Download - Balai Besar POM di Semarang
Rencana Strategik
i
KATA PENGANTAR
Permasalahan kesehatan dan cita-cita pemerintah mengalami pergeseran
menuju kondisi yang semakin unggul. Sejalan dengan prioritas
pembangunan jangka menengah nasional tahun 2015-2019, program
pengawasan Obat dan Makanan diprioritaskan untuk percepatan
keunggulan produk Obat dan Makanan yang diproduksi dan beredar di
Indonesia, utamanya provinsi Jawa Tengah.
Permintaan Obat dan Makanan yang semakin meningkat itu, menjadi peluang dalam
pengembangan mutu dan kuantitas produksi. Disisi lain hal tersebut menjadi tantangan
penyelenggaraan pengawasan karena mendorong masuknya produk dari luar negeri masuk ke
wilayah Indonesia. Dengan berlakunya era pasar bebas, pengawasan Obat dan Makanan
bergeser menjadi semakin komplek.
Menyadari hal tersebut, Pengawasan Obat dan Makanandi Jawa Tengah perlu terus
ditingkatkan, dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Target
kinerja pengawasan harus dioptimalkan untuk menjaga mutu, kemanan dan manfaat, agar
produk Obat dan Makanan menjadi unggul dalam penguasaan pasar global.
Terkait dengan target dimaksud, maka Balai Besar Pengawas Obat Makanan di Semarang
dalam melaksanakan pengawasan dilakukan pengembanganpemberdayaan sumber daya
secara optimal, melibatkan pemangku kepentingan secara tersinergi, percepatan tindak lanjut
terhadap temuan ketidak sesuaian. Diharapkan langkah percepatan dapat memberikan capaian
target kinerja secara produktif dan efisien.
Untuk hal tersebut pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan di Jawa Tengah disusun
dalam Rencana Strategis tahun 2015-2019 melalui kajian risiko secara komprehensif
sehingga mampu menghasilkan keunggulan produk yang berdampak kesejahteraan sejalan
dengan tujuan Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
Dokumen Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang ini, selanjutnya akan menjadi
acuan utama dalam penyusunan rencana program dan kegiatan selama lima tahun ke depan.
Semarang, Mei 2015
Kepala Balai Besar POM di Semarang
Drs. Agus Prabowo. MS,Apt.
Pembina Utama Madya
NIP. 195601061981031001
Rencana Strategik
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Pengantar ……………………………………………………………………... i
Daftar Isi ……………………………………………………………………… ii
Daftar Tabel ……………………………………………………………………… iv
Daftar Gambar
Keputusan Kepala
………………………………………………………………………
............................................................................................................
v
vi
Bab I PENDAHULUAN…………………………………………….......... 1
1.1 KONDISIUMUM…………………………………………...... 1
1.1.1 Peran Balai Besar POM berdasarkan Peraturan Perundang-
Undangan……………………………………………….....
2
1.1.2 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia.................. 6
1.1.3 Tugas dan Fungsi Balai Besar POM di Semarang…...........
1.1.4 Pencapaian Program dan Kegiatan Periode Renstra Balai
Besar POM di Semarang tahun 2010-2014..........................
9
10
1.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN ………………………...
1.2.1 Sistem Kesehatan Nasional………………………….........
16
16
1.2.2 Jaminan Kesehatan Nasional…………………..................
1.2.3 Agenda Sustainable Development Goals (SDGs)..............
1.2.4 Globalisasi Perdagangan Bebas dan Komitmen.................
1.2.5 Perubahan Iklim..................................................................
1.2.6 Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat.......................
1.2.7 Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk...............
1.2.8 Desentralisasi dan Otonomi Daerah...................................
1.2.9 Perkembangan Teknologi...................................................
1.2.10 Implementasi Program Fortifikasi Pangan.........................
1.2.11 Jejaring Kerja.....................................................................
1.2.12 Komitmen Dalam Pelaksanaan Reformasi.........................
1.2.13 Menipisnya Entry Barier....................................................
1.2.14 Perkembangan Teknologi Produksi dan Transportasi.......
1.2.15 Harmonisasi Standar di Tingkat.........................................
1.2.16 Dampak Krisis Ekonomi.....................................................
1.2.17 Ancaman Keamanan Pangan..............................................
1.2.18 Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika.....................
1.2.19 Produk Ilegal......................................................................
1.2.20 Perkembangan Industri Farmasi.........................................
1.2.21 Pengakuan Stake Holder....................................................
1.2.22 Kepedulian Masyarakat......................................................
1.2.23 Kerjasama dan Networking Lintas Sektor..........................
1.2.24 Komitmen Terselenggaranya Good Governance…………
1.2.25 Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi…………….
1.2.26 Penataan Tatalaksana..........................................................
1.2.27 Sumber Daya Manusia………............................................
1.2.28 Sistem Teknologi Informasi...............................................
1.2.29 Penegakan Hukum..............................................................
19
20
21
23
24
24
27
27
28
29
30
37
39
40
40
40
41
41
41
42
42
42
43
43
44
44
44
45
Rencana Strategik
iii
1.2.30 Independensi dan Profesionalitas.......................................
1.2.31 Eksistensi Pengawasan Obat..............................................
1.2.32 Kompetensi Laboratorium Balai Besar POM....................
45
45
45
Bab II VISI, MISI, BUDAYA ORGANISASI , TUJUAN DAN .................
2.1 V I S I………………………………………..……………….....
2.2 M I SI…………………………………...………….……...........
2.2.1 Meningkatkan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan....
2.2.2 Mendorong Kemandirian Pelaku Usaha.............................
2.2.3 Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan BPOM..................
2.3 BUDAYA ORGANISASI.………...………………...................
2.3.1 Profesional.........................................................................
2.3.2 Integritas............................................................................
2.3.3 Kredibilitas.........................................................................
2.3.4 Kerja Sama Tim.................................................................
2.3.5 Inovatif...............................................................................
2.3.6 Responsif............................................................................
2.4 TUJUAN.……………………...…………………………..........
2.4.1 Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan..........
2.4.2 Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar.....
2.5 SASARAN STRATEGIS ........…………………………..........
2.5.1 Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan.......
2.5.2 Meningkatnya Kemandirian Pelaku Usaha........................
2.5.3 Meningkatnya Kualitas Kapasitas Kelembagaan...............
50
50
50
50
51
53
53
54
54
54
54
54
54
54
54
54
55
55
56
58
Bab III
Bab IV
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI.......
3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL................
3.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BALAI BESAR..........
3.3 KERANGKA REGULASI...........................................................
3.4 KERANGKA KELEMBAGAAN................................................
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN.................
4.1 TARGET KINERJA....................................................................
4.2 KERANGKA PENDANAAN.....................................................
62
62
69
79
82
87
87
88
Bab V PENUTUP.………………………………………………………...... 89
Lampiran
1. Target dan Kamus Indikator Renstra Balai Besar POM di Semarang.
2. Matriks Kinerja dan Pendanaan Balai Besar POM di Semarang.
3. Matriks Kerangka Regulasi Balai Besar POM di Semarang.
Rencana Strategik
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.1.
Tabel 1.2.
Tabel 1.3.
Tabel 1.4.
Tabel 1.5.
Tabel 1.6.
Tabel 1.7.
Kebutuhan Sumber Daya Manusia Balai Besar POM di................
Pencapaian Indikator Kinerja pada Sasaran ke-1
Balai Besar POM di Semarang Tahun 2011-2014........................
Upaya-Upaya Pengawasan yang Dilakukan BPOM......................
Profil beban penyakit berdasar sebab th 1990-2010......................
Penguatan peran BPOM tahun 2015-2019.....................................
Jumlah Cakupan Pengawasan Sarana Produksi.............................
Visi, MinJumlah Cakupan Pengawasan Sarana Distribusi............................
8
12
17
25
37
38
39
Tabel 1.8. Pemenuhan sarana-prasarana di Balai Besar POM di Semarang.. 46
Tabel 1.9.
Tabel 2.1.
Tabel 2.2.
Tabel 3.1.
Rangkuman Analisis SWOT..........................................................
Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Balai
Besar POM di Semarang periode 2015-2019 ...............................
Visi, Misi, Tujuan Sasaran Strategis dan Indikator Kegiatan Balai
Besar POM di Semarang Periode 2015 – 2019……………………
Sembilan Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita)………….
47
60
61
63
Tabel 3.2. Program, Sasaran Program, Kegiatan Strategis, Sasaran kegiatan,
Indikator Balai Besar POM di Semarang………….......................
78
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Target Kinerja Balai
Besar POM diSemarang….............................................................
Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Pendanaan……………..
87
88
Rencana Strategik
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1.1. Peta Propinsi Jawa Tengah………………………………………. 5
Gambar 1.2.
Gambar 1.3.
Struktur Organisasi Balai Besar POM di Semarang….………......
Profil Pegawai BBPOM di Semarang berdasarkan tingkat
pendidikan tahun 2014....................................................................
7
9
Gambar 1.4.
Gambar 1.5.
Gambar 1.6.
Gambar 3.1.
Gambar 3.2.
Gambar 3.3.
Peta Bisnis Proses Utama BPOM Sesuai Peran dan Kewenangan..
Penjabaran Bisnis Proses Utama kepada Kegiatan Utama BPOM
Diagram Peran dan Permasalahan Badan POM………………….
Logframe Balai Besar POM di Semarang………………………...
Ilustrasi Penguatan Kerangka Kelembagaan BPOM untuk
peningkatan daya saing Obat dan Makanan.....................................
Kerangka Kelembagaan Pelaksanaan Mandat BPOM.....................
36
36
48
77
84
85
Rencana Strategik
vi
KEPUTUSAN KEPALA BALAI BESAR POM DI SEMARANG
NOMOR : HK.04.95.05.15.2212
TENTANG
RENCANA STRATEGIS BALAI BESAR POM DI SEMARANG
TAHUN 2015 – 2019
KEPALA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SEMARANG
Menimbang:a. bahwa dengan telah ditetapkannya Rencana Pembangunan
JangkaMenengahNasional (RPJMN) 2015 - 2019, setiap instansi
pemerintahharus menyusun Rencana Strategis Kementrian/Lembaga;
b.bahwa dalam rangka mendukung pencapaian program-program prioritas
pemeritah agar pembangunan dapat berjalan dengan efektif, efisien
diperlukan adanya dokumen rencana pembangunan,
c. bahwa Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanantelah
ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obatdan
Makanan;
Mengingat :1.Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
PerencanaanPembangunan Nasional;
2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RencanaPembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4664);
4. Peraturan Presiden Republik lndonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 -
2019;
5. Peraturan Menteri Negara Perencanaan PembangunanNasional/Kepala
BAPENNAS Nomor 5 Tahun 2014 TentangPedoman Penyusunan dan
Penelaahan Rencana Strategis Kementrian/Lembaga (Renstra K/L) 2015
– 2019;
6. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor. 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi
dan Tata KerjaOrganisasi Badan POM sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;
7. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14 Tahun
2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Lingkungan Badan POM (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 1714);
8. Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015
tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun
2015-2019;
Rencana Strategik
vii
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BALAI BESAR POM DI SEMARANG
TENTANG RENCANA STRATEGIS BALAI BESAR POM DI
SEMARANG TAHUN 2015-2019.
PERTAMA : Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019 yang
selanjutnya disebut Renstra Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019
mengacu pada Renstra BadanPOM Tahun 2015-2019 yang disusun
berdasarkan RPJMN tahun 2015-2019 dan Pedoman Penyusunan dan
Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-K/L) 2015-
2019;
KEDUA : Pelaksanaan Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019
dituangkan dalam Rencana Kerja (Renja) Tahunan dan digunakan sebagai
dasar acuan bagi setiap Bidang dalam penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah di lingkungan Balai Besar POM di Semarang;
KETIGA : Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019 dievaluasi
secara berkala pada paruh waktu dan tahun terakhir periode Rencana
Strategis, bertujuan untuk menilai hasil pelaksanaan program Badan
PengawasObat dan Makanan.Hasil evaluasi digunakan sebagai
dasarpenyusunan perubahan Rencana Strategis Balai Besar POM di
Semarang Tahun 2015-2019.
KEEMPAT : Renstra Balai Besar POM di Semarang Tahun 2015-2019 sebagaimana
dimaksud butir PERTAMA tersebut di atas, tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
KELIMA : Pada Peraturan ini mulai berlaku, Rencana Strategis Balai Besar POM di
Semarang Tahun 2010-2014 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
KEENAM : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Semarang
Pada Tanggal : 19 Mei 2015
KEPALA BALAI BESAR
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
DI SEMARANG
DRS. AGUS PRABOWO, MS., APT.
NIP. 195601061981031001
Rencana Strategik
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. KONDISI UMUM
Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional disusun
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk jangka
waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga untuk jangka waktu 5 tahun,
serta Rencana Pembangunan Tahunan yang selanjutnya disebut Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L).
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang
ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan arah
sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat
dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Selanjutnya
RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN), salah satunya adalah RPJMN 2015-2019 yang merupakan tahap
ketiga dari pelaksanaan RPJPN 2005-2025. RPJMN tahap ketiga ditujukan untuk
lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan
menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang
berlandaskan keunggulan sumber daya alam, kualitas sumber daya manusia serta
kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat.
Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian
program-program prioritas pemerintah, Balai Besar PengawasObat dan Makanan di
Semarang sebagai unit pelaksana teknis Badan Pengawas Obat dan Makanan sesuai
kewenangan, tugas dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan untuk
periode 2015-2019. Penyusunan Renstra ini berpedoman pada RPJMN periode
2015-2019. Proses penyusunan Renstra tahun 2015-2019 dilakukan sesuai dengan
amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian
kinerja tahun 2010-2014, serta memperhatikan harapan pemangku kepentingan
terkait. Diharapkan Renstra 2015 – 2019 ini dapat meningkatkankinerja Balai Besar
POM di Semarang seperti yang dirumuskan dalam tujuan dan sasaran.
Rencana Strategik
2
1.1.1. Peran Balai BesarPOM berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan salah satu Lembaga
Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertugas mengawasi peredaran obat,
obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetika dan makanan di wilayah Indonesia.
Balai Besar POM di Semarang sebagai unit pelaksana teknis Badan POM diberi
tugas mengawasi peredaran obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik
dan makanan di Wilayah Propinsi Jawa Tengah. Tugas, fungsi dan kewenangan
BPOM diatur dalam Keputusan PresidenNomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen yang telah diubah terakhir kali dengan
Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan
Presiden Nomor 103 Tahun 2001. Sesuai amanat ini, Badan POM
menyelenggarakan fungsi: (1) pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di
bidang pengawasan Obat dan Makanan; (2) pelaksanaan kebijakan tertentu di
bidang pengawasan Obat dan Makanan; (3) koordinasi kegiatan fungsional dalam
pelaksanaan tugas Badan POM; (4) pemantauan, pemberian bimbingan dan
pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan masyarakat di bidang
pengawasan Obat dan Makanan; (5) penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan
administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan
tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan
dan rumah tangga.
Undang-undang dan peraturan Pemerintah lainnya yang menjadi landasan
teknis pelaksanaan tugas fungsi Badan POM antara lain (i) UU Nomor 18 Tahun
2012 tentang Pangan; (ii) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juncto PP
Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif
berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan; (iii) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika; (iv) PP Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika; (v) PP Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor; (vi) PP
Nomor 21 Tahun2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika; (vii)
PP Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan; serta (viii) PP
Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi.
Dilihat dari fungsinya secara garis besarterdapat 3 (tiga) kegiatan Badan
POM, yakni: (1) Penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat dan sebelum
Rencana Strategik
3
beredar (pre-market) melaluia) Perkuatan regulasi, standar, dan pedoman
pengawasanObat dan Makanan serta dukungan regulatori kepada pelaku usaha
untuk pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku; b) Peningkatan
registrasi/penilaianObat dan Makanan yang diselesaikan tepat waktu; c) Peningkatan
inspeksi sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan dalam rangka pemenuhan
standar Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Distribution Practices
(GDP) terkini; dan d) Penguatan kapasitas laboratorium Badan POM. (2)
Pengawasan Obat dan Makananyang beredar di masyarakat (post-market) melalui a)
Pengambilan sampel dan pengujian; b) Peningkatan cakupan pengawasan sarana
produksi dan distribusi Obat dan Makanan, termasuk Pasar Aman dari Bahan
Berbahaya; c) Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang Obat
dan Makanan di Pusat dan Balai. (3) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi
Informasi dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku
kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan
di Pusat dan Balai melalui a) Public Warning; b) Pemberian Informasi dan
Penyuluhan/Komunikasi, Informasi, dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku
usaha di bidang Obat dan Makanan, serta; c) Peningkatan Pengawasan terhadap
Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), peningkatan kegiatan BPOM Sahabat Ibu,
dan advokasi kepada masyarakat.
Tugas dan fungsi tersebut melekat pada Badan POM sebagai lembaga
pemerintah yang merupakan garda depan dalam hal perlindungan terhadap
konsumen. Di sisi lain, tugas dan fungsi Badan POM ini juga sangat penting dan
strategis dalam kerangka mendorong tercapainya Agenda Prioritas Pembangunan
(Nawa Cita) yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo, khususnya pada butir 5.
Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, khususnya di sektor kesehatan;
pada butir 2. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif demokratis
dan terpercaya; pada butir3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan; pada butir 6.
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; serta pada
butir 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik. Oleh karena itu, BPOM sebagai lembaga pengawasan
Obat dan Makanan sangat penting untuk diperkuat, baik dari sisi kelembagaan
maupun kualitas sumber daya manusia, serta sarana pendukung lainnya seperti
laboratorium, sistem teknologi informasi.
Rencana Strategik
4
Terkait dengan tugas dan fungsi Balai Besar POM di Semarang, kegiatan
yang diprioritaskan dalam kurun waktu 2015 – 2019 meliputi (1) Pengawasan Obat
dan Makanan sebelum beredar (pre-market) melaluia) Peningkatan inspeksi sarana
produksi dan distribusi Obat dan Makanan dalam rangka pemenuhan standar Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Good Distribution Practices (GDP) terkini;
dan b) Penguatan kapasitas laboratorium BPOM. (2) Pengawasan Obat dan
Makanan beredar di masyarakat dilakukan optimalisasi melaluia) Pengambilan
sampel dan pengujian dengan memperhatikan risiko kritis; b) Peningkatan cakupan
pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan, termasuk Pasar
Aman dari Bahan Berbahaya; c) Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran
di bidang Obat dan Makanan. (3) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi
Informasi dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku
kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan
di Pusat dan Balai melalui a) Pemberian Informasi dan Penyuluhan/Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan
Makanan; b) Peningkatan peran dalam bimtek kepada kader keamanan pangan desa
dan pasar; c) Peningkatan peran dalam bimtek tenaga penyuluh dan pengawas
keamanan pangan Kabupaten/Kota; d) Pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak
Sekolah (PJAS), peningkatan kegiatan Badan POM Sahabat Ibu, dan advokasi
kepada masyarakat. Badan POM idealnya dapat menjalankan tugasnya secara lebih
proaktif, tidak reaktif, yang hanya bergerak ketika sudah ada kasus-kasus yang
dilaporkan. Namun, dengan luas wilayah darat Indonesia yang mencapai 1.922.570
km² merupakan salah satu faktor utama yang sangat sulit bagi Badan POM
melakukan fungsi pengawasan secara komprehensif. Negara Indonesia ini berbentuk
kepulauan yang tentu saja terdapat banyak pintu masuk bagi berbagai Obat dan
Makanan ke Indonesia. Namun hal ini tidak menjadi hambatan, bahkan justru
menjadi tantangan tersendiri bagi Badan POM untuk melakukan revitalisasi tehadap
kinerjanya dalam hal pengawasanObat dan Makanan, baik produksi dalam negeri
maupun impor yang beredar di masyarakat.
Rencana Strategik
5
Gambar 1.1. Peta Propinsi Jawa Tengah
Propinsi Jawa Tengah merupakan catchment area Balai Besar POM di
Semarang, dengan luas wilayah 3.254.412 ha dan jumlah penduduk 33.264.339
orang (tahun 2013), mencakup 35 Kabupaten/Kota (gambar 1). Posisi Jawa Tengah
berada diantara 2 (dua) propinsi besar yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur.Jarak
tempuh terpanjang dari kota Propinsi ke kota Kabupaten adalah Kabupaten Cilacap
berjarak 282 km, dengan waktu tempuh 6 jam menggunakan kendaraan roda 4, dan
jarak terpendek adalah Kabupaten Demak yaitu 26 km dengan waktu tempuh kira-
kira 1,5 jam. Letak geografis wilayah Propinsi Jawa Tengah dimana dikelilingi
lautan, pintu masuk peredaran obat dan makanan selain melalui daratan banyak yang
melewati perairan, tentu merupakan permasalahan tersendiri. Untuk itu diperlukan
kerjasama lintas sektor yang kuat dalam penanganan permasalahan peredaran obat
dan makanan.
Balai Besar POM di Semarang berkantor di Jalan Madukoro Blok AA-BB
No 8 di Kota Semarang, menempati bangunan dua lantai dengan luas bangunan
3500 m² dari luas tanah 6000 m². Bangunan gedung kantor yang posisinyaberada
cukup dekat dengan pantai (± berjarak 3 km dari pantai) menyebabkan sering terjadi
banjir yang menggenangi gedung lantai satukarena rob air laut dan genangan
semakin pada saat musim penghujan.Kondisi ini sangat mempengaruhi kinerja
pegawai dalam melaksanakan tugasnya, karena akses jalan ke gedung kantor rawan
tertutup genangan air.Air laut selain dapat mempercepat korosi kendaraan juga uap
air laut akan menyebabkan kerusakan alat laboratorium.Kondisi tanah yang
Rencana Strategik
6
mengalami penurunan permukaan tanah, menyebabkan dilakukannya beberapa kali
peninggian jalan dan halaman kantor dirasa kurang efektif dalam menanggulangi
banjir karena rob dan air hujan.
Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut di atas, Balai Besar POM di
Semarang memerlukan dukungan anggaran untuk pengadaan lahan dan
pembangunan gedung baru. Upaya yang telah dilakukan pada tahun 2013 yaitu
pengadaan tanah di lokasi yang jauh dari pantai dan bebas banjir (di Kecamatan
Banyumanik, Semarang) seluas 9845 m2 dengan nilai Rp. 23,5 M. Pada tahun 2014
telah dilakukan pembangunan talud dan pagar keliling di lokasi tersebut senilai Rp
1,2 M,pengadaanperencana DEDdan master plan untuk gedung Sub Bagian Tata
Usaha, Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan serta Bidang Sertifikasi dan Layanan
Informasi Konsumen senilai Rp. 650 juta.Secara bertahap pada tahun 2015 akan
dilakukan pembangunan gedung tersebut senilai Rp.12,5 M dan pengadaan
Perencana DED gedung Laboratorium senilai Rp. 1,1 M. Pada tahun 2016 akan
dilaksanakan pembangunan gedung Laboratorium senilai Rp. 33,5 Mdan Konsultan
Pengawas senilai Rp. 750 juta. Selanjutnya pada tahun 2017 direncanakan dapat
dilakukan pembangunan gudang dan pendukung lainnya senilai Rp 22 M.
Diharapkan anggaran pembangunan seperti yang telah direncanakan dapat tersedia
sesuai kebutuhan dandengan terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana, Balai
Besar POM di Semarangdapat lebih optimal dalam pelaksanaan kegiatan, dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait pengawasan Obat dan Makanan.
1.1.2. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Stuktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar POM di Semarang disusun
berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 14 Tahun 2014.Struktur organisasi
Balai Besar POM di Semarang sebagai berikut:
Rencana Strategik
7
Gambar1.2. Struktur Organisasi Balai Besar POM di Semarang
Dalam mendukung pelaksanaan tugas-tugas Balai Besar POM di Semarang
diperlukan SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi memadahi. Untuk pemenuhan
hal tersebut akan terus-menerus dilakukan peningkatan kompetensi SDM, sehingga tugas
fungsi dapat dilaksanakan secara optimal. Jumlah SDM Balai Besar POM di Semarang
pada awal tahun 2015 sebanyak 140 pegawai yang tersebar pada5 Bidang dengan 4
Seksi dan 1 Sub Bagian Tata Usaha sebagai pendukung kegiatan teknis.
Dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dari target yang ditetapkan pada tahun
2015, untuk pelaksanaan tugas dan fungsi Balai Besar POM di Semarang belum
didukung dengan SDM yang memadahi baik dalam hal jumlah maupun proporsi
Terampil dan Ahli, dimana secara keseluruhan masih ada kekurangan SDM sejumlah 31
orang.
Dengan adanya kebijakan Pemerintah untuk melakukan moratorium pegawai
selama 5 (lima) tahun mulai tahun 2015-2019 berarti tidak ada penambahan pegawai
selama kurun waktu tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan jumlah
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Sub Bag Tata Usaha
Bidang Pemeriksaan
dan Penyidikan
Seksi Pemeriksaan
Bidang Sertifikasi dan Layanan
Informasi Konsumen
Seksi Sertifikasi
Jabatan Fungsional
Bidang Pengujian
Pangan, Bahan
Berbahaya
Seksi
Penyidikan
Seksi Layanan
Informasi
Konsumen
Bidang Pengujian
Mikrobiologi
Bidang Pengujian
Produk Terapetik, Narkotika,
Obat Tradisional
Kosmetik dan Produk Komplimen
Rencana Strategik
8
pegawai, karena sejumlah pegawai akan pensiun, pindah dan sebagainya dalam lima
tahun tersebut, sementara beban kerja makin meningkat. Jumlah pegawai yang akan
memasuki pensiun dari tahun 2015 sampai dengan 2019 sebanyak 20 orang dengan
perincian pada tahun 2015 sebanyak 1 (satu) orang, tahun 2016 sebanyak 5 (lima) orang,
tahun 2017 sebanyak 8 (delapan) orang, tahun 2018 sebanyak 5 (lima) orang dan pada
tahun 2019 sebanyak 1 (satu) orang. Adanya kekurangan pegawai yang signifikan
tersebut menyebabkan beberapa tugas dan fungsi pengawasan belum dapat dilakukan
secara optimal.
Adapun profilpegawai Balai Besar POM di Semarangpada Bidang/Seksi dan Sub
Bag TU berdasarkan ABK tahun 2015dan pegawai pensiun sampai dengan tahun 2019
seperti pada tabel berikut.
Tabel 1.1. Kebutuhan SDM Balai Besar POM di Semarang berdasarkan Analisa Beban
Kerja (ABK) Tahun 2015
Jumlah
SDM
Jumlah SDM pada Bidang / Seksi / Sub Bag TU (orang)
Jumlah
SDM Bidang
Pengujian Teranokoko
Bidang Pengujian
Pangan &
BB
Bidang Pengujian
Mikrobiolo
gi
Bidang PemDik Bidang SerLik
Sub Bag
TU Seksi
Pemeriksa
an
Seksi
Penyidi
kan
Seksi Sertifikasi
Seksi LIK
Berdasarka
n ABK Th
2015
40 14 11 25 14 8 8 47 167
Yang tersedia Th
2014
32 14 10 27 10 8 7 32 140
Kekurangan
SDM 12 0 1 -2 4 0 1 15 31
Pensiun
2 (th 2017)
2 (th 2018) 1 (th 2017)
1 (th 2015)
1 (th 2017)
1(th 2017)
1(th 2018) 0
1 (th 2016)
1 (th 2019)
1(th 2016)
1(th 2017) 3(th 2016)
2(th 2017) 2(th 2018)
20
Komposisi SDM Balai Besar POM di Semarang sampai dengan awal tahun
2015, Apoteker dan S2 lain 50 orang, S1 39 orang, D3 17 orang, Asisten Apoteker
dan SLA lain 27 orang, SLP kebawah 7 orang. Dengan komposisi tenaga tersebut
terlihat tenaga dengan pendidikan S1 dan S2 61,43%. Tenaga D3 pada bidang teknis
pengujian dan pengawasan jumlahnya belum memadai dibandingkan dengan beban
kerja yang harus dikerjakan oleh pengawas terampil pada Balai Besar POM di
Semarang. Hal tersebut diperlukan terobosan agar beban kerja yang ada dapat
diselesaikan oleh tenaga yang ada.Berikut disajikan jumlah SDM berdasarkan
tingkat pendidikan.
