5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tanaman Salam [Syzygium polyanthum (Wight) Walp]
Daun Syzygium polyanthum atau yang lebih dikenal dengan nama daun
salam dalam bahasa Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan yang paling
sering digunakan untuk rempah dan bumbu masakan. Di Indonesia sendiri daun
Syzygium polyanthum mempunyai berbagai julukan, seperti ubar serai (Melayu),
gowok (Sunda), manting (Jawa), dan kastolam (Kangean) (Dalimartha, 2005).
Tumbuhan ini ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan di daerah pegunungan
dengan ketinggian 1800 m atau di pekarangan rumah (Fitriani, et al., 2012). Di
pulau Jawa, tumbuhan ini tumbuh subur diatas tanah dataran rendah sampai
dengan ketinggian 1400 meter diatas permukaan laut (Rizki & Hariandja, 2015).
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Salam [Syzygium polyanthum (Wight) Walp]
Klasifikasi tanaman salam (Syzygium polyanthum) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Superdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Dialypetalae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium polyanthum (Wight.) Walp.
Gambar 2.1 Tanaman Syzygium polyanthum (Yuwono, 2015; Setiawan, 2015)
6
2.1.2 Morfologi Tanaman Salam [Syzygium polyanthum (Wight) Walp]
Tanaman salam berupa pohon bertajuk rimbun, tinggi mencapai 25 meter.
Batang bercabang-cabang, arah tumbuh batang tegak lurus, berkayu, biasanya
keras dan kuat, bentuk batang bulat, permukaan batang beralur (Yuwono, 2015).
Helaian daun berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang,
ujungnya meruncing, pangkal runcing, bertepi rata, mempunyai panjang sekitar 5-
15 cm, dan lebar sekitar 3-8 cm. bentuk pertulangan menyirip, bagian permukaan
licin warnanya hijau tua, permukaan bawah warnanya lebih muda. Daun bila
diremas berbau harum.Bunganya merupakan bunga majemuk, tersusun dalam
malai yang keluar dari ujung ranting, warnanya putih, berbau harum. Buahnya
merupakan buah buni, bulat, diameter biji bulat, penampang sekitar 1 cm dan
berwarna coklat (Dalimartha, 2005).
2.1.3 Kandungan Kimia Tanaman Salam [Syzygium polyanthum (Wight)
Walp]
Menurut penelitian yang sudah dilakukan Agustina dkk., (2016),
kandungan daun Syzygium polyanthum antara lain:
Tabel II. 1 Senyawa yang terkandung dalam daun Syzygium polyanthum
Uji Hasil
Flavonoid +
Alkaloid +
Steroid/Terpenoid +
Saponin -
Tanin +
Keterangan : + = Mengandung senyawa yang diuji, - = Tidak mengandung
senyawa yang diuji
Senyawa Flanovoid merupakan senyawa yang bersifat polar karena
memiliki gugus hidroksil (-OH) yang tidak tersustitusi sehingga terbentuk ikatan
hidrogen. Senyawa flavonoid mempunyai khasiat sebagai antioksidan dan dalam
dosis kecil bekerja sebagai stimultan pada jantung dan pembuluh darah kapiler.
Selain itu juga dapat berkhasiat sebagai antioksidan dalam metabolisme lemak.
Untuk senyawa alkaloid mempunyai beberapa efek yaitu pemicu syaraf,
menaikkan tekanan darah, mengurangi rasa sakit, obat penyakit jantung dan
sebagai antidiabetes. Sama halnya dengan steroid yang mempunyai fungsi sebagai
penguat jantung (Agustina, et al., 2015). Senyawa tannin juga dapat menghambat
7
penyerapan lemak di usus dengan cara bereaksi dengan protein mukosa dan sel
epitel usus (A.R, 2015).
Selain senyawa-senyawa diatas, daun Syzygium polyanthum juga
mengandung beberapa vitamin, di antaranya vitamin A, vitamin C, vitamin E,
Thiamin, Riboflavin, vitamin B3 (niasin), vitamin B6, vitamin B12 dan folat.
Vitamin B3 (niasin) dipercaya dapat menurunkan kadar trigliserida dengan cara
menekan aktivitas enzim lipoprotein lipase sehingga menurunkan produksi VLDL
di dalam hepar dan dapatmenghambat mobilisasi lemak sehingga produksi
trigliserida, kolesterol total, dan kolesterol LDL dapat turun. Vitamin B3 (niasin)
juga dapat meningkatkan konsentrasi HDL (A.R, 2015).
2.1.4 Manfaat Tanaman Salam [Syzygium polyanthum (Wight) Walp]
Secara tradisional daun Syzygium polyanthum mempunyai banyak manfaat
untuk mengobati penyakit. Seperti mengobati sakit perut, diare, menurunkan asam
urat, kolesterol tinggi, kencing manis (diabetes) melancarkan peredaran darah, dll
(Ramadhani, 2013). Dalam jurnal review Rizky & Hariandja, (2015) menjelaskan
beberapa manfaat yang sudah teruji dari penelitian yang sudah dilakukan. Adapun
manfaat farmakologi dari daun Syzygium polyanthum adalah sebagai obat
antidiabetes. Kemampuan daun Syzygium polyanthum untuk menurunkan glukosa
dalam darah karena mengandung flavonoid yang mampu menangkap radikal
bebas yang merusak sel beta pankreas. Selain dari flavonoid, juga terkandung
glikosida dan squalene. Tidak hanya antidiabetes, daun Syzygium polyanthum juga
berkhasiat sebagai antioksidan dengan menghambat radikal bebas, antihipertensi
karena kandungan eugenol yang mengandung vasorelaksan, antiinflamasi yang
dipengaruhi oleh kandungan senyawa flavonoid.Sebagai antibakteri mempunyai
kemampuan menghambat Methicillin Resistant Staphylociccus aureus (MRSA)
melalui mekanisme penghambatan sintesis dinding sel dan fungsi membrane sel.
Selain itu daun Syzygium polyanthum berfungsi sebagai antikanker, dimana
kandungan flavonoid mampu menghambat sel kanker kolon. Disamping manfaat
diatas, daun Syzygium polyanthum juga berkhasiat menurunkan kolesterol
(kolesterol total, HDL, LDL, dan Trigliserida) yang teruji menurut penelitian yang
telah dilakukan (Hardhania & Suhardjono, 2008) ektrak etanol daun Syzygium
polyanthum dengan dosis 0,72 g/200 gBB tikus dapat menurunkan kadar
8
trigliserida yaitu sebesar 63,47±1,59 mg/dL. Menurut penelitian Ariviani, (2010)
daun Syzygium polyanthum dapat menurunkan jumlah kolesterol total dan
trigliserida dengan rata-rata penurunan 8,1% untuk kolesterol total dan 4,51%
untuk trigliserida. Sedangkan untuk kadar LDL rata-rata penurunan sebesar
48,25% dan untuk kadar HDL rata-rata meningkat sebesar 11,87%.
2.2 Tinjauan Tanaman Mangga [Mangifera indica L.]
Tanaman Mangifera indica L. berasal dari India, Srilanka dan Caylon yang
dikenal sejak 4000 tahun yang lalu.Kemudia tersebar di daerah tropis seperti
Indonesia. Tanaman ini hanya dapat berbuah banyak di dataran rendah dan pada
daerah perbukitan rendah dengan ketinggian sekitar 300 meter diatas permukaan
laut (Kusumo, et al., 1985).
Di Indonesia sendiri Tanaman ini dibudidayakan pertama kali di pulau
Maluku pada tahun 1665 yang diperkirakan dibawa oleh Bangsa Portugis. Kondisi
lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman Mangifera indica L. adalah
iklim yang sedikit kering dengan surah hujan berkisar 750-2000 mm, dengan
masa kering selama 4-7 bulan. Suhu udara berkisar antara 25o-32oC (Pertanian,
2014).
