18
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Implementasi KPS melalui Model Pembelajaran 3.1.1 Keterlaksanaan Pembelajaran
Berdasarkan hasil observasi KPS melalui pelaksanaan model
pembelajaran di kelas VIII SMP Swasta Y kota Salatiga menunjukkan
bahwa setiap aspek keterampilan proses sains sudah muncul pada
masing-masing pertemuan. Aspek KPS yang muncul bervariasi, hal ini
disebabkan karena aspek KPS dipengaruhi oleh sintaks model
pembelajaran. Pada saat proses pembelajaran guru telah melakukan
kegiatan pembelajaran yang dapat melatih KPS seperti kegiatan
praktikum, kegiatan mantel ahli, dan kegiatan role playing.
Tabel 3.1 Aspek KPS yang Muncul pada Proses Pembelajaran
No Aspek KPS Pertemuan
1 2 3 4 5
1 Keterampilan Mengamati
-
2 Keterampilan Mengelompokan/klasifikasi
-
3 Keterampilan Menafsirkan (Interpretasi)
- - - -
4 Keterampilan Memprediksi
- - - -
5 Keterampilan Komunikasi
- -
6 Keterampilan Mengajukan Pertanyaan
-
7 Keterampilan Merumuskan Hipotesis
- - - -
8 Keterampilan Merencanakan Percobaan
- - - -
9 Keterampilan Menerapkan Konsep
- -
Model
Pembelajaran
Pra-ktikum
Mantel Ahli
Mantel
Ahli
Diskusi Role
playing
Role playing
dan ceramah
19
Aspek keterampilan mengamati pada proses pembelajaran
materi pokok sistem pencernaan. Siswa diminta untuk mengamati
perubahan warna yang terjadi pada makanan ketika ditetesi reagen
iodine/lugol dan biuret, serta membedakan makanan yang
mengandung karbohidrat dan protein. Pada aspek keterampilan
klasifikasi muncul ketika siswa diminta guru untuk mencatat hasil
pengamatan yang sudah dilakukan, pada materi organ-organ sistem
pencernaan guru menjelaskan organ-organ manusia, kemudian siswa
dibimbing oleh guru untuk mengelompokkan organ-organ sistem
pencernaan manusia dengan menggunakan strategi mantel ahli. Siswa
diminta guru untuk merangkai alat-alat yang sudah disediakan guru
menjadi serangkaian organ sistem pencernaan, serta siswa dibimbing
untuk bermain menggunakan metode role playing tentang organ-organ
sistem pencernaan. Pada aspek komunikasi siswa diminta guru untuk
mempersentasikan hasil praktikum nutrisi pada makanan didepan,
mempersentasikan hasil rangkaian organ-organ sistem pencernaan,
dan melakukan kegiatan bermain peran atau role playing tentang
organ-organ manusia. Keterampilan mengajukan pertanyaan
ditunjukkan melalui kegiatan aktivitas guru bertanya tentang materi
yang disampiakan, salah satu contoh pertanyaan yang ditanyakan
kepada siswa antara lain 1).“Kenapa siswa memilihi makanan hanya
karena rasanya bukan karena nutrisi”. 2). bagaimana proses makanan
dicerna didalam tubuh”. Pada aspek keterampilan merumuskan
hipotesis, siswa dibimbing guru untuk membuat hipotesis sebelum
melakukan kegiatan praktikum nutrisi pada makanan di LKS yang sudah
tersedia. Aspek keterampilan merencanakan percobaan, siswa
dibimbing oleh guru untuk mengambil alat dan bahan yang akan
digunakan dalam praktikum nutrisi pada makanan. Pada aspek
keterampilan menerapkan konsep, siswa dibimbing guru untuk
menjelaskan hal yang baru didapat dan diketahui dari proses kegiatan
praktikum, siswa menjelaskan organ-organ sistem pencernaan pada
manusia dengan bimbingan guru melalui kegiatan menggunakan
mantel ahli dan bermain peran atau role playing.
