81
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Tempat Penelitian
4.1.1. Profil Sekolah
Pada bagian ini akan didiskripsikan mengenai
lokasi penelitian, visi dan misi sekolah. SD Negeri
Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 merupakan dua
sekolah dasar yang berada pada lokasi yang sama (satu
kampus). Kedua sekolah tersebut terletak di dusun
Sindon desa Tukang kecamatan Pabelan kabupaten
Semarang.
a. Profil SD Negeri Tukang 01
SD Negeri Tukang 01 berdiri pada tahun 1947,
oleh para tokoh masyarakat. Pada mulanya SD Negeri
Tukang 01 melakukan kegiatan belajar mengajar dari
rumah ke rumah. Hingga pada akhirnya membangun 3
lokal ruang kelas, yang berhasil direhab kembali pada
tahun 1991. Pada tahun 1993 membangun 3 lokal
ruang kelas baru, dengan Nomor Statistik Sekolah
(NSS) 101032205005. Memiliki 9 orang tenaga
pendidik, dengan jumlah siswa 74 orang.
Visi SD Negeri Tukang 01 adalah unggul dalam
prestasi berdasarkan iamn taqwa, disiplin, terampil dan
inovatif. Sedangkan Misi SD Negeri Tukang 01 adalah
82
1) meningkatkan prestasi siswa dalam bidang IPTEK
dan seni; 2) meningkatkan iman dan taqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa; 3) meningkatkan sikap disiplin
pada siswa dalam kehidupan sehari-hari, baik di
sekolah, masyrakat dan keluarga; 4) melatih dan
mengembangkan ketrampilan siswa dalam bertindak
dan berkarya dan 5) melatih siswa untuk hidup
mandiri menyongsong hari depan yang lebih baik.
b. Profil SD Negeri Tukang 02
SD Negeri Tukang 02 berdiri pada tahun 1974,
berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) sebagai upaya
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi
warga negaranya yang saat itu dilakukan
pembangunan gedung-gedung sekolah diseluruh
penjuru tanah air, termasuk di desa Tukang. Saat itu di
desa Tukang hanya memiliki satu sekolah dasar saja
yaitu SD Negeri Tukan 01, sehingga dimungkinkan
untuk dibangun sekolah dasar baru dengan nama SD
Negeri Tukang 02. SD Negeri Tukang dengan Nomor
Statistik Sekolah 101032205017 memiliki 10 orang
tenaga pengajar dan dengan jumlah siswa sebanyak 82
anak.
Visi SD Negeri Tukang 02 adalah terwujudnya
sumber daya manusia yang terdidik dalam Imtaq dan
Iptek, cerdas, trampil, berakhlak mulia, santun serta
unggul dlam prestasi.
83
Misi SD Negeri Tukang 02 adalah 1) membentuk
generasi beriman, serta bertaqwa dan berakhlak mulia;
2) mencetak generasi yang berprestasi, disiplin dan
tanggap terhadap kemajuan Iptek, serta melestarikan
budaya jawa; 3) meningkatkan profesionalisme tenaga
pendidik; 4) memberdayakan komite, masyarakat, dan
lingkungan dalam perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan sekolah; 5) menjalin kerja sama dengan pihak-
pihak terkait guna meningkatkn kinerja; dan 6)
menerapkan manajemen partisipatif untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
4.1.2. Tenaga Pendidik dan Kependidikan,
Rombongan Belajar dan Peserta Didik
Pada bagian ini akan diuraikan tentang data
tenaga pendidik dan kependidikan serta data
rombongan belajar serta peserta didik di SD Negeri
Tukang 01 dan 02 sebelum dan sesudah regrouping.
a. Tenaga Pendidik & Kependidikan, Rombongan Belajar dan Peserta Didik SD Negeri Tukang 01
Data pendidik & kependidikan serta rombongan
belajar dan peserta didik di SD Negeri Tukang 01
sebelum dilakukan regrouping yang disajikan pada
tabel 4.1.
84
Tabel 4.1. Data tenaga pendidik dan kependidikan SD Negeri
Tukang 01
NO NAMA JK IJAZAH GOL JABATAN KET
1 Atik Mutianah, S.Pd.SD P S1 IVa Gr.Kls VI PNS
2 Purnomo, S.Ag L S1 IVa Gr.PAI I- VI PNS
3 Siti Munastri P D2 IIb Gr.Kls I PNS
4 Mugiyem P D2 IIb Gr.Kls II PNS
5 Nanik Erna Pujianti P D2 IIb Gr.Kls V PNS
6 Dwi Ratna Rizkiyah P D2 IIb Gr.Kls VI PNS
7 Yusuf anggoro L D2 - Gr.Kls III WB
8 Edi Nuryanto L SMK - Pustakawan WB
Sumber: Dokumen Data Absensi SD Negeri Tukang 01 Tahun
2010/2011.
Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di SD
Negeri Tukang 01 tahun 2010/2011 berjumlah 8 orang,
terdiri dari 6 PNS, 1 Wiyata Bakti honor sekolah, dan 1
pustakawan honor sekolah. Guru kelas 6 orang, 1 guru
mapel, dan 1 orang pustakawan.
SD Negeri Tukang 01 memiliki 6 (enam)
rombongan belajar (rombel) yaitu masing-masing satu
kelas dari kelas 1 sampai kelas 6. Jumlah siswa SD
Negeri Tukang 01 pada tahun pelajaran 2010/2011
adalah 74 siswa, sehingga disebut sekolah kurus. Data
rombongan SD Negeri Tukang 01 dipaparkan pada
tabel 4.2.
85
Tabel 4.2. Data siswa SD Negeri Tukang 01 Tahun 2010/2011
No Nama Rombel Tingkat Kelas Jumlah Siswa
L P Total
1 Kelas 1 1 9 3 12
2 Kelas 2 2 7 6 13
3 Kelas 3 3 7 5 12
4 Kelas 4 4 5 6 11
5 Kelas 5 5 5 9 14
6 Kelas 6 6 4 8 12
Jumlah 37 37 74
Sumber: Data siswa SD Negeri Tukang 01 tahun 2010/2011.
b. Tenaga Pendidik & Kependidikan, Rombongan
Belajar dan Peserta Didik SD Negeri Tukang 01
Tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di SD
Negeri Tukang 02 tahun 2010/2011 berjumlah 10
orang, terdiri dari 7 PNS, 2 Wiyata Bakti honor sekolah,
dan 1 penjaga honor sekolah. Kepala Sekolah 1 orang,
guru kelas 6 orang, 1 guru mapel, dan 1 orang penjaga
sekolah.
Data pendidik & kependidikan serta rombongan
belajar dan peserta didik di SD Negeri Tukang 02
sebelum dilakukan regrouping yang disajikan pada
tabel 4.3.
86
Tabel 4.3. Data tenaga pendidik dan kependidikan SD Negeri
Tukang 02
NO NAMA JK IJAZAH GOL JABATAN KET
1 Sri Yuniati,S.Pd.SD P S1 IVa Kep.Sek PNS
2 Kuswanti P S1 IIIc Gr.Kls VI PNS
3 Siti Nurjanah P D2 IIb Gr.Kls I PNS
4 A.Supriyanto L D2 IIc Gr.Kls III PNS
5 Sriyono L D2 IIb Gr.OR I -VI PNS
6 Sukatni P D2 IIIa Gr.Kls IV PNS
7 Sutarna L D2 IIb Gr.Kls V PNS
8 M. Haris Cahyono L D2 - Gr.Mapel Inggs WB
9 Wiji Astuti P D2 - Gr.Kls II WB
10 M. Charis Mahmud L SMK - Penjaga WB
Sumber: Dokumen Data Absensi SD Negeri Tukang 02 Tahun
2010/2011.
SD Negeri Tukang 02 memiliki 6 (enam)
rombongan belajar (rombel) yaitu masing-masing satu
kelas dari kelas 1 sampai kelas 6. Jumlah siswa SD
Negeri Tukang 02 pada tahun pelajaran 2010/2011
adalah 82 siswa, sehingga disebut sekolah kurus. Data
rombongan SD Negeri Tukang 02 dipaparkan pada
tabel 4.4.
Tabel 4.4. Data siswa SD N Tukang 02 Tahun 2010/2011
No Nama Rombel Tingkat Kelas Jumlah Siswa
L P Total
1 Kelas 1 1 6 8 14
2 Kelas 2 2 4 9 13
3 Kelas 3 3 7 2 9
4 Kelas 4 4 8 7 15
5 Kelas 5 5 8 4 12
6 Kelas 6 6 8 11 19
Jumlah 41 41 82
Sumber: Data siswa SD Negeri Tukang 02 tahun 2010/2011.
87
4.2. Hasil Penelitian
Dalam hasil penelitian ini disajikan tentang
proses implementasi regrouping sekolah, faktor-faktor
yang mempengaruhi program regrouping sekolah,
dampak yang timbul dari program regrouping sekolah
dan peningkatan efektifitas dan efisiensi dari program
regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 & 02
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.
4.2.1. Proses Implementasi Program Regrouping Sekolah
a. Latar Belakang dan Perencanaan Regrouping Sekolah
Regrouping sekolah dasar dilaksanakan bukan
hanya karena kedua sekolah tersebut tergolong sekolah
kurus, tetapi juga merupakan sekolah satu kampus.