2.2.1 Klasifikasi Tanaman Mangga [Mangifera indica L.]
Klasifikasi dari tanaman Mangga (Mangifera indica L.) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Rosidae
Order : Sapindales
Family : Anacardiaceae
Genus : Mangifera
Species : Mangifera indica L.
9
Gambar 2.2 Pohon dan daun Mangifera indica L.(Parvez, 2016; Sadung, 2017)
2.2.2 Morfologi Tanaman Mangga [Mangifera indica L.]
Pohon Mangifera indica L. berukuran sedang hingga besar, tinggi pohon
berkisar antara 10 sampai 40 meter. Berbatang tegak, bercabang agak kuat,
biasanya berwarna abu-kecokelatan agak gelap sampai hitam, bertekstur agak
halus, keretakan tidak terlalu dalam dan tidak mencolok, mengelupas secara tidak
beraturan dan dalam ukuran yang tebal. Akar berupa akar tunggang yang
panjangnya mencapai 6 meter dan pertumbuhan akarnya akan terhenti apabila
mencapai permukaan air tanah yang lalu terbentuk banyak akar cabang yang
semakin ke bawah jumlahnya semakin sedikit. Letak daun bergantian dengan
panjang 15-45 cm dan panjang tangkai daun antara 1-12 cm bentuknya lebih besar
di pangkal dan meruncing di ujung. Jumlah cabang tulang daun berjumlah 18
sampai 30 pasang (Parvez, 2016).
Permukaan daun berwarna hijau mengkilat dan bagian bawah daun
berwarna hijau muda. Bunga mangga merupakan bunga majemuk berbentuk
kerucut yang lebar, dibagian bawah panjangnya kurang lebih 10-60 cm. setiap
rangkaian bunga terdiri dari bunga jantan dan bunga hermaprodit (bunga dengan
kelamin ganda). Besar bunga kurang lebih 6-8 mm jumlah bunga jantan lebih
banyak dibandingkan bunga hermaprodit.Jumlah bunga hermaprodit sebagai
penentu pembentukan buah. Buah mangga termasuk buah batu yang berdaging
dengan panjang 2,5-30 cm. Bentuk buah bulat, bulat telur atau memanjang dan
ada juga yang pipih. Warnanya bermacam-macam mulai dari hijau hingga kuning.
Biji buah terdapat di dalam kulit biji yang keras (endocarp), besarnya bevariasi.
Terdiri dari 2 jenis biji yaitu, monoembrional (mengandung satu embrio) dan
10
poliembrional (mengandung lebih dari satu embrio) (Akhbar, 2010; Parvez,
2016).
2.2.3 Kandungan Kimia Tanaman Mangga [Mangifera indica L.]
Tanaman mangga mengandung berbagai macam kandungan kimia
senyawa metabolit. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningish, et al.,
(2017), sebagai berikut:
Tabel II. 2 Senyawa kimia daun Mangifera indica L. var. Arumanis (Ningsih, et
al., 2017)
Senyawa Warna Hasil
Flavonoid Merah/jingga Positif (+)
Alkaloid Endapan putih Positif (+)
Steroid Hijau tua Positif (+)
Terpenoid Hijau tua Negatif (-)
Polifenol Hijau kebiruan (+) Positif (+)
Tannin Hijau kebiruan (+++) Positif (+)
Saponin Busa yang stabil ± 1,5 cm Positif (+)
Selain itu kandungan terbesar dari daun Mangifera indica L. adalah
mangiferin yang telah diteliti berkhasiat sebagai antioksidan, antiinflamasi,
antimikroba, analgesik, dan antidiabetes (Syah, dkk., 2015). Flavonoid yang
terkandung pada daun Mangifera indica L. mampu mengurangi kadar kolesterol
darah yang mengalami hiperlipidemia dan dapat mengurangi jumlah oksidasi dari
kolesterol LDL. Flavonoid dapat mengurangi kolesterol dengan cara menghambat
aktivasi enzim acyl-CoA cholesterol acyl transferase (ACAT) pada sel HepG2
yang berperan dalam penurunan esterifikasi kolesterol pada usus dan hati (Arief,
et al., 2012).
2.2.4 Manfaat Tanaman Mangga [Mangifera indica L.]
Tanaman mangga mempunyai banyak khasiat sebagai obat tradisional.
Menurut jurnal review Parves, (2016) tanaman mangga mempunyai khasiat
sebagai berikut: sebagai antikanker, dalam penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya ekstrak polifenol dari beberapa varietas mangga dibandingkan dengan
sifat antikanker dalam beberapa sel termasuk Molt-4 leukimia, 549 lung, MDA-
11
MB-231 breast, SW-480 colon cancer, dan non-cancer colon line CCD-18Co.
Tanaman mangga juga berkhasiat sebagai antidiabetes terutama pada ekstraksi
etanol dan aqua dari bagian daun, dengan dosis 250 mg/KgBB mampu
menurunkan diabetes tipe 2 pada tikus.
Selain itu, ekstrak aqua dari daun Mangifera indica L. mampu menurunkan
kolesterol total, trigliserida, LDL, VLDL, dan menaikkan kadar HDL pada tikus
dengan dosis 200mg/KgBB. Khasiat lainnya sebagai agen inflamasi,
hepatoprotektif, anti-tetanus, analgesic dan antipiretik, anti-ulkus, antibakteri,
anti-diare, antifungi, anti amuba, anti malaria, pemulihan sistem imun, anti virus,
bronkodiltor, laksatif, dan penegahan osteoporosis (Parvez, 2016).
2.3 Tinjauan Ekstraksi
Metabolit sekunder yang banyak terkandung dalam tanaman harus
dipisahkan dari tanaman terlebih dahulu sebelum dapat digunakan. Biasanya
untuk memisahkan senyawa metabolit tanaman diperlukan metode khusus yang
dikenal dengan metode ekstraksi, dimana senyawa metabolik sekunder yang
terkandung akan diisolasi dengan pelarut yang sesuai.
Ekstraksi merupakan metode memisahkan satu komponen atau lebih secara
selektif dari campuran larutan ataupun padatan (Zurich, 2014). Selain itu ekstraksi
bertujuan untuk menentukan struktur produk dan aktivitas biologis dari suatu
tanaman yang dimurnikan (Sarker, et al., 2006).
Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode ekstraksi adalah jenis
pelarut yang digunakan. Pemilihan jenis pelarut dengan mempertimbangkan sifat
polaritas dari senyawa yang akan diekstraksi mengikuti prinsip “like dissolved like”.
Selain itu keamanan, tingkat toksisitas dan sifat mudah terbakar juga harus
dipertimbangkan (Seidel, 2006).
Pemilihan pelarut yang sesuai menentukan keberhasilan dalam proses
ekstraksi (Azis, et al., 2014). Pada ekstraksi dengan tujuan menarik kandungan
metabolit sekunder secara sebagian/selektif dapat digunakan pelarut yang
mempunyai sifat sama dengan metabolit sekunder tersebut dengan prinsip “like
dissolved like”. Pelarut non polar digunakan untuk melarutkan senyawa yang
bersifat lipofilik (alkana, asam lemak, wax, sterol, beberapa terpenoid dan
alkaloid). Pelarut medium-polaritas untuk melarutkan senyawa yang mempunyai
tingkat kelarutan sedang (flavonoid, beberapa alkaloid), dan pelarut polar
12
digunakan untuk senyawa yang kelarutannya tinggi (flavonoid, tannin, glikosida,
beberapa alkaloid) (Seidel, 2006).
