7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Keluarga Berencana
2.1.1 Definisi Keluarga Berencana
Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committee 1970 :
keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk
menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang
memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol
waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan
jumlah anak dalam keluarga (Suratun,dkk. 2008; 19).
2.1.2Tujuan Keluarga Berencana (KB)
1) Menjarangkan kehamilan
2) Membatasi jumlah anak
3) Mencegah kehamilan karena alasan pribadi
4) Mewujudkan Normal Keluarga Kecil Bahagia dan sejahtera
2.1.3 Manfaat KB
Setiap tahun, terdapat 500.000 perempuan meninggal karena berbagai
masalah yang melingkupi kehamilan, persalinan, dan pengguguran kandungan
(aborsi) yang tidak aman. KB bias mencegah sebagian besar kematian tersebut. Di
masa kehamilan, KB dapat mencegah munculnya bahaya-bahaya berikut ini :
a. Kehamilan terlalu dini. Perempuan hamil yang berumur di bawah 17 tahun
sangat terancam oleh kematian sewaktu persalinan. Hal ini karena tubuhnya
8
belum sepenuhnya tumbuh, belum cukup matang dan siap dilewati oleh bayi.
Selain itu, bayinya dihadang oleh risiko kematian sebelum usianya mencapai
1 tahun.
b. Kehamilan terlalu lambat. Perempuan yang usianya terlalu tua untuk
mengandung dan melahirkan terancam banyak bahaya, khususnya bila ia
mempunyai masalah kesehatan lain atau terlalu sering hamil dan melahirkan.
c. Kehamilan yang terlalu berdesakan jaraknya. Kehamilan dan persalinan
menuntut banyak energy dan kekuatan tubuh perempuan. Kalau ia belum
pulih dari satu persalinan dan sudah hamil lagi, maka tubuhnya tidak sempat
memulihkan kebugaran. Berbagai masalah, bahkan bahaya kematian, bias
menghadang.
d. Terlalu sering hamil dan melahirkan. Bila perempuan yang sudah
mempunyai lebih dari empat anak terus saja hamil dan bersalin lagi, maka ia
dihadang oleh bahaya kematian karena perdarahan hebat dan macam-macam
kelainan yang lainnya.
2.1.4 Metode KB
Ada lima metode KB, sebagai berikut :
a. Metode perintang. Metode ini bekerja dengan cara menghalangi sperma dari
pertemuan dengan sel telur (merintangi pembuahan).
b. Metode hormonal. Metode ini mencegah indung telur mengeluarkan sel-sel
telur, mempersulit pembuahan, dan menjaga agar dinding-dinding rahim tidak
menyokong terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki.
9
c. Metode yang melibatkan alat-alat yang dimasukkan ke dalam rahim (IUD)
dan berfungsi untuk mencegah pembuahan sel telur oleh sperma.
d. Metode alamiah. Metode ini membantu membantu kapan masa subur,
sehingga dapat menghindari hubungan seks pada masa itu.
e. Metode permanen. Metode ini menjadikan pasangan tidak bias lagi memiliki
anak untuk selamanya dan biasanya melalui suatu operasi.
2.1.5 Sasaran KB
1) Sasaran langsung :
Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara
20-45 tahun, karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan
hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan
kehamilan. PUS diharapkan secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif
lestari sehingga efek langsung penurunan fertilisasi.
2) Sasaran tidak langsung :
a. Kelompok remaja usia 15-19 tahun, remaja ini memang bukan merupakan
target untuk menggunakan alat kontrasepsi secara langsung tetapi merupakan
kelompok yang beresiko untuk melakukan hubungan seksual akibat telah
berfungsinya alat-alat reproduksinya. Sehingga program KB disini lebih
berupaya promotif dan preventif untuk mencegah terjadinya kehamilan yang
tidak diinginkan serta kejadian aborsi.
10
b. Organisasi-organisasi, lembaga kemasyarakatan serta instansi pemerintah
maupun swasta serta tokoh masyarakat dan pemuka agama yang diharapkan
dapat memberikan dukungan dalam melembagakan NKKBS.
2.2 Kontrasepsi
2.2.1 Definisi Kontrasepsi
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi.Kontra berarti
“melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel
telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan.
Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari / mencegah terjadinya
kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel
sperma.Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yang
membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks
dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki
kehamilan.
2.2.2 Jenis-Jenis Kontrasepsi
a. Metode Kontrasepsi Sederhana antara lain :
1) Kondom
2) Coitus Interuptus
3) KB Alami (metode kalender, suhu basal dan lendir serviks)
4) Diafragma
5) Kontrasepsi Kimiawi
11
b. Metode Kontrasepsi Afektif antara lain :
1) PIL KB
2) Suntikan KB
3) Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK / Implant)
4) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR / IUD)
c. Metode Kontrasepsi Mantap (KONTAP)
2.3 Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) / IUD
2.3.1 Definisi IUD
IUD adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang
bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastic (polyethyline).Ada yang dililit
tembaga (Cu), adapula yang tidak, adapula yang dililit tembaga bercampur perak
(Ag).Selain itu ada pula yang dibatangnya berisi progesterone.
2.3.2 Syarat Umum IUD
a. Kemampuannya untuk mencegah kehamilan
b. Ketidakmudahannya untuk lepas spontan (ekspulsi)
c. Kemudahannya untuk dipasang
d. Kemudahannya untuk melepas
e. Minimal efek samping
f. Kemudahannya untuk mendeteksi bahwa ia masih di tempat
12
2.3.3 Jenis – Jenis IUD
a. IUD Generasi Pertama : disebut Lippesloop, berbentuk spiral atau huruf S
ganda, terbuat dari plastic (poyethyline).
b. IUD Generasi Kedua :
a) Cu T 200 B ; berbentuk T yang batangnya dililit tembaga (Cu) dengan
kandungan tembaga.
b) Cu 7 ; berbentuk angka 7 yang batangnya dililit tembaga.
c) ML Cu 250 ; berbentuk 3/3 lingkaran elips yang bergerigi yang batangnya
dililit tembaga.
c. IUD Generasi Ketiga :
a) Cu T. 380 A : berbentuk huruf T dengan lilitan tembaga yang lebih banyak
dan perak.
b) MI Cu 375 : batangnya dililit tembaga berlapis perak.
c) Nova T. Cu 200 A : batang dan lengannya dililit tembaga.
d. IUD Generasi Keempat
Ginefix, merupakan AKDR tanpa rangka, terdiri dari benang polipropilen
monofilament dengan enam butir tembaga.
2.3.4 Efektivitas IUD
Efektivitas IUD dalam mencegah kehamilan mencapai 98% hingga 100%
bergantung jenis IUD. IUD terbaru seperti copper T 3800 memiliki efektivitas
cukup tinggi, bahkan selama 8 tahun penggunaan tidak ditemukan adanya
kehamilan.
13
2.3.5 Cara Kerja IUD
IUD merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui serviks dan
dipasang di dalam uterus. IUD memiliki benang yang menggantung sampai liang
vagina, hal ini dimaksudkan agar keberadaannya bisa diperiksa oleh akspetor
sendiri.
IUD mencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma dan
ovum karena adanya perubahan pada tuba dan cairan uterus. Hal ini dikarenakan
adanya IUD yang dianggap sebagai benda asing sehingga menyebabkan
peningkatan leuokosit. Tembaga yang dililitkan pada IUD juga bersifat toksik
terhadap sperma dan ovum. Demikian pula IUD yang mengandung hormone
progesterone. Lebih kentalnya lender serviks akan mempersulit sperma untuk
melewati serviks dan akan terbunuh oleh leukosit yang timbul dalam cairan uterus
sebagai hasil dari rangsangan tembaga.
2.3.6 Keuntungan dan Kelemahan IUD
1) Keuntungan IUD
a) Efektif dengan segera yaitu setelah 24 jam dari pemasangan.
b) Reversible dan sangat efektif
c) Tidak mengganggu hubungan seksual
d) Metode jangka panjang
e) Tidak mengganggu produksi ASI
f) Dapat dipasang segera setelah melahirkan ataupun pasca abortus.
14
g) Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid
terakhir).
