77
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi pemaparan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh
dalam setiap tahapan penelitian yang telah dilakukan. Adapun tujuan dari penelitian
ini tercantum dalam BAB I yakni untuk mengetahui peningkatan kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol, untuk
mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis antara
siswa pada kelas eksperimen dan kontrol, untuk mengetahui respon siswa terhadap
pembelajaran matematika dengan pendekatan investigatif, serta untuk mengetahui
faktor pendukung dan penghambat selama pembelajaran dilaksanakan. Berikut ini
penjelasan mengenai hal-hal tersebut.
A. Hasil Penelitian
Terdapat dua jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu data
kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif meliputi data hasil pretes dan postes
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa di kelas eksperimen dan kontrol.
Sementara data kualitatif diperoleh dari hasil observasi siswa, angket dan catatan
lapangan. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program SPSS
16.0 for Windows dan Microsoft Excel 2007. Berikut ini pemaparan mengenai hal
tersebut.
1. Analisis Data Kuantitatif
a. Analisis Data Pretes
Untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam berpikir kreatif matematis
di kelas eksperimen dan kontrol, maka dilakukan pretes. Pretes dilakukan pada
tanggal 11 Mei 2015 di kelas kontrol dan kelas eksperimen. Jumlah siswa kelas
eksperimen terdiri dari 40 orang dan kelas kontrol 40 orang hadir semua. Adapun
prosedur pelaksanaan pretes dilakukan setelah perizinan ke pihak sekolah untuk kelas
kontrol dan eksperimen pada tanggal 5 Mei 2015. Instrumen yang digunakan berupa
tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang terdiri dari 15 butir soal
78
yang telah diujicobakan. Adapun hasil pretes kelas eksperimen dapat dilihat pada
Tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1
Data Hasil Pretes Kelas Eksperimen
No. Kode Siswa Nilai Pretes
1. Siswa 1 20,89
2. Siswa 2 13,33
3. Siswa 3 15,56
4. Siswa 4 9,78
5. Siswa 5 8,89
6. Siswa 6 28,44
7. Siswa 7 22,67
8. Siswa 8 19,11
9. Siswa 9 10,67
10. Siswa 10 16,89
11. Siswa 11 18,67
12. Siswa 12 0,00
13. Siswa 13 21,33
14. Siswa 14 23,11
15. Siswa 15 0,00
16. Siswa 16 13,78
17. Siswa 17 10,67
18. Siswa 18 33,78
19. Siswa 19 6,67
20. Siswa 20 24,44
21. Siswa 21 6,67
22. Siswa 22 29,33
23. Siswa 23 19,56
24. Siswa 24 24,44
79
No. Kode Siswa Nilai Pretes
25. Siswa 25 33,78
26. Siswa 26 36,44
27. Siswa 27 10,67
28. Siswa 28 0,00
29. Siswa 29 14,67
30. Siswa 30 26,67
31. Siswa 31 25,78
32. Siswa 32 10,67
33. Siswa 33 29,33
34. Siswa 34 5,78
35. Siswa 35 9,78
36. Siswa 36 23,56
37. Siswa 37 22,22
38. Siswa 38 28,89
39. Siswa 39 0,00
40. Siswa 40 8,44
Sedangkan data hasil pretes kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.2
sebagai berikut.
Tabel 4.2
Data Hasil Pretes Kelas Kontrol
No. Kode Siswa Nilai Pretes
1. Siswa 1 5,78
2. Siswa 2 25,78
3. Siswa 3 19,56
4. Siswa 4 6,67
5. Siswa 5 11,11
6. Siswa 6 6,67
7. Siswa 7 6,67
8. Siswa 8 6,67
9. Siswa 9 20,00
10. Siswa 10 4,00
11. Siswa 11 35,56
80
No. Kode Siswa Nilai Pretes
12. Siswa 12 6,67
13. Siswa 13 10,67
14. Siswa 14 31,56
15. Siswa 15 31,56
16. Siswa 16 0,00
17. Siswa 17 16,44
18. Siswa 18 8,00
19. Siswa 19 7,56
20. Siswa 20 4,89
21. Siswa 21 13,33
22. Siswa 22 9,33
23. Siswa 23 8,89
24. Siswa 24 6,67
25. Siswa 25 6,67
26. Siswa 26 6,67
27. Siswa 27 16,00
28. Siswa 28 6,67
29. Siswa 29 6,67
30 Siswa 30 16,00
31. Siswa 31 0,00
32. Siswa 32 6,67
33. Siswa 33 16,00
34. Siswa 34 0,00
35. Siswa 35 6,67
36. Siswa 36 16,00
37. Siswa 37 0,00
38. Siswa 38 6,67
39 Siswa 39 0,00
40. Siswa 40 0,00
Data hasil pretes kelas eksperimen dan kontrol selanjutnya diolah dengan
menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for Window, untuk mengetahui nilai rata-
rata (mean) dari tiap kelas, nilai tertinggi, nilai terendah dan standar deviasi. Berikut
disajikan hasil tersebut pada Tabel 4.3.
81
Tabel 4.3
Analisis Statistik Deskriptif Data Pretes
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa
Descriptives
Kelas Statistic Std. Error
Nilai pretes
eksperimen Mean 17.1333 1.58442
Std. Deviation 1.00208E1
Minimum .00
Maximum 36.44
Kontrol Mean 10.3669 1.39866
Std. Deviation 8.84593
Minimum .00
Maximum 35.56
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen
17,1333 dan rata-rata kelas kontrol 10,3669. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
berpikir kreatif matematis kelas eksperimen dan kontrol masih rendah. Sementara
untuk ketersebaran datanya, kelas eksperimen lebih tersebar dibandingkan kelas
kontrol. Hal ini terlihat dari simpangan baku kelas eksperimen yaitu 10,02081 dan
kelas kontrol 8,84593. Selain itu, skor maksimum dan minimun yang diperoleh kelas
eksperimen yaitu 36,44 dan 0. Sementara untuk kelas kontrol skor maksimum yaitu
35 dan skor minimumnya 0. Untuk lebih jelasnya, rata-rata pretes kelas eksperimen
dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 4.1.
82
Gambar 4.1
Diagram Hasil Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol
Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa nilai rata-rata pretes pada kelas eksperimen
dan kontrol berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa di kedua
kelas berbeda. Kelas eksperimen memiliki rata-rata pretes yang tinggi dibanding
kelas kontrol. Namun, hal tersebut belum cukup untuk menggambarkan signifikansi
perbandingan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa antara kelas eksperimen
dan kontrol. Oleh karena itu, dilakukan uji perbedaan dua rata-rata. Namun sebelum
itu, dilakukan uji normalitas dan homogenitas terlebih dahulu.
1) Analisis Uji Normalitas Data Pretes
Uji Normalitas ini dilakukan untuk mengetahui data dari masing-masing
sampel yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Uji ini menggunakan
Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi 5%. Adapun perumusan hipotesisnya
yaitu sebagai berikut.
H0: Data pretes berdistribusi normal
H1: Data pretes berdistribusi tidak normal
Kriteria pengujiannya yaitu H0 diterima jika nilai signifikansi lebih atau
sama dengan 0,05 dan H0 ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05. Adapun
83
untuk menghitung hasil uji normalitas ini dibantu dengan menggunakan software
SPSS 16.0 for Windows, dapat dilihat pada Tabel 4.4 sebagai berikut.
Tabel 4.4
Analisis Hasil Uji Normalitas Data Pretes
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis pada Kedua Kelompok
Tests of Normality
Kelas
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
Nilai pretes Eksperimen .116 40 .194
Kontrol .212 40 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa kelas eksperimen memiliki P-
value (Sig.) 0,194. Hal ini menunjukkan bahwa P-value (Sig.) kelas eksperimen lebih
dari 0,05 sehingga H0 diterima. Dengan demikian, data pretes kelas eksperimen
berdistribusi normal.
Sementara untuk kelas kontrol, P-value (Sig.) menunjukkan 0,000 pada
Tabel 4.4. Dengan demikian, P-value (Sig.) kelas kontrol kurang dari 0,05 sehingga
H0 ditolak, artinya data pretes kelas kontrol berdistribusi tidak normal.
Salahsatu faktor yang menjadi alasan data pretes normal dan tidak normal
yaitu ketersebaran datanya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat persebaran data kelas
eksperimen dan kontrol pada Gambar 4.2 dan 4.3.
Gambar 4.2
Data Pretes Kelas Eksperimen yang Normal
84
Gambar 4.2 terlihat bahwa grafik kurva berada ditengah dan panjangnya
hampir sama di sebelah kiri dan kanan. Hal ini menunjukkan bahwa persebaran
datanya lebih banyak berada di sekitar rata-ratanya, sehingga data menjadi normal.
Gambar 4.3
Data Pretes Kelas Kontrol yang Tidak Normal
Grafik kurva pada Gambar 4.3 lebih condong ke kiri lebih panjang ke kanan.
Hal ini menunjukkan bahwa datanya lebih tersebar dan persebarannya lebih banyak di
sebelah kiri, sehingga data menjadi tidak normal.
Berdasarkan uji normalitas tersebut, terdapat data yang tidak normal. Oleh
karena itu, tidak dilakukan uji homogenitas akan tetapi langsung diuji perbedaan dua
rata-ratanya dengan menggunakan uji non parametrik Mann-Withney (Uji-U).
2) Analisis Uji Beda Rata-rata Data Pretes
Uji beda rata-rata dilakukan setelah melakukan uji normalitas dan uji
homogenitas. Namun pada penelitian ini hasil yang didapat pada pretes berdistribusi
tidak normal, sehingga langsung dilakukan uji beda rata-rata yaitu uji non parametrik.
Uji non parametrik yang digunakan yaitu Uji-U (Mann-Whitney). Uji ini dilakukan
untuk menguji perbedaan rata-rata kedua kelompok yang salahsatunya tidak normal.
Perumusan hipotesis dalam pengujian ini yaitu sebagai berikut.
H0 = tidak terdapat perbedaan rata-rata antara kedua kelompok
H1 = terdapat perbedaan rata-rata antara kedua kelompok
85
Adapun kriteria pengujiannya yaitu H0 diterima jika nilai signifikansi lebih
atau sama dengan 0,05 dan H0 ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05. Adapun
hasil uji normalitas dengan menggunakan software SPSS 16.0 for Windows, dapat
dilihat pada Tabel 4.5 sebagai berikut.
Tabel 4.5
Analisis Hasil Uji Mann-Whitney Nilai Pretes
Test Statisticsa
Nilai Pretes
Mann-Whitney U 462.500
Wilcoxon W 1282.500
Z -3.262
Asymp. Sig. (2-tailed) .001
a. Grouping Variable: Kelas
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui nilai signifikansinya (Sig.2-tailed)
yaitu 0,001. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa 0,001 lebih kecil dari (taraf
signifikansi) α yaitu 0,05 sehingga H0 ditolak yang artinya terdapat perbedaan rata-
rata nilai pretes siswa antara kelas eksperimen dan kontrol. Dengan demikian,
kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kontrol terdapat perbedaan.
b. Analisis Data Postes
Data postes ini digunakan untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa setelah dilakukan perlakuan yang berbeda. Pada kelas
eksperimen diberikan perlakuan pendekatan investigatif sehingga postes bertujuan
untuk melihat kemampuan akhir siswa setelah melaksanakan pembelajaran dengan
pendekatan investigatif. Pada kelas kontrol diberikan perlakuan berupa pendekatan
konvensional sehingga postes bertujuan untuk melihat kemampuan akhir siswa
setelah diberikan pendekatan konvensional. Soal yang digunakan untuk postes
merupakan soal yang sama dengan soal yang digunakan saat pretes. Postes kelas
eksperimen dan kontrol dilaksanakan secara terpisah. Kelas eksperimen dilaksanakan
pada tanggal 25 Mei 2015 dengan jumlah 40 siswa. Adapun hasil postes kelas
eksperimen dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
86
Tabel 4.6
Data Hasil Postes Kelas Eksperimen
No. Kode Siswa Nilai Postes
1. Siswa 1 68,00
2. Siswa 2 40,00
3. Siswa 3 42,67
4. Siswa 4 38,22
5. Siswa 5 41,78
6. Siswa 6 81,33
7. Siswa 7 63,56
8. Siswa 8 75,56
9. Siswa 9 54,67
10. Siswa 10 56,00
11. Siswa 11 75,56
12. Siswa 12 26,67
13. Siswa 13 90,67
14. Siswa 14 75,56
15. Siswa 15 17,78
16. Siswa 16 69,33
17. Siswa 17 30,22
18. Siswa 18 96,89
19. Siswa 19 35,11
20. Siswa 20 75,56
21. Siswa 21 23,11
22. Siswa 22 80,44
23. Siswa 23 74,67
24. Siswa 24 69,33
25. Siswa 25 95,11
26. Siswa 26 98,22
87
No. Kode Siswa Nilai Postes
27. Siswa 27 51,56
28. Siswa 28 19,56
29. Siswa 29 50,22
30. Siswa 30 89,33
31. Siswa 31 69,78
32. Siswa 32 57,78
33. Siswa 33 81,33
34. Siswa 34 23,11
35. Siswa 35 30,22
36. Siswa 36 70,67
37. Siswa 37 56,89
38. Siswa 38 86,67
39. Siswa 39 39,56
40. Siswa 40 48,00
Sedangkan postes kelas kontrol dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2015.