Pertimbangan lain yang menyebabkan kedua sekolah
diregrouping adalah karena kekurangan tenaga
pendidik. Hal ini tentunya sesuai dengan Peraturan
yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri tentang
Pedoman Pelaksanaan Penggabungan Sekolah tanggal
16 November 1998 yang menjelaskan bahwa:
“1) Penggabungan (regrouping) SD adalah usaha penyatuan dua unit SD atau lebih menjadi satu kelembagaan
(institusi) SD dan diselenggarakan dalam satu pengelolaan;
2) Lingkup penggabungan SD meliputi SD yang terdapat antar desa/kelurahan yang sama dan atau di
desa/kelurahan yang berbatasan dan atau antar
kecamatan yang berbatasan; 3) Sekolah Dasar kemudian
88
disingkat SD adalah bentuk satuan pendidikan dasar milik
pemerintah yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun; 4) SD inti adalah SD yang terpilih antara
beberapa SD dalam satu gugus sekolah yang berfungsi
sebagai pusat pengembangan di dalam gugus SD tersebut; 5) SD imbas adalah anggota satu gugus sekolah yang
menjadi binaan SD inti; 6) SD kecil adalah SD di daerah
terpencil yang belum memenuhi syarat pembakuan”.
Dari pedoman pelaksanaan regrouping sekolah
yang dikeluarkan oleh Mendagri tersebut sangat jelas
bahwa sekolah yang berada dalam satu kawasan
bahkan satu kampus akan dilakukan regrouping.
Kekurangan tenaga pengajar juga menjadi salah satu
alasan diadakannya regrouping sekolah, seperti yang
tertuang dalam tujuan regrouping dalam Pedoman
Pelaksanaan Penggabungan (regrouping) Sekolah Dasar
yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Mendagri
Nomor 421.2/2501/Bagda/1998 menyatakan bahwa:.
”Tujuan Program regrouping sekolah dasar adalah sebagai
upaya untuk mengatasi masalah kekuranga tenaga guru,
peningkatan mutu, efisensi biaya bagi perawatan gedung sekolah dan sekolah yang ditinggalkan dimungkinan
penggunaannya untuk rencana pembukaan SMP kecil/SMP
kelas jauh atau setara sekolah lanjutan sesuai ketentuan setempat untuk menampung lulusan sekolah dasar”.
Menurut Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02
Ibu Sri Yuniati, S.Pd.SD tentang proses pelaksanaan
regrouping di SD Negeri 01 & 02 dari hasil wawancara
mengatakan bahwa:
”Regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 & 02
sebenarnya sudah direncanakan oleh stekeholder dari kedua sekolah sejak tahun 2009. Pada saat itu terjadi
89
kekosongan kedudukan kepala sekolah SD Negeri Tukang
01 karena purna tugas. Dan oleh pemerintah kedudukan kepala sekolah diampu oleh Kepala Sekolah SD Negeri
Tukang 02, yaitu saya sendiri terhitung 1 September 2009.
Pertimbangan lain adalah karena ke dua sekolah tersebut juga kekurangan tenaga pengajar khususnya guru Mapel.
Jumlah siswa yang relatif sedikit yaitu sekitar 70-80 anak
setiap tahunnya juga menjadi salah satu penyebabnya.
Sekolah yang berada pada satu kampus kadangkala mengakibatkan persaingan yang kurang baik dalam
memperebutkan siswa baru maupun dalam proses belajar
mengajar setiap harinya”.
Salah satu guru yang sampai saat ini masih
mengampu di sekolah tersebut Ibu Dwi Ratna Rizkiyah
yang mengatakan bahwa:
”Rencana regrouping sekolah sudah diketahui oleh semua
warga sekolah SD Negeri Tukang 01 & 02 jauh-jauh hari
sebelum akhirnya diadakan rapat bersama. Regrouping sekolah dilakukan karena jumlah siswa yang sedikit. Setiap
pelaksanaan PPDB kedua sekolah berebut siswa baru,
namun karena sekolah satu kampus, maka sering terjadi rasa saling mencurigai. Di SD Negeri Tukang 01 juga
kekurangan tenaga pendidik dan sudah tidak lagi punya
kepala sekolah. Jadi lebih baik kalau kedua sekolah ini
diregrouping”.
Bapak Purnomo, S.Ag salah satu guru senior
yang mengampu mata pelajaran agama Islam
memberikan keterangan tentang proses pelaksanaan
regrouping SD Negeri Tukang 01 & 02 sebagai berikut:
”Waktu itu ada kesepakatan antara pihak SDN Tukang 01
dengan pihak SDN Tukang 02 berkenaan dengan keputusan pemerintah, dimana sekolah-sekolah yang
berada pada satu kampus harus diregrouping. Dengan
adanya peraturan tersebut, semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan di SDN Tukang 01 & 02 mulai
merencanakan pelaksanaan regrouping sekolah. Karena
berada pada satu kampus itu, maka kadang-kadang terjadi
perebutan siswa baru. Rata-rata tiap tahun hanya
90
mendapatkan siswa 10-15 anak. Kebetulan SDN Tukang 01
juga kurang tenaga pendidiknya, malahan jabatan kepala sekolah juga kosong. Maka akhinya tahun 2011, kami
sepakat untuk meregrouping”.
Dari beberapa data hasil wawancara dan
dokumen diatas dapat dapat dilihat bahwa bahwa
proses implementasi regrouping sekolah di SD Negeri
Tukang 01 & 02 Kec. Pabelan terjadi karena kedua
sekolah tersebut berada pada satu kampus, dimana
kedua sekolah tersebut sama-sama memiliki sedikit
siswa (sekolah kurus). Keberadaan sekolah dalam satu
kampus menyebabkan situasi sekolah mengalami
persaingan yang tidak sehat. Perebutan siswa didik
baru dan proses pengajaran masing-masing guru dari
kedua sekolah tersebut menaruh perasaan saling
curiga, yang mengakibatkan suasana di sekolah tidak
kondusif. Permasalahan lain adalah terjadinya
kekosongan pada jabatan Kepala Sekolah di SD Negeri
Tukang 01 sejak tahun 2009. Bukan hanya jabatan
kepala sekolah, tetapi juga kekurangan tenaga pendidik
khusunya guru Mapel dan Mulok, sehingga proses
belajar mengajar tidak terjadi secara maksimal. Dari
beberapa alasan tersebut stekeholder dari kedua belah
sekolah mengadakan rapat bersama sebagai upaya
untuk menyambut program kebijakan pemerintah,
yaitu regrouping sekolah.
91
b. Mekanisme Pelaksanaan Regrouping Sekolah
Berdasarkan kesepakatan kedua stekeholder
kedua belah pihak dalam rapat yang terjadi pada
tanggal 20 Mei 2010 yang diikuti oleh pengawas
TK/SD, komite sekolah, kepala sekolah, kepala desa,
dan guru kelas dari kedua sekolah tersebut sepakat
untuk melakukan regrouping. Dalam Selayang Pandang
Profil SD Negeri Tukang 01 pada bagian kronologi
penggabungan SD Negeri Tukang 01 & 02,
memutuskan bahwa:
”1) Mulai tahun 2010/2011 PSB hanya diterima di satu SD,
yakni SDN tukang 02. Demikian untuk tahun-tahun
selanjutnya. 2) mulai tahun 2010 kelas II dan kelas III SD Tukang 01 langsung ditransfer ke kelas II dan kelas III SDN
Tukang 02. 3) adapun SDN Tukang 01 masih mengelola
pembelajaran untuk kelas IV, V, VI. 4) tenaga pendidik dan tenaga kependidikan saling diperbantukan di dua SD”.
Adapun sekolah yang masih eksis berdiri adalah
SD Negeri Tukang 02. Hal ini berdasarkan hasil
akreditasi sekolah yang menunjukan bahwa akreditasi
sekolah SD Negeri Tukang 02 lebih tinggi yaitu
mendapatkan nilai A (akreditasi sekolah tahun 2007),
sedangkan SD Negeri Tukang 01 hanya mendapatkan
nilai B (akreditasi sekolah tahun 2006). Terhitung sejak
1 Juli 2011 semua tenaga pendidik, siswa dan sarana
prasarana SD Negeri Tukang 01 dimutasi ke SD Negeri
Tukang 02.
92
Data siswa SD Negeri Tukang 02 setelah terjadi
regrouping sekolah disajikan pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Data siswa SD Negeri Tukang 02 Tahun 2011/2012
No Nama Rombel Tingkat Kelas Jumlah Siswa
L P Total
1 Kelas 1 1 20 13 32
2 Kelas 2 2 9 13 22
3 Kelas 3 3 14 7 21
4 Kelas 4 4 9 15 24
5 Kelas 5 5 12 15 27
6 Kelas 6 6 12 10 22
Jumlah 76 72 148
Sumber: Data siswa SD Negeri Tukang 02 tahun 2011/2012.
