7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.1.1.1 Pengertian IPA
IPA adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang alam sekitar beserta
isinya. Hal ini berarti IPA mempelajari semua benda yang ada di alam, peristiwa,
dan gejala-gejala yang muncul di alam. Ilmu dapat diartikan sebagai suatu
pengetahuan yang bersifat objektif. Jadi dari sisi istilah IPA adalah suatu
pengetahuan yang bersifat objektif tentang alam sekitar beserta isinya.
Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains.
Kata sains ini berasal dari bahasa latin yaitu scienta yang berarti “saya tahu”.
Dalam bahasa inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti
“pengetahuan”. Science kemudian berkembang menjadi social science yang dalam
bahasa indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dan natural
science yang dalam bahasa indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam
(IPA). Dalam kamus fowler (1951), natural science didefinisikan sebagai:
systematic and formulated knowledge dealing with material phenomena and based
mainly on observation and induction (yang diartikan bahwa ilmu pengetahuan
alam didefinisikan sebagai: pengetahuan yang sistematis dan disusun dengan
menghubungkan gejala-gejala alam yang bersifat kebendaan dan didasarkan pada
hasil pengamatan dan induksi). Sumber lain menyatakan bahwa natural science
didefinisikan sebagai piece of theoretical knowladge atau sejenis pengetahuan
teoritis.
IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam.
IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena
alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang
dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode
ilmiah. Definisi ini memberi pengertian bahwa IPA merupakan cabang
8
pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan
biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif,
yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan analisis data terhadap gejala-
gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya IPA merupakan ilmu
pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip
dan hukum yang teruji kebenaranya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam
metode ilmiah .
IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam dan segala
sesuatu yang ada di alam. IPA mempunyai beberapa pengertian berdasarkan cara
pandang ilmuwan bersangkutan mulai dari pengertian IPA itu sendiri, cara
berfikir IPA , cara penyelidikann IPA sampai objek kajian IPA. Adapun
pengertian IPA menurut Trowbridge and Bybee (1990) sains atau IPA merupakan
representasi dari hubungan dinamis yang mencakup tiga faktor utama yaitu the
extant body of scientific knowledge, the values of science and the method and
procecces of science” yang artinya sains merupakan produk dan proses , serta
mengandung nilai-nilai. IPA adalah hasil interpretasi tentang dunia kealaman. IPA
sebagai proses/metode penyelidikan meliputi cara berpikir, sikap dan langkah-
langkah kegiatan scientis untuk untuk memperoleh produk-produk IPA, misalnya
observasi, pengukuran, merumuskan, menguji hipotesa, mengumpulkan data,
bereksperimen dan prediksi. Pendidikan IPA merupakan kumpulan pengetahuan
dan juga proses. Pembelajaran IPA di sekolah diharapkan memberi berbagai
pengalaman pada anak yang mengijinkan mereka melakukan berbagai
penelusuran ilmiah yang relevan, (KTSP, 2006).
Menurut teori perkembangan kognitif Piaget (Wiji Suwarno, 2008: 58)
bahwa anak membangun sendiri skemanya serta membangun konsep-konsep
melalui pengalaman- pengalamannya. Piaget membedakan perkembangan
kognitif seorang anak menjadi empat taraf, yaitu :
a. Taraf sensori motor (0- 2 th),
b. Taraf pra-operasional (2- 7 th),
c. Taraf operasional konkrit (7- 11 th), dan
d. Taraf operasional formal (11- 15 th).
9
Walaupun ada perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan, tetapi
teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan
perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan
yang berbeda. Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung seberapa jauh
anak memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungan.Piaget (Wiji
Suwarno, 2008: 58) menyatakan peran guru sebagai fasilitator, bukan sebagai
pemberi informasi. Guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif
bagi siswa-siswanya dan membantu siswa menghubungkan antara apa yang sudah
diketahui siswa dengan apa yang sedang dan akan dipelajari (Abruscato, 1999).
Prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran diterapkan dalam program-program yang
menekankan pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata
dan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang lain serta peranan guru
sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan siswa
dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar
2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Adapun tujuan pembelajaran IPA di SD adalah membekali siswa
kemampuan berbagai cara untuk “mengetahui” dan “cara mengerjakan” yang
dapat membantu siswa dalam memahami alam sekitar, sedang secara rinci
tujuan pembelajaran sains di Sekolah Dasar (Maslichah Asy’ari, 2006: 23) yakni
sebagai berikut.
a. Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi,
masyarakat
b. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
c. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains
yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
seharihari
d. Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan
alam
10
e. Menghargai alam sekitar dan segala keteraturannya sebagai salah satu
ciptaanNya
Dalam Permendiknas no.22 tahun 2006 tujuan pembelajaran IPA agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
bedasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan
segalaketeraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan
2.1.1.3 Ruang Lingkup IPA
Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai
berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainya
11
2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif
Isjoni dan Mohd.Arif Ismail (2008:134) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu
bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai satu kelompok atau
satu tim.
Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2007:42) mengemukakan bahwa
“pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang
melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”.
Robert E.Slavin (2009:8) mengemukakan bahwa dalam model
pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang
beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru.
Anita Lie (2008:28) menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah
“pembelajaran gotong royong”. Yaitu sistem pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas
yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk
suatu kelompok atau suatu tim yang didalamnya siswa bekerja secara terarah untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan. Roger dan David Johnson (Anita Lie, 2008:31)
mengemukakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative
learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran
gotong royong harus diterapkan:
1. Saling ketergantungan positif
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya.
Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun
tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus
menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan
mereka.
2. Tanggung jawab perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran
Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk
melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran
12
Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas
sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus
melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam
kelompok bisa dilaksanakan.
3. Tatap muka
Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus
diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan
interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi
yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah
menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi
kekurangan.
4. Komunikasi antar anggota
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai
keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga
bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan
dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses
panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan
perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan
perkembangan mental dan emosional para siswa.
5. Evaluasi proses kelompok.
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif
Menurut Arends (2004:356), model pembelajaran kooperatif mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan
materi belajar.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan akademis
tinggi, sedang, dan rendah serta berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda
13
c. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan
pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar
pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru
mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam proses pembelajaran tidak harus
belajar dari guru kepada peserta didik. Peserta didik dapat saling membelajarkan
sesama peserta didik lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya lebih efektif dari
pada pembelajaran oleh guru.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran dimana siswa saling bekerjasama
dalam kelompok dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran.
Dengan pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa belajar lebih aktif, serta
dapat memenuhi kebutuhan siswa secara optimal guna pencapaian tujuan belajar.
Dalam hal ini siswa bekerjasama dan belajar dalamkelompok serta bertanggung
jawab pula terhadap kegiatan belajar siswa lain dalam kelompoknya.
