BASELINE SURVEY TERHADAP KAUKUS DAN JARINGAN PEREMPUAN PARLEMEN
Strengthening Women’s Participation and Representation in
Governance in Indonesia
[SWARGA] Project
Research Team:
PHENI CHALID (Research Adviser)
SIGIT ROCHADI (Lead Reseacher)
ISNIATI KUSWINI (Researcher)
BARETHA RIZKA TANTIYA (Reseach Assistant)
Page | 2 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
DAFTAR ISI Kata Pengantar
Daftar Isi BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 3
1. Latar Belakang................................................................................. 3 2. Tujuan Survai................................................................................... 5 3. Metode Penelitian........................................................................... 5
BAB II. WILAYAH STUDI DAN PENDIDIKAN RESPONDEN.................................. 9 1. Wilayah Studi.................................................................................. 9 2. Pendidikan Responden.................................................................... 10
BAB III. KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN ALAT KOMUNIKASI…..................... 13 BAB IV. KELEMBAGAAN KAUKUS....................................................................... 30 BAB V. STAKEHOLDERS .................................................................................... 39 BAB VI. REKOMENDASI...................................................................................... 44 BAB VII. STRATEGI IMPLEMENTASI.................................................................... 49 BAB VIII. PENUTUP.............................................................................................. 51 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 52 LAMPIRAN.............................................................................................................. 53
Page | 3 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kualitas perempuan Indonesia hingga akhir tahun 2014, masih di bawah standar yang
diharapkan. Kenyataan ini ditunjukkan oleh indikator seperti rendahnya Angka Partisipasi
Sekolah (APS) baik kasar maupun murni, kurangnya gizi, rendahnya Angka Kelahiran anak
hidup, masih tingginya angka kematian ibu, masih tingginya angka kekerasan terhadap
perempuan baik domestik maupun publik dan masih rendahnya angka partisipasi kerja
perempuan di sector formal. Kondisi ini membutuhkan kerja keras dari berbagai pihak yang
peduli terhadap masalah ini, terutama perempuan yang menempati posisi strategis untuk
secara serius mencermati ketimpangan yang terjadi. Kaum perempuan yang mengemban
amanah sebagai pembuat kebijakan, perlu berpihak kepada kaumnya guna
mengurangiberbagai keterbelakangan dan ketimpangan. Bias gender dalam pembangunan
dapat menyebabkan dampak yang tidak menguntungkan, karena ketimpangan atau
ketidaksetaraan gender akan menurunkan kualitas sumber daya manusia di masa depan.
Merujuk pada Laporan UNDP (2014) tentang Indeks Pembangunan Manusia, Indonesia
berada di posisi 108 dari 187 negara. Posisi ini jauh di bawah Negara-negara ASEAN lainnya,
seperti Singapura (9), Brunei (30), Malaysia (62) dan Thailand (89). Salah satu faktor
penghambat adalah masih tingginya angka kematian ibu (AKI). Menurut Sensus Dasar
Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2010, AKI masih 228/100.000. Sedangkan target
MDG’s sampai Oktober 2015 adalah 102/100.000 kelahiran.
Rendahnya status perempuan Indonesia juga ditunjukkan oleh tingginya angka kekerasan terhadap perempuan. Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), jumlah kekerasan terhadap perempuan terus meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Pada tahun 2012, jumlah kekerasan terhadap perempuan 216.156 kasus dan pada tahun 2013 menjadi 279.688 kasus. Sementara itu, indeks ketimpangan gender (IKG) juga menunjukkan masih rendahnya status perempuan. IKG menggunakan indikator kesehatan, reproduksi dan pemberdayaan perempuan. Pada tahun 2013, IKG Indonesia 0,500 dan berada diperingkat 103 dari 149 negara. Jika dilihat berdasarkan wilayah, maka semua propinsi di Indonesia Timur memiliki IKG yang tinggi artinya sangat timpang. Upaya membangun kualitas perempuan juga dilakukan melalui kebijakan afirmatif. Undang-undang No. 8 Tahun 2012 Pasal 55 dan 56 secara tegas mewajibkan partai politik menyertakan minimum 30 persen dalam daftar calon wakil rakyat. Pada pemilu 2014, perempuan memperoleh 17,32 persen suara atau 97 kursi di Parlemen. Jumlah ini menurun dibandingkan hasil Pemilu 2009 yang mencapai 18,3 persen atau 103 kursi. Pada hal, target kursi yang akan diraih kaum perempuan sebesar 168 kursi. Perjuangan para aktivis perempuan dibantu berbagai lembaga baik nasional maupun internasional untuk menyiapkan kader-kader perempuan terbaik agar bisa duduk di parlemen, kandas oleh praktek politik uang yang massif. Situasi ini menambah rumitnya perjuangan mencapai kesetaraan gender.
Page | 4 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Perempuan dengan posisi strategis sangat potensial berperan dalam perubahan sosial yang
dimulai dari keputusan politik. Posisi strategis sebagai pemegang otoritas akan menempatkan
perempuan pada tingkatan tertinggi dalam pengambilan keputusan. Posisi demikian dapat
menjamin bahwa isu perempuan dan gender diakomodasi dalam proses penyusunan
kebijakan. Perempuan parlemen di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota memiliki
otoritas (privilege) karena mereka mewakili konstituen, pemilih dan yang terpenting adalah
sebagai perwakilan rakyat. Mereka yang memiliki status sebagai legislator memiliki tanggung
jawab untuk menyusun legislasi, anggaran dan menyelenggarakan pengawasan secara
berkesinambungan. Penyusunan agenda strategis dimulai dari para legislator. Sebagai sesama
perempuan (meskipun sebagai wakil rakyat mereka harus meningkatkan kesejahteraan
rakyat secara umum), sudah seharusnya perhatian khusus mereka berikan kepada kondisi
perempuan.
Penguatan perempuan perlu memperoleh perhatian khusus, mengingat perempuan di
Indonesia masih memperoleh berbagai stigma yang memberatkan dan peran yang terbatas.
Bahkan, di sektor publik sekalipun, perempuan pada umumnya mendapatkan pekerjaan semi
domestik seperti pekerja rumah tangga terkait rendahnya pendidikan yang sebagian besar
berasal dari persepsi bahwa perempuan tidak membutuhkan pendidikan tinggi. Secara sosial,
peran perempuan dalam rumah tangga juga relatif terbatas yaitu sebagai pendamping laki-
laki, dianggap tidak berkompeten dalam mengambil keputusan dan sebagainya. Stigma inilah
yang dikonstruksi selama berpuluh tahun, telah melembaga dan mengakar kuat dalam
masyarakat Indonesia.
Upaya keras untuk membangun kualitas perempuan Indonesia telah berlangsung sebelum
Indonesia merdeka. Baik melalui pendidikan, kesehatan maupun perjuangan secara politis
melalui gerakan dan partai-partai politik, hingga akhir tahun 2014 kondisi perempuan
Indonesia secara umum masih tertinggal. Harus diakui bahwa kerja keras berbagai pihak
termasuk pembentukan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan dukungan berbagai
lembaga internasional, sesungguhnya telah membuahkan hasil. Tonggak penting yang
berhasil dicapai adalah keharusan partai-partai politik mencalonkan perempuan minimum 30
persen dari jumlah kursi yang diperebutkan. Kebijakan efirmatif ini membantu penguatan
posisi perempuan, meskipun masih banyak persoalan dalam implementasinya. Salah satu
kelemahan dalam peningkatan kualitas perempuan adalah terfragmentasinya upaya
pengutan tersebut. Kelemahan lainnya adalah miskinnya jaringan penguatan perempuan dan
rendahnya consensus di antara para aktor.
Pembentukan jaringan kerja perempuan parlemen berbasis teknologi diharapkan dapat
menjawab beberapa kelemahan dimaksud. Di masa yang akan datang, perempuan parlemen
diharapkan lebih efektif dalam mendesain agenda bersama, di mana pengalaman,
pengetahuan dan data dapat dibagikan dan didistribusikan di antara mereka tanpa batas.
Karena itu, jaringan kerja tanpa batas hanya dimungkinkan dengan penggunaan dan
memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Kenyataannya, dukungan untuk meningkatkan jaringan kerja perempuan parlemen akan
menemui berbagai tantangan dan hambatan terkait situasi sosial yang dihadapi oleh
Page | 5 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
perempuan parlemen itu sendiri. Kuatnya stigma dan pembagian kerja berbasis gender
menyulitkan terbentuknya jaringan kerja berbasis teknologi. Tantangan lainnya adalah
kurangnya kebijakan afirmasi baik dari eksekutif juga legislatif, anggaran yang tidak
mencukupi dan ketiadaan agenda bersama sesama perempuan parlemen. Terlepas dari itu
semua, dukungan bagi terbangunnya jaringan kerja perempuan parlemen saat ini menjadi
kebutuhan utama.
Agenda kerja akan membantu para perempuan parlemen untuk menyusun kebijakan,
anggaran dan melakukan pengawasan. Dengan demikian, terbangun perjuangan bersama
untuk mengusung isu yang sama. Pembangunan agenda bersama memerlukan interaksi dan
komunikasi antar legislator. Pertemuan secara fisik antar mereka sudah sulit berlangsung,
mengingat tugas-tugas individual mereka sebagai legislator yang mewakili konstituen, daerah
berasal dan partai yang berbeda-beda. Diperlukan institusi, mekanisme dan instrument yang
memfasilitasi mereka sehingga ide-ide dan tindakan untuk memperkuat posisi parlemen bisa
dilakukan bersama tanpa menuntut pertemuan fisik setiap saat. Untuk itu pembangunan
Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen (Women Parliamentary Network) yang
mekanisme kerjanya dengan memanfaatkan teknologi canggih perlu diimplementasikan.
2. Tujuan Survai
Tujuan Baseline survey adalah;
a. Memperlajari antusiasme dan pentingnya membangun Kaukus Perempuan Parlemen
(KPP) dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di DI Yogyakarta, Lampung, Gorontalo dan
Kalimantan Tengah;
b. Mengidentifikasi kepemilikan dan penggunaan perangkat komunikasi dalam menunjang
kinerja perempuan parlemen;
c. Mengidentifikasi kepemilikan dan penggunaan media sosial dan internet serta cara yang
digunakan oleh anggota parlemen perempuan dalam memenuhi data yang diperlukan
dalam menunjang tugas-tugas mereka.
d. Mengidentifikasi peta jaringan kerja perempuan parlemen di eksekutif dan stakeholder
terkait seperti NGO;
e. Mendapatkan gambaran dari eksistensi, struktur dan keterlibatan perempuan parlemen
dalam kegiatan Kaukus Perempuan Parlemen di tingkat provinsi dan kabupaten/kota;
3. Metode
Metode yang digunakan dalam Baseline adalah survei. Survei ini mengumpulkan informasi
tentang Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen di masing-masing wilayah studi,
kepemilikan dan penggunaan perangkat komunikasi serta respon mereka terhadap
pembentukan Kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen. Berdasarkan definisi dan
tujuan survei, beberapa bagian dari survei ini relatif berbeda dengan survei dengan tujuan
ilmiah yang membutuhkan aturan spesifik terkait sampling dan olah data. Survei dimaksudkan
untuk mempersiapkan policy paper tentang implementasi dan dokumen evaluasi Jaringan
Kerja Perempuan Parlemen, oleh karena itu aturan yang digunakan dalam sampling dan olah
data lebih longgar, namun tidak mengurangi kualitas analisis yang dihasilkan.
Page | 6 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Untuk menjamin pencapaian target kegiatan memungkinkan untuk diukur secara akurat,
maka, data yang dibutuhkan dibagi menjadi tiga komponen dan masing-masing komponen
akan menggunakan variabel yang dibagi menjadi indikator dan daftar pertanyaan dalam
kuesioner. Variabel dan indikator dapat ditambah atau dibagi tergantung dari kebutuhan
data. Metode baseline terdiri dari:
1. Baseline menggunakan metode Survei dan pendekatan kuantitatif untuk
mengumpulkan data. Namun, data yang tidak dapat diperoleh melalui metode ini akan
dikumpulkan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Secara keseluruhan, metode
utama yang digunakan adalah survei.
2. Pengumpulan data menggunakan kuesioner sebagai instrumen dengan tipe pertanyaan
semi terbuka dan tertutup. Jika diperlukan, pedoman pertanyaan dapat dipergunakan
untuk memperoleh data. Pengumpulan data dan analisis akan mengikuti pendekatan
yang digunakan. Dengan demikian, pendekatan kualitatif digunakan untuk
mendapatkan data yang tidak dapat diperoleh dengan kuesioner. Namun demikian,
kuesioner tetap merupakan instrumen utama.
3. Data dianalisis menjadi skor untuk menentukan indikator atau indeks sederhana yang
menggambarkan kebiasaan dan perempuan parlemen dalam berkomunikasi berbasis
teknologi. Hasil Baseline akan menggambarkan situasi pra intervensi Jaringan Kerja
Perempuan sekaligus menjadi tolok ukur (benchmark) untuk mengukur efektifitas
implementasi kegiatan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen.
Metode yang digunakan dalam survei ini dimaksudkan untuk memetakan situasi sebelum
kegiatan Jaringan Kerja Parlemen diimplementasikan dan sebagai tolok ukur untuk mengukur
efektifitas kegiatan pasca intervensi. Oleh karena itu, laporan baseline terdiri dari:
1. Analisis dari temuan lapangan
2. Rekomendasi strategi implementasi Jaringan Kerja Perempuan Parlemen
Terkait substansi utama dari Baseline, laporan akhir sekaligus menjadi policy paper di mana
kondisi pra intervensi menjadi informasi awal bagi strategi implementasi dan dokumen
evaluasi pasca intervensi.
a) Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan tipe pertanyaan
semi tertutup. Tipe pertanyaan ini menyediakan ruang untuk jawaban yang belum
teridentifikasikan dengan memberi kategori “lain-lain” pada setiap pilihan jawaban.
Pengumpulan data juga menggunakan kombinasi kuesioner dan wawancara mendalam.
Wawancara mendalam diterapkan terhadap anggota dewan perempuan yang terpilih
kembali (incumbent) dan baru terpilih.
Kuesioner digunakan untuk mengukur variabel utama dalam survei ini. Varibale tersebut
yaitu: 1) Anggota perempuan parlemen dan teknologi informasi dan komunikasi; 2)
Kaukus dan dukungan bagi kaukus; dan 3) Stakeholder. Variabel tersebut diderivasi
menjadi indikator yang tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan ilmiah. Contohnya
variabel tersebut terdiri dari lebih dari satu indikator atau indikator terdiri lebih dari satu
atribut. Namun, untuk memberikan informasi dasar terkait pembentukan Kaukus dan
Page | 7 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Jaringan Kerja Perempuan Parlemen, hal tersebut dianggap memenuhi kualifikasi.
Variabel dan indikator dimaksud sebegai berikut:
No Variabel Indikator
1 Anggota Perempuan
Parlemen dan Teknologi
Informasi dan Komunikasi
a. Kepemilikan perangkat komunikasi
b. Penggunaan perangkat komunikasi
c. Visi anggota terhadap jaringan kerja dan
komunikasi berbasis teknologi
d. Cara anggota memperoleh data
2 Institusi dan Dukungan
Terhadap Kaukus
a. Cara Anggota Parlemen berjejaring dengan
sesama anggota
b. Keberadaan Kaukus Perempuan Parlemen
c. Alokasi dan Realisasi Budget Kaukus
d. Dukungan dari Sekretariat Dewan
3 Stakeholders a. Kerjasama dengan NGO
b. Kerjasama dengan Universitas
c. Dukungan dari Badan Pemberdayaan
Perempuan tingkat Provinsi/Kabupaten-Kota
Selanjutnya, ketiga variabel dan 11 indikator digabungkan dalam kuesioner yang meliputi
23 pertanyaan kombinasi semi tertutup dan terbuka. Kuesioner yang disusun disesuaikan
untuk sebanyak mungkin meraih informasi dari perempuan parlemen yang menjadi
responden di provinsi yang dipilih.
Wawancara mendalam juga dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
mendalam terkait pengalaman responden dan aktivitas Kaukus, mekanisme kerja Kaukus,
dukungan dari Sekretariat Dewan (Sekwan) dan jaringan kerja. Sementara itu, interview
dengan anggota DPRD yang baru bertujuan untuk mempelajari dan memperoleh
pemahaman terhadap tantangan dan kesiapan mereka untuk berpartisipasi di Kaukus
dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen.
Jumlah responden di 4 (empat) provinsi yaitu DIY, Lampung, Gorontalo dan Kalimantan
Tengah adalah 56 orang. Untuk mengumpulkan data lapangan, survei ini menerapkan
teknik sampling sederhana untuk menetapkan responden. Sampling menggunakan daftar
nama dan kontak anggota DPRD yang mengikuti kegiatan Penguatan Kapasitas Dasar bagi
anggota DPRD oleh SWARGA. Peneliti memilih responden untuk dikontak untuk menjadi
responden hingga jumlah kebutuhan responden terpenuhi. Pada dasarnya, seluruh
anggota DPRD tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota memenuhi syarat untuk menjadi
responden. Responden kesediaan mereka untuk mengisi kuesioner dan kehadiran
mereka.
Page | 8 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Pada saat peneliti berada di provinsi yang terpilih menjadi lokasi studi, peneliti
menjelaskan tujuan studi kepada responden. Akan sangat membantu jika responden
pernah mengikuti pelatihan dasar yang diselenggarakan SWARGA- UNDP. Pelatihan
Dasar yang diselenggarakan UNDP mencakup sejumlah materi yang membekali mereka
sebagai anggota dewan yang lebih siap dalam menjalankan tugas. Materi mencakup 5
modul utama, yaitu Pemahaman terhadap Gender, Keterampilan Berkomunikasi,
Legislasi, Penganggaran dan Pengawasan. Jika mereka pernah mengikuti pelatihan
tersebut, maka mereka akan lebih memahami maksud dan tujuan survai.
Tabel 1. Jumlah Responden Masing-Masing Provinsi
Sumber : Puskapol, 2014
Provinsi tersebut menjadi daerah binaan UNDP, sehingga dipilih sebagai sampel. Kuesioner
yang diberikan kepada responden untuk mengetahui informasi dasar, sehingga tidak
memerlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji reliabilitas hanya dilakukan di DIY untuk
mengetahui apakah kuesioner dapat digunakan secara maksimal untuk memperoleh data.
b) Analisis Data
Agar mudah dibaca dan dipahami, data disajikan dengan table frekuensi dan grafik. Analisis
data di sini bukan untuk mencari hubungan antar variabel, melainkan untuk menunjukkan
kecenderungan atas sikap responden atau menunjukkan kepemilikan dan penggunaan alat
komunikasi. Tabel frekuensi dan grafik lebih tepat digunakan untuk menunjukkan besaran
(score) masing-masing atribut dan kemudian variabel. Dengan cara ini tujuan survai mudah
dicapai.
