10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Tumbuh Kembang
2.1.1 Definisi Tumbuh Kembang
Pertumbuhan (Growth) dan perkembangan (Development) memiliki
definisi yang sama yaitu sama-sama mengalami perubahan, namun secara
khusus keduanya berbeda. Pertumbuhan menunjukan perubahan yang
bersifat kuantitas sebagai akibat pematangan fisik yang di tandai dengan
makin kompleksnya sistem jaringan otot, sistem syaraf serta fungsi sistem
organ tubuh lainnya dan dapat di ukur (Yuniarti, 2015).
Depkes (2006, dalam Yuniarti, 2015) pertumbuhan ialah
bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan intraseluler,
bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau
keseluruhan. Pertumbuhan dapat di ukur secara kuantitatif, yaitu dengan
mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar lengan atas
terhadap umur, untuk mengetahui pertumbuhan fisik.
Perkembangan berarti perubahan secara kualitatif. Perkembangan
adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan
kemandirian (Depkes, 2006).
11
2.1.2 Prinsip Tumbuh kembang
Tumbuh kembang merupakan proses yang dinamis dan terus
menerus. Prinsip tumbuh kembang : Perkembangan merupakan hal yang
teratur dan mengikuti rangkaian tertentu, perkembangan merupakan hal yang
kompleks, dapat diprediksi, dengan pola konsisten dan kronologis dan
perkembangan adalah sesuatu yang terarah dan berlangsung terus menerus,
dalam pola sebagai berikut (Dwienda, dkk 2014) :
a. Cephalocaudal : merupakan rangkaian pertumbuhan berlangsung
terus dari kepala ke arah bawah bagian tubuh. Contohnya bayi
biasanya menggunakan tubuh bagian atas sebelum mereka
menggunakan tubuh bagian bawahnya (Santrock, 2011).
b. Proximodistal : perkembangan berlangsung terus dari daerah pusat
(proximal) tubuh ke arah luar tubuh (distal). Contohnya, anak-anak
belajar mengembangkan kemampuan tangan dan kaki bagian atas
baru kemudian bagian yang lebih jauh, dilanjutkan dengan
kemampuan menggunakan telak tangan dan kaki dan akhirnya jari-jari
tangan dan kaki (Papilia, dkk, 2010).
c. Differentiation yaitu ketika perkembangan berlangsung terus dari
yang mudah ke arah yang lebih kompleks. Sedangkan sequential yaitu
perkembang yang kompleks, dapat diprediksi, terjadi dengan pola
yang konsisten dan kronologis seperti tengkurap-merangkak-berdiri-
berjalan. Setiap individu cenderung mencapai potensi maksimum
perkembangannya (Yuniarti, 2015).
12
2.1.3 Ciri-ciri Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya
ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan,
lingkar dada, dan lain-lain. Pada pertumbuhan dan perkembangan terjadi
hilangnya ciri-ciri lama yang ada selama masa pertumbuhan, seperti hilangnya
kelenjer timur, lepasnya gigi susu, atau hilangnya refleks-refleks tertentu.
Dalam pertumbuhan juga terdapat ciri baru seperti adanya rambut pada
daerah aksila, pubis atau dada sedangkan perkembangan selalu melibatkkan
proses pertumbuhan yang diikuti dengan perubahan fungsi, seperti
perkembangan sistem reproduksi akan diikuti perubahan fungsi kelamin.
Perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala menuju ke arah kaudal atau
bagian proksimal ke bagian distal. Perkembangan memiliki tahapan yang
berurutan dari kemampuan melakukan hal yang sederhana menuju hal
kemampuan hal yang sempurna. Setiap individu memiliki kecepatan
perkembangan yang berbeda (Hidayat, 2008).
2.1.4 Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan
Tahapan perkembangan memiliki beberapa masa pertumbuhan,
sebagai berikut (Yuniarti, 2015) : 1). Masa pranatal, sejak konsepsi sampai
kelahiran. Proses pertumbuhan berlangsung cepat 9 bulan 10 hari. 2). Masa
bayi dan anak 3 tahun pertama. Pada anak usia tersebut anak batita memiliki
kelekatan emosi dengan orang tua, suka berkhayal, egosentris. 3). Masa anak-
anak awal (early childhood), dimulai usia 4-5 tahun 11 bulan. Anak masih terikat
kepada orang tua, namun sudah mulai belajar mandiri, keinginanan
besosialisasi dengan temans sebaya, dan masa ini masih meliputi kegiatan
13
bermain sendiri. 4). Masa anak tengah (Middle childhood), dimulai usia 6-9
tahun. Pada usia ini anak berada pada taraf operasional konkrit, anak mampu
melakukan tugas-tugas seperti berhitung sederhana tetapi belum bersifat
kompleks. Dimana anak mulai mengembangkan kepribadiaan, konsep diri,
sosial, dan akademis. 5). Masa anak akhir (Late childhood), dimulai usia 10-12
tahun. Pada masa ini anak melakukan aktifitas menyita energi, karena
pertumbuhannya masuk ke awal remaja dimana fungsi-fungsi hormon mulai
aktif dan anak pada usia tersebut lebih banyak terlibat dalam kegiatan games
with rules dimana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan
permainan. 6). Masa remaja (adolecence), dimulai usia 13-21 tahun. Pada masa
ini merupakan masa transisi, yaitu dari masa anak-anak ke masa dewasa,
biasanya pada usia tersebut cendrung egosentris, tidak mau dikekang,
revolusioner guna mencari jati diri. 7). Masa dewasa muda (young adulthood),
dimulai usia 22-40 tahun. Secara kognitif pada usia tersebut mereka sudah
menyelesaikan pendidikan dan mulai mengembangkan karir. 8). Masa dewasa
tengah (Middle adulthood), dimulai usia 41-60 tahun. Masa ini dimana kondisi
fisik menurun, masa penuh tantangan, tetapi mereka berhasil membentuk
kepribadian terintegritas justru akan bersikap bijaksana dan mampu
membmbing anak-anaknya. 9). Masa dewasa akhir (Late adulthood), usia 60
tahun keatas. Pada usia tersebut, kondisi fisik sudah menurun, cepat lelah dan
stimulus lambat sehingga sering terjadi stress.
Menurut Piaget dalam Syamsussabri (2013), perkembangan kognitif
anak dari usianya sangat berbeda. Perkembangan kognitif ini meliputi
kemampuan intelegensi, kemampuan berpersepsi dan kemampuan mengakses
14
informasi, berfikir logis, memecahkan masalah kompleks menjadi simpel dan
memahami ide yang abstrak menjadi konkrit.
1. Pada tahap sensori-motor (0-2 tahun) perilaku anak banyak
melibatkan motorik, belum terjadi kegiatan mental yang bersifat
berpikir.