Tabel II. 3 Indeks polasritas pelarut untuk metode ekstraksi (Seidel, 2006)
Pelarut Indeks
Polaritas
Titik Didih
(° C)
Viskositas
(cPoise)
Kelarutan
dalam air
(% w/w)
n-Hexane 0.0 69 0.33 0.001
Diklorometan 3.1 41 0.44 1.6
n- Butanol 3.9 118 2.98 7.81
1so-Propanol 3.9 82 2.30 100
n-Propanol 4.0 92 2.27 100
Kloroform 4.1 61 0.57 0.815
Etil asetat 4.4 77 0.45 8.7
Aseton 5.1 56 0.32 100
Metanol 5.1 65 0.60 100
Etanol 5.2 78 1.20 100
Air 9.0 100 1.00 100
Penggunaan pelarut alkoholik dalam ekstraksi dimaksudkan untuk
menarik senyawa metabolik sebanyak mungkin. Karena jika dilihat dari sifat
kelerutanya, pelarut alkoholik dapat meningkatkan permeabilitas dari dinding sel
dan dapat menarik tidak hanya senyawa polar, tetapi senyawa dengan kepolaran
sedang hingga senyawa dengan kepolaran rendah (non-polar) (Seidel, 2006).
2.3.1 Maserasi
Maerasi merupakan salah satu cara ekstraksi yang sangat sederhana dan
sering digunakan. Metode ini dapat digunakan untuk maserasi awal dan akhir
dalam jumlah yang besar. Selain itu untuk jumlah kecil dapat dilakukan dalam
labu erlemeyer yang ditutup dengan alumunium foil untuk mencegah penguapan.
Secara singkat, simplisia yang sudah ditambahkan dengan pelarut harus
didiamkan semalaman pada suhu ruangan. Setelah itu pelarut dituangkan melalui
penyaring dan rendaman ditambahkan dengan pelarut baru, diaduk dan dimaserasi
kembali (Jones & Kinghorn, 2006).
13
Prinsip dari maserasi adalah ”like dissolved like” atau senyawa yang bersifat
polar akan terikat dengan pelarut yang bersifat polar pula dan sebaliknya. Fungsi
pelarut yang digunakan dalam metode ini untuk menarik zat aktif dalam sampel
dengan cara pelarut akan berdifusi ke dalam sel, melarutkan senyawa metabolit
yang terkandung, dan berdifusi keluar kembali dari sel dan bercampur dengan
pelarut yang lain (Seidel, 2006).
2.4 Tinjauan Diabetes
Istilah diabetes berasal dari bahasa Yunani yaitu “siphon”, ketika tubuh
mengeluarkan cairan yang berlebihan dan mellitus berasal dari bahasa Yunani
yang berarti madu. Jadi diabetes mellitus dapat diartikan saat tubuh mengandung
terlalu banyak gula atau “madu”. Diabetes mellitus merupakan kondisi kronis
yang ditandai dengan adanya peningkatan konsenterasi gula dalam darah (Bilous
& Donelly, 2014).
Diabetes mellitus menjadi masalah kesehatan utama karena komplikasinya
tidak hanya bersifat jangka pendek, tapi juga jangka panjang. Penyebab dasar dari
diabetes mellitus adalah defisiensi relatif dari hormon insulin yang merupakan
satu-satunya hormone yang mampu menurunkan kadar glukosa dalam darah.
Prevalensi penyakit diabetes mellitus meningkat dari angka 5,9% sampai 7,1% di
seluruh dunia pada kelompok usia 20-79 tahun (Bilous & Donelly, 2014).
2.4.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus dibagi atas beberapa jenis, diantaranya diabetes tipe 1
(disebabkan oleh rusaknya sel pulau pembentuk insulin), diabetes tipe 2
(disebabkan oleh kombinasi dari disfungsi ekskresi insulin dan resistensi insulin),
diabetes gestasional (diabetes yang terjadi pada saat kehamilan) dan diabetes tipe
lain (disebabkan oleh beberapa kondisi seperti endokrinopati, sindrom genetik,
infeksi, dll).
1. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe ini sangat sering terjadi pada usia remaja dan anak-
anak tapi tidak jarang juga terjadi pada usia dewasa terutama pada non-
obesitas dan pada usia lanjut. Hal ini disebabkan karena tidak adanya
hormone insulin di dalam sirkulasi akibat dari destruksi sel beta pankreas
yang menyebabkan sel beta pankreas tidak mampu untuk memproduksi
14
insulin, akibatnya kadar glukosa dalam darah menjadi meningkat
(Katzung, 2002).
2. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 termasuk diabetes yang tidak tergantung terhadap
insulin. Diabetes tipe 2 ditandai dengan defisiensi insulin yang relative,
jumlah insulin dalam darah yang meningkat, disfungsi pankreas dalam
pengeluaran insulin dan produksi glukosa dalam hati yang berlebihan
(Nettleton, 1994). Secara histologis, pulau langerhans pada penderita DM
tipe 2 tampak normal dan mengandung 60-70% sel beta penghasil insulin
dan 20-30% sel alfa penghasil glucagon. Secara morfologis, sel-sel ini
kelihatan normal tetapi abnormal secara fungsional (Damjanov, 1998).
Diabetes tipe ini pankreas masih mampu memproduksi insulin,
tetapi kualitas insulin yang dihasilkan tidak cukup baik yang akhirnya
insulin tidak dapat bekerja dengan baik pula dalam mengikat glukosa. Ada
kemungkinan lain terjadinya diabetes tipe ini, yaitu sel otot dan sel-sel
jaringan penderita sudah tidak peka dan resisten terhadap insulin yang
akhirnya glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan menimbun di
pembuluh darah (Tandra, 2007).
3. Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)
Diabetes gestasioanal merupakan diabetes dapat muncul pada saat
kehamilan yang menjadi pemicu munculnya diabetes tipe 2 (Kim, et al.,
2002). Biasanya tanpa gejala dan muncul pada trisemester ketiga (bulan
akhir kehamilan). Kehamilan dapat terjadi stres untuk memetabolisme
karbohidrat pada ibu, saat itu akan terjadi peningkatan produksi hormon-
hormon antagonis insulin, seperti progesteron, estrogen, human plasenta
laktogen, dan kortisol. Peningkatan hormon-hormon tersebut
menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan peningkatan kadar glukosa
darah. Diabetes tipe ini dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang
serius. Selain itu juga dapat berdampak pada janin yang dikandung
(Rahmawati, et al., 2016).
15
4. Diabetes tipe lain
Diabetes tipe lain merupakan diabetes yang karena adanya
kenaikan hormon-hormon yang sifat kerjanya berlawanan dengan kerja
insulin, seperti contohnya diabetes yang timbul pada penyakit kelebihan
hormon tiroid (Kariadi, 2009). Selain itu penyebab lain dari diabetes tipe
lain adalah:
1. Penggunaan hormon kortikosteroid
2. Gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis
3. Malnutrisi
4. Infeksi
5. Pemakaian beberapa obat antihipertensi dan antikolesterol (Tandra,
2007).
2.4.2 Gejala Klinik
Ada 3 gejala utama yang sering dialami oleh penderita diabetes, yaitu 3P
(poliuria, polidipsia, polifagia). Pada umumnya penderita akan sering berkemih
(poliuria) pada malam hari dengan volume yang banyak dikarenakan kerja ginjal
terganggu akibat kadar glukosa yang tinggi. Akibat dari gagalnya proses
penyerapan kembali glukosa ke dalam tubulus proksimal, dan akhirnya
dikeluarkan bersama-sama dengan urin. Karena banyaknya jumlah urin yang
dikeluarkan, tubuh semakin kekurangan cairan. Akibatnya timbul rasa haus yang
berlebihan (polidipsia). Selain itu nafsu makan penderita akan meningkat
(polifagia). Ini diakibatkan karena jumlah glukosa yang masuk kedalam sel hanya
sedikit dan sel akan memberikan rangsangan lapar ke otak (Wijayakusuma, 2004).
Selain 3 gejala utama diatas, ada beberapa gejala lain yaitu: berat badan
yang menurun secara drastis dalam waktu singkat akibat dari glukosa sebagai
sumber energi tidak dapat masuk ke dalam sel dan cadangan lemak dari hati akan
dirubah menjadi energi. Pandangan menjadi kabur, dan jika terjadi luka akan sulit
sembuh akibat dari sistem kekebalan tubuh penderita menurun (Wijayakusuma,
2004).
