10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Matematika SMP
a. Belajar
Menurut Slameto (2010: 2), belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Sudjana (1987: 17) juga menyatakan
bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan
pada diri seseorang yang ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti
perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,
keterampilan, kecakapan, kemampuan dan aspek lain yang ada pada
individu.
Cronbach, Harold Spears dan Morgan (Suprijono, 2009: 2-3)
memberikan definisi belajar. Cronbach mendefisikan “Learning is shown
by change in behavior as result of experience”. Artinya Belajar adalah
perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Harold Spears
mengatakan “Learning is it to observe, to read, to imitate, to try something
themselves, to listen, to follow direction” Artinya dengan kata lain, bahwa
belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu,
mendengar, dan mengikuti arah tertentu. Morgan mendefinisikan
“Learning is any relatively permanent change in behavior that is a result
11
of past experience. Artinya Belajar adalah perubahan perilaku yang
bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.
Sardiman (2006: 21) mendefinisikan belajar adalah berubah.
Dalam hal ini yang dimaksudkan belajar adalah usaha mengubah
tingkah laku. Jadi dengan belajar diharapkan membawa perubahan
pada seseorang atau individu yang belajar. Perubahan tidak hanya
berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk
kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak,
dan penyesuaian diri. Menurut Winkel (1987: 36) mendefinisikan
belajar sebagai suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam
interaksi individu dengan sumber belajarnya, yang menghasilkan
sejumlah perubahan.
Menurut beberapa definisi para ahli di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku didalam
diri seseorang atau individu yang ditunjukkan dalam berbagai bentuk
seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, keterampilan,
kecakapan, harga diri, minat, dan watak. Apabila setelah belajar tidak
terjadi perubahan dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan
bahwa padanya telah berlangsung proses belajar.
b. Pembelajaran
Suyitno (2006: 2) mendefinisikan bahwa pembelajaran adalah upaya
menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat,
bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi
12
optimal antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik dengan
peserta didik. Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun
meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan
prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran
(Hamalik, 2005: 57). Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau
proses membelajarkan subyek didik yang direncanakan atau didesain,
dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik dapat
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien
(Depdiknas, 2004: 7).
Suherman (2001: 9) menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses
pendidikan dalam lingkungan persekolahan, sehingga arti proses
pembelajaran adalah proses sosialisasi siswa dengan lingkungan sekolah,
misalkan guru dan teman sesama siswa. Pembelajaran merupakan proses
yang mengandung serangkaian tindakan guru dan siswa atas dasar
hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan tertentu (Usman, 2002: 4).
Sedangkan Suprijono (2009: 13) berpendapat bahwa pembelajaran
berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari
yang dilaksanakan oleh peserta didik dengan guru sebagai fasilitator, dan
dilakukan dengan dialog interaktif. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan pembelajaran adalah proses dialog interaksi antara guru,
peserta didik, sumber belajar dan lingkungan belajar dalam situasi edukatif
sehingga menghasilkan perubahan untuk menciptakan iklim dan pelayanan
13
terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
c. Matematika
Matematika berasal dari perkataan latin mathematica yang mulanya
diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti “relating to
learning”. Kata itu mempunyai akar kata mathema yang berarti
pengetahuan atau ilmu (Suherman, 2003: 15). Menurut James (Suherman,
2003: 19), mengatakan matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk,
susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang
lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang
yaitu Aljabar, Analisis, dan Geometri.
Ruseffendi (Heruman, 2010: 1) menyatakan bahwa matematika
adalah bahasa symbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian
induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi,
mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke
aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Menurut Johnson dan Rising
(Suherman, 2003: 19) mendefinisikan matematika adalah pola berpikir,
pola mengorganisasikan, pembuktian logik, matematika itu adalah bahasa
yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan
akurat, representasinya dengan symbol, dan padat, lebih berupa bahasa
symbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
Reys (1998: 2) menyatakan bahwa matematika mempelajari tentang
pola dan hubungan, cara berpikir, seni yang bersifat urut dan konsisten,
14
bahasa yang menggunakan istilah dan symbol, serta alat yang dapat
digunakan dalam menyelesaikan masalah dalam bidang lain, dunia keja
dan kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pengertian menurut para ahli di atas timbul
keanekaragaman secara umum dan dapat dipahami matematika adalah
suatu ilmu terstruktur tentang ide-ide, pola pikir, pembuktian logik,
struktur-struktur, dan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan konsep-
konsep abstrak terstruktur dan terorganisir secara sistematis dalam
rangkaian urutan yang logis. Jadi matematika merupakan ilmu yang tidak
sekedar menghitung secara teknis dan mekanis, tetapi matematika
merupakan suatu ilmu deduktif formal dan abstrak yang dapat digunakan
untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika
terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri.