2.1.3 Model Students Teams Achievement Divisions (STAD)
Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
universitas John Hopkins. Menurut Slavin (2007) model STAD merupakan variasi
pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Model ini sangat mudah
diadaptasi, telah digunakan dalam matematika, IPA, IPS, dan banyak subyek
lainnya pada tingkat sekolah dfasar sampai perguruan tinggi.
Dalam STAD siswa dibagi dalam kelompok beranggotakan maksimal 4
orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan
suatu pelajaran dan siswa dalam kelompok memastikan bisa menguasai pelajaran
tersebut. Dan sampai akhirnya siswa melakukan evaluasi berupa kuis.
Lebih jauh Slavin memaparkan bahwa “Gagasan utama di belakang STAD
adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk
menguasai ketrampilan yang dianjurkan guru”. Jika kelompok mengiginkan
hadiah mereka harus saling membantu teman sekelompok mereka dalam
14
mempelajari pelajaran. Mereka harus mendorong teman sekelompok untuk
melakukan yang terbaik, memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting,
berharga, dan menyenangkan. Para siswa diberikan waktu bekerja sama setelah
pelajaran diberikan oleh guru.
Tetapi siswa tidak diperbolehkan saling membantu dalam mengerjakan
kuis. Para siswa mungkin bekerja berpasangan dan mungkin bertukar jawaban,
mendiskusikan ketidaksamaan dan saling membantu satu sama lain. Mereka
mengajari teman sekelompok dan menafsir kelebihan dan kekurangan mereka
untuk berhasil menjalani tes. Adapun langkah-langkah pembelajaran model
STAD adalah sebagai berikut:
1. Pengajaran
Tujuan utama dari pengajaran ini adalah guru menyajikan materi pelajaran
sesuai dengan yang direncanakan. Setiap awal dalam pembelajaran kooperatif tipe
STAD selalu dimulai dengan penyajian kelas. Penyajian tersebut mencakup
pembukaan, pengembangan dan latihan terbimbing dari keseluruhan pelajaran
dengan penekanan dalam penyajian materi pelajaran.
a) Pembukaan
1. Menyampaikan pada siswa apa yang hendak mereka pelajari dan mengapa hal
itu penting. Timbulkan rasa ingin tahu siswa dengan demonstrasi yang
menimbulkan teka-teki, masalah kehidupan nyata, atau cara lain.
2. Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menemukan
konsep atau merangsang keinginan mereka pada pelajaran tersebut.
3. Ulangi secara singkat ketrampilan atau informasi yang merupakan syarat
mutlak.
b) Pengembangan
1. Kembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari
siswa dalam kelompoknya.
2. Pembelajaran kooperatif menekankan, bahwa belajar adalah memahami makna
bukan hafalan.
3. Mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan
pertanyaan
15
4. Memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau salah.
5. Beralih pada konsep yang lain jika siswa telah memahami pokok masalahnya.
c) Latihan Terbimbing
1. Menyuruh semua siswa mengerjakan soal atas pertanyaan yang diberikan.
2. Memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan soal. Hal ini
bertujuan supaya semua siswa selalu mempersiapkan diri sebaik mungkin.
3. Pemberian tugas kelas tidak boleh menyita waktu yang terlalu lama. Sebaiknya
siswa mengerjakan satu atau dua masalah (soal) dan langsung diberikan umpan
balik.
2. Belajar Kelompok
Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah menguasai
materi yang diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai
materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih
ketrampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman
satu kelompok.
Pada saat pertama kali guru menggunakan pembelajaran kooperatif, guru
juga perlu memberikan bantuan dengan cara menjelaskan perintah, mereview
konsep atau menjawab pertanyaan.
Selanjutnya langkah-langkah yang dilakukan guru sebagai berikut :
1. Mintalah anggota kelompok memindahkan meja / bangku mereka bersama
sama dan pindah dalam kelompok.
2. Berilah waktu lebih kurang 10 menit untuk memilih nama kelompok.
3. Bagikan lembar kegiatan siswa.
4. Serahkan pada siswa untuk bekerja sama dalam pasangan, bertiga atau satu
kelompok utuh, tergantung pada tujuan yang sedang dipelajari. Jika mereka
mengerjakan soal, masing-masing siswa harus mengerjakan soal sendiri dan
kemudian dicocokkan dengan temannya. Jika salah satu tidak dapat
mengerjakan suatu pertanyaan, teman satu kelompok bertanggung jawab
menjelaskannya. Jika siswa mengerjakan dengan jawaban pendek, maka
mereka lebih sering bertanya dan kemudian antara teman saling bergantian
memegang lembar kegiatan dan berusaha menjawab pertanyaan itu.
16
5. Tekankan pada siswa bahwa mereka belum selesai belajar sampai mereka yakin
teman-teman satu kelompok dapat mencapai nilai sampai 100 pada kuis.
Pastikan siswa mengerti bahwa lembar kegiatan tersebut untuk belajar tidak
hanya untuk diisi dan diserahkan. Jadi penting bagi siswa mempunyai lembar
kegiatan untuk mengecek diri mereka dan teman-teman sekelompok mereka
pada saat mereka belajar. Ingatkan siswa jika mereka mempunyai pertanyaan,
mereka seharusnya menanyakan teman sekelompoknya sebelum bertanya guru.
6. Sementara siswa bekerja dalam kelompok, guru berkeliling dalam kelas. Guru
sebaiknya memuji kelompok yang semua anggotanya bekerja dengan baik,
yang anggotanya duduk dalam kelompoknya untuk mendengarkan bagaimana
anggota yang lain bekerja dan sebagainya.
3. Kuis
Kuis dikerjakan oleh siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk
menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok.
Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan
dalam nilai perkembangan kelompok.
4. Penghargaan Kelompok
Langkah pertama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah
menghitung nilai kelompok dan nilai perkembangan individu dan memberi
sertifikat atau penghargaan kelompok yang lain. Pemberian penghargaan
kelompok berdasarkan pada rata-rata nilai perkembangan individu dalam
kelompoknya.
17
Tabel 1
Sintaks Pembelajaran Dengan Model STAD
No Langkah-langkah Perlakuan guru
1 Presentasi kelas - Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai
- Guru menjelaskan mekanisme pembelajaran
sesuai dengan model pembelajaran tipe STAD
2 Kerja Tim/Kelompok - Guru membentuk siswa menjadi beberapa
kelompok secara heterogen, dengan jumlah
setiap anggota kelompok terdiri dari 4-5
siswa.
- Guru memberikan tugas yang harus
dikerjakan semua anggota kelompok.
3 Kuis - Guru memberikan soal yang sudah dibuat
bedasarkan materi yang telah diberikan
4 Penghargaan - Guru melakukan perhitungan skor dan
mengumumkan serta memberikan
penghargaan untuk siswa yang memperoleh
skor terbaik.
Metode STAD mempunyai kelebihan dan kekurangan, berikut ini adalah
kelebihan dan kekurangan metode STAD. Menurut Slavin kelebihan dan
kekurangan metode STAD adalah sebagai berikut.
1. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma
norma kelompok.
2. Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama.
18
3. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan
kelompok.
4. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam
berpendapat.
Selain keunggulan tersebut pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki
kekurangan-kekurangan diantaranya sebagai berikut:
1. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai
target kurikulum.
2. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru
tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.
3. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat
melakukan pembelajaran kooperatif.
4. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.
2.1.4 Media Pembelajaran
2.1.4.1 Pengertian Media
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari ”medium”
yang secara harfiah berarti ”perantara” atau ”pengantar” yaitu perantara atau
pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Media adalah bentuk-bentuk
komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya (Sadiman,
Raharja, Haryono, dan Rahadjito, 1984:6).
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Bab VII Standar Sarana dan Prasarana, pasal 42 menegaskan bahwa
(1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan
habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan, (2) Setiap satuan pendidikan wajib
memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan
pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi
19
daya dan jasa, tempat olahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat
berkreasi, dan ruang/ tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Media pendidikan memegang peranan penting dalam pembelajaran.
Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan lebih mudah dalam memahami
materi pelajaran yang disampaikan. Pengertian media menurut Smaldino, Sharon
E, James D Russel, Koher Heinich, & Michael Molenda (2002: 9) dalam Parmin
(2009:24) adalah sebagai berikut :
A Medium (plural, media) is a means of communication and source of
informatian. Derived from the latin word meaning " between " the term refers to
anythin that carries information between a source and receiver. Examples include
video, television, diagram, printed materials, computers program, and instructor.
These are considered instructional media when they provide message with an
instructional purpose. The purpose of media is to facilitate communication and
learning.
(Media adalah persamaan dari komunikasi dan sumber informasi.
Diperoleh dan kata latin disamakan dengan " perantara " tempat penghubung
sesuatu yang membawa informasi diantara sumber dan penerima. Dengan
mempertimbangkan media pembelajaran yang menyediakan pesan untuk untuk
tujuan pembelajaran. Tujuan dari media untuk memfasilitasi komunikasi dan
pembelajaran).
Sebagai salah satu komponen pembelajaran, media tidak bisa luput dari
pembahasan sistem pembelajaran secara menyeluruh. pemanfaatan media
seharusnya merupakan bagaian yang harus mendapatkan perhatian guru dalam
setiap kegiatan pembelajaran. Namun kenyataannya bagian inilah yang masih
sering terabaikan dengan berbagai alasan. Alasan yang sering muncul antara lain:
terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar, sulit mencari media yang
tepat, tidak tersedianya biaya, dan lain-lain. Hal ini sebenarnya tidak terjadi jika
setiap guru telah membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan dalam hal
media pembelajaran.
20
Media pada hakekatnya merupakan salah satu komponen sistem
pembelajaran. Sebagai komponen, media hendaknya merupakan bagian integral
dan harus sesuai dengan proses pembelajaran secara menyeluruh. Akhir dari
pemilihan media adalah penggunaaan media tersebut dalam kegiatan
pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa dapat berinteraksi dengan media
yang kita pilih. Apabila kita telah menentukan alternatif media yang akan kita
gunakan dalam pembelajaran, maka pertanyaan berikutnya adalah sudah
tersediakah media tersebut di sekolah atau di pasaran? Jika sudah tersedia, maka
kita tinggal meminjam atau membelinya saja. Itupun jika media yang ada memang
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah kita rencanakan, dan terjangkau
harganya. Jika media yang kita butuhkan temyata belum tersedia, mau tak mau
kita harus membuat sendiri program media sesuai keperluan tersebut.
Jadi, pemilihan media itu perlu kita lakukan agar kita dapat menentukan
media yang terbaik, tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sasaran didik.
Untuk itu, pemilihan jenis media harus dilakukan dengan prosedur yang benar,
karena begitu banyak jenis media dengan berbagai kelebihan dan kelemahan
masing-masing.
1.Fungsi Media
Media memiliki beberapa fungsi diantaranya :
a. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang
dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-
beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan
pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan
sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika
peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari,
maka obyeknya lah yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa
dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar-gambar
yang dapat disajikan secara audiovisual dan audial.
b. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal
yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para
peserta didik tentang suatu obyek, yang disebabkan karena : obyek terlalu
21
besar, obyek terlalu kecil,obyek yang bergerak terlalu lambat, obyek yang
bergerak terlalu cepat, obyek yang terlalu kompleks, obyek yang bunyinya
terlalu halus, obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui
penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan
kepada peserta didik.
c. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara
peserta didik dengan lingkungannya.
d. Media menghasilkan keseragaman pengamatan.
e. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan realistis.
f. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
g. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
h. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang
konkrit sampai dengan abstrak.
Dalam proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa
informasi dari sumber (guru) menuju penerima (siswa). Sedangkan metode adalah
prosedur untuk membantu siswa dalam menerima dan mengolah informasi guna
mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan interaksi antara siswa dengan
lingkungan, fungsi media dapat diketahui berdasarkan adanya kelebihan media
dan hambatan yang mungkin timbul dalam proses pembelajaran. Tiga kelebihan
kemampuan media (Gerlach & Ely dalam Ibrahim, et.al., 2001) adalah sebagai
berikut :
a. Kemampuan fiksatif, artinya dapat menangkap, menyimpan, dan
menampilkan kembali suatu obyek atau kejadian dapat digambar, dipotret,
direkam, difilmkan, kemudian dapat disimpan dan pada saat diperlukan
dapat ditunjukkan dan diamati kembali seperti kejadian aslinya.
b. Kemampuan manipulatif, artinya media dapat menampilkan kembali
obyek atau kejadian dengan berbagai macam perubahan (manipulasi)
sesuai keperluan, misalnya diubah ukurannya, kecepatannya, warnanya,
serta dapat pula diulang-ulang penyajiannya.
22
c. Kemampuan distributif, artinya media mampu menjangkau audien yang
besar jumlahnya dalam satu kali penyajian secara serempak, misalnya
siaran TV atau radio.
Media sebagai alat bantu yang digunakan guru untuk: memotivasi belajar
peserta didik, memperjelas informasi/pesan pengajaran, memberi tekanan pada
bagian-bagian yang penting, memberi variasi pengajaran, dan memperjelas
struktur pengajaran.
Di sini media memiliki fungsi yang jelas yaitu memperjelas, memudahkan
dan membuat menarik pesan kurikulum yang akan disampaikan oleh guru kepada
peserta didik sehingga dapat memotivasi belajarnya dan mengefisienkan proses
belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar akan lebih
efektif dan mudah bila dibantu dengan sarana visual, di mana 11% dari yang
dipelajari terjadi lewat indera pendengaran, sedangkan 83% lewat indera
penglihatan. Di samping itu dikemukakan bahwa kita hanya dapat mengingat 20%
dari apa yang kita dengar, namun dapat mengingat 50% dari apa yang dilihat dan
didengar.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa media merupakan
alat yang dapat membantu dalam proses penyampaian pesan kepada pihak lain.
