5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum
Pondasi adalah suatu struktur bawah yang berfungsi sebagai pendukung
dari struktur yang telah dibangun diatasnya. Pondasi memiliki fungsi yang sangat
penting untuk menahan beban dari struktur yang ada diatasnya dan gaya – gaya
luar lainnya maka dari itu pondasi harus memiliki kekuatan agar tidak terjadi
kegagalan pondasi. Kegagalan pondasi dapat terjadi karena adanya penurunan
yang tidak seragam dan daya dukung yang rendah. Jika pondasi yang digunakan
adalah pondasi tiang maka jumlah tiang akan mempengaruhi distribusi gaya pada
masing – masing tiang dan akan mempengaruhi eksentrisitas dari tiang tersebut.
Eksentrisitas ini mengakibatkan momen yang bekerja pada pondasi semakin
bertambah dan akan berdampak pada distribusi beban yang bekerja pada masing –
masing tiang. Jika beban yang diterima oleh tiang melebihi kapasitas daya dukung
maka akan mengakibatkan penurunan pada lokasi tiang tersebut dan akan
mengakibatkan kerusakan pada struktur diatasnya seperti tembok yang retak,
lantai ubin pecah, dan keruntuhan struktur atas.
Pondasi harus dibangun dengan perhitungan yang tepat dengan
memperhatikan kontur dan kondisi tanah yang akan digunakan. Tanah yang
memiliki kontur yang tidak rata akan memerlukan perlakuan khusus, seperti
melakukan cut and fill. Perlakuan dilakukan untuk mendapatkan tanah dasar yang
rata. Perlakuan ini memerlukan perhatian khususnya jika harus melakukan
timbunan atau fill karena harus diperhatikan kepadatannya sama dengan
kepadatan tanah asli jika kepadatan tanahnya tidak sama akan mengakibatkan
perbedaan daya dukung dan penurunan tanahnya. Pada hakikatnya pondasi harus
dibangun diatas tanah keras dan padat untuk mendukung beban bangunan
diatasnya. Untuk memperoleh letak dan kedalaman tanah keras harus dilakukan
Pengujian tanah.
Pengujian tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara atau metode,
diantaranya adalah dengan menggunakan Sondir, Uji Boring, Uji Penetrasi Test
dan lain-lain. Pengujian dilakukan di laboratorium dengan mengambil sampel
6
tanah asli yang ada di lapangan. Hasil dari uji ini untuk mengetahi sifat – sifat dan
karakter tanah sehingga diketahui kekuatan lapisan tanah, kepadatan, dan daya
dukung tanah, serta mengetahui sifat korosivitas tanah. Penyelidikan tanah
dilakukan agar mengetahui jenis pondasi yang akan digunakan sesuai dengan
kondisi tanah yang ada. Maka, sebelum lokasi dibangun wajib dilakukan
pengujian terhadap kondisi tanah asli agar diketahui bagaimana sifat dari tanah
tersebut. Dengan mengetahui kondisi tanah kita bisa merencanakan struktur yang
kokoh, yang akan memberi rasa aman bagi pengguna dari struktur tersebut.
2.2. Klasifikasi Konstruksi Sarang Laba – Laba (KSLL)
Konstruksi sarang laba - laba merupakan konstruksi bawah yang
merupakan pondasi konvensional yang sederhana dan praktis karena tidak
menggunakan pemancangan seperti konstruksi lainnya. Konstruksi sarang laba -
laba ini merupakan kombinasi dari pondasi plat beton pipih menerus dengan
sistem perbaikan tanah, kombinasi ini mengakibatkan adanya kerja sama yang
menguntungkan karena membentuk sebuah pondasi yang memiliki kekakuan yang
lebih tinggi dibandingkan pondasi konvensional lainnya. Sistem ini akan bekerja
dengan baik terhadap beban vertikal dari kolom bila ditinjau dari perbandingan
penurunan dan pola keruntuhan.
Pada konstruksi ini terdapat plat tegak atau rib tegak pipih yang memiliki
ketinggian tertentu, rib ini diatur agar titik pertemuan antar rib berhimpit dengan
titik beban kolom hal ini penting karena konstruksi sarang laba - laba berfungsi
memikul beban secara merata. Rib ini juga berfungsi sebagai penyebar tegangan
atau gaya yang bekerja pada kolom, dimana pasir dan tanah difungsikan sebagai
pengisi yang dipadatkan dan berfungsi untuk menjepit rib – rib konstruksi
terhadap lipatan dan puntir. Pada bagian terluar dari rib dibuat lebih dalam dari
pada rib yang terletak ditengah, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi resiko
terjadinya penurunan sebelah atau terjadinya kemiringan. Hal yang harus
diperhatikan pada hubungan pembesian pada pertemuan rib dengan kolom dan
plat adalah harus bersifat jepit sempurna, karena harus ada panjang penyaluran
pada hubungan sambungan tersebut.