16
2.4.3 Faktor Resiko
Menurut Fatimah, (2015) ada beberapa hal yang menjadi faktor pemicu
timbulnya penyakit diabetes mellitus, antara lain:
1. Obesitas
Ada hubungan yang bermakna antara kadar glukosa darah dengan
obesitas dengan derajat kegemukan dengan indeks massa tubuh (IMT)
> 23, yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa
darah menjadi 200 mg%.
2. Riwayat Keluarga
Keluarga yang mempunyai riwayat diabetes mellitus akan
memiliki resiko lebih besar untuk menderita diabetes. Karena diduga
bakat diabetes merupakan gen resesif.
3. Umur
Umur diatas 45 tahun merupakan usia terbanyak dan rentan untuk
terkena diabetes mellitus.
4. Riwayat persalinan
Seseorang dengan riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat
atau berat badan bayi > 4000 gram.
5. Hipertensi
Tekanan darah tinggi merupakan tanda dari tidak tepatnya
penyimpanan garam dan air dalam tubuh atau akibat meningkatnya
tekanan dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
6. Dislipidemia
Pada keadaan diabetes mellitus ditemukan keadaan dislipidemia
yang biasa ditandai dengan kenaikan kadar lemak dalam darah atau
trigliserida >250 mg/dL dan nilai HDL <35 mg/dL, terdapat hubungan
meningkatnya kenaikan plasma insulin.
7. Alkohol dan Rokok
Gaya hidup seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol dpaat
meningkatkan resiko terkena diabetes mellitus. Pada penderita diabetes
tipe 2, alkohol dapat mengganggu metabolisme gula dalam darah dan
meningkatkan tekanan darah.
17
2.4.4 Diagnosa Diabetes Mellitus
Penderita dapat dikatakan menderita diabetes apabila ditemukan kriteria
seperti:
1. Kadar gula darah puasa >126 mg/dL
2. Kadar gula darah plasma 2 jam diatas atau sama dengan 200 mg/dL pada
saat setelah meminum 75 g glukosa anhidrat yang dilarutkan didalam air
pada pemeriksaan OGTT (tes tolerasi glukosa oral)
3. Kadar gula darah acak diatas atau sama dengan 200 mg/dL, ditandai
dengan gejala umum hiperglikemia (Wells, et al., 2015).
2.4.5 Komplikasi Diabetes Mellitus
Komplikasi diabetes mellitus dibagi atas 2 jenis yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronis. Komplikasi akut akan timbul dalam jangka waktu yang relatif
singkat apabila kadar glukosa darah penderita tidak dapat diatasi. Sedangkan
komplikasi kronis merupakan komplikasi yang dapat timbul dalam jangka waktu
tertentu atau relatif lama.
a. Komplikasi akut terdiri dari:
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan kadar gula dalam darah seseorang dibawah
angka normal (<50 mg/dL). Umumnya gejala hipoglikemia adalah rasa lapar,
gemetar, pusing, gelisah, perasaan berdebar dan berkeringat. Gejala dapat
timbul karena tingginya kadar katekolamin dalam darah (Utami & Sumekar,
2017).
2. Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK)
Keadaan ini diartikan sebagai keadaan tubuh tanpa ada penimbunan
lemak, sehingga penderita tidak menunjukkan pernapasan yang dalam dan
cepat. Gejala yang sering dijumpai pada keadaan ini adalah hipotensi,
dehidrasi berat dan akhirnya shock. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
bahwa kadar glukosa darah penderita sangat tinggi, kadar natrium tinggi, tidak
ada ketonemia dan kadar pH darah normal (Utami & Sumekar, 2017).
3. Ketoasidosis Diabetik
Keadaan dimana kadar gula darah penderita terlalu tinggi dan tubuh sangat
kekurangan insulin yang mengakibatkan metabolisme tubuh berubah dan
18
kebutuhan energi dalam tubuh tidak tercukupi. Akhirnya lemak dipecah untuk
memenuhi kebutuhan energi menjadi keton. Keton yang terbentuk selanjutnya
akan dikeluarkan melalui urin dan menimbulkan bau yang dapat terhirup oleh
penderita yang menyebabkan kerusakan jaringan tubuh, perubahan pH darah
menjadi asam dan akhinya keadaan tidak sadarkan diri (Utami & Sumekar,
2017).
b. Komplikasi Kronis
Komplikasi kronis dapat timbul dalam jangka waktu 10-15 tahun setelah
awal menderita diabetes. Adapun komplikasi kronis terdiri dari:
1. Penyakit Makrovaskular (pembuluh darah besar)
Penyakit makrovaskular mempengaruhi pembuluh darah koroner
yang berakibat penyakit jantug koroner, pembuluh darah perifer
mengakibatkan penyakit PVD (Peripheral Vascular Disease) dan sirkulasi
serebrovaskular yang mengakibatkan penyakit penyakit pembuluh darah
otak. Penyakit makrovaskular sangat sering terjadi pada penderita diabetes
tipe 2 yang umumnya menderita kegemukan, dislipidemia, dan hipertensi
(Brunner & Suddarth, 2010).
2. Penyakit Mikrovaskular (pembuluh darah kecil)
Penyakit mikrovaskular mempengaruhi bagian mata (retinopati)
dan ginjal (nefropati). Komplikasi ini biasanya terjadi pada penderita
diabetes tipe 1 akibat kadar gula darah yang terlalu tinggi membentuk
protein yang terglikasi menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi
rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh darah kecil. Satu-satunya
hal yang dapat dilakukan untuk memperlambat terjadinya komplikasi
mikrovaskular adalah dengan mempertahankan dan mengontrol kadar gula
dalam darah (Brunner &Suddarth, 2010; RI, 2005).
3. Penyakit Neuropatik
Penyakit neuropatik mempengaruhi motor sensorik dan saraf otonom serta
berkontribusi pada berbagai macam penyakit seperti impotensi dan ulkus
kaki (Bare & Smeltzer, 2010)
.
19
2.4.6 Terapi Diabetes Mellitus
1. Insulin
Insulin merupakan hormon anabolik dan antianabolik yang sangat
berperan dalam metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak. Insulin biasa
digunakan untuk terapi pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 dan
sekitar satu per tiga penderita diabetes tipe 2 juga menggunakan terapi ini.
Pada penderita diabetes tipe 2 insulin digunakan jika terapi oral tidak lagi
mampu menurunkan kadar gula darah pendertia Insulin digunakan secara
penyuntikan subkutan (Dipiro, et al., 2005).
Insulin bekerja dengan mengikat reseptor glikoprotein
transmembran dan hasil dari ikatan tersebut adalah mengaktivasi glukosa
yang tergantung terhadap insulin dalam jaringan adiposa dan otot melalui
transporter GLUT-4. Menghambat metabolisme dari adenilil ciclase
(lipolisis, proteolisis, glikogenolisis). Akumulasi intraseluler potasium dan
fosfat yang terikat dengan transport glukosa di beberapa jaringan. Insulin
dilepas dalam sistem pencernaan (usus) oleh hati dan ginjal dan secara
ekternal (injeksi). Insulin yang dilepaskan dari pankreas terutama
dilepaskan ke sikulasi portal dan kembali ke hati, dimana 60% insulin
akan terdegradasi sebelum mencapai ke sirkulasi sistemik (Ritter, et, al.,
2008).
2. Biguanida (metformin)
Golongan obat biguanida bekerja dengan carameningkatkan
kepekaan tubuh terhadap insulin yang diproduksi oleh pankreas. Obat ini
tidak bekerja untuk merangsang peningkatan pengeluaran insulin dan tidak
menyebabkan hipoglikemia. Biguanida menurunkan penyerapan glukosa
dalam usus, menghambat glukogenesis dalam hati, dan membantu
masuknya glukosa kedalam otot dengan mekanisme responsif non-insulin
(Ritter, et, al., 2008).
Obat golongan ini dianjurkan sebagai obat tunggal pada penderita
diabetes mellitus dengan obesitas (BBR > 120%) dan pemakainannya
dapat dikombinasi dengan golongan sulfonilurea jika BBR > 110%
(Dalimartha, 2005).
