Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 SISTEM IRIGASI
Irigasi secara umum didefinisikan sebagai kegiatan yang bertalian dengan usaha
untuk mendapatkan air guna menunjang kegiatan pertanian seperti sawah, ladang atau
perkebunan. Usaha tersebut menyangkut pembuatan sarana dan prasarana irigasi yaitu berupa
bangunan dan jaringan saluran untuk membawa dan membagi air secara teratur ke petak
irigasi yang selanjutnya digunakan untuk kebutuhan tanaman itu sendiri.
Usaha penyediaan air memiliki delapan kegunaan sebagai berikut :
1. Penambahan air ke dalam tanah untuk menyediakan air yang cukup untuk pertumbuhan
tanaman.
2. Menyediakan jaminan panen pada saat musim kemarau yang pendek.
3. Mendinginkan tanah dan atmosfer sehingga menimbulkan lingkungan yang baik untuk
pertumbuhan tanaman.
4. Mengurangi bahaya pembekuan
5. Mengurangi atau mencuci garam dalam tanah.
6. Mengurangi bahaya erosi tanah.
7. Melunakkan pembajakan dan gumpalan tanah.
8. Memperlambat pembentukan tunas.
3.1.1 Jenis-Jenis Sistem Irigasi
Ada 5 macam sistem irigasi yang kita gunakan. Pemilihan sistem mana yang akan
dipakai tergantung dari keadaan topografi, biaya dan teknologi yang ada.
Lima macam sistem irigasi itu adalah :
1. Irigasi Gravitasi (Open Gravitation Irrigation)
Sistem ini adalah sistem irigasi yang memanfaatkan gaya tarik bumi untuk pengaliran
airnya. Air mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat yang lebih rendah karena
pengaruh gaya gravitasi. Jenis irigasi yang termasuk sistem irigasi gravitasi adalah :
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 2
a. Irigasi genangan liar
Air dialirkan ke permukaan sawah melalui bangunan pengatur. Jenis irigasi ini
meliputi :
1) Irigasi tanah lebak (lebak tanah yang lebih rendah di sepanjang sungai)
Pada irigasi tanah lebak pada saat air besar (setelah hujan) air akan melimpah ke
sisi sungai. Pada saat air surut maka akan ada sedikit sisa air yang tertinggal.
2) Irigasi banjir
Pada dasarnya prinsipnya sama dengan irigasi tanah lebak, hanya saja pada
irigasi banjir ini dataran di sisi sungai bukan dataran lebak sehingga perlu
diadakan pintu air. Pintu ini dibuka sewaktu sungai mulai banjir agar air dapat
mengairi dataran sisi sungai. Bila air mulai surut maka pintu ditutup supaya air
tidak kembali ke sungai.
3) Irigasi pasang-surut
Sistem irigasi ini memanfaatkan adanya pasang surut dari air laut untuk mengairi
air sawah. Berbeda dengan irigasi pasang surut genangan liar, irigasi pasang
surut ini dapat dikendalikan sepenuhnya. Pada saat air pasang, diharapkan
lapisan air bagian atas yang masih tawar dapat memenuhi kebutuhan lahan,
sedangkan pada saat surut dilakukan proses drainase.
b. Irigasi genangan dari saluran
Pemberian dan pembuangan air dapat dikendalikan sepenuhnya, baik besar maupun
waktunya. Jenis ini meliputi :
1) Irigasi genangan
Digunakan untuk tanaman yang memerlukan banyak air (misalnya padi). Sistem
ini murah dalam penyelenggaraannya tetapi air yang digunakan sangat banyak
dan cenderung boros.
2) Irigasi petak jalur (border strip irrigation)
Jenis irigasi ini sangat baik untuk tembakau, jagung dan sebagainya. Dalam jenis
irigasi ini diusahakan agar lahan tidak terlalu landai supaya air cepat turun,
diperlukan pematang antara untuk mempercepat aliran tersebut.
3) Irigasi kotak (basin irrigation)
Jenis irigasi ini digunakan untuk perkebunan.
c. Irigasi alur dan gelombang
Air dilewatkan melalui alur-alur yang ada di sisi deretan tanaman.
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 3
Banyaknya alur tergantung pada :
1) Macam tanah
2) Kemiringan
3) Jenis tanaman
Kecepatan aliran tidak boleh terlalu besar agar tidak terjadi penggerusan.
2. Irigasi Bawah Tanah (subsurface Irrigation )
Tanah dialiri melalui bawah permukaannya. Air dialirkan melalui saluran-saluran yang
ada di sisi petak sawah. Akibat adanya air ini, muka air tanah pada petak-petak sawah
akan naik. Kemudian air tanah akan mencapai daerah perakaran secara kapiler. Dengan
demikian tanaman akan memperoleh air. Berikut beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi :
a. Lapisan tanah atas mempunyai permeabilitas yang cukup tinggi.
b. Lapisan tanah bawah cukup stabil dan kedap air berada pada kedalaman
c. 1.5 sampai 3 meter.
d. Permukaan tanah sangat datar
e. Air berkualitas baik dan berkadar garam rendah.
f. Organisasi pengatur berjalan dengan baik.
3. Irigasi Siraman (closed gravitation irrigation)
Pada sistem ini air akan disalurkan melalui jaringan pipa, kemudian disemprotkan ke
permukaan tanah dengan kekuatan mesin pompa air. Sistem ini lebih efisien
dibandingkan dengan cara gravitasi dan irigasi bawah tanah.
4. Irigasi tetesan (trickle irrigation)
Air irigasi disalurkan lewat jaringan pipa dan diteteskan tepat di daerah perakaran
tanaman. Irigasi ini juga menggunakan mesin pompa air sebagai tenaga penggerak.
