BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
.1 Pola Makan
.1.1 Pengertian Pola Makan
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan
jumlah makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan tingkah laku manusia atau
sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan
dan pilihan makanan.
Sedangkan menurut Suhardjo (2008) pola makan diartikan sebagai cara seseorang atau
sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap
pengaruh-pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.
Pola makan merupakan berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai
macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri
khas untuk sutu kelompok masyarakat tertentu (Soegeng, 2004).
Pendapat dari berbagai sumber dapat diartikan secara umum bahwa pola makan adalah
cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atas sekelompok orang dalam memilih,
menggunakan bahan makanan dalam mengkonsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis
makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial,
budaya dimana mereka hidup.
.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan
Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang.
Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah faktor ekonomi, sosial
budaya, agama, pendidikan dan lingkungan, umur dan jenis kelamin (Sediaotama, 2004).
1) Faktor ekonomi
Faktor ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan
adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan
peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya
penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara
kualitas maupun kuantitas.
Meningkatnya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat pengaruh promosi melalui
iklan, serta kemudahan informasi, dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan
timbulnya kebutuhan psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas.
Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan
menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makannya sehari-hari.
Sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan terhadap pertimbangan selera
dibandingkan aspek gizi. Kecendrungan untuk mengkonsumsi makanan impor, terutama
jenis siap santap (fast food), seperti ayam goreng, pizza, hamburger, dan lain-lain, telah
meningkat tajam terutama dikalangan generasi muda dan kelompok masyarakat ekonomi
menengah ke atas.
2) Faktor sosial budaya
Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengaruhi oleh
faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh kepercayaan pada umumnya
mengandung perlambang atau nasehat yang dianggap baik ataupun tidak baik yang
lambat laun akan menjadi kebiasaan/adat. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai
kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam mempengaruhi
seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi. Kebudayaan
menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar biologinya,
termasuk kebutuhan terhadap pangan. Budaya mempengaruhi seseorang dalam
menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajian
serta untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi. Kebudayaan
juga menentukan kapan seseorang boleh dan tidak boleh mengonsumsi suatu makanan
(dikenal dengan istilah tabu), meskipun tidak semua hal yang tabu masuk akal dan baik
dari sisi kesehatan. tidak sedikit hal yang ditabukan merupakan hal yang baik jika ditinjau
dari kesehatan, salah satu contohnya adalah anak balita tabu mengonsumsi ikan laut
karena dikhawatirkan akan menyebabkan cacingan. Padahal dari sisi kesehatan berlaku
sebaliknya, mengkonsumsi ikan sangat baik bagi balita karena memiliki kandungan
protein yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan. Terdapat 3 kelompok anggota
masyarakat yang biasanya memiliki pantangan makanan tertentu yaitu balita, ibu hamil,
dan ibu menyusui.
3) Agama
Pantangan yang didasari Agama, khususnya Agama Islam disebut haram dan
individu yang melanggar hukum berdosa. Adanya makanan terhadap makanan/minuman
tertentu di sisi agama dikarenakan makanan/minuman tersebut membahayakan jasmani
dan rohani bagi yang mengonsumsinya. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi
pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi.
4) Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah
satu contoh prinsip yang dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya adalah
‘yang penting mengenyangkan’, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih
banyak dibandingkan dengan kelompokbahan makanan lain. Sebaliknya, sekelompok
orang dengan pendidikan tinggi memiiki kecenderugan memilih bahan makanan sumber
protein dan akan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain.
Menurut Soetjiningsih (2005) Permasalahan pola makan yang tidak teratur timbul
pada masa remaja yang mampu memicu timbulnya gastritis disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya yaitu para remaja memiliki kebiasaan tidak sarapan pagi karena takut
terlambat sekolah, serta sibuk dengan tugas-tugas dan sering terjebak tidak sempat
makandan merasa lela akibat melakukan aktifitas. Biasanya wanita remaja dengan pola
makan tidak sehat, menginginkan penurunan berat badan secara drastis bahkan sampai
menganggu pola makan. Hal ini dikarenakan remaja memiliki body image (citra diri)
yang mengacu pada idola mereka yang biasanya adalah para artis, pragawati, selebritis
yang cenderung memiliki tubuh kurus, tinggi, dan semampai. biasaan makan makanan
siap saji (fast food)juga sangat mempengaruhi terjadinya gastritis yang mana komposisi
gizinya tidak seimbang yaitu terlalu tinggi kandungan energinya, seperti pasta, fried
chicken, dan biasanya juga disertai dengan mengkonsumsi minuman bersoda yang
berlebihan maupun kebiasaan “ngemil” yang rendah gizi (kurang kalori, protein, vitamin
dan mineral) seperti makanan ringan, krupuk, chips dll.
5) Lingkungan
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku
makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah serta
adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan dalam
keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang, kesukaan seseorang
terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapat dalam keluarga.
Lingkungan sekolah, termasuk di dalamnya para guru, teman sebaya, dan keberadaan
tempat jajan sangat mempengaruhi terbentuknya pola makan, khususnya bagi siswa
sekolah. Anak-anak yang mendapatkan informasi yang tepat tentang makanan sehat dari
para gurunya dan didukung oleh tersedianya kantin dan tempat jajan yang menjual
makanan yang sehat akan membentuk pola makan yang baik pada anak. Sekolah diluar
negeri menerapkan kegiatan makan siang bersama di sekolah. Hal ini akan membentuk
pola makan yang positif pada anak, karena akan dibiasakan memiliki pola makan yang
teratur, memenuhi kebutuhan biologis pencernaan dengan mengkonsumsi makanan
bergizi, tidak hanya asal kenyang dengan jajanan.
Keberadaan iklan/promosi makanan ataupun minuman melalui media elektronik
maupun cetak sangat besar pengaruhnya dalam membentuk pola makan. Tidak sedikit
orang tertarik untuk mengonsumsi atau membeli jenis makanan tertentu setelah melihat
promosinya melalui iklan di televisi, sehingga masyarakat dapat memilih bahan makanan
yang diinginkan dengan tetap menerapkan prinsip gizi seimbang.
