9
BAB II KAJIAN TEORI
2.1. Supervisi
2.1.1. Program Supervisi
Menurut Good Carter (dalam Sahertian, 2008: 17)
bahwa program supervisi adalah rencana atau usaha dari
petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan
petugas–petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran,
termasuk menstimulasi, merevisi tujuan-tujuan
pendidikan, bahan pengajaran, metode, dan evaluasi
pengajaran.
Mc Nerney (dalam Sahertian, 2008: 17)
menyatakan bahwa program supervisi adalah suatu
prosedur, memberi arah dan mengadakan penilaian
secara kritis terhadap proses pengajaran.
Menurut Kimball Wiles (dalam Sahertian, 2008:
18) program supervisi adalah bantuan yang diberikan
untuk memperbaiki situasi belajar mengajar agar dapat
menjadi lebih baik. Seorang supervisor yang baik
sebaiknya memiliki lima ketrampilan, yaitu:
Ketrampilan dalam hubungan kemanusiaan,
Ketrampilan dalam proses kelompok, Ketrampilan
dalam kepemimpinan pendidikan, Ketrampilan
dalam mengatur tenaga kependidikan, Ketrampilan dalam evaluasi.
Semua definisi tentang program supervisi di atas
bersifat umum, dan dalam perkembangannya supervisi
10
kemudian difokuskan ke dalam batasan yang lebih
spesifik, yaitu supervisi pengajaran (Sagala, 2010: 88).
Supervisi pengajaran adalah segala sesuatu yang
dilakukan oleh personalia sekolah untuk memelihara atau
mengubah apa yang dilakukan sekolah dengan cara yang
langsung mempengaruhi proses belajar mengajar dalam
usaha meningkatkan proses belajar siswa.
Menurut Sagala (2010: 89) Supervisi pengajaran
adalah tindak laku pejabat yang dirancangkan oleh
lembaga yang langsung berpengaruh terhadap
perilaku guru dalam berbagai cara untuk membantu cara belajar siswa dan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan oleh lembaga.
Dari definisi para ahli di atas tentang supervisi
dapat disimpulkan bahwa kegiatan pokok supervisi
adalah melakukan pembinaan kepada lembaga pada
umumnya dan kepada guru, kepala sekolah pada
khususnya agar kualitas pembelajarannya meningkat.
Sebagai dampak meningkatnya kualitas pembelajaran,
tentu dapat meningkat pula prestasi belajar siswa, dan
itu berarti akan meningkat pula kualitas lulusan dari
lembaga/sekolah tersebut. Jika perhatian supervisi sudah
tertuju pada keberhasilan siswa dalam memperoleh ilmu
pengetahuan dan ketrampilan maka berarti kegiatan
supervisi sudah sesuai dengan tujuan. Supervisi
dibedakan menjadi dua yaitu supervisi akademik dan
supervisi manajerial/administrasi.
11
2.1.2. Supervisi Akademik
Supervisi akademik merupakan usaha yang
sifatnya membantu atau melayani guru agar dia dapat
memperbaiki, mengembangkan, dan bahkan
meningkatkan proses belajar mengajar, serta dapat pula
mempersiapkan kondisi belajar siswa yang efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan dan meningkatkan mutu
pendidikan. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh
Arikunto (2009:12) bahwa supervisi akademik bukan
hanya dapat membantu guru dalam memahami
pendidikan dan apa peran sekolah dalam mencapai
tujuannya, tapi juga membantu guru dalam memahami
keadaan dan kebutuhan siswa, sebagai dasar analisis
dalam menyusun rencana kegiatan belajar mengajar
secara tepat.
Menurut Mulyasa (2013:112) salah satu supervisi
akademik yang populer adalah supervisi klinis, yang
memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Supervisi diberikan berupa bantuan (bukan
perintah), sehingga inisiatif tetap berada di tangan
tenaga kependidikan.
b. Aspek yang disupervisi berdasarkan usul guru, yang
dikaji bersama kepala sekolah sebagai supervisor untuk dijadikan kesepakatan.
c. Instrumen dan metode observasi dikembangkan
bersama oleh guru dan kepala sekolah.
d. Mendiskusikan dan menafsirkan hasil pengamatan
dengan mendahulukan interpretasi guru. e. Supervisi dilakukan dalam suasana terbuka secara
tatap muka, dan supervisor lebih banyak
mendengarkan serta menjawab pertanyaan guru dari
pada memberi saran dan pengarahan.
12
f. Supervisi klinis sedikitnya memiliki tiga tahap, yaitu pertemuan awal, pengamatan, dan umpan balik.
g. Adanya penguatan dan umpan balik kepala sekolah
sebagai supervisor terhadap perubahan perilaku
guru yang positif sebagai hasil pembinaan.
h. Supervisi dilakukan secara berkelanjutan untuk meningkatkan suatu keadaan dan memecahkan
suatu masalah.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa supervisi akademik adalah
serangkaian kegiatan untuk membantu guru dalam
mengembangkan kemampuannya mengelola proses
pembelajaran guna mencapai tujuan.
2.1.3. Tujuan Supervisi Akademik
Tujuan supervisi akademik adalah memberikan
layanan dan bantuan untuk meningkatkan kualitas
mengajar guru di kelas yang pada gilirannya dapat
meningkatkan kualitas belajar siswa (Aqib & Rohmanto,
2007:190). Hal ini dimaksudkan bukan saja untuk
memperbaiki kemampuan guru mengajar tetapi juga
untuk pengembangan potensi dan kualitas guru sebagai
berikut:
a. Mengembangkan kurikulum yang sedang digunakan di
sekolah.
b. Meningkatkan mutu proses kegiatan belajar mengajar
di sekolah.
c. Mengembangkan kemampuan seluruh staf di sekolah.