d. Pembelajaran Matematika
Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang
mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti
mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti
pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike
berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein
atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal
katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang
didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan
kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan hasil
15
eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-
pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran
(Rosmayati, 2015: 17 -18).
Pembelajaran matematika berarti pembelajaran tentang konsep-
konsep atau struktur-struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari
serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep atau struktur-
struktur tersebut (Hudojo, 2005: 135). Sesuai dengan pengertian di atas,
pembelajaran matematika seharusnya dilaksanakan secara terpadu dengan
mengoptimalkan peran siswa sebagai pembelajar.Siswa tidak hanya
mendapatkan pemahaman konsep tetapi siswa juga diharapkan memiliki
keterampilan dan kreatifitas dalam belajar matematika sehingga siswa
mampu menerapkannya dalam menyelesaikan masalah sehari-hari.
Pembelajaran matematika ditujukan untuk membina kemampuan
siswa diantaranya dalam memahami konsep matematika, menggunakan
penalaran, menyelesaikan masalah, mengkomunikasikan gagasan, dan
memiliki sikap menghargai terhadap matematika. Selain itu, pembelajaran
matematika juga diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir
matematis, yang meliputi pemahaman, pemecahan masalah, penalaran,
komunikasi, dan koreksi matematis, kritis serta sikap yang terbuka dan
objektif. Dalam pembelajaran matematika, siswa dibiasakan untuk
memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang
dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (Rosmayati, 2015:
16
18–19). Dengan pengamatan terhadap contoh-contoh diharapkan siswa
mampu menangkap pengertian suatu konsep (Suherman, 2001: 55).
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
pembelajaran matematika bertujuan untuk megembangkan kemampuan
berpikir matematis, yang meliputi pemahaman, pemecahan masalah,
penalaran, komunikasi, dan koreksi matematis, kritis serta sikap yang
terbuka dan objektif. Siswa dibiasakan memperoleh pemahaman melalui
pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari
sekumpulan objek.
Berikut adalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata
pelajaran matematika pada Kurikulum KTSP 2006 kelas VIII yang
digunakan dalam penelitian di SMP Negeri 1 Nanggulan:
Tabel 2.1
SK dan KD Mata Pelajaran Matematika Kelas VIII
(Permendiknas, 2006: 350)
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Geometri dan Pengukuran
4. Menentukan unsur, bagian
lingkaran serta ukurannya
4.1 Menentukan unsur dan
bagian-bagian lingkaran
4.2 Menghitung keliling dan luas
lingkaran
2. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode
pembelajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk
saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran
(Slavin, 2008: 4). Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling
membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi, untuk mengasah
17
pengetahuan yang mereka kuasai saat itu, dan menutup kesenjangan dalam
pemahaman masing-masing.
Anita Lie (Suprijono 2009: 56) berpendapat bahwa model pembelajaran
kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini social. Yang menekankan
bahwa manusia adalah makhluk sosial, dimana kunci dari semua kehidupan
sosial adalah dialog interaktif (interaksi sosial). Shaw dalam Suprijono (2009:
57) mengatakan bahwa ciri yang dimiliki oleh pembelajaran kelompok adalah
tiap anggotanya saling berinteraksi, saling mempengaruhi antara yang satu
dengan yang lain.
