D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
Dalam cabang ilmu apapun, selalu ada masalah pernah diteliti maupun
dikaji sebelumnya, sehingga sering dijumpai penelitian ataupun kajian
sejenis dan relevan dengan topik yang diangkat sebagai tugas akhir. Oleh
sebab itu penulis mencoba mencari beberapa referensi yang berkaitan
dengan judul tugas akhir ini yang diperoleh dari tugas akhir para alumni
instansi politeknik dan lainnya.
Dalam laporan yang dibuat oleh M. Taufik Pribadi dan Ria Askarina yang
berjudul ”Kajian Perbandingan Tebal Lapis Ulang Perkerasan Lentur
Pada Jalan Tol Jagorawi Pada Ruas Citeureup-Sentul Menggunakan
Program EVERSERIES dan Metoda Bina Marga Pd-T-05-2005-B” ,
didapat kesimpulan bahwa perbedaan hasil tebal lapis tambah antara Pd-T-
05-2005-B dengan program Everseries adalah lebih tebal dengan program
Everseries karena program ini dapat mengoverlay sampai 3 lapisan, bukan
hanya lapis permukaannya saja seperti pada Pd-T-05-2005-B.
Sedangkan dalam laporan yang dibuat Fenita Yosi Yolanda dan Gilang
Suci R yang berjudul ”Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Lentur
Metoda Analisa Komponen Dengan Visual Basic 6.0” dari hasil
perhitungan diperoleh apabila nilai CBR semakin besar, maka nilai ITP
akan semakin kecil, maka dapat disimpulkan bahwa besarnya nilai CBR
dan ITP adalah berbanding terbalik. Sedangkan apabila semakin besar
nilai FR maka semakin besar pula nilai ITP dan dapat disimpulkan bahwa
besarnya nilai FR dan ITP adalah berbanding lurus.
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 5
Berikut adalah beberapa contoh penelitian yang dijadikan acuan dalam
tugas akhir ini.
Tabel 2.1 Daftar referensi penelitian
Nama Intansi Jenis
Perkerasan Jenis Kajian Metode
Rustam
Miswandi USU
Perkerasan
Lentur Perbandingan
Asphalt
Institute MS-17
dan Pd-T-05-
2005-B
Ria
Askarina
dan
M.Taufik.P
Polban Perkerasan
Lentur Perbandingan
Everseries dan
Pd-T-05-2005-
B
Gilang Suci
dan Fenita
YY
Polban Perkerasan
Lentur
Perancangan
piranti lunak
desain
perkerasan lentur
Analisa
Komponen
M. Mekka
Rizaldi Polban
Perkerasan
Lentur Desain Pt.T-01-2002-B
Pada laporan yang dibuat oleh Fenita Yosi Yolanda dan Gilang Suci R,
piranti lunak yang dikembangkan digunakan untuk desain perkerasan
lentur yang sesuai dengan metode analisa komponen, sedangkan laporan
Rustam Miswandi dan Ria Askarina/M.Taufik.P melakukan perbandingan
metode Pd-T-05-2005-B dengan Everseries dan Asphalt Institute MS-17
untuk perencanaan tebal lapis tambah. Dalam tugas akhir ini, penulis
mengembangkan perangkat lunak untuk menghitung desain perkerasan
lentur menggunakan metode Pt.T-01-2002-B dan perencanaan tebal lapis
tambah metode Pd-T-05-2005-B.
2.1 Lapisan Perkerasan Jalan
2.1.1 Pengertian Lapisan Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah
dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Jenis
konstruksi perkerasan jalan pada umumnya ada dua jenis, yaitu :
1. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 6
2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Perencanaan konstruksi perkerasan juga dapat dibedakan antara
perencanaan untuk jalan baru dan untuk peningkatan (jalan lama yang
sudah pernah diperkeras).
Perencanaan konstruksi atau tebal lapisan perkerasan jalan, dapat
dilakukan dengan banyak cara (metoda), antara lain :
1. AASHTO dan The Asphalt Institute (Amerika)
2. Road Note (Inggris)
3. NAASRA (Australia)
4. Bina Marga (Indonesia)
Dalam Tugas Akhir ini telah dikembangkan perangkat lunak yang dapat
digunakan untuk merencanakan tebal lapis perkerasan. Yaitu
menggunakan jenis perkerasan lentur dengan metoda perencanaan cara
Bina Marga (Pt.T-01-2002-B)
2.1.2 Pertimbangan Lapisan Perkerasan Jalan
Berbagai pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam perencanaan tebal
perkerasan adalah sebagai berikut :
1. Pertimbangan Konstruksi dan Pemeliharaan
Konstruksi dan pemeliharaannya kelak setelah digunakan, harus dijadikan
pertimbangan dalam merencanakan tebal perkerasan.
2. Pertimbangan Lingkungan
Faktor yang dominan berpengaruh pada perkerasan adalah :
a. Kelembaban
Kelembaban secara umum berpengaruh terhadap penampilan perkerasan,
sedangkan kekakuan/kekuatan material yang lepas dan tanah dasar,
tergantung dari kadar air materialnya. Faktor – faktor yang diperlukan
pada tahap perencanaan adalah :
• Pola hujan dan penguapan
• Permeabilitas lapisan aus
• Kedalaman MAT (Muka Air Tanah)
• Permeabilitas relatif dari lapisan perkerasan
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 7
• Bahu jalan (tertutup atau tidak)
• Jenis Perkerasan
b. Suhu Lingkungan
Suhu lingkungan pengaruhnya cukup besar pada penampilan permukaan
perkerasan jika digunakan lapisan permukaan dengan aspal, karena
karakteristik dan sifat aspal yang kaku dan regas pada temperatur rendah
dan sebaliknya akan lunak dan visko elastis pada suhu tinggi.