Perbedaan dengan sistem irigasi siraman :
a. Pipa tersier jalurnya melalui pohon.
b. Tekanan yang dibutuhkan kecil, karena hanya diteteskan dengan tekanan lapangan 1
atm.
Sistem irigasi yang dipakai dalam pengerjaan tugas akhir “Rancangan Desain Rinci
(DED) Bangunan Bendung Utama dan Jaringan Irigasi D.I Sidey di Kabupaten Manokwari-
Papua” ini adalah sistem irigasi gravitasi genangan dari saluran irigasi genangan. Prinsip
sistem irigasi ini adalah saluran pembawa, saluran sawah dan saluran pembuang dibuat
terpisah dan diusahakan tidak saling berpotongan. Air disalurkan ke saluran pembawa, dari
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 4
saluran pembawa ini air disadap menggenangi petak-petak sawah. Air mengalir terus dari
saluran pembawa ke petak sawah tertinggi, kemudian mengalir ke petak sawah yang lebih
rendah. Air yang berkelebihan, yaitu air sisa yang mengalir dari petak sawah terakhir dari
suatu petak tersier, dibuang melalui saluran pembuangan. Idealnya setiap sawah mempunyai
tempat penyadapan dan pembuangan sendiri.
3.1.2 Data Untuk Perencanaan Irigasi
Terdapat beberapa data yang diperlukan dalam perencanaan irigasi, diantaranya:
1. Data Curah Hujan.
Diperlukan untuk menentukan curah hujan rencana di lokasi studi daerah irigasi D.I
Sidey, yang didapat dari stasiun curah hujan.
2. Data Evapotranspirasi
Data mengenai evapotranspirasi diperlukan untuk menentukan besarnya evaporasi
tanaman. Data-data yang diperlukan untuk perhitungan ini adalah temperatur,
kelembaban relatif, sinar matahari, angin, dll.
3. Data Topografi
Diperlukan peta topografi untuk melihat garis-gari kontur atau ketinggian di lokasi studi
daerah irigasi D.I Sidey.
4. Data Geoteknik
Diperlukan data mekanika tanah berupa sifat-sifat dan karakteristik tanah di lokasi studi.
5. dll
3.1.3 Jaringan Irigasi
Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas ,
jaringan irigasi dapat dibedakan kedalam 3 (tiga) tingkatan yaitu :
1. sederhana
2. semi teknis
3. teknis
Perbedaan dari klasifikasi jaringan irigasi diatas adalah berdasarkan bangunan utama,
kemampuan dalam mengatur dan mengukur debit, bentuk jaringan saluran, pengembangan
petak tersier, efisiensi secara keseluruhan, dan ukuran.
Dalam konteks standardisasi irigasi ini, hanya irigasi teknis saja yang ditinjau. Bentuk irigasi
yang lebih maju ini cocok untuk dipraktekkan di sebagian besar proyek irigasi di Indonesia,
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 5
termasuk dalam pengerjaan Tugas Akhir Jaringan Irigasi D.I Sidey Kabupaten Manokwari-
Papua.
Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok, yaitu :
- bangunan-bangunan utama (head works) dimana air diambil dari sumbernya, umumnya
sungai atau waduk
- jaringan pembawa, berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak tersier
- petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif air
irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air ditampung di dalam
suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier.
- sistem pembuang yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air lebih ke
sungai atau saluran-saluran alamiah.
1. Irigasi Nonteknis
Di dalam proyek-proyek pembagian air tidak diukur atau diatur, air lebih akan
mengalir ke selokan pembuang. Para pemakai air tergabung dalam suatu kelompok yang
sama dan tidak diperlukan keterlibatan pemerintah di dalam organisasi jaringan irigasi
semacam ini. Persediaan air biasanya melimpah dan kemiringan berkisar antara sedang
sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk
pembagian air.
Jaringan yang masih sederhana itu mudah diorganisasi tetapi memiliki
kelemahan-kelemahan yang serius. Kelemahan tersebut diantaranya yang pertama ada
pemborosan air dan karena pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air
yang terbuang itu tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur. Kedua,
terdapat banyak penyadapan yang memerlukan lebih banyak biaya lagi dari penduduk
karena setiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri. Karena bangunan
pengelaknya bukan bangunan tetap/permanen maka umurnya mungkin pendek.
2. Irigasi Semiteknis
Dalam kebanyakan hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi sederhana
dan jaringan semiteknis adalah bahwa yang belakangan ini bendungnya terletak di sungai
lengkap dengan pengambilan dan bangunan pengukur di bagian hilirnya. Mungkin juga
dibangun beberapa bangunan permanen di jaringan saluran. Sistem pembagian air
biasanya serupa dengan jaringan sederhana.
Kemungkinan bahwa pengambilan dipakai untuk melayani daerah yang lebih
luas daripada daerah layanan jaringan sederhana. oleh karena itu biayanya ditanggung
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 6
oleh lebih banyak daerah layanan. Organisasinya lebih rumit dan jika bangunan tetapnya
berupa bangunan pengambilan dari sungai maka diperlukan lebih banyak keterlibatan
dari pemerintah.
3. Irigasi Teknis
Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan teknis adalah pemisahan antara
jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Hal ini berarti bahwa baik saluran irigasi maupun
pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing dari pangkal hingga
ujung. Saluran irigasi mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang
mengalirkan air lebih dari sawah-sawah ke selokan-selokan pembuang alamiah yang
kemudian akan membuangnya ke laut.
Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Luas petak
tersier adalah maksimum 150 ha. Pembagian air di dalam petak tersier diserahkan kepada
petani. Jaringan-saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air
ditampung di dalam suatu jaringan saluran pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya
dialirkan ke jaringan pembuang primer.
Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip-prinsip di atas adalah cara
pembagian air yang paling efisien dengan memperhitungkan waktu-waktu merosotnya
persediaan air serta kebutuhan-kebutuhan pertanian. Jaringan teknis memungkinkan
dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih secara
efisien. Jika petak tersier hanya memperoleh air pada satu tempat saja dari jaringan
pembawa utama, hal ini akan memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit di saluran
primer, eksploitasi yang lebih baik dan pemeliharaan yang lebih murah dibandingkan
dengan apabila setiap petani diizinkan untuk mengambil sendiri air dari jaringan
pembawa. Kesalahan dalam pengelolaan air di petak-petak tersier juga tidak akan
mempengaruhi pembagian air di jaringan utama.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari jaringan gabungan semacam ini adalah
pemanfaatan air yang lebih ekonomis dan biaya pembuatan saluran lebih rendah karena
saluran pembawa dapat dibuat lebih pendek dengan kapasitas yang lebih kecil.
Kelemahan-kelemahannya adalah bahwa jaringan semacam ini lebih sulit diatur
dan dieksploitasi, lebih cepat rusak dan menampakkan pembagian air yang tidak merata.
Bangunan-bangunan tertentu di dalam jaringan tersebut akan memiliki sifat-sifat seperti
bendung dan relatif mahal.
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 7
3.2 BANGUNAN UTAMA
3.2.1 Pemilihan Lokasi Bendung
Untuk dapat mengalirkan air dari sumber air yaitu sungai ke daerah rencana areal
irigasi diperlukan suatu bangunan utama yang dapat mengendalikan air. Ada beberapa tipe
bangunan utama yang penggunaannya tergantung pada kecocokan tipe bangunan utama
dengan kondisi dan karakteristik lokasi rencana bangunan, baik dari segi teknis maupun non
teknis.
Untuk perencanaan tata letak jaringan irigasi terdiri dari tata letak bangunan utama,
saluran pembawa, saluran pembuang, pembagian petak-petak tersier serta bangunan bagi
sadap. Di dalam suatu perencanaan harus dapat menentukan tipe bangunan, jumlah dan
besarnya bangunan air dalam rangka mencari efektifitas pengambilan air. Pada umumnya
penentuan lokasi, bentuk dan tipe serta perencanaan pendahuluan bangunan utama harus
ditinjau dari berbagai alternatif yang masing-masing alternatif mempunyai keuntungan dan
kerugian yang akan diperbandingkan dalam menetapkan pilihan.
Pemilihan lokasi bendung yang dibicarakan dalam hal ini yaitu bendung tetap
permanen untuk irigasi. Dalam pemilihan hendaknya dipilih lokasi yang paling
menguntungkan dari berbagai segi, yaitu dari segi perencanaan, pengamanan bendung
pelaksanaan pengoperasian, dampak pembangunan dan sebagainya. Pemilihan lokasi bendung
juga mempertimbangkan pengaruh timbal balik antara morfologi sungai dan bangunan lain
yang ada dan yang akan dibangun.
Lokasi bendung dipilih atas pertimbangan beberapa aspek yaitu:
1. Keadaan Topografi
a. Harus dilhat elevasi sawah tertinggi yang akan diairi, sehingga semua daerah rencana
irigasi dapat terairi.
b. Bila elevasi sawah tertinggi yang akan diairi telah diketahui, maka elevasi mercu
bendung dapat ditentukan sehingga ketinggian mercu bendung dari dasar sungai
dapat pula direncanakan.
2. Kondisi Topografi
Perlu memperimbangkan beberapa aspek kondisi topografi dari lokasi bendung, yaitu:
a. Ketinggian bendung tidak terlalu tinggi. Bila bendung dibangun di palung sungai,
maka sebaiknya ketinggian bendung dari dasar sungai tidak lebih dari 7 (tujuh)
meter, sehingga tidak menyulitkan pelaksanaannya.
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 8
b. Trace saluran induk terletak di tempat yang baik. Misalnya penggaliannya tidak
terlalu dalam dan tanggul tidak terlalu tinggi. Agar tidak menyulitkan pelaksanaan,
penggalian saluran induk tidak dibatasi sampai dengan kedalaman 8 (delapan) meter,
bila masalah ini dijumpai maka sebaiknya lokasi bendung dipindah ke tempat lain.
Kedalaman saluran induk yang diijinkan sampai tanah dasar cukup baik dan saluran
tidak terlalu panjang.
c. Penempatan lokasi intake yang tepat dilihat dari segi hidraulik dan angkutan
sedimen, sehingga aliran ke intake tidak mengalami gangguan dan angkutan sedimen
yang akan masuk ke intake juga dapat dihindari. Untuk menjamin aliran lancar
masuk ke intake, salah satu syaratnya, intake harus terletak di tikungan luar aliran
atau di bagian sungai yang lurus dan harus dihindari penempatan intake di tikungan
dalam aliran.
3. Kondisi Hidraulik dan Morfologi Sungai
a. Pola aliran sungai; kecepatan dan arahnya pada waktu debit banjir, sedang dan
kecil.
b. Kedalaman dan lebar muka air pada waktu debit banjir, sedang dan kecil.
c. Tinggi muka air pada debit air rencana.
d. Potensi dan distribusi angkutan sedimen.
Bila persyaratan diatas tidak terpenuhi maka dipertimbangkan pembangunan bendung
dilokasi lain misalnya di sudetan sungai atau dengan jalan membangun pengendalian
sungai.