7
Konstruksi sarang laba - laba memiliki kemampuan memperkecil resiko
terjadinya irregular differential settlement dan mampu membuat tanah menjadi
bagian struktur pondasi yang karena proses pemadatan tanah didalam pondasi
akan mampu meniadakan pengaruh lipatan (Lateral Buckling) pada rib sehingga
Konstruksi sarang laba - laba mampu mengikuti gerakan gempa baik dalam arah
horizontal maupun vertikal. Konstruksi sarang laba - laba akan menjadi suatu
sistem struktur bawah yang sangat kaku dan kokoh serta aman terhadap
penurunan dan gempa, karena dapat memanfaatkan tanah hingga mampu
berfungsi sebagai struktur dengan komposisi sekitar 85% tanah dan 15 % beton.
Pada dasarnya Konstruksi sarang laba - laba bertujuan untuk memperkaku
sistem pondasi itu sendiri dengan cara berinteraksi dengan tanah pendukungnya.
Pondasi yang fleksibel, akan menyebabkan distribusi tegangan tanah yang timbul
akan semakin tidak merata, terjadi konsentrasi tegangan pada daerah beban
terpusat. Sebaliknya, jika pondasi semakin kaku, maka distribusi tegangan tanah
akan semakin merata.
Konstruksi sarang laba - laba terdiri dari 2 (dua) bagian konstruksi, yaitu :
2.2.1. Konstruksi beton
Konstruksi beton konstruksi sarang laba - laba berupa pelat pipih menerus
yang dibawahnya dikakukan oleh rib-rib tegak yang pipih tetapi tinggi. Apabila
ditinjau dari segi fungsinya, rib-rib tersebut ada 3 (tiga) macam yaitu rib
konstruksi, rib settlement dan rib pengaku. Penempatan/susunan rib-rib tersebut
sedemikian rupa, sehingga denah atas membentuk petak-petak segitiga dengan
hubungan yang kaku (Rigid).
Penempatan atau penyusunan rib – ri tersebut dilakukan sedemikian rupa
sehingga denah atau tampak atas dari konstruksi berbentuk petak segitiga dengan
hubungan yang kaku, seperti pada gambar 2.2
8
Gambar 2.1 Sketsa KSLL Tampak Samping
Gambar 2.2 Sketsa KSLL Tampak Atas
Keterangan :
1a = pelat beton pipih menerus
1b = rib konstruksi
1c = rib settlement
1d = rib pembagi
2a = urugan pasir dipadatkan
2b = urugan tanah dipadatkan
2c = lapisan tanah asli yang ikut terpadatkan
9
2.2.2. Konstruksi Perbaikan tanah/pasir
Rongga yang ada diantara rib-rib/di bawah pelat diisi dengan lapisan
tanah/pasir yang memungkinkan untuk dipadatkan dengan sempurna. Untuk
memperoleh hasil yang optimal, maka pemadatan dilaksanakan lapis demi lapis
dengan tebal tiap lapis tidak lebih dari 20 cm, sedangkan pada umumnya 2 atau 3
lapis teratas harus melampaui batas 90% atau 95% kepadatan maksimum
(Standart Proctor). Adanya perbaikan tanah yang dipadatkan dengan baik tersebut
dapat membentuk lapisan tanah seperti lapisan batu karang sehingga bisa
memperkecil dimensi pelat serta rib-ribnya. Sedangkan rib-rib serta pelat
konstruksi sarang laba - laba merupakan pelindung bagi perbaikan tanah yang
sudah dipadatkan dengan baik.
Gambar 2.3 Sketsa penempatan plat dan rib dengan perbaikan tanah
Penyebaran beban akan terjadi seperti pada gambar 2.3 adalah hasil dari
penyusunan konstruksi sarang laba – laba. Penyebaran beban terjadi pada bagian
bawah plat yang berada pada sisi atas lapisan perbaikan tanah. Namun jika plat
berada pada bagian bawah rib atau plat berada di atas lapisan tanah asli, maka
untuk mendapatkan tanah asli pendukung selebar b maka memerlukan luasan plat
efektif selebar b.
Pemadatan tanah akan dikerjakan setelah proses pengecoran rib telah
selesai dilakukan dan umur beton cor setidaknya 3 hari atau 72 jam. Pemadatan
dilakukan bertahap dengan menggunakan tamping rammer. Proses ini harus di
jaga atau di perhatikan agar perbedaan tinggi antara petak – petak yang
bersebelahan tidak lebih dari 25 cm. Hal ini mengingat umur beton rib yang masih
10
muda. Pemadatan tanah ini akan menghasilkan tingkat kepadatan yang tinggi pada
lapisan tanah di dalam rib – rib konstruksi sarang laba – laba, selain itu lapisan
tanah dibawahnya akan ikut terpadatkan sehingga meningkatkan kemampuan
daya dukung dan ketahanan atau kestabilan terhadap penurunan.
Rib beton yang berada pada samping sisi tanah yang telah dipadatkan akan
berfungsi sebagai pengaku plat dan sebagai sloof, rib ini juga berfungsi sebagai
dinding penyekat dari sistem perbaikan tanah. Dengan adanya perbaikan tanah
yang telah di padatkan dengan baik sebelumnya dapat membentuk lapisan tanah
yang bersifat seperti batu karang, sehingga memperkecil dimensi plat dan rib nya.
