40
BAB II
TINJAUAN FILOLOGIS
Pada bab II ini menguraikan tentang tinjauan filologis yang dilakukan
terhadap naskah BMK. Hal ini dilakukan untuk membahas permasalahan secara
mendalam yang ada di dalam naksah. Tinjauan dilakukan sesuai dengan cara kerja
filologi yaitu, dimulai dari penjabaran deskripsi BMK, membuat kritik teks,
membuat suntingan teks yang dilengkapi dengan aparat kritik, dan terakhir
terjemahan.
A. Deskripsi Naskah
Deskripsi naskah adalah suatu gambaran dan rincian mengenai wujud fisik
naskah maupun isi naskah secara garis besar dengan tujuan untuk mempermudah
pengenalan terhadap naskah beserta konteks isinya. Dalam bab ini, menguraikan
deskripsi naskah BMK.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan naskah antara lain
menyangkut informasi atau data mengenai: (1) judul naskah; (2) nomor naskah; (3)
tempat penyimpanan naskah; (4) asal naskah; (5) keadaan naskah; (6) ukuran
naskah; (7) tebal naskah; (8) jumlah baris pada setiap halaman naskah; (9) huruf ,
aksara, tulisan; (10) cara penulisan; (11) bahan naskah; (12) bahasa naskah; (13)
bentuk teks; (14) umur naskah; (15) identitas pengarang atau penyalin; (16) asal-
usul naskah; (17) fungsi sosial naskah; (18) iktisar teks/cerita (Emuch: 1986,2). Di
bawah ini paparan mengenai hal tersebut :
41
1. Judul Naskah
Buku maripating kapal (selanjutnya disingkat BMK).
Judul tersebut terdapat pada sampul luar naskah.
Selain itu terdapat juga pada teks BMK halaman 1 yaitu :
“punika makripat dhatêng kapal, pambuka katrangan …”
Terjemahan: ini makrifat tentang kuda, keterangan awal …
Gambar 18: Sampul luar naskah BMK
Gambar 19: Judul naskah terdapat dalam teks
( Naskah BMK hlm.1)
42
2. Nomor Naskah
Naskah BMK terdapat pada beberapa katalog yaitu,
A. Katalog Descriptive Catalogus of the Javanese manuscripts
and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and
Yogyakarta (Girardet – Sutanto, 1983:384) pada nomor
kodek 25565.
B. Javanese Literature in Surakarta Manuscrips Volume 2
Manuscripts of The Mangkunegaran Palace (Nancy K.
florida, 2000:388) dengan nomor kodek MN 579 N6 SMP
16-17/11.
A. Katalog lokal Perpustakaan Reksa Pustaka Mangkunegaran
katagori fauna flora halaman 23 nomor kodek N6.
Adapun yang tertulis pada sampul luar naskah BMK adalah nomor
kodek N6
3. Tempat Penyimpanan Naskah
Naskah ini tersimpan di Perpustakaan Reksapustaka, Pura
Mangkunegaran Surakarta. Dibuktikan dengan adanya cap atau
stempel berbentuk oval tertulis “KANTOOR REKSOPOESTOKO
MANGKOENEGARAN” pada lembaran kosong halaman pertama
sebelum teks, dan halaman terakhir teks.
43
Gambar 18. Cap kepemilikan (Kantoor Reksopoestoko Mangkoenagaran)
( Naskah BMK lembar pertama setelah sampul depan)
4. Asal Naskah
Tidak diketahui.
5. Keadaan Naskah
Naskah ini secara umum dalam keadaan masih baik, yaitu tulisannya
masih bisa dibaca, kertasnya masih mudah dibolak-balik. Sebagian
besar lembaran naskah masih dalam satu jilidan, walaupun ada yang
sudah lepas dari jilidan.
Naskah BMK ini pada awalnya mempunyai halaman yang berisi teks
sebanyak 31 halaman, akan tetapi setelah dilakukan observasi ke
tempat penyimpanan naskah, yaitu Perpustakaan Reksa Pustaka
Pura Mangkunegaran naskah ini hanya memuat 29 halaman saja.
Setelah dilakukan analisis secara mendalam naskah ini ternyata
tidak memiliki halaman 5 dan 6. Padahal, pada naskah BMK ini telah
dilakukan penyelamanat berupa penempatan naskah pada box hitam.
Akan tetapi hal ini tidak bisa mencegah kerapuhan kertas seiring
berjalannya waktu. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa 1
lembar teks telah rapuh dan terlepas dari jilidannya yang hanya
berupa ikatan tali jahit dan kemudian hilang.
44
6. Ukuran Naskah
Tabel. 1 Ukuran Naskah BMK
Ukuran lebar naskah
Panjang 19 cm
Lebar 14, 3 cm
Ukuran teks (ruang tulisan)
Panjang 17 cm
Lebar 9,3 cm
Ukuran margin
Kanan 2,2 cm
Kiri 2,8 cm
Atas 1,5 cm
Bawah 0,5 cm
7. Tebal naskah
a. Tebal naskah adalah : 0,5 cm.
b. Jumlah total halaman : 35 hlm.
c. Jumlah halaman yang berisi teks : 29 hlm.
d. Jumlah halaman yang hilang : 2 hlm.
e. Halaman kosong sebelum teks : 1 lmb.
f. Halaman sampul : 2 lmb.
45
8. Jumlah Baris Per Halaman
Jumlah baris tiap halaman pada naskah BMK tidak selalu sama.
Jumlah baris pada teks rata – rata 19 baris per halaman.
Jumlah baris pada teks yang dilengkapi dengan gambar ilustrasi
rata-rata 4 baris per halaman.