Sebuah pesan yang disampaikan tentunya akan lebih bermakna apabila pesan
tersebut dapat dipahami dengan baik oleh penerima pesan tersebut. Peran media
dalam penyampaian pesan sangat besar, pesan yang disampaikan dengan media
yang menarik penerima pesan akan lebih cepat memahami pesan tersebut.
2.Jenis-jenis media :
Media cukup banyak macamnya, Ada media yang hanya dapat
dimanfaatkan bila ada alat untuk menampilkanya. Dari berbagai ragam dan bentuk
dari media pengajaran, pengelompokan atas media dan sumber belajar ekonomi
dapat juga ditinjau dari jenisnya, yaitu dibedakan menjadi media audio, media
visual, media audio-visual, dan media serba neka. Contoh macam-macam media :
a. Media Audio : radio, piringan hitam, pita audio, tape recorder, dan telepon.
23
b. Media Visual :
Media visual diam : foto, buku, ansiklopedia, majalah, surat kabar, buku
referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi, kliping, film
bingkai/slide, film rangkai (film stip) , transparansi, mikrofis, overhead
proyektor, grafik, bagan, diagram, sketsa, poster, gambar kartun, peta, dan
globe.
Media visual gerak : film bisu.
c. MediaAudio-visual
Media audiovisual diam : televisi diam, slide dan suara, film rangkai dan
suara , buku dan suara.
Media audiovisual gerak : video, CD, film rangkai dan suara, televisi, gambar
dan suara.
d. Media Serba aneka :
Papan dan display : papan tulis, papan pamer/pengumuman/majalah dinding,
papan magnetik, white board, mesin pangganda.
Media tiga dimensi : realia, sampel, artifact, model, diorama, display.
Media teknik dramatisasi : drama, pantomim, bermain peran,
demonstrasi,pawai/karnaval, pedalangan/panggung boneka, simulasi.
Sumber belajar pada masyarakat : kerja lapangan, studi wisata, perkemahan.
Belajar terprogram Komputer
e. Media yang tidak memerlukan keahlian khusus misalnya : Papan tulis /
whiteboard, Transparansi (OHT), Bahan cetak ( buku, modul, handout ).
f. Media yang memerlukan keahlian khusus : Program audio visual
Program slide, Microsoft Powerpoint, Program internet.
3.Cara Memilih Jenis Media untuk Pembelajaran
Media adalah merupakan sarana dalam peningkatkan kegiatan proses
belajar mengajar agar tujuan pembelajaran dapat dicapai seoptimal mungkin.
“Tujuan yang ingin dicapai, ketepatgunaan, keadaan anak didik, ketersediaan,
mutu teknis dan biaya”, Koyok dan Zulkarnaen NST dalam Zainudin HRL 1984 :
38 (Parmin ,2009:25). Dari pendapat tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut :
24
1) Tujuan yang ingin dicapai
Media yang dipilih haruslah yang menunjang pencapaian tujuan pengajaran yang
telah dirumuskan. dan ini merupakan syarat utama di dalam memilih media
pembelajaran.
2) Ketepatgunaan
Media yang dipilih haruslah disesuaikan dengan aspek yang hendak dipelajari
(aspek gerak atau aspek diam), bila gerak misalnya, maka media yang cocok
adalah film atau sejenisnya.
3) Keadaan anak didik
Dalam memilih haruslah dipertimbangkan akan tingkat kemampuan anak
didiknya dan besar kecilnya kelompok pemakai.
4) Ketersediaan
Hendaklah dalam memilih media dipertimbangkan akan kemudahan dalam
mendapatkan media tersebut serta dalam menggunakan.
5) Mutu Teknis
Media yang dipilih haruslah dapat dioperasionalkan dengan baik dan tidak
membahayakan diri pemakainya.
6) Biaya
Diusahakan serendah mungkin dalam mewujudkan media tersebut, tetapi
memiliki efektivitas yang tinggi.
Dalam proses pembelajaran tentunya tidak semua berjalan dengan
sempurna, ada hambatan-hambatan yang dialami. Hambatan-hambatan
komunikasi dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut (Santyasa : 2007) :
a. Verbalisme, artinya siswa dapat menyebutkan kata tetapi tidak mengetahui
artinya. Hal ini terjadi karena biasanya guru mengajar hanya dengan
penjelasan lisan (ceramah), siswa cenderung hanya menirukan apa yang
dikatakan guru.
b. Salah tafsir, artinya dengan istilah atau kata yang sama diartikan berbeda
oleh siswa. Hal ini terjadi karena biasanya guru hanya menjelaskan secara
lisan dengan tanpa menggunakan media pembelajaran yang lain, misalnya
gambar, bagan, model, dan sebagainya.
25
c. Perhatian tidak terpusat, hal ini dapat terjadi karena beberapa hal antara
lain ; gangguan fisik, ada hal lain yang lebih menarik mempengaruhi
perhatian siswa, siswa melamun, cara mengajar guru membosankan, cara
menyajikan bahan pelajaran tanpa variasi, kurang adanya pengawasan dan
bimbingan guru.
d. Tidak terjadinya pemahaman, artinya kurang memiliki kebermaknaan
logis dan psikologis. Apa yang diamati atau dilihat, dialami secara
terpisah. Tidak terjadi proses berpikir yang logis mulai dari kesadaran
hingga timbulnya konsep.
Pengembangan media pembelajaran hendaknya diupayakan untuk
memanfaatkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh media tersebut dan
berusaha menghindari hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam proses
pembelajaran. Secara rinci, fungsi media dalam proses pembelajaran adalah
sebagai berikut (Santyasa : 2007) :
a. Menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa
lampau. Dengan perantaraan gambar, potret, slide, film, video, atau media
yang lain, siswa dapat memperoleh gambaran yang nyata tentang benda/
peristiwa sejarah.
b. Mengamati benda atau peristiwa yang sukar dikunjungi baik karena
jaraknya jauh, berbahaya, atau terlarang. Misalnya, video tentang
kehidupan harimau di hutan, keadaan dan kesibukan di pusat reaktor
nuklir, dan sebagainya.
c. Memperoleh gambaran yang jelas tentang benda/hal-hal yang sukar
diamati secara langsung karena ukurannya yang tidak memungkinkan,
baik karena terlalu besar atau terlalu kecil. Misalnya dengan perantaraan
paket siswa dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang bendungan
dan kompleks pembangkit listrik, dengan slide dan film siswa memperoleh
gambaran tentang bakteri, amuba, dan sebagainya.
d. Mendengar suara yang sukar ditangkap dengan telinga secara langsung.
Misalnya, rekaman suara denyut jantung dan sebagainya.
26
e. Mengamati dengan teliti binatang-binatang yang sukar diamati secara
langsung karena sukar ditangkap. Dengan bantuan gambar, potret, slide,
film atau video siswa dapat mengamati berbagai macam serangga, burung
hantu, kalelawar, dan sebagainya.
f. Mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya untuk
didekati. Dengan slide, film, atau video siswa dapat mengamati pelangi,
gunung meletus, pertempuran, dan sebagainya.