Untuk dapat tercapai tujuan dan maksud
supervisi akademik, maka harus tahu sasaran supervisi
akademik tersebut. Sasaran supervisi akademik adalah
13
guru dalam melaksanakan proses kegiatan belajar
mengajar yang terdiri dari materi pokok dalam proses
pembelajaran, pembuatan silabus dan RPP, pemilihan
metode pembelajaran, penggunaan alat peraga dan media
pembelajaran, penilaian kegiatan dan hasil kegiatan
pembelajaran serta penelitian tindakan kelas.
Glickman (dalam Pusbangtendik, 2015:16) tujuan
supervisi akademik yaitu membantu guru mengembangkan potensinya, mengembangkan
kurikulum, mengembangkan kelompok kerja guru,
dan membimbing penelitian tindakan kelas.
2.1.4. Prosedur Supervisi Akademik
Prosedur supervisi akademik merupakan
rangkaian kegiatan supervisi untuk memberikan bantuan
dan bimbingan kepada kepala sekolah dan guru agar
termotivasi melakukan perbaikan-perbaikan yang
diperlukan dalam bidang akademik dengan cara memilih
pendekatan, metode, dan tehnik supervisi yang tepat
sesuai tujuan yang ingin dicapai (Pusbangtendik,
2015:17). Prosedur pelaksanaan supervisi akademik
terdiri atas:
a. Tahap persiapan, meliputi menyiapkan instrumen dan menyiapkan jadwal bersama,
b. Tahap pelaksanaan, yaitu pelaksanaan observasi
supervisi baik secara langsung maupun tidak
langsung,
c. Tahap pelaporan, meliputi: mengidentifikasi hasil
pengamatan pada saat observasi, menganalisis hasil supervisi, mengevaluasi bersama antara supervisor
dengan kepala sekolah dan guru, dan membuat
14
catatan hasil supervisi yang didokumentasikan sebagai laporan,
d. Tahap tindak lanjut, meliputi: mendiskusikan dan
membuat solusi bersama, memberitahukan hasil
pelaksanaan supervisi akademik, dan
mengkomunikasikan hasil pelaksanaan supervisi akademik kepada kepala sekolah dan guru.
2.2. Kepala Sekolah
Kepala sekolah harus dapat berfungsi sebagai
edukator, manajer, administrator, supervisor, leader,
inovator dan motivator (EMASLIM).
Kepala sekolah sebagai edukator artinya kepala
sekolah harus mempunyai strategi yang tepat untuk
meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan disekolahnya, kepala sekolah sebagai manajer
artinya kepala sekolah harus mampu
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan,
memimpin dan mengendalikan para anggota organisasi yang dipimpin, kepala sekolah sebagai administrator maksudnya kepala sekolah mampu
dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi
yang bersifat pencatatan, penyusunan, dan
pendokumenan seluruh program sekolah, kepala sekolah sebagai supervisor artinya kepala sekolah
mampu menyupervisi pekerjaan yang dilakukan tenaga kependidikan, kepala sekolah sebagai leader
harus mampu memberikan petunjuk dan
pengawasan, membuka komunikasi dua arah, dan
mendelegasikan tugas, kepala sekolah sebagai inovator artinya memiliki strategi yang tepat, mencari
gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, sebagai motivator kepala sekolah harus mampu
memberi motivasi kepada tenaga kependidikan
untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. (Mulyasa,
2006: 98)
Dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah selaku
supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik
harus menyusun konsep kegiatan supervisi yaitu
15
penyusunan dokumen perencanaan pembinaan,
pemantauan, penilaian, dan serangkaian kegiatan yang
membantu guru mengembangkan kemampuannya dalam
mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
2.3. Kinerja Mengajar Guru
Robbins (dalam Karwati & Priansa, 2013:83)
menyatakan bahwa kinerja merupakan keadaan di mana
individu atau kelompok berfungsi untuk melaksanakan
tugas.
Suhardiman (2012:29) menyatakan bahwa kinerja
pada dasarnya merupakan hasil dari suatu pekerjaan.
Hasil ini merupakan akhir dari pekerjaan yang
dipengaruhi oleh sumber daya dan lingkungan yang
berinteraksi secara bersama-sama untuk mencapai
tujuan. Jika hasil dari suatu kinerja dapat mencapai atau
melebihi dengan yang diharapkan, baik secara kualitas
maupun kuantitas, maka hasil tersebut dapat dikatakan
memuaskan. Sebaliknya jika hasil di bawah standar yang
diharapkan maka dikatakan kurang baik.
Menurut Supardi (2014:47) “Kinerja adalah hasil
kerja yang telah dicapai oleh seseorang dalam suatu
organisasi untuk mencapai tujuan, berdasarkan atas standarisasi atau ukuran dan waktu yang
disesuaikan dengan jenis pekerjaannya dan sesuai
norma dan etika yang telah ditetapkan”.