6) Faktor usia
Usia sangat berpengaruh terhadap penyakit gastritis, karena Masa remaja adalah
masa mencari identitas diri, adanya keinginan untuk dapat diterima oleh teman sebaya
dan mulai tertarik oleh lawan jenis menyebabkan remaja sangat menjaga penampilan.
Semua itu sangat mempengaruhi pola makan remaja, termasuk pemilihan bahan makanan
dan frekuensi makan. Remaja takut merasa gemuk sehingga remaja menghindari sarapan
dan makan siang atau hanya makan sehari sekali (Baliwati, 2004)
7) Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah karakteristik remaja yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jenis
kelamin menentukan pula besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang. Pria lebih
banyak membutuhkan Kebutuhan zat tenaga dan protein daripada wanita, karena secara
kodrat pria diciptakan untuk tampil lebih aktif dan lebih kuat dari pada wanita (Baliwati,
2004).
Kebutuhan energi pada remaja laki-laki sangat tinggi dibanding remaja
perempuan. Remaja laki-laki kemungkinan mengkonsumsi jumlah yang cukup untuk
hampir semua zat gizi, walaupun pilihan makanannya bukanlah yang terbaik. Remaja
perempuan kesulitan lebih banyak untuk mendapatkan vitamin dan mineral yang cukup
dalam selang kalori yang dibutuhkan (Moore, 2005).
.1.3 Pola Makan
Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang
dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi
frekuensi makan, porsi makan, dan jenis makan yang berdasarkan faktor –faktor sosial, budaya
dimana mereka hidup (Hudha, 2009).
Menurut Koesmardini (2006) pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang
yang memilih dan memakan makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi,
budaya dan sosial. Sehingga kajian yang mempengaruhi pola makan dapat meliputi kegiatan
dalam memilih pangan, cara memperoleh, menyimpan dan beberapa yang dimakan dan
sebagainya.
Pola yang dianut oleh remaja dimiliki melalui proses belajar yang menghasilkan
kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dan akan berlangsung selama hidupnya,
hingga kebiasaan makan dan susunan hidangan masih bertahan sampai ada pengaruh yang dapat
mengubahnya. Usia remaja merupakan peralihan pola masa anak, namun pada usia remaja telah
mendapatkan berbagai pengarahan dan bimbingan orang tua tentang makanan yang harus
dikonsumsi guna pemenuhan kebutuhan yang mulai banyak aktifitasnya baik di sekolah maupun
dirumah. Pola makan remaja yang perlu dicermati adalah tentang frekuensi makan, jenis makan
dan porsi makan (Hudha, 2006).
Pola Makan terdiri dari :
1) Frekuensi makan
Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang melakukan kegiatan makan dalam
sehari baik makanan utama maupun makanan selingan. Menurut Suhardjo (2002) dalam
Hudha (2006) frekuensi makan dikatakan baik bila frekuensi makan setiap harinya 3 kali
makanan utama atau 2 kali makanan utama dengan 1 kali makanan selingan, dan dinilai
kurang bila frekuensi makan setiap harinya 2 kali makan utama atau kurang.
Pada umumnya setiap orang melakukan makanan utama 3 kali yaitu makan pagi,
makan siang, dan makan malam atau sore. Ketiga waktu makan tersebut yang paling penting
adalah makan pagi, sebab dapat membekali tubuh dengan berbagai zat makanan terutama
kalori dan protein berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan remaja. Berdasarkan
penelitian pereira dari University of minnesota school of public health menyatakan bahwa
orang yang makan pagi dapat mengendalikan nafsu makan mereka lebih sepanjang hari itu.
Itu juga dapat mencegah mereka makan secara berlebihan saat makan siang atau makan
malam. Makan siang diperlukan setiap orang maupun remaja, karena merasa sejak pagi
merasa lelah akibat melakukan aktivitas. Di samping makanan utama yang dilakukan 3 kali
biasanya dalam sehari namun akibat melakukan aktivitas sebagian remaja kadang hanya
makan 2 kali atau 1 kali dalam sehari dan mereka memili makanan selingan dilakukan sekali
atau dua kali diantara waktu makan guna menanggulangi rasa lapar, sebab jarak waktu makan
yang lama. Pola makan yang tidak normal dapat diidentifikasi kembali menjadi 2, yakni
Majalahnh (2009) :
a) Makan dalam jumlah sangat banyak (binge eating disorder) mirip dengan bulimia
nervosa di mana orang makan dalam jumlah sangat banyak, tetapi tidak diikuti dengan
memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Akibatnya di dalam tubuh terjadi
penumpukan kalori. b) Makan di malam hari (night-eating syindrome), kurang nafsu makan di pagi hari
digantikan dengan makan berlebihan, agitasi dan isomnia di malam harinya.
2) Jenis makanan
Jenis makanan yang dikonsumsi remaja dapat dikelompokan menjadi dua yaitu
makanan utama dan makanan selingan. Makanan utama adalah makanan yang dikonsumsi
seseorang berupa makan pagi, makan siang, dan makan malam yang terdiri dari makanan
pokok, lauk pauk, sayur, buah dan minuman. Makanan pokok adalah makanan yang
dianggap memegang peranan penting dalam susunan hidangan. Pada umumnya makanan
pokok berfungsi sebagai sumber energi (kalori) dalam tubuh dan memberi rasa kenyang
(Sediaoetama, 2004). Makanan pokok yang biasa dikonsumsi yaitu nasi, roti, dan mie atau
bihun.
3) Porsi makan
Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang
dikonsumsi pada tiap kali makan. Jumlah (porsi) makanan sesuai dengan anjuran makanan
bagi remaja menurut Sediaoetama (2004) dalam Hudha (2006). Jumlah (porsi) standar bagi
remaja antara lain : makanan pokok berupa nasi, roti tawar, dan mie instant. Jumlah atau
porsi makanan pokok antara lain : nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie instant untuk
ukuran besar 100 gram dan ukuran kecil 60 gram. Lauk pauk mempunyai dua golongan lauk
nabati dan lauk hewani, jumlah atau porsi makanan antara lain : daging 50 gram, telur 50
gram, ikan 50 gram, tempe 50 gram (dua potong), tahu 100 gram (dua potong). Sayur
merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, jumlah atau porsi sayuran
dari berbagai jenis masakan sayuran antara lain : sayur 100 gram. Buah merupakan suatu
hidangan yang disajikan setelah makanan utama berfungsi sebagai pencuci mulut. Jumlah
porsi buah ukuran 100 gram, ukuran potongan 75 gram.