9. Huruf, Aksara, Tulisan
Huruf : Jawa
Aksara : Jawa Carik
Tulisan : Jarak antarbaris dan jarak antarhuruf teratur,
Jarak antar baris dan antar huruf renggang sehingga mudah dibaca.
Ditulis dengan tinta berwarna hitam dari awal hingga akhir teks.
10. Cara Penulisan
a. Teks BMK ditulis dengan memanfaatkan kedua sisi kertas, yaitu
bagian depan dan belakang atau recto verso. Penulisan diawali
dari kanan ke kiri, memenuhi arah lebarnya. BMK merupakan
teks yang berbentuk prosa atau gancaran. Dalam hal pengaturan
paragraf, penulis menggunakan tanda pada seperti pada teks
tembang. Tanda tersebut digunakan secara konsisten.
b. Penulisan tanda baca dalam naskah BMK berupa pada lingsa ( )
dan pada lungsi ( ) sebagai keterangan titik. Selain digunakan
sebagaimana mestinya, tanda koma atau pada lingsa digunakan
juga sebagai penanda angka.
46
c. Cara Penomoran halaman tidak ada, hanya saja dilakukan
penambahan dari tangan ketiga memakai angka Arab
menggunakan pensil di sudut bawah sebelah kanan setiap
halaman teks.
d. Gambar yang memuat ilustrasi dalam naskah BMK diletakkan di
tengah-tengah halaman. Teks sebagai keterangan ditulis di
bawah gambar.
Gambar 20: Gambar ilustrasi naskah BMK (Naskah BMK hlm.9)
e. Penulisan naskah BMK juga mengalami beberapa kesalahan
tulis, oleh karena itu diperlukan cara untuk pembenaran tulisan
tersebut. Yaitu (a) mencoret atau mengarsir huruf yang dianggap
47
salah, (b) menggosok huruf yang dianggap salah, (c)
memberikan dua sandhangan swara.
Gambar 21: Pembetulan kesalahan tulis dengan dicoret atau
diarsir (Naskah BMK hlm.23)
Gambar 22: Pembetulan kesalahan tulis dengan kesalahan tulis
dihapus (Naskah BMK hlm.20)
Gambar 23: Pembetulan kesalahan tulis dengan kesalahan tulis
diberi dua sandhangan swara (Naskah BMK hlm.13)
11. Bahan Naskah
Naskah ini ditulis menggunakan media berupa buku tulis dengan
kertas folio putih bergaris, tetapi sudah berubah warna menjadi
kecoklatan. Hal ini disebabkan oleh cuaca dan termakan usia.
Sampul naskah adalah soft cover atau kertas karton tipis berwarna
hijau lurik.
48
12. Bahasa Naskah
Teks dalam naskah ini menggunakan bahasa Jawa baru ragam
krama. Akan tetapi terdapat penggunaan istilah sains atau ilmu
pengetahuan yang membahas tentang pertumbuhan dan
perkembangan kuda. Misalnya: poèl, rampas, lungse. Terdapat juga
istilah mistik Islam atau tasawuf. Misalnya: makripat, wiradat ing
dzad supe, dan wiradat ing dzad awon.
13. Bentuk Teks
Naskah ini berbentuk gancaran yaitu prosa. Akan tetapi setiap awal
paragraf dimulai dengan penanda bait/pada seperti pada teks naskah
yang berbentuk tembang. setiap bab diakhiri dengan garis horizontal
mengarah pada lebar teks.
14. Umur Naskah
Umur naskah tidak dicantumkan tersurat maupun tersirat. Tidak
ditemukan tanda-tanda untuk mengetahui umur naskah. Penentuan
umur naskah BMK dapat diperkirakan berdasarkan bahasa yang
digunakan, bentuk teks, dan penggunaan nama tokoh yang ada di
dalam teks.
A. Bahasa naskah yang digunakan yaitu Jawa baru ragam krama.
Bahasa Jawa Baru terjadi pada zaman Surakarta awal (1700M).
B. Bentuk teks gancaran atau prosa. Berdasarkan pendapat J.J.Ras
(1985) perkembangan penulisan menggunakan bentuk prosa di
wilayah Jawa dilakukan selama abad ke-19.
49
C. Nama tokoh yang ada di dalam teks adalah terdapat pada teks
halaman dua
“ … Sadaya wau tanpa samar awit mawi wawaton trang, ingkang sampun kayakinakên kaliyan ingkang Sinuhun Kalijaga, tuwin sampun kangupakatakên dhatêng para wali sadaya. Sampun
mupakat sah mila kagêm waton ing karaton. Dening pratelanipun ing ngandhap punika”.
Terjemhan: Semua hal di atas dibahas secara jelas dengan
menggunakan dasar yang jelas, yang sudah diyakinkan oleh Sinuhun Kalijaga, dan sudah disetujui oleh para wali. Sudah mufakat sah
apabila keterangan yang membahasa tentang kuda ini digunakan sebagai dasar di Keraton. Adapun rinciannya di bawah ini.
Dari kutipan ini terdapat nama salah satu tokoh Walisanga, yaitu
Sinuhun Kalijaga atau yang biasa dikenal dengan Sunan Kalijaga.
Berdasarkan keterangan diatas, maka naskah BMK diperkirakan
ditulis kurang lebih sekitar akhir tahun 1900-an M.
15. Identitas Pengarang atau Penyalin
Dalam naskah ini tidak ditemukan nama pengarang atau penyalin
(anonim). Akan tetapi ditemukan catatan di akhir teks yang
bertuliskan “lêbda turangga” yang berarti orang yang mahir dalam
ilmu pengetahuan tentang kuda.
