Download - BIOSTRATIGRAFI KUANTITATIF
8
BAB 2. BIOSTRATIGRAFI KUANTITATIFDalam buku Sandi Stratigrafi Indonesia (1980) yang merupakan turunan dari Code of Stratigraphy Nomenclature (1963), diperkenalkan macam stratigrafi, antara lain: biostratigrafi, lithostratigrafi, chronostratigrafi dan geochronology. Biostratigrafi dan lithostratigrafi yang secara praktis dapat diaplikasikan dalam eksplorasi geologi secara nyata. Mengapa ?. Siapa pioner dalam penelitian geologi yang telah berhasil mengaplikasikan konsep lithostratigrafi di Indonesia ?
Gambar 2.1. Von Koenigswald (gbr.kiri), RW Van Bemmelen (gbr.tengah),P.Marks (gbr.kanan)
Biostratigrafi, yang dasar penyusunannya memanfaatkan fosil sebagai data utamanya. Pengalaman penyusunan biostratigrafi membuktikan bahwa ketelitian penyusunan biostratigrafi sangat tergantung dari jenis fosil yang dimanfaatkan. Biostratigrafi terutama untuk mengetahui biozona (selanjutnya disebut saja sebagai zona) yang mengandung cebakan hidrokarbon, sebagai salah satu komponen dalam melakukan korelasi paleontologi baik dalam satu cekungan sedimentasi ataupun antar cekungan sedimentasi yang berdekatan. Pengalaman lapangan menunjukkan keberadaan fosil makro ternyata tidak merata di seluruh lapisan batuan sedimen, disamping fosil makro mudah rusak oleh pengaruh eksogen sehingga dalam proses determinasi lebih banyak kurang memuaskan. Oleh sebab itu dipandang perlu untuk mempertimbangkan pemakaian fosil mikro dalam menyusun biostratigrafi. Pada Bab ini akan dibahas stratigrafi berdasarkan atas fosil makro.Timbul pertanyaan: Apa itu fosil makro ?. Fosil makro adalah fosil (baik fosil tumbuhan maupun binatang), yang pengamatan secara detail (termasuk diterminasi sampai pada tingkatan species) tidak perlu memakai alat bantu mikroskope. Lalu bagaimana dengan fosil mikro ?. Fosil mikro adalah fosil yang ukurannya sangat kecil sehingga untuk diamati secara teliti diperlukan alat bantu yang namanya mikroskope.
9
2.1. BERDASARKAN ANGKA PROSENTASE FOSIL FAUNA MAKRO(1). Martin (1931) menyusun biostratigrafi mendasarkan jumlah Mollusca yang masih hidup hingga sekarang dibandingkan dengan yang telah menjadi fosil. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Molluscan Stratigraphy of the Tertiary in Indian Archipelago, dan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2.1. Biostratigrafi berdasar angka prosentase Mollusca (Martin 1931)
UMUR % MOLLUSCAQuarternary More than 70%
Pliocene 50-70%Young Miocene 20-50%Lower Miocene 8-20%
Eocene No recent species
Beberapa contoh fosil Mollusca
10
Gambar 2.2. Beberapa contoh MolluscaCatatan
Yang dibandingkan adalah jumlah individu yang hidup dan jumlah individu yang telah menjadi fosil
Untuk mengetahui jumlah individu yang hidup saja sudah sulit, demikian juga jumlah individu yang sudah menjadi fosil
Secara teoritis mudah dipraktekkan, namun secara aplikatif banyak mengalami kendala.
Walaupun demikian Martin (1931) telah meletakkan dasar penyusunan biostratigrafi secara kuantitatif.Salah satu aplikasinya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2. Beberapa Formasi vs % MolluscaNama formasi % terhadap jumlah species sekarangTjiodeng Beds 38% (upper Miocene)Tjilanang Beds 33% (middle Miocene)
Nyalindung Beds 18% (lower Miocene)Rembang Beds 17% (lower Miocene)
West Progo Beds 8% (Oligo-Miocene)CatatanDari tabel tersebut tampak bahwa makin tua umur formasi angka %-nya makin kecil.
(2). Benthem Jutting (1937, 1941) melakukan penelitian fosil Mollusca non-marin di Jawa, dan diperoleh hasil sebagai berikut:
11
Tabel 2.3. Prosentase Mollusca non-marin di P.Jawa (Jutting, 1937, 1941)Umur Angka Prosentase
Quarternary >70%Pliocene 50-70%
Young Miocene 20-50%Lower Miocene 8-20%
Eocene No recent speciesCatatan
Terbukti lagi, angka % makin tua umur batuannya makin kecil angka %-nya Pertanyaan: bagaimana anda dapat membedakan antara Mollusca marin dan non
marin Beberapa ciri untuk membedakan keduanya adalah sebagai berikut:
o Mollusca marin cangkangnya tebal, umumnya berwarna, mempunyai bermacam-macam hiasan
Bila anda bandingkan penelitian Martin (1931)- berdasarkan atas fosil Mollusca dengan penelitian Jutting (1937,1941) berdasarkan atas fosil Mollusca non marin diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2.4. Perbandingan antara penelitian Martin (1931) vs Jutting (1937,1941)Martin (1931) Umur Jutting (1937,1941)More than 70% Quarternary More than 70%50-70% Pliocene 50-70%20-50% Young Miocene 20-50%8-20% Lower Miocene 8-20%No recent species Eocene No recent speciesKesimpulan
Hasilnya sama Penelitian dilakukan oleh orang yang berbeda, pada tahun dan tempat yang
berbeda, namun hasilnya serupa yaitu makin tua batuannya angka % makin kecil
(3). Umbgrove (1946) mendasarkan pada angka % CoralPrinsip yang dipakai mengadopsi konsep Martin (1931), sedang yang dipergunakan adalah fosil Coral. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:
12
Tabel 2.5. Biostratigrafi berdasarkan Koral (Umbgrove, 1946)Umur Angka %
Pleistocene 70-100%Pliocene (Tertiary h) 50-70%Miocene (Tertiary g) 30-50%Miocene (Ttertiary f) 10-30%Miocene (Tertiary e) 0(?)-10%
Oligocene (Tertiary c & d) 0-fewEocene (Tertiary a & b) 0%
Catatan Makin tua umur batuan makin kecil angka % nya
Coba bandingkan hasil penelitian: Martin (1931) vs Jutting (1937, 1941 vs Glaessner (1943) vs Umbgrove (1946) hasilnya serupa meski nilai angka % nya tak sama.
