dalam kelas
Hemiascomycetes, ordo Endomycetales , famili Saccharomycetaceae, Sub famili
Saccharoycoideae , dan genus Saccharomyces.
Saccharomyces cerevisiae merupakan organisme uniseluler yang bersifat
makhluk mikroskopis dan disebut sebagai jasad sakarolitik, yaitu menggunakan gula
sebagai sumber karbon untuk metabolisme. Saccharomyces cerevisiae mampu
menggunakan sejumlah gula, diantaranya sukrosa, glukosa, ruktosa, galaktosa,
mannosa, maltosa dan maltotriosa. Saccharomyces cerevisiae merupakan mikrobia yang
paling banyak digunakan pada fermentasi alkohol karena dapat berproduksi tinggi,
tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan
tetap aktif melakukan aktivitasnya pada suhu 4–320C.
Distilasi
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air
dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 780C sedangkan air adalah 1000C (Kondisi
standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 – 1000C akan
mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa
dihasilkan etanol dengan konsentrasi 9% volume. Semakin murni etanol, semakin bagus
untuk mesin. Harga jualnya pun lebih tinggi.
Dehidrasi
Proses ini merupakan proses untuk membuang air sampai menjadi 99,5%. etanol
99,5% ini yang bisa digunakan untuk menjadi bahan bakar energi alternatif. Proses
6
dehidrasi etanol secara konvensional yang umum digunakan adalah dengan distiIasi
azeotopik yang saat ini mulai digantikan dengan molecular sieve. Metode yang sedang
dikembangkan saat ini adalah pervaporasi dengan membran. Proses dehidrasi ini ada
tiga macam yaitu proses azeotropic distillation, molecular sieve dan membran
pervoration.
Dehidrasi etanol merupakan tahapan akhir dalam proses produksi etanol anhidrat
atau fuel grade ethanol. Setelah melalui tahapan proses destilasi, etanol perlu
dimurnikan kembali karena masih terdapat kadar air dalam technical grade ethanol
yang berkisar antara 4-5% atau hanya menghasilkan etanol dengan persentase ±95%.
Untuk menghasilkan etanol anhidrat dengan kualitas yang baik harus diimbangi dengan
metode pemurnian etanol yang handal (konsumsi energi yang relatif rendah), ramah
lingkungan dan biaya produksi yang relatif murah. Proses dehidrasi etanol dapat
dilakukan dengan tiga metode, yaitu: azeotropic distillation, moleculer sieve dan
membrane pervaporation.
Pada dasarnya ada 5 tahap proses dehidrasi untuk membuang kandungan air
dalam campuran etanol azeotropik (etanol 95-96%). Proses yang pertama, yang sudah
digunakan di banyak pabrik etanol sejak dulu, adalah proses yang disebut distilasi
azeotropik. Distilasi azeotropik dilakukan dengan cara menambahkan benzena atau
sikloheksana ke dalam campuran. Ketika zat ini ditambahkan, maka akan membentuk
campuran azeotropik heterogen. Hasil akhirnya nanti adalah etanol anhidrat dan
campuran uap dari air dan sikloheksana/benzena. Ketika dikondensasi, uap ini akan
menjadi cairan. Metode lama lainnya yang digunakan adalah distilasi ekstraktif. Metode
ini digunakan dengan cara menambahkan komponen terner dalam etanol hidrat sehingga
akan meningkatkan ketidakstabilan relatif etanol tersebut. Ketika campuran terner ini
nantinya didistilasi, maka akan menghasilkan etanol anhidrat.
Saat ini penelitian juga sedang mengembangkan metode pemurnian etanol
dengan menghemat energi. Metode yang saat ini berkembang dan mulai banyak
digunakan oleh pabrik-pabrik pembuatan etanol adalah penggunaan saringan molekul
untuk membuang air dari etanol. Dalam proses ini, uap etanol bertekanan melewati
semacam tatakan yang terdiri dari butiran saringan molekul. Pori-pori dari dari saringan
ini dirancang untuk menyerap air. Setelah beberapa waktu, saringan ini pun divakum
7
untuk menghilangkan kandungan air di dalamnya. 2 tatakan biasanya digunakan
sekaligus sehingga ketika satu sedang dikeringkan, yang satunya bisa dipakai untuk
menyaring etanol. Teknologi dehidrasi ini diperkirakan dapat menghemat energi sebesar
3.000 btus/gallon (840 kJ/L) jika dibandingkan dengan distilasi azeotropik.