Untuk mengetahui kesiapan antar daerah yang satu dengan yang lain, dilakukan
perbandingan. Masing-masing variabel dilakukan perbandingan antara DIY, Lampung,
Kalimantan Selatan dan Gorontalo. Sebelumnya dilakukan analisis atas masing-masing
daerah, sehingga perbandingan dipengaruhi jumlah responden. Di masing-masing provinsi
data dianalisis dengan persentase, sehingga mudah dibandingkan.
No Provinsi Jumlah Responden
1 Daerah Istimewa Yogyakarta 13
2 Lampung 14
3 Kalimantan Selatan 12
4 Gorontalo 17
Jumlah 56
Page | 9 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
BAB II
WILAYAH STUDI DAN PENDIDIKAN RESPONDEN
1. Wilayah Studi
Studi ini dilakukan di 4 (empat) provinsi yaitu DI Yogyakarta, Lampung, Gorontalo dan
Kalimantan Tengah. Pertimbangan memilih provinsi tersebut selain karena ke-4 provinsi itu
menjadi “daerah kerja” SWARGA-UNDP, juga didasarkan atas pertimbangan kompleksitas
masalah yang menimpa perempuan di 4 provinsi tersebut. DI Yogyakarta telah memiliki
Kaukus Perempuan, infrastruktur komunikasinya sudah sangat maju, merupakan daerah
tujuan belajar dan memiliki organisasi pergerakan perempuan yang cukup beraneka ragam.
DIY bisa menjadi inspirasi provinsi lain. Provinsi Lampung merepresentasikan heterogenitas
yang tinggi baik secara sosial maupun kultural.
Konflik terus berlangsung di provinsi ini dan masalah pemberdayaan perempuan sangat
kompleks mulai dari persoalan domestic sampai trafficking. Sementara itu di provinsi
Gorontalo homogenitasnya sangat tinggi. Selain dikenal sebagai wilayah muslim, Gorontalo
juga merupakan provinsi baru dengan perkembangan masalah-masalah perempuan yang
kompleks, seperti pertumbhan angkatan kerja perempuan, partisipasi perempuan di sektor
publik dan meningkatnya angka partisipasi sekolah untuk perempuan yang cukup tinggi.
Sedangkan Kalimantan Selatan selain dicirikan oleh persoalan kesehatan perempuan, juga
merupakan salah satu daerah tambang di Indonesia. Isu-isu perempuan pekerja tambang
diharapkan muncul dari provinsi ini. Berbagai karakteristik tersebut mendorong dipilihnya ke
4 provinsi di atas sebagai wilayah studi.
Gambaran dari wilayah studi dapat ditinjau di antaranya melalui Indeks Pembangunan
Manusia/IPM (Human Development Index). Secara sosial, berdasarkan IPM wilayah studi
terbagi menjadi wilayah dengan pencapain IPM tinggi dan rendah. DIY dan Kalimantan Tengah
sebagai daerah peraih IPM tinggi dibandingkan dengan Lampung dan Gorontalo. Gorontalo
merupakan wilayah dengan pencapaian IPM terrendah lima tahun berturut-turut (lihat Tabel
2). Menurut IPM yang dicapai, DIY dan Kalimantan Tengah dapat diklasifikasikan sebagai
provinsi yang memiliki manusia dengan kualitas lebih baik daripada Lampung dan Gorontalo.
Table 2. IPM di Wilayah Studi 2009-2013
Province
2009 2010 2011 2012 2013
DI Yogyakarta 75,23 75,77 76,32 76,75 77,37
Lampung 70,93 71,42 71,94 72,45 72,87
Gorontalo 69,79 70,28 70,82 71,31 -
Central Kalimantan 74.36 74,64 75,06 75,46 75,68
Sumber : BPS, 2014
Page | 10 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Dilihat dari kenyataan bahwa DIY mampu mencapai IPM tertinggi daripada wilayah studi
lainnya, tapi perolehan kursi perempuan justru menggambarkan kondisi sebaliknya.
Perolehan kursi perempuan DIY (10,9%) di tingkat provinsi adalah yang terendah
dibandingkan dengan Lampung (16,47%), Kalimantan Tengah (22,22%) dan Gorontalo
(26,67%) (lihat Tabel. 3).
Tabel 3. Perolehan Kursi Perempuan di Provinsi
Province
Total Kursi Kursi
Perempuan Kursi Laki-laki
DI Yogyakarta 55 6 (10,91%) 49 (89,09%)
Lampung 85 14 (16,47%) 71 (83,53)
Gorontalo 45 12 (26,67%) 33 (73,33%)
Kalimantan Tengah 45 10 (22,22%) 23 (77,7%)
Sumber : Puskapol, 2014
Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Kalimantan Tengah memperoleh kursi terbanyak
dibandingkan wilayah studi lainny. Sementara DIY, Lampung dan Gorontalo mendapatkan
jumlah kursi lebih sedikit (lihat Tabel. 4). Meskipun Baseline tidak mendalami fenomena ini,
namun demikian data tersebut menarik untuk diperhatikan. Masing-masing provinsi memiliki
persoalan tersendiri sesuai dengan karakteristik wilayah. Jumlah perolehan kursi akan
menjadi hambatan bagi anggota perempuan DPRD dalam memperjuangkan isu perempuan
dan gender dalam penganggaran, proses pembuatan kebijakan dan liputan media.
Tabel 4. Perolehan Kursi Perempuan di Kabupaten/Kota di Wilayah Studi
Provinsi
Total Kursi Kursi Perempuan Kursi Laki-laki
DI Yogyakarta 220 36 (16,36%) 184 (83,64%)
Lampung 545 84 (15,41%) 461 (84,59%)
Gorontalo 100 15 (15%) 85 (85%)
Kalimantan Tengah 355 73 (20,56%) 282 (79,44%)
Sumber : Puskapol, 2014
2. Pendidikan Responden
Responden terdiri dari Perempuan Anggota Parlemen atau DPRD tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan kebiasaan Perempuan Anggota DPRD dalam
menggunakan perangkat komunikasi dan informasi dan bagaimana cara berkomunikasi
dengan sesama kolega anggota Parlemen atau konstituen. Pendidikan juga menjadi indikator
penting. Proses pendidikan mendorong peserta didik untuk menggunakan teknologi dan
internet untuk menyelesaikan tugas-tugas dan tanggung jawab peserta didik. Oleh karena itu,
semakin tinggi pendidikan formal responden, kebiasaan dalam menggunakan teknologi akan
Page | 11 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
semakin baik. Mencari informasi, mendapatkan dan mengolah data, menulis makalah dan
laporan memerlukan penggunaan teknologi dan internet.
Berdasarkan data yang dihimpun dari 56 responden, 28 orang menyelesaikan pendidikan S1
(Sarjana), dan lebih dari 32% mennyelesaikan pendidikan di jenjang Pasca Sarjana (S2 dan S3).
Peningkatan kualitas pendidikan hampir merata di semua wilayah studi, dengan DIY dan
Lampung yang tertinggi.
Pendidikan formal adalah aspek terpenting untuk memperluas wawasan berpikir. Semakin
tinggi tingkat pendidikan, maka tingkat pengetahuan semakin baik. Secara umum, pendidikan
berkaitan dengan pengetahuan yang beragam dan perkembangan peradaban. Oleh karena
itu, pendidikan menjadi indikator penting bagi pembangunan manusia dan digunakan untuk
melihat sejauh mana pembangunan dicapai dalam masyarakat.
Mengingat pentingnya pendidikan, para pengambil keputusan menempatkan tingkat
pendidikan minimal sebagai satu persyaratan sebagai calon legislatif. Pada Pemilu 1999,
pendidikan minimum untuk caleg adalah SMP/ sederajad. Kemudian meningkat pada Pemilu
2004, 2009 dan 2014 menjadi SMA/ sederajad. Latar belakang ditingkatnya syarat pendidikan
formal caleg bertujuan untuk meningkatkan kualitas anggota legislatif untuk menghasilkan
kebijakan dan pembangunan yang berkualitas. Berdasarkan data tingkat pendidikan aleg,
responden di keempat provinsi dikategorikan berpendidikan tinggi. Di DIY, responden
menyelesaikan pendidikan di jenjang S1 dan S2 sama jumlahnya yaitu 46%. Di Lampung,
pendidikan responden S2 50%, diikuti S1 43%, sementara SMA dan sederajad 7%. Sebaliknya,
di Gorontalo tingkat pendidikan responden adalah tertinggi S1 53%, sementara SMA dan
Pasca Sarjana masing-masing 23%. Data yang kontras diperlihatkan dari Kalimantan Tengah
di bandingkan dengan seluruh wilayah studi, pendidikan responden SMA dan S1 masing-
masing 41,7% dan S2 16,6%. Artinya responden dengan tingkat pendidikan SMA jumlahnya
relatif besar.
8 7
23.5
41.746
43
53
41.746
50
23.5
16.6
0
10
20
30
40
50
60
DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan
Gambar 1Pendidikan Formal Responden
SMA/Sederajad Sarjana (S1) Pascasarjana (S2 dan S3)
Page | 12 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Kesimpulan dari data yang ditampilkan bahwa pendidikan responden relatif tinggi. Dengan
persentase kumulatif pendidikan S1 sebesar 46,4% dan 33,9% S2 atau total 80,3% responden
berpendidikan tinggi, sementara mereka yang berpendidikan rendah hanya berjumlah 19,7%.
Perempuan Anggota DPRD potensial untuk diperkenalkan kepada pengembangan jaringan
kerja berbasis internet dan teknologi. Mereka memiliki kapasitas yang cukup untuk
menggunakan perangkat komunikasi canggih berdasarkan tingkat pendidikan mereka.
Namun demikian, diperlukan kemauan kuat dari responden untuk meningkatkan kapasitas
mereka, oleh karenanya, kebiasaan mereka dalam menggunakan perangkat komunikasi
mereka menjadi lebih bermanfaat untuk mendukung kinerja mereka sebagai anggota
legislatif.
17.9
1.8
46.4
33.9
SMA/Sederajad Diploma Sarjana (S1) Pasca Sarjana (S2 dan S3)
Grafik 2Persentase Kumulatif Pendidikan Formal Responden
Pendidkan Menengah : 19,7% Pendidikan Tinggi : 80,3%
Page | 13 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
BAB III
KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN ALAT KOMUNIKASI
Komunikasi menjadi aspek penting karenanya penting untuk melihat juga kepemilikan
perangkat komunikasi sebagai strategi awal WPN. Berapa jumlahnya, tipe apa saja dan
bagaimana mereka menggunakan perangkat komunikasi tersebut menjadi informasi penting
terkait kebiasaan penggunaan teknologi komunikasi. Responden di seluruh wilayah studi
memiliki lebih dari satu alat komunikasi untuk menunjang kinerja dan memudahkan
komunikasi.
Jenis perangkat yang dimikili oleh responden menggambarkan diferensiasi kebutuhan
berkominunikasi. Ponsel konvensional (non smart-phone) biasanya digunakan untuk
menelpon dan mengirim SMS. Ponsel jenis ini merupakan jenis yang fungsinya sangat terbatas
atau blank spot area. Jenis telpon ini biasanya digunakan oleh responden di wilayah yang
jangkauan sinyalnya terbatas. Di Lampung dan Gorontalo banyak terdapat blank spot area,
oleh karena itu penggunaan ponsel konvensional ini sangat tinggi.
BlackBerry dan smart phone adalah jenis yang sangat populer bagi responden. Mereka
menyatakan bahwa aplikasi BlackBerry Messenger (BBM) adalah yang paling banyak yang
digunakan. Sementara dari Smart Phone yang paling banyak digunakan adalah WhatsApp.
Kedua aplikasi ini dapat digunakan dengan mudah untuk mengirim gambar dan pesan teks,
juga digunakan untuk berkomunikasi dalam grup. Namun, respoden dari Kalimantan Selatan
menyatakan bahwa mereka hanya mengerti sedikit saja kegunaan dan manfaat dari
perangkat komunikasi miliknya. Perangkat komunikasi mereka lebih sering digunakan oleh
anak-anak untuk bersenang-senang, seperti mengganti foto profil. Kalkulator dan jam adalah
aplikasi yang paling sering digunakan oleh reponden.
Komunikasi berbasis teknologi saat ini menggiring pada penggunaan teknologi canggih dalam
komunikasi sehari-hari. Oleh karena itu, tidak terdapat responden yang tidak memiliki
perangkat komunikasi. Komunikasi jarak jauh, pencarian data dan informasi yang cepat dan
akurat juga dapat dilakukan. Perangkat komunikasi canggih sangat membantu dan menolong
responden untuk melakukan komunikasi efektif dan efisien di saat yang bersamaan.
Data menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki lebih dari satu ponsel, nomor
telepon yang berbeda untuk kepentingan personal seperti nomor untuk keluarga atau
kerabat dekat. Nomor telepon lainnya digunakan untuk publik seperti kolega, konstituen dan
sebagainya karena responden memiliki relasi yang beragam dalam kehidupan sosial dan
politik mereka.
Page | 14 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Dalam hal kepemilikan Smart Phone, responden di DIY mencapai persentase tertinggi yaitu,
38,46%, diikuti dengan penggunaan BlackBerry yang mencapai 30,77%. Pengguna iPad dan
telepon biasa masing-masing mencapai 23,08 % dan 7,69 %. Di daerah Lampung, penggunaan
BlackBerry dan Smart Phone memiliki persentase yang sama yaitu, sebesar 28,57 %.
Kepemilikan Black Berry dan telepon seluler biasa masing- masing sebesar 21,43%. Di provinsi
Gorontalo penggunaan telepon biasa dan BlackBerry oleh anggota parlemen persentasenya
sama sebesar 29,41 %. Kepemilikan dan pengunaan iPad sebesar 35,29% dan pengguna smart
phone sebesar 5,88%. Kepemilikan iPad yang cukup tinggi di Gorontalo disebabkan adanya
prestise tersendiri bagi pengguna iPad. Oleh karena itu, kepemilikan iPad belum selalu
dibarengi dengan pemanfaatan dan maksimalisasi fungsi perangkat tersebut.
Situasi di Kalimantan Tengah tidak jauh berbeda dengan daerah lain. Sebagian besar
responden menggunakan alat komunikasi canggih berupa Smart Phone dan BlackBerry
masing-masing sebesar 50% dan 25,5% diikuti penggunaan telepon biasa dan iPad masing-
masing sebesar 16,7 % dan 8,3%
Kepemilikan dan penggunaan alat komunikasi canggih oleh para anggota parlemen
perempuan di daerah, menunjukkan tumbuhnya kesadaran untuk memiliki informasi terbaru,
keinginan untuk cepat mengakses informasi di media massa dan keinginan untuk lebih cepat
dalam mengambil keputusan. Kepemilikan dan penggunaan alat-alat komunikasi oleh
anggota parlemen perempuan tersebut jika dihubungkan dengan tujuan studi ini, maka
terbuka peluang untuk membangun Jaringan Kerja Perempuan Parlemen berbasis teknologi.
Smart phone merupakan perangkat komunikasi yang paling diminati oleh responden. Mudah
digunakan, terkenal dengan berbagai jenis tipe dan harga, dapat digunakan untuk memotret
7.69
21.43
29.41
16.70
30.7728.57
29.41
25.00
38.46
28.57
5.88
50.00
23.08 21.43
35.29
8.30
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan
Grafik 3.Kepemilikan dan Pemanfaatan Perangkat Komunikasi
Ponsel Biasa Black Berry Smart Phone iPad/Tablet
Page | 15 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
diri sendiri atau pengguna yang dikenal sebagai selfie, mudah untuk berbagi file dan
gambar/foto melalui WhatsApp atau aplikasi sejenis merupakan pertimbangan tertinggi
respoden untuk memilih smart phone sebagai perangkat komunikasi utama. Menerima e-mail
dan mengunduh lampiran dalam kapasitas tertentu (misalnya tiga buah file format doc/docx
atau PDF yang terdiri dari 3-5 halaman atau 2-3 buah gambar dalam format JPEG) juga
menjadi fungsi yang paling diminati dari smart phone. Jika responden mengunduh lampiran
yang kapasitasnya lebih besar, mereka cenderung mengunduhnya di laptop atau desktop.
Berbagi file dan gambar sangat bermanfaat selama kampanye untuk melihat draft atau materi
kampanye yang perlu didiskusikan atau disetujui. Setelah responden terpilih sebagai anggota
parlemen, mereka tetap menggunakan smart phone untuk kebutuhan-kebutuhan yang sama
dengan pada saat mereka kampanye.
Perangkat lain yang digunakan responden adalah iPad atau Tablet. Sebagian besar responden
menggunakan perangkat ini untuk menyimpan data yang kapasitasnya lebih besar seperti
draft, bahan bacaan dan foto-foto. Menerima email dan lampirannya juga dilakukan di
perangkat ini. Namun, tidak semua responden yang memiliki iPad atau Tablet
memaksimalkan fungsi penyimpanan data. Menurut Ranny Widayanti, Ketua Kaukus
Perempuan Provinsi DIY, anggota perempuan parlemen tidak sepenuhnya memahami
bagaimana mengoperasikan fungsi utama perangkat komunikasinya, bahkan untuk
mengunduh atau menyimpan konten. Memfoto dan men-upload foto tersebut ke sosial
media adalah aktifitas yang paling sering dilakukan dengan perangkat ini.