16. Asal-Usul Naskah
Tidak diketahui asal-usul naskah yang tersimpan di Perpustakaan
Reksa Pustaka Pura mangkunegaran.
50
17. Fungsi Sosial Naskah
Fungsi sosial naskah BMK tidak ada, tetapi mempunyai fungsi sosial
teks karena di dalam naskah BMK terdapat kandungan ilmu
pengetahuan yang membahas kuda secara mendalam.
Naskah BMK berfungsi sebagai bacaan umum lebih bermanfaat
apabila dibaca oleh masyarakat yang berhubungan dengan hewan
khususnya kuda. Dalam naskah BMK ini, dijelaskan sifat kuda
sesuai umurnya.
18. Iktisar Teks/Cerita
Naskah berjudul BMK berisi tentang pertumbuhan dan
perkembangan kuda dari lahir bêlo hingga menjadi utamaning
turangga kuda yang siap untuk ditunggangi atau bisa digunakan
untuk meringankan pekerjaan manusia, dan kuda yang sudah tua
lungse atau sudah tidak digunakan lagi.
Dalam menjelaskan keadaan perkembangan kuda, penulis
menerangkan lebih detail perihal jumlah, bentuk, warna gigi dan
sifat kuda sesuai dengan umurnya. Bahkan dilengkapi dengan
gambar ilustrasi mengenai keadaana perkembangan gigi bêlo hingga
kuda dewasa.
51
B. Kritik Teks
Kritik teks merupakan langkah awal dalam kerja filologi guna mendapatkan
suntingan teks. Pengertian kritik naskah menurut Paul Maas dalam Darusuprapta
(1984) ialah menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberikan
evaluasi terhadap teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah, lembaran bacaan
naskah yang mengandung kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu.
Metode kritik teks secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu untuk
metode edisi naskah tunggal dan metode edisi naskah jamak. Adapun yang dipakai
dalam penelitian ini adalah metode naskah tunggal.
Dalam langkah kerja ritik teks ditemukan kelainan atau varian dalam
penulisan naskah BMK, varian-varian tersebut meliputi lacuna, adisi, hypercorrect,
dan ketidakkonsistenan kata. Hal ini kemudian dikelompokan menjadi beberapa
jenis sebagai berukut:
a. Lacuna : huruf, kata, kalimat, bait yang terlewati
b. Adisi : bagian dari kata, suku kata, maupun kelompok
kata yang kelebihan.
c. Hypercorrect : perubahan ejaan karena pergeseran lafal.
Pengelompokan kelainan atau varian naskah BMK disusun dalam bentuk.
tabel untuk mempermudah pemahaman dibuat singkatan sebagai berikut:
No. : Nomor urut
hlm. : Halaman varian penulisan pada teks BMK
br : Baris. Letak varian kata dalam teks BMK. Perhitungan baris
dimulai dari paling atas baris 1 sampai bawah.
52
@ : edisi teks didasarkan pada pertimbangan linguistik
# : edisi teks didasarkan pada konteks kalimat
Tabel 2. Daftar kata yang termasuk dalam katagori Lacuna huruf
No hlm br Teks BMK Edisi Arti
1. 2 14
naming … ingkang inggil
Naming 6
ingkang
inggil #
Hanya 6
yang atas
2. 4 11
naming …ingkang inggil
Naming 6
ingkang
inggil #
Hanya 6
yang atas
3. 18 11
Katupakan
Katumpakan
#@
Ditunggangi
4. 18 16
Pema
Poma@ Nasehat
5. 20 4
Pema
Poma@ Nasehat
6. 18 17
Pagalih
Panggalih@
#
Pikiran
53
7. 20 10
Pagalih
Panggalih@
#
Pikiran
8. 22 14
Pagalih
Panggalih@
#
Pikiran
9. 25 17
Pagalih
Panggalih@
#
Pikiran
Tabel 3. Daftar kata yang termasuk dalam katagori Adisi huruf
No hlm br Teks BMK Edisi Arti
1. 14 6
Bêllo
Bêlo@ Anak kuda
2. 13 10
Lungseng
Lungse@# Tidak
digunakan
lagi
3. 24 11
Dangwêg
Dawêg@ Sudah selesai
54
Tabel 4. Daftar kata yang termasuk dalam katagori Hypercorrect
No hlm Br Teks BMK Edisi Arti
1. 1 4
Sagêt
Sagêd@ Bisa
2. 1 16
Nupak
pupak#@ Lengkap
3. 1 12
Sagêt
Sagêd@ Bisa
4. 2 5
Kayakimakên
Kayakinakê
n@#
Diyakinkan
5. 2 8
kangupakatakên
kamupakata
kên@#
Dimufakatka
n
6. 7 4
Wujutipun
Wujudipun
@
Bentuk
55
7. 13 3
Sagêt
Sagêd@ Bisa
8. 14 8
Wiradad
Wiradat@ Cara
9. 14 8
dzad
dzat@ sifat
10. 16 8
Wiradad
Wiradat@ Cara
11. 16 9
dzad
dzat@ sifat
12. 16 17
Lantib
Lantip@ Cerdas
13. 17 3
Dhandhang
Bandhang@
#
Berlari
kencang
56
14. 17 6
Têgsih
Taksih@ Masih
15. 17 7
Untonipun
Untunipun# Giginya
16. 17 19
Sagêt
Sagêd@ Bisa
17. 18 12
Dhandhang
Bandhang@
#
Berlari
kencang
18. 19 10
Pandhandhangipun
Pambandha
ngipun@#
Berlarinya
19. 21 7
Wiradad
Wiradat@ Cara
20. 21 7
dzad
dzat@ sifat
57
21. 23 8
Wiradad
Wiradat@ Cara
22. 23 8
dzad
dzat@ sifat
23. 23 10
Wiradad
Wiradat@ Cara
24. 23 11
dzad
dzat@ sifat
25. 23 17
Wiradad
Wiradat@ Cara
26. 23 17
dzad
dzat@ sifat
27. 24 13
Wiradad
Wiradat@ Cara
58
28. 24 14
dzad
dzat@ sifat
29. 25 5
Wiradad
Wiradat@ Cara
30. 25 5
dzad
dzat@ sifat
31. 26 8
Wiradad
Wiradat@ Cara
32. 26 9
dzad
dzat@ sifat
33. 28 9
Wiradad
Wiradat@ Cara
34. 28 9
dzad
dzat@ sifat
59
35. 30 5
Wiradad
Wiradat@ Cara
36. 30 6
dzad
dzat@ sifat
C. Suntingan Teks
Menurut Edwar Djamaris (1991) tujuan penyuntingan naskah adalah,
pertama untuk mendapatkan kembali teks yang mendekati asli, teks yang
autoritatis. Kedua untuk membebaskan teks dari segala macam kesalahan yang
terjadi pada waktu penyalinannya sehingga teks itu dapat dipahami sebaik-baiknya.