16
Berdasarkan beberapa pengertian di atas ada
persamaan tentang pengertian kinerja yaitu kinerja
merupakan prestasi seseorang baik secara individu
maupun kelompok untuk mencapai tujuan dalam waktu
tertentu. Tetapi ada beberapa perbedaan antara lain
kinerja berdasarkan prestasi seseorang dapat
menyelesaikan pekerjaan, kualitas dan kuantitas, kinerja
merupakan pergeseran paradigma. Selain itu dapat
disimpulkan pula bahwa kinerja merupakan prestasi yang
unjuk kerja (performance) secara individu atau kelompok
yang dibuktikan dengan output sesuai target yang telah
ditentukan secara kualitas dan kuantitas oleh sebuah
lembaga untuk mencapai tujuan. Kinerja seseorang
didukung oleh beberapa faktor antara lain kompetensi
seseorang, lingkungan, iklim kerja dan tentunya umpan
balik yang berupa gaji.
Dalam UU No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen, Bab IV Bagian kedua tentang Hak dan Kewajiban
Guru Pasal 20 menjelaskan bahwa: “Dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban
Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran.”
Kinerja mengajar merupakan penampilan kerja
yang dilakukan oleh seorang guru dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan
17
bimbingan belajar yang berisi pengetahuan dan
keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan
prestasi peserta didik. Kinerja mengajar yang baik
merupakan salah satu prasyarat bagi keberhasilan dan
kesuksesan proses belajar mengajar. Dengan demikian
untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan,
guru dituntut untuk senantiasa mampu tampil dengan
baik.
Kinerja mengajar guru sebagaimana yang telah
dikemukakan yaitu berhubungan dengan tugas guru
sebagai pengajar di kelas. Kinerja mengajar guru yang
baik tentunya tergambar pada penampilan kemampuan
akademik maupun kemampuan profesi, artinya mampu
mengelola proses belajar mengajar di dalam kelas dan
mendidik siswa di luar kelas dengan sebaik-baiknya demi
mencapai hasil belajar yang maksimal.
Berdasarkan uraian diatas, maka tugas guru
dalam mengajar harus memiliki kemampuan
merencanakan, melaksanakan dan menilai hasil proses
belajar mengajar. Hal tersebut merupakan perwujudan,
penampilan atau kinerja mengajar guru dalam
melaksanakan tugas profesinya sebagai pengajar.
Untuk mengetahui kinerja seseorang perlu adanya
evaluasi kinerja. Menurut Dessler dalam Sudarmanto
(2014:251) penilaian kinerja adalah sesuatu proses yang
meliputi:
18
(1) penetapan standar prestasi kerja, (2) penilaian prestasi kinerja aktual karyawan dalam hubungan
dengan standar, (3) memberi umpan balik kepada
seseorang dengan tujuan memotivasi prestasi kerja.
Jadi kinerja perlu diadakan penilaian secara
sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan seseorang
dan kinerja suatu organisasi. Di samping itu untuk
menentukan tindak lanjut secara tepat, memberikan
tanggapan yang lebih baik untuk peningkatan kinerja di
masa mendatang yang lebih baik dan sebagai dasar untuk
promosi jabatan, peningkatan karir dan penentuan
imbalan yang sesuai.
2.4. Peningkatan Mutu Pembelajaran
Menurut Arcaro (2006:75) mutu adalah sebuah
proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang
dihasilkan. Untuk meningkatkan mutu perlu proses dan
tata kerja yang teratur dilakukan secara terus-menerus.
Mutu sebuah lembaga pendidikan menjadi tanggung
jawab semua personal yang ada, sedangkan mutu
pembelajaran menggambarkan kompetensi dari guru di
lembaga pendidikan tersebut.
Untuk mendukung peningkatan mutu
pembelajaran di sekolah dasar yang perlu diperhatikan
adalah latar belakang pendidikan dari pengajar harus
memenuhi syarat sesuai dengan tuntutan dunia
pendidikan dasar. Seperti yang disyaratkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 pasal 29
19
ayat 2 menyatakan, bahwa pendidik pada SD/MI, atau
bentuk lain yang sederajat memiliki:
a. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma
empat (D-IV) atau sarjana (S-1). b. Latar belakang pendidikan tinggi di bidang
pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau
psikologi.
c. Sertifikasi profesi guru untuk SD/MI.
Menurut Usman (2014:543) mutu adalah produk
atau jasa yang sesuai dengan standar mutu yang telah
ditetapkan dan memuaskan pelanggan.
Sesuai dengan pendapat di atas, disimpulkan
bahwa pembelajaran dikatakan bermutu apabila
pelaksanaan pembelajaran di sekolah bisa menghasilkan
keluaran (output) yang lebih baik, karena setiap rangkaian
pekerjaan merupakan sebuah usaha untuk memberikan
sumbangan pada penciptaan keluaran yang memuaskan
pelanggan. Di lembaga pendidikan pelanggan adalah
orang tua murid, masyarakat dan lembaga pengguna
hasil (keluaran). Dalam menunjang terpenuhinya
pembelajaran bermutu tentunya diperlukan
pendidik/guru yang profesional, sehingga mutu
pembelajaran bisa memenuhi standar yang diharapkan.
Danim (2013:17) menyatakan bahwa guru
merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada jalur pendidikan formal. Tugas
utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat
profesionalitas tertentu yang tercermin dari
kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau
20
keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma dan etika tertentu.
Peningkatan kompetensi guru melalui berbagai
kegiatan profesionalisme guru adalah salah satu upaya
untuk peningkatan mutu pembelajaran, karena dengan
kompetensi guru yang meningkat akan meningkat pula
kemempuan guru dalam melakukan praktik pembelajaran
di sekolah.