3.1.2 Wawancara Terhadap Guru Berdasarkan wawancara dengan guru IPA Biologi di SMP Swasta
Y kota Salatiga guru telah menggunakan metode dan model
pembelajaran yang tidak bersifat teacher centered. Pada materi pokok
20
sistem pencernaan, guru menerapkan model pembelajaran discovery
learning. Metode yang digunakan guru adalah diskusi, ceramah, tanya
jawab, dan praktikum. Respon siswa dalam penggunaan model dan
metode pembelajaran yang digunakan dapat terlaksana karena siswa
kelas VIII sangat aktif ketika praktikum. Saat berlangsungnya kegiatan
praktikum siswa antusias dalam melakukan uji makanan yang
mengandung karbohidrat dan protein, juga dapat membedakan warna
makanan yang diuji. Pada pertemuan ke 5 guru mengadakan role
playing tentang organ sistem pencernaan dimana siswa sangat
menyiapkan peralatan yang akan digunakan pada saat role paying.
Siswa didorong untuk menghafalkan materi pada saat kegiatan role
playing. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru dapat melatih
keterampilan proses sains siwa sehinggah pembelajaran biologi
berjalan efektif. Keterampilan yang muncul pada saat praktikum
meliputi keterampilan mengamati, klasifikasi/mengelompokkan,
membuat hipotesis, menerapkan konsep, mengajukan pertanyaan dan
merencanakan percobaan. Keterampilan siswa dalam kegiatan
praktikum sudah memperlihatkan peningkatan pada setiap
pertemuannya. namun guru harus tetap mendamping siswa melalui
pemberian instruksi mengenai langkah kerja di LKS.
3.2 Profil Keterampilan Proses Sains Siswa
Berdasarkan data hasil penelitian KPSdi SMP Y (Swasta) kota
Salatiga, KPS siswa yang diukur meliputi aspek keterampilan
mengamati, keterampilan klasifikasi/menggolongkan keterampilan
mengajukan pertanyaan, keterampilan merumuskan hipotesis,
keterampilan merencanakan percobaan, keterampilan menerapkan
konsep. Hasil penelitian diperoleh melalui lembar observasi selama
proses pembelajaran yang dilakukan oleh 2 observer selama 5 kali
pertemuan, wawancara dan angket dilakukan setelah pertemuan
terakhir untuk mengetahui respon siswa.
21
G
Gambar 2. Kriteria Keterampilan Proses Sains siswa
berdasarkan Lembar Observasi.
Gambar 3. Rata-rata Indikator Keterampilan Proses Sains
berdasarkan Lembar Observasi
Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang
berorientasi pada proses belajar mengajar IPA. Keterampilan proses
sains bertujuan untuk siswa lebih aktif dalam memahami, menguasai
rangkaian yang telah dilakukan. Keterampilan proses melibatkan
keterampilan kognitif atau intelektual (Rustaman, 2006). Penting bagi
22
guru untuk mengetahui keterampilan proses sains pada siswa agar
guru dapat mengembangkan atau meningkatkan proses pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi KPS di salah satu SMP di salatiga,
tidak ada siswa yang memperoleh kategori sangat baik, sedangkan 11
siswa (50%) memperoleh kategori baik, 9 siswa (43%) memperoleh
ketegori cukup, 1 siswa (4,8%) memperoleh kategori tidak baik.
Berdasarkan hasil tersebut profil KPS yang diukur sudah cukup baik
pada saat proses pembelajaran. Dalam penelitian Supahar (2010)
pentingnya KPS dalam pembelajaran IPA Biologi agar dapat siswa
terlibat aktif dalam kegiatan percobaan laboratorium maupun di luar
laboratorium dalam wadah pembelajaran outdoor activities.