2. Pada tahap pra operasional (2-7 tahun) pada tahap ini operasi
mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Anak belajar
menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran
dan kata-kata. Mereka hanya menggunakan penalaran intuitif
bukan logis dan mereka cenderung egosentris.
3. Pada tahap operasional konkrit (7-12) anak sudah mampu
menggunakan logika serta mampu mengklasifikasikan objek
menurut berbagai macam cirinya seperti, tinggi, besar, kecil,
warna, bentuk, dan seterusnya.
4. Pada tahap operasional-formal (mulai 12 tahun) anak dapat
melakukan representasi simbolis tanpa menghadapi objek-objek
yang ia pikirkan. Pola pikir menjadi lebih fleksibel melihat
persoalan dari berbagai sudut yang berbeda.
2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang
Setiap individu akan mengalami siklus yang berbeda pada kehidupan
manusia dapat secara cepat maupun lambat tergantung individu dan
lingkungannya. Proses cepat dan lambat tersebut dapat dipengaruhi oleh
faktor herediter, faktor lingkungan dan faktor hormonal.
15
1. Faktor Herediter
Faktor herediter meliputi bawaan, jenis kelamin, ras dan suku bangsa.
Faktor ini ditentukan dengan intensitas, kecepatan dalam pembuahan sel telur,
tingkat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, usia pubertas dan
berhentinya pertumbuhan tulang. Pertumbuhan dan perkembangan anak
dengan jenis kelamin laki-laki setelah lahir akan cenderung lebih cepat
dibandingkan dengan anak perempuan serta akan bertahan sampai usia
tertentu. Baik anak laki-laki maupun perempuan akan mengalamai
pertumbuhan yang lebih cepat ketika mereka mencapai masa pubertas
(Hidayat, 2008).
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan memiliki faktor yang memegang peran penting
dalam menentukan tercapai dan tidaknya potensi yang sudah di miliki. Faktor
lingkungan ini meliputi lingkungan prenatal dan lingkungan postnatal.
Lingkungan prenatal atau lingkungan dalam kandungan juga meliputi gizi
pada saat ibu hamil, lingkungan mekanis, zat kimia atau toksin dan hormonal.
Sedangkan lingkungan postnatal atau lingkungan setelah lahir dapat
mempengaruhi tumbuh kembang anak seperti budaya lingkungan, sosia;
ekonomi keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca, olahraga, posisi anak dalam
keluarga dan status kesehatan (Hidayat, 2008).
3. Faktor Hormonal
Hormon somatotropin (growth hormone) berperan dalam
mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan dengan menstimulasi terjadinya
proliferasi sel kartilago dan sistem skeletal. Hormon tiroid berperan
menstimulasi metabolisme tubuh. Hormon glukokortikoid mempunyai fungsi
16
menstimulasi pertumbuhan sel interstisial dari testis (untuk memproduksi
testoteron) dan ovarium (untuk memproduksi estrogen), selanjutnya hormon
tersebut akan menstimulasi perkembangan seks, baik pada laki-laki maupun
perempuan yang sesuai dengan peran hormonnya (Kompasiana, 2010).
2.2 Konsep Kebutuhan Nutrisi
2.2.1 Definisi Kebutuhan Nutrisi
Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak, dimana manfaat
nutrisi dalam tubuh dapat membantu proses pertumbuhan dan
perkembangan anak, serta mencegah terjadinya berbagai penyakit. Nutrisi
adalah proses pengambilan zat-zat makanan penting (Nuwer, 2008).
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan
kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia
untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan
menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuh
serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi dapat dikatakan sebagai ilmu tentang
makanan, zat-zat gizi dan zat lain yang terkandung, aksi, reaksi, dan
keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit (Tarwoto,
2006).
2.2.2 Jenis-Jenis Nutrisi
1. Karbohidrat
17
Karbohidrat merupakan sumber energi utama. Hampir 80 % energi di
hasilkan dari karbohidrat. Setiap 1 gram karbohidrat menghasilkan 4
kilokalori (kkal). Karbohidrat yang di simpan dalam hati dan otot berbentuk
glikogen dengan jumlah yang sangat sedikit (Tarwoto, 2006).
Fungsi karbohidrat adalah membuat cadangan tenaga tubuh,
pengaturan metabolisme lemak, untuk efisiensi penggunaan protein dan
memberikan rasa kenyang. Sumber karbohidrat umumnya adalah makanan
pokok, yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti beras, jagung, sagu,
singkong dan lain-lain (Gulo, 2014).
Kekurangan karbohidrat mengakibatkan kurangnya tenaga dan tubuh
menjadi lemah, lemahnya daya pikir karena otak dan sistem saraf
membutuhkan glukosa sebagai sumber energi, serta terhambatnya
metabolisme lemak. Sedangkan kelebihan karbohidrat dapat menyebabkan
kegemukan dan obesitas. Hal ini terjadi karena kelebihan karbohidrat akan
disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot dan sebagiannya akan
di ubah menjadi lemak sebagai cadangan energi (Widodo, 2009).
2. Protein
Protein berfungsi sebagai pertumbuhan, mempertahankan dan
mengganti jaringan tubuh. Setiap 1 gram protein menghasilkan 4 kkal. Bentuk
sederhana dai protein adalah asam amino. Asam amino disimpan dalam
jaringan dalam bentuk hormon dan enzim. Asam amino esensial tidak dapat
disintesis dalam tubuh tetapi harus didapat dari makanan. Jenis asam amini
esensial diantaranya lisin, trptofan, fenilalanin, leusin (Tarwoto, 2006).
Sumber protein berasal dari protein hewani dan protein nabati seperti,
susu, daging, telur, hati, udang, ayam, jagung, kedelai, kacang hijau dan
18
sebagainya (Nasution, 2014). Fungsi dari protein untuk keseimbangan cairan,
pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, serta pengaturan metabolisme
dalam bentuk enzim dan hormon (Tarwoto, 2006). Kelebihan protein juga
akan memberatkan hati dan ginjal, dapat menyebabkan diare, kekurangan
cairan serta demam (Widodo, 2009).
3. Lemak
Lemak atau lipid merupakan sumber energi yang paling besar.
Berdasarkan ikatan kimianya lemak dibedakan menjadi lemak murni yaitu
lemak yang terdiri atas asam lemak dan gliserol serta zat-zat yang
mengandung lemak misalnya fosfolipid yaitu ikatan lemak dengan garam
fosfor, glokolipid yaitu ikatan lemak dengan glikogen (Tarwoto, 2006).