4.Kriteria Pemilihan Media
Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan,
melainkan didasarkan atas kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan, baik
pemilihan jenis media maupun pemilihan topik yang dimediakan, akan membawa
akibat panjang yang tidak kita inginkan di kemudian hari. Banyak pertanyaan
yang harus kita jawab sebelum kita menentukan pilihan media tertentu. Secara
umum, kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media pembelajaran
diuraikan sebagai berikut.
1) Tujuan
Apa tujuan pembelajaran (standar kompetensi dan kompetensi dasar) yang
ingin dicapai? Apakah tujuan itu masuk ranah kognitif, afektif, psikomotor, atau
kombinasinya? Jenis rangsangan indera apa yang ditekankan: apakah penglihatan,
pendengaran, atau kombinasinya? Jika visual, apakah perlu gerakan atau cukup
visual diam? Jawaban atas pertanyaan itu akan mengarahkan kita pada jenis media
tertentu, apakah media realia, audio, visual diam, visual gerak, audio visual gerak
dan seterusnya.
2) Sasaran didik
Siapakah sasaran didik yang akan menggunakan media? bagaimana
karakteristik mereka, berapa jumlahnya, bagaimana latar belakang sosialnya,
bagaimana motivasi dan minat belajarnya? dan seterusnya. Apabila kita
mengabaikan kriteria ini, maka media yang kita pilih atau kita buat tentu tak akan
banyak gunanya. Mengapa? Karena pada akhirnya sasaran inilah yang akan
mengambil manfaat dari media pilihan kita itu. Oleh karena itu, media harus
sesuai benar dengan kondisi mereka.
27
3) Karakteristik media yang bersangkutan
Bagaimana karakteristik media tersebut? Apa kelebihan dan kelemahannya,
sesuaikah media yang akan kita pilih itu dengan tujuan yang akan dicapai? Kita
tidak akan dapat memilih media dengan baik jika kita tidak mengenal dengan baik
karakteristik masing-masing media. Karena kegiatan memilih pada dasamya
adalah kegiatan membandingkan satu sama lain, mana yang lebih baik dan lebih
sesuai dibanding yang lain. Oleh karena itu, sebelum menentukan jenis media
tertentu, pahami dengan baik bagaimana karaktristik media tersebut.
4) Waktu
Yang dimaksud waktu di sini adalah berapa lama waktu yang diperlukan
untuk mengadakan atau membuat media yang akan kita pilih, serta berapa lama
waktu yang tersedia/yang kita memiliki, cukupkah? Pertanyaan lain adalah,
berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyajikan media tersebut dan berapa
lama alokasi waktu yang tersedia dalam proses pembelajaran? Tak ada gunanya
kita memilih media yang baik, tetapi kita tidak cukup waktu untuk
mengadakannya. Jangan sampai pula terjadi, media yang telah kita buat dengan
menyita banyak waktu, tetapi pada saat digunakan dalam pembelajaran temyata
kita kekurangan waktu.
5) Biaya
Faktor biaya juga merupakan pertanyaan penentu dalam memilih media.
Bukankah penggunaan media pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Apalah artinya kita menggunakan media,
jika akibatnya justru pemborosan. Oleh sebab itu, faktor biaya menjadi kriteria
yang harus kita pertimbangkan. Berapa biaya yang kita perlukan untuk membuat,
membeli atau menyewa media tersebut? Bisakah kita mengusahakan biaya
tersebut/apakah besarnya biaya seimbang dengan tujuan belajar yang hendak
dicapai? Tidak mungkinkah tujuan belajar itu tetap dapat dicapai tanpa
menggunakan media itu, adakah alternatif media lain yang lebih murah namun
tetap dapat mencapai tujuan belajar? Media yang mahal belum tentu lebih efektif
untuk mencapai tujuan belajar dibandingkan media sederhana dan murah.
6) Ketersediaan
28
Kemudahan dalam memperoleh media juga menjadi pertimbangan kita.
Adakah media yang kita butuhkan itu di sekitar kita, di sekolah atau di pasaran?
Kalau kita harus membuatnya sendiri, adakah kemampuan, waktu tenaga dan
sarana untuk membuatnya? Kalau semua itu ada, pertanyaan berikutnya adalah
tersediakah sarana yang diperlukan untuk menyajikannya di kelas? Misalnya,
untuk menjelaskan tentang proses terjadinya gerhana matahari memang lebih
efektif disajikan melalui media video. Namun karena di sekolah tidak ada video
player, maka sudah cukup bila digunakan alat peraga gerhana matahari.
7) Konteks penggunaan
Konteks penggunaan maksudnya adalah dalam kondisi dan strategi
bagaimana media tersebut akan digunakan. Misalnya: apakah untuk belajar
individual, kelompok kecil, kelompok besar atau masal? Dalam hal ini kita perlu
merencanakan strategi pembelajaran secara keseluruhan yang akan kita gunakan
dalam proses pembelajaran, sehingga tergambar kapan dan bagaimana konteks
penggunaaan media tersebut dalam pembelajaran.
8) Mutu Teknis
Kriteria ini terutama untuk memilih/membeli media siap pakai yang telah
ada, misalnya program audio, video, grafis atau media cetak lain. Bagaimana
mutu teknis media tersebut, apakah visual jelas, menarik, dan cocok? Apakah
suaranya jelas dan enak didengar? Jangan sampai hanya karena keinginan kita
untuk menggunakan media saja, lantas media yang kurang bermutu kita paksakan
penggunaannya.
2.1.4.2 Media Realia
Kajian psikologis menyatakan bahwa anak akan lebih mudah mempelajari
hal yang konkrit ketimbang yang abstrak. Berkaitan dengan kontinum konkrit–
abstrak dan kaitannya dengan penggunaan media pembelajaran, ada beberapa
pendapat menurut beberapa ahli (dalam Lies Malaiati, 2010:21).
Pertama, Jerome Bruner bahwa dalam proses pembelajaran hendaknya
menggunakan urutan dari belajar dengan gambaran atau film (iconic
representation of experiment) kemudian ke belajar dengan simbol, yaitu
29
menggunakan kata-kata (symbolik representation). Hal ini juga berlaku tidak
hanya untuk anak tetapi juga untuk orang dewasa.
Kedua, Charles F. Haban, mengemukakan bahwa sebenarnya nilai dari
media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman konsep, ia
membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang paling nyata ke yang paling
abstrak.
Ketiga, Edgar Dale, membuat jenjang konkrit-abstrak dengan dimulai dari
siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian menuju siswa
sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siswa sebagai pengamat terhadap
kejadian yang disajikan dengan simbol. Jenjang konkrit-abstrak ini ditunjukkan
dengan bagan dalam bentuk kerucut pengalaman (cone of experiment).