Secara umum penyuntingan teks dapat dibedakan dari jenis naskah yang
akan disunting. Naskah tunggal atau yang berjumlah satu, dilakukan dengan dua
metode, yaitu metode standard dan metode diplomatik. Sementara pada naskah
jamak, atau naskah yang berjumlah lebih dari satu dapat dilakukan dengan metode
gabungan dan metode landasan. Analisis suntingan teks naskah BMK,
menggunakan metode standar.
Dalam suntingan teks BMK disertai pedoman keterangan yang digunakan
dalam menyajikan suntingan teks beserta aparat kritiknya sebagai berikut :
a. Dalam suntingan teks, huruf kapital digunakan untuk menulis nama orang.
Sedangkan kata atau kelompok kata lainnya ditulis dengan huruf kecil.
60
b. Simbol huruf /ê/ seperti ini dibaca seperti membaca kata bahasa Jawa
“êndhog” yang berarti telur. Adapun contoh kata pada bahasa Indonesia
seperti “menara”.
c. Simbol huruf /è/ seperti ini dibaca seperti membaca kata bahasa
Jawa“yèn”,yang berarti jika. Adapun contoh kata pada bahasa Indonesia
seperti “sukses”.
d. Simbol huruf /e/ seperti ini dibaca seperti membaca kata bahasa Jawa
“endah” yang berarti indah. Adapun contoh kata pada bahasa Indonesia
seperti “sate”.
e. Penulisan kata dasar yang berakhiran huruf /h/ dan mendapat akhiran /e/,
/-a/, /-an/, /-ane/, /-anira/ dalam penulisan aksara Jawa sering ditulis dengan
fonem /y/ atau /w/. Adapun dalam suntingan teks, fonem akan ditulis dengan
/h/.
Misalnya penulisan kata kagaliya ditansliterasikan kagaliha
kagaliya = kagaliha
f. Pemakaian tanda hubung untuk penulisan kata ulang (reduplikasi) dalam
teks misalnya kata ngatiyati ditransliterasikan ngati-ati.
ngatiyati= ngati-ati.
g. Penulisan dwipurwa (reduplikasi parsial) misalnya penulisan kata wawaton
ditransliterasikan menjadi wêwaton.
61
wawaton = wêwaton.
h. Penulisan teks dengan penggunaan (ô) dibaca [ɔ] langsung disunting
misalnya penulisan kata sumongga ditransliterasikan sumangga.
sumongga = sumangga.
i. Kekhasan penulisan teks penggunaan sa rekan pada kata “santasa” dan
“manusa” yang berarti “sentausa” dan “manusia” langsung disunting
menjadi “santosa” dan “manungsa”.
satasa = santosa
manusa = manungsa
j. Kesalahan penulisan kata yang terletak pada halaman 13 baris ke-12 dari
atas seharusnya dapat dibaca “pratelanipun” akan tetapi karena huruf pa
mendapat dua sandhangan swara berupa taling dan wulu, maka langsung
disunting dan dibetulkan.
pratelanipun
k. Penulisan kata “bayu atotipun” langsung disunting “bayu ototipun”
disesuaikan dengan penggunaan bahasa pada Jogjakarta dan Surakarta.
62
l. Dalam teks, tedapat angka Arab dalam kurung [1], [2], [3] … sebagai tanda
pergantian halaman dalam teks asli BMK.
m. Penggunaan angka Arab berukuran kecil berada di atas kata 1,2,3…dst
menunjukkan kritik teks yang disertai usulan kata terdapat di catatan kaki.
Berikut ini adalah sajian suntingan teks naskah BMK disertai dengan aparat
kritik sebagai kritik teks yang kemudian diusulkan pembetulan pada catatan kaki.
