4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Penelitian yang berjudul “Sistem Pakar untuk Diagnosa Awal Gangguan
Otak Demensia dan Gangguan Mental Depresi pada Lansia (Lanjut Usia) dengan
Metode Fordward Chaining dan Dempster Shafer” membahas tentang sistem pakar
untuk mendiagnosa awal gangguan otak demensia dan gangguan depresi pada
lanjut usia, dimana metode forward chaining digunakan sebagai mesin inferensi
yaitu proses inferensi yang memulai pencarian dari premis atau data masukan
berupa gejala menuju pada konklusi yaitu kesimpulan. Selain itu sistem pakar ini
juga menggunakan metode dempster shafer sebagai metode untuk menghitung nilai
kepercayaan atas gejala yang diberikan oleh pengguna (Nusandika, 2013).
Sistem pakar untuk mengetahui gangguan depresi mayor dengan
menggunakan faktor kepastian merupakan sistem yang dapat digunakan untuk
mendeteksi dini gangguan yang terkait dengan depresi dengan menggunakan
metode certainty factor untuk mementukan kepastian besarnya persentase gejala
depresi yang di alami seseorang. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan
besarnya gangguan sehingga orang yang mengalami gangguan yang terkait dengan
depresi dapat mengetahui seberapa besar gangguan yang dialami dan bagaimana
terapi yang harus dilakukan (Astuti dan Kusrini, 2015).
Salah satu penelitian tentang sistem pakar tingkat depresi yaitu “Sistem
Pakar untuk Menentukan Tingkatan Depresi dengan Metode Fuzzy Inference
System – Sugeno (FIS Sugeno)”. Sistem pakar ini akan bekerja dengan cara
menerima inputan berupa gejala depresi yang diberikan oleh pengguna. Dan sistem
memberikan output berupa tingkatan depresi serta terapi atau threatment dengan
menggunakan FIS Sugeno untuk memecahkan masalah ketidakpastian yang dapat
direpresentasikan secara linguistic. Terdapat 3 tingkatan depresi pada sistem pakar
yang dirancang, antara lain : depresi ringan, depresi sedang dan depresi berat. Hasil
pengujian yang dilakukan memiliki persentase tingkat kesesuaian sebesar
80% (Alfarisi, et al, 2015).
5
Penelitian yang berjudul “Implementasi Fuzzy Tsukamoto dalam
Mendiagnosa Penyakit Diabetes Melitus” adalah penelitianyang membuat suatu
sistem penegakan penyakit diabetes mellitus menggunakan metode tsukamoto.
Variabel-variabel pendukung penegakan diagnosa penyakit tersebut digunakan
dalam pembentukan himpunan fuzzy. Himpunan fuzzy itu akan diproses dengan
metode tsukamoto sehingga menghasilkan suatu keputusan. Aplikasi yang
dirancang telah diuji dengan melibatkan rekam medik diagnosa dari dokter,
diketahui hasil dari pengujian tersebut memiliki tingkat akurasi sebesar 87%.
Dengan ini sistem pakar yang dihasilkan bisa digunakan sebagai alat bantu
sementara untuk diagnosa penyakit diabetes melitus (Maulana dan Nurhadiyono
(2015).
Selanjutnya, penelitian yang berjudul “Metode Logika Fuzzy Tsukamoto
Dalam Sistem Pengambilan Keputusan Penerimaan Beasiswa” adalah penelitian
yang merancang sistem pengambilan keputusan yang bisa digunakan oleh
mahasiswa untuk mempermudah penentuan siapa yang berhak mendapatkan
beasiswa. Sistem yang dibuat di dukung dengan metode logika fuzzy tsukamoto
yang dibuat berdasarkan data dan norma sumber daya manusia dengan kriteria-
kriteria yang telah ditentukan oleh pihak donator. Hasil dari proses ini berupa bobot
penilaian siswa yang merupakan dasar rekomendasi dalam pengambilan keputusan
penerimaan beasiswa. Software ini dibuat dengan menggunakan Microsoft Access
2007 dan Micosoft Visual Basic 6.0 sebagai tool dengan aplikasi ini dapat
membantu pihak pemberi beasiswa dalam proses penyaringan penerima beasiswa
dengan tepat dan cepat (Maryaningsih, et al, 2013).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Depresi
Depresi merupakan respon normal terhadap berbagai stress kehidupan.