3. Overlay Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Daya dukung lapisan tanah dasar adalah hal yang sangat penting dalam
merencanakan tebal lapisan perkerasan, jadi tujuan overlay lapisan tanah
dasar ini untuk mengestimasi nilai daya dukung subgrade yang akan
digunakan dalam perencanaan.
a. Faktor pertimbangan untuk estimasi daya dukung
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mengestimasi nilai
kekuatan dan kekakuan lapisan tanah dasar adalah :
• Urutan pekerjaan tanah
• Penggunaan kadar air pada saat pemadatan dan kepadatan lapangan
yang dicapai
• Perubahan kadar air selama usia pelayanan
• Variabilitas tanah dasar
• Ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima lapisan lunak
yang ada dibawah lapisan tanah dasar
b. Pengukuran daya dukung Subgrade
Pengukuran daya dukung subgrade yang digunakan, dilakukan dengan
cara :
• California Bearing Ratio (CBR)
• Modulus Reaksi Tanah Dasar (k)
• Parameter Elastis
• Pengambilan Nilai CBR Perkiraan
4. Material Perkerasan
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 8
Material perkerasan dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori
sehubungan dengan sifat dasarnya, akibat beban lalulintas, yaitu :
a. Material Berbutir Lepas
Material berbutir terdiri atas kerikil atau batu pecah yang mempunyai
gradasi yang dapat menghasilkan kestabilan secara mekanis dan dapat
dipadatkan. Dapat pula ditambahkan aditiv untuk menambah kestabilan
tanpa menambah kekakuan.
b. Material Terikat
Material terikat adalah material yang dihasilkan dengan menambahkan
semen, kapur, atau zat cair lainnya dalam jumlah tertentu untuk
menghasilkan bahan yang terikat dengan kuat tarik.
c. Aspal
Aspal adalah kombinasi bitumen dan agregat yang dicampur, dihamparkan
dan dipadatkan selagi panas untuk membuat lapisan perkerasan.
Kekuatan/kekakuan aspal diperoleh dari gesekan antara pertikel agragat,
viskositas bitumen pada saat pelaksanaan dan kohesi dalam massa dari
bitumen dan adhesi antara bitumen dan agregat.
d. Beton Semen
Beton semen adalah agregat yang dicampur dengan semen PC secara
basah. Lapisan beton semen dapat digunakan sebagai lapisan pondasi
bawah pada perkerasan lentur dan kaku, dan bisa juga sebagai lapisan
pondasi atas pada perkerasan kaku.
5. Lalu lintas Rencana
Kondisi lalulintas yang akan menentukan pelayanan adalah :
a. Konfigurasi sumbu dan ekivalensi
Untuk kebutuhan perencanaan kendaran yang diperhitungkan adalah
empat jenis, yaitu :
a) Sumbu tunggal roda tunggal
b) Sumbu tunggal roda ganda
c) Sumbu tandem roda ganda
d) Sumbu triple roda ganda
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 9
b. Lajur Rencana
Pembangunan lapisan perkerasan yang baru atau pelapisan tambahan akan
dilaksanakan pada dua lajur atau lebih yang kemungkinan bisa berbeda
kebutuhannya terhadap ketebalan lapisan, tetapi untuk praktisnya dapat
dibuat sama. Untuk itu dibuat lajur rencana yaitu lajur yang menerima
beban terbesar.
c. Usia Rencana
Usia rencana adalah jangka waktu dalam tahun sampai perkerasan harus
diperbaiki atau ditingkatkan. Perbaikan terdiri dari pelapisan ulang,
penambahan, atau peningkatan. Beberapa tipikal usia rencana adalah :
a) Lapisan perkerasan aspal baru, 20 – 50 tahun
b) Lapisan Perkerasan kaku baru, 20 – 40 tahun
c) Lapisan tambahan untuk aspal, 10 – 15 tahun, sedangkan batu pasir, 10
– 20 tahun.
d. Angka Pertumbuhan Lalu lintas
Jumlah lalulintas akan bertambah baik pada keseluruhan usia rencana atau
pada sebagian masa tersebut. Angka pertumbuhan lalulintas dapat
ditentukan dari hasil survey untuk setiap proyek.
e. Metoda Perhitungan Lalu Lintas Rencana
Metoda yang akan digunakan tergantung dari data lalu lintas yang ada dan
prosedur perencanaan yang digunakan. Secara ideal data lalu lintas harus
mencakup jumlah dan berat setiap jenis sumbu dalam arus lalu lintas.
2.2 Perkerasan Lentur
Perkerasan Lentur adalah perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal.
Struktur perkerasan lentur, umumnya terdiri atas:
1. Tanah Dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung
pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini
diperkenalkan modulus resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang
digunakan dalam perencanaan. Modulus resilien (MR) tanah dasar juga
dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil atau nilai tes soil index.
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 10
Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR (Heukelom & Klomp)
berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus (fine-grained soil)
dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil.
MR (psi) = 1.500 x CBR …………… (2.1)
Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu
sebagai akibat beban lalu-lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan
kadar air.
c. Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti
pada daerah dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan
kedudukannya, atau akibat pelaksanaan konstruksi.
d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-
lintas untuk jenis tanah tertentu.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan
yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang
tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan konstruksi.
2. Lapis Pondasi Bawah
Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang
terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas lapisan
dari material berbutir (granular material) yang dipadatkan, distabilisasi
ataupun tidak, atau lapisan tanah yang distabilisasi.
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebar beban roda.
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar
lapisan-lapisan di atasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan
biaya konstruksi).
c. Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar.
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 11
Lapis pondasi bawah diperlukan sehubungan dengan terlalu lemahnya
daya dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat berat (terutama pada saat
pelaksanaan konstruksi) atau karena kondisi lapangan yang memaksa
harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
Bermacam-macam jenis tanah setempat (CBR > 20%, PI < 10%) yang
relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi
bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen
portland, dalam beberapa hal sangat dianjurkan agar diperoleh bantuan
yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.
3. Lapis Pondasi
Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak
langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis
pondasi bawah atau, jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah,
langsung di atas tanah dasar.
Fungsi lapis pondasi antara lain :
a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda.
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga
dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan
untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan
penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan
persyaratan teknik.
Bermacam-macam bahan alam/setempat (CBR > 50%, PI < 4%) dapat
digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil
pecah yang distabilisasi dengan semen,aspal, pozzolan, atau kapur.
4. Lapis Permukaan
Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas campuran mineral
agregat dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas
dan biasanya terletak di atas lapis pondasi.