Fase-fase dalam model pembelajaran kooperatif seperti yang tercantum
dalam tabel di bawah ini:
Tabel 2.2
Fase-Fase Dalam Model Pembelajaran Kooperatif
(Agus Suprijono, 2009: 65)
Fase-fase Perilaku Guru
Fase 1: Present goals and set
Menyampaikan pesan dan
mempersiapkan peserta didik
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan pesrta didik
Fase 2: Present information
Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada
peserta didik
Fase 3: Organize students into
learning teams Mengorganisir peserta didik ke
dalam kelompok-kelompok belajar
Memberikan penjelasan kepada peserta
didik tentang tata cara pembentukan
kelompok
Fase 4: Assist team work and study
Membantu kerja kelompok dan
belajar
Membantu kelompok-kelompok belajar
selama peserta didik mengerjakan
tugasnya
Fase 5: Test on the materials
Mengevaluasi
Mengevaluasi pengetahuan peserta
didik mengenai berbagai materi
pembelajaran atau kelompok-kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6: Provide recognition
Memberikan pengakuan atau
penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui
usaha dan prestasi individu maupun
kelompok
18
Berdasarkan beberapa definisi para ahli di atas, model pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran yang menekankan siswa bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil, didalamnya terdapat pembelajaran yang
efektif untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman, dimana tiap
anggotanya saling berinteraksi, saling mempengaruhi antara yang satu dengan
yang lain.
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Penelitian yang paling luas dan sukses dari metode-metode spesialisasi
tugas adalah Group Investigation, sebuah bentuk pembelajaran kooperatif
yang berasal dari jamannya John Dewey (1970), tetapi telah diperbaharui dan
diteliti pada beberapa tahun terakhir oleh Shlomo dan Yael Sharan, serta
Rachel-Lazarowitz di Israel (Slavin, 2008: 214).
Model pembelajaran Group Investigation adalah model pembelajaran
yang dikembangkan oleh Yael Sharan dan Shlomo Sharan. Dalam jurnal
internasional Sharan dan Sharan (Sari, 2013: 15) menyatakan bahwa “Group
Investigation harnesses students individual interest and gives them even more
control over their learning”. Investigasi kelompok memanfaatkan ketertarikan
individu siswa dan memberikan mereka kesempatan untuk mengontrol
pembelajaran mereka. Pendapat tersebut mengasumsikan bahwa dalam
pembelajaran dengan menggunakan model Group Investigation disesuaikan
dengan minat ketertarikan siswa tentang apa yang hendak mereka pelajari,
dari hal tersebut siswa diberi kebebasan untuk menentukan apa yang mereka
pelajari di dalam kelas.
19
Suprijono (2009: 93) mengemukakan bahwa model pembelajaran Group
Investigation dimulai dengan pembagian kelompok. Selanjutnya guru beserta
peserta didik memilih topik-topik tertentu dengan permasalahan-permasalahan
yang dapat dikembangkan dari topik-topik tersebut. Sesudah topik beserta
permasalahannya disepakati, peserta didik beserta guru menentukan metode
penelitian yang dikembangkan untuk memecahkan masalah.
Adapun prinsip-prinsip dalam pembelajaran Group Investigation
(Slavin, 2008: 215-217), antara lain:
a. Menguasai kemampuan kelompok
Kesuksesan implementasi dari Group Investigation sebelumnya menuntut
pelatihan dalam kemampuan komunikasi dan sosial
b. Perencanaan kooperatif
Anggota kelompok mengambil bagian dalam merencanakan berbagai
dimensi dan tuntutan dari proyek mereka. Bersama mereka menentukan
apa yang mereka ingin investigasikan sehubungan dengan upaya mereka
menyelesaikan masalah yang mereka hadapi, sumber apa yang mereka
butuhkan, siapa melakukan apa, dan bagaimana mereka akan
menampilkan proyek mereka yang sudah selesai di depan kelas.
c. Peran guru
Di dalam kelas yang melaksanakan proyek Group Investigation, guru
bertindak sebagai narasumber dan fasilitator. Guru tersebut berkeliling di
antara kelompok-kelompok yang ada, untuk melihat bahwa mereka bisa
mengelola tugasnya, dan membantu tiap kesulitan yang mereka hadapi
20
dalam interaksi kelompok, termasuk masalah dalam kinerja terhadap
tugas-tugas khusus yang berkaitan dengan proyek pembelajaran.