20
3. Sulfonilurea
Golongan obat sulfonilurea terdiri dari glibenklamida, glimepirida,
glipizida dan lain sebagainya merupakan obat antihiperglikemik oral yang
paling awal ditemukan dan merupakan obat piPlihan utama (drug of
choice) dalam terapi diabetes mellitus. Sulfonilurea bekerja dengan
meningkatkan stimulasi terhadap pankreas untuk memproduksi insulin
(Wells, et al., 2015).
Sulfonilurea akan berikatan dengan reseptor spesifik sulfonilurea
reseptor (SUR) di sel β pankreas. Semua obat akan dimetabolisme di hati,
sebagian akan disalurkan ke jaringan aktif dan sebagian ke jaringan
inaktif. Efek samping yang sering muncul pada penggunaan obat golongan
sulfonilurea adalah hipoglikemia (gula darah rendah) dan adanya
peningkatan berat badan (Dipiro, et al., 2005).
4. Golongan Tiazolidindion (TZD)
Senyawa golongan tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon)
bekerja meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin dengan berikatan
dengan PPARγ (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di
otot, jaringan lemak, dan hati guna menurunkan resistensi insulin. TZD
juga menurunkan glikoneogenesis (PC Diabetes, 2005). Kedua jenis TZD
(rosiglitazon dan pioglitazon) diabsorbsi dengan sangat baik dan banyak
berikatan dengan protein dan merupakan subjek untuk metabolisme hati
(Ritter, et. al., 2008).
5. Akarbosa
Obat anti diabetes ini bekerja dengan memperlambat proses
perubahan glukosa menjadi glukosa sehingga kadar glukosa setelah makan
tidak sekaligus mengalami peningkatan (Dalimartha, 2005). Akarbosa
adalah inhibitor kompetitif reversibel dari hidrolase α-glukosida usus dan
menunda penyerapan pati dan sukrosa, namun tidak mempengaruhi
penyerapan glukosa yang telah dikonsumsi (Ritter, et. al., 2008).
2.4.7 Tinjauan Diabetes Menyebabkan Hipertrigliseridemia
Dalam keadaan diabetes, resistensi hormon insulin dipercaya sebagai
pencetus utama dari keadaan diabetes dislipidemia. Resistensi insulin dapat
21
mengakibatkan keadaan hipertrigliseridemia, yang menjadi karakteristik paling
sering ditemukan pada penderita diabetes. Dalam jaringan adiposa, insulin
menekan lipolisis dengan menghambat aktivitas dari hormon sensitive lipase
(HSL) yang mengkatalisis asam lemak bebas dari trigliserida yang tersimpan. Jika
terjadi resisensi insulin, enzim HSL akan aktif dan meningkatkan lipolisis dari
trigliserida menjadi asam lemak bebas dan asam lemak bebas yang menuju ke hati
semakin banyak. Dengan demikian insulin berkerja dalam mengatur jumlah asam
lemak bebas yang ada dalam sirkulasi yang berfungsi sebagai substrat dan faktor
sekresi VLDL (Ginsberg, 2000).
Produksi VLDL yang berlebihan dan tingkat pembersihan dari VLDL
yang menurun juga sebagai faktor peningkatan trigliserida (hipertrigliseridemia).
Penurunan pembersihan VLDL juga berhubungan dengan menurunnya aktivitas
dari enzim lipoprotein lipase (LPL), pengambilan kembali VLDL ke dalam hati
menurun dan akibatnya terjadi penumpukan lipoprotein yang kaya akan
trigliserida. Peningkatan asam lemak bebas mampu mengganggu kerja dari enzim
LPL. Selain asam lemak bebas, Apo CIII juga dapat menghambat kerja dari LPL.
Apo CIII di aktivasi oleh glukosa dan dihambat oleh insulin (Wu & Parhofer,
2014).
2.5 Tinjauan Kolesterol
Kolesterol merupakan zat berlemak yang ditemukan di setiap sel tubuh
manusia. Kolesterol berasal dari 2 cara, yaitu tubuh membuatnya sendiri di hati
dan juga didapatkan dari sumber makanan. Kolesterol mempunyai peran penting
terhadap fungsi tubuh manusia, salah satunya sebagai sumber energi. Kolesterol
merupakan komponen terbesar membrane sel. Selain itu kolesterol berfungsi
dalam produksi hormone tertentu, produksi vitamin tertentu dan memastikan
dalam pembentukan empedu, sistem pencernaan bekerja dengan baik (Bull &
Morel, 2007).
2.5.1 Tinjauan Lipoprotein
Lipoprotein merupakan pengangkut lemak untuk melewati aliran darah
dikarenakan sifat lemak yang tidak larut dalam air.Lipid harus berikatan dengan
protein untuk membentuk ikatan makromolekul.Senyawa yang termasuk daam
lipid atau lemak yaitu kolesterol, kolesterol ester, trigliserida, fosfolipid dan asam
22
lemak.Semua lemak plasma diangkut ke dalam darah dalam bentuk lipoprotein
kecuali asam lemak dalam darah terutama yang terikat dengan albumin.Susunan
tingkat lipoprotein dalam plasma bergantung pada keseimbangan antara asupan
lipid dari makanan, proses dalam hati dan penggunaannya dalam jaringan. Jenis
lipid yang dapat ditentukan dalam darah yaitu kilomikron, lipoprotein densitas
sangat rendah (VLDL), Lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein
densitas tinggi (HDL) yang terdiri atas 2 komponen utama, yaitu trigliserida dan
kolesterol dan ditambah sebagian kecil dari fosfolipid (Sriwijaya, 2009).
2.5.1.1 Kilomikron
Kilomikron merupakan lipoprotein yang mempunyai ukuran paling
besar.Kilomikron terbentuk di dalam usus yang mengangkut dan mengandung
trigliserida yang berasal dari makanan.Trigliserida terbentuk dalam kilomikron
karena tidak dapat melewati pembuluh darah apabila dalam bentuk
aslinya.Beberapa ester kolesteril juga terdapat pada inti kilomikron. Kolesterol
bebas dan fosfolipid bersama dengan Apo B48, Apo A1, Apo2 dan protein
lainnya yang baru disintesis membentk suatu permukaan satu lapis yang kemudian
kilomikron menuju ke aliran darah melewati duktus toraksikus (Katzung, 2002).
Trigliserida dalam kilomikron kemudian dikeluarkan di jaringan
ekstrahepatis melalui jalur yang berhubungan dengan VLDL termasuk hidrolisis
oleh system lipase lipoprotein (LPL).Pada saat trigliserida dalam inti dikosongkan
terjadi penurunan progresif diameter partikel. Kemudian lemak permukaan yang
dialirkan ke HDL yaitu Apo A1, Apo A2, dan Apo C, dan kilomikron yang masih
tersisa diambil oleh endositosis yang dibantu oleh reseptor ke dalam hepatosit
(Katzung, 2002).
Gambar 2.3 Struktur kilomikron (Al-Maqassary, 2013)
23
2.5.1.2 VLDL (Very Low Density Lipoprotein)
VLDL merupakan lipoprotein yang berdensitas sangat rendah, juga proses
awal terbentuknya LDL. Partikel VLDL sangat banyak mengandung trigliserida
(Soeryoko, 2012). VLDL disekresi oleh hati dan sebagai perantara transfer
trigliserida ke dalam jaringan perifer. Apo B100, Apo C dan Apo E merupakan
kandungan dari VLDL. Setelah di sekresi, VLDL akan mendapatkan Apo C yang
lebih banyak dari HDL. Trigliserida yang terkandung pada VLDL akan
terhidrolisis pada jaringan perifer oleh suatu enzim LPL (lipoprotein lipase) yang
kemudian trigliserida berubah menjadi asam lemak bebas dan disimpan dalam
jaringan adiposa. Setelah proses hidrolisis terbentuk sisa (remnant) VLDL atau
yang lebih sering dikenal dengan IDL (Intermediate Density Lipoprotein) yang
masih mengandung trigliserida. IDL dapat segera diambil oleh hati dan beberapa
dirubah menjadi LDL, dan kandungan trigliserida dalam IDL akan hilang
(Katzung, 2002; Pusparini, 2006).