Dalam menyusun menu seimbang diperlukan pengetahuan bahan makanan, karena
nilai gizi setiap bahan makanan tiap kelompok tidak sama (Sulistyoningsih, 2010) sebagai
berikut:
a) Golongan makanan pokok
Jenis padi-padian merupakan bahan makanan pokok yang memiliki kadar protein lebih
tinggi dari umbi-umbian. Jika bahan makanan pokok yang digunakan berasal dari umbi-
umbian maka harus disertai lauk dalam jumlah yang lebih besar. Porsi makanan pokok
yang dianjurkan dalam sehari untuk remaja adalah sebanyak 300-500 gram beras atau
sebanyak 3-5 piring nasi dalam sehari.
b) Golongan protein
Lauk sebaiknya terdiri dari campuran hewani dan nabati. Lauk hewani memiliki nilai
biologi yang tinggi dibandingkan nabati. Porsi lauk yang dianjurkan untuk remaja dalam
sehari adalah sebanyak 100 gram atau dua potong ikan daging atau ayam, sedangkan
porsi nabati dalam sehari sebanyak 100-150 gram atau 4-6 potong tempe. Tempe dapat
diganti dengan tahu atau kacang-kacangan kering.
c) Golongan sayuran-sayuran
Sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral. Sayuran daun berwarna hijau dan
orange mengandung lebih banyak provitamin A, selain itu sayuran berwarna hijau juga
kaya kalsium, zat besi, asam folat, dan vitamin C. semakin hijau warna sayuran, semakin
banyak mengandung gizi. Setiap hari dianjurkan mengkonsumsi sayuran yang terdiri dari
sayuran daun, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna jingga. Porsi sayuran dalam
bentuk tercampur dianjurkan juga untuk remaja dalam sehari 150-200 gram atau
sebanyak 1,5-2 mangkok dalam keadaan matang.
d) Golongan buah-buahan
Buah berwarna kuning banyak mengandung provitamin A, sedangkan buah yang kecut
pada umumnya kaya vitamin C. porsi buah yang dianjurkan untuk remaja dalam sehari
adalah 2-3 potong, dapat berupa papaya atau buah-buahan lain.
e) Lain-lain
Menu yang disusun biasanya mengandung gula dan minyak, sebagai penyedap dan
pemberi rasa gurih. Penggunaan gula biasanya sebanyak 25-35 gram/hari (2 ½ - 3 ½
sendok makan), sedangkan minyak sebanyak 25-50 gram/hari (2 ½ - 5 sendok makan).
.1.4 Cara pengelolaan makanan
Dalam menu indonesia pada umumnya makanan dapat diolah dengan cara sebagai berikut :
1. Merebus (boiling) adalah mematangkan makanan dengan cara merebus suatu cairan bisa
berupa air saja atau air kaldu dalam panci sampai mencapai titik didih (1000C).2. Memasak (braising) adalah cara memasak makanan dengan menggunakan sedikit cairan
pemasak. Bahan makanan yang diolah dengan tehnik ini adalah daging.3. Mengukus (steaming) adalah proses mematangkan makanan dalam uap air.4. Bumbu-bumbuan (simmering) hampir sama dengan mengukus tapi setelah dikukus
makanan dibumbui dengan bumbu tertentu.
.1.5 Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi
Pola makan yang seimbang, yaitu sesuai dengan kebutuhan yang disertai pemilihan bahan
makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik (sediaoetama, 2004). Asupan
makanan yang melebihi kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit
lain yang disebabkan oleh kelebihan zat gizi. Sebaliknya asupan makanan kurang dari kebutuhan
akan menyebabkan tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap penyakit. Kedua keadaan tersebut
sama tidak baiknya, sehingga disebut gizi salah.
Keadaan gizi salah akibat kurang makan atau berat badan yang kurang merupakan hal
yang banyak terjadi di berbagai daerah atau negara miskin. Sebaliknya keadaan gizi salah akibat
konsumsi gizi berlebihan, merupakan fenomena baru yang semakin lama semakin meluas.
Keadaan ini terutama dialami oleh lapisan menengah keatas, yakni munculnya obesitas pada
anak dan remaja perkotaan pada kategori ekonomi atas.
.2 Gastritis
.2.1 Definisi Gastritis
Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradangan ini dapat
mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung sampai terlepasnya epitel mukosa superfisial
yang menjadi penyebab terpenting dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel akan
merangsang timbulnya proses inflamasi pada lambung ( Sukarmin, 2012 ).
Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung sering akibat diet yang sembarangan.
Biasanya individu ini makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan-makanan yang berbumbu atau
mengandung mikroorganisme penyebab penyakit (Smelzer, 2008).
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan
atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi dan
ketidakteraturan dalam pola makan misalnya makan terlalu banyak, cepat, telat makan. Makan-
makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
gastritis.
.2.2 Etiologi
Menurut Brunner & Suddarth (2010) Penyebab timbulnya gastritis diantaranya:
1) Komunikasi obat-obatan kimia digitalis (Asetamenofen/Aspirin, steroid kortikosteroid).
Asetamenofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung.
NSAIDS (Non Steroid Anti Inflamasi Drugs) dan kortikosteroid menghambat
sintesisprostaglandin, sehingga sekresi HCL meningkat dan menyebabkan suasana
lambung menjadi sangat asam dan menimbulkan iritasi mukosa lambung.
2) Konsumsi alkohol dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung.
3) Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka dan lada) dapat menyebabkan
kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema serta pendarahan.