Fungsi lapis permukaan antara lain :
a. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 12
b. Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari
kerusakan akibat cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (wearing course)
Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis
pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal
diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal
sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi
daya dukung lapisan terhadap beban roda.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan
kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat
sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
Sumber : Pt T-01-2002-B
Gambar 2.1 Susunan lapis perkerasan jalan
2.3 Desain Perkerasan Lentur Metode Bina Marga (Pt.T-01-2002-B)
Dalam pedoman perkerasan lentur Pt. T-01-2002-B terdapat beberapa
variabel yang harus diperhatikan diantaranya :
1. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)
Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban gandar sumbu (setiap
kendaraan) ditentukan sebagai berikut
Angka ekivalen STRT = (beban sumbu dalam ton / 5,40 ) 4……..(2.2)
Angka ekivalen STRG = (beban sumbu dalam ton / 8,16 ) 4.........(2.3)
Angka ekivalen SDRG = (beban sumbu dalam ton / 13,76 ) 4…....(2.4)
Angka ekivalen STrRG = (beban sumbu dalam ton / 18,45 ) 4……(2.5)
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 13
Tabel 2.2 Ekivalen beban sumbu kendaraan (E)
Beban
Sumbu Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)
(ton) STRT STRG SDRG STrRG
1 0,00118 0,00023 0,00003 0,00001
2 0,01882 0,00361 0,00045 0,00014
3 0,09526 0,01827 0,00226 0,00070
4 0,30107 0,05774 0,00714 0,00221
5 0,73503 0,14097 0,01743 0,00539
6 1,52416 0,29231 0,03615 0,01118
7 2,82369 0,54154 0,06698 0,02072
8 4,81709 0,92385 0,11426 0,03535
9 7,71605 1,47982 0,18302 0,05662
10 11,76048 2,25548 0,27895 0,08630
11 17,21852 3,30225 0,40841 0,12635
12 24,38653 4,67697 0,57843 0,17895
13 33,58910 6,44188 0,79671 0,24648
14 45,17905 8,66466 1,07161 0,33153
15 59,53742 11,41838 1,41218 0,43690
16 77,07347 14,78153 1,82813 0,56558
17 98,22469 18,83801 2,32982 0,72079
18 123,45679 23,67715 2,92830 0,90595
19 153,26372 29,39367 3,63530 1,12468
20 188,16764 36,08771 4,46320 1,38081
Sumber : Pt T-01-2002-B
2. Reliabilitas
Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian
(degree ofcertainty) ke dalam proses perencanaan untuk menjamin
bermacam-macam alternative perencanaan akan bertahan selama selang
waktu yang direncanakan (umur rencana).
Faktor perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi
perkiraan lalu-lintas (W18) dan perkiraan kinerja (W18), dan karenanya
memberikan tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan akan bertahan
selama selang waktu yang direncanakan.
Pada umumnya, dengan meningkatnya volume lalu-lintas dan kesukaran
untuk mengalihkan lalu-lintas, resiko tidak memperlihatkan kinerja yang
diharapkan harus ditekan. Hal ini dapat diatasi dengan memilih tingkat
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 14
reliabilitas yang lebih tinggi. Tabel 2.3 memperlihatkan rekomendasi
tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan. Perlu dicatat
bahwa tingkat reliabilitas yang lebih tinggi menunjukkan jalan yang
melayani lalu-lintas paling banyak, sedangkan tingkat yang paling rendah,
50 % menunjukkan jalan lokal.
Tabel 2.3 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan
Sumber : Pt T-01-2002-B
Reliabilitas kinerja perencanan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR)
yang dikalikan dengan perkiraan lalu-lintas (W18) selama umur rencana
untuk memperoleh prediksi kinerja (W18).
Untuk tingkat reliabilitas (R) yang diberikan, reliability factor merupakan
fungsi dari deviasis tandar keseluruhan (overall standard deviation) yang
memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas dan perkiraan
kinerja untuk W18 yang diberikan. Dalam persamaan desain perkerasan
lentur, level of reliabity (R) diakomodasi dengan parameter penyimpangan
normal standar (standard normal deviate). Tabel 2.4 memperlihatkan nilai
ZR untuk level of serviceability tertentu.
Penerapan konsep reliability harus memperhatikan langkah-langkah
berikut ini:
(1) Definisikan klasifikasi fungsional jalan dan tentukan apakah
merupakan jalan perkotaan atau jalan antar kota
(2) Pilih tingkat reliabilitas dari rentang yang diberikan pada Tabel 2.4.
(3) Deviasi standar (So) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat.
Rentang nilai So adalah 0,40 – 0,50.
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 15
Tabel 2.4 Nilai penyimpangan normal standar (standar normal deviate) untuk tingkat
reliabilitas tertentu
Sumber : Pt T-01-2002-B
3. Lalu Lintas Pada Lajur Rencana
Lalu lintas pada lajur rencana (W18) diberikan dalam kumulatif beban
gandar standar. Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini
digunakan perumusan berikut ini :
W18 = DD x DL x w18 ……. (2.6)
Dimana :
DD = faktor distribusi arah.
DL = faktor distribusi lajur.
W18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.
Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat
pengecualian dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah
tertentu. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa DD bervariasi dari
0,3 – 0,7 tergantung arah mana yang ‘berat’ dan‘kosong’
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 16
Tabel 2.5 Faktor Distribusi Lajur (DL)
Sumber : Pt T-01-2002-B
Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur
dalam pedoman ini adalah lalu-lintas kumulatif selama umur rencana.
Besaran ini didapatkan dengan mengalikan beban gandar standar
kumulatif pada lajur rencana selama setahun (W18) dengan besaran
kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara numerik rumusan lalu-lintas
kumulatif ini adalah sebagai berikut :
�� = ��� × ������ ……………. (2.7)
Dimana :
Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif.
W18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.
n = umur pelayanan (tahun).
g = perkembangan lalu lintas (%).
4. Koefisien Drainase
Dalam pedoman perencanaan tebal perkerasan lentur departemen
permukiman dan prasarana wilayah diperkenalkan konsep koefisien
drainase untuk mengakomodasi kualitas sistem drainase yang dimiliki
perkerasan jalan. Tabel 2.6 memperlihatkan definisi umum mengenai
kualitas drainase.