Kondisi fisik SD Negeri Tukang 01 yang
diserahkan kepada SD Negeri Tukang 02 dapat diliat
pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Kondisi Fisik SD Negeri Tukang 01 yang diserahkan ke SD Negeri Tukang 02
No Nama Jum
lah
Ru
ang Luas Keadaan
1 Gedung Sekolah 2 6 336 Baik
2 Ruang Kepala Sekolah 1 1
3 Ruang Guru 1 1 35
4 Ruang Perpustakaan 1 1 56
5 Ruang UKS 1 1 35
6 Ruang Ibadah 1 1 35 Rusak ringan
7 Gudang 1 1 14
8 Kamar Kecil 3 3 7
9 Rumah Dinas Guru 1 50 Rusak berat
10 Halaman Upacara 1 216
Total area sekolah 12 15 653
Sumber: Kondisi Fisik SD Negeri Tukang 01 tahun 2011.
93
Penempatan tenaga pendidik dan kependidikan
dalam proses implementasi regrouping sekolah menjadi
masalah baru. Regrouping sekolah membuat jumlah
tenaga pendidik yang tadinya kurang menjadi
kelebihan. Data menunjukan bahwa jumlah tenaga
pendidik di SD Negeri Tukang 01 sebayak 7 orang,
terdiri dari 6 guru kelas dan 1 guru mapel agama islam.
SD Negri Tukang 02 memiliki 9 guru, terdiri dari 1
kepala sekolah, 6 guru kelas, 1 guru olah raga dan 1
guru mulok Bahasa Inggris. Jadi total jumlah tenaga
pendidik setelah diregrouping ada 16 guru, terdiri dari
12 guru kelas, 1 guru mapel agama islam, 1 guru
mapel olah raga dan 1 guru mulok Bahasa Inggris.
Sedangkan tenaga kependidikan yang dimiliki ada 2
orang yaitu 1 pustakawan dan 1 penjaga sekolah.
Adapun pengaturan pembagian tugas yang diberikan
oleh kepala sekolah SD Negeri Tukang 02 saat itu
adalah sperti yang terlihat pada table 4.7
Tabel 4.7. Data Pembagian Tugas Mengajar SD Negeri Tukang 02
NO NAMA JK IJA
ZAH GOL JABATAN KET
1 Sri Yuniati,S.Pd.SD P S1 IVa Kep.Sek PNS
2 Purnomo,S.Ag L S1 IVa Gr PAI I-VI PNS
3 Kuswanti P S1 IIIc Gr.Kls VIA PNS
4 Atik Muntianah,S.Pd.SD P S1 IVa Gr. Kls VIB PNS
5 Nanik Erna P D2 IIb Gr. Kls VA PNS
6 Sutarna L D2 IIb Gr.Kls VB PNS
7 Sukatni P D2 IIIa Gr.Kls IVA PNS
8 Dwi Ratna Rizkiyah P D2 IIb Gr. Kls IVB PNS
94
9 Sriyono L D2 IIb Gr.OR I -VI PNS
10 Siti Mukaromah P D2 IIIc Gr. Kls III PNS
11 Siti Munasri P D2 IIb Gr. Kls IIB PNS
12 Wiji Astuti P D2 - Gr.Kls IIA WB
13 Siti Nurjanah P D2 IIb Gr.Kls I PNS
14 Yusuf Anggoro L D2 - Gr.SBK WB
15 M. Haris Cahyono L D2 - Gr.Mapel Inggris WB
16 Edi Nuryanto L SMK - Pustakawan WB
17 M. Kharis Mahmud L SMK - Penjaga WB
Sumber: Dokumen Data Instrumen Verifikasi SD Negeri Tukang 02 Tahun 2011.
Selama 4 tahun SD Negeri 01 menjadi satu atap
di SD Negeri 02, akhirnya pemerintah Kabupaten
Semarang dalam Keputusan Bupati Semarang Nomor
900/0413/2014 tanggal 30 Mei 2014 mengeluarkan
Surat Keputusan bahwa SD Negeri Tukang 01 dan SD
Negeri Tukang 02 resmi diregrouping dengan nama
baru yaitu SD Negeri Tukang.
Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 mengatakan
bahwa regrouping sekolah di SD N Tukang 01 dan SD
Negeri Tukang 02 terjadi atas kesepakatan bersama,
selanjutnya atas kesepakatan tersebut mereka
mengajukan permohonan regrouping ke pemerintah.
Demikian pernyataan Bu Sri Yuniati, S.Pd.SD:
”Regrouping sekolah di SDN 01 & SDN 02 terjadi atas kesepakatan bersama, sebelum dilakukan regroupingpun
sudah dilakukan sosialisasi. Sebenarnya bisa dikatakn
proses regrouping yang terjadi di sekolah kami ini terjadi
secara alami, karena sebelum mendapatkan SK resmi dari Bupati, kami sudah melakukan regrouping berdasarkan
peraturan Mendagri tahun 1998, bahwa sekolah satu
kampus harus digabung. Bersama dengan komite, pengawas, dewan guru dan kepala desa kami mengadakan
rapat bersama dan hasilnya disepakati bahwa kedua
95
sekolah ini akan diregroup. Kesepakatan itu terjadi sejak
pertengahan tahun 2010, yang menghasilkan keputusan bahwa mulai tahun 2011 akan melakukan penggabungan
dimana sekolah yang menjadi induk adalah SDN Tukang
02. Kenapa SDN 02, hal ini berdasarkan pertimbangan dari pengawas dan UPTD dilihat dari hasil terakhir akreditasi
menunjukan bahwa SDN 02 lebih unggul dibanding SDN
01. Sejak awal 2011 mulai dilakukan penggabungan baik
siswa, tenaga pendidik maupun sarana prasarana. Semua bentuk pelaporan SDN 01 dijadikan satu dengan dengan
SDN 02, termasuk laporan BOS. Selama 4 tahun menjadi
satu induk akhirnya Bupati memberikan SK regrouping sekolah pada tahun 2014, dengan nama baru yaitu SD
Negeri Tukang”.
Pernyataan dari Kepala Sekolah diatas
dibenarkan oleh kepala UPTD Kec. Pabelan Ibu Umi
Hartutik, M.M bahwa regrouping SD Negeri Tukang
sudah terjadi beberapa tahun sebelum SK dari Bupati
keluar. Beliau mengatakan bahwa:
”Regrouping sekolah di SD Tukang sebenarnya sudah
terjadi beberapa tahun sebelum Bupati Kab. Semarang mengeluarkan SK Regrouping Sekolah. Jadi bisa dikatakan
regrouping alami. Kedua SD tersebut sudah melakukan
musyawarah bersama dalam mengatasi jumlah siswa yang
kurus kemudian melakukan penggabungan, dimana SDN Tukang 02 dijadikan sekolah induk, berdasarkan nilai
akreditasi yang lebih tinggi. Semua siswa, tenaga pendidik
dan asset SDN Tukang 01 digabungkan ke SDN 02, termasuk semua bentuk laporannya”.
Bapak Purnomo, S.Ag sebagai guru senior di SD
Negeri Tukang 01 menceritakan proses regrouping yang
terjadi secara alami, yaitu sebagai berikut:
“Proses regrouping sekolah di SDN Tukang 01 & 02 terjadi
secara alami mulai tahun 2010 berdasarkan kesepakatan bersama antara kedua sekolah yang berkepentingan.
Waktu itu untuk mengatasi masalah penerimaan siswa,
dimana kedua sekolah ini memiliki siswa yang sedikit.
96
Waktu itu SDN 01 menyerahkan semua asset, mulai dari
siswa, guru dan sarpras kepada SDN 02 yang dipilih sebagai sekolah induk berdasarkan nilai akreditasi sekolah
yang lebih tinggi, yaitu A. Barulah selang beberapa tahun
mengajukan regrouping ke bupati dan mendapatkan SK
Bupati pada tahun 2014, dengan nama sekolah yang baru yaitu SD Negeri Tukang.”
Dari pernyataan yang disampaikan oleh Ibu
kepala Sekolah SD Negeri Tukang tentang mekanisme
pelaksanaan regrouping di SD Negeri Tukang 01 dan SD
Negeri Tukang 02 diatas divalidasi oleh pernyataan dari
Ka.UPTD Pendidikan Kec.Pabelan dan Guru Agama di
SD Negeri Tukang. Bahwa proses implementasi
regrouping sekolah sudah berjalan 4 tahun sebelum SK
Bupati dikeluarkan, maka dinamakan regrouping alami.
Sebelumnya mereka menyebut sekolah satu atap.
Karena dari hasil rapat semua warga sekolah dan
stekeholder kedua pihak yang berkepentingan
memutuskan bahwa semua aset yang dimiliki oleh SD
Negeri Tukang 01 beserta laporannya dijadikan satu
dengan sekolah induk yaitu SD Negeri Tukang 02.
Pemilihan SD induk didasarkan pada nilai akreditasi
terakhir yaitu nilai A yang diperoleh SD Negeri Tukang
02 pada tahun 2010.