Rencana Strategik
9
Gambar 1.3. Profil Pegawai Balai Besar POM di Semarang berdasarTingkat
PendidikanTahun 2015
1.1.3. Tugasdan Fungsi Balai Besar POM di Semarang
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Semarang dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor :
05018/SK/KBPOM, tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), adalah sebagai berikut :
a. Tugas
Melaksanakan kebijakan di Bidang Pengawasan Produk Terapetik, Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lain, Obat Tradisional, Kosmetika, Produk
Komplemen, Pangan, dan Bahan Berbahaya.
b. Fungsi
1). Penyusunan rencana dan program pengawasan Obat dan Makanan.
2). Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat
tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
3). Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk secara mikrobiologi.
4). Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan
pada sarana produksi dan distribusi.
5). Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.
Rencana Strategik
10
6). Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang
ditetapkan oleh Kepala Badan.
7). Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen
8). Evaluasi dan penyusunan laporan pengawasan Obat dan Makanan.
9). Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
10). Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan, sesuai dengan
bidang tugasnya.
1.1.4. Pencapaian Program dan Kegiatan Periode Rencana Strategis Balai
Besar POMdi SemarangTahun 2010 – 2014
Selama periode 2010 – 2014 capaian kegiatan adalah sebagai berikut :
a. Sertifikasi
Untuk menjamin agar Obat dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan di
wilayah Jawa Tengah memenuhi persyaratan mutu, keamanan, manfaat dan unggul,
maka penerapan jaminan mutu pada sarana produksi dan distribusi harus dijaga dan
ditingkatkan terus. Sebanyak 23 industri Obat yang ada telah menerapkan cara
pembuatan obat yang baik (CPOB), industri Kosmetika yang aktif berproduksi36,
industri Obat Tradisional yang ada sebanyak 14industri telah melakukan cara
pembuatan Obat Tradisional yang baik (CPOTB), sedangkan yang masih skala
usaha kecil menengah sebanyak 92 masih perlu didorong untuk penerapan CPOTB
sehingga produk yang dihasilkan akan mampu bersaing dengan produk dari luar.
Sedangkan industri Pangan besar yang telah teregistrasi MD sebanyak 285 dan
industri rumah tangga pangan (IRTP) kurang lebih 11.364 industri serta 4 industri
minuman keras yang harus dijaga.
Pelayanan audit dalam rangka pencantuman tulisan Halal, selama tahun 2014
dilakukan audit pada 8 industri pangan dan 140 IRTP. Terhadap sertifikat Halal
yang diterbitkan MUI untuk 102 IRTP telah diterbitkan 102persetujuan
pencantuman tulisan Halal dan 8 rekomendasi persetujuan pencantuman tulisan
Halal pada produk dengan nomor MD.
Layanan sertifikasi yang telah dilaksanakan dalam rangka menjamin kualitas
produk adalah dengan sertifikasi terhadap industri Obat dan Makanan, rekomendasi
halal, layanan pengujian sampel pihak ketiga, penerbitan sertifikat impor (SKI) dan
ekspor (SKE) dll.Jenis layanan informasi yang dilakukan antara lain talkshow,
pameran, penyuluhan, bimtek, iklan layanan masyarakat, layanan informasi,tindak
Rencana Strategik
11
lanjut pengaduan, maupun layanan sebagai narasumber. Dalam upaya untuk
menjaga masuk dan beredarnya produk ke wilayah Jawa Tengah selama tahun 2014
telah diterbitkan 2228 surat keterangan impor. Sedang untuk memberikan jaminan
terhadap produk yang di ekspor telah diterbitkan 1175surat keterangan ekpor. Dari
rekapitulasi nilai yang dilakukan dari bulan Agustus hingga Desember 2014 nilai
ekspor sebesar US$ 240.270.547 sedang impor sebesar US$ 222.773.036.
Diharapkan kedepan jumlah dan nilai ekspor jauh lebih besar meninggalkan impor
yang terjadi di Jawa Tengah.
Selama tahun 2014 jumlah layanan kepada masyarakat sebanyak 4025, dan
akanterus ditingkatkan setiap tahun baik frekuensi maupun metode
penyampaiannya.Masyarakat selaku konsumen diharapkan lebih cerdas dalam
memilih dan menentukan produk yang aman untuk dikonsumsi dalam rangka
membentengi diri terhadap produk yang berisiko terhadap kesehatan.
b. Pengawasan Produk Beredar, Sampling, dan Pengujian Laboratorium
Pelaksanaan pembelian sampel produk beredar dan pengujian, menyesuaikan
dengan target yang telah ditetapkan. Selama tahun 2014 telah dilakukan pembelian
sampel dan dilakukan uji terhadap 4003 sampel. Rincian sampel yang diuji
adalahobat sebanyak752sampel, narkotika dan psikotropika 35sampel, obat
tradisional 560sampel, suplemen kesehatan240 sampel, kosmetika 1200sampel,
pangan 748sampel, garam 131 sampel dan makanan jajanan anak sekolah 295
sampel. Hasil uji terhadap sampel tersebut bervariasi untuk setiap kelompok
komoditi. Dari tahun ke tahun persentase sampel tidak memenuhi persyaratan
menunjukkan gambaran yang berfluktuasi.Kondisi tahun 2014 rerata sampel tidak
memenuhi persyaratan mutu 17% dari sampel yang diuji. Selama 4 tahun periode
renstra 2011-2014 rata-rata hasil uji memenuhi syarat untuk komoditi Obat 98,9%,
Obat Tradisional 60,75%, Kosmetika 97,05% dan Pangan 68,66%. (Tabel 1.2).
Rencana Strategik
12
Tabel 1.2. Pencapaian Indikator Kinerja pada Sasaran ke-1
Balai Besar POM di Semarang Tahun 2011-2014
Proporsi Obat yang Memenuhi Syarat (%)
Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 T
AH
UN
20
10
SE
BA
GA
I B
AS
EL
INE
Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian
98.94 98.96 100.02 99.04 99.12 100.08 99.14 98.73 99.59 99.24 98.86 99.62
Proporsi Obat Tradisional yang Memenuhi Syarat (%)
Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian
58.16 60.59 104.80 58.41 60.68 103.89 58.66 64.44 109.85 58.91 57.32 97.30
Proporsi Kosmetik yang Memenuhi Syarat (%)
Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian
97.52 97.37 99.85 97.77 99.09 101.35 98.02 98.33 100.32 98.27 93.42 95.06
Proporsi Suplemen Makanan yang Memenuhi Syarat (%)
Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian
98.90 97.93 99.02 99.40 95.40 95.98 99.90 96.12 96.22 100 98.75 98.75
Proporsi Makanan yang Memenuhi Syarat (%)
Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian Target Real Capaian
82.47 66.03 80.07 86.22 69.18 80.24 89.97 69.74 77.51 93.72 69.72 74.39
Parameter kritis pengawasan untuk obat tradisional adalah keberadaan
bahan kimia obat (BKO). Sampel obat tradisional yang diuji tahun 2014 ditemukan
16%mengandung BKO. Parameter kritis untuk kosmetika dan pangan adalah
keberadaan bahan berbahaya. Sampel yang diuji tahun 2014 ditemukan bahan
berbahaya pada kosmetika yang diuji sebesar 2,61% dan bahan berbahaya pada
pangan 3,2%. Kecenderungan fluktuasi hasil uji tidak memenuhi syarat (TMS) yang
bervariasi antar produk menjadi dasar penetapan target persentase produk yang
memenuhi syarat (MS) pada 5 tahun kedepan. Diharapkan hasil uji produk MS terus
meningkat setiap tahun seiring tumbuhnya kesadaran pelaku usaha sehingga
mencerminkan semakin baik kualitas produk obat dan makanan yang beredar di
Indonesia.
Rencana Strategik
13
c. Pemeriksaandan Penyidikan
Pemeriksaan dilaksanakan selama tahun 2014mencakup 1713 sarana
produksi dan distribusimeliputi industri obat, industri makanan, industri obat
tradisional, industri kosmetika, sarana distribusiobat dan makanan, dan sarana
pelayanan obat. Dari sarana yang diperiksa masih ditemukan kondisi yang tidak
sesuai dengan ketentuan cara yang baik untuk produksi ataupun mendistribusikan
produk Obat dan Makanan. Hasil pemeriksaan tahun 2014 sebagai awal kondisi
tahun 2015, hampir semua sarana yang diperiksa dilaporkan ada temuan. Hal ini
disebabkan selama ini simpulan hasil pemeriksaan belum dikelompokkan dalam
kajian kritikal, mayor dan minor. Diharapkan pelaksanaan pengawasan kedepan
dikaji lebih cermat sehingga hasil pemeriksaan sesuai dengan paparan kondisi yang
senyatanya.
Capaianpemeriksaan sarana produksi Obat dan Makanan di Jawa Tengah
pada tahun 2014 sebesar 250 dari 623 sarana target atau sebesar 40%.Sedangkan
cakupan pengawasan sarana distribusi obat dan makanan baru mencapai 1425 sarana
dari 5.300 sarana yang ada (12,7%). Sarana distribusi yang diperiksa meliputi 7
jenis sarana terdiri dari sarana distribusi obat (Apotek/PBF), obat tradisional,
kosmetik, serta pangan dan bahan berbahaya. Dari ketujuh jenis sarana tersebut,
Apotek dan PBF relatif sering terdapat temuan tidak memenuhi ketentuan Cara
Distribusi Obat yang Baik, sehingga masih perlu dikhawal dan didorong agar
menerapkan ketentuan distribusi yang benar untuk menjamin obat yang beredar
aman, manfaat dan berkualitas.Angka capaian pengawasan untuk sarana Produksi
maupun Distribusi tersebut akan ditingkatkan pada tahun-tahun berikutnya,
sehingga cakupan pengawasan dapat semakin luas dilakukan terutama untuk sarana
yang memiliki dampak risiko tinggi terhadap produk TMS.
Pengawasan premarket dan pos market produk Obat dan Makanandilakukan
terhadap pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada. Dari
pemeriksaan selain ditemukan sarana yang belum sepenuhnya menerapkan cara
yang baik ditemukan pula produk tidak memenuhi ketentuan yang dapat
membahayakan kesehatan. Pelanggaran ketentuan tentang kewenangan
pendistribusian produk obat dan makanan tanpa ijin edar (TIE) dan penggunaan
bahan kimia obat (BKO) menempati urutan pertama pelanggaran. Pada tahun 2014
dilakukan ivestigasi terhadap 225 sarana terdiri dari 89 sarana produksi/distribusi
Obat, 38 pangan, 23 kosmetika dan 75 sarana obat tradisional. Investigasi dilakukan
Rencana Strategik
14
melalui operasi penyidikan mandiri, operasi penertiban satuan tugas pemberantasan
obat dan makanan ilegal, operasi gabungan daerah (OGD) dan operasi gabungan
nasional (OGN). Hasil investigasitelah ditangani sebanyak 36 kasus tindak pidana,
21 kasus ditangani secara Pro Justitia dan 15 kasus Non Justitia. Data temuan dan
pemusnahan tahun 2014dari 36kasus tindak pidana, berhasil diamankan produk
yang tidak memenuhi ketentuan berupa obat tradisional, kosmetik dan pangan
dengan nilai ± Rp.5,65 Milyar. Diantara temuan tersebut + Rp. 4,5 Milyar telah
dimusnahkan.
Capaian jumlah perkara akan terus ditingkatkan setiap tahun, diharapkan
dampaknya memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran dibidang produksi
maupun distribusi obat dan makanan.
d. Pengawasan Iklan dan Label
Pemantauan / pengawasan iklan dan label dilakukan terhadap produk Obat,
Obat Tradisional, Suplemen Makanan, Makanan/Minuman, Kosmetika, Alat
Kesehatan, PKRT dan Rokok. Pemantauan / pengawasan dilakukan melalui media
cetak, media elektronik, media luar ruang dan leaflet/brosur.
Pemantauan iklan yang dilakukan pada tahun 2014sebanyak2965, 1391 iklan
(46,9%) tidak memenuhi ketentuan(TMK) dengan rincian :
1) Iklan Obat : 242 iklan ( TMK 97 )
2) Iklan Rokok : 1027 iklan ( TMK 463 )
3) Iklan Kosmetika : 295 iklan ( TMK 37
4) Iklan OT : 586 iklan ( TMK 424 )
5) Iklan Suplemen Kesehatan : 422 iklan ( TMK 333 )
6) Iklan Makanan/Minuman : 393 iklan ( TMK 37 )
Pemantauan label tahun 2014 sebanyak 2124, diketahui 604 label (28,4%)
tidak memenuhi ketentuan(TMK) dengan rincian :
1) Label Obat : 266 ( TMK 58 )
2) Label Rokok : 95 ( TMK 65 )
3) Label Kosmetika : 1115 ( TMK 318)
4) Label OT : 376 ( TMK 103 )
5) Label Suplemen Kesehatan : 122 ( TMK 8 )
6) Label Makanan/Minuman : 150 ( TMK 52 )
Rencana Strategik
15
e. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Dalam konteks pengawasan Obat dan Makanan, pelayan informasi dan
komunikasi timbal balik dengan konsumen mempunyai arti yang penting untuk
pemberdayaan konsumen. Semakin tinggi pengetahuan masyarakat akan semakin
tinggi pula kepedulian dan kesadarannya sehingga mampu untuk melindungi dirinya
sendiri dari penggunaan produk yang tidak berkualitas yang dapat merugikan.
Tingginya tingkat pelanggaran di bidang Obat dan Makanan antara lain disebabkan
oleh ketidaktahuan dan ketidakpedulian baik konsumen maupun produsen.
Pemberdayaan masyarakat akan berujung pada kepatuhan produsen dalam
memenuhi aturan-aturan di bidang Obat dan Makanan. Masyarakat yang telah
diberdayakan akan mampu “menyeleksi” produk yang memenuhi syarat sehingga
produk-produk yang tidak berkualitas tidak akan laku di pasaran.
f. Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK)
Balai Besar POM di Semarang telah menerima pengaduan/pertanyaan
mengenai Obat dan Makanandari tahun ke tahun mengalami peningkatan akibat
masyarakat semakin sadar terhadap upaya perlindungan diri. Selama tahun 2014
diterima 541 pengaduan. Berdasarkan jenis komoditi, dari pertanyaan yang diterima
dapat dilihat bahwa kelompok pertanyaan berkaitan dengan produk pangan 316,
disusul berturut-turut tentang obat tradisional 84, Kosmetik 52 dan obat 43, sisanya
berkaitan dengan suplemen makanan, napza, bahan berbahaya, Alat Kesehatan
(Alkes), Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), dan informasi umum
lainnya.
g. Kegiatan Lintas Sektor
Kegiatan Lintas Sektor dilaksanakan Balai Besar POM di Semarang guna
meningkatkan keberhasilan pengawasan Obat dan Makanan. Menyadari bahwa
keamanan produk obat dan makanan yang beredar adalah tanggung jawab bersama
antara Pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha, maka kegiatan bersama lintas
sektor perlu terus ditingkatkan. Kegiatan lintas sektor yang dilakukan antara lain:
peningkatan kompetensi penyidik, perkuatan mekanisme operasi penyidikan,
pemusnahan barang bukti,pelayanan sebagai saksi ahli maupun saksi pemusnahan
barang bukti, layanan konsultasi, jejaring pangan fortifikasi (PKK, puskesmas,
Kelurahan,organisasi wanita, dll), pengawasan kualitas pangan jajan anak sekolah -
Rencana Strategik
16
PJAS (Dinas Pendidikan dan komunitas sekolah), komunikasi dengan Distributor
dan retail pangan, pelatihan district food inspector (Dinas kesehatan
Kota/Kabupaten, disperindag, UMKM, puskesmas, dll), pengawasan pangan dan
bahan berbahaya (perguruan tinggi, pemda), FGD kemitraan keamanan pangan
tingkat propinsi (PKK, Bapeda, BKD, perguruan tinggi, dll), Food Safety Masuk
Desa (FSMD). Sasaran yang akan dicapai antara lain meningkatkan koordinasi,
mempererat jaringan dalam rangka dukungan dan komitmen dengan instansi di
daerah maupun perguruan tinggi dan komunitas lain untuk turut serta dalam
pengawasan obat dan makanansehingga produk yang beredar memenuhi persyaratan
keamanan, gizi dan mutu.
1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN
Lingkungan strategis baik nasional maupun global menghadapi tantangan
dan permasalahan yang semakin kompleks. Arus informasi dan modal berdampak
pada meningkatnya pemanfaatan sumber daya alam yang memicu perubahan iklim,
percepatan penyebaran penyakit, dll merupakan tantangan yang harus dihadapi
Badan POM. Hal tersebut menuntut peningkatan peran dan kapasitas Badan POM
dalam pengawasan peredaran Obat dan Makanan. Secara umum lingkungan strategis
yang dihadapi Balai Besar POM di Semarang adalah sebagai berikut :
1.2.1. Sistem Kesehatan Nasional
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, SKN adalah
pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen
BangsaIndonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satusubsistem SKN
adalah sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, yang meliputi berbagai
kegiatan untuk menjamin: (i) aspek keamanan, kasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan
farmasi, alat kesehatan dan makanan yang beredar; (ii) ketersediaan, pemerataan dan
keterjangkauan obat terutama obat esensial; (iii) perlindungan masyarakat dari
penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat yang rasional; serta (iv) upaya
kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri.
Subsistem ini terkait dengan subsistem lainnya sehingga pengelolaan kesehatan
dapat diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna.
Rencana Strategik
17
BPOM merupakan penyelenggara subsistem sediaan farmasi, alat
kesehatan dan makanan, utamanya untuk menjamin aspek keamanan khasiat atau
kemanfaatan dan mutu obat dan makanan yang beredar serta upaya kemandirian di
bidang pengawasan Obat dan Makanan. Pengawasan sebagai salah satu unsur dalam
subsistem tersebut dilaksanakan melalui berbagai upaya sacara komprehensif oleh
BPOM, yaitu :
Tabel 1.3. Upaya-Upaya Pengawasan yang dilakukan BADAN POM
No Upaya terkaitjaminan keamanan,
khasiat/kemanfaatan dan mutu
obat dan makanan yang beredar
No Upaya terkait kemandirian
obat dan makanan
1 Pengawasan, melibatkan berbagai
pemangku kepentingan yaitu
pemerintah, Pemda, pelaku usaha
dan masyarakat secara terpadu dan
bertanggungjawab.
1 Pembinaan industri farmasi
dalam negeri agar mampu
melakukan produksi sesuai
dengan cara pembuatan obat
yang baik (CPOB) dan dapat
melakukan usahanya dengan
efektif dan efisien sehingga
mempunyai daya saing yang
tinggi
2 Pelaksanaan regulasi yang baik
didukung dengan sumber daya yang
memadahi secara kualitas maupun
kuantitas, sistem manajemen mutu,
akses terhadap ahli dan referensi
ilmiah, kerja sama internasional,
laboratorium pengujian mutu yang
kompeten, independen dan
transparan.
2 Pengembangan pemanfaatan
obat tradisional yang aman,
memiliki khasiat nyata yang
teruji secara ilmiah, bermutu
tinggi, dimanfaatkan secara luas
baik untuk pengobatan sendiri
oleh masyarakat maupun
digunakan dalam pelayanan
kesehatan formal.
3 Pengembangan dan penyempurnaan
kebijakan mengenai produk dan
fasilitas produksi dan distribusi obat
dan makanan sesuai dengan iptek
dan standar nasional
Rencana Strategik
18
4 Pembinaan, pengawasan dan
pengendalian impor, ekspor,
produksi dan distribusi obat dan
makanan. Upaya ini merupakan
suatu kesatuan utuh, dilakukan
melalui penilaian keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu produk,
inspeksi fasilitas produksi dan
distribusi, pengambilan dan
pengujian sampel, surveilans dan uji
setelah pemasaran, serta pemantauan
label/penandaan, iklan dan promosi.
5 Penegakan hukum yang konsisten
dengan efek jera yang tinggi untuk
setiap pelanggaran, termasuk
pemberantasan produk palsu dan
ilegal.
6 Perlindungan masyarakat dari
penyalahgunaan narkotika,
psikotropika, zat adiktif sebagai
upaya yang terpadu antara upaya
represif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
7 Perlindungan masyarakat terhadap
pencemaran sediaan farmasi dari
bahan-bahan dilarang atau
penggunaan bahan tambahan
makanan yang tidaksesuai dengan
persyaratan.
Beberapa upaya tersebut di atas, telah dilakukan oleh BPOM dan kedepan
harus lebih ditingkatkan melalui pembinaan, pengawasan dan pengendalian secara
profesional, bertanggungjawab, independen, transparan dan berbasis bukti ilmiah,
sesuai dengan amanat dalam SKN.
Rencana Strategik
19
1.2.2. Jaminan KesehatanNasional (JKN)
JKN merupakan salah satu bentuk perlindungan sosialuntuk menjamin agar
setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju
terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Program JKN diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN). Dalam JKN juga diberlakukan penjaminan mutu obatyang
merupakan bagian tak terpisahkan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Implementasi JKN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak
langsung terhadap pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah
meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam
maupun luar negeri, karena industri obat akan berusaha menjadi supplier obat untuk
program pemerintah tersebut. Selain peningkatan jumlah obat yang akan diregistrasi,
jenis obatpun akan sangat bervariasi. Hal ini disebabkan adanya peningkatan
demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Dampak tidak
langsung dari penerapan JKN adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat, baik
jumlah maupun jenisnya.
Tingginya demand obat yang akan mendorong banyak industri farmasi
melakukan pengembangan fasilitas dan peningkatan kapasitas produksi dengan
perluasan sarana yang dimiliki. Dengan peningkatan kapasitas dan fasilitas tersebut,
diasumsikan akan terjadi peningkatan permohonan sertifikasi CPOB. Dalam hal ini
tuntutan terhadap peran BPOM akan semakin besar, antara lain adalah peningkatan
pengawasan pre-market melalui sertifikasi CPOB dan post-market melalui
intensifikasi pengawasan obat pasca beredar termasuk Monitoring Efek Samping
Obat (MESO).
Seiring dengan penerapan JKN, akan banyak industri farmasi yang harus
melakukan resertifikasi CPOB yang berlaku 5 (lima) tahun. Sampai dengan tahun
2014, industri farmasi yang melakukan sertifikasi CPOB baru sekitar 207 sarana.
Dari sisi penyediaan (supply side) JKN, kapasitas dan kapabilitas
laboratorium pengujian BPOM harus terus diperkuat. Begitu pula dengan
pengembangan dan pemeliharaan kompetensi SDM pengawas Obat dan Makanan
(penguji, evaluator maupun inspektur), serta kuantitas SDM yang harus terus
ditingkatkan sesuai dengan beban kerja.
Rencana Strategik
20
1.2.3. Agenda Sustainable Development Goals (SDGs)
Dengan akan berakhirnya agenda Millennium Development Goals (MDGs)
padatahun2015, banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai
pendorong tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
pembangunan masyarakat. Khususnya dalam bentuk dukungan politik. Kelanjutan
program ini disebut Sustainable Development Goals (SDGs), yang meliputi 17
goals. Dalam bidang kesehatan faktanya individu yang sehat akan memiliki
kemampuan fisik dan daya pikir yang lebih kuat, sehingga dapat berkontribusi
secara produktif dalam pembangunan masyarakatnya.
Terkait goals2. End hunger, achieve food security and improved nutrition,
and promote sustainable agriculture, selain ketahanan pangan, kondisi yang harus
diciptakan antara lain adalah masyarakat miskin, kelompok rentan termasuk bayi
memiliki akses untuk mendapatkan makanan yang aman, bergizi dalam jumlah yang
cukup sesuai kebutuhannya. Kontribusi terhadap kondisi ini adalah tersedianya
pangan dengan nilai gizi yang cukup, misalnya pangan diet khususmengandung
angka kecukupan gizi (AKG) yang cukup untuk pasien diabetes, garam dan terigu
difortifikasi dengan mikronutrisi, AKG tertentu dalam susu formula bayi dan lansia.
Hal ini hanya dapat terjadi jika produsen pangan yang telah diinspeksidan dibina
BPOM menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan menjamin mutu
produknya termasuk nilai nutrisi sesuai dengan kebijakan teknis yang dibuat
BPOM/Standar Nasional Indonesia/ Standar Internasional. Tantangan bagi BPOM
kedepan adalah penyusunan kebijakan teknis terkini tentang standar gizi pangan
olahan, pengawalan mutu, manfaat dan keamanan pangan olahan, serta KIE kepada
masyarakat.
Terkait Goals 3. Ensure healty lives and promote well-being for all at all
ages, salah satu kondisi yang harus tercipta adalah pencapaian JKN, termasukdi
dalamnya akses masyarakat terhadap obat dan vaksin yang aman, efektif dan
bermutu. Asumsinya, jaminan kesehatan memastikan masyarakat mendapatkan dan
menggunakan hanya obat dan vaksin yang aman, efektif dan bermutu untuk upaya
kesehatan preventif, promotif maupun kuratif, sehingga kualitas hidup masyarakat
meningkat. Kontribusi untuk mencapai kondisi ini adalah ketersediaan obat yang
aman, berkhasiat dan bermutu di sarana pelayanan kesehatan. Hal ini bisa tercapai
hanya jika PBF serta rantai distribusi obat menerapkan Good Distribution Practices
untuk mengawal mutu obat JKN. Tantangan bagi BPOM ke depan adalah
Rencana Strategik
21
intensifikasi pengawasan pre-market dan post-market, serta pembinaan pelaku usaha
agar secara mandiri menjamin mutu produknya.
1.2.4. Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional
Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang
mencakup banyak bidang dan saling terkait. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan
berkembangnya teknologi, informasi dan transportasi yang sangat cepat. Era
globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan kesehatan,
khususnya dalam rangka mengurangi dampak yang merugikan, sehingga
mengharuskan adanya suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif.
Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut
telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjian internasional,
khususnya dibidang ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas /
free trade area (FTA). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6 (Brunei Darussalam,
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) Free Trade Area, ASEAN-
China FTA, ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP),
ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), ASEAN-India Free Trade
Agreement (AIFTA) dan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement
(AANZFTA). Dalam hal ini, negara-negara tersebut dimungkinkan membentuk
kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing
ekonomi kawasan regional, berpeluang besar menjadikan ASEAN sebagai basis
produksi dunia, serta menciptakan pasar regional. Hal ini membuka peluang
peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan sebuah
produk Obat dan Makanan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik
yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut. Dalam menghadapi FTA
dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015, diharapkan industri
farmasi, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan dan makanan dalam negeri
mampu untuk menjaga daya saing terhadap produk luar negeri.