Depresi dianggap abnormal bila di luar kewajaran dan berlanjut terus sampai saat-
saat dimana kebanyakan orang sudah dapat pulih kembali (Atkinson, 1991). Ciri-
cirinya antara lain tidak ada harapan, patah hati, mengalami ketidakberdayaan
berlebihan, selalu memikirkan kekurangan diri dan rasa tidak berarti.
6
Menurut Beck (1985), depresi merupakan suatu “primary mood disorder”
atau sebagai suatu “affective disorder”. Kemudian Beck memandang depresi dalam
komponen-komponen sebagai berikut:
a. Depresi merupakan kesedihan yang berkepanjangan dan keadaan jiwa yang
apatis (komponen afektif)
b. Depresi merupakan cara berpikir yang salah dalam memandang realitas di
luar dan di dalam diri sendiri, sehingga terbentuk konsep diri yang negatif
yang berlanjut pada perasaan rendah diri (komponen kognitif)
c. Depresi merupakan gangguan terhadap fungsi fisiologis yang antara lain
menyebabkan sukar tidur dan hilangnya nafsu makan serta seksual
(komponen fisiologis).
d. Depresi merupakan hilangnya kemampuan untuk berfungsinya secara wajar
serta hilangnya dorongan dan energi untuk bertindak (komponen perilaku)
Depresi menurut WHO (World Health Organization) merupakan suatu
gangguan mental umum yang ditandai dengan mood tertekan, kehilangan
kesenangan atau minat, perasaan bersalah atau harga diri rendah, gangguan makan
atau tidur, kurang energi, dan konsentrasi yang rendah.
2.2.2 Jenis-jenis Depresi
Berdasarkan kriteria DSM IV-TR, terdapat dua jenis gangguan depresi yang
bersifat klinis, yaitu (American Psychiatric Association, 2000; Rosenvald, Oei &
Schmidt, 2007):
a. Gangguan Depresi Mayor
Gangguan depresi mayor merupakan gangguan depresi yang paling umum
terjadi. Individu dengan gangguan depresi mayor akan mengalami episode-
episode depresi dan normal/remisi yang terlihat cukup kontras. Diagnosis
untuk gangguan depresi mayor dapat diberikan jika individu mengalami
setidaknya lima dari delapan kriteria berikut selama setidaknya dua minggu
berturut-turut, dan hal ini menganggu keberfungsiannya sehari-hari:
1) Adanya suasana hati/mood depresif hampir sepanjang hari
2) Kehilangan minat melakukan hal-hal yang disukai
7
3) Mengalami penurunan atau kenaikan berat badan yang disertai
perubahan selera makan
4) Mengalami masalah tidur yang muncul hampir setiap hari
5) Mengalami agitasi/ kegelisahan psikomotor
6) Mengalami rasa lelah yang berlebihan
7) Merasa tidak berdaya, sulit berpikir dan konsentrasi
8) Adanya kemunculan pikiran-pikiran buruk mengenai kematian,
termasuk keinginan bunuh diri
b. Gangguan Distimik
Gangguan distimik merupakan jenis gangguan depresi yang ditandai dengan
perasaan murung dalam jangka waktu yang lama dan pengidapnya
seringkali menerima perasaan tersebut sebagai bagian dari kehidupannya
sehari-hari. Diagnosis ini diberikan jika individu mengalami simtom-
simtom depresi hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, paling tidak
selama dua tahun untuk orang dewasa dan satu tahun untuk anak-anak dan
remaja. Simtom-simtom depresi yang muncul setidaknya dua dari tujuh
simtom berikut:
1) Tidak ada selera makan atau makan berlebihan
2) Insomnia atau hipersomnia
3) Tidak ada tenaga atau lelah
4) Merasa harga diri rendah
5) Konsentrasi buruk
6) Sulit membuat keputusan
7) Merasa tidak memiliki harapan.