4.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Regrouping Sekolah
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
regrouping dapat dilihat dari beberapa segi. Kali ini
penulis menemukan lima faktor yang terjadi dalam
97
pelaksanaan regrouping sekolah di SD Negeri Tukang
01 & SD Negeri Tukang 02.
a. Kondisi Siswa
Jumlah siswa di SD Negeri Tukang 01 dan SD
Negeri Tukang 02 dari tahun ke tahun tidak mengalami
perkembangan. Rata-rata jumlah siswa setiap tahun
hanya dikisaran angka 70 - 80 siswa. Setiap tahun
jumlah siswa barupun hanya 10 – 16 orang, sehingga
dikatakan bahwa kedua sekolah tersebut adalah
sekolah kurus yang dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8. Data PPDB SD Negeri Tukang 01 & 02 Tahun 2006-
2010
No Tahun SDN 01 SDN 02
1 2006 7 13
2 2007 11 12
3 2008 12 12
4 2009 12 10
5 2010 15 16
Sumber: Data Penerimaan Siswa Baru SD Negeri Tukang 01 &
SD Negeri Tukang 02 tahun 2006 - 2010.
Data tersebut menunjukan bahwa jumlah siswa
dari tahun ke tahun tidak memenuhi standart sekolah
yang bermutu. Akan menjadi lebih baik jika kedua
sekolah tersebut dilakukan regrouping sehingga
efektifitas dan efisiensi dapat tercapai.
98
Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 Bu Sri
Yuniati, S.Pd.SD mengakatan bahwa 4 tahun terakhir
tidak mengalami peningkatan.
”Setiap PPDB dilakukan, terjadi kecurigaan antara SDN 01
dan SDN 02, yaitu kecurigaan tentang perebutan siswa. Walaupun kenyataannya kedua sekolah sama-sama
memperoleh siswa yang sedikit. Coba saja kedua sekolah
yang satu kampus ini hanya ada satu, pasti jumlah penerimaan siswa barupun meningkat.”
Ibu Ratna, S.Pd.SD juga mengatakan bahwa
jumlah siswa baru SDN 01 dan SDN 02 hanya sedikit.
Demikian pernyataan Ibu guru kelas VI yang
membenarkan pernyataan ibu kepala sekolah:
”Setiap tahun jumlah siswa baru di SDN 01 dan 02 sama-sama sedikit, paling banyak 10-15 siswa. Setiap tahun
seperti itu terus. Jadi sekolahnya kurus, siswanya sedikit.”
Berdasarkan pernyataan kepala sekolah, guru
dan dari data penerimaan siswa baru SD Negeri Tukang
01 dan SD Negeri Tukang 02, menunjukan bahwa
jumlah penerimaan siswa baru tiap tahun tidak
mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukan
bahwa jumlah siswa pada sekolah tersebut adalah
sekolah kurus dengan jumlah siswa yang sedikit.
b. Tenaga Pendidik
Tenaga didik SDN Tukang 01 yang terdiri dari 7
guru dan 1 pustakawan. Dari 7 orang guru terdari dari
6 guru kelas dan 1 guru agama Islam. SD Negeri
99
Tukang 01 tidak memiliki guru olahraga dan kepala
sekolah. Setiap mata pelajaran olahraga, langsung
diampu oleh guru kelas. Sementara tugas kepala
sekolah diwakili oleh salah satu guru senior, hingga
pada akhirnya Ka.UPTD memberikan mandat kepala
Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 untuk
mengampunya.
SD Negeri Tukang 02 tidak memiliki masalah
dalam hal ketenagapendidikan. Semua sudah
terpenuhi, baik itu guru kelas, olah raga maupun guru
agama, dan dibantu oleh seorang penjaga sekolah.
Berdasarkan pernyataan dari Kepala Sekolah SD
Negeri Tukang 02 menunjukan bahwa:
”Tenaga kependidikan di SDN Tukang 02 sudah terpenuhi.
Kekosongan guru kelas sudah teratasi karena ada tenaga
wiyata bakti honor sekolah yang mengampunya. Namun di SDN Tukang 01 ada kekosongan di mapel olahraga. Jika
jadwal olahraga, maka guru kelas yang mengampunya,
atau bahkan jika bersamaan dengan jadwal olahraga SDN
Tukang 02, biasanya digabung. Kekosongan kedudukan Kepala Sekolah beberapa bulan setelah purna tugas dari
Bpk. Arif Surakhman, oleh Ka.UPTD Kec. Pabelan, saya
diberi SK untuk mengampu SDN 01 dan 02.”
Kepala UPTD pendidikan Kec. Pabelan Ibu Umi
Hartutik, M.M menjelaskan tentang masalah tenaga
kependidikan di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri
Tukang 02 mengatakan bahwa:
”Kalau di SDN 02 Tukang sebenarnya kekurangan tenaga
kependidikan sudah dibantu oleh tenaga WB, jadi sudah cukup. Tapi kalau di SDN 01 memang masih
membutuhkan kekurangan tenaga kependidikan, yaitu
100
guru mapel olahraga dan kepala sekolah. Karena kedua
sekolah itu berada dalam 1 wilayah, maka saya memberikan tugas kepada kepala sekolah SDN 02 untuk
mengampu di SDN 01. Sementara untuk mapel olahraga
jika bersamaan dengan jadwal di SDN 02, bisa dibantu oleh guru olahraga SDN 02. Maka akan menjadi lebih baik jika
kedua sekolah tersebut diregrouping”.
Ibu Dwi Ratna Rizkiyah membenarkan
pernyataan dari ibu kepala sekolah tentang masalah
tenaga kependidikan, sebagai berikut:
”SD Negeri Tukang 01 memang kekurangan tenaga
pengajar khususnya mapel olahraga. Setiap ada jadwal olahraga langsung diampu oleh guru kelas. Kadang-kadang
digabung dengan SD Negeri Tukang 02 jika ada jadwal yang
bersamaan. Sementara untuk kepala sekolah diampu oleh Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02.”
Dari pernyataan Kepala Sekolah SD Negeri 02,
yang didukung oleh pernyatan Kepala UPTD Pendidikan
Kec.Pabelan dan Guru di SD Negeri Tukang 01,
masalah tenaga kependidikan menjadi salah satu faktor
penyebab dilakukanya regrouping sekolah. Apabila
sekolah tersebut berada dalam satu kampus, akan
menjadi efektif jika kekurangan tenaga kependidikan
diatasi apabila kedua sekolah tersebut diregrouping.
Sehingga tidak perlu lagi mengangkat guru baru untuk
memenuhi kekurangan tersebut. Sementara jumlah
siswa hanya sedikit dan tidak memenuhi standar mutu
pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah.
101
c. Peraturan Menteri dalam Negeri
Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor
421.2/2501/Bangda/1998 tentang Pedoman
Pelaksanaan Penggabungan Sekolah (Regrouping)
Sekolah Dasar, menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya regrouping sekolah di SD
Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 Kec.
Pabelan Kab.Semarang. Dalam Peraturan Mendagri
tersebut disebutkan bahwa salah satu syarat sekolah
yang diregrouping adalah sekolah yang diselenggarakan
dalam satu pengelolaan, lingkup penggabungan SD
meliputi SD yang terdapat antar desa/kelurahan yang
sama dan atau di desa/kelurahan yang berbatasan dan
atau antar kecamatan yang berbatasan dan SD kecil di
daerah terpencil yang belum memenuhi syarat
pembakuan.
SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02
masuk pada kategori sekolah yang harus diregrouping.
Faktor sekolah kecil yang berada dalam satu desa
harus diregrouping. Bukan hanya terletak di satu desa,
tapi kedua sekolah tersebut justru berada dalam satu
kampus. Bahkan jumlah siswa kedua sekolah tersebut
kecil/ kurus.
Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 (Ibu Sri
Yuniati, S.Pd.SD) membenarkan bahwa faktor
102
regrouping sekolah salah satunya adalah peraturan
Mentri Dalam Negeri tentang juknis regrouping sekolah.
”Dengan adanya peraturan dari Mendagri tentang
regrouping sekolah ini justru kami bersyukur karena bisa
mengatasi masalah kekurangan siswa dan tenaga pengajar yang sesuai standart peningkatan mutu.”
Kepala UPTD Pendidikan Kec. Pabelan
mengatakan bahwa sekolah satu kampus merupakan
sasaran dari pelaksanaan juknis mendagri untuk
melakukan regrouping.
”Sasaran dari juknis pelaksanaan regrouping sekolah yang
dikeluarkan oleh mendagri salah satunya ya sekolah satu kampus, ditambah lagi dengan sekolah tersebut
merupakan sekolah kurus.”
Peraturan Mentri Dalam Negeri tentang
pelaksanaan regrouping sekolah menjadi dasar dan
pedoman bagi SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri
Tukang 02 untuk melakukan regrouping. Dengan
adanya peraturan Mendagri tersebut, maka masalah
tentang kurangnya tenaga kependidikan dan masalah
jumlah siswa yang sedikit dapat teratasi.
d. Kondisi Lingkungan Sekolah
Dua sekolah yang terletak pada satu lokasi
menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya
regrouping. Di desa Tukang terdapat 3 sekolah dasar, 1
MI dan 2 SD Negeri. Letak MI cukup jauh jaraknya
dengan SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02.
103
Tapi masih banyak masyarakat yang lebih berminat
untuk menyekolahkan anak mereka di SD negeri.
Masyarakat memberikan penilaian bahwa SD negeri
lebih bermutu dibanding dengan MI yang ada di desa
Tukang.