Adapun data hasil postes kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7
Data Hasil Postes Kelas Kontrol
No. Kode Siswa Nilai Postes
1. Siswa 1 60,00
2. Siswa 2 45,33
3. Siswa 3 44,44
4. Siswa 4 46,22
5. Siswa 5 48,44
6. Siswa 6 28,00
7. Siswa 7 51,56
8. Siswa 8 80,89
9. Siswa 9 49,78
10. Siswa 10 28,00
11. Siswa 11 93,78
12. Siswa 12 70,22
88
No. Kode Siswa Nilai Postes
13. Siswa 13 51,56
14. Siswa 14 89,78
15. Siswa 15 79,11
16. Siswa 16 88,00
17. Siswa 17 49,78
18. Siswa 18 30,22
19. Siswa 19 64,00
20. Siswa 20 46,22
21. Siswa 21 60,00
22. Siswa 22 40,89
23. Siswa 23 45,33
24. Siswa 24 43,56
25. Siswa 25 42,22
26. Siswa 26 48,44
27. Siswa 27 60,00
28. Siswa 28 19,56
29. Siswa 29 34,67
30. Siswa 30 57,78
31. Siswa 31 23,11
32. Siswa 32 33,33
33. Siswa 33 32,89
34. Siswa 34 25,78
35. Siswa 35 34,67
36. Siswa 36 51,56
37. Siswa 37 34,67
38. Siswa 38 23,11
89
No. Kode Siswa Nilai Postes
39. Siswa 39 34,67
40. Siswa 40 17,78
Data hasil postes kelas eksperimen dan kontrol selanjutnya diolah dengan
menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for Window, untuk mengetahui nilai rata-
rata (mean) dari tiap kelas, nilai tertinggi, nilai terendah dan standar deviasi. Berikut
disajikan hasil tersebut pada Tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.8
Analisis Statistik Deskriptif Data Postes
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa
Descriptives
Kelas Statistic
Std. Error
Nilai Postes Eksperimen Mean 58.7250 3.72345
Std. Deviation 2.35492E1
Minimum 17.00
Maximum 98.00
Kontrol Mean 47.3000 3.06870
Std. Deviation 1.94082E1
Minimum 17.00
Maximum 93.00
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen
58,7250 dan rata-rata kelas kontrol 47,3000. Sementara untuk ketersebaran datanya,
kelas eksperimen lebih tersebar dibandingkan kelas kontrol. Hal ini terlihat dari
simpangan baku kelas eksperimen yaitu 23,54921 dan kelas kontrol 19,40821. Selain
itu, skor maksimum dan minimun yang diperoleh kelas eksperimen yaitu 98,00 dan
17,00. Sementara untuk kelas kontrol skor maksimum yaitu 93,00 dan skor
minimumnya 17,00. Untuk lebih jelasnya, rata-rata postes kelas eksperimen dan
kontrol dapat dilihat pada Gambar 4.4.
90
Gambar 4.4
Diagram Hasil Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol
Dari Gambar 4.4 terlihat bahwa nilai rata-rata postes pada kelas eksperimen
dan kontrol berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan akhir siswa setelah
diberikan perlakuan di kedua kelas tersebut berbeda. Namun, hal tersebut belum
cukup untuk menggambarkan signifikansi perbandingan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa antara kelas eksperimen dan kontrol. Oleh karena itu, dilakukan uji
perbedaan dua rata-rata pada hasil postes seperti halnya pretes. Namun sebelum itu,
dilakukan uji normalitas dan homogenitas terlebih dahulu.
Selanjutnya, dilakukan analisis dengan menggunakan bantuan program
software SPSS v.16 for Windows. Adapun penjelasan mengenai analisis data pada
masing-masing kelompok adalah sebagai berikut ini.
1) Analisis Uji Normalitas Data Postes
Uji Normalitas ini dilakukan untuk mengetahui data dari masing-masing
sampel yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Uji ini menggunakan
Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi 5%. Adapun perumusan hipotesisnya
yaitu sebagai berikut.
H0: Data postes berdistribusi normal
H1: Data postes berdistribusi tidak normal
91
Kriteria pengujiannya yaitu H0 diterima jika nilai signifikansi lebih atau
sama dengan 0,05 dan H0 ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05. Adapun
hasil uji normalitas dibantu dengan menggunakan software SPSS 16.0 for Windows,
dapat dilihat pada Tabel 4.9 sebagai berikut.
Tabel 4.9
Analisis Hasil Uji Normalitas Data Postes
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis pada Kedua Kelompok
Tests of Normality
Kelas
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
Nilai Postes Eksperimen .128 40 .096
Kontrol .149 40 .025
a. Lilliefors Significance Correction
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa kelas eksperimen memiliki P-
value (Sig.) 0,096. Hal ini menunjukkan bahwa P-value (Sig.) kelas eksperimen lebih
dari 0,05 sehingga H0 diterima. Dengan demikian, data postes kelas eksperimen
berdistribusi normal.
Sementara untuk kelas kontrol, P-value (Sig.) menunjukkan 0,025 pada
Tabel 4.4. Dengan demikian, P-value (Sig.) kelas kontrol kurang dari 0,05 sehingga
H0 ditolak, artinya data postes kelas kontrol berdistribusi tidak normal.
Salahsatu faktor yang menjadi data postes normal dan tidak normal yaitu
ketersebaran datanya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat persebaran data kelas
eksperimen dan kontrol pada Gambar 4.5 dan 4.6.
92
Gambar 4.5
Data Postes Kelas Eksperimen yang Normal
Gambar 4.5 terlihat bahwa grafik kurva berada ditengah dan panjangnya
hampir sama di sebelah kiri dan kanan. Hal ini menunjukkan bahwa persebaran
datanya lebih banyak berada di sekitar rata-ratanya, sehingga data menjadi normal.
Gambar 4.6
Data Postes Kelas Kontrol yang Tidak Normal
93
Grafik kurva pada Gambar 4.6 lebih condong ke kiri lebih panjang ke kanan.
Hal ini menunjukkan bahwa datanya lebih tersebar dan persebarannya lebih banyak di
sebelah kiri, sehingga data menjadi tidak normal.
Berdasarkan uji normalitas tersebut, terdapat data yang tidak normal. Oleh
karena itu, tidak dilakukan uji homogenitas akan tetapi langsung diuji perbedaan dua
rata-ratanya dengan menggunakan uji non parametrik Mann-Withney (Uji-U).
2) Analisis Uji Beda Rata-rata Data Postes
Uji beda rata-rata dilakukan setelah melakukan uji normalitas dan uji
homogenitas. Namun pada penelitian ini hasil yang didapat pada pretes berdistribusi
tidak normal, sehingga langsung dilakukan uji beda rata-rata yaitu uji non parametrik.
Uji non parametrik yang digunakan yaitu Uji-U (Mann-Whitney). Uji ini dilakukan
untuk menguji perbedaan rata-rata kedua kelompok yang salahsatunya tidak normal.
Perumusan hipotesis dalam pengujian ini yaitu sebagai berikut.
H0 = tidak terdapat perbedaan rata-rata antara kedua kelompok
H1 = terdapat perbedaan rata-rata antara kedua kelompok
Adapun kriteria pengujiannya yaitu H0 diterima jika nilai signifikansi lebih
atau sama dengan 0,05 dan H0 ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05. Adapun
hasil uji normalitas dengan menggunakan software SPSS 16.0 for Windows, dapat
dilihat pada Tabel 4.10 sebagai berikut.
Tabel 4.10
Analisis Hasil Uji Mann-Whitney Nilai Postes
Test Statisticsa
Nilai Postes
Mann-Whitney U 571.000
Wilcoxon W 1391.000
Z -2.204
Asymp. Sig. (2-tailed) .027
a. Grouping Variable: Kelas
Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui nilai signifikansinya (Sig.2-tailed)
yaitu 0,027. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa 0,027 lebih kecil dari (taraf
94
signifikansi) α yaitu 0,05 sehingga H0 ditolak yang artinya terdapat perbedaan rata-
rata nilai postes siswa antara kelas eksperimen dan kontrol. Dengan demikian,
kemampuan akhir siswa pada kelas eksperimen dan kontrol terdapat perbedaan.
3) Analisis Uji N Gain Data Pretes dan Postes
Uji gain normal ini dilakukan untuk mengetahui kualitas peningkatan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Uji gain dilakukan jika kemampuan
awal siswa berbeda. Untuk mengetahui data gain normal pada setiap siswa dari
masing-masing kelompok (eksperimen dan kontrol) dilakukan perhitungan gain
normal. Adapun cara menghitung gain yang ternormalisasi yaitu sebagai berikut
(Maulana, 2006, hlm. 57).
=
Perhitungan gain normal ini dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel for
Windows 2007. Adapun hasil uji gain normal pada kelompok eksperimen dapat
dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11
Analisis Hasil Uji N Gain Data Pretes dan Postes
Kelas Eksperimen
No. Kode
Siswa Pretes Postes Gain Klasifikasi
1 Siswa 1 20,89 68,00 0,596 Sedang
2 Siswa 2 13,33 40,00 0,308 Sedang
3 Siswa 3 15,56 42,67 0,321 Sedang
4 Siswa 4 9,78 38,22 0,315 Sedang
5 Siswa 5 8,89 41,78 0,361 Sedang
6 Siswa 6 28,44 81,33 0,739 Tinggi
7 Siswa 7 22,67 63,56 0,529 Sedang
8 Siswa 8 19,11 75,56 0,698 Sedang
9 Siswa 9 10,67 54,67 0,493 Sedang
10 Siswa 10 16,89 56,00 0,471 Sedang
11 Siswa 11 18,67 75,56 0,699 Sedang
12 Siswa 12 0,00 26,67 0,267 Rendah
13 Siswa 13 21,33 90,67 0,881 Tinggi
14 Siswa 14 23,11 75,56 0,682 Sedang
95
No. Kode
Siswa Pretes Postes Gain Klasifikasi
15 Siswa 15 0,00 17,78 0,178 Rendah
16 Siswa 16 13,78 69,33 0,644 Sedang
17 Siswa 17 10,67 26,22 0,174 Rendah
18 Siswa 18 33,78 96,89 0,953 Tinggi
19 Siswa 19 6,67 35,11 0,305 Sedang
20 Siswa 20 24,44 75,56 0,676 Sedang
21 Siswa 21 6,67 23,11 0,176 Rendah
22 Siswa 22 29,33 80,44 0,723 Tinggi
23 Siswa 23 19,56 74,67 0,685 Sedang
24 Siswa 24 24,44 69,33 0,594 Sedang
25 Siswa 25 33,78 95,11 0,926 Tinggi
26 Siswa 26 36,44 98,22 0,972 Tinggi
27 Siswa 27 10,67 51,56 0,458 Sedang
28 Siswa 28 0,00 19,56 0,196 Rendah
29 Siswa 29 14,67 50,22 0,417 Sedang
30 Siswa 30 26,67 89,33 0,855 Tinggi
31 Siswa 31 25,78 69,78 0,593 Sedang
32 Siswa 32 10,67 57,78 0,527 Sedang
33 Siswa 33 29,33 81,33 0,736 Tinggi
34 Siswa 34 5,78 23,11 0,184 Rendah
35 Siswa 35 9,78 30,22 0,227 Rendah
36 Siswa 36 23,56 70,67 0,616 Sedang
37 Siswa 37 22,22 56,89 0,446 Sedang
38 Siswa 38 28,89 86,67 0,813 Tinggi
39 Siswa 39 0,00 39,56 0,396 Rendah
40 Siswa 40 8,44 48,00 0,432 Sedang
Jumlah 685,33 2366,67 21,26
Rata-rata 17,13 59,17 0,53 Sedang
Dari Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa dari 40 siswa, hanya 9 siswa yang
mengalami peningkatan yang tergolong tinggi, 8 siswa yang tergolong rendah, dan
sisanya mengalami peningkatan sedang sebanyak 33 siswa. Secara keseluruhan
peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa di kelas eksperimen
tergolong ke dalam kategori sedang.
96
Adapun hasil uji gain normal pada kelompok kontrol dapat dilihat pada
Tabel 4.12.
Tabel 4.12
Analisis Hasil Uji N Gain Data Pretes dan Postes
Kelas Kontrol
No. Kode
Siswa Pretes Postes Gain Klasifikasi
1 Siswa 1 5,78 60,00 0,575 Sedang
2 Siswa 2 0 45,333 0,453 Sedang
3 Siswa 3 8,00 44,44 0,396 Sedang
4 Siswa 4 6,67 46,22 0,424 Sedang
5 Siswa 5 11,11 48,44 0,42 Sedang
6 Siswa 6 6,67 28,00 0,229 Rendah
7 Siswa 7 6,67 51,56 0,481 Sedang
8 Siswa 8 6,67 80,89 0,795 Tinggi
9 Siswa 9 20,00 49,78 0,372 Sedang
10 Siswa 10 4,00 28,00 0,25 Rendah
11 Siswa 11 35,56 93,78 0,903 Tinggi
12 Siswa 12 6,67 70,22 0,681 Sedang
13 Siswa 13 10,67 51,56 0,458 Sedang
14 Siswa 14 31,56 89,78 0,851 Tinggi
15 Siswa 15 25,78 79,11 0,719 Tinggi
16 Siswa 16 31,56 88,00 0,825 Tinggi
17 Siswa 17 16,44 49,78 0,399 Sedang
18 Siswa 18 19,56 30,22 0,133 Rendah
19 Siswa 19 7,56 64,00 0,611 Sedang
20 Siswa 20 4,89 46,22 0,435 Sedang
21 Siswa 21 13,33 60,00 0,538 Sedang
22 Siswa 22 9,33 40,89 0,348 Sedang
23 Siswa 23 8,89 45,33 0,4 Sedang
24 Siswa 24 6,67 43,56 0,395 Sedang
25 Siswa 25 6,67 42,22 0,381 Sedang
26 Siswa 26 6,67 48,44 0,448 Sedang
27 Siswa 27 16,00 60,00 0,524 Sedang
28 Siswa 28 6,67 19,56 0,138 Rendah
29 Siswa 29 6,67 34,67 0,3 Rendah
30 Siswa 30 16,00 57,78 0,497 Sedang
97
No. Kode
Siswa Pretes Postes Gain Klasifikasi
31 Siswa 31 0,00 23,11 0,231 Rendah
32 Siswa 32 6,67 33,33 0,286 Rendah
33 Siswa 33 6,67 32,89 0,281 Rendah
34 Siswa 34 0,00 25,78 0,258 Rendah
35 Siswa 35 6,67 34,67 0,3 Rendah
36 Siswa 36 16,00 51,56 0,423 Sedang
37 Siswa 37 0,00 34,67 0,347 Sedang
38 Siswa 38 6,67 23,11 0,176 Rendah
39 Siswa 39 0,00 34,67 0,347 Sedang
40 Siswa 40 0,00 17,78 0,178 Rendah
Jumlah 405,33 1909,3 17,20
Rata-rata 10,13 47,73 0,43 Sedang
Dari Tebel 4.12 dapat dilihat bahwa dari 40 siswa, hanya terdapat 5 siswa
mengalami peningkatan yang tinggi, 23 siswa mengalami peningkatan tingkat
sedang, sedangkan 12 siswa mengalami peningkatan tingkat rendah. Tidak jauh
berbeda dengan kelas eksperimen, di kelas kontrol secara keseluruhan sama-sama
mengalami peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis yang tergolong ke
dalam peningkatan sedang.