Masuknya produk perdagangan bebas tersebut merupakan persoalan krusial
yang perlu segera diantisipasi. Realitas menunjukkan bahwa saat ini Indonesia telah
menjadi pasar bagi produk Obat dan Makanan dari luar negeri yang belum tentu
terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi. Untuk itu masyarakat
membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi Obat dan
Makanan tersebut.
Rencana Strategik
22
Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isu ekonomi
saja, namun juga merambah pada isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah yang
akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya
hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat akan kesehatan.
Perdagangan bebas membuka peluang perdagangan Obat dan Makanan yang
tinggi dengan memanfaatkan kebutuhan konsumen terhadap produk dengan harga
terjangkau sehingga terdapatnya risiko beredarnya obat ilegal (tanpa ijin edar, palsu
dan substandar) dan makanan yang mengandung bahan berbahaya. Hal ini
merugikan masyarakat. Berdasarkan data BPOM, jumlah pelanggaran dibidang Obat
dan Makanan yang ditemukan pada operasi gabungan Nasional 2014 sebanyak 166
kasus, temuan produk tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 5.640 item dengan
nilai ekonomi sebesar Rp. 10,978 M. Dari Operasi Gabungan Daerah ditemukan
produk TMS sebanyak4.632 item dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 9,297 M. Hal
ini menjadi tantangan yang sangat serius bagi BPOM.
Dalam pasar bebas dan era JKN, pasar farmasi nasional masih menjanjikan.
Menurut data BPOM tahun 2014, jumlah perusahaan farmasi di Indonesia mencapai
217 perusahaan, sebanyak 34 diantaranya merupakan perusahaan multinasional.
Tahun 2014, Indonesia Pharmaceutical Manufacturing Global (IPMG) menyatakan
pasar farmasi di Indonesiabernilai sekitar USD 6,24M atau USD26 per kapita per
tahun. Rata-rata penjualan obat di tingkat nasional selalu tumbuh 12-13% setiap
tahun dan sekitar 75% total pasar obat di Indonesia didominasi perusahaan nasional.
Namun ketergantungan impor bahan baku obat masih tinggi, bahkan 96% diimpor
dari China, India dan Eropa. Pemerintah perlu menyiapkan strategi kemandirian
produksi bahan baku dalam negeri, sehingga mengurangi ketergantungan impor
bahan baku pada pasar farmasi nasional.
Selain produsen farmasi, Indonesia juga memiliki industri obat tradisional
dengan pangsa pasar yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 87 Industri Obat
Tradisional (IOT) dan 1148 industri kecil obat tradisional termasuk di dalamnya
Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional
(UKOT), namun baru 61 IOT yang mendapat sertifikat Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB) terdiri dari 34 industri berdasarkan CPOTB 2005
dan 27 industri berdasarkan CPOTB 2011.
Rencana Strategik
23
Menghadapi komunitas ASEAN, daya saing UMKM obat tradisional
maupun makanan perlu dibenahi. Rendahnya kemampuan dan pengetahuan teknis
untuk memenuhi persyaratan pendaftaran/standar mutu, rendahnya kesadaran dalam
mendaftarkan produk, keterbatasan kemampuan akses terhadap aplikasi elektronik,
keterbatasan pembiayaan penyesuaian standar dan sertifikasi internasional maupun
rendahnya penguasaan teknologi pelaku UMKM obat tradisional dan makanan perlu
mendapat perhatian BPOM. Perlu adanya intervensi pembinaan dan kebijakan yang
berpihak kepada UMKM. Misalnya penurunan tarif Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) untuk pendaftaran produk Obat Tradisional risiko rendah produksi
UMKM.
Dengan melihat besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi
Indonesia, maka pemerintah harus selalu mendukung dan melindungi industri Obat
dan Makanan di Indonesia. Dengan adanya FTA, maka pemerintah harus
mengembangkan kesiapan industri Obat dan Makanan untuk dapat mendukung
pemerataan, keterjangkauan dan ketersediaan obat yang bermutu, aman dan
berkhasiat sehingga mampu bersaing dengan produk obat dari luar negeri.
1.2.5. Perubahan Iklim
Ancaman perubahan iklim dunia akan semakindirasakan oleh sektor
pertanian khususnya produk bahan pangan di Indonesia. Perubahan iklim dapat
mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, sehat,
bermanfaat dengan harga yang kompetitif. Dari sisi ekonomi makro,industri
makanan minuman di masa yang akan datang perannya akan semakin penting
sebagai pemasok pangan dunia.
Selain dari sisi pangan,perubahan iklim juga dapat mengakibatkan
munculnya bibit penyakit baru hasil mutasi gen dari beragam virus. Bibit penyakit
baru tersebut diantaranyavirus influenza yang variannya sekarang menjadi cukup
banyak dan mudah tersebar dari satu negara ke negara lain.
Menurut Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan Research
Centre for Climate Change University of Indonesia (RCCC-UI) tahun 2013, dalam
pelaksanaan kajian dan pemetaan model kerentanan penyakit infeksi akibat
perubahan iklim, terdapat tiga penyakit yang perlumendapat perhatian khusus terkait
perubahan iklim dan perkembangan vektor yaitu malaria, demam berdarah dengue
(DBD) dan diare. Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit
Rencana Strategik
24
yang banyak ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti penyakit infeksi
saluran pernafasan (ISPA) dan penyakit batu ginjal.
Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan
iklim, diperlukan peranan dari BPOM dalam mengawasi peredaran varian obat baru
darijenis penyakit tersebut. Selain dari obat kimia, varian obat baru ini juga diikuti
pula dengan varian obat herbal tradisional Indonesia dan China yang paling banyak
beredar di pasar. Kondisi ini menuntutkerja keras dari BPOM melakukan
pengawasan terhadap perkembangan produksi dan peredaran obat tersebut.
1.2.6. Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat
Kemajuan ekonomi Indonesia dapatdilihat dari indikator makro ekonomi,
yakni pendapatan perkapita sebesar USD 3.500 tahun 2013 dan pada tahun 2014
telah ditetapkan World Bank menjadi 10 (sepuluh) besar negara yang mendominasi
kekuatan ekonomi dunia. Indikator ini menunjukkan besarnya daya beli yang ada
pada masyarakat Indonesia. Secara teori dan fakta, semakin tinggi pendapatan maka
semakin besar pula konsumsi masyarakat terhadap Obat dan Makanan yang
memiliki standar dan kualitas. Berdasarkan data konsumsi obat yang dilakukan
masyarakat Indonesia, sebagian besar penduduk masih banyak yang mengkonsumsi
obat modern dibandingkan dengan obat tradisional. Konsumsi obat modern pada
tahun 2013 mencapai 90,94%, sedangkan obat tradisional sebanyak 21,41%. Untuk
mengatasi beberapa penyakit degeneratif, yakni penyakit yang dimiliki para kaum
lanjut usia, justru banyak digunakan obat-obatan dalam jangka waktu yang relatif
lebih lama. Terkait hal ini, tantangan BPOM adalah melakukan pengawasan post-
market termasuk farmakovigilans.
1.2.7. Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurutsensus penduduk
tahun 2010, dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir sebesar 32,5 juta jiwa (sebesar 1,49%
per tahun). Dengan laju pertumbuhan sebesar itu,diperkirakan jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2035 akan mencapai 450 juta jiwa dan populasi terbesar
berada pada kelompok umur remaja 15-19 tahun. Sementara usia produktif antara
30-54 tahun justru menunjukkan tren meningkat dari waktu ke waktu. Sedangkan
usia 55-64 tahun dan usia diatas 65 tahun menunjukkan tren yang meningkat tetapi
Rencana Strategik
25
dalam jumlah yang berbeda. Semakin meningkat usia harapan hidup, artinya tingkat
kesehatan masyarakat juga semakin meningkat.
Indonesia sebagai negara ke-4 dengan populasi lanjut usia tertinggi, yakni
9,079 juta tahun 2010 dan akan naik menjadi 29,047 juta pada tahun 2020, akan
mengalami perubahan pola penyakit yaitu meningkatnya beban kronik untuk kaum
lansia. Hal ini membutuhkan obat untuk penggunaan jangka panjang yang lebih
berkualitas. Berikut profil penyakit di Indonesia yang kemungkinan besar
mendorong perkembangan variasi obat.
Tabel 1.4. Profil beban penyakit berdasar sebab tahun 1990-2010
Secara umum transisi demografi juga akan menimbulkan efek pada transisi
kesehatan di masyarakat, sehingga terjadi peningkatan dalam penggunaan layanan
kesehatan baik secara personal, korporat maupun masyarakat luas. Efek ini akan
mempengaruhi besarnya beban fasilitas kesehatan dan sistem jaminan kesehatan
masyarakat Indonesia dan sekaligus akan menambah beban kerja BPOM.
Konsumsi obat baik farmasi maupun herbal serta bahan makanan akan cukup
besar pada kelompok usia produktif, karena pola hidup dan orientasi konsumsi juga
akan mengarah pada kesehatan jangka panjang dan juga penampilan, sehingga
vitamin dan suplemenkesehatan menjadi komponen obat yang cukup besar
konsumsinya. Hal ini menjadi tambahan tugas bagi BPOM untuk melakukaan
penilaian dan pengawasan terhadap berbagai jenis obat dan suplemen yang semakin
bervariasi dan meningkat jumlahnya.
Dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya jumlah penduduk
Indonesia, maka permintaan terhadap obat dan makanan juga akan semakin
Rencana Strategik
26
meningkat. Potensi pasar yang besar membuat para produsen obat dan makanan baik
lokal maupun internasional semakin meningkatkan volume produksi maupun
variasinya. Bertambahnya jumlah volume produksi dan variasi obat dan makanan ini
tentunya menuntut semakin besarnya peran BPOM dalam proses penilaian dan
pengawasannya. Kurangnya pemenuhan GMP oleh produsen dalam memproduksi
obat dan makanan menjadi tantangan BPOM dalam melakukan pengawasan dan
pembinaan.
Peningkatan jumlah penduduk jika ditata dengan baik akan menjadi potensi
berupa sumber daya manusia bagi pembangunan ekonomi. Kondisi inimenjadi
tantangan dan peluang bagi pemerintah untuk dapat memanfaatkan fase bonus
demografi Indonesia untuk menciptakan aktifitas ekonomi yang sangat besar dan
mampu memberikan kontribusi yang besar juga dalam APBN.
Berdasarkan peta demografi, penduduk Indonesia dalam usia produktif telah
mencapai 80%. Penduduk ini telah mempunyai daya beli lebih tinggi ditambah
dengan kenaikan jumlah penduduk kelas menengah (middle class) yang terjadi pada
tahun 2040. Laporan Mc Kinsey (2012) menunjukkan bahwa kelompok middle class
atau consuming class Indonesia naik dari waktu ke waktu, yakni tahun 2010 hanya
45 juta orang, maka proyeksi tahun 2020 naik menjadi 85 juta orang dan pada tahun
2030 sudah mencapai 135 juta orang. Kelompok ini akan banyak mempengaruhi
pola konsumsi obat dan makanan serta gaya hidup masyarakat Indonesia.
Syarat agar bonus demografi dapat dimanfaatkan dengan baik adalah dengan
mempersiapkan dari mulai perencanaan sampai dengan implementasinya di tingkat
lapangan. Persiapan ini antara lain melalui a). Peningkatan pelayanan kesehatan
masyarakat termasuk jaminan mutu obat; b). Peningkatan kualitas dan kuantitas
pendidikan; c). Pengendalian jumlah penduduk; d). Kebijakan ekonomi yang
mendukung fleksibilitas tenaga kerja dan pasar, serta keterbukaan perdagangan dan
tabungan nasional.
BPOM dalam hal ini harus membuat kebijakan yang mendukung kualitas
SDM Indonesia. Kebijakan yang dibuat harus berorientasi pada keamanan, manfaat
dan mutu obat dan makanan juga persyaratan dan ketentuan yang harus dipenuhi
oleh pelaku usaha sehingga bisa menjamin obat dan makanan yang sampai di
masyarakat aman, bermanfaat dan bermutu. Pengawasan keamanan, manfaat dan
mutu ini harus dibangun untuk menghindari dan mengurangi risiko Obat dan
Rencana Strategik
27
Makanan yang tidak memenuhi syarat dikonsumsi oleh penduduk non usia kerja
yang kedepan akan menjadi penduduk usia kerja.
Di samping menyiapkan pemanfaatan bonus demografi, juga harus mulai
dipikirkan permasalahan-permasalahan yang timbul pasca berakhirnya masa bonus
demografi, dimana jumlah lansia meningkat.
1.2.8. Desentralisai dan Otonomi Daerah
Dengan perubahan paradigma sistem penyelenggaraan pemerintah yang
semula sentralisasi menjadi desentralisasi atau otonomi daerah, maka urusan
kesehatan menjadi salah satu kewenangan yang diselenggarakan secara konkruen
antara pusat dan daerah. Hal ini berdampak pada pengawasan obat dan makanan
yang tetap bersifat sentralistik dan tidak mengenal batas wilayah (borderless),
dengan on line command (satu komando), sehingga apabila ada suatu produk obat
dan makanan yang tidak memenuhi syarat maka dapat segera ditindaklanjuti.
Desentralisasi dapat menimbulkan permasalahan dibidang pengawasan obat
dan makanan diantaranya kurangnya dukungan dan kerjasama dari pemangku
kepentingan di daerah sehingga tindaklanjut hasil pengawasan obat dan makanan
belum optimal.
Untuk menunjang tugasdan fungsi BPOM dalam pengawasan diperlukan
komitmen yang tinggi, dukungan dan kerjasama yang baik dari para pemangku
kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, termasuk swasta
dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing untuk menghasilkan
tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik. Dengan berlakunya
UUNo. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, merupakan tantangan bagi
BPOM untuk menyiapkan norma, standar, pedoman dan kriteria bagi Pemerintah
Daerah dalam melaksanakan kegiatan terkait Obat dan Makanan.
1.2.9. Perkembangan Teknologi
Kemajuan teknologi produksi di bidang Obat dan Makanan
meliputiperkembangan vaksin baru dan produk biologilain termasuk produk darah,
jaringan, terapi gen, stem cell, hormon, pangan hasil rekayasa genetika, pangan
iradiasi, perkembangan teknologi nano untuk produk dan kemasannya serta produk
hasil inovasi lainnya. Ini adalah sebagian hasil kemajuan teknologi produksi yang
diprediksi akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu
Rencana Strategik
28
pengetahuan. Kondisi ini menuntut BPOM meningkatkan kapasitas kapabilitas
sebagai lembaga pengawas, utamanya pengetahuan dan teknologi laboratorium
pengujian POM selaku “diagnosis pasti” adanya risiko yang beredar di masyarakat.
Kemajuan teknologi telah memungkinkan industri di bidang obat dan
makanan untuk berproduksi dalam skala besar dengan cakupan yang luas. Selain itu,
dengan kemajuan teknologi transportasi baik darat, laut dan udara maupun jasa
pengiriman barang, berbagai produk itu dimungkinkan dalam waktu relatif singkat
mencapai wilayah negeri ini hingga ke pelosok-pelosoknya. Bagi pengawasan Obat
danMakanan, ini merupakan potesial problem, karena bila terdapat produk yang sub
standar, peredarannya dapatmenjangkau areal yang luas dalam waktu yang relatif
singkat. Untuk ituantisipasi pengawasanObat danMakanan juga harus sama
cepatnya.
Perkembangan teknologi informasi jugadapat menjadi potensi bagi BPOM
untuk dapat melakukan pelayanan secara online, yang dapat memudahkan akses dan
jangkauan masyarakat. Juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan sosialisasi,
komunikasi, dan edukasi kepada masyarakat. Namun disisi lain, teknologi informasi
juga dapat menjadi tantangan bagi BPOM terkait tren pemasaran dan transaksi
produk obat dan Makanan secara online, yang juga perlu mendapatkan pengawasan
dengan berbasis pada teknologi.
1.2.10. Implementasi Program Fortifikasi Pangan
Salah satu upaya di dalam mendukung Arah Kebijakan Nasional Perbaikan
Kualitas Konsumsi Pangan dan Gizi Masyarakat dilakukan melalui peningkatan
peran industri dan pemerintah Daerah dalam ketersediaan pangan beragam, aman
dan bergizi diantaranya dengan dukungan fortifikasi mikronutrien penting.
Fortifikasipangan merupakan salah satucara dalam menangani
permasalahan tingginya angka kekurangan gizi mikro. Sebagai langkah awal,
pemerintah menetapkan fortifikasi pada garam dan tepung terigu, mengingat masih
tingginya masalah gangguan kesehatan karena kekurangan yodium (GAKI).
Penerapan fortifikasi harus diiringi dengan pengawasan oleh BPOM. Hasil
pengawasan garam beryodium dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2010-2013)
menunjukkan bahwa jumlah sampel yang TMS mengalami kenaikan, yaitu berkisar
29%-43%. Hasil pengawasan tepung terigu dalam kurun waktu tiga tahun terakhir
Rencana Strategik
29
(2010-2013) menunjukkan bahwa jumlah sampel yang TMS juga mengalami
kenaikan, yaitu berkisar 4%-23%.
Untuk mengawal program ini, BPOM mendapatkan mandat strategis baik
dalam Rencana Aksi Pangan dan Gizi (RAD-PG), utamanya pada Pokja III Bidang
Mutu dan Keamanan Pangan. Upaya tersebut dilakukan melalui verifikasi terhadap
pemenuhan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), baik penerapan
CPPOB pada produsen pangan dan penerapan Cara Ritel Pangan yang Baik di
sarana peredaran. Selain itu juga dilakukan pengawasan terhadap produk pangan
baik di sarana produksi maupun di sarana peredaran dan penegakan hukum terhadap
pelaku pelanggaran di bidang pangan, pengujian laboratorium terhadap parameter
keamanan dan mutu pangan dan gizi pangan, pengawasn terhadap kesesuaian label
serta pengawasan terhadap keamanan kemasan pangan yang beredar melalui
sampling dan pengujian.
1.2.11. Jejaring Kerja
BPOM menyadari dalam pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat
menjadi single player. Untuk itu BPOM mengembangkan kerjasama dengan
lembaga-lembaga, baik di pusat, daerah maupun internasional. Jaringan yang luas
ini sangat strategis posisinya dalam mendukung tugas-tugas BPOM maupun
pemangku kepentingan. Beberapa jejaring kerja yang sudah dimiliki BPOM yaitu
Jejaring Kemanan Pangan Nasional/Daerah, Indonesia Rapid Alert System for Food
and Feed (INRASFF), World Health Organization (WHO), Codex Alimentarius
Commision, Forum Kerjasama Asia Pasifik dalam harmonisasi regulasi bidang obat
(RHSC), ASEAN Referrences Laboratories (AFL), Pharmaceutical Inspection
Convention and Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme (PIC/S),
International Crime Police Organizatuion Interpol. Peluang kerjasama ini terbuka
karena citra BPOM yang baik di internasional.
Jejaring kerjasama ini perlu penguatan karena belum semuanya berjalan
efektif. Sebagai contoh adanya INRASFF akan mendukung pengawasan secara
cepat tanggap terhadap adanya outbreak dan risiko pada pangan. Namun ada
beberapa hal yang masih menjadi tantangan yaitu: (i) Upstream Notification masih
belum optimal, (ii) Asesmen risiko keamanan pangan impor masih belum optimal,
(iii) Tindak lanjut notifikasi di Competent Contact Point (CCP) belum cepat, dan
(iv) Sistem traceability di rantai suplai pangan masih lemah. Untuk itu ke depan
Rencana Strategik
30
akan dilakukan pembentukan Local Competent Contact Point (LCCP) di lima
propinsi : Medan, Lampung, Surabaya, Denpasar dan Manado, serta Pengembangan
Pusat Kewaspadaan dan Respon Keamanan Pangan Nasional, yang juga akan
dikembangkan untuk Obat, Obat Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan.
Contoh lain Indonesia Risk Assesment Centre (INA-RAC). Sejak
pencanangan oleh menteri Kesehatan pada 20November 2014, masih menghadapi
beberapa kendala, seperti ketersediaan data nasional kajian risiko keamanan pangan
yang minim dan belum terintegrasi. Tantangan kedepan adalah meningkatnya
jumlah kajian risiko keamanan pangan nasional di sepanjang rantai pangan;
Pembentukan poll of expert database untuk Komite Ilmiah dan Panel Pakar; serta
Melaksanakan National Capacity Building untuk Risk Assesment.
1.2.12. Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, BPOM
melaksanakan reformasi birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang
Grand Design 2010-2025. Upaya atau proses RB yang dilakukan BPOM
merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan dari
pelaksanaan RB.
a. Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, BPOM memiliki instansi vertikal atau
UPT BB/Balai POM di tingkat Provinsi. Selain itu, untuk mendukung
pengawasan obat dan Makanan di wilayah perbatasan dengan negara lain dan
daerah-daerah yang sulit dijangkau dari ibukota provinsi, BPOM memiliki Pos
POM. Peran BB/Balai POM dan Pos POM perlu dilakukan penataan dan
penguatan baik dari segi struktur organisasi, kompetensi dan kuantitas SDM,
sarana dan prasarana, maupun koordinasi dengan lintas sektor agar pelaksanaan
tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan dapat dilakukan secara lebih
optimal. Tantangan BPOM ke depan adalah melakukan kajian, penataan dan
evaluasi organisasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas
organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai
dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM.
b. Penataan Tatalaksana
Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, BPOM berkomitmen
untuk melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap
Rencana Strategik
31
kesehatan dan secara terus-menerus meningkatkan pengawasan serta
memberikan pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Komitmen
BPOM tersebut dilakukan melalui penerapan sistem mutu secara konsisten dan
ditingkatkan secara berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau
perolehan Quality Management System ISO 9001:2008, Akreditasi
Laboratorium IEC 17025:2005; PIC/S Quality System Requirement for
Pharmaceutical Inspectorate (PI 0023), OHSAS 18001:2007; ISO
27001:2013Information Security Management System, WHO Quality System
Requirement for National GMP Inspectorates (TRS 902 Annex 8, 2002): dan
Persyaratan Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan untuk sistem riset
dan pengembangan (KNAPPP02:2007).
Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan
juga dilakukan melalui penerapan e-goverment atau penggunaan teknologi
informasi di lingkungan BPOM, diantaranya pendaftaran produk (pangan, obat,
obat tradisional) dan berbagai penyelenggaraan manajemen pemerintahan
lainnya yang dilakukan secara elektronik serta keterbukaan informasi publik
bagi masyarakat. Berbagai sistem mutu dan pengembangan e-government yang
dapat meningkatkan kinerja BPOM tersebut seyogyanya dapat diintegrasikan
sesuai dengan ruang lingkupnya agar pelaksanaannya dapat dilakukan secara
efektif dan efisien.
c. Penataan Peraturan perundang-undangan dan Penegakan Hukum
Telah banyak Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang menjadi
landasan teknis pelaksanaan tugas fungsi BPOM. Namun, Peraturan Perundang-
undangan yang ada selama ini kurang mendukung tercapainya efektivitas
pengawasan Obat dan Makanan. Demikian pula sanksi yang diberikan terhadap
pelanggaran di bidang Obat dan Makanan belum memberikan efek jera
sehingga sering terjadi kasus berulang.
Beberapa kerangka regulasi yang diasumsikan dapat mendukung
pencapaian tujuan pengawasan Obat dan Makanan dibahas pada
KerangkaRegulasi. Adanya kerangka regulasi sebagai bagian tak terpisahkan
dari kaidah pelaksanaan RPJMN/RKP membuka peluang untuk menciptakan
harmonisasi peraturan perundang-undangan dan meminimalkan ego sektoral.
BPOM perlu mengambil kesempatan ini dengan mengusulkan peraturan
Rencana Strategik
32
perundangundangan yang akan masuk dalam prolegnas setiap tahunnya
bersamaan dengan penyusunan rencana kerja. Selain itu sesuai kerangka
regulasi, untuk memastikan bahwa setiap norma kebijakan yang akan
diratifikasi memberikan manfaat bagi masyarakat, BPOM perlu membuat cost-
benefit analysis. Sedangkan terhadap regulasi teknis yang dikeluarkan BPOM,
perlu dilakukan regulatory impact assessment.Kaitannya dengan pengawasan
Obat dan Makanan di daerah, selain ketersediaan NSPK, perlu didorong
terbitnya aspek legal berupa Peraturan/SK Gubernur dan ditindaklanjuti dengan
Peraturan/SK Bupati/Walikota.
Pada level operasional, BPOM telah memiliki Pedoman Pengawasan
yang jelas untuk acuan dalam pengawasan Obat dan Makanan, juga
menerbitkan standar mutu lainnya, seperti standar produksi dan distribusi Obat
dan Makanan. Ketersediaan peraturan perundangan sampai dengan pedoman
teknis yang dilegalkan dalam bentuk Peraturan Kepala BPOM tersebut sangat
mendukung penegakan hukum.
Tantangan ke depan, BPOM harus membuat terobosan dalam penegakan
hukum seperti memperkuat kemitraan untuk pengawasan, penindakan, maupun
persamaan persepsi dengan kepolisian, kejaksaan, dan instansi terkait,
menggeser pengawasan ke area preventif, serta memperkuat kerjasama di Free
Trade Zone Area. Upaya ini pun perlu diikuti dengan peningkatan kajian
BPOM mengenai kerugian negara secara ekonomi maupun kesehatan akibat
pelanggaran Obat dan Makanan.
d. Penguatan Akuntabilitas Kerja
Penguatan Akuntabilitas Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Untuk mencapai tujuan tersebut,
BPOM telah mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP) dengan baik, dibuktikan dengan hasil evaluasi
KemenPAN-RB tahun 2014 memperoleh nilai B.
Komitmen pimpinan yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan SAKIP menjadi
kekuatan penting dalam upaya penguatan akuntabilitas kinerja BPOM. Namun,
BPOM masih perlu melakukan penyempurnaan dalam penatausahaan
manajemen pemerintahan (keuangan dan BMN) dalam mewujudkan
pemerintahan yang akuntabel. Ke depan, untuk menjawab ekspektasi
Rencana Strategik
33
masyarakat terhadap akuntabilitas BPOM selaku institusi pengawasan, BPOM
telah menargetkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap opini laporan
keuangan BPOM dari BPK.
e. Penguatan Pengawasan
Penguatan pengawasan bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).
Melalui upaya pengawasan yang dilakukan BPOM, diharapkan dapat
meningkatkan kepatuhan dan efektivitas pengelolaan keuangan negara di
lingkungan BPOM serta menghindari tingkat penyalahgunaan wewenang.
Pengawasan yang dilakukan BPOM antara lain melalui kebijakan
penanganan gratifikasi, penerapan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
(SPIP), pengelolaan pengaduan masyarakat, implementasi whistle-blowing
system, penanganan benturan kepentingan, pembangunan zona integritas
menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM), dan pendayagunaan Aparat Pengawasan Internal
Pemerintah (APIP) dalam perencanaan dan penganggaran. Untuk mendapatkan
hasil yang lebih optimal, upaya pengawasan yang dilakukan BPOM tersebut
masih perlu dievaluasi agar dapat ditingkatkan pelaksanaannya. Salah satu hal
yang dapat dilakukan adalah penguatan peran APIP dan unit pengawas
fungsional (Inspektorat) sebagai internal-consultant yang melaksanakan fungsi
pembinaan, penataan, pengawasan, dan pentaatan dengan dukungan SDM yang
memadai secara kualitas dan kuantitas serta berfokus pada pemeriksaan kinerja
berbasis risiko untuk mencegah potensi kesalahan yang mengganggu efektivitas
pencapaian sasaran organisasi dan dapat menimbulkan kerugian negara.
f. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur
Penataan sistem manajemen SDM aparatur bertujuan untuk meningkatkan
profesionalisme SDM aparatur BPOM yang didukung oleh sistem rekrutmen
dan promosi aparatur berbasis kompetensi, transparan, serta memperoleh gaji
dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan, sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara(ASN).