2) Kerugian IUD
a) Dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi panggul
b) Perforasi uterus, usus dan kandung kemih
c) Bila terjadi kehamilan bisa terjadi kehamilan ektopik
d) Tidak mencegah infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV / AIDS
sehingga wanita yang memiliki peluang promiskuitas (berganti-ganti
pasangan) tidak direkomendasikan untuk menggunakan alat kontrasepsi
ini.
e) Prosedur medis (pemeriksaan pelvik) diperlukan sebelum pemasangan
sehingga banyak perempuan yang takut menggunakan kontrasepsi jenis
ini.
f) Adanya perdarahan bercak / spotting selama 1-2 hari pasca pemasangan
tetapi kemudian akan menghilang.
g) Klien tidak bisa memasang ataupun melepas sendiri, petugas kesehatan
yang diperbolehkan memasang juga yang terlatih.
h) Kemungkinan terlepasnya AKDR setelah pemasangan atau selama
pemakaian, sehingga akseptor harus mengecek keberadaan AKDR dengan
meraba dengan jari benang pada liang vagina sewaktu-waktu (bila ada
indikasi terlepasnya AKDR) atau rutin pada akhir menstruasi.
15
2.3.7 Waktu penggunaan IUD
Penggunaan IUD sebaiknya dilakukan pada saat :
a. Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil
b. Hari pertama sampai ke tujuh siklus haid
c. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu
pasca persalinan.
d. Setelah terjadinya keguguran (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila
tidak ada gejala infeksi.
e. Selama 1 sampai 5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi.
2.3.8 Waktu Kontrol IUD
Waktu control IUD harus diperhatikan, adalah :
a. 1 bulan pasca pemasangan
b. 3 bulan kemudian
c. Setiap 6 bulan berikutnya
d. Bila terlambat haid 1 minggu.
e. Perdarahan banyak atau keluhan lain.
2.3.9 Indikasi Pemakaian IUD
IUD diberikan pada wanita yang menginginkan kontrasepsi efektif yang
berjangka panjang tetapi belum menginginkan atau masih takut menggunakan
metode sterilisasi. Lippes loop misalnya dapat dipakai sepanjang masa selama
16
tidak menunjukkan adanya efek samping dan TCu 380A dapat bertahan sampai 8
tahun.
IUD juga diberikan pada wanita yang tidak mau repot minum pil setiap
hari atau mempunyai kontraindikasi pemakaian pil.
IUD tidak sama sekali mengganggu produksi ASI, meskipun mengandung
tembaga dan progesterone.
2.3.10 Pemasangan IUD
a. Persiapan Alat-alat Untuk Pemasangan IUD
1) Satu set IUD
2) Cairan antiseptic secukupnya, antara lain : yodium 1%, betadine 1 %,
dettol : air = 1:20
3) Kapas
4) Speculum cocor bebek / speculum SIMS
5) Gunting
6) Sonde uterus
7) Tenakulum satu gigi
8) Tang tampon / pinset panjang
9) Sepasang sarung tangan steril
10) Busi / dilatator hegar
11) Kartu KB
12) Buku-buku administrasi dan registrasi KB
17
b. Cara Pemasangan IUD Secara Umum
1) Member penjelasan kepada calon peserta mengenai keuntungan, efek
samping dan cara menanggulangi efek samping,
2) Melaksanakan anamnesa umum, keluarga, media dan kebidanan,
3) Melaksanakan pemeriksaan umum meliputi timbang badan, mengukur
tekanan darah,
4) Mempersilahkan calon peserta untuk mengosongkan kandung kemih,
5) Calon peserta dipersilahkan berbaring dalam posisi litotomi untuk
mempermudah pemasangan IUD,
6) Petugas cuci tangan
7) Memakai sarung tangan kanan dan kiri
8) Lakukan pemeriksaan dalam (PD), untuk menentukan besar rahim dan
bentuk rahim,
9) Masukkan speculum, bersihkan dinding vagina dan mulut rahim dengan
kapas desinfektan. Perhatikan dinding vagina dan mulut rahim apakah
terdapat kelaianan atau tidak,
10) Bersihkan portio dengan larutan antiseptic,
11) Kait bibir depan portio serviks dengan tenakulum tepat pada sebelah atas
portio,
12) Masukkan sonde sesuai dengan arah rahim, untuk menentukkan
dalamnya rahim,
18
13) Siapkan IUD steril. Biasanya IUD generasi II atau III telah dikemas
dalam keadaan suci hama (bila bungkusannya tidak rusak). Sedangkan
lippes loop perlu disucihamakan dulu,
14) Masukkan IUD sesuai dengan arah dan dalamnya sonde,
15) Gunting benang sehingga panjang benang ± 5 cm,
16) Speculum sym dilepas dan benang IUD didorong kesamping mulut
rahim,
17) Peserta dirapikan dan dipersilahkan berbaring ± 5 menit
18) Alat-alat dibersihkan
19) Petugas cuci tangan
2.3.11 Prosedur Pencabutan IUD
a. Persiapan Alat
1) Spekulum cocor bebek / Spekulum SIMS yang kecil, sedang, atau besar,
2) Forsep arteri lurus / korentang
3) Cairan antiseptic secukupnya dalam baskom kecil seperti : povidon
iodine 1 %, atau dettol : air = 1: 20,
4) Kain kasa atau kapas
5) Tang tampon / pinset panjang
6) Sepasang sarung tangan steril
7) IUD removel / pengait AKDR
8) Sonde uterus.