4. Kondisi Tanah Fundasi
Bendung harus ditempatkan di lokasi dimana tanah fundasinya cukup baik sehingga
pembangunan akan stabil. Faktor lain yang harus dipertimbangkan yaitu potensi
kegempaan, potensi gerusan karena arus dan sebagainya. Secara teknik bendung dapat
ditempatkan di lokasi sungai dengan tanah fundasi yang kurang baik, tetapi bangunan
akan membutuhkan biaya yang tinggi, peralatan yang lengkap dan pelaksanaan yang
tidak mudah.
5. Biaya Pelaksanaan
Beberapa alternatif lokasi harus dipertimbangkan, yang selanjutnya biaya pelaksanaan,
cara pelaksanaan, peralatan dan tenaga dapat ditentukan. Dari beberapa alternatif lokasi
ditinjau pula dari segi biaya yang paling murah dan pelaksanaan yang tidak terlalu sulit.
6. Faktor-Faktor Lain
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 9
Mempertimbangkan penggunaan lahan disekitar bendung, kemungkinan pengembangan
daerah disekitar bendung, perubahan morfologi sungai, daerah genangan yang tidak
terlalu luas dan ketinggian tanggul banjir.
3.2.2 Bendung Pelimpah
3.2.2.1 Definisi dan fungsi
Menurut Standar Tata Cara Perencanaan Umum Bendung, yang diartikan
dengan bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun
melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air
atau untuk mendapatkan tinggi air terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan
secara gravitasi ke tempat yang membutuhkannya. Sedangkan bangunan air adalah
setiap pekerjaan sipil yang dibangun dibadan sungai untuk berbagai keperluan.
Bendung tetap adalah bendung yang terdiri dari ambang tetap, sehingga
muka air banjir tidak dapat diatur elevasinya. Pada umumnya dibangun di sungai-
sungai ruas hulu dan tengah.
Bendung berfungsi untuk meninggikan taraf muka air, agar air sungai dapat
disadap sesuai dengan kebutuhan dan untuk mengendalikan aliran, angkutan sedimen
dan geometri sungai sehingga air dapat dimanfaatkan secara aman, efektif, efisien
dan optimal.
Bendung sebagai pengatur tinggi muka air sungai dapat dibedakan menjadi
bendung pelimpah dan bendung gerak. Dalam bab kajian pustaka ini, yang dibahas
adalah bendung pelimpah yang terbuat dari pasangan batu. Bendung pelimpah yang
dibangun melintang di sungai, akan memberikan tinggi air minimum pada bangunan
intake untuk keperluan irigasi. Merupakan penghalang selama terjadinya banjir dan
dapat menyebabkan genangan di udik bendung.
Bendung pelimpah terdiri dari tubuh bendung dan mercu bendung. Tubuh
bendung merupakan ambang tetap yang berfungsi untuk meninggikan taraf muka air
sunga. Mercu bendung berfungsi untuk mengatur tinggi air minimum, melewatkan
debit banjir, dan untuk membatasi tinggi genangan yang akan terjadi di udik
bendung. Nama bendung biasanya diambil dari nama sungai atau nama kampung
atau desa di sekitar bendung tersebut.
3.2.2.2 Klasifikasi bendung
Bendung berdasarkan fungsinya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 10
1. Bendung Penyadap
Digunakan sebagai penyadap aliran sungai untuk berbagai keperluan seperti
untuk irigasi, air baku dan sebagainya.
Gambar 3.1 Bendung Penyadap
2. Bendung Pembagi Banjir
Dibangun di percabangan sungai untuk mengatur muka air sungai, sehingga
terjadi pemisahan antara debit banjir dan debit rendah sesuai dengan
kapasitasnya.
3. Bendung Penahan Pasang
Dibangun di bagian sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut antara lain
untuk mencegah masuknya air asin.
Gambar 3.2 Bendung Penahan Pasang
Berdasarkan tipe strukturnya bendung dapat dibedakan atas:
1. Bendung Tetap
2. Bendung Bergerak
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 11
3. Bendung kombinasi
4. Bendung Kembang Kempis
5. Bendung Bottom Intake.
Ditinjau dari segi sifatnya bendung dapat pula dibedakan atas:
1. Bendung permanen seperti bendung pasangan batu, beton dan kombinasi beton
dan pasangan batu.
2. Bendung semi permanen seperti bendung bronjong, cerucuk kayu dan
sebagainya.
Gambar 3.3 Bendung Semi Permanen
3. Bendung darurat, yang dibuat oleh masyarakat pedesaan seperti bendung
tumpukan batu dan sebagainya.
3.2.2.3 Tata letak bendung dan perlengkapannya
Bendung tetap yang terbuat dari pasangan batu untuk keperluan irigasi terdiri atas
berbagai komponen yang mempunyai fungsi masing-masing, yaitu:
1. Tubuh bendung
Terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung dengan bangunan peredam
energinya.
2. Bangunan intake
Terdiri dari lantai/ambang dasar, pintu, dinding banjir, pilar penempatan pintu,
saringan sampah, jembatan pelayan, rumah pintu, dan perlengkapan lainnya.
3. Bangunan pembilas
Dengan under sluice atau tanpa undersluice, pilar penempatan pintu, pintu bilas,
jembatan pelayan, rumah pintu, saringan batu dan perlengkapan lainnya.
4. Bangunan perlengkapan lain
Perlengkapan lain yang harus ada pada bendung terdiri dari tembok pangkal,
sayap bendung, lantai udik dan dinding rantai, pengarah arus tanggul banjir dan
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 12
tanggul penutup atau tanpa tanggul, penangkap sedimen atau tanpa penangkap
sedimen, tangga, penduga muka air, dan sebagainya.