Perencanaan kebutuhan pegawai BPOM dilakukan sesuai dengan kebutuhan
organisasi dan proses penerimaan pegawai dilakukan secara transparan,
Rencana Strategik
34
objektif, akuntabel, dan bebas KKN serta promosi jabatan dilakukan secara
terbuka.Pengembangan pegawai yang dilakukan BPOM berbasis kompetensi
yang selanjutnya capaian penilaian kinerja individu pegawai akan dijadikan
dasar untuk pemberian tunjangan kinerja. Hal ini diimbangi dengan penegakan
aturan disiplin dan kode etik serta pemberian sanksi. Seluruh aktivitas
manajemen SDM tersebut didukung oleh sistem informasi kepegawaian.
Saat ini, SDM BPOM telah memiliki kualitas yang memadai, namun dari sisi
kuantitas SDM BPOM belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas
dan fungsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Sistem manajemen pemerintah
menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik di tingkat organisasi sampai ke
level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen kinerja belum optimal
diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem manajemen kinerja yang
lebih efektif dan efisien terutama dalam hal pelaksanaan evaluasi terhadap peta
dan kelas jabatan yang telah disusun. Pemanfaatan sistem informasi
kepegawaian yang telah dibangun juga perlu dioptimalisasi sebagai pendukung
pengambilan kebijakan manajemen SDM BPOM.
g. Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan bertujuan untuk mengubah secara sistematis dan
konsisten dari sistem dan mekanisme kerja organisasi serta pola pikir dan
budaya kerja individu atau unit kerja di dalamnya menjadi lebih baik sesuai
dengan tujuan dan sasaran RB. Untuk menggerakkan organisasi dalam
melakukan perubahan, BPOM telah membentuk agent of change sebagai
rolemodel serta forum bagi pembelajaran atau inovasi dalam proses
perubahanyang dilakukan. Komitmen dan keterlibatan pimpinan dan seluruh
pegawai BPOM secara aktif dan berkelanjutan merupakan unsur pendukung
paling utama dalam perubahan pola pikir dan budaya kerja dalam rangka
pelaksanaan RB.
Untuk mengurangi risiko kegagalan yang disebabkan kemungkinan
timbulnya resistensi terhadap perubahan dibutuhkan media komunikasi secara
reguler untuk mensosialisasikan RB atau perubahan yang sedang dan akan
dilakukan, termasuk pentingnya peran agent of change dan manfaat dari forum
pembelajaran atau inovasi.
Rencana Strategik
35
Berdasarkan kondisi obyektif capaian yang dipaparkan di atas, kapasitas
BPOM sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan masih perlu terus
dilakukan penataan dan penguatan, baik secara kelembagaan maupun dukungan
regulasi yang dibutuhkan, terutama peraturan perundang-undangan yang
menyangkut peran dan tugas pokok dan fungsinya agar pencapaian kinerja di
masa datang semakin membaik dan dapat memastikan berjalannya proses
pengawasan Obat dan Makanan yang lebih ketat dalam menjaga keamanan,
khasiat/manfaat dan mutu Obat dan Makanan.
Kondisi lingkungan strategis dengan dinamika perubahan yang sangat
cepat, menuntut BPOM dapat melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi
dalam pelaksanaan peran-perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan.
Dengan etos tersebut, BPOM diharapkan mampu menjadi katalisator yang pada
akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi
pembangunan kesehatan nasional. Untuk itu, ada tiga isustrategis dari
permasalahan pokok yang dihadapi BPOM sesuai dengan peran dan
kewenangannya agar lebih optimal, yaitu:
1. Penguatan sistem dalam pengawasan Obat dan Makanan,
2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong
kemandirian pelaku usaha Obat dan Makanan, serta peningkatan
kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan dan partisipasi
masyarakat,
3. Penguatan kapasitas kelembagaan BPOM.
Dalammelaksanakan peran dan kewenangan yang optimal sesuai dengan
peran dan kewenangan BPOM sebagai lembaga yang mengawasi Obat
danMakanan, maka diusulkan penguatan peran dan kewenangan BPOM sesuai
dengan bisnis proses BPOM untuk periode 2015-2019 sebagaimana pada
gambar dan tabel di bawah ini.
Rencana Strategik
36
Gambar 1.4. Peta Bisnis Proses Utama BPOM sesuai Peran dan Kewenangan
Gambar 1.5. Penjabaran Bisnis Proses Utama kepada Kegiatan Utama BPOM
Rencana Strategik
37
Tabel 1.5. Penguatan Peran BPOM Tahun 2015-2019
Penguatan • Penyusunan Kebijakan Teknis Pengawasan Obat dan
Sistem Makanan (NSPK)
Pengawasan Obat • Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan Obat
dan Makanan dan Makanan
• Penilaian Obat dan Makanan sesuai standar
• Pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan sesuai
standar
• Pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan sesuai
standar
• Sampling dan pengujian laboratorium Obat dan Makanan
• Penyidikan dan penegakan hukum
Kerjasama, • Mendorong kemitraan dan kemandirian pelaku usaha
Komunikasi, melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik
Informasi dan termasuk peringatan publik
Edukasi Publik • Pengelolaan data dan informasi Obat dan Makanan
• Menentukan peta zona rawan peredaran Obat dan
Makanan yang tidak sesuai dengan standar
• Penyebaran informasi bahaya obat dan makanan yang
tidak memenuhi standar
1.2.13. Menipisnya Entry Barrier
Globalisasi perdagangan, menyebabkan entry barrier menjadi semakin tipis,
dan karena itu arus barang (termasuk didalamnya Obat dan Makanan) ke luar masuk
dari dan ke berbagai negara menjadi semakin bebas, tanpa hambatan tarif maupun
non tarif. Dengan demikian Obat dan Makanan yang diproduksi oleh berbagai
negara memungkinkan untuk memasuki wilayah Jawa Tengah.
Posisi strategis Propinsi Jawa Tengah yang berada diantara dua propinsi
besar di Pulau Jawa yakni Jawa Barat dan Jawa Timur, memungkinkan mudahnya
lalu lintas berbagai pruduk Obat dan Makanan antar dua Propinsi tersebut.
Konsekuensinya selain akan terus meningkat jenis produk beredar di Jawa Tengah,
juga jumlah serta jenis pelanggaran dibidang Obat dan Makanan akan semakin
beragam. Untuk menjaga agar Obat dan Makanan yang beredar di Jawa Tengah
mempunyai jaminan mutu manfaat dan keamanan sesuai standar, Balai Besar POM
di Semarang harus meningkatkan kompetensinya sehingga mampu melakukan
pengawasan produk, mulai produk tersebut dalam proses produksi dimanapun
tempatnya, di tempat-tempat pemasukan produk ke dalam wilayah Jawa Tengah.
Rencana Strategik
38
Luas wilayah Propinsi Jawa Tengah seluruhnya 3,25 ribu hektar atau 25%
dari wilayah Pulau Jawa dengan jumlah penduduk yang relatif tinggi yaitu 33,26
juta jiwa merupakan potensi sekaligus tantangan yang dihadapi dalam pengawasan
Obat dan Makanan. Catchment areadi Propinsi Jawa Tengah yang mencakup 35
Kabupaten/Kota, dimana sarana produksi dan distribusi terutama Pangan, Obat
Tradisional dan Kosmetika hampir merata pada setiap Kabupaten/Kota.Sedangkan
untuk sarana produksi Obat sebagian besar berada di kota besar seperti Semarang
dan Surakarta. Sarana produksi Obat Tradisional yang ada di Jawa Tengah sebanyak
122 buah meliputi Industri Obat Tradisional (IOT), Industri Kecil Obat Tradisional
(IKOT) dan Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT). Industri Rumah Tangga
Pangan (IRTP) di Jawa Tengah mencapai puluhan ribu yaitu kurang lebih sekitar
12.521 buah dan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sejalan dengan
peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya pembagian peran antara pusat
dan daerah maka pengawasan IRTP yang dilakukan oleh Badan POM melalui
samplingberdasarkan analisis risiko. Secara terperinci jumlah cakupan sarana
produksi dan distribusi seperti pada tabel berikut:
Tabel 1.6. Jumlah Cakupan Sarana Produksi Obat dan Makanan
Balai Besar POM di Semarang
No
Jenis Sarana
Produksi
Jumlah
Sarana
Produksi
Yang Ada
Jumlah
Sarana
Produksi
TARGET
Jumlah Sarana Produksi
Diperiksa
Th 2014 Th 2015
1 Sarana Produksi
Obat 23 23 13 15
2 Sarana Produksi
Obat Tradisional 122 122 41 56
3 Sarana Produksi
Kosmetika 105 105 36 35
4 Sarana
ProduksiPangan
(MD)
355 355 45 87
5 Sarana Produksi
Rumah Tangga
Pangan (IRTP)
12.521 33 90 37
6 Industri Rokok 173 -
Jumlah 13.299
638 225
(35,26%)
230
(36,05%)
Rencana Strategik
39
Tabel 1.7. Jumlah Cakupan Sarana Distribusi Obat dan Makanan
Balai Besar POM di Semarang
No
Jenis Sarana Distribusi
Jumlah
Sarana
Distribusi
Yang Ada
Jumlah Sarana Distribusi
Diperiksa
Th 2014 Th 2015
1 PBF 334 75 90
2 Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota
35 15 20
3 Rumah Sakit 208 40 40
4 Puskesmas 867 15 30
5 Apotek 3063 220 220
6 Toko Obat 21 5 15
7 Klinik 735 35 45
8 Obat Tradisional 431 190 220
9 Kosmetika 92 200 230
10 Pangan 499 615 520
11 Bahan Berbahaya 14 10 20
Jumlah 6.299 1.420
(22,54%)
1.450
(23,02%)
Terbukanya pasar global, perlu dimanfaatkan secara baik. Upaya untuk
merebut pasar dilakukan melalui keunggulan mutu produk dikombinasi dengan
harga terjangkau. Diharapkan pelaku usaha di Jawa Tengah cerdas mengelolanya
sehingga mampu mendapatkan keunggulan. Langkah menuju hal tesebut dilakukan
dengan pengawasan konsisten untuk menjaga jaminan mutu dan kepercayaan
pelanggan.
1.2.14 Perkembangan Teknologi Produksi dan Transportasi
Kemajuan teknologi, mendorong industri Obat dan Makananakan
menerapkan dalam proses produksinya. Perkembangan demikian menuntut
kemampuan pengawas untuk meningkatkan diri sehingga mampu mendeteksi
kelemahan-kelemahan teknologi dalam proses produksi dan selanjutnya mampu
memberikan jalan keluar dalam perbaikan sehingga perkembangan teknologi tetap
Rencana Strategik
40
memberikan peningkatan produktifitas, manfaat, mutu dan keamanan produk yang
dihasilkan.
Semakin majunya teknologi transportasi, mempercepat Obat dan Makanan
beredar secara luas di masyarakat, tentu perkembangan demikian harus tetap dapat
dilakukan pengawasan secara efektif agar produk yang siap dikonsumsi selalu dalam
kondisi memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemerintah Republik Indonesia.
Kemajuan teknologi promosi di berbagai media, semakin efektif dalam
mempromosikan nilai lebih dan menutup risiko suatu produk serta menggeser
perilaku dan permintaan masyarakat. Kehebatan perkembangan promosi menuntut
Balai Besar POM untuk dapat mengendalikan semua model promosi sehingga
setiap promosi dapat memaparkan hal-hal yang menguntungkan bagi konsumen
tanpa ada risiko tersembunyi.
1.2.15 Harmonisasi Standar di Tingkat Global & Regional
Dengan disepakatinya harmonisasi baik tingkat regional maupun global,
proses pembuatanproduk harus memberlakukan standar yang sama. Keunggulan
persaingan perdagangan hanya dapat dilakukan atas dasar ilmiah. Menghadapi hal
tersebut agar produk yang diproduksi di Jawa Tengah dan produk yang masuk dan
atau beredar memberikan perlindungan, manfaat dan daya saing yang lebih tinggi
perlu dijaga dengan sistem pengawasan yang lebih baik.
1.2.16 Dampak Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi menyebabkan kemampuan daya beli masyarakat menjadi
lemah. Dengan kemampuan yang lemah, pemenuhan kebutuhan menjadi kurang
sehingga kondisi kesehatan cenderung menjadi lebih rendah dan kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan akan pengobatan secara mandiri juga kurang. Agar
masyarakat lebih terjaga dari resiko kesehatan, maka pengawasan harus
dioptimalkan.
1.2.17 Ancaman Keamanan Pangan
Jawa Tengah memiliki iklim yang sangat bagus untuk pertumbuhan mikroba.
Dengan penduduk yang banyak, pertumbuhan penjaja makanan berkembang dengan
pesat. Kondisi demikian tentu membuat potensi pangan yang tercemar mikroba
termasuk toksin yang dihasilkan serta penggunaan bahan dengan tujuan untuk
Rencana Strategik
41
pengawet cukup besar. Tentu hal tersebut harus dilakukan antisipasi secara cerdas
agar masyarakat tetap terlindungi kesehatannya.
1.2.18 Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika
Penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, cenderung terus meningkat
seiring dengan upaya sistematis pihak luar untuk memperlemah tingkat ketahanan
nasional. Jenis narkotika dan psikotropika yang disalahgunakan, diperkirakan tetap
jenis narkotika dan psikotropika yang tidak digunakan dalam pengobatan, dan
diproduksi oleh clandestine laboratory, dan diedarkan secara ilegal. Dalam
pemberantasan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika ini, Balai Besar POM di
Semarang harus semakin proaktif dalam perannya sebagai penjuru, khususnya untuk
pengawasan prekursor, bersama mitra kerja dari sektor terkait.
1.2.19 Produk Ilegal
Peredaran produk ilegal dan palsu di jalur gelap, diperkirakan akan tetap
marak. Hal ini terjadi karena belum menyatunya komitmen, pengawasan yang
kurang efektif, meningkatnya permintaan masyarakat yang kurang didukung oleh
daya beli yang memadai dan ketidak percayaan hasil pengobatan formal yang
diterima. Upaya pemberantasan perlu diarahkan untuk lebih konsisten memutus
mata rantai pasokan dan mendorong peningkatan layanan kesehatan formal.
1.2.20 Perkembangan IndustriFarmasi
Di bidang industri farmasi, diprediksikan akan terjadi kemajuan spektakuler
dalam hal penemuan obat-obat baru seiring dengan perkembangan teknologi.
Kemajuan teknologi bio engineering semakin membuka peluang riset obat untuk
meningkatkan penyembuhan penyakit. Tumbuhnya sistem perdagangan global,
akan mendorong pasar ASEAN mengalami perluasan, perluasan perdagangan akan
meliputi harmonisasi di bidang farmasi. Tantangan Balai Besar POM di Semarang
kedepan akan terus bertambah sejalan dengan berkembangnya antara lain Obat Asli
Indonesia.
Jawa Tengah memiliki ragam tanaman berkhasiat banyak, dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional. Adanya kecenderungan
penggunaan Natural Product dalam perawatan dan pengobatan, merupakan peluang
yang harus dimanfaatkan untuk upaya pengembangan obat asli Indonesia.
Rencana Strategik
42
Pengembangan obat asli Indonesia, diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk
tidak mengkonsumsi obat palsu, akibat OAI menjadi demand substitution bagi
permintaan obat konvensional. Di wilayah kerja Balai Besar POM di
Semarangbanyak produsen obat tradisional. Produsen tersebut dapat dikembangkan,
sehingga produk yang dihasilkan semakin mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
baik dari sisi mutu, ketersediaan serta pasar yang semakin luas.
1.2.21 Pengakuan Stake Holders
Program pengawasan Obat dan Makanan telah berjalan dengan cukup baik
dan lancar serta telah lama dikenal dengan baik oleh para stakeholders. Pelaksanaan
program ini dimungkinkan karena telah ditunjang infra struktur dan struktur
organisasi Balai Besar POM di Semarang yang spesifik dirancang sesuai dengan
kriteria organisasi yang berfungsi sebagai organisasi pengawasan Obat dan
Makanan.
1.2.22 Kepedulian Masyarakat.
Dewasa ini masyarakat semakin peduli dan kritis terhadap hak dan
kewajibannya sebagai konsumen. Selain itu telah berkembang lembaga-lembaga
swadaya masyarakat yang peduli terhadap masalah-masalah Obat dan Makanan.
Demikian pula para pelaku usaha yang tergabung dalam berbagai asosiasi telah
mengarah pada peningkatan profesionalisme, di samping menunjukkan kesadaran
yang semakin meningkat terhadap pentingnya aspek mutu dalam memacu
keunggulan daya saing.
1.2.23 Kerjasama dan Networking Lintas Sektor
Kerjasama lintas sektor dalam penegakan hukum, seperti dengan POLRI,
Bea dan Cukai telah berjalan dengan baik dalam pengawasan Obat dan Makanan.
Demikian pula telah terjalin kerjasama teknis yang sangat erat antara lain dengan
Dinas Perindag, Dinas Pertanian, Badan Bimmas, Ketahanan Pangan, Bappeda
pemerintah provinsi kabupaten dan Kota.
Dari hasil sosialisasi Balai Besar POM di Semarang dengan Pemerintah
Daerah utamanya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, semua saling bersinergi untuk
memberikan perlindungan kepada masyarakat. Sejauh ini kerjasama teknis di
lapangan telah berjalan lancar. Pemerintah Kabupaten/Kota sangat antusias terhadap
Rencana Strategik
43
program keamanan pangan yang diinisiasi oleh Balai Besar POM di Semarang dan
mengharapkan terus dilakukan pelatihan-pelatihan teknis untuk meningkatkan mutu
produksi industri rumah tangga di bidang pangan. Secara operasional, Balai Besar
POM di Semarang telah menjadi mitra kerja Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan
program pengawasan Obat dan Makanan. Fasilitas laboratorium Balai Besar POM
di Semarang dapat dimanfaatkan untuk pengujian produk Obat dan Makanan yang
beredar di daerah, maupun untuk memberi jaminan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan produk-produk andalan daerah untuk diekspor.
1.2.24 Komitmen Terselenggaranya Good Governance Pemerintah
Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, BPOM
melaksanakan reformasi birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang
Grand Design 2010-2025. Upaya atau proses RB yang dilakukan BPOM
merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan
dari pelaksanaan RB. Komitmen politik yang kuat dari pemerintah untuk
mewujudkan good governance, merupakan momentum dan environment yang
kondusif bagi terlaksananya praktek regulasi yang baik (good regulatory practices)
di bidang Obat dan Makanan. Komitmen ini sangat mendasar bagi kelanjutan dan
keberhasilan upaya perlindungan masyarakat di bidang Obat dan Makanan di Jawa
Tengah.
1.2.25 Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, BPOM memiliki instansi vertikal atau
UPT BB/Balai POM di tingkat Provinsi. Selain itu, untuk mendukung pengawasan
obat dan Makanan di wilayah perbatasan dengan negara lain dan daerah-daerah
yang sulit dijangkau dari ibukota provinsi, BPOM memiliki Pos POM. Peran
BB/Balai POM dan Pos POM perlu dilakukan penataan dan penguatan baik dari
segi struktur organisasi, kompetensi dan kuantitas SDM, sarana dan prasarana,
maupun koordinasi dengan lintas sektor agar pelaksanaan tugas dan fungsi
pengawasan Obat dan Makanan dapat dilakukan secara lebih optimal. Tantangan
BPOM ke depan adalah melakukan kajian, penataan dan evaluasi organisasi dalam
rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi secara proporsional
menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas
dan fungsi BPOM.
Rencana Strategik
44
1.2.26 Penataan Tatalaksana
Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, BPOM berkomitmen
untuk melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap
kesehatan dan secara terus-menerus meningkatkan pengawasan serta memberikan
pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Komitmen BPOM tersebut
dilakukan melalui penerapan sistem mutu secara konsisten dan ditingkatkan secara
berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau perolehan Quality
Management System ISO 9001:2008, Akreditasi Laboratorium IEC 17025:2005;
1.2.27 Sumber Daya Manusia
Pegawai Balai Besar POM di Semarang, saat ini sejumlah 140 orang. Jika
dibanding sarana dan produk yang harus diawasi untuk menjaga konsistensi mutu
produk yang diproduksi dan beredar di provinsi Jawa Tengah masih belum
seimbang. Komposisi tenaga lulusan D3 dan SLA jumlahnya tidak memadai dengan
beban kerja yang ada.
Semangat pemanfaatan pengalaman praktek kerja sebagai bahan kajian
untuk perkuatan kompetensi individual dan organisasi terbatas. Hal ini membuat
kurang yakin kepada diri sendiri dalam menampilkan keunggulan kompetensi dalam
membangun inovasi penyelesaian tugas pengawasan. Banyak pekerjaan yang
dilaksanakan dalam tugas, namun belum masuk dalam penghitungan SKP.
Sistem manajemen pemerintah menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik
ditingkat organisasi sampai ke level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen
kinerja belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem
manajemen kinerja yang lebih efektif dan efisien.
1.2.28 Sistem Teknologi Informasi
Sistem teknologi informasi masih mengalami banyak masalah. Hal ini
disebabkan antara lain masih terbatasnya kemampuan pengelolaan perangkat lunak
maupun ketersediaan perangkat keras. Sistem on line mestinya dapat digunakan
untuk mengatasi keterbatasan SDM untuk mengerjakan tugas-tugas yang dikelola
menggunakan program dan sistem, namun dengan keterbatasan sarana permasalahan
beban kerja belum dapat diselesaikan secara optimal.
Rencana Strategik
45
1.2.29 Penegakan Hukum
Perlindungan kepada masyarakat atas Obat dan Makanan yang beredar
memerlukan kedisiplinan dan ketaatan pada peraturan. Sebagai konsekuensi dalam
upaya membawa masyarakat taat aturan perlu adanya penegakan hukum.
Pelaksanaan penegakan hukum di bidang Obat dan Makanan masih kurang
memadai, hal ini dikarenakan belum menyatunya komitmen untuk bersama mentaati
peraturan dan sanksi yang belum memberikan penyadaran kepada para pelakunya.
1.2.30 Independensi dan Profesionalisme Balai Besar POM di Semarang
Balai Besar POM di Semarang dalam melaksanakan pengawasan Obat dan
Makanan mempunyai kemampuan profesional yang terpelihara. Temuan hasil
pengawasan di lapangan maupun hasil uji laboratorium ditetapkan secara
profesional dan independen. Tindak lanjut atas temuan dilapangan dilaksanakan
oleh Badan POM sesuai kewenangan Tugas Fungsi yang dimiliki, sedang tindak
lanjut yang kewenangannya ada pada sektor lain temuan disampaikan dengan
rekomendasi tindak lanjut kepada instansi yang bersangkutan.
1.2.31 Eksistensi Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
Para inspektur, auditor dan penguji di Balai Besar POM di Semarang telah
diberikan pendidikan dan pelatihan sesuai bidang tugas masing-masing secara
berkesinambungan dan terprogram sesuai tantangan kedepan. Dengan pembekalan
tersebut kemampuan secara individual maupun team work dapat dipertanggung
jawabkan.
1.2.32 Kompetensi Laboratorium Balai Besar POM di Semarang
Balai Besar POM di Semarang telah memiliki laboratorium pengujian Obat
dan Makanan yang terdiri laboratorium Pengujian Produk Terapetik, Napza dan
Obat Tradisional, Laboratorium Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya, dan
Laboratorium Pengujian Mikrobiologi. Laboratorium telah ditata dan dilengkapi
peralatan, metoda analisa, SDM yang mampu mendeteksi permasalahan Obat dan
Makanan yang beredar di Jawa Tengah. Seluruh kegiatan laboratorium telah
tersertifikasi ISO 17025.
Jika dibandingkan dengan standar yang ditetapkan, sarana-prasarana
pendukung yang dimiliki Balai Besar POM di Semarang belum terpenuhi, kondisi
Rencana Strategik
46
tersebut menyebabkan masih ada pelaksanaan tugas yang belum terlaksana secara
optimal. Sarana pendukung terdiri dari Peralatan Utama dan Bangunan termasuk
fasilitasnya. Adanya penambahan bangunan gedung dan peralatan membawa
konsekuensi meningkatnya anggaran untuk perawatan dan suku cadang untuk
peralatan utama yang harus disediakan.
Tabel 1.8. Pemenuhan Sarana Prasarana Pendukung
Di Balai Besar POM Semarang Tahun 2014
No Sarana Prasarana Standar Kondisi yang ada Prosentase
1 Alat Laboratorium
Utama Kimia dan
Mikrobiologi
71 61 85,15 %
2 Sarana Pendukung
(bangunan dan prasarana
lainnya)
187 162 86,63 %
Jumlah 258 223 86,43 %
Rencana Strategik
47
Tabel 1.9. Rangkuman Analisis SWOT Balai Besar POM di Semarang
No KEKUATAN No KELEMAHAN
1 Independensi dan profesionalisme Balai
Besar POM di Semarang
1 Jumlah SDM belum memadahi
2 Eksistensi system pengawasan Obat dan
Makanan
2 Dukungan sistem Teknologi Informasi
masih kurang
3 Kompetensi Laboratorium Balai Besar
POM di Semarang
3 Penegakan hukum masih lemah
4 Kompetensi SDM Balai Besar POM di
Semarang
4 Unit Pelaksana Teknis terbatas hanya
sampai tingkat provinsi
5 Integritas pelayanan public yang diakui
secara nasional
5 Kelembagaan Pusat dengan Balai
belum sinergi
6 Terbatasnya sarana prasarana baik
pendukung maupun utama
No PELUANG No TANTANGAN
1 Perkembangan Industri Farmasi 1 Menipisnya entry barrier
2 Pengembangan Obat Asli Indonesia 2 Perkembangan teknologi produksi dan
transporttasi
3 Pengakuan Stake Holders 3 Harmonisasi standar di tingkat global
dan regional
4 Kepedulian masyarakat 4 Dampak krisis ekonomi
5 Kerjasama dan networking dengan Lintas
Sektor
5 Ancaman keamanan pangan
6 Komitmen terselenggaranya Good
Government
6 Penyalahgunaan narkoba dan
psikotropika
7 Tingginya laju pertumbuhan penduduk
menyebabkan meningkatnya
permintaan/penggunaan produk Obat dan
Makanan
7 Produk ilegal
8 Adanya Program Nasional (JKN dan SKN) 8 Implementasi Program Fortifikasi
Pangan
9 Ketergantungan impor bahan baku obat
10 Produk Obat dan Makanan sangat
bervariasi
11 Munculnya (kembali) berbagai
penyakit baru
12 Perubahan pola hidup masyarakat
(sosial dan ekonomi)
Selama periode 2010-2014, pelaksanaan peran dan fungsi Balai Besar POM
di Semarang telah diupayakan secara optimal untuk mencapai target kinerja. Tiga
hal yang secara terus menerus menjadi perhatian dalam memberikan perlindungan
masyarakat yang semakin optimal: (1) belum optimalnya pengawasanpenerapan
cara yang baik pada sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan, (2) belum
optimalnya pengawasan Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat (post-
market) dan (3) belum efektifnya pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi
Informasi dan Edukasi dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat
dan Makanan. Dari permasalahan tersebut terdapat beberapa penyebab potensial dan
strategis bagi Balai Besar POM di Semarang untuk dilakukan pembenahan di masa
Rencana Strategik
48
mendatang. Diharapkan pencapaian kinerja berikutnya akan lebih optimal. Di bawah
ini (Gambar 1.6) adalah diagram yang menunjukkan analisa permasalahan pokok
dan isu-isu strategis sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan sebagai berikut:
Gambar 1.6. Diagram Permasalahan dan Peran Badan POM
PERAN BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN
Penguatan kebijakan teknis
pengawasan (RegulatorySystem)
Pembinaan dan bimbingan kepada
pemangku kepentingan
BELUM OPTIMALNYA PERAN BPOM DALAM
MELAKSANAKAN PENGAWASAN OBAT DAN
MAKANAN
Belum optimalnya
sistem pengawasan Obat
dan Makanan
Belum optimalnya pembinaan
dan bimbingan kepada
pemangku kepentingan
melalui Kerjasama,
Komunikasi, Informasi dan
Edukasi Publik
Masih terbatasnya
kapasitas kelembagaan
Rencana Strategik
49
Berdasarkan kondisi yang terpapar di Jawa Tengah, BBPOM di Semarang
perlu terus dilakukan penguatan, baik secara kelembagaan maupun manajemen
sumber daya manusianya, agar pencapaian kinerja di masa datang semakin baik dan
dapat memastikan berjalannya proses pengawasan Obat dan Makanan yang
produktif dalam menjaga keamanan, mutu serta khasiat/manfaat Obat dan Makanan,
sehingga memberikan kontribusi yang maksimal bagi pembangunan kesehatan dan
perekonomian masyarakat. Untuk itu perlu diperkuat peningkatan kinerja melalui:
1. Penguatan sistem dalam pengawasan Obat dan Makanan,
2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui Kerjasama, Komunikasi,
Informasi dan Edukasi Publik untuk mendorong kemandirian pelaku
usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta
memperkuat kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan,
3. Penguatan kapasitas kelembagaan Badan POM, serta meningkatkan
efisiensi dan produktivitas pengelolaan sumber daya.