19
b. Cara Pelepasan IUD
a) Petugas mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
b) Peserta dipersilahkan untu BAK terlebih dahulu dan membersihkan
daerah genetilnya, kemudian dipersilahkan berbaring di tempat periksa
dalam posisi litotomi.
c) Gunakan sarung tangan
d) Bersihkan dinding vagina dan mulut rahim dengan kapas desinfektan
e) Lakukan pemeriksaan dalam untuk menentukkan besar, bentuk, dan
posisi rahim.
f) Masukkan speculum ke dalam liang vagina. Posisikan sedemikan rupa
sehingga mulut rahim terlihat dengan baik,
g) Bersihkan serviks dengan larutan antiseptic 3x secara merata pada daerah
serviks dan vagina,
h) Identifikasi benang AKDR, jika terlihat jepit benang dengan porsep, tarik
benang AKDR perlahan-lahan ke arah bawah hingga keluar dari liang
vagina. Bila terasa ada tahanan terlalu kuat, cobalah lakukan maneuver
dengan menarik-narik secara halus benang tersebut.
i) Apabila benang tidak terlihat, masukkan sonde sesuai dengan posisi
rahim pada pemeriksaan dalam. Ukur dalam rahim dan putar gagang
sonde secara perlahan-lahan dalam bentuk lingkaran, benturan sonde
dengan IUD akan terasa bila IUD terdapat di dalam rahim. Tarik IUD
keluar dengan memakai IUD removel / pengait IUD.
j) Lepaskan speculum, kemudian lakukan desinfeksi daerah vagina.
20
k) Alat-alat dibereskan
l) Pasien dirapikan kembali.
2.3.12 Efek Samping Pemasangan IUD
1) Perdarahan :
a) Gejala / keluhan : keluar darah dari liang vagina di luar haid dalam
jumlah kecil berupa bercak-bercak (spotting) atau dalam jumlah
berlebihan (metrorhagia). Perdarahan ini dapat pula terjadi masa haid
dalam jumlah berlebihan (menometrorhagia)
b) Penanggulangan :
(a) Konseling : beri penjelasan bahwa perdarahan ringan biasanya
terjadi pada awal pemasangan. Selama haid, perdarahan lebih
banyak dari pada biasanya hal ini tidak berbahaya.
(b) Pemberian preparat besi ; 1 x 1 tablet perhari
(c) Bila perdarahan banyak sekali rujuk ke RS dang anti cara KB.
2) Keputihan :
a) Gejala / keluhan :
(a) Terdapat cairan putih yang berlebihan, terjadi akibat produksi cairan
rahim yang berlebihan
(b) Tidak berbahaya apabila cairan tersebut tidak berbau, tidak terasa
gatal, dan tidak merasa panas
b) Penanggulangan :
(a) Berikan konseling sebelum pemasangan AKDR
21
(b) Pada kasus dimana cairan berlebihan, dapat diberikan ekstrak
beladona 10mg 2x1 tablet untuk mengurangi cairan tersebut.
(c) Bila terdapat perubahan bau dan warna hal ini biasanya disebabkan
oleh infeksi.