5. Penangkap Sedimen
3.2.2.4 Bentuk bendung pelimpah
Bendung untuk melimpahkan aliran sungai tubuh bendungnya harus kuat
dan stabil. Untuk itu bentuk tubuh bendung bagian udiknya dapat dibuat tegak atau
miring. Sedangkan bagian hilirnya dengan kemiringan. Berikut beberapa bentuk
pelimpah:
1. Pelimpah Lurus
Umumnya banyak digunakan untuk bendung tetap. Dibangun melintang di
palung sungai dan tegak lurus antara tembok pangkal dan pilar pembilas
bendung. Mengarah tegak lurus terhadap aliran utama sungai. Aliran sungai
yang keluar dari bendung ke hilir akan merata dan tidak terkonsentrasi pada satu
bagian, sehingga penggerusan setempat di hilir bendung tidak terpusat pada
suatu tempat.
Gambar 3.4 Pelimpah Lurus
2. Pelimpah Lengkung
Bentuk ini tidak banyak dijumpai. Lengkungan pelimpah berbentuk cembung
mengarah ke udik. Jarak lengkungan biasanya sekitar 1/10 s.d 1/20 dari lebar
bentang. Bentuk ini akan melimpahkan aliran sungai lebih besar dibandingkan
dengan bentuk lurus karena bentangnya lebih panjang. Umumnya dibangun di
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 13
daerah dasar sungai dari jenis batuan keras sehingga penggerusan setempat hilir
bendung tidak perlu dikhawatirkan.
Gambar 3.5 Pelimpah Lengkung
3. Pelimpah Bentuk U
Banyak dijumpai di tengah kota Tasikmalaya. Antara lain dimaksudkan agar
dapat melimpahkan aliran sungai dari sisi yang lain, karena di udik bendung
terdapat percabangan sungai.
Gambar 3.6 Pelimpah Bentuk U
4. Pelimpah Bentuk Gergaji
Kapasitas pelimpahan akan menjadi jauh lebih besar dan dapat dikembangkan di
daerah pedataran untuk mengurangi daerah genangan banjir di bagian udik
bendung.
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 14
Gambar 3.7 Pelimpah Bentuk Gergaji
3.2.3 Mercu Bendung
3.2.3.1 Definisi dan fungsi
Mercu bendung yaitu bagian teratas tubuh bendung dimana aliran dari udik
dapat melimpah ke hilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum di
sungai bagian udik bendung, sebagai pengenpang sungai dan sebagai pelimpah aliran
sungai. Letak mercu bendung bersama-sama tubuh bendung diusahakan tegak lurus
arah aliran sungai agar aliran yang menuju bendung terbagi merata.
3.2.3.2 Bentuk mercu bendung
Bentuk mercu bendung tetap yaitu:
1. mercu bulat dengan satu jari-jari pembulatan
2. mercu bulat dengan dua jari-jari pembulatan
3. mercu tipe Ogee, SAF.
4. mercu ambang lebar
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 15
Gambar 3.8 Bentuk Mercu Ogee
Bentuk mercu bendung yang lazim digunakan di Indonesia yaitu bentuk mercu bulat.
Hal ini dikarenakan:
1. bentuknya sederhana sehingga mudah dalam pelaksanaannya.
2. mempunyai bentuk mercu yang besar, sehingga lebih tahan terhadap benturan
batu gelundung, bongkah dan sebagainya.
3. tahan terhadap goresan atau abrasi, karena mercu bendung diperkuat oleh
pasangan batu candi dan beton.
4. pengaruh kavitasi hampir tidak ada atau tidak begitu besar asalkan radius mercu
bendung memenuhi syarat minimum yaitu 0,7 h < R < h.
Bendung bermercu bulat memiliki harga koefisien debit yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan koefisien bendung ambang lebar. Karena itu bendung
berambang lebar hampir tidak digunakan lagi pemakaiannya.
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 16
Gambar 3.9 Bentuk Mercu Bendung Bulat
3.2.3.3 Tinggi mercu bendung
Tinggi mercu bendung, p, yaitu ketinggian antara elevasi lantai udik/dasar
sungai di udik bendung dan elevasi mercu. Dalam penentuan ketinggian mercu
bendung ini, belum ada rumus atau ketentuan yang pasti. Hanya berdasarkan
pengalaman dengan pertimbangan stabilitas bendung.
Dalam menentukan tinggi mercu bendung maka harus dipertimbangkan
beberapa hal berikut:
1. kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekan.
2. Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan.
3. Tinggi muka air genangan yang akan terjadi.
4. Kesempurnaan aliran pada bendung.
5. Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bendung.
Tinggi mercu bendung, p, dianjurkan tidak lebih dari 4,00 meter dan
minimum 0,5 H. Jika, p, lebih tinggi dari 4,00 meter yang biasa terjadi untuk
bendung-bendung dengan lokasi di sudetan maka elevasi lantai dasar udik dapat
diletakkan lebih tinggi dari dasar sungai.
3.2.3.4 Panjang mercu bendung
Panjang mercu bendung atau disebut juga lebar bentang bendung, yaitu
jarak antara 2 (dua) tembok pangkal bendung (abument), termasuk lebar bangunan
pembilas dan pilar-pilarnya. Ini disebut panjang mercu bruto.
Sedangkan panjang mercu bendung efektif, yaitu panjang mercu bendung
bruto dikurangi dengan lebar pilar dan pintu pembilas. Artinya panjang mercu
bendung yang efektif melewatkan debit banjir desain. Panjang mercu bendung efektif
lebih pendek daripada panjang mercu bendung bruto.