4. Kondisi stres atau tertekan (trauma, luka bakar, kemoterapi, dan kerusakan susunan saraf
pusat) merangsang peningkatan produksi HCL lambung. 1) Infeksi oleh bakteri, seperti Helicobakter pylori, Esobericia Coli, Salmonella, dan lain-
lain. 2) Penggunaan antibiotik, terutama untuk infeksi paru, perlu dicurigai turut mempengaruhi
penularan kuman di komunitas, karena antibiotik tersebut mampu mengeradikasi infeksi
Helicobacter pylori, walaupun persentase keberhasilannya sangat rendah. 3) Jamur dari spesies Candida, seperti Histoplasma capsulaptum dapat menginfeksi mukosa
gaster hanya pada pasien immunocompromezad. Pada pasien yang sistem imunnya baik,
biasanya tidak dapat terinfeksi oleh jamur. Sama dengan jamur, mukosa lambung bukan
tempat yang mudah terkenan infeksi parasit..2.3 Klasifikasi Gastritis
Menurut Brunner & Suddarth (2010) Klasifikasi gastritis Berdasarkan Tingkat Keparahannya
1) Gastritis Akut Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan
erosif dan pendarahan pada mukosa lambung setelah terpapar oleh zat iritan. Gastritis
disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa
muskularis. Erosinya juga tidak mengenai lapisan otot lambung. 2) Gastritis Kronis
Gastritis kronis merupakan suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung
yang sifatnya menahun dan berulang. Peradangan tersebut terjadi di bagian
permukaan mukosa lambung dan berkepanjangan, yang bisa disebabkan karena ulkus
lambung jinak maupun ulkus lambung ganas, bisa juga karena bakteri Helicobacter
pylori. Gastritis ini dapat pula terkait dengan atropi mukosa gastrik, sehingga
menimbulkan HCL menurun dan menimbulkan kondisi acblorbidria dan ulserasi
peptic (tukak pada saluran pencernaan). .2.4 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari gangguan ini cukup bervariasi, mulai dari keluhan ringan hingga
muncul pendarahan pada saluran cerna bagian atas. Pada beberapa pasien, gangguan ini tidak
menimbulkan gejala yang khas (brunner &suddarth 2010) .
Manifestasi gastritis akut dan kronis hampir sama. Berikut penjelasannya :
1) Manifestasi Gastritis Akut Manifestasi gasrtitis akut dan gejala-gejalanya adalah : a) Anoreksia b) Nyeri pada epigastrium c) Mual dan muntah d) Perdarahan saluran cerna (Hematemesis Melena) e) Anemia (tanda lebih lanjut)
2) Manifestasi Gastritis Kronis Manifestasi gastritis kronis dan gejala-gejalanya adalah : a) Mengeluh nyeri ulu hati b) Anoreksia c) Naucea
.2.5 Komplikasi 1) Gastritis Akut
Komplikasi yang timbul pada gastritis akut adalah pendarahan saluran cerna bagian
atas (SCBA), berupa hematemesis dan melena, yang berakhir dengan shock
hemoragik. Apabila prosesnya hebat, sering juga terjadi ulkus, namun jarang terjadi
perforasi. 2) Gastritis Kronis
Komplikasi yang timbul pada kasus gastritis kronis adalah gangguan penyerapan
vitamin B12. Akibat kurangnya penyerapan vitamin B12 ini, menyebabkah timbulnya
anemia pernesiosa, gangguan penyerapan zat besi, dan penyempitan daerah pilorus
(pelepasan dari lambung ke usus dua belas jari). .2.6 Faktor –faktor resiko gastritis.
Menurut Brunner & Suddarth (2010) Faktor - faktor resiko yang sering menyebabkan
gastritis diantaranya :
1) Pola makan Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit ini. Pada
saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam
lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri. 2) Rokok
Akibat negatif dari rokok, sesungguhnya sudah mulai terasa pada waktu orang baru
mulai menghisap rokok. Dalam asap rokok diisap, terdapat kurang lebih 300 macam
bahan kimia, diantaranya acrolein, nikotin, asap rokok, gas CO. Nikotin itulah yang
menghalangi terjadinya rasa lapar. Itu sebabnya seseorang menjadi tidak lapar karena
merokok, sehingga akan meningkatkan asam lambung dan dapat menyebabkan
gastritis. 3) Kopi
Zat yang terkandung dalam kopi adalah kafein, kafein ternyata dapat menimbulkan
perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem pernafasan, sistem
pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap minum kopi dalam
jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir lebih cepat,
tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf
pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin
pada lambung dan pepsin. Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi
dan inflamasi pada mukosa lambung sehingga menjadi gastritis.
4) Helicobacter pylori Helicobacter pylori adalah kuman gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan
batang Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan
lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia. Infeksi H.pylori ini sering
diketahui sebagai penyebab utama terjadi ulkus peptikum dan penyebab tersering
terjadinya gastritis.5) AINS (Anti Inflamasi Non Steroid)
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen
menghambat aktifitas siklooksigenasi, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin
dan prekursor tromboksan dari asam arakhidonat. Misalnya aspirinibuprofen dan
naproxen yang dapat menyebabkan peradangan pada lambung. jika pemakaian obat-
obatan tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung.6) Alkohol
Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat
dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walupun pada kondisi normal.
Berdasarkan penelitian, orang minum alkohol 75 gr (4 gelas/minggu) selama 6 bulan
dapat menyebabkan gastritis.
7) Terlambat makan Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam
jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glokosa dalam
darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan
pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-
3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga
dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri diskitar epigastrium
(Sediaoetama, 2009).8) Makanan pedas
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem
pencernaan, terutama lambung dan usus kontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa
panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut
membuat penderita semakin berkurang nafsu makannnya. Bila kebiasaan
mengkonsumsi makanan pedas ≥ 1x dalam 1 minggu selama minimal 6 bulan
dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut
dengan gastritis (Sediaoetama, 2007).9) Usia
Usia tua memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita gastritis dibanding dengan usia
muda. Hal ini menunjukan dengan seiring bertambah usia mukosa gaster cenderung
menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi H. Pyloriatau gangguan
autoimun dari pada orang yang lebih muda. Sebaliknya, jika mengenai usia muda
biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat (Soetjiningsih,
2008).10) Stress psikis
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stres, misalnya pada beban
kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat
mengiritasi mukosa lambung dan jika hal itu dibiarkan, lama-kelamaan akan
menyebabkan terjadinya gastritis.11) Stress fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluk empedu atau
infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga ulkus dan pendarahan pada
lambung. .2.7 Diet pada Gastritis
Penyembuhan gastritis membutuhkan pengaturan makanan selain upaya untuk
memperbaiki kondisi pencernaan. Perlu diketahui bahwa kedua unsur ini mempunyai
hubungan yang erat. Pemberian diet untuk penderita gastritis antara lain bertujuan untuk
(Sediaoetama, 2004) :
1) Memberikan makanan yang adekuat dan tidak mengiritasi lambung.