Sumber dari lemak berasal dari hewani dan nabati. Lemak nabati
mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh seperti yang terdapt pada
kacang-kacangan, kelapa dan lain-lain. Sedangkan lemak hewani banyak
mengandung asam lemak jenuh dengan rantai panjang seperti pada daging
sapi, kambing dan lain-lain. Fungsi dari lemak yaitu sebagai pembentuk
susunan tubuh, sebagai penghasil lemak esensial, pelarut vitamin A, D,E,K,
sebagai prekursor dari prostaglandin yang berperan mengatur tekanan darah,
denyut jantung dan lipolisis (Yuniastuti, 2008). Kelebihan dan kekurangan
lemak menimbulkan gangguan saraf, penglihatan, pertumbuhan menjadi
terhambat, gangguan ginjal dan hati, serta obesitas (Widodo, 2009).
4. Vitamin dan Mineral
Vitamin dan mineral diperlukan tubuh dalam jumlah yang jauh lebih
kecil daripada protein, karbohidrat dan lemak tetapi sangat esesnsial untuk
19
tubuh. Keduanya mengatur keseimbangan kerja tubuh dan kesehatan secara
keseluruhan (Istiany & Rusilanti, 2013).
Kekurangan dan kelebihan vitamin akan menampakkan gejala-gejala
berupa terhentinya pertumbuhan dan gangguan kesehatan. Sebagai contoh,
kelebihan vitamin A dan D yang disebabkan oleh pemberian dosis tinggi
secara terus menerus atau dalam jangka waktu lama. Vitamin yang larut dalam
air (vitamin B dan C) tidak terlalu membahayakan karena kelebihannya
dibuang melalui ginjal (Widodo, 2009). Kekurangan mineral mengakibatkan
tulang kropos, gagal ginjal, kelemahan otot, rasa letih, gangguan konsentrasi
dan irama jantung, aritmia serta kejang otot (Widodo, 2010).
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi, yaitu :
1. Pengetahuan
Rendahnya pengetahuan tentang manfaat makanan bergizi dapat
mempengaruhi pola konsumsi makan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
kurangnya informasi, sehingga dapat terjadi kesalahan dalam pemenuhan
kebutuhan nutrisi (Ardhiyanti, dkk 2014).
2. Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan yang bernilai
gizi tinggi, dapat mempengaruhi status gizi seseorang seperti di beberapa
daerah tempe meupakan sumber protein yang baik dan murah, tetapi tidak
digunakan sebagai makanan sehari-hari karena masyarakat menganggap
bahwa mengonsumsi tempe dapat merendahkan derajat mereka (Ardhiyanti,
dkk 2014).
20
3. Kebiasaan
Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap makanan
tertentu dapat juga mempengaruhi status gizi seperti di beberapa daerah
terdapat larangan memakan pisang dan pepaya bagi para gadis remaja.
Padahal makanan itu merupakan sumber vitamin yang baik. Ada pula
larangan makan ikan bagi anak-anak karena ikan dianggap mengakibatkan
cacingan. Padahal ikan sumber protein yang sangat baik bagi anak-anak
(Ardhiyanti, dkk 2014).
4. Kesukaan
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat
mengakibatkan kurangnya variasi makanan, sehingga tubuh tidak
memperoleh zat-zat gizi yang dibutuhkan secara cukup. Kesukaan dapat
mengakibatkan banyak kasus malnutrisi pada remaja karena asupan gizinya
tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh. Apabila orang tua
meningkatkan variasi makanan yang diberikan kepada anak sehingga anak
dapat tumbuh dengan sehat (Maryunani, 2010).
5. Ekonomi
Faktor ekonomi sangat berpengaruh terhadap konsumsi makanan yaitu
pendapatan keluarga. Dengan meningkatnya pendapatan akan meningkatkan
peluang untuk membeli makanan dengan kualitas dan kuantitas yang baik,
sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan daya beli
makanan baik secara kualitas dan kuantitas (Sulistyoningsih, 2011).
21
2.2.4 Kebutuhan Gizi Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah yaitu anak yang berusia 5-12 tahun. Pada golongan
umur tersebut, gigi geligi susu tanggal secara berangsur-angsur di ganti
dengan gigi permanen. Anak sudah lebih aktif memilih makanan yang disukai.
Kebutuhan energi lebih besar karena mereka lebih banyak melakukan
aktivitas fisik, misalnya olahraga, bermain, atau membantu orang tua (Istiany
& Rusilanti, 2013).
Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar
daripada golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhan lebih cepat, terutama
penambahan tinggi badan. Mulai umur 10-12 tahun, kebutuhan gizi anak laki-
laki berbeda dengan perempuan karena anak laki-laki lebih banyak beraktifitas
fisik (Istiany & Rusilanti, 2013).
Golongan anak tersebut juga golongan anak sekolah yang biasanya
mempunyai banyak perhatian dan aktifitas di luar rumah sehingga sering
melupakan waktu makan. Makan pagi perlu di perhatikan untuk menjaga
ketahanan tubuh, dan supaya anak lebih mudah menerima pelajaran (Istiany
& Rusilanti, 2013).
Makanan anak sekolah sama seperti orang dewasa. Nafsu makan
umumnya lebih baik daripada golongan anak kecil.sebagian besar anak usia
sekolah banyak mengkonsumsi gula, coklat, dan sebagainya. Masukan gizi
yang tepat, baik dalam jumlah maupun jenisnya berpengaruh terhadap proses
tumbuh (Istiany & Rusilanti, 2013).
22
2.3 Konsep Perilaku
2.3.1 Definisi Perilaku
Perilaku adalah semua tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri,
baik diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati. Dari segi biologis,
perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahkluk hidup yang
bersangkutan). Sedangkan, dari segi kerangka analisis, perilaku adalah apa
yang dikerjakan oleh organisme tersebut baik dapat diamati secara langsung
maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).
Skinner (dalam Notoatmodjo, 2010) mengemukakan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus,
organisme, respon sehingga teori Skinner ini disebut dengan teori S-O-R
(Stimulus, Organisme, Respon).
2.3.2 Jenis perilaku
Jenis perilaku ada 2, perilaku tertutup (Covert Behavior) Perilaku
tertutup terjadi apabila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat
diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas
dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap
stimulus yang bersangkuran. Bentuk dari Covert Behavior yang dapat diukur
adalah pengetahuan dan sikap sedangkan perilaku terbuka (Overt Behavior)
terjadi apabila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau
praktik ini dapat diamati orang lain dari luar (Notoatmodjo, 2010).
23
2.3.3 Domain Perilaku
Perilaku memiliki ranah yang terdiri dari pengetahuan (knowledge), sikap
(attitude), tindakan (practice) :
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat
diperoleh langsung atau orang lain yang sampai kepada kita (Notoatmodjo,
2010).
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Siakp berasal dari pengalaman,
atau dari orang terdekat dengan kita. Mereka bisa mengakrabkan kita dengan
sesuatu atau menyebabkan kita menolaknya (Wahid, 2007).
3. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan
faktor pendukung (Notoatmodjo, 2010).