Secara umum, di seluruh wilayah studi penggunaan BlackBerry and smart phone (masing-
masing 28,6%) lebih tinggi dibandingkan dengan perangkat komunikasi lainnya. Data ini
menunjukkan bahwa responden memiliki kecenderungan pola komunikasi berbasis teks yang
cukup tinggi. Penggunaan ponsel biasa (19,6%) merupakan upaya konfirmasi terhadap berita
19.6
28.6 28.6
23.2
Ponsel Biasa BlackBerry Smart Phone iPad/Tablet
Grafik 4Persentase Kumulatif Kepemilikan dan Pemanfaatan Perangkat
Komunikasi
Page | 16 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
atau pembicaraan via teks yang memerlukan penjelasan tambahan karena keterbatasan
ruang penulisan teks. Ponsel biasa meskipun dari segi fitur sangat terbatas tapi memiliki
keunggulan untuk menelepon karena baterai ponsel jenis ini lebih tahan lama dibandingkan
batere BlackBerry dan smart phone. Juga pada saat berada di wilayah dengan jangkauan
sinyal yang lemah, dimana BlackBerry dan smart phone tidak dapat berfungsi secara baik,
ponsel biasa justru sebaliknya. Oleh karena itu, responden pada umumnya memiliki dan
menggunakan telepon biasa dan BlackBerry atau smart phone atau bahkan ketiganya. Variasi
kepemilikan ponsel ini untuk mengatasi hambatan komunikasi jarak jauh terutama yang
dapilnya berada di pelosok.
Perangkat iPad atau Tablet yang dimiliki dan digunakan dengan jumlah cukup tinggi di
kalangan responden (23,2%). Meskipun belum maksimal pemanfaatannya, namun dari data
terlihat bahwa pengguna iPad dan Tablet merupakan target potensial untuk diarahkan
bagaimana cara memanfaatkan perangkat ini untuk mencari data terkait isu perempuan,
kaukus dan data yang terkait untuk menunjang argumentasi.
Surat elektronik (electronic mail atau e-mail) sudah merupakan fenomena umum dalam
berkomunikasi. Hampir setiap individu terdidik memilikinya. Email memiliki beberapa
kelebihan, seperti cepat sampai tujuan, dapat mengirim surat yang sama ke beberapa orang
sekaligus dan tidak memerlukan biaya. Kelebihan-kelebihan inilah yang menarik pengguna
email untuk memanfaatkannya dalam berbagai keperluan, baik pendidikan, kesehatan, politik
maupun bisnis. Sulit menemukan individu terdidik yang bekerja di perguruan tinggi dan
0
23.08 23.53
0.00
7.69
14.2917.65
41.70
61.54
42.86
23.53 25.00
30.77
21.43
29.41
33.30
0
10
20
30
40
50
60
70
DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan
Grafik 5. Kepemilikan dan Pemanfaatan Email
Tidak Memiliki Memiliki tapi Tidak Pernah Menggunakan
Jarang Menggunakan Sering Menggunakan
Page | 17 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
lembaga pendidikan lainnya maupun lembaga pemerintahan yang tidak berkomunikasi
dengan email.
Namun demikian, dalam penelitian ini ternyata ditemukan sejumlah anggota parlemen di
daerah yang tidak memiliki email, memiliki tetapi tidak pernah menggunakannya yang tidak
berbeda dengan tidak memiliki. Fenomena ini tidak membedakan kemajuan daerah. Di
keempat daerah studi yang kemajuan dan infrastruktur komunikasi berbeda jauh seperti di
DIY dan Kalimantan Tengah, sama-sama terdapat sejumlah anggota dewan yang tidak
memiliki dan menggunakan email.
Anggota Parlemen Daerah Istimewa Yogyakarta sangat jarang menggunakan email, meskipun
mayoritas responden memilikinya (61,54%), diikuti dengan pengguna aktif sebesar 30,77%
dan pengguna pasif sebesar 7,69%. Di dua daerah yaitu Lampung dan Gorontalo terdapat
masing-masing 23 % lebih responden yang tidak memiliki email. Sedangkan pengguna aktif di
kedua provinsi itu masing-masing mencapai 21,43 % dan 29,41%. Di Kalimantan Tengah
pengguna pasif lebih besar daripada pengguna aktif yang memiliki angka 41,70% dan 33,3%.
Data di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden di setiap daerah memiliki e-mail
namun jarang menggunakannya. Berdasarkan data kumulatif dari seluruh wilayah studi,
dapat disimpulkan bahwa terlihat mereka yang tidak menggunakan e-mail sejumlah 32,1%,
sedangkan responden yang jarang menggunakan email 37,5% atau 69,9% responden yang
dikategorikan pasif dalam menggunakan email. Hal ini sangat disayangkan mengingat email
sangat penting sebagai sarana komunikasi. Dengan email, surat menyurat dan
12.5
19.6
37.5
28.6
1.8
Tidak Memiliki Memiliki TapiTidak Pernah
Menggunakan
JarangMenggunakan
SeringMenggunakan
Tidak Menjawab
Grafik 6.Persentase Kumulatif Kepemilikan dan Pemanfaatan Email
Pengguna Pasif : 69,9% Pengguna Aktif : 28,6%
Page | 18 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
pengiriman/penerimaan dokumen dapat dilakukan dengan cepat. Penggunaan email mampu
mengatasi hambatan ruang dan waktu apalagi di kota-kota besar yang menghadapi masalah
kemacetan lalu lintas. Bagi anggota Dewan, penggunaan email sangat bermanfaat untuk
mendukung kinerja.
Namun demikian, pengguna yang jarang menggunakan e-mail merupakan potensi yang dapat
menjadi target WPN karena responden dapat dilatih untuk membiasakan diri memanfaatkan
email. Mengingat berbagai kelebihan, disarankan agar UNDP mendorong para anggota
parlemen perempuan untuk menggunakan email dalam menjalankan aktivitasnya.
Fenomena baru yang berkembang sejak tahun 2006 adalah penggunaan media sosial dalam
berkomunikasi. Media sosial seperti facebook dan twitter, dengan cepat mampu menggeser
friendster. Penggunaan facebook dan twitter memiliki beberapa kelebihan seperti mudah
penggunaannya, mempertemukan dengan kawan-kawan lama yang sama-sama
menggunakan facebook dan twitter, terdapat aplikasi chat yang memudahkan pengguna yang
sedang online untuk melakukan chating, bisa dibuat group untuk mereka yang memiliki ikatan
tertentu, baik itu bisnis, jaringan politik, alamater dan sebagainya. Selain itu media sosial
tersebut juga membuka forum atau ruang untuk berdiskusi, di mana pernyataan seseorang
(status) akan dengan cepat direspon oleh orang lain. Tidak mengherankan jika media sosial
DIY Lampung GorontaloCentral
Kalimantan
Tidak Memiliki 0.00 0.00 0.00 8.30
Facebook 30.49 36.71 35.42 33.30
Blackberry/WhatsApp Group 36.59 46.84 35.42 50.00
Twitter 7.32 5.06 4.17 8.40
Path 7.32 3.80 10.42 0.00
Instagram 9.76 3.80 14.58 0.00
Mailing List 8.54 3.80 0.00 0.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
Pe
rse
nta
se
Grafik 7Kepemilikan Akun Sosial Media dan Akun yang Sering Digunakan
Page | 19 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
ini kemudian digunakan sebagai pembangun solidaritas, penggerak massa dan keperluan lain
dalam mempengaruhi opini publik maupun memobilisasi massa.
Menjelang pemilihan umum 2014 yang lalu, hampir semua kandidat memanfaatkan facebook
dan twitter untuk membangun opini dan mempengaruhi perilaku politik massa. Pandangan
politik termasuk janji politik kandidat, dikemukakan di media sosial. Media sosial menjadi
ajang mempromosikan diri. Foto, logo partai, nomor urut kandidat dan cara memilih,
dikemukakan secara jelas di media sosial.
Memperhatikan manfaatnya yang begitu besar, dapat dipahami jika semua anggota parlemen
di daerah memiliki dan menggunakan media sosial. Mereka yang tidak memiliki di semua
daerah hanya 1,9 persen. Anggota dewan yang tidak memiliki dan menggunakan media sosial
ada di provinsi Kalimantan Tengah. Di DIY, responden sering menggunakan facebook dan
BBM/WhatsApp sebesar 30,49% dan terendah pengguna Twitter dan Path sebesar 7,32%. Di
daerah Lampung, pengguna facebook dan BBM/WhatsApp sebesar 36,71% dan 46,48%.
Kondisi yang tidak berbeda jauh berlangsung di Daerah Gorontalo dan Kalimantan Tengah.
Data di atas dapat diintepretasi bahwa mayoritas responden telah akrab dengan media sosial
terutama Facebook dan BBM/WhatsApp. Seperti yang ditunjukkan oleh beberapa peristiwa
sosial, ekonomi dan politik beberapa tahun terakhir seperti pemilihan anggota DPR, Pemilihan
Presiden , pemihakan publik terhadap KPK, media sosial berperan penting dalam membentuk
opini dan sikap publik. Oleh karena itu, memiliki dan menggunakan media sosial bagi anggota
parlemen perempuan merupakan keniscayaan. Kondisi ini memungkinkan untuk
dibangunnya WPN berbasis teknologi komunikasi.
Data kumulatif menunjukkan bahwa sebagian responden di seluruh wilayah studi
menggunakan sosial media. Yang paling sering digunakan adalah BBM/WhatsApp sebagai
media komunikasi kelompok berbasis teks (BBM/WhatsApp Group) (46,4%). Sementara itu
Facebook (23,2%) dan Twitter (16,1%) merupakan media sosial kedua dan ketiga yang paling
1.8
12.5
23.2
46.4
16.1
Not Answer Don't have SocmedAccount
Facebook BBM/WhatsApp Twitter
Grafik 8. Persentase Kumulatif Kepemilikan Akun Sosial Media dan Akun
yang Sering Digunakan Responden
Page | 20 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
sering digunakan. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
responden aktif dan familiar dengan interaksi dunia maya.
Pengarahan pada interaksi di dunia maya yang lebih menjurus untuk memberikan manfaat
yang lebih besar pada tugas dan fungsinya sebagai anggota legislatif perlu mendapat
perhatian dari SWARGA. Mencari informasi pada laman (fan page) seperti Indonesia Budget
Center dan sejenisnya dan informasinya dapat dibagikan dalam group. Seperti yang
diungkapkan dalam wawancara dengan Rany Widayati Ketua Kaukus Perempuan Parlemen
Provinsi DIY, ia seringkali membutuhkan informasi yang bersumber dari NGO tapi tidak tahu
di mana mencarinya dan apa kata kunci yang tepat karena seringkali tidak mengetahui nama
NGO dan isu yang dimaksud. Keinginan untuk mencari data berdasarkan kata kunci seringkali
terkendala waktu yang sangat sempit.
Sosial media dan internet hampir menjadi kelaziman bagi masyarakat dengan indikasi
menjamurnya warung internet (warnet). Keberadaan internet telah membangkitkan revolusi
dalam komunikasi. Interaksi antar individu maupun kelompok, tidak lagi dibatasi ruang dan
waktu. Peristiwa-peristiwa di Negara lain yang letaknya jauh, dapat dengan cepat diketahui
oleh masyarakat di Negara lain. Tidak sedikit dari peristiwa-peristiwa itu yang mempengaruhi
perilaku warga di Negara lain, seperti yang terjadi di Tunisia, Mesir, Suriah dan kawasan Timur
Tengah lainnya. Dengan adanya internet, emosi warga juga dibangkitkan. Melalui tayangan
visual, seakan peristiwa di Negara lain berlangsung di depan mata.
Penggunaan internet juga telah membangun ikatan emosi global. Tidak hanya sebagai fasilitas
komunikasi, internet juga dapat digunakan sebagai wadah untuk mencari informasi terkini.
Jaringan internet dapat digunakan untuk mencari beberapa informasi seperti berita terkini,
pembelanjaan online, membaca email dan pencarian data di web. Perilaku responden dalam
penggunaan internet di masing-masing daerah memiliki perbedaan. Di Daerah Istimewa
Yogyakarta, Lampung, dan Kalimantan Tengah kecenderungan responden cukup tinggi
dalam pencarian online-news sebesar masing-masing 28,60%, 44,40% dan 75,00%. Sebaliknya
di daerah Gorontalo, responden lebih memiliki kecenderungan memanfaatkan internet untuk
mencari data dengan proporsi sebesar 37,80% seperti data berikut:
Page | 21 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Mayoritas anggota parlemen perempuan kurang memiliki kesadaran untuk mencari data
atau informasi dalam mendukung pekerjaan dengan memanfaatkan jaringan internet. Hal ini
ditunjukkan oleh persentase pengguna internet untuk pencarian data dan email yang di
bawah 50% pada di tiap-tiap daerah. Sangat disayangkan bahwa kesadaran penggunaan
internet masih sebatas mencari informasi dibandingkan mendukung kerja anggota.
Data kumulatif menunjukkan bahwa tren penggunaan internet paling tinggi untuk membaca
berita online (57,1%), sedangkan kesadaran untuk mencari data masih terbilang sangat
15.509.70
5.400.00
17.30
2.80
9.50 8.30
28.60
44.40
35.10
75.00
14.3018.10
12.208.30
24.50 25.00
37.80
8.30
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan
Grafik 9.Pemanfaatan Internet oleh Responden
Infotainment Toko Online Berita Online Membaca Email Mencari Data
3.6
10.7 8.9
57.1
14.3
5.4
Tidak Menjawab Infotainment Toko Online Berita Online Membaca Email Mencari Data
Grafik 10.Persentase Kumulatif Pemanfaatan Internet oleh Responden
Page | 22 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
rendah (5,4%). Pencarian data merupakan indikator perilaku responden dalam menjalankan
peran, tugas dan fungsinya sebagai anggota legislatif. Keengganan dalam mencari data
menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi WPN. Namun demikian, jika dilihat data
per daerah, tiga provinsi yaitu DIY, Lampung dan Gorontalo kecenderungan responden untuk
mencari data cukup tinggi, kecuali Kalimantan Tengah. Oleh karena itu, data ini semakin
menguatkan bahwa responden membutuhkan dan berupaya mencari data terlepas apakah
mereka berhasil atau gagal dalam mendapatkan data yang dibutuhkan.
Penggunaan data akurat sangat diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan. Akurasi data akan
menuntun pada pengambilan keputusan yang tepat dan akurat. Oleh karena itu ketersediaan
data sangat penting apalagi bagi pengambil keputusan seperti anggota Dewan. Dengan
kemajuan teknologi komunikasi dan jaringan komunikasi internasional (internet), kebutuhan
akan data lebih mudah dipenuhi. Meskipun informasinya tidak selalu mutakhir, namun
internet membantu dalam mencari data secara cepat. Meskipun demikian, ada beberapa
jenis data yang tetap harus dicari secara manual, membaca buku dan artikel. Bagi anggota
Dewan di daerah, pemenuhan kebutuhan data dilakukan dengan browsing internet. Ini
berlangsung di DIY, Kalimantan Tengah dan Gorontalo. Sedangkan di Provinsi Lampung,
diskusi di sosial media dan meminta data kepada lembaga pemerintah, merupakan pilihan
utama para responden dalam memenuhi kebutuhan data. Di semua daerah, diskusi dengan
NGO dan membeli buku (kecuali Kalimanatan Tengah) juga menjadi cara untuk memenuhi
kebutuhan data. Beragamnya cara yang ditempuh para anggota Dewan di daerah dalam
memenuhi data ini selain menunjukkan kebutuhan akan data akurat dan tepat, begitu tinggi,
juga menunjukkan pendidikan anggota dewan yang tinggi dan jaringan kerja dengan NGO
yang baik.
Di DIY, SKPD menyediakan data langsung di Komisi terkait dan kemudian Komisi akan
mendistribusikan kepada anggota sehingga minimnya tingkat kebutuhan data bagi responden
lebih disebabkan oleh sistem distribusi data internal yang telah tertata dengan baik.
DIY Lampung GorontaloCentral
Kalimantan
Membeli Buku 7.69 14.29 29.41 0.00
Meminta Data Pemerintah 0.00 21.43 17.65 25.00
Meminta Asisten untuk Mencari Data 7.69 7.14 11.76 8.30
Diskusi dengan NGO 7.69 14.29 5.88 8.30
Browsing 53.85 7.14 29.41 50.00
Diskusi di Social Media 7.69 35.71 5.88 8.30
Diskusi di Mailing-List 15.38 0.00 0.00 0.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
Pe
rse
nta
se
Grafik 11.Cara Responden Mendapatkan dan Memenuhi Kebutuhan Data
Page | 23 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Sementara permintaan data di Lampung (21,43%), di Gorontalo (17,43%) dan Kalimantan
Tengah (25%) disebabkan untuk kepentingan pembahasan anggota belum mendapatkan data
pada saat diperlukan.
Di Gorontalo, data pemerintah yang diminta oleh responden terutama di tingkat
kabupaten/kota pada umumnya adalah data tercetak. Responden masih kesulitan dalam
membaca data digital karena belum terbiasa memanfaatkan gadget untuk data (smart phone
dengan kapasitas hingga 32 GB atau iPad). Meskipun responden memiliki perangkat tersebut,
pemanfaatannya relatif minim. Jika data sudah ada di dalam gadget pun responden kesulitan
untuk membuka kembali file karena lupa diletakkan di folder mana. Biasanya lupa nama
folder penyimpanan atau tidak mengetahui bagaimana mencari bahkan tidak tahu cara
membukanya sama sekali. Beberapa responden bahkan menyatakan perangkat canggih
tersebut dimiliki karena melihat rekan mereka juga memiliki. Karena kurang dapat
memanfaatkan maka gadget pada akhirnya digunakan anak mereka untuk mengunduh dan
bermain game.
Browsing data di internet relatif tinggi terutama di dua wilayah studi yaitu DIY 53,85% dan
Gorontalo 29,41%. Sementara Kalimantan Tengah dari kecenderungan penggunaan internet
untuk kebutuhan juga tidak mencapai 9% (Lihat Tabel. 5). Namun demikian angka ini cukup
baik karena terlihat adanya upaya untuk menggunakan internet untuk mendapatkan data.
Minimnya penggunaan internet di Kalimantan Tengah disebabkan karena alasan teknis akses
dan jaringan internet yang tidak merata di semua kabupaten/kota. Artinya, terlepas dari
kekurangan responden, sajian data di atas memberi informasi yang cukup baik bahwa
internet telah dimanfaatkan dengan baik oleh para anggota perempuan DPRD. Selain itu,
internet telah menjadi sumber data bagi anggota dewan dalam menjalankan tugasnya
meskipun belum maksimal. Untuk keperluan studi ini, khususnya pembentukan jaringan kerja
anggota parlemen perempuan, dapat memanfaatkan secara optimal internet dan alat-alat
komunikasi canggih lainnya.