2) Menghilangkan gejala penyakit.
3) Menetralisir asam lambung dan mengurangi produksi asam lambung.
4) Mempertahankan keseimbangan cairan.
5) Mengurangi gerakan peristaltik lambung.
6) Memperbaiki kebiasaan makan pagi.
Adapun petunjuk umum untuk diet pada penderita gastritis antara lain :
1) Syarat diet penyakit gastritis Makanan yang disajikan harus mudah dicerna dan tidak merangsang, tetapi dapat
memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi. Jumlah energi pun harus disesuaikan dengan
kebutuhan pasien. Sebaliknya, asupan protein harus cukup tinggi (20-25% dari total
jumlah energi yang biasa diberikan), sedangkan lemak perlu dibatasi. Protein ini berperan
dalam menetralisir asam lambung, bila dipaksa menggunakan lemak, pilih jenis lemak
yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Pemberian lemak dan minyak perlu
dipertimbangkan secara teliti. Lemak berlebihan dapat menimbulkan rasa mual, rasa tidak
enak di ulu hati dan muntah karena tekanan dalam lambung meningkat.
Mengkonsumsi jenis makanan yang mengandung asam lemak tak jenuh secara
cukup merupakan pilihan yang tepat, sebab lemak jenis ini lebih mudah dicerna. Porsi
makanan yang diberikan dalam porsi kecil tapi sering, hindari makan secara berlebihan.
Demikian pula jumlah vitamin dan mineral yang diberikan pun harus dalam jumlah
cukup. Akan tetapi, karena keterbatasan bahan makanan sumber vitamin dan mineral,
biasanya pasien diberikan vitamin dan mineral dan bentuk obat. 2) Kebutuhan zat gizi
Jumlah energi yang dikonsumsi harus disesuaikan dengan berat badan, umur, jenis
kelamin, aktivitas dan jenis penyakit. Kebutuhan energi bagi pasien gangguan saluran
pencernaan berdasarkan kelompok umur.
3) Jenis dan bentuk makanan Pada penderita gastritis sebaiknya menghindari makanan yang bersifat
merangsang, diantaranya makanan berserat dan penghasil gas, maupun banyak
mengandung bumbu dan rempah. Selain itu, penderita juga harus menghindari alkohol,
kopi, dan minuman ringan. Dan perlu juga memperhatikan tehnik memasaknya, direbus,
dikukus dan dipanggang adalah tehnik memasak yang dianjurkan, sebaliknya
menggoreng bahan makanan tidak dianjurkan. .2.8 Pencegahan Penyakit Gastritis.(Sukarmin, 2012:147).
1. Biasakan makan secara teratur dan sesuai jadwal, makanlah dengan tenang dan tidak
terburu-buru, jangan makan makanan yang terlalu panas atau dingin karena dapat
menimbulkan rangsangan pada lambung, mengkonsumsi makanan yang mudah di cerna,
jangan biarkan lambung kosong terlalu lama dan jangan makan berlebihan, kurangi
makanan yang pedas dan asam seperti acar, kari lada, kafein dan makanan yang dapat
merangsang sekresi lambung seperti kangkung, kol dan nangka.2. Hindari Rokok
Ada banyak sekali metode yang biasa dipakai untuk mendorong perokok agar
dapatmenghilangkan kebiasaan itu. Misalnya buatlah catatan harian untuk mengetahui
berapa banyak uang yang anda habiskan untuk membeli sebuah rokok sehingga kita atau
pengeluaran sehari-hari. Yakinkanlah diri anda untuk dapat berhenti merokok.
3. Hindarilah minum minuman yang berakohol, kopi, teh kental.4. Berolah Raga teratur.5. Kendalikan stress dam emosi dengan baik.
Stres dan ketegangan kini menjadi suatu bagian integral dari kehidupan agar dapat
mengatasi secara efektif, harus mahami ambisi, rasa takut dan kecemasan. Suatu
kesadaran pribadi akan membuat anda mempunyai bekal yang jauh lebih untuk
menghadapi perubahan dan stres.
6. Pola tidur yang teratur dan usahakan dapat beristirahat yang cukup, pada malam hari
usahakan dapat tidur minimal 8 jam dan siang hari dapat beristirahat dengan rilek selama
1 jam.
7. Mengkonsumsi obat sakit maag yang biasanya bersifat antasid yang dimana dapat
menurunkan keasaman cairan dilambung dengan cara menaikan Ph, sehingga untuk
sementara gejala sakit akan hiang. Namun kesembuhan tersebut bersifat sementara karena
lambung masih lemah akibat erosi, serta belum seimbangnya produksi kelenjar-kelenjar
lambung.
8. Dianjurkan minum susu, karena selain bisa menetralkan asam lambung yang berlebihan,
susu juga banyak mengandung protein dan kalsium yang sangat berguna dalam
pergantian sel-sel jaringan tubuh.
.2.9 Cara Perawatan Gastritis Dirumah1. Makan dengan perlahan-lahan, usahakan makanan dalam bentuk lunak dan hangat.
Kurangi makanan yang berbumbu pedas, bergas seperti kol, nangka dan lain-lain.