Dalam penentuan panjang mercu bendung, maka harus mempertimbangkan
terhadap:
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 17
1. Kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup.
2. Batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit desain.
Berkaitan dengan itu panjang mercu dapat diperkirakan:
1. Sama lebar dengan lebar rata-rata sungai stabil atau pada debit penuh alur (bank
full discharge).
2. Umumnya diambil sebesar 1,2 kali lebar sungai rata-rata, pada ruas sungai yang
stabil.
3.2.3.5 Penentuan elevasi mercu bendung
Elevasi mercu bendung ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan:
1. elevasi sawah tertinggi yang akan diairi,
2. keadaan tinggi air di sawah,
3. kehilangan tekanan mulai dari intake sampai dengan saluran tersier ditambah
kehilangan tekanan akibat eksploitasi,
4. tekanan yang diperlukan agar dapat membilas sedimen di undersluice dan
kantong sedimen,
5. pengaruh elevasi mercu bendung terhadap panjang bendung untuk mengalirkan
debit banjir rencana,
6. untuk mendapatkan sifat aliran sempurna.
7. harus terpenuhi pencapaian pengaliran ke seluruh wilayah pengaliran,
8. perkiraan respon morfologi sungai di bagian udik dan hilir terhadap bendung
pada elevasi tersebut,
9. kestabilan bangunan secara keseluruhan, biaya pembangunan, dengan tidak
menutup kemungkinan pemilihan lokasi lain.
3.2.3.6 Tinggi muka air di atas mercu bendung
Tinggi muka air di atas mercu dapat dihitung dengan persamaan tinggi
energi-debit, untuk ambang bulat dan pengontrol segi empat yaitu:
23
)3/2(3/2 HxBxgxxxCQ effdd
Dimana:
dQ = debit banjir rencana (desain), det/3m .
dC = koefisien debit = 210 CxCxCCd
g = percepatan gravitasi, 2det/m .
effB = panjang mercu efektif, m.
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 18
H = tinggi energi diatas mercu, m.
Dalam penentuan harga koefisien debit, dC , dapat dilihat pada Standar
Perencanaan Irigasi KP.02.
3.2.4 Bangunan Intake
3.2.4.1 Definisi dan fungsi
Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendung yang berfungsi
sebagai penyadap aliran sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen serta
menghindarkan sedimen dasar sungai dan sampah masuk ke intake. Terletak
dibagian sisi bendung, di tembok pangkal dan merupakan satu kesatuan dengan
bangunan pembilas.
3.2.4.2 Tata letak
Tata letak intake diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi fungsinya dan
biasanya diatur seperti berikut:
1. sedekat mungkin dengan bangunan pembilas
2. merupakan satu kesatuan dengan pembilas
3. tidak menyulitkan penyadapan aliran
4. tidak menimbulkan pengendapan sedimen dan turbulensi aliran di udik intake.
Pertimbangan yang utama dalam merencanakan tata letak intake adalah
kebutuhan penyadapan debit dan mengelakkan sedimen agar tidak masuk ke intake.
Selain itu harus dipikirkan juga kemungkinan pengembangan, kehilangan tinggi
tekan, dan sebagainya.
Berkaitan dengan pengurangan angkutan sedimen ke saluran terutama fraksi
pasir atau yang lebih besar dari itu maka bangunan intake adalah pertama-tama untuk
pengendaliannya. Dalam hal ini mulut intake diatur sedemikian rupa sehingga
terletak tidak terlalu dekat dan tidak juga terlalu jauh dari pintu pembilas.
Jika terlalu dekat dengan pintu pembilas maka pengaliran ke intake akan terganggu
oleh tembok baya-baya. Dan jika terlalu jauh, bangunan undersluice akan semakin
panjang.
3.2.4.3 Macam intake
1. Intake Biasa
Intake biasa yaitu intake dengan pintu berlubang satu atau lebih dan dilengkapi
dengan pintu dinding banjir, dan perlengkapan lainnya.
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 19
Lebar satu pintu tidak lebih dari 2,50 m dan diletakkan dibagian udik. Pengaliran
melalui bawah pintu dan besarnya debit diatur melalui tinggi bukaan pintu.
Gambar 3.10 Intake Biasa
2. Intake Gorong-Gorong
Tanpa pintu di udik dan pintu-pintu diletakkan dibagian hilir gorong-gorong.
Lubang intake lebih dari satu dengan lebar masing-masing lubang kurang dari
2,50 m. Jika dilihat dari arah sungai/bendung mulut intake tidak kelihatan karena
tenggelam. Pengoperasian pintu intake dilakukan secara mekanis, bila tidak akan
sangat berat.
Gambar 3.11 Intake Gorong-Gorong
3. Intake Frontal
Intake diletakkan di tembok pangkal, jauh dari bangunan pembilas/bendung.
Arah aliran sungai dari udik frontal terhadap mulut intake sehingga tidak
menyulitkan penyadapan aliran.
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 20
Gambar 3.12 Intake Frontal
4. Dua Intake di Satu Sisi Bendung
Pintu intake untuk sisi yang lain diletakkan di pilar pembilas bendung.
Pengaliran ke sisi yang lain tersebut melalui gorong-gorong didalam tubuh
bendung. Jumlah gorong-gorong dapat dua buah. Gorong-gorong yang
umumnya dipakai yaitu yang berbentuk bulat.