2.2.3 Tingkatan Depresi
Terdapat 6 tingkatan dalam depresi, diantaranya adalah :
a. Depresi normal
b. Gangguan mood
c. Depresi batas klinis
d. Depresi sedang
8
e. Depresi berat
f. Depresi ekstrim
2.2.4 Skala Pengukuran Tingkat Depresi dalam ilmu Psikologi
Untuk mengukur tingkat depresi seseorang, dalam dunia psikologi terdapat
alat ukur yang telah paten, salah satunya adalah Beck Depression Inventory (BDI).
Alat ukur ini merupakan jenis inventory yang memiliki beberapa pilihan jawaban,
dan diisi sendiri oleh masing-masing partisipan sesuai kondisi yang mereka
rasakan. Alat ukur ini dikembangkan pertama kali oleh Beck, Ward dan Mendelson
(1961) untuk mengukur tingkat depresi pada populasi yang bersifat general.
Suwantara, Lubis dan Rusli (2005) sudah mengadaptasi alat ukur ini ke dalam
Bahasa Indonesia dengan beberapa penyesuaian, misalnya jumlah pilihan jawaban
pada setiap item dan norma yang dianggap lebih sesuai untuk partisipan di
Indonesia (Arjadi, 2012).
Beck Depression Inventory yang sudah diadaptasi oleh Suwantara, Lubis
dan Rusli (2005). Dapat dilihat pada Tabel 2.1, daftar pernyataan pada BDI terdiri
dari 21 nomor kelompok pernyataan. Masing-masing nomor harus diisi dengan
memilih salah satu pilihan jawaban yang dianggap partisipan sebagai pilihan
jawaban yang paling sesuai dengan dirinya.
Selanjutnya, menurut Arjadi, (2012) alat ukur BDI diketahui memiliki 3
(tiga) dimensi dalam depresi (Shafer, 2006), yaitu dimensi ‘sikap negatif terhadap
diri sendiri’ (11 item), ‘penurunan performa’ (7 item), dan ‘gejala somatis’ (3 item).
Tabel 2. 1 Daftar Pernyataan-pernyataan pada skala BDI
No. Skor Pernyataan
1 0 Saya merasa senang
1 Saya terkadang merasa sedih
2 Saya merasa sendu atau sedih setiap waktu dan saya tidak dapat
menghilangkannya
3 Saya sangat sendu atau sedih sehingga saya merasa tidak tahan lagi
2 0 Saya optimis menghadapi masa depan
9
No. Skor Pernyataan
1 Saya merasa berkecil hati menghadapi masa depan
2 Saya merasa tidak memiliki pandangan terhadap masa depan
3 Saya merasa tidak ada harapan dimasa depan, dan segala
sesuatunya tidak dapat diperbaiki
3 0 Saya tidak merasa seperti orang yang gagal
1 Saya merasa lebih banyak gagal dibanding banyak orang
2 Kalau saya meninjau kembali hidup saya, yang dapat saya lihat
hanyalah banyaknya kegagalan
3 Saya merasa apapun yang saya lakukan pasti akan gagal
4 0 Saya tidak merasa tidak puas secara khusus
1 Saya merasa bosan untuk sebagian besar waktu
2 Saya tidak menikmati segala sesuatu sama seperti biasanya
3 Saya tidak lagi mendapat kepuasan dari hal apapun
5 0 Saya tidak merasa bersalah secara khusus
1 saya merasa bersalah di waktu-waktu tertentu
2 Terkadang saya merasa bersalah di sebagian besar waktu
3 Saya selalu merasa bersalah sepanjang waktu
6 0 Saya tidak merasa bahwa saya sedang dihukum
1 Saya merasa saya sedang dihukum atau akan dihukum
2 Saya merasa saya pantas dihukum
3 Saya ingin dihukum
7 0 Saya tidak merasa kecewa terhadap diri saya sendiri
1 Saya merasa kecewa terhadap diri saya sendiri