12.516.1
8.9 8.9
33.9
16.1
3.6
Membeli Buku Meminta DataPemerintah
Memintaasisten untukMencari Data
Diskusidengan NGO
Browsing Diskusi diSosial Media
Diskusi diMailing-List
Grafik 12.Persentase Kumulatif Cara Responden Mendapatkan dan
Memenuhi Kebutuhan Data
Page | 24 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Data kumulatif menunjukkan bahwa browsing data merupakan cara yang paling banyak
digunakan oleh sebagian responden (5,4%) untuk memenuhi kebutuhan data (33,9%) diikuti
oleh meminta data pemerintah dan diskusi di sosial media (masing-masing 16,1%). Data ini
mengindikasikan bahwa sedapat mungkin responden mendapatkan data yang diperlukan
melalui internet, kemudian jika tidak diperoleh barulah mengajukan permintaan data kepada
pemerintah dan bertanya atau berdiskusi di sosial media (besar kemungkinan di
BBM/WhatsApp Group). Jika tidak mendapatkan responden akan membeli buku, atau
meminta bantuan mencarikan data kepada asisten, termasuk berdiskusi kepada NGO jika
memiliki kontak kepada aktivis. Berdasarkan data kumulatif ini dapat dilihat adanya
kecenderungan bahwa responden mengandalkan internet untuk memenuhi kebutuhan data.
Bagi anggota Dewan, selain pendidikan, kemampuan menguasai bahasa asing khususnya
bahasa Inggris sangat penting. Dengan mahir berbahasa Inggris, wawasan dan jaringan kerja
akan bertambah luas. Kesempatan untuk mengakses informasi global pun juga bertambah
luas. Manfaat yang tidak kalah penting adalah kesempatan untuk membangun kerjasama
dengan institusi-institusi internasional maupun negara lain, sangat besar. Apalagi, di era
globalisasi ini dipahami bahwa kerjasama antar negara dan antar institusi sangat penting, baik
kerjasama dalam meningkatkan kemajuan maupun mencegah kejahatan internasional. Untuk
menghadapi kerjasama semacam itu, nampaknya kemampuan bahasa inggris anggota Dewan
belum memberi harapan. Hal itu dikarenakan hanya sekitar 8 persen anggota legislator
perempuan di seluruh daerah studi yang mahir berbahasa Ingrris. Di semua daerah studi,
legislator perempuan hanya berkomunikasi aktif dalam Bahasa Indonesia, di DIY
persentasenya mencapai 30,77%, di Lampung 50%, di Gorontalo 47,06 persen dan di
Kalimantan Tengah 66,7% persen.
30.77
50.0047.06
66.70
38.4642.86 41.18
33.30
23.08
7.14 5.887.69
0.00 0.00 0.000.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan
Grafik 13.Kemampuan Berbahasa Inggris Responden
Tidak DapatBerbahasa Inggris
Pemula
Cukup Baik
Lancar
Page | 25 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Secara kumulatif, kemampuan berbahasa Inggris responden dapat diklasifikasikan rendah
yaitu 81,5% yang dapat dikategorikan tidak berbahasa Inggris dan hanya 10,7% saja yang
dapat berkomunikasi dalam Bahasa Inggris. Oleh karena itu, penting untuk dihindari
penggunaan instruksi, petunjuk penggunaan dan istilah-istilah berbahasa Inggris. Jika
terpaksa perlu disandingkan dengan padanan dalam Bahasa Indonesia.
Minimnya kemampuan berbahasa Inggris responden di satu sisi menjadi peluang bagi WPN
untuk memasukkan konten-konten atau materi yang bahasa asalnya adalah Bahasa Inggris
dan diterjemahkan dan dipublikasi ke dalam jaringan WPN perempuanparlemen.org yang
telah tersedia. Informasi tentang kegiatan anggota perempuan di daerah lain, bahkan di
negara lain dapat menjadi informasi yang bermanfaat.
48.2
39.3
8.91.8 1.8
Tidak DapatBerbahasa Inggris
Pemula Cukup Baik Lancar Tidak Menjawab
Grafik 14.Persentase Kumulatif Kemampuan Berbahasa Inggris Responden
Tingkat Keterampilan Rendah : 81,5%
Tingkat Keterampilan Tinggi: 10,7%
7.69 7.14 7.14
8,30
7.69
0.00 0.00
8.30
23.08
42.86
35.29
66.7061.54
50.0047.06
16.70
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
DIY Lampung Gorontalo CentralKalimantan
Grafik 15.Persepsi Responden Terhadap Penggunaan Internet
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Kurang Setuju
Setuju
Sangat Setuju
Page | 26 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Tetapi dalam hal penggunaan internet sebagai sarana komunikasi yang efektif, responden di
semua daerah menyepakatinya. Di DIY para responden bahkan sangat setuju (61,5%), diikuti
responden di Lampung dan Gorontalo yang masing-masing mencapai 50% dan 47%.
Sedangkan responden yang menyatakan “setuju” tertinggi di Kalimantan Tengah (66,7%),
Lampung 42,86 persen, Gorontalo 35,29 persen dan terendah di DIY dengan 23,08 persen.
Data di atas menunjukkan pemahaman responden akan manfaat internet. Bagi UNDP, tentu
lebih mudah memberi arahan dan memotivasinya lebih lanjut akan peran penting internet
bagi pembentukan jaringan kerja perempuan parlemen.
Secara kumulatif, responden yang menyatakan kesetujuan untuk menggunakan internet
sebagai sarana komunikasi sangat tinggi yaitu 41,2% menyatakan setuju dan 44,5% yang
menyatakan sangat setuju. Artinya dapat dinyatakan bahwa sebagian besar (85,7%)
responden memiliki persepsi positif terhadap internet. Oleh karena itu, meskipun akan
menemui tantangan yang cukup besar terkait kebiasaan dan sinyal di wilayah blank spot,
namun dengan sikap positif para responden, WPN mendapatkan dukungan dari responden.
1.85.4
1.85.4
41.144.5
TidakMenjawab
Sangat tidaksetuju
Tidak setuju Kurang setuju Setuju Sangat setuju
Grafik 16.Persentase Kumulatif Persepsi Responden Terhadap Penggunaan
Internet
Page | 27 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Semua responden memiliki sikap positif terhadap rencana pembentukan Jaringan Kerja
Anggota Parlemen Perempuan. Sebesar 53,85% legislator perempuan DIY “setuju” dan
38,46% “sangat setuju” dengan penggunaan internet untuk pembentukan Jaringan Kerja
Anggota Parlemen Perempuan. Di Provinsi Lampung persentasenya masing-masing mencapai
50% “setuju”, 28,57% “sangat setuju” dan di Gorontalo masing-masing mencapai 47% baik
untuk yang “setuju” maupun “sangat setuju”. Situasi yang sama di gambarkan di Provinsi
Kalimantan Tengah proporsi “setuju” dan “sangat setuju” sebesar 58,3% dan 33,3% dikuti
dengan responden yang menyatakan “kurang setuju” sebesar 8,3%.
7.69
21.43
5.880,00
0.00 0.00 0.00
8.30
53.8550.00
47.06
58.30
38.46
28.57
47.06
33.30
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan
Grafik 17.Persepsi Responden Terhadap Penggunaan Internet untuk Membangun WPN
Sangat TidakSetujuTidak Setuju
Kurang Setuju
Setuju
Sangat Setuju
8.9
1.8 0
51.8
37.5
Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju
Grafik 18.Persentase Kumulatif Persepsi Responden Terhadap Penggunaan
Internet untuk Membangun WPN
Tidak Setuju : 10,7% Setuju : 89,3%
Page | 28 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Data di atas menunjukkan dua hal penting. Ditinjau dari dua kuandran jawaban skala sikap
responden yang menunjukkan sikap setuju terhadap penggunaan internet adalah 89,3%
sedangkan yang mengindikasikan ketidaksetujuan 10,7%. Pertama, para legislator
perempuan di daerah memiliki sikap positif terhadap rencana pembentukan WPN, terlepas
apakah mereka memiliki pemahaman yang utuh mengenai rencana kegiatan tersebut atau
tidak. Kedua, legislator perempuan di daerah juga menyambut positif digunakannya internet
untuk pembentukan WPN. Tentu hal ini ada sisi positif dan negatifnya. Sisi positifnya adalah
perkenalan, diskusi, dan pertukaran gagasan berlangsung secara cepat dan menyebar luas.
Sedangkan sisi negatifnya, adalah bahwa komunikasi tidak tatap muka hanya terbatas pada
kesediaan para anggotanya untuk aktif menggunakan internet dan mengakses situs WPN.
Karena itu, bagi anggota yang tidak aktif akan tertinggal informasi dan pembahasan, di satu
sisi sejumlah anggota telah berganti topik pembicaraan atau diskusi dan sisi lain sebagian
anggota masih membahas isu yang lama.
Berjejaring dengan konstituen dan masyarakat umum sangat penting bagi anggota parlemen.
Kemenangan anggota parlemen dalam memperoleh kursi tidak luput dari peran konstituen
dan masyarakat umum. Prestasi yang baik dengan serangkaian kegiatan-kegiatan anggota
parlemen menjadi tolok ukur keberhasilannya sebagai wakil rakyat. Namun, hal ini tidak luput
dari berbagai hambatan. Beberapa hambatan yang dihadapi oleh responden dalam
mengkomunikasikan serangkaian kegiatan di antaranya sedikitnya kesempatan bertemu
langsung, sulitnya mengumpulkan stakeholder, belum ada jaringan dengan media massa, dan
kelemahan responden dalam meng-upload data atau laporan ke dalam internet.
Masing-masing daerah memiliki hambatan yang berbeda-beda. Di Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Kalimantan Tengah hambatan responden dalam mengkomunikasikan hasil
38.4635.71
41.18
25.00
0.00 0.00
11.76
33.30
23.08
7.14
23.53
8.30
38.46
28.57
11.76
33.30
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
DIY Lampung Gorontalo CentralKalimantan
Grafik 19.Hambatan Responden dalam Menjalin Hubungan dengan Konstituen
dan Publik
Kesulitan untukmengadakanpertemuan
Kesulitan dalammengatur pertemuandengan stakeholder
Kurangnya komunikasidengan media
Kesulitan dalamMeng-upload data keinternet
Page | 29 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
kerja adalah kurangnya keterampilan dalam meng-upload laporan ke internet, ditunjukkan
dengan angka sebesar 38,46 dan 33,30%. Sedangkan Lampung dan Gorontalo hambatan
terbesar adalah mengadakan pertemuan langsung dengan konstituen masing-masing
sebesar 35,71% dan 41,18%.
Secara umum, responden mengalami kesulitan dalam mengadakan pertemuan tatap muka
yang ditunjukkan dalam data kumulatif (35,7%) dan kesulitan untuk mengatur pertemuan
dengan stakeholder (10,7%) juga dirasakan oleh responden. Responden juga mengalami
kesulitan dalam meng-upload data ke internet (21,4%) dan menjalin komunikasi dan
kerjasama dengan media (16,1%). Data ini mengindikasikan bahwa responden sedang
mencari jalan keluar atas hambatan komunikasi dan upaya menyampaikan informasi kepada
publik. Secara tidak langsung, responden menyadari bahwa hambatan pertemuan tatap muka
mulai dirasakan dan internet menjadi satu media untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Meskipun cara mengoperasikan dan prosedur upload materi masih menjadi hambatan,
mengajarkan prosedur meng-upload data dan informasi terkait kinerja responden menjadi
sangat penting untuk dilaksanakan dalam WPN.
Kesulitandalam
menyelenggarakan pertemuan
Kesulitandalam
mengaturpertemuan
denganstakeholder
Kurangnyakomunikasi
kepada media
Kesulitandalam meng-
upload data keinternet
Lain-lainTidak
menjawab
Persentase 35.7 10.7 16.1 21.4 3.6 12.5
35.7
10.7
16.1
21.4
3.6
12.5
Grafik 20. Persentase Kumulatif tentang Hambatan Responden dalam Menjalin
Hubungan dengan Konstituen dan Publik
Page | 30 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
BAB IV
KELEMBAGAAN KAUKUS
Kaukus Perempuan Parlemen yang dalam studi ini disebut sebagai Kaukus, merupakan
institusi penting dalam melihat pola jaringan dan komunikasi antar anggota perempuan
parlemen dan lintas pelaku lainnya seperti NGO dan perguruan tinggi. Cara berkomunikasi
ini penting untuk memetakan pola berhubungan dan metode berjajaring para responden di
internal maupun eksternal. Arus informasi dan aktifitas untuk menunjang peran dan kinerja
responden dapat dioptimalkan dengan memanfaatkan kelembagaan Kaukus. Karena itu
Kaukus dijadikan unit analisis dalam studi ini. Selain sebagai wadah aktifitas sosial dan politik
para anggota, Kaukus sangat strategis dalam implementasi kegiatan WPN.
Berdasarkan temuan lapangan, komunikasi di antara responden dilakukan dengan
menggunakan BBM Group. Jenis komunikasi teks ini dianggap mudah, praktis dan cepat
diterima, efisien dan efektif pada saat yang bersamaan. Komunikasi teks jenis ini berlangsung
di seluruh wilayah studi. Di Kalimantan Tengah, penggunaan BBM Group dilanjutkan dengan
bertelepon langsung karena keterbatasan ruang penulisan teks. Oleh karena itu, pesan yang
ingin disampaikan mungkin saja kurang dapat dipahami secara utuh oleh responden. Fasilitas
lain seperti mailing-list (milis) dan telekonferensi tidak digunakan di seluruh wilayah studi. Di
DIY dan Lampung, penggunaan e-mail untuk mengirimkan undangan dan hasil pertemuan,
rapat dan informasi tertulis lainnya sudah menjadi hal yang biasa di kalangan responden.
36.4
0
12.515.4
36.4
12.5
50
15.418.2 18.8
12.5
46.2
0
50
18.8
7.7
0
18.8
0
7.79.1
0
6.3 7.7
Ponsel Biasa Black Berry Smart Phone Tablet/iPad
Grafik 21.Cara Berkomunikasi Responden dengan Menggunakan Teknologi
Rapat
Menelepon
Diskusi melalui Grup BBM/WhatsApp
Menyusun agenda rapat dan diskusi via email
Menyusun agenda rapat dan diskusi via mailing-list
Tidak menjawab
Page | 31 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Para responden lazim mengadakan pertemuan kecil sebelum mengikuti rapat komisi maupun rapat pleno. Mereka perlu menyamakan pandangan, gagasan dan saling bertukar gagasan atau menyusun strategi untuk menghambat atau memperjuangkan suatu ide. Karena itu, komunikasi antar anggota parlemen berlangsung secara intensif. Legislator perempuan di keempat daerah mengandalkan BlackBerry/WA dan telepon langsung ke teman bicara. Penggunaan BBM/WA oleh legislator perempuan DIY sangat menonjol (61,54%). Sementara itu di Kalimantan Tengah, para legislator perempuan lebih banyak bertelepon secara langsung (50%). Di daerah lain, cara yang digunakan beranekaragam seperti Anggota parlemen menggunakan cara tersendiri untuk berkomunikasi, baik sesama komisi, atau anggota lainnya. Cara berkomunikasi antara responden sangat tergantung karakteristik masing-masing daerah. Alat komunikasi yang digunakan untuk mencari informasi antara lain dengan e-mail, mailing list. Di provinsi Lampung dan Kalimantan Tengah, proporsi melakukan pertemuan langsung dengan sesama anggota parlemen masih cukup tinggi rata-rata 25% yang menandakan pertemuan tatap muka masih menjadi kebiasaan dalam berkomunikasi.
Terhadap data di atas dapat diberikan intepretasi bahwa proporsi bertemu langsung antar anggota parlemen untuk melakukan pembicaraan sudah mulai menurun. Meskipun bertemu langsung masih sangat penting dalam mengambil keputusan akhir, tetapi informasi awal dilakukan melalui media komunikasi. Di sini dapat digarisbawahi pentingnya media komunikasi bagi anggota parlemen.
7.69
28.57
5.88
25.00
15.38
28.5729.41
50.00
61.54
28.57
29.41
8.30
15.38
7.1411.76
16.70
0.00
7.14
0.00 0.000.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan
Grafik 22. Cara Responden Berkomunikasi dengan Sesama Anggota
Rapat Menelepon BlackBerry/WhatsApp Email Mailing-List
Page | 32 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Secara kumulatif, data menunjukkan bahwa komunikasi berbasis pesan teks (32,1%) dan
telepon (30,3%) relatif memiliki preferensi yang sama kuat. Pertemuan tatap muka berupa
rapat (17,9%) juga masih menjadi metode yang penting dalam komunikasi. Jika ditinjau dari
data ini dapat dilihat sebagai bahwa komunikasi sehari-hari dilakukan dengan komunikasi teks
dan jika ada yang perlu diperjelas mereka akan menelepon. Jika ada hal penting yang harus
diputuskan dilanjutkan dengan rapat. Meskipun menyusun agenda bersama melalui diskusi
dan milis frekuensinya masih terbatas, namun metode ini perlu diperkenalkan kepada
responden.
Kehadiran kaukus menjadi sangat penting sebagai wadah berjejaring dan berbagi informasi
antar sesama anggota parlemen perempuan. Situasi menggambarkan bahwa di lokasi studi
Kaukus sudah terbentuk. Namun sangat disayangkan, Kaukus belum memiliki agenda
bersama untuk mengakomodasi isu-isu perempuan. Berdasarkan informasi dari responden,
kaukus perempuan baru terbentuk di tingkat provinsi dan belum menyerap ke
Kabupaten/Kota. Keinginan seluruh responden dalam berbagai latar belakang partai politik
adalah untuk mendukung keberadaan kaukus. Mereka mempertimbangkan bersama-sama
17.9
30.432.1
12.5
1.75.4
Meeting Menelepon BlackBerryMessenger or
Menyusun agendarapat dan diskusi
via email
Menyusun agendarapat dan diskusi
via mailing-list
Tidak menjawab
Grafik 23.Persentase Kumulatif Cara Berkomunikasi dengan Sesama Anggota
46.15
21.43
5.88
83.30
0.00 0.00 0.008.30
53.85
78.57
94.12
8,40
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
100.00
DIY Lampung GorontaloCentral Kalimantan
Grafik 24.Keberadaan Kaukus
Kaukus sudah terbentuk
Kegiatan Kaukus telahtersusun
Agenda bersama Kaukus telahtersusun
Page | 33 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
dalam memformulasikan agenda dan menegakkan hak perempuan. Seluruh responden juga
berkeinginan untuk mengadakan kunjungan antar Negara yang memiliki kaukus yang sudah
berjalan dengan baik.
