Download - BAB I,II,III.docx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri Kecil Menengah (IKM) merupakan salah satu perusahan yang menjadi
bagian yang memperkokoh perekonomian negara. Terbukti ketika terjadi krisis
ekonomi IKM tetap eksis bahkan berkembang lebih baik dibanding dengan perusahaan-
perusahaan skala besar. Keadaan ini tidak semata-mata muncul tiba-tiba, namun berkat
kegigihan dan semangat pengelola IKM, sehingga IKM tetap kuat dan mampu bertahan
meskipun ada terjangan ekonomi yang penuh dengan ketidakpastian.
Kekuatan inilah yang perlu menjadi perhatian dan kajian agar posisi IKM sebagai
bagian yang kokoh dalam bisnis tetap bertahan dan dapat senantiasa berkembang.
Pengelolaan yang baik dengan proses kerja yang sesuai dengan standard dan kegiatan
kerja yang teratur, pengelolaan karyawan, serta hubungan dengan pihak luar harus
diperhatikan agar IKM terus berkembang lebih baik.
Semakin ketatnya persaingan bisnis saat ini membuat kekuatan IKM semakin
menurun sehingga perbaikan pengelolaan harus senantiasa dilakukan. Salah satunya
adalah pengukuran kinerja IKM. Pengukuran kinerja penting dilakukan untuk
memperkuat sistem manajemen pengelolaan yang meliputi pengelolaan proses yang
berada di dalam perusahaan dan pihak lain yang mendukung terjadinya proses.
IKM kerajianan Anyaman Bambu adalah salah satu IKM yang menghasilkan
berbagai kerajinan dengan bahan baku bambu. Banyak produk yang dihasilkan oleh
IKM ini dengan desain dan bentuk yang menarik dan tak kalah dengan produk yang
ada dipasaran. Namun saat ini dalam mengukur kinerja perusahaan masih dilakukan
secara tradisional dan belum terukur dengan baik. Hal ini terlihat pada saat menilai
kinerja hanya dilakukan berdasarkan pengamatan pemilik perusahaan, tanpa adanya
1
konsep atau rumusan yang berstandar. Sehingga apa yang dihasilkan berupa kinerja
belum menunjukkan kinerja yang sesungguhnya dari IKM tersebut.
Keterbatasan ini dikarenakan IKM yang belum memiliki suatu konsep untuk
mengukur kinerja perusahaan. Dampaknya adalah terhadap pengelolaan IKM yang
tidak terkontrol sehingga pengelolaan yang tidak terukur ini menghasilkan
perkembangan IKM yang rendah dan kurang mampu bersaing dengan perusahaan lain
yang sejenis.
Untuk meningkatkan perkembangan IKM baik dari kemampuan IKM dalam
mencapai Profit yang tinggi maupun kemampuan IKM dalam bersaing dipasaran perlu
adanya peracangan untuk mengukur kinerja IKM, agar diperoleh suatu konsep yang
standar yang akan digunakan untuk mengukur kinerja IKM.
Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk mencoba
melakukan penelitian dengan topik : Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja IKM
dengan Metode Performance Prism ( Studi Pada IKM Kerajinan Anyaman Bambu di
Kabupaten Ciamis).
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “ Bagamana Rancangan Sistem
Pengukuran Kinerja IKM di IKM Kerajinan Anyaman Bambu Kabupaten Ciamis”.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah dihasilkan rancangan sistem pengukuran kinerja
IKM di IKM Kerajinan Anyaman Bambu Kabupaten Ciamis.
1.3 Target
Target yang ingin dicapai adalah dengan penelitian ini akan dihasilkan konsep/
rumusan yang standar untuk mengukur sistem kinerja IKM dengan pengamatan yang
dilakukan adalah pada IKM Kerajianan Anyaman Bambu Kabupaten Ciamis.