2.2.3. Kelebihan Konstruksi Sarang Laba-Laba
- Plat pipih menerus dengan rib di bagian bawahnya
Gambar 2.4 Sketsa Plat dan rib
Keterangan :
h = tinggi rib
te = tebal ekivalen
t = tebal plat
b = tebal rib
tb = tebal plat beton jika dinyatakan sebagai plat menerus tanpa rib
Dengan bentuk seperti pada gambar maka dengan bahan yang relatif
sedikit (setebal tb) diperoleh plat yang memiliki kekakuan atau tebal ekivalen (te)
yang tinggi. Pada umumnya, te = 2,5 – 3,5 tb. Kekakuan yang tinggi tersebut
menyebabkan konstruksi mampu mereduksi differetial settlement.(Ir.Ryantori dan
Ir. Sutjipto.1984:12)
11
- Tinggi rib settlement
Gambar 2.5 Sketsa Rib settlement
Dengan adanya rib settlement sesuai dengan gambar 2.5 maka akan di
dapatkan keuntungan pada pondasi diantaranya yaitu mengurangi adanya
penurunan, memperkuat stabilitas bangunan terhadap kemungkinan adanya
kemiringan, mempu melindungi tanah dari kemungkinan adanya kembang
susutnya tanah dan kemungkinan terjadinya degradasi akibat aliran tanah, dan
menambah kekakuan dari pondasi dalam tinjauannya secara makro.
- Kedalaman kolom sampai dasar rib
Hal ini membuat hubungan antar konstruksi bagian atas dan konstruksi
bawah dalam hal ini adalah konstruksi sarang laba-laba menjadi kokoh dengan
konstruksi sarang laba-laba. Sebagai gambaran, jika tinggi rib konstruksi sebesar
120 cm, maka hubungan antara kolom dengan konstruksi sarang laba-laba juga
setinggi 120 cm. Untuk lebih jelasnya disajikan pada gambar 2.6
Gambar 2.6 Sketsa pertemuan kolom dan rib
12
2.3. Klasifikasi Tanah
Menurut Das (1985:1) menjelaskan bahwa tanah didefinisikan sebagai
material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral – mineral padat yang tidak
tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan – bahan organik
yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zar cair dan gas yang
mingisi ruang – ruang kosong diantara partikel – partikel padat tersebut.
Pada bidang teknik sipil, tanah merupakan bahan bangunan yang berperan
penting khususnya untuk pendukung dari pondasi bangunan. Dalam perencanaan
pondasi klasifikasi tanah diperlukan agar mengetahui secara jelas tanah jenis apa
yang ada diwilayah tersebut yang berguna untuk memprediksi kelakuan tanah.
Tanah pada umum nya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau
(silt), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel paling dominan pada
tanah tersebut.
Pada bukunya, Das (1985:7) mencantumkan tabel batasan – batasan
ukuran golongan tanah.
Tabel 2.1 Batasan-batasan Ukuran Golongan Tanah
Nama Golongan Ukuran butiran (mm)
Kerikil Pasir Lanau Lempung
Massachusetts Institute of Technology (MIT) >2 2-0,06 0,06-0,002 <0,002
U.S Department of Agriculture (USDA) >2 2-0,05 0,05-0,002 <0,002
American Association of State Highway and
Transportation Officials (AASHTO)
76,2-2 2-
0,075
0,075-0,002 <0,002
Unified Soil Classification System (U.S. Army
Corps of Engineers, U.S. Bureau of
Reclamation)
76,2-
4,75
4,75-
0,075 Halus (yaitu lanau dan
lempung) <0,0075
2.3.1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan USCS
Sistem klasifikasi tanah berdasarkan sistem USCS adalah sistem
klasifikasi yang paling banyak digunakan pada percobaan laboratorium.
Percobaan yang dipakai adalah analisis ukuran butir dan batas Atterberg. Sistem
USCS ini mengkelompokkan tanah dalam 2 kelompok yaitu:
Tanah butir kasar (Coarse-Grained-Soil) yaitu tanah kerikil dan pasir
dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan nomor 200. Simbol
dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil
13
(Gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (Sand) atau tanah
berpasir.
Tanah berbutir halus (Fine-Grained-Soil) yaitu tanah dimana lebih dari
50% berat total contoh tanah lolos ayakan nomor 200. Simbol dari kelompok ini
dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung
(clay) anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol PT
digunakan untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan kadar
organik yang tinggi.
Simbol yang digunakan untuk klasifikasi tanah berdasar USCS adalah:
W = tanah dengan gradasi baik (well graded)
P = tanah dengan gradasi buruk (poorly graded)
L = tanah dengan plastisitas rendah (low plasticity), LL <50
H = tanah dengan plastisitas tinggi (high plasticityi), LL >50
Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW, GP,
GM, GC, SW, SP, SM dan SC. Untuk klasifikasi yang benar, perlu
memperhatikan faktor-faktor berikut ini :
1. Prosentase butiran yang lolos ayakan nomor 200 (fraksi halus).
2. Prosentase fraksi kasar yang lolos ayakan nomor 40.
3. Koefisien keseragaman (Uniformity Coefficient, Cu) dan koefisien gradasi
(Gradation Coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan
nomor 200.
4. Batas cair (LL) dan Indeks Plastisitas (IP) bagian tanah yang lolos ayakan
nomor 40 (untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos ayakan nomor 200).