Pada saat pengumpulan data dilaksanakan, kelembagaan kaukus telah berdiri di 3 provinsi
yaitu DIY (46,15%), Lampung (21,43%) dan Kalimantan Tengah (83,30%). Kaukus di Gorontalo
baru saja terbentuk, karena itu hanya sedikit dari responden yang menjawab keberadaan
kaukus (5,8%). Setelah pengumpulan data dilakukan dan kegiatan dengan Biro Pemberdayaan
Perempuan (BPP) Provinsi Gorontalo berakhir, para anggota perempuan DPRD Provinsi dan
Kabupaten/Kota Gorontalo melakukan pertemuan untuk membentuk sekaligus memilih
pengurus kaukus. Rencana pembentukan kaukus di Gorontalo dimulai sejak tahun 2011 tapi
baru terealisasi pada akhir tahun 2014.
Di DIY kepengurusan Kaukus sudah terbentuk, namun pada saat pengumpulan data dilakukan
pengurus belum dilantik sehingga pengurus kaukus menyatakan bahwa status kaukus DIY
sudah terbentuk hanya tinggal menunggu pengesahan pengurus baru. Di Lampung, secara
kelembagaan kaukus sudah terbentuk, tapi sedang mempersiapkan pembentukan pengurus
baru sehingga belum ada kegiatan. Di Kalimantan Tengah juga belum ada kegiatan maupun
pengurus kaukus, meskipun sebagian besar responden menjawab bahwa di Kalimatan Tengah
kaukus sudah terbentuk dan dalam jumlah yang relatif kecil menjawab bahwa telah ada
agenda bersama kaukus (8,30%) namun belum didapatkan informasi yang lebih mendalam
tentang agenda tersebut.
Berdasarkan data tersebut, Kaukus mengalami kevakuman kegiatan, ketiadaan konsolidasi
internal dan belum adanya perumusan agenda bersama. Namun demikian, data berikut
menunjukkan tingkat antusiasme responden dalam menghidupkan Kaukus sebagai wadah
kegiatan dan konsolidasi anggota.
35.7
1.85.4
1.7
55.4
Kaukus telahterbentuk
Aktifitas Kaukustelah tersusun
Agenda BersamaKaukus telah
tersusun
Kegiatan danagenda bersama
Kaukus telahdiimplementasikan
Tidak menjawab
Grafik 25.Persentase Kumulatif Keberadaan Kaukus
Page | 34 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Dukungan terhadap keberadaan dan terbentuknya Kaukus terdiri dari berbagai aspek. Di DIY,
Kaukus ditentukan oleh keberadaan para penggerak di internal Kaukus yang menyuarakan
pentingnya Kaukus sebagai wadah konsolidasi dan interaksi perempuan anggota legislatif
(38,46%). Motor penggerak inilah yang menghimpun dukungan terhadap pembentukan,
penyusunan pengurus dan merancang agenda kegiatan Kaukus. Antusiasme dan kecukupan
anggota perempuan di parlemen (masing-masing 15,38%) juga berkontribusi terhadap
cepatnya penyusunan Pengurus Kaukus baru. Segera setelah pelantikan anggota DPRD
Provinsi, pengurus melakukan konsolidasi untuk memilih pengurus Kaukus yang baru dan
berkomunikasi kepada NGO untuk bekerjasama melaksanakan kegiatan yang berkaitan
dengan pelantikan pengurus Kaukus.
Di Lampung terdapat perbedaan kecenderungan dengan di DIY. Meskipun terdapat inisiator
di internal Kaukus (21,43%) dan jumlah anggota untuk membentuk Kaukus (14,29)%
dikategorikan cukup memadai, namun antusiasme anggota terhadap Kaukus termasuk
rendah (7,14%). Oleh karena itu, dapat dipahami jika sampai waktu pengumpulan data
pengurus belum terbentuk dan kegiatan Kaukus belum terselenggara karena anggota masih
disibukkan dengan urusan kedewanan. Demikian pengaruh tingkat antusisme anggota cukup
memberikan pengaruh terhadap kegiatan Kaukus ke depan.
Di Gorontalo informasi tentang Kaukus masih sangat minim walaupun responden mengakui
bahwa mereka mendengar istilah Kaukus namun informasi tentang Kaukus sangat minim.
7.69
0.00 0.00 0.000.00
7.14
0.00 0.00
15.387.14
11.76
16.7015.38 14.29
0.00
50.00
38.46
21.43
11.76
16.7023.08
50.00
70.59
16.60
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan
Grafik 26.Dukungan Terbentuknya Kaukus
Dukungan NGO support Dukungan Ketuan DPRD
Dukungan SEKWAN Ketersediaan alokasi anggaran
Antusiasme Perempuan Anggota DPRD Jumlah anggota memadai
Keberadaan inisiator Kaukus Tidak menjawab
Page | 35 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Menurut Suharsi Igrisa incumbent dari DPRD Provinsi, sejak 2011 mereka berencana untuk
membentuk Kaukus Perempuan Parlemen yaitu Kaukus Perempuan Parlemen Gorontalo yang
meliputi anggota di tingkat Povinsi dan Kabupaten/Kota. Penggerak Kaukus terkonsentrasi di
tingkat Provinsi yaitu Suharsi Igrisa (Golkar), Espin Tulie (PDIP) dan Yeyen Saptiani Sidiki
(Golkar). Mereka menyadari pentingnya Kaukus dalam memperjuangkan isu perempuan dan
anggaran responsif gender tapi pengetahuan tersebut belum merata di setiap anggota
terutama tingkat kabupaten/kota. Rusovanny Halalutu dari Biro Pemberdayaan Perempuan
juga menyatakan bahwa Perencanaan dan Anggaran Responsif Gender (ARG) harus
diimplementasikan dan dialokasi dalam setiap penganggaran berdasarkan ketentuan
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 67 Tahun 2011. Pemerintah Daerah berkewajiban
menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan responsif gender yang
dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD, Rencana
Strategis SKPD, dan Rencana Kerja SKPD. Analisis gender diharapkan menggunakan metode
alur kerja analisis gender (Gender Analysis Pathways). Pada umumnya, anggota perempuan
di DPRD kurang memahami ketentuan dan metode analisis tersebut secara konkrit, padahal
peluang untuk memperjuangkan isu perempuan sangat terbuka dengan adanya dukungan
peraturan pemerintah.
Rusovanny menyatakan bahwa pemahaman ARG secara mendetail merupakan pengetahuan
penting yang harus dimiliki oleh seluruh anggota perempuan di DPRD tingkat provinsi dan
kabupaten/kota. Jika pemanfaatannya efektif, persoalan perempuan contohnya peningkatan
kesehatan dan menurunnya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dicapai
selain dari jalur yang biasa dilakukan oleh stakeholder NGO juga melalui kebijakan
penganggaran. HDI di Gorontalo lima tahun berturut-turut menempati posisi kelima terendah
bersama Provinsi Papua. Kondisi ini dapat diperbaiki secara bertahap diantaranya melalui
politik anggaran.
Di Kalimantan Tengah, keberadaan Kaukus lebih ditentukan pada kuota kecukupan anggota
parlemen perempuan (50%). Dengan jumlah perempuan di DPRD provinsi 10 orang dan 73
orang di tingkat kabupaten/kota merupakan faktor utama dari terbentuknya Kaukus.
Sementara faktor lain seperti antusiasme anggota dan adanya motor penggerak Kaukus
(masing-masing 16,70%) memberikan harapan bahwa Kaukus akan aktif dengan adanya
stimulus kegiatan.
Page | 36 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Kaukus pada dasarnya belum banyak diketahui oleh responden yang diindikasikan besarnya
jumlah responden yang tidak menjawab (42,1%). Jika mereka mengerti Kaukus, hal tersebut
lebih disebabkan oleh adanya inisiator atau penggerak Kaukus (21,4%) yang menjelaskan
kepada anggota lainnya. Kecukupan anggota untuk membentuk Kaukus (17,9%) juga cukup
memberikan kontribusi bagi potensi terbentuknya kaukus. Oleh karena itu, penting untuk
mengidentifikasi dan mendekati inisiator Kaukus. Para inisiator selain menjadi penggerak
dalam Kaukus, secara tidak langsung akan menjadi pendukung WPN.
Fasilitas yang dimiliki Kaukus adalah ruang kantor dan belum memiliki fasilitas kerja. Trend ini
merata di 3 wilayah studi (DIY, Gorontalo dan Kalimantan Tengah). Kaukus untuk periode
2014-2019 belum memiliki infrastruktur baik dari sisi pengurus dan fasilitas. Namun, untuk
DukunganNGO/CSO
DukunganKetuanDPRD
DukunganSekwan
Ketersediaan alokasianggaran
Antusiasme
Perempuan Anggota
DPRD
Anggotamemaham
i peranKaukus
Jumlahanggota
memadai
Keberadaan inisiator
Tidakmenjawab
Persentase 1.8 3.6 1.8 0 8.8 3.6 17.9 21.4 41.1
1.83.6
1.80
8.8
3.6
17.921.4
41.1
Grafik 27.Persentase Kumulatif Dukungan Terbentuknya Kaukus
30.77
0.00
23.08
12.50
69.23
100.00
82.3587.50
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
DIY Lampung Gorontalo CentralKalimantan
Grafik 28.Fasilitas Kaukus
Ruangan kantor
Komputer/Laptop
Printer
Koneksi internet
Tidak menjawab
Page | 37 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
beraktifitas seperti mengadakan rapat atau pertemuan rutin Kaukus memiliki ruang kerja
yang dapat dioptimalkan. Sementara itu, di Lampung Kaukus tidak memiliki ruang kantor.
Ketersediaan ruang kantor merupakan fasilitas minimal Kaukus untuk melaksanakan
kegiatan.
Berdasarkan data kumulatif, fasilitas Kaukus di semua daerah belum memadai, hanya
memiliki ruang kantor yang belum ada fasilitasnya. Sebagian besar tidak menjawab karena
belum mengetahui fasilitas yang dimiliki Kaukus. Jawaban hampir merata di seluruh wilayah
studi, baik yang dikategorikan wilayah dengan kategori infrastruktur baik maupun minim. Dari
data ini dapat disimpulkan bahwa fasilitas Kaukus di daerah masih sangat terbatas bahkan
cenderung minim.
Anggaran Kaukus merupakan faktor yang cukup berpengaruh dalam melaksanakan kegiatan.
Kaukus belum memiliki anggaran hingga pengumpulan data dilakukan. Alokasi anggaran
untuk kegiatan Kaukus baru ditemui di DIY (23,80%). Alokasi anggaran berasal dari Sekretariat
Dewan (Sekwan) Provinsi DIY untuk mengadakan kegiatan seminar yang dilanjutkan dengan
pelantikan Pengurus Kaukus 2014-2019. Renny Frahesty dan Nining dari NGO NARASITA
menyatakan bahwa antara Narasita, Kaukus atau perempuan legislatif di lingkungan DPRD
DIY (provinsi dan kabupaten/kota) telah lama menjalin kerjasama untuk melaksanakan
kegiatan Kaukus. Persoalan yang menyangkut persiapan teknis, membuat proposal
pengajuan, membuat dan mengirimkan undangan kepada peserta hingga membuat laporan
keuangan dilakukan oleh Narasita. Nining, Sekretaris Narasita menyatakan bahwa hampir
seluruh kegiatan seperti seminar, diskusi dan workshop secara teknis dilakukan oleh Narasita.
Pengurus dan anggota Kaukus tidak terlibat persiapan dan pengelolaan kegiatan teknis tapi
lebih pada substansi dan berkomunikasi terkait alokasi anggaran kepada Sekretariat Dewan.
5.3 0 0 1.8 1.8
91.1
Graph 28.Persentase Kumulatif Fasilitas Kaukus
Page | 38 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Renny Frahesty ketua Narasita juga menyatakan bahwa persoalan teknis seperti mengirim
undangan pun harus dilakukan dengan beberapa cara. Pertama dengan mengirimkan email
bagi yang memiliki dan sms. Tantangan yang harus dihadapi adalah anggota belum tentu
membaca email sehingga undangan harus dikirimkankan juga via sms. Setelah itu dilanjutkan
dengan mengirimkan sms untuk mengkonfirmasi kehadiran dan mengingatkan jadwal
kegiatan berulang-ulang. Hal-hal teknis ini harus dilakukan untuk menjamin anggota
menghadiri kegiatan tersebut.
Di Lampung dan Kalimantan Tengah responden menyatakan bahwa anggaran belum
dialokasikan bagi Kaukus dari. Sementara dari Gorontalo menyatakan bahwa anggaran belum
dialokasikan atau tidak mengetahui sama sekali terkait anggaran Kaukus.
Data kumulatif dari seluruh wilayah studi menunjukkan bahwa sebagian besar anggaran bagi
Kaukus belum dialokasikan (73,2%). Responden yang tidak menjawab juga cukup tinggi yaitu
21,4%. Dalam jumlah yang kecil yaitu sumber keuangan Kaukus berasal dari kontribusi
anggota dan APBD dikumulatifkan sejumlah 5,6%. Data ini menunjukkan bahwa hingga
pengumpulan data dilakukan, Kaukus belum memiliki sumber dana untuk membiayai
kegiatannya.
53.85
100.00
47.06
100.00
23.08
0.00 0.00 0.00
23.08
0.00
52.94
0.000.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan
Grafik 29. Sumber Anggaran Kaukus
Belum dialokasikan
Kontribusi anggota
APBD
Tidak menjawab
73.2
1.8 3.6
21.4
Belum dialokasikan Kontribusi anggota APBD Tidak menjawab
Grafik 30. Persentase Kumulatif Sumber Anggaran Kaukus
Page | 39 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
BAB V
STAKEHOLDERS
Mitra kerja sangat penting dalam mendukung kerja anggota parlemen perempuan karena
dapat dijadikan fungsi, sebagai akomodasi isu-isu di daerah. Anggota parlemen biasanya
memiliki beberapa mitra kerja, seperti beberapa NGO perempuan, Badan Pemberdayaan
Perempuan, dan Universitas. Namun sangat disayangkan, Keberadaan NGO, Badan
Pemberdayaan Perempuan serta keberadaan institusi dan Universitas belum memiliki
kontribusi terhadap dukungan keberadaan kaukus di empat daerah. Bagi incumbent, BPP
dapat dijadikan rekan kerja dalam aktivitas kaukus seperti persediaan alokasi dukungan
anggaran. Kerjasama NGO dalam mengangkat isu perempuan sudah terlihat baik, Daerah
Istimewa Yogyakarta bentuk kerjasama NGO dalam mengangkat kasus perempuan melalui
Publikasi Web sebesar 38,46%.
Kondisi ini menggambarkan NGO dan anggota parlemen perempuan sudah bisa menghasilkan
kerjasama yang baik. Sedangkan daerah Lampung lebih mengandalkan berdiskusi melalui
workshop dan seminar, angka menunjukkan persentase sebesar 28,57%. Kondisi Kalimantan
Tengah justru berbeda, responden memilih tidak menjawab dengan persentase sebesar 75%.
Berdasarkan informasi responden, di Kalimantan Tengah tidak terdapat NGO yang aktif dalam
mengangkat isu-isu daerah terutama perempuan. Di Gorontalo kegiatan diskusi terhitung
minim yaitu 5,8% dan advokasi terhadap isu perempuan baru mencapai 17,6%. Hal ini
menunjukkan bahwa jaringan kerja legislator daerah dengan NGO lemah.
Beberapa NGO yang disebutkan di beberapa daerah yang dijadikan Mitra Kerja anggota
parlemen diantaranya:
1. Narasita
2. UNDP
3. Rifka Annisa
4. Forum Perempuan Parlemen
5. Damar (Lampung)
23.0828.57
5.88
25.00
7.69 7.1417.65
0.00
23.08 21.43
0.00 0.00
38.46
0.000.00 0.007.69
42.86
76.47 75.00
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan
Grafik 31.Kerjasama Responen dengan NGO
Diskusi Advokasi Publikasi di media Publikasi di Web Tidak menjawab
Page | 40 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
6. Srikandi Demokrasi Indonesia
7. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (Kalimantan Tengah)
Data kumulatif mengindikasikan bahwa tidak lebih dari 50% responden yang bekerja sama
dengan NGO. Sebesar 51,8% responden tidak menjawab. Data ini mengindikasikan lemahnya
relasi antara anggota perempuan DPRD dengan NGO. Diskusi (19,6%) dan publikasi di media
massa (10,7%) merupakan kegiatan yang lebih sering dilakukan dapat disebabkan karena
pada saat pengumpulan data kegiatan di DPRD belum terlalu padat dan masih terfokus pada
prose penyusunan Alat Kelengkapan Dewan sehingga Rapat Dengar Pendapat/RDP-RDPU
belum intesif dilaksanakan. Namun demikian, bukan tidak mungkin demikianlah pola
hubungan antara NGO dan responden sebagaimana yang digambarkan oleh data, lebih
bersifat informal.
3.6
19.6
8.9 10.75.4
51.8
Rapat DengarPendapat
Diskusi Advokasi Publikasi dimedia
Publikas di web Tidak menjawab
Grafik 32.Persentase Kumulatif Kerjasama Responden dengan NGO
DIY Lampung GorontaloCentral
Kalimantan
Rapat Dengar Pendapat 0.00 7.14 5.88 0.00
Diskusi 15.38 35.71 0.00 25.00
Riset 23.08 0.00 0.00 0.00
Affirmative action 30.77 0.00 11.76 0.00
Publikasi bersama di media 15.38 7.14 0.00 0.00
Publikasi bersama di web 15.38 0.00 0.00 0.00
Tidak menjawab 23.08 50.00 82.35 75.00
0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.0090.00
Per
sen
tase
Grafik 33.Kerjasama antara Responden dengan Perguruan Tinggi
Page | 41 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Mitra kerja anggota parlemen lainnya adalah institusi pendidikan. Mitra Kerja ini sangat
dibutuhkan untuk memberikan input-input dalam pelaksanaan kebijakan. Kerjasama dengan
institusi pendidikan dilaksanakan dalam bentuk rapat dengar pendapat, diskusi rutin,
menyelenggarakan kajian akademik, melakukan tindakan affirmasi kepada perempuan,
kerjasama publikasi media massa,dan kerjasama dalam publikasi web. Di Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Gorontalo persentase yang cukup tinggi adalah dengan melakukan tindakan
affirmasi sebesar 30,77% dan 11,76%. Namun berbeda di Daerah Lampung dan Kalimantan
Tengah, kedua daerah lebih mengandalkan diskusi untuk mengangkat kasus perempuan
kondisi ini ditunjukkan dengan angka 35,71% (Lampung) dan 25% (Kalimantan Tengah).