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pengukuran Kinerja Dan Sasarannya
Pengukuran kinerja dapat diartikan sebagai upaya untuk melakukan penilaian
terhadap kualitas kerja yang dilakukan. Menurut Neely et al (1955), Pengukuran kinerja
adalah suatu set matrik yang digunakan untuk menghitung efisiensi dan efektifitas
dalam suatu rangkaian Tindakan .
Terdapat dua tipe sasaran pengukuran kinerja menurut Michael Amstrong
(2004: 73) yaitu :
1. Sasaran kerja
Sasaran kerja atau sasaran operasional mengacu pada ahasil-hasil yang dicapai
atau pada kontribusi yang diberikan terhadap pencapaian sasaran tim departemen.
2. Sasaran pengembanagan
Sasaran pengembangan yaitu sasaran pribadi atau belajar terkait dengan apa yang
harus diperhatikan dan dipelajari individu agar mampu meningkatkan kinerja
mereka.
Syarat pengukuran kinerja yang efektif menurut Yuwono, Sutarno adan Ichsan
2003 (dalam chatsani: 2005 adalah :
a. Didasarkan pada masing-masing aktifitas dari karakteristik organisasi itu
sendiri sesuai sudut pandang pelanggan.
b. Evaluasi atas berbagai aktifitas mengunakan ukuran -ukuran kinerja yang
Customer-Validated.
c. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktifitas yang mempengaruhi
pelanggan sehingga menghasilkan pengukuran yang komprehensif.
3
d. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi
mengenai masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikan.
2.2 Pengukuran kinerja dengan manajemen berdasarkan sasaran dengan
menggunakan Performance Prism
Pengukuran dalam hal ini adalah usaha untuk melihat pesoalan yang dicapai
akibat penerapan/aplikasi manajemen dalam teknologi yang diterapkan guna
meningkatkan kinerja. Tujuan ini dari pengukuran kinerja secara umum adalah
untuk mengevaluasi kinerja yang ada, menganalisa faktor -faktor yang
berpengaruh dalam menunjang perbaikan kinerja serta mereduksi faktor –faktor
yang menghambat.
Performance prism merupakan penyempurnaan dari teknik pengukuran kinerja
yang ada sebelumnya sebagai sebuah kerangka kerja (framework). Keuntungan dari
framework tersebut adalah melibatkan semua stakeholder dari organisasi, terutama
investor, pelanggan, end-users, karyawan, para penyalur, mitra persekutuan,
masyarakat dan regulator. Pada prinsipnya metode ini dikerjakan dalam dua arah
yaitu dengan mempertimbangkan apa kebutuhan dan keinginan (needs and wants)
dari semua stakeholder, dan uniknya lagi metode ini juga mengidentifikasikan
kontribusi dari stakeholders terhadap organisasi tersebut.
Filosofi performance prism berasal dari sebuah bangun prisma yang memiliki
lima segi yaitu untuk atas dan bawah adalah satisfaction dari stakeholder dan
kontribusi stakeholder. Sedangkan untuk ketiga sisi berikutnya adalah strategy,
process dan capabilitay. Prisma juga dapat pembelokkan cahaya yang datang dari
salah satu bidang ke bidang yang lainya.
Hal ini menunjukkan kompleksitas dari performance prism yang berupa
interaksi dari kelima sisinya .
4
Gambar. 2.1. Sudut Pandang Performance Prism
Gambar 2.2. Ruang Lingkup Performance Prism dan hubungan
keterkaitan kelima segi dalam Performance Prism
Ruang lingkup performance prism meliputi interaksi antara Stakeholder
contribution dan Stakeholder satisfaction yang kemudian diproyeksikan kedalam
strategy, process dan Capability. Ruang lingkup tersebut dapat dijelaskan
pada gambar 2.2 berikut:
Pihak manajemen dalam hal ini mempertimbangkan ada enam kunci pada
hubungan stakeholder yaitu :
1. Investor (Shareholder)
Suatu perusahaan umum harus menerapkan usaha terbaiknya untuk membawa pada
harapan para investornya.
