7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar
didapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir diantara
pembaca. Oleh karena itu diperlukannya kajian teori dalam sebuah penelitian.
2.1.1. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar
2.1.1.1. Pengertian IPS
Kamarga (1994) mengatakan, “berdasarkan fungsi pengajarannya
disekolah, IPS terdiri dari ilmu sosial dan pendidikan sosial”. Pendidikan ilmu-
ilmu sosial biasanya dikembangkan dalam kurikulum akademik atau kurikulum
disiplin ilmu pada tingkat sekolah menengah. Sedangkan pendidikan ilmu sosial
dikembangkan untuk tingkat pendidikan dasar.
Nu’man Somantri (Somantri, 2001) menyatakan bahwa;
IPS merupakan perpaduan antara konsep-konsep ilmu sosial dengan konsep-konsep pendidikan yang dikaji secara sistematis, psikologis dan fungsional sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan mengandung arti :
1. Menurunkan tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa siswi sekolah dasar dan lanjutan.
2. Mempertautkan dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu sosial dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna.
Penulis memberikan kesimpulan berdasarkan pengertian diatas untuk
memberikan gambaran yang lebih singkat mengenai IPS. IPS merupakan disiplin
ilmu yang mencakup konsep-konsep sosial dan dikembangkan dalam kurikulum
akademik sesuai dengan tingkat perkembangan pendidikan baik tingkat SD,
SLTP, dan SLTA. Konsep-konsep sosial dalam hal ini berkaitan dengan hubungan
manusia dengan sesamanya dan hubungan alam dengan dunia sekelilingnya. Latar
telaahnya adalah kehidupan nyata manusia.
8
Pengertian diatas mengambarkan kompleksitas kehidupan secara umum.
Kompleksitas kehidupan yang akan dihadapi oleh peserta didik nantinya, bukan
hanya kompleksitas akibat perkembangan ilmu dan teknologi belaka, melainkan
juga kompleksitas kemajemukan masyarakat dunia.
2.1.1.2. Fungsi Pembelajaran IPS
Ilmu pengetahuan sosial dibelajarkan di sekolah dasar, dimaksudkan agar
siswa menjadi manusia dan warga negara yang baik, seperti yang diharapkan oleh
dirinya, orang tua, masyarakat, dan agama (Somantri, 2001).
Pembelajaran IPS di SD menekankan pada unsur pendidikan dan
pembekalan pemahaman, nilai-moral, dan keterampilan-keterampilan sosial pada
siswa. Untuk itu, penekanan pembelajarannya bukan sebatas pada upaya
mencekoki atau menjejali siswa dengan sejumlah konsep yang bersifat hafalan
belaka, melainkan terletak pada upaya menjadikan siswa memiliki seperangkat
pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan agar mereka mampu menjadikan apa
yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam
melakoni kehidupan masyarakat lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Disinilah sebenarnya
penekanan misi dari pembelajaran IPS di sekolah dasar.
2.1.1.3. Tujuan Pembelajaran IPS
Sama halnya tujuan dalam bidang-bidang yang lain, tujuan pembelajaran
IPS bertumpu pada tujuan yang lebih tinggi. Secara hirarki, tujuan pendidikan
nasional pada tataran operasional dijabarkan dalam tujuan institusional tiap jenis
dan jenjang pendidikan.
Tujuan IPS secara praktis operasional dijabarkan dalam tujuan
instruksional atau tujuan pembelajaran. Sub bahasan ini dibatasi pada uraian
tujuan bidang studi IPS. Tujuan IPS yang harus dicapai sekurang-kurangnya
meliputi hal-hal berikut :
1. Membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam
kehidupan masyarakat;
9
2. Membekali peserta didik dengan kemapuan mengidentifikasi, menganalisa dan
menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan
di masyarakat;
3. Membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama
warga masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta berbagai
keahlian;
4. Membekali peserta didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan
keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian kehidupannya
yang tidak terpisahkan; dan
5. Membekali peserta didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan
dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembagan kehidupan, perkembangan
masyarakat, dan perkembangan ilmu dan teknologi.