2.5.1.3 LDL (Low Density Lipoprotein)
LDL adalah lipoprotein yang mempunyai fungsi untuk mengangkut
kolesterol dari hati ke jaringan perifer.Lipoprotein jenis ini lebih dikenal dengan
kolesterol jahat.Karena apabila kandungannya yang terlalu banyak dalam tubuh
dapat mengakibatkan penimbunan plak pada pembuluh darah.LDL yang paling
kuat dalam mengangkut kolesterol (Soeryoko, 2012).LDL merupakan katabolisme
akhir dari VLDL dan IDL dan merupakan jalur utama katabolisme dalam
hepatosit dan sel lainnya yang diperantarai reseptor. Kolesterol LDL menahan
kolesterol dan apoprotein B-100 yang umumnya berasal dari dalam VLDL
sehingga LDL ini kaya akan kolesterol dan apoprotein B-100. LDL dihilangkan
dari sirkulasi dengan cara berikatan dengan reseptor B-100/E membrane plasma
(reseptor LDL) dihepar dan jaringan ekstrahepatik. Sebagian besar dari eliminasi
LDL disebabkan oleh endositosis LDL ke dalam hepatosit (Sriwijaya, 2009;
Katzung, 2002; Soeryoko, 2012).
2.5.1.4 HDL (High Density Lipoprotein)
HDL atau yang paling sering dikenal dengan sebutan kolesterol baik.
Susunan HDL terdiri dari 50% Apoprotein (AI dalam jumlah yang lebih banyak,
AII, CI, CII, CIII, E, dan J), 20% kolesterol bebas (FC) dan kolesterol
24
teresterifikasi (CE), 15% fosfolipid, dan 15% trigliserida (TG). Kadar HDL yang
diharapkan didalam tubuh adalah, untuk HDL-C <35 mg/dL bagi pria dan <45
mg/dL bagi wanita. Hindari nilai <40 mg/dL karena akan meningkatkan resiko
penyakit aterosklerosis koroner (CAD) dan diharapkan nilai HDL >60 mg/dL
(Diament, 2006).
Gambar 2.4 Komposisi HDL (Diament, 2006)
HDL berfungsi untuk mengangkut kelebihan kolesterol yang ada dalam
tubuh dan bertanggung jawab untuk memetabolisme VLDL, kolesterol dan
kilomikron.Susunan terbanyak dari HDL adalah fosfolipid dan disekresi di dalam
hati dan usus.HDL mendapatkan kolesterol dari jaringan perifer. Pada proses ini
kolesterol bebas dipindahkan dari sitosol ke membrane sel oleh protein transpoter
yaitu ABC1. Koleterol bebas yang terbentuk kemudian ambil oleh partikel HDL
prabeta-1, selanjutnya diesterifikasi oleh LCAT (Lecithin: cholesterol
acyltransferase) yang membentuk HDL yang lebih besar (Katzung, 2002).
2.5.2 Tinjauan Metabolisme Lipoprotein
Sebagian besar lemak yang masuk ke dalam tubuh akan dikategorikan
sebagai asam lemak dan trigliserida; eikosanoid; dan beberapa jenis lemak
lainnya. Lemak-lemak tersebut mempunyai fungi dan struktur kimia yang
beragam, namun memiliki sifat yang sama yaitu tidak larut dalam air. Asam
lemak yang disimpan dalam bentuk trigliserida berfungsi sebagai energy utama
tubuh. Metabolisme lipoprotein terbagi atas 3 jalur, yaitu jalur eksogen, jalur
endogen, dan jalur reverse cholesterol (Rampengan, 2015).
25
2.5.2.1 Jalur Eksogen
Jalur eksogen berawal dari absorbsi kolesterol dari makanan dari usus
dalam bentuk ikatan gliserol-ester dengan 3 cincin asam lemak yang dinamakan
kilomikron. Pada jaringan lemak, kapiler dan otot polos, ikatan trigliserida-ester
akan dipecah oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) menjadi asam lemak, dan
sisanya (remnant) adalah partikel kaya akan kolesterol dan jika sampai ke hati
(hepar) akan diikat oleh reseptor khusus dan diambil kembali masuk ke dalam sel
hepar. Sebagian kolesterol yang terdapat dalam hepar akan disekresikan ke dalam
usus sebagai asam lemak bebas atau dalam bentuk trigliserida yang berbentuk
partikel VLDL. Kemudian disekresikan ke dalam sirkulasi (Sriwijaya, 2009).
Gambar 2.5 Jalur eksogen (Heppy, 2017)
2.5.2.2 Jalur Endogen
Dalam jalur endogen, trigliserida akan dikeluarkan dari jaringan lemak
dtau jaringan otot lainnya dengan meninggalkan sisa berupa IDL (Intermediate
Density Lipoprotein) yang kaya akan kolesterol. Sebagian dari IDL akan akan
dirubah dan diikat oleh reseptor LDL dan akan diambil kembali oleh sel hepar.
Sedangkan sisanya akan tetap berada dalam sirkulasi dan akan dikonversi dalam
bentuk LDL. Kebanyakan LDL akan berikatan dengan reseptor LDL yang ada
dalam hepar atau sel lain dan akan dikeluarkan ke sirkulasi. Kolesterol yang
terlepas dari ikatan sel le bentuk HDL akan diesterifikasi oleh enzim LCAT. Ester
akan ditransfer ke IDL, kemudian ke LDL dan akhirnya diambil kembali oleh sel
hepar (Sriwijaya, 2009).
26
Gambar 2.6 Jalur Endogen (Heppy, 2017)
2.5.2.3 Jalur Reverse Kolesterol
Pada jalur reverse kolesterol atau jalur balik kolesterol, HDL yang
mengandung sedikit kolesterol akan dilepaskan dalam ukuran kecil yang
mengandung apolipoprotein (Apo) A, C, dan E (HDL nascet). Apo E atau HDL
nascent ini berasal dari hati dan usus halus berbentuk gepeng dan mengandung
Apo A1.Kemudian HDL nascent akan mendekati makrofag untuk memakan
kolesterol yang tersimpan di dalamnya. Kolesterol yang berada dalam makrofag
harus dibawa ke permukaan membrane oleh makrofag di bantu oleh adenosine
triphosphate - binding cassette transporter-1 (ABC-1), yang selanjutnya HDL
nascent akan berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat (Rampengan,
2015).
Enzim lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT) kemudian bertugas
mengesterifikasi kolesterol bebas yang diambil makrofag menjadi kolesterol ester.
Sebagian kolesterol ester dibawa oleh HDL melalui dua jalur, yaitu jalur pertama
menuju hati dan ditangkap oleh scavenger receptor class B type 1 (SR-B1) dan
jalur kedua kolesterol ester dalam HDL ditukarkan dengan trigliserid dari VLDL
dan IDL di bantu oleh cholesterol ester transfer protein (CETP) (Rampengan,
2015).
Gambar 2.7 Jalur reverse kolesterol (Rampengan, 2015)
27
2.5.3 Tinjauan Trigliserida
Trigliserida atau dikenal juga sebagai triasilgliserol adalah lemak utama
yang terdapat dalam makanan manusia karena merupakan cadangan utama lemak
dalam tumbuhan dan hewan yang dirubah menjadi makanan manusia.