Masing-masing daerah memiliki persentase terbesar dengan “tidak menjawab”. Kondisi ini
menggambarkan masih rendah kerjasama dengan institusi pendidikan. Padahal, institusi
pendidikan terutama universitas dapat dijadikan wadah untuk mendorong dan
meminimalisasi kasus-kasus kekerasan pada perempuan di daerah. Kajian akademik penting
untuk dilakukan untuk memetakan langkah dan keputusan yang perlu diambil sebagai
anggota parlemen dalam memformulasikan kebijakan pro-perempuan.
Pola hubungan antara responden dengan perguruan tinggi atau universitas belum terbangun
dengan baik. Responden yang tidak menjawab cukup tinggi (58,9%) dapat dilihat bahwa
kecenderungan ini dapat saja disebabkan karena kegiatan responden di DPRD belum sangat
intens sehingga kegiatan yang menonjol baru sebatas diskusi. Relasi antara responden dengan
perguruan tinggi perlu lebih didorong mengingat perguruan tinggi merupakan sumber
informasi dan dapat memberikan input kepada responden dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya.
8.9
17.8
05.4 5.4 3.6
58.9
Rapat DengarPendapat
Diskusi Riset Affirmativeaction
Publikasibersama di
media
Publikasibersama di
web
Tidakmenjawab
Grafik 34.Persentase Kumulatif Kerjasama antara Responden dengan
Perguruan Tinggi
Page | 42 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Dukungan BPP terhadap kaukus sangat penting mengingat BPP merupakan mitra kerja
internal dalam mendukung kegiatan kaukus perempuan parlemen. Namun kenyataanya, di
DIY (46,15%), Lampung (71,43%), Kalimantan Tengah (100%), keberadaan BPP belum
mendukung sepenuhnya kegiatan kaukus. Di Gorontalo, dari sisi data terdapat adanya
dukungan bagi Kaukus. Responden sejumlah 23,5% menyatakan adanya dukungan alokasi
anggaran dari BPP. Jawaban tersebut muncul karena proses pengumpulan data di Gorontalo
dilakukan setelah diadakannya Workshop Nasional Kaukus Perempuan Parlemen Tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota yang diselenggarakan oleh SWARGA di Jakarta 3-4 Desember
2015. Staff BPP yang mewakili BPP Provinsi Gorontalo langsung menindaklanjuti dengan
mengadakan pertemuan bagi Perempuan Parlemen untuk membentuk Kaukus pada tanggal
15 Januari 2015 yang bersumber dari anggaran di BPP untuk seminar.
Menurut Rusovanny, berhubung hampir semua daerah yang hadir pada Workshop
menyatakan akan membentuk Kaukus paling lambat awal bulan Maret 2015, oleh karena itu,
BPP segera mengkomunikasikan kepada Anggota Legislatif Perempuan di Provinsi dan
Kabupaten/Kota untuk memfasilitasi pertemuan pembentukan Kaukus. Fasilitasi tersebut
kemudian dinilai oleh responden sebagai bentuk dukungan kepada Kaukus meskipun secara
kelembagaan Kaukus Perempuan Parlemen pada saat saat pengumpulan data belum secara
resmi belum terbentuk.
46.15
71.43
17.65
100.00
7.690.00
5.880.00
7.690.00
5.880.…
23.08
0.00
23.53
0.00
15.38
28.57
47.06
0.00
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
DIY Lampung Gorontalo Central Kalimantan
Grafik 35. Dukungan Badan Pemberdayaan Perempuan Terhadap Kaukus
Belum ada Berpartisipasi dalam kegiatan Kaukus
Memfasilitasi kegiatan Kaukus Mengalokasikan anggaran
Tidak menjawab
Page | 43 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Berdasarkan data kumulatif, belum terdapat dukungan bagi Kaukus menurut sebagian besar
responden (55,4%), jumlah ini bertambah dengan mereka yang tidak menjawab (30,4%).
Hanya sedikit dari yang menyatakan bahwa BPP memberikan dukungan kepada Kaukus.
Hanya dalam jumlah yang kecil dukungan diberikan kepada Kaukus dalam bentuk BPP
berpartisipasi dalam kegiatan, memfasilitasi kegiatan dan mengalokasikan anggaran. Jika
dikalkulasi secara kumulatif hanya 14,2%. Untuk merespon situasi ini, SWARGA perlu
melakukan pendekatan kepada BPP di tingkat provinsi agar BPP dapat mendukung kegiatan
melalui anggaran yang dapat dialokasikan. Pendekatan ini penting dilakukan karena
komunikasi antar DPRD dan BPP adakalanya terkendala status kelembagaan. BPP di Gorontalo
karena berstatus Biro Pemberdayaan Perempuan secara kelembagaan berada di bawah
struktur Sekretaris Daerah (Sekda). Seperti di Gorontalo, struktur kelembagaan BPP tersebut
bagi perempuan aleg kurang diperhitungkan, padahal BPP Gorontalo memiliki alokasi untuk
Kaukus. Selain BPP, Sekwan (Sekretariat Dewan Provinsi dan Kabupaten/Kota) juga potensial
dalam mendukung kegiatan Kaukus, karena Sekwan secara kelembagaan memiliki
kewenangan alokasi anggaran bagi kegiatan DPRD. Dalam situasi ini SWARGA sangat
prospektif untuk mengajak perempuan aleg, BPP dan Sekwan untuk duduk bersama
mendiskusikan kegiatan Kaukus dan dukungan yang dapat diberikan kepada Kaukus.
55.4
3.5 3.67.1
30.4
Belum ada Berpartisipasi dalamkegiatan Kaukus
Memfasilitasikegiatan Kaukus
Mengalokasikananggaran
Tidak menjawab
Grafik 36. Persentase Kumulatif Dukungan Badan Pemberdayaan Perempuan
Terhadap Kaukus
Page | 44 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
BAB VI
REKOMENDASI
Rekomendasi dalam survai ini mengikuti variabel dan bobot variabel yang mencerminkan
urgensi bagi WPN. Berdasarkan urgensi dan tujuan penelitian, secara berurutan variabel
tersebut adalah pertama, Variabel Perempuan Anggota Legislatif dan Perangkat Komunikasi.
Kedua, Institusi dan Dukungan Terhadap Kaukus. Ketiga, Stakeholder. Komposisi bobot ketiga
variabel tersebut secara persentase yaitu 50-30-20 persen dari keseluruhan total nilai
variabel, dimana masing-masing pembobotan menunjukkan tingkat urgensi terhadap hasil
survai.
Latar belakang responden akan menjadi bagian penting untuk menganalisis variabel pertama
dikaitkan dengan pembentukan WPN. Temuan dari Variabel Kedua dan Ketiga juga akan
dianalisis dalam konteks WPN, namun fungsi variabel tersebut berbeda. Variabel pertama
menggambarkan kondisi pihak yang akan diintervensi secara langsung atau direct benefiary
dalam WPN. Variabel Kedua sebagai variabel pendukung implementasi WPN dimana Kaukus
memiliki fungsi fasilitasi. Variabel Ketiga juga merupakan pihak pendukung beneficiary
(support entities) dengan bobot yang lebih rendah daripada Variabel Kedua. Oleh karena itu
rekomendasi akan diklaster dimulai dari hasil analisis variabel dengan bobot tertinggi ke yang
terendah, alur data dan temuan.
1. Perempuan Anggota Legislatif dan Cara Mereka Memanfaatkan Perangkat Informasi
dan Komunikasi
a. Pola Pemanfaatan dan Aplikasi yang Paling Populer di Kalangan Perempuan
Parlemen
Berdasarkan temuan penelitian, perempuan aleg yang menjadi responden survei ini
sebagian besar berpendidikan tinggi atau mereka yang menyelesaikan pendidikan S1
dan S2/S3 sebesar 80,3%, sementara pendidikan menengah dalam survai ini
dikategorikan menyelesaikan pendidikan SMA/sederajad dan D III sebesar 19,7%.
Latar belakang pendidikan ini sedikit banyak mempengaruhi mereka dalam
penggunaan teknologi setidaknya pengalaman selama masa masa kuliah.
Hampir seluruh anggota perempuan parlemen di lokasi studi yang memiliki HP
canggih atau android. Berdasarkan data kumulatif, kepemilikan HP berbasis android
yaitu smart phone dan iPad/Tablet adalah 80,4% (masing-masing BlackBerry 28,6%,
smart phone 28,6% dan iPad/Tablet 19,6%). Perangkat ini merupakan perangkat
komunikasi yang dimiliki dan sering digunakan. Mereka terbiasa dengan komunikasi
berbasis teks yang menjadi unggulan perangkat komunikasi berbasis android, tapi
mereka belum terbiasa untuk memanfaatkan perangkat tersebut untuk mendukung
tugasnya sebagai anggota parlemen. Lebih lanjut, anggota perempuan parlemen juga
Page | 45 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
tidak memanfaatkan email secara maksimal, berdasarkan temuan lapangan,
pengguna email aktif hanya sejumlah 28,6% dibandingkan pengguna pasif 69,4%.
Terkait dengan kondisi ini, SWARGA perlu mendesain pengadaan jaringan dan aplikasi
yang reliable dan mudah penggunaannya untuk mendukung kinerja dan tugas-
tugasnya. Jaringan tersebut sebaiknya didukung dengan aplikasi yang disesuaikan
dengan kebiasaan sehari-hari mereka dalam memanfaatkan perangkat
komunikasinya. Anggota perempuan parlemen terbiasa mengakses berita online
(57,1%). Oleh karena itu, penting untuk mendesain aplikasi yang sesuai dengan
kebiasaan mereka yaitu menyediakan data yang diberi pengantar sebagai informasi.
Jadi seolah-olah mereka sedang membaca berita. Untuk lebih detail, mereka dapat
melihat lanjutan dan men-download lampirannya (attachment) jika ada. Data detail
dapat diformat dalam bentuk PDF dan sejenisnya misalnya UU dan Peraturan-
peraturan (lebih lanjut, jenis data yang direkomendasikan akan dibahas dalam sub
bab tersendiri).
Pemanfaatan email juga penting untuk didorong oleh SWARGA mengingat meskipun
penggunanya relatif sedikit, tapi email sangat penting untuk untuk menunjang kinerja
anggota dewan. Pelatihan penggunaan email dan fungsi-fungsi yang terdapat pada
domain email seperti yahoo, gmail dan sebagainya perlu diperkenalkan dan dilatihkan
kepada anggota perempuan aleg dan tenaga ahli/pendukung.
Pemanfaatan alat komunikasi yang dimiliki perempuan anggota legislatif selain
menelepon dan mengirim pesan teks dapat dilihat melalui data dalam tabel berikut.
Dilihat dari data, dapat dinyatakan bahwa semakin canggih alat komunikasi yang
dimiliki, semakin besar kecenderungan perempuan aleg untuk mengakses berita.
Oleh karena itu, konten dalam WPN sebaiknya mengikuti model tampilan alur berita,
sehingga membaca konten WPN hampir sama dengan pola membaca berita.
Tabel 6. Pemanfaatan Alat Komunikasi
Perangkat Komunikasi
Pemanfaatan (%)
Infotainment Online
Toko Online
Berita Online
Membaca Email
Mencari Data
Tidak Menjawab
Ponsel Biasa 27.2 9.1 36.4 0 9.1 18.2
BlackBerry 18.7 12.5 56.3 12.5 0 0
Smart Phone
0 6.3 68.7 25.0 0 0
Tablet/iPad 0 7.7 61.5 15.4 15.4 0
Page | 46 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Berkaitan dengan dengan penggunaan yang berbeda untuk masing-masing perangkat
berbasis android yang mereka miliki, sebaiknya perlu dipertimbangkan lampiran-
lampiran seperti Draft, Undang-Undang atau Peraturan yang menjadi kebutuhan
mereka. Biasanya, file Undang-undang, peraturan seperti UU No. 17/2003 Tentang
Keuangan Daerah dan sebagainya, cara men-download dan menyimpan di
perangkatnya masing-masing (biasanya iPad dan Tablet) menjadi kesulitan bagi
perempuan aleg. Oleh karena itu, perlu diberikan pelatihan penyimpanan file di
perangkatnya, kegiatan seperti memberi nama folder, lokasi folder serta cara cepat
menemukan kembali file tersebut pada saat diperlukan sangat penting bagi
perempuan aleg. Infomasi tentang kapasitas perangkat yang dimiliki juga perlu
diberikan dalam pelatihan tersebut.
Informasi terkait konten yang diperlukan perempuan aleg yang berkaitan langsung
dengan fungsinya seperti misalnya UU, Peraturan dan isu terkait penganggaran,
legislasi dan pengawasan yang dikelompokkan menurut fungsi, isu dan wilayah. Jadi
masing-masing anggota dapat melihat perkembangan didaerahnya juga di wilayah
lain.
WPN juga diharapkan mengikuti kebiasaan perempuan aleg dalam berkomunikasi
berbasis teks antar sesama anggota yang digunakan dalam androidnya seperti BBM
dan WhatsApp. Kedua jenis komunikasi berbasis teks ini dapat digunakan untuk
komunikasi grup. Jika set-up atau format komunikasi interaktif antar anggota per-
daerah (dapat dibagi per provinsi/kabupaten atau satuan grup yang disepakati) dapat
diakses semudah mereka berkomunikasi dengan BBM dan WhatsApp, WPN dapat
memfasilitasi terbentuknya pola komunikasi yang spesifik dan khusus bagi
terbentuknya jaringan kerja perempuan aleg. Untuk mewadahi jaringan ini perlu
dipikirkan desain komunikasi in-group terdaftar seperti halnya BBM dan WhatsApp
yang bersifat grup tertutup (close group). Format ini bertujuan untuk menjamin
keamanan dan kenyamanan anggota dalam berkomunikasi.
Perempuan aleg juga memanfaatkan kepemilikan perangkat komunikasinya untuk
mengakses sosial media. Sosial media dimanfaatkan sebagai kegiatan mengisi waktu
luang hingga kepentingan kampanye. Kegiatan yang sering dilakukan adalah meng-
upload foto atau mengganti foto profil, memperbaharui status dan memberi
komentar. Beberapa anggota juga memanfaatkan sosial media untuk berkampanye.
SWARGA perlu mengarahkan pemanfaatan sosial media kepada perempuan aleg
untuk memelihara komunikasi dengan konstituen yang diperoleh selama masa
kampanye. Penting juga untuk memberikan pengetahuan tentang konten/status
yang mengundang simpati atau kontroversi.
Cara berkomunikasi perempuan aleg secara umum masih menggunakan komunikasi
verbal baik pada mereka yang berpendidikan menengah maupun tinggi. Data
tersebut dapat diihat pada Tabel 3. Namun demikian, komunikasi verbal lebih sering
Page | 47 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
terjadi pada anggota yang berpendidikan SMA/Sederajad baik secara langsung/tatap
muka juga pembicaraan telepon. Sedangkan pada perempuan aleg berpendidikan
tinggi (Diploma, Sarjana dan Pasca Sarjana) cara komunikasi berkombinasi hampir
seimbang antara verbal dan tulisan berbasis teknologi. Penggunaan email juga
semakin meningkat seiring dengan tingkat pendidikan.
Tabel 7. Tingkat Pendidikan dan Cara Berkomunikasi Perempuan Anggota
Parlemen
Pendidikan Formal
Cara Berkomunikasi (%)
1 2 3 4 5 6
SMA/Sederajad 30 40 10 10 0 10
Diploma 0 0 5.9 0 0 0
Sarjana (S1) 15.4 34.6 26.9 15.4 0 7.7
Pasca Sarjana (S2-S3)
17.8 30.4 32.1 12.5 1.8 5.4
Keterangan :
1. Rapat/Bertatap muka langsung 2. Pembicaraan melalui telepon 3. Diskusi dengan BBM/WhatsApp 4. Membuat agenda pertemuan dan diskusi via email 5. Membuat agenda bersama dan diskusi melalui mailing-list (milis) 6. Tidak menjawab
Kecenderungan komunikasi ini penting untuk menjadi catatan bahwa mendorong
pemanfaatan email dan alat komunikasi sangat potensial dan penting untuk
dilaksanakan. Pelatihan WPN langsung kepada anggota justru sangat penting karena
potensi ini melekat pada diri responden. Meskipun pelatihan serupa juga penting
diberikan kepada asisten. Intervensi berupa pelatihan yang terkait pada m
aksimalisasi perangkat, aplikasi dan jaringan yang dilakukan kepada masing-masing
anggota sebaiknya mempertimbangkan juga tingkat pendidikan. Meskipun komposisi
tingkat pendidikan parempuan anggota parlemen dalam studi ini secara kumulatif
adalah pendidikan tinggi 80,3% dan menengah 19,7%, oleh karena itu, tantangan
untuk mengembangkan WPN ditentukan dari anggota itu sendiri. Namun demikian,
bukan berarti mereka yang berpendidikan SMA/Sederajad tidak memiliki keinginan
untuk memanfaatkan perangkat komunikasi, meskipun metode pelatihannya perlu
disesuaikan dengan tingkat pemahaman mereka.
Pelatihan yang diberikan kepada perempuan aleg yang berpendidikan
SMA/Sederajad harus lebih banyak menggunakan penjelasan verbal, mencontohkan
Page | 48 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
secara langsung pada perangkat miliknya. Penjelasan secara langsung lebih efektif
daripada misalnya menjelaskan sepintas dan setelah itu memberikan manual atau
buku panduan. Penjelasan sebaiknya diberikan secara mendetail tentang tahapan
penggunaan dan jenis informasi yang dicari, misalnya untuk mencari Draft Perda atau
data di web pemerintah dan NGO, atau berkomunikasi
Bagi anggota dengan pendidikan lebih tinggi penjelasan akan relatif lebih mudah
karena lebih familiar dengan perangkat berbasis android. Penjelasan berupa tips
mencari data secara cepat dilengkapi dengan shortcut yang mudah sesuai dengan
fungsi anggota akan menarik minat anggota. Terlebih lagi, persepsi anggota terhadap
penggunaan internet dalam membangun WPN secara kumulatif sangat baik dilihat
dari dari data yaitu 89,3% setuju dan berarti hanya 10,7% yang menyatakan
ketidaksetujuan. Oleh karena itu, terlepas dari tantangan yang sangat besar, WPN
juga mendapatkan dukungan dari anggota. Keberadaan internet sangat penting
dalam komunikasi masa depan juga disadari oleh anggota. Keinginan untuk
berkomunikasi secara lebih efektif dan cepat juga didorong pengalaman anggota
dalam menghadapi kesulitan dalam menjalin hubungan dengan konstituen dan
publik.
b. Kendala Pengoperasian Perangkat Komunikasi dan Konten WPN
Tantangan dan kendala yang dihadapi oleh perempuan parlemen merupakan
informasi penting untuk konten WPN. Perempuan aleg mengalami kesulitan
mengadakan pertemuan tatap muka (35,7%), mengatur pertemuan dengan
stakeholder (10,7%), juga mengalami kesulitan dalam meng-upload data ke
internet (21,4%) dan menjalin komunikasi dan kerjasama dengan media (16,1%).