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 17
Tabel 2.6 Definisi kualitas drainase
Sumber : Pt T-01-2002-B
Kualitas drainase pada perkerasan lentur diperhitungkan dalam
perencanaan dengan menggunakan koefisien kekuatan relatif yang
dimodifikasi. Faktor untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif ini
adalah koefisien drainase (m) dan disertakan ke dalam persamaan Indeks
Tebal Perkerasan (ITP) bersama-sama dengan koefisien kekuatan relatif
(a) dan ketebalan (D).
Tabel 2.7 memperlihatkan nilai koefisien drainase (m) yang merupakan
fungsi dari kualitas drainase dan persen waktu selama setahun struktur
perkerasan akan dipengaruhi oleh kadar air yang mendekati jenuh.
Tabel 2.7 Definisi kualitas drainase
Sumber : Pt T-01-2002-B
Untuk menentukan prosen struktur perkerasan dalam 1 tahun terkena air
sampai tingkat kejenuhan (Pheff), maka untuk persamaannya adalah :
WL = 100 – C ………………………………………...(2.8)
Pheff = ������ x �������� xWLx100 ……………………….(2.9)
Dimana :
Pheff = Persen waktu struktur perkerasaan yang di pengaruhi oleh
kadar air yang mendekati jenuh.
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 18
Air Surut (T jam) = jam per hari
Hari Hujan (T hari) = hari hujan dalam setahun
C = koefisien pengaliran (mengacu pada Tabel 2.8)
Tabel 2.8 Koefisien Pengaliran (C)
Koefisien Permukaan Tanah
Koefisien
Pengaliran
(C )
Jalan beton dan jalan aspal 0.7 - 0.95
Tanah berbutir halus 0.4 - 0.65
Tanah berbutir kasar 0.1 - 0.2
Batuan masif keras 0.7 -0.85
Batuan masif lunak 0.6 - 0.75
Sumber: Hendarsin, Shirley L. 2008, Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan
5. Indeks Permukaan (IP)
Indeks permukaan ini menyatakan nilai ketidakrataan dan kekuatan
perkerasan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas
yang lewat. Adapun beberapa ini IP beserta artinya adalah seperti yang
tersebut di bawah ini :
IP = 2,5 : menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
IP = 2,0 : menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih
mantap.
IP = 1,5 : menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin
(jalan tidak terputus).
IP = 1,0 : Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat
sehingga sangat mengganggu lalu-lintas kendaraan.
Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagai mana
diperlihatkan pada Tabel 2.9.
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 19
Tabel 2.9 Indeks Pelayanan Akhir (IPt) Berdasarkan Volume Lalu Lintas
Klasifikasi Jalan Terminal
Serviceability Pt
Bebas Hambatan ≥ 2.5
Arteri ≥ 2.5
Kolektor ≥ 2.0
Sumber: Rancangan 3 Revisi Pd.T-01-2002-B (2012)
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana
sesuai dengan tabel 2.10
Tabel 2.10 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo)
Klasifikasi Jalan Terminal
Serviceability Pt
Laston dan Laston Modifikasi ≥ 4
Lataston ≥ 4
Sumber: Rancangan 3 Revisi Pd.T-01-2002-B (2012)
*) Alat pengukur ketidakrataan yang dipergunakan dapat beruparoughometer NAASRA,
Bump Integrator, dll.
6. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Pedoman perencanaan tebal perkerasan lentur departemen permukiman
dan prasarana wilayah memperkenalkan korelasi antara koefisien kekuatan
relatif dengan nilaimekanistik, yaitu modulus resilien. Berdasarkan jenis
dan fungsi material lapis perkerasan, estimasi Koefisien Kekuatan Relatif
dikelompokkan ke dalam 5 katagori, yaitu : beton aspal (asphalt concrete),
lapis pondasi granular (granular base), lapis pondasi bawah granular
(granular subbase), cement-treatedbase (CTB), dan asphalt-treated base
(ATB).
a. Lapis Permukaan Beton Aspal (asphalt concrete surface course)
Gambar 2.2 memperlihatkan grafik yang dipergunakan untuk
memperkirakan Koefisien Kekuatan Relatif lapis permukaan berbeton
aspal bergradasi rapat berdasarkan modulus elastisitas (EAC) pada suhu
680F (metode AASHTO 4123). Disarankan, agar berhati-hati untuk nilai
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 20
modulus di atas 450.000 psi. Meskipun modulus beton aspal yang lebih
tinggi, lebih kaku, dan lebih tahan terhadap lenturan, akan tetapi lebih
rentan terhadap retak fatigue.
b. Lapis Pondasi Granular (granular base layer)
Koefisien Kekuatan Relatif a2 dapat dihitung dengan menggunakan
hubungan berikut :
a2 = 0,249 (log10EBS) – 0,977 ………………. (2.10)
c. Lapis Pondasi Bawah Granular (granular subbase layers)
Koefisien Kekuatan Relatif a3 dihitung dengan menggunakan hubungan
berikut:
a3 = 0,227 (log10ESB) – 0,839………………. (2.11)
d. Lapis Pondasi Bersemen
Gambar 2.3 memperlihatkan grafik yang dapat dipergunakan untuk
memperkirakan Koefisien Kekuatan Relatif, a2 untuk lapis pondasi bersemen.
e. Lapis Pondasi Beraspal
Gambar 2.4 memperlihatkan grafik yang dapat dipergunakan untuk
memperkirakan Koefisien Kekuatan Relatif, a2 untuk lapis pondasi beraspal.
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 21
Sumber : Pt T-01-2002-B
Gambar 2.2 Grafik untuk memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis permukaan beton aspal
bergradasi rapat (a1)
Sumber : Pt T-01-2002-B
Gambar 2.3 Variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi bersemen (a2)
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 22
Sumber : Pt T-01-2002-B
Gambar 2.4 Variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi beraspal (a2)
7. Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan
Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan
keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan
pemeliharaan untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan
yang tidak praktis. Dari segi keefektifan biaya, jika perbandingan antara
biaya untuk lapisan pertama dan lapisan kedua lebih kecil dari pada
perbandingan tersebut dikalikan dengan koefisien drainase, maka
perencanaan yang secara ekonomis optimum adalah apabila digunakan
tebal lapis pondasi minimum. Tabel 2.11 memperlihatkan nilai tebal
minimum untuk lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat.