Suntingan Teks
BUKU MAKRIPATING KAPAL
[1] Punika makripat dhatêng kapal, pambuka katrangan ingkang anjalari sagêt1
sumêrêp ing wanci umuripun kapal. Awit kapal lair sangking biyungipun, ngantos
dumugi sêpuh lungse botên kangge. Utawi pambuka katrangan, ingkang jalari
sagêt2 sumêrêp sadaya kawontênan manahipun ing kapal sadèrèngipun nupak.3
Inggih kapal awit lair sangking biyungipun, ugi ngantos dumugi sê-[2] puh lungse
botên kangge. Sadaya wau tanpa samar awit mawi wêwaton trang, ingkang sampun
kayakimakên4 kaliyan ingkang Sinuhun Kalijaga, tuwin sampun kangupakatakên5
dhatêng para wali sadaya. Sampun mupakat sah mila kagêm waton ing Karaton.
Dening pratelanipun ing ngandhap punika.
Kapal bêlo awit lair sangking biyungipun, untu ingkang ngandhap naming…6
ingkang nginggil 6 i-[3]ji. Punika tanpa mawi cêmêng saha lêkok, tuwin warni alit-
alit pêthak. Manawi sampun kalampahan umur 1000 dintên, dados kirang langkung
1 sagêd @ 2 sagêd @ 3 pupak #@ 4 kayakinakên @# 5 kamupakatakên @# 6 naming 6 #
63
kapal bêlo umur 3 taun, punika wiwit poèl. Têgêsipun awit angrêntahakên untu bêlo
amung sajodho ingkang têngah, ngantos dumugi umur 2000 dintên. Dados kirang
langkung kapal bêlo umur 6 taun punika, rêntah-[4]ipun untu bêlo têlas. Inggih
punika ingkang kawastanan rampas. Dening rampasipun wau manawi sampun
kalampahan sataun. Dados kapal umur 7 taun punika, untu ingkang ngandhap
naming7 ingkang nginggil 6 iji wau wontên cêmêngipun sadaya ngantos dumugi
umur 3000 dintên. Dados kirang langkung kapal umur 9 taun. Wondening [5]8 ,
[6]9, [7] ni jêne, kados jênenipun jagung. Utawi waradin papak, tuwin warni
wujutipun10 untu agêng-agêng. Wondening sadaya katranganipun untu kapal wau,
ingkang dados têtêngêr ing wanci umuripun kapal, kados ing ngandhap punika. [8]
punika untu kapal bêlo awit lair sangking biyungipun, dumugi umur 3 taun. [9]
7 naming 6 # 8 halaman terlepas dari jilidan dan hilang. 9 halaman terlepas dari jilidan dan hilang. 10 wujudipun @
64
punika untu kapal umur 7 taun ngantos dumugi umur 9 taun. [10]
punika untu kapal umur 10 taun tumindak ngantos dumugi umur 12 taun. [11]
65
punika untu kapal umur 13 taun tumindak ngantos dumugi umur 14 taun. [12]
punika untu kapal umur 16 taun tumindak dumugi umur 18 taun
sapanginggilipun.
Lêbda turangga
[13] punika makripat pambuka katrangan ingkang anjalari saget11 sumêrêp,
sadaya kawontênan manahipun ing kapal sadèrèngipun numpak. Inggih kapal awit
11 sagêd @
66
lair sangking biyungipun, ugi ngantos sêpuh lungseng12 botên kangge. Wondening
pratelanipun kados ing ngandhap punika. [14]
punika untu kapal bêlo awit lair sangking biyungipun, ngantos dumugi umur 1000
dintên. Dados kirang langkung kapal bêllo13 umur 3 taun. Punika kawuningan
wiradad14 ing dzad15 supe. Ingkang anjalari nuwuhakên kawontênanipun manah,
inggih supe. [15]
12 lungse @# 13 bêlo @ 14 wiradat @ 15 dzat @
67
punika untu kapal bêlo umur 4 taun tumindak. Wiwit angrêntahakên untu bêlo
sajodho ingkang têngah, ngantos dumugi umur 2000 dintên. Dados kirang
langkung kapal umur 6 taun. Punika anggènipun ang-[16]rêntahakên untu bêlo
têlas. Anaming kapal bêlo ing nalika umur 4 taun tumindak, ngantos dumugi umur
6 taun wau, punika kadunungan wiradad16 ing dzad17 2 bab. Ingkang 1 bab kêndho
bayu ototipun. Ingkang 2 bab èngêt.
Dening èngêt wau, ingkang anjalari nuwuhakên kawontênanipun manah lantib18
dhatêng pangajaran. Mila wau kapal bêlo ingkang dawêg [17] wanci umur
sumantên, bilih katumpakan malah dhandhang19 dhatêng pangajaran.
16 wiradat @ 17 dzat @ 18 lantip @ 19 bandhang @#
68
Anaming sami sumêrêpa, kapal wau manawi têgsih20 untonipun21 bêlo, bilih
ngantos kaajar nyirig sapanunggilanipun, punika anggènipun dawêg kadunungan
kêndho bayu ototipun Kalajeng kêndho sapanginggilipun, wau kapal bêlo bilih
sampun rampas untonipun bêlo, punika botên sagêt22 dados ka-[18]pal. Inggih
kalajêng dados bêlo sapanginggilipun. Malah wêwah wulonipun lajêng tuwuh
gèmbèl, kados ing nalika dawêg lair sangking biyungipun. Mangka kapal ingkang
dawêg wanci umur sumantên wau, bilih katupakan23 tansah dhandhang24 dhatêng
pangajaran. Malah kapara miwiti dhatêng kasagêdan.
Amila pema25 ingkang santosa ing pagalih.26 Ingkang tansah èngêt, manawi
numpa-[19]k kapal ingkang dawêg wanci umur sumantên. Punika amung
kaèmplokana kimawon. Parlu naming nêdahakên margi ing radinan. Sampun
pisan-pisan ananduki pandhandhangipun27 kapal dhatêng pangajaran wau. Tur
punika sangking kajêngipun pun kapal bêlo piyambak. Bilih ngantos dipunturuti,
inggih lajêng sande kapal.