Data ini mengindikasikan bahwa perempuan aleg sedang mencari jalan keluar atas
hambatan komunikasi dan upaya menyampaikan informasi kepada publik. Secara
tidak langsung, mereka menyadari bahwa hambatan pertemuan tatap muka mulai
dirasakan dan internet menjadi satu media untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Oleh karena itu, SWARGA perlu memberikan pelatihan memaksimalkan pemanfaatan
internet dan meng-upload data ke internet.
Memberikan pemahaman komunikasi untuk bertatap muka dengan stakeholder
dengan memanfaatkan Skype atauYahooMessenger. Komunikasi ini memang
terbatas pada komunikasi di wilayah perkotaan mengingat ketersediaan jaringan
internet. Oleh karena itu, SWARGA juga perlu mengadakan semacam Roadshow WPN
atau pelatihan di kalangan perguruan tinggi dimana fasilitas internet tersedia untuk
menginisiasi pertemuan virtual atau teleconference. Simulasi antara stakeholder
perguruan tinggi dengan perempuan aleg penting untuk dilakukan. Hasil
teleconference dapat ditayangkan dan menjadi konten web setelah diproses terlebih
dahulu agar sesuai dengan kebutuhan web.
Page | 49 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Kendala yang dihadapi perempuan aleg menjadi strategi dan peluang besar bagi
WPN. Kesadaran bahwa perubahan komunikasi global yang tidak dapat dihindari
harus ditransformasikan kepada anggota. Dengan demikian, WPN akan disikapi oleh
perempuan aleg sebagai jalan keluar dari persoalan komunikasi yang dihadapi. Oleh
karena itu, pelatihan prosedur meng-upload materi, data dan informasi menjadi
sangat penting untuk dilaksanakan dalam WPN. Kegiatan ini tidak hanya menjadi
bertujuan memberi informasi kepada publik dan stak eholder tapi juga menyerap
informasi dan aspirasi. Sebagian besar tujuan tersebut dapat dilakukan melalui
internet. Meskipun kendala jaringan akan terjadi di daerah pelosok, tapi perlu
diberikan kesadaran bahwa semakin sering menjalin hubungan antar anggota,
bertukar pengalaman, selain menambah relasi, juga berdampak pada semakin
meningkatnya kapasitas. Perempuan aleg dapat diberi gambaran tentang anggota
legislatif yang menguasai informasi akan semakin cepat untuk dapat membuat
keputusan strategis, strategis artinya sejalan dengan kepentingan masyarakat dan
konstituen juga bagi perempuan aleg yang bersangkutan. Oleh karena itu, jenis-jenis
informasi yang diharapkan tersedia sebaiknya dikelompokkan dan diberi judul yang
mudah terlihat dan diakses oleh anggota. Informasi tersebut misalnya tentang :
a) Undang-undang dan peraturan yang dikelompokkan berdasarkan fungsi anggota.
Format konten ini diberi penjelasan awal misalnya terdiri dari (contoh): UU No.
17/2003 Tentang Keuangan Daerah, PP No. 58/2005 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, Permendagri No. 13/2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah dan seterusnya. Dikelompokkan berdasarkan tingkatan: pusat
dan daerah.
b) Dokumen tingkat pusat dan daerah.
Dokumen Pusat : RKA-KL, Laporan Hasil Pemeriksaan BPK (LHP).
Dokumen-dokumen daerah: Ranperda, Perda, RPJMD, RPKD, KUA, PPAS, RAPBD,
LAKIP dan sebagainya. Dokumen perlu dibahas dulu apakah menjadi data yang
terbuka untuk umum atau data yang hanya dapat diakses oleh anggota saja.
Pemanfaatannya perlu dibahas secara komprehensif dan disepakati terlebih
dahulu.
WPN dapat menyediakan data yang dibutuhkan bagi mereka misalnya dengan
menyediakan informasi tentang Anggaran Responsif Gender, Gender Analysis
Pathways, Indeks Pembangunan Manusia (IPM Indonesia per Provinsi), Indeks
Domokrasi Indonesia (IDI). Memanfaatkan data yang dirilis UNDP juga
bermanfaat selain untuk memberikan pengetahuan tambahan kepada
perempuan aleg sekaligus diseminasi kontribusi output UNDP terhadap
pembangunan di Indonesia.
Page | 50 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
c) Isu terklaster dan terbaru seperti pelaksanaan UU Desa, Rekrutmen Tenaga
Pendamping Desa untuk mengelola Dana Desa, dan Pengawasan pelaksanaan UU
Desa.
Isu spesifik perempuan di masing-masing daerah juga penting untuk masuk dalam
konten seperti:
Tabel 8. Isu Perempuan Masing-Masing Provinsi Studi
Provinsi Isu-Isu Perempuan
Lampung 1. Kawin lari (adat Lampung)
2. Pernikahan di bawah usia
3. Kesehatan reproduksi
4. Rendahnya pendidikan kaum perempuan
Gorontalo 1. Rendahnya gizi ibu dan angka kamatian ibu yang
tinggi
2. Masih kuatnya asumsi bahwa perempuan hanya di
sektor domestik
3. Angka partisipasi sekolah perempuan yang rendah
Kalimantan Tengah 1. Tingginya HIV yang diidap kaum perempuan
2. Pertambangan yang merusak lingkungan dan
banyaknya perempuan luar daerah yang masuk ke
sektor pertambangan
Yogyakarta 1. Pekerja Seks Komersial Terselubung
2. Alih fungsi kos (kos-kosan)
3. Perdagangan perempuan
d) Alamat Web Pemerintah seperti Kementerian dan Lembaga-lembaga Pemerintah
sehingga memudahkan pengguna untuk mencari web pemerintah. Alamat web
ditempatkan di lokasi yang mudah terlihat dan mudah diakses.
e) Profil, kegiatan dan alamat web organisasi pemerintah, non pemerintah dan
lembaga internasional yang memiliki kegiatan serta visi misi yang beririsan atau
sejalan dengan isu perempuan seperti: Komnas Perempuan
(www.komnasperempuan.or.id), UNDP, IRI, PATTIRO, LBH APIK, jariungu.com link
yang mengenalkan caleg dan anggota legislatif serta memberikan rekomendasi
bagi caleg yang layak dipilih dan sebagainya. Link NGO yang fokus pada bidang
tata kelola (governence) dan perempuan harus masuk ke dalam web.
Page | 51 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
f) Informasi kegiatan kaukus di tingkat pusat dan daerah sehingga masing-masing
kaukus dapat melihat perkembangan di daerah. Informasi tentang Kaukus
Perempuan Parlemen di luar negeri juga penting untuk menginspirasi kegiatan
kaukus di Indonesia.
g) Konten hiburan juga perlu dimasukkan ke dalam WPN, konten seperti fashion dan
kuliner dapat digunakan sebagai promosi bagi produk daerah. Selain itu, konten
ini akan menjadi penarik minat perempuan aleg, pada umumnya perempuan
memiliki minat yang cukup tinggi terhadap kuliner dan fashion.
h) Kegiatan SWARGA dan kegiatan Kaukus sangat penting di upload dalam web
mengingat perempuan aleg suka mengunggah foto mereka ke sosial media yang
aktif digunakan. Memberikan caption pada foto informasi nama, lokasi dan
tempat kegiatan penting untuk menarik perhatian anggota.
i) Kegiatan Kaukus di negara lain sebagai perbandingan jika memungkinkan.
Hal penting dalam merencanakan konten WPN adalah bahasa yang digunakan harus
mempertimbangkan kemampuan berbahasa perempuan aleg. Secara kumulatif, kemampuan
berbahasa Inggris responden dapat diklasifikasikan rendah yaitu 81,5% dikategorikan tidak
berbahasa Inggris dan hanya 10,7% saja yang dapat berkomunikasi dalam Bahasa Inggris.
Oleh karena itu, hindari instruksi, petunjuk penggunaan dan istilah-istilah berbahasa Inggris
terutama yang tidak umum atau teknis. Jika terpaksa dilakukan, perlu disandingkan dengan
padanan dalam Bahasa Indonesia.
Minimnya kemampuan berbahasa Inggris responden di satu sisi menjadi peluang bagi WPN
untuk memasukkan konten-konten atau materi yang bahasa asalnya adalah Bahasa Inggris
dan diterjemahkan dan dipublikasi ke dalam jaringan WPN perempuanparlemen.org yang
telah tersedia. Informasi tentang kegiatan anggota Kaukus Perempuan Parlemen di daerah
lain, bahkan di negara lain dapat dijadikan format berita atau story yang berisi tantangan dan
rintangan dalam menjalankan kegiatan dan agenda Kaukus. Format infomasi ini diharapkan
dapat menginspirasi anggota Kaukus.
2. Kaukus Perempuan Parlemen
Para responden di semua wilayah antusias dalam membangun Kaukus. Ada 55% responden
yang tidak menjawab “keberadaan Kaukus”, tetapi mereka sangat mendukung pembentukan
kaukus dan Jaringan Kerja Perempuan Parlemen. Angka 55% itu merujuk pada belum adanya
kaukus saat penelitian ini dilakukan.
Memperhatikan hal ini maka di Propinsi dan Kabupaten/Kota yang belum dibentuk Kaukus,
segera dibentuk Kaukus dan WPN, khususnya Provinsi Kalimantan Tengah, Lampung dan
Gorontalo.
Kaukus Perempuan Parlemen (Kaukus) merupakan elemen penting dalam implementasi WPN
karena menjadi wadah bagi kegiatan perermpuan aleg dan WPN. Informasi dan konsolidasi
perempuan aleg di harapkan dilakukan di Kaukus.
Page | 52 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Data berikut menggambarkan bahwa Kaukus di tingkat provinsi dan kabupaten/kota baru
sebagian terbentuk (35%) sementara 55,4% tidak menjawab status kaukus di wilayahnya.
Data ini mengindikasikan bahwa selain belum terbentuk, perempuan aleg pun belum familiar
dengan Kaukus sehingga SWARGA perlu memberikan pemahaman yang konkrit tentang
definisi Kaukus dan perbedaannya dengan organisasi lain serta kegiatan yang sebaiknya
dilakukan Kaukus. Signifikansi Kaukus dalam WPN sangat besar karena berbagai rencana
kegiatan dukungan SWARGA kepada perempuan aleg dikoordinasikan dan disinkronisasi
melalui Kaukus.
Terlepas dari kevakuman Kaukus di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Kaukus berpotensi
untuk diaktifkan karena keberadaan inisiator tokoh perempuan di legislatif yang dapat
menjadi inisiator Kaukus (21,4%), jumlah anggota memadai (17,9%) dan antusiasme anggota
dalam membentuk kaukus (8,8%). Fasilitas Kaukus pun baru berupa ruang kantor (5,3%).
Jadi belum banyak dilakukan oleh Kaukus, kecuali di DIY. Kaukus telah terbentuk dan telah
menjalin kerjasama dengan NGO Narasita dalam melaksanakan kegiatannya. Di tiga daerah
lainnya, Kaukus sangat memerlukan intervensi SWARGA dalam hal:
a) Menginisiasi Kaukus untuk menggunakan informasi terkait isu perempuan, anak,
kesehatan, lingkungan atau yang menjadi ciri khas di daerah masing-masing untuk
menyusun agenda bersama diawali pertemuan dengan inisiator-inisiator Kaukus.
Para inisiator diharapkan menjadi jembatan antara SWARGA dan anggota Kaukus
lainnya. Bagi Kaukus yang kepengurusannya telah terbentuk SWARGA perlu
memberikan gambaran kegiatan yang dapat dilakukan oleh Kaukus. Jenis-jenis
kegiatan yang dilakukan dengan tatap muka, dan kegiatan yang dapat dilakukan
dengan komunikasi menggunakan teknologi komunikasi berikut cara-caranya.
b) Mengintegrasikan Kaukus dengan kegiatan pelatihan yang akan diselenggarakan
oleh SWARGA untuk WPN dan training.
c) Menginisiasi pemanfaatan fasilitas yang dimiliki Kaukus untuk WPN misalnya
mendesain kantor menjadi data base aleg perempuan, isu perempuan atau isu
daerah yang dapat digunakan dalam pembahasan masing-masing komisi atau Alat
Kelengkapan Dewan (AKD) dengan bermodalkan desktop atau laptop dan jaringan
internet.
3. Stakeholder
Stakeholder adalah pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung diharapkan
mendukung WPN dan Kaukus. Temuan penting dalam studi ini adalah bahwa mayoritas
anggota parlemen (perempuan) di daerah bukan aktivis perempuan, bahkan tidak berafiliasi
dengan salah satu gerakan perempuan. Ini membuktikan bahwa gerakan perempuan
berperan kecil dalam menghantarkan anggotanya ke parlemen. Jika logika ini berjalan, maka
ada kekuatan lain yang menghantarkan mereka. Mengingat peranan partai politik yang lemah
dan negatif di mata public, dapat dipastikan bahwa uang dan sedikit modal sosial berperan
dalam menghantarkan seseorang menjadi anggota parlemen dalam Pemilu 2014.
Ketika mereka diminta menyebutkan NGO sebagai partner, sebesar 51,8% tidak menjawab,
dan sebagian besar kesulitan dan menuliskan UNDP. Ini membuktikan bahwa kehadiran
Page | 53 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
SWARGA-UNDP sangat dirasakan oleh mereka. Tidak sedikit dari mereka yang hanya
menuliskan UNDP. Jika ada aktifitas perempuan aleg yang dilakukan dengan NGO adalah
diskusi 19,6%, publikasi 10,7% dan Rapat Dengar Pendapat 3,6%, maka SWARGA dapat
meningkatkan intensitas kegiatan terutama untuk publikasi hasil dengan memberi pelatihan
meng-upload hasil pembahasan atau advokasi antara Perempuan aleg dan NGO dan
stakeholder lainnya ke web. Terkait dengan publikasi, penting juga untuk mendorong
perempuan parlemen untuk melakukan pendekatan kepada media dengan cara:
a) Membuat daftar kontak pribadi wartawan dan alamat redaksi media di gadget
miliknya;
b) melatih mereka membuat press release 1,5 halaman;
c) membuat daftar pendek isu-isu yang sedang hangat di wilayahnya dan memiliki
kemungkinan dimintai pendapatnya oleh wartawan terkait isu tersebut. List ini untuk
berjaga-jaga apabila ada wartawan yang bertanya tentang isu tersebut mereka lebih
siap untuk menjawab.
Temuan ini juga memperlihatkan bahwa jejaring kerja mereka di luar parlemen sangat lemah.
Atas temuan itu dan mengingat peranan partner kerja di luar parlemen sangat penting dalam
memasok isu-isu perempuan, membangun kesamaan opini dan memberi dukungan dari luar
parlemen, maka SWARGA-UNDP perlu mempertimbangkan untuk mempertemukan para
legislator perempuan ini dengan aktivis perempuan baik di pusat maupun di daerah.
Pertemuan dalam dikemas dalam berbagai bentuk, seperti diskusi, penyegaran fungsi-fungsi
parlemen maupun dalam jaringan kerja perempuan parlemen dan luar parlemen.
Kerjasama dengan perguruan tinggi rata-rata kurang dalam kualitas dan intensitas (58,9%
tidak menjawab terkait pengalaman kerjasama dengan kalangan perguruan tinggi).
Fenomena ini terjadi di semua daerah penelitian. Atas temuan ini, SWARGA UNDP dapat
membantu mendekatkan perguruan tinggi dengan legislator perempuan, dengan mendukung
dilakukannya kajian akademik atas isu-isu tertentu, diskusi, mengundang dalam rapat dengar
pendapat, dan mengundang akademisi untuk aktif berpartisipasi dalam web. Kerjasama
dengan perguruan tinggi tertinggi adalah diskusi (17,8%) sementara Rapat Dengar Pendapat
baru 8,9%. Hal ini perlu dilihat bahwa komunikasi antara perempuan aleg dengan stakeholder
masih relatif rendah sehingga SWARGA perlu menjembatani kesenjangan komunikasi ini.
Contohnya rancangan kegiatan di Gorontalo dapat diset diskusi ringan dengan format coffee
morning talk antara SWARGA, Kaukus dan BPP disiarkan di radio lokal sebelum siaran Berita
Duka Cita pk. 07.00 waktu setempat. Berdasarkan informasi partner SWARGA di Gorontalo,
Faini Basuungi, acara tersebut merupakan acara radio yang paling diminati pendengar
Gorontalo. Oleh karena itu, siaran sebelum dan sesudah berita Duka Cita berpotensi
mendapatkan pendengar yang cukup luas.
Peranan Badan Pemberdayaan Perempuan di daerah-daerah belum terlihat nyata sebagai
partner kerja para legislator perempuan. Lembaga ini oleh para legislator diharapkan
mempunyai program pemberdayaan perempuan yang sinkron dengan gagasan legislator.
Page | 54 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
Nomenklatur anggaran sering menjadi penghambat, sehingga diperlukan keterlibatan BPP
dalam kegiatan-kegiatan yang membicarakan isu-isu perempuan.
BPP belum memberikan komitmen dukungan bagi Kaukus (55,4%), jumlah ini bertambah
dengan mereka yang tidak menjawab terhadap adanya dukungan terhadap Kaukus (30,4%).
Hanya dalam jumlah yang kecil BPP memberikan dukungan kepada Kaukus dengan
berpartisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakan Kaukus, memfasilitasi kegiatan dan
mengalokasikan anggaran. Jika dikalkulasi secara kumulatif hanya 14,2%. Berdasarkan data
tersebut, SWARGA perlu melakukan pendekatan kepada BPP di tingkat provinsi terutama di
Gorontalo, Kalimantan Tengah dan Lampung agar BPP dapat mendukung kegiatan melalui
anggaran yang dapat dialokasikan.