Untuk melihat perbedaan peningkatan kemampuan siswa pada kedua
kelompok agar lebih jelas dapat dilihat dari skor terendah, skor tertinggi, rataan skor,
dan standar deviasi pada masing-masing kelompok yang terlihat pada Tabel 4.13
dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel for Windows 2007.
Tabel 4.13
Statistik Deskriptif Gain pada Kedua Kelompok
Kelas N Mean Std.
Deviasi Tertinggi Terendah
Eksperimen 40 0,53 0,236 0,953 0,174
Kontrol 40 0,43 0,194 0,903 0,176
Berdasarkan Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa peningkatan kemampuan
berpikir matematis pada kedua kelas berbeda. Untuk siswa di kelas eksperimen yang
diberi perlakuan pendekatan investigatif mengalami peningkatan dengan rata-rata
98
gain = 0,53 yang tergolong pada peningkatan sedang, sedangkan untuk siswa di kelas
kontrol yang diberi pembelajaran konvensional mengalami peningkatan dengan rata-
rata gain sebesar 0,43 yang tergolong pada peningkatan sedang. Oleh karena itu,
antara kedua kelas memiliki selisih rata-rata gain sebesar 0,10.
Untuk melihat perlakuan di kelas mana yang lebih baik dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, dilakukanlah uji normalitas, uji
homogenitas dan uji beda rata-rata N-gain yang diperoleh oleh kedua kelas. Berikut ini
hasil pengujian N-gain pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
1) Analisis Uji Normalitas N-Gain
Uji Normalitas ini dilakukan untuk mengetahui data dari masing-masing
sampel yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Uji ini menggunakan
Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi 5%. Adapun perumusan hipotesisnya
yaitu sebagai berikut.
H0: Data gain berdistribusi normal
H1: Data gain berdistribusi tidak normal
Kriteria pengujiannya yaitu H0 diterima jika nilai signifikansi lebih atau
sama dengan 0,05 dan H0 ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05. Adapun
hasil uji normalitas dibantu dengan menggunakan software SPSS 16.0 for Windows,
dapat dilihat pada Tabel 4.14 sebagai berikut.
Tabel 4.14
Analisis Hasil Uji Normalitas Data Gain
Tests of Normality
Kelas
Kolmogorov-Smirnova
Statistic Df Sig.
Gain Eksperimen .089 40 .200*
Kontrol .143 40 .038
a. Lilliefors Significance Correction
Berdasarkan Tabel 4.14 dapat diketahui bahwa kelas eksperimen memiliki
P-value (Sig.) 0,200. Hal ini menunjukkan bahwa P-value (Sig.) kelas eksperimen
lebih dari 0,05 sehingga H0 diterima. Dengan demikian, data gain kelas eksperimen
berdistribusi normal.
99
Sementara untuk kelas kontrol, P-value (Sig.) menunjukkan 0,03. Dengan
demikian, P-value (Sig.) kelas kontrol kurang dari 0,05 sehingga H0 ditolak, artinya
data gain kelas kontrol berdistribusi tidak normal.
Salahsatu faktor yang menjadi data postes normal dan tidak normal yaitu
ketersebaran datanya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat persebaran data kelas
eksperimen dan kontrol pada Gambar 4.7 dan 4.8.
Gambar 4.7
Data Gain Kelas Eksperimen yang Normal
Gambar 4.7 terlihat bahwa grafik kurva berada ditengah dan panjangnya
hampir sama di sebelah kiri dan kanan. Hal ini menunjukkan bahwa persebaran
datanya lebih banyak berada di sekitar rata-ratanya, sehingga data menjadi normal.
Gambar 4.8
Data Gain Kelas Kontrol yang Tidak Normal
Grafik kurva pada Gambar 4.8 lebih condong ke kiri lebih panjang ke kanan.
Hal ini menunjukkan bahwa datanya lebih tersebar dan persebarannya lebih banyak di
sebelah kiri, sehingga data menjadi tidak normal. Berdasarkan uji normalitas tersebut,
terdapat data yang tidak normal. Oleh karena itu, tidak dilakukan uji homogenitas
100
akan tetapi langsung di uji perbedaan dua rata-ratanya dengan menggunakan uji non
parametrik yang akan di uji pada hipotesis 3.
2. Analisis Data Kualitatif
Pada bagian pendahuluan telah dipaparkan bahwa tujuan penelitian yang
dilakukan adalah untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan investigatif dan untuk mengetahui faktor apa saja yang
mendukung terlaksananya proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
investigatif. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dilakukan pengambilan data
melalui instrumen non tes diantaranya adalah lembar observasi kinerja guru, lembar
observasi aktivitas siswa, angket, dan catatan lapangan. Berikut ini merupakan
penjelasan mengenai analisis hasil pengambilan data dari instrumen tersebut.
a. Lembar Observasi Kinerja Guru
Peranan guru merupakan salahsatu faktor yang menentukan suksesnya
ketercapaian tujuan pembelajaran. Dari mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga
evaluasi. Dalam penelitian ini kinerja guru diukur melalui format observasi kinerja
guru baik pada saat merencanakan maupun saat melaksanakan pembelajaran di kelas
eksperimen dan di kelas kontrol. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi manipulasi
dalam perbandingan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan pada kedua kelompok
tersebut. Untuk itu kinerja guru pada kedua kelompok seimbang dan adil. Observasi
kinerja guru dilakukan pada setiap pertemuan oleh observer yang merupakan wali
kelas V di SDN Waringin I dan SDN Waringin IV.
Adapun dalam penelitian ini kinerja guru terbagi ke dalam dua bagian yakni
kinerja guru dalam merencanakan pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran.
Dari hasil observasi kinerja guru secara umum pada kedua kelompok tidak jauh
berbeda. Untuk hasil observasi kinerja guru dalam merencanakan pembelajaran pada
kelompok eksperimen dapat dilihat pada Tabel 4.15.
101
Tabel 4.15
Data Observasi Kinerja Guru
dalam Merencanakan Pembelajaran di Kelas Eksperimen
No. Aspek yang Dinilai Pertemuan
1 2 3
1. Merumuskan tujuan pembelajaran 4 3 4
2. Memilih dan mengorganisasikan
materi, media, dan sumber belajar 4 4 4
3.
Merancang skenario kegiatan
pembelajaran dengan pendekatan
investigatif
4 4 4
4. Menyiapkan alat penilaian 4 4 4
5. Tampilan dokumen RPP 3 3 3
Jumlah 19 18 19
Presentase 95% 90% 95%
Tafsiran BS BS BS
Keterangan :
BS = Baik Sekali
Sedangkan hasil observasi kinerja guru dalam merencanakan pembelajaran
pada kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.16 di bawah ini.
Tabel 4.16
Data Observasi Kinerja Guru
Dalam Merencanakan Pembelajaran di Kelas Kontrol
No. Aspek yang Dinilai Pertemuan
1 2 3
1. Merumuskan tujuan pembelajaran 4 3 4
2. Memilih dan mengorganisasikan
materi, media dan sumber belajar 4 4 4
3. Merancang strategi/metode
pembelajaran 4 4 4
4. Menyiapkan alat penilaian 4 4 4
5. Tampilan dokumen RPP 3 3 3
Jumlah 19 18 19
Presentase 95% 90% 95%
Tafsiran BS BS BS
Keterangan :
BS = Baik Sekali
102
Berdasarkan Tabel 4.15 dan Tabel 4.16 diperoleh data mengenai kinerja
guru dalam merencanakan pembelajaran. Kinerja guru dalam merencanakan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan investigatif maupun menggunakan
pendekatan konvensional sama-sama sudah mencapai 95%. Selain dari perencanaan
pembelajaran, kinerja guru juga dinilai dari dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas
eksperimen maupun di kelas kontrol. Adapun hasil observasi kinerja guru dalam
melaksanakan pembelajaran pada kelompok eksperimen dapat dilihat dari Tabel.17.
Tabel 4.17
Data Observasi Kinerja Guru
Dalam Melaksanakan Pembelajaran di Kelas Eksperimen
No. Aspek yang dinilai Pertemuan
1 2 3
A. Kegiatan Awal Pembelajaran
1. Guru melakukan apersepsi 3 4 4
2. Guru menyampaikan tujuan dan
langkah-langkah pembelajaran 4 3 4
B. Kegiatan Inti Pembelajaran
3. Kemampuan mengorganisasikan
kelas 4 3 4
4. Guru membimbing siswa pada
fase membaca masalah 4 4 4
5. Guru membimbing siswa pada
fase pemecahan masalah 4 4 4
6.
Guru membimbing siswa pada
fase menjawab dan
mengkomunikasikan masalah
3 4 3
7.
Guru melakukan diskusi dengan
membimbing siswa untuk
mengkomunikasikan jawabannya
yang didapat dalam diskusi
kelompok
4 4 4
8. Mobilitasi posisi mengajar 4 4 4
C. Kegiatan Akhir Pembelajaran
9. Guru menyimpulkan pembelajaran 4 4 4
10. Guru melakukan refleksi terhadap
pembelajaran yang telah dilakukan 4 4 4
Jumlah 38 38 39
Presentase 95% 95% 97,5%
Tafsiran BS BS BS
103
Setelah observer melakukan observasi pada pertemuan ke-1, ke-2,dan ke-3
di kelas eksperimen, kinerja guru di kelas tersebut pada pertemuan ke-1 mencapai
95% selama melaksanakan pembelajaran. Kekurangan kinerja guru pada pertemuan
ke-1 yaitu terletak pada aspek apersepsi dan guru membimbing siswa pada fase
menjawab dan mengkomunikasikan masalah. Dalam melakukan apersepsi guru
kurang menunjukan semangat sehingga menyebabkan siswa kurang bersemangat pula
pada awal pembelajaran. Kemudian pada fase membimbing siswa pada fase
menjawab dan mengkomunikasikan masalah, guru kurang mampu membingsing
siswa karena siswa yang di depan terganggu dengan suara gaduh dari siswa yang
lainnya. Kemudian kurangnya guru dalam memotivasi siswa sehingga menyebabkan
siswa sulit untuk mau mengkomunikasikan jawaban di depan kelas.
Kinerja guru di kelas eksperimen pada pertemuan ke-2 masih di 95% sama
seperti pertemuan ke-1. Namun kekurangan guru pada pertemuan ke-2 ini terletak
pada aspek menyampaikan tujuan dan langkah-langkah pembelajaran serta pada
aspek kemampuan mengorganisasikan kelas. Pada saat penyampaian tujuan
pembelajaran, guru tidak menyebutkan semua tujuan. Guru hanya menyebutkan dua
tujuan pembelajaran dari yang seharusnya empat tujuan pembelajaran. Sedangkan
pada aspek kemampuan mengorganisasikan kelas, guru kurang mampu
mengkondisikan kelas sehingga kondisi kelas menjadi ribut dan gaduh. Kondisi kelas
menjadi tidak karuan karena keaktifan siswa kurang terkontrol oleh guru pada saat
siswa berdiskusi menyelsaikan masalah yang harus ditemukan dalam pembelajaran.
Kinerja guru di kelas eksperimen pada pertemuan ke-3 mencapai angka
97,5%. Terdapat peningkatan jika dibandingkan dengan pertemuan ke-1 dan ke-2.
Kekurangan kinerja guru pada pertemuan ke-3 ini terletak pada aspek membimbing
siswa pada fase menjawab dan mengkomunikasikan masalah. Kekurangan kinerja
pada saat membimbing siswa pada fase menjawab dan mengkomunikasikan masalah,
guru kurang mampu membingsing siswa karena siswa yang di depan terganggu
dengan suara gaduh dari siswa yang lainnya. Kemudian kurangnya guru dalam
memotivasi siswa sehingga menyebabkan siswa sulit untuk mau mengkomunikasikan
jawaban di depan kelas. Hal tersebut sama persis dengan yang terjadi pada pertemuan
104
ke-1. Namun pada pertemuan ke-3 guru sudah lebih mampu dalam membimbing
siswa, karena siswa lebih termotivasi untuk maju dan mempresentasikan atau
mengkomunikasikan hasil temuan siswa pada saat dilakukan diskusi dan kegiatan
investigatif.
Sedangkan hasil observasi kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran
pada kelompok kontrol dapat dilihat dari Tabel.18.
Tabel 4.18
Data Observasi Kinerja Guru
Dalam Melaksanakan Pembelajaran di Kelas Kontrol
No. Aspek yang dinilai Pertemuan
1 2 3
A. Kegiatan Awal Pembelajaran
1. Guru melakukan apersepsi 3 4 4
2. Guru menyampaikan tujuan dan
langkah-langkah pembelajaran 4 3 4
B. Kegiatan Inti Pembelajaran
3. Sikap guru dalam proses
pembelajaran 3 4 4
4. Mobilitas posisi mengajar 4 4 4
5. Penguasaan bahan ajar 4 4 4
6. Kegiatan belajar mengajar 4 4 4
7. Kemampuan mengorganisasikan
kelas 3 4 4
8. Kemampuan menggunakan media
pembelajaran 4 4 4
C. Kegiatan Akhir Pembelajaran
9. Guru menyimpulkan
pembelajaran 4 3 4
10.
Guru melakukan refleksi terhadap
pembelajaran yang telah
dilakukan
4 4 3
Jumlah 37 38 39
Presentase 92,5% 95% 97,5%
Tafsiran BS BS BS
Setelah observer melakukan observasi pada pertemuan ke-1, ke-2,dan ke-3
di kelas kontrol, kinerja guru di kelas tersebut pada pertemuan ke-1 mencapai 92,5%
selama melaksanakan pembelajaran. Kekurangan kinerja guru pada pertemuan ke-1
105
yaitu terletak pada aspek apersepsi, aspek sikap guru dalam proses pembelajaran, dan
aspek kemampuan mengorganisasikan kelas. Dalam melakukan apersepsi guru
kurang memberikan motivasi kepada siswa sehingga menyebabkan siswa kurang
termotivasi pula untuk memulai pembelajaran. Kemudian pada aspek sikap guru
dalam proses pembelajaran, sikap guru pada saat pembelajaran lebih sering berdiri di
depan kelas. Selanjutnya kekurangan guru pada aspek mengorganisasikan kelas, guru
dominan berada di sebalah kanan sehingga siswa yang ada pada bagian kirikurang
terkontrol dengan baik dan menyebabkan banyak siswa yang mengobrol.