”Kebanyakan masyarakat desa Tukang masih memilih
sekolah negeri sebagai tempat belajar bagi anak-anak
mereka. Walaupun menurut jarak tempuh lebih dekat MI. Mereka melihat bahwa sekolah negeri lebih berbobot
dibanding MI. Memang kedua sekolah negeri yang ada di
Tukang ini siswanya sedikit, tapi bukan karena kalah dengan sekolah lain (MI). Tapi karena ada dua sekolah
negeri dalam satu lokasi. Kalau 1 sekolah mendapatkan 10-
15 siswa baru, jika kedua sekolah tersebut digabung, berarti mendapatkan siswa lebih dari 20 anak.”
Demikian pernyataan Kepala Desa Tukang
(Bapak Yudhi Prabowo) ketika ditanya tentang kondisi
masyarakat Tukang mengenai pemilihan sekolah.
Komite Sekolah SD Negeri Tukang 02
mengakatan bahwa keberadaan letak sekolah satu
lokasi menyebabkan perpecahan siswa dalam memilih
sekolah.
“Masyarakat lebih memilih sekolah negeri, karena mutu pendidikan di sekolah negeri lebih baik dibanding MI.
Walaupun sebenarnya masyarakat juga merasa bingung
harus masuk ke SDN 01 atau SDN 02. Makanya regrouping sekolah ini disambut baik oleh masyarakat.”
Kondisi lingkungan kedua sekolah tersebut juga
menjadi faktor penentu terjadinya regrouping. Terutama
karena keberadaan sekolah yang berada pada satu
kampus. Masyarakat secara umum lebih memilih
104
sekolah di SD negeri menjadi keuntungan bagi sekolah.
Namun masyarakat dibuat bingung dalam memilih satu
diantara keduanya. Sehingga terbelah menjadi dua,
sebagian mendukung SD Negeri Tukang 01 dan
sebagian lagi di SD Negeri 02.
4.2.3. Dampak Program Regrouping Sekolah
a. Dampak Bagi Tenaga Pendidikan/ Guru
Ada dua dampak regrouping bagi tenaga pengajar
yaitu dampak positif dan negatif. Dari segi positif,
regrouping menjawab kebutuhan kekurangan guru.
Semua guru kelas, guru mapel, dan guru mulok
terpenuhi. Namun secara negatif ada permasalahan
baru, khususnya dalam hal mutasi guru.
Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 mengatakan
tentang dampak regrouping bagi guru baik secara
positif maupun negatif, yaitu sebagai berikut:
”Adanya regrouping bagi guru sebenarnya bisa menjawab
kebutuhan sekolah akan kekurangan guru. Yang tadinya tidak ada kepala sekolah, tidak ada guru mapel, dengan
regrouping semua kebutuhan guru terpenuhi. Namun juga
berdampak negatif, khususnya masalah mutasi guru.
Sebagian guru yang dimutasi kebanyakan adalah guru-guru senior yang sudah lama mengajar di kedua sekolah
tersebut. Sementara yang masih tinggal adalah guru yang
baru masuk. Hal tersebut menjadi kecemburuan bagi guru senior. Mereka merasa tersisihkan, karena justru
mendapatkan tempat mutasi yang jarak tempuhnya lebih
jauh. Kalau bagi guru WB, mereka diberi jam mulok, karena tidak ada lagi jam yang kosong. Pada akhirnya
mereka mencari sekolah lain yang bisa memberi minimal
18jam.”
105
Salah satu guru senior Bapak Purnomo, S.Ag
mengatakan tentang dampak regrouping bagi guru
sebagai berikut:
”Memang dampak regrouping bagi guru lebih banyak yang
negatif disbanding yang positif. Bagi guru PNS yang dimutasi, mereka tidak puas karena malah dipindah ke
sekolah yang jarak tempuhnya lebih jauh. Kedua justru
malah guru senior yang terkenam mutasi, secara spikologi mereka merasa tersingkirkan. Sementara bagi guru honorer
sekolah (WB) tidak punya jam mengajar. Mereka mau tidak
mau harus cari sekolah lain yang membutuhkan. Untuk
positifnya ya cuma kebutuhan guru terpenuhi.”
Pendapat yang serupa juga disampaikan oleh Ibu
Kuswati, S.Pd SD, seorang guru yang dimutasi dari
sekolah tersebut, yaitu:
”Memang terlihat dampak negative dari regrouping bagi
guru terutama dirasakan oleh yang termutasi. Bagaimana
tidak, kami malah di tempatkan di sekolah yang lebih jauh. Kenapa bukan guru yang muda dan lebih kuat saja yang
dimutasi. Sementara kami sudah lama memberi
sumbangsih terhadap sekolah tersebut ustru malah disingkirkan. Untuk taman-teman WB, mereka lebih kasian
karena masuk sekolah tapi tidak punya jam mengajar,
paling 1 minggu mengajar 6 jam, makanya mereka harus mencari sekolah lain. Kalau segi positifnya ya mungkin
tujuan efektifitas guru terpenuhi.”
Salah seorang guru wiyata bhakti honorer
sekolah membenarkan apa yang disampaikan oleh ibu
Kuswati. M. Haris berkata:
”Banyak guru senior yang dimutasi mbak, mereka pindah kesekolah yang jauh. Kalau kami sebagai wiyata bhakti
karena tidak memeiliki jam linier, mau tidak mau ya harus
mencari sekolah lain. Positifnya ya semua kebutuhan guru tercukupi.”
106
Dampak regrouping sekolah bagi guru secara
negatif, berdasarkan hasil wawancara tersebut adalah
tentang mutasi. Ada kecemburuan dari guru senior
yang harus dimutasi ke sekolah yang lebih jauh,
mereka merasa diremehkan. Sementara bagi guru
honorer sekolah, secara tidak langsung harus mencari
sekolah lain yang lebih membutuhkan. Dari segi
positifnya, kebutuhan akan tenaga pendidik dapat
tercukupi.
b. Dampak Bagi Siswa
Regrouping sekolah bagi siswa tidaklah
berdampak terlalu besar. Siswa yang sudah bergaul
antara satu dengan yang lain, walaupun beda sekolah.
Mereka tidak merasakan bahwa selama ini beda
sekolah. Hal ini disebabkan karena mereka berada
dalam satu kampus. Persaingan hanya mereka rasakan
saat menghadapi lomba. Selebihnya dalam pergaulan
sehari-hari, sebelum dan sesudah diregrouping tidaklah
berpengaruh.
Dari segi jumlah, dua sekolah yang digabung
menjadi satu berdampak pada peningkatan jumlah
siswa dua kali lipat. Sebelum regrouping jumlah siswa
dikisaran angka 70-80, setelah regrouping terjadi
berada pada 140-155 siswa.
107
Ibu Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02
menjelaskan bahwa secara spikologi regrouping sekolah
tidak terlalu bermasalah bagi siswa.
”Bagi siswa tidak terlalu berdampak, karena mereka sudah
hidup bergaul selama ini, walaupun beda sekolah. Persaingan hanya terjadi ketika diadakan perlombaan, itu
baru mereka rasakan kalau mereka beda sekolah. Untuk
kesehariaanya mereka bergaul dengan rukun, tanpa membedakan sekolah, kan berada pada satu kampus.”
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Ibu Ratna,
yang mengatakan bahwa siswa SD Negeri Tukang 01
dan 02 sudah bergaul akrap antara satu sama lain.
Mereka tidak merasakan perbedaan sekolah. Pada
waktu istirahat bermain bersama layaknya anak yang
sekolah pada satu sekolah yang sama. Setelah
diregrouping siswa merasa lebih tenang dan nyaman,
karena tidak lagi dipisah dan bersaing pada saat lomba,
demikian pernyataan ibu Ratna:
”Sebelum dan sesudah regrouping dampaknya bagi siswa
hanya saat lomba saja, mereka harus bersaing. Tapi dalam keseharian mereka bergaul akrab tanpa merasakan bahwa
berada pada dua sekolah yang berbeda. Setelah regrouping
semakin akrap dan tidak ada lagi persaingan.”
Hal senada juga disampaikan oleh pak Purnomo.
Beliau membenarkan bahwa regrouping tidak terlalu
berdampak besar bagi murid.
”Anak-anak tidak terlalu mempermasalahkan regrouping.
Selama ini mereka sudah tinggal jadi satu. Bermain
bersama-sama. Hanya saat lomba aja baru mereka sadari
kalau mereka sebenarnya beda sekolah”
108
Dari hasil wawancara tersebut dapat dilihat
bahwa regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan
SD Negeri Tukang 02 bagi siswa tidak berpengaruh
besar bagi siswa. Hal itu karena mereka sejak masuk
sekolah sudah bermain bersama-sama. Keberadaan
sekolah satu kampus menjadikan siswa merasa tidak
ada perbedaan lembaga. Hanya ketika ada lomba saja
mereka baru menyadari kalau sebenarnya beda
sekolah. Oleh karena itu sejak diregrouping, mereka
tidak perlu lagi bersaing untuk memperebutkan nama
baik sekolah.
c. Dampak Terhadap Sarana Prasarana Sekolah
Sarana prasarana sekolah di SD Negeri Tukang
02 bertambah menjadi dua kali lipat setelah dilakukan
regrouping. Semua aset yang dimiliki oleh SD Negeri 01
diserahkan kepada SD Negeri Tukang 02. Aset yang
berupa bangunan, mebeler, buku dan alat peraga
dikelola oleh SD Negeri Tukang 02. Penggunaan sarana
prasarana diatur sepenuhnya oleh SD Negeri Tukang
02 sebagai sekolah induk yang menjadi naungan. Aset
yang dimilik sebelum dan setelah regrouping dapat
dilihat pada tabel 4.9.