5
2. Pelanggan (Customer)
Perusahaan selalu ingin mempertahankan pelanggan dana menemukan lebih
banyak lagi pelanggan potensial.
3. Karyawan (Employees)
Perusahaan harus mempertahankan karyawan, karena hal ini berarti suatu nilai
tambah bagi investor dan pelanggan (menunjukkan performance perusahaan baik),
tetapi penghematan biaya harus tetap dilakukan.
4. Penyalur (Supplier)
Banyaknya supplier yang memenuhi kebutuhan perusahaan akan cenderung dapat
mengakibatkan pembengkakan biaya karena mempunyai efek pada biaya
administratif.
Pengurangan biaya untuk hal ini perlu untuk secara hati-hati ditargetkan, beberapa
kontrak persediaan perlu untuk dirundingkan kembali dengan para supplier. Sistem
Pengukuran Kinerja Supplier difokuskan dalam rangka memonitor prestasi dan
kemajuan pada penghematan biaya, hal ini tentunya perlu data-data yang akurat untuk
melakukan pengukuran.
5. Regulator
Peraturan pemerintah secara langsung memberikan pengaruh yang besar bagi
perusahaan, pemenuhan dengan perarturan merupakan suatu Conformity (bukan
hanya issu). Perusahaan manapun harus memelihara reputasinya di dalam pasar,
karenanya ketidakberhasilan pemenuhan peraturan berpotensi merusakkan
publisitas di dalam pasar, karena reputasi dari korporasi dapat dirusakkan oleh hal
tersebut.
6
6. Communities
Masyarakat (communities) adalah faktor lain yang (pada waktunya resesi) kadang-
kadang mereka dihubungkan ke regulator juga, (misal. Hukum ketenagakerjaan).
Kebijakan standar etis harus ditempatkan secara internal dan secara eksternal ini
merupakan tuntutan di dalam lingkungan bisnis masa kini. Dan untuk sebaiknya
pihak manajemen harus memastikan bahwa aspek ini dapat dipenuhi dalam upaya
perbaikan system pengukuran kinerja perusahaan.
2.3 Analytical Hierarcy Process
Pembobotan KPI dapat dilakukan dengan beberapa metode, dintaranya adalah
dengan Analytical Hierarcy Process (AHP).
Peralatan utama proses analisis hirarki adalah sebuah hirarki fungsional dengan
input utamanya persepsi manusia. Tidak ada pedoman yang pasti dalam penjabaran
hirarki tujuan. Beberapa hal yang harus diperhatikan didalam melakukan proses
penjabaran hirarki tujuan adalah :
1. Pada saat pembelajaran tujuan ke dalam sub tujuan, harus diperhatikan
apakah setiap aspek dari tujuan yang lebih, tinggi tercakup dalam sub
tujuan tersebut.
2. Meskipun hal tersebut terpenuhi, perlu manghindari terjadinya pembagian yang
terlampau banyak, baik dalam arah horizontal maupun vertikal.
3. Suatu tujuan belum ditetapkan untuk dijabarkan atas hirarki tujuan yang
lebih rendah harus ditentukan suatu tindakan atau hasil terbaik yang dapat
diperoleh bila tujuan tersebut tidak dimasukkan.
7
Model AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, dapat memecahkan masalah
yang kompleks dimana aspek atau kriteria yang diambil cukup
banyak (Kadarsyah, 1998: 130-131).
Beberapa keuntungan yang diperoleh dalam penerapan AHP , antara lain:
1. Sifatnya yang fleksibel, manyebabkan penambahan dana pengurangan kriteria
pada suatu hirarki dapat dilakukan dengan mudah dan tidak mengacaukan
atau merusak hirarki.
2. Dapat memasukkan preferensi pribadi sekaligus mengakomodasi berbagai
kepentingan pihak lain sehingga diperoleh penilaian yang objektif dan
tidak sektoral.