Kinerja guru di kelas kontrol pada pertemuan ke-2 mencapai 95%.
Kekurangan kinerja guru pada pertemuan ke-2 ini terletak pada aspek menyampaikan
tujuan dan langkah-langkah pembelajaran serta pada aspek kemampuan
mengorganisasikan kelas dan pada aspek menyimpulkan pembelajaran. Pada saat
penyampaian tujuan pembelajaran, guru tidak menyebutkan semua tujuan. Guru
hanya menyebutkan tiga tujuan pembelajaran dari yang seharusnya empat tujuan
pembelajaran. Selanjutnya pada aspek kemampuan menyimpulkan pembelajaran,
guru lupa tidak menyimpulkan pembelajaran, guru langsung merefleksi kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
Kinerja guru di kelas kontrol pada pertemuan ke-3 mencapai angka 97,5%.
Terdapat peningkatan jika dibandingkan dengan pertemuan ke-1 dan ke-2.
Kekurangan kinerja guru pada pertemuan ke-3 ini terletak pada aspek refleksi
terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Pada akhir pembelajaran guru tidak
melakukan refleksi atas kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
b. Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Observasi aktivitas siswa dilakukan untuk melihat aktivitas siswa selama
pembelajaran di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Observasi aktivitas siswa
digunakan untuk melihat sejauh mana partisipasi, motivasi, kreativitas, dan kerjasama
siswa selama proses pembelajaran. Untuk kelas kontrol tidak mengobservasi aspek
kerjasama karena tidak terdapat kegiatan diskusi kelompok selama pembelajaran
konvensional. Kegiatan observasi ini dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan.
Penilaian data hasil observasi dilakukan dengan cara menyimpulkan pengamatan
106
observer selama proses pembelajaran berlangsung. Untuk mengetahui aktivitas siswa
selama pembelajaran pada pertemuan pertaman di kelas eksperimen dapat dilihat dari
hasil observasi pada Tabel 4.19 berikut ini.
Tabel 4.19
Observasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen
(Pertemuan I)
Eksperimen
ASPEK YANG DINILAI
Kerjasama Motivasi Kreativitas Partisipasi
4 3 2 1 0 4 3 2 1 0 4 3 2 1 0 4 3 2 1 0
Jumlah 24 33 26 10 0 20 45 30 5 0 12 24 18 15 0 16 30 46 0 0
93 100 68 92
Presentase 58,125% 62,5% 43,12% 57,5%
Tafsiran Sedang Tinggi Sedang Sedang
Pada perteman pertama motivasi siswa untuk belajar matematika pada kelas
eksperimen terlihat sangat antusias sebagaimana terlihat dari presentase yang
tergolong tinggi hingga mencapai 62,5%. Hal ini berdampak pada suasana kelas yang
hidup, gaduh, dan penuh semangat pada saat pembelajaran berlangsung. Namun
gaduh yang terjadi di dalam kelas bukanlah gaduh yang tidak baik, melaikan gaduh
tersebut dikarenakan banyak siswa yang antusias dan mempunyai keberanian untuk
mengajukan pertanyaan mengenai pembelajaran yang sedang mereka ikuti. Hal ini
terlihat dari beberapa kelompok yang anggotanya terlihat berebut untuk
menyampaikan hasil diskusi kelompoknya. Tetapi, menanggapi pendapat teman pada
umumnya siswa masih tidak berani melakukan hal tersebut. Selanjutnya untuk aspek
partisipasi dan kerjasama yang ditunjukkan siswa untuk belajar matematika pada
kelas eksperimen terlihat sedang atau cukup baik. Persentase untuk aspek partisipasi
yaitu 57,5%. dan aspek kerjasama yaitu 58,125%. Kemudian untuk aspek kreativitas,
siswa-siswa terbilang cukup kreatif, hal tersebut terlihat pada saat mereka berdiskusi.
Presentse untuk aspek kreativitas yaitu 43,12%.
Sementara untuk mengetahui hasil observasi aktivitas siswa selama
pembelajaran pada pertemuan pertama di kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.20.
107
Tabel 4.20
Observasi Aktivitas Siswa Kelas Kontrol
(Pertemuan I)
Kontrol
ASPEK YANG DINILAI
Motivasi Kreativitas Partisipasi
4 3 2 1 0 4 3 2 1 0 4 3 2 1 0
Jumlah 8 30 6 15 0 0 15 10 15 0 0 15 18 15 0
59 40 48
Presentase 36,85% 25% 30%
Tafsiran Rendah Rendah Rendah
Berbeda dengan kelas eksperimen, suasana pembelajaran siswa di kelas
kontrol lebih terlihat sepi dan tenang, sehingga berdampak pada rendahnya aktivitas
siswa. Hal ini dikarenakan masih banyak siswa yang tidak berani untuk mengajukan
pendapat, pertanyaan, maupun jawaban. Semua itu terlihat dari aspek partisipasi
siswa yang hanya mencapai 30% dan aspek motivasi siswa 36,85%. Kedua aspek ini
tergolong rendah. Padahal, guru terus memancing motivasi siswa untuk terlibat aktif
dalam pembelajaran. Sama halnya dengan kedua aspek tersebut, pada aspek kretivitas
di kelas kontrol masih tergolong rendah yakni hanya mencapai 25%. Hal ini terlihat
dari ketanggapan siswa terhadap masalah yang diberikan masih sangat kurang.
Untuk mengetahui aktivitas siswa pada pertemuan kedua di kelas
eksperimen dapat dilihat dari hasil observasi pada Tabel 4.21 berikut ini.
Tabel 4.21
Observasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen
(Pertemuan II)
Eksperimen
ASPEK YANG DINILAI
Kerjasama Motivasi Kreativitas Partisipasi
4 3 2 1 0 4 3 2 1 0 4 3 2 1 0 4 3 2 1 0
Jumlah 20 36 36 4 0 40 30 30 5 0 16 30 28 10 0 16 36 40 4 0
96 105 84 96
Presentase 60% 65,63% 52,5% 60%
Tafsiran Sedang Tinggi Sedang Sedang
108
Pada pertemuan kedua motivasi siswa untuk belajar matematika pada kelas
eksperimen lebih meningkat dari pertemuan pertama dan masih dalam katagori tinggi,
yakni mencapai persentase 65,63%. Pada umumnya, motivasi siswa meningkat dan
siswa semakin terlihat semangat ketika setelah mengetahui bahwa mereka akan
melakukan penyelidikan kembali. Dengan motivasi yang semakin meningkat, suasana
kelas saat pembelajaran berlangsung tampak semakin hidup karena siswa banyak
yang berantusias untuk mengajukan pertanyaan, pendapat, dan menjawab pertanyaan.
Hal ini sesuai dengan hasil observasi aktivitas siswa yang meningkat pada aspek
partisipasi yang mencapai 60% dan termasuk ke dalam kriteria sedang serta pada
aspek kerjasama yang mencapai 60% dan termasuk ke dalam kriteria sedang.
Selanjutnya untuk aspek kreativitas pun mengalami peningkatan dengan presentase
hingga mencapai 52,5%. Hal tersebut terlihat dari cara mereka menggambarkan atau
menuangkan hasil penyelidikan mereka pada LKS.
Sementara untuk mengetahui aktivitas siswa pada pertemuan kedua di kelas
kontrol dapat dilihat dari hasil observasi pada tabel berikut ini.
Tabel 4.22
Observasi Aktivitas Siswa Kelas Kontrol
(Pertemuan II)
Kontrol
ASPEK YANG DINILAI
Motivasi Kreativitas Partisipasi
4 3 2 1 0 4 3 2 1 0 4 3 2 1 0
Jumlah 16 45 10 10 0 4 24 20 10 0 24 36 20 7 0
81 58 87
Presentase 50,63% 36,25% 54,37%
Tafsiran Sedang Rendah Sedang
Sama halnya dengan kelas eksperimen, aktivitas siswa di kelas kontrol pun
lebih hidup dibandingkan dengan pertemuan pertama. Hal ini disebabkan siswa-siswa
sudah mulai berani dalam mengajukan pendapat, mengajukan pertanyaan, maupun
dalam mengajukan jawaban dari pertanyaan yang diajukan guru. Ada beberapa siswa
yang sudah berani maju dan mengerjakan soaldi papan tulis tanpa ditunjuk oleh guru.
Hal ini terlihat dari aspek partisipasi yang meningkat daripada pertemuan pertama
109
yakni 54,37%. Hal ini berkaitan dengan aspek motivasi siswa yang meningkat
menjadi cukup baik dari yang tadinya rendah, yakni 50,63%. Aspek kreativitas siswa
pun mengalami peningkatan dengan persentase sebesar 36,25% walaupun masih
terbilang rendah. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran di kelas kontrol guru terus
memancing kreativitas siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Untuk mengetahui aktivitas siswa pada pertemuan ketiga di kelas
eksperimen dapat dilihat dari hasil observasi pada tabel berikut ini.
Tabel 4.23
Observasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen
(Pertemuan III)
Eksperimen
ASPEK YANG DINILAI
Kerjasama Motivasi Kreativitas Partisipasi
4 3 2 1 0 4 3 2 1 0 4 3 2 1 0 4 3 2 1 0
Jumlah 40 36 36 0 0 24 45 38 0 0 20 36 36 5 0 16 48 40 0 0
113 107 97 104
Presentase 70% 66,87% 60,6% 65%
Tafsiran Tinggi Tinggi Sedang Tinggi
Pada pertemuan ketiga dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan
investigatif motivasi siswa untuk belajar matematika tergolong pada katagori tinggi
dan mengalami lagi peningkatan hingga mencapai 66,87%. Hal ini berdampak pada
aktivitas siswa yang semakin hidup saat pembelajaran berlangsung. Siswa semakin
banyak yang berantusias untuk mengajukan pertanyaan, mengajukan pendapat dan
mengajukan jawaban. Hal ini terlihat dari hasil observasi aktivitas siswa pada aspek
partisipasi yang meningkat dari pertemuan kedua sehingga tergolong tinggi dan
mencapai 65%. Banyak siswa yang ingin mengkomunikasikan hasil penemuan
mereka di depan kelas. Aspek kerjasama pun banyak mengalami peningkatan dan
mencapai 70%, tidak ada lagi siswa yang hanya duduk diam melihat teman yang lain.
Pada aspek kreativitas juga sama mengalami peningkatan menjadi 60,6%.
Sementara untuk mengetahui aktivitas siswa pada pertemuan ketiga di kelas
kontrol dapat dilihat dari hasil observasi pada Tabel 4.24.
110
Tabel 4.24
Observasi Aktivitas Siswa Kelas Kontrol
(Pertemuan III)
Kontrol
ASPEK YANG DINILAI
Motivasi Kreativitas Partisipasi
4 3 2 1 0 4 3 2 1 0 4 3 2 1 0
Jumlah 16 45 16 8 0 12 24 20 10 0 24 36 20 7 0
85 66 87
Presentase 53,12% 41,25% 54,37%
Tafsiran Sedang Sedang Sedang
Pembelajaran matematika di kelas kontrol pada pertemuan ketiga ini tidak
mengalami peningkatan pada aspek partisipasi karena presentase masih sama dengan
pertemuan sebelumnya yaitu 54,37%. Selama pembelajaran berlangsung, siswa yang
aktif hanya siswa yang itu-itu saja, sementara siswa yang lainnya masih tetap tidak
berani untuk mengajukan pendapat, mengajukan pertanyaan, maupun mengajukan
jawaban dan mengerjakan latihan soal di depan kelas. Sementara itu, pada aspek
motivasi persentase aktivitas siswa sama meningkat hingga mencapai 53,12% dan
masih tergolong sedang. Pada aspek kreativitaspun persentasenya mengalami sedikit
peningkatan yakni 41,25%, dan meningkat yang tadinya rendah menjadi sedang. Hal
tersebut mungkin disebabkan oleh semakin sulitnya materi pembelajaran sehingga
semangat siswa menurun walaupun terus diberi motivasi untuk terlibat aktif dalam
pembelajaran.
Berdasarkan pemaparan hasil observasi aktivitas siswa di atas, dapat
disimpulkan bahwa aktivitas siswa pada kelas eksperimen dalam aspek partisipasi,
motivasi, kreativitas, maupun kerjasama dari pertemuan pertama hingga pertemuan
ketiga terus mengalami peningkatan. Begitu pun pada kelas kontrol aspek motivasi,
kreativitas, dan partisipasi mengalami peningkatan dari pertemuan satu sammpai tiga.
Untuk lebih jelasnya, rekapitulasi hasil observasi aktivitas siswa pada kelas
eksperimen Tabel 4.25.
111
Tabel 4.25
Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen
ASPEK YANG DINILAI
Kerjasama Motivasi Kreativitas Partisipasi
P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3
Jumlah 94 96 113 100 105 107 68 84 97 92 96 104
Presentase (%) 58,75 60 70 62,5 65,63 66,87 43,12 52,5 60,6 57,5 60 65
Tafsiran S S T T T T S S S S S T
Keterangan:
P = Pertemuan
Adapun untuk rekapitulasi hasil observasi aktivitas siswa kelas kontrol dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.26
Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelas Kontrol
ASPEK YANG DINILAI
Motivasi Kreativitas Partisipasi
P1 P2 P3 P1 P2 P3 P1 P2 P3
Jumlah 59 81 85 40 58 66 48 87 87
Presentase (%) 36,85 50,63 53,12 25 36,25 41,25 30 54,37 54,37
Tafsiran R S S R R S R S S
Keterangan:
P = Pertemuan
c. Angket Siswa
Pada penelitian ini, angket digunakan untuk mengethaui sikap siswa
terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan investigatif dan
terhadap soal-soal kemampuan berpikir kreatif matematis. Angket diberikan kepada
siswa kelas eksperimen setelah tes akhir, artinya setelah semua pembelajaran
berlangsung, tepatnya pada tanggal 26 Mei 2015. Angket ini terdiri dari 20 nomor
dengan 11 nomor berupa pernyataan positif dan 9 nomor berupa pernyataan negatif.
112
Masing-masing pernyataan berisi empat buah respon, yaitu berupa kata-kata SS
(sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Sebagai
keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu diberi skor sebagai berikut.
1) Pertanyaan Positif :
SS (sangat setuju) = 5
S (setuju) = 4
TS (tidak setuju) = 2
STS (sangat tidak setuju) = 1
2) Pertanyaan Negatif :
SS (sangat setuju) = 1
S (setuju) = 2
TS (tidak setuju) = 4
STS (sangat tidak setuju) = 5
Jumlah angket terkumpul dan yang dianalisis adalah 40 angket. Analisis
angket untuk masing-masing siswa dapat pada Tabel 4.27 berikut ini.