Sedangkan dalam penelitian Solihati dkk (2017) pentingnya KPS dalam
pembelajaran IPA Biologi agar dapat memaknai pembelajaran IPA
dengan lebih optimal, sehingga pengetahuan yang didapat tidak
bersifat sementara. Manfaat KPS dalam pembelajaran dalam
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan dan memberi
bekal siswa untuk membentuk konsep sendiri dengan cara bagaimana
memperlajari sesuatu (Hanafiah, 2015). Dalam prosesnya, guru dapat
mengembangkan KPS melalui kegiatan laboratorium sehingga dapat
memberikan interaksi secara langsung dan nyata pada siswa dengan
menggunakan panca indera. Selain itu,kegiatan eksperimen dalam
laboratorium dapat memberikan pengalaman secara langsung pada
diri siswa dalam bentuk keterampilan mengamati, memprediksi,
mengklasifikasikan, dan mengukur (Nugroho, dkk, 2013).
Hasil observasi KPS yang ditinjau berdasarkan indikator
dilakukan dengan menganalisis aspek keterampilan proses sains siswa
yang muncul pada saat kegiatan pembelajaran dengan materi pokok
sistem pencernaan dan kegiatan praktikum adalah nutrisi pada
makanan. Hasil diperoleh melalui observasi yang dilakukan dua
observer pada saat kegiatan proses pembelajaran sedang berlangsung.
Pada gambar 3. Keterampilan mengkomunikasikan memperoleh
kategori sangat baik. Berdasarkan hasil angketmenunjukkan hal sama
dengan lembar observasi memperoleh nilai kategori baik (pada
lampiran 2). Hasil observasi perindikator KPS menunjukkan bahwa
siswa sudah memiliki KPS dengan kriteria penguasaan terbaik pada
aspek mengkomunikasikan dan merencanakan percobaan.
23
Kemampuan siswa dalam mengamati pada kegiatan praktikum nutrisi
pada makanan dengan mengkomunikasikan hasil kegiatan praktikum
atau menyusun laporan hasil praktikum. Dalam melaporkan kegiatan
praktikum diperlukan sebuah keterampilan yang dikenal keterampilan
berkomunikasi. Berkomunikasi diartikan sebagai proses menyampaikan
suatu informasi kepada orang lain baik dalam bentuk suara, visual,
atau suara visual (Dimyati & Mudjiono, 2006). Kemampuan siswa
dalam mengkomunikasi gagasan secara lisan lebih tinggi dibandingkan
siswa mengemukakan gagasan dalam bentuk tulisan. Hal ini diperkuat
adanya data wawancara yang menyatakan bahwa mereka dengan
mengkomunikasikan dan berkelompok dapat mempermudah siswa
dalam pembagian tugas mengerjakan kegiatan praktikum dan dengan
berkelompok dapat mempermudah memperoleh data serta penjelasan
guru sudah cukup jelas. Solihati, ddk (2015) menyatakan bahwa
individu yang berbicara paling banyak dalam suatu diskusi kelompok
kecil akan merasa puas dan individu yang berpartisipasi paling sedikit
merasa paling tidak puas. Bahwa secara umum berbicara lebih
menyenangkan dari pada mendengarkan orang lain berbicara.
Keterampilan merencanakan percobaan memperoleh kategori
sangat baik. Hal ini menunjukkan keterampilan merencanakan
percobaan dapat dilakukan siswa dengan sangat baik. Siswa mampu
mengambil alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum
karena siswa mengetahui fungsi dari bahan dan alat yang digunakan
melalui penjelasan guru. Hal ini diperkuat adanya data wawancara
yang menyatakan bahwa siswa tidak mengalami kesulitan karena
sudah mendapatakan penjelasan dari guru dan sudah terdapat di LKS
langkah kerja praktikum. Sedangkan dalam merencanakan alat dan
bahan siswa tidak mengalami kesulitan karena alat dan bahan sudah
disediakan oleh guru dan sudah ada pembagian tugas dalam
kelompok. Keterampilan merencanakan percobaan dilakukan dengan
membuat perencanaan sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan
(Yuliati, 2016). Pada keterampilan merencanakan percobaan ini dapat
menggunakan model pembelajaran yang berbasis masalah untuk
mendorong siswa untuk menemukan sendiri jawaban atas
permasalahan yang diberikan serta menuntut siswa lebi aktif dalam
proses pembelajaran. Menurut Samatowa (2006) menyatakan bahwa
24
pembelajaran melalui discovery learning (penemuan) dapat
meningkatkan motovasi belajar IPA siswa.