Untuk memperkuat peran dan kewenangan tersebut, akan terus melakukan
perbaikan dan pengembangan secara kelembagaan serta penguatan regulasi,
khususnya peraturan perundang-undangan yang menyangkut peran dan tugas pokok
dan fungsinya. Dengan kemampuan terobosan dalam melakukan evaluasi, dan
perbaikan melalui inovasi dan kajian risiko, diharapkan mampu mendorong
percepatan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional.
Rencana Strategik
50
BAB II
VISI, MISI, BUDAYA ORGANISASI, TUJUAN DAN
SASARAN STRATEGIS
2.1 VI S I
Dalam menghadapi dinamika lingkungan dengan segala bentuk
perubahannya, serta tugas dan fungsiBalai Besar Pengawas Obat Makanan di
Semarangsebagai unit pelaksana teknis Badan POM, telah bersepakat menetapkan
visi sebagai berikut:
”Obat dan MakananAmanMeningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya
Saing Bangsa”
Penjelasan Visi:
Proses penjaminan pengawasan Obat dan Makananharus melibatkan
masyarakat dan pemangku kepentingandilaksanakan secara akuntabel serta
diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan yang lebih baik. Sejalan
dengan itu, maka pengertian kata Aman dan Daya Saing adalah sebagai berikut:
Aman : Keadaan bebas dari bahaya. Semua Obat dan Makanan harus
dijamin keamanannya, agar tidak membahayakan bagi masyarakat
penggunanya.
Daya Saing : Kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang telah
memenuhi standar, baik standar nasional maupun internasional,
sehingga ada kesiapan suatu produk bangsa untuk interaksi daya
saing di masa depan. Agar menjadi kompetitif, dalam arti memiliki
peluang untuk menang bagi sejumlah pemain industri yang
menghadapi biaya tinggi.
2.2 M I S I
Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan,Balai Besar POM di
Semarangmemutuskan misi:
2.2.1. Meningkatkan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko
untuk melindungi masyarakat
Pengawasan Obat dan Makanan merupakan satu-kesatuan fungsi (full
spectrum) mencakup standardisasi, penilaian produk sebelum beredar, pemeriksaan
sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian produk serta penegakan
Rencana Strategik
51
hukum. Menyadari kompleksnya tugas yang diemban dalam melindungi masyarakat
dari produk yang tidak aman dengan tujuan akhir adalah masyarakat sehat, serta
berdaya saing, maka perlu disusun suatu sasaran strategis khusus yang mampu
mengawalnya. Agar kinerja pengawasan Obat dan Makanan optimal, perlu
ditetapkan prioritas dalam penyelenggaraan tugas. Untuk itu pengawasan Obat dan
Makanan didesain berdasarkan analisis risiko, sehingga memberikan hasil kerja
produktif dan efisien dalam menggunakan anggaran dan sumber daya.
2.2.2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan
keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan
pemangku kepentingan.
Dalam 5 (lima) tahun ke depan, paradigma pengawasan Obat dan Makanan
harus diubah yang sebelumnya adalah “watchdog” control menjadi pro-active
control dengan mendorong penerapan Risk Management Program oleh industri.
Sebagai salah satu pilar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM), pelaku
usaha mempunyai peran yang sangat strategis dalam pengawasan Obat dan
Makanan. Pelaku usaha harus bertanggungjawab memenuhi standar dan persyaratan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku terkait dengan produksi dan distribusi Obat
dan Makanan sehingga menjamin Obat dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan
aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu. Sebagai lembaga pengawas, BPOM
harus mampu membina dan mendorong pelaku usaha untuk dapat memberikan
produk yang aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu. Dengan pembinaan secara
berkelanjutan, ke depan diharapkan pelaku usaha mempunyai kemandirian dalam
memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan. Era perdagangan bebas telah
dihadapi oleh seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Sementara itu, kontribusi
industri Obat dan Makanan terhadap Pendapatan Nasional Bruto (PDB) cukup
siginifikan. Industri makanan, minuman dan tembakau memiliki kontribusi PDB
non migas di tahun 2012 sebesar 36,33 persen, sementara Industri Kimia dan
Farmasi sebesar 12,59 persen (sumber: Laporan Kemenperin 2004-2012).
Perkembangan industri makanan, minuman dan farmasi (obat) dari tahun 2004
sampai dengan 2012 juga mempunyai tren yang meningkat. Hal ini tentunya
merupakan suatu potensi yang luar biasa untuk industri tersebut berkembang lebih
pesat. Industri dalam negeri harus mampu bersaing baik di pasar dalam maupun luar
negeri. Sebagai contoh, masih besarnya impor bahan baku obat dan besarnya pangsa
pasar dalam negeri dan luar negeri menjadi tantangan industri obat untuk dapat
Rencana Strategik
52
berkembang. Demikian halnya dengan industri makanan, obat tradisional, kosmetik,
suplemen kesehatan juga harus mampu bersaing. Kemajuan industri Obat dan
Makanan secara tidak langsung dipengaruhi dari sistem serta dukungan regulatory
yang mampu diberikan oleh BPOM. Sehingga BPOM berkomitmen untuk
mendukung peningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan keamanan,
khasiat/manfaat dan mutu Obat dan Makanan. Masyarakat sebagai konsumen juga
mempunyai peran yang sangat strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan.
Sebagai salah satu pilar pengawasan Obat dan Makanan, masyarakat diharapkan
dapat memilih dan menggunakan Obat dan Makanan yang memenuhi standar, dan
diberi kemudahan akses informasi dan komunikasi terkait Obat dan Makanan.
Untuk itu, BPOM melakukan berbagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam mendukung pengawasan melalui kegiatan
Pemberdayaan, Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat, serta
kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya sehingga mampu melindungi diri
sendiri dan terhindar dari produk Obat dan Makanan yang mengandung bahan
berbahaya dan ilegal. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPOM tidak dapat
berjalan sendiri, sehingga diperlukan kerjasama atau kemitraan dengan pemangku
kepentingan lainnya. Dalam era otonomi daerah, khususnya terkait dengan bidang
kesehatan, peran daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan serta
kebijakan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan
nasional di bidang kesehatan. Pengawasan Obat dan Makanan bersifat unik karena
tersentralisasi, yaitu dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pusat dan
diselenggarakan oleh Balai di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya menjadi tantangan
tersendiri dalam pelaksanaan tugas pengawasan, karena kebijakan yang diambil
harus bersinergi dengan kebijakan dari Pemerintah Daerah sehingga pengawasan
dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Pengawasan Obat dan Makanan dilakukan
terus-menerus, melalui proses pemeriksaan untuk mendorong penerapan sistem
mutu secara konsisten. Tindak lanjut hasil pemeriksaan dilakukan secepatnya.
Dengan penerapan sistem mutu secara konsisten dapat mendorong
dihasilkan/diedarkannya produk unggul dalam hal keamanan, bermanfaat/berkhasiat
dan bermutu.
Dengan keunggulan produk diharapkan dapat dicapai perluasan dan
pemenangan pasar. Selanjutnyacapaian tersebut dapat digunakan sebagai sarana
penyerapan tenaga kerja yang sekaligus menekan terjadinya pengangguran.
Rencana Strategik
53
2.2.3. Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan BPOM
Untuk mendorong misi pertama dan kedua, diperlukan sumber daya yang
memadai dalam mencapai kapasitas kelembagaan yang kuat. Hal ini membutuhkan
sumber daya yang merupakan modal penggerak organisasi. Sumber daya dalam hal
ini terutama terkait dengan sumberdaya manusia dan sarana-prasarana penunjang
kinerja. Ketersediaansumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya,
menuntutBPOM harus mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimalmungkin
agar dapat mendukung terwujudnya sasaran program dankegiatan yang telah
ditetapkan. Pada akhirnya, pengelolaan sumber dayayang efektif dan efisien menjadi
sangat penting untuk diperhatikan olehseluruh elemen organisasi.Di samping itu,
BPOM sebagai suatu LPNK yang dibentuk pemerintahuntuk melaksanakan tugas
tertentu tidak hanya bersifat teknis semata(techno structure), namun juga
melaksanakan fungsi pengaturan(regulating), pelaksana (executing), dan
pemberdayaan (empowering).Untuk itu, diperlukan penguatan
kelembagaan/organisasi. Kelembagaantersebut meliputi struktur yang kaya dengan
fungsi, proses bisnis yangtertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan
nilaiorganisasi.Misi BPOM merupakan langkah utama yang disesuaikan dengan
tugaspokok dan fungsi BPOM. Pengawasan pre- dan post-market yangberstandar
internasional diterapkan dalam rangka memperkuat BPOMmenghadapi tantangan
globalisasi. Dengan penjaminan mutu produkObat dan Makanan yang konsisten,
yaitu memenuhi standar aman,berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, diharapkan
BPOM mampumelindungi masyarakat dengan optimal.Dari segi organisasi, perlu
meningkatkan kualitas kinerja dengan tetapmempertahankan sistem manajemen
mutu dan prinsip organisasipembelajar (learning organization). Untuk mendukung
itu, maka BPOMperlu untuk memperkuat koordinasi internal dan
meningkatkankapasitas sumber daya manusia serta saling bertukar
informasi(knowledge sharing).
2.3 BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus
dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan
tugasnya. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh-kembang dalam organisasi
menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya.
Rencana Strategik
54
2.3.1 Profesional
Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan
komitmen yang tinggi.
2.3.2 Integritas
Konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur dan keyakinan
2.3.3 Kredibilitas
Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan
internasional.
2.3.4 Kerjasama Tim
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.
2.3.5 Inovatif
Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini.
2.3.6 Responsif/Cepat Tanggap
Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.
2.4 TUJUAN
Dalam rangka pencapaian visi dan misi pengawasan Obat dan
Makanan, maka tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu 2015-2019
adalah sebagai berikut:
2.4.1 Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan aman, bermanfaat, dan
bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat;
2.4.2 Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global
dengan menjamin mutu dan mendukung terciptanya iklim inovasi yang
kondusif.
Ukuran keberhasilan atau indikator kinerja untuk tujuan tersebut di
atas,adalah :
a. Tingkat kepatuhan pelaku usaha Obat dan Makanan dalam memenuhi
ketentuan;
b. Tingkat kepuasan pelaku usaha terhadap pemberian bimbingan dan
pembinaan pengawasan Obat dan Makanan
Rencana Strategik
55
2.5 SASARAN STRATEGIS
Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi, dengan
mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya serta infrastruktur yang
dimiliki BBPOM di Semarang. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun (2015-2019)
kedepan diharapkan dapat mencapai sasaran strategis sebagai berikut:
2.5.1 Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
Komoditas dan produk yang menjadi obyek pengawasan BPOM tergolong
produk berisiko tinggi yang sama sekali tidak ada ruang untuk toleransi terhadap
produk yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan khasiat/manfaat. Dalam
konteks ini, pengawasan tidak dapat dilakukan secara parsial hanya pada produk
akhir yang beredar di masyarakat tetapi harus dilakukan secara komprehensif dan
sistemik. Pada seluruh mata rantai pengawasan tersebut, harus ada sistem yang dapat
mendeteksi secara dini jika terjadi degradasi mutu, produk sub standar dan hal-hal
lain untuk dilakukan pengamanan sebelum merugikan konsumen/masyarakat.
Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh BPOM
merupakan suatu proses yang komprehensif, mencakup pengawasan pre-market dan
post-market. Sistem itu terdiri dari: pertama, standardisasi yang merupakan fungsi
penyusunan standar, regulasi, dan kebijakan terkait dengan pengawasan Obat dan
Makanan. Standardisasi dilakukan terpusat, dimaksudkan untuk menghindari
perbedaan standar yang mungkin terjadi akibat setiap provinsi membuat standar
tersendiri. Kedua, penilaian (pre-market evaluation) yang merupakan evaluasi
produk sebelum memperoleh nomor izin edar dan akhirnya dapat diproduksi dan
diedarkan kepada konsumen. Penilaian dilakukan terpusat, dimaksudkan agar
produk yang memiliki izin edar berlaku secara nasional. Ketiga, pengawasan setelah
beredar (post-market control) untuk melihat konsistensi mutu produk, keamanan dan
informasi produk yang dilakukan dengan melakukan sampling produk Obat dan
Makanan yang beredar, serta pemeriksaan sarana produksi dan distribusi Obat dan
Makanan, pemantauan farmakovigilan dan pengawasan label/penandaan dan iklan.
Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten, dan
terstandar. Pengawasan ini melibatkan Balai Besar/Balai POM di 33 provinsi dan
wilayah yang sulit terjangkau/perbatasan dilakukan oleh Pos Pengawasan Obat dan
Makanan (Pos POM). Keempat, pengujian laboratorium. Produk yang disampling
berdasarkan risiko kemudian diuji melalui laboratorium guna mengetahui apakah
Rencana Strategik
56
Obat dan Makanan tersebut telah memenuhi syarat keamanan, khasiat/manfaat dan
mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan dasar ilmiah yang digunakan sebagai
dasar penetapan produk tidak memenuhi syarat yang digunakan untuk ditarik dari
peredaran. Kelima, penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
Penegakan hukum didasarkan pada bukti hasil pengujian, pemeriksaan, maupun
investigasi awal. Proses penegakan hukum sampai dengan projusticia dapat berakhir
dengan pemberian sanksi administratif seperti dilarang untuk diedarkan, ditarik dari
peredaran, dicabut izin edar, disita untuk dimusnahkan. Jika pelanggaran masuk
pada ranah pidana, maka terhadap pelanggaran Obat dan Makanan dapat diproses
secara hukum pidana. Prinsip ini sudah sejalan dengan kaidah-kaidah dan fungsi-
fungsi pengawasan full spectrum di bidang Obat dan Makanan yang berlaku secara
internasional. Diharapkan melalui pelaksanaan pengawasan pre-market dan post-
market yang profesional dan independen akan dihasilkan produk Obat dan Makanan
yang aman, dan berkhasiat/manfaat dan bermutu.
Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka indikatornya sebagai
berikut:
a. Persentase Obat yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019
sebesar 93,50 %;
b. Persentase Obat Tradisional yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun
2019 sebesar 80,00 %;
c. Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019
sebesar 95,50 %;
d. Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat dengan target sampai
tahun 2019 sebesar 98,00 %;
e. Persentase Makanan yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019
sebesar 88,00 % ;
2.5.2 Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku
kepentingan dan partisipasi masyarakat
Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu program yang terkait
dengan banyak sektor, baik pemerintah maupun non pemerintah. Untuk itu perlu
dijalin suatu kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasiyang baik. Pengawasan
oleh pelaku usaha sebaiknya dilakukan dari hulu ke hilir, dimulai dari pemeriksaan
bahan baku, proses produksi, distribusi hingga produk tersebut dikonsumsi oleh
Rencana Strategik
57
masyarakat. Pelaku usaha mempunyai peran dalam memberikan jaminan produk
Obat dan Makanan yang memenuhi syarat (aman, khasiat/bermanfaat dan bermutu)
melalui proses produksi yang sesuai dengan ketentuan. Asumsinya, pelaku usaha
memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk memelihara sistem manajemen
risiko secara mandiri. Dalam hal ini dari sisi pemerintah, BPOM bertugas dalam
menyusun kebijakan dan regulasi terkait Obat dan Makanan yang harus dipenuhi
oleh pelaku usaha dan mendorong penerapan Risk Management Program oleh
industri. Kemandirian pelaku usaha diasumsikan akan berkontribusi pada
peningkatan daya saing Obat dan Makanan. Tanpa meninggalkan tugas utama
pengawasan, BPOM berupaya memberikan dukungan kepada pelaku usaha untuk
memperoleh kemudahan dalam usahanya yaitu dengan memberikan insentif,
clearinghouse, dan pendampingan regulatory. Masing-masing kedeputian di BPOM
mempunyai upaya yang berbeda dalam memberikan dukungan regulatory, sesuai
dengan bidang lingkupnya. Kerjasama yang telah dilakukan oleh BPOM belum
dilakukan dengan program yang terukur dan sistematis. Untuk mendorong
kemitraan dan kerjasama yang lebih sistematis, dapat dilakukan melalui tahapan
identifikasi tingkat kepentingan setiap lembaga/institusi, baik pemerintah maupun
sektor swasta dan kelompok masyarakat terhadap tugas pokok dan fungsi BPOM,
identifikasi sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing institusi tersebut dalam
mendukung tugas yang menjadi mandat BPOM, dan menentukan indikator bersama
atas keberhasilan program kerjasama. Kerjasama dan kemitraan dapat dilakukan
dengan saling mendukung serta berbagi sumber daya (dana, program atau SDM)
yang tersedia di masing-masing lembaga dengan terlebih dahulu menentukan tujuan
dan kerangka kerjasamanya, atau dengan “mendelegasikan” program-program yang
ada di BPOM kepada lembaga/kelompok masyarakat yang memiliki program yang
sejalan dengan BPOM dengan mendukung pembiayaan program lembaga tersebut.
Untuk memastikan bahwa kerjasama ini bisa berjalan dengan baik dan
berkelanjutan, maka harus disusun kesepakatan (MoU) yang mengikat kedua belah
pihak dengan mengacu pada tujuan kerjasama yang telah disepakati termasuk
mekanisme dan sistem monitoring dan evaluasi. Komunikasi yang efektif dengan
mitra kerja di daerah merupakan hal yang wajib dilakukan, baik oleh Pusat maupun
BB/Balai POM sebagai tindak lanjut hasil pengawasan. Untuk itu, 5 (lima) tahun ke
depan, BB/Balai POM perlu melakukan pertemuan koordinasi dengan dinas terkait,
setidaknya dua kali dalam satu tahun. Hal ini diutamakan untuk pertemuan
Rencana Strategik
58
koordinasi dalam pengawalan obat dalam JKN. Selain itu, terkait dengan subsistem
pengawasan Obat dan Makanan oleh masyarakat sebagai konsumen, kesadaran
masyarakat terkait Obat dan Makanan yang memenuhi syarat harus diciptakan. Obat
dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan di pasaran (masyarakat) masih
berpotensi untuk tidak memenuhi syarat, sehingga masyarakat harus lebih cerdas
dalam memilih dan menggunakan produk Obat dan Makanan yang aman,
bermanfaat dan bermutu.
Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka indikatornya sebagai
berikut:
a. Tingkat kepuasan masyarakat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 85,50 %
dan
b. Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan
pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran
pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan dengan target sampai tahun 2019
sebesar 35 Kabupaten/Kota.
2.5.3 Meningkatnya Kualitas Kapasitas Kelembagaan
Sejalan dengan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik
(good governance) seperti termuat dalam RPJMN 2015-2019, BPOM berupaya
untuk terus melaksanakan Reformasi Birokrasi (RB) di 8 (delapan) area perubahan.
Hal ini dalam rangka menciptakan birokrasi yang bermental melayani yang
berkinerja tinggi sehingga kualitas pelayanan publik BPOM akan meningkat.
Kualitas tatakelola pemerintahan adalah prasyarat tercapainya tujuan dan
sasaran strategis BPOM (1 dan 2). Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik
secara konsisten ditandai dengan berkembangnya aspek keterbukaan, akuntabilitas,
efektivitas, efisiensi, supremasi hukum, keadilan, dan partisipasi masyarakat.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (KIP) menjadi landasan untuk memantapkan penerapan prinsip-prinsip good
governance dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu, untuk
menginstitusionalisasi keterbukaan informasi publik, telah ditetapkan Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di BPOM.
Pada tahun 2015-2019, Badan POM berupaya untuk meningkatkan hasil
penilaian eksternal meliputi penilaian RB, Opini BPK dan SAKIP. Selain upaya
internal, peningkatan hasil penilaian suprasistem akan terjadi dengan adanya
Rencana Strategik
59
dukungan eksternal antara lain dengan adanya (i) dukungan kebijakan pemenuhan
target kuantitas dan kualitas SDM diBadan POM agar beban kerja lebih realistis, (ii)
penguatan organisasi, (iii) dukungan anggaran.
Sumber daya meliputi 5 M (man, material, money, method, and machine)
merupakan modal penggerak organisasi. Ketersediaan sumber daya yang terbatas
baik jumlah dan kualitasnya, menuntut kemampuan BPOM untuk mengelola sumber
daya tersebut seoptimal mungkin dan secara akuntabel agar dapat mendukung
terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya,
pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk
diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi.
Untuk melaksanakan tugas BPOM, diperlukan penguatan kelembagaan/
organisasi. Penataan dan penguatan organisasi bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan
tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM.
Penataan tata laksana bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem
dan prosedur kerja.Selain itu, untuk mendukung Sasaran Strategis 1 dan 2, perlu
dilakukan penguatan kapasitas SDM dalam pengawasan Obat dan Makanan. Dalam
hal ini pengelolaan SDM harus sejalan dengan mandat transformasi UU ASN yang
dimulai dari (i) penyusunan dan penetapan kebutuhan, (ii) pengadaan, (iii) pola
karir, pangkat, dan jabatan, (iv) pengembangan karir, penilaian kinerja, disiplin, (v)
promosi-mutasi, (vi) penghargaan, penggajian, dan tunjangan, (vii) perlindungan
jaminan pensiun dan jaminan hari tua, sampai dengan (viii) pemberhentian.
Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka indikatornya adalah
Nilai SAKIP dengan target sampai tahun 2019 memperoleh nilai A.
Dari pembahasan ketiga sasaran strategis tersebut, maka ditetapkan 6
(enam) Indikator Kinerja Utama (IKU) Balai Besar POM di Semarang sebagai
berikut:
1. Persentase Obat yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019
sebesar 93,50 %;
2. Persentase Obat Tradisional yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun
2019 sebesar 80,00 %;
3. Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019
sebesar 95,50 %;
Rencana Strategik
60
4. Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat dengan target sampai
tahun 2019 sebesar 98,00 %;
5. Persentase Makanan yang memenuhi syarat dengan target sampai tahun 2019
sebesar 88,00 % ;
6. Tingkat kepuasan masyarakat dengan target sampai tahun 2019 sebesar 85,50 %
Adapun ringkasan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator
Kinerja BPOM periode 2015-2019 sesuai penjelasan di atas, sebagai berikut :
Tabel 2.1.Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja
Balai Besar POM di Semarangperiode 2015-2019
*) Indikator Kinerja Utama BBPOM di Semarang
VISI MISI TUJUAN SASARAN
STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
Obat dan
Makanan Aman
Meningkatkan
Kesehatan
Masyarakat dan
Daya Saing
Bangsa
Meningkatkan sistem
pengawasan Obat
dan Makanan
berbasis risiko untuk
melindungi
masyarakat
Meningkatnya
jaminan produk
Obat dan
Makanan aman
Menguatnya Sistem
Pengawasan Obat dan
Makanan
1. Persentase obat yang
memenuhi syarat;*)
2. Persentase obat Tradisional
yang memenuhi syarat;*)
3. Persentase Kosmetik yang
memenuhi syarat;*)
4. Persentase Suplemen
Kesehatan yang memenuhi
syarat;*)
5. Persentase makanan yang
memenuhi syarat.*)
Mendorong
kemandirian pelaku
usaha dalam
memberikan jaminan
keamanan Obat dan
Makanan serta
memperkuat
kemitraan dengan
pemangku
kepentingan.
Meningkatnya
daya saing Obat
dan Makanan di
pasar lokal dan
global dengan
menjamin mutu
dan mendukung
inovasi
Meningkatnya
kemandirian pelaku
usaha, kemitraan
dengan pemangku
kepentingan dan
partisipasi masyarakat
1. Tingkat kepuasan
masyarakat.*)
2. Jumlah Kabupaten/Kota
yang memberikan komitmen
untuk pelaksanaan
pengawasan Obat dan
Makanan dengan
memberikan alokasi
anggaran pelaksanaan
regulasi Obat dan Makanan.
Meningkatkan
kapasitas
kelembagaan BPOM
Meningkatnya
Kualitas Kapasitas
Kelembagaan BPOM
1. Nilai SAKIP
Rencana Strategik
61
Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja BBPOM di Semarang
periode 2015-2019 sesuai penjelasan di atas, adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2.Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kegiatan
Balai Besar POM di Semarang Periode 2015-2019
VISI MISI TUJUAN SASARAN
STRATEGIS
INDIKATOR KEGIATAN
bat dan
Makanan
Aman
Meningkatkan
Kesehatan
Masyarakat
dan Daya
Saing Bangsa
Meningkatkan sistem
pengawasan Obat dan
Makanan berbasis risiko
untuk melindungi
masyarakat
Meningkatnya
jaminan produk
Obat dan
Makanan aman
Menguatnya
Sistem
Pengawasan Obat
dan Makanan
1. Jumlah sampel yang diuji
menggunakan parameter kritis
2. Pemenuhan target sampling
produk Obat di sektor publik
(IFK)
3. Persentase cakupan pengawasan
sarana produksi Obat dan
Makanan
4. Persentase cakupan pengawasan
sarana distribusi Obat dan
Makanan
5. Jumlah Perkara di bidang Obat
dan Makanan
Mendorong kemandirian
pelaku usaha dalam
memberikan jaminan
keamanan Obat dan
Makanan serta memperkuat
kemitraan dengan
pemangku kepentingan.