Menurut Hikmat (2011:285) seseorang dianggap
profesional apabila dalam mengerjakan tugasnya, ia
selalu berpegang teguh pada etika kerja, independent
(bebas dari tekanan pihak luar), cepat (produktif), tepat
(efektif), efesien, dan inovatif, serta berdasarkan pada
prinsip-prinsip pelayanan prima yang didasarkan pada
unsur-unsur:
(1) ilmu atau teori yang sistematis, (2) kewenangan
profesional yang diakui oleh klien, (3) sanksi dan
pengakuan masyarakat akan keabsahan
kewenangannya, (4) kode etik dan regulatif.
Proses pembelajaran yang bermutu melibatkan
berbagai input pembelajaran seperti peserta didik
(kognitif, afektif, dan psikomotorik), bahan belajar,
metodologi yang bervariasi sesuai kemampuan guru,
sarana sekolah, dukungan administrasi, sarana
prasarana, sumber daya lainnya dan penciptraan suasana
yang kondusif. Mutu pembelajaran di sekolah ditentukan
melalui metode, input, suasana kondusif dan kemampuan
21
memberdayakan sumber daya yang ada (guru) untuk
peserta didik dalam pembelajaran secara produktif
Menurut Karwati & Priansa (2013) Mutu
pembelajaran merupakan hasil pendidikan yang
ditentukan oleh beberapa faktor pendukung antara lain:
1) peserta didik, 2) pendidik yaitu kompetensi guru
yang meliputi kemampuan guru dalam
melaksanakan manajemen proses pembelajaran, kemampuan guru dalam menggunakan metode
mengajar secara bervariasi, dan kelengkapan
administrasi sebagai pendukung keberhasilan
pembelajaran, 3) sarana prasarana yang memenuhi
standar kebutuhan artinya sesuai dengan yang
dibutuhkan saat mengajar, (4) suasana kondusif sangat mendukung mutu pembelajaran.
Menurut Mustakim (2008) Kepemimpinan kepala
sekolah dan kreativitas yang profesional, inovatif, kreatif,
merupakan salah satu tolok ukur dalam peningkatan
mutu pembelajaran di sekolah, karena kedua elemen ini
merupakan figur yang bersentuhan langsung dengan
proses pembelajaran, kedua elemen ini merupakan figure
sentral yang dapat memberikan kepercayaan kepada
masyarakat akan terlihat dari output dan outcome yang
dilakukan pada setiap periode. Jika pelayanan yang baik
kepada masyarakat maka mereka akan secara sadar dan
secara otomatis akan membantu segala kebutuhan yang
diinginkan oleh pihak sekolah, sehingga dengan demikian
maka tidak akan sulit bagi pihak sekolah untuk
meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan
di sekolah.
22
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka
peneliti menyimpulkan bahwa peningkatan mutu
pembelajaran atau pendidikan yang berkualitas secara
keseluruhan berkaitan dengan kualitas/kompetensi guru,
karena guru merupakan ujung tombak dalam upaya
peningkatan kualitas (mutu) pembelajaran dan hasil
pendidikan. Untuk itu, seorang guru harus memenuhi
persyaratan sebagai guru profesional dengan kompetensi
yang harus dimiliki: kompetensi pribadi, kompetensi
sosial, koimpetensi pedagogik, dan kompetensi profesional
mengajar. Untuk meningkatkan kompetensi tersebut bisa
ditempuh dengan beberapa program pelatihan dan diklat
serta kegiatan yang mendukung profesionalisme dan
pengembangan karir guru karena dengan profesional yang
meningkat berarti akan memberikan konstribusi dalam
peningkatan mutu pembelajaran di sekolah.
Selain guru, mutu pembelajaran masih
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: siswa
sebagai input, metode pembelajaran yang digunakan,
media pembelajaran, sarana dan prasarana yang
mencukupi, serta lingkungan yang kondusif.
Prestasi siswa tergantung dari efektivitas guru, kerja
sama guru dalam organisasi di sekolah memberi dampak
positif dalam prestasi. Stabilitas dan kualitas organisasi
dan pengajaran akademik berkaitan dengan tingkat
pencapaian. Hal ini menunjukan bahwa efektif dan kinerja guru secara kolaborasi serta kualitas dalam
proses akademik akan mempermudah dalam mencapai
tujuan yang diharapkan.
23
2.5. Evaluasi Program
2.5.1. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses, mencari dan
pemberian informasi bermanfaat bagi pengambil
keputusan dalam menentukan alternatif keputusan
seperti yang dikemukakan Stufllebeam (dalam Suharsimi
& Jafar, 2010:2). Sedangkan menurut Tyler (dalam
Tayibnapis, 2008:3) menyebutkan “Evaluasi ialah proses
yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan
dapat dicapai”. Apabila tujuan yang hendak dicapai
bertahap, maka dengan evaluasi berkesinambungan akan
dapat dipantau, tahapan manakah yang sudah
diselesaikan, tahapan manakah yang berjalan dengan
mulus, dan mana pula tahapan yang mengalami kendala
dalam pelaksanaannya (Sudijono, 2008:7-9). Evaluasi
sendiri memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya
mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh
kebutuhan, nilai dan kesempatan yang dicapai, dan
evaluasi juga memberikan kritikan terhadap berjalannya
suatu program.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan informasi
yang valid mengenai suatu pekerjaan. Evaluasi
merupakan sarana untuk memantau dan mengkritik
berjalannya suatu program. Selain itu evaluasi juga dapat
24
digunakan untuk menentukan alternatif dalam
mengambil sebuah keputusan.