3. Poses perhitunganya relatif mudah karena hanya membutuhkan operasi dan
logika sederhana.
4. Dengan cepat dapat menunjukkan prioritas, dominasi, tingkat kepentingan
ataupun pengaruh dari setiap elemen terhadap eemen lainya .
AHP juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu antara lain:
1. Partsipan yang dipilih harus memiliki kompetensi pengetahuan dan
pengalaman mendalam terhadap segenap aspek permasalahan serta serta
mengenai metode AHP itu sendiri.
2. Bila ada pertisipan yang kuat maka akan mempengaruhi partisipan yang lainya.
3. Penilaian cenderung subjektif karena sangat dipengaruhi oleh situasi serta
preferensi, pesepsi, konsep dasar dan sudut pandang partisipan.
4. Jawaban atau penilaian responden yang konsisten tidak selalu logis dalam arti
sesuai dalam permasalahan yang ada. (Saaty, 1988 : 7-9).
8
2.3.1 Langkah-langkah Metode AHP
Pada dasarnya langkah langkah pada metode AHP meliputi:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum dilanjutkan
dengan sub-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada
tingkat kriteria yang bawah.
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi
relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing –masing tujuan atau
kriteria yang setingkat biasanya perbandingan dilakukan berdasarkan
(judgement) dari pengambilan keputusan dengan menilai tingkat kepentingan
suatu elemen dibandingkan elemen lainya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement
seluruhnya sebanyak n x [(n -1)/2] buah. Dengan n adalah banyaknaya
jumlah elemen yang dibandingkan.
5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya , jika tidak konsisten maka
pengambilan data diulangi.
6. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tin gkat hierarki.
7. Menghitung vektor eigen untuk setiap matrik perbandingan berpasangan. Nilai
vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesiskan
judgement dalam menentukan prioritas elemen-elemen pada tingkat hierarki
terendah sampai pencapaian tujuan.
8. Memeriksa inkonsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari 10% maka penialaian
data judgement harus diperbaiki.(Kadarsyah, 1998 : 131-133)
9
2.3.2 Formulasi Matematis
Formulasi matematis AHP dilakukan dengan menggunakan suatu matrik.
Misalkan dalam suatu sub sistem operasi terdapat n elemen operasi, yaitu elemen-
elemen A1, A2, A3 ........... A n , maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen –
elemen operasi akan membentuk matrik perbandingan. Skala nilai perbandingan
berpasangan menurut Saaty terdapat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan
2.3.3 Perhitungan Bobot Elemen
Pada dasarnya model matematis pada model AHP dilakukan dengan
menggunakan suatu matrik. Sebagai contoh dalam sebuah dalam suatu sub sistem
operasi terdapat n elemen operasi, yaitu : A1 A2,.....An, maka perbandingan
berpasangan elemen –elemen operasi tersebut membentuk matrik perbandingan.
Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hirarki paling tinggi, dimana suatu
kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan.
10
A1 A2 ……….. An
A1
A2
.
.
.An
a11
a21
.
.
.an1
a12 ……… a1n
a22 ………. a2n
. .
. .
. .an2
Gambar 2.3 Matrik Perbandingan Berpasangan
Di dalam matrik ini An x n yang diasumsikan n elemen, yaitu W1, W2, W3, …, Wn
nantinya akan dinilai secara perbandingan berpasangan antara (Wi, Wj) nilai (judgment)
tersebut dapat dipresentasikan :
WiWj
=a (i , j ) : i , j=1,2,3 , …, n
aij adalah merupakan unsur dari matriks A (matriks perbandingan), unsur-unsur
tersebut diperoleh dari hasil perbandingan antara elemen-elemen operasi yang
mempunyai tingkat hirarki yang sama, misalnya unsure a11 adalah perbandingan
kepentingan antara elemen operasi A1 dengan A1 maka secara otomatis nilai
perbandingannyapun akan sama dengan 1, dan dengan cara yang sama maka semua
nilai unsur diagonal akan sama dengan 1. Nilai A13 adalah 1/a13, yang mengatakan
kepentingan antara elemen operasi A3 terhadap A1.