Meningkatnya
daya saing Obat
dan Makanan di
pasar lokal dan
global dengan
menjamin mutu
dan mendukung
inovasi
Meningkatnya
kemandirian
pelaku usaha,
kemitraan dengan
pemangku
kepentingan dan
partisipasi
masyarakat.
6. Jumlah layanan informasi
BB/BPOM
7. Jumlah komunitas yang
diberdayakan
Meningkatkan kapasitas
kelembagaan BPOM
Meningkatnya
Kualitas
Kapasitas
Kelembagaan
BPOM
8. Persentase pemenuhan sarana dan
prasarana sesuai standar
9. Jumlah dokumen perencanaan,
penganggaran, dan evaluasi yang
dilaporkan tepat waktu
Rencana Strategik
62
BAB III
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI
DAN KERANGKA KELEMBAGAAN
3.1 ARAH KEBIJAKANDAN STRATEGIBADAN POM
Sebagaimana visi dan misi pembangunan nasional periode 2015-2019, untuk
mewujudkan visi dilaksanakan 7 (tujuh) misi pembangunan yang salah satunya
adalah mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan
sejahtera. Visi-misi ini selanjutnya dijabarkan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas
pembangunan yang disebut NAWA CITA, sebagai berikut:
1. Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh Warga Negara (Perkuat peran dalam
kerjasama global dan regional),
2. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan
terpercaya (membangun transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah),
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
desa dalam kerangka Negara Kesatuan (pengurangan ketimpangan antar
kelompok ekonomi masyarakat),
4. Memperkuat kehadiran Negara dalam melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya
(pemberantasan narkotika dan psikotropika),
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia (pembangunan kesehatan
khususnya pelaksanaan program Indonesia sehat),
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional
(peningkatan kapasitas inovasi dan teknologi),
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan setor-sektor strategis
ekonomi domestik (peningkatan kedaulatan pangan),
8. Melakukan revolusi karakter bangsa, dan
9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab BPOM pada periode 2015-
2019, maka BPOM utamanya akan mendukung agenda nawacita ke 5 meningkatkan
kualitas hidup manusia Indonesia dengan menunjang program Indonesia Sehat
melalui pengawasan obat dan makanan. Selain itu juga mendukung 4 (empat)
agenda prioritas pembangunan sebagaimana Tabel 3.1 berikut ini.
Rencana Strategik
63
Tabel 3.1.Sembilan Agenda Prioritas Pembangunan (NAWACITA)
Peningkatan kualitas hidup manusia tidak hanya tercermin pada penyediaan
lapangan pekerjaan dan jaminan pendapatan semata, melainkan juga pemenuhan
hak-hak dasar warga negara untuk memperoleh layanan publik. Dalam perspektif
tersebut, pembangunan manusia dimaksudkan untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia yang sehat, berpendidikan, berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya, dan beradab, serta berdaya saing untuk menciptakan kemakmuran dan
kesejahteran bagi seluruh bangsa Indonesia. Kualitas SDM tercermin dari tingkat
pendidikan, kesehatan dan pendapatan penduduk yang menjadi komponen initi
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM Indonesia terus mengalami peningkatan
dari 71,8 tahun 2009 menjadi 73,8 pada tahun 2013.
Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan di atas, perlu disertai gerakan
Revolusi Mental, dengan mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku
setiap orang, yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan, sehingaIndonesia
menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Revolusi Mental mengandung nilai-nilai esensial yang harus diinternalisasi baik
pada setiap individu maupun bangsa, yaitu: etos kemajuan, etika kerja, motivasi
berprestasi, disiplin, taat hukum dan aturan, berpandangan optimistis, produktif-
Rencana Strategik
64
inovatif-adaptif, kerja sama dan gotong royong, dan berorientasi pada kebajikan
publik dan kemaslahatan umum.
Dalam Sasaran Pokok RPJMN 2015-2019, BPOM termasuk dalam 2 (dua)
bidang yaitu 1) Bidang Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama - Subbidang
Kesehatan dan Gizi Masyarakat, dan 2) Bidang Ekonomi- Sub bidang UMKM dan
Koperasi.
Fokus pada pembangunan subbidang kesehatan dan SDM, tantangan ke
depan adalah meningkatkan upaya promotif dan preventif; meningkatkan pelayanan
kesehatan ibu anak, perbaikan gizi (spesifik dan sensitif), mengendalikan penyakit
menular maupun tidak menular, meningkatkan pengawasan obat dan makanan, serta
meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan.
Sebagai salah satu aspek pendukung pembangunan manusia di bidang
kesehatan dan gizi masyarakat, pengawasan Obat dan Makanan dihadapkan pada
beberapa tantangan. Beberapa permasalahan dan Isu Strategis terkait pengawasan
Obat dan Makanan tercakup dalam Permasalahan dan Isu Strategis ke-5: Pemenuhan
Ketersediaan Farmasi, Alat Kesehatan, danPengawasan Obat dan Makanan. Saat ini
persentase obat yang telah memenuhi standar mutu, khasiat dan keamanan baru
mencapai 92 persen. Pada tahun 2014 industri farmasi yang memenuhi CPOB
terkini baru mencapai 83,66%.
Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah meningkatnya status kesehatan ibu
dan anak, meningkatnya status gizi masyarakat, meningkatnya pengendalian
penyakit menular dan tidak menular, serta meningkatnya penyehatan lingkungan,
meningkatnya pemerataan akses dan mutu pelayanan kesehatan, meningkatnya
perlindungan finansial, meningkatnya ketersediaan,persebaran, dan mutu sumber
daya manusia kesehatan, serta memastikan ketersediaan obat dan mutu Obat dan
Makanan. Sasaran pokok tersebut antara lain tercermin dari indikator yang terkait
BPOM sebagai berikut:
No Indikator Status Awal Target 2019
1 Persentase Obat yang memenuhi syarat 92,0 94,0
2
Persentase Makanan yang memenuhisyarat
87,6 90,1
(Sumber: RPJMN 2015-2019)
Rencana Strategik
65
Untuk mewujudkan pencapaian sasaran pembangunan bidang Kesehatan
dan Gizi Masyarakat tahun 2015-2019, ditetapkan satu arah kebijakan
pembangunan di bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat yang terkait
denganBPOM adalah “Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan”,
melalui strategi:
1. Penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko;
2. Peningkatan sumber daya manusia pengawas Obat dan Makanan;
3. Penguatan kemitraan pengawasan Obat dan Makanan dengan pemangku
kepentingan;
4. Peningkatan kemandirian pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko oleh
masyarakat dan pelaku usaha;
5. Peningkatan kapasitas dan inovasi pelaku usaha dalam rangka mendorong
peningkatan daya saing produk Obat dan Makanan; dan
6. Penguatan kapasitas dan kapabilitas pengujian Obat dan Makanan.
Pengawasan Obat dan Makanan terkait dengan 1 (satu) dari 5 (lima) strategi
Pembangunan Ekonomi, subbidang UMKM dan Koperasi, yaitu dalam hal
peningkatan nilai tambah produk melalui peningkatan penerapan standardisasi
produk dan sertifikasi halal, keamanan pangan dan obat.
Pada Matriks Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan
KehidupanBeragama, terdapat 3 (tiga) program lintas di bawah koordinasi
MenkoPembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yang melibatkan BPOM
yaitu:
Program Lintas Percepatan Perbaikan Gizi Masyarakat, terdiri atas 12 Program
di 11 K/L termasuk Program Pengawasan Obat dan Makanan yang dilaksanakan
melalui 3 (tiga) kegiatan dan diukur dengan ukuran 1 (satu) indikator kinerja
program (IKP) dan 5 (lima) indikator kinerja kegiatan (IKK), sebagai berikut:
Rencana Strategik
66
Kode Program/Kegiatan Indikator
1.2 Program Pengawasan
Obat dan Makanan
Persentase Makanan yang Memenuhi Syarat
1.2.1 Pengawasan Produk
dan Bahan Berbahaya
Persentase sarana distribusi yang menyalurkan
bahan berbahaya sesuai ketentuan
1.2.2 Penilaian Pangan
Olahan
Persentase Keputusan penilaian pangan olahan
yang diselesaikan
1.2.3 Surveilans dan
Penyuluhan
Keamanan Pangan
Jumlah hasil kajian profil risiko keamanan
pangan
Jumlah Kabupaten / Kota yang sudah
menerapkan peraturan Kepala BPOM tentang
IRTP
Jumlah desa pangan aman yang menerima
intervensi pengawasan keamanan pangan
Program Lintas Peningkatan Promosi Kesehatan dan Pengendalian Penyakit
terdiri atas program Dukungan Manajemen Kemenkes, P2PL, Kepemudaan dan
Olahraga, serta Program Pengawasan Obat dan Makanan yang dilaksanakan
melalui 9 (sembilan) kegiatan dengan ukuran 1 (satu) IKP dan 19 IKK, sebagai
berikut:
Kode Program/Kegiatan Indikator
3.4 Program Pengawasan
Obat dan Makanan
Persentase obat yang memenuhi syarat
3.4.1 Inspeksi dan
Sertifikasi Obat
Tradisional,
Kosmetik, dan
Suplemen Kesehatan
Persentase hasil inspeksi sarana produksi dan
distribusi OT, Kosmetika dan Suplemen
Kesehatan yang memerlukan pendalaman mutu
dan atau diverifikasi.
Persentase OT, kosmetik, dan suplemen
kesehatan dan produk kuasi TMS yang dianalisis
dan ditindaklanjuti
Persentase berkas permohonan sertifikasi OT,
Kosmetik dan Suplemen Kesehatan, dan Produk
Kuasi yang mendapatkan keputusan tepat waktu
Rencana Strategik
67
Jumlah pelaku usaha industry obat tradisional
(IOT) yang memiliki sertifikat CPOTB
Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam
pemenuhan ketentuan
3.4.2 Inspeksi dan
Sertifikasi Pangan
Jumlah inspeksi sarana produksi dan distribusi
pangan yang dilakukan dalam rangka
pendalaman mutu dan sertifikasi
Persentase penyelesaian tindak lanjut
pengawasan mutu dan keamanan produk pangan
Persentase industri pangan olahan yang mandiri
dalam rangka menjamin keamanan pangan
3.4.3 Pengembangan Obat
Asli Indonesia
Jumlah pedoman/publikasi informasi keamanan,
kemanfaatan/khasiat dan mutu hasil
pengembangan OAI
3.4.4 Pengawasan
Narkotika,
Psikotropika,
Prekursor, dan Zat
Adiktif
Persentase label dan iklan produk tembakau
yang memenuhi ketentuan
Persentase penyelesaian pemberian sanksi TL
tepat waktu terhadap sarana pengelola NPP yang
tidak memenuhi ketentuan
Persentase permohonan rekomendasi Analisa
Hasil Pengawasan (AHP) untuk impor/ekspor
narkotika, psikotropika, dan precursor yang
diselesaikan tepat waktu (persen)
3.4.5 Penilaian Obat
Tradisional,
Suplemen Kesehatan,
dan Kosmetik
Persentase keputusan penilaian Obat
Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan
yang disusun
3.4.6 Penyusunan Standar
Obat Tradisional,
Kosmetik, dan
Suplemen Kesehatan
Jumlah Standar Obat Tradisional, Kosmetik, dan
Suplemen Kesehatan yang disusun
3.4.7 Penyusunan Standar
Pangan
Jumlah standar Obat Tradisional, Kosmetik, dan
Suplemen Kesehatan yang disusun
Rencana Strategik
68
3.4.8 Investigasi Awal dan
Penyidikan terhadap
Pelanggaran Bidang
Obat dan Makanan
Jumlah intervensi ke BB/BPOM dalam
pelaksanaan Investigasi Awal dan Penyidikan
tindak pidana di bidang obat dan makanan
Jumlah Perkara tindak Pidana di Bidang Obat
dan Makanan yang ditangani Pusat Penyidikan
Obat dan Makanan
3.4.9 Riset Keamanan,
Khasiat, dan Mutu
Obat dan Makanan
Meningkatnya hasil riset di bidang pengawasan
Obat dan Makanan
Program Lintas Peningkatan Perlindungan Sosial Penduduk melalui Kartu
Indonesia Sehat terdiri atas Program Penguatan Pelaksanaan JKN, Program
Pembinaan Upaya Kesehatan, Program PSDMK, dan Pengawasan Obat dan
Makanan yang dilaksanakan melalui 6 (enam) kegiatan dengan ukuran 1 (satu)
IKP dan 11 IKK, sebagai berikut :
Kode Program/Kegiatan Indikator
4.4 Program Pengawasan
Obat dan Makanan
Persentase obat yang memenuhi syarat
4.4.1 Pengawasan Obat dan
Makanan di 33
BB/Balai POM
Jumlah sampel yang diuji menggunakan
parameter kritis
Persentase cakupan pengawasan sarana produksi
obat dan makanan
Pemenuhan target sampling produk obat di
sektor publik
4.4.2 Pengawasan
Distribusi Obat
Persentase peningkatan PBF yang memenuhi
CPOB
Jumlah kajian farmakovigilance obat beredar
yang dikomunikasikan
4.4.3 Pengawasan Produksi
Obat
Persentase hasil inspeksi dengan temuan kritikal
yang ditindaklanjuti tepat waktu
Jumlah industry farmasi yang meningkat tingkat
kemandiriannya
Rencana Strategik
69
4.4.4 Penilaian Obat Persentase keputusan penilaian obat yang
diselesaikan
4.4.5 Penyusunan Standar
Obat
Jumlah Standar Obat yang disusun
4.4.6 Pemeriksaan secara
Laboratorium,
Pengujian dan
Penilaian Keamanan,
Manfaat dan Mutu
Obat dan Makanan
serta Pembinaan
Laboratorium POM
Persentase pemenuhan Laboratorium Balai
Besar/ Balai POM yang sesuai persyaratan Good
Laboratorium Practices (GLP)
Persentase sampel uji yang ditindaklanjuti tepat
waktu
Untuk mendukung agenda ke-3 membangun dari pinggiran, BPOM
mengantisipasi terhadap pertumbuhan daerah baru yang berdampak pada perlunya
peningkatan pengawasan obat dan makanan. Untuk itu selama 2015-2019, BPOM
akan memperkuat BB/Balai POM termasuk Pos POM yang merupakan
kepanjangan tangan dari BB/Balai POM. Saat ini terdapat 33 BB/BPOM dan 10
pos POM diseluruh Indonesia.
Pengarusutamaan Gender melalui K/L. Terdapat 1 indikator penerapan
PUG oleh BPOM, yaitu pada Isu Strategis III. a. Meningkatkan kapasitas
kelembagaan PUG, dengan kegiatan Pengembangan Tenaga dan Manajemen
Pengawasan Obat dan Makanan. Sasaran: Terselenggaranya pengembangan tenaga
dan manajemen pengawasan Obat dan Makanan serta penyelenggaraan operasional
perkantoran. Indikator: Persentase Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditingkatkan
kualitasnya melalui pendidikan S1, S2, S3.
3.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BALAI BESAR POM DI
SEMARANG
Badan POM akan menyelenggarakan program dengan mengacu kepada
upaya mewujudkan cita-cita pembangunan melalui gerakan Revolusi Mental, serta
“Meningkatnya Perlindungan Finansial, Pemerataan dan Mutu Pelayanan, serta
Ketersediaan, Penyebaran dan Mutu Obat dan Sumber Daya Kesehatan,” yang
terkait kewenangan BPOM.
Rencana Strategik
70
Revolusi Mental menjadi upaya mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan
perilaku setiap orang, yang berorientasi pada kemajuan dan kemoderenan, sehinga
Indonesia menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa
lain di dunia. Revolusi Mental mengandung nilai-nilai esensial yang harus
dinternalisasi baik pada setiap individu maupun bangsa, yaitu: etos kemajuan, etika
kerja, motivasi berprestasi, disiplin, taat hukum dan aturan, berpandangan
optimistis, produktif-inovatif-adaptif, kerja sama dan gotong royong, dan
berorientasi pada kebajikan publik dan kemaslahatan umum.
Salah satu aspek untuk mendukung pembangunan manusia tersebut
dilakukan melalui pengawasan Obat dan Makanan. Saat ini persentase obat yang
telah memenuhi standar mutu, khasiat dan keamanan terus meningkat dan pada
tahun 2013 telah mencapai 92%. Ketersediaan obat dan vaksin telah cukup baik,
yaitu mencapai 96,93% pada tahun 2013. Namun ketersediaan di tingkat fasilitas
pelayanan kesehatan dasar masih belum memadai. Misalnya Puskesmas yang
mempunyai lebih dari 80 persen jenis obat umum yang cukup baru mencapai 13,2%.
Selain itu, variasi ketersediaan obat dan vaksin masih tinggi.
Dalam upaya mencapai kemandirian pemenuhan obat dalam negeri, hampir
90% kebutuhan obat dapat diproduksi dalam negeri, meski hampir 96% bahan baku
industri farmasi masih tergantung bahan baku impor. Tingkat ketergantungan ini
dapat diminimalisasi dengan peningkatan kemandirian di bidang obat dengan
menumbuhkan industri Bahan Baku Obat bahan sintesa dan Obat Tradisional.dalam
negeri yang didukung secara serius oleh riset. Untuk menunjang upaya pencapaian
kemandirian bahan baku obat tersebut, harus dilakukan penguatan jejaring antara
Pemerintah-Pelaku usaha di bidang Obat-Perguruan Tinggi.
Untuk mewujudkan pencapaian sasaran pembangunan bidang Kesehatan dan
Gizi Masyarakat tahun 2015-2019, maka salah satu arah kebijakan dan strategi
pengawasan Obat dan Makanan dalam “Meningkatkan Pengawasan Obat dan
Makanan”, dilaksanakan melalui:
1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk
melindungi masyarakat.
Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko dimulai dari
perencanaan yang diarahkan berdasar pada aspek teknis, ekonomi, sosial dan
spasial. Aspek-aspek tersebut dilakukan dengan pendekatan analisis risiko
yaitu dengan memprioritaskan pengawasan kepada hal-hal yang berdampak
Rencana Strategik
71
risiko lebih besar agar pengawasan yang dilakukan lebih optimal.
Keberadaan BB/Balai POM hampir di seluruh wilayah Indonesia
memungkinkan BPOM meningkatkan pemerataan pembangunan terutama di
bidang pengawasan Obat dan Makanan. Perencanaan berbasis spasial menjadi
hal yang perlu diperhatikan karena secara logis risiko terhadap Obat dan
Makanan yang beredar di masyarakat berbeda pada setiap lokus atau wilayah di
daerah. Kebijakan ini harus dijabarkan oleh BB/Balai POM di daerah dalam
perencanaan Pengawasan Obat danMakanan di catchment area-nya.
Selain itu, penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan juga didorong
untuk meningkatkan perlindungan kepada kelompok rentan meliputi balita,
anak usia sekolah, dan penduduk miskin. Pada pengawasan Obat, hal ini
dilakukan antara lain melalui pengawasan keamanan, khasiat, dan mutu vaksin
serta Obat Program JKN. Pada pengawasan makanan, kelompok rentan ini
bahkan telah diidentifikasi mencakup bayi, orang sakit, ibu hamil, orang dengan
immunocompromised, dan manula.
Pengawasan ini dilakukan antara lain melalui pengawasan pangan berisiko
tinggi (seperti susu formula dan produk kaleng), pengawasan Pangan Jajanan
Anak Sekolah, dan pengawasan pangan fortifikasi.
2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian
pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk
Obat dan Makanan.
Sejalan dengan Revolusi Mental, diharapkan BPOM dapat meningkatkan
kemandirian ekonomi utamanya daya saing Obat dan Makanan. Pendekatan
dalam kebijakan ini meliputi antara lain penerapan RiskManagement Program
secara mandiri dan terus menerus oleh produsenObat dan Makanan.
Ketersediaan tenaga pengawas merupakan tanggung jawab produsen. Namun
BPOM perlu memfasilitasi pemenuhan kualitas sumber daya pengawas tersebut
melalui pembinaan dan bimbingan, pelatihan, maupun media informasi, serta
verifikasi kemandirian tersebut.
3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui
kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam
pengawasan Obat dan Makanan.
Menyadari keterbatasan BPOM, baik dari sisi kelembagaan maupun sumber
daya yang tersedia (SDM maupun pembiayaan), maka kerjasama kemitraan dan
Rencana Strategik
72
partisipasi masyarakat adalah elemen kunci yang harus dipastikan oleh BPOM
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan. Di sisi
lain, tanggung jawab pengawasan Obat dan Makanan (walau mandat
konstitusionalnya ada di BPOM) ini mestinya tidak hanya melekat dan menjadi
monopoli BPOM, tapi pemerintah daerah dan masyarakat juga dituntut untuk
ikut andil dan terlibat aktif dalam pelaksanaan pengawasan tersebut. Dalam hal
ini BPOM mestinya jeli dan proaktif dalam mendorong kerjasama dan
kemitraan dengan melibatkan berbagai kelompok kepentingan dalam dan luar
negeri, baik dari unsur pemerintah, pelaku usaha (khususnya Obat dan
Makanan), asosiasi pihak universitas/akademisi, media dan organisasi
masyarakat sipil terkait lainnya, dalam upaya memastikan bahwa Obat dan
Makanan yang beredar di masyarakat itu aman untuk dikonsumsi. Bentuk draft
dan model kerjasama/kemitraan itu juga harus dirancang dengan fleksibel, tapi
tetap mengikat dan dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam kerjasama,
serta berkelanjutan dengan terpantau. Kebijakan ini juga dapat difokuskan pada
memaksimalkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik sebagai upaya
strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan. Dalam hal ini, yang harus
dipastikan bahwa materi KIE itu harus distandarkan, memiliki muatan
informatif dan jelas menguraikan pesan yang dikampanyekan, serta mampu
menjangkau khalayak yang ingin disapa oleh BPOM tersebut (misalnya
memanfaatkan berbagai media sosial).
4) Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan OM melalui penataan struktur
yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja
yang sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif
dan efisien.
Kebijakan ini mengarahkan pada pengelolaan sumber daya internal secara
efektif dan efisien, dengan fokus pada 8 (delapan) area reformasi birokrasi
untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis,
dan terpercaya. Pengelolaan persediaan, penataan aset, penguatan kapasitas
laboratorium, penguatan sistem informasi teknologi untuk mendukung
pelayanan publik, pengembangan SIPT sebagai aplikasi knowledge base dalam
mendukung risk based control, penguatan sistemperencanaan dan
penganggaran, serta implementasi keuangan berbasis akrual perlu menjadi
penekanan/agenda prioritas.
Rencana Strategik
73
Dalam upaya meraih WTP, selain memelihara komitmen dan integritas
pimpinan, para pengelola keuangan, dan pelaksana kegiatan, perlu juga
dilakukan strategi dan upaya penguatan Sistem Pengendalian Intern.
Pemerintah (SPIP), penguatan perencanaan dan penganggaran, peningkatan
kualitas laporan keuangan (LK), peningkatan kualitas proses pengadaan Barang
dan Jasa, pembenahan penatausahaan BMN (aset tetap dan persediaan),
penguatan monitoring dan evaluasi, peningkatan kualitas pengawasan dan reviu
LK, serta percepatan penyelesaian tindak lanjutLaporan Hasil Pemeriksaan
(LHP).
Terkait perencanaan dan penganggaran, sesuai tuntutan suprasistem, BPOM
perlu mengubah data elektronisasi menjadi data bentuk peta (spasial) dapat
diakses secara online dan real time yaitu berupa data-data kondisi (misalnya
peta penyebaran sarana produksi & sarana distribusiObat dan Makanan), peta
capaian hasil kinerja pengawasan (misalnya peta hasil pengujian laboratorium,
penyelesaian kasus, dan sebagainya). Selain itu data-data perlu diolah dan
dilakukan analisis kesenjangan kinerja pengawasan antar wilayah sehingga
dapat menjadi input dalam pelaksanaan program pengawasan Obat dan
Makanan berbasis risiko.
Selain memberi arah penguatan ke dalam institusi BPOM, kebijakan iniperlu
disertai dengan strategi dan upaya peningkatan kerjasama dan komunikasi ke
pihak eksternal yang strategis.
Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan internal:
Eksternal:
1) Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan Obat dan
Makanan;
2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi dan
Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan;
Internal:
1) Penguatan Regulatory System pengawasan Obat dan Makanan berbasis
risiko;
2) Membangun Manajemen Kinerja dari Kinerja Lembaga hingga kinerja
individu/pegawai;
3) Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan
untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai;
Rencana Strategik
74
4) Meningkatkan kapasitas SDM pengawas di BPOM di tingkat pusat dan
daerah secara lebih proporsional dan akuntabel;
5) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama
dalam mendukung tugas Pengawasan Obat dan Makanan.
Strategi eksternal lebih ditekankan pada aspek kerjasama dan kemitraan
dengan lintas sektor dan lembaga (pemerintah, dunia usaha dan kelompok masyarak
sipil). Mengingat begitu kompleksnya tantangan dari lingkungan strategis baik
internal maupun eskternal seperti yang diuraikan pada Bab I tersebut di atas, maka
dengan sendirinya menuntut penyesuaian-penyesuaian dalam mekanisme internal
organisasi dan kelembagaan BPOM sendiri. Untuk konteks kerjasama misalnya,
secara kelembagaan selama ini di BPOM belum ada satu Deputi/Biro/Bagian khusus
yang menangani terkait dengan kerjasama ini. Bahwa ada Biro Kerjasama Luar
Negeri, tetapi fokus tugas dan fungsi Biro ini tidak terkait dengan model kerjasama
yang akan dikembangkan oleh BPOM ke depan. Oleh sebab itu, perlu segera
melakukan pembenahan di level organisasi dan kelembagaan dengan membentuk
satuDeputi/Biro/Bagian khusus yang bertanggungjawab atas program kerjasama dan
kemitraan ini.
Sedangkan strategi internal lebih difokuskan pada pembenahan internal
organisasi dan kelembagaan serta sumber daya pegawai BPOM sendiri. Poin
penting yang harus diperhatikan di sini adalah soal SDM pegawai, karena kunci
keberhasilan sebuah lembaga sangat ditentukan dari kualitas SDM-nya.
Agar pembangunan pengawasan Obat dan Makanan menjadi tajam dan
terarah, arah kebijakan dan strategi tersebut harus dijabarkan pada perencanaan
tahunan dengan penekanan sesuai isu nasional terkini (penjabaran tahunan
Nawacita) dan atau mengacu alternatif penekanan sebagai berikut :
– Tahun 2016: Mendorong penguatan kelembagaan dan Pengembangan program
strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan serta memaksimalkan fungsi
pelayanan publik. (Dalam hal ini Penguatan Laboratorium, Sistem IT dan
Dukungan Sarana Prasarana menjadi pra syarat yang harus dipenuhi)
– Tahun 2017: Penguatan regulasi di bidang pengawasan Obat dan Makanan
termasuk Pelaksanaan Regulatory Impact Analysis, Penguatan sistem data pre
dan post terintegrasi antara pusat dan daerah (sistem pemeriksaanpenyidikan dan
pengujian), dan Penguatan Kapasitas dan Kapabilitas Laboratorium Pengawasan
Rencana Strategik
75
Obat dan Makanan untuk memaksimalkan Fungsi Penegakan Hukum.