C. Manfaat Bioetanol
Etanol merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang mempunyai kelebihan
dibandingkan BBM. Berdasarkan siklus karbon, etanol dianggap lebih ramah lingkungan karena
CO2 yang dihasilkan oleh hasil buangan mesin akan diserap oleh tanaman. Etanol dapat juga
meningkatkan efisiensi pembakaran karena mengandung 35% oksigen, selain itu juga etanol
ramah lingkungan karena emisi gas buangannya seperti kadar karbon monoksida, nitrogen
oksida, dan gas-gas lain rendah (19-25%). bensin premium memiliki angka oktan 88. Beberapa
keunggulan lain yang dapat diperoleh dari bioethanol sebagai bahan bakar adalah nilai oktan
yang tinggi menyebabkan campuran bahan bakar terbakar tepat pada waktunya sehingga tidak
menyebabkan fenomena knocking, pembakaran tidak menghasilkan partikel timbal dan benzena
yang bersifat karsinogen, serta mempunyai efisiensi yang tinggi dibandingkan bensin,
mengurangi emisi fine-particulates yang membahayakan kehidupan manusia. Akan tetapi
penggunaan bioetanol sebagai pengganti bahan bakar minyak memunyai kelemahan yaitu mesin
memerlukan modifikasi terlebih dahulu jika ingin meenggunakan etanol murni pada kendaraan
dan juga ada kemungkinan etanol akan mengeluarkan emisi polutan beracun.
Selain dapat menggantikan fungsi dari bahan bakar minyak bioetanol juga mempunyai
banyak manfaat lainnya, yaitu :
a. Sebagai bahan dasar minuman beralkohol
b. Sebagai bahan kimia dasar senyawa organic, pelarut untuk parfum, cat dan
larutanobat, antidote beberapa racun
c. Sebagai antiseptic, pengobatan untuk mengobati depresi dan obat bius
d. Digunakan untuk pembuatan beberapa deodoran
8
BAB III
PEMBAHASAN
Selama ini proses fermentasi menggunakan cara yang konvensional yaitu dengan
mencampurkan sel ragi (Saccharomyces cerevisiae) dengan subtract gula dalam gelas
erlenmeyer yang digoyang dalam shaker pada kondisi tertentu. Cara ini mempunyai kelemahan
karena pemisahan produk lebih sulit dan sel ragi yang bercampur dengan produk sulit
dipisahkan. Untuk mengatasi cara konvensional dilakukan dengan teknik imobilisasi sel untuk
memproduksi etanol dengan menggunakan bahan baku molase.
Proses imobilisasi sel adalah suatu proses di mana pergerakan sel di dalam ruang dibatasi.
Dalam penelitian ini sel-sel ragi dijerat (dijebak) dengan menggunakan gel kalsium alginat. Bila
larutan natrium alginate dicampur dengan larutan CaCl2 maka segera terbentuk gel yang tidak
larut dalam air. Reaksi antara natrium alginat dengan CaCl2 dapat dimanfaatkan dalam
imobilisasi sel-sel ragi yang merupakan biokatalis dalam upaya memproduksi etanol dari molase
secara fermentasi. Fermentasi etanol dengan menggunakan sistem imobilisasi sel memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan cara konvensional karena dengan menggunakan sel
terimobilisasi pemisahan produk lebih mudah serta stabilitas sel dapat dipertahankan (Bangun
1991; Ramakrishna 1997; Yekta 2000).
Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia yang disebabkan oleh aktivitas mikroba
ataupun oleh aktivitas enzim yang dihasilkan mikroba. Jalur metabolisme karbohidrat yang
pernah diselidiki adalah sistem fermentasi etanol oleh khamir. Salah satu jenis khamir yang
produktif dan sering digunakan ialah Saccharomyces cerevisiae. Dalam fermentasi ini glukosa
didegradasi menjadi etanol dan CO2 melalui suatu jalur metabolisme yang disebut glikolisis.
Jalur glikolisis disebut juga sebagai jalur Embden–Meyerhof–Parnas. Secara keseluruhan
mekanisme utama fermentasi etanol melalui jalur Embden–Meyerhof– Parnas terlihat pada
Gambar 1 (Berry 1988).