2.5.2. Program
Ada dua pengertian untuk istilah program, yaitu
pengertian secara khusus dan umum, program dapat
diartikan sebagai rencana. Apabila program ini dikaitkan
langsung dengan evaluasi program, maka program
didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan
yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu
kebijakan, berlangsung dalam proses yang
berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi
yang melibatkan sekelompok orang. Ada tiga pengertian
penting dan perlu ditekankan dalam menentukan
program, yaitu:
(1) realisasi atau implementasi kebijakan, (2) terjadi
dalam waktu relatif lama bukan kegiatan tunggal
tapi jamak berkesinambungan, (3) terjadi dalam organisasi yang melibatkan banyak orang (Suharsimi
& Jafar, 2010:4).
Program menurut Sudijono (2006:313) adalah
kegiatan yang diselenggarakan oleh perorangan, lembaga,
institusi dengan dukungan sarana dan prasarana yang
diorganisasi dan dilakukan dengan maksud untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia
Berdasarkan pendapat beberapa peneliti yang
disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
program adalah rencana suatu kegiatan yang dilakukan
25
oleh perseorangan atau sekelompok orang yang saling
berkesinambungan dalam melaksanakan kebijakan dan
memerlukan waktu yang relatif lama.
2.5.3. Evaluasi Program
Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan
yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat
keberhasilan suatu kegiatan atau program yang
dilaksanakan (Suharsimi & Jafar, 2010:297).
Sudijono (2006:20) mendifinisikan, evaluasi program
sebagai suatu proses yang berkaitan dengan
penyiapan berbagai wilayah keputusan melalui
pemilihan informasi yang tepat, pengumpulan dan
analisis data, serta pelaporan yang berguna bagi
para pengambil keputusan dalam menentukan berbagai alternatif pilihan untuk menentapkan
keputusan.
Menurut Tyler (1950) yang dikutip oleh Suharsimi
& Jafar (2010:5), evaluasi program adalah proses untuk
mengetahui apakah tujuan pendidikan telah
terealisasikan.
Dari berbagai definisi yang sudah dijelaskan, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi
program adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi
tentang realisasidan tingkat keberhasilan suatu
programyang selanjutnya informasi tersebut digunakan
untuk menentukan pilihan yang tepat dalam mengambil
sebuah keputusan. Dengan melakukan evaluasi maka
akan ditemukan fakta pelaksanaan kebijakan di
lapangan.
26
Wujud dari hasil evaluasi adalah adanya
rekomendasi dari evaluator untuk pengambil keputusan.
Menurut Arikunto (2009:22) ada empat kemungkinan
kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil
evaluasi pelaksanaan program, yaitu:
a. Menghentikan program, karena dipandang bahwa
program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak
dapat terlaksana sebagaimana diharapkan. b. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang
kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan
tetapi hanya sedikit).
c. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program
menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan
sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.
d. Menyebarluaskan program (melaksanakan program
di tempat-tempat lain atau mengulangi lagi program
di lain waktu), kerena program tersebut berhasil
dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain.
2.5.4. Tujuan Evaluasi Program
Ada 2 macam tujuan evaluasi, yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan pada
program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus
diarahkan pada masing-masing komponen. Tujuan
evaluasi program adalah ingin mengetahui seberapa
efektif program yang sudah dilaksanakan, sedangkan
tujuan khusunya adalah mengetahui seberapa tinggi
kinerja masing-masing komponen sebagai faktor penting
yang mendukung kelancaran proses dan pencapaian
tujuan (Suharsimi & Jafar, 2010:19).
27
Menurut Sudijono (2006:18) tujuan evaluasi
adalah:
(l) untuk mencari informasi atau bukti-bukti tentang
sejauh mana kegiatan-kegiatan yang dilakukan telah mencapai tujuan, atau sejauhmana batas
kemampuan yang telah dicapai oleh seseorang atau
sebuah lembaga; (2) untuk mengetahui sejauhmana
efektifitas cara dan proses yang ditempuh untuk
mencapai tujuan tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
diadakannya evaluasi program adalah untuk mengetahui
pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui
keterlaksanaan kegiatan program. Tujuan evaluasi
program berbeda-beda tergantung konsep atau pengertian
seseorang tentang evaluasi. Konsep seseorang tentang
evaluasi dipengaruhi oleh pandangan filosofis seseorang
tentang posisi evaluasi sebagai suatu bidang kajian dan
sebagai suatu profesi. Terkadang tujuan tersebut
tercantum secara jelas, tetapi terkadang tidak tercantum
dalam definisi yang dikemukakan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa tujuan evaluasi program yaitu adalah: (1) memberi
masukan; (2) mengetahui ketercapaian sebuah program;
(3) membuat kebijakan dan keputusan; (4) mengetahui
efektifitas cara dan proses yang ditempuh.
28
2.6. Evaluasi Model CIPP (Context, Input, Process, Product)
2.6.1. Model Evaluasi Program CIPP
Stufflebeam menyatakan model evaluasi Context,
Input, Process, Product merupakan kerangka yang
komprehensif untuk mengarahkan pelaksanaan evaluasi
formatif dan sumatif terhadap objek program, proyek,
personalia, produk, institusi, dan sistem. Model Context,
Input, Process, Product terdiri dari empat jenis evaluasi yang
mencakup konteks (context), masukan (input), proses
(proces), dan hasil (product), yang disingkat menjadi CIPP
(Wirawan, 2011: 92).
Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan
CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak
lain adalah komponen dari proses sebuah program
kegiatan. Dengan kata lain, model evaluasi CIPP adalah
model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi
dengan sebuah sistem. Dengan demikian, jika tim
evaluator sudah menentukan model evaluasi CIPP sebagai
model evaluasi yang akan digunakan untuk mengevaluasi
program yang akan ditugaskan maka mau tidak mau
mereka harus menganalisis program tersebut
berdasarkan komponen-komponennya.
Evaluasi konteks (context evaluation) dimaksud
untuk menilai kebutuhan, masalah, asset, dan peluang
guna membantu pembuat kebijakan menetapkan tujuan
29
dan prioritas, serta membantu kelompok pengguna
lainnya untuk mengetahui tujuan, peluang, dan hasilnya.
Evaluasi masukan (input evaluation) dilaksanakan
untuk menilai alternatif pendekatan, rencana tindakan,
rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan
program dalam memenuhi kebutuhan kelompok sasaran
serta mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi ini
berguna bagi pembuat kebijakan untuk memilih
rancangan, bentuk pembiayaan, alokasi sumber daya,
pelaksana dan jadwal kegiatan yang paling sesuai bagi
kelangsungan program.
Evaluasi proses (process evaluation) ditujukan
untuk menilai implementasi dari rencana yang telah
ditetapkan guna membantu para pelaksana dalam
menjalankan kegiatan dan kemudian akan dapat
membantu kelompok pengguna lainnya untuk
mengetahui kinerja program dan memperkirakan
hasilnya.
Evaluasi hasil (product evaluation) dilakukan
dengan tujuan mengidentifikasi dan menilai hasil yang
dicapai yang diharapkan dan tidak diharapkan, jangka
pendek dan jangka panjang baik bagi pelaksana kegiatan
agar dapat memfokuskan diri dalam mencapai sasaran
program maupun bagi pengguna lainnya dalam
menghimpun upaya untuk memenuhi kebutuhan
kelompok sasaran. Menurut Stufflebeam, evaluasi hasil
30
ini dapat dibagi ke dalam penilaian terhadap dampak
(impact), efektivitas (effectiveness), keberlanjutan
(sustainability), dan daya adaptasi (transportability).
Berdasarkan uraian tersebut dapat dimaknai
bahwa model evaluasi CIPP terdiri atas evaluasi konteks,
evaluasi masukan, evaluasi proses dan hasil. Evaluasi
yang dianalisis dari beberapa komponen ini dimaksudkan
agar memudahkan mendata kekurangan selama program
dilaksanakan, sehingga pengelola program lebih mudah
dalam mengambil tindakan lanjutan.
2.6.2. Komponen Evaluasi Model CIPP
Penjelasan masing-masing dimensi dapat
dijabarkan lebih jelas lagi seperti di bawah ini.
a. Context Evaluation
Context evaluation (evaluasi konteks) diartikan
sebagai situasi atau latar belakang yang mempengaruhi
jenis-jenis tujuan dan strategi yang dilakukan dalam
suatu program yang bersangkutan. Penilaian dari dimensi
konteks evaluasi ini seperti kebijakan atau unit kerja
terkait, sasaran yang ingin dicapai unit kerja dalam
waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam
unit kerja terkait dan sebagainya. Evaluasi konteks
adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci
lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi
dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.
31
Konteks dalam penelitian ini adalah tujuan, manfaat,
sasaran supervisi.
b. Input Evaluation
Input evaluation pada dasarnya mempunyai tujuan
untuk mengaitkan tujuan, konteks, input, dan proses
dengan hasil program. Evaluasi ini juga untuk
menentukan kesesuaian lingkungan dalam membantu
pencapaian tujuan dan objektif program. Menurut
Widoyoko (2015:15), evaluasi masukan (input evaluation)
ini adalah untuk membantu mengatur keputusan,
menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa
yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai
tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk
mencapainya.
Evaluasi ini menolong mengatur keputusan,
menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa
yang diambil, apa rencana dan strategiuntuk mencapai
kebutuhan, bagaimana prosedur kerja untuk
mencapainya.
Input dalam penelitian ini adalah 1) Rencana
program supervisi, 2) Yang terlibat supervisi, 3) Sarpras
yang mendukung supervisi, 4) Anggaran atau biaya
supervisi, 5) Mekanisme pelaksanaan supervisi.
c. Process Evaluation
Process evaluation ini ialah merupakan model CIPP
yang diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh
32
kegiatan yang dilaksanakan, apakah program terlaksana
sesuai dengan rencana atau tidak. Evaluasi proses juga
digunakan untuk mendeteksi atau memprediksi
rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama
tahap implementasi, menyediakan informasi untuk
keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip
prosedur yang telah terjadi.
Stufflebeam (dalam Arikunto, 2004), mengusulkan
pertanyaan untuk proses antara lain sebagai berikut:
1) Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal?
2) Apakah yang terlibat dalam pelaksanaan program
akan sanggup menanganikegiatan selama program
berlangsung?
3) Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal?
4) Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama
pelaksanaan program?
Proses dalam penelitian ini adalah rencana dan
pelaksanaan program supervisi, evaluasi dan tindak
lanjut pelaksanaan supervisi.
d. Product Evaluation
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa
evaluasi produk ialah untuk melayani daur ulang suatu
keputusan dalam program. Dari evaluasi produk
diharapkan dapat membantu pimpinan proyek dalam
mengambil suatu keputusan terkait program yang sedang
terlaksana, apakah program tersebut dilanjutkan,
berakhir, ataukah ada keputusan lainnya. Keputusan ini
juga dapat membantu untuk membuat keputusan
33
selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah dicapai
maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan.