2 Saya muak terhadap diri saya sendiri
3 Saya membenci diri saya sendiri
8 0 Saya tidak merasa lebih buruk dibanding orang lain
1 Saya mencela diri saya sendiri Karena kelemahan atau kesalahan
kesalahan saya
10
No. Skor Pernyataan
2 Saya menyalahkan diri saya sendiri atas kesalahan-kesalahan saya
selama ini
3 Saya menyalahkan diri saya sendiri terhadap segala keburukan
yang terjadi
9 0 Saya sama sekali tidak mempunyai pikiran untuk bunuh diri
1 Saya mempunyai pikiran untuk bunuh diri, tetapi saya tidak akan
melakukannya
2 Saya mempunyai rencana untuk bunuh diri
3 Saya ingin bunuh diri
10 0 Saya tidak menangis lebih sering daripada biasanya
1 Saya sekarang lebih sering menangis dibanding biasanya
2 Saya menangis sepanjang waktu, saya tidak dapat
menghentikannya
3 Saya biasanya dapat menangis, teteapi sekarang sama sekali tidak
dapat meskipun saya ingin menangis
11 0 Saya sekarang tidak lebih tersinggung dibanding biasanya
1 Saya sama sekali tidak menjadi tersinggung terhadap hal-hal yang
biasanya membuat saya tersinggung
2 Saya lebih mudah kesal atau tersinggug dibanding biasanya
3 Saya merasa tersinggung sepanjang waktu
12 0 Saya tidak kehilangan perhatian terhadap orang lain
1 Sekarang saya kurang tertarik terhadap orang lain dibanding
biasanya
2 Saya telah kehilangan sebagian besar perhatian saya terhadap
orang lain dan hanya sedikit tertarik terhadap mereka
3 Saya telah kehilangan seluruh perhatian saya terhadap orang lain
dan sama sekali tidak peduli terhadap mereka
13 0 Saya dapat membuat keputusan sebaik biasanya
1 Saya mencoba menunda-nunda dalam mengambil keputusan
11
No. Skor Pernyataan
2 Saya mengalami banyak kesulitan dalam mengambil keputusan
3 Saya sama sekali tidak dapat mengambil keputusan lagi
14 0 Saya tidak merasa penampilan saya lebih jelek dibanding dulu
1 Saya merasa ada perubahan perubahan tetap/permanen dalam
penampilan saya
2 Saya cemas, saya kelihatan tua atau tidak menarik
3 Saya merasa bahwa penampilan saya jelek atau tampak
menjijikkan
15 0 Saya dapat bekerja sebaik sebelumnya
1 Saya memerlukan usaha tambahan untuk memulai suatu pekerjaan
2 Saya harus mendorong diri saya dengan kerja keras untuk
melakukan sesuatu
3 Saya sama sekali tidak dapat mengerjakan pekerjaan apapun
16 0 Saya bisa tidur sebaik biasanya
1 Saya bangun pagi dengan rasa lebih lelah dari pada biasanya
2 Saya bangun 1 – 2 jam lebih awal daripada biasanya dan
menyadari akan sulit tidur kembali
3 Saya bangun pagi-pagi sekali setiap hari dan tidak dapat tidur lebih
dari 5 jam
17 0 Saya tidak merasa lebih lelah daripada biasanya
1 Saya lebih mudah menjadi lelah dibanding biasanya
2 Saya menjadi lelah jika mengerjakan apapun
3 Saya terlalu lelah untuk mengerjakan apapun
18 0 Selera makan saya tidak lebih buruk daripada biasanya
1 Selera makan saya tidak sebaik sebagaimana biasanya
2 Selera makan saya jauh lebih buruk sekarang
3 Saya sama sekali tidak mempunyai selera makan lagi
19 0 Kalaupun ada saya tidak banyak kehilangan berat badan
1 Saya telah kehilangan berat badan lebih dari 2.5 kg