2.3.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, antara lain ; Faktor
predisposisi, yang terwujud dalam lingkungan, ekonomi, pekerjaan, tingkat
pendidikan, pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan
sebagainya ; faktor pendukung, yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya
24
puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya ; faktor pendorong,
yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain,
yang merupakan kelompok referensi dan perilaku masyarakat (Notoatmodjo,
2007).
Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak di
dalam diri individu sendiri yang disebut juga faktor internal dan sebagian lagi
terletak di luar dirinya atau disebut faktor eksternal yaitu faktor lingkungan.
Leavitt (dalam Sobur, 2010) mengemukakan kebenaran mendasar dan tanpa
kecuali mengenai tingkah laku manusia yaitu; Manusia adalah produk dari
lingkungan; manusia menginginkan keamanan; yang dikehendaki manusia
adalah makanan; manusia pada dasarnya malas; manusia pada dasarnya suka
mementingkan diri sendiri; manusia hanya mengerjakan apa yang harus
mereka kerjakan; manusia adalah mahkluk yang dibentuk oleh kebiasaan;
manusia adalah produk dari sifat-sifat yang diturunkan oleh nenek moyang.
Perubahan perilaku menurut Phillipa Lally dalam European Journal of
Social Psycology untuk mengubah kebiasaan membutuhkan 21-66 hari agar
aktifitas itu bisa dilakukan secara otomatis. Semakin mudah, semakin cepat
manusia terprogram untuk melakukannya dan demikian juga sebaliknya.
Memang kadang tidak perlu selama itu, namun angka tersebut bisa dibilang
sebagai batas universal.
Menurut Unilever Indonesia dalam artikel Pepsodent ‘Gerakan 21 Hari
Tari dan Sikat Gigi’ dimana selama 21 hari anak-anak diajarkan membiasakan
sikat gigi dengan tepat dan rutin diselingi tarian serta diharapkan dapat
membantu para orang tua menemukan cara unik, menyenangkan sekaligus
edukatif (Julian, 2012). Teori ‘behaviour change’ mengatakan untuk mengubah
25
kebiasaan seseorang maka diperlukan satu periode yang konstan kepada orang
tersebut agar mengubah kebiasaannya. Psikolog menjelaskan “Dalam 21 hari
tersebut memiliki tiga tahap untuk membentuk memori yang memerintahkan
pikiran dan tubuhnya melakukan kebiasaan baru yaitu: 7 hari pertama adalah
perkenalan/introduction; 7 hari kedua adalah pengulangan/exercise, masuk
dalam tahapan latihan. Semakin sering anak melakukan kegiatan tersebut,
semakin anak lebih mudah hafal dan menikmati; dan terakhir 7 hari ketiga
lebih kearah penguatan/stabilization dimana menuju pemantapan. Diharapkan
perilaku pun terbentuk secara permanen menjadi suatu kebiasaan”
(Hermawan, 2012).
2.4 Makanan Jajanan
Makanan jajanan menurut Rosyidi (2006), makanan jajanan (streetfood)
merupakan makanan siap makan atau diolah di lokasi jualan. Menurut FAO
makanan jajanan merupakan makanan atau minuman yang dipersiapkan dan
dijual oleh para penjaja di jalanan atau tempat-tempat keramaian umum.
Makan ini bisa langsung di makan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau
persiapan lebih lanjut (Judarwanto, 2008).
Pangan jajanan yang termasuk siap saji yaitu makanan dan minuman
yang dijual untuk di konsumsi langsung tanpa proses pengolahan lebih lanjut
antara lain, bakso, mie goreng, ayam goreng, burger, cakue, cireng, cilok,
cimol, tahu, gulali, es jepit, es lilin dan sebagainya (Direktorat Perlindungan
Konsumen, 2006).
Makanan jajanan termasuk kategori pangan siap saji yaitu makanan
atau minuman yang merupak hasil proses dengan cara atau metode tertentu
26
untuk langsung disajikan, sangat banyak di jumpai di lingkungan sekolah,
hampir setiap hari di konsumsi sebagian besar anak sekolah dan harga
terjangkau oleh anak-anak (Wijaya, 2009).
2.4.1 Jenis-Jenis Makanan Jajanan.
Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (dalam Mariana, 2006) dapat
di golongkan menjadi 3, yaitu : 1) Makanan jajanan yang berupa panganan
seperti, kue kecil-kecil, pisang goreng dan sebagainya. 2) Makanan jajanan
yang di porsikan seperti pecel, mie bakso, nasi goreng dan sebagainya. 3)
Makanan jajanan yang berupa minuman seperti, es krim, es campur dan
sebagainya.
Ada beberapa jenis makanan yang bisa dijadikan makanan jajanan
sehat berupa sayur dan buah yang kaya akan vitamin, mineral, dan serat. Pada
sayuran yang tidak menggunakan tepung. Sayuran hijau, paprika, kembang kol
dan terong. Karbohidrat seperti roti, pasta, sereal yang berupa gandum.
Gandum memiliki serat, vitamin B dan zat besi. Protein seperti kacang-
kacangan, biji-bijian, telor, ikan dan daging yang rendah lemak. Protein sangat
penting untuk otot dan pemeliharaan tubuh. Protein kaya akan vitamin A,
beberapa vitamin B, seng dan zat besi. Pilih susu yang rendah lemak seperti
yogurt atau keju, susu kedelai dan tahu. Makanan tersebut memiliki kalsium,
yang dibutuhkan untuk kekuatan tulang (Dinstel, 2015)
2.4.2 Bahaya Makanan Tercemar.
Bahaya fisik berupa benda asing yang masuk ke dalam makanan,
seperti isi stepler, batu atau kerikil, rambut dan sebagainya. Bahaya kimia
berupa cemaran dari bahan kimia yang beracun seperti, cairan pembersih,
27
petisida, cat, jamur beracun dan sebagainya. Sedangkan bahaya biologis dapat
di sebabkan oleh mikroba patogen seperti virus, parasit, bakteri dan
sebagainya (Direktorat Perlindungan Konsumen, 2006).
2.4.3 Kiat Memilih Jajanan Sehat.
Hindari makanan yang dijual ditempat terbuka, kotor dan tercemar,
beli jajanan ditempat yang bersih dan terlindung dari debu, serangga, asap
kendaraan dan sebagainya, hindari jajanan yang dibungkus dengan kertas
bekas atau koran, hindari jajanan yang mengandung bahan sintesis berlebihan
atau bahan tambahan yang berbahaya, hindari warna jajanan yang mencolok,
terdaftar di BPOM yang tertera di kemasannya (Direktorat Perlindungan
Konsumen, 2006).