2. Bila selesai makan, beristirahatlah sebentar, berilah lambung anda waktu untuk
menurunkan atau mengurangi rasa nyeri.3. Pada penderita gastritis disarankan jangan terlalu banyak berfikir untuk menghindari
stress, faktor stres ini dihindari secepat mungkin tanpa obat seperti meditasi atau
menekuni hobi..3 Remaja .3.1 Definisi
Istilah remaja atau adolesenceberasal dari bahasa latin adolesscere (kata bendanya,
adolescentiayang berarti remaja) yang artinya “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”
(Hurlock, 2006). Remaja adalah periode perkembangan dimana individu mengalami perubahan
dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13 dan 20 tahun
(potter&perry, 2005). Remaja berada dalam setatus interim sebagai akibat dari posisi yang
diberikan oleh orang tua dan masyarakat dan melalui usahanya sendiri yang selanjutnya
memberikan prestasi tertentu bagi dirinya (Soetjiningsih, 2005). Masa peralihan dari yang sangat
bergantung dengan orang tua ke masa yang penuh tanggung jawab serta keharusan untuk
sanggup berdiri sendiri. Berdasarkan dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja
merupakan suatu periode dalam kehidupan manusia dimana dapat menjadi sebuah titik awal
sebagai sebuah usaha mencapai kemandirian.
.3.2 Pertumbuhan dan Perkembangan
Carson (2008) membagi remaja menjadi 3 fase, yaitu :
1) Remaja awal (early adolesence) sebagai awal pubertas, terjadi pematangan fisik dan
perkembangan dan perkembangan ketakteristik seks primer dan sekundaer. Rentang usia
11-13 tahun pada perempuan dan 12-14 tahun pada laki-laki2) Remaja pertengahan (midle adolesence), kira-kira 14-16 tahun pada perempuan dan 15-
17 tahun pada laki-laki, ditandai dengan usaha mencapai kemandirian.3) Remaja akhir (late adolesence), sekitar 19 tahun, relatif stabil dalam hubungan dengan
teman sebaya, akademik dan aktifitas waktu senggang, dan tanggung jawab keuangan.
Selain Carson (2008), ahli lain juga membagi masa remaja menjadi tiga periode
kehidupan diantaranya Kozier, Stanhope&Lancaster serta Wong. Konzier (2006) membagi masa
remaja menjadi remaja awal (12-13 tahun), remaja tengah (14-16 tahun), dan remaja akhir (17-
20 tahun). Sedangkan Stanhope&Lancaster membagi menjadi remaja awal (10-13 tahun), remaja
tengah (14-16 tahun), remaja akhir (17-21 tahun).
.3.3 Karakteristik Perilaku Makan Remaja
Menurut Potter & Perry (2005) Masa remaja adalah masa mencari identitas diri, adanya
keinginan untuk dapat menerima oleh teman sebaya dan mulai tertarik oleh lawan jenis
menyebabkan remaja sangat menjaga penampilan. Semua itu sangat mempengaruhi pola makan
remaja, termasuk pemilihan bahan makanan dan frekuensi makan. Remaja takut merasa gemuk
sehingga remaja menghindari sarapan dan makan siang atau hanya makan sehari sekali. Hal itu
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tubuh akan lambat. Berikut ini karekteristik
perilaku makan yang dimiliki remaja :
1) Kebiasaan tidak sarapan pagi 2) Gadis remaja sering terjebak dengan pola makan tak sehat, menginginkan penurunan
berat badan secara drastis, bahkan sampai gangguan pola makan. Hal ini dikarenakan
remaja memiliki body image(citra diri) yang mengacu pada idola mereka yang biasanya
adalah para artis, pragawati, selebritis yangcenderung memiliki tubuh kurus, tinggi, dan
semampai. 3) Kebiasaan “ngemil”yang rendah gizi (kurang kalori, protein, vitamin dan mineral) seperti
makanan ringan, krupuk, dan chips. 4) Kebiasaan makan makanan siap saji (fast food) yang komposisi gizinya tidak seimbang
yaitu terlalu tinggi kandungan energinya, seperti pasta, fried chicken, dan biasanya juga
disertai dengan mengkonsumsi minuman bersoda yang berlebihan. .3.4 Kebutuhan Zat Gizi Untuk Remaja
Terpenuhinya kebutuhan zat gizi adalah hal yang mutlak diperlukan untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal (Soetjiningsih, 2005). Beberapa alasan yang mendasari masa
remaja membutuhkan banyak zat gizi adalah :
1) Secara fisik terjadi pertumbuhan yang sangat cepat ditandai dengan peningkatan berat
badan dan tinggi badan. 2) Mulai berfungsi dan berkembangnya organ-organ reproduksi. Jika kebutuhan gizi tidak
diperhatikan maka akan merugikan perkembangan selanjutnya. Terutama pada perempuan
karena akan menyebabkan menstruasi tidak lancar, gangguan kesuburan, rongga panggul
tidak berkembang sehingga sulit ketika melahirkan, kesulitan pada saat hamil, serta
produksi ASI tidak bagus. Perempuan yang fisiknya tidak pernah tumbuh sempurna
karena kurang zat gizi juga beresiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. 3) Remaja umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibandingkan usia lain sehingga
diperlukan zat gizi yang lebih banyak..3.5 Permasalahan Gizi Pada Remaja
Menurut Soetjiningsih (2005) Timbulnya masalah gizi pada remaja pada dasarnya
dikarenakan perilaku gizi yang salah, yaitu ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan
kecukupan gizi yang dianjurkan. Bila konsumsi gizi selalu kurang dari kecukupan maka
seseorang akan mengalami gizi kurang. Sebaliknya jika konsumsi melebihi kecukupan akan
menderita gizi lebih dan obesitas.
Keadaan gizi atau setatus gizi merupakan gambaran apa yang dikonsumsi dalam jangka
waktu yang cukup lama. Keadaan gizi dapat berupa gizi kurang, baik atau normal maupun gizi
lebih. Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan penyakit berupa penyakit defisiensi.
Bila kekurangan dalam batas marginal menimbulkan gangguan yang sifatnya lebih ringan atau
menurunnya kemampuan fungsional. Misalnya kekurangan vitamin B1 dapat menyebabkan
badan cepat lelah, kekurangan zat besi dapat menurunkan prestasi kerja dan prestasi belajar
selain turunnya ketahanan tubuh terhadap penyakit infeksi.
Menurut Soetjiningsih (2005) Permasalahan gizi yang timbul pada masa remaja dipicu
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :
1) Kebiasaan makan yang buruk.
Timbulnya kebiasaan makan yang buruk pada remaja bisa dikarenakan kebiasaan makanan
yang juga tidak baik yang tertanam sejak kecil.