12
No. Skor Pernyataan
2 Saya telah kehilangan berat badan lebih dari 5 kg
3 Saya telah kehilangan berat badan lebih dari 7.5 kg
20 0
Saya tidak menghawatirkan kesehatan saya lebih daripada
biasanya
1 Saya khawatir akan rasa sakit atau sakit perut atau sembelit (sulit
buang air besar)
2 Saya begitu khawatir akan kesehatan badan saya sehingga sulit
untuk memikirkan hal-hal lain
3 Seluruh perhatian saya tersita oleh apa yang saya rasakan
21 0
Saya tidak merasakan adanya perubahan apapun dalam minat saya
terhadap seks
1 Saya kurang tertarik terhadap seks dibanding biasanya
2 Minat saya terhadap seks jauh berkurang sekarang
3 Saya sama sekali telah kehilangan minat terhadap seks
Keterangan:
Dimensi sikap negatif pada diri sendiri
Dimensi penurunan performa
Dimensi gejala somatis
Setelah semua nomor diisi oleh partisipan, skor dapat diberikan dan
dijumlahkan hingga diperoleh skor total. Dari skor total yang telah didapatkan dapat
diputuskan tingkat depresi yang dialami oleh lansia. Tabel 2.2 merupakan rincian
tingkatan depresi pada skala BDI.
Tabel 2. 2 Tingkatan Depresi (Beck, 1961)
Tingkat depresi Skala
Normal 0 – 10
Gangguan mood 11 – 16
Batas klinis depresi 17 – 20
Depresi sedang 21 – 30
Depresi berat 31 – 40
13
Tingkat depresi Skala
Depresi ekstrim > 40
Lebih lanjut, skala pengukuran BDI dapat dilihat pada lampiran C.
2.2.5 Lanjut Usia
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk
berusia 60 tahun ke atas (Irawan, 2013).
Sementara itu, Quadagno (2002) menggolongkan kelompok Lanjut Usia
menjadi tiga berdasarkan usia kronologisnya, yaitu 65-74 tahun (young-old), 75- 84
tahun (old-old), dan 85 tahun ke atas (oldest-old). Kriteria yang sedikit berbeda
diungkapkan oleh Black (1994) yang menjelaskan usia young-old berada pada
rentang pertengahan usia 50 tahunan sampai pertengahan usia 70 tahunan, tanpa
menyebutkan angka yang pasti. Dari berbagai kategori yang berbeda ini, dapat
diperkirakan bahwa masa lansia dimulai sekitar usia pertengahan 50 tahun sampai
60 tahun, dan berakhir pada akhir hayat masing-masing individu. Di dalam
penelitian ini sendiri, kriteria usia yang digunakan sebagai subyek adalah lansia
yang berada pada kategori usia young-old dan old-old, yaitu dari pertengahan usia
50 tahun sampai 84 tahun (Arjadi, 2012).
2.2.6 Penyebab Depresi pada Lanjut Usia
Terdapat beberapa faktor penyebab depresi pada lansia, yaitu faktor
biologis, psikologis dan sosial (Arjadi, 2012).
a. Faktor Biologis Terkait dengan Kesehatan Fisik
Depresi pada lansia biasanya berhubungan dengan kondisi fisik dan
kejiwaan. Sebagai contoh, depresi biasanya berkaitan dengan diabetes,
gangguan pernapasan, gangguan ginjal, alzheimer, dan masalah-masalah
kesehatan lainnya. Kemunculan depresi sendiri dapat disebabkan oleh
adanya masalah kesehatan tersebut. Hal ini dapat berlaku sebaliknya, yaitu
depresi berkepanjangan dapat pula mencetuskan munculnya masalah
14
kesehatan pada lansia, misalnya karena depresi, mereka tidak makan dengan
baik hingga kesehatannya terganggu.