Jika didapatkan persentase butiran yang lolos ayakan no.200 adalah 5-12%
maka memerlukan simbol ganda seperti GW-GM, GP-GM, secara rincinya akan
ditabelkan pada tabel – 5.
Selanjutnya klasifikasi tanah berbutir halus dengan simbol ML, CL, OL,
MH, CH, dan OH didapat dengan cara menggambar batas cair dan indeks
plastisitas tanah yang bersangkutan pada bagan plastisitas (Casagrande, 1984)
pada gambar 2.7.
14
Gambar 2.7 Diagram Plastisitas (ASTM ,Casagrande)
Pada garis diagonal A dan U diberikan dalam persamaan :
A PI = 0,73 (LL – 20)
U PI = 0,9 (LL – 8)
15
Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi USCS
Divisi Simbol
Kelompok Nama Jenis Kriteria Klasifikasi
Tan
ah b
erb
uti
r k
asar
Leb
ih d
ari
50
% b
uti
ran
ter
tah
an p
ada
ayak
an N
o.
20
0
Ker
ikil
50
% a
tau
leb
ih d
ari
frak
si k
asar
ter
tah
an s
arin
gan
no
.4 (
4,7
5 m
m)
Kerikil
bersih
(sedikit
atau tak
ada
butiran
halus)
GW
Kerikil gradasi
baik dan
campuran
pasir-kerikil,
sedikit atau
tidak
mengandung
butiran halus
Kla
sifi
kas
i b
erd
asar
kan
pro
sen
tase
bu
tira
n h
alu
s; K
ura
ng
dar
i 3
0%
lo
los
sari
ng
an n
o. 2
00
: G
M,
GP
, S
W,
SP
. L
ebih
dar
i 1
2%
lo
los
sari
ng
an
no
. 20
0:
GM
, G
C,
SM
, S
C.
5%
- 1
2%
lo
los
sari
ng
an n
o.2
00
: B
atas
an k
lasi
fik
asi
yan
g m
emp
un
yai
sim
bo
l d
ob
el
( )
GP
Kerikil gradasi
buruk dan
campuran
pasir-kerikil,
sedikit atau
tidak
mengandung
butiran halus
Tidak memenuhi kedua kriteria
untuk GW
Kerikil
banyak
kandung
an
butiran
halus
GM
Kerikil
berlanau,
campuran
kerikil-pasir-
lanau
Batas-
batas
Atterberg
di bawah
garis A
atau PI<4
Bila batas Atterberg
berada di daerah
arsir dari diagram
plastisitas, maka
dipakai dobel
simbol GC
Kerikil
berlempung,
campuran
kerikil-pasir-
lempung
Batas-
batas
Atterberg
di atas
garis A
atau PI>7
Pas
ir l
ebih
dar
i 5
0%
fra
ksi
kas
ar l
olo
s sa
rin
gan
no
.4 (
4,7
5
mm
)
SW
Pasir gradasi
baik, pasir
berkerikil,
sedikit atau
tidak
mengandung
butiran halus
( )
SP
Pasir gradasi
buruk, pasir
berkerikil,
sedikit atau
tidak
mengandung
butiran halus
Tidak memenuhi kedua kriteria
untuk SW
Pasir
bersih
kandung
an
butiran
halus
SM
Pasir berlanau,
campuran
pasir-lanau
Batas-batas
Atterberg di
bawah garis A
atau PI<4
Bila batas
Atterberg
berada di
daerah arsir dari
diagram
plastisitas,
maka dipakai
dobel simbol
SC
Pasir berlanau,
campuran
pasir lempung
Batas-batas
Atterberg di
atas garis A
atau PI>7
16
Tabel 2.2 (Lanjutan) Sistem Klasifikasi USCS
Divisi Simbol
Kelompok Nama Jenis Kriteria Klasifikasi
Tan
ah b
erb
uti
r h
alu
s 5
0%
ata
u l
ebih
lo
los
sari
ng
an n
o. 2
00
(0
,07
5 m
m)
Lanau dan
lempung
batas cair
50% atau
kurang
ML
Lanau tak
organik dan
pasir sangat
halus, serbuk
batuan atau
pasir halus
berlanau atau
berlempung
Batas cair LL (%)
Garis A: PI = 0,73 (LL-20)
CL
Lempung tak
organik dengan
plastisitas
rendah sampai
sedang,
lempung
berkerikil,
lempung
berpasir,
lempung
berlanau,
lempung kurus
(çlean clays)
Lanau dan
lempung
batas cair >
50%
OL
Lanau organik
dan lempung
berlanau
organik dengan
plastisitas
rendah
MH
Lanau tak
organik atau
pasir halus
diatomae, lanau
elastis
CH
Lempung tak
organik dengan
plastisitas
tinggi, lempung
gemuk (fat
clays)
OH
Lempung
organik dengan
plastisitas
sedang sampai
tiang
Tanah dengan
organik tinggi
Gambut (peat)
dan tanah lain
kandungan
organik tinggi
Manual untuk identifikasi secara visual
dapat dilihat ASTM Designation D-2488
17
2.3.2. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO
Sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam delapan kelompok, A-1
sampai A-7, dapat dibuat tabel yan menggambarkan sistem AASTHO secara rinci,
sebagai berikut:
Tabel 2.3 Klasifikasi Tanah AASTHO
General
Classification
Granular materials
(35% or less of Total Sample passing No. 200)
Silty-Clay materials (more
than 35% passing No. 200)
Group
Classification
A-1
A-3
A-2
A-4 A-5 A-6
A-7
A-1.a A-1.b A-2.4 A-2.5 A-2.6 A-2.7 A-7.5
A-7.6
Sieve Analysis
% Passing
No. 10
No. 40
No. 200
50
max
30
max
15
max
50
max
25
max
51
min
10
max
35
max
35
max
35
max
35
max
36
min
36
min
36
min
36 min
Characteristic
of Fraction
passing
No. 40
Liquid Limit
Plasticity Index
-
6 max
-
NP
40
max
10
max
41
max
10
max
40
max
11
max
41
max
11
max
40
1max
10
max
41
max
10
max
40
max
11
max
41
max
11
max
Usual types of
significant
materials
Stone
fragments,
gravel, and
sand
Fine
sand Silty or claycy gravel and sand Silty Soils Claycy Soils
General
subgrade
rating
Excellent to good Fair to poor