2) Pehaman gizi yang salah.Remaja sering memiliki pemahaman bahwa tubuh yang menjadi idaman adalah tubuh yang
langsing. Sehingga untuk mempertahankan kelangsingannya remaja melakukan pengaturan
makan yang salah.
3) Kesukaan yang berlebihan terhadap satu jenis makanan tertentu.Kesukaan yang berlebihan terhadap satu jenis makanan terlebih lagi jika makanan tersebut
sedikit kandungan gizi akan menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan gizi. 4) Promosi yang berlebihan di media masa tentang produk makanan
Usia remaja merupakan usia yang mudah tertarik dengan hal-hal baru, termasuk produk
makanan yang diiklankan, padahal makanan tersebut belum tentu memiliki kandungan gizi
yang baik. 5) Maraknya produk makanan impor.
Jenis makanan siap saji seperti hotdog, hamburger, fried chicken, dan frenchfriessemakin
banyak di pasaran. Secara nilai gizi makanan tersebut tidak terlalu bagus kerena memiliki
kolesterol, lemak jenuh, dan kadar natrium yang tinggi yang tentunya berakibat buruk bagi
kesehatan.
Menurut Hurlock (2006) Beberapa masalah yang berkaitan dengan gizi yang ditemukan
pada remaja antara lain indeks masa tubuh (IMT) kurang dari batas normal atau sebaliknya,
memiliki IMT yang berlebihan (obesitas), dan anemia dan masalah yang berhubungan dengan
gangguan perilaku makan berupa anoreksia nervosa, dan bulimia.
4) Kurus Menurut Susenas 2003- 2010, sebesar 35-40% wanita usia subur (WUS) 15-19
tahun beresiko kekurangan energi kronis. Salah satunya cara yang dilakukan untuk
mendeteksi kekurangan energi adalah dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT).
Hasil analisis terhadap data SKRT 2005 dan data SUSENAS 2007 menunjukan bahwa
pravalensi gizi kurang pada remaja dengan IMT < 5 persentil, sebesar 17, 4% . prevalensi
IMT kurang atu kurus berkisar antara 30%-40% . Penelitian yang dilakukan Ai Nurhayati
(2010)
Menurut Potter&Perry (2010) Kurus merupakan masalah gizi yang umumnya
lebih banyak ditemukan pada remaja perempuan. Seringkali remaja perempuan memiliki
motto bahwa “kurus itu indah” sehingga mereka sering melakukan diet tanpa pengawasan
dari dokter atau ahli gizi sehingga zat-zat gizi penting tidak dapat dipenuhi. Remaja yang
kurus penampilannya malah cenderung kurang menarik, mudah letih dan resiko sakit pun
tinggi. Selain itu remaja yang kurus akan kurang mampu bekerja keras.
5) Obesitas
Obesitas adalah keadaan seseorang jika berat badannya lebih dari 30 standar BBI
(Berat Badan Ideal), atau juga keadaan jika seseorang mempunyai berat badan 120%
lebih berat dari berat badan seharusnya pada usianya (Sediaoetama, 2004). Obesitas
menjadi masalah diseluruh dunia karena prevalensinya sangat meningkat pada orang
dewasa dan anak, baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Jumlah anak
dengan usia sekolah dengan
Overweight terbanyak berada di kawasan Asia yaitu 60% populasi atau sekitar
10,6 juta jiwa. Penelitian di semarang pada tahun 2004 memperlihatkan bahwa pravalensi
overweight pada anak 6-7 tahun adalah 9,1% sedangkan obesitas 10,6%. Penderita
obesitas lebih banyak ditemukan pada remaja dan eksekutif muda di perkotaan yang
disebabkan karena konsumsi makanan berlebih serta kurang aktifitas fisik dan
berolahraga. Penelitian menunjukan bahwa obesitas sebagai faktor resiko berbagai
penyakit seperti hipertensi, hiperkolesterol, penyakit jantung dan diabetes melitus. Selain
itu penampilan penderita obesitas juga kurang menarik, gerakan tidak lincah dan
cenderung lamban.
Menurut Sediaoetama (2004) Obesitas biasanya disebabkan karena remaja tidak
dapat mengontrol makanannya, makan dalam jumlah berlebihan sehingga badannya
melebihi ukuran normal. Pada beberapa kasus obesitas terjadi karena binge eating
disorder, yaitu keadaan seseorang yang makan dalam jumlah yang besar secara terus
menerus dan cepat tanpa terkontrol. Setelah menyadarinya baru merasa bersalah tapi jika
keadaan binge datang lagi dia akan kembali melakukannya tanpa sadar. Hal ini yang
akhirnya akan menimbulkan terjadinya depresi dan akhirnya akan menjadi obesitas.
Remaja putri yang melakukan diet untuk mengurangi berat badannya sejak dini akan
membawa resiko kegemukan pada saat mereka dewasa nanti. Semakin keras mereka
melakukan diet, semakin besar resiko kegemukan yang akan dialami. Penelitian di luar
negeri menunjukan 80% anak remaja yang obesitas cenderung menjadi dewasa yang
obesitas juga.
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan untuk penderita obesitas ini adalah
mengembangkan diet yang sehat, olahraga secara bertahap, dan untuk menderita obesitas
yang luar biasa gemuk sehingga bisa mengancam hidupnya dilakukan operasi untuk
mengecilkan lambung yang dinamakan gastroplasti atau prosedur penjepitan lambung.
Setelah operasi pasien hanya makan dengan sejumlah kecil makanan saja sudah menjadi
kenyang.
6) Anemia
Menurut Potter&Perry (2005) Masalah gizi lain yang banyak terjadi pada remaja
khususnya remaja perempuan adalah kurangnya zat besi atau anemia. Anemia merupakan
kelanjutan dampak dari kurang zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) dan
kurang zat makro (vitamin, mineral). Prevalensi anemia pada remaja di Indonesia masih
cukup tinggi. Berdasarkan Survey Nasional tahun 1995, prevalensi anemia pada remaja
perempuan adalah sebesar 57,1%. Prevalensi anemia pada kelompok usia 5-14 tahun
cukup tinggi dibandingkan kelompok umur yang lain yaitu sebesar 28,3%. Hasil
beberapa penelitian didapatkan sekitar 41,4% - 66,7% remaja perempuan di Indonesia
menderita anemia (WHO, 2009). Menurut hasil penelitian Permaisih (2008) prevalensi
anemia pada remaja sebesar 25,5% dengan rincian pria 21% dan 30% pada wanita.