Tabel 4.27
Respon Siswa terhadap Pembelajaran Matematika
dengan Pendekatan Investigatif
No. Nama Siswa Skor
Perolehan
Rata-rata
Skor
1 Siswa 1 80 4
2 Siswa 2 83 4,15
3 Siswa 3 67 3,35
4 Siswa 4 70 3,5
5 Siswa 5 83 4,15
6 Siswa 6 90 4,5
7 Siswa 7 81 4,05
8 Siswa 8 89 4,45
9 Siswa 9 67 3,35
10 Siswa 10 64 3,2
11 Siswa 11 51 2,55
12 Siswa 12 70 3,5
13 Siswa 13 78 3,9
14 Siswa 14 90 4,5
15 Siswa 15 76 3,8
113
No. Nama Siswa Skor
Perolehan
Rata-rata
Skor
16 Siswa 16 80 4
17 Siswa 17 76 3,8
18 Siswa 18 90 4,5
19 Siswa 19 76 3,8
20 Siswa 20 89 4,45
21 Siswa 21 78 3,9
22 Siswa 22 89 4,45
23 Siswa 23 75 3,75
24 Siswa 24 88 4,4
25 Siswa 25 90 4,5
26 Siswa 26 100 5
27 Siswa 27 73 3,65
28 Siswa 28 87 4,35
29 Siswa 29 81 4,05
30 Siswa 30 90 4,5
31 Siswa 31 89 4,45
32 Siswa 32 86 4,3
33 Siswa 33 90 4,5
34 Siswa 34 88 4,4
35 Siswa 35 89 4,45
36 Siswa 36 99 4,95
37 Siswa 37 81 4,05
38 Siswa 38 86 4,3
39 Siswa 39 86 4,3
40 Siswa 40 65 3,25
Jumlah 3260 163
Rata-rata 81,5 4,075
Berdasarkan Tabel 4.27, dapat dilihat bahwa rata-rata dari respon siswa yaitu
4,075 yang menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan
investigatif mendapatkan respon yang positif dari siswa. Selain dapat mengetahui
respon setiap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan
pendekatan investigatif secara keseluruhan, dapat juga diketahui respon siswa
terhadap setiap indikator yang diajukan. Untuk mengetahui respon siswa terhadap
setiap indikator yang diajukan, berikut akan dipaparkan rekapitulasi hasil angket yang
diberikan berdasarkan indikatornya.
114
Tabel 4.28
Rekapitulasi Hasil Angket Indikator 1
Indikator : Menunjukkan Minat terhadap Pembelajaran Matematika
No. Pertanyaan Jenis Respon
SS S TS STS
1. Belajar matematika sangat
menyenangkan. (+)
24 15 1 0
60% 37,5% 2,5% 0%
2. Matematika membuat saya bingung. (-) 1 15 17 7
2,5% 37,5% 42,5% 17,5%
5. Tugas matematika yang diberikan
membuat saya merasa tertarik. (+)
7 26 4 3
17,5% 65% 10% 7,5%
6. Saya merasa bosan dengan soal-soal
matematika. (-)
0 7 14 19
0% 17,5% 35% 47,5%
Berdasarkan Tabel 4.28 mengenai indikator minat terhadap pembelajaran
matematika, dapat diketahui bahwa pada pernyataan no.1, siswa yang memilih sangat
setuju bahwa matematika adalah pelajaran yang sangat menyenangkan memiliki
persentase yang paling banyak dibanding respon yang lain yaitu sebesar 60% dan
yang memilih setuju 37,5% sedangkan yang memilih tidak setuju hanya 2,5%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa menyukai pelajaran matematika.
Untuk pernyataan no.2, siswa memilih setuju sebesar 37,5% dan 42,5% tidak
setuju mengenai pelajaran matematika yang membuat bingung. Hal ini menunjukkan
respon positif dan negatif siswa seimbang terhadap pelajaran matematika yang
membingungkan. Kondisi tersebut terjadi karena siswa yang senang matematika
terkadang merasa pusing dengan matematika dan harus berpikir dengan keras agar
dapat menyelesaikan masalah matematika.
Sementara pada pernyataan no.5 paling banyak 65% setuju dan 17,5%
sangat setuju memilih tertarik terhadap tugas matematika yang diberikan guru.
Kemudian sebanyak 10% siswa memilih tidak setuju. Hal ini menunjukkan adanya
respon positif terhadap tugas matematika yang diberikan guru.
Untuk pernyataan no.6, sebanyak 47,5% dan 35% siswa tidak merasa bosan
dengan soal-soal matematika yang diberikan guru dan hanya 17,5% siswa yang
merasa bosan dengan soal-soal matematika.
115
Berdasarkan hasil dari keempat pernyataan tersebut, dapat diambil
kesimpulan bahwa secara umum, di kelas eksperimen siswa memiliki respon positif
dan minat yang tinggi terhadap pelajaran matematika. Kondisi tersebut dapat
mendukung peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
Indikator selanjutnya yaitu mengenai minat terhadap kegiatan dan suasana
pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan investigatif. Indikator ini
memuat 7 pernyataan yang terdiri dari 3 pernyataan positif dan 4 pernyataan negatif.
Berikut rekapitulasi hasil angket indikator 2 dapat dilihat pada Tabel 4.29.
Tabel 4.29
Rekapitulasi Hasil Angket Indikator 2
Indikator : Menunjukkan minat terhadap suasana atau kegiatan pembelajaran.
No. Pertanyaan Jenis Respon
SS S TS STS
8. Saya merasa senang belajar matematika
dengan pendekatan investigatif. (+)
7 30 3 0
17,5% 75% 7,5% 0%
9.
Pembelajaran matematika dengan
pendekatan investigatif tidak ada
bedanya dengan pembelajaran
matematika biasa.
(-)
0 1 20 19
0% 2,5% 50% 47,5%
10. Saya kurang berpastisipasi pada saat
diskusi kelompok. (-)
0 1 23 16
0% 2,5% 57,5% 40%
11. Saya tidak suka belajar dengan
menggunakan LKS. (-)
0 1 20 19
0% 2,5% 50% 47,5%
12.
Saya dapat mengingat lebih lama
materi pelajaran matematika dengan
menemukan sendiri konsep yang
diajarkan.
(+) 10 22 8 0
25% 55% 20% 0%
13. Saya senang dengan penyelidikan dapat
menemukan konsep sendiri. (+)
7 33 0 0
17,5% 82,5% 0% 0%
14. Pembelajaran dengan investigatif
sangat membosankan. (-)
0 0 35 5
0% 0% 87,5% 12,5%
Dari Tabel 4.29 dapat diketahui bahwa pada pernyataan no.8, banyak siswa
yang memilih sangat setuju yaitu sebesar 17,5% dan setuju 75% merasa senang
belajar matematika dengan pendekatan investigatif. Sementara, siswa yang memilih
tidak setuju hanya 7,5% dan tidak ada yang memilih sangat tidak setuju. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa memiliki respon positif terhadap pembelajaran
116
matematika dengan pendekatan investigatif. Kondisi tersebut juga diperkuat oleh
pernyataan no.14 yang memiliki persentase paling banyak pada respon tidak setuju
sebesar 87,5% dan sangat tidak setuju sebesar 12,5% mengenai pembelajaran
matematika dengan pendekatan investigatif membosankan. Tidak ada siswa yang
merespon bahwa pembelajaran matematika dengan investigatif sangat membosankan.
Selain itu, pada pernyataan no.9 mengenai pembelajaran matematika dengan
pendekatan investigatif tidak ada bedanya dengan pembelajaran matematika biasa
banyak siswa yang memilih tidak setuju sebesar 50% dan sangat tidak setuju 47,5%.
Sementara yang memilih setuju hanya sebesar 2,5%. Hal ini menunjukkan bahwa
hampir semua siswa menganggap bahwa pembelajaran dengan pendekatan
investigatif berbeda dengan pembelajaran yang biasa mereka terima.
Untuk pernyataan no. 10, siswa memilih 40% tidak setuju dan 57,5% sangat
tidak setuju bahwa siswa kurang berpastisipasi pada saat diskusi kelompok.
Sementara yang memilih kurang berpartisipasi hanya sebanyak 2,5%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa dengan investigatif dapat membuat siswa berpartisipasi aktif.
Sama halnya dengan pernyataan no. 11, siswa juga memilih 50% tidak setuju dan
47,5% sangat tidak setuju bahwa siswa menyukai pembelajaran dengan menggunakan
LKS. Sementara yang memilih kurang menyukai LKS hanya sebanyak 2,5%. Hal
tersebut juga menunjukkan bahwa dengan penggunaan LKS dalam investigatif
mendapatkan respon positif dari siswa.
Sementara untuk pernyataan no. 12, sebanyak 55% dan 25% siswa memilih
setuju dan sangat setuju dengan pembelajaran invistigatif dapat mengingat lebih lama
materi pelajaran matematika dengan menemukan sendiri konsep yang diajarkan dan
hanya 20% yang memilih tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
siswa merespon positif bahwa mereka dapat mengingat lebih lama materi pelajaran
matematika. Selain itu diperkuat juga oleh pernyataan no. 13 yang memiliki
persentase paling banyak pada respon sangat setuju sebesar 17,5% dan sebesar 82,5%
setuju menemukan konsep sendiri melalui penyelidikan sangat menyenangkan. Tidak
ada siswa yang tidak senang terhadap kegiatan penyelidikan yang dilakukan selama
pembelajaran.
117
Berdasarkan hasil dari ketujuh pernyataan tersebut, dapat diambil
kesimpulan bahwa secara umum, di kelas eksperimen siswa memiliki respon positif
terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan investigatif.
Kondisi tersebut dapat mendukung peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa.
Selanjutnya, indikator mengenai kepercayaan diri dalam belajar matematika
dapat dilihat pada Tabel 4.30 berikut.
Tabel 4.30
Rekapitulasi Hasil Angket Indikator 3
Indikator : Menunjukkan kepercayaan diri dalam belajar matematika.
No. Pertanyaan Jenis Respon
SS S TS STS
4. Saya merasa senang menyelesaikan
tugas matematika. (+)
19 20 1 0
47,5% 50% 2,5% 0%
19. Saya merasa kesulitan untuk
mengerjakan soal-soal matematika. (-)
0 7 14 19
0% 17,5% 35% 47,5%
Tabel 4.30 menunjukkan bahwa pernyataan no.4 memiliki persentase paling
banyak pada respon setuju dan sangat setuju yaitu sebesar 50% dan 47,5%. Hal ini
menunjukkan bahwa hampir semua siswa memiliki kepercayaan diri dan senang
dalam menyelesaikan tugas matematika. Kondisi tersebut juga didukung oleh
pernyataan no.19, yang menunjukkan bahwa 47,5% siswa sangat tidak setuju dengan
pernyataan no.19 mengenai ketidakmampuan dalam mengerjakan soal matematika.
Dengan demikian, siswa merasa percaya diri dalam mengerjakan soal-soal
matematika yang sulit di kelas eksperimen. Kondisi tersebut dapat mendukung
peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
Indikator 4 terdiri dari tiga pernyataan yang menunjukkan keberanian dalam
bertanya dan menjawab. Ketiga pernyataan tersebut terdiri dari 2 pernyataan positif
dan 1 pernyataan negatif. Berikut rekapitulasi hasil angket pada indikator 4 dapat
dilihat pada Tabel 4.31.
118
Tabel 4.31
Rekapitulasi Hasil Angket Indikator 4
Indikator : Menunjukkan keberanian bertanya dan menjawab pertanyaan.
No. Pertanyaan Jenis Respon
SS S TS STS
16. Saya berani bertanya selama
pembelajaran matematika. (+)
7 24 8 1
17,5% 60% 20% 2,5%
17.
Saya merasa dihargai mendapat
kesempatan menjawab pertanyaan
guru/teman.
(+) 10 29 1 0
25% 72,5% 2,5% 0%
18. Saya merasa malu jika bertanya selama
pembelajaran. (-)
7 24 8 1
17,5% 60% 20% 2,5%
Berdasarkan Tabel 4.31 dapat dilihat bahwa pada pernyataan no.16,
sebanyak 60% memilih setuju dan 17,5% memilih sangat setuju. Hal ini
menunjukkan sebagian besar siswa berani bertanya selama pembelajaran. Kondisi
tersebut juga terlihat dari persentase jawaban pada pernyataan no.18 yang
menunjukkan 60% tidak setuju bahwa ketika bertanya merasa malu. Selain itu, siswa
juga merasa dihargai ketika menjawab pertanyaan dari guru. Ha ini terlihat pada
pernyataan no.17 yang memiliki persentase paling banyak dalam memilih respon
setuju yaitu 72,5%. Kondisi tersebut sesuai dengan proses pembelajaran yang
menunjukkan siswa aktif bertanya dan menjawab selama pembelajaran.
Dengan demikian, siswa memiliki keberanian dalam bertanya dan menjawab
selama pembelajaran matematika di kelas eksperimen. Melalui kegiatan tanya-jawab
tersebut, siswa dapat dilatih kemampuan berpikir kreatif matematisnya sehingga
terjadi peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis.
Indikator terakhir yaitu menunjukkan pemahaman konsep. Indikator ini
terdiri dari 4 pernyataan. Keempat pernyataan tersebut terdiri dari 2 pernyataan
positif dan 2 pernyataan negatif. Berikut Berikut rekapitulasi hasil angket pada
indikator 4 dapat dilihat pada Tabel 4.32.
119
Tabel 4.32
Rekapitulasi Hasil Angket Indikator 5
Indikator : Menunjukkan pemahaman terhadap konsep.
No. Pertanyaan Jenis Respon
SS S TS STS
3. Saya dapat menyelesaikan soal
matematika yang sulit. (+)
7 24 8 1
17,5% 60% 20% 2,5%
7. Saya tidak bisa menyelesaikan soal-soal
matematika yang sulit. (-)
1 7 16 16
2,5% 17,5% 40% 40%
15. Cara guru menyampaikan lebih mudah
dipahami. (+)
28 9 3 0
70% 22,5% 7,5% 0%
20. Saya merasa matematika bermanfaat
bagi kehidupan. (+)
8 30 2 0
20% 75% 5% 0%
Tabel 4.32 menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep matematika
yang diajarkan. Pernyataan no.3 banyak siswa yang memilih setuju sebesar 60% dan
sangat setuju 33,3% jika siswa mampu menyelesaikan soal matematika yang sulit.