Evaluasi produk diarahkan pada hal-hal yang
menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan
mentah. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan
antara lain:
1) Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah
tercapai?
2) Apakah kebutuhan peserta didik sudah dapat
dipenuhi selama proses belajar mengajar?
Produk dalam penelitian ini adalah hasil supervisi,
tingkat kepuasan yang di supervisi, kesiapan guru dalam
supervisi selanjutnya, dan tindak lanjut supervisi.
2.6.3. Tujuan dan Fungsi Model CIPP
Model evaluasi program model CIPP memiliki
tujuan utama yaitu untuk keperluan pertimbangan dalam
pengambilan sebuah keputusan/kebijakan.
Adapun fungsi dari evaluasi model CIPP adalah
sebagai berikut:
a. Membantu penanggung jawab program tersebut
(pembuat kebijakan) dalam mengambil keputusan
apakah meneruskan, modifikasi, atau menghentikan
program.
b. Apakah tujuan yang ditetapkan program telah
mencapai keberhasilannya, maka ukuran yang
34
digunakan tergantung pada kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya.
2.7. Penelitian yang Relevan
Penelitian terdahulu yang relevan dengan
penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan:
Harun (2013) Bahwa penelitian yang berjudul
Pelaksanaan Supervisi Akademik Oleh Kepala Sekolah
Dalam meningkatkan Profesional Guru Pada SMP Negeri I
Simeulue Timur Kabupaten Simeulue dengan hasil
penelitian bahwa supervisi akademik di sekolah
merupakan upaya kepala sekolah dalam membekali guru
untuk meningkatkan dan mengembangkan
kemampuannya dalam mengelola perangkat pembelajaran
dan peningkatan mutu pendidikan. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui program supervisi, pelaksanaan
supervisi,evaluasi pelaksanaan supervisi, faktor
pendukung dan kendala pelaksanaan supervisi kepala
sekolah. Hasil penelitian ini adalah bahwa program
supervisi berjalan sesuai jadwal yang berlaku dan sesuai
rencana yan telah dipersiapkan.
Zakiyah (2013) Penelitian yang berjudul
Kemampuan Kepala Sekolah dalam meningkatkan
kompetensi guru Pada SMA Negeri 7 Banda Aceh
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui program
kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi
35
guru,strategi kepala sekolah dalam meningkatkan
kompetensi guru, dan kendala kendala yang dihadapi
kepala sekolah dalam melaksanakan program
peningkatan kompetensi guru. Hasil penelitian ini adalah
bahwa pelaksanaan supervisi sesuai dengan program
yang telah ditetapkan sekolah dan sudah dilaksanakan
oleh kepala sekolah. Guru di SMA Negeri 7 Banda Aceh
mengalami perubahan yang signifikan terhadap
kompetensinya.
Penelitian Sarono (2002) menemukan bahwa
terdapat hubungan positif dan signifikan baik partial
maupun bersama-sama antara sikap terhadap profesi
guru, pengetahuan proses belajar mengajar, motivasi
kerja dengan pelaksanaan supervisi pengajaran. Sarono
menganalisis hubungan antara faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap pelaksanaan supervisi pengajaran
yang dilakukan oleh pengawas sekolah. Ada tiga faktor
yang berpengaruh terhadap pelaksanaan supervisi
pengajaran, yaitu: 1)Sikap pengawas terhadap profesinya.
2)Pengetahuan pengawas mengenai proses belajar
mengajar. 3) Motivasi kerja yang dimiliki pengawas.
Hasilnya menunjukan bahwa ketiga faktor tersebut baik
secara terpisah ataupun secara gabungan memiliki
hubungan yang positif, artinya semakin baik kondisi
faktor-faktor tersebut maka pelaksanaan supervisi
pengajaran juga akan semakin baik. Di samping itu
36
hubungan itu terjalin sangat erat atau kuat dengan
pelaksanaan supervisi pengajaran pengawas sekolah.
Untuk meningkatkan pelaksanaan supervisi pengajaran
pengawas sekolah dapat melakukan dengan
meningkatkan program kerja evaluasi supervisi.
Hasil Penelitian Sahid (2005) tentang Pelaksanaan
Supervisi Pendidikan oleh Pengawas di Sekolah Menengah
Atas Negeri se Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa
perencanaan program supervisi pendidikan yang
dilakukan pengawas termasuk dalam kategori baik yang
meliputi perencanaan program supervisi akademik dan
perencanaan program supervisi manajerial. Evaluasi dan
tindak lanjut program supervisi pendidikan yang
dilakukan oleh pengawas di SMA Negeri se Kabupaten
Sleman termasuk pada kategori baik yang meliputi
evaluasi dan tindak lanjut program supervisi akademik
dan supervisi manajerial. Pelaksanaan supervisi ini me
liputi tiga tahap pelaksanaan yaitu: perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi serta tindak lanjut. Penelitian
ini berhasil mengungkapkan harapan para guru dan
kepala sekolah terhadap pelaksanaan supervisi
pendidikan yang dilakukan oleh pengawas agar pengawas
ikut memberikan solusi dalam mengatasi berbagai
permasalahan yang dihadapi guru dan kepala
sekolah,agar pengawas selalu menjalin komunikasi yang
baik dengan guru dan kepala sekolah,agar pengawas
37
memberikan demonstrasi cara mengajar yang baik, dan
agar supervisi dilaksanakan secara berkelanjutan.