Kelima tujuan di atas harus dicapai dalam pelaksanaan kurikulum IPS di
berbagai lembaga pendidikan dengan keluasan, kedalaman dan bobot yang sesuai
dengan jenis dan jenjang pendidikan yang dilaksanakan. Selain itu pembelajaran
IPS dimaksudkan untuk menyiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang
baik (Soewarso, 2010:6).
2.1.1.4. Karakteristik Peserta Didik
Masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang
berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau dua
belas tahun. Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah mereka menampilkan
perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, di antaranya,
perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa,
perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak. Setiap anak sekolah
dasar sedang berada dalam perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih
baik. Tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non
sosial meningkat. Anak kelas empat, memilki kemampuan tenggang rasa dan
kerja sama yang lebih tinggi, bahkan ada di antara mereka yang menampakan
tingkah laku mendekati tingkah laku anak remaja permulaan. Mereka
mengembangkan rasa percaya dirinya terhadap kemampuan dan pencapaian yang
baik dan relevan. Meskipun anak-anak membutuhkan keseimbangan antara
10
perasaan dan kemampuan dengan kenyataan yang dapat mereka raih, namun
perasaan akan kegagalan atau ketidakcakapan dapat memaksa mereka berperasaan
negatif terhadap dirinya sendiri, sehingga menghambat mereka dalam belajar.
Piaget mengidentifikasikan tahapan perkembangan intelektual yang dilalui
anak (Sumantri dan Syaodih, 2006:16) yaitu:
a. Tahap sensorimotor (0 – 2 tahun)
Anak mengembangkan konsep pada dasarnya melalui interaksi dunia fisik.
b. Tahap pra operasional (2 – 7 tahun)
Anak sudah mulai mengembangkan dengan menggunakan bahasa untuk
menyatakan suatu ide, tetapi ide tersebut masih sangat tergantung pada
persepsi. Pada tahap ini anak telah mulai menggunakan simbol, dia belajar
untuk membedakan antara kata/istilah dengan objek yang diwakili oleh
kata/istilah. Anak tidak melihat bahasa banyaknya objek adalah tetap/tidak
berubah tanpa memperhatikan susunan ruang yang ditempati objek tadi.
c. Tahap Operasional konkrit (7 – 12 tahun)
Anak mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda kongkrit
untuk menyelidiki hubungan dan model hubungan abstrak. Bahasa merupakan
alat yang sangat penting, pada tahap ini anak sudah mulai berfikir logis, akibat
dari adanya kegiatan anak memanipulasi benda-benda konkrit. Pada tahap ini
anak dapat mengelompokkan benda kongkrit berdasarkan warna, bentuk atau
ukurannya.
d. Tahap operasional formal (12 tahun ke atas.)
Anak sudah mulai berfikir secara abstrak, dia dapat menyusun hipotesis dari
hal-hal yang abstrak menjadi dunia real dan tidak terlalu tergantung pada
benda-benda kongkrit.
Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan uraian di atas bahwa, siswa
sekolah dasar berada pada tahap operasional kongkrit, pada tahap ini anak
mengembangkan pemikiran logis, masih sangat terikat pada fakta-fakta
perseptual, artinya anak mampu berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objek-
objek kongkrit, dan mampu melakukan konservasi. Bertitik tolak pada
perkembangan intelektual dan psikososial siswa sekolah dasar, hal ini
11
menunjukkan bahwa mereka mempunyai karakteristik sendiri, di mana dalam
proses berfikirnya, mereka belum dapat dipisahkan dari dunia kongkrit atau hal-
hal yang faktual, sedangkan perkembangan psikososial anak usia sekolah dasar
masih berpijak pada prinsip yang sama di mana mereka tidak dapat dipisahkan
dari hal-hal yang dapat diamati, karena mereka sudah diharapkan pada dunia
pengetahuan.
2.1.2. Pendekatan Pembelajaran
Wahyu dan Kriswandani (2010:45) mengemukakan “Pendekatan
pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap
proses pembelajaran, yang merajuk pada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih umum”. Pemilihan pendekatan dan stategi
pembelajaran merupakan bagian yang cukup terpenting dalam merencanakan
proses pembelajaran IPS sebab didalam pendekatan pembelajaran mewadahi,
menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoritis tertentu. Wahyu dan Kriswandani (2010:46) memberikan pendapat bahwa
pendekatan dalam pembelajaran dibedakan atas dua jenis yaitu:
1. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada peserta didik (student centered apporoach).
2. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Pemilihan pendekatan dalam pembelajaran sebaiknya berangkat dari
perumusan tujuan yang jelas agar pembelajaran menjadi efisien dan efektif.
Kriteria yang lain adalah memilih pendekatan pembelajaran yang dapat
melibatkan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Kegiatan pembelajaran
peserta didik dituntut untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Pendekatan
dalam pembelajaran IPS sangat dipengaruhi oleh pandangan guru terhadap IPS
dan peserta didik dalam pembelajaran. Pendekatan cooperative learning dalam
pembelajaran IPS bukan hanya memindahkan IPS dari guru ke peserta didik tetapi
tempat untuk peserta didik menemukan kembali ide dan konsep IPS melalui
eksplorasi dalam kehidupan sehari-hari.
12
2.1.3. Pembelajaran Cooperative
2.1.3.1. Pengertian Pembelajaran Cooperative
Pembelajaran cooperative merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran cooperative berasal dari kata
“cooperative” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan
saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau tim. Menurut
Johnson (Isjoni 2011 : 15) pembelajaran cooperative mengandung pengertian
bekerja sama demi mencapai tujuan bersama.
Isjoni (Isjoni, 2011:15) dalam tulisannya mengutip pendapat Slavin
mengenai model pembelajaran cooperative yaitu “suatu model pem-belajaran
dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang
berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih
bergairah dalam belajar”. Agus Suprijono (Suprijono 2011:54) mengemukakan
“pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis
kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru”.
Peneliti memberikan kesimpulan dari pengertian-pengertian diatas mengenai
pembelajaran cooperative yaitu suatu strategi belajar dengan membagi siswa ke
dalam kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda-beda dengan tujuan
setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu
untuk memahami materi pelajaran dan menyelesaikan tugas kelompoknya. Oleh
sebab itu, pembelajaran cooperative sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa
dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapi.
Belajar dengan pendekatan cooperative dapat diterapkan untuk
memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat
teman, dan saling memberikan pendapat (sharing ideas). Selain itu dalam belajar
biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh
sebab itu, pembelajaran cooperative sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa
dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang
dihadapinya.
13
Pendekatan pembelajaran cooperative, tidak hanya unggul dalam
membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman.
Dalam pembelajaran cooperative, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran
sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi
yang berkualitas, serta dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi
belajarnya.
2.1.3.2. Tujuan Pembelajaran Cooperative
Muslimin Ibrahim memberikan penjelasan terdapat tiga tujuan
pembelajaran cooperative yang kemudian dikutip oleh Isjoni (Isjoni, 2011: 27)
yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu,
pengembangan keterampilan sosial.
1. Hasil Belajar Akademik
Belajar cooperative meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa
ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa
model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar
pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok
bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas
akademik.
2. Penerimaan terhadap Perbedaan Individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas
dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan,
dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa
dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung
pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan
belajar saling menghargai satu sama lain.
14
3. Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan
kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat
penting untuk dimiliki oleh siswa, karena kenyataan yang dihadapi bangsa ini
dalam mengatasi masalah – masalah sosial yang semakin kompleks, serta
tantangan bagi peserta didik supaya mampu dalam menghadapi persaingan global.
2.1.3.3. Unsur-Unsur Pembelajaran Cooperative
Agus Suprijono (Suprijono, 2011:58) mengambil refrensi dari Roger dan
David Johnson mengenai unsur – unsur pembelajaran kooperatif. Unsur-unsur
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Positive interdependence (saling ketergantungan). 2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan). 3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif). 4. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota). 5. Group processing (pemrosesan kelompok).