Page | 55 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
BAB VII
STRATEGI IMPLEMENTASI PEMBENTUKAN WPN
WPN dapat dibangun dalam dua bentuk yaitu organisasi yang anggotanya bertatap muka,
berinteraksi secara langsung dengan melakukan pertemuan, rapat-rapat dan kegiatan lain di
suatu tempat atau organisasi yang anggotanya tidak bertatap muka secara langsung
melainkan melalui media komunikasi. Pola pertama sudah sangat umum dipahami, berupa
organisasi, ada pengurus dan anggota, berinteraksi di lokasi tertentu secara tatap muka. Pola
kedua sering dikenal sebagai cybercommunity (masyarakat maya), yaitu masyarakat di dunia
maya yang anggota-anggotanya berada di berbagai tempat, bahkan tidak saling mengenal
secara pribadi dan berkomunikasi melalui media. WPN yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah WPN pola kedua.
Untuk membangun WPN seperti itu, sejumlah langkah yang perlu dilakukan adalah:
1. Web dan Fitur
a. UNDP perlu membangun web (world electronic base) tentang WPN
b. Fitur yang perlu dimiliki oleh Web WPN adalah:
a) Home (tentang WPN: apa itu WPN, apa visi dan misinya)
b) Isu-Isu Utama (memiliki tautan antara lain Trafficking, Kesehatan
Reproduksi, Kekerasan Terhadap Perempuan dan Perempuan Parlemen)
c) Galeri (memuat foto-foto kegiatan WPN di daerah dan acara-acara yang
diselenggarakan SWARGA UNDP)
d) Publikasi (memuat paper tentang masalah-masalah keperempuanan atau
berita)
e) Link (antara lain Komnas Perempuan, NGO, Kaukus, Kementerian terkait)
f) Forum (sebagai forum diskusi)
g) Beberapa konten tentang kegiatan Kaukus Perempuan Parlemen di wilayah
intervensi SWARGA yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan
sebaliknya, konten tentang kegiatan Kaukus di negara lain dalam versi
Bahasa Indonesia.
2. Administrator
a. Web perlu dioperasikan oleh seorang administrator, minimum berpendidikan S1,
lancar berbahasa inggris, memahami isu-isu keperempuanan, memiliki
pengalaman di NGO perempuan atau pernah berjejaring dengan NGO
perempuan dan parlemen, memiliki jejaring luas dengan anggota parlemen dan
NGO.
b. Tugas utama administrator:
1) Mengelola web: meng-upload berita-berita, menjawab pertanyaan,
menjadi moderator dalam diskusi di WPN, mencari berita/informasi yang
relevan dengan kebutuhan WPN;
Page | 56 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
2) Menghubungi anggota-anggota parlemen terutama yang datanya telah
dimiliki oleh SWARGA UNDP untuk bergabung dalam WPN;
3) Menyampaikan laporan situasi dan perkembangan WPN kepada Pimpinan
Project SWARGA UNDP dua hari sekali;
4) Mencari narasumber yang dapat memberikan masukan mengenai
masalah-masalah keperempuanan.
3. Mekanisme Kerja WPN
a. Administrator berkoordinasi dengan SWARGA untuk mendiskusikan konten
dan daftar stakeholder yang diharapkan berpartisipasi dalam web seperti
legislator, aktivis perempuan, NGO, kementerian terkait, akademisi dan
pemerhati isu perempuan di tanah air untuk bergabung;
b. Administrator mengumpan (mem-feeding) isu-isu keperempuanan dan
meminta tanggapan para follower untuk menanggapinya;
c. Administrator menyajikan suatu isu di suatu daerah dan meminta follower
untuk menyampaikan tanggapannya;
d. Administrator juga dapat menelepon akademisi, aktivis untuk meminta
pendapat dan menuliskannya;
e. Administrator menggaris bawahi suatu isu keperempuanan yang dianggap
penting, serius, mendesak untuk dibahas baik yang diperoleh dari narasumber
tertentu maupun dari media massa;
f. Administrator menyampaikan aktivitas di lembaga tertentu (khususnya yang
dilakukan anggota Dewan yang berhubungan dengan masalah
keperempuanan);
g. Administrator mencegah dan menghapus pendapat yang menyerang,
menghakimi, mengandung SARA dan porno;
h. Administrator mencegah jangan sampai WPN digunakan sebagai media
kampanye yang tidak berkaitan dengan penguatan hak-hak perempuan.
4. Peralatan
a. Minimum 1 buah PC lengkap dengan jaringan computer
b. Meja dan kursi kerja
c. Ruang kerja yang memadai (minimum 2x2 meter)
d. Alat tulis lengkap
e. Buku dan majalah yang tentang keperempuanan
5. Output
Oleh karena WPN merupakan forum diskusi, bertukar gagasan dan menimba inspirasi,
maka output tidak berupa suatu program atau kesimpulan diskusi. Output yang
diharapkan adalah berjalannya diskusi dan saling mendapatkan informasi antara
pihak-pihak yang berkaitan dengan penguatan hak-hak perempuan.
Page | 57 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
BAB VIII
PENUTUP
Kegiatan menunjang tujuan SWARGA dalam memperkuat kelembagaan maupun personal
anggota Kaukus Perempuan Parlemen telah dimulai dengan berbagai kegiatan, salah satunya
melalui penelitian Baseline Survai ini. Pelaksanaan pengambilan data responden Anggota
DPRD perempuan dari Lampung, Yogyakarta, Kalimantan Tengah dan Gorontalo dapat
memberi gambaran mengenai tantangan dan potensi memperkuat jaringan Kaukus
Perempuan dengan menggunakan alat teknologi informasi.
Hasil temuan Baseline Survey menunjukkan bahwa:
1. Terdapat familiarity pemanfaatan teknologi informasi melalui aplikasi dari
mobilephone dengan kepemilikan smartphone pada mayoritas legislator perempuan
2. Terdapat intensitas tinggi dalam penggunaan internet baik dalam berkomunikasi
secara social maupun individu antar legislator perempuan
3. Ada harapan tinggi dari legislator perempuan terkait pembentukan jaringan legislator
perempuan yang efektifi dan berbasis internet
4. Masih ada hambatan dalam pemanfaatan internet dalam menunjang peningkatan
kapasitas legislator perempuan terkait pemanfaatan maksimal dalam menunjang
kinerjany, antara tidak aktif memanfaatkan e-mail, Facebook, dan tidak mampu
mengunduh informasi untuk publikasi di internet.
5. Secara kelembagaan mayoritas belum resmi memiliki Kaukus Perempuan Parlemen
baik infrastkruktur maupun suprastruktur
6. Ketiadaan lembaga Kaukus menjadi sebab belum adanya kerjasama antar lembaga
atau institusi lain di luar parlemen seperti Badan Pemberdayaan Perempuan,
universitas maupun NGO.
Secara keseluruhan temuan baseline survey menggambarkan adanya modalitas legislator
perempuan dalam hal kepemilikan alat komunikasi, jumlah legislator perempuan, institusi
parlemen maupun institusi di luar parlemen yang potensial menjadi mitra untuk peningkatan
dan penguatan kapasitas legislator perempuan dalam mengemban tugas sebagai penentu
kebijakan yang mendukung hak-hak perempuan. Modalitas legislator perempuan inilah yang
menjadi tonggak jaringan perempuan parlemen yang akan dibentuk.
Page | 58 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
DAFTAR PUSTAKA
BPS, 2014. Indeks Pembangunan Manusia. Jakarta: BPS
BPS, 2013. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: BPS.
Neuman, Lawrence. 2013. Social Research Methode: Qualitative and Quantitative Approaches. Boston: Pearson Education.
Puskapol, 2013. Potret Keterpilihan Perempuan di Legislatif Pemilu 2009. Depok: Puskapol Fisip UI.
UNDP, 2015. Human Development Report 2014 Sustaining Human Progress: Reducing Vulnerabilities and Building Resilience. New York: UNDP.
Page | 59 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
LAMPIRAN
1. Tabel Temuan dan Rekomendasi
No. Temuan Rekomendasi 1. 80,4% responden memiliki
telepon cerdas, 100% responden memiliki telepon lebih dari 1 (satu), ada nomor khusus untuk konstituen dan kolega ada nomer khusus untuk orang dekat.
Telepon cerdas (smart phone atau ponsel berbasis android) yang dimiliki oleh responden merupakan potensi dasar dalam implementasi WPN. Jumlah persentase kepemilikan ponsel berbasis androin responden menjadi alasan utama dibentuknya WPN. Perempuan aleg dapat dimotivasi untuk memaksimalkan fungsi ponsel cerdasnya.
2. Penggunaan telepon cerdas sebagian besar untuk berbicara dan mengirim/menerima sms
Anggota DPRD (Perempuan) perlu diberikan pelatihan untuk memanfaatkan fitur-fitur di telepon cerdas secara optimal, terutama penggunaan media sosial, email, akses berita sosial, ekonomi dan politik.
3. Telepon cerdas sangat menunjang pekerjaan anggota parlemen, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal karena jaringan internet yang terbatas, fasilitas internet di kantor yang masih kurang dan skill para anggota Dewan dalam mengoperasikan telepon cerdas yang masih terbatas.
Perlu dibangun jaringan internet yang memadai, demikian pula perlu diadakan fasilitas internet di kantor DPRD dan anggota DPRD perempuan perlu diberikan pelatihan menggunakan telepon cerdas yang optimal.
4. 85,7% responden memiliki media sosial BBM/WA (46,4%), FB (23,2%) dan Twitter (16,1%)
a. Para anggota DPRD perempuan yang belum memiliki media sosial perlu dimotivasi dan dijelaskan pentingnya media sosial dalam berkomunikasi.
b. Perlu diberikan penjelasan dan
dimotivasi untuk menggunakan FB dan twitter yang jumlah temannya dan atau followernya mencapai 5000 lebih.
5. 85,7% responden memiliki email, tetapi hanya 28,6% yang aktif
Mengingat pentingnya email dalam komunikasi, anggota Dewan perlu dibantu untuk membiasakan diri berkomunikasi melalui email.
6. 85,6% responden setuju dan sangat setuju penggunaan
Perlu meyakinkan pemerintah daerah akan pentingnya membangun jaringan internet yang kuat di kantor DPRD.
Page | 60 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
internet dalam menunjang aktivitas mereka.
7. 57% menggunakan internet untuk mengakses berita, 14,3% untuk membaca berbagai informasi dan 5,4% mencari data.
Internet mempunyai fungsi yang sangat luas. Karena itu, anggota Dewan perlu diberikan informasi berbagai manfaat yang diperoleh melalui internet. Pelatihan mengakses internet dan meng-upload informasi, foto, video ke internet.
8. Pemenuhan data para anggota Dewan, 33,9% dilakukan dengan browsing internet, sisanya membeli buku, meminta asisten mencari dan meminta data pada eksekutif.
a. Upaya untuk memenuhi data yang diperlukan tergantung pada jenis data dan actual atau tidaknya data.
b. Perlu penjelasan kepada anggota Dewan akan pentingnya data, bekerja dengan data, agar anggota Dewan selalu mempunyai data dan internet dapat dijadikan sumber data.
9. Jaringan kerja legislator perempuan di daerah adalah Narasita, UNDP, Rifka Annisa, Forum Perempuan Parlemen Damar (Lampung), Srikandi Demokrasi Indonesia, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (Kalimantan Tengah)
Legislator perempuan perlu didorong untuk bermitra dengan berbagai gerakan perempuan di tanah air (jika perlu difasilitasi oleh SWARGA-UNDP) yang ada di tingkat nasional untuk memperoleh informasi sejarah pergerakan perempuan, memperoleh informasi terkini tentang isu-isu perempuan dan dengan gerakan perempuan di tingkat nasional. Perlu pula didorong untuk bermitra dengan Komnas Perempuan dan Komnas Anak serta gerakan perempuan di Negara lain.
10. Kerjasama dengan NGO: lebih dari 50% responden “tidak menjawab”, tetapi berbagai bentuk kerjasama dilakukan seperti diskusi (19,6%), publikasi di media (10,7%), advokasi (8,9%), publikasi di web (5,4%) dan RDPU (3,6%).
a. Anggota dewan (perempuan) perlu diberi pemahaman pentingnya kerjasama dengan NGO baik lokal maupun nasional, memperkuat mitra terutama media massa.
b. Anggota Dewan juga perlu diberi
pelatihan mempublikasi informasi/kegiatan di web.
11. Kerjasama dengan Perguruan Tinggi: 58,9% tidak menjawab. Tetapi berbagai bentuk kerjasama dilakukan seperti diskusi, advokasi, publikasi (media dan web) dan RDPU.
a. Anggota dewan (perempuan) perlu diberi pemahaman pentingnya kerjasama dengan PT seperti diskusi, publikasi di media dan web serta RDPU atas masalah-masalah actual di masyarakat khususnya yang berhubungan dengan pemberdayaan perempuan.
b. Legislator perempuan juga perlu
didorong untuk bekerjasama dengan PT
Page | 61 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
dalam menyusun naskah akademik
Raperda khususnya yang berhubungan
dengan masalah perempuan.
12. Peranan BPP: 55,4% responden menyatakan “tidak ada dukungan dari BPP” dan 30% tidak menjawab.
a. Anggota Dewan perlu didorong memasukkan nomenklatur berbagai kegiatan pemberdayaan perempuan di RAPBD dan memperjuangkannya menjadi APBD.
b. Penguatan/Pemberdayaan Perempuan
secara teknis menjadi ranah eksekutif, implementasinya perlu pengawasan DPRD khususnya anggota Dewan (perempuan).
13. Kaukus Perempuan yang sudah berjalan hanya di DI Yogyakarta.
Para anggota parlemen perempuan di daerah perlu didorong untuk segera membentuk Kaukus Perempuan baik di provinsi maupun di kabupaten/kota.
14. Struktur organisasi belum terbentuk karena kendala politis.
Seiring dengan mencairnya ketegangan KMP dan KIH, maka UNDP perlu mendorong agar organisasi secara formal segera dibentuk dilengkapi dengan susunan pengurus.
15. Kegiatan Kaukus: belum optimal membahas dan memperjuangkan posisi kaum perempuan, masih ada kegiatan seremonial seperti arisan.
a. Kegiatan seremonial tidak perlu dihilangkan, karena mempunyai fungsi integratif.
b. Kaukus perlu diajak bermitra, UNDP
perlu menginisiasi kegiatan yang melibatkan Kaukus-Kaukus dengan gerakan perempuan di tanah air, UNDP juga bisa mendorong agar kegiatan Kaukus focus pada penguatan perempuan.
c. UNDP dapat berperan memasok ide,
mengemas isu-isu perempuan menjadi serangkaian kegiatan mulai dari seminar sampai rancangan peraturan daerah.
2. Tabel Implementasi WPN
a) Antusiasme legislator perempuanuntuk mendirikanKaukus Perempuan dan
Page | 62 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
jaringan, namun:
1. KetiadaanKaukus dan kurang paham tentang kaukus
- Mengadakan pertemuan dengan existing Kaukus sebagai organisasi dan menyampaikan pengalaman best praktis
2. Memformalkan Kaukus bagi yang belumberdiri dan Menghidupkan kembaliKaukus yang sudahada
- Mendorong terlaksananya sinergi lebih efektif antara legislator perempuan kaukusdan BPP, universitas, NGO dsb
- Praktek langsung didahului dengan assessment, kemudian pendampingan keberlanjutan, dan pendampingan pendirian/pengesahanKaukus
3. Ketiadaan anggaran dan fasilitas untuk Kaukus
- Mengadakan pelatihan/bimbingan teknis terkait pengelolaan anggaran bidang program perempuan (mempertemukan stakeholder terkait: Sekretaris Derah/Sekda, Sekretaris Dewan/Sekwan)
- Bisa juga dengan mengundang perencana anggaran (offline meeting dan online meeting)
-
b) Kepemilikan Alat Komunikasi Untuk menunjang Pekerjaan sebagai
Legislator
1. Pengenalan fungsi intensif Alat Komunikasi dan internet
- Pemberian informasi adanya website dan link di internet yang terkait dengan bidang komisi-nya, misalnya: Departemen Pendidikan dan dinas pendidikan kemendiknas.go.id
- Pengenalan jaringan di internet parlemen di Indonesia maupun di luar negeri www.ipu.org, dpr.go.id dsb
- Pengenalan jaringan internet sebagai alat publikasi individu blog yang memberi ruang data pribadi anggota legislator perempuan : jariungu.com, linked
2. Pengenalan internet sebagai resource data
- Pelatihan workshop (offline) menggunakan aplikasi yang
Page | 63 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
tersedia dari internet (mendownload upload data) dari internet spt academia.edu, sharedoc.
- Langsung dipraktekkan online-nya (saat pelatihan)
c) Kapasitas legislator, Kepemilikan dan pemakaian internet dan media sosial :
1. Pelatihan Pemanfaatan Aplikasi Mobilephone
- Membuat account email di HP - Mengaktifkan account FB di HP - Mengaktifkanapplikasisocmed yang tersedia twitter, integrated link (FB,Website dsb) - Menggunakan PC untuk
2. Praktekdan Pemanfaatan langsung aplikasi internet
- Pembuatan FB grup - Pembuatan Blog Kaukus - Menlink-Kan WA/BBM grup
dengan FB dan Web WPN
3. Pembentukan WPN berbasis internet, Model WPN website dengan spesifikasi
Mobile friendly website artinya WPN dapat diakses dari HP manapun yang dimiliki oleh legislator: Smartphone, Blackberry maupun HP biasa dengan WAP aplikasi HP
Website WPN memiliki domain internal dengan storage data 1 terra (1000 Giga) storage untuk menyimpan data dan informasi permanent link untuk mendownload data
d) Hubungan legislator dengan stakeholder: konstituen, media dan organisasi
kemasyarakatan
1. Dengan konstituen: ketiadaan waktu dan tempat untuk bertemu muka
- Diperkenalkan metode online meeting dengan Skype, YahooMessenger ataupun LINE
2. Belum optimal kerjasama dengan Universitas dan organisasi perempuan
- Diselenggarakan seminar atau acara public maupun workshop terkait topic kerjasama NGO
Page | 64 Baseline Survey on Caucus and Women Parliamentary Network
dan legislator perempuan
3. Belum optimal kerjasama dengan media
- Pelatihan media dan fasilitasi pertemuan meet the press antara Legislator perempuan berkunjung ke media atau acara publik offline meeting
- Launching Kaukus Perempuan