Langkah-langkah model Group Investigation dalam implementasi
pembelajaran adalah sebagai berikut (Slavin, 2008: 218-220):
a. Mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok
b. Merencanakan tugas yang akan dipelajari
c. Melaksanakan investigasi
d. Menyiapkan laporan akhir
e. Mempresentasikan laporan akhir
f. Evaluasi
Sharan, dkk (Trianto, 2007: 60) membagi langkah-langkah pelaksanaan
model pembelajaran Group Investigation meliputi 6 (enam) fase:
a. Memilih topik
Peserta didik memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah masalah
umum yang biasanya ditetapkan oleh guru. Selanjutnya peserta didik
diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota tiap kelompok menjadi
kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas.
b. Perencanaan kooperatif
Peserta didik dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas, dan
tujuan khusus yang konsisten dengan sub topic yang telah dipilih pada
tahap pertama.
c. Implementasi
21
Peserta didik menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di
dalam tahap ke dua. Kegiatan pembelajaran hendaknya memperhtikan
ragam aktivitas dan ketrampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan
peserta didik kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda., baik di
dalam atau di luar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap
kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.
d. Analisi dan sintesis
Peserta didik menganalisa dan mensintesis informasi yang diperoleh pada
tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas
dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk
dipresentasikan kepada seluruh kelas.
e. Presentasi hasil final
Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan
cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar peserta didik
yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka, dan
memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh
guru.
f. Evaluasi
Dalam hal ini kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari
topik yang sama. Peserta didik dan guru mengevaluasi tiap kontribusi
kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang
dilakukan dapat berupa penilaian individu atau kelompok.
22
Adapun langkah-langkah Group Investigation (Suyatno, 2009: 123-124)
adalah sebagai berikut:
a. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen.
b. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok.
c. Guru memanggil para ketua untuk satu materi tugas sehingga satu
kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok
lain.
d. Setiap kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif
berisi penemuan.
e. Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil
pembahasan kelompok.
f. Guru memberikan penjelasan secara singkat sekaligus memberikan
kesimpulan.
g. Evaluasi
h. Penutup
Model pembelajaran Group Investigation memiliki kelebihan dan
kekurangan. Setiawan dalam Sari (2013) menyebutkan beberapa kelebihan
dan kekurangan Group Investigation. Kelebihannya antara lain:
a. Secara pribadi siswa dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas,
dapat memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif, rasa percaya
diri siswa lebih meningkat, serta dapat belajar untuk memecahkan suatu
masalah yang dihadapinya.
23
b. Secara kelompok dapat melatih siswa untuk dapat belajar bekerja sama,
belajar berkomunikasi yang baik, belajar menghargai pendapat orang lain,
dan dapat meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan.
Adapun kekurangan model pembelajaran Group Investigation ini adalah
sebagai berikut:
a. Sedikitnya materi yang tersampaikan pada satu kali pertemuan.
b. Sulitnya memberikan penilaian secara personal
c. Tidak semua topik cocok, model pembelajaran Group Investigation cocok
untuk diterapkan pada suatu topic dimana siswa dapat memahami suatu
materi dari pengalaman yang dialami sendiri
d. Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang kelompok
Berdasarkan penjabaran di atas, disimpulkan bahwa pembelajaran model
Group Investigation merupakan pembelajaran dalam bentuk kelompok-
kelompok siswa yang terdiri 4-6 orang dibentuk secara heterogen, yang
pelaksanaannya melalui tahapan pembentukan kelompok dan memilih topik,
merencanakan tugas, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir,
presentasi serta evaluasi hasil investigasi.
4. Model Pembelajaran Konvensional
Djamarah (Rosmayati, 2015: 25-26) mengemukakan bahwa model
pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional atau
disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu model ini telah
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan siswa dalam
proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran konvensional ditandai
24
dengan ceramah. Lebih lanjut, Freire (Rosmayati, 2015: 26) juga memberikan
istilah terhadap pengajaran konvensional sebagai suatu penyelenggaraan
pendidikan ber “gaya bank”, penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang
sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa,
yang wajib diingat dan dihafal.