Harapan ini merupakan bahan masukan untuk dikaji
lebih lanjut sebagai faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan supervisi bagi
para pengawas sekolah.
Sudin (2008) melalui penelitiannya
mengungkapkan bahwa pelaksanaan supervisi dalam
seluruh mata pelajaran belum berjalan optimal. Secara
pelaksanaan supervisi yang menyangkut aspek
pengelolaan pembelajaran berada dalam kategori cukup.
Pelaksanaan supervisi yang menyangkut aspek
peningkatan kemampuan akademik guru dalam
pembelajaran berada dalam kategori cukup
juga.Pelaksanaan supervisi yang menyangkut aspek
pengembangan profesi sebagai guru kelas/mata
pelajaran oleh supervisor berada dalam kategori kurang.
Lukum (2013) menguji pengaruh supervisi dan
kualitas mengajar guru terhadap kinerja akademik siswa
dalam konteks sekolah di Nigeria. Analisis menunjukan
dimensi supervisi mempunyai pengaruh yang kuat pada
kinerja akademik siswa secondary school. Supervisi
diramalkan mempunyai signifikan menambah pengaruh
ke kualitas mengajar guru dari kinerja akademik siswa
secondary school. Sekolah yang memajukan budaya
kinerja guru dan kompetensi guru untuk penilaian yang
38
berkelanjutan menawarkan kapasitas untuk
memperbesar pencapaian siswa dan perkembangan
profesional guru.
Ryan dan Gottfried (2012) dalam penelitiannya
yang berjudul “Elementary supervision and the supervisor
Teacher attitudes and inclusive education“ menunjukkan
bahwa seorang supervisor harus mengetahui kondisi
setiap orang atau individu yang akan disupervisi agar
kegiatan supervisi tersebut dapat berjalan dengan lancar.
Dongara (2015) dalam penelitian yang berjudul
“The Impact of Instructional Supervition on Academic of
Secondary School Student is Nasarawa State” menjelaskan
bahwa supervisi akademik yang dilakukan secara rutin
terhadap administrasi sekolah dan administrasi
pembelajaran guru memiliki hubungan yang signifikan
dengan kinerja guru dan prestasi akademik siswa Sekolah
Menengah.
Penelitian yang dilakukan oleh Sardiyo (2015)
dengan judul: Peningkatan Kemampuan Guru Dalam
Pengelolaan Pembelajaran Melalui Kegiatan supervisi
Akademik, menyimpulkan bahwa supervisi akademik
dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola
proses pembelajaran.
Penelitian yang dilakukan oleh Merta (2015) yang
berjudul Kontribusi supervisi Akademik, Iklim Kerja, dan
Kompetensi Profesional terhadap Kinerja Guru dalam
39
Mengelola Proses pembelajaran, menyimpulkan bahwa
terdapat kontribusi yang signifikan antara supervisi
akademik terhadap kinerja guru dalam pengelolaan
proses pembelajaran.
Penelitian oleh Indriana (2014) dalam penelitian
yang berjudul: Determinasi Kepemimpinan Kepala
sekolah, Pelaksanaan supervisi Akademik dan sikap Guru
terhadap Profesinya dengan Kinerja Guru SMP Negeri se
Kecamatan Gerogak, menyimpulkan bahwa terdapat
determinasi yang signifikan pelaksanaan supervisi
akademik dengan kinerja guru dengan determinasi
sebesar 30,2 %.
Penelitian yang relevan dilakukan oleh Kurniati,
Permana dan Hartin (2014) yang berjudul Pengaruh
Supervisi Akademik Kepala Sekolah terhadap Kinerja
Mengajar Guru di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) se-
kabupaten Tasikmalaya, menyimpulkan bahwa supervisi
akademik berpengaruh secara positif terhadap kinerja
mengajar guru di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) se-
Kabupaten Tasikmalaya.
Dari beberapa hasil penelitian di atas dapat
disimpulkan bahwa supervisi akademik kepala sekolah
berpengaruh positif terhadap kinerja guru.
40
2.8. Kerangka Berpikir
Pelaksanaan evaluasi program supervisi akademik
kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja mengajar
guru SD Negeri 1 Tegorejo Kecamatan Pegandon
Kabupaten Kendal seperti bagan di bawah ini.
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Evaluasi Program Supervisi
Akademik
PROGRAM SUPERVISI AKADEMIK DALAM RANGKA
MENINGKATKAN KINERJA MENGAJAR GURU
Context
1. Tujuan Program Supervisi
2. Manfaat
Program Supervisi
3. Sasaran
Program
Supervisi
Input
1. Rencana program supervisi
2. Yang terlibat Supervisi
3. Sarpras Pendukung Supervisi
4. Anggaran/ biaya Supervisi
5. Mekanisme Pelaksanaan
Supervisi
Process
1. Rencana
Pelaksanaan Program Supervisi
2. Pelaksanaan Program Supervisi
3. Evaluasi Pelaksanaan Supervisi
4. Tindak lanjut Pelaksanaa
n Supervisi
Product
1. Hasil Program Supervisi
2. Tingkat Kepuasan Yang Disupervisi
3. Kesiapan guru dalam Supervisi selanjutnya
4. Tindak Lanjut hasil
Supervisi
Hasil Rekomendasi Kebijakan Meningkatkan Kinerja Mengajar Guru