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 23
Tabel 2.11 Tabel minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat (inci)
Sumber : Pt T-01-2002-B
Metoda dan tata cara perhitungan penurunan serviceability yang dimuat
pada Pt.T-01-2002-B merupakan adopsi dari metoda AASHTO’93, untuk
perkerasan yang sudah rusak dan tidak bisa dilewati, nilai serviceability
diberikan sebesar 1.5, nilai daya layan rusak (failure serviceability, Pf)
Sumber : Highway Pavement Design, AASHTO 1993
Gambar 2.5 Ketentuan perencanaan menurut Pt.T- 01-2002-B
D1* ≥ #$�%� .............................................................................................(2.12)
D1* = SN1 x a1...................................................................................(2.13)
SN1* = D1* a1 .....................................................................................(2.14)
Nilai SN1* ≥ SN1 ………………………………………….……….(2.15)
D2* ≥ SN2-SN1* ………………………………………………...…(2.16)
a2m2
SN2* = D2*x a2 x m2………………………………………………….(2.17)
SN1* + SN2* ≥ SN2………………………………………….……….(2.18)
D3* ≥ SN3 – (SN1* + SN2*) …………………….…………………. (2.19)
a3m3
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 24
8. Analisa Komponen Perkerasan
Gambar 2.6 memperlihatkan nomogram untuk menentukan Structural
number rencana yang diperlukan. Nomogram tersebut dapat dipergunakan
apabila dipenuhi kondisi-kondisi berikut ini:
1. Perkiraan lalu-lintas masa datang (W18) adalah pada akhir umur
rencana,
2. Reliability (R).
3. Overall standard deviation (S0),
4. Modulus resilien efektif (effective resilient modulus) material tanah
dasar (Mr),
5. Design serviceability loss (∆PSI = IPo – IPt).
Perhitungan perencanaan tebal perkerasan dalam pedoman ini didasarkan
pada kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan, dengan rumus
sebagai berikut :
ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3 ………………. (2.20)
Dimana :
a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan
D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)
Jika kualitas drainase dipertimbangkan, maka persamaan di atas
dimodifikasi menjadi :
ITP = a1 D1 + a2 D2 m2 + a3 D3 m3 ………………. (2.21)
Dimana :
a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan (berdasarkan
besaranmekanistik)
D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan
m2, m3 = Koefisien drainase
Angka 1, 2, dan 3, masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi,
dan lapis pondasi bawah. Selain menggunakan Gambar 2.6, ITP juga dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini.
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 25
&'()*�+), = -. + 0* + 1. 34 × &'()*�567 + ) − *. 9* + &'()*: ∆<=<=*><=?@
*.A*� )*1A�<B=C)D.)1
+9. 39 ×&'()*�E. + ,. *F.. (2.22)
Dimana :
W18 = Perkiraan jumlah beban sumbu standar ekivalen 18-kip
ZR = Deviasi normal standar
S0 = Gabungan standard error untuk perkiraan lalu-lintas dan kinerja
∆PSI = Perbedaan antara initial design serviceability index, IPo dan
design terminal serviceability index, IPt
Mr = Modulus resilien
IPf = Indeks permukaan jalan hancur (minimum 1,5)
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 26
Sumber : Pt T-01-2002-B
Gambar 2.6 Nomogram untuk perencanaan tebal perkerasan lentur
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 27
2.4 Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Metode Bina Marga (Pd.T-
05-2005-B)
Pedoman perencanaan tebal lapis tambah perkerasan lentur dengan metode
lendutan dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standardisasi Bidang
Konstruksi dan Bangunan melalui Gugus Kerja Bidang Perkerasan Jalan
pada Sub Panitia Teknik Standardisasi Bidang Prasarana Transportasi.
Pedoman ini diprakarsai oleh Pusat Litbang Prasarana Transportasi, Badan
Litbang ex. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Pedoman ini
merupakan revisi Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan Alat
Benkelman Beam (01/MN/B/1983) dan selain berlaku untuk data lendutan
yang diperoleh berdasarkan alat Benkelman Beam juga berlaku untuk data
lendutan yang diperoleh dengan alat Falling Weight Deflectometer (Pd-T-
05-2005-B).
Di samping mengacu pada Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan
Alat Benkelman Beam (01/MN/B/1983) dan hasil penelitian, pedoman ini
mengaacu juga pada Metoda Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur
Dengan Alat Benkelman Beam (SNI 07-2416-1991), dan Perencanaan
Tebal Perkerasan dengan Analisa Komponen (SNI 03-1732-1989).
Pedoman ini digunakan sebagai rujukan bagi perencana, pelaksana dan
pengawas kegiatan peningkatan jalan (Pd-T-05-2005-B).
Tata Cara penulisan disusun mengikuti Pedoman BSN No. 8 th. 2000 dan
dibahas dalam forum konsensus yang melibatkan narasumber, pakar dan
stakeholder Prasarana Transportasi sesuai ketentuan Pedoman BSN No. 9
tahun 2000.Upaya untuk memenuhi tuntutan tersebut perlu disusun
pedoman perencanaan tebal lapis tambah dengan metode lendutan yang
disesuaikan dengan kondisi lalu lintas dan lingkungan di Indonesia (Pd-T-
05-2005-B).
Pedoman perencanaan tebal lapis tambah dengan metode lendutan dengan
menggunakan alat Falling Weight Deflectometer (FWD) belum dibuat
NSPM nya sedangkan Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan Alat
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 28
Benkelman Beam (01/MN/B/1983) dipandang perlu direvisi (Pd-T-05-
2005-B).
2.4.1 Ruang lingkup Pd T-05-2005-B
Pedoman ini menetapkan kaidah-kaidah dan tata cara perhitungan lapis
tambah perkerasan lentur berdasarkan kekuatan struktur perkerasan yang
ada yang diilustrasikan dengan nilai lendutan. Pedoman ini memuat
deskripsi berbagai faktor dan parameter yang digunakan dalam
perhitungan serta memuat contoh perhitungan. Perhitungan tebal lapis
tambah yang diuraikan dalam pedoman ini hanya berlaku untuk konstruksi
perkerasan lentur atau konstruksi perkerasan dengan lapis pondasi agregat
dengan lapis permukaan menggunakan bahan pengikat aspal. Penilaian
kekuatan struktur perkerasan yang ada, didasarkan atas lendutan yang
dihasilkan dari pengujian lendutan langsung dengan menggunakan alat
Falling Weight Deflectometer (FWD) dan lendutan balik dengan
menggunakan alat Benkelman Beam (Pd-T-05-2005-B).