109
Tabel 4.9. Data Sarana Prasarana Sekolah SD Negeri Tukang 02
NO Nama
Sebelum Regrouping Setelah Regrouping
Jum
lah
Ru
ang Luas Jumlah
Ru
ang Luas
1 Gedung Sekolah 6 6 658 12 12 1488
2 Ruang Kepala Sekolah 1 1 14 1 1 77
3 Ruang Guru 1 1 35 1 1 35
4 Ruang Perpustakaan 1 1 56 1 1 35
5 Ruang UKS 1 1 35 1 1 35
6 Ruang Ibadah 1 1 1 1 54
7 Aula 1 1 35 1 1 35
8 Gudang 1 1 1 1 22
9 Kamar Kecil 3 3 18 7 1 34
10 Rumah Dinas Kepala Sekolah 1 1 54 1 1 54
11 Rumah Dinas Guru 1 1 54
12 Halaman 1 432 1 682
Total Area 905 1487
Sumber: Dokumen Data Absensi SD Negeri Tukang 02 Tahun 2010 dan 2017.
d. Dampak Terhadap Sekolah
Tujuan dari regrouping sekolah salah satunya
adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah. Regrouping sekolah di SD Negeri Tukang 01
dan SD Negeri Tukang 02 menghasilkan sekolah yang
baru yaitu SD Negeri Tukang. Dengan regrouping,
peningkatan mutu sekolah yang terlihat adalah dari
beberapa segi, antara lain:
1) Prestasi sekolah
Prestasi sekolah sejak dilakukan regrouping
semakin meningkat. Hal ini terjadi karena
sekolah memiliki banyak pilihan siswa yang
110
berbakat. Sebelum diregrouping sekolah kesulitan
memilih anak untuk mengikuti lomba karena
keterbatan jumlah siswa. Namun setelah
diadakan regrouping, bisa meraih banyak
kejuaran yang baik tingkat kecamatan,
kabupaten bahkan juga tingkat propinsi.
2) Tenaga pendidik
Mutu tenaga pendidik di SD Negeri Tukang
juga mengalami peningkatan. Masing-masing
kelas mendapatkan pola pengajaran yang
semakin berkualitas. Guru kelas yang masih
muda dan berbakat memberikan metode
pengajaran yang semakin kreatif. Terbukti anak-
anak lulusan SD Negeri Tukang mendapatkan
hasil ujian yang meningkat dari tahun ke tahun.
Begitu juga ketika mengikuti berbagai macam
lomba, guru memiliki dedikasi yang tinggi dalam
melatih para siswa untuk mencapai kejuaraan.
3) Fasilitas/ sarana prasarana sekolah
Hasil regrouping sekolah menjadikan
sekolah baru memiliki fasilitas dan sarana
prasarana yang semakin meningkat. Dengan
memeliki banyak ruang kelas, dapat
dimanfaatkan sebagai ruang pengajran yang
baru. Antara lain ruang keterampilan, ruang
olahraga, ruang pertemuan/aula dan gudang.
111
Jadi pembelajaran tidak hanya dilakukan
didalam kelas masing-masing, tetapi dilakukan
juga diruang-ruang lain yang menunjang
pelajaran mapel dan mulok.
e. Dampak Terhadap Masyarakat
Dampak regrouping SD Negeri Tukang 01 dan SD
Negeri Tukang 02 bagi masyrakat memiliki dampak
positif dan negatif. Dampak positif yang dirasakan
masyarakat adalah mereka tidak lagi bingung harus
menyekolahkan anak mereka di SD Negeri Tukang 01
atau SD Negeri Tukang 02. Namun dampak negatifnya
juga ada. Para alumni kedua sekolah tersebut kesulitan
ketika meminta legalisir dari kedua sekolah tersebut.
Karena hasil dari regrouping memunculkan nama
sekolah baru, yang memiliki NPSN dan NSS yang
berbeda.
Ibu Sri Yuniati, S.Pd.SD mengatakan bahwa
secara umum dampak regrouping bagi masyarakat
berdampak positif, namun juga berdampak negatif.
Demikian penjelasan beliau:
”Dampak negatif regrouping yang sangat dirasakan oleh
masyarakat adalah ketika para alumni sekolah SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 harus melegalisir
ijazah. Mereka harus pergi ke Tendik Kab.Semarang,
karena sekolah asli sudah tidak ada lagi. Nampak positifnya adalah masyarakat tidak lagi kebingungan dalam
memilih sekolah saat mendaftarkan anak-anak masuk SD.”
112
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh ibu
Ratna, beliau mengatakan bahwa masyarakat tidak lagi
kebingungan dalam memilih sekolah.
”Dampak positif bagi masyarakat adalah mereka tidak lagi
bingung menentukan pilihan mau sekolah di SD mana. Sementara negatifnya khusus bagi para alumni yang minta
legalisir, sekolah tidak bisa memberi legalisir kepada
alumni yang lulus sebelum regrouping, karena nama sekolah sudah berbeda”
Kepala Desa Tukang membenarkan pernyataan
dari ibu kepala sekolah dan guru kelas tersebut. Bahwa
regrouping sekolah mempersulit alumni dalam mencari
legalisir. Tapi secara umum regrouping berdampak
positif bagi masyarakat.
”Dampak negatifnya bagi alumni, mereka harus legalisir ke
kabupaten. Tapi untuk masyarakat umum mendukung
regrouping, karena tidak lagi bingung memilih sekolah.”
Hasil wawancara menunjukan bahwa dampak
regrouping sekolah bagi masyarakat secara positif
adalah masyarakat tidak lagi kebingungan menentukan
pilihan saat menyekolahkan anak-anak mereka.
Namun secara negatif, regrouping sekolah mempersulit
alumni sekolah lama (SD Negeri Tukang 01 dan SD
Negeri Tukang 02) untuk meminta legalisir ijazah
mereka. Karena sekolah lama sudah tutup dan berubah
menjadi sekolah yang baru. Secara administrasi
sekolah harus membuat yang baru. Sementara
administrasi lama tidak bisa lagi digunakan.
113
4.2.4. Tujuan Regrouping Sekolah Untuk Mencapai Efektifitas Dan Efisensi
Tujuan dari program regrouping sekolah yang
telah ditetapkan oleh Mendagri khususnya adalah
untuk mengatasi masalah kekuranga tenaga guru,
peningkatan mutu, efisensi biaya bagi perawatan
gedung sekolah. Dari hasil observasi terhadap
pencapaikan tujuan tersebut dapat dilihat dalam
lampiran observasi, sebagai berikut:
Hasil observasi di SD Negeri Tukang 02
No Variabel Deskripsi Observasi
1 Kondisi sarana
prasarana
Sarana prasarana sekolah setelah ada
regrouping terlihat sangat memadai. Kondisi
ini dapat dilihat dari tersedianya fasilitas
penunjang pembelajaran seperti perpustakan,
laboraturium IPA, alat peraga IPA, ruang
olahraga, dan aula pertemuan yang luas.
Selain itu, sarana prasarana lain seperti
peralatan kesenian seperti rebana juga
tersedia. Sekolah ini memiliki halaman yang
cukup luas sehingga anak leluasa melakukan
kegiatan di luar ruangan saat jam istirahat dan
olah raga. Di sekolah ini terdapat mushola
yang cukup luas. Selain itu, sekolah ini
memiliki area parkir yang cukup luas bagi
guru dan siswa.
2 Kondisi gedung
sekolah
Gedung sekolah baik, dan bersih. Namun ada
beberapa ruang kelas yang kelihatan tidak
dirawat karena tidak lagi digunakan
3 Proses KBM
Pada saat observasi sedang diadakan terjadi
proses kegiatan belajar mengajar, try out
kecamatan dan persiapan lomba mapsi. Yang
terlihat saat ini guru kelas melaksanakan
proses belajar mengajar tepat waktu dengan
menggunkan metode mengajar yang
bervariasi, siswa terlihat tenang dan fokus
dalam belajar. Kegiatan try out-pun berjalan
lancar dengan hasil prestasi 1 kecamatan
berada pada rangking 10 besar. Sedangkan
114
kepala sekolah dan salah satu guru begitu
semangat mempersiapan lomba mapsi.
4
Hubungan sekolah
dengan stakeholder
sekolah
Pada saat observasi, sedang dilaksanakan
rapat untuk persiapan ujian kelas VI. Di sini
sangat terlihat keakraban antara wali siswa
dengan warga sekolah. Komite sekolahpun
dilibatkan dalam kegitan tersebut.
a. Pengelolaan Tenaga Pendidik
Tenaga pendidik di SD Negeri Tukang 01 dan SD
Negeri tukang 02 yang pada awalnya mengalami
kekurangan tenaga pendidik, teratasi oleh adanya
regrouping. Sebaliknya kekurangan tersebut justru
menjadi kelebihan selama beberapa bulan setelah
regrouping. Oleh pemerintah kelebihan tenaga pendidik
tersebut dimutasi ke sekolah terdekat lainnya yang
lebih membutuhkan. Berikut penjelasan ibu kepala
sekolah SD Negeri Tukang 02 dan ibu Ka.UPTD
Pendidikan Kec. Pabelan.