Keterampilan mengamati memperoleh kategori baik.
Berdasarkan hasil angket menunjukkan hal sama dengan lembar
observasi memperoleh kategori sangat baik (pada lampiran 2).
Keterampilan mengamati ditunjukkan dari tabel pengamatan yang
harus di isi oleh siswa pada LKS. Berdasarkan jawaban tabel
pengamatan dari LKS, pada umumnya siswa dalam semua kelompok
dapat mengamati perubahan warna pada makanan yang mengandung
karbohidrat dan protein ketika ditetesi reagen biuret serta
lugol/iodine. Keterampilan mengamati warna masing-masing sampel
ditunjukkan dari kegiatan siswa pada saat melakukan praktikum, yaitu
pada saat siswa melakukan pengamatan dan menuliskan perubahan
warna sampel dengan benar. Berdasarkan penelitian Kurniawati (2015)
mengungkapkan bahwa keterampilan mengamati merupakan kegiatan
memilih fakta yang relevan dengan tugas tertentu dari hal-hal yang
diamati, atau memilih fakta untuk menafsirkan peristiwa tertentu
melalui tanggapan terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan
menggunakan panca indra. Hal ini diperkuat adanya data wawancara
yang menyatakan bahwametode yang diterapkan oleh guru, siswa
tidak mengalami kesulitan dalam mengamati hasil percobaan karena
dalam kegiatan percobaan nutrisi pada makanan dilakukan dengan
berkelompok sehingga memudahkan siswa dalam praktikum.
Gambar 4. Hasil Pengamatan Siswa pada Praktikum Uji Makanan
Pada keterampilan klasifikasi, keterampilan menafsirkan,
keterampilan prediksi, keterampilan mengajukan pertanyaan,
keterampilan merumuskan hipotesis, dan keterampilan menerapkan
konsep dengan kategori cukup. Keterampilan klasifikasi memperoleh
25
nilai dengan kategori cukup. Berdasarkan hasil angket menunjukkan
hal sama dengan lembar observasi memperoleh nilai kategori cukup
(pada lampiran 2). Keterampilan klasifikasi dalam mencatat setiap hasil
pengamatan yang dilakukan siswa pada saat kegiatan praktikum, yaitu
pada saat siswa memperoleh data dan menuliskan hasil praktikum di
LKS yang sudah diberikan guru. Keterampilan klasifikasi dalam
membandingkan data pengamatan yaitu pada saat siswa memperoleh
data dan membandingkan dengan kelompok lain, siswa tidak
melakukannya dan hanya memdandingkan dengan teman satu
kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan klasfikasi dapat
dilakukan dengan cukup baik. Hal ini diperkuat adanya data
wawancara yang menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran
mengisi tabel atau data pengamatan siswa tidak mengalami kesulitan
karena karena sudah mengerti dan memahami dalam mengisi tabel
hasil praktikum, namun pada saat membandingkan data pengamatan
siswa mengalami kesulitan karena materi terlalu banyak. Rustaman
(2005) menjelaskan keterampilan klasifikasi merupakan aktivitas dalam
penggolongan makhluk hidup dilakukan setelah siswa mengenali ciri-
cirinya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho
(2013) menyatakan keterampilan klasifikasi merupakan keterampilan
siswa untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat
khususnya, sehingga didapatkan golongan/kelompok sejenis dari objek
peristiwa yang dimaksud. Keterampilan mengklasifikasi dapat
diketahui berdasarkan kemampuan siswa untuk menggolongkan dan
mengamati persamaan, perbedaan dan hubungan serta
pengelompokkan objek berdasarkan kesesuaian dengan berbagai
tujuan. Dengan demikian dalam proses pengelompokan tercakup
beberapa kegiatan seperti mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri,
mencari kesamaan, membandingkan, dan mencari dasar
penggolongan. Berdasarkan observasi secara keseluruhan dalam aspek
keterampilan klasifikasi siswa mampu menguasai dengan kategori
cukup baik, namun masih ada kekurangan dalam hal membedakan
warna sampel makanan yang sudah ditetesi dengan reagen
iodine/lugol dan biuret, sehingga dalam proses pembelajaran guru
perlu memberikan pemahaman mendalam tentang materi praktikum.