Djafar (2001: 86) menyatakan bahwa pembelajaran konvensional
dilakukan dengan satu arah. Dalam pembelajaran ini peserta didik sekaligus
mengerjakan dua kegiatan yaitu mendengarkan dan mencatat. Jadi model
pembelajaran ini jelas didominasi oleh guru dengan metode ceramah dan
tanya jawab. Pembelajaran berlangsung dengan pemberian penjelasan oleh
guru kepada siswa diikuti dengan tanyajawab, memberikan beberapa contoh
soal dan penyelesaiannya. Kemudian siswa yang belum paham diberi
kesempatan untuk bertanya, selanjutya siswa ditugaskan untuk mengerjakan
soal latihan. Pembahasan soal dilakukan secara bersama-sama antara guru
dengan siswa. Setelah selesai pembelajaran guru memberikan umpan balik
kepada siswa.
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli tersebut bisa ditarik
kesimpulan bahwa model pembelajaran konvensional adalah model
pembelajaran tradisional yang berlangsung satu arah, proses pembelajarannya
ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, pembagian tugas
dan latihan.
5. Minat Belajar
25
Pengertian minat menurut Slameto (2010: 57) adalah kecenderungan
yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan
yang diminati seseorang, diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa
senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara
(tidak dalam waktu yang lama) dan belum tentu diikuti dengan perasaan
senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ
diperoleh kepuasan.
Selain ungkapan di atas Slameto (2010: 180) juga berpendapat bahwa
mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu
siswa melihat bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk
dipelajarinya dengan dirinya sendiri sebagai individu. Proses ini berarti
menunjukkan pada siswa bagaimana pengetahuan atau kecakapan tertentu
mempengaruhi dirinya, melayani tujuan-tujuannya, memuaskan kebutuhan-
kebutuhannya. Bila siswa menyadari bahwa belajar merupakan suatu alat
untuk mencapai beberapa tujuan yang dianggapnya penting, dan bila siswa
melihat bahwa hasil dari pengalaman belajarnya akan membawa kemajuan
pada dirinya, kemungkinan besar ia akan berminat untuk mempelajarinya.
Crow & Crow (Djaali, 2013: 121) mengungkapkan bahwa minat
berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk
menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang
dirangsang oleh kegiatan itu sendiri. Sedangkan pendapat mengenai minat
belajar yang juga diungkapkan Syah (2011: 133) secara sederhana, minat
26
berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap sesuatu.
Menurut Tiurma dan Retnawati (2014: 178-179) cara-cara yang dapat
dilakukan untuk menumbuhkembangkan minat siswa antara lain sebagai
berikut: (1) menjelaskan kepada siswa kegunaan dari pembelajaran
matematika sehari-harinya dan untuk dapat mempelajari pelajaran yang lebih
tinggi tingkatannya; (2) menghubungkan isi pelajaran matematika dengan
mata pelajaran lainnya; (3) Menghapus ketakutan di pikiran siswa bahwa
matematika tidak sulit tetapi sangat mudah dan menarik; (4) memberikan
bentuk mudah dari suatu soal dalam proses pembelajaran dengan menekankan
pada pemikiran belajar dan cara melakukan; (5) menyelesaikan beberapa teka-
teki matematika; (6) menggunakan cara mengajar yang berbeda-beda; (7)
menghubungkan pekerjaan dan sejarah dari para ahli matematika yang hebat.
Berdasarkan pendapat para ahli, bisa ditarik kesimpulan bahwa minat
belajar adalah kecenderungan dan kegairahan tinggi yang mendorong
seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan,
pengalaman terhadap sesuatu, serta mengetahui tujuan belajar itu sendiri.
Untuk mengukur minat belajar siswa terdapat beberapa indikator, yang
perinciannya adalah sebagai berikut: (1) adanya rasa senang terhadap belajar,
(2) keinginan yang tinggi terhadap penguasaan dan keterlibatan terhadap
belajar, (3) kesadaran akan kebutuhan belajar, dan (4) mengetahui tujuan
belajar.
6. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
27
Masalah adalah suatu situasi yang mendorong seseorang untuk
menyelesaikannya tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan
untuk menyelesaikannya (Reys, 1998: 23). Apabila seseorang telah
mempunyai solusi yang mudah untuk menyelesaikan masalah, maka
permasalahan tersebut bukanlah menjadi suatu masalah bagi orang tersebut.
Demikian juga halnya dengan sebuah soal matematika, soal tersebut bisa
menjadi masalah bagi siswa pada suatu saat, namun sudah tidak menjadi
masalah pada saat-saat berikutnya, yaitu ketika siswa tersebut sudah
mengetahui cara menyelesaikan masalah tersebut.