”Pengaturan tenaga pendidik di SD tukang dapat dikatakan
efektif, karena semua kebutuhan guru terpenuhi, tanpa
harus mengangkat guru lain lagi.”
Ka. UPTD membenarkan pernyataan ibu kepala
sekolah tersebut, sebagai berikut:
”Kekurangan guru di SDN Tukang 01 teratasi oleh program regrouping, jadi dari segi tenaga kependidikan sangat
efektif.”
115
b. Pengelolaan Sarana Prasarana
Sasaran pemerintah dalam memanfaatkan
gedung sekolah yang lama adalah untuk SMP/SMP
terbuka yang baru. Namun di SD Negeri Tukang 01
pemanfaatan gedung sekolah diserahkan kepada
sekolah induk, yaitu SD Negeri Tukang 02.
Kepala Sekolah memberikan penjelasan sebagai
berikut:
”Gedung sekolah dan semua aset yang dimilki oleh SDN 01
diserahkan kepada SDN 02. Pemanfaatannya untuk ruang mapel dan mulok. Karena kelebihan ruang kelas.”
Pernyataan tersebut dipertegas oleh guru senior
Bp. Purnomo, sebagai berikut:
”Karena diregrouping ya sekolah lama diberikan kepada
sekolah induk yang ditunjuk, termasuk pengelolaanya.”
Dari hasil wawancara tersebut jelas bahwa
sarana-prasarana sekolah yang sudah ditutup menjadi
hak sekolah induk yang ditunjuk.
c. Pengelolaan Keuangan
Sejak dilakukan regrouping, semua bentuk
laporan keuangan menjadi tanggjawab sekolah induk.
Dana BOS dari pemerintah yang semua cair di dua
sekolah digabung menjadi satu atas nama SD Negeri
Tukang 02, begitu pula dengan penggunaan dan
laporan SPJ pengelolaan dana BOS.
116
”Setelah regrouping, dana bos bertambah banyak
jumlahnya. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk peningkatan fasilitas dan kebutuhan sekolah lainnya.
Semua SPJ dan pelaporan BOS menjadi tanggungjawab SD
Negeri Tukang 02.”
Demikian pernyataan Kepala Sekolah SD Negeri
Tukang 02 ketika menjelaskan tentang efisiensi
pengelolaan dana BOS setelah regrouping sekolah.
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian
4.3.1. Implmentasi Program Regrouping Sekolah
Dua atau lebih sekolah mengalami regrouping
karena terjadi permasalahan, khususnya karena letak
sekolah yang berada pada satu wilayah dan sekolah
tersebut tidak mengalami perkembangan yang
signifikan. Terjadi persaingan tidak sehat antara warga
sekolah dan pemangku kepentingan sekolah tersebut
juga akan menjadi salah satu penyebab regrouping
sekolah. Selain itu pemerintah memandang sekolah-
sekolah tersebut kurang efektif dan efisien jika terus
dibiarkan berdiri. Dengan mengadakan sosialisasi
secara bertahap, maka implementasi program
regrouping sekolah dipandang perlu untuk dilakukan.
Sesuai dengan ketetapan pemerintah dalam
keputusan Mendagri Nomor 421.2/2501/Bangda/1998
tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan
(Regrouping) Sekolah Dasar, sangat jelas ditunjukan
syarat-syarat sekolah yang harus diregrouping, yaitu:
117
“1) Penggabungan (regrouping) SD adalah usaha penyatuan
dua unit SD atau lebih menjadi satu kelembagaan (institusi) SD dan diselenggarakan dalam satu pengelolaan;
2) Lingkup penggabungan SD meliputi SD yang terdapat
antar desa/kelurahan yang sama dan atau di
desa/kelurahan yang berbatasan dan atau antar kecamatan yang berbatasan; 3) Sekolah Dasar kemudian
disingkat SD adalah bentuk satuan pendidikan dasar milik
pemerintah yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun; 4) SD inti adalah SD yang terpilih antara
beberapa SD dalam satu gugus sekolah yang berfungsi
sebagai pusat pengembangan di dalam gugus SD tersebut; 5) SD imbas adalah anggota satu gugus sekolah yang
menjadi binaan SD inti; 6) SD kecil adalah SD di daerah
terpencil yang belum memenuhi syarat pembakuan”.
Peraturan pemerintah tersebut, dijadikan
pedoman implementasi regrouping sekolah di SD Negeri
Tukang 01 dan SD Negeri tukang 02 Kec. Pabelan Kab.
Semarang. Implementasi regrouping sekolah di SD
Negeri Tukang 01 dan 02 terjadi sesuai dengan
peratuan pemerintah. Sebelum dilakukannya
regrouping, stakeholder dari kedua belah pihak sekolah
melakukan pertemuan. Mereka membahas
permasalahan yang terjadi pada kedua sekolah
tersebut. Kurangnya tenaga pengajar di SD Negeri
Tukang 01, sedikitnya jumlah siswa dari tahun ke
tahun, persaingan tidak sehat antara kedua sekolah
dalam mencari peserta didik baru serta letak sekolah
yang berada pada satu kampus, kedua stakeholder
memutuskan untuk melakukan penggabungan sekolah.
Kesepakatan tersebut disosialisasikan kepada warga
sekolah dan dilaporkan kepada Kepala UPTD Kec.
Pabelan serta diajukan ke pemerintah kabupaten,
118
supaya kedua sekolah tersebut digabung menjadi satu
sekolah. Berdasarkan penelitian di SD Negeri Tukang
02 yang sekarang menjadi SD Negeri Tukang, sudah
sesuai dengan peraturan yang barlaku.
Implementasi menurut Riant Nugroho pada
prinsipnya adalah cara yang dilakukan agar dapat
mencapai tujuan yang dinginkan (Nugroho,
2003:158). Implementasi merupakan prinsip dalam
sebuah tindakan atau cara yang dilakukan oleh
individu atau kelompok orang untuk pencapaian tujuan
yang telah dirumuskan. Hal ini terlihat jelas dalam
implementasi program regrouping sekolah di SD Negeri
Tukang 01 dan SD Negeri Tukang 02 Kec. Pabelan Kab.
Semarang. Jadi program regrouping sekolah di SD
Negeri Tukang ini bertujuan untuk mengatasi
permasalahan yang ada.
Suparlan dalam “Merger sekolah dasar, begitu
perlukah?” yang ditayangkan pada 21 November 2006
menjelaskan langkah-langkah regrouping antara lain
sebagai berikut; (1) Mengadakan sosialisasi kebijakan
merger sekolah kepada semua pemangku kepentingan
(stakeholders). Langkah pertama ini dilakukan agar
para pemangku kepentingan memiliki pemahaman
mendalam tentang manfaat regrouping bagi semua
pihak, terutama bagi peserta didik. Benar-benar untuk
meningkatkan pemahaman secara kritis tentang
manfaat kebijakan regrouping sekolah sebagai strategi
119
untuk meningkatkan mutu pendidikan; (2) Membentuk
tim atau kepanitiaan, dengan melibatkan komponen
yang terkait. Pembentukan tim atau kepanitiaan ini
terdiri dari pengawas sekolah, kepala desa, komite
sekolah, kepala sekolah dan dewan guru kedua belah
sekolah yang bersangkutan; (3) Mengajukan atau
memasukkan program regrouping sekolah ke dalam
program dan kegiatan dinas pendidikan, untuk
disetujui oleh pemerintah dan legislatif; (4) Pelaksanaan
program dan monitoring pelaksanaan program
melibatkan semua stakeholder yang sejak awal
dilibatkan dalam program ini.; (5) Pelaporan dan
pertanggungjawaban jika program itu telah dapat
diselesaikan. Kelima langkah tersebut sudah dijalankan
oleh SD Negeri Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang
sesuai aturan yang berlaku.
Penggabungan sekolah di SD Negeri Tukang 01
dan SD Negeri Tukang 02 Kec. Pabelan Kab. Semarang
sudah dilaksanakan sejak tahun 2011, dengan hasil
keputusan bahwa sekolah yang tetap berdiri adalah SD
Negeri Tukang 02, sedangkan SD Negeri Tukang 01
ditutup. Berdasarkan usulan dari stakeholder kedua
belah pihak, mengajukan usulan kepada pemerintah
untuk dilakukan regrouping sekolah. Namun dari
permohonan yang diajukan oleh panitia regrouping
sekolah tahun 2011, SK resmi penggabungan sekolah
120
baru turun pada tahun 2014 dengan nama sekolah
yang baru yaitu SD Negeri Tukang.
4.3.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Regrouping Sekolah
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
regrouping sekolah. Namun kali ini di SD Negeri Tukang
01 dan SD Negeri Tukang 02 Kec. Pabelan Kab.