Kados ingkang [20] sampun kapratelakakên ing ngajêng wau. Amila pema28
wawêling punika ingkang tansah èngêt. Ingkang punika ing sarèhning sampun
katrangakên mênggah ing pangagêman, kula amung sumangga ing pagalih. 29[21]
20 taksih @ 21 untunipun # 22 sagêd @ 23 katumpakan # 24 bandhang @# 25 poma @ 26 panggalih @# 27 pambandhangipun @# 28 poma @ 29 panggalih @#
69
punika untu kapal umur 7 taun ngantos dumugi umur 3000 dintên. Dados kirang
langkung kapal umur 9 taun. Punika kadunungan wiradad30 ing dzad31 birahi.
Ingkang anjalari nuwuhakên kawontênanipun manah, sura tanpa duga, mangkrak
murkangkara, nir baya wiweka, [22] tan langgêng lana. Ingkang makatên ing
saèstonipun wau kapal tansah awon.
Amila sami sumêrêpa, sadaya putra wayah kula ingkang sami rêmên ngingah
kapal, tuwin rêmên nitih jaran, manawi kapal dawêg wanci umur sumantên, tamtu
kadunungan ingkang makatên. Punika ing pagalih 32 sampun ngantos gêla tuwin
cuwa, bilih ngantos gêla cuwa, mangka kapal kalampahan ngantos kabucal. [23]
inggih punika bêgjanipun ingkang dumugèkakên ngingah, margi punika mangke,
kapal wau manawi sampun dumugi ing wanci umuripun kadunungan wiradad33 ing
30 wiradat @ 31 dzat @ 32 panggalih @# 33 wiradat @
70
dzad34 awon. Lajêng kadunungan wiradad35 ing dzad36 sae, lêstantun
sapanginggilipun.
Amila sami kagaliha, wau kewan dawêg wanci umur kadunungan wiradad37 ing
dzad38 awon. Inggih sampun bo-[24]tên kenging karaosakên. Ingkang awit
manusya punika, sami-sami titahipun Hyang Maha Suci wontên ing ngalam donya.
Punika botên wontên ingkang nyamèni ewadening manusya wau. Bilih dangwêg39
ing wanci umur kadunungan wiradad40 ing dzad41 ingkang nuwuhakên angkara
murka, dêgsura nir baya wiweka. Mungkuring parikrama, punika awis ingkang
kenging [25] kaèngêtakên.
Dening punika mangke, manawi sampun dumugi ing wanci umur kadunungan
wiradad42 ing dzad43 ingkang nuwuhakên sae, punika mèh tanpa kaèngêtakên. Wau
sadaya pratingkahipun ingkang awon kados dening mantun piyambak. Mila sadaya
ingkang sami rêmên kapal, ing sarèhning sampun katrangakên, mênggah ing
pangagêman, kula amung sumangga ing pagalih.44 [26]
34 dzat @ 35 wiradat @ 36 dzat @ 37 wiradat @ 38 dzat @ 39 dawêg @ 40 wiradat @ 41 dzat @ 42 wiradat @ 43 dzat @ 44 panggalih @#
71
punika untu kapal umur 10 taun tumindak, ngantos dumugi umur 4000 dintên.
Dados kirang langkung kapal umur 12 taun. Punika kadunungan wiradad45 ing
dzad46 madya wêrda. Têgêsipun satêngah sêpuh. Inggih punika mêmpêng ingkang
anjalari nuwuh-[27]akên kawontênanipun manah. Wiwit tata kautamaning
turangga, sampun kathah manahipun ingkang lana, lêstantun sapanginggilipun.
[28]
45 wiradat @ 46 dzat @
72
punika untu kapal umur 13 taun tumindak, ngantos dumugi umur 5000 dintên.
Dados kirang langkung kapal umur 15 taun. Punika kadunungan wiradad47 ing
dzad48 purwa wêrda. Têgêsipun wiwit sêpuh. Ingkang anjalari nuwuhakên
kawontênani- [29] pun manah. Têtêp kautamaning turangga, jatmika nayaning
aswa, nala surasaranta, titi têtêg ngati-ati, tan kewran sakèhing tatali, lêstantun
sapanginggilipun. [30]
punika untu kapal umur 16 taun tumindak, dumugi sapanginggilipun. Punika
kadunungan wiradad49 ing dzad50 tuhu wêrda. Têgêsipun sampun têmên sêpuh.
Ingkang anjalari nuwuhakên cêkak napas. Sudanipun ing roh, inggih punika kapal
ingkang ka- [31]wastanan sêpuh lungse botên kangge. Amargi kapal punika
wosipun ingkang dipunpitados amung satunggal, inggih amung napasipun.
Mangka punika napasipun sampun cêkak, lêstantun sapanginggilipun.
Sampun sah . cêtha lêbda turangga.
47 wiradat @ 48 dzat @ 49 wiradat @ 50 dzat @
73
D. Terjemahan
Terjemahan adalah pemindahan bahasa dari bahasa sumber ke bahasa
sasaran. Pemindahan bahasa ini tidak bisa terlepas dari unsur makna. Makna yang
ada dalam bahasa sumber seharusnya juga sama dengan makna dalam bahasa
sasaran. Hasil terjemahan yang baik adalah kesesuaian makna dari bahasa sumber
ke bahasa sasarannya.