Peserta didik menyadari bahwa dirinya membutuhkan teman dalam
kelompok tersebut untuk mengisi kekurangannya. Saling ketergantungan positif
menjadikan peserta didik saling melengkapi satu sama lain. Hal inilah
menimbulkan tanggung jawab setiap anggota kelompok untuk menyelesaikan
setiap tugas dan pencapaian hasil yang maksimal. Sementara langkah yang
diusahakan untuk mencapai hal tersebut berupa saling membantu, saling memberi
informasi, saling mengingatkan, saling percaya, dan saling memotivasi untuk
memperoleh keberhasilan bersama. Untuk mengoordinasikan kegiatan peserta
didik diperlukan saling mengenal, mempercayai, mampu berkomunikasi secara
benar, saling menerima, saling mendukung dan mampu menyelesaikan konflik
yang terjadi dalam kelompok. Dalam menyelesaikan tugas kelompok perlunya
penilaian tahapan dan kerja kelompok untuk meningkatkan efektivitas anggota
dalam memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan kelompok.
Pembelajaran kooperatif yang diajarkan adalah keterampilan-keterampilan
khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti
menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan
15
atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas
anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.
Guru yang ingin melaksanakan pendekatan pembelajaran kooperatif di
dalam kelasnya atau mata pelajaran yang diampunya, maka guru tersebut harus
memperhatikan dan merencanakan dengan matang, agar pada pembelajarannya
tersebut terdapat empat tahapan ketrampilan kooperatif yang akan dikuasai peserta
didik.
Keempat tahapan ketrampilan kooperatif itu adalah sebagai berikut:
1. Forming (pembentukan), yaitu suatu ketrampilan kooperatif yang dibutuhkan
untuk membentuk kelompok yang solid dan membentuk sikap yang sesuai
dengan norma.
2. Functioning (pengaturan), yaitu suatu ketrampilan kooperatif yang dibutuhkan
untuk mengatur aktifitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina
hubungan kerja sama di antara anggota kelompok.
3. Formating (perumusan), yaitu suatu ketrampilan kooperatif yang dibutuhkan
untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang
sedang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berfikir yang lebih tinggi,
dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
4. Fermenting (penyerapan), yaitu suatu ketrampilan kooperatif yang dibutuhkan
untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, memunculkan
konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan
pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.
Ketrampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja,
dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan
komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan
membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.
Langkah-langkah dalam pembelajaran cooperative learning menurut
David Hornsby, 1981 (Solihatin,2009:12) dapat digambarkan seperti berikut ini:
16
Gambar 2.1
Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperative
2.1.3.4. Kelebihan dan Kelemahan Cooperative
Keuntungan dalam pembelajaran cooperative menurut slavin (1995),
antara lain adalah sebagai berikut :
1. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma kelompok.
2. Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil.
3. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.
4. Interaksi antar siswa sering dengan peningkatan kemampuan mereka berpendapat.
Pembelajaran cooperative juga mempunyai kelemahan yang harus
dihindari, yakni adanya anggota kelompok yang tidak aktif. Ini dapat terjadi jika
PROGRAM PENGAJARAN/ PROGRAM PEMBELAJARAN
TARGET PEMBELAJARAN1. Penguasaan Materi/konsep 2. Sikap dan ketrampilan sosial
Perencanaan Pembelajaran
PEMBENTUKAN KELOMPOK DAN PENGARAHAN/PENGKONDISIAN SISWA UNTUK BEKERJASAMA
Peer Tutur (Tutor Teman Sebaya)
KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DALAM KELOMPOK BELAJAR Pengembangan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam suasana belajar kelompok
Belajar Kolaboratif
HASIL KERJA KELOMPOK
PENYAJIAN/UNJUK KERJA SISWA/ KELOMPOK SISWA
PROSES KERJA KELOMPOK
CACATAN OBSERVASI GURU MENGENAI KERJA SISWA
Pemberian Hadiah dan Kritik Siswa
DEBRIEFINGRefleksi dan Internalisasi
17
hanya ada satu permasalahan saja. Kelemahan ini dapat dihindari dengan cara
seperti dikatakan oleh Slavin (1995), yaitu :
1. Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan kelompok.
2. Masing-masing kelompok harus mempelajari materi secara keseluruhan. Hal ini karena hasil kelompok ditentukan oleh skor perkembangan masing-masing individu.