3) Ekspulsi
a) Gejala / keluhan : tidak adanya AKDR dalam liang vagina yang
menyebabkan rasa tidak enak bagi wanita. Dapat terjadi ekspulsi
sebagian atau seluruhnya. Biasanya terjadi pada waktu haid.
b) Penanggulangan :
(a) Konseling ; menjelaskan kepada pasien bahwa ekspulsi mungkin
saja terjadi pada pemakai AKDR (5%), hal ini disebabkan oleh tidak
sesuainya ukuran AKDR yang terpasang.
(b) Melepas AKDR dan mengganti dengan ukuran yang sesuai.
4) Nyeri
a) Gejala / keluhan : nyeri pada waktu pemasangan AKDR, waktu haid.
b) Penanggulangan :
(a) Konseling : jelaskan bahwa nyeri disebabkan oleh kontraksi yang
berlebihan dari rahim dan bersifat sementara dan mudah diatasi.
(b) Tindakan medis :
(1) Inspeculo : apakah ada cairan keputihan yang berbau, erosi pada
portio
22
(2) Pemeriksaan dalam : apakah terdapat tanda-tanda radang di
rahim. Bila terdapat tanda-tanda radang, AKDR harus segera
dilepas. Apabila benang AKDR terlalu panjang dipotong.
(3) Pemberian obat analgesic.
5) Infeksi :
a) Gejala / keluhan : adanya rasa nyeri didaerah perut bagian bawah, bila
disertai demam, keputihan yang berbau busuk dan rasa nyeri pada waktu
melakukan hubungan suami istri / periksa dalam.
b) Penanggulangan :
(a) Rujuk ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut
(b) Bila tidak dapat diatasi AKDR dilepas dan diganti dengan cara
kontrasepsi lain.
6) Translokasi
Translokasi adalah pindahnya AKDR dari tempat seharusnya.
Penanggulangan :
(1) Konseling : menjelaskan kepada akseptor bahwa hal tersebut mungkin
saja terjadi. Penyebabnya dapat karena kelainan rahim, kesalahan teknis
dalam pemasangannya.
(2) Rujuk ke RS untuk pemeriksaan lebih lanjut dan pengangkatan IUD.
2.4 Pasangan Usia Subur
Pasangan usia subur berkisar antara usia 20-45 tahun dimana pasangan
(laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ
23
reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Pada masa ini pasangan usia subur
harus dapat menjaga dan memanfaatkan reprduksinya yaitu menekan angka
kelahiran dengan metode keluarga berencana sehingga jumlah dan interval
kehamilan dapat diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi dan
kualitas generasi yang akan datang.
Dalam menjalani kehidupan berkeluarga, PUS sangat mudah dalam
memperoleh keturunan, dikarenakan keadaan kedua pasangan tersebut normal.
Hal inilah yang menjadi masalah bagi PUS yaitu perlunya pengaturan fertilitas
(kesuburan), perawatan kehamilan dan persalinan aman. Dalam penyelesaian
masalah tersebut diperlukan tindakan dari tenaga kesehatan dalam penyampaian
penggunaan alat kontrasepsi rasional untuk menekan angka kelahiran dan
mengatur kesuburan dari pasangan tersebut. Maka dari itu, petugas kesehatan
harus memberikan penyuluhan yang benar dan dimengerti oleh masyarakat luas.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Kontrasepsi IUD
2.5.1 Paritas / jumlah anak
Anak adalah harapan atau cita-cita dari sebuah perkawinan. Berapa
jumlah diinginkan, tergantung dari keluarga itu sendiri, apakah satu, dua tiga dan
seterusnya. Dengan demikian keputusan untuk memiliki sebuah anak adalah
sebuah pilihan, yang mana sebuah pilihan sangat dipengaruhi
Program KB selain upaya untuk mewujudkan keluarga berkualitas
melalui promosi, perlindungan, dan bantuan dalam mewujudkan hak-hak
reproduksi juga untuk penyelenggaraan pelayanan, pengaturan dan dukungan
24
yang diperlukan untuk membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal ;
mengatur jumlah anak, jarak dan usia ideal melahirkan anak.