2.4.4 Dampak Negatif Makanan Jajanan.
Ada beberapa poin dampak negatif dari mengkonsumsi jajanan
seperti nafsu makan menurun, makanan yang tidak higines akana
menimbulkan banyak penyakit, salah satu penyebab terjadinya obesitas,
kurang gizi karena kandungan gizi pada jajanan belum tentu terjamin,
pemborosan (Irianto, 2007).
2.4.5 Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Bahan ini adalah bahan yang meningkatkan atau mempertahankan
nilai gizi dan daya simpan, membuat bahan tambahan pangan lebih mudah di
hidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Di Indonesia telah
disusun peraturan tentang BTP yang diizinkan ditambahkan dan yang
dilarang oleh departemen kesehatan. Bahan tambahan pangan yang di
28
gunakan hanya dapat di benarkan apabila dimaksudkan untuk mencapai
masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan, tidak digunakan untuk
menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi
persyaratan, tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang
bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan, tidak digunakan
untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (Cahyadi, 2008).
Bahan tambahan pangan yang umum dan sering di gunakan oleh
penjaja atau pedagang kaki lima yang ilegal seperti borax (pengempal yang
mengandung logam berat boron), jajanan seperti itu biasanya terdapat pada
bakso, tahu bakso, kerupuk pedas, dst. Formalin (pengawet yang digunakan
untuk mayat), bahan tambahan pangan seperti itu biasanya terdapat pada
bakso tusuk, goreng, sosis, tempura, dst . Rhodamin-B (pewarna merah pada
tekstil), biasanya terdapat pada jenis-jenis es, jelly, dan saos. Methanyl Yellow
(pewarna kuning pada tekstil), Dulsin (pemanis sintesis) dan Potassium Bromat
(Pengeras) (Paratmanitya, 20016). Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada
tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang
menyebabkan penyakit-penyakit seperti antara lain kanker dan tumor pada
tubuh. Pengaruh jangka pendek penggunaan BTP ini menimbulkan gejala-
gejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau bahkan
kesulitan buang air besar. Joint Expert Committee on Food Addictive (JECFA) dari
WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar BTP melarang penggunaan
bahan kimia tersebut pada makanan (Judarwanto, 2008).
29
2.5 Konsep Promosi Kesehatan
2.5.1 Definisi Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan (Health Promotion) adalah upaya memasarkan,
menyebarluaskan, mengenalkan, atau menjual kesehatan. Dengan kata lain,
promosi kesehatan adalah memasarkan atau memperkenalkan pesan-pesan
kesehatan atau upaya-upaya kesehatan, sehingga masyarakat menerima (dalam
artian menerima perilaku kesehatan) atau mengenal pesan-pesan tersebut,
yang akhirnya masyarakat mau berperilaku hidup sehat. Sama dengan
pendidikan kesehatan (Health Education), karena pendidikan kesehatan pada
prinsipnya bertujuan agar masyarakat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
2.5.2 Strategi Promosi Kesehatan
Ada beberapa strategi global yang dikemukan oleh Notoatmodjo
(2012) yaitu, advokasi (Advocasy) kegiatan ini diberikan kepada para pembuat
keputusan atau penentu kebijakan baik dibidang kesehatan atau sektor lain di
masyarakat. Tujuan ini agar para pembuat keputusan dapat mengeluarkab
kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan berupa undang-undang,
instruksi, dan sebagainya. Kegiatan ini seperti lobying, pendekatan atau
pembicaraan formal atau informal kepada pembuat keputusan, menyajikan
isu-isu atau masalah kesehatan yang mempengaruhi kesehatan masyarakat
dengan melakukan seminar kesehatan dan sebagainya.
Dukungan Sosial (Social Support) strategi ini merupakan dukungan
sosial yang ditujukan kepada para tokoh masyarakat baik formal maupun
informal. Umpat balik dari orang lain yang menunjukkan bahwa seseorang
30
seseorang dicintai, dihargai, diperhatikan, dihormati dan dilibatkan dalam
jaringan komunikasi dan kewajiban yang timbal balik (King, 2012). Tujuan
dari kegiatan ini agar program kesehatan tersebut mendapatkan dukungan
dari para tokoh masyarakat dan diharapkan para tokoh tersebut dapat
menjadi jembatan antara pengelola program dan masyarakat. Apabila para
tokoh tersebut mempunyai perilaku sehat, akan mudah ditiru oleh masyarakat
yang lain. Adapun bentuk kegiatannya seperti seminar, lokakarya, penyuluhan
dan sebagainya
Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment) strategi ini merupakan suatu
bentuk strategi yang ditujukan kepada masyarakat langsung. Tujuan dari
strategi ini adalah agar masyarakat memiliki kemampuan dalam memelihara
dan meningkatkan kesehatan mereka dengan kemampuan dan kemandirian
dalam kehidupan bermasyarakat (Permendagri RI, 2007). Kegiatan ini antara
lain, penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan pembangunan masyarakat
serta peatihan dalam meningkatkan pendapatan keluarga (income generating skill)
seperti latihan menjahit, pertukangan, peternakan, dan sebagainya.
Diharapkan masyarakat memiliki kemampuan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka sendiri (self relince in health) serta sadar dan
mau untuk hidup sehat (Maulana, 2009). Kegiatan ini sering disebut juga
dengan “gerakan masyarakat” untuk kesehatan.
2.5.3 Sasaran Promosi Kesehatan
Berdasarkan tahapan dari upaya promosi kesehatan, maka sasaran
promosi kesehatan dibagi menjadi 3, yaitu :
31
1. Sasaran Primer (Primary Target)
Sesuai dengan permasalahn kesehatan, sasaran ini dapat
dikelompokkan menjadi : kepala keluarga untuk kesehatan umum, ibu hamil
dan menyusui untuk masalah KT (kesehatan ibu dan anak), anak sekolah
untuk kesehatan remaja dan sebagainya. Upaya promosi ini dilakukan
kepada sasaran primer sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat
(Notoatmodjo, 2012).
2. Sasaran Sekunder (Secondary Target)
Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan sebagainya.
Disebut sasaran sekunder, karena dapat memberikan dukungan pendidikan
kesehatan kepada kelompok ini diharapkan selanjutnya kelompok ini akan
memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat sekitar. Selain dengan
perilaku hidup sehat para tokoh masyarakat sebagai hasil pendidikan yang
diterima, maka para tokoh harus memberikan contoh atau acuan perilaku
sehat kepada masyarakat. Upaya promosi ini ditujukan kepada sasaran
sekunder ini karena sejalan dengan strategi dukungan sosial (Notoatmodjo,
2012).
3. Sasaran Tersier (Tertiary Target)
Adapun yang menjadi sasaran tersier dalam promosi kesehatan adalah
pembuat keputusan atau penentu kebijakan. Hal ini dilakukan dengan suatu
harapan agar kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan oleh
kelompok tersebut akan memiliki efek atau dampak serta pengaruh bagi
sasaran sekunder maupun sasaran primer dan usaha ini sejalan dengan
strategi advokasi (Kemenkes, 2011).