26
Keterampilan menafsirkan memperoleh kategori cukup.
Berdasarkan observasi melalui lembar observasi dan jawaban siswa
pada LKS, beberapa siswa dapat menyimpulkan dengan cukup baik
walapun sebagian siswa masih banyak yang belum menyimpulkan hasil
pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan menafsirkan
tidaklah mudah. Dari hasil wawancara dengan siswa didapatkan siswa
mengalami kesulitan dalam menyimpulkan hasilkarena dalam
menyusun kata-kata terkadang siswa kesusahan dan guru jarang dalam
pembelajaran membuat kegiatan menyimpulkan atau meringkas.
Rustaman (2005) menjelaskan keterampilan menafsirkan merupakan
keterampilan dalam mencatat setiap hasil pengamatan,
menghubungkan hasil pengamatan dan menemukan pola atau
keteraturan dari satu seri pengamatan. Hasil penelitian Wulandari, dkk
(2017) menunjukkan hal serupa bahwa tidak mudah dalam
menerapkan keterampilan menafsirkan dalam pembelajaran. Siswa
harus mencatat setiap hasil pengamatan dengan lengkap dan
sistematis. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menyampaikan pendapat dalam menganalisis dan menghubungkan
hasil pengamatan dengan konsep yang telah dipelajari. Keterampilan
menafsirkan dapat ditingkatkan dengan siswa diminta untuk mencatat
hasil pengamatan dan meghubungkan hasil pengamatan dengan teori.
Pada kegiatan praktikum uji makanan, siswa diminta untuk
menyimpulkan jenis makanan dan berdasarkan kandungannya.
Gambar 5. Kesimpulan Siswa pada Praktikum Uji Makanan
Keterampilan prediksi memperoleh nilai dengan kategori cukup.
Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan memprediksi dapat
dilakukan dengan cukup baik. Rustaman (2005) menjelaskan
27
keterempilan memprediksi merupakan aktivitas yang mengajukan
perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan
kecenderungan atau pola yang sudah ada.Keterampilan prediksi
ditunjukkan dengan kemampuan siswa untuk memperkirakan sesuatu
akan terjadi berdasarkan suatu kecenderungan atau pola yang sudah
ada untuk menjawab pertanyaan (Solihati, dkk, 2015). Nugroho (2013)
menyatakan keterampilan memprediksi merupakan keterampilan
dalam membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada
waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau
kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep dan
prinsip dalam ilmu pengetahuan. Dalam proses pembelajaran guru
jarang dalam meminta siswa untuk memprediksi. Hal ini diperkuat dari
data wawancara kepada siswa yang menyatakan pada saat
memprediksi hasil percobaan siswa mengalami kesulitan karena masih
berorientasi pada hasil tindakan.