Berdasarkan pengertian tersebut maka paritas mempengaruhi
pemilihan jenis alat kontrasepsi. Paritas yang diteliti adalah paritas 1-2, paritas
2-4, paritas > 4. Hal ini dikarenakan akseptor yaitu mempunyai anak lebih dari
empat cenderung mengalami resiko tinggi persalinan. Apabila terjadi kehamilan
tersebut digolongkan dalam kehamilan resiko tinggi.
2.5.2 Umur
Usia yang dimaksud disini adalah usia akseptor KB. Usia
mempengaruhi akseptor dalam penggunaan alat kontrasepsi. Dari faktor-faktor
usia dapat ditentukan fase-fase. Usia kurang 20 tahun; fase menunda kehamilan,
usia antara 20-30 tahun; fase menjarangkan kehamilan. Usia antara 30 tahun
lebih; fase mengakhiri kehamilan.
Masa reproduksi (kesuburan) dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Masa menunda kehamilan (kesuburan)
Sebaiknya istri menunda kehamilan pertama sampai umur 20 tahun.Ciri-ciri
kontrasepsi yang sesuai:
a) Kembalinya kesuburan yang tinggi. Artinya kembalinyakesuburan dapat
dijamin 100%. Ini penting karena akseptor belummempunyai anak.
b) Efektifitas yang tinggi. Hal ini penting karena kegagalan
akanmenyebabkan tujuan KB tidak tercapai.
Prioritas kontrasepsi yang sesuai:Pil, AKDR, Cara sederhana (kondom,
spermisida).
25
2) Masa mengatur kesuburan (menjarangkan)
Umur melahirkan terbaik bagi istri adalah umur 20 - 30 tahun.
Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai:
a) Kembalinya kesuburan (reversibilitas) cukup.
b) Efektifitas cukup tinggi.
c) Dapat dipakai 2 - 4 tahun, sesuai dengan jarak kehamilan yangaman
untuk ibu dan anak.
d) Tidak menghambat produksi air susu ibu (ASI). Ini penting karenaASI
adalah makanan terbaik bagi bayi sampai umur 2 tahun.Penggunaan ASI
mempengaruhi angka kesakitan bayi/anak.
Prioritas kontrasepsi yang sesuai: AKDR, Suntikan, Pil, Norplant
(AKBK), Kontap ( jika umur sekitar 30 tahun)
3) Masa mengakhiri kesuburan (tidak hamil lagi).
Pada umumnya setelah keluarga mempunyai 2 anak dan umur istritelah
melebihi 30 tahun, sebaiknya tidak hamil lagi.
Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai:
a) Efektifitas sangat tinggi. Kegagalan menyebabkan terjadikehamilan
dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak. Selain ituakseptor sudah tidak
ingin mempunyai anak lagi.
b) Dapat dipakai untuk jangka panjang.
c) Tidak menambah kelainan/penyakit yang sudah ada. Pada masaumur tua
kelainan seperti penyakit jantung, darah tinggi, danmetabolik meningkat.
26
Oleh karena itu, sebaiknya tidakmemberikan obat/kontrasepsi yang
menambah kelainan/penyakittersebut.
Prioritas kontrasepsi yang sesuai: Kontap, AKDR, Norplant (AKBK),
Suntik, Pil.
2.5.3 Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu.Penginderaan itu terjadi melalui panca indera manusia yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.Sebagian besar penginderaan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan yang tercakup dalam domain
kognitif yaitu :
a. Tahu (know)
Dapat diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya
termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima.Tahu (know) ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling
rendah.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar.Seseorang yang telah faham terhadap objek atau materi
27
tersebut harus dapat menyimpulkan dan menyebutkan contoh, menjelaskan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus dan
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Arti dari analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian kepada suatu bentuk keseluruhan yang
baru.Dengan kata lain sintesis itu adalah kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun,
dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian-penilaian ini didasarkan
28
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi
dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di
suatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
2.5.4 Pendidikan
Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
Adapun jenjang pendidikan akseptor yang diteliti :
a. Pendidikan Dasar (SD)
b. Pendidikan Menengah (SMP dan SMA)
c. Pendidikan Tinggi
Hubungan antara pendidikan dengan pola pikir, persepsi dan perilaku
masyarakat memang sangat signifikan, dalam arti bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin rasional dalam pengambilan berbagai keputusan.