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang dapat menyebabkan depresi pada lansia salah
satunya adalah pikiran negatif yang mereka miliki ketika menghadapi suatu
masalah dalam hidupnya. Lansia yang mempersepsikan masalah secara
negatif akan memiliki tendensi mengembangkan depresi yang levelnya
lebih tinggi daripada yang tidak mempersepsikan masalah secara negatif.
Kemampuan coping dengan masalah juga menentukan daya tahan yang
dimiliki lansia untuk tidak mengalami depresi berkelanjutan. Kemampuan
coping yang buruk akan membuat lansia sulit menghadapi masalahnya,
hingga berpotensi memunculkan depresi.
c. Faktor Sosial
Faktor ini khususnya bicara mengenai keberadaan dukungan sosial (social
support). Ketika memasuki usia lansia, individu akan meninggalkan
lingkungan pekerjaan, tidak lagi aktif seperti dahulu, hingga mengalami
perubahan dalam sistem sosialnya. Ketika sudah tidak aktif berhubungan
dengan orang lain, lansia dapat merasa kesepian, dan hal ini memiliki
potensi untuk berkembang menjadi depresi, terlebih jika mereka tidak
memiliki kegiatan apapun dan teman beraktivitas sehari-hari
2.2.7 Sistem Pakar
Sistem pakar adalah cabang kecerdasan buatan yang menggunakan
pengetahuan/knowledge khusus untuk memecahkan masalah pada level human
expert/pakar. Sistem pakar banyak dikembangkan dalam berbagai ilmu, salah satu
diantaranya dalam bidang kedokteran untuk melakukan diagnosa penyakit. Sistem
pakar digunakan untuk menentukan diagnosa penyakit akan membantu
mengkonfirmasi diagnosa dan menentukan saran dan terapinya.
Menurut Turban (1995), untuk membangun sebuah sistem pakar maka
komponen-komponen dasar yang harus dimiliki paling sedikit adalah sebagai
berikut :
15
a. Antar muka pemakai (User Interface)
b. Basis pengetahuan (Knowledge Base)
c. Mesin inferensi desain sistem yang digunakan dalam penelitian ini adalah
desain model Turban yang dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2. 1 Desain Mesin Inferensi (Turban, 1995)
2.2.8 Logika Fuzzy
2.2.8.1 Definisi Logika Fuzzy
Kata fuzzy merupakan kata sifat yang berarti kabur, tidak jelas. Fuzziness
atau kekaburan atau ketidakjelasan atau ketidakpastian selalu meliputi keseharian
manusia. Orang yang belum pernah mengenal fuzzy logic pasti akan mengira bahwa
fuzzy logic adalah sesuatu yang rumit dan tidak menyenangkan. Namun, sekali
seseorang mulai mengenalnya, pasti akan tertarik untuk ikut mempelajari fuzzy
logic. Fuzzy logic dikatakan sebagai logika baru yang lama, sebab ilmu tentang
fuzzy logic modern dan metodis baru ditemukan beberapa tahun yang lalu, padahal
sebenarnya konsep tentang fuzzy logic itu sendiri sudah ada sejak lama
(Kusumadewi, 2013).
Logika fuzzy adalah sebuah metodologi berhitung dengan variabel kata –
kata (linguistic variable) sebagai pengganti berhitung dengan bilangan. Kata – kata
yang digunakan dalam logika fuzzy bukan sepresisi bilangan namun dekat dengan
intuisi manusia. Tidak semua kondisi memiliki nilai kebenaran salah dan benar atau
16
bernilai 0 dan 1. Ada suatu kondisi yang berada di antara 0 dan 1 yang dinamakan
kesamaran (fuzzy). Alasan digunakannya logika fuzzy adalah (Kusumadewi, 2003):
a. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti dengan konsep matematis sebagai
dasar dari penalaran fuzzy yang sangat sederhana dan mudah dimengerti.