Keterampilan mengajukan pertanyaan memperoleh nilai dengan
kategori cukup. Rustaman (2005) menjelaskan keterampilan
mengajukan pertanyaan merupakan keterampilan meminta
penjelasan, tentang apa, mengapa, bagaimana, atau menanyakan latar
belakang hipotesis. Keterampilan mengajukan pertanyaan mengenai
materi yang berkaitan dengan praktikum ditunjukan oleh beberapa
siswa yang bertanya pada saat pembelajaran, pada saat guru
menyampaikan materi tentang praktikum yang akan akan
dilaksanakan. Salah satu contoh pertanyaan siswa yang muncul pada
saat kegiatan praktikumdan pada saat proses kegiatan pembelajaran
antara lain 1). Apa kegunaan reagen biuret, 2). Apa persamaan
galaktosa dan glukosa, 3). Apa yang dimaksud penyakit tentang beri-
beri. Dalam aspek keterampilan mengajukan pertanyaan siswa cukup
aktif bertanya jika ada materi yang mereka kurang dimengerti baik
ketika siswa berdiskusi maupun secara individu kepada guru. Hal ini
diperkuat dengan data wawancara siswa menyatakan bahwa siswa
tidak mengalami kesulitan dalam mengajukan pertanyaan yang
berkaitan dengan materi karena tidak malu untuk bertannya tentang
materi yang susah dipahami, mudah dan mengerti tentang materi yang
dijelaskan guru, sedangkan mengajukan pertanyaan yang bersifat
produktif siswa mengalami kesulitan karena materi yang disampaikan
sudah cukup jelas dan sudah paham.
28
Keterampilan merumuskan hipotesis memperoleh kategori
cukup. Berdasarkan hasil angket menunjukkan hal sama dengan
lembar observasi memperoleh kategori cukup (pada lampiran 2). Hal
ini menunjukan dalam menyusun hipotesis tidaklah mudah, karena
dalam membuat hipotesis siswa membutuhkan pengetahuan dasar
tentang hal yang akan dikaji, oleh sebab itu siswa harus memahami
konsep dasar materi terlebih dahulu dengan cara membaca materi.
Keterampilan merumuskan hipotesis melalui kegiatan praktikum dapat
ditunjukkan denagn merancang pertanyaan yang ada di LKS. Hal ini
didukung dengan data wawancara siswa menyatakan bahwa siswa
mengalami kesulitan karena dalam membuat hipotesis susah. Hal ini
dikarenakan siswa belum terbiasa dalam membuat hipotesis dan ada
siswa yang belum membaca materi yang akan disampaikan guru.
Rustaman (2005) menjelaskan keterampilan merumuskan hipotesis
merupakan keterampilan yang menyatakan hubungan antara dua
variabel, atau mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dalam
menerapkan keterampilan merumuskan hipotesis kepada diri siswa
tidaklah mudah, yang terpenting guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengemukakan gagasan pada diri siswa. Dalam
merumuskan Hipotesis memperoleh kategori cukup siswa belum
terbiasa dalam membuat hipotesis, sehingga guru dapat meningkatkan
dengan membiasakan siswa untuk membuat hipotesis sebelum
melakukan kegiatan praktikum. Oleh karena itu, dalam proses
pembelajaran sains melatihkan bagaimana dalam mengemukakan
hipotesis dengan baik.
Gambar 6. Merumuskan Hipotesis Siswa pada Kegiatan Praktikum
Keterampilan menerapkan konsep memperoleh nilai dengan
kategori cukup. Rustaman (2005) menjelaskan keterampilan
menerapkan konsep adalah menjelaskan suatu peristiwa dengan
menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru. Hal ini
29
diperkuat dari data wawancara siswa yang menyatakan pada saat
menjelaskan hasil praktikum dalam menjelaskan peristiwa yang baru
diketahui siswa tidak mengalami kesulitan karena sudah terdapat di
LKS yang dibagikan guru materinya paham dan telah dijelaskan guru
pada saat pemeblajaran dikelas. Pada saat proses pembelajaran siswa
diajak untuk menemukan sebuah konsep, sehingga keterampilan
menerapkan konsep memperoleh kategori cukup baik. Guru dapat
meningkatkan keterampilan menerapkan konsep agar mencapai
kategori baik dengan menekankan konsep yang telah dipelajari dan
mengaplikasikan konsep kedalam kehidupan sehari-hari.
3.3 Hasil Wawancara Siswa Wawancara terhadap siswa dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui respon siswa terhadap pelaksanaan model pembelajaran
yang digunakan guru terhadap keterampilan proses sains siswa. Hasil
wawancara terhadap 21 siswa sebagai berikut.