– Tahun 2018: Penguatan dalam penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan
Makanan didukung dengan analisis dampak efektifitas pengawasan secara
ekonomi dan sosial untuk mendukung pencapaian pembangunan nasional.
(Dalam hal ini economic burden akibat pengawasan Obat dan Makanan yang
tidak efektif akan menjadi beban pemerintah secara nasional).
– Tahun 2019: Percepatan pengawasan Obat dan Makanan serta evaluasi program
(Renstra 2015-2019) dalam rangka peningkatan kinerja pengawasan Obat dan
Makanan periode berikutnya.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga pengawasan
Obat dan Makanan tersebut, BPOM menetapkan program-programnya sesuai
RPJMN periode 2015-2019, yaitu program utama (teknis) dan program pendukung
(generik), sebagai berikut:
a. Program Teknis Pengawasan Obat dan Makanan
Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama Badan
Pengawasan Obat dan Makanan dalam menghasilkan standardisasi dalam
pemenuhan mutu, keamanan dan manfaat Obat dan Makanan melalui
serangkaian kegiatan penetapan standar pengawasan, penilaian Obat dan
Makanan sesuai standar, pengawasan terhadap sarana produksi, pengawasan
terhadap sarana distribusi, sampling dan pengujian Obat dan Makanan beredar,
penegakan hukum, serta pembinaan dan bimbingan kepada pemangku
kepentingan.
b. Program Generik
1) Program generik 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas
Teknis lainnya.
2) Program generik 2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana BPOM.
Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan
prioritas BPOM, sebagai berikut:
a. Kegiatan-kegiatan utama untuk melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan
1) Penyusunan standar Obat dan Makanan berupa Norma, Standar, Prosedur
dan Kriteria (NSPK) pengawasan Obat dan Makanan (pre dan post-market);
2) Peningkatan efektivitas evaluasi pre-market melalui penilaian Obat;
3) Peningkatan cakupan pengawasan mutu Obat dan Makanan beredar melalui
penetapan prioritas sampling berdasarkan risiko termasuk iklan dan
Rencana Strategik
76
penandaan.
4) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan,
sarana pelayanan kesehatan, serta sarana produksi dan sarana distribusi
Pangan dan Bahan Berbahaya;
5) Peningkatan pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif;
6) Penguatan kemampuan pengujian meliputi sistem dan sumber daya
laboratorium Obat dan Makanan;
7) Penyidikan terhadap pelanggaran Obat dan Makanan;
8) Peningkatan penelitian terkait pengawasan Obat dan Makanan antara lain
regulatory science, life science;
9) Peningkatan Pembinaan dan bimbingan melalui kemitraan dengan pemangku
kepentingan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat.
b. Kegiatan untuk melaksanakan ketiga program generik (pendukung):
1) Koordinasi dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan
Anggaran, Keuangan;
2) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Pengawas Obat
dan Makanan;
3) Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan, serta Peningkatan
Sarana dan Prasarana Penunjang Aparatur BPOM;
4) Peningkatan Kompetensi Aparatur BPOM;
5) Peningkatan kualitas produk hukum, serta Layanan Pengaduan Konsumen dan
Hubungan Masyarakat.
Untuk mewujudkan pencapaian sasaran strategis, maka masing-masing
sasaran strategis BPOM periode 2015-2019 dijabarkan kepada sasaran program dan
kegiatan berdasarkan logic model perencanaan. Adapun logicmodel penjabaran
terhadap sasaran program dan kegiatan sesuai dengan unitorganisasi di lingkungan
BPOM adalah sebagai berikut:
Rencana Strategik
77
Gambar 3.1. Log Frame Balai Besar POM di Semarang
Berdasarkan hasil Analisa paparan dan pencapaian hasil pengawasan Obat
dan Makanan di Jawa Tengah dan arah kebijakan pengawasan Obat dan Makanan
Nasional, arah kebijakan dan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis
Balai Besar POM di Semarang periode 2015-2019, adalah:
1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk
melindungi masyarakat
2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong
kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya
saing produk Obat dan Makanan
3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui
kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam
pengawasan Obat dan Makanan
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat
Rencana Strategik
78
4) Penguatan kompetensi SDM pengawasan Obat dan Makanan melalui
penataan dan perningkatan jabatan fungsional, proses bisnis yang tertata dan
efektif, budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan
sumber daya yang efektif dan efisien.
Tabel 3.2. Program, Sasaran Program, Kegiatan Strategis, Sasaran Kegiatan dan
Indikator Balai Besar POM di Semarang
PROGRAM SASARAN
PROGRAM
KEGIATAN
STRATEGIS
SASARAN
KEGIATAN
INDIKATOR PIC
PROGRAM
PENGAWASAN
OBAT DAN
MAKANAN
Menguatnya
sistem
pengawasan Obat
dan Makanan
Pengawasan Obat
dan Makanan
1. Meningkatnya
kualitas sampling dan
pengujian terhadap
produk Obat dan
Makanan yang
beredar
2. Meningkatnya
kualitas sarana
produksi yang
memenuhi standar
3. Meningkatnya
kualitas sarana
distribusi yang
memenuhi standar
4. Meningkatnya hasil
tindak lanjut
penyidikan terhadap
pelanggaran Obat dan
Makanan
1. Jumlah sampel yang diuji
menggunakan parameter
kritis
2. Persentase cakupan
pengawasan sarana
produksi Obat dan
Makanan
3. Pemenuhan target sampling
produk Obat di sektor
publik (IFK)
4. Persentase cakupan
pengawasan sarana
distribusi Obat dan
Makanan
5. Jumlah Perkara di bidang
Obat dan Makanan
Bid Pengujian
Bid PemDik
Bid PemDik
Bid PemDik
Bid PemDik
Meningkatnya
kemandirian
pelaku usaha,
kemitraan dengan
pemangku
kepentingan dan
partisipasi
masyarakat
Meningkatnya kerjasama,
komunikasi, informasi
dan edukasi
6. Jumlah layanan publik
BBPOM di Semarang
7. Jumlah komunitas yang
diberdayakan
Bid Serlik
Bid Serlik
Meningkatnya
kualitas kapasitas
kelembagaan
Balai Besar POM
di Semarang
1. Pengadaan Sarana
dan Prasarana yang
terkait Pengawasan
Obat dan Makanan
2. Penyusunan
perencanaan,
penganggaran
keuangan dan
evaluasi yang
dilaporkan tepat
waktu
8. Persentase pemenuhan
sarana prasarana sesuai
standar
9. Jumlah dokumen
perencanaan, penganggaran
dan evaluasi yang
dilaporkan tepat waktu
Sub Bag. TU
Sub Bag. TU
Rencana Strategik
79
3.3 KERANGKA REGULASI
Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan Obat dan Makanan, dibutuhkan
adanya regulasi yang kuat guna mendukung sistem pengawasan.Sebagai Lembaga
Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang mempunyai tugas teknis, tidak hanya
regulasi yang bersifat teknis saja yang harus dipenuhi, melainkan perlu adanya
regulasi yang bersifat adminitratif dan strategis. Pengawasan Obat dan Makanan
merupakan tugas pemerintahan yang tidak dapat dilakukan sendiri, dan dalam
praktiknya dibutuhkan kerjasama dengan banyak sektor terkait, baik pemerintah
maupun swasta. Untuk itu, regulasi perlu dirancang sedemikian agar sesuai dengan
tugas pengawasan Obat dan Makanan.
Selama ini, dalam pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan masih
dijumpai kendala yang berkaitan dengan koordinasi dengan pemangku kepentingan.
Balai Besar/Balai POM melaksanakan pengawasan seringkali harus berkoordinasi
dengan dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. Dalam melaksanakan tugas dan
fungsi instansi pemerintah harus memperhatikan peraturan perundang-undangan
sepertiUndang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu aspek penting yang dilihat dari
berbagai segi. Dari segi kesehatan, Obat dan Makanan secara tidak langsung
mempunyai pengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat, bahkan tidak hanya
derajat kesehatan, namun menyangkut kehidupan seorang manusia. Obat dan
Makanan tidak dapat dipandang sebelah mata dan dianggap inferior dibanding
faktor-faktor lain yang menentukan derajat kesehatan. Selain di bidang kesehatan,
dari sisi ekonomi, Obat dan Makanan merupakan potensi yang sangat besar bagi
pelaku usaha (produsen dan distributor), sektor industri Obat dan Makanan dapat
menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup besar berkontribusi pada pengurangan
jumlah pengangguran.
Untuk dapat menyelenggarakan tugas pengawasan Obat dan Makanan secara
optimal, maka BPOM perlu ditunjang oleh regulasi atau peraturan perundang-
undangan yang kuat dalam lingkup pengawasan Obat dan Makanan.
Untuk itu, diperlukan beberapa regulasi yang penting dan dibutuhkan oleh
BPOM dalam rangka memperkuat sistem pengawasan antara lain:
1. UU Pembinaan, Pengawasan, dan Pengembangan Sediaan Farmasi.
Mengingat RUU Pembinaan, Pengawasan, dan Pengembangan Sediaan
Farmasi merupakan inistiatif DPR, maka dalam hal ini BPOM akan
Rencana Strategik
80
melakukan koordinasi dengan Panitia Kerja DPR UU ini dibutuhkan BPOM
untuk menjadi payung hukum yang tegas dalam pengawasan Obat dan
Makanan termasuk penegakan hukum.
2. Peraturan Perundang-undangan terkait pengawasan Obat dan Makanan.
Peraturan ini dapat berupa Peraturan baru atau revisi Peraturan Kepala
BPOM atau Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan yang perlu disusun
untuk meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Peraturan
Kepala BPOM yang bersifat teknis maupun non-teknis dapat diidentifikasi
oleh unit kerja baik di pusat maupun balai sebagai pelaksana dari kegiatan.
Beberapa contoh peraturan ini adalah Rancangan Peraturan Kepala BPOM
tentang obat kuasi; Rancangan Peraturan Kepala BPOM tentang Mekanisme
Monitoring Efek Samping Suplemen Kesehatan;Pemutakhiran Peraturan
Kepala BPOM tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Suplemen
Kesehatan.
3. Rancangan Peraturan Pemerintah(RPP) tentang Keamanan Mutu dan Gizi
Pangan serta RPP Label dan Iklan Pangan terkait Undang-Undang No 18
Tahun 2012 tentang Pangan, terutama yang berkaitan dengan pengawasan
makanan perlu dibuat peraturan pemerintah agar dapat dilaksanakan dengan
baik. Permasalahan pangan seharusnya tidak hanya berfokus pada ketahanan
pangan saja, namun juga pada keamanan pangan serta pemenuhan gizi dan
penyesuaian terhadap amanat UU pangan itu sendiri, yaitu pangan tidak
boleh bertentangan dengan agama dan keyakinan masyarakat Indonesia.
4. Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) terkait pelaksanaan UU No.
23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam penyelenggaraan urusan
pemerintah konkuren. Diharapkan NSPK ini juga mencakup pola tindak
lanjut hasil pengawasan Obat dan Makanan antara BPOM dengan daerah
terkait, termasuk penetapan sanksi terhadap fasilitas pelayanan kefarmasian
serta penetapan kewenangan instansi pemberi sanksi sebagai acuan daerah
dalam menyelenggarakan pengawasan di daerah. Diharapkan teentuknya
NSPK ini akan dapat menciptakan sinergi antara Pemerintah Pusat dan
Daerah berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 pasal 16 dalam hal: (1)
Pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dan (2) Sebagai pedoman
Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pengawasan Obat dan Makanan.
Untuk mendukung upaya ini perlu penguatan koordinasi dengan melibatkan
Rencana Strategik
81
kementerian terkait (contoh. Kemendagri) dalam penyusunan regulasi dan
pelaksanaan kegiatan di daerah, monitoring efektivitas implementasi NSPK.
Hal ini bertujuan agar pengawasan Obat dan Makanan dapat berjalan lebih
lancar, hasil pengawasan dapat ditindaklanjuti oleh pemangku kepentingan
terkait.
5. Standar kompetensi laboratorium dan standar GLP. Diharapkan dengan
adanya standar kompetensi tersebut BPOM dapat meningkatkan pengawalan
mutu Obat dan Makanan terhadap isu terkini (AEC, Post MDGs, SJSN
Kesehatan, dll.).
6. Dasar hukum legalisasi peran BPOM sebagai provider Uji Profisiensi dan
provider Baku Pembanding untuk meningkatkan pengawalan mutu Obat dan
Makanan oleh BPOM terhadap isu terkini (AEC, Post MDGs, SJSN
Kesehatan).
7. Regulasi yang mendukung optimalisasi Pusat Kewaspadaan Obat dan
Makanan dan Early Warning System (EWS) yang informatif, antara lain:
Peraturan baru terkait KLB dan Farmakovigilans dan Mekanisme
pelaksanaan Sistem Outbreak response dan EWS. Upaya ini dapat
membantu mempeaiki Sistem Outbreak response dan EWS yang belum
optimal dan informatif sehingga didapatkan response yang cepat dan efektif
pada saat terjadi outbreak bencana yang berkaitan dengan bahan obat dan
makanan (contoh: Obat terkontaminasi etilen glikol).
8. Juknis/pedoman untuk pengintegrasian penyebaran informasi Obat dan
Makanan. Adanya Juknis/pedoman tersebut diharapkan dapat memperbaiki
Sistem penyebaran informasi Obat dan Makanan yang belum terintegrasi,
termasuk dengan pemanfaatan hasil MESO, Monitoring Efek Samping Obat
Tradisional (MESOT), dan Monitoring Efek Samping Kosmetik (MESKOS).
9. Perlu adanya Peraturan dengan instansi terkait yang mengatur
regulatoryinsentive melalui bimbingan teknis, fast track registrasi (crash
program),misalnya semua laboratorium dalam lima tahun ke depan telah pra-
kualifikasi oleh lembaga internasional.
10. Peraturan Kepala BPOM tentang koordinasi dengan pemerintah daerah serta
Peraturan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) untuk
meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di daerah. Dalam
hal ini BPOM perlu meningkatkan advokasi tentang peranan pemerintah
Rencana Strategik
82
daerah dalam pengawasan Obat dan Makanan.
Balai Besar POM di Semarang sebagai unit pelaksana teknis Badan POM,
akan berupaya melakukan percepatan perlindungan kepada masyarakat.
Perlindungan dari permasalahan Obat dan Makanan dilakukan melalui pengefektifan
pelaksanaan pengawasan dan tindak lanjut hasil pengawasan.
Percepatan dimaksud perlu dikemas dalam sitem mutu penyelenggaraan
pengawasan Obat dan Makanan yang semakin praktis dan cepat. Penyempurnaan
SOP dan instruksi kerja merupakan hal yang perlu dilakukan secara
berkesinambungan, sehingga semua kegiatan berjalan lancar. Pelaksanaan
pengawasan dan tindak lanjut yang lebih cepat dapat mencegah terjadinya
ketidaksesuaian. Dengan demikian praktek produksi, distribusi dan pelayanan/ritel
Obat dan Makanan selalu terjaga dan terpercaya. Untuk hal tersebut, perlu pedoman
yang terkait dengan pedoman tata hubungan kerja, pola tindak lanjut serta instruksi
kerja yang memadai.
3.4. KERANGKA KELEMBAGAAN
Untuk memperkuat peran dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan
dalam melaksanakan mandat Renstra 2015-2019, maka dilakukan beberapa inisiatif
penataan kelembagaan, baik penataan dalam lingkup intraorganisasi BPOM
(organisasi induk) maupun penataan yang bersifat interorganisasi dalam bentuk
koordinasi lintas instansi/lembaga maupun hubungan dengan para pemangku
kepentingan.Beberapa aspek kelembagaan yang harus diintegrasikan dan
dikoordinasikan agar lebih efisien dan efektif adalah:
1. Penyempurnaan Struktur Organisasi dan Tata Kerja BPOM sesuai dengan
perubahan lingkungan strategis periode 2015-2019.
Penataan dalam kerangka kelembagaan bagi organisasi induk dilakukan dengan
memperhatikan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, Tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen, antara lain dengan:
a. Penguatan Kantor Pusat BPOM dalam fungsi dan peran sebagai policycenter
(pengkaji, perumus, dan penetapan kebijakan) pengawasan Obat dan
Makanan;
b. Penguatan Pusat-Pusat sebagai center of excellence untuk memberikan
Rencana Strategik
83
dukungan kepada Kedeputian dalam hal: (1) pelaksanaan kajian strategis dan
konseptual; (2) pertimbangan proses pengambilan keputusan tertentu; (3)
pelaksanaan kegiatanteknis dan operasional tertentu dalam pengawasan Obat
dan Makanan.
National Regulatory Authority (NRA) yang kuat dan mendapat
pengakuandari internasional akan meningkatkan kepercayaan negara lain
terhadap produk Obat dan Makanan yang beredar dan diawasi oleh NRA
tersebut.Dengan demikian, perkuatan lembaga BPOM sebagai ujung tombak
perlindungan masyarakat terhadap produk Obat dan Makanan yang tidak
memenuhi syarat keamanan, mutu dan khasiatnya, secara tidak langsung
akan mendorong daya saing produk Obat dan Makanan dalam pasar nasional
dan internasional. Oleh sebab itu penjajakan dan peningkatan Kerjasama
BPOM dalam forum internasional baik tingkat bilateral, regional dan
multilateral diarahkan pada aspek:
a. Perkuatan Sistem Pengawasan produk Obat dan Makanan sesuai standar
internasional.
b. Perkuatan kapasitas laboratorium dalam rangka pengujian keamanan,
mutu dan khasiat/manfaat produk Obat dan Makanan sesuai dengan
perkembangan terkini.
c. Peningkatan kemampuan SDM dalam mengawasi produk Obat dan
Makanan berdasarkan standar internasional.
d. Harmonisasi standar produk Obat dan Makanan tanpa mengabaikan
kemampuan UMKM.
Rencana Strategik
84
NRA yang kuat
a. Lab yang mampu menguji
setiap jenis produk Obat
dan Makanan b. Kualitas SDM yang mampu
mengawasi produk Obat dan
Makanan sesuai
standar internasional
c. Sistem pengawasan Obat dan
Makanan sesuai
standar internasional
Gambar 3.2. Ilustrasi penguatan kerangka kelembagaan BPOM
untuk peningkatan daya saing Obat dan Makanan
Penataan kelembagaan bagi Unit Pelaksana Teknis (UPT) dilakukan dengan
berpegang pada Peraturan Menteri PAN No. PER/18/M.PAN/ll/2008, Tentang
Pedoman Organisasi Unit PelaksanaTeknis Kementerian dan Lembaga
Pemerintah Non Kementerian, dengan langkah penataan sebagai berikut :
a. Penguatan UPT sebagai responsibility center dalam pelaksanaan fungsi
BPOM di daerah untuk pelaksanaan mandat pada tingkat taktikal dan
operasional, sekaligus sebagai “ujung tombak” dalam penyelenggaraan
layanan teknis dan administratif yang telah didelegasikan dari BPOM;
b. Upaya peningkatan kinerja kelembagaan UPT melalui penataan ulang
kriteria dan klasifikasi UPT berdasarkan unsur pokok dan unsur penunjang;
Secara garis besar kerangka kelembagaan Badan Pengawas Obat dan Makanan
dituangkan pada di bawah ini. Dalam kerangka kelembagaan tersebut tampak
bahwa dalam pelaksanaan mandatnya BPOM menyelenggarakan fungsi produce,
provide, manage, dan apply.
Produk Obat dan Makanan terjamin aman, bermutu
dan berkhasiat sesuai
standar internasional
Koordinasi yang kuat
dengan Lintas Sektor
dalam rangka
peningkatan
standar produk UMKM
Daya Saing Produk Obat
dan Makanan meningkat
Rencana Strategik
85
Gambar 3.3. Kerangka kelembagaan pelaksanaan mandat BPOM
Fungsi produce, meliputi mandat untuk perumusan dan penetapan
kebijakan (regulating), penyelenggaraan layanan publik (executing), dan
pelaksanaan fasilitasi, pengembangan kapasitas, maupun kegiatan-kegiatan
penguatan bagi pihak lain (empowering). Fungsi provide, merupakan
menyediakan keluaran untuk dimanfaatkan langsung olehmitra atau pengguna
akhir. Untuk fungsi manage, merupakan fungsi pengelolaan sumberdaya
organsiasi agar dapat dicapai hasil yang optimal dalam mendukung kegiatan
operasional BPOM. Sedangkan apply adalah bentuk outreach dalam penciptaan
nilai tambah dan manfaat bagi masyarakat.
2. Penguatan lembaga-lembaga pemerintah di daerah di bidang pengawasan Obat
dan Makanan.
3. Diperlukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait yang memiliki tugas
sama dalam rangka mewujudkan pencapaian prioritas pembangunan kesehatan.
4. Diperlukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait yang memiliki tugas
sama dalam rangka penyidikan hukum yang tergabung dalam aparat gabungan
penegak hukum. Hal ini sangat diperlukan karena peredaran Obat dan Makanan
ilegal merupakan aspek pidana yang masuk dalam sistem peradilan pidana.
5. Pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu yang telah diimplementasikan BPOM
untuk memastikan bisnis proses dan tata laksana baik dalam hal tata kelola
pembuatan keputusan, implementasi keputusan, tata kelola evaluasi, serta
manajemen kinerja dilaksanakan secara efektif, efisien, dan transparan.
Rencana Strategik
86
6. Penyempurnaan tata laksana dengan membuat prosedur-mekanisme penanganan
konflik antar unit organisasi.
7. Pemantapan pengelolaan SDM ASN, mulai dari perencanaan kebutuhan
berdasarkan analisa jabatan dan analisa beban kerja, peningkatan kompetensi
(hard maupun soft competency) dan profesionalisme ASN, penilaian kinerja
individu ASN, hingga penyusunan kebutuhan anggaran untuk biaya rutin ASN.
Untuk mampu menghadapi dinamika lingkungan strategis maka peningkatan
kompetensi akan dikembangkan agar ASN memiliki wawasan kebangsaan yang
kuat, memiliki endurance/tahan terhadap tekanan dalam pekerjaan, memiliki
kemampuan komunikasi internal dan eksternal baik di dalam negeri maupun luar
negeri. Penempatan ASN dalam jabatan fungsional seperti PFM maupun
fungsional lainnya diharapkan dapat mendorong profesionalisme ASN. BPOM
sebagai pembina jabatan fungsional PFM, ke depan akan bekerjasama dengan
Kemendagri untuk mendidik PFM yang berada di Pemda.
Rencana Strategik
87
BAB IV
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN
4.1 TARGET KINERJA
Sebagaimana sasaran strategis BBPOM di Semarang sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan, maka target sesuai dengan indikator masing-masing sasaran
strategis adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1. Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Target Kinerja
Balai Besar POMdi Semarang
Sasaran
Strategis
Indikator
Target Kinerja
(target sampai tahun 2019 tidak kumulatif)
2015 2016 2017 2018 2019
Menguatnya Sistem
Pengawasan Obat dan
Makanan
Persentase Obat yang memenuhi syarat
meningkat
92,0 92,0 92,5 93.0 93,5
Persentase Obat Tradisional yang
memenuhi syarat meningkat
62,0 65,0 70,0 75,0 80,0
Persentase Kosmetik yang memenuhi
syarat meningkat
93,5 94,0 94,5 95,0 95,5
Persentase Suplemen Kesehatan yang
memenuhi syarat meningkat
96,0 96,5 97,0 97,5 98,0
Persentase Makanan yang memenuhi
syarat meningkat
80,0 82,0 84,0 86,0 88,0
Meningkatnya
kemandirian pelaku
usaha, kemitraan
dengan pemangku
kepentingan dan
partisipasi
masyarakat.
Tingkat kepuasan masyarakat 83,5 84,0 84,5 85,0 85,5
Jumlah Kabupaten/Kota yang
memberikan komitmen untuk
pelaksanaan pengawasan Obat dan
Makanan dengan memberikan alokasi
anggaran pelaksanaan regulasi Obat
dan Makanan
35 35 35 35 35
Meningkatnya
kualitas kapasitas
kelembagaan
Nilai SAKIP A A A A A
Meningkatnya kinerja
pengawasanObat dan
Makanan
Jumlah sampel yang diuji
menggunakan parameter kritis
3800 3800 3800 3800 3800
Pemenuhan target sampling produk
Obat di sektor publik (IFK)
100 100 100 100 100
Persentase cakupan pengawasan sarana
produksi Obat dan Makanan
36,92 38,52 40,13 41,73 43,34
Persentase cakupan pengawasan sarana
distribusi Obat dan Makanan
27,35 27,83 28,30 28,77 29,25
Jumlah Perkara di bidang obat dan
makanan
16 17 18 19 20
Jumlah layanan publik Balai Besar
POM di Semarang
4050 4075 4100 4125 4150
Jumlah Komunitas yang diberdayakan 21 26 31 36 41
Persentase pemenuhan sarana
prasarana sesuai standar
90,00 91,00 92,00 93,00 94,00
Jumlah dokumen perencanaan,
penganggaran, dan evaluasi yang
dilaporkan tepat waktu
10 9 10 9 10
Rencana Strategik
88
4.2 KERANGKA PENDANAAN
Sesuai target kinerja masing-masing indikator kinerja yang telah ditetapkan
maka kerangka pendanaan untuk mendukung pencapaian tujuan dan sasaran
strategis Balai Besar POM di Semarang periode 2015-2019 adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2. Sasaran Strategis Indikator Kinerja dan Pendanaan
Balai Besar POM di Semarang
Sasaran Strategis Indikator
Alokasi Anggaran ( Miyar Rupiah)
(target sampai tahun 2019 tidak kumulatif)
2015 2016 2017 2018 2019
Menguatnya
Sistem
Pengawasan Obat
dan Makanan
8.059 8.865 9.752 10.727 11.800
Persentase Obat yang memenuhi syarat
meningkat
Persentase Obat Tradisional yang
memenuhi syarat meningkat
Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat
meningkat
Persentase Suplemen Makanan yang
memenuhi syarat meningkat
Persentase Makanan yang memenuhi syarat
meningkat
Meningkatnya
kemandirian
pelaku usaha,
kemitraan dengan
pemangku
kepentingan dan
partisipasi
masyarakat.
2.825 3.108 3.418 3.760 4.136
Tingkat kepuasan masyarakat
Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan
komitmen untuk pelaksanaan pengawasan
Obat dan Makanan dengan memberikan
alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat
dan Makanan
Meningkatnya
kualitas kapasitas
kelembagaan
17.237 41.059 29.744 2.727 3.000
Nilai SAKIP
Meningkatnya
kinerja
pengawasan Obat
dan Makanan
28.122 53.032 42.915 17.214 18.936
Jumlah sampel yang diuji menggunakan
parameter kritis
Pemenuhan target sampling produk Obat di
sektor publik (IFK)
Persentase cakupan pengawasan sarana
produksi Obat dan Makanan
Persentase cakupan pengawasan sarana
distribusi Obat dan Makanan
Jumlah Perkara di bidang obat dan makanan
Jumlah layanan publik BB/BPOM
Jumlah Komunitas yang diberdayakan
Persentase pemenuhan sarana prasarana
sesuai standar
Jumlah dokumen perencanaan,
penganggaran, dan evaluasi yang
dilaporkan tepat waktu
Rencana Strategik
89
BABV
PENUTUP
Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang mengacu pada Rencana
Strategis Badan POM RI tahun 2015- 2019. Renstra ini sebagai panduan
pelaksanaan tugas dan fungsi untuk 5 (lima) tahun ke depan. Keberhasilan
pelaksanaan Renstra Tahun 2015-2019 sangat ditentukan oleh kesiapan
kelembagaan, ketatalaksanaan SDM dan sumber pendanaan, serta komitmen semua
pimpinan dan staf BBPOM di Semarang. Untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan
Renstra Tahun2015-2019, setiap tahun akan dilakukan evaluasi. Apabila diperlukan,
dapat dilakukan perubahan/revisi muatan,termasuk indikator-indikator kinerjanya
yang dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku dan tanpa mengubah
tujuan yaitu meningkatkan kinerja lembaga dan pegawai dengan mengacu kepada
RPJMN 2015-2019.