2.1.4. Pendekatan Cooperative Metode Snowball Throwing
Snowball throwing adalah metode yang digunakan untuk memperdalam
satu topik. Metode ini biasanya dilakukan oleh beberapa kelompok yang terdiri
dari empat sampai delapan orang yang memiliki kemampuan merumuskan
pertanyaan yang ditulis dalam sebuah kertas menyerupai bola. Kemudian, kertas
itu dilemparkan kepada kelompok lain yang untuk ditanggapi dengan menyawab
pertanyaan yang dilemparkan tersebut.
Snowball throwing ini dapat melatih peserta didik untuk mendengarkan
pendapat orang lain, teman, tugas-tugas kelompok akan memacu peserta didik
untuk bekerjasama, saling membantu, serta aktif dalam pembelajaran. Dibentuk
kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru
kemudian ketua kelompok membagikan tugas kepada teman kelompoknya dan
masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas
pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab
pertanyaan dari bola yang diperoleh.
Suprijono (2011:128) memberikan penjelasan bahwa, langkah-langkah
yang ditempuh dalam metode snowball throwing adalah sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan. b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing
ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi. c. Masing-masing ketua kelompok kembali kekelompoknya masing-
masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
d. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
e. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama kurang lebih ± 15 menit.
18
f. Setelah siswa mendapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.
g. Evaluasi. h. Penutup.
Langkah-langkah metode snowball throwing dapat disederhanakan sebagai
berikut; siswa merumuskan pertanyaan secara tertulis dikertas berdasarkan materi
yang diterangkan oleh guru dan ketua kelompok. Kemudian kertas tersebut
dilipat-lipat menyerupai bola lalu dilemparkan kepada kelompok lain. Setelah
membuka kertas tersebut, kelompok lain itu menjawab pertanyaan dan
melemparkan kembali kekelompok yang menulis pertanyaan tadi.
Metode snowball throwing ini dapat memberikan kesempatan kepada
teman dalam kelompok untuk merumuskan pertanyaan secara sistematis. Di
samping itu dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukan
pertanyaan dengan tuntunan pertanyaan kepada teman lain maupun guru. Juga
melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik.
Dapat pula merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik
yang sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut. Berikutnya dapat mengurangi
rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun guru serta melatih
kesiapan siswa. Terakhir, dengan menggunakan metode ini memungkinkan siswa
saling memberikan pengetahuan.
Kelebihan dari metode snowball throwing diantaranya adalah melatih
kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada materi
yang diajarkan dan saling memberikan pengetahuan. Sedangkan kelemahan dari
metode ini yakni pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar
siswa serta tidak efektif. Meskipun terdapat kelemahan dalam metode ini,
kelebihan metode ini masih tetap menonjol dan efektif dalam pembelajaran IPS.
Pendekatan cooperative learning metode snowball throwing tepat
digunakan sebab materi dalam pembelajaran IPS itu sangat luas meliputi IPS
terpadu dan sejarah Nasional. IPS terpadu adalah pengetahuan yang bersumber
dari geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi dan ilmu politik yang mengupas
tentang berbagai kenyataan dan gejala dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan
19
sejarah Nasional adalah pengetahuan mengenai proses perkembangan masyarakat
Indonesia dari masa lampau sampai dengan masa kini. Oleh sebab itu
pengetahuan yang bersumber dari guru saja tidak mampu diserap dengan baik
oleh peserta didik harus ada proses pembelajaran yang dilakukan dengan tindakan
langsung dan proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Metode pembelajaran ini merupakan metode dimana peserta didik dapat berperan
aktif untuk menyerap pengetahuan dari guru dan tutor sebaya serta peserta didik
yang lain sebab dalam metode ini terjadi hubungan interaksi antar peserta didik
dalam kelompok. Selain itu langkah-langkah dalam pelaksanaan pembelajaran ini
menyangkut hubungan sosial antar individu satu dengan yang lainnya, ini sesuai
dengan karakteristik pendidikan IPS yaitu mengatur hubungan antar manusia.