Proses terjemahan tidak hanya mengubah atau memindahkan sebuah teks
dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, akan tetapi juga memindahkan kandungan
isi, pengetahuan sesuai dengan makna dalam bahasa asalnya. Secara garis besar,
Catford (1974) membagi terjemahan menjadi tiga jenis :
1. Terjemahan kata per kata : terjemahan yang tiap-tiap kata teks bahasa
sumber diikuti oleh kata-kata yang sepadan dalam bahasa sasaran. Jenis
terjemahan ini terikat oleh bentuk. Kata kerja dalam bahasa sumber juga
harus diikuti kata kerja dalam bahasa sasaran, jika dalam bahasa sumber
berupa kata benda terjemahannya juga kata benda, dan semacamnya.
2. Terjemahan harfiah : terjemahan antara terjemahan kata per kata dan
terjemahan bebas, berada di antara terjemahan kata per kata dan
terjemahan bebas. Menerjemahkan secara harfiah dimulai dari
menerjemahkan kata per kata kemudian gramatikanya disesuaikan
dengan bahasa sasaran
3. Terjemahan bebas : terjemahan yang tidak terikat oleh bentuk satuan-
satuan kebahasaan. Satuan kata dalam teks sumber terjemahannya tidak
harus berupa kata, tetapi boleh berupa frase atau kalimat.
74
Dari ketiga jenis terjemahan di atas, untuk memperoleh interpretasi isi yang
terkandung dalam naskah, maka digunakan jenis terjemahan bebas. Dalam
penelitian naskah Jawa, hasil alih aksara akan diterjemahkan ke dalam bahasa
nasional atau Bahasa Indonesia.
Terjemahan Teks
Buku Makrifat Tentang Kuda
[1] ini makrifat tentang kuda, keterangan awal tentang kuda yang bisa digunakan
sebagai acuan penunjuk umur kuda. Mulai dari kuda terlahir dari induknya, sampai
tua lungse dan tidak bisa digunakan lagi, atau keterangan yang bisa digunakan
untuk penunjuk sifat kuda secara keseluruhan sebelum kuda bergigi lengkap, yaitu
kuda yang terlahir dari induknya hingga tua lungse [2] dan tidak bisa digunakan
lagi. Semua hal di atas dibahas secara jelas dengan menggunakan dasar yang jelas,
yang sudah diyakinkan oleh Sinuhun Kalijaga, dan sudah disetujui oleh para wali.
Sudah mufakat sah apabila keterangan yang membahasa tentang kuda ini digunakan
sebagai dasar di Keraton. Adapun rinciannya di bawah ini.
Anak kuda yang lahir dari induknya, gigi yang ada pada rahang bawah ada 6 buah
dan rahang atas berjumlah 6 [3] buah. Gigi-gigi ini tidak berwarna hitam dan
berlekuk-lekuk, akan tetapi berbentuk kecil-kecil berwarna putih. Apabila kuda
sudah memasuki umur 1000 hari, jadi kurang lebih anak kuda telah berumur 3 tahun
ini mulai poèl. Poèl artinya merontokan gigi anak kuda dimulai dari sepasang gigi
yang berada di tengah, hal ini terjadi sampai umur 2000 hari. Jadi kurang lebih anak
kuda yang telah berumur 6 tahun ini, peristiwa merontokan [4] gigi selesai.
75
Ketika kuda sudah merontokan gigi dan kemudian digantikan dengan gigi yang
baru maka dinamakan rampas. Adapun peristiwa rampas itu apabila sudah terjadi
selama setahun. Jadi kurang lebih kuda berumur 7 tahun ini, gigi yang ada di rahang
bawah berjumlah 6 buah dan rahang atas berjumlah 6 buah dan semuanya berwarna
hitam. Sampai mencapai umur 3000 hari. Jadi kurang lebih kuda berumur 9 tahun.
Adapun [5], [6], [7] gigi anak kuda berwarna jêne yaitu putih kekuning-kuningan,
seperti warna jêne pada warna jagung, atau berbentuk rata dan rapi. Gigi-gigi kuda
yang berwarna jêne ini berbentuk besar-besar. Adapun semua keterangan gigi kuda
di atas dijadikan sebagai penunjuk dan acuan umur kuda, rinciannya seperti di
bawah ini. [8]
ini adalah gigi anak kuda yang terlahir dari induknya hingga berumur 3 tahun.[9]
76
ini adalah gigi kuda berumur 7 tahun hingga berumur 9 tahun. [10]
ini adalah gigi kuda berumur 10 tahun berjalan hingga berumur 12 tahun. [11]
77
ini adalah gigi kuda berumur 13 tahun berjalan hingga berumur 14 tahun. [12]
ini adalah gigi kuda berumur 16 tahun berjalan hingga berumur 18 tahun dan
seterusnya.
Lebda turangga
[13] ini makrifat tentang kuda, keterangan awal tentang kuda yang bisa digunakan
penunjuk dan acuan sifatkuda sebelum ditunggangi, yaitu mulai kuda yang terlahir
dari induknya, hingga tua lungse dan tidak bisa digunakan lagi. Adapun rinciannya
tertera di bawah ini. [14]
78
ini gigi anak kuda mulai terlahir dari induknya, sampai berumur 1000 hari. Jadi
kurang lebih anak kuda berumur 3 tahun. Pada umur ini, dinamakan keadaan sifat
lupa. Yang menyebabkan keadaan sifatnya itu adalah lupa. [15]
79
ini gigi anak kuda berumur 4 tahun. Anak kuda ini mulai merontokan gigi-giginya
dimulai dari sepasang gigi yang berada di tengah, sampai berumur 2000 hari. Jadi
kurang lebih kuda berumur 6 tahun, peristiwa [16] merontokannya habis.