Vektor pembobotan elemen-elemen operasi A1, A2, A3, …, An dinyatakan sebagai
vector Ai perbandingannya sama dengan bobot elemen A1 terhadap A2 yakni W1/W2
yang sama dengan A12.
A1 A2 A3 …………….. An
A1
A2
A3
.
.An
W1/W1
W2/W1
W3/W1
.
.Wn/W1
W1/W2
W2/W2
W3/W2
.
.Wn/W2
W1/W3 ……… W1/Wn
W2/W3 ………. W2/Wn
W3/W3 ……… W3/Wn.. .. .Wn/W3 ………. Wn/Wn
Gambar 2.4 Matrik Perbandingan Preferensi
11
Apabila matriks tersebut dikalikan dengan vector kolom W = (W1, W2, W3, …,
Wn) maka akan diperoleh hubungan Aw = nW ……………….. (1)
Apabila ingin memperoleh nilai W dan matriks A telah diketahui maka dapat
diselesaikan dengan persamaan, yaitu :
[ A−nI ] W =0 … …………(2)
Dimana I adalah matriks identitas.
Dengan persamaan ini dapat diperoleh solusi yang tidak nol jika n merupakan
eigen value dari A dan W merupakan eigen vektornya. Setelah diperoleh eigen value
dari matriks perbandingan A, misal 1, 2, …., n, dan berdasarkan matriks A yang
punya keunikan yaitu aii = 1 dengan i = 1, 2, 3, …, n, maka ∑i=1
n
1=n
Jika dilakukan perhitungan maka semua eigen value maksimum, kemudian bila
penilaian yang dilakukan konsisten, akan diperoleh eigen value maksimum dari A yang
bernilai n.
Untuk memperoleh W, maka harus dilakukan substitusi harga eigen value
maksimum pada persaingan AW = maks W, selanjutnya persamaan (2) dapat diubah
menjadi :
[ A−maks I ] W=0 ……………(3)
Agar diperoleh harga nol, maka perlu diset adalah :
A - maks I = 0 …………………… (4)
Atas dasar persamaan (4) tadi maka akan diperoleh harga maks. Bila kita
masukkan harga maks ke persamaan (3) dan ditambah dengan persamaan ∑i=1
n
W i2=I
maka akan diperoleh bobot masing-masing elemen operasi (Wi dengan i = 1, 2, 3, ….n)
yang merupakan eigen vector yang bersesuaian dengan eigen value maksimum.
12
2.3.4 Perhitungan Consistency Index (CI) dan Consistency Ratio (CR)
Consistency Index (CI) merupakan tingkat konsistensi seseorang didalam
memberikan jawaban terhadap suatu elemen didalam masalah.
Rumus consistency index (CI) adalah sebagai berikut :
CI=λmaks−N
N−1
Keterangan :
λmaks : Nilai maksimum dari nilai eigen matrik yang bersangkutan.
N : Jumlah elemen yang dibandingkan.
Nilai CI tidak akan berarti jika tidak terdapat patokan untuk menyatakan apakah CI
menunjukkan suatu matrik yang konsisten. Saaty (1994) berpendapat bahwa suatu
matrik yang dihasilkan dari perbandingan yang dilakukan secara acak merupakan suatu
matrik yang mutlak tidak konsisten yang disebut dengan Random Index (RI).
Dengan membandingan CI dan RI maka diperoleh patokan untuk menentukan
tingkat konsistensi suatu matrik yang disebut Consistency Ratio (CR), yang dinyatakan
dalam rumus sebagai berikut :
CR=CIRI
Keterangan :
RI : Random Index
Untuk model AHP matrik perbandingan dapat diterima jika nilai rasio
inkonsistensi 0.1. Jika tidak, berarti penilaian yang telah dibuat mungkin dilakukan
secara random dan perlu direvisi.