2.1.5. Belajar
2.1.5.1. Pengertian Belajar
R. Gagne seperti yang di kutip oleh Slameto (Slameto, 2010: 13) dalam
bukunya belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, memberikan dua
definisi belajar, yaitu:
1. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
2. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
Belajar merupakan perubahan tingkah laku individu yang diperoleh
melalui pengalaman, melalui proses stimulus-respon, melalui pembiasaan, melalui
peniruan, melalui pemahaman dan penghayatan, melalui aktivitas individu meraih
sesuatu yang dikehendakinya (Prayitno, 2009:203).
Belajar secara sederhana memiliki pengertian yaitu serangkaian kegiatan
jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya.
2.1.5.2. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri atas dua kata yaitu “hasil”
dan “belajar” yang memiliki arti yang berbeda. Oleh karena itu untuk memahami
20
lebih mendalam mengenai makna hasil belajar, akan dibahas dulu pengertian
“hasil” dan “belajar”.
Arikunto (Arikunto, 2010:133) mengatakan bahwa “hasil belajar adalah
hasil akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam
perbuatan yang dapat diamati, dan dapat diukur”. Nana Sujana (Sujana, 2011: 22)
mengemukakan bahwa “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.
Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang
optimal cenderung menunjukan hasil yang berciri sebagai berikut:
1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa.
2. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya.
3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama
diingatannya, membentuk prilakunya, bermanfaat untuk mempelajarai aspek
lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan
pengetahuan yang lainnya.
4. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya
terutama adalah menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan
mengendalikan proses dan usaha belajarnya.
Peneliti memberikan kesimpulan dari beberapa pengertian diatas bahwa
hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar dari perubahan
yang tampak dalam perbuatan yang diamati dan diukur. Perubahan itu dapat
dilihat dari kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya.
2.1.6. Pembelajaran Metode Pertanyaan Berantai
Pertanyaan berantai adalah metode yang digunakan untuk mengingatkan
memori tentang materi pelajaran dan memperdalam satu materi. Pembelajaran
pertanyaan berantai memberikan variasi dalam pembelajaran dibanding dengan
pembelajaran yang hanya berpusat kepada guru. Tujuan pembelajaran pertanyaan
berantai adalah mengaktifkan peserta didik dalam pembelajaran dan
menumbuhkan ketrampilan aktivitas belajar dalam menjawab pertanyaan yang
diundi oleh guru.
21
Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode pertanyaan berantai adalah
sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
2. Guru memberikan penjelasan tentang materi kepada peserta didik.
3. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu pertanyaan dari hasil undian
pertanyaan.
4. Setelah siswa mendapat satu pertanyaan sesuai dengan nomor urut pertanyaan
diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis
dalam kertas tersebut secara bergantian sesuai dengan nomor urut pertanyaan.
5. Guru mengevaluasi kegiatan tersebut dengan cara memberikan rumusan
pertanyaan, rumusan kalimat, kemudian memberikan contoh rumusan
pertanyaan yang benar.
6. Kesimpulan dari kegiatan yang sudah dilakukan.
7. Penutup.
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang penggunaan pembelajaran pendekatan cooperative
metode snowball throwing terhadap mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
telah dilakukan oleh beberapa peneliti di Indonesia. Penelitian yang dilakukan
oleh Imas Hodijah dengan judul “Penerapan Model Cooperatif Learning Metode
Snowball Throwing pada Konsep Kenampakan Alam, Sosial, dan Budaya untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa di Kelas IV SD”. Penelitian ini dilaksanakan
pada tahun 2010/2011.
Hasil penelitian tersebut yaitu pada pelaksanaan penelitian di lapangan
dari hasil observasi dan pemantauan ditemukan hal-hal sebagai berikut: pada
pertemuan pertama, antusias belajar peserta didik merasa merdeka, tidak harus
duduk manis mendengarkan ceramah guru yang biasanya sampai satu jam atau
lebih. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya diskusi-diskusi kecil antar sesama
yang membahas tentang penampakan alam, sosial dan budaya.
Hasil belajar yang cukup signifikan pada mata pelajaran Ilmu Pendidikan
Sosial dengan nilai rata-rata 54,81 dan 67,04. Dengan demikian bahwa
penggunaan pembelajaran pendekatan cooperative dengan metode snowball
22
throwing dapat membantu peserta didik lebih bergairah dalam belajar,
membangun kerjasama dengan teman-temannya dan terjadi interaksi yang begitu
demokratis yang pada akhirnya mendorong pencapaian hasil belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial yang telah ditetapkan sebelumnya.