Plasticity index of A-7-5 subgrade is equal to or less than LL minus 30
Plasticity index of a-7-6 subgrade is grater than LL minus 30
Pada tabel diatas dapat dipahami secara umum bahwa kelompok tanah
yang diawali dari A-1 (bagian paling kiri) adalah kelompok tanah yang paling
baik dalam hal menahan beban roda, berarti yang paling baik sebagai bahan untuk
tanah dasar. Selanjutnya pada bagian tabel yang mengarah ke kanan menandakan
kelompok tanah yang kualitas tanah yang semakin berkurang untuk tanah dasar.
Kelompok tanah dari A-1 – A-3 adalah kelompok tanah berbutir kasar sedangkan
kelompok tanah A-4 – A-7 adalah kelompok tanah berbutir halus. Berikut
penjelasan dari masing – masing kelompok tanah tersebut:
18
- A-1 adalah kelompok tanah yang terdiri dari kerikil dan pasir kasar dengan
sedikit atau tanpa butir halus, dengan atau tanpa sidat – sifat plastis.
- A-3 adalah kelompok tanah yang terdiri dari pasir halus dengan sedikit
sekali mengandung butir – butir halus yang lolos saringan no.200 dan
bersifat tidak plastis.
- A-2 adalah kelompok batas antara kelompok tanah berbutir kasar dengan
tanah berbutir halus. Kelompok tanah A-2 ini terdiri dari campuran
kerikil/pasir kasar dengan tanah berbutir halus yang cukup banyak (<35%).
- A-4 adalah kelompok tanah lanau berplastisitas rendah.
- A-5 adalah kelompok tanah lanau yang mengandung lebih banyak partikel
– partikel halus yang bersifat plastis. Sifat plastis tanah lebih besar dari
kelompok A-4.
- A-6 adalah kelompok tanah lempung yang masih mengandung butir – butir
pasir dan kerikil, tetapi sifat perubahan volume cukup besar.
- A-7 adalah kelompok tanah lempung yang lebih bersifat plastis. Tanah ini
mempunyai sifat perubahan volume besar.
2.4. Pembebanan Struktur Atas
Pembebanan pada struktur atas meliputi beban statis dan beban dinamis.
2.4.1. Beban Statis
Beban statis adalah beban yang memiliki perubahan intensitas beban
terhadap waktu berjalan secara konstan. Beban statis dibagi menjadi dua yaitu
beban mati dan beban hidup.
1. Beban mati (Dead Load / D)
Berdasarkan peraturan SNI 1727:2013 tentang Beban Minimum untuk
Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain, beban mati adalah berat
seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang, termasuk dinding,
lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan
komponen arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan layan terpasang lain
termasuk berat keran.
19
2. Beban hidup (Life Load)
Berdasarkan peraturan SNI 1727:2013 tentang Beban Minimum untuk
Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain, beban hidup adalah beban
yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain
yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin,
beban hujan, beban gempa, beban bajir, atau beban mati.
2.4.2. Beban Dinamis
Beban dinamis adalah beban dengan variasi perubahan intensitas beban
terhadap waktu yang cepat. Beban dinamis ini terdiri dari beban gempa. Gempa
secara umum dapat dipahami sebagai fenomena getaran yang dikaitkan dengan
kejutan pada kerak bumi. Getaran ini dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi
salah satu faktor utamanya adalah benturan/pergesekan kerak bumi yang
mempengaruhi permukaan bumi. Lokasi gesekan ini disebut Fault Zone. Getaran
yang terjadi akan menjalar dalam bentuk gelombang. Gelombang ini
menyebabkan permukaan bumi dan bangunan di atasnya bergetar. Pada saat
bangunan bergetar timbul gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya
kecenderungan dari massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan.
Pada peraturan SNI 1727:2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, menyebutkan bahwa
tata cara ini menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam
perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung dan non gedung serta
berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Gempa rencana ditetapkan
sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur
bangunan 50 tahun adalah sebesar 2 persen. Untuk berbagai kategori risiko
struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai Tabel 1 pengaruh gempa
rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut
Tabel 2. Khusus untuk struktur bangunan dengan kategori risiko IV, bila
dibutuhkan pintu masuk untuk operasional dari struktur bangunan yang
bersebelahan, maka struktur bangunan yang besebelahan tersebut harus didesain
sesuai dengan kategori risiko IV.