2.4 Objektive Matrik (OMAX)
13
Scoring dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya adalah dengan
Objective Matrix (OMAX). Dengan metode ini kita dapat mengkombinasikan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Dapat digunakan untuk mengukur aspek kinerja
yang dipertimbangkan dalam suatu unit kerja.
Indikator untuk setiap input dan output dapat didefinisikan dengan jelas.
Menyertakan pertimbangan pihak manajemen dalam penentuan skor sehingga terkesan
lebih fleksibel. Konsep dari pengukuran ini yaitu penggabungan beberapa kriteria
kinerja kelompok kerja kedalam sebuah matrik. Setiap kriteria kinerja memiliki sasaran
berupa jalur khusus untuk perbaikan serta memiliki bobot sesuai dengan kepentingan
terhadap tujuan organisasi. Hasil akhir dari pengukuran dengan metode OMAX ini
adalah sebuah nilai tungal untuk suatu kelompok kerja.
Adapun langkah-langkah umum pengukuran kinerja dengan metode OMAX
adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan kriteria kinerja
Dale Furtwengler (2002: 13) mengidentifikasikan beberapa kriteria yang fektif
dalam membuat ukuran, yaitu:
a. Kuantitatif
b. Mudah dipahami
c. Seimbang
d. Mudah dipantau
e. Sering dipublikasikan
2. Penetapan skala skor kinerja
Dalam Objective Matrix skor performance yang digunakan yaitu antara 0 -10. Hal
ini berarti ada 11 target pencapaian untuk setiap indikatornya.
14
Tabel 2.2 Contoh Tabel Target Pencapaian dalam OMAX
Tingkat 0 : Tingkat terendah dari kinerja selama periode dasar.
Tingkat 3 : Hasil yang menunjukkan tingkat knerja kelompok kerja pada saat
pengukuran periode dasar.
Tingkat 10 : Tingkat realistis yang dapat dicapai dengan sumber sistem yang berlaku.
3. Penetapan bobot berdasarkan kepentingan kriteria kinerja.
Penetapan bobot kepentingan kriteria kinerja merupakan tangggung jawab
manajemen. Proses dalam penentuan bobot dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
cara subyektif dan obyektif.
4. Mengukur indikator kinerja
Langkah terakhir dari pengukuran ini adalah dengan menggabungkan hasil
dari langkah-langkah sebelumnya menjadi suatu indikator.
15
Indicator Financial Customer Internal BusinessLearning and
Growth
F1 F2 F3 C1 C2 I1 I2 I3 L1 L2
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Nilai (N)
Bobot (B)
(NxB)
Total (NxB)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tahapan-tahapan Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan lima langkah, yaitu :
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan meliputi studi pendahuluan, yaitu studi mengenai kondisi
yang ada pada Industri Kecil Menengah Kerajinan Anyaman Bambu di Kabupaten
Ciamis saat ini terkait dengan sistem pengukuran kinerjanya; perumusan masalah
dan menentukan tujuan penelitian.
2. Perancangan pengukuran kinerja dan Performance Prism.
Pada tahap ini mulai dilakukan pengumpulan data dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Identifikasi kebutuhan dan keinginan stakeholder, dilakukan dengan metode
wawancara stakeholder tersebut melalui customer, employee, pemilik modal,
supplier (distributor pengadaan bahan baku), pemerintah dan masyarakat
sekitar.
b. Identifikasi kontribusi stakeholder, dilakukan dengan metode wawancara.
c. Menentukan strategi, proses, dan kapabilitas yang dibutuhkan. Penentuan ini
dilakukan dengan mempertimbangkan kepuasan stakeholder dan kontribusinya.
Langkah ini dilakukan dengan metode wawancara.
d. Identifikasi KPI, meliputi KPI strategi, KPI proses dan KPI kapabilitas
perusahaan.