32
2.5.4 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan juga didasarkan pada tempat pelaksanaannya, oleh
sebab itu ruang lingkup promosi kesehatan di dapat 2 dimensi, yaitu : a) aspek
pelayanan kesehatan dan b) aspek tatanan pelaksanaan (Notoatmodjo, 2010 ).
1. Ruang lingkup promosi kesehatan bedasarkan aspek pelayanan kesehatan
terdapat 2 jenis, yakni :
a. Pelayanan kesehatan pada tingkat preventif-promotif, pelayanan ini bagi
kelompok masyarakat yang sehat, agar kelompok ini tetap sehat dan dapat
meningkatkan status kesehatannya. Kelompok ini pada dasarnya
dilakukan oleh kelompok profesi kesehatan masyarakat.
b. Pelayanan kesehatan pada tingkat kuratif-rehabilitatif, pelayanan ini bagi
kelompok masyarakat yang sakit, agar kelompok ini bisa sembuh dari
sakitnya dan sehat kembali. Pelayanan ini dilakukan kelompok profesi
kedokteran.
Berdasarkan jenis aspek pelayanan kesehatan ini, promosi kesehatan
mencakup 4 tingkat pelayanan, yaitu :
a. Pelayanan tingkat promotif, sasaran pada tingkat pelayanan promotif ini
adalah kelompok orang sehat, bertujuan agar mereka mampu
menignkatkan ksehatannnya. Survei di negara berkembang, 80%-85%
orang yang sehat. Apabila kelompok ini tidak mendapatkan promosi
kesehatan, maka kelompok ini akan menurun jumlah orang yang sehat
dan akan menignkat jumlah orang yang sakit.
33
b. Pelayanan tingkat preventif, sasaran pada tingkat pelayanan preventif ini
yaitu orang sehat yang terutama beresiko tinggi (high risk), misalnya
kelompok ibu hamil menyusui, para perokok, obesitas, pekerja seks, dan
sebagainya. Tujuan dari pelayanan ini adalah untuk mencegah kelompok-
kelompok tersebut agar tidak jatuh atau terkena sakit (primary prevention).
c. Pelayanan tingkat kuratif, sasaran pada tingkat pelayanan kuratif ini yaitu
para penderita (pasien), terutama pada penderita penyakit-penyakit kronis
seperti, asma, DM, tubercolusis, rematik, hipertensi, dan sebagainya.
Tujuan dari promosi kesehatan ini agar kelompok ini mampu mencegah
penyakit tersebut tidak menjadi lebih parah (secondary prevention).
d. Pelayanan tingkat rehabilitatif, promosi kesehatan pada tingkat ini yaitu
penderita atau kelompok yang baru sembuh (recovery) dari penyakitnya.
Tujuan dari pelayanan ini agar mereka segera pulih kembali kesehatannya,
dan dapat mengurangi kecacatan seminim mungkin. Dengan kata lain,
pelayanan ini adalah pemulihan dan mencegah kecacatan akibat penyakit
sebelumnya (tertiary prevention).
2.5.5 Metode Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan tidak terlepas dari kegiatan atau usaha
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok dan individu.
Diharapkan dengan adanya pesan tersebut mereka dapat memperoleh
pengetahuan tentang kesehatan dengan lebih baik. Kegiatan promosi
kesehatan ini guna mencapai tujuan hidup yakni perubahan perilaku yang
dipengaruhi oleh banyak faktor. Adapun faktor metode, materi atau pesan,
34
petugas yang melakukan, alat bantu atau peraga sampai media yang dipakai.
Materi juga harus di sesuaikan dengan sasaran dan media. Untuk sasaran
kelompok maka metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan
individu, bahkan sebaliknya. Berikut uraian beberapa metode pendidikan atau
promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2012).
1. Metode Individual (Perorangan).
Dalam metode ini di gunakan untuk membina perilaku baru, atau
membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan. Misalnya,
membina seorang ibu yang baru saja hamil yang sedang tertarik terhadap
imunisasi TT karena baru saja memperoleh atau mendengarkan penyuluhan
kesehatan.
Pendekatan yang digunakan yaitu dengan pendekatan perorang.
Pendekatan ini tidak hanya kepada ibu yang bersangkutan tetapi juga pada
suami atau keluarganya. Bentuk pendekatannya yaitu, bimbingan dan
penyuluhan (Guidance and Counceling) dengan cara ini kontak antara klien dan
petugas lebih intensif. Setiap masalah klien daapt diteliri dan dibantu
menyelesaikannya. Pada akhirnya klien bersedia dengan penuh pengertian
menerima perilaku tersebut atau perilaku baru. Wawancara (Interview) cara ini
merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara ini untuk
menggali informasi mengapa ia belum menerima perubahan dan juga untuk
mengetahui apakah ia sudah mengetahui atau menerima perilaku baru yang
mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat. Apabila belum di
terima maka perlu penyuluhan yang lebih intensif (Notoatmodjo, 2012).
35
2. Metode Kelompok.
Metode kelompok ini yang harus diingat besarnya kelompok sasaran
serta tingkat pendidikan formal dan sasaran. Untuk kelompok besar maka
metodenya beda dengan kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan
tergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan (Notoatmodjo, 2012).
1). Kelompok Besar.
Kelompok besar merupakan peserta penyuluhan yang lebih dari 15 orang.
Metode yang baik untuk kelompok ini antara lain ceramah dan seminar.
Sasaran pada metode ini yang berpendidikan tinggi maupun rendah.
2). Kelompok Kecil.
Kegiatan ini dilakukan kurang dari 15 orang biasanya di sebut dengan
kelompok kecil. Metode yang cocok dengan kelompok ini antara lain :
a. Diskusi kelompok.
Agar semua anggota kelompok dapat berpartisipasi dalam diskusi
maka tempat duduk para peserta diatur dengan sedemikian rupa
sehingga mereka bisa berhadapan dan melihat satu sama lain, misal
dalam bentuk lingkaran dan segi empat. Antara pemimpin diskusi dan
anggota harus berda ditempat duduk yang sama jadi tidak ada kesan
yang lebih tinggi sehingga tiap anggota kelompok berkebebasan untuk
berpendapat. Pemimpin juga harus bisa mengarahkan dan mengatur
jalannya diskusi sehingga anggota mempunyai kesempatan utuk
berbicara (Notoatmodjo, 2012).
b. Curah pendapat (Brain Storming).
Metode ini tidak jauh beda dengan metode diskusi kelompok. Metode
ini merupakan cara yang digunakan dalam memecahkan suatu
36
permasalahan dengan mengumpulkan gagasan atau saran-saran dari
semua peserta. Semua peserta diberikan kesempatan dengan leluasa
untuk berbicara atau berpendapat (Ernawan, 2012).
c. Bola salju (Snow Balling).