Semarang hanya dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu
kekurangan tenaga pengajar, kekurangan siswa, letak
sekolah dalam satu kampus dan persaingan yang tidak
sehat serta peraturan Mendagri tentang regrouping
sekolah. Faktor-faktor pemicu terjadinya regrouping
tersebut sesuai dengan pedoman pelasanaan regrouping
sekolah. Jumlah tenaga pendidik di SD Negeri Tukang
01 yang kurang, yaitu kekosongan pada jabatan kepala
sekolah dan mapel olahraga menjadikan proses
pembelajaran tidak berjalan dengan maksimal. Sperti
yang dikatakan oleh Ibu Dewi Kepala Dinas Pendidikan
Kab. Semarang menjelaskan bahwa hal ini terjadi
karena pemerintah Kab. Semarang jumlah guru PNS
mulai berkurang karena banyaknya jumlah guru yang
pensiun, sementara pengangkatan PNS tidak
memenuhi kuota yang dibutuhkan. Sehingga oleh
dinas UPTD Kec. Pabelan dan Dinas Pendidikan Kab.
Semarang memutuskan untuk memberikan mandate
121
kepada Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 untuk
mengampu dua sekolah sekaligus.
Permasalahan kedua adalah sedikitnya jumlah
siswa dari tahun ke tahun yang hanya berkisar 70-80
siswa, dipandang tidaklah efektif dan efisien apabila
ditambah dengan guru baru. Untuk mengatasinya jam
pelajaran olahraga diampu oleh guru kelas masing-
masing. Sementara tugas kepala sekolah sebelum
diampu oleh Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02,
semua bentuk pelaporan ditanda tangani atas nama
guru senior di sekolah tersebut. Selang beberapa bulan
dinas pendidikan memberikan SK kepada Kepala
Sekolah SD Negeri Tukang 02 untuk mengampu dua
sekolah.
Perebutan siswa seringkali terjadi. Kedua sekolah
bersaing secara tidak sehat untuk mendapatkan siswa
baru. Oleh karena itu masyarakat menjadi
kebingungan dalam menentukan pilihan. Walaupun
pada akhirnya kedua sekolah mendapatkan jumlah
siswa baru yang seimbang, karena tiap tahun hanya
selisih 1-3 anak. Kebingunan masyarakat ini
dikarenakan letak sekolah yang berada pada satu
lokasi, namun didalamnya terdapat dua lembaga
pendidikan. Sesuai dengan keputusan Menteri
Pendidikan Dan Kebudayaan tentang jumlah minimal
siswa dalam 1 rombongan belajar (rombel) minimal 20
siswa tidak terpenuhi pada kedua sekolah tersebut.
122
Setiap guru kelas rata-rata hanya memegang 10-15
siswa, mulai dari kelas I sampai kelas VI.
Faktor-faktor tersebut sudah sesuai dengan
pedoman pelaksanaan regrouping yang tertulis dalam
peraturan Mendagri tahun 1998 tersebut. Oleh karena
itu sangat dimungkinkan jika kedua sekolah tersebut
digabung menjadi satu induk.
4.3.3. Dampak Program Regrouping Sekolah
Program regrouping sekolah tentu saja akan
menimbulkan dampak bagi pihak-pihak yang
berkepentingan. Dampak tersebut bisa berupa dampak
positif dan negatif. Dampak positif dari regrouping
sekolah di SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang
02 adalah 1) mengatasi kekurangan guru; 2) mengatasi
jumlah siswa yang sedikit/kurus; 3) terjadi efisiensi
pembiayaan BOS; 4) meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah.
Dampak regrouping sekolah dilihat dari segi
positif, kekurangan tenaga pendidik dapat teratasi.
Pemerintah tidak perlu lagi menempatkan guru dan
kepala sekolah untuk mengatasi kekurangan guru di
SD Negeri Tukang 01. Karena dengan adanya
regrouping sekolah, otomatis guru olahraga dan
kedudukan Kepala Sekolah sudah terisi dari SD Negeri
Tukang 02. Sedikitnya jumlah siswa pada kedua
sekolah tersebut, dengan sendirinya ketika sekolah
123
digabung jumlah siswa akan bertambah menjadi dua
kali lipat. Jumlah siswa yang banyak sangat
menguntungkan sekolah karena juga mendapatkan
bantuan dana BOS yang besar. Dengan dana yang
besar, maka semua kegiatan peningkatan mutu
pendidikan sekolahpun dapat tercapai. Peningkatan
mutu pendidikan membawa pengaruh terhadap
prestasi sekolah yang semakin meningkat pula. Banyak
kejuaraan yang diraih oleh SD Negeri Tukang.
Sebaliknya, regrouping sekolah juga
menimbulkan dampak negatif yang dirasakan oleh guru
yang dimutasi. Perasaan guru-guru senior yang sudah
lama mengajar di kedua sekolah tersebut dan yang
harus dimutasi, merasa kecewa karena harus mutasi
ke sekolah yang jaraknya lebih jauh. Bagi guru honorer
sekolah, walaupun masih dipertahankan di sekolah
tersebut, namun mereka tidak mempunyai jam
mengajar seperti waktu sebelum regrouping dilakukan.
Peraturan baru pemerintah dalam peningkatan mutu
pendidikan dan tuntutan sertifikasi guru, menyatakan
bahwa sekolah parallel apabila jumlah siswa lebih dari
34 anak. Sementara guru yang mendapat tunjangan
sertifikasi harus mengampu minimal 20 siswa dalam
satu kelas. Apabila tidak memenuhi syarat tersebut
maka data yang dientri lewat dapodik tidak valid. Oleh
karena itu para guru honorer harus mencari sekolah
lain yang bisa memenuhi jam secara linier.
124
Dampak lain yang sangat merugikan bagi alumni
sebelum sekolah diregrouping adalah hal yang
berhubungan dengan legalisasi ijazah sekolah. Para
alumni merasa dirugikan karena sekolah yang
mengeluarkan ijazah mereka sudah ditutup, walaupun
sebenarnya data induk siswa masih ada di arsip
sekolah baru. Sekolahpun tidak bisa memberikan surat
keterangan untuk melegalisasi ijazah dari para alumni
sekolah sebelum regrouping. Para alumni harus
meluangkan waktu dan mengeluarkan dana yang lebih
karena harus melegalisir ijazah mereka ke Dinas
Kabupaten.
Dampak negatif yang timbul dalam melakukan
regrouping sekolah tersebut, pemerintah pembuat
kebijakan program regrouping sekolah perlu melakukan
antisipasi terhadap permasalahan yang ada. Sehingga
program regrouping sekolah tetap bisa dilaksanakan
untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
4.3.4. Tujuan Regrouping Sekolah (Efektifitas Dan Efisensi dari Regrouping)
Bupati Kabupaten Semarang Nomor 28 Tahun
2014 juga menerbitkan Peraturan Bupati tentang
Pedoman Teknis Penggabungan Sekolah Dasar Negeri
dan ditandaklanjuti dengan Keputusan Bupati Nomor
900/0413/2014 tentang Penggabungan Sekolah Dasar
Negeri. Penggabungan sekolah tersebut sebagai langkah
125
efisiensi anggaran dan SDM. Guru dari sekolah yang
digabungkan bisa dialihkan untuk sekolah-sekolah
yang saat ini kekurangan guru. Berdasarkan dasar
hukum yang digunakan tersebut, tujuan regrouping
sudah jelas yaitu: a) pemenuhan jumlah tenaga
pendidik; b) peningkatan mutu pendidikan; c)
peningkatan efisiensi biaya pendidikan; d) efektivitas
penyelenggaraan pendidikan; dan e)
pembukaan/pendirian SMP kecil/SMP kelas jauh
untuk memanfaatkan sekolah yang ditinggalkan.
Dilihat dari tujuan awal program kebijakan
regrouping sekolah, yaitu pencapaian efisiensi dan
efektifitas tenaga pendidik, keuangan dan sarana
prasarana sekolah. Di SD Negeri Tukang 01 dan SD
Negeri Tukang 02 Kec. Pabelan Kab. Semarang,
regrouping sekolah mencapai efektifitas dan efisiensi
dalam pengelolaan tenaga pendidikan dan pengelolaan
keuangan BOS. Kebutuhan akan tenaga kependidikan
terpenuhi dengan sendirinya. Pemerintah tidak perlu
lagi memboroskan uang untuk menggaji guru baru.
Keuangan sekolah meningkat dengan cairnya dana
BOS yang bisa dipergunakan untuk proses
pembelajaran yang lebih bermutu, seperti penambahan
alat peraga.
Sementara dalam hal pengelolaan sarana
prasarana belum mencapai efektifitas yang diharapkan.
Pengelolaan gedung sekolah, terutama kelebihan ruang
126
kelas oleh sekolah dijadikan ruang keseniaan, olah
raga, keterampilan, dan gudang. Pemanfaatannyapun
tidak setiap hari digunakan. Hanya dipakai pada saat-
saat tertentu. Jadi terkesan ruang kelas tersebut tidak
dimanfaatkan. Oleh karena itu bisa dikatakan ada
pemborosan ruang gedung sekolah. Oleh karena itu
pihak sekolah perlu bijak dan kreatif lagi dalam
pemanfaatan ruang kelas yang masih kosong, supaya
efektifitasnya dapat terlaksana sesuai tujuan yang
diharapkan.