20
Tabel 2.4 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori
risiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat
terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan
- Fasilitas sementara
- Gedung penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
I
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I,III,IV,
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor
- Pasar
- Gedung perkantoran
- Gedung apartemen/ rumah susun
- Pusat perbelanjaan/ mall
- Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
II
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat
terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas peniitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedala kategori risiko IV, yang memiliki
potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal
terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk:
- Pusat pembangkit listrik biasa
- Fasilitas penanganan air
- Fasilitas penanganan limbah
- Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, (termasuk,
tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan,
penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya,
limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan
beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang
diisyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi
masyarakat jika terjadi kebocoran.
III
21
Tabel 2.4 (Lanjutan) Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk
beban gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori
risiko
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai dasilitas yang pentung, termasuk,
tetapi tidak dibatasi untuk:
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah sakit dan fasilitas pemadan kebakaran ambulans, dan kantor polisi,
serta garasi kendaraan darurat
- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat
perlindungan darurat lainnya
- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya
untuk tanggap darurat
- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada
saat keadaan darurat
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyumpanan
bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun lisrtrik, tangki air atau
material peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi
pada keadaan darurat
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur
bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV.
IV
Tabel 2.5 Faktor Keutamaan gempa
Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
2.4.3. Kombinasi Pembebanan
Pada perhitungan kombinasi pembebanan untuk bangunan gedung,
struktur harus direncanakan kekuatannya terhadap beban – beban yang bekerja
diatasnya. Beban yang bekerja adalah beban yang merupakan kombinasi antara
beban statis dan dinamis. Pada kombinasi pembebanan ini sering diizinkan untuk
mereduksi gaya desain total dengan faktor yang telah di tentukan.
Pada peraturan SNI 1727:2013 Struktur, komponen, dan fondasi harus
dirancang sedemikian rupa sehingga kekuatan desainnya sama atau melebihi efek
dari beban terfaktor dalam kombinasi berikut:
1,4 D (1)
1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau S atau R) (2)
1,2 D + 1,6 ( Lr atau S atau R) + (L atau 0,5 W) (3)
1,2 D + 1,0 W + L + 0,5 (Lr atau S atau R) (4)
22
1,2 D + 1,0 E + L + 0,2 S (5)
0,9 D + 1,0 W (6)
0,9 D + 1,0 E (7)
2.5.Analisis Pada Struktur Bawah
Analisis yang akan dilakukan pada struktur bawah harus melalui beberapa
tahapan perhitungan yang akan dijabarkan sebagai berikut.
2.5.1. Daya Dukung Tanah
Daya dukung tanah (Bearing Capacity) adalah kemampuan tanah untuk
mendukung beban baik dari segi struktur pondasi maupun bangunan di atasnya
tanpa terjadi keruntuhan geser. Daya dukung batas (Ultimate Bearing Capacity)
adalah daya dukung terbesar dari tanah. Daya dukung ini merupakan kemampuan
tanah untuk mendukung beban dengan asumsi tanah mulai mengalami
keruntuhan. Besar daya dukung yang diijinkan sama dengan daya dukung batas
dibagi angka keamanan :
(8)
Untuk mengihitung daya dukung tanah menggunakan rumus dari teori
Terzaghi, teori ini berlaku untuk pondasi dangkal (D ≤ B). Bila dianggap pondasi
panjang tak terhingga, maka garis keruntuhan (Failure – Plane) dapat
digambarkan pada gambar 2.8
Gambar 2.8. Garis Keruntuhan Pondasi Panjang Tak Hingga