Dipertegas pula dengan pernyataan no. 7 dengan presentse tidak setuju dan sangat
tidak setuju sama-sama sebesar 40%, siswa merasa percaya diri mereka mampu
mengerjakan soal-soal matematika yang sulit.
Selain itu, ditambah dengan cara guru dalam menyampaikan materi yang
mudah dipahami. Hal ini terlihat dari respon siswa pada pernyataan no.15 yaitu
paling banyak memilih sangat setuju 70% dan setuju 22,5%. Sementara untuk
pernyataan no. 20 mendapatkan presentase yang tinggi yaitu setuju 75% dengan
pembelajaran investigatif siswa menyadari bahwa matematika sangat berguna bagi
kehidupan.
Berdasarkan hasil uraian keempat pernyataan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar siswa memiliki respon positif terhadap pemahaman konsep
luas permukaan dan volume pada kubus dan balok.
Secara keseluruhan hasil angket dari indikator 1 sampai 5 di kelas
eksperimen, siswa memiliki respon positif sebesar 81,5% terhadap pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan investigatif.
120
d. Catatan Lapangan
Penggunaan catatan lapangan dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor
penghambat dan pendukung pembelajaran matematika dengan menggunakan
pendekatan investigatif. Catatan lapangan ini digunakan untuk mencatat hal-hal yang
tak terduga terjadi saat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan investigatif
berlangsung. Hal-hal yang tak terduga ini bisa menjadi faktor pendukung dan
penghambat dalam pelaksanaan penelitian ini. Adapun hasil catatan lapangan setiap
pertemuan pada kelompok eksperimen akan diuraikan sebagai berikut.
1) Pertemuan Ke-1
Pada pertemuan pertama, pembelajaran berjalan dengan baik hanya saja saat
pembelajaran berlangsung masih banyak siswa yang belum mengerti dengan apa
yang harus dilakukan pada saat diskusi berlangsung, padahal sebelumnya guru sudah
menjelaskan secara rinci apa yang harus mereka lakukan. Hal tersebut menyebabkan
siswa meminta guru beberapa kali untuk bergabung secara fisik dengan kelompoknya
dan terjadi banyaknya pertanyaan yang dilontarkan siswa. Hal tersebut membuat
banyak waktu yang terbuang.
Konsentrasi siswa juga terganggu dengan datangnya kepala sekolah ke
dalam kelas untuk menginformasikan mengenai jalan santai yang akan dilakukan. Hal
tersebut membuat suasa pembelajaran yang sudah mulai tenang menjadi gaduh
kembali. Siswa juga dibuat bingung dengan gaya bicara guru yang terlalu cepat
ritmenya, hal tersebut terlihat dari banyaknya siswa yang meminta guru mengulang
apa yang baru saja dibicarakan.
2) Pertemuan Ke-2
Pada pertemuan kedua, siswa terlihat mulai tenang, dan mengerti dengan
tugasnya dalam melakukan diskusi kelompok. Namun guru masih tetap menjelaskan
langkah-langkah pembelajaran secara rinci untuk memastikan siswa sudah benar-
benar mengerti. Sejalan dengan hal tersebut, siswa terlihat semakin antusias dalam
melaksanakan pembelajaran. Semakin banyak siswa yang berani mengemukakan
pendapat dan berebut untuk ke depan kelas. Selain itu, pada saat menyimpulkan
pembelajaran, siswa banyak yang menyampaikan pendapatnya hingga saat guru
121
meminta salah seorang siswa untuk menyimpulkan pembelajaran banyak siswa yang
mengacungkan tangannya untuk diberi kesempatan dalam menyimpulkan
pembelajaran. Wali kelas pun menuturkan bahwa guru sudah tidak terlalu cepat
dalam menjelaskan sehingga lebih dimengerti siswa.
3) Pertemuan Ke-3
Pada pertemuan ketiga ini atau pada pertemuan yang terakhir ini siswa sudah
terbiasa dengan pembelajaran matematika yang menerapkan pendekatan investigatif,
siswa sudah mengerti apa saja yang harus dilakukan saat diskusi kelompok maupun
diskusi kelas. Siswa terlihat sangat termotivasi dengan pembelajaran yang dilakukan
sehingga semakin banyak siswa berantusias untuk mengajukan pendapatnya dalam
diskusi kelompok dan diskusi kelas. Pada saat diskusi kelas akan dimulai, beberapa
siswa terlihat berebut untuk menjadi perwakilan kelompok. Wali kelas mengatakan
bahwa hal ini merupakan hal yang jarang terjadi di kelas tersebut. Namun walaupun
demikian masih tetap ada beberapa siswa yang masih malu-malu dan tetap diam tidak
mau memberikan pendaptanya bahkan untuk melontarkan pertanyaan pun tidak
pernah.
B. Pengujian Hipotesis
1. Uji Hipotesis Rumusan Masalah No. 1
Bunyi hipotesis no.1 adalah pembelajaran konvensional dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD pada materi luas permukaan dan
volume dari kubus dan balok. Untuk mengetahui apakah ada peningkatan
kemampuan berpikir kreatif matematis pada kelas kontrol dapat dilakukan dengan uji
hipotesis. Adapun rumusan hipotesisnya yaitu sebagai berikut.
H0 : Pembelajaran konvensional tidak dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa SD pada materi luas permukaan dan volume dari
kubus dan balok secara signifikan.
H1 : Pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa SD pada materi materi luas permukaan dan volume dari
kubus dan balok secara signifikan.
122
Kriteria pengujiannya yaitu H0 diterima jika nilai signifikansi lebih atau
sama dengan 0,05 dan H0 ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05. Pada uji
hipotesis ini, akan dibandingkan hasil pretes dan postes kelompok kontrol untuk
mengetahui adanya peningkatan atau tidak.
Setelah diketahui bahwa pada Tabel 4.4 dan 4.9 data pretes dan postes
memiliki distribusi yang tidak normal, maka langsung dilakukan uji beda rata-rata.
Uji beda rata-rata dilakukan untuk mengetahui perbedaan rata-rata antara antara data
pretes dan postes pada kelas kontrol. Uji yang digunakan yaitu uji non-parametrik
Wilcoxon untuk sampel terikat. Adapun hasil uji hipotesis 1 dengan menggunakan
software SPSS 16.0 for Windows, dapat dilihat pada Tabel 4.33 sebagai berikut.
Tabel 4.33
Analisis Uji Hipotesis Rumusan Masalah I
Postes Kontrol -
Pretes_Kontrol
Z -5.511a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Dari Tabel 4.33 dapat dilihat bahwa hasil perhitungan perbedaan rata-rata
data pretes dan postes kelas kontrol dengan menggunakan uji Wilcoxon dengan taraf
signifikan α = 0,005 didapatkan nilai P-value (Sig. 2-tailed) = 0,000 kurang dari
0,05. Karena uji hipotesis yang diuji hanya satu arah, maka untuk mendapatkan P-
value (Sig. 1-tailed), nilai P-value (Sig. 2-tailed) = 0,000 dibagi dua, sehingga
hasilnya 0,000. Karena P-value (Sig. 1-tailed) yang didapat adalah 0,000 kurang dari
0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa SD pada materi luas permukaan dan volume dari kubus dan balok
secara signifikan.
Untuk melihat seberapa besar pengaruh pembelajaran konvensional terhadap
peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, dapat diketahui dengan
123
mencari koefisien determinasi (KD). Namun sebelumnya harus diketahui dulu
koefesien korelasinya. Koefisien korelasi ini dihasilkan dari nilai pretes dan postes
kelas kontrol dengan menggunakan uji spearman’s dengan bantuan software SPSS
16.0 for Windows. Adapun koefisien korelasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.34
Analisis Koefisen Korelasi Kelas Kontrol
Correlations
Pretes_Kontrol Postes_Kontrol
Spearman's rho Pretes_Kontrol Correlation Coefficient 1.000 .614**
Sig. (1-tailed) . .000
N 40 40
Postes_Kontrol Correlation Coefficient .614** 1.000
Sig. (1-tailed) .000 .
N 40 40
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Dari Tabel 4.34 dapat dilihat hasil yang didapat bahwa korelasi bernilai
positif yaitu 0,614 dengan signifikansi 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pembelajaran konvensional sangat berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa.
Selanjutnya yaitu dilakukan perhitungan KD, dengan rumus sebagai berikut.
(Maulana, 2008c)
KD = r2
x 100% = 0,6142 x 100% = 37,69%
Dengan demikian dapat dilihat bahwa pembelajaran konvensional
memberikan sumbangan pengaruh terhadap keberhasilan peningkatan kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa dengan presentase sebesar 37,69%. Sementara itu,
pengaruh sebesar 62,31% disebabkan oleh faktor-faktor lainnya.
2. Uji Hipotesis Rumusan Masalah No. 2
Bunyi hipotesis no.2 adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan
pendekatan investigatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa SD pada materi luas permukaan dan volume dari kubus dan balok.
124
Setelah diketahui bahwa pada Tabel 4.4 dan 4.9 data pretes dan postes
memiliki distribusi yang normal, maka selanjutnya dilakukan uji beda rata-rata. Uji
beda rata-rata yang digunakan adalah uji perbedaan rata-rata dari Paired Samples Test
karena data pretes dan postes pada kelompok eksperimen berdistribusi normal tetapi
berada pada kelompok variansi yang tidak homogen. Adapun uji hipotesisnya adalah
sebagai berikut.
H0 : Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan investigatif tidak dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD pada materi
luas permukaan dan volume dari kubus dan balok secara signifikan.
H1 : Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan investigatif dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD pada materi
materi luas permukaan dan volume dari kubus dan balok secara signifikan.
Kriteria pengujiannya yaitu H0 diterima jika nilai signifikansi lebih atau
sama dengan 0,05 dan H0 ditolak jika nilai signifikansi kurang dari 0,05. Perhitungan
uji perbedaan rata-rata dari Paired Samples Test ini dilakukan dengan menggunakan
bantuan software SPSS 16.0 for Windows. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel
4.35 di bawah ini.
Tabel 4.35
Analisis Uji Hipotesis Rumusan Masalah II
Paired Differences
T Df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Pair 1 Pretes_Eksperimen -
Postes_Eksperimen -4.21250E1 14.98236 2.36892 -46.91659 -37.33341 -17.782 39 .000
Dari Tabel 4.35 dapat dilihat bahwa hasil perhitungan perbedaan rata-rata
data pretes dan postes kelas kontrol dengan menggunakan uji Paired Samples Test
dengan taraf signifikan α = 0,005 didapatkan nilai P-value (Sig. 2-tailed) = 0,000
kurang dari 0,05. Karena uji hipotesis yang diuji hanya satu arah, maka untuk
mendapatkan P-value (Sig. 1-tailed), nilai P-value (Sig. 2-tailed) = 0,000 dibagi dua,
sehingga hasilnya 0,000. Karena P-value (Sig. 1-tailed) yang didapat adalah 0,000
125
kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
investigatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD
pada materi luas permukaan dan volume dari kubus dan balok secara signifikan.
Untuk melihat seberapa besar pengaruh pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan investigatif terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa, dapat diketahui dengan mencari koefisien determinasi (KD). Namun
sebelumnya harus diketahui dulu koefesien korelasinya. Koefisien korelasi ini
dihasilkan dari nilai pretes dan postes kelas eksperimen dengan menggunakan paired
samples test dengan bantuan software SPSS 16.0 for Windows. Adapun koefisien
korelasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.36
Analisis Koefisen Korelasi Kelas Eksperimen
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pretes_Eksperimen & Postes_Eksperimen
40 .915 .000
Dari Tabel 4.36 dapat dilihat hasil yang didapat bahwa korelasi bernilai
positif yaitu 0,915 dengan signifikansi 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan investigatif sangat berpengaruh
positif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
Selanjutnya yaitu dilakukan perhitungan KD, dengan rumus sebagai berikut.
(Maulana, 2008c)
KD = r2
x 100% = 0,9152 x 100% = 83,73%
Dengan demikian dapat dilihat bahwa pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan investigatif memberikan sumbangan pengaruh terhadap keberhasilan
peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dengan presentase sebesar
83,73%. Sementara itu, pengaruh sebesar 16,27% disebabkan oleh faktor-faktor
lainnya.
126
3. Uji Hipotesis Rumusan Masalah No. 3
Bunyi hipotesis no.3 adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan
pendekatan investigatif lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis.
Berdasarkan uji hipotesis 1 dan 2, dapat diketahui bahwa pembelajaran yang
menggunakan pendekatan investigatif dan konvensional sama-sama memberikan
pengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa,
selanjutnya dilakukan analisis perbedaan kemampuan siswa antara kelompok
eksperimen dengan kontrol. Hal ini untuk mengetahui apakah pembelajaran luas
permukaan dan volume pada kubus dan balok dengan menggunakan pendekatan
investigatif lebih baik secara signifikan daripada pembelajaran konvensional secara
signifikan dengan tujuan penelitian yang tercantum pada bagian pendahuluan.
Adapun rumusan hipotesisnya yaitu sebagai berikut.
H0 : Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan investigatif
tidak lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis.
H1 : Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan investigatif
lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis.
Kriteria pengujiannya yaitu H0 diterima, jika P-value (Sig. 1-tailed) ≥ 0,05
dan H0 ditolak jika P-value (Sig. 1-tailed) 0,05. Pada uji hipotesis ini, akan
dibandingkan hasil postes kelompok eksperimen dan kontrol untuk mengetahui
adanya perbedaan peningkatan atau tidak.
Analisi uji hipotesis 3 ini dilakukan terhadap nilai gain normal yang didapat
dari kelas eksperimen dan kontrol. Setelah didapat data gain normal dari masing-
masing kelompok, selanjutnya dilakukan analisis uji hipotesis 3 dengan melakukan
uji perbedaan rata-rata dari Independent Samples Test. Pehitungan ini dilakukan
menggunakan uji-t dengan menggunakan bantuan software SPSS 16.0 for Windows.
Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.37 berikut ini.