16
e. Menyusun model pengukuran kinerja. Pada tahap ini penulis menggunakan
metode Performance Prism.
3. Tahap pembobotan dengan AHP.
Tahap ini meliputi : perbandingan berpasangan antar KPI, menghitung rasio
inkonsistensi, dan pembobotan pada setiap KPI.
4. Tahap Scoring, meliputi : menentukan target dan nilai terendah dari setiap KPI,
melakukan perhitungan kelas pencapaian masing-masing KPI, melakukan scoring
system dengan OMAX, dan menentukan skor aktual dan nilai performansi serta
menghitung indikator pencapaian total.
5. Tahap Analisa, meliputi : analisa pencapaian kinerja IKM serta rencana tindakan
untuk melaksanakan program peningkatan kinerja berdasarkan KPI yang perlu
segera diperbaiki.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada IKM Kerajian Anyaman Bambu dengan lokasi
di Kabupaten Ciamis.
3.3 Peubah yang diamati
Penelitian ini difokuskan pada perancangan sistem pengukuran kinerja, sehingga
peubah/ variable yang diamati adalah kinerja.
3.4 Model yang digunakan
Performance Prism merupakan model yang berupaya melakukan penyempurnaan
terhadap metoda sebelumnya seperti Balanced Scorecard dan IPMS. Performance
Prism merupakan suatu metode pegukuran kinerja yang menggambarkan kinerja
organisasi sebagai bangun 3 dimensi yang memiliki 5 bidang sisi, yaitu sisi kepuasan
stakeholder, strategi, proses, kapabilitas, dan kontribusi stakeholder.
17
Berdasarkan hal tersebut diatas bahwa model Performance Prism adalah tepat
digunakan dalam penelitian ini.
3.5 Teknik Pengumpulan dan Analisi Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan penelitian langsung terhadap
objek yang diteliti guna mendapatkan data melalui :
1. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan
terhadap fenomena-fenomena yang terjadi, tanpa penulis ikut dalam proses kerja.
Observasi dilakukan terhadap IKM Kerajianan Anyaman Bambu di Kabupaten
Ciamis termasuk semua komponen didalamnya, serta stakeholder dari IKM tersebut
untuk mendapatkan data dan informasi mengenai kondisi IKM dan
permasalahannya.
2. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan tanya jawab secara terstruktur
dengan pihak yang berkaitan dengan penelitian. Wawancara dilakukan kepada
pengelola IKM Kerajinan Anyaman Bambu dan pihak terkait dengan IKM untuk
memperoleh data dan informasi mengenai perkembangan IKM serta kegiatan
usahanya.
3. Kuisioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan menyebarkan daftar pertanyaan
beserta alternatif jawaban secara tertulis kepada pengelola/pemilik industri kecil
dan menengah kerajianan anyaman bambu di Kabupaten Ciamis. Kuesioner
digunakan untuk mengetahui bagaimana penilaian responden terhadap kinerja IKM.
Teknik analisis data dilakukan dengan menguji Kecukupan, Validitas dan
Reliabilitas data, kemudian diolah dengan metode Performance Prism. Pembobotan
dilakukan dengan metode AHP dan pengolahan akhir menggunakan konsep OMAX.
18
MULAI
PERUMUSAN MASALAH
TUJUAN PENELITIAN
Identifikasi kebutuhan dan keinginan Stakeholder
Mengidentifikasi kontribusi stakeholder yang diinginkan perusahaan
Identifikasi strategi, proses dan kapabilitas
Identifikasi KPI
Menyusun Model Pengukuran Kinerja
KPIStrategi
KPIProses
KPIKapabilitas
Rancangan KPI Akhir
KPI sudah sesuai
Pembobotan dengan AHP
Pengukuran Kinerja IKM
Analisa dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
SELESAI
YA
TIDAK
3.6 Flow Chart Penelitian
Flow chart penelitian disajikan pada gambar 3.1.
19
Gambar. 3.1 Flow Chart Penelitian
20