9
C6H12O6 ATP, Mg ++ Glukosa 6 – P
Glukosa Heksokinase
Fosfo glukoisomerse
Fruktosa 6 – P
ATP
Fosfo fruktokinase
Fruktosa 1,6 – di P
Triosa fosfat isomerase Aldose
Gliseraldehida 3 – P Dihidroksi Aseton Fosfat
NAD+ Pi
NADH + H+ Gliseraldehida fosfat dehidrogenase
Asam 1,3 – difosfo gliserat
ADP
ATP Fosfogliseratkinase
Asam 3 – Fosfo gliserat
Fosfogliseseromutase
Asam 2 – Fosfo gliserat
Enolase
Mg ++
Fosfoenol piruvat
ADP Piruvat Kinase
ATP Mg ++ CO2
Asam Piruvat Piruvat dekarboksilase
Laktat dehidrogenasi
Asam Laktat Asetaldehida
NADH + H+
Alkohol dehidrogenase
NAD+
Etanol
GAMBAR 1: Lintasan Embden – Meyerhof – Parnas
10
A. Klasifikasi Saccharomyces cerevisiae
1. Definisi
Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir sejati tergolong eukariotik
(memiliki membran inti), ukuran 6-8 mikron, berbentuk bulat telur, melakukan
reproduksi dengan cara bertunas dan dapat hidup di lingkungan aerob maupun
anaerob. Kata Saccharomyces cerevisiae berasal dari kata Saccharo artinya gula dan
myces artinya makan sedangkan cerevisiae artinya berkembang biak yang secara
keseluruhan berarti ragi hidup dan berkembang biak dengan memakan gula.
2. Klasifikasi
Klasifikasi Saccharomyces cerevisiae adalah sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Divisio : Ascomycota
Kelas : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Spesies : Saccharomyces cerevisiae
(Wikipedia Indonesia, 2010).
Khamir sejak dulu berperan dalam fermentasi yang produk utama
metabolismenya adalah etanol. Saccharomyces cerevisiae adalah jenis utama yang
berperan dalam produksi minuman beralkohol seperti bir, anggur dan digunakan
untuk fermentasi adonan dalam perusahaan roti (Buckle, K. A, 1987).
11
B. Metode Penelitian
a. Bahan-bahan
Molase, Saccharomyces cerevisiae, PDA (Potato Dextose Agar), pepton,
YGP (Yeast Glucose Pepton), larutan kalium bikromat, larutan ferro amonium sulfat,
indicator feroin, kalsium klorida, natrium alginat, NaCl, buffer sitrat pH 4, amonim
sulfat, 1,10 – O – Phenantrolin, magnesium sulfat, kalium hidrogen phospat, asam
klorida.
b. Alat-alat
Fermentor batch sistem teraduk, cawan petridish, autoklaf, hemacytometer,
buret, termometer, hand- refractometer, labu erlenmeyer, labu ukur.
c. Metode penelitian
1. Penanaman Saccharomyces cerevisiae dengan metode cawan gores
i. Penyediaan biakan stok.
ii. Sediaan Saccharomyces cerevisiae dibiakkan pada media pertumbuhan
PDA (Potato Dextose Agar), diinkubasi selama 2 hari pada suhu 30°C.
iii. Pertumbuhan subkultur Saccharomyces cerevisiae (kultur perantara).
iv. Hasil biakan yang diperoleh dibiakkan kembali ke dalam media
pertumbuhan cair YGP (Yeast Glucose Peptone), lalu diinkubasi selama 2
hari pada suhu 30°C.
v. Pembuatan Starter
100 ml media pertumbuhan YGP ditambah dengan 0,1 g (NH4)2SO4,
0,04 g MgSO4. 7H2O, 0,2 g KH2PO4 dan 10 ml buffer sitrat 0,1 M
dengan pH 4,0.
Larutan disterilkan di dalam autoklaf suhu 121°C selama 15 menit
kemudian didinginkan hingga
suhu kamar.
Suspensi diinokulasi dengan 10 ml sub- kultur Saccharomyces
cerevisiae murni dan diinkubasi pada suhu 300C selama 2 hari.
12
1 ml suspensi hasil inkubasi diambil lalu jumlah sel dihitung dengan
menggunakan hemacytometer.
2. Imobilisasi sel ragi
i. 50 ml starter dicampurkan dengan 50 ml Na-alginat 4% kemudian diteteskan
dengan jarum suntik ke dalam 1000 ml CaCl2 2%. Tetesan alginat akan memadat
selama kontak dengan larutan CaCl2, membentuk suatu bead yang akan menjerat
sel ragi tersebut.
ii. Bead dibiarkan mengeras selama 30 menit lalu disaring dan dicuci dengan 0,85%
NaCl. Bead disimpan pada suhu 4°C selama 0,2% larutan ekstrak ragi sampai bead
itu digunakan
3. Fermentasi molase
i. Fermentor batch sistem teraduk dirangkai dan fermentor dicuci dengan etil
alkohol.
ii. 500 ml molase 17% dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer dan ditambah dengan
1,73 g (NH4)2SO4; 0,51 g KH2PO4; 0,183 g MgSO4, 7H2O, dan pH 4 diatur
dengan penambahan HCl 2 N laluditambahkan 10 ml buffer sitrat pH 4.
iii. Larutan dipasteurisasi di dalam penangas air pada suhu 80°C selama 15 menit dan
didinginkan hingga suhu kamar kemudian dimasukkan ke dalam fermentor.
iv. Bead diinkubasi dengan larutan yeast ekstrak 2% selama 15 menit pada suhu
30°C dan kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam fermentor dengan variasi
berat yang telah ditentukan yaitu 8, 10, dan 12 gram.
v. Kemudian fermentasi dilakukan pada suhu 30°C selama variasi waktu yang telah
ditentukan yaitu 12, 24, 36, dan 48 jam.