Beberapa contoh fosil koral adalah sebagai berikut:
13
Gambar 2.3. Beberapa contoh fosil koral
2.2. BERDASARKAN ANGKA PROSENTASE FOSIL MIKROBeberapa hasil penelitian disuguhkan data sebagai berikut:(1). Glaessner (1943) mendasarkan pada angka % ForaminiferaHasil penelitian ditunjukkan seperti tabel berikut:
Tabel 2.6. Prosentase Foraminifera kecil (Glaessner 1943, mendasarkan konsep Martin 1931)
Umur Angka prosentasePliocene and Pleistocene >70%
Upper Miocene (Tg) 60-70%Lower Miocene (Te-f) < 60%
CatatanPada tabel tersebut tampak bahwa: makin tua umur batuannya, makin kecil angka %-nya.
Beberapa contoh fosil Foraminifera kecil
14
15
Gambar 2.4. Beberapa contoh fosil Foraminifera
Apabila dibandingkan hasil penelitian Martin (1931), Jutting (1939,1941) vs Glaessner (1943) berdasarkan Foraminifera diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2.7. Hasil penelitian 3 ahliMartin (1931) Umur Jutting
(1937,1941)Umur Glaessner (1943)
Lebih 70% Quarternaey Lebih 70% Pleist-Pliocene Lebih 70%50-70% Pliocene 50-70%50-20% Young Miocene 50-20% Upper Miocene 60-70%8-20% Lower Miocene 8-20% Lower Miocene Kurang 60%No recent sp. Eocene No recent sp.KesimpulanWalaupun besaran nilai prosentase tidak sama, namun hasil penelitian menunjukkan makin tua batuannya, besaran nilai % makin mengecil
(2). Rheinhold (1937) mendasarkan pada angka % fosil Diatomea
16
Tabel 2.8. Biostratigrafi berdasar Diatomea (Rheinhold, 1937)
New Strat.names
Pold strat.names Age Ratio fossil in the Indies to
recent all over the world
Ratio fossil in the Indies to
recent in west European
Putjangan Beds Jetis horison Lower Pleistocene
74,5% 35 %
Upper Kalibeng Beds
Pengampon Formation
transition seriesSonde Horizon
Upper Pliocene 57,5%
62,5%66,6%
28%
31%33%
Lower Kalibeng beds
Lower Mengiri beds
Upper Mengiri beds
Mio-Pliocene 47,5%
50,6%
24%
26%
Wonosari dan Sentolo beds
Wonosari beds Middle Miocene 31,7% 16%
Catatan Makin tua umur batuan angka % nya makin kecil
Beberapa contoh fosil Diatomea adalah sebagai berikut:
17
Gambar 2.5. Beberapa contoh fosil Diatomea
2.3. BERDASARKAN KANDUNGAN AIR DALAM BATUBARA
18
(1). Rutten (1927) menyusun biostratigrafi berdasar pada angka prosentase kandungan air dalam batubara. Hasil penelitian mengambil contoh dari Kalimantan Timur, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2.9. Biostratigrafi berdasar kandungan air dalam batubara (Rutten 1927)Umur % kandungan air dalam batubara
Pliocene 20% atau lebihYounger Miocene 15-20%
Older Miocene 9-15%Eocene 3-7%
Catatan Makin tua umur lapisan batuan yang mengandung batubara, angka prosentase
kandungan air makin kecil Schurmann (1925) telah berhasil melakukan penelitian di Kalimantan,
menyebutkan bahwa kandungan air pada batubara, selain ditentukan oleh kedudukan stratigrafi juga dipengaruhi oleh keadaan tektonik.
Beberapa contoh kenampakan batubara dilapangan adalah sebagai berikut:
19
20
Gambar 2.6. Kegiatan penambangan batubaraCatatanUntuk mengetahui mutu batubara ditentukan dengan analisa proksimat dan analisa ultimat
Analisa proksimat, adalah analisa sifat fisik batubara Analisa ultimat adalah analisa unsur pembentuk batubara
Bagaimana bila didekat endapan batubara terdapat intrusi batuan beku, yang merupakan salah satu penyebab “pemuliaan batubara”?.Perlu diingat bahwa penelitian ini terbatas dilakukan pada batubara yang terdapat di Kalimantan. Meskipun dalam aplikasinya model ini sulit dilakukan karena banyak faktor-faktor eksternal yang berpengaruh namun pada masa itu ide tersebut dicetuskan merupakan suatu terobosan baru.
Catatan kerja