2.4.2 Parameter Ketentuan Perhitungan Lalu Lintas
2.4.2.1 Lalu Lintas
Tebal lapisan perkerasan jalan ditentukan dari beban yang akan dipikul
oleh struktur perkerasan jalan, hal ini dipengaruhi oleh beban lalu lintas
yang akan memakai jalan. Besarnya beban lalu lintas dapat diperoleh dari :
1. Lalu Lintas Harian (LHR) saat ini, sehingga diperoleh data mengenai :
- Jumlah kendaraan yang hendak memakai jalan (komposisi)
- Konfigurasi sumbu beban
- Beban masing masing sumbu kendaraan
2. Perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana, antara
lain berdasarkan data lalu lintas tahun – tahun sebelumnya dan analisa
ekonomi sosial daerah tersebut.
a) Volume Lalu Lintas (LHR)
Jumlah kendaraan yang hendak memakai jalan dinyatakan dalam volume
lalu lintas. Volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan
yang melewati suatu titik pengamatan selama satuan waktu tertentu. Untuk
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 29
perencanaan tebal lapis perkerasan, volume lalu lintas dinyatakan dalam
kendaraan / hari / 2 arah untuk jalan 2 arah tidak terpisah dan kendaraan /
hari / 1 arah untuk jalan satu arah atau 2 arah terpisah. Data volume lalu
lintas dapat diperoleh dengan melakukan perhitungan volume lalu lintas
secara manuial di tempat tempat yang dianggap perlu.Perhitungan dapat
dilakukan selama waktu yang ditentukan. Dari hasil perhitungan tersebut
diperoleh data Lalu Lintas Harian Rata Rata (LHR)
b) Jumlah Lajur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C).
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan,
yang menampung lalu-lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas
lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel 2.12
Tabel 2.12 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan
Sumber : Pd T-05-2005-B
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang
lewat pada lajur rencana ditentukan sesuai Tabel 2.13
Tabel 2.13 Koefisien distribusi kendaraan (C)
Sumber : Pd T-05-2005-B
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 30
c) Ekivalen beban sumbu kendaraan (E).
Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap
kendaraan) ditentukan menurut Rumus 2.2, 2.3, 2.4 dan 2.5
d) Faktor umur rencana dan perkembangan lalu lintas
Faktor hubungan umur rencana dan perkembangan lalu lintas ditentukan
menurut Rumus 2.23 atau Tabel 2.14.
N = ½ {1+ (1+r)n
+2 (1+r) ((1+r)n-1
/r)} ……………….(2.23)
Keterangan :
N = faktor hubungan umur rencana dan perkembangan lalu lintas
r = pertumbuhanlalulintasn =umurrencanaTabel 2.14 Faktor Hubungan Umur Rencana dengan Perkembangan Lalu Lintas
Sumber : Pd T-05-2005-B
r (%)
2 4 5 6 8 10 n
(tahun)
1 1,01 1,02 1,03 1,03 1,04 1,05
2 2,04 2,08 2,10 2,12 2,16 2,21
3 3,09 3,18 3,23 3,28 3,38 3,48
4 4,16 4,33 4,42 4,51 4,69 4,87
5 5,26 5,52 5,66 5,81 6,10 6,41
6 6,37 6,77 6,97 7,18 7,63 8,1
7 7,51 8,06 8,35 8,65 9,28 9,96
8 8,67 9,40 9,79 10,19 11,06 12,01
9 9,85 10,79 11,30 11,84 12,99 14,26
10 11,06 12,25 12,89 13,58 15,07 16,73
11 12,29 13,76 14,56 15,42 17,31 19,46
12 13,55 15,33 16,32 17,38 19,74 22,45
13 14,83 16,96 18,16 19,45 22,36 25,75
14 16,13 18,66 20,09 21,65 25,18 29,37
15 17,47 20,42 22,12 23,97 28,24 33,36
20 24,54 30,37 33,89 37,89 47,59 60,14
25 32,35 42,48 48,92 56,51 76,03 103.26
30 40,97 57,21 68,10 81,43 117,81 172,72
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 31
Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut
dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan
yang bersifat struktural (sampai diperlukan overlay lapisan perkerasan).
Selama umur rencana tersebut pemeliharaan jalan harus tetap dilakukan.
Umur rencana untuk perkerasan jalan lentur baru umumnya diambil 20
tahun. Dan untuk peningkatan jalan 10 tahun. Umur rencana yang lebih
besar dari 20 tahun tidak lagi ekonomis karena pertumbuhan lalu lintas
yang terlalu besar dan sukar mendapatkan ketelitian memadai (tambahan
lapis perkerasan menyebabkan biaya awal yang cukup tinggi).
Kerusakan perkerasan jalan pada umumnya yang terjadi disebabkan oleh
terkumpulnya air dibagian perkerasan jalan karena repetisi dari lintasan
kendaraan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk diketahui seberapa
besar jumlah repetisi yang akan memakai jalan tersebut. Repetisi beban
dinyatakan dalam akumulasi ekivalen beban sumbu standar (CESA).
e) Akumulasi ekivalen beban sumbu standar (CESA)
Akumulasi ekivalen beban sumbu standar (CESA) merupakan akumulasi
beban standar selama umur rencana, dimana besarnya nilai CESA dapat
ditentukan dengan rumus :
CESA = ∑traktor-trailer m x 365 x E x C x N ………………(2.24)
Keterangan :
CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standard
m = jumlah masing masing jenis kendaraan
365 = jumlah hari dalam 1 tahun
E = ekivalen beban sumbu
C = koefisien distribusi kendaraan
N = faktor hubungan umur rencana dan perkembangan lalulintas
2.4.2.2 Lendutan dengan Falling Weight Deflectometer (FWD)
Lendutan merupakan gerakan turun vertikal suatu permukaan perkerasan
akibat beban (Pd T-05-2005-B). Lendutan yang digunakan dalam
perhitungan tebal perkerasan lapis tambah (overlay) merupakan pedoman
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 32
Pd T-05-2005-B adalah hasil pengukuran dengan alat Falling Weight
Deflectometer (FWD).