Dalam menentukan jenjang konkrit ke abstrak antara Edgar Dale dan
Bruner pada diagram jika disejajarkan ada persamaannya, namun antara keduanya
sebenarnya terdapat perbedaan konsep. Dale menekankan siswa sebagai pengamat
kejadian sehingga menekankan stimulus yang dapat diamati, Bruner menekankan
pada proses operasi mental siswa pada saat mengamati obyek.
Media realia merupakan media yang ditampilkan merupakan benda
nyatanya. Pengguanaan media realia lebih mendekatkan peserta didik (penerima
pesan) dengan benda nyatanya sehingga akan semakin mudah memahaminya.
”Akan tetapi sebenarnya suatu benda asli merupakan benda yang paling tepat
guna, dibandingkan tiruannya”. (Latuheru, 1988:52).
Media pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi nyata atau
merupakan benda nyata akan memberikan pengalaman tersendiri bagi peserta
didik yang tidak akan mudah dilupakan. Dengan melihat sendiri benda nyatanya
maka diharapkan peserta didik akan mampu mengaplikasikannya dalam
kehidupan nyata dan bukan hanya secara teori yang dipahaminya, namun benda
sendiri hanya dilihat melalui gambar. Sebagai ilustrasi seorang pilot yang
diberikan pembelajaran praktek langsung dengan yang hanya diberikan teori dan
melihat gambarnya, tentunya akan mampu dilihat hasilnya. Seorang pilot yang
sudah terbiasa praktek langsung akan lebih terampil dalam menjalankan
pesawatnya. ”Mereka akan belajar lebih banyak tentang binatang serangga yang
30
dikumpulkan dari hasil perjalanan karya wisata, dibandingkan dengan melihat
difilm strip mengenai kehidupan binatang tersebut”. (Sudjana, dan Rival,
1990:196).
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan opersi konkret. Pada rentang
usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut : (1) Mulai
memandang dunia secara obyektif, bergeser dari suatu aspek situasi ke aspek lain
secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir
secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk
mengklasifikasikan benda-benda, (4) Mempergunakan hubungan sebab-akibat,
dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan
berat. Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut. (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, CV. Timur
Putra Mandiri, 2006). Kecenderungan belajar anak usia SD memiliki tiga ciri,
yaitu :
a. Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang
konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik, dengan
titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.
Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih
bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan
sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih
bermakna dan kebenarannya lebih dapat dipertanggung jawabkan.
b. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari
sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari
berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni
dari hal yang umum ke bagian demi bagian.
c. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara
bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana kehal-hal yang lebih kompleks.
31
Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis,
keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan dan kedalaman materi.
Menggunakan media realia tidak selalu tepat dan baik, karena terkadang
terhambat dengan biaya dan benda aslinya. Sebagai contoh untuk menunjukkan
bentuk bumi, tentunya akan merasa kesulitan apabila tanpa adanya bantuan media
lainnya seperti media gambar (globe).
Penggunaan media realia merupakan alat peraga yang paling tepat karena
peserta didik dapat langsung mengamati benda aslinya/nyatanya. Dalam
penggunaan media realia/benda nyata ini terdapat kelebihan dan keterbatasan.
Diantara kelebihan-kelebihan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Dapat memperlihatkan seluruh atau sebagian besar rangsangan yang
relevan dari kerja, dengan biaya yang sedikit.
b. Dapat memberikan kesempatan yang semaksimal mungkin pada siswa
untuk melaksanakan tugas-tugas nyata, atau tuga-tugas simulasi dan
mengurangi transfer belajar.
c. Memudahkan pengukuran penampilan siswa, bila ketangkasan fisik atau
ketrampilan koordinasi diperlukan dalam pekerjaan.
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami dan melatih
ketrampilan manipulatif mereka dengan menggunakan indera peraba.
Dari kelebihan-kelebihan penggunaan media realia, ada keterbatasan-
keterbatasan penggunaan media tersebut, yaitu:
a. Tidak selalu memberikan gambaran dari objek yang sebenarnya, seperti
pembesaran, pemotongan, dan gambar bagian demi bagian, sehingga
pengajaran harus didukung dengan media lain.
b. Sulit untuk mengontrol hasil belajar, karena konflik-konflik yang mungkin
terjadi dengan pekerjaan atau dengan lingkungan kelas.
c. Seringkali dapat menimbulkan bahaya bagi siswa atau orang lain dalam
lingkungan kerja.
d. Mahal, karena biaya yang diperlukan untuk peralatan tidak sedikit.
32
e. Seringkali sulit mendapatkan tenaga ahli untuk menangani latihan kerja,
mengambil tenaga ahli dari pekerjaannya untuk melatih yang lain dapat
menurunkan produktivitasnya.
Setiap media yang digunakan dalam pembelajaran akan mencapai
keberhasilan apabila sesuai dengan materi yang tepat. Media realia mempunyai
kelebihan dan keterbatasan, namun apabila disesuaikan dengan materi yang akan
digunakan maka dapat mngurangi keterbatasan yang terjadi.
Pendidikan IPA adalah lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan
fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA
di sekolah di harapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang
mengijinkan mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan (Agus.
S, 2003: 11).
Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, IPA merupakan ilmu yang
mempelajari tentang segala sesuatu yang terdapat di alam, baik itu zat yang
terkandung atau gejala yang terdapat di alam. IPA merupakan pengetahuan
mempunyai kebenaran melalui metode ilmiah baik secara induktif ataupun
deduktif.
2.1.5 Sintaks Penggunaan Model Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Media
Realia
Tabel 2
Sintaks Penggunaan Model Kooperatif Tipe STAD Berbantuan
Media Realia
No Langkah-langkah Perlakuan guru
1 Presentasi kelas - Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai
- Guru menjelaskan mekanisme pembelajaran
sesuai dengan model pembelajaran tipe STAD
- Guru menyampaikan materi dengan bantuan
Media yang sudah disiapkan
-
33
2 Kerja Tim/Kelompok - Guru membentuk siswa menjadi beberapa
kelompok secara heterogen, dengan jumlah
setiap anggota kelompok terdiri dari 4-5
siswa.
- Guru memberikan tugas yang harus
dikerjakan semua anggota kelompok.
3 Kuis - Guru memberikan soal yang sudah dibuat
bedasarkan materi yang telah diberikan
4 Penghargaan - Guru melakukan perhitungan skor dan
mengumumkan serta memberikan
penghargaan untuk siswa yang memperoleh
skor terbaik.
2.1.6 Hasil Belajar
2.1.6.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia dan dilakukan oleh setiap orang untuk memperoleh suatu pengetahuan
baru. Piaget (dalamDimyati, Mujiono, 2006:13) berpendapat bahwa pengetahuan
dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan
lingkungannya dan lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi
intelek semakin berkembang. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan
potensi-potensi yang dibawanya sejak lahir.
Menurut Slameto belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai
hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya.