Triasilgliserol memiliki sebuat rangka gliserol tempat 3 asam lemak diesterkan
dan merupakan bentuk lemak yang paling efisien untuk menyimpan kalor yang
penting untuk proses-proses yang membutuhkan energi dalam tubuh (Hardiasari
& Koiriyah, 2016). Trigliserida merupakan penyimpanan lipid yang utama
didalam jaringan adipose, bentuk lipid ini akan terlepas setelah terjadi hidrolisis
oleh enzim lipase yang sensitif - hormon menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Rute pencernaan utama dari trigliserida adalah dihidrolisis menjadi asam lemak
bebas dan 2-monoasilgliserol dalam lumen usus. Hasil tersebut tadi dikonversi ke
dalam misel (suatu butiran halus yang mengalami emulsifikasi oleh garam
empedu) (Watuseke, et al., 2016).
Gambar 2.8 Struktur trigliserida (Suhendri, 2013)
Kemudian trigliserol diangkut dalam bentuk partikel lipoprotein karena
tidak larut dalam darah apabila langsung masuk ke dalam darah, trigliserol akan
mengalami penggumpalan dan dapat mengganggu aliran darah. Sel usus akan
mengemas trigliserol bersamaan dengan protein dan fosfolipid dalam bentuk
kilomikron yang merupakan lipoprotein yang tidak mudah menggumpal dalam
air. Apoprotein utama yang berikatan dengan kilomikron sewaktu meninggalkan
sel usus adalah B-48 yang secara struktural dan genetis sama dengan apoprotein
B-100 yang disintesis dihati dan berfungsi sebagai protein utama pada VLDL
(Marks, et al., 2000).
28
2.5.4 Pembentukan Trigliserida dari Karbohidrat
Karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari yang digunakan
sebagai energi, jumlah yang kelebihan ini kemudian disimpan dan dirubah
menjadi trigliserida yang disimpan pada jaringan lemak. Trigliserida terbentuk di
hati terutama diangkut oleh lipoprotein ke sel lemak dan akan digunakan jika
diperlukan untuk membuat energi. Pertama karbohidrat dirubah menjadi asetil-
KoA yang terjadi pada saat penguraian normal glukosa oleh sistem glikolitik.
Dimana asam lemak merupakan polimer besar bagian asetil dari asetil KoA (Hall,
2009).
2.5.4.1 Asam Lemak Berikatan dengan α-Gliserofosfat untuk membentuk
Trigliserida
Asam lemak yang berantai 14 sampai 18, secara otomatis mengikat
gliserol dan membentuk trigliserida. Bagian gliserol trigliserida berasal dari α-
Gliserofosfat yang juga merupakan produk penguraian glikolitik glukosa.
Mekanisme ini penting karena α-Gliserofosfat mengontrol produk akhir
kombinasi asam-asam lemak dengan gliserol dan ditentukan oleh jumlah
karbohidrat. Jika jumlah karbohidrat banyak, maka pembentukan α-Gliserofosfat
akan banyak pula yang berakibat dalam keseimbangan pembentukan dan
penyimpanan trigliserida. Sebaliknya jumlah asam lemak yang banyak akan
menggantikan posisi ketiadaan metabolisme karbohidrat (Hall, 2009).
2.5.5 Pencernaan Trigliserida
Trigliserida merupakan jenis lemak yang lebih dominan dan terdapat di
makanan tinggi lemak.Sebelum diabsorpsi, trigliserida harus terlebih dahulu
dipecah menjadi asam lemak dan gliserol. Trigliserida bersifat hidrofobik atau
tidak bercampur dengan air. Lemak harus terlebih dahulu mengalami emulsifikasi
agar dapat becampur dengan air dan enzim dapat bekerja dalam pencernaan.
Enzim merupakan sebuah substrat bermuatan positif dan negatif dan bersifat
hidrofilik atau dapat bercampur dengan air (Almatsier, 2009).
2.5.6 Tinjauan Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan kondisi dimana kolesterol dalam darah
meningkat melebihi angka normal yang ditandai dengan adanya peningkatan
kadar trigliserida plasma, LDL, dan kolesterol total. Hiperlipidemia termasuk
29
faktor besar penyebab terjadinya aterosklerosis dan penyakit yang berhubungan
dengan aterosklerosis, seperti penyakit jantung koroner (Brunton, et al., 2008).
Tabel II. 4 Data klasifikasi nilai lemak plasma (Brunton, et al., 2008)
Klasifikasi Nilai Lemak Plasma
Kolesterol total
<200 mg/Dl Nilai diinginkan
200-239 mg/Dl Batas tinggi
≥240 mg/dL Tinggi
HDL-C
<40 mg/dL Rendah
>60 mg/dL Tinggi (diharapkan)
LDL-C
<70 mg/dL Optimal dengan resiko tinggi (CHD
equivalent patients)
<100 mg/dL Optimal
100–129 mg/dL Mendekati optimal
130–159 mg/dL Batas tinggi
160–189 mg/dL Tinggi
≥190 mg/dL Sangat tinggi
Trigliserida
<150 mg/Dl Normal
150–199 mg/dL Batas tinggi
200–499 mg/dL Tinggi
≥500 mg/dL Sangat tinggi
2.6 Terapi Hiperkolesterolemia
Ada beberapa golongan obat untuk terapi hiperkolesterolemia, yaitu:
1. Statin
Obat golongan statin bekerja dengan menghambat pembentukan
kolesterol di hati.Statin merupakan golongan obat penurun kolesterol yang
paling sering dianjurkan dan digunakan.Keseimbangan produksi kolesterol
berhubungan dengan katalis biologis yang lebih dikenal dengan sebutan
enzim.Enzim yang mengontrol produksi kolesterol adalah HMG-KoA
(Hidroksimetilglutaril koenzim A) reduktase. Mekanisme statin dengan
cara menghambat kerja dari enzim HMG-KoA (Bull & Morel, 2007).
30
Obat-obat ini efektif dalam menurunkan kadar kolesterol plasma
pada semua tipe hiperlipidemia. Simvastatin dan lovastatin harus
dihidrolisis dalam bentuk asamnya. Karena ada ekstraksi lintas-pertama,
obat ini bekerja di hepar dan di ekskresi dalam empedu dan feses. Masa
paruh obat berkisar antara 1,5-2 jam. Salah satu efek samping dari obat ini
adalah terjadinya kelainan biokimia pada hepar (Harvey & Champe,
2013).
2. Fibrat (Gemfibrozil, bezafibrat)
Golongan fibrat bekerja di bagian hati dengan cara menghambat
produksi trigliserida. Di jaringan tubuh dengan cara meningkatkan
pemecahan trigliserida. Menurunkan kadari trigliserida juga dapat
membantu meningkatkan kadar HDL (Bull & Morel, 2007).
Fibrat mampu menurunkan LDL sekitar 10% dan meningkatkan
HDL sekitar 10%.Tetapi fibrat mempu menurunkan trigliserida plasma
secara bermakna sekitar 30% (Neal, 2006).Mekanisme kerja golongan
fibrat adalah mengaktifkan reseptor PPAR (proliferator peroksisom
aktivasi reseptor) merupakan anggota kelompok reseptor nukleus yang
mengatur metabolisme lipid yang merupakan faktor transkripsi yang
diaktifkan oleh ligan. Kemudian berikatan dengan elemen respon
proliferator peroksisom dan terjadi penurunan konsentrasi dari trigliserida
dengan peningkatan konsetrasi Apo CII (Harvey & Champe, 2013).
3. Resin
Golongan resin bekerja denan mengikat kolesterol dan asam
empedu. asam empedu berasal dari kolesterol yang terbentuk di hati dan
disimpan dalam kandung empedu. asam empedu berfungsi untuk
mengabsorbsi kolesterol yang berasal dari makanan (Bull & Morrell,
2007).
Obat golongan resin seperti Cholestyramine, colestipol digunakan
secara per oral karena sifatnya yang tidak larut air dan bentuknya yang
besar. Obat ini tidak diabsorbsi atau dirubah secara metabolik oleh usus,
melainkan disekresi secara total dalam feses (Harvey & Champe, 2013).
31
4. Asam Nikotinat
Asam nikotinat berbentuk vitamin B bekerja dengan cara
mencegah pelepasan asam lemak dari tempat penympanan dalam tubuh.