Peningkatan tingkat pendidikan akan menghasilkan tingkat kelahiran yang rendah
karena pendidikan akan mempengaruhi persepsi negatif terhadap nilai anak dan
akan menekan adanya keluarga besar. Orang tua dalam keluarga tentu saja
menginginkan agar anaknya berkualitas dengan harapan dikemudian hari dapat
Untuk sampai pada cita-cita tersebut tentu saja tidak mudah, dibutuhkan strategi
dan metode yang baik.Apakah mungkin menciptakan anak yang berkualitas di
tengah waktu yang terbatas, karena kesibukan bekerja, dan apakah mungkin
29
menciptakan anak berkualitas di tengah kondisi keuangan atau pendapatan yang
terbatas.
2.5.5 Dukungan Suami
Peran atau partisipasi suami istri dalam Keluarga Berencana (KB) antara
lain menyangkut :
a. Pemakaian alat kontrasepsi
b. Tempat mendapatkan pelayanan
c. Lama pemakaian
d. Efek samping dari penggunaan kontrasepsi
e. Siapa yang harus menggunakan kontrasepsi
Dalam hal komunikasi, peran suami istri antara lain :
a. Suami memakai kontrasepsi
b. Istri memakai kontrasepsi tapi tidak dibicarakan dengan suami
c. Suami istri tidak memakai kontrasepsi, tapi dibicarakan antara suami istri
d. Suami istri tidak memakai dan tidak dibicarakan antara suami istri.
Partisipasi pria dalam kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab pria
dalam kesehatan reproduksi terutama dalam pemeliharaankesehatan dan
kelangsungan hidup ibu dan anak, serta berprilaku seksual yang sehat dan aman
bagi dirinya, istri, dan keluarganya.
Ada banyak faktor yang menyebabkan rendahnya peserta KB pria antara
lain:
a. Kondisi lingkungan sosial budaya, masyarakat dan keluarga yang masih
menganggap partisipasi pria belum atau tidak penting dilakukan serta
30
pandangan yang cenderung menyerahkan tanggung jawab pelaksanaan KB
dan kesehatan reproduksi sepenuhnya kepadapara wanita.
b. Pengetahuan, kesadaraan Pasangan Usia Subur (PUS) dan keluargadalam KB
pria rendah.
c. Keterbatasan jangkauan (aksesibilitas) dan kualitas pelayanan KBpria.
Meskipun dari dua metode KB pria telah tersedia berbagai merek kondom
dan telah dikembangkan beberapa teknik vasektomi yang relatif lebih baik,
namun seringkali menjadi alasan utama yang dikemukakan dari berbagai
pihak mengapa kesertaan pria dalam KB rendah adalah terbatasnya metode
atau cara kontrasepsi yang tersedia.
d. Dukungan politis dan operasional masih rendah di semua tingkatan.
Hal tersebut di atas membahas tentang partisipasi pria secara langsung
dalam ber-KB (sebagai peserta KB pria dengan menggunakan salah satu cara atau
metode pencegahan kehamilan) namun ada pula partisipasi pria secara tidak
langsung dalam ber-KB. Partispasi pria secara tidak langsung salah satunya
dengan cara mendukung istri dalam ber-KB. Apabila disepakati istri yang akan
ber-KB, peranan suami adalah memberikan dukungan dan kebebasan kepada istri
untuk menggunakan kontrasepsi atau cara/metode KB, adapun dukungannya
meliputi:
a. Memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan
keinginan dan kondisi istrinya.
b. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti
mengingatkan saat minum pil KB dan mengingatkan istri untuk kontrol.
31
c. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi
dari pemakaian alat kontraspsi.
d. Mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan.
e. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak
memuaskan.
2.5.6 Budaya
Menurut Prof. Koentjaraningrat Budaya atau kebudayaan berasal dari
bahasa Sansekerta;buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata budhi atau budi dan
akal. Jadi budaya adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal dan budi
tersebut. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar. (Lasari, Rizma fazriyanti)
Pembuat keputusan untuk mengunakan kontrasepsi secara statistik
berhubungan dengan pilihan kontrasepsi. Seorang wanita yang menentukan
sendiri apakah ia akan menggunakan kontrasepsi dan kontrasepsi apa yang ia pilih
umumnya memilih alat kontrasepsi jangka pendek (92%).