a) Lendutan dengan Falling Weight Deflectometer (FWD)
Lendutan yang digunakan adalah lendutan pada pusat beban (df1). Nilai
lendutan ini harusdikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim)
dan koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beban uji tidak
tepat sebesar 4,08 ton). Besarnya lendutan langsung adalah sesuai Rumus
2.25.
dL = df1 x Ft x Ca x FKB-FWD.............................................................(2.25)
dengan pengertian :
dL = lendutan langsung (mm)
df1 = lendutan langsung pada pusat beban (mm)
Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 350° C
Ft = 4,184 x TL- 0,4025
, untuk HL < 10 cm ................................ (2.26)
= 14,785 x TL- 0,7573
, untuk HL > 10 cm .............................. (2.27)
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran
langsung dilapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara,yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) .............................................................. (2.28)
Tp = temperatur permukaan lapis beraspal
Tt = temperatur tengah lapis beraspal
Tb = temperatur bawah lapis beraspal
Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim)
= 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau muka air
tanah rendah
= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka air tanah
tinggi
FKB-FWD = faktor koreksi beban uji Falling Weight Deflectometer (FWD)
= 4,08 x (Beban Uji dalam ton)(-1)
......................................... (2.29)
b) Keseragaman Lendutan
c) Lendutan Wakil (Dwakil)
d) Faktor Koreksi Tebal Lapis Tambah
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 33
e) Jenis Lapis Tambah
f) Lendutan Rencana (Drencana)
2.4.3 Prosedur Perhitungan
Pengukuran lendutan dengan alat FWD disarankan dilakukan pada jejak
roda luar (jejak roda kiri) dan untuk alat BB pada kedua jejak roda (jejak
roda kiri dan jejak roda kanan). Pengukuran lendutan pada perkerasan
yang mengalami kerusakan berat dan deformasi plastis disarankan
dihindari.
Perhitungan tebal lapis tambah perkerasan lentur dapat menggunakan
rumus-rumus atau gambar-gambar yang terdapat pada laporan tugas akhir
ini. Tahapan perhitungan tebal lapis tambah adalah sebagai berikut:
a) Hitung repetisi beban lalu-lintas rencana (CESA) dalam ESA;
b) Hitung lendutan hasil pengujian dengan alat FWD dan koreksi dengan
faktor muka air tanah (faktor musim, Ca) dan faktor temperatur standar
(Ft) serta faktor beban uji (FKB-FWD untuk pengujian dengan FWD)
bila beban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton)
c) Tentukan panjang seksi yang memiliki keseragaman (FK) yang sesuai
dengan tingkat keseragaman yang diinginkan.
d) Hitung Lendutan wakil (Dwakil) untuk masing-masing seksi jalan yang
tergantung dari kelas jalan.
e) Hitung lendutan rencana/ijin (Drencana) dengan menggunakan
persamaan (2.30) dengan alat FWD atau persamaan (2.31) dengan alat
BB
Drencana = 17,004 x CESA (-0,2307)
……………………………..(2.30)
Drencana = 22,208 x CESA ((-0,2307)
……….............................(2.31)
dengan pengertian :
Drencana = lendutan rencana, dalam satuan milimeter.
CESA = akumulasi ekivalen beban sumbu standar, dalam satuan
ESA
f) Hitung tebal lapis tambah (Ho) dengan menggunakan persamaan 2.32
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 34
Ho = {TU��,W����TU�XYZ[\]�TU�XY^[\]}
W,W�`a ………..…………..….(2.32)
dengan pengertian :
Ho = tebal lapis tambah sebelum dikoreksi temperatur rata-rata
tahunan daerah tertentu, dalam satuan sentimeter.
Dsblov = lendutan sebelum lapis tambah/Dwakil, dalam satuan
milimeter.
Dstl ov = lendutan setelah lapis tambah atau lendutan rencana, dalam
satuan milimeter.
g) Hitung tebal lapis tambah/overlay terkoreksi (Ht) dengan mengkalikan
Ho dengan faktor koreksi overlay (Fo), yaitu sesuai persamaan (2.33) :
Ht = Ho x Fo ………. (2.33)
dengan pengertian :
Ht = tebal lapis tambah/overlay Laston setelah dikoreksi dengan
temperatur rata-ratatahunan daerah tertentu, dalam satuan sentimeter.
Ho = tebal lapis tambah Laston sebelum dikoreksi temperatur rata-rata
tahunan daerah tertentu, dalam satuan centimeter.
Fo = faktor koreksi tebal lapis tambah/overlay
g) Bila jenis atau sifat campuran beraspal yang akan digunakan tidak
sesuai dengan ketentuan di atas maka tebal lapis tambah harus
dikoreksi dengan faktor koreksi tebal tebal lapis tambah penyesuaian
(FKTBL)
2.5 Perkembangan Perangkat Lunak untuk Aplikasi Perencanaan
Perkerasan Lentur
Pemrograman visual adalah metode pembuatan program dimana
programmer membuat koneksi antara objek-objek dengan cara
menggambar, menunjuk, dan mengklik pada diagram dan ikon dan dengan
berinteraksi dengan diagram alur. Jadi, programmer bisa menciptakan
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 35
program dengan cara mengklik pada ikon yang mewakili rutin-rutin
pemrograman secara umum.
Contoh pemrograman visual adalah Visual Basic, yaitu bahasa
pemrograman berorientasi objek yang berbasis Windows dari Microsoft
yang mengizinkan pengguna mengembangkan aplikasi Windows dan
Office dengan hal-hal sebagai berikut,
a. Membuat tombol perintah, kotak teks, jendela dan toolbar,
b. Selanjutnya akan di-link ke program BASIC yang kecil yang
melakukan tindakan tertentu.