Asam nikotinat membatasi jumlah trigliserida yang masuk ke dalam hati
dan menurunkan kadar LDL serta meningkatkan kadar HDL. Niasin
menghambat secara kuat lipolilsis pada jaringan adiposa. Niasin dalam
tubuh dikonversi menjadi nikotinamid yang bergabung dengan kofaktor
nikotinamid-adenin dikuleotida (NAD). Niasin diekskresika dalam urin
(Harvey & Champe, 2013).
Efek samping yang sering terjadi ketika mengkonsumsi obat ini
adalah timbul kemerahan pada kulit disertai dengan rasa hangat dan tidak
nyaman dan pruritus. Niasin digunakan sekali sehari sebelum tidur
(Harvey & Champe, 2013).
5. Inhibitor absorbis kolesterol selektif (ezetimibe)
Merupakan golongan baru penurun lipid.Mekanisme kerja dari
obat ini dengan menghambat absorbsi kolesterol dalam usus.Biasanya obat
ini diberikan kombinasi dengan statin untuk memaksimalkan efek
teurapetik. Semakin sedikit jumlah kolesterol yang diserap, makin sedikit
pula jumlah kolesterol yang dapat mencapai hati (Harvey & Champe,
2013).
6. Minyak ikan Omega-3
Merupakan sediaan asam lemak yang diturunkan dari minyak ikan
omega-3. Adapun sumber dari omega-3 ini berasal dari minyak ikn seperti
salmon, makarel, sardin, kipper,dan pilchard. Minyak ikan bekerja dengan
cara menghambat produksi trigliserida dalam hati (Harvey & Champe,
2013).
2.7 Metode Pengukuran Kolesterol
Pengukuran kadar trigliserida dilakukan dengan metode enzymatic
colorimetric test GPO-PAP . Sebanyak 10 µl sampel plasma dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 1,00 mL larutan reagen, kemudian
di divorteks. Reagen yang digunakan berasal dari triglycerides assay kit, ABX
Pentra Truglycerides CP diagnostic system. Reagen tersebut terdiri dari larutan
32
glycerol phosphate oxidase (GPO), buffer Ph 7.2, 4-chlorophenol 4 mmol/l, enzim
glycerol kinase (GK) 9,5 kU/l, peroxidase 2 kU/l, lipoprotein lipase 2 kU/l, dan 4-
aminophenazone 0,5 mmol/l. Untuk blanko digunakan 1,00 mL reagen. Larutan
kemudian diinkubasi selama 20 menit dengan suhu 20-25 °C atau 10 menit
dengan suhu 37°C. Absorbansi larutan kemudian dibaca pada panjang gelombang
500 nm (Hardisari & Koiriyah, 2016).
2.8 Tinjauan Induksi Aloksan
Aloksan (2,4,5,6-tetraoksipirimidin; 5,6-dioksiurasil) merupakan senyawa
hidrofilik dan tidak stabil suatu substrat derivat pirimidin sederhana.1-3 Aloksan
diperkenalkan sebagai hidrasi aloksan pada larutan encer. Aloksan murni
diperoleh dari oksidasi asam urat oleh asam nitrat. Waktu paruh dari aloksan 1,5
menit pada suhu 37oC, pada suhu yang lebih rendah akan lebih lama dan tidak
stabil terhadap senyawa hidrofilik (Rohilla & Ali, 2012).
Gambar 2.8 Struktur aloksan (Nugroho, 2006)
Aloksan merupakan bahan kimia penginduksi diabetes pada hewan
percobaan dan merupakan cara yang efektif dan relatif cepat untuk menghasilkan
kondisi diabetik eksperimental hewan uji. Aloksan diberikan secara parenteral,
baik intravena, subkutan, ataupun intraperitoneal. Dosis yang umum digunakan
sebesar untuk pemberian intravena adalah 65 mg/KgBB, untuk pemberian secara
intraperitoneal dosis harus ditingkatkan sebanyak 2-3 kali, dan untuk pemberian
secaa subkutan pemberian dosis dibawah 150 mg/KgBB tidak mampu untuk
menghasilkan kondisi fisiologis diabetes. Pemberian aloksan sebaiknya pada saat
kondisi hewan uji sudah dipuasakan terlebih dahulu (Szkudelski, 2001).
Aloksan bekerja dengan cepat mencapai pankreas dan langsung diambil
oleh sel β Langerhans dan terjadi pembentukan oksigen relative yang menjadi
faktor utama kerusakan sel β Langerhans. Selain dari pembentukan oksigen
relatif, faktor lain terjadinya kerusakan sel β pankreas adalah gangguan
33
homeostatis kalium intraseluler. Aloksan mampu meningkatkan konsentrasi ion
kalsium bebas sitosolik pada sel β Langerhans pankreas.Kemudian diikuti influks
kalsium dari cairan ekstraseluler, mobilisasi kalsium dari simpanannya secara
berlebihan, dan eliminasinya yang terbatas dari sitoplasma.Influks kalsium
mengakibatkan depolarisasi sel β Langerhans, kemudian membuka kanal kalsium
tergantung voltase dan semakin menambah masuknya ion kalsium ke sel.
Akibatnya konsentrasi insulin meningkat dengan cepat, dan secara signifikan
mengakibatkan gangguan pada sensitivitas insulin perifer dalam waktu singkat.
Aloksan juga diduga berperan dalam penghambatan glukokinase dalam proses
metabolisme energi (Nugroho, 2006). Kondisi diabetes yang diakibatkan oleh
pemberian aloksan bersifat irreversible atau tidak bisa kembali ke keadaan awal.
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi diabetes juga cukup cepat yaitu
sekitar 24-48 jam setelah pemberian atau penginduksian aloksan (Rohilla & Ali,
2012).
2.9 Tinjauan Tikus Wistar
Tikus (Rattus sp) termasuk binatang hama yang merugikan dan dapat
menularkan beberapa wabah penyakit. Tikus hidup di lubang-lubang seperti
selokan dan hidup berkelompok hingga mencapai 200 ekor. Perkembangbiakan
tikus dapat dikatakan sangat besar, karena sekali beranak ibu tikus dapat
melahirkan 9 sampai 15 ekor anak tikus. Tikus juga dipergunakan sebagai hewan
uji untuk penelitian. Terdapat tiga galur tikus putih yang memiliki kekhususan
untuk digunakan sebagai hewan percobaan antara lain Wistar, long evans dan
Sprague dawley (Widiartini, et al., 2013).
Adapun klasifikasi dari tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies :Rattus norvegicus
34
Gambar 2.9 Tikus putih galur wistar (Artiyono, 2015)
Alasan tikus putih banyak digunakan untuk penelitian karena mudah
diperoleh dalam jumlah banyak.mempunyai respon yang cepat, memberikan
gambaran secara ilmiah yang mungkin terjadi pada manusia dan harganya relatif
murah. Tikus putih mampu mengkonsumsi makanan sebanyak 12-20 g dan
konsumsi air minum sebanyak 20-45 mL. Makanan yang disediakan harus sesuai
dan memenuhi nutrisi kebutuhan tikus (Akbar, 2010).
Hal yang harus diperhatikan pada saat tikus akan digunakan sebagai
hewan uji adalah data fisiologis. Respon fisiologis merupakan gabungan fungsi
dari setiap sel dan organ tubuh sebagai satu kesatuan fungsional.Data fisiologis
tikus percobaan yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
Tabel II. 5 Data nilai fisiologi tikus putih (Irama, 2009; Zulkarnain, 2013)
Kriteria Penilaian Nilai
Denyut jantung 330-480/menit,
Tekanan darah 90-180 sistol, 60-145 diastol
Suhu tubuh 36-39o C (rata- rata 37,5oC)
Kolesterol serum 10-54 mg/dL
Lemak serum 10-54 mg/dL
Trigliserida 26-145 mg/dL
LDL 7-27,2 mg/dL
HDL 35-85 mg/dL
Glukosa darah <200 mg/dL
Gula Darah Puasa (GDP) 140 mg/dL