Berdasarkan hasil wawancara sebanyak 80% siswa dapat
memahami materi dengan metode yang diterapkan guru karena sudah
terbiasa dengan metode yang diterapkan oleh guru, cara mengajar
guru bervariasi dan menarik, sehingga lebih paham dalam
pembelajaran. Sedangkan sebanyak 67% siswa pada saat mengamati
hasil percobaan siswa tidak mengalami kesulitan karena dalam
kegiatan percobaan nutrisi pada makanan dilakukan dengan
berkelompok sehingga memudahkan siswa dalam praktikum.
Pada saat kegiatan pembelajaran dalam mengisi tabel atau data
pengamatan siswa sebanyak 57% siswa yang tidak mengalami
kesulitan karena siswa sudah mengerti dan memahami dalam mengisi
tabel hasil praktikum. sedangkan pada saat membandingkan data hasil
pengamatan sebanyak 52% siswa yang mengalami kesulitan karena
materi terlalu banyak.
Pada saat selesai kegiatan praktikum dalam menyimpulkan hasil
kegiatan siswa yang mengalami kesulitan sebanyak 67% karena sulit
dalam menyusun kata-kata dan guru jarang melakukan kegiatan
menyimpulkan pada saat pembelajaran. Sedangkan pada saat
mengolah data siswa sebanyak 57% siswa tidak mengalami kesulitan
karena penjelasan sudah cukup jelas dan sudah berdiskusi dengan
teman sekelompok.
30
Pada saat memprediksi hasil percobaan sebanyak 67% siswa
mengalami kesulitan karena tidak bisa menentukan apa yang akan
terjadi. Sedangkan dalam memprediksi data sebanyak 57% siswa yang
mengalami kesulitan karena belum bisa memprediksi sebelum
melakukan kegiatan pengamatan.
Pada saat menjelaskan hasil praktikum dalam menjelaskan
peristiwa yang baru diketahui siswa sebanyak 52% tidak mengalami
kesulitan karena sudah terdapat di LKS yang dibagikan guru
didalamnya terdapat materi yang mudah dipahami. Sedangkan dalam
melakukan percobaan agar sesuai dengan konsep yang telah dipelajari
sebanyak 67% siswa tidak mengalami kesulitan karena penjelasan
materi pada materi sistem pencernaan ini mudah dipahami.
Pada saat menyusun laporan hasil praktikum siswa tidak
mengalami kesulitan sebanyak 67% karena telah melakukan kegiatan
praktikum dan paham akan penjelasan guru. Sedangkan pada saat
berdiskusi dengan kelompok sebanyak 48% siswa tidak mengalami
kesulitan, karena dalam kelompok semua anggota kelompok
melakukan kegiatan praktikum dan jawaban yang diperoleh sama.
Pada saat merencanakan alat dan bahan sebanyak 57% siswa
tidak mengalami kesulitan karena alat dan bahan telah disediakan oleh
guru dan ada pembagian tugas dalam kelompok. Sedangkan dalam
menentukan langkah kerja siswa sebanyak 57% tidak mengalami
kesulitan, karena telah mendapatakan penjelasan dari guru dan
terdapat di LKS langkah kerja praktikum.
Pada saat membuat penjelasan atau kesimpulan sementara
sebanyak 62% siswa tidak mengalami kesulitan karena pernah
membuat hipotesis. Sedangkan dalam merumuskan hipotesis
berdasarkan teori sebanyak 62% siswa mengalami kesulitan karena
jawabannya belum ada.
Pada saat siswa mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan
materi yang dijelaskan guru sebanyak 67% siswa tidak mengalami
kesulitan karena tidak malu untuk bertanya tentang materi yang susah
dipahami, sedangakan dalam mengajukan pertanyaan yang bersifat
produktif sebanyak 57% siswa tidak mengalami kesulitan karena materi
yang disampaikan guru cukup jelas dan telah memahami.