Winkel berpendapat bahwa belajar sebagai suatu proses kegiatan mental
pada diri seseorang yang berlangsung dalam interaksi aktif individu dengan
34
lingkungannya, sehingga menghasilkan perubahan yang relatif menetap/bertahan
pada kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Nana Sudjana (2010:2) mengemukakan bahwa belajar dan mengajar
sebagai aktivitas utama di sekolah meliputi tiga unsur, yaitu tujuan
pengajaran, pengalaman belajar mengajar dan hasil belajar. Hasil belajar
merupakan hasil yang dicapai siswa setelah mengalami proses belajar dalam
waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar
merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya.
Menurut Oemar Hamalik dalam Restika (2009:46), hasil belajar
tampak sebagai perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati
dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Hasil belajar ini merupakan penilaian yang dicapai seorang siswa untuk
mengetahui pemahaman tentang bahan pelajaran atau materi yang diajarkan
sehingga dapat dipahami siswa. Untuk dapat menentukan tercapai atau
tidaknya tujuan pembelajaran dilakukan usaha untuk menilai hasil belajar.
Penilaian ini menurut Suharsimi Arikunto dalam Restika (2009:46) bertujuan
untuk melihat kemajuan peserta didik dalam menguasai materi yang telah
dipelajari dan ditetapkan.
Dick dan Reiser (1989:11) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan
pembelajaran, yang terdiri atas empat macam yaitu: pengetahuan, ketrampilan
intelektual, ketrampilan motorik dan sikap.
Keberhasilan belajar dapat dilihat dan diketahui berdasarkan perubahan
perilaku setelah diadakan kegiatan belajar, sebagaimana dikemukakan oleh
Winkel (2005), bahwa hasil belajar mencakup tiga kemampuan, yaitu
a. Kemampuan Kognitif yaitu hasil belajar yang berkenaan dengan
pemahaman pengetahuan dan pengertian padasuatumateri
b. Kamampuan Afektif yaitu tahap-tahap perubahan sikap, nilai, dan
kepribadian setelah mendapatkan pengetahuan dari proses belajar
c. Kemampuan Psikomotor yaitu kesatuan psikis yang di manifestasikan
35
dalam tingkah laku fisik (sekumpulan ketrampilan dalambidang tertentu).
2.1.6.2 Pengertian Hasil Belajar
Slameto (2003:2) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannyasendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Sementara itu Moh. Uzer Usman dalam Restika Parendrati (2009:47),
menyatakan bahwa hasil belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Hasil belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya merupakan hasil
interaksi antara berbagai faktor tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar, antara lain:
1. Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal), meliputi:
a. Faktor jasmaniah (Fisiologi), seperti mengalami sakit, cacat tubuh
atau perkembangan yang tidak sempurna.
b. Faktor psikologis, seperti kecerdasan, bakat, sikap, kebiasaan, minat
kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri.
c. Faktor kematangan fisik maupun psikis.
2. Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal), meliputi:
a. Faktor sosial, seperti lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan
kelompok.
b. Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan
kesenian.
c. Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar.
d. Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.
Berdasarkan uraian pengertian hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam menuntut suatu pelajaran
yang menunjukkan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti proses belajar. Hasil
belajar merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar, karena menjadi alat
ukur untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan seorang siswa dalam kegiatan
belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Dengan demikian jika pencapaian hasil
belajar itu tinggi, maka dapat dikatakan bahwa proses belajar mengajar itu
berhasil.
36
2.1.6.3 Hubungan Model STAD dengan hasil belajar
Hubungan adalah keterkaitan antara satu hal dengan hal yang lain. Begitu
juga hubungan antara model pembelajaran STAD dengan hasil belajar. Kedua hal
tersebut sangat berkaitan. Disini dapat dilihat bahwa model pembelajaran STAD
adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok
belajar,selanjutnya siswa akan melakukan kuis.Setelah itu siswa yang paling
banyak mengumpulkan point maka siswa tersebut berhak mendapat hadiah dari
guru.Cara mengetahui hasil belajar siswa, guru dapat melakukan dengan berbagai
cara, salah satunya melakukan evaluasi dengan memberikan kuis.Evaluasi adalah
proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik
secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran. Hasil dari evaluasi ini digunakan
untuk memantau hasil belajar dari siswa. Evaluasi bisa berupa tes pilihan ganda
atau uraian. Soal evaluasi dikerjakan oleh masing-masing siswa, yang nantinya
akan dinilai dan itu merupakan hasil belajar dari siswa. Hasil belajar adalah
perubahan tingkah laku dari yang tahu menjadi tahu. Sehingga antara model
pembelajaran STAD dengan hasil belajar tidak dapat dipisahkan. Dengan kata
lain, kalau sebagai guru mampu melaksanakan pembelajaran model STAD dengan
baik, dapat membuat siswa lebih aktif, maka hasil belajar siswa akan baik pula.
Berbeda pula jika guru melaksanakan proses pembelajaran dengan asal-asalan,
maka hasil belajar siswa tidak bisa memuaskan. Jadi, pelaksanaan model
pembelajaran STAD sangat mempengaruhi hasil belajar siswa.
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Mujiono (2011), yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas 5
Materi Alat Pernapasan pada Manusia Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD berbantuan media realia di SDN Tanjung 02”. Hasil penelitian yang
diperoleh menunjukkan bahwa rata-rata penilaian hasil belajar siswa kelas V pada
siklus I rata-rata kelas 66,47, ketuntasan belajar secara klasikal 67,64 %, rata-rata
aktivitas siswa 60,29 % dengan kriteria C, performansi guru dengan kriteria C.
Hasil belajar pada siklus II rata-rata kelas 72,35, ketuntasan belajar secara
klasikal 82,35 %, rata-rataaktivitas siswa 73,52% dengan kriteria B, performansi
37
guru dengan kriteria B. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
dengan model kooperatif tipe STAD melalui media realia dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas 5 materi alat pernapasan pada manusia di SDN tanjung
02 tahun ajaran 2011/2012.
Purnomo (2011) yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar pada Siswa
Kelas 5 Materi Bangun Ruang melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD di SDN mangunrejo 02 Tegal”. Penelitian yang dilakukan merupakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini
dilakukan melalui dua siklus dimana tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu: (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Subjek
dalam penelitian ini adalah siswa kelas 5 SDN mangunrejo 02 Tegal. Hasil
penelitian yang diperoleh dari penilaian hasil belajar siswa kelas 5 pada siklus I
yaitu: (1) rata-rata kelas 67,29; (2) ketuntasan belajar secaraklasikal 70,83%; (3)
rata-rata aktivitas siswa 73,19%; (4) nilai performansi guru 83,80% dengan
kriteria AB. Hasil belajar pada siklus II yaitu : (1) rata-rata kelas 77,27; (2)
ketuntasan belajar secara klasikal 90,90%; (3) rata-rata aktivitas siswa 79,65%;
(4) nilai performansi guru 90,60% dengan kriteria A. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dapat meningkatkan hasil belajar Matematika materi Bangun Ruang (sifat dan
jaring-jaring) pada siswa kelas 5 dan juga meningkatkan performansi guru di SDN
Mangunrejo 02 Tegal tahun pelajaran 2011/2012.