Sementara itu anak kuda ketika memasuki umur 4 tahun, sampai berumur 6 tahun
ini dinamakan keadaan yang menyangkut 2 sifat. Yaitu bab 1 keadaan mulai
mengendor otot-ototnya. Yang bab 2 ingat. Adapun ingat ini, yang menyebabkan
tumbuhnya keadaan sifat kuda yang cerdas dalam pembelajaran. sehingga anak
kuda yang sudah [17] genap usia sekian jika ditunggangi justru berlari kencang
terhadap pembelajaran.
Akan tetapi ketahuilah, bahwa kuda itu apabila masih mempunyai gigi anak kuda
jika sampai diajari berjalan, berlari-lari kecil dan seterusnya ini bisa dilakukan saat
keadaan mulai mengendor otot-ototnya. Ini tidak bisa menjadi [18] kuda. Akan
tetapi tetap menjadi anak kuda seterusnya. Justru akan tumbuh bulu hingga lebat,
seperti ketika kuda terlahir dari induknya. Maka kuda yang sudah genap berumur
sekian, jika ditunggangi akan selalu berlari kencang pada pembelajaran. justru akan
mulai bisa dikendalikan. Sehingga harus serius kukuh pada pikirannya. Yang selalu
[19] diingat apabila menunggangi kuda yang genap berumur sekian ini adalah
ikutilah kemauannya saja. Hanya perlu mengajarinya berjalan di jalan yang rata.
Jangan sekali-kali menambah kecepatan lari kuda pada saat pembelajaran. juga ini
dari keinginan anak kuda itu sendiri. Bila sampai dituruti kemudian kuda itu tidak
mau diajari lagi, seperti yang sudah dijelaskan di atas. Maka akhirnya kuda ini akan
selalu ingat. Yang seperti ini karena sudah [20] dijelaskan bagaimana cara
memperlakukan kuda selanjutnnya saya hanya mempersilahkan berfikir ulang. [21]
80
ini adalah gigi kuda berumur 7 tahun hingga berumur 3000 hari. Jadi kurang lebih
kuda berumur 9 tahun ini, ketepatan masa kuda dalam sifat birahi. Yang
menyebabkan keadaan sifat dan sifatini adalah serba tanpa dugaan, hanya teriak-
teriak, tanpa bisa berhati-hati [22] tidak lestari selamanya. Keadaan seperti ini
sebenarnya ketika kondisi kuda senantiasa galak. Sehingga ketahuilah anak cucu
saya semua yang menyukai memelihara kuda, juga menyukai menunggang kuda,
apabila kuda genap umur sekian ini, pasti dalam keadaan seperti ini. Sehingga
jangan sampai kecewa dan menyesal karena apabila sampai kecewa maka kuda
bisa-bisa akan kalian buang.
[23] Akan tetapi beruntunganlah bagi orang yang memelihara dan hingga bisa
ternak kuda. Kuda apabila sudah sampai pada umur keadaan sifat buruk, kemudian
keadaan sifat baik dan lestari seterusnya. Sehingga mari dipikirkan kembali ketika
kuda genap berumur keadaan sifat buruk. Yaitu jangan sampai dirasakan. [24]
Karena manusia dan hewan adalah sama-sama mahluk Tuhan yang Maha Suci yang
ada di alam dunia ini. keadaan ini tidak ada yang menyamai walaupun manusia itu.
Apabila kuda genap pada umur keadaan sifat yang menyebabkan kemarahan, tidak
81
mengerti tata krama, tidak berhati-hati pada keburukan, hilangnya kerumitan itu,
inilah pelajaran mahal yang harus selalu [25] diingat. Adapun saat nanti apabila
sudah pada umur keadaan sifat yang menumbuhkan kebaikan, kejadian di atas
sudah dilupakan. Semua itu kelakuan yang buruk seperti sembuh sendiri. Sehingga
semua orang yang menyukai kuda, karena sudah diterangkan di atas bagaimana
merawat dan memperlakukannya, saya hanya mempersilahkan dipikir ulang. [26]
ini adalah gigi kuda selama berumur 10 tahun hingga berumur 4000 hari. Jadi
kurang lebih kuda berumur 12 tahun ini keadaan sifat madya wêrda, maksudnya
setengah tua. Yaitu keadaan kuda dalam keadaan yang menumbuhkan [27] sifat
rajin. Mulai dari keutamaan turangga, sudah banyak keadaan hatinya yang tetap,
lestari seterusnya. [28]
82
ini adalah kuda selama berumur 13 tahun hingga umur 5000 hari. Jadi kurang lebih
kuda berumur 15 tahun ini keadaan sifat purwa wêrda, maksudnya mulai tua. Yang
menyebabkan tumbuhnya keadaan [29] hati. Tetap keutamaan turangga, tingkah
laku yang sopan, hati yang merasa sedih, teliti cermat dan hati-hati, tidak menyerah
pada banyaknya rintangan, lestari seterusnya. [30]
ini gigi kuda memasuki umur 16 tahun, seterusnya sampai kuda mati. Ini dinamakan
keadaan sifat tuhu wêrda, maksudnya sudah benar-benar tua. Pada umur ini, nafas
83
kuda mulai pendek. Berkurangnya roh. Yang seperti inilah kuda yang disebut [31]
tua lungse dan tidak dapat digunakan lagi. Karena inti yang dicari pada kuda hanya
satu yaitu nafasnya. Maka nafas kuda yang pendek-pendek itu sudah lestari sampai
kuda mati.
Sudah sah. Jelas lêbda turangga