b. Logika fuzzy sangat fleksibel, artinya mampu beradaptasi dengan perubahan
– perubahan, dan ketidakpastian yang menyertai permasalahan.
c. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data – data yang tidak tepat. Jika
diberikan sekelompok data yang cukup homogeny, dan kemudian ada
beberapa data yang “eksklusif”, maka logika fuzzy memiliki kemampuan
untuk menanganinya.
d. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi – fungsi nonlinear yang sangat
kompleks.
e. Logika fuzzy dapat mengaplikasikan pengalaman – pengalaman para ahli
secara langsung tanpa memulai proses pelatihan. Dalam hal ini sering
disebut dengan nama Fuzzy Expert System menjadi bagian terpenting.
f. Logika fuzzy dapat bekerja sama dengan teknik – teknik kendali secara
konvensional. Hal ini umumnya terjadi pada aplikasi di bidang mesin
ataupun teknik elektro.
g. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami. Logika fuzzy menggunakan
bahasa sehari – hari sehingga mudah untuk dimengerti.
2.2.8.2 Himpunan Fuzzy
Himpunan tegas (crisp) A didefinisikan oleh item-item yang ada pada
himpunan itu. Jika a.A, maka nilai yang berhubungan dengan a adalah 1. namun
jika a.A, maka nilai yang berhubungan dengan a adalah 0. notasi A = {x|P(x)}
menunjukkan bahwa A berisi item x dengan p(x) benar. Jika XA merupakan fungsi
karakteristik A dan properti P, maka dapat dikatakan bahwa P(x) benar, jika dan
hanya jika XA(x)=1 (Kusumadewi, 2003).
Himpunan fuzzy didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan
fungsi karakteristik sedemikian hingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan
real pada interval [0,1]. Nilai keanggotaannya menunjukkan bahwa suatu item
17
dalam semesta pembicaraan tidak hanya berada pada 0 atau 1, namun juga nilai
yang terletak diantaranya. Dengan kata lain, nilai kebenaran suatu item tidak hanya
benar atau salah. Nilai 0 menunjukkan salah, nilai 1 menunjukkan benar, dan masih
ada nilai-nilai yang terletak antara benar dan salah. Himpunan fuzzy memiliki 2
atribut, yaitu (Kusumadewi, 2003):
a. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau
kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami.
b. Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu
variabel.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy,
yaitu sebagai berikut (Kusumadewi, 2003):
a. Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem
fuzzy.
b. Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau
keadaan tertentu dalam suatu variabel.
c. Semesta Pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk
dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan
himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton
dari kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif
maupun negatif. Adakalanya nilai semesta pembicaraan ini tidak dibatasi
batas atasnya.
d. Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam
semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.
Seperti halnya semesta pembicaraan, domain merupakan himpunan
bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke
kanan. Nilai domain dapat berupa bilangan positif maupun negatif.
2.2.9 Fuzzy Tsukamoto
2.2.9.1 Pengertian
Metode tsukamoto merupakan perluasan dari penalaran monoton, pada
metode tsukamoto setiap konsekuen pada aturan yang berbentuk IF-Then harus
18
direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang
monoton. Sebagai hasilnya, output hasil inferensi dari tiap tiap aturan diberikan
secara tegas (crisp) berdasarkan α-predikat (fire strength). Hasil akhirnya diperoleh
dengan menggunakan rata-rata terbobot (Kusumadewi, 2013). Flowchart fuzzy
Tsukamoto dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2. 2 Flowchat Fuzzy Tsukamoto
2.2.9.2 Fungsi Keanggotaan
Dalam himpunan fuzzy terdapat beberapa representasi dari fungsi
keanggotaan, salah satunya yaitu representasi linear. Pada representasi linear,
pemetaan input ke derajat keanggotaannya digambarkan sebagai suatu garis lurus.
• Representasi linear NAIK