Dampak anemia pada remaja perempuan yaitu pertumbuhan terhambat, tubuh
pada masa pertumbuhan mudah terinfeksi, mengakibatkan kebugaran/kesegaran tubuh
berkurang, semangat belajar/prestasi menurun, pada saat akan menjadi calon ibu maka
akan menjadi calon ibu yang beresiko tinggi untuk kehamilan dan melahirkan. Dampak
anemia pada ibu hamil diantaranya pendarahan pada waktu melahirkan sehingga dapat
menyebabkan kematian pada ibu. Masalah anemia pada remaja terutama remaja
perempuan dapat diatasi dengan suplementasi iron/zinc. Makanan sumber zat besi/zinc
yaitu sumber hewani seperti daging, produk laut dan sumber nabati seperti kacang-
kacangan. Adanya suplementasi besi/zinc pada remaja perempuan diharapkan akan
menjadi salah satu cara untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan pada remaja
perempuan. Selain itu juga diharapkan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan status
gizi dan kesehatan calon ibu sehingga dapat menurunkan kematian ibu melahirkan akibat
perdarahan dan menurunnya bayi lahir berat badan rendah.
7) Anoreksia Nervosa dan Bulimia
Anoreksia dan bulimia merupakan bentuk eating disorder yaitu kelainan pola
makan yang biasanya lebih sering terjadi pada perempuan. Kelainan tersebut biasanya
merupakan gangguan makan yang menyiksa bahkan bisa dikatakan suatu bentuk
penyiksaan terhadap diri sendiri. Gangguan tersebut dihasilkan oleh ketakutan bahwa
tubuh akan menjadi gemuk setelah makan dan ketakutan mental ini akan terpancar
melalui penyiksaan fisik. Angka kejadian anoreksia dan bulimia mengalami peningkatan
selama dekade terakhir. Sekitar 1 dari 100 remaja perempuan umur antara 16 sampai 18
tahun menderita anoreksia. Puncak angka kejadian anoreksia pada remaja terjadi pada
umur 14 tahun, dan remaja perempuan lebih banyak mengalami gangguan makan
dibandingkan dengan remaja laki2 dengan perbandingan 10:1 (Soedjiningsih, 2009).
Anoreksia nervosa adalah hilangnya nafsu makan atau terganggunya pusat nafsu
makan. Hal ini disebabkan oleh konsep yang terputar balik mengenai penampilan tubuh
sehingga penderita mempunyai rasa takut yang berlebihan terhadap kegemukan. Karena
ketakutannya itu penderita Anoreksia nervosa melakukan diet yang sangat ketat sehingga
berat badannya turun secara drastis dalam waktu yang singkat. Kelainan ini juga bisa
dikarenakan sakit seperti demam, pilek, malaria, tipes, dan peradangan. Selain itu
penyakit itu muncul karena emosi, gelisah, dan kebingungan. Bila disebabkan demam,
pilek, dan penyakit lain biasanya bila sudah sembuh selera makan kembali normal.
Akibat berat badan yang turun jauh dibawah batas normal, fungsi normal tubuh akan
terganggu. Pertumbuhan akan terhambat, rambut rontok, siklus haid terganggu, dan tubuh
mudah terserang penyakit, misalnya anemia, kekurangan vitamin, dan penyakit infeksi.
Hal yang paling berbahaya adalah kelainan jantung serta kekurangan cairan dan
elektrolit (nastrium, kalium, klorida). Jantung menjadi semakin lemah dan memompa
lebih sedikit darah ke seluruh tubuh penderita bisa mengalami dehidrasi dan cenderung
mengalami pingsan. Darah menjadi asam dan kadar kalium dalam darah berkurang. Bisa
terjadi kematian mendadak yang kemungkinan disebabkan irama jantung yang abnormal.
Selain itu terjadi juga perubahan hormonal yaitu berkurangnya kadar hormon esterogen
dan tiroid serta meningkatnya kadar hormon kortisol (Sediaoetama, 2004).
Penderita bulimia mempunyai ciri khas yang hampir sama dengan penderita
anoreksia, namun pada bulimia penderita lebih sulit dideteksi karena berat tubuh mereka
bisa saja melebihi batas normal,di bawah batas normal atau bahkan normal. Ciri
utamanya adalah makan dalam jumlah yang banyak kemudian dimuntahkan kembali atau
mengkonsumsi obat pencahar dan obat diurentik untuk memuntahkan kembali
makanannya. Masalah kesehatan yang muncul juga sama dengan anoreksia namun
penderita bulimia biasanya mengalami kerusakan email gigi karena terciptanya produksi
asam yang berlebihan ketika muntah. Bulimia dapat diikuti dengan terjadinya anoreksia
begitu pula sebaliknya. Berbeda dengan korban kelaparan, penderita kelainan ini mampu
menjaga kekuatan dan kegiatan sehari-hari mendekati normal. Ia merasa tidak lapar dan
tidak cemas terhadap kondisinya. Penyakit ini menyebabkan kematian pada 10%
penderitanya.
Upaya penatalaksanaan anoreksia dan bulimia nervosa pada umumnya terdiri dari
2 tahap pengobatan, yaitu mengembalikan berat badan normal, serta terapi psikis yang
sering dibarengi dengan pemberian obat-obatan. Jika berat badan turun sangan cepat atau
sangat berat (sampai 20% dibawah berat badan normal) maka sangat penting untuk
mengembalikan berat badan karena bisa berakibat fatal. Pengobatan awal biasanya
dilakukan di Rumah Sakit dimana penderita didorong untuk makan. Kadang diberikan
makan melalui infus atau selang nasogastrik. Jika status gizinya sudah baik maka mulai
diterapi jangka panjang oleh ahli gizi. Jika ditemukan depresi maka diberikan obat anti
depresi.