Kelompok ini dibagi berpasang-pasangan (1 pasang 2 orang)
kemudian di berikan pertanyaan atau masalah. Setelah kurang lebih 5
menit tiap 2 pasang bergabung menjadi 1. Mereka akan
mendiskusikan masalah tersebut, kemudian mencari kesimpulannya.
Setelah itu tiap pasanagn yang sudah beranggotakan 4 orang tersebut
digabungkan lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya
sampai terjadi diskusi seluruh kelompok (Notoatmodjo, 2012).
d. Kelompok-kelompok kecil (Buzz Group)
Kelompok ini langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil
yang kemudia diberikan suatu permasalahan yang sama atau tidak
sama dengan kelompok lain. Kelebihan tehnik ini mudah dilakukan,
menjamin partisipan semua kelompok dan peserta dihadapkan pada
suasana yang tidak terlalu formal, sehingga peserta mudah
mengeluarkan pendapat (Suprijanto, 2008).
e. Bermain peran (Roleplay).
Merupakan pengembangan imajinasi dan penghayatan yang dilakukan
peserta didik dengan memerankan tokoh hidup atau benda mati.
Kegiatan ini membuat peserta didik meresapi perannya. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksaaannya, penentuan topik,
penentuan anggota pemeran, latihan singkat dialog (Mulyono, 2012).
37
f. Permainan simulasi (Simulation Game).
Metode ini merupakan gabungan dari roleplay dengan diskusi
kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk
permainan seperti monopoli., dengan menggunakan dadu, gaco atau
petunjuk arah, selain beberan atau papan main. Beberapa anggota
menjadi pemain dan lainnya sebagai narasumber (Notoatmodjo,
2012).
3. Metode massa.
Metode ini sangat cocok untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan
yang ditujukan kepada masyarakat. Sasaran ini bersifat umum, dalam artian
tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial
ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Maka dari itu pesan-pesan
kesehatan yang akan disampaikan harus dipersiapkan sedemikian rupa
sehingga dapat di mengerti oleh massa. Pendekatan ini digunakan untuk
menyadarkan masyarakat terhadap perubahan dan belum begitu diharapkan
untuk sampai pada perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2012).
Adapun contoh untuk metode ini : ceramah umum (Public Speaking),
pada acara-acara tertentu, misal pada Hari Kesehatan Nasional, menteri
kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya berpidato dihadapan massa rakyat
untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan ; berbincang-bincang (Talkshow)
tentang kesehatan melalui media elektronik, baik TV maupun radio, pada
dasarnya merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa; simulasi merupakan
dialog antara pasien dan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu
penyakit atau masalah kesehatan di suatu media massa; sinetron dokter
38
santika dalam acara TV tahun 1990-an juga merupakan bentuk metode
pendidikan kesehatan massa; tulisan-tulisan majalah atau koran, baik dalam
bentuk artikel maupun tanya jawab/konsultasi tentang kesehatan penyakit;
billboard, yaitu yang di pasang di pinggir jalan, spanduk, poster, dn sebagainya.
Merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa. Billboard “Ayo ke Posyandu”
(Notoatmodjo, 2012).
2.5.6 Alat Bantu/Media Promosi Kesehatan.
1. Definisi Media Promosi Kesehatan.
Alat bantu pendidikan merupakan yang digunakan petugas kesehatan
dalam menyampaikan bahan, materi atau pesan kesehatan. Alat bantu ini
sering juga disebut sebagai alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan
memperagakan di dalam proses promosi kesehatan.
Dalam rangka promosi keseahatan, masyarakat sebagai sasaran juga
dapat di libatkan dalam pembuatan alat peraga media ini. Untuk itu, peran
petugas kesehatan bukan hanya membimbing dalam hal kesehatan saja tetapi
juga memotivasi mereka sehingga mereka bisa meneruskan informasi
kesehatan kepada anggota masyarakat yang lain (Notoatmodjo, 2012).
2. Macam-macam Alat Bantu atau Media.
Notoatmodjo (2012) berdasarkan garis besarnya ada macam alat
bantu, yaitu alat bantu visual (visual aids) yang membantu menstimulasi indra
mata pada waktu terjadinya proses penerimaan pesan. Alat ini ada 2 bentuk ;
1) Alat yang di proyeksikan, misalnya slide, film, film strip dan sebagainya. 2)
Alat-alat yang tidak di proyeksikan misal, dua dimensi, gambar peta, bagan,
39
tiga dimensi, misalnya bola dunia, boneka, dan sebagainya. Alat bantu dengar
(radio aids) yaitu alat yang membantu untuk menstimulasi pendnegaran pada
proses penyampaian pesan. Misal, piringan hitam, radio, pita suara, kepingan
CD, dan sebagainya. Alat bantu lihat-dengar, seperti televisi, video cassette,
dan DVD. Alat bantu pendidikan ini di kenal dengan audio visual aids (AVA).
Alat peraga atau media juga dapat dibedakan menjadi 2 macam
menurut pembuatannya dan penggunannya ; 1. Alat peraga atau media yang
rumit, seperti film, film strip, slide dan sebagainya yang memerlukan listrik
dan proyektor ; 2. Alat peraga yang sederhana, yang bisa di buat sendiri,
bahan-bahan yang mudah di peroleh seperti, bambu, karton, kaleng bekas,
kertas koran, dan sebagainya. Contoh alat peraga atau media sederhana di
rumah tangga, sepert leaflet, model buku bergambar, benda-benda nyata
seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan sebagainya sedangkan di masyarakat
umum, misal poster, spanduk, leaflet, flanel graph, boneka wayang dan
sebagainya. Ciri alat peraga sederhana seperti mudah dibuat, bahan-bahan
dapat di peroleh dan bahan-bahan lokal, mencerminkan kebiasaan, kehidupan,
dan kepercayaan, ditulis (digambar) dengan sederhana, memakai bahasa
setempat dan mudah di mengerti oleh masyarakat, memenuhi kebutuhan-
kebutuhan petugas kesehatan dan masyarakat (Notoatmodjo, 2012).