Renstra Tahun 2015-2019 dijadikan acuan kerja bagi unit-unit kerja di
lingkungan Balai Besar POM di Semarangsesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
masing-masing. Diharapkan semua unit kerja dapat melaksanakannya dengan
akuntabel serta berorientasi pada peningkatan kinerja unit kerja dan kinerja pegawai.
Diharapkan hasil pelaksanaan Renstra Balai Besar POM diSemarang Tahun
2015-2019 memberi dukungan capaian target kinerja Badan POM, dan dapat
memberikan kontribusi terhadap visi, misi dan program kerja Presiden dan Wakil
Presiden periode 2014-2019, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat,
Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”.
Rencana Strategis ini merupakan langkah awal untuk melakukan
pengukuran kinerja dan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) Balai Besar POM di Semarang.Agar hasil kerja yang dicapai
optimal, Rencana Strategis Balai Besar POM di Semarang 2015-2019 ini akan
dikomunikasikan ke seluruh unit organisasi di lingkungan Balai Besar POM di
Semarang dan sektor terkait.Dengan dirumuskannya Rencana Strategis Balai Besar
POM di Semarang 2015-2019, semua kegiatan Balai Besar POM di Semarang
dalam periode 2015-2019 diharapkan akan mengacu pada rencana strategis yang
telah disepakati bersama.
SP 2 Meningkatnya kemandirian pelaku usaha,
kemitraan dengan pemangku kepentingan
dan partisipasi masyarakat
2.825 3.108 3.418 3.760 4.136
2.1 Tingkat Kepuasan Masyarakat BBPOM di Semarang 83 83.50 84.00 84.50 85.00 85.50
2.2
Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan
komitmen untuk pelaksanaan pengawasan
Obat dan Makanan dengan memberikan
alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat
dan Makanan
BBPOM di Semarang 35 35 35 35 35 35
SP 3Meningkatnya kualitas kapasitas
kelembagaan BPOM17.237 41.059 29.744 2.727 3.000
3.1 Nilai SAKIP BPOM dari Badan POM BBPOM di Semarang A A A A A A
28.122 53.032 42.915 17.214 18.936
1Jumlah sampel yang diuji menggunakan
parameter kritisBBPOM di Semarang 3800 3800 3800 3800 3800 3800 4.656 5.122 5.634 6.198 6.817
2Pemenuhan target sampling produk Obat di
sektor publik (IFK) BBPOM di Semarang 100 100 100 100 100 100
3Persentase cakupan pengawasan sarana
Produksi Obat dan Makanan BBPOM di Semarang 35.31 36.92 38.52 40.13 41.73 43.34 0.257 0.283 0.312 0.343 0.377
4Persentase cakupan pengawasan sarana
Distribusi Obat dan Makanan BBPOM di Semarang 26.89 27.35 27.83 28.3 28.77 29.25 1.958 2.154 2.369 2.606 2.867
5 Jumlah Perkara di bidang obat dan makanan BBPOM di Semarang 16 16 17 18 19 20 1.187 1.306 1.437 1.580 1.738
6 Jumlah layanan publik BB/BPOM BBPOM di Semarang 4025 4050 4075 4100 4125 4150 2.054 2.259 2.485 2.734 3.007
7 Jumlah Komunitas yang diberdayakan BBPOM di Semarang 15 21 26 31 36 41 0.771 0.848 0.933 1.027 1.129
8Persentase pemenuhan sarana prasarana
sesuai standarBBPOM di Semarang 89.50 90.00 91.00 92.00 93.00 94.00 15.629 39.290 27.799 0.587 0.646
9Jumlah dokumen perencanaan,
penganggaran, dan evaluasi yang dilaporkan
tepat waktu
BBPOM di Semarang 10 10 9 10 9 10 1.608 1.769 1.946 2.140 2.354
Catatan: Matriks ini akan menjadi lampiran 1 Renstra BB/BPOM
2 Target per indikator Sasaran Strategis/Sasaran Program/Kegiatan diisi setiap tahun
3 Alokasi Anggaran pada baris Satker BB/BPOM merupakan penjumlahan alokasi anggaran SS1 + SS2 +SS3
4 Alokasi anggaran pada baris Sasaran Strategis (SS) merupakan penjumlahan dari Sasaran Program yang mendukungnya
a. Alokasi anggaran Sasaran Strategis 1 sama dengan alokasi anggaran pada Sasaran Program 1
b. Alokasi anggaran Sasaran Strategis 2 sama dengan alokasi anggaran pada Sasaran Program 2
c. Alokasi anggaran Sasaran Strategis 3 sama dengan alokasi anggaran pada Sasaran Program 2
5 Alokasi anggaran pada baris Program merupakan akumulasi anggaran kegiatan yang mendukung
a. Alokasi anggaran Sasaran Program 1 merupakan akumulasi anggaran pada indikator kegiatan 1, 2, 3, 4, dan 5
b. Alokasi anggaran Sasaran Program 2 merupakan akumulasi anggaran pada indikator kegiatan 6 dan 7
c. Alokasi anggaran Sasaran Program 3 merupakan akumulasi anggaran pada indikator 8 dan 9
6 Alokasi anggaran diisi untuk setiap tahun pada masing-masing indikator kegiatan
7 Alokasi anggaran pada masing-masing indikator sasaran strategis/sasaran program tidak perlu diisi
8 Kolom baseline diisi dengan realisasi tahun 2014. Untuk indikator baru yang belum ada data sebelumnya dapat diisi dengan NA (Not Available)
9 Penetapan target agar memperhatikan Definisi Operasional pada Lampiran 3, baseline, dan Target Nasional (tidak harus sama)
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Semarang
Meningkatnya kinerja pengawasan obat dan
makanan di Balai Besar POM Semarang
2015 2016 2017 2018 2019
1 Menguatnya sistem
pengawasan Obat
dan Makanan.
1.1. Persentase obat yang
memenuhi syarat
a. Obat yang mendapatkan NIE dari Badan POM.
b. Yang dimaksud dengan obat adalah obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika dan
narkotika (tidak termasuk OT)
c. Obat Memenuhi Syarat (MS) ditetapkan melalui uji laboratorium.
d. Kategori obat yang disampling sesuai dengan pedoman prioritas sampling.
e. Jumlah produk obat TMS dihitung berdasarkan satuan bets
Sampel yg tidak diuji dengan parameter uji kritis tidak dihitung sebagai data. Untuk parameter yang
tidak mampu diuji, harus diuji rujuk. (Untuk pengumpulan base line diambil dari data SBD tahun 2012
terkoreksi dengan survei produk beredar).
Jumlah Produk
Obat yang MS pada
tahun berjalan
Total Obat yang
diuji pada tahun
berjalan
92.00 92.00 92.00 92.50 93.00 93.50 BBPOM di SEMARANG
1.2. Persentase produk
Obat Tradisional
yang memenuhi
syarat
a. Obat Tradisional yang mendapatkan NIE dari Badan POM
b. Obat Tradisional yang memenuhi syarat ditetapkan melalui pengujian laboratorium. c. Kategori
Obat Tradisional yang diuji sesuai dengan pedoman sampling Obat dan Makanan. Sampel yg tidak diuji
dengan parameter uji kritis tidak dihitung sebagai data. Untuk parameter yang tidak mampu diuji,
harus diuji rujuk.
Jumlah Obat
Tradisional yang
memenuhi syarat
pada tahun
berjalan
Total Obat
Tradisional yang
diuji pada tahun
berjalan
60.00 62.00 65.00 70.00 75.00 80.00 BBPOM di SEMARANG
1.3. Persentase produk
Kosmetik yang
memenuhi syarat
a. Kosmetik yang mendapatkan NIE dari Badan POM.
b. Kosmetik yang memenuhi syarat ditetapkan melalui pengujian laboratorium. c. Kategori kosmetik
yang diuji sesuai dengan pedoman sampling Obat dan Makanan. Sampel yg tidak diuji dengan
parameter uji kritis tidak dihitung sebagai data. Untuk parameter yang tidak mampu diuji, harus diuji
rujuk.
Jumlah Kosmetik
yang memenuhi
syarat pada tahun
berjalan
Total Kosmetik
yang diuji pada
tahun berjalan93.00 93.50 94.00 94.50 95.00 95.50 BBPOM di SEMARANG
1.4. Persentase produk
Suplemen Kesehatan
yang memenuhi
syarat
a.Suplemen Kesehatan (SK) yang mendapatkan NIE dari Badan POM .
b. Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat ditetapkan melalui pengujian laboratorium.
c. Kategori suplemen kesehatan yang diuji sesuai dengan pedoman sampling Obat dan Makanan.
Sampel yg tidak diuji dengan parameter uji kritis tidak dihitung sebagai data. Untuk parameter yang
tidak mampu diuji, harus diuji rujuk.
Jumlah Suplemen
Kesehatan yang
memenuhi syarat
pada tahun
berjalan
Total Suplemen
Kesehatan yang
diuji pada tahun
berjalan 95.00 96.00 96.50 97.00 97.50 98.00 BBPOM di SEMARANG
1.5. Persentase makanan
yang memenuhi
syarat
a. Makanan adalah pangan olahan yang mendapatkan NIE dari Badan POM.
b. Makanan MS ditetapkan melalui uji laboratorium.
d.Kategori produk makanan yang diuji disesuaikan dengan kategori pangan.
Jumlah Makanan
yang memenuhi
syarat pada tahun
berjalan
Total sampel
Makanan yang
diuji pada tahun
berjalan
78.00 80.00 82.00 84.00 86.00 88.00
BBPOM di SEMARANG
2 2.1. Tingkat Kepuasan
Masyarakat
a. Tingkat Kepuasan Masyarakat adalah tolok ukur untuk menilai kualitas pelayanan yang diperoleh
dari hasil survei Kepuasan Masyarakat.
b. Tata cara pelaksanaan survei mengacu pada pedoman yang disiapkan Inspektorat BPOM mengacu
pada pedoman terkini (Saat ini PermenPAN No. 16 tahun 2004)
c. Target dinyatakan dalam angka
83 83.50 84.00 84.50 85.00 85.50 BBPOM di SEMARANG
2.2. Jumlah Provinsi dan
Kabupaten/Kota
yang memberikan
komitmen untuk
pelaksanaan
pengawasan Obat
dan Makanan dengan
memberikan alokasi
anggaran
pelaksanaan regulasi
Obat dan Makanan
Provinsi adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia yang dipimpin oleh Gubernur
Kabupaten/ Kota adalah pembagian wilayah administratifdi Indonesia setelah provinsi yang dipimpin
oleh Bupati/ Kota.
Komitmen untuk pelaksanaan adalah perjanjian (keterikatan) Kota/ Kabupaten untuk melakukan
pelaksanaan pengawasan obat, kosmetik, obat tradisional, pangan dan bahan berbahaya yang sering
disalahgunakan dalam pangan, baik yang dilakukan secara mandiri dan atau terpadu melalui
pengawasan/ pemeriksaan, advokasi/ penyuluhan, pembentukan tim terpadu, pertemuan dan
kegiatan lainnya yang dapat memperkuat pengawasan.
Alokasi anggaran adalah alokasi anggaran daeran baik yang berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dan lain-lain sumber pendapatan yang sah dan tidak mengikat, yang
dikelola oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.
Dihitung dari hasil rekapitulasi matriks pemantauan pengalokasian anggaran Pemda untuk
Pengawasan Obat dan makanan.
35 35 35 35 35 35 BBPOM di SEMARANG
3 Meningkatnya
kualitas kapasitas
kelembagaan BPOM
3.1. Nilai SAKIP BPOM Nilai SAKIP diukur berdasarkan hasil penilaian SAKIP yang dilakukan oleh APIP Badan POM
A A A A A A BBPOM di SEMARANG
Menguatnya sistem
pengawasan Obat
dan Makanan
Meningkatnya
kemandirian pelaku
usaha, kemitraan
dengan pemangku
kepentingan dan
partisipasi
masyarakat
Meningkatnya
kualitas kapasitas
kelembagaan BPOM
Meningkatnya
kemandirian pelaku
usaha, kemitraan
dengan pemangku
kepentingan dan
partisipasi
masyarakat
PENANGGUNG JAWABPRAKIRAAN MAJUBaseline
/2014
TARGET
Meningkatnya kinerja pengawasan Obat dan Makanan di Balai Besar POM di Semarang
Kegiatan Pengawasan Obat dan Makanan di Balai Besar POM di Semarang
LAMPIRAN 1.TARGET DAN KAMUS INDIKATOR RENSTRA BALAI BESAR POM SEMARANG 2015-2019
NOSASARAN
STRATEGIS
PROGRAM/
KEGIATANIKU/IKK DEFINISI OPERASIONAL PEMBILANG PENYEBUT
1 Jumlah sampel yang
diuji menggunakan
parameter kritis
Parameter kritis adalah parameter uji yang bersifat sebagai penentu terhadap jaminan keamanan,
manfaat, dan mutu produk yang diuji
Parameter kritis ditetapkan dalam pedoman sampling juga menjelaskan "penentu" terhadap jaminan
keamanan, manfaat, dan mutu produk yang diuji
Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis
3800 3800 3800 3800 3800 3800 BBPOM di SEMARANG
2 Pemenuhan target
sampling produk
Obat di sektor publik
(Instalasi Farmasi
Kabupaten)
Diukur berdasarkan jumlah sampel yang diambil pada IFK (termasuk gudang obat KB) dibandingkan
dengan target sampel yang harus disampling di IFK (termasuk gudang obat KB) di masing-masing
balai.
Target sampel yang harus disampling di sarana sektor publik untuk masing-masing balai ditetapkan
dalam Pedoman Sampling.
Jumlah sampel
yang diambil pada
IFK
Target sampel
yang harus
disampling di IFK
di masing-masing
balai
100 100 100 100 100 100 BBPOM di SEMARANG
3 Persentase cakupan
pengawasan sarana
produksi Obat dan
Makanan
a. Sarana produksi Obat dan Makanan adalah jumlah sarana industri Farmasi, Industri Rokok, Industri
Obat Tradisional (IOT), Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT),
Industri Kosmetika, Industri Pangan olahan MD, dan Industri Pangan Rumah Tangga.
b. Sarana produksi yang diperiksa setiap tahun ditetapkan berdasarkan kriteria Pedoman Pengawasan
Sarana Produksi Obat dan Makanan.
c. Cakupan pengawasan sarana produksi pertahun dihitung dari jumlah sarana produksi yang
diperiksa dibandingkan dengan target jumlah sarana produksi yang diperiksa
d. Untuk penetapan target sarana produksi pangan MD dan IRTP yang diperiksa mengikuti ketentuan :
- untuk balai yang memiliki sarana produksi MD <51, target sarana produksi pangan MD diperiksa
sebesar 100%, sisa target pemeriksaan diambil dari sarana produksi IRTP
- untuk balai yang memiliki sarana produksi MD 51-100, target sarana produksi pangan MD diperiksa
sebesar 90%, sisa target pemeriksaan diambil dari sarana produksi IRTP
- untuk balai yang memiliki sarana produksi MD 101-150, target sarana produksi pangan MD diperiksa
sebesar 80%, sisa target pemeriksaan diambil dari sarana produksi IRTP
- untuk balai yang memiliki sarana produksi MD >150, target sarana produksi pangan MD diperiksa
sebesar 70%, sisa target pemeriksaan diambil dari sarana produksi IRTP
Jumlah sarana
produksi yang
diperiksa
Jumlah target
sarana produksi
yang terdapat di
wilayah Propinsi
Jateng
35.31 36.92 38.52 40.13 41.73 43.34 BBPOM di SEMARANG
4 Persentase cakupan
pengawasan sarana
distribusi Obat dan
Makanan
a. Sarana distribusi Obat dan Makanan terdiri atas :
sarana distribusi Obat (PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah) dan sarana Pelayanan Kesehatan
(Apotek, Toko Obat Berizin, Klinik, Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan Puskesmas), klinik kecantikan,
spa, salon, pengobat tradisional, toko jamu, depot jamu, stokis MLM, Toko Modern (Minimarket,
Supermarket, Departemen Store, Hypermarket), Toko Grosir, Toko Tradisional (Toko P & D dan kios),
Importir (termasuk importir terdaftar bahan berbahaya), distributor dan pengecer yang memiliki SIUP-
B2, baik perusahaan induk maupun perusahaan cabang.
b. Sarana yang diperiksa setiap tahun ditetapkan berdasarkan kriteria Pedoman Pengawasan Sarana
Distribusi Obat dan Makanan serta Pedoman Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
c. Jumlah Sarana distribusi yang diperiksa adalah sarana distribusi yang diperiksa dalam rangka
pemeriksaan rutin
Jumlah sarana
distribusi yang
diperiksa
Jumlah sarana
distribusi Obat
dan Makanan
(target) yang
terdapat di
wilayah Prop
Jateng. 26.89 27.35 27.83 28.3 28.77 29.25 BBPOM di SEMARANG
5 Jumlah Perkara di
bidang Obat dan
Makanan
a. Perkara adalah kasus yang ditindaklanjuti secara pro justitia berdasarkan hasil gelar kasus.
b. Jumlah perkara yang dihitung adalah perkara yang telah diterbitkan SPDP-nya kepada Kejaksaan
melalui Korwas PPNS. Diukur berdasarkan jumlah perkara yang ditangani dan telah diterbitkan SPDP 16 16 17 18 19 20 BBPOM di SEMARANG
6 Jumlah layanan
publik BB/BPOM
a. Layanan publik terdiri dari Layanan informasi dan Layanan Sertifikasi.
b. Layanan Informasi diukur berdasarkan jenis dan frekuensi layanan informasi dan tindaklanjut
pengaduan yang dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM baik penyuluhan langsung atau melalui media
cetak/elektronik.
c. Jenis layanan Informasi antara lain:
Talkshow, Pameran, Penyuluhan, Bimtek, Iklan layanan masyarakat, layanan informasi, tindaklanjut
pengaduan, BB/BPOM sebagai Narasumber,
d. Untuk Talkshow, Pameran, Penyuluhan, Bimtek, Iklan layanan masyarakat, layanan informasi
targetnya frekuensi
Untuk pengaduan targetnya jumlah pengaduan
e. Layanan Sertifikasi dihitung dari rekomendasi/surat hasil audit yang dikeluarkan atas permintaan
pelaku usaha industri pangan MD, audit sertifikasi dalam rangka rekomendasi halal, Pemenuhan
pendirian PBF, IKOT, UMOT, Kosmetik, Laporan Hasil Pengujian Pihak Ketiga, SKI/SKE yang
diterbitkan. Jumlah layanan publik Balai Besar POM dihitung dari layanan informasi, pengaduan dan
layanan sertifikasi dari rekapitulasi hasil pelaksanaan kegiatan (RHPK) balai.
4025 4050 4075 4100 4125 4150 BBPOM di SEMARANG
7 Jumlah Komunitas
yang diberdayakan
a. Komunitas adalah gabungan dari kelompok orang di desa/kelurahan/pasar yang diberdayakan
Program Pengawasan Obat dan Makanan.
b. Satu desa/kelurahan/pasar dihitung sebagai satu komunitas
c. Jenis pemberdayaan diatur dalam Pedoman/Juknis terkait.
Ctt :
- Target komunitas pasar dan komunitas desa kumulatif
- Baseline 2013 (62); 2014 (77); 2015 (77): 2016 (108); 2017 (139) ; 2018 (170); 2019 (201)
- Dihitung dari jumlah kumulatif komunitas yang diberdayakan. Target komunitas kumulatif dari tahun
sebelumya.
15 21 26 31 36 41 BBPOM di SEMARANG
8 Persentase
pemenuhan sarana
prasarana sesuai
standar
a. Standar yang dimaksud adalah standar sarana prasarana kerja dan standar alat laboratorium (sesuai
GLP)
b. Pemenuhan sarana dan prasarana kerja dihitung dari sarana dan prasarana kerja yang dimiliki
sesuai laporan BMN dalam keadaan baik dan rusak ringan dibandingkan dengan standar yang
ditetapkan.
c. Standar Sarana dan Prasarana kerja meliputi standar Luas bangunan, Meubelair, dan Alat Pengolah
Data (APD)
d. Untuk meubelair dihitung dari inventarisasi pemenuhan kursi dan meja
e. Pemenuhan standar alat laboratorium dihitung dari jumlah dan jenis alat laboratorium utama sesuai
Keputusan Kepala BPOM No.04.1.71.07.14.4437 Tahun 2014 tentang Standar Minimal Peralatan
Laboratorium Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM yang telah ditetapkan untuk masing-
masing balai. Untuk pemenuhan sarana prasarana kerja dari laporan BMN SATKER, hasil rekonsiliasi
dengan KPKNL Untuk pemenuhan alat lab.dari laporan Balai. Pemenuhan sarana prasarana sesuai
standar = {[(X1/Y1)x100) + [(X2/Y2)x100) } : 2
a. Sarana dan
prasarana kerja
yang dimiliki (X1)
b. Alat Lab utama
yang dimiliki (X2)
a. Standar sarana
dan prasarana
kerja yang
ditetapkan (Y1)
b. Standar Alat
Lab yang
ditetapkan (Y2) 89.50 90.00 91.00 92.00 93.00 94.00 BBPOM di SEMARANG
9 Jumlah dokumen
perencanaan,
penganggaran, dan
evaluasi yang
dilaporkan tepat
waktu
Dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dihasilkan dan harus dilaporkan Balai,
meliputi dokumen berikut :
- Renstra/review renstra,*)
- Perjanjian Kinerja tahun berjalan (n),
- RKAKL/DIPA tahun n+1
- Laporan Kinerja tahun n-1,
- Laporan triwulanan I
- Laporan triwulanan II
- Laporan triwulanan III
- LAPTAH tahun n-1,
- Laporan keuangan tahun n-1,
- Laporan Keuangan Semester 1 tahun n,
Ket: *) hanya menjadi target pada tahun 2015, 2017, dan 2019 Diukur berdasarkan jumlah dokumen
yang dihasilkan dan dilaporkan Balai
10 10 9 10 9 10 BBPOM di SEMARANG
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN SEMARANG
Lampiran 3.
MATRIKS KERANGKA REGULASI BALAI BESAR POM DI SEMARANG 2015 – 2019
N0 Arah Kerangka Regulasi dan/atau
Kebutuhan regulasi
Urgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi
Regulasi, Eksisting, Kajian dan Penelitian
Unit Penanggungjawab Unit
Terkait/Institusi
1 RUU Pembinaan, Pengawasan, dan Pengembangan Sediaan Farmasi
Regulasi pengawasan Obat dan Makanan belum lengkap. Payung hukum yang ada belum efektif untuk pengawasan Obat dan Makanan
1. Direktorat Standardisasi Obat 2. Direktorat Standardisasi Obat
Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan
3. Biro Hukum dan Humas 4. PPOM 5. BBPOM di Semarang
1. DPR
2. Kemenkumham
3. KemenKes
4. Kemendag
5. Kemenperin
6. Kemendagri
2 Peraturan Perundang-undangan terkait pengawasan Obat dan Makanan
Meningkatkan efektifitas pengawasan Obat dan
Makanan
1. Direktorat Standardisasi Obat 2. Direktorat Standardisasi Obat
Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan
3. Biro Hukum dan Humas 4. BBPOM di Semarang
3 RPP Keamanan Mutu dan Gizi Pangan dan RPP Label dan Iklan Pangan terkait Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
1. Direktorat Standardisasi Pangan 2. Biro Hukum dan Humas 3. BBPOM di Semarang
4 Norma, standar, prosedur, dan kriteria
(NSPK) terkait pelaksanaan UU No. 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
dalam penyelenggaraan urusan pemerintah
konkuren
Terciptanya sinergi antara Pemerintah Pusat dan
Daerah berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 pasal 16
dalam hal: 1. Pelaksanaan pengawasan Obat dan
Makanan 2. Sebagai pedoman Pemerintah Daerah
dalam penyelenggaraan pengawasan Obat dan
Makanan
1. Direktorat Standardisasi Obat 2. Direktorat Standardisasi Obat
Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan
3. Biro Hukum dan Humas 4. Direktorat Standardisasi Pangan 1. BBPOM di Semarang
1. DPR
2. Kemenkumham
3. KemenKes
5 Standar kompetensi laboratorium dan standar GLP
Untuk pengawalan mutu Obat dan Makanan oleh
BBPOM di Semarang terhadap isu terkini (AEC, Post
MDGs, SJSN Kesehatan, dll)
1. BBPOM di Semarang 2. PPOMN 3. Biro Hukum dan Humas
6 Dasar hukum provider Uji Profisiensi dan provider Baku Pembanding
Untuk pengawalan mutu Obat dan Makanan oleh
BPOM terhadap isu terkini (AEC, Post MDGs, SJSN
Kesehatan, dll)
1. PPOMN 2. Biro Hukum dan Humas
7 Memorandum of Understanding (MoU) Penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan di wilayah Free Trade Zone (FTZ), daerah perbatasan, terpencil, dan gugus pulau
Belum optimalnya quality surveilance /monitoring
mutu untuk daerah perbatasan, daerah terpencil, dan
gugus pulau
1. Biro Hukum dan Humas 2. Direktorat Insert dan Pengawasan Kedeputian 1,2 dan 3
8 Regulasi yang mendukung optimalisasi Pusat Kewaspadaan Obat dan Makanan dan EWS yang informatif, antara lain: - Peraturan baru terkait KLB dan Farmakovigilans- Mekanisme pelaksanaan Sistem Outbreak response dan EWS
Sistem Outbreak response dan EWS belum optimal dan informatif. Diperlukan response yang cepat dan efektif pada saat terjadi outbreak bencana yang berkaitan dengan bahan obat dan makanan (co. Obat terkontaminasi etilen glikol)
1. Direktorat Surveilans Penyuluhan Keamanan Pangan
2. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan
3. Direktorat Pengawasan Distribusi Obat
4. Biro Hukum dan Humas 5. BBPOM di Semarang
9 Juknis/pedoman untuk pengintegrasian penyebaran informasi Obat dan Makanan
Sistem penyebaran informasi OM belum terintegrasi 1. PIOM 2. Biro Hukum dan Humas 3. Biro Umum 4. BBPOM di Semarang
10 Peraturan Kepala BPOM tentang koordinasi dengan pemerintah daerah serta Peraturan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) untuk meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di daerah
Pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat berhasil tanpa adanya kerjasama dan komitmen dari daerah dalam mendukung BPOM
BBPOM di Semarang
11 Peraturan dengan instansi/pihak terkait yang mengatur regulatory insentive
1. Direktorat Standardisasi Obat 2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Suplemen Kesehatan 3. Biro Hukum dan Humas 4. PPOM 5. BBPOM di Semarang
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN SEMARANG