127
Tabel 4.37
Analisis Hasil Uji Hipotesis Rumusan Masalah 3
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
T Df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Gain Equal variances not assumed 2.100 75.253 .039 .101400 .048278 .005230 .197570
Berdasarkan Tabel 4.37, perbedaan rata-rata postes kelas eksperimen dan
kontrol berbeda. Hal ini terlihat dari P-value (Sig.2-tailed) yang diasumsikan varians
tidak homogen yaitu 0,039. Namun karena yang diujinya satu arah, maka 0,039
dibagi dua sehingga menjadi P-value (Sig.1-tailed) = 0,0195. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa P-value (Sig.1-tailed) lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05.
Oleh karena itu, H0 ditolak yang berarti terdapat perbedaan rata-rata peningkatan
kelas eksperimen dan kontrol. Jadi, dapat disimpulkan bahwa peningkatan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan investigatif lebih baik secara signifikan
daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
C. Pembahasan
1. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis di Kelas Kontrol
Pembelajaran pada kelas kontrol dilakukan dengan pembelajaran secara
konvensional selama tiga pertemuan dengan alokasi waktu 3×35 menit, yaitu pada
tanggal 13 Mei 2015, 15 Mei 2015, dan 16 Mei 2015. Pada bagian ini akan
membahas mengenai peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis dengan
pembelajaran konvensional di kelas kontrol. Rata-rata nilai pretes kemampuan
berpikir kreatif matematis 40 siswa di kelas kontrol ialah 10,36 dari nilai total 100.
Berdasarkan hal tersebut tanpa diberikan perlakuan, siswa kelas kontrol telah
memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis sebesar 10,36%. Perlakuan yang
128
diberikan pada kelas kontrol ialah pembelajaran konvensional. Pembelajaran
konvensional yang digunakan di kelas ini ialah metode ceramah.
a. Pertemuan Pertama
Pada pertemuan pertama, pembelajaran di kelas kontrol diawali dengan
menyampaikan materi volume kubus dan balok. Pada kegiatan awal, guru
mengondisikan siswa agar siap belajar dengan cara memimpin kegiatan berdoa dan
mengabsen siswa sambil menghafal nama-nama siswa. Setelah itu guru memberikan
motivasi kepada siswa agar semangat belajar. Siswa memahami materi volume ini
melalui penjelasan guru. Guru menjelaskan volume kubus dan balok dengan
menggunakan media kubus satuan. Selai itu, guru juga memberikan contoh soal
mengenai volume. Setelah menjelaskan materi dan memberikan contohnya, guru
bertanya kepada masing-masing siswa tentang rumus volume kubus dan balok. Dari
siswa-siswa yang ditanya ada beberapa siswa yang bisa menjawab dan ada juga yang
tidak bisa menjawab. Kemudian guru memberikan latihan soal kepada siswa, siswa
mengerjakannya sendiri.
Pada dasarnya kemampuan siswa berbeda sehingga dalam penyelesaian soal-
soal latihan pun ada yang cepat dan ada pula yang lambat. Setelah itu guru meminta
siswa untuk mengerjakannya kembali di papan tulis. Ada satu siswa bernama Elnisa
Dwi Nur Nazmi mengacungkan tangan dan ingin mengerjakan soal yang telah
diberikan di depan kelas. Siswa tersebut menjawab soal dengan tepat sekali.
Kemudian disusul oleh siswa yang lain untuk maju dan mengerjakan soal, karena
mereka merasa termotivasi oleh Elnisa yang dapat menjawab soal dan mendapat
apresiasi dari guru, siswa tersebut adalah Fadhlan dan Fuji. Setelah pembelajaran
selesai guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran, merefleksi pembelajaran, dan
siswa diberi pekerjaan rumah (PR) oleh guru.
b. Pertemuan Kedua
Pada pertemuan kedua pembelajaran yang dilakukan hampir sama dengan
pembelajaran pada pertemuan pertama, hanya saja materi yang diajarkan berbeda
dengan sebelumnya. Materi yang dipelajari adalah luas permukaan dari kubus dan
balok. Jika pada pertemuan pertama guru menggunakan media kubus satuan, maka
129
pada pertemuan kedua ini guru menggunakan media kubus dan balok yang terbuat
dari karton.
Pada kegiatan awal, guru mengondisikan siswa agar siap belajar dengan cara
memimpin kegiatan berdoa dan mengabsen siswa sambil menghafal nama-nama
siswa. Setelah itu guru memberikan motivasi kepada siswa agar semangat belajar.
Siswa memahami materi luas permukaan ini melalui penjelasan guru. Guru
menjelaskan luas permukaan kubus dan balok dengan menggunakan media karton.
Selai itu, guru juga memberikan contoh soal mengenai luas permukaan. Setelah
menjelaskan materi dan memberikan contohnya, guru bertanya kepada masing-
masing siswa tentang rumus luas permukaan kubus dan balok. Dari siswa-siswa yang
ditanya ada beberapa siswa yang bisa menjawab dan ada juga yang tidak bisa
menjawab. Kemudian guru memberikan latihan soal kepada siswa, siswa
mengerjakannya sendiri. Pada dasarnya kemampuan siswa berbeda sehingga dalam
penyelesaian soal-soal latihan pun ada yang cepat dan ada pula yang lambat. Setelah
itu guru meminta siswa untuk mengerjakannya kembali di papan tulis. Pada
pertemuan kedua ini mulai banyak siswa yang berani bertanya dan berani untuk
mengerjakan soal di papan tulis, sehingga pembelajaran pada pertemuan kedua ini
lebih hidup dibandngkan dengan pembelajaran pada pertemuan pertama. Setelah
pembelajaran selesai guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran, merefleksi
pembelajaran, dan siswa diberi pekerjaan rumah (PR) oleh guru.
c. Pertemuan Ketiga
Pada pertemuan ketiga atau pertemuan terakhir, pembelajaran yang
dilakukan pun hampir sama dengan pembelajaran pertama dan kedua, hanya saja
materi yang diajarkan berbeda. Materi yang dipelajari pada pertemuan ketiga ini
adalah menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume
dari kubus dan balok. Materi ini adalah materi lanjutan dari pertemuan pertama dan
kedua.
Seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya, pada kegiatan awal guru
mengondisikan siswa agar siap belajar dengan cara memimpin kegiatan berdoa dan
mengabsen siswa sambil menghafal nama-nama siswa. Setelah itu guru memberikan
130
motivasi kepada siswa agar semangat belajar. Siswa memahami materi volume ini
melalui penjelasan guru. Guru menjelaskan pemecahan masalah yang berkaitan
dengan volume dan luas permukaan kubus dan balok melalui sebuah soal cerita..
Setelah menjelaskan materi dan memberikan contohnya, guru bertanya kepada
masing-masing siswa tentang apa yang harus dilakukan jika akan menyelesaikan soal
cerita. Dari siswa-siswa yang ditanya ada beberapa siswa yang bisa menjawab dan
ada juga yang tidak bisa menjawab. Ada beberapa siswa yang belum mampu
memahami soal cerita soal cerita yang diberikan. Kemudian guru memberikan latihan
soal kepada siswa, siswa mengerjakannya sendiri. Pada dasarnya kemampuan siswa
berbeda sehingga dalam penyelesaian soal-soal latihan pun ada yang cepat dan ada
pula yang lambat. Setelah itu guru meminta siswa untuk mengerjakannya kembali di
papan tulis. Pada pertemuan ketiga ini siswa mulai bingung karena dihadapkan
dengan soal-soal cerita yang mengharuskan mereka berpikir lebih keras lagi. Namun
hal tersebut tidak mengurangi keaktifan mereka dalam bertanya maupun menjawab.
Setelah pembelajaran selesai guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran, merefleksi
pembelajaran, dan siswa diberi pekerjaan rumah (PR) oleh guru.
Siswa kelas kontrol yang telah mengikuti pembelajaran luas permukaan dan
volume kubus dan balok dengan pembelajaran konvensional diberikan postes untuk
meilihat adanya peningkatan atau tidak. Kelas kontrol mengalami peningkatan dari
sisi nilai rata-rata kelas yang tadinya 10,36 menjadi 47,3. Nilai rata-rata kelas kontrol
yang meningkat dapat diikuti dengan meningkatnya kemampuan berpikir kreatif
matematis kelas ini secara signifikan. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata gain di
kelas kontrol yaitu 0,43. Selain itu, dibuktikan juga dengan hasil uji perbedaan rata-
rata dengan menggunakan uji Wilcoxon dengan taraf signifikansi two tailed
didapatkan nilai P-value (Sig. 2-tailed) = 0,000. Dan nilai P-value (Sig. 1-tailed)
yang didapat nilainya lebih kecil dari α = 0,05 dengan nilai 0,000. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD pada materi luas permukaan dan
volume dari kubus dan balok secara signifikan.
131
2. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis di Kelas Eksperimen
Pembelajaran pada kelas eksperimen dilakukan dengan menggunakan
pendekatan investigatif selama tiga pertemuan dengan alokasi waktu 3×35 menit,
yaitu pada tanggal 13 Mei 2015, 15 Mei 2015, dan 16 Mei 2015. Pada bagian ini akan
membahas mengenai peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis dengan
pembelajaran yang menggunakan pendekatan investigatif di kelas eksperimen. Rata-
rata nilai pretes kemampuan berpikir kreatif matematis 40 siswa di kelas kontrol ialah
17,13 dari nilai total 100. Berdasarkan hal tersebut tanpa diberikan perlakuan, siswa
kelas eksperimen telah memiliki kemampuan berpikir kreatif matematis sebesar
17,13%.
a. Pertemuan Pertama
Pada pertemuan pertama, pembelajaran di kelas eksperimen diawali dengan
menyampaikan materi volume kubus dan balok. Pada kegiatan awal, guru
mengondisikan siswa agar siap belajar dengan cara memimpin kegiatan berdoa dan
mengabsen siswa sambil menghafal nama-nama siswa. Setelah itu guru memberikan
motivasi kepada siswa agar semangat belajar. Dengan kegiatan investigatif yang
dilakukan oleh siswa pada saat diskusi kelompok, siswa mampu memahami sendiri
materi volume kubus dan balok. Adapun investigatif yang dimaksud adalah
melakukan penyelidikan terhadap rumus volume kubus dan balok yang telah
disiapkan oleh guru, dan mencatat hal-hal apa saja yang ditemukan pada saat
penyelidikan dilakukan. Sesuai dengan pendapat Dobson (dalam Safitri, 2013)
menyatakan bahwa investigasi merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan
kesempatan bagi siswa untuk dapat mengembangkan pemahaman siswa melalui
berbagai kegiatan dan hasil benar sesuai pengembangan yang dilalui siswa. Kegiatan
investigatif ini sesuai dengan dengan teori belajar Bruner (dalam Maulana, 2008a),
ada tiga tahapan yang harus dilewati siswa dalam proses belajar matematika, yaitu
tahap enaktif (enactive), tahap ikonik (iconic), dan tahap simbolik (symbolic). Yang
didalamnya terdapat tahap-tahap memanipulasi benda-benda konkret dan dalam
penelitian ini disebut dengan kegiatan penyelidikan.
132
Teori belajar Bruner tersebut sesuai dengan teori belajar Jean Piaget
(Maulana, 2008a) yang menyatakan bahwa usia anak sekolah dasar berada pada tahap
operasional konkret yang mana pada tahap ini siswa mengembangkan konsep melalui
penggunaan benda-benda konkret untuk mengetahui hubungan dan berbagai model
ide yang bersifat abstrak. Pada tahap ini pula anak sudah mampu berpikir logis,
namun masih perlu benda-benda konkret untuk menjembatani pemahaman mereka
dalam berpikir logis. Oleh karena itu, siswa harus telibat langsung dalam proses
memanipulasi benda-benda konkret.
Dalam pendekatan investigatif siswa akan mengalami tiga fase. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Setiawan (2006) yang menyatakan bahwa pada saat
melakukan kegiatan investigatif secara berkelompok siswa akan mengalami tiga fase
yaitu fase membaca masalah, fase memecahkan masalah, dan fase
mengkomunikasikan jawaban. Karena kegiatan investigatif ini adalah hal yang baru
bagi siswa, pada fase membaca masalah siswa sudah mulai kebingungan dengan apa
yang harus dilakukannya, sehingga hal tersebut membuat kelas menjadi ramai dan
dihujani oleh pertanyaan dari setiap kelompok. Pada fase memecahkan masalah siswa
mulai mengerti dengan apa yang harus dilakukan, karena guru sudah berulang kali
menjelaskan apa yang harus mereka lakukan. Siswa juga dituntut untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis mereka pada saat
memecahkan masalah. Sesuai dengan pendapat Munandar (1992) yang
mendefinisikan kemampuan berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk membuat
suatu kombinasi baru berdasarkan informasi yang ada dan menemukan banyak
kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang menekankan pada kuantitas,
ketepatgunaan dan keragaman jawaban. Sementara pada fase mengkomunikasikan
jawaban, siswa masih malu-malu dan tidak percaya diri dengan hasil
penyelidikannya. Tetapi setelah guru memberikan motivasi akhirnya siswa bisa
menyampaikan jawaban dari hasil penyelidikannya. Setelah pembelajaran selesai
guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran, merefleksi pembelajaran, dan siswa
diberi PR oleh guru.
133
b. Pertemuan Kedua
Pada pertemuan kedua pembelajaran yang dilakukan hampir sama dengan
pembelajaran pada pertemuan pertama, hanya saja materi yang diajarkan berbeda
dengan sebelumnya. Materi yang dipelajari adalah luas permukaan dari kubus dan
balok.
Pada kegiatan awal, guru mengondisikan siswa agar siap belajar dengan cara
memimpin kegiatan berdoa dan mengabsen siswa sambil menghafal nama-nama
siswa. Setelah itu guru memberikan motivasi kepada siswa agar semangat belajar.
Dengan kegiatan investigatif yang dilakukan oleh siswa pada saat diskusi kelompok,
siswa mampu memahami sendiri materi volume kubus dan balok. Adapun investigatif
yang dimaksud adalah melakukan penyelidikan terhadap rumus luas permukaan
kubus dan balok yang telah disiapkan oleh guru, dan mencatat hal-hal apa saja yang
ditemukan pada saat penyelidikan dilakukan.
Pada pertemuan kedua ini siswa sudah mulai terbiasa dengan kegiatan
investigatif, siswa mulai paham apa yang harus dilakukan pada saat fase membaca
masalah, fase memecahkan masalah, dan fase mengkomunikasikan jawaban. Siswa
diberikan LKS dan mulai membaca masalah, siswa kemudian mendiskusikan apa
yang harus dilakukan. Siswa tampak antusias ketika akan membongkar karton.