3.2.5 Bangunan Pembilas
3.2.5.1 Definisi dan fungsi
Bangunan pembilas adalah salah satu perlengakapan pokok bendung yang
terletak di dekat dan menjadi satu kesatuan dengan intake. Berfungsi untuk
menghindarkan angkutan sedimen dasar dan mengurangi angkutan muatan sedimen
layang masuk ke intake.
3.2.5.2 Macam bangunan pembilas
Bangunan pembilas dapat dibedakan menjadi:
1. tipe konvensional tanpa undersluice,
2. tipe undersluice dan shunt undersluice.
Bangunan pembilas konvensional terdiri dari satu dan dua lubang pintu.
Umumnya dibangun pada bendung-bendung kecil dengan bentang berkisar 20,0
meter dan banyak terdapat pada bendung tua peninggalan Belanda di Indonesia.
Bangunan pembilas dengan undersluice banyak dijumpai pada bendung yang
dibangun sesudah tahun 1970-an, untuk bendung irigasi teknis. Ditempatkan pada
bentang dibagian sisi yang arahnya tegak lurus sumbu bendung.
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 21
Bangunan pembilas shunt undersluice digunakan pada bendung di sungai ruas hulu,
untuk menghindarkan benturan batu dan benda padat lainnya terhadap banguna.
3.2.5.3 Tata letak
Tata letak bangunan pembilas undersluice diatur sebagai berikut:
1. merupakan satu kesatuan dengan bangunan intake,
2. pintu pembilas diletakkan segaris dengan sumbu bendung,
3. bangunan diletakkan di sisi luar tubuh bendung dekat tembok pangkal, arahnya
tegak lurus sumbu bendung.
4. Mulut undersluice mengarah ke udik bukan ke arah samping.
Tata letak bangunan pembilas shunt undersluice diatur sebagai berikut:
1. satu kesatuan dengan bangunan intake,
2. ditempatkan di bagian luar tubuh bendung dan atau di luar tembok pangkal
bendung,
3. mulut undersluice mengarah ke samping bukan ke arah udik,
4. pilar pembilas berfungsi sebagai tembok pangkal.
3.3 PERENCANAAN SALURAN
Air irigasi dari sumber air ke petak-petak sawah yang direncanakan dan air buangan
dari petak-petak sawah tersebut disalurkan melalui salurang pembuangan. Saluran penyalur
dan saluran pembuangan ini merupakan saluran atau jaringan irigasi. Dilihat dari fungsinya
saluran irigasi dapat dibagi atas :
1. Saluran Pembawa
Berfungsi membawa air dari sumber ke petak sawah. Dilihat dari tingkat
percabangannya, dapat dibedakan menjadi :
a. Saluran Primer
Berfungsi membawa air dari sumbernya dan membagikannya ke saluran sekunder.
Air yang dibutuhkan untuk saluran irigasi didapat dari sungai, danau atau waduk.
Pada umumnya pengairan yang didapat dari sungai jauh lebih baik dari yang lainnya
karena mengandung banyak zat lumpur yang merupakan pupuk bagi tanaman.
Pertama-tama terlebih dahulu dibahas dari peta situasi yang telah dibuat apakah
daerah yang akan dialiri itu cukup dilayani dengan sebuah saluran primer saja atau
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 22
harus beberapa saluran primer. Yang belakangan sudah tentu merupakan keharusan
jika daerah yang akan diairi terletak sepanjang kanan kiri sungai kecuali untuk
keadaan tertentu dimana saluran primer tidak mungkin dibuat ke kiri dan ke kanan.
Untuk daerah yang berbentuk panjang, yang menjurus ke arah sungai sebaiknya
digunakan beberapa saluran primer yang masing-masing menerima air langsung dari
sungai, sehingga harus dibuat beberapa penyadapan sungai sehingga pembuatan
meningkat. Akan tetapi dibalik biaya meningkat tersebut juga terdapat biaya
pembuatan saluran yang lebih murah karena saluran-saluran primer dari beberapa
bendung yang berturut-turut akan lebih kecil ukurannya.
Jika sungai maupun daerah yang akan diairi mempunyai kemiringan agak besar,
sebaiknya daerah tersebut dibagi-bagi atas beberapa daerah irigasi yang lebih kecil,
karena saluran primer memerlukan beberapa bendung dan bangunan lainnya yang
mahal agar kemiringan saluran tersebut maupun kecepatan airnya tidak terlalu besar.
Akan tetapi jika daerah yang akan di airi itu di bagi atas beberapa daerah irigasi yang
lebih kecil maka airnya dengan mudah dapat disalurkan oleh sungai itu sendiri yang
disekitarnya disadap untuk memberikan air.
b. Saluran Sekunder
Dari saluran primer air disadap oleh saluran-saluran sekunder untuk mengairi daerah-
daerah yang sedapat mungkin dikitari oleh saluran -saluran alam yang dapat
digunakan untuk membuang air hujan dan air yang kelebihan. Jadi luas petaknya
tergantung pada keadaan tanah juga jalan kereta api, jalan raya yang dapat
merupakan batas-batas yang juga dapat sekaligus berfungsi sebagai saluran inspeksi
dari saluran sekunder. Untuk mengairi petak sekunder yang jauh dari bangunan
penyadap, kita gunakan saluran muka supaya tidak perlu membuat bangunan
penyadap.
Fungsi utama dari saluran sekunder adalah membawa air dari saluran primer dan
membagikannya ke saluran tersier. Sedapat mungkin saluran pemberi merupakan
saluran punggung sehingga dengan demikian kita bisa membagi air pada kedua belah
sisi. Dalam silangan dengan jalan raya atau jalan kereta api maupun yang lain
sedapat mungkin sedikit bangunan saja. Biasanya dibutuhkan bangunan terjun atau
selokan-selokan dengan saluran curam.