Wahyuningsig Setyo (2012). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA
Tentang Energi Panas dan Energi Bunyi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
STAD Pada Siswa Kelas 4 di SD Negeri Balong Jepon Blora Semester 2 Tahun
Ajaran 2011/2012. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada peningkatan
hasil belajar siswa pada KD mendeskripsikan energi panas dan energi bunyi di
lingkungan sekitar beserta sifat-sifatnya setelah menggunakan model
pembelajaran tipe STAD. Hal ini nampak pada perbandingan skor rata-rata pada
skor prasiklus, skor siklus I dan skor siklus II yaitu 73,36:90:94 yang berarti
adanya peningkatan dari prasiklus ke siklus I yaitu sebesar 23,28% dan dari siklus
I ke siklus II terjadi peningkatan sebesar 27,29%. Adapun perbandingan
38
ketuntasan klasikal dari kondisi prasiklus, siklus I dan siklus II yaitu
39,28%:71,42%:92,86% yang berarti adanya peningkatan dari prasiklus ke siklus
I yaitu sebesar 32,14% dan dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan sebesar
53,58%. Perbandingan standar deviasi dari prasiklus, siklus I dan siklus II adalah
8,05 : 4,41 : 4,26. Perbandingan skor minimal dari prasiklus, siklus I dan siklus II
yaitu 62:80:82. Perbandingan skor maksimal dari prasiklus, siklus I dan siklus II
yaitu 90:95:98. Kelebihan dari penelitian ini adalah pemerataan penguasaan
materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat karena kemampuan siswa
yang sudah terbiasa belajar dalam kelompok dan siswa mampu mengambil
kesimpulan materi secara tepat. Kelemahannya siswa yang aktif lebih
mendominasi diskusi pada saat merumuskan hipotesis serta mengambil
kesimpulan. Selain itu siswa yang aktif cenderung mengontrol jalannya diskusi.
Penelitian ini akan mengatasi masalah tersebut.
Dari tiga penelitian diatas, dapat dilihat bahwa setiap penelitian mempunyai
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penelitian yang dilakukan oleh
Mujiono (2011) membahas tentang pelajaran IPA kelas 5 dengan materi alat
pernafasan manusia. Penelitian ini mengedepankan pada aktivitas dan hasil belajar
siswa. Mujiono mengkombinasikan model STAD dengan media realia. Lembar
penilaian yang digunakan yaitu lembar aktivitas siswa dan performansi guru. Lain
halnya dengan penelitian yang dilakukan Purnomo yaitu pada pelajaran
matematika kelas 4 dengan materi bangun ruang. Penelitian ini mengedepankan
hasil belajar siswa. Lembar penilaian yang digunakan yaitu lembar aktivitas siswa
dan performansi guru. Dan penelitian saya berbeda dengan tiga penelitian yang
dilakukan Mujiono dan Purnomo. Penelitian ini pada pelajaran IPA siswa kelas 5.
Materi yang akan diteliti tentang sifat-sifat cahaya. Penelitian ini mengedepankan
tentang hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan lembar kerja individu,
lembar aktivitas guru dan hasil belajar afektif dan psikomotorik siswa.
Dan penelitian saya berbeda dengan tiga penelitian yang dilakukan
Mujiono dan Purnomo. Penelitian ini pada pelajaran IPA siswa kelas 4. Materi
yang akan diteliti tentang kenampakan alam. Penelitian ini mengedepankan
39
tentang hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan lembar kerja individu
yang berupa kuis, lembar aktivitas guru dan hasil belajar afektif siswa.
2.3 Kerangka Berfikir
Hasil belajar IPA kelas 4 SDN Kemetul tergolong rendah. Hal ini terbukti
dari hasil skor ketuntasan siswa pada TES semester I. SDN kemetul
menetapkan KKM pada mata pelajaran IPA adalah 75. Dan masih banyak siswa
yang mendapat nilai dibawah KKM.
Siswa kelas 4 SDN Kemetul masih banyak yang menganggap IPA sebagai
mata pelajaran yang tidak menyenangkan. Metode ceramah yang selalu
diterapkan guru dalam pembelajaran, kurang menarik motivasi siswa dalam
belajar. Siswa belajar secara individu sehingga tidak adanya kerja sama dalam
meningkatkan hasil belajar IPA. Dalam pembelajaran, tidak ada kesempatan
siswa yang berkemampuan lebih membantu belajar siswa lain. Jika terdapat
siswa yang tidak menguasai materi dan malu bertanya kepada guru maka ia
akan tertinggal dari teman lainnya.
Upaya agar siswa terdorong untuk aktif belajar, diantaranya adalah penyajian
materi yang menarik perhatian siswa sehingga menumbuhkan semangat dan minat
untuk belajar. Hal itu dapat dilakukan dengan mengubah model pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan yaitu model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa
melakukan pembelajaran secara berkelompok. Dengan berkelompok siswa dapat
saling membantu teman yang belum paham tentang materi. Setelah itu siswa
melakukan kuis dan siswa yang mendapatkan poin tertinggi akan mendapat
penghargaan dari guru.Oleh karena itu, pembelajaran tidak akan terkesan
membosankan dan siswa akan termotivasi untuk mendapatkan poin sebanyak-
banyaknya. Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran IPA kelas 4
SDN Kemetul.
Dari hasil kajian teori dan kajian hasil peneitian relevan diatas, dapat
dibuat kerangka berpikir sebagai berikut.
40
gambar 1
Kerangka Berpikir
k
Kondisi awal Pembelajaran konvensional
a. Berpusat pada guru
b. Siswa hanya
mendengarkan
c. siswa bosan
Hasil
belajar
rendah
Penerapan model STAD
a. Siswa bekerja dalam
kelompok
b. Siswa saling
membantu
dalam kelompok
c. Siswa mengerjakan
kuis
d. Guru memberikan
penghargaan kepada
siswa yang
mendapatkan poin
tertinggi
Hasil belajar
meningkat
Pemantapan model
STAD
a.Siswa menjadi
tidak bosan
b. Siswa menjadi
semangat dalam
belajar,
c. Siswa dapat
saling
membantu
Hasil belajar
meningkat
41
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan diatas,
penelitian ini diharapkan dapat membawa perubahan kearah perbaikan dan
peningkatan kualitas pembelajaran terutama pelajaran IPA pada siswa kelas 4
SDN Kemetul. Sehingga dapat diajukan sebuah hipotesis tindakan sebagai
berikut:
“Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe (Student Team
Achivement Division) STAD berbantuan media Realia diduga dapat meningkatkan
hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SDN Kemetul Kecamatan Susukan
Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2013/2014”.
“Langkah-langkah penerapan pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif tipe (Student Team Achivement Division) STAD berbantuan media
Realia diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SDN
Kemetul Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2013/2014”.