Hasil pengamatan dan observasi pada penelitian ini maka dapat
disimpulkan sebagai berikut : (1) Terjadi perubahan dalam proses pembelajaran
yang meliputi peningkatan ketrampilan sosial, interaksi dan kerjasama antar
peserta didik, keberanian mengemukakan pendapat, (2) Suasana pembelajaran
lebih rileks dan peserta didik selalu terdorong untuk bertanya baik kepada teman-
temannya maupun kepada guru. Selain itu, guru memotivasi peserta didik-peserta
didik yang belum aktif, sehingga proses pembelajaran sesuai dengan desain
pembelajaran yang telah direncanakan. (3) Adanya peningkatan hasil belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial yang dapat dilakukan dengan menerapkan salah satu
pembelajaran yaitu metode snowball throwing.
Pendekatan cooperative learning dengan menggunakan metode snowball
throwing dapat diterapkan pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Dan
diharapkan pengalaman belajar dengan metode pembelajaran pendekatan
kooperatif metode snowball throwing akan menciptakan suasana belajar yang
kondusif dan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Dalam proses
pembelajaran akan tampak lebih interaktif karena terjadi interaksi antara guru
dengan peserta didik maupun antar kelompok peserta didik.
Hasil diatas menunjukkan bahwa pendekatan cooperative learning
dengan metode snowball throwing dalam pembelajaran IPS memberikan
pengaruh yang baik terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik dan
pemahaman peserta didik dibandingkan dengan pembelajaran yang konvensional
dengan metode ceramah. Oleh sebab itu penulis akan menerapkan pendekatan
dan metode tersebut terhadap sekolah yang ingin penulis teliti berbeda dengan
kajian relevansi sebelumnya yang menekankan pada materi tentang koperasi
sehingga pendekatan dan metode tersebut dapat memberikan kontribusi yang
positif bagi sekolah-sekolah tersebut. Peneliti akan melakukan penelitian dengan
judul “Keefektifan Penggunaan Pendekatan Cooperative Learning dengan
23
Metode Snowball Throwing dalam Pembelajaran IPS Peserta Didik Kelas IV SD
Gugus Kenanga Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang” dengan harapan
peneliti dapat menggambarkan keefektifan penggunaan pendekatan cooperative
learning dengan metode snowball throwing dalam pembelajaran IPS kelas IV SD.
2.3. Kerangka Berfikir
IPS sering dianggap sebagai mata pelajaran yang susah untuk dimengerti
dengan materi yang banyak dan membutuhkan penghafalan. Indikasinya dapat
dilihat dari hasil belajar siswa yang kurang memuaskan. Pembelajaran yang biasa
diterapkan selama ini menggunakan metode ekspositori, di mana pembelajaran
berpusat pada guru, siswa pasif, dan kurang terlibat dalam pembelajaran. Hal ini
menyebabkan siswa mengalami kejenuhan yang berakibat kurangnya minat
belajar. Minat belajar akan tumbuh dan terpelihara apabila kegiatan belajar
mengajar dilaksanakan secara bervariasi, baik melalui variasi metode maupun
media pembelajaran.
Pendekatan cooperative metode snowball throwing adalah salah satu
alternatif bagi guru dalam mengajar peserta didik, yang merupakan sebuah variasi
dalam kelompok yang ciri khasnya adalah guru memanggil ketua kelompoknya
untuk menerima tugas yang disampaikan oleh guru, dan ketua kelompok kembali
ketiap anggota kelompok untuk menyampaikan materi lalu membuat pertanyaan
sesuai materi yang sudah disampaikan oleh ketua. Setelah diberi waktu membuat
pertanyaan setiap kelompok melempar pertanyaan kepada kelompok lain untuk
menjawab sampai setiap peserta didik mendapatkan satu pertanyaan untuk
dijawab. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa dan upaya
yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam
kelompok. Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan
berdampak positif terhadap hasil belajar peserta didik. Dan peserta didik dapat
bertukar pengetahuan antara teman yang satu dengan yang lainnya.