Sedangkan Krulik & Rudnick (1995: 4) mendefinisikan masalah sebagai
berikut:
“A problem is a situation, quantitative or otherwise, that confronts on
individual or group of individuals, that requires resolution, and for
which the individual sees no apparent or obvious means or path to
obtaining a solution”
Artinya, masalah merupakan suatu situasi yang dihadapi oleh seseorang
atau sekelompok orang yang harus diselesaikan akan tetapi tidak tahu apa
yang harus dilakukan untuk memperoleh penyelesaiannya. Masalah timbul
ketika ada tujuan yang ingin dicapai tetapi belum ditemukan sarana untuk
mencapai tujuan tersebut (Winkel, 1996: 127).
Menurut George Polya (Suherman, 2001: 84) mengembangkan empat
langkah penting yang dilakukan dalam pemecahan masalah, yaitu:
a. Memahami masalah
28
Dalam memahami masalah, siswa diharapkan dapat menuliskan informasi
yang diperoleh dari masalah yang ada, mengidentifikasi apa yang akan
diselesaikan dari permasalahan yang ada.
b. Merencanakan penyelesaian
Beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam merencanakan penyelesaian
masalah antara lain dengan: mencari pola permasalahan agar dapat
menentukan rencana penyelesaian yang akan diambil, membuat tabel dan
diagram untuk memperjelas maksud dari permasalahan, menuliskan
persamaan, dan sebagainya.
c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana
Melaksanakan strategi yang telah diambil dalam rencana penyelesaian
masalah, menggunakan keterampilan berhitung, melihat langkah-langkah
penyelesaian untuk memperoleh hasil.
d. Pengecekan terhadap semua langkah yang telah dikerjakan
Memeriksa kembali langkah-langkah penyelesaian masalah yang telah
dilakukan dan menyimpulkan hasil penyelesaian yang diperoleh.
Nuryadi (2014: 8) menyatakan bahwa dalam proses belajar mengajar
masalah yang dihadapi anak antara lain dapat dipecahkan melalui diskusi,
observasi, klasifikasi, pengukuran penarikan kesimpulan serta pembuktian
hipotesis. Selain itu, dalam proses pembelajaran standar kemampuan
pemecahan masalah yang harus dikuasai oleh siswa (NCTM, 2000: 52) adalah
sebagai berikut:
a. Membangun pengetahuan matematika baru dengan memecahkan masalah.
29
b. Memecahkan permasalahan matematika yang muncul dalam konteks lain.
c. Menerapkan dan menyesuaikan berbagai strategi untuk memecahkan
masalah.
d. Monitor dan mencerminkan proses pemecahan masalah matematika.
Indikator kemampuan pemecahan masalah menurut Badan Standar
Nasional Pendidikan (2006: 140) meliputi kemampuan: (1) memahami
masalah; (2) merancang model matematika; (3) menyelesaikan masalah; (4)
menafsirkan solusinya.
Berdasarkan uraian diatas, kemampuan pemecahan masalah matematika
merupakan proses menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh
sebelumnya ke dalam usaha mencari solusi penyelesaiannya sehingga
mencapai tujuan yang diinginkan. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah
matematika tersebut melalui kegiatan memahami masalah, merencanakan
penyelesaian, melaksanakan penyelasaian, dan membuat kesimpulan.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Kajian penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2013: 89) yang berjudul “Keefektifan
Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation pada Materi Misi
Kebudayaan Internasional Terhadap Minat Belajar dan Hasil Belajar Siswa
Kelas IV SD Negeri 1 Wangon Banyumas“. Kesimpulan dari hasil penelitian
adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara minat belajar siswa kelas VI
yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
Group Investigation dengan metode ceramah. Rata-rata minat belajar di kelas
30
eksperimen sebesar 89,31, sedangkan rata-rata nilai minat belajar di kelas
kontrol sebesar 80,69. Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa minat
belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan model Group Investigation
lebih baik dibandingkan dengan minat belajar siswa yang menggunaka metode
ceramah.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Oktariyani (2013: 85) yang berjudul
“Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation dengan
Metode Resitasi Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa SMKN 1 Seberida Kecamatan Seberida Kabupaten Indragiri Hulu.