Di sisi lain jika pembuat keputusan ber-KB adalah suaminya, penggunaan
kontrasepsi jangka pendek dapat ditekan (71%) dan bagi merekan yang ber-KB
sebagai hasil dari keputusan bersama, penggunaan alat kontrasepsi jangka pendek
terhitung sebanyak 71%. Menilik pengaruh dari keyakinan (agama), tampak
bahwa kepercayaan seorang wanita mempengauhi pilihan kontrasepsinya. 87.1%
wanita yang beragama Islam lebih memilih alat kontrasepsi jangka pendek
sedangkan wanita non-muslim yang memilih alat kontrasepsi jangka pendek ter
32
hitung sebanyak 53.3%. Namun trend secara umum menunjukkan bahwa seluruh
responden masih memiliki kecenderungan untuk memilih alat kontrasepsi jangka
pendek dibandingkan dengan alat kontrasepsi jangka penjang atau yang lebih
permanen.
Tidak disangsikan lagi bahwa akses terhadap alat kontrasepsi berkaitan
dengan pilhan kontrasepsi seorang wanita. Wanita yang memperoleh alat
kontrasepsi sektor pemerintah memiliki kecenderungan lebih kecil untuk memilih
alat kontrasepsi jangka pendek dibandingkan dengan mereka yang memperoleh
kontrasepsi dari sektor swasta dan sumber lainnya (54.1% versus 89.5% dan
98.3%). Menurut tempat kediamannya, seperti yang diperkirakan, wanita yang
tinggal di daerah pedesaan memiliki kecenderungan lebih besar untuk memilih
alat kontrasepsi jangka pendek dibandingkan dengan mereka yang tinggal di
daerah perkotaan (83% versus 90.5%).
Penggunaan alat kontrasepsi jangka pendek menurun sejalan dengan
meningkatnya tingkat kesejahteraan, sebaliknya penggunaan alat kontrasepsi
jangka panjang dan alat kontrasepsi yang lebih permanen meningat sejalan dengan
meningkatnya tingkaat kesejahteraan kecuali bagi mereka yang termasuk keluarga
sangat miskin.
Seperti yang diharapkan, wanita yang lebih tua cenderung untuk memilih
kontrasepsi jangka panjang dibandingkan dengan wanita yang ber usia lebih
muda. Sejalan dengan meningkatnya usia, maka kecenderungan untuk memilih
alat kontrasepsi jangka panjang dan alat kontrasepsi yang lebih permanen pun
meningkat. Ketika dibandingkan dengan pemilihan alat kontrasepsi jangka
33
pendek, ketika seorang wanita berusia antara 30-39 tahun, maka kecenderungan
untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang meningkat sebesar 0.69. Ketika
wanita tersebut berusia 40-49 tahun, maka kemungkinan untuk memilih alat
kontrasepsi jangka panjang meningkat menjadi 1.53 dan sebesar 23.05 untuk
memilih alat kontrasepsi yang lebih permanen.
Berdasarkan pengaruh dari tingkat pendidikan wanita, kemungkinan bagi
mereka yang memiliki pendidikan sekurang-kurangnya setingkat dengan SLTA,
kemungkinan untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang meningkat sebesar
2.80 dibandingkan dengan mereka yang hanya memiliki pendidikan SD atau
SMP. Bagaimana dan siapa yang memutuskan pengunaan alat kontrasepsi juga
berpengaruh terhadap pilihan kontrasepsi seorang wanita. Wanita yang memakai
alat kontrasepsi berdasarkan keputusan dari suaminya memiliki kecenderungan
lebih besar untuk memilih alat kontrasepsi yang lebih permanen dibandingkan
dengan alat kontrasepsi jangka pendek. Di sisi lain, kecenderungan bagi mereka
yang penggunaan alat kontrasepsinya berdasarkan keputusan bersama meningkat
sebesar 0.75 untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang dan meningkat
sebesar 1062 untuk memilih alat kontrasepsi yang lebih permanen.