Visual Basic merupakan even-driven, artinya program menunggu
pengguna melakukan sesuatu (event), seperti klik pada ikon, dan kemudian
program akan merespon. Misalnya, pada permulaan pengguna dapat
menggunakan piranti geser dan turunkan (dragand-drop) untuk
mengembangkan antar muka pengguna grafis yang dibuat secara otomatis
oleh program. Karena penggunaanya mudah, Visual Basic memungkinkan
programmer pemula untuk mencipatakan aplikasi-aplikasi berbasis
windows yang menarik.
Sejak diluncurkan pada 1990, pendekatan Visual Basic menjadi norma
untuk bahasa pemrograman. Sekarang ada banyak lingkungan visual untuk
banyak bahasa pemrograman termasuk C, C++, Pascal, dan Java. Visual
Basic terkadang disebut Rapid Application Development (RAD) karena
memungkinkan programmer membuat aplikasi prototype dengan cepat.
Microsoft Visual Basic (sering disingkat sebagai VB saja) merupakan
sebuah bahasa pemrograman yang bersifat event driven dan menawarkan
Integrated Development Environment (IDE) visual untuk membuat
program aplikasi berbasis sistem operasi Microsoft Windows dengan
menggunakan model pemrograman Common Object Model (COM). Visual
Basic merupakan turunan bahasa BASIC dan menawarkan pengembangan
aplikasi komputer berbasis grafik dengan cepat, akses ke basis data
menggunakan Data Access Objects (DAO), Remote Data Objects (RDO),
atau ActiveX Data Object (ADO), serta menawarkan pembuatan kontrol
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 36
ActiveX dan objek ActiveX. Beberapa bahasa skrip seperti Visual Basic for
Applications (VBA) dan Visual Basic Scripting Edition (VBScript), mirip
seperti halnya Visual Basic, tetapi cara kerjanya yang berbeda.
Para programmer dapat membangun aplikasi dengan menggunakan
komponen-komponen yang disediakan oleh Microsoft Visual Basic.
Program-program yang ditulis dengan Visual Basic juga dapat
menggunakan Windows API, tapi membutuhkan deklarasi fungsi eksternal
tambahan.
Dalam pemrograman untuk bisnis, Visual Basic memiliki pangsa pasar
yang sangat luas. Dalam sebuah survey yang dilakukan pada tahun 2005,
62% pengembang perangkat lunak dilaporkan menggunakan berbagai
bentuk Visual Basic, yang diikuti oleh C++, JavaScript, C#, dan Java.
Bila ditinjau dari sejarahnya, Bill Gates, pendiri Microsoft, memulai bisnis
software-nya dengan mengembangkan interpreter bahasa Basic untuk
Altair 8800, untuk kemudian ia ubah agar dapat berjalan di atas IBM PC
sistem operasi DOS.
Seperti yang telah diketahui, Visual Basic merupakan bahasa
pemrograman visual yang dapat mempermudah dalam mendesain tampilan
program atau lebih dikenal dengan istilah user interface. Sehingga hal ini
sangat bermanfaat untuk membuat program yang bekerja dalam
lingkungan windows yang tampilannya lebih rumit. Dengan Bahasa
Pemrograman biasa / Non Visual, waktu seorang programmer lebih
banyak dihabiskan untuk mendesain tampilan program dibandingkan
dengan penulisan program utamanya. Visual basic adalah suatu bahasa
pemrograman visual yang merupakan pengembangan terakhir dari Basic.
Bahasa Pemrogramman Visual Basic 6.0 merupakan perangkat lunak yang
memiliki kesamaan dengan bahasa Pemrograman Basic dan bekerja pada
lingkungan sistem operasi Windows. Pemrogramman Visual Basic 6.0 juga
memberikan kemudahan bagi programmer dalam membuat sebuah
program, karena dalam Bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 telah
disediakan fasilitas-fasilitas pendukung yang mudah penggunaannya tanpa
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 37
menambah syntax program yang berbelit-belit seperti pada beberapa
bahasa pemrograman lainnya, yang tentunya akan lebih banyak menyita
waktu dan pemikiran. Selain kemudahan tersebut, Visual Basic 6.0 juga
memiliki kecepatan proses yang tinggi dan keunggulan dalam file eksekusi
yang dihasilkan, yang mampu berdiri sendiri diluar software
pembangunnya serta kecilnya file eksekusi yang dihasilkan.
Pada 13 Februari 2002 Microsoft mengumumkan kemampuan dari Visual
Studio .NET versi akhir. Maka, dapat disimpulkan ringkasan versinya
sebagai berikut :
1. Visual Basic 1.0 : 1991
2. Visual Basic 2.0 : 1992
3. Visual Basic 3.0 : 1993
4. Visual Basic 4.0 : 1996
5. Visual Basic 5.0 : 1997
6. Visual Basic 6.0 : 1998
7. Visual Basic 7.0 : 2003
8. Visual Basic 8.0 : 2005
9. Visual Basic 9.0 : 2008
10. Visual Basic 10.0 : 2010
Perhitungan tebal perkerasan lentur biasanya membutuhkan waktu yang
relatif lama dan ketelitian yang tinggi dalam membaca tabel, grafik atau
nomogram dan juga karena banyaknya variabel yang digunakan. Untuk
membantu perhitungan tebal perkerasan ini diperlukan suatu perangkat
lunak yang dapat digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan dengan
cepat, tepat dan teliti. Di dalam Tugas Akhir ini penulis telah
merencanakan sebuah perangkat lunak dengan menggunakan Visual Basic
6.0 untuk menghitung tebal perkerasan tersebut. Perangkat lunak tersebut
adalah untuk menghitung tebal perkerasan lentur dengan metode Bina
Marga. Perangkat lunak ini dapat mempermudah untuk menghitung tebal
perkerasan lentur serta memberi hasil yang akurat.
D4 TPJJ PPL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Firman Fauzi, Desain dan Overlay….. 38
Penggunaan perangkat lunak dalam proses perancangan tebal perkerasan
lentur dipandang perlu karena beberapa keuntungan, yaitu dapat
mempercepat proses, memperkecil kesalahan perhitungan dan
memudahkan dalam perancangan ulang, sehingga proses perancangan
tebal perkerasan lentur akan menjadi lebih cepat dan mudah.