4. Analisa Kadar Alkohol
i. 5 ml hasil fermentasi diencerkan dengan akuades pada labu takar 50 ml sampai
garis tanda.
ii. Dipipet 1 ml larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer dan
ditambahkan dengan 5 ml K2Cr2O7 0,689 N.
13
iii. Dan dipanaskan dalam penangas air pada suhu 800C selama 15 menit kemudian
didinginkan pada suhu kamar.
iv. Kemudian dititrasi dengan FeSO4 (NH4)2 SO4 0,3933 N hingga terbentuk
larutan hijau terang.
v. Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator ferroin dan dititrasi kembali dengan
FeSO4 (NH4)2SO4
vi. 0,3933 N sampai diperoleh larutan coklat kemerahan, dan dihitung volume
titrasinya.
vii. Dilakukan juga perlakuan yang sama untuk blanko.
C. Hasil Dan Pembahasan
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa variasi berat bead dan lamanya
waktu inkubasi sangat mempengaruhi produksi alkohol dengan menggunakan Saccharomyces
cerevisiae yang terimobilisasi. Bertambah besarnya jumlah bead memberikan pengaruh yang
sangat nyata terhadap kenaikan produksi alkohol melalui proses immobilisasi sel Saccharomyces
cerevisiae. Bertambah besarnya waktu inkubasi yang digunakan pada proses fermentasi tersebut,
memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kenaikan produksi alkohol yang dihasilkan.
Hal ini dapat diperlihatkan pada Tabel 1 dan Gambar 2.
Semakin banyak bead yang ditambahkan menunjukkan konsentrasi sel Saccharomyces
cerevisiae yang terimobilisasi juga semakin banyak terdapat dalam fermentor. Semakin banyak
bead yang digunakan maka aktivitas Saccharomyces cerevisiae untuk menghasilkan enzim akan
semakin tinggi. Dengan semakin tingginya enzim yang dihasilkan maka proses konversi gula
oleh enzim menjadi alkohol akan semakin cepat berlangsung (Judoamidjojo 1990). Sedangkan
waktu yang semakin lama pada proses fermentasi akan memberikan kesempatan bagi enzim
untuk merombak gula menjadi alkohol semakin banyak (Setyohadi 1993).
14
Pada perlakuan berat bead 12 g dengan lama fermentasi 48 jam terjadi penurunan kadar
alkohol yang dihasilkan yaitu 12,503%. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena terjadinya
oksidasi etanol menjadi asetalhedid dan selanjutnya dioksidasi menjadi asam asetat. Kondisi ini
akan mengakibatkan media fermentasi semakin asam (terjadi perubahan pH). Hal ini juga dapat
disebabkan karena meningkatnya pembentukan produk yang diikuti pula dengan meningkatnya
evolusi panas sehingga suhu medium meningkat. Dalam hal demikian, alkohol yang dihasilkan
dapat hilang melalui penguapan dan terikut keluar dengan gas CO2 (Ayres 1980).
Laju kematian eksponensial akan terlihat pada Gambar 2. Pada perlakuan berat bead 12 g
setelah fermentasi 36 jam, peningkatan pertumbuhan sel akan terhenti dan sel mulai mati
seterusnya kekurangan nutrien atau terbentuknya toksis.
15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bioetanol merupakan etanol (golongan alkohol) yang diproduksi dari bahan alami,
terutama dari tumbuhan. Selain dapat menggantikan fungsi dari bahan bakar minyak bioetanol
juga mempunyai banyak manfaat lainnya, bahan dasar minuman beralkohol, Sebagai antiseptic,
pengobatan untuk mengobati depresi dan obat bius, Digunakan untuk pembuatan beberapa
deodorant, bahan kimia dasar seperti senyawa organic, pelarut untuk parfum, cat dan larutanobat,
antidote beberapa racun.
Teknik imobilisasi lebih baik dari cara konvensional karena dengan teknik ini pemisahan
produk lebih mudah dan sel ragi yang bercampur dengan produk mudah dipisahkan. Dari hasil
penelitian ini dapat diperoleh bahwa Pemberian variasi berat bead dan waktu inkubasi
memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi alkohol dari molase.
16