Dimana kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah terdapat perbedaan
kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang belajar
menggunakan model pembelajaran Group Investigation dengan metode
resitasi dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Hasil dari
perhitungan tes “t” diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 5,235, dengan ∝= 0.05 dan dk = 70
dari daftar distribusi t diperoleh 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,00. Aturan untuk mengujinya
adalah 𝐻𝑎 diterima jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dan 𝐻𝑎 ditolak jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 .
Dari perhitungan didapat 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 5,235 jelas berada pada daerah 𝐻𝑎.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Baroroh (2014: 88) berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Group Investigation Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika dan Kreativitas Siswa SMP Kelas VIII”.
Hasil kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran Group
Investigation berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika dan kreativitas siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Yogyakarta.
31
C. Kerangka Berfikir
Salah satu indikator kepandaian siswa ditentukan oleh kemampuan
memecahkan masalah yang dihadapi siswanya. Siswa yang terbiasa dihadapkan
pada masalah dan berusaha menyelesaikannya akan cepat tanggap, aktif dan
kreatif. Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah merupakan bagian
dari kurikulum yang penting, karena kemampuan pemecahan masalah matematika
dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Hal ini
yang membuat pemecahan masalah menjadi tujuan umum pembelajaran
matematika.
Pada kenyataannya, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di
SMP N 1 Nanggulan masih rendah, hal ini disebabkan karena minat belajar siswa
yang masih rendah. Rendahnya minat belajar siswa menyebabkan siswa
menganggap bahwa matematika sebagai mata pelajaran yang sulit untuk
dimengerti. Pembelajaran yang biasa diterapkan menggunakan metode
pembelajaran yang berpusat pada guru. Hal ini menyebabkan siswa mengalami
kejenuhan sehingga minat belajar berkurang.
Aktivitas investigasi, menemukan, kemudian mempresentasikan hasil
penemuan secara berkelompok di depan kelas merupakan karakteristik model
pembelajaran Group Investigation, dimana model ini merupakan model
pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Dengan menggunakan model pembelajaran Group
Investigation peserta didik dapat mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri.
32
Sebagai suatu model pembelajaran, pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation, tentunya memiliki kelebihan-kelebihan. Kelebihannya antara lain
sebagai berikut: (1) Melatih peserta didik untuk mendesain suatu penemuan, (2)
berpikir dan bertindak kreatif, (3) memecahkan masalah yang dihadapi konkret
(mengurangi keabstrakan) (4) mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan, (5)
menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan, (6) merangsang perkembangan
kemajuan berpikir peserta didik untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
dengan tepat.
Diantara teori belajar yang mendukung model belajar Group Investigation
adalah teori belajar konstruktivisme dan teori belajar J. Bruner. Teori belajar
konstruktivisme yang memfokuskan pada kesuksesan peserta didik dalam
mengorganisasikan pengalaman mereka sedangkan teori bruner mngungkapkan
bahwa dalam pembelajaran matematika, peserta didik harus menemukan sendiri
berbagai pengetahuan yang diperlukannya. Teori Bruner bertujuan untuk
memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih berbagai
kemampuan intelektual peserta didik/siswa, merangsang keingintahuan dan
memotivasi kemampuan mereka. Diharapkan dengan diterapkannya model
pembelajaran Group Investigation pada materi lingkaran ini, minat belajar siswa
lebih meningkat.
Berikut adalah diagram kerangka berfikir dalam penelitian ini:
Kelas Eksperimen
Pretest dan Angket
Minat Belajar Siswa
Pembelajaran dengan
Pretest dan Angket Minat
Belajar Siswa
Kelas Kontrol
33
Gambar 1.1 Diagram Kerangka Berfikir
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, dapat dirumuskan hipotesis
penelitiannya adalah sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh model pembelajaran Group Investigation terhadap
minat belajar siswa kelas VIII SMP N 1 Nanggulan Tahun Ajaran
2016/2017.
2. Terdapat pengaruh model pembelajaran Group Investigation terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP N 1
Nanggulan Tahun Ajaran 2016/2017.
3. Terdapat pengaruh yang lebih baik dengan penerapan model pembelajaran
Group Investigation daripada model pembelajaran konvensional terhadap
34
minat belajar siswa dan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa kelas VIII SMP N 1 Nanggulan Tahun Ajaran 2016/2017.