Mereka berebut untuk bisa menggunting karton. Kemudian siswa membaca masalah
yang diberikan dalam LKS, siswa mulai memecahkan masalah tersebut dan
menuliskan hal-hal yang mereka temukan dalam LKS.
Pada kegiatan investigatif kali ini siswa akan mengotak-atik karton yang
berbentuk kubus dan balok. Siswa memnbongkar karton satu persatu hingga
membentuk jaring-jaring. Mereka akan menghasilkan berbagai macam jaring-jaring
sesuai dengan kreativitas mereka. Hal tersebut sesuai dengan Safitri (2013) yang
mengemukakan bahwa pendekatan investigatif yaitu pendekatan pembelajaran yang
dimulai dengan proses penyelidikan yang dilakukan siswa, selanjutnya siswa tersebut
mengomunikasikan hasil perolehannya, dan dapat membandingkannya dengan
perolehan temannya, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih
hasil.
134
Seperti halnya pertemuan pertama, kegiatan investigatif pada pertemuan
kedua ini juga ini sesuai dengan dengan teori belajar Bruner (dalam Maulana, 2008a),
ada tiga tahapan yang harus dilewati siswa dalam proses belajar matematika, yaitu
tahap enaktif (enactive), tahap ikonik (iconic), dan tahap simbolik (symbolic). Pada
tahap enaktif siswa terlibat langsung dalam memanipulasi (mengotak-atik) benda-
benda konkret, siswa membongkar karton dan membentuk jaring-jaring. Pada tahap
ikonik siswa sudah mulai menggunakan gambar, siswa menggambarkan jaring-jaring
mereka pada lembar kerja siswa (LKS) dan mewarnainya. Sedangkan pada tahap
simbolik, siswa sudah mampu menggunakan simbol yang bersifat abstrak, pada tahap
ini siswa mulai menuliskan rumus luas permukaan dalam bentuk simbol matematika.
Teori belajar Bruner tersebut sesuai dengan teori belajar Jean Piaget
(Maulana, 2008a) yang menyatakan bahwa usia anak sekolah dasar berada pada tahap
operasional konkret yang mana pada tahap ini siswa mengembangkan konsep melalui
penggunaan benda-benda konkret untuk mengetahui hubungan dan berbagai model
ide yang bersifat abstrak. Pada tahap ini pula anak sudah mampu berpikir logis,
namun masih perlu benda-benda konkret untuk menjembatani pemahaman mereka
dalam berpikir logis. Oleh karena itu, siswa harus telibat langsung dalam proses
memanipulasi benda-benda konkret.
Dalam pendekatan investigatif yang telah dipaparkan, siswa mengalami tiga
fase. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Setiawan (2006) yang menyatakan bahwa
pada saat melakukan kegiatan investigatif secara berkelompok siswa akan mengalami
tiga fase yaitu fase membaca masalah, fase memecahkan masalah, dan fase
mengkomunikasikan jawaban. Karena kegiatan investigatif ini adalah hal yang baru
bagi siswa, pada fase membaca masalah siswa sudah mulai kebingungan dengan apa
yang harus dilakukannya, sehingga hal tersebut membuat kelas menjadi ramai dan
dihujani oleh pertanyaan dari setiap kelompok. Pada fase memecahkan masalah siswa
mulai mengerti dengan apa yang harus dilakukan, karena guru sudah berulang kali
menjelaskan apa yang harus mereka lakukan. Siswa juga dituntut untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis mereka pada saat
memecahkan masalah. Dari hasil membongkar karton, terdapat berbagai macam
135
bentuk jaring-jaring kubus dan balok. Hat tersebut menunjukkan bahwa siswa
memiliki kreativitas yang tinggi. Sesuai dengan pendapat Munandar (1992) yang
menyebutkan ciri-ciri orang yang bepikir kreatif matematis yaitu memiliki rasa ingin
tahu yang tinggi, tertarik terhadap tugas-tugas yang menantang, berani mengambil
resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, mempunyai rasa humor, ingin
mencari pengalaman-pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain.
Sementara pada fase mengkomunikasikan jawaban, pada pertemuan kedua
ini siswa sudah mulai berani untuk mengemukakan pendapatnya. Setelah
pembelajaran selesai guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran, merefleksi
pembelajaran, dan siswa diberi PR oleh guru.
c. Pertemuan Ketiga
Pada pertemuan ketiga atau pertemuan terakhir, pembelajaran yang
dilakukan pun hampir sama dengan pembelajaran pertama dan kedua, hanya saja
materi yang diajarkan berbeda. Materi yang dipelajari pada pertemuan ketiga ini
adalah menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas permukaan dan volume
dari kubus dan balok. Materi ini adalah materi lanjutan dari pertemuan pertama dan
kedua.
Pada pertemuan ketiga ini siswa sudah terbiasa dengan kegiatan investigatif,
siswa mulai paham apa yang harus dilakukan pada saat fase membaca masalah, fase
memecahkan masalah, dan fase mengkomunikasikan jawaban. Siswa mengotak-atik
kembali media yang diberikan guru pada tiap kelompok. Hampir sama dengan
pembelajaran sebelumnya, tiap kelompok diberikan karton yang berbentuk kubus dan
balok. Seperti biasa siswa diminta untuk membongkarnya. Setelah itu siswa harus
mengisi soal yang ada di LKS. Pada awalnya siswa cukup kebingungan degan soal
cerita yang ada dalam LKS. Namun dengan bimbingan guru, siswa mampu
menyelesaikan soal demi soal.
Pada saat jalannya diskusi banyak siswa yang ingin menunjukkan bahwa
dirinya mampu menyelesaikan masalah yang diberikan. Siswa terus memnaggil guru
untuk menghampiri kelompoknya dan melihat apa yang telah mereka kerjakan.
Terjadi peningkatan kembali daripada pertemuan pertama dan kedua, pada pertemuan
136
ketiga ini siswa lebih percaya diri untuk menyampaikan hasil penyelidikan mereka di
depan kelas dan dihadapan teman-temannya yang lain. Setelah pembelajaran selesai
guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran, merefleksi pembelajaran, dan siswa
diberi PR oleh guru.
Siswa kelas eksperimen yang telah mengikuti pembelajaran luas permukaan
dan volume kubus dan balok dengan menerapkan pendekatan investigatif diberikan
postes untuk meilihat adanya peningkatan atau tidak. Kelas eksperimen mengalami
peningkatan dari sisi nilai rata-rata kelas yang tadinya 17,13 menjadi 58,72. Nilai
rata-rata kelas eksperimen yang meningkat dapat diikuti dengan meningkatnya
kemampuan berpikir kreatif matematis kelas ini secara signifikan. Hal ini dibuktikan
dengan nilai rata-rata gain di kelas kontrol yaitu 0,53.
Selain itu, dibuktikan juga dengan hasil uji perbedaan rata-rata dengan
menggunakan uji Paired Samples Test dengan taraf signifikansi two tailed didapatkan
nilai P-value (Sig. 2-tailed) = 0,000. Dan nilai P-value (Sig. 1-tailed) yang didapat
nilainya lebih kecil dari α = 0,05 dengan nilai 0,000. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
investigatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD
pada materi luas permukaan dan volume dari kubus dan balok secara signifikan.
3. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa
Kelas Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol
Pembelajaran luas permukaan dan volume kubus dan balok dengan
pembelajaran yang konvensional maupun pembelajaran yang menerapkan pendekatan
investigatif sama-sama dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa dengan baik, tetapi walaupun demikian pendekatan investigatif terbukti lebih
baik dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis secara signifikan.
Hal ini terbukti dengan adanya perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematis antara siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dengan siswa
yang mengikuti pembelajaran dengan menerapkan pendekatan investigatif.
Hal tersebut terlihat juga dari perolehan gain normal, di kelas eksperimen
dari 40 siswa, 9 siswa yang mengalami peningkatan yang tergolong tinggi, 8 siswa
137
yang tergolong rendah, dan sisanya mengalami peningkatan sedang sebanyak 33
siswa. Sedangkan di kelas kontrol dari 40 siswa, hanya terdapat 5 siswa mengalami
peningkatan yang tinggi, 23 siswa mengalami peningkatan tingkat sedang, sedangkan
12 siswa mengalami peningkatan tingkat rendah.
Selain itu dari hasil perhitungan yang telah diuraikan dan dapat dilihat pada
Tabel 4.36 didapatkan nilai P-value (Sig.2-tailed) = 0,039. Dan nilai P-value (Sig. 1-
tailed) yang didapat nilainya lebih kecil dari α = 0,05 dengan nilai 0,0195. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa P-value (Sig.1-tailed) lebih kecil dari taraf signifikansi
0,05. Oleh karena itu, H0 ditolak yang berarti terdapat perbedaan rata-rata
peningkatan kelas eksperimen dan kontrol. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan investigatif lebih baik
secara signifikan daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
Perbedaan peningkatan tersebut dikarenakan dalam pembelajaran luas
permukaan dan volume kubus dan balok dengan menerapkan pendekatan investigatif,
siswa dilatih untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis mereka
pada saat mereka melakukan kegiatan investigasi atau penyelidikan. Siswa dilatih
untuk kreatif dalam membaca masalah dari berbagai sudut pandang serta dilatih untuk
kreatif dalam memecahkan suatu masalah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Setiawan (2006) yang menyatakan bahwa pada saat melakukan kegiatan investigatif
secara berkelompok siswa akan mengalami tiga fase yaitu fase membaca masalah,
fase memecahkan masalah, dan fase mengkomunikasikan jawaban. Dari ketiga fase
tersebut, pada fase pertama dan kedua siswa dilatih untuk mempunyai kreativitas
yang tinggi, sehingga pembelajaran luas permukaan dan volume kubus dan balok
dengan pendekatan investigatf dapat lebih meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
matematis dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
4. Respon Siswa terhadap Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan
Pendekatan Investigatif
Secara umum respon siswa terhadap pembelajaran matematika tentang luas
permukaan dan volume dari kubus dan balok dengan pendekatan investigatif ialah
138
positif. Pembelajaran dengan pendekatan investigatif pada kelas eksperimen direspon
baik oleh siswa. Siswa merasa senang belajar matematika dengan pendekatan
investigatif. Hal tersebut karena pembelajaran investigatif dalam proses
pembelajarannya menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan
aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri
materi pembelajaran. Tidak seperti pembelajaran konvensional yang menempatkan
siswa sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
Dalam pembelajaran investigatif siswa didorong untuk aktif membangun
pengetahuannya sendiri sehingga terhindar dari pembelajaran yang monoton. Siswa
di kelas eksperimen sangat antusias dalam proses pembelajaran. Hal tersebut
didukung dengan rata-rata skor pernyataan angket siswa secara keseluruhan adalah
4,075 atau sekitar 81,5% siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran
luas permukaan dan volume kubus dan balok dengan pendekatan investigatif.
5. Faktor-faktor yang Mendukung Terlaksananya Proses Pembelajaran
dengan Menggunakan Pendekatan Investigatif
Faktor pendukung terlaksananya proses pembelajaran dengan pendekatan
investigatif yakni kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran di kelas
eksperimen dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menarik bagi siswa,
sehingga dapat memicu partisipasi yang aktif dan motivasi belajar siswa yang cukup
tinggi. Selain itu pembelajaran di kelas eksperimen dapat menjadikan pembelajaran
yang bermakna serta dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, karena
siswa terlibat langsung dalam pembelajaran. Hal tersebut merupakan sebagian dari
faktor yang mendukung keberhasilan suatu pembelajaran.
Selain itu, perencanaan pembelajaran yang baik juga telah disiapkan
sebelumnya sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang baik pula dan
menghasilkan pembelajaran yang maksimal. Selain dari faktor guru, siswa-siswa
yang merespon baik terhadap pembelajaran pun menjadi faktor pendukung
keberhasilan suatu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan investigatif.
Siswa-siswa dapat merespon baik pembelajaran matematika dengan menggunakan
139
pendekatan investigatif ini dikarenakan pembelajarannya sesuai dengan karakteristik
siswa yang masih berada pada tahap operasional konkret.
Hal tersebut sesuai dengan teori belajar Jean Piaget (Maulana, 2008a) yang
menyatakan bahwa usia anak sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret
yang mana pada tahap ini siswa mengembangkan konsep melalui penggunaan benda-
benda konkret untuk mengetahui hubungan dan berbagai model ide yang bersifat
abstrak. Dengan kegiatan penyelidikan pada pendekatan investigatif, siswa terlibat
aktif dalam pembelajaran sehingga siswa merasa tertantang, kreatif, dan tidak cepat
bosan. Hal tersebut juga sesuai dengan salahsatu karakteristik pendekatan investigatif
yang diungkapkan oleh Edmmond & Knight (dalam Lidinillah, 2009b), yang
menyatakan bahwa salahsatu karakteristik pendekatan investigatif adalah Self-
discovery, artinya siswa dilatih untuk menemukan sendiri pengetahuan yang baru
bagi dirinya meskipun hal tersebut tidak terlepas dari bantuan guru. Pada aspek ini
guru hanya sebagai fasilitator, artinya guru tidak membantu secara penuh. Kegiatan
ini lebih menekankan siswa untuk mengkontruksi pengetahuannya dan kemampuan
proses matematiknya melalui kegiatan penyelidikan. Siswa juga didorong untuk
mengasah kemampuan berpikir keatif matematisnya, sehingga siswa lebih tertantang
dari pembelajaran yang biasa mereka dapatkan.
Selain terdapat faktor pendukung dalam pembelajaran investigatif, terdapat
pula faktor penghambat dari pendekatan investigatif. Adapun faktor penghambat
selama pembelajaran dengan menerapkan pendekatan investigatif adalah sebagai
berikut.
a. Suasana pembelajaran yang kurang kondusif, karena suara gaduh dari siswa-
siswa. Ketika ada siswa yang bertanya, siswa yang lain ikut bertanya. Mereka
berebut untuk bertanya terlebih dahulu. Siswa melakukan protes kepada gurunya
ketika siswa tidak ditunjuk pertama, karena siswa merasa guru telah pilih kasih.
b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, ada beberapa
siswa yang masih saja mengobrol, lari kesana kemari mencari perhatian dan
mengganggu teman yang lain pada saat diskusi berlangsung.