Dari penjabaran keseimbangan statika, Terzaghi mengemukakan rumus untuk
menghitung daya dukung tanah sebagai berikut :
23
1. Untuk pondasi menerus
qu = c Nc + q Nq + 0.5 γ B Nγ (9)
2. Untuk pondasi persegi
qu = 1.3 c Nc + q Nq + 0.4 γ B Nγ (10)
3. Untuk pondasi lingkaran
qu = 1.3 c Nc + q Nq + 0.3 γ B Nγ (11)
Keterangan:
qu = daya dukung ultimit
C = Kohesi
B = lebar pondasi
Besarnya Nc, Nq dan Nγ tergantung dari sudut geser tanah. Jadi untuk
menghitung daya dukung tanah, perlu diketahui berat volume tanah, kohesi tanah
dan sudut geser tanah. Faktor koefisien daya dukung pondasi menurut Terzaghi
disajikan pada tabel 2.6
Tabel 2.6 Koefisien Daya Dukung Dari Terzaghi
Nc Nq N N’c N’q N’ Kp
00
5,71 1,00 0 3,81 1,00 0 10,8
50
7,32 1,64 0 4,48 1,39 0 12,2
100
9,64 2,72 1,2 5,34 1,94 0 14,7
150
12,80 4,44 2,4 6,46 2,73 1,2 18,6
200
17,70 7,43 4,6 7,90 3,88 2,0 25,0
250
25,10 12,70 9,2 9,86 5,60 3,3 35
300
37,20 22,50 20,0 12,70 8,32 5,4 52,0
350
57,80 41,40 44,0 16,80 12,80 9,6 82,0
400
95,60 81,20 114,0 23,20 20,50 19,1 141,0
450
172,00 173,00 320,00 34,10 35,10 27,0 298,0
Berdasarkan Meyerhof, faktor-faktor bentuk, kedalaman dan kemiringan,
persamaannya pada tabel 2.7
24
Tabel 2.7 Persamaan Daya Dukung Meyerhof
Faktor Nilai Untuk
Bentuk
Sc = 1+0.2 Kp (B/L) Semua Φ
Sq = s = 1+0.1 Kp (B/L) Φ > 10o
Sq = sγ = 1 Φ = 0
Kedalaman
dc = 1+0.2. Kp. (D/B) Semua Φ
dq = dγ = 1+0.1 Kp (D/B)
dq = dγ = 1
Φ > 10o
Φ = 0
Kemiringan
ic = iq = (1- (θo/90
o))
iγ = (1- (θo/90
o))
iγ = 1
Semua Φ
Φ > 10o
Φ = 0
*) Kp = tan
2 ( 45
o + Φ /2 )
2.5.2. Daya Dukung Ijin
Pada umumnya, suatu angka keamanan FS yang besarnya sekitar tiga,
digunakan untuk menghitung daya dukung yang diijinkan untuk tanah di bawah
pondasi. Hal ini dilakukan mengingat bahwa dalam keadaaan yang sesungguhnya,
tanah tidak homogen dan tidak isotropis sehingga pada saat mengevaluasi
parameter-parameter dasar dari kekuatan geser tanah ini ditemukan banyak
ketakpastian. Persamaan yang digunakan untuk menghitung daya dukung ijin
adalah sebagai berikut :
(12)
2.5.3. Pengaruh Permukaan Air Tanah
Permukaan air tanah berada pada kedalaman lebih besar dari lebar
pondasi. Akan tetapi, bila permukaan air tanah berada dekat dengan dasar
pondasi, dibutuhkan beberapa perubahan dalam suku kedua dan ketiga dari
persamaan daya dukung Terzaghi. Kapasitas daya dukung tanah berkurang
dengan adanya muka air tanah yang tinggi. Ada tiga keadaan yang berbeda
mengenai lokasi permukaan air tanah terhadap dasar pondasi. Pada keadaan I
25
(Gambar 3-(a)), apabila permukaan air tanah terletak pada jarak D di atas dasar
pondasi. Pada keadaan II (Gambar 3-(b)), apabila permukaan air tanah berada
tepat di dasar pondasi. Sedangkan pada keadaan III, apabila permukaan air tanah
berada pada kedalaman D di bawah dasar pondasi.
Gambar 2.9. Pengaruh lokasi permukaan air tanah terhadap daya dukung pondasi
dangkal
2.5.4. Tegangan Tanah
Tegangan tanah maksimum merupakan tegangan tanah maksimum yang
dialami oleh tanah apabila tanah tersebut terkena keseluruhan beban bangunan.
Persamaan yang digunakan yaitu :
qo = {(R/A) ± ((My×x)/Iy) ± ((Mx×y)/Ix)} (13)
Tegangan tanah akibat beban bangunan merupakan tegangan tanah yang
terjadi karena adanya pembebanan secara vertikal dari bangunan di atas pondasi.
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
ΔP = (q×B×L)/[(B+H)×(L+H)] (14)
Tegangan tanah efektif merupakan tegangan dalam tanah yang
dipengaruhi oleh gaya-gaya dari air yang terdapat di dalam tanah. Berat tanah
yang terendam oleh air disebut berat tanah efektif, sedangkan tegangan yang
26
terjadi disebut tegangan efektif. Untuk menghitung nilai tegangan tanah efektif
pada kedalaman tertentu, digunakan persamaan sebagai berikut :
Po = γb × h (15)
Sedangkan tegangan tanah efektif pada kedalaman tertentu dimana air
mulai muncul, maka persamaannya akan menjadi :
Po = Po’ + ( γb - γw ) × h (16)
2.5.5. Perencanaan Konstruksi Sarang Laba-Laba
- Perhitungan tebal ekivalen
Dalam perhitungan tebal ekivalen konstruksi sarang laba – laba pengaruh
dari perbaikan tanah dianggap = 0
Gambar 2.10. Sketsa ketebalan ekivalen pada konstruksi
Statis momen ditinjau terhadap titik atas
( )
( ) (
) ( ( )) (17)
( )
( ) (18)
27
(
)
( ) ( ) (
)
(19)
( ) (20)
Dimana : R = 0,5 al
al = lebar kolom , untuk R 0,5 al