Penulis dalam penelitian ini akan melakukan penelitian dengan judul
“Keefektifan Penggunaan Pendekatan Cooperative Learning dengan Metode
Snowball Throwing dalam Pembelajaran IPS Peserta Didik Kelas IV SD Gugus
Kenanga Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang”. Penelitian akan disertai
24
dengan memberikan pretes terhadap kedua kelas yaitu SD Negeri Kebonagung 01
dan SD Negeri Kebonagung 03. Penelitian dengan soal yang sama dihari yang
sama karena sekolah tersebut memberikan waktu tersebut. Waktu pelaksanaanya
bergantaian dimulai dari SD Kebonagung 01 kemudian dilanjutkan SD
Kebonagung 03. Setelah didapatkan hasil pretes ternyata kedua kelompok tersebut
hasil nilai peserta didik homogen/setara. Kelompok eksperimen penelitian
dilakukan dengan menggunakan pendekatan cooperative learning metode
snowball throwing, sedangkan kelompok kontrol menggunakan pembelajaran
pertanyaan berantai. Hasil belajar pada penelitian ini diperoleh dari hasil posttest
pada peserta didik dikurangi hasil pretest pada peserta didik baik pada kelas
eksperimen maupun pada kelas kontrol. Penggunaan pendekatan kooperatif
learning metode snowball throwing dikatakan efektif apabila hasil belajar dalam
pembelajaran IPS yang menggunakan kooperatif learning metode snowball
throwing lebih besar dari pada hasil belajar yang menggunakan pembelajaran
pertanyaan berantai. Adapun kerangka berpikirnya dapat digambarkan dalam
skema berikut:
25
Gambar 2.2 Skema Kerangka Berfikir
Kelompok Eksperimen
Pretest
Pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan kooperatif
metode snowball throwing
Posttest
Kelompok Kontrol
Pretest
Pembelajaran dengan
menggunakan metode
pertanyaan berantai
Posttest
Hasil Belajar
(Posttest – Pretest)
Hasil Belajar
(Posttest – Pretest)
Hasil belajar kelompok
eksperimen ≠ hasil belajar kelompok
kontrol sehingga dapat dinyatakan ada
perbedaan hasil belajar
jadi penggunaan pendekatan cooperative
learning metode
snowball throwing
efektif dalam pembelajaran
IPS
26
2.4. Hipotesis Penelitian
Kerangka berpikirnya dapat dirumuskan dari hipotesis dalam penelitian
ini sebagai berikut:
a. Ada perbedaan hasil belajar antara peserta didik yang pembelajarannya
menggunakan pendekatan cooperative learning dengan metode snowball
throwing dengan peserta didik yang pembelajarannya menggunakan metode
pertanyaan berantai.
b. Penggunaan pendekatan cooperative learning dengan metode snowball
throwing efektif dalam pembelajaran IPS peserta didik kelas IV SD Gugus
Kenanga Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang.
Hipotesis Statistika:
H0 : μ1 = μ2
Yaitu: “rata-rata hasil belajar peserta didik kelompok eksperimen dalam
penggunaan pendekatan cooperative learning dengan metode snowball throwing
sama dengan rata-rata hasil belajar kelompok kontrol yang pembelajaran
penggunaan metode pertanyaan berantai”. Artinya, tidak ada perbedaan hasil
belajar IPS peserta didik yang pembelajarannya menggunakan pendekatan
cooperative learning dengan metode snowball throwing dalam pembelajaran IPS.
H1 : μ1 ≠ μ2
Yaitu: “rata-rata hasil belajar peserta didik kelompok eksperimen dalam
penggunaan pendekatan cooperative learning dengan metode snowball throwing
tidak sama dengan rata-rata hasil belajar peserta didik kelompok kontrol
pembelajaran penggunaan metode pertanyaan berantai”. Artinya, ada perbedaan
hasil belajar IPS peserta didik yang pembelajarannya menggunakan pendekatan
cooperative learning dengan metode snowball throwing dalam pembelajaran IPS.
Penggunakan pendekatan cooperative learning dengan metode snowball throwing
efektif dalam pembelajaran IPS ditunjukan dengan adanya perbedaan hasil belajar
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.