Yang dimaksud dengan saluran punggung adalah saluran yang memotong atau
melintang terhadap garis tinggi sedemikian rupa sehingga melalui daerah (titik
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 23
tertinggi) dari daerah sekitarnya. Jadi saluran ini melalui punggung ketinggian tanah
setempat, hingga dapat mengairi daerah sebelah kiri maupun kanan.
c. Saluran Tersier
Fungsi utamanya adalah membawa air dari saluran sekunder dan membagikannya ke
petak-petak sawah. dengan luas petak maksimal adalah 150 Ha. Jika saluran tersier
disadap dari saluran sekunder yang merupakan saluran garis tinggi maka saluran
tersier dapat mengalirkan air dalam dua arah.
2. Saluran Pembuang
Fungsinya adalah membuang air yang berlebihan dari petak-petak sawah ke sungai.
Biasanya digunakan saluran lembah yaitu saluran yang memotong atau melintang
terhadap garis tinggi sedemikian rupa hingga melewati titik terendah dari daerah
sekitarnya. Jadi saluran lembah melalui lembah dari ketinggian tanah setempat. Agar
saluran ini dapat mengairi daerah sekitarnya maka permukaan airnya harus dinaikkan
dengan jalan membangun bendung pada tempat-tempat tertentu.
3.4 BANGUNAN PELENGKAP
3.4.1 Bangunan Bagi dan Sadap
1. Bangunan bagi terletak di saliuran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan
berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih.
2. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke saluran
tersier penerima.
3. Bangunan bagi dan sadap dapat digabung menjadi suatu rangkaian bangunan.
4. Box-box di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluaran atau lebih
3.4.2 Bangunan-Bangunan Pengukur dan Pengatur
Aliran akan diukur di hulu saluran primer, di cabang saluran jaringan primer dan di
bangunan sadap sekunder maupun tersier. Peralatan ukur dapat dibedakan menjadi alat ukur
aliran atas bebas dan alat ukur aliran bawah.
Berikut beberapa alat-alat pengukur yang dipakai antuk mengatur aliran air, yaitu:
1. Di hulu saluran primer
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 24
Untuk aliran besar alat ukur ambang lebar dipakai untuk pengukuran dan pintu sorong
atau radial untuk alat pengatur.
2. Di bangunan bagi/bangunan sadap sekunder
Pintu Romijn dan pintu Crump-de Gruyter dipakai untuk mengukur dan mengatur aliran.
3. Bangunan sadap tersier
Dipakai pintu Romijn atau jika fluktuasi di saluran besar dapat dipakai alat ukur Crump–
de Grutler.
Bangunan-bangunan pengatur muka air mengatur/mengontrol muka air di jaringan
irigasi utama sampai batas-batas yang diperlukan untuk memberikan debit yang konstan
kepada bangunan sadap tersier. Bangunan pengatur diperlukan ditempat-tempat dimana tinggi
muka air di saluran di pengaruhi oleh bangunan terjun. Untuk mencegah menurunnnya muka
air di saluran, dipakai mercu tetap atau celah control trapesium.
3.4.3 Bangunan Pembawa
Bangunan pembawa berfungsi membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir saluran.
Aliran melalui bangunan ini bisa superkritis atau subkritis.
1. Bangunan pembawa dengan aliran superkritis
Diperlukan di tempat-tempat dimana lereng medannya lebih curam daripada kemiringan
saluran.
a. Bangunan terjun
b. Dengan ini menurunnya, muk air (dengan tinggi energi) dipusatkan di satu tempat.
c. Got miring
Dibuat bila trase saluran terlewati luas medan dengan kemiringan tajam dan jumlah
perbedaan tinggi energi yang besar.
2. Bangunan pembawa dengan aliran subkritis
a. Gorong-gorong
Dipasang di tempat-tempat dimana saluran lewat di bawah bangunan (jalan, rel KA,
dll) atau bila pembuang lewat di bawah saluran.
b. Talang
Dipakai untuk mengalirkan air irigasi diatas saluran lainnya, saluran pembuang
alamiah atau cekungan dan lembah-lembah.
c. Sipon
Bab III Tinjauan Pustaka
Rancangan Teknis Rinci (DED) Bangunan Utama Bendung dan Jaringan Irigasi D.I. Sidey III - 25
Merupakan saluran tertutup yang direncanakan untuk mengalirkan air secara penuh
dan dipengaruhi oleh tinggi tekan.
Dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan menggunakan gavitasi di bawah
saluran pembuang, cekungan, anak sungai atau sungai . Sipon juga dipakai untuk
melewatkan air dibawah jalan, rel keret api, dan bangunan-bangunan lain.
d. Jembatan sipon
Merupakan saluran tertutup yang bekerja atas dasar tinggi tekan dan dipakai untuk
mengurangi ketinggian bangunan pendukung di atas lembah yang dalam
e. Flume
Flume memiliki potongan melintang berbentuk persegi empat atau setengah bulat
dan aliran dalam flume merupakan aliran bebas.
Ada beberapa tipe yang dipakai untuk mengalirkan air irigasi melalui situasi-situasi
medan tertentu, misalnya :
1) Flume tumpu (bench flume), untuk mengalirkan air di sepanjang lereng bukit
yang curam.
2) Flume elevasi (elevated flume), untuk menyeberangkan air irigasi lewat di atas
saluran pembuang atau jalan air lainnya.
3) Flume, dipakai bila batas pembebasan tanah (right of way) terbatas atau jika
bahan tanah tidak cocok untuk membuat potongan melintang saluran trapesium
biasa.