te = hk
- Perhitungan Rib Konstruksi
Asumsi:
1. Tebal ekivalen maksimum diambil t0max = 0,7 hk;
2. hk = tinggi rib konstruksi
3. Proses penyebaran beban dimulai dari ketinggian te diatas plat konstruksi
4. Sudut penyebaran beban = 450
5. Penyebaran beban dianggap sudah merata pada jarak 0,5 m di bawah rib
konstruksi
6. Diagram penyebaran beban membentuk limas terpancung
- Perhitungan Tinggi Rib Konstruksi (hk)
Gambar 2.11. Sketsa Rib Konstruksi
28
(21)
(22)
( )( ) (23)
Dimana : a,b = lebar kolom dalam meter
qo = tegangan yang bekerja pada lapisan tanah yang di tinjau
qa = tegangan ijin yang diperkenankan
untuk qo = qa
maka:
(24)
( )( ) (25)
Dimana : hki = tinggi rib konstruksi ideal, dimana beban terdistribusi
habis
Untuk memperoleh desain yang ekonomis, ditentukan hc = 0,8 hki
Maka:
( )( ) (26)
( )( ) (27)
Dimana: P1 = sebagian dari beban yang terdistribusi habis
Ps = P – P1
Ps = P sisa
Dimensi dan Penulangan Rib Konstruksi
Luas penyebaran beban :
(28)
( )( ) (29)
(30)
( )( ) (31)
Dari persamaan diatas didapat nilai c
c = lebar beban yang memikul momen
29
(32)
Dimana : n = jumlah rib
- Pendimensian tebal plat berdasar SNI 2847-2013
(
)
(33)
- Penulangan plat
Menentukan moemn lapangan dan tumpuan
(34)
Dimana x = koefisien momen plat penulangan duarah metode amplop
Menentukan d rencana
(35)
Menentukan Rn
(36)
Menentukan m
(37)
Menentukan
( √
) (38)
Menentukan min
(39)
Menentukan max
(40)
Diambil hasil yang sesuai dengan perencanaan dan dilanjutkan pada
perhitungan luas tulangan
(41)
30
Menentukan d aktual sesuai dengan diameter tulangan yang di dapatkan
d aktual = h – selimut beton – ½ tulangan (42)
Menentukan a
( ) (43)
Menentukan Mn dan Mr untuk kontrol Mr>Mu
(
) (44)
(45)
- Penulangan rib
Menentukan d rencana
(46)
Menentukan Rn
(47)
Menentukan m
(48)
Menentukan
( √
) (49)
Menentukan min
(50)
Menentukan max
(51)
Diambil hasil yang sesuai dengan perencanaan dan dilanjutkan pada
perhitungan luas tulangan
Hasil rasio tulangan
(52)
Pemasangan tulangan
31
bperlu = (2.tebal selimut)+(2.sengkang)+(n tul pokok)+ (n-1)arak bersih
tulangan
(53)
Kontrol apakah tulangan merupakan tulangan 1 lapis atau 2 lapis dengan
ketentuan b>bperlu
Menentukan d aktual sesuai dengan diameter tulangan yang di dapatkan
d aktual = h – selimut beton – ½ tulangan (54)
Menentukan a
( ) (55)
Menentukan Mn dan Mr untuk kontrol Mr>Mu
(
) (56)
(57)
Kontrol regangan baja s
(58)
(59)
(60)
Jika s>y maka perencanaan Ok
Perhitungan penulangan geser rib
(61)
(
)
(62)
√
(63)
√
(64)
( ) ( ) (65)
Kontrol Vu < (Vc + Vs max)
32
Kontrol jarak maksimum
(66)
2.5.6. Penurunan (Settlement)
Suatu pondasi akan aman apabila penurunan (Settlement) tanah yang
disebabkan oleh beban masih dalam batas yang diperbolehkan. Faktor lain dari
angka keamanan yang harus diperhatikan adalah besarnya penurunan pondasi
yang diijinkan. Penurunan pondasi yang disebabkan oleh beban batas berkisar
antara 5% sampai dengan 25% dari lebar pondasi untuk tanah berpasir, dan antara
3% sampai dengan 15% dari lebar pondasi untuk tanah lempung. Penurunan
pondasi akibat beban yang bekerja pada pondasi dapat diklasifikasikan dalam dua
jenis penurunan, yaitu penurunan seketika dan penurunan konsolidasi.
Penurunan seketika adalah penurunan yang langsung terjadi begitu
pembebanan bekerja atau dilaksanakan, biasanya terjadi berkisar antara 0 – 7 hari
dan terjadi pada tanah lanau, pasir dan tanah liat yang mempunyai derajat
kejenuhan (Sr %) < 90%. Persamaan untuk penurunan seketika yaitu :
Si =
(67)
Dimana: 0 dan 1 = di dapat dari grafik
q = tekanan yang terjadi (P/A)
B = lebar pondasi
E = modulus deformasi pada keadaan undrained
33
Gambar 2.12. Grafik hubungan 0 , 1 , kedalaman pondasi dan lebar pondasi
(Janbu, Bjerrum dan Kjaernsli, 1956)
Berikut adalah tabel yang digunakan untuk menentukan nilai modulus elastisitas
tanah berdasarkan Bowles (1997)
Tabel 2.8 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah
Jenis Tanah E (kN/m2)
Lempung
Sangat Lunak 300 – 3000
Lunak 2000 – 4000
Sedang 4500 – 9000
Keras 7000 – 20000
Berpasir 30000 – 42500
Pasir
Berlanau 5000 – 20000
Tidak Padat 10000 – 25000
Padat 50000 – 100000
Pasir dan Kerikil
Padat 80000 – 200000
Tidak Padat 50000 – 140000
Lanau 2000 – 20000
Loess 15000 – 60000
Serpih 140000 - 1400000