3. Media Promosi Kesehatan.
Disebut dengan media promosi kesehatan karena alat-alat tersebut
merupakan saluran untuk menyampaikan informasia kesehatan dan karena
alat-alat tersebut di gunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan
kesehatan bagi masyarakat. Media ini di sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012) :
40
a) Media Cetak
Media cetak ini bervariasi antara lain sebagai berikut ; 1. Booklet, suatu
media untuk menyampaikan pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik
berupa tulisan maupun gambar. 2. Leaflet, bentuk penyampaian informasi
atau pesan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasinya dapat berupa
kalimat, gambar dan sebagainya. 3. Flyer, selebaran seperti leaflet, tetapi
tidak berlipat. 4. Flif chart (lembar balik) media ini dalam bentuk lembar
balik. Bentuk buku dimana tiap lembar berisi gambar peragaan atau
gamba bali berisi kaliamt atau pesan. 5. Rubrik atau tulisan pada surat
kabar atau majalah yang membahas suatu masalah kesehatan. 6. Poster
yaitu ebntu media cetak yang berisi pesan atau informasi kesehatan yang
biasanya ditempel ditembok-tembok atau ditempat-tempat umum.
b) Foto yang memberikan informasi ksehatann dan media elektronik antara
lain televisi, radio, video, slide dan film strip (Notoatmodjo, 2012).
c) Media Papan (Billboard).
Papan yang dipasang ditempat tempat umum dapat diisi dengan pesan
atau informasi tentang kesehatan. Media ini bisa dengan lembaran seng
yang ditempel pada kendaraan umum (bus atau taksi) (Notoatmodjo,
2012).
4. Alat Permainan Edukatif
41
Alat permainan edukatif merupakan alat yang digunakan oleh anak,
orang tua, maupun guru dalam meningkatkan fungsi intelegensi, emosi,
spiritual anak, sehingga munculnya potensi pada anak (Ismail, 2009).
Alat permainan edukatif ini berfungsi memberikan pengetahuan pada
anak dengan cara bermain sambil belajar, merangsang pengembangan daya
pikir, menciptakan lingkungan bermain yang menarik serta meningkatkan
kualitas belajar pada anak. Salah satu media atau alat permainan edukatif ini,
sebagai berikut (Amelia, 2010).
1) Pengertian Permainan Ular Tangga
Permainan ini sangat populer di India dengan sebutan MOKSHA
PATAMU yang ditemukan oleh guru spiritual Hindu. Nama lain dari
permainan ini “Tangga Keselamatan” yang lalu dibawa ke Victoria Inggris
dimana versi barunya telah dibuat dan diperkenalkan oleh John Jacques di
tahun 1892, kemudia masuk ke Amerika oleh seorang pembuat mainan yang
bernama Milton Bradley pada tahun 1943 yang diberi nama “Snakes and
Ladder” yang artinya “Ular Tangga” (Yandri, 2015).
Permainan ular tangga ini merupakan alat bermainan yang bersifat
edukatif sehingga membuat anak-anak senang bermain sekaligus dapat
mengembangkan kemampuan mengasah logika dan meningkatkan
keterampilan juga melatih anak untuk berkonsentrasi, teliti serta sabar
menunggu giliran (Yandri, 2015).
Permainan ular tangga salah satu permainan kooperatif dan termasuk
permainan yang murah, mudah dibuat, dan biasanya dilakukan anak-anak
42
untuk strategi pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan bagi
anak-anak (Saputri, 2012).
2) Kelebihan Permainan Ular Tangga.
Menurut Mulyati (2009) salah satu model pembelajaran yang relevan
dengan pengangitan konsep pembelajaran adalah dengan menggunakan
permainan ular tangga. Model pembelajaran dengan menggunakan metode
ular tangga mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya yaitu :
a. Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
b. Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individul
maupun kelompok.
c. Dapat mengembangkan kreativitas.
d. Siswa dapat menciptakan komunikasi timbal balik.
e. Dapat membina tanggung jawab dan disiplin anak.
f. Tersusun sehingga mudah terjaga dalam ingatan.
Permainan ular tangga adalah permainan yang digunakan oleh 2 orang
atau lebih dan biasanya digunakan oleh anak-anak. Papan permainan ini
dibagi dalam kotak-kotak kecil dan beberapa kotak ada gambar berupa
“tangga” dan “ular” yang menghubungkan kotak lainnya dan juga memiliki
desain yang mudah dan sederhana sehingga tidak menghambat kebebasan
anak dalam berkreativitas (Amelia, 2010).
Permainan ular tangga mempunyai 100 nomor kotak yang dimulai
dari sudut kiri bawah dan lancip melalui 10 baris dari 10 kotak. Tujuannya
adalah agar pemain pertama mencapai 100 kotak. Diantara baris dari 10 kotak
ada tangga yang disediakan untuk ke level yang lebih tinggi. Beberapa tangga
43
naik cukup tinggi dan beberapa naik sedikit. Selain itu, ada salah satu dari 10
kotak, berjauhan dari bagian bawah, itu adalah seekor ular. Jika seorang
pemain berhenti di kepala ular, maka mereka turun kebawah mengikuti badan
ular ke level yang rendah (Brathwaite, 2009).
3) Media Ular Tangga Meningkatkan Perilaku Anak
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, seperti indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan rasa. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
2007).
Permainan ular tangga ini, anak memanfaatkan indera penglihatan dan
juga pendengaran untuk memperoleh informasi. Melalui indera penglihatan,
anak dapat membaca informasi tentang jajanan dalam media ular tangga dan
dapat membaca pertanyaan dan jawaban yang mampu memberikan
pengetahuan. Pada indera pendengar, anak dapat mendengarkan pesan-pesan
jajanan dibaca pemain yang lainnya. Upaya ini dapat menstimulus anak agar
tertarik sesuai untuk mempelajari dan mengaplikasikan informasi yang
bergambar dan tertulis dalam media permainan ular tangga sehingga terjadi
peningkatan perilaku.
Pada permainan ini sesuai dengan tumbuh kembang anak pada usia 8-
11 tahun karena menurut Piaget dalam Yuniarti (2015), pada usia tersebut
anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules dimana kegiatan
anak lebih banyak di kendalikan oleh peraturan permainan.
44
Pada usia sekolah anak dapat diberikan stimulus untuk
mengembangkan perasaan, pikiran, dan sikapnya (Fauzi, 2008). Permainan ini
dapat meningkatkan perhatian, konsentrasi dan imajinasi anak kemudian anak
tersebut diharapkan mampu belajar menerapkan hal yang dipelajari sehingga
akhirnya dapat membentuk pengetahuan dan sikap yang baik dalam memilih
jajanan sehat (Saputri, 2012).
Perubahan perilaku diperoleh merupakan hasil dari pendidikan
kesehatan dengan permainan edukatif seperti ular tangga. Permainan ini
sudah dimodifikasi berisi informasi dan gambar tentang jajanan sehat
sehingga anak tertarik untuk bermain. Memberikan informasi melalui
permainan ular tangga yang menarik dan suasana yang menyenangkan dapat
membuat anak lebih mudah menerima informasi yang diterima (Saputri,
2012). Kemudian terjadi peningkatan pengetahuan pada anak, di mana
informasi tersebut merupakan dasar dari perubahan perilaku, sikap dan
tindakan seseorang (Kurnia, 2012).